Guru Kelas PAUD/TK - Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115

advertisement
MODUL PLPG
GURU KELAS PAUD
KONSORSIUM SERTIFIKASI GURU
dan
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 115
2013
KATA PENGANTAR
Buku ajar dalam bentuk modul yang relatif singkat tetapi komprehensif ini
diterbitkan untuk membantu para peserta dan instruktur dalam melaksanakan kegiatan
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Mengingat cakupan dari setiap bidang atau
materi pokok PLPG juga luas, maka sajian dalam buku ini diupayakan dapat membekali
para peserta PLPG untuk menjadi guru yang profesional. Buku ajar ini disusun oleh para
pakar sesuai dengan bidangnya. Dengan memperhatikan kedalaman, cakupan kajian, dan
keterbatasan yang ada, dari waktu ke waktu buku ajar ini telah dikaji dan dicermati oleh
pakar lain yang relevan. Hasil kajian itu selanjutnya digunakan sebagai bahan perbaikan
demi semakin sempurnanya buku ajar ini.
Sesuai dengan kebijakan BPSDMP-PMP, pada tahun 2013 buku ajar yang
digunakan dalam PLPG distandarkan secara nasional. Buku ajar yang digunakan di
Rayon 115 UM diambil dari buku ajar yang telah distandarkan secara nasional tersebut,
dan sebelumnya telah dilakukan proses review. Disamping itu, buku ajar tersebut
diunggah di laman PSG Rayon 115 UM agar dapat diakses oleh para peserta PLPG
dengan relatif lebih cepat.
Akhirnya, kepada para peserta dan instruktur, kami sampaikan ucapan selamat
melaksanakan kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Semoga tugas dan
pengabdian ini dapat mencapai sasaran, yakni meningkatkan kompetensi guru agar
menjadi guru dan pendidik yang profesional. Kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran pelaksanaan PLPG PSG Rayon 115 Universitas Negeri Malang, kami
menyampaikan banyak terima kasih.
Malang, Juli 2013
Ketua Pelaksana PSG Rayon 115
Prof. Dr. Hendyat Soetopo, M. Pd
NIP 19541006 198003 1 001
TIM PENULIS
Penulis
Ade Dwi Utami, M.Pd
Azizah Muis, M.Pd
Dr. Hapidin, M.Pd
Dra. Nurbiana Dhieni, M.Psi
Dr. Sofia Hartati, M.Si
Sri Indah Pujiastuti, M.Pd
Dra. Winda Gunarti
Dra. Sri Wulan, M.Si
Dr. Asep Supena, M. Psi
Dra. Edwita, M. Pd
Dra. Gusti Yarmi, M. Pd
Dr. Yuliani Nuraini Sudjiono
iii
KATA PENGANTAR
Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, Undang-undang RI nomor 14 2005
dan Peraturan Pemerintah nomoe 19 tahun 2005 mengamanatkan bahwa guru
wajib memiliki kualifikasi akademik (kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat
jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kompetensi guru mencakup penguasaan kompetensi
pedagogik, professional, kepribadian dan sosial yang diberikan dengan
sertifikat pendidikan yang diperoleh melalui sertifikasi.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah
memenuhi prasyarat. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh LPTK
yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Berdasarkan peraturan
pemerintah RI nomor 74 tahun 2009 tentang guru, pelaksanaan sertifikasi bagi
guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara yaitu uji kompetensi melalui
penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung bagi
guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara yaitu uji kompetensi melalui
penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung bagi
guru yang memenuhi persyaratan.
Peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio yang belum mencapai skor
minimal kelulusan, diharuskan (a) untuk melengkapi portofolio, atau (b)
mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG) yang diakhiri dengan
ujian. Untuk menjamin standarisasi mutu proses dan hasil PLPG. Modul bahan
ajar PLPG ini digunakan sebagai sumber acuan bagi instruktur dan peserta
dalam proses belajar mengajar selama kegiatan PLPG.
Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Tim
Penyusun modul bahan ajar PLG yang telah bekerja keras dengan penuh
dedikasi dalam menyempurnakan modul ini. Mudah-mudahan modul ini
dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan PLPG yang
akan berdampak pada peningkatan kompetensi guru sesuai amanat Undangundang.
Jakarta, Januari 2013
Universitas Negeri Jakarta
Rektor
Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M. Pd
NIP. 1951031601987031001
iv
DAFTARISI
COVER
ii
TIM PENULIS
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
PERISTILAHAN/GLOSSARY
vii
Bab I Pendahuluan
1
A.
B.
C.
D.
1
Deskripsi
Prasyarat
Petunjuk Penggunaan Modul
Tujuan Akhir
Bab II Kebijakan Pengembangan Profesi Guru
A.
B.
Tujuan Antara
Uraian Materi
1. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru
2. Hakikat Guru Profesional
3. Kompetensi Guru
Bab III Materi Pembelajaran 1: Model dan Perangkat Pembelajaran
A.
B.
Model Pembelajaran
1. Konsep Model Pembelajaran
2. Model Pembelajaran Ekspositori
3. Model Pembelajaran Inkuiri
4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
5. Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir
6. Model Pembelajaran Kooperatif
7. Model Pembelajaran Kontekstual
8. Model Pembelajaran PAKEM
9. Lesson Study
Pengembangan Silabus dan RPP
Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran
v
Bab IV Materi Pembelajaran 2: Penelitian Tindakan Kelas
A.
B.
Materi Penelitian Tindakan Kelas
Contoh Penelitian Tindakan Kelas
Bab V Materi Pembelajaran 3: Pendidikan Anak Usia Dini
Lembar Assesmen
Lembar Kunci Jawaban
Daftar Pustaka
Lampiran
vi
PERISTILAHAN/GLOSSARY
Afektif
: Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai
Belajar
: Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi
seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang
diperolehnya dan praktik yang dilakukannya.
Desain sistem : Proses rancangan sistem pembelajaran secara sistemik dan
sistematis Pembelajaran
Indikator
: Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensi
dasar kompetensi
klasikal
: Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlah peserta
didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar
bersama, berkelompok dan individual.
Kognitif
: Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk
menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual.
Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif.
Kompetensi
: 1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab
yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugastugas di bidang pekerjaan tertentu.
2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur.
Kompetensi
dasar (KD)
: Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas atau pekerjaan dengan efektif.
Media
: Segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan isi
pelajaran, pembelajaran
memberikan kemudahan proses belajar
siswa.
Paradigma
: Cara pandang dan berpikir yang mendasar
Pembelajaran : (1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas);
vii
(2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau
sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku
pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat
memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini
merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan
peserta didik.
Perangkat
: Dokumen yang
pencapaian tujuan pembelajaran
bahan ajar, media pembelajaran,
dibuat guru untuk mengimplementasikan
pembelajaran, terdiri dari: silabus, RPP,
penilaian hasil belajar.
Psikomotorik : Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh
manusia.
RPP
: Rencana
pelaksanaan
pembelajaran
yang
disusun
berdasarkan silabus, bersifat operasional, berfungsi sebagai
pedoman pencapaian kompetensi dasar.
Silabus
: Rancangan pembelajaran pada tingkat mata pelajaran
sebagai pedoman pencapaian standar kompetensi.
Sistematik
: usaha yang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat
dicapai dengan efektif dan efisien.
Sistemik
: Holistik: cara memandang segala sesuatu sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.
Standar kom- : Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam
serangkaian
petensi (SK)
kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
secara efektif.
Taksonomi
: (1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis
dan
tujuan belajar
evaluasi (Benjamin Bloom dkk, 1956)
(2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan
yang terdiri dari atas faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognisi, dan dimensi proses kognisi yang meliputi
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk,
2001, sebagai revisi dari taksonomi Bloom dkk).
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi
Kehadiran modul ini sebagai salah satu sumber belajar bagi guru peserta
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Sebagaimana amanat dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru profesional memiliki
kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan
bersertifikat pendidik. PLPG merupakan salah satu pola yang
diselenggarakan untuk memenuhi guru yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang diharapkan sesuai dengan regulasi tersebut.
Sebagai salah satu sumber belajar diharapkan modul ini memberi
pengayaan secara substansial maupun pedagogik kepada guru-guru
peserta PLPG, sehingga selesai mengikuti program pelatihan kompetensi
guru meningkat, sehingga memungkinkan guru dapat mengubah
paradigmanya dalam pembelajaran di kelas yang dalam jangka tertentu
dapat meingkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Modul ini pada bagian awal memuat tentang Kebijakan Pengembangan
Profesi Guru dari sudut pandang akademik. Bahan ajar secara lengkap
terkait dengan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru pada tahun 2012
telah ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan
Profesi Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim. Pada babbab berikutnya dibahas tentang Model-model dan Perangkat
Pembelajaran yang ditulis dalam Bab III (Kegiatan Pembelajaran I).
Penguasaan dan pemilihan terhadap model-model pembelajaran akan
sangat membantu guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran,
sehingga pembelajaran di kelas tidak membosankan. Sudah saatnya
siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran, sehingga paradigma
pembelajaran yang teacher oriented harus sudah mulai ditinggalkan.
Dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Salah satu
model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM). Demikian
pula dengan atau tanpa pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), membuat perangkat pembelajaran (silabus, RPP,
1
pengembangkan bahan ajar, pembuatan media, dan evaluasi) sudah
melekat menjadi tanggung jawab dan kewajiban guru.
Bab IV Kegiatan Belajar 2 tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian yang dilakukan di kelas sebagai “pengobatan” atas masalahmasalah yang dapat diamati di kelas terkait dengan proses
pembelajaran. Dengan melakukan penelitian di kelas bukan saja
pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, tetapi
kemampuan guru dalam menemukan solusi atas permasalahan
pembelajaran dan pengembangan kreativitasnya dapat terwadahi.
Secara administratif guru juga akan memperoleh nilai tambah untuk
pengumpulan angka kreditnya yang dapat digunakan untuk kenaikan
pangkat/jabatan. Hal yang lebih jauh diharapkan tentunya mutu
pembelajaran meningkat kearah yang lebih baik.
Bab V Kegiatan Belajar 3 berisi tentang substansi materi dari masingmasing bidang studi. Penguasaan guru terhadap bidang studinya tentu
menjadi sesuatu yang mutlak, karena bagaimana pun baiknya
penguasaan kelas atau dalam interaksi dengan siswa tidak akan
memberikan arti apa-apa tanpa penguasaan bidang studi (materi
pembelajaran). Dalam bab V isi modul ini diharapkan memberikan
wawasan dan pengayaan yang lebih kepada guru-guruserta melengkapi
sumber belajar lain yang dipelajarinya. Prinsip belajar sepanjang hayat
mengharuskan guru juga belajar sepanjang masa agar apa yang telah
dikuasai terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi.
Modul ini diakhiri dengan assessment, yang terdiri dari assessment untuk
kegiatan 1, 2 dan kegiatan 3. Tujuan pembuatan Assesment adalah selain
untuk memberi latihan dalam menyelesaikan soal-soal juga member
masukan atas keberhasilan dalam mempelajari modul.
Secara keseluruhan, substansi modul ini berkaitan dengan kebijakan
pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan khususnya tentang peningkatan profesi,
kompetensi pembelajaran, penilaian, kompetensi penelitian tindakan
kelas serta etika profesi guru.
Substansi modul ini diharapkan dapat menginspirasi dan menambah
wawasan peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan
mengaplikasikan secara baik hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan
profesi guru.
2
B. Prasyarat
Dalam mempelajari modul ini tidak memerlukan persyaratan secara
spesifik. Akan tetapi tidak ada salahnya jika para peserta pelatihan
memahami dengan baik terlebih dahulu dalam kaitannya dengan :
1. Regulasi penyelenggaraan PLPG
2. Teori-teori pembelajaran
3. Metodologi penelitian
4. Teknik penilaian.
C. Petunjuk Penggunaan Modul
Untuk memudahkan dalam mempelajari modul ini bacalah bagianbagian substansi kajian pada bagian awal dalam bab-bab yang tersedia
sesuai dengan materi yang diberikan instruktur. Kerjakan latihan-latihan
yang disediakan pada bagian bagian berikutnya, dengan terlebih dahulu
mempelajari contoh-contoh dan penjelasan pengerjaannya. Jika
mengalami kesulitan, tanyalah pada instruktur yang memberikan materi
sesuai dengan kajiannya atau mencari dari sumber belajar dan bukubuku lainnya yang relevan. Pada akhir kegiatan, anda diminta untuk
menyelesaikan soal-soal latihan yang telah tersedia.
D. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari modul ini diharapkan para peserta PLPG dapat
meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang professional sesuai dengan
tuntutan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang
kualifikasi guru,
3
BAB II
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU
A. Tujuan Antara
Setelah mempelajari bab ini diharapkan pesrta dapat menganalis
kebijakan-kebijakan terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya
sebagai guru professional, sehingga dapat meningkatkan kinerjanya
sesuai dengan hakikat tenga profesi yang pada akhirnya dapat
meningkatkan mutu pembelajaran/ pendidikan
B. Uraian Materi
1. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru
(.......................................)
2. Hakikat Guru Profesional
a. Pengertian Profesi
Kata profesi adalah kata benda yang diambil dari kata profession,
sedangkan profesional merupakan kata sifat yang berasal dari
kata professional. Menurut Hornby, profession, n. occupation, esp one
requiring advanced education and special training, eg the law,
architecture, medicine, accountancy; … professional adj 1. of a
profession (1): ~ skill; ~ etiquette, the special conventions, form of
politeness, etc asociated with a certain pofession: ~ men, eg doctors,
lawyers. 2. Doing or practising something as a full time occupation or to
make a living.
Page & Thomas (1979) memberikan batasan tentang profesi
sebagai berikut: …profession, evaluative term describing the most
prestigious occupations which may be termed professions if they carry
out an essential social service, are founded on systematic knowledge,
require lengthy academic and practical training, have high autonomy, a
code of ethics, and generate in-service growth. Teaching should be judged
as a profession on these criteria.
Pengertian profesi pada hakekatnya menunjuk kepada pekerjaan
atau jabatan. Tidak semua pekerjaan disebut sebagai profesi. Ada
sejumlah ciri atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk
mengatakan suatu pekerjaan sebagai profesi.
4
b. Karakteristik Profesi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, pengertian guru
professional sebagai berikut.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi. Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
1) Ciri Profesi
Menurut Ornstein & Lavine (1984), suatu pekerjaan dikatakan
sebagai profesi apabila memenuhi sejumlah ciri sebagai
berikut:
 melayani masyarakat, dan pekerjaan tersebut merupakan
karier yang dijalani seseorang dalam kurun waktu yang
lama (sepanjang hayat, tidak mudah berganti).
 pekerjaan tersebut membutuhkan bidang ilmu dan
keterampilan yang khusus (tertentu), yang tidak semua
orang dapat melakukannya.
 menggunakan hasil penelitian dan aplikasi teori ke dalam
praktik.
 membutuhkan pelatihan (pendidikan) khusus dalam waktu
yang panjang.
 terkendali berdasarkan lisensi baku dan/atau memiliki
persyaratan khusus (izin) untuk menduduki pekerjaan
tersebut.
 otonomi dalam membuat keputusan dalam lingkup
pekerjaannya.
 menerima tanggung jawab terhadap keputusan-keputusan
yang diambilnya.
 memiliki komitmen terhadap jabatan dan klien, khususnya
berkaitan dengan layanan yang diberikannya.
 menggunakan
administrator
untuk
memudahkan
profesinya, dan relatif bebas dari supervisi jabatan (dokter
menggunkan tenaga administrasi untuk mengelola data
klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap
pekerjaan dokter).
 mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesinya.
5
 mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk
mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
(keberhasilan pekerjaan dokter dihargai dan diakui oleh IDI
dan bukan oleh departemen kesehatan).
 mempunyai kode etik, sebagai pedoman dalam
melaksanakan layanan.
 mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan
dari setiap anggotanya.
 mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Penulis lain mencoba menggolongkan ciri profesi menjadi dua
kelompok yaitu (1) ciri utama dan (2) ciri tambahan (SulistiyoBasuki, 2004). Ciri utama adalah ciri yang mutlak harus ada
atau melekat dalam suatu pekerjaan untuk dikatakan sebagai
profesi. Jika ciri utama ini tidak tampak atau beberapa di
antaranya tidak ada, maka sulit untuk mengelompokkan
pekerjaan tersebut ke dalam profesi.
Ciri Utama
Ada tiga ciri utama yang harus dipenuhi oleh suatu jenis
pekerjaan untuk dikatakan sebagai profesi yaitu (1) Sebuah
profesi mensyaratkan suatu pendidikan atau pelatihan yang
ekstensif sebelum memasuki profesi tersebut. Pelatihan ini
dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana; (2)
Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang
signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, dan
pengrajin lebih merupakan ketrampilan fisik. Sedangkan
pelatihan akuntan, engineer, dokter lebih didominasi oleh
muatan intelektual; (3) Tenaga yang terlatih mampu
memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan
kata lain profesi berorientasi kepada pemberian layanan jasa
untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri.
Ciri Tambahan
Ciri tambahan adalah ciri yang kehadirannya tidak mutlak
harus ada. Jika ciri-ciri tambahan ini dipenuhi maka akan
semakin memperkokoh kualitas atau eksistensi profesi dari
pekerjaan tersebut. Ada tiga yang termasuk dalam katagori
ciri tambahan, yaitu (1) Adanya proses lisensi atau sertifikat.
Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu
untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki
6
sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun
pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan
sesuatu yang mutlak sebagai syarat profesi; (2) Adanya
organisasi profesi yang mewadahi para anggotanya sebagai
sarana komunikasi dan sarana perjuangan untuk memajukan
profesinya dan kesejahteraan anggotanya; (3) Otonomi dalam
pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan
jasanya dan tindakan-tindakan atas pengambilan keputusan
dalam profesinya. Kode etik juga merupakan ciri tambahan
dalam sebuah profesi. Kode etik disusun oleh organisasi
profesi. Jadi kehadirannya terkait dengan keberadaan
organisasi yang juga masuk dalam katagori ciri tambahan.
2) Guru Sebagai Profesi
Apakah pekerjaan atau jabatan guru sebagai sebuah profesi?
Jawabannya ya. Hal ini didasarkan kepada beberapa
karakteristik sebagai berikut:
 Pekerjaan guru memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang
menentukan (penting) dalam masyarakat.
 Untuk bekerja sebagai guru dibutuhkan keterampilan atau
keahlian tertentu (khusus).
 Keahlian dalam pekerjaan guru didasarkan pada teori dan
metode ilmiah.
 Ilmu keguruan memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang
jelas, sistematik dan eksplisit.
 Pekerjaan guru memerlukan pendidikan tingkat perguruan
tinggi dengan waktu yang cukup lama.
 Guru memiliki organisasi profesi sebagai wadah untuk
memperkuat kualitas profesinya.
 Guru memiliki kode etik sebagai landasan dalam bekerja.
 Dalam menjalankan tugasnya, para pendidik/guru
berpegang teguh kepada kode etik yang dikontrol oleh
organisasi profesi.
 Setiap anggota yang bekerja sebagai guru mempunyai
kebebasan dalam memberikan judgement terhadap masalah
profesi yang dihadapinya.
 Guru memiliki otonomi dan bebas dari campur tangan pihak
luar dalam melaksanakan tugasnya memberi layanan
kepada masyarakat.
 Pekerjaan guru mempunyai prestise yang tinggi dalam
masyarakat.
 Guru memperoleh imbalan (penghargaan finansial) yang
cukup memadai.
7
c. Kompetensi Guru
1) Profil Pendidikan Guru
Luangkanlah waktu anda sejenak saja untuk membayangkan
peran seorang guru di dalam masyarakat. Kita akan melihat
hasil kerja guru melalui orang-orang yang telah dididik oleh
para guru. Mereka mampu menciptakan arsitektur bangunanbangunan menjulang tinggi, memproduksi teknologi canggih,
sebagai contoh nyata. Bukti hasil kerja guru banyak dan begitu
besar. Tentunya, disamping keberhasilan masih banyak pula
masalah yang perlu dibenahi, terutama masalah peran
pendidik dalam membangun mental bangsa yang sehat,
membangun karakter bangsa yang akan membawa kedamaian.
Masalah ini berkaitan dengan pendidikan, merupakan beban
berat yang harus dipanggul oleh para guru. Kekecewaan
terhadap karya guru banyak pula didengar. Perilaku guru
yang tidak senonoh, korupsi yang terjadi di lingkungan
pendidikan, premanisme yang berkembang di sekolah.lantas,
sosok guru seperti apa yang dapat membantu negara mengatasi
masalah yang sangat kompleks dalam rangka menyiapkan
pemimpin masa depan. Diharapkan para guru sendirilah yang
harus memikirkan kembali, bermenung sejenak tentang dirinya
dan profesi yang diembannya.
Mahmud Khalifah menuliskan (2009) tentang guru yang
dirindukan: “Guru adalah orang yang bersamudrakan ilmu
pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan
manusia, ia adalah musuh kebodohan, dan penghapus
kejahiliyahan. Ia juga mencerdaskan akal dan mencerahkan
akhlak.”
Begitu mulianya seorang guru dimata Khalifah, guru adalah
orang yang pantas mendapatkan penghormatan. Sungguh,
orang yang mendidik anak-anak dengan kesungguhan berhak
untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan.
Terpujilah engkau guru seperti yang dinyanyi anak-anak kita.
Bagaimana mungkin bisa menghasilkan output siswa yang baik
jika yang mengajar punya kualiatas kurang?
Profil pendidik guru mewakili gambaran tujuan pendidikan
nasional yang akan dicapai, yakni menyiapkan anak yang
berkembang menjadi dewasa secara utuh, cerdas, beriman,
taqwa dan berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohaninya.
Untuk mencerdaskan anak didiknya guru haruslah
mencerdaskan dirinya dahulu. Cerdas dibidang spiritual, yang
8
dapat membimbing anak didiknya menjadi manusia yang
beriman dan berakhlak mulia. Cerdas menguasai, menerapkan
dan mengembangkan keilmuannya. Cerdas dalam merawat
kesehatan jasmani-rohani dan sosialnya sehingga patut ditiru.
Dengan demikian profil guru pendidik adalah guru yang
memiliki pribadi cerdas unggul.
Sebutan pendidik dan guru di dalam kehidupan sehari-hari
sering diartikan sama maksudnya. Secara etimologi pendidik
adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini
memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan
kegiatan dalam bidang pendidikan. Pendidik memiliki batasan
tugas yang lebih luas dalam pengertian awam, sedangkan guru
lebih spesifik dimana tugasnya lebih jelas. Pendidik bisa siapa
saja yang tertarik membantu mengembangkan orang lain dan
waktu dan tempat tidak terbatas. Dalam bahasan ini digunakan
kata pendidik guru.
Karakteristik pendidik guru di antaranya adalah sebagai
berikut:
 Pendidik yang juga guru, adalah seseorang yang dituntut
untuk komitmen terhadap profesinya, orang yang selalu
berusaha memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya
sesuai dengan tuntutan zaman
 Pendidik guru adalah orang yang memiliki ilmu, yang
mampu menangkap hakikat sesuatu, orang yang mampu
menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya.
 Pendidik guru adalah orang yang kreatif, yang mampu
menyiapkan peserta didiknya agar mampu berkreaasi,
sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk
tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat
dan alam sekitarnya.
 Seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan
akhlak atau kepribadian kepada peserta didiknya.
 Pendidik guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan
peserta didiknya, melatihkan berbagai keterampilan mereka
sesuai bakat, minat dan kemampuan.
 Pendidik guru adalah seorang yang beradab sekaligus
memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban
yang berkualitas dimasa depan.
Perilaku guru hendaknya dapat memberikan pengaruh baik
kepada para anak didiknya, yang dapat mempengaruhi dan
merubah kehidupan anak ke arah yang lebih baik.
9
Pribadi unggul yang efektif
Adalah Guru Cerdas Berakhlak Mulia
Dan Guru untuk anak-anak yang memiliki masa depan
Guru biasa adalah yang mampu membagi pengetahuan
kepada anak didiknya
Guru baik yang mampu menjelaskan
Dan yang mampu mendemonstrasikan
Guru luar biasa adalah yang mampu memberi inspirasi
anak didiknya menjadi cerdas dan sukses di masa depan
d. Tanggung Jawab keprofesionalan
1) Makna Tanggung Jawab
Tanggungjawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah,
keadaan wajib menanggung segala sesuatu. Sehingga
bertanggungjawab adalah kewajiban menanggung, memikul,
menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan
menanggung
akibatnya.
Menurut
Widagdo
(2001)
Tanggungjawab adalah kesadaran akan tingkahlaku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran dan kewajiban. Jenis tanggungjawab tersebut yakni;
tanggungjawab terhadap diri sendiri, tanggungjawab terhadap
keluarga, tanggungjawab masyarakat, tanggungjawab bangsa
dan Negara, dan tanggungjawab terhadap tuhan.
Tanggungjawab erat kaitannya dengan kewajiban.
adalah sesuatu yang dibebankan terhadap
Kewajiban merupakan bandingan hak, dan dapat
mengacu hak. Maka tanggung jawab dalam hal
tanggungjawab terhadap kewajibannya.
Kewajiban
seseorang.
juga tidak
ini adalah
Pembagiaan kewajiban bermacam-macam dan berbeda-beda.
Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban yang tertentu.
Kedudukan, status dan peranan menentukan kewajiban
seseorang. Kewajiban ini ada yang terbatas dan tidak terbatas.
Kewajiban terbatas tanggungjawabnya sama untuk semua
orang. Misalnya yang berkaitan hukum. Yang melanggar
undang-undang sanksinya sama. Kewajiban tidak terbatas,
10
tanggungjawabnya memiliki nilai yang lebih tinggi sebab
dilakukan oleh suara hati nurani. Seperti guru melaksanakan
tugasnya dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih di luar jadwal
yang seharusnya.
2) Tanggung Jawab Guru, Kesadaran, Pengabdian, dan
Pengorbanan
Seseorang diharapkan melaksanakan tanggungjawab atas
kesadaran. Kesadaran adalah keinsyafan akan perbuatannya.
Sadar artinya merasa, ingat (kepada keadaan sebenarnya)
keadaan ingat akan dirinya, tahu dan mengerti. Jadi kesadaran
adalah hati yang terbuka atau pikiran yang telah terbuka
tentang apa yang telah dikerjakan. Seperti guru memilih
pekerjaan sebagai guru atas kesadaran diri yang tinggi,
sehingga ia akan dapat mempertanggungjwabkan tugasnya
kepada diri sendiri, tidak suka mengeluh dan menyesali
pilihannya. Diapun tahu kalau pihannya itu akan
dipertanggunjawabkan kepada keluarga, negara, masyarakat
dan Tuhannya.
Guru
saat melaksanakan kewajibannya mengelola
pembelajaran di kelas, seringkali harus mengeluarkan dana
sendiri untuk membeli kapur tulis,atau kebutuhan belajar
lainnya karena barang belum tersedia. Rasa tanggungjawab
yang tinggi terhadap tugas yang tidak terbatas, kadangkala
kita harus berkorban materi atau nonmateri. Pengorbanan
artinya memberikan secara ikhlas, harta, benda, waktu, tenaga,
pikiran, bahkan nyawa, demi cinta atas sesuatu kesetiaan dan
kebenaran.
Pengorbanan dalam melaksanakan tanggungjawab juga
memiliki makna pengabdian. Perbedaan pengertian antara
pengorbanan dan pengabdian sering tidak begitu jelas. Karena
adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Pengorbanan
merupakan akibat pengabdian. Pengorbanan diserahkan
secara ikhlas, tanpa pamrih, tanpa perjanjian, tanpa ada
transaksi, kapan saja siap, saat diperlukan.
Pengabdian merupakan perbuatan baik yang dapat berupa
pikiran ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan dan
kecintaan, rasa hormat atau suatu ikatan dan semuanya
dilakukan dengan ikhlas. Timbulnya pengabdian itu hakikat
dari rasa tanggung jawab. Menjadi guru merupakan
pengabdian yang tulus dan ikhlas demi kecintaan pada bangsa
11
dan Negara ini, yang akan dilaksanakan dengan sikap
tanggungjawab yang tinggi.
Ciri-ciri khas orang yang mempunyai tanggung jawab pribadi
yang tinggi:
 Mengerjakan pekerjaan yang diberikan kepadanya secara
tuntas.
 Selalu berusaha menghasilkan yang terbaik
 Merasa bertanggung jawab atas semua yang dihasilkannya
baik yang buruk atau yang jelek
 Cenderung menyalahkan diri sendiri, kalau ada hal-hal
yang kurang tepat –salah
Ciri khas dari orang yang tidak mempunyai rasa tanggung
jawab yang tinggi:
 Santai, tidak disiplin, kurang menghargai waktu.
 Sering tidak mengerjakan suatu pekerjaan secara tuntas.
 Hal-hal yang sering terjadi sering dilihat sebagai akibat dari
keadaan dibanding dari tindak-tanduk sendiri.
Berkembangnya rasa tanggung jawab pribadi disebabkan
sebagian kecil oleh faktor bawaan dan sebagian dari faktor
lingkungan pendidikan dan lingkungan rumah. Terbentuknya
sikap bertanggungjawab karena adanya proses latihan dan
pembiasaan yang akhirnya menjadi alami, menyatu dalam
bentuk kesadaran diri.
3) Kewajiban Guru Profesional
Apa yang harus dilaksanakan guru
dalam tugas
keprofesionalannya telah tercantum dengan jelas di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen Pasal 20, seperti yang dikutip
berikut ini.
Dalam
melaksanakan
tugas
keprofesionalan,
guru
berkewajiban:
 Merencanakan
pembelajaran,
melaksanakan
proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
 Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
12
 Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
 Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,
hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan
 Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa;
Tanggungjawab keprofesionalan juga dapat meliputi :
 Tanggungjawab moral, tenaga professional berkewajiban
menghayati, mengamalkan Panca sila, mewariskan pada
peserta didiknya.
 Tanggungjawab bidang pendidikan, bertanggungjawab
terhadap proses pendidikan, mengelola, melakukan
bimbingan.
 Tanggungjawab kemasyarakan, ikut bertanggungjawab
memajukan masyarakat secara umum terutama berkaitan
dengan pendidikan.
 Tanggungjawab keilmuan, di dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai guru bertanggungjawab memajukan ilmu
pengetahuan
dan
tekonologi,
terutama
bidang
keilmuannya sendiri.
e. Kompetensi Guru
Pengertian kompetensi guru
berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen Pasal 1, butir c. adalah sebagai berikut :
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Selanjutnya jenis kompetensi guru tersebut lebih ditegaskan
pada pasal 10:
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran
yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks
itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam
bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru
sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang
dipersyaratkan beserta subkompetensi dan indikator esensialnya
diuraikan sebagai berikut.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.
Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan
menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:
(1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi
ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan
norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga
sebagai pendidik; dan memiliki konsistensi dalam bertindak
sesuai dengan norma.
(2) Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai
pendidik.
(3) Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki
indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
(4) Memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
(5) Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka
menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta
didik.
Para siswa tidak hanya belajar dari apa yang dikatakan guru,
mereka juga belajar dari totalitas kepribadian gurunya.
14
Kepribadian guru yang tidak efektif akan menghalangi
pembelajaran yang efektif. Beberapa kepribadian buruk guru
yang sering ditemukan di sekolah, ditulis oleh Sukadi,
diantaranya;







sering meninggalkan kelas
tidak menghargai siswa
pilih kasih terhadap sisw
menyuruh siswa menulis di papan tulis
tidak disiplin
kurang memerhatikan siswa
materialistis
Dengan ditetapkannya seperangkat kompetensi guru, masyarakat
sangat berharap terjadi perubahan perilaku mengajar guru di
kelas. Menurut Diaz dkk (2006) keberadaan guru di kelas
hendaknya menjadikan ia sebagai model belajar dari peserta
didiknya. Guru sebagai model diantaranya menunjukkan;
 Guru sebagai orang yang ahli di bidangnya.
 Guru sebagai contoh pembentukan moral
 Guru sebagai orang memiliki kepedulian dan melakukan
tindakan
 Guru sebagai figure pemimpin yang memiliki otoritas
 Guru sebagai fasilitator yang selalu siap membatu siswanya
 Guru sebagai delegator
Mulyana lebih memperluas peran guru professional yang akan
mampu menciptakan kelas untuk anak-anak berprestasi unggul,
yang merupakan ramuan dari bebagai kompetensi guru.













Guru sebagai pendidik
Guru sebagai pengajar
Guru sebagai pembimbing
Guru sebagai pelatih
Guru sebagai penasihat
Guru sebagai pembaharu (innovator)
Guru sebagai model dan teladan
Guru sebagai pribadi
Guru sebagai peneliti
Guru sebagai pendorong kreativitas
Guru sebagai pembangkit pandangan
Guru sebagai pekerja rutin
Guru sebagai pemindah kemah
15






Guru sebagai pembawa cerita
Guru sebagai actor
Guru sebagai emancipator
Guru sebagai evaluator
Guru sebagai pengawet
Guru sebagai kulminator
f. Pengembangan Profesional Guru
1) Citra Diri Positif
Makna Citra Diri
Citra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu
gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,
produk maupun suatu lembaga. Sedangkan citra diri (selfimage), diartikan sebagai pandangan dalam berbagai peran
(sebagai anak, orangtua, guru, dsb). Self-image menurut kamus
Random House memiliki pengertian gagasan, konsepsi atau
gambaran
mental
diri,
self-estem,
respect
yang
menguntungkan citra diri.
Di dalam kajian psikologi kepribadian , citra diri sebagai
konsep diri tentang individu. Citra diri sebagai salah satu
unsure penting dalam penilaian diri sendiri.menunjukkan
siapa diri kita sebenarnya. Bagaimana Anda melihat diri
sendiri. Ini adalah gambaran diri yang telah dibangun dari
waktu ke waktu. Apa harapan Anda? Apa yang anda pikirkan
dan rasakan? Apa yang anda telah lakukan sepanjang hidup
anda dan apa yang Anda ingin lakukan.
Pandangan pribadi yang kita pahami tentang diri kita sendiri
merupakan citra mental atau potret diri. Menggambarkan
karakteristik diri, termasuk cerdas, cantik, jelek, berbakat,
egois dan baik. Ciri-ciri membentuk representative, kolektif
asset dan yang bisa teramati.
Citra diri positif positif memberikan keyakinan ke pada
seseorang dalam pikiran dan tindakan, dan citra diri negative
membuat seseorang ragu akan kemampuan mereka.
Citra Diri guru
Citra Diri Guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran
tentang diri pribadi guru yang diberikan appresiasi oleh
masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat
terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada
16
kepribadian maupun karakter yang muncul sebagai wujud
profesi guru secara utuh.
Citra Diri Positif (positive self-image) dapat membangun dan
mempermudah karir seseorang , karena dia memandang
positif kepada kemampuan diri, melihat kelebihan diri,
bukan kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri,
membuat dirinya berharga.
Pentingnya Citra Diri Positif
“Anda adalah sebagaimana yang Anda pikirkan tentang diri
Anda sendiri” Bingung? Versi aslinya, mungkin malah lebih
mudah dipahami: “You are what you think”. Maksudnya
adalah jika kita memiliki citra diri positif, maka kita akan
mengalami berbagai macam hal positif sesuai dengan apa
yang kita pikirkan.
Banyak ahli percaya bahwa orang yang memiliki citra positif
adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat
mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan,
diantaranya orang sering diberi kepercayaan untuk
mengemban tugas tertentu dan sering pula mendapatkan
pelayanan secara khusus. Selanjutnya dengan citra diri positif
akan dapat membangun rasa percaya diri dan meningkatkan
rasa juang.
Membangun Percaya Diri. Citra diri yang positif secara alamiah
akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah
satu kunci sukses. Guru yang mempunyai citra diri positif
tidak akan berlama-lama menangisi nasibnya yang sepertinya
terlihat buruk. Citra dirinya yang positif mendorongnya
untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia
akan fokus pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukannya
pada hal-hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari
sinilah, terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut.
Meningkatkan Daya Juang. Dampak langsung dari citra diri
positif adalah semangat juang yang tinggi. Guru yang
memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih
berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang sedang
dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih
indah dari segala krisis dan kegagalan jangka pendek yang
harus dilewatinya. Segala upaya dijalaninya dengan tekun
untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih
17
kembali kesuksesan yang sempat. Inilah daya juang yang
lebih tinggi yang muncul dari guru dengan citra diri positif.
Manfaat Citra Diri Positif
Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan
mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif
bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya.
Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri
positif dan lingkungannya tersebut adalah:
Guru akan membawa Perubahan Positif
Guru yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai
inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi
lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu
agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan
melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi
lebih baik. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh
dirinya, namun juga oleh lingkungannya.
Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan
Selain membawa perubahan positif, guru yang memiliki citra
positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan
untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif
mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala hal.
Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan,
kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara.
Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi
yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka
diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita memandang pada
pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat
bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk
kita.
Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis
dan masalah yang menimpa terlalu lama, sehingga kita
kehilangan harapan dan semangat untuk melihat kesempatan
lain yang sudah terbuka bagi kita.
sebagai contoh, John Forbes Nash, pemenang nobel di bidang
ilmu pengetahuan ekonomi dan matematika, justru merasa
tertantang ketika mengalami soal matematika atau
permasalahan ekonomi yang sulit. Kesulitan-kesulitan ini
menurut Forbes, merupakan kesempatan untuk membuktikan
kemampuannya memecahkan masalah tersebut. Kesulitan
18
dan masalah dalam matematika dan ekonomi, mendorongnya
untuk mencari cara-cara baru yang lebih efektif dan kreatif
sebagai solusi bagi permasalahan tersebut.
Bagaimana caranya?
Setelah kita menyadari pentingnya memiliki citra diri positif,
dan manfaat memiliki citra diri positif, tentunya kita juga
ingin tahu bagaimana membangun citra diri yang positif.
Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan untuk membentuk
citra diri yang positif:
Persiapan
Salah satu cara membangun citra diri positif adalah melalui
persiapan. Dengan persiapan yang cukup, kita menjadi lebih
yakin akan kemampuan kita meraih sukses. Keyakinan ini
merupakan modal dasar meraih keberuntungan. Dengan
melakukan persiapan, kita sudah berhasil memenangkan
separuh dari pertarungan. Persiapan menuntun kita untuk
mengantisipasi masalah, mencari alternatif solusi, dan
menyusun strategi sukses. Persiapan dapat diwujudkan
dengan mencari ilmu pengetahuan yang mendukung kita
dalam menyelesaikan suatu masalah.
Berpikir Unggul
Untuk membangun citra diri yang positif, kita harus berpikir
unggul. Cara berpikir unggul seperti ini akan mendorong kita
untuk senantiasa berusaha menghasilkan karya terbaik.
Mereka tidak akan berhenti sebelum mereka dapat
mempersembahkan sebuah mahakarya. Semua ini dapat
diraih guru jika selalu berpikir unggul. Setiap kali akan
berciptakarya , yang dipikirkan guru adalah kemenangan atas
keberhasilan belajar anak didiknya. Selalu berpikir kreatif dan
inovatif.
Belajar Berkelanjutan
Selain melalui persiapan yang tepat serta berpikir unggul,
citra diri positif juga bisa dibangun melalui komitmen pada
pembelajaran berkelanjutan. Hasil belajar akan membawa
perubahan positif dengan menambah nilai bagi orang yang
berhasil mendapatkan pengetahuan ataupun keterampilan
baru, yang bisa dijadikannya modal untuk maju meraih
sukses. Tanpa semangat untuk senantiasa mengembangkan
diri, guru yang sudah memiliki citra positif bisa saja lalu
kehilangan citranya tersebut karena tidak dianggap ”unggul”
19
lagi atau tidak dianggap mampu menambah nilai bagi
masyarakat sekitar melalui karya-karya yangdihasilkannya.
Seringkali guru yang sudah lama mengajar maupun yang
berada di tingkat atas merasa tak perlu lagi untuk belajar. Ia
memandang remeh untuk belajar lagi, ia pikir, “Toh, aku
sudah sukses.” Tambahan, orang seperti ini lebih enggan lagi
untuk belajar pada orang yang lebih rendah dari dirinya.
Hasilnya, ketika ia dirundung masalah, keberhasilannya pun
melorot. Guru yang lebih muda yang terus belajar akan
menggantikannya dan menangani masalah dengan lebih baik.
Hal yang paling penting juga dalam membahas tentang citra
diri ini adalah konsep diri, atau harga diri. Menurut Bandura,
jika selama ini kita merasa hidup telah sesuai dengan standarstandar yang kita tentukan dan telah memperoleh imbalan
atau penghargaan, itu berarti kita telah memiliki konsep diri
(harga diri).
Guru yang memiliki kemampuan membangun citra diri
positif akan sukses dan mudah membangun karier. Ia selalu
melihat kelebihan diri, bukan kekurangan. Guru mampu
membuat dirinya berharga dimata orang lain. Contohnya
antara lain citra kejujuran, kesabaran, ketegasan, kedisiplinan
dan wibawa merupakan citra positif yang disukai siapapun.
Di dalam membangun citra diri ini dibutuhkan kemauan dan
keseriusan dan memang tidak mudah, sering tidak akan
terlihat langsung hasilnya. Karena citra diri merupakan
produk pembelajaran dari orangtua, pengasuh yang
memberikan kontribusi terbesar pada citra diri kita.
Pengalaman lain dari guru, teman dan keluarga, yang menjadi
pantulan cermin dari orang yang berpengaruh pada
perkembangan kepribadian secara utuh.
2) Etika
Seringkali di dalam kehidupan
sehari-hari kita
mendengarkan maupun menggunakan kata etika, etis, etiket,
moral, maupun akhlak.
Coba kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini!
“Guru PPL itu tidak punya etika, masuk ruangan tidak
mengucapkan salam“
“Rupanya, moral guru itu rendah. Masak, anak didiknya
ditendang dan dimaki-maki karena tidak ikut upacara “
20
“Tidak etislah kalau kita yang menyampaikan perihal
kekurangan bapak pengawas”
“Mahasiswa supaya memakai pakaian yang pantas di hari
wisuda, jangan kita dikira tidak tahu etiket”
Pada kalimat-kalimat di atas kita bisa melihat cara berperilaku
dari manusia yang dianggap tidak baik dan benar. Mengapa
kita sebagai guru perlu memahami tatacara hidup ini? Perlu
beretika, bermoral dan berakhlak baik ?
Seperti yang kita ketahui, bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang paling sempurna. Manusia diberi akal
budi, perasaan dan kehendak. Dengan akal manusia bisa
berpikir, dengan rasa manusia bisa mengatur keharmonisan
hidup ini, dengan kehendak manusia bisa banyak berbuat
amal kebaikan dan membuat karya. Karunia Allah jua,
manusia mampu berbahasa, bisa mendidik dan dididik,
berkehendak untuk menjadikan hidup ini lebih bermakna.
Dengan kelebihan ini, manusia tentunya dapat berperilaku
baik (kepribadian) setiap saat.
Untuk memelihara keseimbangan kehidupan pribadi maupun
kehidupan bersama (sosial), manusia perlu mengetahui
aturan-aturan, nilai-nilai, norma-norma umum, maupun
aturan ajaran agamanya. Manusia yang selalu berpikir kritis
akan mampu menimbang perilaku, mana yang berdampak
baik dan berdampak buruk. Kesadaran diri, harus berperilaku
bagaimana ini, yang dikenal dengan ilmu etika.
Berikut ini, akan dibahas tentang etika, moral dan akhlak
secara singkat. Dimulai dari pengertian tentang etika, macam
dan hubungan etika dengan moral, etiket dan akhlak,
sehingga membawa kita pada suatu pengertian “guru sebagai
makhluk yang beretika dan berakhlak mulia”.
Etika dan Etiket
Etika yang dalam bahasa Inggris di sebut ethics. Secara
etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah
cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau
perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.
Dalam batasan filsafat, Immanuel Kant yang dikutip dari
Anshari (1982), menyatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang mencari jawaban dari empat persoalan
21
pokok, salah satunya dijawab oleh etika. Persoalan tersebut
berkaitan dengan, “Apakah yang boleh dikerjakan manusia?”
Suseno dalam membahas etika dasar (1997), menyatakan
bahwa etika adalah ilmu yang mencari orientasi. Salah satu
kebutuhan fundamental manusia adalah orientasi. Etika
sebagai sarana orientasi bagi manusia dalam menjawab
pertanyaan: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?
Begitu banyak yang dapat memberitahu kita apa yang
seharusnya kita lakukan; orangtua, guru, adat istiadat dan
tradisi, teman. Tetapi apakah benar apa yang mereka katakan?
Dan bagaimana kalau mereka masing-masing memberi
nasihat yang berbeda? Lalu siapa yang harus diikuti? Dalam
situasi seperti ini etika akan membantu kita untuk mencari
orientasi. Tujuannya agar kita tidak hidup dengan cara ikutikutan.
Etika sebagai ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan
bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang
dapat memahami apa yang baik dan yang buruk. Arti susila
dalam etika dimaksudkan kelakuan atau perbuatan seseorang
bernilai baik, sopan menurut norma-norma yang dianggap
baik.
Etiket adalah tata cara dalam masyarakat, sopan dalam
memelihara hubungan baik antara sesama manusia. Arti
etiket disini sama dengan adat kebiasaan, yaitu sesuatu yang
dikenal, diketahui dan diulang-ulangi serta menjadi kebiasaan
dalam masyarakat, berupa kata-kata atau macam-macam
bentuk perbuatan manusia dalam berinteraktif dengan
manusia lainnya. Agar seseorang dapat diterima oleh
kelompok masyarakat tertentu maka ia harus memahami
etiket pergaulan berlaku pada masyarakat itu.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering ditutut untuk
membawakan diri kita berperilaku sesuai dengan etiket
tertentu. Seperti etiket berbusana, etiket di meja makan, etiket
dalam berbicara, mengikuti upacara resmi, saat menghadapi
atasan, dalam perjamuan resmi, dan sebagainya. Dengan
demikian, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa
etiket merupakan aturan sopan santun dalam pergaulan
hidup bermasyarakat.
Etika sebagai bagian (cabang) filsafat menurut beberapa ahli
dinyatakan sebagai berikut:
22
 The Liang Gie; etika adalah filsafat tentang pertimbangan
moral
 Harry Hamersma; etika dan estetika merupakan filsafat
tentang tindakan
 Aristoteles, memasukkan etika ke dalam cabang filsafat
praktis; ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan
kebahagian dalam hidup perseorangan.
Menurut Suseno, ada empat alasan mengapa manusia perlu
beretika:
Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin
pluralistik. Perlu kesatuan tatanan normatif.
Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang
sangat cepat. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual,
dan budaya itu nilai budaya tradisional tertantang.
Perubahan-perubahan budaya terjadi begitu cepat akibat
modernisasi. Dalam situasi seperti ini, etika membantu kita
agar jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara
yang hakiki dan apa yang boleh berubah dan dengan
demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Ketiga, dengan etika kita dapat menghadapi ideologi-ideologi
baru dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian
sendiri, agar kita tidak mudah terpancing. Etika juga
membantu agar kita jangan naif atau ekstrem, tidak cepat
bereaksi, terhadap suatu pandangan baru, menolak nilai-nilai
hanya karena baru dan belum biasa.
Keempat, etika juga perlu oleh agama untuk memantabkan
pemeluknya dalam keyakinan dan keimanan.
Dengan memperhatikan manfaat etika, diharapkan peran
Guru di manapun, dalam situasi apapun keberadaannya
tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan
sekaligus model berperilaku manusia beretika. Karena ini
bagian dari tanggung jawab sebagai pendidik.
Moral dan Etika
Moral berasal dari kata latin mos jamaknya moses yang berarti
adat atau cara hidup. Berarti etika sama dengan moral?
Magnis Suseno (1987) membedakannya. Ajaran moral
dinyatakan Suseno sebagai wejangan, khotbah, peraturan
23
lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup
dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan
etika bukanlah ajaran, tetapi pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah ilmu, yang
membuat kita mengerti tentang ajaran tertentu, dan
bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan ajaran moral.
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia
sebagai manusia. Bukan berdasarkan perannya, seperti guru,
olahragawan, dai, pendeta, dokter, dan lainnya. Normanorma moral adalah tolok ukur segi baik-buruknya sebagai
manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
terbatas.
Etika dan Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq atau
al-khulq, yang secara etimologis berarti: a) tabiat, budi pekerti ;
b) kebiasaan atau adat; c) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan;
d) agama. Akhlak dalam konsep agama Islam adalah sebagai
bukti amaliah dari keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Sebagai kita kita pahami etika adalah usaha manusia untuk
memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan
masalah hidup kalau ia mau baik. Etika secara umum dikenal
sebagai kesepakatan manusia secara bersama-sama terhadap
suatu norma yang jadi pedoman berperilaku. Bagi pemeluk
agama Islam cara berperilaku manusia tidak boleh terlepas
dari ajaran agamanya. Manusia berbuat bukan hanya untuk
kebahagiaan di dunia saja, melainkan juga untuk kebahagiaan
di akherat. Etika beragama di dalam agama Islam disebut
dengan akhlak. Perilaku umat Islam haruslah berpedoman
pada ajaran Alquran sebagai kitab suci dan cara pelaksanaan
dalam kehidupan sehari-hari mencontoh akhlak guru besar
nabi Muhammad SAW.
Akhlak dalam agama Islam memiliki makna yang lebih
mendalam dalam hidup manusia, yaitu cara manusia
berperilaku yang merupakan pantulan dari tingkat keimanan
hidup beragama. Berdasarkan kajian QS an-Nahl 16: 126 dan
QS asy-Syuura 42:/40, KH Achmad Satori Ismail menjelaskan
ada empat tingkatan akhlak dalam Islam. Pertama, akhlak
sayyiah (tercela). Yaitu, semua yang dilarang Islam berupa
keburukan atau kejahatan yang merugikan manusia dan
kehormatannya,atau yang merusak makhluk secara umum.
24
Misalnya. Bergunjing, mengadu domba, dan menipu. Kedua,
akhlah hasanah (baik), adalah akhlak di mana kebaikan dibalas
dengan kebaikan dan kejahatan dibalas dengan kejahatan
yang serupa. Ketiga, akhlak karimah (mulia), yaitu berperilaku
sebagaimana yang diperintahkan Islam. orang yang selalu
mampu memaafkan orang lain, walaupun orang tersebut
mampu membalas hal yang tidak baik tersebut yang menimpa
dirinya. Keempat, akhlak adzimah (agung). Kalau pada akhlak
karimah ketika mendapatkan keburukan dari orang lain,
cuma sampai memaafkan tersebut. Tapi, akhlak agung
meningkat lebih tinggi, yaitu dengan berbuat baik kepada
orang yang menzoliminya. Bahkan mendoakan orang tersebut
untuk hal yang baik.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam,
sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi
pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang
disebut al-akhlaq al-karimah. Hal ini tercantum antara lain
dalam sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia” (HR. Ahmad, Baihaqi dan Malik).
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling
baik akhlaknya” (HR. Tirmizi).
“Orang yang paling baik keislamannya ialah orang yang paling baik
akhlaknya” (HR. Ahmad).
“Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik adalah sesuatu yang
paling banyak membawa manusia ke dalam surga” (HR. Tirmizi).
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang mukmin
pada hari kiamat daripada akhlak yang paling baik” (HR. Tirmizi).
Akhlak Nabi Muhammad SAW disebut juga akhlak Islam.
Karena akhlak ini bersumber dari Al-Qur’an, dan Al-Qur’an
datangnya dari Allah SWT, maka akhlak Islam mempunyai
ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan akhlak ciptaan
manusia (etika, moral, adat, dll) . Ciri-ciri tersebut antara lain:
 Kebaikannya bersifat mutlak, yaitu kebaikan yang
terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang
murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, di
dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apapun.
 Kebaikannya bersifat menyeluruh, yaitu kebaikan yang
terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk
seluruh umat manusia di segala zamn dan di semua
tempat.
 Tetap, langgeng, dan mantap, yaitu kebaikan yang
terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh
25
perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan
masyarakat.
 Kewajiban yang harus dipatuhi, yaitu kebaikan yang
terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang
harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu
bagi orang-orang yang tidak melaksanakannya.
 Pengawasan yang menyeluruh. Karena akhlak Islam
bersumber dari Tuhan, maka pengaruhnya lebih kuat dari
akhlak ciptaan manusia, sehingga seseorang tidak berani
melanggarnya kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian
akan menyesali perbuatannya untuk selanjutnya bertobat
dengan sungguh-sungguh dan tidak melakukan perbuatan
yang salah lagi. Ini trejadi karena agama merupakan
pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah hati nurani
yang hidup yang didasarkan pada agama dan akal sehat
yang dibimbing oleh agama serta diberi petunjuk.
Sebagai guru yang beragama Islam tentu pedoman
berperilakunya, akan meniru akhlaq guru besar Muhammad
SAW. Yang selalu mengisi kehidupannya dengan kebaikankebaikan yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia
dan akherat.
Kode Etik Guru
Kode etik merupakan bagian dari perilaku dan pengetahuan
yang sangat penting yang harus dikuasai dan dimiliki oleh
seorang guru. Kode etik suatu profesi merupakan normanorma yang harus diperhatikan oleh setiap anggota profesi
khususnya profesi guru di dalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam kehidupan di masyarakat. Seorang
guru akan mengetahui tentang aturan-aturan yang boleh dan
tidak boleh dilakukan dalam melaksanakan profesinya
sebagai seorang guru.
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk
bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka
melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu
ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat
atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut
tingkah lakau anggota profesi pada umumnya
dalam
pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
26
Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode
etik adalah untuk:
 menjunjung tinggi martabat profesi
 menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
 meningkatkan pengabdian para anggota profesi
 meningkatkan mutu profesi
 meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai
himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang
tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang
utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap
guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya
sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan
demikian maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat
yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para
anggota profesi keguruan. Guru Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan berpedoman pada dasar-dasar
antara lain guru:
 berbakti membimbing peserta didik untk membentuk
manusia Indonesia yang seutuhnya berjiwa Pancasila.
 memiliki dan melaksanakan kejuruan profesional.
 berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
 menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
 memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
 secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat prosesinya.
 memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan,
dan kesetiakawanan sosial.
 secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai saran perjuangan dan pengabdian.
 melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan
27
Sembilan kode etik guru ini kalau kita simak satu per satu
sudah mengandung nilai bagaimana menjadi guru yang
profesional.
3) Etos Kerja
Etos kerja menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan
sebagai semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau suatu kelompok. Kalau dikaitkan dengan
profesi guru, etos kerja guru adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas guru dalam menjalankan profesinya.
Orang yang bekerja dilingkungan pendidikan, pendidik dan
tenaga kependidikan , seharusnya tidak hanya melihat
pekerjaannya sebagai tempat mencari nafkah. Ia harus
melihatnya sebagai tugas yang mengemban esensi
pendidikan. Menurut Isjoni dan Suarman (2003) pendidikan
itu bukan hanya untuk hari ini dan esok, melainkan
membangun kehidupan jauh kedepan. Esensi pendidikan
dalam hal ini bagaimana mencerdaskan SDM, masyarakat dan
bangsa, sehingga mampu beradaptasi sekaligus melakukan
pembaharuan dalam kehidupannya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu dikuasai. Yang mampu mengusainya adalah
orang yang cerdas IQ, EQ, AQ, CQ dan SQ.
Sumber daya manusia yang berkualitas hanya akan didapat
dari guru yang memiliki berbagai kecerdasan tersebut. Guru
yang berkualitas akan terbentuk jika memiliki etos kerja yang
tinggi. Menurut Jansen Sinamo ada delapan etos kerja
unggulan yang perlu dipahami, yang dapat dikembangkan
oleh guru dalam bertugas. Etos kerja tersebut sebagai
berikut:
 Kerja itu suci, kerja adalah panggilan ku, aku sanggup
bekerja benar.
 Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup
bekerja keras.
 Kerja itu rahmat, kerja adalah terima kasihku, aku sanggup
bekerja tulus.
 Kerja itu amanah, kerja itu tanggungjawabku, aku sanggup
bekerja tuntas.
 Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku
sanggup kerja kreatif.
 Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdiaanku, aku sanggup
bekerja serius,
28
 Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup
bekerja sempurna.
 Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku
sanggup bekerja unggul
Inilah wujud kecerdasan IQ, EQ, AQ, CQ dan SQ bagi seorang
pendidik guru. Hasil pekerjaaannya mendidik jauh ke depan.
Jadi, tugas dan tanggungjawabnya bukan hanya pada saat itu
dilakukan, akan tetapi menyiapkan pemimpin masa depan.
Biasanya tenaga profesional jarang mempermasalahkan agar
gajinya dinaikkan, melainkan kinerjanya sendirilah yang
mengharuskan orang lain membayar mahal. Menurut Isjoni
dan Suarman orang-orang profesional tidak menuntut gaji
besar, namun mereka membuat gaji besar dari karyanya.
Etos Kerja Dalam Pandangan Agama Islam
Kerja seperti apapun dalam kehidupan di muka bumi harus
dilihat dan dijalankan dalam suatu keseimbangan yang
bernuansa ibadah. Islam menekankan pentingnya masyarakat
muslim secara umum menghabis sepertiga hari mereka untuk
bekerja, sepertiga lainnya untuk tidur dan istirahat, dan
sepertiga lainnya untuk shalat, bersenang-senang, aktivitas
keluarga serta masyarakat.
Ujian muslim setelah berkomitmen terhadap etos kerja,
kemudian perlu dipikirkan mengenai bagaimana rejeki
didapat dan dimanfaatkan. Dalam surat Albaqarah 212, Allah
mengatakan akan memberi rezeki kepada orang-orang yang
dikehendakinya. Dari ayat tersebut yang perlu disadari
adalah kendati Allah memberikan rezeki lewat berbagai cara
dan dalam jumlah yang tak terbatas, tetapi itu tak berarti
rezeki datang dengan sendirinya, etos kerja harus
ditumbuhkan
Layak diperhatikan bagaimana pendapatan atau hasil orang
per orang yang berupa rezeki bisa diperoleh. Tentu akhirnya
kembali kepada beberapa besar usaha kita untuk memperoleh
rezeki itu. Allah SWT juga banyak berfirman agar rezeki itu
dimanfaatkan dengan baik. Ini berarti terlihat mata rantai
suatu aliran pendapatan dari satu orang keorang lainnya,
sehingga akhirnya bagaikan bola salju dan jadilah suatu
pertumbuhan bagi orang tersebut baik secara moral maupun
material.
29
Sebagai guru muslim, kita layak merenungkan bahwa segala
rezeki yang Allah berikan kepada kita, harus dimanfaatkan
secara baik. Di samping itu manusia yang beradab pasti ingin
bekerja keras dan cerdas, berusaha mencari rezeki dengan
dilandasi oleh etos Islam.
Allah
telah
meletakkan
di
dalam
prinsip-prinsip
penciptaannya, bahwa bekerja dan berusaha merupakan daya
rahasia kemajuan dan pergerakkan. Alam telah mengajarkan
kepada manusia bahwa segala yang ada di alam ini senantiasa
bergerak, berkembang, dan bekerja untuk membangun
sistemnya.
Ajaran Islam amat menekankan etos kerja tanpa melupakan
aspek spritual. Dengan keduanya, Islam mendorong manusia
untuk membangun peradaban yang mempunyai nilai spritual.
Menyalakan etos kerja di tengah krisis bangsa adalah langkah
konkrit untuk perbaikan negeri ini. Kehormatan dan
kemuliaan datang dari kerja dan usaha untuk ibadah.
Etos Kerja Cerdas berlandasan Spritual dapat dikembangkan
lagi oleh guru dan implementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, yakni Etos kerja sebagai mental rohani.
Bagaimana kita memandang tugas kita guru dari segi mental
rohani, agar didapatkan kepuasan kerja, pahamilah hal
berikut ini:
 Kerja adalah rahmat, kerja panggilan, kerja aktualisasi,
kerja ibadah, kerja adalah seni, kerja merupakan
kehormatan, kerja pelayanan.
 Rahmat; jiwa besar, pikiran luas, hati baik, rejeki akbar,
sumber berkah, suka cita, ikhlas, bersyukur.
 Amanah;
adil,
benar,
jujur,
aman
terpecaya,
bertanggungjawab, pembangun,dan pengembang.
 Panggilan; responsif, ekspresif, unik, khas, berintegrasi,
tuntas, tumbuh menjadi bigger-higher, dan better.
 Ibadah; penuh cinta, sayang, setia, komitmen, berbakti,
mengabdi, berserah.
 Seni; indah, estetik,artistik, imajinatif, kreatif,, inovatif,
 Kehormatan; harkat,martabat, mulia, hebat, berkualitas,
unggul, excellent.
 Pelayan; fokus pada pelangganan, sempurna, paripurna,
ramah, simpatik, memuaskan.
30
Etos juga dikenali sebagai kebiasaan, berbasis pada state of
mind yang berhubungan kegiatan produktif.
Etos kerja sebagai seperangkat perlikaku kerja, yang berakar
pada kesadaran yang kuat, keyakinan yangjelas danmantab,
serta komitmen yang teguh pada prinsip,paradigma, dan
wawasan kerja yang khs dan spesifik
Delapan kebiasaan (habitus) dalam bekerja cerdas







Bekerja ikhlas penuh rasa syukur
Bekerja penuh integitas
Bekerja keras penuh semangat
Bekerja serius penuh kecintaan
Bekerja cerdas penuh kreativitas
Bekerja tekun penuh keunggulan
Bekerja pari purna penuh kesabaran.
Bagaimana anda sebagai guru melaksanakan tugas profesinya
selama ini, coba nilai sendiri, lakukan penilaian diri dengan
jujur agar ke depan anda pantas menyadang gelar guru yang
profesinal.
4) Komitmen
Makna Komitmen
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan dosen, Pasal 7 dinyatakan bahwa salah
satu prinsip profesionalitas butir c adalah guru memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003,
Pasal 40 Ayat (2) butir b, menyatakan pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan butir
c memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
Komitmen adalah janji. Komitmen adalah janji pada diri kita
sendiri atau pada orang lain yang tercermin dalam tindakan
kita.
31
Komitmen merupakan pengakuan seutuhnya, sebagai sikap
yang sebenarnya yang berasal dari watak yang keluar dari
dalam diri seseorang.
Pilihan jadi guru hendaklah diperkuat dengan komitmen.
Komitmen akan mendororong rasa percaya diri, dan
semangat kerja, menjalankan tugas sebagai guru menuju
perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan
peningkatan kualitas phisik dan psikologi dari hasil kerja.
Sehingga segala sesuatunya menjadi menyenangkanbagi
seluruh warga sekolah.
Komitmen mudah diucapkan. Namun lebih sukar untuk
dilaksanakan. Mengiyakan sesuatu dan akan melaksanakan
dengan penuh tanggungjawab adalah salah satu sikap
komitmen. Komitmen sering dikaitkan dengan tujuan, baik
yang bertujuan positif maupun yang yang bertujuan negative.
Sudah saatnya kita selalu berkomitmen, karena dengan
komitmen sesorang mempunyai keteguhan jiwa. Stabilitas
social tinggi, toleransi,, mampu bertahan pada masa sulit, dan
tidak mudah terprovokasi.
Komitmen yang tinggi untuk mengembangkan pendidikan.
Memenuhi Komitmen (menepati janji sesuai dengan hati
nurani) merupakan sikap dasar guru profesional. Menurut
Pugach (2008) ada lima komitmen yang harus dilaksanakan
secara berkelanjutan oleh guru, berkaitan dengan gelar
profesional yang disandangnya.
 Selalu belajar mengembangkan pengetahuan dari berbagai
sumber.
 Mengembangkan kurikulum dengan rasa tanggungjawab
 Selalu memperhatikan keragaman latar belakang keluarga
peserta didik
 Memenuhi kebutuhan individual dalam belajar di kelas
maupun di area sekolah.
 Aktif berkontribusi dalam tugas profesinya.
Seorang guru tidak boleh berhenti belajar setelah
menyelesaikan program pendidikannya. Mereka harus terus
belajar melalui apa yang dipraktekkannya di kelas, belajar
melalui teman-teman seprofesi. Hal ini akan terjadi kalau
guru memiliki komitmen untuk membuka diri jadi yang
32
terbaik, mempunyai semangat dalam meningkatkan diri,
mengembangkan kariernya di dunia pendidikan.
Kurikulum bukanlah dokumen statis, dimana guru hanya
mengikuti tanpa perlu pertimbangan dan sikap bijaksana.
Guru
diberi
wewenang
oleh
pemerintah
untuk
mengembangkannya pada tingkat satuan pendidikan , tingkat
kelas, sesuai kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Oleh
karena itu, dituntut tanggung jawab guru dalam penggunaan
kurikulum pendidikan.
Guru secara terus menerus, tahun berganti tahun, bergantian
angkatan, menerima anggota kelas yang berbeda-beda. Siswa
yang datang dari beragam latar belakangnya. Untuk
pembelajaran yang menyenangkan guru diharapkan selalu
kreatif mengelola kelasnya. Dimana, siswa dapat merasa
diterima keberadaannya, merasa aman dan nyaman, berada di
lingkungan kelas dan lingkungan sekolah.
Kegiatan belajar di kelas maupun lingkungan sekolah
hendaklah diorganisir secara tepat guna. Pengelompokan
kegiatan, pengelompokkan siswa perlu pertimbangan
berbagai kebutuhan individu siswa.
Mengajar bukanlah sekedar bekerja yang memperhatikan jam
masuk dan jam keluar selesai pembelajaran. Bekerja bagaikan
robot sesuai dengan apa yang diperintahkan. Guru sendiri
harus mampu mengelola dirinya, mengembangkan
profesinya, membutuhkan kesempatan untuk bergabung
dengan teman satu profesi, ikut bertanggung jawab atas
profesinya.
Komitmen guru adalah akhlak guru
Menepati janji adalah salah satu pokok ajaran akhlak yang
harus dilaksanakan sebagai aktualisasi dari keimanan.
Sewaktu diangkat menjadi guru pegawai negeri ada
komitmen yang diucapkan (diambil sumpah) atas nama
Tuhan dan ditandatangani sebagai bukti tertulis kita berjanji.
Apa yang terjadi setelah kita guru memulai dunia kerja, janji
tinggal janji. Komitmen sering terlupakan. Janji akan lebih
mengutamakan tugas Negara daripada kepentingan pribadi,
sering terbalik dalam pelaksanaannya. Beratnya kesalahan
kita, kita berjanji dengan Allah.
33
Guru diharapkan akan menjadi seseorang yang menepati
janji, memegang ucapannya dan dapat dipercaya dan
diandalkan. Guru akan tampil dalam sikap, perkataan dan
perbuatan menepati janji betapapun kecilnya dan dapat
diandalkan, terpercaya, beriman dan bertakwa.
Komitmen dan Ketulusan-keikhlasan
Ketulusan dan keikhlasan dalam bekerja akan memudahkan
terlaksananya
komitmen
sebagai
seorang
guru.
Membicarakan tentang ikhlas, terkait dengan ketulusan niat.
“Ikhlas itu adalah rahasia dari semua rahasia dan aku
menempatkannya di hati hamba yang menjadi kekasih- Ku.”
Demikian firman Allah SWT sebagaimana disabdakan nabi
Muhammad SAW. Niat baik kita untuk melaksanakan tugas
sebaik-baiknya merupakan tujuan hasil kerja yang berkualitas.
Selalu ikhlas dalam bertindak dan niat karena Allah, diikuti
dengan doa, akan membuahkan kebahagiaan bagi pribadi
guru dan kesuksesan belajar siswanya.
Bekerja sebagai pengajar bagian dari mencapai kebahagian
dalam kehidupan. Keikhlasan harus selalu ditingkatkan dan
dirawat. Menurut Sentanu dalam bukunya Quantum Ikhlas :
“Mencari kebahagiaan hakiki dalam kondisi ikhlas, manusia
akan kuat, cerdas dan bijaksana jalan hidup yang efektif dan
produktif menjadi kekuatan pribadi yakni pribadi dengan
bantuan Allah (Power). Proses melatih diri secara kualtiatif
dan kuwantitatif- meningkatkan keikhlasan dengan
mengakses kekuatan dahsyat (Allah). Kebahagiaan hakiki
tidak hanya dipahami melalui pikiran tatapi harus melalui
hati dengan kelembutan tersendiri orang yang ikhlas: rela,
sabar, bersyukur akan meraih cita-cita yang tertinggi di dunia
dan akhirat.
Manusia diciptakan dengan sebaiknya dengan berbagai
kelebihan dan kesempurnaan. Fitrah sempurna di zone ikhlas,
selalu berprasangka baik kepada orang lain dan bersyukur
kepada apa yang telah didapat. Manusia computer hayati;
hardware Otak’ Software Pikiran dan perasaan’ operating
system hati nurani self maintence system iklas gangguan
virusnya putus asa, nafsu, sombong dsb- prasangka buruk –
manfaat hidup berkurang. Barsaing perang-bekerja sama. Kita
sering diliputi pada hal-hal yang kurang enak. Takut maka
timbul pikiran hal-hal yang menakutkan-usahakan tarik hal-
34
hal yang membahagiakan/menarik hal-hal yang anda
inginkan ingin sembuh focus pada kesehatan senang focus
pada kebahagiaan tenang focus pada kedamaian.
Selanjutnya Sentanu mengaitkan kerja otak dengan keikhlasan
dan pentinya doa. Hidup di dunia berpasangan ada otak kiri
dan otak kanan. Kiri berpikir analitik, logis, bahasa,
pengetahuan. Kanan Intuisi, kuasi, seni, musik dsb. Tiap
orang berbeda mana yang menonjol. Perlu kerja sama (kanan
kiri) , menyeimbangkan diri. Perang besar melawan diri
sendiri. Pikiran positif yang rasanya enak dihati ketika anda
beraktivitas, lakukan dengan hati dengan cara penuh do’a
kepada Allah SWT/ menyerahkan seluruh kehidupannya
kepada Allah SWT. Kita telah diberikan motivasi yang
berbicara Zone ikhlas High energi syukur, sabar, tenang,
Happy perasaan positive yang berenergi tinggi positive
feeling. Kebanyakan manusia melihat lewat panca indera
tetapi belum tentu memahami apa yang dilihat. Doa adalah
senjata orang yang beriman D = Direction Minta yang jelas O =
Obedience = yakin do’a akan dikabulkan A= Aceptance =
syukur (menerima perasaan terkabulnya do’a).
Komitmen dan Kesabaran
Pepatah popular mengatakan, “Siapa yang bersabar akan
beruntung.” Mengapa beruntung ? Satu surat dalam AlQuran menuliskan yang artinya” …Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar” (QS 2:153). Jika Allah sudah
menyertai seseorang, tidak ada siapa pun akan mampu
mencelakan dia. Kebersertaan Allah dalam melaksanakan
tugas sebagai guru haruslah diusahakan. Sering kita dalam
melaksanakan tugas tidak sabar untuk meraih hasil terbaik.
Sabar, adalah salah satu sikap terpuji yang terkait dengan
kepribadian guru. Menurut Ubaedi kesabaran dalam konsep
agama Isalam (Konsep Al-Quran) dimaksudkan untuk
membuat manusia kuat menghadapi hidup. Konsep
bagaimana menghadapi realitas atau menjalani praktek
hidup.
Seperti yang kita alami, menjalani hidup ini ternyata tidak
cukup dengan memiliki keinginan yang baik, keinginan untuk
menjadi orang baik, atau menjadikan orang lain disekitar kita
lebih baik. Setiap orang memiliki keinginan untuk jadi baik,
yang sering membuat kita tidak nyaman adalah realitas.
35
Realitas yang kita hadapi sering tidak sesuai dengan harapan,
bertentangan dengan keinginan atau yang telah direncanakan.
Ada realitas yang menuntut kita mencari solusi
“90% penyebab kegagalan manusia adalah kepasrahan terhadap
realitas .”(Washington Irvin)
“kesuksesan dilahirkan dari 99% kegagalan yang dipahami dengan
sikap anti menyerah,” (James Dison)
“keberhasilan seseorang itu 20% ditentukan oleh kecerdasan
intelektual dan yang 80% ditentukan oleh serumpun kemampuan
yang disebut Kecerdasan Emosinal.” (Daniel Goleman)
Ubaedi lebih lanjut menjelaskan, bahwa meski sebagian besar
kita sudah tahu arti kesabaran, tetapi dalam prakteknya masih
banyak yang belum berhasil membedakan antara kesabaran
dalam arti pasrah pada Tuhan dan kesabaran dalam arti
pasrah pada kenyataan. Misalnya guru punya komitmen
untuk meningkatkan hasil belajar siswanya. Kenyataannya,
tidak semua anak didiknya dengan cepat ambil bagian
berpartisipasi aktif dalam program yang sudah dirancang
sedemikian rupa. Ada guru yang pasrah pada kondisi siswa,
dengan menyatakan memang kemampuan dan kemauan
siswa untuk belajar terbatas. Yang jelas kita sudah
melaksanakan komitmen dalam menjalankan tugas mengajar.
Sering pasrah pada realitas dengan mengatas namakan
kesabaran, nasib, takdir, kehendak Tuhan, dan sebagainya.
Bila kita sedang mengusahakan ide-ide baru dalam
pendidikan (meningkatkan prestasi) lalu gagal ditengah jalan,
orang lain akan mengatakan kepada kita sabar. Sabar disini
mengandung konotasi menerima kegagalan itu apa adanya.
Hal ini tentu tidak sejalan dengan kesabaran yang diajarkan
oleh agama. Ide-ide positif, jika gagal dilaksanakan, agama
memerintahkan kita bukan menerima apa adanya, melainkan
menerima untuk memperbaiki. Yang diperbaiki bisa jadi
rencana, proses, teknik, alat, sikap mental, dan lain-lain.
Dengan menerima dan memperbaiki maka jiwa kita akan
terdidik untuk menjadi kuat.
Kesabaran adalah kemampuan. Ubaedi mengelompokkan
kesabaran sebagai kemampuan:
a) Kemampuan menunggu
b) Kemampuan mempertahankan
c) Kemampuan menjalankan
36
Sikap-sikap tidak sabar, seperti mengambil jalan pintas yang
melanggar hukum, main seradak-seruduk, atau malah apatis
dan tidak melakukan apa-apa, hanya akan berakhir dengan
kegagalan dan penyesalan.
Komitnen kesabaran perlu ditingkatkan. Sabar dapat
mengundang kehadiran Allah bersama kita. Sabar sebagai
cara untuk meminta pertolongan Allah. Mendidik manusia
tidaklah mudah, guru sering kehilangan kesabaran, sehingga
komitmennya dalam menjalankan profesi sering berjalan
tidak mulus. Usaha untuk selalu memperbaiki diri, mencari
jalan terbaik dan doa kepada Allah merupakan kunci utama
dalam mencapai hasil kerja terbaik. Disamping itu, guru
hendaklah selalu berupaya menghadirkan Allah dan
dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
lingkup individu maupun komunitas, agar selalu menjadi
orang yang beruntung.
5) Empati
Makna Empati
Empati dalam bahasa Yunani diartikan sebagai “ketertarikan
fisik”, yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
untuk mengenali, mempersepsi dan merasakan perasaan
orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan
seseorang berhubungan dengan perasaannya. Seseorang yang
berempati akan mampu mengetahui, pikiran dan mood orang
lain. Empati sering dianggap sebagai resonansi perasaan.
Empati adalah pondasi dari semua interaksi hubungan antara
manusia mampu merasakan emosi orang lain, yang akan
bermanfaat membina relationship yang akrab dengan orang
lain..
Empati dan kecerdasan emosional
Empati adalah salah satu ciri kecerdasan emosional. Emosi
menurut Goleman (1996) merupakan suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis,
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sejumlah
kritikus mengelompokan emosi dalam beberapa golongan ,
sebagai berikut:
 Amarah; beringas, mengamuk, benci, jengkel, marah besar ,
terganggu, rasa pahit, bermusuhan tindak kekerasan
 Kesedihan; sedih, pedih, muram, melankolis, mengasihani
diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat.
37
 Rasa takut; cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, pobia,
panic, tidak tenang.
 Kenikmatan; bahagia, gembira, riang, puas, senang,
terhibur, bangga, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
 Cinta; penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan
hati, rasa dekat,, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
 Terkejut; takjub, terpana, terkejut, terkesiap.
 Jengkel; hina, jijik muak, mual, benci tidak suka, mau
muntah,
 Malu; rasa salah, malu hati, kesal hasil, sesal, hina, aib, dan
hati hancur lebur.
Guru yang memiliki empati tinggi, mampu membaca dan
memahami kondisi emosi peserta didiknya pada waktu
tertentu. Guru akan berusaha membantu, memberi bimbingan
cara mengelola emosi mereka.
Kecerdasan emosional: kemampuan seperti kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi
frustasi, menendalikan dorongan hati dan tidak berlebihlebihan dalam kesenangan, mengatur suasana hati dan
menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir; berempati dan berdoa.
Empati adalah kemampuan membaca emosi
 Kemampuan menerima sudut pandang orang lain
 Kemampuan dalam mendengarkan orang lain
 Kemampuan kepekaan akan perasaan oranglain
Goleman menyebut empati sebagai”keterampilan dasar
manusia”. Orang memiliki empati kata Goleman adalah
pemimpin alamiah yang dapat mengekspresikan dan
mengartikulasikan sentiment kolektif yang tidak terucapkan,
untuk membimbing suatu kelompok menuju cita-citanya.
Menumbuhkan dan Mengembangkan Empati di kelas
Segal (2000) menyatakan, semakin banyak Anda mempelajari
melalui perasaan, semakin mudah Anda memahami perasaan
orang lain. Saya tidak dapat menemukan alat yang lebih
ampuh untuk menelusuri kerumitan hubungan manusia,
kecuali empati. Empati adalah keterampilan terakhir yang
Anda peroleh ketika mendidik hati anda.
38
Empati mengalir dari kesadaran aktif, rasakan setiap saat,
seimbangkan kebutuhan anda dan kebutuhan orang lain demi
kepuasan bersama untuk membetuk hubungan saling
menghormati yang langgeng. Kesadaran aktif akan membuat
anda cerdas. Empati membuat anda bijaksana dalam merasa.
Memahami bahasa tubuh. Coba ingat dan catat bagaimana
anda bereaksi setiap anda merasakan atau melihat hal-hal
berikut ini pada orang-orang yang anda temui:









mulut cemberut
ringisan
mata berbinar-binar
irama suara
alis berkerut
senyum lebar
kelopak mata berat
nada suara melengking
cuping hidung mengembang
Apakah anda merasakan ledakan emosioanal pada diri anda;
Ketika anda melihat seseorang mengangis, Anda menangis
pula. Ketika seseorang sangat ceria, Anda tertawa geli. Itu
bukan empati sama sekali. Empati dapat dimaknai menyelami
perasaan orang lain, namun masih tetap terjaga beberapa
keterpisahan. Empati dapat merasakan kesedihan orang lain
tanpa kehilangan jati diri dan kesadaran diri.
Data penelitian menunjukkan bahwa empati merupakan
kekuatan yang hebat untuk kebaikan. Guru yang memiliki
tingkat empati yang tinggi dapat mengembangkan
kemampuan akademik yang lebih besar pada muridnya
daripada guru yang tingkat empatinya rendah. Carl Roger
dalam Zuchdi (2008) mengatakan bahwa, empati merupakan
alat yang paling efektif untuk membantu perkembangan
pribadi dan meningkatkan hubungan serta komunikasi
dengan orang lain.
Empati guru merupakan kedekatan emosi dengan peserta
didiknya, ikatan emosi dengan siswanya. Guru sering gagal
mencerdaskan siswanya karena tidak memiliki empati pada
peserta didiknya.
Empati guru terhadap siswa dengan memahami kebutuhan
siswanya, diantaranya;
39
 Sensitive, penuh perhatian terhadap kebutuhan siswa
 Menunjukkan kemampuan berada pada posisi siswa
 Memahami kebutuhan siswa, tetapi tidak sentimental,
membedakan masalah-masalah pribadi anak dari masalah
umum.
Latihan membaca wajah siswa anda
Seorang guru harus bisa menyelami, apakah siswa telah
mengerti materi yang baru saja dijelaskan. Biasanya dari
ekpresi wajah mereka dapat terlihat.
Berikut ini Hasyim Ashari (2007) mendeskripsikan tanda yang
bisa dibaca dari ekspresi wajah siswa.
Ekpresi Wajah/suara
Artinya
Kepala manggut-manggut
Memahami apa yang
dijelaskan
Terseyum sambil bilang oo…
Sangat memahami
Wajah tidak tergerak dengan
tetap memandang papan tulis
Belum mengerti
Mengerutkan dahi
Susah memahami
Bel akhir pelajaran berbunyi, dan
siswa bilang “kok cepat ya”
Anda sukses
berkomunikasi dengan
siswa
Guru harus kreatif jika di kelas yang diajarnya ada siswa yang
ngobrol dengan temannya. Tidak melihat ke depan, atau
kalau ditanya tidak menjawab. Teramati tidak semangat
mengikuti pelajaran. Lakukan interaksi dengan memberi
umpan balik. Guru harus berusaha mencari akar
permasalahannya, jangan hanya fokus menyelesaikan
program pembelajaran hari itu. Sikap empati yang tinggi dari
guru akan mampu mengatasi masalah belajar siswanya.
40
C. Lembar Kerja
1. Baca dan analisis tujuan pendidikan nasional dan buatlah rancangan
profil guru yang akan mampu mewujudkan tujuan tersebut?
2. Lakukan evaluasi diri, apakah anda sebagai guru sudah memiliki
profil pendidik guru yang digambarkan seperti di atas?
3. Rancanglah kegiatan yang harus dilakukan guru untuk satu
minggu sesuai tanggung jawab profesi!
41
BAB III
MATERI PEMBELAJARAN 1
MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
A. Model Pembelajaran
1. Konsep Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan
pembelajaran, tentu diperlukan model-model mengajar yang
dipandang mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas
mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik. Modeldiartikan
sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalammelakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu
tipe atau desain; (2)suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan
untuk membantu proses visualisasisesuatu yang tidak dapat dengan
langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan
inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara
sistematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang
disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan; (5) suatu deskripsidari suatu sistem yang mungkin
atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agardapat menjelaskan
dan menunjukkan sifat bentuk aslinya (Komaruddin, 2000:152).
Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya,
walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang
sebenarnya. Atas dasar pengertian tersebut, maka model mengajar
dapat difahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan
dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, danberfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran
bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembeiajaran.
Dalam mengajar, guru dapat mengembangkan model mengajarnya
yang dimaksudkan sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik
dalam perilakusiswa, Pengembangan model-model mengajar tersebut
dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya
untuk lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih
bervariasi bagi kepentingan belajar siswa. Salah satu batasan tentang
model mengajar adalah :
„‟Model of teaching can be defined as an instructional design which describes
theprocess of specifying and producing particular environmental situations
which causethe students to interact in such a way that that specificchange
occurs in their behavior”,(SS Chauhan, 1979:20).
Dengan memperhatikan batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa
model mengajar adalah merupakan sebuah perencanaan pengajaran
yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar
mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti
yang diharapkan.
Dalam dunia pendidikan, model diartikan sebagai a plan, method, or
series of activitiesdesigned to achieves a particular educational goal (J. R.
David, 1976). Jadi dengandemikian model pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama,
model pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasukpenggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti tujuan penyusunan
suatu model baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum
sampai pada tindakan. Kedua, model disusun untuk mencapai tujuan
tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan model adalah
pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah
pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilrtas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan yang jelas yang
dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam
implementasi suatu model.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada
dengan pendapat di atas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan
bahwa model pembelajaran itu adalah adalah suatu set materi dan
prosedur pembeiajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk
menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Upaya untuk mengimlernentasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal
adalah dengan menggunakan metode. Ini berarti, metode digunakan
untuk merealisasikan model yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
bisa terjadi dalam satu model pembelajaran digunakan beberapa
metode. Misalnya untuk melaksanakan model ekspositori bisa
digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan
diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk
menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya, model berbeda
dengan metode. Model menunjuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan, model. Dengan kata lain, model
adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a
wayin achieving something. Istilah lain yang juga memiliki kemiripan
dengan model adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan
berbeda baik dengan model maupun metode. Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.Oleh
karenanya model dan metode pembelajaran yang digunakan dapat
bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998)
misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan
pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches).
Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan model pembeiajaran
langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran
ekspositori. Sedangkan pendekatan yang berpusat pada siswa
menurunkan model pembelajaran discovery dan inkuiri serta
pembelajaran induktif.
Selain pendekatan, model, dan metode, terdapat juga istilah lain yang
kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar.
Teknik dan taktik merupakan penjabaran dari metode pembelajaran.
Teknik adalah cara yang dilakukan seseorangdalam rangka
mengimplementasikan suatu metode. Taktik adalah gaya seseorang
dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan
demikian, taktik sifatnya lebih individual. Dari penjelasan di atas, maka
dapat ditentukan bahwa suatu model pembelajaran yang diterapkan
guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan;
sedangkanbagaimana menjalankan model itu dapat ditetapkan berbagai
metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran
guru dapat menentukan teknikyang dianggapnya relevan dengan
metode, dan dalam penggunaan teknik itu guru memiliki taktikyang
mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.
b. Klasifikasi Model Pembelajaran
Joyce dan Weil (2000) mengemukakan ada empat kategori yang penting
diperhatikan dalam model mengajar, yakni model informasi, model
personal, model interaksi dan model tingkah laku. Model mengajar
yang telah dikembangkan dan dites keberlakuannya oleh para pakar
pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada
empat kelompok, yaitu :
1) Model Pemrosesan Informasi (Information Processing Models),
menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang
dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana
pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan
nonverbal. Model ini memberikan kepada pelajar sejumlah konsep,
pengetesan hipotesis, dan memusatkan perhatian pada
pengembangan kemampuan kreatif. Model ini secara umum dapat
diterapkan pada sasaran belajar dari berbagai usia dalam
mempelajari individu dan masayarakst. Oleh karena itu model ini
potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang
berdimensi personal dan sosial disamping yang berdimensi
intelektual.
2) Model Personal (Personal Family) merupakan rumpun model
pembelajaran yang menekankan kepada proses mengembangkan
kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan
emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk
memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya sendiri dengan
baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian
pada pandangan perseorangan dan berusaha mengalakkan
kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin
sadar diri dan bertanggungjawab atas tujuannya.
3) Model Sosial (Social Family), menekankan pada usaha
mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan
untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun
sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perfaedaan
dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah
konsep“synergy” yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang
terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena
kehidupan masyarakat. Dengan menerapkan model sosial
pembelajaran diarahkan pada upaya melibatkan peserta didik dalam
menghayati, mengkaji, menerapkan, dan menerima fungsi dan
peran sosial. Model sosial ini dirancang untuk memanfaatkan
fenomena kerjasama, membimbing para siswa mendefinisikan
masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah,
mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta
mengetes hipotesis. Karena itu guru seyogianya mengorganisasikan
belajar melalui‟ kerja kelompok dan mengarahkannya, kemudian
pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogianya
mengajarkan proses demokratis secara langsung, jadi pendidikan
harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelttian bersama
(cooperative inquiry) terhadap masalah-masalah sosial dan akademis.
4) Model sistem perilaku dalam pembelajaran (Behavioral Model of
Teaching) dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku,
melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah
belajar melalui penguraian perilaku ke dalam jumlah yang kecil dan
berurutan. Sejalan dengan hal itu, teori konvergensinya William
Stern implementasinya dalam hal belajar mengajar telah
menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan teori atau
model mengajar, seperti: (1) model behavioral yang terdiri dari
belajar tuntas, belajar kontrol diri sendiri, simu!asi, dan belajar
asertif; (2) model pemrosesan informasi yang terdiri dari model
mengajar inkuiri, presentase kerangka dasar atau“advance organizer”,
dan model pengembangan berpikir; dan (3) lain sebagainya yang
dapat dijadikan pendekatan yang efektif dalam pengajaran.
5) Pertimbangan Pemilihan Model Pembeiajaran
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi
dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan
kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu
juga kita semestinya berpikir model apa yang harus dilakukan agar
semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien, Ini sangat
penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan
menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu, sebelum
menentukan model pembelajaran yang dapat digunakan, ada
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan :
a) Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin
dicapai
 Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan
dengan aspek kognitif, afektif, atau psikomotor?
 Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah ?
 Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan
keterampilan akademis?
b) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi
pembelajaran
 Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum,
atau teori tertentu?
 Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu
memerlukan prasyarat tertentu atau tidak?
 Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari
materi itu?
c) Pertimbangan dari sudut siswa
 Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat
kematangan siswa?
 Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat,
bakat, dan kondisi siswa?
d) Pertimbangan-pertimbangan lainnya.
 Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu
model saja?
 Apakah model yang kita tetapkan dianggap satu-satunya
model yang dapat digunakan?
 Apakah model itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan
dalam menerapkan strategi yang ingin diterapkan. Misalkan untuk
mencapai tujuan yang dengan aspek kognitif, akan memiliki model
yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif atau
psikomotor, Demikian juga halnya, untuk mempelajari bahan
pelajaran yang bersifat fakta akan berbeda dengan mempelajari
bahan pembuktian suatu teori, dan lain sebagainya.
2. Model Pembelajaran Ekspositori
a. Konsep Model Pembelajaran Ekspositori
Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyarnpaian materi secara verbal dari
seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa
dapat menguasai materi secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan
model ekspositori ini dengan istilah model pembeiajaran langsung
(direct instruction). Mengapa demikian? Karena dalam model
pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru.
Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran
seakan-akan sudah adi. Oleh karena model ekspositori lebih
menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan
istilah model “chalk and talk”.
Terdapat beberapa karakteristik model ekspositori. Pertama, model
ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran
secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam
melakukan model ini. Oleh karena itu sering orang mengidentikannya
dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan
adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta,
konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut
siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah
menguasai materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses
pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengsn
benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah
diuraikan.
Model pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembeiajaranyang berpusat pada guru (teacher-centered approaches).
Dikatakan demikian, sebab dalam model ini guru memegang peran
yang sangat dominan, guru menyampaikan materi pelajaran secara
terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu
dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model ini adalah
kemampuan akademik siswa.
Model pembelajaran ekspositori akan efektif manakala :

Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya
dengan yang akan dan harus dipelajari siswa.

Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya
model intelektual tertentu.

Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk
dipresentasikan, artinya dipandang dari sifat dan jenis materi
pelajaran memang materi pelajaran itu hanya mungkin dapat
dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru.

Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik
tertentu.

Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik
atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.

Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama
sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.

Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang
rata-rata memiliki kemampuan rendah. Berdasarkan hasil

penelitian (Ross & Kyle, 1987) model ini sangat efektif untuk
mengajarkan konsep dan keterampilan untuk anak-anakyang
memiliki kemampuan kurang.
Jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan model yang
berpusat pada siswa.
b. Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembeiajaran Ekspositori
Dalam penggunaan model pembeiajaran ekspositori terdapat beberapa
prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru.
1) Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama
dalam model pembeiajaran ekspositori melalui metode ceramah,
namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan
pembelajaran; justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan
utama dalam penggunaan model ini. Karena itu sebelum model
pembelajaran ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan
tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur.
2) Prinsip Komunikasi
Proses pernbelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi,
yangmenunjuk pada proses penyampaian pesan darr seseorang
(sumber pesan)kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima
pesan), Pesan yang ingindisampaikan dalam hal ini adalah materi
pelajaran yang diorganisrr dan disusunsesuai dengan tujuan tertentu
yang ingin dicapai.Dalam proses komunikasiguru berfungsi sebagai
sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerimapesan.
3) Prinsip Kesiapan
Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” rnerupakan salah satu
hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap
individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus
manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak
mungkin setiap individu akan merespon setiap stimulus yang
muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan.
Yang dapat kita tarik dari dari hukum belajar ini adalah agar siswa
dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan,
terlebih dahulu kitaharus memposisikan mereka dalam keadaan siap
baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran, Jangan
mulai kita sajikan materi pelajaran, manakala siswa belum siap untuk
menerimanya.
4) Prinsip Berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk
mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan
hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu
selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui
proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka
untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui
proses belajar mandiri.
c. Prosedur Pelaksanaan Model Ekspositori
Sebelum diuraikan tahapan penggunaan model ekspositori
terlebihdahulu diuraikan beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap
guru yang akan menggunakan model ini
1) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai
2) Kuasai materi palajaran dengan baik
3) Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses
penyampampaian
Keberhasilan penggunaan model ekspositori sangat tergantung pada
kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran.
Ada beberapa langkah dalam penerapan mode! ekspositori, yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
Persiapan (Preparation)
Penyajian (Presentation)
Korelasi (Correlation)
Menyimpulkan (Generalization)
Mengaplikasikan (Aplication)
3. Model Pembelajaran Inkuiri
a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui
tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering
juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasaYunani, yaitu
heuriskein yang berarti saya menemukan.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran
inkuiri. Pertama, model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa
secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses
pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran
melalaui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat rnenumbuhkan sikap percaya diri (self
belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan
guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan
motivator belajar siswa.
Ketiga, tujuan dari penggunaan model pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan
kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian
dari proses mental. Dengan demikian, dalam model pembelajaran
inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran,
tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama
pembelajaran melalui model inkuiri adalah menolong siswa untuk
dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan
jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.
Model pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student-centered
approach). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini siswa
memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran inkuiri akan efektif manakala :
 Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban
dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan
demikian dalam model inkuiri, penguasaan materi pelajaran





bukan sebagai tujuan utama pembelajaran. Akan tetapi yang lebih
dipentingkan adalah proses belajar.
Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta
atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang
perlu pembuktian.
Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa
terhadap sesuatu.
Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata
memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Model inkuiri akan
kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki
kemampuan untuk berpikir.
Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa
dikendalikan olehguru.
Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan
pendekatan yang berpusat pada siswa.
b. Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri
Model Pembelajaran inkuiri merupakan model yang menekankan
kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental
(intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu
maturation, physical experience, social experience, dan equilibrium. Atas
dasar tersebut, maka dalam penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri
terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru.
1) Berorientasi pada Pengembangan intelektual.
Tujuan utama dari model inkuiri adalah pengembangan
kemampuan berpikir.Dengan demikian, model pembelajaran ini
selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada
proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses
pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri bukan
ditentukan oleh sejauhmana siswa dapat menguasai materi
pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan
menemukan sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus ditemukan
oleh siswa melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat
ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap
gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat
ditemukan.
2) Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik
interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru,
bahkan interaksi siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai
proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber
belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi
itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa
mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi
mereka. Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memang
bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru terjebak oleh kondisi
yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri. Misalnya,
interaksi hanya berlangsung antar siswa yang mempunyai
kemampuan berbicara saja walaupun pada kenyataannya
pemahaman siswa tentang substansi permasalahan yang
dibicarakan sangat kurang; atau guru justru menanggalkan peran
sebagai pengatur interaksi itu sendiri.
3) Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan datam menggunakan model
pembelajaraninkuiri adaiah guru sebagai penanya. Sebab,
kemampuan siswa untuk menjawabsetiap pertanyaan pada
dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.Oleh
sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah
inkuirisangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu
dikuasai oleh setiapguru, apakah itu bertanya untuk melacak,
bertanya untuk mengembangkankemampuan, atau bertanya
untuk menguji.
4) Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar
adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensti seluruh otak.
5) Prinsip Keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan.
Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu
diberikan
kebebasan
untuk
mencoba
sesuai
dengan
perkernbangan kemampuan logika dan nalarnya.Pembelajaran
yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya.Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk
memberikan hipotesis dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukan.
c.
Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri
Secara umum proses pembetajaran dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru
mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses
pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat
penting. Keberhasilan model pembelajaran inkuiri sangat
tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan
kemampuannya dalam memecahkan masalah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini
adalah:
 Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan
dapat dicapai oleh siswa.
 Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa untuk mencapai tujuan.
 Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa
kepada suatu persoalan yang mengandung teka teki. Persoalan
yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk
berpikir memecahkan teka teki itu.Dikatakan teka teki dalam
rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu
ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban
yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting
dalam pembelajaran inkuiri, melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3) Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu
diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru
untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada
setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang
dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi
harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis
yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.
4) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk mengkaji hipotesis yang diajukan. Dalam
model pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan
proses mental yang sangat penting dalam pengembangan
intelektual.
5) Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam
menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas
jawaban atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji
hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya
berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data
yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengajuan hipotesis.
4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Konsep Dasar, Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri
utama dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Pertama, Model
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi MPBM ada sejumlah
kegiatanyang harus dilakukan siswa. MPBM tidak mengharapkan siswa
hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran. Akan tetapi melalui MPBM siswa aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya
menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. MPBM menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak
mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis
dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Untuk mengimplementasikan MPBM, guru perlu memilih bahan
pelajaran yangmemiliki permasalahan yang dapat dipecahkan.
Permasalahan tersebut bisadiambil dari buku teks atau dari sumbersumber lain misalnya dari peristiwa yangterjadi dilingkungan sekitar,
dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwakemasyarakatan.
Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan:
 Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat
mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan
memahaminya secara penuh.
 Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi,
menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,
mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan berpikir dalam membuat judgement
secara objektif.
 Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk
memecahkan serta membuat tantangan intelektual siswa.
 Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab
dengan belajarnya.
 Jika guru ingin siswa memahami hubungan antara apa yang
dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara
teori dan kenyataan)
b. Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan MPBM. John Dewey
seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6
langkah MPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan
masalah (problem solving), yaitu :
1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah
yang akan dipecahkan.
2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang.
3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau
merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakaan
hipotesis yang diajukan.
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan
hasil pengajuan hipotesis dan rumusan kesimpulan.
5. Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir
a. Hakikat dan Pengertian Model Pembelajaran Peningkatan
Telah dijelaskan bahwa salah satu kelemahan proses pembelajaran yang
dilakukan para guru kita adalah kurang adanya usaha pengembangan
kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap proses pembelajaran pada
mata pelajaran apapun kita lebih banyak mendorong siswa agar
menguasai sejumlah materi pelajaran. Metode pembelajaran yang
dibahas pada bab ini adalah metode pembelajaran yang diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Metode pembelajaran
ini pada awalnya dirancang untuk pembelajaran llmu Pengetahuan
Sosial (IPS). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama ini IPS
dianggap sebagai pelajaran hafalan. Namun demikian, tentu saja
dengan berbagai penyesuaian topik, model pembelajaran yang akan
dibahas ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya
termasuk mata pelajaran sejarah. Berdasarkan hasil penelitian, selama
ini IPS dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa
berpendapat IPS merupakan pelajaran yang tidak terlalu penting
dibandingkan dengan pelajaran lainnya, seperti IPA dan Matematika
(Sanjaya, 2002). Hal itu merupakan pandangan yang keliru. Sebab,
pelajaran apapun diharapkan dapat membekali siswa baik untuk terjun
ke masyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian besar para guru.
Mereka berpendapat bahwa IPS pada IPS pada hakikatnya adalah
pelajaran hapalan yang tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah
pelajaran yang syarat dengan konsep-konsep, pengertian-pengertian,
data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan.
Sekarang bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang IPS dan
sejarah sebagai mata pelajaran hafalan? bagaimana sejarah dapat
dijadikan mata pelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan
berpikir siswa? Di bawah ini akan dijelaskan satu model pembelajaran
berpikir dalam pelajaran Sejarah dan IPS. Model pembelajaran ini
adalah model pembelajaran hasil dari pengembangan yang telah diuji
coba (Sanjaya,2002).
Model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (MPPKB)
adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan
kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau
pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang
diajukan.
Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas.
Pertama, MPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada
pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai
oleh MPPKB adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah
materi pelajaran. Akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan
gagasan-gagasan atau ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara
verbal. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan bicara
secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir.
Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan
dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan
gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam
kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan kemampuan anak untuk
mendeskripsikan hasil-hasil pengamatan mereka terhadap berbagai
fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupansehari-hari.
Ketiga, sasaran akhir MPPKB adalah kemampuan anak untuk
memecahkan
masalah-masalah
soisal
sesuai
dengan
taraf
perkembangan anak.
b. Hakikat Kemampuan berpikir dalam MPPKB
Model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau MPPKB
merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan
dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reasin
(1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih
dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending).
Menurut Reason mengingat dan memahami lebihbersifat pasif daripada
kegiatan berpikir (thinking). Mengingat pada dasarnya hanya
melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu
saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedang memahami
memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat
keterkaitan antar aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang
lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak
hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan
berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan
yang dihadapi.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan
memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian
terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya,
belum tentu seseorang yang memiliki mengingat dan memahami
memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan
berpikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan
memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan Peter Reason, bahwa
berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang
kurang memiliki daya ingat (working memory), maka orang tersebut
tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang
cukup lama. Jika seseorang kurang memiliki daya ingat jangka panjang
(long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan memiliki
catatan masa lalu yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian, berpikir sebagai
kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan
mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan
memahami diperlukan proses mental yang disebut berpikir.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka MPPKB bukan hanya sekadar
model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat
mengingat dan memahami berbagai data, fakta atau konsep. Akan
tetapi bagaimana data, fakta, dan konsep tersebut dapat dijadikan
sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam
menghadapi dan memecahkan suatu persoalan
c. Karakteristik MPPKB
Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk nengembangkan
kemampuan berpikir, MPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu
sebagai berikut:
1) Proses pembelajaran melalui MPPKB menekankan kepada proses
mental siswasecara maksimal. MPPKB bukan model pembelajaran
yang hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencatat,
tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Hal ini
sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya,
bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa mental bukan peristiwa
behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap
kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan
stimulus-respon saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental
yang diatur otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka
dalam proses implementasi MPPKB perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara
mental, maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian
utama guru. Artinya, guru harus menyadari bahwa proses
pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang
dipelajari, tetapi bagaimana mereka mempelajarinya.
 Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif
siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari secara
metoda apa yangakan digunakan.
 Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini
guru harus membantu agar siswa belajar untuk melihat
hubungan antar bagian yang dipelajari.
 Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa
manakala
siswa
dapat
mengorganisasikannya
dengan
pengetahuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian guru
harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan
bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan
yang telah mereka miliki.
 Siswa harus secara aktif merespon apa yang mereka pelajari.
Merespon dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan
aktivitas secara fisik.
2) MPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab
secara terus menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya
jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan
berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh
pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3) MPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada
dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar.
Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi
pengetahuan dan penguasaan materi pembelajaran baru.
d. Tahapan-tahapan Pembelajaran MPPKB
MPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam
belajar hal ini sesuai dengan hakikat MPPKB yang tidak mengharapkan
siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk mendengarkan
penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara demikian
bukan saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha
memperoleh pengalaman. Namun juga dapat menghilangkan gairah
dan motivasi belajar siswa (George W. Maxim, 1987).
Ada 6 tahap dalam MPPKB. Setiap tahap dijelaskan sebagai berikut:
1) Tahap Orientasi
Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada posisi siap untuk
melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan,
pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang
berhubungan dengan penguasaan materipelajaran yang harus
dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses
pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa,
kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa,
yaitu penjelasn tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam
setiap tahapan proses pembelajaran.
Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai
dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pata tahap
orientasi sangat menentukan keberhasilan MPPKB. Pemahaman
yang baik akan membuat siswa tahu kemana mereka akan dibawa,
sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka.Oleh sebab
itu, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam
implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah dialog yang
dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah
dan menumbuhkan minat belajar siswa.
2) Tahap Pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami
pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau
pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah
guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap
pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang diangap relevan
dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah
selanjutnya guru rnenentukan bagaimana ia harus mengembangkan
dialog dan Tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.
3) Tahap Kontrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus
dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman
siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada
tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang
dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan
yang diberikan sesuai dengan tema atau topik itu tentu saja
persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman
siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guru
harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar
memahami persoalan yang harus dipecahkan. Mengapa demikian?
Sebab, pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk
dapat berpikir. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran pada
tahap selanjutnya akan ditentukan oleh tahapan ini.
4) Tahap Inkuiri
Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam MPPKB. Pada tahap
inilah siswa berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri,
siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh
sebab itu, pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam
upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai teknik bertanya guru
harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat
menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya,
memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan
gagasan, dan lain sebagainya
5) Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru
melaluiproses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk
dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema
pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar
siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka
pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.Tahap akomodasi dapat
juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada
tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkap kembali
pembahasan yang diangap penting dalam proses pembelajaran
6) Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang
sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transper
dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer
kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalahmasalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugastugasyang sesuai dengan topik pembahasan.
6. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Konsep Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, Ada empat
unsur penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya
peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya
upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap
kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan
beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan
atas minat danbakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas latar
belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran
baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari
kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan
pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan
semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun
siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian
tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan
lain sebagainya.
Salah satu model dari model pembelajaran kelompok adalah model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir
ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk
digunakan. Slavin (1995) mengemukakan dua alasan, pertama,
beberapa hasil oenelitian membuktikan bahwa pemggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta
dapat meningkatkan harga diri.
Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa
dalambelajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan
pengetahuandengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka
pembelajaran kooperatifmerupakan bentuk pembelajaran yang dapat
memperbaiki sistem pembelajaranyang selama ini memiliki kelemahan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).
Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan
memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu
menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap
anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan
tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan
interpersonal dari setiap anggota kelompok.Setiap individu akan saling
membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan
kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang
sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Model pembelajaran ini bisa digunakan manakala :
 Guru menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha
individual dalam belajar.
 Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang
pintar saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar
 Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman
lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
 Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
 Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan
menambah tingkat partisipasi mereka.
 Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang
lain. Perbedaantersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang
lebih menekankan kepadakerja sama dalam kelompok. Tujuan yang
ingin dicapai tidak hanya kemampuanakademik dalam pengertian
penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanyaunsur kerja sama untuk
penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilahyang menjadi ciri
khas dari pembelajaran kooperatif.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar
melalui kooperatifdapat dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu
perspektif motivasi,perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif,
dan perspektif elaborasikognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa
penghargaan yang diberikan kepadakelompok memungkinkan setiap
angota kelompok akan saling membantu.
Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah
keberhasilankelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap
anggota kelompok untukmemperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setap siswa akan
salingmembantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua
anggota kelompokmemperoleh keberhasilan. Bekerja secara kelompok
dengan mengevaluasikeberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan
iklim yang bagus, di mana setiapanggota kelompok menginginkan
semuanya memperolah keberhasilan.Perspektif perkembangan kognitif
artinya bahwa dengan adanya interaksiantara anggota kelompok dapat
mengembangkan prestasi siswa untuk berpikirmengolah berbagai
informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswaakan berusaha
untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah
pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik model
pembelajarankooperatif adalah :
1)
2)
3)
4)
Pembelajaran secara kelompok
Didasarkan pada manajemen kooperatif
Kemauan untuk bekerja sama
Keterampilan bekerja sama
c. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti
dijelaskan dibawah ini:
1) Prinsip Ketergantungan Positif
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota
kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan
kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan
positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan
manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan
semua ini memerlukan Kerja sama yang baik dari masing-masing
anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai
kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu
temannya untuk menyelesaikan tugasnya
2) Tanggung Jawab Perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh
karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,
maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab
sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang
terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal
tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan
juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi
penilaian kelompok harus sama.
3) Interaksi Tatap Muka
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka sating
memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap
muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap
anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan,
memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi
kekurangan masing-masing.
4) Partisipasi dan Komunikasi
Rembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat
penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.
Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu
membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya
kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara
menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang
lain secara santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan gagasan
dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.
d. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat
tahap, yaitu :
1) Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.
Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap
pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran
umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang
selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran
kelompok. Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode
ceramah, curah pendapat, dan Tanya jawab, bahkan kalau perlu guru
juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses
penyampaian dapat lebih menarik siswa.
2) Belajar dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok
materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada
kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.
3) Penilaian
Penilaian dalam model pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual
maupun kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan
informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan
memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir
setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai
setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya
yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok
4) Pengakuan Kelompok
Pengakuan kelompok adalah penetapan kelompok mana yang
dianggap paling menonjol atau kelompok paling berprestasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan
pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi
kelompok untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan
motivitasi kelompok lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi
mereka
7. Model Pembelajaran Kontekstual
a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model
pembelajaran yangmenekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapatmenemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasikehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk.dapat menerapkannya dalamkehidupan
mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL
menekankankepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Proses belajar dalamkonteks CTL tidak mengharapkan
agar siswa hanya mener.ima pelajaran, akantetapi proses mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan
antara materiyang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya
siswa dituntut untuk dapatmenangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupannyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yangditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermaknasecara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat
dalammemori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
rnemahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalamkehidupan sehari-hari.
Materi pelajaran dalam kontek CTL, bukan untuk ditumpukdiotak dan
kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam
mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan itu, terdapat lima karakteristik penting dalam
prosespembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yangsudah ada (activiting knowledge), artinya apa
yang akan dipelajari tidak terlepasdari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan demikian pengetahuan yangakan diperoleh siswa
2)
3)
4)
5)
adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitansatu sama
lain.
Pembelajacan yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperolehdan
menambah
pengetahuan
baru
(acquiring
knowledge). Pengetahuan baruitu diperoleh dengan cara deduktif,
artinya
pembelajaran
dimulai
denganmempelajarai
secara
keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuanyang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnyadengan cara meminta tanggapan
dari yang lam tentang pengetahuan yangdiperolehnya dan
berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuanitudikembangkan.
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge),artinya
pengetahuan
dan
pengalaman
yang
diperolehnya harus dapatdiaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan perilakusiswa.
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembanganpengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan danpenyempurnaan strategi.
b. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional
Apa perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran
konvensionalseperti yang banyak diterapkan sekolah sekarang ini? Di
bawah ini dijelaskan secarasingkat perbedaan kedua model tersebut
dilihatdari konteks tertentu.
1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa
berperan aktifdalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menemukan dan 1 menggalisendiri materi pelajaran. Sedangkan,
dalam pembelajaran konvensional siswaditempatkan sebagai objek
belajar yang berperan sebagai penerima informasisecara pasif
2) Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok,
sepertikerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan member!.
Sedanskan dalampembelajaran konvensional siswa lebih banyak
belajar secara individual denganmenerima, mencatat, dan menghafal
materi pelajaran.
3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara
riil,sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran
bersifat teoretisdan abstrak.
4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan
dalampembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui
latihan-latihan.
5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan
diri;sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir
adalah nilai atauangka.
6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri
sendiri,misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena
ia menyadari bahwaperilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat;
sedangkan dalam pembelajarankonvensional, tindakan atau perilaku
individu didasarkan oleh faktor dari luardirinya, misalnya individu
tidak melakukan sesuatu disebabkan takit hukumanatau sekadar
untuk memp.eroleh angka atau nilai dari guru.
7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu
berkembang sesuaidengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab
itu setiap siswa bisa terjadiperbedaan dalam memaknai hakikat
pengetahuan yang dimilikinya. Dalampembelajaran konvensional ha
I ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yangdimiliki bersifat absolut
dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi olehorang lain.
8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam
memonitordan mengembangkan pembelajaran mereka masingmasing; sedangkandalam pembelajaran konvensional guru adalah
penentu jalannya prosespembelajaran.
9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja
dalamkonteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan;
sedangkan dalampembelajaran konvensional pembelajaran hanya
terjadi di dalam kelas.Sejarah SMAPLPG Sertifikasi Guru 2012 Rayon
9 Universitas Negeri Jakarta 96
10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek
perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran
diukur dengan berbagaicara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil
karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain
sebagainya;
sedangkan
dalam
pembelajaran
konvensional
keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Beberapa perbedaan pokok si atas, tnenggambarkan bahwa CTL memang
memilikikarakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses
pelaksanaan danpengelolaannya.
1) Asas-Asas CTL
CTL memiliki 7 asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran
denganmenggunakan model pembelajaran kontekstual. Seringkali asas
ini disebut jugakomponen-komponen CTL.
a) Konstruktivisme
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa
bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan
dan pengalaman. Mengapa demikian? Sebab, pengetahuan hanya
akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan
yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna. Atas dasarasumsi yang mendasar itulah, maka
penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran CTL, siswa
didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri
melalui pengalaman nyata
b) Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya,
proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan peneluan
melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasildari rnengingat, akan tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri. Dengandemikian dalam proses perencanaan,
guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaranyang memungkinkan siswa
dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya
Apakah inkuiri hanya bisa dilakukan untuk mata pelajaran tertentu
saja?Tentu tidak. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat
dilakukanmelalui proses inkuiri. Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan melaluibeberapa langkah,yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
Merumuskan masalah
Mengajukan hipotesis
Mengumpulkan data
Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
Membuat kesimpulan
c) Bertanya
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari
keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam
proses pembelajaran melalui CTL, guru tidakmenyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswadapat
menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting,
sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan
sangatberguna untuk:
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan materi pelajaran
b. Membangkitkan motivasi belajar siswa
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu
d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sesuatu
d) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat
dilakukandengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok
belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan
belajarnya, maupun dilihat dari bakatdan minatnya. Biarkan dalam
kelompoknya mereka sating membelajarkan;yang memiliki
kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya padayang
lain.
e) Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran
denganmemperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru
oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana
cara mengoperasikansebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan
sebuah kalimat asing, dan lainsebagainya.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat
juga gurumemanfaatkan siswa yang dianggap memiliki
kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam
pembelajaran CTL, sebabmelalui modeling siswa dapat terhindar
dari pembelajaran yang teoretis abstrakyang dapat memungkinkan
terjadinya verbalisme
f)Refleksi
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari yangdilakukan dengan cara menurutkan kembali
kejadian-refleksi, pengalaman belajar itu aKan aimasuKKan aaiam
struKtur Kognitif siswa yang padaakhirnya akan menjadi bagian
dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisaterjadi melalui proses
refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yangtelah
dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannyaDalam
proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap
berakhirproses pembelajaran, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untukmerenung atau mengingat kembali apa yang
telah dipelajarinya. Biarkansecara bebas siswa menafsirkan
pengalamannya sendiri, sehingga ia dapatmenyimpulkan tentang
pengaiaman belajarnya.
g) Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Penilaian nyata (Authentic Assesment) adalah proses yang dilakukan
guruuntuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yangdilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakan siswabenar-benar belajar atau tidak; apakah
pengaiaman belajar siswa memilikipengaruh positif terhadap
perkembangan intelektual maupun mental siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan
prosespembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus
selama kegiatanpembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepadaproses belajar bukan kepada hasil
belajar.
2) Pola dan Tahapan Pembelajaran CTL
Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang
fungsi pasar.Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak
untuk memahami fungsidan jenis pasar. Untuk mencapai kompetensi
tersebut dirumuskan beberapaindikator hasil belajar:
 Siswa dapat menjelaskan pengertian pasar
 Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis pasar
 Siswa dapat menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar
tradisionaldengan pasar nontradisional
 Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi pasar
 Siswa bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar
Untuk mencapai tujuan kompetensi di atas, dengan menggunakan
CTLgurumelakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah
ini:
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat
dari prosespembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang
akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL :
 Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan
jumlahsiswa
 Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi,
misalnyakelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke pasar
tradisional, dankelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke
pasar swalayan
 Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai
hal yangditemukan di pasar-pasar tersebut
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus
dikerjakan olehsiswa
b. Inti
Di lapangan
1) Siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian
tugaskelompok
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai
denganalat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing
2) Siswa melaporkan hasil diskusi
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
olehkelompok yang lain Penutup
4) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi
sekitar masalahpasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang
harus dicapai
5) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalamanbelajar mereka dengan tema “pasar”
Apa yang dapat Anda tangkap dari pembelajaran dengan
menggunakanCTL?
Ya, pada CTL untuk mendapatkan kemampuan pemahaman
konsep, anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di
masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima
informasi dari guru, akan tetapi kelasdigunakan untuk salin
membelajarkan. Untuk itu ada beberapa Catatan dalam penerapan
CTL sebagai suatu model pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental,
2) CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi
prosesberpengalaman dalam kehidupan nyata.
3) Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk
memperqleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk
menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil
pemberian dari orang lain.
8. Model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (Model
PAKEM)
a. Pengantar
Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke
seluruh pelosok tanahair adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian
karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak,
mengembangkan
kreativitas
sehingga
efektif
namun
tetap
menyenangkan.Modul ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
tentang apa, mengapa, danbagaimana PAKEM tersebut, serta prosedur
atau langkah-langkah yang dapat dilakukan instruktur. Dengan
membaca dan mengikuti proses-proses yang telah dirancang dalam
modul ini, para peserta diharapkan dapat mengenal apa, mengapa, dan
bagaimana PAKEM tersebut, dan pada akhirnya diharapkan dapat
menerapkan di kelasnya masing-masing.
(Depdiknas, 2005: 71)
Gambar Model Pembelajaran PAKEM
LANGKAH KEGIATAN
Secara diagramatik, langkah pembelajaran dalam pertemuan ini
digambarkan sebagai berikut:
Gambar Langkah Model Pembelajaran PAKEM
1) Kegiatan diawali dengan pengantar singkat oleh instruktur tentang
rencana kegiatan dankompetensi yang diharapkan setelah
mengikuti kegiatan. Kemudian juga disampaikanpengaturan
peserta dan aturan main pelaksanaan kegiatan.
2) Kegiatan berikutnya adalah permodelan PAKEM.Instruktur
memodelkan pelaksanaan PAKEM dengan melibatkan peserta
sebagai murid. Pemodelan selain dimaksudkanagar peserta dapat
menghayati bagaimana mengikuti PAKEM, mereka juga
diharapkandapat merasakan perbedaan antara pengalaman
sebelumnya dengan PAKEM.
3) Diskusi kelompok. Diskusi kelompok (4-6 orang) tentang hal-hal
baru yang ditemukandalam pembelajaran PAKEM ” ditinjau dari
beberapa hal, antara lain: kegiatan anak danbentuk layanan yang
diberikan guru, jenis pertanyaan atau penugasan yang
dikerjakansiswa, interaksi antar siswa dan interaksi lainnya, sumber
belajar yang digunakan,dan lain sebagainya. Selanjutnya proses dan
hasil diskusi dituliskan pada format yangdisajikan pada tabel
berikut
Tabel Format/Pencatat hasil Diskusi
Hal baru yang Berbeda dengan Kebiasaan
Pembelajaran selama Ini
Komponen Pembelajaran
a.
Kegiatan Siswa
b.
c.
a.
Kegiatan Guru
Interaksi Antar Siswa
b.
c
.a.
.
b.
Interaksi Siswa dengan
c
.a.
Guru
b.
Jenis Pertanyaan
atau Penugasan Yang
Dikerjakan Siswa
Sumber Belajar Yang
Digunakan
Lainnya: ….
c
.a.
.
b.
c
…
a.
…
b.
.
.
c.
.a.
.
.
b.
c
.
4) Berbagi Hasil Diskusi
Hasil diskusi kelompok selanjutnya dipajang di tempat-tempat
yang agak terpisah


