TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulisan Hukum
(Skripsi)
TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS
GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN
HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
WAHYU HIDAYAT JATI
NIM. E0006246
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2011
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Motto dan Persembahan
Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan
semua
hasrat-keinginan
adalah
buta,
jika
tidak
disertai
pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak disertai
dengan pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak
disertai CINTA.
Kehidupan tidak berjalan mundur. Tapi juga tidak dapat
tenggelam dimasa lalu. Berjuang sekuat tenaga untuk mencapai
yang diinginkan.
Penulisan Hukum Ini Kupersembahkan Untuk:
Ø ALLAH SWT
Ø Orang Tua Tercinta
Ø Adik & Bibie Tercinta
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Wahyu Hidayat Jati, E0006246, 2011, TINJAUAN TENTANG
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS GUGATAN GANTI
KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi
Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt), Fakultas Hukum,
Universitas Sebelas Maret.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim
Pengadilan Negeri Klaten dalam sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt serta
Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 dalam memberikan putusan
tentang ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat
deskriptif. Jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer, yaitu keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui
penelitian dilapangan, yaitu hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri
Klaten. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka yang
memuat informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu
putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, artikel, dan
suumber lain yang beruhubungan dengan masalah yang diteliti. Data yang
diiperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan cara teknik analisis kualitatif
dan studi putusan. Teknik analisis kualitatif adalah pendekatan yang digunakan
penulis dengan mendasarkan pada data-data yang diperoleh dari cara wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Kesatu,
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus sengketa
perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt telah memenuhi Pasal 1365 KUH Perdata
tentang ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum, tetapi
pemberian ganti kerugian tidak diatur secara terperinci di dalam Pasal 1365 KUH
Perdata dan menyebabkan pemberian ganti kerugian yang berbeda antara hakim
satu dengan hakim yang lain. Kedua, pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan
Pengadilan Tinggi Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg yang menguatkan
putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Ketiga, pertimbangan
Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 yang
terjadi perbedaan didalam amar putusannya. Ganti kerugian yang diberikan oleh
Majelis Hakim Mahkamah Agung lebih sedikit dibandingkan dengan putusan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dan putusan Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Semarang. Pertimbangan Majelis Hakim karena mengingat ex aequo et
bono. Asas kepantasan dan Asas keadilan lebih dapat dilihat dalam putusan
Mahkamah Agung.
Kata kunci : Perbuatan melawan hukum, Pemeriksaan sengketa perdata,
Pertimbangan hakim, Ganti kerugian.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Wahyu Hidayat Jati, E0006246, The Contemplation About Judge Opinion in
Deciding Loss Payment Accustion to Activity Againt Law (A Case Study
Civil Legal Action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt), Law Faculty of Sebelas
Maret University of Surakarta.
This law observation has destiny to know judge opinion in State Court of
Klaten in civil legal action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt and also civil legal
action Mahkamah Agung Number 999 K/Pdt/1992 in giving decision about loss
payment about activity against law.
This observation is descriptive empirical law observation. Kind of data
used is primer data and secondary data. Primer data is explanation or fact get
directly from field observation, for example : interview with judge in State Court
of Klaten. Secondary data got by book who has information which related with
the problem in this observation, for example court decision, the rule of the law,
journal, article, and another sources which related with problem in this
observation. The data is analysed by qualitative analystechic and research
decision. Qualitative analystechic is approach used by writter with the basic data
from interview.
Based on the observation and explanation result conclusion. First, the
opinion of judge in State Court of Klaten in decide civil legal action Number
64/Pdt.G/1990/PN.Klt is related with section 1365 KUH Perdata about loss
payment is caused activity against law, but the giving of loss payment is not
managemed in section 1365 KUH Perdata and causing the giving of loss payment
is different between one judge and another. Second, the opinion judge of
Provincial Court of Central Java Number 486/Pdt/1991/PT.Smg, which stronger
decision civil legal action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Third, the opinion
judge in Mahkamah Agung decision Number 999 K/Pdt/1992 who happen
different in his injunction decision. Loss payment who has given by state court of
Mahkamah Agung is less than opinion state court of Klaten and state court of
Semarang. Basic from opinion state court is “ex aequo et bono”. Fair principle is
more seen in Mahkamah Agung decision.
Keyword : Activity against Law, Investigation civil legal action, The option of
judge, loss payment.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
hukum ini berjudul “TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM
DALAM MEMUTUS GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP
PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor
:64/Pdt.G/1990/PN.Klt)”, penulisan hukum ini merupakan syarat untuk
memperoleh derajat sarjana dalam ilmu hukum dan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret.
Penulisan
Pengadilan
hukum
Negeri
ini
Klaten
membahas
dalam
menyenai
memutus
pertimbangan
Sengketa
Perdata
hakim
Nomor:
64/Pdt.G/1990/PN.Klt mengenai pemberian ganti kerugian terhadap perbuatan
melawan hukum.
Dalam penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak terutama bapak dan ibu dosen sangat diharapkan dalam penyempurnaan
penulisan hukum ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak
mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
UNS yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Acara yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam penunjukan Dosen
pembimbing.
3. Ibu TH. Kussunaryatun, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah menyediakan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam
commit to user
penyusunan skripsi ini.
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Bapak Harjono, S.H, M.H selaku Dosen Penguji yang telah menguji,
memberikan bimbingan, serta perbaikan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Sapto Hermawan, S.H selaku Pembimbing Akademis yang telah
menyediakan waktu, pikiran, serta nasehat bagi penulis selama menimba ilmu
di Fakultas Hukum UNS.
6. Pengadilan Negeri Klaten selaku instansi peradilan tingkat pertama yang telah
menerima penulis dengan tangan terbuka untuk melaksanakan penelitian serta
wawancara.
7. Ibu Makmurin, S.H selaku hakim Pengadilan Negeri Klaten yang telah
bersedia menjadi nara sumber yang memberikan waktu, informasi, dukungan,
semangat dan membagi ilmu serta pengetahuan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah membimbing dan
membagi ilmu pengetahuan kepada penulis selama proses menimba ilmu di
Fakultas Hukum UNS, sehingga dapat menjadi bekal dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Keluarga Mbah Ti, Bapak Sarno, Ibu Ani, Dwi Banu P, Om Fitri Santoso, Om
Supriyanto selaku orang tua, adek, dan om yang telah memberikan doa, cinta,
dukungan, perhatian, dan semangat kepada penulis selama menimba ilmu di
Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini.
10. Keluarga Bapak Ngateman, Ibu Sri Wahyuni, Mbak Nurul, Boz Adjie, Adek
Alisa yang telah memberikan doa, cinta, dukungan, perhatian, dan semangat
kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga
penyusunan skripsi ini.
11. Ayu Fitri Hastuti selaku sosok istimewa yang telah memberikan doa, CINTA,
dukungan, perhatian, bimbingan, dan semangat kepada penulis selama
menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Novrizal Ibnu M, S.H, Vera, Surya Wahyu, Ganjar Kurniawan yang telah
memberikan doa, dukungan, perhatian, bimbingan, dan semangat kepada
penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan
skripsi ini.
13. Teman-Teman CASAVA FC (Bolot, Mono, Kobe, Iwak, Plentunk, Sopenk,
Ndandoz, Kutis) selaku sahabat-sahabat istimewaku yang telah memberi doa,
cinta, persahabatan yang indah, dukungan, semangat, canda tawa, serta waktu
untuk saling bertukar pikiran selama proses menimba ilmu di Fakultas Hukum
UNS hingga penyusunan skripsi ini selesai.
14. Teman-teman reguler angkatan 2006 untuk persahabatan, dukungan, dan
kerjasama selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS.
15. Teman—teman Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) untuk kerjasama,
dukungan satu sama lain selama melaksanakan KMM serta menimba ilmu di
Fakultas Hukum UNS.
16. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungannya.
Surakarta, 12 Oktober 2011
Penulis
WAHYU HIDAYAT JATI
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
ABSTRAKSI ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................ 5
C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................. 6
D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................ 7
E. METODE PENELITIAN ............................................................ 8
F. SISTEMATIKA SKRIPSI .......................................................... 12
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 14
A. Kerangka Teori ............................................................................ 14
1. Tinjauan Mengenai Perbuatan Melawan Hukum ................ 14
2. Tinjauan Mengenai Ganti Kerugian ..................................... 18
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Proses
Pemeriksaan
Sengketa
Perdata
di
Pengadilan.............................................................................. 22
B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 33
BAB 111 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 35
A. HASIL PENELITIAN ................................................................. 35
1. Nomor Perkara....................................................................... 35
2. Identitas Para Pihak ............................................................... 35
3. Duduk Perkara ....................................................................... 36
4. Proses Pemeriksaan Perkara ................................................. 37
5. Pertimbangan Hukum ........................................................... 44
6. Amar Putusan ........................................................................ 46
B. PEMBAHASAN .......................................................................... 48
1. Pasal-pasal yang Mengatur Perbuatan Melawan
Hukum.................................................................................... 48
2. Sengketa Perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt ...................... 49
BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 56
A. KESIMPULAN............................................................................ 56
B. SARAN ........................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai individu merupakan makhluk sosial yang selalu
berinteraksi dengan manusia yang lain. Interaksi tersebut terjalin karena
kebutuhan hidup manusia, dimana kebutuhan hidup manusia sangat beraneka
ragam. Hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain tidak hanya
menyangkut aspek sosial, kemanusiaan, dan budaya serta aspek-aspek yang
lain, tetapi juga menyangkut aspek hukum.
Peranan hukum dalam masa pembangunan yang membawa perubahanperubahan dengan cepat dalam struktur masyarakat serta dalam sistem nilai
sosialnya menjadi perhatian luas di kalangan para sarjana hukum dan
cendekiawan lain yang ikut serta, baik hukum diharapkan menjadi sarana
untuk menciptakan ketertiban dan kemantapan hidup di masyarakat, sedang
dilain pihak pembangunan dengan sendirinya menciptakan gejala sosial baru
yang berpengaruh pada sendi-sendi kehidupan masyarakat itu sendiri (Dimyati
Khudzaifah, 2005 : 1).
Setiap orang harus menaati peraturan hukum yang telah ditetapkan,
orang tidak boleh bertindak semaunya sendiri, melainkan harus berdasarkan
pada peraturan hukum yang telah ditetapkan dan diatur dalam undang-undang.
Hukum acara perdata merupakan hukum perdata formil yang dimaksudkan
untuk menegakkan hukum perdata materiil. Hukum acara perdata ini
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil.
Interaksi antar sesama manusia baik individu maupun kelompok kadang
disertai dengan adanya perjanjian diantara mereka. Perjanjian yang didasarkan
atas hukum sangatlah penting, karena hal tersebut menyangkut kepentingan
atau hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Hukum
perjanjian di Indonesia masih menggunakan produk pemerintah Kolonial
Belanda, dimana diatur dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan. Pasal
useryang dimaksud dengan perjanjian,
1313 KUH Perdata mengaturcommit
tentangtoapa
1
perpustakaan.uns.ac.id
2
digilib.uns.ac.id
selain itu Buku III KUH Perdata juga mengatur bahwa para pihak bebas
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan syarat-syaratnya,
pelaksanaannya dan bentuk perjanjian tersebut, baik tertulis maupun lisan
(Salim HS, 2004 : 1).
Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata mengatur tentang syarat sahnya
perjanjian dan prinsip kebebasan untuk membuat suatu perjanjian. Hubungan
hukum antara sesama anggota masyarakat yang saling berinteraksi kadangkadang terganggu karena kewajiban seseorang terhadap yang lain tidak
dipenuhi atau dengan kata lain perjanjian tersebut menimbulkan prestasi dan
kontra prestasi, apabila tidak dipenuhi oleh para pihak akan berakibat ruginya
salah satu pihak. Kerugian tersebut dapat menimbulkan sengketa karena
terganggu hubungan hukum salah satu pihak, maka biasanya orang yang
merasa dirugikan membutuhkan penyelesaian baik diluar pengadilan atau
melalui jalur pengadilan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.
Proses beracara di pengadilan tentunya tidak akan lepas dari peranan dan
tugas hakim sebagai pejabat penegak hukum yang berwenang memeriksa dan
mengadili suatu sengketa. Di pengadilan sengketa yang diajukan tersebut akan
diproses dan hakim akan menjatuhkan putusannya. Hal ini dimaksudkan untuk
mengakhiri persoalan yang menjadi sengketa dan menetapkan bagaimana
hukumnya dari perkara itu. Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan
putusan hakim, akan tetapi dengan dijatuhkannya putusan hakim saja
belumlah selesai persoalannya, putusan hakim harus dilaksanakan atau
dijalankan. Putusan hakim harus mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu
kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara
paksa oleh alat-alat negara. Pemberian kekuatan eksekutorial pada putusan
hakim terletak pada “Kepala Putusan” yang berbunyi : “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Tujuan suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Dengan putusan ini
hubungan antara kedua belah pihak ditetapkan untuk selama-lamanya
user
dengan maksud supaya commit
apabila to
tidak
ditaati secara sukarela, dipaksakan
3
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan bantuan alat-alat negara (dengan kekuatan hukum / inkracht van
gewijsde) (Subekti, 1989 : 124).
