SINTESIS, KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SINTESIS, KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS
PENETRALAN ASAM Mg/Al HYDROTALCITE
DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA
Disusun oleh:
MEIRINA KUSUMANINGTYAS
M0307016
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Sains dalam bidang ilmu kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret Surakarta telah mengesahkan skripsi mahasiswa :
Meirina Kusumaningtyas NIM M0307016, dengan judul “Sintesis, Karakterisasi
dan Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al Hydrotalcite dari Brine Water
sebagai Sediaan Antasida“.
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Eddy Heraldy, M.Si.
NIP. 19640305 200003 1002
Ahmad Ainurofiq, M.Si, Apt.
NIP. 19780319 200501 1003
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari
: Senin
Tanggal
: 30 Juli 2012
Anggota Tim Penguji :
1. Drs. Patiha, M.S.
NIP. 19490131 198103 1001
1.............................
2. Nestri Handayani, M.Si., Apt.
NIP. 19701211 200501 2001
2.............................
Disahkan oleh :
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia
Dr. Eddy
Heraldy,
commit
to userM.Si.
NIP. 19640305 200003 1002
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “SINTESIS,
KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM
Mg/Al HYDROTALCITE DARI BRINE
WATER
SEBAGAI SEDIAAN
ANTASIDA” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanahan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Juli 2012
Meirina Kusumaningtyas
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SINTESIS, KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KAPASITAS
PENETRALAN ASAM Mg/Al HYDROTALCITE
DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA
MEIRINA KUSUMANINGTYAS
Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Sintesis material Mg/Al hydrotalcite dari brine water dan aplikasinya
dalam penentuan kapasitas penetralan asam telah diteliti. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji potensi brine water sebagai bahan dasar sintesis hydrotalcite dan
kemampuan adsorpsi hydrotalcite sebagai eksipien industri farmasi, khususnya
kemampuan kapasitas penetralan asam. Karakterisasi hydrotalcite menggunakan
X-Ray Diffractometer, Fourier Transform Infra Red, Thermogravimetric/
Differential Thermal Analysis, Surface Area Analyzer dan X-Ray Fluorescence.
Modifikasi karakter fisika yang dilakukan dengan cara variasi distribusi partikel
hydrotalcite yaitu H1 (100-200 mesh), H2 (200-250 mesh), H3(<250 mesh) dengan
nilai kapasitas penetralan asam secara berturut-turut 6,00; 6,07 dan 6,07
miliequivalent, menunjukkan bahwa variasi distribusi partikel tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap nilai kapasitas penetralan asam hydrotalcite.
Kata kunci: Mg/Al hydrotalcite, brine water , antasida, kapasitas penetralan asam.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SYNTHESIS, CHARACTERIZATION AND DETERMINATION OF ACID
NEUTRALIZATION CAPACITY Mg/Al HYDROTALCITE FROM BRINE
WATER AS ANTACID DOSAGE
MEIRINA KUSUMANINGTYAS
Department of Chemistry. Mathematics and Sciences Faculty. Sebelas Maret
University
ABSTRACT
Synthesized of materials Mg/Al hydrotalcite of brine water and its
application in the determination of acid neutralization capacity was studied. This
study aims to assess the potential of brine water as a base material synthesis of
hydrotalcite and the adsorption capability hydrotalcite as pharmaceutical
excipients, in particular the ability of acid neutralization capacity.
Characterization hydrotalcite was done by using X-Ray Diffractometer, Fourier
Transform Infra Red, Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis, Surface
Area Analyzer and X-Ray Fluorescence method. Modifications of character
physic by variation of particle size distribution hydrotalcite; H1 (100-200 mesh),
H2 (200-250 mesh), H3(<250 mesh) with the acid neutralization capacity value
6.00, 6.07 and 6.07 milliequivalent, respectively, showed that particle size had no
significant effect on acid neutralization capacity of hydrotalcite.
Keywords: Mg/Al hydrotalcite, brine water, antacid, acid neutralization capacity.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar” (Q.S. Al Baqarah: 153)
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman” (Q.S. Ali ‘Imran:139)
“Apa saja keburukan yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”
(Q.S. An Nisaa: 79)
“Dunia yang kita ciptakan adalah hasil dari cara berpikir kita” (Albert
Einstein)
“Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang, dengan demikian
kesuksesan bukan tindakan tapi kebiasaan” (Aristoteles)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu tercinta
Kakak-kakakku tersayang
Almamater UNS
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Sintesis, Karakterisasi dan Penentuan Kapasitas Penetralan Asam
Mg/Al Hydrotalcite dari Brine Water sebagai Sediaan Antasida”. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS
dan sebagai pembimbing I.
2.
Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
FMIPA UNS dan sebagai pembimbing II.
3.
Ibu Dra. Tri Martini M.Si. selaku Pembimbing Akademik.
4.
Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Ketua Lab Kimia Dasar FMIPA UNS.
5.
Ketua UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS dan Ketua Lab Tanah FT UNS.
6.
Ketua Lab Kimia Analitik FMIPA UGM.
7.
Bapak/Ibu Dosen pengajar dan semua staf Jurusan Kimia FMIPA UNS.
8.
Bapak dan ibu serta keluargaku atas doa dan dukungannya.
9.
Teman-teman team penelitian Hidayat Jati, Fajar Indah Puspita Sari, Eka
Fitriani Ahmad, Muh. Yanwar Prasetyo, dan Dwi Wahyuni atas semangat,
bantuan dan dukungannya.
10.
Teman-teman penghuni Wisma Putri Bunaken, Kos Srikandi dan temanteman Kimia 2007 atas segala bantuan dan kebersamaannya.
11.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik
yang membangun bagi kesempurnaan laporan penelitian ini. Penulis berharap
semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta,
commit to user
viii
Juli 2012
Meirina Kusumaningtyas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………..
ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………..
iii
HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………..
iv
HALAMAN ABSTRACK ………………………………………………..
v
HALAMAN MOTTO …………………………………………………...
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………
vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………......
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
x
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………….
1
B. Perumusan Masalah ……………………………………....
3
1. Identifikasi Masalah …………………………………..
3
2. Batasan Masalah ………………………………………
4
3. Rumusan Masalah ………………………………….....
5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………....
5
D. Manfaat Penelitian ………………………………………..
5
BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………..
A. Tinjauan Pustaka ………………………………………….
6
6
1. Brine Water ................................................................
7
2. Metode Sintesis Mg/Al Hydrotalcite ……………........
9
3. Sintesis Hydrotalcite …………………………………..
10
2+
4. Pengendapan ion Ca dalam Brine Water ..................
11
5. Hydrotalcite ......................………………...................
12
6. Karakterisasi Mg/Al Hydrotalcite .................................
14
7. Antasida .......................................................................
23
B. Kerangka Pemikiran ……………………………………....
C. Hipotesis …………………………………………………..
commit to
user
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
………………………………….
ix
24
26
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Metodologi Penelitian ……………………………………..
