BAB II Landasan Teori 2.1 Manajemen Bisnis Logistik Proses pemenuhan order pelanggan dan distribusi merupakan salah satu kegiatan pada proses bisnis logistik. Kegiatan logistik dalam suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan pusat operasional dari perusahaan khususnya jenis perusahaan yang menjual barang. Performa perusahaan harus didukung penuh dari bagian logistik untuk menjamin ketersediaan barang dengan tepat jumlah, tepat mutu, tepat biaya dan tepat waktu dalam rangka meningkatkan profitabiltas perusahaan dan efisiensi biaya operasional. Dalam bukunya berjudul Manajemen Bisnis Logistik, Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono (1998) mengemukakan bahwa manajemen logistik merupakan masalah yang cukup unik karena merupakan salah satu aktivitas perusahaan yang sudah cukup lama dijalankan dalam organisasinya tetapi baru belakangan ini disadari pemikiran dan pelaksanaan manajemen logistik secara profesional. Kegiatan logistik dapat didefinisikan sebagai suatu perpaduan dari sistem-sistem manajemen distribusi fisik, manajemen material dan transfer persediaan internal. Hal ini menyangkut segala aspek gerakan fisik dari, ke dan diantara lokasi serta fasilitas yang merupakan struktur operasi dari organisasi perusahaan yang bersangkutan (Gitosudarmo, 1998, pp 7). The Council of Logistics Management, merupakan pelopor logistik Amerika Serikat mendefinisikan manajemen logistik sebagai bagian dari proses rantai pasokan 6 7 yang berfungsi merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik awal hingga titik konsumsi dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Definisi lainnya adalah dari Martin (1998) yang mendefinisikan manajemen logistik sebagai proses yang secara stratejik mengatur pengadaan bahan, perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi dengan informasi yang terkait melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik untuk jangka waktu sekarang maupun dimasa mendatang melalui pemenuhan pesanan dengan biaya yang efektif. Tujuan logistik pada suatu perusahaan berbeda-beda, sebagai contoh misalnya tujuan biaya serendah mungkin, tujuan penyimpanan barang yang awet, tujuan distribusi yang merata dan sebagainya. Maka perlu suatu rancangan yang tepat dan sesuai dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Sistem logistik dalam suatu organisasi perusahaan merupakan hubungan antara kegiatan logistik pada unit-unit operasi lainnya seperti bidang pemasaran, penjualan, produksi, keuangan dan logistik itu sendiri. Faktor-faktor dari luar perusahaan juga mempengaruhi kegiatan logistik seperti : • Struktur industri • Pasar yang dituju • Peraturan pemerintah • Strategi bersaing • Keadaan perekonomian 8 • Manajemen penyelia • Kebiasaan pembeli Operasi perusahaan dari dalam organisasi dan dari luar organisasi perusahaan semua mempengaruhi kegiatan logistik, akibatnya kegiatan ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus mempertimbangkan kepentingan bagian lain yang memang harus diperhatikan. Jika hal ini dapat dilaksanakan maka akan mendapatkan suatu kegiatan logistik yang baik dan efisien sehingga mendapatkan keuntungan dalam penghematan biaya. 2.2 Faktor-faktor Sistem Logistik Faktor yang harus diperhatikan dalam sistem logistik terpadu oleh organisasi perusahaan adalah : 1. Pengumpulan, merupakan kegiatan pengumpulan sejumlah barang untuk penjualan akhir kepada konsumen. 2. Penyimpanan, merupakan kegiatan pada penyimpanan barang yang biasanya didistribusikan diantara perusahaan dalam kelompoknya. 3. Transfer, merupakan mekanisme transformasi suatu barang yang diubah bentuknya secara fisik untuk menunjang transaksi. 