variabel anteseden budaya organisasi dan pengaruh strategi bisnis

advertisement
46
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
VARIABEL ANTESEDEN BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUH
STRATEGI BISNIS TERHADAP KINERJA ORGANISASI:
PENDEKATAN KONSEP
Arief Purwanto
Universitas Widyagama Malang
Abstract: Objective of this article is to describe a conceptual framework that shows the relationship of
variables of antecedent organizational culture, business strategic, and organizational performance.
The article presented some theoretical concepts of organizational culture, business strategic, and organizational performance. Finally, some possible research objective observing the relationship of variables of leadership, organizational culture and organizational performance are highly expected to
develop the objective of the study.
Keywords: organizational culture, business strategic, organizational performance
Secara keseluruhan strategi menentukan bagaimana
aset-aset organisasi dialokasikan untuk mengeksploitasi kesempatan di sebuah situasi perubahan lingkungan yang terus bergerak dan tidak pasti. Beberapa hasil kajian empiris menemukan hubungan
antara strategi bisnis dan kinerja; nilai pribadi pemilik/manajer, strategi bisnis dan kinerja perusahaan
terkait secara empiris (Kotey dan Meredith, 1997).
Baum, Edwin dan Ken (2001) menemukan sikap
wirausaha tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan usaha, sedangkan motivasi dan
kompetensi khusus mempunyai pengaruh langsung
positif terhadap pertumbuhan usaha ditemukan pula
untuk sikap, motivasi dan kompetensi mempunyai
pengaruh positif terhadap strategi bisnis dan strategi
bisnis mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha.
Herri dan Wafa (2003) mengemukakan karakteristik
kewirausahaan, strategi bisnis, budaya organisasi
dan lingkungan bisnis secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha. Dengan semakin ketatnya persaingan dan perubahan lingkungan organisasi, banyak organisasi melakukan
penyesuaian dalam struktur maupun pengelolaannya
menurut Chatab (2007), berdasarkan penelitian
sebanyak 90% gagal memenuhi harapan, kegagalan
tersebut terutama karena tidak memperhatikan
faktor budaya.
46
Kajian empiris menemukan hubungan antara
lingkungan bisnis, budaya organisasi dan kinerja;
Hashim, Wafa dan Sulaiman (2001) berpendapat,
ada tiga faktor yang menentukan kinerja usaha yaitu:
(1) lingkungan bisnis, (2) budaya organisasi dan (3)
kewirausahaan. Integrasi dari ketiga faktor tersebut
mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha. Ditegaskan pula oleh Hickman and Silva (1986) bahwa
Stategy ditambah dengan Budaya Organisasi
(Culture) akan menghasilkan suatu keistimewaan
(Excellence). Dalam penelitian terdahulu ditemukan
bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap
kinerja individu, kinerja kelompok dan kinerja
organisasi. Deal dan Kennedy (1982), Dennison
(1990), Kotter dan Haskett (1992) dalam Gani
(2006), sedangkan temuan Gani (2006) menyatakan
budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan
terhadap kinerja.
Setiap organisasi mempunyai karakteristik atau
jati diri yang khas, mempunyai kepribadian sendiri
yang membedakan dari organisasi lainnya. Salah
satu faktor yang membedakan suatu organisasi
dengan organisasi lainnya ialah budaya (Siagian,
2005). Menurut Harrison dan Stokes (1992), organisasi dibentuk oleh aspek-aspek organisasi yang
memberikan nilai atau kondisi khusus. Budaya bagi
organisasi dapat disamakan dengan kepribadian bagi
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
seseorang yang merupakan gabungan antara kepercayaan, nilai-nilai, gaya kerja, dan hubunganhubungan khas yang akan membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Harrison dan Stokes
juga membagi budaya organisasi itu menjadi 4 bagian yang merupakan orientasi budaya yaitu budaya
organisasi yang berorientasi pada kekuasaan (power
orientation), peran (role orientation), prestasi
(achievement orientation), dan dukungan (support
orientation).
Organisasi memiliki budaya inti yang mendominasi anggota organisasi secara keseluruhan.
Suatu organisasi bisa memilkiki budaya yang kuat
dalam arti dianut secara luas, teguh, dan konsisten
oleh para anggotanya. Namun demikian, budaya
yang kuat harus cocok baik secara intern maupun
ekstern (Mangkuprawira, 1999). Adapun kecocokan intern berarti budaya organisasi itu cocok dengan
teknologi yang digunakan. Contohnya adalah
teknologi rutin yang digunakan untuk situasi yang
stabil akan cocok dengan budaya yang menekankan
sentralisasi kewenangan dan inisiatif perorangan
yang terbatas. Sebaliknya adalah teknologi nonrutin. Sedangkan kecocokan ekstern berarti bahwa
budaya ditumbuhkan sesuai strategi dan lingkungan.
Sebagai contoh, strategi berorientasi pasar cocok
untuk lingkungan yang dinamis dan memerlukan
budaya yang menekankan inisiatif perorangan,
toleransi konflik, dan komunikasi.
Dalam penelitian terdahulu ditemukan bahwa
budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja
organisasi, kinerja kelompok dan kinerja organisasi.
Deal dan Kennedy (1982), Dennison (1990), Kotter
dan Haskett (1992) dalam Gani (2006), sedangkan
temuan Gani (2006) menyatakan budaya organisasi
berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja
organisasi. Herri dan Wafa (2003) mengemukakan,
karakteristik kewirausahaan, strategi bisnis, budaya
organisasi dan lingkungan bisnis secara bersamasama mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha,
ditegaskan pula oleh Hickman and Silva (1986)
bahwa Stategy ditambah dengan Budaya Organisasi
(Organizational Culture) akan menghasilkan suatu
keistimewaan (Excellence).