Suatu perjanjian terutama perjanjian jual beli pasti mempunyai suatu
obyek dari perjanjian tersebut, baik berupa barang yang bergerak maupun
barang yang tidak bergerak. Tanah sebagai barang tidak bergerak adalah
merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan masyarakat, sehingga
semua orang menginginkan untuk bisa memiliki tanah, bagaimana caranya
dan dengan jalan apa orang tersebut menempuhnya. Banyak sekali cara-cara
yang dilakukan oleh masyarakat baik dengan melalui peraturan yang sah atau
bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Sekarang ini banyak terjadi
perbuatan melawan hukum penguasaan tanah tanpa alas hak yang sah.
Seseorang bisa menikmati hasil dari tanah yang dikuasai oleh orang lain
dengan melawan hukum, tetapi karena perbuatan orang lain yang telah
menguasai
tanahnya
tersebut
mengakibatkan
seseorang
kehilangan
kenikmatan dalam hidupnya. Perbuatan tersebut selalu membawa kerugian
bagi orang yang tanahnya telah dikuasai oleh orang lain. Untuk
mempertahankan hak dan kewajibannya, orang harus bertindak berdasarkan
peraturan hukum yang telah ditetapkan. Pihak yang merasa dirugikan dapat
meminta bantuan kepada hakim untuk membantu dalam penyelesaian
sengketanya. Tujuan dari penyelesaian sengketa melalui hakim adalah untuk
memulihkan hak seseorang yang telah dirugikan atau terganggu, dan melalui
hakim pula orang mendapatkan kepastian akan haknya yang harus dihormati
oleh setiap orang agar kepastian hukum tersebut selesai.
“Dengan didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata yang mengatur :
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti
kerugian tersebut” (Subekti R,1992 : 288).
Pasal tersebut memberikan gambaran secara umum mengenai ganti
kerugian yang disebabkan oleh suatu perbuatan melawan hukum, bagaimana
seseorang bisa dikatakan melawan
unsur-unsur dari perbuatan
commit to hukum,
user
perpustakaan.uns.ac.id
4
digilib.uns.ac.id
melawan hukum, dll. Di samping ketentuan dalam KUH Perdata, pemerintah
juga mengatur tentang penguasaan tanah tanpa hak yaitu dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang
Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.
Disebutkan dalam pasal 2 Perpu Nomor 51 Tahun 1960 yang menyatakan
larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.
Pihak yang menuntut ganti kerugian harus dapat membuktikan besarnya
kerugian. Persoalan yang sering timbul adalah sulitnya membuktikan besarnya
kerugian yang diderita. Hakim dapat menentukan besarnya kerugian menurut
rasa keadilan. “Putusan Mahkamah Agung tanggal 23 Mei 1970 Nomor 610
K/SIP/1968, menentukan : Meskipun tuntutan ganti rugi jumlahnya dianggap
tidak pantas, sedangkan penggugat tetap pada tuntutannya, hakim berwenang
untuk menetapkan berapa pantasnya harus dibayar” (Setiawan R, 1999 : 31).
Hakim dalam menetapkan ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh
tergugat apabila terbukti menimbulkan kerugian terhadap orang lain,
mempunyai wewenang penuh untuk besarnya nilai ganti kerugian tersebut
tetapi harus mempertimbangkan beberapa faktor yang ada, dengan contoh :
rasa keadilan, rasa kepantasan, kondisi ekonomi masing-masing pihak, dll.
Hakim dapat mengabulkan atau memberikan ganti kerugian sebagai
akibat dari perbuatan melawan hukum dengan syarat harus dapat
membuktikan adanya kesalahan dari tergugat, atau membuktikan bahwa
kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari perbuatan tergugat.
Syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian akibat perbuatan melawan
hukum, yaitu adanya perbuatan melawan hukum, unsur kesalahan, timbulnya
kerugian dan adanya hubungan sebab akibat, selain itu untuk menuntut suatu
ganti kerugian pihak yang merasa dirugikan harus dapat membuktikan
kerugian yang dideritanya didepan hakim di dalam pengadilan, agar supaya
hakim percaya dan menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap (in kracht van gewijsde) agar dapat dijalankan proses salanjutnya
commit to user
yaitu eksekusi dari putusan hakim tersebut.
5
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan juga sangat penting.
Putusan hakim diyakini mengandung keadilan dan mengandung kepastian
hukum, di samping itu juga harus mengandung manfaat bagi para pihak yang
bersangkutan, misalnya hakim dapat membuat sebuah putusan pembatalan
atas suatu surat perjanjian atau akta otentik dalam suatu sengketa perdata.
“Hakim secara ex officio tidak dapat membatalkan akta notaris kalau
tidak dimintakan pembatalan, pada dasarnya akta notaris dapat
dibatalkan apabila ada bukti lawan. Dalam hal batal demi hukum, kalau
kemudian terjadi sengketa perlu kebatalan itu diputus oleh hakim atau
perlu adanya sebuah putusan atas pembatalan tersebut” (Sudikno
Mertokusumo, 1992 : 100-102).
Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk mengkaji masalah tuntutan
ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum dengan mengambil judul
“TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS
GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN
HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian harus tegas, agar dapat memperoleh
data yang dibutuhkan dalam penelitian dan untuk menghindari data yang tidak
diperlukan. Jadi dalam rumusan masalah tersebut dapat diperoleh kerangka
yang sistematis dan terbatas pada obyek yang bersifat pokok saja. Berdasarkan
pada latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah untuk
dikaji lebih terperinci. Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam
memberikan putusan tentang gugatan ganti kerugian terhadap
perbuatan melawan hukum? (Khususnya dalam Sengketa Perdata
No.64 / Pdt.G / 1990 / PN. Klt)
commit to user
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai pemecahan atas
berbagai masalah yang diteliti (tujuan obyektif) dan untuk memenuhi
kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian diperlukan karena
berkaitan erat dengan perumusan masalah dalam penelitian untuk memberikan
arah yang tepat dalam penelitian, sehingga penelitian dapat berjalan sesuai
dengan apa yang dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif :
Untuk mengetahui apakah yang menjadi pertimbangan hakim
Pengadilan Negeri Klaten dalam memberikan putusan tentang gugatan
ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum, khususnya dalam
sengketa perdata No. 64 / Pdt.G / 1990 / PN.Klt.
2. Tujuan Subyektif :
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
penyusunan
penulisan
hukum
guna memenuhi persyaratan
akademis bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan
dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
b. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan
pengalaman serta penambahan aspek hukum acara perdata dalam
teori dan praktik di lapangan, khususnya mengenai penyelesaian
gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum dalam
perkara perdata.
c. Untuk mendalami teori dan ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta, khususnya tentang Hukum Acara Perdata.
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
a. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang ilmu hukum pada
umumnya, khususnya hukum acara perdata, terutama yang
berkaitan dengan penyelesaian gugatan ganti kerugian terhadap
suatu perbuatan melawan hukum.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi di
bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan materi Hukum
Acara Perdata.
c. Penelitian ini merupakan pembelajaran dalam menerapkan teori
yang
diperoleh,
sehingga
dapat
menambah
pengetahuan,
pengalaman, dan dokumentasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis :
a. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam
teori dan praktik penelitian ilmiah di bidang ilmu hukum.
b. Hasil penelitian dapat memberikan jawaban atas permasalahanpermasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian
ini.
c. Meningkatkan wawasan dalam mengembangkan pengetahuan bagi
peneliti akan permasalahan yang diteliti dan dapat dipergunakan
sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait
dengan permasalahan dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan berpedoman pada metode
yang tepat. Peneliti harus cermat dalam menggunakan metode, agar hasil
penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Metode
penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian
commit to
user
dan pengembangan ilmu pengetahuan
(Soerjono
Soekanto, 2007: 7).
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hakikatnya metode memberikan
pedoman
bagi peneliti untuk
mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang akan
dihadapinya. Jadi dapat ditarik kesimpulan dari metode penelitian adalah suatu
unsur mutlak yang memberikan pedoman dalam penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan judul dan permasalahan yang diteliti, maka jenis
penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum empiris (empirical law research). Penelitian hukum empiris
menggunakan studi kasus sosiologis / sosio-legal (socio-legal case
research),
penelitian
yang
menitikberatkan
pada
pihak-pihak
berkepentingan dalam kaitannya dengan hukum, yaitu masalah mengenai
implementasi aturan hukum oleh peran lembaga atau institusi hukum
dalam penegakan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 87).
Penulis meneliti hal-hal yang berkaitan dengan implementasi atau
penerapan aturan hukum dalam beracara dimuka persidangan oleh
lembaga peradilan atau institusi hukum, yaitu hakim Pengadilan Negeri
Klaten.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni penelitian hukum yang
bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi)
lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku. Penelitian ini bertujuan
menggambarkan secara lengkap dan mendalam mengenai obyek yang
diteliti (Abdulkadir Muhammad, 2004: 50).
Penulis mendeskripsikan pertimbangan hakim dalam memutuskan
sengketa perdata mengenai pemberian ganti rugi terhadap suatu perbuatan
melawan hukum.
commit to user
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Lokasi Penelitian
Penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Klaten,
karena di Pengadilan Negeri Klaten terdapat kasus yang sesuai dengan
masalah yang diteliti oleh penulis.
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan kasus (Case Approach),
yaitu pendekatan dengan mengkaji sebuah kasus yang terkait dengan isu
hukum yang merujuk pada fakta materiil. Berpangkal dari fakta materiil,
para pihak yang berperkara membangun argumentasi dan ketentuan hukum
untuk meneguhkan posisinya masing-masing. Kemudian hakim akan
menilai masing-masing argumentasi dan ketentuan hukum tersebut (Peter
Mahmud Marzuki, 2008: 122).
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah :
a. Data Primer
Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh
secara langsung melalui penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini,
data primer berupa hasil wawancara dengan Hakim di Pengadilan
Negeri Klaten.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka
yang memuat informasi atau data tersebut. Data sekunder ini meliputi
dokumen-dokumen
resmi,
yaitu
:
berkas
perkara
Nomor:
64/Pdt.G/1990/PN.Klt, peraturan perundang-undangan, majalah, artikel
dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10
digilib.uns.ac.id
6. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum empiris ini
adalah :
a. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hakim Pengadilan
Negeri Klaten.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah bahan pustaka yang dapat berupa
dokumen atau berkas perkara Nomor: 64/Pdt.G/1990/PN.Klt, peraturan
perundang-undangan, majalah, artikel dan sumber-sumber lainnya yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Wawancara
Wawancara (interview) adalah kegiatan pengumpulan data primer untuk
memperoleh informasi atau keterangan yang lengkap secara langsung
terhadap para pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut. Dalam
hal ini penulis melakukan wawancara secara formal yaitu hasil
wawancara terhadap Hakim Pengadilan Negeri Klaten.
b. Studi Dokumen
Menurut Abdulkadir Muhammad studi dokumen adalah :
Pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak
dipublikasikan secara umum, tetapi boleh diketahui oleh pihak
tertentu, seperti pengajar hukum, peneliti hukum, praktisi hukum
dalam rangka kajian hukum, pengembangan dan pembangunan
hukum, serta praktik hukum. Dokumen hukum tidak disimpan di
perpustakaan umum, tetapi di Pusat Informasi dan Dokumentasi
Hukum (Legal Informasi
commit toand
userDocument Center) yang ada di
lembaga-lembaga negara, lembaga penegak hukum, lembaga
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan tinggi hukum, atau perusahaan dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya (Abdulkadir Muhammad, 2004 : 83).
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini, adalah teknik pengumpulan data wawancara dan studi
dokumentasi atau kepustakaan (collecting by library). Wawancara ini
sebagai metode pengumpulan data yang utama. Dokumen-dokumen
tersebut diharapkan menjadi nara sumber pendukung yang dapat
membantu permasalahan yang diteliti.
8. Teknik Analisis Data
Teknik analisis merupakan kegiatan lanjutan setelah penulis
memperoleh bahan-bahan yang diperlukan untuk membedah suatu
permasalahan. Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan
interaksi model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan
bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul
maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan
kurang maka perlu verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data
lapangan.
Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah :
a.
Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data
fieldnote.
b.
Penyajian Data
Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data dapat meliputi
berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan
kegiatan dan juga tabel.
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Kesimpulan atau Verifikasi
Peneliti dalam pengumpulan data, harus sudah memahami arti
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan,
peraturan-peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasikonfigurasi yang mungkin, arahan sebab-akibat dan berbagai
proposisi kesimpulan yang diverifikasi.
(H.B. Sutopo, 1999 : 8)
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai hal-hal yang
dibahas dalam penulisan hukum ini, penulis membagi menjadi empat bab
dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian dan
sistematika penulisan hukum ini.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini diuraikan mengenai Kerangka Teori
yang berisi Tinjauan mengenai perbuatan melawan hukum, di
dalamnya membahas tentang latar belakang perbuatan melawan
hukum, unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam sengketa
perdata di Pengadilan Negeri. Tinjauan mengenai ganti kerugian,
di dalamnya membahas ganti kerugian pada umumnya, prinsip
umum ganti kerugian, dan unsur-unsur ganti kerugian dan
pengaturannya. Tinjauan mengenai proses pemeriksaan sengketa
perdata di Pengadilan, di dalamnya membahas sengketa perdata
di Pengadilan dan tahap-tahap proses pemeriksaan sengketa
perdata di Pengadilan.
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas sekaligus menjawab
permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu mengenai
pertimbangan
hakim
Pengadilan
Negeri
Klaten
dalam
memberikan putusan tentang gugatan ganti kerugian terhadap
perbuatan melawan hukum khususnya dalam sengketa perdata
No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt.
BAB IV
: SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi simpulan atas permasalahan yang telah
dibahas dan saran dari penulis setelah melakukan penelitian atas
penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Mengenai Perbuatan Melawan Hukum
a. Latar Belakang Perbuatan Melawan Hukum
Mempelajari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
adalah berbicara mengenai paling tidak sebagian dari KUH Perdata,
yang merupakan hasil kodifikasi dari ketentuan-ketentuan dalam
bidang hukum perdata.
Manusia hidup didalam masyarakat, masing-masing individu
diharapkan akan dapat bertindak dan bertingkah laku dengan
berdasarkan pada norma-norma, kaidah-kaidah dan tatanan-tatanan
menurut adat istiadat setempat. Seandainya semua itu bisa dicapai
keadaan masyarakat dapat tentram dan damai. Hal tersebut
kenyataannya tidak mudah dicapai karena anggota masyarakat sering
melakukan
perbuatan-perbuatan
atau
tindakan-tindakan
yang
melanggar norma-norma atau tatanan adat istiadat masyarakat.
Peristiwa-peristiwa dalam masyarakat sebagai akibat dari pergaulan
antar manusia di dalam masyarakat, ada hal-hal yang sering dilakukan
oleh anggota masyarakat bertentangan dengan hukum atau normanorma masyarakat (J. Satrio. 1993 : 145-146).
Perbuatan
antar manusia atau
anggota didalam
suatu
masyarakat yang tidak sesuai dengan hukum atau norma-norma
masyarakat biasanya disebut perbuatan melawan hukum atau
perbuatan melanggar hukum. Perkembangan zaman yang semakin
modern ini membuat manusia lebih menghalalkan segala cara untuk
commit to user
14
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertahan hidup, bahkan melawan hukum atau norma-norma yang ada
dalam masyarakat.
Perbuatan melawan hukum
disebut “onrechtmatigedaad”
diatur dalam Buku III titel 3 pasal 1365-1380 KUH Perdata, termasuk
perikatan yang timbul dari Undang-Undang. Pada dasarnya UndangUndang tidak memberikan rumusan tentang perbuatan melawan
hukum, tetapi hanya mengatur mengenai kapankah seseorang yang
dirugikan haknya karena perbuatan melawan hukum oleh orang lain
yang dilakukan terhadap dirinya dapat mengajukan tuntutan ganti
kerugian melalui Pengadilan Negeri. Tuntutan ganti kerugian tersebut
perinciannya juga tidak diatur dalam Undang-Undang yang berlaku di
Indonesia.
Terdapat 2 (dua) pandangan tentang Perbuatan Melawan
Hukum, yang Pertama : berpandangan sempit yaitu dari pendapat
sebelum Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919, perbuatan
melawan hukum ialah : Berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak
orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang
bersangkutan sendiri. Kedua yaitu Pandangan baru atau perbuatan
melawan hukum modern. Didalamnya berisi pandangan lama yang
ditambah dengan unsur-unsur :
1) Bertentangan dengan kesusilaan yang sepatutnya ada didalam lalu
lintas pergaulan masyarakat terhadap diri dan benda orang lain.
2) Bertentangan dengan sikap hati-hati yang ada dalam pergaulan lalu
lintas pergaulan masyarakat terhadap diri dan benda orang lain.
(Soenyoto Wiro Soemarto. 1983 : 337-339)
b. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum
KUH Perdata dalam Pasal 1365 mengatur bahwa : “Setiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut”.
Menurut J. Satrio unsur-unsur yang tersimpul dari perumusan
pasal 1365 KUH Perdata adalah :
1) Adanya Tindakan/Perbuatan
Di dalam ketentuan pasal 1365 KUH Perdata ada yang
dikemukakan masalah “perbuatan” sesuatu yang aktif. Selanjutnya
pasal 1366 KUH Perdata memperbandingkan antara “perbuatan”
dan “kelalaian” atau “kurang hati-hati”. Para sarjana berpendapat,
bahwa pembuat Undang-Undang dalam pasal 1365 KUH Perdata
hendak mengatur “tindakan” melawan hukum, jadi yang bersifat
aktif, sedang dalam pasal 1366 KUH Perdata diatur tentang
“perbuatan melawan hukum” yang terjadi karena kelalaian, jadi
yang bersifat pasif, tidak berbuat apa-apa atau membiarkan sesuatu
berlangsung.
2) Pelakunya mempunyai unsur salah
Unsur salah disini dalam pasal 1365 KUH Perdata adalah
unsur yang harus ada dalam kaitannya dengan tuntutan ganti rugi,
bukan dalam rangka menetapkan adanya tindakan melawan
hukum“. “Kesalahan/schuld” disini adalah sesuatu yang tercela,
yang dapat dipersalahkan, yang berkaitan dengan perilaku dan
akibat perilaku si pelaku, yaitu kerugian, perilaku dan kerugian
mana
dapat
dipersalahkan
dan
karenanya
dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya. Jadi perilaku dan akibat
perilaku yang onrechtmatige daad itu harus dapat dipersalahkan
kepada si pelaku.
3) Tindakan/perbuatan itu menimbulkan kerugian
Walaupun
dalam pasal 1365 KUH Perdata ditentukan
commit to user
pelaku membayar ganti kerugian, akan tetapi undang-undang tidak
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengatur lebih lanjut tentang ganti kerugian yang disebabkan oleh
perbuatan melawan hukum.
(J. Satrio. 1993 : 147-239).
Menurut Soenyoto Wiro Soemarto mengatakan bahwa suatu
perbuatan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum apabila:
1) Melanggar hak orang lain
2) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat
3) Bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau
4) Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat
terhadap diri atau barang orang lain.
(Soenyoto Wiro Soemarto. 1983 : 337).
Hoge Raad dalam arrestnya, dengan tegas menyatakan : bahwa
pelaku perbuatan melawan hukum harus mengganti baik kerugian yang
diderita maupun keuntungan yang akan diperoleh (R. Setyawan. 1999 :
29).
Perbuatan melawan hukum biasanya disertai dengan kerugian.
Apabila kerugian tersebut dapat dibuktikan maka ganti kerugian dapat
dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum. Kerugian
tersebut bisa berupa kerugian yang langsung diderita selain itu juga
kerugian jangka panjang atau akibat dari suatu perbuatan secara jangka
panjang, jadi tidak langsung mengetahui besarnya ganti kerugian yang
diderita. Untuk mendapatkan ganti kerugian sebagai akibat dari
perbuatan melawan hukum harus membuktikan adanya kesalahan dari
tergugat atau membuktikan bahwa kerugian tersebut timbul sebagai
akibat dari perbuatan melawan hukum dari perbuatan tergugat.
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tinjauan Mengenai Ganti Kerugian
a. Ganti Kerugian pada Umumnya
Ganti kerugian pada umumnya terdapat dua jenis yaitu
disebabkan oleh wanprestasi dan ganti kerugian yang disebabkan oleh
perbuatan melawan hukum. Ganti kerugian yang disebabkan oleh
perbuatan melawan hukum terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban mengganti kerugian apabila
suatu perbuatan melawan hukum menimbulkan kerugian terhadap
orang lain, dengan kata lain Pasal 1365 KUH Perdata tidak
memberikan perumusan tentang apa itu tindakan melawan hukum,
tetapi memberikan pegangan tentang bagaimana suatu perbuatan
disebut sebagai perbuatan melawan hukum, apa akibatnya apabila
suatu perbuatan melawan hukum menimbulkan kerugian pada orang
lain. “Sejalan dengan perumusan perbuatan melawan hukum,
dihubungkan dengan perumusan pasal 1365 KUH Perdata, maka dapat
dikatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya suatu perbuatan
melawan hukum yang tidak menimbulkan kerugian” (J. Satrio. 1993 :
294).
Pasal 1365 KUH Perdata menjelaskan tentang kerugian yang
wajib
diberikan
penggantiannya,
tetapi
sayang
sekali
tidak
memberikan perumusan mengenai apa yang dimaksud dengan
kerugian. Ternyata tidak mudah memberikan perumusan tentang
kerugian tersebut, telah banyak ahli hukum yang berusaha untuk
mencoba memberikan perumusannya tetapi ternyata tidak memuaskan.
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum
bisa berupa kerugian materiil dan juga bisa berupa kerugian moril
(immateriil). Kerugian materiil adalah kerugian berupa materi seperti :
rusaknya barang, hilangnya
dan lain-lain, sedangkan
commit benda/barang,
to user
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerugian moril {immateriil} menyangkut kehormatan, harga diri, dan
ditaksir nilainya dengan uang sesuai status sosial penggugat.
Hoge Raad menyatakan bahwa pasal-pasal 1246-1248 KUH
Perdata tidak langsung dapat diterapkan untuk kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan melawan hukum, namun demikian tidak
keberatan untuk menerapkan secara analogi. Dalam arrestnya 2
Pebruari 1912, Hoge Raad dengan tegas menyatakan : bahwa pelaku
perbuatan melawan hukum harus mengganti baik kerugian yang
diderita maupun keuntungan yang akan diperoleh (R. Setiawan. 1999 :
29).
Pada prinsipnya ganti kerugian yang paling tepat untuk
menyelesaikan perbuatan melawan hukum adalah pengembalian pada
keadaan semula. Penyebab yang dicari adalah adanya pemulihan
keseimbangan hukum. Pengembalian pada keadaan semula tidak pada
semua perkara dapat diterapkan. Hambatan-hambatan yang ada cukup
beraneka ragam, karena terhadap kerugian harta benda atau finansial
kemungkinan besar masih bisa
diwujudkan atau dengan mudah
dicarikan penggantinya, tetapi jika kerugian pribadi secara fisik akan
diderita untuk selamanya.
Terhadap kerugian pribadi yang sifatnya immateriil perlu atau
tidak dibuktikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar
menderita kerugian, andaikata pembuktian itu diwajibkan akan
menimbulkan kesulitan besar bagi pihak korban.
Ganti kerugian yang kedua disebabkan karena wanprestasi
diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Yang dimaksud kerugian yang
bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang
sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang
sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga
berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang
commit to user
didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving)
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(http://www.blogger.com/postcreate.g?blogID=815920424721644940
4-ftn7).
Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat
diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada
hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang
diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan
teori tentang sebab-akibat yaitu:
1) Conditio Sine qua Non (Von Buri) : Menyatakan bahwa suatu
peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan
peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A.
2) Adequated Veroorzaking (Von Kries) : Menyatakan bahwa suatu
peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila
peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga
mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).
(http://yogiikhwan.blogspot.com/2008/03/pelaksanaan-akad-danakibat-hukum.html).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori
Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas
kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari
perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati
keadilan.
Seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan
beberapa alasan untuk membela dirinya, yaitu :
1) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmach);
2) Mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai;
3) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk
menuntut ganti rugi.