4. Penyebaran, merupakan kegiatan penempatan produk yang disesuaikan dengan jenis, klasifikasi pada tempat tertentu yang tepat dengan waktu yang tepat. 9 5. Pembiayaan, adalah anggaran keuangan yang harus dikeluarkan perusahaan guna melaksanakan kegiatan logistik. 6. Komunikasi, yang dimaksud adalah penyampaian ide, konsep, gagasan, informasi ke arah hasil akhir yang diharapkan. Komunikasi juga digunakan diantara saluran transaksi dengan saluran logistik dalam hal kuantitas, lokasi dan waktu. 2.3 Komponen Manajemen Logistik Komponen dalam manajemen logistik meliputi jaringan logistik dari supplier, gudang, pusat distribusi, retail yang melibatkan seluruh sumber daya perusahaan yang mengalir di antara fungsi-fungsi bisnis yang bersangkutan (gambar 1). Management actions Outputs of logistic Planning Inputs into logistic Implementation Control Competitive advantage (marketing orientation) and operational efficiencies and effectiveness Natural resources (land, facilities, and equipment) Human resources Logistics management Suppliers Financial resources Raw materials In process inventory Raw materials Customers Time and place utility Efficient movement to customer Information resources Proprietary assests Logistic activities Customer service Demand forecasting Inventory management Logistic communications Materials handling Order processing Packing Parts and service support Plant and warehouse site selection Procurement Reverse logistics Traffic and transportation Warehousing and storage Gambar 1. Komponen Manajemen Logistik. 10 Input proses logistik meliputi seluruh sumber daya sepeti alam, manusia, finansial dan informasi, yang ditransformasikan menjadi output yang berupa keunggulan bersaing, efektifitas dan efisiensi operasional, pemanfaatan waktu dan tempat dan perpindahan yang efisien kepada pelanggan. 2.4 Rekayasa Ulang Proses Bisnis Istilah Reengineering atau rekayasa ulang diperkenalkan oleh Michael Hammer dan James Champy (1993) pada bukunya berjudul Reengineering the Corporation. Mereka mendefinisikan Reengineering sebagai pemikiran kembali secara mendasar dan perancangan kembali secara radikal mengenai proses bisnis untuk mencapai kemajuan yang dramatis dalam ukuran performa yang kritis, seperti biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan. Definisi tersebut terdiri dari empat kata kunci yaitu mendasar, radikal, dramatis dan proses. Mendasar berarti mengerti secara dalam mengenai operasional dari bisnis yang merupakan langkah pertama sebelum melakukan reengineering. Pebisnis harus bertanya mengenai pertanyaan dasar tentang perusahaan dan bagaimana mereka beroperasi: Mengapa kita melakukan apa yang harus kita lakukan? Dan mengapa kita melakukannya dengan cara begitu? Menanyakan pertanyaan dasar ini membawa kita mengerti operasional dasar dan berpikir mengapa aturan lama dan asumsi ada. Sering aturan dan asumsi telah berubah menjadi tidak cocok dan tidak dapat digunakan. Perancangan kembali secara radikal berarti membuang seluruh struktur dan prosedur yang ada, dan menemukan cara baru secara menyeluruh untuk 11 menyelesaikan pekerjaan. Reengineering adalah penemuan kembali bisnis, bukan kemajuan bisnis, perbaikan bisnis atau perubahan bisnis. Dramatis berarti reengineering tidak membuat kemajuan marjinal atau modifikasi tetapi pencapaian kemajuan yang dramatis dalam performa. Terdapat tiga macam perusahaan yang melakukan reengineering secara umum. Pertama adalah perusahaan yang benar-benar dalam kesulitan dan mereka tidak memiliki pilihan. Kedua adalah yang meramalkan dirinya dalam kesulitan karena perubahan lingkungan