28
B. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….
. 28
C. Alat dan Bahan …………………………………………....
28
D. Prosedur Penelitian ………………………………………..
29
1. Pembuatan Larutan Awal ..................................................
29
2. Sintesis Mg/Al hydrotalcite ..............................................
29
3. Karakterisasi Mg/Al hydrotalcite ......................................
30
4. Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hydrotalcite 30
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………..
31
F. Teknik Analisis Data ……………………….……………..
31
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………..
35
A. Sintesis Mg/Al Hydrotalcite ……………………………….
35
B. Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis ………………………
36
1. Analisis X-Ray Diffractometer (XRD) ..............................
36
2. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR)...................
38
3. Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis...........
(TG/DTA) .........................................................................
40
4. Surface Area Analyzer (SAA) ............................................ 41
5. X-Ray Fluorescence (XRF) ...............................................
C. Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Hydrotalcite …….
BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………………
43
44
47
A. Kesimpulan ………………………………………………..
47
B. Saran ……………………………………………………….
47
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
48
LAMPIRAN ………………………………………………………………..
52
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ion-ion yang memepengaruhi salinitas air laut…………………..
6
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia Air Laut Dan Brine Water ........
8
Tabel 3. Persyaratan Komposisi Kimia Air Minum dan Air Bersih ......
8
Tabel 4. Kandungan Komponen Anorganik pada Air minum ....................
9
Tabel 5. Gugus Fungsi Mg/Al hydrotalcite ………………………………
20
Tabel 6. XRF pada sampel hydrotalcite (van der Laan, 2004)..........
23
Tabel 7. Tabulasi data harga d tiga puncak tertinggi Mg/Al hydrotalcite...
32
Tabel 8. Tabulasi data kemurnian Mg/Al hydrotalcite……………………
32
Tabel 9. Tabulasi gugus fungsi Mg/Al hydrotalcite ……………………...
33
Tabel 10. Tabulasi hasil analisis DTA ..........................................................
33
Tabel 11. Tabulasi hasil analisis TGA ..........................................................
33
Tabel 12. Nilai refleksi bidang Mg/Al hydrotalcite......................................
37
Tabel 13. Gugus Fungsional Mg/Al hydrotalcite ........................................
39
Tabel 14. Data analisis permukaan Mg/Al hydrotalcite ...............................
42
Tabel 15. Hasil analisis XRF Mg/Al hydrotalcite ........................................
43
Tabel 16. Nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dan antasida komersial ...............
45
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar (a) Struktur brucite; (b) Struktur hydrotalcite;…..
(c) komposisi atom ......................................................
12
Gambar 2.
Struktur Hydrotalcite (Reijers et al., 2005) ...…….…..
13
Gambar 3.
Representasi skematis struktur senyawa hydrotalcite …….
13
Gambar 4.
Difraktogram XRD Mg-Al hydrotalcite (a) JCPDS 14-191
(Sharma et al., 2008), (b) Mg-Al hydrotalcite komersial,
(c) Mg-Al hydrotalcite dari brine water …………………..
16
Gambar 5.
TGA Mg/Al hydrotalcite a) HT-CO3, b) HTox …...……….
18
Gambar 6.
Kurva TG/DTA (1) Hydrotalcite (HTlc), (2) Hydrotalcite
dengan perlakuan termal pada 150 C ……………………..
Gambar 7.
Difraktogram XRD (a) Mg/Al hydotalcite standar (Sharma
et al., 2008); (b) Mg/Al hydotalcite hasil sintesis ………...
Gambar 8.
19
36
Spektra inframerah (a) Mg/Al hydrotalcite standar
(Sharma et al., 2007) (b) Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis
38
Gambar 9.
Analisis termal Mg/Al hydrotalcite DTA dan TGA ……...
40
Gambar 10.
Diagram perbandingan nilai KPA Mg/Al hydrotalcite,
antasida dan hydrotalcite komersial (Gunawan, 2008) …...
commit to user
xii
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil Analisis AAS ………………………………………... 53
Lampiran 2.
Perhitungan Sintesis Mg/Al Hydrotalcite …………………. 54
Lampiran 3.
Pengendapan Ca2+ dari Brine Water ………………………. 57
Lampiran 4.
Sintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine water ……………...
Lampiran 5.
Skema Penentuan Kapasitas Penetralan Asam ……………. 59
Lampiran 6.
Spektra FTIR Mg/Al hydrotalcite ………………………...
60
Lampiran 7.
Hasil XRD Mg/Al hydrotalcite ……………………………
61
Lampiran 8.
JCPDS Mg/Al hydrotalcite ………………………………... 63
Lampiran 9.
Perhitungan Kemurnian Mg/Al hydrotalcite ……………… 64
58
Lampiran 10. Hasil Analisis Permukaan Mg/Al hydrotalcite ……………. 65
Lampiran 11. Hasil Analisis Termal Mg/Al hydrotalcite ………………...
68
Lampiran 12. Hasil Analisis Kandungan Logam ………………………… 69
Lampiran 13. Pembuatan Larutan Uji Mg/Al hydrotalcite ………………. 70
Lampiran 14. Perhitungan Nilai KPA ……………………………………. 71
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara makro ketersediaan air di Indonesia sangat melimpah, tetapi tidak
merata secara ruang dan waktu. Dari data LIPI tahun 1999 menyebutkan bahwa
sumber air berasal dari 201 sungai, 248 mata air dan 91 artesis. Menurut LIPI,
kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700 % pada 2025. Akan tetapi
mulai tahun 2004 pemakaian air sumur dalam sudah mulai tidak efektif lagi
karena adanya peraturan dari badan geologi dan pertambangan yang menetapkan
pengambilan air tanah tidak boleh lebih dari 1000 m3/hari (Hardyanti, 2006).
Untuk penyediaan air bersih yang secara kualitas memenuhi standar yang berlaku
dan secara kuantitas dan kontinuitas harus memenuhi kebutuhan industri, maka
desalinasi telah dimanfaatkan untuk mengubah air laut menjadi air bersih.
Desalinasi adalah proses penghilangan kelebihan garam dan mineral yang lain
dari air. Dengan menggunakan unit desalinasi Reverse Osmose (RO) membrane,
hanya 40 % air laut dapat diubah menjadi air bersih, sementara 60 % yang disebut
sebagai brine water dikembalikan lagi ke laut sebagai limbah. Dengan kata lain,
bila satu unit proses desalinasi membutuhkan air laut sebanyak 350 m3/jam, maka
200 m3/jam brine water yang telah mengandung logam alkali dan alkali tanah
dalam konsentrasi tinggi dibuang begitu saja (Heraldy, 2012). Brine water
mengandung logam alkali dan alkali tanah berkonsentrasi tinggi, diantaranya
adalah magnesium. Magnesium sangat berpotensi sebagai bahan dasar salah satu
jenis lempung yang banyak dikembangkan yaitu senyawa Mg/Al hydrotalcite.
