perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SINTESIS, KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM Mg/Al HYDROTALCITE DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA Disusun oleh: MEIRINA KUSUMANINGTYAS M0307016 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains dalam bidang ilmu kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PENGESAHAN Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta telah mengesahkan skripsi mahasiswa : Meirina Kusumaningtyas NIM M0307016, dengan judul “Sintesis, Karakterisasi dan Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al Hydrotalcite dari Brine Water sebagai Sediaan Antasida“. Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Eddy Heraldy, M.Si. NIP. 19640305 200003 1002 Ahmad Ainurofiq, M.Si, Apt. NIP. 19780319 200501 1003 Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Senin Tanggal : 30 Juli 2012 Anggota Tim Penguji : 1. Drs. Patiha, M.S. NIP. 19490131 198103 1001 1............................. 2. Nestri Handayani, M.Si., Apt. NIP. 19701211 200501 2001 2............................. Disahkan oleh : Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Ketua Jurusan Kimia Dr. Eddy Heraldy, commit to userM.Si. NIP. 19640305 200003 1002 ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “SINTESIS, KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM Mg/Al HYDROTALCITE DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanahan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Juli 2012 Meirina Kusumaningtyas commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SINTESIS, KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM Mg/Al HYDROTALCITE DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA MEIRINA KUSUMANINGTYAS Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Sintesis material Mg/Al hydrotalcite dari brine water dan aplikasinya dalam penentuan kapasitas penetralan asam telah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi brine water sebagai bahan dasar sintesis hydrotalcite dan kemampuan adsorpsi hydrotalcite sebagai eksipien industri farmasi, khususnya kemampuan kapasitas penetralan asam. Karakterisasi hydrotalcite menggunakan X-Ray Diffractometer, Fourier Transform Infra Red, Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis, Surface Area Analyzer dan X-Ray Fluorescence. Modifikasi karakter fisika yang dilakukan dengan cara variasi distribusi partikel hydrotalcite yaitu H1 (100-200 mesh), H2 (200-250 mesh), H3(<250 mesh) dengan nilai kapasitas penetralan asam secara berturut-turut 6,00; 6,07 dan 6,07 miliequivalent, menunjukkan bahwa variasi distribusi partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kapasitas penetralan asam hydrotalcite. Kata kunci: Mg/Al hydrotalcite, brine water , antasida, kapasitas penetralan asam. commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SYNTHESIS, CHARACTERIZATION AND DETERMINATION OF ACID NEUTRALIZATION CAPACITY Mg/Al HYDROTALCITE FROM BRINE WATER AS ANTACID DOSAGE MEIRINA KUSUMANINGTYAS Department of Chemistry. Mathematics and Sciences Faculty. Sebelas Maret University ABSTRACT Synthesized of materials Mg/Al hydrotalcite of brine water and its application in the determination of acid neutralization capacity was studied. This study aims to assess the potential of brine water as a base material synthesis of hydrotalcite and the adsorption capability hydrotalcite as pharmaceutical excipients, in particular the ability of acid neutralization capacity. Characterization hydrotalcite was done by using X-Ray Diffractometer, Fourier Transform Infra Red, Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis, Surface Area Analyzer and X-Ray Fluorescence method. Modifications of character physic by variation of particle size distribution hydrotalcite; H1 (100-200 mesh), H2 (200-250 mesh), H3(<250 mesh) with the acid neutralization capacity value 6.00, 6.07 and 6.07 milliequivalent, respectively, showed that particle size had no significant effect on acid neutralization capacity of hydrotalcite. Keywords: Mg/Al hydrotalcite, brine water, antacid, acid neutralization capacity. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Q.S. Al Baqarah: 153) “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (Q.S. Ali ‘Imran:139) “Apa saja keburukan yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri” (Q.S. An Nisaa: 79) “Dunia yang kita ciptakan adalah hasil dari cara berpikir kita” (Albert Einstein) “Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang, dengan demikian kesuksesan bukan tindakan tapi kebiasaan” (Aristoteles) commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk : Bapak dan Ibu tercinta Kakak-kakakku tersayang Almamater UNS commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sintesis, Karakterisasi dan Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al Hydrotalcite dari Brine Water sebagai Sediaan Antasida”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS dan sebagai pembimbing I. 2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UNS dan sebagai pembimbing II. 3. Ibu Dra. Tri Martini M.Si. selaku Pembimbing Akademik. 4. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Ketua Lab Kimia Dasar FMIPA UNS. 5. Ketua UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS dan Ketua Lab Tanah FT UNS. 6. Ketua Lab Kimia Analitik FMIPA UGM. 7. Bapak/Ibu Dosen pengajar dan semua staf Jurusan Kimia FMIPA UNS. 8. Bapak dan ibu serta keluargaku atas doa dan dukungannya. 9. Teman-teman team penelitian Hidayat Jati, Fajar Indah Puspita Sari, Eka Fitriani Ahmad, Muh. Yanwar Prasetyo, dan Dwi Wahyuni atas semangat, bantuan dan dukungannya. 10. Teman-teman penghuni Wisma Putri Bunaken, Kos Srikandi dan temanteman Kimia 2007 atas segala bantuan dan kebersamaannya. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan laporan penelitian ini. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Surakarta, commit to user viii Juli 2012 Meirina Kusumaningtyas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. ii HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………….. iii HALAMAN ABSTRAK ……………………………………………….. iv HALAMAN ABSTRACK ……………………………………………….. v HALAMAN MOTTO …………………………………………………... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… vii KATA PENGANTAR ………………………………………………...... viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ix DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. x BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………………. 1 B. Perumusan Masalah …………………………………….... 3 1. Identifikasi Masalah ………………………………….. 3 2. Batasan Masalah ……………………………………… 4 3. Rumusan Masalah …………………………………..... 5 C. Tujuan Penelitian ……………………………………….... 5 D. Manfaat Penelitian ……………………………………….. 5 BAB II. LANDASAN TEORI …………………………………………….. A. Tinjauan Pustaka …………………………………………. 6 6 1. Brine Water ................................................................ 7 2. Metode Sintesis Mg/Al Hydrotalcite ……………........ 9 3. Sintesis Hydrotalcite ………………………………….. 10 2+ 4. Pengendapan ion Ca dalam Brine Water .................. 11 5. Hydrotalcite ......................………………................... 12 6. Karakterisasi Mg/Al Hydrotalcite ................................. 14 7. Antasida ....................................................................... 23 B. Kerangka Pemikiran …………………………………….... C. Hipotesis ………………………………………………….. commit to user BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………. ix 24 26 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id A. Metodologi Penelitian …………………………………….. 28 B. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………. . 28 C. Alat dan Bahan ………………………………………….... 28 D. Prosedur Penelitian ……………………………………….. 29 1. Pembuatan Larutan Awal .................................................. 29 2. Sintesis Mg/Al hydrotalcite .............................................. 29 3. Karakterisasi Mg/Al hydrotalcite ...................................... 30 4. Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hydrotalcite 30 E. Teknik Pengumpulan Data ……………………………….. 31 F. Teknik Analisis Data ……………………….…………….. 31 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….. 35 A. Sintesis Mg/Al Hydrotalcite ………………………………. 35 B. Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis ……………………… 36 1. Analisis X-Ray Diffractometer (XRD) .............................. 36 2. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR)................... 38 3. Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis........... (TG/DTA) ......................................................................... 40 4. Surface Area Analyzer (SAA) ............................................ 41 5. X-Ray Fluorescence (XRF) ............................................... C. Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Hydrotalcite ……. BAB V. KESIMPULAN …………………………………………………… 43 44 47 A. Kesimpulan ……………………………………………….. 47 B. Saran ………………………………………………………. 47 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 48 LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 52 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1. Ion-ion yang memepengaruhi salinitas air laut………………….. 6 Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia Air Laut Dan Brine Water ........ 8 Tabel 3. Persyaratan Komposisi Kimia Air Minum dan Air Bersih ...... 8 Tabel 4. Kandungan Komponen Anorganik pada Air minum .................... 9 Tabel 5. Gugus Fungsi Mg/Al hydrotalcite ……………………………… 20 Tabel 6. XRF pada sampel hydrotalcite (van der Laan, 2004).......... 23 Tabel 7. Tabulasi data harga d tiga puncak tertinggi Mg/Al hydrotalcite... 32 Tabel 8. Tabulasi data kemurnian Mg/Al hydrotalcite…………………… 32 Tabel 9. Tabulasi gugus fungsi Mg/Al hydrotalcite ……………………... 33 Tabel 10. Tabulasi hasil analisis DTA .......................................................... 33 Tabel 11. Tabulasi hasil analisis TGA .......................................................... 33 Tabel 12. Nilai refleksi bidang Mg/Al hydrotalcite...................................... 37 Tabel 13. Gugus Fungsional Mg/Al hydrotalcite ........................................ 39 Tabel 14. Data analisis permukaan Mg/Al hydrotalcite ............................... 42 Tabel 15. Hasil analisis XRF Mg/Al hydrotalcite ........................................ 43 Tabel 16. Nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dan antasida komersial ............... 45 commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar (a) Struktur brucite; (b) Struktur hydrotalcite;….. (c) komposisi atom ...................................................... 12 Gambar 2. Struktur Hydrotalcite (Reijers et al., 2005) ...…….….. 13 Gambar 3. Representasi skematis struktur senyawa hydrotalcite ……. 13 Gambar 4. Difraktogram XRD Mg-Al hydrotalcite (a) JCPDS 14-191 (Sharma et al., 2008), (b) Mg-Al hydrotalcite komersial, (c) Mg-Al hydrotalcite dari brine water ………………….. 16 Gambar 5. TGA Mg/Al hydrotalcite a) HT-CO3, b) HTox …...………. 18 Gambar 6. Kurva TG/DTA (1) Hydrotalcite (HTlc), (2) Hydrotalcite dengan perlakuan termal pada 150 C …………………….. Gambar 7. Difraktogram XRD (a) Mg/Al hydotalcite standar (Sharma et al., 2008); (b) Mg/Al hydotalcite hasil sintesis ………... Gambar 8. 