pemanfaatan selulosa bakteri - polivinil alkohol (pva)

advertisement
PEMANFAATAN SELULOSA BAKTERI - POLIVINIL
ALKOHOL (PVA) HASIL IRADIASI (HIDROGEL) SEBAGAI
MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Oleh :
ELI FELASIH
106102003400
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
i
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN MANAPUN.
Jakarta, September 2010
Eli Felasih
106102003400
ii
ABSTRAK
PEMANFAATAN SELULOSA BAKTERI – POLIVINIL ALKOHOL (PVA) HASIL
IRADIASI (HIDROGEL ) SEBAGAI MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH
Salah satu pemanfaatan air kelapa adalah untuk pembuatan nata de coco atau selulosa
bakteri. Dengan modifikasi penambahan polivinil alkohol (PVA) akan diperoleh selulosa bakteri
– polivinil alkohol (PVA) yang dapat digunakan untuk keperluan medis khususnya dalam bidang
kosmetik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan vitamin C yang digunakan sebagai model.
Hasil radiasi antara selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) menghasilkan hidrogel yang
diperoleh dari proses pembentukan ikatan silang (crosslinking). Polivinil alkohol (PVA) yang
berupa polimer hidrofilik yang banyak digunakan karena bersifat tidak toksik, kemampuan
menyerap yang tinggi, dan tidak karsinogenik. Hasil uji dari ketebalan selulosa kering 0,028 mm,
absorpsi 238,773 %, kekuatan tarik 1137 kg/cm2, elongasi 86,666 %, 89,655 % setelah diradiasi
dengan berkas elektron sedangkan selulosa bakteri basah mempunyai ketebalan 0,090 mm. Laju
pelepasan vitamin C ditentukan dengan alat uji difusi dalam medium aquabidest pH 7 pada suhu
37 ± 0,5 0C, kecepatan 50 rpm selama 1 jam. Hasil uji difusi menunjukkan bahwa profil
pelepasan matriks selulosa bakteri – pva + vitamin C mengikuti kinetika orde nol dengan
mekanisme difusi.
Kata kunci : iradiasi, selulosa bakteri, gel fraksi, kekuatan tarik, elongasi, difusi
v
ABSTRACT
UTILIZATION OF BACTERIAL CELLULOSE – PVA AFTER IRRADIATION
(HYDROGEL) AS A FACE MASK MATRIX
One of the utilization of coconut water is produce nata de coco or bacterial cellulose.
Modification by addition of polyvinyl alcohol will collected cellulose bacteria - PVA which it
can be used for medical purposes, especially in the cosmetics. Using the vitamin c as a model
was choosen this research. The results collect form of a matrix obtained from the process of
forming crosslinking (crosslinking) between bacterial cellulose and PVA in the form of
hydrophilic polymer that is widely used because harmless, the high ability to absorb, and not
carcinogenic. So it can be applied as a face mask matrix. Pva used with various concentration are
2%, 4%, and 6%. The test results characteristics of hydrogels include thickness of dry cellulose
0.028 mm, strengthent of PVA 6% about 238,773 %, strengthen is 1137 kg/cm2, elongation
86.666%, gel fraction after irradiated with electron beam is 89.655% while the wet bacterial
cellulose has a thickness of 0.090 mm. Rate of vitamin c release is determined by test equipment
aquabidest diffusion in the medium pH 7 at 37 ± 0.5 0C, at 50 rpm for 1 hour. Diffusion test
results showed that the release profile of bacterial cellulose matrix - PVA + vitamin C followed
zero order kinetics with a diffusion mechanism rule.
Keyword : irradiation, bacterial cellulose, fraction gel, strengthen, elongation, diffusion
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan nikmat, rahmat dan ridho-Nya sehingga penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul ‘‘Pemanfaatan Selulosa Bakteri –
Polivinil alkohol (PVA) Hasil Iradiasi (Hidrogel) Sebagai Matriks Topeng
Masker Wajah’’ ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
ucapan terima kasih dengan seikhlas hati dihanturkan kepada Bapak Dr.
Darmawan Darwis, M. Sc,. Apt., selaku Pembimbing BATAN dan Ibu Yuni
Anggraeni, S. Si, Apt., selaku pembimbing UIN Syarif Hidayatullah yang
telah meluangkan waktu, perhatian dan tenaganya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. M.K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Muhammad Yanis Musdja, M. Sc,. Apt, selaku Ketua
Program studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
dosen penguji I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingannya selama menyusun skripsi ini.
3. Dosen-dosen Farmasi UIN dan Staff
yang telah membimbing dan
memberikan ilmu pengetahuannya selama ini.
vii
4. Ibu Lely Hardaningsih, Ibu Ilin, Ibu Yessi, Ibu Ayu, Ibu Farah, Bapak
Erizal, Bapak Basril, Bapak Nikam, Bapak Mursalih dan seluruh staff
peneliti dan pegawai Laboratorium Sterilisasi Bidang Proses Industri
BATAN, Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama
penelitian berlangsung.
5. Untuk kedua orang tua tercinta, ibunda Hj. Muhibah dan ayahanda H.
Puryanto, kakak, saudara – saudara ku tersayang atas doa, cinta dan
kasih sayang, kesabaran, dan dukungan baik moril maupun materil.
Semoga Allah SWT selalu melindungi.
6. Teman-teman farmasi 2006 dan teman terdekat ku (pipit, acit, gita, alfi,
hana, icha, yunita, nindi, reni, eka w, syifa) atas dukungan selama
kuliah.
7. Teman-teman
11 pejuang (Irma, rico, landing, amal, Sheila, lisna,
yayah, tiwi, ardian, hilda).
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis sebagai manusia biasa menyadari dan merasa
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis pun terbuka
terhadap kritik dan saran yang sifatnya membangun. Meskipun demikian
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna untuk pihakpihak lain yang memerlukan.
Jakarta,
September 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER...........................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN...........................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...........................................................iv
ABSTRAK.....................................................................................................v
ABSTRACT..................................................................................................vi
KATA PENGANTAR..................................................................................vii
DAFTAR ISI.................................................................................................ix
DAFTAR TABEL........................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................. 4
1.3 Hipotesis....................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa........................................................................................6
2.1.1 Deskripsi Kelapa.................................................................6
2.1.2 Penyebaran Kelapa............................................................. 7
2.1.3 Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kelapa.............................8
2.2 Sukrosa....................................................................................12
2.3 Amonium Sulfat .....................................................................12
2.4 Selulosa Bakteri.............................................................. ........13
2.4.1 Struktur Selulosa Bakteri..................................................14
2.4.2 Aplikasi Selulosa Bakteri..................................................15
2.4.3 Sumber Selulosa................................................................20
2.4.4 Pelikel Selulosa Bakteri.....................................................21
2.4.5 Pembuatan Pelikel Selulosa...............................................22
2.5 Acetobacter Xylinum.............................................. ................24
2.5.1 Deskripsi A.Xylinum..........................................................24
2.5.2 Tingkat Bahaya A.Xylinum................................................25
2.5.3 Pertumbuhan Bakteri A.Xylinum............................. .........26
2.6 Hidrogel...................................................................................27
2.6.1 Sintesis Hidrogel...............................................................29
2.6.2 Sifat Fisika – Kimia Hidrogel ...........................................32
2.7 Masker.....................................................................................35
ix
2.7.1 Jenis-Jenis Masker.............................................................35
2.7.2 Mekanisme Kerja Masker..................................................36
2.8 Antioksidan........................................................................ .....37
2.9 Polivinil Alkohol.....................................................................38
3.0 Asam Askorbat........................................................................39
3.1 Radiasi.....................................................................................39
3.1.1 Sumber Radiasi..................................................................40
3.1.2 Dosis Radiasi................................................................. ...43
3.1.3 Efek Radiasi pada Polimer............................................... 44
3.1.4 Keunggulan menggunakan Mesin Berkas Elektron.. .......45
3.2 Radiofarmasi............................................................................46
B III
KERANGKA KONSEP
3.1 Alur Penelitian..................................................................... ...51
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................52
4.2 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................52
4.2.1 Alat Penelitian........................................................... ...... 52
4.2.2 Bahan Penelitian................................................................52
4.3 Prosedur Penelitian................................................................. 53
4.3.1 Pengumpulan Tanaman.............................................. .....53
4.3.2 Pembuatan Starter....................................................... ......53
4.3.3 Pengembangan Starter A.Xylinum.....................................53
4.3.4 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri.............................55
4.3.5 Pembuatan Larutan Polivinil alkohol.......................... .....60
4.3.6 Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa – PVA.60
4.3.7 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri – PVA.................61
4.3.8 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri – PVA + Vit.C....61
4.3.9 Karakterisasi Membran Selulosa – PVA Sebelum dan
Sesudah Radiasi………………………………………….61
4.4 Analisa Data……………………………………………...…67
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian........................................................................68
5.1.1 Pengumpulan.....................................................................68
5.1.2 Hasil Uji Tebal Membran Selulosa Basah dan Kering
Sebelum Radiasi ...............................................................68
5.1.3 Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa
Bakteri – PVA.................. ................................................68
5.1.4 Hasil Uji Sifat Mekanik Membran Selulosa Bakteri – PVA
Sebelum dan Sesudah Radiasi...........................................69
5.1.5 Hasil Uji Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA
Sesudah Radiasi.................................................................72
5.1.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Vitamin C..........................................................................73
5.1.7 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C.............................73
5.1.8 Profil Difusi Vitamin C.....................................................74
x
5.2 Pembahasan.............................................................................75
5.2.1 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri...................... ......75
5.2.2 Hasil Uji Ketebalan Membran Selulosa Bakteri............... 75
5.2.3 Hasil Uji Daya Absorpsi Membran Selulosa Bakteri –
PVA...................................................................................78
5.2.4 Hasil Uji Kekuatan Tarik Hidrogel (Selulosa Bakteri –
PVA Hasil Iradiasi)......................................................... .78
5.2.5 Hasil Uji Gel Fraksi (Selulosa Bakteri – PVA Hasil
Iradiasi)............................................................................. 80
5.2.6 Uji Penetrasi Vitamin C (Selulosa Bakteri – PVA 2 %, 4
%, 6 %)................................... ..........................................80
5.2.7 Data Hasil ANNOVA.................................................... ...82
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan............................................................................. 84
6.2 Saran........................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................86
LAMPIRAN.................................................................................................90
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Hasil Uji Tebal Membran Selulosa Basah dan Kering Sebelum
Radiasi...........................................................................................11
Tabel 2 Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa Bakteri –
PVA ..............................................................................................19
Tabel 3 Hasil Uji Sifat Mekanik Membran Selulosa Bakteri – PVA ........44
Tabel 4 Hasil Uji Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA Sesudah
Radiasi...........................................................................................68
Tabel 5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C................69
Tabel 6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C.........................................70
Tabel 7 Profil Difusi Vitamin C.................................................................70
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Polivinil alkohol........................................................................7
Gambar 2
Air Kelapa...............................................................................12
Gambar 3
Biakan Acetobacter xylinum....................................................14
Gambar 4
Amonium.................................................................................15
Gambar 5
Nata de coco............................................................................17
Gambar 6
Asam Askorbat........................................................................25
Gambar 7
Alat Mikrometer......................................................................38
Gambar 8
Alat Pemotong Sampel............................................................39
Gambar 9
Alat Difusi...............................................................................43
Gambar 10 Alat Tensiometer.....................................................................45
Gambar 11 Stainles steel net......................................................................55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22
Halaman
Gambar Bahan, alat Penelitian, SEM Selulosa Bakteri…....90
Hasil Tebal Membran Selulosa Bakteri ...............................93
Tabel Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran
Selulosa Bakteri dengan PVA 2 %, 4 %, 6 %......................95
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % Tanpa
Radiasi…………………………………....... …………..…95
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % Tanpa
Radiasi...............…….................................... …………..…95
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % Tanpa
Radiasi..................................................................................95
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %
Setelah Radiasi.....................................................................95
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %
Setelah Radiasi.......... ..........................................................96
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %
Setelah Radiasi................ …………………………...….....96
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %
Tanpa Radiasi.......................................................................96
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %
Tanpa Radiasi.......................................................................96
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %
Tanpa Radiasi.......................................................................97
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %
Setelah Radiasi....................................................................97
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %
Setelah Radiasi....................................................................97
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %
Setelah Radiasi....................................................................97
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % +
Vit.C Tanpa Radiasi.............................................................98
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % +
Vit.C Tanpa Radiasi.............................................................98
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % +
Vit.C Tanpa Radiasi.............................................................98
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % +
Vit.C Setelah Radiasi............................................................98
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % +
Vit.C Setelah Radiasi.......... .................................................99
Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % +
Vit.C Setelah Radiasi.............. …………………………….99
Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %
+ Vit.C Tanpa Radiasi..........................................................99
xiv
Lampiran 23 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %
+ Vit.C Tanpa Radiasi..........................................................99
Lampiran 24 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %
+ Vit.C Tanpa Radiasi........................................................100
Lampiran 25 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %
+ Vit.C Setelah Radiasi.....................................................100
Lampiran 26 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %
+ Vit.C Setelah Radiasi.....................................................100
Lampiran 27 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %
+ Vit.C Setelah Radiasi.....................................................100
Lampiran 28 Hasil Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %, 4
%, 6 %................................................................................101
Lampiran 29 Hasil Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %, 4
%, 6 % + Vit.C ..................................................................101
Lampiran 30 Penentuan Panjang Gelombang Vit.C................................102
Lampiran 31 Kurva Kalibrasi Vit.C........................................ ................104
Lampiran 32 Pelepasan Difusi Vit.C............................................. .........105
Lampiran 33 Hasil Statistik Elongasi PVA dan PVA +Vit C Sebelum dan
Sesudah Radiasi…………………………………………..106
Lampiran 34. Hasil Statistik Daya Tarik PVA dan PVA +Vit C Sebelum
dan Sesudah Radiasi……………………………………...114
Lampiran 35. Hasil Statistik Uji Fraksi Gel……………………………..118
xv
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Selulosa merupakan bahan/materi yang sangat berlimpah di bumi ini.
Diperkirakan 1 triliun ton selulosa
telah diproduksi tiap tahunnya.
Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil,
kertas, kapas serap/bahan penyerap pada popok ataupun pembalut wanita,
dan juga dalam berbagai bidang seperti pertambangan, kedokteran, obatobatan, kosmetik dan lain-lain (Soetrisno T, 1996). Sumber utama selulosa
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan terutama pada kayu dan kapas. Saat ini
selulosa dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum
menggunakan media air kelapa sebagai sumber mikronutrien yang disebut
selulosa bakteri.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri golongan asam asetat yang
berbentuk batang pendek, bersifat non motil, obligat aerobik dan dengan
pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini akan membentuk
nata de coco (pelikel selulosa bakteri) jika ditumbuhkan dalam air kelapa
yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen melalui proses yang
terkontrol. Bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraselular yang
dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa
(Siahaan,dkk, 2003).
Penggunaan selulosa sebagai bahan baku dalam berbagai bidang cukup
banyak dibutuhkan, sehingga selulosa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai
1
2
alternatif
bahan baku yang mudah diperoleh. Selulosa bakteri juga
mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi suatu
produk yang berkualitas serta dapat diaplikasikan secara luas, seperti
dalam industri pembuatan kertas, biomaterial, bahan penyerap (pembalut
dan popok), dan juga membran penyaring (Taufan,dkk, 1996).
Penggunaan selulosa bakteri juga dapat memberikan nilai tambah karena
memanfaatkan air kelapa yang selama ini menjadi limbah.
Air kelapa merupakan limbah yang biasanya berasal dari industri
pengolahan kelapa seperti industri kelapa kopra, pembuatan minyak
goreng, santan, ataupun kelapa yang dijual di pasar. Air kelapa yang
digunakan dalam pembuatan nata de coco harus berasal dari kelapa yang
masak optimal tidak terlalu tua atau terlalu muda (berumur ±6 bulan). Air
kelapa mengandung beberapa vitamin seperti vitamin C 0,7 – 1,7 mg/100
mg dan vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat 0,4 g/ml,
asam pantotenat 0,52 g/ml, biotin 0,02 g/ml, riboflavin 0,01 g/ml, asam
folat 0,03 g/ml, thiamin dan juga piridoksin, yang berperan sebagai
sumber mikronutrien yang mendukung proses fermentasi selain dari bahan
utama yaitu sukrosa sebagai sumber karbon dan ammonium sulfat sebagai
sumber nitrogen (Warisno, 2004).
Pemanfaatan selulosa sebagai bahan baku biomaterial haruslah bersifat
steril, salah satu cara sterilisasi paling praktis adalah dengan iradiasi EBM
(mesin berkas elektron). Akan tetapi iradiasi EBM (mesin berkas elektron)
dapat menyebabkan perubahan sifat mekanik dan kemampuan daya serap
selulosa bakteri yang diiradiasi pada dosis 25 kGy. Adapun keuntungan
3
dari iradiasi EBM (mesin berkas elektron) yaitu terjadinya crosslinking
(pembentukan ikatan silang)
yang mengakibatkan suatu polimer
mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah dan sifat
mekanik bertambah. Sedangkan kerugian dari iradiasi EBM (mesin berkas
elektron) yaitu terjadinya degradasi (pemutusan rantai polimer) yang
mengakibatkan suatu polimer mempunyai sifat viskositas berkurang, bobot
molekul berkurang, dan sifat mekanik berkurang. Dosis iradiasi untuk
sterilisasi biomaterial umumnya 25-50 kGy (Darmawan, 2008). Dalam
Farmakope Indonesia Edisi IV disebutkan bahwa dosis sterilisasi yang
digunakan untuk produk kesehatan adalah 25 kGy (Darmawan, 2002).
Selama bertahun-tahun pemilihan dosis 25 kGy ini sangatlah aman,
sederhana dan mudah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada bahanbahan yang sebagian besar mengandung selulosa bila diiradiasi akan
terjadi reaksi degradasi atau perubahan ikatan silang. Reaksi degradasi dan
ikatan silang saling berkompetisi dan umumnya ikatan silang terjadi pada
dosis rendah yaitu 10-30 kGy, sedang degradasi terjadi pada dosis di atas
30 kGy (Erizal,dkk, 2008). Energi radiasi pengion dapat menginduksi
reaksi kimia pada bahan yang diiradiasi. Selain terjadi perubahan kimia
ternyata reaksi kimia dapat juga menimbulkan perubahan sifat fisika dan
biologi (Mirzan,dkk, 1993).
Sifat mekanik dan kemampuan daya serap merupakan sifat-sifat fisika
yang dimiliki selulosa. Pemanfaatan pada bidang kosmetik, khususnya
untuk matriks topeng wajah, sifat dan karakteristik selulosa bakteri masih
memiliki keterbatasan sehingga perlu dikombinasikan dengan material lain
4
seperti polivinil alkohol (PVA) yang mempunyai sifat fisik yang baik,
tidak toksik, dan mempunyai kemampuan menyerap air yang relatif tinggi.
Sifat fisik hidrogel yang terpenting adalah kemampuan hidrogel dalam
menyerap dan menyimpan air dalam jumlah besar.
Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya pemanfaatan selulosa
bakteri – polivinil alkohol (pva) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks
topeng masker wajah yang menggunakan model asam askorbat (vitamin
C) sebagai antioksidan.
I.2
Perumusan Masalah
1.
Bagaimana sifat dan karakteristik dari selulosa bakteri – polivinil
alkohol (PVA) hasil
iradiasi (hidrogel) yang digunakan sebagai
matriks topeng masker wajah?
2. Berapakah konsentrasi polivinil alkohol (PVA) yang optimal untuk
memperbaiki karakteristik dan sifat mekanik selulosa bakteri –
polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks
topeng masker wajah?
3. Apakah selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi
(hidrogel) dapat digunakan sebagai matriks topeng masker wajah?
I.3
Hipotesis
Selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel)
dapat dibuat menjadi matriks topeng masker wajah yang mempunyai
karakteristik dan sifat mekanik yang baik.
5
I.4
Tujuan Penelitian
1. Menghasilkan selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi
(hidrogel) yang dapat digunakan sebagai matriks topeng masker wajah
dari bahan alam Indonesis yang mudah diperoleh.
2. Menentukan konsentrasi polivinil alkohol (PVA) yang memberikan
karakteristik dan sifat mekanik sebagai matriks topeng masker wajah.
I.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
tentang pemanfaatan selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil
iradiasi (hidrogel) sebagai matriks topeng masker wajah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kelapa (Cocos nucifera)
2.1.1 Deskripsi Kelapa
Kelapa lahir dengan batang yang tidak bercabang, dengan lingkar
tumbuh tunggal. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 20 sampai 22 m pada
umur 40 tahun dan pada umur 80 tahun tinggi tanaman dapat mencapai 3540 m. Bunga dari kelapa merupakan polygamomonoecious, dimana bunga
diproduksi secara terus menerus dan bunga ini kemudian memproduksi
biji. Daunnya memiliki panjang 4 - 6 m, pada pohon yang tinggi bisa
menghasilkan 12 - 18 daun tiap tahunnya, sedangkan pada pohon yang
pendek bisa menghasilkan 20 - 22 daun (Chan, et al, 2006).
