perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh WAHYU HIDAYAT JATI NIM. E0006246 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011 i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Motto dan Persembahan Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat-keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak disertai dengan pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai CINTA. Kehidupan tidak berjalan mundur. Tapi juga tidak dapat tenggelam dimasa lalu. Berjuang sekuat tenaga untuk mencapai yang diinginkan. Penulisan Hukum Ini Kupersembahkan Untuk: Ø ALLAH SWT Ø Orang Tua Tercinta Ø Adik & Bibie Tercinta commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Wahyu Hidayat Jati, E0006246, 2011, TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt), Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt serta Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 dalam memberikan putusan tentang ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dilapangan, yaitu hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri Klaten. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka yang memuat informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, artikel, dan suumber lain yang beruhubungan dengan masalah yang diteliti. Data yang diiperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan cara teknik analisis kualitatif dan studi putusan. Teknik analisis kualitatif adalah pendekatan yang digunakan penulis dengan mendasarkan pada data-data yang diperoleh dari cara wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Kesatu, pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt telah memenuhi Pasal 1365 KUH Perdata tentang ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum, tetapi pemberian ganti kerugian tidak diatur secara terperinci di dalam Pasal 1365 KUH Perdata dan menyebabkan pemberian ganti kerugian yang berbeda antara hakim satu dengan hakim yang lain. Kedua, pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg yang menguatkan putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Ketiga, pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 yang terjadi perbedaan didalam amar putusannya. Ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung lebih sedikit dibandingkan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang. Pertimbangan Majelis Hakim karena mengingat ex aequo et bono. Asas kepantasan dan Asas keadilan lebih dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Agung. Kata kunci : Perbuatan melawan hukum, Pemeriksaan sengketa perdata, Pertimbangan hakim, Ganti kerugian. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Wahyu Hidayat Jati, E0006246, The Contemplation About Judge Opinion in Deciding Loss Payment Accustion to Activity Againt Law (A Case Study Civil Legal Action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt), Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta. This law observation has destiny to know judge opinion in State Court of Klaten in civil legal action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt and also civil legal action Mahkamah Agung Number 999 K/Pdt/1992 in giving decision about loss payment about activity against law. This observation is descriptive empirical law observation. Kind of data used is primer data and secondary data. Primer data is explanation or fact get directly from field observation, for example : interview with judge in State Court of Klaten. Secondary data got by book who has information which related with the problem in this observation, for example court decision, the rule of the law, journal, article, and another sources which related with problem in this observation. The data is analysed by qualitative analystechic and research decision. Qualitative analystechic is approach used by writter with the basic data from interview. Based on the observation and explanation result conclusion. First, the opinion of judge in State Court of Klaten in decide civil legal action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt is related with section 1365 KUH Perdata about loss payment is caused activity against law, but the giving of loss payment is not managemed in section 1365 KUH Perdata and causing the giving of loss payment is different between one judge and another. Second, the opinion judge of Provincial Court of Central Java Number 486/Pdt/1991/PT.Smg, which stronger decision civil legal action Number 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Third, the opinion judge in Mahkamah Agung decision Number 999 K/Pdt/1992 who happen different in his injunction decision. Loss payment who has given by state court of Mahkamah Agung is less than opinion state court of Klaten and state court of Semarang. Basic from opinion state court is “ex aequo et bono”. Fair principle is more seen in Mahkamah Agung decision. Keyword : Activity against Law, Investigation civil legal action, The option of judge, loss payment. commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini berjudul “TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt)”, penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat sarjana dalam ilmu hukum dan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan Pengadilan hukum Negeri ini Klaten membahas dalam menyenai memutus pertimbangan Sengketa Perdata hakim Nomor: 64/Pdt.G/1990/PN.Klt mengenai pemberian ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum. Dalam penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terutama bapak dan ibu dosen sangat diharapkan dalam penyempurnaan penulisan hukum ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam penunjukan Dosen pembimbing. 3. Ibu TH. Kussunaryatun, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam commit to user penyusunan skripsi ini. vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Bapak Harjono, S.H, M.H selaku Dosen Penguji yang telah menguji, memberikan bimbingan, serta perbaikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Sapto Hermawan, S.H selaku Pembimbing Akademis yang telah menyediakan waktu, pikiran, serta nasehat bagi penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS. 6. Pengadilan Negeri Klaten selaku instansi peradilan tingkat pertama yang telah menerima penulis dengan tangan terbuka untuk melaksanakan penelitian serta wawancara. 7. Ibu Makmurin, S.H selaku hakim Pengadilan Negeri Klaten yang telah bersedia menjadi nara sumber yang memberikan waktu, informasi, dukungan, semangat dan membagi ilmu serta pengetahuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah membimbing dan membagi ilmu pengetahuan kepada penulis selama proses menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS, sehingga dapat menjadi bekal dalam penyusunan skripsi ini. 9. Keluarga Mbah Ti, Bapak Sarno, Ibu Ani, Dwi Banu P, Om Fitri Santoso, Om Supriyanto selaku orang tua, adek, dan om yang telah memberikan doa, cinta, dukungan, perhatian, dan semangat kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini. 10. Keluarga Bapak Ngateman, Ibu Sri Wahyuni, Mbak Nurul, Boz Adjie, Adek Alisa yang telah memberikan doa, cinta, dukungan, perhatian, dan semangat kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini. 11. Ayu Fitri Hastuti selaku sosok istimewa yang telah memberikan doa, CINTA, dukungan, perhatian, bimbingan, dan semangat kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini. commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12. Novrizal Ibnu M, S.H, Vera, Surya Wahyu, Ganjar Kurniawan yang telah memberikan doa, dukungan, perhatian, bimbingan, dan semangat kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini. 13. Teman-Teman CASAVA FC (Bolot, Mono, Kobe, Iwak, Plentunk, Sopenk, Ndandoz, Kutis) selaku sahabat-sahabat istimewaku yang telah memberi doa, cinta, persahabatan yang indah, dukungan, semangat, canda tawa, serta waktu untuk saling bertukar pikiran selama proses menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS hingga penyusunan skripsi ini selesai. 14. Teman-teman reguler angkatan 2006 untuk persahabatan, dukungan, dan kerjasama selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS. 15. Teman—teman Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) untuk kerjasama, dukungan satu sama lain selama melaksanakan KMM serta menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS. 16. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya. Surakarta, 12 Oktober 2011 Penulis WAHYU HIDAYAT JATI commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv ABSTRAKSI ........................................................................................................ v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG................................................................. 1 B. RUMUSAN MASALAH ............................................................ 5 C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................. 6 D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................ 7 E. METODE PENELITIAN ............................................................ 8 F. SISTEMATIKA SKRIPSI .......................................................... 12 BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 14 A. Kerangka Teori ............................................................................ 14 1. Tinjauan Mengenai Perbuatan Melawan Hukum ................ 14 2. Tinjauan Mengenai Ganti Kerugian ..................................... 18 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan.............................................................................. 22 B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 33 BAB 111 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 35 A. HASIL PENELITIAN ................................................................. 35 1. Nomor Perkara....................................................................... 35 2. Identitas Para Pihak ............................................................... 35 3. Duduk Perkara ....................................................................... 36 4. Proses Pemeriksaan Perkara ................................................. 37 5. Pertimbangan Hukum ........................................................... 44 6. Amar Putusan ........................................................................ 46 B. PEMBAHASAN .......................................................................... 48 1. Pasal-pasal yang Mengatur Perbuatan Melawan Hukum.................................................................................... 48 2. Sengketa Perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt ...................... 49 BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 56 A. KESIMPULAN............................................................................ 56 B. SARAN ........................................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai individu merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia yang lain. Interaksi tersebut terjalin karena kebutuhan hidup manusia, dimana kebutuhan hidup manusia sangat beraneka ragam. Hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain tidak hanya menyangkut aspek sosial, kemanusiaan, dan budaya serta aspek-aspek yang lain, tetapi juga menyangkut aspek hukum. Peranan hukum dalam masa pembangunan yang membawa perubahanperubahan dengan cepat dalam struktur masyarakat serta dalam sistem nilai sosialnya menjadi perhatian luas di kalangan para sarjana hukum dan cendekiawan lain yang ikut serta, baik hukum diharapkan menjadi sarana untuk menciptakan ketertiban dan kemantapan hidup di masyarakat, sedang dilain pihak pembangunan dengan sendirinya menciptakan gejala sosial baru yang berpengaruh pada sendi-sendi kehidupan masyarakat itu sendiri (Dimyati Khudzaifah, 2005 : 1). Setiap orang harus menaati peraturan hukum yang telah ditetapkan, orang tidak boleh bertindak semaunya sendiri, melainkan harus berdasarkan pada peraturan hukum yang telah ditetapkan dan diatur dalam undang-undang. Hukum acara perdata merupakan hukum perdata formil yang dimaksudkan untuk menegakkan hukum perdata materiil. Hukum acara perdata ini menjamin ditaatinya hukum perdata materiil. Interaksi antar sesama manusia baik individu maupun kelompok kadang disertai dengan adanya perjanjian diantara mereka. Perjanjian yang didasarkan atas hukum sangatlah penting, karena hal tersebut menyangkut kepentingan atau hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Hukum perjanjian di Indonesia masih menggunakan produk pemerintah Kolonial Belanda, dimana diatur dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan. Pasal useryang dimaksud dengan perjanjian, 1313 KUH Perdata mengaturcommit tentangtoapa 1 perpustakaan.uns.ac.id 2 digilib.uns.ac.id selain itu Buku III KUH Perdata juga mengatur bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan syarat-syaratnya, pelaksanaannya dan bentuk perjanjian tersebut, baik tertulis maupun lisan (Salim HS, 2004 : 1). Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata mengatur tentang syarat sahnya perjanjian dan prinsip kebebasan untuk membuat suatu perjanjian. Hubungan hukum antara sesama anggota masyarakat yang saling berinteraksi kadangkadang terganggu karena kewajiban seseorang terhadap yang lain tidak dipenuhi atau dengan kata lain perjanjian tersebut menimbulkan prestasi dan kontra prestasi, apabila tidak dipenuhi oleh para pihak akan berakibat ruginya salah satu pihak. Kerugian tersebut dapat menimbulkan sengketa karena terganggu hubungan hukum salah satu pihak, maka biasanya orang yang merasa dirugikan membutuhkan penyelesaian baik diluar pengadilan atau melalui jalur pengadilan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Proses beracara di pengadilan tentunya tidak akan lepas dari peranan dan tugas hakim sebagai pejabat penegak hukum yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu sengketa. Di pengadilan sengketa yang diajukan tersebut akan diproses dan hakim akan menjatuhkan putusannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengakhiri persoalan yang menjadi sengketa dan menetapkan bagaimana hukumnya dari perkara itu. Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan hakim, akan tetapi dengan dijatuhkannya putusan hakim saja belumlah selesai persoalannya, putusan hakim harus dilaksanakan atau dijalankan. Putusan hakim harus mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Pemberian kekuatan eksekutorial pada putusan hakim terletak pada “Kepala Putusan” yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tujuan suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Dengan putusan ini hubungan antara kedua belah pihak ditetapkan untuk selama-lamanya user dengan maksud supaya commit apabila to tidak ditaati secara sukarela, dipaksakan 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan bantuan alat-alat negara (dengan kekuatan hukum / inkracht van gewijsde) (Subekti, 1989 : 124). Suatu perjanjian terutama perjanjian jual beli pasti mempunyai suatu obyek dari perjanjian tersebut, baik berupa barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak. Tanah sebagai barang tidak bergerak adalah merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan masyarakat, sehingga semua orang menginginkan untuk bisa memiliki tanah, bagaimana caranya dan dengan jalan apa orang tersebut menempuhnya. Banyak sekali cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat baik dengan melalui peraturan yang sah atau bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Sekarang ini banyak terjadi perbuatan melawan hukum penguasaan tanah tanpa alas hak yang sah. Seseorang bisa menikmati hasil dari tanah yang dikuasai oleh orang lain dengan melawan hukum, tetapi karena perbuatan orang lain yang telah menguasai tanahnya tersebut mengakibatkan seseorang kehilangan kenikmatan dalam hidupnya. Perbuatan tersebut selalu membawa kerugian bagi orang yang tanahnya telah dikuasai oleh orang lain. Untuk mempertahankan hak dan kewajibannya, orang harus bertindak berdasarkan peraturan hukum yang telah ditetapkan. Pihak yang merasa dirugikan dapat meminta bantuan kepada hakim untuk membantu dalam penyelesaian sengketanya. Tujuan dari penyelesaian sengketa melalui hakim adalah untuk memulihkan hak seseorang yang telah dirugikan atau terganggu, dan melalui hakim pula orang mendapatkan kepastian akan haknya yang harus dihormati oleh setiap orang agar kepastian hukum tersebut selesai. “Dengan didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata yang mengatur : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut” (Subekti R,1992 : 288). Pasal tersebut memberikan gambaran secara umum mengenai ganti kerugian yang disebabkan oleh suatu perbuatan melawan hukum, bagaimana seseorang bisa dikatakan melawan unsur-unsur dari perbuatan commit to hukum, user perpustakaan.uns.ac.id 4 digilib.uns.ac.id melawan hukum, dll. Di samping ketentuan dalam KUH Perdata, pemerintah juga mengatur tentang penguasaan tanah tanpa hak yaitu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya. Disebutkan dalam pasal 2 Perpu Nomor 51 Tahun 1960 yang menyatakan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah. Pihak yang menuntut ganti kerugian harus dapat membuktikan besarnya kerugian. Persoalan yang sering timbul adalah sulitnya membuktikan besarnya kerugian yang diderita. Hakim dapat menentukan besarnya kerugian menurut rasa keadilan. “Putusan Mahkamah Agung tanggal 23 Mei 1970 Nomor 610 K/SIP/1968, menentukan : Meskipun tuntutan ganti rugi jumlahnya dianggap tidak pantas, sedangkan penggugat tetap pada tuntutannya, hakim berwenang untuk menetapkan berapa pantasnya harus dibayar” (Setiawan R, 1999 : 31). Hakim dalam menetapkan ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh tergugat apabila terbukti menimbulkan kerugian terhadap orang lain, mempunyai wewenang penuh untuk besarnya nilai ganti kerugian tersebut tetapi harus mempertimbangkan beberapa faktor yang ada, dengan contoh : rasa keadilan, rasa kepantasan, kondisi ekonomi masing-masing pihak, dll. Hakim dapat mengabulkan atau memberikan ganti kerugian sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum dengan syarat harus dapat membuktikan adanya kesalahan dari tergugat, atau membuktikan bahwa kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari perbuatan tergugat. Syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan melawan hukum, unsur kesalahan, timbulnya kerugian dan adanya hubungan sebab akibat, selain itu untuk menuntut suatu ganti kerugian pihak yang merasa dirugikan harus dapat membuktikan kerugian yang dideritanya didepan hakim di dalam pengadilan, agar supaya hakim percaya dan menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) agar dapat dijalankan proses salanjutnya commit to user yaitu eksekusi dari putusan hakim tersebut. 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan juga sangat penting. Putusan hakim diyakini mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga harus mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan, misalnya hakim dapat membuat sebuah putusan pembatalan atas suatu surat perjanjian atau akta otentik dalam suatu sengketa perdata. “Hakim secara ex officio tidak dapat membatalkan akta notaris kalau tidak dimintakan pembatalan, pada dasarnya akta notaris dapat dibatalkan apabila ada bukti lawan. Dalam hal batal demi hukum, kalau kemudian terjadi sengketa perlu kebatalan itu diputus oleh hakim atau perlu adanya sebuah putusan atas pembatalan tersebut” (Sudikno Mertokusumo, 1992 : 100-102). Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk mengkaji masalah tuntutan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum dengan mengambil judul “TINJAUAN TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS GUGATAN GANTI KERUGIAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :64/Pdt.G/1990/PN.Klt)”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian harus tegas, agar dapat memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian dan untuk menghindari data yang tidak diperlukan. Jadi dalam rumusan masalah tersebut dapat diperoleh kerangka yang sistematis dan terbatas pada obyek yang bersifat pokok saja. Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah untuk dikaji lebih terperinci. Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memberikan putusan tentang gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum? (Khususnya dalam Sengketa Perdata No.64 / Pdt.G / 1990 / PN. Klt) commit to user 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Tujuan Penelitian Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai pemecahan atas berbagai masalah yang diteliti (tujuan obyektif) dan untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian diperlukan karena berkaitan erat dengan perumusan masalah dalam penelitian untuk memberikan arah yang tepat dalam penelitian, sehingga penelitian dapat berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif : Untuk mengetahui apakah yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memberikan putusan tentang gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum, khususnya dalam sengketa perdata No. 64 / Pdt.G / 1990 / PN.Klt. 2. Tujuan Subyektif : a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum guna memenuhi persyaratan akademis bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta penambahan aspek hukum acara perdata dalam teori dan praktik di lapangan, khususnya mengenai penyelesaian gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum dalam perkara perdata. c. Untuk mendalami teori dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya tentang Hukum Acara Perdata. commit to user 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : a. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum acara perdata, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian gugatan ganti kerugian terhadap suatu perbuatan melawan hukum. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan materi Hukum Acara Perdata. c. Penelitian ini merupakan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh, sehingga dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan dokumentasi ilmiah. 2. Manfaat Praktis : a. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam teori dan praktik penelitian ilmiah di bidang ilmu hukum. b. Hasil penelitian dapat memberikan jawaban atas permasalahanpermasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini. c. Meningkatkan wawasan dalam mengembangkan pengetahuan bagi peneliti akan permasalahan yang diteliti dan dapat dipergunakan sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. E. Metode Penelitian Suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan berpedoman pada metode yang tepat. Peneliti harus cermat dalam menggunakan metode, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Metode penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian commit to user dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2007: 7). 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Hakikatnya metode memberikan pedoman bagi peneliti untuk mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang akan dihadapinya. Jadi dapat ditarik kesimpulan dari metode penelitian adalah suatu unsur mutlak yang memberikan pedoman dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Berdasarkan judul dan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris (empirical law research). Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus sosiologis / sosio-legal (socio-legal case research), penelitian yang menitikberatkan pada pihak-pihak berkepentingan dalam kaitannya dengan hukum, yaitu masalah mengenai implementasi aturan hukum oleh peran lembaga atau institusi hukum dalam penegakan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 87). Penulis meneliti hal-hal yang berkaitan dengan implementasi atau penerapan aturan hukum dalam beracara dimuka persidangan oleh lembaga peradilan atau institusi hukum, yaitu hakim Pengadilan Negeri Klaten. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni penelitian hukum yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku. Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara lengkap dan mendalam mengenai obyek yang diteliti (Abdulkadir Muhammad, 2004: 50). Penulis mendeskripsikan pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa perdata mengenai pemberian ganti rugi terhadap suatu perbuatan melawan hukum. commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Klaten, karena di Pengadilan Negeri Klaten terdapat kasus yang sesuai dengan masalah yang diteliti oleh penulis. 4. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan kasus (Case Approach), yaitu pendekatan dengan mengkaji sebuah kasus yang terkait dengan isu hukum yang merujuk pada fakta materiil. Berpangkal dari fakta materiil, para pihak yang berperkara membangun argumentasi dan ketentuan hukum untuk meneguhkan posisinya masing-masing. Kemudian hakim akan menilai masing-masing argumentasi dan ketentuan hukum tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 122). 5. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah : a. Data Primer Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini, data primer berupa hasil wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Klaten. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka yang memuat informasi atau data tersebut. Data sekunder ini meliputi dokumen-dokumen resmi, yaitu : berkas perkara Nomor: 64/Pdt.G/1990/PN.Klt, peraturan perundang-undangan, majalah, artikel dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 10 digilib.uns.ac.id 6. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum empiris ini adalah : a. Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hakim Pengadilan Negeri Klaten. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah bahan pustaka yang dapat berupa dokumen atau berkas perkara Nomor: 64/Pdt.G/1990/PN.Klt, peraturan perundang-undangan, majalah, artikel dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara Wawancara (interview) adalah kegiatan pengumpulan data primer untuk memperoleh informasi atau keterangan yang lengkap secara langsung terhadap para pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara secara formal yaitu hasil wawancara terhadap Hakim Pengadilan Negeri Klaten. b. Studi Dokumen Menurut Abdulkadir Muhammad studi dokumen adalah : Pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi boleh diketahui oleh pihak tertentu, seperti pengajar hukum, peneliti hukum, praktisi hukum dalam rangka kajian hukum, pengembangan dan pembangunan hukum, serta praktik hukum. Dokumen hukum tidak disimpan di perpustakaan umum, tetapi di Pusat Informasi dan Dokumentasi Hukum (Legal Informasi commit toand userDocument Center) yang ada di lembaga-lembaga negara, lembaga penegak hukum, lembaga 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pendidikan tinggi hukum, atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya (Abdulkadir Muhammad, 2004 : 83). Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, adalah teknik pengumpulan data wawancara dan studi dokumentasi atau kepustakaan (collecting by library). Wawancara ini sebagai metode pengumpulan data yang utama. Dokumen-dokumen tersebut diharapkan menjadi nara sumber pendukung yang dapat membantu permasalahan yang diteliti. 8. Teknik Analisis Data Teknik analisis merupakan kegiatan lanjutan setelah penulis memperoleh bahan-bahan yang diperlukan untuk membedah suatu permasalahan. Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan interaksi model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan. Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah : a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data fieldnote. b. Penyajian Data Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel. commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Kesimpulan atau Verifikasi Peneliti dalam pengumpulan data, harus sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasikonfigurasi yang mungkin, arahan sebab-akibat dan berbagai proposisi kesimpulan yang diverifikasi. (H.B. Sutopo, 1999 : 8) F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai hal-hal yang dibahas dalam penulisan hukum ini, penulis membagi menjadi empat bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan hukum ini. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab kedua ini diuraikan mengenai Kerangka Teori yang berisi Tinjauan mengenai perbuatan melawan hukum, di dalamnya membahas tentang latar belakang perbuatan melawan hukum, unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam sengketa perdata di Pengadilan Negeri. Tinjauan mengenai ganti kerugian, di dalamnya membahas ganti kerugian pada umumnya, prinsip umum ganti kerugian, dan unsur-unsur ganti kerugian dan pengaturannya. Tinjauan mengenai proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan, di dalamnya membahas sengketa perdata di Pengadilan dan tahap-tahap proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan. commit to user 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis membahas sekaligus menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu mengenai pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memberikan putusan tentang gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum khususnya dalam sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi simpulan atas permasalahan yang telah dibahas dan saran dari penulis setelah melakukan penelitian atas penulisan hukum ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Mengenai Perbuatan Melawan Hukum a. Latar Belakang Perbuatan Melawan Hukum Mempelajari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah berbicara mengenai paling tidak sebagian dari KUH Perdata, yang merupakan hasil kodifikasi dari ketentuan-ketentuan dalam bidang hukum perdata. Manusia hidup didalam masyarakat, masing-masing individu diharapkan akan dapat bertindak dan bertingkah laku dengan berdasarkan pada norma-norma, kaidah-kaidah dan tatanan-tatanan menurut adat istiadat setempat. Seandainya semua itu bisa dicapai keadaan masyarakat dapat tentram dan damai. Hal tersebut kenyataannya tidak mudah dicapai karena anggota masyarakat sering melakukan perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang melanggar norma-norma atau tatanan adat istiadat masyarakat. Peristiwa-peristiwa dalam masyarakat sebagai akibat dari pergaulan antar manusia di dalam masyarakat, ada hal-hal yang sering dilakukan oleh anggota masyarakat bertentangan dengan hukum atau normanorma masyarakat (J. Satrio. 1993 : 145-146). Perbuatan antar manusia atau anggota didalam suatu masyarakat yang tidak sesuai dengan hukum atau norma-norma masyarakat biasanya disebut perbuatan melawan hukum atau perbuatan melanggar hukum. Perkembangan zaman yang semakin modern ini membuat manusia lebih menghalalkan segala cara untuk commit to user 14 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bertahan hidup, bahkan melawan hukum atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Perbuatan melawan hukum disebut “onrechtmatigedaad” diatur dalam Buku III titel 3 pasal 1365-1380 KUH Perdata, termasuk perikatan yang timbul dari Undang-Undang. Pada dasarnya UndangUndang tidak memberikan rumusan tentang perbuatan melawan hukum, tetapi hanya mengatur mengenai kapankah seseorang yang dirugikan haknya karena perbuatan melawan hukum oleh orang lain yang dilakukan terhadap dirinya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui Pengadilan Negeri. Tuntutan ganti kerugian tersebut perinciannya juga tidak diatur dalam Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Terdapat 2 (dua) pandangan tentang Perbuatan Melawan Hukum, yang Pertama : berpandangan sempit yaitu dari pendapat sebelum Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919, perbuatan melawan hukum ialah : Berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang bersangkutan sendiri. Kedua yaitu Pandangan baru atau perbuatan melawan hukum modern. Didalamnya berisi pandangan lama yang ditambah dengan unsur-unsur : 1) Bertentangan dengan kesusilaan yang sepatutnya ada didalam lalu lintas pergaulan masyarakat terhadap diri dan benda orang lain. 2) Bertentangan dengan sikap hati-hati yang ada dalam pergaulan lalu lintas pergaulan masyarakat terhadap diri dan benda orang lain. (Soenyoto Wiro Soemarto. 1983 : 337-339) b. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum KUH Perdata dalam Pasal 1365 mengatur bahwa : “Setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Menurut J. Satrio unsur-unsur yang tersimpul dari perumusan pasal 1365 KUH Perdata adalah : 1) Adanya Tindakan/Perbuatan Di dalam ketentuan pasal 1365 KUH Perdata ada yang dikemukakan masalah “perbuatan” sesuatu yang aktif. Selanjutnya pasal 1366 KUH Perdata memperbandingkan antara “perbuatan” dan “kelalaian” atau “kurang hati-hati”. Para sarjana berpendapat, bahwa pembuat Undang-Undang dalam pasal 1365 KUH Perdata hendak mengatur “tindakan” melawan hukum, jadi yang bersifat aktif, sedang dalam pasal 1366 KUH Perdata diatur tentang “perbuatan melawan hukum” yang terjadi karena kelalaian, jadi yang bersifat pasif, tidak berbuat apa-apa atau membiarkan sesuatu berlangsung. 2) Pelakunya mempunyai unsur salah Unsur salah disini dalam pasal 1365 KUH Perdata adalah unsur yang harus ada dalam kaitannya dengan tuntutan ganti rugi, bukan dalam rangka menetapkan adanya tindakan melawan hukum“. “Kesalahan/schuld” disini adalah sesuatu yang tercela, yang dapat dipersalahkan, yang berkaitan dengan perilaku dan akibat perilaku si pelaku, yaitu kerugian, perilaku dan kerugian mana dapat dipersalahkan dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Jadi perilaku dan akibat perilaku yang onrechtmatige daad itu harus dapat dipersalahkan kepada si pelaku. 3) Tindakan/perbuatan itu menimbulkan kerugian Walaupun dalam pasal 1365 KUH Perdata ditentukan commit to user pelaku membayar ganti kerugian, akan tetapi undang-undang tidak 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mengatur lebih lanjut tentang ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. (J. Satrio. 1993 : 147-239). Menurut Soenyoto Wiro Soemarto mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum apabila: 1) Melanggar hak orang lain 2) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat 3) Bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau 4) Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang lain. (Soenyoto Wiro Soemarto. 1983 : 337). Hoge Raad dalam arrestnya, dengan tegas menyatakan : bahwa pelaku perbuatan melawan hukum harus mengganti baik kerugian yang diderita maupun keuntungan yang akan diperoleh (R. Setyawan. 1999 : 29). Perbuatan melawan hukum biasanya disertai dengan kerugian. Apabila kerugian tersebut dapat dibuktikan maka ganti kerugian dapat dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum. Kerugian tersebut bisa berupa kerugian yang langsung diderita selain itu juga kerugian jangka panjang atau akibat dari suatu perbuatan secara jangka panjang, jadi tidak langsung mengetahui besarnya ganti kerugian yang diderita. Untuk mendapatkan ganti kerugian sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum harus membuktikan adanya kesalahan dari tergugat atau membuktikan bahwa kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum dari perbuatan tergugat. commit to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Tinjauan Mengenai Ganti Kerugian a. Ganti Kerugian pada Umumnya Ganti kerugian pada umumnya terdapat dua jenis yaitu disebabkan oleh wanprestasi dan ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata. Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban mengganti kerugian apabila suatu perbuatan melawan hukum menimbulkan kerugian terhadap orang lain, dengan kata lain Pasal 1365 KUH Perdata tidak memberikan perumusan tentang apa itu tindakan melawan hukum, tetapi memberikan pegangan tentang bagaimana suatu perbuatan disebut sebagai perbuatan melawan hukum, apa akibatnya apabila suatu perbuatan melawan hukum menimbulkan kerugian pada orang lain. “Sejalan dengan perumusan perbuatan melawan hukum, dihubungkan dengan perumusan pasal 1365 KUH Perdata, maka dapat dikatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya suatu perbuatan melawan hukum yang tidak menimbulkan kerugian” (J. Satrio. 