Hydrotalcite termasuk golongan lempung anionik dan keberadaannya di alam
sangat jarang (Bejoy, 2001). Hydrotalcite terdiri dari material menyerupai brucite,
Mg(OH)2. Setiap ion Mg2+ berbentuk oktahedral yang dikelilingi oleh 6 ion OHdan bagian tepi oktahedral yang berbeda untuk membentuk sebuah lapisan dua
dimensi yang tak terbatas. Hydrotalcite dapat digambarkan sebagai [M2+1dimana M2+ dan M3+ merupakan ion logam divalen dan
to user dan x sebagai M2+/[M2+ + M3+]
trivalen, berturut-turut, An- adalahcommit
anion interlayer
xM
3+
nx(OH)2]A x/n.mH2O,
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
yaitu fraksi mol M2+ pada lapisan brucite anorganik. Hydrotalcite merupakan
material yang sangat potensial karena sekarang ini telah banyak dimanfaatkan
sebagai adsorben penghilang polutan organik dan anorganik di dalam air, penukar
ion, prekusor katalis, dan pada industri farmasi sebagai pembawa dan pengantar
obat (Cavani et al., 1991 dan Lakraimi et al., 2000). Hal ini karena hydrotalcite
memiliki kapasitas anionik yang tinggi dibandingkan dengan smectite dan
vermiculite (Orthman et al., 2003). Disamping itu, hydrotalcite dapat juga
digunakan sebagai kosmeseutikal (Xu et al., 2001; Ueno and Kubota, 1987) yaitu
produk kosmetik yang mengandung zat aktif yang bertindak sebagai obat
(pharmaceutical) seperti antiperspirant dan sunscreens.
Reichle (1985) di dalam Wright (2002) menyebutkan bahwa hydrotalcite
merupakan salah satu lempung alam yang disintesis dengan beberapa cara
diantaranya melalui pengendapan larutan magnesium dan alumunium. Sintesis
hydrotalcite menggunakan brine water telah dilakukan oleh Heraldy et al. (2009);
Heraldy et al. (2011) dan Heraldy et al. (2012) dengan penerapannya sebagai
adsorben. Akan tetapi, pemanfaatan hydrotalcite dari brine water dalam industri
farmasi masih jarang dilakukan. Salah satu pemanfaatan hydrotalcite di bidang
farmasi adalah sebagai antasida. Setiap antasida dibandingkan dan ditentukan
kekuatannya melalui nilai Kapasitas Penetralan Asam (KPA). Faktor-faktor yang
mempengaruhi KPA diantaranya adalah zat aktif, struktur kristal, suspending
agent dan bentuk sediaan (Gunawan, 2008). Untuk digunakan sebagai bahan dasar
dalam industri farmasi, sifat fisik dan fisika-kimia Mg/Al hydrotalcite adalah
sangat penting. Oleh karena itu akan dipelajari pembuatan Mg/Al hydrotalcite dari
brine water dan uji kemampuannya sebagai salah satu sediaan antasida yaitu
sebagai penetral asam lambung.
Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari brine
water, mengukur kapasitas penetralan asam hidroklorida pada Mg/Al hydrotalcite
dengan variasi distribusi partikel, kemudian dibandingkan dengan kapasitas
penetralan asam pada antasida yang telah terstandarisasi secara farmasi. Menurut
Troy (2005) KPA didefinisikan sebagai jumlah milliequivalent HCl untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
mempertahankan 1 mL suspensi antasida pada pH 3 dalam waktu 2 jam secara in
vitro.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Keberadaan ion Ca2+ dalam brine water dapat mengganggu pengendapan
ion Mg2+ dalam proses sintesis Mg/Al hydrotalcite. Hal ini dikarenakan kedua ion
tersebut memiliki sifat elektropositif dan harga Ksp yang hampir sama.
Penghilangan ion Ca2+ dapat dilakukan dengan menambahkan larutan buffer
Na2CO3 dan NaHCO3 (Kameda, 2000). Maka perlu ditentukan konsentrasi buffer
untuk mengendapkan ion Ca2+ tanpa ikut mengendapkan ion Mg2+.
Sintesis hydrotalcite dapat dilakukan dengan metode elektrokimia,
stoikiometri, pertukaran ion maupun secara kopresipitasi (Hickey, 2001). Metode
kopresipitasi merupakan metode yang mudah dan semua kation mengendap secara
simultan dalam rasio mol sesuai dengan mol awal. Kebasaan katalis Mg/Al
hydrotalcite tergantung pada perbandingan molar Mg/Al dan makin banyak
kandungan MgO maka makin bersifat basa. Perbandingan rasio mol Mg/Al juga
akan menentukan kristalinitas dan kemurnian hydrotalcite yang terbentuk. Rasio
mol Mg/Al hydrotalcite yang banyak digunakan yaitu antara 2-4. Menurut
Heraldy et al.(2009), kemurnian senyawa Mg/Al hydrotalcite akan semakin tinggi
dengan semakin berkurangnya nilai rasio mol Mg/Al. Apabila rasio mol Mg/Al
semakin besar menyebabkan nilai jarak antar bidang pada difraktogram akan
semakin besar. Dari penelitiannya, Heraldy menyebutkan kondisi optimum untuk
sintesis Mg/Al hydrotalcite dicapai pada rasio mol = 2.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kristalinitas dan luas
permukaan Mg/Al hydrotalcite antara lain waktu, suhu dan pH. Semakin singkat
waktu dan semakin rendah suhu yang digunakan untuk sintesis Mg/Al
hydrotalcite maka mengakibatkan semakin rendah kristalinitas dan luas
permukaan dari Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis (Sharma et al, 2007). Kameda,
et al. (2000) yang telah membuat Mg/Al hydrotalcite dari magnesium yang
commit
to user
berasal dari air laut tiruan (artificial
seawater)
memperoleh kondisi optimum pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
suhu 60°C, pH 10 selama 1 jam. Pada sintesis hydrotalcite Zn-Al-SO4 oleh Roto
et al.(2008) menyatakan bahwa semakin asam pH yang digunakan dalam proses
sintesis akan terbentuk amorf berupa Al(OH)3 dan semakin basa pH yang
digunakan untuk sintesis hanya akan terbentuk amorf ZnO. Menurut de Roy, et al.
(2001), Mg/Al hydrotalcite terkalsinasi dengan baik pada pH 8-10,5. Sedangkan
Savitri (2008) mensintesis Mg/Al hydrotalcite dengan kondisi optimum pada pH
10,5 dan suhu 70°C.