Uraian dari dua konsep tentang budaya organisasi dan strategi bisnis tersebut dapat disimpulkan
bahwa:
• Dalam organisasi/perusahaan, strategi menentukan bagaimana aset-aset organisasi dialokasikan untuk mengeksploitasi kesempatan di
sebuah situasi perubahan lingkungan yang terus
bergerak dan tidak pasti.
47
•
Setiap organisasi memiliki cara, kebiasaan, dan
aturan dalam mencapai tujuan dan misi organisasi, termasuk cara individu hidup berinteraksi
satu sama lain (bermasyarakat), dan cara individu mengatasi permasalahan yang dihadapi
dalam organisasi. Kehidupan tersebut didasarkan pada keyakinan yang dimiliki, didasarkan
pada falsafah hidup yang didasarkan dari hubungan manusia dengan lingkungannya. Keyakinan tersebut dijadikan sebagai asumsi dasar
(Basic Assumption) yang mendasari semua
program, strategi dan rencana kegiatan, atas
dasar tersebut dibangun kegiatan-kegiatan
(strategi jangka panjang dan strategi jangka
pendek), sehingga memunculkan nilai yang
tinggi manakala kegiatan yang dilakukan tidak
menyalahi dari apa yang telah diprogramkan,
dan begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain
bahwa organisasi memiliki budaya sesuai
dengan asumsi dasar para pemimpinnya;
• Perilaku individu yang ada dalam organisasi
dalam upaya melaksanakan program kerja yang
telah disepakati ataupun diembannya akan
memunculkan/menciptakan kinerja organisasi;
• Kinerja organisasi yang tinggi yang ada pada
individu dalam organisasi menunjukkan bahwa
apa yang dilakukan oleh individu telah sesuai
dengan yang diprogramkan oleh organisasi, hal
ini juga sesuai dengan asumsi dasar organisasi.
Dengan demikian, kinerja organisasi yang tinggi
tentunya ada pada budaya organisasi yang baik.
Uraian tersebut di atas memunculkan permasalahan yang dapat dikemukakan dalam artikel ini
adalah sebagai berikut: Apakah Variabel Kepemimpinan dan Budaya Organisasi berpengaruh terhadap
Kinerja organisasi? Permasalahan tersebut dapat
dirinci dalam beberapa pertanyaan yang membutuhkan adanya jawaban yang terbangun dalam suatu
kerangka kerja konseptual (a conceptual framework) untuk permasalahan dalam artikel ini,
pertanyaan tersebut adalah:
• Adakah hubungan anteseden antara Budaya
Organisasi terhadap Strategi Bisnis?
• Adakah pengaruh Strategi Bisnis terhadap
Kinerja organisasi?
BUDAYA ORGANISASI
Dalam beberapa literature, pemakaian istilah
corporate culture biasa diganti dengan istilahorganization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Sehubungan dengan hal tersebut,
48
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
kedua istilah tersebut digunakan secara bersamasama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang
sama. Beberapa definisi budaya organisasi dikemukakan oleh para ahli. Moeljono (2003) menyatakan
bahwa budaya korporat atau budaya manajemen
atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan di
dalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja
karyawan. Susanto (1997) memberikan definisi
budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi
pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian
integrasi ke dalam perusahaan sehingga masingmasing anggota organisasi harus memahami nilainilai yang ada dan bagaimana harus bertindak atau
berperilaku.
Robbins (2003) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota
yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Di samping itu, Robbins menyatakan
bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk
oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda
dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama
merupakan seperangkat karakter kunci dari nilainilai organisasi (”a system of shared meaning held
by members that distinguishes the organization
from other organization. This system of shared
meaning is, on closer examination, a set of key
characteristics that the organization values”).
Budaya melakukan sejumlah fungsi untuk
mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk
beradaptasi dengan lingkungan eksternal yaitu
dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisasi misi dan strategi,
tujuan, cara, ukuran, dan evaluasi. Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bertingkat
tiga yaitu: tingkat asumsi dasar (basic assumption),
tingkat nilai (value), dan tingkatan artifact yaitu
sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar
itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang
ada di lingkungan yaitu: alam, tumbuh-tumbuhan,
binatang, manusia, dan hubungan itu sendiri. Dalam
hal ini, asumsi dasar bisa diartikan sebagai suatu
philosophy, atau keyakinan, sesuatu yang tidak bisa
dilihat oleh mata tapi dijamin bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya value, value berhubungan
dengan perbuatan atau tingkah laku. Untuk itu,
value bisa diukur (dites) dengan adanya perubahanperubahan atau konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatau yang bisa dilihat tetapi sulit
ditirukan seperti teknologi, seni atau sesuatu yang
bisa didengar (Schein, 2004). Artifact menurut
Brown (1998) adalah elemen dasar organisasi yang
paling mudah untuk dikenali, karena dapat dilihat,
didengar, dan dapat dirasakan. Rollinson (2005) menyatakan bahwa artefak merupakan manifestasi
yang paling nyata dari suatu budaya yang mencakup
segala sesuatu mulai dari tata letak fisik suatu bangunan sampai cara orang berpakaian, cara berbicara satu sama lain dan juga hal-hal yang dibicarakan.
Budaya organisasi juga berfungsi untuk mengatasi permasalahan integrasi internal dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota
organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, membuat kesepakatan atau konsensus internal, kekuasaan dan aturannya, hubungan anggota organisasi
(karyawan), serta imbalan dan sanksi (Schein,
2004). Budaya diciptakan oleh pemimpin. Pemimpinpemimpin diciptakan oleh budaya. Berdasar pada
perspektif teori, budaya itu muncul melalui 3 proses.
