BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemekaran Kabupaten Toraja Utara, merupakan aspirasi politik masyarakat lokal dan menjadi fakta politik setelah ditetapkan sebagai sebuah kabupaten baru baik secara de facto maupun de jure. Aspirasi masyarakat Toraja Utara dengan dukungan yang kuat oleh pihak eksekutif dan legislatif berdasarkan pertimbangan prinsip otonomi daerah, maka kabupaten Toraja Utara resmi dimekarkan menjadi daerah otonom. Pembentukan Kabupaten Toraja Utara di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan berlandaskan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008. Menurut undang-undang ini bahwa tujuan pemekaran adalah untuk peningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Menteri Dalam Negeri meresmikan Kabupaten Toraja Utara Pada tanggal 27 November 2008 menjadi sebuah daerah otonom baru serta melantik Y.S Dalipang sebagai caretaker (pejabat sementara) Bupati Toraja Utara. Seusai peresmian dan pelantikan, Mendagri menuturkan bahwa “ proses lahirnya Kabupaten Toraja Utara cukup panjang dan diwarnai dinamika pro dan kontra pemekaran dikalangan masyarakat Toraja Utara ‘’ (dikutip dari tabloid Kareba tanggal 4 Desember 2008). 1 Pemilihan kepala daerah langsung di berbagai wilayah merupakan esensi sistem politik demokrasi dan fenomena politik kenegaraan baru yang menjadi momentum perubahan cara pandang elit politik lokal tentang pemerintahan di Indonesia. Pada masa eforia politik orde baru, di satu sisi tidak percayanya rakyat pada elit politik menjadikan proses rekruitmen pemimpin mengarah pada sistem demokrasi langsung. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah menegaskan bahwa peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan (koalisisi) partai politik yang dipilih langsung oleh rakyat. Ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini diubah dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintah daerah, pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa ‘’peserta pemilukada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang melalui KTP’’. Subtansi dari kedua undang-undang ini adalah adanya kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpin lokal. Letak perbedaannya pada mekanisme legalisasi partai politik dan pengusungan calon bupati berbasis dukungan KTP oleh masyarakat sebagai syarat utama. Partisipasi masyarakat dalam pergantian elit lokal berbeda-beda, ada yang sebagai kelompok pendukung, oposisi maupun sebagai kelompok netral mencoba untuk mengawasi proses sirkulasi elit. Tidak jarang juga masyarakat digunakan sebagai alat kepentingan belaka dalam proses politik. 2 Persaingan antara elit politik lokal dapat dimaknai sebagai situasi yang menegaskan berbagai perbedaan politik untuk mengartikulasikan kepentingan kolektif kelompok sosial yang diwakilinya. Perbedaan itu bisa bersifat ideologis atau kebijakan, khususnya kebijakan yang hanya menguntungkan seseorang atau sekelompok orang saja. Para politisi melihat jabatan-jabatan di eksekutif dan legislatif kerap diprioritaskan sebagai gerbang untuk menjalankan perburuan kepentingan pribadi masing-masing, bukan untuk mewujudkan tujuan politik yang bersifat substantif yakni perjuangan akan kebenaran dan keadilan yang berpihak kepada masyarakat (Ambardi Kuskridho,2009:19). Pasca pemekaran dari kabupaten induk Tana Toraja. Masyarakat Toraja Utara mempersiapkan diri menuju pada pemilukada langsung perdana untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati defenitif. Pemilukada perdana itu, diikuti oleh tujuh pasang calon Bupati dan Wakil Bupati bertarung meraih dukungan masyarakat untuk memperoleh kursi kekuasaan. Dinamika hubungan politik pada pemilukada Kabupaten Toraja Uatara dimana saling pegaruhnya antara kelompok-kelompok sosial untuk mendapatkan kepentingan yang diformulasikan sebagai tujuan politik. Interelasi yang terbangun merepresentasikan kepentingan-kepentingan politik juga adanya interdependensi antara elit politik dengan kelompok pendukung yang berasal dari kalangan pengusaha konglomerat berpengaruh. Pemilukada langsung memberikan akses bagi kandidat bupati dan masyarakat untuk berkomunikasi langsung. Kondisi seperti ini dijadikan peluang 3 para calon bupati untuk membangun jaringan dan komunikasi politik pada setiap kelompok massa untuk memperoleh simpati dari masyarakat. Salah satu calon Bupati Toraja Utara yang bertarung pada pemilukada adalah Frederik Batti Sorring mantan wakil bupati Kabupaten Asmat Papua yang merupakan putra asli Toraja Utara, daerah yang berjulukan ‘’ Tana Pahlawan Pongtiku’’ . Untuk mengejar tujuan politiknya, maka dilakukan berbagai relasi dan jaringan dalam mensosialisasikan visi dan misi politiknya. Desain muatan kepentingan yang diformulasikan ke dalam relasi dan konsensus antara elit politik dengan kelompok-kelompok yang berpengaruh di aras lokal. Untuk mewujudkan kepentingan itu, masing-masing kelompok berupaya memaksimalisasi tujuan dan kepentingannya agar terakomodasi oleh kandidat bupati yang diusung. Pada setiap suksesi politik, ketika pesta demokrasi itu sarat akan kepentingan politik melingkupinya dan menjadikan arena investasi yang tidak pernah sepi dari problema relasi penguasa pengusaha. Penguasa sedemikian rupa mengondisikan agar jejaring kekuasaan ‘’ the web of power ’’ menjadi tempat bersimbiosis dan beriteraksi kalangan pengusaha dalam dunia politik praktis. Dalam diferensiasi politik, kelompok kepentingan tampil sebagai salah satu pelaku politik yang sangat penting. Pro dan kontra dukungan kepada elit politik lokal merupakan bagian dari rangkaian sistem demokrasi langsung pada setiap segmen politik. Kehadiran kelompok pengusaha seperti Agustinus Parrangan, Hari Parung dan Frederik Batong serta Thomas Irja secara opensif (terbuka) mendukung bupati pada pemilukada Toraja Utara tahun 2011. 4 Transparansi ini menampilkan bentuk hubungan mereka ditujukan pada korporasi dan pertukaran kepentingan demi untuk mendapatkan keuntungan dan ganjaran dari kontribusi yang diberikan pengusaha kepada elit politik pada proses pemilukada (http://news.fajar.co.id/read/113673/41/sobat-dikelilingi-pengusaha- irian-dalipang-didukung-saksi-berlapis). Secara aktual empirik dalam dunia politik menyatakan bahwa tidak ada kawan atau pun musuh yang abadi tetapi yang kekal adalah sebuah kepentingan, dimana para pelaku politik menjalin interaksi hanya untuk pertukaran kepentingan yang sifatnya mutualisme. Gradasi hubungan penguasa dengan pengusaha dalam dunia politik sulit terpisahkan, dunia politik membutuhkan asupan dana untuk menggulirkan dan memperkuat fondasi strategi politik demi memperoleh kekuasaan. Tentu saja dana itu disedot dari kantong dan pundi-pundi para pengusaha. Di sisi lain, pengusaha memformulasikan hubungan yang real untuk mendapatkan ganjaran dan imbalan yang seimbang dari kontribusi yang disumbangkan kepada elit politik. Jika diterawang dari kaca mata politik bahwa barometer suatu hubungan elit politik di tingkatan lokal tampak pada sejauh mana realisasi yang diterima dari hubungan pertukaran kepentingan. Sehingga pertukaran kepentingan mendominasi hubungan elit untuk mendapatkan akses terhadap eskalasi politik lokal dengan format kepentingan dan kekuasaan menjadi sarana alat tukar-menukar kepentingan politik. Proses politik dimana kepentingan elit politik lokal dipertaruhkan demi kedudukan dan keuntungan, motif yang mencerminkan persamaan kepentingan 5 setidaknya menunjukkan elit berkolaborasi dalam memperkuat dan memperkokoh posisi demi kepentingan politik, hal ini sulit dilepaskan karena sudah memasuki sistem yang saling memberikan keuntungan bagi elit yang berkepentingan. Pada perspektif patron-klien (Maswadi Rauf, 2001:103) menyatakan bahwa hubungan itu merupakan proses tukar menukar jasa. Dengan kata lain kedua belah pihak terlibat dalam proses saling memberi dan menerima. Patron memberikan resources yang dimilikinya untuk dimanfaatkan para klien, dan para klien memberikan dukungan dan bantuan kepada patron. Kekuasaan elit politik dan relasinya dengan pengusaha menciptakan konsensus politik yang menjadi magnet hubungan pertukaran kepentingan seperti distribusi posisi kekuasaan, penanganan proyek serta kebijakan yang menguntungkan pengusaha. Realitasnya bahwa bantuan operasional politik, untuk “melunasi biaya politik” yang harus ditanggung penguasa, kepada kelompok pengusaha yang telah melimpahkan dukungan dalam memenangkan suksesi politik. Sistematisasi untuk menciptakan hubungan kerja sama dan persaingan yang adil perlu dilakukan agar kepentingan elit dapat saling mengisi dan diisi fungsi politiknya. Kuatnya persekutuan pengusaha dan penguasa bersimbiosis menjadi kekuatan yang begitu sulit ditaklukkan, menyadari bahwa paduan kekuatan semacam itu akan lebih banyak berasosiasi, atau setidaknya dikaitkan dengan dunia politik dan bisnis. Bercermin pada realitas tersebut tak berlebihan jika kemudian dikatakan, bahwa pengusaha menjadi subordinat penguasa, langsung 6 maupun tidak langsung, tercipta hubungan tuan dan hamba dimana, penguasa berkedudukan sebagai tuan dan pengusaha sebagai hamba. Meneropong fakta setiap aktivitas politik pemilukada, subtansi suatu relasi elit dilandasi pertukaran kepentingan pada setiap interaksi. Dalam hubungan sosial politik, yang mendominasi sebuah pertukaran adalah perilaku elit mempertukarkan kepentingan dan saling ketergantungan di antara aktor politik. Sehingga kekuasan menjadi sarana tawar-menawar pertukaran kepentingan politik yang menjembatani hubungan bupati dengan kelompok pengusaha, demi menjaga eksistensi relasi elit tetap utuh pada siklus kekuasaan politik. Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dengan munculnya berbagai kasus setelah pemilukada tersebut. Maka menjadi menarik untuk meneliti bagaimana hubungan elit politik di daerah pasca pemilukada. Penelitian ini berjudul ‘’ Hubungan antara penguasa dengan pengusaha di daerah” (studi kasus Bupati terpilih Kabupaten Toraja Utara tahun 2011). 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut; Bagaimana hubungan Bupati dengan pengusaha pasca pemilukada di Kabupaten Toraja Utara tahun 2011 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mengetahui serta menggambarkan tentang hubungan bupati dengan pengusaha. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelasakan hubungan Bupati dengan pengusaha pasca pemilukada di Kabupaten Toraja Utara tahun 2011. D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Akademik a. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi peneliti-peneliti yang ingin melihat hubungan penguasa dengan pengusaha di daerah pasca pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Toraja Utara tahun 2011. b. Memperkaya khasanah kajian ilmu politik dalam upaya perkembangan keilmuan. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan untuk membantu para pelaku politik dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Toraja Utara dalam memahami hubungan antara penguasa dengan pengusaha yang 8 terjadi antar elit politik pasca pemilihan Bupati/Wakil Bupati di Kabupaten Toraja Utara Tahun 2011. b. Hasil penelitian ini nantinya diharapakan dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian-penelitian yang serupa di tempat lain. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan membahas tinjauan secara teoritis mengenai hubungan penguasa dengan pengusaha, dalam pertukaran kepentingan pasca pemilukada Kabupaten Toraja Utara tahun 2011. Adapun teori dan konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah teori pertukaran dan teori pilihan rasional, perspektif konflik kepentingan, serta konsep elit dan konsep pemilu. A. Teori Pertukaran Pertukaran sosial berangkat dari asumssi ‘’do ut des’’ saya memberi supaya engkau memberi. Semua hubungan di antara manusia bertolak dari skema memberi dan mendapatkan kembali dalam jumlah yang sama. Dengan anggapan seperti ini terjadi pertukaran atau tingkah laku yang dipertukarkan dalam kehidupan sosial. Menurut George simmel motivasi yang mendorong seseorang individu berkontak dengan orang lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan tertentu. Dan menurut pandangan Malinowski bahwa pertukaran yang bersifat timbal-balik, khususnya dalam bentuk hadiah ‘’kula ring’’ merupakan dasar kohesi sosial yang meningkatkan kesatuan di dalam masyarakat (Bernard Raho, 2007 :171-172). Konsepsi di atas setidaknya memberikan makna bahwa pada hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi manusia dalam memandang tentang hubungan itu, dengan orang 10 lain sesuai anggapan diri manusia tersebut terhadap keseimbangan antara apa yang diberikan kedalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu, jenis hubungan yang dilakukan dan kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Proses ini dapat terlihat adanya motivasi dan kontak masyarakat saling tarik-menarik dalam memenuhi kebutuhan yang dapat bermanfaat untuk dipertukarkan pada setiap hubungan sosial. Tingkah laku manusia didasarkan pada pertimbangan untung dan rugi serta memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan, sebab individu akan melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari biaya. Sehingga, dalam berinteraksi antara individu dengan individu yang tercapai adalah suatu keuntungan yang dapat memberikan kepuasan dan kenikmatan. Peter M.Blau dalam (Bernard Radho:176) berpendapat bahwa pertukaran sosial terbatas kepada tingkah laku yang mendatangkan imbalan, yakni tingkah laku yang akan berhenti kalau tidak bakal akan ada imbalan lagi. Menurut Blau, orang tertarik kepada satu sama lain karena bermacam-macam alasan yang memungkinkan mereka membentuk atau membangun asosiasi dan organisasi sosial. Begitu ikatan awal sudah terbentuk maka imbalan yang mereka berikan kepada satu sama lain berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan ikatan 11 itu. Sebaliknya, imbalan yang tidak seimbang akan memperlemah bahkan menghancurkan asosiasi itu. Imbalan menurut Peter M.Blau yang dipertukarkan digolongkan ke dalam dua jenis sifat yakni: Pertama, yang bersifat intrinsik seperti; cinta, afeksi (rasa kasih sayang), dan penghargaan. Kedua, yang bersifat ekstrinsik berupa; uang atau barang material lainnya. Sehingga Blau menguraikan bahwa apabila satu orang membutuhkan sesuatu dari orang lain, tetapi memberikan apapun yang sebanding sebagai tukarannya, maka akan terjadinya faktor-faktor yakni; orang itu dapat memaksa orang lain membantunya, orang itu akan mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhannya, dan orang itu tetap bergaul dengan baik tanpa mendapatkan apa yang dibutuhkannya dari orang lain serta orang itu akan menundukkan diri terhadap orang lain dan dengan demikian memberikan orang lain itu penghargaan-penghargaan yang sama dalam hubungan antar mereka (Bernard Radho, 2007 :177). Melihat konsepsi di atas, dapat ditarik suatu pemahaman; Pertama, individu yang membutuhkan orang lain berupaya untuk mendapatkan dukungan dan bantuan demi terciptanya hubungan yang menguntungkan. Kedua, orang yang berada dalam relasi tersebut bertindak mencari kebutuhan dan jika tidak ada ganjaran yang diperolahnya maka hubungan yang terbangun akan berantakan. Ketiga, adanya pembedaan hubungan di antara individu sehingga terjadi pertentangan maka hal itu mendasari terjadinya perubahan atau peralihan dalam hubungan tersebut. Keempat, konsep hubungan yang terjalin dalam masyarakat 12 hanya mengarah pada norma dan nilai untuk mendapatkan pernghargaan yang diharapkan. Nilai dipandang sebagai media atau alat di dalam transaksi sosial, dalam pandangan Peter M. Blau (Bernard Radho:181) terdapat empat tipe dasar nilai : 1. Nilai partikular adalah media untuk integrasi dan solidaritas di dalam masyarakat yang berfungsi untuk memperkuat kelompok ke dalam (eksternal) 2. Nilai universal adalah nilai berdasarkan standar umum dengan standar itu sebuah pertukaran tidak langsung bisa dilakukan. Misalkan seseorang memeberi kontribusi pada segmen kehidupan masyarakat maka nilai universal itu memungkinkan untuk mendapatkan imbalan atau status tertentu kepada individu tersebut atas sumbangannya. 3. Nilai bersifat legitimasi otoritas ini memberi legitimasi atas kekuasaan kepada orang seperti para pimpinan supaya memberikan kontrol sosial. 