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8159204247
216449404-ftn8)
b. Prinsip Umum Ganti Kerugian
Di dalam pengajuan tuntutan ganti kerugian atas dasar
perbuatan melawan hukum harus didasarkan pada kerugian yang
benar-benar diderita. Pemberian ganti kerugian ini menurut MA
Moegni Djojodirdjo pada prinsipnya ada 2 metode:
1) Metode Konkrit ; Sesuai dengan pengembalian dalam keadaan
semula, yang rusak adalah yang harus diganti.
2) Metode Subyektif ; Menyesuaikan pada keadaan diri si pelaku
(subyektif) dari si pelaku atau orang yang bersangkutan.
Selain itu juga dapat ditempuh dengan cara lain, yaitu dengan
penafsiran harga. Untuk mendapatkan ganti kerugian sebagai akibat
dari perbuatan melawan hukum harus bisa membuktikan adanya
kesalahan dari tergugat, atau membuktikan bahwa kerugian tersebut
timbul sebagai akibat dari perbuatan tergugat.
(MA Moegni Djojodirdjo, 1982 : 102)
c. Pengaturan Ganti Kerugian
Mengenai
masalah ganti rugi sebagai akibat dari tidak
dipenuhinya suatu perikatan, pasal 1246-1248 KUH Perdata telah
memberikan pengaturannya, namun yang diatur adalah mengenai ganti
rugi sebagai perikatan sekunder. Perikatan sekunder adalah suatu
perikatan yang mengganti perikatan lain yang tak dipenuhi secara
sukarela oleh debitur atau yang terhutang atas kerugian sebagai akibat
untuk setiap hari tidak dilaksanakannya perikatan.
Ganti rugi pada onrechtmatige daad merupakan kewajiban
primair perikatan. Jadi lain sekali, dalam pasal-pasal itu hanya diatur
ganti rugi yang berkaitan
dengan
perikatan yang lahir dari perjanjian
commit
to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saja, oleh karena itu ketentuan-ketentuan pasal 1246-1248 KUH
Perdata (hanya) dapat diterapkan secara analogis saja pada tuntutan
ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum (J. Satrio. 1993 : 305).
3. Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata Di Pengadilan
a. Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan
Pemeriksaan sengketa perdata dapat terjadi apabila muncul
suatu permasalahan yang menjadi dasar persengketaan tersebut.
Pemeriksaan di pengadilan berawal dari adanya sebuah gugatan yang
diajukan oleh salah satu pihak yang terkait dalam sengketa perdata.
Suatu sengketa agar dapat diperiksa dan diputus melalui persidangan
di muka pengadilan terlebih dahulu harus mengajukan gugatan.
Gugatan tersebut sebagai tuntunan hak sebagai tindakan yang
bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi
sendiri. Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk
melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat
sewenang-wenang dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain
(Sudikno Mertokusumo. 2002 : 2).
Gugatan merupakan bentuk tuntutan hak dari salah satu pihak
yang bertujuan untuk memulihkan hak seseorang yang telah dirugikan
oleh pihak lain. Hakim memeriksa dan memutus sengketa perdata
secara adil guna kembalinya hak pihak yang telah dirugikan oleh pihak
lain (Abdulkadir Muhammad. 2000 : 15).
Proses
pemeriksaan
diajukannya gugatan
sengketa
sampai dengan
perdata
dimulai
pelaksanaan
sejak
putusan di
pengadilan tidak lepas dari peran hakim. Menurut sistem HIR dan RBg
hakim adalah aktif, tidak hanya aktif mencari kebenaran yang
sesungguhnya atas sengketa yang ditanganinya, tetapi juga harus aktif
menggali, mengikuti, commit
dan memahami
to user nilai-nilai hukum yang hidup
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam masyarakat. Para pihak yang bersengketa wajib memberikan
keterangan disertai bukti-bukti menurut hukum mengenai sengketa
yang telah terjadi. Para pihak perlu membuktikan secara yuridis, yaitu
menyajikan fakta-fakta yang cukup menurut hukum untuk memberikan
keyakinan dan kepastian kepada hakim mengenai terjadinya sengketa
tersebut (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 115).
b. Tahap-tahap Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan
Negeri
Pada tahap-tahap proses pemeriksaan sengketa perdata di
Pengadilan Negeri ini, penulis membagi dan menguraikannya kedalam
3 tahap sebagai berikut :
1) Tahap-tahap Tindakan Sebelum Proses Pemeriksaan di Muka
Persidangan
Pasal 121 HIR merupakan dasar hukum bagi pencatatan
sengketa oleh Panitera, kemudian pada Pasal 121 ayat (4) HIR
mengharuskan membayar biaya sengketa sebelum dicatat dalam
register / daftar sengketa. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan,
biaya untuk pemanggilan, pemberitahuan para pihak disertai
materai. Berdasarkan Pasal 182, 183 HIR, apabila diminta bantuan
pengacara maka harus dikeluarkan biaya pula.
Pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri harus ditujukan
kepada Pengadilan Negeri yang memiliki wewenang memeriksa
dan memutus dalam peradilan tingkat pertama. Menurut hukum
acara perdata hal tersebut didasarkan pada dua kewenangan, yaitu :
a) Wewenang Mutlak (Absolute Competentie)
Wewenang mutlak dari Pengadilan Negeri dalam sengketa
perdata adalah kekuasaan yang dimilikinya untuk mengadili
setiap sengketa perdata, meliputi semua sengketa hak milik dan
commit to user
hak-hak yang muncul karenanya serta hak-hak keperdataan
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lainnya. Hal ini disebut attributie van rechtsmacht yakni
pemberian kekuasaan mengadili tentang suatu sengketa.
b) Wewenang Relatif (Relative Competentie)
Wewenang relatif menyangkut pembagian kekuasaan hakim.
Hal ini disebut distributie van rechtpraak yakni pembagian
kekuasaan mengadili sesama Pengadilan Negeri (Krisna
Harahap, 2007 : 27). Pasal 118 HIR menyebut bahwa :
(1) Gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri di mana
Tergugat tinggal (mempunyai alamat atau domisili).
(2) Lebih lanjut Pasal 118 ayat (2) HIR menyatakan bahwa jika
yang menjadi tergugat lebih dari satu orang maka
Penggugat dapat memilih tempat tinggal dari salah seorang
Tergugat.
(3) Apabila Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang
dikenal maupun tempat tinggal yang nyata. Dalam hal ini
gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di mana
Penggugat tinggal.
(4) Sedangkan apabila gugatan mengenai benda tetap maka
gugatan itu harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat
benda itu berada (Pasal 118 ayat (3) HIR) (Krisna Harahap,
2007 : 28).
2) Tahap-tahap Selama Proses Persidangan
Setiap
penggugat
sangat
menghendaki
gugatannya
dikabulkan. Penggugat berkepentingan pula seandainya gugatan
dikabulkan
maka dapat dijamin
dilaksanakan, untuk menjamin
bahwa putusannya dapat
hak Penggugat
dalam
hal
gugatannya dimenangkan maka Undang-Undang menyediakan
upaya hukum yaitu penyitaan (beslag) yang merupakan tindakan
commit to user
persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata.
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Sudikno Mertokusumo sita jaminan dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu :
a) Sita jaminan terhadap barang milik Penggugat atau sita
revindicatoir (Revindicatoir Beslag)
Berdasarkan Pasal 226 HIR sita revindicatoir, yaitu penyitaan
terhadap barang tidak tetap milik Penggugat yang berada di
tangan Tergugat (hanya sebagai pemegang saja), dengan
maksud untuk menjamin suatu tagihan uang atau penyerahan
barang kembali pada penggugat. Pasal 1751 dan 1977 ayat (2)
KUH Perdata mengatur bahwa hanyalah pemilikbenda yang
bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat
mengajukan sita revindikatoir.
b) Sita jaminan terhadap barang milik Tergugat atau sita
conservatoir (Conservatoir Beslag)
Berdasarkan Pasal 227 HIR sita conservatoir, yaitu sita
jaminan terhadap barang (bergerak dan tidak bergerak) milik
Tergugat. Sita conservatoir merupakan tindakan persiapan dari
Penggugat untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan
perdata dapat menguangkan atau menjual barang Tergugat
yang disita guna memenuhi tuntutan Penggugat.
(Sudikno Mertokusumo. 2006 : 89-93)
3) Tahap-tahap Pemeriksaan di Muka Persidangan
Tahapan-tahapan
pemeriksaan
selanjutnya
apabila
Penggugat dan Tergugat hadir adalah :
a) Pembukaan sidang
Pembukaan sidang diawali dengan panitera yang
mempersilahkan
Majelis
Hakim
memasuki
persidangan.
Setelah
commit
to useritu
Majelis
Hakim
ruang
membuka
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
persidangan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas
para
pihak
yang
berperkara
(http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5
AvPmqaT0m0J:taufiqnugrohosh.multiply.com/journal/item
/9+tata+cara+pembukaan+sidang+pengadilan&cd=www.go
ogle.co.id).
b) Perdamaian di muka sidang pengadilan
Bahwa dalam hukum acara perdata yang berlaku,
baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong
para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat
diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi
ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR, dan Pasal
154 ayat (1) RBg, bila pada hari sidang yang telah
ditentukan kedua belah pihak hadir, Hakim Ketua berupaya
untuk mendamaikan mereka. Upaya damai tidak hanya
pada permulaan sidang pertama, melainkan sampai sidang
berakhir sebelum Hakim Ketua mengetok palu putusannya.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 1 Tahun 2008
tentang prosedur mediasi di pengadilan terutama Pasal 2
ayat (3) mengatur bahwa ”Tidak menempuh prosedur
mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg
yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.
Terdapat dua kemungkinan terhadap hasil upaya
perdamaian tersebut, yaitu:
(1) Perdamaian dapat tercapai, acara berakhir dan Majelis
Hakim membuatkan akta perdamaian (certificate of
reconciliation) dan mempunyai kekuatan berlaku (force
commit to user
of excecution) serta dijalankan sama dengan putusan
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, Pasal 154 ayat (2)
RBg).
(2) Perdamaian tidak tercapai, maka surat gugatan dibaca
dan persidangan dimulai (Pasal 131 ayat (1) HIR).
c) Jawaban Tergugat
Dalam pemeriksaan sengketa di muka sidang
jawaban Tergugat merupakan hal yang penting karena
Tergugat menjadi sasaran Penggugat. Jawaban Tergugat
dapat berupa pengakuan, tangkisan, referte (Tergugat tidak
membantah, tetapi tidak pula membenarkan isi dari
gugatan), bantahan (exceptie) yaitu suatu sanggahan atau
bantahan dari pihak Tergugat terhadap gugatan Penggugat
yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang berisi
tuntutan batalnya gugatan.
Jawaban Tergugat juga berisi tentang gugat balik.
Gugat balik disebut juga reconventie, yang diatur dalam
Pasal 157 dan 158 RBg. Apabila Tergugat hendak
menggugat Penggugat, ia dapat mengajukan gugatan balik
dalam suatu sengketa yang terpisah dari sengketa yang
terdahulu
antara Penggugat
dan Tergugat
(Sudikno
Mertokusumo, 2002 : 116-117).
d) Replik Penggugat
Replik merupakan jawaban Penggugat atas jawaban
Tergugat dalam bentuk tertulis. Isi replik adalah mengenai
dalil-dalil
atau
hal-hal
Penggugat tersebut.
commit to user
untuk
menguatkan
jawaban
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Duplik Tergugat
Duplik merupakan
jawaban
atas
replik oleh
Tergugat. Dengan demikian isi duplik mengenai dalil-dalil
untuk menguatkan jawaban Tergugat.
f) Pembuktian Penggugat dan Tergugat
Pembuktian secara yuridis adalah mengajukan
fakta-fakta menurut hukum yang cukup untuk memberikan
keyakinan dan kepastian kepada hakim tentang suatu
peristiwa atau hubungan hukum. Pembuktian menduduki
tempat yang paling penting di dalam Hukum Acara Perdata.
Secara formal hukum pembuktian mengatur bagaimana
mengadakan pembuktian seperti diatur dalam HIR dan
RBg, sedangkan secara material hukum pembuktian
mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alatalat
bukti
tertentu
di
persidangan
serta
kekuatan
pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut (Krisna
Harahap, 2007 : 67). Pasal 163 HIR / 283 RBg mengatur :
”Barang siapa menyatakan mempunyai sesuatu hak
atau
mengemukakan
suatu
perbuatan
untuk
meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak
orang lain haruslah membuktikan adanya hak itu
atau adanya perbuatan itu. Ini dikenal dengan asas
actori incumbit probatio”.
