View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
PERAN LEMBAGA ADAT MASYARAKAT TORAJA DALAM
MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT
MENGIKUTI PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) DI
KABUPATEN TORAJA UTARA
(Studi Komunikasi Politik)
OLEH :
JUWITA P. LANDE
E31107053
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Public Relations
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
1
ABSTRAK
JUWITA P. LANDE. Peran Lembaga Adat Masyarakat Toraja Dalam
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Di Kabupaten Toraja Utara (Studi Komunikasi Politik) (Dibimbing
oleh M. Iqbal Sultan dan Muh. Farid).
Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui peran lembaga adat
masyarakat Toraja dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada Pilkada di
Toraja Utara; (2) untuk mengetahui keterlibatan lembaga adat dalam mendorong
partisipasi masyarakat pada Pilkada di Toraja Utara.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Toraja Utara. Adapun informan
dalam penelitian ini yakni dua lembaga adat yang berada di wilayah Toraja Utara.
Penentuan Informan dilakukan secara purposive sampling berdasarkan kriteria
tertentu. Tipe penelitian ini yakni bersifat deskriptif kualitatif dengan
menggambarkan hasil yang didapat berupa data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan melalui observasi serta dengan melakukan
wawancara mendalam melalui pedoman wawancara sebagai acuan. Data sekunder
didapatkan melalui kajian pustaka yang merujuk pada buku-buku, hasil penelitian,
serta sumber-sumber dari internet yang relevan dengan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga adat masyarakat Toraja
memiliki peran sebagai opinion leader dan sangat dekat dalam kehidupan
masyarakat, baik dalam aspek hukum adat, sosial, budaya, pemerintahan maupun
dalam proses politik khususnya pada Pilkada di Kab. Toraja Utara. Keterlibatan
lembaga adat yakni melalui upaya-upaya secara praktis yang mereka lakukan
dengan memberikan himbauan maupun mengarahkan masyarakat untuk memilih
kandidat yang tertentu.
Kesimpulan dari penelitian ini yakni lembaga adat berperan penting
sebagai komunikator politik (opinion leader). Melalui saluran interpersonal,
mereka dapat mendekati masyarakatnya. Lembaga adat juga terlibat dalam proses
politik khususnya pada Pilkada di Toraja Utara dimana lembaga adat sebagai
tempat bertanya sekaligus meminta petunjuk oleh masyarakat dalam memilih
kandidat yang tepat. Lembaga adat terlibat dalam mendorong partisipasi
masyarakat pada Pilkada di Toraja Utara melalui peran mereka secara praktis
dengan memberikan himbauan dan mengarahkan masyarakat dalam memilih
kandidat tertentu dengan lebih mengarahkan masyarakat untuk memilih kandidat
bupati dan wakil bupati yang berasal dari daerah yang sama dengan konstituen.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi masyarakat yang majemuk merupakan salah satu fenomena sosial
yang
merupakan
representasi
dari
kondisi
sosial
bangsa
Indonesia.
Keanekaragaman kondisi sosial masyarakat itu sendiri kemudian dapat merujuk
pada suatu kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Suatu kelompok sosial
masyarakat terbentuk karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang
tidak dapat hidup secara mandiri, namun memerlukan atau bergantung pula pada
orang lain. Disamping itu, adanya persamaan-persamaan tertentu bahkan
menyangkut kepentingan tertentu juga dapat menjadi faktor pembentuk adanya
kelompok-kelompok
dalam
masyarakat.
Adanya
kesadaran
(awareness)
masyarakat terhadap suatu kondisi sosial maupun realitas di dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari membuat kelompok itu terbentuk.
Suatu organisasi, kelompok atau bahkan lembaga dalam suatu masyarakat
tidak hanya sekedar terbentuk dengan begitu saja, tetapi terdapat suatu pesanpesan tertentu yang kemudian mencoba untuk dikomunikasikan secara
berkelanjutan kepada masyarakat lainnya. Dimana proses komunikasi tersebut
dapat menjadi suatu interaksi sosial tersendiri antara komunikator dan komunikan
mengenai pesan yang ingin mereka sampaikan. Interaksi sosial sendiri merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
3
1
orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990 : 65). Tidak tertutup
kemungkinan bahwa dalam suatu organisasi/lembaga maupun kelompokkelompok masyarakat, interaksi sosial menjadi suatu hal yang penting.
