plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERANAN KOMUNIKASI
DALAM MEMBANGUN KEHARMONISAN HIDUP
KELUARGA KATOLIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Lidia Angela Hiping
NIM: 061124049
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan Tuhan Yang Maha Kasih, juga yang tercinta
Ayahku (Yosep Pai Lawai), Ibuku (Natalia Baun Lawing),
Adikku (Monika Fitria Uni beserta suami dan anak-anaknya, Agustina Mayang,
Serafinus Luhat, Nafianus Isang) dan Dinas Kabupaten Kutai Barat
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
MOTTO
”Berbahagialah orang yang bertahan dalam percobaan,
sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang
dijanjikan Allah kepada barang siapa yang mengasihi Dia”.
(Yak 1: 12)
Memang aku bodoh, tapi bukan berarti aku lemah ”Buluh yang terkulai tidak akan
dipatahkan-Nya”
”Aku mengangkatmu dan kamu mengangkatku, dan kita akan naik bersamasama” (John Greenleaf Whittier)
Keluarga adalah mereka yang kamu sayangi dan yang menyayangimu, jadi tidak
peduli orang itu mempunyai hubungan darah denganmu atau tidak...ketika hidup
saling mengasihi itulah keluarga (film: Spy Next Door)
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peranan Komunikasi dalam Membangun
Keharmonisan Hidup Keluarga Katolik”. Penulis memilih judul tersebut
berdasarkan kenyataan yang penulis jumpai dalam kehidupan sehari-hari;
komunikasi dalam keluarga sering berakhir dengan pertengkaran. Pesatnya media
komunikasi membuat sebuah keluarga menyelesaikan persoalan yang ada dengan
pesan singkat. Ini merupakan gambaran nyata yang mengungkapkan bahwa
komunikasi keluarga bermasalah, padahal keluarga yang baik adalah keluarga
yang mampu menjalankan komunikasi dengan baik. Jadi persoalan skripsi ini
adalah bagaimana membangun keharmonisan keluarga Katolik dengan
komunikasi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif
analitis yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada didasarkan pada
sumber kepustakaan. Deskriptif analitis maksudnya ialah menguraikan hasil
analisis masalah yang bersumberkan kepustakaan. Berdasarkan sumber
kepustakaan tersebut penulis menguraikan dan mendeskripsikan mengenai
komunikasi dan keluarga Katolik yang harmonis. Komunikasi ialah sebagai suatu
proses antara dua orang atau lebih, yang seorang memberi informasi atau memberi
isyarat sedangkan yang lain menerima informasi tersebut. Diharapkan dengan
komunikasi tersebut mampu menyatukan setiap individu dalam keluarga sehingga
sebuah keluarga mampu mewujudkan keluarga yang harmonis khususnya
keluarga Katolik. Untuk mencapai suatu komunikasi yang efektif maka perlu
memahami tahapan dalam komunikasi itu sendiri, pertama-tama dalam
komunikasi seseorang perlu terlebih dahulu memahami baru kemudian dipahami,
itulah kunci berhasilnya suatu komunikasi.
Pengertian harmonis itu sendiri ialah keserasian, atau ketersalingan antar
individu di dalam keluarga. Banyak hambatan atau masalah yang mempengaruhi
keharmonisan keluarga Katolik, di antaranya ialah faktor ekonomi, kehidupan
seksualitas, kehadiran anak, hubungan dengan masyarakat, kehidupan iman, dan
yang diangkat dalam skripsi ini ialah komunikasi yakni bagaimana dengan
komunikasi sebuah keluarga mampu bersatu dan diteguhkan dalam ikatan yang
kuat. Peranan komunikasi ialah menjadi sarana kasih Tuhan, menyelesaikan
konflik dalam keluarga, membangun keterbukaan dan rasa saling percaya,
kemudian yang utama dari peranan komunikasi adalah menyatukan sebuah
keluarga.
Melihat hal tersebut tampaklah bahwa komunikasi sangat berperan besar
dalam proses berlangsungnya sebuah keluarga, oleh karena itu sebuah keluarga
perlu memahami peranan komunikasi dan aktif berkomunikasi di dalam keluarga
sehingga terwujudlah suatu keluarga yang harmonis khususnya keluarga Katolik.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
This thesis entitles "The Role of Communication in Building a
Harmonious Catholic Family Life". The writer chose the title based on the fact
that the writer encountered in daily life; that communication within family often
ends up in fighting. Family often resolve their existing problems with a short
message service. This is a real picture which reveals that communication within
family is at problems, since a good family is a family that is able to run good
communication. So the question of this thesis is how to build a harmony in
Catholic families by communication.
To solve the existing problems, the writer uses analytical descriptive
approach based on literature sources. It is to outline the results of the analysis
problem based on literature. The writer outlines and describes the
communication and the harmonious Catholic family based on the literature
sources. Communication is a process between two or more persons, who gave
information or a cue while others receive the information. Such communication
is expected to be able to bring together individuals in family so that they are able
to realize harmonious families especially Catholic family. To achieve an
effective communication it is necessary to understand the stages of the
communication itself, the person needs to understand firstly and then to be
understood. That's the key to the success of a communication.
Harmony mean a accord, or bilateral between individuals in the family.
Many obstacles or problems that affect harmony families, among whom are
economic factors, sexual life, the presence of children, relationship with the
community, the life of faith and raised in this thesis is that communication. A
family with the communication can be united and strengthened in strong bond.
The role of communication is to be means of God's love, resolving conflicts
within a family, building a sense of openness and mutual trust, and then the
principal of the role of communication is to unite a family. It appears that
communication plays a huge role in the ongoing process of a family. It is
therefore a need to understand the role of communication in family so that a
harmonious family especially Catholic family can be realized.
Based on those facts, it seem that communication plays a huge role in the
ongoing process of a family. It is therefore a need to understand the role of
family communication and active communication within the family so that it is
realized of a harmonious family especially Catholic families.
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Bapa, atas segala berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai
tanpa adanya dukungan, kerjasama dan bimbingan dari segenap pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati dan suka cita pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Romo Drs. F. X. Heryatno W. W., SJ. M.Ed selaku Kepala Kaprodi yang
selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan memberi
dorongan serta doa kepada penulis.
2. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK, M. Pd., yang banyak memberi masukan dan
mendampingi penulis dengan sabar selaku dosen pembimbing akademik
sekaligus dosen utama dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Romo Dr. B. A. Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji kedua atas segala
perhatian, semangat dan kebaikan hatinya untuk bersedia menjadi penguji
skripsi ini.
4. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd selaku dosen penguji ketiga yang
juga selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk segera
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ yang telah memberikan motivasi, arahan
dan semangat kepada penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat penulis
selesaikan.
6. Dinas Kabupaten Kutai Barat atas kebijaksanaannya bagi mahasiswa/I
Kutai Barat dengan memberi dukungan, fasilitas, serta perhatian kepada
putra putri daerah sehingga mendapat pendidikan yang layak dan dapat
kembali berkarya di Kalimantan Timur untuk membangun daerah.
7. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah memberi ilmu
dukungan kepada penulis selama belajar hingga penulisan skripsi ini.
8. Segenap Staf Sekretariat, Perpustakaan dan seluruh karyawan IPPAK yang
telah memberikan perhatian, doa, dan dukunganya kepada penulis
sehingga penulis merasa terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak, Ibu, adik-adikku, dan seluruh keluargaku tercinta. Terima kasih
atas segala pemahaman kebutuhan yang penulis butuhkan selama studi
baik materi, cinta, perhatian, doa, dan dukungan yang boleh penulis terima
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
10. Saudara-saudaraku yang ada di Yogyakarta; Kandida Valeria Hubung,
Bernadus Juk dan Rissa, yang selalu menyemangati serta memberi
perhatian bagi penulis.
11. Sahabat-sahabatku terkasih dan seperjuangan: Ninu, Jefry dan Rosi atas
kasih persahabatan yang tulus, yang penulis rasakan lewat dukungan, cinta
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................
ABSTRAK .......................................................................................................
vii
viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN .......... .....................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................
10
C. Pembatasan Masalah ............................................................................
11
B. Rumusan Masalah ................................................................................
11
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................
11
D. Manfaat Penulisan ...............................................................................
12
E. Metode Penulisan .................................................................................
12
F. Sistematika Penulisan ...........................................................................
12
BAB II. PERANAN KOMUNIKASI DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA.................................................................
14
A. Pengertian Komunikasi ........................................................................
14
B. Unsur-unsur Komunikasi .....................................................................
16
C. Peranan Media Dalam Komunikasi…………………………………..
17
D. Pentingnya Komunikasi Bagi Kehidupan Manusia .............................
20
E. Keterampilan Berkomunikasi ...............................................................
21
xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1. Keterampilan Dasar yang Diperlukan dalam Komunikasi ...............
21
2. Keterampilan Menanggapi Dengan Penuh Pemahaman ..................
23
F. Tahapan dalam Komunikasi .................................................................
25
1. Berusaha Memahami Lebih Dahulu .................................................
27
2. Berusaha dipahami ...........................................................................
36
4. Dialog sebagai Bentuk Komunikasi yang Ideal ...............................
38
G. Komunikasi dalam Keluarga ................................................................
39
BAB III. KEHARNONISAN KELUARGA KATOLIK DAN
MASALAHNYA…………………………………………………….
A. Keluarga Katolik .................................................................................
41
42
1. Pengertian Keluarga Secara Umum ................................................
42
2. Perkawinan Secara Katolik .............................................................
42
a. Perkawinan Merupakan Persekutuan Hidup dan cinta................
42
b. Hakikat dan Tujuan Perkawinan..................................................
43
c. Perkawinan Merupakan Lembaga Sosial................................... ..
43
d. Perkawinan Merupakan Lembaga Hukum Negara.......................
44
d. Ciri-ciri Perkawinan Katolik..........................................................
44
e. perkawinan Sebagai Sakramen................................................... .
46
3. Keluarga dalam Pandangan Katolik ................................................
48
4. Mengapa Orang Membangun Keluarga?...........................................
50
B. Keluarga Katolik yang Harmonis .........................................................
51
1. Pengertian Keluarga Katolik Harmonis ...........................................
51
2. Keluarga Katolik yang Harmonis menurut Kitab Suci dan
Ajaran Gereja ...................................................................................
52
a. Keharmonisan Keluarga Katolik dalam Ajaran Kitab Suci .........
53
b. Keharmonisan Keluarga Katolik dalam Dokumen Gereja ..........
57
3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga ...........
58
a. Kehidupan Iman ...........................................................................
58
b. Kehidupan Anak sebagai Buah Pernikahan.................................
59
c. Komunikasi dalam Keluarga .......................................................
62
d. Ekonomi dalam Rumah Tangga ..................................................
64
e. Keharmonisan Kehidupan Seksualitas.........................................
66
xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
f. Keterlibatan dalam Hidup Bermasyarakat ...................................
67
BAB IV. PERAN KOMUNIKASI DALAM MEMBANGUN
KEHARMONISAN KELUARGA KATOLIK ..............................
69
A. Komunikasi Badan Mengokohkan Fungsi Keluarga ......................
69
B. Komunikasi Dari Kepala ke Kepala Menyelesaikan Konflik
dalam Keluarga ................................................................................
71
C. Komunikasi dalam Bentuk Dialog Membangun Keterbukaan
dan Rasa Saling Percaya ..................................................................
72
D. Komunikasi dalam Keluarga Menjadi Sarana Kasih Karunia
Tuhan...............................................................................................
72
E. Media Komuikasi Membantu Sebuah Keluarga Melakukan Komunikasi
Jarak Jauh…………………………………………………………
73
F. Komunikasi Mendengarkan dengan Empatik Membantu Sebuah
Keluarga Meneguhkan Hubungan………………………………….. 74
G. Komunikasi Mendengarkan dengan Tulus Membantu Sebuah Keluarga
Membangun Hubungan yang Intim……………………………….
74
H. Komunikasi Menyatukan Tiap Individu dalam Keluarga ..............
75
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
76
A. Kesimpulan ..................................................................................
76
B. Saran .............................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
80
xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. SINGKATAN KITAB SUCI
KS
: Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti
singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab
Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.
B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA
CT
: Catechese Trandendae, Ajaran Apostolik Paus Yohanes Paulus
II tentang Katekese Masa Kini.
FC
: Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Yohanes Paulus II.
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja di dunia dewasa ini.
C. SINGKATAN LAIN
Art
: Artikel
Bdk
: Bandingkan
dkk
: dan kawan-kawan
dll
: dan lain-lain
KB
: Keluarga Berencana
KBP
: Karya Bakti Paroki
KWI
: Konferensi Wali Gereja Indonesia
xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
MAWI
: Majelis Agung Wali Gereja Indonesia
No
: Nomor
SMS
: Short Massages Services
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kini dunia memasuki zaman baru yang seringkali disebut dengan era
digital yang diwarnai dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi. Hampir setiap tahun, setiap bulan, muncul iklan yang menawarkan
handphone dengan berbagai fasilitas yang semakin lengkap. Tidak hanya
handphone, kini mulai bermunculan teknologi komunikasi lainnya seperti tablet,
Ipad, Iphone, Blackberry, Android, dan lain sebagainya. Teknologi internet kini
semakin familiar di kalangan masyarakat terutama karena banyaknya fasilitas
jejaring sosial yang sangat umum digunakan oleh masyarakat seperti, facebook,
twitter, skype, yahoo messager, dan lain sebagainya.
Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi tersebut tentunya bertujuan
untuk semakin mempermudah komunikasi antar manusia yaitu mendekatkan
manusia satu sama lain yang terpisah oleh jarak dan waktu. Dengan demikian
tampak bahwa komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi
manusia,
baik
untuk
saling
memberi
informasi,
menjalin
relasi,
dan
mengaktualisasikan dirinya.
Komunikasi juga penting dalam kehidupan keluarga karena menjadi salah
satu faktor yang menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. Hal tersebut
tampak dari data perceraian tahun 2011 di Indonesia yaitu mencapai 320.000
perkara yang disebabkan karena perbedaan prinsip, perselingkuhan, kekerasan,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
komunikasi, ekonomi, seks, dan kebosanan (Kabar Priangan). Pada tahun 2008
tercatat sekitar 58 persen kasus perceraian disebabkan faktor komunikasi,
sementara masalah seks menempati urutan kedua dalam kasus perceraian yaitu 29
persen (Harian Kompas).
Salah satu ciri kehidupan keluarga di zaman sekarang adalah adanya
kesibukan masing-masing anggota keluarga, suami atau istri yang sibuk bekerja,
dan anak yang sibuk sekolah. Kesibukan masing-masing anggota keluarga
tersebut menjadikan pertemuan dan komunikasi antar anggota keluarga kurang,
sehingga berdampak pada kedekatan antar anggota keluarga. Akibat kurangnya
kedekatan dalam keluarga tidak jarang orangtua tidak memahami kebutuhan
anaknya, suami tidak mengetahui keinginan istrinya atau sebaliknya istri tidak
mengetahui situasi suaminya yang sibuk dengan pekerjaan.
Seperti dalam pengalaman penulis ketika melaksanakan kunjungan
keluarga dalam kegiatan KBP (Karya Bakti Paroki) penulis menemukan ada
beberapa keluarga yang kurang harmonis terutama antara orangtua dan anak
akibat dari komunikasi yang kurang baik. Salah satu contoh dari kurangnya
komunikasi yang baik di antara orangtua dan anak tersebut yaitu mengenai pilihan
program studi anak yang tidak sesuai dengan keinginan orangtua, kurangnya
keterbukaan anak mengenai kesibukan kampus yang mengharuskan anak pulang
malam, intensitas komunikasi dengan anak yang studi di luar kota sangat kurang,
dan orangtua yang terlalu menuntut prestasi hasil belajar yang tinggi sedangkan
anak itu sendiri tidak pernah menceritakan kesulitan-kesulitannya ada dalam studi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
Pengalaman penulis sendiri di rumah ketika berkumpul dengan orangtua
komunikasi sering berakhir dengan pertengkaran hanya karena kesalahan dalam
menanggapi. Karena kedua orangtua adalah guru mereka memiliki harapan agar
anak-anaknya dapat studi dengan lancar dan mendapat prestasi. Dalam
perbincangan dengan orangtua, mereka selalu menasihati agar penulis segera
menyelesaikan studi, namun dalam nasihat tersebut tidak jarang orangtua juga
membanding-bandingkan dengan kesuksesan orang lain. Tentunya orangtua
bermaksud baik agar penulis semakin bersemangat dan terdorong untuk
menyelesaikan studi, tetapi di sisi lain penulis juga merasa kurang nyaman apabila
dibanding-bandingkan dengan orang lain karena kemampuan setiap orang tidaklah
sama, selain itu tantangan-tantangan yang dihadapi selama studi juga berbeda
antara orang satu dengan yang lainnya. Merasa tidak nyaman dibandingbandingkan penulis kadang protes dengan mengemukakan berbagai alasan, namun
protes tersebut justru malah membuat orangtua semakin marah, dan akhirnya
pembicaraan berakhir tidak baik yang berujung marah atau saling mendiamkan.
Dari pengalaman tersebut tampak bahwa cara berkomunikasi juga mempengaruhi
hubungan dalam keluarga. Perlu cara berkomunikasi yang baik dan tepat agar
segala persoalan ataupun apa yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik
oleh masing-masing anggota keluarga.
