IPA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) biasanya disebut dengan kata “sains” yang
berasal dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah dan berhubungan
dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Penggunaan kata
“sains” sebagai IPA berbeda dengan pengertian sosial science, educational
science, political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Bundu,
P. (2006: 9) menjelaskan secara tegas bahwa yang dimaksud kata sains dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia adalah IPA. Ruang lingkup sains tersebut
adalah sains (tingkat SD), sains Biologi, sains Kimia, sains Bumi dan Antariksa
(tingkat sekolah menengah). Berbagai pendapat para ahli tentang pengertian
IPA antara lain menurut Carin dan Sund (dalam Trianto, 2010:100)
mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara
teratur, berlaku umum (universal), berupa kumpulan data hasil observasi, dan
eksperimen.
Vessel dalam Bundu, P. (2006: 9) mengartikan IPA sebagai suatu hal atau
apa yang dikerjakan para ahli sains (scientis). Vessel dalam Bundu, P. (2006:
9) mengemukakan “science is an intellectual search involving inquiry, rational
through, and generalization” (terjemahan: ilmu pengetahuan adalah pencarian
intelektual yang melibatkan penyelidikan, rasional, dan generalisasi). Hal yang
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
dikerjakan oleh saintis disebut sebagai proses sains, sedangkan hasilnya yang
berupa fakta-fakta dan prinsip-prinsip disebut dengan produk sains.
Menurut Abruscato, Joseph dan Derosa, Donald A (2010: 6), sains
dipelajari secara berkelompok melalui proses yang sistematis untuk dapat
mengumpulkan informasi tentang alam semesta. Sains juga merupakan
pengetahuan yang dikumpulkan melalui proses. Akhirnya, sains ditandai
dengan nilai-nilai dan sikap diproses oleh orang yang menggunakan
proses ilmiah untuk mengumpulkan pengetahuan"
Simpulan yang dapat diambil bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan
yang berawal dari fenomena alam dan diperoleh dari hasil pemikiran dan
penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen
dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa
IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan
dan klasifikasi data, biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum
yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan
analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya
IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa
fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu
rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah .
2. Hakikat Sains
Sains pada hakikatnya memiliki dua dimensi yaitu sains sebagai produk
dan sains sebagai proses (Dantes et al., 2006). Sains sebagai produk merupakan
kumpulan pengetahuan yang meliputi fenomena-fenomena, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori. Sebagai proses,
sains merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh
pengetahuan atau mencari penjelasan mengenai gejala-gejala alam. Melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
pendidikan sains, logika berpikir siswa menjadi sistematis dan terarah dalam
memandang alam lingkungannya, mengidentifikasi masalah yang ada serta
pemecahannya (Suastra, 2003). Sains sebagai produk dan sains sebagai proses
merupakan dua dimensi yang terjalin erat sebagai satu kesatuan. Teori-teori
dalam buku-buku IPA Fisika seharusnya diajarkan dengan membawa
persoalannya dalam bentuk yang kontekstual dan akrab dengan siswa.
Kemudian siswa dibimbing melakukan berbagai aktivitas melalui kegiatan
penyelidikan. Proses sains akan menghasilkan pengetahuan (produk) sains
yang baru, dan pengetahuan sebagai produk sains akan memunculkan
pertanyaan baru untuk diteliti melalui proses sains sehingga dihasilkan produk
sains yang lebih baru lagi.
Menurut Bundu, P. (2006:11) sains secara garis besar atau pada
hakikatnya IPA memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah,
dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan
dalam rangka menemukan produk ilmiah. Proses ilmiah meliputi mengamati,
mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen.
Produk ilmiah meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. Produk ilmiah
berupa pengetahuan-pengetahuan alam yang telah ditemukan dan diuji secara
ilmiah. Sikap ilmiah merupakan keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan
ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi
ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur. Pendapat lain, menyebutkan bahwa
hakikat IPA meliputi empat unsur utama, yaitu (1) sikap: rasa ingin tahu
tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta hubungan sebab akibat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang
benar, (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, (3)
produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum, (4) aplikasi: penerapan metode
ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari (Puskur, 2006:4).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA menurut hakikatnya
adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan baru yang berupa produk
ilmiah dan sikap ilmiah diperoleh melalui suatu kegiatan yang disebut proses
ilmiah. Dalam mempelajari IPA haruslah dilakukan suatu kegiatan yang
disebut sebagai proses ilmiah. Pengetahuan baru dan penanaman sikap dapat
ditemukan dalam diri melalui proses ilmiah tersebut. Dari sikap ilmiah, proses,
dan produk tersebut IPA kemudian diterapkan serta dapat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Karakteristik Objek Kajian Sains
Ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh
melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk
menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.
Ada 3 kemampuan yang harus dikuasai dalam mempelajari sains yaitu: (a)
kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (b) kemampuan untuk
memprediksi apa yang belum diamati, dan (c) kemampuan untuk menguji
tindak lanjut hasil eksperimen (Puskur, 2006:6). Kegiatan pembelajaran sains
mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari
jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”,
“mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan
dan teknologi.
Dalam mempelajari sains, siswa diarahkan untuk membandingkan hasil
prediksi dengan teori melalui eksperimen dengan metode ilmiah. Pendidikan
sains di sekolah diharapkan dapat mewadahi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
sains menekankan pada pembelajaran langsung untuk mengembangkan
kompetensi siswa agar mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari
tahu dan berbuat, hal ini akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam.
Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan
keterampilan proses penyelidikan atau inquiry skills yang meliputi mengamati,
mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyususun hipotesis,
merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan,
mengolah, menganalisis data, dan menerapkan ide pada situasi baru,
menggunakan peralatan sederhana serta mengomunikasikan informasi dalam
berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui
keterampilan ini dikembangkan sikap dan nilai meliputi rasa ingin tahu, jujur,
sabar, terbuka, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan,
memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.
Pembelajaran sains di sekolah sebaiknya: (a) memberikan pengalaman
pada siswa sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
besaran fisis, (b) menanamkan pada siswa pentingnya pengamatan empiris
dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal
dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian
secara ilmiah, (c) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar
IPA-Fisika, yaitu sebagai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Puskur,
2006:6).
4. Integrasi Sains dan Budaya Jawa
Sejarah perkembangan sains menunjukkan bahwa pengembangannya di
dorong oleh rasa keingintahuan yang menyangkut perilaku alam semesta.
Pengembangan sains dasar dan manfaatnya sudah cukup jelas, namun bukan
rahasia lagi bahwa usaha-usaha ke arah itu di Indonesia saat ini masih kurang
mendapatkan prioritas yang memadai. Salah satu penyebab adalah masih
terlalu ditekankannya paham bahwa setiap kegiatan penelitian harus
menghasilkan produk atau paten, sesuatu yang merupakan tujuan dalam
penelitian terapan, tetapi bukan tujuan utama dalam penelitian sains dasar.
Selain
itu
juga
dikarenakan
masih
kurangnya
pemahaman
bahwa
pengembangan sains dasar adalah pengembangan budaya, sesuatu yang
memang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara, karena hasilnya
adalah sumbangan budaya bangsa pada khazanah budaya dunia.
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan cara belajar (Koentjaraningrat, 2003:72).
Kebudayaan atau kultur merupakan keseluruhan kompleks yang terbentuk di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
dalam sejarah dan diteruskan dari masa ke masa melalui tradisi yang mencakup
organisasi, sosial, ekonomi, agama, kepercayaan, kebiasaan, hukum, seni,
teknik, dan ilmu. Berdasarkan hal tersebut, budaya terbentuk melalui proses
perjalanan waktu dalam sejarah yang berkembang dari generasi ke generasi
berikutnya.
Budaya Jawa merupakan salah satu budaya tradisonal di Indonesia, dianut
secara turun temurun oleh penduduk di sepanjang daerah Jawa. Meskipun
banyak orang Jawa menganggap bahwa budaya Jawa itu hanya satu dan tidak
terbagi-bagi, akan tetapi dalam kenyataannya terdapat berbagai perbedaan
sikap dan perilaku masyarakatnya di dalam memahami budaya Jawa tersebut
(Sedyawati, 2003). Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi
geografis yang menjadikan budaya Jawa terbagi ke dalam beberapa wilayah
kebudayaan, kebudayaan setiap wilayah memiliki karakteristik khas tersendiri
dalam mengimplementasikan falsafah-falsafah budaya Jawa ke dalam
kehidupan keseharian (Sujamto, 1997 dalam Sedyawati, 2003).
Pada umumnya masyarakat Jawa merupakan salah satu etnis yang sangat
menjunjung tinggi, teguh serta memiliki kesetiaan terhadap nilai budaya yang
dimilikinya. Dalam budaya Jawa, rasa memiliki tempat dan peranan yang
sangat penting. Dari kenyataan dan sikap fanatisme semacam inilah kemudian
muncul
istilah
Javanisme.
Istilah
Javanisme
(kejawen)
yang
lebih
mementingkan serta mengutamakan nilai tradisi dalam budaya Jawa. Nilainilai kebudayaan Jawa inilah yang kemudian mampu mengenalkan Jawa pada
ranah dunia yang lebih luas. Dari berbagai keunikan dan keberagaman makna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
yang ada dalam budaya Jawa, sehingga banyak menimbulkan keinginan kuat
para sejarawan dunia untuk memahami serta lebih meneliti lebih detail tentang
kebudayaan Jawa.
Rasa mempunyai nilai yang tidak dapat dinominalkan dan tidak mampu
diraba. Dengan menggunakan rasa, masyarakat Jawa mempunyai kepekaan
yang tinggi terhadap berbagai fenomena alam yang akan terjadi. Pada zaman
dulu masyarakat jawa mampu memahami dan mengerti apa yang dikehendaki
oleh alam. Alam dan masyarakat mampu bersahabat sehingga tercipta
kehidupan yang sangat harmonis dan jauh dari bencana.
Berdasarkan uraian diatas, kaitan sains dan budaya Jawa adalah keduanya
selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang tentunya berhubungan
dengan alam. Untuk mempelajari proses pembelajaran sains (IPA) di sekolah,
pengajaran sains dianggap sebagai transmisi budaya (cultural transmission)
dan pembelajaran sains sebagai penguasaan budaya (cultural acquisition).
Proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas dapat diibaratkan sebagai
proses pemindahan dan perolehan budaya dari guru pada siswa. Menurut
Maddock (1981) membeberkan teori antropologi untuk pendidikan sains,
banyak riset lanjutan yang dilakukan dengan fokus penyelidikan pada pengaruh
aspek budaya terhadap proses pembelajaran IPA di sekolah. Penelitianpenelitian yang dilakukan tersebut berujung pada penegasan bahwa latar
belakang budaya yang dimiliki siswa (student’s prior belief and knowledge)
dan hal tersebut diikutsertakan dalam kelas selama proses KBM berlangsung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
memainkan peran yang sangat penting pada proses penguasaan materi
pelajaran.
5. Pembelajaran Sains
Pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang amat
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara
siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2). Belajar merupakan tindakan dan
perilaku siswa yang kompleks (Dimyati, 2002:7). Sedangkan berdasarkan
Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 Tentang SISDIKNAS pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya
menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tapi juga
berfungsi untuk menanamkan nilai (value) serta membangun karakter
(character building) peserta didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Dalam proses pembelajaran siswa merupakan subjek yang belajar dan
guru merupakan subyek yang mengajar. Ciri–ciri pembelajaran yaitu:
a. Pembelajaran merupakan upaya sadar dan sengaja. Pembelajaran bukan
kegiatan insidental tanpa persiapan.
b. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa
dapat belajar. Dalam hal ini guru harus menganggap siswa sebagai individu
yang mempunyai unsur dinamis yang dapat berkembang bila disediakan
kondisi yang menunjang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
c. Pembelajaran lebih menekankan pada membuat siswa aktif, karena yang
belajar adalah siswa, bukan guru.
Kaitannya dengan sains, siswa akan berinteraksi dengan fenomena
disekitarnya hingga menghasilkan suatu ilmu pengetahuan (science). Sains
merupakan kebenaran alami yang terungkap atas pemikiran hingga dihimpun
menjadi satu kesatuan ilmu yang utuh. Manfaat sains yang begitu luas dalam
aspek kehidupan manusia menjadikannya sebagai suatu objek kajian ilmu yang
terus digali dan dipelajari.