Lembaga sendiri didefinisikan sebagai pola perilaku manusia yang mapan
yang terdiri dari interaksi sosial berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang
relevan. Oleh Duverger (2005) menyebutkan bahwa konsep “lembaga” yakni
sebagai model hubungan manusia dari mana hubungan-hubungan individu
mengambil polanya, dengan itu mendapatkan stabilitas, kelangsungan, dan
kekohesifan. Menurut Polak (Basrowi, 2005) menyatakan bahwa lembaga atau
social adalah suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat
yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Kelompok dari masyarakat
tersebut mencoba untuk memelihara suatu sistem melalui interaksi sosial antara
anggota kelompok maupun masyarakat lainnya. Pola interaksi sosial atau cara
mereka berkomunikasi tentunya menjadi suatu hal yang sangat penting untuk
tetap mempertahankan kelompok mereka.
Keberadaan organisasi/kelompok maupun lembaga tersebut tidak hanya
berada dalam tataran masyarakat yang berada dalam suatu lingkup kehidupan
modern saja melainkan pula dalam lingkup masyarakat yang terdapat dalam
masing-masing daerah khususnya di Indonesia atau yang dapat dikatakan
masyarakat
asli,
melihat
Indonesia
sebagai
keanekaragaman suku, budaya maupun bahasa.
4
bangsa
yang
memiliki
Perkembangan kelompok masyarakat asli kemudian berkembang dan
dapat merujuk pada suatu konsep masyarakat adat, yang kemudian secara dinamis
mengalami perkembangan dengan dasar adanya suatu kesepakatan atau tujuan
yang ingin dicapai sebelumnya dalam batasan adat-istiadat maupun wilayah serta
masyarakat yang ada di dalamnya itu sendiri dan kemudian berkembang menjadi
suatu lembaga adat dalam suatu masyarakat di dalam suatu daerah. Lembaga adat
tentunya memiliki fungsi dan peranan yang secara garis besar serupa dengan
wadah organisasi kemasyarakatan sebagai suatu wadah untuk dapat menyalurkan
aspirasi masyarakat, menciptakan dan mempertahankan kehidupan yang harmonis
dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam bahasan yang
lebih khusus pada dasarnya kelembagaan adat dapat menjadi suatu wadah dalam
masyarakat yang bisa tetap menjaga adat, nilai norma dan budaya-budaya dalam
masyarakat serta mengembangkan segala potensi adatnya. Lembaga adat sendiri
dapat menjadi suatu bentuk kekuatan masyarakat untuk dapat menjadi mediator
sekaligus wadah permusyawaratan/permufakatan oleh para pengurus adat dalam
masyarakat adat itu sendiri.
Pada
dasarnya
dalam
setiap
daerah
dan
pada
masing-masing
masyarakatnya memiliki kelembagaan masyarakat adat tersendiri. Selain untuk
menjaga nilai budaya dan luhur, setiap lembaga adat juga memiliki tugas dan
fungsi tersendiri dalam pelaksanaannya. Mereka juga mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda pula, seperti nilai, norma, budaya, aturan hukum-hukum adat,
hingga struktur lembaga adat itu sendiri. Seperti halnya pada kelembagaan adat
5
pada masyarakat Toraja. Masyarakat Toraja merupakan masyarakat yang hingga
saat ini sangat memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan budayanya serta
memegang teguh dan memelihara adat istiadat mereka.
