Pengaruh Induksi Multiple Low Dose (MLD) DMBA (7,12 Dimethylbenz (α)antrasene) Terhadap Ekspresi Sitokrom P450 dan Gambaran Histopatologi Hepar dalam Pembuatan Tikus (Rattus norvegicus) Model Ca Mammae The Effect of Multiple Low Dose (MLD) DMBA (7,12Dimethylbenz (α) antrasene) Induction Towards The Expression of Cythocrome P450 and Liver Histopathology of Rat (Rattus norvegicus) Mammary Cancer Model Yesy Vita Adetyara, Dyah Ayu Oktavianie A.P, Anna Roosdiana Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya [email protected] ABSTRAK Kanker mammae merupakan jenis kanker yang paling banyak dijumpai pada anjing dan kucing. Kanker mammae dapat dipicu oleh senyawa kimia 7,12 Dimethylbenz (a) antrasene (DMBA) yang bersifat karsinogenik. Metabolisme DMBA akan meningkatkan ekspresi sitokrom P450 dan menyebabkan kerusakan jaringan hepar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi DMBA terhadap peningkatan ekspresi sitokrom P450 dan gambaran histopatologi hepar pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan tikus strain sprague dawley betina dengan umur 10-12 minggu dan berat badan rata-rata 150-200 gram. Pada penelitian ini dibagi dalam 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B). Pembuatan hewan model kanker mammae dilakukan dengan induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB secara injeksi subcutan di mammae dan induksi estrogen dengan dosis 20.000 IU/kg BB secara intramuscular. Parameter yang diamati adalah ekspresi sitokrom P450 dengan metode imunohistokimia dan gambaran histopatologi hepar dengan pewarnaan hematoksilin eosin. Data ekspresi sitokrom P450 dianalisa secara statistik dengan uji T tidak berpasangan sedangkan gambaran histopatologi hepar dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi DMBA dengan dosis 10 mg/kg BB dan estrogen dosis 20.000 IU dapat meningkatkan ekspresi sitokrom P450 sebanyak 15x dan menyebabkan kerusakan jaringan hepar berupa dilatasi vena sentralis serta terjadi infiltrasi sel radang limfosit diantara hepatosit. Kata kunci: DMBA, Histopatologi Hepar, Kanker mammae, Sitokrom P450 ABSTRACT Mammary cancer is the most commonly cancer that often happen in female animal. Mammary cancer can be induced by carcinogenic chemical substance like 7,12 Dimethylbenz (a) antrasene (DMBA). DMBA Induction will increase the expression of cythocrome P450 and causes tissue damage on liver. This research was aimed to investigate the effect of DMBA induction on cythocrome P450 and histopathology of rat (Rattus norvegicus) liver. This research was used 10-12 weeks female Sprague dawley rat with average weight between 150-200 gram. This research was separated in two groups, negative control and the group of positive used 10 mg/kg BW DMBA which injected subcutaneously and estrogen induction with dose 20.000 IU/kg BB intramusculary. The parameter were the expression of cythocrome P450 which observed by immunohistochemistry method and liver histopathology which observed by HE. Statistic analysis of cythocrome P450 expression was performed quantitatively by independent T test, while the liver histopathology was analyzed descriptive. The results showed that DMBA induction with dose 10 mg/kg BB and estrogen with dose 20.000 IU could increase the expression of cythocrome P450 at 15x and caused tissue damage on the liver which showed as vein dilatation and infiltration in inflammation cell. Key word: Cancer Mammae, Cythocrome P450, DMBA, Liver Histopatology PENDAHULUAN Kanker merupakan tumor ganas dengan adanya pertumbuhan sel-sel tubuh secara abnormal (Agustina, 2008). Kanker mammae merupakan proses proliferasi yang bersifat ganas yang terletak pada sel epithelial di duktus dan lobulus mammae (Lippman and Bruce, 2008). Kanker mammae dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, berat badan. Induksi