Karakterisasi hydrotalcite hasil sintesis dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Kemampuan hydrotalcite sebagai antasida dapat ditentukan dari kapasitas
penetralan asam (KPA) yang pada penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan
metode titrasi volumetrik. KPA merupakan parameter perbandingan setiap
antasida. Semakin besar nilai KPA maka kemampuan antasida tersebut semakin
baik. Gunawan (2008) menyebutkan bahwa modifikasi karakter fisika berupa
ukuran partikel dapat meningkatkan nilai KPA hydrotalcite. Kecenderungan yang
terjadi menunjukkan ketika ukuran partikel semakin kecil akan memberikan nilai
KPA yang semakin besar. Sehingga perlu dilakukan penetapan rentang distribusi
partikel agar dapat dipelajari pengaruh modifikasi ukuran partikel terhadap nilai
KPA Mg/Al hydrotalcite dari brine water. Ukuran distribusi partikel H1 (100-200
mesh), H2 (200-250 mesh) dan H3 (<250 mesh) dipilih karena, ukuran tersebut
paling mendekati distribusi partikel yang digunakan oleh Gunawan (2008) dalam
penelitiannya, sehingga dapat dibandingkan potensi penetralan asam hydrotalcite
komersial dengan Mg/Al hydrotalcite dari brine water. Mg/Al hydrotalcite
merupakan senyawa baru sebagai sediaan antasida. Maka sebagai kontrol positif,
perlu dibandingkan nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dengan salah satu standar
farmasi.
2. Batasan Masalah
a. Pengendapan ion Ca2+ dalam brine water menggunakan larutan buffer
NaHCO3 0,04 M dan Na2CO3 0,02 M (Kameda, et al., 2000).
b. Proses sintesis dilakukan pada suhu 70 ºC, pH 10,0-10,5 selama 1 jam. Nisbah
mol awal Mg/Al = 2 (Heraldy, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
c. Karakterisasi Mg/Al hydrotalcite sebagai material hasil sintesis dilakukan
dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR),
Thermogravimetric/Differential Thermal Analyzer (TG/DTA), Surface Area
Analyzer (SAA) dan X-Ray Flouresence (XRF).
d. Metode penentuan kapasitas penetralan asam menggunakan titrasi dengan
NaOH 0,1 M pada pH 3,5 (Anonim, 2009).
e. Antasida sebagai pembanding adalah salah satu merek antasida komersial yang
terstandarisasi secara farmasi.
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah karakter material yang terbentuk dari hasil sintesis berbahan
dasar brine water?
b. Bagaimana kapasitas penetralan asam dan pengaruh ukuran distribusi partikel
terhadap kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui karakteristik Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine water.
b. Mengetahui nilai kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite dari brine
water.
c. Mengetahui pengaruh ukuran distribusi partikel terhadap kapasitas penetralan
asam Mg/Al hydrotalcite.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
a. Memberikan informasi mengenai karakteristik Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis
dari brine water.
b. Memberikan
informasi
mengenai
kapasitas
penetralan
asam
Mg/Al
hydrotalcite dari brine water.
c. Memberikan informasi mengenai pengaruh ukuran distribusi partikel terhadap
kapasitas penetralan asam Mg/Al hydrotalcite.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Brine Water
a.
Komposisi Air Laut
Komposisi kimia air laut hampir selalu konstan di wilayah manapun di
dunia ini. Dalam 1000 gram air laut, selain air yang merupakan komponen terbesar sebanyak 965 gram, terdapat juga sejumlah komponen garam-garam terlarut
(salinitas) sebanyak 35 gram. Dari kadar salinitas tersebut, terdapat beberapa ionion utama. Menurut Anderson (2003), salinitas air laut dipengaruhi oleh ion-ion
seperti yang tercantum pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Ion-ion yang memepengaruhi salinitas air laut
Kadar dalam o/oo berat Proporsi Salinitas Total
Ion-ion
Klorida (Cl-)
19,345
55,03
+
10,752
2,701
1,295
0,416
0,390
0,145
0,066
0,037
0,013
0,001
< 0,001
30,59
7,68
3,68
1,18
1,11
0,41
0,19
0,08
0,04
0,003
< 0,001
Natrium (Na )
Sulfat (SO42-)
Magnesium (Mg2+)
Kalsium (Ca2+)
Kalium (K+)
Bilkarbonat (HCO3-)
Bromida (Br-)
Borat (BO32-)
Stronsium (Sr2+)
Fluorida (F-)
Lainnya
b.
Proses Desalinasi Air Laut
Proses desalinasi air laut adalah proses penghilangan garam-garam atau
pengurangan kadar garam yang ada pada air laut. Hasil dari suatu proses desalinasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu air yang memiliki kadar garam rendah
yang disebut dengan treated water atau product water, sedangkan yang lainnya
commit
to dari
userpada aslinya yang disebut dengan
adalah air dengan kadar garam lebih
tinggi
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
konsentrat brine atau konsentrat saja. Menurut Younos et al. (2005) ada tiga
teknologi yang digunakan dalam proses desalinasi, yaitu teknologi membran,
teknologi termal (distilasi) dan pendekatan kimiawi. Pemilihan teknologi untuk
desalinasi ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Dalam
penelitian ini, akan difokuskan pada brine water hasil proses dengan
menggunakan teknologi membran dengan sistem osmosis balik (reverse osmose).
Osmosis balik adalah suatu proses fisika yang menggunakan fenomena
osmosis, yaitu perbedaan tekanan osmotik antara air garam dengan air murni
untuk menghilangkan garam-garam dari air laut. Dalam proses osmosis balik ini,
suatu tekanan yang lebih besar dari tekanan osmotik diaplikasikan pada air laut
untuk membalikkan aliran melalui pori-pori membran sintesis sehingga dihasilkan
air murni (freshwater). Kemampuan proses osmosis balik ini dapat mencapai
45.000 mg/L padatan terlarut total (Total Dissolved Solid). Dengan kemampuannya ini maka teknologi membran osmosis balik sangat sesuai digunakan untuk
menghilangkan garam-garam yang terdapat pada air laut.
Dalam proses desalinasi, hanya 40 % air laut dapat diubah menjadi air
bersih, sementara sebanyak 60 % yang disebut brine water dikembalikan lagi ke
laut sebagai limbah (Heraldy et al, 2012). Dalam 1000 gram air laut, selain air
dengan jumlah sebanyak 965 gram (96,5 %) juga mengandung beberapa
komponen garam-garam terlarut sebanyak 35 gram (3,5 %). Lebih dari 99 %
adanya salinitas ini karena keberadaan enam ion utama dalam air laut yaitu: ion
klorida (Cl-), ion natrium (Na+), ion sulfat (SO42-), ion magnesium (Mg2+), ion
kalsium (Ca2+) dan ion kalium (K+) (Anderson, 2003).