Pembelajaran sains khususnya fisika pada umumnya hanya menuntut
siswa untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip sains
hapalan, pengenalan rumus-rumus, dan pengenalan istilah-istilah melalui
serangkaian latihan secara verbal. Pembelajaran seperti ini memerlukan suatu
revolusi sehingga hasil belajar lebih optimal. Suparno (2009) mengemukakan
permasalahan-permasalahan sehubungan dengan pelajaran Fisika, meliputi:
a. Materi fisika dianggap sulit oleh siswa karena banyak rumus dan hitungan.
b. Banyak siswa mudah merasa loyo, kurang daya tahan dalam menghadapi
bahan fisika yang dianggap sulit, dan banyak hitungan.
c. Guru fisika kurang menciptakan suasana belajar yang menarik, sehingga
kurang dapat membantu siswa senang belajar Fisika.
d. Sarana sekolah tidak lengkap terutama dengan fasilitas dan sarana
pendidikan.
e. Pembelajaran fisika kurang meningkatkan gairah siswa belajar fisika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
f. Kurikulum fisika masih belum tepat dengan situasi lapangan tempat belajar
siswa.
Dari uraian di atas, peran guru sangat besar dalam upaya meningkatkan
semangat siswa dalam mempelajari sains. Guru sebagai pelaksana (organizer),
yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan,
memotivasi, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sehingga memperoleh
hasil yang maksimal. Sesuai tujuan pembelajaran sains khususnya fisika dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia meliputi (Depdiknas, 2006):
a. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat
bekerjasama dengan orang lain.
c. Mengembangkan
pengalaman
untuk
dapat
merumuskan
masalah,
mengajukan, menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit
instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, menafsirkan data, serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan maupun tertulis.
d. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam serta menyelesaian masalah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
e. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan, memiliki sikap percaya diri sebagai bekal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran sains dalam mencapai tujuannya yang efisien dan efektif
memerlukan
perencanaan
yang
matang
terhadap
segala
komponen
pembelajaran yang dibutuhkan. Proses pembelajaran akan efektif jika guru
memanfaatkan sarana dan prasarana dengan tepat dan perencanaan matang
dalam pemanfaatannya (Sanjaya, 2009). Penyusunan perangkat pembelajaran
yang tepat, inovatif, dan bermanfaat bukan hanya dari segi pengetahuan namun
juga nilai-nilai penting dalam pembelajaran sangat diperlukan.
6. Perangkat Pembelajaran
Keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran sangatlah diharapkan,
untuk memenuhi tujuan tersebut diperlukan suatu persiapan yang matang.
Suparno (2002) mengemukakan sebelum guru mengajar (tahap persiapan)
seorang guru diharapkan mempersiapkan bahan yang mau diajarkan,
mempersiapkan
alat-alat
peraga/parktikum
yang
akan
digunakan,
mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa aktif belajar,
mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan, dan kelebihan siswa, serta
mempelajari pengetahuan awal siswa,
kesemuanya
ini akan terurai
pelaksanaannya di dalam perangkat pembelajaran.
Suhadi (2007:24) mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah
sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan
dalam proses pembelajaran. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa
perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, serangkaian
perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan seorang guru dalam
menghadapi pembelajaran di kelas. Perangkat tersebut digunakan sebagai
pendukung kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada tujuan
pembelajaran.
7. Modul sebagai Bahan Ajar
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis
besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari
siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.
Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan
(fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus
dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan. Menurut Depdiknas (2008:6), bahan ajar adalah segala bentuk
bahan yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
a. Pengertian Modul
Modul merupakan salah satu jenis bahan ajar. Menurut Mulyasa
(2005:43), modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi
serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan serta dirancang secara
sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. Menurut
Sungkono (2003: 4) berpendapat bahwa sebagai salah satu bahan ajar cetak,
modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit
bahan pelajaran. Dengan modul siswa dapat mencapai dan menyelesaikan
bahan belajarnya dengan belajar secara individual. Sedangkan berdasarkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
(2003:4)
mendefinisikan modul sebagai alat ukur atau sarana pembelajaran yang
bersisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang
dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Penulisan modul
bertujuan:
1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbal.
2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa
maupun guru/instruktur.
3) Penggunaan secara tepat dan bervariasi, seperti meningkatkan motivasi
dan gairah belajar bagi siswa, mengembangkan kemampuan dalam
berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya,
memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya
dan memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri
hasil belajarnya.
Berdasarkan pada pengertian di atas modul merupakan salah satu
bentuk bahan ajar berupa media cetak yang berisi satu unit pembelajaran
yang dilengkapi dengan berbagai komponen. Modul memungkinkan siswa
mencapai tujuan secara mandiri. Selain itu, pembelajaran dengan modul
membuat siswa mampu mengevaluasi kemampuan sendiri yang selanjutnya
dapat menentukan kegiatan belajar selanjutnya yang harus dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
b. Karakteristik Modul
Modul agar mampu meningkatkan motivasi penggunanya, maka
modul harus mencakup beberapa karateristik tertentu. Karakteristik untuk
pengembangan modul (Depdiknas, 2008: 3) antara lain:
1) Self Instruction
Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut
memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung
pada pihak lain. Dalam memenuhi karakter self instruction, maka modul
harus:
a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan
pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan
yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas.
c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan
materi pembelajaran.
d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan
untuk mengukur penguasaan peserta didik.
e) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas
atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
h) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik
melakukan penilaian mandiri (self assessment).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
i) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta
didik mengetahui tingkat penguasaan materi.
j) Terdapat
informasi
tentang
rujukan/pengayaan/referensi
yang
mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.
2) Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang
dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah
memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran
secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang
utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu
standar kompetensi/kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati
dan memperhatikan keluasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
yang harus dikuasai oleh siswa.
3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang
tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan
bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan
modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari
dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika peserta didik
masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul
yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai
modul yang berdiri sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
4) Adaptif
Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut
dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).
5) Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Modul
hendaknya
juga
memenuhi
kaidah
user
friendly
atau
bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan
informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan
pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan
mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana,
mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan,
merupakan salah satu bentuk user friendly.
c. Komponen Modul
Komponen-komponen utama yang perlu tersedia di dalam modul
menurut Sarwanto (2011: 27) yaitu: (1) tinjauan mata pelajaran, yang berisi
paparan umum mengenai keseluruhan pokok-pokok isi mata pelajaran yang
mencakup deskripsi mata pelajaran, kegunaan mata pelajaran, kompetensi
dasar, bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan petunjuk belajar;
(2) pendahuluan, yang memuat cakupan modul dalam bentuk deskripsi
singkat, indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan
modul, deskripsi perilaku awal yang memuat pengetahuan dan keterampilan
yang sebelumnya sudah diperoleh, relevansi, urutan butir sajian modul, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
petunjuk belajar yang berisi panduan teknis mempelajari modul tersebut;
(3) kegiatan belajar, di dalam modul terdapat uraian atau penjelasan secara
rinci tentang kegiatan belajar yang diikuti dengan contoh-contoh konkret;
(4) latihan, yang berisi kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa
setelah membaca uraian dalam modul; (5) rambu-rambu jawaban latihan,
merupakan hal-hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan
soal-soal latihan. Kegunaan rambu-rambu jawaban ini adalah untuk
mengarahkan pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari
pertanyaan; (6) rangkuman yang memuat inti dari uraian materi yang
disajikan dalam kegiatan belajar; (7) tes formatif merupakan tes untuk
mengukur penguasaan siswa setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan
Berdasarkan uraian diatas, secara umum komponen-komponen modul
mencakup (1) bagian pendahuluan, (2) bagian kegiatan belajar, dan
(3) daftar pustaka. Bagian pendahuluan mengandung (1) penjelasan umum
mengenai modul, (2) sasaran umum pembelajaran, dan (3) sasaran khusus
pembelajaran. Bagian Kegiatan Belajar mengandung (1) uraian isi
pembelajaran, (2) rangkuman, (3) tes, (4) kunci jawaban, dan (5) umpan
balik.
d. Kelebihan dan Kekurangan Modul
Keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan
modul menurut Santyasa (2009:11), antara lain:
1) Meningkatkan motivasi siswa karena setiap kali mengerjakan tugas
pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
2) Setelah dilakukan evaluasi, unsur kebenaran mudul dapat dievaluasi,
dapat ditinjau modul yang berhasil maupun yang belum berhasil.
3) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan ajar disusun menurut
jenjang akademis dan sistematis.
4) Siswa mencapai hasil berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
5) Bahan pelajaran akan terbagi secara merata dalam kurun waktu satu
semester.
Menurut
Budiono
dan
Susanto
(2006:80-81)
kelemahan
penggunaan modul dalam proses pembelajaran adalah : (1) bila modul
didesain secara kaku dan tidak bervariasi, maka akan timbul kebosanan
dalam diri siswa karena siswa merasa belajar dengan cara-cara yang
monoton. Oleh sebab itu, modul biasanya dilengkapi dengan penggunaan
multimedia sebagai usaha menggugah minat belajar siswa, (2) tidak
semua siswa dan guru cocok dengan pendekatan belajar mandiri seperti
yang diterapkan dalam penggunaan modul, (3) penyusunan modul
biasanya melibatkan suatu tim perencana yang kompleks dan
membutuhkan waktu yang lama untuk menyusun sebuah modul yang
berkualitas baik, (4) karena penyusunan modul melibatkan suatu tim
perencana yang kompleks, maka guru terkadang kesulitan untuk
menyusun sebuah modul yang berkualitas baik. Hal tersebut sesuai
dengan
pendapat
Mulyasa
(2005:47)
yang
menyatakan
bahwa
keterbatasan pembelajaran dengan modul adalah penyusunan modul yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
baik membutuhkan keahlian tertentu, waktu penyusunan cukup lama, dan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
e. Desain Pengembangan Modul
Penulisan modul belajar diawali dengan menyusun desain modul.
Modul yang dihasilkan dinyatakan sebagai buram sampai dengan selesainya
proses validasi dan uji coba. Bila hasil uji coba telah dinyatakan layak,
barulah suatu modul dapat diimplementasikan secara riil di lapangan
(BNSP, 2008:8).
Kedudukan desain dalam pengembangan modul adalah sebagai salah
satu dari komponen prinsip pengembangan yang mendasari dan memberi
arah teknik dan tahapan penyusunan modul. Modul harus dikembangkan
atas dasar hasil analisis kebutuhan dan kondisi. Perlu diketahui dengan pasti
materi belajar apa saja yang perlu disusun menjadi suatu modul, berapa
jumlah modul yang diperlukan, siapa yang akan menggunakan, sumberdaya
yang diperlukan dan telah tersedia untuk mendukung penggunaan modul,
dan hal-hal lain yang dinilai perlu. Selanjutnya, dikembangkan desain
modul yang dinilai paling sesuai dengan berbagai data dan informasi
objektif yang diperoleh dari analisis kebutuhan dan kondisi. Bentuk, struktur
dan komponen modul seperti apa yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan
dan kondisi yang ada.
Menurut Norma (2010), ada lima kriteria dalam pengembangan
modul, yaitu :
1) membantu siswa menyiapkan belajar mandiri,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
2) memiliki rencana kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara
maksimal,
3) memuat isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan
kesempatan belajar kepada siswa,
4) dapat memonitor kegiatan belajar siswa, dan
5) dapat memberikan saran dan petunjuk serta infomasi balikan tingkat
kemajuan belajar siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
pengembangan modul harus
mengikuti langkah-langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut
adalah :
1) analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi,
2) analisis sumber belajar,
3) analisis karakteristik pembelajar,
4) menetapkan sasaran dan isi pembelajaran,
5) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran,
6) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran,
7) menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan
8) pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Langkah-langkah (1), (2), (3), dan (4) merupakan langkah analisis
kondisi pembelajaran, langkah-langkah (5), (6), dan (7) merupakan langkah
pengembangan, dan langkah (8) merupakan langkah pengukuran hasil
pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
8. Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi
merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar
secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri.
Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai
dengan pandangan yang dianut. Winkel (2007:162) mengatakan bahwa prestasi
belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang
siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang
dicapainya. Jadi dengan adanya nilai dari guru dapat diketahui apakah prestasi
belajar siswa itu baik atau tidak.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran
terhadap peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan
instrumen tes atau instrumen lain yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah
hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, huruf, maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai
oleh setiap anak pada periode tertentu.
a. Aspek Afektif
Menurut Dettmer, 2006:73, aspek afektif merupakan kemampuan
yang berkaitan dengan nilai dan sikap. Tingkatan-tingkatan ranah afektif
Dettmer yaitu menerima (receive), menanggapi (respond), menilai (value),
mengorganisasi
(organize),
menginternalisasi
commit to user
(internalize),
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
mengarakterisasi
(characterize),
mengagumi
(wonder),
beraspirasi/menggagas (aspire). Penilaian pada aspek ini terlihat antara lain
pada kedisiplinan atau sikap hormat terhadap guru. Kemampuan afektif
berkaitan erat dengan kecerdasan emosi (EQ) anak. Kemampuan afektif
secara luas disebut juga karakter.