Buah dari kelapa berserabut, dimana bagian terluar hingga kedalam
berturut-turut adalah kulit terluar keras dan tipis disebut dengan eksokarp,
bagian tengah yang berserat disebut dengan mesokarp, bagian dalam yang
keras disebut endocarp, bagian dalam yang melekat dengan endocarp
disebut dengan testa dengan bagian dalam yang putih (daging) disebut
dengan endosperm ( Slusarska, et al, 2008). Dan rongga yang dipenuhi
dengan cairan (air) (Chan, et al, 2006).
Air kelapa yang berasal dari kelapa muda dapat diminum. Rasa air ini
manis dan jumlahnya tergantung ukuran kelapa, dimana rata-rata volume
air kelapa antara 300 - 1000 ml. daging buah kelapa yang masih muda
lebih lembut dibandingkan daging buah kelapa yang sudah tua. Kelapa
yang sudah matang kulit luarnya akan berubah menjadi warna coklat, dan
6
7
saat yang bersamaan endosperm menjadi tebal dan keras dan air kelapa
menjadi agak pahit.
(a)
(b)
Gambar 1. Bagian buah kelapa
Keterangan :
(a)
Bagian buah kelapa
(b)
Buah kelapa yang sudah matang
2.1.2 Penyebaran kelapa (Chan, et al, 2006)
Pada awalnya penyebaran kelapa diketahui merupakan tanaman asli di
daerah pantai asia tenggara (Malaysia, Indonesia dan Filipina) serta
Melanesia. Perkembangan saat ini ternyata kelapa banyak ditemukan di
daerah tropis dan daerah subtropics (23 o lintang utara dan selatan daerah
ekuatorial). Manfaatnya yang banyak bagi perekonomian dan kehidupan
manusia, sekarang kelapa memiliki penyebaran yang cukup luas dengan
varietas yang berbeda-beda. Adapun beberapa daerah penyebarannya
adalah sebagai berikut :
-
Asia tenggara :
Burma, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, Vietnam.
-
Afrika : Kamerun, Ghana, Kenya, Nigeria, Tanzania.
-
Amerika : Brazil, Ekuador, Jamaika, Mexico, Trinidad dan Tobago,
Venezuela.
Pohon kelapa tumbuh baik pada daerah berpasir dengan curah hujan
yang teratur dan sinar matahari yang cukup. Pertumbuhan optimum ratarata pada suhu 27 oC. Pohon kelapa juga membutuhkan kelembapan yang
8
tinggi untuk pertumbuhan optimumnya yaitu 70% - 80% sehingga
tanaman ini jarang ditemukan pada daerah dengan kelembapan yang
rendah seperti daerah mediterania, meskipun memiliki temperatur yang
cukup tinggi (umumnya 24oC). Selain itu tanaman ini memiliki toleransi
terhadap salinitas yang tinggi.
Berikut adalah klasifikasi dari kelapa :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Subfamili : Arecoideae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera
2.1.3 Kandungan nutrisi dan manfaat kelapa
Kelapa memiliki nutrisi yang tinggi dan kaya akan serat, vitamin serta
mineral. Kelapa digolongkan sebagai makanan fungsional yang berperan
dalam kesehatan karena kandungan nutrisinya. Hampir semua bagian
kelapa dapat dimanfaatkan, dan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda
beda. Akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga
bangunan. Batangnya, yang disebut glugu dipakai sebagai kayu dengan
mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya
dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa,
disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat
9
atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik. Cairan manis yang
keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn (bhs. Jawa), dapat
diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak (Wahyudi,
2003).
Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Buah kelapa tua
terdiri dari empat komponen utama, yaitu: 35 persen sabut, 12 persen
tempurung, 28 persen daging buah, dan 25 persen air kelapa. Daging buah
tua merupakan bahan sumber minyak nabati (kandungan minyak 30
persen) (Astawan, 2009). Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat
kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman
tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang
sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar,
pengganti gayung, wadah minuman. Daging buah muda berwarna putih
dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan.
Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memiliki khasiat penetral
racun dan efek penyegar/penenang. Daging buah tua kelapa berwarna
putih dan mengeras sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan.
Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi
komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku
pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah tua kelapa
biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah
industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat
menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan
bahan campuran minuman penyegar (Wahyudi, 2003).
10
Kelapa selain bermanfaat sebagai kuliner dan berbagai kerajinan, juga
dapat dimanfaatkan dalam bidang pengobatan. Kelapa dalam pengobatan
tradisional telah digunakan untuk mengobati berbagai masalah kesehatan
seperti abses, asma, demam, flu, sakit pra menstruasi, konstipasi, luka
bakar malnutrisi dan sebagainya. Pada pengobatan modern kelapa juga
telah dimanfaatkan diantaranya:
-
Memberikan sumber energi
-
Membantu mengurangi osteoporosis
-
Mengurangi inflamasi
-
Membantu memberikan perlindungan penyakit periodontal dan
kebusukan gigi
-
Membantu melindungi kulit dari kerutan wajah
-
Diaplikasikan secara topical sebagai kimia barrier pada kulit untuk
mencegah infeksi
Salah satu bagian kelapa yaitu air kelapa diketahui memiliki manfaat
untuk pengobatan diare dan minuman penambah energi untuk orang yang
sakit dan orang tua. Selain itu dalam bidang biomaterial air kelapa
dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa bakteri (bacterial cellulose)
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum.
Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula,
berbagai vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula
maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam
umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa. Jenis gula
yang terkandung adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Gula-gula
11
inilah yang menyebabkan air kelapa muda terasa lebih manis dibandingkan
air kelapa tua. Kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap,
sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi air kelapa antara
lain karbohidrat (sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol) mineral (K, Na,
Mg, P, Cl, Fe dan Cu), protein (asam–asam amino essencial) dan vitamin
B dan C. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan
varietasnya. Berikut adalah komposisi gizi air kelapa (Wahyudi, 2003).
Tabel 1. Komposisi nutrisi air kelapa
Komposisi nutrisi air kelapa
%
Air
95.5
Nitrogen
0.05
Asam fosfat
0.56
Potasium
0.25
Kalsium oksida
0.69
Magnesium oksida
0.59
mg/100g
Besi
0.5
Total padatan
4.71
Gula pereduksi
0.80
Gula total
2.08
Abu
0.62
Sumber : Pandalai, K. M. (1958). Coconut water and
its uses. Coconut Bull. 12, No. 5, 167-173.
Air kelapa dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nata de coco atau
pelikel selulosa bakteri, yaitu jenis makanan berbentuk seperti gelatin yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Komposisi nata de coco
sebagian besar terdiri dari polisakarida, kemungkinan dekstrosa atau
selulosa, tetapi struktur sebenarnya belum diketahui (Wahyudi, 2003).
12
2.2
Sukrosa
Sukrosa atau sakarosa atau yang dikenal dengan sebutan gula pasir
dibuat dari gula tebu atau gula bit melalui proses penyulingan dan
kristalisasi. Sukrosa juga terdapat dalam buah, sayuran dan madu
(Almaitser, 2001). Struktur kimia dari sukrosa adalah
Gambar 2. Struktur sukrosa
Sukrosa memberikan rasa manis yang baik. Sukrosa merupakan kristal
yang
tidak berwarna atau berwarna putih, berbentuk kotak-kotak, tidak
berbau, dan memiliki rasa yang manis.
Sukrosa pada pembuatan pelikel selulosa bakteri berfungsi sebagai
media yang membantu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
Penggunaan sukrosa yang berwarna agak gelap menyebabkan warna
kocoklatan yang tidak disukai pada pelikel selulosa yang dihasilkan
(Collado, 1986). Oleh karena itu, pada pembuatan pelikel selulosa bakteri
sebaiknya digunakan sukrosa berwarna putih.
2.3
Amonium Sulfat
Amonium sulfat merupakan senyawa kimia dengan rumus (NH4)2SO4
yang berbentuk kristal, berwarna putih, abu-abu, kebiru-biruan atau kuning
tetapi yang paling banyak berwarna putih seperti gula pasir. Senyawa ini
mengandung nitrogen sebanyak 20,4%-21%, bersifat higroskopis dan baru
13
akan menyerap air bila kelembaban nisbi 80% pada 300C (Hardjowigono,
1987).
Menurut Considine (1984) ammonium sulfat dapat dihasilkan melalui
dua proses reaksi kimia. Pertama adalah mencampur ammonia dengan
asam sulfat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4
ammonia
ammonium sulfat
asam sulfat
Kedua adalah dengan mencampur ammonium karbonat dengan
gypsum (CaSO4) sehingga terjadi reaksi sebagai berikut :
(NH4)2CO3 + CaSO4
(NH4)2SO4 + CaCO3
ammonium karbonat kalsium sulfat
ammonium sulfat
kalsium karbonat
Ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen bagi tanaman yang
paling banyak digunakan di Indonesia sebagai pupuk. Amonium sulfat
dapat pula digunakan sebagai sumber nitrogen untuk membantu
pertumbuhan Acetobacter xylinum pada proses pembuatan pelikel selulosa
bakteri (Steinkraus et al, 1983).
2.4
Selulosa Bakteri
Selulosa merupakan biopolimer terbesar, yang diketahui sebagai
komponen utama biomassa tanaman, dan juga diwakili oleh polimer
ektraseluler mikrobial. Selulosa bakteri termasuk produk spesifik dari
metabolisme primer yang sebagian besar sebagai lapisan pelindung
sedangkan selulosa tanaman sebagai pembentuk struktur tumbuhan.
Selulosa yang disintesis oleh bakteri termasuk dalam genus
Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina. Bakteri yang paling
14
banyak menghasilkan selulosa adalah bakteri Gram negatif, bakteri asam
asetat dan Acetobacter xylinum. diantara berbagai jenis bakteri tersebut A.
xylinum adalah jenis bakteri yang paling banyak digunakan sebagai model
untuk studi megenai selulosa. Studi biasanya difokuskan pada mekanisme
sintesis biopolimer, strukturnya dan karakteristiknya.
Karakteristik penting dari selulosa bakteri adalah kemurniannya. Hal
ini yang membedakan dengan selulosa dari tumbuhan, dimana selulosa
tumbuhan mengandung hemiselulosa dan lignin yang sangat sulit untuk
dihilangkan. Karakteristik dari selulosa bakteri yang unik, banyak
diaplikasikan secara luas pada industri kertas, tekstil makanan dan sebagai
biomaterial untuk kosmetik dan alat kesehatan.
2.4.1 Struktur selulosa bakteri (Bielecki, et al, 2005)
Selulosa bakteri adalah polimer tidak bercabang, yang dihubungkan
dengan β-1,4 glukosida. Penelitian selulosa bakteri menunjukkan bahwa
secara kimia identik dengan selulosa tanaman, tetapi secara struktur
makromolekular karakteristiknya berbeda dengan selulosa tanaman.
Gambar 3. Struktur kimia selulosa
Rangkaian struktur selulosa bakteri dimulai dengan terbentuknya
subfibril (berupa benang), dengan lebar sekitar 1,5 nm. Subfiril ini
kemudian terkristalisasi menjadi mikrofibril (Jonas, et al, 1998).
15
Membentuk suatu bundles dan akhirnya terbentuk seperti pita (ribbon).
Berikut adalah gambar struktur dari selulosa bakteri (Bielecki, et al, 2005).
(a)
(b)
Gambar 4. Perbedaan struktur antara selulosa bakteri dengan tumbuhan
Keterangan : (a). selulosa tumbuhan
(b). selulosa bakteri
Selulosa bakteri juga berbeda dengan selulosa tumbuhan dari segi
index kristalinnya dan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa
baktei dapat mencapai 2000 dan 6000 dan dalam suatu kasus dapat
mencapai 16000 atau 20000, sedangkan selulosa tumbuhan memiliki ratarata derajat polimerisasi 13000 sampai 14000 (Bielecki, et al., 2005).
Beberapa kelebihan dari selulosa bakteri adalah memiliki struktur yang
teratur, tidak mengandung lignin dan hemiselulosa, memiliki serat yang
panjang (lebih kuat), dapat ditumbuhkan pada berbagai wadah. Sedangkan
beberapa kelemahan bakteri selulosa untuk pengembangan komersil
adalah, biaya cukup tinggi dibandingkan selulosa tumbuhan karena harga
yang mahal subtrat yang digunakan (gula), hasil akhir yang sedikit,
keterbatasan kapasitas untuk produksi dalam skala besar.
2.4.2 Aplikasi selulosa bakteri
Selulosa bakteri diketahui merupakan polisakarida yang aman
sehingga banyak digunakan dalam bebagai bidang. Aplikasi dari selulosa
bakteri karena karakteristiknya yang unik, seperti selulosa yang dihasilkan
16
murni, elastik, mampu mempertahankan air, dan memiliki kristalin index
yang tinggi. Berikut beberapa aplikasi dari selulosa bakteri adalah :
a. Aplikasi teknik
Dibandingkan dengan selulosa tanaman, selulosa bakteri memiliki
kekuatan tarik (Tensile strength) yang lebih tinggi, sehingga selulosa
bakteri merupakan komponen yang baik untuk kertas karena memiliki
karakteristik mekanik yang baik. Selulosa bakteri untuk diaplikasikan
sebagai kertas akan memberikan elastisitas, permeabel terhadap udara,
tahan terhadap air dan tekanan berat dan mampu mengikat air (Iguch,
2000).
Selulosa bakteri juga digunakan sebagai pelindung permukaan untuk
beberapa kertas. Coating terhadap kertas akan memberikan karakteristik
seperti permukaan yang mengkilap, cerah, halus, memiliki porositas, daya
penerimaan terhadap tinta dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Selain
itu penambahan selulosa bakteri pada kertas akan meningkatkan masa
simpan kertas.
Selulosa bakteri juga merupakan komponen yang berharga pada kertas,
karena meningkatkan ketahanan terhadap panas dan tidak mudah terbakar.
Penggunaan selulosa bakteri dapat mengurangi bahan tambahan pada
pembuatan kertas tanpa menimbulkan efek pada karakteristik kertas.
b. Aplikasi dalam bidang medik
Aplikasi seluosa bateri dalam bidang medik didasarkan atas keunikan
struktur dan karakteristik mekaniknya seperti mampu menahan air, dan
bersifat biokompatibel. Hasil studi pada tikus menunjukkan bahwa
17
selulosa bakteri terintegrasi dengan baik pada host-nya dan tidak
menimbulkan reaksi inflamasi sehingga potensial dikembangkan sebagai
scaffold (Suwannapinunt, 2007).
Selulosa bakteri mempunyai sifat-sifat seperti berpori, elastis, mudah
untuk disimpan, mampu mengabsorbsi, memiliki kelembapan dapat
diaplikasikan untuk pembalut luka. Dengan kelebihannya tersebut dapat
mempercepat proses penyembuhan luka dan melindungi luka dari infeksi
sekunder. Gambar berikut adalah aplikasi selulosa bakteri sebagai
pembalut luka.
Gambar 5. Pelikel bakteri sebagai pembalut luka
BioFill® diperoleh dari produk selulosa mikroba yang telah digunakan
sebagai pengobatan beberapa luka bakar, grafting kulit, dan ulser kulit
kronik. Pengobatan dengan menggunakan BioFill® menutupi rasa sakit,
dan mempunyai keuntungan adhesi yang baik, barrier yang efektif untuk
infeksi, penyembuhan cepat, retensi cairan yang baik (air dan elektrolit),
biaya murah, dan waktu penyembuhan pendek dibandingkan secara
normal. Produk lainnya yaitu Gengiflex®, diaplikasikan untuk proses
penyembuhan dalam kasus periodontal.
Aplikasi lainnya dalam bidang medis adalah sebagai membran
tambahan untuk melindungi glukosa oksidase termobilisasi dalam
biosensor yang digunakan untuk uji kadar gula darah. Sifat selulosa
18
bakteri yang elastis, permeabel terhadap udara dan cairan, memiliki
kekuatan tarik yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk aplikasi tersebut
(Bielecki, 2005).
c. Aplikasi dalam bidang makanan
selulosa bakteri memiliki kemurnian secara kimia dan tidak
menimbulkan reaksi metabolit sehingga banyak diaplikasikan sebagai
stabilizer dalam makanan, emulsifier pada minuman dan sup, dan
modifikasi tekstur dan meningkatkan serat makanan. Aplikasi pertama kali
dalam bidang makanan adalah dihasilkannya nata de coco komersial.
Konsumsi nata diyakini dapat melindungi dari kanker usus, atherosklerosis
dan thrombosis pada jantung dan mencegah peningkatan glukosa pada
urin.
Salah satu produk makanan popular yang mengandung selulosa bakteri
adalah kombucha dari Cina. Makanan ini diperoleh dengan cara
menumbuhkan kapang dan bakteri asam asetat pada teh dan ekstrak gula.
Pelikel akan terbentuk pada permukaan dimana banyak mengandung
selulosa dan enzim yang baik untuk kesehatan. Aktivitas abiotiknya adalah
memperluas permukaan usus besar dan saluran pencernaan, selain itu
kombucha diyakini dapat melindungi terhadap kanker (Iguchi, 2000).
Aplikasi lainnya adalah untuk filtrasi pada pembuatan anggur dan bir.
Pada industri kue, selulosa bakteri dimanfaatkan untuk memperpanjang
umur simpan kue karena sifatnya yang tidak berbau, tidak berasa dan
banyak mengandung serat.
19
d. Aplikasi lainnya (Bielecki, 2005)
Besarnya luas permukaan, daya tahan yang tinggi dan memiliki daya
absorpsi yang tinggi dapat digunakan dalam modifikasi proses kimia
maupun fisika, seperti selulosa bakteri dapat dimanfaatkan imobilisasi
biokatalis. Gel selulosa yang mengandung sel hewan imobilisasi
digunakan untuk produksi interferon, interleukin dan antibodi monoklonal.
Selulosa bakteri juga dimanfaatkan sebagai absorpsi sel Gluconobacter
oxydans,
Acetobacter
methanolyticus,
Saccharomyces
cerevisiae.
Imobilisasi strain bakteri ini efektif untuk produksi glukonat, dihidroksi
aseton dan etanol. Selulosa bakteri murni dapat dimanfaatkan sebagai
bahan mentah sintesis selulosa asetat, nitroselulosa, CM-selulosa,
hidroksimetilselulosa, metilselulosa dan hidroksiselulosa. Tabel berikut
menunjukkan beberapa aplikasi selulosa bakteri pada beberapa bidang.
Tabel 2. Aplikasi selulosa bakteri pada berbagai bidang
Sektor
Kosmetik
Industri tekstil
Olahraga
Pertambangan
danpengolahan limbah
Pemurnian
Broadcasting
Kehutanan
Industri kertas
Aplikasi
Penstabil dan pengemulsi pada krim,
tonik dan pelembab kuku, sebagai
bahan pengkilap dan sebagai bahan
kuku buatan
Bahan kulit buatan dan tekstil, Bahan
pengabsorsi
Untuk baju olahraga, tenda, dan
perlengkapan kemah
Untuk pengambilan batu karang,
Absorbsi senyawa toksik, Daur ulang
mineral dan minyak
Untuk pemurnian air dan pemurnian
udara kota
Produksi diafragma untuk mikrofon dan
headphone
Multilapis untuk plywood
Pembuatan kertas, dokumen menjadi
tahan lama, pembuatan popok dan
serbet dari kertas
20
Industri mesin
Laboratorium/penelitian
Kesehatan
Untuk badan mobil, elemen pesawat,
penutup retakan pada pelindung roket,
Imobilisasi protein, kromatografi dan
komponen media untuk kultur jaringan
Kulit buatan sementara untuk terapi
luka bakar, dan penyakit periodontal
2.4.3 Sumber selulosa
1. Kayu
Kayu digunakan secara luas sebagai bahan selulosa. Komponen kimia
dari kayu berbeda antar spesies dan juga dengan bagian tanaman, tetapi
sebagian besar mengandung 40 - 50% selulosa, 20 - 30% lignin, dan 10 30% hemiselulosa dan polisakarida lainnya. Komponen lain juga
ditemukan dalam jumlah yang kecil, seperti resin, gums, protein, dan
mineral. Sebagai sumber serat selulosa, kayu merupakan bahan baku
utama untuk menghasilkan pulp di mana dapat diproses untuk pembuatan
kertas dan turunan selulosa seperti rayon, nitroselulosa, CMC, dan lainnya.
2. Serat bibit
Seluruh tanaman kapas juga terdiri dari bahan-bahan selulosa dan
dapat dimanfaatkan sebagai pulp. Serat kapuk juga merupakan bahan
selulosa yang mengandung 55 - 65% selulosa tetapi tidak digunakan
sebagai sumber selulosa untuk pulp. Bahan ini biasanya digunakan untuk
bahan pengisi.
3. Serat bast
Serat yang paling penting dalam kelompok ini meliputi serat rami dan
goni. Tanaman rami adalah sumber dari industri tekstil linen yang terdiri
dari 80 - 90% selulosa. Serat rami juga digunakan sebagai sumber pulp
kertas untuk memproduksi kertas rokok dan tujuan khusus lainnya.
21
Serat goni juga mengandung selulosa yang tinggi. Goni biasanya
digunakan untuk tali dan karung. Tanaman yang menghasilkan goni antara
lain dikenal dengan nama kenaf (Hibiscus cannabinus) dan roselle
(Hibiscus sabdariffa) . Kenaf dan roselle mengandung 70 - 90% selulosa
yang sesuai untuk memproduksi pulp dan kertas untuk kebutuhan khusus.
4. Serat daun
Ada banyak jumlah serat daun tetapi kegunaannya sangat terbatas.