19 36 Spektra inframerah (a) Mg/Al hydrotalcite standar (Sharma et al., 2007) (b) Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis 38 Gambar 9. Analisis termal Mg/Al hydrotalcite DTA dan TGA ……... 40 Gambar 10. Diagram perbandingan nilai KPA Mg/Al hydrotalcite, antasida dan hydrotalcite komersial (Gunawan, 2008) …... commit to user xii 45 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis AAS ………………………………………... 53 Lampiran 2. Perhitungan Sintesis Mg/Al Hydrotalcite …………………. 54 Lampiran 3. Pengendapan Ca2+ dari Brine Water ………………………. 57 Lampiran 4. Sintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water ……………... Lampiran 5. Skema Penentuan Kapasitas Penetralan Asam ……………. 59 Lampiran 6. Spektra FTIR Mg/Al hydrotalcite ………………………... 60 Lampiran 7. Hasil XRD Mg/Al hydrotalcite …………………………… 61 Lampiran 8. JCPDS Mg/Al hydrotalcite ………………………………... 63 Lampiran 9. Perhitungan Kemurnian Mg/Al hydrotalcite ……………… 64 58 Lampiran 10. Hasil Analisis Permukaan Mg/Al hydrotalcite ……………. 65 Lampiran 11. Hasil Analisis Termal Mg/Al hydrotalcite ………………... 68 Lampiran 12. Hasil Analisis Kandungan Logam ………………………… 69 Lampiran 13. Pembuatan Larutan Uji Mg/Al hydrotalcite ………………. 70 Lampiran 14. Perhitungan Nilai KPA ……………………………………. 71 commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara makro ketersediaan air di Indonesia sangat melimpah, tetapi tidak merata secara ruang dan waktu. Dari data LIPI tahun 1999 menyebutkan bahwa sumber air berasal dari 201 sungai, 248 mata air dan 91 artesis. Menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700 % pada 2025. Akan tetapi mulai tahun 2004 pemakaian air sumur dalam sudah mulai tidak efektif lagi karena adanya peraturan dari badan geologi dan pertambangan yang menetapkan pengambilan air tanah tidak boleh lebih dari 1000 m3/hari (Hardyanti, 2006). Untuk penyediaan air bersih yang secara kualitas memenuhi standar yang berlaku dan secara kuantitas dan kontinuitas harus memenuhi kebutuhan industri, maka desalinasi telah dimanfaatkan untuk mengubah air laut menjadi air bersih. Desalinasi adalah proses penghilangan kelebihan garam dan mineral yang lain dari air. Dengan menggunakan unit desalinasi Reverse Osmose (RO) membrane, hanya 40 % air laut dapat diubah menjadi air bersih, sementara 60 % yang disebut sebagai brine water dikembalikan lagi ke laut sebagai limbah. Dengan kata lain, bila satu unit proses desalinasi membutuhkan air laut sebanyak 350 m3/jam, maka 200 m3/jam brine water yang telah mengandung logam alkali dan alkali tanah dalam konsentrasi tinggi dibuang begitu saja (Heraldy, 2012). Brine water mengandung logam alkali dan alkali tanah berkonsentrasi tinggi, diantaranya adalah magnesium. Magnesium sangat berpotensi sebagai bahan dasar salah satu jenis lempung yang banyak dikembangkan yaitu senyawa Mg/Al hydrotalcite. Hydrotalcite termasuk golongan lempung anionik dan keberadaannya di alam sangat jarang (Bejoy, 2001). Hydrotalcite terdiri dari material menyerupai brucite, Mg(OH)2. Setiap ion Mg2+ berbentuk oktahedral yang dikelilingi oleh 6 ion OHdan bagian tepi oktahedral yang berbeda untuk membentuk sebuah lapisan dua dimensi yang tak terbatas. Hydrotalcite dapat digambarkan sebagai [M2+1dimana M2+ dan M3+ merupakan ion logam divalen dan to user dan x sebagai M2+/[M2+ + M3+] trivalen, berturut-turut, An- adalahcommit anion interlayer xM 3+ nx(OH)2]A x/n.mH2O, 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 yaitu fraksi mol M2+ pada lapisan brucite anorganik. Hydrotalcite merupakan material yang sangat potensial karena sekarang ini telah banyak dimanfaatkan sebagai adsorben penghilang polutan organik dan anorganik di dalam air, penukar ion, prekusor katalis, dan pada industri farmasi sebagai pembawa dan pengantar obat (Cavani et al., 1991 dan Lakraimi et al., 2000). Hal ini karena hydrotalcite memiliki kapasitas anionik yang tinggi dibandingkan dengan smectite dan vermiculite (Orthman et al., 2003). Disamping itu, hydrotalcite dapat juga digunakan sebagai kosmeseutikal (Xu et al., 2001; Ueno and Kubota, 1987) yaitu produk kosmetik yang mengandung zat aktif yang bertindak sebagai obat (pharmaceutical) seperti antiperspirant dan sunscreens. Reichle (1985) di dalam Wright (2002) menyebutkan bahwa hydrotalcite merupakan salah satu lempung alam yang disintesis dengan beberapa cara diantaranya melalui pengendapan larutan magnesium dan alumunium. Sintesis hydrotalcite menggunakan brine water telah dilakukan oleh Heraldy et al. (2009); Heraldy et al. (2011) dan Heraldy et al. (2012) dengan penerapannya sebagai adsorben. Akan tetapi, pemanfaatan hydrotalcite dari brine water dalam industri farmasi masih jarang dilakukan. Salah satu pemanfaatan hydrotalcite di bidang farmasi adalah sebagai antasida. Setiap antasida dibandingkan dan ditentukan kekuatannya melalui nilai Kapasitas Penetralan Asam (KPA). Faktor-faktor yang mempengaruhi KPA diantaranya adalah zat aktif, struktur kristal, suspending agent dan bentuk sediaan (Gunawan, 2008). Untuk digunakan sebagai bahan dasar dalam industri farmasi, sifat fisik dan fisika-kimia Mg/Al hydrotalcite adalah sangat penting. Oleh karena itu akan dipelajari pembuatan Mg/Al hydrotalcite dari brine water dan uji kemampuannya sebagai salah satu sediaan antasida yaitu sebagai penetral asam lambung. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water, mengukur kapasitas penetralan asam hidroklorida pada Mg/Al hydrotalcite dengan variasi distribusi partikel, kemudian dibandingkan dengan kapasitas penetralan asam pada antasida yang telah terstandarisasi secara farmasi. Menurut Troy (2005) KPA didefinisikan sebagai jumlah milliequivalent HCl untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 mempertahankan 1 mL suspensi antasida pada pH 3 dalam waktu 2 jam secara in vitro. B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Keberadaan ion Ca2+ dalam brine water dapat mengganggu pengendapan ion Mg2+ dalam proses sintesis Mg/Al hydrotalcite. Hal ini dikarenakan kedua ion tersebut memiliki sifat elektropositif dan harga Ksp yang hampir sama. Penghilangan ion Ca2+ dapat dilakukan dengan menambahkan larutan buffer Na2CO3 dan NaHCO3 (Kameda, 2000). Maka perlu ditentukan konsentrasi buffer untuk mengendapkan ion Ca2+ tanpa ikut mengendapkan ion Mg2+. Sintesis hydrotalcite dapat dilakukan dengan metode elektrokimia, stoikiometri, pertukaran ion maupun secara kopresipitasi (Hickey, 2001). Metode kopresipitasi merupakan metode yang mudah dan semua kation mengendap secara simultan dalam rasio mol sesuai dengan mol awal. Kebasaan katalis Mg/Al hydrotalcite tergantung pada perbandingan molar Mg/Al dan makin banyak kandungan MgO maka makin bersifat basa. Perbandingan rasio mol Mg/Al juga akan menentukan kristalinitas dan kemurnian hydrotalcite yang terbentuk. Rasio mol Mg/Al hydrotalcite yang banyak digunakan yaitu antara 2-4. Menurut Heraldy et al.(2009), kemurnian senyawa Mg/Al hydrotalcite akan semakin tinggi dengan semakin berkurangnya nilai rasio mol Mg/Al. Apabila rasio mol Mg/Al semakin besar menyebabkan nilai jarak antar bidang pada difraktogram akan semakin besar. Dari penelitiannya, Heraldy menyebutkan kondisi optimum untuk sintesis Mg/Al hydrotalcite dicapai pada rasio mol = 2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kristalinitas dan luas permukaan Mg/Al hydrotalcite antara lain waktu, suhu dan pH. Semakin singkat waktu dan semakin rendah suhu yang digunakan untuk sintesis Mg/Al hydrotalcite maka mengakibatkan semakin rendah kristalinitas dan luas permukaan dari Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis (Sharma et al, 2007). Kameda, et al. (2000) yang telah membuat Mg/Al hydrotalcite dari magnesium yang commit to user berasal dari air laut tiruan (artificial seawater) memperoleh kondisi optimum pada perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 suhu 60°C, pH 10 selama 1 jam. Pada sintesis hydrotalcite Zn-Al-SO4 oleh Roto et al.(2008) menyatakan bahwa semakin asam pH yang digunakan dalam proses sintesis akan terbentuk amorf berupa Al(OH)3 dan semakin basa pH yang digunakan untuk sintesis hanya akan terbentuk amorf ZnO. Menurut de Roy, et al. (2001), Mg/Al hydrotalcite terkalsinasi dengan baik pada pH 8-10,5. Sedangkan Savitri (2008) mensintesis Mg/Al hydrotalcite dengan kondisi optimum pada pH 10,5 dan suhu 70°C. Karakterisasi hydrotalcite hasil sintesis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kemampuan hydrotalcite sebagai antasida dapat ditentukan dari kapasitas penetralan asam (KPA) yang pada penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan metode titrasi volumetrik. KPA merupakan parameter perbandingan setiap antasida. Semakin besar nilai KPA maka kemampuan antasida tersebut semakin baik. Gunawan (2008) menyebutkan bahwa modifikasi karakter fisika berupa ukuran partikel dapat meningkatkan nilai KPA hydrotalcite. Kecenderungan yang terjadi menunjukkan ketika ukuran partikel semakin kecil akan memberikan nilai KPA yang semakin besar. Sehingga perlu dilakukan penetapan rentang distribusi partikel agar dapat dipelajari pengaruh modifikasi ukuran partikel terhadap nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dari brine water. Ukuran distribusi partikel H1 (100-200 mesh), H2 (200-250 mesh) dan H3 (<250 mesh) dipilih karena, ukuran tersebut paling mendekati distribusi partikel yang digunakan oleh Gunawan (2008) dalam penelitiannya, sehingga dapat dibandingkan potensi penetralan asam hydrotalcite komersial dengan Mg/Al hydrotalcite dari brine water. Mg/Al hydrotalcite merupakan senyawa baru sebagai sediaan antasida. Maka sebagai kontrol positif, perlu dibandingkan nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dengan salah satu standar farmasi. 2. Batasan Masalah a. Pengendapan ion Ca2+ dalam brine water menggunakan larutan buffer NaHCO3 0,04 M dan Na2CO3 0,02 M (Kameda, et al., 2000). b. Proses sintesis dilakukan pada suhu 70 ºC, pH 10,0-10,5 selama 1 jam. Nisbah mol awal Mg/Al = 2 (Heraldy, 2009). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 c. Karakterisasi Mg/Al hydrotalcite sebagai material hasil sintesis dilakukan dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), Thermogravimetric/Differential Thermal Analyzer (TG/DTA), Surface Area Analyzer (SAA) dan X-Ray Flouresence (XRF). d. Metode penentuan kapasitas penetralan asam menggunakan titrasi dengan NaOH 0,1 M pada pH 3,5 (Anonim, 2009). e. Antasida sebagai pembanding adalah salah satu merek antasida komersial yang terstandarisasi secara farmasi. 