4. Nilai oposisi merupakan nilai yang kemungkinan menyebarluaskan perasaan akan perlunya perubahanyang jauh lebih efektif. Berdasarkan pandangan di atas bahwa pertukaran tidak hanya terjadi dari hubungan tigkah laku antara individu dengan individu tetapi pertukaran yang bersifat makro (skala besar) lebih kepada kenyatan sosial yang lebih luas seperti kelompok, organisasi, kolektivitas masyarakat serta norma dan nilai-nilai. Menurut Richard Emerson dalam (George Ritzer & Goodman :375) teori pertukaran memusatkan perhatian utamanya terhadap keuntungan yang di dapat 13 orang dari dan kontribusi yang disumbangkannya dalam proses-proses interaksi sosial, dalam perspektif ini Emerson menguraikan tiga asumsi teori pertukaran yaitu: 1) Orang yang merasa persaingan bermanfaat baginya cenderung bertindak secara rasional begitu persaingan itu terjadi, 2) Orang akhirnya merasa jemu dengan persaingan maka manfaat persaingan itu akan berkurang dan 3) Manfaat yang di dapat orang melalui proses sosial tergantung pada manfaat yang mampu mereka berikan dalam pertukaran. Dalam pandangan Emerson melihat keuntungan dan manfaat yang di dapat dari hubungan dengan orang lain karena tindakan rasionalnya dalam persaingan yang dapat memberi manfaat sebanding dengan manfaat yang diberikan dalam hubungan itu. Keuntungan dan manfaat dapat dinilai dari segi jabatan atau ganjaran lainnya. Menurut Thibaut dan Kelley menjelaskan analisa hubungan ‘’dyad’’ atau antar dua orang, dimana mereka saling tergantung untuk mencapai hasil yang positif. Dan dinyatakan juga bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya (Jamaluddin Rahmat, 2002: 121). Thibaut dan Kelley mengutarakan empat konsep pokok teori pertukaran antara lain: 14 a. Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dalam suatu hubungan, ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. b. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. c. Hasil dan laba adalah ganjaran dikurangi biaya, bila dalam suatu hubungan seorang individu merasa bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. d. Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku standar (parameter) yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai hubungan individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Pada teoritis di atas, Thibaut dan Kelley melihat adanya comparison lavel disini letak perbedaan dengan pemikiran pemikiran teori pertukaran lainnya. Tingkat perbandingan digunakan untuk menganalisis seberapa tinggi kepuasan individu terhadap hubungan dengan orang lain saat ini. Yang digunakan sebagai pembanding ialah hubungan di masa lalu. Jika hubungan individu dengan individu lain di masa lalu cukup baik, maka setidaknya mereka telah memiliki standar hubungan yang baik. Apabila hubungan mereka yang sekarang ini dirasa kurang baik, maka tidak ada kepuasan yang dirasakan mereka dalam hubungan ini. Jika 15 hubungan sekarang lebih baik, maka mereka merasakan kepuasan, bahkan ini bisa dijadikan standar baru jika suatu ketika akan menjalani hubungan baru. Thibaut dan Kelley selanjutnya menilai tingkat perbandingan altenatif sebagai komparasi hubungan dengan hubungan yang dimiliki dyad lainnya. Menjadi pertimbangan apakah hubungan tersebut dipertahankan atau tidak. Sebab setiap individu memiliki hubungan diluar hubungan dengan individu lainya, jika hubungan dengan orang lain itu ternyata lebih baik dan memuaskan dari hubungan mereka yang sekarang bisa jadi hubungan itu retak. Jonathan Tunner dalam (Kamanto Sunarto,2004: 232) mengklasifikasi enam pokok pikiran hubungan pertukaran yakni: 1) Manusia selalu mencari keuntungan dalam transaksi sosialnya dengan orang lain, 2) Dalam transaksi sosial manusia melakukan perhitungan untung rugi, 3) Manusia cenderung menyadari adanya alternatif yang tersedia baginya, 4) Manusia bersaing satu dengan yang lainnya, dan 5) Hubungan pertukaran secara umum antar individu berlangsung dalam hampir setiap konteks sosial, serta 6) Individu pun mempertukarkan berbagai komoditas tak berwujud seperti perasaan dan jasa. Secara konseptual pemikiran di atas dapat menunjukkkan bahwa ukuran bagi keseimbangan pertukaran antara untung dan rugi dalam hubungan dan transaksi sosial seseorang dengan orang lain. Hubungan dalam pertukaran sosial itu dapat 16 terukur pada tingkat perbandingan bahwa orang akan mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan orang lain, maka akan merasa puas dengan hubungan itu sehingga hubungan terus dilanjutkan. Sebaliknya, apabila orang merasa dirugikan dari proses interelasi dalam konteks keuntungan dan ganjaran serta kesenangan maka cenderung menahan diri atau meninggalkan hubungan tersebut. Menurut teori pertukaran modern yang dikemukakan oleh George Caspar Homans bahwa pertukaran yang berulang-ulang mendasari hubungan sosial yang berkesinambungan antara orang tertentu. Homans mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial dan menggunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi dengan manusia lain. Menurutnya, teori ini membayangkan perilaku sosial sebagai pertukaran sosial secara nyata, dan kurang lebih sebagai pertukaran hadiah atau biaya dalam sosial behaviour (Ritzer & Goodman 2004: 361-366). Maka dari itu, Homans mengembangkankan beberapa proposisi fundamental yakni: 1. Proposisi sukses, untuk tindakan yang dilakukan seseorang, semakin sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah, semakin besar kemungkinan orang melakukan tindakan itu. 2. Proposisi pendorong, bila dalam kejadian di masa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka makin serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, makin besar kemungkinan melakukan tindakan serupa. 17 3. Proposisi nilai, makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, makin besar kemungkinan ia melakukan tindakan itu. 4. Proposisi deprivasi-kejenuhan, makin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya. 5. Proposisi persetujuan-agresi, bila seseorang tak mendapatkan apa yang ia harapkan atau menerima hukuman yang ia tidak harapkan ia akan marah, besar kemungkinan akan melakukan tindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya. Apabila tindakan seseorang menerima hadiah dan tidak menerima hukuman yang ia harapkan maka ia akan puas. 6. Proposisi rasionalitas, dalam memilih di antara berbagai tindakan alternatif, seseorang akan memilih satu diantaranya, yang dianggap saat itu memiliki value sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Proposisi pertama hingga proposisi kelima sangat dipengaruhi oleh behaviorisme sedangkan proposisi terakhir sangat jelas dipengaruhi oleh teori pilihan rasional. Menurut istilah ekonomi (Ritzer dan Goodman: 336) aktor yang bertindak sesuai dengan proposisi rasionalitas adalah yang memaksimalkan kegunaannya. Pada dasarnya orang meneliti dan membuat kesimpulan mengenai berbagai alternatif tindakan yang terbuka buat mereka dan membandingkan jumlah hadiah berkaitan dengan setiap tindakan dan memperhitungkan kemungkinan 18 hadiah yang benar-benar akan diterima. Hadiah yang bernilai tinggi akan diturunkan nilainya jika aktor mengira bahwa mereka tak mungkin mencapainya. Sebaliknya, hadiah yang bernilai rendah akan ditingkatkan jika aktor membayangkan hadiah itu dapat dicapai dengan mudah. Homans menghubungkan proposisi rasionalitas dengan proposisi kesuksesan, dorongan, dan nilai. Proposisi rasionalitas menerangkan kepada kita bahwa apakah orang akan melakukan tindakan atau tidak tergantung pada persepsi mereka mengenai peluang sukses. Homans menyatakan, persepsi mengenai apakah peluang sukses tinggi atau rendah ditentukan oleh kesuksesan di masa lalu dan kesamaan situasi kini. Proposisi rasionalitas juga tak menjelaskan kepada kita mengapa seorang aktor menilai satu hadiah tertentu lebih dari pada hadiah yang lain, untuk menjelaskannya kita memerlukan proposisi nilai. Apa yang disebutkan di atas, Homans menghubungkan prinsip rasionalnya dengan preposisi behavioristiknya. Sehingga, pada akhirnya teori Homans dapat diringkas menjadi pandangan tentang aktor sebagai pencari keuntungan rasional. 19 B. Teori Pilihan Rasional Teori pilihan rasional (rational choice theory) merupakan aplikasi atau transformasi teori ekonomi neo-klasik rasional (juga utilitarianisme dan teori permainan) menjadi prinsip dasar teori pilihan. Berdasarkan berbagai jenis model yang berbeda, Friedman dan Hechter menghimpun apa yang mereka sebut sebagai model “kerangka” teori pilihan rasional dipengaruhi perkembangan teori pertukaran (Ritzer & Goodman, 2004:357). Namun, perhatian teori ini dipusatkan pada aktor. Seorang aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan maupun maksud. Oleh karena aktor tersebut mempunyai tujuan, maka tindakannya pun terpengaruh pada upaya pencapaian kepentingan tersebut. Menurut James S. Coleman (Ritzer & Goodman :394) mengemukakan tentang gagasan dasar teori pilihan rasional adalah tindakan perseorangan yang mengarah kepada suatu tujuan dan tindakan ditentukan oleh nilai atau pilihan ‘’preferensi’’. Tetapi, Coleman menambahkan bahwa untuk maksud yang sangat teoritis, memerlukan konsep yang lebih tepat mengenai aktor rasional yang berasal dari ilmu ekonomi dan melihat aktor memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang memuaskan keinginan dan kebutuhan. Pada toeri ini ada dua unsur utama yang ditekankan, yakni aktor dan sumber daya. Pertama, aktor adalah pelaku dalam setiap tindakan terhadap sumber yang menguntungkan. Kedua, sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Coleman menjelaskan interaksi antar aktor dan sumber daya dengan rinci menuju ke tingkat sistem sosial; basis minimal untuk 20 sistem sosial tindakan adalah dua aktor, masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian pihak lain. Perhatian satu orang terhadap sumber daya yang dikendalikan orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat dalam sistem tindakan, selaku aktor yang mempunyai tujuan, masing-masing bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepentingan yang meberikan ciri saling ketergantungan atau ciri sistemik terhadap tindakan mereka. Pada konsepsional di atas dapat dilihat sekurang-kurangnya ada dua alat pemaksa utama tindakan aktor yang menjadi perhatian teori ini. Pertama yaitu keterbatasan sumber daya, bagi seorang aktor yang memiliki sumber daya besar maka akan relatif mudah untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya sumber daya yang sedikit akan menyulitkan bahkan mustahil sama sekali bagi seorang aktor untuk mencapai tujuannya. Kedua yakni lembaga sosial, biasanya aktor akan merasakan tindakannya diawasi oleh aturan dari lembaga sosial seperti keluarga dan sekolah, hukum dan peraturan, gereja dan masjid. Dengan membatasi rentetan tindakan yang boleh dilakukan individu, dengan dilaksanakannya aturan permainan meliputi norma, hukum, agenda, dan aturan pemungutan suara secara sistematis mempengaruhi akibat sosial (Friedman dan Hechter, 1988: 202). Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun negatif yang membantu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain. Friedman dan Hechter mengemukakan dua gagasan lain yang menjadi dasar teori pilihan rasional. Pertama adalah kumpulan mekanisme atau proses yang 21 “menggabungkan tindakan aktor individual yang terpisah untuk menghasilkan akibat sosial”. Kedua adalah bertambahnya pengertian tentang pentingnya informasi dalam membuat pilihan rasional. Suatu ketika diasumsikan bahwa aktor mempunyai informasi yang cukup untuk membuat pilihan diantara berbagai peluang tindakan yang terbuka untuk mereka. Sementara menurut pandangan Heckathorn aktor pun makin mengenal bahwa kuantitas dan kualitas informasi yang tersedia sangat berubah-ubah dan perubahan itu sangat mempengaruhi pilihan aktor ( Ritzer & Goodman: 358). Dalam tataran aplikasinya teori pilihan rasional sangat erat kaitannya dengan masyarakat pemilih, partai politik, politisi, birokrat dan kelompok kepentingan. Pilihan individu dalam pasar dikonversi menjadi pilihan sosial dalam pasar politik dan agregasi preferensi individu untuk memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial atau memuaskan seperangkat kriteria normatif yang dimilikinya secara individu bersama individu lainnya (Rachbini,2006:89). Melihat teoritis di atas, sangat jelas inti atau akar dari pandangan teori pilihan rasional yang menelaah perilaku aktor pada pendekatan pilihan rasional dipusatkan pada individu bahwa pada dasarnya tujuan aktor adalah bagaimana memaksimalkan pencapaian kepentinganya. 22 C. Pesfektif Konflik Kepentingan Konflik adalah salah satu persfektif dalam masyarakat yang terdiri atas bagian dan komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana bagian dan komponen itu saling menaklukkan untuk memenuhi atau memperoleh kepentingan sebesar-sebesarnya. Dunia politik selalu didasarkan pada persaingan untuk memperoleh kekuasaan (power), sumber-sumber yang bernilai atau kedudukan tertinggi dalam struktur sosial. Salah satu jenis konflik sosial adalah konflik kepentingan. Konflik kepentingan terjadi diakibatkan oleh adanya berbagai kepentingan dari tiap individu atau kelompok dalam masyarakat dalam upaya memperoleh otoritas atau kekuasaan (Bernard Radho, 2007: 71). Menurut Wallace dan Alison ada tiga pokok teori konflik yang saling berhubungan; Pertama, manusia memiliki kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan itu. Kedua, kekuasaan (power) bukanlah sekedar barang langkah dan terbagi secara tidak merata, sehingga merupakan sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Ketiga, ideologi dan nilai dipandangnya sebagai senjata yang dipergunakan oleh kelompok yang berbeda untuk memperoleh tujuan dan kepentingan mereka. (file:///D:/Walse dan Alison konflik (Perspektif Teori Konflik).htm, diakses tanggal 20 agustus 2011 pukul 21:26 Wita). Dari perspektif di atas digambarkan bahwa dengan adanya berbagai kepentingan yang berbeda, maka pihak yang berkepentingan tersebut berusaha 23 dengan berbagai cara untuk mencapai kepentingannya, termasuk dalam fenomena ini adalah kekuasaan. Ted Rober Gurr dalam (Maswadi Rauf, 2001:4-7) menyatakan bahwa terjadinya konflik disebabkan oleh beberapa faktor yakni; adanya perbedaan pandangan dan upaya pihak yang terlibat pada suatu hubungan manusia untuk menarik keuntungan bagi dirinya sendiri tanpa mempedulikan kerugian-kerugian pihak lain, manusia mementingkan dirinya dan ingin memperoleh keuntungan hidup secara material, keinginan manusia untuk memperebutkan dan menguasai sumber-sumber serta posisi yang langka seperti kedudukan dan jabatan, kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain serta manusia bersifat dominan atas orang lain sehingga berupaya menarik orang untuk menganut ideologi atau faham demi kepentingannya. Berdasarkan argumentasi di atas maka dapat diintepretasikan bahwa manusia sebagai makluk sosial memiliki tujuan dan kepentingan untuk berkuasa. Tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak didasarkan pada pemilikan kepentingan ‘’self interest’’, itu menunjukkan bahwa sifat manusia selalu memaksimalisasi kepentingan dari hubungan dengan pihak lain. Jika kepentingan itu kemudian tidak memberikan keuntungan atas janji di antara pihak yang berkepentingan maka memungkinkan terjadinya tindakan konflik. Menurut Ralf Dahrendorf dalam (Bernard Radho: 77) terdapat konflik dan konsensus dalam suatu masyarakat. Menurutnya tidak mungkin terdapat konflik jika pada proses sebelumnya tidak ada konsensus. Konsensus terjadi bila tercipta 24 kesepakatan dalam hubungan antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yakni kepentingan dan otoritas. Sebaliknya, konflik terjadi karena paksaan sebab individu atau kelompok merasa dirinya hebat sehingga meletakkan posisinya sebagai superordinat dan mensubordinasikan individu atau kelompok lain. Timbulnya konflik kepentingan menurut pandangan Ralf Dahrendrof berawal dari orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar bentuk-bentuk organisasi sosial, dimana terdapat posisi-posisi dalam hal mana para penghuni mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks tertentu dan menguasai posisi serta terdapat posisi lain dimana para penghuni menjadi sasaran perintah demikian itu. Perbedaan ini berhubungan dengan tidak seimbangnya distribusi kekuasaan yang melahirkan konflik kepentingan (Bernard Radho:78-79). Dalam setiap organisasi atau perkumpulan, hanya terdapat dua kelompok yang bertentangan yakni kelompok yang berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan yang berbeda, ketika kepentingan keduanya bersinggungan, maka konflik dapat terjadi. Akan tetapi jika kepentingan menjadi kesepakatan terwujud dalam pandangan yang sama maka konflik dapat terhindari sehingga tercipta konsensus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik kepentingan intinya adalah ketegangan-ketegangn yang muncul pada waktu membagi barang-barang langka, konflik kepentingan berkaitan dengan penyelamatan atau penguatan posisi dengan menuntut bagian yang wajar dari pembagian sumber yang bernilai atau dalam bahasa politik disebut dengan istilah pembagian kue-kue kuasaan. 