Berikut perbandingan komposisi kimia antara air laut dengan brine water
yang tercantum pada Tabel 2 sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia Air Laut Dan Brine Water
(Heraldy et al., 2011)
Komposisi Kimia (mg L-1)
Ion
Air Laut
Brine Water
Kalium (K+)
396
661
+
Natrium (Na )
16.200
27.054
Kalsium (Ca2+)
1.205
2.012
2+
Magnesium (Mg )
5.395
9.010
Klorida (Cl-)
31.800
53.106
2Sulfat (SO4 )
2.600
4.342
c. Kualitas Air
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 disebutkan
bahwa terdapat syarat-syarat dan pengawasan kualitas air agar tidak mengganggu
kesehatan apabila dimanfaatkan oleh manusia. Air minum adalah air yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Beberapa persyaratan komposisi kimia air minum dan air bersih adalah
seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Komposisi Kimia Air Minum dan Air Bersih
(Anonim, 1990)
Komposisi Kimia (mg L-1)
Ion
Air Minum
Air Bersih
Klorida (Cl )
250
600
Arsen (As3+)
0,05
0,05
2Sulfat (SO4 )
400
400
Mangan (Mn2+)
0,1
0,5
2+
Kromium (Cr )
0,05
0,05
Seng (Zn2+)
5,0
15
Kesadahan (CaCO3)
500
500
Sianida (Cn-)
0,1
0,1
Timbal (Pb2+)
0,05
0,05
2+
Kadmium (Sr )
0,005
0,005
Fluorida (F-)
1,5
1,5
2+
Besi (Fe )
0,3
1,0
Sedangkan Peterson (1999) menyebutkan beberapa kandungan maksito user
mum komponen anorganik dalam commit
air minum
pada Tabel 4.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Tabel 4. Kandungan Komponen Anorganik pada Air minum (Peterson, 1999)
Ion
Klorida (Cl-)
Merkuri (Hg2+)
Sulfat (SO42-)
Magnesium (Mg2+)
Seng (Zn2+)
Arsen (As3+)
Natrium (Na+)
Fluorida (F-)
Komposisi Kimia (mg L-1)
100
0,001
500
200
5
0,025
200
1,5
2. Metode Sintesis Mg/Al Hydrotalcite
Hydrotalcite dapat disintesis dengan beberapa metode antara lain sintesis
hidrotermal, rekronstruksi struktural, elektrokimia, pertukaran anion, hidrolisis
dan sintesis langsung secara kopresipitasi (Hickey, 2001).
Metode yang paling sering digunakan adalah metode sintesis langsung
secara kopresipitasi atau disebut juga metode pengendapan. Sintesis langsung
dimulai dengan menambahkan larutan basa pada larutan yang mengandung dua
atau lebih kation logam, baik kation logam monovalen, divalen maupun trivalen.
Pada pencampuran kation logam divalen dan trivalen misalnya jumlah kation
logam divalen dibuat lebih besar daripada kation logam trivalennya. Larutan basa
yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), berfungsi menjaga
campuran agar bebas karbonat. Karbonat merupakan anion yang membuat kisi
hydrotalcite menjadi kuat. Karbonat terbentuk dari karbondioksida yang terserap
oleh larutan alkali. Karbondioksida merupakan pengganggu utama pada
pembuatan hydrotalcite. Untuk menanggulangi kontaminasi karbondioksida,
digunakan gas nitrogen (N2) selama proses kopresipitasi.
Kopresipitasi untuk menghasilkan senyawa murni dikondisikan pada pH
konstan. Kopresipitasi ditentukan oleh kecepatan pencampuran dan pengadukkan
membentuk endapan. Endapan dibuat pada rasio tertentu, ditetapkan pada
permulaan pembuatan larutan precursor (Tan, 1991). Heraldy et al. (2009)
mensintesis Mg/Al hydrotalcite dengan nisbah mol Mg/Al 2,0; 2,5 dan 3,0 dari
brine water dan aluminium klorida melalui metode kopresipitasi secara langsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Kang et al. (2005) menyebutkan bahwa Mg/Al hydrotalcite terkristalisasi
dengan baik pada pH 10. Adapun kondisi pada pH di atas 10, meskipun
hydrotalcite masih dapat mengendap tetapi ukuran partikel dan hasil yang
diperoleh tampak mulai berkurang.
Wright (2002) menyebutkan bahwa adanya perlakuan hidrotermal
menunjukkan peningkatan kristalinitas hydrotalcite yang terbentuk. Proses ini
dilakukan dengan memanaskan endapan hydrotalcite pada suhu sedang selama
beberapa jam dalam tempat pemeraman. Hydrotalcite yang diperam lama dalam
air menghasilkan tingkat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
hydrotalcite yang diperam dalam larutan induk.
Waktu dan suhu dari perlakuan hidrotermal juga menentukan morfologi
kristal. Wright (2002) menyebutkan bahwa pemanasan selama 18 jam pada suhu
65 °C dan 200 °C menghasilkan bentuk kristal dan luas permukaan yang berbeda.
Pemanasan pada 65 °C menghasilkan lembaran kristal yang bagus dengan luas
permukaan 120 m2/g, sedangkan pemanasan 200 °C didapatkan kristal heksagonal
dengan luas permukaan hanya 12 m2/g.
3. Sintesis Hydrotalcite menggunakan Magnesium dari Bahan Alam
Kameda et al. (2000) telah berhasil membuat hydrotalcite dari magnesium yang berasal dari air laut. Dalam pembuatan Mg/Al hydrotalcite tersebut,
Kameda menggunakan air laut tiruan (artificial seawater) yang mengandung
NaCl, Na2SO4, MgCl2 dan CaCl2.
Sintesis diawali dengan membuat larutan awal (starting solution) dari air
laut tiruan dengan cara menghilangkan ion kalsium terlebih dahulu. Kameda
menghilangkan ion kalsium dengan menggunakan larutan campuran antara
NaHCO3 0,2 M dan Na2CO3 0,1 M dengan pengadukan selama satu jam pada
suhu 95 C. Setelah itu, filtrat yang diperoleh ditambahkan sumber (AlCl3)
dengan nisbah mol awal Mg/Al bervariasi dari 2 sampai 3,7. Proses berikutnya
adalah penambahan Na2CO3 1,0 M hingga diperoleh pH 10 dan kemudian larutan
ini diaduk dan dipanasakan selama 1 jam pada suhu 60 C.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Oza et al. (2006) juga telah membuat Mg/Al hydrotalcite dari bahan
alam seperti bittern dan memperoleh kondisi optimum pada pH 8,5 - 10,5 dan
suhu antara 60 - 70 oC. Sedangkan Heraldy et al. (2011), mensintesis Mg/Al
hydrotalcite dari brine water menggunakan metode kopresipitasi dengan rasio
mol Mg/Al sebesar 2,0 pada pH 10,5 dan larutan distirer selama 1 jam pada 70 oC.
van der Laan (2004) melakukan sintesis hydrotalcite dengan biaya yang
rendah dari Chamotte Holding dengan reaksi :
3MgO + 2Al(OH)3 + NaHCO3
NaOH + Mg4Al2(OH)12CO3.3H2O
Preparasi hydrotalcite dilakukan dengan penambahan MgO ke dalam NaHCO3
dan Al(OH)3 setelah mencapai pH yang tepat. Penambahan NaHCO3
meningkatkan pH hingga 7,5 sedangkan ketika ditambahkan Al(OH)3
meningkatkan pH menjadi 7,8. Setelah larutan tercampur ditambahkan MgO dan
meningkatkan pH hingga 10.