Ketiga teori itu adalah: (1) Socio Dynamic Theory;
(2) leadership theory; dan (3) Organizational
Learning (Schein, 2004).
Secara umum, setiap individu dilatarbelakangi
oleh budaya yang memengaruhi perilakunya. Budaya menuntun individu untuk berperilaku dan memberi petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang
harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga
berlaku dalam suatu organisasi. Setiap organisasi,
baik disadari atau tidak, memiliki kepribadian yang
biasa dikenal sebagai budaya organisasi. Budaya
tersebut akan menumbuhkan persepsi bersama
diantara para anggotanya mengenai apa sebenarnya
organisasi itu dan bagaimana sebaiknya perilaku para
anggotanya. Budaya organisasi merupakan nilainilai, falsafah, prinsip-prinsip, atau keyakinan yang
dianut oleh suatu organisasi.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan kelangsungan hidupnya,
serta dalam melakukan intergrasi internal. Budaya
melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi
dengan lingkungan eksternal yaitu dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan
untuk merealisir, terhadap misi dan strategi, tujuan,
cara, ukuran, dan evaluasi. Budaya juga berfungsi
untuk mengatasi permasalahan integrasi internal
dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan
anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi,
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
kesepakatan atau konsensus internal, kekuasaan dan
aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan), serta imbalan dan sangsi (Schein, 1991:52–
66)
STRATEGI BISNIS
Perubahan lingkungan bisnis yang cepat sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi serta kondisi regional dan global
dengan liberalisasi pasar, menjadikan tingkat persaingan antara organisasi semakin tajam baik yang
berorientasi profit maupun non profit. Setiap organisasi di dorong untuk selalu meningkatkan kinerja,
dan keunggulan bersaing dalam jangka panjang/
berkelanjutan (sustained competitive advantage
atau SCA) (Idrus, 1991). Berfikir dan berorientasi
strategis sangat diperlukan untuk mengatasi
masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh organisasi/dunia usaha guna mempertahankan posisi daya
saingnya. Cahyono (1996) mengemukakan bahwa
strategi sangat diperlukan manakala perusahaan
menghadapi situasi seperti; (a) sumber daya yang
dimiliki terbatas, (b) ada ketidakpastian mengenai
kekuatan bersaing organisasi, (c) komitmen terhadap
sumber daya tidak dapat diubah lagi, (d) keputusankeputusan harus dikoordinasi antar bagian sepanjang
waktu, (e) ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.
Dalam situasi lingkungan bisnis yang penuh
dengan dinamika ini, maka manajemen usaha harus
dapat menciptakan organisasi yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan
dan dapat pula bersaing secara efektif dalam konteks
lokal, regional bahkan dalam konteks global. Dengan
kata lain dunia usaha dituntut untuk mengembangan
strategi yang antisipatif terhadap kecenderungankecenderungan baru guna mencapai dan mempertahankan posisi bersaingnya (Purnomo, 1998). Adanya
sejumlah besar variabel yang harus dipertimbangkan
dan diperhatikan dalam rangka meningkatkan daya
saing maka diperlukan pendekatan manajemen
strategi.
Manajemen strategi dalam suatu perusahaan
perlu disusun dengan maksud merespon setiap
perubahan dan perkembangan dari faktor lingkungan
eksternal dengan memperhatikan kemampuan internal organisasi. Ketidakmampuan atau ketidakpedulian untuk melihat perubahan lingkungan eksternal
ini akan membuat shock suatu organisasi (Idrus,
1997). Dengan demikian berarti eksistensi strategi
bagi dunia usaha bermanfaat untuk menjaga,
49
mempertahankan, meningkatkan kinerja serta keunggulan bersaing dari suatu organisasi (Pearce,et
al., 2003). Menurut Hitt, et al. (1997), daya saing
strategis (strategic competitiveness) dicapai apabila sebuah perusahaan berhasil merumuskan serta
menerapkan suatu strategi penciptaan nilai. Hal ini
berarti perusahaan memiliki keunggulan bersaing
yang berkesinambungan (sustainable competitive
advantage). Keunggulan bersaing yang berkesinambungan menghasilkan laba di atas rata-rata bagi
investor.
Berdasarkan pada uraian tersebut maka dapat
dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi, baik
yang berorientasi profit maupun non profit sangat
terkait dengan strategi disamping faktor lain. Hunger,
et al. (2002) mengatakan bahwa manajemen strategis sangat penting bagi kinerja bisnis yang efektif
dalam lingkungan yang berubah.
KOMPONEN MANAJEMEN STRATEGI
Manajemen strategi merupakan usaha untuk
mengembangkan kekuatan perusahaan dengan
mengeksploitasi peluang bisnis guna mencapai tujuan
perusahaan sesuai dengan misi yang telah ditentukan. Cahyono (1996) mengemukakan bahwa manajemen strategi terdiri atas beberapa komponen
pokok, yaitu: (1) Analisis lingkungan bisnis untuk
mendeteksi peluang dan ancaman bisnis; (2) Analisa
profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan perusahaan; (3) Strategi bisnis yang
digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan; (4)
Misi perusahaan.
Menurut Muhammad (2002), komponen manajemen strategi meliputi: (1) Analisis lingkungan bisnis
yang diperlukan untuk mendeteksi peluang dan
ancaman bisnis, (2) Analisis profil perusahaan untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan, (3) Strategi bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memperlihatkan misi
perusahaan.
Jika komponen lingkungan bisnis dikaitkan
dengan profil perusahaan memberikan indikasi pada
apa yang mungkin dapat dikerjakan (what is
possible). Sedangkan keterkaitan antara analisis
lingkungan bisnis, profil perusahaan dan misi perusahaan menunjukkan apa yang diinginkan w
( hat is
desired) oleh pemilik dan manajemen perusahaan.
