MODUL PLPG GURU KELAS PAUD KONSORSIUM SERTIFIKASI GURU dan UNIVERSITAS NEGERI MALANG Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 115 2013 KATA PENGANTAR Buku ajar dalam bentuk modul yang relatif singkat tetapi komprehensif ini diterbitkan untuk membantu para peserta dan instruktur dalam melaksanakan kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Mengingat cakupan dari setiap bidang atau materi pokok PLPG juga luas, maka sajian dalam buku ini diupayakan dapat membekali para peserta PLPG untuk menjadi guru yang profesional. Buku ajar ini disusun oleh para pakar sesuai dengan bidangnya. Dengan memperhatikan kedalaman, cakupan kajian, dan keterbatasan yang ada, dari waktu ke waktu buku ajar ini telah dikaji dan dicermati oleh pakar lain yang relevan. Hasil kajian itu selanjutnya digunakan sebagai bahan perbaikan demi semakin sempurnanya buku ajar ini. Sesuai dengan kebijakan BPSDMP-PMP, pada tahun 2013 buku ajar yang digunakan dalam PLPG distandarkan secara nasional. Buku ajar yang digunakan di Rayon 115 UM diambil dari buku ajar yang telah distandarkan secara nasional tersebut, dan sebelumnya telah dilakukan proses review. Disamping itu, buku ajar tersebut diunggah di laman PSG Rayon 115 UM agar dapat diakses oleh para peserta PLPG dengan relatif lebih cepat. Akhirnya, kepada para peserta dan instruktur, kami sampaikan ucapan selamat melaksanakan kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Semoga tugas dan pengabdian ini dapat mencapai sasaran, yakni meningkatkan kompetensi guru agar menjadi guru dan pendidik yang profesional. Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan PLPG PSG Rayon 115 Universitas Negeri Malang, kami menyampaikan banyak terima kasih. Malang, Juli 2013 Ketua Pelaksana PSG Rayon 115 Prof. Dr. Hendyat Soetopo, M. Pd NIP 19541006 198003 1 001 TIM PENULIS Penulis Ade Dwi Utami, M.Pd Azizah Muis, M.Pd Dr. Hapidin, M.Pd Dra. Nurbiana Dhieni, M.Psi Dr. Sofia Hartati, M.Si Sri Indah Pujiastuti, M.Pd Dra. Winda Gunarti Dra. Sri Wulan, M.Si Dr. Asep Supena, M. Psi Dra. Edwita, M. Pd Dra. Gusti Yarmi, M. Pd Dr. Yuliani Nuraini Sudjiono iii KATA PENGANTAR Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, Undang-undang RI nomor 14 2005 dan Peraturan Pemerintah nomoe 19 tahun 2005 mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik (kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru mencakup penguasaan kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial yang diberikan dengan sertifikat pendidikan yang diperoleh melalui sertifikasi. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi prasyarat. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Berdasarkan peraturan pemerintah RI nomor 74 tahun 2009 tentang guru, pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara yaitu uji kompetensi melalui penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung bagi guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara yaitu uji kompetensi melalui penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung bagi guru yang memenuhi persyaratan. Peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio yang belum mencapai skor minimal kelulusan, diharuskan (a) untuk melengkapi portofolio, atau (b) mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG) yang diakhiri dengan ujian. Untuk menjamin standarisasi mutu proses dan hasil PLPG. Modul bahan ajar PLPG ini digunakan sebagai sumber acuan bagi instruktur dan peserta dalam proses belajar mengajar selama kegiatan PLPG. Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Tim Penyusun modul bahan ajar PLG yang telah bekerja keras dengan penuh dedikasi dalam menyempurnakan modul ini. Mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan PLPG yang akan berdampak pada peningkatan kompetensi guru sesuai amanat Undangundang. Jakarta, Januari 2013 Universitas Negeri Jakarta Rektor Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M. Pd NIP. 1951031601987031001 iv DAFTARISI COVER ii TIM PENULIS iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v PERISTILAHAN/GLOSSARY vii Bab I Pendahuluan 1 A. B. C. D. 1 Deskripsi Prasyarat Petunjuk Penggunaan Modul Tujuan Akhir Bab II Kebijakan Pengembangan Profesi Guru A. B. Tujuan Antara Uraian Materi 1. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru 2. Hakikat Guru Profesional 3. Kompetensi Guru Bab III Materi Pembelajaran 1: Model dan Perangkat Pembelajaran A. B. Model Pembelajaran 1. Konsep Model Pembelajaran 2. Model Pembelajaran Ekspositori 3. Model Pembelajaran Inkuiri 4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 5. Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir 6. Model Pembelajaran Kooperatif 7. Model Pembelajaran Kontekstual 8. Model Pembelajaran PAKEM 9. Lesson Study Pengembangan Silabus dan RPP Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran v Bab IV Materi Pembelajaran 2: Penelitian Tindakan Kelas A. B. Materi Penelitian Tindakan Kelas Contoh Penelitian Tindakan Kelas Bab V Materi Pembelajaran 3: Pendidikan Anak Usia Dini Lembar Assesmen Lembar Kunci Jawaban Daftar Pustaka Lampiran vi PERISTILAHAN/GLOSSARY Afektif : Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai Belajar : Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya. Desain sistem : Proses rancangan sistem pembelajaran secara sistemik dan sistematis Pembelajaran Indikator : Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensi dasar kompetensi klasikal : Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlah peserta didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar bersama, berkelompok dan individual. Kognitif : Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual. Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif. Kompetensi : 1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugastugas di bidang pekerjaan tertentu. 2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur. Kompetensi dasar (KD) : Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif. Media : Segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan isi pelajaran, pembelajaran memberikan kemudahan proses belajar siswa. Paradigma : Cara pandang dan berpikir yang mendasar Pembelajaran : (1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas); vii (2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik. Perangkat : Dokumen yang pencapaian tujuan pembelajaran bahan ajar, media pembelajaran, dibuat guru untuk mengimplementasikan pembelajaran, terdiri dari: silabus, RPP, penilaian hasil belajar. Psikomotorik : Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia. RPP : Rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun berdasarkan silabus, bersifat operasional, berfungsi sebagai pedoman pencapaian kompetensi dasar. Silabus : Rancangan pembelajaran pada tingkat mata pelajaran sebagai pedoman pencapaian standar kompetensi. Sistematik : usaha yang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Sistemik : Holistik: cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas. Standar kom- : Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian petensi (SK) kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif. Taksonomi : (1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan tujuan belajar evaluasi (Benjamin Bloom dkk, 1956) (2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan yang terdiri dari atas faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi, dan dimensi proses kognisi yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk, 2001, sebagai revisi dari taksonomi Bloom dkk). viii BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Kehadiran modul ini sebagai salah satu sumber belajar bagi guru peserta Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sebagaimana amanat dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan bersertifikat pendidik. PLPG merupakan salah satu pola yang diselenggarakan untuk memenuhi guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan regulasi tersebut. Sebagai salah satu sumber belajar diharapkan modul ini memberi pengayaan secara substansial maupun pedagogik kepada guru-guru peserta PLPG, sehingga selesai mengikuti program pelatihan kompetensi guru meningkat, sehingga memungkinkan guru dapat mengubah paradigmanya dalam pembelajaran di kelas yang dalam jangka tertentu dapat meingkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Modul ini pada bagian awal memuat tentang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru dari sudut pandang akademik. Bahan ajar secara lengkap terkait dengan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru pada tahun 2012 telah ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan Profesi Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim. Pada babbab berikutnya dibahas tentang Model-model dan Perangkat Pembelajaran yang ditulis dalam Bab III (Kegiatan Pembelajaran I). Penguasaan dan pemilihan terhadap model-model pembelajaran akan sangat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran di kelas tidak membosankan. Sudah saatnya siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran, sehingga paradigma pembelajaran yang teacher oriented harus sudah mulai ditinggalkan. Dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM). Demikian pula dengan atau tanpa pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), membuat perangkat pembelajaran (silabus, RPP, 1 pengembangkan bahan ajar, pembuatan media, dan evaluasi) sudah melekat menjadi tanggung jawab dan kewajiban guru. Bab IV Kegiatan Belajar 2 tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian yang dilakukan di kelas sebagai “pengobatan” atas masalahmasalah yang dapat diamati di kelas terkait dengan proses pembelajaran. Dengan melakukan penelitian di kelas bukan saja pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, tetapi kemampuan guru dalam menemukan solusi atas permasalahan pembelajaran dan pengembangan kreativitasnya dapat terwadahi. Secara administratif guru juga akan memperoleh nilai tambah untuk pengumpulan angka kreditnya yang dapat digunakan untuk kenaikan pangkat/jabatan. Hal yang lebih jauh diharapkan tentunya mutu pembelajaran meningkat kearah yang lebih baik. Bab V Kegiatan Belajar 3 berisi tentang substansi materi dari masingmasing bidang studi. Penguasaan guru terhadap bidang studinya tentu menjadi sesuatu yang mutlak, karena bagaimana pun baiknya penguasaan kelas atau dalam interaksi dengan siswa tidak akan memberikan arti apa-apa tanpa penguasaan bidang studi (materi pembelajaran). Dalam bab V isi modul ini diharapkan memberikan wawasan dan pengayaan yang lebih kepada guru-guruserta melengkapi sumber belajar lain yang dipelajarinya. Prinsip belajar sepanjang hayat mengharuskan guru juga belajar sepanjang masa agar apa yang telah dikuasai terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Modul ini diakhiri dengan assessment, yang terdiri dari assessment untuk kegiatan 1, 2 dan kegiatan 3. Tujuan pembuatan Assesment adalah selain untuk memberi latihan dalam menyelesaikan soal-soal juga member masukan atas keberhasilan dalam mempelajari modul. Secara keseluruhan, substansi modul ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya tentang peningkatan profesi, kompetensi pembelajaran, penilaian, kompetensi penelitian tindakan kelas serta etika profesi guru. Substansi modul ini diharapkan dapat menginspirasi dan menambah wawasan peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan profesi guru. 2 B. Prasyarat Dalam mempelajari modul ini tidak memerlukan persyaratan secara spesifik. Akan tetapi tidak ada salahnya jika para peserta pelatihan memahami dengan baik terlebih dahulu dalam kaitannya dengan : 1. Regulasi penyelenggaraan PLPG 2. Teori-teori pembelajaran 3. Metodologi penelitian 4. Teknik penilaian. C. Petunjuk Penggunaan Modul Untuk memudahkan dalam mempelajari modul ini bacalah bagianbagian substansi kajian pada bagian awal dalam bab-bab yang tersedia sesuai dengan materi yang diberikan instruktur. Kerjakan latihan-latihan yang disediakan pada bagian bagian berikutnya, dengan terlebih dahulu mempelajari contoh-contoh dan penjelasan pengerjaannya. Jika mengalami kesulitan, tanyalah pada instruktur yang memberikan materi sesuai dengan kajiannya atau mencari dari sumber belajar dan bukubuku lainnya yang relevan. Pada akhir kegiatan, anda diminta untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang telah tersedia. D. Tujuan Akhir Setelah mempelajari modul ini diharapkan para peserta PLPG dapat meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang professional sesuai dengan tuntutan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang kualifikasi guru, 3 BAB II KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU A. Tujuan Antara Setelah mempelajari bab ini diharapkan pesrta dapat menganalis kebijakan-kebijakan terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai guru professional, sehingga dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan hakikat tenga profesi yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran/ pendidikan B. Uraian Materi 1. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru (.......................................) 2. Hakikat Guru Profesional a. Pengertian Profesi Kata profesi adalah kata benda yang diambil dari kata profession, sedangkan profesional merupakan kata sifat yang berasal dari kata professional. Menurut Hornby, profession, n. occupation, esp one requiring advanced education and special training, eg the law, architecture, medicine, accountancy; … professional adj 1. of a profession (1): ~ skill; ~ etiquette, the special conventions, form of politeness, etc asociated with a certain pofession: ~ men, eg doctors, lawyers. 2. Doing or practising something as a full time occupation or to make a living. Page & Thomas (1979) memberikan batasan tentang profesi sebagai berikut: …profession, evaluative term describing the most prestigious occupations which may be termed professions if they carry out an essential social service, are founded on systematic knowledge, require lengthy academic and practical training, have high autonomy, a code of ethics, and generate in-service growth. Teaching should be judged as a profession on these criteria. Pengertian profesi pada hakekatnya menunjuk kepada pekerjaan atau jabatan. Tidak semua pekerjaan disebut sebagai profesi. Ada sejumlah ciri atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengatakan suatu pekerjaan sebagai profesi. 4 b. Karakteristik Profesi Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, pengertian guru professional sebagai berikut. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 1) Ciri Profesi Menurut Ornstein & Lavine (1984), suatu pekerjaan dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi sejumlah ciri sebagai berikut: melayani masyarakat, dan pekerjaan tersebut merupakan karier yang dijalani seseorang dalam kurun waktu yang lama (sepanjang hayat, tidak mudah berganti). pekerjaan tersebut membutuhkan bidang ilmu dan keterampilan yang khusus (tertentu), yang tidak semua orang dapat melakukannya. menggunakan hasil penelitian dan aplikasi teori ke dalam praktik. membutuhkan pelatihan (pendidikan) khusus dalam waktu yang panjang. terkendali berdasarkan lisensi baku dan/atau memiliki persyaratan khusus (izin) untuk menduduki pekerjaan tersebut. otonomi dalam membuat keputusan dalam lingkup pekerjaannya. menerima tanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang diambilnya. memiliki komitmen terhadap jabatan dan klien, khususnya berkaitan dengan layanan yang diberikannya. menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, dan relatif bebas dari supervisi jabatan (dokter menggunkan tenaga administrasi untuk mengelola data klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter). mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesinya. 5 mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya (keberhasilan pekerjaan dokter dihargai dan diakui oleh IDI dan bukan oleh departemen kesehatan). mempunyai kode etik, sebagai pedoman dalam melaksanakan layanan. mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan dari setiap anggotanya. mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi. Penulis lain mencoba menggolongkan ciri profesi menjadi dua kelompok yaitu (1) ciri utama dan (2) ciri tambahan (SulistiyoBasuki, 2004). Ciri utama adalah ciri yang mutlak harus ada atau melekat dalam suatu pekerjaan untuk dikatakan sebagai profesi. Jika ciri utama ini tidak tampak atau beberapa di antaranya tidak ada, maka sulit untuk mengelompokkan pekerjaan tersebut ke dalam profesi. Ciri Utama Ada tiga ciri utama yang harus dipenuhi oleh suatu jenis pekerjaan untuk dikatakan sebagai profesi yaitu (1) Sebuah profesi mensyaratkan suatu pendidikan atau pelatihan yang ekstensif sebelum memasuki profesi tersebut. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana; (2) Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, dan pengrajin lebih merupakan ketrampilan fisik. Sedangkan pelatihan akuntan, engineer, dokter lebih didominasi oleh muatan intelektual; (3) Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi kepada pemberian layanan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Ciri Tambahan Ciri tambahan adalah ciri yang kehadirannya tidak mutlak harus ada. Jika ciri-ciri tambahan ini dipenuhi maka akan semakin memperkokoh kualitas atau eksistensi profesi dari pekerjaan tersebut. Ada tiga yang termasuk dalam katagori ciri tambahan, yaitu (1) Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki 6 sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sesuatu yang mutlak sebagai syarat profesi; (2) Adanya organisasi profesi yang mewadahi para anggotanya sebagai sarana komunikasi dan sarana perjuangan untuk memajukan profesinya dan kesejahteraan anggotanya; (3) Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya dan tindakan-tindakan atas pengambilan keputusan dalam profesinya. Kode etik juga merupakan ciri tambahan dalam sebuah profesi. Kode etik disusun oleh organisasi profesi. Jadi kehadirannya terkait dengan keberadaan organisasi yang juga masuk dalam katagori ciri tambahan. 2) Guru Sebagai Profesi Apakah pekerjaan atau jabatan guru sebagai sebuah profesi? Jawabannya ya. Hal ini didasarkan kepada beberapa karakteristik sebagai berikut: Pekerjaan guru memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (penting) dalam masyarakat. Untuk bekerja sebagai guru dibutuhkan keterampilan atau keahlian tertentu (khusus). Keahlian dalam pekerjaan guru didasarkan pada teori dan metode ilmiah. Ilmu keguruan memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik dan eksplisit. Pekerjaan guru memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama. Guru memiliki organisasi profesi sebagai wadah untuk memperkuat kualitas profesinya. Guru memiliki kode etik sebagai landasan dalam bekerja. Dalam menjalankan tugasnya, para pendidik/guru berpegang teguh kepada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap anggota yang bekerja sebagai guru mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap masalah profesi yang dihadapinya. Guru memiliki otonomi dan bebas dari campur tangan pihak luar dalam melaksanakan tugasnya memberi layanan kepada masyarakat. Pekerjaan guru mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat. Guru memperoleh imbalan (penghargaan finansial) yang cukup memadai. 7 c. Kompetensi Guru 1) Profil Pendidikan Guru Luangkanlah waktu anda sejenak saja untuk membayangkan peran seorang guru di dalam masyarakat. Kita akan melihat hasil kerja guru melalui orang-orang yang telah dididik oleh para guru. Mereka mampu menciptakan arsitektur bangunanbangunan menjulang tinggi, memproduksi teknologi canggih, sebagai contoh nyata. Bukti hasil kerja guru banyak dan begitu besar. Tentunya, disamping keberhasilan masih banyak pula masalah yang perlu dibenahi, terutama masalah peran pendidik dalam membangun mental bangsa yang sehat, membangun karakter bangsa yang akan membawa kedamaian. Masalah ini berkaitan dengan pendidikan, merupakan beban berat yang harus dipanggul oleh para guru. Kekecewaan terhadap karya guru banyak pula didengar. Perilaku guru yang tidak senonoh, korupsi yang terjadi di lingkungan pendidikan, premanisme yang berkembang di sekolah.lantas, sosok guru seperti apa yang dapat membantu negara mengatasi masalah yang sangat kompleks dalam rangka menyiapkan pemimpin masa depan. Diharapkan para guru sendirilah yang harus memikirkan kembali, bermenung sejenak tentang dirinya dan profesi yang diembannya. Mahmud Khalifah menuliskan (2009) tentang guru yang dirindukan: “Guru adalah orang yang bersamudrakan ilmu pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan manusia, ia adalah musuh kebodohan, dan penghapus kejahiliyahan. Ia juga mencerdaskan akal dan mencerahkan akhlak.” Begitu mulianya seorang guru dimata Khalifah, guru adalah orang yang pantas mendapatkan penghormatan. Sungguh, orang yang mendidik anak-anak dengan kesungguhan berhak untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan. Terpujilah engkau guru seperti yang dinyanyi anak-anak kita. Bagaimana mungkin bisa menghasilkan output siswa yang baik jika yang mengajar punya kualiatas kurang? Profil pendidik guru mewakili gambaran tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai, yakni menyiapkan anak yang berkembang menjadi dewasa secara utuh, cerdas, beriman, taqwa dan berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohaninya. Untuk mencerdaskan anak didiknya guru haruslah mencerdaskan dirinya dahulu. Cerdas dibidang spiritual, yang 8 dapat membimbing anak didiknya menjadi manusia yang beriman dan berakhlak mulia. Cerdas menguasai, menerapkan dan mengembangkan keilmuannya. Cerdas dalam merawat kesehatan jasmani-rohani dan sosialnya sehingga patut ditiru. Dengan demikian profil guru pendidik adalah guru yang memiliki pribadi cerdas unggul. Sebutan pendidik dan guru di dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sama maksudnya. Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan. Pendidik memiliki batasan tugas yang lebih luas dalam pengertian awam, sedangkan guru lebih spesifik dimana tugasnya lebih jelas. Pendidik bisa siapa saja yang tertarik membantu mengembangkan orang lain dan waktu dan tempat tidak terbatas. Dalam bahasan ini digunakan kata pendidik guru. Karakteristik pendidik guru di antaranya adalah sebagai berikut: Pendidik yang juga guru, adalah seseorang yang dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, orang yang selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman Pendidik guru adalah orang yang memiliki ilmu, yang mampu menangkap hakikat sesuatu, orang yang mampu menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya. Pendidik guru adalah orang yang kreatif, yang mampu menyiapkan peserta didiknya agar mampu berkreaasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan akhlak atau kepribadian kepada peserta didiknya. Pendidik guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, melatihkan berbagai keterampilan mereka sesuai bakat, minat dan kemampuan. Pendidik guru adalah seorang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dimasa depan. Perilaku guru hendaknya dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak didiknya, yang dapat mempengaruhi dan merubah kehidupan anak ke arah yang lebih baik. 9 Pribadi unggul yang efektif Adalah Guru Cerdas Berakhlak Mulia Dan Guru untuk anak-anak yang memiliki masa depan Guru biasa adalah yang mampu membagi pengetahuan kepada anak didiknya Guru baik yang mampu menjelaskan Dan yang mampu mendemonstrasikan Guru luar biasa adalah yang mampu memberi inspirasi anak didiknya menjadi cerdas dan sukses di masa depan d. Tanggung Jawab keprofesionalan 1) Makna Tanggung Jawab Tanggungjawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatu. Sehingga bertanggungjawab adalah kewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Menurut Widagdo (2001) Tanggungjawab adalah kesadaran akan tingkahlaku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Jenis tanggungjawab tersebut yakni; tanggungjawab terhadap diri sendiri, tanggungjawab terhadap keluarga, tanggungjawab masyarakat, tanggungjawab bangsa dan Negara, dan tanggungjawab terhadap tuhan. Tanggungjawab erat kaitannya dengan kewajiban. adalah sesuatu yang dibebankan terhadap Kewajiban merupakan bandingan hak, dan dapat mengacu hak. Maka tanggung jawab dalam hal tanggungjawab terhadap kewajibannya. Kewajiban seseorang. juga tidak ini adalah Pembagiaan kewajiban bermacam-macam dan berbeda-beda. Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban yang tertentu. Kedudukan, status dan peranan menentukan kewajiban seseorang. Kewajiban ini ada yang terbatas dan tidak terbatas. Kewajiban terbatas tanggungjawabnya sama untuk semua orang. Misalnya yang berkaitan hukum. Yang melanggar undang-undang sanksinya sama. Kewajiban tidak terbatas, 10 tanggungjawabnya memiliki nilai yang lebih tinggi sebab dilakukan oleh suara hati nurani. Seperti guru melaksanakan tugasnya dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih di luar jadwal yang seharusnya. 2) Tanggung Jawab Guru, Kesadaran, Pengabdian, dan Pengorbanan Seseorang diharapkan melaksanakan tanggungjawab atas kesadaran. Kesadaran adalah keinsyafan akan perbuatannya. Sadar artinya merasa, ingat (kepada keadaan sebenarnya) keadaan ingat akan dirinya, tahu dan mengerti. Jadi kesadaran adalah hati yang terbuka atau pikiran yang telah terbuka tentang apa yang telah dikerjakan. Seperti guru memilih pekerjaan sebagai guru atas kesadaran diri yang tinggi, sehingga ia akan dapat mempertanggungjwabkan tugasnya kepada diri sendiri, tidak suka mengeluh dan menyesali pilihannya. Diapun tahu kalau pihannya itu akan dipertanggunjawabkan kepada keluarga, negara, masyarakat dan Tuhannya. Guru saat melaksanakan kewajibannya mengelola pembelajaran di kelas, seringkali harus mengeluarkan dana sendiri untuk membeli kapur tulis,atau kebutuhan belajar lainnya karena barang belum tersedia. Rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas yang tidak terbatas, kadangkala kita harus berkorban materi atau nonmateri. Pengorbanan artinya memberikan secara ikhlas, harta, benda, waktu, tenaga, pikiran, bahkan nyawa, demi cinta atas sesuatu kesetiaan dan kebenaran. Pengorbanan dalam melaksanakan tanggungjawab juga memiliki makna pengabdian. Perbedaan pengertian antara pengorbanan dan pengabdian sering tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Pengorbanan merupakan akibat pengabdian. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas, tanpa pamrih, tanpa perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja siap, saat diperlukan. Pengabdian merupakan perbuatan baik yang dapat berupa pikiran ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan dan kecintaan, rasa hormat atau suatu ikatan dan semuanya dilakukan dengan ikhlas. Timbulnya pengabdian itu hakikat dari rasa tanggung jawab. Menjadi guru merupakan pengabdian yang tulus dan ikhlas demi kecintaan pada bangsa 11 dan Negara ini, yang akan dilaksanakan dengan sikap tanggungjawab yang tinggi. Ciri-ciri khas orang yang mempunyai tanggung jawab pribadi yang tinggi: Mengerjakan pekerjaan yang diberikan kepadanya secara tuntas. Selalu berusaha menghasilkan yang terbaik Merasa bertanggung jawab atas semua yang dihasilkannya baik yang buruk atau yang jelek Cenderung menyalahkan diri sendiri, kalau ada hal-hal yang kurang tepat –salah Ciri khas dari orang yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi: Santai, tidak disiplin, kurang menghargai waktu. Sering tidak mengerjakan suatu pekerjaan secara tuntas. Hal-hal yang sering terjadi sering dilihat sebagai akibat dari keadaan dibanding dari tindak-tanduk sendiri. Berkembangnya rasa tanggung jawab pribadi disebabkan sebagian kecil oleh faktor bawaan dan sebagian dari faktor lingkungan pendidikan dan lingkungan rumah. Terbentuknya sikap bertanggungjawab karena adanya proses latihan dan pembiasaan yang akhirnya menjadi alami, menyatu dalam bentuk kesadaran diri. 3) Kewajiban Guru Profesional Apa yang harus dilaksanakan guru dalam tugas keprofesionalannya telah tercantum dengan jelas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 20, seperti yang dikutip berikut ini. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 12 Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa; Tanggungjawab keprofesionalan juga dapat meliputi : Tanggungjawab moral, tenaga professional berkewajiban menghayati, mengamalkan Panca sila, mewariskan pada peserta didiknya. Tanggungjawab bidang pendidikan, bertanggungjawab terhadap proses pendidikan, mengelola, melakukan bimbingan. Tanggungjawab kemasyarakan, ikut bertanggungjawab memajukan masyarakat secara umum terutama berkaitan dengan pendidikan. Tanggungjawab keilmuan, di dalam melaksanakan tugas profesi sebagai guru bertanggungjawab memajukan ilmu pengetahuan dan tekonologi, terutama bidang keilmuannya sendiri. e. Kompetensi Guru Pengertian kompetensi guru berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1, butir c. adalah sebagai berikut : Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Selanjutnya jenis kompetensi guru tersebut lebih ditegaskan pada pasal 10: (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 13 Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkompetensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut: (1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai pendidik; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. (2) Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik. (3) Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. (4) Memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. (5) Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Para siswa tidak hanya belajar dari apa yang dikatakan guru, mereka juga belajar dari totalitas kepribadian gurunya. 14 Kepribadian guru yang tidak efektif akan menghalangi pembelajaran yang efektif. Beberapa kepribadian buruk guru yang sering ditemukan di sekolah, ditulis oleh Sukadi, diantaranya; sering meninggalkan kelas tidak menghargai siswa pilih kasih terhadap sisw menyuruh siswa menulis di papan tulis tidak disiplin kurang memerhatikan siswa materialistis Dengan ditetapkannya seperangkat kompetensi guru, masyarakat sangat berharap terjadi perubahan perilaku mengajar guru di kelas. Menurut Diaz dkk (2006) keberadaan guru di kelas hendaknya menjadikan ia sebagai model belajar dari peserta didiknya. Guru sebagai model diantaranya menunjukkan; Guru sebagai orang yang ahli di bidangnya. Guru sebagai contoh pembentukan moral Guru sebagai orang memiliki kepedulian dan melakukan tindakan Guru sebagai figure pemimpin yang memiliki otoritas Guru sebagai fasilitator yang selalu siap membatu siswanya Guru sebagai delegator Mulyana lebih memperluas peran guru professional yang akan mampu menciptakan kelas untuk anak-anak berprestasi unggul, yang merupakan ramuan dari bebagai kompetensi guru. Guru sebagai pendidik Guru sebagai pengajar Guru sebagai pembimbing Guru sebagai pelatih Guru sebagai penasihat Guru sebagai pembaharu (innovator) Guru sebagai model dan teladan Guru sebagai pribadi Guru sebagai peneliti Guru sebagai pendorong kreativitas Guru sebagai pembangkit pandangan Guru sebagai pekerja rutin Guru sebagai pemindah kemah 15 Guru sebagai pembawa cerita Guru sebagai actor Guru sebagai emancipator Guru sebagai evaluator Guru sebagai pengawet Guru sebagai kulminator f. Pengembangan Profesional Guru 1) Citra Diri Positif Makna Citra Diri Citra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, produk maupun suatu lembaga. Sedangkan citra diri (selfimage), diartikan sebagai pandangan dalam berbagai peran (sebagai anak, orangtua, guru, dsb). Self-image menurut kamus Random House memiliki pengertian gagasan, konsepsi atau gambaran mental diri, self-estem, respect yang menguntungkan citra diri. Di dalam kajian psikologi kepribadian , citra diri sebagai konsep diri tentang individu. Citra diri sebagai salah satu unsure penting dalam penilaian diri sendiri.menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Bagaimana Anda melihat diri sendiri. Ini adalah gambaran diri yang telah dibangun dari waktu ke waktu. Apa harapan Anda? Apa yang anda pikirkan dan rasakan? Apa yang anda telah lakukan sepanjang hidup anda dan apa yang Anda ingin lakukan. Pandangan pribadi yang kita pahami tentang diri kita sendiri merupakan citra mental atau potret diri. Menggambarkan karakteristik diri, termasuk cerdas, cantik, jelek, berbakat, egois dan baik. Ciri-ciri membentuk representative, kolektif asset dan yang bisa teramati. Citra diri positif positif memberikan keyakinan ke pada seseorang dalam pikiran dan tindakan, dan citra diri negative membuat seseorang ragu akan kemampuan mereka. Citra Diri guru Citra Diri Guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran tentang diri pribadi guru yang diberikan appresiasi oleh masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada 16 kepribadian maupun karakter yang muncul sebagai wujud profesi guru secara utuh. Citra Diri Positif (positive self-image) dapat membangun dan mempermudah karir seseorang , karena dia memandang positif kepada kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri, membuat dirinya berharga. Pentingnya Citra Diri Positif “Anda adalah sebagaimana yang Anda pikirkan tentang diri Anda sendiri” Bingung? Versi aslinya, mungkin malah lebih mudah dipahami: “You are what you think”. Maksudnya adalah jika kita memiliki citra diri positif, maka kita akan mengalami berbagai macam hal positif sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Banyak ahli percaya bahwa orang yang memiliki citra positif adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan, diantaranya orang sering diberi kepercayaan untuk mengemban tugas tertentu dan sering pula mendapatkan pelayanan secara khusus. Selanjutnya dengan citra diri positif akan dapat membangun rasa percaya diri dan meningkatkan rasa juang. Membangun Percaya Diri. Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah satu kunci sukses. Guru yang mempunyai citra diri positif tidak akan berlama-lama menangisi nasibnya yang sepertinya terlihat buruk. Citra dirinya yang positif mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia akan fokus pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukannya pada hal-hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari sinilah, terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut. Meningkatkan Daya Juang. Dampak langsung dari citra diri positif adalah semangat juang yang tinggi. Guru yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang sedang dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis dan kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya. Segala upaya dijalaninya dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih 17 kembali kesuksesan yang sempat. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari guru dengan citra diri positif. Manfaat Citra Diri Positif Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah: Guru akan membawa Perubahan Positif Guru yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya. Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan Selain membawa perubahan positif, guru yang memiliki citra positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita. Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis dan masalah yang menimpa terlalu lama, sehingga kita kehilangan harapan dan semangat untuk melihat kesempatan lain yang sudah terbuka bagi kita. sebagai contoh, John Forbes Nash, pemenang nobel di bidang ilmu pengetahuan ekonomi dan matematika, justru merasa tertantang ketika mengalami soal matematika atau permasalahan ekonomi yang sulit. Kesulitan-kesulitan ini menurut Forbes, merupakan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya memecahkan masalah tersebut. Kesulitan 18 dan masalah dalam matematika dan ekonomi, mendorongnya untuk mencari cara-cara baru yang lebih efektif dan kreatif sebagai solusi bagi permasalahan tersebut. Bagaimana caranya? Setelah kita menyadari pentingnya memiliki citra diri positif, dan manfaat memiliki citra diri positif, tentunya kita juga ingin tahu bagaimana membangun citra diri yang positif. Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan untuk membentuk citra diri yang positif: Persiapan Salah satu cara membangun citra diri positif adalah melalui persiapan. Dengan persiapan yang cukup, kita menjadi lebih yakin akan kemampuan kita meraih sukses. Keyakinan ini merupakan modal dasar meraih keberuntungan. Dengan melakukan persiapan, kita sudah berhasil memenangkan separuh dari pertarungan. Persiapan menuntun kita untuk mengantisipasi masalah, mencari alternatif solusi, dan menyusun strategi sukses. Persiapan dapat diwujudkan dengan mencari ilmu pengetahuan yang mendukung kita dalam menyelesaikan suatu masalah. Berpikir Unggul Untuk membangun citra diri yang positif, kita harus berpikir unggul. Cara berpikir unggul seperti ini akan mendorong kita untuk senantiasa berusaha menghasilkan karya terbaik. Mereka tidak akan berhenti sebelum mereka dapat mempersembahkan sebuah mahakarya. Semua ini dapat diraih guru jika selalu berpikir unggul. Setiap kali akan berciptakarya , yang dipikirkan guru adalah kemenangan atas keberhasilan belajar anak didiknya. Selalu berpikir kreatif dan inovatif. Belajar Berkelanjutan Selain melalui persiapan yang tepat serta berpikir unggul, citra diri positif juga bisa dibangun melalui komitmen pada pembelajaran berkelanjutan. Hasil belajar akan membawa perubahan positif dengan menambah nilai bagi orang yang berhasil mendapatkan pengetahuan ataupun keterampilan baru, yang bisa dijadikannya modal untuk maju meraih sukses. Tanpa semangat untuk senantiasa mengembangkan diri, guru yang sudah memiliki citra positif bisa saja lalu kehilangan citranya tersebut karena tidak dianggap ”unggul” 19 lagi atau tidak dianggap mampu menambah nilai bagi masyarakat sekitar melalui karya-karya yangdihasilkannya. Seringkali guru yang sudah lama mengajar maupun yang berada di tingkat atas merasa tak perlu lagi untuk belajar. Ia memandang remeh untuk belajar lagi, ia pikir, “Toh, aku sudah sukses.” Tambahan, orang seperti ini lebih enggan lagi untuk belajar pada orang yang lebih rendah dari dirinya. Hasilnya, ketika ia dirundung masalah, keberhasilannya pun melorot. Guru yang lebih muda yang terus belajar akan menggantikannya dan menangani masalah dengan lebih baik. Hal yang paling penting juga dalam membahas tentang citra diri ini adalah konsep diri, atau harga diri. Menurut Bandura, jika selama ini kita merasa hidup telah sesuai dengan standarstandar yang kita tentukan dan telah memperoleh imbalan atau penghargaan, itu berarti kita telah memiliki konsep diri (harga diri). Guru yang memiliki kemampuan membangun citra diri positif akan sukses dan mudah membangun karier. Ia selalu melihat kelebihan diri, bukan kekurangan. Guru mampu membuat dirinya berharga dimata orang lain. Contohnya antara lain citra kejujuran, kesabaran, ketegasan, kedisiplinan dan wibawa merupakan citra positif yang disukai siapapun. Di dalam membangun citra diri ini dibutuhkan kemauan dan keseriusan dan memang tidak mudah, sering tidak akan terlihat langsung hasilnya. Karena citra diri merupakan produk pembelajaran dari orangtua, pengasuh yang memberikan kontribusi terbesar pada citra diri kita. Pengalaman lain dari guru, teman dan keluarga, yang menjadi pantulan cermin dari orang yang berpengaruh pada perkembangan kepribadian secara utuh. 2) Etika Seringkali di dalam kehidupan sehari-hari kita mendengarkan maupun menggunakan kata etika, etis, etiket, moral, maupun akhlak. Coba kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini! “Guru PPL itu tidak punya etika, masuk ruangan tidak mengucapkan salam“ “Rupanya, moral guru itu rendah. Masak, anak didiknya ditendang dan dimaki-maki karena tidak ikut upacara “ 20 “Tidak etislah kalau kita yang menyampaikan perihal kekurangan bapak pengawas” “Mahasiswa supaya memakai pakaian yang pantas di hari wisuda, jangan kita dikira tidak tahu etiket” Pada kalimat-kalimat di atas kita bisa melihat cara berperilaku dari manusia yang dianggap tidak baik dan benar. Mengapa kita sebagai guru perlu memahami tatacara hidup ini? Perlu beretika, bermoral dan berakhlak baik ? Seperti yang kita ketahui, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Manusia diberi akal budi, perasaan dan kehendak. Dengan akal manusia bisa berpikir, dengan rasa manusia bisa mengatur keharmonisan hidup ini, dengan kehendak manusia bisa banyak berbuat amal kebaikan dan membuat karya. Karunia Allah jua, manusia mampu berbahasa, bisa mendidik dan dididik, berkehendak untuk menjadikan hidup ini lebih bermakna. Dengan kelebihan ini, manusia tentunya dapat berperilaku baik (kepribadian) setiap saat. Untuk memelihara keseimbangan kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama (sosial), manusia perlu mengetahui aturan-aturan, nilai-nilai, norma-norma umum, maupun aturan ajaran agamanya. Manusia yang selalu berpikir kritis akan mampu menimbang perilaku, mana yang berdampak baik dan berdampak buruk. Kesadaran diri, harus berperilaku bagaimana ini, yang dikenal dengan ilmu etika. Berikut ini, akan dibahas tentang etika, moral dan akhlak secara singkat. Dimulai dari pengertian tentang etika, macam dan hubungan etika dengan moral, etiket dan akhlak, sehingga membawa kita pada suatu pengertian “guru sebagai makhluk yang beretika dan berakhlak mulia”. Etika dan Etiket Etika yang dalam bahasa Inggris di sebut ethics. Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Dalam batasan filsafat, Immanuel Kant yang dikutip dari Anshari (1982), menyatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencari jawaban dari empat persoalan 21 pokok, salah satunya dijawab oleh etika. Persoalan tersebut berkaitan dengan, “Apakah yang boleh dikerjakan manusia?” Suseno dalam membahas etika dasar (1997), menyatakan bahwa etika adalah ilmu yang mencari orientasi. Salah satu kebutuhan fundamental manusia adalah orientasi. Etika sebagai sarana orientasi bagi manusia dalam menjawab pertanyaan: bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Begitu banyak yang dapat memberitahu kita apa yang seharusnya kita lakukan; orangtua, guru, adat istiadat dan tradisi, teman. Tetapi apakah benar apa yang mereka katakan? Dan bagaimana kalau mereka masing-masing memberi nasihat yang berbeda? Lalu siapa yang harus diikuti? Dalam situasi seperti ini etika akan membantu kita untuk mencari orientasi. Tujuannya agar kita tidak hidup dengan cara ikutikutan. Etika sebagai ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang dapat memahami apa yang baik dan yang buruk. Arti susila dalam etika dimaksudkan kelakuan atau perbuatan seseorang bernilai baik, sopan menurut norma-norma yang dianggap baik. Etiket adalah tata cara dalam masyarakat, sopan dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusia. Arti etiket disini sama dengan adat kebiasaan, yaitu sesuatu yang dikenal, diketahui dan diulang-ulangi serta menjadi kebiasaan dalam masyarakat, berupa kata-kata atau macam-macam bentuk perbuatan manusia dalam berinteraktif dengan manusia lainnya. Agar seseorang dapat diterima oleh kelompok masyarakat tertentu maka ia harus memahami etiket pergaulan berlaku pada masyarakat itu. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering ditutut untuk membawakan diri kita berperilaku sesuai dengan etiket tertentu. Seperti etiket berbusana, etiket di meja makan, etiket dalam berbicara, mengikuti upacara resmi, saat menghadapi atasan, dalam perjamuan resmi, dan sebagainya. Dengan demikian, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa etiket merupakan aturan sopan santun dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Etika sebagai bagian (cabang) filsafat menurut beberapa ahli dinyatakan sebagai berikut: 22 The Liang Gie; etika adalah filsafat tentang pertimbangan moral Harry Hamersma; etika dan estetika merupakan filsafat tentang tindakan Aristoteles, memasukkan etika ke dalam cabang filsafat praktis; ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagian dalam hidup perseorangan. Menurut Suseno, ada empat alasan mengapa manusia perlu beretika: Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik. Perlu kesatuan tatanan normatif. Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang sangat cepat. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual, dan budaya itu nilai budaya tradisional tertantang. Perubahan-perubahan budaya terjadi begitu cepat akibat modernisasi. Dalam situasi seperti ini, etika membantu kita agar jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara yang hakiki dan apa yang boleh berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, dengan etika kita dapat menghadapi ideologi-ideologi baru dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan naif atau ekstrem, tidak cepat bereaksi, terhadap suatu pandangan baru, menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa. Keempat, etika juga perlu oleh agama untuk memantabkan pemeluknya dalam keyakinan dan keimanan. Dengan memperhatikan manfaat etika, diharapkan peran Guru di manapun, dalam situasi apapun keberadaannya tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan sekaligus model berperilaku manusia beretika. Karena ini bagian dari tanggung jawab sebagai pendidik. Moral dan Etika Moral berasal dari kata latin mos jamaknya moses yang berarti adat atau cara hidup. Berarti etika sama dengan moral? Magnis Suseno (1987) membedakannya. Ajaran moral dinyatakan Suseno sebagai wejangan, khotbah, peraturan 23 lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika bukanlah ajaran, tetapi pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah ilmu, yang membuat kita mengerti tentang ajaran tertentu, dan bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan ajaran moral. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bukan berdasarkan perannya, seperti guru, olahragawan, dai, pendeta, dokter, dan lainnya. Normanorma moral adalah tolok ukur segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Etika dan Akhlak Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis berarti: a) tabiat, budi pekerti ; b) kebiasaan atau adat; c) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan; d) agama. Akhlak dalam konsep agama Islam adalah sebagai bukti amaliah dari keimanan dan ketaqwaan seseorang. Sebagai kita kita pahami etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah hidup kalau ia mau baik. Etika secara umum dikenal sebagai kesepakatan manusia secara bersama-sama terhadap suatu norma yang jadi pedoman berperilaku. Bagi pemeluk agama Islam cara berperilaku manusia tidak boleh terlepas dari ajaran agamanya. Manusia berbuat bukan hanya untuk kebahagiaan di dunia saja, melainkan juga untuk kebahagiaan di akherat. Etika beragama di dalam agama Islam disebut dengan akhlak. Perilaku umat Islam haruslah berpedoman pada ajaran Alquran sebagai kitab suci dan cara pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari mencontoh akhlak guru besar nabi Muhammad SAW. Akhlak dalam agama Islam memiliki makna yang lebih mendalam dalam hidup manusia, yaitu cara manusia berperilaku yang merupakan pantulan dari tingkat keimanan hidup beragama. Berdasarkan kajian QS an-Nahl 16: 126 dan QS asy-Syuura 42:/40, KH Achmad Satori Ismail menjelaskan ada empat tingkatan akhlak dalam Islam. Pertama, akhlak sayyiah (tercela). Yaitu, semua yang dilarang Islam berupa keburukan atau kejahatan yang merugikan manusia dan kehormatannya,atau yang merusak makhluk secara umum. 24 Misalnya. Bergunjing, mengadu domba, dan menipu. Kedua, akhlah hasanah (baik), adalah akhlak di mana kebaikan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan dibalas dengan kejahatan yang serupa. Ketiga, akhlak karimah (mulia), yaitu berperilaku sebagaimana yang diperintahkan Islam. orang yang selalu mampu memaafkan orang lain, walaupun orang tersebut mampu membalas hal yang tidak baik tersebut yang menimpa dirinya. Keempat, akhlak adzimah (agung). Kalau pada akhlak karimah ketika mendapatkan keburukan dari orang lain, cuma sampai memaafkan tersebut. Tapi, akhlak agung meningkat lebih tinggi, yaitu dengan berbuat baik kepada orang yang menzoliminya. Bahkan mendoakan orang tersebut untuk hal yang baik. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq al-karimah. Hal ini tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad, Baihaqi dan Malik). “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmizi). “Orang yang paling baik keislamannya ialah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Ahmad). “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik adalah sesuatu yang paling banyak membawa manusia ke dalam surga” (HR. Tirmizi). “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang paling baik” (HR. Tirmizi). Akhlak Nabi Muhammad SAW disebut juga akhlak Islam. Karena akhlak ini bersumber dari Al-Qur’an, dan Al-Qur’an datangnya dari Allah SWT, maka akhlak Islam mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan akhlak ciptaan manusia (etika, moral, adat, dll) . Ciri-ciri tersebut antara lain: Kebaikannya bersifat mutlak, yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, di dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apapun. Kebaikannya bersifat menyeluruh, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zamn dan di semua tempat. Tetap, langgeng, dan mantap, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh 25 perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan masyarakat. Kewajiban yang harus dipatuhi, yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang tidak melaksanakannya. Pengawasan yang menyeluruh. Karena akhlak Islam bersumber dari Tuhan, maka pengaruhnya lebih kuat dari akhlak ciptaan manusia, sehingga seseorang tidak berani melanggarnya kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian akan menyesali perbuatannya untuk selanjutnya bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak melakukan perbuatan yang salah lagi. Ini trejadi karena agama merupakan pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah hati nurani yang hidup yang didasarkan pada agama dan akal sehat yang dibimbing oleh agama serta diberi petunjuk. Sebagai guru yang beragama Islam tentu pedoman berperilakunya, akan meniru akhlaq guru besar Muhammad SAW. Yang selalu mengisi kehidupannya dengan kebaikankebaikan yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akherat. Kode Etik Guru Kode etik merupakan bagian dari perilaku dan pengetahuan yang sangat penting yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang guru. Kode etik suatu profesi merupakan normanorma yang harus diperhatikan oleh setiap anggota profesi khususnya profesi guru di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam kehidupan di masyarakat. Seorang guru akan mengetahui tentang aturan-aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam melaksanakan profesinya sebagai seorang guru. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah lakau anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. 26 Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah untuk: menjunjung tinggi martabat profesi menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya meningkatkan pengabdian para anggota profesi meningkatkan mutu profesi meningkatkan mutu organisasi profesi Kode Etik Guru Indonesia Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada dasar-dasar antara lain guru: berbakti membimbing peserta didik untk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya berjiwa Pancasila. memiliki dan melaksanakan kejuruan profesional. berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat prosesinya. memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai saran perjuangan dan pengabdian. melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan 27 Sembilan kode etik guru ini kalau kita simak satu per satu sudah mengandung nilai bagaimana menjadi guru yang profesional. 3) Etos Kerja Etos kerja menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kalau dikaitkan dengan profesi guru, etos kerja guru adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas guru dalam menjalankan profesinya. Orang yang bekerja dilingkungan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan , seharusnya tidak hanya melihat pekerjaannya sebagai tempat mencari nafkah. Ia harus melihatnya sebagai tugas yang mengemban esensi pendidikan. Menurut Isjoni dan Suarman (2003) pendidikan itu bukan hanya untuk hari ini dan esok, melainkan membangun kehidupan jauh kedepan. Esensi pendidikan dalam hal ini bagaimana mencerdaskan SDM, masyarakat dan bangsa, sehingga mampu beradaptasi sekaligus melakukan pembaharuan dalam kehidupannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dikuasai. Yang mampu mengusainya adalah orang yang cerdas IQ, EQ, AQ, CQ dan SQ. Sumber daya manusia yang berkualitas hanya akan didapat dari guru yang memiliki berbagai kecerdasan tersebut. Guru yang berkualitas akan terbentuk jika memiliki etos kerja yang tinggi. Menurut Jansen Sinamo ada delapan etos kerja unggulan yang perlu dipahami, yang dapat dikembangkan oleh guru dalam bertugas. Etos kerja tersebut sebagai berikut: Kerja itu suci, kerja adalah panggilan ku, aku sanggup bekerja benar. Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras. Kerja itu rahmat, kerja adalah terima kasihku, aku sanggup bekerja tulus. Kerja itu amanah, kerja itu tanggungjawabku, aku sanggup bekerja tuntas. Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku sanggup kerja kreatif. Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdiaanku, aku sanggup bekerja serius, 28 Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna. Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul Inilah wujud kecerdasan IQ, EQ, AQ, CQ dan SQ bagi seorang pendidik guru. Hasil pekerjaaannya mendidik jauh ke depan. Jadi, tugas dan tanggungjawabnya bukan hanya pada saat itu dilakukan, akan tetapi menyiapkan pemimpin masa depan. Biasanya tenaga profesional jarang mempermasalahkan agar gajinya dinaikkan, melainkan kinerjanya sendirilah yang mengharuskan orang lain membayar mahal. Menurut Isjoni dan Suarman orang-orang profesional tidak menuntut gaji besar, namun mereka membuat gaji besar dari karyanya. Etos Kerja Dalam Pandangan Agama Islam Kerja seperti apapun dalam kehidupan di muka bumi harus dilihat dan dijalankan dalam suatu keseimbangan yang bernuansa ibadah. Islam menekankan pentingnya masyarakat muslim secara umum menghabis sepertiga hari mereka untuk bekerja, sepertiga lainnya untuk tidur dan istirahat, dan sepertiga lainnya untuk shalat, bersenang-senang, aktivitas keluarga serta masyarakat. Ujian muslim setelah berkomitmen terhadap etos kerja, kemudian perlu dipikirkan mengenai bagaimana rejeki didapat dan dimanfaatkan. Dalam surat Albaqarah 212, Allah mengatakan akan memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakinya. Dari ayat tersebut yang perlu disadari adalah kendati Allah memberikan rezeki lewat berbagai cara dan dalam jumlah yang tak terbatas, tetapi itu tak berarti rezeki datang dengan sendirinya, etos kerja harus ditumbuhkan Layak diperhatikan bagaimana pendapatan atau hasil orang per orang yang berupa rezeki bisa diperoleh. Tentu akhirnya kembali kepada beberapa besar usaha kita untuk memperoleh rezeki itu. Allah SWT juga banyak berfirman agar rezeki itu dimanfaatkan dengan baik. Ini berarti terlihat mata rantai suatu aliran pendapatan dari satu orang keorang lainnya, sehingga akhirnya bagaikan bola salju dan jadilah suatu pertumbuhan bagi orang tersebut baik secara moral maupun material. 29 Sebagai guru muslim, kita layak merenungkan bahwa segala rezeki yang Allah berikan kepada kita, harus dimanfaatkan secara baik. Di samping itu manusia yang beradab pasti ingin bekerja keras dan cerdas, berusaha mencari rezeki dengan dilandasi oleh etos Islam. Allah telah meletakkan di dalam prinsip-prinsip penciptaannya, bahwa bekerja dan berusaha merupakan daya rahasia kemajuan dan pergerakkan. Alam telah mengajarkan kepada manusia bahwa segala yang ada di alam ini senantiasa bergerak, berkembang, dan bekerja untuk membangun sistemnya. Ajaran Islam amat menekankan etos kerja tanpa melupakan aspek spritual. Dengan keduanya, Islam mendorong manusia untuk membangun peradaban yang mempunyai nilai spritual. Menyalakan etos kerja di tengah krisis bangsa adalah langkah konkrit untuk perbaikan negeri ini. Kehormatan dan kemuliaan datang dari kerja dan usaha untuk ibadah. Etos Kerja Cerdas berlandasan Spritual dapat dikembangkan lagi oleh guru dan implementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, yakni Etos kerja sebagai mental rohani. Bagaimana kita memandang tugas kita guru dari segi mental rohani, agar didapatkan kepuasan kerja, pahamilah hal berikut ini: Kerja adalah rahmat, kerja panggilan, kerja aktualisasi, kerja ibadah, kerja adalah seni, kerja merupakan kehormatan, kerja pelayanan. Rahmat; jiwa besar, pikiran luas, hati baik, rejeki akbar, sumber berkah, suka cita, ikhlas, bersyukur. Amanah; adil, benar, jujur, aman terpecaya, bertanggungjawab, pembangun,dan pengembang. Panggilan; responsif, ekspresif, unik, khas, berintegrasi, tuntas, tumbuh menjadi bigger-higher, dan better. Ibadah; penuh cinta, sayang, setia, komitmen, berbakti, mengabdi, berserah. Seni; indah, estetik,artistik, imajinatif, kreatif,, inovatif, Kehormatan; harkat,martabat, mulia, hebat, berkualitas, unggul, excellent. Pelayan; fokus pada pelangganan, sempurna, paripurna, ramah, simpatik, memuaskan. 30 Etos juga dikenali sebagai kebiasaan, berbasis pada state of mind yang berhubungan kegiatan produktif. Etos kerja sebagai seperangkat perlikaku kerja, yang berakar pada kesadaran yang kuat, keyakinan yangjelas danmantab, serta komitmen yang teguh pada prinsip,paradigma, dan wawasan kerja yang khs dan spesifik Delapan kebiasaan (habitus) dalam bekerja cerdas Bekerja ikhlas penuh rasa syukur Bekerja penuh integitas Bekerja keras penuh semangat Bekerja serius penuh kecintaan Bekerja cerdas penuh kreativitas Bekerja tekun penuh keunggulan Bekerja pari purna penuh kesabaran. Bagaimana anda sebagai guru melaksanakan tugas profesinya selama ini, coba nilai sendiri, lakukan penilaian diri dengan jujur agar ke depan anda pantas menyadang gelar guru yang profesinal. 4) Komitmen Makna Komitmen Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen, Pasal 7 dinyatakan bahwa salah satu prinsip profesionalitas butir c adalah guru memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Selanjutnya dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003, Pasal 40 Ayat (2) butir b, menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan butir c memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Komitmen adalah janji. Komitmen adalah janji pada diri kita sendiri atau pada orang lain yang tercermin dalam tindakan kita. 31 Komitmen merupakan pengakuan seutuhnya, sebagai sikap yang sebenarnya yang berasal dari watak yang keluar dari dalam diri seseorang. Pilihan jadi guru hendaklah diperkuat dengan komitmen. Komitmen akan mendororong rasa percaya diri, dan semangat kerja, menjalankan tugas sebagai guru menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan peningkatan kualitas phisik dan psikologi dari hasil kerja. Sehingga segala sesuatunya menjadi menyenangkanbagi seluruh warga sekolah. Komitmen mudah diucapkan. Namun lebih sukar untuk dilaksanakan. Mengiyakan sesuatu dan akan melaksanakan dengan penuh tanggungjawab adalah salah satu sikap komitmen. Komitmen sering dikaitkan dengan tujuan, baik yang bertujuan positif maupun yang yang bertujuan negative. Sudah saatnya kita selalu berkomitmen, karena dengan komitmen sesorang mempunyai keteguhan jiwa. Stabilitas social tinggi, toleransi,, mampu bertahan pada masa sulit, dan tidak mudah terprovokasi. Komitmen yang tinggi untuk mengembangkan pendidikan. Memenuhi Komitmen (menepati janji sesuai dengan hati nurani) merupakan sikap dasar guru profesional. Menurut Pugach (2008) ada lima komitmen yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan oleh guru, berkaitan dengan gelar profesional yang disandangnya. Selalu belajar mengembangkan pengetahuan dari berbagai sumber. Mengembangkan kurikulum dengan rasa tanggungjawab Selalu memperhatikan keragaman latar belakang keluarga peserta didik Memenuhi kebutuhan individual dalam belajar di kelas maupun di area sekolah. Aktif berkontribusi dalam tugas profesinya. Seorang guru tidak boleh berhenti belajar setelah menyelesaikan program pendidikannya. Mereka harus terus belajar melalui apa yang dipraktekkannya di kelas, belajar melalui teman-teman seprofesi. Hal ini akan terjadi kalau guru memiliki komitmen untuk membuka diri jadi yang 32 terbaik, mempunyai semangat dalam meningkatkan diri, mengembangkan kariernya di dunia pendidikan. Kurikulum bukanlah dokumen statis, dimana guru hanya mengikuti tanpa perlu pertimbangan dan sikap bijaksana. Guru diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengembangkannya pada tingkat satuan pendidikan , tingkat kelas, sesuai kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, dituntut tanggung jawab guru dalam penggunaan kurikulum pendidikan. Guru secara terus menerus, tahun berganti tahun, bergantian angkatan, menerima anggota kelas yang berbeda-beda. Siswa yang datang dari beragam latar belakangnya. Untuk pembelajaran yang menyenangkan guru diharapkan selalu kreatif mengelola kelasnya. Dimana, siswa dapat merasa diterima keberadaannya, merasa aman dan nyaman, berada di lingkungan kelas dan lingkungan sekolah. Kegiatan belajar di kelas maupun lingkungan sekolah hendaklah diorganisir secara tepat guna. Pengelompokan kegiatan, pengelompokkan siswa perlu pertimbangan berbagai kebutuhan individu siswa. Mengajar bukanlah sekedar bekerja yang memperhatikan jam masuk dan jam keluar selesai pembelajaran. Bekerja bagaikan robot sesuai dengan apa yang diperintahkan. Guru sendiri harus mampu mengelola dirinya, mengembangkan profesinya, membutuhkan kesempatan untuk bergabung dengan teman satu profesi, ikut bertanggung jawab atas profesinya. Komitmen guru adalah akhlak guru Menepati janji adalah salah satu pokok ajaran akhlak yang harus dilaksanakan sebagai aktualisasi dari keimanan. Sewaktu diangkat menjadi guru pegawai negeri ada komitmen yang diucapkan (diambil sumpah) atas nama Tuhan dan ditandatangani sebagai bukti tertulis kita berjanji. Apa yang terjadi setelah kita guru memulai dunia kerja, janji tinggal janji. Komitmen sering terlupakan. Janji akan lebih mengutamakan tugas Negara daripada kepentingan pribadi, sering terbalik dalam pelaksanaannya. Beratnya kesalahan kita, kita berjanji dengan Allah. 33 Guru diharapkan akan menjadi seseorang yang menepati janji, memegang ucapannya dan dapat dipercaya dan diandalkan. Guru akan tampil dalam sikap, perkataan dan perbuatan menepati janji betapapun kecilnya dan dapat diandalkan, terpercaya, beriman dan bertakwa. Komitmen dan Ketulusan-keikhlasan Ketulusan dan keikhlasan dalam bekerja akan memudahkan terlaksananya komitmen sebagai seorang guru. Membicarakan tentang ikhlas, terkait dengan ketulusan niat. “Ikhlas itu adalah rahasia dari semua rahasia dan aku menempatkannya di hati hamba yang menjadi kekasih- Ku.” Demikian firman Allah SWT sebagaimana disabdakan nabi Muhammad SAW. Niat baik kita untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya merupakan tujuan hasil kerja yang berkualitas. Selalu ikhlas dalam bertindak dan niat karena Allah, diikuti dengan doa, akan membuahkan kebahagiaan bagi pribadi guru dan kesuksesan belajar siswanya. Bekerja sebagai pengajar bagian dari mencapai kebahagian dalam kehidupan. Keikhlasan harus selalu ditingkatkan dan dirawat. Menurut Sentanu dalam bukunya Quantum Ikhlas : “Mencari kebahagiaan hakiki dalam kondisi ikhlas, manusia akan kuat, cerdas dan bijaksana jalan hidup yang efektif dan produktif menjadi kekuatan pribadi yakni pribadi dengan bantuan Allah (Power). Proses melatih diri secara kualtiatif dan kuwantitatif- meningkatkan keikhlasan dengan mengakses kekuatan dahsyat (Allah). Kebahagiaan hakiki tidak hanya dipahami melalui pikiran tatapi harus melalui hati dengan kelembutan tersendiri orang yang ikhlas: rela, sabar, bersyukur akan meraih cita-cita yang tertinggi di dunia dan akhirat. Manusia diciptakan dengan sebaiknya dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan. Fitrah sempurna di zone ikhlas, selalu berprasangka baik kepada orang lain dan bersyukur kepada apa yang telah didapat. Manusia computer hayati; hardware Otak’ Software Pikiran dan perasaan’ operating system hati nurani self maintence system iklas gangguan virusnya putus asa, nafsu, sombong dsb- prasangka buruk – manfaat hidup berkurang. Barsaing perang-bekerja sama. Kita sering diliputi pada hal-hal yang kurang enak. Takut maka timbul pikiran hal-hal yang menakutkan-usahakan tarik hal- 34 hal yang membahagiakan/menarik hal-hal yang anda inginkan ingin sembuh focus pada kesehatan senang focus pada kebahagiaan tenang focus pada kedamaian. Selanjutnya Sentanu mengaitkan kerja otak dengan keikhlasan dan pentinya doa. Hidup di dunia berpasangan ada otak kiri dan otak kanan. Kiri berpikir analitik, logis, bahasa, pengetahuan. Kanan Intuisi, kuasi, seni, musik dsb. Tiap orang berbeda mana yang menonjol. Perlu kerja sama (kanan kiri) , menyeimbangkan diri. Perang besar melawan diri sendiri. Pikiran positif yang rasanya enak dihati ketika anda beraktivitas, lakukan dengan hati dengan cara penuh do’a kepada Allah SWT/ menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah SWT. Kita telah diberikan motivasi yang berbicara Zone ikhlas High energi syukur, sabar, tenang, Happy perasaan positive yang berenergi tinggi positive feeling. Kebanyakan manusia melihat lewat panca indera tetapi belum tentu memahami apa yang dilihat. Doa adalah senjata orang yang beriman D = Direction Minta yang jelas O = Obedience = yakin do’a akan dikabulkan A= Aceptance = syukur (menerima perasaan terkabulnya do’a). Komitmen dan Kesabaran Pepatah popular mengatakan, “Siapa yang bersabar akan beruntung.” Mengapa beruntung ? Satu surat dalam AlQuran menuliskan yang artinya” …Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS 2:153). Jika Allah sudah menyertai seseorang, tidak ada siapa pun akan mampu mencelakan dia. Kebersertaan Allah dalam melaksanakan tugas sebagai guru haruslah diusahakan. Sering kita dalam melaksanakan tugas tidak sabar untuk meraih hasil terbaik. Sabar, adalah salah satu sikap terpuji yang terkait dengan kepribadian guru. Menurut Ubaedi kesabaran dalam konsep agama Isalam (Konsep Al-Quran) dimaksudkan untuk membuat manusia kuat menghadapi hidup. Konsep bagaimana menghadapi realitas atau menjalani praktek hidup. Seperti yang kita alami, menjalani hidup ini ternyata tidak cukup dengan memiliki keinginan yang baik, keinginan untuk menjadi orang baik, atau menjadikan orang lain disekitar kita lebih baik. Setiap orang memiliki keinginan untuk jadi baik, yang sering membuat kita tidak nyaman adalah realitas. 35 Realitas yang kita hadapi sering tidak sesuai dengan harapan, bertentangan dengan keinginan atau yang telah direncanakan. Ada realitas yang menuntut kita mencari solusi “90% penyebab kegagalan manusia adalah kepasrahan terhadap realitas .”(Washington Irvin) “kesuksesan dilahirkan dari 99% kegagalan yang dipahami dengan sikap anti menyerah,” (James Dison) “keberhasilan seseorang itu 20% ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan yang 80% ditentukan oleh serumpun kemampuan yang disebut Kecerdasan Emosinal.” (Daniel Goleman) Ubaedi lebih lanjut menjelaskan, bahwa meski sebagian besar kita sudah tahu arti kesabaran, tetapi dalam prakteknya masih banyak yang belum berhasil membedakan antara kesabaran dalam arti pasrah pada Tuhan dan kesabaran dalam arti pasrah pada kenyataan. Misalnya guru punya komitmen untuk meningkatkan hasil belajar siswanya. Kenyataannya, tidak semua anak didiknya dengan cepat ambil bagian berpartisipasi aktif dalam program yang sudah dirancang sedemikian rupa. Ada guru yang pasrah pada kondisi siswa, dengan menyatakan memang kemampuan dan kemauan siswa untuk belajar terbatas. Yang jelas kita sudah melaksanakan komitmen dalam menjalankan tugas mengajar. Sering pasrah pada realitas dengan mengatas namakan kesabaran, nasib, takdir, kehendak Tuhan, dan sebagainya. Bila kita sedang mengusahakan ide-ide baru dalam pendidikan (meningkatkan prestasi) lalu gagal ditengah jalan, orang lain akan mengatakan kepada kita sabar. Sabar disini mengandung konotasi menerima kegagalan itu apa adanya. Hal ini tentu tidak sejalan dengan kesabaran yang diajarkan oleh agama. Ide-ide positif, jika gagal dilaksanakan, agama memerintahkan kita bukan menerima apa adanya, melainkan menerima untuk memperbaiki. Yang diperbaiki bisa jadi rencana, proses, teknik, alat, sikap mental, dan lain-lain. Dengan menerima dan memperbaiki maka jiwa kita akan terdidik untuk menjadi kuat. Kesabaran adalah kemampuan. Ubaedi mengelompokkan kesabaran sebagai kemampuan: a) Kemampuan menunggu b) Kemampuan mempertahankan c) Kemampuan menjalankan 36 Sikap-sikap tidak sabar, seperti mengambil jalan pintas yang melanggar hukum, main seradak-seruduk, atau malah apatis dan tidak melakukan apa-apa, hanya akan berakhir dengan kegagalan dan penyesalan. Komitnen kesabaran perlu ditingkatkan. Sabar dapat mengundang kehadiran Allah bersama kita. Sabar sebagai cara untuk meminta pertolongan Allah. Mendidik manusia tidaklah mudah, guru sering kehilangan kesabaran, sehingga komitmennya dalam menjalankan profesi sering berjalan tidak mulus. Usaha untuk selalu memperbaiki diri, mencari jalan terbaik dan doa kepada Allah merupakan kunci utama dalam mencapai hasil kerja terbaik. Disamping itu, guru hendaklah selalu berupaya menghadirkan Allah dan dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkup individu maupun komunitas, agar selalu menjadi orang yang beruntung. 5) Empati Makna Empati Empati dalam bahasa Yunani diartikan sebagai “ketertarikan fisik”, yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya. Seseorang yang berempati akan mampu mengetahui, pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai resonansi perasaan. Empati adalah pondasi dari semua interaksi hubungan antara manusia mampu merasakan emosi orang lain, yang akan bermanfaat membina relationship yang akrab dengan orang lain.. Empati dan kecerdasan emosional Empati adalah salah satu ciri kecerdasan emosional. Emosi menurut Goleman (1996) merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sejumlah kritikus mengelompokan emosi dalam beberapa golongan , sebagai berikut: Amarah; beringas, mengamuk, benci, jengkel, marah besar , terganggu, rasa pahit, bermusuhan tindak kekerasan Kesedihan; sedih, pedih, muram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat. 37 Rasa takut; cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, pobia, panic, tidak tenang. Kenikmatan; bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur, bangga, senang sekali, dan batas ujungnya, mania. Cinta; penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,, bakti, hormat, kasmaran, kasih. Terkejut; takjub, terpana, terkejut, terkesiap. Jengkel; hina, jijik muak, mual, benci tidak suka, mau muntah, Malu; rasa salah, malu hati, kesal hasil, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur. Guru yang memiliki empati tinggi, mampu membaca dan memahami kondisi emosi peserta didiknya pada waktu tertentu. Guru akan berusaha membantu, memberi bimbingan cara mengelola emosi mereka. Kecerdasan emosional: kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustasi, menendalikan dorongan hati dan tidak berlebihlebihan dalam kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa. Empati adalah kemampuan membaca emosi Kemampuan menerima sudut pandang orang lain Kemampuan dalam mendengarkan orang lain Kemampuan kepekaan akan perasaan oranglain Goleman menyebut empati sebagai”keterampilan dasar manusia”. Orang memiliki empati kata Goleman adalah pemimpin alamiah yang dapat mengekspresikan dan mengartikulasikan sentiment kolektif yang tidak terucapkan, untuk membimbing suatu kelompok menuju cita-citanya. Menumbuhkan dan Mengembangkan Empati di kelas Segal (2000) menyatakan, semakin banyak Anda mempelajari melalui perasaan, semakin mudah Anda memahami perasaan orang lain. Saya tidak dapat menemukan alat yang lebih ampuh untuk menelusuri kerumitan hubungan manusia, kecuali empati. Empati adalah keterampilan terakhir yang Anda peroleh ketika mendidik hati anda. 38 Empati mengalir dari kesadaran aktif, rasakan setiap saat, seimbangkan kebutuhan anda dan kebutuhan orang lain demi kepuasan bersama untuk membetuk hubungan saling menghormati yang langgeng. Kesadaran aktif akan membuat anda cerdas. Empati membuat anda bijaksana dalam merasa. Memahami bahasa tubuh. Coba ingat dan catat bagaimana anda bereaksi setiap anda merasakan atau melihat hal-hal berikut ini pada orang-orang yang anda temui: mulut cemberut ringisan mata berbinar-binar irama suara alis berkerut senyum lebar kelopak mata berat nada suara melengking cuping hidung mengembang Apakah anda merasakan ledakan emosioanal pada diri anda; Ketika anda melihat seseorang mengangis, Anda menangis pula. Ketika seseorang sangat ceria, Anda tertawa geli. Itu bukan empati sama sekali. Empati dapat dimaknai menyelami perasaan orang lain, namun masih tetap terjaga beberapa keterpisahan. Empati dapat merasakan kesedihan orang lain tanpa kehilangan jati diri dan kesadaran diri. Data penelitian menunjukkan bahwa empati merupakan kekuatan yang hebat untuk kebaikan. Guru yang memiliki tingkat empati yang tinggi dapat mengembangkan kemampuan akademik yang lebih besar pada muridnya daripada guru yang tingkat empatinya rendah. Carl Roger dalam Zuchdi (2008) mengatakan bahwa, empati merupakan alat yang paling efektif untuk membantu perkembangan pribadi dan meningkatkan hubungan serta komunikasi dengan orang lain. Empati guru merupakan kedekatan emosi dengan peserta didiknya, ikatan emosi dengan siswanya. Guru sering gagal mencerdaskan siswanya karena tidak memiliki empati pada peserta didiknya. Empati guru terhadap siswa dengan memahami kebutuhan siswanya, diantaranya; 39 Sensitive, penuh perhatian terhadap kebutuhan siswa Menunjukkan kemampuan berada pada posisi siswa Memahami kebutuhan siswa, tetapi tidak sentimental, membedakan masalah-masalah pribadi anak dari masalah umum. Latihan membaca wajah siswa anda Seorang guru harus bisa menyelami, apakah siswa telah mengerti materi yang baru saja dijelaskan. Biasanya dari ekpresi wajah mereka dapat terlihat. Berikut ini Hasyim Ashari (2007) mendeskripsikan tanda yang bisa dibaca dari ekspresi wajah siswa. Ekpresi Wajah/suara Artinya Kepala manggut-manggut Memahami apa yang dijelaskan Terseyum sambil bilang oo… Sangat memahami Wajah tidak tergerak dengan tetap memandang papan tulis Belum mengerti Mengerutkan dahi Susah memahami Bel akhir pelajaran berbunyi, dan siswa bilang “kok cepat ya” Anda sukses berkomunikasi dengan siswa Guru harus kreatif jika di kelas yang diajarnya ada siswa yang ngobrol dengan temannya. Tidak melihat ke depan, atau kalau ditanya tidak menjawab. Teramati tidak semangat mengikuti pelajaran. Lakukan interaksi dengan memberi umpan balik. Guru harus berusaha mencari akar permasalahannya, jangan hanya fokus menyelesaikan program pembelajaran hari itu. Sikap empati yang tinggi dari guru akan mampu mengatasi masalah belajar siswanya. 40 C. Lembar Kerja 1. Baca dan analisis tujuan pendidikan nasional dan buatlah rancangan profil guru yang akan mampu mewujudkan tujuan tersebut? 2. Lakukan evaluasi diri, apakah anda sebagai guru sudah memiliki profil pendidik guru yang digambarkan seperti di atas? 3. Rancanglah kegiatan yang harus dilakukan guru untuk satu minggu sesuai tanggung jawab profesi! 41 BAB III MATERI PEMBELAJARAN 1 MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN A. Model Pembelajaran 1. Konsep Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan model-model mengajar yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik. Modeldiartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalammelakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2)suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasisesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara sistematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsidari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agardapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya (Komaruddin, 2000:152). Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang sebenarnya. Atas dasar pengertian tersebut, maka model mengajar dapat difahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, danberfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembeiajaran. Dalam mengajar, guru dapat mengembangkan model mengajarnya yang dimaksudkan sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik dalam perilakusiswa, Pengembangan model-model mengajar tersebut dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa. Salah satu batasan tentang model mengajar adalah : „‟Model of teaching can be defined as an instructional design which describes theprocess of specifying and producing particular environmental situations which causethe students to interact in such a way that that specificchange occurs in their behavior”,(SS Chauhan, 1979:20). Dengan memperhatikan batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa model mengajar adalah merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan, model diartikan sebagai a plan, method, or series of activitiesdesigned to achieves a particular educational goal (J. R. David, 1976). Jadi dengandemikian model pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama, model pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasukpenggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti tujuan penyusunan suatu model baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, model disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan model adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilrtas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu model. Kemp (1995) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa model pembelajaran itu adalah adalah suatu set materi dan prosedur pembeiajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Upaya untuk mengimlernentasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal adalah dengan menggunakan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan model yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi dalam satu model pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan model ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya, model berbeda dengan metode. Model menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan, model. Dengan kata lain, model adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a wayin achieving something. Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan model adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan model maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.Oleh karenanya model dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan model pembeiajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan yang berpusat pada siswa menurunkan model pembelajaran discovery dan inkuiri serta pembelajaran induktif. Selain pendekatan, model, dan metode, terdapat juga istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorangdalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Dari penjelasan di atas, maka dapat ditentukan bahwa suatu model pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkanbagaimana menjalankan model itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknikyang dianggapnya relevan dengan metode, dan dalam penggunaan teknik itu guru memiliki taktikyang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain. b. Klasifikasi Model Pembelajaran Joyce dan Weil (2000) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar, yakni model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku. Model mengajar yang telah dikembangkan dan dites keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok, yaitu : 1) Model Pemrosesan Informasi (Information Processing Models), menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan nonverbal. Model ini memberikan kepada pelajar sejumlah konsep, pengetesan hipotesis, dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Model ini secara umum dapat diterapkan pada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masayarakst. Oleh karena itu model ini potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang berdimensi personal dan sosial disamping yang berdimensi intelektual. 2) Model Personal (Personal Family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses mengembangkan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha mengalakkan kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggungjawab atas tujuannya. 3) Model Sosial (Social Family), menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perfaedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah konsep“synergy” yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan menerapkan model sosial pembelajaran diarahkan pada upaya melibatkan peserta didik dalam menghayati, mengkaji, menerapkan, dan menerima fungsi dan peran sosial. Model sosial ini dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama, membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta mengetes hipotesis. Karena itu guru seyogianya mengorganisasikan belajar melalui‟ kerja kelompok dan mengarahkannya, kemudian pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogianya mengajarkan proses demokratis secara langsung, jadi pendidikan harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelttian bersama (cooperative inquiry) terhadap masalah-masalah sosial dan akademis. 4) Model sistem perilaku dalam pembelajaran (Behavioral Model of Teaching) dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku ke dalam jumlah yang kecil dan berurutan. Sejalan dengan hal itu, teori konvergensinya William Stern implementasinya dalam hal belajar mengajar telah menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan teori atau model mengajar, seperti: (1) model behavioral yang terdiri dari belajar tuntas, belajar kontrol diri sendiri, simu!asi, dan belajar asertif; (2) model pemrosesan informasi yang terdiri dari model mengajar inkuiri, presentase kerangka dasar atau“advance organizer”, dan model pengembangan berpikir; dan (3) lain sebagainya yang dapat dijadikan pendekatan yang efektif dalam pengajaran. 5) Pertimbangan Pemilihan Model Pembeiajaran Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir model apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien, Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu, sebelum menentukan model pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan : a) Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, atau psikomotor? Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah ? Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis? b) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum, atau teori tertentu? Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak? Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu? c) Pertimbangan dari sudut siswa Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa? Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi siswa? d) Pertimbangan-pertimbangan lainnya. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja? Apakah model yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan? Apakah model itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi? Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan dalam menerapkan strategi yang ingin diterapkan. Misalkan untuk mencapai tujuan yang dengan aspek kognitif, akan memiliki model yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif atau psikomotor, Demikian juga halnya, untuk mempelajari bahan pelajaran yang bersifat fakta akan berbeda dengan mempelajari bahan pembuktian suatu teori, dan lain sebagainya. 2. Model Pembelajaran Ekspositori a. Konsep Model Pembelajaran Ekspositori Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyarnpaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan model ekspositori ini dengan istilah model pembeiajaran langsung (direct instruction). Mengapa demikian? Karena dalam model pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah adi. Oleh karena model ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah model “chalk and talk”. Terdapat beberapa karakteristik model ekspositori. Pertama, model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini. Oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah menguasai materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengsn benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Model pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembeiajaranyang berpusat pada guru (teacher-centered approaches). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini guru memegang peran yang sangat dominan, guru menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model ini adalah kemampuan akademik siswa. Model pembelajaran ekspositori akan efektif manakala : Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa. Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual tertentu. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan, artinya dipandang dari sifat dan jenis materi pelajaran memang materi pelajaran itu hanya mungkin dapat dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru. Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu. Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik. Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa. Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan rendah. Berdasarkan hasil penelitian (Ross & Kyle, 1987) model ini sangat efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan untuk anak-anakyang memiliki kemampuan kurang. Jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan model yang berpusat pada siswa. b. Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembeiajaran Ekspositori Dalam penggunaan model pembeiajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. 1) Berorientasi pada Tujuan Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam model pembeiajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan model ini. Karena itu sebelum model pembelajaran ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. 2) Prinsip Komunikasi Proses pernbelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yangmenunjuk pada proses penyampaian pesan darr seseorang (sumber pesan)kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan), Pesan yang ingindisampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisrr dan disusunsesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai.Dalam proses komunikasiguru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerimapesan. 3) Prinsip Kesiapan Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” rnerupakan salah satu hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Yang dapat kita tarik dari dari hukum belajar ini adalah agar siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kitaharus memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran, Jangan mulai kita sajikan materi pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya. 4) Prinsip Berkelanjutan Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri. c. Prosedur Pelaksanaan Model Ekspositori Sebelum diuraikan tahapan penggunaan model ekspositori terlebihdahulu diuraikan beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap guru yang akan menggunakan model ini 1) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai 2) Kuasai materi palajaran dengan baik 3) Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses penyampampaian Keberhasilan penggunaan model ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran. Ada beberapa langkah dalam penerapan mode! ekspositori, yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) Persiapan (Preparation) Penyajian (Presentation) Korelasi (Correlation) Menyimpulkan (Generalization) Mengaplikasikan (Aplication) 3. Model Pembelajaran Inkuiri a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Inkuiri Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasaYunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan. Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri. Pertama, model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalaui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat rnenumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Ketiga, tujuan dari penggunaan model pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam model pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalui model inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Model pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student-centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri akan efektif manakala : Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam model inkuiri, penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran. Akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Model inkuiri akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan olehguru. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa. b. Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Model Pembelajaran inkuiri merupakan model yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibrium. Atas dasar tersebut, maka dalam penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. 1) Berorientasi pada Pengembangan intelektual. Tujuan utama dari model inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.Dengan demikian, model pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri bukan ditentukan oleh sejauhmana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus ditemukan oleh siswa melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan. 2) Prinsip Interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memang bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri. Misalnya, interaksi hanya berlangsung antar siswa yang mempunyai kemampuan berbicara saja walaupun pada kenyataannya pemahaman siswa tentang substansi permasalahan yang dibicarakan sangat kurang; atau guru justru menanggalkan peran sebagai pengatur interaksi itu sendiri. 3) Prinsip Bertanya Peran guru yang harus dilakukan datam menggunakan model pembelajaraninkuiri adaiah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawabsetiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuirisangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiapguru, apakah itu bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkankemampuan, atau bertanya untuk menguji. 4) Prinsip Belajar untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensti seluruh otak. 5) Prinsip Keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkernbangan kemampuan logika dan nalarnya.Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan. c. Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri Secara umum proses pembetajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) Orientasi Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan model pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah: Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2) Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka teki itu.Dikatakan teka teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. 3) Mengajukan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. 4) Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji hipotesis yang diajukan. Dalam model pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. 5) Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. 6) Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengajuan hipotesis. 4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah a. Konsep Dasar, Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Pertama, Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi MPBM ada sejumlah kegiatanyang harus dilakukan siswa. MPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran. Akan tetapi melalui MPBM siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. MPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Untuk mengimplementasikan MPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yangmemiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisadiambil dari buku teks atau dari sumbersumber lain misalnya dari peristiwa yangterjadi dilingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwakemasyarakatan. Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan: Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan berpikir dalam membuat judgement secara objektif. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan serta membuat tantangan intelektual siswa. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab dengan belajarnya. Jika guru ingin siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dan kenyataan) b. Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan MPBM. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah MPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu : 1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan. 2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakaan hipotesis yang diajukan. 6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengajuan hipotesis dan rumusan kesimpulan. 5. Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir a. Hakikat dan Pengertian Model Pembelajaran Peningkatan Telah dijelaskan bahwa salah satu kelemahan proses pembelajaran yang dilakukan para guru kita adalah kurang adanya usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap proses pembelajaran pada mata pelajaran apapun kita lebih banyak mendorong siswa agar menguasai sejumlah materi pelajaran. Metode pembelajaran yang dibahas pada bab ini adalah metode pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Metode pembelajaran ini pada awalnya dirancang untuk pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan. Namun demikian, tentu saja dengan berbagai penyesuaian topik, model pembelajaran yang akan dibahas ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya termasuk mata pelajaran sejarah. Berdasarkan hasil penelitian, selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa berpendapat IPS merupakan pelajaran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan pelajaran lainnya, seperti IPA dan Matematika (Sanjaya, 2002). Hal itu merupakan pandangan yang keliru. Sebab, pelajaran apapun diharapkan dapat membekali siswa baik untuk terjun ke masyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian besar para guru. Mereka berpendapat bahwa IPS pada IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hapalan yang tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah pelajaran yang syarat dengan konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan. Sekarang bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang IPS dan sejarah sebagai mata pelajaran hafalan? bagaimana sejarah dapat dijadikan mata pelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa? Di bawah ini akan dijelaskan satu model pembelajaran berpikir dalam pelajaran Sejarah dan IPS. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran hasil dari pengembangan yang telah diuji coba (Sanjaya,2002). Model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (MPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas. Pertama, MPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh MPPKB adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran. Akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan atau ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan bicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir. Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil-hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupansehari-hari. Ketiga, sasaran akhir MPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah soisal sesuai dengan taraf perkembangan anak. b. Hakikat Kemampuan berpikir dalam MPPKB Model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau MPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reasin (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut Reason mengingat dan memahami lebihbersifat pasif daripada kegiatan berpikir (thinking). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedang memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan Peter Reason, bahwa berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama. Jika seseorang kurang memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan memiliki catatan masa lalu yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses mental yang disebut berpikir. Berdasarkan penjelasan di atas, maka MPPKB bukan hanya sekadar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta atau konsep. Akan tetapi bagaimana data, fakta, dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan suatu persoalan c. Karakteristik MPPKB Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk nengembangkan kemampuan berpikir, MPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut: 1) Proses pembelajaran melalui MPPKB menekankan kepada proses mental siswasecara maksimal. MPPKB bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya, bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respon saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental yang diatur otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses implementasi MPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama guru. Artinya, guru harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana mereka mempelajarinya. Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari secara metoda apa yangakan digunakan. Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru harus membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan antar bagian yang dipelajari. Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Siswa harus secara aktif merespon apa yang mereka pelajari. Merespon dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aktivitas secara fisik. 2) MPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. 3) MPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan penguasaan materi pembelajaran baru. d. Tahapan-tahapan Pembelajaran MPPKB MPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar hal ini sesuai dengan hakikat MPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara demikian bukan saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman. Namun juga dapat menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa (George W. Maxim, 1987). Ada 6 tahap dalam MPPKB. Setiap tahap dijelaskan sebagai berikut: 1) Tahap Orientasi Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materipelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa, kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasn tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran. Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pata tahap orientasi sangat menentukan keberhasilan MPPKB. Pemahaman yang baik akan membuat siswa tahu kemana mereka akan dibawa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka.Oleh sebab itu, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah dialog yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat belajar siswa. 2) Tahap Pelacakan Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang diangap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru rnenentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan Tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya. 3) Tahap Kontrontasi Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan. Mengapa demikian? Sebab, pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk dapat berpikir. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran pada tahap selanjutnya akan ditentukan oleh tahapan ini. 4) Tahap Inkuiri Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam MPPKB. Pada tahap inilah siswa berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu, pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya 5) Tahap Akomodasi Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melaluiproses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.Tahap akomodasi dapat juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkap kembali pembahasan yang diangap penting dalam proses pembelajaran 6) Tahap Transfer Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transper dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalahmasalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugastugasyang sesuai dengan topik pembahasan. 6. Model Pembelajaran Kooperatif a. Konsep Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, Ada empat unsur penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat danbakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama. Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan lain sebagainya. Salah satu model dari model pembelajaran kelompok adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin (1995) mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil oenelitian membuktikan bahwa pemggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalambelajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuandengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatifmerupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaranyang selama ini memiliki kelemahan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. Model pembelajaran ini bisa digunakan manakala : Guru menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha individual dalam belajar. Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum. Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah tingkat partisipasi mereka. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan. b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Perbedaantersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepadakerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuanakademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanyaunsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilahyang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatifdapat dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi,perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasikognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepadakelompok memungkinkan setiap angota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilankelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untukmemperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setap siswa akan salingmembantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompokmemperoleh keberhasilan. Bekerja secara kelompok dengan mengevaluasikeberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, di mana setiapanggota kelompok menginginkan semuanya memperolah keberhasilan.Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksiantara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikirmengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswaakan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik model pembelajarankooperatif adalah : 1) 2) 3) 4) Pembelajaran secara kelompok Didasarkan pada manajemen kooperatif Kemauan untuk bekerja sama Keterampilan bekerja sama c. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan dibawah ini: 1) Prinsip Ketergantungan Positif Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan Kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya 2) Tanggung Jawab Perseorangan Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama. 3) Interaksi Tatap Muka Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka sating memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4) Partisipasi dan Komunikasi Rembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna. d. Prosedur Pembelajaran Kooperatif Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu : 1) Penjelasan Materi Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok. Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan Tanya jawab, bahkan kalau perlu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa. 2) Belajar dalam Kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. 3) Penilaian Penilaian dalam model pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok 4) Pengakuan Kelompok Pengakuan kelompok adalah penetapan kelompok mana yang dianggap paling menonjol atau kelompok paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi kelompok untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivitasi kelompok lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka 7. Model Pembelajaran Kontekstual a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model pembelajaran yangmenekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapatmenemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasikehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk.dapat menerapkannya dalamkehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankankepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalamkonteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya mener.ima pelajaran, akantetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materiyang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapatmenangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupannyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yangditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermaknasecara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalammemori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat rnemahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalamkehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam kontek CTL, bukan untuk ditumpukdiotak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata. Sehubungan dengan itu, terdapat lima karakteristik penting dalam prosespembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL. 1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yangsudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepasdari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yangakan diperoleh siswa 2) 3) 4) 5) adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitansatu sama lain. Pembelajacan yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperolehdan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baruitu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai denganmempelajarai secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuanyang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnyadengan cara meminta tanggapan dari yang lam tentang pengetahuan yangdiperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuanitudikembangkan. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapatdiaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilakusiswa. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembanganpengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan danpenyempurnaan strategi. b. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional Apa perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensionalseperti yang banyak diterapkan sekolah sekarang ini? Di bawah ini dijelaskan secarasingkat perbedaan kedua model tersebut dilihatdari konteks tertentu. 1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktifdalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan 1 menggalisendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswaditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasisecara pasif 2) Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, sepertikerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan member!. Sedanskan dalampembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual denganmenerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran. 3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil,sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoretisdan abstrak. 4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalampembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan. 5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri;sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai atauangka. 6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri,misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwaperilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajarankonvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luardirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takit hukumanatau sekadar untuk memp.eroleh angka atau nilai dari guru. 7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuaidengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadiperbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalampembelajaran konvensional ha I ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yangdimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi olehorang lain. 8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitordan mengembangkan pembelajaran mereka masingmasing; sedangkandalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya prosespembelajaran. 9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalamkonteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalampembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.Sejarah SMAPLPG Sertifikasi Guru 2012 Rayon 9 Universitas Negeri Jakarta 96 10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagaicara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes. Beberapa perbedaan pokok si atas, tnenggambarkan bahwa CTL memang memilikikarakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan danpengelolaannya. 1) Asas-Asas CTL CTL memiliki 7 asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran denganmenggunakan model pembelajaran kontekstual. Seringkali asas ini disebut jugakomponen-komponen CTL. a) Konstruktivisme Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Mengapa demikian? Sebab, pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasarasumsi yang mendasar itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran CTL, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata b) Inkuiri Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan peneluan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasildari rnengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengandemikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaranyang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya Apakah inkuiri hanya bisa dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja?Tentu tidak. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukanmelalui proses inkuiri. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melaluibeberapa langkah,yaitu : a. b. c. d. e. Merumuskan masalah Mengajukan hipotesis Mengumpulkan data Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan Membuat kesimpulan c) Bertanya Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidakmenyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswadapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangatberguna untuk: a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran b. Membangkitkan motivasi belajar siswa c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu d) Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukandengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakatdan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka sating membelajarkan;yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya padayang lain. e) Pemodelan (Modeling) Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran denganmemperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikansebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, dan lainsebagainya. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga gurumemanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebabmelalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis abstrakyang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme f)Refleksi Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yangdilakukan dengan cara menurutkan kembali kejadian-refleksi, pengalaman belajar itu aKan aimasuKKan aaiam struKtur Kognitif siswa yang padaakhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisaterjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yangtelah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannyaDalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhirproses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untukmerenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkansecara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapatmenyimpulkan tentang pengaiaman belajarnya. g) Penilaian Nyata (Authentic Assesment) Penilaian nyata (Authentic Assesment) adalah proses yang dilakukan guruuntuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yangdilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakan siswabenar-benar belajar atau tidak; apakah pengaiaman belajar siswa memilikipengaruh positif terhadap perkembangan intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan prosespembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatanpembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepadaproses belajar bukan kepada hasil belajar. 