25 D. Konsep Elit Politik Di dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditemukan adanya perbedaan di antara umat manusia satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu tidak hanya sebatas perbedaan yang bersifat fisik, tetapi juga perbedaan lainnya seperti bakat keterampilan dan kekayaan. Perbedaan tersebut dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya dalam suatu masyarakat yang sama. Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang lebih dikenal dengan sebutan elit. Secara etimologi kata elite berasal bahasa Latin ‘‘Eligere’’ yang berarti terpilih. Kata itu juga di gunakan di francis pada abad ke XIV yang mengandung pengertian yakni memilih (Suzanne Keller,95:3). Terminologi elit, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne Keller pemikir yang tergolong dalam elite theoritis memang menunjukan pada kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat yang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan yang lainnya (SP Varma, 2001: 200) Kata elite pada abad XVII digunakan untuk menggambarkan barang-barang dengan kualitas sempurna, penggunaan kata itu kemudian diperluas untuk merujuk kelompok-kelompok sosial yang unggul, misalnya unit-unit militer kelas satu atau tingkatan bangsawan yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka teori elit memandang bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yaitu 26 sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah dan sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. (TB. Bottomore,2006:1). Menurut Hoover, bahwa elit politik meliputi semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik. Dalam masyarakat terdapat dua kategori elit yaitu elit yang memerintah atau berkuasa dan elit yang tidak memerintah yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan kekuasaan walaupun mereka itu memiliki pengaruh sosial yang penting.(http://blog.artikel-politik-dankebijakan/peranan elit-lokal-dalam mewujudkan-demokratisasi-di-daerah-pascareformasi) diakses tanggal 10 juni 2011 pukul 09.15). Elit dalam (Dhuroddin Mashas, 2005:12-13) sering diartikan sebagai sekumpulan orang sebagai individu yang superior, yang berada dengan massa yang menguasai jaringan-jaringan kekuasaan adalah kelompok yang berada di lingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto dalam (SP Varma 1987:202) membagi stratifikasi masyarakat ke dalam dua kategori yaitu: 1. Elit yang memerintah (governing elite). Kelas ini terdiri dari individu-individu yang secara langsung atau tak langsung mengendalikan dan memainkan peranan yang besar dalam pemerintahan. 2. Elit yang tidak memerintah (non-elite). Kelas ini terdiri dari individu-individu di luar sirkulasi pemerintahan. 27 Elit berdasarkan kajian teoritis yang dibangun awal-awalnya oleh Mosca dalam The Rulling Class, Pareto, dan Michels (Mas’oed dan Colin 1986:78-79) mempunyai beberapa prinsip umum yaitu : a. Adanya kekuasaan politik, seperti juga barang-barang sosial lainnya di distribusikan dengan tidak merata. Gagasan Pareto tentang orang berdasarkan pemilikan akan barang yang berwujud kekayaan, kecakapan atau kekuasaan politik merupakan hal yang menunjukkan prinsip itu. b. Secara umum masyarakat dikategorikan ke dalam dua kelompok, mereka yang memiliki kekuasaan politik penting dan mereka yang tidak memilikinya. c. Elit bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok. Elit itu bukan merupakan penjumlahan orang saja tetapi individu yang berada dalam komunitas elit itu saling mengenal satu dengan yang lainnya, memiliki latar belakang yang sama (walaupun memiliki pandangan yang berbeda), memiliki nila-nilai yang sama dan kepentingan yang sama. dan anggotanya berasal dari satu lapisan masyarakat yang sangat terbatas d. Elit mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan anggotanya berasal dari satu lapisan masyarakat yang sangat terbatas e. Elit besifat otonom dan kebal akan gugatan dari siapapun yang diluar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik penting diselesaikan menurut kepentingan atau tindakan kelompok. 28 Pada tataran konsep klasik, elit oleh Pareto dan Mosca telah dikaitkan dengan pengertian kelompok orang-orang secara langsung atau karena posisinya sangat kuat pengaruhnya dalam menjalankan kekuatan politik. Mereka juga mengakui bahwa elit yang memerintah itu merupakan kelas politik dan kelompok sosial yang terhormat yang oleh Pareto disebut sebagai aristokrasi. Secara universal, Pareto dan Mosca (TB. Bottomore,2006:8) memberikan konsep-konsep mengenai elit bahwa dalam setiap masyarakat senantiasa ada dan harus ada suatu kelompok minoritas yang memerintah masyarakat itu. Kelompok kecil itu merupakan kelas politik elit yang menduduki jabatan komando yang memerintah dan memegang kendali atas pemegang keputusan politik. Mosca percaya dengan teori pergantian elit (SP Varma,2001:203) bahwa karakter yang membedakan elit adalah kecakapannya memimpin dan menjalankan kontrol politik, apabila elit yang memerintah tersebut kehilangan kecakapannya dan orang-orang di luar kelas elit tersebut menunjukan kemampuan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan dijatuhkan oleh kelas penguasa yang baru. Mosca sangat meyakini sejenis hukum yang menyatakan bahwa elit yang berkuasa tidak lagi mampu memberikan layanan-layanan yang diperlukan oleh massa atau layanan yang diberikannya dianggap tidak lagi bernilai maka perubahan yang mengarah pada pergatian elit adalah sesuatu yang sulit untuk dihindari. Perputaran elit menurut Mosca (Bottomore : 66-67) disebabkan karena kualitas intelektual dan moral individu namun hal ini tidak dipandang oleh Mosca 29 sebagai faktor psikologis seperti pandangan Pareto tetapi karena dihasilkan oleh kondisi sosial, semangat pertempuran, tradisi dan lingkungan adalah hal yang membuat mereka harus berada di tempat yang tinggi, rendah atau rata-rata, dalam kelompok besar manusia manapun. Sebagaimana Mosca, Pareto juga mengembangkan konsep pergantian (sirkulasi) elit. Pareto mengemukakan bahwa dalam setiap masyarakat ada gerakan yang tak dapat ditahan dari individu dan elit kelas atas yang melahirkan suatu peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur yang melorotkan kelas yang berkuasa, di pihak lain justru meningkatkan kualitas kelompok-kelompok lain. Ini menyebabkan semakin tersisihnya kelompok elit dalam masyarakat, dan akibatnya keseimbangan masyarakat menjadi terganggu. Selain itu, Pareto mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian antar elit yaitu pergantian antar kelompok elit yang memerintah itu sendiri dan diantara elit dan penduduk lainnya. Pergantian (sirkulasi) antar elit dan penduduk lainnya bisa berupa pemasukan: individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada atau individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada (SP Varma 2001: 200-201). Dari gagasan Pareto ini dapat dikatakan bahwa kesempatan menjadi elit bukan hanya ditentukan oleh kecakapan-kecakapan seperti yang dikemukakan oleh Mosca, tetapi pada kemampuan membangun kekuatan gerakan lebih terorganisir untuk terlibat dalam pertarungan perebutan kekuasaan. 30 Perbedaan antara konsepsi Pareto dan Mosca ialah bahwa elit politik itu dibedakan dari elit-elit lain yang kurang dekat dihubungkan dengan penggunaan kekuasaan, meskipun mereka mungkin memiliki pengaruh sosial yang besar. Seperti halnya yang dapat kita lihat dengan seketika, gagasan tentang elit pada mulanya dipertentangkan dengan gagasan tentang sosial. Elit sering diartikan sebagai individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai struktur dan jaringan-jaringan kekuasaan atau kelompok-kelompok sosial yang berada dalam lingkaran kekuasaan maupun yang sedang melaksanakan kekuasaan. Menurut Pareto menyebutkan bahwa elit politik terdiri dari dua komponen yaitu : 1. Elit Politik Lokal merupakan individu-individu yang menduduki jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilu dan dipilih dalam proses yang demokratis di tingkat lokal. Mereka yang menduduki jabatan politik tinggi di tingkat lokal yang membuat kebijakan-kebijakan politik. Elit politik itu seperti: Gubernur, Bupati dan Walikota, Pimpinan DPRD, para anggota DPRD, dan pemimpin-pemimpin partai politik. 2. Elit Non-Politik Lokal adalah seseorang atau individu yang menduduki jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non-politik ini seperti: elit keagamanaan, elit organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan serta profesi dan lain sebagainya. 31 Menurut Pareto dan Mosca secara prinsip mereka menyatakan pendapat bahwa disetiap sistem masyarakat baik struktur masyarakat yang masih bersifat tradisional ataupun tatanan masyarakat modern, pasti ditemukan sekelompok kecil minoritas individu yang memerintah anggota masyarakat lainnya. Karl Menheim Berbeda dengan Pareto dan Mosca dalam membedakan tipe elit (Suzzane Keller,1995:17). Menurutnya ada dua tipe elit yang berbeda secara prinsipil yaitu : a) Elit integratif, yang terdiri dari para pemimpin politik dan organisasi. Elit integratif mempunyai fungsi pokok yaitu mengintegrasikan sejumlah besar kehendak-kehendak perseorangan. Elit integrative berkerja melalui organisasi-organisasi politik formal. b) Elit sublimatif yang terdiri dari para pemimpin moral-keagamaan, seni dan intelektual. Fungsi pokok dari elit sublimatif adalah mengadakan sublimasi tenaga kejiwaan manusia. Elit sublimatif bekerja melalui saluran-saluran yang lebih informal seperti golongan-golongan dan faksifaksi. 32 E. Konsep Pemilihan Umum Kepala Daerah Lansung Pemilukada perdana di Kabupaten Toraja Utara tahun 2011 merupakan pengalaman politik pertama bagi masyarakat, untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati secara langsung. Di dalam Undang-Undang No.22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum, pemilihan umum Kepala Daerah dimasukkan pada rezim pemilu. Maka kemudian masyarakat mengenal istilah pemilihan kepala daerah dengan sebutan Pilkada. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagai awal dari pemilukada langsung di Indonesia sejak tahun 2005 (Kurde, 2005 :104). Masyarakat pada konteks kekinian sudah tidak asing lagi dengan proses pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Menurut R.William Liddle dalam (Toni A.Pito, 2006:298) bahwa pemilu adalah sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan dan praktek pemerintahan oleh sejumlah elit politik. Ditinjau dari perspektif konsep desentralisasi dan aplikasi demokrasi prosedural, sistem pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan sebuah karya inovasi yang bermakna dalam proses konsolidasi demokrasi pada level lokal secara kontinuitas. 33 E.1. Defenisi Pemilihan Kepala Daerah Langsung Pembelajaran demokrasi politik di Indonesia sebelum masa kemerdekaan sampai dengan saat ini, masih dalam tahap penyempurnaan. Dalam hal ini keterkaitan dengan pemilihan kepalah daerah dan wakil kepala daerah di daerah secara langsung. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah pasal 1 menyatakan bahwa pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi, kabupaten dan kota berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih pemimpin yang demokratis. Pemilihan kepala daerah langsung yang termaktub dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah sebuah proses demokratisasi di Indonesia untuk memilih pemimpin oleh masyarakat daerah setempat yang memenuhi syarat. E.2. Tujuan Pemilihan Kepala Daerah Langsung Pemilihan kepala eksekutif daerah didasarkan pada demokrasi lokal partisipatif, dimana rakyat di daerah yang bersangkutan melakukan pemilihan secara langsung. Pada dasarnya pemilukada langsung bertujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah dan membentuk pemerintahan yang bernuansa demokratis, kuat, dan memperoleh legitimasi rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara 34 Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Memilih pemimpin yang bekualitas secara damai, jujur, dan adil selain mengoptimalkan demokratisasi daerah serta akses dan kontrol masyarakat untuk partisipatoris dalam proses-proses kebijakan. Dari sisi kedaulatan rakyat, demokrasi lokal dibangun untuk memberikan porsi yang seharusnya diperoleh rakyat lokal dalam pemberian legitimasi pada elit eksekutifnya. Selama ini, rakyat daerah memberikan kedaulatan hanya pada legislatif daerah saja melalui pemilu legislatif. F. Kerangka Pemikiran Hubungan penguasa (bupati) dengan pengusaha pasca pemilukada Toraja Utara mesti dipahami dari berbagai dimensi untuk dapat melihat motif-motif kepentingan. Untuk mendapatkan akses kenegaraan dan mempengaruhi keputusan politik. Dengan mempelajari dunia penguasa dengan kelompok pengusaha dalam politik praktis dapat diperoleh pandangan mengenai distribusi kekuasaan serta realisasi kepentingan dalam pertukaran. Pada setiap suksesi politik, ketika pesta demokrasi itu sarat akan kepentingan yang melingkupinya dan menjadikan arena investasi yang tidak pernah sepi dari problematik relasi penguasa-pengusaha. Penguasa sedemikian rupa mengondisikan agar jejaring kekuasaan menjadi tempat bersimbiosis kalangan pengusaha. Kuatnya persekutuan pengusaha dan penguasa menjadi semacam kekuatan yang begitu sulit ditaklukkan, menyadari bahwa paduan kekuatan semacam itu akan lebih banyak berasosiasi, atau setidaknya dikaitkan dengan dunia kekuasan dan bisnis. Pada dasarnya, faktor interelasi elit dilandasi oleh transaksi 35 kepentingan-kepentingan yang menjadi subtansi untuk dipertukarkan di setiap interaksi sosial politik. Dalam hubungan sosial politik yang mendominasi pertukaran adalah perilaku elit yang mempertukarkan kepentingan dan saling ketergantungan di antara aktor-aktor politik. James S. Coleman memandang seorang aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan maupun maksud. Oleh karena aktor tersebut mempunyai tujuan, maka tindakannya pun terpengaruh pada upaya pencapaian kepentingan tersebut. Sehingga dalam berinteraksi, yang akan tercapai adalah suatu kepuasan dan kenikmatan dalam hubungan politik yang mendatangkan keuntungan kedua belah pihak (Ritzer & Goodman, 2004:357). Peter M. Blau (Bernard Radho:176) mejelaskan pertukaran sosial terbatas kepada tingkah laku yang mendatangkan imbalan, yakni tingkah laku yang akan berhenti kalau tidak bakal akan ada imbalan lagi dan orang-orang tertarik kepada satu sama lain karena bermacam-macam alasan yang memungkinkan mereka membentuk atau membangun asosiasi atau organisasi sosial. Begitu ikatan awal sudah terbentuk maka imbalan yang mereka berikan kepada satu sama lain berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan ikatan itu. Sebaliknya imbalan yang tidak seimbang akan memperlemah bahkan menghancurkan asosiasi itu. Dalam persfektif patron-klien hubungan itu merupakan proses tukar menukar jasa. Dengan kata lain kedua belah pihak terlibat dalam proses saling memberi dan menerima. Patron memberikan resources yang dimilikinya untuk dimanfaatkan para klien, dan para klien memberikan dukungan dan bantuan 36 kepada patron. Polarisasi yang dilakukan penguasa dalam pendistribusian jabatan politik, memiliki motif keuntungan-keuntungan yang seimbang. Karena kekuasaan sifatnya tidak diperoleh secara sekuritas, maka menjadi perebutan berbagai kelompok elit, karenanya interelasi elit pasti akan terjadi. Nuansa integrasi dalam sirkulasi elit, seyogianya menunjukkan tingkat elaborasi kepentingan. Dilihat dari tujuannya, hubungan penguasa dengan pengusaha yang menunjukkan adanya kepentingan untuk memperebutkan sumber ekonomi dan kekuasaan. Dalam hal ini, kepentingan dapat digunakan sebagai cara untuk melihat perbedaan motif diantara kelompok pada jaringan pertukaran. Dahrendorf dalam (Moch Nurhasim, 2005:14) mengatakan bahwa motifasi seseorang untuk mendapatkan kekuasaan, selain ingin berkuasa, mereka (elit) juga ingin memperbaiki kesejahteraan, jaringan, investigasi strategis, baik dari segi kultural, ekonomi, politik dan jaringan kekuasaan dan lain sebagainya. Karena pada umumnya, elit politik memiliki motif untuk menduduki jabatan-jabatan politik semacam itu. Melalui peran pengusaha lokal maupun interlokal, menjadi corong dalam menjaring kekuatan bagi kandidat-kandidat dalam pemilihan kepala daerah di Toraja Utara. Kekuatan dana sebagai senjata utama dari pengusaha, menjadi salah satu faktor pendorong menangnya pasangan kandidat bupati di Toraja Utara. Para pengusaha ini memainkan peranan dalam mengusung dan mendukung kandidat menjadi satu gerbong dengan dibantu oleh tim sukses sebagai perpanjangan tangan dan tim kampanye kandidat. Dalam menelusuri perjalanan para pengusaha 37 pendukung Bupati, tidak lepas dari sebuah hubungan timbal-balik atau balas jasa. Faktor kepentingan politik menjadi tujuan untuk memperoleh sebuah hadiah atau reward, bagi dukungan yang telah diberikan. Dari sudut pandang pengusaha, memberikan dukungan kepada kandidat tertentu diharapkan mampu memberi imbalan yang lebih besar. Mosca dan Pareto dalam (Varma 1987:202) membagi stratifikasi masyarakat kedalam dua kategori yakni. Pertama, Elit yang memerintah (governing elite). Kedua, elit yang tidak memerintah (non-elite). Pengusaha dan elit politik lokal (bupati) pada umumnya memiliki tujuan dan kepentingan. Tujuan dan kepentingan yang dimaksud adalah kekuasaan dan imbalan (reward). Sehingga untuk menilai ukuran hubungan bupati dengan pengusaha pasca pemilukada di kabupaten Toraja Utara tampak meningkat dan merenggang tergantung pada realisasi pertukaran kepentingan. 