Kemampuan afektif memiliki empat dimensi utama, yaitu respons dan
kemampuan membangun relasi dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
yang selalu berubah, dan relasi dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta dan
tujuan perjalanan kehidupan. Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan
Nasional menetapkan 18 karakter utama dalam Sistem Pendidikan Nasional
meliputi (Chatib, 2013): (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin,
(5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu,
(10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi,
(13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca,
(16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.
Kemampuan afektif sangat penting untuk membawa dua kemampuan
lainnya, yaitu psikomotorik dan kognitif.
b. Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotorik berkaitan dengan kemampuan gerak fisik yang
mempengaruhi sikap mental. Aspek ini menunjukkan kemampuan atau
keterampilan (skill) siswa setelah menerima sebuah pengetahuan. Domain
psikomotorik terbagi atas tujuh kategori, yaitu persepsi, kesiapan, respon
terbimbing, mekanisme, respon yang kompleks, adaptasi, dan originasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Menurut Sudjana (2009: 54), bahwa ada enam tingkatan keterampilan yaitu:
gerak reflek yang merupakan keterampilan pada gerakan yang tidak
disadari; keterampilan pada gerakan dasar; kemampuan perseptual yang
merupakan kemampuan untuk membedakan visual, auditif, motorik, dan
lain-lain; kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan,
ketepatan; gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan yang sederhana
sampai dengan keterampilan yang kompleks; dan kemampuan yang
berkaitan dengan non decursive komunikasi, seperti gerakan ekspresif dan
interpretatif.
c. Aspek Kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir. Sumiati dan Asra (2008:
214) mengemukakan ranah kognitif Bloom berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu knowledge (pengetahuaan),
remember (mengingat), understand (memahami), apply (terapkan), analyze
(analisis), evaluation (evaluasi), dan create (menciptakan). Ketiga aspek
yang pertama disebut keterampilan berpikir tingkat rendah dan ketiga aspek
berikutnya disebut keterampilan berpikir tingkat tinggi. Klasifikasi tujuan
bersifat penjenjangan, artinya setiap tujuan yang ada di bawahnya
merupakan prasyarat untuk tujuan berikutnya yang lebih tinggi.
Aspek kemampuan kognitif berkaitan dengan intelegensi (IQ) anak.
Pada sistem pendidikan formal, aspek ini menjadi pusat perhatian dalam
pengembangan
hasil belajar dibandingkan dua aspek sebelumnya yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
afektif dan psikomotor. Sistem pendidikan cenderung menitikberatkan
kemampuan kognitif sebagai indikator keberhasilan pendidikan.
9. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS)
a. Pengertian Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS)
Pendekatan
JAS
merupakan
salah
satu
inovasi
pendekatan
pembelajaran yang bercirikan memanfaatkan lingkungan sekitar dan
simulasinya sebagai sumber belajar melalui kerja ilmiah, serta diikuti
pelaksanaan belajar yang berpusat pada siswa (Mulyani, S. et al., 2008).
Pendekatan pembelajaran JAS dalam implementasinya menekankan pada
pembelajaran yang menyenangkan. Ini merupakan salah satu komponen dari
PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan).
Pendekatan pembelajaran JAS mendorong peserta didik untuk berprakarsa,
memotivasi,
dan bertanggungjawab
untuk membuat siswa
belajar
sepangjanghayat.
b. Komponen-komponen Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS)
Pendekatan JAS dalam (Mulyani, S., 2008) terdiri atas beberapa
komponen yang sebaiknya dilaksanakan secara terpadu, antara lain:
1) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi maka siswa akan berinteraksi dengan fakta di
lingkungan sehingga menemukan pengalaman dan sesuatu yang
menimbulkan pertanyaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
2) Kontruktivisme
Pengetahuan yang didapatkan dalam proses pembelajaran merupakan
sutu proses pembentukan (kontruksi) yang secara terus menerus, terus
berubah dan berkembang. Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru
sehingga siswa harus mengartikan pelajaran yang disampaikan guru
dengan menyesuaikan terhadap sesuatu yang didapatkan sebelumnya.
3) Proses Sains
Proses sains atau kegiatan ilmiah dimulai ketika seseorang mengamati
sesuatu
yang
menarik
perhatian
sehingga
akan
memunculkan
permasalahan. Permasalahan ini dipecahkan melalui metode ilmiah
sehingga bersifat rasional dan teruji.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep ini menyarankan bahwa hasil pembelajaran didapatkan dari
kerjasama dengan orang lain. Dalam sebuah kelas yang konstekstual guru
diharapkan
melaksanakan
belajar
kelompok.
Guru
juga
bisa
berkolaborasi dengan mendatangkan ahli ke kelas sebagai narasumber
sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung dari ahlinya.
5) Bioedutainment
Melalui komponen ini, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada diri
siswa dapat diamati. Kegiatan belajar dikaitkan dengan situasi nyata,
sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh
siswa. Siswa dapat mempelajari berbagai konsep dan cara dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
mengaitkannya di kehidupan nyata, sehingga hasil belajarnya lebih
berdaya guna.
6) Assesment Autentik
Assesment merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan siswa. Proses ini dilakukan selama
proses pembelajaran terintegrasi dalam pembelajaran, bukan hanya pada
akhir pembelajaran saja. Pembelajaran yang benar ditekankan pada upaya
membantu siswa agar mampu mempelajari. Assessment menekankan
pada prosesnya sehingga data harus diperoleh dari kegiatan nyata pada
saat melakukan proses pembelajaran. Penilaian autentik menilai
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa. Karakteristik
penilaian ini adalah :
a) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran,
b) bisa digunakan untuk formatif dan sumatif,
c) yang diukur keterampilan dan performansi,
d) berkesinambungan,
e) terintegrasi, dan
f) dapat digunakan sebagai umpan balik.
c. Penerapan Pendekatan JAS
Menurut Ridlo (2005), pndekatan JAS mengajak peserta didik aktif
mengeksplorasi lingkungan sekitarnya untuk mencapai kecakapan kognitif
afektif, dan psikomotornya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan
keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan menyikapi dan penguasaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
bermasyarakat. Lingkungan sekitar dalam hal ini bukan saja sebagai sumber
belajar tetapi menjadi objek yang harus diuntungkan sebagai akibat adanya
kegiatan pembelajaran. Pendekatan JAS berbasis pada akar budaya,
dikembangkan sesuai metode ilmiah dan dievaluasi dengan berbagai cara.
Pendekatan JAS merupakan pendekatan kodrat manusia dalam
upayanya mengenali alam lingkungannya. Pembelajaran melalui pendekatan
JAS memungkinkan peserta didik mengembangkan potensinya sebagai
manusia yang memiliki akal budi. Pendekatan JAS menekankan pada
kegiatan belajar yang dikaitkan dengan lingkungan alam sekitar kehidupan
peserta didik dan dunia nyata, sehingga selain dapat membuka wawasan
berpikir yang beragam, siswa juga dapat mempelajari berbagai konsep dan
cara mengaitkannya dengan masalah-masalah kehidupan nyata. Dengan
demikian, hasil belajar siswa lebih bermakna bagi kehidupannya, sebagai
makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan integritas dirinya (Ridlo, 2005).
Menurut Ridlo (2005), ciri kegiatan pembelajaran dengan pendekatan
penjelajahan alam sekitar adalah: (1) dikaitkan dengan alam sekitar secara
langsung, tidak langsung maupun menggunakan media; (2) ada kegiatan
peramalan,
pengamatan,
dan
penjelasan;
(3)
ada
laporan
untuk
dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan penjelajahan
adalah model pembelajaran yang lebih berpusat pada keaktifan siswa dan
lebih memaknakan sosial. Pendekatan pembelajaran JAS menekankan pada
kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta
didik.
10. Materi Gerakan Bumi dan Bulan
a. Bumi
1) Bentuk dan Ukuran Bumi
Berbagai bukti telah dikemukakan orang bahwa bentuk bumi itu
bulat. Bukti yang paling mutakhir adalah bentuk bumi sebagaimana
terlihat dari satelit buatan, dan kapal ruang angkasa pada abad ke-20.
Menurut Hidayat, B., (1978:34) bahwa bumi bulat dan permukaannya
melengkung dapat dibuktikan dengan kenyataan-kenyataan. Pada saat
matahari terbenam, awan, dan gunung yang tinggi masih kelihatan
terang, artinya masih mendapat sinar matahari. Ini hanya terjadi jika
bumi bulat (Didjosoemarto, S., dkk., 1991:471). Bukti sejarah
menyatakan jika berlayar terus ke satu arah, maka akan tiba kembali di
tempat semula seperti yang dilakukan oleh Magelhaens tahun 1522.
Berdasarkan
pengukuran-pengukuran
yang
lebih
akurat
menunjukkan bahwa bumi itu tidak bulat benar-benar seperti bola,
melainkan menyerupai oblate spheroid, yaitu agak pepat pada kutubkutubnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Gambar 2.1. Bentuk Bumi Bulat Pepat
Berdasarkan Gambar 2.1., titik A vertikal merupakan panjang jejari
kutub bumi yaitu 6,35 x 106 m dan titik B horisontal merupakan jejari
ekuator bumi yaitu 6,38 x 106 m. Bentuk seperti ini disebut geoid, yaitu
suatu bentuk yang berbeda dari bentuk planet-planet lainnya, dan hanya
dimiliki oleh bumi (ellipsoid triaxial/krasovsky ellipsoid). Secara
teoritis pepatnya bola bumi disebabkan adanya rotasi sejak awal
pembentukannya ketika bumi belum padat. Akibatnya, pada bagian
yang searah dengan sumbu rotasi akan terjadi pemampatan, sedangkan
yang tegak lurus, yaitu yang searah dengan ekuator akan mengalami
pengembangan.
2) Rotasi Bumi
Perputaran bumi pada porosnya atau disebut rotasi dengan arah
barat timur. Berdasarkan Gambar 2.2. yaitu dari titik A ke B. Hal
tersebut mengakibatkan seolah-olah gerakan matahari dan benda-benda
langit yang lain bergerak dari timur ke barat atau disebut gerak semu
harian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Gambar 2.2. Rotasi Bumi
Selama mengitari matahari, poros bumi selalu miring 23,5o
terhadap garis yang tegak lurus normal ekliptika. Peredaran bumi
mengelilingi matahari terlihat seakan-akan matahari yang bergeser
membentuk sudut 23,5 0 terhadap normal ekliptika atau disebut garis
lintang utara (23,50 LU ), menuju ke ekuator (00), bergeser membentuk
sudut -23,5 0 terhadap normal ekliptika atau ke arah garis lintang selatan
(23,50 LS), kembali lagi ke ekuator, dan seterusnya, yang disebut gerak
semu tahunan matahari. Berikut ini adalah dampak rotasi bumi:
a) Pergantian Siang dan Malam
Bumi berotasi, maka bagian bumi yang terkena sinar matahari tidak
tetap, tetapi bergiliran. Menurut Supiyanto (2002:102), setengah
bagian bumi terkena sinar matahari (terjadi siang hari) dan setengah
bagian bumi tidak terkena sinar matahari (terjadi malam hari).
b) Perbedaan Waktu Berbagai Tempat di Muka Bumi
Terjadinya siang dan malam bukan suatu yang tiba-tiba, tetapi
merupakan proses yang berlangsung perlahan-lahan. Seluruh
permukaan bumi dibagi-bagi menurut jaring-jaring derajat. Jaring-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
jaring derajat itu dinamakan garis lintang dan garis bujur. Kala rotasi
bumi memerlukan waktu 24 jam. Satu kali rotasi semua tempat di
permukaan bumi putarannya 360 0 bujur. Bumi kita dibagi menjadi
24 daerah waktu, sehingga setiap daerah waktu meliputi 15 0 bujur.
Garis bujur 0 0 melewati kota Greenwich, sehingga waktu pangkal
ditetapkan di Greenwich. Jika waktu standar di sebelah barat bujur 00
waktunya dikurangi sebaliknya di sebelah timur 00 waktunya
ditambah. Sebagai contoh Indonesia memiliki tiga bujur standar
yaitu 1050, 120 0, 1350 Bujur Timur, dengan demikian waktu
lokalnya berturut-turut adalah waktu Greenwich ditambah 7 jam, 8
jam, dan 9 jam (Rachman, B., 2010:18).
c) Gerak Semu Harian Bintang
Efek dari gerak rotasi bumi ini adalah terbit-terbenamnya bintangbintang, yang disebut juga sebagai pergerakan semu bola langit.