ekonomi. Ketiga adalah perusahaan dalam kondisi puncak, dan melihat kesempatan untuk memimpin dari para pesaingnya. Proses merupakan konsep yang paling penting dalam reengineering. Proses bisnis adalah sekumpulan aktivitas yang terdiri dari satu atau lebih input dan menciptakan sebuah output yang memberikan nilai kepada pelanggan. Definisi reengineering lainnya dikemukakan oleh Raymond L. Manganelli dan Mark M. Klein. Reengineering adalah perancangan ulang secara cepat dan radikal dari proses bisnis strategis, memiliki nilai tambah -dan system, kebijakan, dan struktur organisasi pendukungnya- untuk mengoptimalkan alur kerja dan produktifitas dalam organisasi. Target utama dari business process reengineering adalah proses yang strategis dan memiliki nilai tambah. Gambar 2 menunjukkan bagaimana mengidentifikasikan proses untuk di reengineering. Misalnya suatu unit bisnis secara fungsional dibagi dalam dua belas sampai dua puluh empat proses, biasanya tidak lebih dari setengahnya yang strategis dan memiliki nilai tambah. Untuk mencapai pengembalian 12 investasi yang maksimum dalam rekayasa ulang, harus berfokus pada proses yang paling penting dalam perusahaan. Dalam BPR, yang dilihat tidak hanya proses yang strategis dan memiliki nilai tambah tetapi juga seluruh sistem, kebijakan dan struktur organisasi yang mendukung prosesnya: Sistem pendukung aktifitas proses mulai dari pemrosesan data dan sistem informasi manajemen pada satu sisi dan sistem kultur pada sisi lainnya. Kebijakan pendukung aktifitas proses yang biasanya menyatu pada aturan tertulis dan regulasi yang menggambarkan cara dan perilaku bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan. Struktur organisasi pendukung aktifitas proses seperti kelompok kerja, departemen, area fungsional, divisi, unit dan kontainer lainnya dimana pekerja dibagi sesuai dengan tugas-tugasnya. Target Utama Pengaruh Strategis Nilai Tambah Gambar 2. Memilih Proses – Bagaimana Memutuskan Proses yang akan di Reengineering 13 Suatu proses tidak dapat diubah kecuali seluruh elemen pendukung dilakukan perubahaan juga. Oleh karena itu langkah awal yang penting dalam rekayasa ulang adalah secara jelas mengidentifikasikan dan mengkuantifikasikan seluruh sumber daya dalam perusahaan yang akan digunakan pada proses spesifik. 2.5 Reengineering bertahap dibandingkan program peningkatan Reengineering adalah perubahan secara radikal, sedangkan perubahan bertahap untuk meningkatkan performa bisnis biasanya menggunakan salah satu dari beberapa bentuk, seperti kualitas, otomasi, re-organisasi, downsizing, rightsizing. BPR berbeda dibandingkan dengan program peningkatan bertahap dalam beberapa sudut pandang, karena BPR adalah : • Tidak hanya otomatisasi, walaupun BPR sering menggunakan teknologi yang kreatif dan inovatif. • Tidak hanya reorganisasi, walaupun selalu pasti membutuhkan perubahan organisasi. • Tidak hanya perampingan ukuran (downsizing), walaupun biasanya meningkatkan produktifitas. • Tidak hanya kualitas, walaupun sering kali fokus pada kepuasan konsumen dan proses yang mendukungnya. Tabel 1 menunjukkan reengineering dibandingkan dengan program peningkatan bertahap lainnya. 