Lembaga Adat di Toraja sendiri hingga saat ini berjumlah 32 lembaga adat
dimana ke-32 lembaga ini diakui oleh pemerintah setempat. Keseluruhan lembaga
adat tersebut tersebar di berbagai daerah atau kabupaten baik itu di Tana Toraja
maupun di Toraja Utara. Lembaga-lembaga adat tersebut yakni Lembaga Adat
Balepe’, Lembaga Adat Banga, Lembaga Adat Bau, Lembaga Adat Bittuang,
Lembaga Adat Bua Kayu, Lembaga Adat Balla, Lembaga Adat Malimbong,
Lembaga Adat Mappak, Lembaga Adat Palesan, Lembaga Adat Pali, Lembaga
Adat Rano, Lembaga Adat Se’seng, Lembaga Adat Simbuang, Lembaga Adat
Taliun, Lembaga Adat Tapparan, Lembaga Adat Ulusalu, Lembaga Adat Makale,
Lembaga Adat Mengkendek dan Lembaga Adat Sangalla yang masuk ke dalam
daerah Tana Toraja, sedangkan lembaga adat yang termasuk dalam wilayah
Toraja Utara yakni Lembaga Adat Kesu’, Lembaga Adat Balusu, Lembaga Adat
Buntao’, Lembaga Adat Dende’, Lembaga Adat Madandan, Lembaga Adat
Nanggala, Lembaga Adat Pangala’, Lembaga Adat Rantebua, Lembaga Adat
Sa’dan, Lembaga Adat Tikala, Lembaga Adat Piongan, Lembaga Adat Kurra dan
Lembaga Adat Tondon. Dimana ke-32 lembaga-lembaga adat tersebut tergabung
dengan nama Lembaga Adat Toraja (LAT).
Sebagai salah satu bentuk organisasi dalam masyarakat, Lembaga Adat
Toraja juga memiliki keterkaitan erat dengan masyarakat adat dalam lingkup
6
daerah atau wilayah khususnya di Toraja Utara. Lembaga Adat dalam masyarakat
Toraja memiliki fungsi-fungsi tersendiri dalam hubungan dengan masyarakat
maupun khususnya dalam membantu pemerintah setempat.
Lembaga adat pada dasarnya merupakan bahagian daripada suatu
pemerintahan itu sendiri dimana dalam pemerintah desa maupun kabupaten
terdapat anggota masyarakat adat atau bahkan tokoh masyarakat yang merupakan
bagian dari lembaga adat itu sendiri. Keberadaan lembaga adat tentunya menjadi
sosok penting dalam masyarakat yang juga dapat diposisikan sebagai opinion
leader dalam masyarakat, dimana opinion leader sendiri mencakup pemuka
pendapat, pemimpin opini, tetua maupun ketua adat (Nurudin, 2005). Hal tersebut
terjadi karena lembaga adat memiliki kedekatan dengan masyarakat secara
interpersonal, sehingga bentuk-bentuk komunikasi yang dilakukan oleh lembaga
adat mendapat perhatian khusus oleh masyarakatnya.
Lembaga adat dalam masyarakat Toraja secara umumnya berperan sebagai
suatu wadah bagi masyarakat adat itu sendiri dimana mereka bertugas sebagai
pengayom masyarakatnya. Secara khusus, lembaga adat Toraja menjadi suatu
media penyelesaian masalah maupun konflik yang terjadi dalam masyarakat.
Seperti halnya pada permasalahan persengketaan lahan pertanian maupun
intervensi yang dilakukan oleh pihak luar terhadap masyarakat adat. Pada
awalnya, lembaga adat memang memiliki peran yang besar dalam beberapa aspek
didalam masyarakat. Seperti halnya aspek pertanian, lingkungan, hukum,
kesehatan bahkan norma-norma atau ritus-ritus seperti halnya dalam upacara-
7
upacara adat yang ada di Toraja baik pada acara Rambu Tuka’ maupun Rambu
Solo’.
Peran sendiri jika dilihat melalui pendekatan sosiologi, oleh Ralph Linton
(Raho, 2007) merupakan pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari
orang yang menduduki status tertentu, sedangkan status merupakan posisi di
dalam suatu struktur sosial yang disertai dengan hak dan kewajibannya.
Selanjutnya oleh Merton (Raho, 2007) disebutkan bahwa setiap individu dalam
masyarakat memiliki bermacam-macam status, dan masing-masing status
memiliki berbagai macam peran. Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah
serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari
pemegang kedudukan tertentu. (sumber:http://arisandi.com/)
Setiap kelompok organisasi maupun kelembagaan lainnya tentunya
memiliki satu tujuan yakni agar bagaimana anggota-anggotanya bisa menuju
suatu keinginan untuk tercipta suatu iklim organisasi maupun lembaga yang lebih
baik. Adanya dinamisasi dalam kehidupan masyarakat juga turut berlaku dalam
seluruh aspek dalam masyarakat, baik berupa aspek sosial hingga aspek politik.