hormon biosintesis juga dapat mendorong terjadinya tumor mammae pada anjing (Dore et al., 2003). Anjing betina terdapat sekitar 41%53% kejadian kanker mammae dengan frekuensi kejadian 381-1126/100.000. Kucing juga dapat mengalami kanker mammae. Angka kejadian kanker mammae pada kucing sekitar 86% dengan frekuensi kejadian 158-470/100.000 (Todorova, 2006). Kanker mammae sering menyerang anjing pada usia 10-12 tahun. Kejadian kanker mammae tertinggi terjadi pada ras anjing crossbreed, poodle, dan cocker spaniel. Anjing memiliki berat badan antara 5-10 kg dan 30-35 kg lebih beresiko mengalami kanker mammae dengan angka kejadian 21,57% (Gupta et al., 2012) ; (Zatloukal et al., 2005). Prognosis kejadian kanker mammae pada anjing dipengaruhi banyak faktor (Morrison, 2002). Proses terjadinya kanker diawali adanya kerusakan DNA dan mutasi pada gen pengatur pertumbuhan (Meiyanto, 2007). Ketidakseimbangan proliferasi dan apoptosis menyebabkan terjadinya kanker. Mutasi gen biasanya disebabkan adanya paparan Polycyclic Aromatic Hidrocarbon (PAH) salah satunya Dimethylbenz (a) antrasene (DMBA) yang bersifat mutagenik dan karsinogenik (Sutrisno, 2011). Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen (Ranasasmita, 2008). Pembuatan hewan model kanker mammae dilakukan dengan menginduksikan zat karsinogenik seperti 7,12 dimetylbenz [a] antrasen (DMBA), benzo(a)pyrene, 4-nitroquinoline-1-oxide, dan N-nitroso-N-methylure. Zat-zat mampu memicu timbulnya kanker mammae pada hewan percobaan (Cordeiro and Kaliwal, 2011). Jalur metabolisme DMBA melalui aktivasi sitokrom P450 yang diekspresikan oleh mammae dan hati. Metabolit DMBA yang membentuk DNA adduct akan menentukan mutasi dalam gen dan mengendalikan siklus sel sehingga terjadi pembelahan sel kanker (Alhabsy, 2012). Pada hati terjadi metabolisme DMBA untuk menjadi senyawa yang lebih reaktif sehingga dapat menyebabkan kerusakan hati (Rahardian dkk., 2014 ). MATERI DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang tikus, spuit 1 ml, 3 ml, timbangan hewan, mortar, timbangan analitik, botol steril, alumunium foil, glove latek, kapas, pinset, silet, scapel blade, gunting, cawan petri, dan pot (tempat menyimpan jaringan), mikroskop, gelas objek, cover glass. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley betina umur 10-12 minggu dengan berat rata-rata 150-200 gram, 7,12 dimetylbenz (α) antrasene (DMBA), pakan standar tikus buras crumble aquades, estrogen, minyak bunga matahari, NaCl fisiologis, larutan PFA 4%. Bahan lainnya antara lain etanol absolut, xylol, blok parafin, hematoksilin, eosin , PBS, larutan H2O2 3%, susu skim 1% dalam PBS tween, antibodi primer (anti rabbit CYP450), antibodi sekunder Goat antirabbit berlabel biotin, SA-HRP (Strep Avidin Horse Radish Peroxsidase), DAB (Diamano Benzidine), Mayer Hematoxyler, klorofom. Pembuatan Hewan Model Kanker Mammae Pembuatan hewan model kanker mammae dengan memberikan induksi DMBA dan estrogen. Induksi DMBA dengan dosis 10 mg/kg BB diberikan secara subcutan pada organ target mammae. Induksi DMBA dilakukan setiap dua hari sekali sebanyak 10X. Induksi estrogen diberikan secara intramuscular dengan dosis 20.000 IU/kg BB sebanyak 2X dalam seminggu dengan interval waktu pemberian setiap 4 hari sekali. Pemberian induksi estrogen dilakukan dengan waktu bergantian dengan induksi DMBA. Pengamatan Tikus Pasca Induksi DMBA Tikus yang sudah diinduksi DMBA di palpasi dan dilakukan penimbangan berat badan. Palpasi pada daerah mammae setiap lima hari sekali sampai tiga minggu. Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan kanker sampai terbentuknya nodul pada mammae tikus. Pengambilan Organ Hepar Tikus Tikus yang sudah mengalami kanker mammae dengan ditandai adanya nodul pada daerah mammae. Tikus dimasukkan ke dalam toples yang sudah diberi kloroform. Setelah itu tikus diletakkan rebah dorsal pada papan pembedahan kemudian pembedahan dilakukan dibagian perut. Setelah itu organ hati diambil dan dicuci dengan NaCl fisiologis 0,9%, kemudian dimasukkan dan direndam kedalam larutan PFA 4%. Pembuatan Preparat Histopatologi Proses pembuatan preparat histopat terdiri dari fiksasi, dehidrasi dan infiltrasi penjernihan, infiltrasi paraffin, embedding, sectioning, penempelan di gelas objek, serta pewarnaan (Muntiha, 2001). Pewarnaan Hematoxilin Eosin Proses pewarnaan Hematoxilin eosin terdiri dari deparafinasi, rehidrasi, pewarnaan hematoxilin, pewarnaan eosin, dehidrasi, penjernihan (clearing), mounting (Mu’nisa dkk., 2014). Setelah itu dilakukan pengamatan preparat histopatologi dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Pengamatan dilakukan pada semua lapang pandang dengan mengamati bagian vena sentralis, hepatosit, sinuoid di hepar. Pewarnaan Preparat dengan Imunohistokimia Sitokrom P450 Proses pewarnaan preparat dengan metode imunohistokimia sesuai dengan metode Hayat (2005). Pengamatan Ekspresi Sitokrom P450 Pengamatan ekspresi sitokrom P450 dilakukan dengan menggunakan mikroskop bercahaya dengan perbesaran 400x lensa objektif. Dilakukan pengamatan preparat dalam 5 lapang pandang untuk mengetahui presentase area dengan menggunakan bantuan software Axiovision. Pengamatan ekspresi sitokrom P450 dengan software Axiovision dengan mendeteksi warna coklat yang terdapat pada foto preparat. Analisis Data Data yang diperoleh adalah data kuantitatif dari presentase area ekspresi sitokrom P450 dianalisis secara statistik. Hasil dan Pembahasan Hewan Model Kanker Mammae Keberhasilan dalam pembuatan hewan model kanker mammae dengan induksi DMBA dapat dibuktikan dengan pemeriksaan nodul pada jaringan sekitar mammae. Pengamatan nodul setelah induksi DMBA dilakukan setiap seminggu sekali. Terbentuknya nodul merupakan tanda bahwa tikus mengalami kanker. Menurut pendapat Khasanah (2013) bahwa gejala terjadinya kanker mammae salah satunya adalah munculnya benjolan pada mammae bermassa keras dan bentuknya tidak beraturan. Nodul berupa masa padat di daerah mammae muncul pada hari ke 14 setelah induksi DMBA pertama Adanya nodul ini menunjukkan keberhasilan induksi DMBA untuk meyakinkan telah terjadi kanker mammae dilakukan pengamatan histopatologi. Kelenjar mammae terdiri dari banyak lobus kemudian terbagi menjadi lobulus dan tiap lobulus terdiri atas alveoli. Alveoli dilapisi oleh acini yaitu sel pensekresi air susu. Lobus terdiri atas beberapa duktus yang bermuara ke duktus terminal (Junquiera et al., 2007). Nodul kanker terbentuk melalui perkembangan sel yang berlebih (proliferasi) sehingga membentuk masa padat. Nodul akan bertambah besar ukurannya hingga pada akhirnya nodul pecah (Wongso dkk., 2013). Hasil penelitian ini dengan pemberian induksi DMBA multiple low dose (MLD) dengan dosis 10 mg/kg BB sebanyak 10 kali dengan interval 48 jam secara subcutan pada jaringan mammae menunjukkan lebih cepat memunculkan nodul dibandingkan dengan penelitian Hamid (2009) dengan induksi DMBA dosis 20 mg/kg BB dengan frekuensi 10 kali pemberian secara intragastrik, dimana nodul pertama kali muncul pada hari ke 21 setelah induksi terakhir. Penelitian ini lebih cepat menimbulkan nodul dikarenakan induksi DMBA dilakukan setiap dua hari sekali sehingga DMBA tetap stabil didalam darah, induksi dilakukan pada organ target serta juga diberikan induksi estrogen agar lebih cepat terbentuknya kanker. Terlihatnya nodul dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal keberhasilan terjadinya kanker untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap ekspresi sitokrom P450 dan untuk mengetahui pengaruh dari DMBA terhadap hepar. Ekspresi Sitokrom P450 Hepar pada Tikus Model Kanker Mammae Hasil Induksi DMBA Berdasarkan pengamatan dengan metode