38 G. Skema Kerangka Pikir Dengan melihat kerangka pemikiran yang diuraikan di atas maka kerangka analisis dapat digambarkan dengan skema hubungan sebagai berikut: Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung Konsep Elit Politik Elite Non Goverming Kelompok Pengusaha Pertukaran Kepentingan Pilihan Rasional Konlfik Kepentingan Elite Goverming Bupati Toraja Utara Tahun 2011 Hubungan Bupati Dengan Pengusaha Di Daerah Pasca Pemilukada Kabupaten Toraja Utara Tahun 2011 Hubungan penguasa dengan pengusaha dalam dunia politik sulit terpisahkan. Sebab baik bupati maupun pengusaha saling membutuhkan untuk mendapatkan kepentingan yang menguntungkan. Parameter (ukuran) hubugan yang terbangun di antara bupati dengan pengusaha setelah suksesi politik pemilukada Kabupaten Toraja Utara 2011. Meningkat atau menurunya suatu hubungan politik tergantung dari keseimbangan antara apa yang diberikan ke 39 dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu, dan jenis hubungan yang dilakukan serta kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik. Dalam pertukaran kepentingan politik esensinya adalah untuk mendapatkan ganjaran atau reward (penghargaan) dari dalam hubungan yang sedang terjalin. Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan adalah seberapa besar ganjaran atau imbalan yang diperoleh dari hubungan politik, dengan kata lain ada realisasi dan distribusi kepentingan untuk memenuhi tuntutan kelompok pengusaha atas tindakan dan kontribusinya pada proses politik. Hubungan Bupati dengan kelompok pengusaha dapat diintepretasikan stabil apabila telah mendapatkan distribusi atau alokasi dari sumber-sumber bernilai yang seimbang atau ganjaran atas tindakan rasionalnya memberikan dukungan politik kepada bupati. Sebaliknya, jika ganjaran atau imbalan yang diharapkan tidak didapatkan dari proses kebijakan politik bupati maka hubungan itu akan berubah. Dan perubahan dalam hubungan tersebut akan melemahkan asosiasi penguasa-pengusaha yang mengarah pada pergeseran kepentingan dan berimplikasi terhadap relasi yang negatif. Untuk menjaga hubungan yang stabil dan harmonis antara bupati dengan kelompok pengusaha pasca pemilukada kabupaten Toraja Utara tahun 2011. Maka dilakukan berbagai pertukaran kepentingan. Pertukaran adalah proses transaksi atau tukar-menukar jasa yakni pertukaran antara bupati (penguasa) dengan kelompok pengusaha yang telah berpartisipasi untuk memberikan imbalan dan penghargaan sebagai konsesi secara timbal-balik yang menguntungkan. 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian A. 1. Lokasi Penelitian Daerah yang menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan Kabupaten Toraja Utara sebagai daerah penelitian berdasarkan pertimbangaan bahwa lokasi penelitian ini termasuk daerah baru yang cukup dinamis untuk diteliti pasca pemilukada yang dilaksanakan pada tahun 2011, sebagai pemilukada yang pertama kali setelah pemekaran dari Kabuaten Tana Toraja. Selain alasan itu, Kabupaten Toraja Utara juga cukup refresentatif untuk meneliti hubungan penguasa dengan pengusaha di daerah (studi kasus bupati terilih). Dimana elit politik (bupati) dan pengusaha menjalin hubungan, baik pengusaha lokal maupun pengusaha interlokal yang berdomilisi di luar kabupaten Toraja Utara. Selain perihal tersebut, peneliti juga mengenal sejarah, budaya serta adat istiadat yang ada di Kabupaten Toraja Utara, sehingga dapat mempermudah akses untuk melakukan penelitian lebih lanjut. A. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan yakni bulan Agustus sampai September tahun 2011. 41 B. Tipe dan Dasar Penelitian Dalam penelitian ini, sesuai dengan tujuan dan konseptualisasinya maka penulis menggambarkan secara lebih jelas dan mendalam untuk mengetahui tentang hubungan penguasa dengan pengusaha pasca pemilukada di Toraja Utara. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif untuk memenuhi tujuan dan kerangka di atas. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang sedang diteliti (Lexi J. Moleong, 2005:186 ). Dasar penelitian ini adalah kualitatif yaitu tipe pendekatan dalam penelitian ditujukan pada beberapa individu dan kelompok. Fokus perhatiannya diarahkan pada variable tersebut mengingat unit yang ditelaah dalam jumlah besar yaitu individu dan kelompok yang diambil sebagai sampel yang bisa mewakili populasi individu atau sampel yang diteliti (representatif) sehingga bisa digunakan untuk tujuan-tujuan deskriptif. C. Jenis Data 1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui studi lapangan dengan menggunakan teknik wawancara. Dalam pelaksanaan teknik ini, penulis mengumpulkan data melalui komunikasi langsung dengan para key informan dan menggunakan beberapa alat untuk membantu dalam penelitian diantaranya adalah alat tulis, buku dan alat perekam. Informan yang dimaksud disini adalah elit politik lokal yaitu Bupati dan para pengusaha serta anggota DPRD. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada beberapa 42 tokoh masyarakat dan kepada sejumlah masyarakat di Kabupaten Toraja Utara. 2) Data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan penulis yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca buku. Adapun beberapa buku yang sempat dibaca oleh penulis yaitu teori pertukaran sosial, teori pilihan rasional, ekonomi politik, kaitan penguasa dan kelompok elit; peran elit penentu masyarakat, elit dan masyarakat, pemilukada langsung, serta literatur-literatur dan informasi tertulis yang berkenaan dengan hubungan penguasa dengan pengusaha di daerah pasca pemilihan umum Kepala Daerah di Kabupaten Toraja Utara 2011, seperti beberapa imformasi dari surat kabar dan tabloid seputar pemilihan Bupati/wakil bupati di Kabupaten Toraja Utara. Selain itu, juga terdapat situs-situs atau website yang diakses untuk memperoleh data yang lebih akurat. D. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dilapangan adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Mendalam Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban (Lexi J.Maleong, 2005:186). Wawancara mendalam yang telah dilakukan oleh penulis yaitu melakukan percakapan langsung dengan elit 43 politik (bupati) dan pengusaha yang terlibat dalam proses pemilukada dan anggota DPRD, tokoh masyarakat dan masyarakat. Sebelum wawancara dengan informan peneliti menyediakan alat tulis dan alat perekam, jika memungkinkan untuk mencatat pernyataan informan maka peneliti akan mencatat tetapi jika tidak memungkinkan maka peneliti merekam wawancara dengan informan. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sebelumnnya telah disusun oleh penulis sebagai acuan dan sifatnya tidak mengikat sehingga banyak pertanyaan baru yang muncul pada saat wawancara terkait dengan hubungan antara bupati dengan pengusaha di daerah pasca pemilihan umum bupati/wakil bupati di Kabupaten Toraja Utara tahun 2011. Secara umum pertanyaan peneliti yaitu bagaimana hubungan bupati dengan pengusaha pasca pemilukada kabupaten Toraja Utara tahun 2011. Penelitian ini mengambil data primer dari wawancara yang dilakukan terhadap sejumlah informan. Sejumlah informan yang telah diwawancarai Yakni: 1. Drs.Frederik Batti Sorring, S.Sos,.MM Peneliti memilih imforman tersebut karena beliau merupakan bupati Toraja Utara periode 2011-2016, pemenang pemilukada Toraja Utara tahun 2011 yang diusung oleh beberapa partai koalisi seperti PDK, GOLKAR, PDS. Imforman juga sebagai ketua dewan pembinan Partai Golkar. 2. Drs. Y. S . Dalipang Penulis memilih imforman tersebut sebab penulis menganggap bahwa imforman merupakan mantan caretaker (pejabat bupati sementara) 44 sekaligus kandidat calon bupati Toraja Utara pada pemilukada tahun 2011. Penulis melihat bahwa imforman tersebut sangat berkompeten dan memahami masalah yang diteliti. 3. Harri Parrung, SE Peneliti memilih imforman sebab imforman adalah salah satu pengusaha utama sponsor bupati. Selain itu beliau merupakan pengusaha yang sebelumnya berdomisili di Jayapura. Peneliti menganggap imforman tesebut mampu memberikan imformasi akurat kaitan dengan masalah yang diteliti. 4. Agustinus Parrangan, ST Imforman tersebut dianggap kapabel dalam memberikan sumber imformasi kaitan dengan data-data yang diperluakan dalam penelitian. Selain itu imforman tersebut adalah pengusaha yang bergerak pada jasa kontruksi. 5. Thomas Irja Beliau merupakan salah satu imforman yang dianggap representatif dalam memberikan jawaban sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Penulis juga menilai imforman adalah pengusaha sukses di Papua yang juga ikut menyukseskan kemenangan bupati Toraja Utara. 6. Jhon Lembang, ST Peneliti memilih imforman tersebut karena kapasitasnya sebagai pengusaha muda yang energik. Imforman tersebut dianggap bisa memberikan gagasan dan input yang dibutuhkan oleh peneliti kaitan dengan data-data penelitian. 45 7. Drs. Gideon Raru’ , S.Th,.MM Peneliti memilih imforman tersebut karena beliau adalah ketua tim pemenangan bupati/wakil bupati (penguasa) sekarang. Imforman tersebut juga adalah mantan ketua KPU Tana Toraja. Imforman tesebut dianggap mampu untuk menjawab pertanyaan dari peneliti berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh peneliti. 8. Ir. Edi Parura Penulis memilih imforman tersebut karena beliau adalah salah satu pengusaha yang juga duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Toraja Utara. Imforman ini dianggap piawai dalam memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan penelitian. Imforman juga merupakan aktor yang memahami akan seluk-beluk hubungan penguasa-pengusaha. 9. Drs. Welem Saratu Penulis memilih imforman tersebut karena beliau salah satu tim sukses yang berlatar belakang pengusaha pro bupati. Imforman ini diyakini bisa memberikan serangkaian data-data faktual berkaitan dengan masalah yang diteliti. 10 . Ir. Frederik Batong Peniliti memilih imforman tersebut sebab dianggap sebagai salah pengusaha yang kompetensinya bisa memberikan kontribusi kaitan dengan masalah yang diteliti. Imforman tersebut juga merupakan pengusaha yang banyak 46 berkolaborasi dengan pengusaha skala nasional. Imforman tersebut merupakan kader partai pengusung bupati terpilih. 11. Pither Rantetasak Penulis memilih imforman untuk diwawancarai sebab beliau adalah pengusaha lokal yang tidak berpihak kepada penguasa pada pemilukada serta imforman tersebut merupakan ketua pemuda. 12. Zet Kalebu, S.Si Imforman tersebut merupakan pengusaha dan salah satu tim sukses pemenangan bupati dan menjadi sekretaris pribadi wakil bupati. Iforman dipilih sebab memiliki kelebihan dan kecakapan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan mengenai masalah yang diteliti. 13. Ir. Yosni Bandaso Peneliti memilih responden tersebut karena responden ialah sekretaris tim pemenangan Bupati dan Wakil Bupati Toraja Utara, selain itu, responden juga adalah pengusaha dan merupakan anggota Gapeksindo Toraja Uatara oleh karena itu peneliti menilai responsden mampu memberikan data data sesuai dengan masalah penelitian. 14 . Daniel Pappang Sosok pengusaha ini merupakan tim pemenangan pasangan Sobat, responden juga merupakan cucu dari ‘’ paklawan nasional Pongtiku’’, selain itu responden adalah mantan anggota DPRD Kabupaten Tana Toraja 47 sebelum pemekaran. Responden dianggap kapabel dalam memberikan jawaban atas pertanyaan kaitan dengan masalah yang diteliti. 14. Aris Pallea, ST Pengusaha muda ini merupakan responden yang dianggap mampu oleh peneliti untuk memberikan data dan jawaban sesuai dengan pertanyaan masalah yang diteliti. Responden juga adalah anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) cabang Toraja Utara yang sebelumnya berdomisili di kota metropolitan Makassar. Selain itu responden adalah tim pemenangan bupati terpilih di Toraja Utara tahun 2011. 2. Studi Kepustakaan. Pada studi pustaka, penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian yaitu membaca sumber-sumber literatur berkaitan dengan hubungan antara penguasa dengan pengusaha khususnya yang terjadi pada pemilukada di Kabupaten Toraja Utara. Teknik ini digunakan untuk menunjang data primer atau data utama yang diperoleh dari informan. Teknik ini juga sangat membantu penulis dalam menelusuri pembahasan melalui tulisan-tulisan yang pernah ada sehingga dengan mudah penulis mengelaborasikan antara informasi yang dipaparkan oleh informan dengan informasi tertulis yang ada sebelumnya. 48 E. Analisis Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan akan diolah dan dianalisa secara kualitatif. Disebabkan dalam metode kualitatif terdapat beberapa perspektif teori yang dapat mendukung penganalisaan yang lebih akurat terhadap fenomena yang terjadi. Objek kajiannya adalah kelompok masyarakat yang kemampuannya selalu mengalami gerakan (progresivitas), yang sulit diukur dengan menggunakan angka-angka maka penelitian ini membutuhkan analisis yang lebih komprehensif dari penelitian kuantitatif yang sangat bergantung pada kuantifikasi data. Analisa ini bertujuan agar temuan-temuan dari kasus-kasus yang terjadi di lokasi penelitian dapat dikaji lebih detail dan fenomena yang ada dapat digambarkan secara terperinci, sehingga apa yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini bisa terjawab dengan maksimal. Proses analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data berlangsung. Analisis data dilakukan melalui tiga alur, yakni; reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan ataupun verifikasi. 1) Reduksi data, reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ”kasar” yang telah muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan juga dengan menggunakan alat perekam. Reduksi data dilakukan selama penelitian berlangsung, setelah peneliti di lapangan, sampai laporan tersusun. Reduksi data merupakan bagian dari analisis data dengan suatu 49 bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak diperlukan, dan mengorganisasi data sehingga kesimpulan akhir diambil dan diverifikasi. 2) Penyajian data, sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data, penulis dapat lebih memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau pun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak membantu. Dalam penelitian ini, data dan informasi yang sudah diperoleh peneliti di lapangan dimasukkan ke dalam suatu tabel data dan juga deskripsi. 3) Penarikan Kesimpulan, dari data yang telah dikumpulkan dan diolah maka selanjutnya sampai pada penarikan kesimpulan akhir. Penarikan kesimpulan akhir adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan diverifikasi oleh peneliti selama berlangsung penelitian. Verifikasi itu menjadi sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran peneliti. 50 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara umum tentang wilayah daerah kabupaten Toraja Utara serta keadaan umum institusi dan lembaga terkait dengan penelitian ini. Terlebih dahulu akan digambarkan mengenai keadaan umum Kabupaten Toraja Utara dan lembaga atau instansi tempat penelitian dilaksanakan. A. Gambaran Umum Kabupaten Toraja Utara Toraja Utara merupakan kabupaten baru yang terbentuk dari pemekaran Kabupaten Tana Toraja dan berada dalam ruang lingkup daerah Provinsi Sulawesi Selatan, yang beribukota di Rantepao. Kabupaten baru ini dikenal dengan istilah ‘’Bumi Pahlawan Pongtiku’’ dengan semboyan ( misa’ kada dipotuo pantan kada dipomate) yang berarti bersatu kita teguh bercerai kita mati. Toraja Utara merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Sulawesi Selatan pada khususnya. Selain dikenal dengan wisata alamnya seperti yang terdapat di Londa, Ke’te Kesu’, Suaya, Baruppu, Tondon-Nanggala, Batutumonga, Sa’dan dan lain-lain, juga terkenal dengan wisata budayanya seperti ritual Rambu Tuka’ (upacara syukuran atas keberhasilan terhadap sesuatu seperti panen, rumah baru, dan lain sebagainya) dan Rambu Solo’ (upacara kedukaan) serta rumah adat Tongkonan dengan berbagai hiasan ukiran dan coraknya yang dinamis. Kabupaten Toraja Utara sebagai daerah berudara sejuk dan pegunungan. 