Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 ORIENTASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 (STUDI PADA MAHASISWA S1 PPKn ANGKATAN 2013 UNESA) M Arif Rohman Hakim 08040254211 (Prodi S1 PPKn, FIS, UNESA) [email protected] Agus Satmoko Adi 0016087208 (Prodi SI PPKn, FIS, UNESA) [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui orientasi politik pemlih pemula mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa pada pemilu legislatif.Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Responden penelitian sebanyak 57 mahasiswa.Kuesioner digunakan untuk mengetahui prosentase orientasi politik mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa orientasi politik mahasiswa S1 PPKn terbagi menjadi lima kategori yaitu figur politik sebesar 80%, persamaan agama dan keyakinan 47%, memberikan keuntungan pribadi 40%, lingkungan pergaulan 36,36% dan iklan politik 20%. Kata Kunci: Pemilih pemula, Pemilu Legislatif, Orientasi Politik.. Abstract The main purpose of this research is to study the political orientation from 2013 UNESA S1 PPKn student in the legislative election. This research using quantitative descriptive approach, the method for collecting data that used is questioner. Population of this research are 57 student. The questioner method is used to measure the political orientation of 2013 UNESA S1 PPKn student. The result of this research showed that the political orientation of this student were divided into five category which are 80% for political figure, 47% for the same religion, 40% for personal profit, 36.36% for their society and 20% for political advertisement.. Keywords: young voters, legislative election, political orientation. PENDAHULUAN Pada tahun 2009, untuk yang ke-9 kalinya bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu). Seperti halnya pemilu 2004 yang lalu, pemilu 2009 juga akan dilaksanakan 2 kali yaitu pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu identik dengan partai politik (parpol). Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusionil, untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka. Para ilmuan politik dan sosiolog memberikan kita daftar fungsi-fungsi partaipolitik secara mengesankan, tanpa memberikan manfaat dalam membedakan faktor-faktor, yang menyebabkan fungsi-fungsi tertentu dapat dilaksanakan secara efisien, atau yang membuat konseptualisasi yang menghubungkan fungsi dan struktur secara memuaskan. Di antara fungsi-fungsi tersebut yang biasanya paling umum dikemukakan adalah representasi (perwakilan), konversi dan agregasi; integrasi (partisipasi, sosialisasi, mobilisasi); persuasi, represi, rekrutmen (pengangkatan tenaga-tenaga baru), dan pemilihan pemimpin, pertimbangan-pertimbangan dan perumusan kebijakan, serta control terhadap pemerintah. Partai politik dalam pemilu mempunyai peran yang sangat kuat untuk dapat terlaksananya pemilu.Dalam menjalankan perannya partai politik tidak bisa lepas dari fungsi-fungsinya. Dalam Negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu: (1) Partai politik sebagai sarana komunikasi politik, (2). Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik, (3). Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik, (4). Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Pemilu adalah bagian pentingdalam demokrasi. Pemilu jika diartikansecara sederhana adalah cara individu Warga negara melakukan aktivitaspolitik ataupun kontrak politik denganorang lain atau partai politik yangdiberikan mandat atau wewenang untukmelaksanakan sebagian kekuasaanrakyat/pemilih. Pemilu bukanlahpemberian mandat kekuasaan secaratotal.Klaim partai politik yangmenyatakan bahwa partainya telahmemiliki pemilih dengan jumlah totaltertentu dalam pemilu adalah tidaktepat. Untuk menjalankan mandate tersebut partai politik atau Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 eksekutif partai politik harus melakukankomunikasi politik dalam menentukankebijakan-kebijakan untuk kepentingan Orientasi politik yang mencakup orientasi politik berdasar iklan politik adalah orientasi politik dimana pemilih pemula memilih partai atau calon legislatif berdasarkan iklan politik yang banyak tersebar di media cetak maupun media elektronik. Dalam hasil penghitungan hasil angket sesuai dengan kelompok kategori item pertanyaan angket yang mengacu pada orientasi politik berdasar iklan politik memperoleh prosentase sebesar 20%. Hasil prosentase ini dapat dikatakan bahwa media iklan kurang mendapat respon yang signifikan pada pemilih pemula. rakyat dengan persetujuan warga.Hubungan antara pemilu dan partai politik yaitu melalui partai kita dapat memilih pemimpin bangsa, menjalankan mesin pemilu, sebagai sarana kampanye politik, mengawasi kaum-kaum eksternis dari kedua spektrum politik. Mendorong diskusi umum tentang isu-isu penting dan yang terpenting berfungsi sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah. Indonesia adalah negara demokrasi, secara konseptual, demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia berarti kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Hampir diseluruh negara demokrasi, penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu kegiatan politik yang menjadi syarat bagi kehidupan negara yang demokratis, dalam pemerintahan demokrasi, rakyat haruslah dibekali dengan adanya pengetahuan tentang demokrasi itu sendiri agar mereka tahu dan sadar akan hak dan kewajiban apa yang mereka miliki dalam pemerintahan demokrasi ini. Dalam ruang lingkup politik tidak dapat dihindarkan dari pembahasan yang meliputi tentang kebijaksanaan, kekuatan, pemerintahan, konflik, kerjasama dan pembagian. Kehidupan politik meliputi semua aktivitas yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan dari yang khusus yang diterima baik bagi suatu masyarakat dan terhadap cara pelaksanaan kebijaksanaan. Hal ini dikarenakan oleh hakekat politik adalah koordinasi yang dapat dipercaya dari semua usaha dan pengharapan manusiawi untuk memperoleh tujuan-tujuan masyarakat. Terkait dengan konsep dan hakekat kehidupan politik tersebut dapat disimpulkan bahwa politik selalu berhubungan dengan kegiatan pemerintahan, antara lain kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengimplementasikan aspirasi rakyat agar tujuan-tujuan yang diinginkan oleh rakyat dapat dicapai. Melalui jalur politik inilah tujuan yang diinginkan oleh masyarakat diwujudkan oleh pemerintah dengan menciptakan suatu kebijaksanaan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah ini merupakan implementasi dari politik. Kebijaksanaan merupakan suatu rencana yang terorganisasi dan terarah yang secara tekun berusaha menghasilkan, mempertahankan atau mengubah susunan kemasyarakatan. Kehidupan politik yang baik di mata masyarakat adalah ketika pemerintah mampu mengimplementasi kebijakan yang telah dibuat pemerintah.Kebijakan yang dibuat pemerintah harus disesuaikan dengan kondisi rakyat dan bertujuan untuk mensejahterakan hidup rakyat.Kebijakan yang dibuat adalah demi kepentingan dan kebaikan rakyat.Implementasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah demi kebaikan hidup rakyat ini merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan tolak ukur kehidupan politik yang baik di dalam masyarakat, sebab politik memang difungsikan dengan sebagaimana mestinya yaitu sebagai alat atau strategi untuk mencapai suatu tujuan bersama. Berdasarkan korelasi antara politik dengan masyarakat tersebut, politik memberikan dampak di dalam kehidupan masyarakat.Salah satu contoh nyata yang ada adalah pada era Orde Baru, pada saat itu masyarakat mengalami