3. Rumusan Masalah a. Bagaimanakah karakter material yang terbentuk dari hasil sintesis berbahan dasar brine water? b. Bagaimana kapasitas penetralan asam dan pengaruh ukuran distribusi partikel terhadap kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis? C. Tujuan Penelitian a. Mengetahui karakteristik Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine water. b. Mengetahui nilai kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite dari brine water. c. Mengetahui pengaruh ukuran distribusi partikel terhadap kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Memberikan informasi mengenai karakteristik Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine water. b. Memberikan informasi mengenai kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite dari brine water. c. Memberikan informasi mengenai pengaruh ukuran distribusi partikel terhadap kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Brine Water a. Komposisi Air Laut Komposisi kimia air laut hampir selalu konstan di wilayah manapun di dunia ini. Dalam 1000 gram air laut, selain air yang merupakan komponen terbesar sebanyak 965 gram, terdapat juga sejumlah komponen garam-garam terlarut (salinitas) sebanyak 35 gram. Dari kadar salinitas tersebut, terdapat beberapa ionion utama. Menurut Anderson (2003), salinitas air laut dipengaruhi oleh ion-ion seperti yang tercantum pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Ion-ion yang memepengaruhi salinitas air laut Kadar dalam o/oo berat Proporsi Salinitas Total Ion-ion Klorida (Cl-) 19,345 55,03 + 10,752 2,701 1,295 0,416 0,390 0,145 0,066 0,037 0,013 0,001 < 0,001 30,59 7,68 3,68 1,18 1,11 0,41 0,19 0,08 0,04 0,003 < 0,001 Natrium (Na ) Sulfat (SO42-) Magnesium (Mg2+) Kalsium (Ca2+) Kalium (K+) Bilkarbonat (HCO3-) Bromida (Br-) Borat (BO32-) Stronsium (Sr2+) Fluorida (F-) Lainnya b. Proses Desalinasi Air Laut Proses desalinasi air laut adalah proses penghilangan garam-garam atau pengurangan kadar garam yang ada pada air laut. Hasil dari suatu proses desalinasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu air yang memiliki kadar garam rendah yang disebut dengan treated water atau product water, sedangkan yang lainnya commit to dari userpada aslinya yang disebut dengan adalah air dengan kadar garam lebih tinggi 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 konsentrat brine atau konsentrat saja. Menurut Younos et al. (2005) ada tiga teknologi yang digunakan dalam proses desalinasi, yaitu teknologi membran, teknologi termal (distilasi) dan pendekatan kimiawi. Pemilihan teknologi untuk desalinasi ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Dalam penelitian ini, akan difokuskan pada brine water hasil proses dengan menggunakan teknologi membran dengan sistem osmosis balik (reverse osmose). Osmosis balik adalah suatu proses fisika yang menggunakan fenomena osmosis, yaitu perbedaan tekanan osmotik antara air garam dengan air murni untuk menghilangkan garam-garam dari air laut. Dalam proses osmosis balik ini, suatu tekanan yang lebih besar dari tekanan osmotik diaplikasikan pada air laut untuk membalikkan aliran melalui pori-pori membran sintesis sehingga dihasilkan air murni (freshwater). Kemampuan proses osmosis balik ini dapat mencapai 45.000 mg/L padatan terlarut total (Total Dissolved Solid). Dengan kemampuannya ini maka teknologi membran osmosis balik sangat sesuai digunakan untuk menghilangkan garam-garam yang terdapat pada air laut. Dalam proses desalinasi, hanya 40 % air laut dapat diubah menjadi air bersih, sementara sebanyak 60 % yang disebut brine water dikembalikan lagi ke laut sebagai limbah (Heraldy et al, 2012). Dalam 1000 gram air laut, selain air dengan jumlah sebanyak 965 gram (96,5 %) juga mengandung beberapa komponen garam-garam terlarut sebanyak 35 gram (3,5 %). Lebih dari 99 % adanya salinitas ini karena keberadaan enam ion utama dalam air laut yaitu: ion klorida (Cl-), ion natrium (Na+), ion sulfat (SO42-), ion magnesium (Mg2+), ion kalsium (Ca2+) dan ion kalium (K+) (Anderson, 2003). Berikut perbandingan komposisi kimia antara air laut dengan brine water yang tercantum pada Tabel 2 sebagai berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia Air Laut Dan Brine Water (Heraldy et al., 2011) Komposisi Kimia (mg L-1) Ion Air Laut Brine Water Kalium (K+) 396 661 + Natrium (Na ) 16.200 27.054 Kalsium (Ca2+) 1.205 2.012 2+ Magnesium (Mg ) 5.395 9.010 Klorida (Cl-) 31.800 53.106 2Sulfat (SO4 ) 2.600 4.342 c. Kualitas Air Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 disebutkan bahwa terdapat syarat-syarat dan pengawasan kualitas air agar tidak mengganggu kesehatan apabila dimanfaatkan oleh manusia. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Beberapa persyaratan komposisi kimia air minum dan air bersih adalah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Persyaratan Komposisi Kimia Air Minum dan Air Bersih (Anonim, 1990) Komposisi Kimia (mg L-1) Ion Air Minum Air Bersih Klorida (Cl ) 250 600 Arsen (As3+) 0,05 0,05 2Sulfat (SO4 ) 400 400 Mangan (Mn2+) 0,1 0,5 2+ Kromium (Cr ) 0,05 0,05 Seng (Zn2+) 5,0 15 Kesadahan (CaCO3) 500 500 Sianida (Cn-) 0,1 0,1 Timbal (Pb2+) 0,05 0,05 2+ Kadmium (Sr ) 0,005 0,005 Fluorida (F-) 1,5 1,5 2+ Besi (Fe ) 0,3 1,0 Sedangkan Peterson (1999) menyebutkan beberapa kandungan maksito user mum komponen anorganik dalam commit air minum pada Tabel 4. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 Tabel 4. Kandungan Komponen Anorganik pada Air minum (Peterson, 1999) Ion Klorida (Cl-) Merkuri (Hg2+) Sulfat (SO42-) Magnesium (Mg2+) Seng (Zn2+) Arsen (As3+) Natrium (Na+) Fluorida (F-) Komposisi Kimia (mg L-1) 100 0,001 500 200 5 0,025 200 1,5 2. Metode Sintesis Mg/Al Hydrotalcite Hydrotalcite dapat disintesis dengan beberapa metode antara lain sintesis hidrotermal, rekronstruksi struktural, elektrokimia, pertukaran anion, hidrolisis dan sintesis langsung secara kopresipitasi (Hickey, 2001). Metode yang paling sering digunakan adalah metode sintesis langsung secara kopresipitasi atau disebut juga metode pengendapan. Sintesis langsung dimulai dengan menambahkan larutan basa pada larutan yang mengandung dua atau lebih kation logam, baik kation logam monovalen, divalen maupun trivalen. Pada pencampuran kation logam divalen dan trivalen misalnya jumlah kation logam divalen dibuat lebih besar daripada kation logam trivalennya. Larutan basa yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), berfungsi menjaga campuran agar bebas karbonat. Karbonat merupakan anion yang membuat kisi hydrotalcite menjadi kuat. Karbonat terbentuk dari karbondioksida yang terserap oleh larutan alkali. Karbondioksida merupakan pengganggu utama pada pembuatan hydrotalcite. Untuk menanggulangi kontaminasi karbondioksida, digunakan gas nitrogen (N2) selama proses kopresipitasi. Kopresipitasi untuk menghasilkan senyawa murni dikondisikan pada pH konstan. Kopresipitasi ditentukan oleh kecepatan pencampuran dan pengadukkan membentuk endapan. Endapan dibuat pada rasio tertentu, ditetapkan pada permulaan pembuatan larutan precursor (Tan, 1991). Heraldy et al. (2009) mensintesis Mg/Al hydrotalcite dengan nisbah mol Mg/Al 2,0; 2,5 dan 3,0 dari brine water dan aluminium klorida melalui metode kopresipitasi secara langsung. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 Kang et al. (2005) menyebutkan bahwa Mg/Al hydrotalcite terkristalisasi dengan baik pada pH 10. Adapun kondisi pada pH di atas 10, meskipun hydrotalcite masih dapat mengendap tetapi ukuran partikel dan hasil yang diperoleh tampak mulai berkurang. Wright (2002) menyebutkan bahwa adanya perlakuan hidrotermal menunjukkan peningkatan kristalinitas hydrotalcite yang terbentuk. Proses ini dilakukan dengan memanaskan endapan hydrotalcite pada suhu sedang selama beberapa jam dalam tempat pemeraman. Hydrotalcite yang diperam lama dalam air menghasilkan tingkat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hydrotalcite yang diperam dalam larutan induk. Waktu dan suhu dari perlakuan hidrotermal juga menentukan morfologi kristal. Wright (2002) menyebutkan bahwa pemanasan selama 18 jam pada suhu 65 °C dan 200 °C menghasilkan bentuk kristal dan luas permukaan yang berbeda. Pemanasan pada 65 °C menghasilkan lembaran kristal yang bagus dengan luas permukaan 120 m2/g, sedangkan pemanasan 200 °C didapatkan kristal heksagonal dengan luas permukaan hanya 12 m2/g. 3. Sintesis Hydrotalcite menggunakan Magnesium dari Bahan Alam Kameda et al. (2000) telah berhasil membuat hydrotalcite dari magnesium yang berasal dari air laut. Dalam pembuatan Mg/Al hydrotalcite tersebut, Kameda menggunakan air laut tiruan (artificial seawater) yang mengandung NaCl, Na2SO4, MgCl2 dan CaCl2. Sintesis diawali dengan membuat larutan awal (starting solution) dari air laut tiruan dengan cara menghilangkan ion kalsium terlebih dahulu. Kameda menghilangkan ion kalsium dengan menggunakan larutan campuran antara NaHCO3 0,2 M dan Na2CO3 0,1 M dengan pengadukan selama satu jam pada suhu 95 C. Setelah itu, filtrat yang diperoleh ditambahkan sumber (AlCl3) dengan nisbah mol awal Mg/Al bervariasi dari 2 sampai 3,7. Proses berikutnya adalah penambahan Na2CO3 1,0 M hingga diperoleh pH 10 dan kemudian larutan ini diaduk dan dipanasakan selama 1 jam pada suhu 60 C. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 Oza et al. (2006) juga telah membuat Mg/Al hydrotalcite dari bahan alam seperti bittern dan memperoleh kondisi optimum pada pH 8,5 - 10,5 dan suhu antara 60 - 70 oC. Sedangkan Heraldy et al. (2011), mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water menggunakan metode kopresipitasi dengan rasio mol Mg/Al sebesar 2,0 pada pH 10,5 dan larutan distirer selama 1 jam pada 70 oC. van der Laan (2004) melakukan sintesis hydrotalcite dengan biaya yang rendah dari Chamotte Holding dengan reaksi : 3MgO + 2Al(OH)3 + NaHCO3 NaOH + Mg4Al2(OH)12CO3.3H2O Preparasi hydrotalcite dilakukan dengan penambahan MgO ke dalam NaHCO3 dan Al(OH)3 setelah mencapai pH yang tepat. Penambahan NaHCO3 meningkatkan pH hingga 7,5 sedangkan ketika ditambahkan Al(OH)3 meningkatkan pH menjadi 7,8. Setelah larutan tercampur ditambahkan MgO dan meningkatkan pH hingga 10. 4. Pengendapan ion Ca2+ dalam Brine Water Kameda et al. (2000) menyebutkan bahwa ion dominan dalam brine water yang memiliki pengaruh besar sebagai pengotor pada sintesis hydrotalcite adalah ion Ca2+. Hal ini disebabkan karena kalsium dalam air umumnya membentuk garam bikarbonat (Manahan, 2000). Ion Ca2+ akan mengendap sebagai CaCO3 jika larutan Na2CO3 ditambahkan pada proses kopresipitasi hydrotalcite. Oleh karena itu, pengendapan ion Ca2+ perlu dilakukan sebelum sintesis. Secara umum, ada tiga tipe teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan ion Ca2+ dalam air hasil desalinasi air laut yaitu pengendapan kalsium karbonat, nanofiltrasi (NF) dan ion exchange. Ion Ca2+ dapat dipisahkan melalui pengendapan dengan HCO3-, CaCO3 yang terbentuk kemudian disaring (Lubis et al., 2007). Kameda et al. (2000) telah mempelajari pengendapan ion Ca2+ dalam air laut tiruan (artificial seawater). Ion Ca2+ dapat diendapkan dengan cara menambahkan larutan Na2CO3 dan NaHCO3 ke dalam brine water dan memanaskannya selama 1 jam pada suhu 95 C. Pengendapan commit to user dengan cara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 tersebut dapat mengendapkan 3 % ion Mg2+ dan 96 % ion Ca2+ dari total ion-ion logam tersebut dalam air laut tiruan. 