1993 : 294). Pasal 1365 KUH Perdata menjelaskan tentang kerugian yang wajib diberikan penggantiannya, tetapi sayang sekali tidak memberikan perumusan mengenai apa yang dimaksud dengan kerugian. Ternyata tidak mudah memberikan perumusan tentang kerugian tersebut, telah banyak ahli hukum yang berusaha untuk mencoba memberikan perumusannya tetapi ternyata tidak memuaskan. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum bisa berupa kerugian materiil dan juga bisa berupa kerugian moril (immateriil). Kerugian materiil adalah kerugian berupa materi seperti : rusaknya barang, hilangnya dan lain-lain, sedangkan commit benda/barang, to user 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kerugian moril {immateriil} menyangkut kehormatan, harga diri, dan ditaksir nilainya dengan uang sesuai status sosial penggugat. Hoge Raad menyatakan bahwa pasal-pasal 1246-1248 KUH Perdata tidak langsung dapat diterapkan untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum, namun demikian tidak keberatan untuk menerapkan secara analogi. Dalam arrestnya 2 Pebruari 1912, Hoge Raad dengan tegas menyatakan : bahwa pelaku perbuatan melawan hukum harus mengganti baik kerugian yang diderita maupun keuntungan yang akan diperoleh (R. Setiawan. 1999 : 29). Pada prinsipnya ganti kerugian yang paling tepat untuk menyelesaikan perbuatan melawan hukum adalah pengembalian pada keadaan semula. Penyebab yang dicari adalah adanya pemulihan keseimbangan hukum. Pengembalian pada keadaan semula tidak pada semua perkara dapat diterapkan. Hambatan-hambatan yang ada cukup beraneka ragam, karena terhadap kerugian harta benda atau finansial kemungkinan besar masih bisa diwujudkan atau dengan mudah dicarikan penggantinya, tetapi jika kerugian pribadi secara fisik akan diderita untuk selamanya. Terhadap kerugian pribadi yang sifatnya immateriil perlu atau tidak dibuktikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar menderita kerugian, andaikata pembuktian itu diwajibkan akan menimbulkan kesulitan besar bagi pihak korban. Ganti kerugian yang kedua disebabkan karena wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang commit to user didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving) 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (http://www.blogger.com/postcreate.g?blogID=815920424721644940 4-ftn7). Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu: 1) Conditio Sine qua Non (Von Buri) : Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A. 2) Adequated Veroorzaking (Von Kries) : Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B). (http://yogiikhwan.blogspot.com/2008/03/pelaksanaan-akad-danakibat-hukum.html). Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan. Seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan untuk membela dirinya, yaitu : 1) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmach); 2) Mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai; 3) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi. commit to user 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8159204247 216449404-ftn8) b. Prinsip Umum Ganti Kerugian Di dalam pengajuan tuntutan ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum harus didasarkan pada kerugian yang benar-benar diderita. Pemberian ganti kerugian ini menurut MA Moegni Djojodirdjo pada prinsipnya ada 2 metode: 1) Metode Konkrit ; Sesuai dengan pengembalian dalam keadaan semula, yang rusak adalah yang harus diganti. 2) Metode Subyektif ; Menyesuaikan pada keadaan diri si pelaku (subyektif) dari si pelaku atau orang yang bersangkutan. Selain itu juga dapat ditempuh dengan cara lain, yaitu dengan penafsiran harga. Untuk mendapatkan ganti kerugian sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum harus bisa membuktikan adanya kesalahan dari tergugat, atau membuktikan bahwa kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari perbuatan tergugat. (MA Moegni Djojodirdjo, 1982 : 102) c. Pengaturan Ganti Kerugian Mengenai masalah ganti rugi sebagai akibat dari tidak dipenuhinya suatu perikatan, pasal 1246-1248 KUH Perdata telah memberikan pengaturannya, namun yang diatur adalah mengenai ganti rugi sebagai perikatan sekunder. Perikatan sekunder adalah suatu perikatan yang mengganti perikatan lain yang tak dipenuhi secara sukarela oleh debitur atau yang terhutang atas kerugian sebagai akibat untuk setiap hari tidak dilaksanakannya perikatan. Ganti rugi pada onrechtmatige daad merupakan kewajiban primair perikatan. Jadi lain sekali, dalam pasal-pasal itu hanya diatur ganti rugi yang berkaitan dengan perikatan yang lahir dari perjanjian commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id saja, oleh karena itu ketentuan-ketentuan pasal 1246-1248 KUH Perdata (hanya) dapat diterapkan secara analogis saja pada tuntutan ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum (J. Satrio. 1993 : 305). 3. Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata Di Pengadilan a. Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Pemeriksaan sengketa perdata dapat terjadi apabila muncul suatu permasalahan yang menjadi dasar persengketaan tersebut. Pemeriksaan di pengadilan berawal dari adanya sebuah gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak yang terkait dalam sengketa perdata. Suatu sengketa agar dapat diperiksa dan diputus melalui persidangan di muka pengadilan terlebih dahulu harus mengajukan gugatan. Gugatan tersebut sebagai tuntunan hak sebagai tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri. Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain (Sudikno Mertokusumo. 2002 : 2). Gugatan merupakan bentuk tuntutan hak dari salah satu pihak yang bertujuan untuk memulihkan hak seseorang yang telah dirugikan oleh pihak lain. Hakim memeriksa dan memutus sengketa perdata secara adil guna kembalinya hak pihak yang telah dirugikan oleh pihak lain (Abdulkadir Muhammad. 2000 : 15). Proses pemeriksaan diajukannya gugatan sengketa sampai dengan perdata dimulai pelaksanaan sejak putusan di pengadilan tidak lepas dari peran hakim. Menurut sistem HIR dan RBg hakim adalah aktif, tidak hanya aktif mencari kebenaran yang sesungguhnya atas sengketa yang ditanganinya, tetapi juga harus aktif menggali, mengikuti, commit dan memahami to user nilai-nilai hukum yang hidup 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dalam masyarakat. Para pihak yang bersengketa wajib memberikan keterangan disertai bukti-bukti menurut hukum mengenai sengketa yang telah terjadi. Para pihak perlu membuktikan secara yuridis, yaitu menyajikan fakta-fakta yang cukup menurut hukum untuk memberikan keyakinan dan kepastian kepada hakim mengenai terjadinya sengketa tersebut (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 115). b. Tahap-tahap Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Pada tahap-tahap proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri ini, penulis membagi dan menguraikannya kedalam 3 tahap sebagai berikut : 1) Tahap-tahap Tindakan Sebelum Proses Pemeriksaan di Muka Persidangan Pasal 121 HIR merupakan dasar hukum bagi pencatatan sengketa oleh Panitera, kemudian pada Pasal 121 ayat (4) HIR mengharuskan membayar biaya sengketa sebelum dicatat dalam register / daftar sengketa. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya untuk pemanggilan, pemberitahuan para pihak disertai materai. Berdasarkan Pasal 182, 183 HIR, apabila diminta bantuan pengacara maka harus dikeluarkan biaya pula. Pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri harus ditujukan kepada Pengadilan Negeri yang memiliki wewenang memeriksa dan memutus dalam peradilan tingkat pertama. Menurut hukum acara perdata hal tersebut didasarkan pada dua kewenangan, yaitu : a) Wewenang Mutlak (Absolute Competentie) Wewenang mutlak dari Pengadilan Negeri dalam sengketa perdata adalah kekuasaan yang dimilikinya untuk mengadili setiap sengketa perdata, meliputi semua sengketa hak milik dan commit to user hak-hak yang muncul karenanya serta hak-hak keperdataan 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lainnya. Hal ini disebut attributie van rechtsmacht yakni pemberian kekuasaan mengadili tentang suatu sengketa. b) Wewenang Relatif (Relative Competentie) Wewenang relatif menyangkut pembagian kekuasaan hakim. Hal ini disebut distributie van rechtpraak yakni pembagian kekuasaan mengadili sesama Pengadilan Negeri (Krisna Harahap, 2007 : 27). Pasal 118 HIR menyebut bahwa : (1) Gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri di mana Tergugat tinggal (mempunyai alamat atau domisili). (2) Lebih lanjut Pasal 118 ayat (2) HIR menyatakan bahwa jika yang menjadi tergugat lebih dari satu orang maka Penggugat dapat memilih tempat tinggal dari salah seorang Tergugat. (3) Apabila Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal maupun tempat tinggal yang nyata. Dalam hal ini gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di mana Penggugat tinggal. (4) Sedangkan apabila gugatan mengenai benda tetap maka gugatan itu harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat benda itu berada (Pasal 118 ayat (3) HIR) (Krisna Harahap, 2007 : 28). 2) Tahap-tahap Selama Proses Persidangan Setiap penggugat sangat menghendaki gugatannya dikabulkan. Penggugat berkepentingan pula seandainya gugatan dikabulkan maka dapat dijamin dilaksanakan, untuk menjamin bahwa putusannya dapat hak Penggugat dalam hal gugatannya dimenangkan maka Undang-Undang menyediakan upaya hukum yaitu penyitaan (beslag) yang merupakan tindakan commit to user persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Menurut Sudikno Mertokusumo sita jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : a) Sita jaminan terhadap barang milik Penggugat atau sita revindicatoir (Revindicatoir Beslag) Berdasarkan Pasal 226 HIR sita revindicatoir, yaitu penyitaan terhadap barang tidak tetap milik Penggugat yang berada di tangan Tergugat (hanya sebagai pemegang saja), dengan maksud untuk menjamin suatu tagihan uang atau penyerahan barang kembali pada penggugat. Pasal 1751 dan 1977 ayat (2) KUH Perdata mengatur bahwa hanyalah pemilikbenda yang bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat mengajukan sita revindikatoir. b) Sita jaminan terhadap barang milik Tergugat atau sita conservatoir (Conservatoir Beslag) Berdasarkan Pasal 227 HIR sita conservatoir, yaitu sita jaminan terhadap barang (bergerak dan tidak bergerak) milik Tergugat. Sita conservatoir merupakan tindakan persiapan dari Penggugat untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dapat menguangkan atau menjual barang Tergugat yang disita guna memenuhi tuntutan Penggugat. (Sudikno Mertokusumo. 2006 : 89-93) 3) Tahap-tahap Pemeriksaan di Muka Persidangan Tahapan-tahapan pemeriksaan selanjutnya apabila Penggugat dan Tergugat hadir adalah : a) Pembukaan sidang Pembukaan sidang diawali dengan panitera yang mempersilahkan Majelis Hakim memasuki persidangan. Setelah commit to useritu Majelis Hakim ruang membuka 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id persidangan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas para pihak yang berperkara (http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5 AvPmqaT0m0J:taufiqnugrohosh.multiply.com/journal/item /9+tata+cara+pembukaan+sidang+pengadilan&cd=www.go ogle.co.id). b) Perdamaian di muka sidang pengadilan Bahwa dalam hukum acara perdata yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri. Berdasarkan ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR, dan Pasal 154 ayat (1) RBg, bila pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, Hakim Ketua berupaya untuk mendamaikan mereka. Upaya damai tidak hanya pada permulaan sidang pertama, melainkan sampai sidang berakhir sebelum Hakim Ketua mengetok palu putusannya. Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan terutama Pasal 2 ayat (3) mengatur bahwa ”Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Terdapat dua kemungkinan terhadap hasil upaya perdamaian tersebut, yaitu: (1) Perdamaian dapat tercapai, acara berakhir dan Majelis Hakim membuatkan akta perdamaian (certificate of reconciliation) dan mempunyai kekuatan berlaku (force commit to user of excecution) serta dijalankan sama dengan putusan 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, Pasal 154 ayat (2) RBg). (2) Perdamaian tidak tercapai, maka surat gugatan dibaca dan persidangan dimulai (Pasal 131 ayat (1) HIR). c) Jawaban Tergugat Dalam pemeriksaan sengketa di muka sidang jawaban Tergugat merupakan hal yang penting karena Tergugat menjadi sasaran Penggugat. Jawaban Tergugat dapat berupa pengakuan, tangkisan, referte (Tergugat tidak membantah, tetapi tidak pula membenarkan isi dari gugatan), bantahan (exceptie) yaitu suatu sanggahan atau bantahan dari pihak Tergugat terhadap gugatan Penggugat yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang berisi tuntutan batalnya gugatan. Jawaban Tergugat juga berisi tentang gugat balik. Gugat balik disebut juga reconventie, yang diatur dalam Pasal 157 dan 158 RBg. Apabila Tergugat hendak menggugat Penggugat, ia dapat mengajukan gugatan balik dalam suatu sengketa yang terpisah dari sengketa yang terdahulu antara Penggugat dan Tergugat (Sudikno Mertokusumo, 2002 : 116-117). d) Replik Penggugat Replik merupakan jawaban Penggugat atas jawaban Tergugat dalam bentuk tertulis. Isi replik adalah mengenai dalil-dalil atau hal-hal Penggugat tersebut. commit to user untuk menguatkan jawaban 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e) Duplik Tergugat Duplik merupakan jawaban atas replik oleh Tergugat. Dengan demikian isi duplik mengenai dalil-dalil untuk menguatkan jawaban Tergugat. f) Pembuktian Penggugat dan Tergugat Pembuktian secara yuridis adalah mengajukan fakta-fakta menurut hukum yang cukup untuk memberikan keyakinan dan kepastian kepada hakim tentang suatu peristiwa atau hubungan hukum. Pembuktian menduduki tempat yang paling penting di dalam Hukum Acara Perdata. Secara formal hukum pembuktian mengatur bagaimana mengadakan pembuktian seperti diatur dalam HIR dan RBg, sedangkan secara material hukum pembuktian mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alatalat bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut (Krisna Harahap, 2007 : 67). Pasal 163 HIR / 283 RBg mengatur : ”Barang siapa menyatakan mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain haruslah membuktikan adanya hak itu atau adanya perbuatan itu. Ini dikenal dengan asas actori incumbit probatio”. Alat-alat bukti dalam perkara perdata dapat di bagi menjadi beberapa macam: (1) Surat; terdiri menjadi 2, pertama adalah akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian lengkap dan sempurna. Kedua adalah akta commit user yang kekuatan pembuktiannya dibawahtotangan 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tergantung diakui tidaknya tanda tangan pada akta tersebut. (2) Saksi; pada dasarnya setiap orang dapat menjadi saksi. Saksi merupakan alat bukti bebas. (3) Pengakuan; pernyataan membenarkan sebagian atau seluruhnya dari pihak lawan. Kekuatan buktinya lengkap dan menentukan. (4) Persangkaan; kesimpulan yang ditarik oleh UU atau hakim dari peristiwa yang terang ke arah peristiwa yang belum jelas. Merupakan bukti bebas. (5) Sumpah; dibagi menjadi dua yaitu pertama adalah Sumpah Suppletoir merupakan bukti sempurna. Kedua adalah Sumpah Decisoir merupakan bukti menentukan. (6) Saksi ahli; dapat diajukan oleh hakim atau para pihak dan keterangan diberikan secara lisan atau tertulis dibawah sumpah. Saksi ahli merupakan bukti bebas. (7) Pemeriksaan di tempat; diajukan oleh para pihak dan merupakan bukti bebas. g) Kesimpulan Penggugat dan Tergugat Penyampaian hasil dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Kesimpulan akhir dari Penggugat berisi pendapat Penggugat terhadap dalil gugatannya. Kesimpulan akhir Tergugat berisi bantahan Tergugat telah terbukti, dan sebagainya. commit to user 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id h) Putusan Hakim Sudikno Mertokusumo memberikan definisi putusan hakim sebagai berikut : ”Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”. (Sudikno Mertokusumo. 2006 : 174). Dalam suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terdapat tiga (3) jenis kekuatan, yaitu : kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial. i) Eksekusi Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakikatnya ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut (Sudikno Mertokususmo. 2006 : 248). Berdasarkan pasal 195 HIR, bahwa pelaksanaan putusan hakim dijalankan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama. j) Upaya hukum lanjutan Upaya Hukum Biasa : (1) Banding Dasar Hukum:pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (UU-Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 commit to user HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura (Riduan Syahrani, 1994 : 94). Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985. (2) Kasasi Alasan Mengajukan Kasasi : Diatur dalam pasal 30 UU No. 14/1985 jo pasal 30 UU No.5 Tahun 2005 Tentang MA jo ps. 30 UU No.4/2004 antara lain : (a) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa, terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan. (b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum commit to user adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti. (c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. (3) Verzet Pengertian Verzet adalah merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri yang diputus Verstek. Prosedur Mengajukan Verzet (pasal 129 HIR / 153 Rbg) : (a) Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri. (b) Bila memungkinkan di periksa oleh Majelis Hakim yang sama. (c) Pembuktian walaupun berdasakan sebagai SEMA No.9/1964, Pelawan bukan sbg Penggugat tapi tetap Terlawan sehingga yang membuktikan dulu adalah Terlawan/Penggugat asal (Supomo, 1967 : 39). commit to user 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Upaya Hukum Luar Biasa : (1) Peninjauan Kembali Upaya hukum peninjauan kembali (request civil) merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde). Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi). (2) Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga) (a) Menurut Pasal 1917 KUHPerdata : putusan hakim hanya mengikat para pihak yang berperkara, jadi apabila di dalam suatu putusan tersebut terdapat pihak yang tidak berkepentingan ikut merasakan akibat hukum maka dapat melakukan perlawanan yang disebut Derden Verzet. (b) Pasal 378 Rv : Pihak ke-3 yang merasa dirugikan oleh putusan aquo dapat mengajukan perlawanan. (c) Pasal 382 Rv bila perlawanan dikabulkan maka putusan tersebut. Direvisi sepanjang kerugian pihak ke-3 tersebut. commit to user 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran Gugatan Ganti Kerugian terhadap Perbuatan Melawan Hukum Ketua Pengadilan Negeri Klaten · Terjadi Perbuatan Melawan Hukum · Diberikan ganti kerugian Pemeriksaan Perkara oleh Majelis Hakim Telah Sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata atau Tidak Bagan I. Kerangka Pemikiran Tujuan utama dalam suatu proses di muka pengadilan adalah memperoleh putusan hakim yang adil dan berkekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) dengan berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang diyakini oleh hakim, disusun secara logis, sistematis serta saling berhubungan. Putusan hakim merupakan suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu sengketa antara para pihak. Tetapi dalam hal ini hakim harus secara cermat commit to user melakukan pertimbangan-pertimbangan sebelum memutus suatu perkara agar 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id supaya dapat dipertanggung jawabkan dan dapat menyelesaikan sengketa yang dihadapi para pihak. Berdasarkan pada kerangka pemikiran diatas, penulis ingin memberikan gambaran guna menjawab perumusan masalah dalam penelitian hukum ini. Pemberian ganti kerugian pada Putusan Nomor: 64/Pdt.G/1990/PN.Klt yang telah dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten idealnya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Apabila terjadi perbuatan melawan hukum maka dapat diberikan ganti kerugian pada pihak yang meminta ganti kerugian, tetapi jika tidak terjadi perbuatan melawan hukum maka ganti kerugian tidak dapat diberikan didalam putusan tersebut. Pemberian ganti kerugian tersebut harus mengacu pada peraturan yang mengatur adanya pemberian ganti kerugian terhadap suatu perbuatan melawan hukum. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data-data yang diperoleh dari berkas perkara tersebut sebagai hasil penelitian akan disajikan serta dianalisis yang meliputi: 1. Nomor perkara 2. Identitas para pihak 3. Duduk perkara 4. Proses pemeriksaan perkara 5. Pertimbangan hukum 6. Amar putusan hakim Adapun data yang diperoleh sebagai hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Nomor perkara 64 / Pdt.G / 1990 / PN. Klt 2. Identitas para pihak : Bpk SGM selaku Kades Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten. Selanjutnya disebut sebagai Penggugat MELAWAN, a. SHS b. DMY alias SD Keduanya beralamat di dukuh Mranggen, Desa Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten. Selanjutnya disebut sebagai Tergugat. commit to user 36 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Duduk perkara Tergugat I anak dari Tergugat II. Tergugat II adalah mantan Kades Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Klaten. Tergugat II menjabat sebagai Kades pada tahun 1980 sampai dengan 1988. Pada waktu Tergugat II menjabat sebagai Kepala desa, Tergugat II melepaskan sebagian tanah pekarangan Kantor Desa kepada Tergugat I seluas 420 m2 (ukuran lebar 15 m x panjang 28 m). Tergugat I disuruh untuk membayar setiap m2 Rp. 500,00 (Lima Ratus Rupiah) atau seluruhnya berjumlah : Rp. 210.000,00 (Dua ratus sepuluh ribu rupiah). Tanah tersebut terletak di dukuh Mranggen, Desa Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, yang batas-batasnya adalah : Sebelah Selatan : Pekarangan Kantor Desa Karangwungu Sebelah Utara : Jalan desa Sebelah Timur : Jalan desa Sebelah Barat : Pekarangan Kantor Desa Karangwungu Tergugat I dan Tergugat II mempunyai iktikad tidak baik dalam pelepasan tanah tersebut, karena para Tergugat melakukan perluasan tanah pekarangan menjadi 17,5 m x 40 m yang totalnya menjadi 750 m2. Terbukti didalam data pengajuan sertifikat, dimana para Tergugat mengajukan seluas 750 m2. Atas perbuatan para Tergugat yang beriktikad tidak baik yaitu memperluas tanah pekarangan, maka hal ini merupakan suatu perbuatan melawan hukum dan sangat merugikan bagi Penggugat dalam hal ini mewakili Desa Karangwungu. Berdasarkan hal tersebut diatas, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Klaten untuk memeriksa yang selanjutnya memutus sebagai berikut : PRIMAIR : to user a. Mengabulkan gugatan commit Penggugat untuk seluruhya. perpustakaan.uns.ac.id 38 digilib.uns.ac.id b. Menyatakan menurut hukum bahwa penyitaan lebih dahulu atas tanah sengketa yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Klaten adalah syah dan berharga. c. Menyatakan menurut hukum bahwa perbuatan hukum pelepasan tanah sengketa seluas 420 M2 kepada Tergugat I adalah batal karena adanya iktikad tidak baik para Tergugat. d. Menyatakan menurut hukum bahwa perbuatan para Tergugat yang memperluas tanah pekarangan 420 M2 dengan ukuran panjang 28 M x lebar 15 M menjadi panjang 40 M x 17,5 M, adalah perbuatan yang melawan hukum. e. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk menyerahkan semua obyek sengketa dalam keadaan kosong dan baik kepada Pemerintah Desa Karangwungu dan apabila perlu dengan kekuasaan dan bantuan polisi, atau hal ini dapat ditentukan oleh Pengadilan. f. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat setiap tahunnya sebesar Rp. 5.500.000,- (Lima juta lima ratus ribu rupiah) terhitung sejak gugatan ini diajukan atau hal ini dapat ditentukan oleh Pengadilan. g. Menyatakan menurut hukum bahwa putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun Tergugat-Tergugat mengadakan upaya hukum untuk verzet atau banding. h. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membayar semua biaya perkara ini secara bersama-sama atau tanggung renteng. SUBSIDAIR : Memberikan putusan yang seadil-adilnya. 4. Proses pemeriksaan perkara Adanya upaya yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim untuk to userakan tetapi tidak berhasil, maka mendamaikan pihak yangcommit berperkara 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemudian dilanjutkan proses pemeriksaan perkara dengan membacakan surat gugatan tertanggal 31-7-1990, yang sudah diperbaiki dan atas pembacaan tersebut kuasa Penggugat tetap pada gugatannya. Tergugat telah memberikan jawabannya tertanggal 14-8-1990 yang didalamnya berisi eksepsi, gugatan rekonpensi, duplik tertanggal 22 Desember 1990. a. Eksepsi Tergugat pada pokoknya sebagai berikut: Posita gugatan, yang ditunjuk sebagai obyek sengketa adalah tanah pekarangan seluas 420 m2 dan tanah pekarangan dengan lebar 3,5 m X 19 m, kecuali itu tidak dijelaskan siapa pemilik tanah pekarangan tersebut dan bagaimana status hak yang terkait didalamnya, lalu siapakah yang merasa dirugikan dan apa alas hak penggugat untuk mengajukan gugatan ini. Posita sebelumnya hanya disebutkan : “sebagian tanah pekarangan Kantor Desa” lalu apa relevannya dengan kepentingan Penggugat? Dalam hal ini Penggugat secara formal tidak mencantumkan identitasnya. Tanah pekarangan tersebut bukan merupakan tanah Hak Milik Penggugat dan Penggugat juga tidak diberi kuasa oleh Pemerintah Daerah setempat untuk mengajukan gugatan ini, karenanya tiada alas hak bagi Penggugat untuk menggugat para Tergugat perihal obyek sengketa termaksud. Penggugat tidak menjelaskan mengenai hal ikhwalnya dan data-data yang terkait, karenanya gugatan menjadi kabur dan tidak jelas (obsuur libel). b. Gugatan Rekonpensi dari Tergugat berisi : Penggugat rekonpensi I sudah sejak tahun 1972 mendiami dan membuat rumah diatas tanah sengketa tersebut tanpa gangguan dari commit to user siapapun, tetapi setelah Tergugat rekonpensi menjabat sebagai Kepala 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Desa setempat dengan alasan bahwa Penggugat rekonpensi I telah melampaui batas tanah yang dimohonkan, Tergugat rekonpensi telah mengukur sendiri lokasi tersebut dan memancangkan patok, menebang pohon diatasnya dan membongkar rumah yang masih dihuni oleh Penggugat rekonpensi I, lalu membuat pagar untuk batas tanah menurut kehendaknya sendiri. Semua tindakan Tergugat rekonpensi sudah jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan “main hakim” sendiri, hal mana juga telah dilaporkan kepada yang berwajib. Para Penggugat rekonpensi dan Tergugat rekonpensi juga pernah dipanggil oleh KAPOLSEK Karangdowo dan Tergugat rekonpensi mengaku bahwa perbuatannya belum mendapat ijin dari Bapak Camat dan dari pemilik bangunan (Penggugat rekonpensi I), karenanya tidak dibenarkan dan dinilai sewenang-wenang. Perbuatan Tergugat rekonpensi juga telah mencemarkan nama baik Penggugat rekonpensi II sebagai manta KADES setempat yang telah memberikan ijin penempatan kepada Penggugat rekonpensi I. Para Penggugat rekonpensi merasa dirugikan baik secara moril maupun materiil oleh Tergugat rekonpensi dan berhak untuk menuntut ganti rugi, dan besarnya ganti kerugian tersebut sejumlah Rp. 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah). Berdasarkan segala sesuatu yang telah terurai dalam gugatan rekonpensi, para Penggugat rekonpensi mohon dijatuhkan putusan dalam rekonpensi sebagai berikut : PRIMAIR : 1) Mengabulkan gugat rekonpensi untuk seluruhnya. 2) Menyatakan, Tergugat rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan para Penggugat rekonpensi, to user baik moril maupuncommit materiil. 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Menghukum Tergugat rekonpensi untuk membayar ganti rugi kepada para Penggugat rekonpensi uang sejumlah Rp. 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dalam waktu satu bulan terhitung sejak dijatuhkannya putusan ini. 4) Menghukum Tergugat rekonpensi untuk membayar semua biaya yang timbul dalam gugat rekonpensi ini. 5) Menetapkan bahwa putusan tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu, walaupun ada upaya hukum lain sebagaimana diatur dalam pasal 180 (1) HIR (Uitvoerbaar bij Voorraad). SUBSIDAIR : Menjatuhkan putusan lain yang dianggap lebih adil dan bijaksana oleh Pengadilan. c. Duplik Tergugat Pada dasarnya duplik dari Tergugat tetap pada dalil-dalilnya yang pertama sesuai dengan jawaban dari Tergugat. Penggugat telah memberikan tanggapannya secara tertulis atau replik tertanggal 28-8-1990. Replik dari Penggugat tersebut pada pokoknya masih sama dengan gugatan dari Penggugat sebelumnya dan tidak mengalami perubahan. Penggugat untuk membuktikan dalil – dalil gugatannya, kuasa Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat dengan dibubuhi materai cukup dan setelah diteliti ternyata sesuai dengan surat aslinya : a. Fotocopy Berita Acara hasil rapat desa tertanggal 11-10-1980 (P.1), yang berisi kesepakatan yang telah dicapai untuk melepaskan sebagian tanah kas desa kepada Tergugat I. b. Fotocopy Surat Pernyataan Perjanjian Pemohon Tanah Kas Desa, tertanggal 11-10-1980 (P.2), berisi tentang semua kewajiban dan hak commit to user 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dari Tergugat I kepada desa dalam hal perjanjian pemberian tanah kas desa dengan beberapa syarat yang harus dilakukan oleh Tergugat I. c. Fotocopy Gambar Tanah Kas Desa, tertanggal 11-10-1980 disebut (P.3). d. Fotocopy Gambar Situasi disebut (P.4). e. Fotocopy Hasil Rapat LMD / LKMD Desa Karangwungu tertanggal 30-3-1990 disebut (P.5) berisi bahwa Tergugat I belum membayar ganti rugi tentang harga atas tanah yang akan dilepas. Telah diajukan pula 2 saksi dari pihak Penggugat yang bernama WS dan Drs. SKD. Saksi WS adalah Sekretaris Desa Karangwungu dari tahun 1951 s/d tahun 1987 dan Drs. SKD adalah ketua LKMD desa Karangwungu, yang telah didengar keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut : a. WS Saksi menjadi Sekretaris Desa Karangwungu sejak tahun 1951 s/d tahun 1987 dan menjadi Sekdes dari Tergugat II dari april 1980 s/d 1988. Saksi mengetahui bahwa di desa Karangwungu mempunyai tanah kas desa yang berupa tanah kering yang akan dilepas melalui rembug desa dan rapat desa yang dipimpin Kepala Desa dan Kepala Desanya adalah Tergugat II. Bukti P.3 adalah tanda tangan kepunyaan Tergugat II dan yang membuat bukti tersebut adalah saksi sendiri dan tidak ada yang lain, gambar tersebut disahkan Bupati dan Gubernur. Ukuran rumah yang menjadi sengketa, dulu tidak sampai 28 x 15 dan sekarang saksi melihat rumah tersebut melebihi ukurannya, ini terlihat dari rumah yang melebihi patok tanah yang dulu dibuat. Tentang ganti rugi saksi belum pernah membuat kwitansi pembayaran yang dilakukan oleh Tergugat I karena tidak ada batasan sampai kapan harus dibayar, tetapi harus segera dibayarkan kepada desa. commit to user 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Drs. SKD Saksi menjadi Ketua LKMD desa Karangwungu sejak tahun 1978 sampai sekarang. Saksi mengetahui bahwa pengajuan pertama dilakukan oleh Tergugat II dengan ukuran 15 x 28 m selain itu sejak tahun 1978 sudah ada rumahnya yang telah didiami oleh Tergugat I dan Tergugat II. Tanah tersebut dimohonkan oleh Tergugat I pada tahun 1980 dan rapat desanya tahun 1980 dan yang diputuskan waktu rapat desa seluas 15 x 28 m. Sekarang bangunan rumahnya menjadi lebih besar yaitu ke barat ada kelebihan dan ke selatan ngepres ada kelebihan tetapi sedikit. Saksi telah menandatangani bukti P.2 dan mengetahui bukti P.3. Tergugat I dan Tergugat II telah mengajukan bukti-bukti surat dengan dibubuhi materai cukup dan setelah diteliti ternyata sesuai dengan surat aslinya yaitu : a. Fotocopy Lembar keputusan rapat desa tertanggal 11-10-1980 (T.1) yang berisi pelepasan sebagian tanah kas desa yang telah disetujui oleh Camat dan Bupati. b. Fotocopy Surat Pernyataan Perjanjian Tanah Kas Desa (T.2) berisi tentang surat perjanjian bahwa akan mentaati segala peraturan / ketentuan dari desa dan pemerintah. c. Fotocopy Pembangunan talud dengan menggunakan uang Kas Desa tertanggal 21-10-1987 No.144/-2/X/Tahun 1987 (T.3) dengan menggunakan uang Kas Desa yang diberikan oleh Tergugat I. d. Fotocopy Daftar anggota Lembaga Musyawarah Desa tertanggal 2110-1987 (T.4). e. Fotocopy Kwitansi tertanggal 11-1-1988 No. 153/88 (T.5). f. Fotocopy Tanda setoran dari BRI Klaten (T.6). commit to user perpustakaan.uns.ac.id 44 digilib.uns.ac.id Tergugat juga mengajukan saksi-saksi sebagai berikut : a. SRT adalah seorang kuli kenceng yang diminta bantuan untuk membangun tanah kas desa yang telah disetujui untuk dilepas kepada Tergugat I. Saksi tidak mengetahui ukuran rumah Tergugat I tetapi mengetahui bahwa tanah tersebut adalah tanah kas desa Karangwungu, selain itu juga mengetahui bahwa Tergugat II menjabat Kepala Desa sejak akhir tahun 1979 s/d 1988. Saksi pada tahun 1980 diundang menghadiri rapat desa tetapi tidak mengetahui siapa sekretarisnya dan siapa yang menjadi LKMD pada waktu rapat desa tersebut, karena saksi hanya sebagai kuli kenceng. b. KTN adalah anggota LMD /LKMD pada tahun 1980. Saksi mengetahui bahwa tanah yang dilepas untuk Tergugat I adalah panjang 24 m dan lebar 17,5 m, dan rapat diadakan pada tahun 1980. Pemimpin rapat tersebut adalah Tergugat II pada waktu itu masih Kades Karangwungu. c. SY sebagai Camat di Karangdowo sejak 11-10-1989, sebelumnya adalah camat Getasan, Kabupaten Semarang. Saksi mengetahui masalah tanah tersebut dari dokumen di Kecamatan yang ada, selain itu saksi belum pernah mengadakan pengukuran tanah sengketa tersebut. Saksi mengatakan bahwa yang dilepas dalam gambar 15 x 28 m, dalam bukti P.3 itu tidak ada. Selain itu notulen rapat desa sebenarnya tidak ada tetapi hanya keputusan dari rapat desa saja. d. ASY menjadi Sekdes sejak 31-3-1988. Saksi mengetahui bahwa Tergugat II pensiun pada tanggal 1-6-1988. Tanah yang dikuasai oleh Tergugat I dalam administrasi yang dilepas panjang 24 m dan lebar 17,5 m dan mendapat pengesahan dari Bupati. commit to user Ukuran panjang 28m dan lebar 15 m saksi tidak mengetahui hal itu. 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pihak dari Agraria ada yang mengukur seluruhnya adalah 15 m x 28 m. Penggugat kemudian mengajukan kesimpulan tertanggal 5 Januari 1991 yang berisi bahwa Penggugat tetap pada dalil-dalil gugatannya dan menyatakan bahwa sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan Penggugat dan keterangan saksi yang telah dihadirkan oleh Penggugat makan Tergugat I dan Tergugat II harus dinyatakan bersalah telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka Penggugat dapat menuntut ganti kerugian dari perbuatan tersebut. Tergugat tidak mengajukan kesimpulan. Kedua belah pihak tidak mengajukan apa-apa lagi, maka memohon putusan. 5. Pertimbangan hukum EKSEPSI Pada tahun 1980 berdasarkan rembug desa yang disyahkan oleh Bapak Bupati Klaten tertanggal 30 April 1981 jo surat Gubernur Tingkat I Jawa Tengah tanggal 28 Maret 1981, No. 144/06566 telah dilakukan pelepasan tanah oleh Tergugat II yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Desa kepada Tergugat I yaitu anaknya. Pengadilan Negeri Klaten mempertimbangkan eksepsi Tergugat, seolah-olah untuk menggugat Tergugat, Penggugat harus mempunyai surat kuasa dari Pemerintah Daerah. Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No.5 tahun 1979, Kepala Desa dapat mewakili desanya di dalam dan di luar Pengadilan dan obyek yang digugat jelas-jelas pekarangan Kas Desa Karangwungu, karena itu gugatan Penggugat adalah jelas dan sudah tepat menurut hukum, karena itu ekseptie Tergugat ditolak oleh Pengadilan Negeri. commit to user 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DALAM KONPENSI Diperhatikan bahwa dalam bukti T.1 tanah kantor desa Karangwungu yang diputus oleh desa seluas 0,0420 ha, dan dihubungkan dengan keterangan saksi dari penggugat yaitu saksi WS dan juga saksi Drs. SKD maka Pengadilan Negeri berpendapat bahwa tanah kas desa yang diputus oleh desa dalam rapat desa/rembug desa 15 m x 28 m = 420 m2. Dalam bukti P.4 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten seluas 750 m2, selain itu Pengadilan Negeri melakukan pemeriksaan tempat dengan ditunjukkan oleh Tergugat II maka diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut tanah bagian depan 475,055 m2 dan tanah bagian belakang 311,225 m2 = 786,28 m2. Maka atas pertimbangan tersebut Tergugat I dan Tergugat II benar telah memperluas tanah dari 420 m2 menjadi 786,28 m2. Pengadilan Negeri juga berpendapat bahwa perluasan tanah yang dilakukan oleh tergugat tanpa melalui rapat/rembug desa merupakan perbuatan melawan hukum dan karena itu tuntutan ganti kerugian dapat dikabulkan. Tergugat I juga belum membayar ganti rugi atas tanah, ini sesuai dengan bukti P.5 yang menerangkan tergugat I belum membayar ganti rugi tentang harga atas tanah yang akan dilepas, karena itu Tergugat juga mengingkari bukti T.2 yang telah dibuatnya sendiri (yaitu surat perjanjian bahwa akan mentaati segala peraturan / ketentuan dari desa dan pemerintah). Penggugat menuntut agar putusan tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu sekalipun ada banding dan kasasi, karena bukti yang diajukan tidak memenuhi apa yang dimaksud dalam pasal 180 HIR maka tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri. commit to user 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DALAM REKONPENSI Gugatan rekonpensi berisi Penggugat rekonpensi telah mendalilkan bahwa Tergugat rekonpensi telah memasang patok, menebang pohon, dan membongkar rumah Penggugat rekonpensi. Hal ini bisa disebut sebagai tindakan main hakim sendiri, tetapi dalam proses pembuktiannya Penggugat rekonpensi tidak dapat membuktikan dalilnya dengan bukti yang konkret maka gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri. Foto-foto yang dilampirkan dalam kesimpulan dan tidak diserahkan di dalam persidangan pada waktu pembuktian bertentangan dengan pasal 2 ayat 2 jo pasal 11 Undang-Undang No.13 Tahun 1985, oleh Pengadilan Negeri juga tidak akan dipertimbangkan. Pengadilan Negeri pada waktu melakukan pemeriksaan tempat tidak menemukan adanya pembongkaran rumah atau penebangan pohon karena itu gugatan rekonpensi dari penggugat rekonpensi ditolak. 6. Amar Putusan Dalam Konpensi a. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. b. Menyatakan menurut hukum, bahwa pelepasan tanah sengketa seluas 420 m2 kepada Tergugat dibatalkan karena dilakukan Tergugat dengan tidak jujur atau beriktikat tidak baik. c. Menyatakan menurut hukum, bahwa perbuatan para tergugat yang memperluas tanah pekarangan sengketa dengan ukuran 28m x 15m = 420 m2 menjadi 786,28 m2 seperti dalam pengukuran hakim dilapangan, merupakan perbuatan melawan hukum. d. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak dari padanya untuk menyerahkan obyek sengketa dalam keadaan kosong dan baik kepada penggugat dan apabila perlu dengan bantuan polisi atas dasar Kekuasaan Kehakiman. commit to user 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Menguhukum Tergugat untuk membayar ganti rugi setiap tahun Rp. 5.500.000,00 terhitung sejak gugatan tersebut diajukan sampai putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Penggugat. f. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 223.650,00 (Dua ratus dua puluh tiga ribu – enam ratus lima puluh rupiah). g. Menolak gugatan selebihnya. Dalam Rekonpensi Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi Demikian putusan hukum ini dijatuhkan pada hari : SENIN, 28 JANUARI 1991, oleh kami SARIJANTO, SH. Dibantu oleh ENDANG SUTRINI sebagai Panitera Pengganti, putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dengan hadirnya Kuasa Penggugat, Tergugat I dan Tergugat II. B. Pembahasan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memberikan Putusan tentang gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum. (Khususnya dalam Sengketa Perdata No.64 / Pdt.G / 1990 / PN. Klt) 1. Pasal-Pasal yang mengatur Perbuatan Melawan Hukum dan ganti kerugian. a. Tentang Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III titel 3 Pasal 1365 -1366 KUH Perdata. 1) Pasal 1365 KUH Perdata mengatur bahwa : “Setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Unsur-unsur yang terkandung didalamnya adalah adanya tindakan/perbuatan, pelaku mempunyai commit to user unsur salah, dan tindakan itu menimbulkan kerugian. 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2) Pasal 1366 KUH Perdata lebih mengatur tentang ganti kerugian atas suatu perbuatan yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya seseorang. b. Tentang ganti kerugian Ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1367-1380 KUH Perdata, tetapi tidak diatur secara terperinci didalamnya besarnya ganti kerugian. Majelis Hakim dapat memberikan ganti kerugian dengan mengacu pada kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, asas kepantasan, dan asas ekonomis dalam sengketa tersebut. Ganti kerugian pada perbuatan melawan hukum merupakan kewajiban primair suatu perikatan, sedangkan dalam pasal 1246 – 1248 KUH Perdata hanya diatur ganti kerugian yang lahir oleh perjanjian, jadi Pasal 1246 – 1248 KUH Perdata hanya dapat ditetapkan secara analogi saja pada tuntutan ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum. c. Tentang larangan pemakaian tanah tanpa hak Pemerintah mengatur tentang penguasaan tanah tanpa hak yaitu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960. Pasal 2 Perpu Nomor 51 Tahun 1960 mengatur: “Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah”. 2. Di dalam Sengketa Perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt Pertimbangan Majelis Hakim yang tercantum dalam Putusan Sengketa Perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt yaitu Majelis Hakim terlebih dahulu menentukan adanya seseorang yang menguasai tanah tanpa hak. Penentuannya berdasarkan bukti-bukti yang ada. Bukti tersebut berupa : a. Bukti Tulisan, berupa akta otentik atau akta dibawah tangan commit to user 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Bukti saksi (keterangan saksi) Bukti tersebut digunakan untuk mengetahui Tergugat telah menguasai tanah tanpa hak, pada Putusan Sengketa Perdata No.64/Pdt/G/1990/Klt Tergugat menguasai tanah tanpa hak karena adanya penyalahgunaan wewenang dari Kepala Desa dan pejabat setempat. Penguasaan tanah tanpa hak tersebut dapat digolongkan menjadi suatu perbuatan melawan hukum. Hal ini disebabkan ulah dari Kepala Desa yang dengan kekuasaannya dan kewenangannya ikut mendukung oknum-oknum tertentu didalam melakukan peralihan hak atas tanah kas desa, padahal Tergugat mengetahui bahwa yang telah dilakukan tersebut melanggar hukum, bahkan dengan kewenangannya Kepala Desa telah berani melepaskan sebagian tanah kas desa hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Pelepasan tanah kas desa yang dilakukan oleh Kepala Desa kepada anaknya dilakukan tidak jujur atau beriktikad tidak baik, sehingga perbuatan pelepasan tanah kas desa yang dilakukan oleh Kepala Desa Karangwungu, Kecamatan Karangdowo, Klaten jelas merupakan Perbuatan Melawan Hukum. Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 1365 KUH Perdata telah dapat dibuktikan oleh Penggugat, karena itu ganti kerugian dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut, karena ganti kerugian dalam tuntutan perbuatan melawan hukum adalah merupakan unsur yang harus ada apabila perbuatan melawan hukum tersebut terbukti menyebabkan kerugian bagi orang lain. Tuntutan ganti kerugian tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim. Langkah selanjutnya Majelis Hakim menentukan besarnya ganti kerugian. Besarnya ganti kerugian dikabulkan secara ex aequo et bono yaitu menurut asas kepantasan dan rasa keadilan (Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992). Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II dalam perkara tersebut dapat commit melawan to user hukum dengan mengacu pada digolongkan menjadi perbuatan perpustakaan.uns.ac.id 51 digilib.uns.ac.id bukti-bukti yang telah disampaikan oleh Penggugat yaitu berupa data pengajuan Sertifikat oleh Tergugat kepada PPAT yang melebihi apa yang diputuskan dalam rapat desa Karangwungu, selain itu juga dari pemeriksaan hakim di lapangan menunjukkan perluasan tanah yang semula 420 m2 menjadi seluas 786,28 m2. Perluasan tanah yang dilakukan oleh Tergugat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya, didalam Pasal 2 Perpu tersebut mengatur bahwa ”Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah”. Terbuktinya perbuatan melawan hukum tersebut, maka dapat dikabulkan ganti kerugian yang dituntut oleh Penggugat. Mengingat dalam KUH Perdata tidak dijelaskan secara terperinci besarnya penghitungan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum, maka besarnya ganti kerugian dihitung menggunakan asas kepantasan, asas ekonomi dan asas keadilan. Hasil wawancara dengan hakim pengadilan Negeri Klaten yaitu ibu Makmurin, S.H menyatakan bahwa pernah memberikan suatu putusan ganti kerugian didalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum tetapi dalam hal kecelakaan lalu lintas. Pertama harus ditentukan dulu perbuatan tersebut adalah perbuatan melawan hukum atau tidak, dengan mengacu pada Pasal 1365 KUH Perdata. KUH Perdata mengatur secara lengkap suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum yaitu dalam Buku III titel 3 Pasal 1365-1380 KUH Perdata, Perbuatan Melawan Hukum harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut (Pasal 1365 KUH Perdata): a. Adanya tindakan atau perbuatan. b. Pelakunya mempunyai unsur salah. c. Tindakan atau perbuatan kerugian. commititu tomenimbulkan user perpustakaan.uns.ac.id 52 digilib.uns.ac.id Langkah selanjutnya Penggugat mengajukan ganti kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum, maka kewajiban dari Penggugat untuk membuktikan kerugian tersebut. Penggugat dapat tidak mengajukan ganti kerugian sehingga tidak perlu membuktikannya, tetapi biasanya dalam gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum pasti disertai dengan tuntutan ganti kerugian. Kerugian yang tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat, maka Majelis Hakim tidak dapat mengabulkan ganti kerugian, karena dalil-dalil yang diberikan oleh Penggugat belum dapat membuktikan bahwa telah terjadi kerugian yang disebabkan oleh suatu perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat, dimana perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum. Kerugian dapat digolongkan menjadi dua yaitu kerugian materiil dan kerugian immateriil. Kerugian materiil pembuktiannya dengan bukti-bukti yang dimiliki oleh Penggugat, sebagai contoh kuitansi pengobatan, kuitansi reparasi suatu barang, sedangkan kerugian immateriil belum bisa ditentukan pastinya pada waktu itu, dengan kata lain kerugian yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang, sebagai contoh: cacat seumur hidup, kehormatan, nama baik, dan lain lain. Besarnya ganti kerugian ditentukan dengan mengacu pada Pasal 1365 KUH Perdata, akan tetapi di dalam pasal tersebut tidak diberikan penjelasan secara lebih rinci mengenai besarnya ganti kerugian. Majelis Hakim dalam menentukan besarnya ganti kerugian mengacu pada asas kepantasan dan asas ekonomi. Asas kepantasan dan ekonomi dicontohkan dengan apabila Tergugat adalah orang yang mampu material selain itu kerugian yang ditimbulkan dapat dikatakan parah atau besar bagi Penggugat maka Majelis Hakim dapat memberikan ganti kerugian yang besar, begitu juga sebaliknya apabila Tergugat berasal dari keluarga yang kurang mampu maka ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim dapat mengacu pada asas kepantasan dan ekonomi. Putusan Pengadilan Tinggi commitSemarang to user No. 486/Pdt/1991/PT.Smg perpustakaan.uns.ac.id 53 digilib.uns.ac.id Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg adalah putusan banding dari Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan ini berpendapat bahwa alasan dan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten yang dijadikan dasar putusannya sudah tepat dan benar sehingga oleh Pengadilan Tinggi Semarang diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangannya sendiri didalam memutus perkara tersebut. Putusan dari Pengadilan Tinggi Semarang menguatkan Putusan dari Pengadilan Negeri Klaten. Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 adalah putusan tingkat Kasasi dari putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. Pertimbangan Majelis Hakim dalam amar putusan tersebut mempunyai perbedaan dengan amar putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang, yaitu tentang penyerahan tanah sengketa kepada Penggugat sebagai pihak yang menang. Putusan Pengadilan Negeri Klaten menyatakan menyerahkan semua tanah sengketa dalam keadaan kosong kepada Penggugat seluas 786,28 m2, sedangkan Putusan Mahkamah Agung luas tanah yang harus diserahkan kepada Penggugat, Terbanding dan Termohon Kasasi hanyalah seluas 366,28 m2 karena tanah yang seluas 420 m2 menurut pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung adalah tanah yang sah dan telah memperoleh pengakuan dari camat pada waktu itu menjabat, jadi tidak bisa dibatalkan pembeliannya. Ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung juga lebih sedikit dibandingkan yang tercantum dalam amar putusan Pengadilan Negeri Klaten. Kenyataan yang terjadi dalam Putusan sengketa perdata No.64/Pdt.G/1990/PN.Klt Majelis Hakim memberikan putusan tentang ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan commitoleh to user hukum, yang harus dibayarkan Tergugat sebagai pihak yang kalah perpustakaan.uns.ac.id 54 digilib.uns.ac.id yaitu senilai Rp. 5.500.000,00 setiap tahun, terhitung sejak gugatan tersebut diajukan sampai putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Penggugat. Putusan banding oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten, putusan kasasi Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat lain dalam besarnya ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak yang kalah yaitu menjadi Rp. 1.000.000,- terhitung sejak gugatan diajukan sampai putusan dilaksanakan kepada Penggugat. Peneliti berpendapat bahwa jika membandingkan putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt dan putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg dengan putusan tingkat kasasi yaitu Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 lebih setuju dengan Putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992, walaupun ketiga putusan tersebut telah sesuai dengan pasal 1365 KUH Perdata karena telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung didalam pasal tersebut. Alasan peneliti lebih setuju dengan putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 adalah: a. Menyangkut tentang pengembalian obyek sengketa kepada Penggugat yang dalam hal ini adalah pihak yang menang. Putusan Pengadilan Negeri Klaten menyatakan Tergugat harus menyerahkan seluruh obyek sengketa dalam keadaan kosong kepada Penggugat seluas 786, 28 m2, sedangkan dalam Putusan Mahkamah Agung luas tanah yang harus diserahkan kepada Penggugat hanya seluas 366, 28 m2. Pendapat peneliti lebih tepat adalah putusan Mahkamah Agung karena tanah seluas 420 m2 telah mendapat pengesahan dari Camat yang pada waktu itu menjabat, selain itu Tergugat telah membayar biaya pelepasan tanah tesebut yang telah dibuktikan dengan fotokopy tanda setoran dari BRI Klaten, jadi tidak bisa dibatalkan pembeliannya. b. Tentang pemberian ganti kerugian. Putusan Pengadilan Negeri Klaten commit to user menyatakan bahwa besarnya ganti kerugian yang harus dibayarkan perpustakaan.uns.ac.id 55 digilib.uns.ac.id oleh Tergugat sebagai pihak yang kalah yaitu senilai Rp. 5.500.000,00 setiap tahun terhitung sejak gugatan tersebut diajukan sampai putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Penggugat. Putusan Mahkamah agung menyatakan lain, besarnya ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak yang kalah yaitu menjadi Rp. 1.000.000,terhitung sejak gugatan diajukan sampai putusan dilaksanakan. Peneliti mengetahui dalam prakteknya ganti kerugian yang diberikan oleh hakim akan berbeda-beda antara hakim yang satu dengan hakim yang lain. Setiap hakim mempunyai perhitungan sendiri untuk menetapkan besarnya ganti rugi yang harus dibayarkan, dan ini diatur dalam putusan Mahkamah Agung No. 610 K/SIP/1968. Pasal 1365 KUH Perdata tidak mengatur secara terperinci bagaimana cara menghitung besarnya ganti kerugian. Hakim dalam menghitung ganti kerugian biasanya mempertimbangkan asas kepantasan dan asas keadilan dari pihak yang bersengketa. Perhitungannya biasanya diambil dari ganti kerugian materiil dan ganti kerugian immateriil. Ganti rugi materiil contohnya hak yang langsung dilanggar yaitu luas tanah yang dilanggar, sedangkan ganti kerugian immateriil contohnya apa yang ada didalam tanah yang dilanggar tersebut apabila dinilai dengan uang antara lain: apabila ada pohon yang dapat digunakan, ada bangunan yang dapat digunakan untuk menghasilkan uang, dll. Faktor-faktor tersebut yang digunakan hakim untuk memberikan penilaian besarnya ganti kerugian yang sesuai dengan asas kepantasan, oleh karena itu penulis berpendapat bahwa lebih pantas dan adil diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.000.000,00. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung lebih tepat dibandingkan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten yang cenderung sangat memberatkan Tergugat sebagai pihak yang kalah dalam sengketa perdata tentang gugatan ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV SIMPULAN DAN SARAN BAB IV ini dikemukakan tentang simpulan dan saran. Kesimpulan dan saran tersebut berdasarkan 64/Pdt.G/1990/PN.Klt, pada putusan putusan Pengadilan Sengketa Tinggi Perdata No. Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg dan putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 yang telah dilakukan penelitian dan pembahasannya. A. SIMPULAN Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus gugatan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum dan simpulan yang diperoleh oleh peneliti setelah dilakukan pembahasan pada ketiga putusan tersebut adalah : 1. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang mengatur tentang unsur-unsur seseorang dapat dikatakan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan ganti kerugian yang ditimbulkan. Majelis Hakim sangat memperhatikan alat-alat bukti yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat baik berupa alat bukti surat maupun saksi-saksi. Berdasarkan alat-alat bukti yang ada Tergugat terbukti telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum yaitu menguasai tanah yang bukan haknya. Perbuatan Tergugat juga melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, dalam Pasal 2 Perpu tersebut mengatur bahwa “Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah”. Ganti kerugian yang diminta oleh Penggugat dikabulkan oleh Majelis Hakim sesuai dengan asas kepantasan dan asas keadilan, selain itu dilakukan pembatalan akta jual beli tanah kas desa dan Tergugat harus commit to user 56 perpustakaan.uns.ac.id 57 digilib.uns.ac.id mengembalikan obyek sengketa dalam keadaan kosong yaitu seluas 786, 28 m2 kepada Penggugat. 2. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 486/Pdt/1991/PT.Smg secara garis besar sama dengan putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt karena putusan Pengadilan Tinggi Semarang bersifat menguatkan putusan sengketa perdata No. 64/Pdt.G/1990/PN.Klt. 3. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung No. 999 K/Pdt/1992 terjadi perbedaan dengan putusan Pengadilan Negeri Klaten dan putusan Pengadilan Tinggi Semarang. Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa pengembalian obyek sengketa hanya sebagian saja jadi tidak semua obyek sengketa dikembalikan kepada Penggugat, hanya obyek sengketa yang dilanggar saja. Pertimbangan Majelis Hakim bahwa obyek sengketa yang 420 m2 adalah tanah yang sah milik Tergugat dan telah memperoleh pengakuan dari camat pada waktu itu menjabat, jadi tidak dapat dibatalkan pembeliannya. Ganti kerugian yang diberikan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung juga lebih sedikit dibanding dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang. Pertimbangan Majelis Hakim karena mengingat ex aequo et bono (asas kepantasan dan rasa keadilan). Asas kepantasan dan rasa keadilan dapat dilihat dalam putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung. B. SARAN 1. Majelis Hakim harus lebih teliti dan cermat dalam memberikan suatu putusan baik dalam tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi, karena putusan Majelis Hakim diharapkan dapat menyelesaikan masalah dari kedua pihak yang bersengketa. Putusan Majelis Hakim jangan sampai memihak salah satu pihak.commit to user 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Berkaitan dengan perbuatan melawan hukum Pembuat Undang-Undang harus membuat peraturan yang lebih jelas, supaya dapat dijadikan pedoman bagi semua hakim di Indonesia dalam memutus suatu gugatan Perbuatan Melawan Hukum. 3. Pembuat Undang-Undang harus membuat peraturan yang jelas mengenai perhitungan ganti kerugian yang disebabkan oleh Perbuatan Melawan Hukum walaupun hakim telah menetapkan perhitungan ganti kerugian sesuai dengan asas kepantasan dan asas keadilan, tapi menurut peneliti asas tersebut masih kurang jelas mengatur perhitungan ganti kerugian. Hal ini menyebabkan perbedaan perhitungan antara Majelis Hakim yang satu dengan Majelis Hakim yang lain. commit to user 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. 2000. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. _________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Dimyati Khudzaifah. 2005. Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia. Surakarta : Muhammadiyah Press. H.B. Sutopo. 1999. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II. Surakarta : UNS Press. J. Satrio. 1993. Hukum Perikatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Krisna Harahap. 2007. Hukum Acara Perdata (Class Action, Arbitrase & Alternatif serta Mediasi). Bandung : PT. Grafitri Budi Utami. M. A. Moegni Djojodirjo.1982. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta : Pradnya Paramitha. Peter Mahmud Marzuki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana. Riduan Syahrani. 1994. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum. Jakarta : Sinar Grafika. R. Setiawan. 1999. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta. R. Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung : Bina Cipta. _________. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha. Salim HS. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Soenyoto Wiro Soemarto. 1983. Asas-Asas Hukum Perdata. Surakarta. Soerjono Soekanto. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press. Sudikno Mertokusumo. 1992. ”Pembatalan Isi Akta Notaris dengan Putusan Pengadilan”. Mimbar Hukum. Mei No. 15/V/1992. Jogjakarta : Fakultas Hukum UGM. commit to user _________. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty. 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Supomo. 1967. Hukum Acara Pradnjaparamita. Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta : http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8159204247 216449404-ftn8. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5AvPmqaT0m0J:taufiqn ugrohosh.multiply.com/journal/item/+tata+cara+pembukaan+sidang+p engadilan&cd=www.google.co.id. http://yogiikhwan.blogspot.com/2008/03/pelaksanaan-akad-dan-akibathukum.html. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Rechtreglement Buitengewesten (RBg). commit to user 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id LAMPIRAN commit to user 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 68 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user 69 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user