BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu(kada) adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dilaksanakan secara LUBER JURDIL. Pemilu pada Pancasila tertulis pada sila keempat dimana tertulis untuk mencapai keputusan dilakukan dengan musyawarah dan mufakat serta adanya kesamaan hak bagi seluruh warga Negara Indonesia dalam melaksanakan Pemilu. Berdasarkan UUD 1945, Pemilukada tercatat pada Pasal 18 UUD 1945 ayat (4) yakni : “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. a“Dipilih secara demokratis” = kepala daerah dapat dipilih secara tidak langsung oleh DPRD (UU 22/1999) atau dipilih secara langsung oleh rakyat (sebagaimana dianut oleh UU 32/2004), (Putusan MK dalam perkara No. 072-073/PUU-II/2004). Sedangkan pada UU Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 56 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan : 1 2 1. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 2. Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik, gabungan partai politik atau perseorangan. Dalam pemilihan kepala daerah untuk periode 2011 di Kota Yogyakarta yang bersifat langsung, terlalu berlebihan jika ada seorang bakal calon yang berani mengklaim bakal memenangi Pemilukada sebelum pemungutan suara digelar. Meski didukung oleh partai pemenang pemilu legislatif, hal tersebut bukanlah ukuran seorang calon bakal memenangi pemilihan kepada daerah. Sekarang ini, kondisi rakyat semakin cerdas dan pintar. Rakyat juga cukup paham bahwa pilihan yang mereka tetapkan dalam pemilihan kepala daerah nanti, akan ikut menentukan nasib mereka setidaknya hingga lima tahun mendatang. Untuk itu, rakyat akan berpikir lebih panjang sebelum menjatuhkan pilihan. Namun yang pasti, pemilihan kepala daerah secara langsung adalah pemilihan figur. Rakyat tidak memilih lambang partai tetapi langsung memilih figur atau sosok calon walikota dan wakil walikota mereka. Calon kepala daerah yang mendapat dukungan suara paling banyak, maka dia yang akan terpilih menjadi kepala daerah. Pada mekanisme pemilihan seperti ini, satu suara dari rakyat akan sangat berarti. 3 Tentu banyak faktor yang mempengaruhi aspirasi masyarakat dalam menentukan pilihan. Satu hal yang pasti, rakyat akan memilih calon yang mereka kenal, baik mengenal secara pribadi, mengenali perilaku sang calon maupun mengenali visi dan misi sang calon. Faktor lain adalah rakyat akan mencari persamaan dari sang calon sehingga mereka mempunyai rasa yang sama sebagai alasan mereka dalam menentukan pilihan ketika akan mencoblos di bilik suara nanti. Atas pertimbangan di atas, satu hal yang harus dan mutlak dilakukan oleh calon atau bakal calon agar mendapat dukungan dari rakyat adalah lebih mendekatkan diri kepada rakyat. Kemudian, melakukan politik pencitraan sehingga rakyat bisa mengenal dan lebih mengetahui karakter calon Walikota dan Wakil Walikota mereka. Hal lain yang juga mutlak harus dilakukan adalah membangun tim kampanye yang solid. Tim kampanye tersebut juga harus terkoordinasi secara baik sehingga setiap ada persoalan bisa segera diselesaikan. Tim kampanye harus sudah bergerak jauh sebelum masa kampanye dimulai untuk mendeteksi kekurangan-kekurangan yang mesti diperbaiki. Tak bisa dipungkiri, dewasa ini peran media massa semakin besar. Media massa, baik cetak maupun elektronik punya kekuatan yang besar untuk mengarahkan, menjadi pedoman sekaligus membentuk opini masyarakat. Media massa, juga bisa menjadi alat penghibur sekaligus media komunikasi serta meningkatkan citra seseroang di mata masyarakat. 4 Selain itu populartias seseorang bisa tiba-tiba melejit karena sering muncul di media. Namun, citra seseorang juga bisa jatuh di mata rakyat dalam waktu sekejap karena pemberitaan media. Siapa yang menguasai informasi akan menguasai dunia, realita itu semakin terbukti dan berlaku dalam setiap sisi kehidupan termasuk dalam dunia politik. Presiden Amerika Serikat Barack Obama, bisa memenangi pemilihan presiden tahun 2008 kemarin, salah satu faktor utamanya adalah dukungan besar dari media. Lewat jejaring sosial seperti facebook, twitter dan website, Obama mampu menggalang dukungan dari rakyat secara signifikan. Melihat besarnya peran media, maka merupakan langkah yang tepat jika pasangan bakal calon Walikota dan wakil Walikota atau tim pendukungnya, juga menggalang dukungan masyarakat lewat media. Selain memanfaatkan media konvensional yang ada, membangun karakter dan pencitraan dalam menggalang dukungan, juga cukup efektif dan efisien dengan cara mempolulerkan karakter calon secara khusus melalui media. Marketing politik dapat memperbaiki kualitas hubungan antara kontestan dengan pemilih. Pemilih adalah pihak yang harus dimengerti, dipahami dan dicarikan jalan pemecahan dari setiap permasalahan yang dihadapi. Marketing politik meletakkan bahwa pemilih adalah subjek, bukan objek manipulasi dan eksploitasi. Marketing politik tidak menentukan kemenangan sebuah partai politik atau kandidat tertentu, melainkan hanyalah sebuah metode dan peralatan bagi partai politik atau calon perseorangan untuk melakukan pendekatan kepada publik.1 1 Firmansyah, Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, Buku Obor, Jakarta, 2007, hal. 311 5 Pemilukada Kota Yogyakarta 2011 merupakan pemilihan kepala daerah yang dipilih secara langsung dan tanpa gejolak fisik yang berarti sejak tahun 2006 silam. Hal ini merupakan suatu pencapaian yang luar biasa dibandingkan dengan Pemilukada di beberapa daerah yang selalu muncul dinamika politik hingga gejolak sosial secara fisik, bahkan dalam banyak kasus sampai harus diselesaikan pada tingkat Mahkamah Konstitusi (MK). Sebenarnya Pemilihan Kepala Daerah hanyalah sebagian kecil dari proses demokrasi di daerah. Hiruk Pikuk Pilkada hanya berlangsung kurang dari tiga bulan, dan hanya memberikan ruang partisipasi yang sangat terbatas dalam proses pemberian suara (votes) saja. Sementara itu, ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas dan lebih langsung dalam politik terdapat pada rentang antar Pilkada selama lebih dari lima puluh bulan. Memperkuat demokrasi adalah memperkuat peran masyarakat dalam pemerintahan seharihari. Dalam konteks ini, Pilkada bukanlah segala-galanya dalam praktik demokrasi di daerah.2 Adapun peserta yang berhak untuk mencalonkan diri menjadi bakal calon walikota dan wakil walikota dalam pemilukada adalah : 1. Pasangan calon walikota dan wakil walikota yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan sebagai satu kesatuan; dan/atau 2. Pasangan calon perseorangan walikota dan wakil walikota yang didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi persyaratan secara berpasangan sebagai satu kesatuan. 2 Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta, Gempa Bumi Ke Gempa Politik, Perjalanan Pilkada Kota Yogyakarta 2006, Yogyakarta, hal. 157. 6 Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan bakal pasangan calon, apabila memenuhi persyaratan : 1. Memperoleh kursi pada pemilu Anggota DPRD Tahun 2009 paling rendah 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD yang bersangkutan; atau 2. Memperoleh suara sah pada pemilu anggota DPRD tahun 2009 paling rendah 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Tabel 1.1 Komposisi Perolehan Suara & Kursi Parpol Di Kota Yogyakarta No PARPOL 1 PDI-P 2 ∑ KURSI ∑ SUARA KET. 11 (27,5%) 47.414 (23%) Mandiri DEMOKRAT 10 (25%) 45.620 (22%) Mandiri 3 PAN 5 (12,5%) 26.828 (13%) Bergabung 4 PKS 5 (12,5%) 21.546 (10,5%) Bergabung 5 GOLKAR 5 (12,5%) 15.868 (7,8%) Bergabung 6 PPP 2 (5%) 13.777 (6,7%) Bergabung 7 GERINDRA 2 (5%) 8.788 (4%) Bergabung 8 Parpol Lainnya 0 24.368 (12%) Bergabung 40 (100%) 204.209 (100%) JUMLAH Sumber : KPUD Kota Yogyakarta 2011. Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta tahun 2011 meloloskan tiga pasangan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota. Ketiganya dinyatakan memenuhi persyaratan sesuai Berita Acara rapat pleno tentang 7 penetapan nama-nama bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota yang telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peserta dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Yogyakarta tahun 2011 nomor 315/BA/VIII/2011 yang dilakukan KPU Kota Yogyakarta pada Senin tanggal 8 Agustus 2011. Tanggal 25 September 2011 Kota Yogyakarta menyelenggarakan Pemilukada untuk memilih walikota dan wakil walikota yang baru, dengan jumlah DPT 322.872 jiwa (Sumber : KPU Kota Yogyakarta, 2011) dan tiga pasang calon (paslon) maju untuk memperebutkan kursi walikota dan wakil walikota. Tiga calon pasangan tersebut yakni : 1. Zuhrif Hudaya – Aulia Reza Bastian 2. Ahmad Hanafi Rais – Tri Harjun Isnaji 3. Haryadi Suyuti – Imam Priyono Dalam prosesnya, masyarakat mempunyai kekuasaan mutlak dalam pengambilan keputusan untuk memilih siapa yang akan menjadi walikota dan wakil-walikota dan sudah tidak lagi didelegasikan oleh partai, bahkan calon perseorangan / independen pun berhak untuk mencalonkan diri, meskipun dengan syarat yang cukup berat. Beberapa syarat untuk pengajuan bakal calon perseorangan : 1. Syarat dukungan Kota berpenduduk > 250.000 – 500.000 jiwa sebesar 5% Kota berpenduduk > 500.000 – 1.000.000 jiwa sebesar 4% 8 2. Jumlah dukungan harus tersebar di lebih dari 50% (lima puluh per seratus) jumlah kecamatan. 3. Dukungan dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi KTP atau dokumen kependudukan lainnya seperti Kartu Keluarga dan Pasport yang masih berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain bila ada calon perseorangan yang maju di Pemilukada Yogyakarta harus memenuhi jumlah minimal dukungan bakal pasangan calon perseorangan, yakni : 1. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta per 25 Maret 2011 sebanyak 430.735 2. Persentase minimal dukungan adalah 5% 3. Jumlah minimal dukungan 21.537 Secara keseluruhan pelaksanakaan Pemilukada Kota Yogyakarta 2011 dapat berjalan lancar dan tertib tidak adanya bentrokan antar pendukung, meskipun beberapa kali sempat terjadi insiden perusakan atribut pemenangan paslon oleh pendukung paslon lain beberapa kali sempat terjadi, namun secara umum situasi tetap normal sampai pelaksanaan Pemilukada berlangsung dalam suasana yang kondusif. Berbagai poster, spanduk, baliho saat itu banyak menghiasi di berbagai tempat di kota Yogyakarta. Ketiga pasangan berupaya keras memperebutkan hati pemilih yang telah terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT). 9 Tiga pasang kontestan, berikut sekaligus pembacaan terhadap pesan-pesan simbolisnya: 1. Muhammad Zuhrif Hudaya, S.T. dan Drs. Aulia Reza Bastian, M.Hum. (ZULIA) Pasangan dengan visi “Kampung Jogja kampung sejahtera, yaitu kampung cerdas yang mampu menjadi sekolah bagi individu dan keluarga, memiliki daya tarik wisata, kondusif terhadap pertumbuhan industri rumah tangga, dengan lingkungan hijau yang senantiasa terjaga ” ini memang sangat gencar menyuarakan jargon “Mbangun Kampung”. Tentang jargon “Mbangun Kampung”, ZULIA menjadi satu-satunya paslon melakukan berdasar representasi dari program unggulannya. Mereka tidak larut dalam persaingan dua pasangan lain yang berebut “warisan kesuksesan” walikota sebelumnya serta isu pro penetapan (sekalipun ada juga alat peraga kampanye bertuliskan “pro penetapan” 2. Ahmad Hanafi Rais, S.IP., M.PP. dan Ir. Tri Harjun Ismaji, M.Sc. (FITRI) Sedangkan visi lengkapnya adalah “Membangun Yogyakarta sebagai kota kreatif untuk mengembangkan mutu pendidikan, pariwisata, dan kesejahteraan warga yang didukung oleh penataan dan pembangunan kota dan kampung yang semakin nyaman huni”. Secara lisan FITRI hampir tak pernah mensosialisasikan visi mereka. Yang banyak muncul hanyalah klaim sebagai penerus walikota sebelumnya, Herry Zudianto, dan pernyataan pro penetapan. 3. Drs. H Haryadi Suyuti dan Imam Priyono D Putranto, S.E., M.Si. (HATI) Pasangan ini mengusung visi “Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai kota Pendidikan berkualitas dan Inklusif, Pariwisata berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang berwawasan lingkungan dan ekonomi kerakyatan”. HATI mengangkat pesan simbolik demikian karena pasangan ini didukung oleh mayoritas kerabat Kraton seperti GBPH Prabukusuma, GKR Pembayun, dan nama-nama lainnya. Maka tak mengherankan nama-nama tersebut dieksploitasi menjadi pendukung dalam alat peraga kampanyenya. Bahkan, GBPH Prabukusuma menjadi salah satu juru kampanyenya. Lebih lanjut, hal tersebut dapat 10 pula menjadi pesan bahwa pasangan ini adalah yang paling pro penetapan.3 Pasangan nomor urut 1 adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zuhrif Hudaya bersama wakilnya, Aulia Reza Bastian. Bakal calon wali kota yang telah ditinggal Gerindra ini diusung PKS, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Republikan Nusantara. Pasangan nomor urut 2 adalah Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji, yang saat itu menjabat sebagi Sekretaris Daerah Provinsi DIY. Hanafi dan Tri Harjun diusung empat partai besar dan sembilan partai yang tergabung dalam Koalisi Mataram. Keempat partai pengusung Hanafi-Tri Harjun adalah Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Adapun sembilan partai yang tergabung dalam Koalisi Mataram adalah Partai Bulan Bintang, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Damai Sejahtera, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama. Pasangan nomor urut 3 adalah, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, yang berpasangan dengan Imam Priyono. Pasangan ini didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar. 3 Pro Penetapan dan Kampanye Pemilukada Jogja, Kompasiana, 27 September 2011 11 Tabel 1.2 Kalkulasi Suara Koalisi Partai Politik Pemilukada Kota Yogyakarta 2011 Parpol Pendukung Nama Pasangan 1 M. Zuhrif Hudaya & Aulia reza Bastian 1 PKS 5 (12,5%) 2 Gerindra 2 (5%) JUMLAH 2 Hanafi Rais & Tri Harjun Ismaji 7 (17,5%) 1 Demokrat 10 (25%) 2 PAN 5 (12,5%) 3 PPP 2 (5%) 4 Parpol Lain JUMLAH 3 Haryadi Suyuti & Imam Priyono ∑ KURSI 17 (42,5%) 1 Golkar 5 (12,5%) 2 PDI-P 11 (27,5%) JUMLAH 16 (40%) Sumber : KPUD Kota Yogyakarta 2011. Dalam Pemilukada Kota Yogyakarta 2011, isu Keistimewaan Yogyakarta, merupakan bahan utama yang dalam Pemilukada yang diselenggarakan di Kota Yogyakarta. Pemilukada Walikota Yogyakarta kali ini digelar dalam kondisi semakin rumitnya pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta. Dalam situasi ini, sebagian besar kandidat Walikota Yogya menyatakan dirinya pro-keistimewaan (pro-penetapan). Masalah RUUK Yogyakarta semakin tak menentu, kemungkinan besar bakal berhenti dan berkonsekuensi perpanjangan lagi masa jabatan Gubernur DIY yang akan habis pada bulan Oktober. Masyarakat Yogyakarta yang sudah sekian lama menanti kejelasan UUK Yogyakarta tentu berharap akan kejelasannya. 12 Isu-isu inilah yang dibidik beberapa kandidat dalam Pemilukada Walikota Yogyakarta. Mereka jelas-jelas mengangkat isu keistimewaan Yogyakarta dengan menegaskan diri mereka pro ”penetapan”. Dengan demikian, soal keistimewaan Yogya sesungguhnya telah menjadi komoditas dalam pesta demokrasi sekarang ini. Namun yang jelas, masyarakat Yogyakarta yang berpendidikan pastilah bisa membaca bahwa demokrasi prosedural senantiasa sarat dengan kepentingan politik. Dengan demikian, pengusungan isu keistimewaan (“penetapan”) oleh para kandidat itu pun pasti juga sarat dengan kepentingan politik masing-masing. Terlepas incumbent lain yang secara politis mendukung pasangan Hanafi Rais dan Tri Harjun, sudah tentu hal ini menjadikan popularitas pasangan lain menurun. Namun satu hal lagi yang harus digaris bawahi bahwa pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono (HATI) adalah salah satu paslon yang mempunyai pandangan cukup jelas dan tegas terhadap keistimewaan yogyakarta yang saat masa Pemilukada berlangsung menjadi isu aktual di masyarakat, dan menurut mereka bahwa keistimewaan Yogyakarta tidak akan ada artinya apa-apa tanpa ada penetapan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta berhasil penetapkan calon walikota dan wakil walikota periode 2011-2016. Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara pasangan Haryadi Suyuti - Imam Priyono berhasil memenangkan pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011. 13 Sidang pleno penetapan calon walikota dan calon wakil walikota terpilih, dan dihadiri langsung oleh ketiga pasangan calon yakni pasangan nomor 1, Zuhrif Hudaya - Aulia Reza Bastian, nomor 2, Ahmad Hanafi Rais - Tri Harjun Ismaji dan nomor 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono. Sebelum ditetapkan dan dibacakan hasil rekapitulasi perolehan suara secara keseluruhan yang telah dilakukan, total jumlah suara sah sebanyak 200.726 suara. Sedangkan suara tidak sah 8.017 suara. Jumlah pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di KPU Sebanyak 322.872. Pasangan nomer urut 1, Zuhrif Hudaya-Aulia Reza Bastian memperoleh 19.557 suara atau 9,7 persen. Pasangan nomer 2, Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji memperoleh 84.122 suara atau 41,9 persen. Pasangan nomer 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono memperoleh 97.074 suara atau 48,3 persen. Karena ada dua pasang calon yang mendapatkan suara di atas 30 persen, maka pemilukada hanya satu putaran. 14 Tabel 1.3 Perhitungan Suara Pemilukada Kota Yogyakarta 2011 No Kecamatan Jumlah TPS Zuhrif Hudaya -Aulia Reza Bastian Hanafi Rais Tri Harjun Ismaji Haryadi Suyuti -Imam Priyono Jumlah Suara Sah 1 DANUREJAN 51 1.172 (10,73%) 4.399 (40,48%) 5.351 (48,99%) 10.922 2 GEDONGTENGEN 47 896 (8,45%) 3.391 (31,98%) 6.315 (59,56%) 10.602 3 GONDOKUSUMAN 89 1.555 (7,94%) 6.760 (34,53%) 11.261 (57,52%) 19.576 4 GONDOMANAN 32 445 (5,9%) 2.973 (39,45%) 4.118 (54,64%) 7.536 5 JETIS 58 887 (6,78%) 4.919 (37.58%) 7.285 (55,65%) 13.091 6 KOTAGEDE 59 2.363 (14,65%) 7.803 (48,38%) 5.963 (36,97%) 16.129 7 KRATON 48 666 (5,98%) 4.369 (39,23%) 6.102 (54,79%) 11.137 8 MANTRIJERON 72 1.483 (8,43%) 7.823 (44,47%) 8.284 (47,09%) 17.590 9 MERGANGSAN 67 1.190 (7,57%) 6.778 (43,11%) 7.755 (49,32%) 15.723 10 NGAMPILAN 36 1.103 (11,51%) 4.213 (43,94%) 4.271 (44,55%) 9.587 11 PAKUALAMAN 24 372 (6,77%) 2.042 (37,17%) 3.079 (56,05%) 5.493 12 TEGALREJO 72 2.076 (11,55%) 7.696 (42,83%) 8.195 (45,61%) 17.967 13 UMBULHARJO 130 4.561 (14,35%) 14.771 (46,48%) 12.447 (39,17%) 31.779 14 WIROBRAJAN 53 1.069 (8,08%) 5.622 (42,50%) 6.536 (49,41%) 13.227 19.557 (9,7%) 84.122 (41,9%) 97.074 (48,39%) 200.726 TOTAL SUARA Sumber : KPUD Kota Yogyakarta 2011. Secara langsung atau tidak langsung, kepemimpinan Walikota Yogyakarta jelas akan mempengaruhi nasib dan masa depan keistimewaan Yogyakarta. Karena itu rakyat berharap supaya visi keistimewaan para kandidat itu jangan sekadar menjadi taktik kampanye untuk merebut dukungan, namun menjadi komitmen kenegarawanan yang benar-benar bias dipertanggung jawabkan. Ditengah persaingan ketat para paslon sekali lagi pemasaran politik merupakan elemen penentu kemenangan, karena itu 15 masing-masing calon menyiapkan strategi pemasaran politik untuk memenangkan pertarungan. Melihat kompetisi yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah, maka bagaimana strategi pemasaran politik salah satu paslon sehingga bisa memenangkan Pemilukada Yogyakarta tahun 2011 dan paslon tersebut adalah Haryadi Suyuti – Imam Priyono (HATI) yang akan dikaji lebih jauh dalam penelitian ini. Mengapa Haryadi Suyuti dan Imam Priyono? Terkait dengan isu aktual di masyarakat yaitu masalah keistimewaan, pasangan ini mempunyai pandangan yang jelas dan tegas. Bagi mereka, keistimewaan Yogyakarta tidak akan ada artinya apa-apa tanpa ada penetapan. Mereka menyatakan sebagai masyarakat Yogyakarta dan memahami sejarah panjang Yogyakarta serta jasa para pendahulu, maka penetapan Sri Sultan sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai wakil Gubernur, merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar. Jadi menurut pasangan Haryadi Suyuti dan Imam Priyono, keistimewaan sama halnya dengan penetapan. Hal ini tercermin salah satunya dengan mengenakan pakaian adat Jawa (Blangkon & Surjan) di setiap sesi jadwal kampanye yang mereka lakukan maupun foto-foto yang terpampang di media. Selain itu dengan menggandeng kerabat Kraton untuk menjadi bagian dari Tim Sukses mereka merupakan langkah yang tepat dalam upayanya memenangkan Pemilukada. Selain itu dalam visinya yang akan mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan berkualitas dan inklusif, pariwisata berbasis budaya dan pusat pelayanan jasa yang berwawasan lingkungan dan 16 ekonomi kerakyatan. Dan misi pasangan ini adalah memperkuat dan mengembangkan keterpaduan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan, kota pariwisata, kota budaya dan kota perjuangan. Pasangan ini juga berjanji, akan meningkatkan kinerja birokrasi berdasarkan paradigma pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Layanan KMS juga akan ditingkatkan melalui perbaikan mekanisme, prosedur penetapan, dan layanan yang diberikan. Pemberantasan korupsi menurutnya juga juga menjadi misi utamanya. Jaminan pelayanan publik tanpa komersialisasi juga sesuatu yang akan diperjuangkan. Apapun bentuk dan upaya dalam memenangkan Pemiluklada, setiap kandidat harus bisa mengoptimalkan cara agar rakyat mendukung dan memilihnya pada saat pemilukada. Dalam kondisi penuh kompetisi inilah pendekatan pemasaran sangat diperlukan untuk memenangkan persaingan. “Political marketing adalah serangkaian aktivitas terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada para pemilih. Tujuannya membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi, dan perilaku pemilih. Perilaku pemilih yang diharapkan adalah ekspresi mendukung dengan berbagai dimensinya, khususnya menjatuhkan pilihan pada partai atau kandidat tertentu.”4 Kemenangan pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011 melahirkan pertanyaan besar, yaitu bagaimanakah strategi pemasaran politik yang dilakukan sehingga dapat memenangkan suara sebanyak itu. Keberhasilan Haryadi Suyuti – 4 Adman Nursal, Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 23 17 Imam Priyono memperoleh suara terbanyak Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011 menunjukkan keberhasilan sebuah strategi pemasaran politik serta keberhasilan komunikasi politik yang dibangun. Keberhasilan komunikasi politik disini yaitu bagaimana upaya komunikasi politik membangun image politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono secara positif telah berhasil. Image politik yang bagus akan memberikan efek positif terhadap pemilih guna memberikan suaranya dalam Pemilukada. Image politik sebagai suatu strategi positioning dapat menjadi satu sumber penentu kemenangan. Menarik kemudian melihat bagaimana strategi pemasaran politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011 untuk kemudian Bagaimana gambaran penerapan pemasaran politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011, dan tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap bagaimana strategi pemasaran politik Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011. Karena di balik sebuah kemenangan, ada sebuah rahasia besar tentang bagaimana kemenangan ini dapat diraih. B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 18 1. Bagaimana strategi pemasaran politik tim sukses pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011? 