BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) biasanya disebut dengan kata “sains” yang berasal dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Penggunaan kata “sains” sebagai IPA berbeda dengan pengertian sosial science, educational science, political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Bundu, P. (2006: 9) menjelaskan secara tegas bahwa yang dimaksud kata sains dalam kurikulum pendidikan di Indonesia adalah IPA. Ruang lingkup sains tersebut adalah sains (tingkat SD), sains Biologi, sains Kimia, sains Bumi dan Antariksa (tingkat sekolah menengah). Berbagai pendapat para ahli tentang pengertian IPA antara lain menurut Carin dan Sund (dalam Trianto, 2010:100) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), berupa kumpulan data hasil observasi, dan eksperimen. Vessel dalam Bundu, P. (2006: 9) mengartikan IPA sebagai suatu hal atau apa yang dikerjakan para ahli sains (scientis). Vessel dalam Bundu, P. (2006: 9) mengemukakan “science is an intellectual search involving inquiry, rational through, and generalization” (terjemahan: ilmu pengetahuan adalah pencarian intelektual yang melibatkan penyelidikan, rasional, dan generalisasi). Hal yang 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 dikerjakan oleh saintis disebut sebagai proses sains, sedangkan hasilnya yang berupa fakta-fakta dan prinsip-prinsip disebut dengan produk sains. Menurut Abruscato, Joseph dan Derosa, Donald A (2010: 6), sains dipelajari secara berkelompok melalui proses yang sistematis untuk dapat mengumpulkan informasi tentang alam semesta. Sains juga merupakan pengetahuan yang dikumpulkan melalui proses. Akhirnya, sains ditandai dengan nilai-nilai dan sikap diproses oleh orang yang menggunakan proses ilmiah untuk mengumpulkan pengetahuan" Simpulan yang dapat diambil bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam dan diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah . 2. Hakikat Sains Sains pada hakikatnya memiliki dua dimensi yaitu sains sebagai produk dan sains sebagai proses (Dantes et al., 2006). Sains sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang meliputi fenomena-fenomena, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori. Sebagai proses, sains merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh pengetahuan atau mencari penjelasan mengenai gejala-gejala alam. Melalui commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 pendidikan sains, logika berpikir siswa menjadi sistematis dan terarah dalam memandang alam lingkungannya, mengidentifikasi masalah yang ada serta pemecahannya (Suastra, 2003). Sains sebagai produk dan sains sebagai proses merupakan dua dimensi yang terjalin erat sebagai satu kesatuan. Teori-teori dalam buku-buku IPA Fisika seharusnya diajarkan dengan membawa persoalannya dalam bentuk yang kontekstual dan akrab dengan siswa. Kemudian siswa dibimbing melakukan berbagai aktivitas melalui kegiatan penyelidikan. Proses sains akan menghasilkan pengetahuan (produk) sains yang baru, dan pengetahuan sebagai produk sains akan memunculkan pertanyaan baru untuk diteliti melalui proses sains sehingga dihasilkan produk sains yang lebih baru lagi. Menurut Bundu, P. (2006:11) sains secara garis besar atau pada hakikatnya IPA memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan dalam rangka menemukan produk ilmiah. Proses ilmiah meliputi mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. Produk ilmiah meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. Produk ilmiah berupa pengetahuan-pengetahuan alam yang telah ditemukan dan diuji secara ilmiah. Sikap ilmiah merupakan keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur. Pendapat lain, menyebutkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama, yaitu (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta hubungan sebab akibat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum, (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari (Puskur, 2006:4). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA menurut hakikatnya adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan baru yang berupa produk ilmiah dan sikap ilmiah diperoleh melalui suatu kegiatan yang disebut proses ilmiah. Dalam mempelajari IPA haruslah dilakukan suatu kegiatan yang disebut sebagai proses ilmiah. Pengetahuan baru dan penanaman sikap dapat ditemukan dalam diri melalui proses ilmiah tersebut. Dari sikap ilmiah, proses, dan produk tersebut IPA kemudian diterapkan serta dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 3. Karakteristik Objek Kajian Sains Ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada 3 kemampuan yang harus dikuasai dalam mempelajari sains yaitu: (a) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (b) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan (c) kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen (Puskur, 2006:6). Kegiatan pembelajaran sains mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Dalam mempelajari sains, siswa diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi dengan teori melalui eksperimen dengan metode ilmiah. Pendidikan sains di sekolah diharapkan dapat mewadahi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sains menekankan pada pembelajaran langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat, hal ini akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan keterampilan proses penyelidikan atau inquiry skills yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyususun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, menganalisis data, dan menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan ini dikembangkan sikap dan nilai meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain. Pembelajaran sains di sekolah sebaiknya: (a) memberikan pengalaman pada siswa sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 besaran fisis, (b) menanamkan pada siswa pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (c) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar IPA-Fisika, yaitu sebagai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Puskur, 2006:6). 4. Integrasi Sains dan Budaya Jawa Sejarah perkembangan sains menunjukkan bahwa pengembangannya di dorong oleh rasa keingintahuan yang menyangkut perilaku alam semesta. Pengembangan sains dasar dan manfaatnya sudah cukup jelas, namun bukan rahasia lagi bahwa usaha-usaha ke arah itu di Indonesia saat ini masih kurang mendapatkan prioritas yang memadai. Salah satu penyebab adalah masih terlalu ditekankannya paham bahwa setiap kegiatan penelitian harus menghasilkan produk atau paten, sesuatu yang merupakan tujuan dalam penelitian terapan, tetapi bukan tujuan utama dalam penelitian sains dasar. Selain itu juga dikarenakan masih kurangnya pemahaman bahwa pengembangan sains dasar adalah pengembangan budaya, sesuatu yang memang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara, karena hasilnya adalah sumbangan budaya bangsa pada khazanah budaya dunia. Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar (Koentjaraningrat, 2003:72). Kebudayaan atau kultur merupakan keseluruhan kompleks yang terbentuk di commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 dalam sejarah dan diteruskan dari masa ke masa melalui tradisi yang mencakup organisasi, sosial, ekonomi, agama, kepercayaan, kebiasaan, hukum, seni, teknik, dan ilmu. Berdasarkan hal tersebut, budaya terbentuk melalui proses perjalanan waktu dalam sejarah yang berkembang dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya Jawa merupakan salah satu budaya tradisonal di Indonesia, dianut secara turun temurun oleh penduduk di sepanjang daerah Jawa. Meskipun banyak orang Jawa menganggap bahwa budaya Jawa itu hanya satu dan tidak terbagi-bagi, akan tetapi dalam kenyataannya terdapat berbagai perbedaan sikap dan perilaku masyarakatnya di dalam memahami budaya Jawa tersebut (Sedyawati, 2003). Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi geografis yang menjadikan budaya Jawa terbagi ke dalam beberapa wilayah kebudayaan, kebudayaan setiap wilayah memiliki karakteristik khas tersendiri dalam mengimplementasikan falsafah-falsafah budaya Jawa ke dalam kehidupan keseharian (Sujamto, 1997 dalam Sedyawati, 2003). Pada umumnya masyarakat Jawa merupakan salah satu etnis yang sangat menjunjung tinggi, teguh serta memiliki kesetiaan terhadap nilai budaya yang dimilikinya. Dalam budaya Jawa, rasa memiliki tempat dan peranan yang sangat penting. Dari kenyataan dan sikap fanatisme semacam inilah kemudian muncul istilah Javanisme. Istilah Javanisme (kejawen) yang lebih mementingkan serta mengutamakan nilai tradisi dalam budaya Jawa. Nilainilai kebudayaan Jawa inilah yang kemudian mampu mengenalkan Jawa pada ranah dunia yang lebih luas. Dari berbagai keunikan dan keberagaman makna commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 yang ada dalam budaya Jawa, sehingga banyak menimbulkan keinginan kuat para sejarawan dunia untuk memahami serta lebih meneliti lebih detail tentang kebudayaan Jawa. Rasa mempunyai nilai yang tidak dapat dinominalkan dan tidak mampu diraba. Dengan menggunakan rasa, masyarakat Jawa mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap berbagai fenomena alam yang akan terjadi. Pada zaman dulu masyarakat jawa mampu memahami dan mengerti apa yang dikehendaki oleh alam. Alam dan masyarakat mampu bersahabat sehingga tercipta kehidupan yang sangat harmonis dan jauh dari bencana. Berdasarkan uraian diatas, kaitan sains dan budaya Jawa adalah keduanya selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang tentunya berhubungan dengan alam. Untuk mempelajari proses pembelajaran sains (IPA) di sekolah, pengajaran sains dianggap sebagai transmisi budaya (cultural transmission) dan pembelajaran sains sebagai penguasaan budaya (cultural acquisition). Proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas dapat diibaratkan sebagai proses pemindahan dan perolehan budaya dari guru pada siswa. Menurut Maddock (1981) membeberkan teori antropologi untuk pendidikan sains, banyak riset lanjutan yang dilakukan dengan fokus penyelidikan pada pengaruh aspek budaya terhadap proses pembelajaran IPA di sekolah. Penelitianpenelitian yang dilakukan tersebut berujung pada penegasan bahwa latar belakang budaya yang dimiliki siswa (student’s prior belief and knowledge) dan hal tersebut diikutsertakan dalam kelas selama proses KBM berlangsung commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 memainkan peran yang sangat penting pada proses penguasaan materi pelajaran. 5. Pembelajaran Sains Pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2). Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks (Dimyati, 2002:7). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 Tentang SISDIKNAS pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (value) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Dalam proses pembelajaran siswa merupakan subjek yang belajar dan guru merupakan subyek yang mengajar. Ciri–ciri pembelajaran yaitu: a. Pembelajaran merupakan upaya sadar dan sengaja. Pembelajaran bukan kegiatan insidental tanpa persiapan. b. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat belajar. Dalam hal ini guru harus menganggap siswa sebagai individu yang mempunyai unsur dinamis yang dapat berkembang bila disediakan kondisi yang menunjang. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 c. Pembelajaran lebih menekankan pada membuat siswa aktif, karena yang belajar adalah siswa, bukan guru. Kaitannya dengan sains, siswa akan berinteraksi dengan fenomena disekitarnya hingga menghasilkan suatu ilmu pengetahuan (science). Sains merupakan kebenaran alami yang terungkap atas pemikiran hingga dihimpun menjadi satu kesatuan ilmu yang utuh. Manfaat sains yang begitu luas dalam aspek kehidupan manusia menjadikannya sebagai suatu objek kajian ilmu yang terus digali dan dipelajari. Pembelajaran sains khususnya fisika pada umumnya hanya menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip sains hapalan, pengenalan rumus-rumus, dan pengenalan istilah-istilah melalui serangkaian latihan secara verbal. Pembelajaran seperti ini memerlukan suatu revolusi sehingga hasil belajar lebih optimal. Suparno (2009) mengemukakan permasalahan-permasalahan sehubungan dengan pelajaran Fisika, meliputi: a. Materi fisika dianggap sulit oleh siswa karena banyak rumus dan hitungan. b. Banyak siswa mudah merasa loyo, kurang daya tahan dalam menghadapi bahan fisika yang dianggap sulit, dan banyak hitungan. c. Guru fisika kurang menciptakan suasana belajar yang menarik, sehingga kurang dapat membantu siswa senang belajar Fisika. d. Sarana sekolah tidak lengkap terutama dengan fasilitas dan sarana pendidikan. e. Pembelajaran fisika kurang meningkatkan gairah siswa belajar fisika. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 f. Kurikulum fisika masih belum tepat dengan situasi lapangan tempat belajar siswa. Dari uraian di atas, peran guru sangat besar dalam upaya meningkatkan semangat siswa dalam mempelajari sains. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, memotivasi, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Sesuai tujuan pembelajaran sains khususnya fisika dalam kurikulum pendidikan di Indonesia meliputi (Depdiknas, 2006): a. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain. c. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan, menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan maupun tertulis. d. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam serta menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. e. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, memiliki sikap percaya diri sebagai bekal commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran sains dalam mencapai tujuannya yang efisien dan efektif memerlukan perencanaan yang matang terhadap segala komponen pembelajaran yang dibutuhkan. Proses pembelajaran akan efektif jika guru memanfaatkan sarana dan prasarana dengan tepat dan perencanaan matang dalam pemanfaatannya (Sanjaya, 2009). Penyusunan perangkat pembelajaran yang tepat, inovatif, dan bermanfaat bukan hanya dari segi pengetahuan namun juga nilai-nilai penting dalam pembelajaran sangat diperlukan. 6. Perangkat Pembelajaran Keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran sangatlah diharapkan, untuk memenuhi tujuan tersebut diperlukan suatu persiapan yang matang. Suparno (2002) mengemukakan sebelum guru mengajar (tahap persiapan) seorang guru diharapkan mempersiapkan bahan yang mau diajarkan, mempersiapkan alat-alat peraga/parktikum yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa aktif belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan, dan kelebihan siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa, kesemuanya ini akan terurai pelaksanaannya di dalam perangkat pembelajaran. Suhadi (2007:24) mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas. Perangkat tersebut digunakan sebagai pendukung kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada tujuan pembelajaran. 7. Modul sebagai Bahan Ajar Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Menurut Depdiknas (2008:6), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. a. Pengertian Modul Modul merupakan salah satu jenis bahan ajar. Menurut Mulyasa (2005:43), modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan serta dirancang secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. Menurut Sungkono (2003: 4) berpendapat bahwa sebagai salah satu bahan ajar cetak, modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Dengan modul siswa dapat mencapai dan menyelesaikan bahan belajarnya dengan belajar secara individual. Sedangkan berdasarkan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2003:4) mendefinisikan modul sebagai alat ukur atau sarana pembelajaran yang bersisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Penulisan modul bertujuan: 1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal. 2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru/instruktur. 3) Penggunaan secara tepat dan bervariasi, seperti meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa, mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya, memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya dan memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya. Berdasarkan pada pengertian di atas modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar berupa media cetak yang berisi satu unit pembelajaran yang dilengkapi dengan berbagai komponen. Modul memungkinkan siswa mencapai tujuan secara mandiri. Selain itu, pembelajaran dengan modul membuat siswa mampu mengevaluasi kemampuan sendiri yang selanjutnya dapat menentukan kegiatan belajar selanjutnya yang harus dilakukan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 b. Karakteristik Modul Modul agar mampu meningkatkan motivasi penggunanya, maka modul harus mencakup beberapa karateristik tertentu. Karakteristik untuk pengembangan modul (Depdiknas, 2008: 3) antara lain: 1) Self Instruction Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Dalam memenuhi karakter self instruction, maka modul harus: a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas. c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran. d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan peserta didik. e) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik. f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif. g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran. h) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan penilaian mandiri (self assessment). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 i) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi. j) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud. 2) Self Contained Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi/kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh siswa. 3) Berdiri Sendiri (Stand Alone) Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 4) Adaptif Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware). 5) Bersahabat/Akrab (User Friendly) Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly. c. Komponen Modul Komponen-komponen utama yang perlu tersedia di dalam modul menurut Sarwanto (2011: 27) yaitu: (1) tinjauan mata pelajaran, yang berisi paparan umum mengenai keseluruhan pokok-pokok isi mata pelajaran yang mencakup deskripsi mata pelajaran, kegunaan mata pelajaran, kompetensi dasar, bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan petunjuk belajar; (2) pendahuluan, yang memuat cakupan modul dalam bentuk deskripsi singkat, indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan modul, deskripsi perilaku awal yang memuat pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh, relevansi, urutan butir sajian modul, dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 petunjuk belajar yang berisi panduan teknis mempelajari modul tersebut; (3) kegiatan belajar, di dalam modul terdapat uraian atau penjelasan secara rinci tentang kegiatan belajar yang diikuti dengan contoh-contoh konkret; (4) latihan, yang berisi kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian dalam modul; (5) rambu-rambu jawaban latihan, merupakan hal-hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan. Kegunaan rambu-rambu jawaban ini adalah untuk mengarahkan pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan; (6) rangkuman yang memuat inti dari uraian materi yang disajikan dalam kegiatan belajar; (7) tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan siswa setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan Berdasarkan uraian diatas, secara umum komponen-komponen modul mencakup (1) bagian pendahuluan, (2) bagian kegiatan belajar, dan (3) daftar pustaka. Bagian pendahuluan mengandung (1) penjelasan umum mengenai modul, (2) sasaran umum pembelajaran, dan (3) sasaran khusus pembelajaran. Bagian Kegiatan Belajar mengandung (1) uraian isi pembelajaran, (2) rangkuman, (3) tes, (4) kunci jawaban, dan (5) umpan balik. d. Kelebihan dan Kekurangan Modul Keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan modul menurut Santyasa (2009:11), antara lain: 1) Meningkatkan motivasi siswa karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 2) Setelah dilakukan evaluasi, unsur kebenaran mudul dapat dievaluasi, dapat ditinjau modul yang berhasil maupun yang belum berhasil. 3) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan ajar disusun menurut jenjang akademis dan sistematis. 4) Siswa mencapai hasil berdasarkan kemampuan yang dimiliki. 5) Bahan pelajaran akan terbagi secara merata dalam kurun waktu satu semester. Menurut Budiono dan Susanto (2006:80-81) kelemahan penggunaan modul dalam proses pembelajaran adalah : (1) bila modul didesain secara kaku dan tidak bervariasi, maka akan timbul kebosanan dalam diri siswa karena siswa merasa belajar dengan cara-cara yang monoton. Oleh sebab itu, modul biasanya dilengkapi dengan penggunaan multimedia sebagai usaha menggugah minat belajar siswa, (2) tidak semua siswa dan guru cocok dengan pendekatan belajar mandiri seperti yang diterapkan dalam penggunaan modul, (3) penyusunan modul biasanya melibatkan suatu tim perencana yang kompleks dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyusun sebuah modul yang berkualitas baik, (4) karena penyusunan modul melibatkan suatu tim perencana yang kompleks, maka guru terkadang kesulitan untuk menyusun sebuah modul yang berkualitas baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyasa (2005:47) yang menyatakan bahwa keterbatasan pembelajaran dengan modul adalah penyusunan modul yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 baik membutuhkan keahlian tertentu, waktu penyusunan cukup lama, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. e. Desain Pengembangan Modul Penulisan modul belajar diawali dengan menyusun desain modul. Modul yang dihasilkan dinyatakan sebagai buram sampai dengan selesainya proses validasi dan uji coba. Bila hasil uji coba telah dinyatakan layak, barulah suatu modul dapat diimplementasikan secara riil di lapangan (BNSP, 2008:8). Kedudukan desain dalam pengembangan modul adalah sebagai salah satu dari komponen prinsip pengembangan yang mendasari dan memberi arah teknik dan tahapan penyusunan modul. Modul harus dikembangkan atas dasar hasil analisis kebutuhan dan kondisi. Perlu diketahui dengan pasti materi belajar apa saja yang perlu disusun menjadi suatu modul, berapa jumlah modul yang diperlukan, siapa yang akan menggunakan, sumberdaya yang diperlukan dan telah tersedia untuk mendukung penggunaan modul, dan hal-hal lain yang dinilai perlu. Selanjutnya, dikembangkan desain modul yang dinilai paling sesuai dengan berbagai data dan informasi objektif yang diperoleh dari analisis kebutuhan dan kondisi. Bentuk, struktur dan komponen modul seperti apa yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan kondisi yang ada. Menurut Norma (2010), ada lima kriteria dalam pengembangan modul, yaitu : 1) membantu siswa menyiapkan belajar mandiri, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 2) memiliki rencana kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara maksimal, 3) memuat isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan kesempatan belajar kepada siswa, 4) dapat memonitor kegiatan belajar siswa, dan 5) dapat memberikan saran dan petunjuk serta infomasi balikan tingkat kemajuan belajar siswa. Berdasarkan penjelasan tersebut, pengembangan modul harus mengikuti langkah-langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut adalah : 1) analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi, 2) analisis sumber belajar, 3) analisis karakteristik pembelajar, 4) menetapkan sasaran dan isi pembelajaran, 5) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran, 6) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran, 7) menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan 8) pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Langkah-langkah (1), (2), (3), dan (4) merupakan langkah analisis kondisi pembelajaran, langkah-langkah (5), (6), dan (7) merupakan langkah pengembangan, dan langkah (8) merupakan langkah pengukuran hasil pembelajaran. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 8. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang dianut. Winkel (2007:162) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Jadi dengan adanya nilai dari guru dapat diketahui apakah prestasi belajar siswa itu baik atau tidak. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen lain yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. a. Aspek Afektif Menurut Dettmer, 2006:73, aspek afektif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan nilai dan sikap. Tingkatan-tingkatan ranah afektif Dettmer yaitu menerima (receive), menanggapi (respond), menilai (value), mengorganisasi (organize), menginternalisasi commit to user (internalize), perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 mengarakterisasi (characterize), mengagumi (wonder), beraspirasi/menggagas (aspire). Penilaian pada aspek ini terlihat antara lain pada kedisiplinan atau sikap hormat terhadap guru. Kemampuan afektif berkaitan erat dengan kecerdasan emosi (EQ) anak. Kemampuan afektif secara luas disebut juga karakter. Kemampuan afektif memiliki empat dimensi utama, yaitu respons dan kemampuan membangun relasi dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan yang selalu berubah, dan relasi dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta dan tujuan perjalanan kehidupan. Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan 18 karakter utama dalam Sistem Pendidikan Nasional meliputi (Chatib, 2013): (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Kemampuan afektif sangat penting untuk membawa dua kemampuan lainnya, yaitu psikomotorik dan kognitif. b. Aspek Psikomotorik Aspek psikomotorik berkaitan dengan kemampuan gerak fisik yang mempengaruhi sikap mental. Aspek ini menunjukkan kemampuan atau keterampilan (skill) siswa setelah menerima sebuah pengetahuan. Domain psikomotorik terbagi atas tujuh kategori, yaitu persepsi, kesiapan, respon terbimbing, mekanisme, respon yang kompleks, adaptasi, dan originasi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 Menurut Sudjana (2009: 54), bahwa ada enam tingkatan keterampilan yaitu: gerak reflek yang merupakan keterampilan pada gerakan yang tidak disadari; keterampilan pada gerakan dasar; kemampuan perseptual yang merupakan kemampuan untuk membedakan visual, auditif, motorik, dan lain-lain; kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, ketepatan; gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan yang sederhana sampai dengan keterampilan yang kompleks; dan kemampuan yang berkaitan dengan non decursive komunikasi, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. c. Aspek Kognitif Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir. Sumiati dan Asra (2008: 214) mengemukakan ranah kognitif Bloom berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu knowledge (pengetahuaan), remember (mengingat), understand (memahami), apply (terapkan), analyze (analisis), evaluation (evaluasi), dan create (menciptakan). Ketiga aspek yang pertama disebut keterampilan berpikir tingkat rendah dan ketiga aspek berikutnya disebut keterampilan berpikir tingkat tinggi. Klasifikasi tujuan bersifat penjenjangan, artinya setiap tujuan yang ada di bawahnya merupakan prasyarat untuk tujuan berikutnya yang lebih tinggi. Aspek kemampuan kognitif berkaitan dengan intelegensi (IQ) anak. Pada sistem pendidikan formal, aspek ini menjadi pusat perhatian dalam pengembangan hasil belajar dibandingkan dua aspek sebelumnya yaitu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 afektif dan psikomotor. Sistem pendidikan cenderung menitikberatkan kemampuan kognitif sebagai indikator keberhasilan pendidikan. 9. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) a. Pengertian Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Pendekatan JAS merupakan salah satu inovasi pendekatan pembelajaran yang bercirikan memanfaatkan lingkungan sekitar dan simulasinya sebagai sumber belajar melalui kerja ilmiah, serta diikuti pelaksanaan belajar yang berpusat pada siswa (Mulyani, S. et al., 2008). Pendekatan pembelajaran JAS dalam implementasinya menekankan pada pembelajaran yang menyenangkan. Ini merupakan salah satu komponen dari PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Pendekatan pembelajaran JAS mendorong peserta didik untuk berprakarsa, memotivasi, dan bertanggungjawab untuk membuat siswa belajar sepangjanghayat. b. Komponen-komponen Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Pendekatan JAS dalam (Mulyani, S., 2008) terdiri atas beberapa komponen yang sebaiknya dilaksanakan secara terpadu, antara lain: 1) Eksplorasi Kegiatan eksplorasi maka siswa akan berinteraksi dengan fakta di lingkungan sehingga menemukan pengalaman dan sesuatu yang menimbulkan pertanyaan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 2) Kontruktivisme Pengetahuan yang didapatkan dalam proses pembelajaran merupakan sutu proses pembentukan (kontruksi) yang secara terus menerus, terus berubah dan berkembang. Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru sehingga siswa harus mengartikan pelajaran yang disampaikan guru dengan menyesuaikan terhadap sesuatu yang didapatkan sebelumnya. 3) Proses Sains Proses sains atau kegiatan ilmiah dimulai ketika seseorang mengamati sesuatu yang menarik perhatian sehingga akan memunculkan permasalahan. Permasalahan ini dipecahkan melalui metode ilmiah sehingga bersifat rasional dan teruji. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep ini menyarankan bahwa hasil pembelajaran didapatkan dari kerjasama dengan orang lain. Dalam sebuah kelas yang konstekstual guru diharapkan melaksanakan belajar kelompok. Guru juga bisa berkolaborasi dengan mendatangkan ahli ke kelas sebagai narasumber sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung dari ahlinya. 5) Bioedutainment Melalui komponen ini, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada diri siswa dapat diamati. Kegiatan belajar dikaitkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa. Siswa dapat mempelajari berbagai konsep dan cara dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 mengaitkannya di kehidupan nyata, sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna. 6) Assesment Autentik Assesment merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan siswa. Proses ini dilakukan selama proses pembelajaran terintegrasi dalam pembelajaran, bukan hanya pada akhir pembelajaran saja. Pembelajaran yang benar ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari. Assessment menekankan pada prosesnya sehingga data harus diperoleh dari kegiatan nyata pada saat melakukan proses pembelajaran. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa. Karakteristik penilaian ini adalah : a) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran, b) bisa digunakan untuk formatif dan sumatif, c) yang diukur keterampilan dan performansi, d) berkesinambungan, e) terintegrasi, dan f) dapat digunakan sebagai umpan balik. c. Penerapan Pendekatan JAS Menurut Ridlo (2005), pndekatan JAS mengajak peserta didik aktif mengeksplorasi lingkungan sekitarnya untuk mencapai kecakapan kognitif afektif, dan psikomotornya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan menyikapi dan penguasaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 bermasyarakat. Lingkungan sekitar dalam hal ini bukan saja sebagai sumber belajar tetapi menjadi objek yang harus diuntungkan sebagai akibat adanya kegiatan pembelajaran. Pendekatan JAS berbasis pada akar budaya, dikembangkan sesuai metode ilmiah dan dievaluasi dengan berbagai cara. Pendekatan JAS merupakan pendekatan kodrat manusia dalam upayanya mengenali alam lingkungannya. Pembelajaran melalui pendekatan JAS memungkinkan peserta didik mengembangkan potensinya sebagai manusia yang memiliki akal budi. Pendekatan JAS menekankan pada kegiatan belajar yang dikaitkan dengan lingkungan alam sekitar kehidupan peserta didik dan dunia nyata, sehingga selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam, siswa juga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan masalah-masalah kehidupan nyata. Dengan demikian, hasil belajar siswa lebih bermakna bagi kehidupannya, sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan integritas dirinya (Ridlo, 2005). Menurut Ridlo (2005), ciri kegiatan pembelajaran dengan pendekatan penjelajahan alam sekitar adalah: (1) dikaitkan dengan alam sekitar secara langsung, tidak langsung maupun menggunakan media; (2) ada kegiatan peramalan, pengamatan, dan penjelasan; (3) ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan penjelajahan adalah model pembelajaran yang lebih berpusat pada keaktifan siswa dan lebih memaknakan sosial. Pendekatan pembelajaran JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik. 10. Materi Gerakan Bumi dan Bulan a. Bumi 1) Bentuk dan Ukuran Bumi Berbagai bukti telah dikemukakan orang bahwa bentuk bumi itu bulat. Bukti yang paling mutakhir adalah bentuk bumi sebagaimana terlihat dari satelit buatan, dan kapal ruang angkasa pada abad ke-20. Menurut Hidayat, B., (1978:34) bahwa bumi bulat dan permukaannya melengkung dapat dibuktikan dengan kenyataan-kenyataan. Pada saat matahari terbenam, awan, dan gunung yang tinggi masih kelihatan terang, artinya masih mendapat sinar matahari. Ini hanya terjadi jika bumi bulat (Didjosoemarto, S., dkk., 1991:471). Bukti sejarah menyatakan jika berlayar terus ke satu arah, maka akan tiba kembali di tempat semula seperti yang dilakukan oleh Magelhaens tahun 1522. Berdasarkan pengukuran-pengukuran yang lebih akurat menunjukkan bahwa bumi itu tidak bulat benar-benar seperti bola, melainkan menyerupai oblate spheroid, yaitu agak pepat pada kutubkutubnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 Gambar 2.1. Bentuk Bumi Bulat Pepat Berdasarkan Gambar 2.1., titik A vertikal merupakan panjang jejari kutub bumi yaitu 6,35 x 106 m dan titik B horisontal merupakan jejari ekuator bumi yaitu 6,38 x 106 m. Bentuk seperti ini disebut geoid, yaitu suatu bentuk yang berbeda dari bentuk planet-planet lainnya, dan hanya dimiliki oleh bumi (ellipsoid triaxial/krasovsky ellipsoid). Secara teoritis pepatnya bola bumi disebabkan adanya rotasi sejak awal pembentukannya ketika bumi belum padat. Akibatnya, pada bagian yang searah dengan sumbu rotasi akan terjadi pemampatan, sedangkan yang tegak lurus, yaitu yang searah dengan ekuator akan mengalami pengembangan. 2) Rotasi Bumi Perputaran bumi pada porosnya atau disebut rotasi dengan arah barat timur. Berdasarkan Gambar 2.2. yaitu dari titik A ke B. Hal tersebut mengakibatkan seolah-olah gerakan matahari dan benda-benda langit yang lain bergerak dari timur ke barat atau disebut gerak semu harian. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 Gambar 2.2. Rotasi Bumi Selama mengitari matahari, poros bumi selalu miring 23,5o terhadap garis yang tegak lurus normal ekliptika. Peredaran bumi mengelilingi matahari terlihat seakan-akan matahari yang bergeser membentuk sudut 23,5 0 terhadap normal ekliptika atau disebut garis lintang utara (23,50 LU ), menuju ke ekuator (00), bergeser membentuk sudut -23,5 0 terhadap normal ekliptika atau ke arah garis lintang selatan (23,50 LS), kembali lagi ke ekuator, dan seterusnya, yang disebut gerak semu tahunan matahari. Berikut ini adalah dampak rotasi bumi: a) Pergantian Siang dan Malam Bumi berotasi, maka bagian bumi yang terkena sinar matahari tidak tetap, tetapi bergiliran. Menurut Supiyanto (2002:102), setengah bagian bumi terkena sinar matahari (terjadi siang hari) dan setengah bagian bumi tidak terkena sinar matahari (terjadi malam hari). b) Perbedaan Waktu Berbagai Tempat di Muka Bumi Terjadinya siang dan malam bukan suatu yang tiba-tiba, tetapi merupakan proses yang berlangsung perlahan-lahan. Seluruh permukaan bumi dibagi-bagi menurut jaring-jaring derajat. Jaring- commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 jaring derajat itu dinamakan garis lintang dan garis bujur. Kala rotasi bumi memerlukan waktu 24 jam. Satu kali rotasi semua tempat di permukaan bumi putarannya 360 0 bujur. Bumi kita dibagi menjadi 24 daerah waktu, sehingga setiap daerah waktu meliputi 15 0 bujur. Garis bujur 0 0 melewati kota Greenwich, sehingga waktu pangkal ditetapkan di Greenwich. Jika waktu standar di sebelah barat bujur 00 waktunya dikurangi sebaliknya di sebelah timur 00 waktunya ditambah. Sebagai contoh Indonesia memiliki tiga bujur standar yaitu 1050, 120 0, 1350 Bujur Timur, dengan demikian waktu lokalnya berturut-turut adalah waktu Greenwich ditambah 7 jam, 8 jam, dan 9 jam (Rachman, B., 2010:18). c) Gerak Semu Harian Bintang Efek dari gerak rotasi bumi ini adalah terbit-terbenamnya bintangbintang, yang disebut juga sebagai pergerakan semu bola langit. Matahari terlihat terbit di timur dan tenggelam di barat. Terbit dan tenggelamnya matahari disebut gerak semu harian matahari. Bumi berotasi dari barat ke timur (berlawanan arah jarum jam dilihat dari kutub utara ekliptika), sehingga yang terlihat dari bumi, pergerakan semu langit adalah dari timur ke barat. Sumbu rotasi bumi tidak sebidang dengan bidang edarnya mengelilingi matahari. Bidang edar bumi mengelilingi matahari ini dinamakan ekliptika. Terhadap ekliptika ini, equator bumi membentuk sudut 23,50. Dengan kata commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 lain, sumbu rotasi bumi membentuk sudut 23,50 terhadap normal bidang ekliptika (Gambar 2.2.). 3) Revolusi Bumi Revolusi bumi adalah peredaran bumi mengelilingi matahari. Bumi mengelilingi matahari pada orbitnya sekali dalam waktu 365 hari. Periode revolusi bumi, yaitu waktu yang diperlukan bumi untuk berputar sekali mengelilingi matahari adalah satu tahun, tepatnya 365 hari 6 jam 9 menit 10 sekon. Waktu inilah yang disebut sebagai satu tahun sideris (Supiyanto, 2002: 102). Ternyata poros bumi tidak tegak lurus terhadap bidang ekliptika melainkan miring dengan arah yang sama membentuk sudut 23,50. Sudut ini diukur dari garis imajiner yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan yang disebut dengan sumbu rotasi. Revolusi ini menimbulkan beberapa gejala alam yang berlangsung secara berulang tiap tahun di antaranya perbedaan lama siang dan malam, gerak semu tahunan matahari, perubahan musim, dan perubahan penampakan rasi bintang, serta kalender masehi. Berikut ini adalah dampak revolusi bumi: a) Perubahan Lamanya Siang dan Malam Pada tanggal 21 Maret dan 23 September setiap tahunnya, semua tempat di bumi (kecuali kutub) mengalami siang dan malam hari sama panjang, yaitu 12 jam. Ini karena semua tempat mendapat sinar matahari selama 12 jam dan tidak mendapatkannya 12 jam. Tanggal commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 21 Juni ketika matahari ada pada kedudukan paling utara, yakni 23,5o LU, belahan bumi utara mengalami siang lebih panjang daripada malam. Sebaliknya di belahan bumi selatan, lamanya siang akan lebih pendek daripada malam. Daerah dalam lingkaran kutub utara mendapat sinar matahari selama 24 jam, sehingga siang akan terjadi secara terus menerus pada waktu itu. Sebaliknya di daerah lingkaran kutub selatan tidak mendapat sinar matahari selama 24 jam, sehingga malam terjadi secara terus menerus pada waktu itu. b) Pergantian musim Revolusi bumi dan kemiringan poros bumi terhadap ekliptika mengakibatkan terjadinya pergantian musim. Gambar 2.3. Revolusi Bumi Sumber: http://belajar.dindikptk.net/ Berdasarkan Gambar 2.3., revolusi bumi dari 21 Maret sampai dengan 21 Juni, kutub utara makin condong ke arah matahari, sebaliknya kutub selatan makin menjauh dari matahari. Ini commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 menyebabkan belahan bumi utara mengalami musim semi (spring) dan belahan bumi selatan mengalami musim gugur (autum). Pada tanggal 21 Juni, matahari berada di 23,5 o LU dan kutub utara menghadap ke matahari. Belahan bumi utara mendapat pemanasan lebih besar dari belahan bumi selatan, sehingga di belahan bumi utara mengalami puncak musim panas dan sebaliknya di belahan bumi selatan akan mengalami musim dingin. Pada pada tanggal 21 September sampai dengan 21 Desember, kutub utara menjauhi matahari dan sebaliknya belahan bumi selatan mendekati matahari. Dalam periode ini belahan bumi utara akan mengalami musim dingin (winter) dan belahan bumi selatan akan mengamai musim panas (summer). Bersamaan dengan itu belahan bumi utara mengalami siang yang makin panjang tetapi masih tetap lebih pendek daripada malam harinya, sebaliknya belahan bumi selatan mengalami siang yang makin pendek tetapi masih tetap lebih panjang daripada malamnya. c) Terjadinya Paralaks Bintang Paralaks bintang merupakan salah satu metode untuk menentukan jarak bintang yaitu dengan cara mengukur sudut paralaksnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 R r Gambar 2.4. Paralaks Bintang Sumber:www.ahmadsuyanto67.files.wordpress.com Konsep pengukuran jarak dengan metode paralaks dapat dibayangkan bahwa seluruh benda langit yang dilihat dari bumi merupakan proyeksi terhadap bidang langit. Berdasarkan Gambar 2.4., bintang latar belakang dianggap diam letaknya sangat jauh dari bumi sehingga selama periode revolusi bumi bintang-bintang tersebut tidak terlihat bergerak. Diasumsikan lintasan orbit bumi berbentuk lingkaran dengan jejari r. Pada saat bumi berada di titik A, bintang bila dilihat dari bumi akan terlihat di titik A’. Setelah seperempat periode revolusi bumi, bintang akan terlihat di titik B dan bintang akan terlihat di titik B’. Seperempat periode revolusi bumi berikutnya, bumi akan terletak di titik C dan bintang akan terlihat di titik C’. Bila ada bintang yang ingin di ukur jaraknya, dinotasikan jaraknya dengan R. Secara praktik, metode ini dilakukan dengan cara memotret lokasi langit yang sama (dengan teknik khusus secara astrofotografi). Pemotretan dilakukan beberapa kali commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 selama satu tahun (1 periode revolusi bumi). Dari hasil citra tersebut akan diketahui ada beberapa bintang yang bergeser-geser membentuk lintasan lingkaran. Dari radius pergeseran tersebut, maka dapat diketahui jarak bintang itu jika diukur dari bumi. Terdapat sudut p pada segitiga tersebut, biasa disebut sudut paralaks. Sudut paralaks ini merupakan radius sudut pergeseran bintang karena bumi mengelilingi matahari. Berdasarkan Gambar 2.3., konfigurasi bintang, matahari, dan bumi membentuk sudut segitiga siku-siku. Dari segitiga siku-siku di atas didapat hubungan trigonometri yaitu: sin p = .................................................................. (2.1) Karena sudut p sangat kecil, biasanya dalam satuan detik busur ('), maka: sin( ) ≈ ................................................................................. (2.2) sehingga, p≈ ........................................................................ (2.3) Oleh karena satuan yang berbeda, derajat dan radian, maka perlu dikonversi persamaan sebagai berikut: p (0) x 0,017= p(0) = 57,3 p( )= 3438 p(")= 206280 ....................................................... (2.4) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 Jarak matahari-bumi yaitu 1 AU (unit astronomi) atau 150 juta km. Maka persamaan 2.4 dapat dituliskan sebagai berikut: p(")= 206280 d = (′′) ............................................................ (2.5) Maka didapatkan satuan baru yaitu parsek (pc). Parsek yaitu jarak objek dengan sudut paralaks 1 detik busur (") atau sama dengan 206280 AU atau 3,09 x 10 16 m. Sehingga persamaan 2.5 dapat disederhanakan menjadi: ( )= ( ) .............................................................................. (2.6) Satu parsek sama dengan ~3,26 tahun cahaya. Satu tahun cahaya merupakan jarak yang ditempuh cahaya dalam 1 tahun. Laju cahaya yaitu sekitar 3 x 10 8 m/s. Sehingga jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun yaitu ~9,4 x 10 15 m. d) Perubahan Kenampakan Rasi Bintang Rasi bintang adalah susunan bintang-bintang yang tampak dari bumi membentuk pola-pola tertentu. Bintang-bintang membentuk sebuah rasi sebenarnya tidak berada pada lokasi yang berdekatan. Karena letak bintang-bintang itu sangat jauh, maka ketika diamati dari bumi seolah-olah tampak berdekatan. Rasi bintang yang dikenal antara lain Aquarius, Pisces, Gemini, Scorpio, Leo, dan lain-lain. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 e) Kalender Masehi Berdasarkan pembagian bujur, yaitu bujur barat dan bujur timur, maka batas penanggalan internasional ialah bujur 1800 , akibatnya apabila dibelahan timur bujur 180 0 tanggal 15 maka di belahan barat bujur 180 0 masih tanggal 14, seolah-olah melompat satu hari. Hitungan kalender masehi berdasarkan pada kala revolusi bumi, dimana satu tahun sama dengan 365 ¼ hari. Kalender masehi yang mula-mula digunakan adalah kalender Julius Caesar atau kalender Julian. Kalender julian berdasarkan pada selang waktu antara satu musim semi dengan musim semi berikutnya dibelahan bumi utara. Selang waktu ini tepatnya adalah 365,242 hari atau 365 hari 5 jam 48 menit 46 sekon. 4) Integrasi Materi IPA dan Budaya Jawa a) Gerak semu harian bintang Pada zaman dahulu dalam masyarakat Jawa hampir tidak dijumpai rumah menghadap ke barat dan demikian pula halnya yang menghadap ke timur. Rumah masyarakat Jawa pada umumnya menghadap ke selatan. Berdasarkan sudut pandang sains hal tersebut disebabkan oleh efek dari gerak rotasi bumi. Bumi berotasi dari barat ke timur (berlawanan arah jarum jam dilihat dari kutub utara ekliptika), sehingga yang terlihat dari bumi, pergerakan semu langit adalah dari timur ke barat. Sedangkan keterkaitan dengan perubahan musim, musim kemarau terjadi saat posisi matahari ada di belahan bumi utara pada commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 o koordinat 23,5 LU), sehingga suhu udara di utara khatulistiwa tinggi dan tekanan udaranya minimum (-). Sementara di selatan khatulistiwa, suhu udara rendah dan tekanan udaranya maksimum (+). Supaya saat siang hari cahaya matahari tidak langsung masuk ke rumah, maka rumah di buat menghadap ke selatan. Sebaliknya saat musim penghujan, posisi matahari ada di belahan bumi selatan yaitu pada o koordinat -23,5 LS. Hal ini berakibat suhu udara di selatan khatulistiwa tinggi dan tekanan udaranya minimum (-). Sedangkan suhu udara di utara khatulistiwa rendah dan tekanan udaranya maksimum (+). Akibatnya, bertiup arus angin musim timur laut di selatan khatulistiwa membelok menjadi angin musim barat laut, sinar matahari diperlukan untuk membantu mengeringkan ”tempias” air hujan yang masuk ke serambi rumah. b) Perubahan Musim Perubahan musim juga sudah dipelajari oleh nenek moyang masyarakat Jawa sejak dulu. Dalam bahasa Jawa sistem pembagian musim dikenal dengan pranata mangsa. Sebagai contoh pranata mangsa dimanfaatkan untuk menentukan waktu memulai tandur (menanam padi), menuai padi, dan menanam palawija. Terdapat empat mangsa (musim) berdasarkan masyarakat Jawa, yaitu mangsa katiga (88 hari), labuh (95 hari), rendheng (94 hari), dan mareng (88 hari). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 Gambar 2.5. Siklus Penanggalan Pranata Mangsa Sumber: http://jakarta45.wordpress.com/2012/12/30/25389/ Penanggalan pranata mangsa didasarkan pada bulan mengitari bumi. Berdasarkan Gambar 2.5., dalam siklus satu tahun (354 hari), dengan pembagian 12 mangsa. Penjabaran pranata mangsa menurut masyarakat Jawa adalah sebagai berikut: 1) Musim kemarau (mangsa terang), pada bulan Juni, Juli, dan Agustus merupakan penentuan permulaan mangsa Kasa yang terjadi pada saat matahari berada belahan bumi utara pada 22 Juni (23,50 LU). Jika diamati dari khatulistiwa, matahari tampak bergeser ke utara yang menandakan terjadinya musim kemarau. Mangsa Kasa (Sapigumarah), dimulai pada 22 Juni dan berusia 41 hari. Hal ini ditandai dengan gugurnya daun dan petani mulai menanam palawija. Mangsa Karo (Tagih), dimulai pada 2 Agustus dan berusia 23 hari. Hal ini ditandai dengan palawija mulai tumbuh dan tanah mulai retak/berlubang. Mangsa Katiga (Lumbung), dimulai pada 25 Agustus dan berusia 24 hari. Pada musim ini lahan tidak ditanami, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 karena panas sekali. Palawija mulai di panen dan berbagai jenis bambu tumbuh. 2) Musim pancaroba kedua (mangsa labuh) yang terjadi pada bulanbulan September, Oktober, dan November. Mangsa Kapat (Jarandawuk), mulai 18 September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada (jarang) tanaman, karena musim kemarau. Para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga. Mangsa Kalima (Banyakangkrem), mulai 13 Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Mangsa Kanem (Gotongmayit), mulai 9 November, berusia 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buahbuahan (durian, rambutan, manggis, dan lain-lain). 3) Musim hujan (mangsa udan) yang biasa terjadi pada bulan-bulan Desember, Januari, dan Februari. Mangsa Kapitu dimulai pada 22 Desember saat matahari ada di belahan bumi selatan (-23,50 Lintang Selatan). Jika diamati dari khatulistiwa, matahari tampak bergeser ke selatan yang menandakan terjadinya musim penghujan. Mangsa Kapitu (Bimasekti), mulai 22 Desember, usianya 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir. Mangsa Kawolu (Wulanjarangurum), mulai 3 Februari, usianya 26 hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, larva kumbang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 mulai banyak. Mangsa Kasanga (wuluh), mulai 1 Maret, usianya 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara. 4) Musim pancaroba kesatu (mangsa mareng) yang terjadi pada bulan Maret, April, dan Mei. Mangsa Kasepuluh (Waluku), mulai 26 Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Desta (Lumbung), mulai 19 April, berusia 23 hari. Seluruhnya memanen padi. Sadha (Tagih), mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya tersisa jerami, sehingga merupakan musimnya para petani menumpuk jerami. c) Rasi Bintang Garis imajiner antara bintang-bintang yang kemudian membentuk sebuat rasi bintang. mengelompokkan bintang-bintang menjadi satu rasi tapi juga membagi ekliptika (area yang dilintasi matahari dalam siklus tahunannya) menjadi 12 area dengan besaran yang sama yakni 300. Kedua belas area itu kemudian diisi masing-masing oleh satu rasi bintang yang kemudian dikenal sebagai konstelasi zodiak. Jika matahari bergerak dengan kecepatan yang sama maka akan memasuki rasi yang baru setiap 30 hari sehingga bisa dikatakan matahari akan berada di setiap rasi selama 30 hari atau satu konstelasi untuk 1 bulan dimulai dengan posisi matahari di vernal equinox (matahari berada di commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 titik equinox pada tanggal 21 Maret, pada daerah lintang utara antara 23,50 – 60 0), yang pada masa itu merupakan saat matahari berada di rasi Aries. Ke-12 rasi itu adalah: Aries (21 Maret – 19 April), Taurus (20 April – 20 Mei), Gemini (21 Mei – 20 Juni), Cancer (21 Juni – 22 Juli), Leo (23 Juli – 22 Agustus), Virgo (23 Agustus – 22 September), Libra (23 September – 22 Oktober), Scorpio (23 Oktober – 21 November), Sagitarius (22 November – 21 Desember), Capricorn (22 Desember – 19 Januari), Aquarius (20 Januari – 18 Februari), dan Pisces (19 Februari – 20 Maret). Pembagian area ini mempermudah pekerjaan para pengamat langit untuk mencatat posisi matahari, bulan dan planet dengan adanya titik acuan yakni bintang-bintang. Dan sistem ini menjadi sistem koordinat langit pertama yang dibuat dan kemudian berkembang menjadi sistem koordinat yang dikenal saat ini sistem koordinat equatorial (Gambar 2.6). Gambar 2.6. Koordinat Rasi Bintang Sumber: http://langitselatan.com/ commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 Bumi berotasi pada porosnya dengan perputaran sumbu rotasi bumi ini memiliki periode 25765 tahun. Karena perubahan yang sangat lambat dalam hal orientasi dengan bintang. Posisi matahari di langit pada vernal equinox bergeser perlahan ke barat yang artinya juga bergeser dari penanggalan. Inilah yang disebut efek presesi equinox. Laju pergeseran itu 1 hari setiap 71 tahun. Contoh pada tahun 2011 ketika vernal equinox terjadi pada tanggal 21 Maret, posisi matahari tampak berada di rasi Pisces di dekat perbatasan Aquarius. Berbeda dengan saat pertama kali konstelasi zodiak dipetakan pada kisaran tahun 1370 SM, pada masa itu vernal equinox terjadi ketika Matahari masih berada di rasi aries. Presesi sumbu rotasi bumi inilah yang menyebabkan terjadinya pergeseran waktu matahari berada pada rasi tertentu. Sebenarnya pola-pola rasi bintang sudah dipetakan oleh orangorang Jawa, beserta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan masyarakat Jawa juga memiliki imajinasi akan bentukbentuk rasi seperti Waluku (Orion), Wuluh (Pleaides), Kelapa Doyong (Scorpio), Sapi Gumarang (Taurus), dll. Tak hanya berimajinasi, benda-benda langit ini juga diggunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai penentu waktu bercocok tanam, kalender, maupun navigasi. Salah satu contohnya adalah Bintang Salib Selatan (Southern Cross atau nama latinnya Crux) atau yang dikenal juga sebagai Bintang Layang-layang. Di wilayah Jawa, commit to user orang-orang zaman dahulu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61 melihatnya dan mengenalnya sebagai Lintang Pari dan juga Lintang Gubug Penceng. Rasi bintang ini sangat berguna bagi nelayan untuk menentukan arah selatan jika berlayar di laut. a b Gambar 2.7. a. Rasi Bintang Pari, b. Rasi Bintang Beruang Besar Sumber: http://file.upi.edu/ Berdasarkan Gambar 2.7. a, jika ditarik garis semu dari bintang paling atas pada rasi ini ke bintang yang berada di posisi paling bawah di rasi ini dan terus lurus ke horizon langit akan sampai pada titik Kutub Selatan. Berdasarkan hal tersebut para nelayan mengasosiasikannya dengan bentuk ikan pari. Lintang Kartika, yang dalam dunia barat lebih dikenal dengan Pleiades atau The Seven Sisters (karena memang bintang yang jelas terlihat dari bumi berjumlah tujuh buah) atau rasi bintang Beruang Besar. Gambar 2.7. b, menunjukkan rasi bintang Beruang Besar yang dimanfaatkan untuk mencari arah utara. Bintang tersebut diasosiasikan juga sebagai tujuh bidadari, yang direpresentasikan dalam tarian Bedhaya Ketawang di Keraton Mataram. Di wilayah Pantai Utara Jawa rasi ini digunakan untuk menandakan waktu (kalender) dalam penanggalan Jawa. Menurut masyarakat Jawa, jika rasi ini sudah terbit commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 sekitar 50° di langit dengan titik acuan adalah pengamat, maka musim ketujuh (mangsa kapitu) pun dimulai. Mangsa kapitu merupakan musim yang baik untuk para petani mulai menanam padi. Pada musim ini, matahari ada di belahan bumi selatan (-23,50 LS). Jika diamati dari khatulistiwa, matahari tampak bergeser ke selatan yang menandakan terjadinya musim penghujan. a b Gambar 2.8. a. Rasi Bintang Orion, b. Rasi Bintang Scorpio Sumber: http://file.upi.edu/ Berdasarkan Gambar 2.8. a, Lintang Waluku atau Orion. Rasi bintang ini dapat dilihat di langit sebelah barat antara 85° LU dan 75° LS. Tampak paling jelas selama bulan Januari. Oleh masyarakat Jawa, rasi bintang waluku atau “bintang bajak” digunakan sebagai tanda bagi para petani jaman dulu untuk mulai menggarap sawah dan ladangnya sebagai bagian dari mangsa udan. Rasi bintang Scorpio (Kalajengking) (Gambar 2.8. b) dalam tradisi Jawa terdahulu dikenal dengan nama sebagai Banyakangrem (angsa mengeram) dan digunakan para petani sebagai tanda mulainya mangsa kalima. Rasi bintang ini dapat menjadi petunjuk arah tenggara/timur, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 dilewati oleh garis imajiner ekliptika dengan titik koordinat 400 LU dan 900 LS. b. Bulan 1) Bulan Sebagai Satelit Bumi Bulan merupakan satelit bumi dalam sistem tata surya. Sebagaimana benda-benda langit lain, bulan juga berbentuk bulat dengan diameternya adalah 3,48 x 10 6 m, sedangkan masa bulan 7,35 × 1022 kg. Jarak bulan dengan bumi terjauh atau apogee (Yunani: ap artinya jauh, gee artinya bumi) adalah 363,10 x 106 m, sedangkan jarak terdekatnya dari bumi atau perigee (Yunani: peri artinya dekat, gee artinya bumi) adalah 405,70 x 106 m. 2) Bentuk dan Ukuran Bulan Bentuk permukaan bulan terdiri dari bagian-bagian yang disebut: a) Terra, yaitu daerah terlihat terang, ditaburi kawah. b) Marta, yaitu daerah gurun batuan gelap yang diselubungi lava basah, hanya sedikit terdapat kawah. c) Lembah, terdapat banyak lembah sempit (riil) ada yang memanjang hingga 100 km. d) Gunung, ada yang mencapai ketinggian 8,0 x 103 m. e) Kawah, diduga jumlahnya mencapai 40.000 dengan diameternya antara 2000–200.000 m. Kawah ini kemungkinan berasal dari kegiatan vulkanis dan tumbukkan meteorit. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 Bulan melakukan tiga gerakan sekaligus. Pertama bulan mengelilingi sumbunya sendiri atau gerakan rotasi, bulan mengelilingi bumi atau revolusi bulan, dan bersama-sama dengan bumi mengelilingi matahari. Wajah bulan yang mengahadap bumi selalu sama. Hal ini disebabkan periode rotasi bulan sama dengan periode revolusinya. Saat bulan selesai melakukan satu putaran mengelilingi bumi (revolusi bulan), maka bulan juga melakukan satu putaran pada porosnya sendiri (rotasi bulan). Periode revolusi dan rotasi yang sama disebabkan oleh fenomena yang dinamakan tidal locking atau penguncian pasang/gravitasi. Fenomena tidal locking terjadi adalah karena adanya torsi yang diberikan bumi kepada bulan, dan bulan bereaksi dengan menyesuaikan periode rotasinya sehingga tercapai kesetimbangan yaitu saat periode rotasinya sama dengan periode revolusinya. Gambar 2.9. Fenomena Tidal Locking Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.com/ Berdasarkan Gambar 2.9., penguncian pasang terjadi sebagai akibat dari gaya gravitasi yang bekerja pada tonjolan pasang (tidal bulges) bulan. Tonjolan ini diciptakan oleh gravitasi bumi yang bekerja pada permukaan bulan. Gaya gravitasi ini menyebabkan permukaan bulan yang terdekat dengan bumi menonjol keluar, yang menyebabkan bentuk bulan terdistorsi menjadi bola elips. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 Gambar 2.10. Tidal Locking Menyebabkan Tonjolan tidak Sejajar lagi dengan Sumbu Bulan-Bumi Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.com/ Jadi jika bulan berputar searah jarum jam, maka tonjolan ini akan bergerak bersama dengan rotasi searah jarum jam, yang menyebabkan tonjolan tidak sejajar lagi dengan sumbu bulan-bumi (garis putus-putus C ke D). Jika tonjolan tidak sejajajar lagi dengan sumbu CD, hal ini mengakibatkan ada bagian dari tonjolan yang lebih dekat ke bumi daripada bagian lainnya. Gaya gravitasi bumi menarik lebih kuat pada bagian tonjolan yang terdekat daripada bagian yang jauh. Pada Gambar 2.10., tarikan pada tonjolan B menyebabkan bulan berputar berlawanan arah jarum jam di sekitar poros. Gaya rotasi berlawanan arah jarum jam ini, yang disebut torsi, berlawanan arah, memperlambat, dan akhirnya mencapai keseimbangan dengan rotasi alami bulan yang searah jarum jam. Ekuilibrium atau titik keseimbangan tercapai ketika rotasi bulan diperlambat ke titik di mana tonjolan tidak lagi miring. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 C D Gambar 2.11. Tidal locking atau Penguncian Pasang/Gravitasi Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.com/ Proses pada Gambar 2.11., bumi dapat memperlambat bulan ke titik penguncian pasang. Hal tersebut mengakibatkan wajah bulan terlihat sama saat diamati dari bumi. 3) Fase Bulan Fase bulan merupakan bentuk bulan yang selalu berubah-ubah jika dilihat dari bumi. Fase bulan itu tergantung pada kedudukan bulan terhadap matahari dilihat dari bumi. Berdasarkan acuan revolusinya, bulan memiliki dua periode yang berbeda. Periode bulan sideris adalah selang waktu yang diperlukan untuk berevolusi 360 0 (tepat 1 putaran) mengitari bumi dengan mengacu ke suatu bintang dengan waktu 27 hari. Periode bulan sinodis adalah periode bulan berdasarkan fase-fase bulan, yaitu mulai dari bulan baru sampai bulan baru berikutnya dengan waktu untuk berevolusi 3900 (lebih dari 1 putaran). commit to user hari dan diperlukan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 7 8 6 22,50 hari 26,00 hari M 18,50 hari B 29,5 hari 1 3,5 hari 14,25 hari 5 b 11,25 hari 7,5 hari 2 4 3 Gambar 2.12. Fase Bulan Sumber: http://file.upi.edu/ Berdasarkan Gambar 2.12., Pada fase bulan baru atau bulan mati yaitu pada titik 1, bulan berada dalam konjungsi yaitu bulan berada pada satu garis lurus di antara bumi (B) dan matahari (M). Pada waktu ini sisi bulan yang membelakangi bumi akan mendapat sinar matahari, sedangkan sisi bulan yang menghadap bumi tidak mendapat cahaya matahari. Akibatnya bulan tidak nampak dari bumi. Begitu meninggalkan fase bulan baru atau bulan mati, maka bulan mulai kelihatan. Mula-mula bulan sabit pada titik 2, makin lama makin besar dan sampai pada kwartir pertama, yaitu titik 3. Pada kondisi ini, separuh bagian bulan yang menghadap bumi mendapat cahaya matahari, karena itu bulan terlihat setengah cakram. Dari kwartir pertama, bulan menuju kwartir kedua atau bulan purnama pada titik 5, yaitu bulan berada segaris dengan bumi tetapi dengan posisi membelakangi matahari atau disebut bulan dalam oposisi. Pada saat ini bumi berada antara bulan dan matahari. Seluruh bagian bulan yang menghadap bumi mendapat cahaya matahari sehingga kita commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68 dapat melihat bulan paling besar, yang disebut bulan purnama atau bulan penuh. Dari bulan purnama, bulan bergerak menuju kwartir ketiga yaitu titik 7. Pada posisi ini bulan terlihat setengah cakram. Selanjutnya bulan kembali ke titik 1. Bulan kelihatan semakin kecil atau disebut bulan baru atau bulan mati. Bulan baru atau bulan mati ini berarti permulaan bagi bulan berikutnya. Bulan pada kuartir pertama (titik 3) dan kwartir ketiga (titik 7) terlihat hampir sama jika diamati dari bumi yaitu setengah cakram. Perbedaan keduanya saat kwartir pertama, bulan tampak setengah cakram sebelah kanan dan saat menempuh waktu 7,50 hari. Sedangkan, pada kwartir ketiga, bulan tampak setengah cakram sebelah kiri dan menempuh waktu 22,50 hari. Pada titik 2 dan 8, memiliki kesamaan yaitu pada posisi bulan sabit. Perbedaan keduanya, pada titik 2 periode revolusi bulan saat menempuh 3,50 hari dengan bulan sabit sebelah kanan sedangkan titik 8 adalah 26 hari dengan bulan sabit sebelah kiri. Titik 6 dan 8 juga berlaku demikian. Titik 4 dengan periode revolusi menempuh 11,25 hari sedangkan titik 6 adalah 18,50 hari. 4) Integrasi Materi IPA dan Budaya Jawa Fase peredaran bulan sinodis ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di pulau Jawa untuk membuat suatu perhitungan pembuatan kalender. Kalender khas ini dinamakan kalender Jawa atau dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 sebutan petangan jawi. Kalender atau perhitungan pranata mangsa digunakan oleh petani sebagai pedoman dalam bekerja dan bercocok tanam. Dasar perhitungannya tidak lepas dari peredaran alam, khususnya peredaran matahari. Perdaran matahari menimbulkan siang dan malam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Kalender Jawa ditetapkan oleh Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo pada 1633 Masehi yang bertepatan dengan 1 Sura tahun Alip 1555 dan 1 Muharam 1043 Hijriah (angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah). Dalam kalender Jawa terdapat perputaran waktu khusus (siklus) yaitu windu, pasaran, selapan, dan wuku. Keistimewaan kalender Sultan Agung yaitu sistem penamaan hari (Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu), dikenal pula 5 pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon), sedangkan bulan ada 12 (Muharrom, Sapar, mulud, Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkaidah, Besar), selain itu dikenal pula istilah windu untuk 8 tahun (Alif, Ehe, Jim Awal, Je, Dal, Be, Wawu, Jim Akhir). Jumlah hari dalam kalender Jawa ini sangat istimewa yaitu 1 Windu memiliki 3 tahun panjang (Kabisat) dengan jumlah hari 355 hari. Sedangkan 5 tahun pendeknya (Basitoh) ada 354 hari sehingga jika dihitung 8 × 354 + 3 = 3835 hari, angka ini habis dibagi 7 (hari) dan 5 (pasaran). Hal ini berarti dalam satu windu akan terjadi hari yang sama dan pasaran yang sama pula. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70 Perhitungan jumlah hari dalam kelender Jawa berdasarkan periode bulan sinodik, mulai dari bulan baru sampai bulan baru berikutnya dengan waktu 29 hari. Jika 29 hari dikalikan 1 tahun menjadi 354 hari. Dalam kalender Islam Jawa, tahun pendek (wastu) umur bulan yaitu 29 hari sedangkan tahun panjang (wuntu) umur bulan ke 12 yaitu 30 hari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari(perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Satu tahunnya berumur 354 hari, maka dalam waktu 120 tahun sistem ini akan bertambah 1 hari bila dibandingkan dengan sistem kalender Hijriyah. Secara astronomis, kalender Jawa tergolong mathematical calendar, sedangkan kalender Hijriah tergolong astronomical calendar. Mathematical atau aritmatical calendar merupakan sistem penanggalan yang aturannya didasarkan pada perhitungan matematika dari fenomena alam. Kalender Masehi juga tergolong mathematical calendar. Adapun astronomical calendar merupakan kalender berdasarkan fenomena alam sendiri seperti kalender Hijriah dan kalender Cina. Kalender Jawa Sultan Agung sampai saat ini masih dapat di lihat hampir setiap kalender yang beredar di Indonesia. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71 c. Gerhana Kejadian gerhana sebenarnya disebabkan oleh bayangan bumi dan bulan yang menghalangi sinar matahari. Sebulan sekali, bulan akan berada antara bumi dan matahari, saat seperti itu disebut fasa bulan baru, yaitu bulan dalam kedudukan berkonjungsi. Jika pada saat itu matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu garis lurus maka bayangan bulan akan mengenai bumi. Pada saat itu akan terjadi peristiwa gerhana matahari. Sebaliknya, jika bulan berada di dalam bayangan bumi, yaitu pada kedudukan matahari, bulan, dan bumi terletak pada garis lurus maka akan terjadi peristiwa gerhana bulan. Pada saat itu bulan berada dalam fase bulan purnama, yaitu saat bulan dalam kedudukan beroposisi (Dirdjosoemarto, S., dkk., 1991: 420). 1) Gerhana Matahari Gerhana matahari terjadi apabila bulan diantara bumi dan matahari. Bila hal ini terjadi maka sebagian sinar matahari ke permukaan bumi tertutupi oleh bulan. Walaupun bulan lebih kecil, bayangan bulan mampu melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena bulan dengan jarak 384,40 x 106 m adalah lebih dekat kepada bumi daripada matahari yang memunyai jarak 149,68 x 109 m. Gerhana matahari hanya dapat terjadi ketika bulan berada pada bulan baru dan ketika bulan berada di dekat salah satu simpul orbitnya. Ada tiga jenis gerhana matahari, yaitu: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72 a) Gerhana Matahari Total Gerhana matahari total terjadi pada saat jarak bulan ke matahari pada posisi paling jauh (563.319 km), ketika bulan secara keseluruhan menutupi sinar matahari yang memancar ke bumi atau pada posisi daerah umbra (bayang-bayang inti). Gambar 2.13. Gerhana Matahari Total Pada gerhana total Gambar 2.13., sumbu bayangan bulan mengenai suatu daerah di permukaan bumi (titik U) yang dikenal dengan istilah garis sentral (central line) dengan garis ini menghubungkan pusat cakram bulan ke pusat cakram matahari. Seolah-olah piringan bulan sama besar atau lebih besar dari piringan matahari. Ukuran piringan matahari dan piringan bulan berubah-ubah tergantung pada masingmasing jarak bumi-bulan dan bumi-matahari. Gerhana matahari total hanya dapat dilihat dari daerah permukaan bumi yang terkena bayangbayang umbra. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73 b) Gerhana Matahari Sebagian Gerhana matahari sebagian terjadi pada saat bulan berada pada daerah penumbra (bayang-bayang kabur) sehingga ada bagian matahari yang terlihat normal dari suatu daerah lain di permukaan bumi. Gambar 2.14. Gerhana Matahari Sebagian Gerhana matahari sebagian Gambar 2.14, terjadi apabila bulan (saat puncak gerhana) hanya menutupi sebagian dari matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan matahari yang tidak tertutup piringan bulan. c) Gerhana Matahari Cincin Gerhana matahari cincin terjadi ketika jarak bulan mencapai jarak terjauh dari bumi (405.530 km). Kerucut bayang-bayang inti (umbra) tidak sampai ke bumi, permukaan bumi hanya terkena oleh perpanjangan umbra atau disebut antumbra. Pengamat gerhana akan melihat matahari tampak sebagai cincin putih di sekitar bola hitam. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74 Gambar 2.15. Gerhana Matahari Cincin Gerhana matahari dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a) Pengaruh Jarak Lintasan bumi mengelilingi matahari tidak berbentuk lingkaran melainkan berbentuk elips. Demikian juga lintasan bulan dalam mengitari bumi. Hal ini mengakibatkan jarak bumi dengan matahari begitu juga bumi dengan bulan senantiasa berubah. Akan ada jarak terdekat bumi dengan matahari (perihelium) dan jarak terjauh bumi dengan matahari (aphelium). Akan ada juga jarak terdekat bumi dengan bulan (perigee) dan jarak terjauh bumi dengan bulan (apogee). Gambar 2.16. Lintasan Bumi dan Bulan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75 Berdasarkan Gambar 2.16, diameter matahari 400 kali lebih besar dari diameter bulan. Akan tetapi saat terlihat dilangit ternyata keduanya terlihat hampir sama besarnya. Hal itu disebabkan karena jarak bumi ke matahari juga sekitar 400 kali jarak bumi ke bulan. Inilah yang memungkinkan bayangan bulan menutupi seluruh permukaan matahari ketika terjadi gerhana matahari total. b) Pengaruh Perbedaan Bidang Lintasan Walaupun bulan berada di antara bumi dan matahari sebulan sekali (setiap bulan baru) namun tidak tiap bulan terjadi gerhana matahari. Dalam setahun, rata-rata hanya terjadi 2 kali gerhana matahari. Bumi mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi dalam sebuah bidang masing-masing. Bidang lintasan bumi mengelilingi matahari tidak berimpit dengan bidang lintasan bulan mengelilingi bumi tetapi berselisih 5 0. Gambar 2.17. Bidang Lintasan Bumi dan Bulan Gambar 2.17. memperlihatkan dua kejadian bulan baru. Ketika terjadi bulan baru pada titik A, bulan berada jauh di bawah bidang lintasan bumi sehingga tidak ada bayang-bayang bulan (umbra maupun commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76 penumbra) yang mengenai bumi. Akibatnya tidak terjadi gerhana. Saat posisi bulan baru yang pada titik B, bulan berada di bidang lintasan bumi sehingga ada bayanga bayang-bayang bulan (umbra maupun penumbra) yang mengenai bumi. Akibatnya terjadi gerhana. Titik potong bulan dengan bindang lintasan bumi disebut titik simpul (node). Gerhana matahari hanya terjadi jika bulan baru terjadi di sekitar titik simpul tersebut. 