Salah seorang dari setiap kelompok menunggui hasil kerjanya
dan siap menjelaskankepada kelompok lain yang mendatangi
dan menanyakan segala sesuatu yang terkaitdengan hasil
karyanya
Kelompok lain mengunjungi dan belajar dari kelompok lain
(berkeliling sehingga semuahasil kerja kelompok lain sempat
dikunjungi dan dipelajari).
5) Presentasi Video/multimedia tentang PAKEM
 Instruktur memberikan informasi kepada peserta pelatihan
untuk memperhatikanrekaman ideo/multimedia secara cermat
dan memberikan bentuk tagihannya, yakni,memperbaiki hasil
diskusi kelompok sebelumnya.
 Instruktur menampilkan rekaman video/multimedia yang
memperlihatkan pelaksanaanpembelajaran yang PAKEM.
 Setiap kelompok diminta melaporkan hal-hal yang dapat
ditambahkan pada hasil kerjasebelumnya, dan kelompk lain
menambahkan hala-hal lain yang tidak disebutkan
olehkelompok sebelumnya.
6) Diskusi kelompok
Pada tahap ini kembali ke kelompok masing-masing
danmengidentifikasi ciri-ciri PAKEMsecara lebih lengkap.
7) Presentasi penguatan hasil diskusi PAKEM
Instruktur menyajikan transparansi tentang PAKEM sebagai
penguatan terhadap proses danhasil kerja para peserta pelatihan.
b. Apa, Mengapa PAKEM
1) Pengertian PAKEM
PAKEM merupakan salah satu pilar dari program MBS
(Menciptakan masyarakatyang peduli pendidikan anak) dan
program ini merupakan program UNESCO dengan bekerja sama
dengan Depdiknas. PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakansuasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar
harus merupakan suatu proses aktif dari siswadalam membangun
pengetahuannya, bukan hanya proses pasif yang hanya menerima
penjelasan dari guru tentang pengetahuan. Pendapat ini sejalan
dengan pendapat Vigotsky bahwa ada keterkaitan antara bahasa
dan pikiran. Dengan aktif berbicara (diskusi) anak lebih mengerti
konsep atau materi yang dipelajari. Pendapat yang senada juga
dikemukakan oleh Katz dan Chard bahwa anak perluketerlibatan
fisik untuk mencegah mereka dari kelelahan dan kebosanan. Siswa
yang lebih banyak duduk diam akan menghambat perkembangan
motorik, akademik, dan kreativitasnya.
Anak usia TK dan SD lebih cepat lelah jika duduk diam
dibandingkan kalau sedangberlari, melompat, atau bersepeda Akan
tetapi,dengan belajar yang aktif, motorikhalus dan motorik kasar
mereka akan berkembang dengan baik. Melalui belajar aktifsegala
potensi anak dapat berkembang secara optimal dan memberikan
peluang siswa untuk aktif berbuat sesuatu sambil mempelajari
berbagai pengetahuan. (Sowars, 2000: 3-10)
Oleh karena itu, proses belajar harus melibatkan semua aspek
kepribadian manusia,yaitu mulai dari aspek yang beruhubungan
dengan pikiran, perasaan, bahasa tubuh,pengetahuan, sikap, dan
keyakinan. Menurut Magnesen dalam Dryden bahwa dalambelajar
siswa akan memperoleh 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa
yang didengar,30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat
dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan dan 90% dari apa yang
dikatakan dan dilakukan. (Dryden,2000: 100)
Unsur kedua dari PAKEM adalah kreatif. Kreatif artinya memiliki
daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi. (Silberman, 1996:
9). Peran aktif siswa dalam proses pembelajaran akan menghasilkan
generasi yang kreatif, artinya generasi yang mampu menghasilkan
sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan kegiatan belajar
yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan
siswa.
Menurut Semiawandaya kreatif tumbuh dalam diri
seseorang dan merupakan pengalaman yang paling mendalam dan
unik bagi seseorang. Untuk menimbulkan daya kreatif
tersebutdiperlukan suasana yang kondusif yang menggambarkan
kemungkinan tumbuhnyadaya tersebut.(1999 : 66).
Suasana kondusif yang dimaksud dalam PAKEM adalah suasana
belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat
secara aktifdan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat
mengemukakan gagasan dan ide tanpa takut disalahkan oleh guru.
Adapun pembelajaran yang efektif terwujud karena pembelajaran
yang dilaksanakan dapat menumbuhkan daya kreatif bagi siswa
sehingga dapat membekali siswa dengan berbagai kemampuan.
Setelah proses pembelajaran berlangsung, kemampuan yang
diperoleh siswa tidak hanya berupa pengetahuan yang bersifat
verbalisme namun diharapkan berupa kemampuan yang lebih
bermakna. Artinya siswan dapat mengembangkan berbagai potensi
yang ada dalam diri siswa sehingga menghasilkan kemampuan
yang beragam.
Belajar yang efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning
by doing) dan untuk siswa kelas rendah SD dapat dikemas dengan
bermain.
Bermain
dan
bereksplorasi
dapat
membantu
perkembangan otak, berbahasa, bernalar, dan bersosialisasi.
Menyenangkan adalah suasana pembelajaran yang menyenangkan
sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil
penelitian, tingginya perhatian siswa terbukti dapat meningkatkan
hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika
proses pembelajaran tidak efektif yang tidak menghasilkan apa
yang harus dikuasai siswa secara proses pembelajaran berlangsung,
sebab siswa memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus
dicapai,. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi
tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti
bermain biasa. Kelas yang sunyi, anak sebagai pendengar pasif,
tidak adaaktivitas konkrit membosankan dan belajar tidak efektif
tidak kritis, tidak kreatif,komunikasi buruk, apatis.
Kondisi yang menyenangkan, aman, dan nyaman akan
mengaktifkan
bagian
neocortex
(otak
berpikir)
dan
mengoptimalkan proses belajar dan meningkatkan kepercayaan diri
anak. Suasana kelas yang kaku, penuh beban, guru galak akan
menurunkan fungsi otak menuju batang otak dan anak tidak bisa
berpikir efektif,reaktif atau agresif.(Pancamegawani, 2006)
Berdasarkan uraian di atas dapat dideskripsikan bahwa dalam
pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan siswa
terlibat dalam berbagai kegiatanpembelajaran yang dapat
mengembangkan pemahaman dan kemampuan merekamelalui
berbuat atau melakukan. Kemudian dalam PAKEM guru
menggunakanberbagai alat bantu atau media dan berbagai metode.
Dengan kata lain dapatdikatakan bahwa dalam PAKEM guru
menggunakan multi media dan multi metode, sehingga kegiatan
pembelajaran yang tecipta dapat membangkitkan semangatsiswa
dan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri
siswa. Yangtidak kalah pentingnya adalah PAKEM menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan siswan
menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.Untuk penataan
kelas dalam PAKEM guru mengatur kelas dengan memajang bukubukudan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok
baca. Dengandemikian siswa dapat memanfaatkan sumber belajar
yang ada dalam kelas sehingga kemampuan anak dapat bekembang
lebih optimal.Dalam strategi pembelajaran guru menerapkan cara
mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif termasuk cara belajar
kelompok. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya
sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan
gagasannya dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan
sekolahnya.
Landasan yuridis PAKEM adalah Proses pembelajaran pada satuan
pendidikandiselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005:
Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)
2) Landasan PAKEM
a) Landasan Yuridis
Landasan yuridis PAKEM adalah Proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yangcukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP
19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)
b) Asumsi Dasar tentang Belajar
Asumsi dasar belajar adalah belajar merupakan proses
individual, belajar merupakan proses social, belajar adalah proses
yang menyenangkan, belajar adalah aktivitas yang tidak pernah
berhenti, belajar adalah membangun makna (Constructivism)
Perubahan Paradigma Mengajar – Pembelajaran (Teaching –
Learning) Penilaian–Perbaikan terus menerus (Testing–Continuous
improvement)
Perkembangan IPTEK, POLITIK, SOSBUD semakin lama
semakin cepat; TeknologiInformasi/sumber belajar sangat
beragam; Bekal memenuhi kebutuhan manusiamodern–mandiri,
bekerjasama,
berpikir
kritis,
memecahkan
masalah;
Persainganinternasional
(Globalisasi)
Belajar
lebih
efektif/pendalaman; Anak lebih kritis; Anak menjadi lebih
kreatif;
Suasana
dan
pengalaman
belajar
bervariasi;
Meningkatkankematangan emosional/sosial; Produktivitas siswa
tinggi; Siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi dalam
proses perubahan;
c) Cara Anak Belajar
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara
tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan
lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya,
setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata
yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahamanterhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada
dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsepkonsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses
tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat
pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang.
Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisa
kankarena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi
diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret.
Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku
belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara
objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspeklain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai
berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir
operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)
Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan,
prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab
akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat
cair,panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan
perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak
usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
 Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari halhal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui,
diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang
lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan
peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
 Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu
memilah-milah konsep dariberbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal
umum ke bagian demi bagian.
 Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar
berkembang secarabertahap mulai dari hal-hal yang sederhana
ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutanlogis,
keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi.
c. Pembelajaran yang Efektif
Kegiatan belajaran yang efektif adalah kegiatan pembelajaran yang
menunjang kompetensi siswa. Kegiatan belajara yang efektif adalah
kegiata belajar yang memahami makna belajaryang sesusngguhnya,
pembelajaran yang berpusat, pembelajaran yang mengalami,
mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional,
mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan,
pembelajaran yang merupakan perpaduan kemandirian dan kerja sama,
belajar sepanjang hayat.
Makna belajar merupakan proses membangun pemahaman/
pemaknaan terhadap informasi dan atau pengalaman siswa. Siswa
sebagai subjek belajar. Kegiatan pembelajaran harus memperhatikan
bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar,
dan latar belakang sosial siswa.Belajar mengalami artinya siswa terlibat
langsungdalam pembelajaran. Hal ini dapat dikembangkan melalui
pengalaman inderawi: melihat, mendengar, meraba/menjamah,
mencicipi,
mencium,
Pengalaman
simulasi
,
Audio-visual,
mendengarkan informasi.
Mengembangkan Keterampilan Sosial, Kognitif, dan Emosional dapat
dilakukan dengan mengkomunikasikan gagasan, hasil kreasi, hasil
temuan, berinteraksi dengan lingkungan belajar kelompok, saling
mempertajam, memperdalam, memantapkan, menyempurnakan
gagasan.Keterampilan social dapat dilakukan dengan bersosialisasi
dengan menghargai perbedaan pendapat, sikap, kemampuan, prestasi
Bekerja sama dan mengembangkan empati. Mengembangkan
Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Ber-Tuhan, yaitu dengan
mengembangkan Rasa ingin tahu, peka, kritis, mandiri, dan kreatif
Fitrah bertuhan,bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa Perpaduan
Kemandirian dan Kerja Sama, berkompetisi , kerja mandiri, kerja sama,
dan solidaritas. Adapun Belajar Sepanjang HayatUntuk bertahan
(survive) & berhasil (success)
Mengenali diri Keterampilan belajar: percaya diri, keingintahuan,
memahami orang lain,kemampuan berkomunikasi, dan bekerja sama
Pengalaman Belajar yang Beragam,Pengalaman Mental, Pengalaman
Fisik, dan Pengalaman Sosial. Pengalaman Mentaldapat diperoleh
Melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, markan berita
radio,televisi, melakukan perenungan, menonton film
Pengalaman Fisik dapat diperoleh melalui pengamatan, percobaan,
penelitian, kunjungan, karya wisata, dan pembuatan buku harian.
Pengalaman sosial melalui berwawancaradengan tokoh, bermain peran,
berdiskusi, bekerja bakti, melakukan bazaar, melakukanpameran,
mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar,
mengajukan hipotesis mengumpulkan data. Dengan situasi: nyata,
buatan, audio-visual (misal: sajian film), visualisasi verbal: ilustrasi
(cerita grafik,table) audio-verbal.
Contoh-contoh Pengalaman Belajar
 menggubah syair dan bernyanyi
• melakukan permainan
• diskusi (bertanya, menjawab, berkomentar, mendengar penjelasan,
menyanggah)
• menggambar dan mengarang
• menulis prosa, puisi, pantun
• membaca
• menyimak
• mengisi teka-teki
• mengajukan pertanyaan penelitian
• mengajukan pendapat dg alasan yang logis
• mengomentari
• bercerita
• mendengarkan cerita
• mengamati persamaan dan perbedaan untuk mencari ciri benda
• mendengarkan penjelasan sambil membuat catatan penting
• membuat rangkuman/sinopsis
• mendemonstrasikan hasil temuan
• mencari pemecahan soal-soal (matematika)
• membuat soal cerita
• mengukur panjang, berat, suhu
• merencanakan dan melakukan percobaan, penelitian
• membuat buku harian
• membuat kamus
• melakukan simulasi (dengan komputer)
• mengelompokkan, mengidentifikasi ciri benda
• mengumpulkan dan mengoleksi benda dengan karakteristiknya
• membuat komik
• membuat prediksi dan berekspolarsi
• membuat grafik
• membuat diagram
• membuat carta
• membuat jurnal
• menyiapkan dan melaksanakan pameran
• menggunakan alat (ukur, potong, tulis)
• praktik ibadah
• berceramah
• membuat poster
• membuat model (misal: kotak, silinder, kubus, segitiga, lingkaran)
• menata pajangan
• menata buku perpustakaan
• membuat daftar pertanyaan untuk wawancara
• melakukan wawancara
• membuat denah
• membuat catatan hasil penjelasan/hasil pengamatan
• membaca kamus
• mencari informasi dari ensiklopedi
• melakukan musyawarah
• mengunjungi dan menemukan alamat situs website
• berorganisasi
• mendiskusikan wacana dari media cetak/media elektronik
• membuat cergam
• membuat resensi buku
• mengkritisi suatu artikel
• mengkaji pola tulisan suatu artikel
• menulis artikel ilmiah populer
• membuat ensiklopedi
(tambahkan kegiatan lain yang mengerahkan keterampilan berpikir
danmengaplikasikan pengetuan yang sudah dimiliki siswa)
Pengelolaan KBM
• Pengelolaan Tempat Belajar
• Pengelolaan Siswa
• Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran
• Pengelolaan Isi Pembelajaran
• Pengelolaan Sumber Belajar
Pengelolaan Tempat Belajar
• Bergantung strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran
yang akandicapai
• Memperhatikan intensitas interaksi antarsiswa
• Yang dikelola: pajangan (hasil kerja siswa, gambar peta, diagram,
model, benda asli,kumpulan puisi, karangan), meja kursi, perabot
sekolah, sumber belajar
Pengelolaan Siswa
• Siswa dikelola secara individual, berpasangan, berkelompok, seluruh
kelas
• Hal yang perlu menjadi pertimbangan
• jenis kegiatan
• tujuan kegiatan
• keterlibatan siswa
• waktu belajar
• ketersediaan sarana/prasarana
• karakteristik siswa
Tabel Keberagaman Karakteristik Siswa
Faktor Keberagaman
Isi(bycontent)
Minat dan motivasi(by interest)
Kecepatan tahapan belajar (by speed)
Tingkat kemampuan (by level)
Reaksi yang diberikan siswa (by
respond)
Pengelolaan Siswa
 Siswa berpeluang mempelajari materi yg
berbeda dlm sasaran kompetensi yg
sama ataupun berbeda
 Siswa berpeluang berkreasi sesuai dg
minat dan motivasi belajar baik dlm
kompetensi yg sama maupun berbeda.
Siswa termotivasi belajarsecaramandiri
 Siswa berpeluang belajar (bekerja) sesuai
dengan kecepatan yg dimilikinya.
Keberagaman bias pada kompetensi, isi,
maupun kegiatan
 Siswa berpeluang untuk mencapai
kompetensi secara maksimal sesuai dg
tingkat kemampuan yg dimiliki
 Siswa berpeluang menunjukkan respon
melalui presentasi/menyajikan hsl
karyanya secara lisan,tertulis,benda
kreasi,...
 Siswa berpeluang menguasai
kompetensi melalui cara-cara, dan
Siklus cara berpikir (by circularsequence)
seleksi berdasarkan perspektif yg
mereka pilih
Waktu (by time)
 Siswa berkemungkinan untuk memiliki
perbedaan durasi untuk menguasi
kompetensi tertentu
Pendekatan pembelajaran (by
teachingstyle)
 Siswa diberi perlakuan secara individual
sesuai dengan keadaannya
d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran
Pertanyaan yg mendorong siswa berpikir dan berproduksi mengharap
jawaban benarTujuan Bertanya adalah menharapkan jawaban yang
benar dan meransang siswa berpikir danberbuat dengan mengajukan
pertanyaan yang bersifat produktif, terbuka, dan imajinatif.
Tabel Kategori Pertanyaan
Kategori Pertanyaan
Arti
Contoh
Terbuka
Pertanyaanya memiliki
lebih dari satu jawaban
benar
Mengapa ibukota
Indonesia Jakarta?
Tertutup
Pertanyaanya memiliki
hanya satu jawaban
benar
Apa Nama ibukota
Indonesia?
Produktif
Dpt dijwb melalui
pengamatan, percobaan,
penyelidikan
Berapa halaman kertas
diperlukan untuk
menghabiskan
Tidak Produktif
Dpt dijwb hanya dg
melihat, tanpa
melakukan pengamatan,
percobaan, atau
penyelidikan
Apa nama benda ini?
Imajinatif dan
interpretatif
Jwb-nya diluar
benda/gambar/kejadia
n yg diamati
Faktual
Jwb-nya dpt dilihat pd
benda/kejadian yg
diamati
(Diperlihatkan gb gadis
termenung dipinggir
laut). Diajukan
pertanyaan,“Apa yang
sedang dipikirkan gadis
itu?”
Apa yang dipakai gadis
itu?
e. Penyediaan umpan balik yg bermakna
Umpan balik bukanlah pernyataan yg memotivasi siswaPenilaian yg
mendorongsiswa melakukan unjuk kerjaPenilaian dilakukan secara
alami dlm kontekspembelajaran. Modus/medium untuk menilai tdk
cukup satu jenis
Tabel Umpan Bailk Guru terhadap Perilaku Siswa
Perilaku Siswa
Umpan balik dari guru
 Pak/Bu apakah di Mars ada
kehidupan?
 Menurutmu bagaimana?
 Di mars pasti ada kehidupan
 Mengapa kamu berpendapat spti
itu?
 Mengerjakan sesuatu berbeda
dari biasanya
 Meminta penjelasan,“Dptkah
kamu jelaskan, mgp demikian?
 Berargumentasi
 Ini alas an yang saya tdk banyak
tahu Kamu tlh meyakinkanku,
bgm pendpt temanmu?
1. Pengelolaan Isi Pembelajaran
• Menyiapkan Silabus Pembelajaran
• Kemungkinan pembelajaran tematik
2. Pengelolaan Sumber Belajar
• Pemanfaatan sumber daya sekolah
• Pemanfaatan sumber daya lingkungan
3. Strategi Pembelajaan
• Siswa belajar secara aktif
• Siswa membangun peta konsep
• Siswa menggali informasi dr berbagai media
• Siswa membandingkan dan mensintesiskan informasi
• Siswa mengamati secara aktif
• Siswa menganalisis peta sebab akibat
• Siswa melakukan kerja praktik
f. Mengapa Perlu PAKEM ?
1) Perlunya Belajar Aktif
Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran merupakan
manifestasi dari belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
Keterlibatan mereka secara aktif dalam pembelajaran memberikan
kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengeksplorasi
informasi, mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta
membangun sendiri konsep-konsep yang ingin dipelajarinya.
Keseluruhan pengalaman belajar ini akan memberikan ketrampilan
kepada
siswa
bagaimana
sesungguhnya
belajar
yang
dapat menjadi bekal untuk
menjadi pembelajar seumur
hidup. Pribadi yang mampu
belajar terus menerus seperti
inilah yang diharapkan mampu
beradaptasi dengan berbagai
pesatnya perkembangan jaman
serta berkompetisi di era global.
Alvin Toefler, salah seorang futurolog, menyatakan bahwa orang
buta huruf pada saat ini bukanlah orang yang tidak bisa membaca
melainkan orang yang tidak bisabelajar. Sebagai implikasinya,
kemampuan belajar terus menerus atau menjadi manusia pembelajar
seumur hidup merupakan keharusan jika kita ingin eksis di
erainformasi. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa
pembelajaran yang aktif perludan penting bagi siswa.
Aktivitas siswa secara berkelompok atau lebih tepatnya
pembelajaran kooperatif diharapkan juga menumbuhkan siswa
menjadi pribadi dan warga negara yang lebih toleran dan damai. Jika
siswa terbiasa mengemukakan gagasan, toleran dan menghargai
pendapat orang lain, diharapkan sikap dan perilaku tersebut dapat
terus berkembang ketika mereka terjun di masyarakat kelak. Dengan
demikianpembelajaran yang aktif juga ikut menyiapkan siswa
menjadi warna negara yanglebih baik dan lebih demokratis
2) Perlunya Pembelajaran yang Kreatif
Kendati saat ini banyak dibutuhkan, kreativitas dan orang-orang
yang kreatif masih saja belum banyak jumlahnya. Konon hal inilah
yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak banyak menghasilkan
paten atau temuan. Mandulnya bangsa Indonesia dalam
menghasilkan temuan-temuan baru tentu saja menjadi kendala untuk
dapat bersaing dengan bangsa-bangsa yang lain didunia. Oleh
karena itu penting bagi siswa untuk
semenjak dini menghasilkan kreasikreasi atau belajar mengkreasi
sesuatu. Guru PAKEM seyogyanya
memberikan kesempatan yang luas
kepada siswa untuk menghasilkan
karya baik secara berkelompok
maupun individual.
Pengembangan kreativitas semenjak dini ini diharapkan juga
membentuk karaktersiswa menjadi pribadi-pribadi kreatif. Kelak
ketika mereka dewasa kreativitas ini diharapkan dapat menjadi
terobosan dan memecahkan berbagai masalah kehidupan
diantaranya adalah menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri.
Konon banyaknya sarjana yang menjadi antrean pencari kerja
disebabkan karena semenjak kecil mereka tidak terbiasa menciptakan
sesuatu. Kebiasaan belajar dengan menghapalkan dan meniru tidak
banyak bermanfaat dalam kehidupan.
3) Perlunya Pembelajaran yang Efektif
Banyak bukti yang menunjukkan
bahwa pendidikandi negara kita
masih jauh tertinggal dari
negara-negarayang lain. Salah
satu bukti rendahnyaprestasi
belajar siswa Indonesia dapat
dicermati dari hasil Trens in
International Mathematics and
Science Study (TIMSS) yang
dilaksanakan oleh IEA. Institusi ini membandingkan prestasi belajar
matematikadan sains siswa Amerika Serikat dan siswa-siswa di
negara yang lain. Hasil rerata untuk sekolah menengah, Indonesia
berada pada urutan ke 36 dari45 negara yang diteliti. Skor rerata
siswa Indonesia adalah 420, jauh di bawah rata-rata internasional 471
(National Center for Educational Statistics, Desember 2004).
Dengan demikian isu peningkatan kualitas pembelajaran dan
efektivitas pembelajaran memang perlu ditindak lanjuti diantaranya
dengan menyelenggarakan pembelajaranyang efektif. Guru harus
yakin bahwa ketika pembelajaran berakhir semua siswa telah
menguasai indikator kompetensi dasar yang diharapkan. Melalui
penilaian berbasis kelas informasi tentang penguasaan topik
pembelajaran akan segera diketahui oleh guru dan informasi ini
menjadi bekal untuk merefleksi pembelajaran yang lebihefektif pada
masa berikutnya.
4) Perlunya Pembelajaran yang Menyenangkan
Riset tentang learning society atau masyarakat belajar menunjukkan
bahwa perilaku belajar anggota masyarakat dipengaruhi oleh
pengalaman belajar mereka ketika masih kecil. Mereka yang
mengalami pembelajaran yang menyenangkan cenderung akan
mengulanginya dan tumbuh menjadi pembelajar seumur hidup.
Mereka yangmengalami suasana pembelajaran yang buruk dan guruguru yang galak cenderung untuk tidak melanjutkan proses belajar.
Berkaitan dengan hal ini pembelajaran perlu dikondisikan
sedemikian rupa sehingga siswa belajar dengan asyik atau
menyenangkan. Waktu yang diluangkan oleh siswa di bangku
pelajaran juga terbilang panjang. Dalam kurun waktu tersebut
diharapkan siswa tidak merasa terpenjara atau sekolah sebagai
penjara yang penuh siksaan-siksaan psikologis. Karena dampaknya
tentu tidak baik bagi perkembangan anak. Seyogyanya siswa bisa
menghabiskan waktu sekolahnya dengan senang hati, enjoy dan
menikmati berbagai pengalaman belajarnya. Untuk itulah guru perlu
menciptakan suasana fisik dan psikologis sedemikian rupa sehingga
siswa kerasan di sekolah. Pendek kata siswa juga berhak menikmati
masa-masasekolahnya dengan senang hati.
5) Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam
kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan
kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakikatnya
adalah suatu proses interaksi
antar anak dengananak, anak
dengan sumber belajar dan
anakdengan pendidik. Kegiatan
pembelajaran ini akanmenjadi
bermakna bagi anak jika
dilakukan
dalamlingkungan
yang nyaman dan memberikan
rasa zaman bagi anak. Proses
belajar bersifat individualdan kontekstual, artinya proses belajar
terjadi dalamdiri individu sesuai dengan perkembangannya
danlingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang.Kebermaknaan belajar
sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya
hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi
baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur
kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsepkonsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan
menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman
yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara
baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi
belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan
menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu
memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan
pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami
langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak
indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Hal
yang Harus Diketahui dan Diperhatikan Guru dalam Melaksanakan
PAKEM.
Dalam dinyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipahami dan
diperhatikan guru dalam melaksanakan PAKEM. Hal-hal tersebut
adalah sebagai berikut.
 Memahami Sifat yang Dimiliki Anak
Anak memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Diantaranya rasa
ingin tahudan berimajinasi. Dua hal ini adalah potensi yang harus
dikembangkan ataudistimulasi melalui kegiatan belajar mengajar.
Karena kedua hal tersebut adalah modal dasar bagi
berkembangnya sikap berpikir kritis dan kreatif.
Sikap berpikir kritis dan kreatif adalah kompetensi yang harus
dimiliki olehsiswa. Seperti dikemukakan oleh Jhonson salah satu
komponen dalam system pembelajaran yang ideal adalah berpikir
kritis dan kratif. Artinya siswa dapatmenggunakan tingkat berpiki
yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif (2002:24).
Agar mampu berpikir kritis dan kreatif sifat rasa ingin tahu dan
berimajinasi yang sudah dimiliki anak perlu dikembangkan.
Untuk mengembangkan kedua sifat yang dimiliki anak tersebut
secara optimal perlu diciptakan suasana pembelajaran yang
bermakna. Suasana pembelajaran bermakna ditunjukkan di
antaranya dengan kebiasaan guru untuk memuji anak karena hasil
karyanya atau prestasinya. Kemajuan seperti apapun yang
ditunjukkan oleh siswa perlu dihargai oleh guru. Kemudian
kebiasaan guru mengajukan pertanyaan yang menantang atau
yang bersifat terbuka juga langkah tepat untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Tidak kalah pentingnya adalah
guru yangmendorong anak untuk melakukan percobaan juga
merupakan siswa yang subur untuk mengembangkan
kemampuan yang dimaksud.
 Mengenal Anak Secara Perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan
memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan
individual perlu diperhatikandan harus tercermin dalam kegiatan
pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan
kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuaidengan kecepatan
belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat
dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor
sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat
membantunya bila mendapat kesulitansehingga anak tersebut
bwelajar secara optimal.
 Memanfaatkan Prilaku Anak dalam Pengorganisasian Belajar
Sebagai makhluk sosial. Anak sejak kecil secara alami bermain
berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Prilaku ini dapat
dimanfaatkan dalam pengorganiosasian belajar. Dalam melakukan
tugas atau membahan sesuatu, anak dapat bekerja, berpasangan
atau
dalam
kelompok.
Berdasarkan
pengalaman,
anak akan menyelesaikan
tugas dengan baik bila mereka
duduk berkelompok. Duduk
seperti
ini
memudahkan
mereka untuk berinteraksi dan
bertukar
pikiran.
Namun
demikian anak perlu juga
menyelesaikan tugas secara
perorangan agar bakat individunya berkembang.
 Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan
KemampuanMemecahkan Masalah
Pada dasarnya hidup ini
adalah
memecahkan
masalah. Hal tersebut
memerlukan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif.
Kritis
untuk
menganaklisis masalah;
dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah.
Kedua jenis berpikir teraebut kritis dan kreatif bersal dari rasa
ingin tahu dan imajinasi yang keduannya ada pada diri anak sejak
lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya,
antara lain dengan seringnya memberikan tugas atau mengajukan
pertanyaan yangterbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan katakata ”Apa yang terjadi jika....,lebih baik dari pada yang dimulai
dengan kata-kata”Apa, berapa. Kapan” yangumumnya tertutup
hanya ada satu jawaban yang benar.
 Mengembangkan Ruang Kelas Sebagai Lingkungan Belajar
yang Menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan
dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan
untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan
yang diapajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja
lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswalain. Yang
dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan,
atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram,
model, benda asli,puisi, karangan dan sebagainya. Ruang kelas
yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata
dengan baik dapat membantu guru dalam KBM karena dapat
dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
 Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Lingkungan (fisik, sosial atau budaya) merupakan sumber yang
sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan
sebagai media belajar,tetapi juga sebagai objek kajian (sumber
belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering
membuat anak merasa senang dalam belajar.Belajar dengan
menggunakan lingkungan tidak harus selalu keluar kelas. Bahan
dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat
biaya
dan
waktu.
Pemanfaatan
lingkungan
dapat
mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati
(dengan seluruh indra), mencatat, merumuskan pertanyaan,
berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat trulisan, dan membuat
gambar atau diagram.
 Memberikan Umpan Balik yang Baik untuk Meningkatkan
Kegiatan Belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam
belaja. Pemberian umpan balik dari guru kepada
siswa
merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa.
Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan dari pada
kelemahan siswa. Selain itu cara memberika umpan balik pun
harus secara santun.Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya
dirim dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru
harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikkan komentar dan cacatatan. Catatan guru berkaitan
dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri
siswa darihanya sekedar angka
 Membedakan antara Aktif Fisik dan Aktif Mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para
siswa kelihatansibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku
dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling
berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yangsebenarnya dari
PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering
bertanya,
mempertanyakan
gagasan
orang
lain,
dan
mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental.
Berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak
takut baik takut ditertawakan, takut disepelekan,atau takut
dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya
menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang
dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa
takut sangat bertentangan dengan PAKEM.
g. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM
1) Pengantar
Setelah peserta memahami pengertian dan gambaran tentang
PAKEM pada unit 3, peserta dituntut membuktikan pemahaman itu
melalui pembuatan persiapan PAKEM dan melaksanakannya baik
mengajar terhadap teman (simulasi) maupun terhadap siswa (praktik
mengajar). Hal ini perlu dilakukan agar penghayatan tentang
PAKEM menjadi lebih baik. Peserta juga perlu memperoleh
pengalaman terutama tentang hambatan yang dihadapi dalam
melaksanakan PAKEM. Dengan demikian, sebagai calon fasilitator,
mereka lebih siap untuk menyajikan PAKEM kepada peserta
pelatihan selanjutnya. Contoh-contoh pembelajaran PAKEM untuk
masing-masing mata pelajaran terdapat pada lampiran tersendiri.
Contoh tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pembelajaran
PAKEM.
I. Tujuan Pembelajaran
a. Standar kompetensi
Setelah mempelajari materi ini diharapkan memahami tentang
hakikat PAKEM, dan mampu melaksanakan pembelajaran
dengan menerapkan PAKEM
b. Kompetensi Dasar
Mampu merancang dan melaksanakan PAKEM
c. Tujuan
 Setelah mengikuti pertemuan ini peserta mampu :
 Membuat persiapan pembelajaran yang menerapkan
PAKEM
 Melakukan Simulasi
 Melakukan evaluasi dan produk mengajar
II. Langkah Kegiatan
Secara diagramatik, langkah pembelajaran dalam pertemuan ini
digambarkan sebagai berikut :
Gambar Langkah Pembelajaran PAKEM
1.
Modeling PAKEM ( 30 menit)
Peserta dikelompokkan dalam kelompok mata pelajaran.
Fasilitator melakukan pemodelan PAKEM d i depan kelompok
tersebut. Setiap kelompok mengamati pemodelan sesuai
dengan kelompoknya.
Langkah-langkah:
Memilih skenario yang sudah tersedia, menyiapkan alatalat,kemudian mempraktikkan cara mengajar yang PAKEM
sesuai dengan skenario yang sudah dipilihnya. Dalam
modeling, fasilitatormenjadi guru sedangkan peserta menjadi
siswa/ pengamat. Modeling sebaiknya disesuaikan dengan
level peserta, hal ini untukmenghindari ketidakseriusan.
2.
Diskusi Kelompok (30 menit)
Peserta mendiskusikan hasil pengamatan mereka terhadap
modeling.
Langkah-langkah:
peserta mendapatkan scenario mengajar yang dipilih oleh
fasilitator pada saat modeling; Peserta mendiskusikan struktur
skenario dan pelaksanaannya (langkah-langkah pembelajaran,
sumber belajar, manajemen kelas, pajangan dan kompetensi )
Diskusi didampingi oleh fasilitator yang menjadimodel pada
kelompok itu.
Kerja Kelompok:
3.
Membuat Persiapan Simulasi PAKEM ( 60 menit)
Peserta diberi contoh RP yang dapat diambil dari buku
”bestpractice”atau contoh-contoh RP yang lain. Dalam
kelompok yang terdiri dari anggota kelompok 3-5 orang,
peserta mendiskusikan RP yang bernuansa PAKEM tersebut.
Kemudian RP disimulasikan di depan peserta lain. Selanjutnya
peserta memperbaiki RP berdasarkan masukan yang ada. RP
ini akan dipraktikkan di depan siswa di pertemuan
berikutnya.
Langkah selanjutnya, peserta menyiapan alat bantu
belajar/mengajar, lembar kerja, bahan ajar, bahan bacaan (jika
diperlukan). Peserta dapat menyesuaikan contoh PAKEM
dengan keadaan setempat dan membuat perbaikan kalau
mereka mempunyai ideyang lebih baik.
4.
Simulasi Mengajar (120 menit)
Pelaksanaan simulasi dilakukan dengan cara salah satu
peserta menjadi guru di depan peserta lain yang ada dalam
kelompoknya. Simulasi dapat pula dilakukan dengan cara
salah satu peserta dari satu kelompok melakukan simulasi di
depan kelompok yang lain.
Langkah-langkah:
Pada jam yang sama setiap kelompok menampilkan salah
satupeserta untuk melakukan simulasi. Setelah itu peserta lain
jugamelakukan hal yang sama. Simulasi juga dapat
dilaksanakan oleh anggota dari kelompok tertentu di depan
kelompok yang lain. (Simulasi tidak perlu sampai tamat: 30 –
45 menit mungkin cukup.Ingatkan peserta/pengamat agar
mengamati proses simulasi terutama dari segi sejauh mana
pembelajarannya sesuai dengan ciri-ciri PAKEM). Fasilitator
mengamati pelaksanaan semua simulasi sesuai dengan mata
pelajaran yang telah dimodelkannya.
5.
Diskusi Kelompok: Hasil Simulasi (30 menit)
Langkah-langkah:
Peserta
yang
melakukan
simulasi
mengungkapkan
keberhasilan dan hambatan yang dirasakannya selama
simulasi (5 menit); Peserta lain memberikan komentar
terutama dari segi sejauhmana PEMBELAJARAN dalam
simulasi memenuhi karakteristik PAKEM dan alternatif
mengatasi hambatan yang dirasakan oleh simulator.
(Kelompok pelaku simulasi hendaknya mencatat komentar
untuk bahan pertimbangan dalam menyempurnakan
persiapan, lembar kerja, dan sebagainya).
6.
Perbaikan Persiapan PAKEM (120 menit)
Langkah-langkah:
Masing-masing kelompok memperbaiki persiapan, lembar
kerja, dan bahan belajar lain yang dirancangnya dengan
mempertimbangkan komentar dan masukan pada
sebelumnya. Hasil perbaikan ini akan digunakan
praktik mengajar dengan siswa sesungguhnya. Semua
harus ikut membuat persiapan dan siap pula
mempraktikkannya.
diskusi
dalam
peserta
untuk
(Fasilitator hendaknya mengingatkan agar tiap kelompok
benar-benar siap dengan persiapan, LK, dan sebagainya yang
telah diperbaiki sehingga setelah kegiatan ini peserta
berkonsentrasi pada pelaksanaan praktik mengajar, tidak lagi
pada masalah persiapan).
7.
Diskusi Kelompok: Proses Mengajar (180 menit)
Kelompok mengkaji pelaksanaan praktik, sejauh mana
PEMBELAJARAN memenuhi karateristik PAKEM. Diskusi
terfokus pada kualitas tugas, perintah yang diberikan oleh
guru; kegiatanyang dilakukan oleh siswa berkaitan dengan
hasil yang diharapkan dan hambatan yang dialami pada saat
mengajar, serta alternative pemecahannya. Hasil diskusi
dipajangkan dan menjadi bahan diskusikelompok lain.
III. Uraian Materi
Bagaimana Pelaksanaan PAKEM
Gambaran pelaksanaan PAKEM diperlihatkan dengan berbagai
kegiatan yang terjadi selama KBM. Berdasarkan kemampuan
yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan PAKEM yang
telah diuraikan di atas, maka kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan guru harus sesuai dengan kemampuan tersebut.
Adapun contoh-contoh kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan kemampuan tersebut akan diuraikan berikut ini.
Gambaran penerapan PAKEM tersebut dapat ditinjau
berdasarkan beberapa komponen pembelajaran
Tabel Penerapan PAKEM
Hal Baru Yang Berbeda dengan
Kebiasaan Pembelajaran Selama Ini
Komponen
Pembelajaran
Guru melaksanakan KBM dalam
kegiatan yang beragam, misalnya:
Guru merancang dan
mengelola KBM yang
mendorong siswa
untuk berperan aktif
dalam pembelajaran






Percobaan
Diskusi kelompok
Memecahkan masalah
Mencari informasi
Menulis laporan/cerita/puisi
Berkunjung keluar kelas.
Sesusai mata pelajaran, guru
menggunakan misal:
Guru menggunakan
alat bantu dan sumber
belajar yang beragam

Alat yang tersedia atau yang dibuat
sendiri
 Gambar
 Studi kasus
 Nara sumber
 Lingkungan
Siswa:
Guru memberi
kesempatan kepada
siswa untuk
mengembangkan
keterampilan.
 Melakukan percobaan,
pengamatan,atauwawancara
 Mengumpulkan data/jawaban
danmengolahnya sendiri
 Menarik kesimpulan
 Memecahkan masalah, mencari
rumus sendiri
 Menulis laporan/hasil karya lain
dengan katakata sendiri
Guru memberi
kesempatan kepada
siswa untuk
mengungkapkan
gagasannya sendiri
secara lisan atau
tulisan.
Guru menyesuaikan
bahan dan kegiatan
belajar dengan
kemampuan siswa.
Guru mengaitkan
pembelajaran dengan
pengalaman siswa
sehari-hari.
Menilai pembelajaran
dan kemajuan belajar
siswa secara terus
menerus.
Melalui:
 Diskusi
 Lebih banyak pertanyaan terbuka
 Hasil karya yang merupakan
pemikiran anak sendiri
 Siswa dikelompokkan sesuai dengan
kemampuan (untuk kegiatan
tertentu)
 Bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebutt
 Tugas perbaikan atau pengayaan
diberikan
 Siswa menceritakan atau
memanfaatkan pengalamannya
sendiri.
 Siswa menerapkan hal yang
dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
 Guru memantau kerja siswa
 Guru memberikan umpan balik
h. Implikasi PAKEM
Dalam implementasi pembelajaran PAKEM di sekolah mempunyai
berbagaiimplikasi yang mencakup:
1) Implikasi bagi guru
Pembelajaran aktif, kretaif, efektif, dan menyenangkan memerlukan
guruyang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman
belajar bagi anak,juga dalam memilih kompetensi dari berbagai
mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. Sebaliknya
pembelajaran yang berpusat pada guru harus dihindari. Adapun
ciri-ciri pembelajaran yang berpusat pada guru adalah
menggunakan buku paket, jawaban harus sama dengan guru, guru
mendiktekan apa yang harus dilakukan, guru memberi contoh,
ceramah, hafalan. Dampak dari pembelajaran yangberpusat pada
guru adalah siswa menjadi mahluk yang individualis, motivasi
belajar siswa turun, siswa kurang dapat bekerjasama, siswa pasif,
guru kurangkreatif.
2) Implikasi bagi siswa
Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara
individual, pasangan, kelompok kecilataupun klasikal.
Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi
secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan
penelitian sederhana, danpemecahan masalah.
3) Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media
a) PAKEM pada hakikatnya menekankan pada siswa baik secara
individualmaupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan
otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan
berbagai sarana dan prasarana belajar.
b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar
baik yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan
pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar
yang tersedia di lingkungan yang dapatdimanfaatkan (by
utilization).
c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media
pembelajaranyang bervariasi sehingga akan membantu siswa
dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.
d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah masih dapat
menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masingmasing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk
menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar
yang terintegrasi
4) Implikasi terhadap Pengaturan ruangan
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
danmenyenangkan perlu melakukan pengaturan ruang agar
suasana belajarmenyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi:
a) Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang
dilaksanakan.
b) Susunan bangkupeserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan
dengankeperluan pembelajaran yang sedang berlangsung
c) Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di
tikar/karpet
d) Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di
dalam kelasmaupun di luar kelas
e) Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya
peserta didikdan dimanfaatkan sebagai sumber belajar
f) Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga
memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan
menyimpannya kembali.
5) Implikasi terhadap Pemilihan metode
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran PAKEM, maka dalam
pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi
kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan,
bermain peran, tanyajawab, demonstrasi, bercakap-cakap.
a) Penerapan PAKEM dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa
untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Adapun hal baru yang
berbeda dengan kebiasaan pembelajaran selama ini adalah guru
melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya
percobaan, diskusi kelompok menulis laporan, berkunjung
keluar kelas. Dengan menerapkan PAKEM guru diharapkan
menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan setiap
metode mengarah pada keterlibatan siswa secara aktif dalam
kegiatan berbahasa.
b) Alat Bantu dan Sumber Belar
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang
beragam. Sesuaimata pelajaran, guru menggunakan, misal alat
yang tersedia atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara
sumber, dan lingkungan.
c) Metode Pembelajaran
Guru
memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengembangkan keterampilan. Siswa dapat dapat melakukan
percobaan, pengamatan,atau wawancara. Mengumpulkan
data/jawaban dan mengolahnya sendiri, menarik kesimpulan,
memecahkan
masalah,
mencari
rumus
sendiri,
menulislaporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri.
d) Pengalaman Belajar
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui diskusi,
lebih banyak pertanyaan terbuka, hasil karya merupakan
pemikiran anak sendiri.
e) Pemilihan Bahan Ajar
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan
kemampuan siswa. Siswa dikelompokkan sesuiai kemampuan
(untuk kegiatan tertentu), bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebut, tugas perbaikkan atau
pengayaan diberikan.
f) Pendekatan Pembelajararan Kontekstual
Prinsip pembelajaran yang dilaksanakan adalah pembelajaran
bermakna. (meaningful learning). Salah satu ciri pembelajaran
bermakna adalah pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran
dirasakan terkait dengan kehidupan nyata dan siswa memahami
manfaat dari pembelajaran yang dilaksanakannya dan siswa
merasakan penting untuk belajar demikehidupannya di masa
depan. (Kratf, 2000: 33). Impelementasi dalamkegiatan
pebelajaran terlihat melalui guru mengaitkan KBM dengan
pengalaman siswa sehari-hari. Guru dapat meminta siswa
menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
Diharapkan siswa dapat menerapkan hal yang dipelajari dalam
kegiatan sehari-hari.
g) Penilaian atau Evaluasi
Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
Guru memantau kerja siswa dan guru memberikan umpan balik.
Penilaian harus dilakukan secara otentik dengan menggunakan
instrumen penilain yangbervariasi. (Kratf, 2000:33)
Tabel Lembar Observasi PAKEM
Uraian/
Aspek
Bagaimana bentuk tugas yang diberikan?
Apa yang dikerjakan siswa untuk melakukan tugas
tersebut?
temuan
Kemampuan apa yang dikembangkan melalui tugas
tersebut?
Bagaimana bentuk pertanyaan yang diberikan dalam
tugas?
Jenis pertanyaan apa saja yang diajukan guru kepada
siswa dalam pembelajaran?
Sejauh mana guru memperhatikan perbedaan siswa?
Apa yang dilakukan oleh siswa selama mengerjakan
tugas?
Sejauh mana siswa diberi kesempatan untuk menanggapi
kegiatan belajar yang telah dilakukan?
Apa yang dilakukan siswa pada saat belajar kelompok,
individu, berpasangan, atau klasikal?
Pada saat ada kerja kelompok, berapa jumlah anggota
kelompok?
Apakah semua siswa terlibat dalam kegiatan kelompok?
Apa yang dilakukan guru selama anak mengerjakan
tugas?
Indikator Monev PAKEM
Guru
 Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja
(menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.);
 Guru menciptakan pembelajaran yang menantang;
 Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber
belajar,termasuk sumber belajar dan bahan dari lingkungan;
 Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai
dengankemampuan siswa;
 Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok,
pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan
siswa secara aktif dalampembelajaran.
Siswa
 Siswa tidak takut bertanya;
 Ada interaksi antara siswa untuk membahas dan memecahkan
masalah;
 Siswa aktif bekerja;
 Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri;
 Siswa melakukan kegiatan baca mandiri;
 Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana,
menulisbiograpi tokoh).
Kelas
 Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa;
 Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar;
 Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan
siswa,siswa dan siswa;
 Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku)
yangdimanfaatkan siswa.
i. Desain Pembelajaran PAKEM
1) Pengantar
Beberapa orang memandang bahwa PAKEM sama dengan kerja
kelompok. Jika dalam suatu kelas sedang berlangsung pembelajaran
dan di sana siswa tetap duduk seperti orang menonton bioskop,
semua menghadap ke depan, duduk berdua dengan satu bangku,
maka dengan mudah dan cepat dikatakan kelas itu tidak PAKEM.
Akan tetapi sebaliknya, jika di suatu kelas siswa sedang duduk
berkelompok, walau mereka hanya duduk dalam kelompok, tetapi
tidak semua siswa bekerja, maka dengan mudah kita mengatakan
kelas itu PAKEM.
Seharusnya menilai PAKEM tidaknya suatu pembelajaran tidak
cukup hanya dengan melihat pengaturan tempat duduk siswa, tetapi
harus diperhatikan pula intensitasketerlibatan siswa dalam belajar.
Usaha-usaha yang menawarkan sebuah pembaharuan, termasuk
penerapan PAKEM dikelas, biasanya akan menemui masalah.
Beberapa masalah yang masih sering ditemukan baik dalam
pelatihan maupun dalam penerapan PAKEM di kelas dapat dilihat
di bawah ini.
Beberapa isu-isu penerapan PAKEM di kelas adalah sebagai berikut:
a) Guru
belum
memperoleh
kesempatan
menyaksikan
pembelajaran PAKEM yangbaik;
b) Guru belum memiliki referensi (buku, video, dll) tentang
pembelajaran PAKEMyangbaik;
c) Tugas yang diberikan guru kepada siswa masih bersifat tertutup
dan banyakpengisianlembar kerja (LK) yang kurang baik;
d) Pembelajaran belum memberikan tantangan sesuai kemampuan
siswa
e) Pembelajaran hanya mengajarkan satu indikator dengan satu
aktivitas;
f) Perbedaaan individual siswa belum diperhatikan termasuk lakilaki/perempuan, pintar/kurang pintar, sosial ekonomi
tinggi/rendah;
g) Pengelolaan siswa kurang sesuai dengan kegiatan;
h) Guru merasa khawatir untuk melaksanakan PAKEM di kelas 6
dan 9;
i) Pajangan cenderung menampilkan semua apa yang dikerjakan
siswa denganhasil yangseragam;
Berbagai kendala selalu ada, akan tetapi dukungan pun tak kurang
banyak dalammenerapkan PAKEM. Berbagai pelatihan telah diikuti
dan para guru telahmelakukannyadi kelas masing-masing.
Sebagai upaya untuk terus meningkatkan mutu pelaksanaan
PAKEM, pada modulini dibahas dan dikaji secara berurutan: 1).
telaah PAKEM, 2). teknik bertanya, 3).pengorganisasian kelas, 4).
pembelajaran kooperatif, dan 5). pengembangan idepembelajaran
2) Tujuan pembelajaran
Setelah mengikuti modul ini, diharapkan peserta:
 Mampu menidentifikasi sifat-sifat PAKEM tertentu
pembelajaranyang dilaksanakan
 Mampu mengidentifikasi jenis pertanyaan yang efektif
 Mampu mengorganisasikan kelas sesuai dengan
pembelajaran
 Mampu mengembangkan ide pembelajaran
dalam
tugas
3) Langkah Kegiatan
4) Uraian Materi
A. Pelaksanaan PAKEM Bagi Guru
1. Identifikasi Kesulitan Belajar
a) Pengantar
Tugas utama seorang guru adalah membuat perencanaan,
melaksanakan dan dilaksanakan. Dalam proses pelaksanaan
rencana yang telah disusun, guru sering mengalami kendala
dan permasalahan sehingga kompetensi yang telah
ditetapkan di masing – masing mata pelajaran tidak
mencapaihasil yang maksimal.
Faktor yang berasal dari luar diri guru dan memegang
pengaruh penting terhadap pencapaian kompetensi adalah
peserta didik. Keberadaan peserta didik, tingkat
kecerdasan, motivasi belajar, dan lainnya berpengaruh
terhadap keberhasilan sebuah pembelajaran.
b) Tujuan
Tujuan identifikasi Belajar diharapkan guru dapat :
1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi
pembelajaran padasetiap mata pelajaran
dalam
2) Menemukan kemungkinan masalah dalam pembelajaran
pada setiapmata pelajaran
3) Menemukan solusi/pemecahan dalam pembelajaran
pada setiapmata pelajaran
c) Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar seringkali diartikan sebagai gangguan
yang terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan
kemampuan memahami kompetensi dasar yang diajarkan.
Kesulitan
belajar
dapat
berhubungan
dengan
perkembangan peserta didik seperti gangguan motorik dan
persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, kesulitan
belajar dalam penyesuaian perilaku sosial atau
berhubungan dengan kemampuan akademik seperti
kegagalan dalam penguasaan ketrampilan membaca,
menulis, berhitung, dan kompetensi lainnya.
Sementara ini yang sering terjadi, tinjauan terhadap
kesulitan belajar peserta didik lebih banyak dibebankan
kepada peserta didik. Mereka dianggap kurang serius
dalam belajar, kemampuan intelegensinya rendah,
bimbingan orang tua kurang dan masih banyak alasan
serupa lainnya. Padahal dalam pembelajaran banyak unsur
yang terkait dan mempengaruhi kualitas hasil belajar.
Dalam konteks korelasi antara input-process-out put bisa kita
lihat multi unsur yang memberikan andilhasil belajar. Input
berupa raw input (peserta didik), inviromental input
(lingkungan), dan instrumental input (kurikulum). Pada
proses kita dapatmelihat perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, maupun sistem penilaian yang
dikembangkan. Input dan proses tersebut akanmewarnai
hasil belajar peserta didik berupa out put dan out come.
Oleh karena itu, tidaklah adil apabila hasil belajar yang
rendah hanya dibebankankepada peserta didik dikarenakan
pembelajaran bersifat kompleks.
Adi Gunawan dalam Born to Be a Genius (2003) menyatakan
bahwa factor dominan yang menentukan keberhasilan
proses belajar adalah denganmengenal dan memahami
bahwa setiap individu adalah unik dengan gayabelajar yang
berbeda satu dengan lainnya. Tidak ada gaya belajar
yanglebih unggul dari gaya belajar lainnya. Semua sama
uniknya dan semuasama berharganya. Kesulitan yang
timbul selama ini lebih disebabkanoleh gaya mengajar yang
tidak sesuai dengan gaya belajar. Dan yang lebih parah lagi
adalah kalau anak sendiri tidak mengenal gaya belajar
mereka.
Kenyataan lapangan yang mendukung pendapat di atas
adalah guruyang cenderung menggunakan satu cara saja
dalam mengajar yaitu gaya visual. Guru mengajar dengan
menggunakan media papan tulis dan buku (visual). Murid
belajar dengan buku dengan kegiatan mencatat,
mengerjakan tugas, dan mengerjakan tes juga secara tertulis
(visual).
Banyak pakar psikologi yang berpendapat bahwa panca
indera merupakan pintu gerbang masuknya ilmu
pengetahuan ke otak kita. Setiap peserta didik bersifat unik
yang berbeda satu dengan lainnya, ketajaman panca indera
mereka juga berbeda. Hal ini membentuk gaya belajar yang
berbeda antara peserta didik yang satu dengan lainnya. Ada
lima gaya belajar yang berbeda di ataranya visual
(penglihatan), auditori (pendengaran), tactile/kinestetik
(perabaan/gerakan), olfactori (penciuman), dan gustatory
(pengecapan). Dari kelima gaya belajar itu, ada tiga gaya
belajar yangdominan dan paling sering digunakan yaitu
gaya belajar visual, auditori,dan kinestetik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas belajar
peserta didik dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal.
Unsur eksternal berupa materi yang dipelajari, cara
pembelajaran guru, media yang digunakan lingkungan
belajar, dan lainnya. Sedangkan faktor internal berkaitan
dengan kemampuan diri seperti tingkat kecerdasan, bakat
dan minat,ketajaman panca indera yang membentuk gaya
belajarnya, kemampuan mengolah informasi yang diterima,
berimajinasi, dan sebagainya. Secarapraktis kita dapat
mempelajari kelemahan pelaksanaan pembelajaranyang
dilakukan dengan cara melakukan analisis diri terhadap
perencanaan,proses, maupun lingkungan belajar.
Berikut disajikan contoh tabel analisis diri terhadap
proses pembelajaranyang selama ini dilakukan.
Tabel contoh analisis diri terhadap proses pembelajaran
Hasil
Refleksi
Diri*)
Aspek
Indikator
Ya
Pengelolaan
Kelas
Pengelolaan peserta didik
bervariasi, seperti klasikal,
kelompok,berpasangan, individu,
dsb) dan sesuai materi pelajaran.
Pengelolaan kegiatan belajar
peserta didik bervariasi, seperti
wawancara, pengamatan,
penelitian, bermain peran, dalam
kelas, luar kelas, dan sesuai materi
pelajaran.
Guru menerapkan metode
pembelajaran yang bervariasi dan
sesuai dengan karakteristik materi
pembelajaran, situasi kondisi, dan
peserta didik.
Guru menggunakan alat peraga
dalam pembelajaran dan alatnya
cukup jelas untuk dilihat oleh
seluruh peserta didik.
Pada saat berdiskusi, peserta
didik saling mendengarkan ketika
ada yang berbicara/ berpendapat.
Tidak
Bantuan atau intervensi guru
kepada peserta didik selalu
bersifat memancing peserta didik
untuk berfikir, misal dengan
mengajukan pertanyaan (dalam
batas kemampuannya)
Berbagai hasil karya peserta didik
yang bervariasi dipajang di kelas.
Perilaku peserta didik yang tidak
disiplin/ sesuai dengan
kesepakatan kelas diberi
konsekuensi logis
Semua/hampir semua (di atas
90%) pesertadidik menunjukkan
disiplin dan prilaku positif sesuai
kesepakatan kelas
Komunikasi dan
Interaksi
Guru mendorong peserta didik
untuk bertanya, berpendapat,
dan/atau
mempertanyakangagasan
guru/peserta didik lain.
Banyak hasil karya para peserta
didik dipajangkan dan ditata
dengan rapi.
Hasil karya peserta didik yang
berupa tulisan merupakan katakata peserta didik sendiri dan
sudah berkembang.
Ada interaksi guru-peserta didik,
peserta didik-peserta didik
(multiarah).
Peserta didik mengungkapkan
gagasan dengan kata-kata sendiri,
runtut, dan mengembangkannya.
Peserta didik tidak takut bertanya,
menjawab, atau menyatakan
pendapat dengan tertib.
Setiap proses pembelajaran bebas
dari ancaman dan intimidasi
Umpan Balik
dan Penilaian
Guru selalu memberikan umpan
balik yang menantang (sesuai
kebutuhan peserta didik)
Guru memberikan umpan balik
lisan dan tulisan secara
individual.
Guru menggunakan berbagai jenis
penilaian (proses dan hasil) dan
memanfaatkan hasilnya untuk
kegiatan tindak lanjut.
Setiap proses pembelajaran
disertai dengan penghargaan dan
pengakuan baik secara verbal
maupun non-verbal
Kualitas
Pertanyaan dan
Cara Guru
Bertanya
Pertanyaan yang diajukan guru
(selalu) memancing peserta didik
untuk membangun gagasannya
sendiri.
Guru mengajukan pertanyaan,
menyediakan waktu tunggu, dan
menunjuk siapa yang harus
menjawab tanpa pilih kasih.
Refleksi
Guru selalu meminta peserta
didik untuk melakukan refleksi
setelah mempelajarisuatu
konsep/keterampilan
Keterlibatan
Peserta didik
Sebagian besar peserta didik (75 %
atau lebih) aktif bekerja
Peserta didik asyik
berbuat/bekerja dengan penuh
konsentrasi.
Pemandirian
peserta didik
Ada program pengembangan
kegiatan belajar mandiri peserta
didik yang terencana dan
dilaksanakan dengan baik.
Peserta didik melakukan kegiatan
membaca atau menulis atas
keinginan sendiri.
Peserta didik dapat
menyelesaikan masalahnya
sendiri dengan membaca,
bertanya, mencoba/ mengamati.
Sumber
Belajar/Alat
Bantu
Guru menggunakan berbagai
sumber belajar (termasuk
lingkungan sekitar) dan terbaik
dari yang ada serta
penggunaannya sesuai dengan
kompetensi yang dikembangkan.
Guru membuat sendiri dan
menggunakan alat bantu belajar
sesuai dengan kompetensi yang
dikembangkan.
Guru menggunakan alat bantu
murah atau mudah diperoleh di
sekitar.
Tersedia sudut
baca/perpustakaan dan
dimanfaatkan oleh guru dan
seluruh peserta didik.
Keterlibatan
Peserta didik
Lembar kerja mendorong peserta
didik untuk menemukan konsep/
gagasan/cara/rumus dan
menerapkannya dalam konteks
lain.
Sebagian besar peserta didik (atau
lebih) aktif bekerja
Peserta didik asyik
berbuat/bekerja dengan penuh
konsentrasi.
Pembelajaran
bebas dari
perlakuan
kekerasan
(emosional,
fisik,dan
pelecehan
seksual dan
penelantaran)
Setiap proses pembelajaran bebas
dari perlakuan kekerasan
(emosional, fisik, dan pelecehan
seksual dan penelantaran)
Semua/hampir semua peserta
didik mengalami peningkatan
kompetensi personal/sosial sesuai
potensinya seperti bisa
bekerjasama, bertoleransi,
menyelesaikan konflik dengan
sehat, bertanggungjawab,
kepemimpinan, dsb dalam
kegiatan
Semua
peserta kelas
didik mengalami
di dalam/luar
peningkatan kepercayaan diri
seperti terlihat dalam keberanian
mengajukan pertanyaan,
menjawab dan tampil ke depan,
dll
Identifikasi
layanan khusus
serta individual
Selalu melakukan identifikasi
kebutuhan khusus serta
merancang dan melaksanakan PPI
(program pembelajaran
individual) sebagai respon adanya
kebutuhan khusus
2. Merencanakan Program Pembelajaran
a) Pengantar
Dalam praktik sehari-hari,banyak guru yang telah dilatih
PAKEM memahami teori maupun contoh praktik, namun
mereka sulit untuk kreatif menciptakan model-model
pembelajaran lainnya yang memiliki kemungkinan sama
besar atau bahkan lebih baik dari apa yang telah dilakukan
selama ini. Hal ini terlihat dari prosedur yang kurang
sistematis
dalam
skenario
pembelajaran,
kurang
bervariasinya bentuk hasil belajar peserta didik, kegiatan
pengelolaan peserta didik/kelas yang monoton,dsb.
Karakteristik anak yang unik, suka bermain, suka bergerak,
punya rasa ingintahu, suka berimajinasi, suka bertanya, dan
mencoba; hal ini membuka peluang bagi kita mengelola
kegiatan belajar secara beragam tanpa meninggalkan
tuntutan pencapaian kompetensi. Anak akan selalu
menantikan dan merindukan kegiatan pembelajaran
beikutnya karena setiap kegiatan yang dilakukan guru
senantiasa menarik menyenangkan, menantang dan tidak
membosankan.
Melalui modul ini dicontohkan bagaimana menciptakan
berbagai variasi model pembelajaran yang menarik,
menantang, dan berfokus kepada pencapaian kompetensi.
b) Tujuan
Tujuan membuat program Pembelajaran :
1) Membuat rancangan kegiatan yang menarik
2) Menyusun
tujuan
pembelajaran
yang
akan
dilaksanakan, menentukan alat, sumber dan langkahlangkah pembelajaran yang bervariasi dengan
kompetensi yang dikembangkan
c) Cara Melaksanakan Program
Pengembangan variasi pembelajaran identik dengan
pengembangan kreativitas guru dalam menyusun rencana,
melaksanakan, dan melakukan penilaianpembelajaran.
Pada dasarnya kita terlahir dengan memiliki potensi rasa
ingin tahu,kemampuan berimajinasi, dan fitrah bertuhan.
Rasa ingin tahu dan kemampuanberimajinasi merupakan
„modal dasar‟ untuk berkembangnya kreativitas; fitrah
bertuhan memungkinkan manusia beriman kepada Tuhan.
Potensi rasa ingintahu dan kemampuan berimajinasi akan
berkembang menjadi kreativitas apabila terus menerus
berani „mencoba tanpa rasa takut bersalah‟ sampai
menemukan beberapa pola yang diyakini mampu menjadi
langkah yang tepat dalam menyajikan pembelajaran.
Sebagai gambaran sebelum melaksanakan program
perlunya
rancangan
mencari
alternatif
kegiatan
pembelajaran. Berikut ini salah satu contoh sebelum
menyusun program pembelajaran:
Bahasa Indonesia
Alternatif
No
1.
Kompetensi
Dasar
Menyusun
percakapan
tentang
berbagai topik
dengan
memperhatika
n penggunaan
ejaan.
Kegiatan Inti
Pembelajaran
Benda
berbicara
 mendeskripsikan
benda yang dipilih
untuk menentukan
peran dalam
percakapan
menyusun
percakapan dengan
memperhatikan
ejaan
 melakukan
percakapan

Percakapan
Rumpang
Menyusun
Percakapan
Acak
Alih Bentuk
Ilmu Pengetahuan Alam
 bermain
melanjutkan
kalimat percakapan
yang belum selesai
diawali dari satu
kalimat kemudian
dilanjutkan oleh
teman yang
lainnya.
 melengkapi
percakapan
rumpang
 menyusun
percakapan dengan
memperhatikan
ejaan
 bermain acak
kalimat tanyajawab
 menyusun
percakapan acak
 menyusun contoh
percakapan lainnya.
 melakukan
percakapan
 Membaca
prosa/cerita
pendek.
 mengubah prosa ke
dalam bentuk
percakapan
(dialog).
 melakukan
percakapan/bermai
n peran
Mengembangkan variasi pembelajaran dengan berfokus
kepada pengembangan keterampilan proses (mengamati,
membandingkan,
mengukur,
mengklasifikasi,
mengkomunikasi,
menginferensi,
membuat
model,
memprediksi, menyelidiki, menarik kesimpulan, dan
sebagainya). Kegiatan pembelajaran dirancang dalam
bentuk:
a) Mengamati (diri sendiri, orang lain,model/ gambar,
lingkungan, peristiwa dll)
b) Wawancara
c) Demonstrasi
d) Penelitian
e) Penyelidikan
f) Studi pustaka, dll
Matematika
Mengembangkan lembar kerja yang bersifat penyelidikan,
penemuan, dan pemecahan masalah; penggunaan alat
bantu (kongkrit, semi kongkrit, semiabstrak, dan abstrak),
dan sebagainya.
Ilmu Pengetahuan Sosial
Mengembangkan keterampilan sosial seperti menggali
informasi (mengobservasi,
membaca, bertanya,dsb),
mengolah informasi dan mengambil keputusan dengan
cerdas (dengan grafik, membandingkan, menemukan
persamaan/perbedaan, dsb), memecahkan masalah secara
arif dan kreatif, dsb
d) Contoh Rencana Pembelajaran ( RPP )
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Tema
: Lingkungan
Kelas / Semester
: VI (Enam) /1 (Satu)
Hari / Tanggal
:
Alokasi Waktu
: 2 x 35 menit (1XPertemuan)
1. Standar Kompetensi
Mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi secara
tertulis dalambentuk formulir, ringkasan, dialog, dan
paragraf.
2. Kompetensi Dasar
Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan
memperhatikan pengunaan ejaan.
3. Indikator
a. Mendeskripsikan benda untuk menentukan peran
dalam percakapan.
b. Menyusun percakapan dengan memperhatikan
penggunaan ejaan.
c. Melakukan percakapan.
4. Tujuan Pembelajaran
a. Melalui diskusi, peserta didik dapat menentukan peran
dalam percakapan dengan benar.
b. Melalui diskusi, peserta didik dapat menyusun
percakapan dengan memperhatikan penggunaan ejaan
dengan benar.
c. Melalui latihan bercakap – cakap, peserta didik dapat
melakukan percakapan dengan baik.
5. Alat dan sumber bahan
a. Alat : Buah – buahan
b. Sumber bahan :
1) Silabus kelas VI
2) Buku Bina Bahasa dan Sastra Indonesia –Erlangga
6. Materi Pokok Pembelajaran
Kalimat percakapan
7. Metode Pembelajaran
a. Diskusi
b. Bermain peran
8. Langkah – langkah Pembelajaran
Pengorganisasian
Kelas
No
Kegiatan
Peserta
didik
1
Kegiatan Awal
a. Mengkondisikan peserta didik
dengan bermaintebak – tebakan.
b. Penjelasan tujuan pembelajaran
2
K
2‟
K
3‟
K
5‟
G
2‟
G
5‟
G
15‟
K
13‟
K
10‟
K
7‟
K
5‟
I
3‟
Kegiatan Inti
a. Membentuk kelompok
b. Wakil kelompok mengambil LK dan
buah - buahan
c. Diskusi kelompok menentukan
peran dalampercakapan
d. Diskusi kelompok membuat
percakapan dari sekelompok
benda
e. Dalam kelompok berlatih
memainkan peran
f. Melakukan percakapan
g. Menangggapi tampilan kelompok
lain dalam melakukan percakapan
3
Waktu
Kegiatan akhir
a. Memberi penguatan
b. Memajang hasil karya peserta didik
9. Penilaian
a. Bentuk : Proses
Teknik : Kinerja
b. Bentuk : Produk
Teknik : Karya dua dimensi ( LK terlampir)
Surakarta, 10 Nopember
2009
Mengetahui
Kepala sekolah,
NIP.
Guru Kelas
Lampiran-lampiran
LEMBAR KERJA 1
( KELOMPOK )
Tema
:
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kompetensi Dasar
: 4.3 Menyusun percakapan tentang
berbagai topic dengan memperhatikan
pengunaan ejaan.
Kelas / Semester
: VI / 1
Disediakan bermacam – macam buah.
1. Tentukan peran masing – masing anggota dengan memilih salah satu
buah!
2. Seandainya benda – benda tersebut bisa berbicara seperti manusia,
apa saja yang akan mereka bicarakan?
3. Tuliskan percakapan tersebut di bawah ini!
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
Kelompok : ______________________
Anggota
: 1. __________________ sebagai __________________
2. __________________ sebagai __________________
3. __________________ sebagai __________________
LEMBAR KERJA 2
( Individu )
Tema
:
Mata Pelajaran
:
Kompetensi Dasar
:
Kelas / Semester
:
Disediakan wacana :
Buatlah percakapan dari benda – benda tersebut !
Jawaban
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________
Nama
: __________
No Absen
: __________
LEMBAR PENILAIAN
DISKUSI MENYUSUN PERCAKAPAN
Aspek yang di nilai
No
Nama
Kerja sama
Aktifitas
( 1-40 )
( 1-30 )
Menghargai
Nilai
Pendapat
( 1-30)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
LEMBAR PENILAIAN
HASIL KARYA DIDIK (KARYA DUA DIMENSI)
Aspek yang di nilai
No
Nama
Kelengkapan Kesesuaian
(4)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(4)
Ejaan
(2)
Nilai
Kriteria Penilaian
a. Kelengkapan
Jika jawaban lengkap
Jika jawaban hampir lengkap
Jika jawaban setengah lengkap
Jika jawaban kurang lengkap
Jika peserta didik tidak menjawab
4
3
2
1
0
b. Kesesuaian
Jika jawaban sesuai
Jika jawaban hampir sesuai
Jika jawaban setengah sesuai
Jika jawaban kurang sesuai
Jika peserta didik tidak menjawab
4
3
2
1
0
c. Ejaan
Jika ejaan seluruhnya benar
Jika ejaan hampir seluruhnya benar
Jika ejaan setengah benar
Jika ejaan hanya sedikit benar
Jika ejaan tidak ada yang benar
2
1,5
1
0,5
0
3. Pengelolaan Kelas
Selama pembelajaran konvensional, meja dan kursi diatur
menghadap ke papan tulis dan“peserta didik” duduk berjajar.
Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatanPAKEM
pengaturan tempat duduk peserta didik disesuaikan dengan
model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru,
misalnya pola tempat duduk berpasangan, pola tempat duduk
dalam bentuk ”U” akan memudahkan peserta didik
berinteraksi dan melakukan aksi dalam proses pembelajaran.
Sebaiknya guru selalu mendesain pola tempat duduk yang
disesuaikan dengan skenario pembelajaran yang dirancang
dalam RPP
Contoh model tempat duduk
Gambar Contoh Model Tempat Duduk
4. Mengembangkan Keterampilan Bertanya
1) Pengantar
Umpan balik merupakan salah satu bagian penting suatu
proses pembelajaran. Respon guru terhadap sikap dan
perilaku peserta didik di awal, proses, dan akhir
pembelajaran dapat menjadi pengembang pola pikir, sikap
dan tindakan peserta didik ke arah yang lebih baik.
Kemampuan guru memberikan umpan balik yang sesuai
baik kuantitasmaupun kualitas dapat meningkatkan
perolehan belajar peserta didik.
Pemahaman guru terhadap perilaku peserta didik dalam
mengekspresikan hasil belajar menjadi pijakan kuat untuk
memunculkan ”pertanyaan atau tugas” lanjutan sebagai
pengembangan kegiatan peserta didik. Pelaksanaan
umpan balik dilakukan sebagai respon guru setelah
mencermati sikap peserta didik terhadap penilaian dirinya
maupun kepuasan terhadap hasil kerjanya. Oleh karena
itu, perlu diciptakan kesesuaian antara penilaian diri
peserta didik, persepsi guru, dan harapan agar hasil
belajar mencapai kompetensi secara optimal.
Modul ini memberikan gambaran bagaimana membantu
peserta didik dalam proses belajar melalui pemberian
umpan balik yang mampu memotivasi dan mengarahkan
peserta didik untuk menghasilkan perolehan belajar yang
optimal.
2) Tujuan
Tujuan Umpan Balik/Ketrampilan Bertanya bagi guru
dalam mengajar adalah
a) Menggali potensi peserta didik sebelum pembelajaran
dilaksanakan
b) Meningkatkan kualitas pengembangan daya pikir,
sikap, dan hasil belajar pesertadidik
c) Melatih peserta didik berani mengemukakan pendapat
3) Cara Mengembangkan
Adi W. Gunawan (2003) dalam Genius Learning Strategy
,menyatakan cara memberikan umpan balik yang benar
sebagai berikut:
a) Umpan balik harus bersifat korektif, guru dapat
memberikan jawaban penjelasan,tidak hanya jawaban
yang salah tetapi apa jawaban yang benar dan akurat
serta bagaimana bisa mencapai jawaban yang benar
tersebut. Yang terpenting adalahproses berfikir dibalik
hasil jawaban yang salah maupun jawaban yang benar.
b) Umpan balik harus diberikan pada waktu yang tepat,
ajarkan materi yang inginanda ujikan setelah itu murid
langsung diminta mengerjakan tes tanpa menunggujeda
yang terlalu lama.
c) Umpan balik harus spesifik dan mengacu pada satu
kriteria tertentu, umpan balikdidasarkan pada satu level
pengetahuan atau keahlian yang spesifik dengan cara
membandingkan anak dengan dirinya sendiri bukan
dengan rekan atau murid lainnya.
d) Murid memberikan umpan balik untuk diri mereka
sendiri, murid membuat catatan sendiri terhadap
prestasi yang telah mereka capai dan melakukan
pembandinganantara prestasi terdahulu dengan
prestasi mereka saat ini.
Gamba
r Contoh Pemberian Bantuan dan Umpan Balik
5. Alat/MediaSumber Belajar
a) Pengantar
Fungsi utama alat peraga adalah untuk membantu menanamkan
atau mengembangkankonsep yang abstrak, agar peserta didik
mampu memahami arti sebenarnya dari konseptersebut. Dengan
melihat, meraba dan memanipulasi objek/alat peraga, peserta
didikmemiliki pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan
tentang arti suatu konsep
b) Tujuan
Ada beberapa tujuan penggunaan alat peraga/media
pembelajaran, antara lain:
1) Untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi
pelajaran
2) Mempermudah pemahaman konsep
3) Memberikan pengalaman yang efektif bagi peserta didik
dengan berbagaikecerdasanyang berbeda.
4) Memotivasi peserta didik untuk menyukai pelajaran yang
diajarkan
5) Memberikan kesempatan bagi peserta didik yang lamban
berpikir untukmenyelesaikan tugas dan berhasil.
6) Memperkaya program pembelajaran bagi peserta didik yang
lebih pandai.
7) Mempermudah abstraksi.
8) Efisiensi waktu.
c) Contoh Alat Peraga/Media Pelajaran
• PKn (Untuk materi tentang ketertiban berlalu lintas)
Gambar Rambu-rambu lalu lintas
6. Lembar Kerja
a) Pengantar
Lembar Kerja merupakan alat bantu pembelajaran agar peerta
didik melakukan prosespembelajaran. Disamping itu juga
Lembar Kerja merupakan alat atau petunjuk kegiatanyang akan
dilakukan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Lembar
Kerja jugamerupakan petunjuk tertulis untuk membantu guru
dalam memberi tugas kepadapeserta didik agar peserta didik
dapat menemukan sendiri.
b) Tujuan LK
1) Membelajarkan peserta didik dan mendorong
berdiskusi
2) Untuk membantu guru dalam pembelajaran
untuk
3) Untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam
menguasai kompetensi.
4) Membimbing peserta didik untuk menemukan konsep
5) Menyatukan tindakan dan tujuan dalam pembelajaran.
6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam melakukan
proses pembelajaran
7) Meningkatkan daya cipta peserta didik
7. Pemajangan
a) Pengantar
Karya peserta didik sebagai perolehan belajar yang baik dipajang
di dalam ruang kelas. Pajangan ini dapat dilihat langsung oleh
semua peserta didik. Bentuknya bisa karya dua dimensi atau tiga
dimensi. Pajangan mencerminkan upaya yang dilakukan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang diharapkan,
dan
hasil
suatu
pembelajaran
yang
dilakukan.
Dengandemikian,pajangan mempunyai dua sisi penting dalam
pembelajaran. Di satu sisipajangan merupakan salah satu hasil
yang hendak dicapai dalam pembelajaran sesuai dengan
kompetensi yang ditentukan. Di sisi lainnya, pajangan juga dapat
menjadi alat pemantau efektivitas proses pembelajaran.
Modul ini mengkaji tentang bagaimana pajangan yang baik dan
berkualitas sertaberbagai upaya yang dilakukan guru dalam
meningkatkan kualitas hasil belajar pesertadidik (pajangan)
sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
b) Tujuan
1) Untuk penghargaan peserta didik yang berhasil membuat
karya
2) Meningkatkan motivasi perserta didik yang telah berhasil
3) Untuk sumber belajar bagi peserta didik
4) Untuk memotivasi siwa agar senantiasa berkarya
c) Contoh Pajangan
Gambar Hasil kerajinan anak & Hasil lukisan anak
8. Penilaian
a) Pengantar
Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan
pemerintah. Menurut Masnur Muslich (2007) penilaian dalam
KBK dan KTSP menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan
komprehensif guna mendukung upaya memandirikan peserta
didik dalam belajar,bekerja sama, dan menilai dirinya sendiri.
Oleh karena itu, penilaian yang dilaksanakan harus penilaian
berbasis kelas (PBK).
Penilaian kelas merupakan kegiatan guru yang terkait dengan
pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau
hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu,diperlukan data
sebagai informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan tingkat
keberhasilan pesertadidik dalam mencapai suatu kompetensi.
Alat ukur atau instrumen untuk penilaian kelas harus valid,
reliabel, terfokus pada pencapaian kompetensi, objektif, dan
mendidik. Misalnya alat ukur berupa tes. Alatukur itu harus
valid. Sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat
digunakan untukmengukur apa yang akan diukur. Agar alat
ukur valid, dalam menyusun soal sebagai alat penilaian perlu
memperhatikan kompetensi yang diukur dan menggunakan
bahasa yangtidak mengandung makna ganda.
Alat ukur yang reliabel berkaitan dengan konsistensi (keajegan)
hasil penilaian. Artinya,jika alat ukur itu digunakan untuk
mengukur di dua tempat yang memiliki kondisiyang sama, hasil
yang diperoleh itu cenderung mendekati sama. Selain itu,
petunjukpelaksanaan dan penskorannya harus jelas.
Selain harus valid dan reliabel, penilaian harus terfokus pada
pencapaian kompetensi(rangkaian kemampuan), bukan hanya
pada penguasaan materi (pengetahuan).
Penilaian
harus
menyeluruh/komprehensif
dengan
menggunakan beragam cara dan alatuntuk menilai kompetensi
peserta
didik,
sehingga
tergambar
profil
yang
sesungguhnyatentang kompetensi peserta didik.
Penilaian harus objektif. Untuk itu, penilaian harus adil,
terencana, berkesinambungan,dan menerapkan kriteria yang
jelas dalam pemberian skor. Penilaian yang dilakukan jugaharus
mendidik. Artinya, penilaian dilakukan untuk memperbaiki
proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas
belajar bagi peserta didik.
KTSP tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan peserta
didik, tetapi lebih memperhatikan kompetensi secara utuh yang
merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
karakteristik masing-masing mata pelajaran.
b) Tehnik Penilaian
Banyak cara atau teknik yang dapat digunakan untuk melakukan
penilaian terhadap peserta didik. Pada dasarnya, teknik penilaian
tersebut adalah cara penilaian kemajuanbelajar peserta didik
berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
harusdicapai. Penilaian ini didasarkan pada indikator-indikator
pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih
(kognitif, afektif, dan psikomotor). Berdasarkan indikatorindikator ini dapat ditentukan cara penilaian yang sesuai, apakah
penilaian itu dilakukan dengan tes (tertulis atau lisan), observasi,
praktek, dan penugasan secara individu atau kelompok.
Di dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007, penilaian dilakukan
secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan
menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun
lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil
karya berupa tugas,proyek dan atau produk, portofolio, dan
penilaian diri. Berikut ini sedikit gambaran masing-masing
teknik penilaian.
c) Penilaian melalui Tes
Penilaian melalui tes dilakukan secara tertulis atau lisan (tes
tertulis). Ada dua bentuk soal untuk penilaian tertulis ini, yaitu
memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban
dibedakan menjadi (1) pilihan ganda; (2) dua pilihan (benarsalah, ya-tidak); (3) menjodohkan; dan (4) sebab-akibat. Tes
tertulis yang berupa mensuplai jawaban, dibedakan menjadi (1)
isian atau melengkapi; (2) jawaban singkat ataupendek; dan (3)
uraian. Penyekoran pada penilaian tertulis harus jelas.
d) Penilaian Kinerja/Unjuk Kerja
Penilaian kinerja/unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil
pengamatan penilaiterhadap aktivitas (dalam melakukan
pekerjaan) peserta didik. Penilaian ini cocokuntuk menilai
ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik
melakukan tugastertentu, misalnya presentasi hasil pengamatan
di desanya tentang erosi.
e) Penilaian Sikap
Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran
Geografi di SMA antaralain (1) sikap terhadap materi pelajaran;
(2) sikap terhadap guru/pengajar; (3)sikap terhadap proses
pembelajaran; (4) sikap berkaitan dengan nilai atau normayang
berhubungan dengan suatu materi pelajaran, misalnya kasus
atau masalahlingkungan hidup, berkaitan dengan materi IPA;
dan (5) sikap berhubungan dengankompetensi afektif lintas
kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Penilaianini
menggunakan skala sikap dari sangat setuju hingga sangat tidak
setuju.
f)
Penilaian Penugasan (Proyek)
Penilaian penugasan atau proyek dilakukan untuk mendapatkan
gambarankemampuan menyeluruh/umum secara kontekstual
mengenai kemampuan pesertadidik dalam konsep dan
pemahaman mata pelajaran. Dalam mata pelajaran IPS,teknik ini
bermanfaat untuk menilai (1) ketrampilan peserta didik
melakukanpenyelidikan; (2) pemahaman dan pengetahuan
dalam bidang IPS; (3) kemampuan mengaplikasikan
pengetahuan dalam suatu penyelidikan; dan (4) kemampuan
menginformasikan subjek secara jelas. Contoh tugas penilaian
penugasan: Lakukan penyelidikan mengenai proses pasar di
daerah sekitarmu melalui tinjauan IPS.
g) Penilaian Hasil Kerja atau Produk
Penilaian hasil kerja atau produk adalah penilaian kepada
peserta didik dalamproses pembuatan dan kualitas suatu
produk. Penilaian produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap
tahap
perlu
diadakan
penilaian
yaitu
tahap
(1)
persiapan,meliputi penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, danmengembangkan gagasan serta
mendesain produk; (2) pembuatan produk(proses), meliputi
penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi
danmenggunakan bahan, alat, dan teknik; dan (3) penilaian
produk (appraisal), meliputipenilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
h) Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik. Hasil
kerja ini disusunmenjadi sebuah portofolio. Jadi, potofolio
merupakan koleksi pribadi hasil kerja peserta didik yang
mencerminkan tingkat pencapaian, kegiatan belajar, kekuatan,
dan pekerjaan terbaiknya. Penilaian portofolio ini didasarkan
pada kumpulan hasilkerja peserta didik secara individu pada
satu periode untuk suatu mata pelajaran.
i)
Penilaian Diri (self assessment)
Pada prinsipnya, penilaian diri peseta didik menilai dirinya
sendiri. Peserta didikdiminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian
kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Penilaian diri melalui pengukuran terhadap kompetensi kognitif,
afektif, dan psikomotor
j)
Pemanfaatan dan Pelaporan hasil Penilaian
1) Pengolahan Hasil Penilaian
Data hasil penilaian harus diolah sebaik mungkin.
Pengolahan ini disesuaikan dengan jenis data hasil
penilaiannya, yaitu penilaian kinerja atau unjuk kerja,
penugasan(proyek), hasil kerja (produk), tes tertulis,
portofolio, sikap, dan penilaian diri.
 Data Penilaian Tertulis
Biasanya, tiap butir soal bentuk pilihan ganda diberi skor 1
jika jawaban benar danskor 0 jika jawaban salah.
Perhitungan skor yang diperoleh peserta didik untuk
suatuperangkat tes pilihan ganda sebagai berikut:
 Data Penilaian Kinerja/Unjuk Kerja
Data penilaian kinerja unjuk kerja diperoleh melalui
pengamatan yang ditujukan terhadap kinerja peserta didik
untuk suatu kompetensi. Skor diperoleh dengan cara
mengisi format penilaian unjuk kerja yang telah
ditentukan. Skor yang dicapai oleh peserta didik
merupakan skor pencapaian dibagi skor maksimum dikali
10 (untukskala 0 -10) atau dikali 100 (untuk skala 0 -100).
Misalnya, dalam suatu penilaian kinerja menggambar
peta, paling tidak ada 6 aspek yang dinilai, yaitu
kelengkapan peta, ketepatan skala, kerajian, kebersihan,
keindahan, dan pewarnaan, Jika seorang peserta didik
mendapat skor 6 dan skor maksimumnya 8, maka nilai
yang akandiperoleh adalah = 6/8 x 10 = 7,5.
 Data Penilaian Sikap
Skor hasil penilaian sikap bersumber dari catatan harian
peserta didik berdasarkan pengamatan/observasi guru
mata pelajaran. Data hasil pengamatan guru dapat
dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan
langsung dan laporan pribadi.
Hal yang harus dicatat dalam buku Catatan Harian peserta
didik adalah kejadian-kejadian yang menonjol, yang
berkaitan dengan sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta
didik, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud
dengan kejadian–kejadian yang menonjol adalah kejadiankejadian yang perlu mendapat perhatian, atau perlu diberi
peringatan dan penghargaan dalam rangka pembinaan
peserta didik. Kejadian-kejadian yang menonjol tersebut
dapat berupa kejadian yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan.
 Data Penilaian Penugasan (Proyek)
Data penilaian proyek meliputi skor yang diperoleh dari
tahap-tahap: perencanaan/persiapan, pengumpulan data,
pengolahan data, dan penyajian data/laporan. Dalam
menilai setiap tahap, guru dapat menggunakan skor yang
terentang dari 1 sampai 5. Skor 1 merupakan skor
terendah dan skor 5 adalah skor tertinggi untuk setiap
tahap. Jadi, total skor terendah untuk keseluruhan tahap
adalah 4 dan total skor tertinggi adalah 20.
 Data Penilaian Hasil Kerja (Produk)
Data penilaian hasil kerja (produk) meliputi tiga tahap,
yaitu tahap persiapan,pembuatan (produk), dan penilaian
(appraisal). Informasi tentang data penilaianini diperoleh
melalui cara holistik atau cara analitik. Cara holistik guru
menilai hasil kerja peserta didik berdasarkan kesan
keseluruhan dengan menggunakan criteria keindahan dan
kegunaan produk tersebut pada skala skor 0 – 10 atau 1 –
100. Cara penilaian analitik, guru menilai hasil kerja
melalui tahap proses pengembangan, yaitu mulai dari
tahap persiapan, tahap pembuatan, dan tahap penilaian.
 Data penilaian Portofolio
Skor penilaian portofolio peserta didik didasarkan dari
hasil kumpulan informasi yang telah dilakukan oleh
peserta didik selama pembelajaran berlangsung.
Komponen penilaian portofolio meliputi: (1) catatan guru,
(2) hasil pekerjaan peserta didik, dan (3) profil
perkembangan peserta didik.
 Data Penilaian Diri
Skor hasil penilaian diri adalah skor yang diperoleh dari
hasil penilaian tentang kemampuan, kecakapan, atau
penguasaan kompetensi tertentu yang dilakukan
olehpeserta didik sendiri. Pada awalnya, hasil penilaian
diri yang dilakukan oleh peserta didik tidak dapat
langsung dipercayai dan digunakan oleh guru. Untuk itu,
pada taraf awal, guru perlu melakukan langkah-langkah
telaahan terhadap hasil penilaian diripeserta didik.
2) Interpretasi Hasil Penilaian dalam Menetapkan Ketuntasan
Belajar
Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui apakah
peserta didik telah berhasilatau belum dalam menguasai
suatu kompetensi. Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator
dalam suatu kompetensi dasar (KD) ditetapkan antara 0% –
100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih
besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria
atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%, 60% atau
70%.
Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti
tingkat kemampuanakademis peserta didik, kompleksitas
indikator dan daya dukung guru sertaketersediaan sarana
dan prasarana.
k) Pemanfatan Dan Pelaporan Hasil Penilaian Kelas.
Penilaian kelas menghasilkan informasi pencapaian kompetensi
peserta didik yang dapatdigunakan antara lain: (1) peserta didik
(remedial atau pengayaan); (2) perbaikan programdan proses
pembelajaran, (3) pelaporan, dan (4) penentuan kenaikan kelas.
Bagi pesertadidik, data hasil penilaian menjadi alat penentu
apakah dia harus menempuh remedial atau tidak. Bagi peserta
didik yang sudah mencapai ketuntasan perlu diberi pengayaan.
Bagi guru, hasil penilaian ini dapat dimanfaatkan untuk
menentukan perbaikan program dan kegiatan pembelajaran. Bagi
kepala sekolah, dia mempunyai tugas dan tanggungjawab
menilai kinerja guru. Salah satu penilaian terhadap kinerja guru
dapat didasarkanpada tingkat keberhasilan peserta didik yang
diperoleh melalui penilaian.
1) Pelaporan Hasil Penilain Kelas
Laporan Sebagai Akuntabilitas Publik
Pelaporan hasil penilaian hendaknya (1) merinci hasil belajar
peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan
dikaitkan
dengan
penilaian
yang
bermanfaat
bagipengembangan peserta didik; (2) memberikan informasi
yang jelas, komprehensif,dan akurat; dan (3) menjamin
orangtua mendapatkan informasi secepatnya bilamana
anaknya bermasalah dalam belajar (Puskur).
2) Bentuk Laporan
Laporan kemajuan belajar peserta didik dapat disajikan
dalam data kuantitatif maupun kualitatif.
3) Isi Laporan
Pada umumnya orang tua menginginkan jawaban dari
pertanyaan sebagai berikut:(1) Bagaimana keadaan anak
waktu belajar di sekolah secara akademik, fisik, sosial,dan
emosional?; (2) Sejauh mana anak berpartisipasi dalam
kegiatan di sekolah?; (3)Kemampuan/kompetensi apa yang
sudah dan belum dikuasai dengan baik?; dan (4)Apa yang
harus orang tua lakukan untuk membantu dan
mengembangkan prestasi anak lebih lanjut?
4) Rekap Nilai
Rekap nilai merupakan rekap kemajuan belajar peserta didik,
yang berisi informasi tentang tingkat pencapaian kompetensi
peserta didik untuk setiap KD, dalam kurun waktu satu
semester. Rekap nilai diperlukan sebagai alat kontrol bagi
guru tentang perkembangan hasil belajar peserta didik,
sehingga diketahui kapan peserta didik memerlukan
remedial.
Bagian A: Pengantar
Kegiatan pada sesi ini diawali dengan pembukaan dari
instruktur membuka dan menyampaikan informasi yang
berkait dengan isu dalam kegiatan PAKEM. Kemudian
memberikan informasi tentang pengalaman belajar apa yang
akan dilaksanakan dalam sesi ini.
Bagian B: Keterampilan Bertanya (60 menit)
Instruktur membuka sesi dengan pertanyaan berikut untuk
menimbulkan gagasandari peserta:
 Mengapa kita mengajukan pertanyaan kepada siswa?
 Pertanyaan apa yang sering disampaikan oleh guru,
mengapa?
Mengacu kepada kegiatan modeling sebelumnya, peserta
diminta untukmengidentifikasi pertanyaan – pertanyaan
yang
terdapat
pada
kegiatan
tersebut.Kemudian
mendiskusikannya.
Fasilitator memberi contoh bacaan (lihat Lampiran 10) dan
berbagai pertanyaanyang memuat/mengacu pada ketiga
jenis/sifat pertanyaan di bawah ini:



Mencari informasi
Memanfaatkan pengetahuan
Menciptakan sesuatu yang baru dan memberikan
pendapat
Peserta (dalam kelompok kecil 3-4 orang ) menyusun 3 jenis
pertanyaan di kertasyang berbeda dengan menggunakan teks
yang sama.
Kelompok saling menukar pertanyaan untuk mendiskusikan
kualitas pertanyaandan memberi tanggapan/perbaikan.
Peserta meninjau kembali hasil perbaikan dansaran dari
kelompok lain untuk kemudian disempurnakan dan
dikembangkan
Fasilitator mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:



Manakah pertanyaan yang dianggap mudah untuk
ditulis dan dijawab?Mengapa?
Manakah pertanyaan yang dianggap sulit untuk ditulis
dan dijawab? mengapa?
Apa yang bisa membantu proses penyusunan pertanyaan
seperti kategori bdan c.
Jenis Pertanyaan: Tingkat 1
Mencari Informasi
Bagian C : Pengorganisasian Kelas (60 menit)
Berdasarkan kegiatan modeling, fasilitator memberikan
kegiatan – kegiatan sebagai berikut:



Fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada
peserta tentang organisasikelas(Klasikal, kelompok, dan
individu).
Apa yang anda ketahui tentang belajar klasikal,
kelompok, dan individu?
Kapan siswa belajar klasikal, kelompok atau individual?

Mengapa siswa bekerja/belajar
kelompok, dan individual?
secara
klasikal,
Peserta dan fasilitator kemudian membahas bersama
beberapa jenis organisasi dengan mencoba memberikan
contoh tugas/kegiatan yang sesuai untuk jenis organisasi
masing-masing.
Peserta mengidentifikasi kegiatan yang harus dikerjakan
secara klasikal, kelompok, dan individual dengan
menggunakan lembar kerja berikut.:
Tabel Pengorganisasian kelas
Mengidentifikasi Kegiatan Klasikal, Kelompok, dan
Individual
Pengelolaan
kelas
Kegiatan pembelajaran
Mendengarkan instruksi guru
Menggunakan thermometer
Mencari kota-kota di peta
Melaporkan hasil tugas
Membuat diagram alir
Curah pendapat tentang tsunami
Menceritakan pengalaman waktu
kecil
Meragakan tokoh cerita
Menulis cerita
Mengerjakan soal-soal matematika
Klas
klp indv
Alasan
Memperkirakan luas ruang kelas
Sesudah tugas selesai peserta saling menukar pilihan dengan
memberikan alasandan komentar. Selanjutnya fasilitator
dapat memberikan tips pengorganisasiankelas
Bagian D: Pembelajaran Kooperatif (60 menit)
Dalam sesi ini ada 2 kegiatan pokok. Pertama, fasilitator
menyajikan bahan -bahan/informasiyang berkaitan dengan
pembelajaran kooperatif. Kedua, peserta melakukan aktivitas
yangberhubungan dengan pembelajaran kooperatif melalui
bahan yang sudah disiapkan oleh fasilitator.
Bagian E: Pengembangan Gagasan Pembelajaran (60 menit)
Setelah peserta mengamati 2 model pembelajaran di atas,
peserta mendiskusikanhasilkegiatan termasuk membahas
lembar pengamatan yang diisi kelompok pengamat.
Aktivitasberikutnya ialah peserta mengaitkan berbagai hasil
pengamatannya
dengan
keterampilanbertanya,
pengorganisasian kelas, dan pembelajaran kooperatif. Setelah
berdiskusitentang berbagai hal tersebut, peserta mencoba
mengembangkan ide-ide sederhana yangmungkin bisa
diterapkan dalam pembelajaran PAKEM yang akan
dilakukan, termasuk: carabertanya, pengorganisasian kelas,
kerja kelompok, dan sebagainya.


Peserta dalam kelompok 4-5 orang mengembangkan
langkah-langkah KBM untuk satu topik yang diberikan
oleh fasilitator atau diseleksikan oleh peserta sendiri.
Langkah-langkahtersebut harus memperhatikan ciri-ciri
pembelajaran PAKEM di atas. Dalamproses pengerjaan,
peserta dapat menggunakan tabel di bawah ini.
Setiap kelompok saling menukar hasil kerjanya dan
memberikan masukan perbaikan.
Tabel Pengembangan Ide Pembelajaran
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Sumber
Belajar
Kegiatan
Belajar
Keterampilan
Bertanya
Pengorganisasian Kelas
Pembelajaran
Kooperatif
5) Indikator Monev: (Bahan referensi untuk fasilitator)
a) Guru
- Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja
(menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.);
- Guru menciptakan pembelajaran yang menantang;
- Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber
belajar, termasuk sumber belajar dan bahan dari lingkungan;
- Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai
dengan kemampuan siswa;
- Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok,
pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan
siswa secara aktif dalam pembelajaran.
b) Siswa
- Siswa tidak takut bertanya;
- Ada interaksi antara siswa untuk mmebahas dan memecahkan
masalah;
- Siswa aktif bekerja;
- Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri;
- Siswa melakukan kegiatan baca mandiri;
- Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana,
menulis biograpi tokoh).
c) Kelas
- Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa;
- Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar;
- Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan
siswa, siswa dan siswa;
- Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku)
yang dimanfaatkan siswa.
B. Lesson Study
1. Landasan Yuridis, teoritis dan empiris perlunya Lesson Study
a)
Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan tercermin dari mutu SDM. SDM kita masih rendah
berarti mutu pendidikan pun masih rendah. Mengapa demikian?
Masyarakat beranganggapan bahwa keberhasilan pendidikan hanya
diukur oleh hasil tes. Apabila hasil nilai ujian nasional (UN) baik maka
dianggap sudah berhasil mendidik anak-anaknya. Atau kalau suatu
sekolah banyak meluluskan siswa ke perguruan tinggi melalui SPMB
maka dianggap sekolah itu pavorit dan banyak diserbu orang tua
untuk menyekolahkan anaknya. Rangking sekolah diurut berdasarkan
nilai UN. Akibatnya orang tua harus mengeluarkan uang ekstra untuk
menitipkan anaknya pada bimbingan belajar yang melakukan latihan
menjawab soal-soal UN atau SPMB, karena orang tua menginginkan
anaknya diterima di sekolah paforit atau perguruan tinggi top. Proses
pembelajaran di dalam kelas kurang mendapat perhatian dari orang
tua dan dari pemerintah, yang penting hasil UN (Ujian Nasional).
Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah, guru
lebih banyak ceramah dihadapan siswa sementara siswa
mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer
pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa dengan target
tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum
kepada siswa. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada
siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri.
Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk
berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali
guru itu sendiri. Kebanyakan pengawas dari dinas pendidikan belum
berfungsi sebagai supervisor pembelajaran di kelas. Ketika datang di
sekolah, pengawas memeriksa kelengkapan administrasi guru berupa
dokumen renpel (rencana pelajaran). Pengawas sangat jarang masuk
kelas melakukan observasi terhadap pembelajaran dan menjadi nara
sumber pembelajaran bagi guru di sekolah. Begitu juga kepala sekolah.
Kepala sekolah umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi
guru, seperti renpel dari pada masuk kelas melakukan observasi dan
supervisi terhadap pembelajaran oleh seorang guru. Akibatnya guru
tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik,
memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan
untuk percobaan IPA di laboratorium. Ini berarti bahwa selama ini kita
kurang memperhatikan pentingnya proses pembelajaran di dalam
ruang kelas. Semestinya, kita lebih memperhatikan proses
pembelajaran dan hasil tes merupakan dampak dari proses
pembelajaran. Secara internasional, mutu pendidikan di Indonesia
masih rendah, sebagai contoh dalam bidang MIPA, the Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS, 2003) melaporkan
bahwa di antara 45 negara peserta TIMSS, peserta didik SMP kelas 2
Indonesia berada pada urutan ke-36 untuk IPA dan ke-34 untuk
Matematika. Siswa-siswa Indonesia hanya dapat menjawab soal-soal
hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang memerlukan nalar
atau keterampilan proses. Proses pembelajaran yang baik seharusnya
menghasilkan nilai tes yang baik. Paradigma yang hanya
mementingkan hasil tes harus segera diubah menjadi memperhatikan
proses pembelajaran, sementara hasil tes merupakan dampak dari
proses pembelajaran yang benar. Seiring dengan perkembangan
IPTEK, pengetahuan guru harus selalu disegarkan. Kegiatan seminar
atau forum diskusi ilmiah merupakan media untuk penyegaran
pengetahuan guru baik materi subyek maupun pedagogi. Sayangnya,
tidak sedikit kepala sekolah yang tidak mengijinkan guru untuk
berpartisipasi dalam kegiatan seminar atau forum diskusi dalam
kegiatan MGMP. Seharusnya kepala sekolah mendorong bahkan
memfasilitasi guru agar bisa berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
ilmiah, seperti seminar untuk menambah wawasan guru. Selain itu,
sedikit guru yang sudah memanfaatkan fasilitas ICT (Information
Communication Technology) di sekolah untuk meningkatkan
pengetahuan padahal fasilitas itu sudah masuk ke sekolah, seperti
komputer dan telpon. Sementara, sekolah mampu menyediakan dana
untuk rekreasi ke tempat-tempat wisata.
b) Undang-undang Guru dan Dosen
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pada tahun 2005
pemerintah dan DPR RI telah mensahkan Undang-Undang RI Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang tersebut
menuntut penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan
guru agar guru menjadi profesional. Di satu pihak, pekerjaan sebagai
guru akan memperoleh penghargaan yang lebih tinggi, tetapi dipihak
lain pengakuan tersebut mengharuskan guru memenuhi sejumlah
persyaratan agar mencapai standar minimal seorang profesional.
Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga profesional akan diberikan
manakala guru telah memiliki antara lain kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan (Pasal 8).
Kualifikasi akademik tersebut harus „diperoleh melalui pendidikan
tinggi program sarjana atau diploma empat“ (Pasal 9). Sertifikat
pendidik diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal
10 ayat (1)). Adapun jenis-jenis kompetensi yang dimaksud pada
Undang-undang
tersebut
meliputi
„kompetensi
pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional“ (Pasal 10 ayat (1)). Berdasarkan hasil pertemuan Asosiasi
LPTK Indonesia, penjabaran tentang jenis-jenis kompetensi tersebut
sebagai berikut:
 Kompetensi
pedagogik
yaitu
kemampuan
mengelola
pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan
dan
pelaksanaan
pembelajaran,
evaluasi
pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara
rinci kompetensi pedagogik meliputi :
(1) Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial,
moral, kultural, emosional, dan intelektual.
(2) Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta
didikdan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan
budaya.
(3) Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
(4) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
(5) Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang
mendidik
(6) Mengembangkan
kurikulum
yang
mendorong
keterlibatanpeserta didik dalam pembelajaran
(7) Merancang pembelajaran yang mendidik
(8) Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
(9) Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta
didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi:
(1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa.
(2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan
sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
(3) Mengevaluasi kinerja sendiri
(4) Mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
Kompetensi ini mencakup:
(1) Menguasai substansi bidang studi dan metodologi
keilmuannya.
(2) Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi.
(3) Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran.
(4) Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi.
(5) Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas.

Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dengan
kompetensi ini, guru diharapkan dapat:
(1) Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta
didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, dan masyarakat.
(2) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah
dan masyarakat.
(3) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat
lokal, regional, nasional, dan global.
(4) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT)
untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.
c) Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan merupakan usaha pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pasal 19 dari peraturan
pemerintah ini berbunyi sebagai berikut:
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan
kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Peraturan pemerintah tersebut mengindikasikan bahwa sekarang
pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran.
Usaha baik dari pemerintah ini harus ditindaklanjuti sehingga mutu
pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap
pembangunan Indonesia di masa mendatang. Tentunya, kerja keras
kita dalam menindaklanjuti usaha pemerintah ini baru dapat
dirasakan paling cepat dalam waktu 10 tahun mendatang.
Tantangan bagi kita adalah bagaimana mengimplementasikan UU
No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta PP 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan?
Secara umum mutu pendidikan di negeri ini masih rendah tercermin
dari pringkat hasil TIMSS dan indek pembangunan manusia yang
berada pada posisi di bawah peringkat negara-negara tetangga kita
di Asia Tenggara. Oleh karena itu, tantangan bagi kita adalah
bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini.
Mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan
pendidiknya. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen dan PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
merupakan acuan bagi pendidik profesional. Namun demikian,
untuk menjadi pendidik profesional diperlukan usaha yang sistemik
dan konsisten serta berkesinambungan dari pendidik itu sendiri dan
pengambil kebijakan. Melalui lesson study sangat dimungkinkan
meningkatkan keprofesionalan pendidik di Indonesia karena lesson
study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk
membangun komunitas belajar.
2. Pengertian Lesson Study
Pemerintah selalu melakukan usaha peningkatan mutu guru melalui
pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untukpelatihan guru.
Sayangnya usaha dari pemerintah ini kurang memberikan dampak yang
signifikan terhadap peningkatan mutu guru. Minimal ada dua hal yang
menyebabkan pelatihan guru belum berdampak pada peningkatan mutu
pendidikan. Pertama, pelatihan tidak berbasis pada permasalahan nyata di
dalam kelas. Materi pelatihan yang sama disampaikan kepada semua guru
tanpa mengenal daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah
belum tentu sama dengan sekolah di daerah lain. Kadang-kadang pelatih
menggunakan sumber dari literatur asing tanpa melakukan ujicoba terlebih
dahulu untuk kondisi di Indonesia. Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi
pengetahuan saja, tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau
kalaupun diterapkan hanya sekali, dua kali dan selanjutnya kembali
“seperti dulu lagi, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak ada kegiatan
monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak pernah
menanyakan hasil pelatihan. Selain itu, kepala sekolah tidak memfasilitasi
forum sharing pengalaman diantara guru-guru. Untuk mengatasi
kelemahan pelatihan konvensional yang kurang menekankan pada pasca
pelatihan maka buku ini menawarkan model in-service training yang lebih
berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta
permasalahan yang dihadapi masing-masing. Model tersebut adalah Lesson
Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsipprinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas
belajar. Dengan demikian, Lesson Study bukan metoda atau strategi
pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai
metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan
permasalahan yang dihadapi guru.
3. Tujuan Lesson Study
 Meningkatkan pengetahuan tentang materi ajar
 Meningkatkan pengetahuan tentang pembelajaran
 Meningkatkan kemampuan mengobservasi aktivitas belajar
 Meningkatkan hubungan kolegalitas
 Menguatkan hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari
dan tujuan jangka panjang yang harus dicapai
 Meningkatkan motivasi untuk selalu berkembang
 Meningkatkan kualitas perencanaan pembelajaran
4. Sejarah Perkembangan Lesson Study
a) Asal Mula Lesson Study
Lesson study sudah berkembang di Jepang sejak awal tahun 1900an.
Melalui kegiatan tersebut guru-guru di Jepang mengkaji pembelajaran
melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk
memotivasi siswa-siswanya aktif belajar mandiri. Lesson Study
merupakan terjemahan langsung dari bahasa Jepang jugyokenkyu, yang
berasal dari dua kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan
kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian. Dengan
demikian lesson study merupakan study atau penelitian atau pengkajian
terhadap pembelajaran. Lesson study dapat diselenggarakan oleh
kelompok guru-guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh
kelompok guru sebidang, semacam MGMP di Indonesia. Kelompok
guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson
study. Lesson study yang sangat popular di Jepang adalah lesson study
yang diselenggarakan oleh suatu sekolah dan dikenal sebagai
konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960an. Konaikenshu juga
dibentuk oleh dua kata yaitu konai yang berarti di sekolah dan kata
kenshu yang berarti training. Jadi istilah konaikenshu berarti school-based
in-service training atau inservice education within the school atau in-house
workshop. Pada tahun 1970an pemerintah Jepang merasakan manfaat
dari konaikenshu dan sejak itu pemerintah Jepang mendorong sekolahsekolah untuk melaksanakan konaikenshu dengan menyediakan
dukungan biaya dan insentif bagi sekolah yang melaksanakan
konaikenshu. Kebanyakan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
di Jepang melaksanakan konaikenshu. Walaupun pemerintah Jepang
telah menyediakan dukungan biaya bagi sekolah-sekolah untuk
melaksanakan konaikenshu tetapi kebanyakan sekolah melaksanakan
konaikenshu secara sukareka karena sekolah marasakan manfaatnya.
Salah satu situasi pembelajaran dalam rangka lesson study di Jepang
diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar Kegiatan Lesson Study di Jepang
Suasana pembelajaran matematika dalam rangka lesson study di SD
Hamanogo, Jepang tahun 2005. Kurang lebih 100 pengamat menghadiri
kegiatan lesson study ini. Pengamat berdatangan dari berbagai sekolah
SD atau SMP dari berbagai provinsi di Jepang.
Alasan mengapa lesson study menjadi popular di Jepang karena lesson
study sangat membantu guru-guru. Walaupun lesson study menyita
waktu tetapi guru-guru memperoleh manfaat yang sangat besar berupa
informasi berharga untuk meningkatkan keterampilan mengajar
mereka. Mutu kegiatan konaikenshu sangat bervariasi bergantung pada
kaliber leadership sekolah, mutu guru untuk membangun, mempererat
persabahatan diantara mereka, dan kemaunan mereka dalam
melaksanakan konaikenshu.
b) Perkembangan Lesson Study di dunia
The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS)
merupakan studi untuk membandingkan pencapaian hasil belajar
mathematika dan IPA kelas 8 (kelas 2 SMP). Penyebaran Lesson Study di
dunia pada tahun 1995 dilatarbelangi oleh TIMSS. Empat puluh satu
negara terlibat dalam TIMSS, Dua puluh dari empat puluh satu Negara
memperoleh skor rata-rata matematika yang signifikan lebih tinggi dari
Amerika Serikat. Negara-negara yang memperoleh skor matematika
yang lebih tinggi dari Amerika Serikat antara lain Singapura, Korea,
Jepang, Kanada, Francis, Australia, Hongaria, dan Ireland. Sementara
hanya 7 negara yang memperoleh skor matematika secara signifikan
lebih rendah dari Amerika Serikat, yaitu Lithuania, Cyprus, Portugal,
Iran, Kuwait, Colombia, dan Africa selatan. Posisi pencapaian belajar
matematika siswa-siswa SMP kelas 2 di Amerika Serikat membuat
negara itu melakukan studi banding pembelajaran matematika di
Jepang dan Jerman. Tim Amerika Serikat melakukan perekaman video
pembelajaran matematika di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat
untuk dilakukan analisis terhadap video pembelajaran tersebut. Pada
waktu itu, Tim Amerika Serikat menyadari bahwa Amerika Serikat
tidak memiliki sistem untuk melakukan peningkatan mutu
pembelajaran, sementara Jepang dan Jerman melakukan peningkatan
mutu pembelajaran secara berkelanjutan. Amerika Serikat selalu
melakukan reformasi tapi tidak selalu melakukan peningkatan mutu.
Selanjutnya ahli-ahli pendidikan Amerika Serikat belajar dari Jepang
tentang Lesson Study. Sekarang Lesson Study telah berkembang di
sekolah-sekolah di Amerika Serikat dan diyakini Lesson Study sangat
potensial untuk pengembangan keprofesionalan pendidik yang akan
berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, Lesson Study
juga telah berkembang di Australia.
c) Perkembangan Lesson Study di Indonesia
Lesson study berkembang di Indonesia melalui IMSTEP (Indonesia
Mathematics and Science Teacher Education Project) yang
diimplementasikan sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP yaitu IKIP
Bandung (sekarang bernama Universitas Pendidikan Indonesia, UPI),
IKIP Yogyakarta (sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta
UNY), dan IKIP Malang (sekarang bernama Universitas Negeri Malang
UM) bekerjasama dengan JICA (Japan Internatonal Cooperation
Agency). Tujuan umum dari IMSTEP adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan matematika dan IPA di Indonesia, sementara tujuan
khususnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika
dan IPA ditiga IKIP yaitu IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP
Malang. Pada permulaan implementasi IMSTEP, UPI, UNY, dan UM
berturut-turut bernama IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP
Malang.
Fase IMSTEP (1998 – 2003). Peningkatan mutu difokuskan pada
pendidikan pre- dan in-service di tiga Fakultas Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) dari IKIP Bandung, IKIP
Yogyakarta, dan IKIP Malang. Beberapa kegiatan dirancang untuk
mencapai tujuan tersebut antara lain melakukan revisi silabus program
pre- dan in-service, pengembangan buku ajar bersama 3 universitas,
pengembangan kegiatan praktikum, dan pengembangan teaching
materials. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut, pemerintah
Jepang melalui JICA memberikan dukungan berupa gedung beserta
fisilitasnya untuk IKIP Bandung sementara fasilitas laboratorium untuk
IKIP Yogyakarta dan IKIP Malang. Selain itu JICA memberi dukungan
dalam bentuk penyediaan tenaga ahli Jepang dan pelatihan di Jepang
bagi dosen UPI, UNY, dan UM. Sepuluh dosen UPI, UNY, dan UM
mengikuti pelatihan di Jepang setiap tahunnya untuk mengenal sistem
pendidikan di Jepang dan belajar mengembangkan digital teaching
materials. Tenaga ahli Jepang Prof. Dr. Kanzawa dan Mr. Higa
berturutturut bertindak sebagai chief adviser dan project coordinator pada
saat itu. Pada bulan Maret – April 2001, tim JICA dari Jepang
melakukan evaluasi tengah proyek (mid-term) untuk mengetahui
kemajuan dari IMSTEP. Hasil evaluasi JICA menunjukkan bahwa
IMSTEP berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan dapat dilanjutkan
untuk dua setengah tahun berikutnya dengan penyesuaian program
melalui penambahan kegiatan. Kegiatan yang ditambahkan pada
IMSTEP adalah kegiatan “Piloting”. Kegiatan piloting bertujuan untuk
mengembangkan pembelajaran inovatif matematika dan IPA di sekolah
secara kolaboratif antara guru-guru SMP/SMA dengan dosen-dosen
F(P)MIPA dari UPI, UNY, dan UM. Tenaga ahli Jepang yang ditugaskan
untuk perioda 2001- 2003 adalah Prof. Dr. Tokuda dan Mr. Nakatsu
yang berturut-turut bertindak sebagai chief adviser dan project coordinator
melanjutkan tugas Prof. Dr. Kanzawa dan Mr. Higa. Untuk kegiatan
piloting dipilih 4 sekolah (2 SMP dan 2 SMA) di masing masing kota di
Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Sekolah yang dipilih adalah
sekolah-sekolah yang berdekatan dengan kampus UPI, UNY, dan UM
yang mutunya pada tingkat sedang berdasarkan NEM tetapi sekolahsekolah tersebut memperlihatkan keingingan dan komitmen untuk
maju. Selanjutnya sekolah-sekolah tersebut menugaskan guru-guru
matematika, IPA Fisika, dan IPA Biologi untuk SMP sementara guru
matematika, fisika, biologi, dan kimia untuk SMA. Dosen-dosen dan
guru-guru sebidang studi melakukan beberapa kali workshop untuk
mendiskusikan permasalahan yang dihadapi guru-guru di sekolah dan
merancang model pembelajaran sebagai solusi terhadap permasalahan
yang ditemukan. Model pembelajaran yang dikembangkan berbasis
hands-on activity, daily life, dan local materials. Setelah teaching materials
yang dibuat dari bahan lokal tersebut diujicoba di laboratorium maka
model pembelajaran diujicoba di kelas oleh guru sementara dosen
menjadi pengamat. Guru beserta dosen telah mampu mengembangkan
teachin gmaterials yang terbuat dari bahan-bahan di sekitar siswa dan
melakukan pembelajaran berbasis hands-on activity dan daily life untuk
menjelaskan konsep matematika dan IPA sehingga siswa-siswa menjadi
senang belajar matematika dan IPA. Guru-guru yang terlibat piloting
menjadi termotivasi untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran dan
merasa dekat dengan dosen untuk memperoleh informasi ketika
menghadapi kesulitan dalam melakukan inovasi pembelajaran.
Sayangnya guru yang terlibat kegiatan piloting sangat terbatas pada
satu guru per bidang studi per sekolah sehingga diseminasi
pengalaman berharga dalam mengembangkan inovasi pembelajaran
kurang berjalan baik walaupun dalam satu sekolah, apalagi kepala
sekolah tidak terlibat langsung dalam kegiatan piloting. Biaya untuk
kegiatan piloting berasal dari dana pendamping yang dikelola pihak
universitas. Dosen dan guru memperoleh dana transportasi walaupun
jumlahnya sangat kecil. Pada bulan Juli 2003, tim dari JICA (Jepang)
melakukan evaluasi terhadap kinerja proyek dan berkunjung ke sekolah
menyaksikan kegiatan pembelajaran di sekolah. Tim JICA
menyimpulkan bahwa kegiatan piloting berbasis hands-on activity, daily
life, dan local materials sangat potensial untuk meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah. Selanjutnya tim JICA merekomendasikan
untuk melanjutkan Follow-up Program IMSTEP selama 2 tahun. Fase
Follow-up IMSTEP (2003–2005). FPMIPA UPI, FMIPA UNY, dan
FMIPA UM mengimplementasikan program Follow-up IMSTEP sejak
bulan Oktober 2003 sampai dengan September 2005 yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu in-service teacher training (pelatihan guru
dalam jabatan) dan mutu pendidikan calon guru (preservice teacher
training) dalam bidang matematika dan IPA di UPI, UNY, dan UM. Dr.
Eisuke SAITO dan Isamu KUBOKI berturut-turut sebagai chief adviser
dan coordinator membantu mengarahkan ketiga universitas
mengimplementasikan Follow-up IMSTEP. Melalui Program Follow-up
IMSTEP diharapkan dihasilkan model in-service teacher training
(pelatihan guru dalam jabatan) dan model pre-service teacher training
(pendidikan calon guru) dalam bidang MIPA.
Peningkatan mutu pendidikan MIPA akan dicapai manakala terjadi
kerjasama yang baik antara LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) penyelenggara pendidikan pre-service, sekolah piloting,
dan MGMP penyelenggara program inservice. LPTK dapat
menghasilkan calon guru yang bermutu setelah mendapat masukan
dari pengalaman nyata di sekolah dan LPTK memberikan masukan ke
sekolah piloting untuk melakukan intervensi terhadap siswa sehingga
siswa menjadi aktif belajar. MGMP merupakan forum untuk
mendiseminasikan hasil inovasi pembelajaran dan bersama LPTK
diharapkan dapat meningkatkan keprofesionalan guru. Kegiatan
piloting yang telah dirintis pada fase IMSTEP terus dikembangkan pada
fase Follow-up Program IMSTEP melalui kegiatan Lesson Study.
Pengiriman pelatihan singkat ke Jepang bagi dosen-dosen UPI, UNY,
dan UM pada fase Follow-up Program IMSTEP difokuskan pada tema
Lesson Study dan diharapkan mereka dapat mengembangkan Lesson
Study di Indonesia setelah selesai pelatihan di Jepang. Peserta pelatihan
yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan Lesson Study di
Indonesia antara lain Riandi (UPI), Rahayu (UM), Sumar Hendayana
(UPI), Harun Imansyah (UPI), Sukirman (UNY), Muchtar A. Karim
(UM), Siti Sriyati (UPI), Suratsih (UNY), dan Ridwan (UM). Kerjasama
antara 3 universitas (UPI, UNY, dan UM) dan sekolahsekolah piloting di
Bandung, Yogyakarta, dan Malang makin dipererat melalui perbaikan
beberapa kelemahan dari implementasi kegiatan piloting pembelajaran
di sekolah mitra. Tahap observasi dan refleksi dari kegiatan Lesson Study
(plan-do-see) diperbaiki. Strategi observasi pembelajaran diperbaiki pada
fase Follow-up IMSTEP. Sebagai contoh, siswa tidak terganggu dengan
adanya observer di dalam kelas karena observer tidak mengganggu siswa
belajar tetapi lebih konsentrasi pada observasi aktivitas siswa belajar.
Hal ini tercermin dari kegiatan refleksi setelah pembelajaran. Observer
lebih banyak mengomentari aktivitas siswa dari pada gurunya. Setelah
bertukar pengalaman dan pengarahan dalam fase Follow-up IMSTEP
maka terjadi peningkatan kesadaran dalam melakukan observasi
pembelajaran, sekarang observer lebih suka mengambil posisi di
samping kiri dan kanan ruang kelas untuk melakukan observasi
pembelajaran. Ketika fase IMSTEP, tahap refleksi kurang mendapat
penekanan, kadang-kadang tahap ini dilakukan pada hari lain sehingga
sebagian informasi pengamatan kelas terlupakan oleh observer. Ketika
fase Follow-up, tahap refleksi dilakukan langsung setelah pebelajaran
untuk mendiskusikan hasil pembelajaran dan bertukar pengalaman
tentang lesson learnt yang diperoleh para observer. Selain itu, dilakukan
diseminasi pengalaman berharga dari kegiatan piloting kepada MGMP
melalui workshop dan uji coba pembelajaran berbasis hands-on activity,
daily life, dan local materials dalam rangka kegiatan Lesson Study di
MGMP Matematika dan IPA SMP di Bandung, Yogyakarta, dan
Malang. Kegiatan Lesson Study pada MGMP mendapat sambutan baik
dari guru-guru terutama guru-guru model. Guru model merasakan
manfaat dari kegiatan Lesson Study, mereka menjadi lebih percaya diri
dalam mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah tingkat
nasional. Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan Lesson Study maka
dilakukan pendekatan oleh pimpinan fakultas di 3 universitas. Dalam
kasus di Bandung, pimpinan FPMIPA UPI bersilaturrahmi dengan
kepala kepala sekolah piloting yang kebetulan baru terjadi pergantian
kepala sekolah untuk berdiskusi tentang keberlanjutan dari kegiatan
kerjasama antara sekolah dan FPMIPA UPI. Diskusi terfokus pada
resource sharing artinya pimpinan FPMIPA UPI menyediakan nara
sumber termasuk kebutuhannya sementara sekolah piloting mendorong
guru-guru termasuk kebutuhannya untuk berkolaborasi. Selain itu
pimpinan FPMIPA UPI meminta kepala sekolah terlibat dan melibatkan
guru-guru lain dalam observasi dan refleksi pembelajaran. Ajakan
pimpinan FPMIPA UPI disambut baik untuk keberlanjutan kerjasama
dalam melaksanakan kegiatan Lesson Study di sekolah-sekolah piloting.
Sebagai wujud keberlanjutan program kerjasama tersebut, kepala
sekolah memfasilitasi kegiatan Lesson Study dengan memberdayakan
MGMP di sekolah tersebut dan melaksanakan kegiatan Lesson Study
secara bergilir dari mata pelajaran ke mata pelajaran lain. Kepala
sekolah juga terlibat dalam kegiatan observasi pembelajaran dan
memandu diskusi untuk merefleksi pembelajaran. Sekarang kegiatan
Lesson Study bukan milik guru MIPA saja tetapi guru non-MIPA pun
melakukan kegiatan Lesson Study. Sebagai contoh, SMAN 9 Bandung
telah melaksanakan kegiatan Lesson Study Biology, PPKn, Sosiologi, dan
Bahasa Indonesia pada semester genap 2005/2006. Pembicaraan tentang
keberlanjutan program kerjasama dalam kegiatan Lesson Study juga
dilakukan dengan pengurus MGMP matematika dan IPA SMP kota
Bandung. Sebagai tindak lanjut, beberapa workshop tentang Lesson
Study telah dilaksanakan untuk MGMP wilayah tenggara, wilayah
timur, dan wilayah barat kota Bandung. MGMP IPA SMP wilayah barat
kota Bandung telah menindaklanjuti workshop Lesson Study tersebut
dengan persiapan perancangan dan pengembangan model
pembelajaran berbasis handson activity, daily life, dan local materials.
Selanjutnya MGMP IPA SMP wilayah barat kota Bandung pada
semester genap 2005/2006 telah mengimplementasikan model
pembelajaran tersebut di SMP Miftahul Iman, SMPN 12 Bandung, SMP
Labschool UPI, SMPN 29 Bandung, dan SMP YWKA. Lesson study
berasal dari Jepang yang dimanfaatkan untuk meningkatkan
keprofesionalan guru. Keberhasilan Jepang dalam pendidikan membuat
pakar pendidikan di Amerika Serikat dan negaranegara Eropa serta
Australia belajar lesson study dari Jepang. Kalau negara-negara maju
belajar dari Jepang, mengapa kita tidak? Walau demikian, lesson study
yang berkembang di Indonesia tidak begitu saja mengadopsi konsep
lesson study dari Jepang, akan tetapi melalui pengkajian dan ujicoba di
sekolah-sekolah piloting sejak tahun 2001 melalui Program Kerjasama
Teknis IMSTEP-JICA di UPI, UNY, dan UM. Untuk memperoleh model
sosialisasi lesson study pada tingkat yang lebih luas, saat ini sedang
dilakukan piloting lesson study di tiga kabupaten yaitu Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Pasuruan. Piloting ini
melibatkan seluruh guru Matematika dan IPA SMP dan MTs.
5. Desain Lesson Study
Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan),
Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata
lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan
yang tak pernah berakhir (continous improvement). Skema kegiatan Lesson
Study diperlihatkan pada Gambar berikut.
Gambar Skema kegiatan Lesson Study
Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk
merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat
pada siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi
dilakukan bersama, beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru
dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide.
Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam
pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, bagaimana
menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa pedagogi
tentang metoda pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif
dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan
fasilitas pembelajaran. Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam
rancangan pembelajaran atau lesson plan, teaching materials berupa media
pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metoda evaluasi. Teaching
materials yang telah dirancang perlu diujicoba sebelum diterapkan di
dalam kelas. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali pertemuan
(2 – 3 kali) agar lebih mantap. Pertemuan-pertemuan yang sering
dilakukan dalam workshop antara guru-guru dan dosen-dosen dalam
rangka perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas
antara guru dengan guru, dosen dengan guru, dosen dengan dosen,
sehingga dosen tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih
rendah. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui
kegiatankegiatan pertemuan dalam rangka Lesson Study ini terbentuk
mutual learning (saling belajar).
Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran
untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam
perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan
mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang akan menjadi tuan
rumah. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas model
pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain dari sekolah yang
bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak sebagai pengamat (observer)
pembelajaran. Juga dosen-dosen atau mahasiswa melakukan pengamatan
dalam pembelajaran tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan
pembelajaran dan memandu kegiatan ini. Sebelum pembelajaran dimulai
sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk
menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang
guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung
pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati
aktivitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada
interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, dan siswa-lingkungan
yang terkait dengan 4 kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang
guru dan dosen.
Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para pengamat
sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil
tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas
siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam
ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan baik.
Selama
pembelajaran berlangsung para pengamat tidak boleh berbicara dengan
sesama pengamat dan tidak menganggu aktifitas dan konsentrasi siswa.
Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran
melalui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan
bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas
disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar
dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk
mengevaluasi guru.
Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah
selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan
pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk
untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi dengan
menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran.
Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt
dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas siswa. Tentunya,
kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan
pembelajran. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari
pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan
masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran
berikutnya. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan
Lesson Study harus memperoleh lesson learnt dengan demikian kita
membangun komunitas belajar melalui Lesson Study.
6. Karakteristik Lesson Study
Lesson study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif
pelaksanaan idealnya datang dari Kepala Sekolah bersama guru. Tipe
lesson study yang berkembang ada dua tipe yaitu:
a) Lesson Study berbasis sekolah
Jika lesson study yang dikembangkan berbasis sekolah, maka orangorang yang melakukannya adalah semua guru dari berbagai bidang
studi di sekolah tersebut serta Kepala Sekolah. Lesson study dengan tipe
seperti ini dilaksanakan dengan tujuan utama untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut semua bidang studi
yang diajarkan. Karena kegiatan lesson study meliputi perencanaan,
pelaksanaan, dan refleksi, maka setiap guru terlibat secara aktif dalam
ketiga kegiatan tersebut. Dalam setiap langkah dari kegiatan lesson study
tersebut, guru memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi
masalah pembelajaran, mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa
dilakukan, memilih alternatif model pembelajaran yang akan
digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji kelebihan dan
kekurangan alternatif model pembelajaran yang dipilih, melaksanakan
pembelajaran, mengobservasi proses pembelajaran, mengidentifikasi
hal-hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa di kelas,
melakukan refleksi secara bersama-sama atas hasil observasi kelas, serta
mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk
kepentingan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran
lainnya. Walaupun lesson study tipe ini secara umum hanya melibatkan
warga sekolah yang
bersangkutan, dalam pelaksanaannya
dimungkinkan untuk melibatkan fihak luar, misalnya para ahli dari
universitas atau undangan yang diperlukan karena kedudukannya.
b) Lesson study berbasis MGMP / Bidang Studi
Lesson study juga bisa dilaksanakan dengan berbasiskan MGMP (bidang
studi). Sebagai contoh, sekelompok guru matematika di suatu wilayah
bersepakat untuk melakukan lesson study guna meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar matematika di wilayah tersebut. Karena
kelompok guru matematika tersebut berasal dari beberapa sekolah,
maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara bergiliran dari satu
sekolah ke sekolah lain. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan
dalam lesson study tipe ini pada dasarnya sama dengan tipe yang
diuraikan sebelumnya. Perbedaannnya hanya pada anggota komunitas
yang datang dari berbagai sekolah dengan spesialisasi yang sama.
Dengan demikian, lesson study tipe ini anggota komunitasnya bisa
mencakup satu wilayah (misalnya satu wilayah MGMP), satu
kabupaten, atau lebih luas lagi. Pada tahapan perencanaan, anggota
komunitasnya selain guru-guru sebidang dari sekolah yang berbedabeda, dimungkinkan pula datang dari fihak lain misalnya universitas.
Sementara pada tahapan implementasi pembelajaran dan refleksi,
anggota komunitasnya dimungkinkan untuk sangat beragam termasuk
guru-guru dari bidang studi berbeda. Jika kita perhatikan secara
seksama, kedua tipe lesson study di atas pada dasarnya melibatkan
sekelompok orang yang melakukan perencanaan, implementasi, dan
refleksi pasca pembelajaran secara bersama-sama sehingga membentuk
suatu komunitas belajar yang secara sinergis diharapkan mampu
menciptakan
terobosan-terobosan
baru
dalam
menciptakan
pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota
komunitas yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan selfdevelopment sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang
bersama-sama dengan anggota komunitas belajar lainnya
7. Tahap-tahap Pelaksanaan Lesson Study
a) Persiapan Lesson Study (Plan)
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada
dasarnya meliputi tiga bagian kegiatan yakni perencanaan,
implementasi, dan refleksi. Untuk mempersiapkan sebuah lesson study
hal pertama yang sangat penting adalah melakukan persiapan. Tahap
awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi masalah
pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching materials (hands on),
strategi pembelajaran, dan siapa yang akan berperan menjadi guru.
Materi ajar yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan kurikulum
yang berlaku serta program yang sedang berjalan di sekolah. Analisis
mendalam tentang materi ajar dan hands on yang dipilih perlu
dilakukan secara bersama-sama untuk memperoleh alternatif terbaik
yang dapat mendorong proses belajar siswa secara optimal. Pada
tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan kedalaman materi
yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar
belakang pengetahuan dan kemampuan siswa, kompetensi yang akan
dikembangkan, serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan
dalam kaitannya dengan materi terkait. Dalam kaitannya dengan materi
ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji kemungkinan-kemungkinan
respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat
penting dilakukan terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang
tidak terduga. Jika materi ajar yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi
siswa, maka kemungkinan alternatif intervensi guru untuk
menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa perlu dipersiapkan
secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi ajar yang dirancang
terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang bersifat
pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum
implementasi pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan
yang mantap sehingga proses pembelajaran yang terjadi pada saat
lesson study dilaksanakan mampu mengoptimalkan proses dan hasil
belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 4.1 di bawah ini
memperlihatkan sekelompok guru bersama beberapa orang dosen
sedang melakukan diskusi untuk mempersiapkan sebuah lesson study.
Selain aspek materi ajar, guru secara berkelompok perlu mendiskusikan
strategi pembelajaran yang akan digunakan yakni meliputi
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Analisis kegiatan
tersebut dapat dimulai dengan mengungkapkan pengalaman masingmasing dalam mengajarkan materi yang sama. Berdasarkan analisis
pengalaman tersebut selanjutnya dapat dikembangkan strategi baru
yang diperkirakan dapat menghasilkan proses belajar siswa yang
optimal. Strategi pembelajaran yang dipilih antara lain dapat meliputi
bagaimana melakukan pendahuluan agar siswa termotivasi untuk
melakukan proses belajar secara aktif; aktivitas-aktivitas belajar
bagaimana yang diharapkan dilakukan siswa pada kegiatan inti
pembelajaran; bagaimana rancangan interaksi antara siswa dengan
materi ajar, interaksi antar siswa, serta interaksi antara siswa dengan
guru; bagaimana proses pertukaran hasil belajar (sharing) antar siswa
atau antar kelompok harus dilakukan; bagaimana strategi intervensi
guru pada level kelas, kelompok, dan individu; serta bagaimana
aktivitas yang dilakukan siswa pada bagian akhir pembelajaran. Agar
proses pembelajaran dapat berjalan secara mulus, maka rangkaian
aktivitas dari awal sampai akhir pembelajaran perlu diperhitungkan
secara cermat termasuk alokasi waktu yang tersedia. Selain
mempersiapkan materi ajar dan strategi pembelajarannya, tidak kalah
penting untuk mempersiapkan fihak-fihak yang perlu diundang untuk
menjadi observer dalam implementasi pembelajaran yang dilanjutkan
dengan kegiatan refleksi. Disamping kelompok guru sebidang, dalam
pelaksanaan lesson study tidak tertutup kemungkinan untuk
mengundang guru-guru mata pelajaran lain, Kepala Sekolah, ahli
pendidikan bidang studi atau ahli bidang studi terkait, para pejabat
yang berkepentingan, atau masyarakat pemerhati pendidikan.
Kehadiran Kepala Sekolah dalam suatu lesson study sangatlah penting
karena informasi yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kelas
dan refleksi pasca pembelajaran dapat menjadi masukan berharga bagi
peningkatan kualitas sekolah secara keseluruhan. Keragaman observer
yang hadir dalam kegiatan lesson study sangat menguntungkan karena
latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda dapat menghasilkan
pandangan beragam sehingga bisa memperkaya pengetahuan para
guru.
b) Pelaksanaan Pembelajaran dalam Lesson Study (Do)
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, perlu dilakukan
pertemuan singkat (briefing) yang dipimpin oleh Kepala Sekolah. Pada
pertemuan ini, setelah Kepala Sekolah menjelaskan secara umum
kegiatan lesson study yang akan dilakukan, selanjutnya guru yang
bertugas untuk melaksanakan pembelajaran hari itu diberi kesempatan
mengemukakan rencananya secara singkat. Informasi ini sangat penting
bagi para observer terutama untuk merancang rencana observasi yang
akan dilakukan di kelas. Selesai guru menyampaikan penjelasan,
selanjutnya Kepala Sekolah mengingatkan kepada para observer untuk
tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. Observer
dipersilahkan untuk memilih tempat strategis sesuai rencana
pengamatannya masing-masing. Setelah acara briefing singkat
dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas sebagai pengajar melakukan
proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Walaupun pada saat
pembelajaran hadir sejumlah observer, guru hendaknya dapat
melaksanakan proses pembelajaran sealamiah mungkin. Berdasarkan
pengalaman lesson study yang sudah dilakukan, proses pembelajaran
dapat berjalan secara alamiah. Hal ini dapat terjadi karena observer
tidak melakukan intervensi apapun terhadap siswa. Mereka biasanya
hanya melakukan pengamatan sesuai dengan fokus perhatiannya
masing-masing. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas berikut
akan diuraikan contoh pelaksanaan pembelajaran dalam suatu lesson
study yang dilakukan di SMPN 1 Lembang. Sebelum pelaksanaan
pembelajaran, Kepala Sekolah memberikan penjelasan singkat tentang
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Pada saat itu dijelaskan
bahwa materi yang akan dipelajari siswa adalah tentang luas lingkaran
yang harus diturunkan rumusnya melalui kegiatan eksplorasi.
Pertemuan Singkat Sebelum Pembelajaran Awal pembelajaran dimulai
dengan penjelasan singkat tentang materi yang akan dipelajari hari itu
serta rangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Untuk menarik perhatian siswa, guru
memperlihatkan benda-benda yang ada disekitar siswa yang bagiannya
berbentuk lingkaran. Kemudian guru mengajukan sebuah pertanyaan
“Tahukah kamu cara menemukan atau menurunkan rumus luas daerah
lingkaran?” Setelah guru mengajukan pertanyaan tersebut, selanjutnya
dijelaskan bahwa secara berkelompok siswa diharapkan dapat
menemukan rumus luas daerah lingkaran dengan menggunakan
pendekatan luas daerah bangun geometri yang sudah diketahui.
Cara Melakukan Observasi dalam Lesson Study
Agar proses observasi dalam pembelajaran dari suatu lesson study dapat
berjalan dengan baik, maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan
baik oleh guru maupun observer sebelum proses pembelajaran dimulai.
Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru dapat memberikan
gambaran secara umum apa yang akan terjadi di kelas yakni meliputi
informasi tentang rencana pembelajaran, tujuannya apa, bagaimana
hubungan materi ajar hari itu dengan mata pelajaran secara umum,
bagaimana kedudukan materi ajar dalam kurikulum yang berlaku, dan
kemungkinan respon siswa yang diperkirakan. Selain itu observer juga
perlu diberikan informasi tentang lembar kerja siswa dan peta posisi
tempat duduk yang menggambarkan seting kelas yang digunakan.
Akan lebih baik jika peta posisi tempat duduk tersebut dilengkapi
dengan nama-nama siswa secara lengkap. Dengan memiliki gambaran
yang lengkap tentang pembelajaran yang akan dilakukan, maka
seorang observer dapat menetapkan apa yang akan dilakukan di kelas
pada saat melakukan pengamatan. Sebagai contoh, seorang observer
dapat memfokuskan perhatiannya pada siswa tertentu yang penting
untuk diamati misalnya karena alasan tingkat kemampuannya
dibandingkan siswa lain atau ada hal khusus yang penting untuk
diamati. Observer lain mungkin tertarik dengan cara siswa berinteraksi
dengan temannya dalam kelompok, cara mengkomunikasikan ide baik
dalam kelompok atau kelas, atau cara mengajukan argumentasi atas
solusi dari masalah yang diberikan. Ada juga observer yang mungkin
tertarik dengan respon siswa pada saat mengalami kesulitan dan
memperoleh intervensi dari guru. Fokus observasi pada
pelaksanaannya akan sangat beragam tergantung pada minat serta
tujuannya masing-masing. Semakin beragam target yang menjadi fokus
observasi, maka semakin lengkaplah informasi yang bisa digali,
dianalisis, dan diungkap pada saat dilakukan refleksi. Jika akan
dilakukan rekaman video, tentukan siapa yang akan melakukannya,
pilih tempat strategis untuk melakukan pengambilan gambar yang
meliputi aktivitas siswa dan guru, dan pastikan bahwa rekaman video
yang dibuat menggambarkan seluruh proses pembelajaran secara utuh.
Rekaman video ini sangat penting sebagai bagian dari dokumentasi
yang sewaktu-waktu dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
melakukan diskusi pengembangan lesson study atau diskusi masalahmasalah pembelajaran secara umum. Untuk mengantisipasi
kemungkinan banyaknya observer yang datang, kelas sebaiknya ditata
sedemikian rupa sehingga mobilitas siswa, guru, dan observer dapat
berlangsung secara nyaman dan mudah. Pada saat melakukan
observasi, disarankan untuk melakukan beberapa hal berikut:
 Membuat catatan tentang komentar atau diskusi yang dilakukan
siswa serta jangan lupa menuliskan nama atau posisi tempat duduk
siswa.
 Membuat catatan tentang situasi dimana siswa melakukan kerjasama
atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama.
 Mencari contoh-contoh bagaimana terjadinya proses konstruksi
pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan
siswa.
 Membuat catatan tentang variasi metoda penyelesaian masalah dari
siswa secara individual atau kelompok siswa, termasuk strategi
penyelesaian yang salah. Selain membuat catatan tentang beberapa
hal penting mengenai aktivitas belajar siswa, seorang observer
selama melakukan pengamatan perlu mempertimbangkan atau
berpedoman pada sejumlah pertanyaan berikut:
 Apakah tujuan pembelajaran sudah jelas? Apakah aktivitas yang
dikembangkan berkontribusi secara efektif pada pencapaian tujuan
tersebut?
 Apakah langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan
berkaitan satu dengan lainnya? Dan apakah hal tersebut mendukung
pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari?
 Apakah hands-on atau teaching material yang digunakan mendukung
pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan?
 Apakah diskusi kelas yang dilakukan membantu pemahaman siswa
tentang konsep yang dipelajari?
 Apakah materi ajar yang dikembangkan guru sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa?
 Apakah siswa menggunakan pengetahuan awalnya atau
pengetahuan sebelumnya untuk memahami konsep baru yang
dipelajari?
 Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat
mendorong dan memfasilitasi cara berpikir siswa?
 Apakah gagasan siswa dihargai dan dikaitkan dengan materi yang
sedang dipelajari?
 Apakah kesimpulan akhir yang diajukan didasarkan pada pendapat
siswa?
 Apakah kesimpulan yang diajukan sesuai dengan tujuan
pembelajaran?
 Bagaimana guru memberi penguatan capaian hasil belajar siswa
selama pembelajaran berlangsung?

c) Kegiatan Refleksi (See)
Kegiatan refleksi harus dilaksanakan segera setelah selesai
pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar setiap kejadian yang diamati
dan dijadikan bukti pada saat mengajukan pendapat atau saran terjaga
akurasinya karena setiap orang dipastikan masih bisa mengingat
dengan baik rangkaian aktivitas yang dilakukan di kelas. Dalam
kegiatan ini paling tidak ada tiga orang yang harus duduk di depan
yaitu Kepala Sekolah, Guru yang melakukan pembelajaran, dan tenaga
ahli yang biasanya datang dari Perguruan Tinggi. Dalam acara ini,
Kepala Sekolah bertindak sebagai fasilitator atau pemandu diskusi.
Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam refleksi adalah
sebagai berikut:
 Fasilitator memperkenalkan peserta refleksi yang ada di ruangan
sambil menyebutkan masing-masing bidang keahliannya.
 Fasilitator menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang akan
dilakukan (sekitar 2 menit).
 Fasilitator menjelaskan aturan main tentang cara memberikan
komentar atau mengajukan umpan balik. Aturan tersebut meliputi
tiga hal berikut: (1) Selama diskusi berlangsung, hanya satu orang
yang berbicara (tidak ada yang berbicara secara bersamaan), (2)
Setiap peserta diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk
berbicara, dan (3) Pada saat mengajukan pendapat, observer harus
mengajukan bukti-bukti hasil pengamatan sebagai dasar dari
pendapat yang diajukannya (tidak berbicara berdasarkan opini).
 Guru yang melakukan pembelajaran diberi kesempatan untuk
berbicara paling awal, yakni mengomentari tentang proses
pembelajaran yang telah dilakukannya. Pada kesempatan itu, guru
tersebut harus mengemukakan apa yang telah terjadi di kelas yakni
kejadian apa yang sesuai harapan, kejadian apa yang tidak sesuai
harapan, dan apa yang berubah dari rencana semula. (15 sampai 20
menit).
 Berikutnya perwakilan guru yang menjadi anggota kelompok pada
saat pengembangan rencana pembelajaran diberi kesempatan untuk
memberikan komentar tambahan.
 Fasilitator memberi kesempatan kepada setiap observer untuk
mengajukan pendapatnya. Pada kesempatan ini tiap observer
memiliki peluang yang sama untuk mengajukan pendapatnya.
 Setelah masukan-masukan yang dikemukakan observer dianggap
cukup, selanjutnya fasilitator mempersilahkan tenaga ahli untuk
merangkum atau menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan.
 Fasilitator berterimakasih kepada seluruh partisipan dan
mengumumkan kegiatan lesson study berikutnya.
8. Evaluasi Kegiatan Lesson Study
Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang
mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning
community) yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik
pada level individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum.
Pengetahuan yang dibangun melalui lesson study dapat menjadi modal
sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing masing fihak
yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam observasi
sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan
dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya,
bahan ajar eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong
kreativitas siswa sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi
baru yang bersifat orisinal. Berdasarkan pengalaman ini dia akan berusaha
mencoba menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran di
sekolahnya. Seorang observer dari salah satu negara Afrika, pada saat
kegiatan refleksi menyatakan kekagumannya pada cara guru
mengembangkan pola interaksi antar siswa dalam kelompok. Menurut
pengamatannya pola kerjasama kelompok seperti yang dia lihat dalam
pembelajaran telah berhasil menciptakan peluang untuk terjadinya sharing
pengetahuan dan saling tolong-menolong, sehingga siswa yang memiliki
kemampuan kurang sekalipun menjadi sangat terbantu oleh temantemannya. Berdasarkan proses pembelajaran yang diamati di kelas, dia
menyatakan memperoleh pelajaran berharga yang bisa menjadi masukan
untuk meningkatkan kualitas proses pendidikan di negaranya. Seorang
Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara
intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat
potensial mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik.
Siswa ternyata menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk
menunjukkan potensinya masing-masing pada saat lesson study dilakukan.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut mampu menjadi dorongan
untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guru-guru lain
yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk
mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti dia
terdorong untuk melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya
sehingga proses pembelajaran yang dikembangkan kadang-kadang sangat
diluar dugaan bahkan sangat inovatif. Seorang dosen, setelah beberapa
kali mengikuti kegiatan lesson study juga mengaku mulai terpengaruh
untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal positif yang dia
dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang me njadi
tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak
lain untuk mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa
calon guru di fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson
study bersama guru-guru di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu
kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta Program Pengalaman
Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson study.
C. Pengembangan Silabus dan RPP
Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran
1. Pengembangan Silabus dan Penyusunan RPP
Penyusunan Silabus dan RPP merupakan satu indikator dari standar
proses pendidikan yang ditetapkan dalam PerMenDikNas Nomor 41
Tahun 2007. Silabus dan RPP merupakan dokumen guru dalam
merencanakan pembelajaran. Kedua dokumen ini untuk setiap satuan
pendidikan dapat berbeda pada indikator, pengalaman belajar atau
komponen lainnya.
Oleh karena itu ditetapkan standar minimal
penyusunannya di dalam peraturan tersebut. Walau demikian dasar teori
keduanya perlu Anda pahami untuk membentuk pola pikir dan perilaku
berkarya.
a) Desain Sistem Pembelajaran
Dasar teori dalam pengembangan Silabus dan penyusunan RPP adalah
Desain Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran dalam
kawasan Teknologi Pendidikan merupakan salah satu solusi mengatasi
masalah belajar bertujuan, dimana guru sengaja menyediakan kondisi
eksternal melalui perencanaan pembelajaran.
Desain sistem pembelajaran memberikan bantuan untuk mencapai
tujuan belajar yang harus diselesaikan oleh peserta didik, dengan jalan
mengembangkan
komponen-komponen
pembelajaran
untuk
memudahkan belajar peserta didik. Untuk memahami apa dan
bagaimana desain sistem pembelajaran, maka Anda harus mengetahui
terlebih dahulu sistem pembelajaran.
Pembelajaran sebagai sebuah sistem dikenal dengan sebutan sistem
pembelajaran, yang menggambarkan sebuah proses yang terdiri dari
komponen-komponen pembelajaran saling berinteraksi satu dengan
lainnya untuk mencapai tujuan.
Contoh: Sistem pembelajaran di kelas
Proses Pembelajaran
Input
Siswa






Ruangan kelas
Media
Silabus, RPP
Guru
Bahan Ajar
Evaluasi
Input
Lulusan
Umpan Balik
Gambar Interaksi Sistem Pembelajaran di Kelas
Berdasarkan contoh tersebut, maka Silabus dan RPP merupakan subsistem
pembelajaran.
Untuk mengembangkan Silabus dan menyusun RPP, maka keduanya
harus di pandang sebagai sistem. Oleh sebab itu perlu diketahui apa yang
disebut pendekatan sistem. Menurut Dick Carey (2005, p. 367) yang
dikutip oleh Benny A. Pribadi (2009, p. 27-28), pendekatan sistem adalah
sebuah prosedur yang digunakan oleh perancang desain sistem
pembelajaran untuk menciptakan sebuah pembelajaran secara sistemik
dan sistematik.
Secara sistemik yaitu cara pandang yang menganggap sebagai satu
kesatuan yang utuh dengan komponen-komponen yang berinterfungsi.
Secara sistematik merujuk pada upaya melakukan tindakan terarah
langkah demi langkah.
Pendekatan sistem ini dapat memberi keuntungan kepada perancang
pembelajaran yaitu:
 Perancang akan memusatkan perhatian pada tujuan pembelajaran yang
akan dicapai. Setiap langkah yang dilakukan dalam sebuah sistem akan
diasahkan pada upaya untuk mencapai tujuan.
Contoh:
Jika guru sudah mengidentifikasi standar kompetensi, maka kompetensi
dasar, materi, strategi, evaluasi diarahkan untuk mencapai standar
kompetensi.
 Perancang pembelajaran akan mampu melihat keterkaitan antar sub
sistem atau komponen dalam sebuah sistem, melalui mekanisme
umpan balik sehingga dapat dilakukan revisi.
Contoh :
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
U
M
Indikator
Materi Pembelajaran
P
A
N
B
Langkah Pembelajaran / Strategi
Metode Pembelajaran
Media / Sumber
A
L
I
K
Evaluasi Hasil Belajar
Gambar RPP sebagai system
Pembelajaran sebagai sistem dan pendekatan sistem merupakan prinsip
dalam memahami Silabus dan RPP sebagai sebuah sistem. Perancangan
Silabus dan RPP merupakan proses yang dilakukan sebelum tindakan atau
pelaksanaan pembelajaran. Proses ini dalam Teknologi Pendidikan disebut
Desain Sistem Pembelajaran. Pada dasarnya prosesnya sama dengan
melihat sub sistem sebagai bagian dari sistem, mengidentifikasi fungsi dan
kaitan antar sub sistem, mensintesis sub sistem menjadi satu kesatuan.
Dengan demikian desain sistem pembelajaran merupakan proses
rancangan pembelajaran secara sistematik dan menyeluruh.
Desain sistem pembelajaran sebagai proses rancangan pembelajaran secara
sistematik dan menyeluruh, biasanya digambarkan dalam bentuk model
yang dipersentasikan dalam bentuk grafis atau flowchart. Dengan
demikian desain sistem pembelajaran menggambarkan langkah-langkah
atau prosedur yang harus ditempuh untuk menciptakan pembelajaran.
Terdapat beberapa model desain sistem pembelajaran, yaitu berorientasi
kelas, berorientasi produk dan berorientasi sistem.
Pengembangan Silabus dan penyusunan RPP, didasarkan pada model
desain sistem pembelajaran berorientasi kelas. Model ini ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan para guru dan siswa, dan dapat diaplikasikan mulai
dari jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Asumsi model ini
adalah adanya sejumlah aktivitas yang akan diselenggarakan di dalam
kelas dengan waktu belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Guru,
murid, kurikulum dan fasilitas tertentu telah tersedia sebelumnya. Di sini
guru bukan merancang pembelajaran yang sama sekali baru, karena
standar kompetensi dan kompetensi dasar telah dirumuskan dalam
standar isi.
Model desain sistem pembelajaran berorientasi kelas antara lain model
Gerlach dan Ely (1980) seperti dikutip oleh Toeti Sokemato (1993, h. 18-21)
langkah-langkah model desain sistem pembelajaran Gerlach dan Ely
adalah sebagai berikut:
 Langkah pertama, penyusunan tujuan belajar dan penentuan materi.
 Langkah kedua, penilaian perilaku awal siswa berdasarkan tujuan
belajar dan materi yang telah ditetapkan. Langkah ini dikenal dengan
sebutan pre tes.
 Langkah ketiga, menentukan strategi (metode), mengatur
pengelompokkan siswa, mengalokasikan waktu, menentukan tempat
atau ruangan dan memilih sumber belajar. Dilaksanakan secara
simultan berdasarkan langkah-langkah pertama dan kedua.
 Langkah keempat, evaluasi hasil belajar berdasarkan tujuan belajar
yang telah ditentukan.
 Langkah keenam, umpan balik setelah rancangan pembelajaran
diimplikasikan di kelas.
Secara visual model desain sistem pembelajaran Gerlach dan Ely
digambarkan seperti di bawah ini.
Penentuan
Strategi
Pengaturan
Kelompok
Penentuan
Materi
Penilaian
Perilaku Awal
Penyusunan
Tujuan Belajar
Alokasi
Waktu
Alokasi
Tempat
Evaluasi Hasil
Belajar
Pemilihan Sumber
Belajar
Analisis
Umpan Balik
Gambar Model DSP Gerlach dan Ely
Model pengembangan Silabus dan penyusunan RPP, tidak digambarkan
dalam bentuk visual melainkan dalam bentuk langkah-langkah atau
prosedur yang harus ditempuh. Prosedur pengembangan Silabus dan
penyusunan RPP didasarkan minimal harus ada 4 komponen yaitu tujuan
pembelajaran, materi, strategi dan evaluasi.
Desain sistem pembelajaran Silabus dan RPP oleh teori ilmiah dengan
harapan produk yang dibuat guru realistik. Beberapa teori ilmiah itu
adalah sebagai berikut.
1) Sistem
Desain sistem pembelajaran disusun dengan menerapkan pendekatan
sistem, di mana setiap komponen berinteraksi dengan komponen
lainnya dan saling ketergantungan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Teori ini berimplikasi kepada setiap komponen
pembelajaran harus dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan
pembelajaran. Apabila satu komponen tidak dikembangkan dengan
baik (konsisten dan memadai) akan mengakibatkan kualitas akan
menjadi rendah dan pengimplementasian di lapangan terganggu.
Implikasi lain adalah melalui pendekatan sistem ini adalah setiap
komponen dapat segera diperoleh umpan balik dapat direvisi setiap
saat. Hal ini tampak dalam model sistem dari Filbeck yang menjelaskan
bahwa sub sistem (komponen sistem) saling berhubungan atau
berintegrasi dalam menjalankan fungsinya.
Sebagai contoh dikemukakan adanya sistem dalam perencanaan
pembelajaran, tampak dalam model berikut ini.
Gambar Sistem Perencanaan Pembelajaran
2) Analisis Peserta Didik
Paradigma pembelajaran pada saat ini telah bergeser dari guru kepada
siswa (learned oriented). Konsekuensi paradigma ini, perencanaan harus
disusun atas dasar kebutuhan siswa. Sebagai contoh adalah: (a) siswa
dengan karakteristik gaya belajarnya berimplikasi kepada pemilihan
media, (b) siswa dengan karakteristik perkembangan kognitif
berimplikasi kepada penentuan metode pembelajaran, dan (c) siswa
memiliki karakteristik kemampuan awal berimplikasi pada penguasaan
kompetensi dasar satu, sehingga materi pelajaran akan dimulai dengan
pencapaian kompetensi dasar kedua. Konsep ini sejalan dengan
Mollenda, yang mengontrol kondisi internal siswa adalah variabel di
dalam diri siswa.
Dalam konsep belajar yang menjadi perhatian adalah proses belajar di
dalam internal siswa. Oleh karena itu, perubahan perilaku siswa
tergantung bagaimana siswa memproses perolehan pengalaman
belajarnya di dalam dirinya.
Implikasi dari teori ini, perancang pembelajaran harus dapat
memanfaatkan hal itu di dalam mengelola aktivitas belajar siswa selama
berlangsungnya proses belajar mengajar. Sebagai contoh dikatakan oleh
B.F. Skinner tentang prinsip belajar: "perilaku dapat dibentuk melalui
proses penguatan". Atas dasar teori ini perencanaan pembelajaran yang
disusun guru, dapat dituliskan pada komponen evaluasi pembelajaran
dengan merencanakan aktivitas belajar atau respon yang benar. Contoh
lain adalah tentang motivasi belajar dari Keller: "seseorang akan
melakukan sesuatu kalau ia akan melihat hasil yang memiliki nilai atau
manfaat". Implikasi teori ini adalah guru merencanakan pembelajaran
pada bagian prosedur (urutan) pembelajaran yaitu pendahuluan
direncanakan dengan menjelaskan relevansi isi materi pelajaran dengan
dunia kerja, kegiatan pendidikan selanjutnya dan kegiatan yang
menunjang praktik.
3) Pembelajaran
Mengusahakan siswa belajar adalah tugas utama guru sebagai
fasilitator pembelajaran. Hal ini merupakan implikasi dari sifat teori
pembelajaran yaitu preskriptif (menyarankan bagaimana sebaiknya
proses belajar diselenggarakan).
Contoh: teori pembelajaran yang akan diaplikasikan dalam perencanaan
pembelajaran adalah model pembelajaran berpikir induktif dari Hilda
Taba yang membantu siswa dalam pengembangan keterampilan
berpikir. Berdasarkan model tersebut guru dapat merencanakan strategi
pembelajaran dengan tahapan sebagai berikut.
 Pembentukan konsep
Pada tahap ini siswa mempelajari konsep berdasarkan masalah dan
ditunjang oleh data atau fakta-fakta yang relevan dengan cara
berikut.


Mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan.

Mengelompokkan data atas dasar kesamaan karakteristik.

Membuat kategori serta label pada kelompok-kelompok data
yang memiliki kesamaan karakteristik.
Interpretasi data
Kegiatan tahap ini siswa diminta untuk melakukan:


verifikasi (pengujian), data yang telah dikategorikan sesuai
dengan konsep yang diperoleh, dan membuat kesimpulan dari
hasil kegiatan verifikasi data.
Penerapan prinsip
Tahap ini merupakan aplikasi prinsip dan kesimpulan data yang
dirumuskan siswa dengan cara:
 mengajukan permasalahan baru.
 menjelaskan prediksi atau hipotesis, dan
 menjelaskan dasar
hipotesisnya.
teori
untuk
memperkuat
argumen
Apabila model ini dikuasai guru langkah pembelajaran lebih
bervariasi dan paradigma belajar berorientasi siswa terjawab.
4) Komunikasi
Merupakan pengiriman pesan dari sender kepada receiver. Konsep
komunikasi dari Berlo yang disebut S - M - C- R, Source- MessageChannel - Receiver menggambarkan betapa penting saluran
penyampaian pesan yaitu media. Implikasi dari teori ini, dalam
perencanaan pembelajaran komponen media menjadi sub sistem
pembelajaran yang berfungsi untuk mengurangi verbalisme dan dapat
membantu pemahaman siswa dengan persepsi yang sama.
Contoh:

Guru menggunakan media realia untuk membelajarkan
siswa jurusan akuntansi yaitu bukti-bukti transaksi, dan

Guru menjelaskan cara pembuatan burger dengan media
realia sayuran, mayones, roti burger dan beef burger.
Desain sistem pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru
minimal 4 komponen, yang akan diuraikan berikut ini:
a) Tujuan Pembelajaran
Rancangan pembelajaran sebagai suatu sistem dimulai dengan
komponen
pertama
dan
utama
yaitu
tujuan
pembelajaran/kompetensi.
Tujuan
pembelajaran
adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditunjukkan oleh peserta
didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Bloom, dkk.).
Sedangkan kompetensi merupakan kecakapan peserta didik yang
memadai untuk melakukan suatu tugas dengan standar tertentu.
Bullard, dkk. Menyebut istilah ini adalah performance objective/tujuan
penampilan. Dick dan Carey menyebutkan dengan istilah tujuan
performansi.
Berdasarkan kedua istilah tersebut, tujuan pembelajaran tampak
belum mengarah pada perbuatan sedangkan kompetensi
menunjukkan perilaku secara totalitas untuk mendemonstrasikan
unjuk kerja/perbuatan.
Dengan mengacu kepada kedua istilah diatas yang terpenting adalah
makna keduanya menggambarkan pernyataan penampilan peserta
didik setelah mengikuti proses belajar.
Tujuan pembelajaran/kompetensi merupakan hasil akhir yang
dicapai oleh siswa, bermanfaat dalam membantu arah pembelajaran
secara umum, seperti berikut.
 Memberikan petunjuk materi pelajaran yang harus dipelajari
siswa.
 Memberikan pengarahan pemilihan metode yang sebaiknya
diterapkan.
 Memberikan pengarahan penentuan media yang digunakan.
 Memberikan pengarahan
pembelajaran.
dalam
merencanakan
langkah
 Memberikan pengarahan dalam menilai hasil belajar siswa.
Dengan kata lain tujuan pembelajaran/kompetensi dapat membantu
usaha belajar siswa.
Hierarki tujuan pembelajaran (Perceival dan Ellington) atau tujuan
penampilan (Bullard) diklasifikasikan menjadi dua yaitu tujuan
umum (terminal objective/goal) dan tujuan khusus (enabling objective).
Dalam konteks kurikulum tingkat satuan pendidikan istilah ini setara
dengan standar kompetensi (kompetensi ) dan kompetensi dasar (sub
kompetensi). Untuk mencapai tujuan khusus dirumuskan indikator
(kriteria unjuk kerja).
Ruang lingkup tujuan umum adalah luas dan merupakan pernyataan
tentang penampilan/perilaku akhir yang dapat dicapai siswa setelah
menyelesaikan suatu mata pelajaran atau satu tema pelajaran
(pendekatan tematik). Jadi luas jangkauannya tergantung pada ruang
lingkup kegiatan yang sedang dilakukan. Sedangkan tujuan khusus
merupakan pernyataan tentang penampilan/perilaku yang lebih
spesifik dan dapat dicapai siswa setelah menyelesaikan satu materi
pokok (pokok bahasan). Jadi tujuan khusus dijabarkan dari tujuan
umum. Untuk mengetahui keberhasilan mencapai tujuan khusus
diperlukan indikator yaitu pernyataan yang merupakan kumpulan
dari perilaku yang menunjang tercapainya tujuan khusus.
Berdasarkan paparan di atas, maka hierarki tujuan pembelajaran
adalah sebagai berikut.
Tujuan Umum
Tujuan Pembelajaran
Umum/Standar
Kompetensi/
Tujuan Kurikuler
Standar Kompetensi
Kompetensi
Atau
Tujuan Khusus
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum
Kompetensi Dasar
Khusus/Kompetensi
Dasar/Sub
Indikator
Kompetensi
Kriteria
Untuk Kerja
Indikator
Kriteria Unjuk Kerja
Gambar Hierarki Tujuan Pembelajaran
Istilah-istilah tersebut dapat disesuaikan dengan memperhatikan
jangkauan dan ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.
Pernyataan yang merupakan perilaku yang ditunjukkan siswa oleh
Bloom, dkk. digambarkan dalam jenjang bagaimana berpikir (ranah
kognitif), bagaimana bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif)
dan bagaimana berbuat (ranah psikomotorik). Ketiga ranah ini
dijabarkan sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif menurut Anderson dan Krathwohl
Pada tujuan pembelajaran ini terdapat tingkatan mulai dari
pengetahuan tentang fakta-fakta sampai kepada proses
intelektual yang tinggi, yaitu pengetahuan,' pemahaman,
mengaplikasikan, menganalisis, mensistesis, dan menilai.
Tingkatan taksonomi ini kemudian direvisi mulai dari
mengingat, mengerti, memakai, menganalisis, menilai, dan
mencipta.
Deskripsi dari masing-masing jenjang tersebut adalah sebagai
berikut.

Mengingat (remember): Meningkatkan ingatan atas materi
yang disajikan dalam bentuk yang sama seperti yang
diajarkan. Contoh: siswa akan dapat menyebutkan langkahlangkah mengukur berat bahan untuk mengolah makanan.

Mengerti (understand): mampu membangun arti dari pesan
pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tulisan maupun
grafis. Contoh: siswa akan dapat membuat ringkasan sejarah
timbulnya akuntansi.

Memakai (use): menggunakan prosedur untuk mengerjakan
latihan maupun memecahkan masalah. Contoh: siswa akan
dapat menggunakan prosedur cara membuat laporan
keuangan.

Menganalisis (analysis): memecah bahan-bahan ke dalam
unsur-unsur pokoknya dan menentukan bagaimana bagianbagian saling berhubungan satu sama lain dan kepada
keseluruhan struktur. Contoh: siswa akan dapat menjabarkan
pengaruh inflasi terhadap berbagai nilai uang.

Menilai (evaluate): membuat pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar tertentu. Contoh: siswa mampu
membuat kritik tentang laporan rugi laba.

Mencipta (create): membuat suatu produk yang baru dengan
mengatur kembali unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam
suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya.
Contoh: siswa mampu menciptakan masakan nusantara yang
mengandung unsur-unsur kekayaan alam daerah Nusantara
Gambar Ranah Kognitif
b. Ranah Psikomotor
Tujuan pembelajaran kawasan psikomotor dikembangkan oleh
Harrow, disusun secara hierarkis dalam lima tingkat, mencakup
tingkat meniru sebagai tingkat yang paling sederhana dan
naturalisasi sebagai tingkat yang paling kompleks.S Perilaku
psikomotor menekankan pada keterampilan neuro-maxular yaitu
keterampilan dengan gerakan otot.
 Meniru (immitation): mengharapkan siswa untuk dapat meniru
suatu perilaku yang dilihatnya. Contoh: siswa dapat
mengulang gerak menyapukan kuas dengan benar di atas
nastar yang sudah dibentuk.
 Menerapkan (manipulation): siswa dapat melakukan perilaku
tanpa bantuan visual, sebagaimana pada tingkat meniru. Pada
dasarnya tujuan tingkat ini sama dengan meniru, bedanya
adalah siswa tidak lagi melihat contoh tapi hanya diberi
instruksi secara tertulis atau verbal. Contoh: siswa dapat
menghidupkan komputer dengan membaca manual dan
penjelasan secara verbal.
 Memantapkan (precission): siswa diharapkan dapat melakukan
suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun
petunjuk tertulis, dan melakukannya dengan lancar, tepat,
seimbang, dan akurat. Contoh: siswa dapat mengetik kata ke
dalam format data base tanpa membuat kesalahan.
 Merangkai
(articulation):
siswa
diharapkan
untuk
menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat, urutan
yang benar, dan kecepatan yang tepat. Contoh: siswa dapat
menggunakan kalkulator untuk mengerjakan 10 soal
matematika dalam waktu 10 menit.
 Naturalisasi (naturalization): siswa diharapkan melakukan
gerakan tertentu secara spontan dan otomatis. Siswa
melakukan gerakan tersebut tanpa berpikir lagi cara
melakukannya dan urutannya. Contoh: siswa dapat
mengoperasikan program data base dengan lancar.
Meniru
 Mengamati
 Mencontoh gerak
Menerapkan
 Mengikuti
petunjuk
 Menampilkan
gerak
Memantapkan
 Mencermati
penampilan
 Mengoreksi
kesalahan
Merangkai
 Mengkoordi
nasikan gerak
 Konsistensi
internal
Naturalisasi
 Penampilan
alamiah
 Efisiensi &
efektivitas
gerak
Gambar Ranah Psikomotor
c. Ranah Afektif
Krathwohl, Bloom & Maisa mengembangkan taksonomi tujuan
yang berorientasikan kepada perasaan atau afektif. Taksonomi
ini menggambarkan proses seseorang dalam mengenali dan
mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu yang menjadi
pedoman baginya dalam bertingkah laku. Krathwohl
mengelompokkan tujuan afektif ke dalam lima kelompok.
 Menerima (receiving): mengharapkan siswa untuk mengenal,
bersedia menerima, dan memperhatikan berbagai stimulus.
Dalam hal ini siswa masih bersikap pasif, sekedar
mendengarkan atau memperhatikan saja. Contoh: siswa
bersedia mendengarkan ceramah tentang etika profesi juru
masak.
 Menanggapi (responding): keinginan berbuat sesuatu sebagai
reaksi terhadap suatu gagasan, benda atau sistem nilai, lebih
dari sekedar pengenalan saja. Dalam hal ini siswa diharapkan
untuk menunjukkan perilaku yang diminta. Contoh: siswa
bersedia berlatih membuat laporan keuangan.
 Menghargai (valuing): penghargaan terhadap suatu nilai
merupakan perasaan, keyakinan atau anggapan bahwa suatu
gagasan, benda atau cara berpikir tertentu mempunyai nilai.
Dalam hal ini siswa secara konsisten berperilaku sesuai
dengan suatu nilai meskipun tidak ada pihak lain yang
meminta atau mengharuskannya. Contoh: siswa dengan
sukarela berpartisipasi dalam aksi penghematan energi.
 Mengorganisasikan (organization): menunjukkan saling
keterhubungan antara nilai-nilai tertentu dalam suatu sistem
nilai, serta menentukan nilai mana, yang mempunyai prioritas
lebih tinggi daripada nilai yang. Dalam hal ini siswa menjadi
commited terhadap suatu sistem nilai. Contoh: siswa akan
mampu memilih dari berbagai alternatif cara meningkatkan
gizi masyarakat yang sesuai dengan sistem nilai yang
dimilikinya.
 Mengamalkan
(characterization):
berhubungan
dengan
pengorganisasian dan pengintegrasian nilai-nilai ke dalam
suatu sistem nilai pribadi. Hal ini diperlihatkan melalui
perilaku yang konsisten dengan sistem nilai tersebut. Pada
tingkat ini siswa telah mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam
suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan, dan
perilakunya akan selalu konsisten dengan filsafat hidup
tersebut. Contoh: siswa akan menghindari sikap-sikap yang
otoriter selama praktik kerja secara kelompok.
Menerima
 Menyadari
 Menampung
 Memperhatik
an
Menghargai
 Menerima
nilai
Menanggapi
 Memihak
 Mengikuti
pada nilai
 Melibatkan

Komitmen
 Memuaskan
pada nilai
Mengornisasi
kan
 Mengkonsep
tualisasi
 Merangkai
sistem
Mengamalkan
 Menggeneraal
isasi sistem
nilai
 Menginter
nalisasi nilai
dalam hidup
Gambar Ranah Afektif
Menuliskan tujuan pembelajaran/kompetensi yang baik dan benar
adalah penting. Perancang pembelajaran dituntut untuk mampu
menggambarkan sejelas dan setepat mungkin tentang apa yang
perlu dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran.
Untuk memenuhi harapan guru dalam menentukan tujuan
pembelajaran umum/kompetensi umum, menurut Dick Carey
sebaiknya dilakukan melalui identifikasi kebutuhan pembelajaran
melalui sumber-sumber guru, pengguna lulusan dan masyarakat
(sosial budaya). Sumber-sumber ini akan membantu perumusan
tujuan/kompetensi umum memiliki nilai yang lebih berarti.
Sedangkan tujuan pembelajaran khusus/ kompetensi dasar
dijabarkan melalui pendekatan analisis pembelajaran dengan
menjabarkan sub-sub kompetensi lebih terinci dan memiliki kaitan
yang satu dengan lainnya. Rincian sub-sub kompetensi agar proses
belajar mudah dilaksanakan oleh siswa.
Pendekatan analisis pembelajaran/kompetensi sebagai ilustrasi di
bawah ini disajikan ke empat pola sebagai berikut.
 Struktur Hierarkial
Merupakan susunan beberapa tujuan/kompetensi khusus di
mana satu/beberapa tujuan/kompetensi khusus menjadi
prasyarat bagi kompetensi berikutnya.
Tujuan Pembelajaran Umum/Kompetensi
Umum
Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi
Khusus 2
Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi
Khusus 1
Gambar Struktur Hierarkial
 Struktur Prosedural
Dalam struktur ini kedudukan beberapa tujuan/kompetensi
khusus
menunjukkan
satu
rangkaian
pelaksanaan
kegiatan/pekerjaan, tetapi antar tujuan/kompetensi tersebut
tidak menjadi prasyarat untuk kompetensi lainnya.
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 1
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 2
Tujuan Pembelajaran
Umum/
Kompetensi Umum
Gambar Struktur Prosedural
 Struktur Pengelompokkan
Pada struktur ini beberapa tujuan/kemampuan khusus yang satu
dengan yang lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus
dimiliki secara lengkap untuk menunjang kemampuan
berikutnya.
Tujuan Pembelajaran
Umum/
Kompetensi Umum
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 1
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 1
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 1
Gambar Struktur Pengelompokkan
 Struktur Kombinasi
Analisis pembelajaran dengan struktur kombinasi digunakan
apabila beberapa tujuan/kompetensi khusus susunannya terdiri
dari struktur hierarkial, prosedural, maupun pengelompokkan.
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 1
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 2
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 3
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 2
Tujuan Pembelajaran
Khusus/
Kompetensi Khusus 1
Gambar Struktur Kombinasi
Tujuan Pembelajaran
Umum/
Kompetensi Umum
Empat struktur kompetensi di atas hanya dapat dilakukan oleh
pembelajar melalui analisis pembelajaran. Dengan demikian,
analisis pembelajaran bermanfaat bagi perencana pembelajaran
dalam melakukan identifikasi kompetensi, menentukan urutan
pelaksanaan pembelajaran dan menghubungkan/mengaitkan
kompetensi satu dengan lainnya serta dapat menentukan
penjabaran kegiatan belajar/tugas yang harus dilakukan oleh siswa
serta waktu yang dibutuhkan.
Untuk membantu pembelajar trampil melakukan
pembelajaran dapat melalui langkah-langkah berikut:
analisis
 Menulis semua tujuan pembelajaran khusus/kompetensi khusus
yang relevan dengan Tujuan Pembelajaran Umum/kompetensi
umum dalam potongan kertas ukuran kartu pos.
 Memberi
nomor
setiap
Tujuan
pembelajaran
Khusus/Kompetensi Khusus, dimulai dari Tujuan Pembelajaran
Khusus/Kompetensi Khusus yang paling awal (dari nomor 1 dan
seterusnya).
 Menggambarkan dan menentukan hubungan antar Tujuan
pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus tersebut dalam
bentuk bagan yang dengan struktur kompetensi.
 Memberikan tanda panah pada setiap hubungan antar Tujuan
Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus,
Perumusan tujuan pembelajaran/kompetensi dapat berlandaskan
pada teori dari Mager yang mempersyaratkan kriteria rumusan
tujuan dengan komponen "Audience, Behavior, Condition, dan
Degree/Standard”, Sedangkan menurut Bullard kriteria rumusan
kompetensi minimal mengandung tiga komponen yaitu
“Performance, Condition dan Standard”.
Kriteria perumusan dari ahli tidak berbeda, karena relevansinya
pada pelaksanaan proses pembelajaran lebih nyata/memadai.
Contoh: siswa kelas XII SMK Negeri XYZ" semester ganjil mampu
menghitung mean, median, dan modus secara akurat bila
disediakan nilai hasil penjualan selama satu bulan.
Bila dianalisis rumusan tujuan ini memiliki kriteria lengkap yaitu
sebagai berikut.
 Audience adalah siswa yang belajar. Siapa?
Siswa kelas XII SMK Negeri 'XYZ" semester ganjil.
 Behavior (performance) adalah perilaku yang akan dilakukan
siswa setelah mengikuti pelajaran, dengan menuliskan perilaku
dalam bentuk kata kerja dan dilengkapi objeknya. Perilaku?
Menghitung mean, median dan modus dalam bentuk kuantitatif.
 Condition adalah prasyarat atau syarat yang diberikan kepada
siswa
pada
saat
siswa
melaksanakan
kegiatan
pembelajaran/tugas evaluasi. Kondisi? Nilai hasil penjualan
selama satu bulan.
 Degree/standard adalah tingkat keberhasilan siswa dalam
mencapai perilaku yang diharapkan. Standar? Secara akurat.
Perumusan tujuan pembelajaran yang mengandung dua kriteria
yaitu audience dan behaviour sudah memadai tetapi akan
memberikan kesulitan dalam proses pengukuran karena
ketidakjelasan kondisi dan standar keberhasilan.
2.
Materi Pembelajaran
Komponen materi pembelajaran pada sistem rancangan pembelajaran
merupakan salah satu isi pengalaman belajar, dirancang sebagai bahan
kajian yang disebut mata pelajaran. Hal ini dikemukakan dalam pasal 20
PP RI No 15 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, "setiap
perencanaan pembelajaran akan memuat antara lain materi ajar yang
dikelola secara sistematis setelah perumusan tujuan”. Tyler dalam model
pengembangan kurikulum menyebut dengan istilah merinci konten dan
mengorganisasikan konten. Sedangkan Reigeluth menyebut dengan istilah
pengorganisasian isi mata pelajaran.
Materi pelajaran adalah konten atau isi pelajaran yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran/kompetensi ya ng
didik. Isi pelajaran dalam perencanaan pembelajaran
bagian-bagian kecil agar memudahkan siswa untuk
diorganisasikan
dicapai peserta
dirinci menjadi
menyampaikan,
mengolah, dan menggunakannya kembali. Bagian-bagian kecil isi
pelajaran disusun mulai dari materi pokok (pokok bahasan/topik),
kemudian sub materi pokok (sub pokok bahasan/sub topik) dan terakhir
adalah bahan ajar. Dengan demikian, isi pelajaran menjadi konsisten dan
memadai serta dapat dipertanggungjawabkan dari segi ontologi,
epistimologis, dan aksiologi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merinci dan
mengorganisasikan isi pelajaran menurut Tyler adalah dengan melakukan
berikut.
 Pengaturan Horizontal
Penataan isi secara horizontal berhubungan dengan keluasan dan
kedalaman isi pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Hal ini
dilakukan untuk menghindari pengulangan materi pelajaran.
 Pengaturan Vertikal
Penataan isi pelajaran vertikal berhubungan dengan muatan dan
kesinambungan yaitu penyajian menggambarkan kontinuitas sesuai
kebutuhan siswa dan tuntutan keilmuan. Hal ini dilakukan untuk
menjamin keberlangsungan isi pelajaran dari konkrit menuju abstrak,
dari sederhana menuju rumit, dari khusus menjadi umum, dari umum
menjadi khusus, dan lain-lain. Dengan demikian isi pelajaran ditata
secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan kesiapan peserta
didik serta berkelanjutan.
Contoh:
 Tujuan pembelajaran khusus/kompetensi dasar
Siswa kelas X terampil memotret dengan tiga teknik
pencahayaan tanpa salah bila tersedia lampu photo studio dan
kamera photo tipe FM 10.
 Materi pembelajaran
Memotret dengan teknik pencahayaan.
 Isi pelajaran diatur dalam format peta konsep.
Memotret dengan
teknik pencahayaan
Sinar depan
Definisi
Sinar samping
Prasya
Prosed
rat
ur
Sinar belakang
Gambar Materi Pelajaran
Reigeluth dan Merill mengemukakan pengorganisasian isi pelajaran
melalui tipe isi pelajaran menjadi empat yaitu sebagai berikut.
-
Fakta yaitu isi pelajaran berbentuk objek, peristiwa, simbol yang
ada didalam lingkungan nyata/imajinasi dan dapat merupakan
asosiasi antara objek dan lainnya. Contoh: Ki Hajar Dewantara
adalah tokoh pendidikan nasional di Indonesia, beliau mendirikan
organisasi Taman Siswa di Yogyakarta.
-
Konsep yaitu isi pelajaran yang merupakan sekelompok objek,
peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik dan diidentifikasi
dengan nama sama. Contoh: konsep ekonomi memiliki karakteristik
dan sebutan nama yang sama seperti definisi ekonomi, jenis
kategori ekonomi, kegiatan ekonomi.
-
Prinsip, yaitu isi pelajaran yang menggambarkan hubungan sebab
akibat antara konsep-konsep. Contoh: prinsip gizi masyarakat
"empat sehat lima sempurna" bermakna pada konsep kategori
makanan dan pelengkap makanan serta dampak dari implementasi
prinsip tersebut.
-
Prosedur yaitu isi pelajaran yang menjelaskan urutan langkah
untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah atau sesuatu.
Contoh: penyusunan neraca saldo keuangan rugi laba.
o Mencatat transaksi
o Mengelompokkan transaksi debet dan kredit
o Menghitung sisa uang dari sisa transaksi
o Dan seterusnya.
Empat tipe isi pelajaran seluruhnya atau sebagian dapat terkandung di
dalam materi pokok, dan biasanya terkait satu dengan lainnya.
Contoh:
Materi pokok
: Kebutuhan pokok dalam ekonomi
Fakta
: manusia mempunyai kebutuhan akan makan,
pendidikan, rumah, dll.
Konsep
: definisi kebutuhan teori kebutuhan
Prinsip
harus
: kebutuhan yang bersifat utama, penting dan segera
menjadi prioritas.
Prosedur
:usaha perdagangan wiraswasta, bekerja dalam
pemerintahan
Tabel Tipe Isi Pelajaran
Fakta
 Obyek
 Peristiwa
 Simbol
 Asosiasi
ketiganya
Konsep
 Definisi
 Klasifikasi
 Ciri
 Fungsi
Prinsip
 Aturan
 Hukum
 Syarat
Prosedur
 Urutan
 Cara kerja
 Langkah/tahapan
Ahli pembelajaran Tony Buzan mengemukakan pengembangan isi
pelajaran dengan nama mind map (peta pikiran), dimana cara kerjanya
disesuaikan teori belahan otak Sperry yaitu belahan otak kiri berpikir
secara logika dan belahan otak kanan bekerja secara emosi. Oleh karena
itu, diperlukan tidak hanya teks, tetapi perlunya dengan gambar dan
warna serta setiap rincian isi pelajaran dihubungkan dengan garis seolaholah adalah simbol neuron atau sel saraf, prinsip cabang-cabang pohon
dan memudahkan penggambaran poin-poin utama.
Berdasarkan peta pikiran dapat dikembangkan ke dalam bentuk bahan
ajar cetak dan atau non cetak disesuaikan dengan tipe isi pelajaran dan
gaya belajar siswa serta perkembangan kognitif siswa. Guru atau
pembelajar dapat mengembangkan bahan ajar dengan format seperti:
bahan ajar mandiri (modul), buku teks, diktat, hand out, CD
pembelajaran, VCD pembelajaran, slide power point dan lain-lain.
Mengembangkan bahan ajar dapat dilakukan pembelajar dengan cara
berikut.
- Menulis Sendiri Isi pelajaran
Isi pelajaran ditulis oleh pembelajar sendiri karena keahliannya
kemampuan menulis yang dimilikinya.
- Mengemas Kembali Isi pelajaran.
Isi pelajaran yang sudah ada dikumpulkan dan disusun kembali
dengan gaya bahasa dan strategi yang sesuai. Ketersediaan sumber
referensi yang relevan sangat diutamakan.
- Menata Isi pelajaran dengan Kompilasi
Isi pelajaran ditata berdasarkan sumber belajar tersedia dan kemudian
sumber tersebut di foto copy ulang atau cetak utang dan dikompilasi
secara lengkap. Ketersediaan berbagai sumber belajar harus dipilih
secara akurat.
Penyajian bahan ajar dapat dikemas sesuai kebutuhan, tetapi perlu
dipelihara keterbacaan dan kemudahan untuk dipelajari oleh siswa.
3.
Strategi Pembelajaran
Tidak ada satupun strategi pembelajaran yang jitu untuk mencapai suatu
tujuan pembelajaran/kompetensi. Mengapa? Karena keberhasilan
pencapaian tujuan pembelajaran/kompetensi tergantung kepada banyak
faktor antara lain tipe isi pelajaran, tempat proses pembelajaran
berlangsung atau dari pelaksana pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu,
unit ini sebaiknya Anda cermati dengan seksama.
Pembelajaran merupakan proses mengupayakan peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran/kompetensi yang telah ditetapkan atau kegiatan
memfasilitasi peserta didik berinteraksi dengan lingkungan sehingga
diperoleh pengalaman belajar. Upaya dan kegiatan ini direncanakan oleh
guru di dalam komponen strategi pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran dapat dilaksanakan.
Strategi pembelajaran oleh sebagian ahli diidentikkan dengan sebutan
metode pembelajaran atau pendekatan dalam membelajarkan. Metode
pembelajaran oleh Reigeluth didefinisikan adalah cara-cara yang berbeda
dalam mencapai hasil belajar. Cara-cara tersebut dapat meliputi
bagaimana materi pembelajaran disampaikan kepada peserta didik, dan
atau bagaimana peserta didik dapat menerima materi pembelajaran serta
bagaimana peserta didik merespon masukan dari peserta didik lainnya.
Berdasarkan definisi ini, strategi pembelajaran meliputi langkah
pembelajaran, media dan interaksi belajar mengajar.
Ahli Teknologi Pendidikan Yusufhadi Miarso mendefinisikan strategi
pembelajaran sebagai pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran
berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau teori
belajar tertentu. Berdasarkan definisi ini maka pembelajar dapat
merencanakan pencapaian tujuan pembelajaran atas dasar teori belajar
behavioristik, humanistik, konstruktivistik atau teori dari ahli
pembelajaran lainnya disesuaikan dengan perkembangan kognitif dan
lingkungan sosial budaya siswa.
Dengan demikian, strategi pembelajaran akan dapat bersifat spesifik.
Sebagai contoh guru menganut pada falsafah pilar belajar dari UNESCO
maka pembelajar dapat merencanakan kegiatan pembelajaran dengan
tahapan berikut.

Learning to know siswa mempelajari konsep

Learning to do. siswa membuktikan konsep dengan eksperimen,
observasi dan lain-lain.

Learning to live together. siswa diminta memecahkan masalah secara
berkelompok

Learning to be siswa memantapkan konsep yang telah diketahui secara
berkelompok dengan refleksi.
Contoh lain apabila guru merencanakan strategi dengan pandangan teori
belajar John Dewey "learning by doing” maka ia dapat merencanakan
tahapan pembelajaran seperti berikut:

Siswa dikenalkan dengan konsep pengukuran gizi bagi pasien DBD.

Siswa ditugaskan ke rumah sakit untuk mengukur gizi seimbang bagi
pasien DBD.

Siswa menganalisis hasil pengukuran dengan berbagai alternatif
bahan makanan.
Dengan teori belajar ini siswa bukan hanya mendengar atau melihat,
juga melakukan sehingga pengalaman belajarnya menjadi berkualitas.
Kedua contoh pandangan tersebut sejalan dengan definisi strategi
pembelajaran yang dikemukakan oleh Seels dan Richey yaitu spesifikasi
untuk memilih dan mengurutkan proses belajar atau kegiatan-kegiatan
pembelajaran dalam suatu pelajaran.
Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Tujuan Pembelajaran
Strategi
Strategi
Pembelajaran
Pembelajaran
Materi Pembelajaran
METODE
Langkah Pembelajaran/ Urutan
Kegiatan Pembelajaran
Interaksi
Belajar Mengajar
Media
Interaksi
Belajar Mengajar
Gambar Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Pada sub kegiatan belajar ini akan diuraikan beberapa jenis strategi
pembelajaran yang sangat berkaitan erat dengan bagaimana proses
belajar direncanakan, sehingga tujuan pembelajaran/kompetensi dapat
dicapai secara optimal. Strategi pembelajaran dilihat dari subjek yang
belajar (siswa) dan yang membelajarkan (guru). Dalam hal ini Percival
dan Ellington menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut.:
-
Strategi pembelajaran Berpusat kepada Guru. Strategi ini hampir
seluruh kegiatan belajar mengajar dikendalikan penuh oleh guru.
Guru mengkomunikasikan isi pelajaran kepada para siswa baik
untuk tingkat pokok bahasan/materi pokok maupun tingkat
silabus/mata pelajaran/tema. Sangat terikat kepada waktu
terjadwal dan banyak menggunakan metode ceramah. Siswa
dituntut menyesuaikan cara belajarnya dengan keputusan proses
pelaksanaan pembelajaran yang diambil oleh guru. Akibatnya
kebutuhan/potensi siswa secara individual yang berbeda kurang
diperhatikan atau tidak terlayani.
-
Strategi pembelajaran Berpusat pada Siswa. Strategi ini kegiatan
pembelajaran lebih ditekankan pada aktivitas belajar siswa. Guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Siswa
mempunyai tanggung jawab terhadap keseluruhan aspek
belajarnya.
Sebagai fasilitator pembelajaran, guru perlu mempersiapkan bahan ajar
dalam berbagai bentuk cetak dan atau noncetak yang didalamnya dapat
dilengkapi pedoman belajar. Selain itu guru perlu memfasilitasi dengan
sumber-sumber belajar sehingga pengalaman belajar siswa lebih luas
dan kemampuan siswa belajar secara mandiri akan terbentuk.
Ahli lain Gerlach dan Ely mengklasifikasikan strategi pembelajaran
sebagai suatu kontinum yang silih berganti dalam pemanfaatannya,
yaitu strategi pembelajaran ekspositori dan strategi pembelajaran
diskoveri.
-
Strategi Pembelajaran Ekpositori
Strategi pembelajaran ekspositori dapat dikatakan identik dengan
strategi berorientasi pada guru atau metode deduktif (dari umum
menuju khusus), namun potensi belajar siswa tetap harus
dikembangkan.
Tahapan pembelajarannya ada lah sebagai berikut.

Penyajian informasi berupa fakta, prinsip-prinsip umum,
aksioma, dalil, konsep, proses kerja dan sebagainya kepada
siswa
melalui
penjelasan
guru
demonstrasi/atau contoh oleh guru.
-
atau
peragaan/

Pengujian pemahaman siswa atas informasi yang sudah
diberikan melalui tanya jawab atau membahas informasi yang
belum dipahami.

Pemberian praktik atau aplikasi/latihan dari informasi yang
telah dipelajari oleh siswa dengan pengawasan guru.

Penugasan kepada siswa dalam bentuk aplikasi atau tugastugas lain kedalam situasi yang sebenarnya sebagai tindak
lanjut dari pengalaman belajar.
Strategi Pembelajaran Diskoveri
Identik dengan strategi pembelajaran berorientasi siswa atau
metode induktif (dari khusus menuju umum), dan peran guru
adalah sebagai fasilitator pembelajaran. Adapun tahapan
pembelajarannya adalah sebagai berikut.

Siswa diberikan kasus, masalah, contoh-contoh, fakta-fakta atau
fenomena khusus (pertanyaan yang harus dijawab tentang apa
yang dikaji).

Siswa diminta untuk meneliti hubungan sebab akibat dari
kasus/masalah melalui pengumpulan data, analisa data dan
perumusan hipotesis atau membuat asumsi atau prediksi.
(pertanyaan yang harus dijawab mengapa terjadi demikian).

Siswa diminta untuk membuktikan asumsi/prediksi/hipotesis
melalui teori-teori, pengumpulan data dan analisa data
(pertanyaan yang harus dijawab bagaimana membuktikan
tentang alasan kemengapaannya).

Siswa diminta membuat suatu kesimpulan atau generalisasi,
dan guru memperteguh dengan nilai paparan (pertanyaan yang
dijawab apa yang telah dihasilkan/ditemukan).

Siswa ditugaskan oleh guru untuk mencari kasus yang baru dan
membuktikan melalui proses yang pernah dilakukannya
sebagai penguatan sehingga pengalaman belajar dapat
disimpan lebih lama.
Strategi pembelajaran yang dikemukakan masing-masing ahli berbeda
tetapi tujuannya sama yaitu agar tujuan pembelajaran dicapai dan
materi pembelajaran dapat diterima oleh siswa. De porter sebagai pakar
Quantum Learning menjelaskan strategi pembelajaran dengan teknik
orkestrasi konteks (Iatar) dan orkestrasi isi (materi). Kedua teknik ini
tidak dipisahkan tetapi harus dilaksanakan secara bersamaan.
- Orkestrasi Konteks
Strategi pembelajaran ini digunakan untuk terlaksananya proses
pembelajaran, meliputi:

Penciptaan suasana kelas secara kondusif melalui pendekatan
kepada peserta didik seperti menjalin rasa simpati, rasa
keterkaitan, rasa saling membutuhkan dan siswa belajar secara
rileks (tidak tegang)/menyenangkan;

Penataan ruang kelas disesuaikan dengan gaya belajar siswa
(auditif, visual dan kinestitik) sehingga penggunaan media,
musik, dan afirmasi dipilih secara hati-hati; dan

Membangun komunitas belajar dengan, berlandaskan pada
tujuan, prosedur/aturan dan agenda kegiatan.
- Orkestrasi Isi
Strategi ini merupakan langkah menyajikan materi pembelajaran
yang dapat direncanakan oleh guru sehingga proses pelaksanaan
pembelajaran berhasil. Kegiatan yang harus direncanakan adalah:

Penyajian prima
Artinya guru menyampaikan isi pelajaran dengan menggunakan
keterampilan mengajar mulai dari tahap pendahuluan, inti, dan
penutup. Selain itu kemampuan berkomunikasi baik verbal
(volume, kejelasan, kecepatan, jeda, tulisan) maupun nonverbal
(ekspresi, kontak mata, gerakan tubuh pakaian, posisi berdiri,
cara bersolek) sangat menentukan penyajian materi pembelajaran
menjadi prima.

Interaksi belajar mengajar secara elegan
Motivasi belajar, keterampilan belajar bagaimana belajar dan
keterampilan hidup dan kecakapan sosial harus dibangun pada
saat penyajian materi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa
mencapai tingkat penguasaan 90%.
Kedua format strategi pembelajaran ini dapat dimanfaatkan di dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) karena aspek-aspek
didalamnya sangat detail. Demikian pula jenis strategi pembelajaran
yang telah dipaparkan di atas atau teori strategi pembelajaran dari ahli
lain.
Di bawah ini adalah perbandingan dari tiga ahli yang mengemukakan
jenis strategi pembelajaran di atas.
Tabel Jenis Strategi Pembelajaran
Perceival & Ellington
 Aktivitas
belajar
belum
optimal
 Tanggung
jawab
kurang
dilatih
 Kebutuhan
/
potensi
individu
kurang
dihargai
 Ceramah
tanya jawab
 Nara
sumber
belajar
 Tatap muka
komunikasi
 Aktivitas
belajar
optimal
 Tanggung
jawab
dilatih
 Kebutuhan
/
potensi
individu
 Kasus,
diskusi
kerja
kelompok
 Tersedia
bahan
ajar/sumbe
r belajar
Gerlach & Ely
 Deduktif
 Ceramah
 Guru
adalah
nara
sumber
 Siswa pasif
 Sumber
belajar
terbatas
De Porter
 Induktif
 Suasana
belajar
 Pemecahan
masalah
 Ruang
kelas
 Guru
fasilitator
 Komunit
pembelajar
as belajar
an
 Siswa aktif
 Sumber
belajar tak
terbatas
 Keteram
pilan
mengajar
 Komunik
asi
 Interaksi
belajar
mengajar
Joyce dan Weil mengemukakan model pembelajaran menjadi rumpun
sosial, rumpun proses informasi, rumpun personal dan rumpun sistem
perilaku. Dalam menerapkan rumpun pembelajaran tersebut, terdapat
lima unsur sebagai struktur yaitu:

Sintaks, adalah urutan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan
rumpun pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai;

Sistem sosial, menggambarkan peran pembelajar dengan peserta
didik serta pola hubungan antara keduanya. Pembelajar dapat
sebagai sumber utama, fasilitator, tutor atau konselor. Siswa dapat
berperan aktif, atau dapat memperoleh kebebasan; selama proses
pembelajaran berlangsung.

Prinsip reaksi merupakan cara bagaimana pebelajar melihat peserta
didik dalam bentuk perilaku sesuai dengan rumpun pembelajaran
yang dipergunakan;

Sistem bantuan, yaitu hal-hal yang akan membantu tercapainya
tujuan dengan menerapkan rumpun pembelajaran tertentu; dan

Pengaruh pembelajaran dan pengaruh ikutan. Dikenal dengan
istilah instructional effect dan nurturant effect. Pengaruh pembelajaran
adalah pengaruh yang berlangsung dari kegiatan pembelajaran,
sedangkan pengaruh kegiatan adalah hasil simpangan dari kegiatan
pembelajaran.
Sebagai contoh dikemukakan struktur tersebut dengan metode inkuiri
sebagai bagian dari rumpun proses informasi.
1) Sintaks

Menghadapkan siswa pada masalah yang bersifat menantang,
dan menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan belajar
dan cara penelitian.

Siswa memeriksa hal-hal atau kejadian-kejadian yang masalah
berdasarkan sumber belajar yang dimilikinya, hipotesis sesuai
dengan variabel yang akan diteliti.

Mengumpulkan data dan melakukan percobaan/pembuktian
hipotesis/ penelitian.

Siswa menyusun analisis dari data yang telah dikumpulkan dan
menarik kesimpulan/membuat generalisasi.

Siswa menuliskan laporan dan melaporkannya di kelas.
2) Sistem sosial
 Mengkondisikan belajar dengan situasi masalah.
 Menunjukkan perlunya penelitian untuk mengatasi masalah.
 Memberikan reaksi pada perilaku siswa dengan informasi yang
tepat.
 Membantu siswa merumuskan inti masalah penelitian.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan
melaksanakan penelitian.
3) Prinsip reaksi
 Membantu siswa untuk bersedia menyelesaikan penelitian.
 Memelihara emosi siswa untuk dapat bersifat terbuka terhadap
informasi baru dari siswa lainnya.
 Mengendalikan proses penelitian sesuai dengan prosedur yang
sebenarnya.
4) Sistem bantuan
 Menyediakan bahan, dan sumber-sumber belajar.
 Informasi-informasi yang mendorong pentingnya penelitian
berfungsi sebagai penguatan seperti poster-poster, kata-kata
yang bersifat membangun chart proses penelitian.
 Dorongan guru sebagai fasilitator.
5) Pengaruh/dampak pembelajaran dan pengaruh/dampak ikutan
(pengiring)
 Terampil melaksanakan penelitian.
 Belajar aktif
 Terampil berkomunikasi secara tertulis dan lisan.
 Berpikir logis dan sistematis.
 Bersikap terbuka.
Ellington dan Perceival mengklasifikasikan teknik pembelajaran untuk
menyampaikan isi pelajaran menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1) Teknik pembelajaran massal
Merupakan cara-cara menyampaikan isi pelajaran yang dapat
diterima oleh banyak peserta didik dengan kondisi dan mutu
pelajaran sebagai teknik pembelajaran individual dan kelompok.
Metode yang dapat digunakan adalah metode kuliah dan ceramah,
metode kerja praktek metode penyajian film dan video, serta
metode siaran pendidikan. Media yang digunakan adalah media
audio, media visual dan media audio visual.
2) Teknik pembelajaran berkelompok
Merupakan cara-cara penyampaian isi pelajaran dengan
mengoptimalkan interaksi kelompok atau dinamika kelompok dan
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi peserta didik (menganalisis, menilai, mencipta). Metode yang
digunakan yaitu diskusi di bawah kontrol guru, diskusi singkat,
tutorial, seminar, proyek, permainan, stimulus dan studi kasus.
Media yang dapat digunakan adalah bahan ajar berbentuk
tugas/proyek atau alat-alat permainan/ simulasi.
3) Teknik pembelajaran individual
Merupakan cara penyampaian isi pelajaran yang bersifat fleksibel di
mana
metode
pembelajarannya
dititikberatkan
kepada
berkurangnya hambatan-hambatan institusional yang dialami
peserta didik namun kontrol belajar dapat setiap saat dapat
dimonitor di tempat-tempat belajarnya. Misalnya mahasiswa yang
mengikuti program pendidikan universitas, siswa yang mengikuti
SMP/SMA Terbuka. Kemudahan metode pembelajarannya dapat
ditinjau dari sistem yang digunakan yaitu berinduk pada lembaga,
lokal dan belajar jarak jauh, sedangkan peserta didik menggunakan
metode belajar mandiri dan ditunjang dengan bahan belajar
mandiri yaitu bahan cetak, bahan audiovisual, bahan yang
berhubungan dengan komputer.
Bahan belajar didesain sebagai media pembelajaran individual, yaitu
model, atau modul yang dilengkapi dengan media audio visual atau
media siaran, media berbantuan komputer (CAI) untuk tutorial dan
atau laboratorium.
Sebagai contoh adalah teknik pembelajaran kelompok yang
dikemukakan oleh Slavin dengan sebutan pembelajaran kooperatif. Di
sini prosedur pembelajaran dikategorikan menjadi tiga tahap, yaitu
sebagai berikut.
- Tahap persiapan
Pada tahap ini guru merencanakan keseluruhan kegiatan
pembelajaran yang dipersiapkan dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran mencakup komponen materi pelajaran,
teknik dan media pembelajaran yang akan digunakan, latar
pembelajaran mekanisme kontrol terhadap kegiatan pembelajaran
yang akan digunakan, dan alokasi waktu. Rencana pelaksanaan
pembelajaran disesuaikan tingkat satuan pendidikan.
-
Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan yakni kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan
pendahuluan, guru memberikan gambaran ringkas tentang
keseluruhan isi bahan pelajaran yang akan dipelajari, tujuan
pembelajaran yang akan dicapai(kompetensi dasar dan indikator)
dan mekanisme pelaksanaan pembelajaran.
Pada kegiatan inti guru mulai mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok kecil dan memberikan penugasan yang harus
dikerjakan secara kelompok. Kemudian guru menyajikan pokokpokok materi dan tugas-tugas yang harus diselesaikan secara
kelompok.
Setelah mendapatkan penugasan, para siswa duduk berkelompok
dan mendengarkan penjelasan guru serta mulai mengerjakan tugas
yang diberikan. Masing-masing siswa dalam kelompok
mendapatkan tugas khusus dari kelompok untuk diselesaikan dan
kemudian disampaikan dalam forum yang lebih luas. Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, para siswa berkesempatan
untuk memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di
sekolah (misalnya mencari rujukan atau materi yang perlu di
perpustakaan,
bertanya
kepada guru, berdiskusi dengan teman kelompok, dan sebagainya).
Guru selama proses ini berlangsung bertindak sebagai fasilitator
dan memberikan bantuan dan kemudahan kepada siswa untuk
bekerja.
Setelah semua kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan,
kemudian diadakan panel hasil kelompok. Wakil dari setiap
kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya (turnament)
kepada seluruh kelas dan kelompok lain diberi kesempatan untuk
mengajukan koreksi, sanggahan, kritik atau masukan-masukan
yang perlu demi perbaikan. Pemilihan wakil kelompok tidak
ditentukan oleh kelompok tetapi oleh guru yang dilakukan secara
acak atau melalui undian. Ini dimaksudkan agar semua siswa
mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan tidak menggantungkan
harapannya pada siswa tertentu. Selama panel ini berlangsung,
guru membuat penilaian terhadap kinerja kelompok berdasarkan
kinerja yang diperlihatkan anggota-anggota kelompok selama
panel.
Kegiatan penutup berisi rangkuman dan tindak lanjut untuk
kegiatan berikutnya. Kuis dapat berbentuk individual, teka teki
silang, atau kerja kelompok.
Tahap evaluasi
-
Evaluasi dilakukan secara berkala pada setiap pergantian pokok
bahasan. Pada tahap ini dilakukan evaluasi secara menyeluruh baik
terhadap proses maupun hasil yang dicapai. Bobot evaluasi
hendaknya diberikan lebih besar kepada aktivitas kelompok.
Dengan kata lain, evaluasi dilakukan berdasarkan kinerja kelompok
secara keseluruhan, bukan berdasarkan kinerja siswa secara
individual. Meskipun pada akhirnya tes akan diberikan secara
individual dalam bentuk ujian akhir dan nilai siswa itu bersifat
individual, namun bobot tes untuk kelompok. Ini dimaksudkan
untuk mendorong para siswa agar senantiasa terlibat dalam proses
kelompoknya dan berkompetisi dengan kelompok lain.
Contoh lainnya adalah seorang guru yang merencanakan strategi
pembelajaran dengan metode studi lapangan. Langkah
pembelajaran yang harus dilakukannya adalah sebagai berikut.
i.
Persiapan
 Merumuskan tujuan studi lapangan.
 Menentukan lokasi, waktu dan pembimbing.
 Mengkondisikan
lapangan.
pengetahuan/keterampilan
 Menyiapkan instrumen dan bahan lainnya.
siswa
di
ii.
Pelaksanaan
 Menginformasikan tujuan studi lapangan.
 Membagikan bahan tugas dan instrumen.
 Mengobseruasi ke lapangan.
 Memonitoring kesulitan yang dialami siswa.
 Menyusun laporan.
 Mempresentasikan laporan.
iii.
Penutup
 Memberi umpan batik.
Tabel Strategi Pembelajaran Beberapa Ahli
Tujuan dari
ahli
 Gagne
 Dick Carey
 Joyce & Weil
 Slavin
Ide
Sintesis Kreasi
 Peristiwa
pembelajaran
1. Persiapan
 Strategi
pembelajaran
3. Evaluasi
2. Pelaksanaan
 Model
pembelajaran
 Pembelajaran
kooperatif
Rencana
pengembangan
strategi
pembelajaran
dapat
pula
menggunakan satu teori dari ahli yang bersifat operasional yang
dikemukakan Atwi Suparman, dan dapat digunakan untuk tingkat
perencanaan pembelajaran mikro (RPP). Sedangkan untuk komponen
metode, media dan waktu dapat digunakan untuk tingkat perencanaan
pembelajaran makro (silabus). Rencana pengembangan pembelajaran
dibuat dalam bentuk bagan beserta contohnya sebagai berikut:
Tabel Bagan Strategi Instruksional
Urutan Kegiatan Instruksional
Deskripsi Singkat:
Metode
Media
Waktu
Pendahuluan Relevensi:
TIK:
Uraian:
Penyajian
Contoh:
Latihan:
Tes Formatif:
Penutup
Umpan Balik
Tindak Lanjut.
Sedangkan komponen metode dan media dijelaskan seperti tabel
di bawah ini.
Tabel Bagan Hubungan antara Metode dan Kemampuan
yang akan Dicapai
No
1
Metode
Ceramah
Kemampuan dalam TIK
Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur
2
Dokumentasi
Melakukan suatu keterampilan berdasarkan standar
prosedur tertentu.
3
Penampilan
Melakukan suatu keterampilan
4
Diskusi
Menganalisis/memecahkan masalah
5
Studi Mandiri
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistensi
/mengevaluasi/ melakukan sesuatu baik yang
bersifat kognitif, psikomotorik.
6
Kegiatan
Instruksional
terprogram
Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur
7
Latihan
dengan teman
Melakukan suatu keterampilan
8
Simulasi
Menjelaskan, menerapkan dan menganalisis suatu
konsep dan prinsip
No
9
Metode
Sumbang
saran
Kemampuan dalam TIK
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis
prinsip, dan prosedur tertentu
10
Studi kasus
Menganalisis/memecahkan masalah
11
Computer
Assisted
Learning
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistesis
/
mengevaluasi/melakukan
12
Insiden
Menganalisis/memecahkan masalah
13
Praktikum
Melakukan suatu keterampilan
14
Proyek
Melakukan
kegiatan
15
Bermain peran
Menerapkan suatu konsep, prinsip, atau prosedur
16
Seminar
Menganalisis/memecahkan masalah
17
Simposium
Menganalisis masalah
18
Tutorial
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis
konsep atau prinsip
suatu
19
Deduktif
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis
konsep. Prinsip, prosedur
suatu
20
Induktif
Mensistesis suatu konsep, prinsip, atau perilaku
sesuatu/menyusun
konsep,
laporan
suatu
Berdasarkan teori tersebut maka guru sebagai perencana pembelajaran
dapat mengkreasikan semua komponen strategi pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan dan situasi belajar yang ada.
4.
Evaluasi Pembelajaran
Kata evaluasi pada tulisan ini diidentikkan dengan kata penilaian yaitu
proses kegiatan mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian tujuan.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai peserta didik setelah
diberikan perlakuan dengan alat ukur tertentu. Kemampuan tersebut
meliputi:

Kemampuan berpikir (cognitive) terdiri dari mengingat (C-1),
mengerti(C-2), memahami (C-3), menganalisis (C-4), menilai (C-5) dan
mencipta (C-6);

Kemampuan mengadopsi suatu nilai dan sikap (Affective) terdiri dari
menerima
(A-1),
menanggapi
(A-2),
menghargai
(A-3),
mengorganisasikan/mengatur
diri
(A-4),
dan
mengamalkan/menjadikan pola hidup (A-5); dan

Kemampuan gerakan otot (psychomotor) terdiri dari meniru (p-1),
menerapkan/menggunakan/manipulasi
(p-2),
memantapkan/
ketepatan (p-3), merangkai/artikulasi (p-4) dan naturalisasi (P-5).
Berdasarkan paparan di atas maka evaluasi pembelajaran adalah proses
kegiatan mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kemampuan
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
definisi yang dikemukakan oleh perceivat dan Ellington: penilaian
pembelajaran siswa adalah kegiatan yang dirancang untuk mengukur
tingkat pencapaian siswa dalam belajar yang diperoleh melalui penerapan
program pengajaran tertentu dalam tempo yang relatif pendek (singkat).
Definisi ini sejalan dengan pasal 20 dan pasal 22 ayat 1 pada Peraturan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 yang mengatur
tentang penilaian pembelajaran oleh pendidik sesuai dengan kompetensi
dasar yang harus dikuasai.
Implikasi dari definisi ini adalah evaluasi/penilaian pembelajaran
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran,
sehingga harus relevan dengan tujuan yang akan dicapai.
Pada perkembangan kurikulum yang berjalan sekarang (KTSP) maka
rencana penilaian pembelajaran harus berdasarkan kemampuan minimal
yang dapat dilakukan atau ditampilkan siswa. Dengan demikian,
pendekatan penilaian yang tepat adalah penilaian Acuan Kriteria/Patokan
(PAP).
Konsekuensi PAP adalah siswa dinyatakan berhasil apabila telah
mencapai batas kelulusan dari perilaku (indikator/kriteria unjuk kerja)
yang telah ditetapkan.
TPK/Sub
Kompetensi/
Kompetensi
Khusus/
Kompetensi
Dasar
Penilaian
Batas lulus
minimal
60% - 100%
Indikator/
Kriteria Unjuk
Kerja
Pengukuran Tes/
Non Tes
Gambar Proses Penilaian Pembelajaran
Jenis tagihan dapat ditinjau dari aspek tugas individu atau tugas
kelompok, aspek proses atau produk aspek lingkup penilaian formatif, sub
sumatif atau sumatif, aspek ulangan harian; serta ulangan umum bersama
semester atau ujian akhir.
Tagihan adalah apa yang harus dilakukan/dikerjakan siswa atau perilaku
siswa yang akan diukur, dengan menggunakan berbagai alat penilaian.
Dalam hal ini Suharsimi menyebut dengan istilah obyek evaluasi.
Berbagai alat penilaian di bawah ini dapat digunakan dalam membantu
realisasi pengukuran tagihan seperti yang dikemukakan Depdiknas dalam
Sistem Penilaian Kelas.
1) Penilaian Tertulis
- Menggunakan tes tertulis dengan ragam soal kemampuan kognitif
dan pengetahuan keterampilan berbentuk pilihan ganda, benarsalah, uraian atau lainnya.
- Butir soal adalah pertanyaan, pernyataan atau tugas-tugas yang
harus dilakukan.
2) Penilaian Penampilan/Kinerja
- Menggunakan tes praktik dengan ragam soal kemampuan
aplikasi/keterampilan berbentuk rating scale atau checklist.
- Butir soal adalah kinerja/perbuatan yang didemonstrasikan oleh
siswa.
Misal:
 Siswa diminta untuk berpidato
ekpresifisik, suara dan verbal.
dengan
kemampuan
 Siswa diminta untuk berpidato dengan sistematika membuka,
menyajikan dan menutup.
3) Penilaian Portofolio
- Menggunakan nontes dengan ragam soal kemampuan hasil kerja
dalam waktu tertentu melalui penilaian diri dan kuesioner.
- Butir soaladalah dokumen/hasil kerja siswa/koleksi pekerjaan
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. penilaiannya dapat
dibedakan dari portofolio kerja, portofolio dokumentasi, dan
portofolio pertunjukkan
4)
Penilaian Sikap
- Menggunakan nontes dengan ragam soal kemampuan siswa dalam
menilai terhadap objek, orang atau masalah tertentu. Kemampuan,
ini, terdiri dari afeksi.(perasaan), kognisi (kepercayaan/keyakinan)
dan konasi (kecenderungan berbuat). Alat penilaiannya adalah
skala sikap dari Likert, observasi (daftar cek).
- Butir soal adalah perilaku afeksi, kognisis, atau konasi (dapat
berdiri sendiri atau gabungan).
Misal:
Kebijakan tentang pembuangan sampah dengan kompetensi siswa
mampu menerima peraturan kesehatan lingkungan.
Penilaian proses dan hasil belajar dimaksudkan untuk mengukur tingkat
penguasaan siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam indikator.
Menurut Depdiknas untuk merencanakan penilaiannya harus
diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.

Mengacu kepada kompetensi.

Menggunakan
acuan
mengajar/SKBM).

Bersifat holistik mencakup aspek kognitif, afektif dan psimotorik.

Kegiatan penilaian merupakan proses yang berkelanjutan.

Membangun rasa keingintahuan siswa terhadap kemampuan dirinya.

Menggali informasi melalui berbagai tagihan (alat) ukur yang harus
ditempuh oleh siswa

Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa untuk digunakan
sebagai bahan umpan balik.
kriteria
(standar
kelulusan
belajar
Rowntree mengemukakan prinsip-prinsip penilaian hasil belajar harus
memenuhi ketentuan:
-
Validitas (Kesahihan)
Kesesuaian pengukuran (pertanyaan, tes, atau alat ukur lainnya)
dengan tujuan penilaian dan perilaku yang akan dicapai.
-
Reliabilitas (Keterandalan)
Suatu ukuran konsistensi dari alat ukur menunjukkan hasil yang sarna
dari kondisi yang berbeda (setara untuk diperbandingkan).
-
Dapat Diterapkan (praktis)
Penilaian memungkinkan untuk dilaksanakan,
ukur/tagihan yang diminta kepada siswa realistis.
-
sehingga
alat
Manfaat dan Kewajaran
Penilaian harus mencerminkan tingkat ketepatan perilaku (wajar) dan
memberikan masukan tentang keadaan dirinya dan mendorong siswa
untuk terus memacu dirinya berprestasi di kelas.
Sedangkan langkah-langkah untuk merancang penilaian hasil belajar
sebagai komponen perencanaan pembelajaran, yang diadopsi dari Dick
dan Carey adalah sebagai berikut.

Menentukan maksud penilaian hasil belajar.

Membuat tabel spesifikasi untuk menjabarkan proporsi alat ukur.
Misal:
Kompetensi
Dasar
Indikator
Jenis Tagihan
Tes
Portofolio
Jumlah

Menulis butir-butir alat ukur dilengkapi dengan petunjuk sesuai
dengan jenis tagihan yang telah direncanakan

Menuliskan kunci jawaban atau rambu-rambu kunci jawaban untuk
alat ukur nontes.

Merencanakan skor dan nilai masing-masing alat ukur yang
digunakan sebagai informasi kemajuan hasil belajar siswa baik dalam
bentuk kuantitatif maupun kualitatif.
Langkah-langkah di atas dapat dilakukan guru pada perencanaan
pembelajaran tingkat mikro (RPP/rencana pelaksanaan pembelajaran).
Sedangkan untuk tingkat mata pelajaran/tema yaitu di dalam silabus
cukup menuliskan jenis tagihannya dan alat penilaiannya.
5.
Prosedur Pengembangan Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, dasar,
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi dan penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
 Apakah kompetensi yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam
standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok
 Bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam kegiatan
pembelajaran beserta alokasi waktu dan alat/sumber belajar yang
diperlukan; dan
 Bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan
penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan
aspek yang dinilai.
Penyusunan silabus harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
 Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
 Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosional, dan spiritual peserta didik
 Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi.
 Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi
dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan
sistem penilaian.
 Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian cukup menunjang pencapaian kompetensi dasar.
 Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi,
dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
 Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta
didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan
tuntutan masyarakat.
 Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,
afektif, psikomotor).
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini:
 Identifikasi
Berisi identifikasi satuan pendidikan, kelas, semester dan mata
pelajaran yang akan dikembangkan silabusnya
 Standar Kompetensi
Merupakan cuplikan dari standar isi tentang kompetensi siswa yang
akan dicapai.
 Kompetensi Dasar
Merupakan cuplikan dari standar isi tentang kompetensi dasar siswa
yang akan dicapai dari beberapa unit pembelajaran.
 Materi Pokok
Berisi materi pokok (konsep, fakta, prinsip, prosedur) yang akan
dipelajari untuk mencapai kompetensi dasar.
 Indikator
Rumusan penanda ketercakapan
kompetensi yang lebih khusus.
tujuan
pembelajaran
berupa
 Kegiatan Pembelajaran
Merupakan aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran untuk
mencapai indikator keberhasilan belajar.
 Penilaian
Jenis-jenis penilaian yang akan dilakukan untuk
ketercapaian tujuan pembelajaran baik tes maupun non tes.
mengukur
 Alokasi Waktu
Durasi pembelajaran selama pertemuan berlangsung untuk materi dan
indikator yang telah ditentukan, termasuk alokasi waktu penilaian yang
terintegrasi dengan pembelajaran.
 Sumber/Bahan/Alat
Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran dicantumkan
disini disertai bahan dan yang digunakan, misal antara lain: buku teks,
alat, nara sumber.
Silabus merupakan bagian terintegrasi dari KTSP dan merupakan
dokumen bagi guru dalam merencanakan berdasarkan Standar Isi yang
tercantum dalam Pemendiknas Nomor 20 tahun 2006. Pengembangan
silabus dapat mengikuti format sesuai dengan keperluan dengan tidak
mengurangi komponen-komponen penting dari silabus yang telah dibahas
dalam modul. Format silabus memiliki dua komponen identitas dan
komponen pengembangan (pokok). Ada tiga bentuk format silabus yang
dapat dipilih, yaitu:
Contoh Format Matrik 1
SILABUS
Nama Sekolah
: ………………………………………….
Mata Pelajaran
: ………………………………………….
Kelas/Semester
: ………………………………………….
Standar Kompetensi
: ………………………………………….
Komponen identitas
Kompetensi Materi
Dasar
Pokok
Indikator
Kegiatan
Penilaian
Pembelajaran
Alokasi
Waktu
Sumber
Bahan/Alat
……
……
……
……
……
……
……
Komponen pengembangan/pokok
Contoh Format Matrik 2
SILABUS
Nama Sekolah
: ………………………………………….
Mata Pelajaran
: ………………………………………….
Kelas/Semester
: ………………………………………….
Komponen identitas
Standar Kompete
Kegiatan
Materi
Alokasi
Kompete
nsi
Indikator Pembelaja Penilaian
Pokok
Waktu
nsi
Dasar
ran
Sumbe
r
Bahan/
Alat
……
……
……
……
……
……
……
Komponen pengembangan/pokok
Contoh Farmat Naratif
SILABUS
Nama Sekolah
:
………………………………………….
Mata Pelajaran
:
Komponen identitas
………………………………………….
Kelas/Semester
:
………………………………………….
1. Standar Kompetensi
: ….
2. Kompetensi Dasar
: ….
3. Materi Pokok
: ….
4. Indikator
: ….
5. Kegiatan Pembelajaran :….
6. Penilaian
: ….
7. Alokasi Waktu
:….
8. Sumber/Bahan/Alat
:….
Komponen pengembangan/pokok
Komponen pengembangan/pokok pengembangan silabus dengan
pendekatan mata pelajaran disusun melalui tahapan berikut:
 Mengisi Kolom Identitas
Identifikasi adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda
silabus, seperti nama sekolah, maka pelajaran, kelas/semester.
Penyusun silabus mengisi sesuai dengan identifikasi pada format
yang diberikan, Contoh:
SILABUS
Nama Sekolah
:
SD
Mata Pelajaran
:
Matematika
Kelas/Semester
:
V/1
Standar Kompetensi :
…..
Kompetensi identitas
 Menulis dan mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Sebelum menuliskan standar kompetensi (SK) dan kompetensi
dasar (KD) terlebih dahulu mengkaji SK dan KD mata pelajaran
sebagaimana tercantum pada standar isi, dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
- Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau
tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan
yang ada di S1
- Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar
dalam mata pelajaran;
- Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar
antar mata pelajaran.
SILABUS
Contoh:
Nama Sekolah
:
Mata Pelajaran
: Matematika
Kelas/Semester
: V/1
Standar Kompetensi
sudut,
: 2. Menggunakan pengukuran waktu,
jarak dan kecepatan dalam pemecahan
masalah
Kompetensi
Dasar
2.1 Menuliskan
tanda waktu
dengan
menggunak
an notasi 24
jam
Materi
Pokok
Kegiatan
Pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi
Waktu
Sumber
/Bahan/
Alat

Mengidentifikasi Materi Pokok
Dalam mengidentifikasi materi pokok harus dipertimbangkan:
- Potensi peserta didik
- relevansi dengan karakteristik daerah,
- tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
spiritual peserta didik;
- kebermanfaatan bagi peserta didik;
- struktur keilmuan;
- aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
- relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan
lingkungan; dan
- alokasi waktu yang tersedia
Selain itu juga harus memperhatikan:
- Tingkat keahlian (valid): materinya teruji kebenaran dan
kesahihannya.
- Tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan
memang benar-benar diperlukan oleh siswa.
- Kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasardasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya.
- Layak dipelajari (leam ability): materi layak dipelajari baik dari
aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar
dan kondisi setempat.
- Menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan
memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.
Contoh:
Nama Sekolah
:
Mata Pelajaran
: Matematika
Kelas/Semester
: V/1
Standar Kompetensi
: 2.
Menggunakan pengukuran waktu,
sudut, jarak dan kecepatan dalam
pemecahan masalah

Kompetensi
Dasar
Materi
Pokok
2.1 Menuliskan
tanda waktu
dengan
menggunak
an notasi 24
jam
Pengukuran
(waktu,
sudut, jarak,
dan
kecepatan
Kegiatan
Pembe
lajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi
Waktu
Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup : sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik,
maka pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan
dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun
alat penilaian.
Kriteria indikator:
- Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa
- Berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
- Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life
skills)
- Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara
utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).
- Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan
- Dapat diukur/dapat dikuantifikasi
- Memperhatikan ketercapaian standar lulusan secara nasional
- Menggunakan kata kerja operasional (terlampir)
- Tidak mengandung pengertian ganda (ambigu).

Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi
Sumber
/Bahan/
Alat
antar peserta didik, peserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian
kompetensi dasar. Pengalaman belajar dimaksud dapat terwujud
melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik" Pengalaman belajar memuat
kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan
kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
- Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
diajukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar.
- Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan
hierarki konsep materi pembelajaran.
- Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur pendiri yang mencerminkan
pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan
materi.
- Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan
kompetensi dasar secara utuh.

Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian untuk memperoleh menganalisis,
dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik
yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan
berdasarkan prosentase pemenuhan indikator. Berdasarkan pada
PP Nomor 19 tahun 2005 bahwa penilaian hasil belajar oleh
pendidik terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, dan ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan non tes.
Penilaian dengan tes bentuk tertulis, lisan dan perbuatan (praktik).
Adapun penilaian dengan non tes dapat dilakukan dengan
pengamatan, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,
proyek dan/atau produk" Dalam rangka mendukung pelaksanaan
penilaian yang bermakna dapat dilengkapi portofolio untuk
masing-masing anak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penilaian adalah sebagai berikut:
- Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
- Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa
yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang
terhadap kelompoknya.
- Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang
berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih,
kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi
dasar yang telah dikuasai dan yang belum, serta untuk
mengetahui kesulitan peserta didik,
- Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
Tindak lanjut berupa perbaikan kegiatan pembelajaran
berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian
kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan
program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi
kriteria ketuntasan.
- Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar
yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, jika
pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi
lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun
produk/hasil observasi lapangan yang berupa informasi yang
dibutuhkan.
- Penilaian dapat dilakukan secara: Tes tertulis, lisan, unjuk kerja,
penugasan, produk, kinerja, dan pengamatan.
Bentuk instrumen penilaian dipilih sesuai dengan teknik/jenis
penilaiannya. Beberapa contoh bentuk instrumen penilaian yang
dapat dipilih sebagai berikut:
No
1
Teknik/jenis
Tes Tertulis
Bentuk Instrumen
 Tes isian








Tes uraian
Tes Pilihan Ganda
Menjodohkan
Jawaban singkat
Benar-Salah
Dan lain-lain
Daftar pertanyaan
Tes identifikasi
Tes Simulasi
Uji petik kerja produk
Uji petik kerja prosedur
Tugas rumah
Tugas proyek
Lembar observasi
2
Tes Lisan
3
Tes Perbuatan (Unjuk Kerja)
4
Penugasan
5
Observasi







6
Wawancara
 Pedoman wawancara
7
Portofolio
 Dokumen pekerjaan, karya,
prestasi siswa
Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan
pada jumlah efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu
dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan,
kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi
dasar" Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan
perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang
dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Alokasi waktu
termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dalam pembelajaran.

Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak
dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar serta materi pokok pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Contoh :
Silabus untuk SMK Keahlian Administrasi Perkantoran
Nama
: SMK “X”
Mata Pelajaran
: Keadilan Administrasi Perkantoran
Kelas/Semester
: XI/1
Standar Kompetensi
: Siswa SMK “X” Kelas XI Semester 1 Mampu Bekerja Dalam Satu
Tim
Kompetensi
Dasar
Materi Pokok
Mendeskripsikan
pengertian bekerja
dalam suatu tim
Pengertian
bekerja dalam
satu tim
Indikator
Kegiatan
Pembelajaran
Penilaian
1. Menjelaskan arti
1. Mengamati
bekerja dalam satu tim
manajemen
koperasi sekolah
2. Menjelaskan tujuan
bekerja dalam satu tim 2. Mendeskripsikan
hasil pengamatan
3. Menyimpulkan
manfaat bekerja
dalam satu tim
1. Portofolio
laporan
pengamatan
Alokasi
Waktu
Sumber/
Bahan/Alat
2 jam
pelajaran
1. Modul
Bekerja
Sama
dengan
Pelanggan
2. Unjuk kerja
diskusi
kelompok
2. Latar
Koperasi
Mengetahui
Jakarta, ………………………….
Kepala SMK “X”
Guru Yang Bersangkutan
____________________
______________________
6.
Prosedur Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta
didik dalam upaya mencapai KD. setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap
pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP terdiri dari:
 Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah
pertemuan.
 Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau
semester pada suatu mata pelajaran.
 Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
 Indikator pencapaian kompetensi
Indikator pencapaian adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar
tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator
pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
 Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
 Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,
dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
 Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
KD dan beban belajar.
 Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran indikator yang telah ditetapkan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi
peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi
yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan
pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai
kelas 3 SD/MI.
 Kegiatan pembelajaran
1) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran.
2) Inti
Kegiatan inti merupakan pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis dan peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi, elobarasi, dan
konfirmasi.
3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik,
dan tindak lanjut.
 Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian.
 Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi
Dalam penyusunan RPP prinsip-prinsip yang harus diperhatikan adalah:
 Perbedaan individu peserta didik
 RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin,
kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat,
potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,
kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
lingkungan peserta didik.
 Mendorong partisipasi aktif peserta didik
 Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam
berbagai bentuk tulisan
 Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran
dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman
beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai tulisan.
 Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
 RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi.
 Keterkaitan dan keterpaduan
 RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan
antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu
keutuhan
pengalaman
belajar.
RPP
disusun
dengan
mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
 RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi
informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif
sesuai dengan situasi dan kondisi.
7. Desain Materi Pembelajaran
Objek formal dalam teknologi pembelajaran adalah masalah belajar. Salah
satu alternatif pemecahannya dalam definisi teknologi pendidikan menurut
AECT (1977) menggunakan sumber belajar sebagai komponen sistem
pembelajaran yang lengkap. Artinya sumber belajar yang dipilih, dirancang
dan atau dimanfaatkan tidak dapat terlepas dari silabus dan RPP yang
telah Anda rancang. Guru perlu mempersiapkan sumber pustaka untuk
mengembangkan materi pembelajarannya baik melalui perpustakaan
maupun internet.
Perangkat bahan ajar modul dan LKS ini disusun, sejalan dengan kondisi
satuan pendidikan dari berbagai aspek yang berbeda, sehingga modul dan
LKS harus disusun oleh guru.
Pengembangan bahan
ajar diarahkan untuk meningkatkan kualitas
pemahaman diri siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas
belajar siswa diarahkan kepada kemampuan belajar mandiri siswa dalam
mencapai tujuan belajarnya. Di bawah ini akan dijelaskan pengembangan
bahan ajar modul dan LKS. Untuk mempermudah Anda dalam mengikuti
kegiatan belajar ini pelajari kembali komponen-komponen desain sistem
pembelajaran.
Sumber belajar bahan (perangkat lunak) modul dan LKS merupakan satu
kesatuan dengan desain pembelajaran yang Anda kembangkan. Sebagai
sistem pembelajaran, bahan ajar yang akan dikembangkan saling terkait
dengan komponen lain dalam berproses mencapai tujuan pembelajaran
yang ditetapkan. Ketiadaan komponen sumber belajar bahan akan
mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Pengembangan sumber belajar bahan yang dirancang oleh guru terkait
dengan pengolahan isi pelajaran dan aktivitas belajar siswa. Pengolahan isi
pelajaran atau pengetahuan yang akan dipelajari siswa dapat dirancang
dalam bentuk bahan ajar modul dan lembar kerja siswa (LKS).
Bahan ajar adalah isi pelajaran dari suatu bidang ilmu yang disajikan dan
dikemas dalam bentuk cetak atau non cetak. Bahan ajar seperti modul dan
LKS yang sengaja dirancang sebagai sumber belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran, dilakukan melalui tahap perancangan dan tahap
pengembangan materi. Tahap produksi evaluasi dapat dilakukan oleh
pihak lain (tenaga khusus). Tahap perancangan, guru harus menyusun
garis besar isi modul dari jabaran isi modul/LKS. Sedangkan tahap
pengembangan, guru harus mengimplementasikan jabaran isi modul/LKS
sesuai sistematika penulisan dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
keakuratan disiplin ilmu pengetahuan, bahasa dan ilustrasi.
a. Pengembangan Bahan Ajar Modul
Modul dalam kawasan teknologi pembelajaran merupakan sumber
belajar teknologi cetak. Sumber belajar ini berfungsi sebagai upaya
interaksi peseta didik dengan modul sehingga dapat terjadi perubahan
perilaku. Dengan demikian siswa berinteraksi secara tidak langsung
dengan guru melalui bahan ajar yang dikembangkan sehingga dapat
membuat siswa belajar.
Pengembangan modul berbeda dengan LKS dari aspek komponen, fisik
dan gaya bahasa. Bahasa yang digunakan lebih komunikatif, seolaholah guru hadir di kelas dan siswa memperhatikannya. Modul
merupakan kelengkapan dari buku teks, karena digunakan untuk
keperluan belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Sebelum modul dikembangkan, guru perlu merancang terlebih dahulu
garis besar isi modul. Garis besar isi modul dan jabaran isi modul
merupakan acuan guru dalam mengembangkan isi modul.
1) Garis Besar Isi Modul dan Jabaran Isi Modul (GBIM dan JIM)
Langkah pertama dari pengembangan modul, pola pikir Anda tidak
boleh terlepas dari bagaimana Anda melakukan pengembangan
tujuan pembelajaran, mengembangkan materi pembelajaran dan
menentukan pengalaman belajar. Hal-hal yang sudah Anda lakukan
pada kegiatan belajar 1 akan mempermudah penyusunan GBIM dan
JIM.
Garis Besar Isi Modul merupakan acuan isi materi yang akan
dijabarkan dan disusun dalam bentuk matriks. Komponenkomponennya terdiri dari identitas mata pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, metode, media,
waktu, tes dan pustaka. Komponen-komponen ini dikembangkan
tidak berbeda dengan silabus. Yang berbeda hanya pada bagian tes
karena fungsi tes untuk menilai sejauh mana penguasaan siswa
terhadap isi
diperhatikan.
modul.
Keterkaitan
antara
komponen
harus
Langkah-langkah penyusunannya GBIM adalah sebagai berikut:
1) Menuliskan identitas mata pelajaran sama seperti dalam silabus
2) Mengidentifikasi standar kompetensi, dan kompetensi dasar dari
standar isi
3) Menuliskan indikator berdasarkan analisis pembelajaran yang
telah Anda lakukan, mulai dari indikator yang paling.
4) Menuliskan materi pokok dan sub materi pokok.
5) Menentukan metode dan media yang diperlukan untuk
pengembangan isi pelajaran.
6) Menentukan alokasi waktu yang harus digunakan siswa dalam
mempelajarinya. Selain itu harus diperhatikan tingkat kesulitan
materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa.
7) Menentukan evaluasi yang akan dikembangkan (latihan dan tes
formatif)
8) Menuliskan sumber pustaka untuk mengembangkan materi.
Tujuh langkah GBIM tersebut dituliskan dalam bentuk matriks.
Contoh:
GARIS BESAR ISI MODUL (GBIM)
Mata Pelajaran
Kelas / Semester
Standar Kompetensi
:
:
:
Kompetensi
Dasar
Indikator
Materi
Pokok
dan Sub
Materi
Pokok
1.
1.1
1
1.2
1.1
1.2
Metode
Media
Waktu
2 jam
pelaja
ran
Tes
Evaluasi
Sumber
Pustaka
1. Latihan
1.
2. Tes
2.
f
o
4. r
m
5.
a
t
i
f
3.
Berdasarkan GBIM, selanjutnya guru perlu membuat jabaran isi
modul (JIM) dalam bentuk matriks. Pada JIM harus dituliskan uraian
materi esensial dari tiap sub materi pokok dan butir-butir
evaluasinya baik untuk latihan atau tes formatif. Selain itu nomor
kegiatan belajar dan judul modul juga dilengkapi.
Contoh:
JABARAN ISI MODUL
Mata Pelajaran
:
.......................................................................................
Kelas / Semester :
.......................................................................................
Standar Kompetensi ....................................................................................... :
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
Nomor
Kegiatan
Belajar
1
Judul
Modul
Kompetensi
Dasar
Bekerjasama Mampu
dengan
bekerja
pelanggan
sama
dengan
pelanggan
Materi
Pokok dan
Sub Materi
Pokok
1.
Uraian
(Materi Esensial)
Evaluasi
(Butirbutir)
1.1
Latihan :
1.2
Tes
formatif 1:
1.1
1.2
2) Pengembangan Isi Modul
Tahap pengembangan isi modul yang harus diperhatikan oleh guru
adalah sistematika modul dan prinsip mengembangkan bagianbagian modul (Sitepu, 2006, h. 110-116).
Modul belajar mandiri terdiri atas tiga bagian utama. Bagian awal
modul berisi pendahuluan, bagian inti berisi bahan pelajaran, dan
bagian akhir modul berisi tes sumatif.
a) Bagian Awal memberikan informasi umum tentang bahan
pelajaran, kegunaan, tujuan pembelajaran umum, susunan dan
keterkaitan antar judul modul bahan pendukung lainnya, dan
petunjuk untuk mempelajari bahan pelajaran.
b) Bagian Inti terdiri atas unit-unit pelajaran. Masing-masing unit
terdiri atas pendahuluan, kegiatan belajar, dan daftar pustaka.

Pendahuluan berisi cakupan materi (deskripsi singkat), tujuan
pembelajaran khusus, perilaku/kemampuan awal, manfaat,
dan urutan pokok bahasan secara logis, dan petunjuk
belajar/cara mempelajari modul.

Kegiatan belajar mencakup uraian bahan pelajaran, contohcontoh, latihan, rangkuman, tes formarif dan kunci jawaban.

Daftar pustaka berisi daftar sumber dan bacaan yang dapat
dipergunakan pemelajar untuk memperkaya isi pokok
bahasan.
c) Bagian Akhir berisi penutup modul, tes sumatif, glosarium, dan
lampiran-lampiran yang terkait dengan isi modul.
Bahan belajar mandiri dikembangkan dengan prinsip bahwa i bahan
pelajaran itu:
1.
memberikan tuntunan,
2.
membangkitkan motivasi belajar,
3.
menimbulkan rasa ingin tahu,
4.
memacu,
5.
mengingatkan,
6.
menanyakan,
7.
memberikan umpan balik,
8.
mengevaluasi hasil dan kemajuan belajar,
9.
memberikan bantuan remedial, dan
10. memberikan pengayaan.
a) Bagian Awal
Penyusunan dan pengembangan bagian awal dilakukan dengan
langkah-langkah berikut.
 Memberikan penjelasan umum tentang isi bahan pelajaran secara
keseluruhan sehingga memberikan gambaran tentang hal-hal
yang akan dipelajari serta kedalaman dan keluasan bahasannya.
 Apabila diperlukan, disebutkan perilaku/pengetahuan awal
yang perlu dimiliki pemelajar sebelum mempelajari bahan
pelajaran itu.
 Menyebutkan manfaat bahan pelajaran itu bagi pemelajar.
Manfaat yang dimaksud termasuk untuk belajar lebih lanjut
dan/atau dalam melakukan tugas profesional atau dalam
kehidupan sehari-hari.
 Menguraikan tujuan umum bahan pelajaran secara jelas yang
menggambarkan kompetensi yang akan diperoleh.
 Menggambarkan peta konsep bahan pelajaran secara lengkap
sehingga terlihat hubungan antar konsep.
 Memberikan petunjuk dan langkah-langkah yang operasional
bagaimana cara menggunakan dan mempelajari bahan pelajaran
itu sehingga membantu dan memudahkan pemelajar
mempelajari dan menguasai bahan pelajaran itu. Dalam petunjuk
ini hendaknya pula diberitahu bagaimana cara mengerjakan
tugas, latihan, dan tes serta cara menggunakan kunci jawaban
yang disediakan.
Oleh karena bagian awal ini merupakan pembukaan kegiatan belajar,
maka dalam menyusun dan mengembangkan isi bahan awal ini
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.