Fenomena lain dalam berkomunikasi dalam keluarga adalah komunikasi
melalui alat komunikasi khususnya handphone yang dianggap sudah merupakan
cara komunikasi yang baik karena cepat dan praktis.
Handphone bukanlah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
menjadi barang yang mewah di zaman ini. Hampir setiap orang memiliki
handphone bahkan hampir setiap anggota keluarga dari anak yang terkecil sampai
anak yang terbesar, ibu dan ayah memiliki handphone. Keberadaan handphone ini
di satu sisi memang membantu dalam berkomunikasi, tetapi tanpa disadari
handphone menjadikan pertemuan antar anggota keluarga menjadi berkurang
bahkan tergantikan. Tidak jarang pasangan suami istri menyelesaikan masalah
hanya dengan SMS dan telepon, padahal dengan SMS belum tentu SMS itu akan
di balas, atau bisa saja ketika ditelepon karena sudah merasa tidak nyaman dengan
pembicaraan tiba-tiba telepon itu diputus. Suatu contoh konkret bahwa media
komunikasi menjadi cara yang kurang tepat untuk menyelesaikan konflik adalah
pada tahun 2012 pernah terjadi suatu kasus di mana seorang bupati Garut
menceraikan istri sirinya hanya lewat SMS setelah empat hari pernikahan
(Kompas.com). Selain itu banyak juga kasus-kasus di mana orang berselisih dan
beradu argumen melalui jejaring sosial di internet, seperti kasus Prita yang
mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan sebuah Rumah Sakit dan
berujung di pengadilan (Kompas). Tidak hanya itu ada juga orangtua dan anak
berperang status di facebook atau twitter. Dari fenomena-fenomena tersebut
tampak bahwa media komunikasi tidak selalu membantu anggota keluarga dalam
menyelesaikan masalah. Media komunikasi membuat orang semakin berani
mengungkapkan isi hatinya karena tidak memandang dan mengetahui perasaan
orang lain yang sedang diajak berkomunikasi tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
Sikap dan karakter yang dimiliki oleh masing-masing pribadi sering kali
menjadikan komunikasi yang baik sulit terjadi. Anak seringkali merasa segan
untuk bercerita segala hal yang terjadi pada dirinya kepada orangtua karena takut
dimarahi ayah atau takut ibu akan memberi nasihat yang berkepanjangan. Suami
atau istri juga seringkali merasa takut untuk mengungkapkan keinginan masingmasing karena takut menyinggung perasaan. Ketakutan terhadap orang yang
diajak komunikasi menjadikan komunikasi kurang terbuka yang mengakibatkan
seringkali terjadi kesalah pahaman atau bahkan kekerasan.
Buku-buku yang membahas tentang keluarga secara tidak langsung
merujuk pada pemahaman keluarga harmonis itu sendiri. Kitab Suci Perjanjian
Lama yaitu dalam Amsal 31 memberi gambaran bahwa keluarga harmonis adalah
situasi di mana anggota keluarga mampu membangun kerjasama demi
kebahagiaan bersama seperti seorang istri yang mampu membahagiakan
suaminya, dicintai oleh suami dan anak-anak, mampu bekerja keras, bersedia
membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan takut akan Allah.
Maka dengan demikian keharmonisan keluarga adalah terwujudnya cinta suamiistri yang tidak hanya menyangkut kemesraan dan hubungan seksual, melainkan
juga menyangkut kebersamaan hidup sehari-hari (Purwo Hadiwardoyo, 1988:21).
Keharmonisan keluarga dalam Kitab Hukum Kanonik (kan. 1055) tampak
dari tujuan perkawinan yaitu untuk kesejahteraan suami istri, prokreasi, dan
pendidikan anak (Rubiyatmoko, 2011:19). Dari kanon ini tampak suatu gambaran
bahwa keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu mencapai tujuan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
dari perkawinan yaitu di mana pasangan suami-istri mampu mengungkapkan
cintanya, kemudian cinta itu disempurnakan dengan kehadiran buah hati dan
mendidiknya menjadi generasi yang baik (Gilarso, 1996:11). Dengan kata lain,
kebahagiaan keluarga sangat tergantung kepada kebersamaan yang serasi antara
semua anggota keluarga, yaitu pasangan suami-istri, dan semua anak-anak
(Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia, 1981:21). Secara
sederhana keluarga harmonis dapat dimengerti sebagai situasi di mana semua
anggota keluarga saling menghargai dan mensyukuri serta terciptanya kasih
sayang satu sama lain (Keluarga Sakina).
Keluarga
merupakan
tempat
pendidikan
utama
terutama
dalam
membangun kemampuan berkomunikasi. Proses komunikasi dalam keluarga
menjadikan seseorang tahu siapa namanya dan siapa dirinya. Kepribadian
seseorang terbentuk tidak dengan sendirinya tapi juga melalui proses komunikasi
yang terjadi terus-menerus dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Melalui
komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun
juga bagaimana kita merasakan siapa kita (Deddy Mulyana, 2001:7).
Dengan berkomunikasi seseorang berusaha untuk mempertahankan
hidupnya serta mengembangkan pribadinya, jadi bila sebuah keluarga dapat
menggunakan komunikasi yang baik dalam keluarga, keluarga tersebut telah
mampu mempengaruhi seseorang atau pribadi yang ada di dalam keluarga.
Dengan pengaruh baik yang diperoleh berdasar dari komunikasi yang baik itu
dibawa keluar maka akan membawa dampak yang baik untuk lingkungan maupun
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
masyarakat. Diharapkan dengan membangun keluarga berdasarkan komunikasi
yang baik maka akan terwujud keluarga yang harmonis sehingga mampu menjadi
teladan bagi keluarga yang lain juga masyarakat luas. Rumah tangga Kristen harus
menjadi suatu pelajaran teladan, yang menggambarkan keindahan asas-asas
kehidupan yang benar (Ellen G, 1969: 16).
Seperti halnya dengan komunikasi yang baik, komunikasi yang buruk pun
akan mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam sebuah keluarga. Jika dalam
sebuah keluarga terjadi komunikasi yang buruk maka bisa dipastikan sebuah
keluarga akan menemukan banyak masalah terutama dalam kaitannya
membangun sebuah rumah tangga yang harmonis. Komunikasi yang buruk
biasanya terjadi karena pengaruh situasi, juga emosi seseorang. Oleh karena itu
untuk menghadirkan komunikasi yang baik semua pihak harus saling mendukung,
menghargai, dan menghormati satu sama lain dalam keadaan apa pun.
Salah paham dalam berkomunikasi itu kerap terjadi di dalam keluarga
terutama seperti yang penulis alami sendiri bersama orangtua dan adik-adik di
rumah. Terkadang seseorang berpikir apa yang akan diungkapkan akan sama
seperti apa yang dipikirkan orang lain, ada pula yang merasa pendapatnya yang
lebih benar dari pada orang lain, dan lebih ingin didengarkan dari pada
mendengarkan. Dalam situasi seperti itu tidak terdapat komunikasi yang baik,
terdapat lebih banyak konflik. Padahal apa yang dipikirkan sesorang tidak selalu
sama dengan orang lain, di sini dibutuhkan kemampuan untuk memahami sudut
pandang orang lain. Perlu dimengerti bahwa setiap ungkapan memiliki banyak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
makna berbeda. Salah paham dalam komunikasi mudah dan sering terjadi sebab
kita beranggapan bahwa semua orang melihat obyek atau kejadian dari sudut
pandang yang sama (Supratiknya, 1995:46).
Keluarga seharusnya memahami tujuannya mendirikan sebuah keluarga.
Keluarga bukan tempat untuk saling menyakiti namun tempat untuk menemukan
cinta, dengan demikian keluarga mampu menjadi teladan dan cermin bagi
keluarga
yang lain.
Tujuan utama dalam
keluarga ialah
menegakan,
mempertahankan dan mengembangkan kerumahtanggaan, memberi kebahagiaan
dan kesejahteraan rohani-jasmani untuk setiap anggota keluarga (Team
Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1986:107).
Keluarga yang baik adalah mampu menjalankan komunikasi yang baik di
dalam keluarga. Dengan komunikasi yang baik maka akan terwujud keluarga
yang harmonis. Keluarga harmonis ialah keluarga yang satu kata dan satu tujuan
sehingga menghasilkan keadaan yang rukun, damai dan sejahtera. Tentunya
bukanlah perkara yang mudah untuk mewujudkan keluarga harmonis; dilihat dari
latar berlakang setiap pribadi yang ada di dalam keluarga tidaklah mudah untuk
satu kata dan satu tujuan karena setiap pribadi tentulah berbeda. Karena itulah
komunikasi sangat dibutuhkan.
Dari lingkungan keluargalah seseorang belajar untuk bersosialisasi dengan
lingkungan lalu masyarakat luas, dan melalui keluarga seseorang belajar untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi, belajar untuk saling menghormati,
saling memberi perhatian. Seharusnya perbedaan latar belakang ekonomi,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
pendidikan maupun usia, dan kebiasaan antar anggota di dalam sebuah keluarga
tidaklah menjadi penghambat proses komunikasi yang baik. Komunikasi
seharusnya dilakukan secara terus menerus (Eilers, 1994:16).
Gambaran keluarga yang harmonis dalam keluarga Katolik tampak dari
hakekat perkawinan Katolik bahwa perkawinan merupakan suatu persekutuan
hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahirbatin yang mencakup seluruh hidup (Gilarso, 1996:9). Persekutuan hidup itu dapat
terwujud apabila adanya cinta kasih di antara pria dan wanita. Cinta kasih
merupakan panggilan yang asasi dan ada sejak lahir pada setiap manusia karena
Allah menciptakan manusia dengan cinta kasih menurut citra-Nya. Allah
menciptakan
pria
dan
wanita
dengan
memberikan
kemampuan
dan
tanggungjawab untuk mengasihi dan bersatu agar mereka dapat melangsungkan
kehidupannya (Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang,
1994:27).
Unsur pokok di dalam cinta-perkawinan adalah kesetiaan akan partnernya
dalam segala situasi, dan bertanggungjawab dalam untung dan malang. Dengan
seluruh hidup yang dimaksud ialah cinta yang menyeluruh tidak hanya pada
bagian fisik tertentu, melainkan cinta pada manusianya seutuhnya dengan segala
sifat yang ada padanya, entah itu baik, entah itu buruk (Tim Pembinaan Persiapan
Berkeluarga, 1981:16).
Cinta dan kesetiaan dalam perkawinan dapat terjaga salah satunya dengan
membangun komunikasi yang baik di antara suami dan istri. Hal ini dipaparkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
oleh Tim Publikasi Pastoral Redemptoris dalam buku “Menjadi Keluarga Katolik
Sejati” bahwa komunikasi merupakan inti perkawinan karena memberikan sebuah
pengalaman dan kesatuan. Kesatuan tersebut membuat pasangan suami-istri
semakin dekat satu sama lain. Komunikasi merupakan tindakan kasih yang
menciptakan kasih yang semakin mendalam (Tim Publikasi Pastoral Redemptoris,
2001:27).
Keprihatinan penulis terarah pada peranan komunikasi bagi terwujudnya
keluarga yang harmonis khususnya keluarga Katolik. Penulis ingin menggali
secara teoritis bagaimana komunikasi yang terjadi dalam keluarga Katolik apakah
mewujudkan keharmonisan. Oleh karena itu penulis mengangkat skripsi dengan
“PERANAN
judul:
KOMUNIKASI
DALAM
MEMBANGUN
KEHARMONISAN HIDUP KELUARGA KATOLIK”
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Beradasarkan latar belakang di atas, ditemukan beberapa persoalan sebagai
berikut:
1. Bagaimana komunikasi yang baik?
2. Bagaimana membangun keluarga Katolik yang harmonis?
3. Apa peranan komunikasi dalam membangun keluarga Katolik yang harmonis?
4. Apa dampak dari komunikasi yang buruk?
5. Bagaimana komunikasi yang terjadi dalam keluarga?
6. Bagaimana sebuah keluarga mencapai komunikasi yang baik?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
7. Apakah teknologi komunikasi membantu proses komunikasi?
8. Apa sebenarnya tujuan membangun keluarga?
C. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat keterbatasan penulis dan luasnya permasalahan yang ada, maka
skripsi ini membatasi bahasannya pada komunikasi dan keharmonisan keluarga
Katolik.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumusakan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah arti komunikasi dalam keluarga Katolik?
2. Apakah arti keluarga yang harmonis secara Katolik?
3. Bagaimana peranan komunikasi dalam membangun keharmonisan keluarga
Katolik?
E. TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini:
1. Menggali dan mendeskrisipsikan arti komunikasi dalam keluarga Katolik
2. Mendeskripsikan keluarga harmonis secara Katolik
3. Mendeskripsikan peranan komunikasi dalam menciptakan keharmonisan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
F. MANFAAT PENULISAN
Dari penulisan ini maka diharapkan manfaat yang didapatkan sebagai berikut:
1. Memberi sumbangan pemikiran bagi keluarga pada umumnya dan keluarga
katolik akan pentingnya komunikasi yang baik di dalam keluarga
2. Membantu sebuah keluarga dalam membangun komunikasi yang baik
sehingga terwujud hidup keluarga yang harmonis
3. Sebagai sumber inspirasi dan motivasi bagi setiap keluarga katolik supaya giat
melakukan komunikasi yang baik.
G. METODE PENULISAN
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yakni
metode yang digunakan untuk memecahkan persoalan dengan menguraikan dan
mencari struktur gagasan yang ada didasarkan pada sumber kepustakaan.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Supaya skripsi ini dapat dipahami secara keseluruhan maka pada bagian
ini memberikan gambaran singkat tentang keseluruhan isi sebagai berikut:
Bab I
: Merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang
permasalahan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
Bab II
: Berisikan uraian mengenai pengertian komunikasi, unsur-unsur dalam
komunikasi,
keterampilan
pentingnya
komunikasi
berkomunikasi,
tahapan
bagi
kehidupan
dalam
manusia,
komunikasi
dan
komunikasi dalam keluarga
Bab III : Bab ini memaparkan pengertian keluarga Katolik. Lebih lanjut penulis
menguraikan dalam bagian tulisan ini mengenai pengertian keluarga
secara umum, mengapa orang membangun keluarga, dan keluarga
dalam pandangan Katolik. Selanjutnya penulis juga memaparkan
pengertian tentang keluarga Katolik yang harmonis. Pada bagian ini
penulis menguraikan tentang pengertian keluarga Katolik harmonis,
keluarga Katolik yang harmonis menurut Kitab Suci dan ajaran Gereja,
dan aspek-aspek yang mempengaruhi keharmonisan keluarga.
Bab IV : Dalam bab ini penulis memaparkan peranan komunikasi dalam
membangun keharmonisan keluarga. Untuk menjelaskan hal itu penulis
membahas lebih rinci mengenai komunikasi badan mengokohkan
fungsi keluarga, komunikasi dari kepala ke kepala menyelesaikan
konflik dalam keluarga, komunikasi dalam bentuk dialog membangun
keterbukaan dan rasa saling percaya, komunikasi dalam keluarga
menjadi sarana kasih karunia Tuhan, dan komunikasi menyatukan tiap
individu dalam keluarga.
Bab V : Pada bab ini akan memberikan kesimpulan dan saran sehubungan
dengan seluruh skripsi ini.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
PERANAN KOMUNIKASI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling
mendasar bahkan komunikasi merupakan suatu kerharusan bagi manusia.
Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini menunjukkan bahwa
komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Ada
sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat
komunikasi terutama kebutuhan untuk berelasi dengan sesama.
Melihat dekatnya peran komunikasi dalam kehidupan manusia, maka
berikut ini akan dijelaskan mengenai pentingnya komunikasi dalam hidup
manusia terutama dalam membangun relasi antar pribadi. Kemudian, untuk
mewujudkan suatu komunikasi yang baik pada bab ini juga dipaparkan tentang
keterampilan berkomunikasi yang perlu diperhatikan.
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah bagian dari hidup manusia, bahkan menjadi salah satu
kebutuhan dasar dalam hidup manusia (Jo Meadow Mary, 1989:19). Tidak hanya
sekedar kebutuhan dasar manusia, komunikasi juga merupakan suatu proses
penting bagi kebahagiaan manusia (Supratiknya, 1995:10).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan komunikasi sebagai
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami (Tim Penyusun Kamus Pembinaan Bahasa,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
1997). Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik
verbal maupun non-verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Sedangkan secara
sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada
satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku
si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling
mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu (Supratiknya,
1995:30).
Komunikasi juga dipandang sebagai suatu proses yang terus belanjut yaitu
di mana kontak harus diciptakan dan tanda-tanda ditukarkan untuk mencapai
suatu pemahaman bersama (Eilers, 1994:16). Jalaludin Rakhmat, dalam bukunya
yang berjudul “Psikologi Komunikasi” menjelaskan pengertian komunikasi dari
sudut pandang ilmu psikologi, bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian
energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme yang
bertujuan untuk memberikan informasi, menghibur, atau mempengaruhi (Jalaludin
Rakhmat, 1988:6). Pengertian yang senada juga disampaikan oleh Tim Pusat
Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo” dalam buku yang berjudul “Kursus
Persiapan Hidup Berkeluarga”, yakni komunikasi didefinisikan sebagai suatu
proses antara dua orang; yang seseorang memberi informasi atau memberi isyarat
dan yang lain menerima informasi tersebut sehingga terjadi kesatuan pemahaman
(Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, 2007:30).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
B. Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari si pemberi
pesan kepada penerima pesan. Agar proses itu tercapai maka harus ada unsurunsur yang terpenuhi.