2) Pola dan Tahapan Pembelajaran CTL Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang fungsi pasar.Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsidan jenis pasar. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapaindikator hasil belajar: Siswa dapat menjelaskan pengertian pasar Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis pasar Siswa dapat menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar tradisionaldengan pasar nontradisional Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi pasar Siswa bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar Untuk mencapai tujuan kompetensi di atas, dengan menggunakan CTLgurumelakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini: a. Pendahuluan 1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari prosespembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari. 2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL : Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlahsiswa Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnyakelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke pasar tradisional, dankelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yangditemukan di pasar-pasar tersebut 3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan olehsiswa b. Inti Di lapangan 1) Siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian tugaskelompok 2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai denganalat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas 1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing 2) Siswa melaporkan hasil diskusi 3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan olehkelompok yang lain Penutup 4) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalahpasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai 5) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalamanbelajar mereka dengan tema “pasar” Apa yang dapat Anda tangkap dari pembelajaran dengan menggunakanCTL? Ya, pada CTL untuk mendapatkan kemampuan pemahaman konsep, anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelasdigunakan untuk salin membelajarkan. Untuk itu ada beberapa Catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu model pembelajaran, yaitu sebagai berikut: 1) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental, 2) CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi prosesberpengalaman dalam kehidupan nyata. 3) Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperqleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. 4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain. 8. Model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (Model PAKEM) a. Pengantar Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke seluruh pelosok tanahair adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.Modul ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang apa, mengapa, danbagaimana PAKEM tersebut, serta prosedur atau langkah-langkah yang dapat dilakukan instruktur. Dengan membaca dan mengikuti proses-proses yang telah dirancang dalam modul ini, para peserta diharapkan dapat mengenal apa, mengapa, dan bagaimana PAKEM tersebut, dan pada akhirnya diharapkan dapat menerapkan di kelasnya masing-masing. (Depdiknas, 2005: 71) Gambar Model Pembelajaran PAKEM LANGKAH KEGIATAN Secara diagramatik, langkah pembelajaran dalam pertemuan ini digambarkan sebagai berikut: Gambar Langkah Model Pembelajaran PAKEM 1) Kegiatan diawali dengan pengantar singkat oleh instruktur tentang rencana kegiatan dankompetensi yang diharapkan setelah mengikuti kegiatan. Kemudian juga disampaikanpengaturan peserta dan aturan main pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan berikutnya adalah permodelan PAKEM.Instruktur memodelkan pelaksanaan PAKEM dengan melibatkan peserta sebagai murid. Pemodelan selain dimaksudkanagar peserta dapat menghayati bagaimana mengikuti PAKEM, mereka juga diharapkandapat merasakan perbedaan antara pengalaman sebelumnya dengan PAKEM. 3) Diskusi kelompok. Diskusi kelompok (4-6 orang) tentang hal-hal baru yang ditemukandalam pembelajaran PAKEM ” ditinjau dari beberapa hal, antara lain: kegiatan anak danbentuk layanan yang diberikan guru, jenis pertanyaan atau penugasan yang dikerjakansiswa, interaksi antar siswa dan interaksi lainnya, sumber belajar yang digunakan,dan lain sebagainya. Selanjutnya proses dan hasil diskusi dituliskan pada format yangdisajikan pada tabel berikut Tabel Format/Pencatat hasil Diskusi Hal baru yang Berbeda dengan Kebiasaan Pembelajaran selama Ini Komponen Pembelajaran a. Kegiatan Siswa b. c. a. Kegiatan Guru Interaksi Antar Siswa b. c .a. . b. Interaksi Siswa dengan c .a. Guru b. Jenis Pertanyaan atau Penugasan Yang Dikerjakan Siswa Sumber Belajar Yang Digunakan Lainnya: …. c .a. . b. c … a. … b. . . c. .a. . . b. c . 4) Berbagi Hasil Diskusi Hasil diskusi kelompok selanjutnya dipajang di tempat-tempat yang agak terpisah Salah seorang dari setiap kelompok menunggui hasil kerjanya dan siap menjelaskankepada kelompok lain yang mendatangi dan menanyakan segala sesuatu yang terkaitdengan hasil karyanya Kelompok lain mengunjungi dan belajar dari kelompok lain (berkeliling sehingga semuahasil kerja kelompok lain sempat dikunjungi dan dipelajari). 5) Presentasi Video/multimedia tentang PAKEM Instruktur memberikan informasi kepada peserta pelatihan untuk memperhatikanrekaman ideo/multimedia secara cermat dan memberikan bentuk tagihannya, yakni,memperbaiki hasil diskusi kelompok sebelumnya. Instruktur menampilkan rekaman video/multimedia yang memperlihatkan pelaksanaanpembelajaran yang PAKEM. Setiap kelompok diminta melaporkan hal-hal yang dapat ditambahkan pada hasil kerjasebelumnya, dan kelompk lain menambahkan hala-hal lain yang tidak disebutkan olehkelompok sebelumnya. 6) Diskusi kelompok Pada tahap ini kembali ke kelompok masing-masing danmengidentifikasi ciri-ciri PAKEMsecara lebih lengkap. 7) Presentasi penguatan hasil diskusi PAKEM Instruktur menyajikan transparansi tentang PAKEM sebagai penguatan terhadap proses danhasil kerja para peserta pelatihan. b. Apa, Mengapa PAKEM 1) Pengertian PAKEM PAKEM merupakan salah satu pilar dari program MBS (Menciptakan masyarakatyang peduli pendidikan anak) dan program ini merupakan program UNESCO dengan bekerja sama dengan Depdiknas. PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakansuasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar harus merupakan suatu proses aktif dari siswadalam membangun pengetahuannya, bukan hanya proses pasif yang hanya menerima penjelasan dari guru tentang pengetahuan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Vigotsky bahwa ada keterkaitan antara bahasa dan pikiran. Dengan aktif berbicara (diskusi) anak lebih mengerti konsep atau materi yang dipelajari. Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Katz dan Chard bahwa anak perluketerlibatan fisik untuk mencegah mereka dari kelelahan dan kebosanan. Siswa yang lebih banyak duduk diam akan menghambat perkembangan motorik, akademik, dan kreativitasnya. Anak usia TK dan SD lebih cepat lelah jika duduk diam dibandingkan kalau sedangberlari, melompat, atau bersepeda Akan tetapi,dengan belajar yang aktif, motorikhalus dan motorik kasar mereka akan berkembang dengan baik. Melalui belajar aktifsegala potensi anak dapat berkembang secara optimal dan memberikan peluang siswa untuk aktif berbuat sesuatu sambil mempelajari berbagai pengetahuan. (Sowars, 2000: 3-10) Oleh karena itu, proses belajar harus melibatkan semua aspek kepribadian manusia,yaitu mulai dari aspek yang beruhubungan dengan pikiran, perasaan, bahasa tubuh,pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Menurut Magnesen dalam Dryden bahwa dalambelajar siswa akan memperoleh 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar,30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. (Dryden,2000: 100) Unsur kedua dari PAKEM adalah kreatif. Kreatif artinya memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi. (Silberman, 1996: 9). Peran aktif siswa dalam proses pembelajaran akan menghasilkan generasi yang kreatif, artinya generasi yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menurut Semiawandaya kreatif tumbuh dalam diri seseorang dan merupakan pengalaman yang paling mendalam dan unik bagi seseorang. Untuk menimbulkan daya kreatif tersebutdiperlukan suasana yang kondusif yang menggambarkan kemungkinan tumbuhnyadaya tersebut.(1999 : 66). Suasana kondusif yang dimaksud dalam PAKEM adalah suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktifdan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat mengemukakan gagasan dan ide tanpa takut disalahkan oleh guru. Adapun pembelajaran yang efektif terwujud karena pembelajaran yang dilaksanakan dapat menumbuhkan daya kreatif bagi siswa sehingga dapat membekali siswa dengan berbagai kemampuan. Setelah proses pembelajaran berlangsung, kemampuan yang diperoleh siswa tidak hanya berupa pengetahuan yang bersifat verbalisme namun diharapkan berupa kemampuan yang lebih bermakna. Artinya siswan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri siswa sehingga menghasilkan kemampuan yang beragam. Belajar yang efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning by doing) dan untuk siswa kelas rendah SD dapat dikemas dengan bermain. Bermain dan bereksplorasi dapat membantu perkembangan otak, berbahasa, bernalar, dan bersosialisasi. Menyenangkan adalah suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya perhatian siswa terbukti dapat meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif yang tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa secara proses pembelajaran berlangsung, sebab siswa memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai,. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermain biasa. Kelas yang sunyi, anak sebagai pendengar pasif, tidak adaaktivitas konkrit membosankan dan belajar tidak efektif tidak kritis, tidak kreatif,komunikasi buruk, apatis. Kondisi yang menyenangkan, aman, dan nyaman akan mengaktifkan bagian neocortex (otak berpikir) dan mengoptimalkan proses belajar dan meningkatkan kepercayaan diri anak. Suasana kelas yang kaku, penuh beban, guru galak akan menurunkan fungsi otak menuju batang otak dan anak tidak bisa berpikir efektif,reaktif atau agresif.(Pancamegawani, 2006) Berdasarkan uraian di atas dapat dideskripsikan bahwa dalam pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan siswa terlibat dalam berbagai kegiatanpembelajaran yang dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan merekamelalui berbuat atau melakukan. Kemudian dalam PAKEM guru menggunakanberbagai alat bantu atau media dan berbagai metode. Dengan kata lain dapatdikatakan bahwa dalam PAKEM guru menggunakan multi media dan multi metode, sehingga kegiatan pembelajaran yang tecipta dapat membangkitkan semangatsiswa dan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri siswa. Yangtidak kalah pentingnya adalah PAKEM menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan siswan menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.Untuk penataan kelas dalam PAKEM guru mengatur kelas dengan memajang bukubukudan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok baca. Dengandemikian siswa dapat memanfaatkan sumber belajar yang ada dalam kelas sehingga kemampuan anak dapat bekembang lebih optimal.Dalam strategi pembelajaran guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif termasuk cara belajar kelompok. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya. Landasan yuridis PAKEM adalah Proses pembelajaran pada satuan pendidikandiselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1) 2) Landasan PAKEM a) Landasan Yuridis Landasan yuridis PAKEM adalah Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yangcukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1) b) Asumsi Dasar tentang Belajar Asumsi dasar belajar adalah belajar merupakan proses individual, belajar merupakan proses social, belajar adalah proses yang menyenangkan, belajar adalah aktivitas yang tidak pernah berhenti, belajar adalah membangun makna (Constructivism) Perubahan Paradigma Mengajar – Pembelajaran (Teaching – Learning) Penilaian–Perbaikan terus menerus (Testing–Continuous improvement) Perkembangan IPTEK, POLITIK, SOSBUD semakin lama semakin cepat; TeknologiInformasi/sumber belajar sangat beragam; Bekal memenuhi kebutuhan manusiamodern–mandiri, bekerjasama, berpikir kritis, memecahkan masalah; Persainganinternasional (Globalisasi) Belajar lebih efektif/pendalaman; Anak lebih kritis; Anak menjadi lebih kreatif; Suasana dan pengalaman belajar bervariasi; Meningkatkankematangan emosional/sosial; Produktivitas siswa tinggi; Siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi dalam proses perubahan; c) Cara Anak Belajar Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahamanterhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsepkonsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisa kankarena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspeklain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair,panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: Konkrit Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari halhal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Integratif Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dariberbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. Hierarkis Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secarabertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutanlogis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi. c. Pembelajaran yang Efektif Kegiatan belajaran yang efektif adalah kegiatan pembelajaran yang menunjang kompetensi siswa. Kegiatan belajara yang efektif adalah kegiata belajar yang memahami makna belajaryang sesusngguhnya, pembelajaran yang berpusat, pembelajaran yang mengalami, mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional, mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan, pembelajaran yang merupakan perpaduan kemandirian dan kerja sama, belajar sepanjang hayat. Makna belajar merupakan proses membangun pemahaman/ pemaknaan terhadap informasi dan atau pengalaman siswa. Siswa sebagai subjek belajar. Kegiatan pembelajaran harus memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa.Belajar mengalami artinya siswa terlibat langsungdalam pembelajaran. Hal ini dapat dikembangkan melalui pengalaman inderawi: melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, mencium, Pengalaman simulasi , Audio-visual, mendengarkan informasi. Mengembangkan Keterampilan Sosial, Kognitif, dan Emosional dapat dilakukan dengan mengkomunikasikan gagasan, hasil kreasi, hasil temuan, berinteraksi dengan lingkungan belajar kelompok, saling mempertajam, memperdalam, memantapkan, menyempurnakan gagasan.Keterampilan social dapat dilakukan dengan bersosialisasi dengan menghargai perbedaan pendapat, sikap, kemampuan, prestasi Bekerja sama dan mengembangkan empati. Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Ber-Tuhan, yaitu dengan mengembangkan Rasa ingin tahu, peka, kritis, mandiri, dan kreatif Fitrah bertuhan,bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa Perpaduan Kemandirian dan Kerja Sama, berkompetisi , kerja mandiri, kerja sama, dan solidaritas. Adapun Belajar Sepanjang HayatUntuk bertahan (survive) & berhasil (success) Mengenali diri Keterampilan belajar: percaya diri, keingintahuan, memahami orang lain,kemampuan berkomunikasi, dan bekerja sama Pengalaman Belajar yang Beragam,Pengalaman Mental, Pengalaman Fisik, dan Pengalaman Sosial. Pengalaman Mentaldapat diperoleh Melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, markan berita radio,televisi, melakukan perenungan, menonton film Pengalaman Fisik dapat diperoleh melalui pengamatan, percobaan, penelitian, kunjungan, karya wisata, dan pembuatan buku harian. Pengalaman sosial melalui berwawancaradengan tokoh, bermain peran, berdiskusi, bekerja bakti, melakukan bazaar, melakukanpameran, mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis mengumpulkan data. Dengan situasi: nyata, buatan, audio-visual (misal: sajian film), visualisasi verbal: ilustrasi (cerita grafik,table) audio-verbal. Contoh-contoh Pengalaman Belajar menggubah syair dan bernyanyi • melakukan permainan • diskusi (bertanya, menjawab, berkomentar, mendengar penjelasan, menyanggah) • menggambar dan mengarang • menulis prosa, puisi, pantun • membaca • menyimak • mengisi teka-teki • mengajukan pertanyaan penelitian • mengajukan pendapat dg alasan yang logis • mengomentari • bercerita • mendengarkan cerita • mengamati persamaan dan perbedaan untuk mencari ciri benda • mendengarkan penjelasan sambil membuat catatan penting • membuat rangkuman/sinopsis • mendemonstrasikan hasil temuan • mencari pemecahan soal-soal (matematika) • membuat soal cerita • mengukur panjang, berat, suhu • merencanakan dan melakukan percobaan, penelitian • membuat buku harian • membuat kamus • melakukan simulasi (dengan komputer) • mengelompokkan, mengidentifikasi ciri benda • mengumpulkan dan mengoleksi benda dengan karakteristiknya • membuat komik • membuat prediksi dan berekspolarsi • membuat grafik • membuat diagram • membuat carta • membuat jurnal • menyiapkan dan melaksanakan pameran • menggunakan alat (ukur, potong, tulis) • praktik ibadah • berceramah • membuat poster • membuat model (misal: kotak, silinder, kubus, segitiga, lingkaran) • menata pajangan • menata buku perpustakaan • membuat daftar pertanyaan untuk wawancara • melakukan wawancara • membuat denah • membuat catatan hasil penjelasan/hasil pengamatan • membaca kamus • mencari informasi dari ensiklopedi • melakukan musyawarah • mengunjungi dan menemukan alamat situs website • berorganisasi • mendiskusikan wacana dari media cetak/media elektronik • membuat cergam • membuat resensi buku • mengkritisi suatu artikel • mengkaji pola tulisan suatu artikel • menulis artikel ilmiah populer • membuat ensiklopedi (tambahkan kegiatan lain yang mengerahkan keterampilan berpikir danmengaplikasikan pengetuan yang sudah dimiliki siswa) Pengelolaan KBM • Pengelolaan Tempat Belajar • Pengelolaan Siswa • Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran • Pengelolaan Isi Pembelajaran • Pengelolaan Sumber Belajar Pengelolaan Tempat Belajar • Bergantung strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran yang akandicapai • Memperhatikan intensitas interaksi antarsiswa • Yang dikelola: pajangan (hasil kerja siswa, gambar peta, diagram, model, benda asli,kumpulan puisi, karangan), meja kursi, perabot sekolah, sumber belajar Pengelolaan Siswa • Siswa dikelola secara individual, berpasangan, berkelompok, seluruh kelas • Hal yang perlu menjadi pertimbangan • jenis kegiatan • tujuan kegiatan • keterlibatan siswa • waktu belajar • ketersediaan sarana/prasarana • karakteristik siswa Tabel Keberagaman Karakteristik Siswa Faktor Keberagaman Isi(bycontent) Minat dan motivasi(by interest) Kecepatan tahapan belajar (by speed) Tingkat kemampuan (by level) Reaksi yang diberikan siswa (by respond) Pengelolaan Siswa Siswa berpeluang mempelajari materi yg berbeda dlm sasaran kompetensi yg sama ataupun berbeda Siswa berpeluang berkreasi sesuai dg minat dan motivasi belajar baik dlm kompetensi yg sama maupun berbeda. Siswa termotivasi belajarsecaramandiri Siswa berpeluang belajar (bekerja) sesuai dengan kecepatan yg dimilikinya. Keberagaman bias pada kompetensi, isi, maupun kegiatan Siswa berpeluang untuk mencapai kompetensi secara maksimal sesuai dg tingkat kemampuan yg dimiliki Siswa berpeluang menunjukkan respon melalui presentasi/menyajikan hsl karyanya secara lisan,tertulis,benda kreasi,... Siswa berpeluang menguasai kompetensi melalui cara-cara, dan Siklus cara berpikir (by circularsequence) seleksi berdasarkan perspektif yg mereka pilih Waktu (by time) Siswa berkemungkinan untuk memiliki perbedaan durasi untuk menguasi kompetensi tertentu Pendekatan pembelajaran (by teachingstyle) Siswa diberi perlakuan secara individual sesuai dengan keadaannya d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran Pertanyaan yg mendorong siswa berpikir dan berproduksi mengharap jawaban benarTujuan Bertanya adalah menharapkan jawaban yang benar dan meransang siswa berpikir danberbuat dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat produktif, terbuka, dan imajinatif. Tabel Kategori Pertanyaan Kategori Pertanyaan Arti Contoh Terbuka Pertanyaanya memiliki lebih dari satu jawaban benar Mengapa ibukota Indonesia Jakarta? Tertutup Pertanyaanya memiliki hanya satu jawaban benar Apa Nama ibukota Indonesia? Produktif Dpt dijwb melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan Berapa halaman kertas diperlukan untuk menghabiskan Tidak Produktif Dpt dijwb hanya dg melihat, tanpa melakukan pengamatan, percobaan, atau penyelidikan Apa nama benda ini? Imajinatif dan interpretatif Jwb-nya diluar benda/gambar/kejadia n yg diamati Faktual Jwb-nya dpt dilihat pd benda/kejadian yg diamati (Diperlihatkan gb gadis termenung dipinggir laut). Diajukan pertanyaan,“Apa yang sedang dipikirkan gadis itu?” Apa yang dipakai gadis itu? e. Penyediaan umpan balik yg bermakna Umpan balik bukanlah pernyataan yg memotivasi siswaPenilaian yg mendorongsiswa melakukan unjuk kerjaPenilaian dilakukan secara alami dlm kontekspembelajaran. Modus/medium untuk menilai tdk cukup satu jenis Tabel Umpan Bailk Guru terhadap Perilaku Siswa Perilaku Siswa Umpan balik dari guru Pak/Bu apakah di Mars ada kehidupan? Menurutmu bagaimana? Di mars pasti ada kehidupan Mengapa kamu berpendapat spti itu? Mengerjakan sesuatu berbeda dari biasanya Meminta penjelasan,“Dptkah kamu jelaskan, mgp demikian? Berargumentasi Ini alas an yang saya tdk banyak tahu Kamu tlh meyakinkanku, bgm pendpt temanmu? 1. Pengelolaan Isi Pembelajaran • Menyiapkan Silabus Pembelajaran • Kemungkinan pembelajaran tematik 2. Pengelolaan Sumber Belajar • Pemanfaatan sumber daya sekolah • Pemanfaatan sumber daya lingkungan 3. Strategi Pembelajaan • Siswa belajar secara aktif • Siswa membangun peta konsep • Siswa menggali informasi dr berbagai media • Siswa membandingkan dan mensintesiskan informasi • Siswa mengamati secara aktif • Siswa menganalisis peta sebab akibat • Siswa melakukan kerja praktik f. Mengapa Perlu PAKEM ? 1) Perlunya Belajar Aktif Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran merupakan manifestasi dari belajar bagaimana belajar (learn how to learn). Keterlibatan mereka secara aktif dalam pembelajaran memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengeksplorasi informasi, mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta membangun sendiri konsep-konsep yang ingin dipelajarinya. Keseluruhan pengalaman belajar ini akan memberikan ketrampilan kepada siswa bagaimana sesungguhnya belajar yang dapat menjadi bekal untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Pribadi yang mampu belajar terus menerus seperti inilah yang diharapkan mampu beradaptasi dengan berbagai pesatnya perkembangan jaman serta berkompetisi di era global. Alvin Toefler, salah seorang futurolog, menyatakan bahwa orang buta huruf pada saat ini bukanlah orang yang tidak bisa membaca melainkan orang yang tidak bisabelajar. Sebagai implikasinya, kemampuan belajar terus menerus atau menjadi manusia pembelajar seumur hidup merupakan keharusan jika kita ingin eksis di erainformasi. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa pembelajaran yang aktif perludan penting bagi siswa. Aktivitas siswa secara berkelompok atau lebih tepatnya pembelajaran kooperatif diharapkan juga menumbuhkan siswa menjadi pribadi dan warga negara yang lebih toleran dan damai. Jika siswa terbiasa mengemukakan gagasan, toleran dan menghargai pendapat orang lain, diharapkan sikap dan perilaku tersebut dapat terus berkembang ketika mereka terjun di masyarakat kelak. Dengan demikianpembelajaran yang aktif juga ikut menyiapkan siswa menjadi warna negara yanglebih baik dan lebih demokratis 2) Perlunya Pembelajaran yang Kreatif Kendati saat ini banyak dibutuhkan, kreativitas dan orang-orang yang kreatif masih saja belum banyak jumlahnya. Konon hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak banyak menghasilkan paten atau temuan. Mandulnya bangsa Indonesia dalam menghasilkan temuan-temuan baru tentu saja menjadi kendala untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa yang lain didunia. Oleh karena itu penting bagi siswa untuk semenjak dini menghasilkan kreasikreasi atau belajar mengkreasi sesuatu. Guru PAKEM seyogyanya memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menghasilkan karya baik secara berkelompok maupun individual. Pengembangan kreativitas semenjak dini ini diharapkan juga membentuk karaktersiswa menjadi pribadi-pribadi kreatif. Kelak ketika mereka dewasa kreativitas ini diharapkan dapat menjadi terobosan dan memecahkan berbagai masalah kehidupan diantaranya adalah menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Konon banyaknya sarjana yang menjadi antrean pencari kerja disebabkan karena semenjak kecil mereka tidak terbiasa menciptakan sesuatu. Kebiasaan belajar dengan menghapalkan dan meniru tidak banyak bermanfaat dalam kehidupan. 3) Perlunya Pembelajaran yang Efektif Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendidikandi negara kita masih jauh tertinggal dari negara-negarayang lain. Salah satu bukti rendahnyaprestasi belajar siswa Indonesia dapat dicermati dari hasil Trens in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang dilaksanakan oleh IEA. Institusi ini membandingkan prestasi belajar matematikadan sains siswa Amerika Serikat dan siswa-siswa di negara yang lain. Hasil rerata untuk sekolah menengah, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari45 negara yang diteliti. Skor rerata siswa Indonesia adalah 420, jauh di bawah rata-rata internasional 471 (National Center for Educational Statistics, Desember 2004). Dengan demikian isu peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas pembelajaran memang perlu ditindak lanjuti diantaranya dengan menyelenggarakan pembelajaranyang efektif. Guru harus yakin bahwa ketika pembelajaran berakhir semua siswa telah menguasai indikator kompetensi dasar yang diharapkan. Melalui penilaian berbasis kelas informasi tentang penguasaan topik pembelajaran akan segera diketahui oleh guru dan informasi ini menjadi bekal untuk merefleksi pembelajaran yang lebihefektif pada masa berikutnya. 4) Perlunya Pembelajaran yang Menyenangkan Riset tentang learning society atau masyarakat belajar menunjukkan bahwa perilaku belajar anggota masyarakat dipengaruhi oleh pengalaman belajar mereka ketika masih kecil. Mereka yang mengalami pembelajaran yang menyenangkan cenderung akan mengulanginya dan tumbuh menjadi pembelajar seumur hidup. Mereka yangmengalami suasana pembelajaran yang buruk dan guruguru yang galak cenderung untuk tidak melanjutkan proses belajar. Berkaitan dengan hal ini pembelajaran perlu dikondisikan sedemikian rupa sehingga siswa belajar dengan asyik atau menyenangkan. Waktu yang diluangkan oleh siswa di bangku pelajaran juga terbilang panjang. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan siswa tidak merasa terpenjara atau sekolah sebagai penjara yang penuh siksaan-siksaan psikologis. Karena dampaknya tentu tidak baik bagi perkembangan anak. Seyogyanya siswa bisa menghabiskan waktu sekolahnya dengan senang hati, enjoy dan menikmati berbagai pengalaman belajarnya. Untuk itulah guru perlu menciptakan suasana fisik dan psikologis sedemikian rupa sehingga siswa kerasan di sekolah. Pendek kata siswa juga berhak menikmati masa-masasekolahnya dengan senang hati. 5) Belajar dan Pembelajaran Bermakna Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengananak, anak dengan sumber belajar dan anakdengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akanmenjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalamlingkungan yang nyaman dan memberikan rasa zaman bagi anak. Proses belajar bersifat individualdan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalamdiri individu sesuai dengan perkembangannya danlingkungannya. Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsepkonsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Hal yang Harus Diketahui dan Diperhatikan Guru dalam Melaksanakan PAKEM. Dalam dinyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipahami dan diperhatikan guru dalam melaksanakan PAKEM. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut. Memahami Sifat yang Dimiliki Anak Anak memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Diantaranya rasa ingin tahudan berimajinasi. Dua hal ini adalah potensi yang harus dikembangkan ataudistimulasi melalui kegiatan belajar mengajar. Karena kedua hal tersebut adalah modal dasar bagi berkembangnya sikap berpikir kritis dan kreatif. Sikap berpikir kritis dan kreatif adalah kompetensi yang harus dimiliki olehsiswa. Seperti dikemukakan oleh Jhonson salah satu komponen dalam system pembelajaran yang ideal adalah berpikir kritis dan kratif. Artinya siswa dapatmenggunakan tingkat berpiki yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif (2002:24). Agar mampu berpikir kritis dan kreatif sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi yang sudah dimiliki anak perlu dikembangkan. Untuk mengembangkan kedua sifat yang dimiliki anak tersebut secara optimal perlu diciptakan suasana pembelajaran yang bermakna. Suasana pembelajaran bermakna ditunjukkan di antaranya dengan kebiasaan guru untuk memuji anak karena hasil karyanya atau prestasinya. Kemajuan seperti apapun yang ditunjukkan oleh siswa perlu dihargai oleh guru. Kemudian kebiasaan guru mengajukan pertanyaan yang menantang atau yang bersifat terbuka juga langkah tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Tidak kalah pentingnya adalah guru yangmendorong anak untuk melakukan percobaan juga merupakan siswa yang subur untuk mengembangkan kemampuan yang dimaksud. Mengenal Anak Secara Perorangan Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan individual perlu diperhatikandan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuaidengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitansehingga anak tersebut bwelajar secara optimal. Memanfaatkan Prilaku Anak dalam Pengorganisasian Belajar Sebagai makhluk sosial. Anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Prilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganiosasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahan sesuatu, anak dapat bekerja, berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan KemampuanMemecahkan Masalah Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganaklisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir teraebut kritis dan kreatif bersal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduannya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yangterbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan katakata ”Apa yang terjadi jika....,lebih baik dari pada yang dimulai dengan kata-kata”Apa, berapa. Kapan” yangumumnya tertutup hanya ada satu jawaban yang benar. Mengembangkan Ruang Kelas Sebagai Lingkungan Belajar yang Menarik Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang diapajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswalain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli,puisi, karangan dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Lingkungan (fisik, sosial atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar,tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar.Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak harus selalu keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indra), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat trulisan, dan membuat gambar atau diagram. Memberikan Umpan Balik yang Baik untuk Meningkatkan Kegiatan Belajar Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belaja. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan dari pada kelemahan siswa. Selain itu cara memberika umpan balik pun harus secara santun.Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya dirim dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikkan komentar dan cacatatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa darihanya sekedar angka Membedakan antara Aktif Fisik dan Aktif Mental Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatansibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yangsebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut baik takut ditertawakan, takut disepelekan,atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan PAKEM. g. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM 1) Pengantar Setelah peserta memahami pengertian dan gambaran tentang PAKEM pada unit 3, peserta dituntut membuktikan pemahaman itu melalui pembuatan persiapan PAKEM dan melaksanakannya baik mengajar terhadap teman (simulasi) maupun terhadap siswa (praktik mengajar). Hal ini perlu dilakukan agar penghayatan tentang PAKEM menjadi lebih baik. Peserta juga perlu memperoleh pengalaman terutama tentang hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan PAKEM. Dengan demikian, sebagai calon fasilitator, mereka lebih siap untuk menyajikan PAKEM kepada peserta pelatihan selanjutnya. Contoh-contoh pembelajaran PAKEM untuk masing-masing mata pelajaran terdapat pada lampiran tersendiri. Contoh tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pembelajaran PAKEM. I. Tujuan Pembelajaran a. Standar kompetensi Setelah mempelajari materi ini diharapkan memahami tentang hakikat PAKEM, dan mampu melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan PAKEM b. Kompetensi Dasar Mampu merancang dan melaksanakan PAKEM c. Tujuan Setelah mengikuti pertemuan ini peserta mampu : Membuat persiapan pembelajaran yang menerapkan PAKEM Melakukan Simulasi Melakukan evaluasi dan produk mengajar II. Langkah Kegiatan Secara diagramatik, langkah pembelajaran dalam pertemuan ini digambarkan sebagai berikut : Gambar Langkah Pembelajaran PAKEM 1. Modeling PAKEM ( 30 menit) Peserta dikelompokkan dalam kelompok mata pelajaran. Fasilitator melakukan pemodelan PAKEM d i depan kelompok tersebut. Setiap kelompok mengamati pemodelan sesuai dengan kelompoknya. Langkah-langkah: Memilih skenario yang sudah tersedia, menyiapkan alatalat,kemudian mempraktikkan cara mengajar yang PAKEM sesuai dengan skenario yang sudah dipilihnya. Dalam modeling, fasilitatormenjadi guru sedangkan peserta menjadi siswa/ pengamat. Modeling sebaiknya disesuaikan dengan level peserta, hal ini untukmenghindari ketidakseriusan. 2. Diskusi Kelompok (30 menit) Peserta mendiskusikan hasil pengamatan mereka terhadap modeling. Langkah-langkah: peserta mendapatkan scenario mengajar yang dipilih oleh fasilitator pada saat modeling; Peserta mendiskusikan struktur skenario dan pelaksanaannya (langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar, manajemen kelas, pajangan dan kompetensi ) Diskusi didampingi oleh fasilitator yang menjadimodel pada kelompok itu. Kerja Kelompok: 3. Membuat Persiapan Simulasi PAKEM ( 60 menit) Peserta diberi contoh RP yang dapat diambil dari buku ”bestpractice”atau contoh-contoh RP yang lain. Dalam kelompok yang terdiri dari anggota kelompok 3-5 orang, peserta mendiskusikan RP yang bernuansa PAKEM tersebut. Kemudian RP disimulasikan di depan peserta lain. Selanjutnya peserta memperbaiki RP berdasarkan masukan yang ada. RP ini akan dipraktikkan di depan siswa di pertemuan berikutnya. Langkah selanjutnya, peserta menyiapan alat bantu belajar/mengajar, lembar kerja, bahan ajar, bahan bacaan (jika diperlukan). Peserta dapat menyesuaikan contoh PAKEM dengan keadaan setempat dan membuat perbaikan kalau mereka mempunyai ideyang lebih baik. 4. Simulasi Mengajar (120 menit) Pelaksanaan simulasi dilakukan dengan cara salah satu peserta menjadi guru di depan peserta lain yang ada dalam kelompoknya. Simulasi dapat pula dilakukan dengan cara salah satu peserta dari satu kelompok melakukan simulasi di depan kelompok yang lain. Langkah-langkah: Pada jam yang sama setiap kelompok menampilkan salah satupeserta untuk melakukan simulasi. Setelah itu peserta lain jugamelakukan hal yang sama. Simulasi juga dapat dilaksanakan oleh anggota dari kelompok tertentu di depan kelompok yang lain. (Simulasi tidak perlu sampai tamat: 30 – 45 menit mungkin cukup.Ingatkan peserta/pengamat agar mengamati proses simulasi terutama dari segi sejauh mana pembelajarannya sesuai dengan ciri-ciri PAKEM). Fasilitator mengamati pelaksanaan semua simulasi sesuai dengan mata pelajaran yang telah dimodelkannya. 5. Diskusi Kelompok: Hasil Simulasi (30 menit) Langkah-langkah: Peserta yang melakukan simulasi mengungkapkan keberhasilan dan hambatan yang dirasakannya selama simulasi (5 menit); Peserta lain memberikan komentar terutama dari segi sejauhmana PEMBELAJARAN dalam simulasi memenuhi karakteristik PAKEM dan alternatif mengatasi hambatan yang dirasakan oleh simulator. (Kelompok pelaku simulasi hendaknya mencatat komentar untuk bahan pertimbangan dalam menyempurnakan persiapan, lembar kerja, dan sebagainya). 6. Perbaikan Persiapan PAKEM (120 menit) Langkah-langkah: Masing-masing kelompok memperbaiki persiapan, lembar kerja, dan bahan belajar lain yang dirancangnya dengan mempertimbangkan komentar dan masukan pada sebelumnya. Hasil perbaikan ini akan digunakan praktik mengajar dengan siswa sesungguhnya. Semua harus ikut membuat persiapan dan siap pula mempraktikkannya. diskusi dalam peserta untuk (Fasilitator hendaknya mengingatkan agar tiap kelompok benar-benar siap dengan persiapan, LK, dan sebagainya yang telah diperbaiki sehingga setelah kegiatan ini peserta berkonsentrasi pada pelaksanaan praktik mengajar, tidak lagi pada masalah persiapan). 7. Diskusi Kelompok: Proses Mengajar (180 menit) Kelompok mengkaji pelaksanaan praktik, sejauh mana PEMBELAJARAN memenuhi karateristik PAKEM. Diskusi terfokus pada kualitas tugas, perintah yang diberikan oleh guru; kegiatanyang dilakukan oleh siswa berkaitan dengan hasil yang diharapkan dan hambatan yang dialami pada saat mengajar, serta alternative pemecahannya. Hasil diskusi dipajangkan dan menjadi bahan diskusikelompok lain. III. Uraian Materi Bagaimana Pelaksanaan PAKEM Gambaran pelaksanaan PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Berdasarkan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan PAKEM yang telah diuraikan di atas, maka kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru harus sesuai dengan kemampuan tersebut. Adapun contoh-contoh kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan tersebut akan diuraikan berikut ini. Gambaran penerapan PAKEM tersebut dapat ditinjau berdasarkan beberapa komponen pembelajaran Tabel Penerapan PAKEM Hal Baru Yang Berbeda dengan Kebiasaan Pembelajaran Selama Ini Komponen Pembelajaran Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya: Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran Percobaan Diskusi kelompok Memecahkan masalah Mencari informasi Menulis laporan/cerita/puisi Berkunjung keluar kelas. Sesusai mata pelajaran, guru menggunakan misal: Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri Gambar Studi kasus Nara sumber Lingkungan Siswa: Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan. Melakukan percobaan, pengamatan,atauwawancara Mengumpulkan data/jawaban danmengolahnya sendiri Menarik kesimpulan Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri Menulis laporan/hasil karya lain dengan katakata sendiri Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari. Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. Melalui: Diskusi Lebih banyak pertanyaan terbuka Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu) Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebutt Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri. Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari Guru memantau kerja siswa Guru memberikan umpan balik h. Implikasi PAKEM Dalam implementasi pembelajaran PAKEM di sekolah mempunyai berbagaiimplikasi yang mencakup: 1) Implikasi bagi guru Pembelajaran aktif, kretaif, efektif, dan menyenangkan memerlukan guruyang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak,juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. Sebaliknya pembelajaran yang berpusat pada guru harus dihindari. Adapun ciri-ciri pembelajaran yang berpusat pada guru adalah menggunakan buku paket, jawaban harus sama dengan guru, guru mendiktekan apa yang harus dilakukan, guru memberi contoh, ceramah, hafalan. Dampak dari pembelajaran yangberpusat pada guru adalah siswa menjadi mahluk yang individualis, motivasi belajar siswa turun, siswa kurang dapat bekerjasama, siswa pasif, guru kurangkreatif. 2) Implikasi bagi siswa Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecilataupun klasikal. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, danpemecahan masalah. 3) Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media a) PAKEM pada hakikatnya menekankan pada siswa baik secara individualmaupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapatdimanfaatkan (by utilization). c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaranyang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak. d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masingmasing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi 4) Implikasi terhadap Pengaturan ruangan Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, danmenyenangkan perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajarmenyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: a) Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan. b) Susunan bangkupeserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengankeperluan pembelajaran yang sedang berlangsung c) Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet d) Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelasmaupun di luar kelas e) Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didikdan dimanfaatkan sebagai sumber belajar f) Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali. 5) Implikasi terhadap Pemilihan metode Sesuai dengan karakteristik pembelajaran PAKEM, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanyajawab, demonstrasi, bercakap-cakap. a) Penerapan PAKEM dalam Kegiatan Belajar Mengajar Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Adapun hal baru yang berbeda dengan kebiasaan pembelajaran selama ini adalah guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya percobaan, diskusi kelompok menulis laporan, berkunjung keluar kelas. Dengan menerapkan PAKEM guru diharapkan menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan setiap metode mengarah pada keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan berbahasa. b) Alat Bantu dan Sumber Belar Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Sesuaimata pelajaran, guru menggunakan, misal alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber, dan lingkungan. c) Metode Pembelajaran Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan. Siswa dapat dapat melakukan percobaan, pengamatan,atau wawancara. Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri, menarik kesimpulan, memecahkan masalah, mencari rumus sendiri, menulislaporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri. d) Pengalaman Belajar Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui diskusi, lebih banyak pertanyaan terbuka, hasil karya merupakan pemikiran anak sendiri. e) Pemilihan Bahan Ajar Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. Siswa dikelompokkan sesuiai kemampuan (untuk kegiatan tertentu), bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut, tugas perbaikkan atau pengayaan diberikan. f) Pendekatan Pembelajararan Kontekstual Prinsip pembelajaran yang dilaksanakan adalah pembelajaran bermakna. (meaningful learning). Salah satu ciri pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata dan siswa memahami manfaat dari pembelajaran yang dilaksanakannya dan siswa merasakan penting untuk belajar demikehidupannya di masa depan. (Kratf, 2000: 33). Impelementasi dalamkegiatan pebelajaran terlihat melalui guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari. Guru dapat meminta siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri. Diharapkan siswa dapat menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari. g) Penilaian atau Evaluasi Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. Guru memantau kerja siswa dan guru memberikan umpan balik. Penilaian harus dilakukan secara otentik dengan menggunakan instrumen penilain yangbervariasi. (Kratf, 2000:33) Tabel Lembar Observasi PAKEM Uraian/ Aspek Bagaimana bentuk tugas yang diberikan? Apa yang dikerjakan siswa untuk melakukan tugas tersebut? temuan Kemampuan apa yang dikembangkan melalui tugas tersebut? Bagaimana bentuk pertanyaan yang diberikan dalam tugas? Jenis pertanyaan apa saja yang diajukan guru kepada siswa dalam pembelajaran? Sejauh mana guru memperhatikan perbedaan siswa? Apa yang dilakukan oleh siswa selama mengerjakan tugas? Sejauh mana siswa diberi kesempatan untuk menanggapi kegiatan belajar yang telah dilakukan? Apa yang dilakukan siswa pada saat belajar kelompok, individu, berpasangan, atau klasikal? Pada saat ada kerja kelompok, berapa jumlah anggota kelompok? Apakah semua siswa terlibat dalam kegiatan kelompok? Apa yang dilakukan guru selama anak mengerjakan tugas? Indikator Monev PAKEM Guru Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja (menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.); Guru menciptakan pembelajaran yang menantang; Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar,termasuk sumber belajar dan bahan dari lingkungan; Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai dengankemampuan siswa; Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok, pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan siswa secara aktif dalampembelajaran. Siswa Siswa tidak takut bertanya; Ada interaksi antara siswa untuk membahas dan memecahkan masalah; Siswa aktif bekerja; Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri; Siswa melakukan kegiatan baca mandiri; Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana, menulisbiograpi tokoh). Kelas Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa; Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar; Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan siswa,siswa dan siswa; Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku) yangdimanfaatkan siswa. i. Desain Pembelajaran PAKEM 1) Pengantar Beberapa orang memandang bahwa PAKEM sama dengan kerja kelompok. Jika dalam suatu kelas sedang berlangsung pembelajaran dan di sana siswa tetap duduk seperti orang menonton bioskop, semua menghadap ke depan, duduk berdua dengan satu bangku, maka dengan mudah dan cepat dikatakan kelas itu tidak PAKEM. Akan tetapi sebaliknya, jika di suatu kelas siswa sedang duduk berkelompok, walau mereka hanya duduk dalam kelompok, tetapi tidak semua siswa bekerja, maka dengan mudah kita mengatakan kelas itu PAKEM. Seharusnya menilai PAKEM tidaknya suatu pembelajaran tidak cukup hanya dengan melihat pengaturan tempat duduk siswa, tetapi harus diperhatikan pula intensitasketerlibatan siswa dalam belajar. Usaha-usaha yang menawarkan sebuah pembaharuan, termasuk penerapan PAKEM dikelas, biasanya akan menemui masalah. Beberapa masalah yang masih sering ditemukan baik dalam pelatihan maupun dalam penerapan PAKEM di kelas dapat dilihat di bawah ini. Beberapa isu-isu penerapan PAKEM di kelas adalah sebagai berikut: a) Guru belum memperoleh kesempatan menyaksikan pembelajaran PAKEM yangbaik; b) Guru belum memiliki referensi (buku, video, dll) tentang pembelajaran PAKEMyangbaik; c) Tugas yang diberikan guru kepada siswa masih bersifat tertutup dan banyakpengisianlembar kerja (LK) yang kurang baik; d) Pembelajaran belum memberikan tantangan sesuai kemampuan siswa e) Pembelajaran hanya mengajarkan satu indikator dengan satu aktivitas; f) Perbedaaan individual siswa belum diperhatikan termasuk lakilaki/perempuan, pintar/kurang pintar, sosial ekonomi tinggi/rendah; g) Pengelolaan siswa kurang sesuai dengan kegiatan; h) Guru merasa khawatir untuk melaksanakan PAKEM di kelas 6 dan 9; i) Pajangan cenderung menampilkan semua apa yang dikerjakan siswa denganhasil yangseragam; Berbagai kendala selalu ada, akan tetapi dukungan pun tak kurang banyak dalammenerapkan PAKEM. Berbagai pelatihan telah diikuti dan para guru telahmelakukannyadi kelas masing-masing. Sebagai upaya untuk terus meningkatkan mutu pelaksanaan PAKEM, pada modulini dibahas dan dikaji secara berurutan: 1). telaah PAKEM, 2). teknik bertanya, 3).pengorganisasian kelas, 4). pembelajaran kooperatif, dan 5). pengembangan idepembelajaran 2) Tujuan pembelajaran Setelah mengikuti modul ini, diharapkan peserta: Mampu menidentifikasi sifat-sifat PAKEM tertentu pembelajaranyang dilaksanakan Mampu mengidentifikasi jenis pertanyaan yang efektif Mampu mengorganisasikan kelas sesuai dengan pembelajaran Mampu mengembangkan ide pembelajaran dalam tugas 3) Langkah Kegiatan 4) Uraian Materi A. Pelaksanaan PAKEM Bagi Guru 1. Identifikasi Kesulitan Belajar a) Pengantar Tugas utama seorang guru adalah membuat perencanaan, melaksanakan dan dilaksanakan. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun, guru sering mengalami kendala dan permasalahan sehingga kompetensi yang telah ditetapkan di masing – masing mata pelajaran tidak mencapaihasil yang maksimal. Faktor yang berasal dari luar diri guru dan memegang pengaruh penting terhadap pencapaian kompetensi adalah peserta didik. Keberadaan peserta didik, tingkat kecerdasan, motivasi belajar, dan lainnya berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah pembelajaran. b) Tujuan Tujuan identifikasi Belajar diharapkan guru dapat : 1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi pembelajaran padasetiap mata pelajaran dalam 2) Menemukan kemungkinan masalah dalam pembelajaran pada setiapmata pelajaran 3) Menemukan solusi/pemecahan dalam pembelajaran pada setiapmata pelajaran c) Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Kesulitan belajar seringkali diartikan sebagai gangguan yang terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan kemampuan memahami kompetensi dasar yang diajarkan. Kesulitan belajar dapat berhubungan dengan perkembangan peserta didik seperti gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial atau berhubungan dengan kemampuan akademik seperti kegagalan dalam penguasaan ketrampilan membaca, menulis, berhitung, dan kompetensi lainnya. Sementara ini yang sering terjadi, tinjauan terhadap kesulitan belajar peserta didik lebih banyak dibebankan kepada peserta didik. Mereka dianggap kurang serius dalam belajar, kemampuan intelegensinya rendah, bimbingan orang tua kurang dan masih banyak alasan serupa lainnya. Padahal dalam pembelajaran banyak unsur yang terkait dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Dalam konteks korelasi antara input-process-out put bisa kita lihat multi unsur yang memberikan andilhasil belajar. Input berupa raw input (peserta didik), inviromental input (lingkungan), dan instrumental input (kurikulum). Pada proses kita dapatmelihat perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, maupun sistem penilaian yang dikembangkan. Input dan proses tersebut akanmewarnai hasil belajar peserta didik berupa out put dan out come. Oleh karena itu, tidaklah adil apabila hasil belajar yang rendah hanya dibebankankepada peserta didik dikarenakan pembelajaran bersifat kompleks. Adi Gunawan dalam Born to Be a Genius (2003) menyatakan bahwa factor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah denganmengenal dan memahami bahwa setiap individu adalah unik dengan gayabelajar yang berbeda satu dengan lainnya. Tidak ada gaya belajar yanglebih unggul dari gaya belajar lainnya. Semua sama uniknya dan semuasama berharganya. Kesulitan yang timbul selama ini lebih disebabkanoleh gaya mengajar yang tidak sesuai dengan gaya belajar. Dan yang lebih parah lagi adalah kalau anak sendiri tidak mengenal gaya belajar mereka. Kenyataan lapangan yang mendukung pendapat di atas adalah guruyang cenderung menggunakan satu cara saja dalam mengajar yaitu gaya visual. Guru mengajar dengan menggunakan media papan tulis dan buku (visual). Murid belajar dengan buku dengan kegiatan mencatat, mengerjakan tugas, dan mengerjakan tes juga secara tertulis (visual). Banyak pakar psikologi yang berpendapat bahwa panca indera merupakan pintu gerbang masuknya ilmu pengetahuan ke otak kita. Setiap peserta didik bersifat unik yang berbeda satu dengan lainnya, ketajaman panca indera mereka juga berbeda. Hal ini membentuk gaya belajar yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan lainnya. Ada lima gaya belajar yang berbeda di ataranya visual (penglihatan), auditori (pendengaran), tactile/kinestetik (perabaan/gerakan), olfactori (penciuman), dan gustatory (pengecapan). Dari kelima gaya belajar itu, ada tiga gaya belajar yangdominan dan paling sering digunakan yaitu gaya belajar visual, auditori,dan kinestetik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas belajar peserta didik dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal. Unsur eksternal berupa materi yang dipelajari, cara pembelajaran guru, media yang digunakan lingkungan belajar, dan lainnya. Sedangkan faktor internal berkaitan dengan kemampuan diri seperti tingkat kecerdasan, bakat dan minat,ketajaman panca indera yang membentuk gaya belajarnya, kemampuan mengolah informasi yang diterima, berimajinasi, dan sebagainya. Secarapraktis kita dapat mempelajari kelemahan pelaksanaan pembelajaranyang dilakukan dengan cara melakukan analisis diri terhadap perencanaan,proses, maupun lingkungan belajar. Berikut disajikan contoh tabel analisis diri terhadap proses pembelajaranyang selama ini dilakukan. Tabel contoh analisis diri terhadap proses pembelajaran Hasil Refleksi Diri*) Aspek Indikator Ya Pengelolaan Kelas Pengelolaan peserta didik bervariasi, seperti klasikal, kelompok,berpasangan, individu, dsb) dan sesuai materi pelajaran. Pengelolaan kegiatan belajar peserta didik bervariasi, seperti wawancara, pengamatan, penelitian, bermain peran, dalam kelas, luar kelas, dan sesuai materi pelajaran. Guru menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran, situasi kondisi, dan peserta didik. Guru menggunakan alat peraga dalam pembelajaran dan alatnya cukup jelas untuk dilihat oleh seluruh peserta didik. Pada saat berdiskusi, peserta didik saling mendengarkan ketika ada yang berbicara/ berpendapat. Tidak Bantuan atau intervensi guru kepada peserta didik selalu bersifat memancing peserta didik untuk berfikir, misal dengan mengajukan pertanyaan (dalam batas kemampuannya) Berbagai hasil karya peserta didik yang bervariasi dipajang di kelas. Perilaku peserta didik yang tidak disiplin/ sesuai dengan kesepakatan kelas diberi konsekuensi logis Semua/hampir semua (di atas 90%) pesertadidik menunjukkan disiplin dan prilaku positif sesuai kesepakatan kelas Komunikasi dan Interaksi Guru mendorong peserta didik untuk bertanya, berpendapat, dan/atau mempertanyakangagasan guru/peserta didik lain. Banyak hasil karya para peserta didik dipajangkan dan ditata dengan rapi. Hasil karya peserta didik yang berupa tulisan merupakan katakata peserta didik sendiri dan sudah berkembang. Ada interaksi guru-peserta didik, peserta didik-peserta didik (multiarah). Peserta didik mengungkapkan gagasan dengan kata-kata sendiri, runtut, dan mengembangkannya. Peserta didik tidak takut bertanya, menjawab, atau menyatakan pendapat dengan tertib. Setiap proses pembelajaran bebas dari ancaman dan intimidasi Umpan Balik dan Penilaian Guru selalu memberikan umpan balik yang menantang (sesuai kebutuhan peserta didik) Guru memberikan umpan balik lisan dan tulisan secara individual. Guru menggunakan berbagai jenis penilaian (proses dan hasil) dan memanfaatkan hasilnya untuk kegiatan tindak lanjut. Setiap proses pembelajaran disertai dengan penghargaan dan pengakuan baik secara verbal maupun non-verbal Kualitas Pertanyaan dan Cara Guru Bertanya Pertanyaan yang diajukan guru (selalu) memancing peserta didik untuk membangun gagasannya sendiri. Guru mengajukan pertanyaan, menyediakan waktu tunggu, dan menunjuk siapa yang harus menjawab tanpa pilih kasih. Refleksi Guru selalu meminta peserta didik untuk melakukan refleksi setelah mempelajarisuatu konsep/keterampilan Keterlibatan Peserta didik Sebagian besar peserta didik (75 % atau lebih) aktif bekerja Peserta didik asyik berbuat/bekerja dengan penuh konsentrasi. Pemandirian peserta didik Ada program pengembangan kegiatan belajar mandiri peserta didik yang terencana dan dilaksanakan dengan baik. Peserta didik melakukan kegiatan membaca atau menulis atas keinginan sendiri. Peserta didik dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dengan membaca, bertanya, mencoba/ mengamati. Sumber Belajar/Alat Bantu Guru menggunakan berbagai sumber belajar (termasuk lingkungan sekitar) dan terbaik dari yang ada serta penggunaannya sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan. Guru membuat sendiri dan menggunakan alat bantu belajar sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan. Guru menggunakan alat bantu murah atau mudah diperoleh di sekitar. Tersedia sudut baca/perpustakaan dan dimanfaatkan oleh guru dan seluruh peserta didik. Keterlibatan Peserta didik Lembar kerja mendorong peserta didik untuk menemukan konsep/ gagasan/cara/rumus dan menerapkannya dalam konteks lain. Sebagian besar peserta didik (atau lebih) aktif bekerja Peserta didik asyik berbuat/bekerja dengan penuh konsentrasi. Pembelajaran bebas dari perlakuan kekerasan (emosional, fisik,dan pelecehan seksual dan penelantaran) Setiap proses pembelajaran bebas dari perlakuan kekerasan (emosional, fisik, dan pelecehan seksual dan penelantaran) Semua/hampir semua peserta didik mengalami peningkatan kompetensi personal/sosial sesuai potensinya seperti bisa bekerjasama, bertoleransi, menyelesaikan konflik dengan sehat, bertanggungjawab, kepemimpinan, dsb dalam kegiatan Semua peserta kelas didik mengalami di dalam/luar peningkatan kepercayaan diri seperti terlihat dalam keberanian mengajukan pertanyaan, menjawab dan tampil ke depan, dll Identifikasi layanan khusus serta individual Selalu melakukan identifikasi kebutuhan khusus serta merancang dan melaksanakan PPI (program pembelajaran individual) sebagai respon adanya kebutuhan khusus 2. Merencanakan Program Pembelajaran a) Pengantar Dalam praktik sehari-hari,banyak guru yang telah dilatih PAKEM memahami teori maupun contoh praktik, namun mereka sulit untuk kreatif menciptakan model-model pembelajaran lainnya yang memiliki kemungkinan sama besar atau bahkan lebih baik dari apa yang telah dilakukan selama ini. Hal ini terlihat dari prosedur yang kurang sistematis dalam skenario pembelajaran, kurang bervariasinya bentuk hasil belajar peserta didik, kegiatan pengelolaan peserta didik/kelas yang monoton,dsb. Karakteristik anak yang unik, suka bermain, suka bergerak, punya rasa ingintahu, suka berimajinasi, suka bertanya, dan mencoba; hal ini membuka peluang bagi kita mengelola kegiatan belajar secara beragam tanpa meninggalkan tuntutan pencapaian kompetensi. Anak akan selalu menantikan dan merindukan kegiatan pembelajaran beikutnya karena setiap kegiatan yang dilakukan guru senantiasa menarik menyenangkan, menantang dan tidak membosankan. Melalui modul ini dicontohkan bagaimana menciptakan berbagai variasi model pembelajaran yang menarik, menantang, dan berfokus kepada pencapaian kompetensi. b) Tujuan Tujuan membuat program Pembelajaran : 1) Membuat rancangan kegiatan yang menarik 2) Menyusun tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, menentukan alat, sumber dan langkahlangkah pembelajaran yang bervariasi dengan kompetensi yang dikembangkan c) Cara Melaksanakan Program Pengembangan variasi pembelajaran identik dengan pengembangan kreativitas guru dalam menyusun rencana, melaksanakan, dan melakukan penilaianpembelajaran. Pada dasarnya kita terlahir dengan memiliki potensi rasa ingin tahu,kemampuan berimajinasi, dan fitrah bertuhan. Rasa ingin tahu dan kemampuanberimajinasi merupakan „modal dasar‟ untuk berkembangnya kreativitas; fitrah bertuhan memungkinkan manusia beriman kepada Tuhan. Potensi rasa ingintahu dan kemampuan berimajinasi akan berkembang menjadi kreativitas apabila terus menerus berani „mencoba tanpa rasa takut bersalah‟ sampai menemukan beberapa pola yang diyakini mampu menjadi langkah yang tepat dalam menyajikan pembelajaran. Sebagai gambaran sebelum melaksanakan program perlunya rancangan mencari alternatif kegiatan pembelajaran. Berikut ini salah satu contoh sebelum menyusun program pembelajaran: Bahasa Indonesia Alternatif No 1. Kompetensi Dasar Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan memperhatika n penggunaan ejaan. Kegiatan Inti Pembelajaran Benda berbicara mendeskripsikan benda yang dipilih untuk menentukan peran dalam percakapan menyusun percakapan dengan memperhatikan ejaan melakukan percakapan Percakapan Rumpang Menyusun Percakapan Acak Alih Bentuk Ilmu Pengetahuan Alam bermain melanjutkan kalimat percakapan yang belum selesai diawali dari satu kalimat kemudian dilanjutkan oleh teman yang lainnya. melengkapi percakapan rumpang menyusun percakapan dengan memperhatikan ejaan bermain acak kalimat tanyajawab menyusun percakapan acak menyusun contoh percakapan lainnya. melakukan percakapan Membaca prosa/cerita pendek. mengubah prosa ke dalam bentuk percakapan (dialog). melakukan percakapan/bermai n peran Mengembangkan variasi pembelajaran dengan berfokus kepada pengembangan keterampilan proses (mengamati, membandingkan, mengukur, mengklasifikasi, mengkomunikasi, menginferensi, membuat model, memprediksi, menyelidiki, menarik kesimpulan, dan sebagainya). Kegiatan pembelajaran dirancang dalam bentuk: a) Mengamati (diri sendiri, orang lain,model/ gambar, lingkungan, peristiwa dll) b) Wawancara c) Demonstrasi d) Penelitian e) Penyelidikan f) Studi pustaka, dll Matematika Mengembangkan lembar kerja yang bersifat penyelidikan, penemuan, dan pemecahan masalah; penggunaan alat bantu (kongkrit, semi kongkrit, semiabstrak, dan abstrak), dan sebagainya. Ilmu Pengetahuan Sosial Mengembangkan keterampilan sosial seperti menggali informasi (mengobservasi, membaca, bertanya,dsb), mengolah informasi dan mengambil keputusan dengan cerdas (dengan grafik, membandingkan, menemukan persamaan/perbedaan, dsb), memecahkan masalah secara arif dan kreatif, dsb d) Contoh Rencana Pembelajaran ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Tema : Lingkungan Kelas / Semester : VI (Enam) /1 (Satu) Hari / Tanggal : Alokasi Waktu : 2 x 35 menit (1XPertemuan) 1. Standar Kompetensi Mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi secara tertulis dalambentuk formulir, ringkasan, dialog, dan paragraf. 2. Kompetensi Dasar Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan memperhatikan pengunaan ejaan. 3. Indikator a. Mendeskripsikan benda untuk menentukan peran dalam percakapan. b. Menyusun percakapan dengan memperhatikan penggunaan ejaan. c. Melakukan percakapan. 4. Tujuan Pembelajaran a. Melalui diskusi, peserta didik dapat menentukan peran dalam percakapan dengan benar. b. Melalui diskusi, peserta didik dapat menyusun percakapan dengan memperhatikan penggunaan ejaan dengan benar. c. Melalui latihan bercakap – cakap, peserta didik dapat melakukan percakapan dengan baik. 5. Alat dan sumber bahan a. Alat : Buah – buahan b. Sumber bahan : 1) Silabus kelas VI 2) Buku Bina Bahasa dan Sastra Indonesia –Erlangga 6. Materi Pokok Pembelajaran Kalimat percakapan 7. Metode Pembelajaran a. Diskusi b. Bermain peran 8. Langkah – langkah Pembelajaran Pengorganisasian Kelas No Kegiatan Peserta didik 1 Kegiatan Awal a. Mengkondisikan peserta didik dengan bermaintebak – tebakan. b. Penjelasan tujuan pembelajaran 2 K 2‟ K 3‟ K 5‟ G 2‟ G 5‟ G 15‟ K 13‟ K 10‟ K 7‟ K 5‟ I 3‟ Kegiatan Inti a. Membentuk kelompok b. Wakil kelompok mengambil LK dan buah - buahan c. Diskusi kelompok menentukan peran dalampercakapan d. Diskusi kelompok membuat percakapan dari sekelompok benda e. Dalam kelompok berlatih memainkan peran f. Melakukan percakapan g. Menangggapi tampilan kelompok lain dalam melakukan percakapan 3 Waktu Kegiatan akhir a. Memberi penguatan b. Memajang hasil karya peserta didik 9. Penilaian a. Bentuk : Proses Teknik : Kinerja b. Bentuk : Produk Teknik : Karya dua dimensi ( LK terlampir) Surakarta, 10 Nopember 2009 Mengetahui Kepala sekolah, NIP. Guru Kelas Lampiran-lampiran LEMBAR KERJA 1 ( KELOMPOK ) Tema : Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kompetensi Dasar : 4.3 Menyusun percakapan tentang berbagai topic dengan memperhatikan pengunaan ejaan. Kelas / Semester : VI / 1 Disediakan bermacam – macam buah. 1. Tentukan peran masing – masing anggota dengan memilih salah satu buah! 2. Seandainya benda – benda tersebut bisa berbicara seperti manusia, apa saja yang akan mereka bicarakan? 3. Tuliskan percakapan tersebut di bawah ini! _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ Kelompok : ______________________ Anggota : 1. __________________ sebagai __________________ 2. __________________ sebagai __________________ 3. __________________ sebagai __________________ LEMBAR KERJA 2 ( Individu ) Tema : Mata Pelajaran : Kompetensi Dasar : Kelas / Semester : Disediakan wacana : Buatlah percakapan dari benda – benda tersebut ! Jawaban ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ Nama : __________ No Absen : __________ LEMBAR PENILAIAN DISKUSI MENYUSUN PERCAKAPAN Aspek yang di nilai No Nama Kerja sama Aktifitas ( 1-40 ) ( 1-30 ) Menghargai Nilai Pendapat ( 1-30) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 LEMBAR PENILAIAN HASIL KARYA DIDIK (KARYA DUA DIMENSI) Aspek yang di nilai No Nama Kelengkapan Kesesuaian (4) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (4) Ejaan (2) Nilai Kriteria Penilaian a. Kelengkapan Jika jawaban lengkap Jika jawaban hampir lengkap Jika jawaban setengah lengkap Jika jawaban kurang lengkap Jika peserta didik tidak menjawab 4 3 2 1 0 b. Kesesuaian Jika jawaban sesuai Jika jawaban hampir sesuai Jika jawaban setengah sesuai Jika jawaban kurang sesuai Jika peserta didik tidak menjawab 4 3 2 1 0 c. Ejaan Jika ejaan seluruhnya benar Jika ejaan hampir seluruhnya benar Jika ejaan setengah benar Jika ejaan hanya sedikit benar Jika ejaan tidak ada yang benar 2 1,5 1 0,5 0 3. Pengelolaan Kelas Selama pembelajaran konvensional, meja dan kursi diatur menghadap ke papan tulis dan“peserta didik” duduk berjajar. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatanPAKEM pengaturan tempat duduk peserta didik disesuaikan dengan model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru, misalnya pola tempat duduk berpasangan, pola tempat duduk dalam bentuk ”U” akan memudahkan peserta didik berinteraksi dan melakukan aksi dalam proses pembelajaran. Sebaiknya guru selalu mendesain pola tempat duduk yang disesuaikan dengan skenario pembelajaran yang dirancang dalam RPP Contoh model tempat duduk Gambar Contoh Model Tempat Duduk 4. Mengembangkan Keterampilan Bertanya 1) Pengantar Umpan balik merupakan salah satu bagian penting suatu proses pembelajaran. Respon guru terhadap sikap dan perilaku peserta didik di awal, proses, dan akhir pembelajaran dapat menjadi pengembang pola pikir, sikap dan tindakan peserta didik ke arah yang lebih baik. Kemampuan guru memberikan umpan balik yang sesuai baik kuantitasmaupun kualitas dapat meningkatkan perolehan belajar peserta didik. Pemahaman guru terhadap perilaku peserta didik dalam mengekspresikan hasil belajar menjadi pijakan kuat untuk memunculkan ”pertanyaan atau tugas” lanjutan sebagai pengembangan kegiatan peserta didik. Pelaksanaan umpan balik dilakukan sebagai respon guru setelah mencermati sikap peserta didik terhadap penilaian dirinya maupun kepuasan terhadap hasil kerjanya. Oleh karena itu, perlu diciptakan kesesuaian antara penilaian diri peserta didik, persepsi guru, dan harapan agar hasil belajar mencapai kompetensi secara optimal. Modul ini memberikan gambaran bagaimana membantu peserta didik dalam proses belajar melalui pemberian umpan balik yang mampu memotivasi dan mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan perolehan belajar yang optimal. 2) Tujuan Tujuan Umpan Balik/Ketrampilan Bertanya bagi guru dalam mengajar adalah a) Menggali potensi peserta didik sebelum pembelajaran dilaksanakan b) Meningkatkan kualitas pengembangan daya pikir, sikap, dan hasil belajar pesertadidik c) Melatih peserta didik berani mengemukakan pendapat 3) Cara Mengembangkan Adi W. Gunawan (2003) dalam Genius Learning Strategy ,menyatakan cara memberikan umpan balik yang benar sebagai berikut: a) Umpan balik harus bersifat korektif, guru dapat memberikan jawaban penjelasan,tidak hanya jawaban yang salah tetapi apa jawaban yang benar dan akurat serta bagaimana bisa mencapai jawaban yang benar tersebut. Yang terpenting adalahproses berfikir dibalik hasil jawaban yang salah maupun jawaban yang benar. b) Umpan balik harus diberikan pada waktu yang tepat, ajarkan materi yang inginanda ujikan setelah itu murid langsung diminta mengerjakan tes tanpa menunggujeda yang terlalu lama. c) Umpan balik harus spesifik dan mengacu pada satu kriteria tertentu, umpan balikdidasarkan pada satu level pengetahuan atau keahlian yang spesifik dengan cara membandingkan anak dengan dirinya sendiri bukan dengan rekan atau murid lainnya. d) Murid memberikan umpan balik untuk diri mereka sendiri, murid membuat catatan sendiri terhadap prestasi yang telah mereka capai dan melakukan pembandinganantara prestasi terdahulu dengan prestasi mereka saat ini. Gamba r Contoh Pemberian Bantuan dan Umpan Balik 5. Alat/MediaSumber Belajar a) Pengantar Fungsi utama alat peraga adalah untuk membantu menanamkan atau mengembangkankonsep yang abstrak, agar peserta didik mampu memahami arti sebenarnya dari konseptersebut. Dengan melihat, meraba dan memanipulasi objek/alat peraga, peserta didikmemiliki pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti suatu konsep b) Tujuan Ada beberapa tujuan penggunaan alat peraga/media pembelajaran, antara lain: 1) Untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran 2) Mempermudah pemahaman konsep 3) Memberikan pengalaman yang efektif bagi peserta didik dengan berbagaikecerdasanyang berbeda. 4) Memotivasi peserta didik untuk menyukai pelajaran yang diajarkan 5) Memberikan kesempatan bagi peserta didik yang lamban berpikir untukmenyelesaikan tugas dan berhasil. 6) Memperkaya program pembelajaran bagi peserta didik yang lebih pandai. 7) Mempermudah abstraksi. 8) Efisiensi waktu. c) Contoh Alat Peraga/Media Pelajaran • PKn (Untuk materi tentang ketertiban berlalu lintas) Gambar Rambu-rambu lalu lintas 6. Lembar Kerja a) Pengantar Lembar Kerja merupakan alat bantu pembelajaran agar peerta didik melakukan prosespembelajaran. Disamping itu juga Lembar Kerja merupakan alat atau petunjuk kegiatanyang akan dilakukan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Lembar Kerja jugamerupakan petunjuk tertulis untuk membantu guru dalam memberi tugas kepadapeserta didik agar peserta didik dapat menemukan sendiri. b) Tujuan LK 1) Membelajarkan peserta didik dan mendorong berdiskusi 2) Untuk membantu guru dalam pembelajaran untuk 3) Untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menguasai kompetensi. 4) Membimbing peserta didik untuk menemukan konsep 5) Menyatukan tindakan dan tujuan dalam pembelajaran. 6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran 7) Meningkatkan daya cipta peserta didik 7. Pemajangan a) Pengantar Karya peserta didik sebagai perolehan belajar yang baik dipajang di dalam ruang kelas. Pajangan ini dapat dilihat langsung oleh semua peserta didik. Bentuknya bisa karya dua dimensi atau tiga dimensi. Pajangan mencerminkan upaya yang dilakukan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang diharapkan, dan hasil suatu pembelajaran yang dilakukan. Dengandemikian,pajangan mempunyai dua sisi penting dalam pembelajaran. Di satu sisipajangan merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. Di sisi lainnya, pajangan juga dapat menjadi alat pemantau efektivitas proses pembelajaran. Modul ini mengkaji tentang bagaimana pajangan yang baik dan berkualitas sertaberbagai upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar pesertadidik (pajangan) sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. b) Tujuan 1) Untuk penghargaan peserta didik yang berhasil membuat karya 2) Meningkatkan motivasi perserta didik yang telah berhasil 3) Untuk sumber belajar bagi peserta didik 4) Untuk memotivasi siwa agar senantiasa berkarya c) Contoh Pajangan Gambar Hasil kerajinan anak & Hasil lukisan anak 8. Penilaian a) Pengantar Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Menurut Masnur Muslich (2007) penilaian dalam KBK dan KTSP menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan peserta didik dalam belajar,bekerja sama, dan menilai dirinya sendiri. Oleh karena itu, penilaian yang dilaksanakan harus penilaian berbasis kelas (PBK). Penilaian kelas merupakan kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu,diperlukan data sebagai informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan tingkat keberhasilan pesertadidik dalam mencapai suatu kompetensi. Alat ukur atau instrumen untuk penilaian kelas harus valid, reliabel, terfokus pada pencapaian kompetensi, objektif, dan mendidik. Misalnya alat ukur berupa tes. Alatukur itu harus valid. Sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat digunakan untukmengukur apa yang akan diukur. Agar alat ukur valid, dalam menyusun soal sebagai alat penilaian perlu memperhatikan kompetensi yang diukur dan menggunakan bahasa yangtidak mengandung makna ganda. Alat ukur yang reliabel berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Artinya,jika alat ukur itu digunakan untuk mengukur di dua tempat yang memiliki kondisiyang sama, hasil yang diperoleh itu cenderung mendekati sama. Selain itu, petunjukpelaksanaan dan penskorannya harus jelas. Selain harus valid dan reliabel, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi(rangkaian kemampuan), bukan hanya pada penguasaan materi (pengetahuan). Penilaian harus menyeluruh/komprehensif dengan menggunakan beragam cara dan alatuntuk menilai kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil yang sesungguhnyatentang kompetensi peserta didik. Penilaian harus objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan,dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor. Penilaian yang dilakukan jugaharus mendidik. Artinya, penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik. KTSP tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan peserta didik, tetapi lebih memperhatikan kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. b) Tehnik Penilaian Banyak cara atau teknik yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian terhadap peserta didik. Pada dasarnya, teknik penilaian tersebut adalah cara penilaian kemajuanbelajar peserta didik berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harusdicapai. Penilaian ini didasarkan pada indikator-indikator pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih (kognitif, afektif, dan psikomotor). Berdasarkan indikatorindikator ini dapat ditentukan cara penilaian yang sesuai, apakah penilaian itu dilakukan dengan tes (tertulis atau lisan), observasi, praktek, dan penugasan secara individu atau kelompok. Di dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007, penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Berikut ini sedikit gambaran masing-masing teknik penilaian. c) Penilaian melalui Tes Penilaian melalui tes dilakukan secara tertulis atau lisan (tes tertulis). Ada dua bentuk soal untuk penilaian tertulis ini, yaitu memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban dibedakan menjadi (1) pilihan ganda; (2) dua pilihan (benarsalah, ya-tidak); (3) menjodohkan; dan (4) sebab-akibat. Tes tertulis yang berupa mensuplai jawaban, dibedakan menjadi (1) isian atau melengkapi; (2) jawaban singkat ataupendek; dan (3) uraian. Penyekoran pada penilaian tertulis harus jelas. d) Penilaian Kinerja/Unjuk Kerja Penilaian kinerja/unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilaiterhadap aktivitas (dalam melakukan pekerjaan) peserta didik. Penilaian ini cocokuntuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugastertentu, misalnya presentasi hasil pengamatan di desanya tentang erosi. e) Penilaian Sikap Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran Geografi di SMA antaralain (1) sikap terhadap materi pelajaran; (2) sikap terhadap guru/pengajar; (3)sikap terhadap proses pembelajaran; (4) sikap berkaitan dengan nilai atau normayang berhubungan dengan suatu materi pelajaran, misalnya kasus atau masalahlingkungan hidup, berkaitan dengan materi IPA; dan (5) sikap berhubungan dengankompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Penilaianini menggunakan skala sikap dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju. f) Penilaian Penugasan (Proyek) Penilaian penugasan atau proyek dilakukan untuk mendapatkan gambarankemampuan menyeluruh/umum secara kontekstual mengenai kemampuan pesertadidik dalam konsep dan pemahaman mata pelajaran. Dalam mata pelajaran IPS,teknik ini bermanfaat untuk menilai (1) ketrampilan peserta didik melakukanpenyelidikan; (2) pemahaman dan pengetahuan dalam bidang IPS; (3) kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam suatu penyelidikan; dan (4) kemampuan menginformasikan subjek secara jelas. Contoh tugas penilaian penugasan: Lakukan penyelidikan mengenai proses pasar di daerah sekitarmu melalui tinjauan IPS. g) Penilaian Hasil Kerja atau Produk Penilaian hasil kerja atau produk adalah penilaian kepada peserta didik dalamproses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu tahap (1) persiapan,meliputi penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, danmengembangkan gagasan serta mendesain produk; (2) pembuatan produk(proses), meliputi penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi danmenggunakan bahan, alat, dan teknik; dan (3) penilaian produk (appraisal), meliputipenilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan. h) Penilaian Portofolio Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik. Hasil kerja ini disusunmenjadi sebuah portofolio. Jadi, potofolio merupakan koleksi pribadi hasil kerja peserta didik yang mencerminkan tingkat pencapaian, kegiatan belajar, kekuatan, dan pekerjaan terbaiknya. Penilaian portofolio ini didasarkan pada kumpulan hasilkerja peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. i) Penilaian Diri (self assessment) Pada prinsipnya, penilaian diri peseta didik menilai dirinya sendiri. Peserta didikdiminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian diri melalui pengukuran terhadap kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor j) Pemanfaatan dan Pelaporan hasil Penilaian 1) Pengolahan Hasil Penilaian Data hasil penilaian harus diolah sebaik mungkin. Pengolahan ini disesuaikan dengan jenis data hasil penilaiannya, yaitu penilaian kinerja atau unjuk kerja, penugasan(proyek), hasil kerja (produk), tes tertulis, portofolio, sikap, dan penilaian diri. Data Penilaian Tertulis Biasanya, tiap butir soal bentuk pilihan ganda diberi skor 1 jika jawaban benar danskor 0 jika jawaban salah. Perhitungan skor yang diperoleh peserta didik untuk suatuperangkat tes pilihan ganda sebagai berikut: Data Penilaian Kinerja/Unjuk Kerja Data penilaian kinerja unjuk kerja diperoleh melalui pengamatan yang ditujukan terhadap kinerja peserta didik untuk suatu kompetensi. Skor diperoleh dengan cara mengisi format penilaian unjuk kerja yang telah ditentukan. Skor yang dicapai oleh peserta didik merupakan skor pencapaian dibagi skor maksimum dikali 10 (untukskala 0 -10) atau dikali 100 (untuk skala 0 -100). Misalnya, dalam suatu penilaian kinerja menggambar peta, paling tidak ada 6 aspek yang dinilai, yaitu kelengkapan peta, ketepatan skala, kerajian, kebersihan, keindahan, dan pewarnaan, Jika seorang peserta didik mendapat skor 6 dan skor maksimumnya 8, maka nilai yang akandiperoleh adalah = 6/8 x 10 = 7,5. Data Penilaian Sikap Skor hasil penilaian sikap bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan pengamatan/observasi guru mata pelajaran. Data hasil pengamatan guru dapat dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan pribadi. Hal yang harus dicatat dalam buku Catatan Harian peserta didik adalah kejadian-kejadian yang menonjol, yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta didik, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud dengan kejadian–kejadian yang menonjol adalah kejadiankejadian yang perlu mendapat perhatian, atau perlu diberi peringatan dan penghargaan dalam rangka pembinaan peserta didik. Kejadian-kejadian yang menonjol tersebut dapat berupa kejadian yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Data Penilaian Penugasan (Proyek) Data penilaian proyek meliputi skor yang diperoleh dari tahap-tahap: perencanaan/persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data/laporan. Dalam menilai setiap tahap, guru dapat menggunakan skor yang terentang dari 1 sampai 5. Skor 1 merupakan skor terendah dan skor 5 adalah skor tertinggi untuk setiap tahap. Jadi, total skor terendah untuk keseluruhan tahap adalah 4 dan total skor tertinggi adalah 20. Data Penilaian Hasil Kerja (Produk) Data penilaian hasil kerja (produk) meliputi tiga tahap, yaitu tahap persiapan,pembuatan (produk), dan penilaian (appraisal). Informasi tentang data penilaianini diperoleh melalui cara holistik atau cara analitik. Cara holistik guru menilai hasil kerja peserta didik berdasarkan kesan keseluruhan dengan menggunakan criteria keindahan dan kegunaan produk tersebut pada skala skor 0 – 10 atau 1 – 100. Cara penilaian analitik, guru menilai hasil kerja melalui tahap proses pengembangan, yaitu mulai dari tahap persiapan, tahap pembuatan, dan tahap penilaian. Data penilaian Portofolio Skor penilaian portofolio peserta didik didasarkan dari hasil kumpulan informasi yang telah dilakukan oleh peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Komponen penilaian portofolio meliputi: (1) catatan guru, (2) hasil pekerjaan peserta didik, dan (3) profil perkembangan peserta didik. Data Penilaian Diri Skor hasil penilaian diri adalah skor yang diperoleh dari hasil penilaian tentang kemampuan, kecakapan, atau penguasaan kompetensi tertentu yang dilakukan olehpeserta didik sendiri. Pada awalnya, hasil penilaian diri yang dilakukan oleh peserta didik tidak dapat langsung dipercayai dan digunakan oleh guru. Untuk itu, pada taraf awal, guru perlu melakukan langkah-langkah telaahan terhadap hasil penilaian diripeserta didik. 2) Interpretasi Hasil Penilaian dalam Menetapkan Ketuntasan Belajar Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasilatau belum dalam menguasai suatu kompetensi. Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) ditetapkan antara 0% – 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuanakademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung guru sertaketersediaan sarana dan prasarana. k) Pemanfatan Dan Pelaporan Hasil Penilaian Kelas. Penilaian kelas menghasilkan informasi pencapaian kompetensi peserta didik yang dapatdigunakan antara lain: (1) peserta didik (remedial atau pengayaan); (2) perbaikan programdan proses pembelajaran, (3) pelaporan, dan (4) penentuan kenaikan kelas. Bagi pesertadidik, data hasil penilaian menjadi alat penentu apakah dia harus menempuh remedial atau tidak. Bagi peserta didik yang sudah mencapai ketuntasan perlu diberi pengayaan. Bagi guru, hasil penilaian ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan perbaikan program dan kegiatan pembelajaran. Bagi kepala sekolah, dia mempunyai tugas dan tanggungjawab menilai kinerja guru. Salah satu penilaian terhadap kinerja guru dapat didasarkanpada tingkat keberhasilan peserta didik yang diperoleh melalui penilaian. 1) Pelaporan Hasil Penilain Kelas Laporan Sebagai Akuntabilitas Publik Pelaporan hasil penilaian hendaknya (1) merinci hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan dikaitkan dengan penilaian yang bermanfaat bagipengembangan peserta didik; (2) memberikan informasi yang jelas, komprehensif,dan akurat; dan (3) menjamin orangtua mendapatkan informasi secepatnya bilamana anaknya bermasalah dalam belajar (Puskur). 2) Bentuk Laporan Laporan kemajuan belajar peserta didik dapat disajikan dalam data kuantitatif maupun kualitatif. 3) Isi Laporan Pada umumnya orang tua menginginkan jawaban dari pertanyaan sebagai berikut:(1) Bagaimana keadaan anak waktu belajar di sekolah secara akademik, fisik, sosial,dan emosional?; (2) Sejauh mana anak berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah?; (3)Kemampuan/kompetensi apa yang sudah dan belum dikuasai dengan baik?; dan (4)Apa yang harus orang tua lakukan untuk membantu dan mengembangkan prestasi anak lebih lanjut? 4) Rekap Nilai Rekap nilai merupakan rekap kemajuan belajar peserta didik, yang berisi informasi tentang tingkat pencapaian kompetensi peserta didik untuk setiap KD, dalam kurun waktu satu semester. Rekap nilai diperlukan sebagai alat kontrol bagi guru tentang perkembangan hasil belajar peserta didik, sehingga diketahui kapan peserta didik memerlukan remedial. Bagian A: Pengantar Kegiatan pada sesi ini diawali dengan pembukaan dari instruktur membuka dan menyampaikan informasi yang berkait dengan isu dalam kegiatan PAKEM. Kemudian memberikan informasi tentang pengalaman belajar apa yang akan dilaksanakan dalam sesi ini. Bagian B: Keterampilan Bertanya (60 menit) Instruktur membuka sesi dengan pertanyaan berikut untuk menimbulkan gagasandari peserta: Mengapa kita mengajukan pertanyaan kepada siswa? Pertanyaan apa yang sering disampaikan oleh guru, mengapa? Mengacu kepada kegiatan modeling sebelumnya, peserta diminta untukmengidentifikasi pertanyaan – pertanyaan yang terdapat pada kegiatan tersebut.Kemudian mendiskusikannya. Fasilitator memberi contoh bacaan (lihat Lampiran 10) dan berbagai pertanyaanyang memuat/mengacu pada ketiga jenis/sifat pertanyaan di bawah ini: Mencari informasi Memanfaatkan pengetahuan Menciptakan sesuatu yang baru dan memberikan pendapat Peserta (dalam kelompok kecil 3-4 orang ) menyusun 3 jenis pertanyaan di kertasyang berbeda dengan menggunakan teks yang sama. Kelompok saling menukar pertanyaan untuk mendiskusikan kualitas pertanyaandan memberi tanggapan/perbaikan. Peserta meninjau kembali hasil perbaikan dansaran dari kelompok lain untuk kemudian disempurnakan dan dikembangkan Fasilitator mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Manakah pertanyaan yang dianggap mudah untuk ditulis dan dijawab?Mengapa? Manakah pertanyaan yang dianggap sulit untuk ditulis dan dijawab? mengapa? Apa yang bisa membantu proses penyusunan pertanyaan seperti kategori bdan c. Jenis Pertanyaan: Tingkat 1 Mencari Informasi Bagian C : Pengorganisasian Kelas (60 menit) Berdasarkan kegiatan modeling, fasilitator memberikan kegiatan – kegiatan sebagai berikut: Fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada peserta tentang organisasikelas(Klasikal, kelompok, dan individu). Apa yang anda ketahui tentang belajar klasikal, kelompok, dan individu? Kapan siswa belajar klasikal, kelompok atau individual? Mengapa siswa bekerja/belajar kelompok, dan individual? secara klasikal, Peserta dan fasilitator kemudian membahas bersama beberapa jenis organisasi dengan mencoba memberikan contoh tugas/kegiatan yang sesuai untuk jenis organisasi masing-masing. Peserta mengidentifikasi kegiatan yang harus dikerjakan secara klasikal, kelompok, dan individual dengan menggunakan lembar kerja berikut.: Tabel Pengorganisasian kelas Mengidentifikasi Kegiatan Klasikal, Kelompok, dan Individual Pengelolaan kelas Kegiatan pembelajaran Mendengarkan instruksi guru Menggunakan thermometer Mencari kota-kota di peta Melaporkan hasil tugas Membuat diagram alir Curah pendapat tentang tsunami Menceritakan pengalaman waktu kecil Meragakan tokoh cerita Menulis cerita Mengerjakan soal-soal matematika Klas klp indv Alasan Memperkirakan luas ruang kelas Sesudah tugas selesai peserta saling menukar pilihan dengan memberikan alasandan komentar. Selanjutnya fasilitator dapat memberikan tips pengorganisasiankelas Bagian D: Pembelajaran Kooperatif (60 menit) Dalam sesi ini ada 2 kegiatan pokok. Pertama, fasilitator menyajikan bahan -bahan/informasiyang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif. Kedua, peserta melakukan aktivitas yangberhubungan dengan pembelajaran kooperatif melalui bahan yang sudah disiapkan oleh fasilitator. Bagian E: Pengembangan Gagasan Pembelajaran (60 menit) Setelah peserta mengamati 2 model pembelajaran di atas, peserta mendiskusikanhasilkegiatan termasuk membahas lembar pengamatan yang diisi kelompok pengamat. Aktivitasberikutnya ialah peserta mengaitkan berbagai hasil pengamatannya dengan keterampilanbertanya, pengorganisasian kelas, dan pembelajaran kooperatif. Setelah berdiskusitentang berbagai hal tersebut, peserta mencoba mengembangkan ide-ide sederhana yangmungkin bisa diterapkan dalam pembelajaran PAKEM yang akan dilakukan, termasuk: carabertanya, pengorganisasian kelas, kerja kelompok, dan sebagainya. Peserta dalam kelompok 4-5 orang mengembangkan langkah-langkah KBM untuk satu topik yang diberikan oleh fasilitator atau diseleksikan oleh peserta sendiri. Langkah-langkahtersebut harus memperhatikan ciri-ciri pembelajaran PAKEM di atas. Dalamproses pengerjaan, peserta dapat menggunakan tabel di bawah ini. Setiap kelompok saling menukar hasil kerjanya dan memberikan masukan perbaikan. Tabel Pengembangan Ide Pembelajaran Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia Sumber Belajar Kegiatan Belajar Keterampilan Bertanya Pengorganisasian Kelas Pembelajaran Kooperatif 5) Indikator Monev: (Bahan referensi untuk fasilitator) a) Guru - Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja (menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.); - Guru menciptakan pembelajaran yang menantang; - Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar, termasuk sumber belajar dan bahan dari lingkungan; - Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai dengan kemampuan siswa; - Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok, pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. b) Siswa - Siswa tidak takut bertanya; - Ada interaksi antara siswa untuk mmebahas dan memecahkan masalah; - Siswa aktif bekerja; - Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri; - Siswa melakukan kegiatan baca mandiri; - Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana, menulis biograpi tokoh). c) Kelas - Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa; - Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar; - Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan siswa, siswa dan siswa; - Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku) yang dimanfaatkan siswa. B. Lesson Study 1. Landasan Yuridis, teoritis dan empiris perlunya Lesson Study a) Mutu Pendidikan Mutu pendidikan tercermin dari mutu SDM. SDM kita masih rendah berarti mutu pendidikan pun masih rendah. Mengapa demikian? Masyarakat beranganggapan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur oleh hasil tes. Apabila hasil nilai ujian nasional (UN) baik maka dianggap sudah berhasil mendidik anak-anaknya. Atau kalau suatu sekolah banyak meluluskan siswa ke perguruan tinggi melalui SPMB maka dianggap sekolah itu pavorit dan banyak diserbu orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Rangking sekolah diurut berdasarkan nilai UN. Akibatnya orang tua harus mengeluarkan uang ekstra untuk menitipkan anaknya pada bimbingan belajar yang melakukan latihan menjawab soal-soal UN atau SPMB, karena orang tua menginginkan anaknya diterima di sekolah paforit atau perguruan tinggi top. Proses pembelajaran di dalam kelas kurang mendapat perhatian dari orang tua dan dari pemerintah, yang penting hasil UN (Ujian Nasional). Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah, guru lebih banyak ceramah dihadapan siswa sementara siswa mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum kepada siswa. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Kebanyakan pengawas dari dinas pendidikan belum berfungsi sebagai supervisor pembelajaran di kelas. Ketika datang di sekolah, pengawas memeriksa kelengkapan administrasi guru berupa dokumen renpel (rencana pelajaran). Pengawas sangat jarang masuk kelas melakukan observasi terhadap pembelajaran dan menjadi nara sumber pembelajaran bagi guru di sekolah. Begitu juga kepala sekolah. Kepala sekolah umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi guru, seperti renpel dari pada masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran oleh seorang guru. Akibatnya guru tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik, memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan untuk percobaan IPA di laboratorium. Ini berarti bahwa selama ini kita kurang memperhatikan pentingnya proses pembelajaran di dalam ruang kelas. Semestinya, kita lebih memperhatikan proses pembelajaran dan hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran. Secara internasional, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, sebagai contoh dalam bidang MIPA, the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS, 2003) melaporkan bahwa di antara 45 negara peserta TIMSS, peserta didik SMP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-36 untuk IPA dan ke-34 untuk Matematika. Siswa-siswa Indonesia hanya dapat menjawab soal-soal hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang memerlukan nalar atau keterampilan proses. Proses pembelajaran yang baik seharusnya menghasilkan nilai tes yang baik. Paradigma yang hanya mementingkan hasil tes harus segera diubah menjadi memperhatikan proses pembelajaran, sementara hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran yang benar. Seiring dengan perkembangan IPTEK, pengetahuan guru harus selalu disegarkan. Kegiatan seminar atau forum diskusi ilmiah merupakan media untuk penyegaran pengetahuan guru baik materi subyek maupun pedagogi. Sayangnya, tidak sedikit kepala sekolah yang tidak mengijinkan guru untuk berpartisipasi dalam kegiatan seminar atau forum diskusi dalam kegiatan MGMP. Seharusnya kepala sekolah mendorong bahkan memfasilitasi guru agar bisa berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar untuk menambah wawasan guru. Selain itu, sedikit guru yang sudah memanfaatkan fasilitas ICT (Information Communication Technology) di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan padahal fasilitas itu sudah masuk ke sekolah, seperti komputer dan telpon. Sementara, sekolah mampu menyediakan dana untuk rekreasi ke tempat-tempat wisata. b) Undang-undang Guru dan Dosen Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pada tahun 2005 pemerintah dan DPR RI telah mensahkan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang tersebut menuntut penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan guru agar guru menjadi profesional. Di satu pihak, pekerjaan sebagai guru akan memperoleh penghargaan yang lebih tinggi, tetapi dipihak lain pengakuan tersebut mengharuskan guru memenuhi sejumlah persyaratan agar mencapai standar minimal seorang profesional. Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga profesional akan diberikan manakala guru telah memiliki antara lain kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan (Pasal 8). Kualifikasi akademik tersebut harus „diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat“ (Pasal 9). Sertifikat pendidik diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (1)). Adapun jenis-jenis kompetensi yang dimaksud pada Undang-undang tersebut meliputi „kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional“ (Pasal 10 ayat (1)). Berdasarkan hasil pertemuan Asosiasi LPTK Indonesia, penjabaran tentang jenis-jenis kompetensi tersebut sebagai berikut: Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci kompetensi pedagogik meliputi : (1) Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual. (2) Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didikdan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya. (3) Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik (4) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik (5) Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik (6) Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatanpeserta didik dalam pembelajaran (7) Merancang pembelajaran yang mendidik (8) Melaksanakan pembelajaran yang mendidik (9) Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi: (1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. (2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat. (3) Mengevaluasi kinerja sendiri (4) Mengembangkan diri secara berkelanjutan. Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi. Kompetensi ini mencakup: (1) Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya. (2) Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi. (3) Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. (4) Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi. (5) Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas. Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dengan kompetensi ini, guru diharapkan dapat: (1) Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat. (2) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat. (3) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global. (4) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan pengembangan diri. c) Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pasal 19 dari peraturan pemerintah ini berbunyi sebagai berikut: (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. (3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Peraturan pemerintah tersebut mengindikasikan bahwa sekarang pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Usaha baik dari pemerintah ini harus ditindaklanjuti sehingga mutu pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Tentunya, kerja keras kita dalam menindaklanjuti usaha pemerintah ini baru dapat dirasakan paling cepat dalam waktu 10 tahun mendatang. Tantangan bagi kita adalah bagaimana mengimplementasikan UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan? Secara umum mutu pendidikan di negeri ini masih rendah tercermin dari pringkat hasil TIMSS dan indek pembangunan manusia yang berada pada posisi di bawah peringkat negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara. Oleh karena itu, tantangan bagi kita adalah bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini. Mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan bagi pendidik profesional. Namun demikian, untuk menjadi pendidik profesional diperlukan usaha yang sistemik dan konsisten serta berkesinambungan dari pendidik itu sendiri dan pengambil kebijakan. Melalui lesson study sangat dimungkinkan meningkatkan keprofesionalan pendidik di Indonesia karena lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. 2. Pengertian Lesson Study Pemerintah selalu melakukan usaha peningkatan mutu guru melalui pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untukpelatihan guru. Sayangnya usaha dari pemerintah ini kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru. Minimal ada dua hal yang menyebabkan pelatihan guru belum berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Pertama, pelatihan tidak berbasis pada permasalahan nyata di dalam kelas. Materi pelatihan yang sama disampaikan kepada semua guru tanpa mengenal daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah belum tentu sama dengan sekolah di daerah lain. Kadang-kadang pelatih menggunakan sumber dari literatur asing tanpa melakukan ujicoba terlebih dahulu untuk kondisi di Indonesia. Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja, tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau kalaupun diterapkan hanya sekali, dua kali dan selanjutnya kembali “seperti dulu lagi, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak ada kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak pernah menanyakan hasil pelatihan. Selain itu, kepala sekolah tidak memfasilitasi forum sharing pengalaman diantara guru-guru. Untuk mengatasi kelemahan pelatihan konvensional yang kurang menekankan pada pasca pelatihan maka buku ini menawarkan model in-service training yang lebih berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing. Model tersebut adalah Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsipprinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Dengan demikian, Lesson Study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. 3. Tujuan Lesson Study Meningkatkan pengetahuan tentang materi ajar Meningkatkan pengetahuan tentang pembelajaran Meningkatkan kemampuan mengobservasi aktivitas belajar Meningkatkan hubungan kolegalitas Menguatkan hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dan tujuan jangka panjang yang harus dicapai Meningkatkan motivasi untuk selalu berkembang Meningkatkan kualitas perencanaan pembelajaran 4. Sejarah Perkembangan Lesson Study a) Asal Mula Lesson Study Lesson study sudah berkembang di Jepang sejak awal tahun 1900an. Melalui kegiatan tersebut guru-guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk memotivasi siswa-siswanya aktif belajar mandiri. Lesson Study merupakan terjemahan langsung dari bahasa Jepang jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian. Dengan demikian lesson study merupakan study atau penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran. Lesson study dapat diselenggarakan oleh kelompok guru-guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh kelompok guru sebidang, semacam MGMP di Indonesia. Kelompok guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson study. Lesson study yang sangat popular di Jepang adalah lesson study yang diselenggarakan oleh suatu sekolah dan dikenal sebagai konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960an. Konaikenshu juga dibentuk oleh dua kata yaitu konai yang berarti di sekolah dan kata kenshu yang berarti training. Jadi istilah konaikenshu berarti school-based in-service training atau inservice education within the school atau in-house workshop. Pada tahun 1970an pemerintah Jepang merasakan manfaat dari konaikenshu dan sejak itu pemerintah Jepang mendorong sekolahsekolah untuk melaksanakan konaikenshu dengan menyediakan dukungan biaya dan insentif bagi sekolah yang melaksanakan konaikenshu. Kebanyakan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Jepang melaksanakan konaikenshu. Walaupun pemerintah Jepang telah menyediakan dukungan biaya bagi sekolah-sekolah untuk melaksanakan konaikenshu tetapi kebanyakan sekolah melaksanakan konaikenshu secara sukareka karena sekolah marasakan manfaatnya. Salah satu situasi pembelajaran dalam rangka lesson study di Jepang diperlihatkan pada gambar berikut. Gambar Kegiatan Lesson Study di Jepang Suasana pembelajaran matematika dalam rangka lesson study di SD Hamanogo, Jepang tahun 2005. Kurang lebih 100 pengamat menghadiri kegiatan lesson study ini. Pengamat berdatangan dari berbagai sekolah SD atau SMP dari berbagai provinsi di Jepang. Alasan mengapa lesson study menjadi popular di Jepang karena lesson study sangat membantu guru-guru. Walaupun lesson study menyita waktu tetapi guru-guru memperoleh manfaat yang sangat besar berupa informasi berharga untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka. Mutu kegiatan konaikenshu sangat bervariasi bergantung pada kaliber leadership sekolah, mutu guru untuk membangun, mempererat persabahatan diantara mereka, dan kemaunan mereka dalam melaksanakan konaikenshu. b) Perkembangan Lesson Study di dunia The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan studi untuk membandingkan pencapaian hasil belajar mathematika dan IPA kelas 8 (kelas 2 SMP). Penyebaran Lesson Study di dunia pada tahun 1995 dilatarbelangi oleh TIMSS. Empat puluh satu negara terlibat dalam TIMSS, Dua puluh dari empat puluh satu Negara memperoleh skor rata-rata matematika yang signifikan lebih tinggi dari Amerika Serikat. Negara-negara yang memperoleh skor matematika yang lebih tinggi dari Amerika Serikat antara lain Singapura, Korea, Jepang, Kanada, Francis, Australia, Hongaria, dan Ireland. Sementara hanya 7 negara yang memperoleh skor matematika secara signifikan lebih rendah dari Amerika Serikat, yaitu Lithuania, Cyprus, Portugal, Iran, Kuwait, Colombia, dan Africa selatan. Posisi pencapaian belajar matematika siswa-siswa SMP kelas 2 di Amerika Serikat membuat negara itu melakukan studi banding pembelajaran matematika di Jepang dan Jerman. Tim Amerika Serikat melakukan perekaman video pembelajaran matematika di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat untuk dilakukan analisis terhadap video pembelajaran tersebut. Pada waktu itu, Tim Amerika Serikat menyadari bahwa Amerika Serikat tidak memiliki sistem untuk melakukan peningkatan mutu pembelajaran, sementara Jepang dan Jerman melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara berkelanjutan. Amerika Serikat selalu melakukan reformasi tapi tidak selalu melakukan peningkatan mutu. Selanjutnya ahli-ahli pendidikan Amerika Serikat belajar dari Jepang tentang Lesson Study. Sekarang Lesson Study telah berkembang di sekolah-sekolah di Amerika Serikat dan diyakini Lesson Study sangat potensial untuk pengembangan keprofesionalan pendidik yang akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, Lesson Study juga telah berkembang di Australia. c) Perkembangan Lesson Study di Indonesia Lesson study berkembang di Indonesia melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project) yang diimplementasikan sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP yaitu IKIP Bandung (sekarang bernama Universitas Pendidikan Indonesia, UPI), IKIP Yogyakarta (sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta UNY), dan IKIP Malang (sekarang bernama Universitas Negeri Malang UM) bekerjasama dengan JICA (Japan Internatonal Cooperation Agency). Tujuan umum dari IMSTEP adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika dan IPA di Indonesia, sementara tujuan khususnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika dan IPA ditiga IKIP yaitu IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Pada permulaan implementasi IMSTEP, UPI, UNY, dan UM berturut-turut bernama IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Fase IMSTEP (1998 – 2003). Peningkatan mutu difokuskan pada pendidikan pre- dan in-service di tiga Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) dari IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Beberapa kegiatan dirancang untuk mencapai tujuan tersebut antara lain melakukan revisi silabus program pre- dan in-service, pengembangan buku ajar bersama 3 universitas, pengembangan kegiatan praktikum, dan pengembangan teaching materials. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut, pemerintah Jepang melalui JICA memberikan dukungan berupa gedung beserta fisilitasnya untuk IKIP Bandung sementara fasilitas laboratorium untuk IKIP Yogyakarta dan IKIP Malang. Selain itu JICA memberi dukungan dalam bentuk penyediaan tenaga ahli Jepang dan pelatihan di Jepang bagi dosen UPI, UNY, dan UM. Sepuluh dosen UPI, UNY, dan UM mengikuti pelatihan di Jepang setiap tahunnya untuk mengenal sistem pendidikan di Jepang dan belajar mengembangkan digital teaching materials. Tenaga ahli Jepang Prof. Dr. Kanzawa dan Mr. Higa berturutturut bertindak sebagai chief adviser dan project coordinator pada saat itu. Pada bulan Maret – April 2001, tim JICA dari Jepang melakukan evaluasi tengah proyek (mid-term) untuk mengetahui kemajuan dari IMSTEP. Hasil evaluasi JICA menunjukkan bahwa IMSTEP berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan dapat dilanjutkan untuk dua setengah tahun berikutnya dengan penyesuaian program melalui penambahan kegiatan. Kegiatan yang ditambahkan pada IMSTEP adalah kegiatan “Piloting”. Kegiatan piloting bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran inovatif matematika dan IPA di sekolah secara kolaboratif antara guru-guru SMP/SMA dengan dosen-dosen F(P)MIPA dari UPI, UNY, dan UM. Tenaga ahli Jepang yang ditugaskan untuk perioda 2001- 2003 adalah Prof. Dr. Tokuda dan Mr. Nakatsu yang berturut-turut bertindak sebagai chief adviser dan project coordinator melanjutkan tugas Prof. Dr. Kanzawa dan Mr. Higa. Untuk kegiatan piloting dipilih 4 sekolah (2 SMP dan 2 SMA) di masing masing kota di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Sekolah yang dipilih adalah sekolah-sekolah yang berdekatan dengan kampus UPI, UNY, dan UM yang mutunya pada tingkat sedang berdasarkan NEM tetapi sekolahsekolah tersebut memperlihatkan keingingan dan komitmen untuk maju. Selanjutnya sekolah-sekolah tersebut menugaskan guru-guru matematika, IPA Fisika, dan IPA Biologi untuk SMP sementara guru matematika, fisika, biologi, dan kimia untuk SMA. Dosen-dosen dan guru-guru sebidang studi melakukan beberapa kali workshop untuk mendiskusikan permasalahan yang dihadapi guru-guru di sekolah dan merancang model pembelajaran sebagai solusi terhadap permasalahan yang ditemukan. Model pembelajaran yang dikembangkan berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials. Setelah teaching materials yang dibuat dari bahan lokal tersebut diujicoba di laboratorium maka model pembelajaran diujicoba di kelas oleh guru sementara dosen menjadi pengamat. Guru beserta dosen telah mampu mengembangkan teachin gmaterials yang terbuat dari bahan-bahan di sekitar siswa dan melakukan pembelajaran berbasis hands-on activity dan daily life untuk menjelaskan konsep matematika dan IPA sehingga siswa-siswa menjadi senang belajar matematika dan IPA. Guru-guru yang terlibat piloting menjadi termotivasi untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran dan merasa dekat dengan dosen untuk memperoleh informasi ketika menghadapi kesulitan dalam melakukan inovasi pembelajaran. Sayangnya guru yang terlibat kegiatan piloting sangat terbatas pada satu guru per bidang studi per sekolah sehingga diseminasi pengalaman berharga dalam mengembangkan inovasi pembelajaran kurang berjalan baik walaupun dalam satu sekolah, apalagi kepala sekolah tidak terlibat langsung dalam kegiatan piloting. Biaya untuk kegiatan piloting berasal dari dana pendamping yang dikelola pihak universitas. Dosen dan guru memperoleh dana transportasi walaupun jumlahnya sangat kecil. Pada bulan Juli 2003, tim dari JICA (Jepang) melakukan evaluasi terhadap kinerja proyek dan berkunjung ke sekolah menyaksikan kegiatan pembelajaran di sekolah. Tim JICA menyimpulkan bahwa kegiatan piloting berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials sangat potensial untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Selanjutnya tim JICA merekomendasikan untuk melanjutkan Follow-up Program IMSTEP selama 2 tahun. Fase Follow-up IMSTEP (2003–2005). FPMIPA UPI, FMIPA UNY, dan FMIPA UM mengimplementasikan program Follow-up IMSTEP sejak bulan Oktober 2003 sampai dengan September 2005 yang bertujuan untuk meningkatkan mutu in-service teacher training (pelatihan guru dalam jabatan) dan mutu pendidikan calon guru (preservice teacher training) dalam bidang matematika dan IPA di UPI, UNY, dan UM. Dr. Eisuke SAITO dan Isamu KUBOKI berturut-turut sebagai chief adviser dan coordinator membantu mengarahkan ketiga universitas mengimplementasikan Follow-up IMSTEP. Melalui Program Follow-up IMSTEP diharapkan dihasilkan model in-service teacher training (pelatihan guru dalam jabatan) dan model pre-service teacher training (pendidikan calon guru) dalam bidang MIPA. Peningkatan mutu pendidikan MIPA akan dicapai manakala terjadi kerjasama yang baik antara LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) penyelenggara pendidikan pre-service, sekolah piloting, dan MGMP penyelenggara program inservice. LPTK dapat menghasilkan calon guru yang bermutu setelah mendapat masukan dari pengalaman nyata di sekolah dan LPTK memberikan masukan ke sekolah piloting untuk melakukan intervensi terhadap siswa sehingga siswa menjadi aktif belajar. MGMP merupakan forum untuk mendiseminasikan hasil inovasi pembelajaran dan bersama LPTK diharapkan dapat meningkatkan keprofesionalan guru. Kegiatan piloting yang telah dirintis pada fase IMSTEP terus dikembangkan pada fase Follow-up Program IMSTEP melalui kegiatan Lesson Study. Pengiriman pelatihan singkat ke Jepang bagi dosen-dosen UPI, UNY, dan UM pada fase Follow-up Program IMSTEP difokuskan pada tema Lesson Study dan diharapkan mereka dapat mengembangkan Lesson Study di Indonesia setelah selesai pelatihan di Jepang. Peserta pelatihan yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan Lesson Study di Indonesia antara lain Riandi (UPI), Rahayu (UM), Sumar Hendayana (UPI), Harun Imansyah (UPI), Sukirman (UNY), Muchtar A. Karim (UM), Siti Sriyati (UPI), Suratsih (UNY), dan Ridwan (UM). Kerjasama antara 3 universitas (UPI, UNY, dan UM) dan sekolahsekolah piloting di Bandung, Yogyakarta, dan Malang makin dipererat melalui perbaikan beberapa kelemahan dari implementasi kegiatan piloting pembelajaran di sekolah mitra. Tahap observasi dan refleksi dari kegiatan Lesson Study (plan-do-see) diperbaiki. Strategi observasi pembelajaran diperbaiki pada fase Follow-up IMSTEP. Sebagai contoh, siswa tidak terganggu dengan adanya observer di dalam kelas karena observer tidak mengganggu siswa belajar tetapi lebih konsentrasi pada observasi aktivitas siswa belajar. Hal ini tercermin dari kegiatan refleksi setelah pembelajaran. Observer lebih banyak mengomentari aktivitas siswa dari pada gurunya. Setelah bertukar pengalaman dan pengarahan dalam fase Follow-up IMSTEP maka terjadi peningkatan kesadaran dalam melakukan observasi pembelajaran, sekarang observer lebih suka mengambil posisi di samping kiri dan kanan ruang kelas untuk melakukan observasi pembelajaran. Ketika fase IMSTEP, tahap refleksi kurang mendapat penekanan, kadang-kadang tahap ini dilakukan pada hari lain sehingga sebagian informasi pengamatan kelas terlupakan oleh observer. Ketika fase Follow-up, tahap refleksi dilakukan langsung setelah pebelajaran untuk mendiskusikan hasil pembelajaran dan bertukar pengalaman tentang lesson learnt yang diperoleh para observer. Selain itu, dilakukan diseminasi pengalaman berharga dari kegiatan piloting kepada MGMP melalui workshop dan uji coba pembelajaran berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials dalam rangka kegiatan Lesson Study di MGMP Matematika dan IPA SMP di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Kegiatan Lesson Study pada MGMP mendapat sambutan baik dari guru-guru terutama guru-guru model. Guru model merasakan manfaat dari kegiatan Lesson Study, mereka menjadi lebih percaya diri dalam mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah tingkat nasional. Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan Lesson Study maka dilakukan pendekatan oleh pimpinan fakultas di 3 universitas. Dalam kasus di Bandung, pimpinan FPMIPA UPI bersilaturrahmi dengan kepala kepala sekolah piloting yang kebetulan baru terjadi pergantian kepala sekolah untuk berdiskusi tentang keberlanjutan dari kegiatan kerjasama antara sekolah dan FPMIPA UPI. Diskusi terfokus pada resource sharing artinya pimpinan FPMIPA UPI menyediakan nara sumber termasuk kebutuhannya sementara sekolah piloting mendorong guru-guru termasuk kebutuhannya untuk berkolaborasi. Selain itu pimpinan FPMIPA UPI meminta kepala sekolah terlibat dan melibatkan guru-guru lain dalam observasi dan refleksi pembelajaran. Ajakan pimpinan FPMIPA UPI disambut baik untuk keberlanjutan kerjasama dalam melaksanakan kegiatan Lesson Study di sekolah-sekolah piloting. Sebagai wujud keberlanjutan program kerjasama tersebut, kepala sekolah memfasilitasi kegiatan Lesson Study dengan memberdayakan MGMP di sekolah tersebut dan melaksanakan kegiatan Lesson Study secara bergilir dari mata pelajaran ke mata pelajaran lain. Kepala sekolah juga terlibat dalam kegiatan observasi pembelajaran dan memandu diskusi untuk merefleksi pembelajaran. Sekarang kegiatan Lesson Study bukan milik guru MIPA saja tetapi guru non-MIPA pun melakukan kegiatan Lesson Study. Sebagai contoh, SMAN 9 Bandung telah melaksanakan kegiatan Lesson Study Biology, PPKn, Sosiologi, dan Bahasa Indonesia pada semester genap 2005/2006. Pembicaraan tentang keberlanjutan program kerjasama dalam kegiatan Lesson Study juga dilakukan dengan pengurus MGMP matematika dan IPA SMP kota Bandung. Sebagai tindak lanjut, beberapa workshop tentang Lesson Study telah dilaksanakan untuk MGMP wilayah tenggara, wilayah timur, dan wilayah barat kota Bandung. MGMP IPA SMP wilayah barat kota Bandung telah menindaklanjuti workshop Lesson Study tersebut dengan persiapan perancangan dan pengembangan model pembelajaran berbasis handson activity, daily life, dan local materials. Selanjutnya MGMP IPA SMP wilayah barat kota Bandung pada semester genap 2005/2006 telah mengimplementasikan model pembelajaran tersebut di SMP Miftahul Iman, SMPN 12 Bandung, SMP Labschool UPI, SMPN 29 Bandung, dan SMP YWKA. Lesson study berasal dari Jepang yang dimanfaatkan untuk meningkatkan keprofesionalan guru. Keberhasilan Jepang dalam pendidikan membuat pakar pendidikan di Amerika Serikat dan negaranegara Eropa serta Australia belajar lesson study dari Jepang. Kalau negara-negara maju belajar dari Jepang, mengapa kita tidak? Walau demikian, lesson study yang berkembang di Indonesia tidak begitu saja mengadopsi konsep lesson study dari Jepang, akan tetapi melalui pengkajian dan ujicoba di sekolah-sekolah piloting sejak tahun 2001 melalui Program Kerjasama Teknis IMSTEP-JICA di UPI, UNY, dan UM. Untuk memperoleh model sosialisasi lesson study pada tingkat yang lebih luas, saat ini sedang dilakukan piloting lesson study di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Pasuruan. Piloting ini melibatkan seluruh guru Matematika dan IPA SMP dan MTs. 5. Desain Lesson Study Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement). Skema kegiatan Lesson Study diperlihatkan pada Gambar berikut. Gambar Skema kegiatan Lesson Study Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama, beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa pedagogi tentang metoda pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran. Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran atau lesson plan, teaching materials berupa media pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metoda evaluasi. Teaching materials yang telah dirancang perlu diujicoba sebelum diterapkan di dalam kelas. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap. Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam workshop antara guru-guru dan dosen-dosen dalam rangka perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara guru dengan guru, dosen dengan guru, dosen dengan dosen, sehingga dosen tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih rendah. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatankegiatan pertemuan dalam rangka Lesson Study ini terbentuk mutual learning (saling belajar). Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang akan menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas model pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Juga dosen-dosen atau mahasiswa melakukan pengamatan dalam pembelajaran tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan memandu kegiatan ini. Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, dan siswa-lingkungan yang terkait dengan 4 kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang guru dan dosen. Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para pengamat sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan baik. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat dan tidak menganggu aktifitas dan konsentrasi siswa. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru. Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajran. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan Lesson Study harus memperoleh lesson learnt dengan demikian kita membangun komunitas belajar melalui Lesson Study. 6. Karakteristik Lesson Study Lesson study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya datang dari Kepala Sekolah bersama guru. Tipe lesson study yang berkembang ada dua tipe yaitu: a) Lesson Study berbasis sekolah Jika lesson study yang dikembangkan berbasis sekolah, maka orangorang yang melakukannya adalah semua guru dari berbagai bidang studi di sekolah tersebut serta Kepala Sekolah. Lesson study dengan tipe seperti ini dilaksanakan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut semua bidang studi yang diajarkan. Karena kegiatan lesson study meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi, maka setiap guru terlibat secara aktif dalam ketiga kegiatan tersebut. Dalam setiap langkah dari kegiatan lesson study tersebut, guru memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi masalah pembelajaran, mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa dilakukan, memilih alternatif model pembelajaran yang akan digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif model pembelajaran yang dipilih, melaksanakan pembelajaran, mengobservasi proses pembelajaran, mengidentifikasi hal-hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa di kelas, melakukan refleksi secara bersama-sama atas hasil observasi kelas, serta mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran lainnya. Walaupun lesson study tipe ini secara umum hanya melibatkan warga sekolah yang bersangkutan, dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk melibatkan fihak luar, misalnya para ahli dari universitas atau undangan yang diperlukan karena kedudukannya. b) Lesson study berbasis MGMP / Bidang Studi Lesson study juga bisa dilaksanakan dengan berbasiskan MGMP (bidang studi). Sebagai contoh, sekelompok guru matematika di suatu wilayah bersepakat untuk melakukan lesson study guna meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar matematika di wilayah tersebut. Karena kelompok guru matematika tersebut berasal dari beberapa sekolah, maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara bergiliran dari satu sekolah ke sekolah lain. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam lesson study tipe ini pada dasarnya sama dengan tipe yang diuraikan sebelumnya. Perbedaannnya hanya pada anggota komunitas yang datang dari berbagai sekolah dengan spesialisasi yang sama. Dengan demikian, lesson study tipe ini anggota komunitasnya bisa mencakup satu wilayah (misalnya satu wilayah MGMP), satu kabupaten, atau lebih luas lagi. Pada tahapan perencanaan, anggota komunitasnya selain guru-guru sebidang dari sekolah yang berbedabeda, dimungkinkan pula datang dari fihak lain misalnya universitas. Sementara pada tahapan implementasi pembelajaran dan refleksi, anggota komunitasnya dimungkinkan untuk sangat beragam termasuk guru-guru dari bidang studi berbeda. Jika kita perhatikan secara seksama, kedua tipe lesson study di atas pada dasarnya melibatkan sekelompok orang yang melakukan perencanaan, implementasi, dan refleksi pasca pembelajaran secara bersama-sama sehingga membentuk suatu komunitas belajar yang secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru dalam menciptakan pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan selfdevelopment sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas belajar lainnya 7. Tahap-tahap Pelaksanaan Lesson Study a) Persiapan Lesson Study (Plan) Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada dasarnya meliputi tiga bagian kegiatan yakni perencanaan, implementasi, dan refleksi. Untuk mempersiapkan sebuah lesson study hal pertama yang sangat penting adalah melakukan persiapan. Tahap awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi masalah pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching materials (hands on), strategi pembelajaran, dan siapa yang akan berperan menjadi guru. Materi ajar yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku serta program yang sedang berjalan di sekolah. Analisis mendalam tentang materi ajar dan hands on yang dipilih perlu dilakukan secara bersama-sama untuk memperoleh alternatif terbaik yang dapat mendorong proses belajar siswa secara optimal. Pada tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan kedalaman materi yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar belakang pengetahuan dan kemampuan siswa, kompetensi yang akan dikembangkan, serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam kaitannya dengan materi terkait. Dalam kaitannya dengan materi ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji kemungkinan-kemungkinan respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat penting dilakukan terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang tidak terduga. Jika materi ajar yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi siswa, maka kemungkinan alternatif intervensi guru untuk menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa perlu dipersiapkan secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi ajar yang dirancang terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang bersifat pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum implementasi pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan yang mantap sehingga proses pembelajaran yang terjadi pada saat lesson study dilaksanakan mampu mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 4.1 di bawah ini memperlihatkan sekelompok guru bersama beberapa orang dosen sedang melakukan diskusi untuk mempersiapkan sebuah lesson study. Selain aspek materi ajar, guru secara berkelompok perlu mendiskusikan strategi pembelajaran yang akan digunakan yakni meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Analisis kegiatan tersebut dapat dimulai dengan mengungkapkan pengalaman masingmasing dalam mengajarkan materi yang sama. Berdasarkan analisis pengalaman tersebut selanjutnya dapat dikembangkan strategi baru yang diperkirakan dapat menghasilkan proses belajar siswa yang optimal. Strategi pembelajaran yang dipilih antara lain dapat meliputi bagaimana melakukan pendahuluan agar siswa termotivasi untuk melakukan proses belajar secara aktif; aktivitas-aktivitas belajar bagaimana yang diharapkan dilakukan siswa pada kegiatan inti pembelajaran; bagaimana rancangan interaksi antara siswa dengan materi ajar, interaksi antar siswa, serta interaksi antara siswa dengan guru; bagaimana proses pertukaran hasil belajar (sharing) antar siswa atau antar kelompok harus dilakukan; bagaimana strategi intervensi guru pada level kelas, kelompok, dan individu; serta bagaimana aktivitas yang dilakukan siswa pada bagian akhir pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berjalan secara mulus, maka rangkaian aktivitas dari awal sampai akhir pembelajaran perlu diperhitungkan secara cermat termasuk alokasi waktu yang tersedia. Selain mempersiapkan materi ajar dan strategi pembelajarannya, tidak kalah penting untuk mempersiapkan fihak-fihak yang perlu diundang untuk menjadi observer dalam implementasi pembelajaran yang dilanjutkan dengan kegiatan refleksi. Disamping kelompok guru sebidang, dalam pelaksanaan lesson study tidak tertutup kemungkinan untuk mengundang guru-guru mata pelajaran lain, Kepala Sekolah, ahli pendidikan bidang studi atau ahli bidang studi terkait, para pejabat yang berkepentingan, atau masyarakat pemerhati pendidikan. Kehadiran Kepala Sekolah dalam suatu lesson study sangatlah penting karena informasi yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kelas dan refleksi pasca pembelajaran dapat menjadi masukan berharga bagi peningkatan kualitas sekolah secara keseluruhan. Keragaman observer yang hadir dalam kegiatan lesson study sangat menguntungkan karena latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda dapat menghasilkan pandangan beragam sehingga bisa memperkaya pengetahuan para guru. b) Pelaksanaan Pembelajaran dalam Lesson Study (Do) Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, perlu dilakukan pertemuan singkat (briefing) yang dipimpin oleh Kepala Sekolah. Pada pertemuan ini, setelah Kepala Sekolah menjelaskan secara umum kegiatan lesson study yang akan dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas untuk melaksanakan pembelajaran hari itu diberi kesempatan mengemukakan rencananya secara singkat. Informasi ini sangat penting bagi para observer terutama untuk merancang rencana observasi yang akan dilakukan di kelas. Selesai guru menyampaikan penjelasan, selanjutnya Kepala Sekolah mengingatkan kepada para observer untuk tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. Observer dipersilahkan untuk memilih tempat strategis sesuai rencana pengamatannya masing-masing. Setelah acara briefing singkat dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas sebagai pengajar melakukan proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Walaupun pada saat pembelajaran hadir sejumlah observer, guru hendaknya dapat melaksanakan proses pembelajaran sealamiah mungkin. Berdasarkan pengalaman lesson study yang sudah dilakukan, proses pembelajaran dapat berjalan secara alamiah. Hal ini dapat terjadi karena observer tidak melakukan intervensi apapun terhadap siswa. Mereka biasanya hanya melakukan pengamatan sesuai dengan fokus perhatiannya masing-masing. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas berikut akan diuraikan contoh pelaksanaan pembelajaran dalam suatu lesson study yang dilakukan di SMPN 1 Lembang. Sebelum pelaksanaan pembelajaran, Kepala Sekolah memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Pada saat itu dijelaskan bahwa materi yang akan dipelajari siswa adalah tentang luas lingkaran yang harus diturunkan rumusnya melalui kegiatan eksplorasi. Pertemuan Singkat Sebelum Pembelajaran Awal pembelajaran dimulai dengan penjelasan singkat tentang materi yang akan dipelajari hari itu serta rangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk menarik perhatian siswa, guru memperlihatkan benda-benda yang ada disekitar siswa yang bagiannya berbentuk lingkaran. Kemudian guru mengajukan sebuah pertanyaan “Tahukah kamu cara menemukan atau menurunkan rumus luas daerah lingkaran?” Setelah guru mengajukan pertanyaan tersebut, selanjutnya dijelaskan bahwa secara berkelompok siswa diharapkan dapat menemukan rumus luas daerah lingkaran dengan menggunakan pendekatan luas daerah bangun geometri yang sudah diketahui. Cara Melakukan Observasi dalam Lesson Study Agar proses observasi dalam pembelajaran dari suatu lesson study dapat berjalan dengan baik, maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan baik oleh guru maupun observer sebelum proses pembelajaran dimulai. Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru dapat memberikan gambaran secara umum apa yang akan terjadi di kelas yakni meliputi informasi tentang rencana pembelajaran, tujuannya apa, bagaimana hubungan materi ajar hari itu dengan mata pelajaran secara umum, bagaimana kedudukan materi ajar dalam kurikulum yang berlaku, dan kemungkinan respon siswa yang diperkirakan. Selain itu observer juga perlu diberikan informasi tentang lembar kerja siswa dan peta posisi tempat duduk yang menggambarkan seting kelas yang digunakan. Akan lebih baik jika peta posisi tempat duduk tersebut dilengkapi dengan nama-nama siswa secara lengkap. Dengan memiliki gambaran yang lengkap tentang pembelajaran yang akan dilakukan, maka seorang observer dapat menetapkan apa yang akan dilakukan di kelas pada saat melakukan pengamatan. Sebagai contoh, seorang observer dapat memfokuskan perhatiannya pada siswa tertentu yang penting untuk diamati misalnya karena alasan tingkat kemampuannya dibandingkan siswa lain atau ada hal khusus yang penting untuk diamati. Observer lain mungkin tertarik dengan cara siswa berinteraksi dengan temannya dalam kelompok, cara mengkomunikasikan ide baik dalam kelompok atau kelas, atau cara mengajukan argumentasi atas solusi dari masalah yang diberikan. Ada juga observer yang mungkin tertarik dengan respon siswa pada saat mengalami kesulitan dan memperoleh intervensi dari guru. Fokus observasi pada pelaksanaannya akan sangat beragam tergantung pada minat serta tujuannya masing-masing. Semakin beragam target yang menjadi fokus observasi, maka semakin lengkaplah informasi yang bisa digali, dianalisis, dan diungkap pada saat dilakukan refleksi. Jika akan dilakukan rekaman video, tentukan siapa yang akan melakukannya, pilih tempat strategis untuk melakukan pengambilan gambar yang meliputi aktivitas siswa dan guru, dan pastikan bahwa rekaman video yang dibuat menggambarkan seluruh proses pembelajaran secara utuh. Rekaman video ini sangat penting sebagai bagian dari dokumentasi yang sewaktu-waktu dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan diskusi pengembangan lesson study atau diskusi masalahmasalah pembelajaran secara umum. Untuk mengantisipasi kemungkinan banyaknya observer yang datang, kelas sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga mobilitas siswa, guru, dan observer dapat berlangsung secara nyaman dan mudah. Pada saat melakukan observasi, disarankan untuk melakukan beberapa hal berikut: Membuat catatan tentang komentar atau diskusi yang dilakukan siswa serta jangan lupa menuliskan nama atau posisi tempat duduk siswa. Membuat catatan tentang situasi dimana siswa melakukan kerjasama atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama. Mencari contoh-contoh bagaimana terjadinya proses konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan siswa. Membuat catatan tentang variasi metoda penyelesaian masalah dari siswa secara individual atau kelompok siswa, termasuk strategi penyelesaian yang salah. Selain membuat catatan tentang beberapa hal penting mengenai aktivitas belajar siswa, seorang observer selama melakukan pengamatan perlu mempertimbangkan atau berpedoman pada sejumlah pertanyaan berikut: Apakah tujuan pembelajaran sudah jelas? Apakah aktivitas yang dikembangkan berkontribusi secara efektif pada pencapaian tujuan tersebut? Apakah langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan berkaitan satu dengan lainnya? Dan apakah hal tersebut mendukung pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari? Apakah hands-on atau teaching material yang digunakan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan? Apakah diskusi kelas yang dilakukan membantu pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari? Apakah materi ajar yang dikembangkan guru sesuai dengan tingkat kemampuan siswa? Apakah siswa menggunakan pengetahuan awalnya atau pengetahuan sebelumnya untuk memahami konsep baru yang dipelajari? Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat mendorong dan memfasilitasi cara berpikir siswa? Apakah gagasan siswa dihargai dan dikaitkan dengan materi yang sedang dipelajari? Apakah kesimpulan akhir yang diajukan didasarkan pada pendapat siswa? Apakah kesimpulan yang diajukan sesuai dengan tujuan pembelajaran? Bagaimana guru memberi penguatan capaian hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung? c) Kegiatan Refleksi (See) Kegiatan refleksi harus dilaksanakan segera setelah selesai pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar setiap kejadian yang diamati dan dijadikan bukti pada saat mengajukan pendapat atau saran terjaga akurasinya karena setiap orang dipastikan masih bisa mengingat dengan baik rangkaian aktivitas yang dilakukan di kelas. Dalam kegiatan ini paling tidak ada tiga orang yang harus duduk di depan yaitu Kepala Sekolah, Guru yang melakukan pembelajaran, dan tenaga ahli yang biasanya datang dari Perguruan Tinggi. Dalam acara ini, Kepala Sekolah bertindak sebagai fasilitator atau pemandu diskusi. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam refleksi adalah sebagai berikut: Fasilitator memperkenalkan peserta refleksi yang ada di ruangan sambil menyebutkan masing-masing bidang keahliannya. Fasilitator menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang akan dilakukan (sekitar 2 menit). Fasilitator menjelaskan aturan main tentang cara memberikan komentar atau mengajukan umpan balik. Aturan tersebut meliputi tiga hal berikut: (1) Selama diskusi berlangsung, hanya satu orang yang berbicara (tidak ada yang berbicara secara bersamaan), (2) Setiap peserta diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara, dan (3) Pada saat mengajukan pendapat, observer harus mengajukan bukti-bukti hasil pengamatan sebagai dasar dari pendapat yang diajukannya (tidak berbicara berdasarkan opini). Guru yang melakukan pembelajaran diberi kesempatan untuk berbicara paling awal, yakni mengomentari tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Pada kesempatan itu, guru tersebut harus mengemukakan apa yang telah terjadi di kelas yakni kejadian apa yang sesuai harapan, kejadian apa yang tidak sesuai harapan, dan apa yang berubah dari rencana semula. (15 sampai 20 menit). Berikutnya perwakilan guru yang menjadi anggota kelompok pada saat pengembangan rencana pembelajaran diberi kesempatan untuk memberikan komentar tambahan. Fasilitator memberi kesempatan kepada setiap observer untuk mengajukan pendapatnya. Pada kesempatan ini tiap observer memiliki peluang yang sama untuk mengajukan pendapatnya. Setelah masukan-masukan yang dikemukakan observer dianggap cukup, selanjutnya fasilitator mempersilahkan tenaga ahli untuk merangkum atau menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan. Fasilitator berterimakasih kepada seluruh partisipan dan mengumumkan kegiatan lesson study berikutnya. 8. Evaluasi Kegiatan Lesson Study Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui lesson study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam observasi sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal. Berdasarkan pengalaman ini dia akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran di sekolahnya. Seorang observer dari salah satu negara Afrika, pada saat kegiatan refleksi menyatakan kekagumannya pada cara guru mengembangkan pola interaksi antar siswa dalam kelompok. Menurut pengamatannya pola kerjasama kelompok seperti yang dia lihat dalam pembelajaran telah berhasil menciptakan peluang untuk terjadinya sharing pengetahuan dan saling tolong-menolong, sehingga siswa yang memiliki kemampuan kurang sekalipun menjadi sangat terbantu oleh temantemannya. Berdasarkan proses pembelajaran yang diamati di kelas, dia menyatakan memperoleh pelajaran berharga yang bisa menjadi masukan untuk meningkatkan kualitas proses pendidikan di negaranya. Seorang Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik. Siswa ternyata menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan potensinya masing-masing pada saat lesson study dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut mampu menjadi dorongan untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guru-guru lain yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti dia terdorong untuk melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga proses pembelajaran yang dikembangkan kadang-kadang sangat diluar dugaan bahkan sangat inovatif. Seorang dosen, setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga mengaku mulai terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal positif yang dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang me njadi tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson study. C. Pengembangan Silabus dan RPP Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran 1. Pengembangan Silabus dan Penyusunan RPP Penyusunan Silabus dan RPP merupakan satu indikator dari standar proses pendidikan yang ditetapkan dalam PerMenDikNas Nomor 41 Tahun 2007. Silabus dan RPP merupakan dokumen guru dalam merencanakan pembelajaran. Kedua dokumen ini untuk setiap satuan pendidikan dapat berbeda pada indikator, pengalaman belajar atau komponen lainnya. Oleh karena itu ditetapkan standar minimal penyusunannya di dalam peraturan tersebut. Walau demikian dasar teori keduanya perlu Anda pahami untuk membentuk pola pikir dan perilaku berkarya. a) Desain Sistem Pembelajaran Dasar teori dalam pengembangan Silabus dan penyusunan RPP adalah Desain Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran dalam kawasan Teknologi Pendidikan merupakan salah satu solusi mengatasi masalah belajar bertujuan, dimana guru sengaja menyediakan kondisi eksternal melalui perencanaan pembelajaran. Desain sistem pembelajaran memberikan bantuan untuk mencapai tujuan belajar yang harus diselesaikan oleh peserta didik, dengan jalan mengembangkan komponen-komponen pembelajaran untuk memudahkan belajar peserta didik. Untuk memahami apa dan bagaimana desain sistem pembelajaran, maka Anda harus mengetahui terlebih dahulu sistem pembelajaran. Pembelajaran sebagai sebuah sistem dikenal dengan sebutan sistem pembelajaran, yang menggambarkan sebuah proses yang terdiri dari komponen-komponen pembelajaran saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan. Contoh: Sistem pembelajaran di kelas Proses Pembelajaran Input Siswa Ruangan kelas Media Silabus, RPP Guru Bahan Ajar Evaluasi Input Lulusan Umpan Balik Gambar Interaksi Sistem Pembelajaran di Kelas Berdasarkan contoh tersebut, maka Silabus dan RPP merupakan subsistem pembelajaran. Untuk mengembangkan Silabus dan menyusun RPP, maka keduanya harus di pandang sebagai sistem. Oleh sebab itu perlu diketahui apa yang disebut pendekatan sistem. Menurut Dick Carey (2005, p. 367) yang dikutip oleh Benny A. Pribadi (2009, p. 27-28), pendekatan sistem adalah sebuah prosedur yang digunakan oleh perancang desain sistem pembelajaran untuk menciptakan sebuah pembelajaran secara sistemik dan sistematik. Secara sistemik yaitu cara pandang yang menganggap sebagai satu kesatuan yang utuh dengan komponen-komponen yang berinterfungsi. Secara sistematik merujuk pada upaya melakukan tindakan terarah langkah demi langkah. Pendekatan sistem ini dapat memberi keuntungan kepada perancang pembelajaran yaitu: Perancang akan memusatkan perhatian pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setiap langkah yang dilakukan dalam sebuah sistem akan diasahkan pada upaya untuk mencapai tujuan. Contoh: Jika guru sudah mengidentifikasi standar kompetensi, maka kompetensi dasar, materi, strategi, evaluasi diarahkan untuk mencapai standar kompetensi. Perancang pembelajaran akan mampu melihat keterkaitan antar sub sistem atau komponen dalam sebuah sistem, melalui mekanisme umpan balik sehingga dapat dilakukan revisi. Contoh : Standar Kompetensi Kompetensi Dasar U M Indikator Materi Pembelajaran P A N B Langkah Pembelajaran / Strategi Metode Pembelajaran Media / Sumber A L I K Evaluasi Hasil Belajar Gambar RPP sebagai system Pembelajaran sebagai sistem dan pendekatan sistem merupakan prinsip dalam memahami Silabus dan RPP sebagai sebuah sistem. Perancangan Silabus dan RPP merupakan proses yang dilakukan sebelum tindakan atau pelaksanaan pembelajaran. Proses ini dalam Teknologi Pendidikan disebut Desain Sistem Pembelajaran. Pada dasarnya prosesnya sama dengan melihat sub sistem sebagai bagian dari sistem, mengidentifikasi fungsi dan kaitan antar sub sistem, mensintesis sub sistem menjadi satu kesatuan. Dengan demikian desain sistem pembelajaran merupakan proses rancangan pembelajaran secara sistematik dan menyeluruh. Desain sistem pembelajaran sebagai proses rancangan pembelajaran secara sistematik dan menyeluruh, biasanya digambarkan dalam bentuk model yang dipersentasikan dalam bentuk grafis atau flowchart. Dengan demikian desain sistem pembelajaran menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh untuk menciptakan pembelajaran. Terdapat beberapa model desain sistem pembelajaran, yaitu berorientasi kelas, berorientasi produk dan berorientasi sistem. Pengembangan Silabus dan penyusunan RPP, didasarkan pada model desain sistem pembelajaran berorientasi kelas. Model ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para guru dan siswa, dan dapat diaplikasikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Asumsi model ini adalah adanya sejumlah aktivitas yang akan diselenggarakan di dalam kelas dengan waktu belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Guru, murid, kurikulum dan fasilitas tertentu telah tersedia sebelumnya. Di sini guru bukan merancang pembelajaran yang sama sekali baru, karena standar kompetensi dan kompetensi dasar telah dirumuskan dalam standar isi. Model desain sistem pembelajaran berorientasi kelas antara lain model Gerlach dan Ely (1980) seperti dikutip oleh Toeti Sokemato (1993, h. 18-21) langkah-langkah model desain sistem pembelajaran Gerlach dan Ely adalah sebagai berikut: Langkah pertama, penyusunan tujuan belajar dan penentuan materi. Langkah kedua, penilaian perilaku awal siswa berdasarkan tujuan belajar dan materi yang telah ditetapkan. Langkah ini dikenal dengan sebutan pre tes. Langkah ketiga, menentukan strategi (metode), mengatur pengelompokkan siswa, mengalokasikan waktu, menentukan tempat atau ruangan dan memilih sumber belajar. Dilaksanakan secara simultan berdasarkan langkah-langkah pertama dan kedua. Langkah keempat, evaluasi hasil belajar berdasarkan tujuan belajar yang telah ditentukan. Langkah keenam, umpan balik setelah rancangan pembelajaran diimplikasikan di kelas. Secara visual model desain sistem pembelajaran Gerlach dan Ely digambarkan seperti di bawah ini. Penentuan Strategi Pengaturan Kelompok Penentuan Materi Penilaian Perilaku Awal Penyusunan Tujuan Belajar Alokasi Waktu Alokasi Tempat Evaluasi Hasil Belajar Pemilihan Sumber Belajar Analisis Umpan Balik Gambar Model DSP Gerlach dan Ely Model pengembangan Silabus dan penyusunan RPP, tidak digambarkan dalam bentuk visual melainkan dalam bentuk langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh. Prosedur pengembangan Silabus dan penyusunan RPP didasarkan minimal harus ada 4 komponen yaitu tujuan pembelajaran, materi, strategi dan evaluasi. Desain sistem pembelajaran Silabus dan RPP oleh teori ilmiah dengan harapan produk yang dibuat guru realistik. Beberapa teori ilmiah itu adalah sebagai berikut. 1) Sistem Desain sistem pembelajaran disusun dengan menerapkan pendekatan sistem, di mana setiap komponen berinteraksi dengan komponen lainnya dan saling ketergantungan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Teori ini berimplikasi kepada setiap komponen pembelajaran harus dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan pembelajaran. Apabila satu komponen tidak dikembangkan dengan baik (konsisten dan memadai) akan mengakibatkan kualitas akan menjadi rendah dan pengimplementasian di lapangan terganggu. Implikasi lain adalah melalui pendekatan sistem ini adalah setiap komponen dapat segera diperoleh umpan balik dapat direvisi setiap saat. Hal ini tampak dalam model sistem dari Filbeck yang menjelaskan bahwa sub sistem (komponen sistem) saling berhubungan atau berintegrasi dalam menjalankan fungsinya. Sebagai contoh dikemukakan adanya sistem dalam perencanaan pembelajaran, tampak dalam model berikut ini. Gambar Sistem Perencanaan Pembelajaran 2) Analisis Peserta Didik Paradigma pembelajaran pada saat ini telah bergeser dari guru kepada siswa (learned oriented). Konsekuensi paradigma ini, perencanaan harus disusun atas dasar kebutuhan siswa. Sebagai contoh adalah: (a) siswa dengan karakteristik gaya belajarnya berimplikasi kepada pemilihan media, (b) siswa dengan karakteristik perkembangan kognitif berimplikasi kepada penentuan metode pembelajaran, dan (c) siswa memiliki karakteristik kemampuan awal berimplikasi pada penguasaan kompetensi dasar satu, sehingga materi pelajaran akan dimulai dengan pencapaian kompetensi dasar kedua. Konsep ini sejalan dengan Mollenda, yang mengontrol kondisi internal siswa adalah variabel di dalam diri siswa. Dalam konsep belajar yang menjadi perhatian adalah proses belajar di dalam internal siswa. Oleh karena itu, perubahan perilaku siswa tergantung bagaimana siswa memproses perolehan pengalaman belajarnya di dalam dirinya. Implikasi dari teori ini, perancang pembelajaran harus dapat memanfaatkan hal itu di dalam mengelola aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar. Sebagai contoh dikatakan oleh B.F. Skinner tentang prinsip belajar: "perilaku dapat dibentuk melalui proses penguatan". Atas dasar teori ini perencanaan pembelajaran yang disusun guru, dapat dituliskan pada komponen evaluasi pembelajaran dengan merencanakan aktivitas belajar atau respon yang benar. Contoh lain adalah tentang motivasi belajar dari Keller: "seseorang akan melakukan sesuatu kalau ia akan melihat hasil yang memiliki nilai atau manfaat". Implikasi teori ini adalah guru merencanakan pembelajaran pada bagian prosedur (urutan) pembelajaran yaitu pendahuluan direncanakan dengan menjelaskan relevansi isi materi pelajaran dengan dunia kerja, kegiatan pendidikan selanjutnya dan kegiatan yang menunjang praktik. 3) Pembelajaran Mengusahakan siswa belajar adalah tugas utama guru sebagai fasilitator pembelajaran. Hal ini merupakan implikasi dari sifat teori pembelajaran yaitu preskriptif (menyarankan bagaimana sebaiknya proses belajar diselenggarakan). Contoh: teori pembelajaran yang akan diaplikasikan dalam perencanaan pembelajaran adalah model pembelajaran berpikir induktif dari Hilda Taba yang membantu siswa dalam pengembangan keterampilan berpikir. Berdasarkan model tersebut guru dapat merencanakan strategi pembelajaran dengan tahapan sebagai berikut. Pembentukan konsep Pada tahap ini siswa mempelajari konsep berdasarkan masalah dan ditunjang oleh data atau fakta-fakta yang relevan dengan cara berikut. Mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan. Mengelompokkan data atas dasar kesamaan karakteristik. Membuat kategori serta label pada kelompok-kelompok data yang memiliki kesamaan karakteristik. Interpretasi data Kegiatan tahap ini siswa diminta untuk melakukan: verifikasi (pengujian), data yang telah dikategorikan sesuai dengan konsep yang diperoleh, dan membuat kesimpulan dari hasil kegiatan verifikasi data. Penerapan prinsip Tahap ini merupakan aplikasi prinsip dan kesimpulan data yang dirumuskan siswa dengan cara: mengajukan permasalahan baru. menjelaskan prediksi atau hipotesis, dan menjelaskan dasar hipotesisnya. teori untuk memperkuat argumen Apabila model ini dikuasai guru langkah pembelajaran lebih bervariasi dan paradigma belajar berorientasi siswa terjawab. 4) Komunikasi Merupakan pengiriman pesan dari sender kepada receiver. Konsep komunikasi dari Berlo yang disebut S - M - C- R, Source- MessageChannel - Receiver menggambarkan betapa penting saluran penyampaian pesan yaitu media. Implikasi dari teori ini, dalam perencanaan pembelajaran komponen media menjadi sub sistem pembelajaran yang berfungsi untuk mengurangi verbalisme dan dapat membantu pemahaman siswa dengan persepsi yang sama. Contoh: Guru menggunakan media realia untuk membelajarkan siswa jurusan akuntansi yaitu bukti-bukti transaksi, dan Guru menjelaskan cara pembuatan burger dengan media realia sayuran, mayones, roti burger dan beef burger. Desain sistem pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru minimal 4 komponen, yang akan diuraikan berikut ini: a) Tujuan Pembelajaran Rancangan pembelajaran sebagai suatu sistem dimulai dengan komponen pertama dan utama yaitu tujuan pembelajaran/kompetensi. Tujuan pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Bloom, dkk.). Sedangkan kompetensi merupakan kecakapan peserta didik yang memadai untuk melakukan suatu tugas dengan standar tertentu. Bullard, dkk. Menyebut istilah ini adalah performance objective/tujuan penampilan. Dick dan Carey menyebutkan dengan istilah tujuan performansi. Berdasarkan kedua istilah tersebut, tujuan pembelajaran tampak belum mengarah pada perbuatan sedangkan kompetensi menunjukkan perilaku secara totalitas untuk mendemonstrasikan unjuk kerja/perbuatan. Dengan mengacu kepada kedua istilah diatas yang terpenting adalah makna keduanya menggambarkan pernyataan penampilan peserta didik setelah mengikuti proses belajar. Tujuan pembelajaran/kompetensi merupakan hasil akhir yang dicapai oleh siswa, bermanfaat dalam membantu arah pembelajaran secara umum, seperti berikut. Memberikan petunjuk materi pelajaran yang harus dipelajari siswa. Memberikan pengarahan pemilihan metode yang sebaiknya diterapkan. Memberikan pengarahan penentuan media yang digunakan. Memberikan pengarahan pembelajaran. dalam merencanakan langkah Memberikan pengarahan dalam menilai hasil belajar siswa. Dengan kata lain tujuan pembelajaran/kompetensi dapat membantu usaha belajar siswa. Hierarki tujuan pembelajaran (Perceival dan Ellington) atau tujuan penampilan (Bullard) diklasifikasikan menjadi dua yaitu tujuan umum (terminal objective/goal) dan tujuan khusus (enabling objective). Dalam konteks kurikulum tingkat satuan pendidikan istilah ini setara dengan standar kompetensi (kompetensi ) dan kompetensi dasar (sub kompetensi). Untuk mencapai tujuan khusus dirumuskan indikator (kriteria unjuk kerja). Ruang lingkup tujuan umum adalah luas dan merupakan pernyataan tentang penampilan/perilaku akhir yang dapat dicapai siswa setelah menyelesaikan suatu mata pelajaran atau satu tema pelajaran (pendekatan tematik). Jadi luas jangkauannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang sedang dilakukan. Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan tentang penampilan/perilaku yang lebih spesifik dan dapat dicapai siswa setelah menyelesaikan satu materi pokok (pokok bahasan). Jadi tujuan khusus dijabarkan dari tujuan umum. Untuk mengetahui keberhasilan mencapai tujuan khusus diperlukan indikator yaitu pernyataan yang merupakan kumpulan dari perilaku yang menunjang tercapainya tujuan khusus. Berdasarkan paparan di atas, maka hierarki tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut. Tujuan Umum Tujuan Pembelajaran Umum/Standar Kompetensi/ Tujuan Kurikuler Standar Kompetensi Kompetensi Atau Tujuan Khusus Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum Kompetensi Dasar Khusus/Kompetensi Dasar/Sub Indikator Kompetensi Kriteria Untuk Kerja Indikator Kriteria Unjuk Kerja Gambar Hierarki Tujuan Pembelajaran Istilah-istilah tersebut dapat disesuaikan dengan memperhatikan jangkauan dan ruang lingkup kegiatan yang dilakukan. Pernyataan yang merupakan perilaku yang ditunjukkan siswa oleh Bloom, dkk. digambarkan dalam jenjang bagaimana berpikir (ranah kognitif), bagaimana bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif) dan bagaimana berbuat (ranah psikomotorik). Ketiga ranah ini dijabarkan sebagai berikut: a. Ranah Kognitif menurut Anderson dan Krathwohl Pada tujuan pembelajaran ini terdapat tingkatan mulai dari pengetahuan tentang fakta-fakta sampai kepada proses intelektual yang tinggi, yaitu pengetahuan,' pemahaman, mengaplikasikan, menganalisis, mensistesis, dan menilai. Tingkatan taksonomi ini kemudian direvisi mulai dari mengingat, mengerti, memakai, menganalisis, menilai, dan mencipta. Deskripsi dari masing-masing jenjang tersebut adalah sebagai berikut. Mengingat (remember): Meningkatkan ingatan atas materi yang disajikan dalam bentuk yang sama seperti yang diajarkan. Contoh: siswa akan dapat menyebutkan langkahlangkah mengukur berat bahan untuk mengolah makanan. Mengerti (understand): mampu membangun arti dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tulisan maupun grafis. Contoh: siswa akan dapat membuat ringkasan sejarah timbulnya akuntansi. Memakai (use): menggunakan prosedur untuk mengerjakan latihan maupun memecahkan masalah. Contoh: siswa akan dapat menggunakan prosedur cara membuat laporan keuangan. Menganalisis (analysis): memecah bahan-bahan ke dalam unsur-unsur pokoknya dan menentukan bagaimana bagianbagian saling berhubungan satu sama lain dan kepada keseluruhan struktur. Contoh: siswa akan dapat menjabarkan pengaruh inflasi terhadap berbagai nilai uang. Menilai (evaluate): membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Contoh: siswa mampu membuat kritik tentang laporan rugi laba. Mencipta (create): membuat suatu produk yang baru dengan mengatur kembali unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Contoh: siswa mampu menciptakan masakan nusantara yang mengandung unsur-unsur kekayaan alam daerah Nusantara Gambar Ranah Kognitif b. Ranah Psikomotor Tujuan pembelajaran kawasan psikomotor dikembangkan oleh Harrow, disusun secara hierarkis dalam lima tingkat, mencakup tingkat meniru sebagai tingkat yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai tingkat yang paling kompleks.S Perilaku psikomotor menekankan pada keterampilan neuro-maxular yaitu keterampilan dengan gerakan otot. Meniru (immitation): mengharapkan siswa untuk dapat meniru suatu perilaku yang dilihatnya. Contoh: siswa dapat mengulang gerak menyapukan kuas dengan benar di atas nastar yang sudah dibentuk. Menerapkan (manipulation): siswa dapat melakukan perilaku tanpa bantuan visual, sebagaimana pada tingkat meniru. Pada dasarnya tujuan tingkat ini sama dengan meniru, bedanya adalah siswa tidak lagi melihat contoh tapi hanya diberi instruksi secara tertulis atau verbal. Contoh: siswa dapat menghidupkan komputer dengan membaca manual dan penjelasan secara verbal. Memantapkan (precission): siswa diharapkan dapat melakukan suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang, dan akurat. Contoh: siswa dapat mengetik kata ke dalam format data base tanpa membuat kesalahan. Merangkai (articulation): siswa diharapkan untuk menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat. Contoh: siswa dapat menggunakan kalkulator untuk mengerjakan 10 soal matematika dalam waktu 10 menit. Naturalisasi (naturalization): siswa diharapkan melakukan gerakan tertentu secara spontan dan otomatis. Siswa melakukan gerakan tersebut tanpa berpikir lagi cara melakukannya dan urutannya. Contoh: siswa dapat mengoperasikan program data base dengan lancar. Meniru Mengamati Mencontoh gerak Menerapkan Mengikuti petunjuk Menampilkan gerak Memantapkan Mencermati penampilan Mengoreksi kesalahan Merangkai Mengkoordi nasikan gerak Konsistensi internal Naturalisasi Penampilan alamiah Efisiensi & efektivitas gerak Gambar Ranah Psikomotor c. Ranah Afektif Krathwohl, Bloom & Maisa mengembangkan taksonomi tujuan yang berorientasikan kepada perasaan atau afektif. Taksonomi ini menggambarkan proses seseorang dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu yang menjadi pedoman baginya dalam bertingkah laku. Krathwohl mengelompokkan tujuan afektif ke dalam lima kelompok. Menerima (receiving): mengharapkan siswa untuk mengenal, bersedia menerima, dan memperhatikan berbagai stimulus. Dalam hal ini siswa masih bersikap pasif, sekedar mendengarkan atau memperhatikan saja. Contoh: siswa bersedia mendengarkan ceramah tentang etika profesi juru masak. Menanggapi (responding): keinginan berbuat sesuatu sebagai reaksi terhadap suatu gagasan, benda atau sistem nilai, lebih dari sekedar pengenalan saja. Dalam hal ini siswa diharapkan untuk menunjukkan perilaku yang diminta. Contoh: siswa bersedia berlatih membuat laporan keuangan. Menghargai (valuing): penghargaan terhadap suatu nilai merupakan perasaan, keyakinan atau anggapan bahwa suatu gagasan, benda atau cara berpikir tertentu mempunyai nilai. Dalam hal ini siswa secara konsisten berperilaku sesuai dengan suatu nilai meskipun tidak ada pihak lain yang meminta atau mengharuskannya. Contoh: siswa dengan sukarela berpartisipasi dalam aksi penghematan energi. Mengorganisasikan (organization): menunjukkan saling keterhubungan antara nilai-nilai tertentu dalam suatu sistem nilai, serta menentukan nilai mana, yang mempunyai prioritas lebih tinggi daripada nilai yang. Dalam hal ini siswa menjadi commited terhadap suatu sistem nilai. Contoh: siswa akan mampu memilih dari berbagai alternatif cara meningkatkan gizi masyarakat yang sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Mengamalkan (characterization): berhubungan dengan pengorganisasian dan pengintegrasian nilai-nilai ke dalam suatu sistem nilai pribadi. Hal ini diperlihatkan melalui perilaku yang konsisten dengan sistem nilai tersebut. Pada tingkat ini siswa telah mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan, dan perilakunya akan selalu konsisten dengan filsafat hidup tersebut. Contoh: siswa akan menghindari sikap-sikap yang otoriter selama praktik kerja secara kelompok. Menerima Menyadari Menampung Memperhatik an Menghargai Menerima nilai Menanggapi Memihak Mengikuti pada nilai Melibatkan Komitmen Memuaskan pada nilai Mengornisasi kan Mengkonsep tualisasi Merangkai sistem Mengamalkan Menggeneraal isasi sistem nilai Menginter nalisasi nilai dalam hidup Gambar Ranah Afektif Menuliskan tujuan pembelajaran/kompetensi yang baik dan benar adalah penting. Perancang pembelajaran dituntut untuk mampu menggambarkan sejelas dan setepat mungkin tentang apa yang perlu dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Untuk memenuhi harapan guru dalam menentukan tujuan pembelajaran umum/kompetensi umum, menurut Dick Carey sebaiknya dilakukan melalui identifikasi kebutuhan pembelajaran melalui sumber-sumber guru, pengguna lulusan dan masyarakat (sosial budaya). Sumber-sumber ini akan membantu perumusan tujuan/kompetensi umum memiliki nilai yang lebih berarti. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus/ kompetensi dasar dijabarkan melalui pendekatan analisis pembelajaran dengan menjabarkan sub-sub kompetensi lebih terinci dan memiliki kaitan yang satu dengan lainnya. Rincian sub-sub kompetensi agar proses belajar mudah dilaksanakan oleh siswa. Pendekatan analisis pembelajaran/kompetensi sebagai ilustrasi di bawah ini disajikan ke empat pola sebagai berikut. Struktur Hierarkial Merupakan susunan beberapa tujuan/kompetensi khusus di mana satu/beberapa tujuan/kompetensi khusus menjadi prasyarat bagi kompetensi berikutnya. Tujuan Pembelajaran Umum/Kompetensi Umum Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus 2 Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus 1 Gambar Struktur Hierarkial Struktur Prosedural Dalam struktur ini kedudukan beberapa tujuan/kompetensi khusus menunjukkan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar tujuan/kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat untuk kompetensi lainnya. Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 1 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 2 Tujuan Pembelajaran Umum/ Kompetensi Umum Gambar Struktur Prosedural Struktur Pengelompokkan Pada struktur ini beberapa tujuan/kemampuan khusus yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjang kemampuan berikutnya. Tujuan Pembelajaran Umum/ Kompetensi Umum Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 1 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 1 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 1 Gambar Struktur Pengelompokkan Struktur Kombinasi Analisis pembelajaran dengan struktur kombinasi digunakan apabila beberapa tujuan/kompetensi khusus susunannya terdiri dari struktur hierarkial, prosedural, maupun pengelompokkan. Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 1 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 2 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 3 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 2 Tujuan Pembelajaran Khusus/ Kompetensi Khusus 1 Gambar Struktur Kombinasi Tujuan Pembelajaran Umum/ Kompetensi Umum Empat struktur kompetensi di atas hanya dapat dilakukan oleh pembelajar melalui analisis pembelajaran. Dengan demikian, analisis pembelajaran bermanfaat bagi perencana pembelajaran dalam melakukan identifikasi kompetensi, menentukan urutan pelaksanaan pembelajaran dan menghubungkan/mengaitkan kompetensi satu dengan lainnya serta dapat menentukan penjabaran kegiatan belajar/tugas yang harus dilakukan oleh siswa serta waktu yang dibutuhkan. Untuk membantu pembelajar trampil melakukan pembelajaran dapat melalui langkah-langkah berikut: analisis Menulis semua tujuan pembelajaran khusus/kompetensi khusus yang relevan dengan Tujuan Pembelajaran Umum/kompetensi umum dalam potongan kertas ukuran kartu pos. Memberi nomor setiap Tujuan pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus, dimulai dari Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus yang paling awal (dari nomor 1 dan seterusnya). Menggambarkan dan menentukan hubungan antar Tujuan pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus tersebut dalam bentuk bagan yang dengan struktur kompetensi. Memberikan tanda panah pada setiap hubungan antar Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus, Perumusan tujuan pembelajaran/kompetensi dapat berlandaskan pada teori dari Mager yang mempersyaratkan kriteria rumusan tujuan dengan komponen "Audience, Behavior, Condition, dan Degree/Standard”, Sedangkan menurut Bullard kriteria rumusan kompetensi minimal mengandung tiga komponen yaitu “Performance, Condition dan Standard”. Kriteria perumusan dari ahli tidak berbeda, karena relevansinya pada pelaksanaan proses pembelajaran lebih nyata/memadai. Contoh: siswa kelas XII SMK Negeri XYZ" semester ganjil mampu menghitung mean, median, dan modus secara akurat bila disediakan nilai hasil penjualan selama satu bulan. Bila dianalisis rumusan tujuan ini memiliki kriteria lengkap yaitu sebagai berikut. Audience adalah siswa yang belajar. Siapa? Siswa kelas XII SMK Negeri 'XYZ" semester ganjil. Behavior (performance) adalah perilaku yang akan dilakukan siswa setelah mengikuti pelajaran, dengan menuliskan perilaku dalam bentuk kata kerja dan dilengkapi objeknya. Perilaku? Menghitung mean, median dan modus dalam bentuk kuantitatif. Condition adalah prasyarat atau syarat yang diberikan kepada siswa pada saat siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran/tugas evaluasi. Kondisi? Nilai hasil penjualan selama satu bulan. Degree/standard adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku yang diharapkan. Standar? Secara akurat. Perumusan tujuan pembelajaran yang mengandung dua kriteria yaitu audience dan behaviour sudah memadai tetapi akan memberikan kesulitan dalam proses pengukuran karena ketidakjelasan kondisi dan standar keberhasilan. 2. Materi Pembelajaran Komponen materi pembelajaran pada sistem rancangan pembelajaran merupakan salah satu isi pengalaman belajar, dirancang sebagai bahan kajian yang disebut mata pelajaran. Hal ini dikemukakan dalam pasal 20 PP RI No 15 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, "setiap perencanaan pembelajaran akan memuat antara lain materi ajar yang dikelola secara sistematis setelah perumusan tujuan”. Tyler dalam model pengembangan kurikulum menyebut dengan istilah merinci konten dan mengorganisasikan konten. Sedangkan Reigeluth menyebut dengan istilah pengorganisasian isi mata pelajaran. Materi pelajaran adalah konten atau isi pelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran/kompetensi ya ng didik. Isi pelajaran dalam perencanaan pembelajaran bagian-bagian kecil agar memudahkan siswa untuk diorganisasikan dicapai peserta dirinci menjadi menyampaikan, mengolah, dan menggunakannya kembali. Bagian-bagian kecil isi pelajaran disusun mulai dari materi pokok (pokok bahasan/topik), kemudian sub materi pokok (sub pokok bahasan/sub topik) dan terakhir adalah bahan ajar. Dengan demikian, isi pelajaran menjadi konsisten dan memadai serta dapat dipertanggungjawabkan dari segi ontologi, epistimologis, dan aksiologi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merinci dan mengorganisasikan isi pelajaran menurut Tyler adalah dengan melakukan berikut. Pengaturan Horizontal Penataan isi secara horizontal berhubungan dengan keluasan dan kedalaman isi pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan materi pelajaran. Pengaturan Vertikal Penataan isi pelajaran vertikal berhubungan dengan muatan dan kesinambungan yaitu penyajian menggambarkan kontinuitas sesuai kebutuhan siswa dan tuntutan keilmuan. Hal ini dilakukan untuk menjamin keberlangsungan isi pelajaran dari konkrit menuju abstrak, dari sederhana menuju rumit, dari khusus menjadi umum, dari umum menjadi khusus, dan lain-lain. Dengan demikian isi pelajaran ditata secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan kesiapan peserta didik serta berkelanjutan. Contoh: Tujuan pembelajaran khusus/kompetensi dasar Siswa kelas X terampil memotret dengan tiga teknik pencahayaan tanpa salah bila tersedia lampu photo studio dan kamera photo tipe FM 10. Materi pembelajaran Memotret dengan teknik pencahayaan. Isi pelajaran diatur dalam format peta konsep. Memotret dengan teknik pencahayaan Sinar depan Definisi Sinar samping Prasya Prosed rat ur Sinar belakang Gambar Materi Pelajaran Reigeluth dan Merill mengemukakan pengorganisasian isi pelajaran melalui tipe isi pelajaran menjadi empat yaitu sebagai berikut. - Fakta yaitu isi pelajaran berbentuk objek, peristiwa, simbol yang ada didalam lingkungan nyata/imajinasi dan dapat merupakan asosiasi antara objek dan lainnya. Contoh: Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan nasional di Indonesia, beliau mendirikan organisasi Taman Siswa di Yogyakarta. - Konsep yaitu isi pelajaran yang merupakan sekelompok objek, peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik dan diidentifikasi dengan nama sama. Contoh: konsep ekonomi memiliki karakteristik dan sebutan nama yang sama seperti definisi ekonomi, jenis kategori ekonomi, kegiatan ekonomi. - Prinsip, yaitu isi pelajaran yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara konsep-konsep. Contoh: prinsip gizi masyarakat "empat sehat lima sempurna" bermakna pada konsep kategori makanan dan pelengkap makanan serta dampak dari implementasi prinsip tersebut. - Prosedur yaitu isi pelajaran yang menjelaskan urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah atau sesuatu. Contoh: penyusunan neraca saldo keuangan rugi laba. o Mencatat transaksi o Mengelompokkan transaksi debet dan kredit o Menghitung sisa uang dari sisa transaksi o Dan seterusnya. Empat tipe isi pelajaran seluruhnya atau sebagian dapat terkandung di dalam materi pokok, dan biasanya terkait satu dengan lainnya. Contoh: Materi pokok : Kebutuhan pokok dalam ekonomi Fakta : manusia mempunyai kebutuhan akan makan, pendidikan, rumah, dll. Konsep : definisi kebutuhan teori kebutuhan Prinsip harus : kebutuhan yang bersifat utama, penting dan segera menjadi prioritas. Prosedur :usaha perdagangan wiraswasta, bekerja dalam pemerintahan Tabel Tipe Isi Pelajaran Fakta Obyek Peristiwa Simbol Asosiasi ketiganya Konsep Definisi Klasifikasi Ciri Fungsi Prinsip Aturan Hukum Syarat Prosedur Urutan Cara kerja Langkah/tahapan Ahli pembelajaran Tony Buzan mengemukakan pengembangan isi pelajaran dengan nama mind map (peta pikiran), dimana cara kerjanya disesuaikan teori belahan otak Sperry yaitu belahan otak kiri berpikir secara logika dan belahan otak kanan bekerja secara emosi. Oleh karena itu, diperlukan tidak hanya teks, tetapi perlunya dengan gambar dan warna serta setiap rincian isi pelajaran dihubungkan dengan garis seolaholah adalah simbol neuron atau sel saraf, prinsip cabang-cabang pohon dan memudahkan penggambaran poin-poin utama. Berdasarkan peta pikiran dapat dikembangkan ke dalam bentuk bahan ajar cetak dan atau non cetak disesuaikan dengan tipe isi pelajaran dan gaya belajar siswa serta perkembangan kognitif siswa. Guru atau pembelajar dapat mengembangkan bahan ajar dengan format seperti: bahan ajar mandiri (modul), buku teks, diktat, hand out, CD pembelajaran, VCD pembelajaran, slide power point dan lain-lain. Mengembangkan bahan ajar dapat dilakukan pembelajar dengan cara berikut. - Menulis Sendiri Isi pelajaran Isi pelajaran ditulis oleh pembelajar sendiri karena keahliannya kemampuan menulis yang dimilikinya. - Mengemas Kembali Isi pelajaran. Isi pelajaran yang sudah ada dikumpulkan dan disusun kembali dengan gaya bahasa dan strategi yang sesuai. Ketersediaan sumber referensi yang relevan sangat diutamakan. - Menata Isi pelajaran dengan Kompilasi Isi pelajaran ditata berdasarkan sumber belajar tersedia dan kemudian sumber tersebut di foto copy ulang atau cetak utang dan dikompilasi secara lengkap. Ketersediaan berbagai sumber belajar harus dipilih secara akurat. Penyajian bahan ajar dapat dikemas sesuai kebutuhan, tetapi perlu dipelihara keterbacaan dan kemudahan untuk dipelajari oleh siswa. 3. Strategi Pembelajaran Tidak ada satupun strategi pembelajaran yang jitu untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran/kompetensi. Mengapa? Karena keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran/kompetensi tergantung kepada banyak faktor antara lain tipe isi pelajaran, tempat proses pembelajaran berlangsung atau dari pelaksana pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, unit ini sebaiknya Anda cermati dengan seksama. Pembelajaran merupakan proses mengupayakan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran/kompetensi yang telah ditetapkan atau kegiatan memfasilitasi peserta didik berinteraksi dengan lingkungan sehingga diperoleh pengalaman belajar. Upaya dan kegiatan ini direncanakan oleh guru di dalam komponen strategi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat dilaksanakan. Strategi pembelajaran oleh sebagian ahli diidentikkan dengan sebutan metode pembelajaran atau pendekatan dalam membelajarkan. Metode pembelajaran oleh Reigeluth didefinisikan adalah cara-cara yang berbeda dalam mencapai hasil belajar. Cara-cara tersebut dapat meliputi bagaimana materi pembelajaran disampaikan kepada peserta didik, dan atau bagaimana peserta didik dapat menerima materi pembelajaran serta bagaimana peserta didik merespon masukan dari peserta didik lainnya. Berdasarkan definisi ini, strategi pembelajaran meliputi langkah pembelajaran, media dan interaksi belajar mengajar. Ahli Teknologi Pendidikan Yusufhadi Miarso mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau teori belajar tertentu. Berdasarkan definisi ini maka pembelajar dapat merencanakan pencapaian tujuan pembelajaran atas dasar teori belajar behavioristik, humanistik, konstruktivistik atau teori dari ahli pembelajaran lainnya disesuaikan dengan perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya siswa. Dengan demikian, strategi pembelajaran akan dapat bersifat spesifik. Sebagai contoh guru menganut pada falsafah pilar belajar dari UNESCO maka pembelajar dapat merencanakan kegiatan pembelajaran dengan tahapan berikut. Learning to know siswa mempelajari konsep Learning to do. siswa membuktikan konsep dengan eksperimen, observasi dan lain-lain. Learning to live together. siswa diminta memecahkan masalah secara berkelompok Learning to be siswa memantapkan konsep yang telah diketahui secara berkelompok dengan refleksi. Contoh lain apabila guru merencanakan strategi dengan pandangan teori belajar John Dewey "learning by doing” maka ia dapat merencanakan tahapan pembelajaran seperti berikut: Siswa dikenalkan dengan konsep pengukuran gizi bagi pasien DBD. Siswa ditugaskan ke rumah sakit untuk mengukur gizi seimbang bagi pasien DBD. Siswa menganalisis hasil pengukuran dengan berbagai alternatif bahan makanan. Dengan teori belajar ini siswa bukan hanya mendengar atau melihat, juga melakukan sehingga pengalaman belajarnya menjadi berkualitas. Kedua contoh pandangan tersebut sejalan dengan definisi strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh Seels dan Richey yaitu spesifikasi untuk memilih dan mengurutkan proses belajar atau kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. Mengorganisasi Pengalaman Belajar Tujuan Pembelajaran Strategi Strategi Pembelajaran Pembelajaran Materi Pembelajaran METODE Langkah Pembelajaran/ Urutan Kegiatan Pembelajaran Interaksi Belajar Mengajar Media Interaksi Belajar Mengajar Gambar Mengorganisasi Pengalaman Belajar Pada sub kegiatan belajar ini akan diuraikan beberapa jenis strategi pembelajaran yang sangat berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar direncanakan, sehingga tujuan pembelajaran/kompetensi dapat dicapai secara optimal. Strategi pembelajaran dilihat dari subjek yang belajar (siswa) dan yang membelajarkan (guru). Dalam hal ini Percival dan Ellington menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut.: - Strategi pembelajaran Berpusat kepada Guru. Strategi ini hampir seluruh kegiatan belajar mengajar dikendalikan penuh oleh guru. Guru mengkomunikasikan isi pelajaran kepada para siswa baik untuk tingkat pokok bahasan/materi pokok maupun tingkat silabus/mata pelajaran/tema. Sangat terikat kepada waktu terjadwal dan banyak menggunakan metode ceramah. Siswa dituntut menyesuaikan cara belajarnya dengan keputusan proses pelaksanaan pembelajaran yang diambil oleh guru. Akibatnya kebutuhan/potensi siswa secara individual yang berbeda kurang diperhatikan atau tidak terlayani. - Strategi pembelajaran Berpusat pada Siswa. Strategi ini kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada aktivitas belajar siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Siswa mempunyai tanggung jawab terhadap keseluruhan aspek belajarnya. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru perlu mempersiapkan bahan ajar dalam berbagai bentuk cetak dan atau noncetak yang didalamnya dapat dilengkapi pedoman belajar. Selain itu guru perlu memfasilitasi dengan sumber-sumber belajar sehingga pengalaman belajar siswa lebih luas dan kemampuan siswa belajar secara mandiri akan terbentuk. Ahli lain Gerlach dan Ely mengklasifikasikan strategi pembelajaran sebagai suatu kontinum yang silih berganti dalam pemanfaatannya, yaitu strategi pembelajaran ekspositori dan strategi pembelajaran diskoveri. - Strategi Pembelajaran Ekpositori Strategi pembelajaran ekspositori dapat dikatakan identik dengan strategi berorientasi pada guru atau metode deduktif (dari umum menuju khusus), namun potensi belajar siswa tetap harus dikembangkan. Tahapan pembelajarannya ada lah sebagai berikut. Penyajian informasi berupa fakta, prinsip-prinsip umum, aksioma, dalil, konsep, proses kerja dan sebagainya kepada siswa melalui penjelasan guru demonstrasi/atau contoh oleh guru. - atau peragaan/ Pengujian pemahaman siswa atas informasi yang sudah diberikan melalui tanya jawab atau membahas informasi yang belum dipahami. Pemberian praktik atau aplikasi/latihan dari informasi yang telah dipelajari oleh siswa dengan pengawasan guru. Penugasan kepada siswa dalam bentuk aplikasi atau tugastugas lain kedalam situasi yang sebenarnya sebagai tindak lanjut dari pengalaman belajar. Strategi Pembelajaran Diskoveri Identik dengan strategi pembelajaran berorientasi siswa atau metode induktif (dari khusus menuju umum), dan peran guru adalah sebagai fasilitator pembelajaran. Adapun tahapan pembelajarannya adalah sebagai berikut. Siswa diberikan kasus, masalah, contoh-contoh, fakta-fakta atau fenomena khusus (pertanyaan yang harus dijawab tentang apa yang dikaji). Siswa diminta untuk meneliti hubungan sebab akibat dari kasus/masalah melalui pengumpulan data, analisa data dan perumusan hipotesis atau membuat asumsi atau prediksi. (pertanyaan yang harus dijawab mengapa terjadi demikian). Siswa diminta untuk membuktikan asumsi/prediksi/hipotesis melalui teori-teori, pengumpulan data dan analisa data (pertanyaan yang harus dijawab bagaimana membuktikan tentang alasan kemengapaannya). Siswa diminta membuat suatu kesimpulan atau generalisasi, dan guru memperteguh dengan nilai paparan (pertanyaan yang dijawab apa yang telah dihasilkan/ditemukan). Siswa ditugaskan oleh guru untuk mencari kasus yang baru dan membuktikan melalui proses yang pernah dilakukannya sebagai penguatan sehingga pengalaman belajar dapat disimpan lebih lama. Strategi pembelajaran yang dikemukakan masing-masing ahli berbeda tetapi tujuannya sama yaitu agar tujuan pembelajaran dicapai dan materi pembelajaran dapat diterima oleh siswa. De porter sebagai pakar Quantum Learning menjelaskan strategi pembelajaran dengan teknik orkestrasi konteks (Iatar) dan orkestrasi isi (materi). Kedua teknik ini tidak dipisahkan tetapi harus dilaksanakan secara bersamaan. - Orkestrasi Konteks Strategi pembelajaran ini digunakan untuk terlaksananya proses pembelajaran, meliputi: Penciptaan suasana kelas secara kondusif melalui pendekatan kepada peserta didik seperti menjalin rasa simpati, rasa keterkaitan, rasa saling membutuhkan dan siswa belajar secara rileks (tidak tegang)/menyenangkan; Penataan ruang kelas disesuaikan dengan gaya belajar siswa (auditif, visual dan kinestitik) sehingga penggunaan media, musik, dan afirmasi dipilih secara hati-hati; dan Membangun komunitas belajar dengan, berlandaskan pada tujuan, prosedur/aturan dan agenda kegiatan. - Orkestrasi Isi Strategi ini merupakan langkah menyajikan materi pembelajaran yang dapat direncanakan oleh guru sehingga proses pelaksanaan pembelajaran berhasil. Kegiatan yang harus direncanakan adalah: Penyajian prima Artinya guru menyampaikan isi pelajaran dengan menggunakan keterampilan mengajar mulai dari tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Selain itu kemampuan berkomunikasi baik verbal (volume, kejelasan, kecepatan, jeda, tulisan) maupun nonverbal (ekspresi, kontak mata, gerakan tubuh pakaian, posisi berdiri, cara bersolek) sangat menentukan penyajian materi pembelajaran menjadi prima. Interaksi belajar mengajar secara elegan Motivasi belajar, keterampilan belajar bagaimana belajar dan keterampilan hidup dan kecakapan sosial harus dibangun pada saat penyajian materi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa mencapai tingkat penguasaan 90%. Kedua format strategi pembelajaran ini dapat dimanfaatkan di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) karena aspek-aspek didalamnya sangat detail. Demikian pula jenis strategi pembelajaran yang telah dipaparkan di atas atau teori strategi pembelajaran dari ahli lain. Di bawah ini adalah perbandingan dari tiga ahli yang mengemukakan jenis strategi pembelajaran di atas. Tabel Jenis Strategi Pembelajaran Perceival & Ellington Aktivitas belajar belum optimal Tanggung jawab kurang dilatih Kebutuhan / potensi individu kurang dihargai Ceramah tanya jawab Nara sumber belajar Tatap muka komunikasi Aktivitas belajar optimal Tanggung jawab dilatih Kebutuhan / potensi individu Kasus, diskusi kerja kelompok Tersedia bahan ajar/sumbe r belajar Gerlach & Ely Deduktif Ceramah Guru adalah nara sumber Siswa pasif Sumber belajar terbatas De Porter Induktif Suasana belajar Pemecahan masalah Ruang kelas Guru fasilitator Komunit pembelajar as belajar an Siswa aktif Sumber belajar tak terbatas Keteram pilan mengajar Komunik asi Interaksi belajar mengajar Joyce dan Weil mengemukakan model pembelajaran menjadi rumpun sosial, rumpun proses informasi, rumpun personal dan rumpun sistem perilaku. Dalam menerapkan rumpun pembelajaran tersebut, terdapat lima unsur sebagai struktur yaitu: Sintaks, adalah urutan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan rumpun pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai; Sistem sosial, menggambarkan peran pembelajar dengan peserta didik serta pola hubungan antara keduanya. Pembelajar dapat sebagai sumber utama, fasilitator, tutor atau konselor. Siswa dapat berperan aktif, atau dapat memperoleh kebebasan; selama proses pembelajaran berlangsung. Prinsip reaksi merupakan cara bagaimana pebelajar melihat peserta didik dalam bentuk perilaku sesuai dengan rumpun pembelajaran yang dipergunakan; Sistem bantuan, yaitu hal-hal yang akan membantu tercapainya tujuan dengan menerapkan rumpun pembelajaran tertentu; dan Pengaruh pembelajaran dan pengaruh ikutan. Dikenal dengan istilah instructional effect dan nurturant effect. Pengaruh pembelajaran adalah pengaruh yang berlangsung dari kegiatan pembelajaran, sedangkan pengaruh kegiatan adalah hasil simpangan dari kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh dikemukakan struktur tersebut dengan metode inkuiri sebagai bagian dari rumpun proses informasi. 1) Sintaks Menghadapkan siswa pada masalah yang bersifat menantang, dan menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan belajar dan cara penelitian. Siswa memeriksa hal-hal atau kejadian-kejadian yang masalah berdasarkan sumber belajar yang dimilikinya, hipotesis sesuai dengan variabel yang akan diteliti. Mengumpulkan data dan melakukan percobaan/pembuktian hipotesis/ penelitian. Siswa menyusun analisis dari data yang telah dikumpulkan dan menarik kesimpulan/membuat generalisasi. Siswa menuliskan laporan dan melaporkannya di kelas. 2) Sistem sosial Mengkondisikan belajar dengan situasi masalah. Menunjukkan perlunya penelitian untuk mengatasi masalah. Memberikan reaksi pada perilaku siswa dengan informasi yang tepat. Membantu siswa merumuskan inti masalah penelitian. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan melaksanakan penelitian. 3) Prinsip reaksi Membantu siswa untuk bersedia menyelesaikan penelitian. Memelihara emosi siswa untuk dapat bersifat terbuka terhadap informasi baru dari siswa lainnya. Mengendalikan proses penelitian sesuai dengan prosedur yang sebenarnya. 4) Sistem bantuan Menyediakan bahan, dan sumber-sumber belajar. Informasi-informasi yang mendorong pentingnya penelitian berfungsi sebagai penguatan seperti poster-poster, kata-kata yang bersifat membangun chart proses penelitian. Dorongan guru sebagai fasilitator. 5) Pengaruh/dampak pembelajaran dan pengaruh/dampak ikutan (pengiring) Terampil melaksanakan penelitian. Belajar aktif Terampil berkomunikasi secara tertulis dan lisan. Berpikir logis dan sistematis. Bersikap terbuka. Ellington dan Perceival mengklasifikasikan teknik pembelajaran untuk menyampaikan isi pelajaran menjadi tiga yaitu sebagai berikut: 1) Teknik pembelajaran massal Merupakan cara-cara menyampaikan isi pelajaran yang dapat diterima oleh banyak peserta didik dengan kondisi dan mutu pelajaran sebagai teknik pembelajaran individual dan kelompok. Metode yang dapat digunakan adalah metode kuliah dan ceramah, metode kerja praktek metode penyajian film dan video, serta metode siaran pendidikan. Media yang digunakan adalah media audio, media visual dan media audio visual. 2) Teknik pembelajaran berkelompok Merupakan cara-cara penyampaian isi pelajaran dengan mengoptimalkan interaksi kelompok atau dinamika kelompok dan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik (menganalisis, menilai, mencipta). Metode yang digunakan yaitu diskusi di bawah kontrol guru, diskusi singkat, tutorial, seminar, proyek, permainan, stimulus dan studi kasus. Media yang dapat digunakan adalah bahan ajar berbentuk tugas/proyek atau alat-alat permainan/ simulasi. 3) Teknik pembelajaran individual Merupakan cara penyampaian isi pelajaran yang bersifat fleksibel di mana metode pembelajarannya dititikberatkan kepada berkurangnya hambatan-hambatan institusional yang dialami peserta didik namun kontrol belajar dapat setiap saat dapat dimonitor di tempat-tempat belajarnya. Misalnya mahasiswa yang mengikuti program pendidikan universitas, siswa yang mengikuti SMP/SMA Terbuka. Kemudahan metode pembelajarannya dapat ditinjau dari sistem yang digunakan yaitu berinduk pada lembaga, lokal dan belajar jarak jauh, sedangkan peserta didik menggunakan metode belajar mandiri dan ditunjang dengan bahan belajar mandiri yaitu bahan cetak, bahan audiovisual, bahan yang berhubungan dengan komputer. Bahan belajar didesain sebagai media pembelajaran individual, yaitu model, atau modul yang dilengkapi dengan media audio visual atau media siaran, media berbantuan komputer (CAI) untuk tutorial dan atau laboratorium. Sebagai contoh adalah teknik pembelajaran kelompok yang dikemukakan oleh Slavin dengan sebutan pembelajaran kooperatif. Di sini prosedur pembelajaran dikategorikan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut. - Tahap persiapan Pada tahap ini guru merencanakan keseluruhan kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran mencakup komponen materi pelajaran, teknik dan media pembelajaran yang akan digunakan, latar pembelajaran mekanisme kontrol terhadap kegiatan pembelajaran yang akan digunakan, dan alokasi waktu. Rencana pelaksanaan pembelajaran disesuaikan tingkat satuan pendidikan. - Tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, guru memberikan gambaran ringkas tentang keseluruhan isi bahan pelajaran yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang akan dicapai(kompetensi dasar dan indikator) dan mekanisme pelaksanaan pembelajaran. Pada kegiatan inti guru mulai mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil dan memberikan penugasan yang harus dikerjakan secara kelompok. Kemudian guru menyajikan pokokpokok materi dan tugas-tugas yang harus diselesaikan secara kelompok. Setelah mendapatkan penugasan, para siswa duduk berkelompok dan mendengarkan penjelasan guru serta mulai mengerjakan tugas yang diberikan. Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan tugas khusus dari kelompok untuk diselesaikan dan kemudian disampaikan dalam forum yang lebih luas. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, para siswa berkesempatan untuk memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di sekolah (misalnya mencari rujukan atau materi yang perlu di perpustakaan, bertanya kepada guru, berdiskusi dengan teman kelompok, dan sebagainya). Guru selama proses ini berlangsung bertindak sebagai fasilitator dan memberikan bantuan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan, kemudian diadakan panel hasil kelompok. Wakil dari setiap kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya (turnament) kepada seluruh kelas dan kelompok lain diberi kesempatan untuk mengajukan koreksi, sanggahan, kritik atau masukan-masukan yang perlu demi perbaikan. Pemilihan wakil kelompok tidak ditentukan oleh kelompok tetapi oleh guru yang dilakukan secara acak atau melalui undian. Ini dimaksudkan agar semua siswa mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan tidak menggantungkan harapannya pada siswa tertentu. Selama panel ini berlangsung, guru membuat penilaian terhadap kinerja kelompok berdasarkan kinerja yang diperlihatkan anggota-anggota kelompok selama panel. Kegiatan penutup berisi rangkuman dan tindak lanjut untuk kegiatan berikutnya. Kuis dapat berbentuk individual, teka teki silang, atau kerja kelompok. Tahap evaluasi - Evaluasi dilakukan secara berkala pada setiap pergantian pokok bahasan. Pada tahap ini dilakukan evaluasi secara menyeluruh baik terhadap proses maupun hasil yang dicapai. Bobot evaluasi hendaknya diberikan lebih besar kepada aktivitas kelompok. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan berdasarkan kinerja kelompok secara keseluruhan, bukan berdasarkan kinerja siswa secara individual. Meskipun pada akhirnya tes akan diberikan secara individual dalam bentuk ujian akhir dan nilai siswa itu bersifat individual, namun bobot tes untuk kelompok. Ini dimaksudkan untuk mendorong para siswa agar senantiasa terlibat dalam proses kelompoknya dan berkompetisi dengan kelompok lain. Contoh lainnya adalah seorang guru yang merencanakan strategi pembelajaran dengan metode studi lapangan. Langkah pembelajaran yang harus dilakukannya adalah sebagai berikut. i. Persiapan Merumuskan tujuan studi lapangan. Menentukan lokasi, waktu dan pembimbing. Mengkondisikan lapangan. pengetahuan/keterampilan Menyiapkan instrumen dan bahan lainnya. siswa di ii. Pelaksanaan Menginformasikan tujuan studi lapangan. Membagikan bahan tugas dan instrumen. Mengobseruasi ke lapangan. Memonitoring kesulitan yang dialami siswa. Menyusun laporan. Mempresentasikan laporan. iii. Penutup Memberi umpan batik. Tabel Strategi Pembelajaran Beberapa Ahli Tujuan dari ahli Gagne Dick Carey Joyce & Weil Slavin Ide Sintesis Kreasi Peristiwa pembelajaran 1. Persiapan Strategi pembelajaran 3. Evaluasi 2. Pelaksanaan Model pembelajaran Pembelajaran kooperatif Rencana pengembangan strategi pembelajaran dapat pula menggunakan satu teori dari ahli yang bersifat operasional yang dikemukakan Atwi Suparman, dan dapat digunakan untuk tingkat perencanaan pembelajaran mikro (RPP). Sedangkan untuk komponen metode, media dan waktu dapat digunakan untuk tingkat perencanaan pembelajaran makro (silabus). Rencana pengembangan pembelajaran dibuat dalam bentuk bagan beserta contohnya sebagai berikut: Tabel Bagan Strategi Instruksional Urutan Kegiatan Instruksional Deskripsi Singkat: Metode Media Waktu Pendahuluan Relevensi: TIK: Uraian: Penyajian Contoh: Latihan: Tes Formatif: Penutup Umpan Balik Tindak Lanjut. Sedangkan komponen metode dan media dijelaskan seperti tabel di bawah ini. Tabel Bagan Hubungan antara Metode dan Kemampuan yang akan Dicapai No 1 Metode Ceramah Kemampuan dalam TIK Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur 2 Dokumentasi Melakukan suatu keterampilan berdasarkan standar prosedur tertentu. 3 Penampilan Melakukan suatu keterampilan 4 Diskusi Menganalisis/memecahkan masalah 5 Studi Mandiri Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistensi /mengevaluasi/ melakukan sesuatu baik yang bersifat kognitif, psikomotorik. 6 Kegiatan Instruksional terprogram Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur 7 Latihan dengan teman Melakukan suatu keterampilan 8 Simulasi Menjelaskan, menerapkan dan menganalisis suatu konsep dan prinsip No 9 Metode Sumbang saran Kemampuan dalam TIK Menjelaskan/menerapkan/menganalisis prinsip, dan prosedur tertentu 10 Studi kasus Menganalisis/memecahkan masalah 11 Computer Assisted Learning Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistesis / mengevaluasi/melakukan 12 Insiden Menganalisis/memecahkan masalah 13 Praktikum Melakukan suatu keterampilan 14 Proyek Melakukan kegiatan 15 Bermain peran Menerapkan suatu konsep, prinsip, atau prosedur 16 Seminar Menganalisis/memecahkan masalah 17 Simposium Menganalisis masalah 18 Tutorial Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep atau prinsip suatu 19 Deduktif Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep. Prinsip, prosedur suatu 20 Induktif Mensistesis suatu konsep, prinsip, atau perilaku sesuatu/menyusun konsep, laporan suatu Berdasarkan teori tersebut maka guru sebagai perencana pembelajaran dapat mengkreasikan semua komponen strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan situasi belajar yang ada. 4. Evaluasi Pembelajaran Kata evaluasi pada tulisan ini diidentikkan dengan kata penilaian yaitu proses kegiatan mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian tujuan. Hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai peserta didik setelah diberikan perlakuan dengan alat ukur tertentu. Kemampuan tersebut meliputi: Kemampuan berpikir (cognitive) terdiri dari mengingat (C-1), mengerti(C-2), memahami (C-3), menganalisis (C-4), menilai (C-5) dan mencipta (C-6); Kemampuan mengadopsi suatu nilai dan sikap (Affective) terdiri dari menerima (A-1), menanggapi (A-2), menghargai (A-3), mengorganisasikan/mengatur diri (A-4), dan mengamalkan/menjadikan pola hidup (A-5); dan Kemampuan gerakan otot (psychomotor) terdiri dari meniru (p-1), menerapkan/menggunakan/manipulasi (p-2), memantapkan/ ketepatan (p-3), merangkai/artikulasi (p-4) dan naturalisasi (P-5). Berdasarkan paparan di atas maka evaluasi pembelajaran adalah proses kegiatan mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kemampuan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh perceivat dan Ellington: penilaian pembelajaran siswa adalah kegiatan yang dirancang untuk mengukur tingkat pencapaian siswa dalam belajar yang diperoleh melalui penerapan program pengajaran tertentu dalam tempo yang relatif pendek (singkat). Definisi ini sejalan dengan pasal 20 dan pasal 22 ayat 1 pada Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 yang mengatur tentang penilaian pembelajaran oleh pendidik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Implikasi dari definisi ini adalah evaluasi/penilaian pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, sehingga harus relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Pada perkembangan kurikulum yang berjalan sekarang (KTSP) maka rencana penilaian pembelajaran harus berdasarkan kemampuan minimal yang dapat dilakukan atau ditampilkan siswa. Dengan demikian, pendekatan penilaian yang tepat adalah penilaian Acuan Kriteria/Patokan (PAP). Konsekuensi PAP adalah siswa dinyatakan berhasil apabila telah mencapai batas kelulusan dari perilaku (indikator/kriteria unjuk kerja) yang telah ditetapkan. TPK/Sub Kompetensi/ Kompetensi Khusus/ Kompetensi Dasar Penilaian Batas lulus minimal 60% - 100% Indikator/ Kriteria Unjuk Kerja Pengukuran Tes/ Non Tes Gambar Proses Penilaian Pembelajaran Jenis tagihan dapat ditinjau dari aspek tugas individu atau tugas kelompok, aspek proses atau produk aspek lingkup penilaian formatif, sub sumatif atau sumatif, aspek ulangan harian; serta ulangan umum bersama semester atau ujian akhir. Tagihan adalah apa yang harus dilakukan/dikerjakan siswa atau perilaku siswa yang akan diukur, dengan menggunakan berbagai alat penilaian. Dalam hal ini Suharsimi menyebut dengan istilah obyek evaluasi. Berbagai alat penilaian di bawah ini dapat digunakan dalam membantu realisasi pengukuran tagihan seperti yang dikemukakan Depdiknas dalam Sistem Penilaian Kelas. 1) Penilaian Tertulis - Menggunakan tes tertulis dengan ragam soal kemampuan kognitif dan pengetahuan keterampilan berbentuk pilihan ganda, benarsalah, uraian atau lainnya. - Butir soal adalah pertanyaan, pernyataan atau tugas-tugas yang harus dilakukan. 2) Penilaian Penampilan/Kinerja - Menggunakan tes praktik dengan ragam soal kemampuan aplikasi/keterampilan berbentuk rating scale atau checklist. - Butir soal adalah kinerja/perbuatan yang didemonstrasikan oleh siswa. Misal: Siswa diminta untuk berpidato ekpresifisik, suara dan verbal. dengan kemampuan Siswa diminta untuk berpidato dengan sistematika membuka, menyajikan dan menutup. 3) Penilaian Portofolio - Menggunakan nontes dengan ragam soal kemampuan hasil kerja dalam waktu tertentu melalui penilaian diri dan kuesioner. - Butir soaladalah dokumen/hasil kerja siswa/koleksi pekerjaan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. penilaiannya dapat dibedakan dari portofolio kerja, portofolio dokumentasi, dan portofolio pertunjukkan 4) Penilaian Sikap - Menggunakan nontes dengan ragam soal kemampuan siswa dalam menilai terhadap objek, orang atau masalah tertentu. Kemampuan, ini, terdiri dari afeksi.(perasaan), kognisi (kepercayaan/keyakinan) dan konasi (kecenderungan berbuat). Alat penilaiannya adalah skala sikap dari Likert, observasi (daftar cek). - Butir soal adalah perilaku afeksi, kognisis, atau konasi (dapat berdiri sendiri atau gabungan). Misal: Kebijakan tentang pembuangan sampah dengan kompetensi siswa mampu menerima peraturan kesehatan lingkungan. Penilaian proses dan hasil belajar dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam indikator. Menurut Depdiknas untuk merencanakan penilaiannya harus diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini. Mengacu kepada kompetensi. Menggunakan acuan mengajar/SKBM). Bersifat holistik mencakup aspek kognitif, afektif dan psimotorik. Kegiatan penilaian merupakan proses yang berkelanjutan. Membangun rasa keingintahuan siswa terhadap kemampuan dirinya. Menggali informasi melalui berbagai tagihan (alat) ukur yang harus ditempuh oleh siswa Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa untuk digunakan sebagai bahan umpan balik. kriteria (standar kelulusan belajar Rowntree mengemukakan prinsip-prinsip penilaian hasil belajar harus memenuhi ketentuan: - Validitas (Kesahihan) Kesesuaian pengukuran (pertanyaan, tes, atau alat ukur lainnya) dengan tujuan penilaian dan perilaku yang akan dicapai. - Reliabilitas (Keterandalan) Suatu ukuran konsistensi dari alat ukur menunjukkan hasil yang sarna dari kondisi yang berbeda (setara untuk diperbandingkan). - Dapat Diterapkan (praktis) Penilaian memungkinkan untuk dilaksanakan, ukur/tagihan yang diminta kepada siswa realistis. - sehingga alat Manfaat dan Kewajaran Penilaian harus mencerminkan tingkat ketepatan perilaku (wajar) dan memberikan masukan tentang keadaan dirinya dan mendorong siswa untuk terus memacu dirinya berprestasi di kelas. Sedangkan langkah-langkah untuk merancang penilaian hasil belajar sebagai komponen perencanaan pembelajaran, yang diadopsi dari Dick dan Carey adalah sebagai berikut. Menentukan maksud penilaian hasil belajar. Membuat tabel spesifikasi untuk menjabarkan proporsi alat ukur. Misal: Kompetensi Dasar Indikator Jenis Tagihan Tes Portofolio Jumlah Menulis butir-butir alat ukur dilengkapi dengan petunjuk sesuai dengan jenis tagihan yang telah direncanakan Menuliskan kunci jawaban atau rambu-rambu kunci jawaban untuk alat ukur nontes. Merencanakan skor dan nilai masing-masing alat ukur yang digunakan sebagai informasi kemajuan hasil belajar siswa baik dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif. Langkah-langkah di atas dapat dilakukan guru pada perencanaan pembelajaran tingkat mikro (RPP/rencana pelaksanaan pembelajaran). Sedangkan untuk tingkat mata pelajaran/tema yaitu di dalam silabus cukup menuliskan jenis tagihannya dan alat penilaiannya. 5. Prosedur Pengembangan Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi dan penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah kompetensi yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok Bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran beserta alokasi waktu dan alat/sumber belajar yang diperlukan; dan Bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang dinilai. Penyusunan silabus harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut: Ilmiah Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan. Relevan Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik Sistematis Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Konsisten Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. Memadai Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup menunjang pencapaian kompetensi dasar. Aktual dan Kontekstual Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Fleksibel Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Menyeluruh Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor). Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini: Identifikasi Berisi identifikasi satuan pendidikan, kelas, semester dan mata pelajaran yang akan dikembangkan silabusnya Standar Kompetensi Merupakan cuplikan dari standar isi tentang kompetensi siswa yang akan dicapai. Kompetensi Dasar Merupakan cuplikan dari standar isi tentang kompetensi dasar siswa yang akan dicapai dari beberapa unit pembelajaran. Materi Pokok Berisi materi pokok (konsep, fakta, prinsip, prosedur) yang akan dipelajari untuk mencapai kompetensi dasar. Indikator Rumusan penanda ketercakapan kompetensi yang lebih khusus. tujuan pembelajaran berupa Kegiatan Pembelajaran Merupakan aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran untuk mencapai indikator keberhasilan belajar. Penilaian Jenis-jenis penilaian yang akan dilakukan untuk ketercapaian tujuan pembelajaran baik tes maupun non tes. mengukur Alokasi Waktu Durasi pembelajaran selama pertemuan berlangsung untuk materi dan indikator yang telah ditentukan, termasuk alokasi waktu penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran. Sumber/Bahan/Alat Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran dicantumkan disini disertai bahan dan yang digunakan, misal antara lain: buku teks, alat, nara sumber. Silabus merupakan bagian terintegrasi dari KTSP dan merupakan dokumen bagi guru dalam merencanakan berdasarkan Standar Isi yang tercantum dalam Pemendiknas Nomor 20 tahun 2006. Pengembangan silabus dapat mengikuti format sesuai dengan keperluan dengan tidak mengurangi komponen-komponen penting dari silabus yang telah dibahas dalam modul. Format silabus memiliki dua komponen identitas dan komponen pengembangan (pokok). Ada tiga bentuk format silabus yang dapat dipilih, yaitu: Contoh Format Matrik 1 SILABUS Nama Sekolah : …………………………………………. Mata Pelajaran : …………………………………………. Kelas/Semester : …………………………………………. Standar Kompetensi : …………………………………………. Komponen identitas Kompetensi Materi Dasar Pokok Indikator Kegiatan Penilaian Pembelajaran Alokasi Waktu Sumber Bahan/Alat …… …… …… …… …… …… …… Komponen pengembangan/pokok Contoh Format Matrik 2 SILABUS Nama Sekolah : …………………………………………. Mata Pelajaran : …………………………………………. Kelas/Semester : …………………………………………. Komponen identitas Standar Kompete Kegiatan Materi Alokasi Kompete nsi Indikator Pembelaja Penilaian Pokok Waktu nsi Dasar ran Sumbe r Bahan/ Alat …… …… …… …… …… …… …… Komponen pengembangan/pokok Contoh Farmat Naratif SILABUS Nama Sekolah : …………………………………………. Mata Pelajaran : Komponen identitas …………………………………………. Kelas/Semester : …………………………………………. 1. Standar Kompetensi : …. 2. Kompetensi Dasar : …. 3. Materi Pokok : …. 4. Indikator : …. 5. Kegiatan Pembelajaran :…. 6. Penilaian : …. 7. Alokasi Waktu :…. 8. Sumber/Bahan/Alat :…. Komponen pengembangan/pokok Komponen pengembangan/pokok pengembangan silabus dengan pendekatan mata pelajaran disusun melalui tahapan berikut: Mengisi Kolom Identitas Identifikasi adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda silabus, seperti nama sekolah, maka pelajaran, kelas/semester. Penyusun silabus mengisi sesuai dengan identifikasi pada format yang diberikan, Contoh: SILABUS Nama Sekolah : SD Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : V/1 Standar Kompetensi : ….. Kompetensi identitas Menulis dan mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sebelum menuliskan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) terlebih dahulu mengkaji SK dan KD mata pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut: - Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di S1 - Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran; - Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran. SILABUS Contoh: Nama Sekolah : Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : V/1 Standar Kompetensi sudut, : 2. Menggunakan pengukuran waktu, jarak dan kecepatan dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunak an notasi 24 jam Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber /Bahan/ Alat Mengidentifikasi Materi Pokok Dalam mengidentifikasi materi pokok harus dipertimbangkan: - Potensi peserta didik - relevansi dengan karakteristik daerah, - tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik; - kebermanfaatan bagi peserta didik; - struktur keilmuan; - aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; - relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan - alokasi waktu yang tersedia Selain itu juga harus memperhatikan: - Tingkat keahlian (valid): materinya teruji kebenaran dan kesahihannya. - Tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa. - Kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasardasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya. - Layak dipelajari (leam ability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat. - Menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut. Contoh: Nama Sekolah : Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : V/1 Standar Kompetensi : 2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak dan kecepatan dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar Materi Pokok 2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunak an notasi 24 jam Pengukuran (waktu, sudut, jarak, dan kecepatan Kegiatan Pembe lajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup : sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, maka pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Kriteria indikator: - Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa - Berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar - Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills) - Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor). - Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan - Dapat diukur/dapat dikuantifikasi - Memperhatikan ketercapaian standar lulusan secara nasional - Menggunakan kata kerja operasional (terlampir) - Tidak mengandung pengertian ganda (ambigu). Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi Sumber /Bahan/ Alat antar peserta didik, peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik" Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: - Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional. - Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus diajukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. - Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran. - Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur pendiri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi. - Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh. Penilaian Penilaian merupakan serangkaian untuk memperoleh menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan prosentase pemenuhan indikator. Berdasarkan pada PP Nomor 19 tahun 2005 bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Penilaian dengan tes bentuk tertulis, lisan dan perbuatan (praktik). Adapun penilaian dengan non tes dapat dilakukan dengan pengamatan, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk" Dalam rangka mendukung pelaksanaan penilaian yang bermakna dapat dilengkapi portofolio untuk masing-masing anak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah sebagai berikut: - Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. - Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. - Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik, - Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan kegiatan pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. - Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan. - Penilaian dapat dilakukan secara: Tes tertulis, lisan, unjuk kerja, penugasan, produk, kinerja, dan pengamatan. Bentuk instrumen penilaian dipilih sesuai dengan teknik/jenis penilaiannya. Beberapa contoh bentuk instrumen penilaian yang dapat dipilih sebagai berikut: No 1 Teknik/jenis Tes Tertulis Bentuk Instrumen Tes isian Tes uraian Tes Pilihan Ganda Menjodohkan Jawaban singkat Benar-Salah Dan lain-lain Daftar pertanyaan Tes identifikasi Tes Simulasi Uji petik kerja produk Uji petik kerja prosedur Tugas rumah Tugas proyek Lembar observasi 2 Tes Lisan 3 Tes Perbuatan (Unjuk Kerja) 4 Penugasan 5 Observasi 6 Wawancara Pedoman wawancara 7 Portofolio Dokumen pekerjaan, karya, prestasi siswa Alokasi Waktu Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar" Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Alokasi waktu termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dalam pembelajaran. Menentukan Sumber Belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Contoh : Silabus untuk SMK Keahlian Administrasi Perkantoran Nama : SMK “X” Mata Pelajaran : Keadilan Administrasi Perkantoran Kelas/Semester : XI/1 Standar Kompetensi : Siswa SMK “X” Kelas XI Semester 1 Mampu Bekerja Dalam Satu Tim Kompetensi Dasar Materi Pokok Mendeskripsikan pengertian bekerja dalam suatu tim Pengertian bekerja dalam satu tim Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian 1. Menjelaskan arti 1. Mengamati bekerja dalam satu tim manajemen koperasi sekolah 2. Menjelaskan tujuan bekerja dalam satu tim 2. Mendeskripsikan hasil pengamatan 3. Menyimpulkan manfaat bekerja dalam satu tim 1. Portofolio laporan pengamatan Alokasi Waktu Sumber/ Bahan/Alat 2 jam pelajaran 1. Modul Bekerja Sama dengan Pelanggan 2. Unjuk kerja diskusi kelompok 2. Latar Koperasi Mengetahui Jakarta, …………………………. Kepala SMK “X” Guru Yang Bersangkutan ____________________ ______________________ 6. Prosedur Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP terdiri dari: Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran, meliputi satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan. Standar kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi Indikator pencapaian adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Materi ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Alokasi waktu Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. Metode pembelajaran Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI. Kegiatan pembelajaran 1) Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 2) Inti Kegiatan inti merupakan pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi, elobarasi, dan konfirmasi. 3) Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Penilaian hasil belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian. Sumber belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi Dalam penyusunan RPP prinsip-prinsip yang harus diperhatikan adalah: Perbedaan individu peserta didik RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. Mendorong partisipasi aktif peserta didik Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai tulisan. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Keterkaitan dan keterpaduan RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. 7. Desain Materi Pembelajaran Objek formal dalam teknologi pembelajaran adalah masalah belajar. Salah satu alternatif pemecahannya dalam definisi teknologi pendidikan menurut AECT (1977) menggunakan sumber belajar sebagai komponen sistem pembelajaran yang lengkap. Artinya sumber belajar yang dipilih, dirancang dan atau dimanfaatkan tidak dapat terlepas dari silabus dan RPP yang telah Anda rancang. Guru perlu mempersiapkan sumber pustaka untuk mengembangkan materi pembelajarannya baik melalui perpustakaan maupun internet. Perangkat bahan ajar modul dan LKS ini disusun, sejalan dengan kondisi satuan pendidikan dari berbagai aspek yang berbeda, sehingga modul dan LKS harus disusun oleh guru. Pengembangan bahan ajar diarahkan untuk meningkatkan kualitas pemahaman diri siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas belajar siswa diarahkan kepada kemampuan belajar mandiri siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Di bawah ini akan dijelaskan pengembangan bahan ajar modul dan LKS. Untuk mempermudah Anda dalam mengikuti kegiatan belajar ini pelajari kembali komponen-komponen desain sistem pembelajaran. Sumber belajar bahan (perangkat lunak) modul dan LKS merupakan satu kesatuan dengan desain pembelajaran yang Anda kembangkan. Sebagai sistem pembelajaran, bahan ajar yang akan dikembangkan saling terkait dengan komponen lain dalam berproses mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Ketiadaan komponen sumber belajar bahan akan mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pengembangan sumber belajar bahan yang dirancang oleh guru terkait dengan pengolahan isi pelajaran dan aktivitas belajar siswa. Pengolahan isi pelajaran atau pengetahuan yang akan dipelajari siswa dapat dirancang dalam bentuk bahan ajar modul dan lembar kerja siswa (LKS). Bahan ajar adalah isi pelajaran dari suatu bidang ilmu yang disajikan dan dikemas dalam bentuk cetak atau non cetak. Bahan ajar seperti modul dan LKS yang sengaja dirancang sebagai sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, dilakukan melalui tahap perancangan dan tahap pengembangan materi. Tahap produksi evaluasi dapat dilakukan oleh pihak lain (tenaga khusus). Tahap perancangan, guru harus menyusun garis besar isi modul dari jabaran isi modul/LKS. Sedangkan tahap pengembangan, guru harus mengimplementasikan jabaran isi modul/LKS sesuai sistematika penulisan dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan keakuratan disiplin ilmu pengetahuan, bahasa dan ilustrasi. a. Pengembangan Bahan Ajar Modul Modul dalam kawasan teknologi pembelajaran merupakan sumber belajar teknologi cetak. Sumber belajar ini berfungsi sebagai upaya interaksi peseta didik dengan modul sehingga dapat terjadi perubahan perilaku. Dengan demikian siswa berinteraksi secara tidak langsung dengan guru melalui bahan ajar yang dikembangkan sehingga dapat membuat siswa belajar. Pengembangan modul berbeda dengan LKS dari aspek komponen, fisik dan gaya bahasa. Bahasa yang digunakan lebih komunikatif, seolaholah guru hadir di kelas dan siswa memperhatikannya. Modul merupakan kelengkapan dari buku teks, karena digunakan untuk keperluan belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan belajarnya. Sebelum modul dikembangkan, guru perlu merancang terlebih dahulu garis besar isi modul. Garis besar isi modul dan jabaran isi modul merupakan acuan guru dalam mengembangkan isi modul. 1) Garis Besar Isi Modul dan Jabaran Isi Modul (GBIM dan JIM) Langkah pertama dari pengembangan modul, pola pikir Anda tidak boleh terlepas dari bagaimana Anda melakukan pengembangan tujuan pembelajaran, mengembangkan materi pembelajaran dan menentukan pengalaman belajar. Hal-hal yang sudah Anda lakukan pada kegiatan belajar 1 akan mempermudah penyusunan GBIM dan JIM. Garis Besar Isi Modul merupakan acuan isi materi yang akan dijabarkan dan disusun dalam bentuk matriks. Komponenkomponennya terdiri dari identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, metode, media, waktu, tes dan pustaka. Komponen-komponen ini dikembangkan tidak berbeda dengan silabus. Yang berbeda hanya pada bagian tes karena fungsi tes untuk menilai sejauh mana penguasaan siswa terhadap isi diperhatikan. modul. Keterkaitan antara komponen harus Langkah-langkah penyusunannya GBIM adalah sebagai berikut: 1) Menuliskan identitas mata pelajaran sama seperti dalam silabus 2) Mengidentifikasi standar kompetensi, dan kompetensi dasar dari standar isi 3) Menuliskan indikator berdasarkan analisis pembelajaran yang telah Anda lakukan, mulai dari indikator yang paling. 4) Menuliskan materi pokok dan sub materi pokok. 5) Menentukan metode dan media yang diperlukan untuk pengembangan isi pelajaran. 6) Menentukan alokasi waktu yang harus digunakan siswa dalam mempelajarinya. Selain itu harus diperhatikan tingkat kesulitan materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa. 7) Menentukan evaluasi yang akan dikembangkan (latihan dan tes formatif) 8) Menuliskan sumber pustaka untuk mengembangkan materi. Tujuh langkah GBIM tersebut dituliskan dalam bentuk matriks. Contoh: GARIS BESAR ISI MODUL (GBIM) Mata Pelajaran Kelas / Semester Standar Kompetensi : : : Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. 1.1 1 1.2 1.1 1.2 Metode Media Waktu 2 jam pelaja ran Tes Evaluasi Sumber Pustaka 1. Latihan 1. 2. Tes 2. f o 4. r m 5. a t i f 3. Berdasarkan GBIM, selanjutnya guru perlu membuat jabaran isi modul (JIM) dalam bentuk matriks. Pada JIM harus dituliskan uraian materi esensial dari tiap sub materi pokok dan butir-butir evaluasinya baik untuk latihan atau tes formatif. Selain itu nomor kegiatan belajar dan judul modul juga dilengkapi. Contoh: JABARAN ISI MODUL Mata Pelajaran : ....................................................................................... Kelas / Semester : ....................................................................................... Standar Kompetensi ....................................................................................... : ....................................................................................... ....................................................................................... ....................................................................................... ....................................................................................... Nomor Kegiatan Belajar 1 Judul Modul Kompetensi Dasar Bekerjasama Mampu dengan bekerja pelanggan sama dengan pelanggan Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Uraian (Materi Esensial) Evaluasi (Butirbutir) 1.1 Latihan : 1.2 Tes formatif 1: 1.1 1.2 2) Pengembangan Isi Modul Tahap pengembangan isi modul yang harus diperhatikan oleh guru adalah sistematika modul dan prinsip mengembangkan bagianbagian modul (Sitepu, 2006, h. 110-116). Modul belajar mandiri terdiri atas tiga bagian utama. Bagian awal modul berisi pendahuluan, bagian inti berisi bahan pelajaran, dan bagian akhir modul berisi tes sumatif. a) Bagian Awal memberikan informasi umum tentang bahan pelajaran, kegunaan, tujuan pembelajaran umum, susunan dan keterkaitan antar judul modul bahan pendukung lainnya, dan petunjuk untuk mempelajari bahan pelajaran. b) Bagian Inti terdiri atas unit-unit pelajaran. Masing-masing unit terdiri atas pendahuluan, kegiatan belajar, dan daftar pustaka. Pendahuluan berisi cakupan materi (deskripsi singkat), tujuan pembelajaran khusus, perilaku/kemampuan awal, manfaat, dan urutan pokok bahasan secara logis, dan petunjuk belajar/cara mempelajari modul. Kegiatan belajar mencakup uraian bahan pelajaran, contohcontoh, latihan, rangkuman, tes formarif dan kunci jawaban. Daftar pustaka berisi daftar sumber dan bacaan yang dapat dipergunakan pemelajar untuk memperkaya isi pokok bahasan. c) Bagian Akhir berisi penutup modul, tes sumatif, glosarium, dan lampiran-lampiran yang terkait dengan isi modul. Bahan belajar mandiri dikembangkan dengan prinsip bahwa i bahan pelajaran itu: 1. memberikan tuntunan, 2. membangkitkan motivasi belajar, 3. menimbulkan rasa ingin tahu, 4. memacu, 5. mengingatkan, 6. menanyakan, 7. memberikan umpan balik, 8. mengevaluasi hasil dan kemajuan belajar, 9. memberikan bantuan remedial, dan 10. memberikan pengayaan. a) Bagian Awal Penyusunan dan pengembangan bagian awal dilakukan dengan langkah-langkah berikut. Memberikan penjelasan umum tentang isi bahan pelajaran secara keseluruhan sehingga memberikan gambaran tentang hal-hal yang akan dipelajari serta kedalaman dan keluasan bahasannya. Apabila diperlukan, disebutkan perilaku/pengetahuan awal yang perlu dimiliki pemelajar sebelum mempelajari bahan pelajaran itu. Menyebutkan manfaat bahan pelajaran itu bagi pemelajar. Manfaat yang dimaksud termasuk untuk belajar lebih lanjut dan/atau dalam melakukan tugas profesional atau dalam kehidupan sehari-hari. Menguraikan tujuan umum bahan pelajaran secara jelas yang menggambarkan kompetensi yang akan diperoleh. Menggambarkan peta konsep bahan pelajaran secara lengkap sehingga terlihat hubungan antar konsep. Memberikan petunjuk dan langkah-langkah yang operasional bagaimana cara menggunakan dan mempelajari bahan pelajaran itu sehingga membantu dan memudahkan pemelajar mempelajari dan menguasai bahan pelajaran itu. Dalam petunjuk ini hendaknya pula diberitahu bagaimana cara mengerjakan tugas, latihan, dan tes serta cara menggunakan kunci jawaban yang disediakan. Oleh karena bagian awal ini merupakan pembukaan kegiatan belajar, maka dalam menyusun dan mengembangkan isi bahan awal ini hendaknya memperhatikan hal-hal berikut. Disusun secara sistematis dan mudah dipahami. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pemelajar. Enak dibaca dan menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin membacanya lebih lanjut. b) Bagian Inti Bagian inti disusun dalam bentuk unit-unit pelajaran yang masingmasing berdiri sendiri. Masing-masing unit diberi judul dan terdiri atas pendahuluan, kegiatan belajar dan daftar pustaka. 1) Pendahuluan Pendahuluan disusun dengan cara berikut. Menyebutkan cakupan bahan pelajaran dalam unit yang bersangkutan. Cakupan itu meliputi materi pokok, teori, dan konsep yang akan dipelajari. Menjelaskan hubungan antara bahan pelajaran yang bersangkutan dengan bahan pelajaran pada unit sebelumnya Menyebutkan manfaat mempelajari dan menguasai bahan pelajaran dalam unit yang bersangkutan. Menyebutkan secara operasional dan terukur kompetensi yang akan diperoleh dengan mempelajari bahan pelajaran dalam unit yang bersangkutan. Kompetensi yang dimaksud dinyatakan dalam rumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK/TIK) yang memuat unsur sasaran (audience), perilaku (behavior), kondisi (condition), dan tingkatan (degree) Bila perlu, menyebutkan kemampuan/perilaku awal yang perlu dimiliki pembelajar sebelum mempelajari unit tertentu. Menjelaskan cara mempelajari bahan pelajaran termasuk cara menggunakan media yang melengkapi (kalau ada) dan sumber-sumber belajar lain yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan penguasaan pemelajar atas bahan pelajaran. 