Disusun secara sistematis dan mudah dipahami.
Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pemelajar.
Enak dibaca dan menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin
membacanya lebih lanjut.
b) Bagian Inti
Bagian inti disusun dalam bentuk unit-unit pelajaran yang masingmasing berdiri sendiri. Masing-masing unit diberi judul dan terdiri
atas pendahuluan, kegiatan belajar dan daftar pustaka.
1) Pendahuluan
Pendahuluan disusun dengan cara berikut.
 Menyebutkan cakupan bahan pelajaran dalam unit yang
bersangkutan. Cakupan itu meliputi materi pokok, teori, dan
konsep yang akan dipelajari.
 Menjelaskan hubungan antara bahan pelajaran yang
bersangkutan dengan bahan pelajaran pada unit sebelumnya
 Menyebutkan manfaat mempelajari dan menguasai bahan
pelajaran dalam unit yang bersangkutan.
 Menyebutkan secara operasional dan terukur kompetensi
yang akan diperoleh dengan mempelajari bahan pelajaran
dalam unit yang bersangkutan. Kompetensi yang dimaksud
dinyatakan dalam rumusan Tujuan Pembelajaran Khusus
(TPK/TIK) yang memuat unsur sasaran (audience), perilaku
(behavior), kondisi (condition), dan tingkatan (degree)
 Bila perlu, menyebutkan kemampuan/perilaku awal yang
perlu dimiliki pembelajar sebelum mempelajari unit tertentu.
 Menjelaskan cara mempelajari bahan pelajaran termasuk cara
menggunakan media yang melengkapi (kalau ada) dan
sumber-sumber belajar lain yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan penguasaan pemelajar atas bahan pelajaran.
2)
Kegiatan belajar.
Kegiatan belajar memuat uraian yang merupakan bahan
pelajaran untuk unit yang bersangkutan. Kegiatan belajar ini
disajikan dalam bentuk uraian, contoh, latihan, rangkuman, tes
formatif, dan kunci jawaban.
Uraian bahan pelajaran dilakukan dengan cara berikut.
 Menguraikan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai untuk
mencapai tujuan pembelajaran khusus (TPK).
 Menyusun urutan konsep-konsep dan teori-teori secara
sistematis, mudah dipahami, serta sesuai dengan teori belajar
dan membelajarkan.
 Memperjelas konsep-konsep dengan teori-teori, contoh-contoh
dan/atau ilustrasi seperti gambar, grafik, atau tabel.
Dalam menyusun dan mengembangkan bahan kegiatan belajar
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.
 Strategi, metode, dan teknik pembelajaran memperhatikan
karakteristik pemelajar serta karakteristik bahan pelajaran.
 Teknik penyajian informasi dalam bentuk naratif, deskriptif,
eksposisi, dedukatif, induktif, ekplanasi, atau argumentasi
bergantung pada tujuan pembelajaran dan karakteristik isi
bahan pelajaran.
 Organisasi bahan pelajaran dibuat dengan ukuran dan
susunan yang sistematis dan logis sehingga memudahkan
pemelajar melihat kaitan antar bab dengan sub-bab, dan
paragraf secara jelas.
 Uraian menumbuhkan atau meningkatkan motivasi pemelajar
untuk berpikir dan berbuat.
 Susunan dan penempatan naskah dan ilustrasi dibuat
sedemikian rupa sehingga informasi mudah dipahami dan
menarik dipelajari. Ilustrasi ditempatkan sedekat mungkin
dengan konsep yang dijelaskan.
 Isi uraian, contoh, dan ilustrasi tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang dianut pemelajar atau lingkungan tempat
belajar serta dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
 Untuk memantapkan pemahaman dan penguasaan pemelajar
atas konsep yang sedang dipelajari, perlu diberikan latihan
yang sesuai dalam bentuk soal, tugas, eksperimen, dan lainlain. Latihan yang diberikan relevan dengan bahan pelajaran
yang sedang dipelajari serta sesuai dengan kemampuan
pemelajar dan menantang pemelajar berpikir dan berbuat
kritis. Latihan dapat diberikan di tengah atau pada akhir
uraian suatu pokok bahasan.
 Untuk memudahkan siswa mengingat, setiap unit bahan
pelajaran diakhiri dengan rangkuman yang berisikan inti
bahan pelajaran itu serta terkait dengan TPK yang disebutkan
pada awal unit. Rangkuman berfungsi untuk menyimpulkan
dan memantapkan pengalaman dan perolehan hasil belajar.
Rangkuman disusun secara ringkas, berurutan, mudah
dipahami, dan bersifat menyimpulkan. Rangkuman diletakkan
sebelum tes formatif.
 Menggunakan bahasa yang komunikatif dan menarik.
3)
Tes formatif
Tes formatif diberikan pada akhir setiap unit atau pokok bahasan
dengan tujuan untuk mengukur Penguasaan pemelajar atas
bahan pelajaran pada unit atau pokok bahasan tertentu dengan
mengacu pada TPK yang telah ditetapkan. Hasil tes formatif i
dijadikan sebagai dasar untuk langkah belajar lebih lanjut,
apakah dapat diteruskan ke unit atau pokok bahasan berikutnya
atau memerlukan remedial.
Tes formatif biasanya menggunakan tes objektif yang
jawabannya adalah tunggal dan tidak mungkin bervariasi.
Penggunaan jenis tes ini akan memudahkan pemelajar untuk
memeriksa kebenaran jawabannya dengan menggunakan kunci
jawaban yang tersedia. Dalam menyusun butir soal tes objektif,
secara umum perlu diperhatikan berikut.
 Butir tes mengukur TPK yang sudah ditetapkan.
 Butir tes hendaknya disusun secara jelas, tepat, dan
menggunakan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar
 Butir soal dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang
sesuai
dengan
kemampuan
pemahaman
Pemelajar.
Hendaknya dihindari penggunaan struktur bahasa yang
terlalu mudah atau terlalu sulit.
 Semua informasi yang diperlukan untuk memilih jawaban
yang benar seharusnya tersedia dalam butir soal dan
menghilangkan kata-kata dan frase yang tidak berfungsi.
 Budi soal yang diangkat langsung dari bahan pelajaran hanya
akan mengukur kemampuan menghafal dan bukan
pemahaman.
 Butir soal yang membantu atau mempersulit menjawab soal
berikutnya hendaknya dihindari. Yang dimaksud dengan
membantu ialah butir soal yang memberikan arah untuk
jawaban butir soal yang berikutnya. yang dimaksud dengan
mempersulit ialah butir soal yang tidak dapat dijawab tanpa
dapat menjawab soal yang sebelumnya dengan benar.
Tes objektif dapat disusun dalam 4 bentuk tes, yaitu (1) jawaban
singkat, (2) padanan/penjodohan, (3) pilihan benar-salah, dan (4)
pilihan ganda.
(1) Jawaban Singkat
Tes dalam bentuk ini meminta pemelajar mengisi ruang yang
dikosongkan dalam suatu Pernyataan, dengan kata atau frase
yang benar atau memberikan jawaban yang singkat terhadap
suatu pertanyaan.
Dalam menysusun butir soal ini perlu diperhatikan:
 Butir soal hendaknya untuk melengkapi pernyataan.
 Hindari membuat lebih dari dua tempat kosong untuk
dilengkapi dalam satu pernyataan sehingga maknanya
secara keseluruhan tidak jelas.
 Jika menggunakan pernyataan yang tidak lengkap,
hendaknya tempat yang dikosongkan berada pada akhir
pernyataan.
(2) Padanan/Penjodohan
Padanan/penjodohan adalah bentuk tes yang meminta
pemelajar memilih padanan/atau jodoh yang sesuai dengan
soal/stimulus yang diberikan. Bentuk tes seperti ini dapat
mencakup bahan pelajaran lebih efisien dibandingkan dengan
pilihan ganda.
Dalam menyusul butir soal dalam bentuk tes ini perlu
diperhatikan ha-hal berikut.
 Soal/stimulus dan padanannya/jodohnya disusun dalam
kolom terpisah. Soal/stimulus disusun dalam kolom
sebelah kiri dan padanannya/jodohnya pada kolom
sebelah kanan.
 Butir soal/stimulus diberi nomor secara berurut dengan
menggunakan angka, sedangkan butir padanan/jodoh
diberi nomor secara berurut dengan menggunakan huruf.
(3) Benar-salah
Benar-salah adalah bentuk tes yang meminta pemelajar
menentukan benar atau salah atas suatu pernyataan yang
diberikan. Di samping banyak dikritik karena dianggap
hanya mengukur kemampuan hafalan dan jawabannya dapat
diberikan dengan cara menebak, bentuk soal ini
dipertahankan oleh banyak ahli. Bentuk tes ini tetap dianggap
efektif dan efisien untuk mengukur berbagai jenis
kemampuan apabila disusun secara cermat dan tepat.
Dalam menyusun butir soal benar-salah perlu diperhatikan
hal-hal berikut.
1) Setiap pernyataan mengandung konsep atau masalahmasalah yang penting.
2) Pernyataan disusun relatif singkat.
3) Pernyataan dalam bentuk kalimat negatif khususnya
negatif ganda perlu dihindarkan.
4) Pernyataan yang membingungkan dan mengecohkan
dihindarkan.
5) Kata-kata penjurus yang mengarahkan jawaban pada
salah satu pilihan tidak digunakan.
6) untuk pernyataan yang bersifat pendapat seseorang,
hendaknya dikutip sesuai dengan aslinya atau yang
resmi.
7) Panjang pernyataan dibuat relatif sama antara
pernyataan yang menghendaki jawaban benar dan salah.
8) Jumlah pernyataan dibuat sama antara pernyataan yang
menghendaki jawaban benar dan salah.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir
soal pilihan ganda antara lain ialah sebagai berikut.
(a) Butir soal dapat dibuat dalam bentuk penanyaan atau kalimat
penggalan (pernyataan yang tidak lengkap).
(b) Bila yang dipergunakan adalah kalimat penggalan, maka
pilihan ganda diletakkan pada akhir penggalan.
(c) Soal dibuat secara singkat dan jelas dengan memperhatikan
tingkat kemampuan membaca pemelajar.
(d) Dihindari membuat soal dengan mengutip langsung dari teks
bahan pelajaran.
(e) Soal dirumuskan dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa
yang benar.
(f) Jumlah pilihan untuk setiap butir soal adalah empat atau lima,
tetapi untuk pemelajar pemula sebaiknya hanya tiga pilihan.
(g) Jumlah kata atau panjang pilihan dibuat sama atau hampir
sama.
(h) Semua pilihan terkait dengan isi kalimat penggalan yang
mendahuluinya
(i) Sedapat mungkin dihindari kalimat dalam bentuk negatif.
Tes formatif dilengkapi dengan kunci jawaban yang dapat
ditempatkan pada halaman khusus/tersendiri. Pada awal unit
hendaknya sudah diberitahukan kepada pemelajar cara
mengerjakan tes formatif, cara menggunakan kunci jawabannya,
serta cara menghitung skor hasilnya.
4) Daftar Pustaka
Pada akhir unit diberikan daftar pustaka sebagai bacaan lebih
lanjut untuk memperkaya pengalaman belajar pemelajar. Dalam
membuat daftar pustaka tersebut hendaknya diperhatikan
kemungkinan pemelajar dapat memperoleh bahan bacaan
tersebut. Hendaknya diperioritaskan bahan bacaan yang mungkin
dapat diperoleh pemelajar di perpustakaan, toko buku, atau
tempat lain.
c) Bagian Akhir
Bagian akhir modul terdiri atas
 Penutup
 Tes sumatif
 Kunci jawaban tes formatif dan tes sumatif
 Glosarium
 Lampiran-lampiran yang terkait dengan isi modul
Pada bahan belajar mandiri untuk SMU yang dikembangkan Pustekom
bekerjasama dengan Depdiknas (2002) bahwa modul terbagi atas:
1) Petunjuk guru, yang terdiri dari:
 Gambaran umum modul, yang berisi tujuan pembelajaran,
pokok-pokok materi, dan tugas yang harus dikerjakan siswa.
 Peran guru dalam membantu siswa menguasai materi
pembelajaran, berisi strategi pembelajaran, bantuan khusus,




2)
petunjuk untuk pemanfaatan media yang lain, dan pengayaan
untuk siswa.
Evaluasi, berisi tugas guru dalam mengevaluasi dan strategi
evaluasi.
Refernesi
Kunci jawaban tes akhir modul
Tes akhir modul
Kegiatan siswa, yang terdiri dari:
 Pendahuluan, yang berisi gambaran singkat tentang materi yang
akan dipelajari, tujuan pembelajaran
umum, tujuan
pembelajaran khusus, petunjuk atau cara mempelajari modul
bagi siswa, kegunaannya, serta waktu untuk mempelajari modul.
 Kegiatan belajar, yang berisi tujuan pembelajaran khusus, uraian
materi, dan tugas.
 Penutup, yang berisi rangkuman, tidak lanjut, kunci jawaban
tugas, daftar istilah, dan daftar pustaka.
Contoh:
Pengembangan isi modul dari penulis Sri Endang R. dan Sri Mulyani
untuk SMK tampak pada daftar isi berikut.
KATA PENGANTAR .........................................................................................
v
DAFTAR ISI .........................................................................................................
vi
PETA KEDUDUKAN MODUL ........................................................................ viii
GLOSARIUM .......................................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
A. Deskripsi Umum ......................................................................................
2
B. Prasyarat ....................................................................................................
2
C. Petunjuk Penggunaan Modul ................................................................
2
D. tujuan Akhir Pemelajaran .......................................................................
3
E. Standar Kompetensi dan Cek Kemampuan .........................................
4
II. PEMELAJARAN ...........................................................................................
7
Kegiatan Belajar 3: Memelihara Standar Presentasi Pribadi ...................
8
A. Pentingnya Grooming dalam Penampilan Prima .................................
8
B. Kekuatan Kepribadian ............................................................................
17
C. Etika, Moral, dan Etiket (Tata Krama) ...................................................
26
D. Bahasa Tubuh ...........................................................................................
30
E. Komunikasi Nonverbal ...........................................................................
32
F. Jamuan Bisnis dan Tabel Manner .............................................................
37
Tes Formatif ...................................................................................................
52
Aktivitas .........................................................................................................
57
Skala Sikap .....................................................................................................
65
Kegiatan Belajar 4: Bekerja dalam Satu Tim ................................................
66
A. Pengertian Bekerja dalam Satu Tim ......................................................
66
B. Prinsip-prinsip Bekerja dalam Satu Tim ...............................................
67
C. Tujuan Bekerja dalam Satu Tim .............................................................
69
D. Manfaat Bekerja dalam Satu Tim ...........................................................
70
E. Tugas dan Tanggung Jawab dalam Tim ...............................................
71
F. Tahapan Perkembangan Tim .................................................................
73
G. Karakter Budaya Kerja dalam Tim ........................................................
75
H. Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Masing-masing Tim ......................
78
I. Hubungan Internal Vertikal-Horizontal ..............................................
80
J. Arti dan Manfaat Hubungan Antarpribadi (Interpersonal
III.
Relationship) ................................................................................................
82
K. Pengembangan Profesional Kerja ..........................................................
83
Tes Formatif ...................................................................................................
88
Aktivitas .........................................................................................................
93
Skala Sikap .....................................................................................................
96
EVALUASI
A. Uji Kompetensi Teori ............................................................................... 104
B. Uji Kompetensi Keterampilan ................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 105
INDEKS ................................................................................................................ 106
b. Pengembangan Bahan Ajar Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS telah banyak dibuat oleh guru dan dimanfaatkan di sekolah. Guru
telah mampu membuat sesuai dengan kebutuhan. Komponen dalam
LKS berbeda yang dikembangkan oleh guru baik yang digunakan di
sekolah atau yang tersedia di pasaran.
Penyusunan LKS harus melalui tahap perancangan dan pengembangan
isi. Di dalam kedua tahapan tersebut yang harus diperhatikan guru,
pengalaman belajar dan tagihan yang harus dilaksanakan oleh siswa.
Dengan demikian guru harus memperhatikan komponen tujuan
pembelajaran dan strategi pembelajaran (kegiatan belajar serta evaluasi
dari desain silabus dan RPP yang telah dibuat. Perangkat RPP lebih
bersifat operasional karena LKS dapat digunakan untuk
mengimplementasikan kegiatan pembelajaran (inti: elaborasi) dan
tagihan (evaluasi hasil belajar) dalam bentuk unjuk kerja.
LKS sebagai sumber belajar dapat dirancang dengan berdiri sendiri dan
atau terintegrasi dengan modul (bahan ajar lainnya). LKS disajikan
dalam bentuk cetak dan fungsinya sebagai sarana siswa dalam
menyelesaikan tugas seperti praktikum latihan soal dan lain-lain.
LKS adalah sejenis bahan ajar cetak yang sengaja dirancang untuk
membimbing para siswa belajar sehingga dapat menunjang proses
pembelajarannya. LKS disusun secara sistematis dan disajikan dapat
berbentuk lembaran atau buku. LKS dapat memuat isi pelajaran dengan
ragam pengetahuan dan berfungsi sebagai panduan kegiatan belajar
teori dan praktek sehingga hasil belajarnya meningkat.
Prinsip-prinsip penulisan LKS yang baik menurut Gray yang dikutip
oleh Tarigan (1989, h. 43-44) adalah:
 Membuat setiap materi dan latihan sesuai dengan program
instruksional setiap kelas atau tingkatan.
 Menyediakan tipe-tipe latihan yang beraneka ragam sesuai dengan
kebutuhan dan minat para siswa.
 Jangan membiarkan menjadi tujuan akhir, akan tetapi menjadikan
praktek atau latihan-latihan menjadi suatu sarana untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
 Berupaya agar para siswa pemakai LKS mudah memahami dan
menguasai apa, bagaimana, dan mengapa mereka harus melakukan
setiap hal yang mereka kerjakan.
LKS seperti halnya modul harus dirancang dengan terlebih dahulu
menyusun garis besar isi LKS. Garis besar isi LKS berisi komponen
identitas mata pelajaran dan komponen pengembangan dan komponen
pengembangan yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
materi, pengalaman belajar, metode, media, waktu dan evaluasi. Forma
GBI LKS berbentuk matriks, begitu juga jabaran isinya. Selanjutnya
dalam tahap pengembangan isi LKS disesuaikan dengan pengalaman
belajar siswa. Prinsip keakuratan ilmu pengetahuan, bahasa damn
ilustrasi harus diperhatikan oleh guru. Demikian pula desain sistem
pembelajaran yang telah disusunnya. Untuk tahap produksi dan
evaluasi dapat dilakukan pihak lain (tenaga khusus).
1) Garis Besar Isi LKS (GBI LKS) dan Jabatan Isi LKS (JI LKS)
Langkah penyusunannya sama seperti modul, hanya terdapat
langkah menentukan pengalaman belajar sesuai dengan analisis
tugas yang harus dilakukan siswa pada kegiatan inti dan bentuk
evaluasinya. Tugas dan tagihan siswa dapat menentukan isi LKS.
Contoh : GBI LKS
Mata Pelajaran
: ..........................................................................................................
Kelas / Semester
: ..........................................................................................................
Standar Kompetensi
: .........................................................................................................
...........................................................................................................
Kompetensi
Dasar
Indikator
1.
Materi Pokok
dan Sub
Materi
1.
1.1
1.1
1.2
1.2
Pengalaman
Belajar
Mengamati ciriciri makhluk
hidup di
lingkungan
sekolah
Metode
Penugasan
Media
LKS
Waktu
Evaluasi
30 menit
Laporan
pengamatan
Berdasarkan GBI LKS kemudian disusun jabaran isi LKS dengan menguraikan isi dari komponen pengalaman
belajar dan evaluasi. Format JI LKS disusun dalam bentuk matriks. Komponen yang dikembangkan identitas
mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar (uraian)
dan evaluasi (uraian). Anda dapat memeriksa kembali perangkat pembelajaran RPP yang telah Anda buat.
Sumber
Pustaka
Contoh : JI LKS
Mata Pelajaran
: ..........................................................................................................
Kelas / Semester
: ..........................................................................................................
Standar Kompetens i : .........................................................................................................
...........................................................................................................
No.
LKS
1.
Judul LKS
Observasi ciriciri makhluk
hidup
Kompetensi
Dasar
Materi Pokok
dan Sub Materi
Pokok
Pengalaman
Belajar
Mengamati ciriciri makhluk
hidup di
lingkungan
sekolah.
Uraian
- Bahan,
Alat
- Prosedur
kerja
Evaluasi
Uraian
Laporan
- Judul
Pengamatan
- Proses
Pengamatan
- Hasil
Pengamatan
- Kesimpulan
2) Pengembangan Isi LKS
Isi LKS dapat berbentuk tugas pengamatan, tugas memeriksa
mesin, atau job sheet, tugas praktikum, tugas melakukan
percobaan, tugas pendalaman pemahaman prinsip dan lain-lain.
Sistematika penyajiannya sama seperti modul terdiri dari tiga
bagian yaitu awal, inti dan akhir. Karena tujuan pengembangan
isi modul berbeda, maka tiap bagian dapat dikembangkan oleh
guru sesuai dengan GBI LKS dan JBI LKS. Dengan demikian LKS
disusun dalam bentuk unit-unit kecil yang berdiri sendiri agar
mudah dipelajari.
Tahap pengembangan isi LKS dengan mengadopsi teori Sitepu,
tentang sistematika modul, maka sistematik LKS adalah:
 Bagian awal identitas LKS, berisi judul LKS, standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
 Bagian inti LKS terdiri dari :
a) Pendahuluan berisi rangkuman materi, petunjuk belajar
menyelesaikan tugas atau latihan.
b) Kegiatan belajar berisi tugas/latihan yang harus dikerjakan
siswa.
c) Daftar pustaka berisi sumber dan bacaan yang
dipergunakan.
 Bagian akhir berisi penutup LKS
LKS seperti tagihan yang terkait dengan isi tugas, lampiran.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi
LKS (Suryadi, 2000, h. 21-22) yaitu:
o Penyajian menekankan kebermaknaan dan manfaat bagi
siswa. Kebermaknaan dan manfaat konsep pada suatu mata
pelajaran akan senantiasa mengingatkan siswa kepada konsep
yang telah ia pelajari sebelumnya saat siswa diperhadapkan
pada suatu masalah. Hal ini dapat dimunculkan melalui
penyajian dengan menggunakan konteks yang dekat dengan
lingkungan siswa.
o Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi diri. Pada bagian
evaluasi diri siswa dapat mengukur sendiri kemampuannya
sehingga siswa dapat mengetahui kemajuan yang telah ia
lakukan. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya soal-soal latihan
yang menguji pemahaman siswa secara menyeluruh sesuai
dengan materi yang dibahas.
o Penyajian dapat dipahami siswa. Penyajian secara psikologi
dapat dipahami oleh siswa berdasarkan pada penggunaan
ilustrasi atau gambar, grafik atau diagram yang jelas.
o Penyajian mencerminkan alur berpikir logis. Hal ini dapat
dilihat dari penyajian secara runtut. Misalnya penyajian materi
dimulai dari yang mudah menuju ke yang sulit.
o Penyajian menarik perhatian siswa. Hal ini dapat dilihat
melalui penyajian soal-soal berkaitan dengan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan dengan masalah kontekstual atau
pengalaman sehari-hari siswa.
Contoh : Rancangan LKS Observasi
Bagian Awal
Judul LKS
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Bagian Inti
Pendahuluan
: Rangkuman Materi
Petunjuk belajar
Kegiatan belajar : Alat dan bahan
Cara kerja
Pengamatan 1. …………………..
2. ……………………
Penutup
: Daftar Pustaka
Bagian Akhir : Laporan
1.
Proses Pengamatan
2.
Hasil Pengamatan
3.
Kesimpulan
Contoh :
Petunjuk Belajar dalam LKS
Tulislah sebuah cerita pendek. Kamu dapat menuliskan sesuai gaya bahasa kamu
masing-masing. Tulislah apa yang kamu pikirkan.
Contoh :
Kegiatan belajar dalam LKS
Tulislah cerpen yang akan kamu kembangkan pada halaman ini,
Menulislah dengan gaya bahasamu. Ingat! Gaya bahasamu adalah apa yang kamu
tulis.
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
Jika LKS dikembangkan dalam bentuk buku biasanya terintegrasi dengan
buku pelajaran dan disebut buku kerja. Di lapangan, buku kerja pada bagian
inti berisi tugas-tugas dan bagian akhir berisi evaluasi seperti tes formatif 1.
Kreativitas pengembangan isi LKS oleh guru harus ditingkatkan dengan tetap
memperhatikan kesesuaian dengan kurikulum (Silabus dan RPP).
Contoh:
Lembar kerja siswa untuk menunjang tugas latihan akan pemahaman materi
dengan ragam pengalaman prinsip matematika (sumber skripsi mahasiswa
Teknologi Pendidikan). Sebagian prototipe bagian awal dan bagian inti dari
LKS. Bahasa untuk bahan ajar LKS lebih formal.
D. Pemanfaatan dan Pemilihan Media Pembelajaran
Media pembelajaran dalam teknologi pendidikan merupakan bagian
dari sumber belajar yang digolongkan kedalam bahan dan alat. Media
pembelajaran merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan
pesan dari sumber peran kepada penerima peran. Dalam hal ini dapat
dicontohkan guru sebagai sumber pesan menyampaikan materi
pembelajaran (peran) dengan media power point kepada penerima
pesan (siswa). Kedudukan media dari contoh tersebut diilustrasikan
sebagai berikut:
Guru
Materi
Media
Seni
Nada
Piano
Guru
Matematika
Materi
Bangun Ruang
Siswa
Media
Siswa
Model
Bangun
Ruang
Guru
Materi
Media
Siswa
Biologi
Sistem Imun
Gambar
Pasien Lupus
Pasien Aids
Berdasarkan ilustrasi tersebut, media merupakan saluran komunikasi
pembelajaran. Media pembelajaran menurut Yusufhadi Miarso (2004, h.
458=460) didefinisikan segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar yang di sengaja, bertujuan dan terkendali.
Sedangkan kegunaan dari media pembelajaran (Yisifhadi Miarso, 2004,
h. 458-460) adalah:
 Memberikan rangsangan kepada otak siswa sehingga otak siswa
dapat berfungsi optimal.
 Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.
 Melampaui batas ruang kelas.
 Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan
lingkungannya.
 Menghasilkan keseragaman pengamatan
 Membangkitkan keinginan dan minat baru
 Membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar
 Memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu
yang konkrit maupun abstrak.
 Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri,
pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri.
 Meningkatkan kemampuan keterbatasan baru.
 Meningkatkan efek sosialisasi (kesadaran) akan dunia sekitar)
 Meningkatkan kemampuan ekspresi dan siswa.
Berdasarkan definisi dan kegunaan media pembelajaran di atas, maka
guru di dalam perangkat pembelajarannya selain silabus, RPP, bahan
ajar juga dilengkapi dengan media pembelajaran. Media pembelajaran
dapat dirancang sendiri oleh guru atau memanfaatkan dari media yang
telah tersedia.
Perangkat pembelajaran media pembelajaran merupakan sub sistem
dari sistem pembelajaran di kelas yang Anda bina. Jika sub sistem
media tidak disediakan maka akan terdapat kesenjangan dalam
mencapai tujuan pembelajaran seperti perbedaan persepsi terhadap
materi pembelajaran. Dampaknya hasil belajar siswa tidak optimal.
Media pembelajaran dapat dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan dapat dimanfaatkan di dalam kelas atau di luar kelas
sesuai kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa.
1. Pemilihan Media Pembelajaran
Media pembelajaran pada perkembangan sekarang ini sangat
beragam. Ada media penyaji, media objek dan media interaktif.
Media penyaji yaitu media yang mampu menyajikan informasi.
Misal gambar, poster, foto (yang digunakan sebagai alat peraga),
transparansi, radio, telepon, film, video, televisi, multimedia (kit).
Media objek yaitu media yang mengandung informasi seperti realia,
replika, modul, benda tiruan. Media interaktif yaitu media yang
memungkinkan untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran.
Misal scrabble, puzzle, simulator, laboratorium, atau komputer.
Jika guru dihadapkan pada pilihan media yang banyak sekali, maka
guru perlu mempelajari klasifikasi media yang memberikan ciri
kemampuan media seperti tabel berikut.
Tabel Pemilihan media menurut tujuan belajar, menurut Allen
Tujuan
Belajar Media
Info
Faktual
Pengenalan
Visual
Prinsip
Konsep
Prosedur
Keteram
pilan
Visual diam
Sedang
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Film
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Televisi
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Objek 3-D
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rekaman
Audio
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Pelajaran
Terprogram
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Demonstrasi
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Buku teks
cetak
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sajikan lisan
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Sikap
Klasifikasi media ini penting dipertimbangkan karena tidak ada satu
jenis media yang terbaik untuk mencapai satu tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu masing-masing media memiliki kelebihan dan
kekurangan. Antara satu media dengan media lainnya saling
melengkapi.
Selain taksonomi media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh
guru, kriteria dalam memilih media juga harus diperhatikan. Kriteria
tersebut adalah:




Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Tepat untuk mendukung materi pembelajaran
Praktis, luwes dan tahan lama
Guru terampil menggunakannya
 Jumlah peserta didik
 Mutu teknis media pembelajaran seperti ketersediaan energi
listrik, cahaya di dalam ruangan.
Guru diharapkan tidak memilih media karena suka dengan media
tersebut. D I samping itu, diharapkan juga tidak langsung terbujuk
oleh ketersediaan beragam media canggih yang sudah semakin pesat
berkembang saat ini seperti komputer. Yang perlu diingat, media
yang dipilih adalah untuk digunakan oleh peserta didik kita dalam
proses
belajar. Jadi, pilihlah media yang dibutuhkan untuk
menyampaikan topik mata pelajaran, yang memudahkan peserta
didik belajar, serta yang menarik dan disukai peserta didik.
Menurut Bates (1995), pemilihan media berbasis teknologi komputer
antara lain akses, biaya, pertimbangan pedagogis, interaktivitas dan
kemudahan penggunaan, pertimbangan organisasi, kebaruan
(novelty), dan kecepatan. Pertimbangan mengenai akses pada
dasarnya mempertanyakan sejauh mana peserta didik memiliki
akses terhadap media yang akan digunakan dalam mempelajari
paket bahan ajarnya? Pertimbangan biaya berlaku bagi sekolah
maupun peserta didik, yaitu seberapa mahal/murah media yang
dipilih untuk digunakan oleh sekolah dan peserta didik sebagai
paket bahan ajar (biaya produksi atau pengadaan oleh sekolah, biaya
akses dan daya beli untuk peserta didik). Pertimbangan pedagogis
merupakan pertimbangan yang berkenaan dengan tujuan
pembelajaran serta karakteristik materi keilmuan yang akan
disampaikan dan dipelajari peserta didik. Pertimbangan
interaktivitas dan kemudahan penggunaan pada dasarnya
mempertanyakan sejauh mana media yang dipilih dapat
memfasilitasi interaksi yang diperlukan dalam pembelajaran, dan
sejauh mana media tersebut mempermudah peserta didik dalam
belajar?
Pertimbangan
mengenai
organisasi
merupakan
pertimbangan manajerial meliputi pengelolaan media dalam proses
pembelajaran, dan pasca proses pembelajaran (penyimpanan, dll).
Pertimbangan novelty berkenaan dengan tingkat kebaruan suatu
media sehingga seringkali menimbulkan antusiasme berlebihan dan
atau kesukaran beradaptasi serta siklus hidup suatu media.
Pertimbangan tentang kecepatan suatu media berkenaan dengan
kemampuan suatu media menyampaikan informasi secara cepat dan
tepat (timeliness) kepada didik.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat berdiri sendirisendiri melainkan saling berinteraksi satu sama lain untuk
mendapatkan media yang terbaik, sehingga dapat membantu proses
belajar peserta didik secara optimal. Oleh karena itu, ragam media
yang digunakan harus dipilih berdasarkan pertimbangan yang
bijaksana.
Ragam media (Cecep Kustandi, 2010) dapat dipilih meliputi:
1) Media cetak
a. Buku-buku atau buku pelajaran yang sudah beredar di toko
buku, atau buku pelajaran yang khusus ditulis dan
kembangkan sendiri.
b. Panduan belajar bagi peserta didik khusus di kembangkan
untuk mendampingi buku pelajaran.
c. Kliping koran/majalah/artikel/tulisan lepas tentang mata
pelajaran yang di susun sendiri.
d. Poster, peta, label, gambar-gambar cetak, foto, grafik, formulir,
brosur, pamphlet, yang diperlukan untuk memperjelas
konsep/teori/prinsip/prosedur yang disajikan dalam bahan
ajar.
e. Lembar kegiatan peseta didik khusus dikembangkan untuk
memandu peserta didik melakukan latihan, tugas, praktek,
praktikum, dan digunakan untuk melengkapi buku pelajaran.
2)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
3)
Media audio/visual
Kaset audio/CD audio
Siaran radio (radio broadcasts)
Slide (film bingkai)
Film
Kaset video/CD video
Tayangan TV (TV broadcasts)
Video interaktif
Pembelajaran berbantuan komputer
Assisted Instruction)
(simulasi,
Computer
Media Praktek/Demonstrasi
a. Flora atau fauna asli yang ada di sekitar sekolah Model atau
realita
b. Laboratorium dan peralatannya
c. Alat atau model yang dibuat instruktur bersama peserta didik
dari material atau barang bekas yang tersedia di sekitar sekolah
d. Alat atau model yang tersedia di toko (alat-alat musik, dll)
e. Laboratorium alam (hutan atau kebun buatan, kebun raya,
sawah, kolam, kandang ternak, dll).
f. Laboratorium yang ada di sentra industri pabrik, atau
perusahaan Herbarium buatan peserta didik.
g. Pasar
h. Museum
4) Media lainnya
a. Game atau perangkat permainan yang dijual di toko, seperti
scrabbles untuk mengajarkan vocabulary bahasa Inggris, kartu
tambah-kurang kali-bagi, flashcard, permainan memori,
monopoli, atau game dalam bentuk program komputer, dan
lain-lain
b. Game atau perangkat permainan yang dibuat sendiri oleh
instruktur dan atau peserta didik.
c. Kit sains, kit seni, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Heinich, dkk (1982) pemilihan media
dilakukan setelah langkah perumusan tujuan pembelajaran, sesuai
dengan model perencanaan penggunaan media pembelajaran
(ASSURE) artinya media dapat dirancang sendiri oleh guru, dapat
memanfaatkan yang tersendiri atau modifikasi keduanya.
Guru dalam memanfaatkan pembelajaran dapat memilih media
jadi (yang tersedia) dan atau media yang dirancang. Jika
memanfaatkan media yang dirancang maka komponen dari
media tersebut harus mengandung tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, dan evaluasi. Misal merancang lembar balik
Presiden Republik Indonesia dengan urutan:
Gambar Presiden:
No. 1
No. 2
No. 3
Judul
Lembar Balik
Tujuan
Pembelajaran
Presiden Soekarno
Gambar
Gambar Presiden:
dan
Jasanya
Presiden
Dan seterusnya
Soeharto
sampai
Evaluasi
Presiden SBY
No. 4
No. 5
No. 6
Gambar Urutan Lembar Balik Presiden Republik Indonesia
Guru dalam merancang media pembelajaran flipchart, harus
memperhatikan jumlah peserta didik, biaya, ukuran tulisan, ukuran
gambar, warna dan lain-lain.
Untuk menghemat biaya dapat digunakan bagian belakang kalender
yang sudah tidak dimanfaatkan (ukuran 60 x 40 cm).
2. Pemanfaatan Media Pembelajaran
Pemanfaatan media pembelajaran identik dengan penggunaan
media pembelajaran. Menurut Heinich (1983), pemanfaatan
merupakan satu komponen dari model sistem pembelajarannya
yang disebut utilisasi. Utilisasi (pemanfaatan) merupakan satu tugas
pembelajaran (guru) dalam membantu mempermudah siswa belajar.
Seels dan Richey (2002, h. 50) dalam buku Teknologi Pembelajaran
mendefinisikan pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses
dan sumber untuk belajar. Berdasarkan definisi tersebut, maka
pemanfaatan merupakan aktivitas menggunakan serangkaian
operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil belajar dan
segala sesuatu yang mendukung terjadinya belajar (seperti: sistem
pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan).
AECT (Association for Educational Communication and Technology)
mengungkapkan pendapat serupa dimana fungsi pemanfaatan
adalah mengusahakan agar pembelajar dapat berinteraksi dengan
sumber belajar atau komponen pembelajaran. Fungsi ini penting
karena memperjelas hubungan pemelajar dengan bahan dan sistem
pembelajaran (Yusufhadi Miarso, 1986, h. 194).
Fungsi pemanfaatan merupakan fungsi yang cukup penting karena
memperjelas hubungan pemelajar dan sistem pembelajaran.
Pemelajar akan menggunakan suatu sumber belajar jika ia
mengetahui bahwa dengan menggunakan sumber belajar tersebut ia
akan memperoleh keuntungan dalam proses pembelajarannya.
Menurut Sadiman dkk (1993, h. 189-190) ada dua pola dalam
memanfaatkan media yaitu:
 Pemanfaatan media dalam situasi kelas, yaitu dimana
pemanfaatannya dipadukan dengan proses pembelajaran di
situasi kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
 Pemanfaatan media di luar kelas situasi kelas, pemanfaatan ini
dibagi menjadi dua kelompok utama.
- Pemanfaatan secara bebas, ialah media digunakan sesuai
kebutuhan masing-masing, biasanya digunakan secara
perorangan. Dalam pemanfaatan secara bebas, kontrol atau
kendali berada pada individual, dimana penggunaannya
disesuaikan dengan kebutuhannya.
- Pemanfaatan secara terkontrol, ialah bahwa media itu
digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Supaya media dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, ada tiga
langkah dalam menggunakannya, yaitu:
 Persiapan sebelum menggunakan media
Sebelum menggunakan media, persiapan yang dilakukan dapat
berupa mempelajari petunjuk penggunaan, mempersiapkan
peralatan, serta menetapkan tujuan yang akan dicapai.
 Kegiatan selama menggunakan media
 Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang
digunakan.
 Kegiatan tindak lanjut
Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah
tercapai dan untuk memantapkan pemahaman terhadap materi
instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan.
Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai
dengan pola pemanfaatan.
Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini.
1. Tahap persiapan
a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media
pembelajaran, misal untuk menjelaskan konsep pembelajaran
kuantum, dengan sasaran guru di sekolah.
b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point
yang telah disusun (misal power point terlampir).
c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum
pelaksanaan pelatihan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu
tersedia
b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai
dengan prosedur pembelajaran.
3. Tindak lanjut
a.
Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan.
b.
Kepala sekolah memberikan umpan balik.
Contoh:
1. Penyajian media power point. Pada saat penjelasan materi, kepala
sekolah tidak boleh membaca pada laptop tetapi menggunakan
pen pointer yang ditunjukkan pada layar.
2. Materi tidak dibaca tetapi dijelaskan dengan ilustrasi . Tetap
menjaga kontak mata antara kepala sekolah dengan guru pada
saat penyajian.
PEMBELAJARAN KUANTUM
(QUANTUM TEACHING)
Tujuan Pembelajaran Umum
‘
Peserta pelatihan akan dapat menunjukkan contoh
penerapan pembelajaran kuantum.
Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Peserta pelatihan akan dapat mendeskripsikan hakikat
pembelajaran kuantum
2. Peserta pelatihan akan dapat membedakan unsur-unsur
model pembelajaran kuantum.
Prosedur Pembelajaran
1. Peserta mengamati penjelasan nara sumber tentang
relevansi materi pelatihan,
2. Peserta aktif berpikir, bertanya tentang materi pelatihan
yang sedang di pelajarinya,
3. Peserta aktif memberikan contoh peragaan sebagai
instruktur yang memanfaatkan pembelajaran kuantum,
4. Peserta menindak lanjuti dengan membaca buku
Quantum Teaching
‘
Sejarah Pembelajaran Kuantum
1. Belajar Kuantum = pemercepatan belajar dari Dr. Georgi
Lozanov,
2. Memanfaatkan otak mengatur informasi,
3. Implikasi dalam pembelajaran kuantum (Bobbi Deporter,
Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie).
‘
Definisi
Mengupayakan siswa belajar melalui orkestrasi bermacammacam yang ada di dalam dan
di sekitar momen belajar.
‘
Asas
Bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke
dunia mereka.
1. Segalanya bicara,
2. Segalanya bertujuan,
3. Pengalaman sebelum pemberian nama,
4. Akui setiap usaha,
5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
‘
Tujuan
1. Memudahkan proses belajar,
2. Meningkatkan kualitas pembelajaran.
‘
Unsur Model Pembelajaran Kuantum
1. Konteks
Kegiatan mengubah latar pembelajaran: lingkungan,
suasana, landasan dan rancangan.
2. Isi
Kegiatan menyajikan isi dan fasilitas untuk mempermudah
proses: penyajian, fasilitas, keterampilan belajar, dan
keterampilan hidup.
‘
AKU TAHU
KUNCI KEUNGGULAN
1.
Kejujuran, tulus dan santun
2.
Kegagalan awal kesuksesan
3.
Bicaralah dengan niat baik (positif dan bertanggung
jawab)
4.
Hidup di saat ini : kerjakan setiap tugas dan manfaatkan
waktu,
5.
Komitmen : penuhi kewajiban, janji
6.
Tanggung jawab atas tindakan
7.
Bersikap terbuka dan luwes
8.
Selaraskan pikiran, tubuh dan jiwa.
‘
Terima Kasih
Semoga Bermanfaat
‘
Latihan
Instruktur
: Selamat pagi, dll
Siswa
: Selamat pagi, dll
Instruktur
: Apakah saudara / anda cerdas ?
Siswa
: Kami cerdas
Instruktur
: Seberapa cerdas ?
Siswa
: Sangat cerdas ?
Instruktur
: Bagaimana saudara/anda memperlakukan diri
sendiri
Siswa
: Hormat, santun, dll.
Instruktur
: Bagaimana saudara/anda memperlakukan
instruktur?
Siswa
: Hormat
Instruktur
: Apa yang hendak saudara/anda berikan dengan
mengikuti diklat ini?
Siswa
: 100 persen Menerapkan
‘
DAFTAR PUSTAKA
Bobbi DePorter, Mark Readon, dan Sarah Singer Nourie
(2002). Quantum teaching (Terjemahan).
Bandung: Kaifa
Made Wena (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sutanto Windura (2008). Panduan Praktis Learn How to Learn
Sesuai Cara Kerja Otak. Jakarta : PT. Gramedia.
Contoh lain agar pemanfaatan siaran langsung pendidikan di
sekolah mengikuti langkah-langkah sebagai berikut, yaitu.
persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut
a. Persiapan sebelum menggunakan media
Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, perlu
dibuat persiapan yang baik pula. Terlebih dahulu guru dan siswa
mempelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Bila pada
petunjuk disarankan untuk membaca buku atau bahan belajar
lain yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, sebaiknya hal
tersebut dilakukan karena akan memudahkan para pengguna
dalam belajar menggunakan media. Peralatan yang diperlukan
untuk menggunakan media itu juga perlu disiapkan sebelumnya,
sehingga pada saat menggunakannya nanti, tidak akan terganggu
pada hal-hal yang mengurangi kelancaran penggunaan
media itu.
b. Pelaksanaan selama menggunakan media
Dalam penggunaan media hal yang perlu diperhatikan adalah
suasana
ketenangan.
Gangguan-gangguan
yang
dapat
mengganggu perhatian dan konsentrasi harus dihindarkan. Bila
kita menulis atau membuat gambar atau membuat catatan
singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi.
Jangan sampai perhatian banyak tercurah pada apa yang tertulis
sehingga tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang
berjalan.
c. Kegiatan tindak lanjut
Maksud kegiatan tindak lanjut adalah untuk melihat apakah
tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai untuk memantapkan
pemahaman terhadap materi pelajaran yang disampaikan.
Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan soal tes yang
akan dikerjakan dengan segera sebelum siswa lupa isi materi itu.
Contoh:
Jadwal Mata
Pelajaran
Mempelajari
Silabus dan RPP
buku petunjuk
Mengikuti
Siaran Televisi
Pendidikan
Jadwal Siaran
Televisi
Pendidikan
Memperhatikan
mencatat
Menanggapi
Bertanya
T
E
S
Latihan
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memanfaatkan
media pembelajaran adalah kebutuhan siswa. Jika siswa
berkebutuhan khusus (misal tuna netra) maka guru mempersiapkan
media pembelajaran audio karena gaya belajar cenderung auditif.
Siswa diberitahukan untuk terlibat atau berpartisipasi aktif dengan
media pembelajaran. Guru perlu memberikan umpan balik dan
penguatan agar pembelajaran bermakna.
E. Penyusunan Perangkat Penilaian
Penyusunan perangkat penilaian yang dibuat oleh guru tidak terlepas
dari sistem pembelajaran yang dirancang dalam format silabus dan
RPP. Pada unit kegiatan belajar 1 telah diuraikan bagaimana
mengembangkan evaluasi hasil belajar di dalam sistem pembelajaran.
Artinya perangkat penilaian yang dibuat oleh guru harus sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Perangkat penilaian dalam satu
kesatuan desain sistem pembelajaran akan menghasilkan alat penilaian
tes dan non tes yang dilengkapi petunjuk pelaksanaan, sehingga akan
memudahkan proses pengukuran yang dilakukan oleh guru.
Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap hasil belajar siswa untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi (tujuan pembelajaran)
peserta didik. Penilaian ini dilakukan secara konsisten dengan
pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu penilaian dilakukan secara
sistematik yaitu menggunakan langkah-langkah yang berurutan dalam
perencanaannya.
Penilaian hasil belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang hasil belajar kognitif, afektif dan
psikomotorik melalui berbagai teknik, dan pemberian nilai terhadap
hasil belajar berdasarkan standar tertentu.
Kegiatan menilai hasil belajar siswa tersebut harus terarah dan
terprogram. Hal ini dimaksudkan bahwa menilai hasil belajar sesuai
dengan kompetensi yang telah dirumuskan di dalam silabus dan RPP.
Selain itu metode dan teknik penilaian dilaksanakan sesuai dengan
yang direncanakan dalam silabus dan RPP. Dengan demikian penilaian
yang dilakukan guru merupakan satu rangkaian yang tidak dapat
terpisahkan seperti ilustrasi berikut:
Tujuan pembelajaran/
SK-KD dan Indikator
Komponen penilaian
dalam silabus:
SK dan KD
Metode dan
Teknik
Komponen Penilaian
Butir-butir tes, non tes,
dalam RPP: KD dan
tugas dan lain-lain
Indikator
(Perangkat)
Untuk menghasilkan perangkat penilaian tersebut, maka diperlukan
perencanaan penilaian hasil belajar dan merancang perangkat penilaian
berbasis kelas.
1. Perencanaan Penilaian Hasil Belajar
Merencanakan penilaian hasil belajar yang baik, harus
memperhatikan
prinsip-prinsip
evaluasi
dan
prosedur
merencanakan seperti yang telah dijabarkan pada unit kegiatan
belajar satu. Selain itu dalam penilaian, pemahaman akan klasifikasi
hasil belajar seperti yang telah diuraikan pada komponen kegiatan
belajar satu menjadi titik tolak perencanaan penilaian. Oleh karena
itu jenjang tujuan pembelajaran hendaknya dipahami dengan baik.
Perencanaan penilaian hasil belajar menurut Gronlund (1985) dalam
Zaenal Arifin (1009, h. 91-102) dari beberapa langkah:
a) Menentukan Tujuan Penilaian
Dalam kegiatan penilaian, tentu guru mempunyai maksud atau
tujuan tertentu. Tujuan penilaian harus dirumuskan secara jelas
dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena dasar untuk
menentukan arah mencakup ruang lingkup materi, jenis/model,
dan karakter alat penilaian.
Ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk
memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk
menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk
mengindentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses
pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi
peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).
Tujuan penilaian yang dirumuskan harus sesuai dengan jenis
penilaian yang akan dilakukan, seperti penilaian
formatif,
sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi.
b) Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilainilai yang direfleksikan dalam kegiatan berfikir dan bertindak.
Peserta didik dianggap kompeten apabila dia memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta nilai untuk
melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran.
Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh
seseorang sesudah mengikuti proses belajar.
Jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan dalam
standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang
terdapat didalam silabus dan RPP. Dengan kata lain, pada tahap
ini harus diidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran yang akan
diukur dengan tes atau non tes. Untuk memudahkan kegiatan
tahap ini, dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi hasil
belajar yang akan diuji berdasarkan pada taksonomi tujuan
pembelajaran yang biasa dikenal sebagai Taxonomy Bloom yang
dikemukakan oleh Benyamin S Bloom. Hasil belajar yang
dikelompokkan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah
efektif, dan ranah psikomotor.
c) Menyusun Kisi-kisi
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan
distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan
berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Kisi-kisi adalah
rancangan tujuan-tujuan khusus dan perilaku-perilaku khusus
yang akan menjadi dasar penyusunan butir tes dan atau non tes.
Tujuannya adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingkup
dan tekanan tes/non tes dan bagian-bagiannya, sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi
guru dalam menyusun butir-butir tes / non tes.
Kisi-kisi atau dapat disebut tabel spesifikasi menjadi penting
dalam pengembangan dan penyusunan tes / non tes, karena
didalamnya terdapat sejumlah indikator sebagai acuan dalam
mengembangkan instrumen. Dalam penyusunan kisi-kisi harus
memenuhi persyaratan tertentu, antara lain:
 Representatif yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum
sebagai sampel perilaku yang akan dinilai.
 Komponen-komponennya harus terurai, jelas, dan mudah
dipahami.
 Soal dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal
yang ditetapkan.
Dari persyaratan-persyaratan yang dikemukakan di atas,
diperoleh kesimpulan bahwa, dalam konteks penilaian hasil
belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus mata pelajaran atau
RPP. Jadi guru/evaluator harus melakukan analisis silabus/RPP
terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal.
Format kisi-kisi tidak ada yang baku, dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan. Pada umumnya, format kisi-kisi soal dapat
dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas
dan komponen pokok.
Contoh :
KISI-KISI PENULISAN SOAL TES PRESTASI BELAJAR
Komponen
Identitas
Komponen
Pokok
Sekolah
:
Kelas/Semester
:
Standar Kompetensi
:
Jenis Soal/Kinerja
:
Jumlah butir
:
No
Kompetensi
Dasar
Materi
Indikator
Gambar Contoh Format Kisi-kisi
No.
Soal/
Kinerja
Dalam kisi-kisi, guru harus memperhatikan domain hasil belajar
yang akan diukur, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya
domain meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
d) Mengembangkan Draf Instrumen (Menulis butir-butir instrumen)
Mengembangkan draf instrumen adalah kegiatan penulisan butir
tes/non tes dengan menjabarkan indikator menjadi pertanyaanpertanyaan atau aspek kinerja yang karakteristiknya sesuai
dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan atau aspek kinerja
harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif.
Selain itu guru harus mengenal siswa agar dapat memperkirakan
taraf kesukaran, kompleksitas, serta gaya pemahaman yang
paling sesuai dengan siswa.
Butir instrumen diperlukan kemampuan untuk membahasakan
gagasan dalam bahasa verbal yang jelas dan mudah dipahami.
Maksudnya, penulisan soal membutuhkan bahasa yang lugas dan
tidak berbelit-belit. Selanjutnya adalah kemampuan dalam teknik
penulisan soal, kemampuan dalam hal ini harus menguasai teknik
penulisan butir-butir instrumen yang baik dan benar, perlu juga
diketahui mengenai ciri masing-masing jenis soal, tata cara
penulisannya, kelebihan dan kekurangannya sehingga objektivitas
soal dapat terjamin seperti sub kegiatan belajar berikutnya.
e) Uji-coba dan Analisis
Kegiatan uji coba dilakukan sebagai dasar untuk memperbaiki
dan memilah butir instrumen yang memadai untuk disusun
menjadi sebuah tes/non tes. Secara garis besar, tujuan uji-coba
adalah untuk mengetahui butir instrumen yang perlu diubah,
diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta butir instrumen
mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya.
Kegiatan uji coba dapat dilakukan dengan kesesuaian butir
instrumen dengan hasil belajar yang akan diukur (apakah butir
instrumen telah mengukur apa yang akan diukur/valid).
Selanjutnya dapat dilakukan analisis butir instrumen dari aspek
bahasa, sehingga dapat dimungkinkan kesalahan siswa dalam
merespon karena faktor bahasa. Sedangkan uji coba dan analisis
secara empiris membutuhkan proses yang panjang mulai dari
ahli, siswa secara perorangan, siswa secara kelompok kecil dan
sekelompok siswa sesuai dengan situasi nyata di lapangan.
Diperlukan pula perangkat uji validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran dan daya beda.
f) Revisi dan Merakit (Instrumen Baru)
Langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasikan butir instrumen
yang valid dengan kisi-kisi. Apabila sudah memenuhi syarat dan
telah mewakili semua materi yang akan diujikan, selanjutnya
dirakit menjadi sebuah perangkat tes/non tes. Sedangkan yang
belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan
kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan.
Revisi soal dapat dilakukan dengan memperbaiki bahasa pada
butir instrumen secara total. Untuk soal-soal yang valid dan telah
mencerminkan semua pokok bahasan serta aspek kemampuan
yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes/non tes
yang valid dan dilanjutkan dengan merakit tes/non tes hasil
revisi. Selanjutnya terkait
urutan/penomoran, dalam suatu
tes/non tes pada umumnya urutan dilakukan menurut tingkat
kesukaran yaitu dari yang mudah sampai yang sulit, dari yang
sederhana menuju kompleks.
BAB IV
MATERI PEMBELAJARAN 2
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Materi Penelitian Tindakan Kelas
1. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
a. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Di Indonesia PTK tergolong masih baru dibandingkan dengan
penelitian-penelitian formal yang sudah banyak dilakukan. Metode
penelitian deskriptif, eksperimen, dan ex post facto adalah tiga
penelitian formal yang sudah banyak kita kenal. PTK mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan penelitian-penelitian itu.
Beberapa karakteristik PTK antara lain:
 Masalahnya nyata, tidak dicari-cari, bersifat kontekstual.
 Berorientasi pada pemecahan masalah,
bukan hanya
mendeskripsikan masalah.
 Data diambil dari berbagai sumber.
 Bersifat siklik: penelitian-tindakan-penelitian-tindakan-... dst.
 Partisipatif, dilakukan sendiri.
 Kolaboratif, dibantu rekan sejawat.
Perbedaan antara PTK dengan penelitian formal adalah sebagai
berikut:
PTK:





Dilakukan sendiri oleh guru
Memperbaiki pembelajaran secara langsung
Hipotesisnya disebut hipotesis tindakan
Tidak menggunakan analisis statistik yang rumit
Tidak terlalu memperhatikan validitas dan reliabilitas instrumen
 Sampel tidak perlu representatif
Penelitian Formal:





Dilakukan oleh orang lain
Mengembangkan teori, melalui generalisasi
Biasanya mempersyaratkan hipotesis
Menuntut penggunaan analisis statistik
Instrumen harus valid dan reliabel
 Sampel harus representatif
Cara Memulai PTK
Uraian tentang cara memulai PTK berikut ini akan menambah
pemahaman Anda tentang prinsip-prinsip PTK. Kalau Anda sudah
biasa mengajar, melakukan PTK bukan hal yang asing. PTK
hanyalah alat untuk membantu Anda memperbaiki pembelajaran
secara sistematis. Jadi Anda fokus saja pada perbaikan pembelajaran,
dan tanpa disadari Anda akan melakukan langkah-langkah seperti
yang dilakukan oleh peneliti PTK. Setelah menyelesaikan bagian ini
Anda akan dapat menulis ―proposal sederhana‖ berbentuk matriks,
yang nantinya akan dikembangkan menjadi ―proposal lengkap‖.
Dengan proposal sederhana sebenarnya Anda sudah dapat memulai
PTK.
Analogi Guru-Dokter
Cara yang paling mudah untuk memulai PTK adalah dengan
menganalogikan kegiatan Anda sebagai ―guru peneliti PTK‖ dengan
kegiatan seorang ―dokter‖ . Perhatikan Tabel berikut ini.
Tabel Analogi Guru dengan Dokter
No
Dokter
Guru Peneliti PTK
1 Menanyakan gejala penyakit
Mendeskripsikan masalah
2 Mendiagnosis penyakit
Menemukan akar masalah
3 Menulis resep
Menyusun hipotesis tindakan
Menentukan tema pengobatan,
Menuliskan judul penelitian
4
misalnya ―Mengobati sakit perut‖
Mendeskripsikan Masalah
Apakah Anda ingat pertanyaan dokter ketika Anda sudah berada di
hadapannya? Ia akan bertanya: "Kenapa Pak?" atau "Kenapa Bu?"
Maksudnya adalah untuk meminta Anda mendeskripsikan keluhankeluhan yang Anda rasakan. Ia berusaha menggali sebanyak
mungkin dengan berbagai pertanyaan: ―Bagian mana yang sakit?
Waktu-waktu apa saja terasanya? Sudah berapa lama? Sudah minum
obat apa? Bagaimana hasilnya?" Belum cukup dengan keterangan
lisan, ia masih meminta Anda berbaring di dipan. Kemudian ia
menempelkan stetoskop di dada dan perut Anda, menekan-nekan
dan mengetuk-ngetuk perut Anda, melihat telakup mata Anda,
melihat tenggorokan Anda dengan senter, dan sambil lalu ia sudah
dapat mengetahui suhu badan Anda. Setelah itu ia masih
menggunakan tensimeter untuk mengukur tekanan darah dan
denyut nadi Anda. Singkatnya ia ingin mengungkap serinci
mungkin gejala penyakit Anda; tujuannya adalah untuk
‖mendiagnosis‖ penyakit Anda secara tepat. Makin rinci deskripsi
gejala penyakit Anda akan makin mudah ia mendiagnosis penyakit
Anda itu.
Dengan cara serupa, masalah yang akan Anda pecahkan melalui
PTK harus dideskripsikan secara rinci; tujuannya adalah agar Anda
dapat menemukan ―akar masalah‖ penelitian Anda secara tepat.
Makin rinci deskripsi masalah Anda, makin mudah Anda
menemukan akar masalah.
Penemuan akar masalah merupakan hal yang sangat penting dalam
melakukan PTK. Sebelum akar masalah ditemukan, Anda sebaiknya
tidak terburu-buru memberikan tindakan. Analoginya dengan dunia
kedokteran adalah dokter yang mengobati rasa pusing
berkepanjangan yang dialami pasien. Mula-mula ia mendiagnosis
secara terburu-buru sebagai penyakit maag; obat yang diberikan
adalah promaag. Tentu saja setelah minum obat selama tiga hari rasa
pusing pasien tidak kunjung hilang. Setelah didiagnosis ulang
ternyata penyebabnya adalah lubang kecil yang ada di gigi. Setelah
gigi dirawat, lubang diberi obat kemudian ditambal dan diberi obat
yang sesuai, rasa pusing itupun hilang.
Langkah-langkah
berikut
ini
akan
membantu
mendeskripsikan masalah penelitian Anda secara rinci:
Anda
1. Mulailah dengan satu kalimat masalah.
2. Elaborasi kalimat itu serinci mungkin dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
a. Dari mana tahunya?
b. Bagaimana datanya?
c. Upaya apa yang telah dilakukan?
d. Bagaimana hasilnya?
3. Usahakan kalimat masalah dan elaborasinya itu mencapai ½ -- 1
halaman; setelah itu biasanya Anda akan menemukan akar
masalahnya.
Contoh:
(Kalimat masalah) ‖Nilai fisika siswa kelas I SMA X Jakarta pada
umumnya rendah.‖ (Dari mana tahunya?) Mereka tampak mengerti
penjelasan dan contoh soal yang diberikan guru; tetapi ketika soal
diganti sedikit saja, mereka menjadi bingung dan tidak mampu
mengerjakan. Seakan-akan mereka hanya mengerti tentang hal yang
sudah dijelaskan; hal-hal yang baru sekecil apapun akan
menimbulkan kebingungan, tidak mampu diatasi. Pada ulangan
akhir standar kompetensi (SK) skor rata-rata siswa 5; pada ulangan
akhir-semester skor rata-rata juga 5. (Bagaimana datanya?) Hal itu
dialami oleh sekitar 60% siswa dalam kelas, terjadi pada hampir
seluruh SK, dan sudah berlangsung dari tahun ke tahun. (Upaya yang
sudah dilakukan) Agar pemahaman siswa lebih mantap, guru sering
menggunakan alat-alat untuk demonstrasi di kelas maupun
eksperimen di laboratorium. Guru juga sudah menggunakan media
Power Point dalam menerangkan; sekali dua kali penjelasan diselingi
dengan program animasi flash. Siswa-siswa yang bernilai rendah
sudah diberi program remedial; waktunya di luar jam pelajaran
tatap muka. (Bagaimana hasilnya?) Kegiatan demonstrasi/praktikum
itu tampaknya belum berhasil menanamkan konsep-konsep fisika
secara mantap kepada siswa. Program remedial juga tidak banyak
menolong karena siswa yang nilainya rendah pada umumnya
berusaha untuk menghindar.
Menemukan Akar Masalah
Deskripsi masalah yang rinci sebanyak 1/2 -- 1 halaman itu biasanya
sudah dapat mengantarkan Anda ke penemuan akar masalah. Dari
deskripsi masalah di atas jelas sekali bahwa akar masalahnya adalah
‖pemahaman siswa yang kurang mantap‖.
Menyususun Hipotesis Tindakan
Dalam kasus di atas, metode demonstrasi/eksperimen dan media
pembelajaran yang interaktif jelas bukan merupakan ―obat‖ bagi
akar masalah ‖kurang mantapnya pemahaman siswa‖. Guru sudah
melakukan hal itu dan ternyata tidak berhasil. Program remedial
juga bukan merupakan obat yang tepat; guru sudah melakukannya
dan tidak berhasil. Guru harus menemukan ‖obat‖ atau ‖tindakan‖
lain.
Marilah sejenak kita berfikir tentang hal lain, yaitu pemahaman kita
atas konsep "kursi". Begitu mantapnya pemahaman kita sehingga
ditunjukkan kursi model apapun--berkaki empat, berkaki tiga,
berkaki satu, pendek, sedang, tinggi, bersenderan, tanpa senderan,
berbentuk bulat, berbentuk segi empat, berbentuk sembarang, bahan
kayu, bahan logam, ditambahi busa agar empuk, dengan pegangan
tangan, tanpa pegangan tangan, dsb.--kita tidak akan pernah
terkecoh, selalu dapat membedakan antara kursi dan bukan kursi.
Hal itu kontras sekali dengan pemahaman konsep fisika oleh siswa
dalam kasus di atas, diubah sedikit saja mereka sudah bingung. Apa
rahasia penanaman konsep yang mantap tentang kursi itu?
Dalam menanamkan konsep, pemberian "contoh" yang terbatas
jenisnya akan membuat siswa mengalami under-generalization atau
generalisasi yang terlalu sempit. Sebaliknya lupa memberikan
"noncontoh" akan membuat siswa mengalami over-generalization atau
generalisasi yang terlalu luas. Baik under-generalization maupun overgeneralization dua-duanya akan mengganggu pemahaman konsep
siswa secara mantap. Pemberian contoh yang cukup banyak dan
disertai dengan noncontoh diduga akan dapat memantapkan
pemahaman siswa ketika diterangkan. Dalam literatur, cara itu
dikenal dengan metode concept attainment atau metode pencapaian
konsep.
Hipotesis-tindakan penelitian ini menjadi: "Metode concept
attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA
X Jakarta."
Secara operasional tindakan yang akan dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Tiap konsep-baru yang esensial ditanamkan menggunakan
metode concept attainment, dengan pemberian contoh-contoh
yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh.
2. Contoh soal yang diberikan harus cukup banyak dan barvariasi,
disertai dengan jawaban.
3. Dihindarkan ‖pemberian contoh yang terbatas‖ tetapi
‖pemberian soal latihan dan PR yang terlalu banyak‖.
Catatan: Penggunaan alat-alat untuk demonstrasi/praktikum tetap
dilakukan karena merupakan karakteristik pembelajaran fisika.
Program remedial bagi siswa-siswa yang lambat juga terus
dilakukan karena merupakan prinsip pembelajaran yang sudah
baku. Jadi tindakan dalam PTK tidak dimaksudkan untuk
―menggantikan‖ metode dan prinsip sudah baku, melainkan
―menambahkan‖ metode-metode baru.
Menuliskan Judul Penelitian
Akhirnya Anda tinggal menuliskan judul penelitian, secara singkat
tetapi jelas. Isi judul sama dengan isi hipotesis tindakan, tetapi
redaksinya diubah dari kalimat menjadi frasa.
Hipotesis tindakan, kalimat: "Metode concept attainment akan
meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta."
Judul penelitian, frasa: ―Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa
Kelas I SMA X melalui Metode Concept Attainment‖
Penulisan frasa untuk judul penelitian menggunakan huruf besar
pada tiap kata, dan tidak diakhiri dengan titik; sedangkan penulisan
kalimat untuk hipotesis tindakan hanya menggunakan huruf besar
di awal kalimat, dan diakhiri dengan titik.
Dari uraian di atas jelas bahwa judul penelitian datang "paling
akhir", setelah deskripsi masalah, penemuan akar masalah, dan
penyusunan hipotesis tindakan. Sangat aneh kalau ada peneliti PTK
yang langsung ingin menemukan judul. Analoginya adalah dokter
yang begitu bersemangat dengan obat barunya, baru kemudian
mencari orang yang sakit. Penelitian harus dimulai dari masalah,
karena pada dasarnya penelitian adalah pemecahan masalah.
Catatan: Analogi guru-dokter dalam penelitian PTK tidak
seluruhnya benar. Minimal ada dua hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, dalam dunia kedokteran setelah pasien sembuh pemberian
obat dihentikan; dalam PTK setelah perlakuan berhasil akan
dilanjutkan terus sebagai metode baru yang lebih efektif. Kedua,
dalam dunia kedokteran pengobatan pada umumnya hanya
berfungsi untuk mengembalikan pasien ke kondisi awal/normal,
yaitu sehat; dalam PTK dapat dicobakan hal-hal baru yang melebihi
keadaan awal/normal.
Proposal Sederhana
Dari hasil analisis di atas dapatlah dirangkum proposal sederhana
dalam bentuk matriks seperti pada tabel berikut ini:
Tabel Proposal Sederhana dalam Pelajaran Fisika SMA
No
1
Aspek-aspek
Penelitian
Kalimat Masalah
Uraian
Nilai fisika siswa Kelas I SMA X Jakarta pada
2
Akar Masalah
3
Hipotesis Tindakan
umumnya rendah.
Pemahaman siswa kurang mantap ketika
diterangkan.
"Metode concept attainment akan meningkatkan hasil
belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta."
Tindakan Operasional:
4
Judul Penelitian
a. Tiap konsep-baru yang esensial ditanamkan
menggunakan metode concept attainment, dengan
pemberian contoh-contoh yang cukup banyak dan
disertai dengan noncontoh.
b. Contoh soal yang diberikan harus cukup banyak
dan barvariasi, disertai dengan jawaban.
c. Dihindarkan ‖pemberian contoh yang terbatas‖
tetapi ‖pemberian soal latihan dan PR yang
terlalu banyak‖.
―Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas I SMA
X melalui Metode Concept Attainment‖
Dengan berbekal proposal sederhana ini Anda sudah dapat mulai
melakukan PTK di kelas Anda. Tindakan yang akan Anda lakukan
sudah jelas karena bersifat operasional. Ukuran operasional adalah
dapat dilakukan oleh orang lain yang membaca hipotesis itu.
Analoginya dengan dunia kedokteran, hipotesis tindakan "Metode
concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas
I SMA X Jakarta" adalah sebagai obat, sedangkan ‖tindakan
operasional‖ yang terdiri dari tiga butir itu adalah cara meminum
atau dosisnya.
Contoh Proposal Sederhana Lainnya
Tabel Proposal Sederhana dalam Mata Pelajaran IPS SMP
No
Aspek-aspek
Penelitian
1
Kalimat Masalah
2
Akar Masalah
3
Hipotesis Tindakan
Uraian
Para siswa cepat lupa dalam pelajaran IPS Kelas VII
SMP Y Bekasi.
Siswa kurang berkesan dalam tiap peristiwa
pembelajaran.
"Cerita-cerita yang aneh akan meningkatkan daya
ingat siswa dalam pelajaran IPS Kelas VII SMP Y
Bekasi."
Tindakan Operasional:
4
Judul Penelitian
a. Tiap pembelajaran tatap muka, guru menyiapkan
beberapa cerita aneh yang relevan, dapat diambil
dari surat kabar atau artikel internet.
b. Dalam membahas konsep penting, cerita aneh itu
dibacakan. Satu pertemuan tatap muka cukup 1—
2 cerita aneh.
c. Siswa diminta menanggapi cerita aneh itu secara
kelompok; .yang baik diberi pujian.
―Peningkatan Daya Ingat Siswa melalui Pembacaan
Cerita-cerita Aneh dalam Pelajaran IPS Kelas VII
SMP Y Bekasi‖
Tabel Proposal Sederhana dalam Mata Pelajaran Matematika SD
No
Aspek-aspek
Penelitian
1
Kalimat Masalah
2
Akar Masalah
3
Hipotesis
Tindakan
Uraian
Siswa yang lemah tidak peduli dengan nilai
rendah dalam mata pelajaran matematika di
Kelas VI SD Z Depok.
Persepsi diri siswa rendah, merasa dirinya
sebagai siswa yang bodoh.
"Pemberian
Pengalaman
Sukses
akan
Meningkatkan Kepedulian Siswa terhadap Nilai
Matematika Kelas VI SD Z Depok."
Tindakan Operasional:
4
Judul Penelitian
a. Dalam
pembelajaran,
guru
memberi
perhatian lebih besar kepada siswa-siswa
yang lemah.
b. Tiap pertemuan tatap muka, satu dua orang
siswa yang lemah diberi tugas yang mudah.
Setelah yakin dapat mengerjakan, mereka
diminta maju ke papan tulis, diikuti dengan
pujian.
c. Siswa yang pandai tetap diberi tugas, seperti
biasanya.
―Peningkatan Kepedulian Siswa terhadap Nilai
Matematika melalui Pemberian Pengalaman
Sukses dalam Pelajaran Matematika Kelas VI SD
Z Depok‖
Masalah yang Layak Diteliti dan Profesionalisme Guru
Masalah yang Layak Diteliti
Tidak semua masalah dapat dipecahkan melalui PTK, hanya
masalah yang berada dalam kendali guru. Rendahnya "input siswa"
yang masuk sekolah Anda, suara berisik karena "sekolah Anda
berada di pinggir jalan", dan "status ekonomi sosial orang tua siswa"
adalah contoh-contoh masalah yang berada di luar kendali guru,
tidak layak untuk diteliti. Sebaliknya masalah yang sudah terlalu
jelas juga tidak layak diteliti karena tidak perlu. Misalnya selama ini
Anda mengajar secara monoton, menggunakan metode ceramah
sepanjang hari, dan siswa merasa jenuh. Kemudian Anda akan
menerapkan metode bermain peran agar siswa lebih aktif. Hal itu
sudah terlalu jelas, siswanya pasti akan menjadi aktif. Anda tinggal
melaksanakan secara langsung. Analoginya adalah upaya Anda
menyiram tanaman di pot yang layu karena tidak disiram. Anda
tinggal langsung meyiram, tidak perlu meneliti dulu; hasilnya sudah
jelas, tanaman pasti akan menjadi segar. Penelitian diawali dengan
masalah, yang masih meragukan.
Profesionalisme Guru
Pertanyaan "Upaya apa yang sudah dilakukan?" pada bagian
‖Mendeskripsikan Masalah‖ di atas penting untuk dikemukakan.
Hal itu menandakan bahwa Anda seorang guru profesional, yang
telah menerapkan berbagai metode secara kreatif tetapi belum
berhasil. Bagian yang belum berhasil itulah yang Anda teliti melalui
PTK. Analogi dengan tanaman di pot tadi, jika telah disiram dan
dipupuk tetapi tanaman masih tetap layu, barulah itu merupakan
masalah penelitian yang sangat menarik.
Setelah beberapa kali melakukan PTK, Anda akan terbiasa
memberikan tindakan secara sistematis. Anda juga akan merasakan
bahwa PTK tidak banyak berbeda dengan pembelajaran biasa. Secara
tidak sadar Anda akan melakukan PTK setiap saat; dan Anda akan
mendapat predikat sebagai guru profesional yang reflektif.
b. Metode Penelitian
Anda perlu menegaskan metode penelitian yang Anda gunakan,
yaitu PTK, disertai model yang digunakan. Biasanya PTK di sekolah
menggunakan Model Kemmis & Taggart seperti gambar di bawah
ini.
Gambar PTK Model Kemmis & Taggart
Siklus Penelitian
Salah satu ciri khas PTK adalah adanya siklus. Menurut Kemmis dan
McTaggart siklus terdiri dari empat komponen, yaitu: (1)
Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi.
Analoginya dengan pengobatan oleh dokter, satu siklus adalah
rangkaian empat kegiatan: (1) Pemberian resep kepada pasien, (2)
Peminuman obat oleh pasien, (3) Pengukuran peningkatan
kesehatan pasien ketika kembali lagi ke dokter, dan (4) Analis dan
evaluasi kesehatan pasien. Siklus PTK sebenarnya adalah satu satuan
penelitian yang lengkap, karena komponen-komponennya lengkap
dari perencanaan sampai refleksi. Jadi kalau Anda melakukan PTK
dengan lima siklus, sebenarnya Anda melakukan lima penelitian
secara berkelanjutan. PTK sebaiknya minimal terdiri dari tiga siklus;
kalau baru satu siklus sudah berhasil kemungkinan masalahnya
terlalu sederhana.
Satu siklus minimal terdiri dari tiga pertemuan tatap muka dengan
perlakuan yang sama, agar intensif. Misalnya Anda melakukan
siklus dengan tiga pertemuan. Pada pertemuan pertama Anda
menggunakan metode concept attainment pada konsep-konsep
penting yang diajarkan, diikuti dengan pemberian contoh soal yang
bervariasi, dan PR yang bervariasi juga. Pada pertemuan kedua dan
ketiga Anda melakukan hal yang sama secara konsisten. Analoginya
adalah proses minum obat oleh pasien; selama tiga hari ia meminum
obat yang sama dengan dosis yang sama, berulang-ulang. Hal itu
dilakukan agar data yang diperoleh bersifat jenuh, artinya lengkap.
Kalau perlakukan hanya dilakukan satu kali dan hasilnya baik, ada
kemungkinan hal itu hanya kebetulan. Tetapi kalau perlakuan sudah
dilakukan tiga kali dan hasilnya baik, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa hasil itu memang benar-benar baik, bukan karena
kebetulan.
Perencanaan
Perencanaan pada siklus pertama tidak lain adalah hipotesistindakan yang telah Anda tetapkan sebelumnya. Perencanaan adalah
variabel bebas penelitian Anda. Perencanaan pada siklus kedua,
ketiga, dan selanjutnya belum dapat ditentukan karena harus dibuat
berdasarkan hasil refleksi terhadap siklus sebelumnya. Dalam RPP,
hipotesis-tindakan itu harus dapat dilihat posisinya, bisa di
pembelajaran pendahuluan, pembelajaran inti, dan/atau di
pembelajaran penutup. Ada baiknya dalam RPP hipotesis tindakan
itu Anda cetak tebal agar posisinya dalam pembelajaran-biasa
terlihat dengan jelas. Seperti telah disinggung sebelumnya,
sebaiknya hanya bagian tertentu dari pembelajaran yang Anda
diperbaiki melalui PTK. Analoginya dengan badan kita, hanya
bagian-bagian tertentu yang diobati oleh dokter.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah uraian tentang implementasi perencanaan Anda,
masih berbicara tentang variabel bebas. Kalau seluruh perencanaan
dapat dilaksanakan dengan baik sepanjang siklus, Pelaksanaan
hanya akan berisi satu kalimat, yaitu: "Seluruh perencanaan dapat
dilaksanakan dengan baik." Tetapi hal itu jarang terjadi; yang sering
terjadi adalah sebaliknya: "Perencanaan sih boleh, tetapi
pelaksanaannya?" Analoginya dengan dokter, pelaksanaan adalah
uraian tentang kegiatan minum-obat pasien. Mungkin saja pertama
kali minum obat pasien merasa mual dan muntah, sehingga obat
belum bisa masuk. Yang kedua dan ketiga masih mengalami hal
serupa. Baru pada peminuman keempat, pada hari kedua, obat itu
bisa masuk. Cerita yang ingin didengar dokter dalam Pelaksanaan
berkisar pada hal itu, belum berbicara tentang peningkatan
kesehatan pasien.
Uraian Pelaksanaan sifatnya holistik, mencakup ketiga pertemuan
dalam satu siklus, tetapi tidak menceritakan pertemuan per
pertemuan. Agar uraian menjadi sistematis dan tidak terjebak pada
pertemuan per pertemuan, Anda perlu membuat unsur-unsur
variabel bebas itu, kemudian diuraikan keberhasilan dan
kegagalannya. Dalam hal penggunaan metode concept attainment
misalnya, unsur-unsurnya adalah langkah-langkah metode itu
sendiri. Contoh uraian Pelaksanaan Siklus 1: "Ketika diberikan dua
kolom berisi daftar istilah fisika, yang satu diberi judul YA dan satu
lagi BUKAN, sebagian besar siswa memperhatikan sambil berfikir.
Perhatian siswa meningkat ketika mereka diminta menambahkan
istilah baru di kolom YA. Mereka mulai berdiskusi dengan teman
kelompoknya dan berusaha menemukan istilah-istilah baru. Masih
ada beberapa siswa di barisan belakang yang belum terfokus
perhatiannya. Ketika diminta memberi nama konsep yang mewakili
semua istilah yang berada di kolom YA, mereka lebih tertantang lagi.
Beberapa siswa tunjuk tangan dan menyebutkan konsep; guru
menuliskan di papan tulis. Tetapi ketika diminta menyebutkan
atribut kritikal dari konsep yang diajukan mereka mendapat
kesulitan. Dst., dst...."
Pengamatan
Pada bagian inilah Anda mulai memaparkan perubahan-perubahan
yang terjadi pada variabel terikat, yaitu variabel yang Anda
tingkatkan melalui PTK ini. Seluruh hasil pengukuran menggunakan
instrumen, disajikan datanya di bagian Pengamatan ini. Dalam PTK
instrumennya bermacam-macam, tidak hanya tes; semua datanya
disajikan di sini. Tampilan yang khas di bagian Pengamatan ini
adalah tabel, diagram, dan grafik; tetapi uraian naratif juga ada,
yaitu untuk menyajikan hasil wawancara atau catatan lapangan.
Refleksi
Dalam refleksi, Anda akan membahas data yang telah tersaji dalam
Pengamatan di atas. Baik keberhasilan maupun kegagalan semuanya
dibahas. Keberhasilan perlu dibahas untuk mengetahui apakah
benar penyebabnya adalah tindakan yang Anda berikan. Jika benar
berarti hipotesis-tindakan Anda benar. Tetapi Anda harus jeli, belum
tentu keberhasilan itu akibat dari hipotesis-tindakan. Sebagai contoh
dalam metode concept attainment, setelah berlangsung satu siklus
ternyata pemahaman siswa tidak meningkat. Kemudian pada siklus
berikutnya Anda sebagai peneliti memberikan tambahan drill
sebanyak-banyaknya sehingga siswa hafal akan tipe-tipe soal yang
keluar dalam tes. Pada akhir siklus-kedua pemahaman siswa
meningkat. Apakah peningkatan itu akibat dari hipotesis penelitian?
Boleh jadi bukan; peningkatan itu lebih banyak disebabkan oleh
metode drill and practice daripada metode concept attainment.
Terutama kegagalan, harus dibahas secara sungguh-sungguh,
sebaiknya bersama kolaborator Anda. Langkah-langkahnya sama
dengan pada awal siklus pertama: mendeskripsikan masalah secara
rinci, menemukan akar masalah, bertanya mengapa dan mengapa,
dan mencari alternatif tindakan. Ingat bahwa siklus pertama
sebenarnya adalah satu penelitian. Pada siklus kedua Anda
melakukan satu penelitian lagi. Tujuan utama refleksi adalah
mencari alternatif tindakan untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
Sebaiknya Anda bukan mengganti tindakan melainkan melengkapi
atau memodifikasi tindakan; tindakan utamanya concept attainment
masih tetap.
Pergantian Siklus
Pergantian dari satu siklus ke siklus berikutnya dapat dilakukan
berdasarkan jumlah pertemuan, seperti telah disinggung di atas.
Tetapi Anda dapat menggunakan dasar lain, misalnya jumlah
minggu, kompetensi dasar, atau pokok bahasan. Tindakan pada
siklus berikutnya ditentukan berdasarkan refleksi terhadap hasil
siklus sebelumnya. Analoginya dengan dokter, resep-baru dibuat
berdasarkan hasil penilaian terhadap resep sebelumnya. Tindakan
pada siklus baru harus berbeda secara signifikan dengan siklus
sebelumnya. Kalau hanya pengulangan berarti masih bagian dari
siklus sebelumnya.
Insrumen Penelitian
Karena PTK mengandung unsur inovasi, biasanya ada hal-hal
tertentu yang perlu dipersiapkan secara khusus. Salah satunya
adalah instrumen penelitian, yang berbeda dengan instrumen yang
biasa Anda pakai sehari-hari. Tes hasil belajar yang biasanya cukup
dengan C1, C2, ... s.d. C6 misalnya, sekarang akan terfokus pada C2
saja, tetapi dirinci menjadi tujuh komponen, yaitu: (1)
menginterpretasi, (2) memberi contoh, (3) mengklasifikasi, (4)
merangkum, (5) menginferensi, (6) membandingkan, dan (7)
menjelaskan. Wawancara dengan siswa yang biasanya Anda lakukan
secara spontan, sekarang dibuat pedomannya dulu agar lebih
terfokus; demikian juga kegiatan observasi, Anda buat lembar
observasinya. Catatan lapangan perlu Anda siapkan dulu
penulisannya; ini paling mudah karena tidak perlu ada instrumen
khusus. Catatan lapangan tidak lain adalah catatan harian atau diary,
untuk menuangkan hal-hal yang sangat berkesan. Kalau penelitian
dilakukan dengan penuh antusiasme, Anda akan menemukan halhal yang sangat berkesan dan secara mudah dapat dituliskan dalam
catatan lapangan.
Agar lebih sederhana kita sepakati dulu bahwa yang dimaksud
dengan instrumen dalam PTK adalah alat untuk mengukur
keberhasilan tindakan pada variabel yang ingin Anda tingkatkan,
yaitu variabel terikat. Agar lebih ilmiah, setiap instrumen yang Anda
buat harus dibuat kisi-kisinya dulu; dan kisi-kisi itu dibuat
berdasarkan teori yang ada di bagian Kajian Pustaka. Oleh karena
itu, teori dalam Kajian Pustaka hendaknya sedemikian rupa
sehingga dapat mengarahkan pembuatan instrumen. Sangat kurang
baik teori yang diuraikan secara panjang lebar tetapi tidak
memberikan petunjuk apapun untuk pembuatan instrumen.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Yang sudah Anda kenal dengan baik tentu saja instrumen untuk
mengukur hasil belajar, yang biasa disebut tes. Tes yang baik harus
valid, yaitu mengukur apa yang harus diukur. Validitas tes biasanya
didekati dengan kisi-kisi, yang akan menjamin keterwakilan
kompetensi dan tingkat kognisi yang akan diukur. Validitas seperti
itu disebut validitas isi, karena penekanannya pada keterwakilan isi.
Syarat lainnya, tes yang baik harus reliabel atau ajeg, yaitu jika
digunakan dengan cara yang sama hasilnya akan sama. Reliabilitas
tes diketahui setelah tes diuji coba; koefisiennya dihitung dengan
rumus-rumus statistik, seperti rumus split half test, KR-20, atau Alfa
Chronbach. Dalam PTK uji reliabilitas tes seperti itu tidak dilakukan
karena jarang guru yang mengujicobakan tes sebelum
menggunakan. Tetapi penggunaan kisi-kisi untuk menjamin
validitas tes seperti dijelaskan di atas sebaiknya dilakukan oleh
peneliti PTK.
Di samping tes, dalam PTK digunakan berbagai jenis instrumen, di
antaranya: (1) Lembar observasi, (2) Pedoman wawancara, (3)
Pedoman telaah dokumen, (4) Kuesioner, (5) Rating scale, (6)
Portofolio, (7) Skala sikap, dan (8) Catatan lapangan. Seperti halnya
tes, instrumen-instrumen itu harus dibuat berdasarkan kisi-kisi agar
validitas-isi nya terjamin. Di samping itu masih ada validitas lain
yang harus dipenuhi oleh instrumen-instrumen itu, yaitu validitas
konstruk. Untuk memperoleh validitas konstruk, kisi-kisi instrumen
harus dibuat berdasarkan teori yang telah dibahas di Kajian Pustaka.
Singkatnya, "Instrumen harus dibuat berdasarkan kisi-kisi, dan kisikisi harus dibuat berdasarkan teori."
Triangulasi
Sebagai ganti penghitungan menggunakan rumus-rumus, reliabilitas
instrumen dalam PTK didekati dengan teknik triangulasi. Artinya,
satu variabel terikat (yang akan ditingkatkan) diukur dengan
beberapa instrumen. Motivasi siswa misalnya, tidak cukup diukur
dengan kuesioner, tetapi ditambah dengan wawancara dan
observasi. Jika ketiga instrumen itu menghasilkan data yang sama
atau mirip, barulah dapat ditafsirkan bahwa data itu benar.
Reliabilitas instrumen dalam PTK juga dapat didekati dengan
pengamatan yang cukup lama sehingga datanya mencapai tingkat
jenuh atau mencukupi. Lamanya pengamatan harus dibarengi
dengan tingkat ketelitian dan keseksamaan.
Pelanggaran Validitas Instrumen
Seringkali peneliti PTK secara tidak sadar telah melanggar validitas
instrumen, yaitu membuat instrumen tanpa didasari kisi-kisi dan
teori. Serinkali instrumen bahkan tidak mengukur yang harus
diukur. Mengukur motivasi misalnya, menggunakan tes hasil
belajar.
Instrumen Spontan
Peneliti sering membuat instrumen secara spontan yang
diperkirakan dapat mengukur keberhasilan penelitiannya. Dasarnya
lebih banyak perasaan daripada penalaran yang sistematis. Setelah
instrumen jadi dan ditanyakan kisi-kisinya, peneliti itu tidak dapat
menjawab. Hampir dapat dipastikan bahwa instrumen seperti itu
tidak ada dasar teorinya. Spontanitas itu seringkali menghasilkan
bermacam-macam instrumen, untuk mengukur berbagai variabel.
Maksud hati mungkin ingin menerapkan triangulasi, tetapi kurang
tepat arahnya. Kalau triangulasi adalah mengukur satu variabel
dengan beberapa macam instrumen, dalam instrumen spontan itu
mengukur banyak variabel dengan banyak instrumen yang tidak
jelas dasar teorinya.
Instrumen ”Teh Botol”
"Apapun makanannya, minumannya Teh Botol"; begitulah bunyi
iklan di televisi. Hal serupa sering terjadi dalam PTK. "Apapun
masalahnya, instrumennya tes hasil belajar." Masalah rendahnya
motivasi misalnya, instrumennya tes hasil belajar, seperti telah
disinggung sebelumnya. Dasar pemikirannya, kalau motivasi
meningkat siswa akan belajar lebih aktif sehingga hasil belajarnya
meningkat. Hal itu bisa benar, tetapi bisa juga tidak. Peningkatan
hasil belajar itu bisa disebabkan oleh faktor lain, seperti minat,
media, dan tingkat kesulitan soal. Yang jelas teori tentang motivasi
berbeda dengan teori tentang hasil belajar. Kalau teorinya berbeda
kisi-kisinya harus berbeda, dan instrumennya dengan sendirinya
akan berbeda. Jadi mengukur motivasi dengan hasil belajar dapat
dikatakan mengukur variabel lain.
Kisi-kisi Instrumen
Yang paling mudah adalah membuat kisi-kisi tentang hasil belajar;
Anda sudah terbiasa melakukannya. Berikut ini diberikan beberapa
contoh instrumen untuk mengukur hasil belajar atau pemahaman
siswa.
Tabel Contoh Kisi-kisi Tes Pemahaman Siswa
KD 1
Indikator 1
Indikator 2
KD 2
Indikator 1
Indikator 2
Keterangan: KD = kompetensi dasar
Menjelaskan
Membandingkan
Menginferensi
Merangkum
Mengklasifikasi
Memberi Contoh
Kompetensi
dan Indikator
Menginterpretasi
Proses Kognitif dan Jumlah Butir Soal
Tabel Contoh Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pemahaman Siswa
Kompetensi
dan Indikator
Sangat
Kurang
Kriteria
Kurang
Baik
KD 1
Indikator 1
Interpretasi tentang
Indikator 1
Indikator 2
Kemampuan
klasifikasi tentang
indikator 2
KD 2
Indikator 3
Inferensi tentang
indikator 3
Indikator 4
Kemampuan
membandingkan
tentang indikator 4
Indikator 5
Kemampuan
menjelaskan
tentang indikator 5
Tabel Contoh Kisi-kisi Lembar Observasi Pemahaman Siswa
No
Indikator
Pemahaman
1
Menginterpretasi
2
Memberi contoh
3
Mengklasifikasi
4
Merangkum
5
Menginferensi
6
Membandingkan
7
Menjelaskan
Sangat
Kurang
Kurang
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Perlu diperhatikan bahwa ketiga kisi-kisi di atas mengukur variabel
yang sama, yaitu pemahaman siswa, secara triangulatif. Artinya
variabel yang sama diamati dari berbagai sudut pandang.
Instrumen untuk Variabel Bebas?
Perlukah variabel bebas (metode yang digunakan) diukur-ukur
menggunakan instrumen seperti halnya variabel terikat (variabel
yang ditingkatkan)? Marilah kita bandingkan dengan pekerjaan
dokter. Apakah yang biasanya diukur oleh seorang dokter, kegiatan
minum obat pasien sesuai resep (variabel bebas) atau peningkatan
kesehatan pasien (variabel terikat)? Tentu saja yang terakhir.
Ketepatan pemakaian metode memang perlu diperhatikan dalam
PTK, tetapi tidak perlu diukur-ukur menggunakan instrumen. Jika
dilakukan, pekerjaan peneliti akan bertambah banyak, yang akan
membuatnya stress dan lelah. Setelah selesai penelitian ia akan
mengatakan dalam hati: "Sekali ini saja saya melakuan penelitian."
Hal ikhwal variabel bebas cukup disampaikan secara naratif di
bagian "Pelaksanaan" dari siklus penelitan (yang terdiri dari
Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi). Ada kerugian
lain jika variabel bebas diukur-ukur dengan instrumen dan disajikan
datanya dalam bentuk tabel-tabel. Benang merah laporan penelitian
menjadi kabur dan hasil penelitian sukar dipahami oleh pembaca.
Kolaborasi
Perlu dikemukakan jumlah dan latar belakang pendidikan
kolaborator, dan waktu pertemuan. Misalnya kolaborator internal
adalah teman sejawat, guru semata pelajaran. Pertemuan dilakukan
secara intensif pada penulisan proposal dan pembuatan instrumen.
Pada saat implementasi, pertemuan dilakukan seminggu sekali pada
akhir pekan untuk membicarakan masalah-masalah yang ditemukan
pada minggu berjalan, dan rencana untuk minggu berikutnya.
Kolaborator internal juga membantu melakukan pengukuran
menggunakan instrumen-instrumen yang tersedia pada akhir siklus.
Kolaborator ekternal adalah dosen perguruan tinggi yang membantu
pada penulisan proposal.
c. Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas
Setelah mempunyai proposal sederhana, hasil kegiatan sebelumnya,
Anda akan sangat mudah mengembangkannya menjadi proposal
lengkap. Hal-hal yang esensial telah tertulis dalam proposal
sederhana itu, terutama deskripsi masalah, rumusan masalah, dan
hipotesis tindakan.
Sistematika Proposal Penelitian
Sistematika proposal penelitian tindakan kelas adalah sebagai
berikut:
Judul
Bab 1 Pendahuluan
A.
B.
C.
D.
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bab 2 Kajian Pustaka
A.
B.
C.
D.
Deskripsi Teori
Hasil Penelitian yang Relevan
Kerangka Berfikir
Hipotesis Tindakan
Bab 3 Metodologi Penelitian
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Setting Penelitian
Metodologi Penelitian
Siklus Penelitian
Kriteria Keberhasilan
Instrumen Penelitian
Anallisis Data
Kolaborasi
Jadual Penelitian
Daftar Pustaka
Judul PTK
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, judul penelitian harus
singkat tetapi jelas. Isinya sama dengan hipotesis tindakan tetapi
dengan rumusan yang berbeda. Judul harus mengandung variabel
bebas (tindakan yang diberikan) dan variable terikat (variabel yang
akan ditingkatkan). Contohnya adalah sebagai berikut:
“Peningkatan Hasil Belajar Fisika SMA Kelas I SMA X
Jakarta Melalui Metode Concept Attainment”
Variabel bebasnya metode concept attainment dan variabel terikatnya
hasil belajar sejarah. Jumlah kata sebaiknya tidak lebih dari 15. Topik
atau pokok bahasan kurang perlu untuk dicantumkan dalam judul
karena keterangan ―Fisika Siswa Kelas I SMA ― sudah cukup
spesifik. Jika topik dicantumkan, misalnya ―Kemagnetan‖, seolaholah metode concept attainment itu hanya berlaku pada topik
Kemagnetan. Masalah yang dipecahkan dalam PTK seharusnya yang
bersifat lintas pokok bahasan, seperti: hasil belajar, motivasi, dan
kreativitas. Dengan demikian penggunaan siklus akan lebih leluasa,
tanpa dibatasi oleh topik.
Judul sebaiknya menampilkan hal-hal yang inovatif untuk menarik
pembaca; pertama kali orang membaca hasil penelitian Anda adalah
pada judulnya. PTK pada dasarnya adalah sarana untuk melakukan
inovasi pembelajaran. Sejak munculnya PTK orang menganggap
bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran inovatif.
Hampir semua peneliti PTK memilih judul itu kalau diminta
membuat proposal. Akibatnya cooperative learning sudah diteliti oleh
banyak orang, dan menjadi hal yang biasa. Sayangnya PTK yang
mereka lakukan bersifat semu; setelah selesai PTK mereka kembali
ke pembelajaran biasa.
Pendahuluan (Bab 1)
Fungsi utama pendahuluan adalah untuk menjelaskan mengapa
penelitian
Anda perlu dilakukan. Sampai halaman kedua, pendahuluan harus
sudah dapat mengemukakan masalah penelitian secara jelas. Uraian
di halaman-halaman berikutnya masih dapat ditambahkan, tetapi
sifatnya hanya menegaskan dan melengkapi. Sebaiknya dihindarkan
uraian kesana-kemari sampai berhalaman-halaman, dan baru
mengemukakan masalah penelitian di bagian akhir.
Latar belakang masalah berfungsi untuk membuat masalah
penelitian Anda terlihat lebih menonjol, penting, dan mendesak.
Masalah penelitian tidak lain adalah deskripsi masalah yang sudah
Anda tulis sebelumnya, di Bagian A; sifatnya mikro, yaitu tentang
pembelajaran di kelas Anda. Agar terlihat penting, masalah mikro
itu harus dibingkai dengan masalah makro yang berskala nasional.
Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Anda sebagai peneliti
memahami isu-isu nasional yang relevan. Namun perlu dihindari
kesan bahwa penelitian Anda berskala nasional; kenyataannya
penelitian Anda hanya berskala kelas. Oleh larena itu uraian latar
belakang maksimal dua alinea, dan segera disambung dengan
masalah mikro yang berupa deskripsi masalah itu. Berikut ini adalah
contohnya.
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Standar kompetensi luluan yang ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) melalui
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2002 tentang Standar
Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah menuntut
kompetensi yang tinggi dari para lulusan sekolah
menengah. Bersamaan dengan itu dikeluarkan juga
Standar Proses yang menuntut proses pembelajaran
yang berkualitas, menuju lulusan yang ―cerdas dan
komprehensif‖, sesuai dengan moto Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Implikasinya guru harus
senantiasa meningkatkan kompetensi agar kualitas
pembelajarannya terus meningkat.
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, guru adalah tenaga profesional yang dilatih
secara khusus melalui pendidikan profesi, untuk
mendapatkan sertifikat sebagai pendidik profesional.
Salah satu ciri guru profesional adalah bersifat reflektif.
Setiap kali melaksanakan pembelajaran ia selalu
melakukan refleksi untuk mengetahui kelemahankelemahannya, dan selanjutnya berusaha untuk
memperbaiki.
Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan cara yang
sistematis untuk melakukan refleksi secara intensif dan
melakukan perbaikan pembelajaran secara sistematis.
Di SMA Negeri X Jakarta nilai sejarah Kelas I pada
umumnya rendah. Mereka tampak mengerti penjelasan
dan contoh soal yang diberikan guru, tetapi ketika soal
diganti sedikit saja mereka menjadi bingung dan tidak
dapat mengerjakan. Seakan-akan mereka hanya
mengerti tentang hal yang dijelaskan; hal-hal baru
sekecil apapun akan menimbulkan kebingungan, tidak
mampu diatasi. Pemahamannya barulah sampai di
permukaan, belum mendalam. Pada ulangan akhir
yang mencakup satu standar kompetensi nilai rata-rata
siswa 5; pada ulangan akhir semester rata-rata juga 5.
Hal itu dialami oleh sekitar 60% siswa dalam kelas,
terjadi di hampir seluruh SK, dan sudah berlangsung
dari tahun ke tahun.
Berbagai upaya telah dilakukan guru untuk mengatasi
masalah itu. Guru telah menggunakan salat-alat peraga
untuk demonstrasi di kelas, dan melakukan
eksperimen di laboratorium. Guru juga sudah
menggunakan media Power Point untuk menjelaskan;
sekali-sekali penjelasan guru diselingi dengan program
animasi flash. Tetapi hasilnya belum seperti yang
diharapkan. Siswa-siswa yang hasil belajarnya rendah
sudah disediakan program remedial; waktunya di luar
jam pelajaran tatap muka. Tetapi hasilnya juga belum
seperti yang diharapkan; siswa yang nilainya rendah
cenderung ingin menghindar dari kegiatan itu. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep
siswa
kurang
mantap
ketika
diterangkan.
Kemungkinan contoh-contoh yang diberikan guru
kurang banyak sehingga siswa mengalami undergeneralization; noncontoh juga tidak disertakan sehingga
siswa mengalami over-generalization. Kedua-duanya
membuat pemahaman siswa tidak mantap. Perlu
dicarikan metode alternatif yang membuat siswa
belajar secara mantap.
Rumusan masalah penelitian telah tersirat dalam hipotesis tindakan
yang ada dalam proposal sederhana yang telah Anda buat di Bagian
A; Anda tinggal memindahkan ke sini. Masalah penelitian biasanya
disajikan dalam bentuk pertanyaan, tetapi tidak harus. Inilah
contohnya.
B. Rumusan Masalah
Apakah metode concept attainment dapat meningkatkan
hasil belajar sejarah kelas I SMA Negeri X Jakarta?
Bagian terakhir pendahuluan adalah tujuan dan manfaat penelitian.
Tujuan PTK tidak sekedar ingin ―mengetahui peningkatan‖ variabel
terikat (yang akan ditingkatkan), tetapi lebih pada ―meningkatkan‖
variabel terikat itu. Ingin ―mengetahui peningkatan‖ mempunyai
konotasi ―setelah tahu akan selesai‖ sehingga peneliti PTK banyak
yang kembali ke metode semula setelah penelitian selesai;
sedangkan ―meningkatkan‖ mempunyai arti ingin menggunakan
metode baru yang ditemukan untuk seterusnya. Manfaat penelitian
sebaiknya dirinci untuk berbagai pihak agar makna penelitian
menjadi labih besar, misalnya bagi siswa, guru, dan sekolah. Inilah
contohnya.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan
meningkatkan hasil belajar sejarah siswa.
untuk
D. Manfaat Penelitian
Bagi siswa penelitian ini bermanfaat untuk
meningkatkan pemahamannya. Bagi guru penelitian ini
bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
dan membiasakan diri menjadi guru yang reflektif,
yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas
pembelajaran. Bagi sekolah, penelitian ini bermanfaat
untuk meningkatkan citra sebagai sekolah yang efektif,
yang membimbing siswa menjadi insan yang cerdas
dan komprehensif.
Kajian Pustaka (Bab 2)
Deskripsi teori memberikan dasar teori pada variabel-variabel yang
Anda teliti. Baik variabel bebas (tindakan yang diberikan) dan
variabel terikat (yang ditingkatkan) dua-duanya harus didukung
dengan teori. Ini sejalan dengan ciri seorang profesional, yang setiap
tindakannya didukung dengan teori yang sudah mantap.
Analoginya dengan dokter, setiap obat yang diresepkan harus
didukung dengan teori atau hasil penelitian yang sudah mantap. Jika
tidak, dokter itu akan lebih tepat disebut dukun.
Namun fungsi teori dalam PTK agak berbeda dengan fungsinya
dalam penelitian formal. Asumsinya, peneliti PTK adalah guru
profesional yang sudah berusaha menerapkan teori-teori yang sudah
mantap itu dalam pembelajaran, tetapi belum berhasil. Sebagaimana
kita ketahui banyak sekali teori-teori yang mantap itu berasal dari
negara Barat, yang berbeda budaya dengan kita. Dalam PTK Anda
dapat saja menemukan teori yang sama sekali baru—disebut
grounded theory—yang sesuai dengan konteks sekolah Anda. Jadi
teori yang dirujuk dalam PTK sifatnya hanya sebagai bahan
pertimbangan.
Kata ―pustaka‖ digunakan untuk membedakan dengan ―teori’ yang
bersifat akademis. Pustaka lebih bersifat umum; Undang-Undang
dan Peraturan Menteri dapat dimasukkan ke dalamnya. Dokumendokumen itu merupakan kebijakan sehingga tidak dapat
dimasukkan dalam kategori teori.
Selain variabel bebas dan variabel terikat, Anda perlu mencari teori
yang berkenaan dengan pembelajaran khusus, untuk mata pelajaran
Anda. Gunanya agar temuantemuan yang Anda peroleh nanti tidak
menyimpang dari karakteristik mata pelajaran yang Anda ampu.
Sebaiknya penyajian hakikat variabel bebas didahulukan agar
pembaca langsung dapat mengetahui inovasi yang ditawarkan pada
kesempatan pertama. Berikut ini adalah contoh deskripsi teori untuk
judul ―Peningkatan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas I SMA X
Jakarta melalui Metode Concept Attainment‖.
Bab 2 Kajian Pustaka
A. Deskripsi Teori
1. Concept Attainment
Pendekatan
pembelajaran
pemrosesan
informasi dengan model concept attainment
menurut
Uno
(2008)
dikembangkan
berdasarkan karya Jerome Brunner, dkk. yang
yakin bahwa lingkungan sekitar manusia
beragam dan sebagai manusia kita harus
mampu membedakan, mengkategorikan dan
menamakan semua itu. Kemampuan manusia
dalam membedakan, mengelompokkan dan
menamakan
sesuatu
inilah
yang
menyebabkan munculnya sebuah konsep.
Concept attainment adalah suatu metode
pembelajaran
yang
bertujuan
untuk
membantu siswa memahami suatu konsep
tertentu.
Metode ini dapat diterapkan untuk semua
umur, dari anak-anak sampai orang dewasa.
Untuk
taman
kanak-kanak,
tentunya,
pendekatan ini dapat digunakan untuk
memperkenalkan konsep yang sederhana.
Pendekatan ini, lebih tepat digunakan ketika
penekanan
pembelajaran
lebih
pada
pengenalan
konsep
baru,
melatih
kemampuan berpikir induktif dan melatih
berpikir analisis.
Prosedur pembelajarannya melalui tiga tahap
yaitu: kategorisasi, penemuan konsep,
penyimpulan. Kategorisasi adalah upaya
mengkategorikan sesuatu yang sama atau
tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh.
Setelah
kategori
yang
tidak
sesuai
disingkirkan,
kategori
yang
sesuai
digabungkan sehingga membentuk suatu
konsep. Setelah itu, suatu konsep tertentu
baru dapat disimpulkan. Tahap terakhir
inilah yang dimaksud dengan concept
attainment.
2. Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu kekuatan atau
sumber daya yang tumbuh dari dalam diri
sesorang (individu). Belajar berhubungan
dengan tingkah laku seseorang terhadap
situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, di mana perubahan tingkah laku
itu tidak dapat dijelaskan atas dasar
kecenderungan
respon
pembawaan,
kematangan, atau keadaan sesaat seseorang
seperti kelelahan dan pengaruh obat
(Purwanto, 2003). Jadi perubahan perilaku
adalah hasil belajar (Munir, 2008); perilaku itu
meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap
(afektif), dan keterampilan (psikomotorik).
Hasil belajar pada aspek pengetahuan adalah
dari tidak tahu menjadi tahu, pada aspek
keterampilan dari tidak mampu menjadi
mampu.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
meliputi perubahan dalam persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dalam bentuk
perilaku yang dapat diamati. Proses belajar
dipandang sebagai proses pengolahan
informasi yang meliputi tiga tahap, yaitu:
perhatian (attention), penulisan dalam bentuk
simbol (encoding), dan mendapatkan kembali
informasi (retrieval). Mengajar merupakan
upaya dalam rangka mendorong (menuntun
dan
menemukan
hubungan)
antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang telah ada.
3. Pembelajaran Sejarah
Sesuai dengan yang disampaikan Suparno
(2005) bahwa selama proses pembelajaran
terjadi interaksi yang khas antara siswa dan
guru, siswa berupaya menyerap informasi
dan guru bertugas mendampingi siswa dalam
belajar. Dalam filsafat pendidikan modern,
siswa dipandang bukan sebagai objek dalam
pembelajaran tetapi juga sebagai subjek.
Siswa tidak dipandang sebagai orang yang
tidak tahu, tapi dipandang sebagai orang
yang tahu meskipun belum sempurna.
Sejarah merupakan cabang dari ilmu sosial
yang mempelajari tentang manusia pada
masa lampau yang mencakup konsep ruang
dan waktu serta perubahan. Dalam standar
isi mata pelajaran sejarah dijelaskan bahwa
pembelajaran.
Pembelajaran sejarah dengan pendekatan
proses sains baik bagi saintis maupun guruguru sains karena dirasakan sebagai yang
paling baik dan tepat (Druxes, 1996). Di
samping itu siswa dapat menikmatinya sebab
mereka adalah subjek belajar yang aktif.
Keaktifan
siswa
dalam
pembelajaran
menimbulkan suasana yang menyenangkan.
Melihat pemaparan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran fisika
merupakan
rangkaian
pengembangan,
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
menekankan
proses
berpikir
dengan
menggunakan keterampilan sains.
Penelitian yang relevan diperlukan untuk mengetahui state of the art
atau perkembangan terbaru tentang masalah yang diteliti. Penelitian
seperti itu dapat diperoleh dari jurnal ilmiah. Berbeda dengan buku,
jurnal ilmiah menyajikan informasi yang relatif lebih baru. Berikut
ini adalah contohnya.
B. Penelitian yang Relevan
Concept attainment didesain untuk memberi
latihan pada siswa menganalisis data dan
mengembangkan keterampilan berfikir kritis
tanpa menggunakan alat-alat lab. yang
merepotkan.
Struktur
pelajaran
induktif
membimbing siswa untuk memahami materi
pelajaran tahap demi tahap menuju pemahaman
yang mendalam atas ide-ide baru dan memberi
kerangka berfikir sistematis seiring dengan
proses menggabung-gabungkan atribut-atribut
esensial dari konsep yan dituju. (Reid, 2010).
Rerata hasil belajar kelas yang diajar
menggunakan
model
concept
attainment
berbantuan CD Interaktif yaitu X1= 75,83 jauh
lebih besar dari kelas yang diajar menggunakan
model konvensional yaitu X2 = 67,93.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperoleh
bahwa kelas yang diajar menggunakan model
concept attainment berbantuan CD Interaktif
lebih baik dari pada kelas yang diajar
menggunakan model konvensional (Winasmadi,
2011).
Setelah mendeskripsikan berbagai teori tentang concept attainment
berdasarkan buku teks dan temuan-temuan terbaru dari artikel
jurnal, Anda perlu mengemukakan kerangka berfikir. Isinya adalah
uraian singkat, sekitar 2—3 paragraf, untuk meyakinkan pembaca
bahwa metode concept attainment memang efektif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Kerangka berfikir merupakan
hasil pemikiran Anda sendiri, yang merupakan sintesis dari
berbagai teori yang Anda rujuk sebelumnya. Kerangka berfikir yang
baik
dapat
membuat
pembaca
mengemukakan
sendiri
kesimpulannya sebelum Anda menuliskan di bagian akhir. Berikut
ini adalah contohnya:
C. Kerangka Berfikir
Siswa akan memperoleh pemahaman yang
mantap jika dilibatkan secara aktif dalam
pembelajaran, menemukan sendiri konsepkonsep yang dipelajari. Contoh-contoh yang
cukup banyak akan menghindarkan siswa dari
under-generalization atau penyimpulan terlalu
sempit. Sementara penyajian noncontoh akan
menghindarkan siswa dari overgeneralization
atau penyimpulan terlalu luas. Baik undergeneralizatin maupun over-generalization duaduanya akan membuat pemahaman konsep
siswa menjadi lemah.
Metode concept attainment memberi contoh yang
cukup banyak kepada siswa, disertai dengan
noncontohnya. Siswa diberi kesempatan yang
luas untuk berfikir secara aktif dalam
mengelompokkan contoh-contoh itu ke dalam
konsep-konsep yang dipelajari. Karena masingmasing siswa mempunyai pendapat sendiri
yang
dipercayai
kebenarannya,
proses
pengelompokkan itu akan menimbulkan
perbedaan
pendapat
yang
mendorong
terjadinya
diskusi
yang
seru
dan
menyenangkan.
Dapat disimpulkan bahwa metode concept
attainment akan meningkatkan pemahaman
siswa.
Hipotesis tindakan merupakan bagian akhir dari kajian teori di Bab
2. Isinya sama dengan kalimat terakhir kerangka berfikir, yang
merupakan kesimpulan. Dalam proposal sederhana yang sudah
Anda buat di pasal sebelumnya, sudah terdapat hipotesis tendakan.
Anda tinggal memindahkannya ke sini. Seperti telah dijelaskan,
hipotesis tindakan sebaiknya disertai dengan tindakan operasional,
yang merupakan operasionalisasi dari hipotesis itu. Analoginya
dengan kedokteran, hipotesis tindakan adalah resepnya; tindakan
operasional adalah dosis atau aturan minumnya. Inilah contohnya.
D. Hipotesis Tindaka
Metode concept attainment akan meningkatkan
hasil belajar sejarah siswa kelas I SMA X Jakarta.
Tindakan Operasional:
1. Tiap peristiwa yang esensial disajikan
menggunakan metode concept attainment.
Sejumlah contoh yang berupa nama-nama
peristiwa diletakkan dalam kolom-kolom
yang diberi kata ―Ya‖ dan ―Tidak‖. Siswa
kemudian diminta menambahkan tiga nama
peristiwa lain di masing-asing kolom. Di
antara contoh-contoh itu disertai noncontoh.
2. Contoh soal yang diberikan guru harus
cukup banyak dan bervariasi.
3. Dihindari pemberian contoh soal yang
terbatas tetapi pemberian PR yang terlalu
banyak.
Metodologi Penelitian (Bab 3)
Metodologi penelitian diawali dengan mendeskripsikan setting;
sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Gunanya adalah untuk
memberikan gambaran kepada pembaca tentang konteks penelitian
Anda. Setelah itu uraian Bab 3 ini disusul berturut-turut dengan:
metode penelitian, siklus penelitian, kriteria keberhasilan, instrumen
penelitian, analisis data, kolaborasi, dan jadual penelitian. Berikut ini
adalah contohnya.
Bab 3 Metodologi Penelitian
A. Setting
Penelitian ini akan dilakukan dalam mata
pelajaran sejarah pada semester ke ... tahun ... di
SMA X Jakarta. Subyek penelitian adalah siswa
kelas I yang berjumlah 32 orang siswa. Sekolah
ini merupakan Sekolah Standar Nasional yang
berukuran besar, mempunyai 27 kelas. Gurunya
80% berkualifikasi S1 dengan program studi
yang relevan dengan mata pelajaran yang
diampu. Yang sudah memperoleh Sertifikat
Pendidik Profesional sekitar 50%.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan
McTaggart yang prosesnya disajikan seperti
pada Gambar berikut.
Gambar. PTK Model Kemmis & McTaggart
Penelitian direncanakan akan berlangsung
selama tiga siklus, yang masing-masing terdiri
dari: perencanaan (plan), pelaksanaan (act),
pengamatan (observe), dan refleksi (reflect).
Tiap siklus minimal akan terdiri dari tiga
pertemuan tatap muka sehingga keseluruhan
penelitian akan terdiri dari sekitar sembilan
pertemuan tatap muka.
C. Siklus Penelitian
Plan yang tidak lain adalah hipotesis tindakan
akan dilaksanakan secara berulang-ulang dalam
siklus I, sebanyak beberapa kali pertemuan tatap
muka. Pelaksanaan tindakan akan diamati dan
dicatat dengan seksama.
Pada akhir siklus pengamatan terhadap variabel
terikat dilakukan dengan tes. Data hasil tes
dianalisis atau direfleksi untuk mengetahui
keberhasilan dan kegagalannya. Refleksi
diakhiri dengan merencanakan tindakan
alternatif atau revised plan, yang akan
diterapkan pada siklus II.
Plan untuk siklus II sepenuhnya tergantung
pada hasil refleksi siklus I; demikian juga plan
untuk siklus III sepenuhnya tergantung pada
hasil refleksi siklus II.
D. Kriteria Keberhasilan
Siklus ―plan-act-observe-reflect‖ akan berlangsung
terus sampai criteria keberhasilannya tercapai,
yaitu skor rata-rata kelas mencapai 75, yang
disebut kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Walaupun
penelitian
telah
berlangsung
sebanyak tiga siklus, akan terus dilanjutkan
selama KKM belum tercapai.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen untuk mengukur peningkatan hasil
belajar siswa (variable yang ditingkatkan) akan
dilakukan dengan tes hasil belajar. Kisi-kisinya
adalah sebagai berikut:
Tabel. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar
KD 1
Indikator 1.1
Indikator 1.2
KD 2
Indikator 2.1
Indikator 2.2
Di samping itu peningkatan hasil belajar akan
diukur juga dengan menggunakan lembar
observasi dan pedoman wawancara atau tes
lisan. Kedua instrumen itu akan dibuat
berdasarkan kisi-kisi pada Tabel di atas.
Tujuannya adalah untuk melakukan triangulasi,
yaitu melihat satu variabel dari berbagai
instrumen yang berbeda. Pengukuran akan
dilakukan secara sampling, yaitu terhadap
beberapa orang siswa yang dipilih secara acak.
Kreasi
Evaluasi
Analisis
Aplikasi
Pemahaman
Kompetensi dan
Indikator
Ingatan
Proses Kognitif
Teknik ini dipilih karena jika dilakukan
terhadap seluruh siswa akan memakan waktu
yang lama; peneliti praktis akan sangat sibuk
dan kehilangan waktu untuk membimbing
siswa secara intensif.
Pelaksanaan metode concept attainment, sebagai
variabel bebas atau tindakan yang diberikan,
tidak akan diukur secara kuantitatif, tetapi
cukup secara kualitatif menggunakan catatan
lapangan. Sifatnya lebih global dan fleksibel
dengan memperhatikan hal-hal yang penting,
yaitu:
1. Kemampuan siswa menambahkan namabenda baru pada kolom ―ya‖ dan ―Tidak‖
2. Kemampuan siswa menemukan konsep yang
ada pada kolom ―Ya‖ dan ―Tidak‖
3. Kemampuan siswa berargumentasi dalam
diskusi kelompok atau diskusi kelas.
Data tidak akan ditabulasi seperti halnya skor
hasil belajar, tetapi cukup dituliskan secara
naratif berupa catatan lapangan, seperti telah
disinggung di atas, sebanyak ½--1 halaman tiap
akhir pertemuan tatap muka.
F. Analisis Data
Data hasil belajar siswa akan dianalisis dengan
statistik deskriptif, seperti rata-rata dan
persentase. Peningkatan hasil belajar akan
dilihat dari kecenderungan kenaikan skor ratarata dari siklus ke siklus. Data dari lembar
observasi dan pedoman wawancara akan
dianalisis secara kualitatif, kemudian dilihat
juga kecenderungannya dari siklus ke siklus.
G. Kolaborasi
Kolaborator penelitian adalah teman sejawat, semata
pelajaran, di SMA X Jakarta. Proses kolaborasi
dilakukan pada saat penulisan proposal penelitian dan
pengembangan perangkat-perangkat pembelajaran.
Pada saat-saat tertentu, kolaborator ikut masuk kelas
untuk membantu mengamati pelaksanaan metode
concept attainment, sebagai variable bebas atau
tindakan dalam PTK, dan pada akhir pembelajaran
diadakan diskusi singkat. Pada akhir minggu
pertemuan kolaborasi kembali dilakukan untuk
menganalisis keberhasilan dan kegagalan penelitian
dalam satu minggu, dan merencanakan tindakan untuk
minggu berikutnya.
H. Jadual Penelitian
Tabel Jadual Penelitian
No
Minggu Ke
Kegiatan
1
1
Persiapan
a. Menyusun RPP
b. Membuat Perangkat
Pembelajaran
c. Membuat Media
d. Menyusun Jadual
e. Menyusun
Instrumen
2
Pelaksanaan
a. Menyiapkan Siklus 1
b. Membuat Laporan
Siklus 1
c. Melaksanakan Siklus
2
d. Membuat Laporan
Siklus 2
e. Melaksanakan Siklus
3
f. Membuat Laporan
Siklus 3
3
Pelaporan
a. Membuat Laporan
Gabungan Siklus 1, 2,
dan 3
b.Membuat Makalah
Seminar
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
c. Seminar hasil
penelitian
d. Merevisi Laporan
Berdasarkan Hasil
Seminar
e. Menulis Artikel
Jurnal
f. Mengirimkan Artikel
Jurnal Ke Pengelola
Jurnal
Berbeda dengan penelitian formal, pada penelitian tindakan kelas
laporannya sebaiknya dibuat secara bertahap, per siklus. Maksudnya
agar hal-hal yang bersifat kualitatif tidak terlupakan; dengan
demikian laporan akan bersifat lebih holistik, melihat berbagai aspek
pembelajaran. pembuatan laporan secara bertahap juga akan
membuat pekerjaan terasa lebih ringan. Laporan akhirnya lebih
berupa kompilasi dari laporan per siklus.
Bagian terakhir dari Bab 3 adalah Daftar Pustaka. Semua referensi
yang ada dalam proposal harus didukung dengan daftar pustaka.
Daftar pustaka hendaknya bersifat asli dan baru. Asli artinya diambil
dari penulisnya secara langsung; baru artinya tahun penerbitan
sedapat mungkin 10 tahun terakhir. Satu atau dua yang usianya
lebih dari 10 tahun masih dapat diterima. Anda bebas memilih cara
penulisan daftar pustaka asalkan konsisten. Berikut ini adalah
contoh dari daftar pustaka:
Daftar Pustaka
Druxes, Herbert, dkk. (1996). Kompendium Dikdaktik Fisika.
Alih Bahasa: Soeparno. Bandung: CV Remadja Karya
Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Bandung: Alfabeta
Purwanto, Ngalim. (2008). Psikologi Pendidikan. (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya)
Reid, Barbara. (2010). The Concept Attainment Strategy. The
Science Teacher, Vol. 078 Issue 1
Suparno, Paul. (2008). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep
dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo
Uno, Hamzah B. (2008). Model Pembelajaran. diakses dari
http://asepawaludinfajari.wordpress.com/2011/11/22/co
ncept-attainment-model- model-pembelajaran-perolehankonsep/ tanggal 22 Maret 2012
Winasmadi, Praja Achsani. (2011). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika dengan Concept Attainment
Berbantuan CD Interaktif pada Materi Segitiga Kelas VII. Jurnal
PP, No. 1 Vol. 2 Desember 2011.
d. Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas
Untuk menyusun laporan akhir penelitian harus mengikuti acuan
penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam upaya meningkatkan
jabatan/golongan guru melalui pengembangan profesi.
1) Kelengkapan laporan dan sistematika sebagai berikut:
SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (KALAU ADA)
DAFTAR GAMBAR (KALAU ADA)
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
C. Kerangka Pikir
D. Hipotesis Tindakan
BAB 3 METODE PENELITIAN
A. Settin Penelitian
B. Metodologi Penelitian
C. Siklus Penelitian
D. Kriteria Penelitian
E. Instrumen Penelitian
F. Analisis Data
G. Kolaborasi
H. Jadual Penelitian
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
Contoh perangkat pembelajaran
Instrumen
Personalia
Data
Bukti lain pelaksanaan (foto, CD, hasil pekerjaan siswa, berita
acara seminar hasil penelitian)
2) Deskripsi dari tiap-tiap komponen di atas adalah sebagai
berikut:
SAMPUL LAPORAN
Format sampul laporan sesuaikan dengan format yang berlaku di
Kementrian Pendidikan Nasional
HALAMAN PENGESAHAN
Format halaman pengesahan sesuaikan dengan format yang
berlaku di Kementrian Pendidikan Nasional
ABSTRAK
Abstrak berisi ringkasan permasalahan dan cara pemecahan
masalahnya, tujuan, prosedur, dan hasil penelitian. Abstrak
diketik satu spasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
(lebih baik bila ada). Jumlah kata dalam abstrak tidak melebihi
200 kata (ada juga yang menetapkan 250 kata) dan dilengkapi
dengan kata kunci 3 – 5 kata
KATA PENGANTAR
Kata pengantar berisi hal-hal yang akan disampaikan oleh
peneliti sehubungan dengan pelaksanaan dan hasil yang dicapai.
Di bagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR ISI
Daftar isi memuat bagian awal laporan, bab dan sub-bab, bagian
akhir, disertai pencantuman nomor halamannya.
DAFTAR TABEL
Daftar tabel memuat nomor dan judul semua tabel yang ada
dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya. Judul
tabel berada di bagian atas tabel.
DAFTAR GAMBAR
Daftar gambar memuat nomor dan judul semua gambar yang
ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya.
Judul gambar berada di bagian bawah gambar. Gambar yang
dimaksud adalah gambar yang diambil selama proses penelitian
berlangsung dan berguna antara lain untuk menggambarkan
situasi
kelas/laboratorium,respon/mimik
siswa
selama
dilaksanakan tindakan, hasil karya siswa, grafik/diagram batang
yang menggambarkan data hasil penelitian.
BAB 1 – 3
Isi sama dengan proposal Penelitian Tindakan Kelas pada
pembahasan sebelumnya.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Pada awalnya dideskripsikan setting penelitian secara
lengkap kemudian uraian masing-masing siklus dengan
desertai data lengkap beserta aspek-aspek yang
direkam/diamati tiap siklus. Rekaman itu menunjukkan
terjadinya perubahan akibat tindakan yang diberikan.
Ditunjukkan adanya perbedaan dengan pelajaran yang biasa
dilakukan. Pada refleksi diakhir setiap siklus berisi
penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang
terjadi ke dalam bentuk grafik. Kemukakan adanya
perubahan/kemajuan/ perbaikan yang terjadi pada diri
siswa, lingkungan kelas, guru sendiri, minat, motivasi
belajar, dan hasil belajar. Untuk bahan dasar analisis dan
pembahasan kemukakan hasil keseluruhan siklus kedalam
suatu ringkasan tabel/grafik. Dari tabel/grafik rangkuman
itu akan dapat memperjelas adanya perubahan yang terjadi
disertai pembahasan secara rinci dan jelas.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Sajikan simpulan dari hasil penelitian sesuai dengan analisis
dan tujuan penelitian yang disampaikan sebelumnya.
Berikan saran sebagai tindak lanjut berdasarkan simpulan
yang diperoleh baik yang menyangkut segi positif maupun
segi negatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka yang dicantumkan dalam laporan hanya yang
benar-benar dirujuk dalam naskah. Daftar pustaka ditulis secara
konsisten dan alphabetis. Daftar pustaka dapat bersumber dari
buku, jurnal, majalah, dan internet.
LAMPIRAN
Lampiran memuat contoh perangkat pembelajaran: RPP,
kurikulum, silabus, instrumen yang digunakan, personalia, data,
foto pelaksanaan penelitian dan bukti lain pelaksanaan termasuk
berita acara seminar hasil penelitian.
B. Contoh Penelitian Tindakan Kelas dalam PAUD
Judul PTK
―Peningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Usia 6-7
Tahun Melalui Permainan Teka-teki
(Penelitian Tindakan di SDN 05 Utan Kayu, Jakarta Timur)‖
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Masa usia dini merupakan masa anak mulai mengenal diri dan
lingkungan. Masa usia dini merupakan masa berlangsungnya
proses pendidikan, yaitu sejak anak berada dalam kandungan,
masa bayi hingga anak berumur delapan tahun. Masa usia dini
merupakan masa keemasan untuk mengembangkan berbagai
aspek kemampuan anak dengan memberikan berbagai
rangsangan atau stimulasi yang positif. Usia dini merupakan usia
anak membutuhkan berbagai stimulasi positif yang dapat
diberikan baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya.
Anak usia dini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda dengan anak yang usianya berada di atas delapan tahun,
baik dari segi fisik, intelektual, emosi, kreativitas, bahasa dan
sosial.
Banyak aspek kemampuan dalam diri anak yang perlu mendapat
stimulasi agar dapat teraktualisasikan. Kemampuan berbahasa
merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan
pada usia dini disamping aspek kemampuan yang lain, seperti
kognitif, motorik dan sosial emosional. Kemampuan berbahasa
memungkinkan manusia untuk dapat saling berkomunikasi, baik
itu mengkomunikasikan pikiran, perasaan maupun sikap dan
dengan bahasa pula manusia dapat meningkatkan kemampuan
intelektual. Tanpa memiliki kemampuan berbahasa, maka
kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak akan dapat
dilakukan. Tanpa bahasa manusia juga tidak akan dapat
mengembangkan diri dan lingkungannya, karena tanpa bahasa
tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan yang dimiliki pada
orang lain.
Bahasa memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Bahasa
merupakan salah satu alat komunikasi. Semiawan menyatakan
bahwa bahasa berfungsi untuk menyatakan diri (fungsi ekspresi),
menyampaikan pendapat, menangkap pikiran dan perasaan
orang lain (fungsi
sosial).1 Fungsi tersebut dapat dimiliki
seseorang terutama jika anak mempunyai ragam kemampuan
terutama kemampuan berbahasa. Mampu berbahasa, berarti
mampu mengekspresikan suatu hal dengan mempergunakan kosa
kata yang dimiliki. Semakin banyak kosa kata yang dimiliki anak,
semakin besar kemungkinan anak mampu berbicara.
Pengembangan dan penguasaan berbagai macam kosa kata
merupakan sarana untuk membantu anak untuk terampil
berbahasa terutama dalam terampil berbicara, maka tidaklah
mengherankan jika anak-anak banyak mengajukan pertanyaanpertanyaan pada orang di sekitarnya (misalnya: orang tua, guru)
tentang hal-hal yang dilihat, serta akan memberikan wawasan
yang lebih luas keberagamannya, yang membuat belajar dalam
segala hal akan lebih mudah.
Penguasaan kosa kata merupakan unsur penting dalam usaha
peningkatan kemampuan berbahasa. Pembelajaran kosa kata
merupakan penguasaan sejumlah kosa kata yang harus dikuasai
Conny R Semiawan, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini (Jakarta: PT Prenhalindo,
2002), h. 49
1
anak sesuai dengan jenjang pendidikan di kelas. Penguasaan kosa
kata dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahamannya,
sehingga memudahkannya dalam menjalankan proses belajar
mengajar. Semakin meningkatnya kosa kata, maka anak akan
memahami banyak hal dan dapat mempergunakan kosa kata
tersebut dalam berbagai bentuk dan situasi, misalnya dalam
bentuk kalimat ketika anak ingin mengungkapkan perasaannya
atau ingin menyampaikan informasi. Dengan demikian
pembelajaran kosa kata perlu mendapat perhatian khusus dalam
proses pembelajaran anak usia dini.
Banyak hal yang perlu diperhatikan agar pembelajaran kosa kata
pada anak berhasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
diantaranya dalam sistem pembelajaran harus menggunakan dan
mengoptimalkan berbagai macam strategi dan metode agar dapat
berhasil melakukan perbaikan bahasa anak khususnya kosa kata.
Guru, terutama guru kelas satu harus selalu berusaha
memperkaya kosa kata anak didiknya. Penggunaan media secara
efektif harus selalu diterapkan agar tujuan pembelajaran kosa kata
tercapai. Penerapan metode dan teknik yang tepat bagi anak juga
harus diperhatikan karena usia antara 6-7 tahun merupakan masa
peralihan dari prasekolah ke masa Sekolah Dasar (SD), dimana
pada masa ini kemampuan berbahasa anak berkembang pesat.
Pemilihan media dan teknik yang tepat dalam pembelajaran akan
membantu pengembangan kosa kata anak.
Salah satu teknik pengembangan pembelajaran kosa kata adalah
dengan permainan. Permainan merupakan kebutuhan bagi anak
usia dini, mengingat bermain merupakan kebutuhan dasar bagi
anak. Permainan adalah suatu bentuk kegiatan yang memiliki
aturan dan peserta. Peserta yang terlibat didalamnya atau
pemain-pemainnya bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang
telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Permainan juga
merupakan selingan dari kegiatan-kegiatan belajar secara rutin
yang dapat menghilangkan kejenuhan, membuat suasana belajar
menjadi menyenangkan, santai, bahagia, namun tetap memiliki
tujuan untuk meningkatkan kemampuan anak pada berbagai
aspek perkembangan.
Masa bermain adalah masa yang cocok untuk usia dini, tidak
hanya senang dengan permainan fisik, tetapi juga dengan
keterampilan intelektual, bahasa, fantasi, serta mulai terlibat
dalam permainan kelompok atau tim untuk belajar memahami
tentang persaingan alamiah. Freud menyatakan bahwa perasaan
orang yang terlibat dalam bermain diwarnai oleh emosi-emosi
yang positif.2 Anak didik, terutama dalam masa pertumbuhan
segera secara langsung menanggapi dengan positif bila ada ajakan
bermain. Sebagai salah satu kebutuhan, maka dengan berbagai
teknik dan cara anak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
bermainnya. Ada banyak cara dan alat yang dapat digunakan
anak untuk bermain. Dengan demikian, akan ditemukan
keanekaragaman teknik dan alat bermain anak. Oleh karena itu,
pengembangan teknik dan alat permainan sangat dibutuhkan
untuk peningkatan kualitas bermain anak usia dini.
Bermain tidak akan berhasil jika tidak ada interaksi dan
komunikasi baik secara aktif maupun pasif, karena kedua hal
tersebut merupakan sarana efektif dalam proses terjadinya
kegiatan bermain ataupun permainan (selain media yang
digunakan dalam kegiatan bermain). Dengan berinteraksi dan
berkomunikasi dalam bermain, secara tidak langsung dapat
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak,
karena bahasa merupakan sarana komunikasi bagi seorang anak
untuk
mengungkapkan
berbagai
keinginan
maupun
kebutuhannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan berbahasa
yang baik umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam
mengungkapkan pemikiran, perasaan, serta tindakan interaktif
dengan lingkungannya.
Permainan yang dapat mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan berbahasa anak dapat disebut permainan bahasa.
Melalui permainan bahasa anak dapat memperluas kosa kata,
bercerita secara sederhana serta lancar dalam mengeluarkan katakata sederhana yang bermakna. Perkembangan kemampuan
berbahasa anak secara tepat dapat dilihat dari kemampuan anak
dalam menggunakan kalimat dengan baik dan benar. Kegiatan
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan
berbahasa diantaranya adalah bercakap-cakap, bercerita dan
tanya jawab.
Kegiatan permainan bahasa sangat bermanfaat bagi anak usia
dini, karena pada masa tersebut anak mengalami peningkatan
kosa kata yang sangat pesat, baik yang didapat melalui
pengalaman baru, pengajaran langsung, membaca pada waktu
senggang, ataupun mendengarkan radio dan menonton televisi.
Melalui kegiatan permainan bahasa, anak dapat mengembangkan
berbagai aspek yang ada dalam dirinya. Permainan bahasa yang
dilakukan akan dapat mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan anak dalam berkreasi membuat kata-kata sederhana,
Robyn Gee dan Susan Meredith, Entertaining and Educating Your Preschool Child (London:
Usborne Publishing Ltd, 1997), h. 94
2
mencari sebanyak-banyaknya kosa kata baru serta merangkai
kata-kata yang ada menjadi suatu kalimat sederhana atau bahkan
membuat suatu cerita sederhana yang dibuat sendiri oleh anak.
Salah satu teknik pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa adalah permainan bahasa, khususnya permainan tekateki yang dapat dimodifikasi menjadi beberapa jenis permainan,
yaitu tebak benda, tebak gambar, dan tebak kata. Pembelajaran
dengan konsep bermain yang menarik dan sesuai dengan
perkembangan anak tanpa melepaskan proses pembelajaran
dibutuhkan dalam pengembangan kemampuan bahasa anak.
Permainan bahasa dapat memberikan suatu situasi belajar yang
santai dan informal, bebas dari ketegangan dan kecemasan namun
terarah. Dalam permainan teka teki anak dilibatkan dan dituntut
untuk aktif dalam memberikan hasil pemikiran, tanggapan dan
membuat keputusan dalam permainan tersebut.
Namun, kenyataannya berdasarkan observasi yang dilakukan di
SD Negeri 05 Utan Kayu khususnya kelas 1 bahwa kemampuan
berbahasa anak masih kurang memadai dan permainan teka teki
belum di terapkan dalam pembelajaran bahasa di sekolah. Hal ini
terlihat masih banyak anak yang belum mampu: (1)
mengembangkan kosa kata dalam berbicara, (2) bertanya dan
menjawab pertanyaan, (3) mengembangkan karangan yang
dibuatnya, dan (4) mengungkapkan tentang sesuatu hal yang
diketahui dari apa yang dilihat dan didengarnya. Hal ini berarti
anak kurang mampu mengungkapkan suatu hal dengan baik dan
benar mengingat kemampuan berbahasa anak kurang terutama
dalam penguasaan kosa kata. Bahkan ada yang tidak berani
berbicara sama sekali, padahal kemampuan berbicara ini sangat
penting bagi anak sebagai generasi bangsa dan negara, karena
kualitas bangsa dan negara ditentukan oleh sumber daya
manusianya.
Menyadari kelemahan-kelemahan tersebut peneliti terdorong
untuk mengembangkan kosa kata anak khususnya kosa kata
Bahasa Indonesia yang harus bertambah, baik yang berasal dari
bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Hal ini tentu akan
berdampak pada pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu
bertambahnya kosa kata yang harus dikuasai anak. Untuk itu
diperlukan cara agar anak mau ikut aktif dalam proses
pembelajaran. Berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan harus disiapkan untuk merangsang keaktifan
anak.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk membahas
penerapan permainan teka teki untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa anak usia 6-7 tahun. Peneliti mencoba untuk terjun
langsung dalam kegiatan belajar mengajar dengan memberikan
stimulasi melalui kegiatan bermain teka
mengembangkan kemampuan berbahasa anak.
teki
untuk
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah
permainan
teka
teki
dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa, khususnya
kemampuan mendengar atau menyimak dan
kemampuan berbicara pada anak usia 6-7 tahun di SD
Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan
meningkatkan kemampuan berbahasa anak.
untuk
D. Manfaat Penelitian
Bagi Sekolah, memberikan masukan pada pihak
sekolah dalam usaha peningkatan mutu pendidikan
khususnya dalam penyediaan sarana dan prasarana
yang dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan berbahasa anak, seperti media, metode,
proses pembelajaran, perpustakaan, area bahasa, dan
seni serta area lain yang dapat menunjang kemampuan
anak dalam berkreasi. Bagi pendidik, dapat memotivasi
guru dalam berkreasi guna membantu anak
mengembangkan kemampuan berbahasa anak melalui
berbagai kegiatan permainan bahasa. Bagi orang tua,
memberikan informasi tentang upaya pengembangan
berbahasa anak dengan penerapan permainan tekateki. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi
pengembangan kemampuan berbahasa anak agar
dapat diterapkan di lingkungan masing-masing.Bagi
peneliti selanjutnya, menjadi acuan untuk meneliti
kembali bagaimana cara yang dapat dilakukan dalam
upaya peningkatan kemampuan berbahasa anak selain
permainan teka teki.
Kajian Pustaka (Bab 2)
Bab 2 Kajian Pustaka
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Hakikat Kemampuan Berbahasa
a. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi seorang anak untuk
mengungkapkan berbagai keingintahuan maupun kebutuhannya. Anak yang
memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki
kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan, serta
tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa anak tidak
hanya mengarah pada kemampuan membaca saja, namun didukung oleh
kemampuan menguasai kosa kata, pemahaman serta kemampuan
berkomunikasi.
Bahasa merupakan tanda atau simbol dari benda-benda serta
menunjukkan pada maksud tertentu. Menurut Hurlock, bahasa mencakup
setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk
menyampaikan makna kepada orang lain. Termasuk di dalamnya perbedaan
bentuk komunikasi yang luas, seperti tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi
muka, isyarat, pantomim, dan seni.3 Pendapat tersebut menyatakan bahwa kata
dan kalimat di dalam bahasa selalu menyampaikan arti-arti tertentu di dalam
komunikasi dengan orang dewasalah bahasa anak itu muncul dan bisa
berkembang.
Bahasa adalah alat transformasi yang merupakan cermin peradaban.
Montessori berpendapat ‖language is an instrument of collective thought‖.4
Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa adalah alat bagi sekelompok
masyarakat untuk mengekspresikan pemikirannya. Manusia berkomunikasi
dalam kehidupan sehari-hari dengan manusia lain. Proses komunikasi terjadi
melalui perantara bahasa. Hal-hal yang akan diungkapkan manusia antara lain
pikiran, perasaan, kebutuhan, dan keinginan kepada orang lain diutarakan
melalui perantara bahasa.
Chaer mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem lambang bunyi yang
bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk
berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.5 Pendapat ini mengandung arti
bahwa bahasa sebagai sistem terdiri atas beberapa subsistem (fonologi,
sintaksis dan leksikon) yang dalam kinerjanya bersifat sistematis. Sistem
lambang bahasa berupa bunyi yang dihasilkan dari alat ucap manusia. Sistem
bahasa bersifat arbitrer mempunyai arti bahwa antara lambang yang berupa
bunyi tidak memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep yang
dilambangkan atau diwakili. Sistem bahasa mempunyai fungsi sosial sebagai
alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat.
Bahasa pada anak meliputi kemampuan mendengar atau menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Berbicara dan mendengar atau menyimak
merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung dan merupakan
komunikasi tatap muka.6 Pada usia awal sekolah dasar yang paling umum
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak I (Jakarta: Erlangga, 1995), h. 176
Maria Montessori, Curriculum Planning (London: Modern Montessori International, 2002), h.
74
5 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 30
6 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), h. 28
3
4
dikuasai anak yaitu kemampuan mendengar atau menyimak dan berbicara.
Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada
individu yang didahului keterampilan mendengar atau menyimak.
Banyak pihak menganggap bahwa mendengar atau menyimak
merupakan keterampilan yang paling penting diantara keterampilan lain. Pada
usia ini anak mudah sekali beraksi terhadap suara atau bunyi yang didengar,
isyarat atau perkataan dan gambar yang menarik. Kemampuan membaca dan
menulis biasanya berawal ketika anak senang melihat gambar melalui bukubuku cerita bergambar. Pada masa ini anak-anak senang sekali meniru baik
meniru tulisan maupun gambar yang dilihatnya.
Bahasa merupakan sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap
orang. Bahasa merupakan kesepakatan bersama yang berlaku secara universal.
Bahasa merupakan kemampuan yang harus dikembangkan untuk menunjang
kemampuan berkomunikasi. Pengembangan kemampuan bahasa dapat
dilakukan melalui permainan-permainan yang sifatnya menyenangkan bagi
anak.
b. Fungsi Bahasa
Bahasa memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Dengan bahasa
manusia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik. Bahasa memungkinkan
manusia dapat mengekspresikan sikap dan perasaan. Dengan bahasa manusia
dapat memberi nama kepada segala sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan dan dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Menurut Bromley, bahasa adalah ―an ordered system of symbols for
transmitting meaning. Language is a refinement of communication that involves a
specified symbol system recognized and used by a certain group to communicate ideas
and information.‖7 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa adalah sistem
simbol yang ditata untuk menyampaikan arti. Bahasa adalah suatu kehalusan
tutur kata dalam komunikasi yang meliputi suatu simbol yang telah
ditetapkan, dikenali dan digunakan oleh kelompok tertentu untuk
mengkomunikasikan ide-ide dan informasi. Bahasa sebagai sistem yang
mengandung simbol, tanda aturan tertentu disusun secara sistematis dan telah
disepakati dalam suatu kelompok tertentu yang menggunakannya. Bahasa
yang digunakan dalam suatu kelompok sosial dapat berbeda dengan kelompok
lainnya.
Bahasa mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan. Lubis menjelaskan
bahwa bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu: alat untuk menyatakan ekspresi,
alat untuk mempengaruhi orang lain, alat untuk memberi nama.8 Berdasarkan
fungsi di atas dapat dikatakan bahwa bahasa berfungsi untuk menyatakan
Karen D. Bromley, Language Arts: Exploring Connections Second Edition (New York: Simon and
Schuster, 1992), h. 15
8 Zulkifli Lubis, Psikologi Perkembangan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), h. 34
7
ekspresi seseorang akan suatu hal, mempengaruhi orang lain, dan memberikan
nama untuk mewakili benda.
Bahasa memungkinkan seseorang untuk dapat menyatakan ekspresi,
keinginan, permohonan, alasan, perasaan atau empati, menunjukkan
kepunyaan, mempengaruhi orang lain, berfantasi, dan sebagai alat
penghubung sosial. Heyster berpendapat bahwa fungsi bahasa bagi anak dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu bahasa sebagai pernyataan jiwa, bahasa
sebagai peresapan atau mempengaruhi orang lain dan bahasa sebagai alat
untuk menyampaikan pandapat.9 Selanjutnya Michel yang dikutip Chaer
mengemukakan bahwa fungsi bahasa terdiri dari fungsi ekspresi, fungsi
informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainmen.10 Dari
dua kutipan tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa fungsi bahasa. Fungsi
tersebut berkaitan dengan diri sendiri dan diri orang lain di lingkungannya.
Fungsi tersebut berguna untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri
dalam berinteraksi dalam lingkungan. Fungsi ekspresi berkaitan dengan
pernyataan perasaan misalnya perasaan senang, benci, kagum, marah, dan
sedih. Fungsi informasi berkaitan upaya penyampaian pesan atau amanat
kepada orang lain. Fungsi eksplorasi berkaitan upaya menjelaskan suatu hal,
perkara dan keadaan. Fungsi persuasi berkaitan dengan penggunaan bahasa
yang bersifat mempengaruhi dan mengajak orang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Fungsi entertainmen berkaitan penggunaan bahasa untuk
menghibur dan menyenangkan orang lain. Dengan demikian bahasa sangat
berguna untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam
berinteraksi dalam lingkungan. Kemampuan bahasa sangat penting dalam
kehidupan manusia baik orang dewasa maupun anak-anak, dengan demikian
kemampuan berbahasa harus diasah dan dikembangkan sejak usia dini,
khususnya pada masa peka sehingga kemampuan bahasa anak dapat
berkembang dengan optimal.
c. Komponen Bahasa
Keterampilan berbahasa berkaitan erat dengan komponen bahasa.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, keterampilan berbahasa adalah
kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa.
Pengetahuan tentang bahasa mencakup diantaranya komponen bahasa dan
kosa kata. Pada aliran linguistik mana pun bahasa selalu dikatakan memiliki
tiga komponen, yaitu sintaktik, fonologi dan semantik.11 Fonologi atau suara
adalah sistem suara yang membentuk kata. Sintaktik adalah tata bahasa atau
RP. Tambunan, Ilmu Jiwa Berkembang (Jakarta: IKIP,1978), h.13
Abdul Chaer, op. cit., h. 33
11 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 18
9
10
susunan kata yang membentuk kalimat. Sematik merupakan hubungan antara
ide dan kata yang membentuk arti dari kata-kata yang disusun.
Pendapat di atas mengandung arti bahwa fonem merupakan suara atau
bunyi untuk membentuk kata atau unit bahasa terkecil yang disebut morfem.
Morfem dapat berupa keseluruhan kata atau bagian dalam satu kata. Morfem
disusun dalam susunan kata atau sintaksis sehingga menjadi kalimat yang
disusun oleh kata-kata. Dengan demikian dapat dideskripsikan secara singkat
bahwa bahasa memiliki tiga komponen, yaitu fonologi (suara), semantik (arti),
dan sintaksis (aturan tata bahasa). Ketiga komponen bahasa saling berkaitan
dalam penggunaannya sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan sosial.
d. Tahapan Perkembangan Bahasa
Berpijak pada pemikiran kaum behavioris bahwa bahasa merupakan
sesuatu yang dipelajari dari lingkungan, maka faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan bahasa adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang
pertama dan utama bagi setiap anak (individu) adalah Iingkungan keluarga.
Artinya, di dalam keluarga itulah terjadi interaksi antara orang tua (ayah dan
ibu) dan anak dalam proses pengasuhan. Semua anak mempelajari bahasa ibu.
Pada usia yang kira-kira sama, anak mewujudkan pola perkembangan bicara
yang hampir sama, walaupun berbeda latar belakang budaya.
Tugas-tugas perkembangan bahasa tidak hanya meliputi pengendalian
mekanisme suara tetapi juga kemampuan untuk memperluas arti dan
menghubungkannya dengan kata-kata yang berfungsi sebagai simbol arti.
Tugas-tugas perkembangan ini jauh lebih sulit daripada apa yang tampak
mula-mula, maka dapat dimengerti bahwa yang akan diletakkan hanyalah
dasar-dasar keterampilan yang terlibat dalam bicara. Pola perkembangan
bahasa secara umum, yaitu belajar mengenal suara baik vokal maupun
konsonan, belajar penggabungan suara, belajar kata-kata, belajar fungsi kata
yaitu kata benda, kata kerja, dan kata sifat lalu dilanjutkan dengan belajar
penggabungan kata dan yang terakhir adalah membuat kalimat. Pola
perkembangan bahasa dimulai dari urutan yang termudah yaitu, belajar
mendengar sampai pada kemampuan berbicara yang melibatkan kemampuan
mendengar dan membuat kata-kata dalam sebuah kalimat.
Tugas dan pola perkembangan bahasa masing-masing individu memiliki
irama dan waktu yang berbeda. Namun, secara umum beberapa pakar dapat
mengidentifikasi dalam beberapa tahap. Dalam pola belajar berbicara biasanya
terdapat empat bentuk prabicara: menangis, bergumam (bubling), berceloteh,
isyarat, dan mimik serta untuk pengungkapan emosi. Menangis amat sering
dilakukan selama bulan-bulan pertama, meskipun dari sudut pandang jangka
panjang, mengoceh atau berceloteh merupakan tindakan yang paling penting
karena sebenarnya inilah yang mengembangkan kemampuan berbicara.
Belajar berbicara mencakup tiga tugas yang sulit dan tidak saling
berhubungan. Bayi belajar bagaimana mengucapkan kata-kata, menggunakan
kosa kata dengan rnenghubungkan pengertiannya dengan kata-kata yang
dapat dipergunakan untuk menyampaikan maksudnya pada orang lain, dan
menggabungkan kata-kata menjadi kali mat yang dimengerti oleh orang lain.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan
bahwa tahapan perkembangan bahasa terdiri dari pengucapan huruf,
membangun kosakata, dan membangun kalimat. Pengucapan dimulai dari saat
bayi belajar mengucapkan kata-kata sebagian melalui coba-coba tetapi terutama
dengan meniru ucapan orang dewasa. Huruf mati dan campuran huruf mati
lebih sulit diucapkan bayi daripada huruf hidup dan diftong. Anak-anak sulit
belajar mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti dua huruf
mati , w, d, s, dan g dan kombinasi huruf rnati st- str, dr, dan fl. Ada anak usia
dua tahun telah dapat membunyikan huruf [p], [b], [t], [d], [h], fm], [n], [1L [wj,
[y], [k], [s], [rj]. Banyak ucapan bayi yang tidak dapat dimengerti sampai usia
delapan belas bulan, setelah itu berangsur-angsur terjadi kemajuan yang
mencolok.
Membangun kosa kata dimulai saat bayi mulai belajar nama-nama orang
dan benda. Sesaat sebelum masa bayi belajar beberapa kata sifat seperti "manis"
dan "nakal," dan juga beberapa kata keterangan. Kata depan, kata penghubung
dan kata ganti umumnya belum dipelajari sampai awal masa kanak-kanak.
Kosa kata meningkat dengan bertambahnya usia. Kosa kata anak-anak
rneningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk katakata lama. Peningkatan kosa kata yang pesat selama awal rnasa kanak-kanak.
Dalam menambah kosa kata anak-anak mudah belajar kata-kata yang umum
seperti "baik" dan "buruk," "memberi" dan "menerima" dan juga banyak katakata dengan penggunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama warna.
Anak usia tiga tahun telah dapat menyebutkan kata sebagai berikut dengan
bunyi [datal] "gatal", [ladi] "lagi", [dalpu] [galpu] "garpu", [dulita] [gulita]
"gurita".
Menyusun kalimat dengan "kalimat" bayi yang pertama muncul antara
usia dua belas dan delapan belas bulan, biasanya terdiri dari satu kata yang
disertai dengan isyarat. Lambat laun kata-kata merambat dalam kalimat, tetapi
isyarat masih banyak digunakan sampai memasuki masa kanak-kanak. Kalimat
biasanya terdiri dari tiga atau empat kata sudah mulai disusun oleh anak usia
dua tahun dan biasanya oleh anak usia tiga tahun. Kalimat ini banyak yang
tidak lengkap, terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata
depan dan kata penghubung. Sesudah usia tiga tahun, anak membentuk
kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata.
Pada mulanya, isi pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti
ia terutama bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga, dan
miliknya. Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang
bersifat sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri.
Namun banyak dari pembicaraan sosial awal ini sebenarnya tidak bersifat
sosial karena isinya lebih banyak mengarah pada kritik kepada orang lain
dalam bentuk pengaduan atau keluhan. Kebanyakan anak-anak juga memberi
komentar buruk, komentar yang merendahkan orang lain, mengenal perilaku
dan miliknya.
Lain halnya dengan Piaget dalam Sinolungan mengajukan pola
perkembangan bahasa sebagai berikut :
(1) Tahap sensori motor usia 0-2 tahun, bergantung para refleks dan
bawaan, (2) Tahap fungsi semiotis usia 2 – 4 tahun, dengan kemampuan
berpikir simbolis, (3) Tahap egosentris 4 – 7 tahun, yang berpusat pada
aku (ego) dimana anak belum memperhatikan pendapat orang lain.
Mereka yang berusia 7 tahun atau lebih mampu berkomunikasi secara
verbal.12
Secara umum setiap anak pada usia tertentu mempunyai pola
perkembangan bahasa yang sama meskipun ada perbedaan individu. Pola
tersebut meningkat secara bertahap dan berkesinambungan, dimulai dengan
menangis, mengoceh, membentuk satu kata, banyak kata dan kalimat. Oleh
karena itu, anak selalu terlibat dalam berbagai peristiwa, banyak melihat
(mengamati), belajar mendengar dan mengekspresikan berbagai keinginan
sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa.
e. Aspek Kemampuan Bahasa
Bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi mempunyai beberapa aspek.
Sower menyatakan bahwa aspek bahasa dapat dibagi menjadi jenis yaitu aspek
reseptif dan aspek ekspresif/produktif. Jika ditinjau dari cara penyampaiannya
maka aspek bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu secara lisan dan secara
tertulis.13 Aspek reseptif (menerima informasi) bahasa meliputi keterampilan
menyimak dan membaca. Aspek ekspersif/ produktif (menyampaikan
informasi) bahasa meliputi keterampilan berbicara dan menulis.
Kemampuan mendengar atau menyimak adalah kemampuan pertama
yang dimiliki oleh anak, bahkan sejak dalam kandungan. Jalongo menerangkan
bahwa 80 persen informasi yang ada kita peroleh dengan kemampuan
mendengar.14 Kemampuan mendengar merupakan salah satu pintu gerbang
masuknya pengetahuan. Oleh karena itu kemampuan ini harus distimulasi
A. E. Sinolungan, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Manado: Universitas Negeri Manado,
2001), h. 139
13 Jayne Sower, Language Art in Early Education (Georgia: George Fox University, 2000), h. 2
14 Mary Renck Jalongo, Early Childhood Language Arts (USA: Pearson Education, Inc., 2007), h. 76
12
sedini mungkin dengan cara yang tepat. Salah satunya dengan adanya anjuran
bagi para orang tua untuk sesering mungkin berkomunikasi dengan anak
mereka sedini mungkin, bahkan sejak anak berada dalam kandungan.
Mengajak anak berbicara adalah stimulasi yang tepat untuk mengembangkan
kemampuan mendengar anak.
Kemampuan berbahasa yang berkembang setelah kemampuan
mendengar adalah kemampuan berbicara. Ketika anda mengajak anak anda
berbicara, ia akan menyerap semua kata-kata yang anda ucapkan. Setelah alat
berbicaranya matang maka anak akan mengeluarkan semua informasi berupa
kata-kata yang didengarnya. Jalongo menerangkan bahwa berbicara berkaitan
dengan interaksi sosial. Ketika di dalam kelas, bagaimanapun juga guru secara
keseluruhan mengumpulkan penggunaan bahasa anak dengan mendefinisikan
ketika anak berbicara, apa yang mereka bicarakan dan untuk berapa lama.15
Dengan demikian, untuk mengembangkan kemampuan berbicara dapat
dilakukan dengan merancang pembelajaran yang melibatkan anak dalam
interaksi sosial.
Kemampuan berbahasa dapat dikaitkan dengan aspek perkembangan
yang lain. Membaca, menulis, dan bahasa lisan bukanlah komponen yang
terpisah satu sama lain dalam kurikulum atau merupakan komponen yang
berdiri sendiri, namun komponen tersebut ada dalam setiap kegiatan yang
dilakukan anak usia dini, seperti sains dan pelajaran sosial, serta juga dapat
terintegrasi dengan kegiatan seni.16
Aspek dalam kemampuan berbahasa tidak bisa dipisahkan antara satu
dengan yang lain. Mengenai hubungan antara kemampuan berbahasa, Zuchdi
dan Budiasih menyatakan bahwa empat kemampuan berbahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis memiliki hubungan yang sangat
erat, meskipun masing-masing keterampilan memiliki ciri tertentu. Oleh karena
itu, adanya hubungan yang sangat erat ini, pembelajaran dalam satu jenis
keterampilan sering meningkatkan keterampilan lain.17 Kemampuan berbahasa
adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang
bahasa berdasarkan aspek-aspek kemampaun bahasa. Pengetahuan tentang
bahasa mencakup komponen bahasa dan kosakata. Semua keterampilan
berbahasa bergantung pada kekayaan kosa kata yang diperlukan untuk
berkomunikasi yang dimiliki seseorang.
2. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia 6-7 Tahun
Ibid., h. 102
Weafer, Constance, Reading Process and Practice: From Socio-psycholinguistic to Whole Language
(Portsmouth, N.H.: Heinemann, 1988), h. 44-45
17 Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia di Kelas Rendah (Jakarta:
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), h. 100
15
16
Perkembangan bahasa pada anak mempunyai bentuk yang berbedabeda tiap masanya. Papilaya menguraikan tentang kemampuan berbahasa anak
sebagai berikut:
Anak usia 5-7 tahun sudah dapat mengartikan kata sederhana, tahu
beberapa lawan kata. Anak sudah dapat menggunakan beberapa kata
sambung, kata depan dan kata sandang dalam pembicaraan sehari-hari.
Bahasa egosentrisnya mulai berkembang dan lebih banyak bahasa sosial.
Pada usia ini anak sudah memiliki kurang lebih 2000-25.000
perbendaharaan kata.18
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa anak usia 6-7
tahun masuk ke dalam masa kalimat majemuk dimana kemampuan berbahasa
anak mulai meningkat. Anak mampu mengucapkan kalimat yang panjang,
dapat menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk dan mempunyai
perbendaharaan kata yang cukup tinggi. Hurlock secara terperinci juga
memperkirakan bahasa anak usia kurang lebih 7 tahun (kelas satu) memiliki
20.000-24.000 perbendaharaan kata, anak kelas enam mengetahui kira-kira
50.0000 kata.19 Kutipan tersebut menunjukkan tingginya perbedaharaan kata
yang dimiliki anak usia 6 – 7 tahun dilihat dari perbedaharaan kata.
Kemampuan tersebut akan berkembang optimal bila memperoleh motivasi
yang tepat.
B. Acuan Teori Rancangan-rancangan atau Disain-disain Alternatif
Intervensi Tindakan yang Dipilih
1. Hakikat Permainan
a. Pengertian Permainan
Bermain merupakan bagian yang penting dalam seluruh kehidupan
anak. Bermain bersifat alamiah, menyenangkan, sukarela, spontan dan tidak
mempunyai tujuan secara langsung.20 Istilah permainan berasal dari kata
―main-main‖, yang berarti perbuatan untuk menyenangkan hati yang
dilakukan baik menggunakan alat atau tidak. Bermain dan permainan pada
dasarnya mengandung makna yang sama, namun permainan lebih ditekankan
pada kegiatan yang dilakukan dengan aturan-aturan yang telah disepakati
bersama.
Bermain adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan anak,
karena terdapat unsur kegembiraan. Bermain merupakan cara bagi anak untuk
meniru dan menguasai perilaku orang dewasa untuk mencapai kematangan,
Diane E Papilaya, A Child World Infancy Through Adolescence (New York: Mc Graw Hill, 1982),
h. 318
19 Elizabeth Hurlock, op. cit., h. 189
20 George W. Maxim, The Very Young (USA: Macmillan Publishing Company, 1993), h. 144
18
dalam hal ini bukan hanya terkait dengan pertumbuhan fisik tetapi juga
perkembangan sosial dan mentalnya.
Para ahli menyatakan bahwa bermain sering dikaitkan dengan kegiatan
anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira.21
Anak-anak tidak pernah merencanakan kegiatan bermain yang akan dilakukan.
Ketika melihat objek yang menarik maka saat itu juga dapat timbul minat
untuk bermain, dengan kata lain kapan saja, dimana saja, dan dengan objek apa
saja anak dapat bermain.
Setiap permainan yang dilakukan anak mempunyai makna dan fungsi
sendiri bagi anak yang akan berguna dimasa sekarang atau dimasa yang akan
datang. Menurut Gross, permainan dipandang sebagai latihan fungsi-fungsi
yang sangat penting dalam kehidupan dewasa nanti.22 Sebagai contoh,
permainan peran, anak perempuan yang bermain dengan bonekanya dianggap
sebagai latihan bagi perannya kemudian sebagai seorang ibu. Dari contoh
tersebut dapat dilihat bahwa permainan yang dilakukan anak merupakan
latihan yang akan berguna di masa yang akan datang.
Hurlock mengemukakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan
hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau
tekanan dari luar.23 Didalam permainan terdapat unsur rintangan atau
tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu kadang berupa masalah kadang
pula berupa suatu kompetisi. Bermain memberikan anak kesempatan untuk
menghadapi tantangan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Bermain dapat memberikan dampak dalam proses pembelajaran dan
pengajaran. Dockett dan Fleer berpendapat bahwa pendidik perlu memahami
mengapa bermain mempunyai potensi untuk menjadi faktor yang penting
dalam pengajaran dan pembelajaran dan perlu menyadari dampak dari
perbedaan pandangan secara teoretik tentang bermain .24 Pendapat tersebut
dapat diartikan bahwa bermain mempunyai potensi besar dan dampak yang
berarti dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Bermain tidak hanya berfungsi sebagai metode pembelajaran. Schaller
mengutarakan pendapatnya bahwa permainan sebagai kelonggaran seseorang
sesudah melakukan tugasnya dan sekaligus mempunyai sifat membersihkan.25
Maksud dari pendapat tersebut bahwa permainan dapat berfungsi sebagai alat
Seto Mulyadi, Bermain dan Kreativitas (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004), h. 54
F.J. Monks, A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu, op.cit., h. 129
23 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi Keenam (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 320
24 Sue Dockett dan Marilyn Fleer, Play and Pedagogyin Early Childhood (Australia: Nelson
Australia Pty Limited, 2002), h. 14
25 Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Main dan Permainan (Jakarta: Grasindo Widia Sarana
Indonesia, 2001), h. 6
21
22
untuk menghilangkan lelah atau relaksasi saat seseorang berada dalam situasi
yang membosankan, dengan demikian bukan hanya anak-anak yang
membutuhkan permainan untuk mendapatkan kesenangan tetapi juga orang
dewasa.
Permainan berisi aktivitas yang dapat memberikan kesempatan pada
anak untuk memperoleh suatu kemampuan dengan cara yang
menggembirakan. Aktivitas dalam bermain dapat berbentuk menagkap,
mengejar, melempar, berbicara, mendengarkan dan memecahkan masalah.
Aktivitas-aktivitas tersebut kadang kala dapat dilakukan dengan mudah,
namun juga mempunyai kesulitan dan unsur rintangan berbeda yang harus
dihadapi oleh anak saat bermain. Situasi ketika melakukan aktivitas tersebut
memberikan latihan yang menyenangkan dan akhirnya membentuk
pengalaman. Melalui aktivitas dan pengalaman yang dilakukan, anak akan
memiliki keterampilan atau kemampuan tertentu.
b. Manfaat Bermain dan Permainan
Semakin banyak kegiatan bermain yang dilakukan anak, maka semakin
banyak manfaat yang diperoleh anak. Kegiatan bermain yang dilakukan anak
memberikan begitu banyak manfaat untuk pengembangan berbagai aspek
perkembangan diri antara lain fisik, motorik kasar dan motorik halus, sosial,
emosi atau kepribadian, kognisi, mengasah ketajaman penginderaan serta
mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.26 Bermain merupakan
kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan bermain sangat digemari oleh anakanak pada masa usia dini dan sebagian waktu anak digunakan untuk bermain
sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa usia dini adalah usia bermain.
Anak yang mendapatkan kesempatan bermain dengan melibatkan
gerakan-gerakan tubuh akan membuat tubuhnya menjadi sehat dan akan
melatih serta menguatkan otot-ototnya. Dengan menggerakkan tubuh secara
optimal, anak akan dengan mudah menyalurkan energi yang berlebihan
sehingga tidak membuat anak merasa gelisah, seperti yang diungkapkan oleh
Spencer bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga, sehingga kelebihan
tenaga tersebut harus dilepaskan dalam kegiatan bermain.27 Bermain
merupakan salah satu sarana untuk melepaskan energi. Semua kegiatan yang
dilakukan anak ketika bermain membutuhkan energi, baik itu untuk bergerak
atau untuk berpikir.
Dari segi aspek perkembangan sosial, permainan dapat melatih anak
untuk belajar berbagi, menggunakan mainan secara bergantian, melakukan
kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, mencari
cara pemecahan masalah yang dihadapi oleh teman mainnya serta dapat belajar
26
27
Ibid., h. 39-46
Zulkifli Lubis, op. cit., h. 39
berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan pikiran
dan perasaan maupun memahami perkataan yang diucapkan oleh teman
tersebut, sehingga hubungan dapat terbina dan dapat saling bertukar
informasi.
Bermain juga dapat menyalurkan perasaan tegang, tertekan dan
menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam diri anak, yang dapat
membuat anak merasa lebih nyaman dan relaks, misalnya jika anak merasa
sering gagal untuk meraih prestasi yang bagus, ia dapat menyalurkan
keinginannya dengan bermain dengan boneka-bonekanya seolah-olah ia adalah
anak terpandai di kelasnya, dan sebagainya.
Manfaat yang paling penting saat melakukan kegiatan bermain adalah
mengembangkan kemampuan kognitif anak, seperti kemampuan berbahasa,
kreativitas, daya pikir serta daya ingat. Cara paling mudah dalam
meningkatkan kemampuan yang ada dalam diri anak
adalah dengan
memberikan kebebasan dan membiarkan anak untuk mengeksplorasi
lingkungan sekitarnya melalui bermain, dengan bermain akan lebih mudah
bagi anak untuk menyerap dan menyimpan informasi yang diterima daripada
mengajarkan anak secara formal karena rentang perhatian anak usia prasekolah
sangat singkat, sehingga anak akan merasa cepat bosan. Beda halnya jika
pengetahuan yang akan disampaikan dilakukan sambil bermain. Dengan
bermain, akan mudah melihat minat dan kemampuan anak tanpa harus
bersusah payah mengajarkannya.
Senada dengan Tedjasaputra, Hurlock mengemukakan bahwa:
Bermain dapat memberikan berbagai manfaat bagi anak, seperti:
mengembangkan aspek fisik, dorongan komunikasi, penyaluran energi
emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan,
sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan
diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai
dengan peran jenis kelamin dan perkembangan ciri kepribadian yang
diinginkan.28
Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan
kembali bahwa kegiatan bermain dapat membantu anak dalam
mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang ada dalam dirinya, serta
dapat memberikan kebebasan pada anak untuk menjelajah lingkungannya
sehingga akan menghadirkan kesenangan tersendiri bagi anak serta dapat
menumbuhkan kreativitasnya.
28
Hurlock, loc.cit.
Mulyadi mengemukakan manfaat kegiatan bermain bagi anak dari segi
yang tidak jauh berbeda dengan pendapat ke dua ahli sebelumnya, yaitu
bermain memberikan manfaat bagi fisik, terapi, edukatif, kreativitas,
pembentukan konsep diri, sosial serta moral anak.29 Dari pendapat di atas
dapat diutarakan bahwa dengan bermain akan meningkatkan potensi-potensi
kritis dalam diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual serta mempersiapkan
aspek emosi dan sosial anak pada saat memasuki masa sekolah. Dengan
demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat
dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik anak sejak dini.
c. Tahap-tahap Perkembangan Bermain
Bermain, selain berfungsi penting bagi perkembangan pribadi juga
memiliki fungsi sosial dan emosional. Melalui bermain, anak merasakan
berbagai pengalaman emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga, marah
dan sebagainya. Melalui bemain pula anak memahami kaitan antara dirinya
dan lingkungan sosialnya, belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tata
cara pergaulan. Selain itu, kegiatan bermain berkaitan erat dengan
perkembangan kognitif anak.
Sejalan dengan jalannya kognitif anak Jean Piaget mengemukakan tahap
bermain sebagai berikut: ―(1) sensory motor play, (2) symbolic atau make belive play,
(3) social play games rules, (4) games with rules and sport.‖30 Pada tahap sensor
motor/sensory motor play (3,4 bulan-1 bulan), bermain dimulai pada periode
perkembangan kognitif sensor motor, sebelum usia 3-4 bulan. Pada tahap ini
anak belum mampu bermain. Kegiatan bermain merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan sehari-hari. Namun pada usia 7-11 bulan kegiatan yang
dilakukan adalah berupa pengulangan dan disertai dengan variasi. Pada masa
ini adalah masa kreativitas, pada bulan ini bayi mulai belajar mengembangkan
minat dan sikap yang disebut kreativitasnya kemudian dan untuk penyesuaian
dirinya dengan pola-pola yang diletakkan orang lain/orang tua. Masa ini
disebut sebagai masa kritis dalam perkembangan kepribadian karena masa ini
merupakan periode dimana dasar-dasar kepribadian pada masa ini diletakkan.
Tahap yang kedua adalah tahap pra operasional/symbolic atau make believe play
(2-7 tahun). Pada masa ini menjadikan anak bersikap egosentris. Dan anak
dapat menggunakan berbagai benda-simbol. Bermain simbol dapat berfungsi
untuk mengasimilasikan dan mengkonstruksikan atau menggabungkan
pengalaman emosional anak. Bermain simbol juga merupakan latihan berpikir
serta mengarahkan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Tahap yang ketiga adalah tahap konkrit operasional atau social play games rules
(8-11 tahun). Berdasarkan teori di atas, tahap perkembangan bermain akan
terlihat bahwa bermain yang tadinya sekedar kesenangan lambat laun
29
30
Seto Mulyadi, op.cit., h. 60-62.
Meyke Tejdasaputra, op. cit., h. 24-27
mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa sayang yang menjadi tujuan, tetapi
ada suatu hasil akhir yang diinginkan yang ingin menang, memperoleh hasil
kerja yang baik.
Setiap anak pada usia yang berbeda mempunyai tahapan bermain yang
berbeda pula. Hal ini juga menjadi dasar pemilihan jenis dan konsep
permainan yang akan diterapkan. Apabila jenis dan konsep bermain tidak
disesuaikan dengan tahapan bermain anak, maka tujuan bermain anak tidak
akan tercapai. Oleh karena itu pendidik harus memahami tahapan
perkembangan bermain anak yang akan melakukan kegiatan bermain.
d. Karakteristik Permainan Anak Usia 6-7 Tahun
Memasuki masa sekolah bukan berarti anak berhenti bermain. Aktivitas
bermain masih terus dilakukan dalam berbagai kesempatan. Pada saat itu anak
bermain dengan bersunggguh dengan lebih mengembangkan daya
imajinasinya.31 Bila memperhatikan defenisi tersebut dapat dinyatakan bahwa
dengan bermain tersebut justru anak dapat belajar.
Ada beberapa asumsi yang secara khusus mendasari bermain
bersungguh-sungguh sebagai model pembelajaran, yaitu :
(1) desain dimaksudkan sebagai pembelajaran yang alami, (2) materi
pelajaran selalu digunakan dalam lingkungan pendidikan formal, (3)
lingkungan belajar termasuk guru yang profesional yang bekerja
berkaitan dengan siswa, (4) desain selalu berdasarkan pada teknologi
yang ada, (5) sekolah yang menggunakan karya kita memiliki
infrastruktur yang memadai.32
Semakin jelas bahwa bermain pada masa usia sekolah juga dapat
dijadikan sebagai situasi belajar. Bahan-bahan material yang digunakan untuk
memunculkan kegiatan bermain yang mendukung perkembangan aspek
motorik, perseptual kognitif dan sosial linguistik kelompok masih tetap sama.
Namun jenis dan jumlahnya sudah semakin bervariasi. Hal ini tentu
disesuaikan dengan tingkat perkembangan aspek motorik, perseptual kognitif
dan sosial linguistik yang dikembangkan.
Pada aspek motorik rentang kegiatan yang diharapkan dilaksanakan
anak berada pada kegiatan melibatkan diri dalam aktivitas yang berkaitan
dengan otot besar, seperti melompat, memanjat, main bola dan lainnya sampai
anak termotivasi untuk aktif terlibat dalam kegiatan pertandingan atau
Rieber, L P., Smith, L, & Noah, D.. The Value of Serious Play. Educational Technology (1998), h.
29-37
32 Ibid. p. 34
31
peningkatan keterampilan. Pada aspek perseptual kognitif berbagai kegiatan
dilakukan antara lain mulai dari dapat memusatkan perhatian secara langsung
pada satu objek dalam beberapa tahapan kegiatan sampai menunjukkan
perhatian yang besar pada berbagai waktu dan tempat. Pada aspek sosial
linguistik ditunjukkan dalam kegiatan yang menaruh minat pada teman sebaya
dan merasa bagian dari kelompok itu, memiliki teman spesial dalam kelompok,
ada kecocokan antar kelompok dan simbol-simbol khusus kelompok sampai
mulai menunjukkan minat yang besar pada masyarakat dan merasa menjadi
bagian dari masyarakat.
Bahan bermain digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangan konsep, seperti adanya kegiatan menimbang untuk mengetahui
ukuran berat, menentukan mana yang lebih berat dan lainnya. Pada aspek seni
juga ditunjukkan dengan melakukan aktivitas yang menghasilkan karya seni
yang lebih membutuhkan perhatian dan ketelitian yang lebih banyak. Kegiatan
ini selain melatih imajinasi juga melatih perkembangan motorik halus dan
perseptual kognitif. Dengan demikian, semakin banyak bahan atau objek
bermain yang dapat dieksplorasi anak maka akan semakin banyak aspek
kemampuan yang dapat dikembangkan.
2. Hakikat Permainan Bahasa
a. Pengertian Permainan Bahasa
Permainan bahasa adalah suatu metode yang kuat untuk mengajarkan
keterampilan berbahasa kepada anak-anak. Anak-anak memperluas kosa kata
dan meningkatkan keterampilan berbahasa reseptif dan ekspresif melalui
interaksi dengan anak-anak yang lain maupun orang dewasa dalam situasi
permainan yang alamiah.33 Interaksi dan komunikasi memungkinkan anak
mempelajari kosa kata baru tentang berbagai hal. Dengan demikian, interaksi
dan komunikasi dengan lingkungan juga akan mendukung perkembangan
bahasa anak.
Permainan bahasa memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan kemampuan berbahasanya dalam berbagai aspek dengan
cara yang menyenangkan. Carton mendefinisikan bahwa permainan bahasa
adalah sebagai alat untuk mengajar atau mengembangkan kemampuan bahasa
anak.34 Dalam permainan bahasa anak dapat memperluas kosa kata dan
meningkatkan bahasa yang bersifat ekspresif. Permainan bahasa
dikembangkan sejak anak usia dini atau dikembangkan oleh individu
sepanjang proses belajar terutama melalui pengalaman berkomunikasi dengan
lingkungan.
33
34
Carol E. Catron, Jean Allen, op.cit., h. 25.
Ibid,.h. 25.
Berdasarkan teori di atas dapat dilihat bahwa permainan bahasa adalah
permainan yang dapat menyenangkan dan dapat menggembirakan anak tanpa
ada unsur paksaan. Permainan bahasa dapat mengembangkan kemampuan
bahasa anak melalui kegiatan bercerita, bermain peran atau bermain kartu
huruf/kata, bernyanyi, mendongeng, dan sebagainya, sehingga dapat
menambah perbendaharaan kata dalam berbicara atau berkomunikasi dengan
teman sebaya. Permainan bahasa akan memunculkan kreativitas anak, dimana
dengan sendirinya akan keluar ide-ide baru yang ada dalam pikirannya yang
dapat berkembang dengan baik, anak juga berkesempatan mengembangkan
imajinasinya sehingga anak menjadi kreatif dalam permainan bahasa, oleh
karena itu anak harus diberi kesempatan. Sebagai penunjang kreativitas anak
dalam permainan, bahasa dapat merangsang keinginan anak untuk mencoba
dan menjajakinya, dengan bahan yang ada, anak dapat menyalurkan keinginan
dan menambah rasa ingin tahu dan pengetahuannya, selain itu juga menunjang
kreativitas anak jika anak dibimbing dan didorong untuk mengeksplorasi
bahan permainan yang telah disiapkan.
b. Jenis Permainan Bahasa
Agar anak tertarik dalam mengembangkan kemampuan bahasanya
diperlukan stimulasi yang menarik misalnya melalui permainan bahasa.
Permainan bahasa diperlukan karena biasanya anak-anak senang dengan
aktivitas yang menyenangkan bagi mereka. Pernyataan Kemp yang dikutip
oleh Soeparno mengklasifikasikan permainan bahasa menjadi 14 macam, yaitu:
(1) bisik berantai, (2) simon says, (3) sambung suku, (4) kategori bingo, (5) silang
datar, (6) teka teki, (7) scable, (8) sramble, (9) 20 pertanyaan, (10) spelling bee, (11)
piramid kata, (12) berburu kata, (13) mengarang bersama, (14) ambil-ambilan.35
Dari jenis permainan bahasa yang diuraikan di atas dapat dilihat bahwa dalam
mengembangkan bahasa anak dapat dilakukan dengan berbagai macam
permainan dan dengan permainan bahasa tersebut kreativitas anak dapat
dikembangkan dengan optimal. Melalui permainan di atas, pendidik dapat
melatih anak dalam perkembangan mendengar, bicara, menulis, dan membaca.
Pelaksanaan permainan berbahasa membutuhkan perencanaan.
Kaufman mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa
yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai.36
Pelaksanaan permainan bahasa memerlukan perencanaan dalam hal materi,
media, metode dan evaluasi. Oleh karena itu dalam melaksanakan permainan
bahasa harus memperhatikan komponen-komponen tersebut. Adapun hal yang
perlu diperhatikan dalam setiap komponen tersebut meliputi:
1) Materi
35
36
Soeparno, Media Pengajaran Bahasa (Jakarta: Intan Pariwara, 1988), h. 61
Roger A. Kaufman, Educational System Planning, (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1972), h. 6-8
Materi kegiatan permainan bahasa pada masa usia dini merupakan
dasar pengembangan dari kemampuan dasar berbahasa yang dijadikan
pedoman guru dalam rangka kegiatan permainan bahasa pada masa usia
dini. Menyusun materi kegiatan permainan bahasa berorientasi pada
kemampuan-kemampuan dan kebutuhan anak di usianya. Kemampuankemampuan yang dikembangkan disesuaikan dengan prinsip dasar
pembelajaran pada masa usia dini yaitu bermain sambil belajar.
Persiapan kegiatan pelaksanaan permainan bahasa yang melatih
motorik anak antara lain menjejak huruf, kata dan kalimat sederhana,
menjejak dan menjiplak huruf, mengurutkan dan menceritakan gambar seri,
bercerita secara sederhana melalui gambar yang diperlihatkan, menirukan
kembali urutan kata, menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda,
binatang, tanaman yang mempunyai warna, bentuk atau ciri-ciri tertentu,
bicara lancar dengan kalimat sederhana, bernyanyi dan mengucapkan syair.
Bentuk permainan bahasa meliputi mencontoh dan melukis bentuk
huruf secara bertahap, menjiplak huruf dan kata yang sesuai dengan
gambar, mengurutkan dan menceritakan gambar seri, menyebutkan
kembali kata-kata melalui gambar yang diperlihatkan, bercerita gambar
yang dibuat sendiri, mengenal suara huruf awal dari kata yang berarti,
menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman yang
mempunyai warna, bentuk atau ciri-ciri tertentu, memberikan keterangan,
bicara lancar dengan kalimat sederhana, bernyanyi dan mengucapkan
syair.37 Dengan demikian, variasi kegiatan pembelajaran yang diterapkan
dapat menghindarkan anak dari kejenuhan dalam belajar.
Semua aspek perkembangan anak pada masa usia dini
dikembangkan melalui tema yang berdekatan dengan lingkungan anak,
termasuk juga dalam kegiatan permainan bahasa. Decker and Decker
menerangkan
bahwa tema pembelajaran harus berkaitan dengan
pengalaman kehidupan anak setiap harinya, pembelajaran yang diberikan
harus meliputi objek yang nyata.38 Pemilihan tema yang dekat dengan
kehidupan anak akan memudahkan anak dalam memahami materi.
2) Metode
Dalam pelaksanaan pengembangan kemampuan berbahasa dapat
menggunakan beberapa metode/teknik mengajar, seperti metode bercerita,
Ibid., h. 15-16
Anita Decker and John Decker, Administering Early Childhood Programs
Publishing Company, 1988), h. 248
37
38
(Ohio: Merril
sandiwara
boneka,
bercakap-cakap,
dramatisasi,
peran/sosiodrama, mengucapkan syair, dan karyawisata. 39
bermain
Keseluruhan metode mengembangkan keaktifan dan memunculkan
minat serta motivasi yang tinggi pada anak. Moeslichatoen
mengungkapkan, guru mengembangkan kreativitas anak, metode yang
dipilih adalah metode yang dapat menggerakkan anak untuk meningkatkan
motivasi rasa ingin tahu dan mengembangkan imajinasi.40 Metode yang
diterapkan harus dapat melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran
yang berlangsung, agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi anak.
Metode atau teknik yang diterapkan dapat dipilih dari salah satu
metode atau gabungan dari beberapa metode yang sesuai dengan
kemampuan yang ingin dicapai, fasilitas, kegiatan belajar mengajar yang
disajikan dan disesuaikan pula dengan bahan pengembangan dan
kebutuhan minat, kemampuan anak serta lingkungannya. Berdasarkan
uraian di atas, dapat diutarakan bahwa permainan bahasa adalah suatu
reaksi yang menyenangkan pemain dengan menggunakan kegiatan bahasa
dan seperangkat aturan permainan dan bertujuan untuk menyenangkan
pemain.
3) Media
Salah satu upaya yang dilakukan dalam permainan bahasa adalah
dengan menyediakan pojok bahasa/sentra bahasa sebagai tempat untuk
memotivasi anak bereksplorasi secara alami dengan menyediakan
perangkat-perangkat yang dapat mendorong dan merangsang tumbuh dan
kembang anak melalui komunikasi yang bermakna menggunakan media.
Media yang akan digunakan dalam pembelajaran adalah media yang
dapat mendukung atau memperlancar proses pembelajaran. Menurut
Harjanto menerangkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan
pertimbangan dalam memilih media antara lain: media hendaknya
menunjang pengajar yang telah dirumuskan, tepat dan berguna bagi
pemahaman bahan yang dipelajari, kemampuan daya pikir dan daya
tangkap peserta dan besar kecilnya kelemahan peserta didik,
memperhatikan ketersediannya di sekolah serta sulit dan mudahnya
memperoleh media tersebut, memiliki kejelasan dan kualitas yang baik, dan
ada keseimbangan antara biaya yang dikaluarkan dengan hasil yang akan
didapat.41 Adanya pemiliham media yang tepat dalam bermain, maka akan
menunjang pelaksanaan bermain dan tercapainya tujuan bermain.
Media, termasuk sarana pendidikan yang tersedia, sangat
berpengaruh terhadap pemilihan kegiatan permainan bahasa. Keberhasilan
Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h.28
Ibid., h. 20
41 Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 238-239
39
40
kegiatan belajar mengajar tidak tergantung dari modern atau tidaknya
media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media yang
digunakan oleh guru.
4) Evaluasi
Tujuan kegiatan evaluasi adalah untuk mengetahui ketercapaian
kemampuan yang telah direncanakan sesuai dengan materi pembelajaran.
Hal ini berguna sebagai upaya untuk mengadakan perbaikan kegiatan
belajar mengajar, menentukan kemampuan yang didasari oleh minat anak
dan memberikan informasi kepada orangtua tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak didik.
Bentuk evaluasi yang digunakan harus disesuaikan dengan proses
dan situasi pembelajaran. Bentuk kegiatan evaluasi dapat berupa
pengamatan, catatan anekdot, dan pemberian tugas.42 Pengamatan
dilakukan selama proses interaksi edukatif berlangsung dari awal hingga
akhir pembelajaran, kejadian-kejadian yang menarik pada perkembangan
dan pola perilaku anak yang memerlukan stimulasi yang sifatnya segera
ataupun tertunda dapat dicatat di catatan anekdot, sedangkan pemberian
tugas merupakan upaya untuk mengetahui sampai sejauh mana
pemahaman anak terhadap pembelajaran yang diberikan.
3. Hakikat Permainan Teka Teki
Pada hakikatnya permainan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan
oleh individu atau kelompok untuk memperoleh hiburan. Permainan
merupakan suatu bentuk kegiatan yang pemainnya bertindak sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Permainan tidak hanya memperoleh
kesenangan, namun permainan yang ada hubungannya dengan pembelajaran
bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adenan mengatakan ‖Puzzles
and games are obvious motivating material. They have strong an appeal‖.43 Teka teki
juga dapat menimbulkan minat dan motivasi dalam mengikuti mata pelajaran,
karena teka teki merupakan suatu bentuk permainan. Bermain teka-teki dapat
dilakukan anak dengan berbagai cara, seperti tebak benda, tebak gambar dan
tebak kata.
Permainan teka teki dapat mengembangkan kemampuan anak usia dini
dalam berbagai aspek, termasuk aspek bahasa. Jeffree, McConkey dan Hewson
mengemukakan bahwa bermain teka-teki bermanfaat bagi perkembangan anak
khususnya untuk mengembangkan keterampilan berpikir anak, menimbulkan
rasa ingin tahu anak, membangun kemandirian anak44 Inti dari permainan teka
Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 9
Ferry Adenan, Puzzles and Games (Bandung: Kanijiwa 1984), h. 9
44 Jeffree, Dorothy, M,. Mcconkey, Roy, dan Hewson, Simon, Let me play (Kanada: A Condor
Book Souvenir Press (E&A) Ltd, 1988), h. 22
42
43
teki adalah menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi sesuatu yang
utuh, bagian itu dapat berupa benda maupun informasi. Bermain teka-teki
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya kepada anak diberikan
beberapa potong yang dapat disusun menjadi sesuatu dalam berbagai bentuk.
Anak diminta untuk menyusun potongan-potongan benda tersebut.
Pada anak-anak di Indonesia, bermain teka teki dapat dilakukan untuk
mengembangkan aspek kemampuan yang lain, misalnya matematika.
Permainan teka teki dapat dilakukan dengan menggunakan guli atau kelereng,
batu atau apa saja. Anak diminta menebak berapa banyak benda yang
disimpan. Atau bentuk permainan teka taki yang lain, anak diminta untuk
menebak ada pada siapa benda yang tadi dilihat setelah ia menutup mata
(dalam permainan daerah, seperti cublek-cublek sueng).
Permainan ini dilakukan dalam situasi gembira dan bahkan dapat
diiringi nyanyian. Anak bersama-sama bernyanyi sambil melakukan aktivitas
sesuai dengan bentuk teka-teki yang diberikan. Permainan teka teki melalui
menyusun bangunan di dalamnya terdapat unsur kebebasan dan berkreasi.
Anak bebas menyusun dalam berbagai bentuk. Bila ini dilakukan berulang kali
akan memunculkan kreasi bentuk yang baru. Dengan demikian permainan ini
dapat mengembangkan kreativitas anak.
Permainan ini pada dasarnya dapat dilakukan pada anak usia sekitar
satu tahun sampai dengan delapan tahun. Hal yang perlu diperhatikan adalah
tingkat kesulitan teka-tekinya. Anak-anak yang masih sangat kecil diminta atau
diberi tebakan yang sangat sederhana, misalnya ada pada siapa benda yang
tadi ditunjukkan. Kalau membuat bangunan tentu alat yang digunakan harus
sesuai ukurannya dengan kondisi fisik anak.
Banyak permainan yang termasuk dalam jenis permainan teka-teki.
Permainan maze dan puzzle menurut Jeffree, McConkey dan Hewson juga
termasuk dalam kelompok permainan teka-teki.45 Permainan sudah lebih
terikat menggunakannya dibanding dengan alat untuk menyusun. Anak sudah
harus mengikuti aturan dari maze atau puzzle yang digunakan. Pada bentuk
permainan ini lebih mengasah ketepatan dan keterampilan berpikir anak.
Bermain teka-teki dapat dilakukan anak dengan berbagai cara. Jeffree,
McConkey dan Hewson mengemukakan bahwa bermain teka-teki bermanfaat
bagi perkembangan anak khususnya untuk: (1) mengembangkan keterampilan
berpikir anak; (2) menimbulkan rasa ingin tahu anak; (3) membangun
kemandirian anak.46 Misalnya kepada anak diberikan beberapa potong yang
dapat disusun menjadi sesuatu dalam berbagai bentuk. Anak diminta untuk
45
46
Ibid., h. 40
Ibid., h. 41
menyusun potongan-potongan benda tersebut. Permainan teka teki dapat
divariasi dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak.
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Teka-teki dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengembangkan kosa-kata. Wittizar dalam Project Paper-nya mengemukakan
bahwa karena dalam teka-teki ada unsur permainan dan daya tarik, maka
kemungkinan teka-teki akan berpengaruh terhadap prestasi belajar.47
Susanti pada skripsinya mengemukakan bahwa terdapat pengaruh yang
positif permainan teka-teki silang pada penguasaan kosakata bahasa Indonesia
dengan menunjukan bahwa penguasaan kosakata siswa yang dibelajarkan
dengan teka-teki silang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak dibelajarkan
teka-teka teki silang.48 Dengan demikan bahwa permaianan teka-teki silang
dapat berpengaruh positif untuk mengembangkan kosakata siswa sekolah
dasar.
Teka-teki silang dapat digunakan juga sebagai media peningkatan
kemampuan verbal dalam menulis. Purwatiningsih dalam skripsinya
menyimpulkan bahwa media teka-teki silang berpengaruh pada penalaran
verbal dalam penulisan karangan.49 Untuk meningkatkan penalaran verbal
dalam menulis karangan, guru perlu mengefektifkan penggunaan media tekateki silang.
D. Pengembangan Konseptual Perencanaan Tindakan
Anak usia dini mempunyai banyak kemampuan potensial yang perlu
diaktualisasikan melalui stimulus yang tepat. Salah satu kemampuan potensial
tersebut adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa tidak hanya
mencakup kemampuan membaca dan menulis saja, namun termasuk juga
kemampuan menyimak dan berbicara. Untuk mengembangkan kemampuan
berbahasa, anak perlu mempelajari tentang penguasaan kosa kata dan
maknanya.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang efektif diterapkan pada anak
adalah melalui kegiatan bermain. Bermain adalah kegiatan yang memberi
Wittizar, Pengajaran Kosakata melalui Teka-teki, Project Paper (Jakarta: IKIP Jakarta, 1983)
h.24
48 Indah Susanti, ―Pengaruh Permainan Teka-Teki Silang terhadap Penguasaan Kosakata
Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 05 Rawa Barat, Jakarta Selatan‖, Skripsi (Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta, 2001), h.i
49 Purwatiningsih, Pengaruh Penggunaan Media Teka-teki Silang terhadap penalaran verbal
dalam karangan siswa kelas V SDN Sempur Kaler Bogor, Skripsi (Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta, 2006), h.65
47
kesenangan dalam diri anak dan menjadi bagian dalam keseharian anak.
Bermain menjadi tempat untuk menyalurkan semua imajinasi anak dan
merupakan sarana untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak.
Melalui bermain secara tidak sadar anak juga sedang melakukan proses belajar.
Dengan demikian proses pembelajaran dilakukan dengan suasana yang
menyenangkan.
Ketika anak melakukan kegiatan bermain, maka akan terjadi interaksi
dan komunikasi dengan lawan mainnya. Dengan terjadinya interaksi dan
komunikasi tersebut berarti anak juga sedang mengembangkan kemampuan
berbahasa yang dimiliki. Peran serta dan kerja sama pendidik atau orang
dewasa dalam pengembangan kemampuan berbahasa anak sangat dibutuhkan,
yaitu dengan memberikan permainan yang bermanfaat untuk proses
pembelajaran anak. Dengan menerapkan konsep bermain sambil belajar,
diharapkan informasi yang diberikan dapat lebih mudah diterima dan
dipahami oleh anak.
Kegiatan bermain juga dapat diterapkan dalam usaha pengembangan
kemampuan berbahasa anak usai dini. Salah satu permainan bahasa yang dapat
diterapkan dalam rangka mengembangkan kemampuan bahasa anak usia dini
adalah dengan permainan teka teki. Permainan teka teki memungkinkan anak
untuk mengembangkan penguasaan kosakata, mengembangkan kemampuan
membentuk kalimat, serta kemampuan komunikasi anak, selain itu dengan
konsep bermain yang diterapkan, permainan teka-teki dapat memberikan
suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran bahasa anak.
Permainan teka teki dapat dilakukan dalam berbagai bentuk permainan,
seperti tebak benda, tebak gambar atau pun tebak kata. Penyajian permainan
dengan cara yang beragam ini dapat mengindarkan anak dari rasa bosan.
Modifikasi permainan juga dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan
kemampuan bahasa anak. Pendidik dapat menerapkan permainan teka teki
dengan berbagai variasi untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa permainan teka teki dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa anak, khususnya pada kemampuan
menyimak dan berbicara.
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pengembangan konseptual perencanaan tindakan,
maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah jika permainan
teka teki diberikan, maka kemampuan berbahasa anak dapat
ditingkatkan. Dengan kata lain permainan teka teki dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun.
Metodologi Penelitian (Bab 3)
Metodologi penelitian diawali dengan mendeskripsikan setting;
sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Gunanya adalah untuk
memberikan gambaran kepada pembaca tentang konteks penelitian
Anda. Setelah itu uraian Bab 3 ini disusul berturut-turut dengan:
metode penelitian, siklus penelitian, kriteria keberhasilan, instrumen
penelitian, analisis data, kolaborasi, dan jadual penelitian. Berikut ini
adalah contohnya.
Bab 3 Metodologi Penelitian
A. Setting
Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur
pada bulan April-Juni 2007. Peneliti memilih SD tersebut karena masalah
pada penelitian ini ditemukan pada anak-anak kelas 1 SD Negeri 05 Utan
Kayu, Jakarta Timur.
B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian
1. Metode Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode action research atau
penelitian tindakan. Menurut Ebbut, seperti dikutip oleh Rochiati menjelaskan
penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan
praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakantindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari
tindakan-tindakan tersebut.50 Dari pengertian tersebut dapat diterangkan
bahwa dalam penelitian tindakan dilakukan upaya perbaikan suatu praktek
pendidikan melalui pemberian tindakan berdasarkan refleksi dari pemberian
tindakan tersebut.
Arikunto menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam penelitian tindakan ini,
peneliti melakukan suatu tindakan, eksperimen yang secara khusus diamati
terus menerus, dilihat kelebihan dan kekurangannya, kemudian diadakan
pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan
yang paling tepat.51 Bentuk penelitian tindakan pada penelitian ini yaitu
dengan memberikan suatu tindakan pada subjek yang diteliti dalam bentuk
permainan teka teki (variabel bebas) untuk diketahui pengaruhnya dalam
bentuk kemampuan berbahasa (variabel terikat) yang timbul karena adanya
pemberian tindakan yang dilakukan.
50
Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005) h. 12
51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), h. 2
2. Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian
Disain penelitian yang digunakan adalah model spiral dari Kemmis dan
Taggrat.52 Rancangan ini terdiri dari 4 tahap, yaitu: (a) perencanaan (planning);
(b) tindakan (acting); (c) pengamatan (observing); dan (d) refleksi (reflecting).
Berdasarkan refleksi, peneliti mendapatkan peningkatan hasil intervensi
tindakan dan memungkinkan untuk melakukan perencanaan tindakan lanjutan
dalam siklus selanjutnya.
Sumber : David Hopkins, A Teacher’s guide to
classroom research (Buckingham:
Open University Press, 2002), h. 28
Gambar 2. Disain Penelitian.
Subjek dan Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak-anak kelas 1 SD
Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur dengan rentangan usia 6-7 tahun.
2. Partisipan yang Terlibat
a. Guru kelas
Ibu Karti, beliau adalah guru di SD Negeri 05 Utan Kayu. Selama
proses pelaksanaan penelitian beliau akan berperan sebagai kolaborator.
52
Wiriaatmadja, op. cit., h. 66
b. Teman Sejawat
Nesna Agustriana, beliau adalah mahasiswa Pendidikan Anak
Usia Dini. Selama proses pelaksanaan penelitian beliau akan berperan
sebagai kolaborator.
C. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
1. Peran Peneliti
Dalam penelitian tindakan tersebut, peneliti berperan sebagai
pemimpin perencanaan (planner). Peneliti melakukan persiapan-persiapan
pra penelitian seperti membuat surat perizinan penelitian, menentukan
waktu penelitian, menentukan subjek penelitian, mencari sumber data dan
membuat perencanaan tindakan penelitian.
2. Posisi Peneliti
Posisi peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai partisipan aktif,
yaitu peneliti ikut serta dalam melakukan pengamatan selain juga
memberikan tindakan pada subjek penelitian. Peneliti membuat
perencanaan tindakan yang akan dilakukan secara sistematik, lalu
memberikan tindakan pada subjek yang diteliti. Selama menjalani proses
penelitian, peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan yang hasil dari
pengamatan tersebut akan dievaluasi secara kolaboratif. Hasil pengamatan
dan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai
bahan analisis data dan perencanaan untuk siklus selanjutnya.
D. Tahapan Intervensi Tindakan
1. Kegiatan Pra-Penelitian
Sebelum peneliti melakukan siklus I, peneliti melakukan persiapanpersiapan pra-penelitian sebagai berikut:
a. Mencari dan mengumpulkan informasi atau data anak yang menjadi
subjek dalam penelitian. Informasi atau data tersebut diperoleh dari
hasil observasi langsung terhadap anak-anak yang menjadi subjek dalam
konteks pembelajaran. Berdasarkan observasi awal ke sekolah dapat
diketahui bahwa kemampuan berbahasa anak belum berkembang baik
yang dapat dilihat dari perbendaharaan kata dan kemampuan
menangkap isi pembicaraan atau petunjuk.
b. Menentukan waktu pelaksanaan penelitian, yaitu pada bulan April-Juni
dengan waktu pelaksanaannya sebanyak 4 kali pertemuan dalam setiap
siklus.
c. Mempersiapkan media dan alat yang akan digunakan selama penelitian,
seperti benda tiruan ’si mulut besar’, alat tulis perlengkapan sekolah,
kartu bergambar, kartu kata, papan planel, tape recorder dan kaset.
2. Kegiatan Siklus I
Setelah melakukan persiapan-persiapan pra penelitian, selanjutnya
peneliti melakukan langkah-langkah penelitian tindakan yang dimulai dari
siklus I dengan tahapan sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning)
Dari hasil observasi pra-penelitian, peneliti menyusun
perencanaan untuk pelaksanaan penelitian tindakan siklus I, yaitu:
1) Membuat satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan pada
anak pada siklus I. Pada siklus I ini ditekankan pada pemberian
tindakan, yaitu kegiatan permainan teka teki dengan menggunakan
benda konkret (tebak benda) dan dengan menggunakan kartu kata
(tebak kata). Satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan,
kegiatan, media, dan alat pengumpul data yang terbagi dalam 4 kali
pertemuan yang direncanakan.
2) Menyiapkan media yang sesuai dengan tindakan yang akan
diberikan, yaitu alat permainan tebak benda yang terdiri dari ‖si
mulut besar‖ dan benda-benda konkret dan alat permainan tebak
kata, yaitu kartu kata.
3) Menyiapkan alat yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data,
yaitu catatan lapangan dan lembar pedoman observasi.
b. Tindakan (acting)
Dalam tahapan ini peneliti bersama dengan kolaborator
melaksanakan satuan perencanaan tindakan yang telah dibuat, yaitu
permainan teka teki yang mencakup permainan tebak benda dan tebak
kata.
Tabel 1. Satuan Perencanaan Tindakan Siklus I
Materi
: Kegiatan bermain teka teki dengan menggunakan alat permainan
Tujuan : Mengembangkan kemampuan berbahasa anak
Waktu : 4 x pertemuan (@ 35 menit)
Waktu Pelaksanaan
1.Pertemuan ke-1
(8 Mei 2007)
Kegiatan
Media
Permainan Tebak Benda
Benda tiruan ‖si
mulut besar‖ dan
benda konkret
Alat Pengumpul
Data
 Pedoman
Observasi
 Catatan
Lapangan
 Tape recorder
 Kaset
2.Pertemuan ke-2
(9 Mei 2007)
3.Pertemuan ke-3
(10 Mei 2007)
4.Pertemuan ke-4
(11 Mei 2007)
Permainan Tebak Benda
Benda Tiruan ‖si
mulut besar‖ dan
benda konkret
Kartu kata
Permainan Tebak Kata
Kartu kata
Permainan Tebak Kata
c. Pengamatan (observing)
Selama kegiatan permainan teka teki berlangsung, peneliti dan
kolaborator mengamati jalannya kegiatan untuk melihat apakah
tindakan-tindakan tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Hasil
pengamatan dicatat dalam bentuk uraian pada lembar catatan lapangan
berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dan kolaborator secara
langsung. Selain itu mengamati setiap kemampuan berbahasa yang
muncul baik pada saat pemberian tindakan maupun di luar tindakan
selama waktu pembelajaran berlangsung dengan memberi tanda cek list
(√) pada lembar pedoman observasi kemampuan bahasa.
d. Refleksi (reflecting)
Setelah dilakukan perencanaan, tindakan dan pengematan,
peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi dari tindakantindakan yang telah dilakukan, yaitu permainan teka teki yang
mencakup permainan tebak benda dan tebak kata, apakah kegiatan
permainan tersebut dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak.
Peneliti melakukan perbandingan antara kemampuan berbahasa anak
sebelum diberikan tindakan dengan sesudah diberikan tindakan pada
akhir siklus I. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian dianalisis dan
dievaluasi sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari seluruh
pelaksanaan siklus I. Refleksi tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk
merevisi perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I guna
merencanakan tindakan lanjutan pada siklus selanjutnya.
E. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dari penelitian tindakan yang
dilakukan ini adalah meningkatnya kemampuan berbahasa anak, yang
mencakup kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara
sesudah tindakan diberikan pada anak, yaitu permainan teka teki. Berdasarkan
hasil observasi dan skor yang diperoleh, kemampuan menyimak anak sebelum
tindakan masih rendah. Hal tersebut dilihat dari ketidaksanggupan anak dalam
mengulang kalimat yang diberikan dalam satu kali kesempatan,
ketidaksanggupan anak dalam membedakan bunyi, ketidaksanggupan anak
menjawab tebakan dalam satu kali kesempatan dan ketidaksanggupan anak
mencari kata kunci pada kalimat dalam satu kali kesempatan. Setelah diberikan
tindakan, yaitu permainan teka teki diharapkan kemampuan menyimak anak
lebih meningkat. Indikator keberhasilan tindakan hasil kesepakatan antara
kolaborator meliputi kesanggupan membedakan bunyi, menangkap isi kalimat
pernyataan yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci dalam kalimat
pernyataan dan menemukan jawaban yang benar dari kalimat-kalimat
pernyataan yang diberikan dalam satu kali kesempatan. Berdasarkan hasil
observasi dan skor yang diperoleh kemampuan berbicara sebelum
mendapatkan tindakan juga masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari
ketidaksanggupan anak mengucapkan bunyi benda sesuai dengan nama benda,
menyebutkan deskripsi benda dengan kalimat lebih dari tiga kata dan
menyebutkan kalimat dengan intonasi berita. Namun, setelah mendapatkan
tindakan, diharapkan kemampuan berbicara dapat berkembang. Indikator
keberhasilan tindakan hasil kesepakatan antara kolaborator meliputi
kemampuan anak mengucapkan bunyi benda dengan benar, kesanggupan
menggunakan kata-kata kunci objek dan menggunakan kalimat yang benar dan
intonasi yang benar pada saat mendeskripsikan benda yang diminta dengan
kalimat yang terdiri lebih dari tiga kata dalam satu kali kesempatan.
Secara keseluruhan keberhasilan tindakan tersebut dilihat dari adanya
peningkatan skor yang diperoleh dari hasil observasi. Peningkatan ini 60 % dari
rata-rata sebelum penelitian. Signifikansi peningkatan diuji dengan
menggunakan uji t. Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas adanya
peningkatan yang diperoleh dan seberapa besar peningkatan tersebut baik
pada akhir siklus I maupun pada akhir siklus II.
F. Data dan Sumber Data
1. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tindakan
berupa hasil observasi kemampuan berbahasa anak meliputi kemampuan
mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara, serta rekaman hasil
kegiatan anak dalam dalam mengucapkan nama benda dan
mendeskripsikan benda.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian tindakan ini adalah anak-anak kelas 1
dan guru kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur, hasil observasi
kemampuan anak sebelum diberikan tindakan, hasil observasi pelaksanaan
tindakan dan hasil observasi kemampuan anak setelah diberikan tindakan.
G. Instrumen-instrumen Pengumpul Data
1. Definisi Konseptual
Definisi konseptual kemampuan berbahasa adalah kemampuan
seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa berdasarkan
aspek-aspek kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan
menulis.
2. Definisi Operasional
Kemampuan berbahasa adalah skor yang diperoleh dari hasil tes dan
pengamatan terhadap perilaku anak yang meliputi kemampuan menyimak
dan berbicara sebagai respon yang ditimbulkan dari tindakan yang
diberikan. Kemampuan menyimak meliputi kesanggupan menangkap isi
kalimat pernyataan yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci dalam
kalimat pernyataan, menemukan jawaban yang benar dari kalimat-kalimat
pernyataan yang diberikan. Kemampuan berbicara meliputi kesanggupan
menggunakan kata-kata kunci objek dan menggunakan kalimat yang benar
dan intonasi yang benar pada saat mendeskripsikan benda yang diminta.
3. Kalibrasi Instrumen
Sebelum instrumen dipakai, maka terlebih dahulu dilaksanakan uji
keabsahan data. Uji keabsahan data yang digunakan adalah uji validitas.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
dan kesasihan suatu instrumen.53 Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, sebaliknya yang kurang valid berarti
validitasnya rendah.
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
internal yang berdasarkan pada kesesuaian dengan kemampuan berbahasa
anak. Arikunto menyatakan bahwa validitas internal dicapai apabila
terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen
secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan memiliki
validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung ‖misi‖
instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data variabel yang
dimaksud.54 Setiap bagian instrumen yang dibuat mewakilkan tujuan utama
53
54
Arikunto, op. cit., h. 144
Ibid., h. 147-148
dari instrumen tersebut sehingga data yang diperoleh sesuai dengan
variabel yang diteliti.
4. Kisi-kisi Instrumen
Indikator kemampuan bahasa yang akan diteliti, dikembangkan
berdasarkan teori dari aspek-aspek perkembangan bahasa pada rentang
usia 6-7 tahun yang difokuskan pada kemampuan menyimak dan berbicara.
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbahasa
No.
1
2.
Aspek
Kemampuan
Kemampuan
Menyimak
Kemampuan
Berbicara
Indikator
Subindikator
 Mengenal bunyi
 Membedakan
bunyi
 Memberi tanda
sesuai dengan
informasi
2.Mengidentifikasi kata  Menentukan
kunci
nama benda
 Meniru atau
mengulang
deskripsi benda
 Mendeskripsika
n benda lain
3. Menggunakan kata
 Melafalkan
kunci
bunyi kata
kunci
 Menyebutkan
nama benda
 Menyebutkan
4. Membunyikan
ciri benda
deskripsi benda
1.Menangkap isi
5. Menggunakan
kalimat sederhana
 Menyebutkan
benda dengan
kalimat
sederhana
6. Menggunakan
intonasi
 Membunyikan
kalimat dengan
intonasi berita
Sebaran
Soal
1, 2, 4
5, 7, 8
3, 6, 9
10, 15
11, 13
12, 14, 18
20, 23
21, 24
17, 25
19, 22
16
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tes dan non tes. Teknik non tes yang digunakan untuk memperoleh data
tentang pelaksaaan tindakan dan data kemampuan berbahasa (variabel terikat)
yaitu observasi. Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan
melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.55
Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam penelitian tindakan ini, maka jenis
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan.
Dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan
bagian dari mereka.56 Teknik observasi yang digunakan adalah observasi
berstruktur (structured or controlled observation), yaitu observasi yang
direncanakan dan terkontrol. Pada observasi berstruktur, biasanya pengamat
blanko-blanko daftar isian yang tersusun dan di dalamnya telah tercantum
aspek-aspek atau pun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada
waktu pengamatan itu dilakukan.57 Dengan teknik seperti ini observasi yang
dilakukan lebih terarah dan pencatatan hasil observasi partisipan menjadi lebih
teliti.
Dalam pengisian lembar observasi, pengamat memberikan tanda check
list (√) pada skala kemunculan kemampuan berbahasa yang sesuai. Model yang
digunakan adalah model skala Likert, yaitu untuk mengukur sikap seseorang
terhadap objek-objek tertentu. Setiap butir indikator diberikan tanda check list
(√) pada kolom baik, cukup dan kurang. Setiap butir indikator diberi skor 1-3
sesuai dengan tingkat jawabannya.
Tabel 4. Skala Kemunculan Kemampuan Bahasa
55
No.
Pilihan Jawaban
Skor
1.
Baik
3
2.
Cukup
2
3.
Kurang
1
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 149.
56
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), h. 70.
57
Purwanto, log. cit.
Teknik tes yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang
kemampuan berbahasa anak, khususnya kemampuan menyimak adalah tes
tertulis. Teknik tes tertulis merupakan salah satu teknik pengumpulan data
yang terdiri dari soal-soal yang menghendaki jawaban tertulis dari peserta tes.
Soemanto menyatakan bahwa tes tertulis adalah seperangkat soal atau
pertanyaan yang disusun secara sistematis yang menghendaki jawaban peserta
tes secara tertulis.58 Dengan adanya tes tertulis ini dapat memberikan data yang
lebih konkret tentang kemampuan bahasa anak. Jenis tes tertulis yang
digunakan pada penelitian ini adalah tes isian, sehingga terlihat dengan jelas
kemampuan anak dalam menyimak dan menebak suatu benda.
I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi
Kriteria teknik pemeriksaan keterpercayaan (trustworthiness) studi yang
digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah credibility (kepercayaan),
transferability (keteralihan), dependability (kebergantungan), confirmability
(kepastian).
Penerapan
kriteria
credibility
(kepercayaan)
berfungsi
melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan
penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasilhasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda
yang sedang diteliti.59 Teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian ditempuh
dengan memperpanjang waktu keikutsertaan, melakukan pengamatan secara
terus-menerus, melakukan tanya jawab dengan teman sejawat, mengecek
keanggotaan, membuat bukti-bukti yang terstruktur atau koheren, membuat
referensi yang memadai dan menerapkan teknik triangulasi yang terdiri dari
peneliti dan kolaborator dengan menggunakan data berupa lembar pedoman
observasi dan lembar kerja yang dilakukan anak. Transferability (keteralihan)
merupakan keabsahan hasil penelitian terhadap kelompok yang diteliti. Teknik
pemeriksaan keabsahan data penelitian dilakukan dengan mengoleksi
deskripsi data secara detail dan mengembangkan secara detail deskripsi data
setiap konteks yang diteliti untuk membuat keputusan tentang ketidakcocokan
dengan konteks lain yang mungkin. Dependability (kebergantungan) berkenaan
dengan keseimbangan data penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data
dilakukan dengan metode yang overlaping yang sama artinya dengan proses
triangulasi dan mengadakan jejak audit. Confirmability (kepastian) berkenaan
dengan kenetralan dan objektivitas data penelitian yang dikumpulkan. Teknik
pemeriksahan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi dan membuat
refleksi. Setelah melaksanakan tindakan, peneliti dan kolaborator merefleksi
pemberian tindakan yang telah dilakukan dan memeriksa perkembangan
58
Wasty Soemanto, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 14.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung; Remaja Rosdakarya,
2004), h. 324
59
bahasa anak berdasarkan lembar observasi dan lembar kerja yang telah
diberikan.
J. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
1. Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah dalam
bentuk data kuantitatif, yaitu data mengenai kemampuan berbahasa anak
ditambah dengan data pelaksanaan permainan teka teki. Analisis data ini
dilakukan dalam setiap siklus dengan pengolahan data mentah dan uji
hipotesis tindakan. Teknik analisis data yang digunakan bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian tindakan berupa permainan teka teki
terhadap peningkatan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun.
a. Pengolahan Data Mentah
Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
(1) data maksimum dan data minimum dari seluruh data; (2) rentangan,
yaitu selisih antara data maksimum dan data minimum; (3) rata-rata atau
mean, yaitu skor rata-rata data tunggal; (4) modus, yaitu data yang paling
sering muncul; (5) median, yaitu skor tengah dari data yang telah
diurutkan;(6) varians, yaitu jumlah kuadrat data dikurangi rata-rata dibagi
banyak data dikurangi satu; (7) simpangan baku, yaitu akar dari varians.
b. Uji Hipotesis Tindakan
Untuk menguji hipotesis tindakan dilakukan dengan menggunakan
pengukuran prosentase kenaikan.
K. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan
Jika pelaksanaan siklus I dan siklus II pada penelitian ini belum
menunjukkan peningkatan hasil yang optimal, maka dilakukan pengembangan
perencanaan tindakan untuk penelitian tindakan selanjutnya. Pengembangan
perencanaan tindakan ini lebih dikhususkan pada kegiatan-kegiatan
pengembangan bahasa, seperti permainan teka teki, anagram dan bisik berantai
yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menyimak
dan berbicara kepada anak usia 6-7 tahun.
Bagian terakhir dari Bab 3 adalah Daftar Pustaka. Semua referensi
yang ada dalam proposal harus didukung dengan daftar pustaka.
Daftar pustaka hendaknya bersifat asli dan baru. Asli artinya diambil
dari penulisnya secara langsung; baru artinya tahun penerbitan
sedapat mungkin 10 tahun terakhir. Satu atau dua yang usianya
lebih dari 10 tahun masih dapat diterima. Anda bebas memilih cara
penulisan daftar pustaka asalkan konsisten. Berikut ini adalah
contoh dari daftar pustaka:
DAFTAR PUSTAKA
Adenan, Ferry. Puzzles and Games. Bandung: Kanijiwa 1984.
Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V.
Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Bromley, Karen D. Language Arts: Exploring Connections Second Edition. New
York: Simon and Schuster, 1992.
Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Decker, Anita and Decker, John. Administering Early Childhood Programs. Ohio:
Merril Publishing Company, 1988.
Gee, Robyn dan Meredith, Susan. Entertaining and Educating Your Preschool
Child. London: Usborne Publishing Ltd, 1997.
Harjanto. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Hopkins, David. A Teacher’s guide to classroom research. Buckingham: Open
University Press, 2002.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak I. Jakarta: Erlangga, 1995.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga,
1997.
Jalongo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts, USA: Pearson Education,
Inc., 2007.
Jeffree, Dorothy M, Mcconkey, Roy, dan Hewson, Simon. Let me play. Kanada: A
Condor Book Souvenir Press (E&A) Ltd, 1988.
L.P., Rieber, Smith, L, & Noah, D. The Value of Serious Play, Educational
Technology. 1998.
Lubis, Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.
Maxim, George W. The Very Young. USA: Macmillan Publishing Company,
1993.
Monks, F.J, Knoers, A.M.P. dan Rahayu, Siti. Psikologi Perkembangan, Pengantar
dalam Berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University, 1994.
Montessori, Maria. Curriculum
International, 2002.
Planning.
London:
Modern
Montessori
Mulyadi, Seto. Bermain dan Kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004.
N.K, Roestiyah. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara, 2000.
Papilaya, Diane E. A Child World Infancy Through Adolescence. New York: Mc
Graw Hill, 1982.
Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta,
2000.
Purwanto, M. Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001.
Semiawan, Conny R. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT
Prenhalindo, 2002.
Sinolungan, A.E. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Manado: Universitas
Negeri Manado, 2001.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998.
Soemanto,Wasty. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Soeparno. Media Pengajaran Bahasa. Jakarta: Intan Pariwara, 1988.
Sower, Jayne. Language Art in Early Education. Georgia: George Fox University,
2000.
Tambunan, RP. Ilmu Jiwa Berkembang. Jakarta: IKIP,1978.
Tedjasaputra, Mayke S. Bermain, Main dan Permainan. Jakarta: Grasindo Widia
Sarana Indonesia, 2001.
Wiriaatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005.
Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia di Kelas
Rendah. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.
BAB V
MATERI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PLPG PAUD
A. Profesionalisme Guru Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:
a. Peserta PLPG memahami gambaran tentang profesi guru, seperti: mengapa
Guru dibutuhkan di Indonesia, mengapa kualitas guru perlu ditingkatkan,
mengapa perlu adanya persiapan baik mental pengetahuan maupun fisik serta
dan atau yang lebih penting lagi adanya itikad baik tinimbang profesi-profesi
lainnya.
b. Peserta PLPG mampu menjelaskan pengetahuan (knowledge) guru dalam
Beragam bidang keilmuan dengan spesifikasi bidang anak usia dini (early child
hood education)
c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentangpersiapan persiapan yang
harus dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan
evaluasi.
2. Uraian Materi
Pendahuluan
Guru adalah kata yang sangat akrab dikalangan anak didik, demikian juga
kata murid akra dikalangan guru ,dengan demikian ada keterpaduan yang
harmonis antara guru dan murid . Di zaman dulu, guru adalah sosok yang
disegani bukan saja oleh murid namun juga oleh masyarakat, kondisi saat itu
membentuk opini masyarakat bahwa guru adalah sosok yang serba tahu
sehingga menjadi tempat bertanya bagi masyarakat, namun seiring berjalannya
waktu serta berkembanganya zaman memasuki era globalisasi ,maka tuntutan
masyarakat juga mengalami perubahan. Sekarang guru diharapkan memiliki
kompetensi, keterampilan, berwawasan serta kreatif disamping secara normatif
tetap sebagai sosok yang “digugu dan ditiru” mampu membangun citra guru
yang baik, seperti yang tertera didalam undang-undang guru dan dosen pasal 1
ayat 1 tahun 2005, yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing atau mengarah, melatih ,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, dasar dan menengah. Dengan demikian guru diharapkan
melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya
artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah Untuk Menjadi
1
Guru yang Dapat menjadi guru profesional. Guru adalah profesi yang mulia,
pada hakikatnya setara dengan jabatan profesilainnya, seperti kata pepatah, guru
dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan profesi lainnya,
seperti dokter, pengacara, apoteker dll, yang bersifat profesi, bernomor registrasi
dan memiliki kode etik profesi. Profesionalisme seorang guru bukan hal yang
mustahil terjadi walaupun data hasil survey the political and economicrisk country
(PERC), yakni sebuah lembaga konsultan di Singapura yang pada tahun 2001
menempatkan Indonesia diurutan ke 12 dari 12 negara di asia dalam hal kualitas
guru. Dengan demikian menciptakan guru profesional adalah suatu hal yang
mendesak diberlakukan negara kita, karena memposisikan guru seperti itu akan
memperbaiki nasib guru yang selama ini termarjinalkan (terpinggirkan), guru
juga akan menjadi lebih bertanggung jawab pada pekerjaannya. Sementara itu
dalam Perpu 19 tahun 2005 dikatakan bahwa seorang guru haruslah memiliki 4
kompetensi, Yakni kompetensi paedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional.
Adapun untuk kompetensi guru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standart
tersendiri , diantaranya seorang guru PAUD hendaknya memiliki rasa seni (sense
of art) dan berbagai bentuk disiplin agar dapat mengenali pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak, selain itu seorang guru PAUD diharapkan
memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis
terlebih lagi guru PAUD harus memahami Bahwa anak belajar dalam bermain.
Dari uraian diatas tampak bahwa menjadi guruPAUD ternyata tidak hanya
berdasarkan naluri keibuan atau kebapakan semata, namun diharapkan dapat
memahami tentang peraturan perundang undangan, organisasi profesi, teman
sejawat, anak didik, tempat kerja dll. Semua itu hendaknya dilakukan dengan
ikhlas, karena guru PAUD diharapkan ikut serta membentuk manusia indonesia
seutuhnya dengan beragam pendekatan seperti Montessori, Regio Emilio, High
Schoop ataupun pendekatan dari Indonesia sendiri seperti metode dari Taman
Siswa, INS Kayu Tanam, dan KH Ahmad Dahlan ketiganya menanamkan nilainilai moral dan budi pekerti sejak awal anak mengenal pendidikan formal. Guru
juga diminta agar dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan Aman
serta gembira demi untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar
(PBM),serta dapat bekerja sama dengan orang tua serta masyarakat (komite
sekolah) dalam mengambil prakarsa sekolah. Modul profesionalisme guru PAUD
ini hendaknya dipelajari lebih awal dari mata kuliah lain agar mahasiswa PLPG
sejak awal memiliki gambaran tentang profesi guru. Modul ini ada dua satuan
kegiatan (workshop) keduanya harus dipelajari secara berurutan adapun modul
profesionalisme guru ini sebagian besar terdiri dari kegiatan praktek dengan
demikian urutannya adalah satuan kegiatan satu hendaknya dibaca, dipelajari,
didikusikan serta dipraktekan melalui metode sosio drama (bermain peran)
setelah itu dilakukan juga dengan urutan yang sama pada satuan kegiatan dua.
a. Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD
1) Persiapan
2
Persiapan yang dimaksud disini adalah persiapan teknis dan non
teknis.Persiapan non teknis adalah persiapan mental yang mengarah kepada
pembentukan konsep diri sebagai guru melalui pertanyaan –pertanyaan yang
secara jujur hendaknya bisa dijawab oleh masing –masing peserta . Adapun
pertanyaan –pertanyaan tersebut antara lain adalah
a) Sudah siapkah aku menjadi guru AUD?
b) Bisakah aku menghadapi anak-anak?
c) Bisakah aku mengajar anak-anak dengan benar?
d) Apakah aku mampu membuat suasana belajar yang menyenangkan bagi
anak?
e) Apakah aku mampu memotivasi anak-anak untuk mengembangkan
kemampuan mereka?
f) Apakah aku bisa diterima oleh rekan sejawat?
g) Apakah aku sanggup mengahadapi orang tua murid?
Pembentukkan konsep diri sebagai guru dimaksudkan agar guru tersebut
memiliki kepercayaan diri (self confidence) sebelum melaksanakan tugasnya, karena
Guru yang tidak memiliki rasa percaya diri akan menghambat pekerjaannya sebaga
i guru yang profesional. Persiapan teknis adalah persiapan yang hendaknya
dilakukan oleh seorang guru sebelum menjalankan tugasnya yang bertujuan untuk
melancarkan pekerjannya sebagai guru. Adapun persiapan teknis tersebut adalah:
a) Menyelesaikan urutan administrasi
b) Membuat persiapan KBM sesuai dengan kurikulum serta visi dari masing-masing
sekolah. Hal yang dilakukan adalah membuat rapat kecil dengan kepala sekolah
juga teman sejawat agar ada keterpaduan dalam pelaksanaan program KB yang
disesuaikan dengan rencana sekolah.
c) Merancang kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tema yang telah
direncanakan dan dipersiapkan.
d) Membuat satuan kegiatan tahunan sesuai dengan tema yang direncanakan,
seperti satuan kegiatan harian (SKH) satuan kegiatan mingguan.
e) Menyiapkan model pembelajaran yang akan dilakukan
f) Menyiapkan media guna mendukung kegiatan beajar mengajar
g) Menyiapkan setting kelas-ruangan.
h) Menyiapkan metode yang akan digunakan berikut kegiatan penunjangnya
seperti gerak dan lagu, yel-yel dll.
2) Performance
Perfomance yang dimaksud disini adalah : bagaimana kita berpenampilan
yang sebagai guru AUD dalam hal:
a) Perawatan tubuh
Guru AUD diharapkan dapat merawat dan membersihkan tubuh sehingga
terkesan berenergi, bersih, wangi, dan tidak kusam.
b) Berpakaian
3
Melalui pakaian dapat menampakkan ekspresi seluruh kepribadian
hendaknya
guru AUD berpakaian sesuai dengan budaya Indonesia, yakni sopan, namun
dapat menunjang aktivitas
c) Bahasa tubuh (Body Language)
Selalu Positive thinking , memilki motivasi yang tinggi, semangat serta
senantiasa menanamkan keikhlasan dalam bekerja dengan sendirinya akan
mewujudkan bahasa tubuh yang baik.
d) Komunikasi (Public Speaking)
Hendaknya guru AUD mampu menjalik komunikasi dengan pihak manapun,
terlebih dengan anak didik, artinya guru AUD diharapkan memiliki
relationsyang baik dengan berbagai pihak.
e) Sikap
Guru AUD sebaiknya senantiasa bersikap ramah dan selalu tersenyum,
karena senyuman seorang guru membuat anak –anak menjadi nyaman
berada di dalam
kelas.
3) Pengetahuan
Seorang guru PAUD hendaknya memahami dua bidang Persiapan
Pembelajaran keilmuan sebagai dasar ilmu-ilmu yang lainnya yakni :
a) Ilmu jiwa perkembangan (Psikologi Anak)
b) Ilmu Pendidikan
4) Peran guru P.G PAUD
Seorang guru PAUD pada kegiatan kesehariannya dalam bekerja secara profesional
dapat melakukan beragam fungsi sekaligus (multi peran). Adapun perandari guru
tersebut adalah :
a) Guru anak usia dini sebagai pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh sentral serta panutan (model) bagi
murid dan lingkungannya. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu yang mencakup wibawa, tanggung jawab, mandiri, dan
disiplin.
b) Guru anak usia dini sebagai pengganti sementara ayah atau ibu
Anak usia dini dalam kesehariannya dikelas membutuhkan sosok pengganti
sementara ayah atau ibu, untuk itu guru harus bisa berperan menjadi pengganti
sementara ayah atau ibu (selama berada di sekolah), namun harus tetap dapat
menjaga batasan-batasannya demi untuk menjaga keprofesionalan seorang guru.
c) Guru anak usia dini sebagai teman
Bersikap sebagai teman bagi anak usia dini sangat dibutuhkan, karena akan
mempelancar komunikasi antara guru dan murid. Sehingga anak usia dini tidak
merasa berjarak dengan guru yang dapat memotivasi anak usia dini untuk
4
bersemangat berangkat ke sekolah (karena akan bertemu dengan temantemannya).
d) Guru anak usia dini sebagai pengajar
Guru AUD membantu murid yang tumbuh dan berkembang untuk mempelajari
sesuatu yang belum diketahui dengan cara senantiasa memotivasi murid agar
dapat mengembangkan potensinya.
e) Guru anak usia dini sebagai pengasuh
AUD adalah anak belum terbentuk kepribadiannya sehingga dibutuhkan guru
yang mengerti menggunakan pola asuh yang tepat disaat dibutuhkan oleh anak
didik.
f) Guru anak usia dini sebagai model dan teladan.
Menjadi teladan merupakan sifat dasar dalam kegiatan pembelajaran selain itu
sebagai model dan teladan berakibat bahwa guru senantiasa akan disorot tingkah
lakunya baik oleh anak didik maupun lingkungannya.
g) Guru anak usia dini sebagai pribadi
Jika kita memiloih profesi guru AUD maka sudah selayaknya kita memiliki
kepribadian yang mencemirkan seorang pendidik. Adapun kepribadian seorang
guru AUD yang diharapkan adalah kepribadian yang hangat, selalu tersenyum,
ceria, terbuka, serta sabar.
h) Guru anak usia dini sebagai pesulap:
Memiliki ketrampilan sebagai pesulap dibutuhkan bagi anak usia dini oleh karena
itu guru anak usia dini hendaknya melakukan kegiatan sulap sebagai variasi
dalam kegiatan belajar mengajar, tujuannya adalah agar murid menjadi tidak
bosan.
i) Guru anak usia dini sebagai penyanyi :
Keterampilan bernyanyi memiliki referensi lagu-lagu anak serta yel-yel sangat
dibutuhkan bagi seorang guru anak usia dini yang senantiasa membutuhkan
suasana gembira dalam kegiatan belajar mengajar.
j) Guru anak usia dini sebagai pencerita :
Bercerita adalah metode salah satu metode yang dibutuhkan bagi anak usia dini
dalam menyampaikan pesan, nasehat, tentang makna kehidupan.
k) Guru anak usia dini sebagai entertainment :
Guru AUD memang dituntut serba bisa (multi peran ) salah satunya adalah
menjadi entertainment, maka akan diperoleh nilai-nilai kreatif, inovatif dalam
suasana yang menyenangkan dan gembira bagi anak usia dini.
Latihan 1
1) Diskusikanlah secara berkelompok dengan beberapa kawan anda, apa hakikat
guru dalam kaitannya dengan pendidikan usia dini.
5
2) Coba telaah lebih lanjut tentang tugas guru dan kesiapan yang harus dilakukan
jika hendak menjadi guru AUD yang profesional.
3) Apakah kendala utama bagi kita jika ingin menjadi guru AUD yang profesional.
b. Persiapan Pembelajaran
1) Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD
a) PROFESI adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu yang karena
sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, ketrampilan teknis dan sikap
kepribadian.
b) Menurut EVERETT HUGHES merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan
selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.
c) PROFESIONAL adalah suatu pekerjaan yang memerlukan kepandaian
khusus untuk melaksanakannya.
d) PROFESIONALISASI adalah suatu proses menjadi seseorang yang
memiliki profesi.
e) PROFESIONALISME adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang
merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.
2) Ciri-Ciri Guru Sebagai Profesi
Guru sebagai suatu profesi dapat dikenali ciri-ciri sebagai berikut:
a) Lebih mementingkan layanan kemanusian daripada kepentingan pribadi
b) Ada pengakuan dari masyarakat.
c) Pratek profesi itu didasarkan pada pengetahuan dan keahlian khusus yang
diperoleh dalam waktu relatif lama.
d) Memiliki kreaativitas dan intelektual tinggi.
e) Memiliki organisasi profesi yang menetapkan standar kualifikasi.
f) Adanya komitmen dari anggotanya bahwa jabatan guru mengharuskan
pengikut-nya menjujung tinggi martabat kemanusian lebih dari pada
mencari keuntungan diri sendiri.
g) Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional
dalam
waktu tertentu.
h) Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh
dalam
jabatannya.
i) Memiliki kode etik tertentu yang mengikat guru.
j) Memiliki kemampuan
intelektual untuk menjawab masalahmasalah
yang dihadapi.
k) Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahlian yang
ditekuni.
l) Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.
m) Jabatan itu dipandang sebagai sumber suatu karier.
3) Kompetensi Guru PAUD
Guru PAUD harus memilki kompetensi pribadi, sosial, dan profesional.
Kompetensiguru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standar yang sudah
6
disyahkan oleh MenteriPendidikan Nasional RI. Kompetensi guru PAUD
yang dibawah ini merupakan rangkuman yaitu:
a) Guru AUD memiliki rasa seni (sense of art) dan mengenal berbagai
bentuk disiplinagar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan anak.
b) Guru AUD memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya
secara praktis.
c) Guru AUD memahami pentingnya bermain sebagai sarana
pengembangan perkembangan dan pendidikan anak.
d) Guru AUD dapat berinteraksi dengan orang tua sebagai upaya untuk
meningkatkankesuksesan pendidikan anak.
e) Guru AUD perlu memperoleh kemampuan untuk mensupervisidan
mengkoordinakan pengajaran anak dengan rekan sejawat lainnya.
4) Peran dan Tanggung Jawab Guru PAUD
Peran dan tanggung jawab seorang guru PAUD adalah sebagai berikut :
a) Menunjukkan perhatian kepada anak.
b) Memilki kepekaan terhdap individu anak.
c) Mengembangkan hubungan yang alamiah dengan anak. (relationship)
d) Menggunakan otoritas orang dewasa secara bijaksana dalam membant
pertumbuhan anak. (scaffolding)
e) Merancang kegiatan yang bermakna bagi anak
f) Mengenalkan disiplin sebagai suatu pengalaman belajar bagi anak dan
menemukan kesalahan sebagai peluang potensi pembelajaran.
g) Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak.
h) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP.
i) Bekerja sama dengan orang tua dalam tanggung jawabnya terhadap
perkembangan anak.
j) Memilki dedikasi yang tinggi sebagai profesional dalam bidang
pendidikan anak.
k) Mampu menyuarakan kebutuhan anak pada orang tua, pihak sekolah,
pengelola dan masyarakat serta pembuat kebijakan. Mengakui adanya
kompetensi dalam diri anak.
l) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP.
5) Karakteristik Guru PAUD
a) Menunjukan rasa cinta dan menghargai pada semua anak.
b) Dapat menunjukan rasa percaya diri dan rasa nyaman pada anak.
c) Memilki semangat untuk selalu mengembangkan pengetahuan dan
mengaplikasikannya.
d) Mampu bertingkah laku sopan terhadap orang lain.
e) Mampu bekerja keras.
f) Bersedia menyediakan waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas
profesi.
g) Tepat waktu.
h) Dapat menjaga rahasia.
7
i) Bersedia dikoreksi apabila membuat kesalahan.
j) Mengamati peran kelompok yang ditangani.
k) Mampu meninggalkan masalah di rumah dan mampu menjaganya
agar tidak berdampak terhaddap pekerjaan.
l) Mengabaikan rumor dan menjauhi gosip.
m) Menjaga diri agar tetap terawat dan rapi.
n) Menggunakan peralatan dan perlengkapan secara hati-hati seperti
barang milik sendiri.
6) Kode Etik
a) Pengertian kode etik
Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di
dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat.
b) Tujuan kode etik
· Menjunjung tinggi martabat profesi
· Menjaga dan memelihara Kesejahteraan para anggotannya
· Meningkatkan pengabdian para anggota profesi
· Meningkatkan mutu organisasi
c) Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi yang berlaku
dan mengikat para anggotanya tidak boleh perorangan.
d) Sanksi Pelanggaran Kode Etik
· Sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral, misal:
mendapat celaan dari rekan-rekan.
· Sanksi terberat: si pelanggar dikeluarkan dari profesi.
e) Kode Etik Guru Inddonesia
• Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
• Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
• Guru berusaha memperoleh informasi mengenai peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
• Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya kegiata belajar mengajar
• Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung
jawab bersama terhaddap pendidikan
• Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya
• Guru memelihara hubungan seprofesi semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial
8
•
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI, IGTKI/IGRA dan HIMPAUDI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian
d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD menurut Badan Standar
Nasional Pendidikan 2009
a.
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Kualifikasi dan kompetensi guru PAUD didasarkan pada Peraturan menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 th 2007 tentang Standar
Kualifiaksi Akademik dan Kompetensi Guru besera lampirannya. Bagi guru
PAUD Formal (TK, RA, dan yang sederajat) dan guru PAUD Non Formal
(TPA, KB, dan yang sederajat) yang belum memenuhi kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagaimana dimaksud disebut guru pendamping dan
pengasuh.
b. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendamping
a. Kualifikasi Akademik:
• Memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi terakreditasi;
atau
• Memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau
sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan / pendidikan/ kursus
PAUD yang terakreditasi.
b. Kompetensi
Penjelasan akan diberikan pada tabel berikutnya.
Kompetensi/ Sub kompetensi
1. Kompetensi kepribadian
1.1 Bersikap dan berperilaku
sesuai
dengan kebutuhan psikologi
anak
Indikator
a. Menyayangi secara tulus
b. Berperilaku sabar, tenang, ceria, serta
penuh perhatian
c. Memiliki kepekaan, responsive dan
humoris terhadap perilaku anak
d. Menampilkan diri sebagai pribadi
yang dewasa, arif dan bijaksana.
e. Berpenampilam bersih, sehat dan rapi.
f. Berperilaku sopan, santun menghargai
dan melindungi anak.
9
a. Menghargai peserta didik tanpa
1.2 Bersikap dan berperilaku
membedakan keyakinan yang
sesuai
dianut,suku, budaya dan jender
dengan norma agama, budaya
b. Bersikap sesuai dengan norma agama
dan keyakinan anak
yang dianut, hokum, dan norma social
yang berlaku dalam masyarakat.
c. Mengembangkan sikap anak didik
untuk menghargai agama dan budaya
lain.
1.3 Menampilkan diri sebagai
pribadi yang berbudi pekerti
luhur.
a. Berperilaku jujur
b. Bertanggung jawab terhadap tugas
c. Berperilaku sebagai teladan
2. Kompetensi Profesional
Kompetensi/ Sub kompetensi
2.1 Memahami tahapan
perkembangan
anak
2.2 Memahami pertumbuhan
dan perkembangan anak
Indikator
a. Memahami kesinambungan tingkat
perkembangan anak usia 0-6 tahun.
b. Memahami standar tingkat
pencapaian perkembangan anak.
c. Memahami bahwa setiap anak
mempunyai tingkat ketepatan
pencpaian perkembangan yang
berbeda.
d.Memahami faktor penghambat dan
pendukung tingkat pencapaian
perkembangan.
1. Memahami aspek-aspek
perkembangan
fisik motorik , kognitif, bahasa, social
emosi dan moral agama.
2. Memahami faktor -faktor yang
menghambat dan mendukung aspekaspek perkembangan di atas
3. Memahami tanda- tanda kelainan
paad
tiap aspek perkembangan anak.
4. Mengenal kebutuhna gizi anak sesuai
dengan usia.
5. Memahami cara memantau nutrisi,
kesehatan dan keselamatan anak.
6. Mengetahui pola asuh yang sesuai
dengan usia anak.
7. Mengenal keunikan anak.
10
2.3 Memahami pemberian
rangsangan pendidikan,
pengasuhan dan
perlindungan
2.4 Membangun kerjasama
dengan orang tua dalam
pendidikan, pengasuhan
dan perlindungan anak
Kompetensi/ Sub kompetensi
1. Mengenal cara-cara pemberian
rangsangan dalam pendidikan,
pengasuhan dan perlindungan secara
umum.
2. Memiliki keterampilan dalam
melakukan pemberian rangsangan
pada setiap aspek perkembangan.
1. Mengenal faktor-faktor pengasuhan
anak, social kemasyarakatan yang
mendukung dan menghambat
perkembangan anak.
2. Mengkomunikasikan program
lembaga
(pendidikan, pengasuhan, dan
perlindungan anak) kepada orang tua.
3. Meningkatkan keterlibatan orang tua
dalam program di lembaga.
4. Meningkatkan kesinambungan
program lembaga dengan lingkungan
keluarga.
Indikator
3. Komptensi Pedagogik
3.1 Merencanakan kegiatan
program pendidikan,
pengasuhan dan
perlindungan
a. Menyusun rencana kegiatan
tahunan, semesteran, bulanan,
mingguan, dan harian.
b. Menetapkan kegiatan bermain yang
mendukung tingkat pencapaian
perkembangan anak.
c. Merencanakan kegaitan yang disusun
berdasarkan kelompok usia.
11
a.
Mengelola kegiatan sesuai dengan
rencana yang disusun berdasarkan
kelompok usia.
b. Menggunakan metode pembelajaran
melalui bermain sesuai dengan
3.2 Melaksanakan proses
karakteristik anak.
c. Memilih dan menggunakan media
yang sesuai dengan kegiatan dan
pendidikan, pengasuhan dan
kondisi anak
perlindungan.
d. Memberikan motivasi untuk
meningkatkan keterlibatan anak
dalam kegiatan
e. Memberikan bimbingan sesuai
dengan kebutuhan anak.
a.
3.3 Melaksanakan penilaian
terhadap proses dan hasil
pendidikan pengasuhan
dan perlindungan
Memilih cara-cara penilaian yang
sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai.
b. Melakukan kegiatan penilaian yang
sesuai dengan cara- cara yang telah
ditetapkan.
c. Mengolah hasil penilaian
d. Menggunakan hasil-hasil penilaian
untuk berbagai kepentingan
pendidikan.
e. Mendokumentasikan hasil-hasil
penilaian.
4. Kompetensi Sosial
4.1 Beradaptasi dengan
lingkungan
1. Menyesuaikan diri dengan teman
sejawat.
2. Menaati aturan lembaga
3. Menyesuaikan diri dengan masyarakat
sekitar
4. Akomodatif terhadap anak didik,
orang
tua, teman sejawat dari berbagai latar
belakang budaya dan social ekonomi.
Indikator
Kompetensi/ Sub kompetensi
12
1.2 Berkomunikasi secara efektif
1. Berkomunikasi secara empatik dengan
orang tua peserta didik
2. Berkomunikasi efektif dengan anak
didik, baik secara fisik, baik verbal
maupun non verbal
Latihan 2
1) Ajaklah dua orang teman anda untuk melakukan observasi di dua sekolah
TK untuk melihat kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh sekolah
tersebut.
2) Kembali dri observasi lakukanlah kegiatan FGD (Focus Group Discussion)
dengan teman dari kelompok anda.
3) Setelah FGD presentasikan di depan kelas dari masing-masing kelompok
4) Pada waktu presentasi,hendaknya dilakukan tanya jawab dengan peserta
dari kelompok lainnya
3. Evaluasi
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap benar!
1. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada anak usia dini pada
umumnya sangat ditentukan oleh...
a. Media dan metode yang digunakan
b. Area bermain yang luas
c. Gedung sekolah yang memadai
d. Guru yang memiliki kemampuan mengajar
2. Seorang guru PAUD hendaknya memilki pemahaman dua ilmu dasar
yakni :
a. Ilmu pendidikan dan Ilme pertanian
b. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu pendidikan
c. Ilmu pendidikan dan Ilmu filsafat
d. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu kesehatan
4. Daftar Pustaka
Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood education, Allyn and Bacon:
Boston, 2006
Gestwicki, Carol., Development Appropriate Practice Curricullum and
Development in Early Education 3rd Ed, Thomson Delmar: New York, 2007
13
Gordon, Ann Miles & Kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations
In Early Chilhood Education, Thomson Delmar : New York, 2004
Hohmann, Mary & David P.Weikart, Education Young Children, High Scope:
Michigan, 1995
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung, 2005, PT. Remaja Rosda karya
W.S Wimkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta, 2004 PT Media Abadi
B. Pembelajaran Inovatif Pendidikan Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendi-dik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator
sebagai berikut:
a. Mengetahui berbagai model pembelajaran anak usia dini
b. Menganalisis masing-masing model pembelajaran anak usia dini
c. Mengaplikasikan model pembelajaran anak usia dini dalam pembelajaran
sehari-hari di sekolah
d. Memodifikasi model pembelajaran agar sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi
2. Uraian Materi
Pendahuluan
Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini
hendaknya dilakukan dengan memberikan konsep-konsep dasar yang
memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya
pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan
aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dengan
menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta
fasilitator bagi anak. Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan
dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada
kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi
dominan.
Proses pendidikan mempunyai peranan penting dalam upaya
pengembangan individu secara khusus dan pengembangan bangsa secara
umum. Proses pendidikan memberikan kesempatan kepada setiap
individu untuk mengembangkan seluruh kemampuan dan
keterampilan secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya
diberikan sedini mungkin agar upaya pngembangan kemampuan da
keterampilan individu dapat berlangsung optimal.
14
Pada rentang usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden
age) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk
menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak
berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak
secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi
fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh
lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama
untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik,
bahasa, sosio emosional dan spiritual.
Upaya pengembangan individu melalui proses pendidikan
berlangsung di berbagai lembaga-lembaga pendidikan, termasuk
lembaga pendidikan anak usia dini. Pada saat ini telah bermunculan
berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang menggunakan standar
internasional di kota-kota besar di Indonesia, terutama lembaga
pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengadopsi kurikulum
penyelenggaraan dari berbagai negara maju. Kurikulum yang
dikembangkan tersebut mengacu kepada model pembelajaran yang
sudah ada di negara tertentu yang telah dikembangkan selama
bertahun-tahun.
Beberapa model pendidikan yang dimasud antara lain model
pembelajaran aktif, model pembelajaran proyek, model pembelajaran
berbasis masyarakat dan model pembelajaran keterampilan hidup.
A. Model-model Pembelajaran Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dari materi tentang model-model pembelajaran anak usia
dini ini adalah:
a. Peserta PLPG mampu menguasai beberapa model pembelajaran anak usia dini
b. Peserta PLPG mampu menggunakan salah satu model pembelajaran anak usia
dini
c. Peserta PLPG mampu mengembangkan satu model pembelajaran anak usia dini
2. Isi/Paparan Materi
a. Model Pembelajaran High/scope
15
Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar
biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David
P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang
menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai
High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon
kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin
Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak-anak secara konsisten dinilai dalam
tingkat bawah dalam tes kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh
tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart
menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya
kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena
kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulkan bahwa pencapaian
siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaannya di
sekolah dasar.
Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3–4
tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari
lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan
ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra
sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry
Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum
tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation. Program
pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang
merujuk pada teori Piaget. Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap
keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada
pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam
kemampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya
sebagai
keterlambatan
perkembangan,
bukan
sebagai
penyimpangan.
Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif
16
menggunakan
pendeatan
yang
sesuai
dengan
perkembangan
(DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas
DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah
untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai
macam kegiatan seni dan gerak; untuk mengembangkan kemampuan mereka
terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan
kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang
dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman
mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan
kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa
yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan
merencanakan
penggunaan
waktu
dan
energi
mereka;
dan
untuk
mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran
baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan
dengan menggunakan berbagai macam material.
Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih
independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri.
Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada
pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang
ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang
muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri
dan berlatih menerapkannya untk mencapai pengetahuan dan kemempuan
yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi
pembelajaran mereka selanjutnya.
Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Belajar aktif
17
Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman
bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan
dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak
membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk
gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai
fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan
anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa
seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik
sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori, antara lain:
representasi kreatif, bahasa dan keaksaraan, hubungn sosial dan inisiatif,
gerak, musik, klasifikasi, serasi, angka, ruang, dan waktu. Kunci pengalaman
ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini dan yang akan
datang serta kemampuan akademik yang dibuthkan agar suksesdi sekolah.
2) Interaksi Anak dengan Orang Dewasa
Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level
mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari
alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam
pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari
dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara mengatur jadual dan
lingkungan, memperhatikan iklim sosial yang kondusif, mendukung
penyelesaian konflik yang konstruktif, menginterpretasi tindakan anak anak
dalam bagian kunci pengalaman, merencanakan pendalaman pembelajaran
aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak.
3) Lingkungan Pembelajaran
Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai
dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa
anak, seperti “area buku”,”area rumah” dan didefinisikan secara jelas.Variasi
bahan
bahan
dalam
menemukan
jalan
anak,
menggunakan,
dan
menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan.
18
Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan
menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang
dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran
High/ Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
1) Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif
untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan
masing masing anak.
2) Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh
program kegiatan.
3) Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali
oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas
individual.
Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope
harus memenuhi kriteria sebagai berikut harus menyediakan/ mengatur
peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk
memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. Karena itu sekolah
harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal,
(b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia,
aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah
dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk
menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak
untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi,(f) aman, tahan lama, dan tetap
terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan
tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik.
Sasaran
jangka
panjang
kurikulum
High/Scope
adalah
keseimbangan
akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial19
emosional
adalah
kemampuan
interpersonal
dan
kemampuan
intrapersonal.Indikator kemampuan interpersonal: kemampuan mengertiorang
lain,
kemampuan
berempati,
kemampuan
bekerjasama,kemampuan
berkomunikasi,kemampuan rasa tanggung jawab. Indikator kemampuan
intrapersonal: percaya diri, kreatif, jiwa sosial kebijakan, kemandirian, kritis.
Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan
belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah
High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang
antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang
melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat
individual maupun kegiatan kelompk. kegiatan kelompok juga harus
mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan
rutin dan transisi yang tepat sehingga anak – anak dapat memperkiran cara
yang
akan
dilakukan.
Setiap
harinya
program
High/Scope
memiliki
perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten
untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review (plando-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan
kebebasan kepada anak untuk mempertimbangkan minatnya, membuat
rencana, mengikuti kehendaknya, menggambarkan pengalaman.
Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal
sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah
kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak,
kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam
sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan
pergerakan fisik. Assesmen adalah kunci praktisi,ini memungkinkan mereka
untuk memahami tingkat perkembangan mental anak, mengidentifikasi minat
yang dinyatakan, mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak.
Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalamn, dan
20
minat. Mereka menggunakan catatan-catatannya untuk menilai perkembangan
dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan
dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan perencanaan
kelompok, catatan pengamatan harian, kumpulan catatan rekaman tiap
semester. Catatan – catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua
untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.
b. Model pembelajaran Bermain Kreatif
Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di
University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan
pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan
pendekatan
pembelajaran
konstruktivis
merupakan
sebuah
konsep
pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan
membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan
pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran
bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten
area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan
kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam
mendukung perkembangan anak.
Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan
baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung,
interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata
sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif
pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur
dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area
rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.
1) Area Balok
21
Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama
dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok
kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam
waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka,
rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini
menyediakan
sebuah
kekayaaan
mengizinkan
anak-anak
untuk
dalam
belajar
mendapatkan
aktivitas
ini
konsep-konsep
yang
dalam
matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok
kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu
halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter
fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul
balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok
kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk
menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah
untuk
meciptakan
sesuatu
dengan
balok-balok
itu-anak-anak dapat
membuatnya semau mereka. Kadang-kadang anak-anak memulai dengan
sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini
berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama
secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak
menghasilkan dengan balok-balok tersebut sering mengingatkan mereka
pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan
apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket.
Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan
untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia
sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa
yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah
kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk
nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman22
pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari
pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit
matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata
dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang
ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang
mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok
permainan
yang
bernilai
untuk
perkembangan
fisikal.
Anak-anak
menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu
tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok
bersama dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain
yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang
penting untuk menulis.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan balok adalah anak-anak dapat
merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka
menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan
mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda
tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok.
Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi:
a) Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan,
bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.) Hal 76
b) Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial
yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster
dan bermain membuat kepercayaan)
c) Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan
merencanakan proyek pembangunan bersama)
d) Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah
konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan
berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)
23
Kompetensi dari perkembangan kognitif:
a) Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area
(membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)
b) Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan
fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)
c) Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat,
stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit )
d) Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa
tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok-balok itu jatuh)
e) Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat
jembatan atau langkah-langkah membuat rumah)
f) Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke
tinggi dan menghitung dengan benar)
g) Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak
balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)
h) Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda
untuk bangunan)
Kompetensi dari Perkembangan Fisikal:
a) Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat,
menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok)
b) Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok
pada pola yang benar)
c) Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas,
dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)
2) Area Seni
Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai
proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul
lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk
24
bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan
material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung,
dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide
dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak
yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses
menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat.
Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak
menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan
warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan
dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen.
Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui
mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka,
anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka
terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak
merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan
terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan. Seni
juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak
merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otototot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna
membantu anak-anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk
menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni
membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai
keindahan, dan bersenang-senang semua pada saat yang sama.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan seni adalah guru dapat memilih
berbagai
kompetensi
untuk
anak
bekerja
sambil
menjelajah
dan
menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu
guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai . Dengan menentukan
Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan
25
yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan
mereka. Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat
anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi-Kompetensi dibawah ini :
Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional
a) Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar
sesuai mood)
b) Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di
lingkungan (memukul lilin)
c) Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan
desain orisinal)
d) Merasakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)
e) Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat
lukisan dinding)
f) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif
g) Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)
h) Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi
saat cat biru + kuning)
i) Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya
matahari)
j) Memecahkan masalah
k) Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang
didahulukan)
Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
a) Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol)
b) Menyempurnakan koordinasi mata-tangan
c) Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)
3) Area Memasak
26
Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia
makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari
bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu
mempengaruhi
kesehatan
dan
kebahagiaannya.
Kegiatan
memasak
menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan
makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan
makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang
“Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua
anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah
satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam
menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium
nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti , mereka belajar
tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir
susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang
pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan
biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik
dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan
kepada anak-anak tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik. Ketika anakanak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai
pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu.
Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan
dalam mendapat kesempatan.
Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak
adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan
lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang
dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan.
Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan
dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk
27
bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhansebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru anak-anak usia
dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang alami
dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas
secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan
memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan
kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan
bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang
penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan
untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika
seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor
yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan
kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda
dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam
merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut.
Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan
untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang
alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan
memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data
anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini
ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda
rasa siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan
sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan
antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini , mungkin memberi anda
inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan memasak adalah ketika berpikir
tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan
28
kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan menoling diri
sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan
nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk
membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kignitif,
dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini:
Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional:
a) Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti)
b) Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan
makanan ringan untuk diri sendiri)
c) Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai
hingga selesai , termasuk bersih-bersih)
d) Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar
tanpa bantuan orang dewasa)
e) Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan
teman yang lain)
f) Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang
kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga)
Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif:
a) Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat)
b) Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan
muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi)
c) Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar
dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya)
d) Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti
mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat
cangkir air)
29
e) Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke
dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream
tersebut)
f) Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan
bentuk-bentuk yang tidak tradisional)
Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik:
a) Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk
mentega, dan memeras lemon)
b) Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur)
c) Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan)
4) Area Pasir dan Air
Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas
pantai berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak –
anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada
pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan – bahan ini
menjadikan anak-anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena
kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka
sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau
rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah.
Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam
pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air
dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara
bersama -sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng
pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang
sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka
memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang
lain terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau
terpisah. Masing-masing memberikan anak banyak kesempatan belajar.
30
Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai
benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan disekop. Permainan
terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosio
emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.
Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan.
Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan
bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina
pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk
membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya
dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri.
Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan
dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya.
Permainan pasir basah membuat anak – anak mengalami dasar matematika
dan sains tangan pertama. Ketika anak – anak mencampurkan pasir dan air,
mereka mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir
yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda
itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang
kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama – sama permainan pasir
dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak.
Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila
guru – guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola–pola
pengajaran yang spesifik bagi anak – anak, anda dapat mengasuh
pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan
beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak – anak di area.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan area dan pasir adalah
Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional
a) Bermain secara bekerja sama (berbagi alat – alat yang di gunakan untuk
permainan air bersama dengan anak – anak yang lain)
31
b) Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring)
c) Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar
bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada
akhir permainan)
d) Mengawasi
anak
yang
bermain
sampai
selesai
(mengaduk
dan
menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya)
Kompetensi Pengembangan Kognitif
a) Perhatikan bahan – bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan
mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat
bagaimana itu berubah)
b) Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi
bila serpihan sabun ditambahkan ke air)
c) Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau
pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan
membandingkannya)
d) Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana
caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh)
e) Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai
bentuk)
Kompetensi Pengembangan Fisik:
a) Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir
membuat angka delapan di atas pasir)
b) Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir
melalui saringan)
c) Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok)
5) Area Rumah Tangga
Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas
yang diperuntukkan untuk “bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang
32
anak-anak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi,
permainan berpura-pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan
peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan
dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan
paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anakanak menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih
luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan
lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang
sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang
masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter
nyata dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah
tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko.
Anak-anak suka bermain “khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak
ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti
pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat
sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini,
peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan
mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah
membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubuskubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting
untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area rumah
tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya
kembali.
Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anakanak
mengambil
sebuah
peran
di
area
rumah
tangga,
mereka
mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri
mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan
ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan
33
pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan
memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode
permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan
intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi
dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka
mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka
mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus
meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk
pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak
sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan
menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat
mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan
mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk
melakukan operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengirangira peran seorang dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan
menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak
tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang
sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama
dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu
bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik.
Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan
merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan area rumah tangga adalah
keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anakanak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat
perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak-
34
anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional:
a) Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting)
b) Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema
permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual)
c) Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi
material).
d) Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang
lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup).
e) Mengantisipasi
bagaimana
harus
bertingkah
dalam
situasi
baru
(mengembangkan kemampuan berimajinasi).
f) Mengendalikan
ketakutan
dan
kecemasan
(mencoba
peran
dan
memainkan pengalaman sulit dan menakutkan).
g) Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih
kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran
tersebut).
Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif:
a) Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata
(menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk
menggantikan selang pemadam).
b) Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain.
(“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan
berbelanja.”)
c) Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan
masalah. (“Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini?
Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”)
d) Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (“Kamu simpan
peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapan makan.”)
35
e) Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan
mengembalikannya ke tempat yang berlabel).
f) Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan
dalam jangka waktu yang terus bertambah).
Kompetensi bagi Perkembangan Fisik:
a) Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan
meresleting).
b) Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada
boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak
di mana benda tersebut disimpan).
c) Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan
dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan
makan).
6) Area Perpustakaan
Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan
untuk mendengarkan musik/rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada
yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada
juga yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan
mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas
dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru
menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area – area lain,
penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi
pembelajaran anak.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan Area Perpustakaan:
Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek
kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:
Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif:
36
a) Mengembangkan
suatu
pemahaman
terhadap
symbol
–
symbol
(menghubungkan gambar anak laki – laki dengan kata yang tertulis “anak
laki – laki”).
b) Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang
ada di Afrika).
c) Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi
selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras).
d) Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan
flannel dan menggambarkan ciri – cirinya)
e) Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak
setelah mendengarkan puisi – puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman).
f) Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita
kepada guru atau membuat tulisan tangan).
Kompetensi bagi Perkembangan Fisik:
a) Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol).
b) Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika
dibacakan).
c) Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan
objek pada papan flannel).
d) Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau
orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana
Waldo)
Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak
lagi
sasaran/kompetensi
pembelajaran.
Tidak
semua
sasaran
yang
disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana
yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak –
anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif dalam kegiatan
sehari-harinya
mendesain
agar
setiap
kejadian
merupakan
suatu
37
perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa
yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan,
melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan
High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau
kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah
Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya), hubungan sosial (cara
berhubungan dengan teman), representasi kreatif (membangun, berpurapura), musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan
tempo lagu), bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak
waktu).
c. Model Pembelajaran Montessori
Model
pembelajaran
Montessori
mengacu
pada
pembelajaran
yang
dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang
lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870.
Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari
sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas
Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung
dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisi mental lebih
merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa
dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu.
Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih
yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat
mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental
dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerahdaerah kumuh Roma pada tahun 1907.
Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai
ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan
38
pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai
“sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah
pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktuwaktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak
diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori
memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan
tahapan sebagai berikut:
USIA
Lahir – 3 tahun
•
1,5 - 3 tahun
1,5 - 4 tahun
•
•
2 - 4 tahun
2,5 - 6 tahun
3 - 6 tahun
3,5 - 4,5 tahun
4 - 4,5 tahun
4,5 - 5,5 tahun
•
•
•
•
PERKEMBANGAN
Masa penyerapan toral (absorbed mind), perkenalan
dan pengalaman sensoris/ panca indera.
Perkembangan bahasa
Perkembangan dan koordinasi antara mata dan ototototnya.
Perhatian pada benda-benda kecil.
Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan.
Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.
Mulai menyadari urutan waktu dan ruang
•
•
•
•
•
Penyempurnaan penggunaan panca indera.
Peka terhadap pengaruh orang dewasa
Mulai mencorat-coret.
Indera peraba mulai berkembang
Mulai tumbuh minat membaca
Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal,
yaitu:
1) Pendidikan sendiri (pedosentris)
Menurut Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk
berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan
bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan
kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri.
Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang
dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongan-dorongan
39
alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitasaktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya
anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.
2) Masa Peka
Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan
seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi
dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang
dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa
peka dalam diri anak agak dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai
dengan kondisi anak.
3) Kebebasan
Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk
berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka
anak tidak dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini
bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya.
Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek
motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanyaditempatkan melalui
pengambangan
alat-alat
indera.
Model
pembelajaran
Montessori
membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan
bereksplorasi
secara
bebas.
Langkah
pembelajaran
dalam
model
pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah
menunjukkan, (2) langkah mengenal, dan (3) langkah mengingat. Contoh:
langkah menunjukkan: Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru
mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya, langkah
mengenal: guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada
anak, “Ambillah merah!”, langkah mengingat: dari kertas-kertas berwarna
yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini
warna apa?”
40
d. Model Pembelajaran Reggio Emilia
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran
anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran
Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun
konstruksi pembelajarn mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai
dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang
rkspresif, komunikatif dan ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia
merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan
dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia
menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih
mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek
dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep
nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek
berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial. Prinsip model
pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:
1) Kurikulum emergent
Kurikulum
dibangun
berdasarkan
minat
anak-anak.
Topik
untuk
pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai
kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau
kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen
penting dalam pembelajaran.
2) Proyek (pekerjaan)
Proyek merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih
mendalam
terhadap
gagasan
dan
minat
yang
muncul
dalam
kelompok.Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat
berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu
41
anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran,
seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak.
3) Kerja sama/kolaborasi
Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio
Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak
diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan,
membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio
Emilia
memfokuskan
pada
keseimbangan
antara
pengembangan
kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok.
4) Guru sebagai peneliti
Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks.
Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah
sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan
peneliti
dan
sebagai
peneliti
guru
harus
dengan
seksama
menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan
anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses
berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.
5) Dokumentasi
Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti
proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang
terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu,
penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anakanak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru
untuk melakukan sesuatu.
6) Lingkungan
Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan
sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata
ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun
42
kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak.
Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah:
a) Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan
sumber-seumber yang seringkali terabaikan
b) Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran
dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
c) Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang
tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara
anak dan keluarganya.
d) Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi
dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir
anak.
e) Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan,
pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan
budaya anak usia dini.
Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia
adalah untuk membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak,
mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan
konflik, mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi
tempat yang menyenangkan, mengatur jenis barang-barang di kelas agar
dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang
akan digunakan, mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual,
videotape, tape recorder, dan portfolio, membantu anak melihat hubungan
yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya, membantu
anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki
melalui bentuk-bentuk presentasi, membentuk hubungan yang baik dengan
guru-guru lainnya dan para orang tua, membuat dialog dan diskusi
mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru
43
lainnya, menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak
antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.
Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek
pembelajaran adalah:
a) Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
b) Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
c) Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat
anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
d) Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu
dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya,
sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan
pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau
teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut),
dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
e) Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman
yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih
mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan
pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam
penyajiannya.
3. Latihan
a. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini untuk
melihat model pembelajaran yang diterapkan.
b. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran aktif.
c. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran keterampilan hidup.
44
d. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran berbasis masyarakat
e. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran proyek.
MODEL- MODEL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
a. Model Pembelajaran High/scope
Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar
biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David
P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang
menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai
High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon
kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin
Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak- anak secara konsisten dinilai dalam
tingkat bawah dalam te kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh
tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart
menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya
kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena
kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulakan bahwa pencapaian
siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaanya di
sekolah dasar.
Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3-4
tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari
lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan
ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra
sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry
Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum
tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation.
Program pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran
yang merujuk pada teori Piaget Pendekatan ini menekankan identifikasi
terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan
menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn
dalam keampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam
kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai
penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru
kemudian berinisatif menggunakan pendeatan yang sesuai dengan
perkembangan (DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam
pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam
proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak
dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk
45
mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep
pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi,
dan kemampuan grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan
mengkomunikasaikan pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang
dewasa; untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain;
membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara
melakukan sesuatu; dan merencanakan penggunaan waktu dan energi
mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan
kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural
berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material.
Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih
independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri.
Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada
pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan
yang ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan
yang muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan
sendiri dan berlatih menerapkannya untuk mencapai pengetahuan dan
kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang
kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya.
Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Belajar aktif
Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman
bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan
peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak
membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk
gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai fasilisator,
yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan anak anak,
guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak
perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan
perkembangan emosi.
Terdapat 10 kunci kategori, antara lain:
a) Representasi kreatif,
b) Bahasa dan Keaksaraan,
c) Hubungn Sosial dan Inisiatif,
d) Gerak,
e) Musik,
f) Klasifikasi,
g) Serasi,
h) Angka,
i) ruang, dan
j) Waktu
46
Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini
dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibutuhkan agar
sukses di sekolah.
2) Interaksi dengan Orang Dewasa
Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level
mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari
alasan.
Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn
individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak
dalam
pembelajaran dengan cara:
· Mengatur jadual dan lingkungan
· Memperhatikan iklim sosial yang kondusif
· Mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif
· Menginterpretasi tindakan anak anak dalam bagian kunci pengalaman
· Merencanakan pendalaman pembelajaran aktif yang berdasarkan pada minat
dan kemampuan anak.
3) Lingkungan Pembelajaran
Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai
dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak,
seperti ”area buku”, ”area rumah” dan didefinisikan secara jelas. Variasi
bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan
menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan.
Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan
menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang
dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam
pembelajaran High/Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria,
antara lain:
a. Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang
kondusif untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam
perkembangan masing-masing anak.
b. Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh
program kegiatan.
c. Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat
dikenali oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan
aktifitas individual.
Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah
High/Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Harus menyediakan/ mengatur peralatan yang cukup, baik mainan anak, alatalat, dan furniture untuk memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang
dawasa.
47
Karena itu sekolah harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk
dan program lokal, (b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c)
sesuai dengan usia, aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan
setiap anak, (d) mudah dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan
anak, (e) didesain untuk menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan
menyemangati setiap anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi,(f)
aman, tahan lama, dan tetap terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan
dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi
yang baik.
Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan
akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek
sosial-emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan
intrapersonal.
Kemampuan interpersonal:
· Kemampuan mengertiorang lain
· Kemampuan berempati
· kemampuan bekerjasama
· kemampuan berkomunikasi
· Kemampuan rasa tanggung jawab
Kemampuan intrapersonal:
· Percaya diri
· Kreatif
· Jiwa sosial kebijakan
· Kemandirian
· Kritis
Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan
belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah
High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang
antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang
melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat
individual maupun kegiatan kelompok. Kegiatan kelompok juga harus
mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan
rutin dan transisi yang tepat sehingga anak - anak dapat memperkiran cara
yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki
perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten
untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review
(plan-do-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang
memberikan kebebasan kepada anak untuk:
· mempertimbangkan minatnya
· membuat rencana
· mengikuti kehendaknya
· menggambarkan pengalaman
48
Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal
sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah
kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak,
kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam
sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan
pergerakan fisik.
Assesmen adalah kunci praktisi,ini memungkinkan mereka untuk:
· memahami tingkat perkembangan mental anak
· mengidentifikasi minat yang dinyatakan
· mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak
Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalaman,dan
minat.Merekamenggunakancatatan-catatannyauntukmenilaiperkembangan
dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan
dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan:
· perencanaan kelompok
· catatan pengamatan harian
· kumpulan catatan rekaman tiap semester
Catatan - catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua untuk
membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.
b. Model pembelajaran Bermain Kreatif
Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di
University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan
pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan
pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep
pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan
membangun pengetahuannya sendiri.
Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada
anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri
dari praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat
asesmen untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model
pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan
anak.
Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan
baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung,
interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata
sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif
pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur
dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area
rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.
49
1) Area Balok
Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan
itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok
kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam
waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka,
rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini
menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas ini yang mengizinkan
anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam matematika,
pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi.
Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok
itu halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter
fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul
balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok
kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk
menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah
untuk meciptakan sesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat
membuatnya semau mereka.
Kadang-kadang anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka
ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana
anak-anak menempatkan balok bersama secara acak atau dengan pola. Seperti
seni lainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok- balok tersebut
sering mengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka
mulai untuk menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat
roket.
Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk
memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia
sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa yang
mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan
unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk nyata.
Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman pengalaman
mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari pikiran yang
abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit matematika,
anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep
yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk,
jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan,
dan membersihkan balok-balok.
Balok-balok permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak anak
menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu
tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok
bersam dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain yang
rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang
penting untuk menulis.
50
Kompetensi Pembelajaran
Anak-anak dapat merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok
saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk
perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang
dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok.
a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi
a. Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan
kapan, bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.)
b. Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan
sosial yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan
monster dan bermain membuat kepercayaan)
c. Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang
dan merencanakan proyek pembangunan bersama)
d. Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah
konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka
dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)
b) Kompetensi dari perkembangan kognitif:
a. Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area
(membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)
b. Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan
fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)
c. Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat,
stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit
)
d. Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa
tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok balok itu
jatuh)
e. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi
(membuat jembatan atau langkah-langkah membuat rumah)
f. Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah
ke tinggi dan menghitung dengan benar)
g. Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa
banyak balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)
h. Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda
untuk bangunan)
c) Kompetensi dari Perkembangan Fisikal:
a. Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang,
mengangkat, menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok)
b. Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan
balok pada pola yang benar)
c. Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas,
dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)
51
2) Area Seni
Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses
penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin.
Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk
bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan
material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung,
dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide
dan perasaan pribadi.
Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka
belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah
yang paling penting, bukan apa yang mereka buat.
a. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat
anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka
bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka
menggunakan cat, bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan,
mencoba ide, rencana, dan eksperimen.
b. Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna,
melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui
seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan
pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang
membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan
dengan kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan
percaya diri dan kebanggaan.
c. Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat
anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka
menyempurnakan otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk
dengan spidol dan pinsil warna membantu anak- anak membentuk
otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis. Seni menyenangkan
dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak
keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan
bersenang-senang semua pada saat yang sama.
Kompetensi Pembelajaran
Guru dapat memilih berbagai Kompetensi untuk anak bekerja sambil
menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat
membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai. Dengan
menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni
dan kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan
kemampuan mereka.
Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda
perlu mempertimbangkan Kompetensi- Kompetensi berikut ini :
a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional
52
a. Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar
sesuai mood)
b. Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di
lingkungan (memukul lilin)
c. Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna
dan desain orisinal)
d. Mersakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)
e. Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam
membuat lukisan dinding)
b) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif
a. Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)
b. Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang
terjadi saat cat biru + kuning)
c. Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan
menamakannya matahari)
d. Memecahkan masalah
e. Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa
yang didahulukan)
c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
a. Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol)
b. Menyempurnakan koordinasi mata-tangan
c. Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)
3) Area Memasak
Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan
untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan
disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan
kebahagiaannya. Kegiatan memasak menawarkan kepada anak-anak
kesempatan untuk bereksperimen dengan makanan, kesempatan menjadi
kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan ringan bernutrisi. Hal ini
dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan Hidup” yang
menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki ataupun
perempuan.
Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di
dalam kelas. Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan,
tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang
baru mengerti, mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat
mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding,
mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega
kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka
mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka.
Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan
53
kebudayaan yang baik. Ketika anak-anak membuat makanan ringan mereka di
pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga
hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anakanak dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan.
Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak
adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan
lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang
dewasa.
Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut
rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam
memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya
seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhan- sebuah perlakuan yang
jarang bagi anak-anak.
Banyak guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak
merupakan program yang alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak
sebagai suatu pilihan kreatifitas secara reguler. Ada pula guru yang lainnya
yang meniadakan kegiatan memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak
sudah terbiasa dengan kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatankegiatannya dan bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah
sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin
menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari
tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam
kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk
memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat
kesenangan anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang
dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak
tersebut.
Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan
untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang
alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan
memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data
anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini
ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa
siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan sebuah
pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan antusias
anak-anak untuk memilih kegiatan ini, mungkin memberi anda inspirasi
untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.
Kompetensi Pembelajaran
Ketika berpikir tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk
mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan
54
menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan
dengan nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik
untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional,
kignitif, dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini:
a) Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional
a. Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti)
b. Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan
makanan ringan untuk diri sendiri)
c. Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari
mulai hingga selesai, termasuk bersih-bersih)
d. Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui
gambar tanpa bantuan orang dewasa)
e. Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan
teman yang lain)
f. Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan
yang kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep
keluarga)
b) Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif
a. Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang
sehat)
b. Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan
muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi)
c. Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan
gambar dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya)
d. Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti
mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat
cangkir air)
e. Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar
cream ke dalam mentega dengan penuh semangat akan
menggoncangkan cream tersebut)
f. Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan
bentuk- bentuk yang tidak tradisional)
c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
a. Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri,
mengaduk mentega, dan memeras lemon)
b. Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur)
c. Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah
kocokan)
4) Area Pasir dan air
Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai
55
berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak – anak
sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan
air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan - bahan ini menjadikan
anak- anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anakanak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya.
Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak
pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah.
Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam
pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air dan
menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara bersama sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir, mereka
mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka
meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka memeriksa mengapa
benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main pasir
dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing-masing
memberikan anak banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa
dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat
disaring, digaruk, dan disekop.
Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa
sosioemosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.
Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan.
Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan
bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina
pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk
membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya
dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri.
Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam
satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya. Permainan
pasir basah membuat anak - anak mengalami dasar matematika dan sains
tangan pertama. Ketika anak - anak mencampurkan pasir dan air, mereka
mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang
kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu
berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering
bisa di bentuk. Secara individual dan bersama - sama permainan pasir dan air
dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak.
Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila
guru -guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola – pola
pengajaran yang spesifik bagi anak-anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan
dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa sasaran
yang dianjurkan bagi permaianan anak - anak di area.
Kompetensi Pembelajaran
a) Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional
56
a. Bermain secara bekerja sama (berbagi alat - alat yang di gunakan
untuk permainan air bersama dengan anak - anak yang lain)
b. Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring)
c. Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta
agar bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak
dirobohkan pada akhir permainan)
d. Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan
menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya)
b) Kompetensi Pengembangan Kognitif
a. Perhatikan bahan - bahan untuk bagaimana mereka membandingkan
dan mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk
melihat bagaimana itu berubah)
b. Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang
terjadi bila serpihan sabun ditambahkan ke air)
c. Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air
atau pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan
membandingkannya)
d. Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan
bagaimana caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan
tidak runtuh)
e. Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai
bentuk)
c) Kompetensi Pengembangan Fisik
a. Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan
pasir membuat angka delapan di atas pasir)
b. Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan
pasir melalui saringan)
c. Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan
sendok)
5) Area Rumah Tangga
Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas
yang diperuntukkan untuk ”bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anakanak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan
berpura-pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan peran dan
terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan dengan level
yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan paling tidak
seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan.
Anak-ank menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh
lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan
lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang
sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk
akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata
57
dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga
semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko.
Anak-anak suka bermain ”khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak
ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti
pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat
sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini,
peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan
mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah
membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubuskubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting
untuk permainan berpura-pura.
Anak-anak sangat merindukan area rumah tangga yang mereka hilangkan
hingga mereka sendiri membangunnya kembali.
Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anakanak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka
mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri
mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan
ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan
pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan
memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode
permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan
intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi
dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka
mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka
mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus
meningkat.
Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan
sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk
menunjukkan peran takut dengan aman dan menghidupkan pengalaman
hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat mengambil peran yang
mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka. Sebagai contoh,
seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi dapat
berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-ngira peran seorang dokter, ia
dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi
seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk
mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar
menjadi fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan
peran dan bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak
menjadi perencana yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk
mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan bertingkah laku di situasi
kehidupan nyata.
Kompetensi Pembelajaran
58
Keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anakanak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat
perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak
anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
a) Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional
a. Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting)
b. Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan
tema permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual)
c. Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi
material).
d. Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi
yang lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup).
e. Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru
(mengembangkan kemampuan berimajinasi).
f. Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan
memainkan pengalaman sulit dan menakutkan).
g. Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih
kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran
tersebut).
b) Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif
a. Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata
(menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk
menggantikan selang pemadam).
b. Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang
lain.
(“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang
akan berbelanja.”)
c. Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk
memecahkan masalah. (”Apa yang akan kita lakukan untuk memberi
makan bayi ini?Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke
toko.”)
d. Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (”Kamu
simpan peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapa
makan.”)
e. Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti
dan mengembalikannya ke tempat yang berlabel).
f. Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode
permainan dalam jangka waktu yang terus bertambah).
c) Kompetensi bagi Perkembangan Fisik
a. Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing,
dan meresleting).
59
b. Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada
boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada
rak di mana benda tersebut disimpan).
c. Menggunakan
keterampilan
membedakan
secara
visual
(mencocokkan dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan
dan perlengkapan makan).
6) Area Perpustakaan
Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan
untuk mendengarkan musik/ rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang
menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga
yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan mendengarkan
rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas dari penempatan
tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata ruangan
dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area - area lain, penataan area
perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran
anak.
Kompetensi Pembelajaran
Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek
kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:
a) Pengembangan Kognitif
a. Mengembangkan
suatu pemahaman terhadap
symbolsymbol (menghubungkan gambar anak laki -laki dengan kata yang
tertulis “anak laki-laki”).
b. Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang
yang ada di Afrika).
c. Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi
selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras).
d. Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di
papan flannel dan menggambarkan ciri - cirinya)
e. Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak
setelah mendengarkan puisi - puisi sejenisnya dalam sebuah
rekaman).
f. Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan
cerita kepada guru atau membuat tulisan tangan).
b) Pengembangan Fisik
a. Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol).
b. Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika
dibacakan).
c. Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan
(menempatkan objek pada papan flannel).
60
d. Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek
atau orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku
dimana Waldo)
Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak
lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan
tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling
tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak - anak dalam
kelompok anda.
Model pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar
setiap kejadian merupakan suatu perencanaan harian yang memungkinkan
anak-anak mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya
adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review).
Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child Observation
Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang
diobservasi oleh guru adalah :
· Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya)
· Hubungan sosial (cara berhubungan dengan teman)
· Representasi kreatif (membangun, berpura-pura)
· Musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan tempo
lagu)
· Bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak waktu).
c. Model Pembelajaran Montessori
Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang
dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang
lahir di Chiaravalle, sebuahpropinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870.
Reputasinya di bidang pendidikan anakdimulai setelah Montessori lulus dari
sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuahklinik psikiatri Universitas
Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori seringberinteraksi langsung
dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisimental
lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa
bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat
terbantu.
Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan
sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang
memiliki cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak
cacat mental dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s
house di daerah-daerah kumuh Roma pada tahun 1907.
Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai
ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan
pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai
61
”sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai
sebuah pembawaan atau potensi yang akan
berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati
dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk
berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode
sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
Tabel 15. Tahapan Perkembangan Anak
USIA
PERKEMBANGAN
· Masa penyerapan toral (absorbed mind),
Lahir – 3 tahun
perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca
indera.
1,5 - 3 tahun
· Perkembangan bahasa
1,5 - 4 tahun
· Perkembangan dan koordinasi antara mata
dan otot-ototnya.
· Perhatian pada benda-benda kecil.
PERKEMBANGAN
USIA
2 - 4 tahun
· Perkembangan dan penyempurnaan gerakangerakan.
· Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.
· Penyempurnaan penggunaan panca indera.
2,5 - 6 tahun
· Peka terhadap pengaruh orang dewasa
3 - 6 tahun
· Mulai mencorat-coret.
3,5 - 4,5 tahun
· Indera peraba mulai berkembang
4 - 4,5 tahun
· Mulai tumbuh minat membaca
4,5 - 5,5 tahun
62
Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu:
1) Pendidikan sendiri (pedosentris)
MenurutMontessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk
berkembang
sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan
dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga
memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas
perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongandorongan alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitasaktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya anak tidak
dibantu melainkan harus berlatih sendiri.
2) Masa Peka
Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak.
Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat-alat
permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memiliki kewajiban
untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapat memberikan
tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak.
3) Kebebasan
Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir,
berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak dapat
diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar anak dapat
mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya.
Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik,
sensorik dan bahasa. Penekanan utamanya ditempatkan melalui pengambangan alat-alat
indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak,
menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam
model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah
menunjukkan.
Contoh:
(1) Langkah menunjukkan
Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini
merah!” begitu juga warna yang lainnya.
(2) Langkah mengenal
Guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak,
“Ambillah merah!”
(3) Langkah mengingat
Dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai
kertas dan bertanya, “Ini warna apa?”
d. Model Pembelajaran Reggio Emilia
63
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak
usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran Reggio Emilia
membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun konstruksi pembelajaran
mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan usianya
yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang ekspresif, komunikatif dan
ilmiah.
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang
mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model
pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan
pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi
anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa
minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan
konsep nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek
berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah dan kemampuan negosiasi-sosial.
Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum emergent
Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk
pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai
kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan
anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen penting dalam
pembelajaran.
b. Proyek (pekerjaan)
Proyek merupakan suatu pembelajaranmengenal konsep secara lebih
mendalam terhadap gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok. Proyek
dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun
pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu anak-anak untuk membuat
keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik
dalam pembelajaran dalam kelompok anak.
c. Kerja sama/kolaborasi
Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran
Reggio Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak
diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan,
membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio
Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan kemampuan
idividu dan keanggotaan kelompok.
d. Guru sebagai peneliti
64
Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain
aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar
bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru
harus
dengan
seksama
menyimak/mendengarkan,
mengamati,
dan
mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat
merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.
e. Dokumentasi
Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti
proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat
dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata
yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak anak. Dokumentasi digunakan
sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu.
f. Lingkungan
Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai
guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk
pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus
ruangan untuk penataan hasil karya anak.
Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah:
1. Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumberseumber yang seringkali terabaikan
2. Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan
konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
3. Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi
terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan
keluarganya.
4. Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan
dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
5. Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan,
pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan
budaya anak usia dini.
Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia
adalah untuk:
1. membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak.
2. mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan
konflik.
3. Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang
menyenangkan.
4. Mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat
keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan.
5. Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape
recorder, dan portfolio.
65
6. Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan
pengalaman yang didapatnya.
7. Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau
miliki melalui bentuk-bentuk presentasi.
8. Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang
tua.
9. Membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan
para orang tua dan guru lainnya.
10. Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara
rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.
Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek
pembelajaran adalah:
1. Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
2. Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
3. Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat
anak.
4. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
5. Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyakwaktu dalam
pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak
dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk
bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai
bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi
konflik.
6. Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang
ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih
mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat.
Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.
3. Evaluasi
1. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini
untuk melihatmodel pembelajaran yang diterapkan.
2. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran aktif.
3. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran keterampilan hidup.
4. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran berbasis masyarakat
5. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran proyek.
4. Daftar Pustaka
Ann S. Epstein. Is the High/Scope Educational Approach Compatible With the Revised
Head Start Performance Standart. High/Scope Educational Research Foundation.
66
Catron, CE., JA (1999). Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model. New
jersey: Prentice-Hall.Inc
Dodse, Diane Tister (et.all). (2001). The Creative Curriculum for Family Childcare.
Washington D.C: Teaching Strategies.
Hainstock, Elizabeth G. (1999). Metode Pengajaran Montessori untuk Anak Pra-sekolah.
Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Amir, Antarina S.F. The High/Scope Early Childhood Edicational Model. Makalah yang
disajika dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.
Bandung, 10 September 2003.
C. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan mempelajari perkembangan kognitif anak adalah untuk membantu para
guru anak usia dini dalam memberikan stimulasi kognitif yang sesuai dengan
DAP
(Developmentally Appropriate Practice) memperhatikan usia, tahapan
perkembangan
dan konteks sosial budaya dimana anak dibesarkan. Hal ini juga mencakup cara
yang
tepat dalam berinteraksi dengan anak, memberikan panduan dalam
merencanakan
program yang sesuai dengan anak.
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik
anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:
a. Tujuan Pembelajaran materi perkembangan kognitif anak usia dini
adalah:Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar perkembangan
kognitif anak usia 0 – 8 tahun.
b. Peserta PLPG mampu menguasai karakteristik perkembangan kognitif
anak usia 0 – 8 tahun
c. Peserta PLPG mampu menguasai tahapan perkembangan kognitif anak
usia 0 – 8 tahun
d. Peserta PLPG Dapat Melakukan Deteksi Dini Dan Memberikan Rujukan
Kepada Para Ahli Terkait Untuk Anak Yang Memiliki Kebutuhan Khusus.
e. Peserta PLPG Mempu Merancang Pembelajaran Yang Sesuai (Appropriate)
Dan
Efektif Untuk Anak
67
2. Isi/Paparan Materi
Pendahuluan
Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal
dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa
tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap
selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara
berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara
optimal. Pemahaman terhadap perkembangan anak adalah faktor penting yang harus
dimiliki guru dalam rangka optimalisasi potensi anak. Pemahaman terhadap
perkembangan anak meliputi berbagai aspek diantaranya fisik-motorik, emosi-sosial,
kognitif/intelektual, bahasa, dan pemahaman nilai-nilai moral dan agama. Guru yang
memiliki pemahaman terhadap perkembangan anak diharapkan dapat memberikan
stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak dan memiliki harapan yang realistis
terhadap anak didiknya. Pemahaman terhadap perkembangan anak juga perlu diiringi
dengan pemahaman guru terhadap perkembangan dirinya sendiri yang berperan
sebagai tauladan bagi anak didik.
Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan
dalam belajar untuk menghasilkan gagasan melalui eksplorasi terhadap lingkungan.
Tugas perkembangan tersebut terkait erat dengan perkembangan kognitif anak yang
mencakup perkembangan intelektual dan pertumbuhan mentalnya. Perkembangan
kognitif perlu didukung oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kematangan fisik,
pengalaman dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian,
proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas mental kepada anak seperti
memerhatikan, mengingat, merencanakan, menalar, memecahkan masalah sederhana
dan sebagainya, sangat dibutuhkan. Untuk mendukung hal tersebut, maka keterlibatan
anak secara fisik, intelektual, dan emosional diperlukan untuk mengoptimalkan proses
belajar. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO
yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan
kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup
(to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan hidup bersama. Dengan demikian
tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kecakapan kognitif, afektif (emosi,
sosial, spiritual) dan psikomotorik
Gagasan pada anak dapat ditumbuhkan dengan memberi kesempatan belajar
dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara, diantaranya belajar melalui
bermain, belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing), belajar melalui
stimulasi panca indra, dan belajar dengan segenap kecerdasan majemuknya. Anak
dapat belajar dengan optimal jika ditunjang situasi yang aman dan nyaman, secara fisik
maupun psikologis. Dalam hal ini, situasi belajar harus bersifat kolaboratif, eksploratif,
dimana anak terlibat langsung dalam kegiatan belajar, dan dapat saling berkomunikasi.
68
Situasi belajar di mana anak usia dini ditekankan untuk mengerjakan berbagai
soal calistung (baca-tulis-hitung), tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan
anak. Jika penekanan belajar calistung yang bersifat akademik diberikan pada anak usia
dini, maka anak tidak mendapat pelajaran yang bermakna dan kontekstual
Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
a. Pengertian
Kognisi adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga
menghasikan pengetahuan. Kognisi mencakup berbagai aktivitas mental
seperti memperhatikan, mengingat, melambangkan, mengelompokkan,
merencanakan, menalar, memecahkan masalah, menghasilkan dan
membayangkan. (Cognition refers to the inner processes and products of the mind
that leads to “knowing”. It includes all mental activities- attending, remembering,
symbolizing, categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating and
fantasizing).
Perkembangan kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang
teradi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan kegiatan mental
internal yang kompleks. Dengan demkian ketrampilan belajar bukan hanya
diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses
kematangan.
b. Teori tenang Perkembangan Kogniif
Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental
individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Anak yang
berkembang baik aspek kognitifnya, akan dapat belajar mengembangkan
proses berpikir, merespon objek di lingkungannya, dan merefleksikan
pengalamannya. Seiring dengan kematangan anak, akan terjadi strukturisasi
yang progresif dalam proses kognitif anak, dimana proses berpikir anak
berkembang menjadi lebih kompleks. Ketrampilan belajar pada anak terjadi
melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), bukan di luar otak. Sebagai
contoh, ketrampilan anak seperti membaca atau menghitung, melibatkan
kegiatan mental internal yang kompleks, jadi bukan hanya diperoleh karena
perubahan perilaku (pendapat para ahli behavioristik), atau sekedar karena
proses kematangan (pendapat para ahli maturationist).
69
Ada beberapa teori yang memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan
perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist,
sosiokultural
dan
kecerdasan
jamak
(multiple
intelligences).
Teori
perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu
adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Menurut teori ini,
hampir semua aspek kehidupan individu misalnya yang berkaitan dengan
sosialisasi, emosi dan lainnya secara langsung dipengaruhi oleh proses
berpikir dan bahasa. Sebagai contoh, anak dapat memiliki teman bermain
karena anak memiliki pengetahuan cara berteman dan cara bersikap terhadap
dengan teman.
Banyak pendidik anak usia dini yang berpedoman pada pandangan
konstruktivist dalam melihat perkembangan kognitif pada anak. Prinsip dasar
teori ini adalah bahwa anak membangun pemahamannya melalui interaksi
dengan lingkungan sepanjang waktu. Dalam tiap tahapan, anak sebagai
individu,
terlibat
menginterpretasi
dalam
informasi
proses
baru.
menerima,
Seiring
mengorganisasi,
dengan
pertumbuhan
dan
dan
perkembangannya, maka anak akan dapat mengembangkan ketrampilan
kognitifnya, dan membangun pemahamannya tentang konsep maupun
proses seperti memasangkan benda (matching), mengelompokkan (grouping),
melihat hubungan antar benda (seeing common relationship), seriasi, urutan,
hubungan sebab akibat, dan penalaran logis.
Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget
(1896-1980), yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi,
dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana
pengetahuan bisa diperoleh individu. Salah satu prinsip mendasar dalam
70
teorinya adalah bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan/aksi individu
(knowledge is constructed through the action of the learner).
Piaget mengemukakan pendapatnya tentang perubahan perkembangan natural
pada anak yang bukan ditentukan oleh faktor genetik, tetapi hanya
merepresentasikan cara berpikir anak yang menyeluruh. Menurut Piaget, anak
secara konstan mengeksplor, memanipulasi lingkungan, dan membangun
struktur baru yang lebih elaboratif. Namun, Piaget juga mengkarakterisasi
aktivitas anak-anak berdasarkan tendensi-tendensi biologis yang terdapat pada
semua organisme. Tendensi tersebut adalah asimilasi, akomodasi, dan
organisasi.
Asimilasi
berarti
’memasukkan/menerima’.
Dalam
lingkup
intelektual, kita butuh mengasimilasi objek atau informasi ke dalam struktur
kognitif kita. Sebagai contoh, orang dewasa mengasimilasi informasi dengan
membaca buku. Pada awalnya, seorang bayi mungkin mencoba mengasimilasi
sebuah objek dengan menggenggamnya, mencoba meraihnya ke dalam skema
genggamannya. Akomodasi berarti merubah struktur kita.Beberapa objek yang
kita lihat, belum tentu dengan struktur yang ada, sehingga kita harus
melakukan akomodasi. Sebagai contoh, seorang bayi mendapati bahwa dia
dapat menggenggam sebuah balok hanya dengan memindahkan sebuah
rintangan. Untuk mencapai akomodasi demikian, bayi-bayi mulai membangun
efisiensi dan elaborasi. Organisasi ide-ide ke dalam sistem yang koheren (masuk
akal) dilakukan dengan mengkombinasikan kedua tendensi sebelumnya.
Sebagai contoh, seorang anak laki-laki berusia 4 bulan, memiliki kapasitas
untuk memperhatikan objek-objek di sekitarnya dan menggenggamnya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada bayi bermula saat bayi
belajar untuk mempercayai lingkungan sekitarnya. Pada usia sekitar 4 bulan,
bayi mengembangkan intentionality, yaitu kemampuan melakukan sesuatu agar
keinginannya terpenuhi. Sebagai contoh bayi ’belajar’ bahwa jika menangis,
71
maka ibu atau pengasuhnya akan datang. Pada usia sekitar 6 bulan, bayi mulai
menyadari bahwa suatu benda tetap ada sekalipun tak terlihat di hadapannya.
Awalnya mereka akan mencari benda tersebut ke tempat terakhir mereka
melihat
keberadaan
benda
itu.
Seiring
dengan
pertumbuhan
dan
perkembangannya, bayi akan mencari benda itu dengan menyingkirkan
penghalangnya ataupun mencoba mencari ke tempat lain. Dalam kondisi
tertentu, bayi akan ’protes’ saat orang-orang terdekatnya tidak tampak
dihadapannya, atau mainan yang disukainya, tidak bisa dia peroleh.
Pada usia sekitar 18 bulan, kemampuan permanensi objek pada anak (usia
toddler) sudah relatif mantap. Imajinasi mental (mental imagery) dan penalaran
deduktif mulai berkembang. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mencari
benda-benda yang disembunyikan di beberapa tempat.Mereka juga dapat
mengingat perilaku orang di sekitarnya , mengingat kejadian yang lalu, dan
mulai meniru.
Pada usia 3 sampai 4 tahun, anak pra sekolah sudah bisa
memanipulasi lingkungan dan senang menemukan hal-hal baru. Mereka mulai
menggeneralisasi satu situasi ke situasi lain. Pada usia TK, (4-5 tahun) anak
sudah memahami bahwa simbol –simbol di sekitarnya memiliki arti. Usia 6
tahun, anak sudah belajar membaca tulisan, tertarik pada angka-angka, dimana
dalam kegiatan ini, aktivitas fisik dan mental terlibat. Usia 7 sampai 8 tahun
anak sudah mulai belajar berpikir logis. Usia 8 tahun, ketrampilan dasar seperti
membaca dan menulis sudah relatif mantap.
1) Tahap Perkembangan Kognitif anak usia dini (lahir-8 tahun) menurut Piaget:
a) Tahap Sensorimotor (lahir-18 bulan)
Pada tahap ini, bayi hanya bergantung pada gerak dan indera dalam
mengetahui sesuatu. Berpikir pada bayi dalam tahap ini, sangat berbeda
dengan berpikir pada orang dewasa. Pada tahap ini, berpikir terkait erat
dengan gerakan fisik dan indera bayi. Inteligensi adalah kemampuan untuk
72
memperoleh apa yang diinginkan melalui gerakan dan persepsi. Piaget
menyebut struktur aksi bayi dengan istilah skema. Sebuah skema dapat
berupa
pola
aksi
untuk
menghadapi
lingkungan,
seperti
melihat,
menggenggam, memukul, atau menendang. Seperti telah disebutkan,
meskipun bayi membentuk skema dan kemudian membentuk struktur
aktivitas sendiri, skema pertama bayi terdiri dari reflek-reflek bawaan. Reflek
yang paling menonjol adalah reflek menghisap; bayi-bayi secara otomatis
menghisap saat bibir bayi disentuh. Reflek-reflek menunjukkan kepasifan
tertentu. Dengan demikian skema pun perlu diaktifkan dan distimulasi.
Di usia 0-1 bulan, gerakan bayi sangat terbatas, namun bayi mengalami
perkembangan yang signifikan, dimana terjadi proses dan pengaturan
refleks-refleks. Di usia 1-4 bulan, bayi melakukan gerakan yang terjadi secara
kebetulan, kemudian dilakukan berulang-ulang karena menimbulkan kesan
yang menarik bagi bayi. Gerakan vokalisasi juga dilakukan berulang-ulang.
Di usia 4-8 bulan, gerakan bayi sudah melibatkan objek di luar dirinya ,
seperti mainan, pakaian, dan juga orang-orang di dekatnya. Di usia 8 -12
bulan,
terjadi
perkembangan
yang
signifikan,
dimana
bayi
mengkombinasikan gerakan-gerakan pada tahap sebelumnya . Bayi sudah
mulai mengerti bahwa gerakan tertentu dapat menyebabkan terjadinya
konsekuensi tertentu. Perilaku bayi sudah memiliki tujuan dimana bayi
melakukan suatu tindakan agar menyebabkan atau menghasilkan sesuatu. Di
usia 12-18 bulan, bayi bukan saja mengkombinasikan gerakan-gerakan yang
telah dipelajarinya, namun mencoba berbagai cara untuk mencapai
keinginannya. Pada tahap ini, bayi secara aktif, mencoba-coba cara baru (trial
& error) untuk mendapatkan benda yang menarik perhatiannya tapi berada
di luar jangkauannya.
73
Reaksi sirkuler terjadi sewaktu bayi mendapat pengalaman baru dan
mencoba untuk mengulanginya. Sebagai contoh adalah saat tangan bayi
secara kebetulan menyentuh mulut, bayi kemudia menghisap ibu jarinya.
Ketika tangan terlepas dari mulut, bayi mencoba mengembalikannya lagi ke
dalam mulut. Terkadang bayi tidak dapat melakukannya. Mereka memukul
wajahnya dengan tangan tetapi tidak dapat menangkapnya. Mereka
menggerakan lengannnya tak beraturan; atau mereka berusaha meraih
tangannya dengan mulut tetapi tidak dapat menangkapnya karena seluruh
tubuhnya, termasuk tangan dan lengannya, bergerak sebagai satu kesatuan
dengan arah yang sama. Dalam bahasa Piaget, mereka tidak mampu
membuat akomodasi yang diperlukan untuk mengasimilasi tangan menjadi
skema menghisap. Setelah mengalami kegagalan berulang kali, mereka
mengorganisir hisapan dan gerakan tangannya dan menjadi lebih terampil
menghisap ibu jari. Reaksi sirkuler ini terkait erat dengan pendapat Piaget
yang mengatakan bahwa perkembangan intelektual merupakan sebuah
”proses konstruksi”. Bayi secara aktif ”menyatukan” gerakan-gerakan dan
skema-skema yang berbeda. Bayi dapat mengkoordinasi gerakan-gerakan
yang terpisah setelah mengalami kegagalan berulang kali.Perkembangan
tahap kedua disebut reaksi sirkuler primer karena reaksi ini melibatkan
koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri.
Reaksi sirkuler sekunder terjadi apabila bayi menemukan dan mereproduksi
suatu kejadian menarik di luar dirinya. Sebagai contoh, saat bayi membuat
gerakan dengan kakinya yang menyebabkan mainan mainan yang
menggantung di atas bayi menjadi bergerak pula. Piaget menyebut reaksi
sirkuler sekunder sebagai ”making interesting sights last”. Dia bespekulasi
bahwa bayi-bayi senyum dan tertawa pada saat mengenali kejadian yang
baru.. Pada saat yang sama, bayi tampak menikmati kekuatan dan
74
kemampuannya sendiri untuk membuat suatu peristiwa terjadi berulangulang.
Tahap sensori motor terbagi menjadi beberapa tahapan sebagaimana dalam
tabel berikut ini:
Tabel 16. Sub tahapan perkembangan kognitif usia 0- 18 bulan:
Sub tahapan
Usia
Refleks-refleks
0 – 1 bulan
Reaksi-reaksi
sirkular primer
1 – 4 bulan
Reaksi-reaksi
sirkular
sekunder
4 – 8 bulan
Koordinasi
reaksi-reaksi
sirkular
sekunder
8 – 12 bulan
Reaksi-reaksi
sirkular tertier
12 – 18 bulan
Keterangan
Bayi melakukan gerakan sederhana
dan refleks refleks spontan , contoh :
refleks hisap
Bayi melakukan reaksi yang berulangulang dengan bagian tubuh mereka.
Contoh: mengepak-ngepakan tangan,
memegang-megang
rambut
dan
sebagainya Pada sub tahap ini bayi
belum paham sebab akibat..
Bayi melakukan reaksi berulang yang
melibatkan objek lain di luar dirinya.
Contoh:
menggoyang-goyangkan
mainannya yang berbunyi gemerutuk,
Pada sub tahap ini, bayi masih belum
mengerti sebab-akibat.
Bayi melakukan berbagai macam
gerakan yang telah dilakukan pada
tahap
sebelumnya.
Contoh:
menggoyangkan mainan, membanting,
dan menggigit mainannya.
Bayi mencoba berbagai cara baru, yang
belum pernah dicoba sebelumnya,
untuk memecahkan masalah. Contoh:
menarik kursi untuk mengambil
sesuatu yang tinggi, mengetuk-ngetuk
meja yang agak tinggi dengan
mainannya, agar benda di atas meja
jatuh dan bisa diperolehnya.
b) Tahap Pra operasional (18 bulan -6/7 tahun)
75
Usia 18-24 bulan ini ditandai dengan internalized thought. Anak pada tahap ini
mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu
melalui kesan mental. Pada tahap ini anak mempelajari masalah sebelum
bertindak dan terlibat dalam kegiatan trial dan error secara fisik. Pada anak
usia pra sekolah, mereka dapat menggunakan simbol dan pikiran internal
dalam memecahkan masalah. Pikiran mereka masih terkait dengan objek
konkret saat ini dan sekarang.
Tabel 17.Kogniif Pra Operasional
Sub tahapan
Kombinasikombinasi
Mental
Usia
18 – 24 bulan
Keterangan
Bayi dapat memecahkan beberapa
masalah dengan menggunakan mental
image. Mereka melakukan suatu
tindakan dengan berpikir, sekalipun
tidak selalu pernah dilakukan. Mereka
dapat belajar meniru perilaku orang
lain.
Tabel 18. Karakteristik berpikir pra operasional pada anak pra sekolah
Karakteristik
Contoh
Berpikir
berdasarkan Seorang anak melihat dua buah mangkuk yang
persepsi
(Perception- masing-masing berisi 10 biji salak. Pada salah
based thinking)
satu mangkuk, biji-biji itu letaknya tersebar.
Anak tersebut berpendapat bahwa di dalam
mangkuk itu terdapat biji salak yang lebih
banyak.
Berpikir Unidimensi
Seorang bapak sedang membuat kolam ikan dan
(
Unidimensional meminta anaknya untuk mencari batu besar
thinking)
berbentuk persegi. Anak itu berusaha mencari
batu yang diinginkan, dan datang ke bapaknya
dengan membawa batu kecil berbentuk persegi.
Bapaknya mengatakan bahwa batu yang
diberikan
anaknya
terlalu
kecil,
dan
menyuruhnya mencari yang besar. Tak lama
kemudian sang anak kembali membawa batu
yang besar tapi dengan bentuk yang bundar.
Irreversibilitas