51 Toraja Utara terletak diantara 2° - 3° Lintang Selatan dan 119° - 120° Bujur Timur, yang berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Mamuju di sebelah utara dan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Pinrang di sebelah selatan, serta pada sebelah timur dan barat masing-masing berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Propinsi Sulawesi Barat. Luas wilayah Kabupaten Toraja Utara tercatat 1.151,47 km persegi yang meliputi 21 Kecamatan. Kecamatan Baruppu dan Kecamatan Buntu Pepasan merupakan 2 Kecamatan terluas dengan luas masing-masing 162,17 km persegi dan 131,72 km persegi atau luas kedua kecamatan tersebut merupakan 25,52 persen dari seluruh wilayah Toraja Utara. Kabupaten Toraja Utara dilewati oleh salah satu sungai terpanjang yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu sungai Saddang. Jarak ibukota Kabupaten Toraja Utara dengan ibukota Propinsi Sulawesi Selatan mencapai 329 km yang melalui Kabuapten Tana Toraja, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap, Kota Parepare, Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Maros dengan menggunakan sarana transportasi darat untuk menjangkau bumi Lakipadada ini. Selain itu daerah ini pula dapat dijangkau dengan transportasi udara melalui Bandara Udara Pongtiku dari Bandara Udara Hasanuddin yang saat ini berada di bawah otoritas Kota Makasssar dan Kabupaten Maros. Dari sektor kesehatan sampai pada tahun 2011 di kabupaten Toraja Utara terdapat satu (1) rumah sakit swasta. Sedangkan fasilitas kesehatan penunjang lainnya terdapat 19 puskesmas, 22 puskesmas pembantu dan 59 polindes. Pada bidang perdagangan, jumlah perusahan yang memperoleh surat izin usaha 52 perdagangan menurut golongan usaha di kabupaten Toraja Utara pada tahun 2010 sebanyak 130 unit usaha yang terdiri dari perdagangan kecil sebanyak 15 unit usaha dan usaha menengah sebanyak 15 unit usaha serta perdagangan besar sebanyak 9 unit usaha. Transportasi ke setiap kecamatan dan desa hampir semuanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat meskipun dengan kondisi jalan yang sebagian besar masih dalam tahap rehabibilitasi. Panjang jalan di Toraja Utara pada tahun 2010 mencapai 1.102,40 km yang terdiri dari 337,90 km jalan diaspal, 393,00 km jalan kerikil dan 371,51 km jalan tanah. Pengembangan pariwisata menunjukkan peningkatan untuk menggalakkan kegiatan ekonomi yang melibatkan berbagai sektor kegiatan pariwisata diharapkan mampu membuka langan kerja, meningkatkan penadapatan bagi masyarakat dan pemerintah di daerah wisata serta penerimaan devisa bagi Negara. Pada tahun 2010 jumlah wisatawan dosmetik tercatat 15.636 orang dan wisatawan mancanegara menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2010 jumlah wisatawan 3.895 orang dan meningkat menjadi 13.130 orang pada tahun 2011. Jumlah akomodasi wisata pada tahun 2009 sebanyak 41 unit yang menyediakan 782 kamar dan 1.423 tempat tidur. 53 a. Kondisi Penduduk Penduduk Kabupaten Toraja Utara berdasarkan hasil Susenas akhir tahun 2010 berjumlah 229.070 jiwa yang tersebar di 21 Kecamatan, dengan jumlah penduduk terbesar yakni 25.805 jiwa mendiami Kecamatan Rantepao. Secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yang masing-masing 119.620 jiwa penduduk laki-laki dan 109.470 jiwa penduduk perempuan. Hal ini juga tercermin pada angka rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100, yaitu 109%, ini berarti, dari setiap 100 orang perempuan terdapat 109 laki-laki. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Toraja Utara pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2010 mencapai 1,15% persen Kepadatan penduduk di Kabupaten Toraja Utara pada tahun 2010 telah mencapai 199 jiwa/km². Kecamatan terpadat terdapat di Kecamatan Rantepao, dengan tingkat kepadatan mencapai 2.805 jiwa/km², sedangkan kecamatan yang tingkat kepadatannya paling rendah adalah Kecamatan Baruppu dan Awan Rante Karua yaitu 41 dan 90 jiwa/km². Kondisi kepatan penduduk Toraja Utara dapat dilihat secara rinci pada tabel berikut ini: 54 Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Toraja Utara Per tahun 2011 Jumlah penduduk (Jiwa) No Kecamatan 1 2 Kepadatan Penduduk Per tahun 2011 Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 3 4 5 6 1 Sopai 6.575 6.615 13.372 281 2 Kesu 7.818 7.298 15.116 581 3 Sanngalangi 5.934 5.597 11.531 296 4 Buntao 4.898 4.379 9.277 187 5 Rantebua 4.909 4.478 9.387 111 6 Nanggala 5.315 4.644 9.959 146 7 Tondon 5.762 3.865 9.627 267 8 Tallunglipu 8.037 7.543 1.558 1.654 9 Rantepao 12.833 12.677 2.551 2.479 10 Tikala 5.675 5.224 10.899 465 11 Sesean 5.930 5.619 11.549 288 12 Balusu 3.769 3.909 7.678 115 13 Sa'dan 7.746 6.806 14.552 181 14 Bangkele Kila 2.983 2.822 5.805 276 15 Sesean Saloara 3.241 2.861 6.102 281 16 3.510 3.368 6.878 146 5.329 4.495 9.824 127 18 kapala Pitu Dende Piongan Napo Awan Rante Kalua 2.585 2.285 4.870 89 19 Rindingallo 4.600 4.030 8.630 116 20 Buntu Pepasan 7.239 6.495 13.734 104 21 Baruppu 3.387 3.211 6.598 41 118.257 108.221 226.478 197 17 Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Toraja Utara Tahun 2011 Populasi penduduk Kabupaten Toraja Utara mayoritas berpendidikan SLTP, SLTA dan untuk Pendidikan Tingkat Diploma dan Sarjana masuk dalam skala mayoritas sebab banyak yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi. 55 Kepercayaan religius sebagian besar menganut agama Kristen Protestan, Katolik, Pantekosta, Islam, dan Hindu. Walaupun penduduk Kabupaten Toraja Utara memiliki empat jenis agama dan mayoritas beragama Kristen namun hubungan religius dan sosial antar penduduk tidak menjadi masalah. Bahkan penduduk masyarakatnya terkenal sebagai salah satu masyarakat yang pola hidup kerukunan antar umat beragama menjadi contoh di Indonesia. b. Kondisi Politik dan Pemerintahan Kabupaten Toraja Utara terkonsep dalam satu teritorial dengan palsafah yakni ’’ tondok lepongan bulan tana matari allo’’ secara harafiah berarti " negeri yang bulat seperti bulan dan matahari". Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja. Dalam suatu daerah perlu pembagian wewenang, tugas dan kekuasaan untuk saling menunjang dalam membangun roda pemerintahan dan segala bidang yang ada. Masyarakat dan pemerintah harus sinergitas dan saling mendukung. Secara administratif pemerintahan Daerah Kabupaten Toraja Utara Menaungi 21 Kecamatan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Toraja Utara, tercatat bahwa pada tahun 2010 di Kabupaten Toraja Utara terdapat 111 56 Desa/Lembang dan 40 Kelurahan. Sementara itu, jumlah anggota DPRD Kab. Toraja Utara periode 2009-2014 sebanyak 30 orang. DPRD Kab. Toraja Utara terdiri atas fraksi-fraksi dan juga komisi, yakni terdapat 7 fraksi seperti fraksi GOLKAR, Demokrat, PDIP, Kerakyatan, Kebangsaan dan PKDI. Selain itu juga terdapat 3 Komisi di DPRD Kab. Toraja Utara yakni Komisi 1 Bidang Pemerintahan, Komisi 2 Bidang Ekonomi dan Keuangan, Komisi 3 Bidang Pembangunan. Lembaga legislatif ini terdiri atas kekuatan dari beberapa partai politik di antaranya adalah Partai Golkar, partai Demokrat, PDI-P, PDS, PDK, PKDI, PDP, Gerindra, Barnas dan partai politik lainnya. B. Gambaran Umum Pelaksanaan Pemilihan Kepala daerah Langsung Perubahan Undang-Undang tentang pemerintahan daerah dimulai dengan mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 mengenai daerah otonom. Undang- undang tersebut dikeluakan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur sendiri sistem pemerintahan dan pengolahan daerahnya namun tetap ada campur tangan dari pusat, bahkan dalam setiap pemilihan kepala daerah juga masih tetap dikontrol pusat. Kemudian diadakan perevisian UndangUndang No. 32 tahun 2004 juga tentang pemerintahan daerah. Adanya perubahan tersebut, disamping karena perubahan UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga dianggap sudah tidak sesuai dengan dasar penyelenggaraan otonomi daerah, maka untuk menciptakan kualitas otonomi dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkataan 57 dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang merupakan petunjuk dari pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004. Dasar pelaksanaan pemilukada disamping untuk memilih penguasa daerah juga merupakan salah satu upaya mencari pemimpin yang mampu melayani dan konsisten mengabdi untuk kepentingan seluruh rakyat. Pemilukada mempunyai kekuatan yang lebih dalam upaya memperkuat legitimasi kepala daerah. Pemilukada juga sebagai upaya formal yang paling penting dalam mengembalikan kedaulatan rakyat serta untuk memutus kesenjangan yang terjadi antara aspirasi rakyat dan wakilnya di lembaga legislatif daerah. Kesuksesan pemilukada sangat ditentukan oleh masyarakat juga lembaga terkait. Selain parpol, KPUD juga sebagai lembaga yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaan pemilihan. Salah satu cara yang digunakan oleh KPUD untuk menjaga dari kemungkinan terjadinya potensi konflik dan penundaan pemilukada adalah melalui persiapan-persiapan dengan tetap melaksanakan tugasnya secara optimal untuk membuat sistem atau rambu-rambu yang dapat meminimalisir konflik. KPUD juga memberikan kegiatan pendidikan bagi pemilih yang dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan masyarakat akan arti, fungsi, prosedur dan struktur pemilih secara substansial, artinya pemilih dapat menentukan pilihannya secara tepat berdasarkan rasionalitas politiknya. Pemilukada mesti dimaknai sebagai aktivitas berpolitik yang riil dan jujur oleh masyarakat lokal untuk memilih pemimpin daerah secara demokratis. Pemilukada dalam lingkup lokal melibatkan masyarakat secara lebih emosional 58 dibanding dalam pemilihan presiden dalam skala nasional. Pelaksanaan pemilukada langsung sebagai tonggak demokrasi lokal walaupun tetap memiliki resiko yang tidak terhindarkan namun itulah realitas dari sebuah demokrasi. Pemilukada sebagai arena politik lokal, apalagi pelaksanaan pemilukada sebagai pengalaman pertama dalam sistem langsung kerap diwarnai praktek politik uang, penggunaan cara-cara kekerasan, dan kampanye negatif perlu diwaspadai. Mekanisme pemilihan umum langsung tidak secara otomatis menghilangkan kelemahan-kelemahan demokrasi dari kemungkinan penyalahgunaan dan penyimpangan. Pemilukada bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Kabupaten Toraja Utara karena sebelumnya telah dilakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung. Namun pemilihan kepala daerah kali ini berbeda karena masyarakat memilih langsung pemimpin di daerah Kabupaten Toraja Utara pasca pemekaran dari Kabupaten Tana Toraja. Pelaksanaan pemilukada kabupaten Toraja Utara dilakukan dengan dua putaran. Putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 11 November 2010 yang diikuti tujuh pasangan calon bupati/wakil bupati, sebagaimana yang dipaparkan pada tabel berikut di bawah ini. 59 Tabel 2: Daftar Nama-Nama dan Partai Pengusung Calon Bupati dan Wakil Bupati Toraja Utara Tahun 2011. Nomor Urut Partai Pengusung Nama Pasangan Calon Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah 1 Drs. A.P Popang, MH Sarah Lallo, SE 2 3 Ir. Daniel Rendeng Madao Dr. J Palimbong P, Sp.B Drs. Y.S Dalipang Drg. Simon Liling Partai Demokrat dan Partai Perjuangan Indonesia Baru(PPIB) Partai Golkar Independent (Perseorangan) 1. 4 Ir. Bride AlloRante, MM,.MT Drs. Johanis O.S Bari, MM 5 Ir. Deka Paranooan DR. Mathius Lobo, Sp.B Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) 2. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) 3. Partai Barisan Nasional (BARNAS) 4. Partai Republik Nusantara (Republikan) 5. Partai Buruh 6. Partai Persatuan Daerah (PPD) 7. Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan) 8. Partai Pngusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) 9. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 10. Partai Indonesia Sejahtra (PIS) 11. Partai Pemuda Indonesia (PPI) 12. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Independent(Perseorangan) 1. 2. 6 Drs. Frederik Batti Sorring, S.Sos,.MM Frederik Buntang Rombelayuk, S.Pd 3. 4. 5. 1. 2. 3. 7 Drs. Kalatiku Paembonan, M.Si Alfrita Pasande Danduru, SH.M.KN 4. 5. 6. Partai Patriot Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI) Partai Kedaulatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia(PKPI) Partai Damai Sejahtra (PDS) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK) Partai Peduli Rakyat Nasional (PPDI) Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) Sumber : KPU Toraja Utara Tahun 2011. Pada tabel di atas dari tujuh pasangan calon bupati dan wakil bupati terdapat dua pasangan kandidat yang tidak diusung oleh partai politik yang merupakan pasangan calon bupati dan wakil bupati perseorangan. 60 Berlansungnya pemilukada perdana kabupaten Toraja Utara tahun 2011, dimana para kandidat bertarung untuk mendapatkan dukungan mayoritas dari masyarakat, namun pada kenyataannya tidak semua dari pasangan calon bupati yang memiliki kesempatan melaju pada putaran selanjutnya. Berikut perolehan suara masing-masing kandidat sebagaimana yang digambarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 3: Daftar Perolehan Suara Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah No Urut Nama Pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati Jumlah perolehan suara Persentase (%) 1 Drs. A. Palino Popang, MH dan Sarah Lallo, SE, M.Sl 3.546 3,20% 2 lr. Daniel Rendeng dan Dr. J. Palimbong P, Sp.O 19.274 17,37% 3 Drs. Y.S. Dallpang dan Drs. Simon Liling 27.014 24,34% 4 lr. Bride S. Allorante, MM, MT dan Drs. Johanis O.S. Bari, MM 8.743 8,32% 5 lr. Deka Paranoan dan Dr. Mathius Lobo, Sp.B 4.515 4,07% 6 Drs. Frederik Batti Sorring, S.Sos,MM dan Frederik B. Rombelayuk, S.Pd 30.236 28,21% 7 Drs. Kelatiku Paembonan, M.Si dan Alfritha Pasende Daanduru, SH, M.Kn 17.642 15,53% 110.970 100% Total Suara Sumber: KPUD Toraja Utara Tahun 2011. Pada tabel tersebut di atas belum ada pasangan kandidat yang mencapai perolehan suara mutlak. Hasil pemilukada Toraja Utara pertama pada tabel di atas hanya terdapat dua pasangan kandidat yang memperoleh suara tinggi yakni pasangan Y.S Dalipang & Simon Liling dan Frederik Batti Sorring & Frederik Buntang Rombelayuk berhak melaju ke babak putaran kedua pemilukada Toraja 61 Utara yang dilaksanakan pada tanggal 11 bulan Januari tahun 2011. Sebagaimana yang dipaparkan pada tabel dibawah ini: Table 4: Daftar Nama-Nama dan Perolehan Suara Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah No Urut 1 Nama Pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati Drs. Y.S. Dalipang dan Drs. Simon Liling, SH.MH Jumlah perolehan suara 53,177 Persentase (%) 48,52% Drs. Frederik Batti Sorring, S.Sos,MM dan 2 Frederik B. Rombelayuk, S.Pd Total suara 56,428 109,605 51,48% 100 % Sumber: KPUD Toraja Utara Tahun 2011 Berdasarkan hasil pemilukada Toraja Utara putaran kedua dimana yang mendapat legitimasi dari rakyat Toraja Utara sebagai pemenang adalah pasangan Frederik Batti Sorring dan Frederik Buntang Rombelayuk yang memperoleh total suara (56.428) dengan persentase (51,48%) dari total jumlah suara yang ditetapkan KPUD Toraja Utara sebanyak 109.605 suara sah. Sementara pasangan Y.S Dalipang & Simon Liling berada pada urutan kedua yang hanya memperoleh suara sebanyak (48.177) dengan persentase (48,09 %). Dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati terpilih pertama pada tanggal 31 Maret 2011, menandahkan bahwa seluruh rangkaian proses pemilukada telah berakhir. Dan semua masyarakat Toraja Utara berharap Bupati dan Wakil Bupati terpilih mampu memimpin Kabupaten Toraja Utara. 62 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah langsung merupakan progresitas dan inovasi dalam mewujudkan demokrasi di tingkat lokal. Proses pemilihan kepala daerah langsung dimana, rakyat berpartisipasi langsung menentukan pemimpin di daerahnya. Pemilihan kepala daerah menjadi peluang bagi penguasa (bupati) dan pengusaha dalam proses pergantian kekuasaan, serta peluang pengusaha untuk berelaborasi dengan pemimpin daerah. Hasil penelitian ini mengungkapkan hubungan antara elit politik lokal yakni hubungan politik bupati dengan pengusaha pasca pemilukada di Toraja Utara tahun 2011. Mengacu pada rumusan masalah yang telah dikemukakan pada konteks sebelumnya, maka peneliti menjelaskan hubungan Bupati Frederik Batti Sorring dengan pengusaha Harri Parrung dan koleganya, untuk mengetahui terjadinya pertukaran kepentingan dan pilihan rasional serta konflik kepentingan antara bupati dengan pengusaha. Pada proses pemilukada di daerah, pengusaha memberikan bantuan kepada bupati berupa finasial, mobilisasi massa serta membantu bupati dalam setiap sosialisasi pada pemilukada. Sehingga terjadi pertukaran kepentingan antara bupati dengan pengusaha pasca pemilukada untuk memperoleh sumber-sumber yang bernilai seperti jabatan, proyek serta perlakuan istimewah dalam hubungan simbiosismutualisme bupati-pengusaha itu. 63 Pilihan rasional setiap elit di daerah baik bupati (penguasa) maupun pengusaha dalam tindakan politiknya bertujuan untuk memaksimalkan pencapain kepentingannya dalam hubungan politik. Dalam hubungan politik tersebut, disposisi kebijakan bupati untuk mengakomodasi kepentingan pendukung kepada siapa kebijakan itu diprioritaskan untuk memberikan dan mendapatkan suatu reward (penghargaan) dan ganjaran atau nilai yang berharga bagi pengusaha sebagai balas jasa atas kontribusi politiknya kepada bupati. A. Hubungan Bupati Dengan Pengusaha Pasca Pemilukada Di Kabupaten Toraja Utara Tahun 2011. Perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari yang semula di pilih DPRD ke pemilihan terbuka oleh masyarakat, menjadikan pemilukada sebagai arena kompetisi yang mahal dan menimbulkan konsekuensi masuknya kelompok pengusaha di dalam zona politik sebagai donatur dalam proses pemenangan bupati pada pemilukada. Relasi pengusaha dan penguasa dalam suksesi pemilukada di Indonesia dapat dilihat dari keterlibatan pemerintah (penguasa) di dalam pasar, dan keterlibatan (pangusaha) dalam mempengaruhi kebijakan politik. Simbiosis mutualisme antara bupati dan pengusaha bisa dilihat dari bantuan finansial yang diberikan oleh pengusaha kepada calon kepala daerah yang berkompetisi, mulai dari dana pembelian partai pengusung hingga dana pelaksanaan kampanye yang begitu besar sebaliknya setelah menjadi kepala daerah akan memberikan reward dan konsesi politik sebagai balas jasa dengan pemberian proyek-proyek dan kemudahan bagi para pengusaha pendukungnya. 