Beberapa di antaranya digunakan untuk tali-temali, tekstil, dan kertas.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain rami abaca dan manila,
pisang, nanas, dan lainnya.
5. Selulosa non- tanaman
Selulosa juga ditemukan dalam mineral dari sumber tanaman, seperti
fossil kayu, dan beberapa tipe batu bara muda.
2.4.4 Pelikel selulosa bakteri
Studi pertama tentang formasi dari selulosa dalam bakteri dilaporkan
oleh Adrian Brown pada tahun 1886. Dalam eksperimen diketahui bahwa
Acetobacter xylinum adalah organisme yang bertanggung jawab untuk
membentuk lapisan selulosa.
Pelikel selulosa bakteri dibuat menggunakan Acetobacter xylinum dan
menghasilkan selulosa yang murni tanpa ada lignin. Acetobacter xylinum
mensintesis benang-benang ekstraselular hingga membentuk membran
selulosa hidrofilik yang dikenal sebagai pelikel. Pelikel selulosa bakteri
mempunyai kandungan air 90 - 95% dari bobot total. Pelikel selulosa
22
bakteri yang dibuat dengan kultur statik mengandung 1% selulosa dari
bobot kering (Brown, 1961).
Kekuatan mekanik yang baik dari pelikel selulosa bakteri dihasilkan
dari ikatan hidrogen intermolekular yang ekstensif. Hal ini diinvestigasi
pertama kali oleh Yamanaka (1989). Sumber karbon yang biasa digunakan
oleh Acetobacter xylinum untuk memproduksi pelikel selulosa bakteri
adalah dekstrosa, glukosa, sukrosa, fruktosa, gula invert (Embuscado,
1994).
Ide untuk memodifikasi selulosa sejak disintesis dideskripsikan oleh
Brown, Acetobacter xylinum tidak hanya menjadi faktor penting dalam
elusidasi sintesis selulosa tetapi juga dalam fermentasi asam cuka. Produk
pelikel selulosa bakteri secara lambat ditegaskan sebagai biopolimer
industri yang penting untuk berbagai aplikasi mulai dari makanan sampai
material bahan yang mempunyai kekuatan besar (Brown, 1961).
2.4.5 Pembuatan pelikel selulosa bakteri
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi produksi pelikel
selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum yaitu komponen dari fermentasi
dan kondisi operasional. Komponen dari fermentasi meliputi strain atau
tipe organisme yang digunakan, komposisi media, sumber karbon, dan
sumber nitrogen. Kondisi operasional yang mempengaruhi antara lain pH,
oksigen, temperatur, konsentrasi relatif dari substrat dan tipe metode kultur
yang digunakan.
Menurut Departemen Riset dan Teknologi (2008), ada lima tahap
pembuatan pelikel selulosa bakteri yaitu : Pemeliharaan, biakan murni
23
Acetobacter xylinum meliputi (1) Proses penyimpanan sehingga dalam
jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) bakteri tetap
dapat dipertahankan;dan (2) Penyegaran kembali bakteri yang telah
disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan bakteri dapat
dipersiapkan sebagai inokulum fermentasi. Penyimpanan, A. xylinum
biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media Hassid dan
Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut : glukosa,
ekstrak khamir, K2 HPO4, (NH4)2SO4, MGSO4, agar, dan air kelapa. Pada
agar miring dengan suhu penyimpanan 4 - 7 0C, bakteri ini disimpan
selama 3 - 4 minggu. Penyegaran, setiap 3 atau 4 minggu, biakan A.
xylinum harus dipindahkan kembali pada agar miring baru. Setelah 3 kali
penyegaran, kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan isolasi
biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan
menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar miring
yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan dimurnikan kembali
sebelum disegarkan. Pembuatan Starter, Starter adalah populasi bakteri
dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media
fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi
segera terjadi. Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi
dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh bakteri
membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut nata atau
pelikel. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga
ketebalannya dapat mencapai 1,5 cm. Di anjurkan volume starter tidak
kurang dari 5 % volume media yang akan difermentasi menjadi pelikel
24
selulosa. Fermentasi, fermentasi dilakukan pada media cair yang telah
diinokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob
(membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan
media. Fermentasi dilangsungkan sampai pelikel yang terbentuk cukup
tebal (1 - 1,5 cm).
2.5
Acetobacter xylinum (A. xylinum)
2.5.1 Deskripsi A. xylinum
A. xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat memproduksi
selulosa dan asam asetat dengan bantuan udara selama pertumbuhannya
dan melepaskannya ke lingkungan.
Selulosa yang dihasilkan dikenal
dengan selulosa bakteri. Selulosa yang dihasilkan murni dan dihasilkan
secara ekstraseluler yang akan membentuk kumpulan fibril dan kemudian
dibentuk menjadi satu kesatuan selulosa yang padat yang disebut dengan
pelikel atau yang lebih dikenal dengan nata (Suwannapinunt, 2007).
Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri.
Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam subtrat dapat meningkatkan
jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti
Mg2+ dan Ca2+ diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ektraselluler.
Aktivitas pembentukan pelikel (nata) hanya terjadi pada kisaran pH antara
3,5 - 7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu
yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar
antara 28 - 320C (Multazam, 2009).
25
A. xylinum mempunyai aktivitas oksidasi lanjutan atau over oxidizer,
yaitu mampu mengoksidasi lebih lanjut asam asetat menjadi CO2 dan H2O.
Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter mempunyai ciriciri antara lain : Obligat aerobik, bersifat non motil dan tidak membentuk
spora, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat, termal death point
pada suhu 65 - 70 o C.
Berikut adalah klasifikasi dari Acetobacter xylinum :
Kingdom : Bakteria
Filum
: Proteobakteria
Kelas
: Alphaproteobakteria
Order
: Rhodospirillales
Family
: Acetobacteraceae
Genus
: Acetobacter
Subspecies : xylinum
Gambar 6. Acetobacter xylinum
2.5.2 Tingkat bahaya A. xylinum
A. xylinum dilaporkan bukan merupakan bakteri patogen bagi manusia.
Suhu pertumbuhan optimumnya jauh dibawah suhu tubuh manusia dan pH
optimum pertumbuhannya jauh dibawah normal pH kulit manusia.
Sehingga tidak mungkin bakteri ini dapat ditemukan sebagai flora pada
manusia.
26
A.xylinum diketahui tidak dapat menghasilkan toksin dan infeksi yang
berbahaya bagi manusia maupun hewan. Bakteri ini tidak menghasilkan
enzim atau agen ekstraseluler lainnya yang bersifat virulen. Bakteri ini
memiliki plasmid yang berguna untuk menghasilkan enzim untuk produksi
asam asetat. Berdasarkan hal tersebut A. xylinum tidak menunjukkan
adanya faktor virulensi. Bakteri ini bukan bagian dari flora tubuh manusia
dan kulit manusia dan diduga tidak dapat bertahan dalam tubuh manusia
sehingga tidak dapat menginfeksi manusia.
2.5.3 Pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
Bakteri A. xylinum adalah bakteri gram negatif aerobik yang
mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai
pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Berikut
adalah fase pertumbuhan sel bakteri Acetobacter xylinum :
1. Fase Adaptasi
Apabila bakteri dipindahkan ke media baru maka bakteri tidak
langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini
terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum
mengalami pertumbuhan. Adapatasi dicapai pada 0 - 24 jam sejak
inokulasi.
2. Fase Pertumbuhan Awal
Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan
kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja.
3. Fase Pertumbuhan Eksponensial
27
Fase eksponensial dicapai antara 1 - 5 hari. Pada fase ini bakteri
mengeluarkan enzim ekstraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk
menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matriks nata).
4. Fase Pertumbuhan Lambat
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi bakteri telah
berkurang, terdapat metabolik yang bersifat racun yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan
tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak
dibandingkan jumlah sel yang mati.
5. Fase Pertumbuhan Tetap
Pada fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang
tumbuh dan yang mati. Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.
6. Fase Menuju Kematian
Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi di dalam media sudah
hampir habis. Setelah nutisi habis, maka bakteri akan mengalami fase
kematian.
7. Fase Kematian Sel
Pada fase ini bakteri dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil
fase ini tidak baik untuk strain nata.
2.6
Hidrogel
Suatu polimer
atau kopolimer ikatan silang (crosslinking) yang
memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah cairan (swelling)
sehingga mencapai kesetimbangan dikenal sebagai xerogel. Bilamana
28
digunakan air sebagai bahan ˝swelling˝ maka hasilnya disebut hidrogel
(Huglin, 1986).
Hidrogel
adalah
bahan
polimer
hidrofilik
yang
mempunyai
kemampuan untuk mengembang di air atau cairan biologi dan
menunjukkan fraksi air yang berarti pada strukturnya, tetapi matriks
tersebut tidak larut dalam air. Ketika mengembang di air, hidrogel tetap
mempertahankan bentuk asalnya. Sifat hidrofilik dari hidrogel ini
dipengaruhi oleh adanya gugus-gugus –OH, -COOH, -CONH2, dan –
SO3H. Sedang sifat ketidaklarutannya dalam air dan kemampuannya
mempertahankan bentuk dipengaruhi oleh struktur tiga dimensi dari
hidrogel. Kemampuan dari hidrogel untuk mengembang di air adalah
kesetimbangan antara kekuatan disperse pada rantai hidrat dengan
kekuatan kohesi yang tidak mencegah penetrasi air ke dalam hidrogel.
Selain itu, derajat dan sifat ikatan silang serta kekristalan dari polimer
turut menentukan sifat mengembang dari hidrogel (Kroschwitz, 1992).
Hidrogel pertama kali diperkenalkan sebagai biomaterial adalah
polihidroksi metakrilat (PHEMA) yang digunakan untuk lensa kontak.
Sejak itu pengembangan hidrogel yang digunakan sebagai biomaterial
semakin menarik perhatian para peneliti karena hidrogel mempunyai
biokompatibilitas yang baik bila kontak dengan darah, cairan tubuh, dan
jaringan hidup. Biokompatibilitas dari hidrogel ditunjukan dengan
kemampuannya
menstimulasi
jaringan,
karena
mempunyai
sifat
permukaan khusus. Tegangan antar mukanya rendah dan permeabilitasnya
29
yang tinggi, lunak dan elastis menjadikan hidrogel suatu biomaterial yang
baik (Ramarajaj, 1994).
Hidrogel merupakan bahan yang dapat mengabsorbsi dan menahan air
dalam jumlah besar, tapi tidak larut dalam air. Umumnya hidrogel dibuat
dari polimer hidrofilik baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
polimer lainnya dengan teknik kimia atau radiasi sehingga membentuk
ikatan silang (crosslinking). Polimer yang digunakan dapat berupa polimer
sintetis seperti PVP (polivinil pirolidon) dan PVA (polivinil alkohol) atau
polimer alam.
Tujuan utama pengembangan hidrogel sebagai bahan biomaterial
adalah
untuk
perbaikan
kesehatan manusia
melalui penggunaan
biomaterial tersebut sebagai alat kedokteran (Darwis, 1995). Biomaterial
adalah material yang digunakan untuk menggantikan/memperbaiki
kerusakan jaringan atau sebagai interface dengan lingkungan fisiologis.
Biomaterial dapat berupa bahan alam seperti kolagen, serat protein (silk,
wool, dan rambut), polisakarida (starch, selulosa dan kitosan) atau bahan
sintetis seperti polimer, metal dan keramik (Rosiak, et al., dkk, 1999).
2.6.1 Sintesis hidrogel
Secara umum ada dua metode umum yang dapat digunakan untuk
membuat hidrogel yaitu teknik konvensional dan teknik radiasi. Pada
metode pertama, hidrogel dibuat melalui polimerisasi dan pembentukan
ikatan silang (crosslinking) monomer hidrofilik dengan bantuan agensia
pengikatan silang bi- atau multifungsi (bi-or multifunctional crosslinking
agent) atau melalui pembentukan ikatan silang polimer larut dalam air
30
menggunakan reaksi organik khusus yang melibatkan gugus fungsi
polimer tersebut.
Pada metode radiasi, hidrogel dapat dibuat melalui polimerisasi dan
pembentukan ikatan silang dari monomer atau polimer larut dalam air
dengan menggunakan sinar gamma atau elektron cepat. Dengan teknik ini
tidak diperlukan adanya inisiator kimia atau agensia pengikatan silang,
proses lebih mudah dan sekaligus dapat digunakan untuk mensterilkan
produk (Chapiro, et al, 1995). Pemakaian radiasi ionisasi untuk membuat
hidrogel didasarkan pada reaksi pembentukan ikatan silang. Dua jenis
radiasi ionisasi yang banyak digunakan untuk pembuatan hidrogel adalah
sinar gamma yang berasal dari sumber radioisotop cobalt-60 dan elektron
cepat yang dihasilkan oleh akselerator elektron. Dengan teknik radiasi ini,
hidrogel dapat dibuat dengan meradiasi monomer atau polimer baik dalam
bentuk larutan dalam air atau dalam bentuk padat. Namun demikian,
pembentukan ikatan silang memerlukan dosis yang lebih tinggi pada
iradiasi dalam bentuk padat.
Reaksi pembentukan ikatan silang polimer dalam larutan air akibat
iradiasi sinar gamma atau elektron cepat dapat terjadi melalui dua cara
yaitu efek langsung (direct effect) dan efek tidak langsung (indirect effect).
Efek langsung terjadi bila suatu polimer diradiasi dalam kondisi bulk
(padat). Jika suatu larutan polimer diradiasi maka akan terjadi efek
langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi akibat dari
interaksi antara molekul polimer dengan energi radiasi sehingga
menghasilkan radikal polimer. Efek tidak langsung terjadi melalui reaksi
31
antara molekul air dan radiasi gamma (radiolisis) menghasilkan spesiesspesies seperti OH, H3O+ H, H2,H+, H2O2. Diantara spesies ini yang paling
realtif adalah radikal hidroksil (OH). Radikal selanjutnya akan bereaksi
dengan molekul polimer membentuk radikal polimer. Radikal polimer
yang terbentuk akan bereaksi satu dengan yang lainnya membentuk ikatan
silang (crosslinking) (Darmawan, 2000).
Secara garis besar, mekanisme terjadinya ikatan silang (crosslinking)
pada radiasi polimer dengan adanya air adalah sebagai berikut (Darmawan,
1999).
PH*, PH+ + e- (exitaded dan ionitated
PH (polimer)
state)
Rekombinasi
PH+ + e-
PH*
Penguraian (dekomposisi)
PH*
Po + H
Radiolisis air
H2O
H3O+ aq, OH0, e- aq, H, H2O2, H2
Pemisahan hidrogen
PH + OH0
P0 + H2O
Rekombinasi radikal polimer
P0 + P0
P – P (crosslinking polimer)
Secara skematis mekanisme pembentukan ikatan silang suatu larutan
polimer
a. Ikatan silang langsung (direct crosslinking)
32
Pembentukan radikal polimer
P
P (radikal polimer)
Rekombinasi polimer radikal
P+P
P – P (ikatan silang)
P adalah molekul polimer
b. Ikatan silang tidak langsung (indirect crosslinking)
Radiolisis air
H2O
H+, OH, e- aq H3O+, H2O2
Abstraksi atom hidrogen
P + OH
P + H2O
Rekombinasi radikal polimer
P+P
P – P (ikatan silang)
2.6.2 Sifat fisika – kimia hidrogel
a. Daya serap air (water absorption)
Jika hidrogel kering mulai menyerap air, molekul air akan menghidrasi
gugus yang paling polar, gugus hidrofilik, gugus hidrofilik, gugus ionik
dan gugus yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Selanjutnya rantai
dalam hidrogel mulai mengembang, gugus hidrofilik mulai terkena
molekul air dan berinteraksi melalui interaksi hidrofilik membentuk sistem
dengan entropi yang relatif rendah melapisi gugus hidrofobik. Jika
interaksi antara air dan hidrogel lebih jenuh, jaringan hidrogel akan
menghambat air dan membentuk keadaan keseimbangan. Air ini disebut
‘’air bebas’’ (free water) yang mengisi pori-pori hidrogel. Proses
pengembangan hidrogel berlangsung kontinyu disebabkan oleh adanya
33
tekanan osmosis. Keadaan keseimbangan hidrogel disebut sebagai kondisi
swelling. Untuk menguji jumlah air yang terserap (daya serap air) pada
hidrogel dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Erizal, 1999):
Daya serap air = (Wa-Wb)/Wb x 100%
Keterangan :
Wa = bobot hidrogel setelah pengembangan
Wb = bobot awal hidrogel
b. Sifat biologis hidrogel
Hidrogel dapat dibedakan menjadi hidrogel alami dan hidrogel
sintetik. Hidrogel yang terbentuk secara alami umumnya berasal dari
proses biologis baik terjadi di dalam tanaman maupun hewan misalnya :
agar, gel lidah buaya, dextran, gelatin, dan alginat. Sedangkan hidrogel
sintetik terbentuk berdasarkan reaksi kimia atau fisika.
Ditinjau dari sifat biologisnya hidrogel yang diperoleh dari hasil
sintetik maupun yang diperoleh dari alam dapat bersifat biodegradable
(mudah terdegradasi), non-biodegradable (sukar terdegradasi) dan
bioerodible. Hidrogel biodegradable umumnya berasal dari senyawasenyawa alami, misalnya asam amino dan derivatnya yang mudah
terdegradasi oleh enzim. Sedangkan hidrogel non-biodegradable terbentuk
dari senyawa-senyawa sintetik (Erizal, 1999).
c. Sifat permukaan hidrogel
Berdasarkan
sifat
fisika-kimia
hidrogel,
permukaan
hidrogel
mempunyai beberapa sifat yang khas untuk setiap jenis hidrogel. Pada
aplikasinya diperlukan suatu kondisi standar sifat permukaan hidrogel.
34
Sifat permukaan hidrogel dipengaruhi oleh sifat komponen utamanya yang
terdiri atas gugus hidrofilik dan hidrofobik.
Jika hidrofilisitas relatif dominan dalam hidrogel, maka hidrogel
dengan mudah dibasahi oleh air (sudut kontak=0), sukar dibasahi oleh
cairan non polar dan relatif sukar mengabsorpsi protein. Pada hidrogel
yang sifat permukaannya relatif hidrofob sukar dibasahi oleh air dan
mudah dibasahi oleh minyak. Sedangkan pada hidrogel yang terdiri dari
gugus hidrofilik dan hidrofobik yang terdistribusi secara heterogen, maka
permukaan hidrogel dapat dibasahi oleh air maupun minyak (Rosiak JM,
1995).
d. Fraksi gel
Fraksi gel merupakan sifat kimia yang terdapat pada hidrogel. Derajat
ikatan silang hidrogel dapat diketahui oleh adanya fraksi gel dalam
struktur hidrogel tersebut. Semakin besar fraksi gel berarti semakin banyak
ikatan silang yang terjadi antar rantai molekul polimer sehingga kekuatan
mekanik semakin besar. Fraksi gel ini juga secara tidak langsung
mencerminkan besar-kecilnya tingkat kerapatan ikatan silang yang terjadi
antar polimer. Fraksi gel dapat diukur dengan cara mengekstraksi hidrogel
menggunakan pelarut air pada suhu 90 - 1100C. Fraksi gel dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Erizal, 1999) :
Fraksi gel (%) = (W1/W0) x 100%
Keterangan ;
W1 = bobot kering hidrogel setelah perendaman
W0 = bobot awal hidrogel sebelum perendaman
35
2.7
Masker (Dwikarya, M, 2002)
Masker adalah salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Selain itu
masker
juga
bermanfaat
untuk
memperlancar
peredaran
darah,
merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit dan mengangkat sel-sel tanduk
yang telah mati. Hal ini disebabkan karena pada saat pemakaian masker,
kulit muka tertutup secara sempurna oleh masker dan menyebabkan suhu
kulit
meningkat
sehingga
peredaran
darah
menjadi
lancar
dan
penghantaran zat-zat gizi ke lapisan permukaan kulit dipercepat sehingga
kulit muka terlihat lebih segar. Adanya peningkatan suhu menyebabkan
fungsi kelenjar
kulit meningkat
sehingga kotoran dan sisa-sisa
metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit yang kemudian dapat diserap
oleh lapisan masker.
2.7.1 Jenis-jenis masker
1. Masker gel, membentuk lapisan kulit tipis saat mengering. Masker gel
sangat ideal untuk kulit wajah usia belasan tahun sampai dua puluh
tahun.
2. Masker peel off, langsung membentuk lapisan begitu terpasang di
seluruh wajah. Masker ini menambah kelembaban kulit untuk
sementara.
3. Masker lumpur, masker dari lumpur ini dapat digunakan untuk
membersihkan kulit wajah secara total, karena mengandung bahan
aktif yang menyerap kotoran.
36
4. Masker exfoliate, biasanya berbentuk scrub (mengangkat sel kulit
mati, gunanya mengembalikan vitalitas kulit yang pudar dan kusam.
5. Masker sulfur, masker yang berbahan dari belerang ini, ideal untuk
kulit yang banyak noda flek, dan berjerawat.
6. Masker hidrating, masker ini banyak mengandung air dan digunakan
untuk mengatasi kulit-kulit yang kering dan halus.
7. Masker topeng (facial mask), dimaksudkan untuk pengelupasan kulit,
melembabkan kulit kering, mengisi kulit kusam, menyerap minyak,
mengencangkan
kulit,
menyembuhkan
jerawat
bekas
luka,
mencerahkan kulit wajah, menyegarkan.