2. Faktor apa saja yang menentukan keberhasilan pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam memenangkan Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011? C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yang ingin dicapai adalah a) Untuk mengetahui strategi pemasaran politik pasangan Haryadi Suyti – Imam Priyono pada Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011. 3. Untuk mengetahui faktor – factor penghambat dan pendukung yang mempengaruhi keberhasilan pasangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam memenangkan Pemilukada Kota Yogyakarta tahun 2011. 2. Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : a. Teoritik Secara teoritis manfaat dari penelitian ini berfungsi untuk memberikan pembelajaran atau kajian ilmiah dan edukasi berpolitik bagi masyarakat bahwa pemasaran / marketing 19 politik memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan proses demokratisasi. b. Praktis Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan memperkaya referensi dalam kajian pemasaran politik bagi pihak – pihak yang membutuhkan. D. Kerangka Dasar Teori Adapun kerangka dasar teori dalam penelitian ini mencakup : 1. Pemilu / Pemilukada Landasan hukum dalam pelaksanaan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung tertuang dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 dan PP No. 6 Tahun 2006. Dalam PP No. 6 Tahun 2006 pasal 1 ayat 1 menyebutkan, pemilihan kepala daerahdan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan atau kabupaten/kota berdasarkan Panasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah secara langsung yang dilakukan oleh rakyat di daerah merupakan suatu proses pembelajaran politik. Dengan adanya pemilihan langsung kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah diharapkan akan terciptanya 20 kehidupan berpolitik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab. Tujuan utama dari adanya Pilkada langsung itu sendiri adalah penguatan masyarakat dalam rangka peningkatan kapasitas demokrasi ditingkat lokal dan peningkatan harga diri masyarakat yang sudah sekian lama dimarginalkan. Menurut Joko Prihatmoko, Pilkada Langsunh berarti mengembalikan “hak-hak dasar” masysrakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekruitmen lokal secara demokratis. Dalam Konteks ini, negara memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk menentukan sendiri pemimpin mereka, serta menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup rakyat di daerah5. Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 pasal 56 ayat 1 menyebutkan, Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. a) Langsung Rakyat yang berkedudukan di daerah sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara b) Umum 5 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem, Problem Penerapan di Indonesia, Pustaka Pelajar dengan LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang, Yogyakarta, 2005, hlm.21 21 Seluruh warga negara berhak menggunakan hak memilihnya apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 maupun PP No.6 Tahun 2005. Bersifat kesempatan umum mengandung seluas-luasnya bagi makna warga menjamin negara tanpa memandang perbedaan. c) Bebas Setiap negara yang ditetapkan sebagai pemilik berhak menentukan pilihannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. d) Rahasia Dalam menentukan pilihannya pemilih dijamin tidak akan diketahui pilihannya oleh siapapun e) Jujur Dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pasangan calon, aparat pemerintah, partai politik, pengawas pemilihan, pelaksana pemilihan dan pihakpihak terkait lainnya harus bersikap jujur. f) Adil Dalam hal ini, penyelenggara pemilihan dan pihak-ihak terkait harus bersikap adil terhadap pemilih dan pasangan calon. Dalam pengajuan pasangan calon kepada KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) syaratnya adalah partai politik atau gabungan parta politik dapat mendaftarkan pasangan calon 22 apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah ]kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan Umum anggita DPRD di daerah yang bersangkutan. Syarat calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah :6 a) Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa b) Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Republik Tahun 1945, dan Kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah. c) Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat. d) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun. e) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter. f) Tidak pernah dijatuhi tindak pidana penjara berdasarkan putusan pengasilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau lebih. g) Tidak dicatut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. h) Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerah lainnya. 6 Pasal 58 UU No.2 Tahun 2004 op.cit hlm 58-59 23 i) Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan. j) Tidak memiliki utang secara perseorangan atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara k) Tidak dinyatakan sedang pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telat memperoleh kekuatan hukum tetap. l) Tidak pernah melakukan perbuatan tercela. m) Memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) atau yang belum mempunyai NPWP wajib menyertakan bukti pembayaran pajak. n) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antar lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri. o) Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selam 2 kali massa jabatan dalam jabatan yang sama. p) Tidak dalam status sebagai pejabat kepala daerah. 2. Kampanye Politik Pada PP No. 6 Tahun 2006 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menyebutkan, “Kampanye merupakan bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah”. Daerah adanya kampanye masing-masing kandidat dapat menyampaikan visi-misi tentang 24 program-program yang akan diajukan apabila terpilih menjadi Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. Selain itu dengan adanya kampanye dapat dijadikan sarana sosialisasi pasangan calon kepada masyarakat umum. Kampanye politik adalah kegiatan individual atau kelompok mempengaruhi individu atau kelompok lain agar mau memberikan dukungan (dalam bentuk suara) kepada mereka dalam satu pemilihan. Kampanye berusaha membentuk tingkah laku kolektif agar masyarakat lebih mudah digerakkan untuk mencapai satu tujuan7. Menurut Sudiharto Djiwandono kampanye politik dalam rangka pemilihan merupakan kesempatan bagi para kontestan guna menanamkan pengaruh dan simpati dikalangan masyarakat dengan menjelaskan program-program perjuangan politiknya bagi kepentingan bangsa dan negara, sehingga dengan demikian masing-masing kontestan berusaha meraih suara sebanyak-banyaknya pada saat pemungutan suara8. Setiap kampanye politik memerlukan pimpinan untuk menggerakkan sumberdaya dan warga sukarela untuk memilih calon. Pimpinan harus membantu mengorganisir dan mengaktifkan panitia yang terdiri dari para pendukung dan pengumpul dana sukarela. Ia juga harus membimbing dan menasehati sang calon, menganalisa masalah dan menyusun strategi. Kegiatan kampanye harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Efektif adalah melaksnakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya agar 7 8 Riswanda Imawan, membedah Politik Orde Baru, PustakaPelajar, Yogyakarta, 1977, hlm.143 Dalam Haryanto, Sistem Politik Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1989 hlm 100 25 memenangkan pemilihan. Sedangkan efisien adalah pemanfaatan sumbersumber yang tersedia secara sebaik-baiknya untuk memenangkan pemilihan. Kampanye politik mengambil bentuk dan memperoleh makna bagi pemberi suara melalui komunikasi. Keterlibatan pemberi suara tidaklah dibatasi, baik dalam mendaftarkan atribut dan sikap yang tetap maupun dalam menggapai imbauan kanpanye yang ditetapkan sebelumnya. Keterlibatan aktif menyangkup orang yang meninterpretasikan peristiwa, isu, partai, dan personel. Dengan demikian menetapkan dan menyusun maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan9. Kampanye Politik adalah penciptaan, penciptaan ulang, dan pengalihan lambang signifikan secara berkesinambungan melalui komunikasi. Kampanye menggabungkan partisipasi aktif yang melakukan kampanye dan pemberi suara. Yang melakukan kampanye berusaha mengatur kesan pemberi suara tentang mereka dengan mengungkapkan lembang-lambang yang oleh mereka diharapkan akan menghimbau para pemilih10. Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat 4 teknik kampanye yakni : a) Kampanye pintu ke pintu Kampanye ini dilakukan dengan cara kandidat atau pasangan calon mendatangi langsung para pemilih menanyai permasalahpermasalan yang mereka hadapi b) Diskusi kelompok 9 Dan Nimmo, Komunikasi Politik Khalayak dan Efek, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm 172 10 Ibid 26 Ini dilakuak dengan membentuk kelompok diskusi kecil yang membicarakan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Teknik ini memungkinkan anggota masyarakat terlibat langsung dengan persoalan dan usahauntuk memecahkan masalah masyarakat bersama pasangan calon. c) Kampanye massa langsung Dilakuakn dengan cara melakukan aktivitas yang dapat menarik perhatian massa seperti pawai, peresmian proyek, lomba kreatovotas dan lain-lain. d) Kampanye massa tidak langsung Dilakukan dengan cara seperti melakukan dialog di TV, Radio, ataupun memasang ilan di berbagai media cetak. Menurut PP No.6 Tahun 2005 pasal 56, kampanye dapat dilakuka melalui: a) Pertemuan terbatas. b) Tatap muka dan dialog c) Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik. d) Penyiaran melalui radio dan TV. e) Pemasangan alat Peraga di tempat umum. f) Rapat Umum. g) Debat publik atau debat antar calon dan atau kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Selain itu, adapun hal-hal yang dilarang dalam pelaksanaan kampanye adalah : a) Mempersoalkan dasar negara Pancasial dan pembukaan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 27 b) Menghina seseoran, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah lain dan partai politik. c) Menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan kelompok masyarakat. d) Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan partai politik. e) Mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum. f) Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang syah. g) Merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lainnya. h) Menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah. i) Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan utnuk kampanye. j) Melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan denga berjalan kaki dan dengan kendaraan di jalan raya. Pelaksanaan kampanye politik memenrlukan penggunaan rencana kampanye dan konsep kampanye secara total. Yang terpenting dalam persiapan kampanye adalah perumusan kampanye itu sendiri. Untuk melaksanakn rencana kampanye harus ada ide yang melandasinya, yaitu harus ada formasi awal dari organisasi kampanye , yang terdiri atas politikus yang berpengalaman (baik pejabat pemerintah maupun pimpinan partai), juru kampanye profesional (termasuk jhenis personil dari manajer kampanye 28 dan konsultan sampai specialis dalam polling opini publik), merencanakan pesan iklan, mengumpulkan data, membuat iklan media massa, menulis naskah untuk berorasi dan melatih pasangan calon dalam penampilan didepan umum serta mencari sukarelawan dari kalangan warga11. Rencana Kampanye harus merinci bagaimana dan harus dikumpulkan dan digunakan. Perpaduan segi-segi kampanye yang menangani ide, organisasi, pengangguran, dan unsur-unsur komunikasi ini tidak selalu merupakan hasil perenanaan awal yang rasional. 3. Strategi Pemasaran Politik Konsep pemasaran mengalami pergeseran perspektif dari orientasi internal perusahaan (internal oriented) ke orientasi pasar (market oriented). Perusahaan atau produsen saat ini tidak cukup hanya sekedar berorientasi pada produk, tapi juga harus mempehitungkan kondisi pasar yang dihadapi. Dalam orientasi pasar terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu : orientasi pada konsumen (customer oriented) dan orientasi pada pesaing (competitor oriented). Konsep market oriented yang digunakan dalam pemasaran politik bukan berarti bahwa partai politik atau kandidat harus sepenuhnya memenuhi apa keinginan pasar. Karena masing-masing partai politik juga memiliki ideologi dan aliran pemikiran yang menjadi ciri khasnya. Yang ditawarkan dari pandangan pro dan kontra pemasaran politik adalah bahwa pemasaran politik berbeda dengan pemasaran komersial 11 Dab Nimmo, Komunikasi Politik Komunikator Pesan dan Media, PT Remaja Rosda Karya, Bandung 1989 hlm 219 29 yang menjual partai atau kandidat kepada pemilih sebagai proses transaksional. Pemasaran politik memerlukan berbagai pendekatan keilmuan dan bersifat khas dibandingkan konsep pemasaran dalam ilmu ekonomi manajemen, karena produk politik sangat berbeda dengan produk komersial baik ditinjau dari karakteristik produk maupun karakteristik konsumen. Pemasaran politik memiliki dimensi yang lebih luas dan menjadi lebih kompleks. Firmanzah dalam bukunya, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, mengatakan bahwa hal penting yang ingin disampaikan dalam konsep pemasaran politik adalah: 1) Pemasaran politik menempatkan pemilih sebagai subyek, bukan obyek dari partai politik atau kandidat. 2) Pemasaran politik menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai ideologi masingmasing partai atau kandidat. 3) Pemasaran politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih, sehingga dari sini akan terbangun kepercayaan untuk selanjutnya memperoleh dukungan suara mereka. Pada dasarnya pemasaran politik adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu dalam pikiran para pemilih. Serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pikiran para pemilih menjadi orientasi perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk memilih kontestan tertentu. Makna politis inilah yang menjadi output penting dari pemasaran politik. Pemasaran politik disini merupakan konsep yang menawarkan bagaimana sebuah partai politik atau kontestan bisa membuat program 30 yang berhubungan dengan permasalahan aktual. Pemasaran politik merupakan konsep yang permanen yang harus dilakukan secara terus menerus oleh partai politik atau kandidat dalam membangun kepercayaan dan image politik. Membangun kepercayaan politik dan image ini hanya bisa dilakukan melalui hubungan jangka panjang antara partai politik atau kandidat dengan pemilih, tidak sekedar pada masa kampanye pemilu saja. Dengan demikian, pemasaran politik memiliki beberapa fungsi bagi partai politik, yaitu: 1) Menganalisa posisi pasar, yakni untuk memetakan persepsi dan preferensi pemilih, baik konstituen maupun nonkonstituen, terhadap kontestan pemilu. 2) Menetapkan tujuan obyektif kampanye, marketing effort, dan pengalokasian sumber daya. 3) Mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif-alternatif strategi. 4) Mengimplementasikan strategi untuk membidik segmensegmen tertentu yang disasar berdasarkan sumberdaya yang ada. 5) Memantau dan mengendalikan penerapan strategi untuk mencapai sasaran obyektif yang telah ditetapkan. Menurut Lees Marshmant, pemasaran politik harus dilakukan secara kompehensif, karena cakupan pemasaran politik yang luas dan bersifat jangka panjang : 1) Pemasaran politik lebih dari sekedar komunikasi politik. 2) Pemasaran politik diaplikasikan dalam keseluruhan proses organisasi partai. Tidak hanya tentang kampanye, tapi juga sampai pada tahap memformulasikan produk politik mulai dari symbol, image, platform partai, dan program yang ditawarkan. 