Matahari terlihat terbit di timur dan tenggelam di barat. Terbit dan
tenggelamnya matahari disebut gerak semu harian matahari. Bumi
berotasi dari barat ke timur (berlawanan arah jarum jam dilihat dari
kutub utara ekliptika), sehingga yang terlihat dari bumi, pergerakan
semu langit adalah dari timur ke barat. Sumbu rotasi bumi tidak
sebidang dengan bidang edarnya mengelilingi matahari. Bidang edar
bumi mengelilingi matahari ini dinamakan ekliptika. Terhadap
ekliptika ini, equator bumi membentuk sudut 23,50. Dengan kata
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
lain, sumbu rotasi bumi membentuk sudut 23,50 terhadap normal
bidang ekliptika (Gambar 2.2.).
3) Revolusi Bumi
Revolusi bumi adalah peredaran bumi mengelilingi matahari. Bumi
mengelilingi matahari pada orbitnya sekali dalam waktu 365
hari.
Periode revolusi bumi, yaitu waktu yang diperlukan bumi untuk
berputar sekali mengelilingi matahari adalah satu tahun, tepatnya 365
hari 6 jam 9 menit 10 sekon. Waktu inilah yang disebut sebagai satu
tahun sideris (Supiyanto, 2002: 102).
Ternyata poros bumi tidak tegak lurus terhadap bidang ekliptika
melainkan miring dengan arah yang sama membentuk sudut 23,50.
Sudut ini diukur dari garis imajiner yang menghubungkan kutub utara
dan kutub selatan yang disebut dengan sumbu rotasi. Revolusi ini
menimbulkan beberapa gejala alam yang berlangsung secara berulang
tiap tahun di antaranya perbedaan lama siang dan malam, gerak semu
tahunan matahari, perubahan musim, dan perubahan penampakan rasi
bintang, serta kalender masehi. Berikut ini adalah dampak revolusi
bumi:
a) Perubahan Lamanya Siang dan Malam
Pada tanggal 21 Maret dan 23 September setiap tahunnya, semua
tempat di bumi (kecuali kutub) mengalami siang dan malam hari
sama panjang, yaitu 12 jam. Ini karena semua tempat mendapat sinar
matahari selama 12 jam dan tidak mendapatkannya 12 jam. Tanggal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
21 Juni ketika matahari ada pada kedudukan paling utara, yakni
23,5o LU, belahan bumi utara mengalami siang lebih panjang
daripada malam. Sebaliknya di belahan bumi selatan, lamanya siang
akan lebih pendek daripada malam. Daerah dalam lingkaran kutub
utara mendapat sinar matahari selama 24 jam, sehingga siang akan
terjadi secara terus menerus pada waktu itu. Sebaliknya di daerah
lingkaran kutub selatan tidak mendapat sinar matahari selama 24
jam, sehingga malam terjadi secara terus menerus pada waktu itu.
b) Pergantian musim
Revolusi bumi dan kemiringan poros bumi terhadap ekliptika
mengakibatkan terjadinya pergantian musim.
Gambar 2.3. Revolusi Bumi
Sumber: http://belajar.dindikptk.net/
Berdasarkan Gambar 2.3., revolusi bumi dari 21 Maret sampai
dengan 21 Juni, kutub utara makin condong ke arah matahari,
sebaliknya kutub selatan makin menjauh dari matahari. Ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
menyebabkan belahan bumi utara mengalami musim semi (spring)
dan belahan bumi selatan mengalami musim gugur (autum). Pada
tanggal 21 Juni, matahari berada di 23,5 o LU dan kutub utara
menghadap ke matahari. Belahan bumi utara mendapat pemanasan
lebih besar dari belahan bumi selatan, sehingga di belahan bumi
utara mengalami puncak musim panas dan sebaliknya di belahan
bumi selatan akan mengalami musim dingin.
Pada pada tanggal 21 September sampai dengan 21 Desember, kutub
utara menjauhi matahari dan sebaliknya belahan bumi selatan
mendekati matahari. Dalam periode ini belahan bumi utara akan
mengalami musim dingin (winter) dan belahan bumi selatan akan
mengamai musim panas (summer). Bersamaan dengan itu belahan
bumi utara mengalami siang yang makin panjang tetapi masih tetap
lebih pendek daripada malam harinya, sebaliknya belahan bumi
selatan mengalami siang yang makin pendek tetapi masih tetap lebih
panjang daripada malamnya.
c) Terjadinya Paralaks Bintang
Paralaks bintang merupakan salah satu metode untuk menentukan
jarak bintang yaitu dengan cara mengukur sudut paralaksnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
R
r
Gambar 2.4. Paralaks Bintang
Sumber:www.ahmadsuyanto67.files.wordpress.com
Konsep
pengukuran
jarak
dengan
metode
paralaks
dapat
dibayangkan bahwa seluruh benda langit yang dilihat dari bumi
merupakan proyeksi terhadap bidang langit. Berdasarkan Gambar
2.4., bintang latar belakang dianggap diam letaknya sangat jauh dari
bumi sehingga selama periode revolusi bumi bintang-bintang
tersebut tidak terlihat bergerak. Diasumsikan lintasan orbit bumi
berbentuk lingkaran dengan jejari r. Pada saat bumi berada di titik
A, bintang bila dilihat dari bumi akan terlihat di titik A’. Setelah
seperempat periode revolusi bumi, bintang akan terlihat di titik B
dan bintang akan terlihat di titik B’. Seperempat periode revolusi
bumi berikutnya, bumi akan terletak di titik C dan bintang akan
terlihat di titik C’. Bila ada bintang yang ingin di ukur jaraknya,
dinotasikan jaraknya dengan R. Secara praktik, metode ini dilakukan
dengan cara memotret lokasi langit yang sama (dengan teknik
khusus secara astrofotografi). Pemotretan dilakukan beberapa kali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
selama satu tahun (1 periode revolusi bumi). Dari hasil citra tersebut
akan
diketahui
ada
beberapa
bintang
yang
bergeser-geser
membentuk lintasan lingkaran. Dari radius pergeseran tersebut, maka
dapat diketahui jarak bintang itu jika diukur dari bumi. Terdapat
sudut p pada segitiga tersebut, biasa disebut sudut paralaks. Sudut
paralaks ini merupakan radius sudut pergeseran bintang karena bumi
mengelilingi matahari. Berdasarkan Gambar 2.3., konfigurasi
bintang, matahari, dan bumi membentuk sudut segitiga siku-siku.
Dari segitiga siku-siku di atas didapat hubungan trigonometri yaitu:
sin p =
.................................................................. (2.1)
Karena sudut p sangat kecil, biasanya dalam satuan detik busur ('),
maka:
sin( ) ≈
................................................................................. (2.2)
sehingga,
p≈
........................................................................ (2.3)
Oleh karena satuan yang berbeda, derajat dan radian, maka perlu
dikonversi persamaan sebagai berikut:
p (0) x 0,017=
p(0) = 57,3
p( )= 3438
p(")= 206280
....................................................... (2.4)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Jarak matahari-bumi yaitu 1 AU (unit astronomi) atau 150 juta km.
Maka persamaan 2.4 dapat dituliskan sebagai berikut:
p(")= 206280
d
=
(′′)
............................................................ (2.5)
Maka didapatkan satuan baru yaitu parsek (pc). Parsek yaitu jarak
objek dengan sudut paralaks 1 detik busur (") atau sama dengan
206280 AU atau 3,09 x 10 16 m. Sehingga persamaan 2.5 dapat
disederhanakan menjadi:
(
)=
( )
.............................................................................. (2.6)
Satu parsek sama dengan ~3,26 tahun cahaya. Satu tahun cahaya
merupakan jarak yang ditempuh cahaya dalam 1 tahun. Laju cahaya
yaitu sekitar 3 x 10 8 m/s. Sehingga jarak yang ditempuh cahaya
dalam satu tahun yaitu ~9,4 x 10 15 m.
d) Perubahan Kenampakan Rasi Bintang
Rasi bintang adalah susunan bintang-bintang yang tampak dari bumi
membentuk pola-pola tertentu. Bintang-bintang membentuk sebuah
rasi sebenarnya tidak berada pada lokasi yang berdekatan. Karena
letak bintang-bintang itu sangat jauh, maka ketika diamati dari bumi
seolah-olah tampak berdekatan. Rasi bintang yang dikenal antara
lain Aquarius, Pisces, Gemini, Scorpio, Leo, dan lain-lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
e) Kalender Masehi
Berdasarkan pembagian bujur, yaitu bujur barat dan bujur timur,
maka batas penanggalan internasional ialah bujur 1800 , akibatnya
apabila dibelahan timur bujur 180 0 tanggal 15 maka di belahan barat
bujur 180 0 masih tanggal 14, seolah-olah melompat satu hari.
Hitungan kalender masehi berdasarkan pada kala revolusi bumi,
dimana satu tahun sama dengan 365 ¼ hari. Kalender masehi yang
mula-mula digunakan adalah kalender Julius Caesar atau kalender
Julian. Kalender julian berdasarkan pada selang waktu antara satu
musim semi dengan musim semi berikutnya dibelahan bumi utara.
Selang waktu ini tepatnya adalah 365,242 hari atau 365 hari 5 jam 48
menit 46 sekon.
4) Integrasi Materi IPA dan Budaya Jawa
a) Gerak semu harian bintang
Pada zaman dahulu dalam masyarakat Jawa hampir tidak dijumpai
rumah menghadap ke barat dan demikian pula halnya yang menghadap
ke timur. Rumah masyarakat Jawa pada umumnya menghadap ke
selatan. Berdasarkan sudut pandang sains hal tersebut disebabkan oleh
efek dari gerak rotasi bumi. Bumi berotasi dari barat ke timur
(berlawanan arah jarum jam dilihat dari kutub utara ekliptika), sehingga
yang terlihat dari bumi, pergerakan semu langit adalah dari timur ke
barat. Sedangkan keterkaitan dengan perubahan musim, musim
kemarau terjadi saat posisi matahari ada di belahan bumi utara pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
o
koordinat 23,5 LU), sehingga suhu udara di utara khatulistiwa tinggi
dan tekanan udaranya minimum (-). Sementara di selatan khatulistiwa,
suhu udara rendah dan tekanan udaranya maksimum (+). Supaya saat
siang hari cahaya matahari tidak langsung masuk ke rumah, maka
rumah di buat menghadap ke selatan. Sebaliknya saat musim
penghujan, posisi matahari ada di belahan bumi selatan yaitu pada
o
koordinat -23,5
LS. Hal ini berakibat suhu udara di selatan
khatulistiwa tinggi dan tekanan udaranya minimum (-). Sedangkan suhu
udara di utara khatulistiwa rendah dan tekanan udaranya maksimum
(+). Akibatnya, bertiup arus angin musim timur laut di selatan
khatulistiwa membelok menjadi angin musim barat laut, sinar matahari
diperlukan untuk membantu mengeringkan ”tempias” air hujan yang
masuk ke serambi rumah.
b) Perubahan Musim
Perubahan musim juga sudah dipelajari oleh nenek moyang masyarakat
Jawa sejak dulu. Dalam bahasa Jawa sistem pembagian musim dikenal
dengan
pranata
mangsa.
Sebagai
contoh
pranata
mangsa
dimanfaatkan untuk menentukan waktu memulai tandur (menanam
padi), menuai padi, dan menanam palawija. Terdapat empat mangsa
(musim) berdasarkan masyarakat Jawa, yaitu mangsa katiga (88 hari),
labuh (95 hari), rendheng (94 hari), dan mareng (88 hari).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Gambar 2.5. Siklus Penanggalan Pranata Mangsa
Sumber: http://jakarta45.wordpress.com/2012/12/30/25389/
Penanggalan pranata mangsa didasarkan pada bulan mengitari bumi.
Berdasarkan Gambar 2.5., dalam siklus satu tahun (354 hari), dengan
pembagian 12
mangsa.
Penjabaran
pranata
mangsa
menurut
masyarakat Jawa adalah sebagai berikut:
1) Musim kemarau (mangsa terang), pada bulan Juni, Juli, dan Agustus
merupakan penentuan permulaan mangsa Kasa yang terjadi pada
saat matahari berada belahan bumi utara pada 22 Juni (23,50 LU).
Jika diamati dari khatulistiwa, matahari tampak bergeser ke utara
yang menandakan terjadinya musim kemarau. Mangsa Kasa
(Sapigumarah), dimulai pada 22 Juni dan berusia 41 hari. Hal ini
ditandai dengan gugurnya daun dan petani mulai menanam palawija.
Mangsa Karo (Tagih), dimulai pada 2 Agustus dan berusia 23 hari.