Strategis bisnis ini dalam praktiknya dikerjakan
sesuai dengan urutan fungsi pokok manajemen, yaitu
perencanaan, implementasi, dan pengawasan. Jadi
secara metodologi strategi bisnis merupakan tiga
50
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Misi Perusahaan
Lingkungan Bisnis
Ekternal
Profil Perusahaan
1.
2.
3.
Strategi Bisnis
Perencanaan
Eksekusi
Evaluasi
Gambar 17.: Komponen Pokok Manajemen Strategis
Sumber: Cahyono, 1996
proses yang saling terkait dan tidak terputus, yaitu
proses perumusan (formulasi), proses implementasi
(eksekusi), dan proses pengawasan (pengendalian
strategi). Proses pengawasan juga digunakan sebagai masukan (feedback) untuk perencanaan selanjutnya (Cahyono, 1996).
PROSES DAN MODEL MANAJEMEN
STRATEGI
Proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar: (1) pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi dan (4)
evaluasi dan pengendalian (Hunger,et al., 2002).
Interaksi dari keempat elemen tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut:
Pengamatan
Lingkung an
Perumusan
Strategi
untuk mengetahui faktor-faktor strategis perusahaan
adalah Stengths (kekuatan), Weaknessses (Kelemahan), Opportunities (kesempatan), dan Threats
(ancaman), yang disingkat SWOT. (Hunger,et al.,
2002). Setelah melakukan identifikasi terhadap
faktor-faktor strategis, lalu manajemen mengevaluasi interaksi dan menentukan misi perusahaan yang
sesuai, yang nantinya akan dijadikan dasar penentuan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan.
Perusahaan mengimplementasikan strategi dan kebijakan tersebut melalui program, anggaran dan prosedur. Pada akhirnya, evaluasi kinerja dan umpan
balik untuk memastikan tepatnya pengendalian aktivitas perusahaan. Proses manajemen tersebut di
atas dapat digambarkan dalam bentuk model, yang
Implementasi
Strateg i
Evaluasi dan
Pengendalian
Gambar 2. Elemen-Elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategis
Sumber: Hunger, et al., 2002
Pada level korporasi, proses manajemen strategis meliputi aktivitas-aktivitas mulai dari pengamatan
lingkungan sampai evaluasi kinerja. Manajemen
mengamati lingkungan eksternal untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Dengan melakukan pengamatan terhadap faktor lingkungan eksternal dan
lingkungan internal maka akan diketahui posisi keberadaan perusahaan dan sekaligus akan mengetahui
faktor-faktor strategis yang menjadi keunggulan
perusahaan. Peralatan analisis yang digunakan
merupakan pengembangan model dasar (Gambar
3) berikutnya.
Jauch, et al. (1997), telah membagi proses manajemen strategi dalam empat tahap, yaitu: (1) Analisis dan diagnosis, (2) Pemilihan strategi, (3) Pelaksanaan/implementasi, (4) Evaluasi.
ALTERNATIF STRATEGI
Suatu perusahaan dapat memilih berbagai alternatif strategi untuk mencapai arah yang diinginkan
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
Penga ma ta n
Lingkunga n
Perumusan Strategi
Peru musan Strategi
51
Ev aluasi d an
Peng endalian
Ekstern al
Lingkunga n
Tuga s
Misi
Tujua n
Strate gi
Inte rnal
K ebijaka n Program
A ngg aran
Struktur
Budaya
Sum be r
Da ya
Prose dur
Kine rja
U mp an Balik
Gambar 3. Model Manajemen Strategis
Sumber: Hunger, et al., 2002
di masa depan. Hal ini tentu saja tergantung kepada
lingkungan masing-masing perusahaan. Berbagai
alternatif strategi yang bisa digunakan perusahaan
menurut Porter (1997) adalah: (1) Keunggulan biaya
menyeluruh (overall low-cost leadership), (2)
Diferensiasi dan (3) Fokus. Sedangkan menurut
Glueck dan Lawrence (1999) bahwa, strategi generik meliputi: (1) Strategi stabilitas (stability), (2)
Strategi ekspansi (ekspansion), (3) Strategi penciutan (retrenchment) dan strategi kombinasi.
Berdasarkan pada strategi generik tersebut di
atas, kemudian dikembangkan menjadi berbagai
strategi umum yang terkenal dan sudah digunakan
oleh banyak perushaaan yang dapat dikelompokkan
ke dalam empat kelompok strategi, yaitu: kelompok
growth strategies, stability strategies, Retrencment
strategies dan combination (Pearce, et al., 2003).
Strategi pertumbuhan meliputi: pertumbuhan
internal, integrasi horizontal, diversifikasi horizontal,
diversifikasi konglomerasi, integrasi vertikal, merger,
aliansi strategies. Strategi stabilitas adalah strategi
yang dipilih perusahaan untuk peningkatan efisiensi
dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan
ketimbang pada penambahan produk, pasar dan fungsifungsi perusahaan (Yusanto dan Widjajakusuma,
2003). Kelompok strategi penciutan meliputi: pembenahan, divestasi, likuidasi serta kelompok strategi
kombinasi merupakan strategi yang dilakukan guna
mengantisipasi dan merespon segala perubahan
eksternal yang terjadi, seperti daur hidup produk
yang tahapannya tidak seragam. Dalam hal ini, perusahaan mengikuti dua atau lebih strategi di atas secara simultan pada waktu yang sama atau waktu yang
berurutan (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003).