imunohistokimia, kelompok kontrol (gambar A) menunjukkan ekspresi sitokrom P450 yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan (gambar B). Pada gambar A memperlihatkan warna coklat yang lebih terang dibandingkan dengan gambar B dikarenakan ekspresi yang ada lebih sedikit. Pada Gambar B memperlihatkan warna coklat gelap karena adanya akumulasi ekspresi sitokrom P450 dan warnanya lebih merata dibandingkan dengan gambar A. Warna kecoklatan yang lebih banyak menunjukkan sitokrom P450 lebih terekspresi pada kelompok perlakuan induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dibandingkan dengan kelompok kontrol. A B Gambar 1. Ekspresi Sitokrom P450 pada hepar tikus (Perbesaran 400x) Keterangan : A = Hepar tikus kelompok kontrol B = hepar tikus perlakuan Tingkat ekspresi sitokrom P450 diukur secara kuantitatif melalui pengukuran persentase area pada preparat hepar yang menunjukkan ekspresi warna coklat menggunakan software axiovision. Persentase area merupakan pengukuran luas area ekspresi sitokrom P450 berdasarkan warna coklat yang nampak dan dinyatakan dalam satuan persen. Tabel 1. Rata-rata Persentase Area Ekspresi Sitokrom P450 pada Hepar Kelompok Ekspresi Peningkatan perlakuan Sitokrom P450 (mean ± SD) Kelompok 1.734 ± 0.092 kontrol Kelompok 28.799 ± 4.640 15x perlakuan Kelompok kontrol terdapat ekspresi sitokrom P450 pada bagian sitoplasma sel hapatosit karena secara normal sitokrom merupakan superfamily monooksigenase yang menghidroksilasi senyawa fisiologis dan xenobiotik dalam tubuh (Marks dkk., 2000). Sitokrom P450 berperan penting dalam membantu metabolisme tubuh secara normal. Sesuai pendapat Cairns (2004) bahwa sitokrom P450 berfungsi sebagai pengangkut elektron pada reaksi oksidatif obat-obatan dan xenobioik. Senyawa PAH dapat meningkatkan CYP1A1 melalui interaksi dengan AhR. Enzim CYP1A1 akan mengubah substrat berupa senyawa reaktif pada saat senyawa prokarsinogenik berinteraksi dengan Ahr. Senyawa reaktif dan AhR akan bertranslokasi ke nucleus dan menginduksi transkripsi CYP (Anshor dkk, 2013). Ekspresi sitokrom P450 pada kelompok perlakuan menunjukkan adanya peningkatan sebesar 15x dengan presentase area 28.799 ± 4,640 dibandingkan nilai ekspresi sitokrom P450 dari kontrol negatif sebesar 1.734 ± 0.092. Data yang didapatkan kemudian di analisa menggunakan uji T dengan software SPSS. Berdasarkan hasil uji T parametrik tidak berpasangan menunjukkan bahwa ekspresi Sitokrom P450 pada kelompok perlakuan berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif. Pemberian DMBA 10 mg/kg BB menyebabkan terjadinya peningkatan ekspresi sitokrom P450 pada hepar. Senyawa DMBA akan berikatan dengan AhR sebagai reseptor kemudian berikatan dengan Aryl Receptor Nuclear Translocator (ARNT). Senyawa DMBA yang masuk akan mengaktivasi sitokrom P450 di hepar untuk membantu metabolisme DMBA. Gambaran Histopatologi Hepar Pasca Induksi DMBA pada Tikus Model Kanker Mammae Pengamatan histopatologi hepar dilakukan pada semua bagian pada hepar. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Pengamatan terhadap gambaran histopatologi hepar tikus pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa tikus kontrol menunjukkan gambaran histologi dalam keadaan normal yang meliputi sel hepatosit, vena sentralis, sinusoid. Sel hepatosit terlihat intinya berbentuk bulat dengan warna keunguan, terdapat juga hepatosit dengan inti lebih dari dua. Pada vena sentralis terlihat lebih kecil dibandingkan dengan kelompok perlakuan, ditengah vena tidak terdapat limfosit. Sinusoid terlihat seperti celah tidak beraturan, tidak renggang dan tidak melebar. Pengamatan preparat histopat pada tikus kelompok perlakuan yang diberi induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dan estrogen 20.000 IU/kg BB memperlihatkan adanya perubahan pada vena sentralis dan sinusoid. Terjadinya