2.7.2 Mekanisme kerja masker
Peredaran darah menjadi lebih lancar dan pengantaran zat-zat gizi ke
lapisan permukaan kulit di percepat, sehingga kulit muka terlihat lebih
segar. Karena terjadinya peningkatan suhu dan peredaran darah yang lebih
lancar, maka fungsi kelenjar kulit meningkat, kotoran dan sisa
metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit untuk kemudian diserap
oleh lapisan masker yang mengering dengan diangkatnya masker, zat-zat
tersebut turut terbuang dan kulit mengalami pembersihan secara sempurna.
Cairan yang berasal dari keringat dan sebagian cairan masker diserap oleh
lapisan tanduk, meskipun masker mengering, lapisan tanduk tetap kenyal,
bahkan sifat ini menjadi lebih baik setelah masker diangkat, terlihat
keriput kulit berkurang, sehingga kulit muka tidak saja halus tetapi juga
kencang. Setelah masker diangkat, bagian cairan yang telah diserap oleh
lapisan tanduk akan menguap akibatnya terjadi penurunan suhu kulit, yang
37
alami sehingga menyegarkan kulit. Jadi secara singkat dapat diambil
kesimpulan bahwa masker kecantikan pada kulit fungsinya ialah
menyehatkan, membersihkan, mengencangkan dan menyegarkan kulit.
2.8
Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal
bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan
radikal bebas yg dpt menimbulkan stres oksidatif.
Radikal bebas
Radikal bebas merupakan jenis oksigen yg memiliki tingkat reaktif yg
tinggi dan secara alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi
biokimia tubuh. Radikal bebas juga terdapat di lingkungan sekitar kita yg
berasal dari polusi udara, asap tembakau, penguapan alkohol yg
berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar ultr violet, x-rays dan ozon.
Radikal bebas dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat anti
oksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas. Hal ini menyebabkan
berkembangnya sel kanker,penyakit hati, arthritis, katarak, dan penyakit
degeneratif lainnya, bahkan mempercepat proses penuaan. Radikal bebas
dapat merusak membran sel serta merusak dan merubah DNA. Merubah
zat kimia dlm tubuh dpt meningkatkan resiko terkena kanker serta
merusak dan menonaktifkan protein. Antioksidan : Vit A, Vit C, Vit E,
Karotenoid, Selenium
38
2.9
PVA (polivinil alkohol)
Gambar 7. Struktur Polivinil alkohol
PVA (polivinil alkohol) (DepKes RI, 1969, The United States
Pharmacopeia, 2007). Sinonim : Airvol, Alcotex, Celvol, Elvanol,
Gelvanol, Lemol, Mowiol, Polyviol, PVA, Vinyl alcohol, polimer. Nama
Kimia: Ethenol, homopolimer. Rumus Molekul : (C2H4O)n. Pemerian :
Serbuk putih. Kelarutan: Larut dalam air panas maupun air dingin,
kelarutannya dalam air meningkat dengan menurunnya bobot molekul,
sangat mudah larut dalam beberapa amina dan amida, praktis tidak larut
dalam senyawa alifatik, aromatic, dan hidrokarbon terklorinasi, ester,
keton, dan minyak. pH: 5,0 - 8,0 . Stabilitas : Polivinil alkohol didegradasi
lambat pada suhu 1100C dan didegradasi cepat pada 2000C, tahan terhadap
cahaya. Kegunaan : PVA dapat digunakan sebagai penyalut pada tablet,
surfaktan anionik, peningkat viskositas, dan lain-lain. Penerapannya dalam
bidang farmasi adalah untuk pemakaian topical, terkadang juga digunakan
dalam produk untuk mata karena fungsinya yang dapat meningkatkan
viskositas sehingga banyak dimanfaatkan dalam pembuatan lensa kontak.
PVA ditambahkan pada pembuatan gel yang cepat kering ketika dioleskan
pada kulit, selain itu PVA juga dapat digunakan dalam pembuatan tablet
lepas lambat, produk transdermal, dan kosmetik.
39
3.0
Asam Askorbat (vitamin C) (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995)
Gambar 8. Struktur Asam Askorbat (Vitamin C)
Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%
C6H8O6 Rumus Molekul : C6H8O6. Nama Kimia : L-(+)-asam askorbat,
asam 1,3 keto-threo
heksuronat lakton, 3-okso L-gulofuranolakton
(bentuk enol). Bobot Molekul : 176,13. Pemerian : Hablur/serbuk
putih/agak kuning, praktis tidak berbau, rasa asam tajam. Oleh pengaruh
cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap dalam keadaan kering stabil di
udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan : Mudah larut dalam air
(1:3 sampai 1:3,5), larut dalam methanol (1:10) dan dalam aceton, agak
sukar larut dalam etanol 95% P (1:25), propilenglikol (1:20), dalam
gliserol (1:100), praktis tidak larut dalam kloroform, eter, benzene, eter,
minyak, lemak, minyak tanah, pelarut lemak.
3.1
Radiasi
Teknologi radiasi (proses radiasi) merupakan bagian dari teknologi
nuklir yang berkembang cukup pesat. Beberapa proses radiasi telah
banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri bahkan produkproduk hasil teknologi radiasi telah banyak dipasarkan. Iradiasi yang
banyak digunakan pada bidang industri adalah iradiasi ionisasi seperti
iradiasi sinar gamma dan berkas elektron. Radiasi ionisasi dapat
40
didefinisikan sebagai iradiasi yang mempunyai energi cukup tinggi (lebih
dari 50eV) yang dapat melepaskan elektron dari atom atau molekulnya
(ionisasi) dan merubahnya menjadi partikel-partikel yang bermuatan listrik
yang disebut ion. Reaksi selanjutnya dari ion dan elektron ini yang
menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang sangat reaktif yang pada
akhirnya menyebabkan reaksi kimia. Studi perubahan kimia yang terjadi
dalam suatu sistem akibat absorbsi radiasi ionisasi dikenal dengan kimia
radiasi.
Secara umum ada dua jenis radiasi ionisasi yang banyak digunakan
dalam industri (Darmawan, 2002) :
1). Radiasi elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik terdiri dari gelombang radio, gelombang
mikro, cahaya tampak, ultraviolet, sinar gamma, dan sinar X. Namun
hanya sinar X dan sinar gamma yang mempunyai panjang gelombang
rendah dan energi lebih besar dari 50eV yang mampu untuk mengionisasi
atom dan molekul.
2). Partikel berenergi tinggi
Partikel ini dihasilkan dari mesin seperti elektron dari akselerator
elektron dan H, He, Ar, dan positron dari akselerator ion beam. Namun
demikian, partikel ini dapat juga diperoleh dari radioisotop seperti beta
partikel dan alfa partikel.
3.1.1 Sumber iradiasi ionisasi
Iradiasi ionisasi dapat diperoleh melalui dua sumber yang berbeda
seperti radioisotop dan mesin. Radioisotop yang paling umum digunakan
41
secara komersil adalah Co-60 dan Cs-137. Kedua radioisotop ini
merupakan pengemisi gamma. Sumber radiasi ionisasi yang lain adalah
akselerator elektron dan mesin sinar-X dan akselerator partikel bermuatan
positif atau akselerator ion beam.
a. Radioisotop
Radioisotop yang dikenal juga dengan radioaktif isotop atau
radionuklida terjadi secara alami, namun dapat juga diproduksi secara
buatan dalam suatu reaktor nuklir. Radioisotop adalah suatu elemen tidak
stabil yang mempunyai kelebihan neutron atau proton dalam intinya dan
mengemisikan radiasi dapat berupa α, β, γ dan secara spontan akan
meluruh ke keadaan stabil. Di antara sumber iradiasi gamma, Co-60 paling
banyak digunakan dalam industri karena mempunyai energi radiasi yang
lebih tinggi (2,506 MeV) dibandingkan dengan Cs-137 (0,662 MeV).
b. Akselerator elektron
Elektron beam mempunyai daya tembus yang terbatas maka elektron
beam hanya dapat digunakan untuk produk-produk yang mempunyai
ketebalan tertentu (<5 cm).
Berkas elektron dapat juga digunakan untuk pengawetan makanan
(menghambat pertunasan, membunuh mikroba patogen) dan sterilisasi
produk kesehatan yang mempunyai ukuran kecil. Akselerator elektron
yang digunakan secara komersial dapat menghasilkan berkas elektron
beam dengan rentang energi 80 KeV-10 MeV. Elektron mempunyai
penetrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan iradiasi gamma (Darwis,
2002).
42
Berdasarkan energi yang dihasilkan, akselerator elektron dapat dibagi
menjadi tiga bagian :
1). Elektron beam energi rendah (80-500 KeV)
2). Elektron beam energi sedang (500 KeV-5 MeV)
3). Elektron beam energi tinggi (5-10MeV)
Radiasi berkas elektron yang banyak digunakan untuk tujuan
sterilisasi adalah yang mempunyai energi 2 hingga 10 MeV (MBE energi
sedang hingga tinggi). Mesin berkas elektron (MBE) dengan energi 5
MeV mempunyai kemampuan penetrasi elektron sekitar 2 cm pada produk
dengan densitas 1 gr/cm3 pada satu sisi permukaan produk dan 4 cm pada
dua sisi permukaan produk. Sedangkan MBE dengan energi 10 MeV dapat
meradiasi produk dengan densitas 0,15 g/cm3 setebal 60 cm dengan teknik
radiasi dari dua sisi. MBE energi yang tinggi sehingga dapat mensterilkan
produk dalam kemasan akhir, fleksibilitas perlakuan produk dan kecepatan
dosis yang tinggi (Darmawan, 2006).
Menurut Supandi (2007), mesin berkas elektron pada umumnya terdiri
dari beberapa komponen utama, yaitu : pembangkit tegangan tinggi,
sumber elektron, pemfokus berkas elektron, pengarah berkas elektron,
tabung akselerator, sistem pemayaran, sistem vakum, dan sistem
pengendali.
43
Gambar 9. Skema mesin berkas elektron (EBM)
3.1.2 Dosis radiasi
Dosis Radiasi sangat menentukan efektivitas hasil yang diperoleh.
Dalam proses iradiasi dikenal dua macam dosis, yaitu dosis terpancar dan
dosis serap. Dosis terpancar adalah besarnya energi yang dipancarkan oleh
sumber radiasi selama proses berlangsung. Sedangkan dosis serap adalah
besarnya energi yang diserap oleh sample selama iradiasi. Biasanya jika
hanya disebutkan dosis (radiasi), maka yang dimaksud adalah dosis serap,
dengan satuan lamanya adalah rad, dan satuan standarnya adalah Gray
(Darmawan, 2002).
Rata-rata dosis yang diserap adalah dosis yang diserap per satuan
waktu, contohnya Gy/detik atau Kgy/jam. Satuan dan besaran dosis radiasi
dinyatakan melalui energi dan massa bahan, yaitu joule/kg bahan. Satuan
dosis menurut S.I dinamakan Gray dan disingkat Gy. Secara numerik 1 Gy
= 1 joule/kg bahan. Dulu satuan dosis radiasi menggunakan Rad
(Radiation Absorbed Dose).
1 Rad = 10-2 Gy
44
Tabel 3. Berdasarkan tingkat dosis radiasi, aplikasi teknik radiasi yaitu:
No.
1
2
3
4
Dosis rendah
(0 - 1 kGy)
Mencegah
pertunasan
(0,05 - 0,15 kGy)
Menunda
pematangan buah
(0,1 - 1,15 kGy)
Membunuh
serangga
(0,2 - 1 kGy)
Membunuh
parasit daging
(0,1 - 0,3 kGy)
Dosis sedang
Dosis tinggi
(1 - 10 kGy)
Menurunkan kandungan Sterilisasi
mikroba (pasteurisasi)
(10 - 50 kGy)
(0,5 - 10 kGy)
Membunuh
bakteri
patogen
(3 - 10 kGy)
-
-
-
3.1.3 Efek radiasi pada polimer
Apabila suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer maka akan
terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer
tersebut. Secara garis besar reaksi yang terjadi dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu reaksi pembentukan ikatan silang (crosslinking) dan
reaksi pemutusan rantai polimer (degradasi) (Woods, et al, 1994).
Crosslinking suatu polimer terjadi melalui ikatan dua rantai polimer
yang berdekatan yang pada akhirnya membentuk suatu network tiga
dimensi. Crosslinking dapat mengakibatkan suatu polimer mempunyai
sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah, sifat mekanik
bertambah (Woods, et al, 1994).
Sebaliknya degradasi merupakan suatu reaksi pemutusan rantai
polimer sehingga menyebabkan berkurangnya berat molekul, viskositas,
dan menurunnya sifat mekanik.
45
Beberapa polimer dalam larutan mengalami reaksi crosslinking dan
degradasi secara simultan jika diradiasi dengan sinar gamma atau elektron
beam. Jika ikatan silang yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan
pemutusan ikatan maka polimer disebut sebagai tipe crosslinking,
sebaliknya jika degradasi lebih banyak terjadi dibandingkan ikatan silang
maka polimer tersebut dikategorikan sebagai polimer bertipe degradasi
(Darmawan, 2002). Tergantung dari reaksi mana yang lebih dominan akan
menentukan sifat akhir dari polimer tersebut (Darmawan, 2002).
Reaksi ikatan silang
Gambar 10. Reaksi ikatan silang
3.1.4 Keunggulan menggunakan EBM (Woods, et al, 1994)
a. Dalam pelaksanaan iradiasi lebih cepat.
b. Pemilihan bahan pengemas menjadi lebih leluasa karena tidak harus
bahan yang tahan panas.
c. Iradiasi merupakan teknologi yang ramah lingkungan karena tidak ada
limbah proses yang dibuang ke lingkungan.
d. Teknik ini dapat dilakukan pada bahan/produk yang sudah dikemas
(kemasan akhir).
e. Iradiasi berkas elektron bukan merupakan radioisotop sehingga tidak
berbahaya.
46
f. Dapat digunakan untuk produk-produk yang tipis karena daya
tembusnya yang terbatas.
3.2
Radiofarmasi
Penggunaan radioaktif melalui aliran darah disebut radiofarmasi.
Dalam terapi ini, obat dimasukkan ke dalam sirkulasi darah. Obat itu
menggunakan molekul atom radioaktif. Atom yang membentuknya adalah
radioaktif. Radioaktif gamma dalam teknologi radiofarmasi adalah untuk
diagnosis. Ada dua sinar gamma yang digunakan untuk diagnosis. Yakni,
single photon emisien computerized tomography (emisi dari photon
tunggal yang dapat ditelusuri komputer). Yang terbaru disebut PETpositron emission tomography (radioaktif yang memancarkan positron).
Teknologi ini digunakan agar sinar gamma yang masuk ke dalam aliran
darah bisa menembus sasaran. Setelah mencapai sasaran, dalam kurun
waktu tertentu bisa ditelusuri dengan kamera gama atau komputer.
Radiofarmasi
adalah
penggunaan
senyawa
radioaktif
dalam
pengobatan penyakit. Salah satu aplikasi radiofarmasi adalah sebagai
radioimunoterapi. Radioimunoterapi adalah metode penanganan kanker
dengan memanfaatkan reaksi spesifik antigen dan antibodi. Radioisotop
dengan jenis radiasi yang mematikan sel “ditumpangkan” ke antibodi yang
bereaksi secara spesifik dengan tumor-associated antigen. Setelah
dimasukkan ke dalam tubuh, antibodi akan terikat ke dalam antigen yang
ada di sel kanker dan sel tersebut akan dimatikan oleh radiasi yang
dipancarkan radioisotop. Sampai saat ini, radioimunoterapi telah
47
digunakan untuk pengobatan beberapa jenis kanker, antara lain pengobatan
limfoma, kanker prostat, dan melanoma.
Radio Farmasi atau Farmasi Nuklir adalah penggunaan prinsip dan
cara-cara farmasi dan radiokimia untuk membuat obat yang mengandung
zat radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan zat radioaktif (radiofarmaka)
bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan (terapi) penyakit yang diidap
pasien. Sediaan farmasi Nuklir adalah sediaan radio isotop yang digunakan
reaktor nuklir, telah mengalami suatu pengolahan kimia (destruksi,
destilasi, ekstraksi dll)an oleh manusia baik untuk diagnosa maupun terapi
serta mnegalami metabolisme di dalam tubuh.
Kedokteran Nuklir menurut Society of Nuclear Medicine (SNM),
kedokteran nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang
menggunakan isotop radioaktif secara aman, tanpa sakit, dan murah, baik
untuk pencitraan maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit .
Jadi ada 2 fokus utama dalam kedokteran nuklir. Yang pertama adalah
pencitraan
organ
tubuh.
Pencitraan
disini
unik
karena
bisa
menggambarkan fungsi dan struktur organ tubuh sekaligus. Dengan cara
ini dapat diperoleh informasi medis tanpa melalui operasi, yang dengan
cara lain mungkin tidak bisa dilakukan,membutuhkan operasi atau biaya
diagnosa yang lebih mahal. Karena kemampuan untuk menggambarkan
fungsi dan struktur organ (bukan struktur saja), maka banyak penyakit
yang bisa dideteksi lebih dini, dengan demikian pengobatannya pun
menjadi lebih efektif.
48
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1
Alur Penelitian
Persiapan
Pembuatan Starter
Pembuatan Membran Selulosa Bakteri
Pengeringan
Pengukuran Tebal
Membran Selulosa
Bakteri Basah
Pengukuran Tebal
Membran Selulosa
Bakteri Kering
Pembuatan Membran (Selulosa bakteri – PVA) dan
Pembuatan Membran (Selulosa bakteri – PVA) + Vitamin C
Karakterisasi Selulosa
Bakteri - PVA
Karakterisasi Selulosa
Bakteri- PVA +
Vitamin C
1. Uji sifat mekanik
2. Uji fraksi gel
1. Uji sifat mekanik
2. Uji fraksi gel
3. Uji pH
4. Uji analisis pelepasan vitamin
c dengan spektrofotometer UVVis
48
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kelompok Bahan Kesehatan
Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan
selama ±5 bulan dari April sampai dengan Agustus 2010.
4.2
Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain erlenmeyer,
gelas ukur, gelas piala (Pyrex), alumunium foil, pipet tetes, pH meter,
autoklaf (Hirayama HA - 3D, Japan), inkubator (Heraeus), oven (Heraeus),
timbangan analitik (Sartorius-West Germany), tangas air, tali rapia, wadah
kotak plastik, Mikrometer Thickness Gage (Mitutoyo) Laminar Air Flow
(Envair-Australia),
tabung
reaksi
(Pyrex),
alat
Tensile-Strength
(Toyoseiki-Japan), Sealing plastik, spatel, kapas, pembakar spiritus,
Hand-press, cawan petri, pinset, pipet ukur, mesin berkas elektron,
Spektrofotometer UV - Vis (Spectrofotometer UV - Vis Lambda 25 Perkin
Elmer).
4.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa
berasal dari Pasar Jumat, biakan Acetobacter xylinum, amonium sulfat
49
50
(Merck), asam asetat glasial p.a (Merck), sukrosa (Gulaku), NaOH 4%
(Merck), H2O2 0,25% p.a (Merck), air suling, PVA (polivinil alkohol),
Vitamin C.
4.3
Prosedur Kerja
4.3.1 Pengumpulan bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah air kelapa (Cocos
nucifera) yang diperoleh dari pasar di daerah Pasar Jumat. Kelapa yang
digunakan adalah kelapa tua atau tidak lebih dari satu minggu.
4.3.2 Pembuatan starter
Sebanyak lebih kurang 400 ml air kelapa yang telah disaring dengan
kain penyaring, ditambahkan dengan 1 gr ammonium sulfat kemudian
diaduk sampai homogen. Cek pH, apabila larutan belum mencapai pH 4
maka ditambahkan asam asetat glacial (p.a) sampai pH 4. Larutan media
tersebut disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121 0C selama 10 menit.
Sebanyak 80 gr gula pasir ditambahkan ke dalam larutan media steril dan
didinginkan. Sebanyak 80 ml biakan Acetobacter xylinum ditambahkan ke
dalam larutan media steril yang sudah dingin, aduk sampai homogen.
Larutan dipindahkan ke dalam botol steril, ditutup dengan aluminium foil
dan disimpan pada suhu 30±20C
4.3.3 Pengembangan stater A. xylinum
Pengembangan bibit A. xylinum perlu dilakukan sebelum melakukan
sintesis selulosa bakteri. Bibit tersebut yang akan digunakan sebagai stater
untuk produksi selulosa bakteri (pelikel). Pengembangan bibit A. xylinum
51
penting dilakukan untuk memperoleh kondisi stater yang optimum, karena
stok A. xylinum biasanya berada pada kondisi dorman sehingga perlu
disegarkan kembali. Hal ini dilakukan agar bakteri A. xylinum tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk adaptasi ketika dipindahkan pada
medium baru. Stater yang baik adalah stater yang berada pada fase
pertumbuhan, karena pada fase ini mikroba sedang aktif berkembang
sehingga tidak memerlukan waktu adaptasi yang lama ketika dipindahkan
ke dalam medium yang baru, jumlah sel meningkat dengan pesat dan
kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat.