3) Pemasaran politik menggunakan konsep pemasaran secara luas. Tidak hanya pada teknik pemasaran, namun juga sampai pada strategi pemasaran, mulai dari teknik publikasi, penawaran ide dan program, desain produk, market intelligent, dan pemrosesan informasi. 31 4) Pemasaran politik melibatkan banyak cabang ilmu dalam pembahasan dan peneapannya, seperti ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, dan psikologi. 5) Konsep pemasaran politik bisa diterapkan dalam berbagai situasi politik, mulai dari pemilu sampai proses lobi di parlemen. Adman Nursal menawarkan sebuah framework pemasaran politik yang relatif lebih praktis untuk diaplikasikan. Framework tersebut terdiri dari empat komponen, yaitu: Gambar 1.1 Bagan Political Marketing Sumber : Adman Nursal, Political Marketing (2004; hlm. 44 &45) 1) Lingkungan Pemasaran. Terdiri lingkungan internal dan lingkungan eksternal dari kontestan pemilu. Faktor-faktor internal dan eksternal merupakan input yang diperlukan bagi proses pemasaran. Lingkungan internal terdiri dari: strategi inti, sumberdaya strategis, link dengan pemilih, dan jaringan nilai. Lingkungan eksternal terdiri dari: sistem pemilu, model kompetisi, regulasi pemerintah, sistem media, kultur politik, tingkat modernisasi masyarakat, dan lingkungan demografis. 2) Strategi Pemasaran. Meliputi serangkaian aktivitas yang terdiri dari : i. Strategic marketing (segmentating, targeting, dan positioning). Pada dasarnya merupakan proses penyusunan nilainilai inti yang sesuai dengan aspirasi para pemilih tertentu, tetapi juga cocok dengan visi – misi dan 32 ii. iii. sumberdaya kontestan yang dipasarkan. Serangkaian nilai – nilai inti diikat dengan sebuah benang merah yang disebut positioning. Penyusunan produk politik (policy, person, party). Penyampaian produk politik kepada para pemilih (push marketing, pull marketing, pass marketing). Push marketing adalah sebuah upaya dari pasangan calon berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulant yang diberikan kepada pemilih. Masyarakat perlu mendapat dorongan dan energi untuk pergi ke bilik suara dan mencoblos suatu kontestan. Pass Marketing menggunakan strategi yang dapat memanfaatkan individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi opini publik. Sedangkan Pull marketing lebih menitik beratkan pembentukan image politik yang positif. 3) Pasar Sasaran. Terdiri dari pasar perantara (influencer, media massa, dan pemilih). Para influencer dan media massa pada akhirnya juga akan berperan menyampaikan produk politik. 4) Output Pemasaran. Terdiri dari makna politis yang diterima oleh masyarakat yag akan mempengaruhi perilaku pemilih (orientasi perilaku pemilih).12 Gambar 1.2 Diagram Marketing berdasar Architecture Sumber : Kotler, kartajaya, Huan dan Liu, Rethinking Marketing, 2006, Hal. 5 12 Adman Nursal, Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 110 33 1) Strategi a. Segmentasi Pengertian segmen adalah kelompok. Segmentasi sendiri adalah upaya memetakan pasar yang luas dan heterogen menjadi lebih terkelompokan dengan klasifikasi-klasifikasi tertentu agar dapat merumuskan dan melakuan pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik karena segmen-segmen pada hakekatnya masyarakat tersebut. Ini dilakukan adalah market yang bersifat heterogen. Segmentasi atau pemetaan ini penting dilakukan mengingat institusi politik diharapkan dapat selalu hadir dalam berbagai karakteristik pemilih.13 Segmentasi dapat dilakukan dengan menganalisa Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku pemilih. Mengadaptasi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam marketing secara umum, faktor tersebut adalah a) Faktor kebudayaan Faktor ini terdiri dari dimensi budaya, sub budaya, dan kelas social. b) Faktor Sosial Terdiri dari kelompok yang terbagi menjadi kelompok keanggotaan (membership groups) dan 13 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Hal. 212 34 kelompok acuan (reference groups), keluarga, peran dan status. c) Faktor Pribadi Terdiri dari umur dan siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. d) Faktor Psykologis Terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Berdasarkan faktor-faktor di atas, segmentasi kemudian dapat disusun dengan menggunakan beberapa variabel seperti geografi (wilayah, luas daerah, kepadatan, iklim), psikografi (kelas sosial, gaya hidup, kepribadian), behavioristik (pengetahuan, sikap), demografi (Usia, jenis kelamin, siklus hidup, pendapatan, pekerjaan, agama, ras). b. Targeting Setelah melakukan segmentasi, selanjutnya adalah mengevaluasi beragam segmen tersebut untuk memutuskan segmen mana yang menjadi target market, inilah yang dinamakan targeting. Terkadang targeting disebut juga dengan istilah selecting atau menyeleksi. Kegiatan targeting menghasilkan apa yang disebut target market. Dalam politik, pasar politik meliputi media 35 massa dan influencer groups sebagai pasar perantara, dan para pemilih sebagai pasar tujuan akhir. Terdapat tiga strategi penguasaan pasar, salah satu dari ketiga strategi itu kemudian dapat diadopsi dalam melakukan targeting. Strategi-strategi tersebut adalah 14: a) Pemasaran tak dibedakan (undifferentiated marketing). Dalam strategi ini perbedaan-perbedaaan antar segmen diabaikan, dan seluruh pasar diberikan satu penawaran yang sama. b) Pemasaran dibedakan (differentiated marketing) Dalam strategi ini beberapa segmen pasar atau ceruk yang telah diputuskan, disikapi dengan pendekatan dan penawaran yang berbeda-beda pula. c) Pemasaran terkonsentrasi Dalam strategi ini, segala kegiatan pemasaran terfokus pada ruang lingkup yang lebih kecil. c. Positioning Positioning adalah apa yang ingin diciptakan di dalam benak pemilih. Positioning adalah strategi untuk mengambil posisi dalam ingatan pemilih sehingga mengalahkan para pesaing 14 Kotler dan Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), Hal. 314-319 36 dan pada akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada produk yang ditawarkan. Konsep positioning dalam konteks politik adalah bagaimana partai politik atau kandidat dapat menempatkan produk politik dan image politik dalam sistem kognigtif pemilih. Pada kenyataanya, semua kandidat selalu ingin berada di benak (diingat) pemilih dengan harapan agar dalam Pemilu kandidat tersebut adalah yang dipilih oleh pemilih. Ini artinya pertarungan dalam positioning antar kandidat adalah sebuah keniscayaan. Pemenang dari pertarungan ini adalah image politik positif yang terkuat yang kemudian akan akan dipilih oleh pemilih. Positioning dimulai dengan mendefinisikan cilai-nilai inti (core values defining). Nilai-nilai inti ini dapat terangkat dan dikembangkan dari identitas agama, kelas, etnis dan sebagainya. Kemudian positioning politik tidak akan dapat dilakukan tanpa adanya proses penciptaan dan komunikasi pesan politik. Pesan politik tersebut dapat berupa jargon politik. Jargon tersebut secara implisit maupun eksplisit memberikan janji politik yang diberikan oleh kandidat tersebut.15 15 Firmanzah, Marketing Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Hal. 216 37 2) Taktik Tahapan selanjutnya setelah merumuskan strategi pemasaran adalah merumuskan taktik pemasaran. Keberhasilan menjalankan taktik akan menentukan kemenangan dalam Pemilu. Dalam taktik bukan berbicara mengenai kualitas tapi lebih berbicara mengenai kuantitas. Indikatornya adalah berapa pangsa pasar yang dikuasi dengan melihat berapa proporsi suara yang diperoleh pada hari pencoblosan. Tapi bagaimanapun juga taktik tidak dapat berdiri sendiri, dia harus didukung dengan bagaimana upaya untuk memenangkan pikiran dan hati dari masyarakat. a. Differensiasi Diferensiasi adalah tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah positioning. Differentiation diperlukan mengkongkritkan positioning. Jika positioning adalah untuk suatu persepsi yang diinginkan dibenak target market yang dituju, sedang differentsiasi, merupakan semua aspek yang harus mendukung positioning tersebut. Banyak pakar yang mendefinisikan diferensiasi sebagai semua usaha merek atau perusahaan untuk menciptakan perbedaan di antara para pesaing dalam rangka memberikan value terbaik. Diferensiasi itu bisa terlihat pada macam-macam 38 aspek, seperti diferensiasi produk, citra, tampilan dan lain sebagainya. Diferensiasi dalam marketing politik menjadi sesuatu yang penting. Kandidat politik harus membangun diferensiasi yang akan menjadi pilar keunggulan berkompetisi. Dengan melakukan diferensiasi dengan kandidat pesaing lainnya dapat memperbesar peluang untuk menang dalam Pemilu.16 b. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Dalam pemasaran politik juga mengadaptasi konsep bauran pemasaran politik yang juga terdiri dari produk, promosi, harga, tempat. Akan tetapi konsep itu tidaklah sama dangan konsep pada dunia pemasaran pada umumnya. Bahkah oleh Adman Nursal, konsep bauran pemasaran hanya diwakili oleh bauran produk yang terdiri dari subtansi dan presentation. a) Produk Produk politik adalah pesan-pesan politik yang melahirkan interpretasi berupa makna politik. Produk yang ditawarkan dalam pemasaran politik adalah sesuatu yang kompleks. Karakteristik produk politik meliputi intangibility (tak dapat diraba), inseparability (tidak dapat 16 dipisah-pisahkan), Hermawan Kartarajaya, Hermawan Kartarajaya on Differentiation, (Bandung: Mizan, 2004), 39 variability (sangat beragam), perisdhability (tak tahan lama), dan kepemilikannya tidak dapat diklaim oleh satu pihak. Adman Nursal mengelompokkan komponen komponen dari produk politik menjadi dua, yaitu subtansi yang terdiri dari policy, person, dan party dan presentasi64. Subtansi terdiri policy, person, dan party. Sedangkan presentasi adalah ketiga substansi produk politik (policy, person, party) disajikan. Policy adalah tawaran program kerja apabila terpilih kelak. Tawaran ini terlihat dari visi dan misi. Pada umumnya policy adalah jualan inti dari produk, karena policy merupakan janji atau solusi yang ditawarkan. Person adalah kandidat legislatif yang akan dipilih melalui Pemilu. Person atau figur menjadi kunci dalam Pemilu. Terkadang, pemilih lebih melihat figur dari pada partai atau kebijakan politiknya. Sedangkan Party terdiri dari elemen ideologi, struktur, dan visi-misi organisasi. Party juga bisa dilihat sebagai subtansi produk politik dan 40 memiliki identitas utama, aset reputasi, dan identitas estetis. Identitas partai dapat mempengaruhi pemilih karena citra partai dapat juga melekat pada seorang kandidat. Sedangkan konsep presentasi, penjelasannya sama dengan konsep promosi pada marketing secara umum. b) Price (harga) Harga merupakan suatu “pengorbanan” yang harus dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan kualitas yang dipersepsi itu. Harga dalam pemasaran politik adalah besaran nilai-nilai abstrak yang dimiliki pemilih yang dapat mempengaruhi pemilih tersebut menjatuhkan pilihan politiknya. Nilai-nilai tersebut dapat berupa pertimbangan, kepercayaan, dan keyakinan. Harga adalah kesepakatan nilai yang disetujui antara pemilih dan kandidat, sehingga terjadi pertukaran nilai antara yang dipilih dan yang memilih.17 c) Place (Tempat) Place diterjemahkan sebagai Saluran Distribusi, yaitu penentuan rute-rute (chanel) yang efektif yang 17 Hermawan Kartajaya, Maketing Plus 2000: Strategi Memenangkan Persaingan Global, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2003), Hal. 197. 41 digunakan dalam metode penyampaian produk/jasa ke pasar hingga tiba pada tempat yang tepat. d) Promosi Adalah berbagai kegiatan yang dilakukan kandidat dam tim sukses untuk menonjolkan keistimewaankeistimewaan produknya dan membujuk pemilih agar memilihnya. Promosi merupakan satu kesatuan dari marketing mix. Artinya promosi tidak dapat dipisahkan, ini karena promosi berkaitan dengan bagaimana menyampaikan produk politik. c. Selling / Penjualan Pengertian selling bukanlah penjualan dengan makna yang sempit. Prinsip selling juga berbeda dengan personal selling pada kegiatan promosi. Selling Tidak juga terkait dengan aktifitas menjual produk pada pelanggan. Yang dimaksudkan dengan selling adalah taktik menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan melalui produk-produk politik. 3) Value / Nilai Value atau nilai adalah apa yang dapat ditawarkan kepada publik. Nilai dalam perfektif pemilih adalah perkiraan pemilih tentang kemampuan total suatu produk politik untuk memenuhi kebutuhannya. Kusnaedi mendefinisikan dua alasan pentingnya nilai dalam pemasaran politik, Yaitu pertama semakin besar nilai 42 harapan yang dirasakan calon pemilih terhadap kandidatnya, maka semakin kuat keyakinan pemilih. Serta yang ke dua, kandidat yang terpilih adalah kandidat yang dapat membangun nilai kepuasan pada para pemilih. a. Brand Dari perspektif pemilih dalam politik, brand adalah persepsi keseluruhan terhadap sebuah partai politik atau seorang kandidat.18 b. Service Service adalah pembuktian dari brand. Brand akan semakin kuat dan bertambah nilainya dengan adanya Service. Service bukan bagian dari produk, tapi justru merupakan sesuatu yang bisa membuat produk dari suatu brand akan tetap bernilai tinggi.19 Servis-servis dalam masa kampanye yang dapat diberikan contohnya seperti mengisi pengajian, membagi – bagikan sembako, memberikan pelatihan, dan beberapa bentuk kegiatan pelayanan lainnya. c. Process Terbagi menjadi 3 : 18 19 Hermawan Kartajaya, Marketing Klasik Indonesia, (Bandung: Mizan, 2006) Hal. 166. Hermawan Kartajaya, Hermawan Kartajaya On Service, (Bandung: Mizan, 2006), Hal. 15-23 43 a) Pull Marketing, program atau produk yang ditawarkan untuk menarik minat para pemilih melalui saluran media massa. b) Pass Marketing, pihak-pihak yang ikut terlibat dalam upaya memasarkan produk politik. c) Push Marketing, program atau produk yang ditawarkan oleh kedua pasangan untuk menarik minat para pemilih melalui berbagai saluran nonmedia massa. 4. Gabungan atau Koalisi Partai Politik Hakekatnya partai politik atau sering disebut sebagai organisasi perjuangan, tempat seseorang atau kelompok mencari dan memperjuangkan kedudukan politiknya dalam negara. Dalam setiap negara yang demokratis terdapatnya partai politik lebih dari satu merupakan syarat yang menonjol. Dengan banyaknya partai politik dalam suatu negara maka rakyat memiliki banyak alternatif. Dengan banyaknya alteernatif yang tersedia, rakyat akan lebih mudah untuk menyalurkan aspirasi yang sesuai dengan pemikirannya. Menurut Carl J. Friedrich, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisisr secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun material20. 20 Meriam Budiarjo, dasar-dasar ilmu Politik, PT Gramedia, jakarta, 1992, hlm 161 44 Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisisr yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih sekaligus melaksanakan tujuan agar menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Definisi yang telah dipaparkan diatas maka partai politik adalah suatu organisasi yang meliputi sekelompok orang yang memiliki tujuan, cita-cita dan orientasi serta kepentingan yang sama dalam rangka berusaha untuk memperoleh dukungan dari masyarakat dalam berbegai lapisan untuk kemudioan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada masyarakat, dengan cara terlibat atau turut serta dalam kekuasaan atau pemerintahan. Adapun fungsi-fungsi partai politik adalah : a. Partai sebagai sarana komunikasi politik. Salah satu fungsi adanya partai politik adalah menyalurkan beberapa ide dan pendapat serta aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga kesimpangsiuran ide dan pendapat didalam masyarakat tersebut berkurang. Pendapat dan ide yang berbeda didalam masyarakat kemudian diakomidasi oleh elite partai yang kemudian disalurkan kembali kemasyarakat dalam bentuk kebijakan yang berpihak dalam masyarakat, dan tentu berdasar atas kepentingan bersama. Akan tetapi sebelum ide tersebut diterapkan dalam masyarakat terlebih dahulu menetapkan kedalam program partai yang kemudian diteruskan ke pemerintah. Partai politik juga memiliki fungsi 45 untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencanarencana dan kebijakan pemerintah. b. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik Sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang berlaku dimasyarakat. Yakni partai politik memiliki fungsi sebagai sarana sosialisasi politik dalam rangka memenangkan pasangan calon yang dijagokan partai ini pada pemilukada untuk memperoleh dukungan seluas-luasnya dari masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini partai berupaya menciptakan image yang baik dimata masyarakat bahwa calon pasangan yang diusung benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. c. Partai politik sebagai rekruitmen politik Salah satu fungsi adanya partai politik adalah sebagai alat mempermudah seseorang untuk mencapai kedudukan dalam kekuasaan maupun pemerintahan. Dari adanya salah satu fungsi partai politik tersebut, maka tidak menutup kemungkinan sebuah partai politik melakukan penjaringan kader-kader yang akan difungsikan untuk menjadi politisi partai politik. E. Definisi Konsepsional Konsep yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini diantaranya : 46 1. Pemasaran Politik adalah sebuah ilmu yang tersusun dari ilmu politik dan ilmu pemasaran dimana menawarkan partai politik atau kontestan bisa membuat program yang berhubungan dengan permasalahan aktual. 2. Kampanye politik adalah suatu anjuran yang dilakukan oleh pasangan calon, dalam hal ini calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada masyarakat agar menjatuhkan pilihannya kepada pasangan calon yang bersangkutan dalam pelaksanaan pemilihan. 3. Pemilukada adalah merupakan proses pemilihan wakil atau pemimpin suatu daerah berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang F. Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberikan batasan-batasan tertentu agar peneliti mengetahui pengukuran suatu variabel, sehingga mencapai tujuan penelitian. Strategi pemasaran politik Tim Sukses haryadi Suyuti – Imam Priyono (HATI) dalam upaya pemenangan Pemilukada Kota Yogyakarta 2011 dapat dilihat dari : 1. Strategi Positioning Yakni membentuk image dan produk yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan pasanag calon lain. strategi ini 47 sekaligus untuk menanamkan citra pasangan calon kepada calon pemilih mengapa pasangan ini layak untuk dipilih. a. Person, melihat kualitas dari kedua pasangan secara instrumental dan dimensi yang baik sehingga dicalonkan untuk maju dalam Pemilukada. b. Party, terkait dengan produk - produk yang ditawarkan oleh kedua pasangan calon kepada calon pemilih, termasuk di dalamnya visi & misi. c. Policy, program-program yang dijanjikan oleh pasangan kepada masyarakat dan kebijakan tersebut harus memenuhi unsure ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum. d. Presentation, alat atau media yang digunakan untuk menyajikan atau memasarkan produk politik dari kedua pasangan dengan konteks simbolik. 2. Pendekatan Pemasaran Politik a. Pull Marketing, program atau produk yang ditawarkan untuk menarik minat para pemilih melalui saluran media massa. b. Pass Marketing, pihak-pihak yang ikut terlibat dalam upaya memasarkan produk politik. 48 c. Push Marketing, program atau produk yang ditawarkan oleh kedua untuk menarik minat para pemilih melalui berbagai saluran non-media massa. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam melakukan penelitian ini berdasarkan pokok permasalahan yang telah disebutkan, maka menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif merupakan sebuah metode penelitian yang menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan data yang akan diteliti, dengan menggunakan teknik-teknik yaitu: interview, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Metode penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu: a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang atau masalah aktual b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis.21 2. Unit Analisis Data Istilah unit analisis dapat diartikan sebagai obyek nyata yang akan diteliti yaitu untuk mengetahui bagaimana peran Tim Sukses haryadi Suyuti – Imam Priyono dalam upaya yang 21 Ibnu Syamsi, Dasar-dasar Kebijakan Media, Bina Aksara, Jakarta, 1983, hal. 190. 49 dilakukan untuk memenangkan Pemilukada Kota Yogyakarta 2011. Sekaligus melihat langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh tim sukses termasuk di dalamnya visi dan misi, jaringan relasi dengan stakeholder, media masa maupun dengan kader-kader yang ada di dalam partai koalisi pendukung, khususnya PDI-P dan Partai Golkar. 3. Jenis Data Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, maka dibutuhkan jenis data penelitian primer dan sekunder. Winarno Surachmad menjelaskan data penelitian primer dan sekunder sebagai berikut : “Data primer ialah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidikan untuk tujuan yang khusus itu, sedangkan data sekunder ialah data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar dari penyelidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya atau yang asli”22 Jadi jenis data dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu : a. Data Primer Yaitu data-data yang didapat langsung dari responden untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan programprogram pemenangan Pemilukada Kota Yogyakarta 2011. b. Data Sekunder 22 Ibid, hal. 163. 50 Yaitu data yang telah diolah terlebih dahulu untuk memperoleh data dokumentasi mengenai program-program yang dicanangkan Tim Sukses di masa kampanye. 4. Teknik Pengumpulan Data Di dalam usaha mengumpulkan data yang diperlukan dari obyek penelitian akan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Observasi Observasi ini adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis sehingga bermanfaat untuk melengkapi data primer yang diperoleh agar menjadi lebih tepat dan akurat. b. Interview/ Wawancara Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan tanya jawab. Manfaat dari teknik ini adalah menjelaskan masalah sampai sedetail-detailnya pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini pihak-pihak yang diwawancarai adalah Ketua Tim Sukses Pemenangan Haryadi Suyuti – Imam Priyono beserta anggota Media Center HATI, Ketua kader pengusung pasangan yang ada di tingkat Kecamatan, khususnya untuk Kecamatan Mergangsan yang meliputi 3 kelurahan. Kelurahan Wirogunan, Kelurahan Keparakan, dan Kelurahan Brontokusuman. c. Dokumentasi 51 Merupakan langkah yang ditentukan oleh peneliti dalam mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen atau catatancatatan yang tersedia di kantor sesuai dengan materi yang akan digunakan dalam penelitian. 5. Teknik Analisis Data Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini sudah terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. Analisis data di sini bersifat kualitatif. Adapun analisis data kualitatif menurut Koentjaraningrat adalah sebagai berikut:23 “Analisis data kualitatif merupakan data yang dikumpulkan hanya sedikit-sedikit bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus, sehingga tidak disusun dalam suatu struktur klasifikator.” Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data kualitatif juga bisa berwujud kasus yang dapat dijadikan sebagai sumber penelitian. 23 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Sosial, Gramedia, Jakarta, 1981, hal. 42.