2) Kegiatan belajar. Kegiatan belajar memuat uraian yang merupakan bahan pelajaran untuk unit yang bersangkutan. Kegiatan belajar ini disajikan dalam bentuk uraian, contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, dan kunci jawaban. Uraian bahan pelajaran dilakukan dengan cara berikut. Menguraikan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus (TPK). Menyusun urutan konsep-konsep dan teori-teori secara sistematis, mudah dipahami, serta sesuai dengan teori belajar dan membelajarkan. Memperjelas konsep-konsep dengan teori-teori, contoh-contoh dan/atau ilustrasi seperti gambar, grafik, atau tabel. Dalam menyusun dan mengembangkan bahan kegiatan belajar hendaknya memperhatikan hal-hal berikut. Strategi, metode, dan teknik pembelajaran memperhatikan karakteristik pemelajar serta karakteristik bahan pelajaran. Teknik penyajian informasi dalam bentuk naratif, deskriptif, eksposisi, dedukatif, induktif, ekplanasi, atau argumentasi bergantung pada tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bahan pelajaran. Organisasi bahan pelajaran dibuat dengan ukuran dan susunan yang sistematis dan logis sehingga memudahkan pemelajar melihat kaitan antar bab dengan sub-bab, dan paragraf secara jelas. Uraian menumbuhkan atau meningkatkan motivasi pemelajar untuk berpikir dan berbuat. Susunan dan penempatan naskah dan ilustrasi dibuat sedemikian rupa sehingga informasi mudah dipahami dan menarik dipelajari. Ilustrasi ditempatkan sedekat mungkin dengan konsep yang dijelaskan. Isi uraian, contoh, dan ilustrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut pemelajar atau lingkungan tempat belajar serta dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Untuk memantapkan pemahaman dan penguasaan pemelajar atas konsep yang sedang dipelajari, perlu diberikan latihan yang sesuai dalam bentuk soal, tugas, eksperimen, dan lainlain. Latihan yang diberikan relevan dengan bahan pelajaran yang sedang dipelajari serta sesuai dengan kemampuan pemelajar dan menantang pemelajar berpikir dan berbuat kritis. Latihan dapat diberikan di tengah atau pada akhir uraian suatu pokok bahasan. Untuk memudahkan siswa mengingat, setiap unit bahan pelajaran diakhiri dengan rangkuman yang berisikan inti bahan pelajaran itu serta terkait dengan TPK yang disebutkan pada awal unit. Rangkuman berfungsi untuk menyimpulkan dan memantapkan pengalaman dan perolehan hasil belajar. Rangkuman disusun secara ringkas, berurutan, mudah dipahami, dan bersifat menyimpulkan. Rangkuman diletakkan sebelum tes formatif. Menggunakan bahasa yang komunikatif dan menarik. 3) Tes formatif Tes formatif diberikan pada akhir setiap unit atau pokok bahasan dengan tujuan untuk mengukur Penguasaan pemelajar atas bahan pelajaran pada unit atau pokok bahasan tertentu dengan mengacu pada TPK yang telah ditetapkan. Hasil tes formatif i dijadikan sebagai dasar untuk langkah belajar lebih lanjut, apakah dapat diteruskan ke unit atau pokok bahasan berikutnya atau memerlukan remedial. Tes formatif biasanya menggunakan tes objektif yang jawabannya adalah tunggal dan tidak mungkin bervariasi. Penggunaan jenis tes ini akan memudahkan pemelajar untuk memeriksa kebenaran jawabannya dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Dalam menyusun butir soal tes objektif, secara umum perlu diperhatikan berikut. Butir tes mengukur TPK yang sudah ditetapkan. Butir tes hendaknya disusun secara jelas, tepat, dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar Butir soal dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan pemahaman Pemelajar. Hendaknya dihindari penggunaan struktur bahasa yang terlalu mudah atau terlalu sulit. Semua informasi yang diperlukan untuk memilih jawaban yang benar seharusnya tersedia dalam butir soal dan menghilangkan kata-kata dan frase yang tidak berfungsi. Budi soal yang diangkat langsung dari bahan pelajaran hanya akan mengukur kemampuan menghafal dan bukan pemahaman. Butir soal yang membantu atau mempersulit menjawab soal berikutnya hendaknya dihindari. Yang dimaksud dengan membantu ialah butir soal yang memberikan arah untuk jawaban butir soal yang berikutnya. yang dimaksud dengan mempersulit ialah butir soal yang tidak dapat dijawab tanpa dapat menjawab soal yang sebelumnya dengan benar. Tes objektif dapat disusun dalam 4 bentuk tes, yaitu (1) jawaban singkat, (2) padanan/penjodohan, (3) pilihan benar-salah, dan (4) pilihan ganda. (1) Jawaban Singkat Tes dalam bentuk ini meminta pemelajar mengisi ruang yang dikosongkan dalam suatu Pernyataan, dengan kata atau frase yang benar atau memberikan jawaban yang singkat terhadap suatu pertanyaan. Dalam menysusun butir soal ini perlu diperhatikan: Butir soal hendaknya untuk melengkapi pernyataan. Hindari membuat lebih dari dua tempat kosong untuk dilengkapi dalam satu pernyataan sehingga maknanya secara keseluruhan tidak jelas. Jika menggunakan pernyataan yang tidak lengkap, hendaknya tempat yang dikosongkan berada pada akhir pernyataan. (2) Padanan/Penjodohan Padanan/penjodohan adalah bentuk tes yang meminta pemelajar memilih padanan/atau jodoh yang sesuai dengan soal/stimulus yang diberikan. Bentuk tes seperti ini dapat mencakup bahan pelajaran lebih efisien dibandingkan dengan pilihan ganda. Dalam menyusul butir soal dalam bentuk tes ini perlu diperhatikan ha-hal berikut. Soal/stimulus dan padanannya/jodohnya disusun dalam kolom terpisah. Soal/stimulus disusun dalam kolom sebelah kiri dan padanannya/jodohnya pada kolom sebelah kanan. Butir soal/stimulus diberi nomor secara berurut dengan menggunakan angka, sedangkan butir padanan/jodoh diberi nomor secara berurut dengan menggunakan huruf. (3) Benar-salah Benar-salah adalah bentuk tes yang meminta pemelajar menentukan benar atau salah atas suatu pernyataan yang diberikan. Di samping banyak dikritik karena dianggap hanya mengukur kemampuan hafalan dan jawabannya dapat diberikan dengan cara menebak, bentuk soal ini dipertahankan oleh banyak ahli. Bentuk tes ini tetap dianggap efektif dan efisien untuk mengukur berbagai jenis kemampuan apabila disusun secara cermat dan tepat. Dalam menyusun butir soal benar-salah perlu diperhatikan hal-hal berikut. 1) Setiap pernyataan mengandung konsep atau masalahmasalah yang penting. 2) Pernyataan disusun relatif singkat. 3) Pernyataan dalam bentuk kalimat negatif khususnya negatif ganda perlu dihindarkan. 4) Pernyataan yang membingungkan dan mengecohkan dihindarkan. 5) Kata-kata penjurus yang mengarahkan jawaban pada salah satu pilihan tidak digunakan. 6) untuk pernyataan yang bersifat pendapat seseorang, hendaknya dikutip sesuai dengan aslinya atau yang resmi. 7) Panjang pernyataan dibuat relatif sama antara pernyataan yang menghendaki jawaban benar dan salah. 8) Jumlah pernyataan dibuat sama antara pernyataan yang menghendaki jawaban benar dan salah. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir soal pilihan ganda antara lain ialah sebagai berikut. (a) Butir soal dapat dibuat dalam bentuk penanyaan atau kalimat penggalan (pernyataan yang tidak lengkap). (b) Bila yang dipergunakan adalah kalimat penggalan, maka pilihan ganda diletakkan pada akhir penggalan. (c) Soal dibuat secara singkat dan jelas dengan memperhatikan tingkat kemampuan membaca pemelajar. (d) Dihindari membuat soal dengan mengutip langsung dari teks bahan pelajaran. (e) Soal dirumuskan dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa yang benar. (f) Jumlah pilihan untuk setiap butir soal adalah empat atau lima, tetapi untuk pemelajar pemula sebaiknya hanya tiga pilihan. (g) Jumlah kata atau panjang pilihan dibuat sama atau hampir sama. (h) Semua pilihan terkait dengan isi kalimat penggalan yang mendahuluinya (i) Sedapat mungkin dihindari kalimat dalam bentuk negatif. Tes formatif dilengkapi dengan kunci jawaban yang dapat ditempatkan pada halaman khusus/tersendiri. Pada awal unit hendaknya sudah diberitahukan kepada pemelajar cara mengerjakan tes formatif, cara menggunakan kunci jawabannya, serta cara menghitung skor hasilnya. 4) Daftar Pustaka Pada akhir unit diberikan daftar pustaka sebagai bacaan lebih lanjut untuk memperkaya pengalaman belajar pemelajar. Dalam membuat daftar pustaka tersebut hendaknya diperhatikan kemungkinan pemelajar dapat memperoleh bahan bacaan tersebut. Hendaknya diperioritaskan bahan bacaan yang mungkin dapat diperoleh pemelajar di perpustakaan, toko buku, atau tempat lain. c) Bagian Akhir Bagian akhir modul terdiri atas Penutup Tes sumatif Kunci jawaban tes formatif dan tes sumatif Glosarium Lampiran-lampiran yang terkait dengan isi modul Pada bahan belajar mandiri untuk SMU yang dikembangkan Pustekom bekerjasama dengan Depdiknas (2002) bahwa modul terbagi atas: 1) Petunjuk guru, yang terdiri dari: Gambaran umum modul, yang berisi tujuan pembelajaran, pokok-pokok materi, dan tugas yang harus dikerjakan siswa. Peran guru dalam membantu siswa menguasai materi pembelajaran, berisi strategi pembelajaran, bantuan khusus, 2) petunjuk untuk pemanfaatan media yang lain, dan pengayaan untuk siswa. Evaluasi, berisi tugas guru dalam mengevaluasi dan strategi evaluasi. Refernesi Kunci jawaban tes akhir modul Tes akhir modul Kegiatan siswa, yang terdiri dari: Pendahuluan, yang berisi gambaran singkat tentang materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, petunjuk atau cara mempelajari modul bagi siswa, kegunaannya, serta waktu untuk mempelajari modul. Kegiatan belajar, yang berisi tujuan pembelajaran khusus, uraian materi, dan tugas. Penutup, yang berisi rangkuman, tidak lanjut, kunci jawaban tugas, daftar istilah, dan daftar pustaka. Contoh: Pengembangan isi modul dari penulis Sri Endang R. dan Sri Mulyani untuk SMK tampak pada daftar isi berikut. KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi PETA KEDUDUKAN MODUL ........................................................................ viii GLOSARIUM ....................................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A. Deskripsi Umum ...................................................................................... 2 B. Prasyarat .................................................................................................... 2 C. Petunjuk Penggunaan Modul ................................................................ 2 D. tujuan Akhir Pemelajaran ....................................................................... 3 E. Standar Kompetensi dan Cek Kemampuan ......................................... 4 II. PEMELAJARAN ........................................................................................... 7 Kegiatan Belajar 3: Memelihara Standar Presentasi Pribadi ................... 8 A. Pentingnya Grooming dalam Penampilan Prima ................................. 8 B. Kekuatan Kepribadian ............................................................................ 17 C. Etika, Moral, dan Etiket (Tata Krama) ................................................... 26 D. Bahasa Tubuh ........................................................................................... 30 E. Komunikasi Nonverbal ........................................................................... 32 F. Jamuan Bisnis dan Tabel Manner ............................................................. 37 Tes Formatif ................................................................................................... 52 Aktivitas ......................................................................................................... 57 Skala Sikap ..................................................................................................... 65 Kegiatan Belajar 4: Bekerja dalam Satu Tim ................................................ 66 A. Pengertian Bekerja dalam Satu Tim ...................................................... 66 B. Prinsip-prinsip Bekerja dalam Satu Tim ............................................... 67 C. Tujuan Bekerja dalam Satu Tim ............................................................. 69 D. Manfaat Bekerja dalam Satu Tim ........................................................... 70 E. Tugas dan Tanggung Jawab dalam Tim ............................................... 71 F. Tahapan Perkembangan Tim ................................................................. 73 G. Karakter Budaya Kerja dalam Tim ........................................................ 75 H. Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Masing-masing Tim ...................... 78 I. Hubungan Internal Vertikal-Horizontal .............................................. 80 J. Arti dan Manfaat Hubungan Antarpribadi (Interpersonal III. Relationship) ................................................................................................ 82 K. Pengembangan Profesional Kerja .......................................................... 83 Tes Formatif ................................................................................................... 88 Aktivitas ......................................................................................................... 93 Skala Sikap ..................................................................................................... 96 EVALUASI A. Uji Kompetensi Teori ............................................................................... 104 B. Uji Kompetensi Keterampilan ................................................................ 105 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 105 INDEKS ................................................................................................................ 106 b. Pengembangan Bahan Ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS telah banyak dibuat oleh guru dan dimanfaatkan di sekolah. Guru telah mampu membuat sesuai dengan kebutuhan. Komponen dalam LKS berbeda yang dikembangkan oleh guru baik yang digunakan di sekolah atau yang tersedia di pasaran. Penyusunan LKS harus melalui tahap perancangan dan pengembangan isi. Di dalam kedua tahapan tersebut yang harus diperhatikan guru, pengalaman belajar dan tagihan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Dengan demikian guru harus memperhatikan komponen tujuan pembelajaran dan strategi pembelajaran (kegiatan belajar serta evaluasi dari desain silabus dan RPP yang telah dibuat. Perangkat RPP lebih bersifat operasional karena LKS dapat digunakan untuk mengimplementasikan kegiatan pembelajaran (inti: elaborasi) dan tagihan (evaluasi hasil belajar) dalam bentuk unjuk kerja. LKS sebagai sumber belajar dapat dirancang dengan berdiri sendiri dan atau terintegrasi dengan modul (bahan ajar lainnya). LKS disajikan dalam bentuk cetak dan fungsinya sebagai sarana siswa dalam menyelesaikan tugas seperti praktikum latihan soal dan lain-lain. LKS adalah sejenis bahan ajar cetak yang sengaja dirancang untuk membimbing para siswa belajar sehingga dapat menunjang proses pembelajarannya. LKS disusun secara sistematis dan disajikan dapat berbentuk lembaran atau buku. LKS dapat memuat isi pelajaran dengan ragam pengetahuan dan berfungsi sebagai panduan kegiatan belajar teori dan praktek sehingga hasil belajarnya meningkat. Prinsip-prinsip penulisan LKS yang baik menurut Gray yang dikutip oleh Tarigan (1989, h. 43-44) adalah: Membuat setiap materi dan latihan sesuai dengan program instruksional setiap kelas atau tingkatan. Menyediakan tipe-tipe latihan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan dan minat para siswa. Jangan membiarkan menjadi tujuan akhir, akan tetapi menjadikan praktek atau latihan-latihan menjadi suatu sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berupaya agar para siswa pemakai LKS mudah memahami dan menguasai apa, bagaimana, dan mengapa mereka harus melakukan setiap hal yang mereka kerjakan. LKS seperti halnya modul harus dirancang dengan terlebih dahulu menyusun garis besar isi LKS. Garis besar isi LKS berisi komponen identitas mata pelajaran dan komponen pengembangan dan komponen pengembangan yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, pengalaman belajar, metode, media, waktu dan evaluasi. Forma GBI LKS berbentuk matriks, begitu juga jabaran isinya. Selanjutnya dalam tahap pengembangan isi LKS disesuaikan dengan pengalaman belajar siswa. Prinsip keakuratan ilmu pengetahuan, bahasa damn ilustrasi harus diperhatikan oleh guru. Demikian pula desain sistem pembelajaran yang telah disusunnya. Untuk tahap produksi dan evaluasi dapat dilakukan pihak lain (tenaga khusus). 1) Garis Besar Isi LKS (GBI LKS) dan Jabatan Isi LKS (JI LKS) Langkah penyusunannya sama seperti modul, hanya terdapat langkah menentukan pengalaman belajar sesuai dengan analisis tugas yang harus dilakukan siswa pada kegiatan inti dan bentuk evaluasinya. Tugas dan tagihan siswa dapat menentukan isi LKS. Contoh : GBI LKS Mata Pelajaran : .......................................................................................................... Kelas / Semester : .......................................................................................................... Standar Kompetensi : ......................................................................................................... ........................................................................................................... Kompetensi Dasar Indikator 1. Materi Pokok dan Sub Materi 1. 1.1 1.1 1.2 1.2 Pengalaman Belajar Mengamati ciriciri makhluk hidup di lingkungan sekolah Metode Penugasan Media LKS Waktu Evaluasi 30 menit Laporan pengamatan Berdasarkan GBI LKS kemudian disusun jabaran isi LKS dengan menguraikan isi dari komponen pengalaman belajar dan evaluasi. Format JI LKS disusun dalam bentuk matriks. Komponen yang dikembangkan identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar (uraian) dan evaluasi (uraian). Anda dapat memeriksa kembali perangkat pembelajaran RPP yang telah Anda buat. Sumber Pustaka Contoh : JI LKS Mata Pelajaran : .......................................................................................................... Kelas / Semester : .......................................................................................................... Standar Kompetens i : ......................................................................................................... ........................................................................................................... No. LKS 1. Judul LKS Observasi ciriciri makhluk hidup Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Sub Materi Pokok Pengalaman Belajar Mengamati ciriciri makhluk hidup di lingkungan sekolah. Uraian - Bahan, Alat - Prosedur kerja Evaluasi Uraian Laporan - Judul Pengamatan - Proses Pengamatan - Hasil Pengamatan - Kesimpulan 2) Pengembangan Isi LKS Isi LKS dapat berbentuk tugas pengamatan, tugas memeriksa mesin, atau job sheet, tugas praktikum, tugas melakukan percobaan, tugas pendalaman pemahaman prinsip dan lain-lain. Sistematika penyajiannya sama seperti modul terdiri dari tiga bagian yaitu awal, inti dan akhir. Karena tujuan pengembangan isi modul berbeda, maka tiap bagian dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan GBI LKS dan JBI LKS. Dengan demikian LKS disusun dalam bentuk unit-unit kecil yang berdiri sendiri agar mudah dipelajari. Tahap pengembangan isi LKS dengan mengadopsi teori Sitepu, tentang sistematika modul, maka sistematik LKS adalah: Bagian awal identitas LKS, berisi judul LKS, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Bagian inti LKS terdiri dari : a) Pendahuluan berisi rangkuman materi, petunjuk belajar menyelesaikan tugas atau latihan. b) Kegiatan belajar berisi tugas/latihan yang harus dikerjakan siswa. c) Daftar pustaka berisi sumber dan bacaan yang dipergunakan. Bagian akhir berisi penutup LKS LKS seperti tagihan yang terkait dengan isi tugas, lampiran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi LKS (Suryadi, 2000, h. 21-22) yaitu: o Penyajian menekankan kebermaknaan dan manfaat bagi siswa. Kebermaknaan dan manfaat konsep pada suatu mata pelajaran akan senantiasa mengingatkan siswa kepada konsep yang telah ia pelajari sebelumnya saat siswa diperhadapkan pada suatu masalah. Hal ini dapat dimunculkan melalui penyajian dengan menggunakan konteks yang dekat dengan lingkungan siswa. o Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi diri. Pada bagian evaluasi diri siswa dapat mengukur sendiri kemampuannya sehingga siswa dapat mengetahui kemajuan yang telah ia lakukan. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya soal-soal latihan yang menguji pemahaman siswa secara menyeluruh sesuai dengan materi yang dibahas. o Penyajian dapat dipahami siswa. Penyajian secara psikologi dapat dipahami oleh siswa berdasarkan pada penggunaan ilustrasi atau gambar, grafik atau diagram yang jelas. o Penyajian mencerminkan alur berpikir logis. Hal ini dapat dilihat dari penyajian secara runtut. Misalnya penyajian materi dimulai dari yang mudah menuju ke yang sulit. o Penyajian menarik perhatian siswa. Hal ini dapat dilihat melalui penyajian soal-soal berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa dan dengan masalah kontekstual atau pengalaman sehari-hari siswa. Contoh : Rancangan LKS Observasi Bagian Awal Judul LKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Bagian Inti Pendahuluan : Rangkuman Materi Petunjuk belajar Kegiatan belajar : Alat dan bahan Cara kerja Pengamatan 1. ………………….. 2. …………………… Penutup : Daftar Pustaka Bagian Akhir : Laporan 1. Proses Pengamatan 2. Hasil Pengamatan 3. Kesimpulan Contoh : Petunjuk Belajar dalam LKS Tulislah sebuah cerita pendek. Kamu dapat menuliskan sesuai gaya bahasa kamu masing-masing. Tulislah apa yang kamu pikirkan. Contoh : Kegiatan belajar dalam LKS Tulislah cerpen yang akan kamu kembangkan pada halaman ini, Menulislah dengan gaya bahasamu. Ingat! Gaya bahasamu adalah apa yang kamu tulis. ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ Jika LKS dikembangkan dalam bentuk buku biasanya terintegrasi dengan buku pelajaran dan disebut buku kerja. Di lapangan, buku kerja pada bagian inti berisi tugas-tugas dan bagian akhir berisi evaluasi seperti tes formatif 1. Kreativitas pengembangan isi LKS oleh guru harus ditingkatkan dengan tetap memperhatikan kesesuaian dengan kurikulum (Silabus dan RPP). Contoh: Lembar kerja siswa untuk menunjang tugas latihan akan pemahaman materi dengan ragam pengalaman prinsip matematika (sumber skripsi mahasiswa Teknologi Pendidikan). Sebagian prototipe bagian awal dan bagian inti dari LKS. Bahasa untuk bahan ajar LKS lebih formal. D. Pemanfaatan dan Pemilihan Media Pembelajaran Media pembelajaran dalam teknologi pendidikan merupakan bagian dari sumber belajar yang digolongkan kedalam bahan dan alat. Media pembelajaran merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan dari sumber peran kepada penerima peran. Dalam hal ini dapat dicontohkan guru sebagai sumber pesan menyampaikan materi pembelajaran (peran) dengan media power point kepada penerima pesan (siswa). Kedudukan media dari contoh tersebut diilustrasikan sebagai berikut: Guru Materi Media Seni Nada Piano Guru Matematika Materi Bangun Ruang Siswa Media Siswa Model Bangun Ruang Guru Materi Media Siswa Biologi Sistem Imun Gambar Pasien Lupus Pasien Aids Berdasarkan ilustrasi tersebut, media merupakan saluran komunikasi pembelajaran. Media pembelajaran menurut Yusufhadi Miarso (2004, h. 458=460) didefinisikan segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang di sengaja, bertujuan dan terkendali. Sedangkan kegunaan dari media pembelajaran (Yisifhadi Miarso, 2004, h. 458-460) adalah: Memberikan rangsangan kepada otak siswa sehingga otak siswa dapat berfungsi optimal. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa. Melampaui batas ruang kelas. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya. Menghasilkan keseragaman pengamatan Membangkitkan keinginan dan minat baru Membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar Memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu yang konkrit maupun abstrak. Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri. Meningkatkan kemampuan keterbatasan baru. Meningkatkan efek sosialisasi (kesadaran) akan dunia sekitar) Meningkatkan kemampuan ekspresi dan siswa. Berdasarkan definisi dan kegunaan media pembelajaran di atas, maka guru di dalam perangkat pembelajarannya selain silabus, RPP, bahan ajar juga dilengkapi dengan media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dirancang sendiri oleh guru atau memanfaatkan dari media yang telah tersedia. Perangkat pembelajaran media pembelajaran merupakan sub sistem dari sistem pembelajaran di kelas yang Anda bina. Jika sub sistem media tidak disediakan maka akan terdapat kesenjangan dalam mencapai tujuan pembelajaran seperti perbedaan persepsi terhadap materi pembelajaran. Dampaknya hasil belajar siswa tidak optimal. Media pembelajaran dapat dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat dimanfaatkan di dalam kelas atau di luar kelas sesuai kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa. 1. Pemilihan Media Pembelajaran Media pembelajaran pada perkembangan sekarang ini sangat beragam. Ada media penyaji, media objek dan media interaktif. Media penyaji yaitu media yang mampu menyajikan informasi. Misal gambar, poster, foto (yang digunakan sebagai alat peraga), transparansi, radio, telepon, film, video, televisi, multimedia (kit). Media objek yaitu media yang mengandung informasi seperti realia, replika, modul, benda tiruan. Media interaktif yaitu media yang memungkinkan untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Misal scrabble, puzzle, simulator, laboratorium, atau komputer. Jika guru dihadapkan pada pilihan media yang banyak sekali, maka guru perlu mempelajari klasifikasi media yang memberikan ciri kemampuan media seperti tabel berikut. Tabel Pemilihan media menurut tujuan belajar, menurut Allen Tujuan Belajar Media Info Faktual Pengenalan Visual Prinsip Konsep Prosedur Keteram pilan Visual diam Sedang Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Film Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Televisi Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Objek 3-D Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rekaman Audio Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Pelajaran Terprogram Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Demonstrasi Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Buku teks cetak Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sajikan lisan Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Sikap Klasifikasi media ini penting dipertimbangkan karena tidak ada satu jenis media yang terbaik untuk mencapai satu tujuan pembelajaran. Oleh karena itu masing-masing media memiliki kelebihan dan kekurangan. Antara satu media dengan media lainnya saling melengkapi. Selain taksonomi media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru, kriteria dalam memilih media juga harus diperhatikan. Kriteria tersebut adalah: Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tepat untuk mendukung materi pembelajaran Praktis, luwes dan tahan lama Guru terampil menggunakannya Jumlah peserta didik Mutu teknis media pembelajaran seperti ketersediaan energi listrik, cahaya di dalam ruangan. Guru diharapkan tidak memilih media karena suka dengan media tersebut. D I samping itu, diharapkan juga tidak langsung terbujuk oleh ketersediaan beragam media canggih yang sudah semakin pesat berkembang saat ini seperti komputer. Yang perlu diingat, media yang dipilih adalah untuk digunakan oleh peserta didik kita dalam proses belajar. Jadi, pilihlah media yang dibutuhkan untuk menyampaikan topik mata pelajaran, yang memudahkan peserta didik belajar, serta yang menarik dan disukai peserta didik. Menurut Bates (1995), pemilihan media berbasis teknologi komputer antara lain akses, biaya, pertimbangan pedagogis, interaktivitas dan kemudahan penggunaan, pertimbangan organisasi, kebaruan (novelty), dan kecepatan. Pertimbangan mengenai akses pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana peserta didik memiliki akses terhadap media yang akan digunakan dalam mempelajari paket bahan ajarnya? Pertimbangan biaya berlaku bagi sekolah maupun peserta didik, yaitu seberapa mahal/murah media yang dipilih untuk digunakan oleh sekolah dan peserta didik sebagai paket bahan ajar (biaya produksi atau pengadaan oleh sekolah, biaya akses dan daya beli untuk peserta didik). Pertimbangan pedagogis merupakan pertimbangan yang berkenaan dengan tujuan pembelajaran serta karakteristik materi keilmuan yang akan disampaikan dan dipelajari peserta didik. Pertimbangan interaktivitas dan kemudahan penggunaan pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana media yang dipilih dapat memfasilitasi interaksi yang diperlukan dalam pembelajaran, dan sejauh mana media tersebut mempermudah peserta didik dalam belajar? Pertimbangan mengenai organisasi merupakan pertimbangan manajerial meliputi pengelolaan media dalam proses pembelajaran, dan pasca proses pembelajaran (penyimpanan, dll). Pertimbangan novelty berkenaan dengan tingkat kebaruan suatu media sehingga seringkali menimbulkan antusiasme berlebihan dan atau kesukaran beradaptasi serta siklus hidup suatu media. Pertimbangan tentang kecepatan suatu media berkenaan dengan kemampuan suatu media menyampaikan informasi secara cepat dan tepat (timeliness) kepada didik. Pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat berdiri sendirisendiri melainkan saling berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan media yang terbaik, sehingga dapat membantu proses belajar peserta didik secara optimal. Oleh karena itu, ragam media yang digunakan harus dipilih berdasarkan pertimbangan yang bijaksana. Ragam media (Cecep Kustandi, 2010) dapat dipilih meliputi: 1) Media cetak a. Buku-buku atau buku pelajaran yang sudah beredar di toko buku, atau buku pelajaran yang khusus ditulis dan kembangkan sendiri. b. Panduan belajar bagi peserta didik khusus di kembangkan untuk mendampingi buku pelajaran. c. Kliping koran/majalah/artikel/tulisan lepas tentang mata pelajaran yang di susun sendiri. d. Poster, peta, label, gambar-gambar cetak, foto, grafik, formulir, brosur, pamphlet, yang diperlukan untuk memperjelas konsep/teori/prinsip/prosedur yang disajikan dalam bahan ajar. e. Lembar kegiatan peseta didik khusus dikembangkan untuk memandu peserta didik melakukan latihan, tugas, praktek, praktikum, dan digunakan untuk melengkapi buku pelajaran. 2) a. b. c. d. e. f. g. h. 3) Media audio/visual Kaset audio/CD audio Siaran radio (radio broadcasts) Slide (film bingkai) Film Kaset video/CD video Tayangan TV (TV broadcasts) Video interaktif Pembelajaran berbantuan komputer Assisted Instruction) (simulasi, Computer Media Praktek/Demonstrasi a. Flora atau fauna asli yang ada di sekitar sekolah Model atau realita b. Laboratorium dan peralatannya c. Alat atau model yang dibuat instruktur bersama peserta didik dari material atau barang bekas yang tersedia di sekitar sekolah d. Alat atau model yang tersedia di toko (alat-alat musik, dll) e. Laboratorium alam (hutan atau kebun buatan, kebun raya, sawah, kolam, kandang ternak, dll). f. Laboratorium yang ada di sentra industri pabrik, atau perusahaan Herbarium buatan peserta didik. g. Pasar h. Museum 4) Media lainnya a. Game atau perangkat permainan yang dijual di toko, seperti scrabbles untuk mengajarkan vocabulary bahasa Inggris, kartu tambah-kurang kali-bagi, flashcard, permainan memori, monopoli, atau game dalam bentuk program komputer, dan lain-lain b. Game atau perangkat permainan yang dibuat sendiri oleh instruktur dan atau peserta didik. c. Kit sains, kit seni, dan lain-lain. Sedangkan menurut Heinich, dkk (1982) pemilihan media dilakukan setelah langkah perumusan tujuan pembelajaran, sesuai dengan model perencanaan penggunaan media pembelajaran (ASSURE) artinya media dapat dirancang sendiri oleh guru, dapat memanfaatkan yang tersendiri atau modifikasi keduanya. Guru dalam memanfaatkan pembelajaran dapat memilih media jadi (yang tersedia) dan atau media yang dirancang. Jika memanfaatkan media yang dirancang maka komponen dari media tersebut harus mengandung tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan evaluasi. Misal merancang lembar balik Presiden Republik Indonesia dengan urutan: Gambar Presiden: No. 1 No. 2 No. 3 Judul Lembar Balik Tujuan Pembelajaran Presiden Soekarno Gambar Gambar Presiden: dan Jasanya Presiden Dan seterusnya Soeharto sampai Evaluasi Presiden SBY No. 4 No. 5 No. 6 Gambar Urutan Lembar Balik Presiden Republik Indonesia Guru dalam merancang media pembelajaran flipchart, harus memperhatikan jumlah peserta didik, biaya, ukuran tulisan, ukuran gambar, warna dan lain-lain. Untuk menghemat biaya dapat digunakan bagian belakang kalender yang sudah tidak dimanfaatkan (ukuran 60 x 40 cm). 2. Pemanfaatan Media Pembelajaran Pemanfaatan media pembelajaran identik dengan penggunaan media pembelajaran. Menurut Heinich (1983), pemanfaatan merupakan satu komponen dari model sistem pembelajarannya yang disebut utilisasi. Utilisasi (pemanfaatan) merupakan satu tugas pembelajaran (guru) dalam membantu mempermudah siswa belajar. Seels dan Richey (2002, h. 50) dalam buku Teknologi Pembelajaran mendefinisikan pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Berdasarkan definisi tersebut, maka pemanfaatan merupakan aktivitas menggunakan serangkaian operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil belajar dan segala sesuatu yang mendukung terjadinya belajar (seperti: sistem pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan). AECT (Association for Educational Communication and Technology) mengungkapkan pendapat serupa dimana fungsi pemanfaatan adalah mengusahakan agar pembelajar dapat berinteraksi dengan sumber belajar atau komponen pembelajaran. Fungsi ini penting karena memperjelas hubungan pemelajar dengan bahan dan sistem pembelajaran (Yusufhadi Miarso, 1986, h. 194). Fungsi pemanfaatan merupakan fungsi yang cukup penting karena memperjelas hubungan pemelajar dan sistem pembelajaran. Pemelajar akan menggunakan suatu sumber belajar jika ia mengetahui bahwa dengan menggunakan sumber belajar tersebut ia akan memperoleh keuntungan dalam proses pembelajarannya. Menurut Sadiman dkk (1993, h. 189-190) ada dua pola dalam memanfaatkan media yaitu: Pemanfaatan media dalam situasi kelas, yaitu dimana pemanfaatannya dipadukan dengan proses pembelajaran di situasi kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pemanfaatan media di luar kelas situasi kelas, pemanfaatan ini dibagi menjadi dua kelompok utama. - Pemanfaatan secara bebas, ialah media digunakan sesuai kebutuhan masing-masing, biasanya digunakan secara perorangan. Dalam pemanfaatan secara bebas, kontrol atau kendali berada pada individual, dimana penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhannya. - Pemanfaatan secara terkontrol, ialah bahwa media itu digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur untuk mencapai tujuan pembelajaran. Supaya media dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, ada tiga langkah dalam menggunakannya, yaitu: Persiapan sebelum menggunakan media Sebelum menggunakan media, persiapan yang dilakukan dapat berupa mempelajari petunjuk penggunaan, mempersiapkan peralatan, serta menetapkan tujuan yang akan dicapai. Kegiatan selama menggunakan media Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang digunakan. Kegiatan tindak lanjut Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai dan untuk memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan. Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan pola pemanfaatan. Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini. 1. Tahap persiapan a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media pembelajaran, misal untuk menjelaskan konsep pembelajaran kuantum, dengan sasaran guru di sekolah. b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point yang telah disusun (misal power point terlampir). c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum pelaksanaan pelatihan. 2. Tahap pelaksanaan a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu tersedia b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai dengan prosedur pembelajaran. 3. Tindak lanjut a. Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan. b. Kepala sekolah memberikan umpan balik. Contoh: 1. Penyajian media power point. Pada saat penjelasan materi, kepala sekolah tidak boleh membaca pada laptop tetapi menggunakan pen pointer yang ditunjukkan pada layar. 2. Materi tidak dibaca tetapi dijelaskan dengan ilustrasi . Tetap menjaga kontak mata antara kepala sekolah dengan guru pada saat penyajian. PEMBELAJARAN KUANTUM (QUANTUM TEACHING) Tujuan Pembelajaran Umum ‘ Peserta pelatihan akan dapat menunjukkan contoh penerapan pembelajaran kuantum. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Peserta pelatihan akan dapat mendeskripsikan hakikat pembelajaran kuantum 2. Peserta pelatihan akan dapat membedakan unsur-unsur model pembelajaran kuantum. Prosedur Pembelajaran 1. Peserta mengamati penjelasan nara sumber tentang relevansi materi pelatihan, 2. Peserta aktif berpikir, bertanya tentang materi pelatihan yang sedang di pelajarinya, 3. Peserta aktif memberikan contoh peragaan sebagai instruktur yang memanfaatkan pembelajaran kuantum, 4. Peserta menindak lanjuti dengan membaca buku Quantum Teaching ‘ Sejarah Pembelajaran Kuantum 1. Belajar Kuantum = pemercepatan belajar dari Dr. Georgi Lozanov, 2. Memanfaatkan otak mengatur informasi, 3. Implikasi dalam pembelajaran kuantum (Bobbi Deporter, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie). ‘ Definisi Mengupayakan siswa belajar melalui orkestrasi bermacammacam yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. ‘ Asas Bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke dunia mereka. 1. Segalanya bicara, 2. Segalanya bertujuan, 3. Pengalaman sebelum pemberian nama, 4. Akui setiap usaha, 5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. ‘ Tujuan 1. Memudahkan proses belajar, 2. Meningkatkan kualitas pembelajaran. ‘ Unsur Model Pembelajaran Kuantum 1. Konteks Kegiatan mengubah latar pembelajaran: lingkungan, suasana, landasan dan rancangan. 2. Isi Kegiatan menyajikan isi dan fasilitas untuk mempermudah proses: penyajian, fasilitas, keterampilan belajar, dan keterampilan hidup. ‘ AKU TAHU KUNCI KEUNGGULAN 1. Kejujuran, tulus dan santun 2. Kegagalan awal kesuksesan 3. Bicaralah dengan niat baik (positif dan bertanggung jawab) 4. Hidup di saat ini : kerjakan setiap tugas dan manfaatkan waktu, 5. Komitmen : penuhi kewajiban, janji 6. Tanggung jawab atas tindakan 7. Bersikap terbuka dan luwes 8. Selaraskan pikiran, tubuh dan jiwa. ‘ Terima Kasih Semoga Bermanfaat ‘ Latihan Instruktur : Selamat pagi, dll Siswa : Selamat pagi, dll Instruktur : Apakah saudara / anda cerdas ? Siswa : Kami cerdas Instruktur : Seberapa cerdas ? Siswa : Sangat cerdas ? Instruktur : Bagaimana saudara/anda memperlakukan diri sendiri Siswa : Hormat, santun, dll. Instruktur : Bagaimana saudara/anda memperlakukan instruktur? Siswa : Hormat Instruktur : Apa yang hendak saudara/anda berikan dengan mengikuti diklat ini? Siswa : 100 persen Menerapkan ‘ DAFTAR PUSTAKA Bobbi DePorter, Mark Readon, dan Sarah Singer Nourie (2002). Quantum teaching (Terjemahan). Bandung: Kaifa Made Wena (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sutanto Windura (2008). Panduan Praktis Learn How to Learn Sesuai Cara Kerja Otak. Jakarta : PT. Gramedia. Contoh lain agar pemanfaatan siaran langsung pendidikan di sekolah mengikuti langkah-langkah sebagai berikut, yaitu. persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut a. Persiapan sebelum menggunakan media Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, perlu dibuat persiapan yang baik pula. Terlebih dahulu guru dan siswa mempelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Bila pada petunjuk disarankan untuk membaca buku atau bahan belajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, sebaiknya hal tersebut dilakukan karena akan memudahkan para pengguna dalam belajar menggunakan media. Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan media itu juga perlu disiapkan sebelumnya, sehingga pada saat menggunakannya nanti, tidak akan terganggu pada hal-hal yang mengurangi kelancaran penggunaan media itu. b. Pelaksanaan selama menggunakan media Dalam penggunaan media hal yang perlu diperhatikan adalah suasana ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi harus dihindarkan. Bila kita menulis atau membuat gambar atau membuat catatan singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi. Jangan sampai perhatian banyak tercurah pada apa yang tertulis sehingga tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang berjalan. c. Kegiatan tindak lanjut Maksud kegiatan tindak lanjut adalah untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai untuk memantapkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan soal tes yang akan dikerjakan dengan segera sebelum siswa lupa isi materi itu. Contoh: Jadwal Mata Pelajaran Mempelajari Silabus dan RPP buku petunjuk Mengikuti Siaran Televisi Pendidikan Jadwal Siaran Televisi Pendidikan Memperhatikan mencatat Menanggapi Bertanya T E S Latihan Hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memanfaatkan media pembelajaran adalah kebutuhan siswa. Jika siswa berkebutuhan khusus (misal tuna netra) maka guru mempersiapkan media pembelajaran audio karena gaya belajar cenderung auditif. Siswa diberitahukan untuk terlibat atau berpartisipasi aktif dengan media pembelajaran. Guru perlu memberikan umpan balik dan penguatan agar pembelajaran bermakna. E. Penyusunan Perangkat Penilaian Penyusunan perangkat penilaian yang dibuat oleh guru tidak terlepas dari sistem pembelajaran yang dirancang dalam format silabus dan RPP. Pada unit kegiatan belajar 1 telah diuraikan bagaimana mengembangkan evaluasi hasil belajar di dalam sistem pembelajaran. Artinya perangkat penilaian yang dibuat oleh guru harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Perangkat penilaian dalam satu kesatuan desain sistem pembelajaran akan menghasilkan alat penilaian tes dan non tes yang dilengkapi petunjuk pelaksanaan, sehingga akan memudahkan proses pengukuran yang dilakukan oleh guru. Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap hasil belajar siswa untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi (tujuan pembelajaran) peserta didik. Penilaian ini dilakukan secara konsisten dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu penilaian dilakukan secara sistematik yaitu menggunakan langkah-langkah yang berurutan dalam perencanaannya. Penilaian hasil belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik melalui berbagai teknik, dan pemberian nilai terhadap hasil belajar berdasarkan standar tertentu. Kegiatan menilai hasil belajar siswa tersebut harus terarah dan terprogram. Hal ini dimaksudkan bahwa menilai hasil belajar sesuai dengan kompetensi yang telah dirumuskan di dalam silabus dan RPP. Selain itu metode dan teknik penilaian dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dalam silabus dan RPP. Dengan demikian penilaian yang dilakukan guru merupakan satu rangkaian yang tidak dapat terpisahkan seperti ilustrasi berikut: Tujuan pembelajaran/ SK-KD dan Indikator Komponen penilaian dalam silabus: SK dan KD Metode dan Teknik Komponen Penilaian Butir-butir tes, non tes, dalam RPP: KD dan tugas dan lain-lain Indikator (Perangkat) Untuk menghasilkan perangkat penilaian tersebut, maka diperlukan perencanaan penilaian hasil belajar dan merancang perangkat penilaian berbasis kelas. 1. Perencanaan Penilaian Hasil Belajar Merencanakan penilaian hasil belajar yang baik, harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi dan prosedur merencanakan seperti yang telah dijabarkan pada unit kegiatan belajar satu. Selain itu dalam penilaian, pemahaman akan klasifikasi hasil belajar seperti yang telah diuraikan pada komponen kegiatan belajar satu menjadi titik tolak perencanaan penilaian. Oleh karena itu jenjang tujuan pembelajaran hendaknya dipahami dengan baik. Perencanaan penilaian hasil belajar menurut Gronlund (1985) dalam Zaenal Arifin (1009, h. 91-102) dari beberapa langkah: a) Menentukan Tujuan Penilaian Dalam kegiatan penilaian, tentu guru mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan penilaian harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena dasar untuk menentukan arah mencakup ruang lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengindentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan). Tujuan penilaian yang dirumuskan harus sesuai dengan jenis penilaian yang akan dilakukan, seperti penilaian formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi. b) Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilainilai yang direfleksikan dalam kegiatan berfikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten apabila dia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta nilai untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar. Jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang terdapat didalam silabus dan RPP. Dengan kata lain, pada tahap ini harus diidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran yang akan diukur dengan tes atau non tes. Untuk memudahkan kegiatan tahap ini, dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi hasil belajar yang akan diuji berdasarkan pada taksonomi tujuan pembelajaran yang biasa dikenal sebagai Taxonomy Bloom yang dikemukakan oleh Benyamin S Bloom. Hasil belajar yang dikelompokkan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotor. c) Menyusun Kisi-kisi Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Kisi-kisi adalah rancangan tujuan-tujuan khusus dan perilaku-perilaku khusus yang akan menjadi dasar penyusunan butir tes dan atau non tes. Tujuannya adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingkup dan tekanan tes/non tes dan bagian-bagiannya, sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi guru dalam menyusun butir-butir tes / non tes. Kisi-kisi atau dapat disebut tabel spesifikasi menjadi penting dalam pengembangan dan penyusunan tes / non tes, karena didalamnya terdapat sejumlah indikator sebagai acuan dalam mengembangkan instrumen. Dalam penyusunan kisi-kisi harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain: Representatif yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum sebagai sampel perilaku yang akan dinilai. Komponen-komponennya harus terurai, jelas, dan mudah dipahami. Soal dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan. Dari persyaratan-persyaratan yang dikemukakan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa, dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus mata pelajaran atau RPP. Jadi guru/evaluator harus melakukan analisis silabus/RPP terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal. Format kisi-kisi tidak ada yang baku, dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya, format kisi-kisi soal dapat dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen pokok. Contoh : KISI-KISI PENULISAN SOAL TES PRESTASI BELAJAR Komponen Identitas Komponen Pokok Sekolah : Kelas/Semester : Standar Kompetensi : Jenis Soal/Kinerja : Jumlah butir : No Kompetensi Dasar Materi Indikator Gambar Contoh Format Kisi-kisi No. Soal/ Kinerja Dalam kisi-kisi, guru harus memperhatikan domain hasil belajar yang akan diukur, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya domain meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor. d) Mengembangkan Draf Instrumen (Menulis butir-butir instrumen) Mengembangkan draf instrumen adalah kegiatan penulisan butir tes/non tes dengan menjabarkan indikator menjadi pertanyaanpertanyaan atau aspek kinerja yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan atau aspek kinerja harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif. Selain itu guru harus mengenal siswa agar dapat memperkirakan taraf kesukaran, kompleksitas, serta gaya pemahaman yang paling sesuai dengan siswa. Butir instrumen diperlukan kemampuan untuk membahasakan gagasan dalam bahasa verbal yang jelas dan mudah dipahami. Maksudnya, penulisan soal membutuhkan bahasa yang lugas dan tidak berbelit-belit. Selanjutnya adalah kemampuan dalam teknik penulisan soal, kemampuan dalam hal ini harus menguasai teknik penulisan butir-butir instrumen yang baik dan benar, perlu juga diketahui mengenai ciri masing-masing jenis soal, tata cara penulisannya, kelebihan dan kekurangannya sehingga objektivitas soal dapat terjamin seperti sub kegiatan belajar berikutnya. e) Uji-coba dan Analisis Kegiatan uji coba dilakukan sebagai dasar untuk memperbaiki dan memilah butir instrumen yang memadai untuk disusun menjadi sebuah tes/non tes. Secara garis besar, tujuan uji-coba adalah untuk mengetahui butir instrumen yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta butir instrumen mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Kegiatan uji coba dapat dilakukan dengan kesesuaian butir instrumen dengan hasil belajar yang akan diukur (apakah butir instrumen telah mengukur apa yang akan diukur/valid). Selanjutnya dapat dilakukan analisis butir instrumen dari aspek bahasa, sehingga dapat dimungkinkan kesalahan siswa dalam merespon karena faktor bahasa. Sedangkan uji coba dan analisis secara empiris membutuhkan proses yang panjang mulai dari ahli, siswa secara perorangan, siswa secara kelompok kecil dan sekelompok siswa sesuai dengan situasi nyata di lapangan. Diperlukan pula perangkat uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. f) Revisi dan Merakit (Instrumen Baru) Langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasikan butir instrumen yang valid dengan kisi-kisi. Apabila sudah memenuhi syarat dan telah mewakili semua materi yang akan diujikan, selanjutnya dirakit menjadi sebuah perangkat tes/non tes. Sedangkan yang belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan. Revisi soal dapat dilakukan dengan memperbaiki bahasa pada butir instrumen secara total. Untuk soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok bahasan serta aspek kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes/non tes yang valid dan dilanjutkan dengan merakit tes/non tes hasil revisi. Selanjutnya terkait urutan/penomoran, dalam suatu tes/non tes pada umumnya urutan dilakukan menurut tingkat kesukaran yaitu dari yang mudah sampai yang sulit, dari yang sederhana menuju kompleks. BAB IV MATERI PEMBELAJARAN 2 PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Materi Penelitian Tindakan Kelas 1. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas a. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas Di Indonesia PTK tergolong masih baru dibandingkan dengan penelitian-penelitian formal yang sudah banyak dilakukan. Metode penelitian deskriptif, eksperimen, dan ex post facto adalah tiga penelitian formal yang sudah banyak kita kenal. PTK mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian-penelitian itu. Beberapa karakteristik PTK antara lain: Masalahnya nyata, tidak dicari-cari, bersifat kontekstual. Berorientasi pada pemecahan masalah, bukan hanya mendeskripsikan masalah. Data diambil dari berbagai sumber. Bersifat siklik: penelitian-tindakan-penelitian-tindakan-... dst. Partisipatif, dilakukan sendiri. Kolaboratif, dibantu rekan sejawat. Perbedaan antara PTK dengan penelitian formal adalah sebagai berikut: PTK: Dilakukan sendiri oleh guru Memperbaiki pembelajaran secara langsung Hipotesisnya disebut hipotesis tindakan Tidak menggunakan analisis statistik yang rumit Tidak terlalu memperhatikan validitas dan reliabilitas instrumen Sampel tidak perlu representatif Penelitian Formal: Dilakukan oleh orang lain Mengembangkan teori, melalui generalisasi Biasanya mempersyaratkan hipotesis Menuntut penggunaan analisis statistik Instrumen harus valid dan reliabel Sampel harus representatif Cara Memulai PTK Uraian tentang cara memulai PTK berikut ini akan menambah pemahaman Anda tentang prinsip-prinsip PTK. Kalau Anda sudah biasa mengajar, melakukan PTK bukan hal yang asing. PTK hanyalah alat untuk membantu Anda memperbaiki pembelajaran secara sistematis. Jadi Anda fokus saja pada perbaikan pembelajaran, dan tanpa disadari Anda akan melakukan langkah-langkah seperti yang dilakukan oleh peneliti PTK. Setelah menyelesaikan bagian ini Anda akan dapat menulis ―proposal sederhana‖ berbentuk matriks, yang nantinya akan dikembangkan menjadi ―proposal lengkap‖. Dengan proposal sederhana sebenarnya Anda sudah dapat memulai PTK. Analogi Guru-Dokter Cara yang paling mudah untuk memulai PTK adalah dengan menganalogikan kegiatan Anda sebagai ―guru peneliti PTK‖ dengan kegiatan seorang ―dokter‖ . Perhatikan Tabel berikut ini. Tabel Analogi Guru dengan Dokter No Dokter Guru Peneliti PTK 1 Menanyakan gejala penyakit Mendeskripsikan masalah 2 Mendiagnosis penyakit Menemukan akar masalah 3 Menulis resep Menyusun hipotesis tindakan Menentukan tema pengobatan, Menuliskan judul penelitian 4 misalnya ―Mengobati sakit perut‖ Mendeskripsikan Masalah Apakah Anda ingat pertanyaan dokter ketika Anda sudah berada di hadapannya? Ia akan bertanya: "Kenapa Pak?" atau "Kenapa Bu?" Maksudnya adalah untuk meminta Anda mendeskripsikan keluhankeluhan yang Anda rasakan. Ia berusaha menggali sebanyak mungkin dengan berbagai pertanyaan: ―Bagian mana yang sakit? Waktu-waktu apa saja terasanya? Sudah berapa lama? Sudah minum obat apa? Bagaimana hasilnya?" Belum cukup dengan keterangan lisan, ia masih meminta Anda berbaring di dipan. Kemudian ia menempelkan stetoskop di dada dan perut Anda, menekan-nekan dan mengetuk-ngetuk perut Anda, melihat telakup mata Anda, melihat tenggorokan Anda dengan senter, dan sambil lalu ia sudah dapat mengetahui suhu badan Anda. Setelah itu ia masih menggunakan tensimeter untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi Anda. Singkatnya ia ingin mengungkap serinci mungkin gejala penyakit Anda; tujuannya adalah untuk ‖mendiagnosis‖ penyakit Anda secara tepat. Makin rinci deskripsi gejala penyakit Anda akan makin mudah ia mendiagnosis penyakit Anda itu. Dengan cara serupa, masalah yang akan Anda pecahkan melalui PTK harus dideskripsikan secara rinci; tujuannya adalah agar Anda dapat menemukan ―akar masalah‖ penelitian Anda secara tepat. Makin rinci deskripsi masalah Anda, makin mudah Anda menemukan akar masalah. Penemuan akar masalah merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan PTK. Sebelum akar masalah ditemukan, Anda sebaiknya tidak terburu-buru memberikan tindakan. Analoginya dengan dunia kedokteran adalah dokter yang mengobati rasa pusing berkepanjangan yang dialami pasien. Mula-mula ia mendiagnosis secara terburu-buru sebagai penyakit maag; obat yang diberikan adalah promaag. Tentu saja setelah minum obat selama tiga hari rasa pusing pasien tidak kunjung hilang. Setelah didiagnosis ulang ternyata penyebabnya adalah lubang kecil yang ada di gigi. Setelah gigi dirawat, lubang diberi obat kemudian ditambal dan diberi obat yang sesuai, rasa pusing itupun hilang. Langkah-langkah berikut ini akan membantu mendeskripsikan masalah penelitian Anda secara rinci: Anda 1. Mulailah dengan satu kalimat masalah. 2. Elaborasi kalimat itu serinci mungkin dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: a. Dari mana tahunya? b. Bagaimana datanya? c. Upaya apa yang telah dilakukan? d. Bagaimana hasilnya? 3. Usahakan kalimat masalah dan elaborasinya itu mencapai ½ -- 1 halaman; setelah itu biasanya Anda akan menemukan akar masalahnya. Contoh: (Kalimat masalah) ‖Nilai fisika siswa kelas I SMA X Jakarta pada umumnya rendah.‖ (Dari mana tahunya?) Mereka tampak mengerti penjelasan dan contoh soal yang diberikan guru; tetapi ketika soal diganti sedikit saja, mereka menjadi bingung dan tidak mampu mengerjakan. Seakan-akan mereka hanya mengerti tentang hal yang sudah dijelaskan; hal-hal yang baru sekecil apapun akan menimbulkan kebingungan, tidak mampu diatasi. Pada ulangan akhir standar kompetensi (SK) skor rata-rata siswa 5; pada ulangan akhir-semester skor rata-rata juga 5. (Bagaimana datanya?) Hal itu dialami oleh sekitar 60% siswa dalam kelas, terjadi pada hampir seluruh SK, dan sudah berlangsung dari tahun ke tahun. (Upaya yang sudah dilakukan) Agar pemahaman siswa lebih mantap, guru sering menggunakan alat-alat untuk demonstrasi di kelas maupun eksperimen di laboratorium. Guru juga sudah menggunakan media Power Point dalam menerangkan; sekali dua kali penjelasan diselingi dengan program animasi flash. Siswa-siswa yang bernilai rendah sudah diberi program remedial; waktunya di luar jam pelajaran tatap muka. (Bagaimana hasilnya?) Kegiatan demonstrasi/praktikum itu tampaknya belum berhasil menanamkan konsep-konsep fisika secara mantap kepada siswa. Program remedial juga tidak banyak menolong karena siswa yang nilainya rendah pada umumnya berusaha untuk menghindar. Menemukan Akar Masalah Deskripsi masalah yang rinci sebanyak 1/2 -- 1 halaman itu biasanya sudah dapat mengantarkan Anda ke penemuan akar masalah. Dari deskripsi masalah di atas jelas sekali bahwa akar masalahnya adalah ‖pemahaman siswa yang kurang mantap‖. Menyususun Hipotesis Tindakan Dalam kasus di atas, metode demonstrasi/eksperimen dan media pembelajaran yang interaktif jelas bukan merupakan ―obat‖ bagi akar masalah ‖kurang mantapnya pemahaman siswa‖. Guru sudah melakukan hal itu dan ternyata tidak berhasil. Program remedial juga bukan merupakan obat yang tepat; guru sudah melakukannya dan tidak berhasil. Guru harus menemukan ‖obat‖ atau ‖tindakan‖ lain. Marilah sejenak kita berfikir tentang hal lain, yaitu pemahaman kita atas konsep "kursi". Begitu mantapnya pemahaman kita sehingga ditunjukkan kursi model apapun--berkaki empat, berkaki tiga, berkaki satu, pendek, sedang, tinggi, bersenderan, tanpa senderan, berbentuk bulat, berbentuk segi empat, berbentuk sembarang, bahan kayu, bahan logam, ditambahi busa agar empuk, dengan pegangan tangan, tanpa pegangan tangan, dsb.--kita tidak akan pernah terkecoh, selalu dapat membedakan antara kursi dan bukan kursi. Hal itu kontras sekali dengan pemahaman konsep fisika oleh siswa dalam kasus di atas, diubah sedikit saja mereka sudah bingung. Apa rahasia penanaman konsep yang mantap tentang kursi itu? Dalam menanamkan konsep, pemberian "contoh" yang terbatas jenisnya akan membuat siswa mengalami under-generalization atau generalisasi yang terlalu sempit. Sebaliknya lupa memberikan "noncontoh" akan membuat siswa mengalami over-generalization atau generalisasi yang terlalu luas. Baik under-generalization maupun overgeneralization dua-duanya akan mengganggu pemahaman konsep siswa secara mantap. Pemberian contoh yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh diduga akan dapat memantapkan pemahaman siswa ketika diterangkan. Dalam literatur, cara itu dikenal dengan metode concept attainment atau metode pencapaian konsep. Hipotesis-tindakan penelitian ini menjadi: "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta." Secara operasional tindakan yang akan dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Tiap konsep-baru yang esensial ditanamkan menggunakan metode concept attainment, dengan pemberian contoh-contoh yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh. 2. Contoh soal yang diberikan harus cukup banyak dan barvariasi, disertai dengan jawaban. 3. Dihindarkan ‖pemberian contoh yang terbatas‖ tetapi ‖pemberian soal latihan dan PR yang terlalu banyak‖. Catatan: Penggunaan alat-alat untuk demonstrasi/praktikum tetap dilakukan karena merupakan karakteristik pembelajaran fisika. Program remedial bagi siswa-siswa yang lambat juga terus dilakukan karena merupakan prinsip pembelajaran yang sudah baku. Jadi tindakan dalam PTK tidak dimaksudkan untuk ―menggantikan‖ metode dan prinsip sudah baku, melainkan ―menambahkan‖ metode-metode baru. Menuliskan Judul Penelitian Akhirnya Anda tinggal menuliskan judul penelitian, secara singkat tetapi jelas. Isi judul sama dengan isi hipotesis tindakan, tetapi redaksinya diubah dari kalimat menjadi frasa. Hipotesis tindakan, kalimat: "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta." Judul penelitian, frasa: ―Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas I SMA X melalui Metode Concept Attainment‖ Penulisan frasa untuk judul penelitian menggunakan huruf besar pada tiap kata, dan tidak diakhiri dengan titik; sedangkan penulisan kalimat untuk hipotesis tindakan hanya menggunakan huruf besar di awal kalimat, dan diakhiri dengan titik. Dari uraian di atas jelas bahwa judul penelitian datang "paling akhir", setelah deskripsi masalah, penemuan akar masalah, dan penyusunan hipotesis tindakan. Sangat aneh kalau ada peneliti PTK yang langsung ingin menemukan judul. Analoginya adalah dokter yang begitu bersemangat dengan obat barunya, baru kemudian mencari orang yang sakit. Penelitian harus dimulai dari masalah, karena pada dasarnya penelitian adalah pemecahan masalah. Catatan: Analogi guru-dokter dalam penelitian PTK tidak seluruhnya benar. Minimal ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, dalam dunia kedokteran setelah pasien sembuh pemberian obat dihentikan; dalam PTK setelah perlakuan berhasil akan dilanjutkan terus sebagai metode baru yang lebih efektif. Kedua, dalam dunia kedokteran pengobatan pada umumnya hanya berfungsi untuk mengembalikan pasien ke kondisi awal/normal, yaitu sehat; dalam PTK dapat dicobakan hal-hal baru yang melebihi keadaan awal/normal. Proposal Sederhana Dari hasil analisis di atas dapatlah dirangkum proposal sederhana dalam bentuk matriks seperti pada tabel berikut ini: Tabel Proposal Sederhana dalam Pelajaran Fisika SMA No 1 Aspek-aspek Penelitian Kalimat Masalah Uraian Nilai fisika siswa Kelas I SMA X Jakarta pada 2 Akar Masalah 3 Hipotesis Tindakan umumnya rendah. Pemahaman siswa kurang mantap ketika diterangkan. "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta." Tindakan Operasional: 4 Judul Penelitian a. Tiap konsep-baru yang esensial ditanamkan menggunakan metode concept attainment, dengan pemberian contoh-contoh yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh. b. Contoh soal yang diberikan harus cukup banyak dan barvariasi, disertai dengan jawaban. c. Dihindarkan ‖pemberian contoh yang terbatas‖ tetapi ‖pemberian soal latihan dan PR yang terlalu banyak‖. ―Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas I SMA X melalui Metode Concept Attainment‖ Dengan berbekal proposal sederhana ini Anda sudah dapat mulai melakukan PTK di kelas Anda. Tindakan yang akan Anda lakukan sudah jelas karena bersifat operasional. Ukuran operasional adalah dapat dilakukan oleh orang lain yang membaca hipotesis itu. Analoginya dengan dunia kedokteran, hipotesis tindakan "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta" adalah sebagai obat, sedangkan ‖tindakan operasional‖ yang terdiri dari tiga butir itu adalah cara meminum atau dosisnya. Contoh Proposal Sederhana Lainnya Tabel Proposal Sederhana dalam Mata Pelajaran IPS SMP No Aspek-aspek Penelitian 1 Kalimat Masalah 2 Akar Masalah 3 Hipotesis Tindakan Uraian Para siswa cepat lupa dalam pelajaran IPS Kelas VII SMP Y Bekasi. Siswa kurang berkesan dalam tiap peristiwa pembelajaran. "Cerita-cerita yang aneh akan meningkatkan daya ingat siswa dalam pelajaran IPS Kelas VII SMP Y Bekasi." Tindakan Operasional: 4 Judul Penelitian a. Tiap pembelajaran tatap muka, guru menyiapkan beberapa cerita aneh yang relevan, dapat diambil dari surat kabar atau artikel internet. b. Dalam membahas konsep penting, cerita aneh itu dibacakan. Satu pertemuan tatap muka cukup 1— 2 cerita aneh. c. Siswa diminta menanggapi cerita aneh itu secara kelompok; .yang baik diberi pujian. ―Peningkatan Daya Ingat Siswa melalui Pembacaan Cerita-cerita Aneh dalam Pelajaran IPS Kelas VII SMP Y Bekasi‖ Tabel Proposal Sederhana dalam Mata Pelajaran Matematika SD No Aspek-aspek Penelitian 1 Kalimat Masalah 2 Akar Masalah 3 Hipotesis Tindakan Uraian Siswa yang lemah tidak peduli dengan nilai rendah dalam mata pelajaran matematika di Kelas VI SD Z Depok. Persepsi diri siswa rendah, merasa dirinya sebagai siswa yang bodoh. "Pemberian Pengalaman Sukses akan Meningkatkan Kepedulian Siswa terhadap Nilai Matematika Kelas VI SD Z Depok." Tindakan Operasional: 4 Judul Penelitian a. Dalam pembelajaran, guru memberi perhatian lebih besar kepada siswa-siswa yang lemah. b. Tiap pertemuan tatap muka, satu dua orang siswa yang lemah diberi tugas yang mudah. Setelah yakin dapat mengerjakan, mereka diminta maju ke papan tulis, diikuti dengan pujian. c. Siswa yang pandai tetap diberi tugas, seperti biasanya. ―Peningkatan Kepedulian Siswa terhadap Nilai Matematika melalui Pemberian Pengalaman Sukses dalam Pelajaran Matematika Kelas VI SD Z Depok‖ Masalah yang Layak Diteliti dan Profesionalisme Guru Masalah yang Layak Diteliti Tidak semua masalah dapat dipecahkan melalui PTK, hanya masalah yang berada dalam kendali guru. Rendahnya "input siswa" yang masuk sekolah Anda, suara berisik karena "sekolah Anda berada di pinggir jalan", dan "status ekonomi sosial orang tua siswa" adalah contoh-contoh masalah yang berada di luar kendali guru, tidak layak untuk diteliti. Sebaliknya masalah yang sudah terlalu jelas juga tidak layak diteliti karena tidak perlu. Misalnya selama ini Anda mengajar secara monoton, menggunakan metode ceramah sepanjang hari, dan siswa merasa jenuh. Kemudian Anda akan menerapkan metode bermain peran agar siswa lebih aktif. Hal itu sudah terlalu jelas, siswanya pasti akan menjadi aktif. Anda tinggal melaksanakan secara langsung. Analoginya adalah upaya Anda menyiram tanaman di pot yang layu karena tidak disiram. Anda tinggal langsung meyiram, tidak perlu meneliti dulu; hasilnya sudah jelas, tanaman pasti akan menjadi segar. Penelitian diawali dengan masalah, yang masih meragukan. Profesionalisme Guru Pertanyaan "Upaya apa yang sudah dilakukan?" pada bagian ‖Mendeskripsikan Masalah‖ di atas penting untuk dikemukakan. Hal itu menandakan bahwa Anda seorang guru profesional, yang telah menerapkan berbagai metode secara kreatif tetapi belum berhasil. Bagian yang belum berhasil itulah yang Anda teliti melalui PTK. Analogi dengan tanaman di pot tadi, jika telah disiram dan dipupuk tetapi tanaman masih tetap layu, barulah itu merupakan masalah penelitian yang sangat menarik. Setelah beberapa kali melakukan PTK, Anda akan terbiasa memberikan tindakan secara sistematis. Anda juga akan merasakan bahwa PTK tidak banyak berbeda dengan pembelajaran biasa. Secara tidak sadar Anda akan melakukan PTK setiap saat; dan Anda akan mendapat predikat sebagai guru profesional yang reflektif. b. Metode Penelitian Anda perlu menegaskan metode penelitian yang Anda gunakan, yaitu PTK, disertai model yang digunakan. Biasanya PTK di sekolah menggunakan Model Kemmis & Taggart seperti gambar di bawah ini. Gambar PTK Model Kemmis & Taggart Siklus Penelitian Salah satu ciri khas PTK adalah adanya siklus. Menurut Kemmis dan McTaggart siklus terdiri dari empat komponen, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi. Analoginya dengan pengobatan oleh dokter, satu siklus adalah rangkaian empat kegiatan: (1) Pemberian resep kepada pasien, (2) Peminuman obat oleh pasien, (3) Pengukuran peningkatan kesehatan pasien ketika kembali lagi ke dokter, dan (4) Analis dan evaluasi kesehatan pasien. Siklus PTK sebenarnya adalah satu satuan penelitian yang lengkap, karena komponen-komponennya lengkap dari perencanaan sampai refleksi. Jadi kalau Anda melakukan PTK dengan lima siklus, sebenarnya Anda melakukan lima penelitian secara berkelanjutan. PTK sebaiknya minimal terdiri dari tiga siklus; kalau baru satu siklus sudah berhasil kemungkinan masalahnya terlalu sederhana. Satu siklus minimal terdiri dari tiga pertemuan tatap muka dengan perlakuan yang sama, agar intensif. Misalnya Anda melakukan siklus dengan tiga pertemuan. Pada pertemuan pertama Anda menggunakan metode concept attainment pada konsep-konsep penting yang diajarkan, diikuti dengan pemberian contoh soal yang bervariasi, dan PR yang bervariasi juga. Pada pertemuan kedua dan ketiga Anda melakukan hal yang sama secara konsisten. Analoginya adalah proses minum obat oleh pasien; selama tiga hari ia meminum obat yang sama dengan dosis yang sama, berulang-ulang. Hal itu dilakukan agar data yang diperoleh bersifat jenuh, artinya lengkap. Kalau perlakukan hanya dilakukan satu kali dan hasilnya baik, ada kemungkinan hal itu hanya kebetulan. Tetapi kalau perlakuan sudah dilakukan tiga kali dan hasilnya baik, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hasil itu memang benar-benar baik, bukan karena kebetulan. Perencanaan Perencanaan pada siklus pertama tidak lain adalah hipotesistindakan yang telah Anda tetapkan sebelumnya. Perencanaan adalah variabel bebas penelitian Anda. Perencanaan pada siklus kedua, ketiga, dan selanjutnya belum dapat ditentukan karena harus dibuat berdasarkan hasil refleksi terhadap siklus sebelumnya. Dalam RPP, hipotesis-tindakan itu harus dapat dilihat posisinya, bisa di pembelajaran pendahuluan, pembelajaran inti, dan/atau di pembelajaran penutup. Ada baiknya dalam RPP hipotesis tindakan itu Anda cetak tebal agar posisinya dalam pembelajaran-biasa terlihat dengan jelas. Seperti telah disinggung sebelumnya, sebaiknya hanya bagian tertentu dari pembelajaran yang Anda diperbaiki melalui PTK. Analoginya dengan badan kita, hanya bagian-bagian tertentu yang diobati oleh dokter. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah uraian tentang implementasi perencanaan Anda, masih berbicara tentang variabel bebas. Kalau seluruh perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik sepanjang siklus, Pelaksanaan hanya akan berisi satu kalimat, yaitu: "Seluruh perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik." Tetapi hal itu jarang terjadi; yang sering terjadi adalah sebaliknya: "Perencanaan sih boleh, tetapi pelaksanaannya?" Analoginya dengan dokter, pelaksanaan adalah uraian tentang kegiatan minum-obat pasien. Mungkin saja pertama kali minum obat pasien merasa mual dan muntah, sehingga obat belum bisa masuk. Yang kedua dan ketiga masih mengalami hal serupa. Baru pada peminuman keempat, pada hari kedua, obat itu bisa masuk. Cerita yang ingin didengar dokter dalam Pelaksanaan berkisar pada hal itu, belum berbicara tentang peningkatan kesehatan pasien. Uraian Pelaksanaan sifatnya holistik, mencakup ketiga pertemuan dalam satu siklus, tetapi tidak menceritakan pertemuan per pertemuan. Agar uraian menjadi sistematis dan tidak terjebak pada pertemuan per pertemuan, Anda perlu membuat unsur-unsur variabel bebas itu, kemudian diuraikan keberhasilan dan kegagalannya. Dalam hal penggunaan metode concept attainment misalnya, unsur-unsurnya adalah langkah-langkah metode itu sendiri. Contoh uraian Pelaksanaan Siklus 1: "Ketika diberikan dua kolom berisi daftar istilah fisika, yang satu diberi judul YA dan satu lagi BUKAN, sebagian besar siswa memperhatikan sambil berfikir. Perhatian siswa meningkat ketika mereka diminta menambahkan istilah baru di kolom YA. Mereka mulai berdiskusi dengan teman kelompoknya dan berusaha menemukan istilah-istilah baru. Masih ada beberapa siswa di barisan belakang yang belum terfokus perhatiannya. Ketika diminta memberi nama konsep yang mewakili semua istilah yang berada di kolom YA, mereka lebih tertantang lagi. Beberapa siswa tunjuk tangan dan menyebutkan konsep; guru menuliskan di papan tulis. Tetapi ketika diminta menyebutkan atribut kritikal dari konsep yang diajukan mereka mendapat kesulitan. Dst., dst...." Pengamatan Pada bagian inilah Anda mulai memaparkan perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel terikat, yaitu variabel yang Anda tingkatkan melalui PTK ini. Seluruh hasil pengukuran menggunakan instrumen, disajikan datanya di bagian Pengamatan ini. Dalam PTK instrumennya bermacam-macam, tidak hanya tes; semua datanya disajikan di sini. Tampilan yang khas di bagian Pengamatan ini adalah tabel, diagram, dan grafik; tetapi uraian naratif juga ada, yaitu untuk menyajikan hasil wawancara atau catatan lapangan. Refleksi Dalam refleksi, Anda akan membahas data yang telah tersaji dalam Pengamatan di atas. Baik keberhasilan maupun kegagalan semuanya dibahas. Keberhasilan perlu dibahas untuk mengetahui apakah benar penyebabnya adalah tindakan yang Anda berikan. Jika benar berarti hipotesis-tindakan Anda benar. Tetapi Anda harus jeli, belum tentu keberhasilan itu akibat dari hipotesis-tindakan. Sebagai contoh dalam metode concept attainment, setelah berlangsung satu siklus ternyata pemahaman siswa tidak meningkat. Kemudian pada siklus berikutnya Anda sebagai peneliti memberikan tambahan drill sebanyak-banyaknya sehingga siswa hafal akan tipe-tipe soal yang keluar dalam tes. Pada akhir siklus-kedua pemahaman siswa meningkat. Apakah peningkatan itu akibat dari hipotesis penelitian? Boleh jadi bukan; peningkatan itu lebih banyak disebabkan oleh metode drill and practice daripada metode concept attainment. Terutama kegagalan, harus dibahas secara sungguh-sungguh, sebaiknya bersama kolaborator Anda. Langkah-langkahnya sama dengan pada awal siklus pertama: mendeskripsikan masalah secara rinci, menemukan akar masalah, bertanya mengapa dan mengapa, dan mencari alternatif tindakan. Ingat bahwa siklus pertama sebenarnya adalah satu penelitian. Pada siklus kedua Anda melakukan satu penelitian lagi. Tujuan utama refleksi adalah mencari alternatif tindakan untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Sebaiknya Anda bukan mengganti tindakan melainkan melengkapi atau memodifikasi tindakan; tindakan utamanya concept attainment masih tetap. Pergantian Siklus Pergantian dari satu siklus ke siklus berikutnya dapat dilakukan berdasarkan jumlah pertemuan, seperti telah disinggung di atas. Tetapi Anda dapat menggunakan dasar lain, misalnya jumlah minggu, kompetensi dasar, atau pokok bahasan. Tindakan pada siklus berikutnya ditentukan berdasarkan refleksi terhadap hasil siklus sebelumnya. Analoginya dengan dokter, resep-baru dibuat berdasarkan hasil penilaian terhadap resep sebelumnya. Tindakan pada siklus baru harus berbeda secara signifikan dengan siklus sebelumnya. Kalau hanya pengulangan berarti masih bagian dari siklus sebelumnya. Insrumen Penelitian Karena PTK mengandung unsur inovasi, biasanya ada hal-hal tertentu yang perlu dipersiapkan secara khusus. Salah satunya adalah instrumen penelitian, yang berbeda dengan instrumen yang biasa Anda pakai sehari-hari. Tes hasil belajar yang biasanya cukup dengan C1, C2, ... s.d. C6 misalnya, sekarang akan terfokus pada C2 saja, tetapi dirinci menjadi tujuh komponen, yaitu: (1) menginterpretasi, (2) memberi contoh, (3) mengklasifikasi, (4) merangkum, (5) menginferensi, (6) membandingkan, dan (7) menjelaskan. Wawancara dengan siswa yang biasanya Anda lakukan secara spontan, sekarang dibuat pedomannya dulu agar lebih terfokus; demikian juga kegiatan observasi, Anda buat lembar observasinya. Catatan lapangan perlu Anda siapkan dulu penulisannya; ini paling mudah karena tidak perlu ada instrumen khusus. Catatan lapangan tidak lain adalah catatan harian atau diary, untuk menuangkan hal-hal yang sangat berkesan. Kalau penelitian dilakukan dengan penuh antusiasme, Anda akan menemukan halhal yang sangat berkesan dan secara mudah dapat dituliskan dalam catatan lapangan. Agar lebih sederhana kita sepakati dulu bahwa yang dimaksud dengan instrumen dalam PTK adalah alat untuk mengukur keberhasilan tindakan pada variabel yang ingin Anda tingkatkan, yaitu variabel terikat. Agar lebih ilmiah, setiap instrumen yang Anda buat harus dibuat kisi-kisinya dulu; dan kisi-kisi itu dibuat berdasarkan teori yang ada di bagian Kajian Pustaka. Oleh karena itu, teori dalam Kajian Pustaka hendaknya sedemikian rupa sehingga dapat mengarahkan pembuatan instrumen. Sangat kurang baik teori yang diuraikan secara panjang lebar tetapi tidak memberikan petunjuk apapun untuk pembuatan instrumen. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Yang sudah Anda kenal dengan baik tentu saja instrumen untuk mengukur hasil belajar, yang biasa disebut tes. Tes yang baik harus valid, yaitu mengukur apa yang harus diukur. Validitas tes biasanya didekati dengan kisi-kisi, yang akan menjamin keterwakilan kompetensi dan tingkat kognisi yang akan diukur. Validitas seperti itu disebut validitas isi, karena penekanannya pada keterwakilan isi. Syarat lainnya, tes yang baik harus reliabel atau ajeg, yaitu jika digunakan dengan cara yang sama hasilnya akan sama. Reliabilitas tes diketahui setelah tes diuji coba; koefisiennya dihitung dengan rumus-rumus statistik, seperti rumus split half test, KR-20, atau Alfa Chronbach. Dalam PTK uji reliabilitas tes seperti itu tidak dilakukan karena jarang guru yang mengujicobakan tes sebelum menggunakan. Tetapi penggunaan kisi-kisi untuk menjamin validitas tes seperti dijelaskan di atas sebaiknya dilakukan oleh peneliti PTK. Di samping tes, dalam PTK digunakan berbagai jenis instrumen, di antaranya: (1) Lembar observasi, (2) Pedoman wawancara, (3) Pedoman telaah dokumen, (4) Kuesioner, (5) Rating scale, (6) Portofolio, (7) Skala sikap, dan (8) Catatan lapangan. Seperti halnya tes, instrumen-instrumen itu harus dibuat berdasarkan kisi-kisi agar validitas-isi nya terjamin. Di samping itu masih ada validitas lain yang harus dipenuhi oleh instrumen-instrumen itu, yaitu validitas konstruk. Untuk memperoleh validitas konstruk, kisi-kisi instrumen harus dibuat berdasarkan teori yang telah dibahas di Kajian Pustaka. Singkatnya, "Instrumen harus dibuat berdasarkan kisi-kisi, dan kisikisi harus dibuat berdasarkan teori." Triangulasi Sebagai ganti penghitungan menggunakan rumus-rumus, reliabilitas instrumen dalam PTK didekati dengan teknik triangulasi. Artinya, satu variabel terikat (yang akan ditingkatkan) diukur dengan beberapa instrumen. Motivasi siswa misalnya, tidak cukup diukur dengan kuesioner, tetapi ditambah dengan wawancara dan observasi. Jika ketiga instrumen itu menghasilkan data yang sama atau mirip, barulah dapat ditafsirkan bahwa data itu benar. Reliabilitas instrumen dalam PTK juga dapat didekati dengan pengamatan yang cukup lama sehingga datanya mencapai tingkat jenuh atau mencukupi. Lamanya pengamatan harus dibarengi dengan tingkat ketelitian dan keseksamaan. Pelanggaran Validitas Instrumen Seringkali peneliti PTK secara tidak sadar telah melanggar validitas instrumen, yaitu membuat instrumen tanpa didasari kisi-kisi dan teori. Serinkali instrumen bahkan tidak mengukur yang harus diukur. Mengukur motivasi misalnya, menggunakan tes hasil belajar. Instrumen Spontan Peneliti sering membuat instrumen secara spontan yang diperkirakan dapat mengukur keberhasilan penelitiannya. Dasarnya lebih banyak perasaan daripada penalaran yang sistematis. Setelah instrumen jadi dan ditanyakan kisi-kisinya, peneliti itu tidak dapat menjawab. Hampir dapat dipastikan bahwa instrumen seperti itu tidak ada dasar teorinya. Spontanitas itu seringkali menghasilkan bermacam-macam instrumen, untuk mengukur berbagai variabel. Maksud hati mungkin ingin menerapkan triangulasi, tetapi kurang tepat arahnya. Kalau triangulasi adalah mengukur satu variabel dengan beberapa macam instrumen, dalam instrumen spontan itu mengukur banyak variabel dengan banyak instrumen yang tidak jelas dasar teorinya. Instrumen ”Teh Botol” "Apapun makanannya, minumannya Teh Botol"; begitulah bunyi iklan di televisi. Hal serupa sering terjadi dalam PTK. "Apapun masalahnya, instrumennya tes hasil belajar." Masalah rendahnya motivasi misalnya, instrumennya tes hasil belajar, seperti telah disinggung sebelumnya. Dasar pemikirannya, kalau motivasi meningkat siswa akan belajar lebih aktif sehingga hasil belajarnya meningkat. Hal itu bisa benar, tetapi bisa juga tidak. Peningkatan hasil belajar itu bisa disebabkan oleh faktor lain, seperti minat, media, dan tingkat kesulitan soal. Yang jelas teori tentang motivasi berbeda dengan teori tentang hasil belajar. Kalau teorinya berbeda kisi-kisinya harus berbeda, dan instrumennya dengan sendirinya akan berbeda. Jadi mengukur motivasi dengan hasil belajar dapat dikatakan mengukur variabel lain. Kisi-kisi Instrumen Yang paling mudah adalah membuat kisi-kisi tentang hasil belajar; Anda sudah terbiasa melakukannya. Berikut ini diberikan beberapa contoh instrumen untuk mengukur hasil belajar atau pemahaman siswa. Tabel Contoh Kisi-kisi Tes Pemahaman Siswa KD 1 Indikator 1 Indikator 2 KD 2 Indikator 1 Indikator 2 Keterangan: KD = kompetensi dasar Menjelaskan Membandingkan Menginferensi Merangkum Mengklasifikasi Memberi Contoh Kompetensi dan Indikator Menginterpretasi Proses Kognitif dan Jumlah Butir Soal Tabel Contoh Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pemahaman Siswa Kompetensi dan Indikator Sangat Kurang Kriteria Kurang Baik KD 1 Indikator 1 Interpretasi tentang Indikator 1 Indikator 2 Kemampuan klasifikasi tentang indikator 2 KD 2 Indikator 3 Inferensi tentang indikator 3 Indikator 4 Kemampuan membandingkan tentang indikator 4 Indikator 5 Kemampuan menjelaskan tentang indikator 5 Tabel Contoh Kisi-kisi Lembar Observasi Pemahaman Siswa No Indikator Pemahaman 1 Menginterpretasi 2 Memberi contoh 3 Mengklasifikasi 4 Merangkum 5 Menginferensi 6 Membandingkan 7 Menjelaskan Sangat Kurang Kurang Baik Sangat Baik Sangat Baik Perlu diperhatikan bahwa ketiga kisi-kisi di atas mengukur variabel yang sama, yaitu pemahaman siswa, secara triangulatif. Artinya variabel yang sama diamati dari berbagai sudut pandang. Instrumen untuk Variabel Bebas? Perlukah variabel bebas (metode yang digunakan) diukur-ukur menggunakan instrumen seperti halnya variabel terikat (variabel yang ditingkatkan)? Marilah kita bandingkan dengan pekerjaan dokter. Apakah yang biasanya diukur oleh seorang dokter, kegiatan minum obat pasien sesuai resep (variabel bebas) atau peningkatan kesehatan pasien (variabel terikat)? Tentu saja yang terakhir. Ketepatan pemakaian metode memang perlu diperhatikan dalam PTK, tetapi tidak perlu diukur-ukur menggunakan instrumen. Jika dilakukan, pekerjaan peneliti akan bertambah banyak, yang akan membuatnya stress dan lelah. Setelah selesai penelitian ia akan mengatakan dalam hati: "Sekali ini saja saya melakuan penelitian." Hal ikhwal variabel bebas cukup disampaikan secara naratif di bagian "Pelaksanaan" dari siklus penelitan (yang terdiri dari Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi). Ada kerugian lain jika variabel bebas diukur-ukur dengan instrumen dan disajikan datanya dalam bentuk tabel-tabel. Benang merah laporan penelitian menjadi kabur dan hasil penelitian sukar dipahami oleh pembaca. Kolaborasi Perlu dikemukakan jumlah dan latar belakang pendidikan kolaborator, dan waktu pertemuan. Misalnya kolaborator internal adalah teman sejawat, guru semata pelajaran. Pertemuan dilakukan secara intensif pada penulisan proposal dan pembuatan instrumen. Pada saat implementasi, pertemuan dilakukan seminggu sekali pada akhir pekan untuk membicarakan masalah-masalah yang ditemukan pada minggu berjalan, dan rencana untuk minggu berikutnya. Kolaborator internal juga membantu melakukan pengukuran menggunakan instrumen-instrumen yang tersedia pada akhir siklus. Kolaborator ekternal adalah dosen perguruan tinggi yang membantu pada penulisan proposal. c. Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Setelah mempunyai proposal sederhana, hasil kegiatan sebelumnya, Anda akan sangat mudah mengembangkannya menjadi proposal lengkap. Hal-hal yang esensial telah tertulis dalam proposal sederhana itu, terutama deskripsi masalah, rumusan masalah, dan hipotesis tindakan. Sistematika Proposal Penelitian Sistematika proposal penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: Judul Bab 1 Pendahuluan A. B. C. D. Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Bab 2 Kajian Pustaka A. B. C. D. Deskripsi Teori Hasil Penelitian yang Relevan Kerangka Berfikir Hipotesis Tindakan Bab 3 Metodologi Penelitian A. B. C. D. E. F. G. H. Setting Penelitian Metodologi Penelitian Siklus Penelitian Kriteria Keberhasilan Instrumen Penelitian Anallisis Data Kolaborasi Jadual Penelitian Daftar Pustaka Judul PTK Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, judul penelitian harus singkat tetapi jelas. Isinya sama dengan hipotesis tindakan tetapi dengan rumusan yang berbeda. Judul harus mengandung variabel bebas (tindakan yang diberikan) dan variable terikat (variabel yang akan ditingkatkan). Contohnya adalah sebagai berikut: “Peningkatan Hasil Belajar Fisika SMA Kelas I SMA X Jakarta Melalui Metode Concept Attainment” Variabel bebasnya metode concept attainment dan variabel terikatnya hasil belajar sejarah. Jumlah kata sebaiknya tidak lebih dari 15. Topik atau pokok bahasan kurang perlu untuk dicantumkan dalam judul karena keterangan ―Fisika Siswa Kelas I SMA ― sudah cukup spesifik. Jika topik dicantumkan, misalnya ―Kemagnetan‖, seolaholah metode concept attainment itu hanya berlaku pada topik Kemagnetan. Masalah yang dipecahkan dalam PTK seharusnya yang bersifat lintas pokok bahasan, seperti: hasil belajar, motivasi, dan kreativitas. Dengan demikian penggunaan siklus akan lebih leluasa, tanpa dibatasi oleh topik. Judul sebaiknya menampilkan hal-hal yang inovatif untuk menarik pembaca; pertama kali orang membaca hasil penelitian Anda adalah pada judulnya. PTK pada dasarnya adalah sarana untuk melakukan inovasi pembelajaran. Sejak munculnya PTK orang menganggap bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran inovatif. Hampir semua peneliti PTK memilih judul itu kalau diminta membuat proposal. Akibatnya cooperative learning sudah diteliti oleh banyak orang, dan menjadi hal yang biasa. Sayangnya PTK yang mereka lakukan bersifat semu; setelah selesai PTK mereka kembali ke pembelajaran biasa. Pendahuluan (Bab 1) Fungsi utama pendahuluan adalah untuk menjelaskan mengapa penelitian Anda perlu dilakukan. Sampai halaman kedua, pendahuluan harus sudah dapat mengemukakan masalah penelitian secara jelas. Uraian di halaman-halaman berikutnya masih dapat ditambahkan, tetapi sifatnya hanya menegaskan dan melengkapi. Sebaiknya dihindarkan uraian kesana-kemari sampai berhalaman-halaman, dan baru mengemukakan masalah penelitian di bagian akhir. Latar belakang masalah berfungsi untuk membuat masalah penelitian Anda terlihat lebih menonjol, penting, dan mendesak. Masalah penelitian tidak lain adalah deskripsi masalah yang sudah Anda tulis sebelumnya, di Bagian A; sifatnya mikro, yaitu tentang pembelajaran di kelas Anda. Agar terlihat penting, masalah mikro itu harus dibingkai dengan masalah makro yang berskala nasional. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Anda sebagai peneliti memahami isu-isu nasional yang relevan. Namun perlu dihindari kesan bahwa penelitian Anda berskala nasional; kenyataannya penelitian Anda hanya berskala kelas. Oleh larena itu uraian latar belakang maksimal dua alinea, dan segera disambung dengan masalah mikro yang berupa deskripsi masalah itu. Berikut ini adalah contohnya. Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi luluan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) melalui Permendiknas Nomor 22 Tahun 2002 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah menuntut kompetensi yang tinggi dari para lulusan sekolah menengah. Bersamaan dengan itu dikeluarkan juga Standar Proses yang menuntut proses pembelajaran yang berkualitas, menuju lulusan yang ―cerdas dan komprehensif‖, sesuai dengan moto Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Implikasinya guru harus senantiasa meningkatkan kompetensi agar kualitas pembelajarannya terus meningkat. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru adalah tenaga profesional yang dilatih secara khusus melalui pendidikan profesi, untuk mendapatkan sertifikat sebagai pendidik profesional. Salah satu ciri guru profesional adalah bersifat reflektif. Setiap kali melaksanakan pembelajaran ia selalu melakukan refleksi untuk mengetahui kelemahankelemahannya, dan selanjutnya berusaha untuk memperbaiki. Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan cara yang sistematis untuk melakukan refleksi secara intensif dan melakukan perbaikan pembelajaran secara sistematis. Di SMA Negeri X Jakarta nilai sejarah Kelas I pada umumnya rendah. Mereka tampak mengerti penjelasan dan contoh soal yang diberikan guru, tetapi ketika soal diganti sedikit saja mereka menjadi bingung dan tidak dapat mengerjakan. Seakan-akan mereka hanya mengerti tentang hal yang dijelaskan; hal-hal baru sekecil apapun akan menimbulkan kebingungan, tidak mampu diatasi. Pemahamannya barulah sampai di permukaan, belum mendalam. Pada ulangan akhir yang mencakup satu standar kompetensi nilai rata-rata siswa 5; pada ulangan akhir semester rata-rata juga 5. Hal itu dialami oleh sekitar 60% siswa dalam kelas, terjadi di hampir seluruh SK, dan sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Berbagai upaya telah dilakukan guru untuk mengatasi masalah itu. Guru telah menggunakan salat-alat peraga untuk demonstrasi di kelas, dan melakukan eksperimen di laboratorium. Guru juga sudah menggunakan media Power Point untuk menjelaskan; sekali-sekali penjelasan guru diselingi dengan program animasi flash. Tetapi hasilnya belum seperti yang diharapkan. Siswa-siswa yang hasil belajarnya rendah sudah disediakan program remedial; waktunya di luar jam pelajaran tatap muka. Tetapi hasilnya juga belum seperti yang diharapkan; siswa yang nilainya rendah cenderung ingin menghindar dari kegiatan itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep siswa kurang mantap ketika diterangkan. Kemungkinan contoh-contoh yang diberikan guru kurang banyak sehingga siswa mengalami undergeneralization; noncontoh juga tidak disertakan sehingga siswa mengalami over-generalization. Kedua-duanya membuat pemahaman siswa tidak mantap. Perlu dicarikan metode alternatif yang membuat siswa belajar secara mantap. Rumusan masalah penelitian telah tersirat dalam hipotesis tindakan yang ada dalam proposal sederhana yang telah Anda buat di Bagian A; Anda tinggal memindahkan ke sini. Masalah penelitian biasanya disajikan dalam bentuk pertanyaan, tetapi tidak harus. Inilah contohnya. B. Rumusan Masalah Apakah metode concept attainment dapat meningkatkan hasil belajar sejarah kelas I SMA Negeri X Jakarta? Bagian terakhir pendahuluan adalah tujuan dan manfaat penelitian. Tujuan PTK tidak sekedar ingin ―mengetahui peningkatan‖ variabel terikat (yang akan ditingkatkan), tetapi lebih pada ―meningkatkan‖ variabel terikat itu. Ingin ―mengetahui peningkatan‖ mempunyai konotasi ―setelah tahu akan selesai‖ sehingga peneliti PTK banyak yang kembali ke metode semula setelah penelitian selesai; sedangkan ―meningkatkan‖ mempunyai arti ingin menggunakan metode baru yang ditemukan untuk seterusnya. Manfaat penelitian sebaiknya dirinci untuk berbagai pihak agar makna penelitian menjadi labih besar, misalnya bagi siswa, guru, dan sekolah. Inilah contohnya. C. Tujuan Penelitian Penelitian tindakan kelas ini bertujuan meningkatkan hasil belajar sejarah siswa. untuk D. Manfaat Penelitian Bagi siswa penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahamannya. Bagi guru penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan membiasakan diri menjadi guru yang reflektif, yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran. Bagi sekolah, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan citra sebagai sekolah yang efektif, yang membimbing siswa menjadi insan yang cerdas dan komprehensif. Kajian Pustaka (Bab 2) Deskripsi teori memberikan dasar teori pada variabel-variabel yang Anda teliti. Baik variabel bebas (tindakan yang diberikan) dan variabel terikat (yang ditingkatkan) dua-duanya harus didukung dengan teori. Ini sejalan dengan ciri seorang profesional, yang setiap tindakannya didukung dengan teori yang sudah mantap. Analoginya dengan dokter, setiap obat yang diresepkan harus didukung dengan teori atau hasil penelitian yang sudah mantap. Jika tidak, dokter itu akan lebih tepat disebut dukun. Namun fungsi teori dalam PTK agak berbeda dengan fungsinya dalam penelitian formal. Asumsinya, peneliti PTK adalah guru profesional yang sudah berusaha menerapkan teori-teori yang sudah mantap itu dalam pembelajaran, tetapi belum berhasil. Sebagaimana kita ketahui banyak sekali teori-teori yang mantap itu berasal dari negara Barat, yang berbeda budaya dengan kita. Dalam PTK Anda dapat saja menemukan teori yang sama sekali baru—disebut grounded theory—yang sesuai dengan konteks sekolah Anda. Jadi teori yang dirujuk dalam PTK sifatnya hanya sebagai bahan pertimbangan. Kata ―pustaka‖ digunakan untuk membedakan dengan ―teori’ yang bersifat akademis. Pustaka lebih bersifat umum; Undang-Undang dan Peraturan Menteri dapat dimasukkan ke dalamnya. Dokumendokumen itu merupakan kebijakan sehingga tidak dapat dimasukkan dalam kategori teori. Selain variabel bebas dan variabel terikat, Anda perlu mencari teori yang berkenaan dengan pembelajaran khusus, untuk mata pelajaran Anda. Gunanya agar temuantemuan yang Anda peroleh nanti tidak menyimpang dari karakteristik mata pelajaran yang Anda ampu. Sebaiknya penyajian hakikat variabel bebas didahulukan agar pembaca langsung dapat mengetahui inovasi yang ditawarkan pada kesempatan pertama. Berikut ini adalah contoh deskripsi teori untuk judul ―Peningkatan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas I SMA X Jakarta melalui Metode Concept Attainment‖. Bab 2 Kajian Pustaka A. Deskripsi Teori 1. Concept Attainment Pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi dengan model concept attainment menurut Uno (2008) dikembangkan berdasarkan karya Jerome Brunner, dkk. yang yakin bahwa lingkungan sekitar manusia beragam dan sebagai manusia kita harus mampu membedakan, mengkategorikan dan menamakan semua itu. Kemampuan manusia dalam membedakan, mengelompokkan dan menamakan sesuatu inilah yang menyebabkan munculnya sebuah konsep. Concept attainment adalah suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Metode ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, tentunya, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Pendekatan ini, lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih pada pengenalan konsep baru, melatih kemampuan berpikir induktif dan melatih berpikir analisis. Prosedur pembelajarannya melalui tiga tahap yaitu: kategorisasi, penemuan konsep, penyimpulan. Kategorisasi adalah upaya mengkategorikan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh. Setelah kategori yang tidak sesuai disingkirkan, kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk suatu konsep. Setelah itu, suatu konsep tertentu baru dapat disimpulkan. Tahap terakhir inilah yang dimaksud dengan concept attainment. 2. Hasil Belajar Belajar merupakan suatu kekuatan atau sumber daya yang tumbuh dari dalam diri sesorang (individu). Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang seperti kelelahan dan pengaruh obat (Purwanto, 2003). Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar (Munir, 2008); perilaku itu meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Hasil belajar pada aspek pengetahuan adalah dari tidak tahu menjadi tahu, pada aspek keterampilan dari tidak mampu menjadi mampu. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang meliputi perubahan dalam persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dalam bentuk perilaku yang dapat diamati. Proses belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi yang meliputi tiga tahap, yaitu: perhatian (attention), penulisan dalam bentuk simbol (encoding), dan mendapatkan kembali informasi (retrieval). Mengajar merupakan upaya dalam rangka mendorong (menuntun dan menemukan hubungan) antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. 3. Pembelajaran Sejarah Sesuai dengan yang disampaikan Suparno (2005) bahwa selama proses pembelajaran terjadi interaksi yang khas antara siswa dan guru, siswa berupaya menyerap informasi dan guru bertugas mendampingi siswa dalam belajar. Dalam filsafat pendidikan modern, siswa dipandang bukan sebagai objek dalam pembelajaran tetapi juga sebagai subjek. Siswa tidak dipandang sebagai orang yang tidak tahu, tapi dipandang sebagai orang yang tahu meskipun belum sempurna. Sejarah merupakan cabang dari ilmu sosial yang mempelajari tentang manusia pada masa lampau yang mencakup konsep ruang dan waktu serta perubahan. Dalam standar isi mata pelajaran sejarah dijelaskan bahwa pembelajaran. Pembelajaran sejarah dengan pendekatan proses sains baik bagi saintis maupun guruguru sains karena dirasakan sebagai yang paling baik dan tepat (Druxes, 1996). Di samping itu siswa dapat menikmatinya sebab mereka adalah subjek belajar yang aktif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran menimbulkan suasana yang menyenangkan. Melihat pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika merupakan rangkaian pengembangan, pengetahuan dan keterampilan yang menekankan proses berpikir dengan menggunakan keterampilan sains. Penelitian yang relevan diperlukan untuk mengetahui state of the art atau perkembangan terbaru tentang masalah yang diteliti. Penelitian seperti itu dapat diperoleh dari jurnal ilmiah. Berbeda dengan buku, jurnal ilmiah menyajikan informasi yang relatif lebih baru. Berikut ini adalah contohnya. B. Penelitian yang Relevan Concept attainment didesain untuk memberi latihan pada siswa menganalisis data dan mengembangkan keterampilan berfikir kritis tanpa menggunakan alat-alat lab. yang merepotkan. Struktur pelajaran induktif membimbing siswa untuk memahami materi pelajaran tahap demi tahap menuju pemahaman yang mendalam atas ide-ide baru dan memberi kerangka berfikir sistematis seiring dengan proses menggabung-gabungkan atribut-atribut esensial dari konsep yan dituju. (Reid, 2010). Rerata hasil belajar kelas yang diajar menggunakan model concept attainment berbantuan CD Interaktif yaitu X1= 75,83 jauh lebih besar dari kelas yang diajar menggunakan model konvensional yaitu X2 = 67,93. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperoleh bahwa kelas yang diajar menggunakan model concept attainment berbantuan CD Interaktif lebih baik dari pada kelas yang diajar menggunakan model konvensional (Winasmadi, 2011). Setelah mendeskripsikan berbagai teori tentang concept attainment berdasarkan buku teks dan temuan-temuan terbaru dari artikel jurnal, Anda perlu mengemukakan kerangka berfikir. Isinya adalah uraian singkat, sekitar 2—3 paragraf, untuk meyakinkan pembaca bahwa metode concept attainment memang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kerangka berfikir merupakan hasil pemikiran Anda sendiri, yang merupakan sintesis dari berbagai teori yang Anda rujuk sebelumnya. Kerangka berfikir yang baik dapat membuat pembaca mengemukakan sendiri kesimpulannya sebelum Anda menuliskan di bagian akhir. Berikut ini adalah contohnya: C. Kerangka Berfikir Siswa akan memperoleh pemahaman yang mantap jika dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, menemukan sendiri konsepkonsep yang dipelajari. Contoh-contoh yang cukup banyak akan menghindarkan siswa dari under-generalization atau penyimpulan terlalu sempit. Sementara penyajian noncontoh akan menghindarkan siswa dari overgeneralization atau penyimpulan terlalu luas. Baik undergeneralizatin maupun over-generalization duaduanya akan membuat pemahaman konsep siswa menjadi lemah. Metode concept attainment memberi contoh yang cukup banyak kepada siswa, disertai dengan noncontohnya. Siswa diberi kesempatan yang luas untuk berfikir secara aktif dalam mengelompokkan contoh-contoh itu ke dalam konsep-konsep yang dipelajari. Karena masingmasing siswa mempunyai pendapat sendiri yang dipercayai kebenarannya, proses pengelompokkan itu akan menimbulkan perbedaan pendapat yang mendorong terjadinya diskusi yang seru dan menyenangkan. Dapat disimpulkan bahwa metode concept attainment akan meningkatkan pemahaman siswa. Hipotesis tindakan merupakan bagian akhir dari kajian teori di Bab 2. Isinya sama dengan kalimat terakhir kerangka berfikir, yang merupakan kesimpulan. Dalam proposal sederhana yang sudah Anda buat di pasal sebelumnya, sudah terdapat hipotesis tendakan. Anda tinggal memindahkannya ke sini. Seperti telah dijelaskan, hipotesis tindakan sebaiknya disertai dengan tindakan operasional, yang merupakan operasionalisasi dari hipotesis itu. Analoginya dengan kedokteran, hipotesis tindakan adalah resepnya; tindakan operasional adalah dosis atau aturan minumnya. Inilah contohnya. D. Hipotesis Tindaka Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas I SMA X Jakarta. Tindakan Operasional: 1. Tiap peristiwa yang esensial disajikan menggunakan metode concept attainment. Sejumlah contoh yang berupa nama-nama peristiwa diletakkan dalam kolom-kolom yang diberi kata ―Ya‖ dan ―Tidak‖. Siswa kemudian diminta menambahkan tiga nama peristiwa lain di masing-asing kolom. Di antara contoh-contoh itu disertai noncontoh. 2. Contoh soal yang diberikan guru harus cukup banyak dan bervariasi. 3. Dihindari pemberian contoh soal yang terbatas tetapi pemberian PR yang terlalu banyak. Metodologi Penelitian (Bab 3) Metodologi penelitian diawali dengan mendeskripsikan setting; sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Gunanya adalah untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang konteks penelitian Anda. Setelah itu uraian Bab 3 ini disusul berturut-turut dengan: metode penelitian, siklus penelitian, kriteria keberhasilan, instrumen penelitian, analisis data, kolaborasi, dan jadual penelitian. Berikut ini adalah contohnya. Bab 3 Metodologi Penelitian A. Setting Penelitian ini akan dilakukan dalam mata pelajaran sejarah pada semester ke ... tahun ... di SMA X Jakarta. Subyek penelitian adalah siswa kelas I yang berjumlah 32 orang siswa. Sekolah ini merupakan Sekolah Standar Nasional yang berukuran besar, mempunyai 27 kelas. Gurunya 80% berkualifikasi S1 dengan program studi yang relevan dengan mata pelajaran yang diampu. Yang sudah memperoleh Sertifikat Pendidik Profesional sekitar 50%. B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan McTaggart yang prosesnya disajikan seperti pada Gambar berikut. Gambar. PTK Model Kemmis & McTaggart Penelitian direncanakan akan berlangsung selama tiga siklus, yang masing-masing terdiri dari: perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect). Tiap siklus minimal akan terdiri dari tiga pertemuan tatap muka sehingga keseluruhan penelitian akan terdiri dari sekitar sembilan pertemuan tatap muka. C. Siklus Penelitian Plan yang tidak lain adalah hipotesis tindakan akan dilaksanakan secara berulang-ulang dalam siklus I, sebanyak beberapa kali pertemuan tatap muka. Pelaksanaan tindakan akan diamati dan dicatat dengan seksama. Pada akhir siklus pengamatan terhadap variabel terikat dilakukan dengan tes. Data hasil tes dianalisis atau direfleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalannya. Refleksi diakhiri dengan merencanakan tindakan alternatif atau revised plan, yang akan diterapkan pada siklus II. Plan untuk siklus II sepenuhnya tergantung pada hasil refleksi siklus I; demikian juga plan untuk siklus III sepenuhnya tergantung pada hasil refleksi siklus II. D. Kriteria Keberhasilan Siklus ―plan-act-observe-reflect‖ akan berlangsung terus sampai criteria keberhasilannya tercapai, yaitu skor rata-rata kelas mencapai 75, yang disebut kriteria ketuntasan minimal (KKM). Walaupun penelitian telah berlangsung sebanyak tiga siklus, akan terus dilanjutkan selama KKM belum tercapai. E. Instrumen Penelitian Instrumen untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa (variable yang ditingkatkan) akan dilakukan dengan tes hasil belajar. Kisi-kisinya adalah sebagai berikut: Tabel. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar KD 1 Indikator 1.1 Indikator 1.2 KD 2 Indikator 2.1 Indikator 2.2 Di samping itu peningkatan hasil belajar akan diukur juga dengan menggunakan lembar observasi dan pedoman wawancara atau tes lisan. Kedua instrumen itu akan dibuat berdasarkan kisi-kisi pada Tabel di atas. Tujuannya adalah untuk melakukan triangulasi, yaitu melihat satu variabel dari berbagai instrumen yang berbeda. Pengukuran akan dilakukan secara sampling, yaitu terhadap beberapa orang siswa yang dipilih secara acak. Kreasi Evaluasi Analisis Aplikasi Pemahaman Kompetensi dan Indikator Ingatan Proses Kognitif Teknik ini dipilih karena jika dilakukan terhadap seluruh siswa akan memakan waktu yang lama; peneliti praktis akan sangat sibuk dan kehilangan waktu untuk membimbing siswa secara intensif. Pelaksanaan metode concept attainment, sebagai variabel bebas atau tindakan yang diberikan, tidak akan diukur secara kuantitatif, tetapi cukup secara kualitatif menggunakan catatan lapangan. Sifatnya lebih global dan fleksibel dengan memperhatikan hal-hal yang penting, yaitu: 1. Kemampuan siswa menambahkan namabenda baru pada kolom ―ya‖ dan ―Tidak‖ 2. Kemampuan siswa menemukan konsep yang ada pada kolom ―Ya‖ dan ―Tidak‖ 3. Kemampuan siswa berargumentasi dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas. Data tidak akan ditabulasi seperti halnya skor hasil belajar, tetapi cukup dituliskan secara naratif berupa catatan lapangan, seperti telah disinggung di atas, sebanyak ½--1 halaman tiap akhir pertemuan tatap muka. F. Analisis Data Data hasil belajar siswa akan dianalisis dengan statistik deskriptif, seperti rata-rata dan persentase. Peningkatan hasil belajar akan dilihat dari kecenderungan kenaikan skor ratarata dari siklus ke siklus. Data dari lembar observasi dan pedoman wawancara akan dianalisis secara kualitatif, kemudian dilihat juga kecenderungannya dari siklus ke siklus. G. Kolaborasi Kolaborator penelitian adalah teman sejawat, semata pelajaran, di SMA X Jakarta. Proses kolaborasi dilakukan pada saat penulisan proposal penelitian dan pengembangan perangkat-perangkat pembelajaran. Pada saat-saat tertentu, kolaborator ikut masuk kelas untuk membantu mengamati pelaksanaan metode concept attainment, sebagai variable bebas atau tindakan dalam PTK, dan pada akhir pembelajaran diadakan diskusi singkat. Pada akhir minggu pertemuan kolaborasi kembali dilakukan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan penelitian dalam satu minggu, dan merencanakan tindakan untuk minggu berikutnya. H. Jadual Penelitian Tabel Jadual Penelitian No Minggu Ke Kegiatan 1 1 Persiapan a. Menyusun RPP b. Membuat Perangkat Pembelajaran c. Membuat Media d. Menyusun Jadual e. Menyusun Instrumen 2 Pelaksanaan a. Menyiapkan Siklus 1 b. Membuat Laporan Siklus 1 c. Melaksanakan Siklus 2 d. Membuat Laporan Siklus 2 e. Melaksanakan Siklus 3 f. Membuat Laporan Siklus 3 3 Pelaporan a. Membuat Laporan Gabungan Siklus 1, 2, dan 3 b.Membuat Makalah Seminar 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 c. Seminar hasil penelitian d. Merevisi Laporan Berdasarkan Hasil Seminar e. Menulis Artikel Jurnal f. Mengirimkan Artikel Jurnal Ke Pengelola Jurnal Berbeda dengan penelitian formal, pada penelitian tindakan kelas laporannya sebaiknya dibuat secara bertahap, per siklus. Maksudnya agar hal-hal yang bersifat kualitatif tidak terlupakan; dengan demikian laporan akan bersifat lebih holistik, melihat berbagai aspek pembelajaran. pembuatan laporan secara bertahap juga akan membuat pekerjaan terasa lebih ringan. Laporan akhirnya lebih berupa kompilasi dari laporan per siklus. Bagian terakhir dari Bab 3 adalah Daftar Pustaka. Semua referensi yang ada dalam proposal harus didukung dengan daftar pustaka. Daftar pustaka hendaknya bersifat asli dan baru. Asli artinya diambil dari penulisnya secara langsung; baru artinya tahun penerbitan sedapat mungkin 10 tahun terakhir. Satu atau dua yang usianya lebih dari 10 tahun masih dapat diterima. Anda bebas memilih cara penulisan daftar pustaka asalkan konsisten. Berikut ini adalah contoh dari daftar pustaka: Daftar Pustaka Druxes, Herbert, dkk. (1996). Kompendium Dikdaktik Fisika. Alih Bahasa: Soeparno. Bandung: CV Remadja Karya Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta Purwanto, Ngalim. (2008). Psikologi Pendidikan. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) Reid, Barbara. (2010). The Concept Attainment Strategy. The Science Teacher, Vol. 078 Issue 1 Suparno, Paul. (2008). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo Uno, Hamzah B. (2008). Model Pembelajaran. diakses dari http://asepawaludinfajari.wordpress.com/2011/11/22/co ncept-attainment-model- model-pembelajaran-perolehankonsep/ tanggal 22 Maret 2012 Winasmadi, Praja Achsani. (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Concept Attainment Berbantuan CD Interaktif pada Materi Segitiga Kelas VII. Jurnal PP, No. 1 Vol. 2 Desember 2011. d. Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas Untuk menyusun laporan akhir penelitian harus mengikuti acuan penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam upaya meningkatkan jabatan/golongan guru melalui pengembangan profesi. 1) Kelengkapan laporan dan sistematika sebagai berikut: SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL (KALAU ADA) DAFTAR GAMBAR (KALAU ADA) DAFTAR LAMPIRAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB 2 KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori B. Hasil Penelitian Yang Relevan C. Kerangka Pikir D. Hipotesis Tindakan BAB 3 METODE PENELITIAN A. Settin Penelitian B. Metodologi Penelitian C. Siklus Penelitian D. Kriteria Penelitian E. Instrumen Penelitian F. Analisis Data G. Kolaborasi H. Jadual Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. Contoh perangkat pembelajaran Instrumen Personalia Data Bukti lain pelaksanaan (foto, CD, hasil pekerjaan siswa, berita acara seminar hasil penelitian) 2) Deskripsi dari tiap-tiap komponen di atas adalah sebagai berikut: SAMPUL LAPORAN Format sampul laporan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementrian Pendidikan Nasional HALAMAN PENGESAHAN Format halaman pengesahan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementrian Pendidikan Nasional ABSTRAK Abstrak berisi ringkasan permasalahan dan cara pemecahan masalahnya, tujuan, prosedur, dan hasil penelitian. Abstrak diketik satu spasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (lebih baik bila ada). Jumlah kata dalam abstrak tidak melebihi 200 kata (ada juga yang menetapkan 250 kata) dan dilengkapi dengan kata kunci 3 – 5 kata KATA PENGANTAR Kata pengantar berisi hal-hal yang akan disampaikan oleh peneliti sehubungan dengan pelaksanaan dan hasil yang dicapai. Di bagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR ISI Daftar isi memuat bagian awal laporan, bab dan sub-bab, bagian akhir, disertai pencantuman nomor halamannya. DAFTAR TABEL Daftar tabel memuat nomor dan judul semua tabel yang ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya. Judul tabel berada di bagian atas tabel. DAFTAR GAMBAR Daftar gambar memuat nomor dan judul semua gambar yang ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya. Judul gambar berada di bagian bawah gambar. Gambar yang dimaksud adalah gambar yang diambil selama proses penelitian berlangsung dan berguna antara lain untuk menggambarkan situasi kelas/laboratorium,respon/mimik siswa selama dilaksanakan tindakan, hasil karya siswa, grafik/diagram batang yang menggambarkan data hasil penelitian. BAB 1 – 3 Isi sama dengan proposal Penelitian Tindakan Kelas pada pembahasan sebelumnya. BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada awalnya dideskripsikan setting penelitian secara lengkap kemudian uraian masing-masing siklus dengan desertai data lengkap beserta aspek-aspek yang direkam/diamati tiap siklus. Rekaman itu menunjukkan terjadinya perubahan akibat tindakan yang diberikan. Ditunjukkan adanya perbedaan dengan pelajaran yang biasa dilakukan. Pada refleksi diakhir setiap siklus berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi ke dalam bentuk grafik. Kemukakan adanya perubahan/kemajuan/ perbaikan yang terjadi pada diri siswa, lingkungan kelas, guru sendiri, minat, motivasi belajar, dan hasil belajar. Untuk bahan dasar analisis dan pembahasan kemukakan hasil keseluruhan siklus kedalam suatu ringkasan tabel/grafik. Dari tabel/grafik rangkuman itu akan dapat memperjelas adanya perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara rinci dan jelas. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Sajikan simpulan dari hasil penelitian sesuai dengan analisis dan tujuan penelitian yang disampaikan sebelumnya. Berikan saran sebagai tindak lanjut berdasarkan simpulan yang diperoleh baik yang menyangkut segi positif maupun segi negatifnya. DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka yang dicantumkan dalam laporan hanya yang benar-benar dirujuk dalam naskah. Daftar pustaka ditulis secara konsisten dan alphabetis. Daftar pustaka dapat bersumber dari buku, jurnal, majalah, dan internet. LAMPIRAN Lampiran memuat contoh perangkat pembelajaran: RPP, kurikulum, silabus, instrumen yang digunakan, personalia, data, foto pelaksanaan penelitian dan bukti lain pelaksanaan termasuk berita acara seminar hasil penelitian. B. Contoh Penelitian Tindakan Kelas dalam PAUD Judul PTK ―Peningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Usia 6-7 Tahun Melalui Permainan Teka-teki (Penelitian Tindakan di SDN 05 Utan Kayu, Jakarta Timur)‖ Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Masa usia dini merupakan masa anak mulai mengenal diri dan lingkungan. Masa usia dini merupakan masa berlangsungnya proses pendidikan, yaitu sejak anak berada dalam kandungan, masa bayi hingga anak berumur delapan tahun. Masa usia dini merupakan masa keemasan untuk mengembangkan berbagai aspek kemampuan anak dengan memberikan berbagai rangsangan atau stimulasi yang positif. Usia dini merupakan usia anak membutuhkan berbagai stimulasi positif yang dapat diberikan baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Anak usia dini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dengan anak yang usianya berada di atas delapan tahun, baik dari segi fisik, intelektual, emosi, kreativitas, bahasa dan sosial. Banyak aspek kemampuan dalam diri anak yang perlu mendapat stimulasi agar dapat teraktualisasikan. Kemampuan berbahasa merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan pada usia dini disamping aspek kemampuan yang lain, seperti kognitif, motorik dan sosial emosional. Kemampuan berbahasa memungkinkan manusia untuk dapat saling berkomunikasi, baik itu mengkomunikasikan pikiran, perasaan maupun sikap dan dengan bahasa pula manusia dapat meningkatkan kemampuan intelektual. Tanpa memiliki kemampuan berbahasa, maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak akan dapat dilakukan. Tanpa bahasa manusia juga tidak akan dapat mengembangkan diri dan lingkungannya, karena tanpa bahasa tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan yang dimiliki pada orang lain. Bahasa memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi. Semiawan menyatakan bahwa bahasa berfungsi untuk menyatakan diri (fungsi ekspresi), menyampaikan pendapat, menangkap pikiran dan perasaan orang lain (fungsi sosial).1 Fungsi tersebut dapat dimiliki seseorang terutama jika anak mempunyai ragam kemampuan terutama kemampuan berbahasa. Mampu berbahasa, berarti mampu mengekspresikan suatu hal dengan mempergunakan kosa kata yang dimiliki. Semakin banyak kosa kata yang dimiliki anak, semakin besar kemungkinan anak mampu berbicara. Pengembangan dan penguasaan berbagai macam kosa kata merupakan sarana untuk membantu anak untuk terampil berbahasa terutama dalam terampil berbicara, maka tidaklah mengherankan jika anak-anak banyak mengajukan pertanyaanpertanyaan pada orang di sekitarnya (misalnya: orang tua, guru) tentang hal-hal yang dilihat, serta akan memberikan wawasan yang lebih luas keberagamannya, yang membuat belajar dalam segala hal akan lebih mudah. Penguasaan kosa kata merupakan unsur penting dalam usaha peningkatan kemampuan berbahasa. Pembelajaran kosa kata merupakan penguasaan sejumlah kosa kata yang harus dikuasai Conny R Semiawan, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini (Jakarta: PT Prenhalindo, 2002), h. 49 1 anak sesuai dengan jenjang pendidikan di kelas. Penguasaan kosa kata dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahamannya, sehingga memudahkannya dalam menjalankan proses belajar mengajar. Semakin meningkatnya kosa kata, maka anak akan memahami banyak hal dan dapat mempergunakan kosa kata tersebut dalam berbagai bentuk dan situasi, misalnya dalam bentuk kalimat ketika anak ingin mengungkapkan perasaannya atau ingin menyampaikan informasi. Dengan demikian pembelajaran kosa kata perlu mendapat perhatian khusus dalam proses pembelajaran anak usia dini. Banyak hal yang perlu diperhatikan agar pembelajaran kosa kata pada anak berhasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, diantaranya dalam sistem pembelajaran harus menggunakan dan mengoptimalkan berbagai macam strategi dan metode agar dapat berhasil melakukan perbaikan bahasa anak khususnya kosa kata. Guru, terutama guru kelas satu harus selalu berusaha memperkaya kosa kata anak didiknya. Penggunaan media secara efektif harus selalu diterapkan agar tujuan pembelajaran kosa kata tercapai. Penerapan metode dan teknik yang tepat bagi anak juga harus diperhatikan karena usia antara 6-7 tahun merupakan masa peralihan dari prasekolah ke masa Sekolah Dasar (SD), dimana pada masa ini kemampuan berbahasa anak berkembang pesat. Pemilihan media dan teknik yang tepat dalam pembelajaran akan membantu pengembangan kosa kata anak. Salah satu teknik pengembangan pembelajaran kosa kata adalah dengan permainan. Permainan merupakan kebutuhan bagi anak usia dini, mengingat bermain merupakan kebutuhan dasar bagi anak. Permainan adalah suatu bentuk kegiatan yang memiliki aturan dan peserta. Peserta yang terlibat didalamnya atau pemain-pemainnya bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Permainan juga merupakan selingan dari kegiatan-kegiatan belajar secara rutin yang dapat menghilangkan kejenuhan, membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, santai, bahagia, namun tetap memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan anak pada berbagai aspek perkembangan. Masa bermain adalah masa yang cocok untuk usia dini, tidak hanya senang dengan permainan fisik, tetapi juga dengan keterampilan intelektual, bahasa, fantasi, serta mulai terlibat dalam permainan kelompok atau tim untuk belajar memahami tentang persaingan alamiah. Freud menyatakan bahwa perasaan orang yang terlibat dalam bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang positif.2 Anak didik, terutama dalam masa pertumbuhan segera secara langsung menanggapi dengan positif bila ada ajakan bermain. Sebagai salah satu kebutuhan, maka dengan berbagai teknik dan cara anak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan bermainnya. Ada banyak cara dan alat yang dapat digunakan anak untuk bermain. Dengan demikian, akan ditemukan keanekaragaman teknik dan alat bermain anak. Oleh karena itu, pengembangan teknik dan alat permainan sangat dibutuhkan untuk peningkatan kualitas bermain anak usia dini. Bermain tidak akan berhasil jika tidak ada interaksi dan komunikasi baik secara aktif maupun pasif, karena kedua hal tersebut merupakan sarana efektif dalam proses terjadinya kegiatan bermain ataupun permainan (selain media yang digunakan dalam kegiatan bermain). Dengan berinteraksi dan berkomunikasi dalam bermain, secara tidak langsung dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak, karena bahasa merupakan sarana komunikasi bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan, serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Permainan yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak dapat disebut permainan bahasa. Melalui permainan bahasa anak dapat memperluas kosa kata, bercerita secara sederhana serta lancar dalam mengeluarkan katakata sederhana yang bermakna. Perkembangan kemampuan berbahasa anak secara tepat dapat dilihat dari kemampuan anak dalam menggunakan kalimat dengan baik dan benar. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa diantaranya adalah bercakap-cakap, bercerita dan tanya jawab. Kegiatan permainan bahasa sangat bermanfaat bagi anak usia dini, karena pada masa tersebut anak mengalami peningkatan kosa kata yang sangat pesat, baik yang didapat melalui pengalaman baru, pengajaran langsung, membaca pada waktu senggang, ataupun mendengarkan radio dan menonton televisi. Melalui kegiatan permainan bahasa, anak dapat mengembangkan berbagai aspek yang ada dalam dirinya. Permainan bahasa yang dilakukan akan dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan anak dalam berkreasi membuat kata-kata sederhana, Robyn Gee dan Susan Meredith, Entertaining and Educating Your Preschool Child (London: Usborne Publishing Ltd, 1997), h. 94 2 mencari sebanyak-banyaknya kosa kata baru serta merangkai kata-kata yang ada menjadi suatu kalimat sederhana atau bahkan membuat suatu cerita sederhana yang dibuat sendiri oleh anak. Salah satu teknik pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa adalah permainan bahasa, khususnya permainan tekateki yang dapat dimodifikasi menjadi beberapa jenis permainan, yaitu tebak benda, tebak gambar, dan tebak kata. Pembelajaran dengan konsep bermain yang menarik dan sesuai dengan perkembangan anak tanpa melepaskan proses pembelajaran dibutuhkan dalam pengembangan kemampuan bahasa anak. Permainan bahasa dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan informal, bebas dari ketegangan dan kecemasan namun terarah. Dalam permainan teka teki anak dilibatkan dan dituntut untuk aktif dalam memberikan hasil pemikiran, tanggapan dan membuat keputusan dalam permainan tersebut. Namun, kenyataannya berdasarkan observasi yang dilakukan di SD Negeri 05 Utan Kayu khususnya kelas 1 bahwa kemampuan berbahasa anak masih kurang memadai dan permainan teka teki belum di terapkan dalam pembelajaran bahasa di sekolah. Hal ini terlihat masih banyak anak yang belum mampu: (1) mengembangkan kosa kata dalam berbicara, (2) bertanya dan menjawab pertanyaan, (3) mengembangkan karangan yang dibuatnya, dan (4) mengungkapkan tentang sesuatu hal yang diketahui dari apa yang dilihat dan didengarnya. Hal ini berarti anak kurang mampu mengungkapkan suatu hal dengan baik dan benar mengingat kemampuan berbahasa anak kurang terutama dalam penguasaan kosa kata. Bahkan ada yang tidak berani berbicara sama sekali, padahal kemampuan berbicara ini sangat penting bagi anak sebagai generasi bangsa dan negara, karena kualitas bangsa dan negara ditentukan oleh sumber daya manusianya. Menyadari kelemahan-kelemahan tersebut peneliti terdorong untuk mengembangkan kosa kata anak khususnya kosa kata Bahasa Indonesia yang harus bertambah, baik yang berasal dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Hal ini tentu akan berdampak pada pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu bertambahnya kosa kata yang harus dikuasai anak. Untuk itu diperlukan cara agar anak mau ikut aktif dalam proses pembelajaran. Berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan harus disiapkan untuk merangsang keaktifan anak. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk membahas penerapan permainan teka teki untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun. Peneliti mencoba untuk terjun langsung dalam kegiatan belajar mengajar dengan memberikan stimulasi melalui kegiatan bermain teka mengembangkan kemampuan berbahasa anak. teki untuk B. Rumusan Masalah Bagaimanakah permainan teka teki dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, khususnya kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara pada anak usia 6-7 tahun di SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur? C. Tujuan Penelitian Penelitian tindakan kelas ini bertujuan meningkatkan kemampuan berbahasa anak. untuk D. Manfaat Penelitian Bagi Sekolah, memberikan masukan pada pihak sekolah dalam usaha peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak, seperti media, metode, proses pembelajaran, perpustakaan, area bahasa, dan seni serta area lain yang dapat menunjang kemampuan anak dalam berkreasi. Bagi pendidik, dapat memotivasi guru dalam berkreasi guna membantu anak mengembangkan kemampuan berbahasa anak melalui berbagai kegiatan permainan bahasa. Bagi orang tua, memberikan informasi tentang upaya pengembangan berbahasa anak dengan penerapan permainan tekateki. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi pengembangan kemampuan berbahasa anak agar dapat diterapkan di lingkungan masing-masing.Bagi peneliti selanjutnya, menjadi acuan untuk meneliti kembali bagaimana cara yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan kemampuan berbahasa anak selain permainan teka teki. Kajian Pustaka (Bab 2) Bab 2 Kajian Pustaka A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Hakikat Kemampuan Berbahasa a. Pengertian Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keingintahuan maupun kebutuhannya. Anak yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan, serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa anak tidak hanya mengarah pada kemampuan membaca saja, namun didukung oleh kemampuan menguasai kosa kata, pemahaman serta kemampuan berkomunikasi. Bahasa merupakan tanda atau simbol dari benda-benda serta menunjukkan pada maksud tertentu. Menurut Hurlock, bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas, seperti tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan seni.3 Pendapat tersebut menyatakan bahwa kata dan kalimat di dalam bahasa selalu menyampaikan arti-arti tertentu di dalam komunikasi dengan orang dewasalah bahasa anak itu muncul dan bisa berkembang. Bahasa adalah alat transformasi yang merupakan cermin peradaban. Montessori berpendapat ‖language is an instrument of collective thought‖.4 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa adalah alat bagi sekelompok masyarakat untuk mengekspresikan pemikirannya. Manusia berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari dengan manusia lain. Proses komunikasi terjadi melalui perantara bahasa. Hal-hal yang akan diungkapkan manusia antara lain pikiran, perasaan, kebutuhan, dan keinginan kepada orang lain diutarakan melalui perantara bahasa. Chaer mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.5 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa sebagai sistem terdiri atas beberapa subsistem (fonologi, sintaksis dan leksikon) yang dalam kinerjanya bersifat sistematis. Sistem lambang bahasa berupa bunyi yang dihasilkan dari alat ucap manusia. Sistem bahasa bersifat arbitrer mempunyai arti bahwa antara lambang yang berupa bunyi tidak memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep yang dilambangkan atau diwakili. Sistem bahasa mempunyai fungsi sosial sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Bahasa pada anak meliputi kemampuan mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Berbicara dan mendengar atau menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung dan merupakan komunikasi tatap muka.6 Pada usia awal sekolah dasar yang paling umum Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak I (Jakarta: Erlangga, 1995), h. 176 Maria Montessori, Curriculum Planning (London: Modern Montessori International, 2002), h. 74 5 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 30 6 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), h. 28 3 4 dikuasai anak yaitu kemampuan mendengar atau menyimak dan berbicara. Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada individu yang didahului keterampilan mendengar atau menyimak. Banyak pihak menganggap bahwa mendengar atau menyimak merupakan keterampilan yang paling penting diantara keterampilan lain. Pada usia ini anak mudah sekali beraksi terhadap suara atau bunyi yang didengar, isyarat atau perkataan dan gambar yang menarik. Kemampuan membaca dan menulis biasanya berawal ketika anak senang melihat gambar melalui bukubuku cerita bergambar. Pada masa ini anak-anak senang sekali meniru baik meniru tulisan maupun gambar yang dilihatnya. Bahasa merupakan sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Bahasa merupakan kesepakatan bersama yang berlaku secara universal. Bahasa merupakan kemampuan yang harus dikembangkan untuk menunjang kemampuan berkomunikasi. Pengembangan kemampuan bahasa dapat dilakukan melalui permainan-permainan yang sifatnya menyenangkan bagi anak. b. Fungsi Bahasa Bahasa memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Dengan bahasa manusia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik. Bahasa memungkinkan manusia dapat mengekspresikan sikap dan perasaan. Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan dan dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain. Menurut Bromley, bahasa adalah ―an ordered system of symbols for transmitting meaning. Language is a refinement of communication that involves a specified symbol system recognized and used by a certain group to communicate ideas and information.‖7 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa adalah sistem simbol yang ditata untuk menyampaikan arti. Bahasa adalah suatu kehalusan tutur kata dalam komunikasi yang meliputi suatu simbol yang telah ditetapkan, dikenali dan digunakan oleh kelompok tertentu untuk mengkomunikasikan ide-ide dan informasi. Bahasa sebagai sistem yang mengandung simbol, tanda aturan tertentu disusun secara sistematis dan telah disepakati dalam suatu kelompok tertentu yang menggunakannya. Bahasa yang digunakan dalam suatu kelompok sosial dapat berbeda dengan kelompok lainnya. Bahasa mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan. Lubis menjelaskan bahwa bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu: alat untuk menyatakan ekspresi, alat untuk mempengaruhi orang lain, alat untuk memberi nama.8 Berdasarkan fungsi di atas dapat dikatakan bahwa bahasa berfungsi untuk menyatakan Karen D. Bromley, Language Arts: Exploring Connections Second Edition (New York: Simon and Schuster, 1992), h. 15 8 Zulkifli Lubis, Psikologi Perkembangan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), h. 34 7 ekspresi seseorang akan suatu hal, mempengaruhi orang lain, dan memberikan nama untuk mewakili benda. Bahasa memungkinkan seseorang untuk dapat menyatakan ekspresi, keinginan, permohonan, alasan, perasaan atau empati, menunjukkan kepunyaan, mempengaruhi orang lain, berfantasi, dan sebagai alat penghubung sosial. Heyster berpendapat bahwa fungsi bahasa bagi anak dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu bahasa sebagai pernyataan jiwa, bahasa sebagai peresapan atau mempengaruhi orang lain dan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pandapat.9 Selanjutnya Michel yang dikutip Chaer mengemukakan bahwa fungsi bahasa terdiri dari fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainmen.10 Dari dua kutipan tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa fungsi bahasa. Fungsi tersebut berkaitan dengan diri sendiri dan diri orang lain di lingkungannya. Fungsi tersebut berguna untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam berinteraksi dalam lingkungan. Fungsi ekspresi berkaitan dengan pernyataan perasaan misalnya perasaan senang, benci, kagum, marah, dan sedih. Fungsi informasi berkaitan upaya penyampaian pesan atau amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi berkaitan upaya menjelaskan suatu hal, perkara dan keadaan. Fungsi persuasi berkaitan dengan penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi dan mengajak orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Fungsi entertainmen berkaitan penggunaan bahasa untuk menghibur dan menyenangkan orang lain. Dengan demikian bahasa sangat berguna untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam berinteraksi dalam lingkungan. Kemampuan bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia baik orang dewasa maupun anak-anak, dengan demikian kemampuan berbahasa harus diasah dan dikembangkan sejak usia dini, khususnya pada masa peka sehingga kemampuan bahasa anak dapat berkembang dengan optimal. c. Komponen Bahasa Keterampilan berbahasa berkaitan erat dengan komponen bahasa. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa. Pengetahuan tentang bahasa mencakup diantaranya komponen bahasa dan kosa kata. Pada aliran linguistik mana pun bahasa selalu dikatakan memiliki tiga komponen, yaitu sintaktik, fonologi dan semantik.11 Fonologi atau suara adalah sistem suara yang membentuk kata. Sintaktik adalah tata bahasa atau RP. Tambunan, Ilmu Jiwa Berkembang (Jakarta: IKIP,1978), h.13 Abdul Chaer, op. cit., h. 33 11 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 18 9 10 susunan kata yang membentuk kalimat. Sematik merupakan hubungan antara ide dan kata yang membentuk arti dari kata-kata yang disusun. Pendapat di atas mengandung arti bahwa fonem merupakan suara atau bunyi untuk membentuk kata atau unit bahasa terkecil yang disebut morfem. Morfem dapat berupa keseluruhan kata atau bagian dalam satu kata. Morfem disusun dalam susunan kata atau sintaksis sehingga menjadi kalimat yang disusun oleh kata-kata. Dengan demikian dapat dideskripsikan secara singkat bahwa bahasa memiliki tiga komponen, yaitu fonologi (suara), semantik (arti), dan sintaksis (aturan tata bahasa). Ketiga komponen bahasa saling berkaitan dalam penggunaannya sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan sosial. d. Tahapan Perkembangan Bahasa Berpijak pada pemikiran kaum behavioris bahwa bahasa merupakan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan, maka faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang pertama dan utama bagi setiap anak (individu) adalah Iingkungan keluarga. Artinya, di dalam keluarga itulah terjadi interaksi antara orang tua (ayah dan ibu) dan anak dalam proses pengasuhan. Semua anak mempelajari bahasa ibu. Pada usia yang kira-kira sama, anak mewujudkan pola perkembangan bicara yang hampir sama, walaupun berbeda latar belakang budaya. Tugas-tugas perkembangan bahasa tidak hanya meliputi pengendalian mekanisme suara tetapi juga kemampuan untuk memperluas arti dan menghubungkannya dengan kata-kata yang berfungsi sebagai simbol arti. Tugas-tugas perkembangan ini jauh lebih sulit daripada apa yang tampak mula-mula, maka dapat dimengerti bahwa yang akan diletakkan hanyalah dasar-dasar keterampilan yang terlibat dalam bicara. Pola perkembangan bahasa secara umum, yaitu belajar mengenal suara baik vokal maupun konsonan, belajar penggabungan suara, belajar kata-kata, belajar fungsi kata yaitu kata benda, kata kerja, dan kata sifat lalu dilanjutkan dengan belajar penggabungan kata dan yang terakhir adalah membuat kalimat. Pola perkembangan bahasa dimulai dari urutan yang termudah yaitu, belajar mendengar sampai pada kemampuan berbicara yang melibatkan kemampuan mendengar dan membuat kata-kata dalam sebuah kalimat. Tugas dan pola perkembangan bahasa masing-masing individu memiliki irama dan waktu yang berbeda. Namun, secara umum beberapa pakar dapat mengidentifikasi dalam beberapa tahap. Dalam pola belajar berbicara biasanya terdapat empat bentuk prabicara: menangis, bergumam (bubling), berceloteh, isyarat, dan mimik serta untuk pengungkapan emosi. Menangis amat sering dilakukan selama bulan-bulan pertama, meskipun dari sudut pandang jangka panjang, mengoceh atau berceloteh merupakan tindakan yang paling penting karena sebenarnya inilah yang mengembangkan kemampuan berbicara. Belajar berbicara mencakup tiga tugas yang sulit dan tidak saling berhubungan. Bayi belajar bagaimana mengucapkan kata-kata, menggunakan kosa kata dengan rnenghubungkan pengertiannya dengan kata-kata yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan maksudnya pada orang lain, dan menggabungkan kata-kata menjadi kali mat yang dimengerti oleh orang lain. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa tahapan perkembangan bahasa terdiri dari pengucapan huruf, membangun kosakata, dan membangun kalimat. Pengucapan dimulai dari saat bayi belajar mengucapkan kata-kata sebagian melalui coba-coba tetapi terutama dengan meniru ucapan orang dewasa. Huruf mati dan campuran huruf mati lebih sulit diucapkan bayi daripada huruf hidup dan diftong. Anak-anak sulit belajar mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti dua huruf mati , w, d, s, dan g dan kombinasi huruf rnati st- str, dr, dan fl. Ada anak usia dua tahun telah dapat membunyikan huruf [p], [b], [t], [d], [h], fm], [n], [1L [wj, [y], [k], [s], [rj]. Banyak ucapan bayi yang tidak dapat dimengerti sampai usia delapan belas bulan, setelah itu berangsur-angsur terjadi kemajuan yang mencolok. Membangun kosa kata dimulai saat bayi mulai belajar nama-nama orang dan benda. Sesaat sebelum masa bayi belajar beberapa kata sifat seperti "manis" dan "nakal," dan juga beberapa kata keterangan. Kata depan, kata penghubung dan kata ganti umumnya belum dipelajari sampai awal masa kanak-kanak. Kosa kata meningkat dengan bertambahnya usia. Kosa kata anak-anak rneningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk katakata lama. Peningkatan kosa kata yang pesat selama awal rnasa kanak-kanak. Dalam menambah kosa kata anak-anak mudah belajar kata-kata yang umum seperti "baik" dan "buruk," "memberi" dan "menerima" dan juga banyak katakata dengan penggunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama warna. Anak usia tiga tahun telah dapat menyebutkan kata sebagai berikut dengan bunyi [datal] "gatal", [ladi] "lagi", [dalpu] [galpu] "garpu", [dulita] [gulita] "gurita". Menyusun kalimat dengan "kalimat" bayi yang pertama muncul antara usia dua belas dan delapan belas bulan, biasanya terdiri dari satu kata yang disertai dengan isyarat. Lambat laun kata-kata merambat dalam kalimat, tetapi isyarat masih banyak digunakan sampai memasuki masa kanak-kanak. Kalimat biasanya terdiri dari tiga atau empat kata sudah mulai disusun oleh anak usia dua tahun dan biasanya oleh anak usia tiga tahun. Kalimat ini banyak yang tidak lengkap, terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata depan dan kata penghubung. Sesudah usia tiga tahun, anak membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata. Pada mulanya, isi pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti ia terutama bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga, dan miliknya. Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang bersifat sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri. Namun banyak dari pembicaraan sosial awal ini sebenarnya tidak bersifat sosial karena isinya lebih banyak mengarah pada kritik kepada orang lain dalam bentuk pengaduan atau keluhan. Kebanyakan anak-anak juga memberi komentar buruk, komentar yang merendahkan orang lain, mengenal perilaku dan miliknya. Lain halnya dengan Piaget dalam Sinolungan mengajukan pola perkembangan bahasa sebagai berikut : (1) Tahap sensori motor usia 0-2 tahun, bergantung para refleks dan bawaan, (2) Tahap fungsi semiotis usia 2 – 4 tahun, dengan kemampuan berpikir simbolis, (3) Tahap egosentris 4 – 7 tahun, yang berpusat pada aku (ego) dimana anak belum memperhatikan pendapat orang lain. Mereka yang berusia 7 tahun atau lebih mampu berkomunikasi secara verbal.12 Secara umum setiap anak pada usia tertentu mempunyai pola perkembangan bahasa yang sama meskipun ada perbedaan individu. Pola tersebut meningkat secara bertahap dan berkesinambungan, dimulai dengan menangis, mengoceh, membentuk satu kata, banyak kata dan kalimat. Oleh karena itu, anak selalu terlibat dalam berbagai peristiwa, banyak melihat (mengamati), belajar mendengar dan mengekspresikan berbagai keinginan sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa. e. Aspek Kemampuan Bahasa Bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi mempunyai beberapa aspek. Sower menyatakan bahwa aspek bahasa dapat dibagi menjadi jenis yaitu aspek reseptif dan aspek ekspresif/produktif. Jika ditinjau dari cara penyampaiannya maka aspek bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu secara lisan dan secara tertulis.13 Aspek reseptif (menerima informasi) bahasa meliputi keterampilan menyimak dan membaca. Aspek ekspersif/ produktif (menyampaikan informasi) bahasa meliputi keterampilan berbicara dan menulis. Kemampuan mendengar atau menyimak adalah kemampuan pertama yang dimiliki oleh anak, bahkan sejak dalam kandungan. Jalongo menerangkan bahwa 80 persen informasi yang ada kita peroleh dengan kemampuan mendengar.14 Kemampuan mendengar merupakan salah satu pintu gerbang masuknya pengetahuan. Oleh karena itu kemampuan ini harus distimulasi A. E. Sinolungan, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Manado: Universitas Negeri Manado, 2001), h. 139 13 Jayne Sower, Language Art in Early Education (Georgia: George Fox University, 2000), h. 2 14 Mary Renck Jalongo, Early Childhood Language Arts (USA: Pearson Education, Inc., 2007), h. 76 12 sedini mungkin dengan cara yang tepat. Salah satunya dengan adanya anjuran bagi para orang tua untuk sesering mungkin berkomunikasi dengan anak mereka sedini mungkin, bahkan sejak anak berada dalam kandungan. Mengajak anak berbicara adalah stimulasi yang tepat untuk mengembangkan kemampuan mendengar anak. Kemampuan berbahasa yang berkembang setelah kemampuan mendengar adalah kemampuan berbicara. Ketika anda mengajak anak anda berbicara, ia akan menyerap semua kata-kata yang anda ucapkan. Setelah alat berbicaranya matang maka anak akan mengeluarkan semua informasi berupa kata-kata yang didengarnya. Jalongo menerangkan bahwa berbicara berkaitan dengan interaksi sosial. Ketika di dalam kelas, bagaimanapun juga guru secara keseluruhan mengumpulkan penggunaan bahasa anak dengan mendefinisikan ketika anak berbicara, apa yang mereka bicarakan dan untuk berapa lama.15 Dengan demikian, untuk mengembangkan kemampuan berbicara dapat dilakukan dengan merancang pembelajaran yang melibatkan anak dalam interaksi sosial. Kemampuan berbahasa dapat dikaitkan dengan aspek perkembangan yang lain. Membaca, menulis, dan bahasa lisan bukanlah komponen yang terpisah satu sama lain dalam kurikulum atau merupakan komponen yang berdiri sendiri, namun komponen tersebut ada dalam setiap kegiatan yang dilakukan anak usia dini, seperti sains dan pelajaran sosial, serta juga dapat terintegrasi dengan kegiatan seni.16 Aspek dalam kemampuan berbahasa tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Mengenai hubungan antara kemampuan berbahasa, Zuchdi dan Budiasih menyatakan bahwa empat kemampuan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis memiliki hubungan yang sangat erat, meskipun masing-masing keterampilan memiliki ciri tertentu. Oleh karena itu, adanya hubungan yang sangat erat ini, pembelajaran dalam satu jenis keterampilan sering meningkatkan keterampilan lain.17 Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa berdasarkan aspek-aspek kemampaun bahasa. Pengetahuan tentang bahasa mencakup komponen bahasa dan kosakata. Semua keterampilan berbahasa bergantung pada kekayaan kosa kata yang diperlukan untuk berkomunikasi yang dimiliki seseorang. 2. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia 6-7 Tahun Ibid., h. 102 Weafer, Constance, Reading Process and Practice: From Socio-psycholinguistic to Whole Language (Portsmouth, N.H.: Heinemann, 1988), h. 44-45 17 Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia di Kelas Rendah (Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), h. 100 15 16 Perkembangan bahasa pada anak mempunyai bentuk yang berbedabeda tiap masanya. Papilaya menguraikan tentang kemampuan berbahasa anak sebagai berikut: Anak usia 5-7 tahun sudah dapat mengartikan kata sederhana, tahu beberapa lawan kata. Anak sudah dapat menggunakan beberapa kata sambung, kata depan dan kata sandang dalam pembicaraan sehari-hari. Bahasa egosentrisnya mulai berkembang dan lebih banyak bahasa sosial. Pada usia ini anak sudah memiliki kurang lebih 2000-25.000 perbendaharaan kata.18 Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa anak usia 6-7 tahun masuk ke dalam masa kalimat majemuk dimana kemampuan berbahasa anak mulai meningkat. Anak mampu mengucapkan kalimat yang panjang, dapat menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk dan mempunyai perbendaharaan kata yang cukup tinggi. Hurlock secara terperinci juga memperkirakan bahasa anak usia kurang lebih 7 tahun (kelas satu) memiliki 20.000-24.000 perbendaharaan kata, anak kelas enam mengetahui kira-kira 50.0000 kata.19 Kutipan tersebut menunjukkan tingginya perbedaharaan kata yang dimiliki anak usia 6 – 7 tahun dilihat dari perbedaharaan kata. Kemampuan tersebut akan berkembang optimal bila memperoleh motivasi yang tepat. B. Acuan Teori Rancangan-rancangan atau Disain-disain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih 1. Hakikat Permainan a. Pengertian Permainan Bermain merupakan bagian yang penting dalam seluruh kehidupan anak. Bermain bersifat alamiah, menyenangkan, sukarela, spontan dan tidak mempunyai tujuan secara langsung.20 Istilah permainan berasal dari kata ―main-main‖, yang berarti perbuatan untuk menyenangkan hati yang dilakukan baik menggunakan alat atau tidak. Bermain dan permainan pada dasarnya mengandung makna yang sama, namun permainan lebih ditekankan pada kegiatan yang dilakukan dengan aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Bermain adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan anak, karena terdapat unsur kegembiraan. Bermain merupakan cara bagi anak untuk meniru dan menguasai perilaku orang dewasa untuk mencapai kematangan, Diane E Papilaya, A Child World Infancy Through Adolescence (New York: Mc Graw Hill, 1982), h. 318 19 Elizabeth Hurlock, op. cit., h. 189 20 George W. Maxim, The Very Young (USA: Macmillan Publishing Company, 1993), h. 144 18 dalam hal ini bukan hanya terkait dengan pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan sosial dan mentalnya. Para ahli menyatakan bahwa bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira.21 Anak-anak tidak pernah merencanakan kegiatan bermain yang akan dilakukan. Ketika melihat objek yang menarik maka saat itu juga dapat timbul minat untuk bermain, dengan kata lain kapan saja, dimana saja, dan dengan objek apa saja anak dapat bermain. Setiap permainan yang dilakukan anak mempunyai makna dan fungsi sendiri bagi anak yang akan berguna dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang. Menurut Gross, permainan dipandang sebagai latihan fungsi-fungsi yang sangat penting dalam kehidupan dewasa nanti.22 Sebagai contoh, permainan peran, anak perempuan yang bermain dengan bonekanya dianggap sebagai latihan bagi perannya kemudian sebagai seorang ibu. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa permainan yang dilakukan anak merupakan latihan yang akan berguna di masa yang akan datang. Hurlock mengemukakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar.23 Didalam permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu kadang berupa masalah kadang pula berupa suatu kompetisi. Bermain memberikan anak kesempatan untuk menghadapi tantangan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bermain dapat memberikan dampak dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Dockett dan Fleer berpendapat bahwa pendidik perlu memahami mengapa bermain mempunyai potensi untuk menjadi faktor yang penting dalam pengajaran dan pembelajaran dan perlu menyadari dampak dari perbedaan pandangan secara teoretik tentang bermain .24 Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa bermain mempunyai potensi besar dan dampak yang berarti dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Bermain tidak hanya berfungsi sebagai metode pembelajaran. Schaller mengutarakan pendapatnya bahwa permainan sebagai kelonggaran seseorang sesudah melakukan tugasnya dan sekaligus mempunyai sifat membersihkan.25 Maksud dari pendapat tersebut bahwa permainan dapat berfungsi sebagai alat Seto Mulyadi, Bermain dan Kreativitas (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004), h. 54 F.J. Monks, A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu, op.cit., h. 129 23 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi Keenam (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 320 24 Sue Dockett dan Marilyn Fleer, Play and Pedagogyin Early Childhood (Australia: Nelson Australia Pty Limited, 2002), h. 14 25 Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Main dan Permainan (Jakarta: Grasindo Widia Sarana Indonesia, 2001), h. 6 21 22 untuk menghilangkan lelah atau relaksasi saat seseorang berada dalam situasi yang membosankan, dengan demikian bukan hanya anak-anak yang membutuhkan permainan untuk mendapatkan kesenangan tetapi juga orang dewasa. Permainan berisi aktivitas yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk memperoleh suatu kemampuan dengan cara yang menggembirakan. Aktivitas dalam bermain dapat berbentuk menagkap, mengejar, melempar, berbicara, mendengarkan dan memecahkan masalah. Aktivitas-aktivitas tersebut kadang kala dapat dilakukan dengan mudah, namun juga mempunyai kesulitan dan unsur rintangan berbeda yang harus dihadapi oleh anak saat bermain. Situasi ketika melakukan aktivitas tersebut memberikan latihan yang menyenangkan dan akhirnya membentuk pengalaman. Melalui aktivitas dan pengalaman yang dilakukan, anak akan memiliki keterampilan atau kemampuan tertentu. b. Manfaat Bermain dan Permainan Semakin banyak kegiatan bermain yang dilakukan anak, maka semakin banyak manfaat yang diperoleh anak. Kegiatan bermain yang dilakukan anak memberikan begitu banyak manfaat untuk pengembangan berbagai aspek perkembangan diri antara lain fisik, motorik kasar dan motorik halus, sosial, emosi atau kepribadian, kognisi, mengasah ketajaman penginderaan serta mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.26 Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan bermain sangat digemari oleh anakanak pada masa usia dini dan sebagian waktu anak digunakan untuk bermain sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa usia dini adalah usia bermain. Anak yang mendapatkan kesempatan bermain dengan melibatkan gerakan-gerakan tubuh akan membuat tubuhnya menjadi sehat dan akan melatih serta menguatkan otot-ototnya. Dengan menggerakkan tubuh secara optimal, anak akan dengan mudah menyalurkan energi yang berlebihan sehingga tidak membuat anak merasa gelisah, seperti yang diungkapkan oleh Spencer bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga, sehingga kelebihan tenaga tersebut harus dilepaskan dalam kegiatan bermain.27 Bermain merupakan salah satu sarana untuk melepaskan energi. Semua kegiatan yang dilakukan anak ketika bermain membutuhkan energi, baik itu untuk bergerak atau untuk berpikir. Dari segi aspek perkembangan sosial, permainan dapat melatih anak untuk belajar berbagi, menggunakan mainan secara bergantian, melakukan kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, mencari cara pemecahan masalah yang dihadapi oleh teman mainnya serta dapat belajar 26 27 Ibid., h. 39-46 Zulkifli Lubis, op. cit., h. 39 berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan pikiran dan perasaan maupun memahami perkataan yang diucapkan oleh teman tersebut, sehingga hubungan dapat terbina dan dapat saling bertukar informasi. Bermain juga dapat menyalurkan perasaan tegang, tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam diri anak, yang dapat membuat anak merasa lebih nyaman dan relaks, misalnya jika anak merasa sering gagal untuk meraih prestasi yang bagus, ia dapat menyalurkan keinginannya dengan bermain dengan boneka-bonekanya seolah-olah ia adalah anak terpandai di kelasnya, dan sebagainya. Manfaat yang paling penting saat melakukan kegiatan bermain adalah mengembangkan kemampuan kognitif anak, seperti kemampuan berbahasa, kreativitas, daya pikir serta daya ingat. Cara paling mudah dalam meningkatkan kemampuan yang ada dalam diri anak adalah dengan memberikan kebebasan dan membiarkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya melalui bermain, dengan bermain akan lebih mudah bagi anak untuk menyerap dan menyimpan informasi yang diterima daripada mengajarkan anak secara formal karena rentang perhatian anak usia prasekolah sangat singkat, sehingga anak akan merasa cepat bosan. Beda halnya jika pengetahuan yang akan disampaikan dilakukan sambil bermain. Dengan bermain, akan mudah melihat minat dan kemampuan anak tanpa harus bersusah payah mengajarkannya. Senada dengan Tedjasaputra, Hurlock mengemukakan bahwa: Bermain dapat memberikan berbagai manfaat bagi anak, seperti: mengembangkan aspek fisik, dorongan komunikasi, penyaluran energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin dan perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.28 Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan kembali bahwa kegiatan bermain dapat membantu anak dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang ada dalam dirinya, serta dapat memberikan kebebasan pada anak untuk menjelajah lingkungannya sehingga akan menghadirkan kesenangan tersendiri bagi anak serta dapat menumbuhkan kreativitasnya. 28 Hurlock, loc.cit. Mulyadi mengemukakan manfaat kegiatan bermain bagi anak dari segi yang tidak jauh berbeda dengan pendapat ke dua ahli sebelumnya, yaitu bermain memberikan manfaat bagi fisik, terapi, edukatif, kreativitas, pembentukan konsep diri, sosial serta moral anak.29 Dari pendapat di atas dapat diutarakan bahwa dengan bermain akan meningkatkan potensi-potensi kritis dalam diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual serta mempersiapkan aspek emosi dan sosial anak pada saat memasuki masa sekolah. Dengan demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik anak sejak dini. c. Tahap-tahap Perkembangan Bermain Bermain, selain berfungsi penting bagi perkembangan pribadi juga memiliki fungsi sosial dan emosional. Melalui bermain, anak merasakan berbagai pengalaman emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga, marah dan sebagainya. Melalui bemain pula anak memahami kaitan antara dirinya dan lingkungan sosialnya, belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tata cara pergaulan. Selain itu, kegiatan bermain berkaitan erat dengan perkembangan kognitif anak. Sejalan dengan jalannya kognitif anak Jean Piaget mengemukakan tahap bermain sebagai berikut: ―(1) sensory motor play, (2) symbolic atau make belive play, (3) social play games rules, (4) games with rules and sport.‖30 Pada tahap sensor motor/sensory motor play (3,4 bulan-1 bulan), bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensor motor, sebelum usia 3-4 bulan. Pada tahap ini anak belum mampu bermain. Kegiatan bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Namun pada usia 7-11 bulan kegiatan yang dilakukan adalah berupa pengulangan dan disertai dengan variasi. Pada masa ini adalah masa kreativitas, pada bulan ini bayi mulai belajar mengembangkan minat dan sikap yang disebut kreativitasnya kemudian dan untuk penyesuaian dirinya dengan pola-pola yang diletakkan orang lain/orang tua. Masa ini disebut sebagai masa kritis dalam perkembangan kepribadian karena masa ini merupakan periode dimana dasar-dasar kepribadian pada masa ini diletakkan. Tahap yang kedua adalah tahap pra operasional/symbolic atau make believe play (2-7 tahun). Pada masa ini menjadikan anak bersikap egosentris. Dan anak dapat menggunakan berbagai benda-simbol. Bermain simbol dapat berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonstruksikan atau menggabungkan pengalaman emosional anak. Bermain simbol juga merupakan latihan berpikir serta mengarahkan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Tahap yang ketiga adalah tahap konkrit operasional atau social play games rules (8-11 tahun). Berdasarkan teori di atas, tahap perkembangan bermain akan terlihat bahwa bermain yang tadinya sekedar kesenangan lambat laun 29 30 Seto Mulyadi, op.cit., h. 60-62. Meyke Tejdasaputra, op. cit., h. 24-27 mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa sayang yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir yang diinginkan yang ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik. Setiap anak pada usia yang berbeda mempunyai tahapan bermain yang berbeda pula. Hal ini juga menjadi dasar pemilihan jenis dan konsep permainan yang akan diterapkan. Apabila jenis dan konsep bermain tidak disesuaikan dengan tahapan bermain anak, maka tujuan bermain anak tidak akan tercapai. Oleh karena itu pendidik harus memahami tahapan perkembangan bermain anak yang akan melakukan kegiatan bermain. d. Karakteristik Permainan Anak Usia 6-7 Tahun Memasuki masa sekolah bukan berarti anak berhenti bermain. Aktivitas bermain masih terus dilakukan dalam berbagai kesempatan. Pada saat itu anak bermain dengan bersunggguh dengan lebih mengembangkan daya imajinasinya.31 Bila memperhatikan defenisi tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan bermain tersebut justru anak dapat belajar. Ada beberapa asumsi yang secara khusus mendasari bermain bersungguh-sungguh sebagai model pembelajaran, yaitu : (1) desain dimaksudkan sebagai pembelajaran yang alami, (2) materi pelajaran selalu digunakan dalam lingkungan pendidikan formal, (3) lingkungan belajar termasuk guru yang profesional yang bekerja berkaitan dengan siswa, (4) desain selalu berdasarkan pada teknologi yang ada, (5) sekolah yang menggunakan karya kita memiliki infrastruktur yang memadai.32 Semakin jelas bahwa bermain pada masa usia sekolah juga dapat dijadikan sebagai situasi belajar. Bahan-bahan material yang digunakan untuk memunculkan kegiatan bermain yang mendukung perkembangan aspek motorik, perseptual kognitif dan sosial linguistik kelompok masih tetap sama. Namun jenis dan jumlahnya sudah semakin bervariasi. Hal ini tentu disesuaikan dengan tingkat perkembangan aspek motorik, perseptual kognitif dan sosial linguistik yang dikembangkan. Pada aspek motorik rentang kegiatan yang diharapkan dilaksanakan anak berada pada kegiatan melibatkan diri dalam aktivitas yang berkaitan dengan otot besar, seperti melompat, memanjat, main bola dan lainnya sampai anak termotivasi untuk aktif terlibat dalam kegiatan pertandingan atau Rieber, L P., Smith, L, & Noah, D.. The Value of Serious Play. Educational Technology (1998), h. 29-37 32 Ibid. p. 34 31 peningkatan keterampilan. Pada aspek perseptual kognitif berbagai kegiatan dilakukan antara lain mulai dari dapat memusatkan perhatian secara langsung pada satu objek dalam beberapa tahapan kegiatan sampai menunjukkan perhatian yang besar pada berbagai waktu dan tempat. Pada aspek sosial linguistik ditunjukkan dalam kegiatan yang menaruh minat pada teman sebaya dan merasa bagian dari kelompok itu, memiliki teman spesial dalam kelompok, ada kecocokan antar kelompok dan simbol-simbol khusus kelompok sampai mulai menunjukkan minat yang besar pada masyarakat dan merasa menjadi bagian dari masyarakat. Bahan bermain digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan konsep, seperti adanya kegiatan menimbang untuk mengetahui ukuran berat, menentukan mana yang lebih berat dan lainnya. Pada aspek seni juga ditunjukkan dengan melakukan aktivitas yang menghasilkan karya seni yang lebih membutuhkan perhatian dan ketelitian yang lebih banyak. Kegiatan ini selain melatih imajinasi juga melatih perkembangan motorik halus dan perseptual kognitif. Dengan demikian, semakin banyak bahan atau objek bermain yang dapat dieksplorasi anak maka akan semakin banyak aspek kemampuan yang dapat dikembangkan. 2. Hakikat Permainan Bahasa a. Pengertian Permainan Bahasa Permainan bahasa adalah suatu metode yang kuat untuk mengajarkan keterampilan berbahasa kepada anak-anak. Anak-anak memperluas kosa kata dan meningkatkan keterampilan berbahasa reseptif dan ekspresif melalui interaksi dengan anak-anak yang lain maupun orang dewasa dalam situasi permainan yang alamiah.33 Interaksi dan komunikasi memungkinkan anak mempelajari kosa kata baru tentang berbagai hal. Dengan demikian, interaksi dan komunikasi dengan lingkungan juga akan mendukung perkembangan bahasa anak. Permainan bahasa memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berbahasanya dalam berbagai aspek dengan cara yang menyenangkan. Carton mendefinisikan bahwa permainan bahasa adalah sebagai alat untuk mengajar atau mengembangkan kemampuan bahasa anak.34 Dalam permainan bahasa anak dapat memperluas kosa kata dan meningkatkan bahasa yang bersifat ekspresif. Permainan bahasa dikembangkan sejak anak usia dini atau dikembangkan oleh individu sepanjang proses belajar terutama melalui pengalaman berkomunikasi dengan lingkungan. 33 34 Carol E. Catron, Jean Allen, op.cit., h. 25. Ibid,.h. 25. Berdasarkan teori di atas dapat dilihat bahwa permainan bahasa adalah permainan yang dapat menyenangkan dan dapat menggembirakan anak tanpa ada unsur paksaan. Permainan bahasa dapat mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui kegiatan bercerita, bermain peran atau bermain kartu huruf/kata, bernyanyi, mendongeng, dan sebagainya, sehingga dapat menambah perbendaharaan kata dalam berbicara atau berkomunikasi dengan teman sebaya. Permainan bahasa akan memunculkan kreativitas anak, dimana dengan sendirinya akan keluar ide-ide baru yang ada dalam pikirannya yang dapat berkembang dengan baik, anak juga berkesempatan mengembangkan imajinasinya sehingga anak menjadi kreatif dalam permainan bahasa, oleh karena itu anak harus diberi kesempatan. Sebagai penunjang kreativitas anak dalam permainan, bahasa dapat merangsang keinginan anak untuk mencoba dan menjajakinya, dengan bahan yang ada, anak dapat menyalurkan keinginan dan menambah rasa ingin tahu dan pengetahuannya, selain itu juga menunjang kreativitas anak jika anak dibimbing dan didorong untuk mengeksplorasi bahan permainan yang telah disiapkan. b. Jenis Permainan Bahasa Agar anak tertarik dalam mengembangkan kemampuan bahasanya diperlukan stimulasi yang menarik misalnya melalui permainan bahasa. Permainan bahasa diperlukan karena biasanya anak-anak senang dengan aktivitas yang menyenangkan bagi mereka. Pernyataan Kemp yang dikutip oleh Soeparno mengklasifikasikan permainan bahasa menjadi 14 macam, yaitu: (1) bisik berantai, (2) simon says, (3) sambung suku, (4) kategori bingo, (5) silang datar, (6) teka teki, (7) scable, (8) sramble, (9) 20 pertanyaan, (10) spelling bee, (11) piramid kata, (12) berburu kata, (13) mengarang bersama, (14) ambil-ambilan.35 Dari jenis permainan bahasa yang diuraikan di atas dapat dilihat bahwa dalam mengembangkan bahasa anak dapat dilakukan dengan berbagai macam permainan dan dengan permainan bahasa tersebut kreativitas anak dapat dikembangkan dengan optimal. Melalui permainan di atas, pendidik dapat melatih anak dalam perkembangan mendengar, bicara, menulis, dan membaca. Pelaksanaan permainan berbahasa membutuhkan perencanaan. Kaufman mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai.36 Pelaksanaan permainan bahasa memerlukan perencanaan dalam hal materi, media, metode dan evaluasi. Oleh karena itu dalam melaksanakan permainan bahasa harus memperhatikan komponen-komponen tersebut. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam setiap komponen tersebut meliputi: 1) Materi 35 36 Soeparno, Media Pengajaran Bahasa (Jakarta: Intan Pariwara, 1988), h. 61 Roger A. Kaufman, Educational System Planning, (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1972), h. 6-8 Materi kegiatan permainan bahasa pada masa usia dini merupakan dasar pengembangan dari kemampuan dasar berbahasa yang dijadikan pedoman guru dalam rangka kegiatan permainan bahasa pada masa usia dini. Menyusun materi kegiatan permainan bahasa berorientasi pada kemampuan-kemampuan dan kebutuhan anak di usianya. Kemampuankemampuan yang dikembangkan disesuaikan dengan prinsip dasar pembelajaran pada masa usia dini yaitu bermain sambil belajar. Persiapan kegiatan pelaksanaan permainan bahasa yang melatih motorik anak antara lain menjejak huruf, kata dan kalimat sederhana, menjejak dan menjiplak huruf, mengurutkan dan menceritakan gambar seri, bercerita secara sederhana melalui gambar yang diperlihatkan, menirukan kembali urutan kata, menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman yang mempunyai warna, bentuk atau ciri-ciri tertentu, bicara lancar dengan kalimat sederhana, bernyanyi dan mengucapkan syair. Bentuk permainan bahasa meliputi mencontoh dan melukis bentuk huruf secara bertahap, menjiplak huruf dan kata yang sesuai dengan gambar, mengurutkan dan menceritakan gambar seri, menyebutkan kembali kata-kata melalui gambar yang diperlihatkan, bercerita gambar yang dibuat sendiri, mengenal suara huruf awal dari kata yang berarti, menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman yang mempunyai warna, bentuk atau ciri-ciri tertentu, memberikan keterangan, bicara lancar dengan kalimat sederhana, bernyanyi dan mengucapkan syair.37 Dengan demikian, variasi kegiatan pembelajaran yang diterapkan dapat menghindarkan anak dari kejenuhan dalam belajar. Semua aspek perkembangan anak pada masa usia dini dikembangkan melalui tema yang berdekatan dengan lingkungan anak, termasuk juga dalam kegiatan permainan bahasa. Decker and Decker menerangkan bahwa tema pembelajaran harus berkaitan dengan pengalaman kehidupan anak setiap harinya, pembelajaran yang diberikan harus meliputi objek yang nyata.38 Pemilihan tema yang dekat dengan kehidupan anak akan memudahkan anak dalam memahami materi. 2) Metode Dalam pelaksanaan pengembangan kemampuan berbahasa dapat menggunakan beberapa metode/teknik mengajar, seperti metode bercerita, Ibid., h. 15-16 Anita Decker and John Decker, Administering Early Childhood Programs Publishing Company, 1988), h. 248 37 38 (Ohio: Merril sandiwara boneka, bercakap-cakap, dramatisasi, peran/sosiodrama, mengucapkan syair, dan karyawisata. 39 bermain Keseluruhan metode mengembangkan keaktifan dan memunculkan minat serta motivasi yang tinggi pada anak. Moeslichatoen mengungkapkan, guru mengembangkan kreativitas anak, metode yang dipilih adalah metode yang dapat menggerakkan anak untuk meningkatkan motivasi rasa ingin tahu dan mengembangkan imajinasi.40 Metode yang diterapkan harus dapat melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang berlangsung, agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi anak. Metode atau teknik yang diterapkan dapat dipilih dari salah satu metode atau gabungan dari beberapa metode yang sesuai dengan kemampuan yang ingin dicapai, fasilitas, kegiatan belajar mengajar yang disajikan dan disesuaikan pula dengan bahan pengembangan dan kebutuhan minat, kemampuan anak serta lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diutarakan bahwa permainan bahasa adalah suatu reaksi yang menyenangkan pemain dengan menggunakan kegiatan bahasa dan seperangkat aturan permainan dan bertujuan untuk menyenangkan pemain. 3) Media Salah satu upaya yang dilakukan dalam permainan bahasa adalah dengan menyediakan pojok bahasa/sentra bahasa sebagai tempat untuk memotivasi anak bereksplorasi secara alami dengan menyediakan perangkat-perangkat yang dapat mendorong dan merangsang tumbuh dan kembang anak melalui komunikasi yang bermakna menggunakan media. Media yang akan digunakan dalam pembelajaran adalah media yang dapat mendukung atau memperlancar proses pembelajaran. Menurut Harjanto menerangkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih media antara lain: media hendaknya menunjang pengajar yang telah dirumuskan, tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari, kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta dan besar kecilnya kelemahan peserta didik, memperhatikan ketersediannya di sekolah serta sulit dan mudahnya memperoleh media tersebut, memiliki kejelasan dan kualitas yang baik, dan ada keseimbangan antara biaya yang dikaluarkan dengan hasil yang akan didapat.41 Adanya pemiliham media yang tepat dalam bermain, maka akan menunjang pelaksanaan bermain dan tercapainya tujuan bermain. Media, termasuk sarana pendidikan yang tersedia, sangat berpengaruh terhadap pemilihan kegiatan permainan bahasa. Keberhasilan Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h.28 Ibid., h. 20 41 Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 238-239 39 40 kegiatan belajar mengajar tidak tergantung dari modern atau tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media yang digunakan oleh guru. 4) Evaluasi Tujuan kegiatan evaluasi adalah untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah direncanakan sesuai dengan materi pembelajaran. Hal ini berguna sebagai upaya untuk mengadakan perbaikan kegiatan belajar mengajar, menentukan kemampuan yang didasari oleh minat anak dan memberikan informasi kepada orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Bentuk evaluasi yang digunakan harus disesuaikan dengan proses dan situasi pembelajaran. Bentuk kegiatan evaluasi dapat berupa pengamatan, catatan anekdot, dan pemberian tugas.42 Pengamatan dilakukan selama proses interaksi edukatif berlangsung dari awal hingga akhir pembelajaran, kejadian-kejadian yang menarik pada perkembangan dan pola perilaku anak yang memerlukan stimulasi yang sifatnya segera ataupun tertunda dapat dicatat di catatan anekdot, sedangkan pemberian tugas merupakan upaya untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman anak terhadap pembelajaran yang diberikan. 3. Hakikat Permainan Teka Teki Pada hakikatnya permainan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok untuk memperoleh hiburan. Permainan merupakan suatu bentuk kegiatan yang pemainnya bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Permainan tidak hanya memperoleh kesenangan, namun permainan yang ada hubungannya dengan pembelajaran bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adenan mengatakan ‖Puzzles and games are obvious motivating material. They have strong an appeal‖.43 Teka teki juga dapat menimbulkan minat dan motivasi dalam mengikuti mata pelajaran, karena teka teki merupakan suatu bentuk permainan. Bermain teka-teki dapat dilakukan anak dengan berbagai cara, seperti tebak benda, tebak gambar dan tebak kata. Permainan teka teki dapat mengembangkan kemampuan anak usia dini dalam berbagai aspek, termasuk aspek bahasa. Jeffree, McConkey dan Hewson mengemukakan bahwa bermain teka-teki bermanfaat bagi perkembangan anak khususnya untuk mengembangkan keterampilan berpikir anak, menimbulkan rasa ingin tahu anak, membangun kemandirian anak44 Inti dari permainan teka Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 9 Ferry Adenan, Puzzles and Games (Bandung: Kanijiwa 1984), h. 9 44 Jeffree, Dorothy, M,. Mcconkey, Roy, dan Hewson, Simon, Let me play (Kanada: A Condor Book Souvenir Press (E&A) Ltd, 1988), h. 22 42 43 teki adalah menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi sesuatu yang utuh, bagian itu dapat berupa benda maupun informasi. Bermain teka-teki dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya kepada anak diberikan beberapa potong yang dapat disusun menjadi sesuatu dalam berbagai bentuk. Anak diminta untuk menyusun potongan-potongan benda tersebut. Pada anak-anak di Indonesia, bermain teka teki dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek kemampuan yang lain, misalnya matematika. Permainan teka teki dapat dilakukan dengan menggunakan guli atau kelereng, batu atau apa saja. Anak diminta menebak berapa banyak benda yang disimpan. Atau bentuk permainan teka taki yang lain, anak diminta untuk menebak ada pada siapa benda yang tadi dilihat setelah ia menutup mata (dalam permainan daerah, seperti cublek-cublek sueng). Permainan ini dilakukan dalam situasi gembira dan bahkan dapat diiringi nyanyian. Anak bersama-sama bernyanyi sambil melakukan aktivitas sesuai dengan bentuk teka-teki yang diberikan. Permainan teka teki melalui menyusun bangunan di dalamnya terdapat unsur kebebasan dan berkreasi. Anak bebas menyusun dalam berbagai bentuk. Bila ini dilakukan berulang kali akan memunculkan kreasi bentuk yang baru. Dengan demikian permainan ini dapat mengembangkan kreativitas anak. Permainan ini pada dasarnya dapat dilakukan pada anak usia sekitar satu tahun sampai dengan delapan tahun. Hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesulitan teka-tekinya. Anak-anak yang masih sangat kecil diminta atau diberi tebakan yang sangat sederhana, misalnya ada pada siapa benda yang tadi ditunjukkan. Kalau membuat bangunan tentu alat yang digunakan harus sesuai ukurannya dengan kondisi fisik anak. Banyak permainan yang termasuk dalam jenis permainan teka-teki. Permainan maze dan puzzle menurut Jeffree, McConkey dan Hewson juga termasuk dalam kelompok permainan teka-teki.45 Permainan sudah lebih terikat menggunakannya dibanding dengan alat untuk menyusun. Anak sudah harus mengikuti aturan dari maze atau puzzle yang digunakan. Pada bentuk permainan ini lebih mengasah ketepatan dan keterampilan berpikir anak. Bermain teka-teki dapat dilakukan anak dengan berbagai cara. Jeffree, McConkey dan Hewson mengemukakan bahwa bermain teka-teki bermanfaat bagi perkembangan anak khususnya untuk: (1) mengembangkan keterampilan berpikir anak; (2) menimbulkan rasa ingin tahu anak; (3) membangun kemandirian anak.46 Misalnya kepada anak diberikan beberapa potong yang dapat disusun menjadi sesuatu dalam berbagai bentuk. Anak diminta untuk 45 46 Ibid., h. 40 Ibid., h. 41 menyusun potongan-potongan benda tersebut. Permainan teka teki dapat divariasi dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak. C. Hasil Penelitian yang Relevan Teka-teki dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan kosa-kata. Wittizar dalam Project Paper-nya mengemukakan bahwa karena dalam teka-teki ada unsur permainan dan daya tarik, maka kemungkinan teka-teki akan berpengaruh terhadap prestasi belajar.47 Susanti pada skripsinya mengemukakan bahwa terdapat pengaruh yang positif permainan teka-teki silang pada penguasaan kosakata bahasa Indonesia dengan menunjukan bahwa penguasaan kosakata siswa yang dibelajarkan dengan teka-teki silang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak dibelajarkan teka-teka teki silang.48 Dengan demikan bahwa permaianan teka-teki silang dapat berpengaruh positif untuk mengembangkan kosakata siswa sekolah dasar. Teka-teki silang dapat digunakan juga sebagai media peningkatan kemampuan verbal dalam menulis. Purwatiningsih dalam skripsinya menyimpulkan bahwa media teka-teki silang berpengaruh pada penalaran verbal dalam penulisan karangan.49 Untuk meningkatkan penalaran verbal dalam menulis karangan, guru perlu mengefektifkan penggunaan media tekateki silang. D. Pengembangan Konseptual Perencanaan Tindakan Anak usia dini mempunyai banyak kemampuan potensial yang perlu diaktualisasikan melalui stimulus yang tepat. Salah satu kemampuan potensial tersebut adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis saja, namun termasuk juga kemampuan menyimak dan berbicara. Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, anak perlu mempelajari tentang penguasaan kosa kata dan maknanya. Salah satu pendekatan pembelajaran yang efektif diterapkan pada anak adalah melalui kegiatan bermain. Bermain adalah kegiatan yang memberi Wittizar, Pengajaran Kosakata melalui Teka-teki, Project Paper (Jakarta: IKIP Jakarta, 1983) h.24 48 Indah Susanti, ―Pengaruh Permainan Teka-Teki Silang terhadap Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 05 Rawa Barat, Jakarta Selatan‖, Skripsi (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2001), h.i 49 Purwatiningsih, Pengaruh Penggunaan Media Teka-teki Silang terhadap penalaran verbal dalam karangan siswa kelas V SDN Sempur Kaler Bogor, Skripsi (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2006), h.65 47 kesenangan dalam diri anak dan menjadi bagian dalam keseharian anak. Bermain menjadi tempat untuk menyalurkan semua imajinasi anak dan merupakan sarana untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak. Melalui bermain secara tidak sadar anak juga sedang melakukan proses belajar. Dengan demikian proses pembelajaran dilakukan dengan suasana yang menyenangkan. Ketika anak melakukan kegiatan bermain, maka akan terjadi interaksi dan komunikasi dengan lawan mainnya. Dengan terjadinya interaksi dan komunikasi tersebut berarti anak juga sedang mengembangkan kemampuan berbahasa yang dimiliki. Peran serta dan kerja sama pendidik atau orang dewasa dalam pengembangan kemampuan berbahasa anak sangat dibutuhkan, yaitu dengan memberikan permainan yang bermanfaat untuk proses pembelajaran anak. Dengan menerapkan konsep bermain sambil belajar, diharapkan informasi yang diberikan dapat lebih mudah diterima dan dipahami oleh anak. Kegiatan bermain juga dapat diterapkan dalam usaha pengembangan kemampuan berbahasa anak usai dini. Salah satu permainan bahasa yang dapat diterapkan dalam rangka mengembangkan kemampuan bahasa anak usia dini adalah dengan permainan teka teki. Permainan teka teki memungkinkan anak untuk mengembangkan penguasaan kosakata, mengembangkan kemampuan membentuk kalimat, serta kemampuan komunikasi anak, selain itu dengan konsep bermain yang diterapkan, permainan teka-teki dapat memberikan suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran bahasa anak. Permainan teka teki dapat dilakukan dalam berbagai bentuk permainan, seperti tebak benda, tebak gambar atau pun tebak kata. Penyajian permainan dengan cara yang beragam ini dapat mengindarkan anak dari rasa bosan. Modifikasi permainan juga dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan kemampuan bahasa anak. Pendidik dapat menerapkan permainan teka teki dengan berbagai variasi untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa permainan teka teki dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak, khususnya pada kemampuan menyimak dan berbicara. E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pengembangan konseptual perencanaan tindakan, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah jika permainan teka teki diberikan, maka kemampuan berbahasa anak dapat ditingkatkan. Dengan kata lain permainan teka teki dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun. Metodologi Penelitian (Bab 3) Metodologi penelitian diawali dengan mendeskripsikan setting; sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Gunanya adalah untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang konteks penelitian Anda. Setelah itu uraian Bab 3 ini disusul berturut-turut dengan: metode penelitian, siklus penelitian, kriteria keberhasilan, instrumen penelitian, analisis data, kolaborasi, dan jadual penelitian. Berikut ini adalah contohnya. Bab 3 Metodologi Penelitian A. Setting Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur pada bulan April-Juni 2007. Peneliti memilih SD tersebut karena masalah pada penelitian ini ditemukan pada anak-anak kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur. B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode action research atau penelitian tindakan. Menurut Ebbut, seperti dikutip oleh Rochiati menjelaskan penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakantindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.50 Dari pengertian tersebut dapat diterangkan bahwa dalam penelitian tindakan dilakukan upaya perbaikan suatu praktek pendidikan melalui pemberian tindakan berdasarkan refleksi dari pemberian tindakan tersebut. Arikunto menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam penelitian tindakan ini, peneliti melakukan suatu tindakan, eksperimen yang secara khusus diamati terus menerus, dilihat kelebihan dan kekurangannya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat.51 Bentuk penelitian tindakan pada penelitian ini yaitu dengan memberikan suatu tindakan pada subjek yang diteliti dalam bentuk permainan teka teki (variabel bebas) untuk diketahui pengaruhnya dalam bentuk kemampuan berbahasa (variabel terikat) yang timbul karena adanya pemberian tindakan yang dilakukan. 50 Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) h. 12 51 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 2 2. Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian Disain penelitian yang digunakan adalah model spiral dari Kemmis dan Taggrat.52 Rancangan ini terdiri dari 4 tahap, yaitu: (a) perencanaan (planning); (b) tindakan (acting); (c) pengamatan (observing); dan (d) refleksi (reflecting). Berdasarkan refleksi, peneliti mendapatkan peningkatan hasil intervensi tindakan dan memungkinkan untuk melakukan perencanaan tindakan lanjutan dalam siklus selanjutnya. Sumber : David Hopkins, A Teacher’s guide to classroom research (Buckingham: Open University Press, 2002), h. 28 Gambar 2. Disain Penelitian. Subjek dan Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak-anak kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur dengan rentangan usia 6-7 tahun. 2. Partisipan yang Terlibat a. Guru kelas Ibu Karti, beliau adalah guru di SD Negeri 05 Utan Kayu. Selama proses pelaksanaan penelitian beliau akan berperan sebagai kolaborator. 52 Wiriaatmadja, op. cit., h. 66 b. Teman Sejawat Nesna Agustriana, beliau adalah mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini. Selama proses pelaksanaan penelitian beliau akan berperan sebagai kolaborator. C. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian 1. Peran Peneliti Dalam penelitian tindakan tersebut, peneliti berperan sebagai pemimpin perencanaan (planner). Peneliti melakukan persiapan-persiapan pra penelitian seperti membuat surat perizinan penelitian, menentukan waktu penelitian, menentukan subjek penelitian, mencari sumber data dan membuat perencanaan tindakan penelitian. 2. Posisi Peneliti Posisi peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai partisipan aktif, yaitu peneliti ikut serta dalam melakukan pengamatan selain juga memberikan tindakan pada subjek penelitian. Peneliti membuat perencanaan tindakan yang akan dilakukan secara sistematik, lalu memberikan tindakan pada subjek yang diteliti. Selama menjalani proses penelitian, peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan yang hasil dari pengamatan tersebut akan dievaluasi secara kolaboratif. Hasil pengamatan dan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai bahan analisis data dan perencanaan untuk siklus selanjutnya. D. Tahapan Intervensi Tindakan 1. Kegiatan Pra-Penelitian Sebelum peneliti melakukan siklus I, peneliti melakukan persiapanpersiapan pra-penelitian sebagai berikut: a. Mencari dan mengumpulkan informasi atau data anak yang menjadi subjek dalam penelitian. Informasi atau data tersebut diperoleh dari hasil observasi langsung terhadap anak-anak yang menjadi subjek dalam konteks pembelajaran. Berdasarkan observasi awal ke sekolah dapat diketahui bahwa kemampuan berbahasa anak belum berkembang baik yang dapat dilihat dari perbendaharaan kata dan kemampuan menangkap isi pembicaraan atau petunjuk. b. Menentukan waktu pelaksanaan penelitian, yaitu pada bulan April-Juni dengan waktu pelaksanaannya sebanyak 4 kali pertemuan dalam setiap siklus. c. Mempersiapkan media dan alat yang akan digunakan selama penelitian, seperti benda tiruan ’si mulut besar’, alat tulis perlengkapan sekolah, kartu bergambar, kartu kata, papan planel, tape recorder dan kaset. 2. Kegiatan Siklus I Setelah melakukan persiapan-persiapan pra penelitian, selanjutnya peneliti melakukan langkah-langkah penelitian tindakan yang dimulai dari siklus I dengan tahapan sebagai berikut: a. Perencanaan (planning) Dari hasil observasi pra-penelitian, peneliti menyusun perencanaan untuk pelaksanaan penelitian tindakan siklus I, yaitu: 1) Membuat satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan pada anak pada siklus I. Pada siklus I ini ditekankan pada pemberian tindakan, yaitu kegiatan permainan teka teki dengan menggunakan benda konkret (tebak benda) dan dengan menggunakan kartu kata (tebak kata). Satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan, kegiatan, media, dan alat pengumpul data yang terbagi dalam 4 kali pertemuan yang direncanakan. 2) Menyiapkan media yang sesuai dengan tindakan yang akan diberikan, yaitu alat permainan tebak benda yang terdiri dari ‖si mulut besar‖ dan benda-benda konkret dan alat permainan tebak kata, yaitu kartu kata. 3) Menyiapkan alat yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data, yaitu catatan lapangan dan lembar pedoman observasi. b. Tindakan (acting) Dalam tahapan ini peneliti bersama dengan kolaborator melaksanakan satuan perencanaan tindakan yang telah dibuat, yaitu permainan teka teki yang mencakup permainan tebak benda dan tebak kata. Tabel 1. Satuan Perencanaan Tindakan Siklus I Materi : Kegiatan bermain teka teki dengan menggunakan alat permainan Tujuan : Mengembangkan kemampuan berbahasa anak Waktu : 4 x pertemuan (@ 35 menit) Waktu Pelaksanaan 1.Pertemuan ke-1 (8 Mei 2007) Kegiatan Media Permainan Tebak Benda Benda tiruan ‖si mulut besar‖ dan benda konkret Alat Pengumpul Data Pedoman Observasi Catatan Lapangan Tape recorder Kaset 2.Pertemuan ke-2 (9 Mei 2007) 3.Pertemuan ke-3 (10 Mei 2007) 4.Pertemuan ke-4 (11 Mei 2007) Permainan Tebak Benda Benda Tiruan ‖si mulut besar‖ dan benda konkret Kartu kata Permainan Tebak Kata Kartu kata Permainan Tebak Kata c. Pengamatan (observing) Selama kegiatan permainan teka teki berlangsung, peneliti dan kolaborator mengamati jalannya kegiatan untuk melihat apakah tindakan-tindakan tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Hasil pengamatan dicatat dalam bentuk uraian pada lembar catatan lapangan berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dan kolaborator secara langsung. Selain itu mengamati setiap kemampuan berbahasa yang muncul baik pada saat pemberian tindakan maupun di luar tindakan selama waktu pembelajaran berlangsung dengan memberi tanda cek list (√) pada lembar pedoman observasi kemampuan bahasa. d. Refleksi (reflecting) Setelah dilakukan perencanaan, tindakan dan pengematan, peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi dari tindakantindakan yang telah dilakukan, yaitu permainan teka teki yang mencakup permainan tebak benda dan tebak kata, apakah kegiatan permainan tersebut dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Peneliti melakukan perbandingan antara kemampuan berbahasa anak sebelum diberikan tindakan dengan sesudah diberikan tindakan pada akhir siklus I. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari seluruh pelaksanaan siklus I. Refleksi tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk merevisi perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I guna merencanakan tindakan lanjutan pada siklus selanjutnya. E. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dari penelitian tindakan yang dilakukan ini adalah meningkatnya kemampuan berbahasa anak, yang mencakup kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara sesudah tindakan diberikan pada anak, yaitu permainan teka teki. Berdasarkan hasil observasi dan skor yang diperoleh, kemampuan menyimak anak sebelum tindakan masih rendah. Hal tersebut dilihat dari ketidaksanggupan anak dalam mengulang kalimat yang diberikan dalam satu kali kesempatan, ketidaksanggupan anak dalam membedakan bunyi, ketidaksanggupan anak menjawab tebakan dalam satu kali kesempatan dan ketidaksanggupan anak mencari kata kunci pada kalimat dalam satu kali kesempatan. Setelah diberikan tindakan, yaitu permainan teka teki diharapkan kemampuan menyimak anak lebih meningkat. Indikator keberhasilan tindakan hasil kesepakatan antara kolaborator meliputi kesanggupan membedakan bunyi, menangkap isi kalimat pernyataan yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci dalam kalimat pernyataan dan menemukan jawaban yang benar dari kalimat-kalimat pernyataan yang diberikan dalam satu kali kesempatan. Berdasarkan hasil observasi dan skor yang diperoleh kemampuan berbicara sebelum mendapatkan tindakan juga masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidaksanggupan anak mengucapkan bunyi benda sesuai dengan nama benda, menyebutkan deskripsi benda dengan kalimat lebih dari tiga kata dan menyebutkan kalimat dengan intonasi berita. Namun, setelah mendapatkan tindakan, diharapkan kemampuan berbicara dapat berkembang. Indikator keberhasilan tindakan hasil kesepakatan antara kolaborator meliputi kemampuan anak mengucapkan bunyi benda dengan benar, kesanggupan menggunakan kata-kata kunci objek dan menggunakan kalimat yang benar dan intonasi yang benar pada saat mendeskripsikan benda yang diminta dengan kalimat yang terdiri lebih dari tiga kata dalam satu kali kesempatan. Secara keseluruhan keberhasilan tindakan tersebut dilihat dari adanya peningkatan skor yang diperoleh dari hasil observasi. Peningkatan ini 60 % dari rata-rata sebelum penelitian. Signifikansi peningkatan diuji dengan menggunakan uji t. Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas adanya peningkatan yang diperoleh dan seberapa besar peningkatan tersebut baik pada akhir siklus I maupun pada akhir siklus II. F. Data dan Sumber Data 1. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tindakan berupa hasil observasi kemampuan berbahasa anak meliputi kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara, serta rekaman hasil kegiatan anak dalam dalam mengucapkan nama benda dan mendeskripsikan benda. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian tindakan ini adalah anak-anak kelas 1 dan guru kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur, hasil observasi kemampuan anak sebelum diberikan tindakan, hasil observasi pelaksanaan tindakan dan hasil observasi kemampuan anak setelah diberikan tindakan. G. Instrumen-instrumen Pengumpul Data 1. Definisi Konseptual Definisi konseptual kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa berdasarkan aspek-aspek kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. 2. Definisi Operasional Kemampuan berbahasa adalah skor yang diperoleh dari hasil tes dan pengamatan terhadap perilaku anak yang meliputi kemampuan menyimak dan berbicara sebagai respon yang ditimbulkan dari tindakan yang diberikan. Kemampuan menyimak meliputi kesanggupan menangkap isi kalimat pernyataan yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci dalam kalimat pernyataan, menemukan jawaban yang benar dari kalimat-kalimat pernyataan yang diberikan. Kemampuan berbicara meliputi kesanggupan menggunakan kata-kata kunci objek dan menggunakan kalimat yang benar dan intonasi yang benar pada saat mendeskripsikan benda yang diminta. 3. Kalibrasi Instrumen Sebelum instrumen dipakai, maka terlebih dahulu dilaksanakan uji keabsahan data. Uji keabsahan data yang digunakan adalah uji validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesasihan suatu instrumen.53 Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya yang kurang valid berarti validitasnya rendah. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas internal yang berdasarkan pada kesesuaian dengan kemampuan berbahasa anak. Arikunto menyatakan bahwa validitas internal dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung ‖misi‖ instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data variabel yang dimaksud.54 Setiap bagian instrumen yang dibuat mewakilkan tujuan utama 53 54 Arikunto, op. cit., h. 144 Ibid., h. 147-148 dari instrumen tersebut sehingga data yang diperoleh sesuai dengan variabel yang diteliti. 4. Kisi-kisi Instrumen Indikator kemampuan bahasa yang akan diteliti, dikembangkan berdasarkan teori dari aspek-aspek perkembangan bahasa pada rentang usia 6-7 tahun yang difokuskan pada kemampuan menyimak dan berbicara. Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbahasa No. 1 2. Aspek Kemampuan Kemampuan Menyimak Kemampuan Berbicara Indikator Subindikator Mengenal bunyi Membedakan bunyi Memberi tanda sesuai dengan informasi 2.Mengidentifikasi kata Menentukan kunci nama benda Meniru atau mengulang deskripsi benda Mendeskripsika n benda lain 3. Menggunakan kata Melafalkan kunci bunyi kata kunci Menyebutkan nama benda Menyebutkan 4. Membunyikan ciri benda deskripsi benda 1.Menangkap isi 5. Menggunakan kalimat sederhana Menyebutkan benda dengan kalimat sederhana 6. Menggunakan intonasi Membunyikan kalimat dengan intonasi berita Sebaran Soal 1, 2, 4 5, 7, 8 3, 6, 9 10, 15 11, 13 12, 14, 18 20, 23 21, 24 17, 25 19, 22 16 H. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Teknik non tes yang digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksaaan tindakan dan data kemampuan berbahasa (variabel terikat) yaitu observasi. Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.55 Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam penelitian tindakan ini, maka jenis observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan bagian dari mereka.56 Teknik observasi yang digunakan adalah observasi berstruktur (structured or controlled observation), yaitu observasi yang direncanakan dan terkontrol. Pada observasi berstruktur, biasanya pengamat blanko-blanko daftar isian yang tersusun dan di dalamnya telah tercantum aspek-aspek atau pun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu dilakukan.57 Dengan teknik seperti ini observasi yang dilakukan lebih terarah dan pencatatan hasil observasi partisipan menjadi lebih teliti. Dalam pengisian lembar observasi, pengamat memberikan tanda check list (√) pada skala kemunculan kemampuan berbahasa yang sesuai. Model yang digunakan adalah model skala Likert, yaitu untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek-objek tertentu. Setiap butir indikator diberikan tanda check list (√) pada kolom baik, cukup dan kurang. Setiap butir indikator diberi skor 1-3 sesuai dengan tingkat jawabannya. Tabel 4. Skala Kemunculan Kemampuan Bahasa 55 No. Pilihan Jawaban Skor 1. Baik 3 2. Cukup 2 3. Kurang 1 M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 149. 56 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), h. 70. 57 Purwanto, log. cit. Teknik tes yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berbahasa anak, khususnya kemampuan menyimak adalah tes tertulis. Teknik tes tertulis merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang terdiri dari soal-soal yang menghendaki jawaban tertulis dari peserta tes. Soemanto menyatakan bahwa tes tertulis adalah seperangkat soal atau pertanyaan yang disusun secara sistematis yang menghendaki jawaban peserta tes secara tertulis.58 Dengan adanya tes tertulis ini dapat memberikan data yang lebih konkret tentang kemampuan bahasa anak. Jenis tes tertulis yang digunakan pada penelitian ini adalah tes isian, sehingga terlihat dengan jelas kemampuan anak dalam menyimak dan menebak suatu benda. I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi Kriteria teknik pemeriksaan keterpercayaan (trustworthiness) studi yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah credibility (kepercayaan), transferability (keteralihan), dependability (kebergantungan), confirmability (kepastian). Penerapan kriteria credibility (kepercayaan) berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasilhasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.59 Teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian ditempuh dengan memperpanjang waktu keikutsertaan, melakukan pengamatan secara terus-menerus, melakukan tanya jawab dengan teman sejawat, mengecek keanggotaan, membuat bukti-bukti yang terstruktur atau koheren, membuat referensi yang memadai dan menerapkan teknik triangulasi yang terdiri dari peneliti dan kolaborator dengan menggunakan data berupa lembar pedoman observasi dan lembar kerja yang dilakukan anak. Transferability (keteralihan) merupakan keabsahan hasil penelitian terhadap kelompok yang diteliti. Teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian dilakukan dengan mengoleksi deskripsi data secara detail dan mengembangkan secara detail deskripsi data setiap konteks yang diteliti untuk membuat keputusan tentang ketidakcocokan dengan konteks lain yang mungkin. Dependability (kebergantungan) berkenaan dengan keseimbangan data penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan metode yang overlaping yang sama artinya dengan proses triangulasi dan mengadakan jejak audit. Confirmability (kepastian) berkenaan dengan kenetralan dan objektivitas data penelitian yang dikumpulkan. Teknik pemeriksahan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi dan membuat refleksi. Setelah melaksanakan tindakan, peneliti dan kolaborator merefleksi pemberian tindakan yang telah dilakukan dan memeriksa perkembangan 58 Wasty Soemanto, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 14. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004), h. 324 59 bahasa anak berdasarkan lembar observasi dan lembar kerja yang telah diberikan. J. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis 1. Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah dalam bentuk data kuantitatif, yaitu data mengenai kemampuan berbahasa anak ditambah dengan data pelaksanaan permainan teka teki. Analisis data ini dilakukan dalam setiap siklus dengan pengolahan data mentah dan uji hipotesis tindakan. Teknik analisis data yang digunakan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tindakan berupa permainan teka teki terhadap peningkatan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun. a. Pengolahan Data Mentah Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari (1) data maksimum dan data minimum dari seluruh data; (2) rentangan, yaitu selisih antara data maksimum dan data minimum; (3) rata-rata atau mean, yaitu skor rata-rata data tunggal; (4) modus, yaitu data yang paling sering muncul; (5) median, yaitu skor tengah dari data yang telah diurutkan;(6) varians, yaitu jumlah kuadrat data dikurangi rata-rata dibagi banyak data dikurangi satu; (7) simpangan baku, yaitu akar dari varians. b. Uji Hipotesis Tindakan Untuk menguji hipotesis tindakan dilakukan dengan menggunakan pengukuran prosentase kenaikan. K. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan Jika pelaksanaan siklus I dan siklus II pada penelitian ini belum menunjukkan peningkatan hasil yang optimal, maka dilakukan pengembangan perencanaan tindakan untuk penelitian tindakan selanjutnya. Pengembangan perencanaan tindakan ini lebih dikhususkan pada kegiatan-kegiatan pengembangan bahasa, seperti permainan teka teki, anagram dan bisik berantai yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menyimak dan berbicara kepada anak usia 6-7 tahun. Bagian terakhir dari Bab 3 adalah Daftar Pustaka. Semua referensi yang ada dalam proposal harus didukung dengan daftar pustaka. Daftar pustaka hendaknya bersifat asli dan baru. Asli artinya diambil dari penulisnya secara langsung; baru artinya tahun penerbitan sedapat mungkin 10 tahun terakhir. Satu atau dua yang usianya lebih dari 10 tahun masih dapat diterima. Anda bebas memilih cara penulisan daftar pustaka asalkan konsisten. Berikut ini adalah contoh dari daftar pustaka: DAFTAR PUSTAKA Adenan, Ferry. Puzzles and Games. Bandung: Kanijiwa 1984. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Bromley, Karen D. Language Arts: Exploring Connections Second Edition. New York: Simon and Schuster, 1992. Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003. Decker, Anita and Decker, John. Administering Early Childhood Programs. Ohio: Merril Publishing Company, 1988. Gee, Robyn dan Meredith, Susan. Entertaining and Educating Your Preschool Child. London: Usborne Publishing Ltd, 1997. Harjanto. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Hopkins, David. A Teacher’s guide to classroom research. Buckingham: Open University Press, 2002. Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak I. Jakarta: Erlangga, 1995. Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga, 1997. Jalongo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts, USA: Pearson Education, Inc., 2007. Jeffree, Dorothy M, Mcconkey, Roy, dan Hewson, Simon. Let me play. Kanada: A Condor Book Souvenir Press (E&A) Ltd, 1988. L.P., Rieber, Smith, L, & Noah, D. The Value of Serious Play, Educational Technology. 1998. Lubis, Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999. Maxim, George W. The Very Young. USA: Macmillan Publishing Company, 1993. Monks, F.J, Knoers, A.M.P. dan Rahayu, Siti. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University, 1994. Montessori, Maria. Curriculum International, 2002. Planning. London: Modern Montessori Mulyadi, Seto. Bermain dan Kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004. N.K, Roestiyah. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara, 2000. Papilaya, Diane E. A Child World Infancy Through Adolescence. New York: Mc Graw Hill, 1982. Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Purwanto, M. Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Semiawan, Conny R. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Prenhalindo, 2002. Sinolungan, A.E. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Manado: Universitas Negeri Manado, 2001. Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Soemanto,Wasty. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi. Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Soeparno. Media Pengajaran Bahasa. Jakarta: Intan Pariwara, 1988. Sower, Jayne. Language Art in Early Education. Georgia: George Fox University, 2000. Tambunan, RP. Ilmu Jiwa Berkembang. Jakarta: IKIP,1978. Tedjasaputra, Mayke S. Bermain, Main dan Permainan. Jakarta: Grasindo Widia Sarana Indonesia, 2001. Wiriaatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia di Kelas Rendah. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997. BAB V MATERI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PLPG PAUD A. Profesionalisme Guru Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: a. Peserta PLPG memahami gambaran tentang profesi guru, seperti: mengapa Guru dibutuhkan di Indonesia, mengapa kualitas guru perlu ditingkatkan, mengapa perlu adanya persiapan baik mental pengetahuan maupun fisik serta dan atau yang lebih penting lagi adanya itikad baik tinimbang profesi-profesi lainnya. b. Peserta PLPG mampu menjelaskan pengetahuan (knowledge) guru dalam Beragam bidang keilmuan dengan spesifikasi bidang anak usia dini (early child hood education) c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentangpersiapan persiapan yang harus dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. 2. Uraian Materi Pendahuluan Guru adalah kata yang sangat akrab dikalangan anak didik, demikian juga kata murid akra dikalangan guru ,dengan demikian ada keterpaduan yang harmonis antara guru dan murid . Di zaman dulu, guru adalah sosok yang disegani bukan saja oleh murid namun juga oleh masyarakat, kondisi saat itu membentuk opini masyarakat bahwa guru adalah sosok yang serba tahu sehingga menjadi tempat bertanya bagi masyarakat, namun seiring berjalannya waktu serta berkembanganya zaman memasuki era globalisasi ,maka tuntutan masyarakat juga mengalami perubahan. Sekarang guru diharapkan memiliki kompetensi, keterampilan, berwawasan serta kreatif disamping secara normatif tetap sebagai sosok yang “digugu dan ditiru” mampu membangun citra guru yang baik, seperti yang tertera didalam undang-undang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 tahun 2005, yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing atau mengarah, melatih , menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar dan menengah. Dengan demikian guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah Untuk Menjadi 1 Guru yang Dapat menjadi guru profesional. Guru adalah profesi yang mulia, pada hakikatnya setara dengan jabatan profesilainnya, seperti kata pepatah, guru dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, apoteker dll, yang bersifat profesi, bernomor registrasi dan memiliki kode etik profesi. Profesionalisme seorang guru bukan hal yang mustahil terjadi walaupun data hasil survey the political and economicrisk country (PERC), yakni sebuah lembaga konsultan di Singapura yang pada tahun 2001 menempatkan Indonesia diurutan ke 12 dari 12 negara di asia dalam hal kualitas guru. Dengan demikian menciptakan guru profesional adalah suatu hal yang mendesak diberlakukan negara kita, karena memposisikan guru seperti itu akan memperbaiki nasib guru yang selama ini termarjinalkan (terpinggirkan), guru juga akan menjadi lebih bertanggung jawab pada pekerjaannya. Sementara itu dalam Perpu 19 tahun 2005 dikatakan bahwa seorang guru haruslah memiliki 4 kompetensi, Yakni kompetensi paedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional. Adapun untuk kompetensi guru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standart tersendiri , diantaranya seorang guru PAUD hendaknya memiliki rasa seni (sense of art) dan berbagai bentuk disiplin agar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak, selain itu seorang guru PAUD diharapkan memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis terlebih lagi guru PAUD harus memahami Bahwa anak belajar dalam bermain. Dari uraian diatas tampak bahwa menjadi guruPAUD ternyata tidak hanya berdasarkan naluri keibuan atau kebapakan semata, namun diharapkan dapat memahami tentang peraturan perundang undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja dll. Semua itu hendaknya dilakukan dengan ikhlas, karena guru PAUD diharapkan ikut serta membentuk manusia indonesia seutuhnya dengan beragam pendekatan seperti Montessori, Regio Emilio, High Schoop ataupun pendekatan dari Indonesia sendiri seperti metode dari Taman Siswa, INS Kayu Tanam, dan KH Ahmad Dahlan ketiganya menanamkan nilainilai moral dan budi pekerti sejak awal anak mengenal pendidikan formal. Guru juga diminta agar dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan Aman serta gembira demi untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar (PBM),serta dapat bekerja sama dengan orang tua serta masyarakat (komite sekolah) dalam mengambil prakarsa sekolah. Modul profesionalisme guru PAUD ini hendaknya dipelajari lebih awal dari mata kuliah lain agar mahasiswa PLPG sejak awal memiliki gambaran tentang profesi guru. Modul ini ada dua satuan kegiatan (workshop) keduanya harus dipelajari secara berurutan adapun modul profesionalisme guru ini sebagian besar terdiri dari kegiatan praktek dengan demikian urutannya adalah satuan kegiatan satu hendaknya dibaca, dipelajari, didikusikan serta dipraktekan melalui metode sosio drama (bermain peran) setelah itu dilakukan juga dengan urutan yang sama pada satuan kegiatan dua. a. Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD 1) Persiapan 2 Persiapan yang dimaksud disini adalah persiapan teknis dan non teknis.Persiapan non teknis adalah persiapan mental yang mengarah kepada pembentukan konsep diri sebagai guru melalui pertanyaan –pertanyaan yang secara jujur hendaknya bisa dijawab oleh masing –masing peserta . Adapun pertanyaan –pertanyaan tersebut antara lain adalah a) Sudah siapkah aku menjadi guru AUD? b) Bisakah aku menghadapi anak-anak? c) Bisakah aku mengajar anak-anak dengan benar? d) Apakah aku mampu membuat suasana belajar yang menyenangkan bagi anak? e) Apakah aku mampu memotivasi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan mereka? f) Apakah aku bisa diterima oleh rekan sejawat? g) Apakah aku sanggup mengahadapi orang tua murid? Pembentukkan konsep diri sebagai guru dimaksudkan agar guru tersebut memiliki kepercayaan diri (self confidence) sebelum melaksanakan tugasnya, karena Guru yang tidak memiliki rasa percaya diri akan menghambat pekerjaannya sebaga i guru yang profesional. Persiapan teknis adalah persiapan yang hendaknya dilakukan oleh seorang guru sebelum menjalankan tugasnya yang bertujuan untuk melancarkan pekerjannya sebagai guru. Adapun persiapan teknis tersebut adalah: a) Menyelesaikan urutan administrasi b) Membuat persiapan KBM sesuai dengan kurikulum serta visi dari masing-masing sekolah. Hal yang dilakukan adalah membuat rapat kecil dengan kepala sekolah juga teman sejawat agar ada keterpaduan dalam pelaksanaan program KB yang disesuaikan dengan rencana sekolah. c) Merancang kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tema yang telah direncanakan dan dipersiapkan. d) Membuat satuan kegiatan tahunan sesuai dengan tema yang direncanakan, seperti satuan kegiatan harian (SKH) satuan kegiatan mingguan. e) Menyiapkan model pembelajaran yang akan dilakukan f) Menyiapkan media guna mendukung kegiatan beajar mengajar g) Menyiapkan setting kelas-ruangan. h) Menyiapkan metode yang akan digunakan berikut kegiatan penunjangnya seperti gerak dan lagu, yel-yel dll. 2) Performance Perfomance yang dimaksud disini adalah : bagaimana kita berpenampilan yang sebagai guru AUD dalam hal: a) Perawatan tubuh Guru AUD diharapkan dapat merawat dan membersihkan tubuh sehingga terkesan berenergi, bersih, wangi, dan tidak kusam. b) Berpakaian 3 Melalui pakaian dapat menampakkan ekspresi seluruh kepribadian hendaknya guru AUD berpakaian sesuai dengan budaya Indonesia, yakni sopan, namun dapat menunjang aktivitas c) Bahasa tubuh (Body Language) Selalu Positive thinking , memilki motivasi yang tinggi, semangat serta senantiasa menanamkan keikhlasan dalam bekerja dengan sendirinya akan mewujudkan bahasa tubuh yang baik. d) Komunikasi (Public Speaking) Hendaknya guru AUD mampu menjalik komunikasi dengan pihak manapun, terlebih dengan anak didik, artinya guru AUD diharapkan memiliki relationsyang baik dengan berbagai pihak. e) Sikap Guru AUD sebaiknya senantiasa bersikap ramah dan selalu tersenyum, karena senyuman seorang guru membuat anak –anak menjadi nyaman berada di dalam kelas. 3) Pengetahuan Seorang guru PAUD hendaknya memahami dua bidang Persiapan Pembelajaran keilmuan sebagai dasar ilmu-ilmu yang lainnya yakni : a) Ilmu jiwa perkembangan (Psikologi Anak) b) Ilmu Pendidikan 4) Peran guru P.G PAUD Seorang guru PAUD pada kegiatan kesehariannya dalam bekerja secara profesional dapat melakukan beragam fungsi sekaligus (multi peran). Adapun perandari guru tersebut adalah : a) Guru anak usia dini sebagai pendidik Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh sentral serta panutan (model) bagi murid dan lingkungannya. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup wibawa, tanggung jawab, mandiri, dan disiplin. b) Guru anak usia dini sebagai pengganti sementara ayah atau ibu Anak usia dini dalam kesehariannya dikelas membutuhkan sosok pengganti sementara ayah atau ibu, untuk itu guru harus bisa berperan menjadi pengganti sementara ayah atau ibu (selama berada di sekolah), namun harus tetap dapat menjaga batasan-batasannya demi untuk menjaga keprofesionalan seorang guru. c) Guru anak usia dini sebagai teman Bersikap sebagai teman bagi anak usia dini sangat dibutuhkan, karena akan mempelancar komunikasi antara guru dan murid. Sehingga anak usia dini tidak merasa berjarak dengan guru yang dapat memotivasi anak usia dini untuk 4 bersemangat berangkat ke sekolah (karena akan bertemu dengan temantemannya). d) Guru anak usia dini sebagai pengajar Guru AUD membantu murid yang tumbuh dan berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui dengan cara senantiasa memotivasi murid agar dapat mengembangkan potensinya. e) Guru anak usia dini sebagai pengasuh AUD adalah anak belum terbentuk kepribadiannya sehingga dibutuhkan guru yang mengerti menggunakan pola asuh yang tepat disaat dibutuhkan oleh anak didik. f) Guru anak usia dini sebagai model dan teladan. Menjadi teladan merupakan sifat dasar dalam kegiatan pembelajaran selain itu sebagai model dan teladan berakibat bahwa guru senantiasa akan disorot tingkah lakunya baik oleh anak didik maupun lingkungannya. g) Guru anak usia dini sebagai pribadi Jika kita memiloih profesi guru AUD maka sudah selayaknya kita memiliki kepribadian yang mencemirkan seorang pendidik. Adapun kepribadian seorang guru AUD yang diharapkan adalah kepribadian yang hangat, selalu tersenyum, ceria, terbuka, serta sabar. h) Guru anak usia dini sebagai pesulap: Memiliki ketrampilan sebagai pesulap dibutuhkan bagi anak usia dini oleh karena itu guru anak usia dini hendaknya melakukan kegiatan sulap sebagai variasi dalam kegiatan belajar mengajar, tujuannya adalah agar murid menjadi tidak bosan. i) Guru anak usia dini sebagai penyanyi : Keterampilan bernyanyi memiliki referensi lagu-lagu anak serta yel-yel sangat dibutuhkan bagi seorang guru anak usia dini yang senantiasa membutuhkan suasana gembira dalam kegiatan belajar mengajar. j) Guru anak usia dini sebagai pencerita : Bercerita adalah metode salah satu metode yang dibutuhkan bagi anak usia dini dalam menyampaikan pesan, nasehat, tentang makna kehidupan. k) Guru anak usia dini sebagai entertainment : Guru AUD memang dituntut serba bisa (multi peran ) salah satunya adalah menjadi entertainment, maka akan diperoleh nilai-nilai kreatif, inovatif dalam suasana yang menyenangkan dan gembira bagi anak usia dini. Latihan 1 1) Diskusikanlah secara berkelompok dengan beberapa kawan anda, apa hakikat guru dalam kaitannya dengan pendidikan usia dini. 5 2) Coba telaah lebih lanjut tentang tugas guru dan kesiapan yang harus dilakukan jika hendak menjadi guru AUD yang profesional. 3) Apakah kendala utama bagi kita jika ingin menjadi guru AUD yang profesional. b. Persiapan Pembelajaran 1) Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD a) PROFESI adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu yang karena sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, ketrampilan teknis dan sikap kepribadian. b) Menurut EVERETT HUGHES merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri. c) PROFESIONAL adalah suatu pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya. d) PROFESIONALISASI adalah suatu proses menjadi seseorang yang memiliki profesi. e) PROFESIONALISME adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. 2) Ciri-Ciri Guru Sebagai Profesi Guru sebagai suatu profesi dapat dikenali ciri-ciri sebagai berikut: a) Lebih mementingkan layanan kemanusian daripada kepentingan pribadi b) Ada pengakuan dari masyarakat. c) Pratek profesi itu didasarkan pada pengetahuan dan keahlian khusus yang diperoleh dalam waktu relatif lama. d) Memiliki kreaativitas dan intelektual tinggi. e) Memiliki organisasi profesi yang menetapkan standar kualifikasi. f) Adanya komitmen dari anggotanya bahwa jabatan guru mengharuskan pengikut-nya menjujung tinggi martabat kemanusian lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri. g) Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam waktu tertentu. h) Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh dalam jabatannya. i) Memiliki kode etik tertentu yang mengikat guru. j) Memiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalahmasalah yang dihadapi. k) Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahlian yang ditekuni. l) Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi. m) Jabatan itu dipandang sebagai sumber suatu karier. 3) Kompetensi Guru PAUD Guru PAUD harus memilki kompetensi pribadi, sosial, dan profesional. Kompetensiguru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standar yang sudah 6 disyahkan oleh MenteriPendidikan Nasional RI. Kompetensi guru PAUD yang dibawah ini merupakan rangkuman yaitu: a) Guru AUD memiliki rasa seni (sense of art) dan mengenal berbagai bentuk disiplinagar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. b) Guru AUD memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis. c) Guru AUD memahami pentingnya bermain sebagai sarana pengembangan perkembangan dan pendidikan anak. d) Guru AUD dapat berinteraksi dengan orang tua sebagai upaya untuk meningkatkankesuksesan pendidikan anak. e) Guru AUD perlu memperoleh kemampuan untuk mensupervisidan mengkoordinakan pengajaran anak dengan rekan sejawat lainnya. 4) Peran dan Tanggung Jawab Guru PAUD Peran dan tanggung jawab seorang guru PAUD adalah sebagai berikut : a) Menunjukkan perhatian kepada anak. b) Memilki kepekaan terhdap individu anak. c) Mengembangkan hubungan yang alamiah dengan anak. (relationship) d) Menggunakan otoritas orang dewasa secara bijaksana dalam membant pertumbuhan anak. (scaffolding) e) Merancang kegiatan yang bermakna bagi anak f) Mengenalkan disiplin sebagai suatu pengalaman belajar bagi anak dan menemukan kesalahan sebagai peluang potensi pembelajaran. g) Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak. h) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP. i) Bekerja sama dengan orang tua dalam tanggung jawabnya terhadap perkembangan anak. j) Memilki dedikasi yang tinggi sebagai profesional dalam bidang pendidikan anak. k) Mampu menyuarakan kebutuhan anak pada orang tua, pihak sekolah, pengelola dan masyarakat serta pembuat kebijakan. Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak. l) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP. 5) Karakteristik Guru PAUD a) Menunjukan rasa cinta dan menghargai pada semua anak. b) Dapat menunjukan rasa percaya diri dan rasa nyaman pada anak. c) Memilki semangat untuk selalu mengembangkan pengetahuan dan mengaplikasikannya. d) Mampu bertingkah laku sopan terhadap orang lain. e) Mampu bekerja keras. f) Bersedia menyediakan waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas profesi. g) Tepat waktu. h) Dapat menjaga rahasia. 7 i) Bersedia dikoreksi apabila membuat kesalahan. j) Mengamati peran kelompok yang ditangani. k) Mampu meninggalkan masalah di rumah dan mampu menjaganya agar tidak berdampak terhaddap pekerjaan. l) Mengabaikan rumor dan menjauhi gosip. m) Menjaga diri agar tetap terawat dan rapi. n) Menggunakan peralatan dan perlengkapan secara hati-hati seperti barang milik sendiri. 6) Kode Etik a) Pengertian kode etik Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. b) Tujuan kode etik · Menjunjung tinggi martabat profesi · Menjaga dan memelihara Kesejahteraan para anggotannya · Meningkatkan pengabdian para anggota profesi · Meningkatkan mutu organisasi c) Penetapan Kode Etik Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi yang berlaku dan mengikat para anggotanya tidak boleh perorangan. d) Sanksi Pelanggaran Kode Etik · Sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral, misal: mendapat celaan dari rekan-rekan. · Sanksi terberat: si pelanggar dikeluarkan dari profesi. e) Kode Etik Guru Inddonesia • Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila • Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional • Guru berusaha memperoleh informasi mengenai peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan • Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya kegiata belajar mengajar • Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhaddap pendidikan • Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya • Guru memelihara hubungan seprofesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial 8 • Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, IGTKI/IGRA dan HIMPAUDI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD menurut Badan Standar Nasional Pendidikan 2009 a. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Kualifikasi dan kompetensi guru PAUD didasarkan pada Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 th 2007 tentang Standar Kualifiaksi Akademik dan Kompetensi Guru besera lampirannya. Bagi guru PAUD Formal (TK, RA, dan yang sederajat) dan guru PAUD Non Formal (TPA, KB, dan yang sederajat) yang belum memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud disebut guru pendamping dan pengasuh. b. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendamping a. Kualifikasi Akademik: • Memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi terakreditasi; atau • Memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan / pendidikan/ kursus PAUD yang terakreditasi. b. Kompetensi Penjelasan akan diberikan pada tabel berikutnya. Kompetensi/ Sub kompetensi 1. Kompetensi kepribadian 1.1 Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologi anak Indikator a. Menyayangi secara tulus b. Berperilaku sabar, tenang, ceria, serta penuh perhatian c. Memiliki kepekaan, responsive dan humoris terhadap perilaku anak d. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif dan bijaksana. e. Berpenampilam bersih, sehat dan rapi. f. Berperilaku sopan, santun menghargai dan melindungi anak. 9 a. Menghargai peserta didik tanpa 1.2 Bersikap dan berperilaku membedakan keyakinan yang sesuai dianut,suku, budaya dan jender dengan norma agama, budaya b. Bersikap sesuai dengan norma agama dan keyakinan anak yang dianut, hokum, dan norma social yang berlaku dalam masyarakat. c. Mengembangkan sikap anak didik untuk menghargai agama dan budaya lain. 1.3 Menampilkan diri sebagai pribadi yang berbudi pekerti luhur. a. Berperilaku jujur b. Bertanggung jawab terhadap tugas c. Berperilaku sebagai teladan 2. Kompetensi Profesional Kompetensi/ Sub kompetensi 2.1 Memahami tahapan perkembangan anak 2.2 Memahami pertumbuhan dan perkembangan anak Indikator a. Memahami kesinambungan tingkat perkembangan anak usia 0-6 tahun. b. Memahami standar tingkat pencapaian perkembangan anak. c. Memahami bahwa setiap anak mempunyai tingkat ketepatan pencpaian perkembangan yang berbeda. d.Memahami faktor penghambat dan pendukung tingkat pencapaian perkembangan. 1. Memahami aspek-aspek perkembangan fisik motorik , kognitif, bahasa, social emosi dan moral agama. 2. Memahami faktor -faktor yang menghambat dan mendukung aspekaspek perkembangan di atas 3. Memahami tanda- tanda kelainan paad tiap aspek perkembangan anak. 4. Mengenal kebutuhna gizi anak sesuai dengan usia. 5. Memahami cara memantau nutrisi, kesehatan dan keselamatan anak. 6. Mengetahui pola asuh yang sesuai dengan usia anak. 7. Mengenal keunikan anak. 10 2.3 Memahami pemberian rangsangan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan 2.4 Membangun kerjasama dengan orang tua dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak Kompetensi/ Sub kompetensi 1. Mengenal cara-cara pemberian rangsangan dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan secara umum. 2. Memiliki keterampilan dalam melakukan pemberian rangsangan pada setiap aspek perkembangan. 1. Mengenal faktor-faktor pengasuhan anak, social kemasyarakatan yang mendukung dan menghambat perkembangan anak. 2. Mengkomunikasikan program lembaga (pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak) kepada orang tua. 3. Meningkatkan keterlibatan orang tua dalam program di lembaga. 4. Meningkatkan kesinambungan program lembaga dengan lingkungan keluarga. Indikator 3. Komptensi Pedagogik 3.1 Merencanakan kegiatan program pendidikan, pengasuhan dan perlindungan a. Menyusun rencana kegiatan tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian. b. Menetapkan kegiatan bermain yang mendukung tingkat pencapaian perkembangan anak. c. Merencanakan kegaitan yang disusun berdasarkan kelompok usia. 11 a. Mengelola kegiatan sesuai dengan rencana yang disusun berdasarkan kelompok usia. b. Menggunakan metode pembelajaran melalui bermain sesuai dengan 3.2 Melaksanakan proses karakteristik anak. c. Memilih dan menggunakan media yang sesuai dengan kegiatan dan pendidikan, pengasuhan dan kondisi anak perlindungan. d. Memberikan motivasi untuk meningkatkan keterlibatan anak dalam kegiatan e. Memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan anak. a. 3.3 Melaksanakan penilaian terhadap proses dan hasil pendidikan pengasuhan dan perlindungan Memilih cara-cara penilaian yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. b. Melakukan kegiatan penilaian yang sesuai dengan cara- cara yang telah ditetapkan. c. Mengolah hasil penilaian d. Menggunakan hasil-hasil penilaian untuk berbagai kepentingan pendidikan. e. Mendokumentasikan hasil-hasil penilaian. 4. Kompetensi Sosial 4.1 Beradaptasi dengan lingkungan 1. Menyesuaikan diri dengan teman sejawat. 2. Menaati aturan lembaga 3. Menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar 4. Akomodatif terhadap anak didik, orang tua, teman sejawat dari berbagai latar belakang budaya dan social ekonomi. Indikator Kompetensi/ Sub kompetensi 12 1.2 Berkomunikasi secara efektif 1. Berkomunikasi secara empatik dengan orang tua peserta didik 2. Berkomunikasi efektif dengan anak didik, baik secara fisik, baik verbal maupun non verbal Latihan 2 1) Ajaklah dua orang teman anda untuk melakukan observasi di dua sekolah TK untuk melihat kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh sekolah tersebut. 2) Kembali dri observasi lakukanlah kegiatan FGD (Focus Group Discussion) dengan teman dari kelompok anda. 3) Setelah FGD presentasikan di depan kelas dari masing-masing kelompok 4) Pada waktu presentasi,hendaknya dilakukan tanya jawab dengan peserta dari kelompok lainnya 3. Evaluasi Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap benar! 1. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada anak usia dini pada umumnya sangat ditentukan oleh... a. Media dan metode yang digunakan b. Area bermain yang luas c. Gedung sekolah yang memadai d. Guru yang memiliki kemampuan mengajar 2. Seorang guru PAUD hendaknya memilki pemahaman dua ilmu dasar yakni : a. Ilmu pendidikan dan Ilme pertanian b. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu pendidikan c. Ilmu pendidikan dan Ilmu filsafat d. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu kesehatan 4. Daftar Pustaka Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood education, Allyn and Bacon: Boston, 2006 Gestwicki, Carol., Development Appropriate Practice Curricullum and Development in Early Education 3rd Ed, Thomson Delmar: New York, 2007 13 Gordon, Ann Miles & Kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations In Early Chilhood Education, Thomson Delmar : New York, 2004 Hohmann, Mary & David P.Weikart, Education Young Children, High Scope: Michigan, 1995 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung, 2005, PT. Remaja Rosda karya W.S Wimkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta, 2004 PT Media Abadi B. Pembelajaran Inovatif Pendidikan Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendi-dik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: a. Mengetahui berbagai model pembelajaran anak usia dini b. Menganalisis masing-masing model pembelajaran anak usia dini c. Mengaplikasikan model pembelajaran anak usia dini dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah d. Memodifikasi model pembelajaran agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi 2. Uraian Materi Pendahuluan Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dengan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak. Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan. Proses pendidikan mempunyai peranan penting dalam upaya pengembangan individu secara khusus dan pengembangan bangsa secara umum. Proses pendidikan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan seluruh kemampuan dan keterampilan secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya diberikan sedini mungkin agar upaya pngembangan kemampuan da keterampilan individu dapat berlangsung optimal. 14 Pada rentang usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual. Upaya pengembangan individu melalui proses pendidikan berlangsung di berbagai lembaga-lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan anak usia dini. Pada saat ini telah bermunculan berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang menggunakan standar internasional di kota-kota besar di Indonesia, terutama lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengadopsi kurikulum penyelenggaraan dari berbagai negara maju. Kurikulum yang dikembangkan tersebut mengacu kepada model pembelajaran yang sudah ada di negara tertentu yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Beberapa model pendidikan yang dimasud antara lain model pembelajaran aktif, model pembelajaran proyek, model pembelajaran berbasis masyarakat dan model pembelajaran keterampilan hidup. A. Model-model Pembelajaran Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran dari materi tentang model-model pembelajaran anak usia dini ini adalah: a. Peserta PLPG mampu menguasai beberapa model pembelajaran anak usia dini b. Peserta PLPG mampu menggunakan salah satu model pembelajaran anak usia dini c. Peserta PLPG mampu mengembangkan satu model pembelajaran anak usia dini 2. Isi/Paparan Materi a. Model Pembelajaran High/scope 15 Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak-anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam tes kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulkan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaannya di sekolah dasar. Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3–4 tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation. Program pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget. Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam kemampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif 16 menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material. Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri. Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih menerapkannya untk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya. Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut: 1) Belajar aktif 17 Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori, antara lain: representasi kreatif, bahasa dan keaksaraan, hubungn sosial dan inisiatif, gerak, musik, klasifikasi, serasi, angka, ruang, dan waktu. Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibuthkan agar suksesdi sekolah. 2) Interaksi Anak dengan Orang Dewasa Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara mengatur jadual dan lingkungan, memperhatikan iklim sosial yang kondusif, mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif, menginterpretasi tindakan anak anak dalam bagian kunci pengalaman, merencanakan pendalaman pembelajaran aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak. 3) Lingkungan Pembelajaran Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti “area buku”,”area rumah” dan didefinisikan secara jelas.Variasi bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan. 18 Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/ Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: 1) Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing masing anak. 2) Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program kegiatan. 3) Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual. Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut harus menyediakan/ mengatur peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. Karena itu sekolah harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal, (b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia, aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi,(f) aman, tahan lama, dan tetap terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik. Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial19 emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal.Indikator kemampuan interpersonal: kemampuan mengertiorang lain, kemampuan berempati, kemampuan bekerjasama,kemampuan berkomunikasi,kemampuan rasa tanggung jawab. Indikator kemampuan intrapersonal: percaya diri, kreatif, jiwa sosial kebijakan, kemandirian, kritis. Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat individual maupun kegiatan kelompk. kegiatan kelompok juga harus mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang tepat sehingga anak – anak dapat memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review (plando-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk mempertimbangkan minatnya, membuat rencana, mengikuti kehendaknya, menggambarkan pengalaman. Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak, kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan fisik. Assesmen adalah kunci praktisi,ini memungkinkan mereka untuk memahami tingkat perkembangan mental anak, mengidentifikasi minat yang dinyatakan, mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak. Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalamn, dan 20 minat. Mereka menggunakan catatan-catatannya untuk menilai perkembangan dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan perencanaan kelompok, catatan pengamatan harian, kumpulan catatan rekaman tiap semester. Catatan – catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak. b. Model pembelajaran Bermain Kreatif Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan anak. Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung, interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni. 1) Area Balok 21 Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan mengizinkan anak-anak untuk dalam belajar mendapatkan aktivitas ini konsep-konsep yang dalam matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakan sesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka. Kadang-kadang anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok-balok tersebut sering mengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket. Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman22 pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak-anak menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok bersama dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang penting untuk menulis. Kompetensi pembelajaran dalam permainan balok adalah anak-anak dapat merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok. Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi: a) Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.) Hal 76 b) Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan bermain membuat kepercayaan) c) Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan merencanakan proyek pembangunan bersama) d) Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan) 23 Kompetensi dari perkembangan kognitif: a) Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area (membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi) b) Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama) c) Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat, stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit ) d) Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok-balok itu jatuh) e) Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan atau langkah-langkah membuat rumah) f) Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi dan menghitung dengan benar) g) Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong) h) Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan) Kompetensi dari Perkembangan Fisikal: a) Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok) b) Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok pada pola yang benar) c) Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas, dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok) 2) Area Seni Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk 24 bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen. Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan. Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otototot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna membantu anak-anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenang-senang semua pada saat yang sama. Kompetensi pembelajaran dalam permainan seni adalah guru dapat memilih berbagai kompetensi untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai . Dengan menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan 25 yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka. Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi-Kompetensi dibawah ini : Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional a) Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar sesuai mood) b) Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di lingkungan (memukul lilin) c) Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan desain orisinal) d) Merasakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas) e) Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat lukisan dinding) f) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif g) Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur) h) Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi saat cat biru + kuning) i) Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya matahari) j) Memecahkan masalah k) Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang didahulukan) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik a) Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol) b) Menyempurnakan koordinasi mata-tangan c) Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas) 3) Area Memasak 26 Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti , mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik. Ketika anakanak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan. Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk 27 bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhansebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut. Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini , mungkin memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi. Kompetensi pembelajaran dalam permainan memasak adalah ketika berpikir tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan 28 kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kignitif, dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini: Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional: a) Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti) b) Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan makanan ringan untuk diri sendiri) c) Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai hingga selesai , termasuk bersih-bersih) d) Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar tanpa bantuan orang dewasa) e) Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan teman yang lain) f) Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga) Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif: a) Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat) b) Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi) c) Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya) d) Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat cangkir air) 29 e) Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream tersebut) f) Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan bentuk-bentuk yang tidak tradisional) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik: a) Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk mentega, dan memeras lemon) b) Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur) c) Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan) 4) Area Pasir dan Air Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak – anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan – bahan ini menjadikan anak-anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah. Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara bersama -sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing-masing memberikan anak banyak kesempatan belajar. 30 Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosio emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik. Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya. Permainan pasir basah membuat anak – anak mengalami dasar matematika dan sains tangan pertama. Ketika anak – anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama – sama permainan pasir dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak. Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila guru – guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola–pola pengajaran yang spesifik bagi anak – anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak – anak di area. Kompetensi pembelajaran dalam permainan area dan pasir adalah Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional a) Bermain secara bekerja sama (berbagi alat – alat yang di gunakan untuk permainan air bersama dengan anak – anak yang lain) 31 b) Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring) c) Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada akhir permainan) d) Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya) Kompetensi Pengembangan Kognitif a) Perhatikan bahan – bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat bagaimana itu berubah) b) Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi bila serpihan sabun ditambahkan ke air) c) Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan membandingkannya) d) Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh) e) Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai bentuk) Kompetensi Pengembangan Fisik: a) Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir membuat angka delapan di atas pasir) b) Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir melalui saringan) c) Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok) 5) Area Rumah Tangga Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang diperuntukkan untuk “bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang 32 anak-anak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpura-pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anakanak menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko. Anak-anak suka bermain “khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubuskubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali. Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anakanak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan 33 pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengirangira peran seorang dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata. Kompetensi pembelajaran dalam permainan area rumah tangga adalah keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anakanak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak- 34 anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional: a) Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting) b) Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual) c) Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi material). d) Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup). e) Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru (mengembangkan kemampuan berimajinasi). f) Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan memainkan pengalaman sulit dan menakutkan). g) Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran tersebut). Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif: a) Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata (menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk menggantikan selang pemadam). b) Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain. (“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan berbelanja.”) c) Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah. (“Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini? Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”) d) Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (“Kamu simpan peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapan makan.”) 35 e) Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan mengembalikannya ke tempat yang berlabel). f) Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan dalam jangka waktu yang terus bertambah). Kompetensi bagi Perkembangan Fisik: a) Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan meresleting). b) Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak di mana benda tersebut disimpan). c) Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan makan). 6) Area Perpustakaan Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk mendengarkan musik/rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area – area lain, penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran anak. Kompetensi pembelajaran dalam permainan Area Perpustakaan: Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini: Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif: 36 a) Mengembangkan suatu pemahaman terhadap symbol – symbol (menghubungkan gambar anak laki – laki dengan kata yang tertulis “anak laki – laki”). b) Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang ada di Afrika). c) Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras). d) Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan flannel dan menggambarkan ciri – cirinya) e) Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak setelah mendengarkan puisi – puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman). f) Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita kepada guru atau membuat tulisan tangan). Kompetensi bagi Perkembangan Fisik: a) Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol). b) Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika dibacakan). c) Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan objek pada papan flannel). d) Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana Waldo) Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak – anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian merupakan suatu 37 perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya), hubungan sosial (cara berhubungan dengan teman), representasi kreatif (membangun, berpurapura), musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan tempo lagu), bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak waktu). c. Model Pembelajaran Montessori Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisi mental lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu. Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerahdaerah kumuh Roma pada tahun 1907. Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan 38 pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai “sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktuwaktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut: USIA Lahir – 3 tahun • 1,5 - 3 tahun 1,5 - 4 tahun • • 2 - 4 tahun 2,5 - 6 tahun 3 - 6 tahun 3,5 - 4,5 tahun 4 - 4,5 tahun 4,5 - 5,5 tahun • • • • PERKEMBANGAN Masa penyerapan toral (absorbed mind), perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca indera. Perkembangan bahasa Perkembangan dan koordinasi antara mata dan ototototnya. Perhatian pada benda-benda kecil. Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan. Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata. Mulai menyadari urutan waktu dan ruang • • • • • Penyempurnaan penggunaan panca indera. Peka terhadap pengaruh orang dewasa Mulai mencorat-coret. Indera peraba mulai berkembang Mulai tumbuh minat membaca Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu: 1) Pendidikan sendiri (pedosentris) Menurut Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongan-dorongan 39 alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitasaktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri. 2) Masa Peka Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak. 3) Kebebasan Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya. Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanyaditempatkan melalui pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah menunjukkan, (2) langkah mengenal, dan (3) langkah mengingat. Contoh: langkah menunjukkan: Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya, langkah mengenal: guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak, “Ambillah merah!”, langkah mengingat: dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini warna apa?” 40 d. Model Pembelajaran Reggio Emilia Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun konstruksi pembelajarn mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang rkspresif, komunikatif dan ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial. Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut: 1) Kurikulum emergent Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran. 2) Proyek (pekerjaan) Proyek merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih mendalam terhadap gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok.Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu 41 anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak. 3) Kerja sama/kolaborasi Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok. 4) Guru sebagai peneliti Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya. 5) Dokumentasi Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anakanak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu. 6) Lingkungan Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun 42 kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak. Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah: a) Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-seumber yang seringkali terabaikan b) Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif. c) Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya. d) Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak. e) Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak usia dini. Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia adalah untuk membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak, mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik, mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan, mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan, mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio, membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya, membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi, membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua, membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru 43 lainnya, menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya. Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek pembelajaran adalah: a) Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak. b) Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak. c) Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan. d) Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik. e) Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya. 3. Latihan a. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini untuk melihat model pembelajaran yang diterapkan. b. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran aktif. c. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran keterampilan hidup. 44 d. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran berbasis masyarakat e. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran proyek. MODEL- MODEL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI a. Model Pembelajaran High/scope Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak- anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam te kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulakan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaanya di sekolah dasar. Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3-4 tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation. Program pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam keampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk 45 mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material. Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri. Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih menerapkannya untuk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya. Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut: 1) Belajar aktif Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori, antara lain: a) Representasi kreatif, b) Bahasa dan Keaksaraan, c) Hubungn Sosial dan Inisiatif, d) Gerak, e) Musik, f) Klasifikasi, g) Serasi, h) Angka, i) ruang, dan j) Waktu 46 Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibutuhkan agar sukses di sekolah. 2) Interaksi dengan Orang Dewasa Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara: · Mengatur jadual dan lingkungan · Memperhatikan iklim sosial yang kondusif · Mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif · Menginterpretasi tindakan anak anak dalam bagian kunci pengalaman · Merencanakan pendalaman pembelajaran aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak. 3) Lingkungan Pembelajaran Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti ”area buku”, ”area rumah” dan didefinisikan secara jelas. Variasi bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan. Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: a. Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing-masing anak. b. Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program kegiatan. c. Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual. Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Harus menyediakan/ mengatur peralatan yang cukup, baik mainan anak, alatalat, dan furniture untuk memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. 47 Karena itu sekolah harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal, (b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia, aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi,(f) aman, tahan lama, dan tetap terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik. Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial-emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal. Kemampuan interpersonal: · Kemampuan mengertiorang lain · Kemampuan berempati · kemampuan bekerjasama · kemampuan berkomunikasi · Kemampuan rasa tanggung jawab Kemampuan intrapersonal: · Percaya diri · Kreatif · Jiwa sosial kebijakan · Kemandirian · Kritis Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat individual maupun kegiatan kelompok. Kegiatan kelompok juga harus mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang tepat sehingga anak - anak dapat memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review (plan-do-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk: · mempertimbangkan minatnya · membuat rencana · mengikuti kehendaknya · menggambarkan pengalaman 48 Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak, kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan fisik. Assesmen adalah kunci praktisi,ini memungkinkan mereka untuk: · memahami tingkat perkembangan mental anak · mengidentifikasi minat yang dinyatakan · mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalaman,dan minat.Merekamenggunakancatatan-catatannyauntukmenilaiperkembangan dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan: · perencanaan kelompok · catatan pengamatan harian · kumpulan catatan rekaman tiap semester Catatan - catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak. b. Model pembelajaran Bermain Kreatif Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan anak. Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung, interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni. 49 1) Area Balok Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas ini yang mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakan sesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka. Kadang-kadang anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok- balok tersebut sering mengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket. Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak anak menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok bersam dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang penting untuk menulis. 50 Kompetensi Pembelajaran Anak-anak dapat merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok. a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi a. Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.) b. Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan bermain membuat kepercayaan) c. Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan merencanakan proyek pembangunan bersama) d. Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan) b) Kompetensi dari perkembangan kognitif: a. Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area (membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi) b. Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama) c. Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat, stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit ) d. Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok balok itu jatuh) e. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan atau langkah-langkah membuat rumah) f. Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi dan menghitung dengan benar) g. Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong) h. Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan) c) Kompetensi dari Perkembangan Fisikal: a. Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok) b. Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok pada pola yang benar) c. Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas, dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok) 51 2) Area Seni Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat. a. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen. b. Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan. c. Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna membantu anak- anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenang-senang semua pada saat yang sama. Kompetensi Pembelajaran Guru dapat memilih berbagai Kompetensi untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai. Dengan menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka. Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi- Kompetensi berikut ini : a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional 52 a. Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar sesuai mood) b. Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di lingkungan (memukul lilin) c. Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan desain orisinal) d. Mersakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas) e. Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat lukisan dinding) b) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif a. Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur) b. Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi saat cat biru + kuning) c. Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya matahari) d. Memecahkan masalah e. Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang didahulukan) c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik a. Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol) b. Menyempurnakan koordinasi mata-tangan c. Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas) 3) Area Memasak Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti, mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan 53 kebudayaan yang baik. Ketika anak-anak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anakanak dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan. Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhan- sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatankegiatannya dan bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut. Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini, mungkin memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi. Kompetensi Pembelajaran Ketika berpikir tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan 54 menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kignitif, dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini: a) Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional a. Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti) b. Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan makanan ringan untuk diri sendiri) c. Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai hingga selesai, termasuk bersih-bersih) d. Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar tanpa bantuan orang dewasa) e. Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan teman yang lain) f. Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga) b) Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif a. Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat) b. Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi) c. Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya) d. Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat cangkir air) e. Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream tersebut) f. Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan bentuk- bentuk yang tidak tradisional) c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik a. Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk mentega, dan memeras lemon) b. Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur) c. Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan) 4) Area Pasir dan air Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai 55 berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak – anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan - bahan ini menjadikan anak- anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anakanak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah. Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara bersama sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing-masing memberikan anak banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosioemosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik. Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya. Permainan pasir basah membuat anak - anak mengalami dasar matematika dan sains tangan pertama. Ketika anak - anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama - sama permainan pasir dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak. Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila guru -guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola – pola pengajaran yang spesifik bagi anak-anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak - anak di area. Kompetensi Pembelajaran a) Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional 56 a. Bermain secara bekerja sama (berbagi alat - alat yang di gunakan untuk permainan air bersama dengan anak - anak yang lain) b. Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring) c. Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada akhir permainan) d. Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya) b) Kompetensi Pengembangan Kognitif a. Perhatikan bahan - bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat bagaimana itu berubah) b. Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi bila serpihan sabun ditambahkan ke air) c. Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan membandingkannya) d. Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh) e. Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai bentuk) c) Kompetensi Pengembangan Fisik a. Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir membuat angka delapan di atas pasir) b. Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir melalui saringan) c. Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok) 5) Area Rumah Tangga Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang diperuntukkan untuk ”bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anakanak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpura-pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anak-ank menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata 57 dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko. Anak-anak suka bermain ”khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubuskubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali. Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anakanak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-ngira peran seorang dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata. Kompetensi Pembelajaran 58 Keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anakanak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. a) Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional a. Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting) b. Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual) c. Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi material). d. Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup). e. Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru (mengembangkan kemampuan berimajinasi). f. Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan memainkan pengalaman sulit dan menakutkan). g. Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran tersebut). b) Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif a. Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata (menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk menggantikan selang pemadam). b. Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain. (“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan berbelanja.”) c. Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah. (”Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini?Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”) d. Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (”Kamu simpan peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapa makan.”) e. Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan mengembalikannya ke tempat yang berlabel). f. Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan dalam jangka waktu yang terus bertambah). c) Kompetensi bagi Perkembangan Fisik a. Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan meresleting). 59 b. Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak di mana benda tersebut disimpan). c. Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan makan). 6) Area Perpustakaan Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk mendengarkan musik/ rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area - area lain, penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran anak. Kompetensi Pembelajaran Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini: a) Pengembangan Kognitif a. Mengembangkan suatu pemahaman terhadap symbolsymbol (menghubungkan gambar anak laki -laki dengan kata yang tertulis “anak laki-laki”). b. Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang ada di Afrika). c. Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras). d. Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan flannel dan menggambarkan ciri - cirinya) e. Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak setelah mendengarkan puisi - puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman). f. Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita kepada guru atau membuat tulisan tangan). b) Pengembangan Fisik a. Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol). b. Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika dibacakan). c. Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan objek pada papan flannel). 60 d. Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana Waldo) Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak - anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian merupakan suatu perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah : · Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya) · Hubungan sosial (cara berhubungan dengan teman) · Representasi kreatif (membangun, berpura-pura) · Musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan tempo lagu) · Bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak waktu). c. Model Pembelajaran Montessori Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle, sebuahpropinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anakdimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuahklinik psikiatri Universitas Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori seringberinteraksi langsung dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisimental lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu. Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-daerah kumuh Roma pada tahun 1907. Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai 61 ”sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut: Tabel 15. Tahapan Perkembangan Anak USIA PERKEMBANGAN · Masa penyerapan toral (absorbed mind), Lahir – 3 tahun perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca indera. 1,5 - 3 tahun · Perkembangan bahasa 1,5 - 4 tahun · Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya. · Perhatian pada benda-benda kecil. PERKEMBANGAN USIA 2 - 4 tahun · Perkembangan dan penyempurnaan gerakangerakan. · Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata. · Penyempurnaan penggunaan panca indera. 2,5 - 6 tahun · Peka terhadap pengaruh orang dewasa 3 - 6 tahun · Mulai mencorat-coret. 3,5 - 4,5 tahun · Indera peraba mulai berkembang 4 - 4,5 tahun · Mulai tumbuh minat membaca 4,5 - 5,5 tahun 62 Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu: 1) Pendidikan sendiri (pedosentris) MenurutMontessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongandorongan alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitasaktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri. 2) Masa Peka Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak. 3) Kebebasan Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya. Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanya ditempatkan melalui pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah menunjukkan. Contoh: (1) Langkah menunjukkan Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya. (2) Langkah mengenal Guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak, “Ambillah merah!” (3) Langkah mengingat Dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini warna apa?” d. Model Pembelajaran Reggio Emilia 63 Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun konstruksi pembelajaran mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang ekspresif, komunikatif dan ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial. Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut: a. Kurikulum emergent Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran. b. Proyek (pekerjaan) Proyek merupakan suatu pembelajaranmengenal konsep secara lebih mendalam terhadap gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok. Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak. c. Kerja sama/kolaborasi Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok. d. Guru sebagai peneliti 64 Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya. e. Dokumentasi Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak anak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu. f. Lingkungan Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak. Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah: 1. Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumberseumber yang seringkali terabaikan 2. Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif. 3. Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya. 4. Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak. 5. Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak usia dini. Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia adalah untuk: 1. membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak. 2. mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik. 3. Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan. 4. Mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan. 5. Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio. 65 6. Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya. 7. Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi. 8. Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua. 9. Membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya. 10. Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya. Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek pembelajaran adalah: 1. Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak. 2. Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak. 3. Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak. 4. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan. 5. Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyakwaktu dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik. 6. Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya. 3. Evaluasi 1. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini untuk melihatmodel pembelajaran yang diterapkan. 2. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran aktif. 3. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran keterampilan hidup. 4. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran berbasis masyarakat 5. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran proyek. 4. Daftar Pustaka Ann S. Epstein. Is the High/Scope Educational Approach Compatible With the Revised Head Start Performance Standart. High/Scope Educational Research Foundation. 66 Catron, CE., JA (1999). Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model. New jersey: Prentice-Hall.Inc Dodse, Diane Tister (et.all). (2001). The Creative Curriculum for Family Childcare. Washington D.C: Teaching Strategies. Hainstock, Elizabeth G. (1999). Metode Pengajaran Montessori untuk Anak Pra-sekolah. Jakarta: Pustaka Delapratasa. Amir, Antarina S.F. The High/Scope Early Childhood Edicational Model. Makalah yang disajika dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung, 10 September 2003. C. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Tujuan mempelajari perkembangan kognitif anak adalah untuk membantu para guru anak usia dini dalam memberikan stimulasi kognitif yang sesuai dengan DAP (Developmentally Appropriate Practice) memperhatikan usia, tahapan perkembangan dan konteks sosial budaya dimana anak dibesarkan. Hal ini juga mencakup cara yang tepat dalam berinteraksi dengan anak, memberikan panduan dalam merencanakan program yang sesuai dengan anak. Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: a. Tujuan Pembelajaran materi perkembangan kognitif anak usia dini adalah:Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun. b. Peserta PLPG mampu menguasai karakteristik perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun c. Peserta PLPG mampu menguasai tahapan perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun d. Peserta PLPG Dapat Melakukan Deteksi Dini Dan Memberikan Rujukan Kepada Para Ahli Terkait Untuk Anak Yang Memiliki Kebutuhan Khusus. e. Peserta PLPG Mempu Merancang Pembelajaran Yang Sesuai (Appropriate) Dan Efektif Untuk Anak 67 2. Isi/Paparan Materi Pendahuluan Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara optimal. Pemahaman terhadap perkembangan anak adalah faktor penting yang harus dimiliki guru dalam rangka optimalisasi potensi anak. Pemahaman terhadap perkembangan anak meliputi berbagai aspek diantaranya fisik-motorik, emosi-sosial, kognitif/intelektual, bahasa, dan pemahaman nilai-nilai moral dan agama. Guru yang memiliki pemahaman terhadap perkembangan anak diharapkan dapat memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak dan memiliki harapan yang realistis terhadap anak didiknya. Pemahaman terhadap perkembangan anak juga perlu diiringi dengan pemahaman guru terhadap perkembangan dirinya sendiri yang berperan sebagai tauladan bagi anak didik. Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan dalam belajar untuk menghasilkan gagasan melalui eksplorasi terhadap lingkungan. Tugas perkembangan tersebut terkait erat dengan perkembangan kognitif anak yang mencakup perkembangan intelektual dan pertumbuhan mentalnya. Perkembangan kognitif perlu didukung oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kematangan fisik, pengalaman dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas mental kepada anak seperti memerhatikan, mengingat, merencanakan, menalar, memecahkan masalah sederhana dan sebagainya, sangat dibutuhkan. Untuk mendukung hal tersebut, maka keterlibatan anak secara fisik, intelektual, dan emosional diperlukan untuk mengoptimalkan proses belajar. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan hidup bersama. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kecakapan kognitif, afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik Gagasan pada anak dapat ditumbuhkan dengan memberi kesempatan belajar dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara, diantaranya belajar melalui bermain, belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing), belajar melalui stimulasi panca indra, dan belajar dengan segenap kecerdasan majemuknya. Anak dapat belajar dengan optimal jika ditunjang situasi yang aman dan nyaman, secara fisik maupun psikologis. Dalam hal ini, situasi belajar harus bersifat kolaboratif, eksploratif, dimana anak terlibat langsung dalam kegiatan belajar, dan dapat saling berkomunikasi. 68 Situasi belajar di mana anak usia dini ditekankan untuk mengerjakan berbagai soal calistung (baca-tulis-hitung), tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak. Jika penekanan belajar calistung yang bersifat akademik diberikan pada anak usia dini, maka anak tidak mendapat pelajaran yang bermakna dan kontekstual Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini a. Pengertian Kognisi adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga menghasikan pengetahuan. Kognisi mencakup berbagai aktivitas mental seperti memperhatikan, mengingat, melambangkan, mengelompokkan, merencanakan, menalar, memecahkan masalah, menghasilkan dan membayangkan. (Cognition refers to the inner processes and products of the mind that leads to “knowing”. It includes all mental activities- attending, remembering, symbolizing, categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating and fantasizing). Perkembangan kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang teradi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan kegiatan mental internal yang kompleks. Dengan demkian ketrampilan belajar bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses kematangan. b. Teori tenang Perkembangan Kogniif Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Anak yang berkembang baik aspek kognitifnya, akan dapat belajar mengembangkan proses berpikir, merespon objek di lingkungannya, dan merefleksikan pengalamannya. Seiring dengan kematangan anak, akan terjadi strukturisasi yang progresif dalam proses kognitif anak, dimana proses berpikir anak berkembang menjadi lebih kompleks. Ketrampilan belajar pada anak terjadi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), bukan di luar otak. Sebagai contoh, ketrampilan anak seperti membaca atau menghitung, melibatkan kegiatan mental internal yang kompleks, jadi bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku (pendapat para ahli behavioristik), atau sekedar karena proses kematangan (pendapat para ahli maturationist). 69 Ada beberapa teori yang memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist, sosiokultural dan kecerdasan jamak (multiple intelligences). Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Menurut teori ini, hampir semua aspek kehidupan individu misalnya yang berkaitan dengan sosialisasi, emosi dan lainnya secara langsung dipengaruhi oleh proses berpikir dan bahasa. Sebagai contoh, anak dapat memiliki teman bermain karena anak memiliki pengetahuan cara berteman dan cara bersikap terhadap dengan teman. Banyak pendidik anak usia dini yang berpedoman pada pandangan konstruktivist dalam melihat perkembangan kognitif pada anak. Prinsip dasar teori ini adalah bahwa anak membangun pemahamannya melalui interaksi dengan lingkungan sepanjang waktu. Dalam tiap tahapan, anak sebagai individu, terlibat menginterpretasi dalam informasi proses baru. menerima, Seiring mengorganisasi, dengan pertumbuhan dan dan perkembangannya, maka anak akan dapat mengembangkan ketrampilan kognitifnya, dan membangun pemahamannya tentang konsep maupun proses seperti memasangkan benda (matching), mengelompokkan (grouping), melihat hubungan antar benda (seeing common relationship), seriasi, urutan, hubungan sebab akibat, dan penalaran logis. Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget (1896-1980), yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana pengetahuan bisa diperoleh individu. Salah satu prinsip mendasar dalam 70 teorinya adalah bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan/aksi individu (knowledge is constructed through the action of the learner). Piaget mengemukakan pendapatnya tentang perubahan perkembangan natural pada anak yang bukan ditentukan oleh faktor genetik, tetapi hanya merepresentasikan cara berpikir anak yang menyeluruh. Menurut Piaget, anak secara konstan mengeksplor, memanipulasi lingkungan, dan membangun struktur baru yang lebih elaboratif. Namun, Piaget juga mengkarakterisasi aktivitas anak-anak berdasarkan tendensi-tendensi biologis yang terdapat pada semua organisme. Tendensi tersebut adalah asimilasi, akomodasi, dan organisasi. Asimilasi berarti ’memasukkan/menerima’. Dalam lingkup intelektual, kita butuh mengasimilasi objek atau informasi ke dalam struktur kognitif kita. Sebagai contoh, orang dewasa mengasimilasi informasi dengan membaca buku. Pada awalnya, seorang bayi mungkin mencoba mengasimilasi sebuah objek dengan menggenggamnya, mencoba meraihnya ke dalam skema genggamannya. Akomodasi berarti merubah struktur kita.Beberapa objek yang kita lihat, belum tentu dengan struktur yang ada, sehingga kita harus melakukan akomodasi. Sebagai contoh, seorang bayi mendapati bahwa dia dapat menggenggam sebuah balok hanya dengan memindahkan sebuah rintangan. Untuk mencapai akomodasi demikian, bayi-bayi mulai membangun efisiensi dan elaborasi. Organisasi ide-ide ke dalam sistem yang koheren (masuk akal) dilakukan dengan mengkombinasikan kedua tendensi sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak laki-laki berusia 4 bulan, memiliki kapasitas untuk memperhatikan objek-objek di sekitarnya dan menggenggamnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada bayi bermula saat bayi belajar untuk mempercayai lingkungan sekitarnya. Pada usia sekitar 4 bulan, bayi mengembangkan intentionality, yaitu kemampuan melakukan sesuatu agar keinginannya terpenuhi. Sebagai contoh bayi ’belajar’ bahwa jika menangis, 71 maka ibu atau pengasuhnya akan datang. Pada usia sekitar 6 bulan, bayi mulai menyadari bahwa suatu benda tetap ada sekalipun tak terlihat di hadapannya. Awalnya mereka akan mencari benda tersebut ke tempat terakhir mereka melihat keberadaan benda itu. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, bayi akan mencari benda itu dengan menyingkirkan penghalangnya ataupun mencoba mencari ke tempat lain. Dalam kondisi tertentu, bayi akan ’protes’ saat orang-orang terdekatnya tidak tampak dihadapannya, atau mainan yang disukainya, tidak bisa dia peroleh. Pada usia sekitar 18 bulan, kemampuan permanensi objek pada anak (usia toddler) sudah relatif mantap. Imajinasi mental (mental imagery) dan penalaran deduktif mulai berkembang. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mencari benda-benda yang disembunyikan di beberapa tempat.Mereka juga dapat mengingat perilaku orang di sekitarnya , mengingat kejadian yang lalu, dan mulai meniru. Pada usia 3 sampai 4 tahun, anak pra sekolah sudah bisa memanipulasi lingkungan dan senang menemukan hal-hal baru. Mereka mulai menggeneralisasi satu situasi ke situasi lain. Pada usia TK, (4-5 tahun) anak sudah memahami bahwa simbol –simbol di sekitarnya memiliki arti. Usia 6 tahun, anak sudah belajar membaca tulisan, tertarik pada angka-angka, dimana dalam kegiatan ini, aktivitas fisik dan mental terlibat. Usia 7 sampai 8 tahun anak sudah mulai belajar berpikir logis. Usia 8 tahun, ketrampilan dasar seperti membaca dan menulis sudah relatif mantap. 1) Tahap Perkembangan Kognitif anak usia dini (lahir-8 tahun) menurut Piaget: a) Tahap Sensorimotor (lahir-18 bulan) Pada tahap ini, bayi hanya bergantung pada gerak dan indera dalam mengetahui sesuatu. Berpikir pada bayi dalam tahap ini, sangat berbeda dengan berpikir pada orang dewasa. Pada tahap ini, berpikir terkait erat dengan gerakan fisik dan indera bayi. Inteligensi adalah kemampuan untuk 72 memperoleh apa yang diinginkan melalui gerakan dan persepsi. Piaget menyebut struktur aksi bayi dengan istilah skema. Sebuah skema dapat berupa pola aksi untuk menghadapi lingkungan, seperti melihat, menggenggam, memukul, atau menendang. Seperti telah disebutkan, meskipun bayi membentuk skema dan kemudian membentuk struktur aktivitas sendiri, skema pertama bayi terdiri dari reflek-reflek bawaan. Reflek yang paling menonjol adalah reflek menghisap; bayi-bayi secara otomatis menghisap saat bibir bayi disentuh. Reflek-reflek menunjukkan kepasifan tertentu. Dengan demikian skema pun perlu diaktifkan dan distimulasi. Di usia 0-1 bulan, gerakan bayi sangat terbatas, namun bayi mengalami perkembangan yang signifikan, dimana terjadi proses dan pengaturan refleks-refleks. Di usia 1-4 bulan, bayi melakukan gerakan yang terjadi secara kebetulan, kemudian dilakukan berulang-ulang karena menimbulkan kesan yang menarik bagi bayi. Gerakan vokalisasi juga dilakukan berulang-ulang. Di usia 4-8 bulan, gerakan bayi sudah melibatkan objek di luar dirinya , seperti mainan, pakaian, dan juga orang-orang di dekatnya. Di usia 8 -12 bulan, terjadi perkembangan yang signifikan, dimana bayi mengkombinasikan gerakan-gerakan pada tahap sebelumnya . Bayi sudah mulai mengerti bahwa gerakan tertentu dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi tertentu. Perilaku bayi sudah memiliki tujuan dimana bayi melakukan suatu tindakan agar menyebabkan atau menghasilkan sesuatu. Di usia 12-18 bulan, bayi bukan saja mengkombinasikan gerakan-gerakan yang telah dipelajarinya, namun mencoba berbagai cara untuk mencapai keinginannya. Pada tahap ini, bayi secara aktif, mencoba-coba cara baru (trial & error) untuk mendapatkan benda yang menarik perhatiannya tapi berada di luar jangkauannya. 73 Reaksi sirkuler terjadi sewaktu bayi mendapat pengalaman baru dan mencoba untuk mengulanginya. Sebagai contoh adalah saat tangan bayi secara kebetulan menyentuh mulut, bayi kemudia menghisap ibu jarinya. Ketika tangan terlepas dari mulut, bayi mencoba mengembalikannya lagi ke dalam mulut. Terkadang bayi tidak dapat melakukannya. Mereka memukul wajahnya dengan tangan tetapi tidak dapat menangkapnya. Mereka menggerakan lengannnya tak beraturan; atau mereka berusaha meraih tangannya dengan mulut tetapi tidak dapat menangkapnya karena seluruh tubuhnya, termasuk tangan dan lengannya, bergerak sebagai satu kesatuan dengan arah yang sama. Dalam bahasa Piaget, mereka tidak mampu membuat akomodasi yang diperlukan untuk mengasimilasi tangan menjadi skema menghisap. Setelah mengalami kegagalan berulang kali, mereka mengorganisir hisapan dan gerakan tangannya dan menjadi lebih terampil menghisap ibu jari. Reaksi sirkuler ini terkait erat dengan pendapat Piaget yang mengatakan bahwa perkembangan intelektual merupakan sebuah ”proses konstruksi”. Bayi secara aktif ”menyatukan” gerakan-gerakan dan skema-skema yang berbeda. Bayi dapat mengkoordinasi gerakan-gerakan yang terpisah setelah mengalami kegagalan berulang kali.Perkembangan tahap kedua disebut reaksi sirkuler primer karena reaksi ini melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri. Reaksi sirkuler sekunder terjadi apabila bayi menemukan dan mereproduksi suatu kejadian menarik di luar dirinya. Sebagai contoh, saat bayi membuat gerakan dengan kakinya yang menyebabkan mainan mainan yang menggantung di atas bayi menjadi bergerak pula. Piaget menyebut reaksi sirkuler sekunder sebagai ”making interesting sights last”. Dia bespekulasi bahwa bayi-bayi senyum dan tertawa pada saat mengenali kejadian yang baru.. Pada saat yang sama, bayi tampak menikmati kekuatan dan 74 kemampuannya sendiri untuk membuat suatu peristiwa terjadi berulangulang. Tahap sensori motor terbagi menjadi beberapa tahapan sebagaimana dalam tabel berikut ini: Tabel 16. Sub tahapan perkembangan kognitif usia 0- 18 bulan: Sub tahapan Usia Refleks-refleks 0 – 1 bulan Reaksi-reaksi sirkular primer 1 – 4 bulan Reaksi-reaksi sirkular sekunder 4 – 8 bulan Koordinasi reaksi-reaksi sirkular sekunder 8 – 12 bulan Reaksi-reaksi sirkular tertier 12 – 18 bulan Keterangan Bayi melakukan gerakan sederhana dan refleks refleks spontan , contoh : refleks hisap Bayi melakukan reaksi yang berulangulang dengan bagian tubuh mereka. Contoh: mengepak-ngepakan tangan, memegang-megang rambut dan sebagainya Pada sub tahap ini bayi belum paham sebab akibat.. Bayi melakukan reaksi berulang yang melibatkan objek lain di luar dirinya. Contoh: menggoyang-goyangkan mainannya yang berbunyi gemerutuk, Pada sub tahap ini, bayi masih belum mengerti sebab-akibat. Bayi melakukan berbagai macam gerakan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Contoh: menggoyangkan mainan, membanting, dan menggigit mainannya. Bayi mencoba berbagai cara baru, yang belum pernah dicoba sebelumnya, untuk memecahkan masalah. Contoh: menarik kursi untuk mengambil sesuatu yang tinggi, mengetuk-ngetuk meja yang agak tinggi dengan mainannya, agar benda di atas meja jatuh dan bisa diperolehnya. b) Tahap Pra operasional (18 bulan -6/7 tahun) 75 Usia 18-24 bulan ini ditandai dengan internalized thought. Anak pada tahap ini mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu melalui kesan mental. Pada tahap ini anak mempelajari masalah sebelum bertindak dan terlibat dalam kegiatan trial dan error secara fisik. Pada anak usia pra sekolah, mereka dapat menggunakan simbol dan pikiran internal dalam memecahkan masalah. Pikiran mereka masih terkait dengan objek konkret saat ini dan sekarang. Tabel 17.Kogniif Pra Operasional Sub tahapan Kombinasikombinasi Mental Usia 18 – 24 bulan Keterangan Bayi dapat memecahkan beberapa masalah dengan menggunakan mental image. Mereka melakukan suatu tindakan dengan berpikir, sekalipun tidak selalu pernah dilakukan. Mereka dapat belajar meniru perilaku orang lain. Tabel 18. Karakteristik berpikir pra operasional pada anak pra sekolah Karakteristik Contoh Berpikir berdasarkan Seorang anak melihat dua buah mangkuk yang persepsi (Perception- masing-masing berisi 10 biji salak. Pada salah based thinking) satu mangkuk, biji-biji itu letaknya tersebar. Anak tersebut berpendapat bahwa di dalam mangkuk itu terdapat biji salak yang lebih banyak. Berpikir Unidimensi Seorang bapak sedang membuat kolam ikan dan ( Unidimensional meminta anaknya untuk mencari batu besar thinking) berbentuk persegi. Anak itu berusaha mencari batu yang diinginkan, dan datang ke bapaknya dengan membawa batu kecil berbentuk persegi. Bapaknya mengatakan bahwa batu yang diberikan anaknya terlalu kecil, dan menyuruhnya mencari yang besar. Tak lama kemudian sang anak kembali membawa batu yang besar tapi dengan bentuk yang bundar. Irreversibilitas Seorang anak TK membongkar proyek sains (Irreversibility) milik kakaknya. Sang ayah marah padanya dan 76 memintanya untuk memasang kembali potongan-potongan yang telah dia bongkar. Namun anak tersebut tidak tahu cara mengembalikan dan menempatkan potonganpotongan itu seperti semula. Penalaran transduktif Seorang anak mendorong adiknya kemudian (Transductive mengambil boneka beruang yang sedang reasoning) dimainkan adiknya. Sang anak mencium boneka beruang tersebut dan kemudian bersin-bersin. Tak lama ibunya datang dan marah padanya, lalu mengambil boneka beruang tersebut dari pelukan sang anak, dan mengembalikannya pada adiknya. Anak tersebut menyangka bahwa dia dihukum ibunya karena telah bersin. Egosentrisme Seorang anak yang memakai sepatu baru berpapasan dengan teman sebayanya yang memakai sepatu dengan model dan warna yang sama. Anak tersebut sangat marah dan meminta temannya untuk memberikan sepatu yang dipakainya kepadanya. Anak tersebut berpendapat bahwa sepatu yang dikenakan temannya adalah sepatu miliknya juga, sekalipun anak itu tahu bahwa dirinya sedang mengenakan sepatu tersebut. Tabel 19. Eksperimen Piaget tentang kemampuan berpikir pra operasional pada anak Tugas Deskripsi dan Performansi Anak pada tahap Praoperasional Konservasi angka Seorang anak diperlihatkan dua set benda yang sama jumlahnya, tetapi disusun dengan pola yang berbeda. Anak akan mengatakan satu set benda yang satu lebih banyak dari yang lainnya. Konservasi kuantitas Seorang anak diperlihatkan dua kontainer yang yang berbeda bentuknya, namun berisi sejumlah air berkesinambungan yang sama. Anak itu akan mengatakan (Conservation of konteiner yang satu berisi air yang lebih banyak Continuous Quantity) daripada yang lainnya. Pengelompokkan Seorang anak diberikan benda-benda yang beratribut ganda yang memiliki variasi bentuk warna dan ukuran. Anak tersebut diminta 77 meletakkan “benda-benda yang serupa dalam kelompok yang sama’..Anak akan menggunakan hanya satu atribut – misalnya, warna – untuk mengkategorikannya. Contoh: semua bentuk yang berwarna kuning, hijau, biru akan diletakkan bersama-sama, tanpa menghiraukan bentuk dan ukurannya. Eksperimen Piaget tentang kategorisasi, anak diminta untuk mengelompokkan objek yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang berbeda. Anak pra sekolah biasanya hanya menyeleksi satu atribut dalam mensortir bentuk. Sebagai contoh adalah anak meletakkan objek berwarna hijau di satu tempat, sedangkan warna merah dan biru di tempat yang berbeda. Dalam gambar ini, anak hanya mengelompokkan dari segi bentuk, dan tidak melihat dari segi ukuran maupun warna. 78 Piaget berkeyakinan bahwa pada masing-masing periode perkembangan, terdapat hubungan antara berpikir ilmiah dan sosial.. Sebagai contoh, saat anak yang berada pada tahap pra operasional gagal memperhitungkan dua dimensi pada tugas-tugas konservasi, mereka juga tidak memikirkan perspektif lainnya saat berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak preoperasional seringkali egosentris, dimana mereka mempertimbangkan segala sesuatu hanya dari sudut pandang mereka sendiri c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun) Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat berpikir logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh objek konkret dalam belajar. Teori tentang Mind pada Anak Pra sekolah Teori Kondisi emosi internal Keterangan Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi dengan tepat emosi mereka dan emosi anak lainnya. Lebih jauh, mereka mengetahui bahwa emosi datang dari dalam dan mungkin disembunyikan orang lain. Motif dan maksud Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi motif-motif yang lain, sepanjang motif tersebut jelas. Mereka juga dapat mengidentifikasi maksud perilaku seseorang. Sebagai contoh ; anak mengatakan” dia tidak sengaja mendorong temannya” 79 Mengetahui mengingat dan Anak-anak prasekolah memiliki pemahaman umum terhadap proses pemikiran internal. Mereka memahami bahwa kata-kata “tahu”, “ingat”, “kira”, “lupa”, dan “Perhatian” adalah hal-hal yan terjadi dalam pikiran, meskipun mereka mempunyai kesulitan dalam membedakan konsep-konsep tsb. Outcome Perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain: (1) Mengenali warna-warna (minimal 6 warna) (2) Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk) (3) Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam) (4) Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar sempit) (5) Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna dicampur) (6) Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin) (7) Memahami perbedaan bau/aroma (harum, wangi, apek, busuk) (8) Dapat mengekspresikan pikiran dan ide (9) Dapat membedakan antara laki –laki dan perempuan (10) Dapat bernyanyi (11) Senang bertanya (12) Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10) (13) Dapat menggambar sederhana (14) Dapat menulis kata-kata sederhana (15) Dapa membuat kalimat sederhana (16) Dapat bermain pura-pura (17) Memahami fungsi uang Alat Penilai Aspek Kognitif untuk Umur 3 – 6 Tahun 80 Nama Anak:_____________________ Umur Anak : _____________Tgl. Lahir:_____________________ Jenis Kelamin: __________________________ Nama Guru : ______________________ PERKEMBANGAN KOGNITIF Motivasi dan Memecahkan Masalah 1. Mengamati dan menyelidiki • Menyelidiki bahanbahan mainan dan benda-benda lain yang baru • Memanipulasi benda untuk memahami fungsinya • Menggunakan lebih dari satu indera untuk memperoleh informasi tentang proyek 2. Menunjukkan keingintahuan dan hasrat untuk memecahkan masalah • Menunjukkan minat terhadap apa yang terjadi di kelas • Mencoba untuk menemukan penyebab dan akibat • Bertanya tentang Tidak teramati Tahap awal Berke m bang Kons is ten □ □ □ □ □ □ □ □ KOMENTAR 81 lingkungan, kejadian/peristiw a dan bahanbahan • Mengulang kegiatan yang pernah dilakukan sebelunya • Tekun memecahkan masalah sampai selesai (contoh: permainan logika dan puzzle) 3. Menunjukkan pikiran yang konstruktif • Menggunakan pengetahuan dan pengalaman di berbagai pusat kegiatan • Menerapkan informasi atau pengalaman baru ke konteks baru • Mencari bendabenda dengan cara yang sistematis • Menemukan lebih dari satu cara dalam memecahkan sebuah masalah 4. Membuat perkiraan dan rencana • Menyatakan apa yang akan direncanakan dan dilakukan • Menggunakan perencanaan dalam melakukan □ □ □ □ □ □ □ □ 82 sebuah tugas atau kegiatan • Mencoba membuat dugaan dan perkiraan • Memperkirakan serangkaian kejadian Cara Berpikir Logis dan Matematis 1. Mengklasifikasik an sesuai atribut • Mengklasifikasikan benda sesuai warna, bentuk, ukuran dan lainlain • Mengumpulkan sekumpulan benda menurut fungsi dan label kelompok • Mengklasifikasikan benda-benda ke dalam dua atau lebih subkelompok menurut bentuk, • warna, ukuran, dan lain-lain dan memberi label pada kelompok • Menemukan satu benda dalam sebuah kelompok yang tidak pada tempatnya dan memberikan komentar 2.Mengurutkan benda • Melihat adaya kesalahan dalam suatu penyusunan • Mengatur benda □ □ □ □ □ □ □ □ 83 dari yang terkecil sampai yang terbesar • Menyisipkan sebuah benda baru d iantara bendabenda yang telah diurutkan 3. Memproduksi kembali pola-pola dalam berbagai cara • Mengulang pola, dan menambah pola sederhana dari sebuah irama, balok-balok dan lain-lain • Menggambarkan pola ketika diminta dengan menggunakan kata-kata deskriptif • Menciptakan polapola sendiri dengan menggunakan berbagai bahan 4. Merekonstruksi dan mengingat kembali urutan kejadian • Mengingat kembali lebih dari 3 langkah dalam melakukan kegiatan rutin • Merekonstruksi urutan kejadian yang telah lalu • Mengatur 4-5 gambar dalam sebuah urutan yang logis & menceritakan □ □ □ □ □ □ □ □ 84 sebuah cerita 5. Memahami hubungan kuantitatif • Menghitung dari satu sampai ______ di luar kepala • Menggunakan hubungan satu-satu • Membandingkan yang lebih besar dan yang lebih kecil, yang banyak dan yang sedikit • Menggunakan katakata perbandingan untuk menjelaskan ukuran • Menggunakan peralatan untuk mengukur panjang, berat atau isi • Menambah dan mengurangi di bawah 10 • Menghitung kelipatan 2 dan kelipatan 3 sampai 20 6. Menunjukkan kesadaran akan bentuk-bentuk geometris dan menggunakannya dengan benar • Mengenali, memberi label dan menggambar bentuk-bentuk dasar geometris • Mengenali bentukbentuk di □ □ □ □ □ □ □ □ 85 lingkungan sekitarnya • Dapat menyelesaikan puzzle sederhana 7. Memahami hubungan ruang dasar • Mengerti kata-kata yang menunjukkan posisi dan arah dengan mengi• kuti instruksi • Menggunakan kata-kata yang menunjukkan posisi dan arah secara tepat • Menyelesaikan berbagai macam puzzle 8.Menunjukkan kesadaran akan konsep waktu • Mengetahui jadwal harian • Mengetahui konsep-konsep waktu (siang/malam, pagi/sore) • Mengerti kata-kata kemarin, besok, bulan lalu, sebelum, sesudah, pertama, nanti dll. • Mengetahui urutan hari dalam seminggu, musim dan bulan Pengetahuan dan Informasi □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ 86 1. Menunjukkan pengetahuan umum • Mengetahui warna dan sebutannya • Menyebutkan nama banyak benda di lingkungan sekitarnya • Menceritakan tentang rumahnya, sekolah, mesjid dan lokasi-lokasi lainnya di sekitarnya • Menerangkan pokok pikiran dari profesi-profesi yang berbeda di lingkungannya • Menunjukkan kesadaran akan beberapa tradisi nasional (perayaan hari kemerdekaan) 2. Mencari informasi dari berbagai sumber • Bertanya □ □ □ □ c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun) Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat berpikir logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh objek konkret dalam belajar 2) Perilaku Kognitif Anak Usia Dini a) 0 - 6 bulan Apakah anak meniru ekspresi wajah orang dewasa? 87 Apakah anak mengulang perilaku-perilaku tertentu yang memberikan kesenangan untuk anak? Dapatkah anak mengenali orang-orang dan tempat? Apakah perhatian menjadi lebih fleksibel dengan usia anak? Apakah anak bisa berceloteh pada akhir periode ini? b) 6 - 12 bulan · Apakah anak memiliki tujuan tertentu dan perilaku disengaja? · Dapatkah anak menemukan benda-benda yang tersembunyi? · Dapatkah anak meniru aksi-aksi orang dewasa? · Dapatkah anak mengkombinasikan antara aktivitas sensori dan motornya? · Apakah anak berceloteh, termasuk suara-suara dalam bahasa bicara anak? · Apakah anak memperlihatkan gestur pra-verbal, seperti menunjuk? c) 12 - 18 bulan Apakah anak memilih benda-benda ke dalam kategori tertentu? Dapatkah anak menemukan benda-benda tersembunyi dengan mencarinya lebih dari satu tempat? Apakah anak dalam bermain memperlihatkan belajar ’trial & eror’? Apakah anak memiliki rentang perhatian yang bertambah baik? Dapatkah anak berbicara, paling tidak mengatakan kata-kata pertama? Apakah anak-anak menggunakan kata-kata ‘overextension’ dan ‘under extension’ yang dia ketahui? Dapatkah anak mengambil bagian ketika bermain game interaktif (ciluk ba) Apakah anak melakukan eksperimen dengan perilaku yang berbeda untuk menghasilkan dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah? d) 18 - 24 bulan · Apakah anak dapat menemukan benda-benda yang hilang dari pandangan? · Apakah anak mencoba meniru sepenuhnya aksi-aksi orang dewasa? · Apakah anak ikut serta dalam permainan ’make-believe’? 88 · Apakah anak memindahkan benda-benda ke dalam kategori tertentu selama bermain? · Apakah anak menggunakan frase dua kata? · Apakah anak menulis (cakar ayam) dengan krayon dan pensil? · Dapatkah anak menunjukkan dan memberi nama bagian-bagian tubuh? e) 24 - 36 bulan Apakah permainan ‘make-believe’ kurang berpusat pada diri dan lebih kompleks? Apakah anak mempunyai pengenalan ingatan yang berkembang dengan baik? Apakah anak memiliki perbendaharaan kata yang lebih berkembang? Apakah anak menggunakan kalimat-kalimat dengan penggunaan tata bahasa yang semakin bertambah? Apakah anak memperagakan kemampuan bercakap-cakap? Apakah anak mampu mengikuti arah-arah sederhana? Dapatkah anak menceritakan cerita-cerita sederhana? Apakah anak mampu menjawab pertanyaan? f) 3 - 4 tahun Apakah anak menggunakan kata-kata untuk menyampaikan keinginannya? Dalam memecahkan masalah, apakah anak fokus pada keberadaan sebuah benda semata-mata tanpa memperhatikan kriteria yang lain? Apakah anak melakukan kesalahan gramatikal (melebihi atauran) Apakah anak semakin memperhatikan penggunaan tata bahasa dalam berbicara? g) 4 - 5 tahun Apakah perbendaharaan kata yang dimiliki anak semakin bertambah? Apakah anak menggunakan tata bahasa yang lebih baik dan kata-kata untuk berkomunikasi? h) 5 - 6 tahun Apakah anak memiliki perbendaharaan kata sekitar 1.000 kata? 89 Apakah anak mengerti tata bahasa lebih baik daripada sebelumnya dan melakukan kesalahan gramatikal lebih sedikit? 3) Kemampuan Perkembangan Kognitif dan Belajar Anak usia 6 tahun Adapun kemampuan (outcome) perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain: • Mengenali warna-warna (minimal 6 warna) • Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk) • Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam) • Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar sempit) • Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna dicampur) • Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin) • Understans smells • Dapat mengekspresikan pikiran dan ide • Dapat membedakan antara laki -laki dan perempuan • Dapat bernyanyi • Senang bertanya • Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10) • Dapat menggambar sederhana • Dapat menulis kata-kata sederhana • Dapat membuat kalimat sederhana • Dapat bermain pura-pura • Memahami fungsi uang 4) Perkembangan Kognitif dan Kemampuan Calistung 90 NAEYC (National Association for the Education of Young Children) memberikan pernyataannya yang senada tentang kesiapan sekolah : “School must be able to respond to a diverse range of abilities within any group of children, and the curriculum in the early grades must provide meaningful contexs for children learning rather than focusing primarily on isolated skills acquisition.” (sekolah harus dapat merespon berbagai kemampuan anak dalam kelompoknya, dan kurikulum di usia dini harus memberikan konteks yang bermakna bagi anak, bukan menekankan pada perolehan ketrampilan yang sulit dijangkau). Kesiapan membaca, menulis dan berhitung, sudah dapat dimulai sejak anak berusia pra sekolah. Kesiapan membaca pada anak dapat terlihat antara lain dari kemampuan anak untuk (1) mendengar dan membedakan bunyi bahasa; (2) memahami konsep tulisan; (3) memberi arti pada bacaan; (4) memahami dan menginterpretasi tulisan sederhana dan sebagainya. Kegiatan membaca merupakan sebuah proses berpikir yang perlu dipelajari dan dilatih, karena tidak terjadi secara otomatis. Dalam mengajarkan anak membaca, diperlukan bimbingan yang bersifat individual, waktu yang tidak sedikit, dan kesabaran pendidik dalam memotivasi anak. Kesiapan membaca dapat mengembangkan pemahaman anak tentang hubungan antara bahasa lisan dan simbol-simbol tulisan. Dengan memiliki kesiapan membaca, anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan berbagai kosa kata. Kesiapan menulis berawal dari ide/gagasan yang muncul, yang akan dituliskan di atas kertas. Dalam melatih anak kesiapan menulis, pendidik perlu memberikan kebebasan pada anak untuk mengutarakan idenya secara alamiah, sebagaimana ketika anak berbicara. Anak perlu dimotivasi agar tidak perlu cemas atau khawatir saat menulis. Pendidik perlu menjelaskan secara eksplisit bahwa jika ada tulisan yang salah, anak memiliki kesempatan untuk menghapus atau merubahnya. Ide-ide yang muncul juga masih dapat disusun kembali, demikian pula jika ada pengejaan yang salah. Anak perlu dijelaskan pula tentang manfaat memiliki ketrampilan menulis yang akan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kesiapan menulis dapat membantu anak untuk menulis dengan tujuan yang jelas, menulis kalimat secara benar, menggunakan tanda 91 baca yang tepat, menulis dengan jelas dan relative rapi, merangkai ide dengan baik serta memilih kata-kata yang tepat. Kesiapan berhitung terkait erat dengan kemampuan anak dalam matematika. Anak perlu dijelaskan bahwa matematika sangat penting dalam kehidupan , dan kita membutuhkan ketrampilan ini dalam kehidupan sehari hari misalnya untuk membaca jam, membeli barang atau mainan, menghitung skor saat bermain game dan sebagainya. Pendidik perlu menjadi contoh bagi anak sebagai pribadi yang menyukai kegiatan berhitung. Anak pun perlu dimotivasi untuk menganggap dirinya sebagai ’ahli matematika’ yang dapat menyelesaikan masalah dan memiliki ketrampilan bernalar. Materi dalam pembelajaran matematika mencakup banyak hal, diantaranya berkaitan dengan bentuk, symbol angka, penjumlahan, pengurangan dan pengelompokkan. c. Peran Pendidik dalam Mengajarkan Kesiapan Calistung pada Anak 1) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang membaca: • Menjadikan kegiatan membaca sebagai hobi yang menyenangkan bagi anak, misalnya dengan mencari buku bacaan/majalah yang menarik dan membacanya bersama, membacakan anak tulisan di kotak makanan atau minuman anak, label atau petunjuk di jalan dan sebagainya • Membaca puisi atau sajak bersama dengan anak. Saat membaca, orang tua dapat membantu anak dengan menunjuk bacaan, dengan menggerakkan jari dari arah yang tepat • Menyimak saat anak belajar membaca • Mengajak anak secara rutin mengunjungi toko buku atau perpustakaan • Menjadikan buku sebagai alternatif hadiah yang istimewa di saat –saat tertentu • Menyediakan buku, majalah, dan kertas di rumah agar bisa diakses dengan mudah oleh anak • Memotivasi anak yang lebih tua untuk membacakan cerita untuk adiknya • Mendampingi anak belajar membaca dan menuliskan apa yang telah dibaca 92 2) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang menulis: • Memberi contoh pada anak bahwa kita senang menulis surat, menuliskan pesan singkat untuk anggota keluarga, menulis daftar belanjaan dan sebagainya • Mengirim surat atau kartu ucapan untuk anak • Memotivasi anak untuk senang membuat gambar dan merancang huruf huruf • Bermain ejaan misalnya crossword puzzles, scrabble, atau bermain peran sebagai pelayan restoran yang mencatat menu yang dipesan pelanggan • Berbincang dengan anak tentang motivasi orang menulis 3) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang berhitung: • Motivasi anak bahwa matematika adalah kegiatan yang mudah dan menyenangkan • Memberitahu anak bahwa matematika ada di mana-mana, misalnya berat dan tinggi badan anak memerlukan hitungan matematika; membeli kue memerlukan kemampuan berhitung, dan juga menentukan waktu sekolah • Membantu anak berhitung dengan menghapal, atau memikirkannya di luar kepala • Melatih anak tentang angka, jumlah, perbandingan dan sebagainya • Bermain tebakan dengan menggunakan berbagai angka • Mengelompokkan benda-benda misalnya berdasarkan ukuran, warna atau bentuk 4) Peran pendidik terkait dengan strategi mengajar calistung: • Membuat perencanaan mengajar yang sesuai dengan tahapan perkembangan, kebutuhan dan minat anak • Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak dan memberikan kesempatan pada anak untuk melatih kemampuannya dalam calistung 93 • Menggunakan berbagai metode dan pendekatan dalam mengajarkan anak calistung dengan melibatkan seluruh potensi inteligensi anak/multiple inteligensi • Mengajarkan anak variasi teknik yang tepat dalam calistung • Menyediakan media/peralatan yang dapat mendukung anak untuk meningkatkan pemahamannya (bisa menggunakan bahan yang ada di lingkungan sekitar atau membuat media sederhana) d. Kegiatan yang Dapat Diberikan Guru untuk Menstimulasi Kemampuan Kognitif / Intelektual Anak Matematika/berhitung • Membuat kantung (dari kain) dan batang es krim • Mengumpulkan tutup botol • Membuat kartu berisi bulatan • Membuat kartu bentuk berpasangan • Membuat pola ikan berwarna dan alat pancing • Menyusun kepingan logam • Membuat grafik buah-buahan dan binatang • Membuat kartu jahit IPA • Bermain dengan magnit (logam, gabus, kayu, tali, kancing, tutup botol, kertas,dll) • Eksplorasi benda terapung, tenggelam atau melayang • Mengukur volume air, minyak dsb (kertas corong, botol, gelas yang transparan dll) • Mengenal larutan (gula, pasir, garam, pasir, tepung, potongan kertas, plastik dsb) • Mengenal berat/timbangan • Mencampur warna • Bermain balon, kelereng dsb 94 • Pasir dan air • Bermain busa sabun (ember lebar, sabun, pengocok telur dll) • Meniup gelembung • Menyaring air dan pasir • Bermain kapal layar • Menyusun gelas yang berisi air dengan volume berbeda Drama peran • Membuat telepon dari kaleng, misal dalam tema keluargaku (kaleng, benang/tali pancing, isolasi, paku) • Membuat teropong, misal: dalam tema alat transportasi di laut (gulungan tisue toilet, kabel, kertas tisue warna, pelubang kertas) • Bermain bayangan (anak berdiri, jongkok, melompat dll) • Membuat celengan • dll Membaca dan menulis • Membuat kotak misteri (berisi batuan, buah, ranting, daun, kerang, tali, bulu dsb) • Membuat buku tentang ‘aku’; tentang binatang, tumbuhan, benda langit dll dengan berbagai bentuk • Membuat kartu huruf, kartu kata dsb Seni • Menempel biji bijian • Mencetak motif • Melukis dengan jari • Membuat gambar berlapis lilin (krayon dilapisi cat air) • dll Berikut ini beberapa refleksi yang harus dipikirkan oleh para pendidik anak usia dini, antara lain: 95 1. Seberapa pentingkah bagi guru untuk menerapkan variasi metode untuk merangsang perkembangan kognitif pada anak? 2. Sependapatkah Anda bahwa anak usia dini diberikan pelajaran nyang menekankan pada aspek akademi? 3. Apakah selama ini guru di lapangan banyak menuntut anak untuk memahami halhal yang sebenarnya sulit bagi mereka untuk dijangkau? 4. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika anak akan masuk SD dan harus mengikuti seleksi yang bersifat akademik? 5. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika harus memberikan tes yang menekankan pada kemampuan intelektual pada anak-anak yang baru saja menyelesaikan TK? 2). Bagaimana Anak Usia Dini Belajar Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan. Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut : 96 Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus 97 (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu : • Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak. • Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak. Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi. Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan : • Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu) • Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi. Suatu komponen terpenting dalam teori perkembangan intelektual Piaget adalah melibatkan partisipasi anak. Artinya bagaimana anak mempelajari sesuatu sekaligus mengalami sesuatu yang dipelajari tersebut melalui lingkungan. Pengetahuan bukan semata-mata berarti memindahkan secara verbal, melainkan harus dikonstruksi dan bahkan direkonstruksi oleh anak. Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin mengetahui dan mengkonstruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan tentang objek yang diketahuinya dan mengkonstruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian anak 98 terhadap objek itu dapat mengatur realitas dan tindakan mereka. Anak harus aktif, dalam pengertian bahwa anak bukanlah suatu bejana yang harus diisi penuh dengan fakta. Pendekatan belajar Piaget merupakan pendekatan kesiapan. Pendekatan kesiapan dalam psikologi perkembangan menekankan bahwa anak-anak tidak dapat belajar sesuatu sampai kematangan memberikan kepada mereka prasyarat-prasyarat. Kemampuan untuk mempelajari konten kognisi selalu berhubungan dengan tahapan dalam perkembangan intelektual anak. Dengan demikian, anak yang berada pada tahapan dan kelompok umur tertentu tidak dapat diajarkan materi pelajaran yang lebih tinggi dari pada kemampuan umur anak itu sendiri. Pertumbuhan intelektual melibatkan tiga proses fundamental; asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat anak dapat membentuk schema. Seperti yang dipahami dalam teori schema, istilah schema (tunggal) merujuk pada representasi pengetahuan umum. Sedangkan jamaknya schemata tertanam dalam suatu komponen atau ciri ke komponen lain pada tingkat abstraksi yang berbeda. Hubungannya lebih mendekati kemiripan dalam web dari pada hubungan hirarki. Artinya, setiap satu komponen dihubungkan dengan komponenkomponen lain (SIL International, 1999). Lebih jauh, yang dimaksud dengan equilibrasi adalah keseimbangan antara pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan akomodasi. Ketika seorang anak melakukan pengalaman baru, ketidakseimbangan hampir mengiringi anak itu sampai dia mampu melakukan asimilasi atau akomodasi terhadap informasi baru yang pada akhirnya mampu mencapai keseimbangan (equilibrium). Ada beberapa macam equilibrium antara asimilasi dan akomodasi yang berbeda menurut tingkat perkembangan dan perbagai persoalan yang diselesaikan. Bagi Piaget, equilibrasi 99 adalah faktor utama dalam menjelaskan mengapa beberapa anak inteligensi logisnya berkembang lebih cepat dari pada anak yang lainnya. 3). Implikasi Pandangan Piaget dalam Pendidikan Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi pada pembelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti itulah yang diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran yang diterapkan pada kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode ceramah, demonstrasi, presentasi audi-visual, pengajaran dengan menggunakan mesin dan peralatan, pembelajaran terprogram, bukanlah merupakan metode yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model pembelajaran discovery yang aktif dalam lingkungan kelas. Inteligensi tumbuh dan berkembang melalui dua proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi. Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk mencari, memanipulasi, melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Namun demikian, bukan berarti pembelajar dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kalau demikian halnya, apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya mampu mengukur kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus dirancang untuk menfasilitasi keberbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan yang luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya, untuk berdebat, dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada siswa. Keberadaan guru harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajar, membina, dan mengarahkan siswa. Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat. Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil 100 ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri. c. Latihan 1) Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah! 2) Rekam dan catatlah perkembangan kognitif anak secara detail menggunakan berbagai teknik asesmen! 3) Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan indicator perkembangan kognitif, komentar dan kesimpulan, dan tindak lanjut/stimulasi! B. Perkembangan Motorik Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Modul ini akan membahas tentang perkembangan motorik yang meliputi: batasan perkembangan motorik dan ruang lingkup perkembangan motorik. Setelah mempelajari modul pertama ini, anda diharapkan dapat: (1) Menjelaskan batasan perkembangan motorik, (2) Menjelaskan ruang lingkup perkembangan motorik, (3) Menjelaskan batasan perkembangan motorik halus, (4) Menjelaskan keterampilan yang berkaitan dengan motorik halus, (5) Mendeskripsikan perkembangan motorik halus. 101 Anda perlu membaca rangkuman yang disajikan dalam tiap akhir modul untuk membantu Anda mengingat kembali pokok-pokok pembahasan yang telah Anda pelajari sebelumnya. Selain itu, diharapkan Anda juga mengerjakan latihan soal yang telah disiapkan, sehingga pemahaman Anda akan lebih komprehensif. Latihan soal dikembangkan dengan maksud membantu Anda mengukur tingkat pemahaman Anda terhadap materi yang dipaparkan. Akhirnya selamat belajar, semoga kesuksesan selalu menyertai Anda! 2. Isi/Paparan Materi Pendahuluan Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif atau banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan untuk bergerak –gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya seperti berlari, memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya melibatkan sebagian kecil menggunting, menempelkan menggambar. Gerakan tubuh yang seperti kertas, pertama mendorong memakaikan dikenal mobil-mobilan, baju boneka atau sebagai ketrampilan gerakan/motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa ini merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi fisik setiap bagian tubuh anak belum sempurna. Dalam hal melakukan aktivitas motorik, anak masih menggerakkan otot-otot yang tidak diperlukan. Misalnya ketika anak menendang, maka ia akan menggerakkan tangannya ke depan secara berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika anak memegang benda, yang terlihat asal memegang bukan dengan cara yang seharusnya. Anak juga masih menggerakkan otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang belum jelas, yang disebabkan karena belum matangnya otot-otot tubuh anak. Semakin sering anak berlatih 102 menggunakan otot-ototnya – melalui bermain- maka ia akan semakin terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif. Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills maupun fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin matang pada usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat menggunakan fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar tiap-tiap anggota tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot tubuhnya secara efektif. Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga dapat lebih mengenal dan memahami lingkungannya. Hal ini menggambarkan mengapa perkembangan fisik (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan mental intelektual anak. Perkembangan sosial emosional anak juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan diri yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak lain yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan membuat anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak dapat mencapai dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu diperhatikan tahap-tahap perkembangan motorik anak dengan stimulasinya yang tepat dan sesuai dengan usia perkembangannya. Disamping itu perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap perkembangan fisik anak agar dapat terdeteksi secara dini jika dalam proses perkembangannya terjadi penyimpangan atau hambatan yang akan mengganggu optimalisasi perkembangannya. Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia dini serta berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik 103 anak usia dini melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan kegiatan serta media pengembangan motorik anak usia dini. HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI 1. Tujuan Pembelajaran Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini melalui modul ini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: a. Memahami perkembangan motorik anak usia dini 1) Memahami landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini 2) Melakukan analisis perkembangan motorik anak usia dini b. Membuat perangkat pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini 1) Menyusun perencanaan pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini 2) Mengembangkan kegiatan dan media pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini 3) Pengemasan perangkat pengembangan motorik anak usia dini Untuk memudahkan mempelajari modul ini sehingga pendidik dapat mempraktekkannya di lapangan maka pendidik sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Baca dan pahami secara mendalam kompetensi dan indikator yang tercantu di atas b. Bacalah uraian materi secara seksama dan berurutan. c. Jangan berpindah kepada materi berikutnya sebelum materi awal dapat dipahami oleh anda dengan baik. d. Diskusikan atau konsultasikan materi-materi yang belum dipahami dengan teman/sumber belajar atau orang yang dianggap ahli dalam bidang ini. 104 e. Carilah sumber atau bacaan lain yang relevan untuk menunjang pemahaman dan wawasan tentang materi ini. f. Lakukan tugas yang diperintahkan dalam modul ini sebagai tindak lanjut untuk mengukur tingkat pemahaman dan ketrampilan dari hasil pembelajaran. 2. Uraian Materi Pendahuluan Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif atau banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan untuk bergerak – gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya seperti berlari, memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya melibatkan sebagian kecil tubuh seperti mendorong mobil-mobilan, menggunting, menempelkan kertas, memakaikan baju boneka atau menggambar. Gerakan yang pertama dikenal sebagai ketrampilan gerakan/motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa ini merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi fisik setiap bagian tubuh anak belum sempurna. Dalam hal melakukan aktivitas motorik, anak masih menggerakkan otot-otot yang tidak diperlukan. Misalnya ketika anak menendang, maka ia akan menggerakkan tangannya ke depan secara berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika anak memegang benda, yang terlihat asal memegang bukan dengan cara yang seharusnya. Anak juga masih menggerakkan otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang belum jelas, yang disebabkan karena belum matangnya otot-otot tubuh anak. Semakin sering anak berlatih menggunakan otot-ototnya – melalui bermain- maka ia akan semakin terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif. Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills maupun fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin matang pada usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat menggunakan 105 fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar tiap-tiap anggota tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot tubuhnya secara efektif. Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga dapat lebih mengenal mengapa dan memahami lingkungannya. perkembangan fisik Hal ini menggambarkan (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan mental intelektual anak. Perkembangan sosial emosional anak juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan diri yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak lain yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan membuat anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak dapat mencapai dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu diperhatikan tahap-tahap perkembangan motorik anak dengan stimulasinya yang tepat dan sesuai dengan usia perkembangannya. Disamping itu perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap perkembangan fisik anak agar dapat terdeteksi secara dini jika dalam proses perkembangannya terjadi penyimpangan atau hambatanyang akan mengganggu optimalisasi perkembangannya. Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia dini serta berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik anak usia dini melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan kegiatan serta media pengembangan motorik anak usia dini. HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI a. Pengertian 106 Motorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan-gerakan tubuh. Secara umum, kemampuan motorik terbagi menjadi dua macam, yaitu ketrampilan motorik kasar atau gross motor skills dan ketrampilan motorik halus atau fine motor skills. Motorik kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan sebagian besar bagian tubuh. Gerakan motorik kasar memerlukan cukup tenaga dan dilakukan oleh otot- otot besar. Contoh gerakan motorik kasar adalah gerakan berjalan, berlari, melompat dan sebagainya. Sementara motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otototot kecil. Karena itu, gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Contoh gerakan motorik halus adalah gerakan mengambil sebuah benda dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan, menggunting, menyetir mobil, menulis, menjahit, menggambar dan sebagainya. Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Dalam proses perkembangan anak, motorik kasar berkembang terlebih dahulu dibandingkan motorik halus. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa anak sudah dapat menggunakan otot-otot kakinya untuk berjalan sebelum ia mampu mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menggambar atau menggunting. Ketrampilan motorik kasar diawali dengan bermain yang merupakan gerakan kasar. Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap perkembangan, anak umumnya sudah menguasai sebagian besar ketrampilan motorik kasar. Sementara ketrampilan motorik halus baru mulai berkembang, yang diawali dengan kegiatan yang amat sederhana seperti memegang pensil, memegang sendok dan mengaduk. Ketrampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya dari pada ketrampilan motorik kasar karena ketrampilan motorik halus membutuhkan kemampuan yang lebih sulit misalnya konsentrasi, kontrol, kehati-hatian dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lain. Seiring dengan pertambahan usia 107 anak, kepandaian anak akan kemampuan motorik halusnya semakin berkembang dan maju pesat. Kemampuan motorik anak usia 4-6 tahun mempunyai perbedaan dengan orang dewasa dalam hal: (1) cara memegang, (2) cara berjalan dan (3) cara menyepak/menendang. Pada anak cara memegang dilakukan secara asal saja, sedangkan orang dewasa memegang benda dengan cara yang khas agar dapat dipergunakan secara optimal. Ketika orang dewasa berjalan, hanya mempergunakan otot-ototnya yang diperlukan saja sedangkan anak-anak berjalan seolah-olah seluruh tubuhnya ikut bergerak-gerak. Dalam hal menyepak/menendang, anakanak menyepak bola diikuti dengan kedua belah tangannya yang turut maju ke depan secara berlebihan. a. Pengertian Aktivitas sehari-hari, baik yang bersifat sederhana maupun yang kompleks, selalu berkaitan dengan gerak. Kegiatan seperti mengerjapkan mata, berjalan, berlari, menuang air, menyusun kepingan puzzle merupakan aktivitas yang berhubungan dengan gerak. Istilah gerak (movement) dalam bahasa Indonesia terkadang digabungkan dengan kata motorik (motor) sehingga terkadang muncul kata-kata “gerakan motorik”. Gallahue (1997: 17-18) menyatakan bahwa istilah motorik (motor) itu sendiri sebenarnya merujuk pada faktor biologis dan mekanis yang mempengaruhi gerak (movement). Sementara istilah gerak (movement) merujuk pada perubahan aktual yang terjadi pada bagian tubuh yang dapat diamati. Dengan demikian, motorik merupakan kemampuan yang bersifat lahiriah yang dimiliki seseorang untuk mengubah beragam posisi tubuh. Perubahan yang terjadi pada anak, ketika mereka bertambah tinggi, sistem syaraf yang semakin kompleks, pertumbuhan tulang dan otot pada intinya 108 mengacu pada perkembangan motorik. Menurut Meggitt (2002: 2), istilah perkembangan motorik merujuk pada makna perkembangan fisik. Perkembangan fisik memiliki arti bahwa anak telah mencapai sejumlah kemampuan dalam mengontrol diri mereka sendiri. Dodge (2002: 20) menyatakan bahwa pencapaian kemampuan motorik kasar dan motorik halus pada anak usia prasekolah merupakan tujuan dari pengembangan fisik anak. Pencapaian kontrol motorik kasar meliputi: memindahkan otot-otot besar dalam tubuh, khususnya lengan dan kaki secara sadar dan berhati-hati. Sedangkan pencapaian kontrol motorik halus mencakup penggunaan dan koordinasi otot kecil pada tangan, pergelangan tangan dengan tangkas. Gallauhe menjelaskan bahwa perkembangan motorik merupakan perubahan perilaku motorik yang terjadi terus-menerus sepanjang siklus kehidupan. Perilaku motorik (motor behavior) dapat diartikan sebagai perubahan pada pembelajaran dan perkembangan motorik dalam mewujudkan faktor pembelajaran dan proses kematangan yang berhubungan dengan performansi motorik. Studi dan penelitian tentang perilaku motorik akan berfokus pada kajian tentang pembelajaran motorik, kontrol motorik dan perkembangan motorik. Proses perkembangan motorik mengikuti suatu pola umum yang terdiri dari tiga arah utama, yaitu: (1) perkembangan dari otot kasar menuju ke otot kecil, (2) pertumbuhan dari kepala ke jari kaki, disebut dengan perkembangan cephalocaudal, (3) perkembangan dari sumbu tubuh menuju ke luar, disebut perkembangan proximoditsal. 109 Gb 1.1 Pola Perkembangan Motorik (Nilsen, 2004: 83) Perkembangan dari otot besar menuju ke otot kecil mengacu pada penggunaan otot di dalam tubuh. Otot-otot besar (large muscles) meliputi perkembangan di leher, batang tubuh, lengan dan kaki. Sementara otot-otot kecil meliputi jari, tangan, pergelangan tangan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi dimana bayi lebih mampu berjalan terlebih dahulu sebelum mereka dapat menjumput benda-benda yang berukuran kecil. Pola perkembangan cephalocaudal berasal dari bahasa Latin, from head to tail. Pada pola perkembangan cephalocaudal, perkembangan struktur dan fungsi tubuh berawal dari kepala, kemudian menuju badan dan akhirnya menyebar menuju ke kaki. Adapun pola 110 perkembangan proximoditsal yang juga berasal dari bahasa Latin yang bermakna dari dekat ke jauh (near to far) menunjukkan bahwa perkembangan bergerak dari yang dekat mengarah ke luar sumbu pusat tubuh dan menyebar ke ujung-ujungnya. Hal ini dapat diamati pada seorang bayi yang mampu membalikkan badannya sebelum tangannya siap untuk menopang berat tubuhnya. Proses tersebut terjadi karena otot-otot yang berada di pusat tubuh berkembang lebih awal sehingga membalikkan badan akan dapat dilakukan oleh anak sebelum mereka dapat duduk. Perkembangan motorik merupakan cara tubuh untuk meningkatkan kemampuan sehingga performanya menjadi lebih kompleks. Perkembangan motorik mencakup dua klasifikasi, yaitu: (1) kemampuan motorik kasar (gross motor skills) dan (2) kemampuan motorik halus (fine motor skills). Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan untuk menggunakan otot-otot besar pada tubuh yang digunakan antara lain untuk berjalan, berlari dan mendaki.Kemampuan motorik halus mencakup kemampuan manipulasi kasar (gross manipulative skills) yang melibatkan satu gerakan anggota badan seperti melempar dan kemampuan manipulasi halus (fine manipulative skills) yang melibatkan penggunaan tangan dan jari secara tepat seperti dalam kegiatan menulis dan menggambar. Terdapat tiga jenis gerakan dasar yang perlu dikembangkan kepada anak, yaitu: gerakan lokomotor, manipulatif dan stabilitas. Gerakan lokomotor mencakup gerakan berjalan, berlari, melompat, meloncat, melompat-lompat, mendaki. Sementara gerakan manipulatif mencakup gerakan melempar, menangkap, menendang, memasukkan. Selanjutnya gerakan stabilisasi mencakup mengayun, berguling, membalikkan badan dan berjalan di atas papan titian. Catron menjelaskan bahwa perkembangan motorik meliputi empat domain, yaitu: (1) koordinasi mata – tangan/ mata-kaki, (2) kemampuan lokomotor, (3) kemampuan non lokomotor, (4) pengendalian dan pengaturan tubuh. Keempat 111 domain tersebut perlu dikembangkan sejak dini. Koordinasi mata tangan perlu distimulasi agar anak dapat mempelajari kemampuan manipulasi objek, kemampuan memproyeksi objek (melempar, menangkap dan memukul), kemampuan motorik halus (mencoret-coret, menggambar dan menulis), serta kemampuan megikuti jejak secara visual. Kemampuan lokomotor perlu dikembangkan dengan tujuan membantu anak mengembangkan kemampuan menggunakan otot-otot besar untuk berpindah (menggunakan semua anggota tubuh) secara horizontal dan proykesi tubuh seperti melompat, meloncat, berlari cepat, berjingkrak dan meluncur. Kemampuan non lokomotor perlu dikembangkan dengan tujuan untuk membantu anak melatih kemampuan berpindah (dengan sebagian atau semua anggota tubuh) dan manipulasi seperti gerakan menarik, mengangkat, memutar, mengulurkan tangan, berguling, melipat dan membungkuk.Kemampuan pengendalian dan pengaturan tubuh perlu distimulasi dengan tujuan agar anak mampu mengatur kemampuan motorik setiap hari dan membantu anak mempelajari keseimbangan dan kesadaran temporal, ketangkasan dan koordinasi (berkaitan dengan kemampuan berhenti, memulai dan berpindah) serta mempelajari persepsi tubuh dan ruang. b. Fungsi Lima Pusat Kontrol Otak Masa lima perkembangan tahun motorik pertama anak. (lahir-5tahun) Perkembangan adalah motorik masa emas diartikan bagi sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Ada tiga unsur yang menentukan dalam perkembangan motorik yaitu otak, syaraf dan otot. Ketika motorik bekerja, ketiga unsur tersebut melaksanakan masing-masing peranannya secara interasi positif, artinya unsur- unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Jadi ketiga unsur tersebut saling 112 bekerja sama sehingga terbentuk suatu gerakan yang bertujuan, misalnya berbicara, berjalan, berlalri, menulis menggambar dan sebagainya. Proses perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Ketrampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot. Oleh karena itu, setiap gerakan yang dilakukan anak, sesederhana apapun sebenarnya merupakan hasil pola interaksi kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Jadi otaklah, sebagai bagian dari susunan syaraf pusat yang mengatur dan mengontrol semua aktivitas fisik dan mental. Dengan kata lain aktivitas anak terjadi di bawah control otak, secara simultan (berkesinambungan) otak terus mengolah informasi yang diterimanya. Bersamaan dengan itu, otak bersama jaringan syaraf yang membentuk sistem syaraf pusat yang mencakup lima pusat kontrol akan mendiktekan setiap gerakan anak. Secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan yang menggambarkan fungsi lima pusat kontrol di otak tersebut berikut ini : Tabel 20. Fungsi Lima Pusat Kontrol di Otak Otak dan Fungsi Pusat Kontrol Syaraf Cerebral Cortex Merupakan pusat kontrol, yang menerima dan (Otak Besar) memproses informasi penginderaan. Basal Ganglia Kumpulan sel syaraf di dalam sistem syaraf pusat yang menyebabkan gerakan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Cerebellum Bagian yang mengatur pergerakan seluruh (otak Kecil) tubuh dan koordinasi gerakan tubuh. Batang Otak Merupakan bagian yang menghubungkan otak dengan jaringan syaraf, memiliki fungsi menyeleksi informasi dan membiarkan otak bereaksi sesuai kebutuhan. Jaringan Syaraf Merupakan jalur transmisi bagi pesan-pesan yang dating menuju otak. 113 Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau ketrampilan motorik anak. Di samping ketrampilan motorik, otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi perkembangan aspek-aspek perkembangan individu lainnya, ketrampilan intelektual, emosional, sosial, moral dan kepribadian. Pertumbuhan otak yang normal dan sehat berpengaruh positif bagi perkembangan aspek-aspek lainnya. Apabila pertumbuhan dan perkembangan otak tidak normal cenderung akan menghambat perkembangan keseluruhan aspek-aspek tersebut. c. Fungsi Perkembangan Motorik Adapun Hurlock menjelaskan bahwa keterampilan motorik dapat dikategorikan ke dalam empat bidang, yaitu: (1) keterampilan bantu diri, (2) keterampilan bantu sosial, (3) keterampilan bermain dan (4) keterampilan sekolah. Keterampilan bantu diri atau self help skills merupakan keterampilan yang berkaitan dengan keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari (activity daily living), seperti: menggunakan sendok dan garpu untuk makan, mengancingkan baju, dan menalikan sepatu. Keterampilan bantu sosial merupakan keterampilan yang dipergunakan oleh anak sebagai upaya agar dirinya dapat diterima oleh lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat, seperti: membereskan pekerjaan di rumah dan sekolah. Keterampilan bermain merupakan beragam keterampilan yang dipelajari oleh anak ketika dirinya bergabung dalam kelompok teman sepermainan sebagai usaha untuk dapat diterima dan menghibur dirinya sendiri, seperti: bermain layang-layang, menggambar, menggunakan alat-alat permainan lainnya. Keterampilan sekolah berkaitan dengan keterampilan yang harus dikuasai oleh anak agar dirinya mampu mengerjakan sejumlah tugas yang bersifat akademis, seperti: menulis, menggunting, dan melukis. Penguasaan yang baik terhadap keterampilan sekolah akan sangat membantu anak dalam mencapai prestasi sekolahnya, baik dalam prestasi yang bersifat akademis maupun non akademis. 