Bakteri A. xylinum memiliki fase pertumbuhan pada hari ke 6 - 7
(Slusarska, dkk, 2008). Pada penelitian ini stater ditumbuhkan selama 7
hari. Umur kultur yang akan digunakan sebaiknya jangan lebih dari 10
hari, karena volume akan berkurang akibat makin menebalnya lapisan
nata, nutrisi dalam cairan stater berkurang dan jumlah koloni makin
berkurang. Pengkulturan dapat dilakukan beberapa kali jika kondisi stater
belum siap untuk produksi pelikel hingga diperoleh kondisi yang
optimum. Hal ini diduga bakteri masih memerlukan waktu untuk adaptasi
karena beberapa waktu berada dalam kondisi dorman. Dengan penggantian
ke dalam medium yang baru untuk beberapa kali diharapkan nutrisi tetap
terjaga untuk bakteri melakukan pertumbuhan. Parameter stater yang baik
adalah tidak ditumbuhi jamur, tebal nata sekitar 1 - 1,5 cm dan
pertumbuhannya cepat (nata sudah mulai terbentuk pada hari ke 3).
52
Berikut adalah gambar perbedaan kondisi stater yang baik dan kurang
baik.
(a)
(b)
Gambar 11. Perbedaan kondisi starter
Keterangan :
(a). Kondisi stater tidak optimum
(b). Kondisi stater optimum
4.3.4 Pembuatan membran selulosa bakteri
Stater yang diperoleh dalam kondisi optimum selanjutnya diperbanyak
sesuai kebutuhan untuk produksi selulosa bakteri. Sintesis selulosa bakteri
dilakukan dengan menumbuhkan stater bakteri Acetobacter xylinum pada
medium pertumbuhan dengan air kelapa sebagai mikronutrien. Campuran
media, air kelapa dan biakan bakteri dikembangkan dalam wadah steril
dan kemudian diinkubasi selama 8 hari pada suhu 30±2 oC. Air kelapa
diketahui memiliki mikronutrien yang cukup baik untuk pertumbuhan
mikroba, Komponen yang terpenting yang terdapat di dalam air kelapa
adalah karbohidrat (gula). Air kelapa dari buah yang sudah tua
mengandung sukrosa, vitamin dan mineral penting untuk pertumbuhan
mikroba. Kelapa yang baik adalah kelapa yang telah berumur 6 bulan,
53
karena pada umur ini kandungan nutrisinya paling maksimum (Piluharto,
dkk, 2003). Selain kelapa juga digunakan ammonium sulfat dan gula.
Ammonium sulfat digunakan sebagai sumber nitrogen. Nitrogen
merupakan senyawa penting karena merupakan komponen dasar penyusun
protein. Sedangkan gula adalah sumber karbon/karbohidrat yang akan
dimanfaatkan A. xylinum untuk sintesis selulosa ekstraseluler.
Gambar 12. Pemeraman dalam inkubator
Hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum dalam media air kelapa
sebagai mikronutrien akan dihasilkan pelikel atau yang disebut dengan
nata de coco. Proses terbentuknya pelikel merupakan rangkaian aktifitas
bakteri Acetobacter xylinum dengan nutrien yang ada pada media cair.
Karena Acetobacter xylinum adalah bakteri yang memproduksi selulosa,
maka nutrien yang berperan adalah nutrien yang mengandung glukosa.
Dalam penelitian ini nutrien yang mengandung glukosa adalah air kelapa
dan gula pasir.
54
Gambar 13. Polimerisasi
Glukosa yang berperan dalam pembentukan selulosa adalah glukosa
dalam bentuk β sehingga semua glukosa yang ada dalam bentuk α akan
diubah dalam bentuk β melalui enzim isomerase yang berada pada bakteri
Acetobacter xylinum (Piluharto, dkk, 2003). Tahap berikutnya glukosa
berikatan dengan glukosa yang lain melalui ikatan 1,4 β-glikosida. Tahap
terakhir
adalah
tahap
polimerisasi
yaitu
pembentukan
selulosa.
Polimerisasi ini terjadi melalui enzim polimerisasi yang ada pada bakteri
Acetobacter
xylinum.
Secara
fisik pembentukan
selulosa
adalah
terbentuknya pelikel.
Produksi lempeng nata (pelikel) dikatakan berhasil jika ketebalan rata,
pelikel tidak berlapis, warna putih kekuningan, tidak terdapat jamur dan
ketebalan berkisar 1 - 1,5 cm pada masa inkubasi 8 hari. Pelikel yang
terbentuk pada penelitian ini memiliki warna putih kekuningan, tidak
berjamur dan memiliki ketebalan antara 0,8 - 1 cm pada masa inkubasi 8
hari sehingga dapat dikatakan berhasil. Pelikel yang terbentuk kemudian
dicuci dengan air mengalir, larutan NaOH 4% dan H2O2 0,25%. Gambar
11 menunjukkan tahapan proses pencucian tersebut.
55
A
B
C
D
Gambar 14. Proses pencucian pelikel yang dihasilkan
Keterangan :
A= pelikel setelah fermentasi 8 hari, B = pelikel dicuci dengan air
mengalir, C = pelikel dicuci dengan NaOH pada suhu 90oC-95 oC, D =
Pelikel yang dicuci dengan H2O2 pada suhu 40oC-45 oC
Pencucian dengan air mengalir bertujuan menghilangkan sisa asam dan
gula. Selain itu untuk menghindari reaksi browning ketika dipanaskan
dengan NaOH, karena reaksi browning akan menyebabkan warna
membran yang dihasilkan berwarna coklat. Pencucian dengan larutan
NaOH 4% bertujuan untuk menghilangkan sisa sel-sel bakteri yang
terperangkap dalam jaringan pelikel selulosa serta sisa-sisa substrat
(Slusarska, 2008). Komponen-komponen non-selulosa ini diduga akan
menghalangi ikatan yang terjadi antar rantai molekul selulosa yang
mengakibatkan terhadap menurunnya kekuatan sifat mekanis selulosa
(Piluharto, 2003). Pelikel selanjutnya dicuci dan direndam dalam air suling
untuk menghilangkan sisa NaOH hingga diperoleh pH netral. Proses
56
kemudian dilanjutkan dengan pencucian menggunakan larutan H2O2
0,25% untuk proses pemutihan sekaligus sebagai efek bakterisidal.
B
A
Gambar 15. Reaksi browning
Keterangan :
A= pelikel setelah pencucian dengan NaOH, B = membran yang
dihasilkan (berwarna kecoklatan)
Pelikel yang telah dimurnikan kemudian dihilangkan kadar airnya
dengan hand press selanjutnya dikeringkan pada suhu 27oC - 29oC hingga
diperoleh ketebalan 0,02 mm. Membran yang dihasilkan kemudian
diradiasi pada dosis dan laju dosis yang berbeda dan kemudian dilakukan
karakterisasi membran. Berikut adalah gambar membran yang dihasilkan
dari proses fermentasi dari A.xylinum dalam air kelapa sebagai
mikronutrien.
A
B
C
Gambar 16. Membran selulosa bakteri yang dihasilkan dari fermentasi
A. xylinum dalam media yang mengandung air kelapa.
Keterangan :
A= pelikel setelah pemurnian, B = pengeringan, C = membran selulosa
bakteri
57
4.3.5 Pembuatan larutan PVA (polivinil alkohol)
Dibuat larutan PVA dengan konsentrasi 2%. 4%, dan 6%. Untuk
larutan PVA 2% ditimbang sebanyak 10 gr serbuk PVA dan dilarutkan
dalam 500 ml aquadest, untuk larutan PVA 4% ditimbang sebanyak 20 gr
serbuk PVA dan dilarutkan dalam 500 ml aquadest, untuk larutan PVA 6%
ditimbang sebanyak 30 gr serbuk PVA dan dilarutkan dalam 500 ml
aquadest. Larutan PVA tersebut di otoklaf pada suhu 1210C selama 20
menit kemudian diangkat dan didinginkan.
4.3.6 Optimasi waktu perendaman selulosa bakteri – PVA
Sebanyak 9 buah membran selulosa bakteri kering dengan ukuran 14 x
8 cm, ditimbang dan dicatat sebagai bobot awal (W0), lalu direndam
dalam larutan polivinil alkohol (PVA) pada suhu 370C. Pada saat waktu
perendaman 1 jam, 2 jam, 4 jam, 24 jam, 30 jam membran selulosa
bakteri diambil dan cairan yang terdapat pada bagian permukaan membran
dihilangkan dengan cara diblotting dengan menggunakan tissue. Membran
selulosa bakteri tersebut ditimbang kembali dan dicatat sebagai bobot akhit
membran setelah perendaman (Wt). Dibuat kurva hubungan antara waktu
perendaman dengan berat hasil perendaman.
Daya absorpsi (%) =
Keterangan:
Wo
= berat sebelum perendaman
Wt
= berat setelah perendaman
Wt  W 0
x 100
W0
58
4.3.7 Pembuatan selulosa bakteri – pva
Sebanyak 9 buah membran selulosa bakteri kering dengan ukuran 14 x
8 cm, ditimbang dan dicatat sebagai bobot awal (W0), lalu direndam
dalam larutan polivinil alkohol (PVA) pada suhu 370C selama 24 jam.
Membran selulosa bakteri diambil dan cairan yang terdapat pada bagian
permukaan membran dihilangkan dengan cara diblotting dengan
menggunakan tissue. Membran selulosa bakteri tersebut ditimbang
kembali dan dicatat sebagai bobot akhit membran setelah perendaman
(Wt). Kemudian diiradiasi dengan mesin berkas elektron (EBM) dengan
energi 1,5 MeV dan arus 2 mA (miliampere) pada dosis 25 kGy.
Daya absorpsi (%) =
Wt  W 0
x 100
W0
Keterangan:
Wo
= berat sebelum perendaman
Wt
= berat setelah perendaman
4.3.8 Pembuatan membran selulosa bakteri kering – pva + vitamin C
Membran selulosa bakteri yang telah direndam dengan larutan
polivinil alkohol selanjutnya di semprotkan dengan larutan vitamin C
sebanyak 1 ml pada masing-masing membran selulosa bakteri. Kemudian
diradiasi dengan mesin berkas elektron (EBM) dengan energi 1,5 MeV dan
arus 2 mA (miliamper) pada dosis 25 kGy.
4.3.9 Karakterisasi membran selulosa bakteri – pva sebelum dan sesudah
radiasi
1. Uji Tebal Membran
Membran selulosa bakteri dalam keadaan basah dan kering yang telah
disterilkan diukur ketebalannya pada beberapa bagian yang berbeda
59
dengan menggunakan alat mikrometer. Pengukuran dilakukan disetiap
tempat atau sisi secara acak sebanyak 10 kali. Membran tersebut lalu
dihitung ketebalan rata-ratanya.
2. Uji Sifat Mekanik (kekuatan tarik dan perpanjangan putus ) membran
selulosa bakteri - pva
Alat tensiometer dinyalakan selama 15 menit sebelum digunakan,
diatur beban dan kecepatan alat yang diinginkan untuk memutuskan
sampel. Beban yang digunakan sebesar 100 kg, chart speed diatur pada
kecepatan 100 mm/menit, dan cross head speed diatur pada kecepatan 25
cm/menit. Setelah alat dipanaskan selama 15 menit membran kemudian
diuji kekuatan tariknya. Kekuatan tarik (tensile strength) didefinisikan
sebagai kemampuan atau ketahanan suatu materi terhadap gaya yang akan
merobeknya. Sebelum di uji kekuatan tarik membran dipotong dengan
pisau khusus sehingga berbentuk seperti dummbel, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 14. Membran yang telah dipotong kemudian
diuji kekuatan tarik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Tebal area
pengukuran diukur dengan menggunakan alat micrometer pada lima
daerah yang berbeda, lalu dihitung rata-rata tebal membran.
Gambar 17. Membran dalam bentuk dummbel
60
Pegangan untuk
menahan sampel
Gambar 18. Cara pengujian kekuatan tarik
Kekuatan tarik merupakan sifat yang penting untuk polimer yang akan
mengalami perlakuan fisik dalam aplikasinya. Seperti halnya membran
selulosa bakteri, parameter ini perlu di uji untuk mengetahui ukuran
kekuatan membran selulosa bakteri. Berikut adalah gambar diagram
karakteristik kekuatan tarik dan perpanjangan putus dari beberapa jenis
material.
Gambar 19.
Diagram karakteristik kekuatan tarik dan perpanjangan
putus beberapa jenis material.
Perpanjangan putus (elongation) adalah persentasi peningkatan
panjang materi sebelum mengalami putus. Perpanjangan putus dihitung
pada sampel yang mengalami perputusan pada bagian tengah sampel yang
telah diberi tanda sepanjang 1 cm, seperti yang ditunjukkan pada ilustrasi
61
berikut. Persentasi perpanjangan putus merupakan hasil pengurangan
panjang akhir dengan panjang awal dibagi dengan panjang awal dan
dikalikan 100 persen.
Gambar 20. Ilustrasi penetapan perpanjangn putus
Rumus Kekuatan Tarik :
r=
F
A
=
F
x 100 %
txl
Keterangan:
r
= kekuatan tarik (kg/cm2)
F
= beban untuk memutuskan sampel (kg)
A
= luas sampel yang mengalami tarikan (cm2)
t
= tebal sampel (cm)
l
= lebar sampel (cm)
Rumus Perpanjangan Putus :
E=
La - Lo
Lo
x 100 %
Keterangan :
E
= perpanjangan putus (%)
La
= panjang sampel pada saat putus (cm)
Lo
= Panjang sampel awal (cm)
3. Fraksi gel
Selulosa bakteri – pva hasil iradiasi (hidrogel) dipotong dengan ukuran
4 x 5 cm2 kemudian ditimbang (WO). Hidrogel dimasukkan kedalam
stainless steel net. Untuk menghilangkan fraksi yang larut, hidrogel di
ekstraksi di waterbath pada suhu 80 – 900C selama 8 jam. Setelah itu
hidrogel di otoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit dikeringkan pada
62
suhu 600C, 800C, 1000C sampai bobot konstan. Fraksi gel dihitung dengan
persamaan :
Wt
Fraksi gel =
Wo
x 100 %
Keterangan :
Wo
= bobot hidrogel sebelum fraksi gel (%)
Wt
= bobot hidrogel kering/setelah diekstraksi
4. Uji keasaman dan kebasaan/pH
Cara : pH masker ditentukan dengan menggunakan pH meter, yang
sebelumnya telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7.
5. Uji pelepasan vitamin C
1) Pembuatan membran difusi
Membran yang digunakan adalah kertas Whatman no. 1 yang
diimpregnasikan
dengan
cairan
Spangler
yang
dimodifikasi.
Komposisi cairan Spangler adalah sebagai berikut :
Asam Palmitat
10
Asam Oleat
15
Asam Stearat
5
Minyak Kelapa
15
Paraffin
10
Kolesterol
5
Lilin Putih
15
Bahan untuk Spangler dilebur dan diaduk homogen. Dimasukkan
ke dalamnya kertas Whatman no.1 dengan diameter 2,5 cm selama 15
menit. Segera diangkat dan dikeringkan selama 3 hari, kemudian
63
tentukan jumlah cairan yang diserap oleh kertas saring. Bobot kertas
Whatman
sebelum
dan sesudah impregnasi ditimbang untuk
mendapatkan kondisi yang sama pada setiap kertas Whatman.
Persentase impregnasi membran dihitung berdasarkan rumus :
Persentase impregnasi :
Bt - Bo
Bo
X 100 %
Keterangan :
Bt = berat kertas Whatman sesudah impregnasi
Bo = berat kertas Whatman sebelum impregnasi
Kertas Whatman yang digunakan untuk percobaan difusi adalah
yang memiliki bobot yang hampir sama.
2) Pengukuran difusi masker
Siapkan seperangkat alat difusi yang telah dihubungkan dengan
pompa peristaltik. Kompartemen reseptor dikondisikan pada suhu
370C ±10C dengan cara mengalirkan air yang bersuhu 370C ±10C pada
water jacket yang menyelimuti kompartemen reseptor. Kompartemen
donor diisi dengan 100 ml air suling. Secara perlahan letakkan kertas
Whatman yang telah diimpregnasi di antara kompartemen donor dan
kompartemen reseptor. Sediaan membran selulosa bakteri - pva ukuran
lingkaran pada pelat sel difusi kemudian kertas Whatman di letakkan
diatasnya sambil dihindarkan masuknya udara antara kertas Whatman
dan membran selulosa bakteri - pva. Cincin penjepit diletakkan dan
kemudian ditutup. Alat disimpan dalam bak air bersuhu 370C dan
pompa peristaltik dijalankan. Pengambilan cuplikan sebanyak 5 ml
dilakukan selama 1 jam pada menit 5, 10, 15, 20, 30, 40, 50, 60. Setiap
64
kali pengambilan 5 ml cuplikan, volume medium diganti dengan 5 ml
larutan medium yang baru dengan volume yang sama. Sampel disaring
dengan
kertas
Whatman.
Setiap
cuplikan
dianalisis
dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum vitamin c yang telah diperoleh (Kumar, et al, 2009;
Jaimini, et al, 2007).
6. Pembuatan kurva kalibrasi vitamin C
Larutan induk vitamin C dibuat dengan konsentrasi 10 ppm,
dengan melarutkan 1 mg vitamin C dalam 100 ml aquadest. Dari
larutan induk dibuat deret standar dengan konsentrasi 1 ppm, 5 ppm,
10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm. Setiap konsentrasi larutan diukur
serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum vitamin c. Kemudian dibuat persamaan kurva kalibrasi y =
a + bx (USP 30 – NF 25, 2007).
4.4
Analisa Data
Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan uji
analisa varian (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi variasi PVA 2 %,
4 %, 6 %.
65
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1. Sifat dan karakteristik dari selulosa bakteri – PVA hasil iradiasi
(hidrogel) yang digunakan sebagai matriks topeng masker wajah yaitu
uji tebal membran, uji absorpsi, uji sifat mekanik (kekuatan tarik dan
elongasi), uji fraksi gel.
2. Konsentrasi PVA yang optimal untuk memperbaiki karakteristik dan
sifat mekanik selulosa bakteri – PVA hasil iradiasi (hidrogel) sebagai
matriks topeng masker wajah yaitu pva konsentrasi 6 % karena
memberikan absorpsi 238,773 %, kekuatan tarik 1137 kg/cm2, elongasi
86,666 %, 89,655 %.
3. Selulosa bakteri – PVA hasil iradiasi (hidrogel) dapat digunakan
sebagai matriks topeng masker wajah
karena selulosa bakteri
mempunyai daya absorpsi yang tinggi dan menahan air dalam jumlah
besar.
4. Data statistik dari kekuatan tarik, elongasi, dan gel fraksi PVA dan
PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi berbeda.
6.2
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut membran selulosa bakteri – pva
sebagai matriks topeng masker wajah secara mikrobiologi dan kemampuan
84
85
membran selulosa bakteri – pva sebagai matriks topeng masker wajah
secara klinis.
65
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
5.1.1 Pengumpulan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah air kelapa yang
diperoleh dari pasar di daerah Pasar Jumat, Jakarta Selatan . Dan biakan
bakteri Acetobacter xylinum diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Kelompok Bahan Kesehatan Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
Pasar Jumat, Jakarta Selatan
5.1.2 Hasil uji tebal membran selulosa bakteri kering dan basah sebelum
diradiasi
Hasil pengujian terhadap ketebalan membran selulosa bakteri dapat
dilihat pada tabel dibawah ini. Sedangkan hasil perhitungan dapat dilihat
pada lampiran 2.
Tabel 4: Hasil uji pengukuran tebal membran selulosa bakteri
kering dan basah sebelum diradiasi
Sampel
Membran selulosa
bakteri
Tebal Rata-rata
Standar deviasi
Kering
Basah
0,028
0,006
0,094
0,008
5.1.3 Hasil optimasi waktu perendaman membran selulosa bakteri – pva
Hasil uji optimasi waktu perendaman membran selulosa bakteri – pva
yang dihasilkan dari penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah
ini. Sedangkan data hasil uji optimasi waktu perendaman dan contoh
perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3.
66
Tabel 5 : Tabel hasil optimasi waktu perendaman membran
selulosa bakteri dengan PVA 2 %, 4 %, 6 %
Waktu
perendaman
Absorpsi (%)
1 jam
2 jam
4 jam
24 jam
30 jam
54 jam
Berat (membran selulosa bakteri)
Selulosa bakteri –
pva 2 %
113,396
106,464
135,552
144,981
179,877
158,721
Selulosa bakteri
– pva 4 %
112,437
124,432
165,014
195,149
217,068
192,205
Selulosa bakteri
– pva 6 %
121,563
117,268
145,806
201,882
238,773
220,053
700
600
500
400
300
200
100
0
pva 6 %
pva 4 %
pva 2 %
1
2
4
24
30
54
Waktu perendaman (jam)
Gambar 21.Hasil uji optimasi waktu perendaman membran
selulosa bakteri dengan larutan pva 2 %, 4 %, 6 %
5.1.4 Hasil uji sifat mekanik membran selulosa bakteri – pva sebelum dan
sesudah diradiasi
Hasil pengujian sifat mekanik membran selulosa bakteri – pva yang
meliputi pengujian kekuatan tarik dan perpanjangan putus membran dapat
dilihat pada tabel 3 – tabel 6 dan grafik 4 – grafik 7
dibawah ini.
Sedangkan contoh hasil dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4 –
27.