Suatu fenomena yang dapat dilihat dalam dunia politik salah satunya yakni
fenomena mengenai pemilihan baik itu Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan
Legislatif, maupun Pemilihan Kepala Derah (Pilkada). Fenomena politik yang
sangat tampak terlihat bagaimana masing-masing individu atau para calon
berusaha untuk menarik simpatik masyarakat, berusaha untuk memengaruhi
masyarakat untuk kemudian memilih mereka. Masing-masing mencoba
8
menyampaikan pesan-pesan politik, berorasi, menyampaikan setiap ide, gagasan
terhadap suatu hal baru yang mungkin belum pernah ada sebelumnya dimana itu
semua memiliki satu tujuan yakni untuk menarik simpati hingga suara masyarakat
hingga pada saat pemilihan berlangsung.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan suatu bentuk pesta
demokrasi rakyat yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan
pemilihan kepala daerah tentunya sangat diharapkan untuk dapat berjalan sesuai
dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, seperti yang
tercantum dalam Pasal 56 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004. Dimana dengan
berlandaskan pada asas tersebut maka suatu pemilihan khususnya Pilkada dapat
berjalan dengan baik tanpa adanya kecurangan, dilakukan secara jujur serta
kebebasan yang dimiliki rakyat untuk memilih dengan melihat kepada landasan
pencapaian seperti yang terdapat pada Undang-Undang.
Kabupaten Toraja Utara belum lama ini telah melangsungkan pesta
demokrasi melalui Pemilihan Kepala Daerah dalam rangka memilih Bupati dan
Wakil Bupati Toraja Utara periode 2010-2015. Dimana Pilkada kali ini diadakan
dalam dua kali putaran, yakni putaran pertama pada tanggal 11 November 2010
dan putaran kedua pada 11 Januari 2011. Berbagai bentuk kampanye dukungan
merupakan suatu hal yang menjadi penting bagi para kandidat untuk mendapatkan
suara rakyat. Untuk itu dalam suatu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),
masyarakat memiliki antusiasme tersendiri dalam menyukseskan salah satu
agenda demokrasi penting itu, mengingat Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten
9
Toraja Utara merupakan yang pertama kalinya diadakan setelah terjadi pemekaran
kabupaten dari Tana Toraja menjadi dua wilayah hingga kini yakni Kabupaten
Tana Toraja dengan Ibukota Makale dan Kabupaten Toraja Utara dengan ibukota
Rantepao.
Dalam tataran pemerintahan, lembaga adat merupakan lembaga non
formal pemerintah, namun mereka tetap mengikuti setiap sistem pemerintahan
seperti yang ada di Toraja Utara. Peranan lembaga adat juga jelas memiliki
keterkaitan dengan pemerintah Toraja Utara itu sendiri baik itu dalam suatu
pengambilan keputusan baik itu yang bersifat politis atau tidak, maupun dalam
mengkaji hingga menyelesaikan suatu masalah bersama dengan masyarakat
setempat. Seiring dengan perkembangan masa maupun perkembangan prosesproses sosial dan politik dalam masyarakat, bagaimanapun juga lembaga adat
harus mengikuti perkembangan proses-proses tersebut. Sebagai salah satu
komponen penting dalam masyarakat Toraja, lembaga adat masih mendapat
perhatian oleh masyarakat atau lebih diposisikan sebagai pemuka pendapat
(opinion leader) oleh masyarakat hingga saat ini. Hal inilah yang dapat menjadi
suatu peluang tersendiri bagi lembaga adat baik yang secara tidak langsung dapat
memengaruhi masyarakat khususnya dalam proses politik.
Adanya proses komunikasi dan penyampaian pesan-pesan politik tidak
hanya menjadi bagian dari partai politik maupun tim sukses semata, melainkan
pula bagaimana lembaga adat menyampaikan pesan-pesan terhadap masyarakat
melalui suatu bentuk khusus dan tersendiri untuk dapat meraih suatu bentuk
10
partisipasi politik masyarakat khususnya dalam Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) di Toraja Utara. Partisipasi politik sendiri diartikan sebagai usaha
terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka
dan memengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum (Maran, 2001 : 147).