Franz Josef Eilers (2001) dalam bukunya yang berjudul “Berkomunkasi
dalam Masyarakat” memaparkan agar komunikasi bisa berjalan, maka komunikasi
harus memiliki unsur-unsur pokok-pokok berikut ini:
1. Pengirim, yaitu orang yang menciptakan tindakan komunikatif. Pengirim
memberikan sebuah pesan dan dengan itu menimbulkan reaksi.
2. Penerima, yaitu orang yang menerima pesan atau rangsangan yang diberi oleh
pengirim pesan, komunikator.
3. Pesan, berada antara pengirim dan penerima sebagai isi yang telah dirumuskan
untuk ditransmisikan.
4. Saluran, media yang dipakai untuk mengirimkan pesan. Saluran ini bisa
sederhana seperti suara manusia atau alat-alat teknis.
5. Pengiriman (encoding), diperlukan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk
tanda untuk ditukarkan dan dimengerti oleh penerima yang dalam penerima
(encoding), dapat membaca yang ditransmisikan itu. Setiap pengiriman
membutuhkan penerimaan sehingga komunikasi berhasil.
6. Konteks atau latar belakang penerima merupakan unsur lanjutan untuk
menentukan bentuk pesan, penyeleksian media, dan untuk menentukan
pengiriman dan penerimaan. Konteks dapat dimengerti secara umum ataupun
dalam hubungannya dengan elemen individual dalam proses komunikasi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
7. Umpan balik (feedback), adalah reakasi dari penerima yang mungkin telah
merangsang reaksi lain lagi pada si pengirim. Umpan balik ini menunjukkan
kepada si pengirim tentang entah pesannya diterima dan bagaimana pesannya
itu diterima oleh penerima. Umpan balik bisa menguatkan, atau membentuk
komunikasi selanjutnya.
C. Peranan Media dalam Komunikasi
Pada awalnya komunikasi terjadi secara verbal atau lisan. Sampai
sekarang budaya komunikasi lisan ini tetap relevan bahkan memiliki kekuatan
tersendiri dalam menyampaikan pesan. Dalam budaya lisan, seluruh tubuh
berperan dalam tindak komunikasi. Mulut mengeluarkan suara yang diwarnai
emosi tertentu dan tidak jarang juga mengeluarkan ludah. Wajah dan tangan ikut
“berbicara” untuk menekankan apa yang mau dikatakannya. Tidak ketinggalan
bau keringat yang keluar dari badan. Retorika sebagai kemampuan untuk
menyatakan diri dan mengungkapkan persoalan melalui bahasa lisan menjadi
amat penting, terutama untuk mempengaruhi massa (Iswarahadi, 2003:10).
Budaya komunikasi mengalami perkembangan berkat ditemukannya
teknik tulis-menulis. Kemudian, budaya tulis ini berkembang lagi dengan
ditemukannya teknik cetak-mencetak oleh Gutenberg pada tahun 1440
(Adisusanto & Ernestine, 2001:4). Dengan perkembangan mesin cetak,
kebudayaan lisan digeser oleh kebudayaan tulisan. Berbeda dengan komunikasi
lisan yang selalu unik dan melibatkan seluruh diri orang yang bersangkutan,
komunikasi melalui naskah cetakan menyembunyikan banyak kenyataan dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
hanya menonjolkan isi pemikiran yang rasional (Iswarahadi, 2003:10). Meskipun
demikian komunikasi melalui tulisan ini berpengaruh besar bagi kebudayaan
kehidupan manusia pada waktu itu. Salah satu pengaruh besar dari perkembangan
teknik cetak-mencetak tersebut adalah bagi pewartaan iman. Pada abad ke-16
Martin Luther dan Petrus Kanisius menggunakan penemuan baru ini untuk
menyebarkan buku-buku pengajaran iman, antara lain Martin Luther mencetak
Kitab Suci dalam bahasa daerah dan Petrus Kanisus menggunakannya untuk
menerbitkan katekismus, yang tersebar sampai sekarang. Berkat media cetak
tersebut penyampaian pesan berupa pengajaran iman pada waktu itu menjadi lebih
cepat, mudah, dan praktis terutama dalam menjangkau umat yang tersebar di
berbagai pelosok daerah (Adisusanto & Ernestine, 2001:4).
Budaya komunikasi melalui penggunaan sarana-sarana modern seperti
radio dan televisi, merupakan perkembangan lebih lanjut dari kemajuan mesin
cetak. sarana komunikasi modern ini mampu memproduksi dan menyebarkan
gagasan dan pemikiran orang yang sama secara massal, sehingga dalam waktu
yang singkat hal yang sama itu dapat dibaca, didengar, dan diketahui secara luas.
Melalui penggunaan sarana modern untuk berkomunikasi, orang tidak hanya
menyentuh dan menyapa seseorang melainkan banyak orang sekaligus dalam
waktu yang sama. Sayangnya, dengan media tersebut berkomunikasi menjadi
kehilangan unsur pribadinya, sebab orang tidak lagi berjumpa dengan orang
“engkau” tetapi dengan “massa” atau “fans” yang banyak, sementara narasumber
sendiri menjadi semacam idola atau abstraksi asing yang tidak bisa langsung
disentuh. Pola perjumpaan semacam ini tentu saja menimbulkan persoalan baru
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
dalam komunikasi antara lain seseorang tidak mengalami kedekatan secara
psikologis dengan orang lain (Iswarahadi, 2003:11).
Kini media komunikasi semakin canggih dan beragam terutama dengan
berkembangnya teknologi komunikasi seperti handphone, gadget, dan internet.
Perkembangan media komunikasi dewasa ini menjadikan manusia memasuki
budaya baru yaitu budaya bermedia komunikasi. Dikatakan budaya bermedia
karena hampir setiap manusia memiliki dan menggunakan media dalam
berkomunikasi (Iswarahadi, 2003:18). Di satu sisi media komunikasi sangat
mempermudah dalam penyampaian dan penerimaan pesan, bahkan mampu
menjangkau seseorang di belahan bumi yang sulit dijangkau dengan cepat. Di sisi
lain media komunikasi menyingkirkan nilai luhur dari budaya lisan yaitu
pertemuan secara personal antar pribadi manusia (Iswarahadi, 2003:11). Paus
Yohanes Paulus II dalam pesannya untuk Hari Komunikasi Sedunia yang ke-36
(2002) mengingatkan bahwa teknologi komunikasi yang sedang berkembang
pesat adalah sarana sebagaimana media komunikasi lainnya. Teknologi
komunikasi memberikan peluang besar dalam memberikan menyampaikan dan
memberi informasi. Meskipun teknologi komunikasi memberi banyak kemudahan
bagi kebutuhan komunikasi manusia, perjumpaan antar manusia merupakan
proses komunikasi yang sangat luhur di mana manusia akan mengalami keintiman
perasaan yang tidak dapat dimunculkan oleh teknologi komunikasi (Yohanes
Paulus II, 2002 art.3).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
D. Pentingnya Komunikasi bagi Kehidupan Manusia
Komunikasi merupakan suatu proses interaksi antar manusia dan
komunikasi merupakan suatu kegiatan manusia yang sangat penting terutama
dalam membangun relasi antar manusia. Setiap orang membutuhkan komunikasi
supaya bisa hidup dan berhubungan masyarakat manusia. Dengan berkomunikasi,
manusia mau menciptakan komunitas, membamgum partisipasi, membebaskan
diri dari segala kebelengguan, melestarikan kebudayaan sebagai identitasnya dan
mengkritisi dunia sekitarnya, supaya manusia hidup bahagia (Iswarahadi, 2010:9).
Dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi – Tinjauan
Psikologis” Dr. A. Supratiknya memaparkan pentingnya komunikasi antar pribadi
bagi kebahagiaan hidup. Pentingnya komunikasi adalah pertama, komunikasi
antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial. Kedua, identitas atau
jati-diri manusia terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain.
Ketiga, komunikasi penting untuk memahami realitas di sekitar manusia serta
menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang dimiliki tentang dunia
sekitar. Seseorang perlu membandingkan apa yang ia mengerti dengan kesankesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Keempat, kesehatan
mental seseorang sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau
hubungan seseorang dengan orang lain, terlebih orang-orang yang merupakan
tokoh-tokoh signifikan dalam hidup orang tersebut. Apabila hubungan seseorang
dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka orang tersebut tentu akan
menderita, merasa sedih, cemas, frustasi, dan kesepian (Supratiknya, 1995:10).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
E. Keterampilan Berkomunikasi
Agar mampu memulai, mengembangkan dan memelihara komunikasi
yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain, maka perlu memiliki
sejumlah keterampilan dan kemampuan dalam berkomunikasi. Keterampilan dan
kemampuan
berkomunikasi
adalah
kemampuan
untuk
mempertunjukkan
pengetahuan mengenai perilaku komunikasi yang secara sosial sesuai dengan
situasi yang ada (Josef Eilers Frans, 1994: 21).
1. Keterampilan Dasar yang Diperlukan dalam Komunikasi
Untuk menciptakan komunikasi yang baik, maka ada beberapa
keterampilan dan kemampuan dasar yang perlu dimiliki. Keterampilan dan
kemampuan dasar tersebut antara lain:
a. Keterampilan saling memahami
Masing-masing harus mampu saling memahami. Untuk dapat saling
memahami diperlukan sikap percaya, pembukaan diri, kesadaran, dan penerimaan
diri.
Kebiasaan untuk memahami merupakan kunci dari komunikasi karena
kebutuhan paling dalam dari hati manusia adalah dipahami. Semua orang ingin
dihormati, ketika seseorang merasa dipahami ia akan merasakan kasih dan
pengertian yang tulus sehingga ia kemudian merasa terdorong untuk
mengungkapkan isi hatinya bahkan mungkin yang diungkapkan itu lebih dari
yang ingin orang dengar (Sean, 2002:239).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
Agar dapat saling memahami, pertama-tama harus saling percaya. Setelah
saling percaya kemudian masing-masing harus membuka diri, yaitu saling
mengungkapkan tanggapan terhadap berbagai situasi yang sedang dihadapi,
termasuk kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan. Untuk dapat
membuka diri tentu dibutuhkan kesadaran akan perasaan-perasaan dan tanggapantanggapan yang muncul dalam batin. Hanya saja untuk dapat sampai pada
kesadaran semacam itu diperlukan sikap menerima dan mengakui pikiran dan
perasaan yang muncul, bukan menyangkal, menekan atau menyembunyikannya
(Supratiknya, 1995:11).
b. Keterampilan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat dan jelas
Masing-masing pribadi harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan secara tepat dan jelas. Dengan saling mengungkapkan pikiran dan
perasaan
dan
saling
mendengarkan,
berarti
seseorang
telah
memulai,
mengembangkan, dan memelihara komunikasi dengan orang lain (Supratiknya,
1995:11).
c. Keterampilan saling menerima dan memberi dukungan
Dalam komunikasi hal penting lainnya adalah masing-masing pribadi
harus mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan atau saling
menolong. Untuk dapat mewujudkan situasi ini, maka haruslah mampu
menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, seperti
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang menunjukkan sikap simpati
dan empati terhadap masalah yang sedang dihadapi (Supratiknya, 1995:11).
d. Keterampilan memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi
Masing-masing pribadi harus mampu memcahkan konflik dan bentukbentuk masalah antar pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi
dengan cara-cara yang konstruktif, yaitu cara-cara yang semakin mendekatkan
antar pribadi dan menjadikan komunikasi tersebut semakin tumbuh dan
berkembang (Supratiknya, 1995:12).
2. Keterampilan Menanggapi dengan Penuh Pemahaman
Supratiknya dalam buku “Komunikasi Antarpribadi; Tinjauan Psikologis”
yang diterbitkan tahun 1995, memaparkan bahwa salah satu aspek penting dalam
mendengarkan dan menanggapi dengan penuh pemahaman persoalan yang
dikemukakan orang lain adalah rumusan yang dipakai dalam memparafrasekan
pesan-pesannya (Supratiknya,1995:80). Rumusan tersebut dapat berlainan dalam
sejumlah hal, yaitu:
a. Rumusan dalam hal isi (content) atau kata-kata yang digunakan
1) Rumusan dengan isi identik (identical content), yaitu bila tanggapan yang
dirimuskan semata-mata hanya dengan mengulang kata-kata yang dipakai
oleh orang yang sedang berbicara.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
2) Rumusan dengan isi yang memparafrasekan (paraphrasing content), yaitu
bila merumuskan kembali inti pesan dari orang yang sedang berbicara dengan
menggunakan kata-kata sendiri tanpa mengubah arti maupun warna
perasaannya. Telah terbukti bahwa tanggapan yang pada dasarnya hanya
merupakan pengulangan pernyataan umumnya tidak mengkomunikasikan
bahwa seorang pendengar telah memahaminya sebagai pribadi. Orang perlu
memparafrasekan atau memantulkan kembali pesan pengirim dengan katakata atau ungkapan sendiri (Supratiknya,1995:80).
b. Rumusan dalam hal kedalaman (depth) perasaan yakni tingkat kecocokan
antara kedalaman perasaan dalam tanggapan si penerima pesan dengan
kedalaman perasaan dalam pesan pengirim. Umumnya, tanggapan yang efektif
adalah tanggapan yang memiliki kedalaman perasaan sama dengan kedalaman
perasaan dalam pesan yang disampaikan pengirim, atau bahkan yang mampu
membawa pengirim pada perasaan yang lebiih dalam (Supratiknya, 1995:80).
c. Rumusan dalam hal makna (meaning) ada bahaya bahwa dalam mencoba
memparafrasekan pernyataan pengirim seorang pendengar menambah atau
sebaliknya mengurangi makna dan warna perasaannya. Penambahan atau
pengurangan makna dapat dibedakan seperti berikut:
1) Rumusan dengan makna dangkal atau makna yang tidak utuh, yaitu bila
hanya menanggapi sebagian dari apa yang diungkapkan pengirim atau bila
mengabaikan warna perasaannya (shallow meaning atau partial meaning).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
2) Rumusan dengan makna yang ditambahkan (additional meaning), yaitu bila
tanggapan melampaui atau menambahkan makna yang tidak diungkapkan oleh
pengirim pesan. Menambahkan makna dapat terjadi dengan beberapa cara,
misalnya:
Melengkapi pikiran atau kalimat pengirim pesan.
Menanggapi gagasan yang oleh pengirim pesan semata-mata
digunakan sebagai contoh.
Menafsirkan penting-tidaknya pesan yang diungkapkan oleh pengirim.
Hanya menanggapi hal terakhir yang diungkapkan oleh pengirim adalah
contoh bentuk pemotongan makna pesan.
d. Rumusan dalam hal bahasa: bahasa yang digunakan dalam menanggapi orang
lain haruslah mudah dan sederhana, untuk menjamin komunikasi yang tepat
dan efektif.
F. Tahapan dalam Komunikasi
Kecenderungan manusia dalam berkomunikasi adalah selalu ingin
dimengerti terlebih dahulu dari pada mencoba mengerti apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh orang lain. Keberhasilan komunikasi terjadi karena orang mau
mengerti orang lain terlebih dahulu barulah orang tersebut akan dipahami oleh
orang lain. Mewujudkan sikap mengerti terlebih dahulu dan kemudian dimengerti
sangatlah penting terutama dalam Komunikasi untuk mencapai pemahaman
bersama dan menemukan pemecahan masalah. Covey (2010) dalam bukunya yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
berjudul The 7 Habits of Highly Effective People menjelaskan tentang mengerti
dan dimengerti dengan sebuah ilustrasi bagaimana seorang dalam membuat resep
terhadap pasiennya. Dokter tentunya akan membuat resep obat bagi pasien setelah
mendengar keluhan sakit si pasien dan memeriksanya. Dokter tidak membuat
resep obat terlebih dahulu baru mendengarkan keluhan si pasien karena dengan
demikian resep yang dibuat oleh dokter tidak akan berdaya guna apa-apa bagi
pasien, bahkan akan memperparah sakit pasien (Covey, 2010:277-279). Mengerti
kemudian dimengerti merupakan tahapan yang menentukan keberhasilan dalam
komunikasi.
Berusaha mengerti lebih dahulu, baru dimengerti merupakan prinsip
penting dalam hubungan antar pribadi. Prinsip ini menjadi kunci untuk
komunikasi antar pribadi yang efektif (Covey, 2010:270). Berusaha untuk
mengerti akan menumbuhkan sikap saling percaya yang kemudian membawa
orang pada sikap terbuka untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan
(Covey, 2010:273).
Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai tahapan komunikasi, Covey
mengambil filosofi orang Yunani yaitu berupa urutan kata: ethos, pathos, dan
logos. Ethos adalah kredibilitas pribadi seseorang di mana orang lain
mempercayai kredibilitas, kemampuan, dan kecakapan orang tersebut. Pathos
adalah sisi empatik, yaitu perasaan. Ini berarti bahwa seseorang mampu mengerti
kedalaman emosional orang lain ketika berkomunikasi atau menyampaikan pesan.