5. Hydrotalcite a. Sruktur Hydrotalcite Hydrotalcite merupakan lempung anionik karena terdiri dari tumpukan lapisan bermuatan positif dan mempunyai anion di antara lapisan tersebut (Rajamanthi et al., 2001). Struktur hydrotalcite mirip brucite, Mg(OH)2, dengan penggantian beberapa ion Mg2+ oleh ion Al3+. Ion Mg2+ dalam struktur brucite dikelilingi 6 ion OH- secara oktahedral. Struktur brucite dan hydrotalcite ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur : a. tipe brucite; b. hydrotalcite; c. komposisi atom Penggantian ion Mg2+ oleh ion Al3+ yang jari-jarinya tidak jauh berbeda (jari-jari Mg2+ = 0,660 Å; jari-jari Al3+ = 0,510 Å) menghasilkan suatu lapisan mirip brucite bermuatan positif karena ion Al3+ merupakan kation dengan muatan lebih besar. Lapisan hidroksida ini membutuhkan anion untuk menyeimbangakan muatannya. Anion ini terletak di antara lapisan tersebut (anion antar lapisan) bersama dengan molekul air yang terserap. Dalam bentuk naturalnya, hydrotalcite merupakan suatu hidroksikarbonat dari magnesium dan aluminium dengan formula [Mg6Al2(OH)16]2+CO32- .4H2O. Secara umum lempung anionik dapat dituliskan [M2+1-xM3+x(OH)2]An-x/n.mH2O. commit to user M2+ adalah logam divalen seperti Mg2+, Fe2+, Ni2+, Cu2+, Co2+, Mn2+, Zn2+ atau perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 Cd2+; M3+ adalah logam trivalen yaitu, Al3+, Cr3+, Ga3+ atau Fe3+, An- adalah anion penyeimbang antar lapisan (CO32-, SO42-, Cl- atau NO3-), m adalah molekul air dan x adalah nilai yang berkisar antara 0,17 dan 0,33 (Yang et al., 2007). Gambar 2. Struktur Hydrotalcite (Reijers et al., 2005) Gambar 3. Representasi skematis struktur senyawa hydrotalcite (repro dari Murphy dan Sawyer, 2004) b. Sifat Hydrotalcite Senyawa hydrotalcite sekarang ini telah banyak dikembangkan karena potensi yang dimilikinya baik dalam proses adsorpsi (Wright, 2002) maupun pemisahan, sebagai penukar anion (Miyata, 1983), katalis atau prekursor katalis to user dan penstabil polimer (Yang et commit al., 2007). Wright (2002) menyebutkan bahwa perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 hydrotalcite memiliki sejumlah sifat yang membuatnya berpotensi seperti tersebut di atas, diantaranya adalah: Memiliki luas permukaan yang tinggi (100 - 300 m2/gram) Dapat disisipi dengan logam secara homogen. Memiliki efek sinergis antar lapisan. Memiliki memory effect (dapat diregenerasi). c. Aplikasi Mg/Al Hydrotalcite dalam bidang farmasi Senyawa hyrotalcite sudah banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi, di antaranya sebagai obat untuk mengatasi saluran pencernaan. Tjay dan Rahardja (2008) menyebutkan obat-obat tukak lambung-usus berdasarkan mekanisme kerjanya antara lain ada senyawa antasida (senyawa magnesium, aluminium dan bismuth, hydrotalcite, kalsium karbonat, Na-karbonat). Zat pengikat asam atau antasida (anti = lawan, acidus = asam) adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk mengikat secara kimiawi dan menetralkan asam lambung. Efeknya adalah peningkatan pH, yang mengakibatkan berkurangnya kerja proteolitis dari pepsin (optimal pada pH 2). Di atas pH 4 aktivitas pepsin menjadi minimal. Hydrotalcite (Talsit, ultacit) adalah Mg/Al-hidroksikarbonat dengan daya netralisasi pesat tapi agak lemah : pH tidak meningkat di atas 5. Zat ini juga bekerja sebagai antipepsin dan dapat mengikat dan menginaktivasi empedu yang mengalir naik ke dalam lambung akibat refluks. Setelah kembali di suasana basa dari usus, garam-garam empedu dibebaskan lagi. Efek sampingnya sering kali berupa pencaharan (Mg), tetapi adakalanya juga obstipasi (Al). Dosis : 2 dd 2 tablet dari 0,5 g dikunyah halus 1 jam p.c dan 2 tablet a.n. Juga dalam bentuk suspensi. 6. Karakterisasi Mg/Al Hydrotalcite a. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Spektroskopi Serapan Atom (SSA) merupakan suatu metode analisis kimia untuk menentukan unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik (trace). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 Penentuan kadar logam dari suatu sampel dengan metode SSA, dapat dilakukan dengan cara kurva kalibrasi maupun penambahan standar (Skoog et al., 1997). Penelitian Alnavis (2010) yang telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water tiruan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) untuk mengetahui kandungan Mg2+ dan Ca2+ sebelum dan sesudah pengendapan Ca2+. Analisis kandungan Mg2+ dan Ca2+ menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) sesuai dengan prosedur SNI. Brine water sebanyak 100 mL dikocok hingga homogen dan ditambah 2 mL HCl (1 : 1). Larutan dipanaskan sampai hampir kering kemudian ditambahkan 1 mL lantan klorida (LaCl3) 50 g/L dan diencerkan dengan akuabides hingga 100 mL. Untuk analisis kandungan Mg2+ larutan tersebut diencerkan dengan 10.000 kali faktor pengenceran. Standar dibuat dari Mg(NO3)2.6H2O dengan variasi konsentrasi 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 dan 2,0 mg/L. Sedangkan untuk analisis kandungan Ca2+ larutan diencerkan dengan 100 kali faktor pengenceran. Standar dibuat dari CaCl2.2H2O dengan variasi konsentrasi 0; 2; 4; 6; 8 dan 10 mg/L. Keasaman standar dibuat sama dengan keasaman sampel. Analisis kandungan Mg2+ dari brine water setelah pengendapan Ca2+ sesuai dengan prosedur di atas. Kameda et al., (2000) menyatakan bahwa pengotor CaCO3 dapat diendapkan dengan cara menambahkan larutan Na2CO3 dan NaHCO3 ke dalam brine water dan memanaskannya selama 1 jam pada suhu 95 ºC. Pengendapan dengan cara ini dapat mengendapkan 3 % ion Mg2+ dan 96 % ion Ca2+ dari total ion-ion logam tersebut dalam brine water. b. X-Ray Diffraction (XRD) Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis zat padat berupa kristal secara kualitatif dan kuantitatif adalah X-Ray Difractometer (XRD) atau difraksi sinar-X. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa utama dalam sampel, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan mengetahui persentase kandungan senyawa utama tersebut dalam sampel. Setiap kristal mempunyai harga d yang khas sehingga dengan mengetahui commit to user Referensi harga d dan intensitas harga d maka jenis kristalnya dapat diketahui. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre for Difraction Data (West, 1992). Hydrotalcite dengan anion antar lapisan berupa CO32- dicirikan oleh harga d sekitar 7,80 Å. Pencirian ini disebutkan pula dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Kloprogge, Wharton, Hickey, dan Frost. Heraldy (2011) juga menyebutkan refleksi interkalasi CO32- ke dalam hydrotalcite terjadi pada d003 sekitar 7,83 Å. Penelitian Rhee and Kang (2002) mendapatkan Mg/Al hydrotalcite dengan rasio 4, 3, dan 2 dengan nilai d 7,90; 7,82; dan 7,65 Å. Nilai d menurun dengan meningkatnya kandungan Al. Penelitian Analvis (2010) yang telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water dengan rasio Mg/Al = 2,0 pada difraktogram XRD memiliki tiga puncak dengan intensitas tertinggi yaitu pada harga 2θ sebesar 11,66°; 23,45° dan 34,57° yang merupakan karakter pada senyawa hydrotalcite. Gambar 4. Difraktogram XRD Mg-Al hydrotalcite (a) JCPDS 14-191 (Sharma et al., 2008), (b) Mg-Al hydrotalcite komersial, (c) Mg-Al hydrotalcite dari brine water Kusumaningtyas et al. (2011) telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water dengan rasio mol awal 2 dan hasil sintesis menunjukkan puncak commit to user karakteristik Mg/Al hydrotalcite pada d 7,68; 3,79 dan 2,56. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 XRD juga dapat digunakan untuk penerapan kuantitatif karena intensitas puncak difraksi yang diberikan pada campuran senyawa sebanding dengan fraksi material dalam campuran. Banyaknya puncak pengganggu pada 2θ (20 dan 30o) dapat diasumsikan sebagai amorf Al(OH)3 (Lakraimi et al., 2000). Persentase relatif kandungan senyawa dalam sampel dihitung dengan rumus: % kandungan I / I1 I / I1 s 100% t (I/I1)s : jumlah intensitas relatif puncak senyawa dalam sampel. (I/I1)t : jumlah intensitas relatif total sampel. c. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA) Thermogravimetric Analyzer (TGA) secara otomatis mencatat perubahan berat suatu sistem bila suhunya berubah dengan laju tertentu. Perubahan suhu dan berat direkam secara kontinyu. Differential Thermal Analyzer (DTA) akan mendeteksi setiap perubahan termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan secara eksotermik maupun endotermik. Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk termogram differensial sebagai puncak maksimum dan minimum. Puncak maksimum menunjukan peristiwa eksotermis dimana panas akan dilepaskan oleh sampel. Puncak minimum menunjukan peristiwa endotermis dimana terjadi penyerapan panas oleh sampel. Menurut Yang et al., (2002) analisis termal Mg-Al-CO3 layered double hydroxide dapat diidentifikasi dari : a. Pelepasan interlayer air pada suhu 70 - 190 °C dan terdapat dua fase kristal yang berbeda secara bersamaan, fase I dengan suatu basal spacing antara 7,5 7,3 Å dan fase II dengan basal spacing ~ 6,6 Å, struktur layered double hydroxide masih tetap utuh. b. Pada suhu antara 190 - 280 °C, OH- berikatan dengan Al3+ yang mulai lepas pada suhu 190 °C dan terlepas seluruhnya pada suhu 280 °C. Pada suhu ini fase I diubah ke dalam fase II. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 c. Pada suhu antara 280 - 405 °C, OH- berikatan dengan Mg2+ yang mulai lepas pada suhu 280 °C dan terlepas seluruhnya pada suhu 405 °C, degradasi dari struktur layered double hydroxide juga diamati pada daerah yang sama. d. Pada suhu 405 - 508 °C, CO32- mulai lepas dan terlepas seluruhnya pada suhu 508 °C. Pada suhu ini material menjadi suatu campuran larutan padatan oksida amorf metastabil. Salah satu contoh bentuk termogram TG/DTA Mg/Al hydrotalcite dengan anion interlayer karbonat (HT-CO3) dan anion interlayer berupa oksalat (HTox) seperti ditunjukkan oleh Gambar 5 (Roelofs et al., 2002). Gambar 5. TGA Mg/Al hydrotalcite a) HT-CO3, b)HTox commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 Hibino et al., (1995) menyampaikan terjadinya tiga penurunan berat untuk hydrotalcite (Sampel 1) dan hydrotalcite dengan perlakuan hidrotermal pada suhu 150 C dan 500 kPa selama 12 jam (Sampel 2). Puncak endotermik pertama disebabkan karena dehidrasi molekul air pada interlayer untuk Sampel 1 terjadi pada 210 C dan pada Sampel 2 terjadi pada 220 C, disertai pada suhu 175 C. Puncak kedua muncul pada 320 C untuk Sampel 1 dan 305 C untuk Sampel 2. Puncak ketiga muncul pada 375 C untuk Sampel 1 dan 400 C untuk Sampel 2. Puncak kedua dikaitkan dengan dehidroksilasi ikatan OH dengan Al. sedangkan puncak ketiga sebagai dehidroksilasi ikatan OH dengan Mg. Ketiga penurunan berat ditunjukkan pada kurva berikut ini : Gambar 6. Kurva TG/DTA (1) Hydrotalcite (HTlc), (2) Hydrotalcite dengan perlakuan termal pada 150 C d. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Daerah pengamatan bilangan gelombang spektra infra merah yang biasanya digunakan untuk mencirikan kurva dari kebanyakan mineral lempung menurut Tan (1982) adalah: a. Daerah antara 4000 - 3000 cm-1 yang diakibatkan oleh getaran ulur dari air yang terserap dan atau gugus OH oktahedral. Daerah ini disebut daerah gugus fungsional. b. Daerah antara 1400 - 800 cm-1 commit yang disebut daerah sidik jari. to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 Johnson dan Glasser (2003) telah melaporkan adanya puncak-puncak yang khas dari vibrasi gugus-gugus fungsi pada senyawa hydrotalcite. Puncak pada bilangan gelombang 3400 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur OH, 1400 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur asimetris CO3, 800 cm-1 menunjukkan deformasi luar bidang CO3, sementara pada bilangan gelombang 600 - 400 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur M-Al-O dan vibrasi ulur serta tekuk dari M-O dengan M adalah logam. Spektra infra merah dari hydrotalcite mempunyai puncak-puncak khas seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Gugus Fungsi Mg/Al hydrotalcite Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1) Uluran OH dan M-O 3400 - 3500a,b Tekukan OH 1650d Uluran simetris C-O 1385a,c Uluran asimetris C-O 1500,5c Tekukan O=C-O 650a 400 - 600a (2 puncak) Uluran Mg-O dan Al-O Sumber : aKannan (1995) dalam Johnson dan Glasser (2003), bBhaumik, et al. (2004), cDi Cosimo, et al. (1998), dYang et al. (2007) Kusumaningtyas et al. (2011) telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water dengan rasio mol awal 2 dan hasil analisis infrared menunjukkan adanya uluran OH pada 3419 - 3442,94 cm-1, tekukan OH pada 1633,71 cm-1, uluran simetris C-O pada 1384,89 cm-1, uluran asimetris C-O pada 1487,121517,98 cm-1, tekukan O=C-O pada 615,29 cm-1 serta uluran Al-O dan Mg-O pada 1072,42 cm-1. Larkimi et al. (2000) juga melaporkan adanya gugus-gugus fungsi pada hydrotalcite. Bilangan gelombang 3450 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus OH, 1650 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk H2O dari interlayer, 841 cm-1 dan 647 cm-1 untuk vibrasi M-O, 435 cm-1 untuk O-M-O, sedangkan 1360 cm-1 menunjukkan vibrasi CO3. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 e. Surface Area Analyzer (SAA) Nilai permukaan atau luas permukaan adalah faktor penting dalam perilaku padatan. Luas permukaan mempengaruhi tingkat pelarutan bahan farmasi, aktivitas katalis industri, kecepatan hidrat semen, kapasitas adsorpsi pemurnian udara dan air, dan pengolahan bubuk dan bahan berpori. Ketika padatan dibagi menjadi partikel yang lebih kecil, permukaan baru terbentuk sehingga meningkatkan luas permukaan. Demikian pula ketika pori diciptakan dalam interior partikel (dengan pembubaran, dekomposisi atau beberapa cara fisik atau cara kimia lainnya) luas permukaan juga meningkat. Luas permukaan zat padat dapat ditentukan dengan menggunakan kurva jumlah gas yang diadsorp pada permukaan Wm sebagai fungsi tekanan gas P pada suhu yang diberikan. Kurva Wm-P disebut kurva adsorpsi isothermal. Berdasarkan asumsi bahwa proses adsorpsi terjadi pada monolayer, dikenal model adsorpsi yang dikembangkan oleh Brunauer, Ermett dan Teller yang disebut metode BET. Metode ini sering digunakan karena mudah. Dinyatakan dalam persamaan: P = tekanan parsial gas (torr) Po = tekanan uap jenuh adsorpsi (torr) W = berat gas yang diserap pada tekanan relative P/Po (mg) Wm = berat gas yang diserap sebagai lapisan monolayer (mg) C = konstanta BET Pada dasarnya permukaan padatan tidak mempunyai bentuk sempurna dan teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau rongga yang menembus ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila adsorben berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat, maka fenomena ini terjadi tidak hanya pada permukaan luar saja tetapi juga dalam pori. Perilaku adsorpsi gas ke dalam pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan porositas commit user 1984). dari padatan berpori tersebut (Lowell and to Shields, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 Keberadaan pori-pori yang berisi udara ini sangat mempengaruhi sifat dan kegunaan zat padat tersebut, pori-pori dapat diklasifikasikan berdasarkan ukurannya menjadi (Oscik, 1982) : 1. Mikropori : jari-jari < 10 Å 2. Mesopori : jari-jari antara 10 - 100 Å 3. Makropori : jari-jari > 100 Å Menurut reori BET, permukaan padatan tidak akan tertutupi secara sempurna selama tekana uap jenuh (Po) belum tercapai. Jika adsorbsi mengikuti teori BET, maka kurva antara 1/W[(Po/P)-1] vs (P/Po) akan menghasilkan garis lurus. Untuk keperluan tersebut, dilakukan adsorpsi pada suhu 77 K dengan gas N2 sebagai adsorbat. Selanjutnya, harga Vm dan C dapat dihitung dari harga slope dan intersep yang diperoleh dari plot BET. Fetter et al. (2000) menyebutkan bahwa surface area dari hydrotalcite dengan rasio mol Mg/Al (2 : 1) dengan interlayer CO32- berkisar 210 m2/g. Sedangkan untuk surface area nitrated hydrotalcites dengan rasio mol Al/(Mg+Al) = 0.249 berkisar antara 5 sampai 15 m2/g. Sumeet et al. (2007) menyebutkan bahwa peningkatan luas area hydrotalcite berbanding lurus dengan peningkatan mol Mg/Al dari 2,0 sampai 3,5 pada suhu 70 oC selama 11 jam dalam keadaan termal dengan luas area dari 62 menjadi 73 m2/g. Wegrzyn et al. (2010), menyatakan bahwa luas area hydrotalcite dengan rasio mol Mg/Al (2,3) adalah 200 m2/g. f. X-Ray Fluorescence (XRF) Spektroskopi XRF adalah teknik analisis unsur yang membentuk suatu material dengan dasar interaksi sinar-X dengan material analit. Teknik ini banyak digunakan dalam analisis batuan karena membutuhkan jumlah sampel yang relatif kecil (sekitar 1 gram). Teknik ini dapat digunakan untuk mengukur unsur-unsur yang terutama banyak terdapat dalam batuan atau mineral. Sampel yang digunakan biasanya berupa serbuk hasil penggilingan atau pengepressan menjadi film. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 Dasar analisis alat X-Ray Fluorescence ini adalah pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisisan kembali kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti (karena terjadinya eksitasi elektro) oleh elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Ketika sinar-X yang berasal dari radioisotop sumber eksitasi menabrak elektro dan akan mengeluarkan elektron kulit dalam, maka akan terjadi kekosongan pada kulit itu. Perbedaan energi dari dua kulit itu akan tampil sebagai sinar-X yang dipancarkan oleh atom. Spektrum sinar-X selama proses tersebut menunjukkan peak/puncak yang karakteristik. Dimana setiap unsur akan menunjukkan peak yang karakteristik yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur yang ada dalam sampel. Salah satu contoh hasil analisis XRF yang dilakukan oleh van der Laan (2004) pada hydrotalcite komersial ditunjukkan pada Tabel 6: Tabel 6. XRF pada sampel hydrotalcite (van der Laan, 2004) Sample No Chamotte no Alc 1 Alc 4 Sorb Commercial HT Commercial HT Commercial HT Method i ppm ppm ppm % % Fe Na Ni Mg Al 210 74 79 20.3 12.0 210 3656 79 13.9 10.4 280 74 79 20.7 11.3 Method ii Mg/Alratio 1.88 1.48 2.03 % SiO2 0.21 0.21 0.34 ppm Ni 60 - Dari hasil analisisnya, van der Laan menyebutkan bahwa pada sampel hydrotalcite komersial memiliki kandungan Fe, Ni dan SiO2 yang lebih rendah dibandingkan hydrotalcite sintesisnya (produk Chamotte Holding). 7. Antasida Pada sekresi kuat getah lambung (supersekresi) dapat terjadi hiperasiditas yang umumnya dimanifestasi sebagai kebakaran matrium dan radang selaput mukosa lambung (gastritis). Bila sekaligus terlampau banyak pepsin dibentuk, akibatnya dapat terjadi tukak peptik (ulkus). Titik tolak terapi terdiri terutama dari pemberian: Antihistaminika –H2 yang menghambat sekresi asam hidroklorida commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 Antasida yang menetralisasi asam lambung yang terbentuk atau mengikatnya melalui absorpsi. Antasida harus mengembalikan derajat keasaman lambung pada daerah pH terapeutik yang optimum, pH 3 - 5. Pada hiperasiditas, kerja antipeptik sesuatu antasida mempunyai korelasi yang erat dengan kenaikan pH. Pada pH > 3,5, semua aktivitas pepsin dihambat, pada pH 8 enzim terganggu secara tidak bolakbalik. Senyawa seperti umpamanya magnesium oksida dan natriumhidrogenkarbonat menaikkan pH terlampau tinggi, menyebabkan produksi reaktif asam (acidrebound). Pada netralisasi dengan kalsium karbonat, kalsium klorida yang terbentuk diabsorpsi sehingga terjadi sekresi asam yang bersifat reaktif dan tinggi. Efek ini diterangkan melalui pembebasan gastrin yang diinduksi oleh kalsium di satu pihak dan stimulasi sekresi asam oleh ion kalsium di pihak lain. Untuk daya kerja antasida, kemampuan mengikat asam adalah penting. Kemampuan mengikat asam dapat dikurangi oleh komponen cairan lambung seperti pepsin, protein dan musin secara bertahap. Di samping kemampuan untuk mengikat asam, pembentukan CO2 yang tidak dikehendaki dari antasida yang mengandung karbonat, akan menyebabkan gesekan dan tumbukan dan dapat menimbulkan perforasi tukak lambung. Bila pada netralisasi dengan natriumbikarbonat permol HCl akan membebaskan satu mol CO2, pembentukan CO2 pada hydrotalcite dengan 1 mol CO2 per 18 mol HCl sangat jarang. Mg6Al2(OH)16CO3.4H2O + 18 HCl → 6MgCl2 + 2AlCl3 + 21H2O + CO2 Untuk penentuan kemampuan mengikat asam magnesium trisilikat menurut Ph. Eur., senyawa didiamkan dengan asam klorida (0,1 normal) selama 2 jam pada 37°C dan kemudian sejumlah tertentu larutan ini dititrasi dengan larutan hidroksida terhadap birubromfenol. Kemampuan mengikat asam paling sedikit haruslah 100 ml asam klorida (0,1 normal untuk 1 gram senyawa, dimana kapasitas netralisasi paling sedikit sesuai dengan 10 mmol H+ (Schunack et al., 1990). B. Kerangka Pemikiran Hydrotalcite merupakan lempung anionik dengan rumus umum adalalah commit to user [M2+1-xM3+x(OH)2]An-x/n.mH2O, dimana M2+ sebagai ion logam divalen dapat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 berupa Mg2+, Ca2+, Zn2+, Cu2+, Co2+, Ni2+ dan M3+ sebagai ion logam trivalen dapat berupa Al3+, Ga3+, Cr3+, Fe3+ sedangkan An- sebagai anion interlayer dapat berupa OH−, Cl−, NO3−, CO32−, SO42− dan x sebagai M2+/[M2+ + M3+] yaitu fraksi mol M2+. Senyawa ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk mengatasi saluran pencernaan. Hydrotalcite disintesis berdasarkan ion logam divalen dan ion trivalen. Magnesium sebagai ion logam divalen dapat bersumber dari air laut maupun brine water. Brine water merupakan hasil samping proses desalinasi air laut yang mengandung logam-logam alkali, salah satunya adalah magnesium dalam konsentrasi tinggi. Maka, Mg/Al hydrotalcite sangat mungkin disintesis dari bahan awal brine water, dengan magnesium sebagai ion divalen, aluminium sebagai ion trivalen dan karbonat sebagai anion interlayer. Ion Ca2+ merupakan salah satu logam alkali dalam brine water yang dapat menjadi pengotor pada sintesis Mg/Al hydrotalcite, sehingga sebelum dilakukan sintesis, ion Ca2+ perlu dihilangkan dengan cara pengendapan. Larutan buffer Na2CO3 dan NaHCO3 mampu mengendapakan 3 % Mg2+ dan 96 % Ca2+ pada air laut tiruan. Sehingga diharapkan Ca2+ dalam brine water akan mampu terendapkan secara selektif dengan menggunakan larutan buffer tersebut. Terbentuknya senyawa hydrotalcite perlu dibuktikan dengan karakterisasi secara kimia. Setiap kristal memiliki harga d yang khas sehingga jenis kristalnya dapat diketahui dengan membandingkannya dengan referensi. Referensi data d suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction Standar (JCPDS). Daerah pengamatan bilangan gelombang spektra inframerah dapat digunakan untuk mendeteksi gugus-gugus fungsi penyusun suatu molekul. Spektra inframerah Mg/Al hydrotalcite memiliki memiliki puncak-puncak yang khas. Perubahan termal yang terkait peristiwa kimia dan perubahan massa akibat kenaikan suhu dari suatu senyawa dapat dideteksi menggunakan TG/DTA sehingga dapat mengetahui pelepasan massa pada suhu tertentu dan gugus-gugus yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat diketahui. Data permukaan berupa luas muka, jari-jari pori dan volume pori total untuk Mg/Al hydrotalcite to dan usertelah banyak diteliti oleh peneliti mempunyai ciri khas pada kisarancommit tertentu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 sebelumnya, sehingga dapat dicocokkan data hasil sintesis dengan data penelitan sebelumnya. Hasil identifikasi dengan XRD, FTIR, TG/DTA dan SAA dapat