Seorang anak TK membongkar proyek sains
(Irreversibility)
milik kakaknya. Sang ayah marah padanya dan
76
memintanya
untuk
memasang
kembali
potongan-potongan yang telah dia bongkar.
Namun anak tersebut tidak tahu cara
mengembalikan dan menempatkan potonganpotongan itu seperti semula.
Penalaran transduktif Seorang anak mendorong adiknya kemudian
(Transductive
mengambil boneka beruang yang sedang
reasoning)
dimainkan adiknya. Sang anak mencium boneka
beruang tersebut dan kemudian bersin-bersin.
Tak lama ibunya datang dan marah padanya,
lalu mengambil boneka beruang tersebut dari
pelukan sang anak, dan mengembalikannya
pada adiknya. Anak tersebut menyangka bahwa
dia dihukum ibunya karena telah bersin.
Egosentrisme
Seorang anak yang memakai sepatu baru
berpapasan dengan teman sebayanya yang
memakai sepatu dengan model dan warna yang
sama. Anak tersebut sangat marah dan meminta
temannya untuk memberikan sepatu yang
dipakainya
kepadanya.
Anak
tersebut
berpendapat bahwa sepatu yang dikenakan
temannya adalah sepatu miliknya juga,
sekalipun anak itu tahu bahwa dirinya sedang
mengenakan sepatu tersebut.
Tabel 19. Eksperimen Piaget tentang kemampuan berpikir pra operasional
pada anak
Tugas
Deskripsi dan Performansi Anak
pada tahap Praoperasional
Konservasi angka
Seorang anak diperlihatkan dua set benda yang
sama jumlahnya, tetapi disusun dengan pola
yang berbeda. Anak akan mengatakan satu set
benda yang satu lebih banyak dari yang lainnya.
Konservasi
kuantitas Seorang anak diperlihatkan dua kontainer yang
yang
berbeda bentuknya, namun berisi sejumlah air
berkesinambungan
yang sama. Anak itu akan mengatakan
(Conservation
of konteiner yang satu berisi air yang lebih banyak
Continuous Quantity)
daripada yang lainnya.
Pengelompokkan
Seorang anak diberikan benda-benda yang beratribut ganda yang memiliki variasi bentuk
warna dan ukuran. Anak tersebut diminta
77
meletakkan “benda-benda yang serupa dalam
kelompok
yang
sama’..Anak
akan
menggunakan hanya satu atribut – misalnya,
warna – untuk mengkategorikannya. Contoh:
semua bentuk yang berwarna kuning, hijau, biru
akan
diletakkan
bersama-sama,
tanpa
menghiraukan bentuk dan ukurannya.
Eksperimen
Piaget
tentang
kategorisasi,
anak
diminta
untuk
mengelompokkan objek yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang
berbeda. Anak pra sekolah biasanya hanya menyeleksi satu atribut dalam
mensortir bentuk. Sebagai contoh adalah anak meletakkan objek berwarna
hijau di satu tempat, sedangkan warna merah dan biru di tempat yang
berbeda. Dalam gambar ini, anak hanya mengelompokkan dari segi bentuk,
dan tidak melihat dari segi ukuran maupun warna.
78
Piaget berkeyakinan bahwa pada masing-masing periode perkembangan,
terdapat hubungan antara berpikir ilmiah dan sosial.. Sebagai contoh, saat
anak yang berada pada tahap pra operasional gagal memperhitungkan dua
dimensi pada tugas-tugas konservasi, mereka juga tidak memikirkan
perspektif
lainnya
saat berinteraksi dengan
orang lain.
Anak-anak
preoperasional seringkali egosentris, dimana mereka mempertimbangkan
segala sesuatu hanya dari sudut pandang mereka sendiri
c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun)
Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat
berpikir logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh
objek konkret dalam belajar.
Teori tentang Mind pada Anak Pra sekolah
Teori
Kondisi emosi internal
Keterangan
Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi
dengan tepat emosi mereka dan emosi anak
lainnya. Lebih jauh, mereka mengetahui bahwa
emosi
datang
dari
dalam
dan
mungkin
disembunyikan orang lain.
Motif dan maksud
Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi
motif-motif yang lain, sepanjang motif tersebut
jelas. Mereka juga dapat mengidentifikasi
maksud perilaku seseorang. Sebagai contoh ;
anak mengatakan” dia tidak sengaja mendorong
temannya”
79
Mengetahui
mengingat
dan Anak-anak prasekolah memiliki pemahaman
umum terhadap proses pemikiran internal.
Mereka memahami bahwa kata-kata “tahu”,
“ingat”, “kira”, “lupa”, dan “Perhatian” adalah
hal-hal yan terjadi dalam pikiran, meskipun
mereka
mempunyai
kesulitan
dalam
membedakan konsep-konsep tsb.
Outcome Perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain:
(1)
Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)
(2)
Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)
(3)
Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar,
depan belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam)
(4)
Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal,
lebar sempit)
(5)
Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna
dicampur)
(6)
Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin)
(7)
Memahami perbedaan bau/aroma (harum, wangi, apek, busuk)
(8)
Dapat mengekspresikan pikiran dan ide
(9)
Dapat membedakan antara laki –laki dan perempuan
(10) Dapat bernyanyi
(11) Senang bertanya
(12) Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)
(13) Dapat menggambar sederhana
(14) Dapat menulis kata-kata sederhana
(15) Dapa membuat kalimat sederhana
(16) Dapat bermain pura-pura
(17) Memahami fungsi uang
Alat Penilai Aspek Kognitif untuk Umur 3 – 6 Tahun
80
Nama Anak:_____________________ Umur Anak : _____________Tgl.
Lahir:_____________________
Jenis
Kelamin:
__________________________ Nama Guru : ______________________
PERKEMBANGAN
KOGNITIF
Motivasi dan
Memecahkan Masalah
1. Mengamati dan
menyelidiki
• Menyelidiki bahanbahan mainan dan
benda-benda lain
yang baru
• Memanipulasi
benda untuk
memahami
fungsinya
• Menggunakan
lebih dari satu
indera untuk
memperoleh
informasi tentang
proyek
2. Menunjukkan
keingintahuan dan
hasrat untuk
memecahkan
masalah
• Menunjukkan
minat terhadap
apa yang terjadi
di kelas
• Mencoba untuk
menemukan
penyebab dan
akibat
• Bertanya tentang
Tidak
teramati
Tahap
awal
Berke
m
bang
Kons
is
ten
□
□
□
□
□
□
□
□
KOMENTAR
81
lingkungan,
kejadian/peristiw
a dan bahanbahan
• Mengulang
kegiatan yang
pernah dilakukan
sebelunya
• Tekun
memecahkan
masalah sampai
selesai (contoh:
permainan logika
dan puzzle)
3. Menunjukkan
pikiran yang
konstruktif
• Menggunakan
pengetahuan dan
pengalaman di
berbagai pusat
kegiatan
• Menerapkan
informasi atau
pengalaman baru
ke konteks baru
• Mencari bendabenda dengan cara
yang sistematis
• Menemukan lebih
dari satu cara
dalam
memecahkan
sebuah masalah
4. Membuat perkiraan
dan rencana
• Menyatakan apa
yang akan
direncanakan dan
dilakukan
• Menggunakan
perencanaan
dalam melakukan
□
□
□
□
□
□
□
□
82
sebuah tugas atau
kegiatan
• Mencoba
membuat dugaan
dan perkiraan
• Memperkirakan
serangkaian
kejadian
Cara Berpikir Logis dan
Matematis
1.
Mengklasifikasik
an sesuai atribut
• Mengklasifikasikan
benda sesuai
warna, bentuk,
ukuran dan lainlain
• Mengumpulkan
sekumpulan benda
menurut fungsi
dan label
kelompok
• Mengklasifikasikan
benda-benda ke
dalam dua atau
lebih subkelompok
menurut bentuk,
• warna, ukuran, dan
lain-lain dan
memberi label
pada kelompok
• Menemukan satu
benda dalam
sebuah kelompok
yang tidak pada
tempatnya dan
memberikan
komentar
2.Mengurutkan benda
• Melihat adaya
kesalahan dalam
suatu penyusunan
• Mengatur benda
□
□
□
□
□
□
□
□
83
dari yang terkecil
sampai yang
terbesar
• Menyisipkan
sebuah benda baru
d iantara bendabenda yang telah
diurutkan
3. Memproduksi
kembali pola-pola
dalam berbagai cara
• Mengulang pola,
dan menambah
pola sederhana
dari sebuah irama,
balok-balok dan
lain-lain
• Menggambarkan
pola ketika diminta
dengan
menggunakan
kata-kata deskriptif
• Menciptakan polapola sendiri
dengan
menggunakan
berbagai bahan
4. Merekonstruksi dan
mengingat kembali
urutan kejadian
• Mengingat kembali
lebih dari 3
langkah dalam
melakukan
kegiatan rutin
• Merekonstruksi
urutan kejadian
yang telah lalu
• Mengatur 4-5
gambar dalam
sebuah urutan
yang logis &
menceritakan
□
□
□
□
□
□
□
□
84
sebuah cerita
5. Memahami hubungan
kuantitatif
• Menghitung dari
satu sampai ______
di luar kepala
• Menggunakan
hubungan satu-satu
• Membandingkan
yang lebih besar
dan yang lebih
kecil, yang banyak
dan yang sedikit
• Menggunakan katakata perbandingan
untuk menjelaskan
ukuran
• Menggunakan
peralatan untuk
mengukur panjang,
berat atau isi
• Menambah dan
mengurangi di
bawah 10
• Menghitung
kelipatan 2 dan
kelipatan 3 sampai
20
6. Menunjukkan
kesadaran akan
bentuk-bentuk
geometris dan
menggunakannya
dengan benar
• Mengenali,
memberi label dan
menggambar
bentuk-bentuk
dasar geometris
• Mengenali bentukbentuk di
□
□
□
□
□
□
□
□
85
lingkungan
sekitarnya
• Dapat
menyelesaikan
puzzle sederhana
7. Memahami hubungan
ruang dasar
• Mengerti kata-kata
yang menunjukkan
posisi dan arah
dengan mengi• kuti instruksi
• Menggunakan
kata-kata yang
menunjukkan
posisi dan arah
secara tepat
• Menyelesaikan
berbagai macam
puzzle
8.Menunjukkan
kesadaran akan
konsep waktu
• Mengetahui jadwal
harian
• Mengetahui
konsep-konsep
waktu
(siang/malam,
pagi/sore)
• Mengerti kata-kata
kemarin, besok,
bulan lalu,
sebelum, sesudah,
pertama, nanti dll.
• Mengetahui urutan
hari dalam
seminggu, musim
dan bulan
Pengetahuan dan
Informasi
□
□
□
□
□
□
□
□
□
□
□
□
86
1. Menunjukkan
pengetahuan umum
• Mengetahui warna
dan sebutannya
• Menyebutkan
nama banyak
benda di
lingkungan
sekitarnya
• Menceritakan
tentang rumahnya,
sekolah, mesjid
dan lokasi-lokasi
lainnya di
sekitarnya
• Menerangkan
pokok pikiran dari
profesi-profesi
yang berbeda di
lingkungannya
• Menunjukkan
kesadaran akan
beberapa tradisi
nasional (perayaan
hari kemerdekaan)
2. Mencari informasi
dari berbagai
sumber
• Bertanya
□
□
□
□
c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun)
Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat berpikir
logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh objek konkret
dalam belajar
2) Perilaku Kognitif Anak Usia Dini
a) 0 - 6 bulan
Apakah anak meniru ekspresi wajah orang dewasa?
87
Apakah anak mengulang perilaku-perilaku tertentu yang memberikan
kesenangan untuk anak?
Dapatkah anak mengenali orang-orang dan tempat?
Apakah perhatian menjadi lebih fleksibel dengan usia anak?
Apakah anak bisa berceloteh pada akhir periode ini?
b) 6 - 12 bulan
· Apakah anak memiliki tujuan tertentu dan perilaku disengaja?
· Dapatkah anak menemukan benda-benda yang tersembunyi?
· Dapatkah anak meniru aksi-aksi orang dewasa?
· Dapatkah anak mengkombinasikan antara aktivitas sensori dan motornya?
· Apakah anak berceloteh, termasuk suara-suara dalam bahasa bicara anak?
· Apakah anak memperlihatkan gestur pra-verbal, seperti menunjuk?
c) 12 - 18 bulan
Apakah anak memilih benda-benda ke dalam kategori tertentu?
Dapatkah anak menemukan benda-benda tersembunyi dengan mencarinya
lebih dari satu tempat?
Apakah anak dalam bermain memperlihatkan belajar ’trial & eror’?
Apakah anak memiliki rentang perhatian yang bertambah baik?
Dapatkah anak berbicara, paling tidak mengatakan kata-kata pertama?
Apakah anak-anak menggunakan kata-kata ‘overextension’ dan ‘under
extension’ yang dia ketahui?
Dapatkah anak mengambil bagian ketika bermain game interaktif (ciluk ba)
Apakah anak melakukan eksperimen dengan perilaku yang berbeda untuk
menghasilkan dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah?
d) 18 - 24 bulan
· Apakah anak dapat menemukan benda-benda yang hilang dari pandangan?
· Apakah anak mencoba meniru sepenuhnya aksi-aksi orang dewasa?
· Apakah anak ikut serta dalam permainan ’make-believe’?
88
· Apakah anak memindahkan benda-benda ke dalam kategori tertentu selama
bermain?
· Apakah anak menggunakan frase dua kata?
· Apakah anak menulis (cakar ayam) dengan krayon dan pensil?
· Dapatkah anak menunjukkan dan memberi nama bagian-bagian tubuh?
e) 24 - 36 bulan
Apakah permainan ‘make-believe’ kurang berpusat pada diri dan lebih
kompleks?
Apakah anak mempunyai pengenalan ingatan yang berkembang dengan baik?
Apakah anak memiliki perbendaharaan kata yang lebih berkembang?
Apakah anak menggunakan kalimat-kalimat dengan penggunaan tata bahasa
yang semakin bertambah?
Apakah anak memperagakan kemampuan bercakap-cakap?
Apakah anak mampu mengikuti arah-arah sederhana?
Dapatkah anak menceritakan cerita-cerita sederhana?
Apakah anak mampu menjawab pertanyaan?
f) 3 - 4 tahun
Apakah anak menggunakan kata-kata untuk menyampaikan keinginannya?
Dalam memecahkan masalah, apakah anak fokus pada keberadaan sebuah
benda semata-mata tanpa memperhatikan kriteria yang lain?
Apakah anak melakukan kesalahan gramatikal (melebihi atauran)
Apakah anak semakin memperhatikan penggunaan tata bahasa dalam
berbicara?
g) 4 - 5 tahun
Apakah perbendaharaan kata yang dimiliki anak semakin bertambah?
Apakah anak menggunakan tata bahasa yang lebih baik dan kata-kata untuk
berkomunikasi?
h) 5 - 6 tahun
Apakah anak memiliki perbendaharaan kata sekitar 1.000 kata?
89
Apakah anak mengerti tata bahasa lebih baik daripada sebelumnya dan
melakukan kesalahan gramatikal lebih sedikit?
3) Kemampuan Perkembangan Kognitif dan Belajar Anak usia 6 tahun
Adapun kemampuan (outcome) perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6
tahun antara lain:
• Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)
• Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)
• Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan
belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam)
• Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar
sempit)
• Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna
dicampur)
• Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin)
• Understans smells
• Dapat mengekspresikan pikiran dan ide
• Dapat membedakan antara laki -laki dan perempuan
• Dapat bernyanyi
• Senang bertanya
• Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)
• Dapat menggambar sederhana
• Dapat menulis kata-kata sederhana
• Dapat membuat kalimat sederhana
• Dapat bermain pura-pura
• Memahami fungsi uang
4) Perkembangan Kognitif dan Kemampuan Calistung
90
NAEYC (National Association for the Education of Young Children) memberikan
pernyataannya yang senada tentang kesiapan sekolah : “School must be able to respond to a
diverse range of abilities within any group of children, and the curriculum in the early grades
must provide meaningful contexs for children learning rather than focusing primarily on isolated
skills acquisition.” (sekolah harus dapat merespon berbagai kemampuan anak dalam
kelompoknya, dan kurikulum di usia dini harus memberikan konteks yang bermakna
bagi anak, bukan menekankan pada perolehan ketrampilan yang sulit dijangkau).
Kesiapan membaca, menulis dan berhitung, sudah dapat dimulai sejak anak
berusia pra sekolah. Kesiapan membaca pada anak dapat terlihat antara lain dari
kemampuan anak untuk (1) mendengar dan membedakan bunyi bahasa; (2) memahami
konsep tulisan; (3) memberi arti pada bacaan; (4) memahami dan menginterpretasi
tulisan sederhana dan sebagainya. Kegiatan membaca merupakan sebuah proses
berpikir yang perlu dipelajari dan dilatih, karena tidak terjadi secara otomatis. Dalam
mengajarkan anak membaca, diperlukan bimbingan yang bersifat individual, waktu
yang tidak sedikit, dan kesabaran pendidik dalam memotivasi anak. Kesiapan membaca
dapat mengembangkan pemahaman anak tentang hubungan antara bahasa lisan dan
simbol-simbol tulisan. Dengan memiliki kesiapan membaca, anak dapat meningkatkan
kemampuannya dalam menggunakan berbagai kosa kata.
Kesiapan menulis berawal dari ide/gagasan yang muncul, yang akan dituliskan
di atas kertas. Dalam melatih anak kesiapan menulis, pendidik perlu memberikan
kebebasan pada anak untuk mengutarakan idenya secara alamiah, sebagaimana ketika
anak berbicara. Anak perlu dimotivasi agar tidak perlu cemas atau khawatir saat
menulis. Pendidik perlu menjelaskan secara eksplisit bahwa jika ada tulisan yang salah,
anak memiliki kesempatan untuk menghapus atau merubahnya. Ide-ide yang muncul
juga masih dapat disusun kembali, demikian pula jika ada pengejaan yang salah. Anak
perlu dijelaskan pula tentang manfaat memiliki ketrampilan menulis yang akan sangat
berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kesiapan menulis dapat membantu anak untuk
menulis dengan tujuan yang jelas, menulis kalimat secara benar, menggunakan tanda
91
baca yang tepat, menulis dengan jelas dan relative rapi, merangkai ide dengan baik
serta memilih kata-kata yang tepat.
Kesiapan berhitung terkait erat dengan kemampuan anak dalam matematika.
Anak perlu dijelaskan bahwa matematika sangat penting dalam kehidupan , dan kita
membutuhkan ketrampilan ini dalam kehidupan sehari hari misalnya untuk membaca
jam, membeli barang atau mainan, menghitung skor saat bermain game dan sebagainya.
Pendidik perlu menjadi contoh bagi anak sebagai pribadi yang menyukai kegiatan
berhitung. Anak pun perlu dimotivasi untuk menganggap dirinya sebagai ’ahli
matematika’ yang dapat menyelesaikan masalah dan memiliki ketrampilan bernalar.
Materi dalam pembelajaran matematika mencakup banyak hal, diantaranya berkaitan
dengan bentuk, symbol angka, penjumlahan, pengurangan dan pengelompokkan.
c. Peran Pendidik dalam Mengajarkan Kesiapan Calistung pada Anak
1) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang membaca:
•
Menjadikan kegiatan membaca sebagai hobi yang menyenangkan bagi anak,
misalnya
dengan
mencari
buku
bacaan/majalah
yang
menarik
dan
membacanya bersama, membacakan anak tulisan di kotak makanan atau
minuman anak, label atau petunjuk di jalan dan sebagainya
•
Membaca puisi atau sajak bersama dengan anak. Saat membaca, orang tua
dapat membantu anak dengan menunjuk bacaan, dengan menggerakkan jari
dari arah yang tepat
•
Menyimak saat anak belajar membaca
•
Mengajak anak secara rutin mengunjungi toko buku atau perpustakaan
•
Menjadikan buku sebagai alternatif hadiah yang istimewa di saat –saat
tertentu
•
Menyediakan buku, majalah, dan kertas di rumah agar bisa diakses dengan
mudah oleh anak
•
Memotivasi anak yang lebih tua untuk membacakan cerita untuk adiknya
•
Mendampingi anak belajar membaca dan menuliskan apa yang telah dibaca
92
2) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang menulis:
•
Memberi contoh pada anak bahwa kita senang menulis surat, menuliskan
pesan singkat untuk anggota keluarga, menulis daftar belanjaan dan
sebagainya
•
Mengirim surat atau kartu ucapan untuk anak
•
Memotivasi anak untuk senang membuat gambar dan merancang huruf huruf
•
Bermain ejaan misalnya crossword puzzles, scrabble, atau bermain peran sebagai
pelayan restoran yang mencatat menu yang dipesan pelanggan
•
Berbincang dengan anak tentang motivasi orang menulis
3) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang berhitung:
•
Motivasi anak bahwa matematika adalah kegiatan yang mudah dan
menyenangkan
•
Memberitahu anak bahwa matematika ada di mana-mana, misalnya berat dan
tinggi badan anak memerlukan hitungan matematika; membeli kue
memerlukan kemampuan berhitung, dan juga menentukan waktu sekolah
•
Membantu anak berhitung dengan menghapal, atau memikirkannya di luar
kepala
•
Melatih anak tentang angka, jumlah, perbandingan dan sebagainya
•
Bermain tebakan dengan menggunakan berbagai angka
•
Mengelompokkan benda-benda misalnya berdasarkan ukuran, warna atau
bentuk
4) Peran pendidik terkait dengan strategi mengajar calistung:
•
Membuat perencanaan mengajar yang sesuai dengan tahapan perkembangan,
kebutuhan dan minat anak
•
Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak dan memberikan
kesempatan pada anak untuk melatih kemampuannya dalam calistung
93
•
Menggunakan berbagai metode dan pendekatan dalam mengajarkan anak
calistung dengan melibatkan seluruh potensi inteligensi anak/multiple
inteligensi
•
Mengajarkan anak variasi teknik yang tepat dalam calistung
•
Menyediakan
media/peralatan
yang
dapat
mendukung
anak
untuk
meningkatkan pemahamannya (bisa menggunakan bahan yang ada di
lingkungan sekitar atau membuat media sederhana)
d. Kegiatan yang Dapat Diberikan Guru untuk Menstimulasi Kemampuan Kognitif /
Intelektual Anak
Matematika/berhitung
•
Membuat kantung (dari kain) dan batang es krim
•
Mengumpulkan tutup botol
•
Membuat kartu berisi bulatan
•
Membuat kartu bentuk berpasangan
•
Membuat pola ikan berwarna dan alat pancing
•
Menyusun kepingan logam
•
Membuat grafik buah-buahan dan binatang
•
Membuat kartu jahit
IPA
•
Bermain dengan magnit (logam, gabus, kayu, tali, kancing, tutup botol,
kertas,dll)
•
Eksplorasi benda terapung, tenggelam atau melayang
•
Mengukur volume air, minyak dsb (kertas corong, botol, gelas yang transparan
dll)
•
Mengenal larutan (gula, pasir, garam, pasir, tepung, potongan kertas, plastik dsb)
•
Mengenal berat/timbangan
•
Mencampur warna
•
Bermain balon, kelereng dsb
94
•
Pasir dan air
•
Bermain busa sabun (ember lebar, sabun, pengocok telur dll)
•
Meniup gelembung
•
Menyaring air dan pasir
•
Bermain kapal layar
•
Menyusun gelas yang berisi air dengan volume berbeda
Drama peran
•
Membuat telepon dari kaleng, misal dalam tema keluargaku (kaleng, benang/tali
pancing, isolasi, paku)
•
Membuat teropong, misal: dalam tema alat transportasi di laut (gulungan tisue
toilet, kabel, kertas tisue warna, pelubang kertas)
•
Bermain bayangan (anak berdiri, jongkok, melompat dll)
•
Membuat celengan
•
dll
Membaca dan menulis
•
Membuat kotak misteri (berisi batuan, buah, ranting, daun, kerang, tali, bulu dsb)
•
Membuat buku tentang ‘aku’; tentang binatang, tumbuhan, benda langit dll
dengan berbagai bentuk
•
Membuat kartu huruf, kartu kata dsb
Seni
•
Menempel biji bijian
•
Mencetak motif
•
Melukis dengan jari
•
Membuat gambar berlapis lilin (krayon dilapisi cat air)
•
dll
Berikut ini beberapa refleksi yang harus dipikirkan oleh para pendidik anak usia
dini, antara lain:
95
1. Seberapa pentingkah bagi guru untuk menerapkan variasi metode untuk
merangsang perkembangan kognitif pada anak?
2. Sependapatkah Anda bahwa anak usia dini diberikan pelajaran nyang menekankan
pada aspek akademi?
3. Apakah selama ini guru di lapangan banyak menuntut anak untuk memahami halhal yang sebenarnya sulit bagi mereka untuk dijangkau?
4. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika anak akan masuk SD dan
harus mengikuti seleksi yang bersifat akademik?
5. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika harus memberikan tes yang
menekankan pada kemampuan intelektual pada anak-anak yang baru saja
menyelesaikan TK?
2). Bagaimana Anak Usia Dini Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat
adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar
didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan.
Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang
menyangkut
pikiran.
Tindakan
kognitif
menyangkut
tindakan
penataan
dan
pengadaptasian terhadap lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan
diagram berikut :
96
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah
memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata
yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus
97
(bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui
memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :
•
Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada
dalam pikiran anak.
•
Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang
ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan
terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya
dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan
mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan,
kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
•
Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau
menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu)
•
Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara
fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau
skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap
stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
Suatu komponen terpenting dalam teori perkembangan intelektual Piaget adalah
melibatkan partisipasi anak. Artinya bagaimana anak mempelajari sesuatu sekaligus
mengalami sesuatu yang dipelajari tersebut melalui lingkungan. Pengetahuan bukan
semata-mata berarti memindahkan secara verbal, melainkan harus dikonstruksi dan
bahkan direkonstruksi oleh anak. Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin
mengetahui dan mengkonstruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka
mengalami
dan
melakukan
tindakan
tentang
objek
yang
diketahuinya
dan
mengkonstruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian anak
98
terhadap objek itu dapat mengatur realitas dan tindakan mereka. Anak harus aktif,
dalam pengertian bahwa anak bukanlah suatu bejana yang harus diisi penuh dengan
fakta. Pendekatan belajar Piaget merupakan pendekatan kesiapan. Pendekatan kesiapan
dalam psikologi perkembangan menekankan bahwa anak-anak tidak dapat belajar
sesuatu sampai kematangan memberikan kepada mereka prasyarat-prasyarat.
Kemampuan untuk mempelajari konten kognisi selalu berhubungan dengan
tahapan dalam perkembangan intelektual anak. Dengan demikian, anak yang berada
pada tahapan dan kelompok umur tertentu tidak dapat diajarkan materi pelajaran yang
lebih tinggi dari pada kemampuan umur anak itu sendiri. Pertumbuhan intelektual
melibatkan
tiga
proses
fundamental;
asimilasi,
akomodasi,
dan
equilibrasi
(penyeimbangan). Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan
struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan
struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya
informasi baru. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat
anak dapat membentuk schema. Seperti yang dipahami dalam teori schema, istilah
schema (tunggal) merujuk pada representasi pengetahuan umum. Sedangkan jamaknya
schemata tertanam dalam suatu komponen atau ciri ke komponen lain pada tingkat
abstraksi yang berbeda. Hubungannya lebih mendekati kemiripan dalam web dari pada
hubungan hirarki. Artinya, setiap satu komponen dihubungkan dengan komponenkomponen lain (SIL International, 1999).
Lebih jauh, yang dimaksud dengan equilibrasi adalah keseimbangan antara
pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan akomodasi. Ketika
seorang anak melakukan pengalaman baru, ketidakseimbangan hampir mengiringi
anak itu sampai dia mampu melakukan asimilasi atau akomodasi terhadap informasi
baru yang pada akhirnya mampu mencapai keseimbangan (equilibrium). Ada beberapa
macam equilibrium antara asimilasi dan akomodasi yang berbeda menurut tingkat
perkembangan dan perbagai persoalan yang diselesaikan. Bagi Piaget, equilibrasi
99
adalah faktor utama dalam menjelaskan mengapa beberapa anak inteligensi logisnya
berkembang lebih cepat dari pada anak yang lainnya.
3). Implikasi Pandangan Piaget dalam Pendidikan
Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi
pada pembelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti
itulah yang diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran
yang diterapkan pada kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode
ceramah, demonstrasi, presentasi audi-visual, pengajaran dengan menggunakan mesin
dan
peralatan, pembelajaran
terprogram,
bukanlah
merupakan
metode yang
dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model pembelajaran discovery
yang aktif dalam lingkungan kelas. Inteligensi tumbuh dan berkembang melalui dua
proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan
untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi.
Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk
mencari, memanipulasi, melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri
terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Namun demikian, bukan berarti
pembelajar dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kalau demikian halnya,
apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya mampu mengukur
kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus
dirancang untuk menfasilitasi keberbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan
yang luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya,
untuk berdebat, dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada
siswa. Keberadaan guru harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu
memberikan
semangat
belajar,
membina,
dan
mengarahkan
siswa.
Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana
menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat.
Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk
melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil
100
ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa
murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang
berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode
aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau
merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika
menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan
kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru
harus memiliki keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri.
c. Latihan
1) Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk
sekolah hingga pulang sekolah!
2) Rekam dan catatlah perkembangan kognitif anak secara detail menggunakan
berbagai teknik asesmen!
3) Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan
indicator perkembangan kognitif, komentar dan kesimpulan, dan tindak
lanjut/stimulasi!
B. Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Modul ini akan membahas tentang perkembangan motorik yang meliputi: batasan
perkembangan motorik dan ruang lingkup perkembangan motorik. Setelah
mempelajari modul pertama ini, anda diharapkan dapat:
(1) Menjelaskan batasan perkembangan motorik,
(2) Menjelaskan ruang lingkup perkembangan motorik,
(3) Menjelaskan batasan perkembangan motorik halus,
(4) Menjelaskan keterampilan yang berkaitan dengan motorik halus,
(5) Mendeskripsikan perkembangan motorik halus.
101
Anda perlu membaca rangkuman yang disajikan dalam tiap akhir modul untuk
membantu Anda mengingat kembali pokok-pokok pembahasan yang telah Anda
pelajari sebelumnya. Selain itu, diharapkan Anda juga mengerjakan latihan soal
yang telah disiapkan, sehingga pemahaman Anda akan lebih komprehensif.
Latihan soal dikembangkan dengan maksud membantu Anda mengukur tingkat
pemahaman Anda terhadap materi yang dipaparkan. Akhirnya selamat belajar,
semoga kesuksesan selalu menyertai Anda!
2. Isi/Paparan Materi
Pendahuluan
Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif
atau banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan
untuk bergerak –gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya
seperti berlari, memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya
melibatkan
sebagian
kecil
menggunting,
menempelkan
menggambar.
Gerakan
tubuh
yang
seperti
kertas,
pertama
mendorong
memakaikan
dikenal
mobil-mobilan,
baju boneka atau
sebagai
ketrampilan
gerakan/motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah
gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini
memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa
ini merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi
fisik setiap bagian tubuh anak belum sempurna. Dalam hal melakukan aktivitas
motorik, anak masih menggerakkan otot-otot yang tidak diperlukan. Misalnya
ketika anak menendang, maka ia akan menggerakkan tangannya ke depan secara
berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika anak memegang benda, yang terlihat asal
memegang bukan dengan cara yang seharusnya. Anak juga masih menggerakkan
otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang belum jelas, yang disebabkan karena
belum matangnya otot-otot tubuh anak. Semakin sering anak berlatih
102
menggunakan otot-ototnya – melalui bermain- maka ia akan semakin terampil
dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif.
Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills
maupun fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin
matang pada usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat
menggunakan fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar
tiap-tiap anggota tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki
kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot
tubuhnya secara efektif.
Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek
perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki
kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga
dapat lebih mengenal dan memahami lingkungannya. Hal ini menggambarkan
mengapa perkembangan fisik (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan
mental intelektual anak.
Perkembangan sosial emosional anak juga sangat
dipengaruhi
oleh
perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan
diri yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak
lain yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan
membuat anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak
dapat mencapai dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu
diperhatikan tahap-tahap perkembangan motorik anak dengan stimulasinya
yang tepat dan sesuai dengan usia perkembangannya. Disamping itu perlu
kiranya dilakukan evaluasi terhadap perkembangan fisik anak agar dapat
terdeteksi secara dini jika dalam proses perkembangannya terjadi penyimpangan
atau hambatan yang akan mengganggu optimalisasi perkembangannya.
Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan
motorik anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia
dini serta berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik
103
anak usia dini melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan
kegiatan serta media pengembangan motorik anak usia dini.
HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik anak usia dini melalui modul ini menunjukkan hasil belajar dengan
indikator sebagai berikut:
a. Memahami perkembangan motorik anak usia dini
1) Memahami landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini
2) Melakukan analisis perkembangan motorik anak usia dini
b. Membuat perangkat pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini
1) Menyusun perencanaan pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia
dini
2) Mengembangkan kegiatan dan media pengembangan aspek perkembangan
motorik anak usia dini
3) Pengemasan perangkat pengembangan motorik anak usia dini
Untuk memudahkan mempelajari modul ini sehingga pendidik dapat
mempraktekkannya di lapangan maka pendidik sebaiknya melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Baca dan pahami secara mendalam kompetensi dan indikator yang tercantu di
atas
b. Bacalah uraian materi secara seksama dan berurutan.
c. Jangan berpindah kepada materi berikutnya sebelum materi awal dapat dipahami
oleh anda dengan baik.
d. Diskusikan atau konsultasikan materi-materi yang belum dipahami dengan
teman/sumber belajar atau orang yang dianggap ahli dalam bidang ini.
104
e. Carilah sumber atau bacaan lain yang relevan untuk menunjang pemahaman dan
wawasan tentang materi ini.
f.
Lakukan tugas yang diperintahkan dalam modul ini sebagai tindak lanjut
untuk mengukur tingkat pemahaman dan ketrampilan dari hasil pembelajaran.
2. Uraian Materi
Pendahuluan
Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif atau
banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan untuk
bergerak – gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya seperti berlari,
memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya melibatkan sebagian kecil
tubuh seperti mendorong mobil-mobilan, menggunting, menempelkan kertas,
memakaikan baju boneka atau menggambar. Gerakan yang pertama dikenal sebagai
ketrampilan gerakan/motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah
gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini
memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa ini
merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi fisik
setiap bagian tubuh anak belum sempurna.
Dalam hal melakukan aktivitas motorik, anak masih menggerakkan otot-otot
yang tidak diperlukan. Misalnya ketika anak menendang, maka ia akan
menggerakkan tangannya ke depan secara berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika
anak memegang benda, yang terlihat asal memegang bukan dengan cara yang
seharusnya. Anak juga masih menggerakkan otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang
belum jelas, yang disebabkan karena belum matangnya otot-otot tubuh anak.
Semakin sering anak berlatih menggunakan otot-ototnya – melalui bermain- maka ia
akan semakin terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif.
Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills maupun
fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin matang pada
usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat menggunakan
105
fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar tiap-tiap anggota
tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki kemampuan untuk menjaga
keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot tubuhnya secara efektif.
Perkembangan
motorik
sangat
berpengaruh
terhadap
aspek-aspek
perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki
kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga dapat
lebih
mengenal
mengapa
dan
memahami lingkungannya.
perkembangan
fisik
Hal
ini
menggambarkan
(motorik) berkaitan erat dengan perkembangan
mental intelektual anak.
Perkembangan
sosial
emosional
anak
juga
sangat
dipengaruhi
oleh
perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan diri
yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak lain
yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan membuat
anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak dapat mencapai
dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu diperhatikan tahap-tahap
perkembangan motorik anak dengan stimulasinya yang tepat dan sesuai dengan usia
perkembangannya. Disamping itu perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap
perkembangan fisik anak agar dapat terdeteksi secara dini jika dalam proses
perkembangannya terjadi penyimpangan atau hambatanyang akan mengganggu
optimalisasi perkembangannya.
Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan motorik
anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia dini serta
berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik anak usia dini
melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan kegiatan serta media
pengembangan motorik anak usia dini.
HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI
a. Pengertian
106
Motorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan-gerakan
tubuh. Secara umum, kemampuan motorik terbagi menjadi dua macam, yaitu
ketrampilan motorik kasar atau gross motor skills dan ketrampilan motorik halus atau
fine motor skills. Motorik kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan
sebagian besar bagian tubuh. Gerakan motorik kasar memerlukan cukup tenaga dan
dilakukan oleh otot- otot besar. Contoh gerakan motorik kasar adalah gerakan
berjalan, berlari, melompat dan sebagainya. Sementara motorik halus adalah gerakan
yang hanya melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otototot kecil.
Karena itu, gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan
tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Contoh gerakan
motorik halus adalah gerakan mengambil sebuah benda dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk tangan, menggunting, menyetir mobil, menulis, menjahit,
menggambar dan sebagainya.
Perkembangan
motorik
diartikan
sebagai
perkembangan
dari
unsur
kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Dalam proses perkembangan anak,
motorik kasar berkembang terlebih dahulu dibandingkan motorik halus. Hal ini
dibuktikan dengan kenyataan bahwa anak sudah dapat menggunakan otot-otot
kakinya untuk berjalan sebelum ia mampu mengontrol tangan dan jari-jarinya
untuk menggambar atau menggunting. Ketrampilan motorik kasar diawali dengan
bermain yang merupakan gerakan kasar. Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap
perkembangan, anak umumnya sudah menguasai sebagian besar ketrampilan
motorik kasar. Sementara ketrampilan motorik halus baru mulai berkembang, yang
diawali dengan kegiatan yang amat sederhana seperti memegang pensil, memegang
sendok dan mengaduk. Ketrampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya dari
pada ketrampilan motorik kasar karena ketrampilan motorik halus membutuhkan
kemampuan yang lebih sulit misalnya konsentrasi, kontrol, kehati-hatian dan
koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lain. Seiring dengan pertambahan usia
107
anak, kepandaian anak akan kemampuan motorik halusnya semakin berkembang
dan maju pesat.
Kemampuan motorik anak usia 4-6 tahun mempunyai perbedaan dengan
orang dewasa dalam hal: (1) cara memegang, (2) cara berjalan dan (3) cara
menyepak/menendang. Pada anak cara memegang dilakukan secara asal saja,
sedangkan orang dewasa memegang benda dengan cara yang khas agar dapat
dipergunakan secara optimal. Ketika orang dewasa berjalan, hanya mempergunakan
otot-ototnya yang diperlukan saja sedangkan anak-anak berjalan seolah-olah
seluruh tubuhnya ikut bergerak-gerak. Dalam hal menyepak/menendang, anakanak menyepak bola diikuti dengan kedua belah tangannya yang turut maju ke
depan secara berlebihan.
a. Pengertian
Aktivitas sehari-hari, baik yang bersifat sederhana maupun yang kompleks,
selalu berkaitan dengan gerak. Kegiatan seperti mengerjapkan mata, berjalan,
berlari, menuang air, menyusun kepingan puzzle merupakan aktivitas yang
berhubungan dengan gerak. Istilah gerak (movement) dalam bahasa Indonesia
terkadang digabungkan dengan kata motorik (motor) sehingga terkadang
muncul kata-kata “gerakan motorik”. Gallahue (1997: 17-18) menyatakan bahwa
istilah motorik (motor) itu sendiri sebenarnya merujuk pada faktor biologis dan
mekanis yang mempengaruhi gerak (movement). Sementara istilah gerak
(movement) merujuk pada perubahan aktual yang terjadi pada bagian tubuh
yang dapat diamati. Dengan demikian, motorik merupakan kemampuan yang
bersifat lahiriah yang dimiliki seseorang untuk mengubah beragam posisi
tubuh.
Perubahan yang terjadi pada anak, ketika mereka bertambah tinggi, sistem
syaraf yang semakin kompleks, pertumbuhan tulang dan otot pada intinya
108
mengacu pada perkembangan motorik. Menurut Meggitt (2002: 2), istilah
perkembangan
motorik
merujuk
pada
makna
perkembangan
fisik.
Perkembangan fisik memiliki arti bahwa anak telah mencapai sejumlah
kemampuan dalam mengontrol diri mereka sendiri. Dodge (2002: 20)
menyatakan bahwa pencapaian kemampuan motorik kasar dan motorik halus
pada anak usia prasekolah merupakan tujuan dari pengembangan fisik anak.
Pencapaian kontrol motorik kasar meliputi: memindahkan otot-otot besar
dalam tubuh, khususnya lengan dan kaki secara sadar dan berhati-hati.
Sedangkan pencapaian kontrol motorik halus mencakup penggunaan dan
koordinasi otot kecil pada tangan, pergelangan tangan dengan tangkas.
Gallauhe menjelaskan bahwa perkembangan motorik merupakan perubahan
perilaku motorik yang terjadi terus-menerus sepanjang siklus kehidupan.
Perilaku motorik (motor behavior) dapat diartikan sebagai perubahan pada
pembelajaran
dan
perkembangan
motorik
dalam
mewujudkan
faktor
pembelajaran dan proses kematangan yang berhubungan dengan performansi
motorik. Studi dan penelitian tentang perilaku motorik akan berfokus pada
kajian tentang pembelajaran motorik, kontrol motorik dan perkembangan
motorik. Proses perkembangan motorik mengikuti suatu pola umum yang
terdiri dari tiga arah utama, yaitu: (1) perkembangan dari otot kasar menuju ke
otot kecil, (2) pertumbuhan dari kepala ke jari kaki, disebut dengan
perkembangan cephalocaudal, (3) perkembangan dari sumbu tubuh menuju ke
luar, disebut perkembangan proximoditsal.
109
Gb 1.1 Pola Perkembangan Motorik (Nilsen, 2004: 83)
Perkembangan dari otot besar menuju ke otot kecil mengacu pada penggunaan
otot di dalam tubuh. Otot-otot besar (large muscles) meliputi perkembangan di
leher, batang tubuh, lengan dan kaki. Sementara otot-otot kecil meliputi jari,
tangan, pergelangan tangan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi dimana bayi
lebih mampu berjalan terlebih dahulu sebelum mereka dapat menjumput
benda-benda yang berukuran kecil. Pola perkembangan cephalocaudal berasal
dari bahasa Latin, from head to tail. Pada pola perkembangan cephalocaudal,
perkembangan struktur dan fungsi tubuh berawal dari kepala, kemudian
menuju badan dan akhirnya menyebar menuju ke kaki. Adapun pola
110
perkembangan proximoditsal yang juga berasal dari bahasa Latin yang
bermakna dari dekat ke jauh (near to far) menunjukkan bahwa perkembangan
bergerak dari yang dekat mengarah ke luar sumbu pusat tubuh dan menyebar
ke ujung-ujungnya. Hal ini dapat diamati pada seorang bayi yang mampu
membalikkan badannya sebelum tangannya siap untuk menopang berat
tubuhnya. Proses tersebut terjadi karena otot-otot yang berada di pusat tubuh
berkembang lebih awal sehingga membalikkan badan akan dapat dilakukan
oleh anak sebelum mereka dapat duduk.
Perkembangan
motorik
merupakan
cara
tubuh
untuk
meningkatkan
kemampuan sehingga performanya menjadi lebih kompleks. Perkembangan
motorik mencakup dua klasifikasi, yaitu: (1) kemampuan motorik kasar (gross
motor skills) dan (2) kemampuan motorik halus (fine motor skills).
Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan untuk menggunakan otot-otot
besar pada tubuh yang digunakan antara lain untuk berjalan, berlari dan
mendaki.Kemampuan motorik halus mencakup kemampuan manipulasi kasar
(gross manipulative skills) yang melibatkan satu gerakan anggota badan seperti
melempar dan kemampuan manipulasi halus (fine manipulative skills) yang
melibatkan penggunaan tangan dan jari secara tepat seperti dalam kegiatan
menulis dan menggambar.
Terdapat tiga jenis gerakan dasar yang perlu dikembangkan kepada anak, yaitu:
gerakan lokomotor, manipulatif dan stabilitas. Gerakan lokomotor mencakup
gerakan berjalan, berlari, melompat, meloncat, melompat-lompat, mendaki.
Sementara gerakan manipulatif mencakup gerakan melempar, menangkap,
menendang,
memasukkan.
Selanjutnya
gerakan
stabilisasi
mencakup
mengayun, berguling, membalikkan badan dan berjalan di atas papan titian.
Catron menjelaskan bahwa perkembangan motorik meliputi empat domain,
yaitu: (1) koordinasi mata – tangan/ mata-kaki, (2) kemampuan lokomotor, (3)
kemampuan non lokomotor, (4) pengendalian dan pengaturan tubuh. Keempat
111
domain tersebut perlu dikembangkan sejak dini. Koordinasi mata tangan perlu
distimulasi agar anak dapat mempelajari kemampuan manipulasi objek,
kemampuan memproyeksi objek (melempar, menangkap dan memukul),
kemampuan motorik halus (mencoret-coret, menggambar dan menulis), serta
kemampuan megikuti jejak secara visual. Kemampuan lokomotor perlu
dikembangkan dengan tujuan membantu anak mengembangkan kemampuan
menggunakan otot-otot besar untuk berpindah (menggunakan semua anggota
tubuh) secara horizontal dan proykesi tubuh seperti melompat, meloncat,
berlari cepat, berjingkrak dan meluncur. Kemampuan non lokomotor perlu
dikembangkan dengan tujuan untuk membantu anak melatih kemampuan
berpindah (dengan sebagian atau semua anggota tubuh) dan manipulasi seperti
gerakan menarik, mengangkat, memutar, mengulurkan tangan, berguling,
melipat dan membungkuk.Kemampuan pengendalian dan pengaturan tubuh
perlu distimulasi dengan tujuan agar anak mampu mengatur kemampuan
motorik setiap hari dan membantu anak mempelajari keseimbangan dan
kesadaran
temporal,
ketangkasan
dan
koordinasi
(berkaitan
dengan
kemampuan berhenti, memulai dan berpindah) serta mempelajari persepsi
tubuh dan ruang.
b. Fungsi Lima Pusat Kontrol Otak
Masa
lima
perkembangan
tahun
motorik
pertama
anak.
(lahir-5tahun)
Perkembangan
adalah
motorik
masa
emas
diartikan
bagi
sebagai
perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Ada tiga
unsur yang menentukan dalam perkembangan motorik yaitu otak, syaraf dan otot.
Ketika motorik bekerja, ketiga unsur
tersebut
melaksanakan
masing-masing
peranannya secara interasi positif, artinya unsur- unsur yang satu saling berkaitan,
saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai
kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Jadi ketiga unsur tersebut saling
112
bekerja sama sehingga terbentuk suatu gerakan yang bertujuan, misalnya berbicara,
berjalan, berlalri, menulis menggambar dan sebagainya.
Proses perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan perkembangan
pusat motorik di otak. Ketrampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan
syaraf dan otot. Oleh karena itu, setiap gerakan yang dilakukan anak, sesederhana
apapun sebenarnya merupakan hasil pola interaksi kompleks dari berbagai bagian
dan sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Jadi otaklah, sebagai bagian dari
susunan syaraf pusat yang mengatur dan mengontrol semua aktivitas fisik dan
mental. Dengan kata lain aktivitas anak terjadi di bawah control otak, secara simultan
(berkesinambungan) otak terus mengolah informasi yang diterimanya. Bersamaan
dengan itu, otak bersama jaringan syaraf yang membentuk sistem syaraf pusat yang
mencakup lima pusat kontrol akan mendiktekan setiap gerakan anak.
Secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan yang menggambarkan fungsi lima
pusat kontrol di otak tersebut berikut ini :
Tabel 20. Fungsi Lima Pusat Kontrol di Otak
Otak dan
Fungsi
Pusat Kontrol Syaraf
Cerebral Cortex
Merupakan pusat kontrol, yang menerima dan
(Otak Besar)
memproses informasi penginderaan.
Basal Ganglia
Kumpulan sel syaraf di dalam sistem syaraf
pusat yang menyebabkan gerakan tanpa
direncanakan terlebih dahulu.
Cerebellum
Bagian yang mengatur pergerakan seluruh
(otak Kecil)
tubuh dan koordinasi gerakan tubuh.
Batang Otak
Merupakan bagian yang menghubungkan
otak dengan jaringan syaraf, memiliki fungsi
menyeleksi informasi dan membiarkan otak
bereaksi sesuai kebutuhan.
Jaringan Syaraf
Merupakan jalur transmisi bagi pesan-pesan
yang dating menuju otak.
113
Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur
otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau ketrampilan motorik anak. Di
samping ketrampilan motorik, otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan
bagi perkembangan aspek-aspek perkembangan individu lainnya, ketrampilan
intelektual, emosional, sosial, moral dan kepribadian. Pertumbuhan otak yang
normal dan sehat berpengaruh positif bagi perkembangan aspek-aspek lainnya.
Apabila pertumbuhan dan perkembangan otak tidak normal cenderung akan
menghambat perkembangan keseluruhan aspek-aspek tersebut.
c. Fungsi Perkembangan Motorik
Adapun
Hurlock
menjelaskan
bahwa
keterampilan
motorik
dapat
dikategorikan ke dalam empat bidang, yaitu: (1) keterampilan bantu diri, (2)
keterampilan bantu sosial, (3) keterampilan bermain dan (4) keterampilan sekolah.
Keterampilan bantu diri atau self help skills merupakan keterampilan yang
berkaitan dengan keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (activity daily living), seperti: menggunakan sendok dan garpu
untuk makan, mengancingkan baju, dan menalikan sepatu. Keterampilan bantu
sosial merupakan keterampilan yang dipergunakan oleh anak sebagai upaya agar
dirinya dapat diterima oleh lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat,
seperti: membereskan pekerjaan di rumah dan sekolah. Keterampilan bermain
merupakan beragam keterampilan yang dipelajari oleh anak ketika dirinya
bergabung dalam kelompok teman sepermainan sebagai usaha untuk dapat diterima
dan menghibur dirinya sendiri, seperti: bermain layang-layang, menggambar,
menggunakan alat-alat permainan lainnya. Keterampilan sekolah berkaitan dengan
keterampilan yang harus dikuasai oleh anak agar dirinya mampu mengerjakan
sejumlah tugas yang bersifat akademis, seperti: menulis, menggunting, dan melukis.
Penguasaan yang baik terhadap keterampilan sekolah akan sangat membantu anak
dalam mencapai prestasi sekolahnya, baik dalam prestasi yang bersifat akademis
maupun non akademis.
114
d. Klasifikasi/Tingkatan Kemampuan Motorik
Benyamin Bloom menyatakan bahwa rentangan penguasaan psikomotorik
ditunjukkan oleh gerakan yang kaku sampai kepada gerakan yang lancer dan luwes.
Dave (1970) memperjelasnya dengan mengklasifikasikan domain psikomotorik ke
dalam lima kategori mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai pada tingkatan
yang paling tinggi sebagai berikut:
1) Imitation (Peniruan)
Peniruan yaitu suatu ketrampilan untuk menirukan sesuatu gerakan yang telah
dilihat, didengar atau dialaminya. Jadi kemampuan ini terjadi ketika anak
mengamati suatu gerakan, dimana ia mulai memberi respon serupa dengan apa
yang diamatinya. Gerakan meniru ini akan mengurangi koordinasi dan kontrol
otot-otot syaraf, karena peniruan gerakan umumnya dilakukan dalam bentuk
global dan tidak sempurna. Contoh gerakan ini adalah menirukan gerakan
binatang, menirukan gambar jadi tentang suatu gerakan dan menirukan langkah
tari.
2) Manipulation (Penggunaan Konsep)
Suatu ketrampilan untuk menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan
(gerakan).
Ketrampilan
manipulasi
ini
menekankan
pada
perkembangan
kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan gerakan-gerakan pilihan dan
menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Jadi penampilan gerakan anak
menurut petunjuk-petunjuk dan tidak hanya meniru tingkah laku saja. Contohnya
adalah menjalankan mesin, menggergaji, melakukan gerakan senam kesegaran
jasmani yang didemontrasikan.
3) Precition (Ketelitian)
Suatu ketrampilan yang berhubungan dengan kegiatan melakukan gerakan secara
teliti dan benar. Ketrampilan ini sebenarnya hampir sama dengan gerakan
manipulasi tetapi dilakukan dengan kontrol yang lebih baik dan kesalahan yang
lebih sedikit. Ketrampilan ini selain membutuhkan kecermatan juga proporsi dan
115
kepastian yang lebih tinggi dalam penampilannya. Respon-respon lebih terkoreksi
dan kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. Contoh gerakan ini adalah
gerakan mengendarai/menyetir mobil dengan terampil, berjalan di atas papan
titian.
4) Articulation (Perangkaian)
Suatu ketrampilan untuk merangkaikan bermacam-macam gerakan secara
berkesinambungan. Gerakan artikulasi ini menekankan pada koordinasi suatu
rangkaian gerakan dengan membuat urutan tepat dan mencapai yang diharapkan
atau konsistensi internal antara
gerakan-gerakan
yang berbeda. Contoh
ketrampilan gerakan ini adalah mengetik dengan ketepatan dan kecepatan
tertentu, menulis, menjahit.
5) Naturalization (Kewajaran/Pengalamiahan)
Suatu ketrampilan untuk melakukan gerakan secara wajar. Menurut tingkah laku
yang ditampilkan, gerakan ini paling sedikit mengeluarkan energi baik fisik
maupun psikis. Gerakan ini biasanya dilakukan secara rutin sehingga telah
menunjukkan keluwesannya.
menampilkan
Misalnya
memainkan
bola
dengan
mahir,
gaya yang benar dalam berenang, mendemonstrasikan suatu
gerakan, pantomim dan sebagainya.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Dave, Anita Harrow membagi
tingkatan keterampilan motorik menjadi 5 jenis gerakan, yaitu:
1) Gerakan refleks, yaitu tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam
menanggapi stimulus.
Contoh:
Merentangkan,
melenturkan
badan,
menyesuaikan postur tubuh menurut keadaan.
2) Gerakan dasar, yaitu pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan
campuran gerak refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Contoh :
Menggenggam, mencengkram, mencekal, menyambar.
3) Gerakan tanggap perseptual. Merupakan penafsiran terhadap segala rangsang
yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil
116
belajarnya dapat berupa kewaspadaan berdasarkan perhitungan dan kecermatan.
Contoh : Bermain tali, menangkap, menyepak.
4) Kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang memerlukan kekuatan-kekuatan mental,
ketahanan, kecerdasan, kegesitan dan kekuatan suara. Contoh : Semua kegiatan
fisik yang memerlukan usaha dalam jangkauan panjang dan berat, pengerahan
otot, gerakan sendi yang cepat.
5) Komunikasi
tidak
berwacana.
Merupakan
komunikasi
melalui
gerakan
tubuh. Gerakan tubuh merentang dari ekspresi mimik muka sampai gerakan
koreografi yang rumit.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
Perkembangan motorik seorang anak tidak selalu berjalan dengan sempurna.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak, baik
faktor internal maupun faktor eksternal. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor
tersebut:
1) Sifat dasar genetik
Faktor ini merupakan faktor internal yang berasal dari dalam diri anak dan
merupakan sifat bawaan dari orangtua anak. Faktor ini ditandai dengan beberapa
kemiripan fisik dan gerak tubuh anak dengan salah satu anggota keluarganya,
apakah ayah, ibu kakek, nenek atau keluarga lainnya. Sebagai contoh anak yang
memiliki bentuk tubuh tinggi kurus seperti ayahnya, padahal sang anak sangat
suka makan (dianggap dapat membuat anak menjadi gemuk) tetapi kenyataannya
anak tidak menjadi gemuk.
2) Kondisi pra lahir ibu
Ketika anak berada dalam kandungan, pertumbuhan fisiknya sangat tergantung
pada suplai gizi yang diperolehnya dari ibunya. Jika kondisi fisik seorang ibu yang
sedang
mengandung
terganggu
karena
kurang
gizi,
maka
anak
yang
dikandungnya pun akan mengalami pertumbuhan fisik yang tidak sempurna.
117
Contohnya ibu hamil yang kekurangan asam folat akan mengakibatkan gangguan
pertumbuhan otak dan cacat pada janin.
3) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan faktor internal atau faktor di luar diri anak.
Kondisi lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat perkembangan
motorik anak, dimana anak kurang mendapatkan keleluasaan dalam bergerak dan
melakukan latihan-latihan. Misalnya ruangan bermain yang terlalu sempit,
sedangkan jumlah anak banyak, akan mengakibatkan anak bergerak cepat dan
sangat terbatas bentuk gerakan yang dilakukannya.
4) Kesehatan & gizi
Kesehatan dan gizi anak sangat berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan
motorik anak, mengingat bahwa anak berada pada masa pertumbuhan dan
perkembangan fisik yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan pertambah
volume dan fungsi tubuh anak. Dalam pertumbuhan fisik/motorik yang
pesat ini anak membutuhkan gizi yang cukup untuk membentuk sel-sel
tubuh dan jaringan tubuhnya yang baru. Kesehatan anak yang terganggu karena
sakit akan memperlambat pertumbuhan/perkembangan fisiknya dan akan
merusak sel-sel serta jaringan tubuh anak.
5) IQ
Kecerdasan intelektual turut mempengaruhi perkembangan motorik anak.
Kecerdasan intelektual yang ditandai dengan tinggi rendahnya skor IQ secara
tidak langsung
membuktikan
tingkat
perkembangan
otak
anak
dan
perkembangan otak anak sangat mempengaruhi kemampuan gerakan yang
dapat
dilakukan oleh anak, mengingat bahwa salah satu fungsi bagian otak
adalah mengatur dan mengendalikan gerakan yang dilakukan anak. Sekecil apaun
gerakan yang dilakukan anak, merupakan hasil kerjasama antara 3 unsur yaitu
otak, urat saraf dan otot, yang berinteraksi secara positif.
6) Adanya stimulasi, dorongan dan kesempatan
118
Perkembangan motorik anak sangat tergantung pada seberapa banyak stimulasi
dan dorongan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena otot-otot anak baik otot
halus maupun kasar belum mencapai kematangan. Gerakan otot yang dilakukan
anak masih sangat kasar. Dengan latihan-latihan yang cukup akan membantu
anak untuk mengendalikan gerakan ototnya sehingga mencapai kondisi motoris
yang sempurna yang ditandainya dengan gerakan yang lancar dan luwes.
7) Pola asuh
Ada tiga pola asuh yang dilakukan oleh orangtua yaitu pola asuh otoriter,
demokratis dan permisif. Pola asuh otoriter cenderung tidak memberikan
kebebasan kepada anak, dimana anak dianggap sebagai robot yang harus taat
pada semua aturan dan perintah yang diberikan. Sedangkan Pola asuh permisif
sangat berlawanan dengan otoriter, yaitu orangtua cenderung akan memberikan
kebebasan tanpa batas pada anak dan cenderung membiarkan anak untuk
bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa dukungan orangtua. Pola
asuh yang terbaik adalah demokratis dimana orangtua akan memberikan
kebebasan yang terarah artinya orang tua memberikan arahan, bimbingan dan
stimulasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, jadi orang tua berusaha
memberdayakan anak. Ketiga pola asuh ini tentunya akan menentukan suasana
kehidupan yang akan dialami anak dalam kesehariannya dan tentu saja akan
sangat mempengaruhi proses perkembangannya diantarannya perkembangan
motorik.
8) Cacat fisik
Kondisi cacat fisik yang dialami oleh anak akan mempengaruhi kemampuan
gerak anak. Kecacatan ini akan menghambat kelancaran dan keluwesan anak
dalam bergerak. Contoh sederhana seorang anak yang mengalami cacat tuna netra
cenderung terlihat kaku dalam bergerak, atau anak yang mengalami kelumpuhan
mengalami gangguan dalam keseimbangan badan.
f. Strategi Pengembangan Aspek Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
119
1) Prinsip - Prinsip Pengembangan
Untuk mengembangkan motorik anak usia dini secara optimal, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip berikut :
a) Berikan kebebasan ekspresi pada anak.
Ekspresi adalah proses pengungkapan perasaan dan jiwa secara jujur dan
langsung dari dalam diri anak.
b)Lakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat
merangsang anak untuk kreatif.
Kreativitas merupakan kemampuan mencipta sesuatu yang baru yang bersifat
orisinil/ asli dari dirinya sendiri. Kreativitas erat kaitannya dengan fantasi
(daya khayal), karena itu anak perlu diaktifkan dengan cara membangkitkan
tanggapan melalui pengamatan dan pengalamannnya sendiri.
c) Berikan bimbingan kepada anak untuk menemukan teknik/cara yang baik dalam
melakukan kegiatan dengan berbagai media.
Ketika melakukan kegiatan motorik halus, anak menggunakan berbagai
macam media/alat dan bahan, oleh karena itu perlu kiranya anak mendapatkan
contoh dan menguasai berbagai cara menggunakan alat alat tersebut, sehingga
anak merasa yakin akan kemampuannya dan tidak mengalami kegagalan.
Latihan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan berbagai gerakan
sederhana misalnya bermain jari (finger plays).
d)Pupuk keberanian anak dan hindarkan petunjuk yang dapat merusak keberanian
dan perkembangan anak.
Hindari komentar negatif ketika melihat hasil karya motorik halus anak,
begitu pula kata-kata yang membatasi berupa larangan atau petunjuk yang terlalu
banyak serta labeling kepada anak. Hal-hal tersebut dapat menyebabklan anak
berkecil hati, kurang percaya diri dan frustasi dengan kemampuannya. Berikan
motivasi dengan kata-kata positif, pujian, dorongan dan reward lainnya sehingga
anak termotivasi untuk terus menungkatakan kemampuannnya.
e) Bimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangan anak.
120
Dalam
perkembangan
anak
terdapat
karakteristik
perkembangan
yang
berbeda-beda untuk tiap usia. Karena itu perlu kiranya memperhatikan apa dan
bagaimana bimbingan dan stimulai yang dapat diberikan kepada anak sesuai
dengan usia perkembangan anak.
f) Berikan rasa gembira dan ciptakan suasana yang menyenangkan pada anak.
Anak akan melakukan kegiatan dengan seoptimal mungkin jika ia berada
dalam kondisi psikologis yang baik, yaitu dalam suasana yang menyenangkan
hatinya tanpa ada tekanan. Karena itu ciptakan suasana yang memberikan
kenyamanan psiklogis da anak dalam berkarya motorik halus.
g) Lakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan.
Dalam mengembangkan kegiatan motorik halus orang dewasa perlu memberikan
perhatian yang memadai pada anak, hal ini untuk memberikan dorongan pada
anak dan sekaligus menghidari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti
pertengkaran memperebutkan alat berkarya, atau kegagalan membuat karya atau
bahkan kecelakaan ketika anak tidak berhati-hati mengguanakan alat, seperti
gunting.
2) Teknik Pengembangan
Dalam melaksanakan pengembangan motorik anak usia dini, ada tiga
teknik pelaksanaan yang dapat dilakukan guru yaitu pelaksanaan terpimpin,
pelaksanaan setengan terpimpin dan pelaksanaan bebas. Berikut ini akan dipaparkan
ketiga teknik pelaksanaan tersebut secara lebih rinci.
a) Pelaksanaan Terpimpin
Pelaksanaan terpimpin adalah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan di
bawah bimbingan guru atau atas bimbingan guru untuk menghasilkan
keterampilan motorik halus yang sudah ditentukan. Pelaksanaan ini terdiri dari 3
macam cara yaitu :
• Klasikal
121
Setiap anak dalam kelas melakukan bentuk kegiatan yang sama yang telah
ditentukan guru secara individual.
• · Kerja Kelompok Kecil
Kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 anak perkelompok).
Setiap kelompok mengerjakan tugas/kegiatan yang berbeda-beda, yang satu
dengan lainnya tidak ada hubungan.
• · Kerja Kelompok Besar
Guru memberikan satu tugas besar kegiatan motorik halus, yang dikerjakan
bersama-sama dengan cara kelas dibagi dalam beberapa kelompok besar (10-20
anak perkelompok), masing-tugas saling berhubungan.
b) Pelaksanaan Setengah Terpimpin
Prinsip pelaksanaan setengah terpimpin adalah “bebas tapi terikat”,
artinya anak bebas dalam memilih kegiatan dan cara melaksanakan tugas
dengan caranya sendiri, tetapi terikat kepada tugas yang sudah dipilih untuk
dikerjakan sampai selesai.
c) Pelaksanaan Bebas
Pada teknik ini anak melakukan kegiatan-kegiatan motorik halus
dengan berbagai media kreatif menurut minat masing-masing secara bebas, anak
boleh memilih alat/bahannya sendiri, memilih tempat melakukannya serta
memilih bentuk-bentuk kegiatan yang disukainya.
Keterangan:
Ketiga teknik pelaksanaan tersebut tidak dilaksanakan secara mutlak, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan anak, waktu pelaksanaan, jenis tugas yang
diberikan serta metode pembelajaran yang diterapkan.
Pada
pelaksanaan
saat
awal
kegiatan
pembelajaran
terpimpin
dan
biasanya
guru
menerapkan
setengah
terpimpin,
dengan
teknik
tujuan
mengkondisikan dan membantu anak untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang baru ditemuinya. Setelah itu (karena anak sudah mengetahui kegiatan motorik
122
yang telah dilaksanakan sebelumnya), maka guru dapat menerapkan teknik
pelaksanaan bebas. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan
memberikan kebebasan anak berkreasi untuk menumbuhkan minat dan inisiatifnya
c. Berbagai Pandangan Mengenai Perkembangan Motorik Anak
Fisik atau tubuh manusia merupakan system organ yang komples dan sangat
mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam
kandungan). Kuhlen dan Thomshon. 1956 (Yusuf, 2002) mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) system syaraf yang
sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) otot-otot yang
mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) kelenjar
endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti
pada remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan
yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh
yang meliputi tinggi, berat dan proposi.
Usia emas dalam perkembangan motorik adalah middle childhood atau masa anakanak, seperti yang diungkapkan Petterson (1996)
During middle childhood, the body and brain undergo important growth changes, leading
to better motor coordinator, greater strength and more skilfull problem-solving. Health
and nutrition play an important part in these biological developments.
Pada usia ini, kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit
seperti uasia sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih
maskimal dari pada usia sebelumnya.
The period of middle childhood, from age six to age twelve is, also remarkably free from
desease. The average child suffers fewer bouts of illness than during the years before
123
school entry, and the risk of death for a contemporary Australian or New Zealand child is
lower than at any earlier or later period during the life span. (Petterson, 1996).
Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak.
Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui
kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.
Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah
gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau
seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.
Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan
sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus
atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk
belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan,
mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua
kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang
mensetir
setiap
gerakan
yang
dilakukan
anak.Semakin
matangnya
perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot m,emungkinkan
berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan
motorik anak dibagi menjadi dua:
1. Keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari, mmelompat, naik
turun tangga.
2. Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis,
menggambar, memotong, melempar dan menagkap bola serta memainkan
benda-benda atau alat-alat mainan (Curtis,1998; Hurlock, 1957 dalam Yusuf
2002)
124
Perkembangan motorik berbeda dari setiap individu, ada orang yang
perkembangan motoriknya sangat baik, seperti para atlit, ada juga yang tidak
seperti orang yang memiliki keterbatasan fisik. Gender pun memiliki pengaruh
dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Sherman (1973) yang menyatakan bahwa
anak perempuan pada usia middle childhood kelenturan fisiknya 5 %- 10 % lebih
baik dari pada anak laki-laki, tapi kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat
dan melempar lebih tinggi pada anak laku-laki dari pada perempuan.
Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis
atau kematangan fisik anak, Motor development comes about through the unfolding of
a genetic plan or maturation (Gesell, 1934 dalam Santrock, 2007). Anak usia 5 bulan
tentu saja tidak akan bisa langsung berjalan. Dengan kata lain, ada tahapantahapan umum tertentu yang berproses sesuai dengan kematangan fisik anak.
Teori yang menjelaskan secara detai tentang sistematika motorik anak adalah
Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut
mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus
mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk
melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak.
Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak
melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya
bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk
melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan
tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil
mainan yang menarik baginya.
“…….to develop motor skill, infants must perceive something in the environment that
motivates them to act and use their perceptions to fine-tune their movement. Motor skills
represent solutions to the infant’s goal.”
125
Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan
sesuatu,
mereka
dapat
menciptakan
kemampuan
motorik
yang
baru,
kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak factor, yaitu
perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk
bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan
yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai
berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat
menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil
mainannya.
Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun
berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982 (Petterson
1996) menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image
anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga
akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring
dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman, 1980 (Peterson, 1996) bahwa
kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem.
a. Batasan Keterampilan Motorik Halus
Keterampilan motorik halus (fine motor skills) merupakan gerakan yang
dilakukan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
oleh otot-otot kecil, tidak memerlukan tenaga tetapi membutuhkan koordinasi
yang cermat seperti koordinasi mata, tangan dan telinga. Kontrol motorik halus
pada tahap yang paling awal masih berupa genggaman yang bersifat refleks.
Gerakan ini kemudian akan menjadi lebih terkoordinasi dan lebih baik seiring
dengan meningkatnya usia dan pengalaman. Pada umumnya, anak akan
menunjukkan kemajuan perilaku kontrol motorik halus sederhana pada usia 4-6
tahun, kemudian akan semakin meningkat pada usia 5-12 tahun yang dicirikan
dengan meningkatnya keterampilan motorik halus secara signifikan di bagian
pergelangan tangannya.
126
b. Keterampilan yang berkaitan dengan Motorik Halus
Keterampilan motorik halus mencakup tidak hanya koordinasi mata dan
tangan. Keterampilan ini mencakup keterampilan lainnya, yaitu: (1) kekuatan
otot, (2) postur/ posisi tubuh, (3) tekanan otot, (4) kemampuan menggenggam
berbagai ukuran dan bentuk, (5) koordinasi tangan dan mata, (6) kecepatan
manipulatif, (7) kelancaran lengan ketika memindahkan, (8) pengendalian
kekuatan, (9) kecepatan manipulatif, (10) kestabilan tangan, (11) kepekaan
kinestetis, (12) kecermatan dalam menggenggam, dan
(13) pelepasan
genggaman. Penjelasan secara terperinci setiap keterampilan tercantum dalam
bagan berikut ini:
Kemampuan menggenggam berbagai
Kemampuan memperkirakan,
persepsi dan control tentang ukuran
ukuran dan bentuk
dan bentuk dengan menggegam
Koordinasi mata dan tangan(eye-hand Ketepatan koordinasi mata dan
tangan dalam melihat dan
coordination)
mengerjakan sesuatu dengan tangan.
Kelancaran
lengan
ketika Pergerakan tubuh antara bahu,
tangan, tungkai dan jari –jari lancar
(fluency
of
arm
memindahkan
dan ketepatan menggerakkan tubuh
transport)
sesuai dengan tugas yang diminta.
Pengendalian kekuatan (force control)
Kemampuan mengendalikan
kekuatan yang digunakan dalam
kegiatan manipulatif
Kecepatan manipulatif (manipulation Pengendalian terhadap kecepatan
gerakan (tidak terlalu cepat dan tidak
speed)
terlalu lambat)
Kestabilan tangan(hand steadiness)
Kestabilan gerakan tangan
(mengurangi gemetar)
Kepekaan
kinestetik
(kinesthetic Umpan balik dari otot, sendi, kulit
dan tendon/urat daging yang
sensitivity)
digunakan untuk membantu dalam
memperhalus gerakan
Pemisahan jari-jari (finger isolation)
Kemampuan memilih dan
menggerakkan jari yang digunakan
untuk tugas tertentu secara tepat .
127
menggenggam Kemampuan untuk mengambil dan
memanipulasi objek; melibatkan
(precision grip)
penggunaan ibu jari dan telunjuk dan
seringkali jari tengah.
Pelepasan genggaman (grip release)
Kecepatan dan ketepatan dalam
melepas benda dari genggaman.
Kecermatan
dalam
c. Perkembangan Motorik Halus
Masa prasekolah merupakan masa yang paling bagus untuk mengembangkan
sejumlah keterampilan motorik halus. Pada usia ini, seiring dengan semakin
matangnya organ motorik maka gerakan yang dilakukan oleh anak juga
mengalami peningkatan yang pesat. Hurlock mengatakan bahwa usia
prasekolah merupakan masa yang paling ideal untuk mengembangkan
keterampilan karena pada usia ini: (1) tubuh anak lebih lentur, (2) anak belum
memiliki banyak tanggung jawab, (3) anak bersedia mengulangi tindakan
sehingga sangat memungkinkan mereka untuk banyak mencoba, (4) anak lebih
berani mencoba, dan (5) anak belum memiliki banyak keterampilan. Nilsen
mendeskripsikan perkembangan fisik, baik motorik kasar dan motorik halus,
dalam piramida terbalik berikut ini:
Olahraga-kaitan
dengan gerak
(Sport)
Fundamental
5 tahun
Motorik Kasar, Gerakan
Lokomotor
Lebih halus dan stabil
Mengelak
Bermain voli
Menangkap
Memantulkan bola
Memukul
Menendang
Melempar sampai di atas
kepala
Lompat tali
Seimbang berjalan di
papan titian
Motorik Halus, Gerakan
Manipulatif
Kontrol menulis lebih baik
Menulis sambung
Menalikan tali sepatu
Menyisir rambut
Memotong makanan
128
Mengayuh pedal
Berlari dengan terkontrol
Berjingkrak
Memanjat
Melompat-lompat
Belum sempurna
(Rudimentary)
2 tahun
Mulai berlari cepat
Meloncat
Melompat
Berlari
Berjalan
Refleks (Reflexive)
1 tahun
Menjelajah
Menarik
Duduk
Merambat
Merangkak
dengan pisau
Membuka resleting
Memotong dg satu tangan
Memegang alat tulis dg
jari
Memegang gunting dg 2
tangan
Puzzle: jumlahnya
meningkat,
ukurannya makin kecil
Mengancingkan baju
Belajar memegang alat
tulis
Memasang resleting
Melepaskan terkontrol
Menggenggam terkontrol
Melepas baju
Melepaskan
Menggenggam
Menjepit
Menjangkau
Merenggut
Refleks
Menggenggam
Adapun Woolfson (2006) mendeskripsikan bagaimana keterampilan yang dapat
dicapai oleh anak usia prasekolah dan bagaimana perlakuan yang seharusnya
diterima anak dari orang-orang yang bertanggung jawab dalam tabel berikut
ini:
Usia
Keterampilan
Apa yang Dilakukan
Jika berkonsentrasi
dengan sungguhsungguh, anak dapat
memegang benda kecil
dengan tangan yang
• Letakkan setumpuk
balok kayu di depannya
dan mintalah anak
untuk menyusunnya,
129
3 – 3.5 tahun
mantap dan
menggerakkannya
dengan cukup tepat
tanpa menjatuhkan dari
genggamannya.
Anak lebih mahir
menggunakan gunting,
sebagian karena ukuran
jari-jari dan tangannya
yang bertambah besar
tetapi juga karena
genggamannya lebih
matang.
Mengenakan kancing
dan membukanya
kembali. Anak ingin
melakukan sendiri
berbagai hal dan
bersedia bekerja keras
untuk tugas ini.
yang satu di atas yang
lain. Anak mungkin
berhasil menjaga
keseimbangan delapan
atau Sembilan buah
balok dengan cara ini
sebelum akhirnya
menaranya tumbang.
Anak senang berlatih
sampai berhasil
melakukannya.
• Berikan gunting untuk
anak dan biarkan anak
memasukkan sendiri
jari-jari tangannya.
Setlah anak
mengatakan bahwa dia
dapat menggenggam
dengan nyaman,
berikan secarik kertas
tebal berukuran besar
kepadanya untuk
digunting. Anak
sekarang mampu
menggunakan gunting
memotong sepanjang
kertas.
• Masukkan kancing baju
ke dalam lubangnya
(semakin besar ukuran
kancing semakin baik).
• Keterampilan
menggambar
mengalami kemajuan
demikian pesat
sehingga anak dapat
meniru secara akurat
banyak garis dasar
yang menjadi bagian
dari huruf tertulis,
walaupun anak belum
dapat membentuk
• Berikan pensil kepada
anak untuk berlatih
meniru gambar
lingkaran, garis lurus
vertical, garis lurus
horizontal, dan garis
bergelombang yang
tidak terputus-putus.
Tunjukkan kepadanya
bagaimana garis-garis
ini dapat disatukan
130
•
3.5 – 4 tahun
•
•
•
•
•
huruf dengan lengkap
Koordinasi mata-tangan
bertambah baik
sehingga dapat
menggunakan alat
makan di masingmasing tangan.
Anak menyukai
aktivitas menantang
yang menggunakan
koordinasi tangan-mata
dan siap mencobanya
berkali-kali sampai
sukses
Pemahaman anak
sudah mengalami
kemajuan ditambah
dengan pengendalian
tangannya yang lebih
baik berarti bahwa dia
ingin menulis namanya
asalkan anak
mempunyai contoh
tulisan untuk ditiru.
Anak mulai berminat
mengerjakan kegiatan
rutin sehari-hari, seperti
membasuh tangan,
makan sendiri.
Kendali anak atas
pensil lebih matang.
Memotong dan
menggunting menjadi
lebih baik dan akurat
•
•
•
•
•
•
dengan berbagai cara
untuk membuat pola
menarik yang
bervariasi.
Tentukan saat anak
harus menggunakan
peralatan makan.
Berikan segenggam
manic-manik kayu
warna warni yang
tengahnya mempunyai
lubang. Minta anak
untuk membuat kalung
dengan memasukkan
beberapa ke dalam
benang.
Tunjukkan kepada anak
saat kita menulis
namanya dengan
ukuran huruf yang
besar dan jelas. Minta
anak untuk berlatih
mengikuti tulisan
tersebut di bawahnya.
Dorong anak agar
mandiri dalam
kebersihan diri sendiri
dan kebersihan di
lingkungan sekitarnya.
Sediakan berbagai
peralatan seperti cat,
kapur tulis, krayon,
pensil untuk melatih
keterampilan menulis.
Berikan sehelai kertas
dan minta anak untuk
membagi dua dan
kembangkan dengan
menggunting bagian
sisanya menjadi dua.
d. Asesmen Perkembangan Motorik Halus Anak Prasekolah
131
Teknik asesmen yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
pencapaian perkembangan motorik halus anak adalah dengan checklist
perkembangan. Checklist perkembangan merupakan daftar sejumlah criteria
yang telah ditetapkan sebelumnya untuk merekam hasil obervasi. Dengan
checklist perkembangan, kita akan mengetahui rangkaian perkembangan yang
ditunjukkan oleh anak.
Berikut ini adalah contoh checklist perkembangan keterampilan motorik
halus anak prasekolah (Gober dalam Nilsen, 2004): Nama Anak :
Usia :
Indikator
Terobservasi
Tidak terobservasi
Perkembangan
Motorik
Halus
Usia 3 tahun
Meniru membuat lingkaran
Memanipulasi
plastisin,
puzzle, gunting
Membangun sesuatu
Mulai memasang resleting,
mengancingkan baju
Usia 4 tahun
Menggambar, melukis,
menggunakan gunting
Mandi sendiri
Koordinasi mata tangan
mulai berkembang
Usia 5 tahun
Merawat diri sendiri
(menalikan tali sepatu,
mengancingkan baju)
Menggunting dengan akurat
Memegang pensil dan
gunting dengan tepat
Dominasi tangan, kanan atau
kiri
Menggunakan lem dengan
benar dan mudah
Usia 6-8 tahun
Menulis huruf dan angka
dengan baik
Menggambar orang dengan
132
pakaian dan bagian-bagian
tubuhnya
Contoh checklist untuk anak prasekolah (3-6 tahun) dapat juga berupa tanda
cek seperti contoh berikut ini (Coughin, 2000):
Nama Anak
:
Usia Anak
:
Jenis Kelamin
:
Guru
:
Indikator
Tidak
teramati
Tahap
Awal
Berkem
bang
Konsisten
1. Menunjukkan
kontrol
Menunjukkan
kecenderungan
penggunaan
tangan (kanan
atau kiri)
Mengambil dan
menjumput
benda dengan
mudah
Memegang alat
tulis, gunting
dengan pegangan
yang benar
2. Menggunakan
gerakan
terkoordinasi
Menunjukkan
koordinasi mata
tangan
(memasukkan
benang ke lubang
jarum)
Memasangkan
dan
133
mencocokkan
kembali kepingan
benda kecil
Menutup
resleting dan
mengancingkan
baju
Memotong
menurut garis
Menggambar
atau menulis
dengan
terkontrol
3. Latihan
a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk
sekolah hingga pulang sekolah!
b. Rekam dan catatlah perkembangan motorik halus anak secara detail
menggunakan berbagai teknik asesmen!
c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan
indicator perkembangan motorik halus, komentar dan kesimpulan, dan tindak
lanjut/stimulasi!
g. Strategi Pengembangan Motorik Halus
Ada 4 strategi yang dapat dipilih guru dalam melaksanakan kegiatan
pengembangan motorik , yaitu :
STRATEGI 1
Anak bekerja dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 5 anak. Setiap
kelompok memiliki sebuah tugas khusus yang harus di hasilkan pada sentra tertentu.
Pada 3 – 5 menit terakhir, anak berputar ke sentra yang lain. Guru memiliki
kesempatan untuk memberikan penguatan dan arahan kepada anak dalam
mengerjakan tugas tersebut, atau dapat membantu jika ada kesalahan yang
134
dilakukan anak. Hal ini dilakukan kepada semua kelompok. Kegiatan yang
dilakukan dapat berupa kegiatan finger play atau pengembangan keterampilan visual
motor (koordinasi mata dan tangan).
STRATEGI 2
Strategi I ditujukan untuk anak-anak yang berada dalam kelompok-kelompok
yang cukup banyak. Untuk strategi 2, di setiap sentra memiliki 2 macam aktivitas
yaitu A dan B, dimana masing-masing menggunakan konsep yang serupa. Misalnya
sebuah tugas bi-manual (2 cara pengerjaan). Di setiap sentra kedua aktivitas telah
digandakan sesuai dengan jumlah anak dalam kelompok. Sebagian anggota
kelompok menyelesaikan tugas aktivitas sentra A (2 - 3 menit), ketika yang lainnya
menyelesaikan aktivitas sentra B. Kelompok - kelompok tersebut kemudian berputar
kegiatan pada sentra tersebut dan setelah menyelesaikan tugas/aktivitas kedua,
berputar ke sentra lainnya. Keuntungan dari strategi ini adalah anak tidak perlu
menetap pada suatu aktivitas dalam waktu yang lama. Untuk anak yang masih kecil
- terutama anak yang berkesulitan konsentrasi- hal ini akan sangat bermanfaat.
Sebagaimana strategi I, anak-anak harus menyelesaikan tugas yang yang telah
ditentukan.
STRATEGI 3
Strategi ini dapat dilakukan anak yang dibagi menjadi 4 - 5 perkelompok ,
dimana setiap kelompok bekerja pada sebuah sentra untuk semua sesion
pembelajaran.
Setiap
sentra
menyediakan
berbagai
aktivitas
untuk
area
pengembangan/pengendalian motorik halus. Karena banyaknya aktivitas yang
dilakukan maka strategi ini bersifat lebih produktif, sehingga dapat kita
rekomendasikan bahwa orangtua atau anak yang lebih besar dapat menjadi tutor
pada sentra-sentra tersebut. Sebagai contoh, Kelompok 1 bekerja dengan pensil dan
kertas; Kelompok 2 bekerja membuat model/ benda tiruan; Kelompok 3 bekerja
dengan arena fine-motor manipulation (kegiatan motorik halus dengan mengubah135
ubah); Kelompok 4 kegiatan permainan dan jual beli; dan Kelompok 5 kegiatan
bermain bebas terstruktur.. Kelompok yang melakukan perputaran hanya satu yaitu
Kelompok 3. Pada sesi berikutnya, kelompok akan tinggal di tempat yang sama dan
bekerja di sentra yang berbeda. Oleh karena itu, anak diperbolehkan selama 2 - 4
minggu menyelesaikan perputaran (kegiatan pada sentra) tergantung pada berapa
sesi dalam tiap minggu yang dapat dicapai.
STRATEGI 4
Tempatkan anak ke dalam beberapa kelompok sehingga anak anak
menghabiskan waktu 3 - 5 menit pada setiap aktivitas. Satu atau dua sentra memiliki
ciri ‘teacher directed’ dan yang lainnya memiliki ciri melibatkan kegiatan bermain
bebas terstruktur. Anak menjadi lebih bertanggung jawab untuk merancang kegiatan.
(Jika orangtua bertindak sebagai asisten, dapat menggunakan 2 buah sentra yang
berciri ‘teacher directed”)
Berbagai Strategi untuk Pengayaan Gerakan Motorik Secara Kelompok atau
Individual: Kegiatan latihan otot jari tangan dan keterampilan visual motor
dilaksanakan dengan pemanasan dan penutupan kegiatan.
CONCEPT APPROACH
Aktivitas berbeda-beda tetapi berfokus pada satu konsep. Anak berputar pada
beberapa kegiatan selama 3 - 5 menit. Strategi ini sangat baik bagi anak yang
memiliki kesulitan yang serupa.
TABLOID APPROACH
Berbagai
aktivitas
yang
berbeda
dari
berbagai
area
pengembangan
/pengendalia motorik halus yang berbeda pula disiapkan untuk anak. Artinya, anak
akan latihan beberapa aktivitas yang mereka sudah siap melakukannya, mereka akan
136
melakukan dengan baik karena aktivitas tersebut telah mereka alami dan ketahui
kesulitannya.
STRUCTURED FREE PLAY
Strategi ini memberikan kesempatan bagi anak untuk menghabiskan waktu
bereksperimen dengan berbagai bahan yang berbeda, menggunakan metode yang
berbeda pula dalam berkarya. Umpan balik dalam teknik masih perlu diberikan.
3. Evaluasi
1. Lakukan
kegiatan
classroom
observation
untuk
mendapatkan
gambaran
perkembangan motorik anak usia dini berdasarkan rentangan usia:
a. Infant (0 - 1 tahun)
b. Toodler (1 - 3 tahun)
c. Kindergarten (3 - 4 tahun)
d. Pre School (4 - 6 tahun)
e. Primary School ( 6 - 8 tahun)
2. Diskusikanlah hasil observasi anda dan buatlah analisis perkembangan motorik
anak usia dini tersebut.
3. Susunlah sebuah perencanaan dan perangkat pengembangan perkembangan
motorik anak usia dini yang mencakup kegiatan dan media pengembangan
motorik anak usia dini.
4. Daftar Pustaka
Bredekamp, Sue (Editor), DAP in Early Childhood Programs Serving Children from
Birth through Age 8, Washington DC: NAEYC.
Bronson, Martha B., The Right Stuff for Children Birth to 8: Selecting Play Material to
Support Development, NAEYC, Washington, DC, 1995.
Hurlock, Elizabeth., Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 1998.
137
Landy, Joanne M., dan Burridge, Keith R., Fine Motor Skills & Handwriting Activities
for Young Children, West Nyack, NY 10994, The Center For Applied Research,
1999.
Woolfson, Richard C, Bayi Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan
anak Anda, Batam Centre: Karisma Publishing Group, 2001.
Woolfson, Richard C, Balita Yang Cerdas, Memahami dan menstimuli perkembangan
anak Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001.
Woolfson, Richard C, Anak Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan
anak Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001
C. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran bahasa anak usia dini ini adalah
a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran bahasa anak usia
dini
b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menyimak anak usia dini
c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan berbicara anak usia dini
d. Peserta Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan membaca anak
usia dini
e. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menulis anak usia dini
2. Isi/Paparan Materi
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap
orang. Seorang anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill)
dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial
dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa.
138
Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang
lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga
orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa,
komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat
membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator
kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang
merupakan cerminan anak yang cerdas.
Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu system tanda, baik lisan maupun
tulisan. Bahasa merupakan system komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup
komunikasi non verbal dan komunikasi verbal. Bahasa dapat dipelajari secara
teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki
seseorang.
Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain.
Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan
bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan
kemampuannya dan memotivasi.
PEMBELAJARAN BAHASA ANAK USIA DINI
a. Landasan Teori Pemerolehan Bahasa
Teori-teori yang digunakan untuk pengembangan bahasa bagi anak usia dini
adalah
1) Teori Behaviorist dari Skinner
a) Teori behaviorist
Teori ini mendefinisikan pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku. Para
behaviorist mempercayai bahwa manusia
dibentuk oleh lingkungan
eksternalnya. Jadi kita perlu mengubah lingkungan pembelajaran agar
dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara
bertahap. Perilaku yang positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi
139
lagi, karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan
kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak.
b) Aktivitas pemerolehan
bahasa
yang
mengimplementasikan teori
Behavioristist
Pendidik perlu memberikan penguatan dalam bentuk pujian atau hadiah
terhadap bicara anak walaupun belum lancar atau jelas pengucapannya.
Hal ini akan mendorong anak untuk mau berbicara dengan siapapun.
Guru
menyiapkan
perkembangan
kondisi
kelas
atau
bahasa anak. Misalnya
sekolah
yang
mendorong
agar anak menyukai bacaan,
pendidik menyediakan buku-buku bacaan yang sesuai dengan usia anak
dimana saja di sudut –sudut sekolah. Anak menyenangi tulisan, pendidik
menyediakan alat-alat tulis (pensil, spidol, krayon, arang, dll) dan kertas
(bisa kertas baru atau bekas). Dengan kondisi yang kita siapkan tersebut
dapat mendorong anak memperoleh kemampuan bahasa.
2) Teori Nativist dari Chomsky
a) Teori Nativist
Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat
seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa
yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini
mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak
tidak
mendapatkan
banyak
rangsangan,
anak
akan
tetap
dapat
mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan,
tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena
anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (
Language Acquisition Devise /LAD).
b) Aktivitas pemerolehan
bahasa
yang
mengimplementasikan teori
Nativist
Pendidik tidak memaksa kehendak pada anak, bahwa anak memiliki
kemampuan. Mereka bukan makhluk Tuhan yang kosong tetapi makhluk
140
yang sudah memiliki potensi tinggal dikembangkan. Peran pendidik
adalah menjadi model, memfasilitasi dan memotivasi.
3) Teori Constructive dari Piaget, Vygotsky, Gardner
a) Teori Constructive
Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang
lain. Dengan berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan
sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang
terbatas pada usia- usia tertentu, tetapi melalui interaksi social, anak akan
mengalami peningkatan kemampuan berpikir.
b) Aktivitas pemerolehan
bahasa
yang
mengimplementasikan teori
Contructive
Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan.
Sementara anak melakukan kegiatan, anak perlu didorong untuk sering
berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa
yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap
akan
menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi.
Jika anak mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan
membantu anak memecahkan persoalan sehingga anak dapat belajar
sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu menggunakan
metode
yang
interaktif,
menantang
anak
untuk
meningkatkan
pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
2. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
b. Isi/Paparan Materi
1) Konsep Dasar Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Kita
penting.
semua
menyadari
bahwa bahasa
merupakan
suatu hal yang
Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan
141
orang lain. Berkomunikasi sebagai kebutuhan dasar bagi setiap anak karena
merupakan mahkluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan sesamanya.
Anak selalu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Anak dapat
mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat
menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar
anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan.
Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang
anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak
yang cerdas. Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari halhal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu
menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat
mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis,
membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih
tinggi.
Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan. Dengan adanya
bahasa, satu individu dengan individu lain akan saling terhubungkan melalui
proses berbahasa. Badudu (1989) mendefiniskan bahasa sebagai alat penghubung
atau komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu
yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya. Sementara Bromley
(1992) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang teratur untuk
mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol
visual maupun verbal.
Pengembangan keterampilan berbahasa pada anak usia dini mencakup
empat aspek, yaitu: berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan
berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang bersifat produktif karena
anak dituntut untuk menghasilkan bahasa. Sebaliknya, keterampilan menyimak
dan membaca bersifat reseptif karena anak lebih banyak menyerap bahasa yang
dihasilkan oleh orang lain. Keterkaitan antara keempat aspek keterampilan ini
dapat dilihat pada bagan berikut ini:
142
Menurut teori nativisme, terdapat keterkaitan antara faktor biologis dan
perkembangan bahasa. Pada saat lahir, anak telah memiliki seperangkat
kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau
‘Universal
Grammar’. Teori ini menjelaskan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara
kemampuan intelegensi dan pengalaman pribadi anak. Meskipun pengetahuan
yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan
tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia
dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Hal ini
dkarenakan anak memiliki alat penguasaan bahasa (language acquisition device)
dan mampu mendeteksi kategori bahasa tertentu.
Selanjutnya, teori behavioristik lebih mengedepankan peran perlakukan
lingkungan setelah anak dilahirkan. Ketika dilahirkan, anak tidak memiliki
kemampuan apapun. Belajar bahasa harus dengan pengkondisian lingkungan,
proses imitasi dan diberikan penguatan. Dengan demikian, pengkondisian
lingkungan menjadi sebuah faktor yang sangat kritis karena lingkunganlah
143
yang perlu memberikan pengaturan pada stimulus dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Jika stimulasi bahasa yang diberikan kepada anak baik maka
konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan oleh anak juga akan baik.
Berbeda
dengan
kedua
teori
sebelumnya,
teori
konstruktivisme
memandang bahwa ketika anak memperlajari bahasa terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi, diantaranya: peran aktif anak terhadap lingkungan, cara
anak memproses suatu informasi, dan menyimpulkan struktur bahasa. Melalui
proses interaksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak
akan berkembang.
Keterampilan berbahasa pada anak usia dini berkembang sangat cepat.
Dalam fase kehidupan anak usia dini yaitu rentang usia 0-8 tahun, bahasa
digunakan dengan cara yang semakin baik seiring dari hari ke hari. Hal ini
sebagian terjadi karena anak memahami aturan bahasa dengan lebih baik,
sebagian karena kosakatanya bertambah banyak, dan sebagian karena
keterampilan belajarnya lebih baik. Anak mulai menggunakan bahasa bukan
hanya untuk mengkomunikasikan kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk
mendengarkan perasaan dan pandangan orang lain. Kalimatnya menjadi lebih
panjang, dengan struktur tata bahasa yang lebih canggih, dan juga mengandung
lebih banyak arti. Seorang anak berusia 5 tahun pada umumnya dapat
memberikan kontribusi yang baik pada percakapan apapun dengan anak-anak
lain dan orang dewasa.
Keterampilan berbahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan
kognitif dan kompetensi sosial anak. Menurut Howard, Shaughnessy (et.al)
dalam Jalongo (2007) dijelaskan bahwa anak yang belajar berbicara dan
berinteraksi dengan baik dengan orang lain cenderung lebih berkembang dalam
kemampuan keaksaraan dan belajar beragam pengalaman. Sebaliknya, anak
yang gagal dalam perkembangan keterampilan berbahasa sesuai usianya
144
memiliki resiko dalam kehidupan sosialnya, bermasalah dalam keterampilan
membaca, dan kesulitan akademik lainnya di sekolah.
Menurut Neuman (2000), beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh
guru dan orang dewasa dalam pengembangan bahasa anak antara lain:
a) Berbicaralah (dua arah – ada interaksi timbal balik) dengan anak, libatkan anak dalam
percakapan sehari-hari.
b) Berbicara dua arah kepada anak tidak sama dengan orang dewasa berbicara dan
anak lebih banyak menyimak apa yang orang dewasa katakan. Dalam berbciara
dua arah, kita meminta anak untuk ikut serta terlibat dalam percakapan. Anak
memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban, menanggapi
pembicaraan, menunjukkan ketidaksetujuan, dsb. Melalui pengalaman seperti
ini, anak akan belajar kosa kata baru dan berbicara dalam berbagai konteks yang
sangat penting bagi anak dalam memperluas pengalamannya dalam berbahasa.
c) Bacakan dan ulangi bacaan cerita dengan teks yang dapat diprediksi oleh anak.
d) Dengan seringnya kita membacakan buku cerita bagi anak, bukan hanya nilai
moral yang dapat kita tanamkan, akan tetapi anak juga akan belajar bahwa
tulisan dan gambar yang ada dalam buku cerita sebenarnya memiliki arti. Anak
akan belajar memahami sebuah simbol dan memprediksi kelanjutan sebuah
cerita.
e) Semangati anak untuk menceritakan pengalaman dan mendeskripsikan ide dan kejadian
yang penting bagi mereka.
f) Anak
prasekolah
memiliki
peningkatan
pengalaman
yang
lebih
luas
dibandingkan pada masa sebelumnya. Anak tentu akan senang sekali
menceritakan pengalaman yang mereka dapatkan sepanjang hari ketika bermain
dengan teman-temannya. Kita juga sebaiknya memberikan kesempatan kepada
anak untuk menceritakan gagasan yang dimilikinya sekaligus untuk memupuk
kepercayaan diri mereka.
g) Kunjungi perpustakaan secara teratur.
145
h) Mengunjungi perpustakaan secara teratur tidak hanya menumbuhkan kesadaran
akan budaya keaksaraan. Akan tetapi anak akan belajar bahwa perpustakaan
dapat menjadi tempat utama untuk mempelajari dunia di sekitar mereka dengan
membuka banyak buku. Jika memungkinkan, kita dapat meminta orang tua
untuk membuat perpustakaan di rumah masing-masing dan memanfaatkannya
semaksimal mungkin.
i) Sediakan kesempatan bagi anak untuk menggambar dan mencetak, menggunakan alatalat menulis.
j) Pengalaman ini akan membantu anak mengungkapkan pengalaman pribadinya
melalui coretan (tertulis). Berikan pengalaman kepada anak untuk menggunakan
peralatan menulis seperti menulis menggunakan pensil, krayon atau spidol
sedini mungkin.
2). Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Banyak hal yang mempengaruhi kebiasaan mendengarkan. Hal yang paling
berpengaruh adalah kapasitas meliputi pengaruh kemampuan psikologis
kemampuan auditory. Selanjutnya adalah persepsi secara auditori(membedakan
suara, mengabung suara, dan menyimpan kedalam ingatan), Berikut merupakan
tahapan
perkembangan
mendengar
anak
(yang
sesuai
dan
yang
mengkuatirkan/red flags).
a). Usia 3-4 tahun
(1)
Mengingat permainan
(2)
Memahami konsep sederhana (besar/sedikit, hari ini, waktu tidur)
(3)
Menikmati mendengarkan cerita yang sama yang diulang-ulang
(4)
Menggabungkan kata-kata dan kalimat dari awal berdiskusi ke diskusi
selanjutnya dengan buku yang sama
(5)
Menunjukan dan memberi mnama hewan-hewan yang berbeda
(6)
Mampu mamahami dua perintanh secara langsung (contoh :pertama, pakai
jaketmu, kemudian pakai topimu)
146
(7)
Mencocokan secara khusus suara-suara musik terhadap alat-alat yang
menghasilkan sura tersebut (contoh : piano, gitar, drum)
(8)
Menanggapi secara tapat pertanyaan-pertanyaan selama bercakap
(9)
Menegakan jari tangan dengan benar dalam menanggapi pertanyaan” berapa
umurmu?”
(10) Memahami dan memberi definisi obyek yang mereka gunakan
(11) Memahami perbandingan sederhana (contoh : besar, lebih besar, paling
besar)
(12) Memahami pernyataan kondisi (contoh: jika/lalu karena)
(13) Memahami “hanya berpura-pura” dengan kenyataannya
(14) Mempelajari kata-kata yang berhubungan dengan masa lalu (contoh :
kemarin), saat ini (contoh : hari ini) dan akan datang “ contoh : besok”
(15) Dapat berbocara secara singkattenatng apa yang dilakukan
(16) Berusaha untuk menyamai gaya berbicara orang dewasa.
b). Usia 5-6 tahun
(1) Dapat mengenali warna dan bentuk dasar
(2) Dapat menunjukan pemahaman emngenai hubungan temapat (diatas,
dibawah, didekat, disamping)
(3) Mampu merasakan perbedaan nada (tinggi/rendah) dan mengerti “tangga
nada”
(4) Dapat melakukan hal yang membutuhkan petunjuk yang lebih banyak
(contoh: ya, kamu boleh pergi, tapi kamu perlu pakai sepatumu”)
(5) Mampu menjaga informasi dalam urutan yang benar (contoh : mampu
menceritakan kembali sebuah cerita secara terperinci)
c). Daftar Perkembangan “Red Flags” untuk preschool/SD awal
(1) Anak merasa lebih tidak nyaman ketika berada di lingkunganyang bising
atau dudukmenajuh dari pembicara
147
(2) Anak tidak menanggapi pernyataan atau pertanyaan yang terasa tidak
menyyeanagkan anak-anak dalam kelompok (contoh : siapa yang ingin
membantu memberi makan kelinci?”
(3) Anak sering mengatakan “apa?” atau “huh?”
(4) Anak cukup mengalami kesulitan untuk mengikuti petunjuk ketika tidak
melihat wajah pembicara.
DAFTAR PERKEMBANGAN BERBICARA ANAK
No.
Usia
1.
Lahir -3 bulan
2.
4-6 bulan
3.
7-12 bulan
4.
12-24 bulan
Proses Berbicara
- anak membuat suara yang menyenangkan
- anak akan mengulangi suara yang sama
secara berulang-ulang (seperti ocehan)
- anak akan menangis dengan cara berbeda
untuk menunjukkan kebutuhannya yang
berbeda-beda pula (misal : menangis dengan
melengking tinggi jika kesakitan)
- anak akan berceloteh ketika sendirian
- anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi
atau gerakan tubuh) secara berulang ketika
bermain
- anak akan berbicara secara sederhana (tanpa
tangisan) untuk menarik perhatian orang
dewasa di sekitarnya
- anak akan berbicara secara sederhana (tanpa
tangisan) untuk menarik perhatian orang
dewasa di sekitarnya
- anak akan melakukan imitasi untuk berbagai
jenis bunyi/ suara
- anak akan berceloteh dengan kata-kata
sederhana : “ma-mam”, “da-da”’ tapi masih
belum jelas pengucapannya
- anak telah dapat menggunakan berbagai
bunyi huruf konsonan pada awal kata
- anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh
: mau minum, mama ma’em, dll.
- Anak dapat bertanya dengan 2 kata
sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu
148
5.
24-36 bulan
-
-
6.
4-6 tahun
-
apa?”
Anak bisa bertanya dan mengarahkan
perhatian orang dewasa dengan mengatakan
nama benda yang dimaksud.
Cara anak berbicara sudah dapat dipahami
secara keseluruhan
Anak sudah dapat menghafal kata-kata
untuk keseharian
Anak memahami tata bahasa secara
sederhana, misal “aku mau naik sepeda”
Anak sudah bisa menggunakan kata secara
lebih rumit
Misal : “Ibu, aku lebih suka baju yang
berwarna merah. Yang hijau tidak bagus.”
Daftar kemampuan mendengar dan berbicara pada anak usia prasekolah
diharapkan pendidik dapat menggunakan daftar tersebut dalam membuat
perencanaan pembelajaran. Kegiatan yang akan dirancang dalam perencanaan
pembelajaran harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak secara
individu.
4). Tahapan Perkembangan Menulis dan Membaca
(1). Tahapan Perkembangan Menulis Anak Usia Dini
a) Scribble stage (tahap mencoret atau membuat goresan)
Pada tahap ini anak mulai membuat tanda-tanda dengan menggunakan
alat-alat tulisan. Anak mulai belajar bahasa tulisan. Biasanya dilakukan di
dinding, kertas atau apa saja yang dianggapnya dapat ditulis. Orang tua
dan guru pada tahap mencoret dapat menjadi model dan menyediakan
bahan untuk menulis seperti cat, buku, kertas dan krayon. Orang tua
b) Linear repetitive stage (Tahap pengulangan secara linear)
149
Tahap
selanjutnya
dalam
perkembangan
menulis
adalah
tahap
pengulangan secara linear. Pada tahap ini, anak menelusuri bentuk tulisan
yang horizontal. Tulisan yang dihasilkan anak seperti membuat gambar
rumput. Orangtua dan guru memberi kegiatan yang berkaitan dengan
tulisan, misalnya bermain peran di restoran, dimana seorang pramusaji
menuliskan menu yang akan dipesan oleh pelanggan, atau seorang dokter
yang akan menulis resep obat. Kegiatan tersebut akan membantu anak
untuk menyenangi menulis. Biasanya anak akan ingat kata apa saja yang
ditulis walaupun bentuk tulisannya seperti rumput.
c) Random letter stage (Tahap Menulis secara random)
Pada tahap ini, anak belajar tentang berbagai bentuk yang dapat diterima
sebagai suatu tulisan walaupun huruf yang muncul masih acak. Pada
tahap ini orangtua dan guru dapat memberi kegiatan menceritakan
gambar yang dibuat oleh anak. Kegiatan ini membantu anak untuk
menuangkan ide pada gambar menjadi tulisan walaupun kata yang
muncul tidak utuh (hurufnya acak), contoh: anak ingin menulis kata ” aku
pergi ke taman safari” tetapi yang muncul ”aku pgi k tmn sfri”.
d) Letter Name writing or phonetic writing Stage (tahap menulis tulisan
nama)
Pada tahap ini, anak mulai menyusun hubungan antara tulisan dan bunyi.
Permulaan tahap ini sering digambarkan sebagai menulis tulisan nama
karena anak-anak menulis tulisan nama dan bunyi secara bersamaan.
Sebagai contoh, anak menulis kata “dua” dengan “duwa”, “pergi” dengan
“pegi”, “sekolah” dengan “skola”. Pada tahap ini anak menulis sesuai
dengan apa yang ia dengar.
2) Tahapan Perkembangan Membaca Anak Usia Dini
a) Tahap Magical Stage (Tahap fantasi)
150
Anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu
penting, melihat atau membolak-balikkan buku dan kadang-kadang anak
membawa buku kesukaannya.
b) Self Concept Stage (Tahap Pembentukan Konsep Diri Membaca
Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri
dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna
pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan
bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan
c) Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar )
Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat
menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata
yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita
yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang
dikenalnya serta sudah mengenal abjad
d) Take Off Reader Stage (Tahap Pengenalan Bacaan)
Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada
konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta
membaca berbagai tanda seperti kotak susu,pasta gigi atau papan iklan
e) Independent Reader Stages (Tahap Membaca Lancar)
Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda
secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat
yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahanbahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak
semakin mudah dibaca.
Usia
Proses Mendengar/
Memahami
Proses Berbicara
151
Lahir-3 bulan
4-6 bulan
7-12 bulan
• bayi terbangun ketika
mendengar suara yang
keras (biasanya
reaksinya adalah
menangis)
• bayi mendengar orang
lain berbicara dengan
cara memperhatikan
orang yang berbicara
• bayi tersenyum ketika
diajak bicara
• bayi mengenali suara
pengasuhnya dan
menjadi berhenti
menangis ketika diajak
ngobrol
• anak sudah dapat
merespon nada suara
(lembut ataupun keras)
• anak akan melihat
sekeliling untuk mencari
sumber bunyi (contoh :
bunyi bel, telepon atau
benda jatuh)
• anak akan
memperhatikan bunyi
yang dihasilkan dari
mainannya (misal :
memukul-mukul
mainan ke lantai)
• anak menyukai
permainan „ciluk-ba‟
• anak akan
mendengarkan ketika
diajak berbicara
• anak mengenali katakata yang sering ia
dengar, misal : susu,
mama, dll.
• anak membuat suara
yang menyenangkan
• anak akan mengulangi
suara yang sama secara
berulang-ulang (seperti
ocehan)
• anak akan menanagis
dengan cara berbeda
untuk menunjukkan
kebutuhannya yang
berbeda-beda pula (misal
: menangis dengan
melengking tinggi jika
kesakitan)
• anak akan berceloteh
ketika sendirian
• anak akan melakukan
sesuatu (dengan bunyi
atau gerakan tubuh)
secara berulang ketika
bermain
• anak akan berbicara
secara sederhana (tanpa
tangisan) untuk menarik
perhatian orang dewasa
di sekitarnya
• anak akan berbicara
secara sederhana (tanpa
tangisan) untuk menarik
perhatian orang dewasa
di sekitarnya
• anak akan melakukan
imitasi untuk berbagai
jenis bunyi/ suara
• anak akan berceloteh
152
12-24 bulan
• anak sudah dapat
memahami perintah dan
pertanyaan sederhana,
contoh : “mana
bolanya?”, “ambil
bonekanya”
• anak akan menunjuk
benda yang dimaksud
ketika ditanyai
• anak dapat menunjuk
beberapa gambar dalam
buku ketika ditanyai
24-36 bulan
• Anak bisa memahami
•
dua perintah sekaligus
(contoh : “ambil bolanya
dan ditaruh di kursi”)
• Anak sudah dapat
•
memperhatikan dan
memahami berbagai
sumber bunyi (misal :
suara TV, pintu ditutup, •
dll)
• Anak telah memahami
perbedaan makna dari
•
berbagai konsep, misal :
“jalan-berhenti”, “di
dalam-di luar”, “besarkecil”, dll)
•
•
4-6 tahun
• anak telah dapat
menggunakan berbagai
bunyi huruf konsonan
pada awal kata
• anak sudah bisa
menyusun dua kata.
Contoh : mau minum,
mama ma‟em, dll.
• Anak dapat bertanya
dengan 2 kata sederhana,
misal : “mana kucing?”,
“itu apa?”
Anak bisa bertanya dan
mengarahkan perhatian
orang dewasa dengan
mengatakan nama benda
yang dimaksud.
Cara anak berbicara
sudah dapat dipahami
secara keseluruhan
Anak sudah dapat
menghafal kata-kata
untuk keseharian
Anak memahami tata
bahasa secara sederhana,
misal “aku mau naik
sepeda”
Anak sudah bisa
menggunakan kata
secara lebih rumit misal:
“Ibu, aku lebih suka baju
yang berwarna merah.
Yang hijau tidak bagus.”
1. Latihan
a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk
sekolah hingga pulang sekolah!
153
b. Rekam dan catatlah perkembangan bahasa anak secara detail menggunakan
berbagai teknik asesmen!
c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan
indicator perkembangan bahasa, komentar dan kesimpulan, dan tindak
lanjut/stimulasi!
d. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini
1) Prinsip Pembelajaran Bahasa
Prinsip pembelajaran bahasa untuk anak usia dini adalah interaksi aktif. Ada
tiga hal penting yang menjadi sumber pembelajaran bahasa bagi anak di kelas,
yaitu :
1) Anak
Anak perlu dirangsang untuk dapat saling bercakap-cakap satu dengan yang
lainnya. Dengan interaksi aktif antar anak, maka bahasa anak akan
berkembang
dengan
cepat.
Karena
itu
di
lembaga
PAUD
perlu
menggabungkan anak dari berbagai usia. Harapannya adalah anak yang
lebih tua dapat mencontohkan bahasa yang lebih kaya kepada anak yang
lebih muda, demikian sebaliknya anak yang lebih muda akan banyak belajar
dari anak yang lebih tua.
2) Orang dewasa (tutor/pendidik)
Orang dewasa yang hanya diam di dalam kelas kurang mendukung
perkembangan bahasa anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat
diperkuat oleh pendidik dengan ucapan-ucapan yang menggali kemampuan
berpikir
anak
lebih
tinggi
yang
tentunya
akan
terucap
melalui
percakapannya dengan pendidik. Pendidik menggali dengan pertanyaanpertanyaan terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif. Karena itu perlu
pendidik yang aktif akan memberikan pengalaman pada anak dalam
menggunakan bahasa yang tepat. Pendidik juga perlu mengucapkan kalimat
154
dengan bahasa yang benar. Jika orang dewasa memberikan contoh kata-kata
yang keliru, maka anak akan meniru kata-kata tersebut.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa untuk
memfasilitasi pembelajaran bahasa anak, antara lain:
a) Pembelajaran bahasa bagi anak-anak menjadi mudah apabila mereka
memiliki lingkungan dan stimulasi yang tepat.
b) Bayi belajar dan mendapat ide untuk “bicara” dari mendengar orangorang disekitarnya bercakap-cakap.
c) Anak siap belajar untuk membuat suara dari bahasa yang ia pelajari. Bila
seorang anak hidup dalam lingkungan dimana dua bahasa dipakai maka
ia akan dapat membunyikan suara kedua bahasa tersebut.
d) Pertama-tama kita harus menjadi pendengar yang baik. Bicaralah
sebanyak mungkin dengan bayi dan mencoba membuat percakapan
pribadi dengan mereka. Usahakan agar anak melihat bahasa tubuh anda.
e) Biarkan anak memahami perkataan dan perasaan kita dengan cara
mencocokkan apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan atau
yang kita katakan dengan ekspresi wajah kita.
f) Sangatlah penting untuk mengaitkan antara perkembangan bahasa
dengan perkembangan lingkungan dan sosial anak-anak. Kurikulum
seharusnya diletakkan pada kerangka budaya.
g) Belajar membaca dan menulis akan terserap jauh lebih cepat dan efektif
oleh anak-anak yang sudah memiliki latar belakang pemahaman dan
kemampuan verbal.
h) Untuk menambah kosa-kata anak, pendidik harus menggunakan kata-kata
tersebut secara ekspresif. Penggunaan kosa-kata baru sebaiknya dilakukan
berulangkali.
Dan
kata-kata
tersebut
hendaknya
bermakna
dan
menyentuh perasaan anak-anak sehingga tidak mudah dilupakan.
3) Lingkungan
155
Lingkungan tempat anak itu berada juga harus merupakan lingkungan yang
aktif, yaitu lingkungan yang kaya dengan bahasa.
Orang dewasa bisa
meletakkan banyak kata di lingkungan bermain anak. Di mana-mana anak
dapat melihat tulisan sehingga menolong anak dalam mempelajari
keaksaraan. Pendidik yang aktif akan membawa lingkungan di luar anak
yang kaya dengan bahasa ke dalam pikiran anak dan juga mengeluarkan
segala sesuatu yang ada di dalam pikiran anak ke luar melalui bahasa yang
diucapkan anak. Dengan demikian pengetahuan anak akan terus bertambah.
b. Kegiatan Membaca dan Menulis
1) Persiapan untuk membaca:
a) Bagaimana cara membalik halaman, dari kiri ke kanan, membalik ke
depan kembali)
b) Istilah-istilah buku (halaman, cover, pengarang, gambar cetakan)
c) Persamaan dan perbedaan antara penyebutan dan bahasa dengan tulisan.
d) Dasar elemen cerita (tempat, karakter, alur cerita)
e) Bagaimana bertanya dan menjawab pertanyaan.
Saat mengevaluasi ilustrasi yang ada pada buku anak, lihatlah ilustrasi yang
“dapat dimengerti, merangsang emosional dan respon emosional yang besar,
dapat melatih imajinasi pembaca. Dalam buku bergambar, harus ada salah
satu dari kelima elemen (garis, warna, tekstur, bentuk, dan penyusunan atau
komposisi) untuk melengkapi cerita. Ajari anak untuk melihat ilustrasi
sebagai bagian dari pengalaman mereka dalam membaca buku cerita. Salah
satu tantangan dalam menggunakan kesusastraan adalah mencocokan buku
dengan anak atau kelompok anak. Dibawah ini ada tips memilih buku untuk
anak yang merujuk pada perkembangan karakteristik anak.
2) Tips memilih buku yang tepat untuk anak usia dini.
a) 0-2 tahun
156
Pengembangan karakteristik: menjelajahi dunia lewat sensorik input dan
aktivitas
motorik
membangun
(Piaget);
berhubungan
basic trust (Erikson);
dengan
mempesona
permasalahan
dengan
kebiasaan
baik/buruk dan pemberian hadiah/sanksi (Kohlberg). Buku yang tepat:
Buku yang mudah didapat, awet, tidak asing, berwarna-warni, interaktif.
b) 2-4 tahun.
Pengembangan karakteristik: melanjutkan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan memperoleh konsep dasar; umur dimana garis antara
fantasi dan kenyataan tidak tergambar dengan jelas (Piaget); berhubungan
dengan permasalahan kemerdekaan hak dan kenyataan diri (Erikson);
umumnya ingin menyenangkan orang lain (Kohlberg). Buku yang tepat:
Buku yang ringkas, dan mempunyai alur cerita yang sederhana dengan
akhir yang menyenangkan; irama, persamaan bunyi, pengulangan; dan
prilaku baik/buruk.
c) 4-7 tahun.
Pengembangan karakteristik: menampilkan operasi mental dasar (Piaget);
berhubungan dengan masalah memperoleh kompetensi dan keahlian baru
yang dapat mengarahkan penyelesaian (Erikson); melihat perilaku yang
menyesuaikan dengan ekspetasi peran perempuan/laki-laki. Buku yang
tepat: Buku yang mempunyai imajinasi dan fantasi dan komedi; juga buku
dongeng, buku yang berisi informasi.
d) 7-9 tahun.
Pengembangan karakteristik: mulai mengerti waktu; mulai menguasai ideide abstrak lainnya dan membangun sosial (pendapat) (Piaget); mulai
mandiri (Erikson); mulai meneliti tentang aturan, hukum, dan mulai
menghormati wewenang yang yang sudah tersusun dalam masyarakat
(Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang memiliki fantasi yang tinggi dan
petualangan dan dapat menjelajahi waktu lampau dan masa depan.
157
Menari dengan misteri, memecahkan masalah dan mengidentifikasi
karakter. Menikmati non fiksi, biografi dan petualangan.
3.Evaluasi
a. Buatlah perencanaan pembelajaran bahasa untuk anak usia 3 sampai 6 tahun.
b. Buatlah media pembelajaran bahasa yang sesuai dengan perencanaan yang
anda buat.
c. Persiapan draf pengaturan kelas yang akan disediakan untuk anak sesuai
dengan perencanaan.
d. Daftar Pustaka
Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood Education, Allyn and Bacon : Boston,
2006
Bromley, Karen D’Angelo., Language Arts: Exploring Connections 2nd Ed, Allyn &
Bacon:Boston, 1992
Gestwicki, Carol., Developmentally Appropriate Practice Curriculum and Development
in Early Education 3rd Ed, Thomson Delmar : New York, 2007
Gordon, Ann Miles & kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations in Early
Childhood Education, Thomson Delmar : New York, 2004
Hohmann, Mary & David P. Weikart, Educating Young Children, High Scope :
Michigan, 1995
Jalonggo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts 4th Ed, Pearson Education :
Boston, 2007
Morrison, George S, Early Childhood Education Today, Pearson Prentice Hall : New
Jersey, 2007
Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson, Approaches to EarlyChildhood Education
4th Ed, New Jersey : Pearson Prentice Hall, 2005
Sonawat, Reeta ang Jasmine M. Francis, Language Development for Preschool
Children, Mumbay : Multi Tech Publishing, 2007
158
Warner, Laverne & Judith Sower., Educating Young Children, Boston : Pearson
Education, 2005
Weaver, Constance., Understanding Whole Language, Irwin Publishing : Toronto,
1990
D. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti workshop, diharapkan PLPG mampu:
2. Memahami karakteristik perkembangan social emosi anak usia dini
3. Memahami tahapan perkembangan social emosi anak usia dini
4. Memahami berbagai aspek perkembangan anak yang perlu distimulasi
5. Memahami
peran pendidik dalam pengembangan kemampuan sosial dan
emosi anak
6. Mengetahui peran lingkungan, termasuk pengaruh sosial dan budaya dalam
pengembangan kemampuan sosial dan emosi anak
2. Isi/Paparan Materi
b. Latar Belakang
Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal
dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak
pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku
anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada
anak secara berkelanjutan
akan membantu anak mencapai berbagai tugas
perkembangannya secara optimal. Salah satu tugas perkembangan yang perlu
dimiliki anak adalah ketrampilan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta
kemampuan mengekspresikan emosi secara positif dan wajar. Hal ini
terkandung dalam kompetensi pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO
yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk
menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do),
kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan
159
hidup bersama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi
pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan kecakapan akademik kognitif
saja, melainkan kecakapan afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik.
Untuk memperoleh ketrampilan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial,
diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Lingkungan keluarga merupakan
tempat pertama bagi anak yang berperan penting dalam mengembangkan sikap
dan perilaku anak agar sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat. Lingkungan
sekolah juga memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, dimana sebagian aktivitas anak dilakukan di sekolah
dengan bimbingan pendidik/guru. Kerjasama yang terjalin antara pihak
keluarga dan pihak sekolah akan memberikan pengaruh positif bagi kemajuan
perkembangan anak. Dengan bimbingan pendidik yaitu orang tua dan guru,
anak akan berkembang optimal dan dapat menghadapi berbagai tantangan di
lingkungan.
Masa usia dini adalah periode terbaik bagi anak untuk belajar mengembangkan
kemampuan sosialisasi dan mengekspresikan emosi secara positif. Untuk
mencapai hal ini, dibutuhkan keterlibatan pendidik , dalam hal ini guru untuk
memfasilitasi anak dalam belajar proses sosial. Berkaitan dengan hal tersebut,
diharapkan materi tentang pengembangan sosial dan emosi anak pada modul
ini dapat menambah wawasan guru tentang tahapan perkembangan emosi dan
sosial pada anak dalam ragka membimbing anak untuk mengekspresikan emosi
dan beradaptasi
sesuai dengan harapan sosial. Para guru juga diharapkan
dapat mengembangkan berbagai kegiatan yang dapat memfasilitasi anak
mengembangkan ketrampilan sosial dan emosinya.
c. Perkembangan Sosial Emosi Anak
Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi,
160
pikiran dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi adalah proses dimana anak
mengembangkan ketrampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan,
meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar
penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan dengan cara
anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Emosi anak perlu
dipahami para guru agar dapat mengarahkan emosi negative menjadi emosi
positif sesuai dengan harapan sosial.
Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam
tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa
perkembangan sosial emosional mencakup: kompetensi sosial (kemampuan
dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku
yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap
pemahaman, tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orangl lain), perilaku
prososial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman
dan aman, dan mendukung orang lain) serta penguasaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik
dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan
keselamatan orang lain).
Perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak tidak terlepas dengan kondisi
emosi dan kemampuan anak merespon lingkungannya di usia sebelumnya.
Bayi yang mendapat pengasuhan dan perawatan secara baik dimana
kebutuhannya secara fisik dan psikologis terpenuhi, akan merasa nyaman dan
membentuk rasa percaya terhadap lingkungan sekitarnya.Sebaliknya, bayi yang
tidak terpenuhi kebutuhannya, dimana mendapatkan penolakan dari orang tua
atau pengasuhnya, akan mengembangkan rasa cemas dan membentuk rasa
ketidakpercayaan dengan lingkungan sekitarnya pula. Dengan demikian,
mereka memiliki potensi mengalami masalah kesehatan secara fisik dan mental
di tahap kehidupannya.
161
Erikson
menyatakan
bahwa
individu,
termasuk
anak,
tidak
hanya
mengembangkan kepribadian yang unik tetapi juga memperoleh ketrampilan
dan sikap yang dapat membantunya menjadi aktif dan bermanfaat sebagai
bagian dari masyarakat. Erikson juga memberikan penjelasan tentang adanya
perkembangan yang bersifat alamiah dan pengaruh budaya.
Selain itu
perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak juga dipengaruhi oleh faktor
kematangan dan belajar. Pada usia pra sekolah, anak sudah mulai menyadari
bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi. Namun demikian, hal ini
bukan berarti anak sudah mampu mengendalikan perasaan atau emosinya saat
harapannya tak dapat diperoleh. Kemampuan sosialisasi dan emosi anak akan
berkembang seiring dengan penambahan usia dan pengalaman yang
diperolehnya. Aspek kognitif juga berperan penting dalam hal ini dimana
dengan kematangan di segi kognitif, anak dapat membedakan hal yang baik
dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
d. Pengertian Sosialisasi
Dalam bersosialisasi, anak mengalami suatu proses untuk berperilaku sesuai
dengan norma atau adat istiadat di lingkungan sosialnya. Proses sosialisasi
pada anak tidak selalu berjalan lancar karena anak memiliki keterbatasan.
Seiring
dengan
bertambahnya
usia
anak
dan
meningkat
tahap
perkembangannya, anak akan belajar bersosialisasi dengan lebih baik.
Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong
seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam
diri. Sosialisasi pada anak merupakan reaksi anak terhadap rangsangan dari
dalam diri maupun reaksi anak terhadap situasi di lingkungannya. Sosialisasi
merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan
harapan budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan ‘
socialization is the process by which children learn to behave in acceptable manner, as
162
defined by culture of which the family is apart. Drever mengemukakan pengertian
sosialisasi yaitu suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan
social dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok
tersebut.
e. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial
Ada
beberapa
factor
yang
mempengaruhi
kemampuan
anak
dalam
bersosialisasi yaitu: (1) lingkungan keluarga; (2) lingkungan sekolah; (3)
lingkungan kelompok masyarakat; (4) factor dari dalam diri anak . Keluarga
adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak. Di dalam keluarga, anak
diajrkan dan dibiasakan dengan norma-norma social untuk dapat beradaptasi
dengan lingkungan social. Keutuhan keluarga, pola asuh, status ekonomi ,
tauladan orang tua akan memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan
anak dalam bersosialisasi. Lingkungan sekolah juga berpengaruh besar
terhadap kemampuan sosialisasi anak, mengingat anak menggunakan sebagian
waktunya di sekolah. Di sekolah anak belajar bergaul dan melakukan berbagai
aktivitas bersama teman sebaya. Di sekolah pula anak mendapatkan berbagai
pengalaman yang mungkin tidak diperoleh di rumah. Lingkungan masyarakat
membawa pengaruh besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi.
Dalam lingkungan masyarakat, anak dibesarkan dan mendapat pengalaman
berinteraksi dengan banyak orang.
f. Proses Sosialisasi
Dalam bersosialisasi, anak membutuhkan keterampilan agar dapat melakukan
proses sosialisasi yaitu 1) proses imitasi; 2) proses identifikasi; 3) proses
internalisasi. Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru perilaku
yang dapat diterima secara sosial. Proses imitasi ini dilakukan ketika anak
melihat secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model.
Setelah melakukan proses imitasi, anak melakukan proses identifikasi. Proses
163
identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada anak , dimana anak
ingin menjadi seperti orang yang dicontoh. Dalam proses identifikasi, anak
berusaha berperilaku sesuai dengan orang yang ditirunya. Proses internalisasi
adalah proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini
diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik
dan buruk.
Bandura mengemukakan tahapan/fase yang dilalui individu dalam mengamati
perilaku tertentu yaitu: 1) Memperhatikan (attention), 2) Menyimpan (retention),
3) Mereproduksi (reproduction), 4) Motivasi (motivation). Sebagai contoh, anak
akan mengamati perilaku orang dewasa melalui tahapan tersebut. Hal ini
berarti jika orang dewasa membentak, mengancam, memukul dan sebagainya,
maka akan diperhatikan anak, tersimpan dalam memori, dicontoh dan
memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Sosialisasi melibatkan 3
proses yaitu (1) belajar berperilaku sesuai dengan harapan sosial; (2) bermain
sosial sesuai dengan peran yang diharapkan; (3) pengembangan sikap sosial.
1). Arah Perkembangan Imitasi
Tidak ada keraguan lagi bahwa peniruan yang bersifat selektif terjadi pada usia
7 atau 8 bulan yang kemudian akan menjadi lebih sering dan kompleks dalam
beberapa tahun berikutnya. Bayi berusia 1 tahun meniru gerak siyarat,suara,
dan perilaku lain yang dilihat dan didengar, walaupun mungkin mereka lebih
meniru perilaku yang dapat mereka lihat sendiri ( misalnya gerakan tangan),
disbanding tindakan yang tidak dapat mereka lihat sendiri (misalnya
mengeluarkan lidah).
Aksi meniru yang terlambat mungkin terjadi sebelum usia 2 tahun. Seorang
anak berusia 15 bulan, memandang dengan diam pada ibunya yang sedang
memutar telpon,beberapa menit,jam atau minggu kemudian anak itu akan
mengulangi tindakan tersebut diatas. Koordinasi motor yang diperlukan akan
164
memutar nomor telepon telah lama ada didalam daftar pikiran anak sebelum
tindakan meniru terjadi. Hal serupa terjadi jika seorang anak usia 20 bulan,
melihat pada seorang peneliti laboraturium yang meletakan sebuah balok kayu
pada sebuah tempat kayu dan berkata,” boneka ini amat lelah dan kita harus
meletakkannya ditempat tidur. Selama tidur boneka”. Anak itu gagal meniru
sebagian kejadian itu selama 20 menit berikutnya. Tetapi jika ia memasuki
ruang yang sama sebulan kemudian dan melihat mainan yang sama, ia segera
akan
meletakkan
balok
kayu
itu
pada
sebuah
tempat
kayu
dan
mengatakan,”selamat tidur”.
Aksi meniru meningkat frekusensinya antara usia 1 dan 3 tahun, namun
kemungkinan meniru suatu tanggapan tertentu tergantung dari jenis perilaku.
Jenis perilaku ini ada 3 bentuk , yaitu :
a) Meniru sejumlah variasi dari gerakan. Contoh bentuk ini adalah jika ada seorang
dewasa menggerakkan sebuah balok sepanjang meja.
b) Meniru perilaku social. Misalnya seorang dewasa meletakkan sebuah tirai
didepan wajahnya dan mengintip dari samping dua kali.
c) Meniru yang membutuhkan koordinasi dua tindakan terpisah di dalam satu
deretan gerak motorik. Contohnya adalah orang dewada yang mengangkat
sebuah cangkir kuningan dengan sebuah tali dan memukulnya tiga kali dengan
tangkai baja.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan jenis-jenis perilaku tersebut, dapat
diketahui bahwa perilaku motorik akan segera ditiru, karena didapat hasil pada
anak usia 2 tahun bahwa mereka meniru sebanyak 80 % dari model yang diberikan,
dan perilaku social merupakan perilaku selanjutnya yang sering ditiru. Sedangkan
peniruan dari deretan yang terkoordinasi jarang terjadi sebelum 18 bulan, namun
meningkat antara usia 1,5 dan 2 tahun.
165
Anak – anak melihat model ditelevisi/ film dan contoh yang hidup. Sebelum
ulang tahun yang kdeua, anak- anak meniru contoh di televisitidak sesering
mecontoh orang dewasa yang hidup, tetapi pada saat menjelang usia 3 tahun
mereka sama seringnya meniru kedua contoh tersebut. Penemuan ini menunjukkan
bahwa anak mudah meniru sebagian besar perilaku dan mereka mendapatkan
keterangan yang diberikan di televise pada usia muda. Dari hasil penelitian para
ahli, terdapat beberapa hipotesismengenai faktor-faktor yang menentukan dalam
imitasi, yaitu:
(1). Pengaruh Ketidakpastian
Salah satu pengaruh yang mungkin dalam meniru selama 2 tahun pertama
adalah ketidakpastian anak mengenai kemampuannya dalam menjalankan
suatu tindakan yang telah disaksikannya. Pengamatan anak-anak menunjukkan
bahwa mereka mungkin meniru perilaku yang sedang dalam proses
pemahaman mereka. Mereka tampaknya kurang suka meniru tindakan yang
telah dikuasainya dan yang terlalu kompleks, sehingga mereka merasa tidak
mampu mencobanya.
Contoh untuk ini adalah :
Seorang wanita yang mengangkat telepon, merupakan contoh menarik bagi
anak berusia 15 bulan, tetapi bukan untuk anak yang berusia 6 atau 36 bulan,
yaitu usia dimana kemampuan motorik untuk mengangkat sebuah telepon
mainan telah ada. Jadi, anak usia 15 bulan merasa kurang pasti akan
kemampuannya melakukan tiap tanggapan, tetapi anak yang berusia 6 bulan
tidak berharap untuk melakukannya, dan yang berusia 36 bulan (3tahun)
merasa pasti dapat melakukannya.
Jika seorang anak dalam tahun kedua merasa tidak pasti akan kemampuannya
untuk melakukan suatu tindakan yang disaksikannya, maka mereka akan
menunjukkan tanda-tanda tertekan, misalnya berhenti bermain, protes dan
166
bergantung pada ibunya, bahkan menangis. Reaksi tertekan ini tidak akan terjadi
bila tindakan yang diperlihatkan mudah ditiru atau jauh di bawah kemampuan
anak tersebut.
(2). Meniru untuk memajukan interaksi sosial
Jika seorang bayi meniru orang tuanya, maka orang tuanya sering tersenyum,
dan berseru betapa pandai dan cerdas bayinya, dan sebaliknya meniru sang bayi.
Tangggapan orang tua dapat memperkuat perilaku meniru seorang bayi.
Penguatan social semacam itu meningkatkan kecenderungan umum bayi untuk
meniru dan juga mempengaruhi perilaku yang dipilih bayi untuk ditiru. Anakanak lebih mungkin meniru suatu tindakan yang telah disetujui, misalnya makan
dengan sendok, disbanding suatu tanggapan yang tidak diperhatikan misalkan
memukul 2 garpu secara serentak.
(3) Meniru untuk mempertinggi kemiripan terhadap yang lain
Dasar ketiga untuk meniru, timbul pada saat anak memasuki tahun ketigadan
mulai lebih meniru orang-orang tertentu disbanding dengan tindakan-tindakan
tertentu. Pada ulang tahun kedua, kebanyakan anak sadar bahwa mereka
mempunyai kualitas yang membuat mereka lebih mirip ke beberapa orang
tertentu di banding ke yang lain ( misalnya seorang anak laki-laki mengenali
dirinya dan ayahnya mempunyai cirri-ciri anatomis yang sama). Pengenalan
kemirirpan dengan ayahnya dan laki-laki lain, menyebabkan anak itu mengambil
kesimplan bahwa ia termasuk suatu kategori yang sama dengan laki- laki lain.
Hal serupa terjadi pada anak gadis yang berkesimpulan bahwa mereka termasuk
kategori yang sama dengan wanita lain. Pengetahuan ini membangkitkan usaha
setiap anak yang aktif dalam mencari kemiripan tambahan dengan orang lain,
sebagai usaha menegeskan kedalam jenis kategori apa mereka termasuk. Mereka
melakukan hal ini dengan meniru tindakan orang-orang tersebut.
167
(4). Timbulnya emosi sebagai dasar dari meniru
Anak – anak akan meniru orang tuanya lebih sering dibading meniru orang lain.
Salah satu alasan mungkin disebabkan orang tua merupakan sumber timbulnya
emosi yang lebih berkesinambungan, baik yang menyenangkan maupun yang
tidak dibandingkan dengan kebanyakan orang lain. Orang- orang yang
mempunyai
kekuasaan
untuk
menimbulkan
emosi
anak,
apakah
itu
kegembiraan, ketidakpastian, kekuatan atau kemarahan, menerima perhatian
anak, dan sebagai hasilnya anak itu mempelajari tindakan mereka secara lebih
mendalam dibandingkan dengan orang yang kurang menarik perhatiannya.
Proses tanpa terjadi di antara anak-anak yang bermain bersama. Jika pasangan
anak-anak usia 2 tahun yang tidak saling kenal bermain bersama. Seringkali
terjadi anak yang pasif dan pendiam meniru anak yang labih dominant dengan
waspada. Jika anak yang dominant melakukan suatu tindakan yang berada
dalam batas kemampuan anak ayang pasif ( misalnya meloncat dari meja) maka
anak yang pasif suka meniru tindakan tersebut dalam beberapa menit
berikutnya.
(5) Meniru untuk mencapai tujuan
Meniru dapat merupakan suatu usaha hati nurani seseorang untuk mencapaiu
kesengan,kekuasaan, milik, atau sejumlah tujuan lain yang diinginkan. Sebagai
contoh, seorang anak mencoba membangun rumah dengan balok kayu, akan
mengamati secara seksama anak atau orang lain yang membangun struktur
serupa untuk kemudian menirunya. Anak usia 3 tahun akan meniru perilaku
yang menganggu dari anak lain, karena dengan perilaku tersebut ia berhasil
mendapatkan mainan yang dinginkannya dari anak lain. Dasar dari meniru ini
khususnya timbul setelah tahun ke dua. Kini tepat untuk mengatakan bahwa
anak-anak “mempunyai motivasi untuk meniru orang lain”, karena mereka
mempunyai gagasan dalam mencapai suatu tujuan melalui tindakan meniru.
168
2). Arah Perkembangan Identifikasi
Sejalan dengan perkembangannya, anak mendapatkan banyak sifap dan pola
perilaku yang sama dengan sikap perilaku orang tua mereka. Kadang-kadang
persamaan mereka ditunjukkan dalam karakteristik seperti cara berjalan,gerak
tangan, serta perubahan lagu suara yang cukup mencolok. Dalam hal demikian
anak dikatakan identik dengan ibu atau ayahnya.
Kondisi identifikasi berasal dari aliran Psikoanalisa dan memegang memegang
peranan penting dalam teori Freud. Dalam teori Psikoanalitik, identifikasi
dihubungkan dengan proses tidak disadari yang dilalui seseorang dalam meniru
karakteristik ( sikap, pola, perilaku, emosi) orang lain. Anak-anak, dengan
meniru sikap serta ciri orang tua mereka, akan merasa bahwa mereka telah
menyerap sebahagian kekuatan dan persyaratan yang dimiliki orang tuanya.
Identitifasi menurut pandangan Psikioanalitik, lebih dari penjiplakan perilaku
orang tua; anak itu memberi respon seolah-olah ia adalah ibu atau ayah. Jadi
seorang anak perempuan yang mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya,
merasa bangga jika ibunya menerima penghargaan atau kehormatan seolah-olah
ia sendiri yang menerimanya. Melalui proses identifikasi,anak memperolah
perilaku yang berbeda-beda yang terlibat dalam perkambangan kontrol diri,
pertimbangan yang baik buruk dibentuk dengan cara menggabungkan standar
perbuatan orang tua sehingga anak berbuat menurut standar tersebut meskipun
pada waktu ibu atau ayah sedang tidak ada, dan anak akan merasa berdosa jika
melanggar standar itu.
Beberapa
ahli
psikologi
meragukan
pandangan
psikoanalitik
mengenai
identifikasi sebagai proses tidak disadari yang menyatu. Mereka menyatakan
bahwa tidak semua anak menyamai orang tua mereka dalam semua hal. Sebagai
contoh,
seorang
anak
perempuan
mungkin
akan
mencoba
menyamai
kemampuan bergaul dan rasa humor seperti ibunya., tetapi bukan nilai-nilai
169
moralnya. Para ahli psikologi memandang identifikasi sebagai suatu bentuk
kegiatan belajar ; anak-anak menirukan perilaku tertentu dari orang tua mereka,
karena mereka diberi ganjaran untuk melakukan itu. Saudara kandung, teman
sebaya, guru dan tokoh TV merupakan model lain yang berperan sebagai sumber
imitasi atau identifikasi. Menurut pandangan ini, identifikasi merupakan proses
yang berkesinambungan pada saat respon baru diperoleh sebagai hasil
pengalaman langsung dan tidak langsung bersama orang tua atau model lain.
Sebagian
besar
ahli
psikologi
–
tanpa
memandang
cara
mereka
mengidentifikasikannya – memandang identifikasi sebagai proses dasar melatih
pergaulan anak-anak. Dengan cara menirukan orang penting dalam lingkungan
mereka, anak-anak memperoleh sikap dan perilaku yang diharapkan orang
dewasa dalam masyarakat mereka. Orang tua, karena merupakan sekutu yang
paling awal dan paling bertemu. Merupakan sumber utama identifikasi salah
satu orang tua yang jenis kelaminnya sama merupakan model untuk perilaku
seks yang dicontoh.
Jika pada masa kanak-kanak dahulu anak-anak selalu menemukan setiap
perbuatan ibu dan ayahnya, dengan bermain ibu-ibuan atau ayah-ayahan, suka
memakai baju dan sepatu ibu serta ayah (melakukan identifikasi terhadap orang
tuanya,),maka pada usia prapuber, dan dengan ditemukan AKU-nya, anak
berusaha melepaskan identifikasi lama itu.
Anak mulai bersikap kritis terhadap orangtuanya, terutama sekali terhadap
ibunya. Anak lalu melebih-lebihkan kemampuan sendiri, dan berusaha keras
untuk berbeda dengan orang tuanya. Dan sebagai substitusi / pegganti
orangtuanya, anak mengadakan identifikasi dengan salah seorang kawan, guru
di sekolah, bintang film, tokoh pahlawan, dan seterusnya. Sebab pribadi-pribadi
tersebut dianggap sebagai substitusi – identifikasi atau sebagai Aku ideal aku
ideal ini dianggap mempunyai sifat-sifat yang unggul dari orang tuanya.
170
Usaha ini ada baiknya, sebab peleketan menyeluruh atau identifikasi total
terhadap orang tua bisa menjadi penghalang bagi proses kemandirian anak.
Identifikasi ekstrim terhadap salah satu kedua orang tuanya mengakibatkan anak
tetap dalam status infantilisme- psikis, dan tidak mampu menjadi dewasa secara
penuh.
Gejala infantilisme – psikis tersebut sering terdapat pada orang dewasa, sebagai
bentuk penlekatan pada figure ibu atau ayahnya tidak bisa di sublimasikan atau
diselesaikan selama periode pra purbertas. Selanjutnya selama pra-purbetas ini
proses subtitusi identifikasi tadi lebih banyak peniruan, seperti bermain – main
saja, dan berganti-ganti bentuknya. Karena itu anak sering berganti teman dang
anti “pacar”; dan cintanya berupa cinta monyet.
Perbuatan identifikasi ini diharapkan untuk membeikan rasa aman atau rasa
kehangatan pada diri anak yang masih labil mentalnya itu. Sebab, sungguhpun
anak-anak sudah mengangkat diri sendiri sebagai “ dewasa” , dan merasa lebih
besar, lebih pandai atau lebih mengerti dari pada orangtuanya, namun jauh
dalam lubuk hatinya masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang
ragu. Oleh karena itu dia memberikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri
anak yang masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu.
Oleh karena itu dia memerlukan seorang duplikat; yaiyu seorang kawan yang
keadaannya hamper sama dengan dirinya sebagai “ penyangga”EGO-nya.
Agaknya peristiwa memajukan diri- mendua kalikan diri dengan mencari
seorang kawan substitusi, untuk menyangga kepribadiannya itu, dianggap perlu,
untukmemberikan dukungan moril agar dirinya menjadi lebih kuat.
Dapat dipahami kalau anak-anak puer ini memerlukan seseorang untuk
dijadikan kawan berbincang dan tempat curahan suka-dukanya , kawan untuk
membagikan rasa kecemasan dan permusuhan, untuk ikut memikul semua
rahasia dan dambaan hati, rasa dosa dan pedih dan sebagainya. Dengan
171
membagikan/ mencurahkan beban hati serta pikiran yang kompleks itu akan
terasa oleh anak bahwa “penderitaannya”bisa terungkit lepas.
Banyak kualitas pribadi yang sama sekali bukan tipe menurut jenis kelamin,
misalnya antusiasme, rasa humor, keramahtamahan, dan kesatuan karakteristik
yang dibagi antara laki-laki dan perempuan. Seorang anak dapat mempelajari
karakteristik semacam itu dari salah satu orangtuanya tanpa melanggar
kebiasaan peran jenis kelamin. Ketika mahasiswa perguruan tinggi diinterview
mengenai persamaan perilaku mereka dengan orang tua mereka dalam hal
temperamen dan minat, seperempat dari jumlah laki-laki percaya bahwa mereka
menyerupai ibunya dalam hal itu dan jumlah yang sama dipihak perempuan
merasa menyerupai bapak mereka, banyak juga yang menyatakan persamaan
dengan kedua orang tua mereka (H.Hilgard,1980).
Eksperimen yang pernah dilakukan memberi kita beberapa petunjuk mengenai
jenis variable yang mempengaruhi identifikasi, diantaranya adalah:
1. Beberapa studi menunjukkan bahwa orang dewasa yang hangat dan mendidik
lebih cenderung ditiru daripada mereka yang tidak hangat dan tidak mendidik.
Anak laki-laki yang memperoleh skor tinggi dalam tes kejantanan condong
memiliki hubungan yang lebih hangat dan lebih penuh kasih sayang dengan
ayah mereka dibandingkan dengan anak laki-laki yang memperoleh skor anak
perempuan
yang dinilai cukup feminim juga memiliki hubungan yang lebih
hangat dan inti, dengan ibu mereka daripada anak perempuan yang dinilai
kurang feminism (Mussen dan Rutherford, 1963).
2. Kekuasaan
orang
dewasa
dalam
mengontrol
lingkungan
anak
juga
mempengaruhi kecenderungan terhadap proses identifikasi. Jika pihak ibu
dominant, anak perempuan cenderung lebih menyamai ibu daripada bapak, dan
anak laki-laki mungkin akan menghadapi kesulitan mengembangkan peran
berdasarkan jenis kelamin yang bersifat maskulin. Dalam keluarga dengan
dominasi dipihak ayah, anak perempuan lebih menyamai ibunya pada tingkat
172
derajat yang tinggi. Bagi anak perempuan, kehangatan dari kepercayaan diri
ibunya nampaknya lebih penting daripada kekuasaannya (Hetherington dan
Frankie,1967).
3. Faktor ketiga yang mempengaruhi identifikasi adalah persamaan persepsi antara
anak/individu dan model (contoh)nya. Sampai pada taraf dimana seorang anak
mempeunyai dasar yang obyektif dalam memandang dirinya sama dengan salah