Alat-alat bukti dalam perkara perdata dapat di bagi
menjadi beberapa macam:
(1) Surat; terdiri menjadi 2, pertama adalah akta
otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian
lengkap dan sempurna. Kedua adalah akta
commit
user yang kekuatan pembuktiannya
dibawahtotangan
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tergantung diakui tidaknya tanda tangan pada
akta tersebut.
(2) Saksi; pada dasarnya setiap orang dapat menjadi
saksi. Saksi merupakan alat bukti bebas.
(3) Pengakuan; pernyataan membenarkan sebagian
atau seluruhnya dari pihak lawan. Kekuatan
buktinya lengkap dan menentukan.
(4) Persangkaan; kesimpulan yang ditarik oleh UU
atau hakim dari peristiwa yang terang ke arah
peristiwa yang belum jelas. Merupakan bukti
bebas.
(5) Sumpah; dibagi menjadi dua yaitu pertama
adalah Sumpah Suppletoir merupakan bukti
sempurna. Kedua adalah Sumpah Decisoir
merupakan bukti menentukan.
(6) Saksi ahli; dapat diajukan oleh hakim atau para
pihak dan keterangan diberikan secara lisan atau
tertulis dibawah sumpah. Saksi ahli merupakan
bukti bebas.
(7) Pemeriksaan di tempat; diajukan oleh para pihak
dan merupakan bukti bebas.
g) Kesimpulan Penggugat dan Tergugat
Penyampaian hasil dari fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan. Kesimpulan akhir dari Penggugat berisi
pendapat Penggugat terhadap dalil gugatannya. Kesimpulan
akhir Tergugat berisi bantahan Tergugat telah terbukti, dan
sebagainya.
commit to user
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h) Putusan Hakim
Sudikno Mertokusumo memberikan definisi putusan
hakim sebagai berikut :
”Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk
itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak”.
(Sudikno Mertokusumo. 2006 : 174).
Dalam suatu putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap terdapat tiga (3) jenis kekuatan, yaitu : kekuatan
mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial.
i) Eksekusi
Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada
hakikatnya ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang
bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum
dalam putusan tersebut (Sudikno Mertokususmo. 2006 :
248). Berdasarkan pasal 195 HIR, bahwa pelaksanaan
putusan hakim dijalankan atas perintah dan dibawah
pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa dan
memutus perkara pada tingkat pertama.
j) Upaya hukum lanjutan
Upaya Hukum Biasa :
(1) Banding
Dasar Hukum:pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah
Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205
RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).
Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No.
1/1951 (UU-Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194
commit to user
HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan
UU
Bo.
20/1947
tentang
Peraturan
Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura (Riduan
Syahrani, 1994 : 94).
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding
adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para
pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan
apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini
diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No.
20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam
praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah
pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.
(2) Kasasi
Alasan Mengajukan Kasasi :
Diatur dalam pasal 30 UU No. 14/1985 jo pasal 30
UU No.5 Tahun 2005 Tentang MA jo ps. 30 UU
No.4/2004 antara lain :
(a) Tidak
berwenang
atau
melampaui
batas
wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan
dengan
kompetensi
relatif
dan
absolut
pengadilan, sedang melampaui batas bisa,
terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan
melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
(b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku.
Yang
dimaksud
disini
adalah
kesalahan
menerapkan hukum baik hukum formil maupun
hukum materil, sedangkan melanggar hukum
commit to user
adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Judex facti salah atau bertentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga
diinterprestasikan penerapan hukum tersebut
tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
(c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
oleh
peraturan
perundang-undangan
yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
(3) Verzet
Pengertian Verzet adalah merupakan salah satu
upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara
terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri yang
diputus Verstek.
Prosedur Mengajukan Verzet (pasal 129 HIR / 153
Rbg) :
(a) Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu
diberitahukan kepada tergugat sendiri.
(b) Bila memungkinkan di periksa oleh Majelis
Hakim yang sama.
(c) Pembuktian
walaupun
berdasakan
sebagai
SEMA No.9/1964,
Pelawan
bukan
sbg
Penggugat tapi tetap Terlawan sehingga yang
membuktikan dulu adalah Terlawan/Penggugat
asal (Supomo, 1967 : 39).
commit to user
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Upaya Hukum Luar Biasa :
(1) Peninjauan Kembali
Upaya hukum peninjauan kembali (request civil)
merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan
baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang telah
berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde).
Permohonan
Peninjauan
Kembali
tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
putusan pengadilan (eksekusi).
(2) Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga)
(a) Menurut Pasal 1917 KUHPerdata : putusan
hakim hanya mengikat para
pihak yang
berperkara, jadi apabila di dalam suatu putusan
tersebut
terdapat
pihak
yang
tidak
berkepentingan ikut merasakan akibat hukum
maka dapat melakukan perlawanan yang disebut
Derden Verzet.
(b) Pasal 378 Rv : Pihak ke-3 yang merasa
dirugikan oleh putusan aquo dapat mengajukan
perlawanan.
(c) Pasal 382 Rv bila perlawanan dikabulkan maka
putusan tersebut. Direvisi sepanjang kerugian
pihak ke-3 tersebut.
commit to user
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Gugatan Ganti Kerugian terhadap
Perbuatan Melawan Hukum
Ketua Pengadilan Negeri Klaten
· Terjadi Perbuatan
Melawan Hukum
· Diberikan ganti
kerugian
Pemeriksaan Perkara
oleh
Majelis Hakim
Telah Sesuai dengan
Pasal 1365 KUH
Perdata atau Tidak
Bagan I. Kerangka Pemikiran
Tujuan utama dalam suatu proses di muka pengadilan adalah
memperoleh putusan hakim yang adil dan berkekuatan hukum yang tetap
(inkracht van gewijsde) dengan berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
yang diyakini oleh hakim, disusun secara logis, sistematis serta saling
berhubungan. Putusan hakim merupakan suatu pernyataan yang oleh hakim,
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan
dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu
sengketa antara para pihak. Tetapi dalam hal ini hakim harus secara cermat
commit to user
melakukan pertimbangan-pertimbangan
sebelum memutus suatu perkara agar
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
supaya dapat dipertanggung jawabkan dan dapat menyelesaikan sengketa yang
dihadapi para pihak.
Berdasarkan
pada
kerangka
pemikiran
diatas,
penulis
ingin
memberikan gambaran guna menjawab perumusan masalah dalam penelitian
hukum
ini.
Pemberian
ganti
kerugian
pada
Putusan
Nomor:
64/Pdt.G/1990/PN.Klt yang telah dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Klaten idealnya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia. Apabila terjadi perbuatan melawan hukum maka dapat diberikan
ganti kerugian pada pihak yang meminta ganti kerugian, tetapi jika tidak
terjadi perbuatan melawan hukum maka ganti kerugian tidak dapat diberikan
didalam putusan tersebut. Pemberian ganti kerugian tersebut harus mengacu
pada peraturan yang mengatur adanya pemberian ganti kerugian terhadap
suatu perbuatan melawan hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data-data yang diperoleh dari berkas perkara tersebut sebagai hasil penelitian
akan disajikan serta dianalisis yang meliputi:
1. Nomor perkara
2. Identitas para pihak
3. Duduk perkara
4. Proses pemeriksaan perkara
5. Pertimbangan hukum
6. Amar putusan hakim
Adapun data yang diperoleh sebagai hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Nomor perkara 64 / Pdt.G / 1990 / PN. Klt
2. Identitas para pihak :
Bpk SGM selaku Kades Karangwungu, Kecamatan Karangdowo,
Kabupaten Klaten.
Selanjutnya disebut sebagai Penggugat
MELAWAN,
a. SHS
b. DMY alias SD
Keduanya beralamat di dukuh Mranggen, Desa Karangwungu, Kecamatan
Karangdowo, Kabupaten Klaten.
Selanjutnya disebut sebagai Tergugat.
commit to user
36
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Duduk perkara
Tergugat I anak dari Tergugat II. Tergugat II adalah mantan Kades
Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Klaten. Tergugat II menjabat
sebagai Kades pada tahun 1980 sampai dengan 1988. Pada waktu
Tergugat II menjabat sebagai Kepala desa, Tergugat II melepaskan
sebagian tanah pekarangan Kantor Desa kepada Tergugat I seluas 420 m2
(ukuran lebar 15 m x panjang 28 m). Tergugat I disuruh untuk membayar
setiap m2 Rp. 500,00 (Lima Ratus Rupiah) atau seluruhnya berjumlah :
Rp. 210.000,00 (Dua ratus sepuluh ribu rupiah).
Tanah tersebut terletak di dukuh Mranggen, Desa Karangwungu,
Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, yang batas-batasnya adalah :
Sebelah Selatan
: Pekarangan Kantor Desa Karangwungu
Sebelah Utara
: Jalan desa
Sebelah Timur
: Jalan desa
Sebelah Barat
: Pekarangan Kantor Desa Karangwungu
Tergugat I dan Tergugat II mempunyai iktikad tidak baik dalam
pelepasan tanah tersebut, karena para Tergugat melakukan perluasan tanah
pekarangan menjadi 17,5 m x 40 m yang totalnya menjadi 750 m2.
Terbukti didalam data pengajuan sertifikat, dimana para Tergugat
mengajukan seluas 750 m2.
Atas perbuatan para Tergugat yang beriktikad tidak baik yaitu
memperluas tanah pekarangan, maka hal ini merupakan suatu perbuatan
melawan hukum dan sangat merugikan bagi Penggugat dalam hal ini
mewakili Desa Karangwungu. Berdasarkan hal tersebut diatas, Penggugat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Klaten untuk memeriksa yang
selanjutnya memutus sebagai berikut :
PRIMAIR :
to user
a. Mengabulkan gugatan commit
Penggugat
untuk seluruhya.
perpustakaan.uns.ac.id
38
digilib.uns.ac.id
b. Menyatakan menurut hukum bahwa penyitaan lebih dahulu atas tanah
sengketa yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Klaten adalah syah
dan berharga.
c. Menyatakan menurut hukum bahwa perbuatan hukum pelepasan tanah
sengketa seluas 420 M2 kepada Tergugat I adalah batal karena adanya
iktikad tidak baik para Tergugat.
d. Menyatakan menurut hukum bahwa perbuatan para Tergugat yang
memperluas tanah pekarangan 420 M2 dengan ukuran panjang 28 M x
lebar 15 M menjadi panjang 40 M x 17,5 M, adalah perbuatan yang
melawan hukum.
e. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk menyerahkan semua obyek
sengketa dalam keadaan kosong dan baik kepada Pemerintah Desa
Karangwungu dan apabila perlu dengan kekuasaan dan bantuan polisi,
atau hal ini dapat ditentukan oleh Pengadilan.
f. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada
Penggugat setiap tahunnya sebesar Rp. 5.500.000,- (Lima juta lima
ratus ribu rupiah) terhitung sejak gugatan ini diajukan atau hal ini
dapat ditentukan oleh Pengadilan.
g. Menyatakan menurut hukum bahwa putusan ini dapat dijalankan
terlebih dahulu walaupun Tergugat-Tergugat mengadakan upaya
hukum untuk verzet atau banding.
h. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membayar semua biaya perkara
ini secara bersama-sama atau tanggung renteng.
SUBSIDAIR :
Memberikan putusan yang seadil-adilnya.
4. Proses pemeriksaan perkara
Adanya upaya yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim untuk
to userakan tetapi tidak berhasil, maka
mendamaikan pihak yangcommit
berperkara
39
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian dilanjutkan proses pemeriksaan perkara dengan membacakan
surat gugatan tertanggal 31-7-1990, yang sudah diperbaiki dan atas
pembacaan tersebut kuasa Penggugat tetap pada gugatannya.
Tergugat telah memberikan jawabannya tertanggal 14-8-1990 yang
didalamnya berisi eksepsi, gugatan rekonpensi, duplik tertanggal 22
Desember 1990.
a. Eksepsi Tergugat pada pokoknya sebagai berikut:
Posita gugatan, yang ditunjuk sebagai obyek sengketa adalah
tanah pekarangan seluas 420 m2 dan tanah pekarangan dengan lebar
3,5 m X 19 m, kecuali itu tidak dijelaskan siapa pemilik tanah
pekarangan tersebut dan bagaimana status hak yang terkait
didalamnya, lalu siapakah yang merasa dirugikan dan apa alas hak
penggugat untuk mengajukan gugatan ini.
Posita sebelumnya hanya disebutkan : “sebagian tanah
pekarangan Kantor Desa” lalu apa relevannya dengan kepentingan
Penggugat?
Dalam
hal
ini
Penggugat
secara
formal
tidak
mencantumkan identitasnya.