4. Pengendapan ion Ca2+ dalam Brine Water
Kameda et al. (2000) menyebutkan bahwa ion dominan dalam brine
water yang memiliki pengaruh besar sebagai pengotor pada sintesis hydrotalcite
adalah ion Ca2+. Hal ini disebabkan karena kalsium dalam air umumnya
membentuk garam bikarbonat (Manahan, 2000). Ion Ca2+ akan mengendap
sebagai CaCO3 jika larutan Na2CO3 ditambahkan pada proses kopresipitasi
hydrotalcite. Oleh karena itu, pengendapan ion Ca2+ perlu dilakukan sebelum
sintesis.
Secara umum, ada tiga tipe teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan ion Ca2+ dalam air hasil desalinasi air laut yaitu pengendapan kalsium karbonat, nanofiltrasi (NF) dan ion exchange. Ion Ca2+ dapat dipisahkan melalui
pengendapan dengan HCO3-, CaCO3 yang terbentuk kemudian disaring (Lubis et
al., 2007). Kameda et al. (2000) telah mempelajari pengendapan ion Ca2+ dalam
air laut tiruan (artificial seawater). Ion Ca2+ dapat diendapkan dengan cara
menambahkan larutan Na2CO3 dan NaHCO3 ke dalam brine water dan
memanaskannya selama 1 jam pada suhu 95 C. Pengendapan
commit to user
dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
tersebut dapat mengendapkan 3 % ion Mg2+ dan 96 % ion Ca2+ dari total ion-ion
logam tersebut dalam air laut tiruan.
5. Hydrotalcite
a. Sruktur Hydrotalcite
Hydrotalcite merupakan lempung anionik karena terdiri dari tumpukan
lapisan bermuatan positif dan mempunyai anion di antara lapisan tersebut
(Rajamanthi et al., 2001). Struktur hydrotalcite mirip brucite, Mg(OH)2, dengan
penggantian beberapa ion Mg2+ oleh ion Al3+. Ion Mg2+ dalam struktur brucite
dikelilingi 6 ion OH- secara oktahedral. Struktur brucite dan hydrotalcite
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur : a. tipe brucite; b. hydrotalcite;
c. komposisi atom
Penggantian ion Mg2+ oleh ion Al3+ yang jari-jarinya tidak jauh berbeda
(jari-jari Mg2+ = 0,660 Å; jari-jari Al3+ = 0,510 Å) menghasilkan suatu lapisan
mirip brucite bermuatan positif karena ion Al3+ merupakan kation dengan muatan
lebih besar. Lapisan hidroksida ini membutuhkan anion untuk menyeimbangakan
muatannya. Anion ini terletak di antara lapisan tersebut (anion antar lapisan)
bersama dengan molekul air yang terserap.
Dalam bentuk naturalnya, hydrotalcite merupakan suatu hidroksikarbonat
dari magnesium dan aluminium dengan formula [Mg6Al2(OH)16]2+CO32- .4H2O.
Secara umum lempung anionik dapat dituliskan [M2+1-xM3+x(OH)2]An-x/n.mH2O.
commit to user
M2+ adalah logam divalen seperti Mg2+, Fe2+, Ni2+, Cu2+, Co2+, Mn2+, Zn2+ atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Cd2+; M3+ adalah logam trivalen yaitu, Al3+, Cr3+, Ga3+ atau Fe3+, An- adalah anion
penyeimbang antar lapisan (CO32-, SO42-, Cl- atau NO3-), m adalah molekul air dan
x adalah nilai yang berkisar antara 0,17 dan 0,33 (Yang et al., 2007).
Gambar 2. Struktur Hydrotalcite (Reijers et al., 2005)
Gambar 3. Representasi skematis struktur senyawa hydrotalcite (repro dari
Murphy dan Sawyer, 2004)
b. Sifat Hydrotalcite
Senyawa hydrotalcite sekarang ini telah banyak dikembangkan karena
potensi yang dimilikinya baik dalam proses adsorpsi (Wright, 2002) maupun
pemisahan, sebagai penukar anion (Miyata, 1983), katalis atau prekursor katalis
to user
dan penstabil polimer (Yang et commit
al., 2007).
Wright (2002) menyebutkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
hydrotalcite memiliki sejumlah sifat yang membuatnya berpotensi seperti tersebut
di atas, diantaranya adalah:

Memiliki luas permukaan yang tinggi (100 - 300 m2/gram)

Dapat disisipi dengan logam secara homogen.

Memiliki efek sinergis antar lapisan.

Memiliki memory effect (dapat diregenerasi).
c. Aplikasi Mg/Al Hydrotalcite dalam bidang farmasi
Senyawa hyrotalcite sudah banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi,
di antaranya sebagai obat untuk mengatasi saluran pencernaan. Tjay dan Rahardja
(2008) menyebutkan obat-obat tukak lambung-usus berdasarkan mekanisme
kerjanya antara lain ada senyawa antasida (senyawa magnesium, aluminium dan
bismuth, hydrotalcite, kalsium karbonat, Na-karbonat). Zat pengikat asam atau
antasida (anti = lawan, acidus = asam) adalah basa-basa lemah yang digunakan
untuk mengikat secara kimiawi dan menetralkan asam lambung. Efeknya adalah
peningkatan pH, yang mengakibatkan berkurangnya kerja proteolitis dari pepsin
(optimal pada pH 2). Di atas pH 4 aktivitas pepsin menjadi minimal.
Hydrotalcite (Talsit, ultacit) adalah Mg/Al-hidroksikarbonat dengan daya
netralisasi pesat tapi agak lemah : pH tidak meningkat di atas 5. Zat ini juga
bekerja sebagai antipepsin dan dapat mengikat dan menginaktivasi empedu yang
mengalir naik ke dalam lambung akibat refluks. Setelah kembali di suasana basa
dari usus, garam-garam empedu dibebaskan lagi.
Efek sampingnya sering kali berupa pencaharan (Mg), tetapi adakalanya
juga obstipasi (Al). Dosis : 2 dd 2 tablet dari 0,5 g dikunyah halus 1 jam p.c dan 2
tablet a.n. Juga dalam bentuk suspensi.
6. Karakterisasi Mg/Al Hydrotalcite
a. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
Spektroskopi Serapan Atom (SSA) merupakan suatu metode analisis kimia
untuk menentukan unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik (trace).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Penentuan kadar logam dari suatu sampel dengan metode SSA, dapat dilakukan
dengan cara kurva kalibrasi maupun penambahan standar (Skoog et al., 1997).
Penelitian Alnavis (2010) yang telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari
brine water tiruan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) untuk
mengetahui kandungan Mg2+ dan Ca2+ sebelum dan sesudah pengendapan Ca2+.