digunakan untuk membuktikan bahwa senyawa yang disintesis merupakan Mg/Al hydrotalcite. Data pendukung XRF menunjukkan persen kandungan oksida logam dalam senyawa. Analisis ini menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis tidak mengandung unsur-unsur logam berbahaya sehingga dapat dikomsumsi secara aman bila digunakan sebagai sediaan antasida. Antasida merupakan salah satu obat saluran pencernaan yang bekerja dengan menetralkan asam di dalam lambung. Setiap sediaan antasida memiliki kekuatan yang berbeda tergantung dari Kapasitas Penetralan Asam (KPA) masing-masing. Nilai KPA suatu senyawa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran partikel zat sehingga dilakukan modifikasi ukuran partikel untuk meningkatkan harga KPA-nya. Diharapkan dengan semakin kecil ukuran partikel zat, akan meningkatkan luas permukaan zat tersebut dan memberikan nilai KPA yang lebih baik. Untuk mengetahui efektivitas hydrotalcite sebagai antasida, maka diperlukan suatu pembanding yang telah terstandarisasi secara farmasi. Pembanding yang digunakan merupakan antasida komersial yang mengandung campuran magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida, sedangkan Mg/Al hydrotalcite merupakan senyawa yang tersusun dari ion magnesium dan aluminium, sehingga diharapkan Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis memiliki kapasitas penetralan asam yang setara dengan antasida komersial yang terstandarisasi secara farmasi. C. Hipotesis a. Senyawa hasil sintesis dari brine water merupakan Mg/Al hydrotalcite yang mempunyai ciri adanya gugus -OH stretching dari lembaran-lembaran hydrotalcite, adanya molekul air dan anion karbonat, serta logam oksida MgO. Kristal Mg/Al hydrotalcite memiliki ciri khusus pada d003, d006 dan d009. Analisa dengan TG/DTA diharapkan mendeteksi puncak endotermis dimana terjadi pelepasan gugus air dan karbonat. Luas permukaan Mg/Al hydrotalcite commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 adalah mesopori. Dan diharapkan tidak ada logam-logam berbahaya yang terdapat di Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine water. b. Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaannya semakin meningkat sehingga kapasitas penetralan asamnya akan meningkat. c. Mg/Al hydrotalcite merupakan senyawa yang tersusun dari ion magnesium dan aluminium sedangkan antasida pembanding yang digunakan merupakan campuran magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida sehingga diharapkan nilai KPA dari Mg/Al hydrotalcite dari brine water setara dengan nilai KPA dari antasida pembanding. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorium. Diawali dengan mengendapkan ion kalsium dari brine water pada kondisi optimumnya; sintesis Mg/Al hydrotalcite; karakterisasi senyawa hasil sintesis pada d ciri khas hydrotalcite menggunakan XRD; gugus fungsi M-O, O-C-O, karbonat, dan O-H menggunakan FTIR luas permukaan dan pori menggunakan SAA; deteksi perubahan termal menggunakan TG/DTA dan persentase kandungan oksida logam menggunakan XRF. Selanjutnya ditentukan nilai Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hydrotalcite. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan September 2011 di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS dan Laboratorium Kimia Analitik FMIPA UGM. C. Alat dan Bahan 1. Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)(Shimadzu AA 630-12) b. Neraca analitik (AND GF-300) c. Centrifuge (Kokusan H-107) d. Water pump e. Seperangkat alat refluks (pyrex) f. Stirrer dan Hot plate (Cole-Parmer model No. 4658) g. Termometer Alkohol 100°C h. pH meter digital (Lutron pH-207) i. Fourier Transform Infra Red (FTIR) (Shimadzu IRPrestige-21) commit to user (Bruker D8 Advance) j. X-Ray Diffractometer 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 k. X-Ray Fluorescence (XRF) (Bruker S2 Ranger) l. Thermogravimetric/Differential Thermal (Linseis STA PT-1600) Analysis (TG/DTA) m. Surface Area Analyzer (SAA) (Quantachrome Nova Win 1200) n. Lumpang dan penggerus porselin o. Ayakan (mesh) p. Oven q. Seperangkat alat titrasi basa (pyrex) 2. Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian: a. Brine water (PLTU Tanjung Jati B, Jepara) b. Akuades (Laboratorium Kimia Dasar MIPA UNS) c. NaHCO3 (E. Merck) d. Na2CO3 (E. Merck) e. AlCl3.6H2O (E. Merck) f. AgNO3 (E. Merck) g. NaOH (E. Merck) h. HCl (37%) (E. Merck) i. Kertas saring Wathman No. 42 D. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Larutan Awal Kandungan Mg2+ dan Ca2+ dalam brine water dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) sesuai dengan prosedur SNI. Hasil AAS digunakan untuk membuat larutan. Brine water 1 L ditambahkan 428,67 mL larutan buffer yang terdiri dari 1 L Na2CO3 0,02 M dan 1 L NaHCO3 0,04 M dan direfluks dengan pengadukkan selama 1 jam dengan suhu 95°C kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh disebut larutan awal. Larutan awal dianalisis dengan AAS sesuai dengan prosedur SNI untuk mengetahui kadar Mg2+ dan Ca2+. Kadar Mg2+ digunakan sebagai dasar untuk sintesis hydrotalcite. commit to user 2. Sintesis Mg/Al hydrotalcite perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 Larutan awal 1 L ditambah sejumlah AlCl3.6H2O dengan perbandingan rasio Mg/Al 2 : 1 kemudian Na2CO3 0,1 M ditambahkan ke dalam larutan hingga mencapai pH 10,0 - 10,5 dan diaduk selama 1 jam pada suhu 70 ºC. Padatan yang diperoleh kemudian dicuci dengan akuades agar bebas dari Cl-. Pengujian dengan AgNO3 untuk mendeteksi keberadaan Cl-. Fasa air dan padatan dipisahkan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 6 jam. Padatan putih kering yang diperoleh merupakan Mg/Al hydrotalcite dan digerus hingga halus. 3. Karakterisasi Mg/Al hydrotalcite Hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infra Red (Shimadzu IRPrestige-21) dan Thermogravimetric/Differential Thermal (Linseis STA PT-1600), untuk mendapatkan bilangan gelombang dan perubahan berat serta differential thermal yang menyatakan gugus fungsi spesifik Mg/Al hydrotalcite dan X-Ray Diffractometer (Bruker D8 Advance) untuk mendapatkan refleksi bidang spesifik. Untuk mengetahui kadar unsur logam dilakukan analisis menggunakan X-Ray Fluorescence (Bruker S2 Ranger), sedangkan untuk mengetahui luas muka dan jari-jari pori dilakukan analisa menggunakan Surface Area Analyzer (Quantachrome Nova Win 1200). 4. Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hydrotalcite a. Distribusi Ukuran Partikel Serbuk Mg/Al hydrotalcite diayak menggunakan pengayak manual yang terdiri dari 4 buah ayakan logam dengan ukuran 100, 180, 200 dan 250 mesh. Ayakan disusun dari bawah dimulai dengan ukuran lubang terkecil dan seterusnya hingga ukuran lubang terbesar. Pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan distribusi ukuran partikel yang diinginkan; yaitu fraksi H1 (100 - 200 mesh), fraksi H2 (200 - 250 mesh) dan fraksi H3 (< 250 mesh). Mg/Al hydrotalcite dari tiap fraksi dikumpulkan. b. Penentuan KPA dengan Titrasi Volumetri Untuk menentukan nilai KPA digunakan sampel serbuk (H1, H2, H3). Sampel sebanyak 0,2 gram ditambahkan air hingga genap 100 mL. Kemudian commit to user ditambahkan 100 mL HCl 0,1 M dan dipanaskan pada suhu 37 C sambil diaduk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 dengan menggunakan magnetic stirrer. Larutan tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 M hingga mencapai pH 3,5. Nilai KPA secara umum dinyatakan sebagai jumlah milliequivalent asam hidroklorida. Tidak kurang dari 260 mL HCl 1,0 M dibutuhkan untuk menetralkan 1 gram hydrotalcite (Anonim, 2009). Sebagai kontrol positif, dilakukan penentuan KPA terhadap antasida yang ada dipasaran (Antasida Doen). E. Teknik Pengumpulan Data Data kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari hasil eksperimen dikarakterisasi menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), XRay Diffractometer (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA), Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis (TG/DTA) dan X-Ray Fluorescence (XRF). Analisis AAS menunjukkan data kandungan logam dalam brine water. Data analisis XRD diperoleh dengan membaca difraktogram yang berupa suatu pola difraksi dengan puncak-puncak pada 2θ tertentu sehingga diperoleh jarak antara kisi kristal (d) yang sesuai dengan hukum Bragg. Identifikasi gugus fungsi menggunakan data FTIR. Analisis thermal menggunakan TG/DTA diperoleh puncak endotermis/eksotermis dan penurunan massa yang menunjukkan pelepasan gugus fungsi tertentu. Data surface area diperoleh dengan analisis menggunakan SAA. Analisis menggunakan XRF menentukan kandungan logam yang terdapat pada Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis. Penentuan KPA Mg/Al hydrotalcite dan antasida dengan cara titrasi volumetri. F. Teknik Analisis Data 1. Kandungan Mg2+ dan Ca2+ dalam brine water dapat dianalisis dengan AAS yang dapat dikonversi kedalam satuan mol logam. 2. Data difraktogram XRD Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis berupa 2 versus intensitas. Dari 2 dapat diperoleh besarnya jarak antara kisi kristal (d) sesuai dengan persamaan : n = 2 d sin . Dari data d sampel dibandingkan dengan d commit to user Mg/Al hydrotalcite standar dari Joint Committee on Powder Diffraction perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 Standards (JCPDS). Munculnya puncak-puncak dengan hkl dominan Mg/Al hydrotalcite pada difraktogram sampel, yang sama denagn JCPDS menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis sama dengan senyawa pada standar JCPDS. Tabel 7. Tabulasi data harga d tiga puncak tertinggi Mg/Al hydrotalcite Refleksi bidang d003 d006 d009 Mg/Al hydrotalcite (Å) JCPDS1 (Å) Dari data XRD dapat dicari kemurnian dari Mg/Al hydrotalcite dengan rumus: % kandungan I / I1 I / I1 s 100% t I / I1 s : jumlah intensitas relatif puncak senyawa dalam sampel I / I1 t : jumlah intensitas relatif total sampel Tabel 8. Tabulasi data kemurnian Mg/Al hydrotalcite Peak no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 2 (deg) Intensity d(Å) I/I1 d standar Δd 3. Gugus-gugus fungsi yang ada di dalam Mg/Al hydrotalcite diketahui dengan membandingkan puncak-puncak spektra FTIR Mg/Al hydrotalcite dengan referensi. Berdasarkan strukturnya, Mg/Al hydrotalcite memiliki gugus fungsi M-O, O-C-O, karbonat, dan O-H. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Tabel 9. Tabulasi gugus fungsi Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis Gugus fungsi Uluran O-H Tekukan O-H Uluran simetris C-O Uluran asimetris O=C Tekukan O=C-O Uluran Mg-O dan Al-O Bilangan gelombang (cm-1) Referensi Mg/Al hydrotalcite 3400 - 3500 1650 1385 1500 650 400 - 600 4. Analisis termal digunakan TGA/DTA. DTA akan mendeteksi setiap perubahan termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan secara eksotermik maupun endotermik. Sementara itu, TGA mendeteksi setiap perubahan massa yang terjadi pada cuplikan sebagai akibat dari kenaikan suhu, baik yang diikuti oleh perubahan fasa kristal maupun tidak. Tabel 10. Tabulasi hasil analisis DTA TIME TEMPERATURE DTA SIGNAL Tabel 11. Tabulasi hasil analisis TGA TIME TEMPERATURE DELTA-M 5. Data dari SAA memberikan informasi mengenai surface area, average pore radius dan total pore volume. Kemudian data tersebut dibandingkan dengan referensi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 6. Pengukuran menggunakan XRF menghasilkan data berupa persentase kandungan logam dalam bentuk oksidanya yang menunjukkan ada tidaknya kandungan logam berbahaya. 