Tanah pekarangan tersebut bukan merupakan tanah Hak Milik
Penggugat dan Penggugat juga tidak diberi kuasa oleh Pemerintah
Daerah setempat untuk mengajukan gugatan ini, karenanya tiada alas
hak bagi Penggugat untuk menggugat para Tergugat perihal obyek
sengketa termaksud.
Penggugat tidak menjelaskan mengenai hal ikhwalnya dan
data-data yang terkait, karenanya gugatan menjadi kabur dan tidak
jelas (obsuur libel).
b. Gugatan Rekonpensi dari Tergugat berisi :
Penggugat rekonpensi I sudah sejak tahun 1972 mendiami dan
membuat rumah diatas tanah sengketa tersebut tanpa gangguan dari
commit to user
siapapun, tetapi setelah Tergugat rekonpensi menjabat sebagai Kepala
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Desa setempat dengan alasan bahwa Penggugat rekonpensi I telah
melampaui batas tanah yang dimohonkan, Tergugat rekonpensi telah
mengukur sendiri lokasi tersebut dan memancangkan patok, menebang
pohon diatasnya dan membongkar rumah yang masih dihuni oleh
Penggugat rekonpensi I, lalu membuat pagar untuk batas tanah
menurut kehendaknya sendiri.
Semua tindakan Tergugat rekonpensi sudah jelas merupakan
perbuatan melawan hukum dan “main hakim” sendiri, hal mana juga
telah dilaporkan kepada yang berwajib. Para Penggugat rekonpensi
dan Tergugat rekonpensi juga pernah dipanggil oleh KAPOLSEK
Karangdowo dan Tergugat rekonpensi mengaku bahwa perbuatannya
belum mendapat ijin dari Bapak Camat dan dari pemilik bangunan
(Penggugat rekonpensi I), karenanya tidak dibenarkan dan dinilai
sewenang-wenang.
Perbuatan Tergugat rekonpensi juga telah mencemarkan nama
baik Penggugat rekonpensi II sebagai manta KADES setempat yang
telah memberikan ijin penempatan kepada Penggugat rekonpensi I.
Para Penggugat rekonpensi merasa dirugikan baik secara moril
maupun materiil oleh Tergugat rekonpensi dan berhak untuk menuntut
ganti rugi, dan besarnya ganti kerugian tersebut sejumlah Rp.
50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah).
Berdasarkan segala sesuatu yang telah terurai dalam gugatan
rekonpensi, para Penggugat rekonpensi mohon dijatuhkan putusan
dalam rekonpensi sebagai berikut :
PRIMAIR :
1) Mengabulkan gugat rekonpensi untuk seluruhnya.
2) Menyatakan, Tergugat rekonpensi telah melakukan perbuatan
melawan hukum yang merugikan para Penggugat rekonpensi,
to user
baik moril maupuncommit
materiil.
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Menghukum Tergugat rekonpensi untuk membayar ganti rugi
kepada
para
Penggugat
rekonpensi
uang
sejumlah
Rp.
50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dalam waktu satu bulan
terhitung sejak dijatuhkannya putusan ini.
4) Menghukum Tergugat rekonpensi untuk membayar semua biaya
yang timbul dalam gugat rekonpensi ini.
5) Menetapkan bahwa putusan tersebut dapat dijalankan terlebih
dahulu, walaupun ada upaya hukum lain sebagaimana diatur dalam
pasal 180 (1) HIR (Uitvoerbaar bij Voorraad).
SUBSIDAIR :
Menjatuhkan putusan lain yang dianggap lebih adil dan bijaksana oleh
Pengadilan.
c. Duplik Tergugat
Pada dasarnya duplik dari Tergugat tetap pada dalil-dalilnya
yang pertama sesuai dengan jawaban dari Tergugat.
Penggugat telah memberikan tanggapannya secara tertulis atau
replik tertanggal 28-8-1990. Replik dari Penggugat tersebut pada
pokoknya masih sama dengan gugatan dari Penggugat sebelumnya dan
tidak mengalami perubahan.
Penggugat untuk membuktikan dalil – dalil gugatannya, kuasa
Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat dengan dibubuhi materai
cukup dan setelah diteliti ternyata sesuai dengan surat aslinya :
a. Fotocopy Berita Acara hasil rapat desa tertanggal 11-10-1980 (P.1),
yang berisi kesepakatan yang telah dicapai untuk melepaskan sebagian
tanah kas desa kepada Tergugat I.
b. Fotocopy Surat Pernyataan Perjanjian Pemohon Tanah Kas Desa,
tertanggal 11-10-1980 (P.2), berisi tentang semua kewajiban dan hak
commit to user
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari Tergugat I kepada desa dalam hal perjanjian pemberian tanah kas
desa dengan beberapa syarat yang harus dilakukan oleh Tergugat I.
c. Fotocopy Gambar Tanah Kas Desa, tertanggal 11-10-1980 disebut
(P.3).
d. Fotocopy Gambar Situasi disebut (P.4).
e. Fotocopy Hasil Rapat LMD / LKMD Desa Karangwungu tertanggal
30-3-1990 disebut (P.5) berisi bahwa Tergugat I belum membayar
ganti rugi tentang harga atas tanah yang akan dilepas.
Telah diajukan pula 2 saksi dari pihak Penggugat yang bernama
WS dan Drs. SKD. Saksi WS adalah Sekretaris Desa Karangwungu dari
tahun 1951 s/d tahun 1987 dan Drs. SKD adalah ketua LKMD desa
Karangwungu, yang telah didengar keterangannya di bawah sumpah yang
pada pokoknya sebagai berikut :
a. WS
Saksi menjadi Sekretaris Desa Karangwungu sejak tahun 1951 s/d
tahun 1987 dan menjadi Sekdes dari Tergugat II dari april 1980 s/d
1988. Saksi mengetahui bahwa di desa Karangwungu mempunyai
tanah kas desa yang berupa tanah kering yang akan dilepas melalui
rembug desa dan rapat desa yang dipimpin Kepala Desa dan Kepala
Desanya adalah Tergugat II. Bukti P.3 adalah tanda tangan kepunyaan
Tergugat II dan yang membuat bukti tersebut adalah saksi sendiri dan
tidak ada yang lain, gambar tersebut disahkan Bupati dan Gubernur.
Ukuran rumah yang menjadi sengketa, dulu tidak sampai 28 x 15 dan
sekarang saksi melihat rumah tersebut melebihi ukurannya, ini terlihat
dari rumah yang melebihi patok tanah yang dulu dibuat. Tentang ganti
rugi saksi belum pernah membuat kwitansi pembayaran yang
dilakukan oleh Tergugat I karena tidak ada batasan sampai kapan harus
dibayar, tetapi harus segera dibayarkan kepada desa.
commit to user
43
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Drs. SKD
Saksi menjadi Ketua LKMD desa Karangwungu sejak tahun 1978
sampai sekarang. Saksi mengetahui bahwa pengajuan pertama
dilakukan oleh Tergugat II dengan ukuran 15 x 28 m selain itu sejak
tahun 1978 sudah ada rumahnya yang telah didiami oleh Tergugat I
dan Tergugat II. Tanah tersebut dimohonkan oleh Tergugat I pada
tahun 1980 dan rapat desanya tahun 1980 dan yang diputuskan waktu
rapat desa seluas 15 x 28 m. Sekarang bangunan rumahnya menjadi
lebih besar yaitu ke barat ada kelebihan dan ke selatan ngepres ada
kelebihan tetapi sedikit. Saksi telah menandatangani bukti P.2 dan
mengetahui bukti P.3.
Tergugat I dan Tergugat II telah mengajukan bukti-bukti surat
dengan dibubuhi materai cukup dan setelah diteliti ternyata sesuai dengan
surat aslinya yaitu :
a. Fotocopy Lembar keputusan rapat desa tertanggal 11-10-1980 (T.1)
yang berisi pelepasan sebagian tanah kas desa yang telah disetujui oleh
Camat dan Bupati.
b. Fotocopy Surat Pernyataan Perjanjian Tanah Kas Desa (T.2) berisi
tentang surat perjanjian bahwa akan mentaati segala peraturan /
ketentuan dari desa dan pemerintah.
c. Fotocopy Pembangunan talud dengan menggunakan uang Kas Desa
tertanggal
21-10-1987 No.144/-2/X/Tahun
1987 (T.3) dengan
menggunakan uang Kas Desa yang diberikan oleh Tergugat I.
d. Fotocopy Daftar anggota Lembaga Musyawarah Desa tertanggal 2110-1987 (T.4).
e. Fotocopy Kwitansi tertanggal 11-1-1988 No. 153/88 (T.5).
f. Fotocopy Tanda setoran dari BRI Klaten (T.6).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44
digilib.uns.ac.id
Tergugat juga mengajukan saksi-saksi sebagai berikut :
a. SRT adalah seorang kuli kenceng yang diminta bantuan untuk
membangun tanah kas desa yang telah disetujui untuk dilepas kepada
Tergugat I.
Saksi tidak mengetahui ukuran rumah Tergugat I tetapi mengetahui
bahwa tanah tersebut adalah tanah kas desa Karangwungu, selain itu
juga mengetahui bahwa Tergugat II menjabat Kepala Desa sejak akhir
tahun 1979 s/d 1988. Saksi pada tahun 1980 diundang menghadiri
rapat desa tetapi tidak mengetahui siapa sekretarisnya dan siapa yang
menjadi LKMD pada waktu rapat desa tersebut, karena saksi hanya
sebagai kuli kenceng.
b. KTN adalah anggota LMD /LKMD pada tahun 1980.
Saksi mengetahui bahwa tanah yang dilepas untuk Tergugat I adalah
panjang 24 m dan lebar 17,5 m, dan rapat diadakan pada tahun 1980.
Pemimpin rapat tersebut adalah Tergugat II pada waktu itu masih
Kades Karangwungu.
c. SY sebagai Camat di Karangdowo sejak 11-10-1989, sebelumnya
adalah camat Getasan, Kabupaten Semarang.
Saksi mengetahui masalah tanah tersebut dari dokumen di Kecamatan
yang ada, selain itu saksi belum pernah mengadakan pengukuran tanah
sengketa tersebut. Saksi mengatakan bahwa yang dilepas dalam
gambar 15 x 28 m, dalam bukti P.3 itu tidak ada. Selain itu notulen
rapat desa sebenarnya tidak ada tetapi hanya keputusan dari rapat desa
saja.
d. ASY menjadi Sekdes sejak 31-3-1988.
Saksi mengetahui bahwa Tergugat II pensiun pada tanggal 1-6-1988.
Tanah yang dikuasai oleh Tergugat I dalam administrasi yang dilepas
panjang 24 m dan lebar 17,5 m dan mendapat pengesahan dari Bupati.
commit to user
Ukuran panjang 28m dan lebar 15 m saksi tidak mengetahui hal itu.
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pihak dari Agraria ada yang mengukur seluruhnya adalah 15 m x 28
m.
Penggugat kemudian mengajukan kesimpulan tertanggal 5 Januari
1991 yang berisi bahwa Penggugat tetap pada dalil-dalil gugatannya dan
menyatakan bahwa sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan Penggugat
dan keterangan saksi yang telah dihadirkan oleh Penggugat makan
Tergugat I dan Tergugat II harus dinyatakan bersalah telah melakukan
perbuatan melawan hukum, maka Penggugat dapat menuntut ganti
kerugian dari perbuatan tersebut.
Tergugat tidak mengajukan kesimpulan. Kedua belah pihak tidak
mengajukan apa-apa lagi, maka memohon putusan.
5. Pertimbangan hukum
EKSEPSI
Pada tahun 1980 berdasarkan rembug desa yang disyahkan oleh
Bapak Bupati Klaten tertanggal 30 April 1981 jo surat Gubernur Tingkat I
Jawa Tengah tanggal 28 Maret 1981, No. 144/06566 telah dilakukan
pelepasan tanah oleh Tergugat II yang pada waktu itu menjabat sebagai
Kepala Desa kepada Tergugat I yaitu anaknya.
Pengadilan Negeri Klaten mempertimbangkan eksepsi Tergugat,
seolah-olah untuk menggugat Tergugat, Penggugat harus mempunyai surat
kuasa dari Pemerintah Daerah.
Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No.5 tahun 1979, Kepala Desa
dapat mewakili desanya di dalam dan di luar Pengadilan dan obyek yang
digugat jelas-jelas pekarangan Kas Desa Karangwungu, karena itu gugatan
Penggugat adalah jelas dan sudah tepat menurut hukum, karena itu
ekseptie Tergugat ditolak oleh Pengadilan Negeri.
commit to user
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DALAM KONPENSI
Diperhatikan
bahwa dalam
bukti T.1 tanah
kantor desa
Karangwungu yang diputus oleh desa seluas 0,0420 ha, dan dihubungkan
dengan keterangan saksi dari penggugat yaitu saksi WS dan juga saksi
Drs. SKD maka Pengadilan Negeri berpendapat bahwa tanah kas desa
yang diputus oleh desa dalam rapat desa/rembug desa 15 m x 28 m = 420
m2.