Hal ini ditandai dengan palawija mulai tumbuh dan tanah mulai
retak/berlubang. Mangsa Katiga (Lumbung), dimulai pada 25
Agustus dan berusia 24 hari. Pada musim ini lahan tidak ditanami,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
karena panas sekali. Palawija mulai di panen dan berbagai jenis
bambu tumbuh.
2) Musim pancaroba kedua (mangsa labuh) yang terjadi pada bulanbulan September,
Oktober, dan November. Mangsa
Kapat
(Jarandawuk), mulai 18 September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada
(jarang) tanaman, karena musim kemarau. Para petani mulai
menggarap sawah untuk ditanami padi gaga. Mangsa Kalima
(Banyakangkrem), mulai 13 Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada
hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di
pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai
tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Mangsa Kanem
(Gotongmayit), mulai 9 November, berusia 43 hari. Para petani
mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buahbuahan (durian, rambutan, manggis, dan lain-lain).
3) Musim hujan (mangsa udan) yang biasa terjadi pada bulan-bulan
Desember, Januari, dan Februari. Mangsa Kapitu dimulai pada 22
Desember saat matahari ada di belahan bumi selatan (-23,50 Lintang
Selatan). Jika diamati dari khatulistiwa, matahari tampak bergeser ke
selatan yang menandakan terjadinya musim penghujan. Mangsa
Kapitu (Bimasekti), mulai 22 Desember, usianya 43 hari. Benih padi
mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir.
Mangsa Kawolu (Wulanjarangurum), mulai 3 Februari, usianya 26
hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, larva kumbang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
mulai banyak. Mangsa Kasanga (wuluh), mulai 1 Maret, usianya 25
hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik
mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara.
4) Musim pancaroba kesatu (mangsa mareng) yang terjadi pada bulan
Maret, April, dan Mei. Mangsa Kasepuluh (Waluku), mulai 26
Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak
hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Desta
(Lumbung), mulai 19 April, berusia 23 hari. Seluruhnya memanen
padi. Sadha (Tagih), mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para petani
mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya
tersisa
jerami,
sehingga
merupakan
musimnya
para
petani
menumpuk jerami.
c) Rasi Bintang
Garis imajiner antara bintang-bintang yang kemudian membentuk
sebuat rasi bintang. mengelompokkan bintang-bintang menjadi satu rasi
tapi juga membagi ekliptika (area yang dilintasi matahari dalam siklus
tahunannya) menjadi 12 area dengan besaran yang sama yakni 300.
Kedua belas area itu kemudian diisi masing-masing oleh satu rasi
bintang yang kemudian dikenal sebagai konstelasi zodiak.
Jika
matahari bergerak dengan kecepatan yang sama maka akan memasuki
rasi yang baru setiap 30 hari sehingga bisa dikatakan matahari akan
berada di setiap rasi selama 30 hari atau satu konstelasi untuk 1 bulan
dimulai dengan posisi matahari di vernal equinox (matahari berada di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
titik equinox pada tanggal 21 Maret, pada daerah lintang utara antara
23,50 – 60 0), yang pada masa itu merupakan saat matahari berada di rasi
Aries. Ke-12 rasi itu adalah: Aries (21 Maret – 19 April), Taurus (20
April – 20 Mei), Gemini (21 Mei – 20 Juni), Cancer (21 Juni – 22 Juli),
Leo (23 Juli – 22 Agustus), Virgo (23 Agustus – 22 September), Libra
(23 September – 22 Oktober), Scorpio (23 Oktober – 21 November),
Sagitarius (22 November – 21 Desember), Capricorn (22 Desember –
19 Januari), Aquarius (20 Januari – 18 Februari), dan Pisces (19
Februari – 20 Maret). Pembagian area ini mempermudah pekerjaan para
pengamat langit untuk mencatat posisi matahari, bulan dan planet
dengan adanya titik acuan yakni bintang-bintang. Dan sistem ini
menjadi sistem koordinat langit pertama yang dibuat dan kemudian
berkembang menjadi sistem koordinat yang dikenal saat ini sistem
koordinat equatorial (Gambar 2.6).
Gambar 2.6. Koordinat Rasi Bintang
Sumber: http://langitselatan.com/
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Bumi berotasi pada porosnya dengan perputaran sumbu rotasi bumi
ini memiliki periode 25765 tahun. Karena perubahan yang sangat
lambat dalam hal orientasi dengan bintang. Posisi matahari di langit
pada vernal equinox bergeser perlahan ke barat yang artinya juga
bergeser dari penanggalan. Inilah yang disebut efek presesi equinox.
Laju pergeseran itu 1 hari setiap 71 tahun. Contoh pada tahun 2011
ketika vernal equinox terjadi pada tanggal 21 Maret, posisi matahari
tampak berada di rasi Pisces di dekat perbatasan Aquarius. Berbeda
dengan saat pertama kali konstelasi zodiak dipetakan pada kisaran
tahun 1370 SM, pada masa itu vernal equinox terjadi ketika Matahari
masih berada di rasi aries. Presesi sumbu rotasi bumi inilah yang
menyebabkan terjadinya pergeseran waktu matahari berada pada rasi
tertentu.
Sebenarnya pola-pola rasi bintang sudah dipetakan oleh orangorang Jawa, beserta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kehidupan masyarakat Jawa juga memiliki imajinasi akan bentukbentuk rasi seperti Waluku (Orion), Wuluh (Pleaides), Kelapa Doyong
(Scorpio), Sapi Gumarang (Taurus), dll. Tak hanya berimajinasi,
benda-benda langit ini juga diggunakan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai penentu waktu bercocok tanam, kalender, maupun navigasi.
Salah satu contohnya adalah Bintang Salib Selatan (Southern Cross
atau nama latinnya Crux) atau yang dikenal juga sebagai Bintang
Layang-layang.
Di wilayah Jawa,
commit to user
orang-orang
zaman
dahulu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
melihatnya dan mengenalnya sebagai Lintang Pari dan juga Lintang
Gubug Penceng. Rasi bintang ini sangat berguna bagi nelayan untuk
menentukan arah selatan jika berlayar di laut.
a
b
Gambar 2.7. a. Rasi Bintang Pari, b. Rasi Bintang Beruang Besar
Sumber: http://file.upi.edu/
Berdasarkan Gambar 2.7. a, jika ditarik garis semu dari bintang
paling atas pada rasi ini ke bintang yang berada di posisi paling bawah
di rasi ini dan terus lurus ke horizon langit akan sampai pada titik Kutub
Selatan. Berdasarkan hal tersebut para nelayan mengasosiasikannya
dengan bentuk ikan pari.
Lintang Kartika, yang dalam dunia barat lebih dikenal dengan
Pleiades atau The Seven Sisters (karena memang bintang yang jelas
terlihat dari bumi berjumlah tujuh buah) atau rasi bintang Beruang
Besar. Gambar 2.7. b, menunjukkan rasi bintang Beruang Besar yang
dimanfaatkan untuk mencari arah utara. Bintang tersebut diasosiasikan
juga sebagai tujuh bidadari, yang direpresentasikan dalam tarian
Bedhaya Ketawang di Keraton Mataram. Di wilayah Pantai Utara Jawa
rasi ini digunakan untuk menandakan waktu (kalender) dalam
penanggalan Jawa. Menurut masyarakat Jawa, jika rasi ini sudah terbit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
sekitar 50° di langit dengan titik acuan adalah pengamat, maka musim
ketujuh (mangsa kapitu) pun dimulai. Mangsa kapitu merupakan
musim yang baik untuk para petani mulai menanam padi. Pada musim
ini, matahari ada di belahan bumi selatan (-23,50 LS). Jika diamati dari
khatulistiwa, matahari tampak bergeser ke selatan yang menandakan
terjadinya musim penghujan.
a
b
Gambar 2.8. a. Rasi Bintang Orion, b. Rasi Bintang Scorpio
Sumber: http://file.upi.edu/
Berdasarkan Gambar 2.8. a, Lintang Waluku atau Orion. Rasi
bintang ini dapat dilihat di langit sebelah barat antara 85° LU dan 75°
LS. Tampak paling jelas selama bulan Januari. Oleh masyarakat Jawa,
rasi bintang waluku atau “bintang bajak” digunakan sebagai tanda bagi
para petani jaman dulu untuk mulai menggarap sawah dan ladangnya
sebagai bagian dari mangsa udan.
Rasi bintang Scorpio (Kalajengking) (Gambar 2.8. b) dalam tradisi
Jawa terdahulu dikenal dengan nama sebagai Banyakangrem (angsa
mengeram) dan digunakan para petani sebagai tanda mulainya mangsa
kalima. Rasi bintang ini dapat menjadi petunjuk arah tenggara/timur,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
dilewati oleh garis imajiner ekliptika dengan titik koordinat 400 LU dan
900 LS.
b. Bulan
1) Bulan Sebagai Satelit Bumi
Bulan merupakan satelit bumi dalam sistem tata surya. Sebagaimana
benda-benda langit lain, bulan juga berbentuk bulat dengan diameternya
adalah 3,48 x 10 6 m, sedangkan masa bulan 7,35 × 1022 kg. Jarak bulan
dengan bumi terjauh atau apogee (Yunani: ap artinya jauh, gee artinya
bumi) adalah 363,10 x 106 m, sedangkan jarak terdekatnya dari bumi atau
perigee (Yunani: peri artinya dekat, gee artinya bumi) adalah 405,70 x
106 m.
2) Bentuk dan Ukuran Bulan
Bentuk permukaan bulan terdiri dari bagian-bagian yang disebut:
a) Terra, yaitu daerah terlihat terang, ditaburi kawah.
b) Marta, yaitu daerah gurun batuan gelap yang diselubungi lava basah,
hanya sedikit terdapat kawah.
c) Lembah, terdapat banyak lembah sempit (riil) ada yang memanjang
hingga 100 km.
d) Gunung, ada yang mencapai ketinggian 8,0 x 103 m.
e) Kawah, diduga jumlahnya mencapai 40.000 dengan diameternya
antara 2000–200.000 m. Kawah ini kemungkinan berasal dari kegiatan
vulkanis dan tumbukkan meteorit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Bulan melakukan tiga gerakan sekaligus. Pertama bulan mengelilingi
sumbunya sendiri atau gerakan rotasi, bulan mengelilingi bumi atau revolusi
bulan, dan bersama-sama dengan bumi mengelilingi matahari. Wajah bulan
yang mengahadap bumi selalu sama. Hal ini disebabkan periode rotasi bulan
sama dengan periode revolusinya. Saat bulan selesai melakukan satu
putaran mengelilingi bumi (revolusi bulan), maka bulan juga melakukan
satu putaran pada porosnya sendiri (rotasi bulan). Periode revolusi dan rotasi
yang sama disebabkan oleh fenomena yang dinamakan tidal locking atau
penguncian pasang/gravitasi. Fenomena tidal locking terjadi adalah karena
adanya torsi yang diberikan bumi kepada bulan, dan bulan bereaksi dengan
menyesuaikan periode rotasinya sehingga tercapai kesetimbangan yaitu saat
periode rotasinya sama dengan periode revolusinya.
Gambar 2.9. Fenomena Tidal Locking
Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.com/
Berdasarkan Gambar 2.9., penguncian pasang terjadi sebagai akibat
dari gaya gravitasi yang bekerja pada tonjolan pasang (tidal bulges) bulan.
Tonjolan ini diciptakan oleh gravitasi bumi yang bekerja pada permukaan
bulan. Gaya gravitasi ini menyebabkan permukaan bulan yang terdekat
dengan bumi menonjol keluar, yang menyebabkan bentuk bulan terdistorsi
menjadi bola elips.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Gambar 2.10. Tidal Locking Menyebabkan Tonjolan tidak Sejajar lagi dengan
Sumbu Bulan-Bumi
Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.com/
Jadi jika bulan berputar searah jarum jam, maka tonjolan ini akan
bergerak bersama dengan rotasi searah jarum jam, yang menyebabkan
tonjolan tidak sejajar lagi dengan sumbu bulan-bumi (garis putus-putus C ke
D). Jika tonjolan tidak sejajajar lagi dengan sumbu CD, hal ini
mengakibatkan ada bagian dari tonjolan yang lebih dekat ke bumi daripada
bagian lainnya. Gaya gravitasi bumi menarik lebih kuat pada bagian
tonjolan yang terdekat daripada bagian yang jauh.
Pada Gambar 2.10., tarikan pada tonjolan B menyebabkan bulan
berputar berlawanan arah jarum jam di sekitar poros. Gaya rotasi
berlawanan arah jarum jam ini, yang disebut torsi, berlawanan arah,
memperlambat, dan akhirnya mencapai keseimbangan dengan rotasi alami
bulan yang searah jarum jam. Ekuilibrium atau titik keseimbangan tercapai
ketika rotasi bulan diperlambat ke titik di mana tonjolan tidak lagi miring.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
C
D
Gambar 2.11. Tidal locking atau Penguncian Pasang/Gravitasi
Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.com/
Proses pada Gambar 2.11., bumi dapat memperlambat bulan ke titik
penguncian pasang. Hal tersebut mengakibatkan wajah bulan terlihat sama
saat diamati dari bumi.