FORMULA MANAJEMEN STRATEGI
Formulasi strategi diawali dengan analiisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal
organisasi. Analisis lingkungan internal organisasi
dimaksudkan kegiatan untuk menilai apakah organisasi dalam posisi yang kuat (Strength) atau lemah
(Weaknesses), peniliaian tersebut didasarkan pada
kemampuan internal (asset, modal, teknologi) yang
dimiliki oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai
misi yang telah ditetapkan. Sedangkan analisis eksternal organisasi menunjukkan kegiatan organisasi
untuk menilai tantangan (Treath) yang dihadapi dan
peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh organisasi
dalam upaya mencapai misi organisasi berdasar atas
lingkungan eksternal. Analisis lingkungan internal
dan eksternal organisasi dalam manajemen strategik
disebut dengan SWOT analysis. Dari hasil analisis
SWOT tersebut, organisasi akan menentukan tujuan
jangka panjang yang akan dicapai dengan strategi
korporasi (corporate strategy), atau grand strategy,
atau business strategy, serta menentukan tujuan
jangka pendek atau tujuan tahunan (annual objective) yang akan dicapai dengan strategi fungsi atau
strategi yang ditetapkan pada departemen (Pearce
and Robbinson, 2003).
Jika sebuah organisasi berada dalam lebih dari
satu bisnis, maka organisasi tersebut membutuhkan
sebuah corporate level strategy. Corporate level
strategy menentukan peran yang harus dilakukan
masing-masing bisnis di dalam organisasi.Business
level strategy menjelaskan bagaimana perusahaan
dapat beraing dalam bisnis. Keunggulan bersaing
dalam konteks strategi generik bisnis dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori dari perspektif strategi
52
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Corporat Level
Multibus ines s
C orporation
Busi ness
Unit 1
Product
1
Product
2
Busi ness
Unit 2
Product
3
Business
Unit 3
Business Level
Gambar 4. Gambaran tentang Tingkat Strategi (Robbin, 223)
generik (Porter, 1985). Pengertian dari strategi generik adalah suatu pendekatan strategi perusahaan
dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri
sejenis. Dalam praktik, setelah perusahaan mengetahui strategi generik, maka untuk mengimplementasikannya akan ditindaklanjuti dengan langkah
strategi yang lebih operasional. Berdasarkan prinsip
ini, Porter (1985) menyatakan terdapat tiga strategi
generik yaitu: strategi overall cost leadership (kepemimpinan biaya menyeluruh), differentiation
(differensiasi) dan focus (fokus), dalam (Husain,
2003).
• Strategi overall cost leadership (kepemimpinan biaya menyeluruh)
Dicapai dengan konsep experience curve atau
pengalaman. Perusahaan lebih memperhitungkan pesaing daripada pelanggan dengan cara
memfokuskan harga jual produk yang murah,
sehingga biaya produksi, promosi maupun riset
dapat ditekan, bila perlu produk yang dihasilkan
hanya sekedar meniru produk dari perusahaan
lain.
• Differentiation (differensiasi)
Produk atau jasa yang dihasilkan memiliki posisi
aman dalam persaingan, dengan citra, teknologi,
pelayanan pelanggan, saluran distribusi, karakteristik khusus dan lain-lain. Diferensiasi dapat
menciptakan hal baru dan unik bagi industrinya
dan mengakibatkan loyalitas pelanggan tinggi,
sehingga kurang peka terhadap perubahan
•
harga. Pengorbanan sering berupa unsur biaya,
karena kemampuan pemasaran yang kuat.
Walaupun differensiasi sulit mencapai pangsa
pasar yang tinggi, tetapi laba berada di atas ratarata industri.
Focus (fokus)
Dalam strategi ini perusahaan mengkonsentrasikan pada pangsa pasar yang kecil untuk menghindar dari pesaing. Perusahaan memusatkan
diri pada kelompok pembeli tertentu, hal ini
dapat melayani target secara baik, lebih efisien
dn lebih efektif daripada pesaing. Perusahaan
dapat mencapai laba berada di atas rata-rata
industri. Pada akhirnya perusahaan dapat
menggunakan strategi kepemimpinan biaya
menyeluruh atau differensiasi, atau kombinasi
keduanya.
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DAN
STRATEGI BISNIS
Semua organisasi mempunyai budaya. Budaya
termasuk seperangkat dari nilai-nilai, keyakinan, sikap, kebiasaan, norma, kepribadian dan kepahlawanan milik bersama yang menggambarkan sebuah
perusahaan. Budaya organisasi cara unik dari suatu
organisasi dalam melakukan bisnis. Dimensi manusia yang menciptakan solidaritas dan arti serta memberi inspirasi komitmen dan produktivitasi dalam
sebuah organisasi ketika perubahan strategi dibuat.
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
Cara pandang aspek strategis dari perspektif
budaya, karena kesuksesan strategi tergantung pada
tingkat dukungan yang diterima dari budaya perusahaan. Bila strategi perusahaan didukung oleh produk
budaya seperti nilai, keyakinan, ritual, upacara, cerita
dan simbol maka strategi lebih mudah diimplementasikan. Sebaliknya bila tidak didukung budaya, maka
strategi tidak efektif bahkan menurunkan kinerja.
Budaya organisasi dapat menjadi antagonistik untuk
strategi baru.
Anggota organisasi (karyawan) bekerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan,
yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi
dan akhirnya penciptaan misi organisasi. Misi organisasi telah ditetapkan berdasar pada asumsi dasar
dalam membangun organisasi (Schein, 2004).