Dimana dikemukakan pula bahwa suatu bentuk partisipasi politik yang paling
umum yakni partisipasi melalui bentuk pemungutan suara (voting) dan oleh
Gabriel Almond hal tersebut dikategorikan dalam bentuk partisipasi politik
konvensional seperti yang dilakukan pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di
Toraja Utara.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Toraja Utara bukanlah hal baru bagi
lembaga adat. Sebelumnya telah ada pemilihan seperti halnya pemilihan calon
legislatif, dimana lembaga adat juga memiliki peran tersendiri dalam memotivasi
para kadernya masuk dalam kancah politik. Disinilah perkembangan peran
lembaga adat dapat dilihat, bahwa terdapat peran baru lembaga adat. Dimana pada
awalnya mereka hanya berproses pada masalah adat, hukum, kesehatan, dll,
namun mereka kini juga bisa untuk masuk ke dalam dunia politik.
Pada Pemilihan Kepala Daerah November 2010 lalu, diikuti oleh tujuh
pasangan calon yakni pasangan nomor urut 1, A.P Popang-Sarah Lallo, pasangan
nomor urut 2, Daniel Rendeng Madao-J. Palimbong, 3, YS Dalipang-Simon
Liling, pasangan nomor urut 4, Bride S. Allorante-Johanis O.S Bari, pasangan
nomor urut 5, Deka Paranoan-Mathius Lobo, pasangan nomor urut 6, Frederik
11
Batti Sorring-Frederik Buntang Rombe Layuk dan pasangan nomor urut 7,
Kalatiku Paembonan-Alfritha Pasande Danduru.
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Toraja Utara sendiri
menyiapkan 372 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar dari keseluruhan
21 kecamatan maupun lembang/desa yang ada di daerah Toraja Utara. Jumlah
pemilih yang terdaftar sebagai DPT pada Pilkada kali ini sebanyak 156.084
dengan jumlah pemilih perempuan sebanyak 77.122 orang laki-laki sebanyak
78.962 orang. Jumlah suara sah pada putaran pertama yaitu 110.970 suara dengan
prosentase 71,15%. Sedangkan total suara sah yang masuk pada putaran kedua
yakni sebanyak 109.605 suara atau dengan prosentase sekitar 69,77%.
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Toraja Utara putaran kedua ini
berhasil diikuti oleh dua pasangan calon terpilih dari tujuh pasang calon pada
putaran pertama yakni pasangan nomor urut 3, YS Dalipang-Simon Liling dan
pasangan nomor 6, Frederik Batti Sorring-Frederik Buntang Rombe Layuk.
Dimana hasil akhir pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Toraja Utara ini
dimenangkan oleh pasangan Frederik Batti Sorring-Frederik Buntang Rombe
Layuk.
Bentuk partisipasi politik yang diharapkan oleh pemerintah dan sejumlah
elemen baik itu dari pihak partai politik maupun para kandidat beserta tim sukses
tentunya menginginkan adanya kesadaran masyarakat dalam memilih. Tidak
hanya pihak-pihak itu saja, lembaga adat pun memiliki perhatian yang khusus
terhadap masyarakat agar mereka ikut berpartisipasi dalam Pilkada. Lembaga adat
12
sendiri yang juga sebagai opinion leader, secara interpersonal mampu untuk dapat
memahami masyarakatnya, khususnya pada saat warga negara tersebut
dihadapkan pada suatu hal pembuatan keputusan yang bersifat politis, dimana
kemudian mereka meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormatinya yakni
para pemuka pendapat untuk memperkuat putusan mereka (Nimmo ; 2005).
Beberapa uraian tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengangkat
judul “Peran Lembaga Adat Masyarakat Toraja Dalam Meningkatkan
Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di
Kabupaten Toraja Utara (Studi Komunikasi Politik)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran lembaga adat masyarakat Toraja dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) di Kabupaten Toraja Utara?
2. Bagaimana keterlibatan lembaga adat dalam mendorong partisipasi
masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Toraja
Utara?
13
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran lembaga adat masyarakat Toraja dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat pada Pilkada di Toraja Utara.
2. Untuk mengetahui bagaimana keterlibatan lembaga adat dalam
mendorong partisipasi masyarakat pada Pilkada di Toraja Utara.
b. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan
serta menjadi kajian tersendiri khususnya dalam hal studi komunikasi
politik.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai bahan referensi bagi para mahasiswa khususnya
mahasiswa ilmu komunikasi terkait studi komunikasi politik maupun
pihak-pihak lainnya yang melakukan penelitian pada objek yang sama.