Analisis kandungan Mg2+ dan Ca2+ menggunakan spektrofotometer serapan atom
(SSA) sesuai dengan prosedur SNI. Brine water sebanyak 100 mL dikocok hingga
homogen dan ditambah 2 mL HCl (1 : 1). Larutan dipanaskan sampai hampir
kering kemudian ditambahkan 1 mL lantan klorida (LaCl3) 50 g/L dan diencerkan
dengan akuabides hingga 100 mL. Untuk analisis kandungan Mg2+ larutan
tersebut diencerkan dengan 10.000 kali faktor pengenceran. Standar dibuat dari
Mg(NO3)2.6H2O dengan variasi konsentrasi 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 dan 2,0
mg/L. Sedangkan untuk analisis kandungan Ca2+ larutan diencerkan dengan 100
kali faktor pengenceran. Standar
dibuat dari CaCl2.2H2O dengan variasi
konsentrasi 0; 2; 4; 6; 8 dan 10 mg/L. Keasaman standar dibuat sama dengan
keasaman sampel. Analisis kandungan Mg2+ dari brine water setelah pengendapan
Ca2+ sesuai dengan prosedur di atas.
Kameda et al., (2000) menyatakan bahwa pengotor CaCO3 dapat
diendapkan dengan cara menambahkan larutan Na2CO3 dan NaHCO3 ke dalam
brine water dan memanaskannya selama 1 jam pada suhu 95 ºC. Pengendapan
dengan cara ini dapat mengendapkan 3 % ion Mg2+ dan 96 % ion Ca2+ dari total
ion-ion logam tersebut dalam brine water.
b. X-Ray Diffraction (XRD)
Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis zat padat berupa
kristal secara kualitatif dan kuantitatif adalah X-Ray Difractometer (XRD) atau
difraksi sinar-X. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa
utama dalam sampel, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan mengetahui
persentase kandungan senyawa utama tersebut dalam sampel.
Setiap kristal mempunyai harga d yang khas sehingga dengan mengetahui
commit
to user Referensi harga d dan intensitas
harga d maka jenis kristalnya dapat
diketahui.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction
Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre for Difraction Data
(West, 1992). Hydrotalcite dengan anion antar lapisan berupa CO32- dicirikan oleh
harga d sekitar 7,80 Å. Pencirian ini disebutkan pula dalam hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kloprogge, Wharton, Hickey, dan Frost. Heraldy (2011) juga
menyebutkan refleksi interkalasi CO32- ke dalam hydrotalcite terjadi pada d003
sekitar 7,83 Å.
Penelitian Rhee and Kang (2002) mendapatkan Mg/Al hydrotalcite dengan
rasio 4, 3, dan 2 dengan nilai d 7,90; 7,82; dan 7,65 Å. Nilai d menurun dengan
meningkatnya kandungan Al. Penelitian Analvis (2010) yang telah mensintesis
Mg/Al hydrotalcite dari brine water dengan rasio Mg/Al = 2,0 pada difraktogram
XRD memiliki tiga puncak dengan intensitas tertinggi yaitu pada harga 2θ
sebesar 11,66°; 23,45° dan 34,57° yang merupakan karakter pada senyawa
hydrotalcite.
Gambar 4. Difraktogram XRD Mg-Al hydrotalcite (a) JCPDS 14-191 (Sharma et
al., 2008), (b) Mg-Al hydrotalcite komersial,
(c) Mg-Al hydrotalcite dari brine water
Kusumaningtyas et al. (2011) telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari
brine water dengan rasio mol awal 2 dan hasil sintesis menunjukkan puncak
commit
to user
karakteristik Mg/Al hydrotalcite pada
d 7,68;
3,79 dan 2,56.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
XRD juga dapat digunakan untuk penerapan kuantitatif karena intensitas
puncak difraksi yang diberikan pada campuran senyawa sebanding dengan fraksi
material dalam campuran. Banyaknya puncak pengganggu pada 2θ (20 dan 30o)
dapat diasumsikan sebagai amorf Al(OH)3 (Lakraimi et al., 2000). Persentase
relatif kandungan senyawa dalam sampel dihitung dengan rumus:
% kandungan
I / I1
I / I1
s
100%
t
(I/I1)s : jumlah intensitas relatif puncak senyawa dalam sampel.
(I/I1)t : jumlah intensitas relatif total sampel.
c. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA)
Thermogravimetric Analyzer (TGA) secara otomatis mencatat perubahan
berat suatu sistem bila suhunya berubah dengan laju tertentu. Perubahan suhu dan
berat direkam secara kontinyu.
Differential Thermal Analyzer (DTA) akan mendeteksi setiap perubahan
termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan secara
eksotermik maupun endotermik. Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk
termogram differensial sebagai puncak maksimum dan minimum. Puncak
maksimum menunjukan peristiwa eksotermis dimana panas akan dilepaskan oleh
sampel. Puncak minimum menunjukan peristiwa endotermis dimana terjadi
penyerapan panas oleh sampel.
Menurut Yang et al., (2002) analisis termal Mg-Al-CO3 layered double
hydroxide dapat diidentifikasi dari :
a. Pelepasan interlayer air pada suhu 70 - 190 °C dan terdapat dua fase kristal
yang berbeda secara bersamaan, fase I dengan suatu basal spacing antara 7,5 7,3 Å dan fase II dengan basal spacing ~ 6,6 Å, struktur layered double
hydroxide masih tetap utuh.
b. Pada suhu antara 190 - 280 °C, OH- berikatan dengan Al3+ yang mulai lepas
pada suhu 190 °C dan terlepas seluruhnya pada suhu 280 °C. Pada suhu ini fase
I diubah ke dalam fase II.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
c. Pada suhu antara 280 - 405 °C, OH- berikatan dengan Mg2+ yang mulai lepas
pada suhu 280 °C dan terlepas seluruhnya pada suhu 405 °C, degradasi dari
struktur layered double hydroxide juga diamati pada daerah yang sama.
d. Pada suhu 405 - 508 °C, CO32- mulai lepas dan terlepas seluruhnya pada suhu
508 °C. Pada suhu ini material menjadi suatu campuran larutan padatan oksida
amorf metastabil.
Salah satu contoh bentuk termogram TG/DTA Mg/Al hydrotalcite dengan
anion interlayer karbonat (HT-CO3) dan anion interlayer berupa oksalat (HTox)
seperti ditunjukkan oleh Gambar 5 (Roelofs et al., 2002).
Gambar 5. TGA Mg/Al hydrotalcite a) HT-CO3, b)HTox
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Hibino et al., (1995) menyampaikan terjadinya tiga penurunan berat untuk
hydrotalcite (Sampel 1) dan hydrotalcite dengan perlakuan hidrotermal pada suhu
150 C dan 500 kPa selama 12 jam (Sampel 2). Puncak endotermik pertama
disebabkan karena dehidrasi molekul air pada interlayer untuk Sampel 1 terjadi
pada 210 C dan pada Sampel 2 terjadi pada 220 C, disertai pada suhu 175 C.