Dalam bukti P.4 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten
Klaten seluas 750 m2, selain itu Pengadilan Negeri melakukan
pemeriksaan tempat dengan ditunjukkan oleh Tergugat II maka diperoleh
hasil pengukuran sebagai berikut tanah bagian depan 475,055 m2 dan
tanah bagian belakang 311,225 m2 = 786,28 m2. Maka atas pertimbangan
tersebut Tergugat I dan Tergugat II benar telah memperluas tanah dari
420 m2 menjadi 786,28 m2. Pengadilan Negeri juga berpendapat bahwa
perluasan tanah yang dilakukan oleh tergugat tanpa melalui rapat/rembug
desa merupakan perbuatan melawan hukum dan karena itu tuntutan
ganti kerugian dapat dikabulkan.
Tergugat I juga belum membayar ganti rugi atas tanah, ini sesuai
dengan bukti P.5 yang menerangkan tergugat I belum membayar ganti rugi
tentang harga atas tanah yang akan dilepas, karena itu Tergugat juga
mengingkari bukti T.2 yang telah dibuatnya sendiri (yaitu surat perjanjian
bahwa akan mentaati segala peraturan / ketentuan dari desa dan
pemerintah).
Penggugat menuntut agar putusan tersebut dapat dilaksanakan
terlebih dahulu sekalipun ada banding dan kasasi, karena bukti yang
diajukan tidak memenuhi apa yang dimaksud dalam pasal 180 HIR maka
tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri.
commit to user
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DALAM REKONPENSI
Gugatan rekonpensi berisi Penggugat rekonpensi telah mendalilkan
bahwa Tergugat rekonpensi telah memasang patok, menebang pohon, dan
membongkar rumah Penggugat rekonpensi. Hal ini bisa disebut sebagai
tindakan main hakim sendiri, tetapi dalam proses pembuktiannya
Penggugat rekonpensi tidak dapat membuktikan dalilnya dengan bukti
yang konkret maka gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Foto-foto
yang dilampirkan
dalam
kesimpulan
dan
tidak
diserahkan di dalam persidangan pada waktu pembuktian bertentangan
dengan pasal 2 ayat 2 jo pasal 11 Undang-Undang No.13 Tahun 1985,
oleh Pengadilan Negeri juga tidak akan dipertimbangkan.
Pengadilan Negeri pada waktu melakukan pemeriksaan tempat
tidak menemukan adanya pembongkaran rumah atau penebangan pohon
karena itu gugatan rekonpensi dari penggugat rekonpensi ditolak.
6. Amar Putusan
Dalam Konpensi
a. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian.
b. Menyatakan menurut hukum, bahwa pelepasan tanah sengketa seluas
420 m2 kepada Tergugat dibatalkan karena dilakukan Tergugat
dengan tidak jujur atau beriktikat tidak baik.
c. Menyatakan menurut hukum, bahwa perbuatan para tergugat yang
memperluas tanah pekarangan sengketa dengan ukuran 28m x 15m =
420 m2 menjadi 786,28 m2 seperti dalam pengukuran hakim
dilapangan, merupakan perbuatan melawan hukum.
d. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak dari
padanya untuk menyerahkan obyek sengketa dalam keadaan kosong
dan baik kepada penggugat dan apabila perlu dengan bantuan polisi
atas dasar Kekuasaan Kehakiman.
commit to user
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Menguhukum Tergugat untuk membayar ganti rugi setiap tahun Rp.
5.500.000,00 terhitung sejak gugatan tersebut diajukan sampai putusan
tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Penggugat.
f. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
223.650,00 (Dua ratus dua puluh tiga ribu – enam ratus lima puluh
rupiah).
g. Menolak gugatan selebihnya.
Dalam Rekonpensi
Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi
Demikian putusan hukum ini dijatuhkan pada hari : SENIN, 28 JANUARI 1991,
oleh kami SARIJANTO, SH. Dibantu oleh ENDANG SUTRINI sebagai Panitera
Pengganti, putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dengan
hadirnya Kuasa Penggugat, Tergugat I dan Tergugat II.
B. Pembahasan
Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memberikan Putusan
tentang gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum.
(Khususnya dalam Sengketa Perdata No.64 / Pdt.G / 1990 / PN. Klt)
1. Pasal-Pasal yang mengatur Perbuatan Melawan Hukum dan ganti
kerugian.
a. Tentang Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III titel 3 Pasal
1365 -1366 KUH Perdata.
1) Pasal 1365 KUH Perdata mengatur bahwa : “Setiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”. Unsur-unsur yang terkandung
didalamnya adalah adanya tindakan/perbuatan, pelaku mempunyai
commit to user
unsur salah, dan tindakan itu menimbulkan kerugian.
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Pasal 1366 KUH Perdata lebih mengatur tentang ganti kerugian
atas suatu perbuatan yang disebabkan karena kelalaian atau kurang
hati-hatinya seseorang.
b. Tentang ganti kerugian
Ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum diatur
dalam Pasal 1367-1380 KUH Perdata, tetapi tidak diatur secara
terperinci didalamnya besarnya ganti kerugian. Majelis Hakim dapat
memberikan ganti kerugian dengan mengacu pada kedudukan dan
kemampuan kedua belah pihak, asas kepantasan, dan asas ekonomis
dalam sengketa tersebut.
Ganti kerugian pada perbuatan melawan hukum merupakan
kewajiban primair suatu perikatan, sedangkan dalam pasal 1246 –
1248 KUH Perdata hanya diatur ganti kerugian yang lahir oleh
perjanjian, jadi Pasal 1246 – 1248 KUH Perdata hanya dapat
ditetapkan secara analogi saja pada tuntutan ganti kerugian atas dasar
perbuatan melawan hukum.
c. Tentang larangan pemakaian tanah tanpa hak
Pemerintah mengatur tentang penguasaan tanah tanpa hak
yaitu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
51 Tahun 1960. Pasal 2 Perpu Nomor 51 Tahun 1960 mengatur:
“Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang
sah”.
2. Di dalam Sengketa Perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt
Pertimbangan Majelis Hakim yang tercantum dalam Putusan
Sengketa Perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt yaitu Majelis Hakim terlebih
dahulu menentukan adanya seseorang yang menguasai tanah tanpa hak.
Penentuannya berdasarkan bukti-bukti yang ada. Bukti tersebut berupa :
a. Bukti Tulisan, berupa akta otentik atau akta dibawah tangan
commit to user
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Bukti saksi (keterangan saksi)
Bukti tersebut digunakan untuk mengetahui Tergugat telah menguasai
tanah tanpa hak, pada Putusan Sengketa Perdata No.64/Pdt/G/1990/Klt
Tergugat menguasai tanah tanpa hak karena adanya penyalahgunaan
wewenang dari Kepala Desa dan pejabat setempat. Penguasaan tanah
tanpa hak tersebut dapat digolongkan menjadi suatu perbuatan melawan
hukum. Hal ini disebabkan ulah dari Kepala Desa yang dengan
kekuasaannya dan kewenangannya ikut mendukung oknum-oknum
tertentu didalam melakukan peralihan hak atas tanah kas desa, padahal
Tergugat mengetahui bahwa yang telah dilakukan tersebut melanggar
hukum, bahkan dengan kewenangannya Kepala Desa telah berani
melepaskan sebagian tanah kas desa hanya untuk kepentingan pribadinya
sendiri. Pelepasan tanah kas desa yang dilakukan oleh Kepala Desa kepada
anaknya dilakukan tidak jujur atau beriktikad tidak baik, sehingga
perbuatan pelepasan tanah kas desa yang dilakukan oleh Kepala Desa
Karangwungu,
Kecamatan
Karangdowo,
Klaten
jelas
merupakan
Perbuatan Melawan Hukum.
Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 1365 KUH Perdata
telah dapat dibuktikan oleh Penggugat, karena itu ganti kerugian dapat
dikabulkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut, karena
ganti kerugian dalam tuntutan perbuatan melawan hukum adalah
merupakan unsur yang harus ada apabila perbuatan melawan hukum
tersebut terbukti menyebabkan kerugian bagi orang lain. Tuntutan ganti
kerugian tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim. Langkah selanjutnya
Majelis Hakim menentukan besarnya ganti kerugian. Besarnya ganti
kerugian dikabulkan secara ex aequo et bono yaitu menurut asas
kepantasan dan rasa keadilan (Putusan Mahkamah Agung No. 999
K/Pdt/1992).
Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II dalam perkara tersebut dapat
commit melawan
to user hukum dengan mengacu pada
digolongkan menjadi perbuatan
perpustakaan.uns.ac.id
51
digilib.uns.ac.id
bukti-bukti yang telah disampaikan oleh Penggugat yaitu berupa data
pengajuan Sertifikat oleh Tergugat kepada PPAT yang melebihi apa yang
diputuskan dalam rapat desa Karangwungu, selain itu juga dari
pemeriksaan hakim di lapangan menunjukkan perluasan tanah yang
semula 420 m2 menjadi seluas 786,28 m2. Perluasan tanah yang dilakukan
oleh Tergugat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah
tanpa ijin yang berhak atau kuasanya, didalam Pasal 2 Perpu tersebut
mengatur bahwa ”Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau
kuasanya yang sah”.
Terbuktinya perbuatan melawan hukum tersebut, maka dapat
dikabulkan ganti kerugian yang dituntut oleh Penggugat. Mengingat dalam
KUH Perdata tidak dijelaskan secara terperinci besarnya penghitungan
ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum, maka besarnya ganti
kerugian dihitung menggunakan asas kepantasan, asas ekonomi dan asas
keadilan.
Hasil wawancara dengan hakim pengadilan Negeri Klaten yaitu ibu
Makmurin, S.H menyatakan bahwa pernah memberikan suatu putusan
ganti kerugian didalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum tetapi dalam
hal kecelakaan lalu lintas.
Pertama harus ditentukan dulu perbuatan tersebut adalah perbuatan
melawan hukum atau tidak, dengan mengacu pada Pasal 1365 KUH
Perdata. KUH Perdata mengatur secara lengkap suatu perbuatan dapat
digolongkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum yaitu dalam Buku III
titel 3 Pasal 1365-1380 KUH Perdata, Perbuatan Melawan Hukum harus
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut (Pasal 1365 KUH Perdata):
a. Adanya tindakan atau perbuatan.
b. Pelakunya mempunyai unsur salah.
c. Tindakan atau perbuatan
kerugian.
commititu
tomenimbulkan
user
perpustakaan.uns.ac.id
52
digilib.uns.ac.id
Langkah selanjutnya Penggugat mengajukan ganti kerugian yang
ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum, maka kewajiban dari
Penggugat untuk membuktikan kerugian tersebut. Penggugat dapat tidak
mengajukan ganti kerugian sehingga tidak perlu membuktikannya, tetapi
biasanya dalam gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum
pasti disertai dengan tuntutan ganti kerugian. Kerugian yang tidak dapat
dibuktikan oleh Penggugat, maka Majelis Hakim tidak dapat mengabulkan
ganti kerugian, karena dalil-dalil yang diberikan oleh Penggugat belum
dapat membuktikan bahwa telah terjadi kerugian yang disebabkan oleh
suatu perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat, dimana perbuatan tersebut
termasuk dalam perbuatan melawan hukum. Kerugian dapat digolongkan
menjadi dua yaitu kerugian materiil dan kerugian immateriil. Kerugian
materiil pembuktiannya dengan bukti-bukti yang dimiliki oleh Penggugat,
sebagai contoh kuitansi pengobatan, kuitansi reparasi suatu barang,
sedangkan kerugian immateriil belum bisa ditentukan pastinya pada waktu
itu, dengan kata lain kerugian yang ditimbulkan pada waktu yang akan
datang, sebagai contoh: cacat seumur hidup, kehormatan, nama baik, dan
lain lain.
Besarnya ganti kerugian ditentukan dengan mengacu pada Pasal
1365 KUH Perdata, akan tetapi di dalam pasal tersebut tidak diberikan
penjelasan secara lebih rinci mengenai besarnya ganti kerugian. Majelis
Hakim dalam menentukan besarnya ganti kerugian mengacu pada asas
kepantasan dan asas ekonomi. Asas kepantasan dan ekonomi dicontohkan
dengan apabila Tergugat adalah orang yang mampu material selain itu
kerugian yang ditimbulkan dapat dikatakan parah atau besar bagi
Penggugat maka Majelis Hakim dapat memberikan ganti kerugian yang
besar, begitu juga sebaliknya apabila Tergugat berasal dari keluarga yang
kurang mampu maka ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim
dapat mengacu pada asas kepantasan dan ekonomi.