14 Tabel 1. Reengineering dibandingkan Program Lainnya. Pertanyaan Asumsi Lingkup Perubahan Orientasi Tujuan Peningkatan Total Quality Reengineering Rightsizing Restrukturisasi Otomasi Management Keinginan Aplikasi pelanggan Reporting Fundamental Staffing teknologi dan Relationship kebutuhan Staffing, Radikal Organisasi Bottom-up Sistem tanggung jawab kerja Proses Fungsional Fungsional Proses Prosedur Dramatis Bertahap Bertahap Bertahan Bertahap 2.6 Studi BPR Sejak awal berkembangnya konsep BPR telah menangkap banyak para pemimpin perusahaan untuk melakukan Reengineering. Dengan terus berkembangnya BPR, muncul konsultan dengan berbagai macam metodologi, teknis dan alat yang digunakan untuk menyelesaikan proyek BPR. Kettinger, Teng & Guha (1997) melakukan penelitian mengenai metodologi BPR yang dituangkan pada jurnalnya berjudul Bussiness Process Change – A study of Methodologies, Techniques dan Tools. Mereka melakukan penelitan terhadap 25 metodologi, 72 teknik dan 102 BPR software tools dan memetakan metodologi BPR ke dalam enam tingkatan : 1. Envisi, melibatkan manajemen tingkat atas dalam melakukan perbaikan proses bisnis berdasarkan strategi dan teknologi informasi untuk meningkatkan performa perusahaaan secara menyeluruh. 15 2. Inisiasi, meliputi penugasan tim proyek BPR, menentukan tujuan performa dan perencanaan proyek. 3. Diagnosa, melakukan pemeriksaan terhadap proses yang sedang berjalan seperti aktifitas, sumber daya, komunikasi, wewenang, TI dan biaya. 4. Perancangan Ulang, membangun rancangan proses yang baru. 5. Rekonstruksi, menggunakan teknis perubahan manajemen untuk meyakinkan peralihan yang lancar ke proses baru dan peranan sumber daya manusia. 6. Evaluasi, melakukan kegiatan monitor terhadap proses baru dan menilai apakah proses tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan sering kali melibatkan program total kualitas perusahaan. 2.7 Teknologi Informasi dalam Rekayasa Proses Logistik Thomas Davenport dalam bukunya ‘Inovasi Proses – Rekayasa ulang pekerjaan melalui Teknologi Informasi’ mengemukakan bahwa teknologi informasi dapat mempunyai implikasi penting bagi proses-proses bisnis kunci. Walaupun beberapa fakta sejarah menunjukkan kegagalan TI dalam mengubah proses, namum ditegaskan bahwa harus dipandang sebagai pengungkit perubahan atau pemungkin inovasi proses sebelum memilih desain yang spesifik (Gambar 3). 16 TI sebagai pemungkin Desain Proses Baru TI sebagai Implementor Peluang Alat Pemodelan Kendala Rekayasa Sistem dan Informasi Gambar 3. Peran TI dalam Inovasi Proses Aplikasi yang umumnya digunakan dengan proses logistik adalah sistem lokasi, sistem pengenalan (recognition), manajemen aset, perencanaan logistik dan sistem telemetri. Sistem lokasi. Salah satu kunci untuk proses logistik adalah mengetahui lokasi barang atau kendaraan dalam suatu jaringan kerja geografis. Teknologi komputer dan komunikasi yang semakin canggih makin banyak digunakan untuk secara cepat dan akurat menentukan lokasi satuan bisnis seperti manusia dan barang. Sistem pengenalan. Berkaitan dengan kebutuhan untuk mengidentifikasi suatu obyek secara akurat dan cepat, penggunaan teknologi barcode dan scanner menjadi alat bantu yang penting dalam industri retail. Sistem manajemen aset. Untuk mengoptimasi penggunaan aset kunci dalam proses seperti persediaan barang fisik, sumber daya manusia, maupun aset keuangan, perusahaan harus selalu waspada terhadap lokasi ketersediaan dan pemanfaatan aset tersebut. Penggunaan komputer untuk mengikuti gerakan persediaan dan pengukuran produktivitas menjadi semakin penting. 17 Sistem perencanaan logistik. Dengan bantuan teknologi seperti sistem pakar maka perencanaan proses logistik menjadi pengaturan rute, penjadwalan dan penugasan sumber daya menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah diakses oleh operator dalam menyusun proses perencanaan logistik. Telemetri, kemampuan untuk memantau suatu proses dari jauh, terwujud dalam teknologi tanpa kabel seperti micowave dan radia, memungkinkan pengukuran dan pencatatan informasi dari instrumen yang secara fisik berjauhan.