3) Fase Bulan
Fase bulan merupakan bentuk bulan yang selalu berubah-ubah jika
dilihat dari bumi. Fase bulan itu tergantung pada kedudukan bulan terhadap
matahari dilihat dari bumi. Berdasarkan acuan revolusinya, bulan memiliki
dua periode yang berbeda. Periode bulan sideris adalah selang waktu yang
diperlukan untuk berevolusi 360 0 (tepat 1 putaran) mengitari bumi dengan
mengacu ke suatu bintang dengan waktu 27
hari. Periode bulan sinodis
adalah periode bulan berdasarkan fase-fase bulan, yaitu mulai dari bulan
baru sampai bulan baru berikutnya dengan waktu
untuk berevolusi 3900 (lebih dari 1 putaran).
commit to user
hari dan diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
7
8
6
22,50 hari
26,00 hari
M
18,50 hari
B
29,5 hari
1
3,5 hari
14,25 hari
5
b
11,25 hari
7,5 hari
2
4
3
Gambar 2.12. Fase Bulan
Sumber: http://file.upi.edu/
Berdasarkan Gambar 2.12., Pada fase bulan baru atau bulan mati
yaitu pada titik 1, bulan berada dalam konjungsi yaitu bulan berada pada
satu garis lurus di antara bumi (B) dan matahari (M). Pada waktu ini sisi
bulan yang membelakangi bumi akan mendapat sinar matahari,
sedangkan sisi bulan yang menghadap bumi tidak mendapat cahaya
matahari. Akibatnya bulan tidak nampak dari bumi.
Begitu meninggalkan fase bulan baru atau bulan mati, maka bulan
mulai kelihatan. Mula-mula bulan sabit pada titik 2, makin lama makin
besar dan sampai pada kwartir pertama, yaitu titik 3. Pada kondisi ini,
separuh bagian bulan yang menghadap bumi mendapat cahaya matahari,
karena itu bulan terlihat setengah cakram.
Dari kwartir pertama, bulan menuju kwartir kedua atau bulan
purnama pada titik 5, yaitu bulan berada segaris dengan bumi tetapi
dengan posisi membelakangi matahari atau disebut bulan dalam oposisi.
Pada saat ini bumi berada antara bulan dan matahari. Seluruh bagian
bulan yang menghadap bumi mendapat cahaya matahari sehingga kita
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
dapat melihat bulan paling besar, yang disebut bulan purnama atau bulan
penuh.
Dari bulan purnama, bulan bergerak menuju kwartir ketiga yaitu titik
7. Pada posisi ini bulan terlihat setengah cakram. Selanjutnya bulan
kembali ke titik 1. Bulan kelihatan semakin kecil atau disebut bulan baru
atau bulan mati. Bulan baru atau bulan mati ini berarti permulaan bagi
bulan berikutnya.
Bulan pada kuartir pertama (titik 3) dan kwartir ketiga (titik 7)
terlihat hampir sama jika diamati dari bumi yaitu setengah cakram.
Perbedaan keduanya saat kwartir pertama, bulan tampak setengah cakram
sebelah kanan dan saat menempuh waktu 7,50 hari. Sedangkan, pada
kwartir ketiga, bulan tampak setengah cakram sebelah kiri dan
menempuh waktu 22,50 hari.
Pada titik 2 dan 8, memiliki kesamaan yaitu pada posisi bulan sabit.
Perbedaan keduanya, pada titik 2 periode revolusi bulan saat menempuh
3,50 hari dengan bulan sabit sebelah kanan sedangkan titik 8 adalah 26
hari dengan bulan sabit sebelah kiri. Titik 6 dan 8 juga berlaku demikian.
Titik 4 dengan periode revolusi menempuh 11,25 hari sedangkan titik 6
adalah 18,50 hari.
4) Integrasi Materi IPA dan Budaya Jawa
Fase peredaran bulan sinodis ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang
tinggal di pulau Jawa untuk membuat suatu perhitungan pembuatan
kalender. Kalender khas ini dinamakan kalender Jawa atau dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
sebutan petangan jawi. Kalender atau perhitungan pranata mangsa
digunakan oleh petani sebagai pedoman dalam bekerja dan bercocok
tanam. Dasar perhitungannya tidak lepas dari peredaran alam, khususnya
peredaran matahari. Perdaran matahari menimbulkan siang dan malam,
hari, minggu, bulan, dan tahun. Kalender Jawa ditetapkan oleh Raja
Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo pada 1633 Masehi
yang bertepatan dengan 1 Sura tahun Alip 1555 dan 1 Muharam 1043
Hijriah (angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah).
Dalam kalender Jawa terdapat perputaran waktu khusus (siklus)
yaitu windu, pasaran, selapan, dan wuku. Keistimewaan kalender Sultan
Agung yaitu sistem penamaan hari (Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis,
Jumat, Sabtu), dikenal pula 5 pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage,
Kliwon), sedangkan bulan ada 12 (Muharrom, Sapar, mulud, Bakdo
Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal,
Dulkaidah, Besar), selain itu dikenal pula istilah windu untuk 8 tahun
(Alif, Ehe, Jim Awal, Je, Dal, Be, Wawu, Jim Akhir). Jumlah hari dalam
kalender Jawa ini sangat istimewa yaitu 1 Windu memiliki 3 tahun
panjang (Kabisat) dengan jumlah hari 355 hari. Sedangkan 5 tahun
pendeknya (Basitoh) ada 354 hari sehingga jika dihitung 8 × 354 + 3 =
3835 hari, angka ini habis dibagi 7 (hari) dan 5 (pasaran). Hal ini
berarti dalam satu windu akan terjadi hari yang sama dan pasaran yang
sama pula.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Perhitungan jumlah hari dalam kelender Jawa berdasarkan periode
bulan sinodik, mulai dari bulan baru sampai bulan baru berikutnya
dengan waktu 29
hari. Jika 29
hari dikalikan 1 tahun menjadi 354
hari. Dalam kalender Islam Jawa, tahun pendek (wastu) umur bulan yaitu
29 hari sedangkan tahun panjang (wuntu) umur bulan ke 12 yaitu 30 hari.
Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan
baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan
bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya
dengan matahari(perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung
29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak
terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
matahari (aphelion). Satu tahunnya berumur 354 hari, maka dalam waktu
120 tahun sistem ini akan bertambah 1 hari bila dibandingkan dengan
sistem kalender Hijriyah.
Secara astronomis, kalender Jawa tergolong mathematical calendar,
sedangkan
kalender
Hijriah
tergolong
astronomical
calendar.
Mathematical atau aritmatical calendar merupakan sistem penanggalan
yang aturannya didasarkan pada perhitungan matematika dari fenomena
alam. Kalender Masehi juga tergolong mathematical calendar. Adapun
astronomical calendar merupakan kalender berdasarkan fenomena alam
sendiri seperti kalender Hijriah dan kalender Cina. Kalender Jawa Sultan
Agung sampai saat ini masih dapat di lihat hampir setiap kalender yang
beredar di Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
c. Gerhana
Kejadian gerhana sebenarnya disebabkan oleh bayangan bumi dan
bulan yang menghalangi sinar matahari. Sebulan sekali, bulan akan berada
antara bumi dan matahari, saat seperti itu disebut fasa bulan baru, yaitu
bulan dalam kedudukan berkonjungsi. Jika pada saat itu matahari, bulan,
dan bumi berada dalam satu garis lurus maka bayangan bulan akan
mengenai bumi. Pada saat itu akan terjadi peristiwa gerhana matahari.
Sebaliknya, jika bulan berada di dalam bayangan bumi, yaitu pada
kedudukan matahari, bulan, dan bumi terletak pada garis lurus maka akan
terjadi peristiwa gerhana bulan. Pada saat itu bulan berada dalam fase bulan
purnama, yaitu saat bulan dalam kedudukan beroposisi (Dirdjosoemarto, S.,
dkk., 1991: 420).
1) Gerhana Matahari
Gerhana matahari terjadi apabila bulan diantara bumi dan matahari.
Bila hal ini terjadi maka sebagian sinar matahari ke permukaan bumi
tertutupi oleh bulan. Walaupun bulan lebih kecil, bayangan bulan mampu
melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena bulan dengan jarak 384,40
x 106 m adalah lebih dekat kepada bumi daripada matahari yang memunyai
jarak 149,68 x 109 m. Gerhana matahari hanya dapat terjadi ketika bulan
berada pada bulan baru dan ketika bulan berada di dekat salah satu simpul
orbitnya. Ada tiga jenis gerhana matahari, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
a)
Gerhana Matahari Total
Gerhana matahari total terjadi pada saat jarak bulan ke matahari pada
posisi paling jauh (563.319 km), ketika bulan secara keseluruhan
menutupi sinar matahari yang memancar ke bumi atau pada posisi
daerah umbra (bayang-bayang inti).
Gambar 2.13. Gerhana Matahari Total
Pada gerhana total Gambar 2.13., sumbu bayangan bulan mengenai
suatu daerah di permukaan bumi (titik U) yang dikenal dengan istilah
garis sentral (central line) dengan garis ini menghubungkan pusat
cakram bulan ke pusat cakram matahari. Seolah-olah piringan bulan
sama besar atau lebih besar dari piringan matahari. Ukuran piringan
matahari dan piringan bulan berubah-ubah tergantung pada masingmasing jarak bumi-bulan dan bumi-matahari. Gerhana matahari total
hanya dapat dilihat dari daerah permukaan bumi yang terkena bayangbayang umbra.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
b) Gerhana Matahari Sebagian
Gerhana matahari sebagian terjadi pada saat bulan berada pada daerah
penumbra (bayang-bayang kabur) sehingga ada bagian matahari yang
terlihat normal dari suatu daerah lain di permukaan bumi.
Gambar 2.14. Gerhana Matahari Sebagian
Gerhana matahari sebagian Gambar 2.14, terjadi apabila bulan (saat
puncak gerhana) hanya menutupi sebagian dari matahari. Pada
gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan matahari yang tidak
tertutup piringan bulan.
c)
Gerhana Matahari Cincin
Gerhana matahari cincin terjadi ketika jarak bulan mencapai jarak
terjauh dari bumi (405.530 km). Kerucut bayang-bayang inti (umbra)
tidak sampai ke bumi, permukaan bumi hanya terkena oleh
perpanjangan umbra atau disebut antumbra. Pengamat gerhana akan
melihat matahari tampak sebagai cincin putih di sekitar bola hitam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Gambar 2.15. Gerhana Matahari Cincin
Gerhana matahari dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
a) Pengaruh Jarak
Lintasan bumi mengelilingi matahari tidak berbentuk lingkaran
melainkan berbentuk elips. Demikian juga lintasan bulan dalam
mengitari bumi. Hal ini mengakibatkan jarak bumi dengan matahari
begitu juga bumi dengan bulan senantiasa berubah. Akan ada jarak
terdekat bumi dengan matahari (perihelium) dan jarak terjauh bumi
dengan matahari (aphelium). Akan ada juga jarak terdekat bumi
dengan bulan (perigee) dan jarak terjauh bumi dengan bulan (apogee).
Gambar 2.16. Lintasan Bumi dan Bulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Berdasarkan Gambar 2.16, diameter matahari 400 kali lebih besar dari
diameter bulan. Akan tetapi saat terlihat dilangit ternyata keduanya
terlihat hampir sama besarnya. Hal itu disebabkan karena jarak bumi
ke matahari juga sekitar 400 kali jarak bumi ke bulan. Inilah yang
memungkinkan bayangan bulan menutupi seluruh permukaan
matahari ketika terjadi gerhana matahari total.
b) Pengaruh Perbedaan Bidang Lintasan
Walaupun bulan berada di antara bumi dan matahari sebulan sekali
(setiap bulan baru) namun tidak tiap bulan terjadi gerhana matahari.
Dalam setahun, rata-rata hanya terjadi 2 kali gerhana matahari. Bumi
mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi dalam sebuah
bidang masing-masing. Bidang lintasan bumi mengelilingi matahari
tidak berimpit dengan bidang lintasan bulan mengelilingi bumi tetapi
berselisih 5 0.