7. Penentuan milliequivalent asam hidroklorida yang dibutuhkan untuk menitrasi NaOH dalam Mg/Al hydrotalcite dengan variasi distribusi partikel dibandingkan dengan milliequivalent asam klorida yang dibutuhkan untuk menitrasi NaOH dalam antsida hingga mencapai pH 3,5. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Mg/Al Hydrotalcite Sintesis Mg/Al hydrotalcite dilakukan secara kopresipitasi dengan anion antar lapis berupa CO32-. Metode kopresipitasi disebut juga metode pengendapan yang dipilih dalam sintesis Mg/Al hydrotalcite selain karena mudah, juga pada metode tersebut tidak ditemui adanya kesulitan dalam pencegahan kontaminasi dari karbondioksida pada daerah interlayer. Sedang keberadaan CO32- dapat mempercepat proses kristalisasi hydrotalcite (Kang et al., 2005) dan segera bergabung terikat kuat pada interlayer (Newman and Jones, 1998). Pada metode kopresipitasi, semua kation mengendap secara simultan dalam rasio mol sesuai dengan rasio mol awalnya. Mg/Al hydrotalcite disintesis dari brine water dengan perbandingan Mg/Al adalah 2 : 1 dengan metode pengendapan. Kandungan Ca2+ dalam brine water diharapkan seminimal mungkin karena menurut Alnavis (2010) pengendapan Ca2+ sebagai CaCO3 perlu dilakukan sebelum sintesis sebab adanya Ca2+ yang berlebihan akan membentuk senyawa pengotor pada sintesis hydrotalcite. Penurunan kadar Ca2+ dengan cara menambahkan ion CO32- dari larutan buffer campuran larutan Na2CO3 dan NaHCO3. Kandungan Mg2+ sebelum dan sesudah pengendapan Ca2+ dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan diperoleh penurunan kadar Ca2+ sebesar 55,77 %. Filtrat yang sudah diturunkan kadar Ca2+-nya disebut sebagai larutan awal. Proses selanjutnya adalah mereaksikan larutan awal dengan AlCl3.6H2O dan larutan Na2CO3 dalam suasana basa. Selama proses sintesis, kondisi pH larutan dijaga pada pH 10 - 10,5 untuk mendapatkan hydotalcite yang optimum. Apabila pH jauh lebih besar dari pH optimum, ion Al3+ akan terlarut sehingga tidak dapat membentuk endapan, sedangkan apabila pH kurang dari pH optimum akan terjadi pengendapan senyawa-senyawa selain hydrotalcite sehingga produk yang terbentuk tidak optimum. Endapan yang terbentuk dites dengan AgNO3 to userdalam larutan yang dites dengan untuk mengetahui ada tidaknya commit Cl-. Apabila 35 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 AgNO3 terbentuk endapan putih, maka larutan tersebut masih mengandung Clkarena menunjukkan terbentuknya AgCl. Endapan basah yang diperoleh dicentrifuge 4000 rpm selama 10 menit, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 6 jam. Padatan putih kering yang diperoleh merupakan Mg/Al hydrotalcite, kemudian digerus hingga halus. B. Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis 1. Analisis X-Ray Diffractometer (XRD) Senyawa hasil sintesis dianalisa dengan X-Ray Diffractometer (XRD). Difraktogram ditunjukkan pada Gambar 7. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahwa senyawa utama hasil sintesis adalah Mg/Al hydrotalcite. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan harga d puncak-puncak difraktogram senyawa hasil sintesis dengan data d-spacing Mg/Al hydotalcite standar dari JCPDS (Joint Comittee on Powder Diffraction Standard) nomor 411428. Gambar 7. Difraktogram XRD (a) Mg/Al hydotalcite standar (Sharma et al., 2008); (b) Mg/Al hydotalcite hasil sintesis Tiga puncak tertinggi sampel sebagai penciri senyawa mempunyai harga d-spacing yang sesuai data Mg/Al hydotalcite standar yaitu pada harga d = 7,68; 3,79; dan 2,56 Å seperti tersebut pada Tabel 12. Hydotalcite alam yang diteliti oleh Allmann et al. (1969) mempunyai harga d yaitu 7,69; 3,88; dan 2,58 Å, commit to user sedangakan data dari JCPDS yaitu 7,59; 3,79 dan 2,53. Adanya kesesuaian harga perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 d tiga puncak senyawa hasil sintesis dengan standar mengindikasikan bahwa Mg/Al hydrotalcite telah berhasil dibentuk. Tabel 12. Nilai refleksi bidang Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis Refleksi bidang d003 d006 d009 Mg/Al hydrotalcite (Å) 7,68 3,79 2,56 JCPDS1 (Å) 7,59 3,79 2,53 Yang (2007) menyebutkan bahwa harga d 7,80 Å merupakan puncak karakteristik hydrotalcite dengan anion antar lapis berupa CO32-, sedangkan d 9,03 Å merupakan anion antar lapis NO3-. Harga d hasil sintesis sebesar 7,68 Å menunjukkan bahwa komponen anion antar lapis utama sebagai penyeimbang Mg/Al hydrotalcite merupakan CO32-. Pada difraktogram XRD Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis menunjukkan timbulnya puncak baru yang bukan merupakan puncak-puncak khas dari kristalin hydrotalcite. Hal ini dapat dimungkinkan telah terbentuk pula senyawa lain selain hydrotalcite. Diperkirakan senyawa tersebut merupakan Mg(OH)2 atau Al(OH)3 yang secara berturut-turut memiliki puncak 2 sekitar 19 dan 18 - 21 . Sehingga adanya 2 puncak yang muncul di daerah 2 sekitar 18 - 21 pada difraktogram Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dapat dimungkinkan sebagai senyawa Mg(OH)2 dan atau Al(OH)3. Munculnya puncak baru pada sampel Mg/Al hydrotalcite bisa dipengaruhi oleh keberadaan larutan induk ketika dilakukan pemeraman (Heraldy et al., 2010). Wright (2002) menyebutkan bahwa hydrotalcite yang dimeramkan lama dalam air menghasilkan tingkat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan hydrotalcite yang dimeramkan dalam larutan induk. Hickey et al. (2000) dan Kovanda et al. (2005) menunjukkan bahwa pemeraman hydrotalcite dalam air menghasilkan derajat kristalinitas yang lebih tinggi daripada dalam larutan induknya (mother liquid). Kondisi ini dipengaruhi karena dalam larutan induk masih mengandung campuran larutan yang mempunyai pH tinggi atau masih terdapat ion-ion yang terlarut. Hal ini dapat memungkinkan berkembangnya partikel-partikel halus commit to user terhalangi oleh partikel-partikel yang lebih besar. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 Penentuan kandungan relatif Mg/Al hydrotalcite dilakukan dengan membandingkan intensitas relatif (I/I1) puncak-puncak difraktogram Mg/Al hydrotalcite dengan intensitas relatif seluruh puncak yang ada dalam sampel. Hasil perhitungan persentase kandungan relatif atau kemurnian Mg/Al hydrotalcite dalam sampel sebesar 63,079 %. Perhitungan disajikan pada Lampiran 9. 2. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) Analisis gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa Mg/Al hydrotalcite menggunakan FTIR. Gugus fungsi yang akan terdeteksi antara lain gugus hidroksi (OH-), karbonat (CO32-) dan oksida logam, akan menghasilkan puncak-puncak khas untuk ikatan O-H, C-O, Mg-O atau Al-O. spectrum FTIR untuk Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 8 dan Tabel 13 berikut ini : Gambar 8. Spektra inframerah (a) Mg/Al hydrotalcite standar (Sharma et al., 2007) (b) Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 Tabel 13. Tabulasi Gugus Fungsional Mg/Al hydrotalcite Bilangan gelombang (cm-1) Referensi Mg/Al hydrotalcite b Uluran O-H dan M-O 3400 - 3500 3431 Tekukan O-H 1650d 1633 a,c Uluran simetris C-O 1385 1384 Uluran asimetris O=C 1500,5c 1502 a Tekukan O=C-O 650 615 400 - 600a Uluran Mg-O dan Al-O 472 dan 418 (2 puncak) Lainnya 1072 a Sumber : Kannan (1995) dalam Johnson dan Glasser (2003), b Bhaumik et al. (2004), cDi Cosimo et al. (1998), dYang et al. (2007) Gugus fungsi Serapan kuat melebar pada bilangan gelombang 3431 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching gugus hidroksi pada lapisan Mg/Al hydrotalcite dan pada bilangan gelombang 1633 cm-1 merupakan tekukan OH dari molekul air pada daerah antar lapis yang terikat dengan anion interlayer. Adanya gugus karbonat ditunjukkan dari vibrasi ulur simetris C-O pada bilangan gelombang 1384 cm-1 dan vibrasi ulur asimetris O=C pada bilangan gelombang 1502 cm-1 yang tidak nampak begitu jelas dalam spektra. Selain itu vibrasi tekukan O=C-O karbonat ditunjukkan pada puncak dengan bilangan gelombang 615 cm-1. Penelitian Davydov (1984) dan Shiddiq (2005) menyebutkan bahwa ikatan metal oksida logam berada pada sekitar bilangan gelombang 500 cm-1, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada bilangan gelombang 472 cm-1 sebagai vibrasi ulur Al-O dan pada daerah 418 cm-1 sebagai vibrasi ulur Mg-O. Pita serapan pada bilangan gelombang 1072 cm-1 terkadang muncul sebagai vibrasi ulur simetris yang overlapping dengan vibrasi translasi Al-OH. Pita serapan tersebut dapat dimungkinkan sebagai pita serapan yang berasal dari senyawa Al(OH)3. Dari analisis spektra FTIR ini menunjukkan adanya ikatan Mg-O, Al-O, gugus hidroksil dan karbonat, yang merupakan senyawa-senyawa penyusun dari Mg/Al hydrotalcite dengan anion antar lapis CO32- dengan rumus umumnya [Mg1-xAlx(OH)2]x+[CO3]x/n.mH2O (Heraldy et al., 2006). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 3. Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis (TG/DTA) Analisis DTA bertujuan untuk mendeteksi setiap perubahan termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan secara eksotermik maupun endotermik. Sementara itu, TGA bertujuan mendeteksi setiap perubahan massa yang terjadi pada sampel sebagai akibat dari kenaikan suhu, baik yang diikuti oleh perubahan fasa kristal maupun tidak. Analisa DTA/TGA pada penelitian ini dilakukan dalam atmosfir udara dengan laju kenaikan suhu 20 °C/menit dan rentang suhu mulai dari 40 hingga 500 °C. Hasil analisis termal ditunjukkan oleh Gambar 9. Gambar 9. Analisis termal Mg/Al hydrotalcite DTA dan TGA Frost et al. (2008) menyebutkan bahwa terdapat air pada lingkungan yang berbeda dalam struktur hydrotalcite. Menurut Frost, terdapat : a) Ikatan bebas air, jenis air ini hilang pada suhu rendah antara 29 – 77 C, b) Hidrogen air terikat pada dirinya sendiri pada ruang interlayer, jenis air ini hilang pada suhu antara 77 dan 170 C, dan c) Hidrogen air terikat pada permukaan hidroksil hydrotalcite, jenis air ini hilang pada suhu antara 170 dan 235 C. Suhu yang diperlukan untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 mengahapus molekul air tipe b dan c menunjukkan seberapa kuat ikatan hidrogen antara air pada permukaan hidroksil hydrotalcite. Hibino et al., (1995) juga telah menyatakan terjadinya tiga penurunan berat untuk hydrotalcite. Puncak endotermik pertama disebabkan karena dehidrasi molekul air pada interlayer terjadi pada 210 C. Puncak kedua dikaitkan dengan dehidroksilasi ikatan OH dengan Al muncul pada 320 C. Puncak ketiga muncul pada 375 C dikaitkan sebagai dehidroksilasi ikatan OH dengan Mg. Berdasarkan kurva TGA pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan massa hydrotalcite pada suhu tertentu yang disertai dengan munculnya puncak endotermik DTA. Penurunan berat Mg/Al hydrotalcite terjadi pada 42,32 C; 247,22 C dan 427,17 C yang disertai dengan munculnya puncak endotermik DTA. Pada suhu 42,32 C terjadi penurunan massa sebesar 7,59 %, pada suhu 247,22 C terjadi penurunan massa 20,37 % dan pada 427,32 C terjadi penurunan massa sebesar 18,81 %. Penurunan massa pada suhu 42,32 C merupakan pelepasan ikatan hidrogen air antar sesamanya pada ruang interlayer. Pada puncak kedua 247,22 C kehilangan berat karena dehidroksilasi (Al-OH-Mg) yang merupakan pengawalan dari dekarbonasi. Sedangkan pada puncak 427,32 C menunjukkan adanya dekarbonasi dari struktur Mg/Al hydrotalcite. Pada proses ini terjadi penghapusan ion karbonat sebagai CO2 dan diikuti penurunan massa sebesar 18,81 %. Dari sini menunjukkan bahwa hydrotalcite hasil sintesis mengandung gugus OH, H2O dan CO32- (Heraldy et al., 2006). 