tekanan yang dahsyat dari pemimpin dengan pemerintahan yang otoriter sehingga mahasiswa yang mewakili rakyat melakukan demonstrasi untuk memperoleh kebebasan dan menginginkan pergantian kekuasaan yang pada mulanya otoriter menjadi demokratis.Kekuasaan yang berada di bawah kendali rakyat.Pemerintah adalah sebagai wakil rakyat yang harus menampung semua aspirasi rakyat bukanlah sebagai penguasa yang mengatur rakyat.Oleh karena itu dari masa reformasi sampai saat ini Indonesia menggunakan bentuk pemerintahan demokrasi. Salah satu strategi untuk mencapai tujuan bersama yaitu sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan proses untuk memasyarakatkan nilai-nilai atau budaya politik kedalam suatu masyarakat. Sosialisasi politik penting dilakukan untuk menunjang proses demokratisasi dan proses pemerintahan demokrasi di Indonesia. Sosialisasi politik juga penting dilakukan karena dalam pemerintahan demokrasi, rakyat dituntut aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan kenegaraan. Oleh karena itu sosialisasi politik sangat penting diadakan dengan salah satu tujuan yaitu membangun kesadaran politik di dalam diri masyarakat agar rakyat sadar akan peranan hak dan kewajiban yang ia miliki dalam kehidupan politik dan bernegara. Sehingga dapat diharapkan ketika rakyat memiliki kesadaran politik maka proses demokrasi dapat berjalan dengan baik.Untuk mendukung berjalannya demokrasi, diperlukan suatu cara sebagai penunjang berjalannya demokrasi. 1065 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 Salah satunya adalah dengan cara memunculkan kesadaran politik rakyat untuk ikut serta aktif berpartisipasi dalam kehidupan politik maupun kenegaraan. Partisipasi rakyat sangat penting dalam pembuatan suatu kebijakan sebab kebijakan harus menampung semua aspirasi rakyat. Kesadaran politik rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam membuat suatu kebijakan dibangun dengan cara demokratisasi. Demokratisasi merupakan suatu proses penanaman prinsip-prinsip demokrasi kepada masyarakat. Salah cara yang dilakukan dalam usaha demokratisasi ini adalah sosialisasi politik Sosialisasi politik haruslah dilakukan secara menyeluruh agar masyarakatnya sadar akan politik sehingga dapat aktif ikut serta dalam kehidupan berpolitik. Dengan kondisi yang seperti itu tentulah akan menunjang pemerintahan indonesia yang lebih baik lagi karena warga negaranya mampu memberikan masukanmasukan tentang aspirasinya sehingga kemakmuran rakyat pun dapat tercapai. Pemilu merupakan sarana untuk perbaikan lembaga politik yang akhirnya berdampak pada perbaikan kehidupan politik dan kesejahteraan rakyat.Namun dalam prakteknyaPemiluhanyamerupakan formalitas yang sarat dengan kepentingan kelompok tertentu. Kesadaran politik sangat diperlukan bagi setiap WNI untuk menunjang pelaksanaan demokrasi di Indonesia.Kesadaran politik tidak hanya meliputi tentang partisipasi politik sebagai WNI dalam Pemilu saja, tetapi juga meliputi tentang pengetahuan politik serta juga sejauh mana mereka aktif mengawasi atau mengoreksi kebijakan dan perilaku pemerintahan selama 5 tahun ini berlangsung. Pemilihan umum di Indonesia ditujukan untuk memilih Anggota legislatif, memilih Presiden beserta wakil presiden dan kepala daerah.Dalam pemilu legislatif, rakyat dapat memilih secara langsung anggota DPR, DPD, dan DPRD, baik DPRD tingkat I maupun DPRD tingkat II.Dari pemaparan diatas maka rakyat mempunyai hak sepenuhnya untuk memilih wakil mereka di parlemen. Sebagaimana kita ketahui, di Indonesia parlemen memiliki peran strategis dalam segala proses penyelenggaraan negara karena suara parlemen berarti suara rakyat. Lebih jauh lagi bahwa parlemen secara fungisonal adalah lembaga yang memiliki wewenang dalam hal legislasi, kontroling, budgeting, dan edukasi.Oleh karena fungsi lembaga legislatif yang begitu besar dan peranannya yang begitu penting maka tak ayal bahwa lembaga legislatif dikenal dengan lembaga super body.Dari pemaparan diatas kita bisa melihat bahwa lembaga legislatif adalah representasi dari masyarakat Indonesia dimana didalamnya merupakan wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat secara langsung.Oleh karena itu, proses pemilihan anggota legislatif menjadi satu momentum yang tidak bisa dipandang sebelah mata mengingat peran strategis lembaga tersebut sesuai konstitusi bagi kepentingan rakyat. Setiap kali pemilu digelar, akan selalu menghadirkan kelompok pemilih pemula pada setiap periode pelaksanaannya, secara usia pemilih pemula yaitu mereka yang kriteria usianya 17-22 tahun atau telah menikah. Data BPS menyebutkan, tidak kurang dari 15% pemilih pada pemilu 2014 adalah pemilih pemula. Selain itu data Daftar penduduk potensial pemilih pemilu menunjukkan, data pemilih berumur 10 – 20 tahun berjumlah 46 juta, dan data pemilih berumur 20 – 30 tahun berjumlah 14 juta, sehingga perkiraan jumlah pemilih pemula sekitar 50 jutaan (http://www.kpu.go.id) sedangkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi Jawa Timur untuk pemilihan gubernur tahun 2013 sebanyak 30.019.300 jiwa pada pemilihan gubernur Jawa Timur. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah menjadi 30.511828 (http://data.kpu.go.id/dpt.php), dalam pemilihan umum legislatif yang dilaksanakan pada tanggal 09 April 2014. Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Jawa Timur yang mencapai angka 30.395.994 tersebut diperkirakan 20 persen hingga 30 persen merupakan pemilih pemula atau pemilih yang baru pertama kali mengikuti proses pemilihan umum (surya online). Jumlah pemilih pemula dalam pemilu yang cukup besar tersebut menjadi perhatian partai politik beserta calon anggota legislatif sebagai kontestan pemilihan umum 2014.Provinsi Jawa Timur menyediakan 87 kursi untuk DPR RI dalam pemilu legislatif yang terbagi dalam 11 daerah pemilihan (Dapil). Secara kuantitatif pemilih pemula merupakan peluang politik yang dapat diraih oleh partai politik untuk mendapatkan dukungan. Perkembangan yang meningkat secara jumlah yang terus berubah dari tiap pemilihan umum menunjukkan bahwa pemilih pemula sebagai aset politik yang berharga, sentral dan strategis, sehingga para kontestan pemilu menggunakan berbagai cara melalui media audio visual serta kampanye terbuka untuk menarik partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum. Ketika membicarakan partisipasi politik, tidak akan terlepas dari orientasi politik pemilih untuk memilih. Orientasi politik akan menggambarkan bagaimanakah dasar pemilih pemula melakukan aktivitas politiknya didalam pemilihan legislatif. politik pastilah juga akan membicarakan tentang kebijaksanaan, kekuaatan, pemerintahan, konflik, kerjasama dan pembagian. Karena di kehidupan politik selalu meliputi keenam hal tersebut. Kehidupan politik meliputi semua aktivitas yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan dari yang khusus Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 yang diterima baik bagi suatu masyarakat dan terhadap cara pelaksanaan kebijaksanaan (David Easton, 1953:128). Orientasi politik dapat dipandang dari tiga hal, yaitu orientasi kognitif berupa pengetahuan dan keyakinan, orientasi afektif yang merupakan perasaan terkait dan keterlibatan atau sejenisnya, dan orientasi evaluatif mengenai penilaian dan opini tentang obyek politik (Parsons dan Shils 1951: 53) Orientasi politik pemilih pemula perlu diadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana orientasi pemilih pemula, dalam hal ini penulis memilih mahasiswa pada jurusan PMP-Kn angkatan 2013 karena mahasiswa PMPKn berasal dari daerah yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, maka belum tentu orientasi politik mahasiswa tersebut sama, dan selain itu mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), selain itu pada jurusan PMP-Kn terdapat mata kuliah yang juga menyinggung tentang politik seperti ilmu politik, sistem politik, dan sosiologi politik. Sehingga diharapkan orientasi politik mahasiswa berbeda dengan orientasi politik yang tidak berstatus mahasiswa. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu :Bagaimana orientasi politik mahasiswa PKn angkatan 2013 pada pemilihan umum legislatif tahun 20014? Tujuan penelitian ini adalah: pertama: Untuk mengetahui bagaimana orientasi politik pada mahasiswa PKn angkatan 2013 pada pemilu legislatif tahun 2014. 2. Untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi orientasi politik mahasiswa PKn angkatan 2013 pada pemilu legislatif tahun 2014. Manfaat penelitian ini adalah : (a) Secara teoritis: penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan khususnya di bidang Pendidikan dan politik, sebagai sarana untuk menambah referensi dan bahan kajian dalam khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan dan di bidang politik. (2) Secara praktis: (A)Bagi Prodi S1 PPKn (a)Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi mahasiswa sebagai agent of change khususnya mahasiswa S1 PPKn dalam menentukan pilihan pada pemilihan umum legislatif mendatang. (B)Bagi Partai Politik. (a)Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran bagi partai politik agar senantiasa memberikan pendidikan dan sosialisasi politik khususnya kepada pemilih pemula sehingga perilaku politik dari pemilih pemula didasarkan atas orientasi yang jelas dan rasional. (C)Bagi peneliti; (a) Peneliti sebagai calon tenaga kependidikan mampu dan dapat mengarahkan kesadaran politik calon pemilih pemula supaya perilaku politik calon pemilih pemula berdasar orientasi politik yang rasional dan dapat dipertanggung jawabkan. Orientasi politik sebenarnya merupakan suatu cara pandang dari suatu golongan masyarakat dalam suatu struktur masyarakat. Timbulnya orientasi itu dilatarbelakangi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat yang kemudian membentuk sikap dan menjadi pola mereka untuk memandang suatu obyek politik.Orientasi politik itulah yang kemudian membentuk tatanan dimana interaksiinteraksi yang muncul tersebut akhirnya mempengaruhi perilaku politik yang dilakukan seseorang.Orientasi politik tersebut dapat dipengaruhi oleh orientasi individu dalam memandang obyek-obyek politik. Objek orientasi politik meliputi keterlibatan seseorang terhadap: (1) sistem yaitu sebagai suatu keseluruhan dan termasuk berbagai perasaan tertentu seperti patriotisme dan alienansi, kognisi dan evaluasi suatu bangsa. (2) pribadi sebagai aktor politik, isi dan kualitas, norma-norma kewajiban politik seseorang. Orientasi politik yang dimiliki seseorang akan mendorong terjadinya partisipasi politik (Integralistik No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011) Ditengah kekhawatiran menurunnya partisipasi pemilih pada pemilu 2014, optimisme datang dari jumlah pemilih pemula yang akan menyalurkan hak pilihnya dalam pemilu nanti. Berdasarkan pendatatan beberapa lembaga survei, jumlah pemilih pemula sekitar 32 juta berpotensi menjadi pemilih pada 2014. Jumlah ini dengan asumsi usia 17-19 tahun. Namun, pemilih pemula mengalami berbagai bentuk kendala preferensi politik dalam menentukan pilihan politiknya. Studi yang dilakukan oleh MujanI& Liddle (2010) menghasilkan beberapa temuan penting mengenai rasionalitas pemilih serta figur dan partai. Pemilih telah menetapkan standard tujuan atau prioritas keberhasilan pemimpin berupa: pertumbuhan ekonomi, kemakmuran, persatuan nasional, pendidikan, dan penegakan hukum. Masyarakat lebih percaya pada individu-individu ketimbang partai politik, dengan standar individu berupa integritas pribadi, kepedulian sosial, dan kompetensi profesional. Ada kecenderungan meningkatnya peran iklan politik dalam menonjolkan figur, sehingga hanya figur yang memiliki kekuatan iklan di media massa, atau memiliki kesempatan di media massa saja (artis) yang menjadi perhatian. Penelitian lain yang dilakukan oleh Marcus Mietzner (2009) menemukan terjadinya lompatan besar dalam politik Indonesia sebagai wujud konsolidasi demokrasi, yaitu kecenderungan baru partai untuk mencalonkan orang yang populer. Periode sebelumnya orang lebihmemfokuskan pada pengaruh politik atau kapasitas finansial seseorang, namun hari ini popularitas telah menggeser hal tersebut. Popularitas individual adalah 1067 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 senjata paling ampuh yang ditemukan partai politik selama puluhan tahun berjibaku dalam pemilu Diantara persoalan yang dihadapi pemilih pemula adalah, pertama, kebingungan politik kaum muda sebagai implikasi dari situasi politik saat ini yang tidak pasti.Berbagai persoalan politik seperti korupsi, masalah hukum, akan membuat pemilih pemula cenderung apatis terhadap politik. Apatisme politik ini disebabkan oleh rusaknya kredibilitas lembaga-lembaga penyelenggara negara dan pergeseran orientasi partai politik.Kedua, meskipun pemilu akan diselenggarakan kurang dari setahun lagi, sebagian besar masyarakat belum memiliki afiliasi politik dan pilihan tertentu. Ini disebabkan belum munculnya calon presiden/wakil presiden pilihan rakyat.Sejumlah kandidat masih didominasi oleh wajahwajah lama yang memiliki “dosa politik” Orde Baru. Orientasi individu terhadap obyek politik dapat dipandang dari tiga hal,yaituorientasi kognitif berupa pengetahuan dan keyakinan, orientasi afektif yang merupakan perasaan terkait dan keterlibatan atau sejenisnya, dan orientasi evaluative mengenai penilaian dan opini tentang obyek politik.Oleh karena itu seorang individu mungkin memiliki tingkat akurasi tinggi terhadap cara kerja system politik,siapapemimpinnya dan masalah-masalah dari kebijakannya.Inilah yang disebut dimensi kognitif.Namun ia mungkin memiliki perasaan alienasi atau penolakan terhadap sistem.Mungkin keluarga atau sahabatnya sudah punya sikap seperti itu.Mungkin ia tak merespon tuntutan terhadapnya oleh sistem,Itulahyang disebut dimensi afektif. Akhirnya seseorang mungkin memiliki penilaian moral terhadap sistem, barangkalinormanormademokrasinya mendorong dia menilai system sebagai tidak cukup responsive terhadap tuntutan politik atas norma-norma etiknya mendorong dia mengecam tingkat korupsi dan nepotisme.Dimensi-dimensi ini saling berkaitan dan mungkin memiliki kombinasi dalam berbagai cara.Obyek politik yang dimaksud disini adalah calon legislatif dan sistemnya adalah Pemilu. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, Orientasi diartikan sebagai :“Peninjauan untuk menentukan sikap dan arah dan tempat yang benar. Sedangkan politik pada umumnya diartikan sebagai suatu kegiatan yang bermacam-macam dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuantujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan itu. Orientasi politik sebenarnya merupakan suatu cara pandang dari suatu golongan masyarakat dalam suatu struktur masyarakat (Integralistik No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011). Timbulnya orientasi itu dilatar belakangi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat yang kemudian membentuk sikap dan menjadi pola mereka utuk memandang suatu obyek politik Survei yang dilakukan Tim Peneliti Pusat Studi Kebijakan Publik : (2005) menemukan adanya kecenderungan yang sama. Masyarakat mengharapkan calon kepala daerah yang bersaing adalah orang yang memiliki kualifikasi yang baik, dimana 42% responden menginginkan sosok kepala daerah yang jujur, adil, bertanggungjawab, tidak korupsi, mengayomi rakyat, tidak hanya mengobral janji dan merupakan representasi dari masyarakat. Masyarakat menginginkan dalam kampanye tidak hanya hura-hura semata tetapi yang lebih penting adalah penyampaian program serta visi dan misi para calon kepala daerah, dimana 45% responden mengharapkan bahwa pada saat kampanye tidak ada money politics, bersih dari kepentingan elit politik, panitia yang netral, sederhana dan tidak ada kerusuhan. Menurut hasil survei Sharma, et al (2010) masyarakat lebih menginginkan menentukan siapa calon mereka di parlemen ketimbang ditentukan partai, hal tersebut menandakan rasionalitas pemilih semakin tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh bagi pemilih dalam menentukan figur pilihannya adalah, kepribadian, pengalaman dalam pemerintahan, kinerja masa lalu, dan platform (visi-misi) kandidat. Sebagian besar orang juga meyakinkan dirinya tidak akan memilih calon yang korup. Survei yang dilakukan Tim Peneliti Pusat Studi Kebijakan Publik : (2005) menemukan adanya kecenderungan yang sama. Masyarakat mengharapkan calon kepala daerah yang bersaing adalah orang yang memiliki kualifikasi yang baik, dimana 42% responden menginginkan sosok kepala daerah yang jujur, adil, bertanggungjawab, tidak korupsi, mengayomi rakyat, tidak hanya mengobral janji dan merupakan representasi dari masyarakat. Masyarakat menginginkan dalam kampanye tidak hanya hura-hura semata tetapi yang lebih penting adalah penyampaian program serta visi dan misi para calon kepala daerah, dimana 45% responden mengharapkan bahwa pada saat kampanye tidak ada money politics, bersih dari kepentingan elit politik, panitia yang netral, sederhana dan tidak ada kerusuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih. (a) Social Imagery atau Citra Sosial (Pengelompokan Sosial) Social imagery adalah citra kandidat atau partai dalam pikiran pemilih mengenai “berada” di dalam kelompok sosial mana atau tergolong sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik. (b) Identifikasi Partai Identifikasi partai yakni proses panjang sosialisasi kemudian membentuk ikatan yang kuat dengan partai politik atau organisasi kemasyarakatan yang lainnya. Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 Dengan identifikasi partai, seolaholah semua pemilih relatif mempunyai pilihan yang tetap. Dari Pemilu ke Pemilu, seseorang selalu memilih partai atau kandidat yang sama. (c) Emotional Feeling (Perasaan Emosional) Emotional feeling adalah dimensi emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau kandidat yang ditunjukkan oleh policy politik yang ditawarkan. (d) Candidate Personality (Citra Kandidat) Candidat personality mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter kandidat. Beberapa sifat yang merupakan candidate personality adalah artikulatif, welas asih, stabil, energik, jujur, tegar, dan sebagainya. (e) Issues and Policies (Isu dan Kebijakan Politik) Komponen issues and policies mempresentasikan kebijakan atau program yang di janjikan oleh partai atau kandidat politik jika menang Pemilu. Platform dasar yang sering ditawarkan oleh kontestan Pemilu kepada para pemilih adalah kebijakan ekonomi, kebijakan luar negeri, kebijakan dalam negeri, kebijakan sosial, kebijakan politik dan keamanan, kebijakan hukum, dan karakteristik kepemimpinan. (f)Current Events (Peristiwa Mutakhir)Current events mengacu pada himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye. Current events meliputi masalah domestik dan masalah luar negeri.Masalah domestik misalnya tingkat inflasi, prediksi ekonomi, gerakan separatis, ancaman keamanan, merajalelanya korupsi, dan sebagainya. Masalah luar negeri misalnya perang antar negaranegara tetangga, invasi ke sebuah negara, dan sebagainya yang mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung kepada para pemilih. (g)Personal Events (Peristiwa Personal) Personal events mengacu pada kehidupan pribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seorang kandidat, misalnya skandal seksual, skandal bisnis, menjadi korban rezim tertentu, menjadi tokoh pada perjuangan tertentu, ikut berperang mempertahankan tanah air, dan sebagainya. (h)Epistemic Issues (Faktor-faktorEpistemik)Epistemic issues adalah isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memicu keinginan para pemilih mengenai hal-hal baru. Epistemic issues sangat mungkin muncul di tengahtengah ketidakpercayaan publik kepada institusi-institusi politik yang menjadi bagian dari sistem yang berjalan. Faktor yang mempengaruhi orientasi politik pemilih pemula pada tinggi rendahnya partisipasi warga dalam proses politik suatu negara setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah (sistem politik). Kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup Menurut Ruslan (2000:101-102) orientasi politik warga negara sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (a) Keyakinan agama yang diimani oleh individu, (b) Jenis kultur politik, atau bentuk nilai dan keyakinan tentang kegiatan politik yang mempengaruhinya, dan (c) Karakter lingkungan politik. Ada juga yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi politik pemilih pemula antara lain: (a) Faktor sosial ekonomi, meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah pemilih pemula, (b) Faktor politik meliputi, komunikasi politik, kesadaran politik, pengetahuan pemilih tentang proses politik, (c) Faktor fisik individual dan lingkungan, dan (d) Faktor nilai budaya Survei yang dilakukan Tim Peneliti Pusat Studi Kebijakan Publik : (2005) menemukan adanya kecenderungan yang sama. Masyarakat mengharapkan calon kepala daerah yang bersaing adalah orang yang memiliki kualifikasi yang baik, dimana 42% responden menginginkan sosok kepala daerah yang jujur, adil, bertanggungjawab, tidak korupsi, mengayomi rakyat, tidak hanya mengobral janji dan merupakan representasi dari masyarakat. Masyarakat menginginkan dalam kampanye tidak hanya hura-hura semata tetapi yang lebih penting adalah penyampaian program serta visi dan misi para calon kepala daerah, dimana 45% responden mengharapkan bahwa pada saat kampanye tidak ada money politics, bersih dari kepentingan elit politik, panitia yang netral, sederhana dan tidak ada kerusuhan. Gabriel A. Almond (1990:14)mengaitkan budaya politik dengan orientasi dan sikap politik seseorang terhadap sistem politik dan bagianbagiannya yang lain serta sikap terhadap peranan kita sendiri dalam sistem politik. Budaya politik adalah berisikan sikap, keyakinan, nilai dan ketrampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola pola khusus yang terdapat pada bagianbagian tertentu pada populasi.Dari pengertian tersebut, substansi dari budaya politik meliputi, pertama, konsep budaya politik lebih mengedepankan berbagai perilaku non aktual daripada perilaku aktual. Kedua, halhal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik yang artinya bahwa membicarakan budaya politik tidak akan lepas dari membicarakan sistem politik. Ketiga budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang mendeskripsikan masyarakat di suatu negara (Gatara, 2007:237). Dalam memahami perilaku memilih ada beberapa pendekatan yang dapat digunakanyaitu pendekatan rational choice, pendekatan psikologis, dan pendekatan sosiologis.pendekatan perilaku rasional adalah sebuah pendekatan dimana pertimbangan untung rugimenjadi tolak ukurnya. Model pendekatan ini melihat bahwa 1069 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 pemilih akan menentukanpilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan, artinyapara pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan rasionalitasnya. Orientasi dalampendekatan ini didasarkan pada kebijakankebijakan yang diusung oleh kandidat tertentu Pye (dalam Ruslan, 2000:79) berpandangan bahwa budaya politik merupakan sejumlah orientasi, keyakinan, dan perasaan, yang memberikan sistem dan makna bagi proses kegiatan politik, juga memberikan kaidah-kaidah baku yang mengatur tindakan-tindakan individu di dalam sistem politik. Orientasi terhadap tema-tema politik menurutnya menyangkut tiga aspek yakni: (1) aspek kognitif, sekitar akurat atau tidaknya pengetahuan individu tentang sistem politik. Ia mencakup beberapa unsur, seperti kesadaran politik; (2) aspek afektif, yaitu orientasi-orientasi perasaan terhadap politik, atau dengan kata lain, perasaan menerima atau menolak hal-hal yang yang bersifat politik; dan (3) aspek evaluatif, yaitu meliputi apresiasi dan pandangan seputar persoalanpersoalan politik, dan penilaian terhadap sistem politik (trias politika, pressure group, partai-partai politik) Almond dan Verba (dalam Sastroatmodjo, 1995: 4850) mengklasifikasikan budaya politik tebagi menjadi tiga bagian yaitu: (a) Budaya Politik Parokial. Budaya politik parokial biasanya terdapat dalam sistem politik tradisional dan sederhana dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil sehingga pelaku-pelaku politik belum memiliki pengkhususan tugas tetapi peran yang satu dilakukan dengan peran yang lain baik di bidang sosial, ekonomi maupun keagamaan. (b) Budaya Politik Subjek. Dalam budaya politik subjek masyarakat menyadari adanyaotoritas pemerintah, keputusanpejabat bersifat mutlak, tidak dapat diubah, dikoreksi, apalagi ditentang.Bagi mereka yang prinsip adalah mematuhi, menerima, setia, dan loyal kepada pemimpin. (c) Budaya Politik Partisipan. Masyarakat dalam budayapolitik partisipan memiliki orientasi politik yang secara eksplisit ditujuka untuk sistem secara keselutuhan, bahkan terhadap struktur, proses politik, dan administratif. Dengan demikian bahwa budaya politik dapatlah dipandang sebagai kondisi yang mewarnai corak kehidupan masyarakat.Budaya politik adalah pola tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan yang dihayati oleh para anggota sistem politik. Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar.Dalamdemokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakilrakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat.Untuk menentukan siapakahyang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakanlah pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakilwakil rakyat yang akanduduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasiwarga negara dalam bidang politik (Syarbaini, 2002:80). Perilaku memilih sendiri diartikan sebagai aktivitas atau keputusan seorang warga negarauntuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya untuk memilih salah satu kandidatpolitik dalam sebuah event pemilihan umum.Perilaku memilih merupakan aktivitas yangdemikian rumit dengan melibatkan berbagai aspek yaitu sosiologis dan psikologis.Pengalaman ini meskipun secara luar nampak sederhana, tetapi sesungguhnya banyak halyang terjadi sebelumnya yang menjadi landasannya. Salah satunya adalah sebagaimana yangdimaksud Durkheim mengenai fakta sosial yang berada di luar individu manusia tetapi(secara tidak sadar) telah memaksa dan mengendalikan manusia untuk melakukan atau tidakmelakukan suatu perbuatan (Upe, 2008 : 83). Atau justru merupakan wujud tindakan rasionalyang dilakukan manusia sebagai subjek yang aktif dan kreatif.Sebagaimana yang diyakinioleh penganut teori tindakan sosial. Namun demikian, secara umum dalam pengalaman dilapangan keduanya seringkali sulit untuk dipisahkan secara tegas satu dari yang lainnyaDalam Undang-Undang Repubilik Indonesia Nomor 8 tahun 2012 tentang penyelenggara pemilihan umum dinyatakan bahwa pemilihan umum, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakansecara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum menurut kamus besar ilmu pengetahuan adalahpemberian suara yang diatur dalam undang-undang untuk memilih calon-calon yang dianggap layak guna menduduki jabatan-jabatan tertentu.Berbedadengan pemilu menurut Dr. Indria Sumego pemilu disebut politik market,dimana pemilu adalah pasar untuk melakukan kesepakatan antara partai(penjual) dan rakyat atau pemilih (pembeli). Secara sederhana, pemilu adalahcara individual warga negara melakukan kontrak politik dengan orang atau partai politik yang diberi mandate menjalankan sebagian hak kewarganegaraan pemilih. Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warganegara yang sangat prinsipil.Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hakasasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu.Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya ituharus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatupelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemiluatau Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 memperlambat pemilu tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat(Kusnardi, 1994:329) Dari pengertian diatas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan polakedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat,Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,dan adil. Karena pemilu merupakan hak asasi manusia maka pemilu 2014 warga negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak memilihlangsung wakilwakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan WakilPresidennya. Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yangrepresentatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 1945Bab VII B pasal 22 E ayat (2) pemilihan umum diselenggrakan untukmemilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah(DPD), Persiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD), kemudian dijabarkan dalam UU RI Nomor 8 tahun 2012 bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuaidengan amanat konstitusional yang diselenggarakan secara langsung, umum,bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam kerangka Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Melalui pemilu dan hasilnya, masyarakat mengharapkanperubahan yang berarti untuk memperbaiki kehidupan mereka sehari-hari. Makna yang disimpulkan dalam pemilu di atas merupakan fundamenpelaksanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Sedangkan tujuan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD adalah “Pemiludiselenggarakan dengan tujuan untuk memilih rakyat dan wakil daerah, sertauntuk membentuk perintahan yang demokratis, kuat dan memperolehdukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimanadiamanatkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun tujuan pemilihan umum menurut UndangUndang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu:“Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan dengan tujuanuntuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan yangkuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaanpemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimanadiamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Dalam pemilihan umum masyarakat diberikan hak suara untukmemilih calon, maupun partai politik yang mereka nilai akan mampu memperjuangkan aspirasinya. Tata cara pemberian suara pada pemilu 2014 pemilih cukup memberikan tanda satu kali pada surat suara.Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pada Pasal 154 menjelaskan bahwa pemberian suara untuk pemilu anggota DPR,DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon pada surat suara, dan dipertegas dengan terbitnya peraturan KPU no 26 tahun 2013 pasal 35 ayat 2 huruf (b) menyatakan bahwa pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos. Berdasarkan prinsipmemudahkan pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisien dalampenyelenggaraan pemilu.pemberian tanda coblos untuk memilih anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kotadilakukan satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggotaDPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota sedangkan cara untuk pemilihan anggota DPD yaitud engan cara memberikan tanda coblos pada salah satu foto calon anggota DPD. Jadi tatanan sistem yang berbeda itu, pemilu diharapkan akan berlangsung secara demokratis, jujur dan adil serta langsung umum bebas dan rahasia. Pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori.Pertama, pemilihyang rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkanpenilaian dan analisis mendalam.Kedua, pemilih kritis emosional, yaknipemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilihpemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia merekabaru memasuki usia pemilih. Menurut pasal 1 ayat (25) UU No 8 tahun 2012, pemilih adalahwarga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahunatau lebih atau sudah/pernah kawin. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilihpemula adalah warga negara yang didaftar oleh penyelenggara pemilu dalamdaftar pemilih, dan baru mengikuti pemilu (memberikan suara) pertama kalisejak pemilu yang diselenggarakan di Indonesia dengan rentang usia 17-21tahun. Kelompok pemilih pemula ini biasanya mereka yang berstatus pelajar,mahasiswa, serta pekerja muda.Pemilih pemula dalam ritual demokrasi(pemilu legislatif, Pilpres) selama ini sebagai objek dalam kegiatan politik,yaitu mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearahpertumbuhan potensi dan kemampuannya ke tingkat yang optimal agar dapatberperan dalam bidang politik. METODE Jenis pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka dan dianalisis menggunakan statistik. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, mendeskripsikan orientasi politik 1071 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 pemilih pemula mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 pada pemilu legislatif tahun2014. Tempat penelitian adalah Prodi S1 PPKn Jurusan PMP-Kn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Alasan untuk menentukan lokasi penelitian tersebut karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui orientasi politik mahasiswa PMP-Kn angkatan 2013 sebagai pemilih pemula. Tabel 1 Data Mahasiswa Prodi S1 PPKn Angkatan 2013 JUMLAH NO. Kelas Mahasiswa PPKn 1. Kelas A 48 2. Kelas B 47 Jumlah 95 Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis antara lain, (1) Angket : Menurut Sugiyono (2009:142), angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif.Angket dapat berupa dapat berupa pilihan ganda dibagikan kepada 95 mahasiswa S1 PPKn Angkatan 2013. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data sesuai dengan tujuan penelitian.Berbicara mengenai instrumen penelitian, tidak terlepas dari teknik pengumpulan data yang dipakai sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.Maka yang menjadi instrumen dalam penelitian ini adalah wawancara dan lembar angket. Dalam kaitannya dengan penyusunan instrumen penelitian ini, maka pembuatannya harus didasarkan variabel yang diukur kemudian diturunkan menjadi indikator yang akan digunakan dalam membuat instrumen penelitian ini Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitantif dengan metode prosentase.Dalam hal ini, data angket yang dihasilkan dari penelitian kemudian dideskripsikan tanpa melihat hubungan-hubungan yang ada di dalamnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Umum Prodi PPKn Prodi S1 PPKn Universitas Negeri Surabaya merupakan program studi dibawah naungan Juusan PMP-Kn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya.Prodi S1 PPKn mempunyai mahasiswa aktif berkisar 400 mahasiswa dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 12 orang dosen.Ketua prodi S1 PPKn saat ini dijabat oleh Dr Totok Suyanto, M.Pd sekaligus menjabat Ketua Jurusan PMP-Kn. Prodi S1 PPKn. Prodi S1 PPKn mempunyai visi menjadikan program tudi PPKn yang unggul dalam bidang akademik, untuk menghasilkan lulusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang profesional, bermoral, demokratis.Misi dari Prodi PPKn. Prodi S1 PPKn diharapkan dapat menghasilkan tenaga pendidik yang menguasai bidang keilmuan, bermoral, demokratis, serta dapat mengabdi kepada bangsa dan negara Indonesia. Misi dari jurusan PMP-KN Unesa yaitu: (1) Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan pendidik Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang mempunyai pedagogik, keilmuan, kepribadian, dan sosial. (2) Menyelenggarakan penelitian yang berkaitan dengan nilai, moral, hukum, politik, sosial budaya, dan pembelajaran yang mendukung pengembangan laboratorium demokrasi dan kewarganegaraan (nation and character building). (3) Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat berbasis pada penelitian yang berkaitan dengan nilai, moral, hukum, politik, sosial budaya, dan pembelejaran. (4) Menjalin kerjasama dan kemitraan dengan stakeholder, diantaranya dengan alumni, sekolah mitra, LPTK, dan lembaga-lembaga lainnya dalam rangka meningkatkan mutu lulusan dan menjamin kesesuaian lulusan dengan kebutuhan. Tujuan dari jurusan PMP-KN yaitu : (1) Menghasilkan guru Pendidikan Kewarganegaraan yang menguasai bidang keilmuan dan praktik pembelajaran PKn sesuai dengan standar kompetensi dan tuntutan pasar kerja. (2) Menghasilkan calon guru Pendidikan Kewarganegaraan yang bermoral, demokratis, inovatif, sehingga bisa menjadi suri atuladan bagi peserta didik dan orang lain. (3) Menghasilkan penelitian yang berkaitan dengan nilai, moral, hukum, politik, sosial, budaya dan pembelajaran yang mendukung laboratorium demokrasi dan Pendidikan kewarganegaraan. (4) Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat untuk mengembangkan model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya untuk membangun karakter bangsa (national and character building). (6) Mengembangkan mekanisme penyelenggaraan program studi yang demokratis, akuntabel, dan transparan dengan didasarkan pada profesionalitas, keadilan, religius, dan penjaminan mutu lulusan. (7) Mengembangkan komunikasi dan kerjasama dengan stakeholders secara aktif dan kontinyu dalam rangka pengembangan prodi. Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 Tabel 2 Data Mahasiswa Prodi S1 PPKn Angkatan 2013 NO. Kelas Jumlah Mahasiswa PPKn 1. Kelas A 48 2. Kelas B 47 Tabel 4 Perhitungan Orientasi Politik Pemilih Pemula Atas Dasar Figur Politik Kriteria Jawaban Ya % 95 Ti da k tid ak ta hu % Jumlah Orientasi Politik Mahasiswa S1 PPKn Angkatan 2013 Universitas Negeri Surabaya. Orientasi politik pemilih pemula (Mahasiswa S1 PPKn Angkatan 2013 Unesa) perlu diadakan penelitian, sebab mahaiswa merupakan agent of change, dan mahsiswa S1 PPKn merupakan calon pendidik, dalam angket jumlah populasi sebesar 95 responden, namun yang mengembalikan angket sebesanyak 67 responden. Berikut ini adalah hasil angket dari orientasi politik pemilih pemula: Tabel 3 Keikutsertaan dalam Pemilu legislative Kriteria Jumlah Memberikan suara pada pemilu legislative 55 Tidak memberikan suara saat pemilu legislative 12 Persentase 82,09% 17,91% Jumlah 67 100% Dari perhitungan hasil angket di atas dari 67 responden dapat dilihat, dari pernyataan angket;memberikan suara pada pemilu legislatif 2014, 55mahasiswa memilih ya, 12mahasiswa memilih tidak jika diprosentase sebesar 82% yang memberikan suara pada pemilu legislatif. Untuk menjawab pertanyaan nomor 2 dan selanjutnya, hanya 55 responden yang memenuhi syarat karena telah berpartisipasi aktif dalam memberikan suara pada pemilu legislatif 2014 Berdasarkan perhitungan, prosentase orientasi politik pemilih pemula dapat diklasifikasikan atas dasar figur calon legislatif dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: 1073 Memilih partai/ caleg yang bervisi sama Memilih caleg yang berwiba % [1] 45 81, 8 81 % 14, 2 54 % 3, 63 % 38 69 % 12 70 % 12 21, 5 9% 4 7,27 81 % wa/kharis matik Memilih yang pintar/visi oner 39 21, 81 % % Memilih berdasar pilihan sendiri 49 89 % 4 7% 2 3,63 % Memilih caleg yang saya kenal 34 61 % 17 30, 4 7,27 % 83, 7 2 3,63 % 3 5,45 % Memilih partai/ [2] 46 caleg yang berpenga 90 % 63 % 12, 72 % laman Memilih partai/ caleg karena iklan politik 44 80 % 9 16, 36 % Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 Memilih partai/ 50 caleg yang minim pelangga 90, 3 5% 2 3,63 % 2 3,6 3% 1 1,81 % 2 3,6 3% 7 12,7 2% 90 % ran Memilih partai/ caleg yang membela kepenti 52 94, 54 % ngan masyara kat Memilih partai/ caleg yang menjun 46 83, 63 % jung tinggi etika dalam berpolitik Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang mempunyai visi sama, 45 mahasiswa memilih ya, 8 mahasiswa memilih tidak, 2mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesasebesar 81,81% dalam hal memilih partai atau caleg atas dasar kesamaan visi. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang kharismatik/berwibawa,38 mahasiswa memilih ya, 12mahasiswa memilih tidak, dan 5 mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesasebesar69% dalam hal memilih partai atau caleg yang kharismatik atau berwibawa. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang visioner,39mahasiswa memilihya, 12mahasiswa memilih tidak, dan4mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar70% dalam hal memilih partai atau caleg yang visioner. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih berdasarkan atas pilihan sendiri, 49mahasiswa memilih ya, 4 mahasiswa memilih tidak, 2 dan mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesasebesar 89% dalam hal memilih partai atau caleg atas dasar pilihan sendiri. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang saya kenal, 34mahasiswa memilih ya, 17mahasiswa memilih tidak, dan 4mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 61% dalam memilih partai atau caleg atas dasar kenal partai atau caleg tersebut. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang berpengalaman, 46mahasiswa memilih ya, 7mahasiswa memilih tidak, dan2mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 83,63% dalam hal memberikan penilaian pada pengalaman partai atau caleg yang akan tampil dalam pemilihan umum. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang minim pelanggaran, 44mahasiswa memilih ya, 9mahasiswa memilih tidak, dan3mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswaS1 PPKn angkatan 2013 Unesasebesar 80% dalam hal melihat rekam jejak partai atau caleg peserta pemilu. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg berdasar prestasi dalam pemerintahan, 50mahasiswa memilih ya, 3 mahasiswa memilih tidak, dan 2mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswaS1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 90,90% dalam hal menilai prestasi partai politik atau caleg di pemerintahan. Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang membela kepentingan masyarakat, 52mahasiswa memilih ya, 2mahasiswa memilih tidak, dan 1mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 94,54% dalam hal memberikan penilaian terhadap partai atau caleg yang membela kepentingan masyarakat. Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang menjunjung tinggi etika dalam berpolitik, 46mahasiswa memilih ya, 2mahasiswa memilih tidak, dan7mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 83,63% dalam hal memberikan penilaian pada etika politik partai ataupun para caleg dalam berpolitik. Berdasarkan perhitungan, prosentase orientasi politik pemilih pemula dapat diklasifikasikan atas dasar kesamaan agama dan keyakinan calon legislatif dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 5 Perhitungan Orientasi Politik Atas Dasar Kesamaan Agama dan Keyakinan Kriteria Jawaban Memilih Partai/ caleg berdasar persamaan agama ya % tidak % tidak tahu % 2 47 % 21 38 % 8 14, 54 ngan pribadi (money politic) Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau caleg yang memberikan keuntungan, 22mahasiswa memilih ya, 27mahasiswa memilih tidak, dan 6mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesasebesar 40% dalam hal memilih atas dasar keuntungan yang diberikan oleh partai atau caleg. Berdasarkan perhitungan, prosentase orientasi politik pemilih pemula dapat diklasifikasikan berdasarkan lingkungan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 7 Perhitungan Orientasi Politik Pemilih Pemula Berdasar Lingkungan Kriteria Jawaban % Berdasarkan perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau calon atas dasar kesamaan agama, 26mahasiswa memilih ya, 21mahasiswa memilih tidak, dan 8mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 47,27% dalam hal persamaan agama yang menjadi dasar menentukan pilihan dalam pemilu. Berdasarkan perhitungan, prosentase orientasi politik pemilih pemula dapat diklasifikasikan memilih berdasarkan keuntungan yang diperoleh dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 6 Perhitungan Orientasi Politik Berdasar Memberikan Keuntungan Kriteria Jawaban Ya Memilih caleg yang dapat memberi kan keuntu 22 % 40 % Tidak 27 % 49 % Tidak Tahu 6 Memilih Partai/ caleg berdasar teman sepergaulan Ya % Tidak % Tidak Tahu % 20 36, 36 % 32 58 % 3 5 % Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau atau caleg atas dasar teman sepergaulan, 20mahasiswa memilih ya, 32 mahasiswa memilih tidak, 3mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 36,36% dalam hal memilih partai atau calon atas dasar teman sepergaulan. Berdasarkan perhitungan, prosentase orientasi politik pemilih pemula dapat diklasifikasikan berdasarkan iklan pada media cetak maupun elektronik dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 8 Perhitungan Orientasi Politik Pemilih Pemula Berdasarkan Iklan Politik Kriteria Jawaban % 10, Memilih partai/caleg karena iklan 90% 1075 Ya % tidak % tidak tahu % 11 20 42 76, 36 2 3,63 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 pada media cetak dan elektronik % % % Dari perhitungan hasil angket di atas dari 55 responden dapat terlihat, dari pernyataan angket: memilih partai atau calon berdasar iklan politik,11mahasiswa memilih ya, 42mahasiswa memilih tidak, dan 2mahasiswa memilih tidak tahu. Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebesar 20% dalam halmemilih partai atau calon atas dasar iklan politik. Orientasi Politik Mahasiswa S1 PPKn Angkatan 2013 Unesa Dari hasil penelitian yang telah dilakukakan dengan angket, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa mempunyai orientasi politik yang bermacam-macam.Hal ini disesuaikan dengan penghitungan keseluruhan angket. Orientasi politik yang dimiliki oleh mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa ini dikategorikan ke dalam 5 hal yaitu Orientasi politik berdasarkan figur politik, orientasi politik berdasar agama atau keyakinan, orientasi politik berdasar keuntungan pribadi, orientasi politik berdasar lingkungan, dan orientasi politik berdasarkan iklan politik. Orientasi politik yang mencakup orientasi politik berdasarkan figur politik adalah figur politik dalam hal ini dibedakan menjadi partai politik dan calon legislatif. Figur politik pada masa ini cukup menentukan apakah seseorang akan memilih atau tidak dalam politik. Di dalam hasil penghitungan hasil angket sesuai dengan kelompok kategori item pertanyaan angket yang mengacu pada figur politik yaitu memperoleh prosentase 80,35%. Hasil prosentase orientasi politik berdasar figur politik ini menunjukkan bahwa orientasi politik berdasar figur politik yang dimiliki oleh mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa. Orientasi politik berdasarkan figur politik ini meliputi tentang visi misi yang diusung parti politik dan calon legislati, partai/caleg yang menjunjung tinggi etika dalam berpolitik, partai/caleg yang membela kepentingan masyarakat, partai/caleg berdasarkan prestasi dalam pemerintahan, memilih partai/caleg yang minim pelanggaran, memilih partai/caleg yang berpengalaman, memilih partai/caleg yang saya kenal, memilih yang pintar atau visioner, memilih partai/ caleg yang berwibawa/kharismatik. Hasil prosentase penilaian orientasi politik berdasarkan figur politik menunjukkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sangat memahami tentang peranan dan segala kewajibannya dalam politik sebagai warga negara, mereka menjalankan peranan dan kewajibannya sebagai warga negara dengan sangat baik. Orientasi politik yang mencakup orientasi politik berdasar persamaan agama dan keyakinan adalah orientasi politik dimana pemilih pemula memilih berdasarkan agama yang dianut oleh caleg atau juga ideologi agama dari partai pengusung calon legislatif. Dalam hasil penghitungan hasil angket sesuai dengan kelompok kategori item pertanyaan angket yang mengacu pada orientasi politik yang mencakup orientasi politik berdasar kesamaan agama dan keyakinan memperoleh prosentase sebesar 47,27% Orientasi politik yang mencakup orientasi politik berdasar keuntungan adalah orientasi politik dimana pemilih pemula memilih berdasarkan memilih partai/caleg berdasarkan partai atau calon yang dapat memberikan keuntungan pribadi pada pemilih. Dalam hasil penghitungan hasil angket sesuai dengan kelompok kategori item pertanyaan angket yang mengacu pada orientasi politik yang mencakup orientasi berdasar yang memberikan keuntungan memperoleh prosentase sebesar 40%. Orientasi politik yang mencakup orientasi berdasar lingkungan adalah orientasi politik dimana pemilih pemula memilih berdasarkan Memilih partai/caleg berdasarkan teman sepergaulan. Dalam hasil penghitungan hasil angket sesuai dengan kelompok kategori item pertanyaan angket yang mengacu pada orientasi politik yang mencakup orientasi berdasar lingkungan memperoleh prosentase sebesar 36,36% Hasil prosentase penilaian orientasi berdasar lingkungan menunjukkan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa mempunyai orientasi politik dan perilaku yang ditimbulkan oleh teman sepergaulan maupun keluarga. Gambar 1 Orientasi Politik Pemilih Pemula Orientasi politik yang mencakup orientasi politik berdasar iklan politik adalah orientasi politik dimana pemilih pemula memilih partai atau calon legislatif berdasarkan iklan politik yang banyak tersebar di media cetak maupun media elektronik. Dalam hasil penghitungan hasil angket sesuai dengan kelompok Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Legislatif 2014 kategori item pertanyaan angket yang mengacu pada orientasi politik berdasar iklan politik memperoleh prosentase sebesar 20%. Hasil prosentase ini dapat dikatakan bahwa media iklan kurang mendapat respon yang signifikan pada pemilih pemula. PENUTUP Simpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa memiliki orientasi politik berdasar figur politik 80%, berdasarkan persamaan agama dan keyakinan memperoleh hasil sebesar 47% jika berdasar yang memberikan keuntungan pribadi sebesar 40%, berdasarkan lingkungan memperoleh hasil sebesar 36,36%, sedangkan hasil berdasar iklan politik sebesar 20%. Dari hasil persentase tersebut menjelaskan bahwa mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa memiliki orientasi politik mengingat mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa adalah sebagai agen perubahan (agent of change). Adapun kategori orientasi politik yang dimiliki oleh mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa Faktor yang menentukan orientasi politik mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa dari empat kategori yaitu orientasi figur politik, orientasi berdasarkan persamaan agama dan keyakinan, orientasi politik berdasar keuntungan pribadi, orientasi berdasar lingkungan, orientasi berdasar iklan politik. Hasil prosentase terbesar merupakan orientasi berdasar figur politik yang membela kepentingan masyarakat sebesar 94,54% dan berdasar prestasi dalam pemerintahan sebesar 90,90% menyajikan ringkasan dari uraian mengenai hasil dan pembahasan, mengacu pada tujuan penelitian. Berdasarkan kedua hal tersebut dikembangkan pokokpokok pikiran baru yang merupakan esensi dari temuan penelitian. Saran Dari berbagai situasi dan kondisi yang telah ditemukan di dalam pelaksanaan penelitian, maka saran dan masukan adalah sebagai berikut: (1) Mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa harus terus meningkatkan orientasi politik yang mereka miliki karena mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa sebagai agen perubahan dan sebagai calon pendidik. (2) Memaksimalkan segala aspek yang terkandung di dalam pribadi mahasiswa S1 PPKn angkatan 2013 Unesa agar penanaman orientasi politik di masyarakat bukan hanya sekedar teori namun diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, serta bangsa dan negara. DAFTAR PUSTAKA Alfani, RizaNoer. 1996, Demokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. Almond. A Gabrriel dan Verba. 1990. Budaya Politik Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto,Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, Budiardjo, Miriam. 1982, Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT Gramedia. Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif Komonikasi,Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Edisi kedua. Surabaya: Kencana Prenada Media Group. Hutington, Samuel P dan Nelson.Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: RinekaCipta, 1990 Lembaga Survey Indonesia. 2011. Pemilih Mengambang Dan Prospek Perubahan Kekuatan Partai Politik, Rilis tahun 2011 Mulyasa. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula. Jakarta: Green School Pendidikan. Rahman, Arifin. 2007. Sistem Yogyakarta: Graha Ilmu. Politik Indonesia, Rahman, Arifin. System Politik Indonesia Dalam Perspektif Struktural Fungsional, Surabaya: SIC, 2002 Ruslan, Ustman Abdul Muiz. 2000. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. Solo: Era Intermedia. Sanit, Arbi.2012.Sistem Politik Indonesia, Jakarta : PT Raja GrafindoPersada. Sugiono.2008. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alphabet. Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia, 1992. 1077 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2015, 1064-1078 Sumber Skripsi Vety Ika Permatasari. 2014. Kesadaran Politik Guru PPKn di Kabupaten Jombang. Sumber Jurnal INTEGRALISTIK No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011 Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.11 No. 2 – Desember 2013 Sumber Internet www.kpu.go.id www.kompas.com www.suryaonline.com repository.usu.ac.id