67
Tabel 6 : Hasil uji perpanjangan putus hidrogel (selulosa bakteri +
PVA 2 %, 4 %, 6 %) sebelum dan sesudah diradiasi
Sampel
Perpanjangan putus (%)
Selulosa bakteri – pva 2 %
Selulosa bakteri – pva 4 %
Selulosa bakteri – pva 6 %
Perpanjangan Putus (%)
Sebelum
Setelah
Rata-rata 23,333±0,058 46,666±0,058
Rata-rata 26,666±0,058 60,000±0,173
Rata-rata 43,333±0,115 86,666±0,115
100
80
60
PVA 2 %
40
PVA 4 %
20
PVA 6 %
0
sebelum
Sesudah
Radiasi dengan elektron berkas mesin (EBM) dosis 25 kGy
Gambar 22 . Grafik hasil uji perpanjangan putus hidrogel (selulosa
bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 %) sebelum dan sesudah
diradiasi
Tabel 7: Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri – PVA
2 %, 4 %, 6 %) sebelum dan sesudah diradiasi
Sampel
Selulosa bakterri – pva 2 %
Selulosa bakteri – pva 4 %
Selulosa bakteri – pva 6 %
Kekuatan tarik (kg/cm2)
Sebelum radiasi
Setelah radiasi
Rata-rata
1016,666±97,341
1027,777±100,154
Rata-rata 1055,555±254,587 1111,111±192,450
Rata-rata
1074,074±64,410
1148,148±128,210
68
Kekuatan tarik (MPa)
1200
1150
1100
PVA 2 %
1050
PVA 4 %
1000
PVA 6 %
950
sebelum radiasi
sesudah radiasi
Radiasi hidrogel dengan EBM dosis 25 kGy
Gambar 23. Grafik hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa
bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 %) sebelum dan sesudah
diradiasi
Tabel 8: Hasil uji perpanjangan putus hidrogel (selulosa bakteri +
PVA 2 %, 4 %, 6 % + vitamin c) sebelum dan sesudah
diradiasi
Sampel
Perpanjangan putus (%)
Selulosa bakteri – pva 2 %
Selulosa bakteri – pva 4 %
Selulosa bakteri – pva 6 %
Perpanjangan Putus (%)
Sebelum radiasi
Setelah radiasi
Rata-rata
33,333±0,057
60,000±0,173
Rata-rata
46,666±0,057
63,333±0,152
Rata-rata
60,000±0
86,666±0,115
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
PVA 2 %
PVA 4 %
PVA 6 %
sebelum radiasi
sesudah radiasi
Radiasi hidrogel dengan EBM dosis 25 kGy
Gambar 24. Grafik hasil uji perpanjangan putus hidrogel (selulosa
bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 % + Vitamin C) sebelum
dan sesudah diradiasi
69
Tabel 9: Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri – PVA
2 %, 4 %, 6 % + vitamin c) sebelum dan sesudah diradiasi
Sampel
Kekuatan tarik (MPa)
Selulosa bakteri – pva 2 %
Selulosa bakteri – pva 4 %
Selulosa bakteri – pva 6 %
Kekuatan tarik (kg/cm2)
Sebelum radiasi
Setelah radiasi
Rata-rata
986,110±139,928
1037,036±195,108
Rata-rata
1083,333±220,485 1129,629±262,547
Rata-rata
1111,111±111,111 1137,037±174,383
1150
1100
1050
PVA 2 %
1000
950
PVA 4 %
900
PVA 6 %
sebelum radiasi
sesudah radiasi
Radiasi hidrogel dengan EBM dosis 25 kGy
Gambar 25. Grafik hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa
bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 % + vitamin c) sebelum
dan sesudah diradiasi
5.1.5 Hasil uji gel fraksi membran selulosa bakteri – pva sesudah diradiasi
Hasil pengujian gel fraksi membran selulosa bakteri – pva dapat dilihat
pada tabel 7 dan tabel 8 dan grafik 8 dan grafik 9 dibawah ini. Sedangkan
contoh hasil dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 28 - 29.
Tabel 10:Hasil uji gel fraksi hidrogel (selulosa bakteri - PVA 2 %,
4 %, dan 6 %), hidrogel (selulosa bakteri - PVA 2 %, 4
%, dan 6 % + vitamin c) setelah diradiasi
Elongasi (%)
Sampel
Selulosa
Selulosa bakteri - pva
bakteri – pva
+ vitamin c
2%
Rata-rata
60,432±8,973
71,724±16,119
4%
Rata-rata
72,831±4,660
83,663±4,573
6%
Rata-rata
87,793±8,477
89,655±0,788
70
100
Gel fraksi (%)
80
60
pva 2 %
40
pva 4 %
20
pva 6 %
0
pva
pva + vitamin c
Radiasi hidrogel dengan EBM dosis 25 kGy
Gambar 26. Grafik hasil uji gel fraksi hidrogel (selulosa bakteri PVA 2 %, 4 %, dan 6 %), hidrogel (selulosa bakteri PVA 2 %, 4 %, dan 6 % + vitamin c) setelah diradiasi
5.1.6 Penentuan panjang gelombang maksimum vitamin c
Hasil penentuan panjang gelombang maksimum vitamin c dalam
larutan air aquadest menggunakan spektrofotometer UV-Vis adalah pada
264 nm (lampiran 30), (USP 30 – NF 25, 2007).
5.1.7 Pembuatan kurva kalibrasi vitamin c
Berdasarkan hasil pengukuran hubungan konsentrasi dengan serapan
vitamin c dalam air aquadest diperoleh persamaan kurva kalibrasi y =
0,040 x + 0,116 dengan nilai r = 0,9999 dapat dilihat pada gambar 9
dibawah ini. Dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 31.
71
Absorbansi
1
0.8
0.6
0.4
Y-Values
0.2
Linear (Y-Values)
0
0
5
10
15
20
25
y = 0.040x + 0.116
R² = 0.999
Konsentrasi (ppm)
Gambar 27. Kurva kalibrasi vitamin c dalam air aquadest
5.1.8 Profil difusi vitamin c
Hasil uji difusi selama 60 menit menunjukkan bahwa ketiga fomula
(selulosa bakteri – pva 2 %, 4 %, 6 %) yang diuji memiliki kinetika
pelepasan mengikuti orde nol dapat dilihat pada tabel 8 dan gambar 10
dibawah ini. Hasil selengkapnya mengenai uji disolusi dapat dilihat pada
lampiran 32.
Tabel 11. Hasil perhitungan kadar pelepasan vitamin c pada uji
difusi
Waktu
Pelepasan vitamin c (% b/b)
(menit ke-)
Formula Masker Topeng
Selulosa
Selulosa
Selulosa
bakteri – pva
bakteri – pva
bakteri – pva
2%
4%
6%
5
8,69
10,29
4,16
10
17,71
14,62
13,14
15
34,70
26,76
18,29
20
41,87
46,33
23,06
30
55,61
49,67
29,39
40
64,00
53,85
30,66
50
76,31
61,66
32,97
60
80,62
64,26
39,28
% vitamin C terdifusi
72
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
pva 2%
pva 4%
pva 6%
0
20
40
60
80
waktu (menit)
Gambar 28. Kurva pelepasan vitamin C
5.2
Pembahasan
5.2.1 Pembuatan membran selulosa bakteri
Pada penelitian ini selulosa bakteri dihasilkan melalui suatu proses
fermentasi bakteri A.xyinum dalam media air kelapa sebagai sumber
mikronutrien bakteri. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar (30±2 0C).
Pelikel yang dihasilkan dikenal dengan sebutan nata de coco. Pelikel
selulosa bakteri lalu dicuci dengan larutan NaOH 4 % dan H2O2 0,25 %.
Pencucian dengan larutan NaOH 4 % bertujuan untuk menghilangkan sisa
sel-sel bakteri A.xylinum yang terperangkap dalam jaringan pelikel
selulosa, adanya kontaminasi bakteri dan kemungkinan adanya endotoksin
yang terjadi selama produksi pelikel selulosa bakteri. Pelikel selanjutnya
dicuci dan direndam dalam air suling untuk menetralkan sifat alkali dari
larutan
NaOH.
Proses
kemudian
dilanjutkan
dengan
pencucian
menggunakan H2O2 0,25 % untuk memutihkan pelikel sehingga diperoleh
pelikel selulosa bakteri yang berwarna putih seperti yang dapat dilihat
pada foto hasil penelitian.
5.2.2 Hasil uji ketebalan membran selulosa bakteri
73
Berdasarkan hasil penelitian (tabel 1), terlihat bahwa ketebalan
membran selulosa bakteri basah yang dihasilkan berkisar 0,090 – 0,1 mm
dan tebal rata-rata 0,094 mm. Hal ini menunjukkan masih banyaknya air
yang terkandung dalam membran selulosa bakteri basah. Membran
selulosa bakteri juga mengalami proses pengeringan pada suhu kamar,
setelah proses pengepresan. Pengeringan tersebut menyebabkan sebagian
air yang tersisa di dalam membran juga keluar. Proses pengeringan
membran yang dilakukan pada suhu kamar dimaksudkan agar proses
keluarnya air dari dalam membran perlahan-lahan (tidak dalam kondisi
yang dipaksakan) sehingga tidak mengubah struktur pori-pori membran
seperti yang terjadi jika dikeringkan dalam oven. Data hasil uji tebal
membran selulosa bakteri kering dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan
hasil penelitian (tabel 1) terlihat bahwa ketebalan membran selulosa
bakteri kering berkisar 0,02 – 0,037 mm dan ketebalan rata-rata sebesar
0,028 mm. Hal ini menunjukkan pengepresan pelikel selulosa bakteri
menyebabkan ketebalan membran semakin berkurang. Trade dan
Evironment Database (2004) menyatakan bahwa pelikel selulosa bakteri
mengandung air sekitar 98 %. Perbedaan ketebalan membran yang terjadi
pada membran selulosa kering dan membran selulosa basah disebabkan
oleh adanya sifat hidrofilisitas dari membran selulosa bakteri. Adanya sifat
hidrofilik ini menyebabkan membran selulosa bakteri menjadi elastis dan
mudah menyesuaikan dengan kontur tubuh serta tidak menimbulkan rasa
sakit selama digunakan. Menurut Cerrai (1999), produk yang ada
dipasaran mempunyai ketebalan bervariasi mulai dari 0,1 mm sampai 1
74
mm, dengan demikian membran selulosa bakteri dapat digunakan sebagai
matriks topeng masker wajah.
Dengan meningkatnya teknologi dan kebutuhan akan bahan baru yang
dapat diaplikasikan di bidang kesehatan, maka hidrogel yang telah
digunakan sebagai matriks topeng masker wajah. Hidrogel mempunyai
kandungan air berkisar 70 – 95 % ((Darwis, dkk., 1993). Selain itu,
hidrogel yang kaya air sangat cocok digunakan sebagai sediaan tidak
berlemak untuk pemakaian kulit. Penggunaan hidrogel sebagai matriks
topeng masker wajah mempunyai keunggulan dibandingkan yang ada
dipasaran karena selain nyaman pada pemakaiannya juga bersifat alami
karena tidak mengandung zat aktif attau obat yang dapat menimbulkan
efek samping.
Hidrogel dibuat dari polimer hidrofilik dan kopolimernya dengan cara
konvensional atau teknik radiasi sehingga terbentuk struktur berikatan
silang (crosslinking) yang sukar larut. Salah satu bahan dasar yang
digunakan dalam pembuatan hidrogel adalah polimer sintetis seperti
polivinil alkohol (PVA) atau polimer lain. PVA adalah salah satu jenis
polimer hidrofilik yang banyak digunakan dalam berbagai bidang kimia,
farmasi dan kesehatan. produk yang dihasilkan umumnya mempunyai sifat
fisik yang baik, tidak toksik, dan mempunyai kemampuan meyerap air
yang relatif tinggi. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan
formulasi hidrogel sebagai matriks topeng masker wajah dengan
konsentrasi PVA 2 %, 4 %, dan 6 %, untuk meningkatkan elastisitas serta
kekuatan hidrogel.
75
Pembentukan ikatan silang dari polimer tersebut dilakukan dengan
proses radiasi. Penggunaan radiasi untuk pembentukkan dan modifikasi
hidrogel untuk tujuan biomedis dalam bidang kosmetik memiliki beberapa
keuntungan, antara lain untuk mensterilkan produk yang diiradiasi, tidak
menimbulkan residu kimia, proses lebih mudah dikendalikan dengan
mengatur dosis serap, dan iradiasi ini aman bagi manusia dan lingkungan
(Rosiak et al., 1995).
5.2.3 Hasil uji daya absorpsi membran selulosa bakteri - pva
Kemampuan menyerap (absorpsi) membran selulosa bakteri dalam
larutan PVA ditunjukkan dalam tabel 2 dan gambar 3. Dari tabel terlihat
bahwa kemampuan absorpsi membran selulosa bakteri – pva meningkat
cukup tajam dalam waktu 24 jam kemudian dilanjutkan dengan kecepatan
absorpsi yang relatif lebih lambat hingga 30 jam perendaman. Pada
perendaman selanjutnya hingga 54 jam terjadi penurunan dan tidak
menunjukkan nilai absorpsi yang signifikan. Sehingga dapat dikatakan
pada waktu perendaman selama 24 jam telah terjadi kondisi ˝equilibrium
swelling state˝ . Hal ini karena membran selulosa bakteri belum jenuh
dengan cairan sehingga larutan pva tersebut dapat dengan bebas masuk ke
pori-pori membran dan mengisi ruang dalam pori tersebut sehingga daya
serap atau absorpsi membran selulosa bakteri pva menjadi relatif besar
dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 2. Dimana paling tinggi adalah daya
serap selulosa bakteri – pva 6 % yaitu 201,882 %.
76
Melihat kemampuan daya serap selulosa bakteri – pva yang cukup
tinggi, selulosa bakteri – pva dapat diaplikasikan sebagai bahan baku pada
matriks topeng masker wajah.
5.2.4 Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri – pva hasil iradiasi)
Hasil uji kekuatan tarik selulosa bakteri – pva yang telah diradiasi pada
dosis 25 kGy dapat dilihat pada tabel 3 – tabel 6 dan grafik 4 – grafik 7.
Tabel dan kurva menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik membran
selulosa bakteri – pva diradiasi dengan dosis 25 kGy menyebabkan
kekuatan tarik membran selulosa bakteri – pva 6 % meningkat menjadi
yaitu sebesar 1148,148 kg/cm2, sedangkan paling rendah adalah pada
selulosa bakteri dengan konsentrasi pva 2 % yang diradiasi yaitu sebesar
981,482 kg/cm2. Hal ini disebabkan karena energi radiasi berkas elektron
dapat menginduksi terjadinya proses radiasi dapat menginduksi reaksi
kimia pada bahan yang diiradiasi, seperti
pembentukan ikatan silang
(crosslinking). Efek ikatan silang molekul polimer akan meningkatkan
sifat kekuatan tarik.
Pengujian sifat mekanik membran selulosa bakteri – pva yang meliputi
kekuatan tarik dan elongasi (perpanjangan putus) dilakukan untuk
mengetahui mudah atau tidaknya membran selulosa bakteri – pva
mengalami robek pada saat membran diaplikasikan sebagai matriks topeng
masker wajah. Hal ini sesuai dengan persyaratan dari beberapa produk
dipasaran yang mempunyai standar kekuatan tarik 3000 – 5000 kg/cm2
(British Journal of Oral and Maxilofacial Surgery, 2005). Penambahan
vitamin c akan terbentuk suatu struktur gabungan antara ikatan silang
77
polimer pertama dengan ikatan silang polimer kedua yang dikenal dengan
IPN (interpenetrating polymer network) (Xuequan, et al., 2000). Adanya
struktur kompleks ini dapat meningkatkan sifat mekanik hidrogel yang
terbentuk.
Membran selulosa bakteri – pva 6 % memiliki elongasi yang paling
tinggi yaitu sebesar 86,666 % dibandingkan dengan selulosa bakteri – pva
2 % dan 4 % mempunyai elongasi yang lebih rendah. Berdasarkan hasil
tersebut menunjukkan bahwa membran yang diradiasi memiliki sifat
kekuatan yang elastis dan tidak mudah rapuh. Karena matriks topeng
masker wajah yang diaplikasikan harus memiliki sifat elastisitas untuk
menempel pada wajah.
5.2.5 Hasil uji gel fraksi hidrogel (selulosa bakteri – pva hasil iradiasi)
Polivinil alkohol (PVA) adalah polimer hidrofilik yang bila diradiasi
dengan berkas elektron akan membentuk hidrogel yang mempunyai ikatan
silang (crosslinking) antar rantai molekulnya, bersifat tidak larut dan
menyimpan air dalam strukturnya (Laili, dkk., 2006). Gel fraksi adalah
bagian yang tidak terlarut dari suatu hidrogel hasil iradiasi. Yang
dinyatakan dalam persen (%). Data gel fraksi dapat dilihat pada tabel 7
dan gambar 8 yang menggambarkan hubunngan antara polimer pva
dengan penambahan vitamin c yang akan membentuk interpenetrating
polymer network (IPN). Dari data terlihat selulosa bakteri – pva
mempunyai nilai gel fraksi tertinggi yaitu sebesar 87,793 % dan dengan
penambahan vitamin c menjadi 89,655 %.
5.2.6 Uji penetrasi vitamin c dari selulosa bakteri – pva 2 %, 4 %, 6 %
78
Pembuatan kurva kalibrasi pada penelitian ini mengunakan vitamin c,
hal ini karena vitamin c merupakan obat yang bekerja menangkap radikal
bebas serta mencegah terjadi reaksi berantai sehingga tidak terjadi
kerusakan yang lebih besar. Vitamin c digunakan karena dalam matriks
topeng masker wajah akan di radiasi, sehingga diperlukan bahan yang
bersifat polimer hidrofilik dan dosis lazimnya yang cukup kecil yaitu 0,01
– 0,1 % (Handbook of pharmaceutical excipients, hal. 15). Hasil
selengkapnya mengenai uji difusi dapat dilihat pada lampiran 32.
Uji penetrasi in vitro dilakukan menggunakan alat pelepasan zat aktif
(difusi). Pengujian dilakukan untuk mengetahui jumlah vitamin c yang
dapat berpenetrasi melalui kulit selama interval waktu tertentu. Membran
yang digunakan pada pengujian adalah membran dari kertas Whatman no.
1 yang telah diisi oleh cairan Spangler dengan berat kertas whatman
sebelum impregnasi 50,452 gr dan sesudah impregnasi 58,975 gr
digunakan kertas Whatman no.1 karena membran ini mempunyai
permeabilitas yang sama dengan kulit wajah manusia.
Dari profil difusi terlihat bahwa penetrasi vitamin c per menit
meningkat dari menit ke-5 kemudian mencapai nilai optimum pada menit
ke-15 terus meningkat sampai menit ke-60. Hal ini berarti pada kurva
menaik, gradient konsentrasi antara kompartemen donor dan reseptor
besar.
Kurva hubungan antara waktu dengan konsentrasi dari data yang
diperoleh lebih linear dari pada kurva hubungan antara waktu dengan ln
konsentrasi. Ini berarti laju pelepasan vitamin c konstan dari waktu ke
79
waktu tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Jenis
matriks yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis matriks hidrofilik.
Matriks hidrofilik akan membentuk lapisan gel hidrofilik saat mengalami
kontak dengan medium. Adanya lapisan gel dapat menahan pelepasan obat
lebih lama.
Lapisan gel berfungsi sebagai penghalang disekeliling matriks yang
mengontrol pelepasan obat dari dalam matriks dan penetrasi cairan ke
dalam matriks. Semakin kuat dan tebal lapisan gel maka penetrasi cairan
semakin sulit dan jumlah obat yang berdifusi keluar matriks menjadi
semakin sedikit.
Dari penelitian ini diketahui bahwa matriks selulosa bakteri – pva 6 %
mampu menahan pelepasan vitamin c lebih lama dari pada matriks
selulosa bakteri – pva 2 %. Setelah dilakukan uji difusi selama 1 jam
diperoleh persentase pelepasan vitamin c untuk selulosa bakteri – pva 2 %
adalah 80,62 %, selulosa bakteri – pva 4 % adalah 64,26 %, selulosa
bakteri – pva 6 % adalah 39,28 %. Semakin tinggi konsentrasi PVA
sebagai matriks dalam formula maka akan semakin lama menahan
pelepasan obat.
Uji derajat keasaman atau kebasaan (pH) merupakan parameter
fisikokimia yang harus dilakukan pada pengujian sediaan topikal, karena
pH mempengaruhi efektivitas, stabilitas, dan kenyamanan penggunaan
pada kulit. Apabila bersifat basah (tidak masuk pada rentang pH kulit 4,5 –
6,5)
akan mengakibatkan
kulit
terasa licin,
cepat kering,
dan
dikhawatirkan akan mempengaruhi elastisitas kulit, namun apabila bersifat
80
asam dengan rentang pH di bawah rentang pH kulit akan mengakibatkan
kulit mudah teriritasi (iswari, dkk, 2007). Dari hasil pengamatan pH
dengan menggunakan alat uji pH meter hidrogel (selulosa bakteri – PVA +
Vit.C ) mempunyai pH 6,19.
5.2.7 Data hasil ANOVA
Selanjutnya data yang diperoleh dari pengamatan dilanjutkan dengan
pengolahan data menggunakan uji analisis varian (ANOVA) satu arah
menggunakan program SPSS. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
dan uji homogenitas. Metode yang digunakan pada uji normalitas adalah
uji kolmogorov-Smirnov, dan homogenitasnya menggunakan uji Levene.