64 Sumbangan demikian besar yang diberikan oleh para pengusaha ini kemudian menjadi dasar bargaining position pemerintah (bupati) Toraja Utara untuk mengakomodasi kepentingan pengusaha, lewat kebijakan yang di keluarkan dalam skala lokal bahkan sampai pada deregulasi undang-undang untuk mengamankan bisnis kelompok pengusaha. Hubungan kasuistik bupati dengan pengusaha yang demikian kuat, menimbulkan konsekuensi atas pembajakan demokrasi politik lokal yang terjadi lewat terbentuknya kartel bisnis-politik yang berwajah pemburu rente. Politik balas jasa terhadap pengusaha ini menyebabkan praktik pemerintahan menjadi sarang kolusi dan nepotisme. Interelasi penguasa-pengusaha menunjukan bahwa hubungan ini menjadi fondasi yang kuat terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, juga memberikan ruang untuk semakin terbangunya kartel bisnis-politik dan hubungan patron klien yang kokoh. Relasi pengusaha-penguasa, bahkan tidak bisa dilerai eksistensinya dalam panggung politik lokal. Sebab setiap bantuan pasti akan ada imbalannya, misalnya memberi bantuan dengan dasar bahwa akan menerima lebih besar keuntungan atau hanya sekadar untuk berbangga diri bahwa telah memberikan sumbangan kepada penguasa. Masalahnya, yang lebih banyak terjadi, imbalan itu berupa profit dan perlindungan politik semata, sebab pengusaha yang banyak memberikan bantuan kepada penguasa (bupati) cenderung merasa aman dan mempunyai keuntungan besar dalam hubungan itu. 65 Koneksitas kekuasaan di Toraja Utara tampak jelas untuk mempertukarkan segala bentuk kepentingan dapat terealisasi. Hubungan penguasa (bupati) dengan pengusaha didesain sedemikian rupa agar jejaring kekuasaan menjadi tempat berlabuh kalangan pengusaha melakukan pertukaran kepentingan untuk memperoleh keuntungan dan manfaat baginya. Penguasa (bupati) dalam bersinergitas dengan pengusaha adalah mitra yang membutuhkan pertukaran dengan komitmen saling mendukung. Relasi yang tertata baik sejak pertarungan politik hingga bupati menjadi pemangku kekuasaan merupakan sumber keuntungan dan manfaat bagi pengusaha. Sebagaimana pernyataan bapak Frederik Batti Sorring. Berikut kutipan pernyataan bapak Bupati: ‘’Jadi begini, tugas saya sebagai bupati (pemerintah) itu sudah diperankan oleh masing-masing SKPD jadi keterkaitan pengusaha dengan saya itu kalau dalam hal pekerjaan langsung berurusan dengan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) masing-masing yang bersangkutan. Oouh…hubungan saya dengan pengusaha itu menjadi mitra kerja untuk kelangsungan pembangunan daerah’’. (Wawancara, pukul :09:20 tanggal 08 agustus 2011) Dari pernyataan bupati Torja Utara tersebut, terlihat jelas bahwa dalam suatu daerah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan pengusaha untuk menciptakan sebuah kerangka kerja dalam koridor pembangunan daerah. Pemerintah (bupati) merupakan mitra yang dapat memberikan kebijakan dan berpihak kepada pengusaha untuk menciptakan kerja sama yang menguntungkan kedua pihak. Pengusaha yang paling dominan dalam membantu bupati pada pemilukada Harri Parrung membenarkan hal tersebut, berikut hasil kutipan wawancaranya: 66 ‘’Hubungan saya dengan bupati tetap saja malah diupayakan untuk ditingkatkan, karena pengusaha atau wirausaha adalah mitra kerja pemerintah (bupati) yang sejajar dan saling membuthkan satu dengan yang lain, dan bupati harus memberikan kebijakan yang baik kepada kelompok pengusaha’’. (Wawancara, pukul 11:53 tanggal 08 agustus 2011). Di dalam dunia politik sudah menjadi legalisasi ketika seseorang mendapatkan sesuatu karena upaya dan tindakan yang dilakukan untuk tujuan tertentu. Realitasnya bahwa baik bupati maupun pengusaha dalam konteks politik diperlukan hubungan yang dapat memberi keuntungan. Penguasa berorientasi pada pencapaian kekuasaan sedangkan pengusaha pendukung bupati mengkonversi bentuk dukungannya untuk kepentingan demi mencapai keuntungan ‘’profit’’ yang besar baginya. Terbentuknya komunikasi politik untuk menyatukan kekuatan sehingga tidak menyulitkan bagi pengusaha melakukan praktek lobi-lobi politik kepada penguasa sebab mereka memiliki fondansi hubungan yang kuat, atas dasar alasan itupula segala sesuatunya pasti lebih mudah diatur kaitan dengan kepentingan pengusaha. Hal ini diutarakan oleh bapak John Lembang, SE ungkapnya bahwa: ‘’ Sejak dari awal sampai detik ini, hubungan kita dengan bupati cukup langgeng, saya tidak kesulitan untuk berkomunikasi dengan pak bupati walaupun saya hanya pengusaha lokal, disini saya tekankan ke pak bupati, harus memberdayakan pengusaha menengah ke bawah kalau perlu ditingkatkan pembinaannya agar mampu berkembang ’’ (Wawancara, pukul 14:00 tanggal 25 agustus 2011). Relasi yang terbangun oleh bupati dengan pengusaha dalam dunia politik dapat terukur sebagai hubungan yang memiliki sumber-sumber nilai. Ukuran nilai tergantung pada besarnya peranan pengusaha dalam mencapai orientasi politik 67 sang penguasa dalam memperoleh kemenangan untuk bisa berkuasa. Pengusaha berupaya menwujudkan kepentingannya dengan mengejar berbagai proyek dan kedudukan, jabatan tersebut diperuntukkan bagi kerabat untuk dijabat, hal ini merupakan yang utama untuk diperoleh pengusaha. Pernyataan ini diuraikan oleh salah satu pengusaha Welem Saratu, imbuhnya: ‘’ Intinya….saya tetap dibelakang dan mendukung pak bupati sampai habis masa bhaktinya sebab hubungan ini tidak akan disia-siakan bahkan diupayakan tetap erat karena bupati dengan pengusaha itu saling menghargai sebab dalam hubungan ini mempunyai nilai-nilai penting ’’ (Wawancara, pukul 14:30 tanggal 28 agustus 2011). Di pihak pengusaha lainnya, mengklaim bahwa manfaat yang diperoleh dari setiap hubungan dalam konteks apapun yang diharapkan adalah sesuatu yang menguntungkan dan berguna bagi pengusaha. Balas jasa bupati kepada pengusaha sedang dalam tahap realisasi dan belum berakhir dan akan terus berlanjut hingga keduanya mencapai kepuasan. Pernyataan ini, sebagaimana yang dibeberkan oleh Ir.Frederik Batong bahwa: ‘’ Dari pemilukada sampai sekarang ini hubungan kita masih utuh karena pengusaha mendapatkan sesuatu yang bernilai, dan ucapan terima kasih penguasa kepada pendukung yang juga pengusaha tidak akan berkurang serta banyak dari pendukung tetap akan meminta sesuatu atau pekerjaan dan kalau pekerjaan, itu tentunya disesuaikan dengan great perusahaan’’ (Wawancara, pukul 19:28 tanggal 04 september 2011). Pada setiap hubungan selalu didasarkan dengan kepentingan. Pengusaha yang telah bekerja keras membantu bupati untuk mendapatkan kursi kekuasaan dituntut tidak melupakan jasa setiap pengusaha. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Tim pemenagan (Sobat), Gideon Raru’ bahwa: 68 ‘’Ukuran hubungan itu kan pada dasarnya ada semacam perlakuanperlakuan khusus dari penguasa, prinsipnya jasa orang jangan dilupakan tetapi juga jangan dipaksakan, sebagai contoh dalam tender apabila saudara A dan B ikut tender, si B dulunya mendukung calon bupati sementara si A tidak mendukung bupati pada pemilukada, dalam proses tender si A yang memenangkan tender, nah..demi penghargaan kepada si B maka si A dikorbankan, yahh! bisa saja begitu itulah dunia politik (Wawancara, pukul 18:27 tanggal 25 agustus 2011). Pada pemaparan di atas sejalan dengan konsep pertukaran yang dikemukakan Shaw bahwa interaksi atau hubungan adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Penulis melihat bahwa ada pertukaran dalam interaksi pada hubungan penguasa (Frederik Batti Sorring) dengan pengusaha (Harri Parrung) dan koleganya di Toraja Utara semakin meningkat dan menunjukkan bahwa hubungan itu saling mempengaruhi, terbukti terjadi demikian dimana bupati mempunyai kebijakan tertentu bagi pengusaha yang diwujudkan ketika para pemimpin pengusaha menjadi pelaksana proyek dan ikut mempengaruhi kebijakan bupati sebagai pemerintah di daerah. Dari beberapa pernyataan di atas tergambar jelas bahwa hubungan bupati dengan pengusaha adalah hubungan yang didasarkan pada besarnya sumber nilai yang akan dicapai dari apa yang diberikan dan apa yang akan didapatkan dari hubungan itu untuk memenuhi kepentingan pengusaha. Hubungan pertukaran yang terjadi di Kabupaten Toraja Utara, di desain untuk mengakomodasi kepentingan politik bupati maupun pengusaha. 69 A. 1. Pertukaran Kepentingan Pertukaran adalah proses memberi dan menerima secara timbal balik. Menurut teori pertukaran Peter M. Blau bahwa pertukaran sosial terbatas kepada tingkah laku yang mendatangkan imbalan, yakni tingkah laku yang akan berhenti kalau tidak bakal akan ada imbalan lagi, sebaliknya imbalan yang mereka berikan kepada satu sama lain berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan hubungan itu. Pasca pemilukada Toraja Utara terjadi pertukaran kepentingan antara aktor politik yakni petukaran kepentingan bupati dengan pengusaha Harri Parrung dan koleganya, pertukaran dilakukan semata-mata untuk menunjukkan bahwa dalam hubungan politik tersebut terdapat sumber yang bernilai yang dapat dijadikan sebagai alat petukaran kepentingan. Para pengusaha yang telah membantu bupati berupaya untuk mendapatkan imbalan atas kontribusinya sebagai perekat kuatnya hubungan bupati dengan pengusaha sebagaimana dikutip dari media cetak yang menyatakan bahwa: ‘’ Pasangan Frederik Batti Sorring-Frederik Buntang Rombe Layuk (Sobat), tidak akan kekurangan "amunisi" untuk menghadapi Pemilukada Toraja Utara yang akan berlangsung. Pasalnya, Frederik Batti Sorring yang sebelumnya menjabat sebagai wakil Bupati Kabupaten Asmat Provinsi Papu Barat ini. Kini dikelilingi puluhan pengusaha asal Provinsi Papua Barat dan Papua, saat ini sekurangnya 14 pengusaha asal Irian telah ‘’membackup’’ pendanaan pasangan Sobat. Pengusaha ini, merupakan orang-orang asal Toraja yang sukses di Papua tersebut merupakan jaringan Frederik Batti Sorring. Namun demikian bukan berarti bahwa para pengusaha ini memberikan dana tidak dijadikan senjata bagi pasangan Sobat untuk melakukan money politic ‘’ (Dikutip dari Fajar News, Selasa, 11 Januari 2011). 70 Para pengusaha yang konsisten mendukung bupati pada pemilukada Toraja Utara, beberapa di antara pengusaha telah menerima reward hasil pertukaran berupa jabatan, paket proyek pembangunan pasar dan jalan merupakan penghargaan dari bupati sebagai tolok ukur hubungan kedua pihak pasca pemilukada Toraja Utara. Perihal ini diungkapkan oleh salah satu pengusaha muda dari Papua Agutinus Parrangan, ST ungkapnya ialah : ‘’Inilah namanya perjuangan...ya kita bersyukur karena sudah bisa menikmati hasil jerih paya dan kerja keras kita, hasilnya ada beberapa pekerjaan atau paket proyek pembangunan jalan dan pasar tradisional itu sementara dikerja di beberapa kecamatan, jadi saya berharap hubungan kita tetap akan dipelihara agar semuanya dapat memberi manfaat selama kepemimpinan beliau dan ke depan akan kita maksimalkan supaya semua urusan berjalan dengan baik sesui dengan tujuan’’ (Wawancara, pukul 15:45 tanggal 10 agustus 2011). Berdasarkan pernyataan di atas realistis sebagaimana teori pertukaran dalam klarifikasi Peter M. Blau bahwa imbalan yang dipertukarkan digolongkan ke dalam dua jenis yakni bersifat intrinsik seperti; cinta, afeksi (rasa kasih sayang), dan penghargaan. Dan yang bersifat ekstrinsik berupa; uang atau barang material lainnya. Penulis melihat bahwa hubungan pertukaran bupati dengan pengusaha di Toraja Utara didasarkan pada besarnya imbalan yang diberikan bupati kepada pengusaha yang telah berkontribusi. Secara intrinsik perlakuan istimewah bupati kepada pengusaha merupakan imbalan yang dapat mengangkat prestise dan bermanfaat bagi pengusaha. Balas jasa bupati kepada pengusaha tidak hanya pada tataran intrinsik, namun dalam konteks ekstrinsik imbalan yang diberikan oleh bupati kepada 71 pengusaha atas berkontribusinya berupa barang material dalam bentuk pisik seperti paket proyek dan jabatan dalam struktur pemerintahan. Hal lain, terkait persoalan hubungan yang mendatangkan reward dalam suatu hubungan sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Daniel Pappang. Berikut petikan hasil wawancaranya: ‘’ Dalam setiap hubungan manusia sudah jelas mengharapkan imbalan yang menjadi hasil akhir dari hubungan itu, apalagi ini dunia politik sudah jadi barang pasti ketika bupati dengan pengusaha saling membutuhkan, maka dari itu akan ada kepentingan mengekor pada hubungan tersebut, ini jelas pengusaha kan melihat peluang mana yang menguntungkan, kalau bukan jabatan pasti pengusaha mengincar paket proyek yang punya nilai besar dan memberi keuntungan bagi pengusaha, inilah konsekuensi politik yang harus ditanggung dan dituntaskan oleh bupati kepada pengusaha yang memberi dukungan, apapun motifnya pada pemilukada lalu, kami para pengusaha pro bupati mendapatkan kepentingan itu sesuai porsi dari peran masing-masing pengusaha pada pemilukada disetiap wilayah asal pengusaha setahun silam karena itu juga menjadi ukuran bapak bupati melihat hubungannya dengan pengusaha’’ (Wawancara tanggal 10 september tahun 2011 pukul 17:16 Wita). Dalam konteks pertukaran yang mendominasi suatu hubungan politik adalah transaksi kepentingan yang mewarnai hubungan itu. Hal ini dinyatakan oleh bapak Aris Pallea, ST. Ungkapanya ialah: ‘’ Hampir genap setahun bapak bupati memerintah daerah ini (Toraja Utara), saya mau katakan secara pribadi saya ini kontraktor saya bisa buktikan kalau hubungan ini tidak ada yang dirugikan, buktinya lihat saja kerja proyek pembangunan badan jalan sepanjang tujuh kilo meter yang menghubungkan dua kecamatan yakni kecamatan Baruppu-Buntupepasan, dengan nilai proyek dalam tendernya itu kurang lebih 1,6 miliar rupiah, Jujur saja sebagai pendukung dan pengusaha tujuan kita memeberikan dukungan tentunya punya harapan besar, harapan itu sebagai pengusaha intinya kita ini manusia ingin sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai atau paling tidak ada keuntungan didapatkan’’ (Wawancara tanggal 8 september tahun 2011 pukul 09:20 Wita ) 72 Dari pernyataan di atas realistis sebagaimana pertukaran dalam pandangan Richard Emerson bahwa pertukaran memusatkan perhatian utamanya terhadap keuntungan yang didapatkan orang dari dan kontribusi yang disumbangkannya dalam proses interaksi sosial. Dalam pandangan Emerson melihat keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari hubungan dengan orang lain yakni manfaat dan keuntungan yang menguntugkan bupati dengan pengusaha karena tindakan rasionalnya dalam persaingan dapat memberi manfaat sebanding dengan manfaat yang diberikan dalam hubungan itu, keuntungan dan manfaat dapat diukur dari segi jabatan atau sumber nilai lainnya. Sehingga, penulis melihat bahwa pada realitasnya bentuk dukungan pengusaha kepada bupati merupakan investasi politik yakni untuk memperoleh proyek dan jabatan sebagai konsesi dari kontribusi pengusaha yang telah membantu bupati untuk mencapai orientasi politiknya. Sesuatu yang bersifat profit dan bernilai merupakan tujuan akhir dari elit politik yang dibangun dalam hubungan politik bupati dengan penusaha. Perihal ini diungkapkan oleh Ir. Yosni Bandaso, berikut petikan wawancaranya. ’’ Sebenarnya sudah bisa dilihat ukuran-ukuran hubungan pengusaha dengan bupati, pastinya kita tidak bisa menapikan jika saat proses pemilukada mulai dari putaran pertama dan putaran kedua hingga calon yang kami dukung menjadi pasangan pemenang pemilukada pertama menuju kursi kekuasaan atau bupati dan wakil bupati pilihan rakyat Toraja Utara, Saya sebagai Tim pemenangan dari kalangan pengusaha tentunya memiliki tujuan dan komitment dengan bupati pada saat itu, yang menjadi komitmen kita ialah bagaimana supaya ada hasil yang diperoleh dari proses saling membutuhkan ini antara bupati dengan kami kelompok pengusaha, ada yang bernilai bagi pengusaha seperti kebijakan bupati di bidang pembangunan infrastruktur sebagian besar pelaksannya dilakukan oleh para rekanan pengusaha dari tim bupati itu sendiri ‘’ ( Wawancara tangal 6 september tahun 2011 pukul 14:58 wita). 