Gambar 2.17. Bidang Lintasan Bumi dan Bulan
Gambar 2.17. memperlihatkan dua kejadian bulan baru. Ketika terjadi
bulan baru pada titik A, bulan berada jauh di bawah bidang lintasan
bumi sehingga tidak ada bayang-bayang bulan (umbra maupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
penumbra) yang mengenai bumi. Akibatnya tidak terjadi gerhana. Saat
posisi bulan baru yang pada titik B, bulan berada di bidang lintasan
bumi sehingga ada bayanga bayang-bayang bulan (umbra maupun
penumbra) yang mengenai bumi. Akibatnya terjadi gerhana. Titik
potong bulan dengan bindang lintasan bumi disebut titik simpul
(node). Gerhana matahari hanya terjadi jika bulan baru terjadi di
sekitar titik simpul tersebut.
2) Gerhana Bulan
Gerhana bulan ditunjukkan oleh posisi bumi di antara matahari dan
bulan yang terletak dalam satu garis, sehingga baying-bayang bumi
menutupi permukaan bulan. Gerhana bulan terjadi ketika bulan berada
dalam kondisi oposisi. Bidang orbit bulan yang mengelilingi bumi
letaknya tidak lurus mendatar, melainkan memiliki kemiringan
sebesar 5,2°. Kemiringan bidang orbit bulan ini bisa dilihat pada
Gambar 2.17. Kondisi bidang orbit bulan yang miring ini
mengakibatkan tidak terjadinya gerhana pada setiap bulan. Hal ini
dikarenakan posisi bulan bisa sedikit di atas atau di bawah bumi,
sehingga posisi bulan, bumi dan matahari tidak dalam satu garis lurus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
A
Bulan
Bumi
C
D
Matahari
B
Gambar 2.18. Posisi Revolusi Bulan
Berdasarkan Gambar 2.18., pada saat lintasan peredaran bulan dan
ekliptika berimpitan, posisi bulan dan matahari beroposisi, maka akan
terjadi gerhana bulan total (titik A dan B). Hal itu terjadi karena bulan
seluruhnya masuk ke dalam kerucut bayang-bayang inti (umbra)
bumi. Jika sebagian saja dari bulan masuk ke bayangan umbra bumi,
terjadilah gerhana bulan partial atau sebagian. Akan tetapi apabila
bulan hanya memasuki bayang-bayang penumbra saja, maka ada
bagian bulan yang tidak mengalami gerhana atau disebut gerhana
bulan penumbral.
Penumbra
Umbra
Bulan
Orbit Bumi
Orbit Bulan
Bumi
Matahari
Gambar 2.18 Gerhana Bulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Gerhana bulan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
a) Pengaruh jarak
Berbeda dengan dengan gerhana matahari jika variasi jarak bumimatahari dan bumi-bulan berpengaruh pada jenis gerhana, pada
gerhana bulan variasi jarak hanya memengaruhi ukuran umbra
maupun penumbra bumi yang dilintasi bulan. Hal ini berpengaruh
pada durasi (lama) gerhana. Jika bumi berada di jarak terdekatnya
dengan matahari sedang bulan berada di jarak terjauhnya dari
bumi dan bulan melintas tepat di tengah-tengah umbra maka
gerhana bulan yang terjadi dipastikan lebih lama daripada
gerhana pada kondisi jarak yang lain.
b) Pengaruh perbedaan bidang lintasan
Sama halnya dengan gerhana matahari, perbedaan bidang lintasan
mengakibatkan gerhana bulan tidak terjadi di tiap purnama.
Faktanya gerhana bulan biasanya hanya terjadi 2 kali dalam
setahun.
3) Integrasi Materi IPA dan Budaya Jawa
Di Jawa juga ada mitos soal gerhana matahari. Dalam mitos Jawa,
fenomena ini terjadi saat raksasa Betara Kala atau Rahu menelan
matahari karena dendamnya pada Sang Surya atau dewa matahari. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya gerhana. Di masyarakat Jawa, ketika
fenomena gerhana matahari terjadi maka wanita hamil harus masuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
rumah. Anak-anak kecil diharuskan masuk rumah untuk menghindari
murka Betara Kala. Semua orang dianjurkan untuk menabuh kentongan
dan bunyi-bunyian agar raksasa takut dan pergi meninggalkan bulan.
Makna masyarakat jawa agar membunyikan sesuatu saat terjadi gerhana
matahari adalah untuk menghindari bahayanya terhadap mata. Melihat
secara langsung ke fotosfer matahari (bagian cincin terang dari matahari)
walaupun hanya dalam beberapa detik dapat mengakibatkan kerusakan
permanen retina mata akibat radiasi tinggi yang dipancarkan dari
fotosfer. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mengakibatkan kebutaan.
B. Penelitian yang Relevan
1. Julie Lambert dan Eileen N. W.A., (2008: 61-79) dalam penelitiannya
mempelajari bumi dengan menggunakan metode inkuiri berdasarkan prestasi
linguistik dan budaya siswa. Penelitian ini dilakukan dengan siswa yang
beragam, bahasa yang bervariasi, dan latar belakang sosial, budaya, serta
ekonomi yang berbeda. Materi yang diterapkan meliputi bumi sebagai planet,
fase bulan, musim, perubahan iklim, fotosintesis dan respirasi, lempeng
tektonik, perpindahan panas, arus laut, pengaruh sumber daya terbarukan dan
tak terbarukan, serta hubungan manusia dengan lingkungan. Penelitian ini
mengartikulasi ilmu sekolah dengan pengetahuan budaya dan pengalaman
siswa. Pembelajaran diterapkan pada kelas eksperimen dengan siswa yang
heterogen baik budaya maupun asal daerah, sedangkan kelas kontrol dengan
siswa yang homogen. Menurut data penelitian, pembelajaran menjadi lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
efektif pada kelas eksperimen dalam upaya mempelajari ilmu bumi yang lebih
bersifat universal. Kaitannya dengan penelitian, guru harus memahami
warisan budaya dan mengakui bahwa siswa-siswa memiliki pengetahuan
sendiri yang mungkin menjadi sumber daya pembelajaran yang berharga.
Menyadari bahwa kepercayaan dan praktek budaya siswa kadang-kadang
tidak konsisten dengan ilmu pengetahuan barat modern, instruksi ilmu yang
efektif harus memungkinkan siswa untuk melintasi perbatasan budaya antara
budaya asal siswa dan budaya ilmu yang berkembang. Unsur-unsur budaya
khususnya Jawa seyogyanya juga dapat diterapkan dalam upaya mendukung
pembelajaran siswa.
2. George E. G., dkk (2006) dalam penelitiannya memahami bumi berdasarkan
ekologi, budaya, dan pendidikan di Malawi, Afrika Selatan. Penelitian teoretis
untuk menyelidiki ilmu bumi melalui pemahaman alam, pengetahuan, budaya
lokal, dan perspektif berbasis tempat. Budaya Afrika yang masih
mempercayai bahwa bumi dan seisinya berkaitan erat dengan supranatural dan
nenek
moyang.
Hasilnya
guru
menerapkan
pembelajaran
dengan
mengintegrasikan budaya lokal masyarakat di Malawi dengan pengetahuan
modern berbasis sains. Strategi pembelajaran yang dilakukan meliputi roleplaying, diskusi kelas, kegiatan pengembangan kurikulum, pengajaran
pengalaman
dengan
anak-anak,
dan
kunjungan
lapangan
ke sebuah cagar alam. Keterlibatan siswa dalam penyelidikan, pengambilan
keputusan, dan kritis terhadap masalah lingkungan memotivasi siswa dalam
belajar. Persamaan dengan penelitian di Malawi adalah sama-sama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
menjadikan budaya yang ada disekitar siswa sebagai salah satu kajian dalam
pembelajaran. Penelitian yang dilakukan dengan mengintegrasikan budaya
Jawa diterapkan pada siswa untuk mempelajari materi bumi yang kemudian
dijelaskan dari sudut pandang sains.
3. Kampeza dan Konstantinos Ravanis (2013) dalam penelitiannya terhadap
pemahaman anak terhadap bentuk bumi. Penelitian ini menunjukkan sebuah
studi percontohan tentang bentuk bumi melalui serangkaian kegiatan pada
siswa dengan menggunakan alat dua dimensi dan tiga dimensi representasi
bumi (peta dan globe). Siswa dibentuk secara berkelompok untuk membuat
sebuah model dari bentuk bumi dengan menggunakan bahan yang ada dalam
kehidupan sehari-hari dan mudah ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan
siswa lebih termotivasi dalam belajar, meningkatkan hasil belajar, siswa
terpancing untuk menemukan ide-ide baru, berkreasi, dan aktif dalam
kelompoknya. Hal tersebut tentu saja akan sangat positif dalam mendukung
proses pembelajaran. Kaitannya dengan penelitian tersebut, pembelajaran
yang dilakukan sama-sama mengintegrasikan proses pembelajaran dengan
lingkungan disekitar siswa. Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran
JAS sesuai diterapkan dalam proses pembelajaran.
4. Trumper (2006: 85-109) dalam penelitiannya pembelajaran terhadap konsep
dasar astronomi pada materi gerakan bumi dan bulan terhadap matahari.
Pembelajaran dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan
menggunakan metode prestes, postes dan wawancara. Pada kelas eksperimen
diberi perlakuan yaitu materi disampaikan melalui kegiatan praktikum riil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
Misalnya konsep fase bulan yang dilakukan pengamatan oleh siswa sejak
bulan baru sampai bulan baru berikutnya. Pada kelas eksperimen
menunjukkan
peningkatan
yang
signifikan
secara
statistik
terhadap
pemahaman konsep dasar astronomi. Berdasarkan hasil perhitungan N-gain
ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar pada kelas eksperimen
sebesar 0,8. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa
dalam kategori tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
menjadi lebih menarik bagi siswa jika dilakukan dengan mengaitkan materi
dengan kehidupan sehari-hari disekitar siswa. Sehingga unsur budaya dan
pendekatan JAS sesuai diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar
siswa baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
5. Penelitian Alias dan Siraj (2012: 84-93) tentang desain dan pengembangan
modul Fisika berbasis learning style dan kesesuaian teknologi dengan
menggunakan desain pengembangan bahan ajar model Isman. Penelitian ini
bertujuan untuk mendesain dan mengembangkan modul Fisika berdasarkan
gaya belajar dan kesesuaian teknologi pada lingkungan pendidikan menengah
dengan menggunakan desain pengembangan bahan ajar model Isman serta
menguji efektivitas modul. Master modul diujikan pada dua guru dan 14
partisipan. Wawancara terhadap guru dan siswa menunjukkan respon positif
ketika gaya belajar mereka menggunakan teknologi yang sesuai. Pada fase
evaluasi, kedua instrumen digunakan untuk mengumpulkan data ke siswa.
Untuk mengidentifikasi prestasi belajar siswa digunakan desain pre-posttest
dan untuk mengukur gaya belajar siswa digunakan Felder Silverman’s
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Learning Style Inventory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul efektif
untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual, aktif, reflektif, dan tidak untuk
pembelajar verbal. Penelitian juga membandingkan efektivitas penggunaan
modul berdasarkan gender. Modul verbal dan reflektif, efektif untuk
pembelajar perempuan tetapi tidak efektif untuk pembelajar laki-laki. Fokus
penelitian ini lebih ditekankan pada perspektif pembelajar daripada perspektif
isi yang sesuai dalam mendesain dan mengembangkan modul fisika
berdasarkan gaya belajar dan kesesuaian teknologi di lingkungan sekolah
menengah di Malaysia. Berdasarkan penelitian ini, maka akan memberikan
gambaran tentang penelitian R&D untuk mengembangkan modul Fisika.
6. Cooper et al. (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa: (1) modul
membuat siswa lebih memahami tentang sebuah konsep untuk diselidiki dan
dianalisis di kelas sehingga guru dapat mengidentifikasi kesulitan dan
kesalahpahaman, (2) dalam kelompok kecil modul bisa memfasilitasi interaksi
antarsiswa
dan
mendorong
(3) pembelajaran modul
pembentukan
kerjasama
yang
baik,
membuat kelas lebih menyenangkan. Dalam
penelitian tersebut juga mengungkapkan salah satu kelemahan modul yaitu
tidak efektif jika diterapkan dalam kelas besar. Membutuhkan waktu yang
lama dalam proses pembelajarannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah
penelitian tersebut menggunakan modul problem solving sedangkan penelitian
ini menggunakan modul pendekatan JAS dengan mengintegrasikan dengan
unsur budaya Jawa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
7. Sejpal (2013: 169-171) menganalisis penggunaan modul dalam pembelajaran.
Penggunaan modul baru-baru ini lebih efektif dan berdasarkan pada teknologi.