Logos adalah logika, bagian penalaran dari presentasi. Ketiga kata tersebut
mengandung rangkuman dari usaha untuk mengerti terlebih dahulu dan membuat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
penyampaian pesan yang efektif (Covey, 2010:291). Berikut dijabarkan tahapan
berkomunikasi:
1. Berusaha Memahami Lebih Dahulu
Untuk benar-benar memahami orang lain maka seseorang harus pertamatama berusaha mendengarkan. Seseorang sulit untuk mencapai kedalaman dari
komunikasi ini karena orang biasanya berusaha lebih dahulu untuk dimengerti.
kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti; orang
mendengar dengan maksud untuk menjawab atau dengan kata lain orang lebih
cenderung ingin banyak berbicara dari pada mendengarkan untuk memahami.
Selain itu orang biasanya menyaring apa yang disampaikan oleh orang lain
melalui paradigmanya sendiri yaitu membacakan autobiografinya sendiri ke
dalam kehidupan orang lain. Orang seringkali dipenuhi dengan kebenarannya
sendiri, sehingga komunikasi menjadi monolog kolektif, dan kita tidak pernah
benar-benar mengerti apa yang sedang berlangsung dalam diri orang lain (Covey,
2010:272).
Dengan melihat banyaknya hambatan dan kecenderungan buruk manusia
dalam mendengarkan maka pertanyaannya adalah bagaimana seharusnya
mendengarkan yang baik. Mendengar yang baik yaitu mendengarkan secara
empatik. Mendengarkan secara empatik yang dimaksud adalah mendengar dengan
tujuan untuk mengerti yaitu berusaha terlebih dahulu untuk mengerti, untuk benarbenar mengerti. Selain itu mendengarkan secara empatik berarti seseorang masuk
ke dalam kerangka berfikir orang lain, melihat dunia dengan cara orang lain
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
melihat dunia, mengerti paradigma orang lain, dan terlebih berusaha mengerti
perasaan orang lain (Covey, 2010:274). Berikut akan dipaparkan mengenai
bagaimana mendengarkan dengan empatik:
a. Mendengarkan dengan Empatik
Inti dari mendengarkan empatik bukanlah bahwa seseorang setuju dengan
orang lain, tetapi bahwa seseorang sepenuhnya, secara mendalam, mengerti orang
lain, secara emosional sekaligus intelektual. Dalam mendengar secara empatik,
seseorang mendengarkan dengan telinganya, tetapi lebih penting lagi, seseorang
juga mendengarkan dengan mata dan hatinya. Orang memperhatikan perasaan,
makna, dan memperhatikan perilaku orang lain. Mendengarkan secara empatik
berarti seseorang menggunakan otak kanan sekaligus otak kirinya yaitu ia
memahami, berintuisi, dan merasa (Covey, 2010:274).
Mendengar secara empatik begitu kuat karena memberi data yang akurat
untuk dikerjakan karena seseorang menjadi berhubungan dengan realitas di dalam
kepala dan hati orang lain yang sedang berbicara. Dengan mendengarkan secara
empatik berarti seseorang mendengarkan untuk mengerti yaitu seseorang
memfokuskan diri untuk menerima komunikasi terdalam dari jiwa manusia lain
(Covey, 2010:275).
Mendengar secara empatik itu sendiri memberi terapi dan menyembuhkan
karena memberi “udara psikologis” (psychological air) kepada seseorang karena
di samping kelangsungan hidup fisik, kebutuhan terbesar manusia adalah
kelangsungan hidup psikologis yaitu untuk dimengerti, untuk diteguhkan, untuk
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
diabsahkan, dan untuk dihargai. Dengan demikian, mendengarkan dengan
empatik, berarti orang tersebut memberi orang lain udara psikologis yaitu
membuat orang lain merasa nyaman untuk mengungkapkan segala sesuatu yang
ingin diungkapkannya (Covey, 2010:275). Seorang pendengar empatik yang
cerdas dapat membaca apa yang sedang terjadi secara mendalam dan cepat, dan
dapat memperlihatkan penerimaan sebegitu rupa, pengertian sedemikian rupa,
sehingga orang lain merasa aman untuk membuka lapis demi lapis sampai orang
tiba pada inti terdalam yang lunak tempat masalah benar-benar ada (Covey,
2010:289).
Mendengarkan secara empatik juga mengandung risiko. Dibutuhkan
banyak sekali rasa aman untuk mendengarkan secara mendalam karena seseorang
membuka dirinya untuk dipengaruhi. Orang tersebut menjadi rentan karena sedikit
banyak orang lain memberi pengaruh yang bisa menggoyahkan pusat prinsip
orang tersebut. Agar seseorang memiliki pengaruh bagi orang lain, orang tersebut
harus harus dapat dipengaruhi, tetapi bukan berarti harus kehilangan prinsip
(Covey, 2010:274).
Ada bentuk mendengarkan yang lebih baik yang mencerminkan
mendengarkan secara empatik. Gaya mendengarkan ini disebut “mendengarkan
dengan tulus”. Gaya mendengarkan inilah yang seharusnya digunakan. Untuk
mendengarkan dengan tulus, orang perlu melakukan tiga hal berikut ini:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
1) Mendengarkan dengan mata, hati, dan telinga
Mendengarkan hanya dengan telinga saja tidak cukup baik, karena hanya 7
persen komunikasi yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan, sedangkan
selebihnya berasal dari bahasa tubuh (53 persen) dan 40 persen adalah tanggapan
lawan bicara berupa kata-kata, atau nada serta perasaan yang mencerminkan katakata yang yang disampaikan orang tersebut (Gambar 1). Untuk mendengar apa
yang sebenarnya dimaksudkan orang yang sedang berbicara, lawan bicara perlu
mendengarkan apa yang tidak orang tersebut ucapakan. Seberapa keras pun orang
tampaknya dari luarnya, kebanyakan orang lembut hatinya dan punya kebutuhan
besar untuk dipahami.
7%
Bahasa Tubuh (53%)
40%
Nada / Perasaan (40%)
53%
Kata-kata (7 %)
Gambar 1.
Kemampua n manusia dalam mendengarkan (Covey,
2010)
2) Menyelami perasaan orang yang sedang berbicara.
Untuk
menjadi
pendengar
yang
tulus,
lawan
bicara
perlu
mengesampingkan perasaannya dan menyelami perasaan orang yang sedang
berbicara. Lawan bicara harus berusaha memandang dunia dari kacamata orang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
yang sedang berbicara dan berusaha menyelami perasaan mereka. Banyak orang
memandang percakapan sebagai persaingan di mana lawan bicara seringkali
merasa bahwa pandanganya dengan pandangan orang lain tidak sama.
3) Mencoba bersikap seperti cermin
Bersikap seperti cermin berarti sebagai lawan bicara tidak menunjukan
sikap menghakim atau tidak memberi nasihat, yaitu seperti cermin yang hanya
memantulkan. Contoh bersikap seperti cermin misalnya mengulangi dengan katakata sendiri, apa yang diucapkan dan dirasakan oleh orang yang sedang berbicara.
Bersikap seperti cermin bukanlah meniru. Dikatakan meniru jika lawan bicara
mengulang persis apa yang diucapkan seseorang.
Mendengarkan dengan tulus ada tempat dan waktunya. Orang perlu
melakukannya jika sedang membicarakan suatu persoalan penting atau peka,
seperti kalau seorang teman butuh pertolongan atau sedang menghadapi masalah.
Seseorang tidak perlu serius mendengarkan apabila sedang dalam percakapan
santai atau obrolan sehari-hari (Covey, 2002:254).
Seringkali orang merasa bahwa ketakutan utama adalah “biacara di depan
umum”. Dibutuhkan keberanian untuk bicara di depan umum, namun juga
dibutuhkan keberanian untuk bicara secara umum. Berusaha memahami terlebih
dahulu menuntut pertimbangan, tetapi minta dipahami menuntut keberanian. Jika
seseorang meluangkan waktu untuk mendengarkan, kemungkinan orang tersebut
akan didengarkan lebih baik (Covey, 2002:258-259). Di samping mendengarkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
dengan baik ada beberapa hambatan yang menyebabkan terjadiny komunikasi
yang buruk, seperti yang dijabarkan berikut ini:
b. Hambatan dalam Komunikasi
Menurut Anthony de Mello (1990) dalam bukunya yang berjudul “Doa
Sang Katak 2” ketidakmampuan seseorang dalam mendengarkan dan memahami
pesan merupakan hambatan dalam dalam komunikasi (de Mello, 1990:157-167).
Hambatan tersebut terjadi antara lain karena:
1) Seringkali pendengar banyak berbicara dari pada banyak mendengarkan.
Banyak yang dapat dihasilkan kalau pertama-tama orang sedikit berbicara
dan lebih banyak mendengarkan
2) Pendengar seringkali ingin cepat-cepat menanggapi dan mengambil
keputusan atas apa yang dibicarakan oleh si pembicara.
3) Pendengar seringkali ingin memberi tanggapan berdasarkan pengandaian
dirinya sendiri.
4) Pendengar sering merasa dirinya lebih mengetahui apa yang sedang
dibicarakan oleh orang lain.
5) Pendengar
seringkali
mengartikan
kata-kata
orang
lain
dengan
pengertiannya sendiri, padahal belum tentu apa yang diartikannya tersebut
sesuai dengan yang dimaksud oleh di pembicara.
Covey (2002) dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective Teens juga
menjelaskan tentang hambatan-hambatan dalam komunikasi yang disebut dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
gaya mendengarkan yang buruk (covey, 2003:244-247). Di antaranya adalah
sebagi berikut:
1) Mengawang-awang
Mengawang-awang adalah ketika seseorang berbicara tetapi lawan bicara
tidak menggubrisnya karena pikiran lawan bicara sedang melamun atau sedang
memikirkan hal lain. Orang tersebut mungkin ingin mengatakan sesuatu yang
penting, tetapi lawan bicara terperangkap dalam pikirannya sendiri.
2) Pura-pura mendengarkan lebih umum lagi
Maksud dari gaya mendengarkan ini adalah ketika seseorang sedang
berbicara namun lawan bicara seperti mendengarkan tetapi sesunggguhnya tidak
terlalu memperhatikan orang tersebut. Contoh dari gaya mendengarkan ini yaitu
lawan bicara akan melotarkan tanggapan seperti “ya sih”, “uh-huh”, “hebat”,
“kedengarannya boleh juga”. Biasanya orang yang berbicara tersebut akan tahu
dan merasa bahwa ia tidak cukup penting untuk didengarkan.
3) Mendengarkan secara selektif
Mendengarkan secara selektif adalah ketika lawan bicara hanya
memperhatikan bagian percakapan yang menarik untuknya saja. Biasanya lawan
bicara selalu akan membicarakan apa yang ingin dibicarakannya, bukan apa yang
ingin dibicarakan oleh orang tersebut. Kemungkinan besar orang yang sering kali
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
melakukan hal demikian tidak akan pernah mengembangkan persahabatan yang
langgeng.
4) Mendengarkan kata per kata
Mendengarkan kata per kata artinya lawan bicara sungguh-sungguh
memperhatikan apa yang diucapkan, tetapi yang didengarkan hanyalah kata-kata,
bukan bahasa tubuh, perasaan, atau makna sesungguhnya dibalik kata-kata itu.
Akibatnya, lawan bicara melewatkan makna sesungguhnya. Jika lawan bicara
hanya fokus pada kata-katanya saja, maka orang tersebut jarang bisa memahami
perasaan yang lebih dalam dari lawan bicaranya.
5) Mendengarkan yang terpusat pada diri sendiri
Mendengarkan yang terpusat pada diri sendiri adalah kalau lawan bicara
hanya memandang segalanya dari kacamatanya sendiri. Lawan bicara tidak
mencoba menyelami perasaan orang yang sedang berbicara, tetapi lawan bicara
menuntut agar orang tersebut menyelami perasaannya. Kalau lawan bicara hanya
mendengarkan dari sudut pandangnya sendiri, biasanya lawan bicara akan
menanggapi dengan cara-cara yang pasti membuat orang tersebut berhenti
berbicara. Cara-cara tersebut antara lain:
Menghakimi, sebagai lawan bicara terkadang tanpa disadari muncul rasa
ingin menghakimi (di dalam hatinya) terhadap orang yang sedang berbicara
dan apa yang diucapkannya. Kalau lawan bicara sibuk menghakimi, maka
tidak mungkin ia benar-benar mendengarkan. Berikut ini ilustrasi dari buku
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
The 7 Habits of Highly Effective Teens mengenai percakapan yang
mencerminkan sikap menghakimi:
Peter : Semalam asyik lho sama si Katherine
Karl : Oh, syukur deh. (Katherine? kok kamu mau sih kencan
sama si Katherine?)
Peter : Tidak aku sangka dia begitu hebat
Karl : Oh ya? (Tuh gitu lagi deh. Semua cewek juga kamu
anggap hebat)
Peter : Iya. Mungkin aku ajak dia saja deh ke pesta wisuda nanti!
Karl : Aku kira kamu mau ajak Jessica. (Kamu gila ya? Jessica
kan jauh lebih cantik daripada Katherine).
Peter : Tadinya iya sih. Tetapi sekarang rasanya aku mau ajak
katherine saja deh.
Karl : Silahkan deh. (Besok juga kamu berubah pikiran lagi).
( Covey, 2002:246)
Menasihati yaitu jika lawan bicara memberikan nasihat menurut
pengalamannya sendiri. Misalnya ada seorang adik yang becerita kepada
kakaknya tentang pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah,
kemudian sang kakak malah menceritakan bahkan membangga-banggakan
dirinya ketika dulu di sekolah.
Menggali adalah ketika lawan bicara menggali perasaan-perasaan orang
sebelum orang tersebut siap mengungkapkannya seolah-olah sedang
mengiterogasi. Jika lawan bicara terlalu banyak tanya dan tidak terlalu
menanggapai apa yang sedang orang lain bicarakan, maka hal tersebut
merupakan bentuk sikap yang terlalu menggali. Terkadang orang tidak
siap untuk membuka diri dan tidak mau bicara, maka lawan bicara
sebaiknya belajar untuk menjadi pendengar yang baik.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
2. Berusaha Dipahami
Ketika seseorang sudah berusaha untuk mengerti orang lain maka
kemudian akan dipahami, namun kebanyakan orang, dalam membuat presentasi,
langsung menuju logos yaitu logika otak kiri atau gagasan yang mereka pikirkan
bukan orang lain pikirkan. Mereka berusaha meyakinkan orang lain akan
keabsahan logika atau gagasan tersebut tanpa lebih dahulu mempertimbangkan
ethos dan pathos. Agar satu gagasan dapat diterima oleh orang lain tentunya
sebelum membuat presentasi haruslah memperhatikan phatos yaitu melihat
kemampuan diri dalam menyampaikannya dan memperhatikan ethos yaitu
memperhatikan kemampuan atau kebutuhan orang yang akan diberi gagasan.
Untuk dapat menyampaikan gagasan dengan jelas, spesifik, visual, dan yang
paling penting adalah konstektual dengan kebutuhan orang lain maka, pertamatama haruslah memiliki pengertian yang mendalam akan situasi si penerima
gagasan tersebut (Covey, 2010:293).
Ethos ialah bagaimana seseorang berusaha membuat orang lain percaya,
karena ketika orang lain percaya kepada seseorang maka akan mudah baginya
mengungkapkan apa yang orang tersebut rasakan. Ethos juga berarti bagaimana
seseorang mampu atau terampil dalam mengungkapkan pikirannya sehingga
mudah dipahami orang lain. Pathos ialah bagaimana seseorang mampu
memahami dan merasakan apa yang orang lain rasakan ketika ada orang lain yang
bersusaha mengungkapkan isi hatinya. Sedangkan logos ialah logika.
Seseorang dapat meningkatkan hubungan yang intim dengan orang lain
dengan cara berusaha mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh orang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
yang sedang mengajak berbicara. Ketika seseorang mau meluangkan waktu untuk
memahami dan mendengarkan maka akan terjadi dua hal yang luar biasa.
Pertama, orang menjadi pendengar tersebut akan lebih dihargai. Kedua, orang
yang sedang berbicara akan merasa dipahami sehingga orang yang berbicara
tersebut akan bersikap lebih fleksibel dan lebih percaya kepada orang yang
mendengarkan itu (Covey, 2002:255-257).
Mengutip dari apa yang disampaikan oleh Anthony de Mello (1990) dalam
bukunya yang berjudul “Doa Sang Katak 1” bahwa ada empat tahapan dalam doa
yaitu:
“Aku bicara, engkau mendengarkan.
Engkau bicara, aku mendengarkan.
Tak ada yang bicara, keduanya mendengarkan.
Tak ada yang bicara, tak ada yang mendengarkan: Hening.”
(de Mello, 1990:25)
Dari kutipan di atas Anthony de Mello tidak secara langsung memaparkan
mengenai kedalaman atau nilai penting dari komunikasi, tetapi dari situ tampak
bahwa nilai penting dari komunikasi adalah terciptanya suasana yang
memungkinkan untuk saling terbuka dan percaya, sehingga orang kemudian
menemukan, memahami, dan memaknai suatu pesan. Suatu pesan akan diterima
jika salah satu pihak ada yang mendengarkan dan satu pihak menyampaikan
pesan. Jika kedua pihak sama-sama berbicara tentunya tidak ada pesan yang bisa
ditangkap karena keduanya sama-sama ingin didengarkan. Tetapi ketika seseorang
telah mampu masuk dalam keheningan yaitu di mana orang tersebut terlibat secara
penuh dengan lawan bicara maka tanpa berkata-kata pun orang tersebut akan
mampu menemukan dan merasakan pesan yang ingin disampaikan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
3. Dialog sebagai Bentuk Komunikasi yang Ideal
Anthony de Mello dalam bukunya yang berjudul Doa Sang Katak 2
mengungkapkan bahwa dialog adalah jiwa suatu hubungan karena dalam dialog
orang sedikit berbicara dan lebih banyak mendengarkan (de Mello, 1990:157).