73 Dari pemaparan di atas seiring dengan pendapat George Simmel bahwa motivasi seseorang individu berkontak dengan orang lain adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan tertentu. Penulis melihat bahwa fakta dari relasi bupati dengan pengusaha di Toraja Utara merupakan hubungan yang didasarkan pada tindakan pemenuhan kepentingan tertentu. Tujuan dan kepentingan yang dicapai merupakan subtansi dari hubungan oleh penguasa maupun pengusaha itu sendiri. Sebab bupati membutuhkan pengusaha untuk membantu baik dari segi dana maupun dukungan suara, begitu pun pengusaha membutuhkan sesuatu yang bernilai seperti proyek, jabatan serta perlakuan istimewah dalam hubungan tersebut. Pada pernyataan di atas terungkap bahwa sumber-sumber bernilai yang berpotensi untuk dipertukarkan menjadi distribusi nilai yang harus diperoleh pengusaha seperti paket proyek dan jabatan merupakan alat barter kepentingan politik dan perekat penguatan hubungan bupati dengan pengusaha sebagai bentuk imbalan politik bupati atas kontribusi pengusaha. Seperti halnya beberapa pengusaha di atas optimis dan meperlihatkan eksistensinya bahwa motivasinya menjalin hubungan dengan bupati untuk tujuan-tujuan yang dapat memberi keuntungan baginya. Pada uraian di atas bahwa nilai suatu hubungan didasarkan pada apa yang diperoleh atas apa yang dikeluarkan dalam setiap hubungan bupati dengan pengusaha. Terlihatat realistis bahwa pengusaha yang menjadi sponsor utama bupati mendapatkan nilai ganda sebagai bentuk ganjaran atas biaya yang dikeluarkan untuk tujuan politik bupati pada pemilukada. Sebab manfaat dan 74 kegunaan yang timbul dari relasi adalah keuntungan semata, itulah rasionalitas pengusaha dan bupati menjalin hubungan pertukaran kepentingan politik. Dapat dilihat pola hubungan bupati dengan pengusaha pasca pemilihan kepala daerah di Kabupaten Toraja Utara cukup menguntungkan dan harmonis dilihat dari besarnya reward atau ganjaran yang diterima pengusaha dari bupati. Banyak kalangan pengusaha yang mencuat membantu penguasa (bupati) dikarenakan adanya peluang untuk mendapatkan akses sekaligus memanfaatkan sumber yang bernilai sebagai wujud pertukaran kepentingan politik mereka. Dalam relasi politik, terdapat semacam imbalan sebagai respon atas jasa pengusaha kepada bupati dengan komitmen untuk memenuhi deal-deal politik. Hal ini diutarakan oleh sekretaris pribadi Wakil Bupati Zet Kalebu pernyataanya ialah : ‘’ Lihat saja bagaimana hubungan Pak Harri Parrung sebagai salah satu pengusaha pendukung utama pak bupati dulu, sekarang dia yang mengusulkan kepala Bappeda dan itu dipenuhi oleh bupati dengan menepatkan pejabat yang baru terpilih yang menggantikan pejabat sebelumnya yaitu Agustinus Sima yang telah pensiun sebagai seorang PNS, Jika sebelumnya dilantik pelaksana tugas (plt) Bappeda dijabat oleh Andarias Sibannang dan baru sekarang dilantik pejabat definitif yaitu Ramoni Tambing, jabatan dulunya direktur BRR Kementerian PU pusat di Jakarta.’’ (Wawancara, pukul 15: 46 tanggal 24 Agustus 2011). Pada pemaparan di atas menunjukkan fakta di Toraja Utara bahwa pengusaha seperti Harri Parrung sebagai sponsor utama bupati pada pemilukada diberikan peranan mengusulkan dan menentukan pejabat pemerintahan daerah pasca pemilukada Toraja Utara yaitu dengan pengangkatan bapak Ir. Ramoni Tambing, M.Sc, sebagai kepala Bappeda Toraja Utara tahun 2011. Seperti yang tertera pada tabel dibawah ini: 75 Tabel 5: Nama Pejabat Baru Dalam Jajaran Pemerintah Toraja Utara Tahun 2011 No Nama Jabatan Sebelumnya Kepala Bappeda Toraja Utara 20081 Ir. Agustinus Sima 2010 (Plt) Kepala Bappeda Ir. Andarias Sibannang, MM Toaja Utara 20102 2011 Direktur BBR Bina Marga Kementerian 3 Ir. Roni Tambing, M.Sc PU Pusat Jakarta Sumber : Bappeda Toraja Utara tahun 2011. Sekarang Pensiun Nonjob Kepala Bappeda Toraja Utara Defenitif Hubungan seperti itu, menjadi sebuah perekat kuatnya jalinan politik bupati dengan pengusaha. Penulis melihat bahwa hal seperti ini tentunya merupakan upaya balas jasa bupati atas apa yang diberikan oleh kalangan pengusaha dalam hubungan itu untuk kepentingan politik penguasa. Hubungan meningkat terjadi antara bupati Frederik Batti Sorring dengan Harri Parrung dan koleganya sebab mereka saling menguntungkan, sehingga dapat dintepretasikan bahwa hubungan tersebut merupakan sebuah pertukaran langsung yakni bupati memberikan penghargaan kepada pengusaha yang telah berjasa baginya. Eratnya hubungan bupati Toraja Utara dengan pengusaha yang berbeda orientasi tetapi bersimbiosis memacu penguatan kepentingan dalam praktek pemerintahan, ketika bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pengusaha dengan penguasa untuk memberikan ruang dalam mendapatkan kepentingannya. 76 Tabel 6 : Daftar Pengusaha pelaksana Proyek Jasa Kontruksi di Kabupten Toraja Utara Tahun Anggaran 2011. Jasa Kontruksi Sumber Anggaran Pembangunan Jalan Beton Dana Penyesuaian Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Rp.5 M - Peningkatan Jalan Seko – Pitung Penanian Peningkatan Jalan Minanga –Sarang Sarang Peningkatan Jalan Baruppu’ – Pulu’Pulu’ Permukiman Transmigrasi UPT Pembangunan Tiga Unit SMP Revitalisasi Puskesmas Peningkatan Puskesmas Pasar Modern Tradisional Tokarau Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Gedung Farmasi Dan Pembekalan Pembangunan Kantor Dinas Pembangunan Kantor Bupati Tahap II Pengaspalan Jalan Poros BuntaoRantebua Perbaikan Jembatan Nilai Anggaran Kontraktor Pelaksana Panga’ Kec.Kesu’ PT.Sabar Jaya Ir. Yosni Bandaso Rp.5 M Seko–Pitung Penanian PT. Pelita Inti Jaya Aris Pakilaran, ST - Rp.4 M Minanga–Sarang Sarang Kec. Sa’dan PT.Indra Agustinus Parrangan, ST - Rp.4 M Kec. Baruppu & Pulu’Pulu’ Kec. Buntupepasan PT.Cakrawala Bulan Manhato Aris Pallea, ST APBN/APBD Prov. Sul-Sel Rp.3,11 M Kec. Rante Karua PT.Cakrawala Bulan Manhato - Rp.960 Jt Kec. Naggala CV.Sinar Kasih Harri Parrung,SE Anita Parrung - Rp.557, 89 Jt Kec. Tondon CV.Mana Lagi - Rp.767, 82 Jt Rante Pangli. Kec. Pangli CV.Maju Jaya - Rp.1,06 M Tokarau Kec. Balusu PT.Pelita Inti Jaya - Rp.1, 47 M Kec. Sa’dan Rp.1,42 M Kec. Rantepao PT.Matari Allo Rp.3, 612 M Panga’ Kec. Kesu PT.Cakrawala Bulan Manhato Panga’ Kec. Kesu PT.Sabar Jaya Ir. Frederik Batong Kec. Rantebua PT.Sabar Jaya Drs. Gideon Raru PT.Cakrawala Bulan Manhato Thomas Irja DAK Tahun Anggaran 2011 DAK Tahun Anggaran 2011 PT.Indra Rp.1,540 M APBD Prov.Sulawesi Selatan Rp.2 M APBD Kab. Toraja Utara Rp.2 M Total Angaran Lokasi Buntao- Komba Balopesange. Sa’dan Desa Kec. D. Rompon Drs. Welem Saratu Rafly Denny Bontong, ST Jhon Lembang, ST Daniel Pappang Harri Parrung, SE 37,277 M Sumber : Dinas Pekerjaan Umum/Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Program Kegiatan DPPID Tahun 2011 Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa para pengusaha pendukung penguasa menerima paket proyek jasa kontruksi sebagai bukti kongkrit hubungan bupati dengan penggusaha yang saling menguntungkan. 77 Uraian diatas menunjukkan bahwa barometer dalam pertukaran kepentingan bupati dengan pengusaha itu dapat terukur pada tingkat perbandingan bahwa pengusaha akan mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan bupati, maka akan merasa puas dengan hubungan itu sehingga terus dilanjutkan. Maka untuk melihat tingkat kepuasan itu terlihat seberapa besar imbalan dan hadiah yang diterima oleh pengusaha dari bupati. Dalam mengukur hubungan tersebut maka digunakan tingkat perbandingan untuk menganalisa seberapa tinggi kepuasan (pengusaha) terhadap hubungannya dengan bupati saat ini, yang dipakai sebagai pembanding ialah hubungan di masa lalu, jika hubungan pengusaha dengan bupati di masa lalu cukup baik, maka setidaknya bupati dan pengusaha telah memiliki standar hubungan yang baik. Namun, jika hubungan yang sekarang lebih baik, maka itu melampaui standar nilai hubungan bupati dengan pengusaha dan merasakan kepuasan, bahkan ini bisa dijadikan standar baru bagi bupati dan pengusaha jika suatu ketika akan menjalani hubungan baru. Penulis melihat bahwa sangat jelas bahwa hubungan dyad atau antar dua orang yakni hubungan bupati dengan pengusaha dimana mereka saling tergantung untuk mencapai hasil-hasil yang positif, dan setiap pengusaha secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan politik dengan bupati hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi keuntungan dan ganjaran yang diperoleh. 78 A. 2. Pilihan Rasional Inti dari teori pilihan rasional adalah bagaimana aktor memaksimalkan pencapaian tujuan-tujuan kepentinganya. Sedangkan fokus utama teori pilihan rasional dipusatkan pada aktor, seorang aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan maupun maksud. Oleh karena aktor tersebut mempunyai tujuan, maka tindakannya pun terpengaruh pada upaya pencapaian kepentingan tersebut. Menurut James S. Coleman pilihan rasional adalah tindakan perseorangan yang mengarah kepada suatu tujuan dan tindakan ditentukan oleh nilai atau (preferensi) pilihan. Pasca pelaksanaan pemilukada di Toraja Utara, dimana calon bupati mendapatkan orientasi politiknya yakni memperoleh kursi kekuasaan sebagai kepala daerah. Sementara, para pengusaha berorientasi untuk memperoleh kepentingannya yakni keuntungan yang bernilai baginya atas kemenangan bupati yang mereka dukung. Tujuan dan tindakan bupati maupun para pengusaha tertuju pada sebuah pilihan yang dapat memberikan manfaat dan peluang yang mengutungkan. Sehingga dalam menjalin hubungan politik, bupati memanfatkan pengusha sebagai penyandang dana untuk pembiayaan aktivitas politik bupati. Para pengusaha yang terlibat dalam sistem saling membutuhkan tersebut menciptakan sebuah mekanisme kerja sama yang mengarah pada terjadinya bargaining politik untuk memenuhi kepentingan kedua belah pihak sebagai bentuk rasionalitas atas tindakan dan dukungan yang diberikan dalam proses suksesi politik pemilukada. 79 Penulis menilai bahwa tindakan bupati menggandeng dan memanfaatkan pengusaha adalah semata-mata memperkuat amunisi dan ambisinya untuk memperoleh tujuan politiknya yakni sebagai bupati. Sementara maksud dan tujuan pengusaha memberi dukungan kepada bupati adalah untuk investasi agar dalam lingkaran kekuasaan politik dapat terakomadasi kepentingannya untuk bisa memperoleh keuntungan yang besar. Oleh karena itu, pilihan itu merupakan sebuah tindakan yang rasional sebab pengusaha melihat peluang yang besar untuk memenuhi kepentinganya apabila tindakan dan pilihan politiknya itu tepat. Kalangan elit pengusaha yang tergabung dalam jaringan kekuasaan bupati pasca pemilukada Toraja Utara, sangat diuntungkan sebab para pengusaha menerima imbalan dan ganjaran yang sesuai dengan porsi dari apa yang telah dikontribusikan kepada bupati pada saat proses pemilukada. Subtansi dari tindakan dan rasionalitas dalam hubungan politik berkenaan dengan tujuan dan pilihan kalangan pengusaha, untuk mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan otoritas bupati dalam menata hubungan agar tetap terakomodasi dalam lingkaran kekuasan. Perihal ini dinyatakan oleh bapak Gideon Raru. Berikut petikan wawancaranya: ‘’ Yah.,hubungan ini seperti orang bercumbu-cumbuan, maksudnya calon penguasa dengan pengusaha harus menjadi partner baru bisa sebab untuk merebut kekuasaan butuh biaya tinggi, biaya kan tidak mungkin hanya ditanggung calon bupati maka disitulah pengusaha punya celah untuk berivestasi politik...yah mungkin saja memberi dana kepada si calon penguasa sementara pengusaha kan orintasinya profit dan sekarang...semua pengusaha pasti akan meminta jatah berapa pun itu nilainya’’ (Wawancara, pukul 18:00 tanggal 25 agustus 2001). 80 Dalam hubungan bupati dengan pengusaha, mereka saling membutuhkan untuk mencapai tujuan positif, dan hubungan itu akan tetap apabila cukup memuaskan ditinjau dari segi keuntungan dan ganjaran. Berikut pernyataan bapak Harri Parrung: ‘’ Ya saya memang punya peranan dalam menentukan beberapa posisi jabatan pada jajaran dinas, saya sudah bicara sama pak Ega (sapaan akrab bupati) beliau memberikan batasan kata beliau kalau jabatan setingkat eselon satu seperti sekretaris dinas,kapala bidang dan camat itu saya bisa masuk untuk menentukan siapa yang akan diposisikan disitu namun untuk kepala dinas bisa saja tetapi tentunya orang yang berpihak pada kita yang punya kemampuan ’’(Wawancara, pukul 11:53 tanggal 08 agustus 2011). Berdasarkan kutipan di atas sangat realistis dengan teori pilihan rasional yang dikemukakan oleh James S. Coleman yang menekankan dua unsur utama, yakni aktor dan sumber daya. Pasca pemilukada Toraja Utara para pengusaha pendukung bupati mampu mengontrol dan pelaku dalam setiap tindakan terhadap sumber yang menguntungkan. Sumber daya seperti proyek dan jabatan merupakan nilai yang menarik perhatian yang dapat dikontrol oleh bupati dan pengusaha untuk mendapatkan keuntungan. Penulis melihat bahwa pasca pemilukada Toraja Utara, bupati memberikan peranan yang besar kepada pengusaha Harri Parrung untuk mengusulkan dan menentukan jabatan serta mengontrol proyek-proyek infrastruktur yang bernilai profit. Hal demikin, merupakan realisasi dari bargaining yang telah didesain untuk mengokomodasi kepentingan pengusaha dalam lingkaran kekuasaan sang penguasa. 81 Sementara bentuk rasionalitas dukungan pengusaha kepada bupati adalah untuk memperoleh sebuah nilai secara timbal balik, agar dalam membangun asosiasi ini dapat mewujudkan kepentingan pendukung bupati. Berikut perihal yang diungkapkan oleh Bapak Y. Kalambo, petikan wawancaranya adalah: ‘’ Naya mia gai’na didukung to tu pak bupati, ditiromo tu amba’na tama te tondok, mane piran bulanna untoe kaparettan na mangka bangsia motu lalan na bantuki’ moiraka namane sido’ nabenki denmo angga’na tu disanga kasiumpuran to’’ Artinya… ‘’ Itulah manfaat mendukung bupati, kita sudah bisa melihat sepakterjang beliau, baru beberapa bulan memegang tonggak pemerintahan sudah mengalokasikan bantuan dana untuk pembangunan jalan ke kampong kami walupun itu anggarannya belum maksimal tapi itulah nilai yang diperoleh dari hubungan kita’’ (wawancara, pukul 20:09 tanggal 18 agustus 2011). Selain itu, pilihan rasional yang berdimensi pencapaian tujuan politik, merupakan tindakan untuk saling mengutungkan. Pengusaha bertindak menjadi Tim pemenangan kandidat bupati, mengantongi sejumlah kepentingan yang harus direalisasikan oleh bupati pada saat berkuasa. Seperti apa yang disampaikan bapak Thomas Irja, mengutarakan bahwa: ‘’Kukua ma’kada lako kalena pak Sorrig kumua, denna upa’ kemmu nakamasei puangta ammu mendadi toma’paretta inde’ tondokta, tannia ya proyek tu laku palaku lako kalena sangngadinna yatu laku palaku lako kalena lamu bangun te lalanki’ tae sengana’ yamo kepentinganku umbantui sia undukungi sola tobuda natiroankan tondokki...nah totemo yatu kusanganna kendek tongan mendadi bupati..nayato lalanki mangkamo natiro toma’parenta nalapogau’mo saba’ nang laparallu tongan dipadolo te lalantate. Oh ia te anakku misa memang kukua lako bupati lami tiroan duka lalan kebisai mi angka’ mendadi PNS, artinya....... 