McKinsey 7-s Framework (Pearce and Robinson,
2000) mengemukakan suatu model yang dikenal
dengan model 7s dari McKinsey, model ini menggambarkan adanya hubungan antara budaya organisasi dan strategi. McKinsey menjelaskan bahwa
strategi (Strategy) harus didukung oleh struktur
organisasi (Structure) dan sistem (System) yang
diterapkan dalam organisasi tersebut. Structur dan
sistem ditentukan oleh pemimpin S( tyle). Pemimpin
menentukanstaff, dan skill yang dimiliki.Structure,
system, style, staff, dan skill memiliki kontribusi
terhadap keberhasilan strategi. Kontribusi dari 5S
tersebut menyatu dalam satu variabel yang disebut
shared value atau yang dikenal dengan budaya
organisasi (culture).
KINERJA ORGANISASI
Kinerja organisasi menunjukkan suatu tingkat
hasil kerja karena telah melakukan suatu aktivitas
atau usaha. Di dalam mengukur kinerja organisasi,
masing-masing bidang bisa memakai tolok ukur yang
berbeda. Dengan kata lain kinerja organisasi dapat
didekati dari berbagai sisi, selain perolehan berupa
aspek keuangan yang menjadi indikator umum dari
keberhasilan manajemen usaha, kinerja manajerial
dapat juga ditinjau dari konsep-konsep produktivitas,
efisiensi dan efektivitas, karena ketiga konsep tersebut menunjukkan penggunaan sumberdaya secara
optimal (Gleason dan Mathur, 2000). Produktivitas,
efisiensi dan efektivitas berkaitan dengan hubungan
antar output per unit waktu dan faktor-faktor produksi. Ukuran efektivitas dapat ditinjau dari sudut
keuangan dan operasional. Maksimalisasi laba, nilai
pemegang saham dan pendapatan terhadap aset
adalah ukuran dari efektifitas keuaangan. Sedangkan
53
ukuran efektifitas operasional dapat berupa pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan tingkat penjualan
per pegawai.
Idrus dan Stanton (1991) secara spesifik mengulas beberapa pendekatan yang dapat digunakan
dalam mengukur kinerja organisasi, seperti; pendekatan klasik, behavioral, kuantitatif, sistem, seven
ss, siklus kualitas maupun degan teori Z. Pengukuan
kinerja organisasi dengan pendekatan klasik mengukur kinerja organisasi dengan mengacu pada fungsifungsi manajemen, seperti: perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengawasan dan koordinasi.
Pandangan ini berasumsi bahwa keberhasilan suatu
usaha tercapai ketika fungsi-fungsi manajerial
organisasi dapat dijalankan dengan sebaik mungkin.
Rasionalitas pandangan ini adalah dengan perencanaan yang baik atas segala aktivitas oraganisasi,
yang didukung dengan staf yang kompeten dan sistem yang memadai, serta dilakukan pengawasan
dan koordinasi maksimal maka tujuan perusahaan
akan tercapai.
Sedangkan pada pendekatan keperilakuan (behavioral approach) memandang bahwa dalam
mengukur organisasi harus dipahami tentang perbedaan alamiah antar individu-individu yang ada dalam
organisasi, proses pembelajaran, personalitas dan
komunikasi. Hal tersebut menyebabkan kinerja
organisasi akan nampak pada keterkaitan individu
dalam organisasi. Inti dari pandangan ini bahwa dalam mengukur kinerja organisasi, perusahaan harus
paham bahwa masing-masing individu memiliki kelebihan dan keterbatasan tersendiri, sehingga keberhasilan perusahaan tercapai jika perusahaan mampu
memaksimalkan kerterkaitan individu-insividu
tersebut dalam organisasi (team work) dengan melakukan pengorganisasian, kepemimpinan, manajemen
konflik yang baik, memotivasi dan memberikan job
desain yang jelas.
Pendekatan kuantitatif (Quantitative approah)
mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan
metode kuantitatif. Beberapa metode kuantitatif
yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja
organisasi adalah konsep probabilitas, forecasting,
linier prograaming, dynamic programing, matric
dan inventory model. Pengukuran kuantitatif tidak
hanya mensyaratkan penggunaan satu pemodelan,
namun dapat pula dilakukan degan beberapa model
atau memodifikasi sesuai kebutuhan organisasi.
Sedangkan pengukuran kinerja organisasi degan
pendekatan sistem mengacu pada hubungan internal
sistem organisasi degan lingkungan eksternal.
54
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam
mengukur kinerja organisasi adalah ”Seven SS
Approach”, sesuai degan namanya, ukuran kinerja
organisasi yang digunakan mengacu pada tujuh
elemen penting perusahaan, yaitu: (1) strategi yang
dimiliki perusahaan, (2) struktur organisasi, (3) sistem
yang tersedia, (4) gaya kepemimpinan, (5) staff yang
dimiliki, (6)skill dan (7) tujuan super ordinat. Ketujuh
elemen tersebut harus dikelola secara maksimal
untuk mencapai kinerja organisasi yang optimal.
Lebih lanjut, pengukuan kinerja organisasi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori
(theory approach) di mana pendekatan ini mengasumsikan bahwa produktifitas dapat meningkat
ketika semua individu dalam organisasi memiliki
pemahaman yang sama bahwa mereka harus bekerjasama untuk mencapai efektifitas yang lebih baik.
Pengukuran kinerja organisasi yang seringkali digunakan dalam bebagai penelitian maupun praktik di
dunia usaha adalah pendekatan keuangan (financial
approach). Banyak sekali ukuran keuangan yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi,
secara garis besar ukuan finansial ini dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu untuk mengukur
kemampulabaan (profitabilitas), pertumbuhan dan
ukuran penilaian (valuation measure). Ukuran kinerja organisasi yang dapat digunakan adalah pendekatan kesehatan bisnis jangka panjang (longterm
business health approach). Konsep ini mengacu
pada kinerja perusahaan jangka panjang. Hal ini berarti bahwa keuntungan sesungguhnya dari aktivitas
perusahaan jika mampu bertahan lebih lama di
bidangnya, hal yang mendasari dari konsep ini adalah
kontinyuitas usaha. Hal tersebut menyebabkan
ukuran yang digunakan adalah kepuasan konsumen,
loyalitas merek, kualitas produk, kapabilitas dan
kinerja manajer dan karyawan.