Dalam pengertian yang hampir sama, dialog bukan tukar-menukar pikiran sematamata, melainkan merupakan dasar dari tiap tindakan manusia yang bijaksana yaitu
melihat, menimbang dan memutuskan tindakan seefektif mungkin. Oleh karena
itu dialog dalam arti sesungguhnya ialah saling menunjukkan sikap batin yang
terbuka dalam soal apapun (Team Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1981:100).
Dialog merupakan pengungkapan diri pribadi kepada orang lain. Dialog
mengandaikan kerelaan untuk penyerahan diri kepada orang lain dan sebaliknya
mau menerima orang lain. Dengan kata lain dialog adalah usaha bersama untuk
saling mengerti. Untuk dapat saling mengerti maka diperlukan kemauan untuk
mendengarkan dengan empatik sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian
sebelumnya.
Persoalan-persoalan yang muncul dalam keluarga biasanya diakibatkan
karena kurangnya komunikasi yang baik yaitu keterbukaan, kurang keberanian
untuk jujur, saling menutup diri, sombong, angkuh dan sebagainya. Dengan
demikian dialog merupakan bentuk komunikasi yang ideal dalam keluarga karena
dialog menekankan keterbukaan dan kepercayaan dalam berkomunikasi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
G. Komunikasi dalam Keluarga
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, kesulitan dalam membangun
suatu komunikasi yang baik adalah keterbukaan, kepercayaan, dan sikap mau
mendengarkan. Persoalan komunikasi yang seperti itu seringkali juga terjadi
dalam keluarga. Persoalan dalam keluarga seringkali muncul hanya karena kurang
terciptanya komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik dalam keluarga dapat
dilakukan dengan mendengarkan dengan empatik. Dari sikap mau mendengarkan
dengan empatik maka akan memunculkan rasa nyaman dan keterbukaan dalam
komunikasi.
Dengan mengetahui dan melakukan komunikasi yang baik dan akrab
dengan pasangan, pasangan akan mampu memahami, menghargai, dan menerima
pasangan apa adanya. Artinya, pasangan bisa menerima segala kelebihan dan
kekurangan mereka tanpa mensyaratkan penyempurnaan atas kekurangan dan
kelemahannya. Justru karena mengetahui ketidaksempurnaan pasangan, pasangan
akan lebih mudah memaafkan dan mengampuni kesalahan dan tindakan yang
melukai diri mereka. Perjalanan hidup keluarga yang sarat dengan bentuk sakit
dan luka hati serta kekecewaan yang terjadi, mudah diatasi secepatnya dengan
rekonsiliasi dan saling mengampuni. Dengan demikian, terciptalah kebahagiaan
yang dicita-citakan dalam hidup berkeluarga.
Ketika suatu komunikasi yang baik ternyata tidak tercapai di dalam sebuah
keluarga maka hal penting yang perlu diingat oleh setiap anggotanya baik antara
suami dan istri atau dengan orang tua dan anak ialah berdoa bersama. Doa
menjembatani seseorang atau manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
Sehingga dengan doa bersama persoalan yang ada diharapkan mampu dicari jalan
keluar yang baik. Doa bersama pun merupakan sarana bagi sebuah keluarga untuk
bersatu dalam iman, saling mendoakan, saling memberi berkat, dan tentunya
sarana untuk secara bersama-sama berkomunikasi dengan Tuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB III
KEHARMONISAN KELUARGA KATOLIK DAN MASALAHNYA
Hidup berkeluarga seringkali dipandang sebagai bagian dari rangkaian
perjalanan hidup manusia yang harus dilewati. Perjalanan hidup manusia dimulai
dari masa bayi, kemudian berlanjut ke masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa
dewasa. Pada masa dewasa manusia mulai berfikir bahwa hidupnya tidak akan
selamanya bergantung pada orang tua karena pada usia tertentu orang tua akan
menghadapi masa usia lanjut di mana mereka tidak mampu untuk banyak
beraktifitas dan bahkan kemudian akan meninggalkan dunia. Atas kesadaran
tersebut manusia dewasa memikirkan bagaimana ia harus melangsungkan
hidupnya terutama mencari orang lain sebagai teman hidup pengganti orang tua.
Oleh karena kebutuhan itulah manusia membangun hidup keluarga. Seseorang
membangun hidup keluarga tentunya tidak hanya sekedar melewati masa
hidupnya saja tetapi juga ingin memperoleh kebahagiaan selama hidupnya.
Membangun keluarga yang bahagia memerlukan suatu proses dan usaha.
Ketika seseorang memilih pasangan hidup, harapannya adalah satu untuk
selamanya. Namun sebagai pasangan dari penyatuan dua individu yang berbeda
tentunya akan menghadapi banyak tantangan agar kedua individu tersebut dapat
hidup berdampingan untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu pada bab ini
akan dipaparkan mengenai pengertian keluarga yang harmonis khususnya dalam
keluarga katolik dan aspek-aspek apa saja yang perlu diperhatikan dalam
membangun sebuah keluarga.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
A. Keluarga Katolik
1. Pengertian Keluarga Secara Umum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga diartikan sebagai sanak
saudara, kaum kerabat, orang seisi rpumah (Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa,1997). Keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan anak yang
disebut dengan keluarga inti. Keluarga sebagai suatu kumpulan manusia terbentuk
karena proses penyatuan yang disebut dengan perkawinan. Hal ini tampak dari
pengertian perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang
kemudian disebut suami-isteri. Ikatan lahir batin mutlak diperlukan untuk
membina keluarga yang bahagia dan sejahtera (Pratiwi Knys, 1985:8). Keluarga
terjadi karena perkawinan. Perkawinan merupakan proses disatukannya pria dan
wanita dalam suatu ikatan sehingga setelah itu terbentuklah sebuah keluarga.
Untuk menjelaskan tentang keluarga maka pertama-tama di bawah ini akan
dibahas tentang perkawinan terlebih dahulu:
2. Perkawinan Secara Katolik
a. Perkawinan Merupakan Persekutuan Hidup dan Cinta
Persetujuan bebas adalah syarat mutlak untuk terjadinya dan sahnya
perkawinan. Tidak ada cinta yang dipaksa atau terpaksa. Cinta mensyaratkan
kebebasan dan tanggung jawab. Persetujuan kedua belah pihak harus dinyatakan
secara jelas di depan saksi-saksi yang sah. Unsur pokok dalam cinta perkawinan
adalah kesetiaan kepada pasangannya “dalam untung dan malang” dan
bertanggung jawab dalam segala situasi. Persatuan suami-istri itu berciri dinamis,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
dalam arti dapat berkembang mekar, tetapi dapat juga mundur, bahkan hancur.
Karena itu, suami dan istri sama-sama bertugas untuk tetap memupuk kesatuan
mereka agar tahan uji (Gilarso, 1996:10).
b. Hakitat dan Tujuan Perkawinan
Hakikat dan tujuan perkawinan yang dipaparkan dalam Gaudium et Spes
di atas ditegaskan kembali dalam Kitab Hukum Kanonik;
“Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang
perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh
hidup, yang menurut ciri kodratinya perjanjian itu terarah pada
kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan
pendidikan anak, oleh Kristus Tuhan perjanjian pernikahan antara orangorang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen” (Kan. 1055 - §1).
Dengan demikian diakui oleh Gereja bahwa hakikat pernikahan adalah
persekutuan seluruh hidup dan tujuan pernikahan adalah kesejahteraan suamiisteri serta kelahiran dan pendidikan anak (KWI, 1994:44).
c. Perkawinan Merupakan Lembaga Sosial
Dalam masyarakat umumnya perkawinan dipandang sebagai satu-satunya
lembaga yang menghalalkan persekutuan pria dan wanita, hubungan seks dan
mendapatkan keturunan. Oleh karena itu, perkawinan dilindungi dan diatur oleh
hukum adat dan hukum Negara. Suami-istri dan anak-anak hanya diakui sah
dalam wadah perkawinan yang sah. Perkawinan merupakan kenyataan yang juga
melibatkan masyarakat luas, baik sanak-saudara maupun tetangga dan kenalan.
Masyarakat ikut campur dalam urusan perkawinan, karena ikut berkepentingan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
dalam keutuhan kehidupan keluarga, sebab keluarga adalah sel atau bagian
terkecil dalam masyarakat (Gilarso, 1996:10).
d. Perkawinan Merupakan Lembaga Hukum Negara
Perkawinan merupakan ikatan resmi yang perlu disahkan. Perkawinan
bukan ikatan bebas menurut selera sendiri; bukan sekedar soal cinta sama cinta,
lantas bersenang-senang bersama, melainkan soal masyarakat, soal sosial, soal
keluarga keluarga besar, dan masa depan bangsa. Oleh karena itu, Negara ikut
campur tangan dalam masalah perkawinan warganya. Kebanyakan negara
mengatur perkawinan sebagai lembaga hukum resmi, yang menghalalkan
hubungan seks dan mengesahkan keturunan. Perzinahan harus dicegah; anak di
luar nikah tidak diakui sebagai anak yang sah menurut hukum (Gilarso, 1996:10).
e. Ciri-ciri Perkawinan Katolik
Drs. T. Gilarso, SJ dalam bukunya yang berjudul “Membangun Keluarga
Kristiani – Pembinaan Persiapan Berkeluarga” memaparkan bahwa perkawinan
katolik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Monogami
Seorang suami selayaknya hanya mempunyai satu istri, demikian pula istri
mempunyai satu suami saja. Dengan demikian, cinta mereka penuh dan utuh,
tak terbagi. Hal itu juga mencerminkan prinsip bahwa pria dan wanita
mempunyai martabat yang sama.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
2) Tak-Terceraikan
Dalam perkawinan, suami dan istri telah mempersatukan diri dengan bebas,
bahkan disatukan oleh rahmat Tuhan sendiri. Cinta sejati adalah cinta yang
setia, dalam keadaan bagaimanapun. Perceraian membuktikan bahwa suami
dan istri gagal mengembangkan cinta yang sejati.
3) Terbuka bagi keturunan
Suami dan istri diharapkan bersedia mempunyai anak, bila Tuhan
memberikannya. Adapun jumlah dan jarak kelahiran anak perlu direncanakan
bersama dengan bijaksana. Segala bentuk pengguguran harus ditolak dengan
tegas, kerena jelas-jelas merupakan sikap menolak keturunan yang sudah ada.
Perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang
pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir-batin yang mencakup seluruh hidup
(Gilarso, 1996:9). Istilah “persekutuan/persatuan hidup” dimaksudkan untuk
menghindarkan bahwa seolah-olah perkawinan itu hanya persekutuan badani,
persekutuan keluarga, persekutuan pangkat, harta, kekayaan, hobi saja, melainkan
menunjukkan bahwa yang terpenting adalah hidup dua orang itu dipersatukan
dengan cinta kasih (Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1981:14). Kitab
Hukum Kanonik juga menegaskan bahwa perkawinan merupakan sebuah
perjanjian yang mengandung unsur dinamis, intimitas, realis interpersonal dua
pribadi yang berbeda seksualitas (Kan.1055).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
d. Perkawinan sebagai sakramen
Sakramen yaitu tanda cinta atau tanda mata dari pihak Tuhan kepada
manusia. Dengan tanda itu Tuhan mau menyatakan kepada manusia bahwa Ia
sungguh-sungguh mencintai manusia. Tetapi agar manusia menyadari dan
menangkap bahwa tanda itu adalah tanda cinta Tuhan, maka manusia juga harus
percaya lebih dahulu kepada Tuhan. Sebab orang yang tidak percaya kepada
Tuhan sulit untuk dapat menangkap tanda cinta dari Tuhan. Hanya dan sejauh
manusia percaya kepada Kristus, maka perkawinan itu berarti dan merupakan
sakramen (tanda cinta) Tuhan. Kedatangan Tuhan ke dunia dan wafat-Nya di kayu
salib itulah bukti cinta-Nya yang paling besar. Sebab dengan ini kita semua
dimungkinkan lagi untuk kembali kepada-Nya (Tim Pembinaan Persiapan
Berkeluarga, 1986:24).
Cinta Tuhan tidak abstrak, melainkan konkrit sekali, bahkan masuk dalam
kehidupan kita sehari-hari. Walaupun kehadiran Tuhan secara fisik tidak ada lagi,
namun Tuhan mau metampakkan kehadiran-Nya di dunia ini dengan melalui
tanda sampai sekarang. Maka sakramen itu tanda kehadiran Tuhan atau sarana
(dari pihak Tuhan) untuk menghubungi manusia, agar manusia merasa selalu
dekat dengan Tuhan dan merasa dicintai oleh Tuhan (Tim Pembinaan Persiapan
Berkeluarga, 1986:25).
Dalam perkawinan tanda kehadiran Tuhan yang mencintai umat-Nya
diwujudkan secara khusus. Ia tidak metampakkan cinta kasih-Nya melalui barangbarang dan benda mati, melainkan tanda hidup, yaitu hidup manusia itu sendiri.
Dalam sakramen perkawinan Tuhan mau menggunakan hidup manusia itu sendiri
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
sebagai perwujudan cinta kasih-Nya. Tuhan menetapkan manusia-pria untuk
menjadi tanda cinta-Nya bagi si wanita dan Tuhan mengangkat hidup manusiawanita untuk menjadi tanda cinta-Nya bagi si pria. Dengan lain kata di dalam
perkawinan Tuhan mau menggunakan pria dan wanita seperti air, roti dan krisma
menjadi alat-Nya, yaitu alat-Nya untuk menyalurkan cinta kasih-Nya. Maka
dengan menerima sakramen perkawinan pria dan wanita ditetapkan menjadi alat
milik Tuhan dan hanya dipakai untuk maksud metampakkan cinta Allah sendiri.
Sebagaimana roti dan anggur di dalam Ekaristi menjadi alat Tuhan untuk
metampakkan kehadiran, demikian pula pria dan wanita dengan diberkati oleh
imam, dua-duanya menjadi alat Tuhan sendiri. Sebagai alat hidup pria harus
metampakkan cinta kasih dan kebaikan Tuhan itu kepada si wanita, dan hidup si
wanita juga harus metampakkan kebaikan Tuhan itu kepada si pria. Dengan
demikian apabila mereka bertemu dan bersatu di dalam keluarga, mereka dapat
saling merasakan kehadiran Tuhan itu sendiri. (Team Pembinaan Persiapan
Berkeluarga, 1986: 26)
Unsur pokok di dalam cinta-perkawinan adalah kesetiaan akan partnernya
dalam segala situasi, dan bertanggungjawab dalam untung dan malang. Dengan
“total” yang dimaksud ialah cinta yang menyeluruh tidak hanya pada bagian fisik
tertentu, melainkan cinta pada manusianya seutuhnya dengan segala sifat yang ada
padanya, entah itu baik, entah itu buruk (Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga,
1981:16). Agar terjadinya cinta yang sejati diperlukan persetujuan bebas, artinya
tidak ada paksaan ataupun terpaksa. Tanpa persetujuan bebas sebenarnya tidak
ada cinta kasih dan tidak ada hubungan pribadi, melainkan “sandiwara”. Cinta
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
memerlukan kebebasan dan tanggungjawab serta kesadaran. Dengan adanya
kebebasan cinta menjadi lebih bernilai, lebih berarti, dan lebih mantap, karena
atas dasar pilihannya sendiri (Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1981:16).
3. Keluarga dalam Pandangan Katolik
Dalam pandangan Katolik keluarga adalah suatu persekutuan hidup antara
seorang pria dan seorang wanita berdasar ikatan cinta kasih yang total demi
penyempurnaan dan perkembangan pribadi masing-masing dan kelangsungan
umat manusia (Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, 2006:39).
Keluarga Katolik juga adalah “Gereja mini”, artinya adalah persekutuan
dasar iman dan tempat persemaian iman sejati. Maka dalam keluarga Katolik,
pertama-tama diharapkan agar berkembanglah iman yang menghangatkan
suasana. Iman di sini bukan pertama-tama berarti pengetahuan agama (meskipun
itu penting) tetapi lebih pada sikap atau penghayatan agama, yang diwujudkan
dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam
keluarga. Dengan demikian, Tuhan sendiri akan hadir di tengah-tengah keluarga
untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya. (Gilarso:1996-11).
Perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang
pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir-batin yang mencakup seluruh hidup.
Atas dasar persetujuan bebas, pria dan wanita bersekutu membentuk suatu
keluarga dengan mempunyai rumah bersama, harta dan uang menjadi milik
bersama, mempunyai nama keluarga yang sama, mempunyai anak bersama, saling
pasrah diri jiwa-raga atas dasar cinta kasih yang tulus (Gilarso, 1996:9).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
Dalam pengertian yang lain, keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat (Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1994:135). Keluarga sebagai unit
terkecil lebih diperjelas lagi dengan pengertian bahwa keluarga adalah salah satu
kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau
unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan
perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin
oleh seorang kepala. Oleh karena, keluarga merupakan kumpulan dari beberapa
individu yang saling berinteraksi, maka dalam pengertian yang lain keluarga
merupakan tempat pembentukan manusia atau lebih tepat tempat memanusiakan
manusia (Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1986:19).