seorang tuanya, anak itu akan cenderung menyamakan dirinya dengan ibu atau
ayahnya. Seorang anak perempuan yang tinggi dan berangka tubuh besar
dengan bagian muka yang sama dengan ayahnya akan menghadapi kesulitan
yang
lebih
besar
dalam
menyamakan
dirinya
dengan
ibunya
yang
perawakannya mungil dibandingkan dengan adik perempuannya
yang
perawakannya sama dengan ibunya.
g. Tahapan Bermain Sosial
1) Solitary Play (0-2 years): Anak cenderung bermain sendiri. Anak senang
bermain dengan orang yang lebih dewasa tetapi kurang berinteraksi dengna
teman sebaya
2) Parallel Play (2+ years): Anak mulai duduk bersama dengan teman lain yang
sebaya. Namun anak tidak banyak melakukan interaksi satu sama lain.
3) Associative Play (3+ years): Anak menunjukkan ketertarikan pada teman
sebaya dan ingin bermain dengan anak lain. Pada tahap ini anak bermain
dalam kelompok kecil dan mengikuti arahan guru
4) Group Play (4+ years): anak siap berpartisipasi dan bekerjasama dalam
melakukan suatu kegiatan di kelompok kecil. Anak juga sudah siap untuk
belajar mengatur dirinya dan bermain secara mandiri
5) Games with Rules (6+ years): anak dapat memahami aturan dalam
bermain. Permainan yang bersifat teamwork dan kompetitif baru dapat
diberikan setelah tahap ini tercapai.
173
h. Karakteristik Perkembangan Sosial
Menurut Erikson, masa kanak-kanak merupakan gambaran awal individu
sebagai seorang manusia, dimana pola sikap dan perilaku yang diperoleh anak,
akan menjadi peletak dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak usia
dini, khususnya pada usia 4-5 tahun sangat senang meniru pembicaraan
maupun tindakan orang lain. Menurut Erikson, tahapan perkembangan
psikososial pada anak pra sekolah adalah tahapan inisiatif /prakarsa versus
rasa bersalah . Pada tahap ini anak terlihat aktif dan mulai bermain serta
menjalin komunikasi dengan anak-anak lain. Pada tahap ini, anak juga memiliki
rasa ingin tahu yang besar dan menunjukkan perhatian terhadap perbedaan
jenis kelamin.
Ciri-ciri perkembangan sosial menurut Steinberg (1995), Hughes (1995) dan
Piaget (1996) adalah: (1) memilih teman yang sejenis; (2) cenderung lebih
percaya pada teman sebaya; (3) agresivitas lebih meningkat; (4) senang
bergabung dalam kelompok; (5)memahami keberadaan bersama kelompok; (6)
berpartisipasi
dengan
pekerjaan
orang
dewasa;
(7)
belajar
membina
persahabatan dengan orang lain; (8) menunjukkan rasa setia kawan.
Ketrampilan sosialisasi yang
diharapkan berkembang pada anak adalah
kerjasama, bergiliran, inisiatif/kepemimpinan, berbagi, disiplin, partisipasi.
i. Pengertian emosi
Emosi berperan penting bagi anak . Pada usia dini, anak telah belajar tentang
emosi, walaupun di usia tersebut anak belum dapat menginterpretasi
serangkaian emosi negatif yang diekspresikan orang lain. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sroufe: ‘By the preschool period, children have learned a great deal
about emotion and emotional expression. Although preschoolers are still not very good
at interpreting the range of negative emotions that others may express.’ Emosi
174
menunjukkan kondisi perasaan anak. Anak yang sedang gembira akan
menunjukkan emosi dengan cara tertawa atau tersenyum. Anak yang sedang
sedih akan menunjukkan emosi dengan menangis atau merengutkan wajah.
Berbagai emosi yang diekspresikan anak menunjukkan pada orang lain, apa
yang anak rasakan atau anak inginkan pada saat tertentu.
Kata ’emosi’ berasal dari bahasa latin yang berarti ’mengeluarkan (to move out),
menstimulasi dan memotivasi (to excite). Arti yang sepadan sering digunakan
oleh para psikolog yaitu perasaan (affect, feeling), yang dikontraskan dengan
kognisi (cognition) ataupun tindakan (action). Menurut Lindgren, pada
dasarnya emosi adalah keadaan antusiasme umum yang diekspresikan dengan
perubahan pada perasaan dan kondisi tubuh. ‘Essentially, emotion is a state of
generalized excitement that expresses itself in changes in feeling tone and body
condition.’ Santrock memandang emosi dari segi psikologis dan gejala yang
timbul. Emosi adalah perasaa afeksi yang melibatkan kombinasi stimulasi
psikologis (seperti jantung yang berdetak lebih kencang) dan ekspresi perilaku
(seperti senyuman atau menyeringai). ‘Emotion as feeling of affect that involves a
mixture of psychological arousal
(fast heartbeat) and overt behavior(a smile or
grimace).’
Keinginan memberikan definisi yang komprehensif tentang emosi. Hal itu
berkaitan dengan perasaan seseorang saat merasa emosional. Dasar dari emosi
adalah kondisi tubuh dan
fisiologis . Dengan demikian, emosi akan
berpengaruh terhadap persepsi, berpikir dan berperilaku. Emosi dapat
diekspresikan melalui bahasa, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Emosi dapat
menjadi pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah
reaksi yang meliputi perubahan fisiologis, ekspresi tingkah laku dan perubahan
175
perasaan
karena suatu kejadian yang dialami seseorang saat menghadapi
situasi tertentu.
j. Pola Dasar Emosi
Ada tiga pola dasar emosi yang timbul pada anak yaitu takut, marah dan cinta
(fear, anger and love). Jenis emosi tersebut menunjukkan respon tertentu yang
memungkinkan terjadinya perubahan pada perilaku anak. Emosi dapat berubah
bukan hanya disebabkn adanya perubahan perasaan , tapi juga karena kondisi
lingkungan yang dialami anak. Hurlock menyatakan ada 3 jenis ekspresi emosi
yang umum, yaitu takut, marah dan senang. Rasa takut dapat timbul karena
adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana anak perlu
menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada
anak-anak untuk menarik perhatian orang lain, Rasa senang merupakan bentuk
emosi yang menunjukkan kegembiaraan atau keriangan yang dapat siertai
dengan ekspresi tawa, senyum sebagai tanda relaksasi tubuh. Ahli psikologi
lainnya melihat pola emosi dari segi sumber atau asal emosi itu, yaitu marah,
takut dan cinta. Marah terjadi saat anak bergerak menentang sumber frustasi
atau masalah. Takut terjadi saat anak bergerak meninggalkan sumber frustasi
atau masalah. Sedangkan cinta yaitu dimana anak bergerak menuju ke sumber
kesenangan.
k. Tipe Emosi Anak
Ada berbagai macam emosi yang biasa ditunjukkan pada anak pra sekolah
sebagai berikut:
1) Takut adalah perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan.
pengalaman
Pembiasaan,
yang
kurang
peniruan
dan
menyenangkan,
ingatan
anak
terhadap
berkontribusi
terhadap
munculnya rasa takut terhadap sesuatu.
176
2) Senang adalah perasaan yang positif dimana anak merasa nyaman karena
keinginannya terpenuhi
3) Marah adalah reaksi terhadap situasi frustasi yang dialami, dimana
melibatkan perasaan tidak senang atas hambatan yang dihadapi. Anak
mengungkapkan rasa marah dengan berbagai cara misalnya menangis,
menendang, menggertak, memukul dan sebagainya
4) Ingin tahu adalah keingintahuan anak terhadap hal-hal baru, yang berkaitan
dengan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya
5) Sedih adalah perasaan yang muncul saat anak kehilangan atau tidak
memperoleh sesuatu yang diharapka. Biasanya ungkapan rasa sedih anak
adalah dengan menagnis atau kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.
6) Afeksi adalah perasaan anak yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang
pada sesuatu, misalnya dengan memeluk, mencium, atau menepuk objek
yang disukai
l. Manfaat dan Fungsi Emosi Anak
Emosi diperlukan anak dalam kehidupan sehari-hari, bahkan emosi semacam
marah dan takut sekalipun. Saat
anak mendapatkan kesempatan untuk
mengekspresikan emosi, anak mendapatkan pengalaman dan bisa merasakan
kesenangan dalam kehidupan sehari-hari. Emosi juga mempersiapkan tubuh
anak untuk melakukan suatu aktivitas. Semakin intens emosi yang terjadi, maka
terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh sehingga hal ini dapat mendorong
tubuh untuk mempersiapkan tindakan tertentu. Jika persiapan tersebut tidak
dibutuhkan, maka akan membuat anak gugup ataupun cemas. Emosi
memberikan kekuatan tanda pada social tentang perasaan seseorang. Anak
memberikan
tanda
ini
melalui
berbagai
ekspresi
wajah
yang
dapat
mengkomunikasikan perasaan mereka. Dengan demikian hal itu dapat
membantu anak beradaptasi dengan lingkungan, menyebabkan terjadinya
physiological arousal, dan memotivasi terjadinya perilaku.
177
m. Emosi sebagai Bentuk Komunikasi
Emosi merupakan bentuk dari komunikasi, dimana anak mengekspresikan
emosi dengan menunjukkan perubahan pada ekspresi wajah dan perubahan
tubuhnya . Anak juga mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain dan
berusaha menginterpretasi perasaan orang lain terhadap dirinya. Emosi dapat
mewarnai kehidupan anak. Cara anak memandang perannya dan posisinya di
lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, dipengaruhi oleh kondisi emosi
mereka, apakah senang, ingin tahu, malu, takut, agresif, dan sebagainya.
n. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak
Berikut ini adalah karakteristik emosi pada anak usia dini:
1) Emosi anak berlangsung singkat
2) Emosi anak bersifat intense
3) Emosi anak bersifat temporer
4) Emosi anak muncul cukup sering
5) Respon emosi anak bermacam-macam
6) Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya
7) Kekuatan emosi anak dapat berubah
8) Ekspresi emosi anak dapat berubah
Menurut Piaget, anak yang berada pada tahap perkembangan kognitif pra
operasional (2-7 tahun) ditandai dengan egosentrisme yang kuat, gagasan
imajinatif, bertindak berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak berdasarkan
pemikiran yang rasional. Kroh menyatakan bahwa emosi anak usia 4-5 tahun
berada pada masa kegoncangan atau biasa disebut sebagai trotz period. Pada
masa ini muncul gejala ‘kenakalan’ yang umum terjadi pada anak, dimana anak
menunjukkan
sikap
menentang
pada
kehendak
orang
tua,
kadang
menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar hal yang dilarang
178
dan sebagainya. Pada usia ini, anak juga tekadang mengalami temper tantrum
yaitu letupan kemarahan atau mengamuk. Bentuk perilaku misalnya dengan
menangis, menjerit, melempar barang, membuat tubuhnya kaku, memukul,
berguling atau tidak mau beranjak ke tempat lain. Temper berarti suatu gaya,
sikap atau perilaku yang menunjukkan
kemarahan. Tantrum adalah suatu
ledakan emosi yang kuat, disertai rasa marah, serangan yang bersifat agresif,
menangis, menjerit, melempar, berguling atau menghentakan kaki. Tenper
tantrum adalah ungkapan kemarahan anak yang disertai dengan tindakan
negative atau destruktif. Temper tantrum terjadi karena anak belum memahami
cara yang tepat
untuk mengekspresikan emosi atau mengendalikan diri.
Tantrum pada anak dapat menguji batasan apakah pendidik menyatakan atau
menerapkan sesuatu secara sungguh-sungguh. Anak akan melihat reaksi atau
respon pendidik saat menghadapi tantrum.Di satu sisi, tantrum dapat
memungkinkan anak untuk menyatakan kemandiriannya, mengekspresikan
individualitasnya,
menyuarakan
pendapatnya,
melepaskan
kemarahan/frustasi, melepaskan energi atau emosi yang tertahan dan
sebagainya. Di sisi lain, anak perlu dibimbing untuk dapat mengekspresikan
kemarahannya
dengan
cara
yang
dapat
diterima
oleh
lingkungan.
Penyebab tantrum antara lain sebagai berikut: (1) frustasi; (2) kelelahan;
(3) lapar; (4) sakit; (5) kemarahan; (6) kecemburuan; (7) perubahan dalam
rutinitas; (8) tekanan di rumah (misalnya akibat ketidakharmonisan orang tua,
pindah rumah, kematian, sakit atau masalah keuangan); (9) tekanan di sekolah;
dan (10) rasa tidak nyaman. Dalam penanganan tantrum, pendidik tidak
diharapkan untuk menetapkan harapan yang tinggi pada anak sebagaimana
standar orang dewasa. Pendidik tidak menafsirkan kemampuan berbicara anak
sebagai ketrampilan menalarnya. Hal ini dikarenakan terkadang anak mampu
mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka pahami. Langkah-langkah
untuk meminimalkan munculnya temper tantrum pada anak : (1) mengenali
pola tantrum pada anak. (2) Memberikan kegiatan yang menyenangkan dan
179
positif bagi anak serta dan pujian/hadiah untuk usaha anak; (3) memberi label
emosi pada anak; (4)mengajarkan kontrol diri : (5)mengajarkan relaksasi;
(6)menentukan batasan yang wajar untuk anak. Respon pendidik saat anak
tantrum : (1) memastikan keamanan untuk anak; (2) bersikap tenang dalam
menghadapi tantrum: (3) mengabaikan tantrum jika itu dimaksudkan untuk
mencari
perhatian;
(4)
membendung
kekacauan;
(5)
memaafkan
dan
melupakan.
Borden menjelaskan, bahwa di usia pra sekolah (5-6 tahun), karakteristik
perkembangan emosi anak antara lain adalah sebagai berikut:
1) Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman
2) Sudah lebih mampu mengikuti aturan
3) Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga menunjukkan ketergantungan
di sisi lain
4) Sudah lebih mampu membaca situasi
5) Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan
6) Mulai sabar menunggu giliran
7) Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun teman
8) Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa
o. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Emosi Anak
1) Kematangan; kematangan secara mental akan mempengaruhi bagaimana
seseorang berkembang emosinya. Kematangan biasanya dipengaruhi oleh usia
kronologis, artinya semakin bertambah usia kronologis orang tersebut, ada
kecenderungan emosinya semakin matang.
2) Belajar: pembiasaan dan contoh
Anak yang dibiasakan untuk mengekspresikan emosinya secara wajar akan memiliki
perkembangan
emosi
yang
baik
dibandingkan
dengan
anak
yang
tidak
mendapatkan kesempatan.Anak akan mendapatkan keseimbangan emosi yang
180
mendukung pertumbuhan dan perkembangan lainnya. Contoh melalui pembiasaan
untuk bersikap positif terhadap ekspresi emosi yang muncul akan menjadikan anak
tidak mengalami gangguan dalam perkembangan emosi.
3) Inteligensi;
4) Jenis kelamin; Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi perkembangan emosi
terutama karena perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan. Peran jenis
kelamin dan tuntutan social sesuai jenis kelamin juga akan mempengaruhi
perkembangan emosi anak.
5) Status ekonomi;
6) Kondisi fisik;
7) Pola Asuh; Keluarga berperan optimal dalam perkembangan bila menerapkan
pola pengasuhan demokratis. Pola asuh ini akan memenuhi kebutuhan psikologis
anak karena orang tua cenderung memberikan perlakuan yang tepat terhadap
ekspresi emosi anak. Pola asuh demokratis juga akan membuat keluarga menjadi
harmonis yang sangat membantu anak dalam membangun kecerdasan emosinya.
1) Kematangan
2) Belajar: pembiasaan dan contoh
3) Inteligensi
4) Jenis kelamin
5) Status ekonomi
6) Kondisi fisik
7) Posisi anak dalam keluarga
p. Kecerdasan Emosi
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari
kecerdasan social yang melibatkan kemampuan emosi diri dalam berhubungan
dengan orang lain, kemampuan memilah dan menggunakan informasi dalam
berpikir dan berperilaku. Dengan demikian, kecerdasan emosional berada
181
dalam wilayah kecerdasan social. Sebagai contoh, dalam berinteraksi dengan
orang
lain,
emosi
dan
perasaan
individu
ikut
berperan.
Goleman
mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi diri
dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan diri, dan mengatur suasana
hati. Dari berbagai definisi yang ada, dapat dideskripsikan bahwa kecerdasan
emosi adalah suatu kemampuan mengenali dan memahami emosi diri. Hal ini
terkait dengan kemampuan mengungkapkan perasaan secara baik, tepat dan
wajar. Kecerdasan emosi terkait dengan berbagai kemampuan sebagai berikut:
(1) Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri; (2) Kemampuan untuk
mengelola & mengekspresikan emosi diri dengan tepat; (3) Kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri; (4) Kemampuan untuk mengenali orang lain; (5)
Kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, untuk
memiliki kecerdasan emosional, membutuhkan proses dan latihan. Ketrampilan
mengelola perasaan perlu dilatih sejak anak berusia dini secara bertahap. Jika
ini dilakukan, maka diharapkan anak dapat bertahan dan dapat melakukan
pemecahan masalah dalam kehidupannya.
q. Peran Guru dalam Pengembangan Kemampuan Sosial dan Emosi Anak
Peran pendidik dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi
dan emosi
pada anak usia dini adalah sebagai berikut:
1) Memberikan berbagai stimulasi pada anak
Pendidik perlu memberikan stimulasi atau rangsangan edukatif agar
kemampuan sosial emosi anak dapat berkembang sesuai dengan tahapan
usianya. Kegiatan belajar seraya bermain dapat dioptimalkan sebagai cara
untuk menstimulasi anak, misal: mengajak anak terlibat dalam permainan
kelompok
kecil,
melatih
anak
bermain
bergiliran,
mengajak
anak
menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk
berbagi dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi sebuah bencana, dsb.
2) Menciptakan lingkungan yang kondusif
182
Pendidik perlu mengelola kelas menjadi tempat yang dapat mengembangkan
kemampuan sosial emosi anak, terutama kesadaran anak untuk bertanggung
jawab terhadap benda dan tindakan yang dilakukannya. Lingkungan ini
dapat berupa lingkungan fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan
pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya
sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan
yang penuh cinta kasih sehingga anak merasa aman dan nyaman di kelas.
3) Memberikan contoh
Pendidik adalah contoh konkret bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata
pendidik akan diikuti oleh anak. Oleh karena itu, pendidik seyogyanya dapat
menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti
menghargai
pendapat
anak,bersedia
menyimak
keluh
kesah
anak,
membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi
anak, dsb.
4) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
Pendidikan
sebaiknya
tidak
sungkan
memberikan
pujian
terhadap
kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional.
Pujian dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Secara lisan, pujian
diberikan sesegara mungkin setelah anak menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan tujuan pengembangan sosial emosional tercapai. Sementara pujian
non lisan dapat berupa senyuman, pelukan, atau pemberian benda-benda
tertentu yang bermakna untuk anak.
1) Memberikan berbagai stimulasi pada anak
2) Memperhatikan usia, kebutuhan dan tahap perkembangan anak
3) Menciptakan lingkungan yang kondusif
4) Memberikan contoh
5) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
183
r. Peran Guru dalam Pengembangan Program untuk Meningkatkan Sosilisasi
dan Emosi anak
Dalam mengembangkan program untuk optimalisasi ketrampilan sosialisasi
dan emosi anak, guru perlu melakukan hal sebagai berikut:
2) Memberikan pilihan pada anak
3) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
4) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
5) Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri
6) Menghargai ide/gagasan anak
7) Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah
3. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas!
a. Bagaimanakah peran guru dalam mengembangkan ketrampilan social dan
emosi pada anak usia dini?
b. Bagaimana sikap dan perilaku yang perlu ditunjukkan seorang guru dalam
menghadapi anak yang mengalami temper tantrum/mengamuk?
c. Berikan
contoh
kegiatan
dalam
mengembangkan
ketrampilan
yang
ketrampilan
yang
menekankan pada sosialisasi pada anak usia dini!
d. Berikan
contoh
kegiatan
dalam
mengembangkan
menekankan pada pengembangan emosi pada anak usia dini!
e. Berikan contoh konkret pengaruh budaya terhadap pelaksanaan program di
lembaga anak usia dini!
G. Perkembangan Moral dan Agama Anak Usia Dini
1. Uraian Materi
Pendahuluan
Moral berasal dari bahasa latin “Mores” yang artinya tata cara, kebiasaan, dan
adat. Menurut Hurlock moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial
184
yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem
kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang
tindakan yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan
berusaha berbuat sesuai dengan harapan masyarakat. Menurut Immanuel Kant
moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum
batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Berdasarkan
pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah
sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan tentang perbuatan benar dan salah
yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasan dari standar sosial yang dipengaruhi dari
luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Perkembangan moral itu sendiri berkaitan dengan aturan dan konvensi
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Moral berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial.
Menurut Gibs dan Power, perkembangan moral adalah perubahan penalaran,
perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan
moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia
tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur
interaksi sosial dan penyelesaian konflik.
Tindakan, sikap dan tingkah laku anak dan setiap individu dalam berinteraksi
dengan lingkungannya tidak lepas dari perilaku moral yang dimiliki. Melalui
perilaku moral tersebut setiap individu akan mampu menempatkan diri dan diterima
oleh lingkungan yang sesuai dengan standar norma-norma yang berlaku.
Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai
dengan tahapan perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu
saja, melainkan harus ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum
memiliki konsep tentang perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu,
pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan
menghindari hal yang salah belum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak
185
berperilaku hanya karena dorongan naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas
dasar tersebut maka pada diri anak harus ditanamkan perilaku moral yang sesuai
dengan standar yang berlaku dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal.
Pada usia 4-6 tahun anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu
tingkah laku ada yang baik dan tidak baik. Anak memperlihatkan sesuatu perbuatan
baik tanpa mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini
untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial
atau memperoleh pujian. Anak pada usia 4 tahun, umumnya mereka mulai
memasuki dunia barunya, yaitu dunia sekolah. Di sekolah anak dituntut untuk
berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan juga guru-guru mereka. Jadi dalam
hal ini interaksi anak lebih luas dari yang awalnya hanya berinteraksi didalam
lingkungan keluarga dan sekarang bertambah menjadi lingkungan sekolah. Pada
usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak
tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar
mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan
teman-teman dan guru mereka di sekolah. Selain itu anak dapat membedakan apa
yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku
sopan dimanapun ia berada.
Tahapan Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4-12 tahun
menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir
tentang moralitas yaitu :
1. Tahap Moralitas Heteronom
Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heteronom, yaitu tahap
pertama dari perkembangan moral. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan
adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak
berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasanpembatasan dalam bertingkah laku.
186
Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku
berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga
percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas yang
berkuasa. Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri,
melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan
kesempatan pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa
peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah.
2. Tahap Moralitas Otonomi
Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menujukkan sebagian
ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap
kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum
dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan
mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan
adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan
dimana anak berada.
Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran,
maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak
merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir
secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada
bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin
berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang persoalanpersoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat.
Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang
moral berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga)
tingkatan penalaran tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 (dua)
tahapan, yaitu :
1. Moralitas Prakonvensional,
Penalaran prakonvemsional adalah tingkat terendah dari penalaran
moral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward
187
(imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal. Tahap satu, Moralitas
Heteronom adalah tahap pertama pada tingkat penalaran prakonvensional.
Pada tahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir
bahwa mereka harus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu
tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Contoh: “Bersalah” dicubit. Kakak
membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas-batas
tertentu).
Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada
tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah hal yang
benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir
apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran
yang setara. Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap
dirinya, anak menyesuaikan terhadap harapan sosialuntuk memperoleh
penghargaan. Contoh: Berbuat benar a dipuji “pintar sekali”.
2. Moralitas Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau menengah dalam
tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu,
tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orangtua atau
pemerintah. Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan
baik dengan mereka.
Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada
tahap ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap
orang lain sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini, seseorang
menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain
dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Contohnya adalah
mengembalikan krayon ke tempat semula sesudah digunakan (nilai moral =
tanggung jawab).
188
Tahap kedua, moralitas sistem sosial, pada tahap ini penilaian moral
didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan,
dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial menerima
peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka mereka harus
berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan dan
ketidaksetujuan sosial. Contohnya adalah bersama- sama membersihkan kelas,
semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral = gotong
royong).
3. Moralitas Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam
tahapan moral Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur
moral alternatif, dapat memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang
peraturan, dan moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri.
Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena
merupakan kesadaran dari diri orang tersebut.
Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai,
hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang perlunya keluwesan dan adanya
modifikasi dan perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan
kelompok secara keseluruhan. Contoh pada tahun ajaran baru sekolah
memperkenankan orang tua menunggu anaknya selama lebih kurang satu
minggu, setelah itu anak harus berani ditinggal.
Tahap kedua, prinsip universal, pada tahap ini seseorang menyesuaikan
dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa
tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial
(orang yang tetap mempertahankan moralitas tanpa takut dari kecaman orang
lain). Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar tidurnya segera
setelah ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam
keadaan rapih.
189
Pengembangan Moral pada Anak Usia Dini
Membentuk moral anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan ketika anak
memasuki tahun pertama usianya. Dengan pengetahuan moral, anak diajak berpikir
dan membangun etika dan karakter dirinya yang baik. Orangtua memiliki peran
penting dalam upaya pengembangan moral anak sejak usia dini. Pada tahun-tahun
pertama
dari kehidupan anak,
orang tua hendaknya menanamkan dasar
mempercayai orang lain. Misalnya anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa
aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut
demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk
menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap sebagai “pembohong”. Orangtua dan
guru di sekolah dapat saling bekerja sama dalam pengembangan moral anak usia
dini. Anak diajarkan tentang interaksi sosial dan perbedaan dalam lingkungan
masyarakat. Agar perkembangan moral anak berkembang dengan optimal harus
dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Pentingnya pengembangan
moral pada anak usia dini :
• Mempelajari apa saja yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sesuai
hukum, kebiasaan dan peraturan yang diberlakukan.
• Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku anak tidak sesuai
dengan harapan kelompok.
• Kesempatan untuk berinteraksi sosial untuk belajar tentang apa-apa saja yang
diharapkan anggota kelompok.
Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang
pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga
diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan
progresif. Pada anak usia 1 tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar
berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang
lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima masih
bila diberi sesuatu dan lain sebagainya. Misalnya pada usia anak mencapai 6 - 8
190
tahun yang rata pada usia tersebut anak duduk di kelas 1 – 3 Sekolah Dasar, maka
“Pekerjaan Rumah” adalah disamping untuk menguji kemampuan anak mengenai
suatu materi, maka anak pun sekaligus berlatih untuk bertanggung jawab, melatih
memori, juga kemandirian serta bagaimana anak belajar mengatur waktunya.
Pengembangan moral pada anak usia dini juga dapat dilakukan dengan
pemodelan (modelling) atau belajar melalui imitasi. Salah satu cara pemodelan pada
anak yaitu dengan bermain peran (role playing), ketika bermain peran anak
menciptakan suatu situasi dimana anak diminta untuk melakukan suatu peran
tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran
tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah
sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan dan untuk menggambarkan
suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya.
Nilai-nilai moral yang dapat dibelajarkan pada anak usia dini
Pengembangan moral pada anak usia dini berkaitan dengan Pendidikan
Karakter yang diajarkan di sekolah. Pendidikan Karakter memberikan kesempatan
untuk mengembangkan perilaku moral pada anak. Beberapa perilaku moral yang
dapat dikembangakan pada anak usia dini, yaitu :
1. Kerjasama
Kerjasama dapat diajarkan kepada anak melalui kegiatan belajar dalam
kelompok. Kerjasama penting diajarkan kepada anak agar mereka mampu menjalin
hubungan yang baik dengan orang lain dan mampu memahami adanya perbedaan
dalam setiap individu. Salah satu cara mengajarkan kerjasama pada anak misalnya,
guru membagi anak menjadi beberapa kelompok untuk melakukan kegiatan belajar,
guru akan mengajak anak belajar membuat sebuah hasil karya dari daun-daun yang
ada di sekitar sekolah, kemudian anak bersama dua temannya mencari daun bersama
dan kemudian membuat daun tersebut menjadi sebuah gambar atau hasil karya
lainnya.
2. Bergiliran
191
Bergiliran perlu dijarkan kepada anak agar mereka belajar untuk sabar,
memahami aturan, dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dapat
diajarkan misalnya, anak mendapatkan giliran untuk memimpin doa di depan kelas,
anak bergiliran untuk memberikan pendapat, dan anak bergiliran untuk mencuci
tangan sebelum makan.
3. Disiplin diri
Disiplin dapat dibangun dalam diri anak melalui banyak cara, salah satunya
melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari di sekolah. Disiplin diajarkan kepada anak
agar anak memahami aturan dan tepat waktu. Disiplin dapat diajarkan dengan cara
misalnya, membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya di rak sepatu, dan
membiasakan anak untuk merapikan kembali peralatan belajar atau mainan yang
telah selesai digunakan.
4. Kejujuran
Kejujuran perlu dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Sikap jujur dapat
ditanamkan dalam diri anak melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari. Kejujuran
diajarkan kepada anak dengan tujuan agar anak mampu berprilaku sesuai dengan
norma yang ada dan berani mengakui kesalahannya. Kejujuran dapat diajarkan
dengan cara misalnya, ketika anak melakukan kesalahan atau berbuat salah, guru
dapat mengajak anak tersebut untuk berbicara berduaguru bertanya dengan cara
yang lembut kepada anak agar si anak mau mengakui kesalahannya.
5. Tanggung jawab
Rasa tanggung jawab dapat dibangun dalam diri anak sejak usia dini.
Salahsatunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari, misalnya anak dibiasakan
bertanggung jawab atas barang miliknya. Salah satu bentuk tanggung jawab anak
terhadap barang miliknya adalah merapikan kembali mainannya setelah selesai
digunakan.
6. Bersikap sopan dan berbahasa yang santun
Hal yang paling penting ketika anak berada dalam lingkungan sosialnya
adalah anak mampu bersikap sopan dan berbahasa yang santun agar mereka bisa
192
diterima di lingkungannya. Sikap sopan dan bahasa yang santun dapat dibangun
dalam diri anak melalui contoh perilaku yang ditunjukaan oleh orang dewasa yang
ada di sekitar mereka, salah satunya dari pendidik di sekolah. Pendidik harus selalu
menunjukkan sikap sayang dan berkata lembut kepada anak, agar si anak pun dapat
memiliki rasa sayang dan bicara dengan bahasa yang baik.
Strategi Pembiasaan Perilaku Moral
Cara terbaik untuk anak belajar adalah melalui bermain. Dalam upaya
pengambangan moral pada anak usia dini, pendidik dapat menciptakan kegiatan
belajar yang menyenangkan dan menggunakan strategi belajar yang bervariasi.
Beberapa strategi pengembangan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu :
•
Memberi anak kesempatan untuk sharing tentang perasaan dalam lingkungan yang
nyaman dan aman
•
Mengajarkan hal hal yang realistik dapat dimengerti oleh anak
•
Memberi kesempatan anak untuk berlatih belajar kooperatif dan berbagi tanggung
jawab
•
Mengundang teman yang berbeda budaya, mengembangkan rasa nasionalisme
•
Mengembangkan aturan kelas bersama
•
Memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat, bereksperimen
dalam belajar
•
Memberi contoh sikap/perilaku yang baik: keingintahuan, toleransi dll
Perkembangan Sikap Beragama Anak 4-6 Tahun
Makna sikap beragama memiliki arti yang sangat luas dan bermuara ke arah halhal yang mulia sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk ciptaanNYA. Sikap
beragama merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap
perilaku anak dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah
menuju manusia yang seutuhnya. Sikap beragama merupakan suatu hal yang sangat
penting yang diperlukan, karena spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri,
193
moral dan rasa memiliki, memberi arah dan arti pada kehidupan. Sikap beragama
merupakan suatu kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar
daripada kekuatan diri manusia dan suatu kesadaran yang menghubungkan manusia
langsung kepada sang maha pencipta. Hal ini dapat dimengerti anak dengan adanya
rasa kagum atas ciptaan Allah dan gejala alam yang dapat dirasakan dan dialaminya,
seperti adanya angin, hujan, matahari yang selalu terbit dan terbenam.
Pendidikan agama mempunyai suatu landasan pokok, yaitu penanaman iman
pada diri anak sebagai bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Tugas utama
dari orang tua/ orang dewasa terhadap anak dalam menanamkan keimanan kepada
anak perlu berhati-hati baik dalam contoh hiasan, tulisan maupun perbuatan.
Penanaman kemampuan pada anak- anak bertujuan agar dalam jiwa anak berangsurangsur tertanam perasaan cinta kepada Tuhan dan agama.
Agama merupakan pondasi awal untuk menanamkan rasa keimanan pada diri
anak. Dalam agama terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu keyakinan dan tata
cara yang mana kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada usia 0-2
tahun, merupakan masa ketergantungan terhadap orang tua, anak-anak kecil
memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya mel.alui pola peniruan. Walaupun
anak kecil itu tidak mengerti arti perbuatan tersebut, ia menirukan apa yang dilihatnya
dan belajar menentukan pola hidupnya untuk yang baik atau yang buruk. Konsepsi
anak kecil tentang Allah sebagian besar ditentukan oleh konsep dan sikap orang tua
terhadap Allah.
Anak yang berumur 2-3 tahun dapat mengerti bahwa Al-Kitab datangnya dari
Allah, Yesus adalah anak Allah, Gereja adalah rumah Allah, dan Allah mencintai dan
memelihara dia. Oleh karena ingatan mereka belum dapat diandalkan dan
perbendaharaan katanya terbatas maka konsepsi harus diajarkan berulang-ulang
dengan berbagai cara. Anak balita menyukai pengalaman ini. Cerita-cerita
Al-Kitab harus selalu disebut sebagai kebenaran dan diajarkan dari Al-Kitab
yang terbuka. Anak balita meniru orang tuanya, guru, dan kakaknya. Mungkin ia tidak
mengerti maksud tindakan-tindakan tersebut, tetapi ia meniru apa yang dilihat dan
194
akhirnya hidupnya ikut teladan orang-orang yang ditirunya, hal ini sering kali
menyangkut perasaan anak kepada Tuhannya.
Pada usia 4-6 tahun, anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar
mencintai orang-orang dalam rumahnya. Mungkin ia tidak mengerti sepenuhnya
tentang Allah sebagai Pencipta atau Yang Maha Tinggi, tetapi ia dapat merasakan rasa
terima kasih, cinta, dan penghormatan serta mengungkapkan perasaan-perasaan itu.
Pujian dan do’a anak usia ini harus diutarakan dalam kata-kata yang dapat dimengerti
dan hendaknya mengungkapkan perasaannya sendiri.
Hidup do’anya itu hendaknya menuntun dia untuk menaikkan ucapan syukur
maupun permintaan do’a kepada bapa di surga. Dengan mudah guru dapat
mempengaruhi anak pada usia ini. Ia percaya segala sesuatu yang diucapkan
kepadanya. Ia pun perlu menyadari pengetahuan orang tua dan guru terbatas juga
walaupun mereka telah hidup lebih lama dari dia.
Usia 6-8 tahun, kemampuan anak untuk mengenal Allah bertambah ketika dunia
lingkungannya bertambah luas dan pengalamannya bertambah banyak. Anak
memperoleh manfaat bila ia beribadah sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri
dalam kebaktian sekolah minggu, kebaktian anak-anak, dan pekan rohani anak. Anak
usia ini senang mendengar cerita. Akan tetapi, karena hidup ini sekarang menjadi
kenyataan maka setelah mendengar cerita itu ia akan bertanya, ”Apa itu sesungguhnya
benar?”. Cerita sinterklas dan lain sebagainya dipertanyakan dan kemudian ditolak
karena cerita-cerita Al-Kitab diceritakan dan dibumbui hal-hal yang tidak benar, maka
cerita-cerita itu pun akan ditolaknya.
Berdusta pada usia 8 tahun dianggap lebih serius daripada berkata bohong pada
usia 4 tahun. Nilai keagamaan yg dikenalkan pada anak usia 4-6 tahun, adalah
Kedamaian , Kebahagiaan, dan Mencintai mahluk ciptaan Tuhan.
Pengembangan nilai agama pada anak usia dini dapat dilakukan melaui
pemodelan (modelling), anak belajar melalui imitasi. Bermain Peran (role playing), yaitu
menciptakan suatu situasi dimana individu diminta untuk melakukan suatu peran
tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran
195
tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah sikap
atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan.
Simulasi (simulation) adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggambarkan
suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Balikan Penampilan (performance feedback)
adalah informasi yang menggambarkan seberapa jauh hasil yang diperoleh dari role
playing, bentuknya dapat berupa reward, reinforcement, kritik dan dorongan.
Contoh Pengembangan Nilai Moral dan Agama
1. Nama Permainan
: ”GILIRANMU ... GILIRANKU...”
Sasaran
: Anak usia 4-5 Tahun
Tujuan
: Membiasakan anak untuk menunggu giliran
Media
: tali / pita dan kue
Evaluasi
: anak mampu menunggu giliran dan belajar sabar ketika
menunggu giliran
Deskripsi Kegiatan:
Ibu guru membagikan kue, setiap anak mendapat satu potong. Secara bergiliran anak
menerima kue dari bu guru. Ibu guru mengurutkan anak berdasarkan posisi mereka,
misalnya berjajar ke belakang. Ingatkan anak untuk tidak saling berebutan atau
saling mendahului. Selalu katakan “semua pasti dapat .... dan kita dapat makan
bersama”
Kiat Keberhasilan:
Biasakan anak untuk belajar melakukan kegiatan seperti ini disemua kesempatan,
dimana saja, kapan saja dan siapa saja harus antri.
2. Nama Kegiatan
: “MARI BERDOA BERSAMA”
Sasaran
: Usia 4-5 tahun
Tujuan
: Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
Media
: Diri sendiri
Evaluasi
: Anak mampu membaca doa sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan
196
Deskripsi Kegiatan:
Biasakan anak untuk berdoa setiap sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan.
Guru harus selalu mengajak dan mengingatkan anak-anak untuk berdoa.
Kiat Keberhasilan:
Biasakan anak berdoa sebelum dan setelah melakukan kegiatan setiap saat.
2. Latihan
Berdasarkan perkembangan moral dan agama yang telah dipelajari buatlah program
kegiatan bermain yang berisi: Nama Kegiatan, Sasaran, Tujuan, Metode, Media,
Evaluasi dan Deskripsi Singkat
H. Bermain dan Permainan Untuk Anak Usia Dini
1. Uraian materi
Pendahuluan
Kita semua gemar bermain, terutama saat kita masih kanak-kanak. Bermain
adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan
kenikmatan. Bermain berbeda dengan aktivitas lain yang bersifat ’serius’ seperti
bekerja atau belajar. Bermain selalu membahagiakan dan tidak pernah menjadi
’beban’. Bila suatu aktivitas bermain sudah menjadi beban artinya aktivitas
tersebut bukanlah lagi bermain.
Bagi anak usia dini, bermain bukanlah merupakan kegiatan main-main.
Bermain adalah kegiatan pokok dan penting untuk anak, karena bermain bagi
anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa.
Artinya bermain merupakan sarana untuk mengubah kekuatan potensial yang ada
dalam diri anak menjadi pelbagai kemampuan dan kecakapan dalam kehidupan
anak kelak.
Sebagaimana makan dan minum, bernapas dan tidur, kegiatan bermain
sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan anak. Melalui bermain, anak
mendapatkan berbagai pengalaman untuk mengenal dunia sekitarnya. Dengan
197
stimulasi bermain pula anak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya,
sehingga memberikan dasar yang kokoh dan kuat bagi pemecahan kesulitan
hidupnya di kemudian hari.
Anak-anak perlu menjelajahi lingkungannya melalui kegiatan bermain
yang menyenangkan. Kegiatan bermain berlangsung dalam jenis tertentu dengan
tingkat yang berbeda-beda. Anak adalah pemimpin alami bagi permainan mereka
sendiri. Millestone perkembangan anak dapat didukung melalui penataan
lingkungan bermain yang baik. Menjadi tugas orang tua dan pendidik untuk
menyajikan lingkungan bermain yang kondusif yang mampu membantu proses
stimulasi bagi optimalisasi perkembangan anak usia dini.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan bermain memiliki arti yang sangat penting bagi anak
usia dini dalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan berbagai
usaha untuk menyajikan kegiatan bermain yang kondusif bagi perkembangan
anak. Orangtua dan guru perlu memahami hakikat bermain dan permainan yang
meliputi makna bermain, berbagai jenis permainan, syarat bermain yang baik,
perkembangan bermain anak usia dini serta bagaimana merancang kegiatan
bermain dan alat permainan yang edukatif (APE) Disamping itu hendaknya
orangtua dan pendidik dapat berperan sebagai pendamping atau ’teman’ bermain
yang baik bagi anak, yaitu sebagai fasilitator dan motivator
sehingga dapat
mengarahkan kegiatan bermain yang edukatif.
A. Definisi/pengertian Bermain dan Permainan
James Sully dalam bukunya Essay on Laughter menyatakan bahwa tertawa
adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang
dilakukan bersama sekelompok teman. Artinya kegiatan bermain mempunyai
manfaat tertentu. Hal yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain
adalah rasa senang dan rasa senang ini ditandai oleh tertawa. Karena itu, suasana
hati dari orang yang sedang melakukan kegiatan bermain, memegang peran untuk
198
menentukan apakah orang tersebut sedang bermain atau bukan.Plato adalah
orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain.
Aristoteles berpendapat bahwa anak -anak perlu didorong untuk bermain dengan
apa yang akan mereka tekuni di masa dewasa nanti. Sedangkan menurut Frobel
bahwa bermain dapat meningkatkan minat, kapasitas serta pengetahuan anak.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diuraikan beberapa
pengertian bermain :
• Bermain adalah aktivitas yang khas yang menggembirakan, menyenangkan dan
menimbulkan kenikmatan.
• Kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba-
coba dan melatih diri.
• Dunia Anak = Dunia Bermain, jadi bermain merupakan kegiatan pokok dan
penting untuk anak.
• Bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi
orang dewasa.
a. Sejarah perkembangan teori bermain
Pada awalnya aktivitas bermain pada anak belum mendapatkan perhatian
yang khusus dari para ahli ilmu jiwa. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
pengetahuan tentang perkembangan anak. Secara umum perkembangan teori
bermain terbagi menjadi dua yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern.
Berikut ini akan dijabarkan bagai tentang intisari teori-teori perkembangan
bermain tersebut.
i. TEORI-TEORI KLASIK (Abad ke 18 - 19)
TEORI
Surplus energi
PENGGAGAS
Schiller/Spencer
Rekreasi
Lazarus
Rekapitulasi
G. Stanley Hall
TUJUAN
Mengeluarkan energi
berlebih
Memulihkan energi/
tenaga
Memunculkan instink
199
Praktis
nenek moyang
Menyempurnakan
instink
Groos
ii. TEORI-TEORI MODERN
TEORI
Surplus energi
PENGGAGAS
Schiller/Spencer
Rekreasi
Lazarus
Rekapitulasi
G. Stanley Hall
Praktis
Groos
TUJUAN
Mengeluarkan energi
berlebih
Memulihkan energi/
tenaga
Memunculkan instink
nenek moyang
Menyempurnakan
instink
ii. TEORI-TEORI MODERN
TEORI
Psikoanalitik- Sigmund Freud
Kognitif-Piaget
Kognitif-Vygotsky
Kognitif- Bruner/Sutton-Smith
Singer
Arousal Modulation
Bateson
Peran bermain dalam
perkembangan anak
Mengatasi pengalaman traumatik,
coping terhadap frustasi
Mempraktekan dan melakukan
konsolidasi konsep-konsep serta
keterampilan yang telah dipelajari
sebelumnya
Memajukan berpikir abstrak, belajar
dalam kaitan ZPD, pengaturan diri
- Memunculkan fleksibilitas
perilaku dan berpikir, imajinasi
dan narasi.
- Mengatur kecepatan stimulasi dari
dalam dan dari luar.
Tetap membuat anak terjaga pada
tingkat optimal dengan menambah
stimulasi
Memajukan kemampuan untuk
memahami berbagai tingkatan makna.
200
b. Fungsi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak usia dini
Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan anak
seperti diuraikan berikut :
1. Perkembangan Bahasa
Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya
perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak.
2. Perkembangan Moral
Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan,
menjadi pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya.
3. Perkembangan Sosial
Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengan
sesamanya. Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong dan
berlatih sikap sosial lainnya
Gambar 12. Proses Sosial Anak.
4. Perkembangan Emosi
Bermain merupakan ajang yang baik bagi anak untuk menyalurkan
perasaan/emosinya dan ia belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya
201
sekaligus sarana untuk relaksasi. Pada beberapa jenis kegiatan bermain yang
dapat menyalurkan ekspresi diri anak, dapat digunakan sebagai cara terapi bagi
anak yang mengalami gangguan emosi.
5. Perkembangan kognitif
Melalui kegiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna, ukuran
dan jumlah yang memungkinkan stimulasi bagi perkembangan intelektualnya.
Anak juga dapat belajar untuk memiliki kemampuan ‘problem solving’
sehingga dapat mengenal dunia sekitarnya dan menguasai lingkungannya.
6. Perkembangan Fisik
Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkan dan melatih seluruh otot
tubuhnya, sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan
penginderaan.
7. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesempatan
kepada anak untuk mencoba berbagai ideanya tanpa merasa takut karena
dalam bermain anak mendapatkan kebebasan.
B. Tahapan perkembangan bermain anak usia dini
Masa kanak-kanak sering disebut sebagai “Masa Bermain”. Pada masa ini
anak sangat menyukai permainan yang menggunakan alat permainan. Sejalan
dengan pertambahan usianya, anak secara perlahan-lahan akan meninggalkan
permainan yang menggunakan alat permainan. Anak akan beranjak menuju
permainan yang tidak menggunakan mainan, namun ia tetap berada pada masa
bermain dan menyukai kegiatan yang bersifat bermain.
Dengan demikian kegiatan bermain anak akan melalui tahap-tahap
perkembangan yang berbeda sejalan dengan usianya.
Tahap-tahap perkembangan bermain anak usia dini, menurut Mildred
Parten melalui 6 tahap yaitu ;
1. Unoccupied Behavior / Gerakan Kosong
202
Anak sepertinya belaum melakukan kegiatan bermain, hanya mengamati
sesuatu sejenak saja. Misalnya bayi mengamati jari
tanganatau kakinya sendiri dan menggerakannya tanpa
tujuan.
2. Onlocker Behaviour/Tingkah laku pengamat
Anak memperhatikan anak yang lain yang sedang melakukan suatu kegiatan
atau sedang bermain. Misalnya seorang anak yang memperhatikan temannya
sedang bermain petak umpat, tanap ia ikut bermain
tetapi ia turut merasa senang seolah ia ikut bermain.
3. Solitary Play / Bermain Soliter
Anak bermain sendiri mencari kesibukan sendiri,
tanpa perduli dengan orang lain/ teman lain yang
ada disekitarnya.
4. Parraley Play /Bermain Paralel
Anak melakukan kegiatan bermain di antara anak yang lain tanpa ada unsur
saling
mempengaruhi.
Misalnya
anak
bermain
puzzle dan anak lain juga bermain puzzle, mereka
ada bersama tetapi tidak saling mempengaruhi.
5. Associative Play / Bermain Asosiatif
Anak melakukan kegiatan bermain bersama anak
lain tetapi belum ada pemusatan tujuan bermain.
Misalnya beberapa anak bermain menepuk-nepuk air di kolam bersama- sama.
6. Cooperative Play / Bermain Koperatif
Anak melakukan kegiatan bermain bersama-sama
dengan teman secara terorganisasi dan saling bekerja
203
sama, ada tujuan yang ingin dicapai bersama dan ada pembagian tugas yang
disepakati bersama. Misalnya bermain rumah-rumahan ada yang jadi bapak,
ibu dan anak, masing-masing memiliki tugas. Anak membuat rumah-rumahan
tersebut dengan kain atau balok-balok dan bermain peran dengan boneka.
Tahap perkembangan bermain yang dikemukakan oleh Mildred Parten ini
lebih menekankan pada aspek sosialisasi anak dalam bermain. Artinya, bahwa
kegiatan bermain merupakan gambaran proses sosialisasi yang dilalui anak sejak
lahir, masa bayi, masa kanak-kanak dan masa anak pra sekolah hingga masa anak
sekolah kelas awal. Selanjutnya Jean Piaget mengemukanan tahap perkembangan
bermain anak yang lebih menekankan pada aspek perkembangan intelektual anak
sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini :
BERMAIN
PRAKTIS
BERMAIN
SIMBOLIS
Anak
mengeksploras
i semua
kemungkinan
Anak mulai
menggunakan
makna simbolis
benda-benda
BERMAIN DENGAN
PERATURAN
Anak mulai
menggunakan aturan
termasuk aturannya
sendiri
Gambar 13. Bagan Perkembangan bermain anak.
C. Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan bermain anak usia dini.
Semua anak senang bermain, tetapi melakukan kegiatan bermain tidak
dengan cara yang sama. Ada anak yang suka bermain aktif adapula yang lebih
menyukai bermain pasif. Demikianpula dengan jenis alat permainan yang dipilih
anak akan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Menurut Elizabeth
204
Hurlock, jika diamati secara cermat, ada berbagai variasi kegiatan bermain yang
dilakukan anak, dan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Kesehatan
Anak yang sehat cenderung akan memilih berbagai jenis kegiatan bermain aktif
daripada pasif, karena banyaknya energi yang dimiliki anak, membuatnya lebih
aktif dan ingin menyalurkan energinya tersebut. Sementara anak yang kurang
sehat akan mudah lelah ketika bermain sehingga lebih menyukai bermain pasif
karena tidak membutuhkan banyak energi.
b. Perkembangan Motorik
Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan keterampilan motorik
terutama motorik kasar. Sedangkan bermain pasif kurang melibatkan
keterampilan dan koordinasi motorik. Dengan demikian anak yang memiliki
keterampilan motorik yang baik akan lebih banyak memilih kegiatan bermain
aktif dan begitu pula sebaliknya anak yang kurang terampil motoriknya
cenderung memilih kegiatan bermain yang pasif.
c. Inteligensi
Anak yang memiliki inteligensi yang baik (pandai/cerdas) cenderung akan
menyukai baik kegiatan bermain aktif maupun pasif. Karena biasanya anak
yang pandai akan lebih aktif daripada anak yang tidak pandai. Anak yang
pandai juga akan lebih kreatif dan penuh rasa ingintahu, sehingga mereka suka
dengan permainan yang membutuhkan kemampuan problem solving (misal
puzzle) melibatkan daya fantasi dan imajinasi (drama), permainan konstruktif
(lego, balok) juga permainan membaca buku, dan musik
d. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan
antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam memilih kegiatan bermain.
Perbedaan ini terjadi karena secara alamiah dan ditentukan secara genetik.
Tetapi juga dapat muncul juga karena adanya perbedaan perlakuan yang
diterima oleh anak laki-laki dan anak permpuan sejak mereka bayi. Anak laki205
laki cenderung menyukai kegiatan bermain aktif tetapi anak perempuan
menyukai permainan konstruktif dan permainan lainnya yang bersifat ‘tenang’.
Berbagai kecenderungan ini bersifat umum dan belum tentu terjadi pada setiap
anak, karena pasti akan terjadi perbedaan-perbedaan pada setiap individu
mengingat manusia adalah mahluk yang unik.
e. Lingkungan dan taraf sosial ekonomi
Lingkungan dan taraf sosial ekonomi akan mempengaruhi jenis kegiatan
bermain dan alat permainan yang digunakan oleh anak. Anak kota dengan anak
desa menggunakan alat permainan yang berbeda , misal anak kota biasa
bermain dengan mobil-mobilan bertenaga baterai, komputer dan video games,
sedangkan anak desa bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit
jeruk bali, serta bermain dengan daun, ranting kayu, kerikil dan bahan alam
lainnya.
f. Alat permainan
Ketersediaan berbagai alat permainan yang dimiliki anak mempengaruhi jenis
kegiatan bermain. Perlu kiranya disediakan berbagai variasi alat permainan
anak sehingga memungkinkan anak untuk bermain dengan berbagai cara dan
jenis permainan. Hal ini akan berdampak positif bagi semua aspek
perkembangannya.
D. Tipe dan Jenis Kegiatan Bermain
Aneka kegiatan bermain bisa membuat anak asyik sekaligus merangsang
perkembangannya. Alat permainan yang digunakan oleh anak hendaknya sesuai
dengan kebutuhan anak, begitu pula jenis kegiatan bermain sesuai dengan usia
perkembangan anak. Berbagai jenis kegiatan bermain anak adalah sebagai berikut:
I. Bermain Aktif
Dalam kegiatan bermain aktif,anak melakukan aktivitas gerakan yang
melibatkan seluruh indera dan anggota tubuhnya. Diantara jenis kegiatan
bermain aktif adalah :
206
1. Tactile Play
Merupakan kegiatan bermain yang meningkatkan keterampilan jari jemari
anak serta membantu anak memahami dunia sekitarnya melalui alat
perabaan dan penglihatnnya.
2. Functional Play
Bermain Fungsional/Functional Play adalah kegiatan bermain yang
melibatkan panca indera dan kemampuan gerakan motorik dalam rangka
mengembangkan aspek motorik anak. (Charlotte Buhler)
3. Constructive Play
Permainan yang mengutamakan anak untukmembangun atau membentuk
bangunan dengan media balok,lego dansebagainya
4. Creative Play
Permainan yang memungkinkan anak menciptakan berbagai kreasi dari
imajinasinya sendiri.
5. Symbolic /Dramatic Play
Permainan dimana anak memegang sustu peran tertentu.
6. Play Games
Permainan
yang
dilakukan
menurut
aturan
tertentu
dan
bersifat
kompetisi/persaingan.
II. Bermain Pasif
Kegiatan bermain pasif tidakmelibatkan banyak gerakan tubuh anak,
tetapi hanya melibatkan sebagian indera saja terutama pendengaran dan
penglihatan. Kegiatan bermain pasif diantaranya adalah :
1. Receptive Play
Permainan dimana anak menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya
sendiri menjadi aktif (bukan fisik yang aktif) melalui mendengarkan dan
memahami apa yang dia dengar dan ia lihat.
207
E. Syarat-syarat bermain dan permainan edukatif anak usia dini
Bermain dapat memberikan manfaat yang maksimal pada anak jika
terpenuhi syarat-syaratnya. Ada 5 syarat bermain dan permainan edukatif untuk
anak usia dini yaitu :
A. Play Time
Anak harus memiliki waktu yang cukup dalam bermain. Masa usia dini
merupakan masa bermain, bukan masa anak untuk dipaksa belajar atau bekerja.
Saat yang tepat untuk anak bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan.
Jika permainan di luar ruangan (gross motor/fungsional play) sebaiknya
dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak merasa nyaman dengan
udara yang sejuk dan tidak panas.
B. Play Things
Jenis alat permainan harus disesuaikan dengan usia anak dan taraf
perkembangannya. Alat permainan hendaknya memnuhi kriteria;
•
Aman bagi anak
•
Ukuran, bentuk dan warna sesuai usia anak dan taraf perkembangannya,
•
Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak,
•
Dapat dimainkan secara bervariasi/cara
•
Merangsang partisipasi aktif anak, menurut DR. Fitzhugh Dodson - 90 %
aktivitas anak dan 10 % aktivitas alat permainan,
•
Sesuai kemampuan anak (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah)
•
Menarik dari segi warna dan bentuk atau suara (jika bersuara)
•
Tahan lama/tidak mudah rusak
•
Mudah didapat dan dekat dengan lingkungan anak
•
Diterima oleh semua budaya
•
Jumlah alat permainan yang digunakan hendaknya cukup, dengan
kebutuhan anak, tidak terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak.
C. Play Fellows
208
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain jika ia
memerlukan. Teman bermain dapat ditentukan anak sendiri ,apakah itu
orangtua, saudara atau temannya. Jika anak bermain sendiri, maka ia akan
kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu
banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak
mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan
menemukan kebutuhannya sendiri.
D. Play Space
Untuk bermain perlu disediakan tempat bermain yang cukup untuk anak
sehingga anak dapat bergerak dengan bebas. Luas tempat bermain dapat
disesuaikan dengan jenis permainan dan jumlah anak yang bermain.
E. Play Rules
Anak belajar bermain, melalui mencoba-coba sendiri, meniru temantemannya atau diberitahu caranya oleh orang lain (guru atau orangtua). Cara
yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya
dalam menggunakan alat permainannya dan anak akan mendapat keuntungan
lebih banyak lagi. Jadi permainan yang baik adalah permainan yang ada
cara/aturan bermainnya.
B. Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran matematika anak usia dini adalah:
a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran matematika untuk
anak usia dini
b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aljabar anak usia dini
c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan geometri anak usia dini
d. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aritmatika anak usia dini
209
e. Peserta PLPG mengemas perangkat pembelajaran matematika anak usia dini
2. Isi/Paparan Materi
a. Landasan Pembelajaran Matematika Anak usia Dini
Pembelajaran matermatika pada anak usia dini merupakan proses yang akan
terus terjadi sepanjang kehidupan anak. Anak membangun pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi langsung dengan lingkungan dan orang lain
yang berada disekitar anak. Oleh karena itu anak harus diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk berinteraksi sehingga anak dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilan dalam menemukan dan mempelajari fakta,
menemukan konsep, dan membuat hubungan antara satu konsep dengan
konsep lainnya sehingga bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan anak kelak.
Adapun landasan pembelajaran matematika pada anak usia dini, yaitu: anak
dapat mempelajari fakta – fakta, berpikir kritis, anak mampu untuk
memecahkan masalah, dan bermakna bagi anak.
Konsep matematika anak usia dini sebenarnya dipelajari oleh anak sejak bayi
melalui kegiatan sehari – hari. Misalnya pada saat bayi sudah dapat membedakan
mana suara ibunya dengan orang lain. Pada usia dua tahun anak mulai dapat
memilih pasangan pakaiannya sendiri, melalui kegiatan ini anak mulai
membangun konsep mencocokan (matching).
b. Prinsip Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini
1) Untuk menyelenggarakan pembelajaran matematika yang bermakna bagi
anak terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Rencanakan pengalaman yang nyata sehingga anak dapat terlibat secara
aktif.
b) Observasi atau amati anak untuk memahami kemampuan dan minat anak.
210
c) Berikan kesempatan anak belajar sesuai cara belajar anak.
d) Pendidik sebagai fasilitator, bukan sekedar pemberi pengetahuan, karena
beberapa konsep dalam matematika perlu dipahami dengan cara
dilakukan langsung oleh anak.
e) Berikan anak permasalahan dan konflik untuk memunculkan kemampuan
berpikir, akomodasi dan adaptasi.
f) Merancang aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan hingga
anak mencapai area perkembangan proximal (zone proximal development).
g) Berikan aktivitas matematika yang bermakna, sehingga anak dapat
menggunakan pengetahuan matematika tersebut dalam kehidupan sehari
– hari.
h) Buatlah pertanyaan yang menarik anak atau mengundang rasa ingin tahu
anak.
i) Doronglah anak
untuk dapat menjelaskan apa yang dipikirkannya
melalui kata-kata, gambar, tulisan dan simbol.
j) Dorong anak untuk berbicara, baik kepada guru maupun anak lain.
k) Pelajaran berurutan mulai dari enactive (konkrit) sampai pada simbolik.
l) Bangunlah
pembelajaran
matematika
berdasarkan
pembelajaran
sebelumnya.
m) Gunakan berbagai macam alat atau benda yang berbeda untuk membantu
anak mempelajari berbagai konsep matematika.
c. Konsep Matematika Anak Usia Dini
Konsep matematika anak usia dini hingga sekolah menengah berdasarkan The
National Council Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 terdapat lima
konsep yang dipelajari oleh anak, yaitu: bilangan dan operasi bilangan, aljabar,
geometri, pengukuran, analisis data serta probabilitas (Henniger, 2009).
Sebelum anak mempelajari konsep matematika tersebut, anak perlu untuk
diberikan
pengalaman
matematika
permulaan
yaitu
mencocokan,
211
korespondensi satu – satu, klasifikasi, membandingkan, mengurutkan atau
seriasi. Pengalaman matematika permulaan ini merupakan keterampilan dasar
dalam untuk memahami konsep matematika selanjutnya.
1) Konsep Matematika Permulaan
a) Mencocokan (Matching)
Keterampilan mencocokan merupakan konsep dari korespondensi satu –
satu dan mencocokan juga konsep dasar dari berhitung. Misalnya pada
konsep ini anak belajar untuk mengamati dan mengungkapkan lebih
banyak dan lebih sedikit. Kegiatan mencocokan dapat dimulai dengan
mencari perbedaan, persamaan, hingga konsep lebih banyak dan lebih
sedikit.
Gb. 1. Mencocokan gambar corak
payung.
Gb. 2. Mencocokan gambar yang sama.
212
Gb. 4. Mencocokan dengan berbagai
ketentuan.
Gb. 3. Mencocokan pakaian.
Gb. 5 kegiatan mencocokan satu orang dengan satu kursi
b) Mengelompokan (Classification)
Pada
masa
usia
dini
anak
mengembangkan
kemampuan
untuk
mengelompokan benda berdasarkan ciri – ciri tertentu. Piaget (1964)
menyatakan
bahwa
anak
dapat
mengelompokan
benda
dimulai
berdasarkan warna, bentuk, dan kemudian ukuran (Papalia & Olds, 2008).
Kemampuan anak untuk melakukan klasifikasi merupakan kemampuan
dasar untuk memahami nilai tempat pada bilangan, misalnya konsep
puluhan dan satuan bilangan 25 terdiri atas dua puluhan dan lima satuan
(Henniger, 2009).
213
Gb. 7. Mengelompokan/ klasifikasi
menggunakan tutup botol
Gb. 6. Mengelompokan warna
binatang sesuai dengan warna
kandang
c) Mengurutkan atau seriasi
Mengurutkan atau seriasi melibatkan kemampuan untuk menempatkan
dua benda atau lebih ke dalam tata urutan tertentu, dari yang sederhana
misalnya berdasarkan ukuran besar hingga kecil , ketinggian tinggi hingga
rendah, ketebalan tebal hingga tipis hingga yang memerlukan ketelitian
seperti warna gelap hingga terang, tekstur kasar hingga halus, posisi
terdekat hingga terjauh, kapasitas isi dari banyak hingga sedikit, dan
mengurutkan bilangan ordinal seperti pertama, kedua, ketiga, dan
seterusnya. Ada dua jenis pengurutan yaitu pengurutan 1 – 1, dan
pengurutan 2 – 2 (set) yang disebut dengan dobel seriasi (double seriation)
214
Gb.8 Mengurutkan atau seriasi 1 - 1
Dobel Seriasi
Gb. 9 Kegiatan dobel seriasi diambil dari cerita “beruang dan goldilocks” papa
beruang mangku besar, mamberuang mangkuk sedang dan anak
beruang mangkuk kecil.
2) Konsep Bilangan
a) Pemahaman Bilangan (Number Sense)
Berdasarkan pernyataan NCTM (2000) kemampuan pemahaman bilangan
atau berhitung dan mengenal angka meliputi kemampuan untuk
memahami bilangan, menghubungkan bilangan dengan angka, dan sistem
urutan bilangan. Anak juga diharapkan memahami arti dari operasi
bilangan dan hubungan antar bilangan, serta mampu untuk membilang
215
dan membuat perkiraan. Menurut Piaget ada 2 cara mengajarkan
berhitung pada anak, yaitu berhitung berurutan secara ordinal (count in
sequence) dan berhitung berdasarkan nilai bilangan atau kardinal(count in
the set of number).
(1) Count in sequence
1
2
3
4
5
6
(2) Count in sets of number
Cara ke 2 lebih mudah dipahami anak, karena dua adalah 1 lebih, tiga
adalah 2 lebih 1. Empat artinya 3 lebih 1. Lima artinya 4 lebih 1, dan
seterusnya. Awalnya ajarkan anak menghitung secara berurutan,
misalnya diri kiri ke kanan, atau dari atas ke bawah. Setelah itu baru
diajarkan dengan cara acak, yang memiliki kesulitan lebih tinggi. Anak
perlu menguasai arah membaca dengan baik dari kiri ke kana dari atas
ke bawah.
216
Gb. 10. Cerita tentang konsep bilangan 5
Dalam mengembangkan kemampuan pemahaman bilangan, anak akan
melewati proses memahami konsep: (1) Lebih atau kurang (more or less);
(2) Menghitung/cardinalitas: menghafal hitungan, hubungan 1 – 1,
menghitung secara berurutan, menghitung dalam sejumlah benda, urutan
bilangan, perkiraan (estimasi); (3) Pengaturan spasial; (4) Lebih 1, lebih 2,
kurang 1, kurang 2; (5) Benchmark 5 dan 10; (6) perkiraan jumlah; (7)
bagian dari keseluruhan (part – part whole): Konsep bagian dari
keseluruhan, yaitu pemahaman bahwa suatu set bilangan terdiri atas
beberapa sub set bilangan, misalnya bilangan 5 dapat terdiri atas 1+4, 2+3,
3+2, 4+1 atau 1+2+2, 1+3+1, dan seterusnya.
Gb.10 benchmark 5 dan 10 Bagian dari keseluruhan
217
Gb.11 Bagian dari keseluruhan bilangan sepuluh
b) Aritmatika
Kegiatan aritmatika merupakan kegiatan yang kaya akan pemecahan
masalah. Untuk memecahkan suatu masalah merupakan proses untuk
menemukan jawaban yang tepat dengan menggunakan berbagai cara.
Polya (1962) menyatakan bahwa terdapat empat langkah
untuk
memecahkan masalah, yaitu; memahami masalah, membuat perencanaan
untuk memecahkan masalah, melaksanakan rencana, dan lakukan
pemeriksaan ulang (Smith, 2009).
(1) Penjumlahan dan pengurangan
Penjumlahan merupakan operasi biner atau melibatkan dua bilangan
(binary operation) yang digabungkan agar menjadi satu satuan
bilangan. Operasi penjumlahan bilangan yaitu; kumulatif, asosiatif,
transitif, dan elemen identitas.
Operasi Penjumlahan
Elemen Identitas
Penjumlahan
Komutatif
Penjumlahan asosiatif
Penjumlahan transitif
Keterangan
1+0 = 1
Atau jika saya memiliki 1 buah mangga
ditambah nol buah mangga, maka saya
hanya punya 1 buah mangga
8+5 =13 sama dengan 5+8=13
6+8 = 6+6+2 = 14
Untuk mendapatkan jumlah 6, maka dapat
218
Operasi Penjumlahan
Keterangan
diperoleh dari penjumlahan 1+5, 2+4, 3+3,
dst.
Gb.12 Kegiatan bermain penjumlahan dan pengurangan (triangular flash card)
hasil 10
Gb.13 Contoh buku cerita yang dengan konsep penjumlahan dan pengurangan
(2) Perkalian dan pembagian
Perkalian merupakan operasi yang digunakan untuk menemukan
hasil dari dua faktor yang telah diketahui sebelumnya, faktor x faktor
219
= hasil. Sedangkan pembagian digunakan pada saat keseluruhan hasil
dan satu faktor. Hasil : pembagi (faktor) = faktor
(3) Nilai tempat
Nilai tempat yang biasa dikenal yaitu bernilai sepuluh (based ten
system). Terdapat empat jenis based ten system, sebagai berikut: sistem
yang menggunakan bilangan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 0, angka nol
digunakan sebagai penentu tempat; kelipatan sepuluh sebagai sistem
letak, misalnya 10, 100, 1000, 10000; Algoritma.
Gb. 13 Contoh kegiatan pemahaman nilai tempat konsep bilangan 11 terdiri atas 1
puluhan dan 1 satuan.
3) Aljabar Permulaan
Aljabar permulaan mengarah pada hubungan antar jumlah dan bagaimana
jumlah dapat berubah dikarenakan adanya hubungan satu dengan lainnya.
a) Pola (Patterning)
Pola merupakan cara yang digunakan oleh anak untuk mengenal urutan
untuk membuat prediksi atau perkiraan mana yang muncul terlebih
dahulu dan kemudian secara berurutan. Fungsi anak mempelajari untuk
membuat pola yaitu pertama untuk mengenal pola urutan bilangan.
Kedua yaitu mengajarkan kepada anak untuk berpikir secara berurut
sebagai bentuk dari kegiatan memecahkan masalah. Mempelajari pola
220
dapat membantu anak untuk melihat dan menemukan pola hubungan,
membuat generalisasi, dan prediksi. Terdapat beberapa jenis pola, yaitu:
(1) Pola berulang misalnya AB-AB-AB, AAB-AAB-AAB, ABC-ABC-ABC,
dan seterusnya.
Gb.14 Kegiatan meronce dengan pola AB berdasarkan warna dan
Gb.15 Pola AB berdasarkan ukuran
(2) Pola yang berkembang AB-ABB-ABBB-ABBBB.
Gb. 16 Contoh kegiatan pola berkembang
221
(3) Pola hubungan, misalnya satu anak memiliki dua mata, dua anak ada
empat mata, dst.
(4) Pola simetris
Gb.17 Pola simetris dalam kegiatan bermain balok
b) Fungsi
Konsep fungsi dibangun berasal dari data pada pola yang berkembang.
Misalnya 1 mobil memliki 4 roda, jika ada 4 empat mobil maka ada berapa
roda?
4) Analisis Data: Grafik dan Probabilitas
Berdasarkan standar NCTM (2000) mengenai konsep grafik dan probabilitas,
yaitu anak mampu untuk membbuat pertanyaan berdasarkan data yaitu
mampu untuk mengumpulkan, menyusun, dan menunjukan data yang ada
222
untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Anak mampu untuk memilih
dan menggunakan metode statiska yang tepat untuk melakukan analisa data.
Membangun dan memperbaiki perkiraan sebelumnya berdasarkan data yang
didapat. Memahami dan mampu menerapkan konsep dasar dari probabilitas.
a) Grafik
Grafik menyajikan informasi numerasi secara visual. Terdapat beberapa
bentik grafik, yaitu; dengan menggunakan benda nyata, grafik batang,
grafik pie atau lingkaran, dan grafik garis. Grafik memiliki judul dan nama
pada setiap bagiannya. Manfaat penggunaan grafik bagi anak yaitu anak
dapat
melihat
dan
membandingkan
perbedaan
dan
persamaan,
menuangkan perbendaan yang ada pada grafik dan membuat keputusan,
mendiskusi berbagai perkiraan, dan mengkomunikasikan hasil. Untuk
memahami konsep grafik seorang anak terlebih dahulu terampil dalam
melakukan korespondensi satu – satu, memahami konsep bilangan, dan
anak perlu memahami bahwa garis horizontal dan vertikal pada grafik
sebagai titik utama.
Gb. 18 Grafik sederhana
b) Probabilitas
Tujuan konsep probabilitas dalam pembelajaran matematika anak usia
dini yaitu anak diajak berpikir untuk memperkirakan hasil. Kegiatan
223
bermain yang dapat dilakukan bersama anak dengan menggunakan benda
nyata misalnya dengan menggunakan bermain lempar koin, berapa kali
kemungkinan akan muncul gambar tertentu dalam dua kali lemparan.
5) Geometri: Bentuk dan Ruang
NCTM (1989) mendefinisikan kepekaan ruang (spaial sense) sebagai intuisi
seseorang terhadap ruang disekelilingnya dan benda yang ada disekitarnya.
Untuk mengembangkan kepekaan ruang, seorang anak harus memiliki
pengalaman yang mengarah pada hubungan geometri, yaitu arah, orientasi
ruang dan sudut pandang terhadap benda di dalam ruang, ukuran dan
bentuk benda, serta bagaimana bentuk dapat berubah yang dipengaruhi oleh
perubahan ukuran.
a) Ruang
Konsep yang akan dikembangkan pada anak yaitu anak memahami posisi
dan arah (atas, bawah, luar, dalam, kiri, kanan, depan, belakang, jauh, dan
dekat). Untuk mengembangkan kemampuan pemahaman ruang, kegiatan
bermain dapat dilaksanakan didalam dan diluar ruang. Kegiatan didalam
ruang sebaiknya tidak menggunakan ruang yang sempit dan tidak terlalu
banyak barang didalamnya. Kegiatan pemahaman ruang dapat berupa
bermain ular naga, balok, kucing dan tikus, gobaksodor (galah asin), dan
lain sebagainya.
b) Bentuk
Tujuan mempelajari konsep bentu yaitu agar anak dapat mengenali
berbagai bentuk yang di temui sehari hari, misalnya lingkaran pada jam
dinding, persegi pada jendela rumah, sehingga anak mampu membuat
hubungan antara satu bentuk dengan bentuk lainnya.
224
c) Geometri
Tujuan anak mempelajari geometri dari jenjang pra-sekolah hingga SD
kelas rendah yaitu:
(1) Mengenal bentuk
(2) Memahami bentuk
(3) Mengenal bentuk berdasarkan ciri – cirinya
(4) Memahami bentuk kurva tertutup dan terbuka
(5) Mengenali bentuk geometri yang bergerak
(6) Memahami bentuk simetri
(7) Pemetaan dengan menggunakan koordinat geometri
(8) Luas dan volume
(9) Sudut (konsep dasar)
(10) Pengukuran
225
(11)
Gb. 19 Contoh kegiatan bereksplorasi dengan berbagai bentuk geometri
d) Pengukuran
Pengukuran menggunakan nilai angka untuk mengukur benda fisik
maupun non fisik.
e) Pengukuran Fisik
(1) Panjang dan tinggi
(2) Luas area
(3) Kapasitas dan volume
(4) Berat dan massa
f) Pengukuran Non-Fisik
(1) Waktu
(2) Suhu
(3) Uang
226
Gb. 20 Contoh buku cerita tentang konsep waktu dengan “The grouchy lady
d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran matematika anak usia dini dapat diselenggarakan di
sentra, area maupun sudut kegiatan bermain anak. Untuk mengelola kegiatan
belajar yang baik ada beberapa hal yang menjadi perhatian guru, yaitu:
1) Kegiatan Belajar
a) Kumpulkan anak untuk duduk berbentuk setengah lingkaran. Jika
diperlukan sediakan alas duduk bagi anak. Posisi tersebut memberikan
kesempatan pada anak untuk saling bertatap muka.
b) Mulailah dengan kegiatan belajar dengan berbagai kegiatan seperti
bernyanyi, bermain peran, memberikan pertanyaan, atau mengulan
konsep matematika yang sudah dibahas sebelumnya.
c) Buatlah kesepakatan aturan bersama. Lakukan kegiatan membuat aturan
dengan berdiskusi dengan anak, batasi dua hingga tiga aturan saja.
Misalnya tunjuk tangan jika ingin bertanya dan mendengarkan teman saat
teman berbicara.
d) Berikan anak waktu untuk beradaptasi dengan aturan yang telah
disepakati bersama. Ingat jangan paksa anak untuk langsung paham
mengenai aturan pada saat itu juga.
2) Pengelolaan Bahan Belajar Anak
227
a) Perkenalkan hanya satu alat kegiatan main anak. Persiapkan alat main
tersebut untuk kelompok kecil misal : tiga hingga empat orang anak.
b) Perkenalkan alat main tersebut, jelaskan dari mana asalnya dan cara main
alat tersebut.
c) Diskusikan bersama anak aturan bermain bersama, dan jelaskan juga
alasanya. Misalnya menyimpan alat mainan kembali pada tempatnya agar
anak mudah menemukannya jika ia memerlukannya kembali.
d) Peragakan apa yang akan terjadi jika anak tidak mengikuti aturan main
bersama. Misalnya jika ada anak yang membawa pulang mainan.
e) Jika ada anak yang tidak mentaati aturan main atau menyalah gunakan
alat kegiatan main pisahkan anak dari kelompoknya, tetapi jangan berikan
peringatan, ajak anak untuk duduk di luar kelompoknya dan minta anak
untuk mengamati apa yang dilakukan temannya. Jika anak sudah
memahami kesalahannya gabungkan kembali anak dengan kelompoknya.
3) Pengelolaan Lingkungan dan Kegiatan Belajar Anak
a) Kumpulkan alat dan bahan main sesuai dengan konsep yang akan dibahas
bersama anak.
b) Tata alat dan bahan main anak.
c) Pada waktu tertentu berikan anak kesempatan untuk bereksplorasi
dengan alat dan bahan mainan baru.
d) Lakukan kegiatan belajar dengan tahapan sebagai berikut:
(1) Perkenalkan konsep matematika didalam kelompok besar
(2) Atur anak menjadi kelompok – kelompok kecil untuk melakukan
aktivitas matematika.
(3) Guru mengamati anak pada saat kegiatan berlangsung dan lakukan
pencatatan. Sesekali berikan pertanyaan pada anak untuk merangsang
kemampuan berpikir dan untuk mengetahui sejauh mana anak
memahami konsep matematika dari satu kegiatan main.
228
(4) Pisahkan anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan.
Buatlah kelompok kecil yang terdiri dari anak – anak yang mengalami
kedulitan tersebut.
(5) Lakukan review dengan melakukan tanya jawab pada anak setelah
setiap kegiatan dilakukan.
e) Contoh Kegiatan Matematikan Anak Usia Dini
Sentra : Cooking / Bermain Peran
Kegiatan
: ”Sate Buah”
Usia
: 5 – 6 tahun (15 anak)
Tujuan:
• Anak mampu untuk mengidentifikasi nama, warna, tekstur dan rasa
dari buah buahan yang digunakan untuk ”Sate Buah”
• Anak mampu untuk membuat ”Sate Buah” mengikuti suatu pola
• Anak dapat mengurutkan pola-pola yang dibuat pada selembar kertas
Alat dan bahan:
• Buah pepaya, semangka dan nenas
• Kantong ”perabaan”
• Talenan
• Pisau
• Tusuk sate
• Piring
• Kertas ”Chart”
• Krayon
• Gambar tempel/kartu bergambar
Langkah – langkah kegiatan:
Pembukaan:
• Guru menceritakan berbagai macam buah – buahan
• Guru melakukan tanya jawab bersama anak seputar buah– buahan.
229
• Guru menjelaskan kegiatan mebuat sate buah
Prosedurpembelajaran:
Anak memotong buah-buahan dan dibuat sate buah berdasarkan pola
yang diinginkan anak. Guru bertanya kepada anak mengenai nama, rasa,
tekstur, warna dari buah-buah tersebut.Guru menanyakan pola buah yang
dibuat oleh masing-masing anak.
Kegiatan Penutup:
Anak membuat pola dari sate buah yang dibuatnya dalam selembar kertas
”chart”
Aktifitas lanjutan:
Bermain membuat pola dengan cara berbaris. Anak dibagi menjadi buah
pepaya, semangka, dan nenas. Guru memanggil nama buah, anak yang
terpanggil akan maju dan membuat urutan sesuai pola.
Asesmen:
• Guru mengamati kemajuan dan partisipasi anak dan melakukan
wawancara untuk mengetahui pemahaman anak mengenai pola dari
sate buah yang dibuatnya.
• Anak diminta untuk presentasi hasil sate buah masing – masing.
3.Latihan
Rancanglah kegiatan belajar matematika anak usia dini berdasarkan konsep
matematika. Dengan komponen sebagai berikut:
a) Tentukan tujuan kegiatan belajar matematika AUD.
b) Rancanglah kegiatan bermain yang mengembangkan kemampuan tersebut.
c) Buatlah langkah – langkah kegiatan bermain
d) Buatlah media alat permainan yang menudukung kegiatan tersebut.
e) Integrasikan kegiatan tersebut ke dalam sentra/ area/ sudut kegiatan anak.
f) Buatlah rancangan setting lingkungan dan penataan alat dan bahan
230
g) Rencanakan bentuk asesmen yang akan digunakan sebagai bukti bahwa anak
telah menguasai suatu konsep dari matematika.
4. Daftar Pustaka
Carruthersand, Elizabeth dan Maulfry Worthington, Children’s Mathematics Making
Marks Making Meaning, London: Sage Publication, 2006.
Charlesworth, Rosalind, Experience in Math For Young Children, 5th Edition. New
York: Thomson Delmar Learning, 2005.
Cooke, Heathet, Mathematics for Primary and Early Years, London: Sage Publication,
2007.
Copley, Juanita V., The Young Child and Mathematics, Washington D.C: NAEYC,
2000
Dodge, Diene Trister, Creative Curriculum for Pre-School 4th Editition,
Washinton DC: Teaching Strategies, 2007.
Haylock, Dereck dan Fionna Thangata, Key Concepts in Teaching Primary
Mathematics,London: Sage Publication, 2007
Henniger, Michael L., Teaching Young Children, New Jersey: Thompson Delmar
Learning, 2009.
Smith, Susan Sperry, Early Childhood Mathematics International Edition, New York:
Pearson. 2009.
Van De Walle, John, Matematika Pengembangan dan Pengajaran, Jakarta: Erlangga,
2007.
Jurnal Online www.proquest.com/pqdweb Koleksi Foto TIM NEST dan koleksi
pribadi.
C. Pembelajaran Sains Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai
berikut:
a. Peserta PLPG memahami gambaran mengenai pambelajaran sains yang tepat
bagi anak usia dini.
b. Peserta PLPG mampu menjelaskan stimualsi yang tepat bagi pengembangan
pembelajaran sains untuk anak usia dini.
231
c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentang persiapan-persiapan yang
harus dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan
evaluasi pada pembelajarn sains bagi anak usia dini.
2. Isi/Paparan Materi
All the flowers of all tomorrows are in the seeds of today (Chinese proverb). Kandungan
makna yang tersirat dari proverb Cina tersebut sangat benar adanya, bahwa biji
yang ditanam hari ini suatu saat atau esok akan menjadi bunga. Anak-anak kita
hari ini terutama untuk anak usia dini akan menjadi “seseorang” nantinya, kita
harus memberikan suatu proses yang terbaik bagi anak-anak agar dapat tumbuh
dan kembang secara sempurna
Usia dini adalah masa emas untuk memberikan stimulasi dalam rangka
mengoptimalkan fungsi otak, dimana kisaran usia dini adalah 0-8 tahun.
Perkembangan otak pada usia dini bukanlah suatu proses yang berjalan
sebagaimana adanya, melainkan suatu proses aktif yang membutuhkan stimulasi
melalui alat-alat indera (sebagai reseptor-reseptor otak diseluruh bagian tubuh).
Perkembangan otak manusia dapat terbagi dalam 4 tahapan berdasarkan usia
yaitu : 0 - 4 tahun mencapai 50 %; 4 – 8 tahun, mencapai 80 %; 8 - 18 tahun
mendekati 100%.
a. Landasan Pembelajaran Sains Anak usia Dini
1) Pengertian Sains
Sains didefinisikan dalam webster new collegiate dictionary
yakni
“pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau
“pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum –
hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui
metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk
mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan
232
eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena
yang terjadi di alam. Manusia mengetahui banyak hal di muka bumi
ini baik melalui penang-kapan indera maupun hasil olah pikir.
Kumpulan hal-hal yang diketahui tersebut dinamakan pengetahuan.
Sedangkan Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis dan logis dengan mempergunakan metode-metode tertentu.
Berdasarkan definisi di atas sudah menimbulkan kesan rumit atau sulit
dalam memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan atau sains. Oleh
karena itu tidak heran jika timbul mitos di masyarakat bahwa sains
hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh sekelompok orang
dengan melakukan serangkaian penelitian. Istilah penelitian itu
sendiri sudah menimbulkan kerumitan. Seolah-olah penelitian itu hanya
dapat dilakukan oleh para pakar, para ilmuan dan mereka-mereka yang
kesehariannya disesaki oleh referensi-referensi ilmiah. Padahal setiap orang
dan pada semua tingkatan usia dapat melakukan penelitian tanpa ia
sadari
bahwa
ia
telah
melakukan
penelitian.
Penelitian
secara
sederhana dapat dilakukan hanya dengan berangkat dari suatu
pertanyaan, "Mengapa?" dan berusaha mencari jawaban baik dari diri
sendiri maupun dari sumber lain yang lebih mengetahui. Bagi seorang siswa,
penelitian dapat dimulai ketika ia mulai bertanya kepada gurunya,
bertanya kepada orang tuanya, atau bahkan bertanya kepada temanteman sebaya yang telah bersentuhan langsung dengan obyek yang
dipertanyakan.
Science is built up of facts as a house of stones, but a collection of fact is no more a
science than a pile of stones is a house (Henry Poincare, La Science et l’Hypothese,
1908).
The goal of education is to produce independently thinking and acting
individuals
(Albert
Einstein).
Sains
adalah
kerangka
pengetahuan.
233
Pembelajaran sains itu penting karena: (1) Sains adalah bagian penting dari
budaya manusia, yang mempunyai nilai tertinggi dari kapasitas berpikir
manusia; (2) Adanya laboratorium yang ditindaklanjuti dengan penelitian
dapat digunakan untuk mengembangkan bahasa, logika, serta kemampuan
memecahkan masalah dalam kelas; (3) Untuk jangka waktu panjang, dapat
diciptakan saintis-saintis muda; (4) Negara sangat tergantung kepada
kemampuan teknis dan saintifik dari masyarakatnya untuk persaingan
ekonomi global serta keperluan nasional.
Ada 3 area sains yang diajarkan dalam kurikulum, yaitu:
1) sains kehidupan: Biologi (tubuh manusia), Zoologi (hewan), Botani
(tumbuhan), 2) sains bumi, meliputi: Geologi (kulit keras bumi),
astronomi (langit, musim, luar angkasa),
3) Fisika: ilmu kimia (benda padat dan cair), ilmu fisika (keseimbangan dan
gerakan)
Gambar 1. Anak diperkenalkan dengan konsep terapung dan tenggelam
234
Ada tiga faktor utama mengapa dalam pembelajaran sains pembentukan
sikap adalah penting (Martin, 1984), yakni:
a) Sikap seorang anak membawa satu kesiapan mental bersamanya.
Dengan sikap yang positif, seorang anak akan merasa sains objek,
topic, aktifitas dan orang secara positif. Seorang anak yang tidak siap atau
ragu-ragu karena alasan apapun juga akan kurang kemauannya untuk
berinteraksi dengan orang dan hal-hal yang berhubungan dengan sains.
b) S ikap b ukan pem baw aa n dari lahir at au b akat. Ahli k ejiw aan
berpendapat bahwa sikap itu dipelajari dan disusun lewat pengalaman
selagi anak-anak berkembang (Halloran, 1970; Oskamp,1977), sikap
seorang anak dapat berubah melalui pengalaman. Guru dan orangtua
mempunyai pengaruh terbesar atas sikap sains (George & Kaplan, 1998)
c) Sikap adalah hasil yang dinamis dari pengalaman yang bertindak
s eb aga i fa kt or p en garu h k et ik a an a k me ma su k i p e nga l ama n–
pengalaman baru. Akibatnya sikap membawa suatu emosional dan
intelektual, yang keduanya mengarah kepada pembentukan keputusan
dan m em b ent uk e v alu as i. K ep utu sa n da n ev a lua s i in i dapa t
menyebabkan seorang anak menetapkan prioritas dan memegang
pilihan-pilihan yang berbeda.
Selain pembentukan sikap, pembelajaran sains yang produktif juga
dapat
mengembangkan
tiga
aspek
penting
lainnya
yakni: (1)
Pengembangan dari sikap anak-anak; (2) Pengembangan dari pemikiran
anak
dan
koordinasi
ketrampilan
mata
dan
kinestetik (motorik
tangan,
kasar,
halus
serta
demikian juga dengan pelatihan,
perasaan);(3) Pengembangan ilmu pengetahuan yang dibangun dari
pengalaman di dalam setting yang alami.
235
Gambar 2. Pengembangan dari pemikiran dan keterampilan kinestetik
Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
Emosional
Dari keingintahuan yang besar
anak-anak untuk belajar dan
memperoleh pengalaman baru,
kita dapat meningkatkan mereka
untuk membangun:
1. Rasa ingintahu yang besar
2.
3.
4.
5.
Intelektual
Dari pengalaman pembelajaran yang
positip pada anak-anak, kita dapat
mengembangkan mereka:
Ada keinginan untuk mencari sumber
informasi
Ketekunan
Ada ketidakpercayaan; keinginan
untuk menunjukkan atau untuk
mempunyai nilai alternatif dari bukti
yang digambarkan
Pendekatan positip terhadap Mengabaikan generalisasi secara luas
kesalahan
ketika ada keterbatasan bukti
Pikiran yang terbuka
Mempunyai toleransi terhadap opini
lain, penjelasan atau nilai yang
digambarkan
Bekerjasama dengan yang Mempunyai
keinginan
untuk
lain
menahan keputusan sampai semua
bukti atau informasi ditemukan dan
diujikan
Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
236
Emosional
Intelektual
Menolak untuk mempercayai dalam
superstition
atau
menerima
klaim
tanpa bukti
Terbuka
terhadap
perubahan
pemikiran mereka ketika bukti-bukti
terhadap perubahan telah diberikan
terbuka
terhadap
pertanyaan
mengenai ide mereka.
2) Memulai Belajar Penelitian
Anak-anak adalah saintis alamiah.
Para ahli perkembangan anak pernah
berdebat dalam masalah ini, tidak hanya didasari pada fakta dasar behavior
anak-anak, tetapi lebih pada hubungan antara behavior dan aspek penting dari
pemikiran saintifik.
Anak-anak yang dibawa ke kelas sains memiliki rasa
keingintahuan yang alami dan menset idea serta memahami konseptual
framework dimana terdapat hubungan antara pengalaman di dunia alami dan
informasi lain yang telah mereka pelajari sebelumnya (terdapat koneksi). Sejak
mereka memiliki berbagai pengalaman, anak-anak diberikan dalam kisaran
yang luas kemahirannya (skill), pengetahuan, serta adanya pengembangan
konsep.
Anak usia dini pada tingkatan taman bermain, TK A dan B maupun anak usia
sekolah dasar sampai kelas dua belum saatnya diberikan pelajaran tentang
kemampaun penelitian ilmiah, konsep-konsep ilmiah ataupun prinsip-prinsip
penelitian. Karena memang pada anak usia dini (0-8 tahun) mereka baru
mempelajari tentang kemampuan dasar yang terdiri dari pengamatan,
klasifikasi, komunikasi, ukuran, estimasi, prediksi dan kesimpulan.
237
Pada kelas tiga SD, anak sudah diajarkan mengenai kemampuan dasar dan
kemampuan terpadu. Kemampuan terpadu terdiri dari mengidentifikasikan
variabel, mengontrol variabel, definisi operasional, membentuk operasional
pengalaman, grafis, interpretasi data, model dan investigasi. Namun demikia,
sikap mental peneliti sudah dapat diberikan oleh guru dalam bentuk yang
sederhana dan yang berada di lingkungan terdekat dari dunia anak-anak. Oleh
karma itu seorang guru dituntut untuk dapat menjelaskan area sains secara
tepat kepada anak-anak, kendatipun kurikulum yang tersedia saat ini tidak
menyediakan bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan olch seorang guru.
Seorang guru harus mampu mengevaluasi setiap pengetahuan anak-anak dan
konseptual serta perkembangan skill/kemahiran, sebaik tingkat metakognisi
anak-anak
mengenai
pengetahuannya,
kemahiran
dan
konsep,
juga
menyediakan lingkungan pembelajaran anak-anak dimana setiap anak dapat
bergerak mengembangkan dalam semua aspek.
Pertanyaan kunci untuk
instruksi ini adalah bagaimana mengadaptasi tujuan instruktusional ke
pengetahuan yang telah ada dan kemahiran dari murid, sebaik bagaimana
memilih teknik instruktusional sehingga akan lebih efektif.
Bagan Kemahiran Proses Sains (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
Kemahiran Dasar
Observasi
Klasifikasi
Komunikasi
Pengukuran
Estimasi
Prediksi
Kesimpulan
Pra Taman Kanak- kanak
X
X
X
X
X
X
Taman KanakKanak
X
X
X
X
X
X
X
Proses Kemahiran
Observasi
Menggunakan indera untuk menggabung-kan
238
Klasifikasi
Memanipulasi material
Mengkomunikasikan
Mencatat/menyusun data
Prediksi
Inferensi
Mengestimasi
Penyelidikan
Pemecahan
masalah/membuat
keputusan
informasi
Mengelompokkan, ordering, mengkategorikan,
merangking,
memisahkan,
membandingkan.
Memberikan perlakuan pada material secara
efektif
Berbicara, menulis, menggambar
Logs, jurnal, grafik, table, gambar, rekaman
Dimulai
dengan hasil yang diharapkan
didasarkan pada pola atau bukti yang ada
Membuat
kesimpulan
(perkiraan
yang
educated) didasarkan pada alasan untuk
menjelaskan observasi
Menggunakan penilaian hingga aproksimat
sebuah nilai/kuantiti
Proses yang terintegrasi dari penelitian
Proses yang terintegrasi untuk menilai dan
menghasilkan solusi
3) Pembelajaran sains secara alami
Pembelajaran sains terhadap anak-anak yang terbaik adalah ketika mereka termotivasi. Oleh karena itulah maka pemberian pembelajaran harus menarik,
menyenangkan, menantang, melalui interaksi dengan lingkungan, dilakukan
bersama antara yang seusia dengan dewasa, dengan menggunakan benda
konkrit. Adapun pembelajaran ini dapat dilakukan melalui penyelidikan untuk
melihat : pola, perhubungan, proses, dan masalah. Pembelajaran sains juga
dapat mengembangkan bahasa.
239
Gambar3. Pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Anak-anak juga
dapat melihat hubungan, proses dan masalah serta jalan keluar.
Pembelajaran sains dilaksanakan secara kooperatif. Adapun prinsip dan teknik
digunakan untuk membantu murid bekerjasama lebih efektif. Kerjasama adalah
sesuatu yang bernilai, hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat melihat
kerjasama mempunyai tujuan yang kuat, melihat teman sebagai teman
berkolaborasi
yang
potensial,
dan
untuk
memilih
kerjasama
sebagai
kemungkinan pilihan yang layak untuk berkompetisi dan pekerjaan individual.
Adapun prinsip pembelajaran sains adalah kooperatif, yakni: (1) adanya
keterkaitan yang positif; (2) sebagai individu yang dapat diperhitungkan; (3)
adanya interaksi yang simultan; (4) adanya partisipasi yang setara. Pada
pembelajaran secara berkelompok, anak-anak diharapkan dapat bekerjasama
dengan cara berdiskusi antar teman sebelum akhirnya ditanyakan kepada guru.
Anak-anak berdiskusi tentang prosedur maupun kandungan isinya. Selain
berdiskusi dengan satu kelompok mereka juga dirangsang untuk berdiskusi
antar kelompok sebelum bertanyan pada gurunya.
Apabila satu kelompok
dapat mengerjakan tugas dengan cepat maka dapat membantu kelompok lain
yang belum selesai. Tujuan dari pendidikan sains pada anak usia dini
adalah
(1)Mempersiapkan anak-anak dengan pengalaman
yang dapat
240
membantu mereka menjadi terpelajar secara saintifik; (2) Membimbing anakanak saat mereka mempelajari kandungan arti dan membangun indera
berdasarkan pengalaman oleh pemahaman terfokus dengan menggunakan ide
sains, kemahiran, dan sikap mental; (3) Berbagi tanggungjawab dengan anakanak terhadap apa yang mereka pelajari; (4) Mengadaptasi kurikulum,
mengatur waktu dan mengatur praktek, termasuk untuk tema pelajaran yang
mengambil waktu beberapa hari atau minggu; (5) Menguji kemajuan dalam
berbagai cara untuk mengelompokkan mana yang anak-anak ketahui dan dapat
lakukan.
4) Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini
a) Pengertian Organisme
Organisme adalah semua mahluk hidup yang terdiri dari pepohonan,
mamalia, lumut, serangga, jamur dan bakteri yang tersusun dengan struktur
yang berbeda untuk fungsi yang berbeda. Ciri-ciri dari mahluk hidup adalah:
(1) Makanan, tumbuhan membuat makanan mereka sendiri.
memakan organisme lain.
Hewan
Jamur mencerna dan menyerap makanan
mereka sendiri.
(2) Nafas,
menghirup
oksigen
untuk
bernapas.
Mengeluarkan
karbondioksida
(3) Respirasi, mencerna makanan untuk menghasilkan energI
(4) Pembuangan,
melepaskan
zat-zat
sisa
yang
beracun
seperti
karbondioksida dan kotoran
(5) Pertumbuhan, bertambahnya ukuran bagi bakteri dan organisme bersel
satu. Bertambahnya jumlah sel bagi organisme bersel banyak menuntun
kepada bertambahnya ukuran dan perubahan bentuk.
(6) Berkembang biak, pembagian sederhana ke dalam dua sel bagi bakteri
dan organisme satu sel. Reproduksi seksual dan non seksual.
241
(7) Respon, respon terhadap rangsangan.
Hewan biasanya bergerak
menjauh dengan cepat, respon semua hewan; tumbuhan merespon
melalui cara bertumbuh, biasanya dengan gerakan tubuh.
(8) Gerakan, kebanyakan organisme bersel satu dan hewan bergerak secara
keseluruhan. Jamur dan tumbuhan bergerak dengan anggota-anggota
tubuh mereka.
(9) Asal terbentuknya, organisme terbuat dari sel-sel
Beberapa hal yang tidak menggambarkan karakteristik yang jelas dari
mahluk hidup. Sebagai contoh bawang merah, kentang atau biji-bijian tidak
terlihat seperti mahluk hidup, namun pada saat bawang merah, kentang atau
biji-bijian menemukan habitat yang cocok maka mereka mempunyai potensi
untuk berkembang.
b) Pengelompokkan Organisme
Ada 30 juta spesies dari mahluk hidup di bumi dan beberapa ilmuwan
memperkirakan sebesar 100 juta. Dari data ini, hanya sebagian kecil dari
spesies antara 1.5 sampai 1.8 juta yang telah dideskripsikan.
Dengan
keragaman yang besar dari organisme di sekeliling kita ini, kita hanya
mengerti lingkungan kita dengan membaginya ke dalam kelompok dan
dikenal dengan dengan istilah The 5 Kingdom
THE 5 KINGDOM
Sistem pembagian Kingdom dikembangkan oleh ahli Biologi Amerika yakni
Robert H. Whitaker (1969). Sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan yang dimiliki adalah penggolongan jamur yang dimasukan ke
dalam kingdom tersendiri. Alasan yang dikemukakan adalah jamur tidak
mencerna sendiri makanan seperti yang dilakukan oleh binatang, tetapi
mereka mengeluarkan enzim pencernaan disekitar makanan mereka,
kemudian menyerapnya ke dalam sel.
perbedaannya dengan monera.
Begitu juga terlihat jelas
Jamur atau fungi termasuk dalam jenis
242
organisme eukariot bukan prokariot. Kingdom ini sudah melengkapi dari
kingdom sebelumnya.
Adapun kelemahannya yakni belum mampunya sistem ini mendefinisikan
kingdom monera secara tepat sehingga didalam kelompok kingdom
monerapun masih memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik dalam hal
RNA polymerase, RNA sequence, membran lipid, dan lainnya. Organisme
dikelompokkan ke dalam lima kingdom:
(1) Monera. Monera merupakan golongan yang bersifat prokariotik (inti sel
tidak memiliki selaput inti). Monera terbagi menjadi dua golongan, yaitu
Golongan bakteri (Schizophyta/ Schyzomycetes) dan golongan ganggang
biru (Cyanophyta). Hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ditemukan di
udara, air, tanah dan didalam organisme lain.
(2) Protista (organisme bersel satu). Protista merupakan organisme yang
bersifat
eukariotik
(inti
Pembentukan
kingdom
pertimbangan
adanya
selnya
ini
sudah
diusulkan
memiliki
oleh
organisme-organisme
selaput
inti).
Ernst
Haeckel
atas
yang
memiliki
ciri
tumbuhan (berklorofil) sekaligus memiliki ciri hewan (dapat bergerak).
Yang termasuk dalam kingdom protista adalah Protozoa dan Ganggang
bersel satu. Kebanyakan dilihat dengan mikroskop. Bersel satu dengan
nucleus asli seperti tumbuhan atau seperti hewan.
Pada dasarnya
ditemukan di air atau di dalam organisme lain.
(3) Fungi (jamur). Fungi merupakan organisme uniseluler (bersel satu) dan
multiseluler (bersel banyak) yang tidak berklorofil. Fungi multiseluler
dapat membentuk benang-benang yang disebut hifa.
Tidak memiliki
klorofil. Hidup di tanah atau didalam organisme lain. Berkembang biak
dengan spora. Bersifat heterotrof.
Contoh: Aspergillus niger. Kingdom
ini dibagi menjadi beberapa divisi, yaitu: 1.
Oomycotina; 2.
243
Zygomycotina;
3.
Ascomycotina;
4.
Basidiomycotina;
5.
Deuteromycotina
(4) Tumbuhan.
Tumbuhan hijau meliputi organisme bersel banyak
(multiseluler) dan sel-selnya mempunyai dinding sel. Membuat makanan
sendiri (fotosintesa), hampir seluruh anggotanya berklorofil sehingga
sifatnya autotrof. Yang termasuk kingdom tumbuhan: Ganggang bersel
banyak (diluar ganggang biru), Lumut (Bryophyta), Paku-pakuan
(Pteridophyta), Tumbuhan berbiji (Spermatophyta).
(5) Hewan.
Memakan organisme lain, biasanya bergerak. Hewan atau
animal yang kita kenal selama ini dapat dibagi menjadi sepuluh macam
filum (phylum), yaitu protozoa, porifera, coelenterata, plathyhelminthes,
nemathelminthes, annelida, mollusca, echinodermata, arthropoda dan chordata.
(a) Phylum Protozoa. Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya
memiliki satu sel saja alias bersel tunggal dengan ukuran
mikroskopis (hanya dapat dilihat dengan mikroskop).
Protozoa
dapat hidup diair atau dalam tubuh mahluk hidup atau organisme
lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri (soliter) atau beramairamai (koloni). Contoh: Amuba (amoeba)
(b) Phylum Porifera.
Porifera adalah binatang atau hewan berpori.
Tubuhnya berpori-pori mirip spon.
Hidup dengan memakan
makanan dari air, kemudian disaring oleh organ tubuhnya. Contoh:
bunga karang.
(c) Phylum Coelenterata. Coelenterata adalah hewan berongga bersel
banyak yang memiliki tentakel. Simetris tubuh coelenterata adalah
simetris bilteral yang hidup di laut. Contoh : Ubur-ubur.
(d) Phylum Platyhelminthes. Plathyhelminthes adalah binatang sejenis
cacing pipih dengan tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah
dengan pusat syaraf yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan
244
sebagai penyebab timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit
pada binatang/hewan atau manusia. Contoh: cacing hati, cacing pita.
(e) Phylum
Nemathelminthes.
Nemathelminthes
atau
cacing
gilik/giling adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral
dengan saluran pencernaan yang baik namun tidak memiliki sistem
peredaran darah.
Contoh: cacing tambang, cacing askaris, cacing
gilik.
Setiap kingdom lebih jauh lagi dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil
dan lebih kecil lagi seperti: filum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies.
c.Kegiatan Pembelajaran Sains Anak Usia Dini
1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Tujuan kegiatan pembelajaran sains bagi peserta didik yaitu agar dapat
mengembangkan rencana pembelajaran akademik bagi anak usia dini
dengan Tema Hewan Peliharaan dan sub tema Ikan.
2. Uraian Materi
Ikan termasuk dalam vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup
di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata
yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27000 di
seluruh dunia. Secara taksonomi ikan tergolong kelompok paraphyletic yang
hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan. Klasifikasi ikan.
Ikan
adalah kelompok parafiletik artinya setiap kelas yang memuat semua ikan
akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Ikan terbagi dalam ikan
tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 persen termasuk lamprey dan ikan hag),
ikan bertulang rawan (kelas Chondricthyes, 800 spesies termasuk hiu dan
pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan
bertulang keras atau sejati inilah yang mencakup hampir semua ikan pada
masa kini. Ekologi Ikan. Ikan dapat ditemukan dihampir semua genangan
air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada
245
kedalaman yang bervariasi, dari yang dekat permukaan hingga ke beberapa
ribu meter di bawah permukaan. Namun demikian, ada satu danau yang
kadar asinnya terlalu tinggi yakni Great Salt Lake tidak bisa didiami oleh
ikan. Ada beberapa spesiesn ikan yang dibudidayakan untuk dipelihara dan
dipamerkan dalam akuarium. Ikan Mas (Cyprinus carpio).
Ikan mas
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih
kesamping dan lunak, termasuk golongan teleostei. Tubuhnya terbungkus
oleh kulit yang bersisik, berenang dengan menggunakan sirip dan bernapas
dengan insang. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 SM di Cina. Di
Indonesia mulai dipelihara sekitar tahun 1920, adapun asal dari ikan ini
adalah dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Klasifikasi Ikan Mas. Filum :
Chordata. Kelas: Pisces. Sub Kelas: Teleostei. Ordo: Ostariophysi. Sub Ordo:
Cyprinoidea. Famili: Cyprinidea. Famili: Cyprinidea. Genus: Cyprinus. Spesies:
Cyprinus carpio L
Contoh Rencana Pembelajaran Tematik
RENCANA PEMBELAJARAN TEMATIK
TEMA
SUB TEMA
KELAS/SEMESTER
WAKTU
I.
: HEWAN PELIHARAAN
: IKAN
: II/1
: 2 x PERTEMUAN (70 MENIT)
STANDAR KOMPETENSI
Pembiasaan/moral: Menyayangi mahluk cipataan Tuhan
Bahasa
•
•
•
•
•
•
Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman secara lisan melalui
kegiatan bertanya, bercerita dan deklamasi
Mengenal bentuk ikan dan bagian-bagiannya
Menulis kata-kata dengan menjawab pertanyaan sederhana
Melaksanakan perintah sederhana secara lisan atau tertulis
Membuat cerita singkat tentang ikan
Kognitif
• Mengenal bentuk dan bagian-bagian ikan (morfologi dan anatomi ikan)
• Mengetahui proses perkembanganbiakan ikan
246
Sains:
Mengamati bentuk dan bagian-bagian ikan (organ ikan)
Seni/motorik halus:
Menggambar ikan (hasil observasi)
Bahasa Inggris:
Melafalkan kata yang berkaitan dengan tema dalam Bahasa
Inggris
II. KOMPETENSI DASAR
1. Menceritakan perlunya menjaga dan menyayangi mahluk ciptaan Tuhan
2. (moral/ pembiasaan)
3. Menceritakan bentuk bagian-bagian ikan
4. Melaksanakan sesuatu sesuai perintah atau petunjuk sederhana (bahasa)
5. Mencontoh kalimat dari buku atau papan tulis (bahasa)
6. Menggambar ikan (seni, hasil dari observasi anak)
7. Membuat cerita singkat tentang ikan
III. INDIKATOR
Bahasa
• Menulis kata atau kalimat
• Menjawab pertanyaan, mengemukakan ide dan pendapat dengan kalimat benar
• Menceritakan kembali cerita yang sudah dilihat dan didengar
• Menyimpulkan secara sederhana dengan menggunakan bahasa sendiri tentang
cerita yang dilihat atau didengar
Kogintif
• Mengetahui bentuk dan bagian-bagian ikan
• Memahami proses perkembangan ikan
Moral/pembiasaan
• - Menyayangi mahluk ciptaan Tuhan
IV. LANGKAH PEMBELAJARAN
■ Kegiatan Awal
■ Kegiatan Inti
■ Kegiatan Penutup
V. Alat dan Sumber
■ LCD, CD, Komputer/laptop
■ Lembar kerja siswa
■ Ikan, piring, garpu, pisau/cutter, Tray
■ KTSP
■ Metode yang digunakan : demonstrasi, observasi, tanya jawab, inkuiri,
bercerita, pemberian tugas
247
VI. PENILAIAN
■ Penilaian Lisan
■ Pengamatan
■ Penilaian Produk
■ Penilaian Portofolio
■ Evaluasi yang dilakukan oleh guru adalah:
■ Apakah anak dapat menyebutkan bentuk, bagian dan jenis ikan?
■ Apakah anak dapat menyebutkan alat pernapasan pada ikan?
■ Apakah anak dapat menyebutkan bagaimana proses perkembanganbiakan ikan?
Dapatkah anak menggambar ikan hasil observasi?
■
Dapatkah anak membuat cerita singkat tentang ikan sesuai bahasa mereka
masing- masing?
Kegiatan Belajar 2
Tujuan mengenal lingkungan kita adalah agar kita memahami dan menjaga
lingkungan disekitar kita.
Teori:
Lingkungan mengacu pada sekeliling kita, semua yang hidup dan benda-benda
mati serta interaksi diantara mereka. Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi
lingkungan mencakup cahaya, panas, air, angin, substrat (bebatuan, pasir, tanah,
lumpur), zat non organik dan gas seperti oksigen dan karbondioksida. Faktor-faktor
biotik yang mempengaruhi lingkungan mencakup semua mahluk hidup dan
pengaruh-pengaruh mereka terhadap satu sama lainnya. Lingkungan bisa saja
daratan (tanah), perairan (air) atau gabungan antara darat dan air seperti rawa bakau.
Meskipun spesies manusia hanyalah sebuah kelompok kecil dari organisme,
pengaruh manusia terhadap lingkungan sangat luas dan hebat. Kitatelah
memperkenalkan spesies tumbuhan dan hewan ke dalam lingkungan yang baru dan
beberapa spesies yang telah diperkenalkan ini telah menjadi hama setiap waktu.
Manusia juga mengadakan penebangan-penebangan di hutan curah hujan
untuk diambil kayunya mengakibatkan tanah menjadi longsor dan erosi (pengikisan
tanah akibat air). Selain dari itu adanya metode penebangan yang salah dan juga
pembakaran hutan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan kebakaran
hutan.
248
Dampak dari penebangan ini adalah tumbuh-tumbuhan kehilangan habitat
alami,begitu juga dengan organisme lain yang tak terhitung jumlahnya, ada beberapa
diantaranya yang tidak dikenal oleh kita. Nilai-nilai tanggungjawab terhadap
lingkungan dan sosial diperlukan agar lingkungan kita tidak tercemar.
2) Asesmen
Tujuan dari asesmen berdasarkan kurikulum adalah untuk melihat kompetensi
anak dari bidang akademik. Saat ini pendidik menginginkan dan memerlukan
anak-anak yang tidak saja dapat mengulang kembali pengetahuan, kemahiran
dan prosedur tetapi juga apa yang mereka pikirkan. Sebagai contoh jika anak
berpikir bahwa segala sesuatu yang hidup akan diklasifikasikan bersama
karena mereka dapat bergerak dan memiliki facial features, lalu kita dapat
tanyakan kepada mereka dengan bahasa sederhana untuk mengidentifikasikan
mahluk hidup dan tidak hidup. Asesmen dapat dilakukan secara formal dan
informal. Asesmen formal biasanya berbentuk dokumen tertulis seperti tes atau
kuiis yang diberi skor atau grade berdasarkan kinerja siswa. Asesmen informal
biasanya tidak terlalu berkontribusi untuk penilaian akhir, asesmen ini lebih
kepada keadaan umum dan dapat dilakukan melalui observasi, pedoman
inventoris, partisipasi, melalui teman, evaluasi diri dan diskusi. Asesmen
individual atau dalam kelompok kecil. Ada berbagai cara yang berbeda untuk
membangun asesmen. Yang harus dipertimbangkan adalah
•
Wawancara; guru – anak,
•
Running records;
•
Anekdot; contoh kerja anak: ilustrasi anak, model, diagram, cerita,
laporan, perencanaan, poster, video atau audio recording;
•
Performance: aturan permainan, debat, drama, nyanyi, puisi;
•
Peta konsep;
•
Auditape dari grup diskusi (kecil maupun besar);
249
•
Observasi pada saat anak bekerja,
•
Checklist,
•
Tes (praktek dan tulisan),
•
Dokumentasi pada saat anak mengadakan kegiatan.
Kumpulkan semua hasil kerja anak, kemudian dianalisis tipe pembelajaran
yang di ases. Kita akan mengetahui kelemahan dan kekuatan dari masingmasing tipe.
Langkah-langkah dalam pembuatan asesmen:
•
Analisis hasil identifikasi
•
Penentuan bentuk alat yang akan digunakan dalam asesmen
•
Penentuan butir-butir pernyataan/pertanyaan yang akan diterapkan
dalam alat yang telah ditentukan dalam asesmen
•
Penentuan kriteria penilaian, penentuan bentuk laporan.
Contoh penyusunan dan pemberian tingkatan pada seorang siswa
Organiser and Level
1
2
3
4
5
6
7
8 9
Life and living
Hidup bersama
Struktur dan fungsi
Kergamanan mahluk hidup, perubahan
dan kesinambungan
Natural and processed materials
Material dan penggunaannya
Struktur dan sifat
Reaksi dan perubahan
Working Scientifically
Merencanakan investigasi
Membangun investigasi
Memproses data
Mengevaluasi yang didapat
Penggunaan sains
Acting responsibility
Earth and beyond
250
Bumi, langit dan manusia
Perubahan bumi
Tempat hidup kita
Energi dan Perubahannya
Energi dan kita
Transfer energi
Energi dan sumber serta penerima
3.Latihan
a. Kembangkan minimal dua alat asesmen untuk pembelajaran sains bagi anak
usia dini dengan menggunakan tematik dan beri alasan mengapa menggunakan
alat tersebut.
b. Jelaskan kemahiran dasar yang harus diberikan pada pembelajaran sains anak
usia dini?
c. Buatlah satu perencanaan (lesson plan) untuk pembelajaran sains yang
terintegrasi.
K. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini
1. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini
Seperti yang telah didefinisikan oleh National Council for the Social Studies
(NCSS), ilmu sosial adalah ilmu yang terintegrasi dari ilmu pengetahuan sosial dan
humanistik untuk memajukan kompetensi yang sifatnya kewarganegaraan. Ilmu
sosial saling berkordinasi, sistematika pembelajarannya menggambarkan berbagai
disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat,
pengetahuan politik, psikologi, agama dan sosiologi atau humanistik. (NCSS, 2003)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari
tentang manusia, hubungan antar manusia serta dengan lingkungan sekitar manusia
itu sendiri, seperti sosiologi, ekonomi, politik, antropologi, sejarah, psikologi,
geogrofi dan lain-lain.
Tujuan dari ilmu sosial adalah untuk membantu anak usia dini untuk
mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang beralasan sebagai
251
bagian dari warga masyarakat yang demokratis di dalam keragaman budaya di
dunia yang saling tergantung. (NCSS, 2003) Dengan mempelajari ilmu sosial, anak
belajar mengenal diri dan lingkungan sosialnya. Selain itu, dengan memahami diri
dan lingkungan sosialnya, anak akan belajar untuk menempatkan diri sesuai dengan
siatuasi dan kondisi yang mereka hadapi.
Dua tujuan utama dari ilmu sosial yaitu menyiapkan anak untuk
”mengasumsikan
kewarganegaraan
dan
untuk
mengintegrasi
pengetahuan,
ketrampilan dan etika dengan dan melalui disiplin ilmu. Kedua tujuan tersebut dapat
membedakan ilmu sosial dengan ilmu yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ilmu sosial memiliki cirri khas tersendiri.
A. Budaya
Kebudayaan adalah uraian pertama dari sepuluh uraian tematik yang
dikembangkan oleh National Council for the Social Studies (NCCS, 1994) yang
berfungsi sebagai kerangka untuk program pengetahuan sosial k-12. Kebudayaan
adalah sentral untuk kita sebagai individu dan sebagai masyarakat. Kebudayaan
adalah salah satu unsur yang sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat.
Kebudayaan adalah cara hidup, lingkungan buatan manusia, nilai-nilai dan
kepercayaan, symbol, interpertasi, sudut pandang yang diberikan oleh kelompok
sosial (Banks, 2008). Kebudayaan menetapkan
cara bagaimana berpikir,
merasakan, dan berperilaku. Budaya kelompok dibuktikan melalui nilai-nilai,
komunikasi nonverbal, bahasa, hubungan interpersonal, dress codes, parenting,
peran gender, kebiasaan, adat istiadat sosial, dan hiburan. Berbagi kebudayaan
membuat kita dapat tinggal berkelompok, dan inilah cara suatu kelompok
beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal. Karakter penting lain
mengenai kebudayaan adalah bahwa kebudayaan itu berubah secara konstan.
Ringkasnya,
kebudayaan
itu
mengikat
dan
membagi
atau
memisahkan
masyarakat. Mengerti dan menerima perbedaan dan kesamaan dapat dilakukan
252
pada masa usia dini. Upaya untuk mengenalkan perbedaan dan kesamaan serta
penerimaan terhadap perbedaan tersebut dapat dilakukan dengan konsep
pembelajaran ilmu sosial yang menarik dan bermakna.
Lingkungan hendaknya mengembangkan kebudayaan, baik lingkungan
rumah maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang merayakan
keragaman dan kesatuan dibangun atas dasar rasa saling menghormati yang
dalam terhadap semua individu dan kelompok (Copple, 2003; Garcia, 2003). Untuk
menciptakan ruang kelas yang menggabungkan rasa saling menghargai yang
dalam bagi individu dan kelompok berarti pendidik harus terlebih dahulu
mengerti beberapa hal:
• Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anda sendiri mengenai orang lain
• Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anak mengenai orang lain
• Bagaimana perilaku terhadap orang lain dipelajari
Perilaku dan nilai-nilai yang langsung dan membimbing merupakan dasar
untuk merayakan keanekaragaman. Tetapi sebagai seorang pendidik, anda harus
lebih dari sekedar memahami perilaku anda sendiri dan perilaku anak. Pendidik
juga harus familiar dengan konsep kunci untuk mempelajari merayakan
keanekaragaman seperti:
• memahami keterkaitan dan saling ketergantungan
• pengetahuan mengenai kesamaan yang menyatukan orang-orang dari beragam
budaya, pengalaman, Ras / etnis dan bangsa
• keterampilan untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang kemudian
menjadi dasar untuk bekerja sama dengan orang lain
B. Waktu, Kesinambungan dan Perubahan
1. Waktu
Anak usia dini mengenal konsep waktu dengan sederhana. Anak usia dini
mengenal lamanya dalam satu hari adalah ketika ia bangun tidur, sampai dengan
253
ia tidur kembali. Ia mengetahui adanya perubahan ketika melihat fotonya yang
baru lahir dan membandingkan dengan kondisi dirinya pada masa sekarang
dengan banyak perubahan. Anak usia dini mengetahui bahwa makan dilakukan
sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada waktu pagi hari, pada waktu siang hari dan
pada waktu malam hari.
Anak-anak memiliki pengertian tentang waktu, tetapi lebih bersifat naluri
daripada konvensional. Selama anak usia dini, anak-anak dapat membedakan
masa lalu dari sekarang dan mulai untuk menggambarkan kejadian sehari-hari
dalam pola berurutan. Anak-anak mengasosiasikan waktu kronologis dengan
waktu pribadi sebagai cerminan dari siklus alami kejadian sehari-hari.
Anak usia dini memiliki keterbatasan persepsi mereka tentang urutan dan
lamanya waktu dan kemampuan mereka untuk mengatur urutan dan pengalaman
sehari-hari. Ide intuitif anak usia dini tentang waktu adalah subyektif.
Subjektivitas ini penyebab utama kesalahan yang terjadi. Usia 5 tahun mengetahui
bahwa menunggu selama 10 menit, akan lebih sulit daripada menunggu 5 menit,
tetapi mereka juga menyimpulkan bahwa diperlukan waktu lebih sedikit untuk
roda yang berbalik cepat dalam putaran selama 5 menit daripada yang
dilakukannya untuk sebuah keran yang menitik dalam waktu yang sama
(Vukelich dan Thornton, 1990). Pemahaman yang terbentuk kadang kala
bertentangan dengan konsep yang sebenarnya.
Waktu yang berdasarkan intuisi berbeda dari waktu operasional. waktu
operasional menyangkut pemahaman hubungan urutan, lama, dan berdasarkan
operasi persamaan dalam logika, baik itu kualitatif atau kuantitatif (Piaget, 1946).
Tidak sampai memasuki operasi formal anak, dekat dengan masa remaja awal,
apakah mereka mampu menguasai waktu operasional.
Mungkin karena urutan sementara hanya membutuhkan perbandingan
kualitatif, seperti sedikit lawan besar, anak-anak berusia 4 atau 5 dapat
menunjukkan beberapa pemahaman kemampuan untuk mengurutkan peristiwa.
Usia 4 sampai 6 tahun dapat melakukan tindakan secara
berurutan untuk
254
mencapai tujuan; mereka tahu peristiwa yang terjadi dan mereka dapat
mengurutkan kejadian sehari-hari dengan mengorganisir siklus (Vukelich &
Thornton, 1990). Usia 4 tahun dapat akurat dalam menilai sesuatu yang bersifat
sementara atas tingkat kesempatan; pada usia 5 tahun, anak-anak dapat menilai
urutan terbelakang dari kegiatan sehari-hari dan urutan terdepan dari titik yang
telah ditentukan dalam beberapa hari dan dapat mengevaluasi panjang interval
dari kegiatan sehari-hari . Sekitar usia 7, anak-anak juga dapat menilai urutan
peristiwa mundur dari beberapa titik acuan.
Anak-anak belajar konsep urutan sementara - seperti sebelum dan sesudah,
besok dan kemarin, atau mereka yang hanya membutuhkan bahwa posisi anak
dalam dua poin waktu - lebih mudah daripada hubungan kuantitatif sementara.
Untuk memahami hubungan kuantitatif sementara, seorang anak harus menyadari
bahwa jarak 1:00-2:00 adalah sama dengan jarak 2:00-3:00. Anak-anak yang hanya
mengerti urutan mungkin tidak sepenuhnya memahami bahwa jarak adalah sama.
Sambil lalu, ini masalah yang sama dengan ciri kesalahan awal anak dalam
menggunakan jarak linier.
Seiring waktu anak mencapai Taman Kanak-kanak, mereka menggunakan
istilah-istilah waktu dan jam dalam bercerita. Meskipun, mereka belum
diinternalisasi konsep lamanya jarak, seperti jam dan menit, mereka memahami
bahwa istilah-istilah ini memiliki makna. Anak pertama memulai dengan kegiatan
mengasosiasikan jadwal kelas reguler setiap hari, kemudian mereka mencocokkan
jadwal ini dengan waktu yang ada di jam. Selanjutnya, konsep jam, setengah jam,
dan seperempat jam dapat berkembang.
Usia 5 tahun mulai mengerti unit sementara waktu - seperti hari, tanggal,
dan waktu kalender, dirumuskan pada urutan sementara atau peristiwa yang
berurutan – dan dapat menyesuaikan diri pada waktunya, mencocokkan waktu
dengan peristiwa eksternal: “itu adalah hari; matahari bersinar,” atau “itu adalah
malam; bintang-bintang berada di luar”. Memahami kalender waktu termasuk
kemampuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep seperti waktu pertama,
255
terakhir, berikutnya, kemudian, lebih cepat, sebelum, dan sesudah. Pada usia 5
tahun, anak-anak dapat mengatakan apa hari itu dan akan menggunakan istilahistilah umum seperti musim dingin sebelum mereka akan menggunakan istilah
umum hari ini, sebelum, atau dalam beberapa hari (Ames, 1946). Anak pertama
bisa menanggapi kata waktu; berikutnya, mereka dapat menggunakan kata
sendiri; akhirnya, mereka dapat menggunakan kata waktu untuk menjawab
pertanyaan dengan benar. Pada usia 6, 7 dan 8, anak-anak dapat mulai
menggunakan metode konvensional untuk menyesuaikan diri mereka dalam
waktu; jam, jam tangan, dan kalender mulai memiliki beberapa arti.
Pengetahuan tentang konsep waktu anak-anak berkembang mengarah pada
gagasan bahwa anak-anak muda menerima instruksi yang direncanakan dalam
waktu - yaitu, ketika pengajaran ini didasarkan pada siklus, berulang, dan
kegiatan yang berurutan dari hari dan kehidupan anak. Walaupun tidak patut
untuk meminta anak-anak untuk menghafal nama-nama hari atau bulan, untuk
memberitahu waktu atau mempelajari konsep waktu operasional, hal itu adalah
tepat bagi orang dewasa untuk memberi label pada anak-anak dan untuk
memastikan rutinitas kehidupan mereka. Dengan mengalami rutinitas, mengukur
waktu dan bagian dengan langkah yang berubah-ubah, anak akan mendapatkan
konsep-konsep waktu.
2. Perubahan
Dalam banyak hal, studi sejarah adalah studi perubahan. Beberapa
perubahan merupakan kemajuan; yang lain tidak. Namun demikian, perubahan
bersifat universal. Tidak peduli di mana kita tinggal atau bagaimana, perubahan
akan menjadi bagian dari kehidupan kita (Brophy & Alleman, 2002). Mampu
menerima dan beradaptasi dengan perubahan adalah penting untuk hidup.
Daripada takut perubahan, anak-anak dapat diajarkan untuk menerima
keniscayaan perubahan dan belajar cara untuk beradaptasi dengan perubahan
pengalaman mereka.
256
Sekitar anak dengan kesempatan untuk mengubah pengalaman, lingkungan
langsung menawarkan banyak alat belajar. Dari studi lingkungan sekolah, alam
dan diri mereka sendiri, anak-anak dapat belajar bahwa (a) perubahan kontinu
dan selalu hadir, (b) perubahan mempengaruhi hidup mereka dengan cara yang
berbeda, dan (c) perubahan bisa dicatat dan catatan tersebut dapat membantu
orang lain untuk memahami hal-hal yang telah berubah.
C. Orang, Tempat dan Lingkungan
Perencanaan untuk mengajar geografi dimulai dengan studi lingkungan
langsung fisik anak-anak dan kemampuan mereka dan kesempatan untuk
mengamati, berspekulasi, menganalisis dan mengevaluasi lingkungan. Baik
lingkungan dan eksplorasi anak-anak di dalamnya sangat kompleks dan rumit.
Untuk membantu pendidik mengatur anak-anak untuk belajar geografi
dalam suatu lingkungan, standar nasional geografi, Geography for Life
(Geography Education Standards Project, 1994 dan The National Council for The
Sosial Stidies) (1998) mengidentifikasi tema utama dan konsep kunci untuk
mempelajari geografi. Percaya bahwa studi geografi adalah lebih dari sekedar
tempat geografi.
1. Bumi Tempat Tinggal Kita
“Semua batu telah dibuat oleh tukang bangunan dari bumi dan bumi
adalah batu yang terpecah”. “Pegunungan membuat dirinya sehingga kita bisa
ski”. Penjelasan tentang sifat bumi diberikan dalam menjawab petanyaan yang
diajukan denan Piaget (1965, P. 207), dan mereka menunjukkan anak-anak berpikir
tentang sifat bumi. Piaget telah melabel tahap berpikir ini sebagai “artifisialisme”,
gagasan bahwa anak-anak memandang benda-benda di bumi untuk mereka
gunakan sendiri, dibuat untuk tujuan-tujuan (biasanya mereka).Dan dibuat sendiri
atau oleh orang lain-pegunungan membuat dirinya sendiri, tukang bangunan
membuat batu
257
Dalam usaha untuk menentukan dimana anak-anak memperoleh pemikiran
seperti ini, Piaget menyarankan pendidikan religius atau pengalaman pendidikan:
Pemikiran artifisial mungkin tidak pernah dipertimbangkan sebelumnya.
Atau dapat muncul dari kekuatan orang tua bagi anak-anak, yang tampak seperti
dewa bagi anak- anak, menyebabkan anak-anak yakin bahwa orang-orang yang
kuat, seperti orang tua mereka, dapat menghancurkan batu untuk menciptakan
bumi.
Ingat terus pemikiran anak-anak usia dini, anda dapat membantu
anak-anak membangun konsep yang lebih akurat tentang bumi dengan
memberikan pengalaman terstruktur yang langsung dan konkrit dilingkungan
mereka. Dalam merencanakan pengalaman penelitian bumi, anda harus bertanya
pada diri sendiri, “Apa yang telah anak-anak melalui pengalaman mereka tentang
cara bumi berfungsi?” “Apa yang telah mereka pelajari tentang fenomena alam kekuatan bumi, bagaimana air mengali menuruni bukit, efek pertumbuhan
tanaman
dan
merencanakan
binatang?”
pengalaman
Anda
untuk
dapat
menggunakan
anak-anak
jawabannya
berdasarkan
konsep
untuk
kunci
identifikasi geografi, pengetahuan tentang bumi. Kita hidup, dan kita tinggal
dibumi. Ide yang sungguh sederhana-kecuali anda adalah anak kecil yang yakin
bahwa semua yang bergerak itu hidup dan bahkan beberapa benda yang tidak
bergerak, seperti racun, yang dapat membunuh anda, juga hidup (Piaget, 1965).
Bagi anak-anak mobil, perahu, awan, sungai dan seluruh benda yang bergerak
memiliki nyawa dan kesadaran.
Saat anak-anak menggali lingkungan anda, anda dapat memberikan
pertanyaan untuk membantu anak-anak membedakan benda hidup dan benda
tidak hidup. Tanyakan pada mereka apakah benda yang mereka mainkan hidup
atau tidak hidup. Berdasarkan jawaban mereka, anda dapat memberikan
pertanyaan lain atau memberikan saran-saran. Usahakan memperluas pemikiran
anak-anak
dengan
bertanya,
“apakah
menurutmu
ini
hidup?”
”kenapa
258
menurutmu ini hidup?” ”bagaimana kamu tahu?” ”apakah Kamu hidup?” ”benda
apalagi yang hidup?” ”benda apa yang tidak hidup?”
Setelah melakukan perjalanan, anda dapat menyiapkan meja, papan
bulletin, atau diagram benda hidup dan benda tidak hidup. Anak-anak dapat
meletakkan benda atau gambar yang mewakili benda-benda yang mereka lihat
dalam perkalanan ke diagram yang sesuai. Batu, pasir dan gambar rumah dapat
ditempatkan pada bagian benda tidak hidup dan gambar atau bagian tanaman
dan pohon dan gambar hewan dan burung dibagian benda hidup.
Anda juga dapat membantu anak-anak membuat bukle benda hidup dan
tidak hidup. Anda dapat membantu anak-anak menuju generalisasi bahwa benda
hidup memerlukan makanan dan air sementara benda tidak hidup tidak
memerlukannya.
Pengalaman lain dapat mendukung konsep bahwa kita hidup dipermukaan
bumi. Saat bermain di luar ruang, anak-anak dapat mengelompokkan bendabenda yang ada dibumi. Anda dapat memperoleh pemahaman tentang proses
berfikir mereka, yang diperlukan untuk merencanakan dan menilai proses belajar
mengajar.
a. Daratan dan Air
Dengan mengenali lingkungannya, anak-anak dapat mulai mengetahui
perbedaan permukaan bumi dan hubungan antara permukaan ini dan bagaimana
mereka hidup. Anak-anak perlu waktu untuk bermain, bereksperimen dan
mengeksplorasi sifat pasir air dan tanah di dalam dan di luar untuk mempelajari
sifat permukaan bumi. Seluruh bahan ini dicampur dengan pasir dan tanah dan
bermain dengan Lumpur dan air membantu anak-anak membangun pengetahuan
fisik tentang bumi dimana mereka tinggal - pengetahuan yang sangat diperlukan
untuk pemikiran formal tentang bumi nantinya. (NRC & IM, 2000)
Eksplorasi anak -anak dengan air pasir dan lumpur dapat membantu
mereka
mengetahui
bahwa
bahan-bahan
ini
mengambil
bentuk
tempat
259
penampungannya dan mempraktekan ide bahwa jumlah bahan tersebut tetap
sama, bahkan saat dimasukkan ke dalam penampung yang berbeda bentuknya.
Pada sebuah grafik, anak-anak usia primer dapat menghitung dan mengingat
berapa jumlah cangkir pasir,
air atau tanah yang dibutuhkan untuk mengisi
penampung yang besar. Minta mereka menuangkan isi cangkir kedalam
penampung lain dan untuk memperkirakan apakah jumlah air tetap sama. Mereka
dapat menguji hipotesa mereka dengan bahan tersebut kembali ke kontainer awal.
Ingatlah bahwa pengalaman ini bersifat eksplorasi dan harus konkrit.
Konsep abstrak dari sifat tanah dan air seperti evaporasi, haru diajarkan dengan
cara konkrit. Walaupun begitu, pemahaman anak-anak mungkin tetap parsial.
Peneliti menyarankan bahwa
bahkan
setelah instruksi
yang melibatkan
pengalaman langsung anak-anak usia 7-8 tahun yakin bahwa air telah
berevaporasi (menguap) dari makanan sebenarnya terserap kedalam makanan.
Apalagi, spons dan handuk menyerap air, jadi kenapa makanan tidak. (Landry
dan Forman, 1997)
Di sekolah atau lingkungan sekitar, anak-anak dapat menemukan
permukaan tanah yang berbeda. Tempat bermain mungkin berumput, atau
memiliki daerah berpasir. Anak-anak dapat merasakan permukaan yang berbeda
dan pengelompokkan sebagai keras, lunak, kasar atau halus dan mendiskusikan
tujuan dan penggunaan masing-masing. Tanyakan, ”kenapa jalan raya keras? Apa
yang terjadi jika kamu terjatuh diatasnya?” ”apa kamu pernah terjatuh di pinggir
jalan? Apa yang terjadi?” ”kendarai sepedamu dijalan, dia ats rumput dan
kemudian diatas pasir. Dimana yang dengan mudah dikendarai? Kenapa?”.
Beberapa permukaan mungkin dibuat oleh manusia, yang lain secara alami.
Anak-anak TK dan usia Primer mungkin telah mampu mengelompokkan
permukaan.
Perjalanan dilakukan di komunitas yang lebih luas memungkinkan anakanak untuk mengamati bahwa bumi ditutupi juga oleh air selain daratan. Satu
kelas tingkat 2 di Boston melakukan perjalanan malam ke tempat wisata danau
260
untuk berenang di danau, mendaki gunung disekellingnya, dan bener-bener
mengalami sendiri perbedaan permukaan bumi.
Bahkan dengan melakukan perjalanan, anak-anak tidak mampu benar
benar mengenali seluruh permukaan bumi. ”tugas sekolah adalah untuk
melengkapi bahan-bahan sumber pelajaran” (Mitchell,1934). Berbagi pengalaman
dengan foto, lukisan atau gambar digital dan bahan rujukan atau audiovisual
dapat digunakan untuk membantu anak anak megembangkan kesadaran tentang
perbedaan jenis permukaan bumi. Pilih buku rujukan factual dan juga bacaan
anak-anak untuk memperluas pengetahuan anak-anak tentang permukaan
bumi. Mulailah dengan memilih buku-buku tentang lingkungan dan komunitas
anak. Gunakan buku-buku lain untuk membawa anak-anak ketempat yang
belum pernah ditangani.
Tergantung pada pengalaman langsung anak dengan tanah dan air dan
buku yang mereka telah membaca, mereka dapat melakukan beberapa kegiatan
berikut:
• Membuat dua lukisan dinding dengan label ”Di bumi, Di air” dan
memasukkan gambar dari hal-hal yang hidup di darat atau di air,
ditempatkan dengan benar
• Mengklasifikasikan
gambar
kelompok
bidang
tanah,
perbukitan,
pegunungan, lembah, padang pasir dan sekelompok gambar permukaan
sungai, air terjun, danau, laut dan air. Anak-anak dapat mengurutkan dua
kelompok gambar ke dalam kotak yang sesuai label
• Membahas dan menggambar jenis kegiatan yang terjadi di darat dan di air,
membuat buku kecil atau grafik untuk kelas. Berenang, memancing dan
berperahu diklasifikasikan sebagai kegiatan air, berkemah, bermain bola dan
kegiatan berkebun diklasifikasikan sebagai kegiatan di darat
b. Merawat Bumi Kita
261
Hal
ini sangat
mengkhawatirkan
bahwa
banyak anak-anak tidak
berhubungan dari apa yang kita sebut alam. Kita sendiri adalah bagian dari alam,
berevolusi bersama
dengan
hewan
dan
tumbuhan
lain.
Kita
sebaiknya
memberikan perhatian lebih untuk habitat kita, mengetahui bahwa kehilangan
mereka adalah penyebab utama kepunahan spesies (Rivkin, 1995) dan iklim,
mengetahui bahwa perubahan iklim merupakan penyebab utama dari pemanasan
global.
Setiap individu, dimulai dari anak-anak, harus belajar untuk peduli
terhadap tempat tinggal kita dibumi. Setiap orang harus peduli dengan ratai
kehidupan, kekayaan akan burung, serangga, rumput dan pohon-pohon dan
kondisi udara, air dan tanah.
Berdasarkan beberapa studi, belajar untuk merawat bumi (a) adalah proses
yang berkesinambungan (b) terdiri dari berbagai disiplin ilmu (c) harus sesuai usia
(d) harus secara langsung berhubungan dengan anak-anak, pengalaman seharihari dan (e) harus mencakup konsep dan sikap dan nilai-nilai. Kamu dapat
memulainya dengan mendorong anak-anak untuk belajar mengamati lingkungan
mereka, memberikan pengalaman yang dapat mengembangkan pemahaman
tentang saling ketergantungan, kesadaran estetika, dan kesadaran sosial, seluruh
bagian dari pendidikan lingkungan.
D. Identitas dan Perkembangan individu
Pengembangan kompetensi sosial adalah fitur utama dari program
preschool dan penelitian menunjukkan pentingnya untuk kesuksesan sekolah
nanti. Perbedaan dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga
bergantung pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahunberpindah dari bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola
satu teman bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan
belum siap untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak
umumnya telah mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi
262
teman mereka sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran,
bernegosiasi, dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai
membentuk kelompok dengan sebaya.
Dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga bergantung
pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahun- berpindah dari
bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola satu teman
bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan belum siap
untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak umumnya telah
mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi teman mereka
sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran, bernegosiasi,
dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai membentuk
kelompok dengan sebaya.
Anak-anak
memasuki
kelas
preschool-primer
dengan
berbagai
perkembangan sosial dan keterampilan. Para peneliti telah menunjukkan sejumlah
teori untuk menjelaskan mengapa anak-anak berbeda dalam kemampuan mereka
untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain. Diantaranya adalah teori
perilaku, teori erikson, dan teori-teori sosial- kognitif saat ini (Bronson,2000).
a. Identifikasi umum: Nama
Nama populer yang unik. Menggunakan nama-nama anak dalam kelas
mendorong apresiasi mereka makna. Bila menggunakan nama seorang anak
berkata, “Aku tahu dan menghormati dia.” pendidik dapat mendorong anak-anak
tidak hanya saling memanggil dengan nama, tetapi juga menggunakan namanama pendidik, sukarelawan dan pembantu. Dengan cara ini, anak-anak belajar
bahwa setiap orang adalah orang penting dan bahwa masing-masing berbeda dari
yang lain.
Mungkin sekali anak-anak didorong untuk belajar nama pertama orang tua
mereka. Memahami bahwa ibu dan ayah mereka memiliki nama sendiri untuk
263
membantu anak- anak melihat orangtua mereka sebagai orang-orang di kanan
mereka sendiri.
Di kelas Anda dapat melakukan hal berikut:
- Gunakan nama anak-anak berada di jalur dan pengganti nama mereka di cerita,
puisi, dan permainan.
- Tulis nama anak-anak pada objek yang mereka milik.
- Buat berita dengan menggunakan nama anak-anak: “Susan memiliki sepatu
baru coklat.”
- Membeli pad cap dan stempel karet dengan nama anak-anak terdaftar secara
individual pada masing-masing. Anak-anak baru belajar membaca nama
mereka menikmati prangko.
- Tempat dua tumpukan pada permainan kartu meja untuk anak-anak untuk
bermain dengan. Anak-anak dapat mengurutkan melalui dan menemukan
nama mereka sendiri, semua nama mereka dapat membaca, atau nama yang
sama. Tergantung pada umur mereka, mereka dapat mengklasifikasikan kartu
nama sesuai dengan anak laki-laki, perempuan, teman, atau awal pemilihan
akhir.
- Ambil gambar anak-anak dan tingkat mereka pada kartu dengan nama-nama
mereka. Karena anak yang akrab dengan gambar dan nama-nama, nama lembar
dipotong. Lalu anak-anak dapat mencocokkan nama dengan gambar.
- Bagaimana papan pesan menggunakan nama anak-anak. Ini mungkin bahwa
“kita di TK. Ada 15 anak-anak” dengan anak-anak potret diri dan nama di
bawah ini.
- Buatlah nama buku bergambar. Tempatkan foto setiap anak di halaman.
Kemudian anak atau penulis nama Anda di bawah foto dan kalimat tentang apa
yang dia suka.
b. Fisik diri
264
Anak-anak sebagai makhluk fisik, sikap mereka tentang diri mereka sendiri
yang melibatkan tubuh fisik. Bagaimana tubuh bergerak dan berinteraksi,
bagaimana mereka berpikir anak-anak menonton, jenis keterampilan tubuh
mereka dapat mempengaruhi- semua diri.
Diperkirakan berasal ketika bayi mulai menemukan diri mereka sendiri
dan lingkungan mereka dengan melemparkan lengan mereka tentang dan
mempelajari apa bagian tubuh mereka dan apa yang tidak. sensasi dingin,
kelaparan dan kehangatan semua bekerja sama untuk membantu bayi belajar
tentang
tubuh
dan
diri.
periode
sensorimotor
keseluruhan,
anak-anak
menggunakan tubuh mereka untuk belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia
mereka. Yang terpenting pada diri anak untuk perkembangan harga diri :
• Ambil banyak foto anak untuk buku tempel, papan bulletin atau hadiah
• Menceritakan tentang perbedaan warna kulit. anak-anak akan tertarik untuk
mengeksplorasi apa warna kulit mereka dipanggil! anak-anak dapat diajarkan
bahwa mereka memiliki jumlah yang berbeda melanin dalam tubuh mereka
• Menyediakan semua jenis cermin bagi anak-anak untuk menggunakan full-
length, tangan, kuningan-dan memberikan anak-anak umpan balik deskriptif
karena mereka melihat diri mereka sendiri: “ Anda memiliki mata coklat gelap”
“Melihat melewati
• Mencatat tingi dan berat badan anak. kasir kaset atau strip panjang kertas,
persis tinggi anak-anak, membantu mereka mengetahui berapa tinggi mereka.
Pastikan kamu sensitive pada anak yang lebih tinggi atau yang lebih kecil dari
yang lain.
• Ukur bagian lain tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, jempol dan hidung dengan
pengukuran yang sebenarnya seperti tangan dan kaki.
• Buat grafik dengan nama anak pada satu sumbu dan kulit, rambut atau warna
mata pada sumbu yang lain.
265
• Diskusikan perbedaan warna kulit, rambut dan mata. Bermain dengan
menekankan bagian tubuh - kepala, lengan, lutut dan jari kaki; Looby Loo: or
Simon says.
• Menyediakan peralatan otot besar dan kecil untuk anak-anak untuk memanjat,
melalui, naik turun dan memanipulasi dengan jari-jari dan tangan mereka
• Buat bookklet atau bagan pada hal apa yang dapat dilakukan anak. Sebuah
booklet kita sebut I can Run dapat dimulai dengan kalimat utama “I Can Run”
yang kemudian berfungsi sebagai dasar untuk halaman selanjutnya pada buku
tersebut: “I Can Run Quickly; I can run slowly or angrily or happily: dan begitu
selanjutnya. Anak dapat mengilustrasikan halaman tersebut. Buku serupa dapat
diberi judul I Can Jump atau yang lain.
Bagian terpenting pada fisik diri anak adalah gender. Sebagai anak dewasa,
mereka menjadi peduli pada perbedaan seksual. Kepedulian ini sering terlihat
jelas dalam diskusi ketika menggunakan kamar mandi atau gambar detail
seseorang. Kepercayaan diri dan kepedulian pendidik membahas diskusi dan
pertanyaan dengan respect dan siap membantu mengatasi kesalahan-kesalahan
konsep (Chrisman & Counchenour, 2002).
Pendidik dan orangtua harus memperharikan kepentingan seksualitas
dan hubungan perasaan positif atau negative pada anak tentang dirinya (National
PTA, 2002). Orang dewasa yang sedang bekerja dengan anak harus menggunakan
nama asli untuk jenis kelamin, berbicara terus terang tentang perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, dan mendorong anak untuk tetap pada aturan dan
perasaan ketika bermain peran.
Sikap orang dewasa terhadap seksualitas penting bagi harga diri anak.
Untuk banyak orang dewasa, topik seksualitas menghasilkan rasa bersalah
dan kecemasan dan perasaan positif. Orang dewasa yang menduga dalam cara
yang lembut bahwa perilaku tertentu itu buruk mungkkin bisa membuat
266
kecemasan atau malu pada anak. Perasaan positif didapatkan dari pendidik yang
mengerti dan menerima seksualitas anak.
Sikap gender berkembang ketika masa prasekolah (Gunnar, 2003).
Promosi
ketidakbiasan
dan
nilai
perhatian
gender
dan
aturan
gender
membutuhkan anda, seorang pendidik, untuk menguji nilai dan prasang kamu.
Perubahan wanita terbentuk dari kepedulian bangsa pada bagian sosialisasi dalam
menugaskan kekakuan aturan gender awal dalam kehidupan. Kita dapat
membantu anak menjadi peduli pada seksualitas mereka sendiri tanpa
menugaskan mereka urutan aturan gender :
• pastikan bahwa blok, mainan kayu dan roda area yang tidak boleh menjadi
sentra anak laki-laki dan masak-masakan area sentra anak perempuan
• menghilangkan atau memanggil bersama anak dengan sepatu merah, celana
biru, resleting jaket, mata hijau dan lainnya, daripada membagi kelompok dari
laki-laki dan perempuan
• melengkapi model laki-laki dan perempuan dalam variasi pkerjaan
• Tanya anak laki-laki untuk membantu membersihkan, memasak, mengelap
meja dan melakukan tugas lain sering seperti pekerjaan wanita
• Temukan cerita untuk melukiskan laki-laki dan perempuan dalam variasi
pekerjaan tidak ditugaskan dari aturan gender.
• Uji anak ketika meraka membuat statemen seperti ”laki-laki tidak dapat
melakukan itu” atau ”itu bukan untuk perempuan” dengan memberikan
informasi dan fakta untuk mengoreksi pemikiran mereka.
E. Kekuatan, Kekuasaan, Sipil dan Pemerintahan
Dalam
program
prasekolah
dan
primer,
anak-anak
tidak
hanya
mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang demokratis,
tetapi mereka benar-benar warga negara yang demokrasi (Dewey, 1944). Harian,
berkontribusi pada penciptaan dan promosi suatu masyarakat yang demokratis
dan menerima manfaat dari milik masyarakat ini.
267
Melalui setiap pengalaman dalam program ini, anak-anak belajar bahwa
mereka layak, dihargai dan dihormati. Mereka tahu bahwa mereka akan
memenuhi kebutuhan individu dan keinginan Anda dan untuk melindungi
kebebasan berekspresi, mengejar kebahagiaan dan hak-hak lainnya. Namun,
sambil belajar untuk memperluas keprihatinan mereka dan memberikan sebagian
dari keegoisan mereka. Sebagai anggota komunitas demokratis, anak-anak
mengembangkan rasa kekhawatiran, mengakui bahwa kepentingan mereka
tumpang tindih dengan kepentingan orang lain dan kesejahteraan mereka erat
terkait dengan kesejahteraan orang lain (Boyle-Baise, 2003). Belajar untuk
menyeimbangkan kebutuhan individual dengan kepentingan umum.
Pendidik
membangun
dan
mempertahankan
prinsip-prinsip
dasar
demokrasi di kelas. Cara-cara di mana pendidik menetapkan kontrol, berkaitan
dengan masing-masing anak dan interaksi mereka satu sama lain dan mengajar
siswa dari semua mengirim pesan yang kuat kepada anak-anak tentang nilai-nilai
demokrasi. Meskipun tidak ada cara yang benar atau salah untuk melakukan hal
ini pendidik, mengamati kelas demokratis, satu segera menjadi sadar bagaimana
pendidik secara aktif mendukung nilai serta martabat sambil melindungi dan
mempromosikan kesejahteraan dari total kelompok.
Dalam kelompok demokratis, sistematis mengikuti prinsip-prinsip tertentu:
1. Pendidik berbagi kontrol. Jangan memberikan perintah dan mengharapkan
anak-anak untuk membuta mengikuti instruksi mereka. Alih-alih hanya
menekankan tugas atau kemampuan untuk belajar, pendidik berfokus pada
bagaimana anak-anak rasakan, bereaksi dan berinteraksi dengan satu sama lain
juga (Bredekamp &Copple, 1997).
2.
Anak-anak
membuat
keputusan.
Mampu
membuat
keputusan
yang
bijaksana diperlukan peserta dalam masyarakat demokratis (Longstreet, 2003).
3. Disiplin yang tegas dan konsisten, tetapi tidak berbalik dengan kekerasan,
paksaan, ancaman atau malu. Sudah datang untuk percaya bahwa aturan
otoritas dan yang menjadi berarti baik mengikuti perintah, anak-anak harus
268
berpartisipasi dalam mendefinisikan dan mengikuti aturan dan memulai proses
panjang memisahkan niat dari tindakan.
4. Kebebasan berpikir dan berbicara yang dikembangkan. Anak diharapkan
memiliki pendapat dan dapat mengekspresikannya. Harapan ini mencangkup
bagian dari kurikulum (Greenberg, 1992). daripada memberi anak-anak
potongan kertas warna atau pola untuk kegiatan artistik, para pendidik
meminta mereka untuk mengekspresikan ide-ide mereka sendiri, pemikiran
dan perasaan dalam menggambar, melukis atau konstruksi. Mereka dibiarkan
untuk berdiskusi, menulis dan mengekspresikan apa yang mereka tahu dan
rasakan dalam seni bahasa dan membuat pilihan tentang bagaimana mereka
akan belajar matematika dan kemampuan sains. Pendidik taman kanak-kanak,
melihat dari kesukaan anak terhadap dinosaurus, mintalah mereka untuk
menggambar dinosaurus kesukaan mereka.
5. Anak tidak pernah kewalahan oleh kekuatan orang lain. Pendidik adalah sosok
yang kurang kuat di dalam kelas, dan mereka tidak mengizinkan ank-anak
untuk mengatur melalui kekuatan pernyataan, kebohongan, atau ancaman.
6.
Rasa kemasyarakatan yang dibangun. Ruangan kelas adalah grup dari
individual dan pendidik mengembangkan grup ini menjadi sebuah komunitas
dengan membantu mereka berbagi tujuan. Meskipun anak kecil dapat mulai
merasakan bahwa mereka adalah bagian dari komunitas itu dan berbagi di
dalamnya, kelengkapan dari keluarganya, memiliki grup sendiri dari teman,
kelas, dan sekolah. Tidak hanya anak yang didukung untuk melihat bagian
dirinya yang merupakan bagian dari keseluruhan grup, tetapi bagian kecil grup
termasuk ke dalam keseluruhan grup yang dikembangkan (New, 1999a).
7.
Pendidik sebagai contoh yang menghormati orang lain (DeRoach, 2001).
Pendidik yang memperdulikan dan menghormati setiap anak di dalam grup
dan setiap orang dewasa yang bekerja sama dengan anak menjadikan dirinya
sebagai contoh untuk anak. Contoh pendidik dan pengaruh kebiasaan hormat
269
akan membuat anak mengetahui bagian jalan terbaik yang masing-masing
menghormati dan memperdulikan.
8. Pendidik yang perduli mendapatkan rasa hormat dari anak. Pendidik adalah
contoh kuat untuk anak. Mereka tidak hanya contoh dari rasa hormat, rasa
perduli, tetapi mereka menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anak dan
menemukan berbagai cara untuk mencontohkan rasa hormat. Kemampuan
untuk bertanggung jawab untuk satu orang dan kepada seluruh partisipasi
dalam kesejahteraan grup adalah asset dalam sebuah masyarakat. Tetapi dalam
masyaraka
Download