Secara umum, pengukuran kinerja dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu ukuran
kinerja keuangan dan non keuangan. Ukuan kinerja
keuangan dapat ditelusuri degan pendekatan kuantitatif dan keuangan. Sedangkan ukuran kinerja non
keuangan dapat ditelusuri degan pendekatan klasik,
keperilakuan, sistem, seven ss dan siklus kualitas.
Khusus pada pendekatan kesehatan bisnis jangka
panjang mulai memadukan ukuran kinerja keuangan
non keuangan.
Ukuran kinerja non keuangan lebih banyak mengacu pada aspek perilaku, karena dalam konteks
ini menganalogikan bahwa keberhasilan kinerja sangat tergantung pada aspek manusia. Keberhasilan
kinerja secara finansial tidak mungkin tercapai jika
individu-individu yang menjalankan operasional usaha tidak optimal. Pola-pola perilaku yang teraktualisasi dalam aktivitas perusahaan sangat dipengaruhi
oleh budaya yang ada di dalamnya. Cleveland (1995)
mengatakan bahwa sistem penilaian kinerja harus
berfokus pada pola-pola perilaku dibandingkan pada
hasil-hasil atau keluaran-keluaran yang diperoleh
dari pola perilaku tersebut.
Berdasar pada uraian di atas, maka pengukuran
kinerja organisasi dalam penelitian ini mengacu pada
pendekatan yang ditinjau dari konsep-konsep
produktivitas, efisiensi dan efektivitas, karena ketiga
konsep tersebut menunjukkan penggunaan
sumberdaya secara optimal (Gleason dan Mathur,
2000). Indikator penilaian kinerja organisasi dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian yang dibuat
oleh Terziovski 1999 yang meliputi:Profitability,
Sales, Assets, Customer Satisfaction, dan Market
Share.
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI,
STRATEGI BISNIS DAN KINERJA
ORGANISASI
Organizational performance merupakan program dari setiap departemen (sumberdaya manusia)
dan organisasi (Galpin and Murray, 1997), berarti
kinerja (result) dipengaruhi oleh strategi organisasi.
Senge (1990) mengidentifikasi tantangan adanya
hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja
antara satu sisi pada visi masa datang dan satu sisi
realitas sebagai penggerak daya kreatif. Dua proses
perubahan yang sangat partisipasif mencoba memanfaatkan energi ini pada anggota tim untuk membuat suatu tingkatan sistem (global, industri, organisasi dan personal) sebagai dasar untuk mencapai
tingkat produktivitas yang optimal.
Kotter and Heskett (1992) dalam penelitiannya
menemukan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang
menentukan perilaku kerja manajemen suatu organisasi, yaitu (1) budaya organisasi; (2) struktur, sistem,
rencana dan kebijakan formal; (3) kepemimpinan
(leadership); dan (4) lingkungan yang teratur dan
bersaing. Ditegaskan pula oleh Hickman and Silva
(1986) bahwa strategy ditambah dengan budaya
organisasi (culture) akan menghasilkan suatu
keistimewaan (excellence).
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuan tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan
implementasi prinsip-prinsip manajemen, seperti;
planning, organizing, actuating dan controlling
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
55
saja, melainkan ada faktor lain yang tidak tampak, DAFTAR RUJUKAN
faktor tersebut adalah budaya organisasi. Keunggul- Baum, J.R., Edwin, A. Locke, E.A., dan Ken, S.G. 2001. A
an organisasi adalah ditentukan oleh unggul tidaknya
Multidimensional Model of Venture Growth. Acabudaya organisasi yang dimiliki.
demic Management Journal. Vol 44 (2):292–303.
KERANGKA KERJA KONSEPTUAL
(CONCEPTUAL FRAMEWORK)
Dari telaah teori dan studi empiris dapat dikemukakan suatu hubungan antara variabel Budaya
Organisasi, Strategi Bisnis dan Kinerja Organisasi
dalam suatu diagram conceptual framework
berikut:
Budaya
Organisasi
Strategi
Bisnis
Brown, A. 1998. Organizational Culture. Singapore:
Prentice Hall.
Cash, W.H. and F.E. Fischer. 1987. Human Resource Planning. Dalam Famularo, J.J., Hand Book of Human
Resources Administration (hlm 10.3–10.20).
Singapore: Fong and Sons Printers Pte Ltd.
Cahyono, B.T. 1996. Modul Manajemen Strategi. Jakarta:
IPWI,
Kinerja
Organisasi
Gambar 5. Conceptual Framework yang menunjukkan hubungan variabel Budaya Organisasi, Strategi Bisnis
dan Kinerja Organisasi
Chatab, N. 2007. Profil Budaya Organisasi Mendiagnosis
Budaya dan Merangsang Perubahannya ,
Bandung: PT Alfabeta Bandung.
Cleveland, J.N.1995. The Blackwell Encyclopedic dictionary of Human Resources Management.
Blackwell Publ.Ltd.Oxford. UK.
Galpin, T.J., and Murray, P. 1997. Connect Human Resource Strategy to the Business Plan. Human
Resources Magazine, March: 70–82.