dilatasi dan rusaknya sel endotel menyebabkan vena sentralis dan sinusoid lebih lebar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Celah antar endotel menyebabkan sel radang dapat masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi infiltrasi sel radang pada hepatosit yang ditandai dengan adanya limfosit. Sel hepatosit pada kelompok perlakuan terlihat berwarna keunguan dengan inti ditengah namun ada juga yang menunjukkan binuclear. Menurut pendapat Lumongga (2008) bahwa dalam keadaan normal dapat dijumpai sel hepatosit yang memiliki inti lebih dari satu. B A 3 1 2 2 1 Gambar 2. Histopatologi hepar tikus (Perbesaran 400x) Keterangan : A = Hepar tikus kelompok kontrol terdiri dari (1) sinusoid, (2) vena sentralis dan B = hepar tikus perlakuan mengalami perubahan pada bagian (1)= sinusoid yang melebar, (2) = vena sentralis mengalami dilatasi dan adanya sel radang limfosit, (3)= sel radang (limfosit) yang berada di antara hepatosit Hepatosit dapat mengalami resiko terpapar bahan toksik dan mengalami kerusakan ketika melakukan fungsi detoksifikasi (Agustiyanti, 2008). Didalam sinusoid terdapat pembuluh kapiler yang akan mengisi lobulus dan membawa darah dari arteri dan vena interlobularis. Hepar akan terjadi metabolisme senyawa DMBA menjadi metabolit epoksida dehidrodiol yang reaktif (Hamid dkk, 2012). Proses metabolisme DMBA dengan dibantu aktivasi sitokrom P450 akan menyebabkan peningkatan ROS yang berlebihan sehingga terjadi stress oksidatif (Ariani dkk., 2014). Senyawa DMBA yang masuk ke hepar akan melalui proses biotransformasi yang terdiri dari 2 fase yaitu fase I dan fase II. ROS termasuk produk dari reaksi fosforilasi oksidasi mitokondria, pada rantai respirasi mitokondria ROS dibentuk di komplek I dan III. Senyawa DMBA yang dimetabolisme di hepar menghasilkan senyawa yang lebih reaktif, sehingga akan mengaktifkan sel kupffer (makrofag di hepar) untuk mengaktivasi mediator inflamasi. Mediator inflamasi terdiri dari vasoaktive amina (histamine dan serotonin), protease plasma (kinin, leukotriene dan prostaglandin), dan sitokin menyebabkan dilatasi vena sentralis. Sesuai dengan pendapat Arimbi (2013) bahwa plasma protease diproduksi di dalam sel hepar salah satunya kinin. Adanya aktivasi sistem kinin menyebabkan pembentukan bradikinin yang berefek peningkatan permeabilitas pembuluh darah (dilatasi). Mediator inflamasi juga menyebabkan aliran darah melambat sehingga leukosit bergerak (marginasi) dan menempel ke dinding pembuluh darah (adhesi). Terjadinya adhesi dikarenakan reseptor leukosit (selektin) teraktivasi setelah distimulasi mediator tertentu (IL-1 dan TNFα). Adhesi yang kuat antara leukosit dan endotel menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku kemudian leukosit masuk diantara endotel dan menuju ke jaringan sehingga terjadi infiltrasi leukosit (Arimbi dkk, 2013). Adanya dilatasi dan sel radang di dalam vena sentralis kelompok perlakuan menyebabkan vena sentralis lebih besar dibandingkan dengan vena sentralis kelompok kontrol. Sesuai dengan pendapat Cheville (2006) bahwa inflamasi dimulai dengan dilatasi pembuluh darah di sekitar jaringan. Darah yang mengalir di daerah radang kemudian memicu kontraksi pada sel endotel di dinding kapiler, hal ini menimbulkan celah antar endotel. Celah antar endotel menyebabkan banyak sel radang menuju ke jaringan. Sel endotel akan mengaktifkan sitokin sebagai respon terjadinya peradangan. Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa adanya perubahan gambaran histopatologi hepar terjadi pada bagian sekitar vena sentralis atau disebut dengan zona 3 (ventral). Perubahan gambaran histopatologi hepar tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan sitokin proinflamasi. . Hal ini sesuai dengan pendapat Recsanti (2009) bahwa hepar memliki 3 zona yaitu periportal, midzonal dan ventral. Zona 3 merupakan daerah yang paling sensitif terhadap kerusakan sel hepatosit dikarenakan letaknya yang dekat dengan vena sentralis sehingga memiliki cadangan oksigen yang minim dibanding zona lainnya. Di zona 3 ini aktivitas dari sel hepatosit rendah dan akan aktif bila kebutuhan meningkat sehingga ketika aktivitas sel hepatosit meningkat di memungkinkan terjadinya perubahan dari hepatosit. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Induksi DMBA dengan dosis 10 mg/kg BB pada mammae tikus (Rattus norvegicus) dapat meningkatkan ekspresi sitokrom P450 hepar sebesar 15x dengan ratarata persentase area 28.799 ± 4.640. 2. Induksi DMBA pada mammae dengan dosis 10 mg/kg BB dapat merusak jaringan hepar pada tikus (Rattus norvegicus) berupa dilatasi vena sentralis, infiltrasi sel radang diantara hepatosit dan pelebaran sinusoid. SARAN Penelitian ini masih perlu di lanjutkan untuk melihat patomekanisme kanker yang di induksi DMBA seperti sitokin lainnya yang dapat merusak hepar. DAFTAR PUSTAKA Agustiyanti D.A. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati Dan Ginjal Mencit (Mus musculus). Institut Pertanian Bogor Anshor T, Dominius A,Irwanda, Imiawan M. 2013. Supresi Ekspresi CYP1A1 dan CYP1A2 pada Hepatoceluller Carcinoma Melalui Potensi Formula Herbal Terkombinasi Gynura procumbens dan Kulit Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) sebagai Agen Kempreventif Keganasan Hepar. IMKU 2 (1): 1-11 Ariani D. dan Muhartanto. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Phaleria macrocarpa Terhadap Gambaran Histopatologis Hepar Tikus Sprague dawley yang Diinduksi 7,12-Dymethylbenz (a) anthracene (DMBA). Medical Journal of Lampung University 3 (3) Arimbi, Azmijah A, Darsono R, Plumeriastuti H, Widiyatno T,Legowo D. 2013. Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Airlangga University Press Cairns Donald, 2004. Intisari Farmasi, Ed 2. EGC : Jakarta Kimia Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. Oxford: Blackwell Publishing. 147-150 Junqueira, L.C. and Jose C. 2007. Basic Histology Text and Atlas 11th Edition. The McGraw -Hill Company Khasanah. 2013. Karsinoma Mammae Stadium IV Dengan Tanda-Tanda Dyspnoe dan Paraplegi Ekstremitas Inferior. Medula 1 (2) Marks D, Marks A., Smith C. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. EGC: Jakarta Mu’nisa, A.Muflihunna, dan Andi Faridah A. 2014. Gambaran Histologi Ginjal Pada Mencit Diabetes Yang Diberi Ekstrak Daun Sukun. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makasar Muntiha, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional Non Peneliti: Bogor Hamid I. dan Meiyanto E. 2009. Modulasi CYP1A1 Dan GST Serta Ekspresi p53 Dan Ras Setelah Induksi 7,12Dimethylbenz (a) antrasen (DMBA) Dan Pemberian Anti Karsinogenesis Gynura procumbens Dan Curcuma Zedoaria Pada Tikus Galur Sprague dawley. Jurnal Penelitian Medik Eksakta 8 (3) Hamid, I.,R. Reina, Damayanti R.,dan Anwar H. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Gambaran Histopatologi Sel Hepar Tikus Galur Sprague dawley yang Diinduksi DMBA (Dimetilbenz (a) Antrasen).Veterinaria Medika 5 (3) Hayat, M.A. 2005. Handbook of Immunhistoochemistry and In Situ Hybridization of Human Carcinomas, Volume 3 Molecular Genetics, Liver Carcinoma, and Pancreatic Carcinoma. Departement of Biological Sciences. Kean University Union, New Jersey Lumongga F. 2008. Struktur Liver. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan Recsanti D. 2009. Pengaruh Pemberian Jus Stroberi Terhadap Kerusakan Histologis Hepatosit Mencit Akibat Pemberian Asetaminofen [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret: Surakarta Wongso H dan Iswahyudi. 2013. Induksi Kanker Pada Tikus Sprague dawley Sebagai Hewan Model Dalam Penelitian Radiofarmaka. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir BATAN: Bandung