82 ‘’ Saya telah berkomunikasi sama pak Sorring bahwa semoga beliau dapat restu dari Tuhan untuk menjadi pemerintah di Bumi sendiri, dan saya bantu dan dukung bupati bersama masayrakat di kampung saya untuk meminta pada beliau memperbaiki jalan yang tidak pernah baik ke kampong kami, ini kepentingan orang banyak, bukan minta proyek untuk diri saya, yah..itulah kepentingan kita masyarakat kepada beliau sekarang terbukti pak Sorring dipilih rakyat dan menjadi bupati, yah untuk perbaikan jalan sudah dilakukan survei oleh pihak berwewenang memang sudah dalam tahap prioritas untuk direalisasikan..memang benar bahwa saya titip agar anak saya diberikan jalan dan peluang menjadi PNS, ’’ (Wawancara, pukul: 14:00 tanggal 25 agustus 2011) Orientasi setiap aktor ditujukan pada pencapain kepentingan yang mengikat bupati dan pengusaha pada proses barter kepentingan yang mengutungkan. Sebagaimana yang ditekankan oleh Gideon Raru’ ungkapnya bahwa: ‘‘ Nakua kada toraya nale’ tomeapi disaroi artinya..... (dalam palsafah toraja bahwa orang yang disuruh ambil api saja diberikan upah), apalagi ini dunia politik sudah pasti pengusaha yang mempunyai jaringan kuat dengan bupati akan mendapatkan sesuatu yang bernilai dari bupati..yah saya kan orang politik dalam tindakan harus jelas apa yang kita mau capai, sementara pengusaha yang ada dipikiran mereka ialah bagaimana meraup keuntungan atas biaya dan tenaga yang dikeluarkan’’ (Wawancara, pukul 18:00 tanggal 25 agustus 2001l) Berdasarkan hasil pemaparan di atas, penulis menilai bahwa pengusaha yang memberikan bantuan untuk tujuan dan kepentingan politik bupati menciptakan sebuah mekanisme politik yang bisa menguntungkan para pengusaha. Dalam hal inilah tindakan bupati untuk mengendalikan sumber daya seperti proyek, kebijakan dalam hal penunjukkan pelaksana proyek pembangunan infrastruktur dan pengangkatan pegawai negeri sipil PNS serta perlakuan istimewah yang bermanfaat bagi pihak pengusaha. Sebab hampir setiap jabatan strategis dan proyek besar di Toraja Utara dipatok untuk dijabat dan dikontrol serta dikelola 83 oleh pengusaha di pihak bupati. Sehingga, perhatian pengusaha terhadap sumber daya yang dikendalikan bupati itulah yang menyebabkan keduanya terlibat dalam sistem pendistribusian kue-kue politik. Bupati telah mendapatkan orientasi politiknya yaitu kekuasaan dan kewenangan dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan politik. Pengusaha pun menitipkan harapan-harapan yang besar itu sebagai komitment dan sikap politik bupati untuk proaktif kepada pengusaha menyangkut realisasi kepentingan yang menguntungkan pengusaha. Pada pemaparan di atas penulis melihat bahwa pihak pengusaha memiliki motivasi yang jelas bahwa tujuan politik mereka mendukung bupati yaitu untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi kontribusinya kepada bupati pada pemilukada. Oleh karena itu, pasca pemilukada Toraja Utara sebagai pengusaha yang mempunyai tujuan, masing-masing tujuan dikonversi untuk memperoleh dan memaksimalkan perwujudan kepentingan yang memberikan keuntungan dalam hubungan politik dengan bupati. 84 A. 3. Konflik Kepentingan Konflik adalah salah satu bagian dalam masyarakat yang terdiri atas bagian dan komponen yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, dimana bagian dan komponen itu saling menaklukkan untuk memenuhi atau memperoleh kepentingan sebesar-sebesarnya. Salah satu jenis konflik sosial adalah konflik kepentingan. Konflik kepentingan terjadi diakibatkan oleh adanya berbagai kepentingan dari tiap individu atau kelompok-kelompok masyarakat dalam upaya memperoleh otoritas atau kekuasaan. Pasca pemilukada di Toraja Utara, terjadi konflik kepentingan antara pengusaha pro bupati dan pengusaha kontra bupati, juga terjadi konflik kepentingan bupati dengan pengusaha yang tidak mendukung pada pemilukada. Konflik terjadi disebabkan pengusaha pro bupati menguasai sumber-sumber yang bernilai seperti proyek bahkan terjadi kasus keterlibatan pengusaha di Toraja Utara untuk menentukan pejabat dalam struktur pemerintahan. Sehingga, pengusaha yang tidak mendukung bupati (penguasa) sekarang merasa tidak terakomodasi apa yang menjadi kepentingan politiknya. Menurut Wallace dan Alison ada tiga pokok teori konflik yang saling berhubungan. Pertama, manusia memiliki kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan itu. Kedua, kekuasaan (power) bukanlah sekedar barang langkah dan terbagi secara tidak merata, sehingga merupakan sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Ketiga, ideologi dan nilai dipandangnya sebagai senjata yang 85 dipergunakan oleh kelompok yang berbeda untuk memperoleh tujuan dan kepentingan mereka. Terjadinya konflik diakibatkan oleh salah satu dari pengusaha pro bupati yaitu Harri Parrung yang juga kerabat bupati Toraja Utara Frederik Batti Sorring menjadi pengontrol utama semua proyek yang ada di Toraja Utara. Model tersebut terkait dengan aturan dalam (sistem pelayanan terpadu satu pintu), sebab dalam sistem tersebut ditempatkan orang kepercayaan bupati, maka dapat diidentifikasi bahwa semua mekasnisme bisa diatur sesuai dengan keinginan penguasapengusaha. Pada pemaparan di atas penulis menilai bahwa inkonsistensi aturan maupun undang-undang di Indonesia yang mengatur tentang upaya meminimalisir pengaruh pengusaha dalam pengambilan keputusan politik tidak dapat diwujudkan sehingga terjadi proses barter kepentingan antar pengusaha dengan pihak pemerintah yakni bupati, didasarkan pada besarnya nilai dan imbalan yang menguntungkan pengusaha. Hubungan dalam suatu politik yang menguntungkan akan lebih diprioritaskan dari hubungan yang tidak memberi manfaat bagi kepentingan penguasa, yakni hubungan pengusaha pendukung dangan pengusaha yang kontra dengan bupati akan menyebabkan ketersinggungan yang berakibat pada konflik kepentingan antar elit pengusaha. Sehingga penulis melihat bahwa bupati sebagai penguasa memiliki (power), nilai dan alat pemaksa untuk menentukan kebijakankebijakan yang berpihak kepada pengusaha pendukung, bahwa dengan adanya 86 berbagai kepentingan, kekuasaan dan sumber nilai yang dikontrol dan dikuasai oleh kelompok pro bupati akan menimbulkan konflik kepentingan sebab tidak terdistribusi dengan merata kepada pihak pengusaha di luar jaringan kekuasan bupati. Mantan (caretaker) pejabat bupati dan calon bupati Toraja Utara mengungkapakan bahwa terjadi monopoli terhadap semua proyek-proyek di daerah oleh pengusaha pendukung bupati. Dijelaskan pula bahwa proses pemilukada telah berakhir, namun dalam tataran implementasi pemerintahan terjadi diskriminasi terhadap kelompok pengusaha pendukung calon bupati lainnya pada pemilukada Toraja Utara. Berikut petikan wawancaranya: ‘’ Dalam pembangunan suatu daerah ada tiga komponen yang harus bersinergi yakni; pemerintah, pengusaha dan masyarakat, saya katakan sejujurnya bahwa politik sudah selesai tetapi dendam masih ada, buktinya banyak pengusaha pro kepada saya dulu tidak diakomodasi dan jujur saja mereka marah apalagi pemerintah sekarang menerapkan pelaksanaan proyek melalui sistem satu pintu..itu berarti ada seseorang sebagai pemegang penuh (pimpinan) dan melalui dia untuk meminta proyek, baru bisa keluar dan itu berlaku sekarang’’ (wawancara,pukul19:30 Wita tanggal 26 Agustus 2011 ). Dari pernyataan mantan calon bupati Toraja Utara tersebut tergambar bahwa ada desain dan deregulasi peraturan yang dapat mempermudah akses politik untuk kepentingan pengusaha pro bupati dan memperlemah akselerasi pengusaha kontra bupati untuk survive dalam lingkaran kekuasaan. Sebab sumber-sumber bernilai yang mendatangkan laba hanya dinikmati Tim dan kelompok pengusaha pendukung bupati tanpa memperhitungkan kerugian-kerugian dan kepentingan 87 pengusaha lain. Penulis melihat bahwa pada uraian di atas dalam hubungan bupatipengusaha tersebut bersifat nepotisme dan kolusi, hal ini menimbulkan konflik kepentingan sebab tidak diakomodasinya kepentingan para pengusaha kontra bupati di Toraja Utara, akibatnya konflik yang ditimbulkan berdampak terhadap kemerosotan (dekandensi) tingkat kepercayaan pengusaha kepada bupati. Degradasi suatu hubungan terjadi disebabkan adanya perebutan materi yang bernilai sehingga ada pihak yang diuntungkan dan juga ada kelompok pengusahan dirugikan, akhirnya menimbulkan konflik kepentingan. Terlihat jelas bahwa kelompok pengusaha yang diuntungkan bupati merupakan penghambat bagi pengusaha kontra bupati, sebab semua tender proyek harus dimenangkan rekanan melalui kelompok pengusaha pendukung bupati Toraja Utara. Hal tersebut dibenarkan oleh Edy Parura. Berikut kutipan pernyataanya: ‘’ Yang jelas hubungan bupati dengan pengusaha pasti rusak apalagi yang tidak mendukung, sedangkan yang mendukung saja cekcok karena tidak semua terakomodasi kepentingannya, sistem balas jasa masih berlaku sebagai beban moral bupati terhadap kelompok pengusaha yang menjadi sponsor pada pemilukada maka tentunya diberikan imbalan, yang terakomodasi melalui mekanisme satu pintu itu, dasarnya yakni Keputusan Bupati Toraja Utara Nomor 545/V/2011 Tentang Pembentukan dan Susunan Tim Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Sebab disinilah tempatnya pengusaha pro bupati bertaring. Dan banyak pengusaha menentang bahkan di DPRD kami mengusulkan agar dianulir karena banyak pengusaha gersang dengan model seperti ini ’’(Wawancara, pukul 20:06 02 september 2011). Pada pernyataan anggota DPRD Toraja Utara yang juga merupakan pengusaha menjelaskan bahwa polarisasi dalam setiap hubungan mengakibatkan pertukaran kepentingan dan pembagian sumber daya tidak merata. Maka, sumber daya yang ada dapat dimonopoli dan dimaksimalisasi oleh kelompok tertentu 88 secara sepihak. Penulis menilai model ini mengakibatkan konflik antar elit yaitu pengusaha pendukung dan pengusaha kontra bupati di daerah untuk memperebutkan sumber daya yang bernilai profit. Oleh karena itu, para pengusaha meminta agar legislator melakukan oposan terhadap pemerintah untuk menganulir kepetusan bupati tentang sistem pelayanan terpadu satu pintu. Sebab keputusan itu, hanya menguntungkan pengusaha tertentu dan merugikan banyak rekanan pengusaha di daerah. Hal ini dibenarkan oleh bapak Pither Rantetasak. Berikut petikan wawancaranya: ‘’Bupati punya pengusaha sendiri dan sudah pasti akan melihat pendukungnya misalkan dalam tender proyek ada yang sudah diarahkan khususnya Tim yang memang pengusaha. Misalnya saya pengusaha tapi yah tidak dapat apa-apa sebab memang begitu, hubungan dalam politik yang bagus akan berguna, sementara pengusaha seperti kami akan bungkam saja karena semua permainan diatur oleh pengusaha pro bupati atau orang-orang yang dekat dengan dia (bupati), jadi selama lima tahun ke depan kita begini saja dan tak banyak berharap kepada bupati (Wawancara, pukul 18:03 tanggal 05 september 2011). Pertikaian antara kelompok pengusaha dipihak dan pengusaha yang kontra dengan bupati menyebabkan terjadinya konflik untuk mendapatkan imbalan di Toraja Utara, kejadian ini menimbulkan hubungan merenggang dan disharmonis antara bupati dengan pengusaha. Hal ini diungkapkan Y.S Dalipang: ‘’ Tetapi yang terjadi sekarang adalah keributan gara-gara perebutan proyek di antara pengusaha pro dan pengusaha yang kontra bupati sendiri dan semua pasti menuntut karena ini tuntutan dari orang-orang yang telah membantu bupati yang mempunyai kepentingan’’ (Wawancara,pukul19:30 Wita tanggal 26 agustus 2011 ). Dengan melihat deposisi yang dipaparkan tersebut, terjadinya konflik kepentingan antara pengusaha tim pemenangan bupati di Toraja Utara dipicu oleh 89 perlakuan istimewah dan penguasaan sumber daya oleh pengusaha pro bupati. Alasan ini pula di jadikan sebagai dasar kuat karena besarnya pengorbanan yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk mendukung bupati pada pemilukada. Sehingga hal itu, menjadi faktor dominan hubungan bupati dengan pengusaha untuk menguasai hampir semua sumber-sumber yang bernilai. Berdasarkan fakta bahwa pengusaha sponsor utama bupati Toraja Utara Harri Parrung mendapat perlakuan istimewah dari bupati, sementara pengusaha pro bupati lainnya dikontrol dan bernaung dibawa PT Cakrawala Bulan Manhato milik Hari Parrung menimbulkan disilusi (kekecewaan) pengusaha terhadap bupati di Toraja Utara. Pada pemaparan di atas sangat realistis sebagaimana konflik yang diutarakan oleh Ted Rober Gurr bahwa terjadinya konflik disebabkan oleh beberapa faktor yakni; adanya perbedaan pandangan dan upaya pihak yang terlibat pada suatu hubungan manusia untuk menarik keuntungan bagi dirinya sendiri tanpa mempedulikan kerugian-kerugian pihak lain, manusia mementingkan dirinya dan ingin memperoleh keuntungan hidup secara material, keinginan manusia untuk memperebutkan dan menguasai sumber-sumber serta posisi yang langka seperti kedudukan dan jabatan, kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain serta manusia bersifat dominan atas orang lain sehingga berupaya menarik orang untuk menganut ideologi atau faham demi kepentingannya. Detestasi atau keantipatian oleh para pengusaha karena perlakuan istimewah hanya diprioritaskan pada pengusaha tertentu sehingga sulit bagi pengusaha lainnya untuk berinteraksi dalam konteks hubungan pertukaran kepentingan 90 dengan bupati. Konflik pertukaran kepentingan terjadi di Toraja Utara sebab kelompok kepentingan yang berada dalam sistem hubungan politik dengan penguasa akan saling mengejar tujuan yang berbeda dan saling bertanding untuk memperoleh kepentingannya. Penulis menilai pada argumentasi yang terungkap di atas bahwa terdapat kelompok destruktif (prustasi) karena tidak mendapatkan apa yang menjadi kepentinganya, sehingga, timbul tingkah laku buruk dalam hubungan tersebut. Dalam realitas politik, konflik memang tidak bisa di pungkiri, dan merupakan hal yang harus ada kehadiranya dan tidak dapat di tawar-tawar lagi. Penulis melihat bahwa adanya perbedaan perlakuan bupati kepada pengusaha dapat dipastikan menjadi sumber konflik dalam sistem hubungan. Selain dari itu, sumber daya yang langkah akan membangkitkan pertikaian karena distibusi sumber-sumber yang bernilai tersebut tidak merata. Penulis melihat pada pemaparan di atas bahwa fakta klimaks konflik antara bupati dengan pengusaha dapat diakumulasi dari besarnya pertukaran dan transaksi kepentingan politik setelah pemilukada tahun 2011. Hubungan pertukaran kepentingan politik terjadi antara pengusaha pihak bupati dimana hubungan mereka cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran. Selain itu, sumber-sumber daya yang bernilai terdistribusi secara merata bagi mereka. Disisi lain pengusaha yang tidak mendukung bupati sangat kecewa karena tidak diperlakukan secara equal (seimbang) untuk menerima dan mendapatkan apa yang menjadi tujuan dan kepentingannya. 91 BAB VI PENUTUP Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran yang relevan dengan masalah penelitian. Pertama, kesimpulan yang berisi uraian singkat dari hasil penelitian mengenai hubungan penguasa dengan pengusaha di daerah studi kasus bupati terpilih pasca pemilukada Toraja Utara tahun 2011. Kedua, saran-saran yang berisi masukan yang sifatnya membangun. A. Kesimpulan 1) Pasca pemilukada Toraja Utara, terjadi pertukaran kepentingan antara bupati Frederik Batti Sorring dengan pengusaha pendukungnya, dimana pengusaha telah mendapatkan orientasi politiknya yaitu menerima imbalan dari bupati seperti proyek dan jatah jabatan yang bernilai profit dapat menguntungkan pengusaha atas kontribusinya kepada bupati pada Pemilukada Toraja Utara tahun 2011. Sehingga, hubungan bupati dengan pengusaha merupakan sebuah pilihan rasional. Sebab pengusaha yang memberi bantuan dan dukungan kepada bupati mendapatkan tujuannya sebagai konsesi dari bargaining politik bupati dan pengusaha. 2) Hubungan Bupati Toraja Utara dengan pengusaha Harri Parrung sebagai donator utama dan merupakan owner PT Cakrawala Bulan Manhato yakni Bupati memberikan kewenangan untuk mengontrol terhadap sumbersumber yang bernilai seperti proyek serta adanya peranan untuk 92 mengusulkan dan menentukan pejabat setingkat eselon seperti (sekretaris dinas, kepala bidang dan camat) bahkan kepala dinas sebagaimana usulan Harri Parrung untuk mengangkat kepala Bappeda Toraja Utara Ir. Ramoni Tambing, M.Sc. Selain itu, adanya perlakuan-perlakuan istimewah bupati kepada pengusaha pendukungnya. 3) Terjadi konflik kepentingan antara pengusaha pendukung dan pengusaha yang kontra bupati sehingga menyebabkan disilusi dan disharmonisasi hubungan di antara bupati Toraja Utara Frederik Batti Sorring dengan kelompok pengusaha rival politiknya, sebab Bupati Toraja Utara tidak mengakomodasi kepentingan-kepentingan pengusaha yang kontra dengan bupati pasca pemilukada. 93 B. Saran Sesuai dengan hasil penelitian mengenai hubungan bupati dengan pengusaha yang terjadi di Kabupaten Toraja Utara tahun 2011, maka ada beberapa perihal menjadi catatan yang penulis rekomendasikan dan sarankan, yaitu : 1) Semestinya pemerintah (bupati) Toraja Utara tidak memberikan kewenangan atau peran kepada pengusaha yang telah berjasa kepada penguasa untuk ikut berperan dalam mengatur posisi dan jabatan dalam pemerintahan daerah. 2) Seharusnya hubungan patron klien tidak terjadi di antara bupati dengan pengusaha terkai dengan pengangkatan pejabat pemerintah daerah agar tidak bersifat politis, tetapi prosedural terkait profesionalisme penyelenggara pemeritahan yang bebas kolusi, koruspi dan nepotisme (KKN). 3) Sebaiknya bupati dan kalangan pengusaha pro penguasa dapat berlaku profesional dan dewasa dalam aktivitas-aktivitas politiknya, dengan mengakomodasi kepentingan pengusaha lawan politiknya 4) Seharusnya kelompok pengusaha dan partai politik dapat melakukan upaya pendidikan secara lebih massif dan konstruktif kepada masyarakat, agar masyarakat dapat lebih cerdas dalam politik dan tidak dijadikan sebagai alat legitimasi oleh kepentingan elit. 5) Perlu dilakukan upaya penguatan demokratisasi pada tingkat lokal sehingga terjadi institusionalisasi politik yang lebih baik dikalangan masyarakat. 6) Diharapkan perlunya keadilan agar tercipta pembangunan yang seimbang dan merata bagi seluruh masyarakat, dan tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit. 94 95