Berdasarkan uji normalitas, data elongasi, kekuatan tarik, dan gel
fraksi PVA dan PVA – vitamin c tiap konsentrasi sebelum dan sesudah
radiasi uji terdistribusi normal, yaitu hasil data signifikasi lebih besar dari
0,05. Uji homogenitas PVA dan PVA – vitamin c tiap konsentrasi sebelum
dan sesudah radiasi bervariasi homogen kecuali data PVA – vitamin c
sebelum radiasi tidak bervariasi homogen karena signifikansi ≤ 0,05 (p =
0,02) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis, yaitu data PVA dan
PVA – vitamin c tiap konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi berbeda
secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji BNT menggunakan metode
LSD.
DAFTAR PUSTAKA
Almaitser, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. 2001, hal 97-98.
Astawan, M. Kelapa Muda Pulihkan Stamina. 2010. Diakses : 27 Juli 2010.
Diambil dari : www.kompas.com.
Astawan M. Kelapa Muda Pulihkan Stamina. 2009. Diakses : 27 April 2009.
Diambil dari : www.kompas.com. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati
Tepat guna., edisi pertama, 1991, hal. 158-163.
Bielecki S, Alina K, Marianna T, Halina K. Bacterial Cellulose. 2005. Diakses : 3
April 2009. Diambil dari : www.wiley InterScience.com.
Brown, Malcom, Jr, ˝Advances in Cellulose Biosynthesis˝, Polimer from
Biobased Material, New Jersey, hal 122-127.
Cerrai, P., 1999, Periodontal Membrane From Composite of Hydroxyapatited and
Bioresorable Block Copolymers, Journal of Materials Science : Material in
Medicine, Vol 10, No. 10-11.
Chan E dan Craig R. Elevitch. Cocos nucifera (coconut). 2010. Diakses : 25 Juli
2010. Diambil dari : www.traditionaltree.org.
Collado. Nata: Processing and Problems of The Industry In The Phillipines,
Tokyo. 1986, Hal 13-15.
Czaja, W., ˝Microbial Cellulose-The Natural Power To Heal Wounds˝, Journal
Biomaterial, No. 27, Vol. 2, hal. 145-151.
Darwis, D., ˝Aplikasi Mesin Berkas Elektron dalam Bidang Biomedical Polymer
dan Farmasi˝, P3TIR-BATAN, Jakarta, 2004, hal. 16-17.
Darwis D. Aplikasi Teknologi Nuklir dalam Bidang Proses Radiasi dan Aspek
Keselamatannya. Jakarta : Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga
Nuklir Nasional; 2002.hal. 3, 5-8.
Darwis, D., ˝Aplikasi Hidrogel dalam Bidang Kedokteran dan Farmasi˝, P3TIR
BATAN, Jakarta, 1999, hal. 1-11.
Darwis, D., Hardiningsih, L., Erizal dan Chosdu, R., ˝Daya Absorpsi Hidrogel
Polivinilpirolidon (PVP) Hasil Iradiasi Gamma Terhadap Air dan Pelarut
Organik˝, Risalah Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, Jakarta,
1995, hal. 129-136.
86
Darwis, Darmawan, ˝Aplikasi radiasi di bidang kesehatan˝ Coaching Aplikasi
Kimia Radiasi, PATIR-Pusdiklat BATAN, Jakarta, 2008.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.hal.
69, 554, 584, 688, 1125, 1193.
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia edisi. IV. Jakarta : Direktorat
Jendral Pengawetan Obat dan Makanan; 1995. Hal. 529.
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia edisi. IV. Jakarta : Direktorat
Jendral Pengawetan Obat dan Makanan; 1995. Hal. 39, 107, 584, 750.
Dwikarya, M. Merawat kulit dan Wajah. Jakarta:Kawan Pustaka: 2002. hal. 47,
62-3.
Erizal dan Lely Hardiningsih, ˝Pengaruh Iradiasi Gamma pada Sifat Fisika-Kimia
Plastik Film Nata de Coco˝, Dalam Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian
dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 2003, Aplikasi Teknik
Nuklir Menunjang Pembangunan Industri dan Pertanian Nasional.
Jakarta, 2008 hal 265-270.
Gennaro AR, Remington. The Science and Practise of Pharmacy. 20th ed. Vol. 1.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2000. hal. 86-92.
Hidayat, Taufan, Tri Priyadi Basuki dan Nina Elyani, ˝Application of Bacterial
Cellulose in Papermaking˝, Proceeding of the International Workshop
Green Polymer, Bandung-Bogor, Indonesia. 1996, hal 43-46.
Ighuci, M., Yamanaka, S., ˝Industrial Use of Bacterial Cellulose-A Review˝.,
Proceedings of The International Workshop on Green Polymer., Bandung,
1996, hal 47-54.
Iguchi, M., Yamanaka, S., Budhioko, A. Bacterial Cellulose. a masterpiece of
nature's arts, J. Mater. Sci. 2000 : 35, 261–270.
Indriati, Lies, Nina Elyani dan Taufan Hidayat, ˝Pemanfaatan limbah Nata de
Coco sebagai aditif pada pembuatan kertas˝, Prosiding Seminar Teknologi
Selulosa, Bandung. 2001, hal 24-32.
Jing R. and Hongfe H.study on interpenetrating polymer network hidrogel of
diallyldimethylammonium chloride with kappa-carragenan by UV
irradiation. European Polymer Journal 2001; 37 (12): p.2413-7.
Jonas, R., Farah, L. F. Production and Application of Microbial Cellulose.
Polym.Degrad. Stabil. 1998 : 59, 101–106
87
Kawata, T., Miho, Y., Miyamoto, Y., “Guided Bone Regeneration to Repair an
Alveolar Bone Defect in a irl Whose Cleft Lip and Palate had been
Repaired’’, British Journal of Oral and Maxilofacial Surgery, Vol. 43,
2005, p. 420-422.
Lachman L, Lieberman HA, Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi 3 vol II.
Diterjemahkan oleh Suyatmi S. Jakarta: UI Press; 1994. hal. 1092-5, 10338.
Peppas NA. Hydrogel of PVA and its Copolymer. In : Hydrogel in Medicine and
Pharmacy Vol. II. Bocaraton: CRC Press, Inc; 1987. hal. 1-36.
Peppas N. Hydrogel in Medicine and Pharmacy. Vol I. CRC press. Inc; 1986.p.32.
Piluharto, Bambang, ˝Kajian Sifat Fisik Tipis Film Tipis Nata de Coco sebagai
Membran Ultrafiltrasi˝, Jurnal Ilmu Dasar, Volume 4 no. 1, Universitas
Jember FMIPA, Januari 2003, hal 52-57.
Retnoningtyas, E.S., et al., ˝Pengaruh Jenis Substrat pada Produksi Bacterial
Cellulose oleh Acetobacter xylinum˝., Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia ˝Kejuangan˝, 2004.
Slusarska SB, Presler S, Danielewicz D. Characteristics of Bacterial Cellulose
Obtained from Acetobacter xylinum Culture for Application in
Papermaking. Fibre & Textiles in Eastern Europe. 2008 : Vol. 16, No. 4
(69) pp. 108-111.
Qinn, K.J. et al., ˝Principle of Burn Dressing˝, in Biomaterial, 6th ed., BATAN,
Jakarta, 1985, hal. 369-377.
Rosiak, J.M. and Yoshii, F., ˝Hydrogels and Their Medical Applications˝, Nuclear
Instruments and Methods in Physics Research B 151, Lodz, 1999, hal 5664.
Rostamailis. Penggunaan Kosmetik, Dasar Kecantikan dan Berbusana yang
Serasi. Jakarta:Rineka Cipta; 2005. Hal. 16-9, 40-3.
Sanchez, P.C., Yoshida, T., ˝Microbial Cellulose Production and Utilization˝.,
ASIAN Network on Microbial Researches, UGM, Yogya, 1998, hal. 115130.
Siahaan, Parsaroan, Dwi Hidiyanti, dan Tri Windarti, Laporan penelitian ˝Profil
spektra IR. NMR, dan BM bioselulosa nata de coco pada berbagai waktu
polimerisasi˝, FMIPA UNDIP, Semarang, 2003.
Soedirjo, Soetrisno T., ˝Selulosa Bakteri sebagai Alternatif Sumber Serat˝, Berita
Selulosa vol.37 No.3, 1996, hal 20-25.
88
United States Pharmacopeia Convention. The United States Pharmacopeia 30-The
National Formulary 25. Rockville: United States Pharmacopeia
Convention Inc; 2007.p. 2971, 2994-5.
Wade A, Weller PJ, editors. Handbook of pharmaceuticalexcipients. Second
edition. London: The Pharmaceutical Press; 1994.p. 383-4, 392-9, 433-5.
Wade A, Weller PJ, editors. Handbook of pharmaceuticalexcipients. Second
edition. London: The Pharmaceutical Press; 1994. hal. 367-8.
Wahyudi.. Memproduksi Nata de Coco. Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional. 2003.
Woods RJ, Pikaev AK. Apllied Radiation Chemistry : Radiation Proceeding. John
Wiley dan Sons. 1994.p. 165-71.
Yunasfi, dan Mirzan T. Razzak, ˝Aplikasi Kimia Radiasi dalam Industri˝, Akta
Kimia vol. 3 No. 1, 1993, hal. 38-44.
Xuequan L. Maolin Z., Jiuqiang L ang Hongfei H. Radiation preparation and
thero-response swelling of interpenetrating polymer network hydrogel
composed of PNIPAAm and PMMA, Radiation Physics and chemistry 2000;
57 (3-6):p.477-80.
89
90
90
Lampiran 1. Gambar bahan-bahan dan alat-alat penelitan
Gambar 29. PVA
Gambar 30. Air Kelapa Gambar 31. Biakan
Acetobacter Xylinum
Gambar 32. Ammonium
Sulfat
Gambar 33. Nata de coco Gambar 34. Asam Askorbat Gambar 35. Alat Mikrometer Gambar
36. Alat
Pemotong
Sampel
(Dumbbel)
Gambar 37. Alat Difusi
Gambar 38. Alat Tensiometer
Gambar 39. Stainles steel net
91
Lampiran 1. (lanjutan) Alur Penelitian Pembuatan membran selulosa bakter
air kelapa
Gula, ammonium sulfat, as.asetat
Inkubasi biakan bakteri
Pencucian H2O2
Nata de coco
Pengepresan
Foto SEM Selulosa Bakteri tanpa radiasi
Autoklaf
Laminar Air Flow
Pencucian dengan
NaOH
Pencucian dengan
air
Pengeringan Suhu Kamar
Membran
Selulosa
Bakteri
92
Foto SEM Selulosa Bakteri setelah radiasi dengan dosis 50 kGy
93
Lampiran 2. Hasil uji tebal membran selulosa bakteri
Sampel/ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tebal rata-rata
Standar deviasi (SD)
Tebal (mm)
Membran kering (selulosa
Membran basah (selulosa
bakteri – polivinil alkohol)
bakteri – polivinil alkohol)
sebelum diiradiasi
sebelum diiradiasi
0,0200
0,100
0,0225
0,080
0,0330
0,090
0,0280
0,100
0,0240
0,100
0,0260
0,100
0,0225
0,080
0,0375
0,100
0,0290
0,090
0,0370
0,100
0,0279
0,094
0,006161935
0,00843274
Lampiran 3. Tabel hasil optimasi waktu perendaman membran selulosa bakteri dengan
polivinil alkohol 2 %, 4 %, 6 %
Kode nata /
Ulangan
PVA 2 %.1
PVA 2 % .2
PVA 2 %.3
Rata-rata
SD
PVA 4 %.1
PVA 4 %.2
PVA 4 %.3
Rata-rata
SD
PVA 6 %.1
PVA 6 %.2
PVA 6 %.3
Rata-rata
SD
1 jam
2 jam
4 jam
24 jam
30 jam
54 jam
Berat awal
membran
selulosa
kering
0,0277
0,0571
0,0580
0,0648
0,0657
0,0707
0,0680
0,0301
0,0637
0,0623
0,0716
0,0764
0,0846
0,0773
0,0264
0,0574
0,0536
0,0620
0,0644
0,0814
0,0723
0,0281
0,0594
0,0580
0,0661
0,0688
0,0789
0,0725
0,001877054 0,003726929 0,004350096 0,004936936 0,006585084 0,007279423 0,004654389
0,0259
0,0551
0,0562
0,0656
0,0685
0,0749
0,0764
0,0275
0,0570
0,0618
0,0743
0,0846
0,0873
0,0788
0,0285
0,0618
0,0660
0,0774
0,0893
0,0982
0,0841
0,0273
0,0580
0,0613
0,0724
0,0808
0,0868
0,0798
0,001311488 0,003453018 0,004916638 0,006117461 0,010908254 0,011658044 0,003939966
0,0258
0,0542
0,0550
0,0634
0,0761
0,0868
0,0826
0,0276
0,0625
0,0582
0,0680
0,0773
0,0875
0,0819
0,0245
0,0559
0,0558
0,0601
0,0810
0,0889
0,0841
0,0260
0,0575
0,0563
0,0638
0,0781
0,0877
0,0829
0,001556706 0,004384442 0,001665333 0,003967787 0,002554082 0,001069268 0,001123981
94
% Absorpsi =
x 100 %
Perhitungan :
Hasil absorpsi (%) polivinil alkohol 2 % dengan waktu perendaman 1 jam :
=
,
,
,
x 100
= 106,1371 %
Kode Nata
2-1
2-2
2-3
Rata-rata
4-1
4-2
4-3
Rata-rata
6-1
6-2
6-3
Rata-rata
1 jam
106,1371 %
116,6279 %
117,4242 %
113,3964 %
112,7413 %
107,7272 %
116,8421 %
112,4368 %
110,0775 %
126,4492 %
128,1632 %
121,5633 %
2 jam
109,3862 %
106,9767 %
103,0303 %
106,4644 %
116,9884 %
124,7272 %
131,5789 %
124,4315 %
113,1782 %
110,8695 %
127,7551 %
117,2676 %
4 jam
133,9350 %
137,8737 %
134,8484 %
135,5523 %
153,2818 %
170,1818 %
171,5789 %
165,0141 %
145,7364 %
146,3768 %
145,3061 %
145,8064 %
24 jam
137,1841 %
153,8205 %
143,9393 %
144,9813 %
164,4787 %
207,6363 %
213,3333 %
195,1494 %
194,9612 %
180,0724 %
230,6122 %
201,8819 %
30 jam
150,2346 %
181,0631 %
208,3333 %
179,877 %
189,1891 %
217,4545 %
244,5614 %
217,0683 %
236,4341 %
217,0289 %
262,8571 %
238,7733 %
54 jam
145,4873 %
156,8106 %
173,8636 %
158,7205 %
194,9806 %
186,5454 %
195,0877 %
192,2045 %
220,1550 %
196,7391 %
243,2653 %
220,0531 %
95
Lampiran 4. Hasil uji elongasi membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2 %)
tanpa diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,3
2
1
1,2
3
1
1,2
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
30 %
20 %
20 %
23,333 %
0,057735027
Lampiran 5. Hasil uji elongasi membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4 %)
tanpa diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,2
2
1
1,3
3
1
1,3
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
20 %
30 %
30 %
26,666 %
0,057735027
Lampiran 6. Hasil uji elongasi membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6 %)
tanpa diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,5
3
1
1,3
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
50 %
50 %
30 %
43,333 %
0,115470054
Lampiran 7. Hasil uji elongasi hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2 %)
setelah diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,4
3
1
1,5
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
50 %
40 %
50 %
46,666 %
0,057735027
96
Lampiran 8. Hasil uji elongasi hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4 %)
setelah diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,5
3
1
1,8
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
50 %
50 %
80 %
60 %
0,173205081
Lampiran 9. Hasil uji elongasi hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6 %)
setelah diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
2,0
2
1
1,8
3
1
1,8
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
100 %
80 %
80 %
86,666 %
0,115470054
Lampiran 10. Hasil uji kekuatan tarik membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2
%) tanpa iradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
2
4x10-3
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa (Mega Paskal)
SD
F (Kg)
1,0
1,1
0,92
r (Kg/cm2)
1111,111
916,666
1022,222
1016,666
101,666
97,36941683
Lampiran 11. Hasil uji kekuatan tarik membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4
%) tanpa iradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
4x10
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
0,90
1,0
1,2
r (Kg/cm2)
1000
833,333
1333,333
1055,555
105,555
254,5839023
97
Lampiran 12. Hasil uji kekuatan tarik membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6
%) tanpa iradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
4x10
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
1,0
1,2
1,0
r (Kg/cm2)
1111,111
1000
1111,111
1074,074
107,407
64,14361491
Lampiran 13. Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2 %)
setelah diiradiasi
Ulangan
1
2
3
Tebal (cm) Lebar (cm)
3x10-3
0,3
4x10-3
0,3
-3
3x10
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
1,0
1,1
0,95
R (Kg/cm2)
1111,111
916,666
1055,555
1027,777
102,777
100,1788567
Lampiran 14. Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4 %)
setelah diiradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
4x10
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
1,2
1,2
0,90
R (Kg/cm2)
1333,333
1000
1000
1111,111
111,111
192,4308447
Lampiran 15. Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6 %)
setelah diiradiasi
Ulangan Tebal (cm)
1
2
3
Lebar
(cm)
3x10-3
0,3
-3
4x10
0,3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
R (Kg/cm2)
1,1
1,2
1,1
1222,222
1000
1222,222
1148,148
114,814
128,2872298
98
Lampiran 16. Hasil uji elongasi hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2 % + Vit.
C) tanpa diiradiasi
Ulangan
Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,4
2
1
1,3
3
1
1,3
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
40 %
30 %
30 %
33,333 %
0,057735027
Lampiran 17. Hasil uji
elongasi hidrogel (selulosa
bakteri + polivinil alkohol 4 %
+ Vit. C) tanpa diiradiasi
Ulangan
Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,5
3
1
1,5
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
50 %
50 %
40 %
46,666 %
0,057735027
Lampiran 18. Hasil uji elongasi hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6 % + Vit.
C) tanpa diiradiasi
Ulangan
Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,5
3
1
1,5
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
60 %
60 %
60 %
60 %
0
Lampiran 19. Hasil uji elongasi membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2 % + Vit.
C) setelah diradiasi
Ulangan
Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,5
3
1
1,8
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
50 %
50 %
80 %
60 %
0,173205081
99
Lampiran 20. Hasil uji elongasi membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4 % + Vit.
C) setelah diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,5
2
1
1,5
3
1
1,6
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
60 %
80 %
50 %
63,333 %
0,152752523
Lampiran 21. Hasil uji elongasi membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6 % + Vit.