4. Surface Area Analyzer (SAA) Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam karakterisasi material, khususnya berfungsi untuk menentukan luas permukaan material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu bahan. Adsorpsi desorpsi nitrogen digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu padatan, yaitu fisisorbsi suatu gas inert seperti nitrogen, kemudian ditentukan berapa banyak molekul yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh commit to user permukaan membentuk lapisan tunggal. Luas suatu permukaan atau porositas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 dapat dicapai dengan mengetahui isoterm adsopsinya, ketika kuantitas dari adsorbat (bahan yang diserap) pada permukaan material dapat diukur dalam kisaran tekanan relatif yang lebar pada suhu konstan maka akan mengasilkan sebuah isotherm. Banyak teori dan model perhitungan yang dikembangkan untuk mengubah data yang dihasilkan berupa jumlah gas yang diserap pada berbagai tekanan dan suhu tertentu (isotherm) menjadi data surface area, pore radius, pore volume dan lain sebagainya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Brunauer, Ermett dan Teller (BET). Dari hasil analisa menggunakan adsorbsi gas nitrogen pada suhu 77,3 K dengan menggunakan instrumen Quantachrome Corporation Nova Win 1200 diperoleh hasil berikut: Tabel 14. Data analisis permukaan Mg/Al hydrotalcite Parameter Surface area Pore volume Pore radius Average pore radius Total pore volume Metode BET 202.984 m2/g - Metode BJH 211.459 m2/g 0.256 cc/g 28.308 Å 2.65293+1 Å 2.693-1 cc/g Dari analisis dengan SAA diketahui bahwa specific surface area Mg/Al hydrotalcite sebesar 202,984 m2/g dan pore radius sebesar 28,308 Å. Orthman et al. (2003) menyebutkan Mg/Al hydrotalcite dengan rasio molar Mg/Al : 2,36 dan menggunakan metode BET memiliki specific surface area sebesar 186,8 m2/g. Kang et al. (2005) menyebutkan specific surface area Layered Double Hydroxide (LDH) sebesar 146,4 m2/g. Data specific surface area Mg/Al hydrotalcite dari brine water menunjukkan nilai yang dekat dengan hasil penelitian sebelumnya. Mg/Al hydrotalcite dari brine water dapat dikelompokkan sebagai mesopori karena memiliki pore radius antara 10 - 100 Å. Dan memiliki surface area tinggi karena berada pada range 200 - 500 m2/g. Fetter et al. (2001) menyebutkan bahwa hydrotalcite memiliki surface area sebesar 40 - 240 m2/g, dimana di daerah tersebut juga merupakan daerah mikrokristalin lainnya, seperti Al(OH)3 dan Mg(OH)2. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 5. X-Ray Fluorescence (XRF) Analisis fluoresensi sinar-X bertujuan untuk mengetahui dan mengukur kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu senyawa atau mineral. Analisis ini didasarkan pada pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti (karena terjadinya eksitasi elektron) oleh elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Setiap unsur akan menunjukkan peak yang karakteristik yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur yang ada sampel (Sumantry, 2010). Dalam penelitian ini tujuan analisis menggunakan XRF dikhususkan untuk mengetahui bahwa didalam senyawa Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine water tidak mengandung unsur-unsur logam berbahaya, sehingga senyawa hasil sintesis ini dikatakan aman sebagai sediaan antasida. Analisis kandungan logam dalam Mg/Al hydrotalcite dilakukan dengan menggunakan X-Ray Fluorescence (Bruker S2 Ranger) dengan metode langsung atau tanpa preparasi awal sampel. Data yang terbaca merupakan oksida-oksida logam seperti ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15. Hasil analisis XRF Mg/Al hydrotalcite Formula Al2O3 MgO SO3 P2O5 SiO2 Cl CaO K2O Fe2O3 ZnO TiO2 CuO SrO SnO2 Konsentrasi 64,26 % 30,57 % 2,29 % 0,80 % 0,77 % 0,53 % 0,36 % 0,11 % 0.06 % 0,05 % 0,05 % 0,03 % 0,02 % 0,02 % Dari data XRF di atas, menunjukkan bahwa komposisi utama dari Mg/Al commit to user hydrotalcite berupa Al2O3 dan MgO yang merupakan senyawa utama dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 sintesis Mg/Al hydrotalcite. Dari data tersebut, tidak terlihat adanya komponen logam berbahaya. Keberadaan komponen utama berupa oksida logam Al2O3 sebesar 64,26 % merupakan indikasi terbentuknya senyawa Al(OH)3 yang terdapat bersama dengan kristal Mg/Al hydrotalcite. Data ini didukung oleh data XRD yang menunjukkan adanya 2 puncak yaitu pada daerah sekitar 17 - 21 yang bukan merupakan puncak karakteristik dari Mg/Al hydrotalcite, melainkan puncak dari senyawa Al(OH)3. Terdapatnya komponen CaO sebesar 0,36 % menunjukkan bahwa dalam proses pembuatan larutan awal atau pengendapan ion Ca2+ belum maksimal, sehingga masih terdapat sisa ion Ca2+ yang belum terendapkan. Ca2+ yang tersisa diperkirakan membentuk kalsium klorida (CaCl2) dengan ion Cl-, karena terlihat dari analisis yang menunjukkan masih terdapatnya komponen Cl sebesar 0,53 %. Hal ini sesuai dengan data AAS yang menunjukkan adanya konsentrasi ion Ca2+ dalam filtrat brine water sebesar 191,323 ppm. C. Penentuan KPA Mg/Al Hydrotalcite Untuk penentuaan nilai KPA digunakan sampel serbuk. Seluruh sampel digerus hingga halus kemudian pada tahap awal dilakukan pengayakan untuk menentukan distribusi ukuran partikel. Pengayakan menghasilkan 3 fraksi utama yaitu H1, H2 dan H3 dengan masing-masing ukurannya secara berturut-turut 100 200 mesh, 200 - 250 mesh dan <250 mesh. Kapasitas penetralan asam didefinisikan sebagai jumlah miliequivalent HCl untuk mempertahankan 1 ml suspensi antasida pada pH 3 dalam waktu dua jam secara invitro (Troy et al., 2005). Penetapan KPA dari sampel Mg/Al hydrotalcite dilakukan pada semua ukuran distribusi sesuai dengan monografi hydrotalcite. Sampel sebanyak 0,2 gram ditambahkan dengan air hingga genap 100 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml HCl 0,1 N dan dipanaskan pada suhu 37 C sambil diaduk selama 1 jam dengan menggunakan magnetic stirer. Pemanasan pada suhu tersebut bertujuan sebagai pengondisian sampel agar menyerupai commit to user kondisi suhu tubuh manusia, sedangkan tujuan pemberian asam merupakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 simulasi dari asam lambung manusia yang berlebih. Larutan tersebut dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH 3,5. Pada pH tersebut merupakan simulasi kondisi normal asam lambung manusia. Nilai KPA diperoleh dengan mengurangkan mol asam klorida berlebih yang ditambahkan kedalam Mg/Al hydrotalcite dengan mol NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi. Sehingga dapat diperoleh sisa kelebihan asam, yang merupakan kapasitas penetralan Mg/Al hydrotalcite. Perhitungan nilai KPA dapat dilihat dalam Lampiran. Metode serupa juga diperlakukan terhadap salah satu antasida komersial yang terstandarisasi secara farmasi sebagai pembanding. Nilai KPA yang diperoleh seperti pada Gambar 10 dan Tabel 16 sebagai berikut : 7,92 H1 H2 6,00 6,07 6,07 5,05 4,99 5,23 Mg/Al hydrotalcite Antasida H3 HT komersial (Gunawan, 2008) Gambar 10. Diagram perbandingan nilai KPA Mg/Al hydrotalcite, antasida dan hydrotalcite komersial Keterangan : H1 : Mg/Al hydrotalcite (100 - 200 mesh) H2 : Mg/Al hydrotalcite (200 - 250 mesh) H3 : Mg/Al hydrotalcite (< 250 mesh) X1 : Hydrotalcite komersial (100 - 140 mesh) X2 : Hydrotalcite komersial (140 - 270 mesh) X3 : Hydrotalcite komersial (< 270 mesh) Tabel 16. Nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dan antasida komersial Mg/Al hydrotalcite H1 (100 - 200 mesh) H2 (200 - 250 mesh) H3 (< 250 mesh) Antasida komersial KPA (meq) Hydrotalcite komersial (Gunawan, 2008) X1 (100 - 140 mesh) X2 (140 - 270 mesh) X3 (< 270 mesh) 6,00 6,07 6,07 7,92 commit to user KPA (meq) 5,05 4,99 5,23 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 Setiap sampel menunjukkan nilai KPA yang tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap distribusi ukuran partikel. Pada rentang distribusi yang tidak jauh berbeda, nilai KPA Mg/Al hydrotalcite memiliki harga yang lebih tinggi dari pada hydrotalcite komersial, dan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan nilai KPA dari salah satu antasida komersial yang tidak mengandung hydroralcite. Menurut Gunawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi KPA suatu zat antara lain zat aktif, struktur kristal, suspending agent dan bentuk sediaan. Tiap tablet kunyah atau tiap 5 mL suspensi Antasida (Doen) mengandung gel aluminium hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan aluminium hidroksida 200 mg) dan magnesium hidroksida 200 mg. Kombinasi aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida merupakan antasida yang bekerja menetralkan asam lambung dengan menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu efek laksatif dari magnesium hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari aluminium hiroksida. Kerja antasida berbasis netralisasi. Dapat digambarkan sebagai asam bereaksi dengan ion hidroksida, garam dan air terbentuk melalui persamaan berikut : HCl (aq) + NaOH (aq) NaCl (aq) + H2O Sedangkan pada hydrotalcite : Mg6Al2(OH)16CO3.4H2O + 18 HCl → 6MgCl2 + 2AlCl3 + 21H2O + CO2 Mg/Al hydrotalcite memiliki daya netralisasi yang pesat namun nilai KPA-nya lebih rendah dari antasida. Hal ini karena meskipun pesat, tapi daya netralisasinya agak lemah yaitu bahwa aktivitas kerjanya tidak meningkat di atas pH 5 (Schunack et al., 1990). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Senyawa hasil sintesis dari larutan brine water merupakan material padatan dengan d003 7,68 Å dan ditegaskan dengan adanya gugus hidroksi pada daerah bilangan gelombang sekitar 3431 cm-1 serta gugus karbonat pada 1384 cm-1. Analisis termal menunjukkan terjadi pelepasan ikatan hidrogen air antar sesamanya pada suhu 42,32 dehidroksilasi (Al-OH-Mg) pada 247,22 dekarbonasi pada 427,32 C sebesar 7,59 %; C sebesar 20,37 % dan C sebesar 18,81 %. Analisis permukaan menunjukkan bahwa senyawa dikelompokkan ke dalam mesopori dan memiliki surface area tinggi. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan Mg/Al hydrotalcite yang dapat dimanfaatkan sebagai sediaan antasida karena tidak terdapat logam-logam berbahaya dalam jumlah yang banyak. 2. Ukuran distribusi partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai KPA Mg/Al hydrotalcite. 3. Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis memiliki kemampuan penetralan asam yang lebih lemah dibandingkan dengan antasida yang terstandarisasi secara farmasi. B. Saran 1. Untuk mendapatkan kemurnian Mg/Al hydrotalcite yang lebih tinggi, perlu diperhatikan betul dalam proses pengendapan ion Ca2+ agar ion Ca2+ banyak yang terendapkan tanpa ikut mengendapkan ion Mg2+ dalam jumlah yang banyak. 2. Perlu dilakukan kalsinasi pada senyawa hasil sintesis untuk memberikan nilai KPA yang lebih tinggi, karena dengan dilakukannya kalsinasi, struktur Mg/Al hydrotalcite menjadi lebih stabil. commit to user 47