Sekaligus menjadi bahan acuan bagi pemerintah kabupaten khususnya
Kabupaten Toraja Utara.
14
D. Kerangka Konseptual Penelitian
Komunikasi mengambil bagian yang penting dalam aspek kehidupan
dalam masyarakat. Hal tersebut tidak luput dari aspek komunikasi politik yang
terjadi dalam masyarakat.
Menurut Muis (1990) dalam (Arifin, 2010 : 75) menjelaskan bahwa istilah
komunikasi politik menunjuk pada pesan sebagai objek formalnya sehingga titik
berat konsepnya terletak pada komunikasi dan bukan pada politik. Pada
hakikatnya komunikasi politik mengandung informasi atau pesan tentang politik.
Meadow (1980) dalam (Arifin, 2010 : 78) selanjutnya mengemukakan
bahwa komunikasi politik meliputi segala bentuk pertukaran simbol atau pesan
yang sampai tingkat tertentu dipengaruhi atau memengaruhi berfungsinya sistem
politik.
Komunikasi politik tidak hanya sekedar bagaimana komunikator
menyampaikan pesan kepada komunikan mengenai pesan-pesan politik, lebih dari
itu komunikasi politik juga bermakna pada efek yang ditimbulkan dari
komunikasi tersebut. Menurut kadarnya, efek komunikasi terdiri dari tiga jenis,
yakni efek kognitif, efek afektif dan efek konatif/behavioral (Effendy, 2004 :
159).
Efek merupakan salah satu unsur dalam suatu formula yang dirumuskan
oleh Lasswell (dalam Effendy, 2004) yakni who, says what, to whom, with what
channel and with what effect (siapa, berkata apa, kepada siapa, melalui saluran
apa, dan bagaimana efeknya. Who yakni menyangkut komunikator politik yang
15
menyampaikan pesan-pesan politik (says what) kepada komunikan/khalayak (to
whom) melalui media politik apa (with what channel) dan apa efek politiknya
(with what effect).
Adanya partisipasi politik masyarakat merupakan suatu bagian dari efek
yang terjadi dari kegiatan komunikasi politik. Sebelumnya, adanya efek yang
terjadi juga cukup dipengaruhi oleh bagaimana pesan-pesan yang disampaikan
komunikator. Pesan atau pembicaraan politik sendiri menurut Nimmo (1999)
dalam (Arifin, 2010 : 81), dibagi ke dalam empat jenis yakni (1) meyakinkan dan
membangkitkan massa; (2) otoritas sosial; (3) ungkapan personal; (4) diskusi
publik.
Pesan yang disampaikan melalui suatu media (channel) tertentu, kemudian
menimbulkan efek bagi khalayaknya. Efek tersebut salah satunya dalam bentuk
partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik sendiri menurut Huntington
(1977) dalam (Arifin, 2006:34) yakni sebagai kegiatan warga negara yang
bertindak sebagai pribadi-pribadi, dengan maksud memengaruhi pembuatan
keputusan oleh pemerintah. Hal tersebut serupa dengan pemahaman mengenai
partisipasi politik Maran (2001) yakni sebagai usaha terorganisir oleh para warga
negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan memengaruhi bentuk dan
jalannya kebijaksanaan umum.
Disamping melihat bagaimana konsep dari partisipasi politik, tentunya hal
lain yang menjadi bagian dari partisipasi masyarakat itu sendiri yakni dapat
ditinjau melalui tipe partisipan yakni Rasional, Reaktif, Responsif dan Aktif
16
seperti yang dikemukakan oleh Nimmo (2000) dalam (Arifin, 2006: 43-45), yakni
sebagai berikut :
1. Tipe Rasional pada hakekatnya adalah pemberi suara yang rasional, yaitu
sifat yang instrinsik pada setiap karakter personal pemberi suara yang turut
memutuskan pemberian kepada kebanyakan warga negara. Pemberi suara
rasional berminat secara aktif terhadap politik, rajin berdiskusi dan
mencari informasi politik serta bertindak berdasarkan prinsip yang tidak
hanya untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk kepentingan umum.