2) Gerhana Bulan Gerhana bulan ditunjukkan oleh posisi bumi di antara matahari dan bulan yang terletak dalam satu garis, sehingga baying-bayang bumi menutupi permukaan bulan. Gerhana bulan terjadi ketika bulan berada dalam kondisi oposisi. Bidang orbit bulan yang mengelilingi bumi letaknya tidak lurus mendatar, melainkan memiliki kemiringan sebesar 5,2°. Kemiringan bidang orbit bulan ini bisa dilihat pada Gambar 2.17. Kondisi bidang orbit bulan yang miring ini mengakibatkan tidak terjadinya gerhana pada setiap bulan. Hal ini dikarenakan posisi bulan bisa sedikit di atas atau di bawah bumi, sehingga posisi bulan, bumi dan matahari tidak dalam satu garis lurus. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77 A Bulan Bumi C D Matahari B Gambar 2.18. Posisi Revolusi Bulan Berdasarkan Gambar 2.18., pada saat lintasan peredaran bulan dan ekliptika berimpitan, posisi bulan dan matahari beroposisi, maka akan terjadi gerhana bulan total (titik A dan B). Hal itu terjadi karena bulan seluruhnya masuk ke dalam kerucut bayang-bayang inti (umbra) bumi. Jika sebagian saja dari bulan masuk ke bayangan umbra bumi, terjadilah gerhana bulan partial atau sebagian. Akan tetapi apabila bulan hanya memasuki bayang-bayang penumbra saja, maka ada bagian bulan yang tidak mengalami gerhana atau disebut gerhana bulan penumbral. Penumbra Umbra Bulan Orbit Bumi Orbit Bulan Bumi Matahari Gambar 2.18 Gerhana Bulan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78 Gerhana bulan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a) Pengaruh jarak Berbeda dengan dengan gerhana matahari jika variasi jarak bumimatahari dan bumi-bulan berpengaruh pada jenis gerhana, pada gerhana bulan variasi jarak hanya memengaruhi ukuran umbra maupun penumbra bumi yang dilintasi bulan. Hal ini berpengaruh pada durasi (lama) gerhana. Jika bumi berada di jarak terdekatnya dengan matahari sedang bulan berada di jarak terjauhnya dari bumi dan bulan melintas tepat di tengah-tengah umbra maka gerhana bulan yang terjadi dipastikan lebih lama daripada gerhana pada kondisi jarak yang lain. b) Pengaruh perbedaan bidang lintasan Sama halnya dengan gerhana matahari, perbedaan bidang lintasan mengakibatkan gerhana bulan tidak terjadi di tiap purnama. Faktanya gerhana bulan biasanya hanya terjadi 2 kali dalam setahun. 3) Integrasi Materi IPA dan Budaya Jawa Di Jawa juga ada mitos soal gerhana matahari. Dalam mitos Jawa, fenomena ini terjadi saat raksasa Betara Kala atau Rahu menelan matahari karena dendamnya pada Sang Surya atau dewa matahari. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gerhana. Di masyarakat Jawa, ketika fenomena gerhana matahari terjadi maka wanita hamil harus masuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79 rumah. Anak-anak kecil diharuskan masuk rumah untuk menghindari murka Betara Kala. Semua orang dianjurkan untuk menabuh kentongan dan bunyi-bunyian agar raksasa takut dan pergi meninggalkan bulan. Makna masyarakat jawa agar membunyikan sesuatu saat terjadi gerhana matahari adalah untuk menghindari bahayanya terhadap mata. Melihat secara langsung ke fotosfer matahari (bagian cincin terang dari matahari) walaupun hanya dalam beberapa detik dapat mengakibatkan kerusakan permanen retina mata akibat radiasi tinggi yang dipancarkan dari fotosfer. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mengakibatkan kebutaan. B. Penelitian yang Relevan 1. Julie Lambert dan Eileen N. W.A., (2008: 61-79) dalam penelitiannya mempelajari bumi dengan menggunakan metode inkuiri berdasarkan prestasi linguistik dan budaya siswa. Penelitian ini dilakukan dengan siswa yang beragam, bahasa yang bervariasi, dan latar belakang sosial, budaya, serta ekonomi yang berbeda. Materi yang diterapkan meliputi bumi sebagai planet, fase bulan, musim, perubahan iklim, fotosintesis dan respirasi, lempeng tektonik, perpindahan panas, arus laut, pengaruh sumber daya terbarukan dan tak terbarukan, serta hubungan manusia dengan lingkungan. Penelitian ini mengartikulasi ilmu sekolah dengan pengetahuan budaya dan pengalaman siswa. Pembelajaran diterapkan pada kelas eksperimen dengan siswa yang heterogen baik budaya maupun asal daerah, sedangkan kelas kontrol dengan siswa yang homogen. Menurut data penelitian, pembelajaran menjadi lebih commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80 efektif pada kelas eksperimen dalam upaya mempelajari ilmu bumi yang lebih bersifat universal. Kaitannya dengan penelitian, guru harus memahami warisan budaya dan mengakui bahwa siswa-siswa memiliki pengetahuan sendiri yang mungkin menjadi sumber daya pembelajaran yang berharga. Menyadari bahwa kepercayaan dan praktek budaya siswa kadang-kadang tidak konsisten dengan ilmu pengetahuan barat modern, instruksi ilmu yang efektif harus memungkinkan siswa untuk melintasi perbatasan budaya antara budaya asal siswa dan budaya ilmu yang berkembang. Unsur-unsur budaya khususnya Jawa seyogyanya juga dapat diterapkan dalam upaya mendukung pembelajaran siswa. 2. George E. G., dkk (2006) dalam penelitiannya memahami bumi berdasarkan ekologi, budaya, dan pendidikan di Malawi, Afrika Selatan. Penelitian teoretis untuk menyelidiki ilmu bumi melalui pemahaman alam, pengetahuan, budaya lokal, dan perspektif berbasis tempat. Budaya Afrika yang masih mempercayai bahwa bumi dan seisinya berkaitan erat dengan supranatural dan nenek moyang. Hasilnya guru menerapkan pembelajaran dengan mengintegrasikan budaya lokal masyarakat di Malawi dengan pengetahuan modern berbasis sains. Strategi pembelajaran yang dilakukan meliputi roleplaying, diskusi kelas, kegiatan pengembangan kurikulum, pengajaran pengalaman dengan anak-anak, dan kunjungan lapangan ke sebuah cagar alam. Keterlibatan siswa dalam penyelidikan, pengambilan keputusan, dan kritis terhadap masalah lingkungan memotivasi siswa dalam belajar. Persamaan dengan penelitian di Malawi adalah sama-sama commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81 menjadikan budaya yang ada disekitar siswa sebagai salah satu kajian dalam pembelajaran. Penelitian yang dilakukan dengan mengintegrasikan budaya Jawa diterapkan pada siswa untuk mempelajari materi bumi yang kemudian dijelaskan dari sudut pandang sains. 3. Kampeza dan Konstantinos Ravanis (2013) dalam penelitiannya terhadap pemahaman anak terhadap bentuk bumi. Penelitian ini menunjukkan sebuah studi percontohan tentang bentuk bumi melalui serangkaian kegiatan pada siswa dengan menggunakan alat dua dimensi dan tiga dimensi representasi bumi (peta dan globe). Siswa dibentuk secara berkelompok untuk membuat sebuah model dari bentuk bumi dengan menggunakan bahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan mudah ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan siswa lebih termotivasi dalam belajar, meningkatkan hasil belajar, siswa terpancing untuk menemukan ide-ide baru, berkreasi, dan aktif dalam kelompoknya. Hal tersebut tentu saja akan sangat positif dalam mendukung proses pembelajaran. Kaitannya dengan penelitian tersebut, pembelajaran yang dilakukan sama-sama mengintegrasikan proses pembelajaran dengan lingkungan disekitar siswa. Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran JAS sesuai diterapkan dalam proses pembelajaran. 4. Trumper (2006: 85-109) dalam penelitiannya pembelajaran terhadap konsep dasar astronomi pada materi gerakan bumi dan bulan terhadap matahari. Pembelajaran dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan menggunakan metode prestes, postes dan wawancara. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan yaitu materi disampaikan melalui kegiatan praktikum riil. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82 Misalnya konsep fase bulan yang dilakukan pengamatan oleh siswa sejak bulan baru sampai bulan baru berikutnya. Pada kelas eksperimen menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik terhadap pemahaman konsep dasar astronomi. Berdasarkan hasil perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar pada kelas eksperimen sebesar 0,8. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa jika dilakukan dengan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari disekitar siswa. Sehingga unsur budaya dan pendekatan JAS sesuai diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. 5. Penelitian Alias dan Siraj (2012: 84-93) tentang desain dan pengembangan modul Fisika berbasis learning style dan kesesuaian teknologi dengan menggunakan desain pengembangan bahan ajar model Isman. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan mengembangkan modul Fisika berdasarkan gaya belajar dan kesesuaian teknologi pada lingkungan pendidikan menengah dengan menggunakan desain pengembangan bahan ajar model Isman serta menguji efektivitas modul. Master modul diujikan pada dua guru dan 14 partisipan. Wawancara terhadap guru dan siswa menunjukkan respon positif ketika gaya belajar mereka menggunakan teknologi yang sesuai. Pada fase evaluasi, kedua instrumen digunakan untuk mengumpulkan data ke siswa. Untuk mengidentifikasi prestasi belajar siswa digunakan desain pre-posttest dan untuk mengukur gaya belajar siswa digunakan Felder Silverman’s commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83 Learning Style Inventory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul efektif untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual, aktif, reflektif, dan tidak untuk pembelajar verbal. Penelitian juga membandingkan efektivitas penggunaan modul berdasarkan gender. Modul verbal dan reflektif, efektif untuk pembelajar perempuan tetapi tidak efektif untuk pembelajar laki-laki. Fokus penelitian ini lebih ditekankan pada perspektif pembelajar daripada perspektif isi yang sesuai dalam mendesain dan mengembangkan modul fisika berdasarkan gaya belajar dan kesesuaian teknologi di lingkungan sekolah menengah di Malaysia. Berdasarkan penelitian ini, maka akan memberikan gambaran tentang penelitian R&D untuk mengembangkan modul Fisika. 6. Cooper et al. (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa: (1) modul membuat siswa lebih memahami tentang sebuah konsep untuk diselidiki dan dianalisis di kelas sehingga guru dapat mengidentifikasi kesulitan dan kesalahpahaman, (2) dalam kelompok kecil modul bisa memfasilitasi interaksi antarsiswa dan mendorong (3) pembelajaran modul pembentukan kerjasama yang baik, membuat kelas lebih menyenangkan. Dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan salah satu kelemahan modul yaitu tidak efektif jika diterapkan dalam kelas besar. Membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembelajarannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut menggunakan modul problem solving sedangkan penelitian ini menggunakan modul pendekatan JAS dengan mengintegrasikan dengan unsur budaya Jawa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84 7. Sejpal (2013: 169-171) menganalisis penggunaan modul dalam pembelajaran. Penggunaan modul baru-baru ini lebih efektif dan berdasarkan pada teknologi. Pendekatan pembelajaran dengan modul menyediakan fleksibilitas untuk pembelajaran jarak jauh bagi siswa. Pembelajaran dengan modul akan lebih efektif karena dapat digunakan dalam pembelajaran individual, kelompok kecil, maupun kelompok besar. Modul memiliki keunggulan yaitu siswa dapat mempelajarinya setiap saat dan juga siswa dapat mengevaluasi sendiri hasil belajarnya. Namun, penggunaan modul juga tergantung kedisiplinan dan tanggung jawab siswa untuk mempelajarinya. Selain itu, pembuatan modul memerlukan biaya yang cukup banyak. Dalam penelitian ini produk yang dikembangkan berupa modul. 