Persekutuan hidup dapat terwujud apabila adanya cinta kasih diantara pria
dan wanita. Cinta kasih merupakan panggilan yang asasi dan ada sejak lahir pada
setiap manusia karena Allah menciptakan manusia dengan cinta kasih menurut
citra-Nya. Allah menciptakan pria dan wanita dengan memberikan kemampuan
dan tanggungjawab untuk
mengasihi
dan
bersatu
agar mereka dapat
melangsungkan kehidupannya (Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan
Agung Semarang, 1994:27).
Dalam Dokumen Konsili Vatikan II yaitu dokumen Gaudium et Spes (GS)
Gereja menyatakan bahwa “persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra,
yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukum-Nya,
dibangun oleh perjanjian pernikahan atau persetujuan pribadi yang tak dapat
ditarik kembali. … Ikatan suci demi kesejahteraan suami istri dan anak maupun
masyarakat itu tidak tergantung dari kemauan manusiawi semata-mata. Allah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
sendirilah Pencipta pernikahan, yang mencakup pelbagai nilai dan Tujuan” (GS,
48).
4. Mengapa Orang Membangun Keluarga?
Menurut Ny. Pratiwi Knys (1985) dalam bukunya yang berjudul
“Berkeluarga Secara Arif” menyebutkan empat macam kebutuhan dasar manusia.
Pertama manusia ingin hidup selama mungkin. Kedua, manusia ingin menjadi
orang penting di mana manusia ingin dihormati, dikagumi, berkuasa, diakui, dan
dihargai. Ketiga, manusia ingin memiliki partner hidup karena semua manusia
ingin cinta. Dan dasar kebutuhan yang keempat adalah “ingin variasi” atau
hiburan (Pratiwi Knys, 1985:4). Dari salah satu kebutuhan tersebut tampak bahwa
membangun keluarga merupakan suatu pemenuhan dari kebutuhan manusia yaitu
untuk memiliki partner hidup.
Menurut sumber lain yaitu dalam buku “Kursus Persiapan Hidup
Berkeluarga” yang disusun oleh Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat
Minulyo” (2007) dijelaskan bahwa membangun hidup keluarga merupakan salah
satu cara pemenuhan tujuan hidup manusia untuk bahagia dan sejahtera. Tujuan
hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Untuk
mencapainya, manusia menempuh beberapa cara: pertama, dengan hidup selibatmembiara (sebagai biarawan-biarawati); kedua, memenuhi panggilan hidup awam
yang menikah atau awam yang hidup selibat secara sukarela. Sebagai pilihan
hidup, perkawinan dilindungi oleh hukum (Tim Pusat Pendampingan Keluarga
“Brayat Minulyo”, 2007:17).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
B. Keluarga Katolik yang Harmonis
1. Pengertian Keluarga Katolik Harmonis
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “harmonis” memiliki
arti selaras atau serasi, sedangkan keharmonisan berarti keadaan selaras atau
serasi (Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,1997).
Penggunaan kata “harmonis” familiar digunakan dalam berbagai istilah seperti
dalam bidang musik kata “harmonis” seringkali digunakan untuk menyebutkan
“irama yang harmonis”, artinya keserasian dari berbagai sumber suara (alat
musik) sehingga menghasilkan bunyi yang indah. Istilah lain yang sering kali
disertai dengan kata “harmonis” adalah kehidupan berkeluarga di mana kata
“harmonis” merupakan suatu tujuan dari hidup berkeluarga (keluarga sakina).
Kata “harmonis” memang sangat familiar digunakan dalam kehidupan
sehari-hari khususnya dalam istilah keluarga, akan tetapi cukup sulit ditemukan
buku-buku atau teori yang secara langsung menjelaskan pengertian tentang
keluarga harmonis. Meskipun demikian, buku-buku yang membahasa tentang
kehidupan berkeuarga secara tidak langsung merujuk pada pemahaman keluarga
harmonis itu sendiri. Kitab Suci Perjanjian Lama yaitu dalam Amsal 31 memberi
gambaran bahwa keluarga harmonis adalah situasi di mana anggota keluarga
mampu membangun kerjasama demi kebahagiaan bersama seperti seorang istri
yang mampu membahagiakan suaminya, dicintai oleh suami dan
anak-anak,
mampu bekerja keras, bersedia membantu orang-orang yang membutuhkan
pertolongan dan takut akan Allah. Maka dengan demikian keharmonisan keluarga
adalah terwujudnya cinta suami-istri yang tidak hanya menyangkut kemesraan dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
hubungan seksual, melainkan juga menyangkut kebersamaan hidup sehari-hari
(Purwo Hadiwardoyo, 1988:21).
Keharmonisan keluarga dalam Kitab Hukum Kanonik (kan. 1055) tampak
dari tujuan perkawinan yaitu untuk kesejahteraan suami istri, prokreasi, dan
pendidikan anak (Rubiyatmoko, 2011:19). Dari kanon ini tampak suatu gambaran
bahwa keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu mencapai tujuan
dari perkawinan yaitu di mana pasangan suami-istri mampu mengungkapkan
cintanya, kemudian cinta itu disempurnakan dengan kehadiran buah hati dan
mendidiknya menjadi generasi yang baik (Gilarso, 1996:11). Dengan kata lain,
kebahagiaan keluarga sangat tergantung kepada kebersamaan yang serasi antara
semua anggota keluarga, yaitu pasangan suami-istri, dan semua anak-anak
(Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia, 1981:21). Secara
sederhana keluarga harmonis dapat dimengerti sebagai situasi di mana semua
anggota keluarga saling menghargai dan mensyukuri serta terciptanya kasih
sayang satu sama lain (Seks Bukan Penyebab Utama Perceraian).
2. Keluarga Katolik yang Harmonis menurut Kitab Suci dan Ajaran Gereja
Pada pemaparan di atas telah rinci dijelaskan pengertian dari keluarga
yang harmonis dan beberapa aspek yang mempengaruhi bagi terwujudnya
keluarga katolik yang harmonis. Selain teori-teori keharmonisan di atas, keluarga
keluarga katolik yang harmonis juga diungkapkan dalam Kitab Suci dan Ajaran
Gereja.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
a. Keharmonisan keluarga Katolik dalam ajaran Kitab Suci
Menurut Kitab Kejadian 1:26-28 diceritakan bahwa Allah menciptakan
manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Dari ungkapan tersebut menunjukkan
bahwa adanya pria dan wanita adanya seksualitas (yang dimengerti sebagai
kenyataan sebagai pria dan sebagai wanita). Seksualitas tersebut dikehendaki oleh
Allah karena pria dan wanita diciptakan-Nya, sehingga dengan demikian
seksualitas itu merupakan hal yang baik, berharga, dan suci (Purwa Hadiwardoyo,
1988:12).
Laki-laki dan perempuan kemudian diberkati oleh Allah, sehingga dengan
demikian semakin menegaskan bahwa seksualitas itu berasal dari Allah dan
dinilai baik oleh-Nya. (Purwa Hadiwardoyo, 1988:13).
Sedangkan berdasarkan Kitab Kejadian 2:18-25 yang menceritakan bahwa
wanita diciptakan dari “tulang rusuk” pria menunjukkan bahwa secara kodrati pria
dan wanita memiliki unsur kesatuan. Selanjutnya diceritakan bahwa wanita itu
kemudian “dibawa” oleh Allah kepada pria. Hal tersebut mau mengungkapkan
bahwa pertemuan seorang wanita dan seorang pria dalam perkawinan terjadi
karena dorongan Allah sendiri (Purwa Hadiwardoyo, 1988:13).
Kitab Tobit dalam bab keenam hingga kedelapan menghisahkan
bagaimana malaikat Raphael mendorong Tobias agar mengawini Sarah, putri
Raguel, dan menegaskan bahwa perkawinan perlu dilaksanakan menurut hukum
Musa serta dimeriahkan dengan pesta. Dalam hal ini hukum Musa dipahami
sebagai hukum yang berasal dari Allah dan Allah sendirilah yang mendorong agar
perkawinan dimeriahkan dengan perayaan. Dari kisah tersebut Kitab Tobit ingin
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
menegaskan bahwa kesatuan erat antara seorang pria dan wanita, yang sudah
ditentukan oleh Allah sendiri, berdasarkan cinta kasih dan ketulusan hati, yang
diawali dengan suatu peresmian hukum yang berlaku serta perayaan yang
melibatkan seluruh keluarga (Purwa Hadiwardoyo, 1988:17).
Maleakhi 2:10-16 menegaskan bahwa Allah tidak berkenan atas praktek
kawin campur agama dan perceraian yang dilakukan oleh orang-orang Israel.
Kitab Maleakhi melihat bahwa kawin campur agama dapat merusak “perjanjian”
antara Yahwe dan bangsa Israel karena perkawinan yang dilaksanakan oleh orang
Israel mempunyai kaitan dengan “perjanjian” antara Yahwe dan Israel. Kitab
Maleakhi juga menegaskan bahwa Allah tidak berkenan atas praktek perceraian
antara suami-istri Israel. Perkawinan merupakan suatu “perjanjian” maka
perceraian antara suami-istri merusak “perjanjian” yang mana Allah sendiri adalah
saksi dari perjanjian itu (Purwa Hadiwardoyo , 1988:17).
Kitab Hosea 1-3 mengungkapkan makna lain dari perkawinan. Perkawinan
suami-istri Israel dipandang sebagai lambang dari hubungan cinta antara Yahwe
dan Israel. Yahwe meminta nabi Hosea untuk mengawini wanita sundal, untuk
mewahyukan kebenaran bahwa Yahwe telah “mengawini” Israel, walaupun Israel
sama sekali tidak pantas menerima kedudukan istimewa itu. Seperti istri Hosea
yang kurang setia kepada “suami”nya yang begitu setia, Yahwe tetap setia kepada
bangsa Israel meskipun bangsa Israel tidak setia kepada Allah yaitu menyembah
dewa-dewi bangsa-bangsa kafir. Penyembahan berhala merupakan bentuk
melawan kesetiaan kepada Allah. Begitu pula perzinahan berarti melawan
kesetiaan kepada suami (Purwa Hadiwardoyo , 1988:19).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
Kesetiaan yang tuntut Allah baik kesetiaan antara suami istri maupun
kesetiaan kepada Allah dilukiskan secara lebih terperinci dalam seluruh Kitab
Kidung Agung. Dalam Kitab Kidung Agung kemesraan sebagai suami-istri
tampak sangat jelas antara lain tampak dalam bab pertama di mana mempelai
perempuan memuji mempelai pria yang dicintainya dengan sepenuh hati. Dalam
bab berikutnya tampak bagaimana mempelai perempuan menyebut mempelai pria
sebagai “milik”nya yang ditunjukkan dengan sikap takut akan kehilangan. Sikap
mempelai perempuan tersebut ditanggapi oleh mempelai pria dengan menyebut
mempelai perempuan sebagai “kegembiraan”nya. Secara keseluruhan Kitab
Kidung Agung ingin menyampaikan segi-segi manusiawi dari cinta antara pria
dan wanita yang siap menjadi suami-istri. Dengan demikian dari Kitab Kidung
Agung ini memberikan pesan yaitu perkawinan harus didasarkan pada cinta yang
kuat, dan perkawinan harus menyatukan suami-istri seerat mungkin, serta
membangun kebahagiaan bagi keduanya (Purwa Hadiwardoyo , 1988:19).
Kitab Amsal memberi pesan lain bagi kehidupan keluarga. Amsal bab 5-6
memberi pesan kepada suami bahwa suami harus menjauhi wanita-wanita selain
istrinya sendiri. Suami juga dihimbau untuk untuk tidak membiarkan istrinya
berhubungan cinta dengan pria lain. Pernyataan bijak tersebut ingin menunjukan
bahwa perkawinan berciri “eksklusif”, terutama dalam hal hubungan seksual
sebagai
ungkapan
cinta
suami
suami-istri
yang
paling
khas.
Amsal
menghubungkan ketidaksetiaan suami-istri dengan dosa yang berarti bahwa
“eksklusivitas” cinta suami-istri merupakan kehendak Allah sendiri. Dalam bab
31, Amsal menunjukkan gambaran dari seorang istri yang baik. Seorang istri yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
baik membahagiakan suaminya, dicintai oleh suami dan anak-anak, mampu
bekerja keras, bersedia membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan,
dan takut akan Allah. Amsal ingin menegaskan bahwa cinta suami-istri tidak
hanya menyangkut kemesraan dan hubungan seksual, melainkan juga menyangkut
kebersamaan hidup sehari-hari (Purwa Hadiwardoyo , 1988:21).
Perjanjian Baru khususnya Matius 19:1-12 berbicara langsung mengenai
masalah
perceraian,
dan
secara
tidak
langsung
bagian
tersebut
juga
memperlihatkan pandangan Yesus tentang hakikat perkawinan. Menurut Yesus,
perkawinan sebetulnya dipersatukan oleh Allah sendiri. Dialah yang menyatukan
pria dan wanita sedemikian erat, sehingga keduanya menjadi “satu daging” saja
(Purwa Hadiwardoyo , 1988:22).
Santo Paulus dalam Efesus 5:21-33 menegaskan bahwa hubungan suamiistri kristen harus dilaksanakan menurut hubungan antara Kristus dan Gereja.
Seperti Kristus mencintai Gereja, demikianlah seorang suami kristen harus
mencintai istrinya. Seperti Gereja menaati Kristus sebagai Kepalanya, demikian
seorang istri kristen harus menaati suaminya. Dengan pernyataan itu Santo Paulus
menunjukkan ciri “sakramentalis” dari perkawinan kristen, walaupun dalam arti
yang amat luas, yakni bahwa perkawinan kristen merupakan “lambang” dari
hubungan Kristus dan Gereja (Purwa Hadiwardoyo , 1988:24).
Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus yaitu pada bab 7
menegaskan bahwa suami istri harus menghindarkan diri dari godaan untuk
berhubungan seksual dengan orang lain karena tubuh suami adalah milik istri dan
tubuh istri adalah milik suami. Dengan demikian hakikat perkawinan yang ingin
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
disampaikan oleh Santo Paulus adalah perkawinan merupakan kesatuan erat
antara seorang pria dan seorang wanita, yang memberikan kepada keduanya hak
prerogatif atas hubungan seksual dengan partnernya, dan menjauhkan keduanya
dari bahaya percabulan (Purwa Hadiwardoyo , 1988:26).
Dari uraian mengenai ajaran Kitab Suci di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa hidup keluarga merupakan panggilan dari Allah sendiri. Allah yang
mempersatukan seorang pria dan wanita untuk hidup dalam kesatuan cinta kasih.
Oleh karena itu keluarga merupakan ikatan persekutuan suci yang diberkati dan
dikehendaki oleh Allah. Suami-istri memiliki kewajiban untuk mengupayakan
keutuhan hidup bersama itu dengan dituntut suatu kesetiaan. Keutuhan dan
kebahagiaan dalam keluarga antara ayah, ibu, dan anak keharmonisan keluarga
Katolik.
b. Keharmonisan Keluarga Katolik Menurut Dokumen Gereja
Hidup berkeluarga mendapat pembahasan penting dalam Konsili Vatikan
II, seperti yang ditulis dalam Gaudium et Spes (GS). Gaudium et Spes khususnya
artikel 47. Dalam GS 47, konsili melihat adanya tanda-tanda jaman yang dapat
merusak kesucian perkawinan dan keutuhan keluarga. Konsili mengingatkan
bahwa persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra diadakan oleh Sang
Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun janji pernikahan
atau persetujuan pribadi yang tidak dapat ditarik kembali. Pria dan wanita yang
karena janji pernikahan “bukan lagi dua, melainkan satu daging” (Mat 19:6),
hendaknya saling membantu dan melayani berdasarkan ikatan mesra antar pribadi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
dan kerja sama. Persatuan mesra merupakan bentuk dari saling serah diri antara
dua pribadi, begitu pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami-istri
yang sepenuhnya dan mengupayakan agar tidak kesatuan tersebut tak terceraikan
(GS.47).
Yohanes Paulus II dalam Amanat Apostolik “Familiaris Consortio”
dalam artikel 19 mengingatkan bahwa persatuan suami-istri berakar dalam kodrat
saling melengkapi yang ada antara pria dan wanita, dan dikembangkan dengan
kesediaan pribadi suami-istri untuk saling mengambil bagian dalam seluruh
proyek hidup mereka, untuk saling membagi segala milik dan keberadaan mereka:
maka persatuan seperti itu merupakan buah dan tanda dari kebutuhan yang
sungguh bersifat manusiawi (Seri Bina Keluarga, 1994:42). Yohanes Paulus II
juga menegaskan bahwa perkawinan sebagai pemberian diri timbal balik,
persatuan mesra, maupun kesejahteraan anak-anak mewajibkan suami-istri untuk
setia seutuh-utuhnya dan menuntut adanya kesatuan yang tak terceraikan antara
mereka (Seri Bina Keluarga, 1994:43). Dari amanat Yohanes Paulus II ini tampak
bahwa kebahagiaan keluarga terletak pada persatuan dan kesetiaan suami-isrti.
Kesatuan dan kesetiaan yang terbangun akan membawa keluarga pada kekuatan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan perkawinan katolik yang membahagiakan.