2. Tipe Reaktif adalah pemberi suara yang memiliki keterkaitan emosional
dengan partai politik sebagai identifikasi partai, yakni sebagai sumber
utama aksi-aksi, pemberi suara yang reaktif. Identifikasi dengan partai
meningkatkan citra yang lebih menguntungkan tentang catatan dan
pengalamannya, kemampuannya dan atribut personalnya.
3. Tipe Responsif adalah pemberi suara yang mudah berubah dengan
mengikuti waktu, peristiwa politik dan kondisi-kondisi sesaat. Pemberi
suara yang responsif lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek
yang penting dalam pemilihan umum tertentu, dibanding oleh kesetiaan
jangka panjang kepada kelompok dan atau kepada partai.
4. Tipe
Aktif
adalah
pemberi
suara
yang
terlibat
aktif
dalam
menginterpretasikan peristiwa, isu, partai dan personalitas, dengan
menetapkan dan menyusun maupun menerima, serangkaian pilihan yang
diberikan.
17
Peran serta kelembagaan adat juga menjadi unsur yang cukup penting,
baik itu secara langsung maupun tidak langsung dalam pemilihan kepala daerah di
Toraja Utara. Hal tersebut dapat menjadi indikator tersendiri, apakah lembaga
adat memiliki peran secara pasif, aktif atau tetap pada posisi netral dan tidak
memihak.
Untuk mengetahui bagaimana Lembaga Adat di Toraja berperan dalam
masyarakat untuk memberikan dan mendorong terjadinya partisipasi politik dalam
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Toraja Utara, maka dapat digambarkan
dalam suatu skema sebagai berikut :
18
Komunikator Politik
Lembaga Adat Toraja
(Opinion Leader)
Media Komunikasi Politik
(Saluran Interpersonal)
Partisipasi Politik
Efek Behavioral
Masyarakat
PILKADA
Gambar 1.1 Skema Kerangka Konseptual
19
E. Definisi Operasional
Untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai batasan konsep,
maka penulis memberikan batasan definisi sebagai berikut :
Peran mengarah pada kedudukan lembaga adat dalam masyarakat
dalam kaitannya dengan proses-proses politik.
Lembaga Adat Masyarakat Toraja merupakan suatu bentuk organisasi
adat masyarakat setempat yakni masyarakat Toraja. Lembaga adat Toraja
terdapat di masing-masing daerah yang ada di Toraja khususnya Toraja Utara.
Dimana lembaga adat ini juga masih memegang erat serta menjalankan fungsi
dan konsep adat asli dan budaya asli Toraja.
Partisipasi yakni kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam mengikuti
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Toraja Utara.
Pemilihan kepala daerah adalah pemilihan melalui pemungutan suara
untuk menentukan Bupati dan Wakil Bupati di Toraja Utara.
F. Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Toraja Utara.
b. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 hingga Juli 2011
20
2. Tipe Penelitian
Jenis
penelitian
ini
yaitu
deskriptif
kualitatif
melalui
penggambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan.
Dimana data dan fakta yang ditemukan dengan menggunakan metode
wawancara mendalam melalui informan atau narasumber serta melakukan
observasi langsung di lapangan.
3. Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan dilakukan dengan cara non probability
sampling yakni dengan purposive sampling. Yaitu dengan memilih
informan dengan kriteria yang telah ditentukan. Penentuan informan yakni
dengan melihat prosentase daerah lembaga adat dengan tingkat partisipasi
tertinggi dan terendah berdasarkan data-data yang didapat dari KPU
Toraja Utara. Berdasarkan kriteria tersebut, informan yang didapat yaitu
anggota dari lembaga adat yang terdapat pada 2 kecamatan dari 13
Lembaga Adat yang terdapat di bagian Toraja Utara. Dimana dua lembaga
adat berdasarkan kecamatan tersebut yakni Lembaga Adat Kesu’, lembaga
adat Lembang Pantanakan Lolo yang merupakan distrik dari kecamatan
Kesu’ dan Lembaga Adat Nanggala.