Pendekatan pembelajaran dengan modul menyediakan fleksibilitas untuk
pembelajaran jarak jauh bagi siswa. Pembelajaran dengan modul akan lebih
efektif karena dapat digunakan dalam pembelajaran individual, kelompok
kecil, maupun kelompok besar. Modul memiliki keunggulan yaitu siswa dapat
mempelajarinya setiap saat dan juga siswa dapat mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya. Namun, penggunaan modul juga tergantung kedisiplinan dan
tanggung jawab siswa untuk mempelajarinya. Selain itu, pembuatan modul
memerlukan biaya yang cukup banyak. Dalam penelitian ini produk yang
dikembangkan berupa modul.
8. Zapatero et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kelas yang
berbasis lingkungan menjadi lebih interaktif. Hal tersebut ditunjukkan dengan
interaksi kualitas kelas meningkat dan siswa memiliki pemahaman yang lebih
baik pada materi pelajaran. Proses penilaian dalam penelitian ini lebih
ditekankan yaitu dari segi kognitif. Penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui hasil belajar siswa juga untuk mengetahui respon siswa terhadap
produk yang dikembangkan.
9. Jofrisal, dkk (2013: 17-26) dalam penelitiannya mengembangkan modul
pembelajaran untuk paket pelajaran produktif (teknik pengomposan) dengan
mengintegrasikan konsep kimia sebagai salah satu mata pelajaran adaptif.
Pengembangan modul menggunakan salah satu model pengembangan bahan
ajar yaitu model ADDIE (analysis, design, development, implementation,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
evaluation). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92% guru memberikan
respon positif terhadap modul dan siswa juga memberikan respon positif 85%.
Sedangkan respon negatif diperoleh 8% dari guru dan 15% dari respon siswa.
Hasil penilaian ahli untuk kualitas modul menunjukkan skor sebesar 3,36
dengan kriteria “baik” dan penilaian ahli materi kimia untuk persentase
konsep kimia terintegrasi dalam modul adalah sebesar 70%-80%. Lebih lanjut
pengujian tingkat efektivitas modul menggunakan hasil tes belajar siswa
dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 92 dengan kriteria nilai belajar
“sangat baik”, hasil ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas modul sangat
baik untuk pembelajaran.
10. Suja (2010: 79-88) dalam penelitiannya mengembangkan buku ajar sains SMP
mengintegrasikan content dan context pedagogi budaya Bali. Penelitian ini
bertujuan mengembangkan suplemen buku ajar Sains SMP mengintegrasikan
content dan context budaya Bali pada bahan kajian materi dan sifatnya.
Penelitian ini mengungkap konsep-konsep kimia asli menurut tahap-tahapan
belajar catur pramana. Pengujian produk dilakukan dengan model rancangan
“one group pretest and posttest design.”
Hasil uji coba menunjukkan
implementasi buku ajar sains SMP dengan mengintegrasikan content dan
context pedagogi budaya Bali dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa, serta respons siswa terhadap pembelajaran tergolong sangat positif.
Dalam penelitian ini pengembangan yang dilakukan yaitu pada modul
pembelajaran dengan mengintegrasikan content dan context pedagogi budaya
Jawa. Budaya Jawa merupakan budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
masyarakat Jawa khususnya di Jawa tengah sehingga dalam penelitian ini
sebagai objek penelitian juga dilakukan di sekolah yang ada di Jawa tengah.
11. Sarwanto (2010) dalam penelitiannya tentang cara menumbuhkan karakter
mahasiswa melalui pembelajaran IPA Terpadu berbasis budaya Jawa. Banyak
produk sains Jawa yang dikemas dalam budaya Jawa, sebagai contoh tata letak
bangunan, bentuk bangunan, panata mangsa, sedekah bumi, dll. Budaya Jawa
telah menumbuhkan kearifan lokal sehingga memberikan kemaslahatan bagi
masyarakat Jawa dari dulu hingga saat ini. Hasil dari penelitian ini
mengungkapkan bahwa melalui perkuliahan IPA terpadu berbasis budaya
Jawa dapat menumbuhkan rasa bangga bahwa sains Jawa pada masa lampau
sudah sangat maju. Produk akhir berupa modul pembelajaran pada materi
Gerakan Bumi dan Bulan dikembangkan dengan mengintegrasikan budaya
Jawa dengan sains. Unsur-unsur budaya yang ditemukan masyarakat Jawa
seperti sistem pembagian musim atau pranata mangsa dijelaskan dari sudut
pandang sains. Sehingga siswa mampu memahami materi sekaligus mengkaji
budayanya.
12. Zainuddin (2012: 63-70) dalam penelitiannya tentang pengembangan modul
IPA Fisika materi Bumi Antariksa untuk meningkatkan prestasi belajar. Hasil
penggunaan modul FBA dalam penelitian ini dapat meningkatkan prestasi
belajar mahasiswa. Metode pengembangan menggunakan Four D Model
meliputi define, design, develop, and disseminate. Hasil penelitian
menunjukkan: (1) Modul FBA layak sebagai media pembelajaran dalam hal
konten, kebahasaan, dan penyajian, (2) prestasi belajar mahasiswa baik,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
karena 9% mendapatkan nilai sangat memuaskan (A), 45% memuaskan (B),
dan 27% cukup memuaskan (C), dan (3) mahasiswa memberikan respon
positif terhadap penggunaan modul FBA dalam perkuliahan. Berdasarkan data
tersebut
disimpulkan
bahwa
Modul
Fisika
Bumi
Antariksa
yang
dikembangkan layak dan efektif untuk meningkatkan prestasi belajar. Dalam
penelitian yang dilakukan, pembelajaran pada materi Gerakan Bumi dan
Bulan dilengkapi dengan modul. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan
modul yang diberikan sebelum materi diajarkan dari guru. Sehingga siswa
lebih siap saat proses pembelajaran berlangung.
13. Suastra (2003: 337-396), mengungkapkan penelitiannya merekonstruksi sains
asli (indegenous science) dalam upaya mengembangkan pendidikan sains
berbasis budaya lokal. Sains asli yang hidup dan berkembang di masyarakat
masih dalam bentuk pengetahuan pengalaman konkret sebagai hasil interaksi
antara lingkungan alam dan sosial budayanya. Penelitian ini didukung oleh
ahli kurikulum, ahli mata pelajaran sains dari perguruan tinggi, guru sains, dan
tokoh-tokoh masyarakat yang berkompeten dalam bidang budaya lokal.
Hasilnya adalah sains asli (budaya lokal) dapat diakomodasi sebagai ilustrasi
dalam pembelajaran sains di sekolah, mengingat sains asli ini merupakan
bagian dari kehidupan siswa dan juga pembelajaran sains di sekolah dapat
dipandang sebagai transmisi budaya lokal. Kaitannya dengan penelitian,
budaya lokal yang diambil sebagai topik adalah budaya Jawa. Unsur-unsur
budaya Jawa yang berkaitan dengan IPA khususnya pada materi Gerakan
Bumi dan Bulan dijelaskan secara ilmiah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
14. Warlan Sugiyo, Latifa, Zaenal Abidin (2008: 237-243) menyimpulkan bahwa
pembelajaran Team Game Tournament (TGT) melalui pendekatan jelajah
alam sekitar dan penilaian portofolio secara klasikal dapat meningkatkan hasil
belajar kimia siswa. Hasil dari penelitian tersebut adalah keaktifan siswa
semakin meningkat dengan adanya treathment (demonstrasi, diskusi,
turnamen). Pendekatan JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran yang
dikaitkan dengan dunia nyata. Melalui pendekatan tersebut, selain dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, namun juga hasil belajarnya akan lebih
berdaya guna bagi kehidupan.
15. Yuniastuti (2013: 31-38), mengungkapkan dalam penelitiannya dalam upaya
meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar biologi dengan
pendekatan pembelajaran jelajah alam sekitar pada siswa kelas VII. Penerapan
pendekatan
pembelajaran
jelajah
alam
sekitar
dapat
meningkatkan
keterampilan proses siswa dalam melakukan praktikum biologi, khususnya
mengenai dampak pencemaran lingkungan. Sedangkan dalam penelitian yang
akan dilakukan menggunakan materi fisika. Perbedaan kedua materi ini bukan
sebuah masalah karena pola pendekatan JAS menekankan pada kehidupan
nyata dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini cocok pada
materi fisika yang di dalamnya memuat semua fenomena yang ada dalam
kehidupan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
C. Kerangka Berpikir
Rendahnya mutu pendidikan khususnya pada bidang IPA ditandai dengan
masih rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Pembelajaran
IPA di sekolah hanya diarahkan pada pencapaian pengetahuan sains (produk
sains) dan sisanya diarahkan pada pengembangan keterampilan proses dan sikap
serta nilai. Hasil studi pustaka dari Balitbang Kemdikbud tahun 2013,
menunjukkan bahwa khususnya pada indikator “menjelaskan ciri-ciri anggota tata
surya atau peredaran bumi-bulan terhadap matahari” rata-rata skor yang diperoleh
siswa SMP Muhammadiyah 2 Masaran Sragen 45,71, SMP di Kabupaten Sragen
adalah 51,99, propinsi 59,34, dan nasional 61,51. Hal tersebut menunjukkan hasil
belajar siswa khususnya pada indikator tersebut masih rendah. Oleh karena itu,
perlu adanya usaha yang serius untuk memperbaiki sistem maupun proses
pembelajaran dalam rangka membenahi proses dan hasil belajar siswa.
Permasalahan yang dihadapi siswa dalam mempelajari IPA disebabkan
oleh banyak faktor. Berdasarkan analisis kebutuhan di SMP Muhammadiyah
Masaran Sragen, guru kurang menguasai konten materi yang diberikan, fasilitas
pendukung kegiatan praktikum yang kurang, bahan ajar yang kurang, metode
pembelajaran yang kurang sesuai dengan materi yang diberikan, peralatan siswa
dan komunikasi antara siswa dan guru yang kurang baik. Kaitannya dengan
Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya penguatan kompetensi sikap
(spiritual dan sosial) setiap lulusan, maka untuk mencapai kompetensi ini, semua
mata pelajaran diupayakan untuk berkontribusi terhadap pembentukan sikap,
disamping pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Penyusunan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
standar isi, Kurikulum 2013 memakai pendekatan scientific base yang
menekankan pada ilmu pengetahuan digunakan sebagai penggerak pembelajaran,
fenomena alam, sosial, dan budaya menjadi muatan bahan ajar.
Seiring dengan berlakunya Kurikulum 2013, maka setiap satuan
pendidikan berhak untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi dan
kebutuhan lingkungannya. Dengan demikian, terbukalah peluang bagi guru untuk
melakukan inovasi pembelajaran sains berbasis kearifan lokal termasuk
mengintegrasikan konten sains dengan pembelajaran berbasis budaya siswa
khususnya budaya Jawa.
Pemahaman masyarakat Jawa
tentang ilmu
perbintangan, perubahan musim, sistem kalender Jawa merupakan contoh nyata
bahwa materi tersebut dapat dipelajari secara ilmiah.
Pada materi Gerakan Bumi dan Bulan, merupakan materi yang objek
belajarnya nyata terdapat di sekitar siswa sehingga eksplorasi merupakan salah
satu cara yang tepat untuk mempelajarinya. Materi perubahan musim, peristiwa
pergantian siang dan malam, pengamatan fase bulan, pengamatan bintang
semuanya ada di lingkungan sekitar siswa yang dapat dipelajari. Berdasarkan hal
tersebut, perlu kegiatan belajar yang dikaitkan dengan lingkungan alam sekitar
kehidupan peserta didik dan dunia nyata, sehingga selain dapat membuka
wawasan berpikir yang beragam, siswa juga dapat mempelajari berbagai konsep
dan cara mengaitkannya dengan masalah-masalah kehidupan nyata.
Perangkat pembelajaran merupakan salah satu aspek penting keberhasilan
pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Perangkat pembelajaran
merupakan rambu-rambu bagi seorang pendidik dalam melaksanakan kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran merupakan bahan evaluasi bagi
pendidik untuk mengetahui ketercapaian standart kompetensi yang telah
disampaikan.
Pengembangan modul pembelajaran IPA Fisika berbasis pendekatan JAS
yang terintegrasi budaya Jawa yang layak dan efektif pada materi Gerakan Bumi
dan Bulan perlu dikaji lebih lanjut dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi
siswa. Perlunya sebuah modul yang dirancang dengan baik, kontekstual, autentik,
sesuai dengan kebutuhan, dan karakteristik siswa, mengarah pada kompetensi
yang harus dikuasai siswa, akan menjadikan proses pembelajaran lebih menarik
dan menyenangkan. Belajar terasa bermakna,
sehingga proses pembelajaran
menjadi aktif, motivasi siswa untuk belajarpun meningkat, dan unsur budaya asli
Jawa yang dipelajari mampu dipertahankan keberadaannya.
commit to user
Download