3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga
a. Kehidupan Iman
Kerukunan di dalam keluarga Kristiani hanya bisa bertambah dengan
tambahnya iman. Dengan konsekuensi apabila iman terhadap Tuhan mulai runtuh,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
biasanya hubungan antara mereka juga rapuh dan demikian sebaliknya (Tim
Pembinaan Persiapan Berkeluarga, 1981:27). Karena begitu pentingnya iman
sebagai landasan dalam hidup berkeluarga, maka Gereja sangat mengharapkan
bahwa hendaknya pasangan suami-istri memiliki iman yang sama. Dengan
memiliki iman yang sama maka akan sangat memudahkan dalam menghayati
iman bersama, kebersamaan dalam doa dan ibadat, memecahkan masalah dengan
pemahaman yang sama, dan terlebih memudahkan memberi pendidikan iman
kepada anak.
Secara de facto perkawinan tidak hanya terjadi antara seorang pria dan
seorang wanita yang seiman. Ada juga pasangan suami-istri yang hidup dalam
perkawinan campur. Kawin campur memang tidak tanpa masalah, tetapi tidak
boleh dinilai hanya negatif kerena juga dapat mengandung peluang-peluang yang
perlu didayagunakan (KWI, 1994:69).
b. Kehadiran Anak sebagai Buah Pernikahan
Perkawinan tak hanya terarah kepada kesejahteraan suami-isteri,
melainkan juga kepada anak-anak. Tuhan melibatkan manusia untuk berperan
serta dalam penciptaan makhluk menurut citranya (KWI, 1994:119). Anak-anak
dalam kehidupan keluarga menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi
keharmonisan keluarga karena anak-anak merupakan suatu anugerah pernikahan
yang berharga; buah pemberian diri timbal balik dari pasangan itu (KWI,
1994:119).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
Pada waktu menjadi orang tua, suami istri menerima dari Allah anugerah
berupa tanggung jawab yang baru. Cinta kasih mereka sebagai orang tua dipanggil
untuk menjadi tanda kelihatan bagi anak-anak tentang cinta kasih Allah sendiri,
yang memberi nama kepada setiap keluarga dalam sorga dan di atas bumi.
Akan tetapi, tidak boleh dilupakan bahwa apabila kelahiran anak tidak
dapat terjadi, hidup bersuami istri tidaklah kehilangan nilainya. Kemandulan
jasmani ternyata dapat menjadi kesempatan bagi pasangan suami-istri untuk
memberikan pelayanan-pelayanan lain yang penting untuk hidup pribadi manusia,
misalnya, adopsi anak, berbagai bentuk karya pendidikan , dan pemberian bantuan
kepada keluarga-keluarga lain serta kepada anak-anak yang miskin atau cacat.
(Seri Bina Keluarga,1994:34).
Kehadiran anak dalam keluarga tidak selalu menjamin bahwa keluarga
tersebut akan bahagia. Jika belum ada kesiapan untuk menerima buah hati dalam
keluarga tersebut tentunya akan menimbulkan masalah yang dapat mempengarui
keharmonisan keluarga. Oleh karena itu perencanaan dan persiapan menerima
buah hati dalam keluarga sangatlah penting. Perencanaan dan persiapan tersebut
di Indonesia disebut dengan Keluarga Berencana (KB).
1) Pentingnya merencanakan keturunan
Beberapa pasal dalam UU RI No. 10/1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menunjuk perihal keluarga
berencana antara lain pasal 1 ayat 12: “Keluarga berencana (KB) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera
(KWI, 1994:159).
Dalam ajaran Gereja dapat ditelusuri perkembangan sikap dan posisi yang
menjadi makin positif terhadap gagasan pokok KB, dalam arti sikap penuh
tanggung jawab dalam prokreasi dengan membatasi jumlah anak dan mengatur
jarak kelahiran anak yang satu dan anak berikutnya. Hal ini patut dicatat karena di
masa lampau ada kecenderungan sikap “natalistis”, yakni keluarga besar dengan
banyak anak (KWI, 1994:161).
Gaudium et Spes artikel 50 mencanangkan prinsip tanggung jawab:
“Dalam tugasnya meneruskan dan mendidik kehidupan manusia yang harus
dipandang sebagai perutusan mereka saja, suami-istri sadar akan perannya dalam
kasih Allah Pencipta dan sebagai penafsir kasih ini. Maka mereka harus
memenuhi tugasnya dalam tanggung jawab manusiawi dan kristiani...” (KWI,
1994:163).
2) KB sebagai ungkapan prinsip tanggung jawab
KB pertama-tama harus dipahami sebagai sikap tanggung jawab,
sedangkan soal metode termasuk cara pelaksanaan tanggung jawab itu. Manusia
sebagai makhluk etis ciptaan Tuhan harus senantiasa bersikap dan berperilaku
penuh tanggung jawab, apalagi dalam perkara penting seperti prokreasi (KWI,
1994:165).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
3) Tanggung jawab dan hak orangtua untuk menentukan jumlah anak
Anak dengan segala kebutuhan dan kemampuannya untuk berkembang
sama sekali bergantung pada orangtuanya. Padahal, kemampuan orangtua untuk
membesarkan dan mendidik anaknya serba terbatas, belum lagi kemampuan
masyarakat untuk menghidupi manusia. Dengan demikian orangtua juga perlu
mempertimbangkan aneka faktor untuk menentukan jumlah anak yang dapat
dipertanggungjawankan (KWI, 1994:166)..
4) Tanggungjawab orangtua atas panggilan khusus dalam Gereja
Dalam mempertimbangkan jumlah anak, orangtua Katolik hendaknya juga
memperhatikan tanggung jawab mereka terhadap kebutuhan Gereja akan
panggilan khusus menjadi imam atau biarawan-biarawati. Perlu diperhatikan
bahwa semboyan “Dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja” bagi keluarga
Katolik harus ditafsirkan dalam konteks Gereja Katolik yang membutuhkan
panggilan khusus itu. Umat Katolik telah berperan dalam gerakan KB, bahkan
ribuan orang katolik menjadi imam dan biarawan dan ada banyak calon tidak
menikah (KWI, 1994: 166).
c. Komunikasi dalam Keluarga
Pada masa awal perkawinan, biasanya semuanya masih mudah. Suami/istri
saling
mendahului
dalam
berusaha
membahagiakan
pasangannya
dan
menomorsatukan pribadi pasangannya. Dalam suasana demikian, proses
penyesuaian (yang memang perlu dan sering memerlukan waktu lama) dapat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
berjalan dengan lancar dan biasanya berhasil. Hal-hal yang kurang menyenangkan
dan sifat-sifat pasangannya yang kurang disukai tidak terlalu dihiraukan. Relasi
mereka masih dekat dan intim berkat terjalinnya komunikasi dari hati ke hati yang
diliputi cinta yang (masih) hangat (Tim Pusat Pendampingan Keluarga, 2007:29).
Namun, keadaan demikian itu tidak bertahan langgeng. Selang beberapa
waktu, begitu mereka mulai dianugerahi seorang anak oleh Tuhan, perhatian
kepada pasangannya mulai terbagi. Ibu sibuk merawat anak dan mengurus rumah
tangga. Tanggung jawab seorang ayah pun bertambah sehingga ia harus
membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Lambat laun, tanpa
disadari, relasi mereka mulai renggang. Mereka hidup dalam dunianya sendiri;
perhatian, tenaga, dan waktu “termakan” oleh kesibukan, oleh anak serta oleh
tugas sehari-hari. Bicara dari hati ke hati semakin jarang dilakukan. Jika ada
waktu untuk bertemu, itu hanyalah sekedar laporan kegiatan masing-masing.
Salah paham yang sering meningkat menjadi pertengkaran mudah terjadi. Sifatsifat pasangannya, termasuk yang dulu dikagumi, lambat laun menimbulkan
persoalan tersendiri bahkan bisa jadi penghambat relasi karena menimbulkan
kekecewaan dan perasaan negatif. Hal itu masih ditambah lagi dengan adanya
tantangan, gangguan, dan godaan dari luar (famili, lingkungan, ekonomi).
Biasanya, kekecewaan-kekecewaan itu dipendam saja dalam hati. Tetapi pada
suatu saat, kekecewaan itu bisa meledak. Kehangatan relasi mulai diganti dengan
ketegangan dan banyak diam. Dan apabila tidak menemukan jalan untuk
menyelamatkannya, mereka akan jatuh pada “neraka perkawinan”. Inilah pola
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
umum yang dialami oleh setiap pasangan suami-istri (Tim Pusat Pendampingan
Keluarga, 2007:29).
Kunci jawabannya adalah komunikasi. Apabila suami-istri dari semula
berusaha untuk tetap berkomunikasi, segala persoalan akan dapat dihadapi
(syukur kalau dapat diatasi) bersama. Bahkan, relasi perkawinan yang sudah
mengalami kegoncangan akibat kekecewaan masih dapat dipulihkan dan
diselamatkan. Komunikasi adalah suatu proses antara dua orang; yang seorang
memberi informasi/isyarat dan yang lain menerima informasi tersebut sehingga
terjadi kesatuan pemahaman, syarat mutlak komunikasi adalah, yang satu mau
bicara dan berani terbuka sedangkan yang lain mau mendengarkannya (Tim Pusat
Pendampingan Keluarga, 2007: 30).
d. Ekonomi Rumah Tangga
Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh keluarga pada umumnya
adalah masalah ekonomi. Kebutuhan ekonomi bertambah secara otomatis ketika
orang mengarungi hidup berkeluarga. Hal itu timbul tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri sebagai suami istri, tetapi juga dalam lingkup sosial: menjadi
salah satu keluarga di antara keluarga-keluarga lain di lingkungan sosial
kemasyarakatan. Meskipun kebahagiaan hidup berkeluarga tidak semata-mata
tergantung dari kecukupan material, namun urusan uang atau ekonomi rumah
tangga merupakan segi yang penting. Pedoman pastoral MAWI 1975
menyebutkan, “Ekonomi rumah tangga bukanlah tujuan melainkan sarana yang
(harus) menunjang dan memungkinkan penghayatan iman. Yang mau dicapai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65
adalah kesejahteraan bagi semua orang serta peningkatan mutu hidup menurut
kehendak Tuhan” (Tim Pusat Pendampingan Keluarga, 2007: 70).
1) Pokok Masalah Ekonomi Rumah Tangga
Cepat atau lambat, keluarga baru harus mulai mandiri. Ada kebutuhankebutuhan yang mesti dipenuhi oleh keluarga baru, dan semakin lama kebutuhan
itu justru semakin meningkat. Selain kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, masih
ada kebutuhan yang mendadak di luar rencana yang harus dipenuhi. Dihadapkan
pada peningkatan kebutuhan dan situasi di luar dugaan seperti ini, idealnya setiap
keluarga mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat membiayai
semua kebutuhan hidup. Namun, kenyataan ini sulit dicapai karena kebutuhan dan
keinginan berkembang demikian cepatnya sehingga berapa pun besarnya
penghasilan tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan
tersebut. Maka, diperlukan manajemen kebutuhan hidup dan pengaturan keuangan
secara realistis. Pokok persoalan ekonomi yang dihadapai oleh setiap keluarga
adalah, bagaimana dengan penghasilan yang ada, segala kebutuhan keluarga, baik
pada saat sekarang maupun yang akan datang, dapat dicukupi? Atau, bagaimana
menjaga keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran? (Tim Pusat
Pendampingan Keluarga, 2007: 71)
2) Mengatur ekonomi keluarga
Untuk mengatasinya, tidak cukup hanya dengan berprinsip menambah
penghasilan dan mengurangi pengeluaran karena usaha itu pun tidak selalu
mudah. Yang paling mendasar adalah bagaimana mengatur atau mengendalikan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
peredaran uang. Dalam buku “Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga” yang disusun
oleh Tim Pusat Pendampingan Keluarga (2007) mampu mengatur ekonomi
berarti:
Mampu mengatur penghasilan sesuai dengan keadaan keuangan yang
ada dan rencana yang telah disusun.
Mampu membuat seleksi kebutuhan. Mana kebutuhan yang mendesak
untuk saat ini, penting untuk masa datang, dan mana yang tidak.
Mampu mengadakan tabungan untuk merealisasikan keinginan serta
kebutuhan-kebutuhan masa mendatang yang sudah direncanakan.
Mampu mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjebak
utang ataupun membeli secara kredit.
e. Keharmonisan Kehidupan Seksualitas
Penyesuaian seksual dalam perkawinan ibarat duet pemain piano dan
biola. Piano dan biola merupakan dua instrumen musik yang berbeda:
susunannya, suaranya, cara memainkannya sungguh-sungguh berbeda. Namun
demikian, apabila kedua musisi yang memainkan instrumen itu memainkannya
dengan cara tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan sikap yang tepat, hasilnya
adalah musik yang indah. Tubuh seorang pria dan tubuh wanita adalah berbeda,
sungguh-sungguh berbeda. Jika mereka bersatu dalam perkawinan sebagai suamiistri dan melakukan dengan tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan sikap yang
tepat, mereka akan mendapatkan keselarasan seksual yang sungguh-sungguh
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
indah sebagai ekspresi dari cinta mereka satu sana lain (Tim Pusat Pendampingan
Keluarga, 2007: 101).
Sehubungan dengan ini, ada suatu hukum yang harus ditaati: suami dan
istri mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk saling memenuhi kebutuhan
seksual mereka selama seluruh hidup perkawinan mereka. Suami bertanggung
jawab untuk memenuhi kebutuhan seksual istrinya, demikian sebaliknya sehingga
mereka berdua dapat memperoleh pengalaman seks yang lengkap, yaitu klimaks
atau orgasme. Terdorong oleh cinta satu sama lain, mereka justru akan berusaha
dan bersedia untuk saling memenuhi kebutuhan seksualnya secara timbal-balik
(Tim Pusat Pendampingan Keluarga, 2007: 102-103).
f. Keterlibatan dalam Hidup Bermasyarakat
Menurut Yohanes Paulus II keharmonisan keluarga juga dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat. Yohanes Paulus II mengingatkan bahwa keluarga
merupakan sel masyarakat yang pertama, yang menjadi dasar dan faktor
penumbuh masyarakat, terutama lewat pelayanan yang berdasarkan cinta
kehidupan. Keluarga merupakan sekolah hidup bermasyarakat di mana dalam
masyarakat keluarga ditumbuhkan semangat kurban dan dialog yaitu manusia
dimanusiawikan dan dipribadikan (Purwa Hadiwardoyo, 1988:129). Karena
kehidupan keluarga tidak terlepas dari kehidupan masyarakat maka hubungan
yang baik dalam kehidupan masyarakat juga turut mendukung bagi terciptanya
keluarga yang harmonis.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
Menciptakan hubungan yang baik dalam masyarakat dapat dilakukan
dengan ikut terlibat dan mengambil peranan dalam kegiatan bermasyarakat.
Keluarga yang berperan baik dalam masyarakat akan memunculkan penerimaan
yang baik pula dari masyarakat. Penerimaan yang baik dalam masyarakat
menjadikan keluarga tersebut hidup damai dan aman. Yohanes Paulus II
mengingatkan bahwa keluarga memiliki tugas dan peranan sosial entah dengan
usaha keluarga sendiri maupun bersama keluarga-keluarga lainnya. Lewat
sakramen perkawinan, suami-istri Kristen mendapat pengutusan khas awam,
untuk menebus semua bidang-bidang kemasyarakatan, terutama untuk membela si
miskin (Purwa Hadiwardoyo, 1988:129).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB IV
PERAN KOMUNIKASI DALAM MEMBANGUN KEHARMONISAN
KELUARGA KATOLIK
Sebagaimana telah dipaparkan dalam bab.III bahwa setiap orang yang
memasuki hidup perkawinan tentu mempunyai cita-cita ingin hidup bahagia
dengan saling mencintai, dapat akrab, dan mesra dengan pasangannya. Cita-cita
demikian memang sangat indah, tetapi tidaklah mudah. Kenyataannya, banyak
keluarga mengalami kekecewaan, gagal dalam mewujudkan cita-cita menciptakan
kebahagiaan. Salah satu penyebab utama dari kegagalan dalam membangun
kebahagiaan dalam keluarga tersebut adalah karena kurangnya terbangun
komunikasi yang baik antar anggota keluarga, baik antara suami istri maupun
orang tua dengan anak. Oleh karena itu komunikasi memiliki peranan penting
dalam membangun kebahagiaan dan keharmonisan keluarga. Pada BAB IV
berikut ini akan dipaparkan bagaimana peran komunikasi dalam membangun
keharmonisan keluarga katolik
A. Komunikasi Badan Mengkokohkan Fungsi Keluarga
Komunikasi tidak hanya dilakukan secara verbal komunikasi juga dapat
dilakukan dengan komunkasi badan untuk dapat menyampaikan pesan yang kita
maksud. Komunikasi badan itu sendiri identik dengan sentuhan. Para pengguna
bahasa Inggris kerap menggunakan dua kata yang bisa saling menggantikan ketika
bicara tentang sentuhan yaitu; tactile (taktil) dan tactual (taktual). Taktil sendiri
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
merujuk pada perasaan disentuh; measakan tangan seseorang menyentuh bahu
kita, merasakan angin bertiup menyentuh kulit kita. Sedangkan taktual merupakan
tindakan menyentuh dan menggarap, biasanya dilakukan dengan tangan. (Barbara
K Given, 2007:256).