21
Adapun identitas kedua narasumber yakni sebagai berikut :
1) Narasumber 1
Nama
: Bapak Layuk Sarungallo
Alamat
: Pantakan Lolo Kec. Kesu’, Kab. Toraja Utara
Jabatan
: Lembaga Adat Kesu’, Kab. Toraja Utara
2) Narasumber 2
Nama
: Bapak Palidan Sarungallo
Alamat
: Pantanakan Lolo Kec. Kesu’, Kab. Toraja Utara
Jabatan
: Lembaga Adat Lembang Pantanakan Lolo
3) Narasumber 3
Nama
: Bapak Yusuf Langsa’
Alamat
: Nanggala Sangpiak Salu Kec. Nanggala, Kab. Toraja
Utara
Jabatan
: Lembaga Adat Kesu
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :
1. Observasi
Melalui teknik ini penulis mengumpulkan data dengan melakukan
observasi secara langsung pada tempat dan objek penelitian.
22
2. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam dilakukan dengan mengacu pada pertanyaanpertanyaan melalui pedoman wawancara yang berkaitan dengan
permasalahan.
3. Kepustakaan (Library Research)
Penulis mengumpulkan data-data yang berkitan dengan objek
penelitian melalui studi kepustakaan atau literatur baik melalui bukubuku, artikel, internet maupun sumber referensi lainnya yang
berhubungan dengan objek penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode
analisis deskriptif kualitatif yakni dengan mengungkap data yang didapat
oleh
penulis
di
lapangan
untuk
memberi
gambaran
mengenai
permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Dimana data-data yang
didapat baik berupa data primer yakni hasil observasi dan wawancara
maupun data sekunder melalui referensi-referensi yang ditemukan
kemudian ditelaah dan dianalisis secara sistematis.
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan mengenai peran lembaga adat dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di
Kabupaten Toraja Utara adalah sebagai berikut :
1. Lembaga adat berperan penting sebagai opinion leader. Mereka tergolong
sebagai aktivis dalam komunikator politik. Lembaga adat berkomunikasi serta
memiliki kedekatan-kedekatan secara interpersonal dengan masyarakat. Hal
itu terlihat bahwa lembaga adat menjadi tempat bertanya serta tempat
meminta petunjuk oleh masyarakat dalam memilih kandidat yang tepat pada
pemilihan bupati dan wakil bupati di Toraja Utara.
Lembaga adat juga telah melakukan usaha-usaha untuk mendorong
masyarakat untuk ikut berpasrtisipasi, meskipun secara prosentase terlihat
bahwa tingkat partisipasi pemilih mengalami sedikit penurunan pada putaran
kedua. Namun hal tersebut tidak berarti lembaga adat gagal dalam mendorong
partisipasi masyarakat tetapi justru karena adanya beberapa faktor lain yang
dapat berpengaruh terhadap tingkat prosentase tersebut.
2. Keterlibatan lembaga adat dalam mendorong partisipasi masyarakat pada
Pilkada di Toraja Utara melalui peran mereka secara praktis, yakni dengan
24
terlibat secara langsung untuk memberikan himbauan dan mengarahkan
masyarakat dalam memilih kandidat tertentu. Prinsip yang paling menonjol
dalam keterlibatan lembaga adat dalam mendorong partisipasi masyarakat
pada Pilkada yakni masyarakat lebih diarahkan untuk memilih kandidat bupati
dan wakil bupati yang berasal dari daerah yang sama dengan konstituen.
B. Saran
1. Lembaga adat sebagai wadah masyarakat dapat lebih mendorong
masyarakat secara utuh untuk tetap memiliki minat serta motivasi yang
tinggi terhadap politik setidaknya melalui partisipasi politik masyarakat
melalui pemilihan umum, pemilihan legislatif maupun dalam pemilihan
kepala daerah.
2. Lembaga adat sebagai elemen dalam masyarakat, lebih ikut berperan tidak
hanya pada saat adanya pemilihan saja, namun juga dalam proses
pembangunan secara lanjut.
3. Dukungan dari pemerintah maupun elemen-elemen lain yang juga dapat
membangun
berkomunikasi
hubungan
dengan
dengan
masyarakat
masyarakat
melalui
serta
dapat
lebih
pendekatan-pendekatan
komunikasi yang lebih baik dan efektif yang dapat membuat masyarakat
merasa dirinya terdorong dalam suatu partisipasi politik.
25
Download