Putusan Pengadilan Tinggi
commitSemarang
to user No. 486/Pdt/1991/PT.Smg
perpustakaan.uns.ac.id
53
digilib.uns.ac.id
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg
adalah putusan banding dari Putusan Pengadilan Negeri Klaten
No.64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan ini
berpendapat bahwa alasan dan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Klaten yang dijadikan dasar putusannya sudah tepat dan benar
sehingga oleh Pengadilan Tinggi Semarang diambil alih dan dijadikan
sebagai pertimbangannya sendiri didalam memutus perkara tersebut.
Putusan dari Pengadilan Tinggi Semarang menguatkan Putusan dari
Pengadilan Negeri Klaten.
Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992
Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 adalah putusan
tingkat Kasasi dari putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt.
Pertimbangan Majelis Hakim dalam amar putusan tersebut mempunyai
perbedaan dengan amar putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Klaten dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Semarang, yaitu tentang penyerahan tanah sengketa kepada
Penggugat sebagai pihak yang menang. Putusan Pengadilan Negeri Klaten
menyatakan menyerahkan semua tanah sengketa dalam keadaan kosong
kepada Penggugat seluas 786,28 m2, sedangkan Putusan Mahkamah
Agung luas tanah yang harus diserahkan kepada Penggugat, Terbanding
dan Termohon Kasasi hanyalah seluas 366,28 m2 karena tanah yang
seluas 420 m2 menurut pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung
adalah tanah yang sah dan telah memperoleh pengakuan dari camat pada
waktu itu menjabat, jadi tidak bisa dibatalkan pembeliannya.
Ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim Mahkamah
Agung juga lebih sedikit dibandingkan yang tercantum dalam amar
putusan Pengadilan Negeri Klaten. Kenyataan yang terjadi dalam Putusan
sengketa perdata No.64/Pdt.G/1990/PN.Klt Majelis Hakim memberikan
putusan tentang ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan
commitoleh
to user
hukum, yang harus dibayarkan
Tergugat sebagai pihak yang kalah
perpustakaan.uns.ac.id
54
digilib.uns.ac.id
yaitu senilai Rp. 5.500.000,00 setiap tahun, terhitung sejak gugatan
tersebut diajukan sampai putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum
tetap kepada Penggugat. Putusan banding oleh Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Semarang menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Klaten, putusan kasasi Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat lain
dalam besarnya ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak yang
kalah yaitu menjadi Rp. 1.000.000,- terhitung sejak gugatan diajukan
sampai putusan dilaksanakan kepada Penggugat.
Peneliti berpendapat bahwa jika membandingkan putusan sengketa
perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt dan putusan Pengadilan Tinggi
Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg dengan putusan tingkat kasasi yaitu
Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 lebih setuju dengan
Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992, walaupun ketiga putusan
tersebut telah sesuai dengan pasal 1365 KUH Perdata karena telah
memenuhi unsur-unsur yang terkandung didalam pasal tersebut.
Alasan peneliti lebih setuju dengan putusan Mahkamah Agung No.
999 K/Pdt/1992 adalah:
a. Menyangkut tentang pengembalian obyek sengketa kepada Penggugat
yang dalam hal ini adalah pihak yang menang. Putusan Pengadilan
Negeri Klaten menyatakan Tergugat harus menyerahkan seluruh obyek
sengketa dalam keadaan kosong kepada Penggugat seluas 786, 28 m2,
sedangkan dalam Putusan Mahkamah Agung luas tanah yang harus
diserahkan kepada Penggugat hanya seluas 366, 28 m2. Pendapat
peneliti lebih tepat adalah putusan Mahkamah Agung karena tanah
seluas 420 m2 telah mendapat pengesahan dari Camat yang pada
waktu itu menjabat, selain itu Tergugat telah membayar biaya
pelepasan tanah tesebut yang telah dibuktikan dengan fotokopy tanda
setoran dari BRI Klaten, jadi tidak bisa dibatalkan pembeliannya.
b. Tentang pemberian ganti kerugian. Putusan Pengadilan Negeri Klaten
commit to user
menyatakan bahwa besarnya ganti kerugian yang harus dibayarkan
perpustakaan.uns.ac.id
55
digilib.uns.ac.id
oleh Tergugat sebagai pihak yang kalah yaitu senilai Rp. 5.500.000,00
setiap tahun terhitung sejak gugatan tersebut diajukan sampai putusan
tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Penggugat. Putusan
Mahkamah agung menyatakan lain, besarnya ganti kerugian yang
harus dibayarkan oleh pihak yang kalah yaitu menjadi Rp. 1.000.000,terhitung sejak gugatan diajukan sampai putusan dilaksanakan. Peneliti
mengetahui dalam prakteknya ganti kerugian yang diberikan oleh
hakim akan berbeda-beda antara hakim yang satu dengan hakim yang
lain. Setiap hakim mempunyai perhitungan sendiri untuk menetapkan
besarnya ganti rugi yang harus dibayarkan, dan ini diatur dalam
putusan Mahkamah Agung No. 610 K/SIP/1968. Pasal 1365 KUH
Perdata tidak mengatur secara terperinci bagaimana cara menghitung
besarnya ganti kerugian. Hakim dalam menghitung ganti kerugian
biasanya mempertimbangkan asas kepantasan dan asas keadilan dari
pihak yang bersengketa. Perhitungannya biasanya diambil dari ganti
kerugian materiil dan ganti kerugian immateriil. Ganti rugi materiil
contohnya hak yang langsung dilanggar yaitu luas tanah yang
dilanggar, sedangkan ganti kerugian immateriil contohnya apa yang
ada didalam tanah yang dilanggar tersebut apabila dinilai dengan uang
antara lain: apabila ada pohon yang dapat digunakan, ada bangunan
yang dapat digunakan untuk menghasilkan uang, dll. Faktor-faktor
tersebut yang digunakan hakim untuk memberikan penilaian besarnya
ganti kerugian yang sesuai dengan asas kepantasan, oleh karena itu
penulis berpendapat bahwa lebih pantas dan adil diberikan ganti
kerugian sebesar Rp. 1.000.000,00.
Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung lebih tepat
dibandingkan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Klaten yang cenderung sangat memberatkan Tergugat sebagai pihak yang
kalah dalam sengketa perdata tentang gugatan ganti kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan melawan hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
BAB IV ini dikemukakan tentang simpulan dan saran. Kesimpulan dan
saran
tersebut
berdasarkan
64/Pdt.G/1990/PN.Klt,
pada
putusan
putusan
Pengadilan
Sengketa
Tinggi
Perdata
No.
Semarang
No.
486/Pdt/1991/PT.Smg dan putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 yang
telah dilakukan penelitian dan pembahasannya.
A. SIMPULAN
Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus
gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum dan simpulan
yang diperoleh oleh peneliti setelah dilakukan pembahasan pada ketiga
putusan tersebut adalah :
1. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan sengketa perdata No.
64/Pdt.G/1990/PN.Klt didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang
mengatur tentang unsur-unsur seseorang dapat dikatakan telah melakukan
Perbuatan Melawan Hukum dan ganti kerugian yang ditimbulkan. Majelis
Hakim sangat memperhatikan alat-alat bukti yang diajukan oleh
Penggugat dan Tergugat baik berupa alat bukti surat maupun saksi-saksi.
Berdasarkan alat-alat bukti yang ada Tergugat terbukti telah melakukan
suatu perbuatan melawan hukum yaitu menguasai tanah yang bukan
haknya. Perbuatan Tergugat juga melanggar Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, dalam Pasal 2 Perpu
tersebut mengatur bahwa “Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak
atau kuasanya yang sah”.
Ganti kerugian yang diminta oleh Penggugat dikabulkan oleh
Majelis Hakim sesuai dengan asas kepantasan dan asas keadilan, selain itu
dilakukan pembatalan akta jual beli tanah kas desa dan Tergugat harus
commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
57
digilib.uns.ac.id
mengembalikan obyek sengketa dalam keadaan kosong yaitu seluas 786,
28 m2 kepada Penggugat.
2. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Semarang
No. 486/Pdt/1991/PT.Smg secara garis besar sama dengan putusan
sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt karena putusan Pengadilan
Tinggi Semarang bersifat menguatkan putusan sengketa perdata No.
64/Pdt.G/1990/PN.Klt.
3. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung No. 999
K/Pdt/1992 terjadi perbedaan dengan putusan Pengadilan Negeri Klaten
dan putusan Pengadilan Tinggi Semarang. Majelis Hakim Mahkamah
Agung berpendapat bahwa pengembalian obyek sengketa hanya sebagian
saja jadi tidak semua obyek sengketa dikembalikan kepada Penggugat,
hanya obyek sengketa yang dilanggar saja. Pertimbangan Majelis Hakim
bahwa obyek sengketa yang 420 m2 adalah tanah yang sah milik Tergugat
dan telah memperoleh pengakuan dari camat pada waktu itu menjabat, jadi
tidak dapat dibatalkan pembeliannya.
Ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim Mahkamah
Agung juga lebih sedikit dibanding dengan putusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Klaten dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Semarang. Pertimbangan Majelis Hakim karena mengingat ex aequo et
bono (asas kepantasan dan rasa keadilan). Asas kepantasan dan rasa
keadilan dapat dilihat dalam putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim
Mahkamah Agung.
B. SARAN
1. Majelis Hakim harus lebih teliti dan cermat dalam memberikan suatu
putusan baik dalam tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi,
karena putusan Majelis Hakim diharapkan dapat menyelesaikan masalah
dari kedua pihak yang bersengketa. Putusan Majelis Hakim jangan sampai
memihak salah satu pihak.commit to user
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Berkaitan dengan perbuatan melawan hukum Pembuat Undang-Undang
harus membuat peraturan yang lebih jelas, supaya dapat dijadikan
pedoman bagi semua hakim di Indonesia dalam memutus suatu gugatan
Perbuatan Melawan Hukum.
3. Pembuat Undang-Undang harus membuat peraturan yang jelas mengenai
perhitungan ganti kerugian yang disebabkan oleh Perbuatan Melawan
Hukum walaupun hakim telah menetapkan perhitungan ganti kerugian
sesuai dengan asas kepantasan dan asas keadilan, tapi menurut peneliti
asas tersebut masih kurang jelas mengatur perhitungan ganti kerugian. Hal
ini menyebabkan perbedaan perhitungan antara Majelis Hakim yang satu
dengan Majelis Hakim yang lain.
commit to user
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2000. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti.
_________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Dimyati Khudzaifah. 2005. Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan
Pemikiran Hukum di Indonesia. Surakarta : Muhammadiyah Press.
H.B. Sutopo. 1999. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II. Surakarta : UNS
Press.
J. Satrio. 1993. Hukum Perikatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Krisna Harahap. 2007. Hukum Acara Perdata (Class Action, Arbitrase &
Alternatif serta Mediasi). Bandung : PT. Grafitri Budi Utami.
M. A. Moegni Djojodirjo.1982. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta : Pradnya
Paramitha.
Peter Mahmud Marzuki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana.
Riduan Syahrani. 1994. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum.
Jakarta : Sinar Grafika.
R. Setiawan. 1999. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta.
R. Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung : Bina Cipta.
_________. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya
Paramitha.
Salim HS. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Soenyoto Wiro Soemarto. 1983. Asas-Asas Hukum Perdata. Surakarta.
Soerjono Soekanto. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press.
Sudikno Mertokusumo. 1992. ”Pembatalan Isi Akta Notaris dengan Putusan
Pengadilan”. Mimbar Hukum. Mei No. 15/V/1992. Jogjakarta : Fakultas
Hukum UGM.
commit to
user
_________. 2006. Hukum Acara Perdata
Indonesia.
Yogyakarta : Liberty.
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Supomo. 1967. Hukum Acara
Pradnjaparamita.
Perdata
Pengadilan Negeri. Jakarta :
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8159204247 216449404-ftn8.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5AvPmqaT0m0J:taufiqn
ugrohosh.multiply.com/journal/item/+tata+cara+pembukaan+sidang+p
engadilan&cd=www.google.co.id.
http://yogiikhwan.blogspot.com/2008/03/pelaksanaan-akad-dan-akibathukum.html.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Herziene Inlandsch Reglement (HIR).
Rechtreglement Buitengewesten (RBg).
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
LAMPIRAN
commit to user
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
69
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Download