Adanya komunikasi yang baik dalam keluarga dapat mengkokohkan
fungsi keluarga. Fungsi-fungsi keluarga itu sendiri mencakup delapan fungsi,
mulai dari fungsi keagamaan, sosial budaya, melindungi, reproduksi, sosialisasi
dan pendidikan, hingga ekonomi dan pembinaan lingkungan, tidak cukup hanya
diwacanakan atau menjadi tanggung jawab para pemangku kepentingan saja,
tetapi juga harus dengan upaya sistematis yang melibatkan pihak‐pihak terkait
termasuk keluarga sebagai sasaran. Orang tua sebagai tokoh sentral dalam
keluarga seyogyanya
memiliki kesadaran dan kepedulian untuk menjalankan
fungsi‐fungsinya dengan baik terutama halnya dalam proses komunikasi. Tidak
cukup hanya dengan anjuran atau perintah, dibutuhkan contoh dan keteladanan
yang baik dan konsisten bagi anak‐anak untuk menumbuhkan kondisi yang
kondusif bagi tumbuhnya pribadi yang tangguh sebagai embrio terwujudnya
ketahanan keluarga. Bimbingan, pembinaan, pendampingan dan pengawasan
dari orang tua yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh kasih sayang pada
anak dalam menanamkan nilai‐nilai.
Komunikasi badan ini sendiri diartikan sebagai komunikasi tanpa katakata (non verbal), merupakan ungkapan cinta, perhatian dan kasih sayang satu
sama lain, misalnya, dengan pandangan mata, senyuman, belaian, gandengan
tangan, rangkulan, dekapan, ciuman, dsb (Gilarso,1996:50). Komunikasi badan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
penting untuk menciptakan suasana akrab dan mesra tetapi tidak dimaksudkan
untuk rangasangan seksual sehingga dapat dilakukan orang tua di depan mata
anak-anaknya. Belaian dan sentuhan lembut dirasakan sebagai sesuatu yang
berarti untuk mengungkapkan rasa cinta dan mendekatkan hati (Tim Pusat
Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, 2006:34)
Dengan komunikasi seperti ini maka sebuah keluarga akan mampu
mengokohkan dan mempertahankan keluarganya, sehingga terwujudlah keluaga
yang harmonis penuh cinta dan saling menyayangi satu sama lain.
B. Komunikasi dari Kepala ke Kepala Menyelesaikan Konflik dalam Keluarga
Banyak hal yang dapat memicu adanya konflik di dalam keluarga seperti
perbedaa pandangan dan usia, anak-anak, kesulitan ekonomi, campur tangan
orang ketiga, stres, masa lalu, perkataan yang menyakitkan, kesalahan yang tidak
dibereskan, kebencian atu krisis cinta, serta sikap tidak terbuka, egois, dan
sombong merupakan hal mendasar yang kerap menyebabkan timbulnya konflik.
Dalam mengatasi konflik yang ada, diperlukan komunikasi yang baik seperti
komunikasi dari hati ke hati; Komunikasi ini berupa pembicaraan yang berawal
dari basa-basi, tukar informasi, sampai dengan tukar pikiran, tukar pendapat dan
pandangan. Komunikasi semacam ini disebut “diskusi”. Di dalam komunikasi ini
mencakup beberapa unsur seperti keterbukaan, kedewasaan, sikap tenang, sabar,
tidak menghakimi, dan mencari jalan keluar yang terbaik bagi semua pihak.
Konflik yang diselesaikan akan membuat sebuah keluarga lebih sehat dan
harmonis, karena masing-masing pihak memahami, menerima, dan terbuka satu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72
dengan lainnya. Namun, sebaliknya konflik yang berkepanjangan hanya akan
membuat keluarga hancur berantakan
C. Komunikasi dalam Bentuk Dialog Membangun Keterbukaan dan Rasa Saling
Percaya
Adanya komunikasi yang efektif serta juga dapat meningkatkan
keterbukaan dan rasa saling percaya dalam keluarga.
Keterbukaan dan rasa
saling percaya merupakan faktor yang paling penting dalam sebuah hubungan
rumah tangga. Salah satu kunci keberhasilan dalam menjaga keutuhan rumah
tangga ialah dengan selalu memberikan kepercayaan dan tetap menjaga
kehormatan suami juga istri, komunikasi seperti ini terdapat dalam bentuk dialog.
Dengan adanya komunikasi, kepercayaan, keterbukaan, serta tetap memegang
teguh komitmen tentu semua masalah yang timbul dalam sebuah keluarga dapat
teratasi.
D. Komunikasi dalam Keluarga Menjadi Sarana Kasih Karunia Tuhan
Dalam Efesus 4:25-29, mengatakan "Karena itu buanglah dusta dan
berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari
terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan
melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat
membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Janganlah ada perkataan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk
membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih
karunia". Jadi dengan kata lain, ada dua prinsip yang penting di sini yaitu yang
pertama, kita harus mengatakan yang benar dalam keluarga. Jangan sampai kita
mengatakan yang bohong dan kita harus mengatakannya dengan benar. Maka
firman Tuhan berkata jangan sampai kita itu menimbun kemarahan, jangan
sampai mengatakan kata-kata yang kotor. Jadi prinsip yang penting dalam firman
Tuhan adalah katakan yang benar dan katakanlah dengan benar. Dengan cara
itulah kita menjadi sarana kasih karunia Tuhan artinya lewat perkataan kita, kita
membangun, mendorong dan menyampaikan kasih serta kepedulian kita kepada
anggota keluarga kita sendiri.
Hal ini bisa dilakukan bila seseorang terampil dalam komunikasi yakni
berusaha memahami dan terampil dalam mengkomunikasikan pikiran seperti yang
telah diungkapkan pada bab II. Dengan dua keterampilan itu maka perkataan atau
pun tindakan kita akan memancarkan kasih Tuhan.
E. Media Komunikasi Membantu Sebuah Keluarga Melakukan Komunikasi
Jarak Jauh
Sudah dipaparkan pada bagian pendahuluan bahwa tidak selalu media
komunikasi efektif dalam mempermudah komunikasi seperti handphone,
facebook, email, dsb. Namun bila digunakan secara tepat maka akan sangat
membantu proses penyampaian pesan, misalnya sebuah keluarga terpisah oleh
jarak yang sangat jauh maka media seperti email atau handphone akan membantu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74
untuk menyampaikan pesan lebih cepat. Meskipun begitu pertemuan secara
personal harus diutamakan.
F. Komunikasi Mendengarkan dengan Empatik Membantu Sebuah Keluarga
Meneguhkan Hubungan
Bila seseorang dalam keluarga bisa mendengarkan dengan empatik maka
akan meneguhkan sebuah hubungan, karena mendengarkan dengan empatik
berarti medengar melalui mata, hati, dan telinga, serta beruasaha menyelami
perasaan lawan bicara sehingga dengan cara seperti ini lawan bicara akan merasa
nyaman untuk mengungkapkan perasaannya dan merasa diteguhkan. Untuk
meneguhkan sebuah hubungan dengan berkomunikasi seseorang perlu terlebih
dahulu mengerti perasaaan orang lain kemudian barulah dimengerti.
G. Komunikasi Mendengarkan dengan Tulus Membantu Sebuah Keluarga
Membangun Hubungan yang Intim
Intimnya sebuah hubungan dalam sebuah keluarga ditentukan oleh pola
komunikasi, dengan berusaha mendengarkan dengan tulus seseorang dalam
sebuah keluarga akan menciptakan hubungan yang intim. Mendengarkan dengan
tulus berarti seseorang mau meluangkan waktu untuk berusaha memahami dan
mendengarkan orang lain, sehingga orang lain merasa dihargai begitu pun
sebaliknya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75
H. Komunikasi Menyatukan Tiap Individu dalam Keluarga
Mengacu dari kata komunikasi itu sendiri bahwa UNI adalah satu, jadi
tujuan dari komunikasi tidak lain adalah untuk menyatukan. Dari komunikasi
yang baik yang terjadi di dalam keluarga maka akan mampu menyatukan tiap
pribadi yang berbeda watak dan keinginannya berdasarkan latarbelakang maupun
usia. Ketika komunikasi berlangsung dengan baik maka bukan tidak mungkin
keluarga akan dapat membangun keluarga yang harmonis berdasarkan komunikasi
yang baik.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
Kesimpulan dan Saran
Setelah memaparkan beberapa pengertian mengenai komunikasi dan
keharmonisan keluarga, penulis melihat bahwa komunikasi memiliki peranan
penting dalam membangun keluarga yang harmonis. Pada bagian ini penulis akan
memaparkan beberapa hal yang perlu ditegaskan kembali sebagai kesimpulan dari
seluruh rangkaian penulisan skripsi ini. Di akhir bagian ini penulis juga
memberikan beberapa saran yang mungkin dapat membantu dalam membangun
keluarga Katolik harmonis melalui komunikasi yang baik.
A. Kesimpulan
Komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau penyampaian pesan
antar dua orang atau lebih. Untuk mencapai suatu komunikasi yang baik
seseorang terutama dalam hal membangun sebuah keluarga baik suami dan istri
juga antara orang tua dan anak harus memahami tahapan di dalam komunikasi
yakni berusaha terlebih dahulu memahami kemudian baru mencoba untuk
dimengerti atau dipahami. Pada sebuah keluarga dapat membangun komunikasi
yang baik bila setiap anggota dalam keluarga mau belajar untuk saling
mendengarkan, karna biasanya seseorang sulit membangun komunikasi yang baik
karena
kurangnya
kesediaan
untuk
mendengarkan.
Kesediaan
untuk
mendengarkan adalah kunci membangun suatu komunikasi yang baik.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77
Mendengarkan juga tidak hanya sekedar mendengarkan tetapi mendengarkan
yang dimaksud adalah mendengarkan dengan empatik yaitu mendengarkan
dengan sungguh apa yang disampaikan oleh orang lain. Dalam hal ini seseorang
harus menekankan segi ethos, pathos, dan logos. Kiranya beberapa pola ini bisa
dilakukan secara berkelanjutan. Dengan pola komunikasi seperti ini tentunya akan
sangat membantu sebuah keluarga mewujudkan keluarga yang harmonis.
Komunikasi yang baik dalam keluarga katolik disebut dengan dialog yaitu
komunikasi dari hati ke hati. Melalui dialog keluarga katolik diajak untuk saling
mendengarkan, saling menghormati, dan saling bekerjasama mewujudkan cinta
kasih antar anggota keluarga maupun anggota keluarga dengan masyarakat di
lingkungan sekitar.
Keharmonisan sendiri artinya ialah ketersalingan atau keserasian di dalam
sebuah keluarga. Ada berbagai faktor yang menyebabkan tidak terwujudnya
keluarga yang harmonis, di antaranya ialah: faktor ekonomi, seksualitas,
hubungan dengan masyarakat, kehidupan iman, dan yang paling utama adalah
komunikasi. Bila saja setiap keluarga terutama keluarga Katolik paham akan
peranan dan fungsi komunikasi maka tidak akan sulit mencapai suatu keluarga
Katolik yang harmonis. Komunikasi seharusnya dilakukan secara efektif dan
berkelanjutan, karena keluarga sendiri merupakan suatu proses terus menerus
dengan tujuan demi berlangsungnya kehidupan yang bahagia.
Di dalam skripsi ini telah dijabarkan dan diperoleh gagasan bagaimana
membangun sebuah keluarga Katolik yang harmonis dengan komunikasi. Dari
uraian tersebut ditemukan peran penting komunikasi dalam hubungannya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78
mewujudkan keluarga yang harmonis, yakni sebagai penyatu, pengokoh dan jalan
agar keharmonisan dapat dibangun. Komunikasi dikatakan menjadi aspek paling
penting karena komunikasi membangun keintiman antar anggota keluarga di mana
komunikasi menjembatani segala perbedaan antara beberapa individu (suami
dengan istri, orang tua dengan anak, anggota keluarga dengan lingkungan
masyarakat).
Dengan
begitu
komuikasi
menjadi
sangat
penting
demi
kelangsungan sebuah keluarga terutama keluarga Katolik sehingga dapat menjadi
teladan bagi keluarga-keluarga yang lain.
Tujuan membangun keluarga pertama-tama adalah Tugas mulia dari Allah
sendiri. Dengan tanggung jawab seperti itu maka seharusnya setiap keluarga
mampu membangun sebuah keluarga yang baik sesuai dengan hakikatnya, di
mana setiap orang dalam keluarga hidup saling mengasihi satu sama lain yang
dengan demikian dapat memancarkan kasih Allah dalam keluarga maupun di
tengah masyarakat.
Keluarga yang baik seharusnya penuh dengan suasana harmonis di mana
antara anggota dalam keluarga hidup saling mengasihi, saling memahami, dan
mampu bekerjasama yang dibangun berdasarkan komunikasi yang baik. Banyak
aspek yang harus diperhatikan agar menjadi suatu keluarga harmonis. Aspekaspek tersebut antara lain kehidupan iman antar pasangan suami istri, latar
belakang suami istri, kesamaan visi dan misi dalam membangun keluarga,
ekonomi keluarga, pendidikan anak, hidup bermasyarakat, dan yang paling
penting adalah komunikasi dalam keluarga.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79
B. Saran
Bertitik tolak dari seluruh pembahasan dalam skripsi ini, penulis ingin
memberikan beberapa saran yang semoga membantu bagi siapa saja terutama bagi
yang sedang dan akan membangun keluarga Katolik. Pertama, membangun
keluarga Katolik yang harmonis dapat dimulai dengan mencipstakan komunikasi
yang baik, dan komunikasi yang baik dapat diawali dengan mulai mendengarkan
orang lain dengan empatik. Oleh karena itu mulailah belajar untuk mendengarkan
dengan empatik untuk berusaha memahami orang lain terlebih dahulu. Kedua,
membangun keharmonisan merupakan suatu proses yang berlangsung terusmenerus dan dialog adalah cara untuk menjaga, membina, dan mewujudkan
keharmonisan
keluarga.
Oleh
karena
itu,
utamakanlah
menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dalam keluarga.
dialog
dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Budyapranata. (1986 ). Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.
Covey R. Stephen. (2010). The 7 Habits Of Highly Effectivie People, 7 Kebiasaan
Manusia yang Paling Efektif. Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher.
Covey Sean. (2012). The 7 Habits Of Highly Effective Teens, 7 Kebiasaan Remaja
yang Sangat Efektif. Tangerang; Binarupa Aksara Publisher.
Deddy Mulyana. (2001). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
de Mello, Anthony, SJ. (1990). Doa Sang Katak 1, Meditasi Dengan Cerita.
Yogyakarta: Kanisius.
(1990). Doa Sang Katak 2, Meditasi Dengan Cerita. Yogyakarta:
Kanisius.
Departeman Dokumentasi dan Penerangan. KWI. (1992) Gaudium Et Spes.
Jakarta:
Eilers Josef Franz. (1994). Berkomunikasi dalam Masyarakat. Semarang: Bina
Putra.
Gilarso. T. (1996). Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.
Given, Barbara K. (2007). Brain-Based Teaching. Bandung: Kifa Mizan Pustaka.
Harian kompas. http: //female.kompas.com /read/2008/07/28/12263234/
seks.bukan.penyebab.utama.perceraian: accessed on may 12, 2013
Jalaluddin. Rakhmat (1991). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.
Keluarga sakina. http://keluargasakina.com/964/arti-keluarga-harmonis: accessed
on July 6, 2013
Kompas.http://regional.kompas.com/read/2012/11/29/17400531/Keluarga.Fani.H
anya.Ingin.Bupati.Garut.Minta.Maaf?utm_source=WP&utm_medium
=Ktpidx&utm_campaign=Skandal%20Pernikahan%20Bupati%20Gar
ut: accessed on june 19, 2013
.http://megapolitan.kompas.com/read/2011/07/09/06070366/MA.Prita.Ber
salah?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=Kasus
%20Prita%20Mulyasari: accessed on may 23, 2013
.http://female.kompas.com/read/2008/07/ 28/12263234/: accessed on june
20, 2013
Keluarga sakina http://keluargasakina.com/964/arti-keluarga-harmonis: accessed
on may 17, 2013
Iswarahadi. (2003). Beriman Dengan Bermedia, Antologi Komunikasi.
Yogyakarta: Kanisius
Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Semarang. (1994) Keluarga Kristiani
dalam Dunia Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Knys Pratiwi. (1985) Berkeluarga Secara Arif. Yogyakarta: Kanisius
Lembaga Katolik Untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia.(1981). Spektrum,
Lokakarya Nasional 1 Untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia.
Meadow, Jo Mary. (1989). Memahami Orang Lain, Meningkatkan Komunikasi
dan Hubungan Baik dengan Orang Lain. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
Purwa Hadiwardoyo. (1988). Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta:
Kanisius.
Pikiran rakyat. http://www.pikiran-rakyat.com/ node/176349: accessed on may
30, 2013
Supratiknya. (1995). Komunikasi Antarpribadi, Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius.
Tim Temu Kanonis Regio Jawa. KWI. (2006). Kitab Hukum Kanonik edisi Resmi
Bahasa Indonesia. Bogor: Grafika Mardi Yuana.
Tim KWI dan BKKBN. (1994). Kasih Setia dalam Suka-Duka, Pedoman
Persiapan Perkawinan di Lingkungan Katolik. Jakarta: Afandhani
Pramandiri.
Tim Publikasi Pastoral Redemptorist. (2001). Menjadi Keluarga Katolik Sejati.
Yogyakarta: Kanisius
Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo” KAS. (2007) Kursus
Persiapan Hidup Bekeluarga. Yogyakarta: Kanisius.
White, Ellen G. Hidup Jang Terbaik. Bandung: Advent Indonesia.
Download