Gani, A. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya
Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja karyawan Industri Kayu Olahan di Kota
Makasar. Malang. Universitas Brawijaya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Gleason, K., and Mathur, I. 2000. The Interrelationship
Kesimpulan
between Culture, Capital Structure and Performance: Evidence form European Retailer. JourSesuai dengan permasalahan yang dikemukanal of Business Research 51:157–166.
kan dalam penulisan artikel ini yang memerlukan
Glueck, W.F., and Jauch, L. 1999. Manajemen Strategis
jawaban konseptual maka dapat disimpulkan bahwa
dan Kebijakan Perusahaan, Terjemahan. Jakarta:
variabel Budaya Organisasi sebagai anteseden StraPenerbit Erlangga.
tegi Bisnis berpengaruh terhadap Kinerja organisasi. Harrison, R., dan Stokes, H. 1992. Diagnosing OrganiBerdasar pada telaah teori dan studi empiris maka
zational Culture. California: Pfeiffer & Co.
kesimpulan artikel ini dapat dikemukakan lebih detil Hashim, M.K., Wafa, S.A., dan Sulaiman, M. 2001. Test(lebih rinci) bahwa (1) Budaya Organisasi sebagai
ing Environment as The Moderator Between
Business Strategy-Performance Relationship: A
anteseden Stragegi Bisnis; (2) Strategi Bisnis berpeStudy of Malaysian SME’S, Malaysia.
ngaruh terhadap Kinerja Organisasi.
Herri, and Wafa, S.A. 2003. The Influence of Internal
and External Factors to the Performancer of InSaran
donesian Small and Medium Enterprises.
Disarankan bahwa suatu tujuan penelitian untuk Hickman, C.R., and M.A. Silva. 1986. Creating Excellence: Managing Corporate Culture, Strategy
menguji conceptual framework pada organisasi
and Change in the New Age. Canada: New Ameribisnis manufaktur dan jasa sangat dianjurkan untuk
can Library.
meningkatkan sumbangan ilmu khususnya pada
Hickman,
C.R., and Silva, M.A. 1986. Creating
Manajemen Strategi.
Excellennce: Managing Corporate Culture,
Budaya Organisasi sebagai variabel anteseden
Strategi Bisnis, McKinsey 7-s Framework (Pearce
and Robinson, 2000) mengemukakan suatu model
yang dikenal dengan model 7s dari McKinsey, model
ini menggambarkan adanya hubungan antara budaya
organisasi dan strategi bisnis. Organizational performance merupakan program dari setiap departemen (sumberdaya manusia) dan organisasi (Galpin
and Murray, 1997), berarti kinerja (result) dipengaruhi oleh strategi organisasi.
56
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Strategy and Change in the New Age. Canada:
New American Library.
Hickman, C.R., and Silva, M.A. 1986. Creating
Excellennce: Managing Corporate Culture,
Strategy and Change in the New Age. Canada:
New American Library.
Hitt, M.A., Ireland, R.D., Horkison, R.E. 1997. Manajemen
Strategis: Menyongsong Era Persaingan dan
Globalisasi. Terjemahan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Hunger, J.D., dan Wheelen, T.L. 2002. Strategic Management and Business Policy. Eight Edition. New
Jersey: Pearson Education.
Husain, U. 2003. Strategic Management in Action .
Jakarta: PT Gramedia.
Idrus, M.S. 1997. Strategi: Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi dan Keunggulan
Bersaing. Orasi Ilmiah: Pada Rapat Terbuka
Senat Universitas Brawijaya Tanggal 8 Januari.
Malang.
Idrus, M.S., Stanton, J.J. 1991. A Strategic Planning Approach to the Evaluation of Performance, A
theoritical Frame Work. Asia Pasific International
Managemenet Forum. Vol 17:21–35.
Jauch, L.R., and Glueck, W.F. 1999. Business Policy and
Strategic Management. Singapore: Mc Graw-Hill
Books Company.
Kotey, B., and Maredith, G.G. 1997. Relationship among
Owner/Manager Personal Values, Business Strategies, and Enterprise Performance, Journal of
Small Buisiness Management. Apr. 35 (2):37–56.
Kotter, J.P., & Heskett, J.L. 1992. Corporate Culture and
Performance. New York: The Free Press.
Mangkuprawira, S. 1999. Manajemen Sumber Daya
Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mangkuprawira, S. 1999. Manajemen Sumber Daya
Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Moeljono D. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan
Korporasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Muhammad, S. 2002. Manajemen Strategik: Koonsep
dan Kasus. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Pearce II, J.A., and R.B. Robinson. 2000. Strategic Management: Formulation, Implementation, and
Control, Seventh Edition. Malaysia: McGraw-Hill
International Editions.
Pearce, J.A., and Robinson, Jr. R.B. 2003. Strategic Management: Formulation Implementation and Control. 8th Edition. Malaysia: Mc. Graw Hill International Edition.
Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage, Greating and
Suataining Superior Performance. New York:
Free Press.
Porter, M.E. 1997. Strategi Bersaing, Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Purnomo S.H., Zulkieflimansyah. 1998. Manajemen
Strategi: Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Tenth
Edition.Singapore: Prentice Hall.
Rollinson, D. 2005. Organisational Behaviour and
Analysis: An Integrated Approach. Third Edition.
Prentice Hall Financial Times.
Schein, E.H. 2004, Organizational Culture. New Jersey:
American Physiocological Association.
Susanto, A.B. 1997. Budaya Perusahaan: Seri Manajemen dan Persaingan Bisnis. Cetakan Pertama.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Terziovski, M., and Samson, D. 1999. The relation between total quality management practicesand
operational performance. Journal of Operations
Management. 17.4:393–409.
Yusanto, M.I., dan Widjajakusuma, M.K. 2003. Manajemen Strategi: Perspektif Syariah. Jakarta: Gema
Insani Press.
Download