114 d. Klasifikasi/Tingkatan Kemampuan Motorik Benyamin Bloom menyatakan bahwa rentangan penguasaan psikomotorik ditunjukkan oleh gerakan yang kaku sampai kepada gerakan yang lancer dan luwes. Dave (1970) memperjelasnya dengan mengklasifikasikan domain psikomotorik ke dalam lima kategori mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai pada tingkatan yang paling tinggi sebagai berikut: 1) Imitation (Peniruan) Peniruan yaitu suatu ketrampilan untuk menirukan sesuatu gerakan yang telah dilihat, didengar atau dialaminya. Jadi kemampuan ini terjadi ketika anak mengamati suatu gerakan, dimana ia mulai memberi respon serupa dengan apa yang diamatinya. Gerakan meniru ini akan mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf, karena peniruan gerakan umumnya dilakukan dalam bentuk global dan tidak sempurna. Contoh gerakan ini adalah menirukan gerakan binatang, menirukan gambar jadi tentang suatu gerakan dan menirukan langkah tari. 2) Manipulation (Penggunaan Konsep) Suatu ketrampilan untuk menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan (gerakan). Ketrampilan manipulasi ini menekankan pada perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan gerakan-gerakan pilihan dan menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Jadi penampilan gerakan anak menurut petunjuk-petunjuk dan tidak hanya meniru tingkah laku saja. Contohnya adalah menjalankan mesin, menggergaji, melakukan gerakan senam kesegaran jasmani yang didemontrasikan. 3) Precition (Ketelitian) Suatu ketrampilan yang berhubungan dengan kegiatan melakukan gerakan secara teliti dan benar. Ketrampilan ini sebenarnya hampir sama dengan gerakan manipulasi tetapi dilakukan dengan kontrol yang lebih baik dan kesalahan yang lebih sedikit. Ketrampilan ini selain membutuhkan kecermatan juga proporsi dan 115 kepastian yang lebih tinggi dalam penampilannya. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. Contoh gerakan ini adalah gerakan mengendarai/menyetir mobil dengan terampil, berjalan di atas papan titian. 4) Articulation (Perangkaian) Suatu ketrampilan untuk merangkaikan bermacam-macam gerakan secara berkesinambungan. Gerakan artikulasi ini menekankan pada koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal antara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh ketrampilan gerakan ini adalah mengetik dengan ketepatan dan kecepatan tertentu, menulis, menjahit. 5) Naturalization (Kewajaran/Pengalamiahan) Suatu ketrampilan untuk melakukan gerakan secara wajar. Menurut tingkah laku yang ditampilkan, gerakan ini paling sedikit mengeluarkan energi baik fisik maupun psikis. Gerakan ini biasanya dilakukan secara rutin sehingga telah menunjukkan keluwesannya. menampilkan Misalnya memainkan bola dengan mahir, gaya yang benar dalam berenang, mendemonstrasikan suatu gerakan, pantomim dan sebagainya. Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Dave, Anita Harrow membagi tingkatan keterampilan motorik menjadi 5 jenis gerakan, yaitu: 1) Gerakan refleks, yaitu tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus. Contoh: Merentangkan, melenturkan badan, menyesuaikan postur tubuh menurut keadaan. 2) Gerakan dasar, yaitu pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerak refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Contoh : Menggenggam, mencengkram, mencekal, menyambar. 3) Gerakan tanggap perseptual. Merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil 116 belajarnya dapat berupa kewaspadaan berdasarkan perhitungan dan kecermatan. Contoh : Bermain tali, menangkap, menyepak. 4) Kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang memerlukan kekuatan-kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan dan kekuatan suara. Contoh : Semua kegiatan fisik yang memerlukan usaha dalam jangkauan panjang dan berat, pengerahan otot, gerakan sendi yang cepat. 5) Komunikasi tidak berwacana. Merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh merentang dari ekspresi mimik muka sampai gerakan koreografi yang rumit. e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Usia Dini Perkembangan motorik seorang anak tidak selalu berjalan dengan sempurna. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor tersebut: 1) Sifat dasar genetik Faktor ini merupakan faktor internal yang berasal dari dalam diri anak dan merupakan sifat bawaan dari orangtua anak. Faktor ini ditandai dengan beberapa kemiripan fisik dan gerak tubuh anak dengan salah satu anggota keluarganya, apakah ayah, ibu kakek, nenek atau keluarga lainnya. Sebagai contoh anak yang memiliki bentuk tubuh tinggi kurus seperti ayahnya, padahal sang anak sangat suka makan (dianggap dapat membuat anak menjadi gemuk) tetapi kenyataannya anak tidak menjadi gemuk. 2) Kondisi pra lahir ibu Ketika anak berada dalam kandungan, pertumbuhan fisiknya sangat tergantung pada suplai gizi yang diperolehnya dari ibunya. Jika kondisi fisik seorang ibu yang sedang mengandung terganggu karena kurang gizi, maka anak yang dikandungnya pun akan mengalami pertumbuhan fisik yang tidak sempurna. 117 Contohnya ibu hamil yang kekurangan asam folat akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan otak dan cacat pada janin. 3) Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan merupakan faktor internal atau faktor di luar diri anak. Kondisi lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat perkembangan motorik anak, dimana anak kurang mendapatkan keleluasaan dalam bergerak dan melakukan latihan-latihan. Misalnya ruangan bermain yang terlalu sempit, sedangkan jumlah anak banyak, akan mengakibatkan anak bergerak cepat dan sangat terbatas bentuk gerakan yang dilakukannya. 4) Kesehatan & gizi Kesehatan dan gizi anak sangat berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan motorik anak, mengingat bahwa anak berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan pertambah volume dan fungsi tubuh anak. Dalam pertumbuhan fisik/motorik yang pesat ini anak membutuhkan gizi yang cukup untuk membentuk sel-sel tubuh dan jaringan tubuhnya yang baru. Kesehatan anak yang terganggu karena sakit akan memperlambat pertumbuhan/perkembangan fisiknya dan akan merusak sel-sel serta jaringan tubuh anak. 5) IQ Kecerdasan intelektual turut mempengaruhi perkembangan motorik anak. Kecerdasan intelektual yang ditandai dengan tinggi rendahnya skor IQ secara tidak langsung membuktikan tingkat perkembangan otak anak dan perkembangan otak anak sangat mempengaruhi kemampuan gerakan yang dapat dilakukan oleh anak, mengingat bahwa salah satu fungsi bagian otak adalah mengatur dan mengendalikan gerakan yang dilakukan anak. Sekecil apaun gerakan yang dilakukan anak, merupakan hasil kerjasama antara 3 unsur yaitu otak, urat saraf dan otot, yang berinteraksi secara positif. 6) Adanya stimulasi, dorongan dan kesempatan 118 Perkembangan motorik anak sangat tergantung pada seberapa banyak stimulasi dan dorongan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena otot-otot anak baik otot halus maupun kasar belum mencapai kematangan. Gerakan otot yang dilakukan anak masih sangat kasar. Dengan latihan-latihan yang cukup akan membantu anak untuk mengendalikan gerakan ototnya sehingga mencapai kondisi motoris yang sempurna yang ditandainya dengan gerakan yang lancar dan luwes. 7) Pola asuh Ada tiga pola asuh yang dilakukan oleh orangtua yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Pola asuh otoriter cenderung tidak memberikan kebebasan kepada anak, dimana anak dianggap sebagai robot yang harus taat pada semua aturan dan perintah yang diberikan. Sedangkan Pola asuh permisif sangat berlawanan dengan otoriter, yaitu orangtua cenderung akan memberikan kebebasan tanpa batas pada anak dan cenderung membiarkan anak untuk bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa dukungan orangtua. Pola asuh yang terbaik adalah demokratis dimana orangtua akan memberikan kebebasan yang terarah artinya orang tua memberikan arahan, bimbingan dan stimulasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, jadi orang tua berusaha memberdayakan anak. Ketiga pola asuh ini tentunya akan menentukan suasana kehidupan yang akan dialami anak dalam kesehariannya dan tentu saja akan sangat mempengaruhi proses perkembangannya diantarannya perkembangan motorik. 8) Cacat fisik Kondisi cacat fisik yang dialami oleh anak akan mempengaruhi kemampuan gerak anak. Kecacatan ini akan menghambat kelancaran dan keluwesan anak dalam bergerak. Contoh sederhana seorang anak yang mengalami cacat tuna netra cenderung terlihat kaku dalam bergerak, atau anak yang mengalami kelumpuhan mengalami gangguan dalam keseimbangan badan. f. Strategi Pengembangan Aspek Perkembangan Motorik Anak Usia Dini 119 1) Prinsip - Prinsip Pengembangan Untuk mengembangkan motorik anak usia dini secara optimal, perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut : a) Berikan kebebasan ekspresi pada anak. Ekspresi adalah proses pengungkapan perasaan dan jiwa secara jujur dan langsung dari dalam diri anak. b)Lakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat merangsang anak untuk kreatif. Kreativitas merupakan kemampuan mencipta sesuatu yang baru yang bersifat orisinil/ asli dari dirinya sendiri. Kreativitas erat kaitannya dengan fantasi (daya khayal), karena itu anak perlu diaktifkan dengan cara membangkitkan tanggapan melalui pengamatan dan pengalamannnya sendiri. c) Berikan bimbingan kepada anak untuk menemukan teknik/cara yang baik dalam melakukan kegiatan dengan berbagai media. Ketika melakukan kegiatan motorik halus, anak menggunakan berbagai macam media/alat dan bahan, oleh karena itu perlu kiranya anak mendapatkan contoh dan menguasai berbagai cara menggunakan alat alat tersebut, sehingga anak merasa yakin akan kemampuannya dan tidak mengalami kegagalan. Latihan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan berbagai gerakan sederhana misalnya bermain jari (finger plays). d)Pupuk keberanian anak dan hindarkan petunjuk yang dapat merusak keberanian dan perkembangan anak. Hindari komentar negatif ketika melihat hasil karya motorik halus anak, begitu pula kata-kata yang membatasi berupa larangan atau petunjuk yang terlalu banyak serta labeling kepada anak. Hal-hal tersebut dapat menyebabklan anak berkecil hati, kurang percaya diri dan frustasi dengan kemampuannya. Berikan motivasi dengan kata-kata positif, pujian, dorongan dan reward lainnya sehingga anak termotivasi untuk terus menungkatakan kemampuannnya. e) Bimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangan anak. 120 Dalam perkembangan anak terdapat karakteristik perkembangan yang berbeda-beda untuk tiap usia. Karena itu perlu kiranya memperhatikan apa dan bagaimana bimbingan dan stimulai yang dapat diberikan kepada anak sesuai dengan usia perkembangan anak. f) Berikan rasa gembira dan ciptakan suasana yang menyenangkan pada anak. Anak akan melakukan kegiatan dengan seoptimal mungkin jika ia berada dalam kondisi psikologis yang baik, yaitu dalam suasana yang menyenangkan hatinya tanpa ada tekanan. Karena itu ciptakan suasana yang memberikan kenyamanan psiklogis da anak dalam berkarya motorik halus. g) Lakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Dalam mengembangkan kegiatan motorik halus orang dewasa perlu memberikan perhatian yang memadai pada anak, hal ini untuk memberikan dorongan pada anak dan sekaligus menghidari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti pertengkaran memperebutkan alat berkarya, atau kegagalan membuat karya atau bahkan kecelakaan ketika anak tidak berhati-hati mengguanakan alat, seperti gunting. 2) Teknik Pengembangan Dalam melaksanakan pengembangan motorik anak usia dini, ada tiga teknik pelaksanaan yang dapat dilakukan guru yaitu pelaksanaan terpimpin, pelaksanaan setengan terpimpin dan pelaksanaan bebas. Berikut ini akan dipaparkan ketiga teknik pelaksanaan tersebut secara lebih rinci. a) Pelaksanaan Terpimpin Pelaksanaan terpimpin adalah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan di bawah bimbingan guru atau atas bimbingan guru untuk menghasilkan keterampilan motorik halus yang sudah ditentukan. Pelaksanaan ini terdiri dari 3 macam cara yaitu : • Klasikal 121 Setiap anak dalam kelas melakukan bentuk kegiatan yang sama yang telah ditentukan guru secara individual. • · Kerja Kelompok Kecil Kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 anak perkelompok). Setiap kelompok mengerjakan tugas/kegiatan yang berbeda-beda, yang satu dengan lainnya tidak ada hubungan. • · Kerja Kelompok Besar Guru memberikan satu tugas besar kegiatan motorik halus, yang dikerjakan bersama-sama dengan cara kelas dibagi dalam beberapa kelompok besar (10-20 anak perkelompok), masing-tugas saling berhubungan. b) Pelaksanaan Setengah Terpimpin Prinsip pelaksanaan setengah terpimpin adalah “bebas tapi terikat”, artinya anak bebas dalam memilih kegiatan dan cara melaksanakan tugas dengan caranya sendiri, tetapi terikat kepada tugas yang sudah dipilih untuk dikerjakan sampai selesai. c) Pelaksanaan Bebas Pada teknik ini anak melakukan kegiatan-kegiatan motorik halus dengan berbagai media kreatif menurut minat masing-masing secara bebas, anak boleh memilih alat/bahannya sendiri, memilih tempat melakukannya serta memilih bentuk-bentuk kegiatan yang disukainya. Keterangan: Ketiga teknik pelaksanaan tersebut tidak dilaksanakan secara mutlak, tetapi disesuaikan dengan kemampuan anak, waktu pelaksanaan, jenis tugas yang diberikan serta metode pembelajaran yang diterapkan. Pada pelaksanaan saat awal kegiatan pembelajaran terpimpin dan biasanya guru menerapkan setengah terpimpin, dengan teknik tujuan mengkondisikan dan membantu anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru ditemuinya. Setelah itu (karena anak sudah mengetahui kegiatan motorik 122 yang telah dilaksanakan sebelumnya), maka guru dapat menerapkan teknik pelaksanaan bebas. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan memberikan kebebasan anak berkreasi untuk menumbuhkan minat dan inisiatifnya c. Berbagai Pandangan Mengenai Perkembangan Motorik Anak Fisik atau tubuh manusia merupakan system organ yang komples dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Kuhlen dan Thomshon. 1956 (Yusuf, 2002) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) system syaraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh yang meliputi tinggi, berat dan proposi. Usia emas dalam perkembangan motorik adalah middle childhood atau masa anakanak, seperti yang diungkapkan Petterson (1996) During middle childhood, the body and brain undergo important growth changes, leading to better motor coordinator, greater strength and more skilfull problem-solving. Health and nutrition play an important part in these biological developments. Pada usia ini, kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit seperti uasia sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih maskimal dari pada usia sebelumnya. The period of middle childhood, from age six to age twelve is, also remarkably free from desease. The average child suffers fewer bouts of illness than during the years before 123 school entry, and the risk of death for a contemporary Australian or New Zealand child is lower than at any earlier or later period during the life span. (Petterson, 1996). Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya. Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak.Semakin matangnya perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot m,emungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua: 1. Keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari, mmelompat, naik turun tangga. 2. Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis, menggambar, memotong, melempar dan menagkap bola serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan (Curtis,1998; Hurlock, 1957 dalam Yusuf 2002) 124 Perkembangan motorik berbeda dari setiap individu, ada orang yang perkembangan motoriknya sangat baik, seperti para atlit, ada juga yang tidak seperti orang yang memiliki keterbatasan fisik. Gender pun memiliki pengaruh dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Sherman (1973) yang menyatakan bahwa anak perempuan pada usia middle childhood kelenturan fisiknya 5 %- 10 % lebih baik dari pada anak laki-laki, tapi kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat dan melempar lebih tinggi pada anak laku-laki dari pada perempuan. Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak, Motor development comes about through the unfolding of a genetic plan or maturation (Gesell, 1934 dalam Santrock, 2007). Anak usia 5 bulan tentu saja tidak akan bisa langsung berjalan. Dengan kata lain, ada tahapantahapan umum tertentu yang berproses sesuai dengan kematangan fisik anak. Teori yang menjelaskan secara detai tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya. “…….to develop motor skill, infants must perceive something in the environment that motivates them to act and use their perceptions to fine-tune their movement. Motor skills represent solutions to the infant’s goal.” 125 Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak factor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya. Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982 (Petterson 1996) menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman, 1980 (Peterson, 1996) bahwa kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem. a. Batasan Keterampilan Motorik Halus Keterampilan motorik halus (fine motor skills) merupakan gerakan yang dilakukan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tidak memerlukan tenaga tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat seperti koordinasi mata, tangan dan telinga. Kontrol motorik halus pada tahap yang paling awal masih berupa genggaman yang bersifat refleks. Gerakan ini kemudian akan menjadi lebih terkoordinasi dan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia dan pengalaman. Pada umumnya, anak akan menunjukkan kemajuan perilaku kontrol motorik halus sederhana pada usia 4-6 tahun, kemudian akan semakin meningkat pada usia 5-12 tahun yang dicirikan dengan meningkatnya keterampilan motorik halus secara signifikan di bagian pergelangan tangannya. 126 b. Keterampilan yang berkaitan dengan Motorik Halus Keterampilan motorik halus mencakup tidak hanya koordinasi mata dan tangan. Keterampilan ini mencakup keterampilan lainnya, yaitu: (1) kekuatan otot, (2) postur/ posisi tubuh, (3) tekanan otot, (4) kemampuan menggenggam berbagai ukuran dan bentuk, (5) koordinasi tangan dan mata, (6) kecepatan manipulatif, (7) kelancaran lengan ketika memindahkan, (8) pengendalian kekuatan, (9) kecepatan manipulatif, (10) kestabilan tangan, (11) kepekaan kinestetis, (12) kecermatan dalam menggenggam, dan (13) pelepasan genggaman. Penjelasan secara terperinci setiap keterampilan tercantum dalam bagan berikut ini: Kemampuan menggenggam berbagai Kemampuan memperkirakan, persepsi dan control tentang ukuran ukuran dan bentuk dan bentuk dengan menggegam Koordinasi mata dan tangan(eye-hand Ketepatan koordinasi mata dan tangan dalam melihat dan coordination) mengerjakan sesuatu dengan tangan. Kelancaran lengan ketika Pergerakan tubuh antara bahu, tangan, tungkai dan jari –jari lancar (fluency of arm memindahkan dan ketepatan menggerakkan tubuh transport) sesuai dengan tugas yang diminta. Pengendalian kekuatan (force control) Kemampuan mengendalikan kekuatan yang digunakan dalam kegiatan manipulatif Kecepatan manipulatif (manipulation Pengendalian terhadap kecepatan gerakan (tidak terlalu cepat dan tidak speed) terlalu lambat) Kestabilan tangan(hand steadiness) Kestabilan gerakan tangan (mengurangi gemetar) Kepekaan kinestetik (kinesthetic Umpan balik dari otot, sendi, kulit dan tendon/urat daging yang sensitivity) digunakan untuk membantu dalam memperhalus gerakan Pemisahan jari-jari (finger isolation) Kemampuan memilih dan menggerakkan jari yang digunakan untuk tugas tertentu secara tepat . 127 menggenggam Kemampuan untuk mengambil dan memanipulasi objek; melibatkan (precision grip) penggunaan ibu jari dan telunjuk dan seringkali jari tengah. Pelepasan genggaman (grip release) Kecepatan dan ketepatan dalam melepas benda dari genggaman. Kecermatan dalam c. Perkembangan Motorik Halus Masa prasekolah merupakan masa yang paling bagus untuk mengembangkan sejumlah keterampilan motorik halus. Pada usia ini, seiring dengan semakin matangnya organ motorik maka gerakan yang dilakukan oleh anak juga mengalami peningkatan yang pesat. Hurlock mengatakan bahwa usia prasekolah merupakan masa yang paling ideal untuk mengembangkan keterampilan karena pada usia ini: (1) tubuh anak lebih lentur, (2) anak belum memiliki banyak tanggung jawab, (3) anak bersedia mengulangi tindakan sehingga sangat memungkinkan mereka untuk banyak mencoba, (4) anak lebih berani mencoba, dan (5) anak belum memiliki banyak keterampilan. Nilsen mendeskripsikan perkembangan fisik, baik motorik kasar dan motorik halus, dalam piramida terbalik berikut ini: Olahraga-kaitan dengan gerak (Sport) Fundamental 5 tahun Motorik Kasar, Gerakan Lokomotor Lebih halus dan stabil Mengelak Bermain voli Menangkap Memantulkan bola Memukul Menendang Melempar sampai di atas kepala Lompat tali Seimbang berjalan di papan titian Motorik Halus, Gerakan Manipulatif Kontrol menulis lebih baik Menulis sambung Menalikan tali sepatu Menyisir rambut Memotong makanan 128 Mengayuh pedal Berlari dengan terkontrol Berjingkrak Memanjat Melompat-lompat Belum sempurna (Rudimentary) 2 tahun Mulai berlari cepat Meloncat Melompat Berlari Berjalan Refleks (Reflexive) 1 tahun Menjelajah Menarik Duduk Merambat Merangkak dengan pisau Membuka resleting Memotong dg satu tangan Memegang alat tulis dg jari Memegang gunting dg 2 tangan Puzzle: jumlahnya meningkat, ukurannya makin kecil Mengancingkan baju Belajar memegang alat tulis Memasang resleting Melepaskan terkontrol Menggenggam terkontrol Melepas baju Melepaskan Menggenggam Menjepit Menjangkau Merenggut Refleks Menggenggam Adapun Woolfson (2006) mendeskripsikan bagaimana keterampilan yang dapat dicapai oleh anak usia prasekolah dan bagaimana perlakuan yang seharusnya diterima anak dari orang-orang yang bertanggung jawab dalam tabel berikut ini: Usia Keterampilan Apa yang Dilakukan Jika berkonsentrasi dengan sungguhsungguh, anak dapat memegang benda kecil dengan tangan yang • Letakkan setumpuk balok kayu di depannya dan mintalah anak untuk menyusunnya, 129 3 – 3.5 tahun mantap dan menggerakkannya dengan cukup tepat tanpa menjatuhkan dari genggamannya. Anak lebih mahir menggunakan gunting, sebagian karena ukuran jari-jari dan tangannya yang bertambah besar tetapi juga karena genggamannya lebih matang. Mengenakan kancing dan membukanya kembali. Anak ingin melakukan sendiri berbagai hal dan bersedia bekerja keras untuk tugas ini. yang satu di atas yang lain. Anak mungkin berhasil menjaga keseimbangan delapan atau Sembilan buah balok dengan cara ini sebelum akhirnya menaranya tumbang. Anak senang berlatih sampai berhasil melakukannya. • Berikan gunting untuk anak dan biarkan anak memasukkan sendiri jari-jari tangannya. Setlah anak mengatakan bahwa dia dapat menggenggam dengan nyaman, berikan secarik kertas tebal berukuran besar kepadanya untuk digunting. Anak sekarang mampu menggunakan gunting memotong sepanjang kertas. • Masukkan kancing baju ke dalam lubangnya (semakin besar ukuran kancing semakin baik). • Keterampilan menggambar mengalami kemajuan demikian pesat sehingga anak dapat meniru secara akurat banyak garis dasar yang menjadi bagian dari huruf tertulis, walaupun anak belum dapat membentuk • Berikan pensil kepada anak untuk berlatih meniru gambar lingkaran, garis lurus vertical, garis lurus horizontal, dan garis bergelombang yang tidak terputus-putus. Tunjukkan kepadanya bagaimana garis-garis ini dapat disatukan 130 • 3.5 – 4 tahun • • • • • huruf dengan lengkap Koordinasi mata-tangan bertambah baik sehingga dapat menggunakan alat makan di masingmasing tangan. Anak menyukai aktivitas menantang yang menggunakan koordinasi tangan-mata dan siap mencobanya berkali-kali sampai sukses Pemahaman anak sudah mengalami kemajuan ditambah dengan pengendalian tangannya yang lebih baik berarti bahwa dia ingin menulis namanya asalkan anak mempunyai contoh tulisan untuk ditiru. Anak mulai berminat mengerjakan kegiatan rutin sehari-hari, seperti membasuh tangan, makan sendiri. Kendali anak atas pensil lebih matang. Memotong dan menggunting menjadi lebih baik dan akurat • • • • • • dengan berbagai cara untuk membuat pola menarik yang bervariasi. Tentukan saat anak harus menggunakan peralatan makan. Berikan segenggam manic-manik kayu warna warni yang tengahnya mempunyai lubang. Minta anak untuk membuat kalung dengan memasukkan beberapa ke dalam benang. Tunjukkan kepada anak saat kita menulis namanya dengan ukuran huruf yang besar dan jelas. Minta anak untuk berlatih mengikuti tulisan tersebut di bawahnya. Dorong anak agar mandiri dalam kebersihan diri sendiri dan kebersihan di lingkungan sekitarnya. Sediakan berbagai peralatan seperti cat, kapur tulis, krayon, pensil untuk melatih keterampilan menulis. Berikan sehelai kertas dan minta anak untuk membagi dua dan kembangkan dengan menggunting bagian sisanya menjadi dua. d. Asesmen Perkembangan Motorik Halus Anak Prasekolah 131 Teknik asesmen yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data mengenai pencapaian perkembangan motorik halus anak adalah dengan checklist perkembangan. Checklist perkembangan merupakan daftar sejumlah criteria yang telah ditetapkan sebelumnya untuk merekam hasil obervasi. Dengan checklist perkembangan, kita akan mengetahui rangkaian perkembangan yang ditunjukkan oleh anak. Berikut ini adalah contoh checklist perkembangan keterampilan motorik halus anak prasekolah (Gober dalam Nilsen, 2004): Nama Anak : Usia : Indikator Terobservasi Tidak terobservasi Perkembangan Motorik Halus Usia 3 tahun Meniru membuat lingkaran Memanipulasi plastisin, puzzle, gunting Membangun sesuatu Mulai memasang resleting, mengancingkan baju Usia 4 tahun Menggambar, melukis, menggunakan gunting Mandi sendiri Koordinasi mata tangan mulai berkembang Usia 5 tahun Merawat diri sendiri (menalikan tali sepatu, mengancingkan baju) Menggunting dengan akurat Memegang pensil dan gunting dengan tepat Dominasi tangan, kanan atau kiri Menggunakan lem dengan benar dan mudah Usia 6-8 tahun Menulis huruf dan angka dengan baik Menggambar orang dengan 132 pakaian dan bagian-bagian tubuhnya Contoh checklist untuk anak prasekolah (3-6 tahun) dapat juga berupa tanda cek seperti contoh berikut ini (Coughin, 2000): Nama Anak : Usia Anak : Jenis Kelamin : Guru : Indikator Tidak teramati Tahap Awal Berkem bang Konsisten 1. Menunjukkan kontrol Menunjukkan kecenderungan penggunaan tangan (kanan atau kiri) Mengambil dan menjumput benda dengan mudah Memegang alat tulis, gunting dengan pegangan yang benar 2. Menggunakan gerakan terkoordinasi Menunjukkan koordinasi mata tangan (memasukkan benang ke lubang jarum) Memasangkan dan 133 mencocokkan kembali kepingan benda kecil Menutup resleting dan mengancingkan baju Memotong menurut garis Menggambar atau menulis dengan terkontrol 3. Latihan a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah! b. Rekam dan catatlah perkembangan motorik halus anak secara detail menggunakan berbagai teknik asesmen! c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan indicator perkembangan motorik halus, komentar dan kesimpulan, dan tindak lanjut/stimulasi! g. Strategi Pengembangan Motorik Halus Ada 4 strategi yang dapat dipilih guru dalam melaksanakan kegiatan pengembangan motorik , yaitu : STRATEGI 1 Anak bekerja dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 5 anak. Setiap kelompok memiliki sebuah tugas khusus yang harus di hasilkan pada sentra tertentu. Pada 3 – 5 menit terakhir, anak berputar ke sentra yang lain. Guru memiliki kesempatan untuk memberikan penguatan dan arahan kepada anak dalam mengerjakan tugas tersebut, atau dapat membantu jika ada kesalahan yang 134 dilakukan anak. Hal ini dilakukan kepada semua kelompok. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa kegiatan finger play atau pengembangan keterampilan visual motor (koordinasi mata dan tangan). STRATEGI 2 Strategi I ditujukan untuk anak-anak yang berada dalam kelompok-kelompok yang cukup banyak. Untuk strategi 2, di setiap sentra memiliki 2 macam aktivitas yaitu A dan B, dimana masing-masing menggunakan konsep yang serupa. Misalnya sebuah tugas bi-manual (2 cara pengerjaan). Di setiap sentra kedua aktivitas telah digandakan sesuai dengan jumlah anak dalam kelompok. Sebagian anggota kelompok menyelesaikan tugas aktivitas sentra A (2 - 3 menit), ketika yang lainnya menyelesaikan aktivitas sentra B. Kelompok - kelompok tersebut kemudian berputar kegiatan pada sentra tersebut dan setelah menyelesaikan tugas/aktivitas kedua, berputar ke sentra lainnya. Keuntungan dari strategi ini adalah anak tidak perlu menetap pada suatu aktivitas dalam waktu yang lama. Untuk anak yang masih kecil - terutama anak yang berkesulitan konsentrasi- hal ini akan sangat bermanfaat. Sebagaimana strategi I, anak-anak harus menyelesaikan tugas yang yang telah ditentukan. STRATEGI 3 Strategi ini dapat dilakukan anak yang dibagi menjadi 4 - 5 perkelompok , dimana setiap kelompok bekerja pada sebuah sentra untuk semua sesion pembelajaran. Setiap sentra menyediakan berbagai aktivitas untuk area pengembangan/pengendalian motorik halus. Karena banyaknya aktivitas yang dilakukan maka strategi ini bersifat lebih produktif, sehingga dapat kita rekomendasikan bahwa orangtua atau anak yang lebih besar dapat menjadi tutor pada sentra-sentra tersebut. Sebagai contoh, Kelompok 1 bekerja dengan pensil dan kertas; Kelompok 2 bekerja membuat model/ benda tiruan; Kelompok 3 bekerja dengan arena fine-motor manipulation (kegiatan motorik halus dengan mengubah135 ubah); Kelompok 4 kegiatan permainan dan jual beli; dan Kelompok 5 kegiatan bermain bebas terstruktur.. Kelompok yang melakukan perputaran hanya satu yaitu Kelompok 3. Pada sesi berikutnya, kelompok akan tinggal di tempat yang sama dan bekerja di sentra yang berbeda. Oleh karena itu, anak diperbolehkan selama 2 - 4 minggu menyelesaikan perputaran (kegiatan pada sentra) tergantung pada berapa sesi dalam tiap minggu yang dapat dicapai. STRATEGI 4 Tempatkan anak ke dalam beberapa kelompok sehingga anak anak menghabiskan waktu 3 - 5 menit pada setiap aktivitas. Satu atau dua sentra memiliki ciri ‘teacher directed’ dan yang lainnya memiliki ciri melibatkan kegiatan bermain bebas terstruktur. Anak menjadi lebih bertanggung jawab untuk merancang kegiatan. (Jika orangtua bertindak sebagai asisten, dapat menggunakan 2 buah sentra yang berciri ‘teacher directed”) Berbagai Strategi untuk Pengayaan Gerakan Motorik Secara Kelompok atau Individual: Kegiatan latihan otot jari tangan dan keterampilan visual motor dilaksanakan dengan pemanasan dan penutupan kegiatan. CONCEPT APPROACH Aktivitas berbeda-beda tetapi berfokus pada satu konsep. Anak berputar pada beberapa kegiatan selama 3 - 5 menit. Strategi ini sangat baik bagi anak yang memiliki kesulitan yang serupa. TABLOID APPROACH Berbagai aktivitas yang berbeda dari berbagai area pengembangan /pengendalia motorik halus yang berbeda pula disiapkan untuk anak. Artinya, anak akan latihan beberapa aktivitas yang mereka sudah siap melakukannya, mereka akan 136 melakukan dengan baik karena aktivitas tersebut telah mereka alami dan ketahui kesulitannya. STRUCTURED FREE PLAY Strategi ini memberikan kesempatan bagi anak untuk menghabiskan waktu bereksperimen dengan berbagai bahan yang berbeda, menggunakan metode yang berbeda pula dalam berkarya. Umpan balik dalam teknik masih perlu diberikan. 3. Evaluasi 1. Lakukan kegiatan classroom observation untuk mendapatkan gambaran perkembangan motorik anak usia dini berdasarkan rentangan usia: a. Infant (0 - 1 tahun) b. Toodler (1 - 3 tahun) c. Kindergarten (3 - 4 tahun) d. Pre School (4 - 6 tahun) e. Primary School ( 6 - 8 tahun) 2. Diskusikanlah hasil observasi anda dan buatlah analisis perkembangan motorik anak usia dini tersebut. 3. Susunlah sebuah perencanaan dan perangkat pengembangan perkembangan motorik anak usia dini yang mencakup kegiatan dan media pengembangan motorik anak usia dini. 4. Daftar Pustaka Bredekamp, Sue (Editor), DAP in Early Childhood Programs Serving Children from Birth through Age 8, Washington DC: NAEYC. Bronson, Martha B., The Right Stuff for Children Birth to 8: Selecting Play Material to Support Development, NAEYC, Washington, DC, 1995. Hurlock, Elizabeth., Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 1998. 137 Landy, Joanne M., dan Burridge, Keith R., Fine Motor Skills & Handwriting Activities for Young Children, West Nyack, NY 10994, The Center For Applied Research, 1999. Woolfson, Richard C, Bayi Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan anak Anda, Batam Centre: Karisma Publishing Group, 2001. Woolfson, Richard C, Balita Yang Cerdas, Memahami dan menstimuli perkembangan anak Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001. Woolfson, Richard C, Anak Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan anak Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001 C. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran bahasa anak usia dini ini adalah a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran bahasa anak usia dini b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menyimak anak usia dini c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan berbicara anak usia dini d. Peserta Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan membaca anak usia dini e. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menulis anak usia dini 2. Isi/Paparan Materi Pendahuluan Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Seorang anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. 138 Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas. Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu system tanda, baik lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan system komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal. Bahasa dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang. Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dan memotivasi. PEMBELAJARAN BAHASA ANAK USIA DINI a. Landasan Teori Pemerolehan Bahasa Teori-teori yang digunakan untuk pengembangan bahasa bagi anak usia dini adalah 1) Teori Behaviorist dari Skinner a) Teori behaviorist Teori ini mendefinisikan pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku. Para behaviorist mempercayai bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan eksternalnya. Jadi kita perlu mengubah lingkungan pembelajaran agar dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku yang positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi 139 lagi, karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Behavioristist Pendidik perlu memberikan penguatan dalam bentuk pujian atau hadiah terhadap bicara anak walaupun belum lancar atau jelas pengucapannya. Hal ini akan mendorong anak untuk mau berbicara dengan siapapun. Guru menyiapkan perkembangan kondisi kelas atau bahasa anak. Misalnya sekolah yang mendorong agar anak menyukai bacaan, pendidik menyediakan buku-buku bacaan yang sesuai dengan usia anak dimana saja di sudut –sudut sekolah. Anak menyenangi tulisan, pendidik menyediakan alat-alat tulis (pensil, spidol, krayon, arang, dll) dan kertas (bisa kertas baru atau bekas). Dengan kondisi yang kita siapkan tersebut dapat mendorong anak memperoleh kemampuan bahasa. 2) Teori Nativist dari Chomsky a) Teori Nativist Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa ( Language Acquisition Devise /LAD). b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Nativist Pendidik tidak memaksa kehendak pada anak, bahwa anak memiliki kemampuan. Mereka bukan makhluk Tuhan yang kosong tetapi makhluk 140 yang sudah memiliki potensi tinggal dikembangkan. Peran pendidik adalah menjadi model, memfasilitasi dan memotivasi. 3) Teori Constructive dari Piaget, Vygotsky, Gardner a) Teori Constructive Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain. Dengan berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia- usia tertentu, tetapi melalui interaksi social, anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Contructive Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan. Sementara anak melakukan kegiatan, anak perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi. Jika anak mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan membantu anak memecahkan persoalan sehingga anak dapat belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas. 2. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini b. Isi/Paparan Materi 1) Konsep Dasar Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Kita penting. semua menyadari bahwa bahasa merupakan suatu hal yang Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan 141 orang lain. Berkomunikasi sebagai kebutuhan dasar bagi setiap anak karena merupakan mahkluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan sesamanya. Anak selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas. Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari halhal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi. Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan. Dengan adanya bahasa, satu individu dengan individu lain akan saling terhubungkan melalui proses berbahasa. Badudu (1989) mendefiniskan bahasa sebagai alat penghubung atau komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya. Sementara Bromley (1992) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal. Pengembangan keterampilan berbahasa pada anak usia dini mencakup empat aspek, yaitu: berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang bersifat produktif karena anak dituntut untuk menghasilkan bahasa. Sebaliknya, keterampilan menyimak dan membaca bersifat reseptif karena anak lebih banyak menyerap bahasa yang dihasilkan oleh orang lain. Keterkaitan antara keempat aspek keterampilan ini dapat dilihat pada bagan berikut ini: 142 Menurut teori nativisme, terdapat keterkaitan antara faktor biologis dan perkembangan bahasa. Pada saat lahir, anak telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini menjelaskan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara kemampuan intelegensi dan pengalaman pribadi anak. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Hal ini dkarenakan anak memiliki alat penguasaan bahasa (language acquisition device) dan mampu mendeteksi kategori bahasa tertentu. Selanjutnya, teori behavioristik lebih mengedepankan peran perlakukan lingkungan setelah anak dilahirkan. Ketika dilahirkan, anak tidak memiliki kemampuan apapun. Belajar bahasa harus dengan pengkondisian lingkungan, proses imitasi dan diberikan penguatan. Dengan demikian, pengkondisian lingkungan menjadi sebuah faktor yang sangat kritis karena lingkunganlah 143 yang perlu memberikan pengaturan pada stimulus dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Jika stimulasi bahasa yang diberikan kepada anak baik maka konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan oleh anak juga akan baik. Berbeda dengan kedua teori sebelumnya, teori konstruktivisme memandang bahwa ketika anak memperlajari bahasa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya: peran aktif anak terhadap lingkungan, cara anak memproses suatu informasi, dan menyimpulkan struktur bahasa. Melalui proses interaksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Keterampilan berbahasa pada anak usia dini berkembang sangat cepat. Dalam fase kehidupan anak usia dini yaitu rentang usia 0-8 tahun, bahasa digunakan dengan cara yang semakin baik seiring dari hari ke hari. Hal ini sebagian terjadi karena anak memahami aturan bahasa dengan lebih baik, sebagian karena kosakatanya bertambah banyak, dan sebagian karena keterampilan belajarnya lebih baik. Anak mulai menggunakan bahasa bukan hanya untuk mengkomunikasikan kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk mendengarkan perasaan dan pandangan orang lain. Kalimatnya menjadi lebih panjang, dengan struktur tata bahasa yang lebih canggih, dan juga mengandung lebih banyak arti. Seorang anak berusia 5 tahun pada umumnya dapat memberikan kontribusi yang baik pada percakapan apapun dengan anak-anak lain dan orang dewasa. Keterampilan berbahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif dan kompetensi sosial anak. Menurut Howard, Shaughnessy (et.al) dalam Jalongo (2007) dijelaskan bahwa anak yang belajar berbicara dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain cenderung lebih berkembang dalam kemampuan keaksaraan dan belajar beragam pengalaman. Sebaliknya, anak yang gagal dalam perkembangan keterampilan berbahasa sesuai usianya 144 memiliki resiko dalam kehidupan sosialnya, bermasalah dalam keterampilan membaca, dan kesulitan akademik lainnya di sekolah. Menurut Neuman (2000), beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh guru dan orang dewasa dalam pengembangan bahasa anak antara lain: a) Berbicaralah (dua arah – ada interaksi timbal balik) dengan anak, libatkan anak dalam percakapan sehari-hari. b) Berbicara dua arah kepada anak tidak sama dengan orang dewasa berbicara dan anak lebih banyak menyimak apa yang orang dewasa katakan. Dalam berbciara dua arah, kita meminta anak untuk ikut serta terlibat dalam percakapan. Anak memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban, menanggapi pembicaraan, menunjukkan ketidaksetujuan, dsb. Melalui pengalaman seperti ini, anak akan belajar kosa kata baru dan berbicara dalam berbagai konteks yang sangat penting bagi anak dalam memperluas pengalamannya dalam berbahasa. c) Bacakan dan ulangi bacaan cerita dengan teks yang dapat diprediksi oleh anak. d) Dengan seringnya kita membacakan buku cerita bagi anak, bukan hanya nilai moral yang dapat kita tanamkan, akan tetapi anak juga akan belajar bahwa tulisan dan gambar yang ada dalam buku cerita sebenarnya memiliki arti. Anak akan belajar memahami sebuah simbol dan memprediksi kelanjutan sebuah cerita. e) Semangati anak untuk menceritakan pengalaman dan mendeskripsikan ide dan kejadian yang penting bagi mereka. f) Anak prasekolah memiliki peningkatan pengalaman yang lebih luas dibandingkan pada masa sebelumnya. Anak tentu akan senang sekali menceritakan pengalaman yang mereka dapatkan sepanjang hari ketika bermain dengan teman-temannya. Kita juga sebaiknya memberikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan gagasan yang dimilikinya sekaligus untuk memupuk kepercayaan diri mereka. g) Kunjungi perpustakaan secara teratur. 145 h) Mengunjungi perpustakaan secara teratur tidak hanya menumbuhkan kesadaran akan budaya keaksaraan. Akan tetapi anak akan belajar bahwa perpustakaan dapat menjadi tempat utama untuk mempelajari dunia di sekitar mereka dengan membuka banyak buku. Jika memungkinkan, kita dapat meminta orang tua untuk membuat perpustakaan di rumah masing-masing dan memanfaatkannya semaksimal mungkin. i) Sediakan kesempatan bagi anak untuk menggambar dan mencetak, menggunakan alatalat menulis. j) Pengalaman ini akan membantu anak mengungkapkan pengalaman pribadinya melalui coretan (tertulis). Berikan pengalaman kepada anak untuk menggunakan peralatan menulis seperti menulis menggunakan pensil, krayon atau spidol sedini mungkin. 2). Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Banyak hal yang mempengaruhi kebiasaan mendengarkan. Hal yang paling berpengaruh adalah kapasitas meliputi pengaruh kemampuan psikologis kemampuan auditory. Selanjutnya adalah persepsi secara auditori(membedakan suara, mengabung suara, dan menyimpan kedalam ingatan), Berikut merupakan tahapan perkembangan mendengar anak (yang sesuai dan yang mengkuatirkan/red flags). a). Usia 3-4 tahun (1) Mengingat permainan (2) Memahami konsep sederhana (besar/sedikit, hari ini, waktu tidur) (3) Menikmati mendengarkan cerita yang sama yang diulang-ulang (4) Menggabungkan kata-kata dan kalimat dari awal berdiskusi ke diskusi selanjutnya dengan buku yang sama (5) Menunjukan dan memberi mnama hewan-hewan yang berbeda (6) Mampu mamahami dua perintanh secara langsung (contoh :pertama, pakai jaketmu, kemudian pakai topimu) 146 (7) Mencocokan secara khusus suara-suara musik terhadap alat-alat yang menghasilkan sura tersebut (contoh : piano, gitar, drum) (8) Menanggapi secara tapat pertanyaan-pertanyaan selama bercakap (9) Menegakan jari tangan dengan benar dalam menanggapi pertanyaan” berapa umurmu?” (10) Memahami dan memberi definisi obyek yang mereka gunakan (11) Memahami perbandingan sederhana (contoh : besar, lebih besar, paling besar) (12) Memahami pernyataan kondisi (contoh: jika/lalu karena) (13) Memahami “hanya berpura-pura” dengan kenyataannya (14) Mempelajari kata-kata yang berhubungan dengan masa lalu (contoh : kemarin), saat ini (contoh : hari ini) dan akan datang “ contoh : besok” (15) Dapat berbocara secara singkattenatng apa yang dilakukan (16) Berusaha untuk menyamai gaya berbicara orang dewasa. b). Usia 5-6 tahun (1) Dapat mengenali warna dan bentuk dasar (2) Dapat menunjukan pemahaman emngenai hubungan temapat (diatas, dibawah, didekat, disamping) (3) Mampu merasakan perbedaan nada (tinggi/rendah) dan mengerti “tangga nada” (4) Dapat melakukan hal yang membutuhkan petunjuk yang lebih banyak (contoh: ya, kamu boleh pergi, tapi kamu perlu pakai sepatumu”) (5) Mampu menjaga informasi dalam urutan yang benar (contoh : mampu menceritakan kembali sebuah cerita secara terperinci) c). Daftar Perkembangan “Red Flags” untuk preschool/SD awal (1) Anak merasa lebih tidak nyaman ketika berada di lingkunganyang bising atau dudukmenajuh dari pembicara 147 (2) Anak tidak menanggapi pernyataan atau pertanyaan yang terasa tidak menyyeanagkan anak-anak dalam kelompok (contoh : siapa yang ingin membantu memberi makan kelinci?” (3) Anak sering mengatakan “apa?” atau “huh?” (4) Anak cukup mengalami kesulitan untuk mengikuti petunjuk ketika tidak melihat wajah pembicara. DAFTAR PERKEMBANGAN BERBICARA ANAK No. Usia 1. Lahir -3 bulan 2. 4-6 bulan 3. 7-12 bulan 4. 12-24 bulan Proses Berbicara - anak membuat suara yang menyenangkan - anak akan mengulangi suara yang sama secara berulang-ulang (seperti ocehan) - anak akan menangis dengan cara berbeda untuk menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal : menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan) - anak akan berceloteh ketika sendirian - anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi atau gerakan tubuh) secara berulang ketika bermain - anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya - anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya - anak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara - anak akan berceloteh dengan kata-kata sederhana : “ma-mam”, “da-da”’ tapi masih belum jelas pengucapannya - anak telah dapat menggunakan berbagai bunyi huruf konsonan pada awal kata - anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh : mau minum, mama ma’em, dll. - Anak dapat bertanya dengan 2 kata sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu 148 5. 24-36 bulan - - 6. 4-6 tahun - apa?” Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian orang dewasa dengan mengatakan nama benda yang dimaksud. Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhan Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian Anak memahami tata bahasa secara sederhana, misal “aku mau naik sepeda” Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih rumit Misal : “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus.” Daftar kemampuan mendengar dan berbicara pada anak usia prasekolah diharapkan pendidik dapat menggunakan daftar tersebut dalam membuat perencanaan pembelajaran. Kegiatan yang akan dirancang dalam perencanaan pembelajaran harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak secara individu. 4). Tahapan Perkembangan Menulis dan Membaca (1). Tahapan Perkembangan Menulis Anak Usia Dini a) Scribble stage (tahap mencoret atau membuat goresan) Pada tahap ini anak mulai membuat tanda-tanda dengan menggunakan alat-alat tulisan. Anak mulai belajar bahasa tulisan. Biasanya dilakukan di dinding, kertas atau apa saja yang dianggapnya dapat ditulis. Orang tua dan guru pada tahap mencoret dapat menjadi model dan menyediakan bahan untuk menulis seperti cat, buku, kertas dan krayon. Orang tua b) Linear repetitive stage (Tahap pengulangan secara linear) 149 Tahap selanjutnya dalam perkembangan menulis adalah tahap pengulangan secara linear. Pada tahap ini, anak menelusuri bentuk tulisan yang horizontal. Tulisan yang dihasilkan anak seperti membuat gambar rumput. Orangtua dan guru memberi kegiatan yang berkaitan dengan tulisan, misalnya bermain peran di restoran, dimana seorang pramusaji menuliskan menu yang akan dipesan oleh pelanggan, atau seorang dokter yang akan menulis resep obat. Kegiatan tersebut akan membantu anak untuk menyenangi menulis. Biasanya anak akan ingat kata apa saja yang ditulis walaupun bentuk tulisannya seperti rumput. c) Random letter stage (Tahap Menulis secara random) Pada tahap ini, anak belajar tentang berbagai bentuk yang dapat diterima sebagai suatu tulisan walaupun huruf yang muncul masih acak. Pada tahap ini orangtua dan guru dapat memberi kegiatan menceritakan gambar yang dibuat oleh anak. Kegiatan ini membantu anak untuk menuangkan ide pada gambar menjadi tulisan walaupun kata yang muncul tidak utuh (hurufnya acak), contoh: anak ingin menulis kata ” aku pergi ke taman safari” tetapi yang muncul ”aku pgi k tmn sfri”. d) Letter Name writing or phonetic writing Stage (tahap menulis tulisan nama) Pada tahap ini, anak mulai menyusun hubungan antara tulisan dan bunyi. Permulaan tahap ini sering digambarkan sebagai menulis tulisan nama karena anak-anak menulis tulisan nama dan bunyi secara bersamaan. Sebagai contoh, anak menulis kata “dua” dengan “duwa”, “pergi” dengan “pegi”, “sekolah” dengan “skola”. Pada tahap ini anak menulis sesuai dengan apa yang ia dengar. 2) Tahapan Perkembangan Membaca Anak Usia Dini a) Tahap Magical Stage (Tahap fantasi) 150 Anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak-balikkan buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. b) Self Concept Stage (Tahap Pembentukan Konsep Diri Membaca Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan c) Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar ) Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalnya serta sudah mengenal abjad d) Take Off Reader Stage (Tahap Pengenalan Bacaan) Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu,pasta gigi atau papan iklan e) Independent Reader Stages (Tahap Membaca Lancar) Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahanbahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca. Usia Proses Mendengar/ Memahami Proses Berbicara 151 Lahir-3 bulan 4-6 bulan 7-12 bulan • bayi terbangun ketika mendengar suara yang keras (biasanya reaksinya adalah menangis) • bayi mendengar orang lain berbicara dengan cara memperhatikan orang yang berbicara • bayi tersenyum ketika diajak bicara • bayi mengenali suara pengasuhnya dan menjadi berhenti menangis ketika diajak ngobrol • anak sudah dapat merespon nada suara (lembut ataupun keras) • anak akan melihat sekeliling untuk mencari sumber bunyi (contoh : bunyi bel, telepon atau benda jatuh) • anak akan memperhatikan bunyi yang dihasilkan dari mainannya (misal : memukul-mukul mainan ke lantai) • anak menyukai permainan „ciluk-ba‟ • anak akan mendengarkan ketika diajak berbicara • anak mengenali katakata yang sering ia dengar, misal : susu, mama, dll. • anak membuat suara yang menyenangkan • anak akan mengulangi suara yang sama secara berulang-ulang (seperti ocehan) • anak akan menanagis dengan cara berbeda untuk menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal : menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan) • anak akan berceloteh ketika sendirian • anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi atau gerakan tubuh) secara berulang ketika bermain • anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya • anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya • anak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara • anak akan berceloteh 152 12-24 bulan • anak sudah dapat memahami perintah dan pertanyaan sederhana, contoh : “mana bolanya?”, “ambil bonekanya” • anak akan menunjuk benda yang dimaksud ketika ditanyai • anak dapat menunjuk beberapa gambar dalam buku ketika ditanyai 24-36 bulan • Anak bisa memahami • dua perintah sekaligus (contoh : “ambil bolanya dan ditaruh di kursi”) • Anak sudah dapat • memperhatikan dan memahami berbagai sumber bunyi (misal : suara TV, pintu ditutup, • dll) • Anak telah memahami perbedaan makna dari • berbagai konsep, misal : “jalan-berhenti”, “di dalam-di luar”, “besarkecil”, dll) • • 4-6 tahun • anak telah dapat menggunakan berbagai bunyi huruf konsonan pada awal kata • anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh : mau minum, mama ma‟em, dll. • Anak dapat bertanya dengan 2 kata sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu apa?” Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian orang dewasa dengan mengatakan nama benda yang dimaksud. Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhan Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian Anak memahami tata bahasa secara sederhana, misal “aku mau naik sepeda” Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih rumit misal: “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus.” 1. Latihan a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah! 153 b. Rekam dan catatlah perkembangan bahasa anak secara detail menggunakan berbagai teknik asesmen! c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan indicator perkembangan bahasa, komentar dan kesimpulan, dan tindak lanjut/stimulasi! d. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini 1) Prinsip Pembelajaran Bahasa Prinsip pembelajaran bahasa untuk anak usia dini adalah interaksi aktif. Ada tiga hal penting yang menjadi sumber pembelajaran bahasa bagi anak di kelas, yaitu : 1) Anak Anak perlu dirangsang untuk dapat saling bercakap-cakap satu dengan yang lainnya. Dengan interaksi aktif antar anak, maka bahasa anak akan berkembang dengan cepat. Karena itu di lembaga PAUD perlu menggabungkan anak dari berbagai usia. Harapannya adalah anak yang lebih tua dapat mencontohkan bahasa yang lebih kaya kepada anak yang lebih muda, demikian sebaliknya anak yang lebih muda akan banyak belajar dari anak yang lebih tua. 2) Orang dewasa (tutor/pendidik) Orang dewasa yang hanya diam di dalam kelas kurang mendukung perkembangan bahasa anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat diperkuat oleh pendidik dengan ucapan-ucapan yang menggali kemampuan berpikir anak lebih tinggi yang tentunya akan terucap melalui percakapannya dengan pendidik. Pendidik menggali dengan pertanyaanpertanyaan terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif. Karena itu perlu pendidik yang aktif akan memberikan pengalaman pada anak dalam menggunakan bahasa yang tepat. Pendidik juga perlu mengucapkan kalimat 154 dengan bahasa yang benar. Jika orang dewasa memberikan contoh kata-kata yang keliru, maka anak akan meniru kata-kata tersebut. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa anak, antara lain: a) Pembelajaran bahasa bagi anak-anak menjadi mudah apabila mereka memiliki lingkungan dan stimulasi yang tepat. b) Bayi belajar dan mendapat ide untuk “bicara” dari mendengar orangorang disekitarnya bercakap-cakap. c) Anak siap belajar untuk membuat suara dari bahasa yang ia pelajari. Bila seorang anak hidup dalam lingkungan dimana dua bahasa dipakai maka ia akan dapat membunyikan suara kedua bahasa tersebut. d) Pertama-tama kita harus menjadi pendengar yang baik. Bicaralah sebanyak mungkin dengan bayi dan mencoba membuat percakapan pribadi dengan mereka. Usahakan agar anak melihat bahasa tubuh anda. e) Biarkan anak memahami perkataan dan perasaan kita dengan cara mencocokkan apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan atau yang kita katakan dengan ekspresi wajah kita. f) Sangatlah penting untuk mengaitkan antara perkembangan bahasa dengan perkembangan lingkungan dan sosial anak-anak. Kurikulum seharusnya diletakkan pada kerangka budaya. g) Belajar membaca dan menulis akan terserap jauh lebih cepat dan efektif oleh anak-anak yang sudah memiliki latar belakang pemahaman dan kemampuan verbal. h) Untuk menambah kosa-kata anak, pendidik harus menggunakan kata-kata tersebut secara ekspresif. Penggunaan kosa-kata baru sebaiknya dilakukan berulangkali. Dan kata-kata tersebut hendaknya bermakna dan menyentuh perasaan anak-anak sehingga tidak mudah dilupakan. 3) Lingkungan 155 Lingkungan tempat anak itu berada juga harus merupakan lingkungan yang aktif, yaitu lingkungan yang kaya dengan bahasa. Orang dewasa bisa meletakkan banyak kata di lingkungan bermain anak. Di mana-mana anak dapat melihat tulisan sehingga menolong anak dalam mempelajari keaksaraan. Pendidik yang aktif akan membawa lingkungan di luar anak yang kaya dengan bahasa ke dalam pikiran anak dan juga mengeluarkan segala sesuatu yang ada di dalam pikiran anak ke luar melalui bahasa yang diucapkan anak. Dengan demikian pengetahuan anak akan terus bertambah. b. Kegiatan Membaca dan Menulis 1) Persiapan untuk membaca: a) Bagaimana cara membalik halaman, dari kiri ke kanan, membalik ke depan kembali) b) Istilah-istilah buku (halaman, cover, pengarang, gambar cetakan) c) Persamaan dan perbedaan antara penyebutan dan bahasa dengan tulisan. d) Dasar elemen cerita (tempat, karakter, alur cerita) e) Bagaimana bertanya dan menjawab pertanyaan. Saat mengevaluasi ilustrasi yang ada pada buku anak, lihatlah ilustrasi yang “dapat dimengerti, merangsang emosional dan respon emosional yang besar, dapat melatih imajinasi pembaca. Dalam buku bergambar, harus ada salah satu dari kelima elemen (garis, warna, tekstur, bentuk, dan penyusunan atau komposisi) untuk melengkapi cerita. Ajari anak untuk melihat ilustrasi sebagai bagian dari pengalaman mereka dalam membaca buku cerita. Salah satu tantangan dalam menggunakan kesusastraan adalah mencocokan buku dengan anak atau kelompok anak. Dibawah ini ada tips memilih buku untuk anak yang merujuk pada perkembangan karakteristik anak. 2) Tips memilih buku yang tepat untuk anak usia dini. a) 0-2 tahun 156 Pengembangan karakteristik: menjelajahi dunia lewat sensorik input dan aktivitas motorik membangun (Piaget); berhubungan basic trust (Erikson); dengan mempesona permasalahan dengan kebiasaan baik/buruk dan pemberian hadiah/sanksi (Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang mudah didapat, awet, tidak asing, berwarna-warni, interaktif. b) 2-4 tahun. Pengembangan karakteristik: melanjutkan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan memperoleh konsep dasar; umur dimana garis antara fantasi dan kenyataan tidak tergambar dengan jelas (Piaget); berhubungan dengan permasalahan kemerdekaan hak dan kenyataan diri (Erikson); umumnya ingin menyenangkan orang lain (Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang ringkas, dan mempunyai alur cerita yang sederhana dengan akhir yang menyenangkan; irama, persamaan bunyi, pengulangan; dan prilaku baik/buruk. c) 4-7 tahun. Pengembangan karakteristik: menampilkan operasi mental dasar (Piaget); berhubungan dengan masalah memperoleh kompetensi dan keahlian baru yang dapat mengarahkan penyelesaian (Erikson); melihat perilaku yang menyesuaikan dengan ekspetasi peran perempuan/laki-laki. Buku yang tepat: Buku yang mempunyai imajinasi dan fantasi dan komedi; juga buku dongeng, buku yang berisi informasi. d) 7-9 tahun. Pengembangan karakteristik: mulai mengerti waktu; mulai menguasai ideide abstrak lainnya dan membangun sosial (pendapat) (Piaget); mulai mandiri (Erikson); mulai meneliti tentang aturan, hukum, dan mulai menghormati wewenang yang yang sudah tersusun dalam masyarakat (Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang memiliki fantasi yang tinggi dan petualangan dan dapat menjelajahi waktu lampau dan masa depan. 157 Menari dengan misteri, memecahkan masalah dan mengidentifikasi karakter. Menikmati non fiksi, biografi dan petualangan. 3.Evaluasi a. Buatlah perencanaan pembelajaran bahasa untuk anak usia 3 sampai 6 tahun. b. Buatlah media pembelajaran bahasa yang sesuai dengan perencanaan yang anda buat. c. Persiapan draf pengaturan kelas yang akan disediakan untuk anak sesuai dengan perencanaan. d. Daftar Pustaka Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood Education, Allyn and Bacon : Boston, 2006 Bromley, Karen D’Angelo., Language Arts: Exploring Connections 2nd Ed, Allyn & Bacon:Boston, 1992 Gestwicki, Carol., Developmentally Appropriate Practice Curriculum and Development in Early Education 3rd Ed, Thomson Delmar : New York, 2007 Gordon, Ann Miles & kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations in Early Childhood Education, Thomson Delmar : New York, 2004 Hohmann, Mary & David P. Weikart, Educating Young Children, High Scope : Michigan, 1995 Jalonggo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts 4th Ed, Pearson Education : Boston, 2007 Morrison, George S, Early Childhood Education Today, Pearson Prentice Hall : New Jersey, 2007 Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson, Approaches to EarlyChildhood Education 4th Ed, New Jersey : Pearson Prentice Hall, 2005 Sonawat, Reeta ang Jasmine M. Francis, Language Development for Preschool Children, Mumbay : Multi Tech Publishing, 2007 158 Warner, Laverne & Judith Sower., Educating Young Children, Boston : Pearson Education, 2005 Weaver, Constance., Understanding Whole Language, Irwin Publishing : Toronto, 1990 D. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti workshop, diharapkan PLPG mampu: 2. Memahami karakteristik perkembangan social emosi anak usia dini 3. Memahami tahapan perkembangan social emosi anak usia dini 4. Memahami berbagai aspek perkembangan anak yang perlu distimulasi 5. Memahami peran pendidik dalam pengembangan kemampuan sosial dan emosi anak 6. Mengetahui peran lingkungan, termasuk pengaruh sosial dan budaya dalam pengembangan kemampuan sosial dan emosi anak 2. Isi/Paparan Materi b. Latar Belakang Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara optimal. Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta kemampuan mengekspresikan emosi secara positif dan wajar. Hal ini terkandung dalam kompetensi pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan 159 hidup bersama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan kecakapan akademik kognitif saja, melainkan kecakapan afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik. Untuk memperoleh ketrampilan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama bagi anak yang berperan penting dalam mengembangkan sikap dan perilaku anak agar sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat. Lingkungan sekolah juga memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana sebagian aktivitas anak dilakukan di sekolah dengan bimbingan pendidik/guru. Kerjasama yang terjalin antara pihak keluarga dan pihak sekolah akan memberikan pengaruh positif bagi kemajuan perkembangan anak. Dengan bimbingan pendidik yaitu orang tua dan guru, anak akan berkembang optimal dan dapat menghadapi berbagai tantangan di lingkungan. Masa usia dini adalah periode terbaik bagi anak untuk belajar mengembangkan kemampuan sosialisasi dan mengekspresikan emosi secara positif. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan keterlibatan pendidik , dalam hal ini guru untuk memfasilitasi anak dalam belajar proses sosial. Berkaitan dengan hal tersebut, diharapkan materi tentang pengembangan sosial dan emosi anak pada modul ini dapat menambah wawasan guru tentang tahapan perkembangan emosi dan sosial pada anak dalam ragka membimbing anak untuk mengekspresikan emosi dan beradaptasi sesuai dengan harapan sosial. Para guru juga diharapkan dapat mengembangkan berbagai kegiatan yang dapat memfasilitasi anak mengembangkan ketrampilan sosial dan emosinya. c. Perkembangan Sosial Emosi Anak Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, 160 pikiran dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi adalah proses dimana anak mengembangkan ketrampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Emosi anak perlu dipahami para guru agar dapat mengarahkan emosi negative menjadi emosi positif sesuai dengan harapan sosial. Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa perkembangan sosial emosional mencakup: kompetensi sosial (kemampuan dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap pemahaman, tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orangl lain), perilaku prososial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan aman, dan mendukung orang lain) serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain). Perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak tidak terlepas dengan kondisi emosi dan kemampuan anak merespon lingkungannya di usia sebelumnya. Bayi yang mendapat pengasuhan dan perawatan secara baik dimana kebutuhannya secara fisik dan psikologis terpenuhi, akan merasa nyaman dan membentuk rasa percaya terhadap lingkungan sekitarnya.Sebaliknya, bayi yang tidak terpenuhi kebutuhannya, dimana mendapatkan penolakan dari orang tua atau pengasuhnya, akan mengembangkan rasa cemas dan membentuk rasa ketidakpercayaan dengan lingkungan sekitarnya pula. Dengan demikian, mereka memiliki potensi mengalami masalah kesehatan secara fisik dan mental di tahap kehidupannya. 161 Erikson menyatakan bahwa individu, termasuk anak, tidak hanya mengembangkan kepribadian yang unik tetapi juga memperoleh ketrampilan dan sikap yang dapat membantunya menjadi aktif dan bermanfaat sebagai bagian dari masyarakat. Erikson juga memberikan penjelasan tentang adanya perkembangan yang bersifat alamiah dan pengaruh budaya. Selain itu perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak juga dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pada usia pra sekolah, anak sudah mulai menyadari bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi. Namun demikian, hal ini bukan berarti anak sudah mampu mengendalikan perasaan atau emosinya saat harapannya tak dapat diperoleh. Kemampuan sosialisasi dan emosi anak akan berkembang seiring dengan penambahan usia dan pengalaman yang diperolehnya. Aspek kognitif juga berperan penting dalam hal ini dimana dengan kematangan di segi kognitif, anak dapat membedakan hal yang baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat. d. Pengertian Sosialisasi Dalam bersosialisasi, anak mengalami suatu proses untuk berperilaku sesuai dengan norma atau adat istiadat di lingkungan sosialnya. Proses sosialisasi pada anak tidak selalu berjalan lancar karena anak memiliki keterbatasan. Seiring dengan bertambahnya usia anak dan meningkat tahap perkembangannya, anak akan belajar bersosialisasi dengan lebih baik. Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. Sosialisasi pada anak merupakan reaksi anak terhadap rangsangan dari dalam diri maupun reaksi anak terhadap situasi di lingkungannya. Sosialisasi merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan ‘ socialization is the process by which children learn to behave in acceptable manner, as 162 defined by culture of which the family is apart. Drever mengemukakan pengertian sosialisasi yaitu suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan social dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut. e. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial Ada beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi yaitu: (1) lingkungan keluarga; (2) lingkungan sekolah; (3) lingkungan kelompok masyarakat; (4) factor dari dalam diri anak . Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak. Di dalam keluarga, anak diajrkan dan dibiasakan dengan norma-norma social untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan social. Keutuhan keluarga, pola asuh, status ekonomi , tauladan orang tua akan memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi. Lingkungan sekolah juga berpengaruh besar terhadap kemampuan sosialisasi anak, mengingat anak menggunakan sebagian waktunya di sekolah. Di sekolah anak belajar bergaul dan melakukan berbagai aktivitas bersama teman sebaya. Di sekolah pula anak mendapatkan berbagai pengalaman yang mungkin tidak diperoleh di rumah. Lingkungan masyarakat membawa pengaruh besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi. Dalam lingkungan masyarakat, anak dibesarkan dan mendapat pengalaman berinteraksi dengan banyak orang. f. Proses Sosialisasi Dalam bersosialisasi, anak membutuhkan keterampilan agar dapat melakukan proses sosialisasi yaitu 1) proses imitasi; 2) proses identifikasi; 3) proses internalisasi. Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru perilaku yang dapat diterima secara sosial. Proses imitasi ini dilakukan ketika anak melihat secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model. Setelah melakukan proses imitasi, anak melakukan proses identifikasi. Proses 163 identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada anak , dimana anak ingin menjadi seperti orang yang dicontoh. Dalam proses identifikasi, anak berusaha berperilaku sesuai dengan orang yang ditirunya. Proses internalisasi adalah proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik dan buruk. Bandura mengemukakan tahapan/fase yang dilalui individu dalam mengamati perilaku tertentu yaitu: 1) Memperhatikan (attention), 2) Menyimpan (retention), 3) Mereproduksi (reproduction), 4) Motivasi (motivation). Sebagai contoh, anak akan mengamati perilaku orang dewasa melalui tahapan tersebut. Hal ini berarti jika orang dewasa membentak, mengancam, memukul dan sebagainya, maka akan diperhatikan anak, tersimpan dalam memori, dicontoh dan memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Sosialisasi melibatkan 3 proses yaitu (1) belajar berperilaku sesuai dengan harapan sosial; (2) bermain sosial sesuai dengan peran yang diharapkan; (3) pengembangan sikap sosial. 1). Arah Perkembangan Imitasi Tidak ada keraguan lagi bahwa peniruan yang bersifat selektif terjadi pada usia 7 atau 8 bulan yang kemudian akan menjadi lebih sering dan kompleks dalam beberapa tahun berikutnya. Bayi berusia 1 tahun meniru gerak siyarat,suara, dan perilaku lain yang dilihat dan didengar, walaupun mungkin mereka lebih meniru perilaku yang dapat mereka lihat sendiri ( misalnya gerakan tangan), disbanding tindakan yang tidak dapat mereka lihat sendiri (misalnya mengeluarkan lidah). Aksi meniru yang terlambat mungkin terjadi sebelum usia 2 tahun. Seorang anak berusia 15 bulan, memandang dengan diam pada ibunya yang sedang memutar telpon,beberapa menit,jam atau minggu kemudian anak itu akan mengulangi tindakan tersebut diatas. Koordinasi motor yang diperlukan akan 164 memutar nomor telepon telah lama ada didalam daftar pikiran anak sebelum tindakan meniru terjadi. Hal serupa terjadi jika seorang anak usia 20 bulan, melihat pada seorang peneliti laboraturium yang meletakan sebuah balok kayu pada sebuah tempat kayu dan berkata,” boneka ini amat lelah dan kita harus meletakkannya ditempat tidur. Selama tidur boneka”. Anak itu gagal meniru sebagian kejadian itu selama 20 menit berikutnya. Tetapi jika ia memasuki ruang yang sama sebulan kemudian dan melihat mainan yang sama, ia segera akan meletakkan balok kayu itu pada sebuah tempat kayu dan mengatakan,”selamat tidur”. Aksi meniru meningkat frekusensinya antara usia 1 dan 3 tahun, namun kemungkinan meniru suatu tanggapan tertentu tergantung dari jenis perilaku. Jenis perilaku ini ada 3 bentuk , yaitu : a) Meniru sejumlah variasi dari gerakan. Contoh bentuk ini adalah jika ada seorang dewasa menggerakkan sebuah balok sepanjang meja. b) Meniru perilaku social. Misalnya seorang dewasa meletakkan sebuah tirai didepan wajahnya dan mengintip dari samping dua kali. c) Meniru yang membutuhkan koordinasi dua tindakan terpisah di dalam satu deretan gerak motorik. Contohnya adalah orang dewada yang mengangkat sebuah cangkir kuningan dengan sebuah tali dan memukulnya tiga kali dengan tangkai baja. Dari hasil penelitian dengan menggunakan jenis-jenis perilaku tersebut, dapat diketahui bahwa perilaku motorik akan segera ditiru, karena didapat hasil pada anak usia 2 tahun bahwa mereka meniru sebanyak 80 % dari model yang diberikan, dan perilaku social merupakan perilaku selanjutnya yang sering ditiru. Sedangkan peniruan dari deretan yang terkoordinasi jarang terjadi sebelum 18 bulan, namun meningkat antara usia 1,5 dan 2 tahun. 165 Anak – anak melihat model ditelevisi/ film dan contoh yang hidup. Sebelum ulang tahun yang kdeua, anak- anak meniru contoh di televisitidak sesering mecontoh orang dewasa yang hidup, tetapi pada saat menjelang usia 3 tahun mereka sama seringnya meniru kedua contoh tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa anak mudah meniru sebagian besar perilaku dan mereka mendapatkan keterangan yang diberikan di televise pada usia muda. Dari hasil penelitian para ahli, terdapat beberapa hipotesismengenai faktor-faktor yang menentukan dalam imitasi, yaitu: (1). Pengaruh Ketidakpastian Salah satu pengaruh yang mungkin dalam meniru selama 2 tahun pertama adalah ketidakpastian anak mengenai kemampuannya dalam menjalankan suatu tindakan yang telah disaksikannya. Pengamatan anak-anak menunjukkan bahwa mereka mungkin meniru perilaku yang sedang dalam proses pemahaman mereka. Mereka tampaknya kurang suka meniru tindakan yang telah dikuasainya dan yang terlalu kompleks, sehingga mereka merasa tidak mampu mencobanya. Contoh untuk ini adalah : Seorang wanita yang mengangkat telepon, merupakan contoh menarik bagi anak berusia 15 bulan, tetapi bukan untuk anak yang berusia 6 atau 36 bulan, yaitu usia dimana kemampuan motorik untuk mengangkat sebuah telepon mainan telah ada. Jadi, anak usia 15 bulan merasa kurang pasti akan kemampuannya melakukan tiap tanggapan, tetapi anak yang berusia 6 bulan tidak berharap untuk melakukannya, dan yang berusia 36 bulan (3tahun) merasa pasti dapat melakukannya. Jika seorang anak dalam tahun kedua merasa tidak pasti akan kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan yang disaksikannya, maka mereka akan menunjukkan tanda-tanda tertekan, misalnya berhenti bermain, protes dan 166 bergantung pada ibunya, bahkan menangis. Reaksi tertekan ini tidak akan terjadi bila tindakan yang diperlihatkan mudah ditiru atau jauh di bawah kemampuan anak tersebut. (2). Meniru untuk memajukan interaksi sosial Jika seorang bayi meniru orang tuanya, maka orang tuanya sering tersenyum, dan berseru betapa pandai dan cerdas bayinya, dan sebaliknya meniru sang bayi. Tangggapan orang tua dapat memperkuat perilaku meniru seorang bayi. Penguatan social semacam itu meningkatkan kecenderungan umum bayi untuk meniru dan juga mempengaruhi perilaku yang dipilih bayi untuk ditiru. Anakanak lebih mungkin meniru suatu tindakan yang telah disetujui, misalnya makan dengan sendok, disbanding suatu tanggapan yang tidak diperhatikan misalkan memukul 2 garpu secara serentak. (3) Meniru untuk mempertinggi kemiripan terhadap yang lain Dasar ketiga untuk meniru, timbul pada saat anak memasuki tahun ketigadan mulai lebih meniru orang-orang tertentu disbanding dengan tindakan-tindakan tertentu. Pada ulang tahun kedua, kebanyakan anak sadar bahwa mereka mempunyai kualitas yang membuat mereka lebih mirip ke beberapa orang tertentu di banding ke yang lain ( misalnya seorang anak laki-laki mengenali dirinya dan ayahnya mempunyai cirri-ciri anatomis yang sama). Pengenalan kemirirpan dengan ayahnya dan laki-laki lain, menyebabkan anak itu mengambil kesimplan bahwa ia termasuk suatu kategori yang sama dengan laki- laki lain. Hal serupa terjadi pada anak gadis yang berkesimpulan bahwa mereka termasuk kategori yang sama dengan wanita lain. Pengetahuan ini membangkitkan usaha setiap anak yang aktif dalam mencari kemiripan tambahan dengan orang lain, sebagai usaha menegeskan kedalam jenis kategori apa mereka termasuk. Mereka melakukan hal ini dengan meniru tindakan orang-orang tersebut. 167 (4). Timbulnya emosi sebagai dasar dari meniru Anak – anak akan meniru orang tuanya lebih sering dibading meniru orang lain. Salah satu alasan mungkin disebabkan orang tua merupakan sumber timbulnya emosi yang lebih berkesinambungan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak dibandingkan dengan kebanyakan orang lain. Orang- orang yang mempunyai kekuasaan untuk menimbulkan emosi anak, apakah itu kegembiraan, ketidakpastian, kekuatan atau kemarahan, menerima perhatian anak, dan sebagai hasilnya anak itu mempelajari tindakan mereka secara lebih mendalam dibandingkan dengan orang yang kurang menarik perhatiannya. Proses tanpa terjadi di antara anak-anak yang bermain bersama. Jika pasangan anak-anak usia 2 tahun yang tidak saling kenal bermain bersama. Seringkali terjadi anak yang pasif dan pendiam meniru anak yang labih dominant dengan waspada. Jika anak yang dominant melakukan suatu tindakan yang berada dalam batas kemampuan anak ayang pasif ( misalnya meloncat dari meja) maka anak yang pasif suka meniru tindakan tersebut dalam beberapa menit berikutnya. (5) Meniru untuk mencapai tujuan Meniru dapat merupakan suatu usaha hati nurani seseorang untuk mencapaiu kesengan,kekuasaan, milik, atau sejumlah tujuan lain yang diinginkan. Sebagai contoh, seorang anak mencoba membangun rumah dengan balok kayu, akan mengamati secara seksama anak atau orang lain yang membangun struktur serupa untuk kemudian menirunya. Anak usia 3 tahun akan meniru perilaku yang menganggu dari anak lain, karena dengan perilaku tersebut ia berhasil mendapatkan mainan yang dinginkannya dari anak lain. Dasar dari meniru ini khususnya timbul setelah tahun ke dua. Kini tepat untuk mengatakan bahwa anak-anak “mempunyai motivasi untuk meniru orang lain”, karena mereka mempunyai gagasan dalam mencapai suatu tujuan melalui tindakan meniru. 168 2). Arah Perkembangan Identifikasi Sejalan dengan perkembangannya, anak mendapatkan banyak sifap dan pola perilaku yang sama dengan sikap perilaku orang tua mereka. Kadang-kadang persamaan mereka ditunjukkan dalam karakteristik seperti cara berjalan,gerak tangan, serta perubahan lagu suara yang cukup mencolok. Dalam hal demikian anak dikatakan identik dengan ibu atau ayahnya. Kondisi identifikasi berasal dari aliran Psikoanalisa dan memegang memegang peranan penting dalam teori Freud. Dalam teori Psikoanalitik, identifikasi dihubungkan dengan proses tidak disadari yang dilalui seseorang dalam meniru karakteristik ( sikap, pola, perilaku, emosi) orang lain. Anak-anak, dengan meniru sikap serta ciri orang tua mereka, akan merasa bahwa mereka telah menyerap sebahagian kekuatan dan persyaratan yang dimiliki orang tuanya. Identitifasi menurut pandangan Psikioanalitik, lebih dari penjiplakan perilaku orang tua; anak itu memberi respon seolah-olah ia adalah ibu atau ayah. Jadi seorang anak perempuan yang mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya, merasa bangga jika ibunya menerima penghargaan atau kehormatan seolah-olah ia sendiri yang menerimanya. Melalui proses identifikasi,anak memperolah perilaku yang berbeda-beda yang terlibat dalam perkambangan kontrol diri, pertimbangan yang baik buruk dibentuk dengan cara menggabungkan standar perbuatan orang tua sehingga anak berbuat menurut standar tersebut meskipun pada waktu ibu atau ayah sedang tidak ada, dan anak akan merasa berdosa jika melanggar standar itu. Beberapa ahli psikologi meragukan pandangan psikoanalitik mengenai identifikasi sebagai proses tidak disadari yang menyatu. Mereka menyatakan bahwa tidak semua anak menyamai orang tua mereka dalam semua hal. Sebagai contoh, seorang anak perempuan mungkin akan mencoba menyamai kemampuan bergaul dan rasa humor seperti ibunya., tetapi bukan nilai-nilai 169 moralnya. Para ahli psikologi memandang identifikasi sebagai suatu bentuk kegiatan belajar ; anak-anak menirukan perilaku tertentu dari orang tua mereka, karena mereka diberi ganjaran untuk melakukan itu. Saudara kandung, teman sebaya, guru dan tokoh TV merupakan model lain yang berperan sebagai sumber imitasi atau identifikasi. Menurut pandangan ini, identifikasi merupakan proses yang berkesinambungan pada saat respon baru diperoleh sebagai hasil pengalaman langsung dan tidak langsung bersama orang tua atau model lain. Sebagian besar ahli psikologi – tanpa memandang cara mereka mengidentifikasikannya – memandang identifikasi sebagai proses dasar melatih pergaulan anak-anak. Dengan cara menirukan orang penting dalam lingkungan mereka, anak-anak memperoleh sikap dan perilaku yang diharapkan orang dewasa dalam masyarakat mereka. Orang tua, karena merupakan sekutu yang paling awal dan paling bertemu. Merupakan sumber utama identifikasi salah satu orang tua yang jenis kelaminnya sama merupakan model untuk perilaku seks yang dicontoh. Jika pada masa kanak-kanak dahulu anak-anak selalu menemukan setiap perbuatan ibu dan ayahnya, dengan bermain ibu-ibuan atau ayah-ayahan, suka memakai baju dan sepatu ibu serta ayah (melakukan identifikasi terhadap orang tuanya,),maka pada usia prapuber, dan dengan ditemukan AKU-nya, anak berusaha melepaskan identifikasi lama itu. Anak mulai bersikap kritis terhadap orangtuanya, terutama sekali terhadap ibunya. Anak lalu melebih-lebihkan kemampuan sendiri, dan berusaha keras untuk berbeda dengan orang tuanya. Dan sebagai substitusi / pegganti orangtuanya, anak mengadakan identifikasi dengan salah seorang kawan, guru di sekolah, bintang film, tokoh pahlawan, dan seterusnya. Sebab pribadi-pribadi tersebut dianggap sebagai substitusi – identifikasi atau sebagai Aku ideal aku ideal ini dianggap mempunyai sifat-sifat yang unggul dari orang tuanya. 170 Usaha ini ada baiknya, sebab peleketan menyeluruh atau identifikasi total terhadap orang tua bisa menjadi penghalang bagi proses kemandirian anak. Identifikasi ekstrim terhadap salah satu kedua orang tuanya mengakibatkan anak tetap dalam status infantilisme- psikis, dan tidak mampu menjadi dewasa secara penuh. Gejala infantilisme – psikis tersebut sering terdapat pada orang dewasa, sebagai bentuk penlekatan pada figure ibu atau ayahnya tidak bisa di sublimasikan atau diselesaikan selama periode pra purbertas. Selanjutnya selama pra-purbetas ini proses subtitusi identifikasi tadi lebih banyak peniruan, seperti bermain – main saja, dan berganti-ganti bentuknya. Karena itu anak sering berganti teman dang anti “pacar”; dan cintanya berupa cinta monyet. Perbuatan identifikasi ini diharapkan untuk membeikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih labil mentalnya itu. Sebab, sungguhpun anak-anak sudah mengangkat diri sendiri sebagai “ dewasa” , dan merasa lebih besar, lebih pandai atau lebih mengerti dari pada orangtuanya, namun jauh dalam lubuk hatinya masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu. Oleh karena itu dia memberikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu. Oleh karena itu dia memerlukan seorang duplikat; yaiyu seorang kawan yang keadaannya hamper sama dengan dirinya sebagai “ penyangga”EGO-nya. Agaknya peristiwa memajukan diri- mendua kalikan diri dengan mencari seorang kawan substitusi, untuk menyangga kepribadiannya itu, dianggap perlu, untukmemberikan dukungan moril agar dirinya menjadi lebih kuat. Dapat dipahami kalau anak-anak puer ini memerlukan seseorang untuk dijadikan kawan berbincang dan tempat curahan suka-dukanya , kawan untuk membagikan rasa kecemasan dan permusuhan, untuk ikut memikul semua rahasia dan dambaan hati, rasa dosa dan pedih dan sebagainya. Dengan 171 membagikan/ mencurahkan beban hati serta pikiran yang kompleks itu akan terasa oleh anak bahwa “penderitaannya”bisa terungkit lepas. Banyak kualitas pribadi yang sama sekali bukan tipe menurut jenis kelamin, misalnya antusiasme, rasa humor, keramahtamahan, dan kesatuan karakteristik yang dibagi antara laki-laki dan perempuan. Seorang anak dapat mempelajari karakteristik semacam itu dari salah satu orangtuanya tanpa melanggar kebiasaan peran jenis kelamin. Ketika mahasiswa perguruan tinggi diinterview mengenai persamaan perilaku mereka dengan orang tua mereka dalam hal temperamen dan minat, seperempat dari jumlah laki-laki percaya bahwa mereka menyerupai ibunya dalam hal itu dan jumlah yang sama dipihak perempuan merasa menyerupai bapak mereka, banyak juga yang menyatakan persamaan dengan kedua orang tua mereka (H.Hilgard,1980). Eksperimen yang pernah dilakukan memberi kita beberapa petunjuk mengenai jenis variable yang mempengaruhi identifikasi, diantaranya adalah: 1. Beberapa studi menunjukkan bahwa orang dewasa yang hangat dan mendidik lebih cenderung ditiru daripada mereka yang tidak hangat dan tidak mendidik. Anak laki-laki yang memperoleh skor tinggi dalam tes kejantanan condong memiliki hubungan yang lebih hangat dan lebih penuh kasih sayang dengan ayah mereka dibandingkan dengan anak laki-laki yang memperoleh skor anak perempuan yang dinilai cukup feminim juga memiliki hubungan yang lebih hangat dan inti, dengan ibu mereka daripada anak perempuan yang dinilai kurang feminism (Mussen dan Rutherford, 1963). 2. Kekuasaan orang dewasa dalam mengontrol lingkungan anak juga mempengaruhi kecenderungan terhadap proses identifikasi. Jika pihak ibu dominant, anak perempuan cenderung lebih menyamai ibu daripada bapak, dan anak laki-laki mungkin akan menghadapi kesulitan mengembangkan peran berdasarkan jenis kelamin yang bersifat maskulin. Dalam keluarga dengan dominasi dipihak ayah, anak perempuan lebih menyamai ibunya pada tingkat 172 derajat yang tinggi. Bagi anak perempuan, kehangatan dari kepercayaan diri ibunya nampaknya lebih penting daripada kekuasaannya (Hetherington dan Frankie,1967). 3. Faktor ketiga yang mempengaruhi identifikasi adalah persamaan persepsi antara anak/individu dan model (contoh)nya. Sampai pada taraf dimana seorang anak mempeunyai dasar yang obyektif dalam memandang dirinya sama dengan salah seorang tuanya, anak itu akan cenderung menyamakan dirinya dengan ibu atau ayahnya. Seorang anak perempuan yang tinggi dan berangka tubuh besar dengan bagian muka yang sama dengan ayahnya akan menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam menyamakan dirinya dengan ibunya yang perawakannya mungil dibandingkan dengan adik perempuannya yang perawakannya sama dengan ibunya. g. Tahapan Bermain Sosial 1) Solitary Play (0-2 years): Anak cenderung bermain sendiri. Anak senang bermain dengan orang yang lebih dewasa tetapi kurang berinteraksi dengna teman sebaya 2) Parallel Play (2+ years): Anak mulai duduk bersama dengan teman lain yang sebaya. Namun anak tidak banyak melakukan interaksi satu sama lain. 3) Associative Play (3+ years): Anak menunjukkan ketertarikan pada teman sebaya dan ingin bermain dengan anak lain. Pada tahap ini anak bermain dalam kelompok kecil dan mengikuti arahan guru 4) Group Play (4+ years): anak siap berpartisipasi dan bekerjasama dalam melakukan suatu kegiatan di kelompok kecil. Anak juga sudah siap untuk belajar mengatur dirinya dan bermain secara mandiri 5) Games with Rules (6+ years): anak dapat memahami aturan dalam bermain. Permainan yang bersifat teamwork dan kompetitif baru dapat diberikan setelah tahap ini tercapai. 173 h. Karakteristik Perkembangan Sosial Menurut Erikson, masa kanak-kanak merupakan gambaran awal individu sebagai seorang manusia, dimana pola sikap dan perilaku yang diperoleh anak, akan menjadi peletak dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini, khususnya pada usia 4-5 tahun sangat senang meniru pembicaraan maupun tindakan orang lain. Menurut Erikson, tahapan perkembangan psikososial pada anak pra sekolah adalah tahapan inisiatif /prakarsa versus rasa bersalah . Pada tahap ini anak terlihat aktif dan mulai bermain serta menjalin komunikasi dengan anak-anak lain. Pada tahap ini, anak juga memiliki rasa ingin tahu yang besar dan menunjukkan perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin. Ciri-ciri perkembangan sosial menurut Steinberg (1995), Hughes (1995) dan Piaget (1996) adalah: (1) memilih teman yang sejenis; (2) cenderung lebih percaya pada teman sebaya; (3) agresivitas lebih meningkat; (4) senang bergabung dalam kelompok; (5)memahami keberadaan bersama kelompok; (6) berpartisipasi dengan pekerjaan orang dewasa; (7) belajar membina persahabatan dengan orang lain; (8) menunjukkan rasa setia kawan. Ketrampilan sosialisasi yang diharapkan berkembang pada anak adalah kerjasama, bergiliran, inisiatif/kepemimpinan, berbagi, disiplin, partisipasi. i. Pengertian emosi Emosi berperan penting bagi anak . Pada usia dini, anak telah belajar tentang emosi, walaupun di usia tersebut anak belum dapat menginterpretasi serangkaian emosi negatif yang diekspresikan orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Sroufe: ‘By the preschool period, children have learned a great deal about emotion and emotional expression. Although preschoolers are still not very good at interpreting the range of negative emotions that others may express.’ Emosi 174 menunjukkan kondisi perasaan anak. Anak yang sedang gembira akan menunjukkan emosi dengan cara tertawa atau tersenyum. Anak yang sedang sedih akan menunjukkan emosi dengan menangis atau merengutkan wajah. Berbagai emosi yang diekspresikan anak menunjukkan pada orang lain, apa yang anak rasakan atau anak inginkan pada saat tertentu. Kata ’emosi’ berasal dari bahasa latin yang berarti ’mengeluarkan (to move out), menstimulasi dan memotivasi (to excite). Arti yang sepadan sering digunakan oleh para psikolog yaitu perasaan (affect, feeling), yang dikontraskan dengan kognisi (cognition) ataupun tindakan (action). Menurut Lindgren, pada dasarnya emosi adalah keadaan antusiasme umum yang diekspresikan dengan perubahan pada perasaan dan kondisi tubuh. ‘Essentially, emotion is a state of generalized excitement that expresses itself in changes in feeling tone and body condition.’ Santrock memandang emosi dari segi psikologis dan gejala yang timbul. Emosi adalah perasaa afeksi yang melibatkan kombinasi stimulasi psikologis (seperti jantung yang berdetak lebih kencang) dan ekspresi perilaku (seperti senyuman atau menyeringai). ‘Emotion as feeling of affect that involves a mixture of psychological arousal (fast heartbeat) and overt behavior(a smile or grimace).’ Keinginan memberikan definisi yang komprehensif tentang emosi. Hal itu berkaitan dengan perasaan seseorang saat merasa emosional. Dasar dari emosi adalah kondisi tubuh dan fisiologis . Dengan demikian, emosi akan berpengaruh terhadap persepsi, berpikir dan berperilaku. Emosi dapat diekspresikan melalui bahasa, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Emosi dapat menjadi pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah reaksi yang meliputi perubahan fisiologis, ekspresi tingkah laku dan perubahan 175 perasaan karena suatu kejadian yang dialami seseorang saat menghadapi situasi tertentu. j. Pola Dasar Emosi Ada tiga pola dasar emosi yang timbul pada anak yaitu takut, marah dan cinta (fear, anger and love). Jenis emosi tersebut menunjukkan respon tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan pada perilaku anak. Emosi dapat berubah bukan hanya disebabkn adanya perubahan perasaan , tapi juga karena kondisi lingkungan yang dialami anak. Hurlock menyatakan ada 3 jenis ekspresi emosi yang umum, yaitu takut, marah dan senang. Rasa takut dapat timbul karena adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana anak perlu menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada anak-anak untuk menarik perhatian orang lain, Rasa senang merupakan bentuk emosi yang menunjukkan kegembiaraan atau keriangan yang dapat siertai dengan ekspresi tawa, senyum sebagai tanda relaksasi tubuh. Ahli psikologi lainnya melihat pola emosi dari segi sumber atau asal emosi itu, yaitu marah, takut dan cinta. Marah terjadi saat anak bergerak menentang sumber frustasi atau masalah. Takut terjadi saat anak bergerak meninggalkan sumber frustasi atau masalah. Sedangkan cinta yaitu dimana anak bergerak menuju ke sumber kesenangan. k. Tipe Emosi Anak Ada berbagai macam emosi yang biasa ditunjukkan pada anak pra sekolah sebagai berikut: 1) Takut adalah perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. pengalaman Pembiasaan, yang kurang peniruan dan menyenangkan, ingatan anak terhadap berkontribusi terhadap munculnya rasa takut terhadap sesuatu. 176 2) Senang adalah perasaan yang positif dimana anak merasa nyaman karena keinginannya terpenuhi 3) Marah adalah reaksi terhadap situasi frustasi yang dialami, dimana melibatkan perasaan tidak senang atas hambatan yang dihadapi. Anak mengungkapkan rasa marah dengan berbagai cara misalnya menangis, menendang, menggertak, memukul dan sebagainya 4) Ingin tahu adalah keingintahuan anak terhadap hal-hal baru, yang berkaitan dengan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya 5) Sedih adalah perasaan yang muncul saat anak kehilangan atau tidak memperoleh sesuatu yang diharapka. Biasanya ungkapan rasa sedih anak adalah dengan menagnis atau kehilangan minat untuk melakukan sesuatu. 6) Afeksi adalah perasaan anak yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang pada sesuatu, misalnya dengan memeluk, mencium, atau menepuk objek yang disukai l. Manfaat dan Fungsi Emosi Anak Emosi diperlukan anak dalam kehidupan sehari-hari, bahkan emosi semacam marah dan takut sekalipun. Saat anak mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan emosi, anak mendapatkan pengalaman dan bisa merasakan kesenangan dalam kehidupan sehari-hari. Emosi juga mempersiapkan tubuh anak untuk melakukan suatu aktivitas. Semakin intens emosi yang terjadi, maka terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh sehingga hal ini dapat mendorong tubuh untuk mempersiapkan tindakan tertentu. Jika persiapan tersebut tidak dibutuhkan, maka akan membuat anak gugup ataupun cemas. Emosi memberikan kekuatan tanda pada social tentang perasaan seseorang. Anak memberikan tanda ini melalui berbagai ekspresi wajah yang dapat mengkomunikasikan perasaan mereka. Dengan demikian hal itu dapat membantu anak beradaptasi dengan lingkungan, menyebabkan terjadinya physiological arousal, dan memotivasi terjadinya perilaku. 177 m. Emosi sebagai Bentuk Komunikasi Emosi merupakan bentuk dari komunikasi, dimana anak mengekspresikan emosi dengan menunjukkan perubahan pada ekspresi wajah dan perubahan tubuhnya . Anak juga mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain dan berusaha menginterpretasi perasaan orang lain terhadap dirinya. Emosi dapat mewarnai kehidupan anak. Cara anak memandang perannya dan posisinya di lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, dipengaruhi oleh kondisi emosi mereka, apakah senang, ingin tahu, malu, takut, agresif, dan sebagainya. n. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Berikut ini adalah karakteristik emosi pada anak usia dini: 1) Emosi anak berlangsung singkat 2) Emosi anak bersifat intense 3) Emosi anak bersifat temporer 4) Emosi anak muncul cukup sering 5) Respon emosi anak bermacam-macam 6) Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya 7) Kekuatan emosi anak dapat berubah 8) Ekspresi emosi anak dapat berubah Menurut Piaget, anak yang berada pada tahap perkembangan kognitif pra operasional (2-7 tahun) ditandai dengan egosentrisme yang kuat, gagasan imajinatif, bertindak berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak berdasarkan pemikiran yang rasional. Kroh menyatakan bahwa emosi anak usia 4-5 tahun berada pada masa kegoncangan atau biasa disebut sebagai trotz period. Pada masa ini muncul gejala ‘kenakalan’ yang umum terjadi pada anak, dimana anak menunjukkan sikap menentang pada kehendak orang tua, kadang menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar hal yang dilarang 178 dan sebagainya. Pada usia ini, anak juga tekadang mengalami temper tantrum yaitu letupan kemarahan atau mengamuk. Bentuk perilaku misalnya dengan menangis, menjerit, melempar barang, membuat tubuhnya kaku, memukul, berguling atau tidak mau beranjak ke tempat lain. Temper berarti suatu gaya, sikap atau perilaku yang menunjukkan kemarahan. Tantrum adalah suatu ledakan emosi yang kuat, disertai rasa marah, serangan yang bersifat agresif, menangis, menjerit, melempar, berguling atau menghentakan kaki. Tenper tantrum adalah ungkapan kemarahan anak yang disertai dengan tindakan negative atau destruktif. Temper tantrum terjadi karena anak belum memahami cara yang tepat untuk mengekspresikan emosi atau mengendalikan diri. Tantrum pada anak dapat menguji batasan apakah pendidik menyatakan atau menerapkan sesuatu secara sungguh-sungguh. Anak akan melihat reaksi atau respon pendidik saat menghadapi tantrum.Di satu sisi, tantrum dapat memungkinkan anak untuk menyatakan kemandiriannya, mengekspresikan individualitasnya, menyuarakan pendapatnya, melepaskan kemarahan/frustasi, melepaskan energi atau emosi yang tertahan dan sebagainya. Di sisi lain, anak perlu dibimbing untuk dapat mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan. Penyebab tantrum antara lain sebagai berikut: (1) frustasi; (2) kelelahan; (3) lapar; (4) sakit; (5) kemarahan; (6) kecemburuan; (7) perubahan dalam rutinitas; (8) tekanan di rumah (misalnya akibat ketidakharmonisan orang tua, pindah rumah, kematian, sakit atau masalah keuangan); (9) tekanan di sekolah; dan (10) rasa tidak nyaman. Dalam penanganan tantrum, pendidik tidak diharapkan untuk menetapkan harapan yang tinggi pada anak sebagaimana standar orang dewasa. Pendidik tidak menafsirkan kemampuan berbicara anak sebagai ketrampilan menalarnya. Hal ini dikarenakan terkadang anak mampu mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka pahami. Langkah-langkah untuk meminimalkan munculnya temper tantrum pada anak : (1) mengenali pola tantrum pada anak. (2) Memberikan kegiatan yang menyenangkan dan 179 positif bagi anak serta dan pujian/hadiah untuk usaha anak; (3) memberi label emosi pada anak; (4)mengajarkan kontrol diri : (5)mengajarkan relaksasi; (6)menentukan batasan yang wajar untuk anak. Respon pendidik saat anak tantrum : (1) memastikan keamanan untuk anak; (2) bersikap tenang dalam menghadapi tantrum: (3) mengabaikan tantrum jika itu dimaksudkan untuk mencari perhatian; (4) membendung kekacauan; (5) memaafkan dan melupakan. Borden menjelaskan, bahwa di usia pra sekolah (5-6 tahun), karakteristik perkembangan emosi anak antara lain adalah sebagai berikut: 1) Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman 2) Sudah lebih mampu mengikuti aturan 3) Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga menunjukkan ketergantungan di sisi lain 4) Sudah lebih mampu membaca situasi 5) Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan 6) Mulai sabar menunggu giliran 7) Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun teman 8) Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa o. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Emosi Anak 1) Kematangan; kematangan secara mental akan mempengaruhi bagaimana seseorang berkembang emosinya. Kematangan biasanya dipengaruhi oleh usia kronologis, artinya semakin bertambah usia kronologis orang tersebut, ada kecenderungan emosinya semakin matang. 2) Belajar: pembiasaan dan contoh Anak yang dibiasakan untuk mengekspresikan emosinya secara wajar akan memiliki perkembangan emosi yang baik dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan kesempatan.Anak akan mendapatkan keseimbangan emosi yang 180 mendukung pertumbuhan dan perkembangan lainnya. Contoh melalui pembiasaan untuk bersikap positif terhadap ekspresi emosi yang muncul akan menjadikan anak tidak mengalami gangguan dalam perkembangan emosi. 3) Inteligensi; 4) Jenis kelamin; Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi perkembangan emosi terutama karena perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan. Peran jenis kelamin dan tuntutan social sesuai jenis kelamin juga akan mempengaruhi perkembangan emosi anak. 5) Status ekonomi; 6) Kondisi fisik; 7) Pola Asuh; Keluarga berperan optimal dalam perkembangan bila menerapkan pola pengasuhan demokratis. Pola asuh ini akan memenuhi kebutuhan psikologis anak karena orang tua cenderung memberikan perlakuan yang tepat terhadap ekspresi emosi anak. Pola asuh demokratis juga akan membuat keluarga menjadi harmonis yang sangat membantu anak dalam membangun kecerdasan emosinya. 1) Kematangan 2) Belajar: pembiasaan dan contoh 3) Inteligensi 4) Jenis kelamin 5) Status ekonomi 6) Kondisi fisik 7) Posisi anak dalam keluarga p. Kecerdasan Emosi Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan social yang melibatkan kemampuan emosi diri dalam berhubungan dengan orang lain, kemampuan memilah dan menggunakan informasi dalam berpikir dan berperilaku. Dengan demikian, kecerdasan emosional berada 181 dalam wilayah kecerdasan social. Sebagai contoh, dalam berinteraksi dengan orang lain, emosi dan perasaan individu ikut berperan. Goleman mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan diri, dan mengatur suasana hati. Dari berbagai definisi yang ada, dapat dideskripsikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan mengenali dan memahami emosi diri. Hal ini terkait dengan kemampuan mengungkapkan perasaan secara baik, tepat dan wajar. Kecerdasan emosi terkait dengan berbagai kemampuan sebagai berikut: (1) Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri; (2) Kemampuan untuk mengelola & mengekspresikan emosi diri dengan tepat; (3) Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri; (4) Kemampuan untuk mengenali orang lain; (5) Kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, untuk memiliki kecerdasan emosional, membutuhkan proses dan latihan. Ketrampilan mengelola perasaan perlu dilatih sejak anak berusia dini secara bertahap. Jika ini dilakukan, maka diharapkan anak dapat bertahan dan dapat melakukan pemecahan masalah dalam kehidupannya. q. Peran Guru dalam Pengembangan Kemampuan Sosial dan Emosi Anak Peran pendidik dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi dan emosi pada anak usia dini adalah sebagai berikut: 1) Memberikan berbagai stimulasi pada anak Pendidik perlu memberikan stimulasi atau rangsangan edukatif agar kemampuan sosial emosi anak dapat berkembang sesuai dengan tahapan usianya. Kegiatan belajar seraya bermain dapat dioptimalkan sebagai cara untuk menstimulasi anak, misal: mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi sebuah bencana, dsb. 2) Menciptakan lingkungan yang kondusif 182 Pendidik perlu mengelola kelas menjadi tempat yang dapat mengembangkan kemampuan sosial emosi anak, terutama kesadaran anak untuk bertanggung jawab terhadap benda dan tindakan yang dilakukannya. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan yang penuh cinta kasih sehingga anak merasa aman dan nyaman di kelas. 3) Memberikan contoh Pendidik adalah contoh konkret bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata pendidik akan diikuti oleh anak. Oleh karena itu, pendidik seyogyanya dapat menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti menghargai pendapat anak,bersedia menyimak keluh kesah anak, membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi anak, dsb. 4) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak Pendidikan sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Secara lisan, pujian diberikan sesegara mungkin setelah anak menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan pengembangan sosial emosional tercapai. Sementara pujian non lisan dapat berupa senyuman, pelukan, atau pemberian benda-benda tertentu yang bermakna untuk anak. 1) Memberikan berbagai stimulasi pada anak 2) Memperhatikan usia, kebutuhan dan tahap perkembangan anak 3) Menciptakan lingkungan yang kondusif 4) Memberikan contoh 5) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak 183 r. Peran Guru dalam Pengembangan Program untuk Meningkatkan Sosilisasi dan Emosi anak Dalam mengembangkan program untuk optimalisasi ketrampilan sosialisasi dan emosi anak, guru perlu melakukan hal sebagai berikut: 2) Memberikan pilihan pada anak 3) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya 4) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan 5) Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri 6) Menghargai ide/gagasan anak 7) Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah 3. Latihan Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas! a. Bagaimanakah peran guru dalam mengembangkan ketrampilan social dan emosi pada anak usia dini? b. Bagaimana sikap dan perilaku yang perlu ditunjukkan seorang guru dalam menghadapi anak yang mengalami temper tantrum/mengamuk? c. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang ketrampilan yang menekankan pada sosialisasi pada anak usia dini! d. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan menekankan pada pengembangan emosi pada anak usia dini! e. Berikan contoh konkret pengaruh budaya terhadap pelaksanaan program di lembaga anak usia dini! G. Perkembangan Moral dan Agama Anak Usia Dini 1. Uraian Materi Pendahuluan Moral berasal dari bahasa latin “Mores” yang artinya tata cara, kebiasaan, dan adat. Menurut Hurlock moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial 184 yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang tindakan yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan berusaha berbuat sesuai dengan harapan masyarakat. Menurut Immanuel Kant moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan tentang perbuatan benar dan salah yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasan dari standar sosial yang dipengaruhi dari luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Perkembangan moral itu sendiri berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Moral berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial. Menurut Gibs dan Power, perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Tindakan, sikap dan tingkah laku anak dan setiap individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya tidak lepas dari perilaku moral yang dimiliki. Melalui perilaku moral tersebut setiap individu akan mampu menempatkan diri dan diterima oleh lingkungan yang sesuai dengan standar norma-norma yang berlaku. Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu saja, melainkan harus ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum memiliki konsep tentang perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu, pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan menghindari hal yang salah belum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak 185 berperilaku hanya karena dorongan naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas dasar tersebut maka pada diri anak harus ditanamkan perilaku moral yang sesuai dengan standar yang berlaku dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal. Pada usia 4-6 tahun anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkah laku ada yang baik dan tidak baik. Anak memperlihatkan sesuatu perbuatan baik tanpa mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial atau memperoleh pujian. Anak pada usia 4 tahun, umumnya mereka mulai memasuki dunia barunya, yaitu dunia sekolah. Di sekolah anak dituntut untuk berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan juga guru-guru mereka. Jadi dalam hal ini interaksi anak lebih luas dari yang awalnya hanya berinteraksi didalam lingkungan keluarga dan sekarang bertambah menjadi lingkungan sekolah. Pada usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan teman-teman dan guru mereka di sekolah. Selain itu anak dapat membedakan apa yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku sopan dimanapun ia berada. Tahapan Perkembangan Moral Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4-12 tahun menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang moralitas yaitu : 1. Tahap Moralitas Heteronom Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heteronom, yaitu tahap pertama dari perkembangan moral. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasanpembatasan dalam bertingkah laku. 186 Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas yang berkuasa. Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah. 2. Tahap Moralitas Otonomi Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menujukkan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada. Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang persoalanpersoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat. Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga) tingkatan penalaran tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 (dua) tahapan, yaitu : 1. Moralitas Prakonvensional, Penalaran prakonvemsional adalah tingkat terendah dari penalaran moral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward 187 (imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal. Tahap satu, Moralitas Heteronom adalah tahap pertama pada tingkat penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka harus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Contoh: “Bersalah” dicubit. Kakak membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas-batas tertentu). Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah hal yang benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran yang setara. Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap harapan sosialuntuk memperoleh penghargaan. Contoh: Berbuat benar a dipuji “pintar sekali”. 2. Moralitas Konvensional Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau menengah dalam tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orangtua atau pemerintah. Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada tahap ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini, seseorang menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Contohnya adalah mengembalikan krayon ke tempat semula sesudah digunakan (nilai moral = tanggung jawab). 188 Tahap kedua, moralitas sistem sosial, pada tahap ini penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan dan ketidaksetujuan sosial. Contohnya adalah bersama- sama membersihkan kelas, semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral = gotong royong). 3. Moralitas Pascakonvensional Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam tahapan moral Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternatif, dapat memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang peraturan, dan moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri. Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari diri orang tersebut. Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang perlunya keluwesan dan adanya modifikasi dan perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan kelompok secara keseluruhan. Contoh pada tahun ajaran baru sekolah memperkenankan orang tua menunggu anaknya selama lebih kurang satu minggu, setelah itu anak harus berani ditinggal. Tahap kedua, prinsip universal, pada tahap ini seseorang menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial (orang yang tetap mempertahankan moralitas tanpa takut dari kecaman orang lain). Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar tidurnya segera setelah ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam keadaan rapih. 189 Pengembangan Moral pada Anak Usia Dini Membentuk moral anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan ketika anak memasuki tahun pertama usianya. Dengan pengetahuan moral, anak diajak berpikir dan membangun etika dan karakter dirinya yang baik. Orangtua memiliki peran penting dalam upaya pengembangan moral anak sejak usia dini. Pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar mempercayai orang lain. Misalnya anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap sebagai “pembohong”. Orangtua dan guru di sekolah dapat saling bekerja sama dalam pengembangan moral anak usia dini. Anak diajarkan tentang interaksi sosial dan perbedaan dalam lingkungan masyarakat. Agar perkembangan moral anak berkembang dengan optimal harus dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Pentingnya pengembangan moral pada anak usia dini : • Mempelajari apa saja yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sesuai hukum, kebiasaan dan peraturan yang diberlakukan. • Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku anak tidak sesuai dengan harapan kelompok. • Kesempatan untuk berinteraksi sosial untuk belajar tentang apa-apa saja yang diharapkan anggota kelompok. Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan progresif. Pada anak usia 1 tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima masih bila diberi sesuatu dan lain sebagainya. Misalnya pada usia anak mencapai 6 - 8 190 tahun yang rata pada usia tersebut anak duduk di kelas 1 – 3 Sekolah Dasar, maka “Pekerjaan Rumah” adalah disamping untuk menguji kemampuan anak mengenai suatu materi, maka anak pun sekaligus berlatih untuk bertanggung jawab, melatih memori, juga kemandirian serta bagaimana anak belajar mengatur waktunya. Pengembangan moral pada anak usia dini juga dapat dilakukan dengan pemodelan (modelling) atau belajar melalui imitasi. Salah satu cara pemodelan pada anak yaitu dengan bermain peran (role playing), ketika bermain peran anak menciptakan suatu situasi dimana anak diminta untuk melakukan suatu peran tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan dan untuk menggambarkan suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Nilai-nilai moral yang dapat dibelajarkan pada anak usia dini Pengembangan moral pada anak usia dini berkaitan dengan Pendidikan Karakter yang diajarkan di sekolah. Pendidikan Karakter memberikan kesempatan untuk mengembangkan perilaku moral pada anak. Beberapa perilaku moral yang dapat dikembangakan pada anak usia dini, yaitu : 1. Kerjasama Kerjasama dapat diajarkan kepada anak melalui kegiatan belajar dalam kelompok. Kerjasama penting diajarkan kepada anak agar mereka mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan mampu memahami adanya perbedaan dalam setiap individu. Salah satu cara mengajarkan kerjasama pada anak misalnya, guru membagi anak menjadi beberapa kelompok untuk melakukan kegiatan belajar, guru akan mengajak anak belajar membuat sebuah hasil karya dari daun-daun yang ada di sekitar sekolah, kemudian anak bersama dua temannya mencari daun bersama dan kemudian membuat daun tersebut menjadi sebuah gambar atau hasil karya lainnya. 2. Bergiliran 191 Bergiliran perlu dijarkan kepada anak agar mereka belajar untuk sabar, memahami aturan, dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dapat diajarkan misalnya, anak mendapatkan giliran untuk memimpin doa di depan kelas, anak bergiliran untuk memberikan pendapat, dan anak bergiliran untuk mencuci tangan sebelum makan. 3. Disiplin diri Disiplin dapat dibangun dalam diri anak melalui banyak cara, salah satunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari di sekolah. Disiplin diajarkan kepada anak agar anak memahami aturan dan tepat waktu. Disiplin dapat diajarkan dengan cara misalnya, membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya di rak sepatu, dan membiasakan anak untuk merapikan kembali peralatan belajar atau mainan yang telah selesai digunakan. 4. Kejujuran Kejujuran perlu dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Sikap jujur dapat ditanamkan dalam diri anak melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari. Kejujuran diajarkan kepada anak dengan tujuan agar anak mampu berprilaku sesuai dengan norma yang ada dan berani mengakui kesalahannya. Kejujuran dapat diajarkan dengan cara misalnya, ketika anak melakukan kesalahan atau berbuat salah, guru dapat mengajak anak tersebut untuk berbicara berduaguru bertanya dengan cara yang lembut kepada anak agar si anak mau mengakui kesalahannya. 5. Tanggung jawab Rasa tanggung jawab dapat dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Salahsatunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari, misalnya anak dibiasakan bertanggung jawab atas barang miliknya. Salah satu bentuk tanggung jawab anak terhadap barang miliknya adalah merapikan kembali mainannya setelah selesai digunakan. 6. Bersikap sopan dan berbahasa yang santun Hal yang paling penting ketika anak berada dalam lingkungan sosialnya adalah anak mampu bersikap sopan dan berbahasa yang santun agar mereka bisa 192 diterima di lingkungannya. Sikap sopan dan bahasa yang santun dapat dibangun dalam diri anak melalui contoh perilaku yang ditunjukaan oleh orang dewasa yang ada di sekitar mereka, salah satunya dari pendidik di sekolah. Pendidik harus selalu menunjukkan sikap sayang dan berkata lembut kepada anak, agar si anak pun dapat memiliki rasa sayang dan bicara dengan bahasa yang baik. Strategi Pembiasaan Perilaku Moral Cara terbaik untuk anak belajar adalah melalui bermain. Dalam upaya pengambangan moral pada anak usia dini, pendidik dapat menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan dan menggunakan strategi belajar yang bervariasi. Beberapa strategi pengembangan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu : • Memberi anak kesempatan untuk sharing tentang perasaan dalam lingkungan yang nyaman dan aman • Mengajarkan hal hal yang realistik dapat dimengerti oleh anak • Memberi kesempatan anak untuk berlatih belajar kooperatif dan berbagi tanggung jawab • Mengundang teman yang berbeda budaya, mengembangkan rasa nasionalisme • Mengembangkan aturan kelas bersama • Memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat, bereksperimen dalam belajar • Memberi contoh sikap/perilaku yang baik: keingintahuan, toleransi dll Perkembangan Sikap Beragama Anak 4-6 Tahun Makna sikap beragama memiliki arti yang sangat luas dan bermuara ke arah halhal yang mulia sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk ciptaanNYA. Sikap beragama merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku anak dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya. Sikap beragama merupakan suatu hal yang sangat penting yang diperlukan, karena spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, 193 moral dan rasa memiliki, memberi arah dan arti pada kehidupan. Sikap beragama merupakan suatu kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar daripada kekuatan diri manusia dan suatu kesadaran yang menghubungkan manusia langsung kepada sang maha pencipta. Hal ini dapat dimengerti anak dengan adanya rasa kagum atas ciptaan Allah dan gejala alam yang dapat dirasakan dan dialaminya, seperti adanya angin, hujan, matahari yang selalu terbit dan terbenam. Pendidikan agama mempunyai suatu landasan pokok, yaitu penanaman iman pada diri anak sebagai bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Tugas utama dari orang tua/ orang dewasa terhadap anak dalam menanamkan keimanan kepada anak perlu berhati-hati baik dalam contoh hiasan, tulisan maupun perbuatan. Penanaman kemampuan pada anak- anak bertujuan agar dalam jiwa anak berangsurangsur tertanam perasaan cinta kepada Tuhan dan agama. Agama merupakan pondasi awal untuk menanamkan rasa keimanan pada diri anak. Dalam agama terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu keyakinan dan tata cara yang mana kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada usia 0-2 tahun, merupakan masa ketergantungan terhadap orang tua, anak-anak kecil memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya mel.alui pola peniruan. Walaupun anak kecil itu tidak mengerti arti perbuatan tersebut, ia menirukan apa yang dilihatnya dan belajar menentukan pola hidupnya untuk yang baik atau yang buruk. Konsepsi anak kecil tentang Allah sebagian besar ditentukan oleh konsep dan sikap orang tua terhadap Allah. Anak yang berumur 2-3 tahun dapat mengerti bahwa Al-Kitab datangnya dari Allah, Yesus adalah anak Allah, Gereja adalah rumah Allah, dan Allah mencintai dan memelihara dia. Oleh karena ingatan mereka belum dapat diandalkan dan perbendaharaan katanya terbatas maka konsepsi harus diajarkan berulang-ulang dengan berbagai cara. Anak balita menyukai pengalaman ini. Cerita-cerita Al-Kitab harus selalu disebut sebagai kebenaran dan diajarkan dari Al-Kitab yang terbuka. Anak balita meniru orang tuanya, guru, dan kakaknya. Mungkin ia tidak mengerti maksud tindakan-tindakan tersebut, tetapi ia meniru apa yang dilihat dan 194 akhirnya hidupnya ikut teladan orang-orang yang ditirunya, hal ini sering kali menyangkut perasaan anak kepada Tuhannya. Pada usia 4-6 tahun, anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar mencintai orang-orang dalam rumahnya. Mungkin ia tidak mengerti sepenuhnya tentang Allah sebagai Pencipta atau Yang Maha Tinggi, tetapi ia dapat merasakan rasa terima kasih, cinta, dan penghormatan serta mengungkapkan perasaan-perasaan itu. Pujian dan do’a anak usia ini harus diutarakan dalam kata-kata yang dapat dimengerti dan hendaknya mengungkapkan perasaannya sendiri. Hidup do’anya itu hendaknya menuntun dia untuk menaikkan ucapan syukur maupun permintaan do’a kepada bapa di surga. Dengan mudah guru dapat mempengaruhi anak pada usia ini. Ia percaya segala sesuatu yang diucapkan kepadanya. Ia pun perlu menyadari pengetahuan orang tua dan guru terbatas juga walaupun mereka telah hidup lebih lama dari dia. Usia 6-8 tahun, kemampuan anak untuk mengenal Allah bertambah ketika dunia lingkungannya bertambah luas dan pengalamannya bertambah banyak. Anak memperoleh manfaat bila ia beribadah sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri dalam kebaktian sekolah minggu, kebaktian anak-anak, dan pekan rohani anak. Anak usia ini senang mendengar cerita. Akan tetapi, karena hidup ini sekarang menjadi kenyataan maka setelah mendengar cerita itu ia akan bertanya, ”Apa itu sesungguhnya benar?”. Cerita sinterklas dan lain sebagainya dipertanyakan dan kemudian ditolak karena cerita-cerita Al-Kitab diceritakan dan dibumbui hal-hal yang tidak benar, maka cerita-cerita itu pun akan ditolaknya. Berdusta pada usia 8 tahun dianggap lebih serius daripada berkata bohong pada usia 4 tahun. Nilai keagamaan yg dikenalkan pada anak usia 4-6 tahun, adalah Kedamaian , Kebahagiaan, dan Mencintai mahluk ciptaan Tuhan. Pengembangan nilai agama pada anak usia dini dapat dilakukan melaui pemodelan (modelling), anak belajar melalui imitasi. Bermain Peran (role playing), yaitu menciptakan suatu situasi dimana individu diminta untuk melakukan suatu peran tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran 195 tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan. Simulasi (simulation) adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggambarkan suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Balikan Penampilan (performance feedback) adalah informasi yang menggambarkan seberapa jauh hasil yang diperoleh dari role playing, bentuknya dapat berupa reward, reinforcement, kritik dan dorongan. Contoh Pengembangan Nilai Moral dan Agama 1. Nama Permainan : ”GILIRANMU ... GILIRANKU...” Sasaran : Anak usia 4-5 Tahun Tujuan : Membiasakan anak untuk menunggu giliran Media : tali / pita dan kue Evaluasi : anak mampu menunggu giliran dan belajar sabar ketika menunggu giliran Deskripsi Kegiatan: Ibu guru membagikan kue, setiap anak mendapat satu potong. Secara bergiliran anak menerima kue dari bu guru. Ibu guru mengurutkan anak berdasarkan posisi mereka, misalnya berjajar ke belakang. Ingatkan anak untuk tidak saling berebutan atau saling mendahului. Selalu katakan “semua pasti dapat .... dan kita dapat makan bersama” Kiat Keberhasilan: Biasakan anak untuk belajar melakukan kegiatan seperti ini disemua kesempatan, dimana saja, kapan saja dan siapa saja harus antri. 2. Nama Kegiatan : “MARI BERDOA BERSAMA” Sasaran : Usia 4-5 tahun Tujuan : Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan Media : Diri sendiri Evaluasi : Anak mampu membaca doa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan 196 Deskripsi Kegiatan: Biasakan anak untuk berdoa setiap sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan. Guru harus selalu mengajak dan mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kiat Keberhasilan: Biasakan anak berdoa sebelum dan setelah melakukan kegiatan setiap saat. 2. Latihan Berdasarkan perkembangan moral dan agama yang telah dipelajari buatlah program kegiatan bermain yang berisi: Nama Kegiatan, Sasaran, Tujuan, Metode, Media, Evaluasi dan Deskripsi Singkat H. Bermain dan Permainan Untuk Anak Usia Dini 1. Uraian materi Pendahuluan Kita semua gemar bermain, terutama saat kita masih kanak-kanak. Bermain adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikmatan. Bermain berbeda dengan aktivitas lain yang bersifat ’serius’ seperti bekerja atau belajar. Bermain selalu membahagiakan dan tidak pernah menjadi ’beban’. Bila suatu aktivitas bermain sudah menjadi beban artinya aktivitas tersebut bukanlah lagi bermain. Bagi anak usia dini, bermain bukanlah merupakan kegiatan main-main. Bermain adalah kegiatan pokok dan penting untuk anak, karena bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa. Artinya bermain merupakan sarana untuk mengubah kekuatan potensial yang ada dalam diri anak menjadi pelbagai kemampuan dan kecakapan dalam kehidupan anak kelak. Sebagaimana makan dan minum, bernapas dan tidur, kegiatan bermain sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan anak. Melalui bermain, anak mendapatkan berbagai pengalaman untuk mengenal dunia sekitarnya. Dengan 197 stimulasi bermain pula anak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, sehingga memberikan dasar yang kokoh dan kuat bagi pemecahan kesulitan hidupnya di kemudian hari. Anak-anak perlu menjelajahi lingkungannya melalui kegiatan bermain yang menyenangkan. Kegiatan bermain berlangsung dalam jenis tertentu dengan tingkat yang berbeda-beda. Anak adalah pemimpin alami bagi permainan mereka sendiri. Millestone perkembangan anak dapat didukung melalui penataan lingkungan bermain yang baik. Menjadi tugas orang tua dan pendidik untuk menyajikan lingkungan bermain yang kondusif yang mampu membantu proses stimulasi bagi optimalisasi perkembangan anak usia dini. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan bermain memiliki arti yang sangat penting bagi anak usia dini dalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan berbagai usaha untuk menyajikan kegiatan bermain yang kondusif bagi perkembangan anak. Orangtua dan guru perlu memahami hakikat bermain dan permainan yang meliputi makna bermain, berbagai jenis permainan, syarat bermain yang baik, perkembangan bermain anak usia dini serta bagaimana merancang kegiatan bermain dan alat permainan yang edukatif (APE) Disamping itu hendaknya orangtua dan pendidik dapat berperan sebagai pendamping atau ’teman’ bermain yang baik bagi anak, yaitu sebagai fasilitator dan motivator sehingga dapat mengarahkan kegiatan bermain yang edukatif. A. Definisi/pengertian Bermain dan Permainan James Sully dalam bukunya Essay on Laughter menyatakan bahwa tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman. Artinya kegiatan bermain mempunyai manfaat tertentu. Hal yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang dan rasa senang ini ditandai oleh tertawa. Karena itu, suasana hati dari orang yang sedang melakukan kegiatan bermain, memegang peran untuk 198 menentukan apakah orang tersebut sedang bermain atau bukan.Plato adalah orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Aristoteles berpendapat bahwa anak -anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang akan mereka tekuni di masa dewasa nanti. Sedangkan menurut Frobel bahwa bermain dapat meningkatkan minat, kapasitas serta pengetahuan anak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diuraikan beberapa pengertian bermain : • Bermain adalah aktivitas yang khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikmatan. • Kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba- coba dan melatih diri. • Dunia Anak = Dunia Bermain, jadi bermain merupakan kegiatan pokok dan penting untuk anak. • Bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa. a. Sejarah perkembangan teori bermain Pada awalnya aktivitas bermain pada anak belum mendapatkan perhatian yang khusus dari para ahli ilmu jiwa. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan tentang perkembangan anak. Secara umum perkembangan teori bermain terbagi menjadi dua yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern. Berikut ini akan dijabarkan bagai tentang intisari teori-teori perkembangan bermain tersebut. i. TEORI-TEORI KLASIK (Abad ke 18 - 19) TEORI Surplus energi PENGGAGAS Schiller/Spencer Rekreasi Lazarus Rekapitulasi G. Stanley Hall TUJUAN Mengeluarkan energi berlebih Memulihkan energi/ tenaga Memunculkan instink 199 Praktis nenek moyang Menyempurnakan instink Groos ii. TEORI-TEORI MODERN TEORI Surplus energi PENGGAGAS Schiller/Spencer Rekreasi Lazarus Rekapitulasi G. Stanley Hall Praktis Groos TUJUAN Mengeluarkan energi berlebih Memulihkan energi/ tenaga Memunculkan instink nenek moyang Menyempurnakan instink ii. TEORI-TEORI MODERN TEORI Psikoanalitik- Sigmund Freud Kognitif-Piaget Kognitif-Vygotsky Kognitif- Bruner/Sutton-Smith Singer Arousal Modulation Bateson Peran bermain dalam perkembangan anak Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi Mempraktekan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya Memajukan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD, pengaturan diri - Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi dan narasi. - Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar. Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah stimulasi Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna. 200 b. Fungsi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak usia dini Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan anak seperti diuraikan berikut : 1. Perkembangan Bahasa Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak. 2. Perkembangan Moral Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan, menjadi pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya. 3. Perkembangan Sosial Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengan sesamanya. Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong dan berlatih sikap sosial lainnya Gambar 12. Proses Sosial Anak. 4. Perkembangan Emosi Bermain merupakan ajang yang baik bagi anak untuk menyalurkan perasaan/emosinya dan ia belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya 201 sekaligus sarana untuk relaksasi. Pada beberapa jenis kegiatan bermain yang dapat menyalurkan ekspresi diri anak, dapat digunakan sebagai cara terapi bagi anak yang mengalami gangguan emosi. 5. Perkembangan kognitif Melalui kegiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah yang memungkinkan stimulasi bagi perkembangan intelektualnya. Anak juga dapat belajar untuk memiliki kemampuan ‘problem solving’ sehingga dapat mengenal dunia sekitarnya dan menguasai lingkungannya. 6. Perkembangan Fisik Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkan dan melatih seluruh otot tubuhnya, sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan penginderaan. 7. Perkembangan Kreativitas Bermain dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba berbagai ideanya tanpa merasa takut karena dalam bermain anak mendapatkan kebebasan. B. Tahapan perkembangan bermain anak usia dini Masa kanak-kanak sering disebut sebagai “Masa Bermain”. Pada masa ini anak sangat menyukai permainan yang menggunakan alat permainan. Sejalan dengan pertambahan usianya, anak secara perlahan-lahan akan meninggalkan permainan yang menggunakan alat permainan. Anak akan beranjak menuju permainan yang tidak menggunakan mainan, namun ia tetap berada pada masa bermain dan menyukai kegiatan yang bersifat bermain. Dengan demikian kegiatan bermain anak akan melalui tahap-tahap perkembangan yang berbeda sejalan dengan usianya. Tahap-tahap perkembangan bermain anak usia dini, menurut Mildred Parten melalui 6 tahap yaitu ; 1. Unoccupied Behavior / Gerakan Kosong 202 Anak sepertinya belaum melakukan kegiatan bermain, hanya mengamati sesuatu sejenak saja. Misalnya bayi mengamati jari tanganatau kakinya sendiri dan menggerakannya tanpa tujuan. 2. Onlocker Behaviour/Tingkah laku pengamat Anak memperhatikan anak yang lain yang sedang melakukan suatu kegiatan atau sedang bermain. Misalnya seorang anak yang memperhatikan temannya sedang bermain petak umpat, tanap ia ikut bermain tetapi ia turut merasa senang seolah ia ikut bermain. 3. Solitary Play / Bermain Soliter Anak bermain sendiri mencari kesibukan sendiri, tanpa perduli dengan orang lain/ teman lain yang ada disekitarnya. 4. Parraley Play /Bermain Paralel Anak melakukan kegiatan bermain di antara anak yang lain tanpa ada unsur saling mempengaruhi. Misalnya anak bermain puzzle dan anak lain juga bermain puzzle, mereka ada bersama tetapi tidak saling mempengaruhi. 5. Associative Play / Bermain Asosiatif Anak melakukan kegiatan bermain bersama anak lain tetapi belum ada pemusatan tujuan bermain. Misalnya beberapa anak bermain menepuk-nepuk air di kolam bersama- sama. 6. Cooperative Play / Bermain Koperatif Anak melakukan kegiatan bermain bersama-sama dengan teman secara terorganisasi dan saling bekerja 203 sama, ada tujuan yang ingin dicapai bersama dan ada pembagian tugas yang disepakati bersama. Misalnya bermain rumah-rumahan ada yang jadi bapak, ibu dan anak, masing-masing memiliki tugas. Anak membuat rumah-rumahan tersebut dengan kain atau balok-balok dan bermain peran dengan boneka. Tahap perkembangan bermain yang dikemukakan oleh Mildred Parten ini lebih menekankan pada aspek sosialisasi anak dalam bermain. Artinya, bahwa kegiatan bermain merupakan gambaran proses sosialisasi yang dilalui anak sejak lahir, masa bayi, masa kanak-kanak dan masa anak pra sekolah hingga masa anak sekolah kelas awal. Selanjutnya Jean Piaget mengemukanan tahap perkembangan bermain anak yang lebih menekankan pada aspek perkembangan intelektual anak sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini : BERMAIN PRAKTIS BERMAIN SIMBOLIS Anak mengeksploras i semua kemungkinan Anak mulai menggunakan makna simbolis benda-benda BERMAIN DENGAN PERATURAN Anak mulai menggunakan aturan termasuk aturannya sendiri Gambar 13. Bagan Perkembangan bermain anak. C. Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan bermain anak usia dini. Semua anak senang bermain, tetapi melakukan kegiatan bermain tidak dengan cara yang sama. Ada anak yang suka bermain aktif adapula yang lebih menyukai bermain pasif. Demikianpula dengan jenis alat permainan yang dipilih anak akan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Menurut Elizabeth 204 Hurlock, jika diamati secara cermat, ada berbagai variasi kegiatan bermain yang dilakukan anak, dan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : a. Kesehatan Anak yang sehat cenderung akan memilih berbagai jenis kegiatan bermain aktif daripada pasif, karena banyaknya energi yang dimiliki anak, membuatnya lebih aktif dan ingin menyalurkan energinya tersebut. Sementara anak yang kurang sehat akan mudah lelah ketika bermain sehingga lebih menyukai bermain pasif karena tidak membutuhkan banyak energi. b. Perkembangan Motorik Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan keterampilan motorik terutama motorik kasar. Sedangkan bermain pasif kurang melibatkan keterampilan dan koordinasi motorik. Dengan demikian anak yang memiliki keterampilan motorik yang baik akan lebih banyak memilih kegiatan bermain aktif dan begitu pula sebaliknya anak yang kurang terampil motoriknya cenderung memilih kegiatan bermain yang pasif. c. Inteligensi Anak yang memiliki inteligensi yang baik (pandai/cerdas) cenderung akan menyukai baik kegiatan bermain aktif maupun pasif. Karena biasanya anak yang pandai akan lebih aktif daripada anak yang tidak pandai. Anak yang pandai juga akan lebih kreatif dan penuh rasa ingintahu, sehingga mereka suka dengan permainan yang membutuhkan kemampuan problem solving (misal puzzle) melibatkan daya fantasi dan imajinasi (drama), permainan konstruktif (lego, balok) juga permainan membaca buku, dan musik d. Jenis kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam memilih kegiatan bermain. Perbedaan ini terjadi karena secara alamiah dan ditentukan secara genetik. Tetapi juga dapat muncul juga karena adanya perbedaan perlakuan yang diterima oleh anak laki-laki dan anak permpuan sejak mereka bayi. Anak laki205 laki cenderung menyukai kegiatan bermain aktif tetapi anak perempuan menyukai permainan konstruktif dan permainan lainnya yang bersifat ‘tenang’. Berbagai kecenderungan ini bersifat umum dan belum tentu terjadi pada setiap anak, karena pasti akan terjadi perbedaan-perbedaan pada setiap individu mengingat manusia adalah mahluk yang unik. e. Lingkungan dan taraf sosial ekonomi Lingkungan dan taraf sosial ekonomi akan mempengaruhi jenis kegiatan bermain dan alat permainan yang digunakan oleh anak. Anak kota dengan anak desa menggunakan alat permainan yang berbeda , misal anak kota biasa bermain dengan mobil-mobilan bertenaga baterai, komputer dan video games, sedangkan anak desa bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, serta bermain dengan daun, ranting kayu, kerikil dan bahan alam lainnya. f. Alat permainan Ketersediaan berbagai alat permainan yang dimiliki anak mempengaruhi jenis kegiatan bermain. Perlu kiranya disediakan berbagai variasi alat permainan anak sehingga memungkinkan anak untuk bermain dengan berbagai cara dan jenis permainan. Hal ini akan berdampak positif bagi semua aspek perkembangannya. D. Tipe dan Jenis Kegiatan Bermain Aneka kegiatan bermain bisa membuat anak asyik sekaligus merangsang perkembangannya. Alat permainan yang digunakan oleh anak hendaknya sesuai dengan kebutuhan anak, begitu pula jenis kegiatan bermain sesuai dengan usia perkembangan anak. Berbagai jenis kegiatan bermain anak adalah sebagai berikut: I. Bermain Aktif Dalam kegiatan bermain aktif,anak melakukan aktivitas gerakan yang melibatkan seluruh indera dan anggota tubuhnya. Diantara jenis kegiatan bermain aktif adalah : 206 1. Tactile Play Merupakan kegiatan bermain yang meningkatkan keterampilan jari jemari anak serta membantu anak memahami dunia sekitarnya melalui alat perabaan dan penglihatnnya. 2. Functional Play Bermain Fungsional/Functional Play adalah kegiatan bermain yang melibatkan panca indera dan kemampuan gerakan motorik dalam rangka mengembangkan aspek motorik anak. (Charlotte Buhler) 3. Constructive Play Permainan yang mengutamakan anak untukmembangun atau membentuk bangunan dengan media balok,lego dansebagainya 4. Creative Play Permainan yang memungkinkan anak menciptakan berbagai kreasi dari imajinasinya sendiri. 5. Symbolic /Dramatic Play Permainan dimana anak memegang sustu peran tertentu. 6. Play Games Permainan yang dilakukan menurut aturan tertentu dan bersifat kompetisi/persaingan. II. Bermain Pasif Kegiatan bermain pasif tidakmelibatkan banyak gerakan tubuh anak, tetapi hanya melibatkan sebagian indera saja terutama pendengaran dan penglihatan. Kegiatan bermain pasif diantaranya adalah : 1. Receptive Play Permainan dimana anak menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri menjadi aktif (bukan fisik yang aktif) melalui mendengarkan dan memahami apa yang dia dengar dan ia lihat. 207 E. Syarat-syarat bermain dan permainan edukatif anak usia dini Bermain dapat memberikan manfaat yang maksimal pada anak jika terpenuhi syarat-syaratnya. Ada 5 syarat bermain dan permainan edukatif untuk anak usia dini yaitu : A. Play Time Anak harus memiliki waktu yang cukup dalam bermain. Masa usia dini merupakan masa bermain, bukan masa anak untuk dipaksa belajar atau bekerja. Saat yang tepat untuk anak bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan. Jika permainan di luar ruangan (gross motor/fungsional play) sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak merasa nyaman dengan udara yang sejuk dan tidak panas. B. Play Things Jenis alat permainan harus disesuaikan dengan usia anak dan taraf perkembangannya. Alat permainan hendaknya memnuhi kriteria; • Aman bagi anak • Ukuran, bentuk dan warna sesuai usia anak dan taraf perkembangannya, • Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, • Dapat dimainkan secara bervariasi/cara • Merangsang partisipasi aktif anak, menurut DR. Fitzhugh Dodson - 90 % aktivitas anak dan 10 % aktivitas alat permainan, • Sesuai kemampuan anak (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah) • Menarik dari segi warna dan bentuk atau suara (jika bersuara) • Tahan lama/tidak mudah rusak • Mudah didapat dan dekat dengan lingkungan anak • Diterima oleh semua budaya • Jumlah alat permainan yang digunakan hendaknya cukup, dengan kebutuhan anak, tidak terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak. C. Play Fellows 208 Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain jika ia memerlukan. Teman bermain dapat ditentukan anak sendiri ,apakah itu orangtua, saudara atau temannya. Jika anak bermain sendiri, maka ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri. D. Play Space Untuk bermain perlu disediakan tempat bermain yang cukup untuk anak sehingga anak dapat bergerak dengan bebas. Luas tempat bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan dan jumlah anak yang bermain. E. Play Rules Anak belajar bermain, melalui mencoba-coba sendiri, meniru temantemannya atau diberitahu caranya oleh orang lain (guru atau orangtua). Cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan anak akan mendapat keuntungan lebih banyak lagi. Jadi permainan yang baik adalah permainan yang ada cara/aturan bermainnya. B. Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran matematika anak usia dini adalah: a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran matematika untuk anak usia dini b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aljabar anak usia dini c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan geometri anak usia dini d. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aritmatika anak usia dini 209 e. Peserta PLPG mengemas perangkat pembelajaran matematika anak usia dini 2. Isi/Paparan Materi a. Landasan Pembelajaran Matematika Anak usia Dini Pembelajaran matermatika pada anak usia dini merupakan proses yang akan terus terjadi sepanjang kehidupan anak. Anak membangun pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi langsung dengan lingkungan dan orang lain yang berada disekitar anak. Oleh karena itu anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berinteraksi sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam menemukan dan mempelajari fakta, menemukan konsep, dan membuat hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya sehingga bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan anak kelak. Adapun landasan pembelajaran matematika pada anak usia dini, yaitu: anak dapat mempelajari fakta – fakta, berpikir kritis, anak mampu untuk memecahkan masalah, dan bermakna bagi anak. Konsep matematika anak usia dini sebenarnya dipelajari oleh anak sejak bayi melalui kegiatan sehari – hari. Misalnya pada saat bayi sudah dapat membedakan mana suara ibunya dengan orang lain. Pada usia dua tahun anak mulai dapat memilih pasangan pakaiannya sendiri, melalui kegiatan ini anak mulai membangun konsep mencocokan (matching). b. Prinsip Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini 1) Untuk menyelenggarakan pembelajaran matematika yang bermakna bagi anak terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu: a) Rencanakan pengalaman yang nyata sehingga anak dapat terlibat secara aktif. b) Observasi atau amati anak untuk memahami kemampuan dan minat anak. 210 c) Berikan kesempatan anak belajar sesuai cara belajar anak. d) Pendidik sebagai fasilitator, bukan sekedar pemberi pengetahuan, karena beberapa konsep dalam matematika perlu dipahami dengan cara dilakukan langsung oleh anak. e) Berikan anak permasalahan dan konflik untuk memunculkan kemampuan berpikir, akomodasi dan adaptasi. f) Merancang aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan hingga anak mencapai area perkembangan proximal (zone proximal development). g) Berikan aktivitas matematika yang bermakna, sehingga anak dapat menggunakan pengetahuan matematika tersebut dalam kehidupan sehari – hari. h) Buatlah pertanyaan yang menarik anak atau mengundang rasa ingin tahu anak. i) Doronglah anak untuk dapat menjelaskan apa yang dipikirkannya melalui kata-kata, gambar, tulisan dan simbol. j) Dorong anak untuk berbicara, baik kepada guru maupun anak lain. k) Pelajaran berurutan mulai dari enactive (konkrit) sampai pada simbolik. l) Bangunlah pembelajaran matematika berdasarkan pembelajaran sebelumnya. m) Gunakan berbagai macam alat atau benda yang berbeda untuk membantu anak mempelajari berbagai konsep matematika. c. Konsep Matematika Anak Usia Dini Konsep matematika anak usia dini hingga sekolah menengah berdasarkan The National Council Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 terdapat lima konsep yang dipelajari oleh anak, yaitu: bilangan dan operasi bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data serta probabilitas (Henniger, 2009). Sebelum anak mempelajari konsep matematika tersebut, anak perlu untuk diberikan pengalaman matematika permulaan yaitu mencocokan, 211 korespondensi satu – satu, klasifikasi, membandingkan, mengurutkan atau seriasi. Pengalaman matematika permulaan ini merupakan keterampilan dasar dalam untuk memahami konsep matematika selanjutnya. 1) Konsep Matematika Permulaan a) Mencocokan (Matching) Keterampilan mencocokan merupakan konsep dari korespondensi satu – satu dan mencocokan juga konsep dasar dari berhitung. Misalnya pada konsep ini anak belajar untuk mengamati dan mengungkapkan lebih banyak dan lebih sedikit. Kegiatan mencocokan dapat dimulai dengan mencari perbedaan, persamaan, hingga konsep lebih banyak dan lebih sedikit. Gb. 1. Mencocokan gambar corak payung. Gb. 2. Mencocokan gambar yang sama. 212 Gb. 4. Mencocokan dengan berbagai ketentuan. Gb. 3. Mencocokan pakaian. Gb. 5 kegiatan mencocokan satu orang dengan satu kursi b) Mengelompokan (Classification) Pada masa usia dini anak mengembangkan kemampuan untuk mengelompokan benda berdasarkan ciri – ciri tertentu. Piaget (1964) menyatakan bahwa anak dapat mengelompokan benda dimulai berdasarkan warna, bentuk, dan kemudian ukuran (Papalia & Olds, 2008). Kemampuan anak untuk melakukan klasifikasi merupakan kemampuan dasar untuk memahami nilai tempat pada bilangan, misalnya konsep puluhan dan satuan bilangan 25 terdiri atas dua puluhan dan lima satuan (Henniger, 2009). 213 Gb. 7. Mengelompokan/ klasifikasi menggunakan tutup botol Gb. 6. Mengelompokan warna binatang sesuai dengan warna kandang c) Mengurutkan atau seriasi Mengurutkan atau seriasi melibatkan kemampuan untuk menempatkan dua benda atau lebih ke dalam tata urutan tertentu, dari yang sederhana misalnya berdasarkan ukuran besar hingga kecil , ketinggian tinggi hingga rendah, ketebalan tebal hingga tipis hingga yang memerlukan ketelitian seperti warna gelap hingga terang, tekstur kasar hingga halus, posisi terdekat hingga terjauh, kapasitas isi dari banyak hingga sedikit, dan mengurutkan bilangan ordinal seperti pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Ada dua jenis pengurutan yaitu pengurutan 1 – 1, dan pengurutan 2 – 2 (set) yang disebut dengan dobel seriasi (double seriation) 214 Gb.8 Mengurutkan atau seriasi 1 - 1 Dobel Seriasi Gb. 9 Kegiatan dobel seriasi diambil dari cerita “beruang dan goldilocks” papa beruang mangku besar, mamberuang mangkuk sedang dan anak beruang mangkuk kecil. 2) Konsep Bilangan a) Pemahaman Bilangan (Number Sense) Berdasarkan pernyataan NCTM (2000) kemampuan pemahaman bilangan atau berhitung dan mengenal angka meliputi kemampuan untuk memahami bilangan, menghubungkan bilangan dengan angka, dan sistem urutan bilangan. Anak juga diharapkan memahami arti dari operasi bilangan dan hubungan antar bilangan, serta mampu untuk membilang 215 dan membuat perkiraan. Menurut Piaget ada 2 cara mengajarkan berhitung pada anak, yaitu berhitung berurutan secara ordinal (count in sequence) dan berhitung berdasarkan nilai bilangan atau kardinal(count in the set of number). (1) Count in sequence 1 2 3 4 5 6 (2) Count in sets of number Cara ke 2 lebih mudah dipahami anak, karena dua adalah 1 lebih, tiga adalah 2 lebih 1. Empat artinya 3 lebih 1. Lima artinya 4 lebih 1, dan seterusnya. Awalnya ajarkan anak menghitung secara berurutan, misalnya diri kiri ke kanan, atau dari atas ke bawah. Setelah itu baru diajarkan dengan cara acak, yang memiliki kesulitan lebih tinggi. Anak perlu menguasai arah membaca dengan baik dari kiri ke kana dari atas ke bawah. 216 Gb. 10. Cerita tentang konsep bilangan 5 Dalam mengembangkan kemampuan pemahaman bilangan, anak akan melewati proses memahami konsep: (1) Lebih atau kurang (more or less); (2) Menghitung/cardinalitas: menghafal hitungan, hubungan 1 – 1, menghitung secara berurutan, menghitung dalam sejumlah benda, urutan bilangan, perkiraan (estimasi); (3) Pengaturan spasial; (4) Lebih 1, lebih 2, kurang 1, kurang 2; (5) Benchmark 5 dan 10; (6) perkiraan jumlah; (7) bagian dari keseluruhan (part – part whole): Konsep bagian dari keseluruhan, yaitu pemahaman bahwa suatu set bilangan terdiri atas beberapa sub set bilangan, misalnya bilangan 5 dapat terdiri atas 1+4, 2+3, 3+2, 4+1 atau 1+2+2, 1+3+1, dan seterusnya. Gb.10 benchmark 5 dan 10 Bagian dari keseluruhan 217 Gb.11 Bagian dari keseluruhan bilangan sepuluh b) Aritmatika Kegiatan aritmatika merupakan kegiatan yang kaya akan pemecahan masalah. Untuk memecahkan suatu masalah merupakan proses untuk menemukan jawaban yang tepat dengan menggunakan berbagai cara. Polya (1962) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk memecahkan masalah, yaitu; memahami masalah, membuat perencanaan untuk memecahkan masalah, melaksanakan rencana, dan lakukan pemeriksaan ulang (Smith, 2009). (1) Penjumlahan dan pengurangan Penjumlahan merupakan operasi biner atau melibatkan dua bilangan (binary operation) yang digabungkan agar menjadi satu satuan bilangan. Operasi penjumlahan bilangan yaitu; kumulatif, asosiatif, transitif, dan elemen identitas. Operasi Penjumlahan Elemen Identitas Penjumlahan Komutatif Penjumlahan asosiatif Penjumlahan transitif Keterangan 1+0 = 1 Atau jika saya memiliki 1 buah mangga ditambah nol buah mangga, maka saya hanya punya 1 buah mangga 8+5 =13 sama dengan 5+8=13 6+8 = 6+6+2 = 14 Untuk mendapatkan jumlah 6, maka dapat 218 Operasi Penjumlahan Keterangan diperoleh dari penjumlahan 1+5, 2+4, 3+3, dst. Gb.12 Kegiatan bermain penjumlahan dan pengurangan (triangular flash card) hasil 10 Gb.13 Contoh buku cerita yang dengan konsep penjumlahan dan pengurangan (2) Perkalian dan pembagian Perkalian merupakan operasi yang digunakan untuk menemukan hasil dari dua faktor yang telah diketahui sebelumnya, faktor x faktor 219 = hasil. Sedangkan pembagian digunakan pada saat keseluruhan hasil dan satu faktor. Hasil : pembagi (faktor) = faktor (3) Nilai tempat Nilai tempat yang biasa dikenal yaitu bernilai sepuluh (based ten system). Terdapat empat jenis based ten system, sebagai berikut: sistem yang menggunakan bilangan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 0, angka nol digunakan sebagai penentu tempat; kelipatan sepuluh sebagai sistem letak, misalnya 10, 100, 1000, 10000; Algoritma. Gb. 13 Contoh kegiatan pemahaman nilai tempat konsep bilangan 11 terdiri atas 1 puluhan dan 1 satuan. 3) Aljabar Permulaan Aljabar permulaan mengarah pada hubungan antar jumlah dan bagaimana jumlah dapat berubah dikarenakan adanya hubungan satu dengan lainnya. a) Pola (Patterning) Pola merupakan cara yang digunakan oleh anak untuk mengenal urutan untuk membuat prediksi atau perkiraan mana yang muncul terlebih dahulu dan kemudian secara berurutan. Fungsi anak mempelajari untuk membuat pola yaitu pertama untuk mengenal pola urutan bilangan. Kedua yaitu mengajarkan kepada anak untuk berpikir secara berurut sebagai bentuk dari kegiatan memecahkan masalah. Mempelajari pola 220 dapat membantu anak untuk melihat dan menemukan pola hubungan, membuat generalisasi, dan prediksi. Terdapat beberapa jenis pola, yaitu: (1) Pola berulang misalnya AB-AB-AB, AAB-AAB-AAB, ABC-ABC-ABC, dan seterusnya. Gb.14 Kegiatan meronce dengan pola AB berdasarkan warna dan Gb.15 Pola AB berdasarkan ukuran (2) Pola yang berkembang AB-ABB-ABBB-ABBBB. Gb. 16 Contoh kegiatan pola berkembang 221 (3) Pola hubungan, misalnya satu anak memiliki dua mata, dua anak ada empat mata, dst. (4) Pola simetris Gb.17 Pola simetris dalam kegiatan bermain balok b) Fungsi Konsep fungsi dibangun berasal dari data pada pola yang berkembang. Misalnya 1 mobil memliki 4 roda, jika ada 4 empat mobil maka ada berapa roda? 4) Analisis Data: Grafik dan Probabilitas Berdasarkan standar NCTM (2000) mengenai konsep grafik dan probabilitas, yaitu anak mampu untuk membbuat pertanyaan berdasarkan data yaitu mampu untuk mengumpulkan, menyusun, dan menunjukan data yang ada 222 untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Anak mampu untuk memilih dan menggunakan metode statiska yang tepat untuk melakukan analisa data. Membangun dan memperbaiki perkiraan sebelumnya berdasarkan data yang didapat. Memahami dan mampu menerapkan konsep dasar dari probabilitas. a) Grafik Grafik menyajikan informasi numerasi secara visual. Terdapat beberapa bentik grafik, yaitu; dengan menggunakan benda nyata, grafik batang, grafik pie atau lingkaran, dan grafik garis. Grafik memiliki judul dan nama pada setiap bagiannya. Manfaat penggunaan grafik bagi anak yaitu anak dapat melihat dan membandingkan perbedaan dan persamaan, menuangkan perbendaan yang ada pada grafik dan membuat keputusan, mendiskusi berbagai perkiraan, dan mengkomunikasikan hasil. Untuk memahami konsep grafik seorang anak terlebih dahulu terampil dalam melakukan korespondensi satu – satu, memahami konsep bilangan, dan anak perlu memahami bahwa garis horizontal dan vertikal pada grafik sebagai titik utama. Gb. 18 Grafik sederhana b) Probabilitas Tujuan konsep probabilitas dalam pembelajaran matematika anak usia dini yaitu anak diajak berpikir untuk memperkirakan hasil. Kegiatan 223 bermain yang dapat dilakukan bersama anak dengan menggunakan benda nyata misalnya dengan menggunakan bermain lempar koin, berapa kali kemungkinan akan muncul gambar tertentu dalam dua kali lemparan. 5) Geometri: Bentuk dan Ruang NCTM (1989) mendefinisikan kepekaan ruang (spaial sense) sebagai intuisi seseorang terhadap ruang disekelilingnya dan benda yang ada disekitarnya. Untuk mengembangkan kepekaan ruang, seorang anak harus memiliki pengalaman yang mengarah pada hubungan geometri, yaitu arah, orientasi ruang dan sudut pandang terhadap benda di dalam ruang, ukuran dan bentuk benda, serta bagaimana bentuk dapat berubah yang dipengaruhi oleh perubahan ukuran. a) Ruang Konsep yang akan dikembangkan pada anak yaitu anak memahami posisi dan arah (atas, bawah, luar, dalam, kiri, kanan, depan, belakang, jauh, dan dekat). Untuk mengembangkan kemampuan pemahaman ruang, kegiatan bermain dapat dilaksanakan didalam dan diluar ruang. Kegiatan didalam ruang sebaiknya tidak menggunakan ruang yang sempit dan tidak terlalu banyak barang didalamnya. Kegiatan pemahaman ruang dapat berupa bermain ular naga, balok, kucing dan tikus, gobaksodor (galah asin), dan lain sebagainya. b) Bentuk Tujuan mempelajari konsep bentu yaitu agar anak dapat mengenali berbagai bentuk yang di temui sehari hari, misalnya lingkaran pada jam dinding, persegi pada jendela rumah, sehingga anak mampu membuat hubungan antara satu bentuk dengan bentuk lainnya. 224 c) Geometri Tujuan anak mempelajari geometri dari jenjang pra-sekolah hingga SD kelas rendah yaitu: (1) Mengenal bentuk (2) Memahami bentuk (3) Mengenal bentuk berdasarkan ciri – cirinya (4) Memahami bentuk kurva tertutup dan terbuka (5) Mengenali bentuk geometri yang bergerak (6) Memahami bentuk simetri (7) Pemetaan dengan menggunakan koordinat geometri (8) Luas dan volume (9) Sudut (konsep dasar) (10) Pengukuran 225 (11) Gb. 19 Contoh kegiatan bereksplorasi dengan berbagai bentuk geometri d) Pengukuran Pengukuran menggunakan nilai angka untuk mengukur benda fisik maupun non fisik. e) Pengukuran Fisik (1) Panjang dan tinggi (2) Luas area (3) Kapasitas dan volume (4) Berat dan massa f) Pengukuran Non-Fisik (1) Waktu (2) Suhu (3) Uang 226 Gb. 20 Contoh buku cerita tentang konsep waktu dengan “The grouchy lady d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran matematika anak usia dini dapat diselenggarakan di sentra, area maupun sudut kegiatan bermain anak. Untuk mengelola kegiatan belajar yang baik ada beberapa hal yang menjadi perhatian guru, yaitu: 1) Kegiatan Belajar a) Kumpulkan anak untuk duduk berbentuk setengah lingkaran. Jika diperlukan sediakan alas duduk bagi anak. Posisi tersebut memberikan kesempatan pada anak untuk saling bertatap muka. b) Mulailah dengan kegiatan belajar dengan berbagai kegiatan seperti bernyanyi, bermain peran, memberikan pertanyaan, atau mengulan konsep matematika yang sudah dibahas sebelumnya. c) Buatlah kesepakatan aturan bersama. Lakukan kegiatan membuat aturan dengan berdiskusi dengan anak, batasi dua hingga tiga aturan saja. Misalnya tunjuk tangan jika ingin bertanya dan mendengarkan teman saat teman berbicara. d) Berikan anak waktu untuk beradaptasi dengan aturan yang telah disepakati bersama. Ingat jangan paksa anak untuk langsung paham mengenai aturan pada saat itu juga. 2) Pengelolaan Bahan Belajar Anak 227 a) Perkenalkan hanya satu alat kegiatan main anak. Persiapkan alat main tersebut untuk kelompok kecil misal : tiga hingga empat orang anak. b) Perkenalkan alat main tersebut, jelaskan dari mana asalnya dan cara main alat tersebut. c) Diskusikan bersama anak aturan bermain bersama, dan jelaskan juga alasanya. Misalnya menyimpan alat mainan kembali pada tempatnya agar anak mudah menemukannya jika ia memerlukannya kembali. d) Peragakan apa yang akan terjadi jika anak tidak mengikuti aturan main bersama. Misalnya jika ada anak yang membawa pulang mainan. e) Jika ada anak yang tidak mentaati aturan main atau menyalah gunakan alat kegiatan main pisahkan anak dari kelompoknya, tetapi jangan berikan peringatan, ajak anak untuk duduk di luar kelompoknya dan minta anak untuk mengamati apa yang dilakukan temannya. Jika anak sudah memahami kesalahannya gabungkan kembali anak dengan kelompoknya. 3) Pengelolaan Lingkungan dan Kegiatan Belajar Anak a) Kumpulkan alat dan bahan main sesuai dengan konsep yang akan dibahas bersama anak. b) Tata alat dan bahan main anak. c) Pada waktu tertentu berikan anak kesempatan untuk bereksplorasi dengan alat dan bahan mainan baru. d) Lakukan kegiatan belajar dengan tahapan sebagai berikut: (1) Perkenalkan konsep matematika didalam kelompok besar (2) Atur anak menjadi kelompok – kelompok kecil untuk melakukan aktivitas matematika. (3) Guru mengamati anak pada saat kegiatan berlangsung dan lakukan pencatatan. Sesekali berikan pertanyaan pada anak untuk merangsang kemampuan berpikir dan untuk mengetahui sejauh mana anak memahami konsep matematika dari satu kegiatan main. 228 (4) Pisahkan anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan. Buatlah kelompok kecil yang terdiri dari anak – anak yang mengalami kedulitan tersebut. (5) Lakukan review dengan melakukan tanya jawab pada anak setelah setiap kegiatan dilakukan. e) Contoh Kegiatan Matematikan Anak Usia Dini Sentra : Cooking / Bermain Peran Kegiatan : ”Sate Buah” Usia : 5 – 6 tahun (15 anak) Tujuan: • Anak mampu untuk mengidentifikasi nama, warna, tekstur dan rasa dari buah buahan yang digunakan untuk ”Sate Buah” • Anak mampu untuk membuat ”Sate Buah” mengikuti suatu pola • Anak dapat mengurutkan pola-pola yang dibuat pada selembar kertas Alat dan bahan: • Buah pepaya, semangka dan nenas • Kantong ”perabaan” • Talenan • Pisau • Tusuk sate • Piring • Kertas ”Chart” • Krayon • Gambar tempel/kartu bergambar Langkah – langkah kegiatan: Pembukaan: • Guru menceritakan berbagai macam buah – buahan • Guru melakukan tanya jawab bersama anak seputar buah– buahan. 229 • Guru menjelaskan kegiatan mebuat sate buah Prosedurpembelajaran: Anak memotong buah-buahan dan dibuat sate buah berdasarkan pola yang diinginkan anak. Guru bertanya kepada anak mengenai nama, rasa, tekstur, warna dari buah-buah tersebut.Guru menanyakan pola buah yang dibuat oleh masing-masing anak. Kegiatan Penutup: Anak membuat pola dari sate buah yang dibuatnya dalam selembar kertas ”chart” Aktifitas lanjutan: Bermain membuat pola dengan cara berbaris. Anak dibagi menjadi buah pepaya, semangka, dan nenas. Guru memanggil nama buah, anak yang terpanggil akan maju dan membuat urutan sesuai pola. Asesmen: • Guru mengamati kemajuan dan partisipasi anak dan melakukan wawancara untuk mengetahui pemahaman anak mengenai pola dari sate buah yang dibuatnya. • Anak diminta untuk presentasi hasil sate buah masing – masing. 3.Latihan Rancanglah kegiatan belajar matematika anak usia dini berdasarkan konsep matematika. Dengan komponen sebagai berikut: a) Tentukan tujuan kegiatan belajar matematika AUD. b) Rancanglah kegiatan bermain yang mengembangkan kemampuan tersebut. c) Buatlah langkah – langkah kegiatan bermain d) Buatlah media alat permainan yang menudukung kegiatan tersebut. e) Integrasikan kegiatan tersebut ke dalam sentra/ area/ sudut kegiatan anak. f) Buatlah rancangan setting lingkungan dan penataan alat dan bahan 230 g) Rencanakan bentuk asesmen yang akan digunakan sebagai bukti bahwa anak telah menguasai suatu konsep dari matematika. 4. Daftar Pustaka Carruthersand, Elizabeth dan Maulfry Worthington, Children’s Mathematics Making Marks Making Meaning, London: Sage Publication, 2006. Charlesworth, Rosalind, Experience in Math For Young Children, 5th Edition. New York: Thomson Delmar Learning, 2005. Cooke, Heathet, Mathematics for Primary and Early Years, London: Sage Publication, 2007. Copley, Juanita V., The Young Child and Mathematics, Washington D.C: NAEYC, 2000 Dodge, Diene Trister, Creative Curriculum for Pre-School 4th Editition, Washinton DC: Teaching Strategies, 2007. Haylock, Dereck dan Fionna Thangata, Key Concepts in Teaching Primary Mathematics,London: Sage Publication, 2007 Henniger, Michael L., Teaching Young Children, New Jersey: Thompson Delmar Learning, 2009. Smith, Susan Sperry, Early Childhood Mathematics International Edition, New York: Pearson. 2009. Van De Walle, John, Matematika Pengembangan dan Pengajaran, Jakarta: Erlangga, 2007. Jurnal Online www.proquest.com/pqdweb Koleksi Foto TIM NEST dan koleksi pribadi. C. Pembelajaran Sains Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: a. Peserta PLPG memahami gambaran mengenai pambelajaran sains yang tepat bagi anak usia dini. b. Peserta PLPG mampu menjelaskan stimualsi yang tepat bagi pengembangan pembelajaran sains untuk anak usia dini. 231 c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentang persiapan-persiapan yang harus dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi pada pembelajarn sains bagi anak usia dini. 2. Isi/Paparan Materi All the flowers of all tomorrows are in the seeds of today (Chinese proverb). Kandungan makna yang tersirat dari proverb Cina tersebut sangat benar adanya, bahwa biji yang ditanam hari ini suatu saat atau esok akan menjadi bunga. Anak-anak kita hari ini terutama untuk anak usia dini akan menjadi “seseorang” nantinya, kita harus memberikan suatu proses yang terbaik bagi anak-anak agar dapat tumbuh dan kembang secara sempurna Usia dini adalah masa emas untuk memberikan stimulasi dalam rangka mengoptimalkan fungsi otak, dimana kisaran usia dini adalah 0-8 tahun. Perkembangan otak pada usia dini bukanlah suatu proses yang berjalan sebagaimana adanya, melainkan suatu proses aktif yang membutuhkan stimulasi melalui alat-alat indera (sebagai reseptor-reseptor otak diseluruh bagian tubuh). Perkembangan otak manusia dapat terbagi dalam 4 tahapan berdasarkan usia yaitu : 0 - 4 tahun mencapai 50 %; 4 – 8 tahun, mencapai 80 %; 8 - 18 tahun mendekati 100%. a. Landasan Pembelajaran Sains Anak usia Dini 1) Pengertian Sains Sains didefinisikan dalam webster new collegiate dictionary yakni “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau “pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum – hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan 232 eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam. Manusia mengetahui banyak hal di muka bumi ini baik melalui penang-kapan indera maupun hasil olah pikir. Kumpulan hal-hal yang diketahui tersebut dinamakan pengetahuan. Sedangkan Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan logis dengan mempergunakan metode-metode tertentu. Berdasarkan definisi di atas sudah menimbulkan kesan rumit atau sulit dalam memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan atau sains. Oleh karena itu tidak heran jika timbul mitos di masyarakat bahwa sains hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh sekelompok orang dengan melakukan serangkaian penelitian. Istilah penelitian itu sendiri sudah menimbulkan kerumitan. Seolah-olah penelitian itu hanya dapat dilakukan oleh para pakar, para ilmuan dan mereka-mereka yang kesehariannya disesaki oleh referensi-referensi ilmiah. Padahal setiap orang dan pada semua tingkatan usia dapat melakukan penelitian tanpa ia sadari bahwa ia telah melakukan penelitian. Penelitian secara sederhana dapat dilakukan hanya dengan berangkat dari suatu pertanyaan, "Mengapa?" dan berusaha mencari jawaban baik dari diri sendiri maupun dari sumber lain yang lebih mengetahui. Bagi seorang siswa, penelitian dapat dimulai ketika ia mulai bertanya kepada gurunya, bertanya kepada orang tuanya, atau bahkan bertanya kepada temanteman sebaya yang telah bersentuhan langsung dengan obyek yang dipertanyakan. Science is built up of facts as a house of stones, but a collection of fact is no more a science than a pile of stones is a house (Henry Poincare, La Science et l’Hypothese, 1908). The goal of education is to produce independently thinking and acting individuals (Albert Einstein). Sains adalah kerangka pengetahuan. 233 Pembelajaran sains itu penting karena: (1) Sains adalah bagian penting dari budaya manusia, yang mempunyai nilai tertinggi dari kapasitas berpikir manusia; (2) Adanya laboratorium yang ditindaklanjuti dengan penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan bahasa, logika, serta kemampuan memecahkan masalah dalam kelas; (3) Untuk jangka waktu panjang, dapat diciptakan saintis-saintis muda; (4) Negara sangat tergantung kepada kemampuan teknis dan saintifik dari masyarakatnya untuk persaingan ekonomi global serta keperluan nasional. Ada 3 area sains yang diajarkan dalam kurikulum, yaitu: 1) sains kehidupan: Biologi (tubuh manusia), Zoologi (hewan), Botani (tumbuhan), 2) sains bumi, meliputi: Geologi (kulit keras bumi), astronomi (langit, musim, luar angkasa), 3) Fisika: ilmu kimia (benda padat dan cair), ilmu fisika (keseimbangan dan gerakan) Gambar 1. Anak diperkenalkan dengan konsep terapung dan tenggelam 234 Ada tiga faktor utama mengapa dalam pembelajaran sains pembentukan sikap adalah penting (Martin, 1984), yakni: a) Sikap seorang anak membawa satu kesiapan mental bersamanya. Dengan sikap yang positif, seorang anak akan merasa sains objek, topic, aktifitas dan orang secara positif. Seorang anak yang tidak siap atau ragu-ragu karena alasan apapun juga akan kurang kemauannya untuk berinteraksi dengan orang dan hal-hal yang berhubungan dengan sains. b) S ikap b ukan pem baw aa n dari lahir at au b akat. Ahli k ejiw aan berpendapat bahwa sikap itu dipelajari dan disusun lewat pengalaman selagi anak-anak berkembang (Halloran, 1970; Oskamp,1977), sikap seorang anak dapat berubah melalui pengalaman. Guru dan orangtua mempunyai pengaruh terbesar atas sikap sains (George & Kaplan, 1998) c) Sikap adalah hasil yang dinamis dari pengalaman yang bertindak s eb aga i fa kt or p en garu h k et ik a an a k me ma su k i p e nga l ama n– pengalaman baru. Akibatnya sikap membawa suatu emosional dan intelektual, yang keduanya mengarah kepada pembentukan keputusan dan m em b ent uk e v alu as i. K ep utu sa n da n ev a lua s i in i dapa t menyebabkan seorang anak menetapkan prioritas dan memegang pilihan-pilihan yang berbeda. Selain pembentukan sikap, pembelajaran sains yang produktif juga dapat mengembangkan tiga aspek penting lainnya yakni: (1) Pengembangan dari sikap anak-anak; (2) Pengembangan dari pemikiran anak dan koordinasi ketrampilan mata dan kinestetik (motorik tangan, kasar, halus serta demikian juga dengan pelatihan, perasaan);(3) Pengembangan ilmu pengetahuan yang dibangun dari pengalaman di dalam setting yang alami. 235 Gambar 2. Pengembangan dari pemikiran dan keterampilan kinestetik Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005) Emosional Dari keingintahuan yang besar anak-anak untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru, kita dapat meningkatkan mereka untuk membangun: 1. Rasa ingintahu yang besar 2. 3. 4. 5. Intelektual Dari pengalaman pembelajaran yang positip pada anak-anak, kita dapat mengembangkan mereka: Ada keinginan untuk mencari sumber informasi Ketekunan Ada ketidakpercayaan; keinginan untuk menunjukkan atau untuk mempunyai nilai alternatif dari bukti yang digambarkan Pendekatan positip terhadap Mengabaikan generalisasi secara luas kesalahan ketika ada keterbatasan bukti Pikiran yang terbuka Mempunyai toleransi terhadap opini lain, penjelasan atau nilai yang digambarkan Bekerjasama dengan yang Mempunyai keinginan untuk lain menahan keputusan sampai semua bukti atau informasi ditemukan dan diujikan Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005) 236 Emosional Intelektual Menolak untuk mempercayai dalam superstition atau menerima klaim tanpa bukti Terbuka terhadap perubahan pemikiran mereka ketika bukti-bukti terhadap perubahan telah diberikan terbuka terhadap pertanyaan mengenai ide mereka. 2) Memulai Belajar Penelitian Anak-anak adalah saintis alamiah. Para ahli perkembangan anak pernah berdebat dalam masalah ini, tidak hanya didasari pada fakta dasar behavior anak-anak, tetapi lebih pada hubungan antara behavior dan aspek penting dari pemikiran saintifik. Anak-anak yang dibawa ke kelas sains memiliki rasa keingintahuan yang alami dan menset idea serta memahami konseptual framework dimana terdapat hubungan antara pengalaman di dunia alami dan informasi lain yang telah mereka pelajari sebelumnya (terdapat koneksi). Sejak mereka memiliki berbagai pengalaman, anak-anak diberikan dalam kisaran yang luas kemahirannya (skill), pengetahuan, serta adanya pengembangan konsep. Anak usia dini pada tingkatan taman bermain, TK A dan B maupun anak usia sekolah dasar sampai kelas dua belum saatnya diberikan pelajaran tentang kemampaun penelitian ilmiah, konsep-konsep ilmiah ataupun prinsip-prinsip penelitian. Karena memang pada anak usia dini (0-8 tahun) mereka baru mempelajari tentang kemampuan dasar yang terdiri dari pengamatan, klasifikasi, komunikasi, ukuran, estimasi, prediksi dan kesimpulan. 237 Pada kelas tiga SD, anak sudah diajarkan mengenai kemampuan dasar dan kemampuan terpadu. Kemampuan terpadu terdiri dari mengidentifikasikan variabel, mengontrol variabel, definisi operasional, membentuk operasional pengalaman, grafis, interpretasi data, model dan investigasi. Namun demikia, sikap mental peneliti sudah dapat diberikan oleh guru dalam bentuk yang sederhana dan yang berada di lingkungan terdekat dari dunia anak-anak. Oleh karma itu seorang guru dituntut untuk dapat menjelaskan area sains secara tepat kepada anak-anak, kendatipun kurikulum yang tersedia saat ini tidak menyediakan bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan olch seorang guru. Seorang guru harus mampu mengevaluasi setiap pengetahuan anak-anak dan konseptual serta perkembangan skill/kemahiran, sebaik tingkat metakognisi anak-anak mengenai pengetahuannya, kemahiran dan konsep, juga menyediakan lingkungan pembelajaran anak-anak dimana setiap anak dapat bergerak mengembangkan dalam semua aspek. Pertanyaan kunci untuk instruksi ini adalah bagaimana mengadaptasi tujuan instruktusional ke pengetahuan yang telah ada dan kemahiran dari murid, sebaik bagaimana memilih teknik instruktusional sehingga akan lebih efektif. Bagan Kemahiran Proses Sains (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005) Kemahiran Dasar Observasi Klasifikasi Komunikasi Pengukuran Estimasi Prediksi Kesimpulan Pra Taman Kanak- kanak X X X X X X Taman KanakKanak X X X X X X X Proses Kemahiran Observasi Menggunakan indera untuk menggabung-kan 238 Klasifikasi Memanipulasi material Mengkomunikasikan Mencatat/menyusun data Prediksi Inferensi Mengestimasi Penyelidikan Pemecahan masalah/membuat keputusan informasi Mengelompokkan, ordering, mengkategorikan, merangking, memisahkan, membandingkan. Memberikan perlakuan pada material secara efektif Berbicara, menulis, menggambar Logs, jurnal, grafik, table, gambar, rekaman Dimulai dengan hasil yang diharapkan didasarkan pada pola atau bukti yang ada Membuat kesimpulan (perkiraan yang educated) didasarkan pada alasan untuk menjelaskan observasi Menggunakan penilaian hingga aproksimat sebuah nilai/kuantiti Proses yang terintegrasi dari penelitian Proses yang terintegrasi untuk menilai dan menghasilkan solusi 3) Pembelajaran sains secara alami Pembelajaran sains terhadap anak-anak yang terbaik adalah ketika mereka termotivasi. Oleh karena itulah maka pemberian pembelajaran harus menarik, menyenangkan, menantang, melalui interaksi dengan lingkungan, dilakukan bersama antara yang seusia dengan dewasa, dengan menggunakan benda konkrit. Adapun pembelajaran ini dapat dilakukan melalui penyelidikan untuk melihat : pola, perhubungan, proses, dan masalah. Pembelajaran sains juga dapat mengembangkan bahasa. 239 Gambar3. Pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Anak-anak juga dapat melihat hubungan, proses dan masalah serta jalan keluar. Pembelajaran sains dilaksanakan secara kooperatif. Adapun prinsip dan teknik digunakan untuk membantu murid bekerjasama lebih efektif. Kerjasama adalah sesuatu yang bernilai, hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat melihat kerjasama mempunyai tujuan yang kuat, melihat teman sebagai teman berkolaborasi yang potensial, dan untuk memilih kerjasama sebagai kemungkinan pilihan yang layak untuk berkompetisi dan pekerjaan individual. Adapun prinsip pembelajaran sains adalah kooperatif, yakni: (1) adanya keterkaitan yang positif; (2) sebagai individu yang dapat diperhitungkan; (3) adanya interaksi yang simultan; (4) adanya partisipasi yang setara. Pada pembelajaran secara berkelompok, anak-anak diharapkan dapat bekerjasama dengan cara berdiskusi antar teman sebelum akhirnya ditanyakan kepada guru. Anak-anak berdiskusi tentang prosedur maupun kandungan isinya. Selain berdiskusi dengan satu kelompok mereka juga dirangsang untuk berdiskusi antar kelompok sebelum bertanyan pada gurunya. Apabila satu kelompok dapat mengerjakan tugas dengan cepat maka dapat membantu kelompok lain yang belum selesai. Tujuan dari pendidikan sains pada anak usia dini adalah (1)Mempersiapkan anak-anak dengan pengalaman yang dapat 240 membantu mereka menjadi terpelajar secara saintifik; (2) Membimbing anakanak saat mereka mempelajari kandungan arti dan membangun indera berdasarkan pengalaman oleh pemahaman terfokus dengan menggunakan ide sains, kemahiran, dan sikap mental; (3) Berbagi tanggungjawab dengan anakanak terhadap apa yang mereka pelajari; (4) Mengadaptasi kurikulum, mengatur waktu dan mengatur praktek, termasuk untuk tema pelajaran yang mengambil waktu beberapa hari atau minggu; (5) Menguji kemajuan dalam berbagai cara untuk mengelompokkan mana yang anak-anak ketahui dan dapat lakukan. 4) Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini a) Pengertian Organisme Organisme adalah semua mahluk hidup yang terdiri dari pepohonan, mamalia, lumut, serangga, jamur dan bakteri yang tersusun dengan struktur yang berbeda untuk fungsi yang berbeda. Ciri-ciri dari mahluk hidup adalah: (1) Makanan, tumbuhan membuat makanan mereka sendiri. memakan organisme lain. Hewan Jamur mencerna dan menyerap makanan mereka sendiri. (2) Nafas, menghirup oksigen untuk bernapas. Mengeluarkan karbondioksida (3) Respirasi, mencerna makanan untuk menghasilkan energI (4) Pembuangan, melepaskan zat-zat sisa yang beracun seperti karbondioksida dan kotoran (5) Pertumbuhan, bertambahnya ukuran bagi bakteri dan organisme bersel satu. Bertambahnya jumlah sel bagi organisme bersel banyak menuntun kepada bertambahnya ukuran dan perubahan bentuk. (6) Berkembang biak, pembagian sederhana ke dalam dua sel bagi bakteri dan organisme satu sel. Reproduksi seksual dan non seksual. 241 (7) Respon, respon terhadap rangsangan. Hewan biasanya bergerak menjauh dengan cepat, respon semua hewan; tumbuhan merespon melalui cara bertumbuh, biasanya dengan gerakan tubuh. (8) Gerakan, kebanyakan organisme bersel satu dan hewan bergerak secara keseluruhan. Jamur dan tumbuhan bergerak dengan anggota-anggota tubuh mereka. (9) Asal terbentuknya, organisme terbuat dari sel-sel Beberapa hal yang tidak menggambarkan karakteristik yang jelas dari mahluk hidup. Sebagai contoh bawang merah, kentang atau biji-bijian tidak terlihat seperti mahluk hidup, namun pada saat bawang merah, kentang atau biji-bijian menemukan habitat yang cocok maka mereka mempunyai potensi untuk berkembang. b) Pengelompokkan Organisme Ada 30 juta spesies dari mahluk hidup di bumi dan beberapa ilmuwan memperkirakan sebesar 100 juta. Dari data ini, hanya sebagian kecil dari spesies antara 1.5 sampai 1.8 juta yang telah dideskripsikan. Dengan keragaman yang besar dari organisme di sekeliling kita ini, kita hanya mengerti lingkungan kita dengan membaginya ke dalam kelompok dan dikenal dengan dengan istilah The 5 Kingdom THE 5 KINGDOM Sistem pembagian Kingdom dikembangkan oleh ahli Biologi Amerika yakni Robert H. Whitaker (1969). Sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan yang dimiliki adalah penggolongan jamur yang dimasukan ke dalam kingdom tersendiri. Alasan yang dikemukakan adalah jamur tidak mencerna sendiri makanan seperti yang dilakukan oleh binatang, tetapi mereka mengeluarkan enzim pencernaan disekitar makanan mereka, kemudian menyerapnya ke dalam sel. perbedaannya dengan monera. Begitu juga terlihat jelas Jamur atau fungi termasuk dalam jenis 242 organisme eukariot bukan prokariot. Kingdom ini sudah melengkapi dari kingdom sebelumnya. Adapun kelemahannya yakni belum mampunya sistem ini mendefinisikan kingdom monera secara tepat sehingga didalam kelompok kingdom monerapun masih memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik dalam hal RNA polymerase, RNA sequence, membran lipid, dan lainnya. Organisme dikelompokkan ke dalam lima kingdom: (1) Monera. Monera merupakan golongan yang bersifat prokariotik (inti sel tidak memiliki selaput inti). Monera terbagi menjadi dua golongan, yaitu Golongan bakteri (Schizophyta/ Schyzomycetes) dan golongan ganggang biru (Cyanophyta). Hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ditemukan di udara, air, tanah dan didalam organisme lain. (2) Protista (organisme bersel satu). Protista merupakan organisme yang bersifat eukariotik (inti Pembentukan kingdom pertimbangan adanya selnya ini sudah diusulkan memiliki oleh organisme-organisme selaput inti). Ernst Haeckel atas yang memiliki ciri tumbuhan (berklorofil) sekaligus memiliki ciri hewan (dapat bergerak). Yang termasuk dalam kingdom protista adalah Protozoa dan Ganggang bersel satu. Kebanyakan dilihat dengan mikroskop. Bersel satu dengan nucleus asli seperti tumbuhan atau seperti hewan. Pada dasarnya ditemukan di air atau di dalam organisme lain. (3) Fungi (jamur). Fungi merupakan organisme uniseluler (bersel satu) dan multiseluler (bersel banyak) yang tidak berklorofil. Fungi multiseluler dapat membentuk benang-benang yang disebut hifa. Tidak memiliki klorofil. Hidup di tanah atau didalam organisme lain. Berkembang biak dengan spora. Bersifat heterotrof. Contoh: Aspergillus niger. Kingdom ini dibagi menjadi beberapa divisi, yaitu: 1. Oomycotina; 2. 243 Zygomycotina; 3. Ascomycotina; 4. Basidiomycotina; 5. Deuteromycotina (4) Tumbuhan. Tumbuhan hijau meliputi organisme bersel banyak (multiseluler) dan sel-selnya mempunyai dinding sel. Membuat makanan sendiri (fotosintesa), hampir seluruh anggotanya berklorofil sehingga sifatnya autotrof. Yang termasuk kingdom tumbuhan: Ganggang bersel banyak (diluar ganggang biru), Lumut (Bryophyta), Paku-pakuan (Pteridophyta), Tumbuhan berbiji (Spermatophyta). (5) Hewan. Memakan organisme lain, biasanya bergerak. Hewan atau animal yang kita kenal selama ini dapat dibagi menjadi sepuluh macam filum (phylum), yaitu protozoa, porifera, coelenterata, plathyhelminthes, nemathelminthes, annelida, mollusca, echinodermata, arthropoda dan chordata. (a) Phylum Protozoa. Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya memiliki satu sel saja alias bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis (hanya dapat dilihat dengan mikroskop). Protozoa dapat hidup diair atau dalam tubuh mahluk hidup atau organisme lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri (soliter) atau beramairamai (koloni). Contoh: Amuba (amoeba) (b) Phylum Porifera. Porifera adalah binatang atau hewan berpori. Tubuhnya berpori-pori mirip spon. Hidup dengan memakan makanan dari air, kemudian disaring oleh organ tubuhnya. Contoh: bunga karang. (c) Phylum Coelenterata. Coelenterata adalah hewan berongga bersel banyak yang memiliki tentakel. Simetris tubuh coelenterata adalah simetris bilteral yang hidup di laut. Contoh : Ubur-ubur. (d) Phylum Platyhelminthes. Plathyhelminthes adalah binatang sejenis cacing pipih dengan tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah dengan pusat syaraf yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan 244 sebagai penyebab timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit pada binatang/hewan atau manusia. Contoh: cacing hati, cacing pita. (e) Phylum Nemathelminthes. Nemathelminthes atau cacing gilik/giling adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang baik namun tidak memiliki sistem peredaran darah. Contoh: cacing tambang, cacing askaris, cacing gilik. Setiap kingdom lebih jauh lagi dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil dan lebih kecil lagi seperti: filum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies. c.Kegiatan Pembelajaran Sains Anak Usia Dini 1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Tujuan kegiatan pembelajaran sains bagi peserta didik yaitu agar dapat mengembangkan rencana pembelajaran akademik bagi anak usia dini dengan Tema Hewan Peliharaan dan sub tema Ikan. 2. Uraian Materi Ikan termasuk dalam vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27000 di seluruh dunia. Secara taksonomi ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan. Klasifikasi ikan. Ikan adalah kelompok parafiletik artinya setiap kelas yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Ikan terbagi dalam ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 persen termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondricthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan bertulang keras atau sejati inilah yang mencakup hampir semua ikan pada masa kini. Ekologi Ikan. Ikan dapat ditemukan dihampir semua genangan air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada 245 kedalaman yang bervariasi, dari yang dekat permukaan hingga ke beberapa ribu meter di bawah permukaan. Namun demikian, ada satu danau yang kadar asinnya terlalu tinggi yakni Great Salt Lake tidak bisa didiami oleh ikan. Ada beberapa spesiesn ikan yang dibudidayakan untuk dipelihara dan dipamerkan dalam akuarium. Ikan Mas (Cyprinus carpio). Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak, termasuk golongan teleostei. Tubuhnya terbungkus oleh kulit yang bersisik, berenang dengan menggunakan sirip dan bernapas dengan insang. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 SM di Cina. Di Indonesia mulai dipelihara sekitar tahun 1920, adapun asal dari ikan ini adalah dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Klasifikasi Ikan Mas. Filum : Chordata. Kelas: Pisces. Sub Kelas: Teleostei. Ordo: Ostariophysi. Sub Ordo: Cyprinoidea. Famili: Cyprinidea. Famili: Cyprinidea. Genus: Cyprinus. Spesies: Cyprinus carpio L Contoh Rencana Pembelajaran Tematik RENCANA PEMBELAJARAN TEMATIK TEMA SUB TEMA KELAS/SEMESTER WAKTU I. : HEWAN PELIHARAAN : IKAN : II/1 : 2 x PERTEMUAN (70 MENIT) STANDAR KOMPETENSI Pembiasaan/moral: Menyayangi mahluk cipataan Tuhan Bahasa • • • • • • Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman secara lisan melalui kegiatan bertanya, bercerita dan deklamasi Mengenal bentuk ikan dan bagian-bagiannya Menulis kata-kata dengan menjawab pertanyaan sederhana Melaksanakan perintah sederhana secara lisan atau tertulis Membuat cerita singkat tentang ikan Kognitif • Mengenal bentuk dan bagian-bagian ikan (morfologi dan anatomi ikan) • Mengetahui proses perkembanganbiakan ikan 246 Sains: Mengamati bentuk dan bagian-bagian ikan (organ ikan) Seni/motorik halus: Menggambar ikan (hasil observasi) Bahasa Inggris: Melafalkan kata yang berkaitan dengan tema dalam Bahasa Inggris II. KOMPETENSI DASAR 1. Menceritakan perlunya menjaga dan menyayangi mahluk ciptaan Tuhan 2. (moral/ pembiasaan) 3. Menceritakan bentuk bagian-bagian ikan 4. Melaksanakan sesuatu sesuai perintah atau petunjuk sederhana (bahasa) 5. Mencontoh kalimat dari buku atau papan tulis (bahasa) 6. Menggambar ikan (seni, hasil dari observasi anak) 7. Membuat cerita singkat tentang ikan III. INDIKATOR Bahasa • Menulis kata atau kalimat • Menjawab pertanyaan, mengemukakan ide dan pendapat dengan kalimat benar • Menceritakan kembali cerita yang sudah dilihat dan didengar • Menyimpulkan secara sederhana dengan menggunakan bahasa sendiri tentang cerita yang dilihat atau didengar Kogintif • Mengetahui bentuk dan bagian-bagian ikan • Memahami proses perkembangan ikan Moral/pembiasaan • - Menyayangi mahluk ciptaan Tuhan IV. LANGKAH PEMBELAJARAN ■ Kegiatan Awal ■ Kegiatan Inti ■ Kegiatan Penutup V. Alat dan Sumber ■ LCD, CD, Komputer/laptop ■ Lembar kerja siswa ■ Ikan, piring, garpu, pisau/cutter, Tray ■ KTSP ■ Metode yang digunakan : demonstrasi, observasi, tanya jawab, inkuiri, bercerita, pemberian tugas 247 VI. PENILAIAN ■ Penilaian Lisan ■ Pengamatan ■ Penilaian Produk ■ Penilaian Portofolio ■ Evaluasi yang dilakukan oleh guru adalah: ■ Apakah anak dapat menyebutkan bentuk, bagian dan jenis ikan? ■ Apakah anak dapat menyebutkan alat pernapasan pada ikan? ■ Apakah anak dapat menyebutkan bagaimana proses perkembanganbiakan ikan? Dapatkah anak menggambar ikan hasil observasi? ■ Dapatkah anak membuat cerita singkat tentang ikan sesuai bahasa mereka masing- masing? Kegiatan Belajar 2 Tujuan mengenal lingkungan kita adalah agar kita memahami dan menjaga lingkungan disekitar kita. Teori: Lingkungan mengacu pada sekeliling kita, semua yang hidup dan benda-benda mati serta interaksi diantara mereka. Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi lingkungan mencakup cahaya, panas, air, angin, substrat (bebatuan, pasir, tanah, lumpur), zat non organik dan gas seperti oksigen dan karbondioksida. Faktor-faktor biotik yang mempengaruhi lingkungan mencakup semua mahluk hidup dan pengaruh-pengaruh mereka terhadap satu sama lainnya. Lingkungan bisa saja daratan (tanah), perairan (air) atau gabungan antara darat dan air seperti rawa bakau. Meskipun spesies manusia hanyalah sebuah kelompok kecil dari organisme, pengaruh manusia terhadap lingkungan sangat luas dan hebat. Kitatelah memperkenalkan spesies tumbuhan dan hewan ke dalam lingkungan yang baru dan beberapa spesies yang telah diperkenalkan ini telah menjadi hama setiap waktu. Manusia juga mengadakan penebangan-penebangan di hutan curah hujan untuk diambil kayunya mengakibatkan tanah menjadi longsor dan erosi (pengikisan tanah akibat air). Selain dari itu adanya metode penebangan yang salah dan juga pembakaran hutan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan kebakaran hutan. 248 Dampak dari penebangan ini adalah tumbuh-tumbuhan kehilangan habitat alami,begitu juga dengan organisme lain yang tak terhitung jumlahnya, ada beberapa diantaranya yang tidak dikenal oleh kita. Nilai-nilai tanggungjawab terhadap lingkungan dan sosial diperlukan agar lingkungan kita tidak tercemar. 2) Asesmen Tujuan dari asesmen berdasarkan kurikulum adalah untuk melihat kompetensi anak dari bidang akademik. Saat ini pendidik menginginkan dan memerlukan anak-anak yang tidak saja dapat mengulang kembali pengetahuan, kemahiran dan prosedur tetapi juga apa yang mereka pikirkan. Sebagai contoh jika anak berpikir bahwa segala sesuatu yang hidup akan diklasifikasikan bersama karena mereka dapat bergerak dan memiliki facial features, lalu kita dapat tanyakan kepada mereka dengan bahasa sederhana untuk mengidentifikasikan mahluk hidup dan tidak hidup. Asesmen dapat dilakukan secara formal dan informal. Asesmen formal biasanya berbentuk dokumen tertulis seperti tes atau kuiis yang diberi skor atau grade berdasarkan kinerja siswa. Asesmen informal biasanya tidak terlalu berkontribusi untuk penilaian akhir, asesmen ini lebih kepada keadaan umum dan dapat dilakukan melalui observasi, pedoman inventoris, partisipasi, melalui teman, evaluasi diri dan diskusi. Asesmen individual atau dalam kelompok kecil. Ada berbagai cara yang berbeda untuk membangun asesmen. Yang harus dipertimbangkan adalah • Wawancara; guru – anak, • Running records; • Anekdot; contoh kerja anak: ilustrasi anak, model, diagram, cerita, laporan, perencanaan, poster, video atau audio recording; • Performance: aturan permainan, debat, drama, nyanyi, puisi; • Peta konsep; • Auditape dari grup diskusi (kecil maupun besar); 249 • Observasi pada saat anak bekerja, • Checklist, • Tes (praktek dan tulisan), • Dokumentasi pada saat anak mengadakan kegiatan. Kumpulkan semua hasil kerja anak, kemudian dianalisis tipe pembelajaran yang di ases. Kita akan mengetahui kelemahan dan kekuatan dari masingmasing tipe. Langkah-langkah dalam pembuatan asesmen: • Analisis hasil identifikasi • Penentuan bentuk alat yang akan digunakan dalam asesmen • Penentuan butir-butir pernyataan/pertanyaan yang akan diterapkan dalam alat yang telah ditentukan dalam asesmen • Penentuan kriteria penilaian, penentuan bentuk laporan. Contoh penyusunan dan pemberian tingkatan pada seorang siswa Organiser and Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Life and living Hidup bersama Struktur dan fungsi Kergamanan mahluk hidup, perubahan dan kesinambungan Natural and processed materials Material dan penggunaannya Struktur dan sifat Reaksi dan perubahan Working Scientifically Merencanakan investigasi Membangun investigasi Memproses data Mengevaluasi yang didapat Penggunaan sains Acting responsibility Earth and beyond 250 Bumi, langit dan manusia Perubahan bumi Tempat hidup kita Energi dan Perubahannya Energi dan kita Transfer energi Energi dan sumber serta penerima 3.Latihan a. Kembangkan minimal dua alat asesmen untuk pembelajaran sains bagi anak usia dini dengan menggunakan tematik dan beri alasan mengapa menggunakan alat tersebut. b. Jelaskan kemahiran dasar yang harus diberikan pada pembelajaran sains anak usia dini? c. Buatlah satu perencanaan (lesson plan) untuk pembelajaran sains yang terintegrasi. K. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini 1. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini Seperti yang telah didefinisikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS), ilmu sosial adalah ilmu yang terintegrasi dari ilmu pengetahuan sosial dan humanistik untuk memajukan kompetensi yang sifatnya kewarganegaraan. Ilmu sosial saling berkordinasi, sistematika pembelajarannya menggambarkan berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat, pengetahuan politik, psikologi, agama dan sosiologi atau humanistik. (NCSS, 2003) Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, hubungan antar manusia serta dengan lingkungan sekitar manusia itu sendiri, seperti sosiologi, ekonomi, politik, antropologi, sejarah, psikologi, geogrofi dan lain-lain. Tujuan dari ilmu sosial adalah untuk membantu anak usia dini untuk mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang beralasan sebagai 251 bagian dari warga masyarakat yang demokratis di dalam keragaman budaya di dunia yang saling tergantung. (NCSS, 2003) Dengan mempelajari ilmu sosial, anak belajar mengenal diri dan lingkungan sosialnya. Selain itu, dengan memahami diri dan lingkungan sosialnya, anak akan belajar untuk menempatkan diri sesuai dengan siatuasi dan kondisi yang mereka hadapi. Dua tujuan utama dari ilmu sosial yaitu menyiapkan anak untuk ”mengasumsikan kewarganegaraan dan untuk mengintegrasi pengetahuan, ketrampilan dan etika dengan dan melalui disiplin ilmu. Kedua tujuan tersebut dapat membedakan ilmu sosial dengan ilmu yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu sosial memiliki cirri khas tersendiri. A. Budaya Kebudayaan adalah uraian pertama dari sepuluh uraian tematik yang dikembangkan oleh National Council for the Social Studies (NCCS, 1994) yang berfungsi sebagai kerangka untuk program pengetahuan sosial k-12. Kebudayaan adalah sentral untuk kita sebagai individu dan sebagai masyarakat. Kebudayaan adalah salah satu unsur yang sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Kebudayaan adalah cara hidup, lingkungan buatan manusia, nilai-nilai dan kepercayaan, symbol, interpertasi, sudut pandang yang diberikan oleh kelompok sosial (Banks, 2008). Kebudayaan menetapkan cara bagaimana berpikir, merasakan, dan berperilaku. Budaya kelompok dibuktikan melalui nilai-nilai, komunikasi nonverbal, bahasa, hubungan interpersonal, dress codes, parenting, peran gender, kebiasaan, adat istiadat sosial, dan hiburan. Berbagi kebudayaan membuat kita dapat tinggal berkelompok, dan inilah cara suatu kelompok beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal. Karakter penting lain mengenai kebudayaan adalah bahwa kebudayaan itu berubah secara konstan. Ringkasnya, kebudayaan itu mengikat dan membagi atau memisahkan masyarakat. Mengerti dan menerima perbedaan dan kesamaan dapat dilakukan 252 pada masa usia dini. Upaya untuk mengenalkan perbedaan dan kesamaan serta penerimaan terhadap perbedaan tersebut dapat dilakukan dengan konsep pembelajaran ilmu sosial yang menarik dan bermakna. Lingkungan hendaknya mengembangkan kebudayaan, baik lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang merayakan keragaman dan kesatuan dibangun atas dasar rasa saling menghormati yang dalam terhadap semua individu dan kelompok (Copple, 2003; Garcia, 2003). Untuk menciptakan ruang kelas yang menggabungkan rasa saling menghargai yang dalam bagi individu dan kelompok berarti pendidik harus terlebih dahulu mengerti beberapa hal: • Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anda sendiri mengenai orang lain • Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anak mengenai orang lain • Bagaimana perilaku terhadap orang lain dipelajari Perilaku dan nilai-nilai yang langsung dan membimbing merupakan dasar untuk merayakan keanekaragaman. Tetapi sebagai seorang pendidik, anda harus lebih dari sekedar memahami perilaku anda sendiri dan perilaku anak. Pendidik juga harus familiar dengan konsep kunci untuk mempelajari merayakan keanekaragaman seperti: • memahami keterkaitan dan saling ketergantungan • pengetahuan mengenai kesamaan yang menyatukan orang-orang dari beragam budaya, pengalaman, Ras / etnis dan bangsa • keterampilan untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang kemudian menjadi dasar untuk bekerja sama dengan orang lain B. Waktu, Kesinambungan dan Perubahan 1. Waktu Anak usia dini mengenal konsep waktu dengan sederhana. Anak usia dini mengenal lamanya dalam satu hari adalah ketika ia bangun tidur, sampai dengan 253 ia tidur kembali. Ia mengetahui adanya perubahan ketika melihat fotonya yang baru lahir dan membandingkan dengan kondisi dirinya pada masa sekarang dengan banyak perubahan. Anak usia dini mengetahui bahwa makan dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada waktu pagi hari, pada waktu siang hari dan pada waktu malam hari. Anak-anak memiliki pengertian tentang waktu, tetapi lebih bersifat naluri daripada konvensional. Selama anak usia dini, anak-anak dapat membedakan masa lalu dari sekarang dan mulai untuk menggambarkan kejadian sehari-hari dalam pola berurutan. Anak-anak mengasosiasikan waktu kronologis dengan waktu pribadi sebagai cerminan dari siklus alami kejadian sehari-hari. Anak usia dini memiliki keterbatasan persepsi mereka tentang urutan dan lamanya waktu dan kemampuan mereka untuk mengatur urutan dan pengalaman sehari-hari. Ide intuitif anak usia dini tentang waktu adalah subyektif. Subjektivitas ini penyebab utama kesalahan yang terjadi. Usia 5 tahun mengetahui bahwa menunggu selama 10 menit, akan lebih sulit daripada menunggu 5 menit, tetapi mereka juga menyimpulkan bahwa diperlukan waktu lebih sedikit untuk roda yang berbalik cepat dalam putaran selama 5 menit daripada yang dilakukannya untuk sebuah keran yang menitik dalam waktu yang sama (Vukelich dan Thornton, 1990). Pemahaman yang terbentuk kadang kala bertentangan dengan konsep yang sebenarnya. Waktu yang berdasarkan intuisi berbeda dari waktu operasional. waktu operasional menyangkut pemahaman hubungan urutan, lama, dan berdasarkan operasi persamaan dalam logika, baik itu kualitatif atau kuantitatif (Piaget, 1946). Tidak sampai memasuki operasi formal anak, dekat dengan masa remaja awal, apakah mereka mampu menguasai waktu operasional. Mungkin karena urutan sementara hanya membutuhkan perbandingan kualitatif, seperti sedikit lawan besar, anak-anak berusia 4 atau 5 dapat menunjukkan beberapa pemahaman kemampuan untuk mengurutkan peristiwa. Usia 4 sampai 6 tahun dapat melakukan tindakan secara berurutan untuk 254 mencapai tujuan; mereka tahu peristiwa yang terjadi dan mereka dapat mengurutkan kejadian sehari-hari dengan mengorganisir siklus (Vukelich & Thornton, 1990). Usia 4 tahun dapat akurat dalam menilai sesuatu yang bersifat sementara atas tingkat kesempatan; pada usia 5 tahun, anak-anak dapat menilai urutan terbelakang dari kegiatan sehari-hari dan urutan terdepan dari titik yang telah ditentukan dalam beberapa hari dan dapat mengevaluasi panjang interval dari kegiatan sehari-hari . Sekitar usia 7, anak-anak juga dapat menilai urutan peristiwa mundur dari beberapa titik acuan. Anak-anak belajar konsep urutan sementara - seperti sebelum dan sesudah, besok dan kemarin, atau mereka yang hanya membutuhkan bahwa posisi anak dalam dua poin waktu - lebih mudah daripada hubungan kuantitatif sementara. Untuk memahami hubungan kuantitatif sementara, seorang anak harus menyadari bahwa jarak 1:00-2:00 adalah sama dengan jarak 2:00-3:00. Anak-anak yang hanya mengerti urutan mungkin tidak sepenuhnya memahami bahwa jarak adalah sama. Sambil lalu, ini masalah yang sama dengan ciri kesalahan awal anak dalam menggunakan jarak linier. Seiring waktu anak mencapai Taman Kanak-kanak, mereka menggunakan istilah-istilah waktu dan jam dalam bercerita. Meskipun, mereka belum diinternalisasi konsep lamanya jarak, seperti jam dan menit, mereka memahami bahwa istilah-istilah ini memiliki makna. Anak pertama memulai dengan kegiatan mengasosiasikan jadwal kelas reguler setiap hari, kemudian mereka mencocokkan jadwal ini dengan waktu yang ada di jam. Selanjutnya, konsep jam, setengah jam, dan seperempat jam dapat berkembang. Usia 5 tahun mulai mengerti unit sementara waktu - seperti hari, tanggal, dan waktu kalender, dirumuskan pada urutan sementara atau peristiwa yang berurutan – dan dapat menyesuaikan diri pada waktunya, mencocokkan waktu dengan peristiwa eksternal: “itu adalah hari; matahari bersinar,” atau “itu adalah malam; bintang-bintang berada di luar”. Memahami kalender waktu termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep seperti waktu pertama, 255 terakhir, berikutnya, kemudian, lebih cepat, sebelum, dan sesudah. Pada usia 5 tahun, anak-anak dapat mengatakan apa hari itu dan akan menggunakan istilahistilah umum seperti musim dingin sebelum mereka akan menggunakan istilah umum hari ini, sebelum, atau dalam beberapa hari (Ames, 1946). Anak pertama bisa menanggapi kata waktu; berikutnya, mereka dapat menggunakan kata sendiri; akhirnya, mereka dapat menggunakan kata waktu untuk menjawab pertanyaan dengan benar. Pada usia 6, 7 dan 8, anak-anak dapat mulai menggunakan metode konvensional untuk menyesuaikan diri mereka dalam waktu; jam, jam tangan, dan kalender mulai memiliki beberapa arti. Pengetahuan tentang konsep waktu anak-anak berkembang mengarah pada gagasan bahwa anak-anak muda menerima instruksi yang direncanakan dalam waktu - yaitu, ketika pengajaran ini didasarkan pada siklus, berulang, dan kegiatan yang berurutan dari hari dan kehidupan anak. Walaupun tidak patut untuk meminta anak-anak untuk menghafal nama-nama hari atau bulan, untuk memberitahu waktu atau mempelajari konsep waktu operasional, hal itu adalah tepat bagi orang dewasa untuk memberi label pada anak-anak dan untuk memastikan rutinitas kehidupan mereka. Dengan mengalami rutinitas, mengukur waktu dan bagian dengan langkah yang berubah-ubah, anak akan mendapatkan konsep-konsep waktu. 2. Perubahan Dalam banyak hal, studi sejarah adalah studi perubahan. Beberapa perubahan merupakan kemajuan; yang lain tidak. Namun demikian, perubahan bersifat universal. Tidak peduli di mana kita tinggal atau bagaimana, perubahan akan menjadi bagian dari kehidupan kita (Brophy & Alleman, 2002). Mampu menerima dan beradaptasi dengan perubahan adalah penting untuk hidup. Daripada takut perubahan, anak-anak dapat diajarkan untuk menerima keniscayaan perubahan dan belajar cara untuk beradaptasi dengan perubahan pengalaman mereka. 256 Sekitar anak dengan kesempatan untuk mengubah pengalaman, lingkungan langsung menawarkan banyak alat belajar. Dari studi lingkungan sekolah, alam dan diri mereka sendiri, anak-anak dapat belajar bahwa (a) perubahan kontinu dan selalu hadir, (b) perubahan mempengaruhi hidup mereka dengan cara yang berbeda, dan (c) perubahan bisa dicatat dan catatan tersebut dapat membantu orang lain untuk memahami hal-hal yang telah berubah. C. Orang, Tempat dan Lingkungan Perencanaan untuk mengajar geografi dimulai dengan studi lingkungan langsung fisik anak-anak dan kemampuan mereka dan kesempatan untuk mengamati, berspekulasi, menganalisis dan mengevaluasi lingkungan. Baik lingkungan dan eksplorasi anak-anak di dalamnya sangat kompleks dan rumit. Untuk membantu pendidik mengatur anak-anak untuk belajar geografi dalam suatu lingkungan, standar nasional geografi, Geography for Life (Geography Education Standards Project, 1994 dan The National Council for The Sosial Stidies) (1998) mengidentifikasi tema utama dan konsep kunci untuk mempelajari geografi. Percaya bahwa studi geografi adalah lebih dari sekedar tempat geografi. 1. Bumi Tempat Tinggal Kita “Semua batu telah dibuat oleh tukang bangunan dari bumi dan bumi adalah batu yang terpecah”. “Pegunungan membuat dirinya sehingga kita bisa ski”. Penjelasan tentang sifat bumi diberikan dalam menjawab petanyaan yang diajukan denan Piaget (1965, P. 207), dan mereka menunjukkan anak-anak berpikir tentang sifat bumi. Piaget telah melabel tahap berpikir ini sebagai “artifisialisme”, gagasan bahwa anak-anak memandang benda-benda di bumi untuk mereka gunakan sendiri, dibuat untuk tujuan-tujuan (biasanya mereka).Dan dibuat sendiri atau oleh orang lain-pegunungan membuat dirinya sendiri, tukang bangunan membuat batu 257 Dalam usaha untuk menentukan dimana anak-anak memperoleh pemikiran seperti ini, Piaget menyarankan pendidikan religius atau pengalaman pendidikan: Pemikiran artifisial mungkin tidak pernah dipertimbangkan sebelumnya. Atau dapat muncul dari kekuatan orang tua bagi anak-anak, yang tampak seperti dewa bagi anak- anak, menyebabkan anak-anak yakin bahwa orang-orang yang kuat, seperti orang tua mereka, dapat menghancurkan batu untuk menciptakan bumi. Ingat terus pemikiran anak-anak usia dini, anda dapat membantu anak-anak membangun konsep yang lebih akurat tentang bumi dengan memberikan pengalaman terstruktur yang langsung dan konkrit dilingkungan mereka. Dalam merencanakan pengalaman penelitian bumi, anda harus bertanya pada diri sendiri, “Apa yang telah anak-anak melalui pengalaman mereka tentang cara bumi berfungsi?” “Apa yang telah mereka pelajari tentang fenomena alam kekuatan bumi, bagaimana air mengali menuruni bukit, efek pertumbuhan tanaman dan merencanakan binatang?” pengalaman Anda untuk dapat menggunakan anak-anak jawabannya berdasarkan konsep untuk kunci identifikasi geografi, pengetahuan tentang bumi. Kita hidup, dan kita tinggal dibumi. Ide yang sungguh sederhana-kecuali anda adalah anak kecil yang yakin bahwa semua yang bergerak itu hidup dan bahkan beberapa benda yang tidak bergerak, seperti racun, yang dapat membunuh anda, juga hidup (Piaget, 1965). Bagi anak-anak mobil, perahu, awan, sungai dan seluruh benda yang bergerak memiliki nyawa dan kesadaran. Saat anak-anak menggali lingkungan anda, anda dapat memberikan pertanyaan untuk membantu anak-anak membedakan benda hidup dan benda tidak hidup. Tanyakan pada mereka apakah benda yang mereka mainkan hidup atau tidak hidup. Berdasarkan jawaban mereka, anda dapat memberikan pertanyaan lain atau memberikan saran-saran. Usahakan memperluas pemikiran anak-anak dengan bertanya, “apakah menurutmu ini hidup?” ”kenapa 258 menurutmu ini hidup?” ”bagaimana kamu tahu?” ”apakah Kamu hidup?” ”benda apalagi yang hidup?” ”benda apa yang tidak hidup?” Setelah melakukan perjalanan, anda dapat menyiapkan meja, papan bulletin, atau diagram benda hidup dan benda tidak hidup. Anak-anak dapat meletakkan benda atau gambar yang mewakili benda-benda yang mereka lihat dalam perkalanan ke diagram yang sesuai. Batu, pasir dan gambar rumah dapat ditempatkan pada bagian benda tidak hidup dan gambar atau bagian tanaman dan pohon dan gambar hewan dan burung dibagian benda hidup. Anda juga dapat membantu anak-anak membuat bukle benda hidup dan tidak hidup. Anda dapat membantu anak-anak menuju generalisasi bahwa benda hidup memerlukan makanan dan air sementara benda tidak hidup tidak memerlukannya. Pengalaman lain dapat mendukung konsep bahwa kita hidup dipermukaan bumi. Saat bermain di luar ruang, anak-anak dapat mengelompokkan bendabenda yang ada dibumi. Anda dapat memperoleh pemahaman tentang proses berfikir mereka, yang diperlukan untuk merencanakan dan menilai proses belajar mengajar. a. Daratan dan Air Dengan mengenali lingkungannya, anak-anak dapat mulai mengetahui perbedaan permukaan bumi dan hubungan antara permukaan ini dan bagaimana mereka hidup. Anak-anak perlu waktu untuk bermain, bereksperimen dan mengeksplorasi sifat pasir air dan tanah di dalam dan di luar untuk mempelajari sifat permukaan bumi. Seluruh bahan ini dicampur dengan pasir dan tanah dan bermain dengan Lumpur dan air membantu anak-anak membangun pengetahuan fisik tentang bumi dimana mereka tinggal - pengetahuan yang sangat diperlukan untuk pemikiran formal tentang bumi nantinya. (NRC & IM, 2000) Eksplorasi anak -anak dengan air pasir dan lumpur dapat membantu mereka mengetahui bahwa bahan-bahan ini mengambil bentuk tempat 259 penampungannya dan mempraktekan ide bahwa jumlah bahan tersebut tetap sama, bahkan saat dimasukkan ke dalam penampung yang berbeda bentuknya. Pada sebuah grafik, anak-anak usia primer dapat menghitung dan mengingat berapa jumlah cangkir pasir, air atau tanah yang dibutuhkan untuk mengisi penampung yang besar. Minta mereka menuangkan isi cangkir kedalam penampung lain dan untuk memperkirakan apakah jumlah air tetap sama. Mereka dapat menguji hipotesa mereka dengan bahan tersebut kembali ke kontainer awal. Ingatlah bahwa pengalaman ini bersifat eksplorasi dan harus konkrit. Konsep abstrak dari sifat tanah dan air seperti evaporasi, haru diajarkan dengan cara konkrit. Walaupun begitu, pemahaman anak-anak mungkin tetap parsial. Peneliti menyarankan bahwa bahkan setelah instruksi yang melibatkan pengalaman langsung anak-anak usia 7-8 tahun yakin bahwa air telah berevaporasi (menguap) dari makanan sebenarnya terserap kedalam makanan. Apalagi, spons dan handuk menyerap air, jadi kenapa makanan tidak. (Landry dan Forman, 1997) Di sekolah atau lingkungan sekitar, anak-anak dapat menemukan permukaan tanah yang berbeda. Tempat bermain mungkin berumput, atau memiliki daerah berpasir. Anak-anak dapat merasakan permukaan yang berbeda dan pengelompokkan sebagai keras, lunak, kasar atau halus dan mendiskusikan tujuan dan penggunaan masing-masing. Tanyakan, ”kenapa jalan raya keras? Apa yang terjadi jika kamu terjatuh diatasnya?” ”apa kamu pernah terjatuh di pinggir jalan? Apa yang terjadi?” ”kendarai sepedamu dijalan, dia ats rumput dan kemudian diatas pasir. Dimana yang dengan mudah dikendarai? Kenapa?”. Beberapa permukaan mungkin dibuat oleh manusia, yang lain secara alami. Anak-anak TK dan usia Primer mungkin telah mampu mengelompokkan permukaan. Perjalanan dilakukan di komunitas yang lebih luas memungkinkan anakanak untuk mengamati bahwa bumi ditutupi juga oleh air selain daratan. Satu kelas tingkat 2 di Boston melakukan perjalanan malam ke tempat wisata danau 260 untuk berenang di danau, mendaki gunung disekellingnya, dan bener-bener mengalami sendiri perbedaan permukaan bumi. Bahkan dengan melakukan perjalanan, anak-anak tidak mampu benar benar mengenali seluruh permukaan bumi. ”tugas sekolah adalah untuk melengkapi bahan-bahan sumber pelajaran” (Mitchell,1934). Berbagi pengalaman dengan foto, lukisan atau gambar digital dan bahan rujukan atau audiovisual dapat digunakan untuk membantu anak anak megembangkan kesadaran tentang perbedaan jenis permukaan bumi. Pilih buku rujukan factual dan juga bacaan anak-anak untuk memperluas pengetahuan anak-anak tentang permukaan bumi. Mulailah dengan memilih buku-buku tentang lingkungan dan komunitas anak. Gunakan buku-buku lain untuk membawa anak-anak ketempat yang belum pernah ditangani. Tergantung pada pengalaman langsung anak dengan tanah dan air dan buku yang mereka telah membaca, mereka dapat melakukan beberapa kegiatan berikut: • Membuat dua lukisan dinding dengan label ”Di bumi, Di air” dan memasukkan gambar dari hal-hal yang hidup di darat atau di air, ditempatkan dengan benar • Mengklasifikasikan gambar kelompok bidang tanah, perbukitan, pegunungan, lembah, padang pasir dan sekelompok gambar permukaan sungai, air terjun, danau, laut dan air. Anak-anak dapat mengurutkan dua kelompok gambar ke dalam kotak yang sesuai label • Membahas dan menggambar jenis kegiatan yang terjadi di darat dan di air, membuat buku kecil atau grafik untuk kelas. Berenang, memancing dan berperahu diklasifikasikan sebagai kegiatan air, berkemah, bermain bola dan kegiatan berkebun diklasifikasikan sebagai kegiatan di darat b. Merawat Bumi Kita 261 Hal ini sangat mengkhawatirkan bahwa banyak anak-anak tidak berhubungan dari apa yang kita sebut alam. Kita sendiri adalah bagian dari alam, berevolusi bersama dengan hewan dan tumbuhan lain. Kita sebaiknya memberikan perhatian lebih untuk habitat kita, mengetahui bahwa kehilangan mereka adalah penyebab utama kepunahan spesies (Rivkin, 1995) dan iklim, mengetahui bahwa perubahan iklim merupakan penyebab utama dari pemanasan global. Setiap individu, dimulai dari anak-anak, harus belajar untuk peduli terhadap tempat tinggal kita dibumi. Setiap orang harus peduli dengan ratai kehidupan, kekayaan akan burung, serangga, rumput dan pohon-pohon dan kondisi udara, air dan tanah. Berdasarkan beberapa studi, belajar untuk merawat bumi (a) adalah proses yang berkesinambungan (b) terdiri dari berbagai disiplin ilmu (c) harus sesuai usia (d) harus secara langsung berhubungan dengan anak-anak, pengalaman seharihari dan (e) harus mencakup konsep dan sikap dan nilai-nilai. Kamu dapat memulainya dengan mendorong anak-anak untuk belajar mengamati lingkungan mereka, memberikan pengalaman yang dapat mengembangkan pemahaman tentang saling ketergantungan, kesadaran estetika, dan kesadaran sosial, seluruh bagian dari pendidikan lingkungan. D. Identitas dan Perkembangan individu Pengembangan kompetensi sosial adalah fitur utama dari program preschool dan penelitian menunjukkan pentingnya untuk kesuksesan sekolah nanti. Perbedaan dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga bergantung pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahunberpindah dari bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola satu teman bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan belum siap untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak umumnya telah mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi 262 teman mereka sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran, bernegosiasi, dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai membentuk kelompok dengan sebaya. Dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga bergantung pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahun- berpindah dari bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola satu teman bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan belum siap untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak umumnya telah mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi teman mereka sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran, bernegosiasi, dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai membentuk kelompok dengan sebaya. Anak-anak memasuki kelas preschool-primer dengan berbagai perkembangan sosial dan keterampilan. Para peneliti telah menunjukkan sejumlah teori untuk menjelaskan mengapa anak-anak berbeda dalam kemampuan mereka untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain. Diantaranya adalah teori perilaku, teori erikson, dan teori-teori sosial- kognitif saat ini (Bronson,2000). a. Identifikasi umum: Nama Nama populer yang unik. Menggunakan nama-nama anak dalam kelas mendorong apresiasi mereka makna. Bila menggunakan nama seorang anak berkata, “Aku tahu dan menghormati dia.” pendidik dapat mendorong anak-anak tidak hanya saling memanggil dengan nama, tetapi juga menggunakan namanama pendidik, sukarelawan dan pembantu. Dengan cara ini, anak-anak belajar bahwa setiap orang adalah orang penting dan bahwa masing-masing berbeda dari yang lain. Mungkin sekali anak-anak didorong untuk belajar nama pertama orang tua mereka. Memahami bahwa ibu dan ayah mereka memiliki nama sendiri untuk 263 membantu anak- anak melihat orangtua mereka sebagai orang-orang di kanan mereka sendiri. Di kelas Anda dapat melakukan hal berikut: - Gunakan nama anak-anak berada di jalur dan pengganti nama mereka di cerita, puisi, dan permainan. - Tulis nama anak-anak pada objek yang mereka milik. - Buat berita dengan menggunakan nama anak-anak: “Susan memiliki sepatu baru coklat.” - Membeli pad cap dan stempel karet dengan nama anak-anak terdaftar secara individual pada masing-masing. Anak-anak baru belajar membaca nama mereka menikmati prangko. - Tempat dua tumpukan pada permainan kartu meja untuk anak-anak untuk bermain dengan. Anak-anak dapat mengurutkan melalui dan menemukan nama mereka sendiri, semua nama mereka dapat membaca, atau nama yang sama. Tergantung pada umur mereka, mereka dapat mengklasifikasikan kartu nama sesuai dengan anak laki-laki, perempuan, teman, atau awal pemilihan akhir. - Ambil gambar anak-anak dan tingkat mereka pada kartu dengan nama-nama mereka. Karena anak yang akrab dengan gambar dan nama-nama, nama lembar dipotong. Lalu anak-anak dapat mencocokkan nama dengan gambar. - Bagaimana papan pesan menggunakan nama anak-anak. Ini mungkin bahwa “kita di TK. Ada 15 anak-anak” dengan anak-anak potret diri dan nama di bawah ini. - Buatlah nama buku bergambar. Tempatkan foto setiap anak di halaman. Kemudian anak atau penulis nama Anda di bawah foto dan kalimat tentang apa yang dia suka. b. Fisik diri 264 Anak-anak sebagai makhluk fisik, sikap mereka tentang diri mereka sendiri yang melibatkan tubuh fisik. Bagaimana tubuh bergerak dan berinteraksi, bagaimana mereka berpikir anak-anak menonton, jenis keterampilan tubuh mereka dapat mempengaruhi- semua diri. Diperkirakan berasal ketika bayi mulai menemukan diri mereka sendiri dan lingkungan mereka dengan melemparkan lengan mereka tentang dan mempelajari apa bagian tubuh mereka dan apa yang tidak. sensasi dingin, kelaparan dan kehangatan semua bekerja sama untuk membantu bayi belajar tentang tubuh dan diri. periode sensorimotor keseluruhan, anak-anak menggunakan tubuh mereka untuk belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka. Yang terpenting pada diri anak untuk perkembangan harga diri : • Ambil banyak foto anak untuk buku tempel, papan bulletin atau hadiah • Menceritakan tentang perbedaan warna kulit. anak-anak akan tertarik untuk mengeksplorasi apa warna kulit mereka dipanggil! anak-anak dapat diajarkan bahwa mereka memiliki jumlah yang berbeda melanin dalam tubuh mereka • Menyediakan semua jenis cermin bagi anak-anak untuk menggunakan full- length, tangan, kuningan-dan memberikan anak-anak umpan balik deskriptif karena mereka melihat diri mereka sendiri: “ Anda memiliki mata coklat gelap” “Melihat melewati • Mencatat tingi dan berat badan anak. kasir kaset atau strip panjang kertas, persis tinggi anak-anak, membantu mereka mengetahui berapa tinggi mereka. Pastikan kamu sensitive pada anak yang lebih tinggi atau yang lebih kecil dari yang lain. • Ukur bagian lain tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, jempol dan hidung dengan pengukuran yang sebenarnya seperti tangan dan kaki. • Buat grafik dengan nama anak pada satu sumbu dan kulit, rambut atau warna mata pada sumbu yang lain. 265 • Diskusikan perbedaan warna kulit, rambut dan mata. Bermain dengan menekankan bagian tubuh - kepala, lengan, lutut dan jari kaki; Looby Loo: or Simon says. • Menyediakan peralatan otot besar dan kecil untuk anak-anak untuk memanjat, melalui, naik turun dan memanipulasi dengan jari-jari dan tangan mereka • Buat bookklet atau bagan pada hal apa yang dapat dilakukan anak. Sebuah booklet kita sebut I can Run dapat dimulai dengan kalimat utama “I Can Run” yang kemudian berfungsi sebagai dasar untuk halaman selanjutnya pada buku tersebut: “I Can Run Quickly; I can run slowly or angrily or happily: dan begitu selanjutnya. Anak dapat mengilustrasikan halaman tersebut. Buku serupa dapat diberi judul I Can Jump atau yang lain. Bagian terpenting pada fisik diri anak adalah gender. Sebagai anak dewasa, mereka menjadi peduli pada perbedaan seksual. Kepedulian ini sering terlihat jelas dalam diskusi ketika menggunakan kamar mandi atau gambar detail seseorang. Kepercayaan diri dan kepedulian pendidik membahas diskusi dan pertanyaan dengan respect dan siap membantu mengatasi kesalahan-kesalahan konsep (Chrisman & Counchenour, 2002). Pendidik dan orangtua harus memperharikan kepentingan seksualitas dan hubungan perasaan positif atau negative pada anak tentang dirinya (National PTA, 2002). Orang dewasa yang sedang bekerja dengan anak harus menggunakan nama asli untuk jenis kelamin, berbicara terus terang tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan mendorong anak untuk tetap pada aturan dan perasaan ketika bermain peran. Sikap orang dewasa terhadap seksualitas penting bagi harga diri anak. Untuk banyak orang dewasa, topik seksualitas menghasilkan rasa bersalah dan kecemasan dan perasaan positif. Orang dewasa yang menduga dalam cara yang lembut bahwa perilaku tertentu itu buruk mungkkin bisa membuat 266 kecemasan atau malu pada anak. Perasaan positif didapatkan dari pendidik yang mengerti dan menerima seksualitas anak. Sikap gender berkembang ketika masa prasekolah (Gunnar, 2003). Promosi ketidakbiasan dan nilai perhatian gender dan aturan gender membutuhkan anda, seorang pendidik, untuk menguji nilai dan prasang kamu. Perubahan wanita terbentuk dari kepedulian bangsa pada bagian sosialisasi dalam menugaskan kekakuan aturan gender awal dalam kehidupan. Kita dapat membantu anak menjadi peduli pada seksualitas mereka sendiri tanpa menugaskan mereka urutan aturan gender : • pastikan bahwa blok, mainan kayu dan roda area yang tidak boleh menjadi sentra anak laki-laki dan masak-masakan area sentra anak perempuan • menghilangkan atau memanggil bersama anak dengan sepatu merah, celana biru, resleting jaket, mata hijau dan lainnya, daripada membagi kelompok dari laki-laki dan perempuan • melengkapi model laki-laki dan perempuan dalam variasi pkerjaan • Tanya anak laki-laki untuk membantu membersihkan, memasak, mengelap meja dan melakukan tugas lain sering seperti pekerjaan wanita • Temukan cerita untuk melukiskan laki-laki dan perempuan dalam variasi pekerjaan tidak ditugaskan dari aturan gender. • Uji anak ketika meraka membuat statemen seperti ”laki-laki tidak dapat melakukan itu” atau ”itu bukan untuk perempuan” dengan memberikan informasi dan fakta untuk mengoreksi pemikiran mereka. E. Kekuatan, Kekuasaan, Sipil dan Pemerintahan Dalam program prasekolah dan primer, anak-anak tidak hanya mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang demokratis, tetapi mereka benar-benar warga negara yang demokrasi (Dewey, 1944). Harian, berkontribusi pada penciptaan dan promosi suatu masyarakat yang demokratis dan menerima manfaat dari milik masyarakat ini. 267 Melalui setiap pengalaman dalam program ini, anak-anak belajar bahwa mereka layak, dihargai dan dihormati. Mereka tahu bahwa mereka akan memenuhi kebutuhan individu dan keinginan Anda dan untuk melindungi kebebasan berekspresi, mengejar kebahagiaan dan hak-hak lainnya. Namun, sambil belajar untuk memperluas keprihatinan mereka dan memberikan sebagian dari keegoisan mereka. Sebagai anggota komunitas demokratis, anak-anak mengembangkan rasa kekhawatiran, mengakui bahwa kepentingan mereka tumpang tindih dengan kepentingan orang lain dan kesejahteraan mereka erat terkait dengan kesejahteraan orang lain (Boyle-Baise, 2003). Belajar untuk menyeimbangkan kebutuhan individual dengan kepentingan umum. Pendidik membangun dan mempertahankan prinsip-prinsip dasar demokrasi di kelas. Cara-cara di mana pendidik menetapkan kontrol, berkaitan dengan masing-masing anak dan interaksi mereka satu sama lain dan mengajar siswa dari semua mengirim pesan yang kuat kepada anak-anak tentang nilai-nilai demokrasi. Meskipun tidak ada cara yang benar atau salah untuk melakukan hal ini pendidik, mengamati kelas demokratis, satu segera menjadi sadar bagaimana pendidik secara aktif mendukung nilai serta martabat sambil melindungi dan mempromosikan kesejahteraan dari total kelompok. Dalam kelompok demokratis, sistematis mengikuti prinsip-prinsip tertentu: 1. Pendidik berbagi kontrol. Jangan memberikan perintah dan mengharapkan anak-anak untuk membuta mengikuti instruksi mereka. Alih-alih hanya menekankan tugas atau kemampuan untuk belajar, pendidik berfokus pada bagaimana anak-anak rasakan, bereaksi dan berinteraksi dengan satu sama lain juga (Bredekamp &Copple, 1997). 2. Anak-anak membuat keputusan. Mampu membuat keputusan yang bijaksana diperlukan peserta dalam masyarakat demokratis (Longstreet, 2003). 3. Disiplin yang tegas dan konsisten, tetapi tidak berbalik dengan kekerasan, paksaan, ancaman atau malu. Sudah datang untuk percaya bahwa aturan otoritas dan yang menjadi berarti baik mengikuti perintah, anak-anak harus 268 berpartisipasi dalam mendefinisikan dan mengikuti aturan dan memulai proses panjang memisahkan niat dari tindakan. 4. Kebebasan berpikir dan berbicara yang dikembangkan. Anak diharapkan memiliki pendapat dan dapat mengekspresikannya. Harapan ini mencangkup bagian dari kurikulum (Greenberg, 1992). daripada memberi anak-anak potongan kertas warna atau pola untuk kegiatan artistik, para pendidik meminta mereka untuk mengekspresikan ide-ide mereka sendiri, pemikiran dan perasaan dalam menggambar, melukis atau konstruksi. Mereka dibiarkan untuk berdiskusi, menulis dan mengekspresikan apa yang mereka tahu dan rasakan dalam seni bahasa dan membuat pilihan tentang bagaimana mereka akan belajar matematika dan kemampuan sains. Pendidik taman kanak-kanak, melihat dari kesukaan anak terhadap dinosaurus, mintalah mereka untuk menggambar dinosaurus kesukaan mereka. 5. Anak tidak pernah kewalahan oleh kekuatan orang lain. Pendidik adalah sosok yang kurang kuat di dalam kelas, dan mereka tidak mengizinkan ank-anak untuk mengatur melalui kekuatan pernyataan, kebohongan, atau ancaman. 6. Rasa kemasyarakatan yang dibangun. Ruangan kelas adalah grup dari individual dan pendidik mengembangkan grup ini menjadi sebuah komunitas dengan membantu mereka berbagi tujuan. Meskipun anak kecil dapat mulai merasakan bahwa mereka adalah bagian dari komunitas itu dan berbagi di dalamnya, kelengkapan dari keluarganya, memiliki grup sendiri dari teman, kelas, dan sekolah. Tidak hanya anak yang didukung untuk melihat bagian dirinya yang merupakan bagian dari keseluruhan grup, tetapi bagian kecil grup termasuk ke dalam keseluruhan grup yang dikembangkan (New, 1999a). 7. Pendidik sebagai contoh yang menghormati orang lain (DeRoach, 2001). Pendidik yang memperdulikan dan menghormati setiap anak di dalam grup dan setiap orang dewasa yang bekerja sama dengan anak menjadikan dirinya sebagai contoh untuk anak. Contoh pendidik dan pengaruh kebiasaan hormat 269 akan membuat anak mengetahui bagian jalan terbaik yang masing-masing menghormati dan memperdulikan. 8. Pendidik yang perduli mendapatkan rasa hormat dari anak. Pendidik adalah contoh kuat untuk anak. Mereka tidak hanya contoh dari rasa hormat, rasa perduli, tetapi mereka menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anak dan menemukan berbagai cara untuk mencontohkan rasa hormat. Kemampuan untuk bertanggung jawab untuk satu orang dan kepada seluruh partisipasi dalam kesejahteraan grup adalah asset dalam sebuah masyarakat. Tetapi dalam masyaraka