C) setelah diiradiasi
Ulangan Lo (cm)
La (cm)
1
1
1,8
2
1
1,8
3
1
2,0
Perpanjangan putus rata-rata
SD
E (%)
80 %
80 %
100 %
86,666 %
0,115470054
Lampiran 22. Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2 %
+ Vit. C) tanpa diiradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
3x10
0,3
3
4x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
0,97
0,95
0,99
R (Kg/cm2)
1077,777
1055,555
825
986,110
98,601
139,9287795
Lampiran 23. Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4 %
+ Vit. C) tanpa diiradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
4x10
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
1,2
1,1
0,90
R (Kg/cm2)
1333,333
916,666
1000
1083,333
108,333
220,4855778
100
Lampiran 24. Hasil uji kekuatan tarik hidrogel (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6%
+ Vit. C) tanpa diiradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
4x10
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
1,1
1,2
1,0
R (Kg/cm2)
1222,222
1000
1111,111
1111,111
111,11
111,1
Lampiran 25. Hasil uji kekuatan tarik membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 2
% + Vit. C) setelah iradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
F (Kg)
-3
1
3x10
0,3
1,1
2
3x10-3
0,3
0,95
3
4x10-3
0,3
1,0
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
r (Kg/cm2)
1222,222
1055,555
833,333
1037,036
103,703
195,1089183
Lampiran 26. Hasil uji kekuatan tarik membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 4
% + Vit. C) setelah iradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
-3
2
4x10
0,3
3
3x10-3
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
1,2
1,0
1,1
r (Kg/cm2)
1333,333
833,333
1222,222
1129,629
112,962
262,5472719
Lampiran 27. Hasil uji kekuatan tarik membran (selulosa bakteri + polivinil alkohol 6
% + Vit. C) setelah iradiasi
Ulangan Tebal (cm) Lebar (cm)
1
3x10-3
0,3
2
4x10-3
0,3
-3
3
3x10
0,3
Kekuatan tarik rata-rata
Mpa
SD
F (Kg)
0,97
1,2
1,2
r (Kg/cm2)
1077,777
1000
1333,333
1137,036
113,703
174,3834568
101
Lampiran 28. Hasil uji gel fraksi hidrogel (selulosa bakteri – polivinil alkohol 2 %, 4 %,
dan 6 % yang diiradiasi)
Kode nata
2.1
2.2
2.3
Rata-rata
SD
4.1
4.2
4.3
Rata-rata
SD
6.1
6.2
6.3
Rata-rata
SD
Berat kassa
Kassa + gel
Kassa + gel
Gel basah
Gel kering
basah
kering
4,9877
5,3421
5,3011
0,3544
0,3134
5,4143
5,6938
5,6101
0,2795
0,1958
5,1533
5,4257
5,3065
0,2724
0,1532
5,1851
5,4872
5,4059
0,3021
0,2208
0,2150705
0,1837387 0,176862998 0,045432037 0,082974454
4,5778
6,4162
6,2411
1,8384
1,6633
5,3906
6,5716
6,4400
1,181
1,0494
5,1897
6,2067
6,1011
1,017
0,9114
5,0527
6,3982
6,2607
1,3454
1,2080
0,423364748 0,183117185 0,17030092 0,434696967 0,400264667
5,4411
6,7846
6,5012
1,3435
1,0601
5,0522
6,6983
6,5011
1,6461
1,4489
5,2475
6,8743
6,6162
1,6268
1,3687
5,2470
6,7858
6,5395
1,5388
1,2926
0,194450619 0,088005473 0,066424167 0,169409829 0,205276821
Fraksi gel
(%)
61,435 %
52 %
68,862 %
60,432%
8,973
78,193 %
70,548 %
69,753 %
72,833 %
4,660
86,301 %
80,161 %
96,917 %
87,793 %
8,477
Lampiran 29. Hasil uji gel fraksi hidrogel (selulosa bakteri- polivinil alkohol 2%, 4%,
dan 6% + vit C yang diiradiasi)
Kode nata
2.1
2.2
2.3
Rata-rata
SD
4.1
4.2
4.3
Rata-rata
SD
6.1
6.2
6.3
Rata-rata
SD
Berat kassa
Kassa + gel
Kassa + gel
Gel basah
Gel kering
basah
kering
3,3308
4,1605
3,9800
0,8297
0,6492
3,6184
3,7643
3,7211
0,1459
0,1027
3,4178
3,5802
3,5312
0,1624
0,1134
3,4557
3,835
3,7441
0,3793
0,2884
0,147491875 0,296539862 0,22528229 0,390116218 0,312478901
2,8747
3,0975
3,0110
0,2228
0,1363
2,8381
3,0385
2,9400
0,2004
0,1019
2,5947
2,7616
2,7100
0,1669
0,1153
2,7692
2,9659
2,887
0,1967
0,1178
0,152196759 0,179342977 0,157343573 0,028133077 0,017339358
2,8685
3,7315
3,5611
0,863
0,6926
3,0040
3,7503
3,6016
0,7463
0,5976
3,1120
4,4412
4,4010
1,3292
1,289
2,9949
3,9743
3,8546
0,9795
0,8598
0,122008538 0,404427649 0,473658214 0,308419017 0,374778139
Fraksi gel
(%)
88,418 %
70 %
56,25 %
71,724 %
16,119
78,869 %
88,032 %
84,143 %
83,663 %
4,577
90,479 %
88,908 %
89,577 %
89,655 %
0,788
102
106
Lampiran 33. Hasil Statistik Elongasi PVA dan PVA +Vit C Sebelum dan Sesudah
Radiasi
1. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Uji Homogenitas Levene
Terhadap Data elongasi PVA dan PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum
dan sesudah radiasi
a. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov
Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji
ANOVA
Hipotesis
Ho : Data elongasi PVA dan PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum
dan sesudah radiasi yang terdistribusi normal
Ha : Data elongasi PVA dan PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum
dan sesudah radiasi yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Elongasi pva – Elongasi pva –
Vit C sebelum Vit C sesudah
N
Normal Parametersa,,b
Mean
Std. Deviation
Most Extreme Differences Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan :
9
46.6667
12.24745
.195
.151
-.195
.586
.883
9
70.0000
18.02776
.266
.200
-.266
.798
.547
Elongasi pva
sebelum
9
31.1111
11.66667
.316
.316
-.170
.947
.331
Elongasi pva
sesudah
9
64.4444
20.68279
.313
.313
-.218
.939
.341
Ho diterima artinya uji normalitas Data elongasi
PVA dan PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum dan
sesudah radiasi uji terdistribusi normal
Kesimpulan : Hasil data signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan distribusi data normal.
107
a. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data elongasi PVA dan PVA+vit C tiap
konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi homogen atau
tidak
Hipotesis
Ho : Data elongasi PVA dan PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum
dan sesudah radiasi bervariasi homogen
Ha : Data elongasi PVA dan PVA+vit C tiap konsentrasi sebelum
dan sesudah radiasi bervariasi tidak homogen
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho doiterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
108
Descriptives
N
Elongasi 2%
Pva – Vit 4%
C sebelum
6%
Total
Elongasi 2%
Pva – Vit
C sesudah 4%
6%
Total
Elongasi
Pva
sebelum
2%
4%
6%
Total
Elongasi
Pva
sesudah
2%
4%
6%
Total
Mean
Std.
Deviati
on
95% Confidence Interval
for Mean
Std.
Error
Lower
Bound
Upper Bound Minimum Maximum
3 33.3333 5.77350 3.33333
18.9912
47.6755
30.00
40.00
3 46.6667 5.77350 3.33333
32.3245
61.0088
40.00
50.00
3 60.0000 .00000
.00000
60.0000
60.0000
60.00
60.00
9 46.6667 12.2474
5
3 60.0000 17.3205
1
3 63.3333 15.2752
5
3 86.6667 11.5470
1
9 70.0000 18.0277
6
3 23.3333 5.77350
3 26.6667 5.77350
3 43.3333 11.5470
1
9 31.1111 11.6666
7
3 46.6667 5.77350
3 60.0000 17.3205
1
3 86.6667 11.5470
1
9 64.4444 20.6827
9
4.08248
37.2524
56.0809
30.00
60.00
10.0000
0
8.81917
16.9735
103.0265
50.00
80.00
25.3875
101.2792
50.00
80.00
6.66667
57.9823
115.3510
80.00
100.00
6.00925
56.1426
83.8574
50.00
100.00
3.33333
3.33333
6.66667
8.9912
12.3245
14.6490
37.6755
41.0088
72.0177
20.00
20.00
30.00
30.00
30.00
50.00
3.88889
22.1433
40.0789
20.00
50.00
3.33333
10.0000
0
6.66667
32.3245
16.9735
61.0088
103.0265
40.00
50.00
50.00
80.00
57.9823
115.3510
80.00
100.00
6.89426
48.5462
80.3426
40.00
100.00
114
Lampiran 34. Hasil Statistik Daya Tarik PVA dan PVA +Vit C Sebelum dan Sesudah
Radiasi
1. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Uji Homogenitas Levene
Terhadap Daya Tarik PVA dan PVA +Vit C Tiap Konsentrasi
Sebelum dan Sesudah Radiasi
a. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov
Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji
ANOVA
Hipotesis
Ho : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi
sebelum dan sesudah radiasi yang terdistribusi normal
Ha : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi
sebelum dan sesudah radiasi yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kekuatan tarik pva – Vit C
sebelum
N
Normal Parametersa,,b
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
9
1060.1849
152.86610
.147
.147
-.125
.442
.990
Kekuatan tarik pva Kekuatan tarik
– Vit C sesudah
pva sebelum
9
1101.2334
191.52135
.181
.141
-.181
.542
.931
Kekuatan tarik
pva sesudah
9
1048.7640
142.28507
.220
.220
-.144
.659
.779
Keputusan :
Ho diterima artinya uji daya tarik PVA dan PVA
+Vit C tiap konsentrasi sebelum dan sesudah
radiasi terdistribusi normal
Kesimpulan : Hasil data signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan distribusi data normal.
a. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap
konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi homogen
atau tidak
Hipotesis
Ho : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi
sebelum dan sesudah radiasi bervariasi homogen
Ha : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi
sebelum dan sesudah radiasi bervariasi tidak homogen
9
1095.6789
136.86790
.202
.202
-.156
.607
.855
115
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho doiterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
116
Descriptives
95% Confidence Interval for Mean
N
Kekuatan
tarik pva –
Vit C
sebelum
Kekuatan
tarik pva –
Vit C
sesudah
Kekuatan
tarik pva
sebelum
Kekuatan
tarik pva
sesudh
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
2%
3
986.1107
139.96764
80.81035
638.4118
1333.8096
825.00
1077.78
4%
3
1083.3330
220.47934
127.29381
535.6320
1631.0340
916.67
1333.33
6%
3
1111.1110
111.11100
64.14997
835.0960
1387.1260
1000.00
1222.22
Total
9
1060.1849
152.86610
50.95537
942.6816
1177.6882
825.00
1333.33
2%
3
1037.0367
195.10474
112.64377
552.3696
1521.7037
833.33
1222.22
4%
3
1129.6293
262.54533
151.58062
477.4306
1781.8281
833.33
1333.33
6%
3
1137.0343
174.39013
100.68419
703.8252
1570.2434
1000.00
1333.33
Total
9
1101.2334
191.52135
63.84045
954.0171
1248.4498
833.33
1333.33
2%
3
1016.6663
97.34148
56.20013
774.8567
1258.4760
916.67
1111.11
4%
3
1055.5553
254.58750
146.98616
423.1249
1687.9857
833.33
1333.33
6%
3
1074.0703
64.14679
37.03517
914.7209
1233.4198
1000.00
1111.11
Total
9
1048.7640
142.28507
47.42836
939.3940
1158.1340
833.33
1333.33
2%
3
1027.7777
100.15419
57.82405
778.9809
1276.5745
916.67
1111.11
4%
3
1111.1110
192.44990
111.11100
633.0390
1589.1830
1000.00
1333.33
6%
3
1148.1480
128.29993
74.07400
829.4333
1466.8627
1000.00
1222.22
Total
9
1095.6789
136.86790
45.62263
990.4729
1200.8849
916.67
1333.33
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic
Kekuatan tarik pva – Vit C sebelum
Kekuatan tarik pva - Vit C sesudah
Kekuatan Tarik pva sebelum
Kekuatan Tarik pva sesudah
1.483
.486
2.956
1.653
df1
df2
2
2
2
2
Sig.
6
6
6
6
.300
.637
.128
.268
Keputusan :
Uji homogenitas daya tarik PVA dan PVA +Vit C
tiap konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi
bervariasi homogen
Kesimpulan : Data signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan data bervariasi homogen.
b. Uji Anava Satu Arah dan BNT (Beda Nyata Terkecil) terhadap
data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi sebelum dan
sesudah radiasi
Tujuan : Untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan daya tarik
PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi sebelum dan
sesudah radiasi
117
Hipotesis
Ho : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi
sebelum dan sesudah radiasi tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap konsentrasi
sebelum dan sesudah radiasi berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA
Sum of Squares
Kekuatan tarik pva
– Vit C sebelum
Kekuatan tarik pva
– Vit C sesudah
Kekuatan tarik pva
sebelum
Kekuatan tarik pva
sesudah
Between Groups
df
Mean Square
25848.883
2
12924.441
Within Groups
161095.465
6
26849.244
Total
186944.348
8
18627.769
2
9313.885
Within Groups
274815.659
6
45802.610
Total
293443.429
8
5150.379
2
2575.189
Within Groups
156809.941
6
26134.990
Total
161960.320
8
22805.187
2
11402.594
Within Groups
127057.392
6
21176.232
Total
149862.580
8
Between Groups
Between Groups
Between Groups
F
Sig.
.481
.640
.203
.821
.099
.908
.538
.609
Kesimpulan : Data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap
konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi memiliki
signifikansi (ρ ≥ 0,05) berarti Ho diterima atau
data daya tarik PVA dan PVA +Vit C tiap
konsentrasi sebelum dan sesudah radiasi tidak
berbeda secara bermakna maka tidak perlu
dilanjutkan dengan uji BNT menggunakan metode
LSD.
118
Lampiran 35. Hasil Statistik Uji Fraksi Gel
1. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Uji Homogenitas
Levene Terhadap Fraksi Gel Pada Tiap Konsentrasi
a. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov
Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat
uji ANOVA
Hipotesis
Ho : Data fraksi gel tiap konsentrasi yang terdistribusi
normal
Ha : Data fraksi gel tiap
terdistribusi normal
konsentrasi
yang tidak
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pva
N
Normal Parametersa,,b
Mean
Std.
Deviation
Most
Extreme Absolute
Differences
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan :
Pva
Vitc
-
9
9
73.6867 81.6311
13.57512 11.59152
.147
.147
-.139
.441
.990
.265
.223
-.265
.795
.552
Ho diterima artinya uji normalitas fraksi gel tiap
konsentrasi uji terdistribusi normal
Kesimpulan : Hasil data signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan distribusi data normal.
119
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data fraksi gel tiap konsentrasi
homogen atau tidak
Hipotesis
Ho : Data fraksi gel tiap konsentrasi bervariasi homogen
Ha : Data fraksi gel tiap konsentrasi bervariasi tidak homogen
Descriptives
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean
pva
Std.
Deviation
Std.
Error
Lower
Bound
Upper Bound
Minimu Maximu
m
m
2% 3 60.4367 8.97715
5.18296 38.1362
82.7371
51.00
68.87
4% 3 72.8300 4.65910
2.68993 61.2562
84.4038
69.75
78.19
6% 3 87.7933 8.47921
4.89547 66.7298
108.8568
80.16
96.92
9 73.6867 13.57512
4.52504 63.2519
84.1214
51.00
96.92
3
3
3
9
9.31924
2.65425
.45484
3.86384
111.6541
95.1003
91.6137
90.5411
56.25
78.87
88.91
56.25
88.42
88.03
90.48
90.48
Tota
l
Pva – 2%
Vit c
4%
6%
Tota
l
71.5567
83.6800
89.6567
81.6311
16.14140
4.59729
.78780
11.59152
31.4592
72.2597
87.6997
72.7211
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho doiterima
jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
120
Test of Homogeneity of Variances
Levene
pva
Statistic
df1
df2
Sig.
.513
2
6
.623
2
6
.093
pvaVitc 3.630
Keputusan :
Uji homogenitas gel
bervariasi homogen
fraksi
tiap
konsentrasi
Kesimpulan: Data signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan data bervariasi homogen.
c. Uji Anava Satu Arah dan BNT (Beda Nyata Terkecil) Terhadap
Fraksi Gel Tiap Konsentrasi
Tujuan : Untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan data fraksi
tiap konsentrasi
Hipotesis
Ho
: Data fraksi gel tiap konsentrasi berbeda secara bermakna
Ha
: Data fraksi gel tiap konsentrasi berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA
pva
Pva
- Vitc
Sum of Squares
Df
Mean Square F
Sig.
Between Groups
1125.883
2
562.942
9.695
.013
Within Groups
348.387
6
58.064
Total
Between Groups
Within Groups
Total
1474.270
510.306
564.601
1074.906
8
2
6
8
255.153
94.100
2.712
.145
121
Kesimpulan: Data fraksi gel PVA tiap konsentrasi memiliki
signifikansi (ρ ≤ 0,05) berarti Ho ditolak dan Ha
diterima atau data fraksi gel PVA tiap konsentrasi
berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan
uji BNT menggunakan metode LSD, kecuali data
fraksi PV+ vit C tiap konsentrasi tidak berbeda
secara bermakna ρ ≥ 0,05 (ρ = 0,145). Uji BNT
merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil
pengujian menunjukkan adanya perbedaan secara
bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan
kelompok mana yang memberikan nilai yang
berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
LSD
Depend (I)
(J)
ent
konsen konsen Mean
Variable trasi trasi (I-J)
Pva
2%
4%
6%
4%
95% Confidence Interval
Difference Std.
Error
-12.39333
*
Sig.
Upper
Lower Bound Bound
6.22171 .093
-27.6173
2.8306
6.22171 .005
-42.5806
-12.1327
6.22171 .093
-2.8306
27.6173
6%
-27.35667
2%
12.39333
6%
-14.96333
6.22171 .053
-30.1873
.2606
2%
*
6.22171 .005
12.1327
42.5806
-.2606
-31.5040
-37.4806
-7.2573
-25.3573
-1.2806
-13.4040
30.1873
7.2573
1.2806
31.5040
13.4040
37.4806
25.3573
27.35667
4%
14.96333
6.22171
Pva
- 2%
4%
-12.12333
7.92044
Vitc
6%
-18.10000
7.92044
4%
2%
12.12333
7.92044
6%
-5.97667
7.92044
6%
2%
18.10000
7.92044
4%
5.97667
7.92044
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.053
.177
.062
.177
.479
.062
.479
122
Kesimpulan:
1. Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 2% berbeda secara
bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 4% dilihar dari
signifikansinya ≤ 0,05 tetapi tidak berbeda secara bermakna
dengan fraksi gel PVA dengan konsentrasi 6% dilihat dari nilai
signifikansinya ≥ 0,05.
2. Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 4% tidak berbeda secara
bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 2% dan 6%
dilihar dari signifikansinya ≥ 0,05.
3. Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 6% berbeda secara
bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 2% dilihar dari
signifikansinya ≤ 0,05 tetapi tidak berbeda secara bermakna
dengan fraksi gel PVA dengan konsentrasi 4% dilihat dari nilai
signifikansinya ≥ 0,05.
4. Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 2% tidak berbeda secara
bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 4% dan 6%
dilihar dari signifikansinya ≥ 0,05.
Lampiran 30
Date: 1/1/2003
Time: 0:06:05 AM
1.50
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
A
265,0
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.00
200.0
230
240
250
260
270
260
270
280
nm
Description: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\VITAMIN C
Date Created: Wed Jan 01 01:11:45 2003
Instrument Model: Lambda 25
Data Interval: 1.0000 nm
Slit Width: 1.0000 nm
Peak List
Spectrum: vitamin c
Comment: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm
Threshold: 0.1000
Abscissa units: nm
Ordinate units: A
No. Abscissa Ordinate Type
------------------------------------1 395.10 4.4792 Peak
2 363.07 5.4087 Peak
3 265.00 0.6907 Peak
1 389.88 -1.9912 Base
2 363.50 5.1650 Base
3 364.94 0.2505 Base
4 203.02 0.4284 Base
290
300
310.0
CALIBRATION
___________
Date: 12/8/2010 Time: 1:19:21 AM
Instrument: PerkinElmer Lambda 25 Serial No: 101N4022502
Method:vitamin c
Ordinate mode: Single wavelength
Baseline: No correction ( 0.00 0.00 )
Analyst: pipit
___________________________________________________________________________
Wavelength(s)
Sample ID
Concentration
Ord. value Comment
___________________________________________________________________________
265.0 0.0 vitamin c 01 0.0000 ppm
0.0000 vitamin c
265.0 0.0 vitamin c 02 1.0000 ppm
0.1541 vitamin c
265.0 0.0 vitamin c 03 5.0000 ppm
0.3216 vitamin c
265.0 0.0 vitamin c 04 10.0000 ppm
0.5201 vitamin c
265.0 0.0 vitamin c 05 15.0000 ppm
0.7211 vitamin c
265.0 0.0 vitamin c 06 20.0000 ppm
0.9211 vitamin c
___________________________________________________________________________
Equation: y =0.116859965+0,04026863
Residual error: 0.004291
Correlation coefficient: 0.999970149
Lampiran 31
Date: 12/8/2010
Time: 0:06:05 AM
1.40
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
A


0.7

0.6


0.5


0.4

0.3


0.2

0.1


0.00 
0.0
5
10
15
20
Description: y = 0.06936307+0.02676919
Spectrum Name: vitamin c
Date Created: Wed Jan 01 01:26:59 2003
25
ppm
Lampiran 32
Tanggal 18 Agustus 2010
2% vitamin c 5'.Sample (A)
2% vitamin c 10'.Sample (A)
2% vitamin c 15'.Sample (A)
2% vitamin c 20'.Sample (A)
2% vitamin c 30'.Sample (A)
2% vitamin c 40'.Sample (A)
2% vitamin c 50'.Sample (A)
2% vitamin c 60'.Sample (A)
4% vitamin c 5'.Sample (A)
4% vitamin c 10'.Sample (A)
4% vitamin c 15'.Sample (A)
4% vitamin c 20'.Sample (A)
4% vitamin c 30'.Sample (A)
4% vitamin c 40'.Sample (A)
4% vitamin c 50'.Sample (A)
4% vitamin c 60'.Sample (A)
6% vitamin c 5'.Sample (A)
6% vitamin c 10'.Sample (A)
6% vitamin c 15'.Sample (A)
6% vitamin c 20'.Sample (A)
6% vitamin c 30'.Sample (A)
6% vitamin c 40'.Sample (A)
6% vitamin c 50'.Sample (A)
6% vitamin c 60'.Sample (A)
265.0 nm
0.0630
0,1421
0,2276
0,2680
0,3921
0,4567
0,4890
0,6071
0.1251
0,2413
0,4211
0,4819
0,5812
0,6577
0,7980
0,8791
0.1830
0,3437
0,5722
0,6210
0,7161
0,8121
0,9231
0,9948
Date: 1/1/2003
Time: 0:06:05 AM
1.50
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
265,0
A
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.00
200.0
230
240
250
260
270
260
270
280
nm
Description: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\VITAMIN C
Date Created: Wed Jan 01 01:11:45 2003
Instrument Model: Lambda 25
Data Interval: 1.0000 nm
Slit Width: 1.0000 nm
Peak List
Spectrum: vitamin c
Comment: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm
Threshold: 0.1000
Abscissa units: nm
Ordinate units: A
No. Abscissa Ordinate Type
------------------------------------1 395.10 4.4792 Peak
2 363.07 5.4087 Peak
3 265.00 0.6907 Peak
1 389.88 -1.9912 Base
2 363.50 5.1650 Base
3 364.94 0.2505 Base
4 203.02 0.4284 Base
290
300
310.0
Download