8. Zapatero et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kelas yang berbasis lingkungan menjadi lebih interaktif. Hal tersebut ditunjukkan dengan interaksi kualitas kelas meningkat dan siswa memiliki pemahaman yang lebih baik pada materi pelajaran. Proses penilaian dalam penelitian ini lebih ditekankan yaitu dari segi kognitif. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa juga untuk mengetahui respon siswa terhadap produk yang dikembangkan. 9. Jofrisal, dkk (2013: 17-26) dalam penelitiannya mengembangkan modul pembelajaran untuk paket pelajaran produktif (teknik pengomposan) dengan mengintegrasikan konsep kimia sebagai salah satu mata pelajaran adaptif. Pengembangan modul menggunakan salah satu model pengembangan bahan ajar yaitu model ADDIE (analysis, design, development, implementation, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85 evaluation). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92% guru memberikan respon positif terhadap modul dan siswa juga memberikan respon positif 85%. Sedangkan respon negatif diperoleh 8% dari guru dan 15% dari respon siswa. Hasil penilaian ahli untuk kualitas modul menunjukkan skor sebesar 3,36 dengan kriteria “baik” dan penilaian ahli materi kimia untuk persentase konsep kimia terintegrasi dalam modul adalah sebesar 70%-80%. Lebih lanjut pengujian tingkat efektivitas modul menggunakan hasil tes belajar siswa dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 92 dengan kriteria nilai belajar “sangat baik”, hasil ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas modul sangat baik untuk pembelajaran. 10. Suja (2010: 79-88) dalam penelitiannya mengembangkan buku ajar sains SMP mengintegrasikan content dan context pedagogi budaya Bali. Penelitian ini bertujuan mengembangkan suplemen buku ajar Sains SMP mengintegrasikan content dan context budaya Bali pada bahan kajian materi dan sifatnya. Penelitian ini mengungkap konsep-konsep kimia asli menurut tahap-tahapan belajar catur pramana. Pengujian produk dilakukan dengan model rancangan “one group pretest and posttest design.” Hasil uji coba menunjukkan implementasi buku ajar sains SMP dengan mengintegrasikan content dan context pedagogi budaya Bali dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, serta respons siswa terhadap pembelajaran tergolong sangat positif. Dalam penelitian ini pengembangan yang dilakukan yaitu pada modul pembelajaran dengan mengintegrasikan content dan context pedagogi budaya Jawa. Budaya Jawa merupakan budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86 masyarakat Jawa khususnya di Jawa tengah sehingga dalam penelitian ini sebagai objek penelitian juga dilakukan di sekolah yang ada di Jawa tengah. 11. Sarwanto (2010) dalam penelitiannya tentang cara menumbuhkan karakter mahasiswa melalui pembelajaran IPA Terpadu berbasis budaya Jawa. Banyak produk sains Jawa yang dikemas dalam budaya Jawa, sebagai contoh tata letak bangunan, bentuk bangunan, panata mangsa, sedekah bumi, dll. Budaya Jawa telah menumbuhkan kearifan lokal sehingga memberikan kemaslahatan bagi masyarakat Jawa dari dulu hingga saat ini. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa melalui perkuliahan IPA terpadu berbasis budaya Jawa dapat menumbuhkan rasa bangga bahwa sains Jawa pada masa lampau sudah sangat maju. Produk akhir berupa modul pembelajaran pada materi Gerakan Bumi dan Bulan dikembangkan dengan mengintegrasikan budaya Jawa dengan sains. Unsur-unsur budaya yang ditemukan masyarakat Jawa seperti sistem pembagian musim atau pranata mangsa dijelaskan dari sudut pandang sains. Sehingga siswa mampu memahami materi sekaligus mengkaji budayanya. 12. Zainuddin (2012: 63-70) dalam penelitiannya tentang pengembangan modul IPA Fisika materi Bumi Antariksa untuk meningkatkan prestasi belajar. Hasil penggunaan modul FBA dalam penelitian ini dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Metode pengembangan menggunakan Four D Model meliputi define, design, develop, and disseminate. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Modul FBA layak sebagai media pembelajaran dalam hal konten, kebahasaan, dan penyajian, (2) prestasi belajar mahasiswa baik, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87 karena 9% mendapatkan nilai sangat memuaskan (A), 45% memuaskan (B), dan 27% cukup memuaskan (C), dan (3) mahasiswa memberikan respon positif terhadap penggunaan modul FBA dalam perkuliahan. Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa Modul Fisika Bumi Antariksa yang dikembangkan layak dan efektif untuk meningkatkan prestasi belajar. Dalam penelitian yang dilakukan, pembelajaran pada materi Gerakan Bumi dan Bulan dilengkapi dengan modul. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan modul yang diberikan sebelum materi diajarkan dari guru. Sehingga siswa lebih siap saat proses pembelajaran berlangung. 13. Suastra (2003: 337-396), mengungkapkan penelitiannya merekonstruksi sains asli (indegenous science) dalam upaya mengembangkan pendidikan sains berbasis budaya lokal. Sains asli yang hidup dan berkembang di masyarakat masih dalam bentuk pengetahuan pengalaman konkret sebagai hasil interaksi antara lingkungan alam dan sosial budayanya. Penelitian ini didukung oleh ahli kurikulum, ahli mata pelajaran sains dari perguruan tinggi, guru sains, dan tokoh-tokoh masyarakat yang berkompeten dalam bidang budaya lokal. Hasilnya adalah sains asli (budaya lokal) dapat diakomodasi sebagai ilustrasi dalam pembelajaran sains di sekolah, mengingat sains asli ini merupakan bagian dari kehidupan siswa dan juga pembelajaran sains di sekolah dapat dipandang sebagai transmisi budaya lokal. Kaitannya dengan penelitian, budaya lokal yang diambil sebagai topik adalah budaya Jawa. Unsur-unsur budaya Jawa yang berkaitan dengan IPA khususnya pada materi Gerakan Bumi dan Bulan dijelaskan secara ilmiah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 88 14. Warlan Sugiyo, Latifa, Zaenal Abidin (2008: 237-243) menyimpulkan bahwa pembelajaran Team Game Tournament (TGT) melalui pendekatan jelajah alam sekitar dan penilaian portofolio secara klasikal dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Hasil dari penelitian tersebut adalah keaktifan siswa semakin meningkat dengan adanya treathment (demonstrasi, diskusi, turnamen). Pendekatan JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan dunia nyata. Melalui pendekatan tersebut, selain dapat meningkatkan hasil belajar siswa, namun juga hasil belajarnya akan lebih berdaya guna bagi kehidupan. 15. Yuniastuti (2013: 31-38), mengungkapkan dalam penelitiannya dalam upaya meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar biologi dengan pendekatan pembelajaran jelajah alam sekitar pada siswa kelas VII. Penerapan pendekatan pembelajaran jelajah alam sekitar dapat meningkatkan keterampilan proses siswa dalam melakukan praktikum biologi, khususnya mengenai dampak pencemaran lingkungan. Sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan menggunakan materi fisika. Perbedaan kedua materi ini bukan sebuah masalah karena pola pendekatan JAS menekankan pada kehidupan nyata dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini cocok pada materi fisika yang di dalamnya memuat semua fenomena yang ada dalam kehidupan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 89 C. Kerangka Berpikir Rendahnya mutu pendidikan khususnya pada bidang IPA ditandai dengan masih rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Pembelajaran IPA di sekolah hanya diarahkan pada pencapaian pengetahuan sains (produk sains) dan sisanya diarahkan pada pengembangan keterampilan proses dan sikap serta nilai. Hasil studi pustaka dari Balitbang Kemdikbud tahun 2013, menunjukkan bahwa khususnya pada indikator “menjelaskan ciri-ciri anggota tata surya atau peredaran bumi-bulan terhadap matahari” rata-rata skor yang diperoleh siswa SMP Muhammadiyah 2 Masaran Sragen 45,71, SMP di Kabupaten Sragen adalah 51,99, propinsi 59,34, dan nasional 61,51. Hal tersebut menunjukkan hasil belajar siswa khususnya pada indikator tersebut masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya usaha yang serius untuk memperbaiki sistem maupun proses pembelajaran dalam rangka membenahi proses dan hasil belajar siswa. Permasalahan yang dihadapi siswa dalam mempelajari IPA disebabkan oleh banyak faktor. Berdasarkan analisis kebutuhan di SMP Muhammadiyah Masaran Sragen, guru kurang menguasai konten materi yang diberikan, fasilitas pendukung kegiatan praktikum yang kurang, bahan ajar yang kurang, metode pembelajaran yang kurang sesuai dengan materi yang diberikan, peralatan siswa dan komunikasi antara siswa dan guru yang kurang baik. Kaitannya dengan Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya penguatan kompetensi sikap (spiritual dan sosial) setiap lulusan, maka untuk mencapai kompetensi ini, semua mata pelajaran diupayakan untuk berkontribusi terhadap pembentukan sikap, disamping pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Penyusunan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 90 standar isi, Kurikulum 2013 memakai pendekatan scientific base yang menekankan pada ilmu pengetahuan digunakan sebagai penggerak pembelajaran, fenomena alam, sosial, dan budaya menjadi muatan bahan ajar. Seiring dengan berlakunya Kurikulum 2013, maka setiap satuan pendidikan berhak untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya. Dengan demikian, terbukalah peluang bagi guru untuk melakukan inovasi pembelajaran sains berbasis kearifan lokal termasuk mengintegrasikan konten sains dengan pembelajaran berbasis budaya siswa khususnya budaya Jawa. Pemahaman masyarakat Jawa tentang ilmu perbintangan, perubahan musim, sistem kalender Jawa merupakan contoh nyata bahwa materi tersebut dapat dipelajari secara ilmiah. Pada materi Gerakan Bumi dan Bulan, merupakan materi yang objek belajarnya nyata terdapat di sekitar siswa sehingga eksplorasi merupakan salah satu cara yang tepat untuk mempelajarinya. Materi perubahan musim, peristiwa pergantian siang dan malam, pengamatan fase bulan, pengamatan bintang semuanya ada di lingkungan sekitar siswa yang dapat dipelajari. Berdasarkan hal tersebut, perlu kegiatan belajar yang dikaitkan dengan lingkungan alam sekitar kehidupan peserta didik dan dunia nyata, sehingga selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam, siswa juga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan masalah-masalah kehidupan nyata. Perangkat pembelajaran merupakan salah satu aspek penting keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Perangkat pembelajaran merupakan rambu-rambu bagi seorang pendidik dalam melaksanakan kegiatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 91 pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran merupakan bahan evaluasi bagi pendidik untuk mengetahui ketercapaian standart kompetensi yang telah disampaikan. Pengembangan modul pembelajaran IPA Fisika berbasis pendekatan JAS yang terintegrasi budaya Jawa yang layak dan efektif pada materi Gerakan Bumi dan Bulan perlu dikaji lebih lanjut dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi siswa. Perlunya sebuah modul yang dirancang dengan baik, kontekstual, autentik, sesuai dengan kebutuhan, dan karakteristik siswa, mengarah pada kompetensi yang harus dikuasai siswa, akan menjadikan proses pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Belajar terasa bermakna, sehingga proses pembelajaran menjadi aktif, motivasi siswa untuk belajarpun meningkat, dan unsur budaya asli Jawa yang dipelajari mampu dipertahankan keberadaannya. commit to user