Puncak kedua muncul pada 320 C untuk Sampel 1 dan 305 C untuk Sampel 2.
Puncak ketiga muncul pada 375 C untuk Sampel 1 dan 400 C untuk Sampel 2.
Puncak kedua dikaitkan dengan dehidroksilasi ikatan OH dengan Al. sedangkan
puncak ketiga sebagai dehidroksilasi ikatan OH dengan Mg. Ketiga penurunan
berat ditunjukkan pada kurva berikut ini :
Gambar 6. Kurva TG/DTA (1) Hydrotalcite (HTlc), (2) Hydrotalcite dengan
perlakuan termal pada 150 C
d. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Daerah pengamatan bilangan gelombang spektra infra merah yang
biasanya digunakan untuk mencirikan kurva dari kebanyakan mineral lempung
menurut Tan (1982) adalah:
a. Daerah antara 4000 - 3000 cm-1 yang diakibatkan oleh getaran ulur dari air
yang terserap dan atau gugus OH oktahedral. Daerah ini disebut daerah gugus
fungsional.
b. Daerah antara 1400 - 800 cm-1 commit
yang disebut
daerah sidik jari.
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Johnson dan Glasser (2003) telah
melaporkan adanya puncak-puncak
yang khas dari vibrasi gugus-gugus fungsi pada senyawa hydrotalcite. Puncak
pada bilangan gelombang 3400 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur OH, 1400 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur asimetris CO3, 800 cm-1 menunjukkan deformasi luar
bidang CO3, sementara pada bilangan gelombang 600 - 400 cm-1 menunjukkan
vibrasi ulur M-Al-O dan vibrasi ulur serta tekuk dari M-O dengan M adalah
logam. Spektra infra merah dari hydrotalcite mempunyai puncak-puncak khas
seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Gugus Fungsi Mg/Al hydrotalcite
Gugus Fungsi
Bilangan Gelombang (cm-1)
Uluran OH dan M-O
3400 - 3500a,b
Tekukan OH
1650d
Uluran simetris C-O
1385a,c
Uluran asimetris C-O
1500,5c
Tekukan O=C-O
650a
400 - 600a (2 puncak)
Uluran Mg-O dan Al-O
Sumber : aKannan (1995) dalam Johnson dan Glasser (2003), bBhaumik, et al.
(2004), cDi Cosimo, et al. (1998), dYang et al. (2007)
Kusumaningtyas et al. (2011) telah mensintesis Mg/Al hydrotalcite dari
brine water dengan rasio mol awal 2 dan hasil analisis infrared menunjukkan
adanya uluran OH pada 3419 - 3442,94 cm-1, tekukan OH pada 1633,71 cm-1,
uluran simetris C-O pada 1384,89 cm-1, uluran asimetris C-O pada 1487,121517,98 cm-1, tekukan O=C-O pada 615,29 cm-1 serta uluran Al-O dan Mg-O
pada 1072,42 cm-1.
Larkimi et al. (2000) juga melaporkan adanya gugus-gugus fungsi pada
hydrotalcite. Bilangan gelombang 3450 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus OH,
1650 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk H2O dari interlayer, 841 cm-1 dan 647 cm-1
untuk vibrasi M-O, 435 cm-1 untuk O-M-O, sedangkan 1360 cm-1 menunjukkan
vibrasi CO3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
e. Surface Area Analyzer (SAA)
Nilai permukaan atau luas permukaan adalah faktor penting dalam
perilaku padatan. Luas permukaan mempengaruhi tingkat pelarutan bahan
farmasi, aktivitas katalis industri, kecepatan hidrat semen, kapasitas adsorpsi
pemurnian udara dan air, dan pengolahan bubuk dan bahan berpori. Ketika
padatan dibagi menjadi partikel yang lebih kecil, permukaan baru terbentuk
sehingga meningkatkan luas permukaan. Demikian pula ketika pori diciptakan
dalam interior partikel (dengan pembubaran, dekomposisi atau beberapa cara fisik
atau cara kimia lainnya) luas permukaan juga meningkat.
Luas permukaan zat padat dapat ditentukan dengan menggunakan kurva
jumlah gas yang diadsorp pada permukaan Wm sebagai fungsi tekanan gas P pada
suhu yang diberikan. Kurva Wm-P disebut kurva adsorpsi isothermal.
Berdasarkan asumsi bahwa proses adsorpsi terjadi pada monolayer, dikenal model
adsorpsi yang dikembangkan oleh Brunauer, Ermett dan Teller yang disebut
metode BET. Metode ini sering digunakan karena mudah. Dinyatakan dalam
persamaan:
P
= tekanan parsial gas (torr)
Po
= tekanan uap jenuh adsorpsi (torr)
W
= berat gas yang diserap pada tekanan relative P/Po (mg)
Wm
= berat gas yang diserap sebagai lapisan monolayer (mg)
C
= konstanta BET
Pada dasarnya permukaan padatan tidak mempunyai bentuk sempurna dan
teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau rongga yang menembus
ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila
adsorben berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat, maka fenomena ini
terjadi tidak hanya pada permukaan luar saja tetapi juga dalam pori. Perilaku
adsorpsi gas ke dalam pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan porositas
commit
user 1984).
dari padatan berpori tersebut (Lowell
and to
Shields,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Keberadaan pori-pori yang berisi udara ini sangat mempengaruhi sifat dan
kegunaan zat padat tersebut, pori-pori dapat diklasifikasikan berdasarkan
ukurannya menjadi (Oscik, 1982) :
1. Mikropori
: jari-jari < 10 Å
2. Mesopori
: jari-jari antara 10 - 100 Å
3. Makropori
: jari-jari > 100 Å
Menurut reori BET, permukaan padatan tidak akan tertutupi secara
sempurna selama tekana uap jenuh (Po) belum tercapai. Jika adsorbsi mengikuti
teori BET, maka kurva antara 1/W[(Po/P)-1] vs (P/Po) akan menghasilkan garis
lurus. Untuk keperluan tersebut, dilakukan adsorpsi pada suhu 77 K dengan gas
N2 sebagai adsorbat. Selanjutnya, harga Vm dan C dapat dihitung dari harga slope
dan intersep yang diperoleh dari plot BET.
Fetter et al. (2000) menyebutkan bahwa surface area dari hydrotalcite
dengan rasio mol Mg/Al (2 : 1) dengan interlayer CO32- berkisar 210 m2/g.
Sedangkan untuk surface area nitrated hydrotalcites dengan rasio mol
Al/(Mg+Al) = 0.249 berkisar antara 5 sampai 15 m2/g. Sumeet et al. (2007)
menyebutkan bahwa peningkatan luas area hydrotalcite berbanding lurus dengan
peningkatan mol Mg/Al dari 2,0 sampai 3,5 pada suhu 70 oC selama 11 jam dalam
keadaan termal dengan luas area dari 62 menjadi 73 m2/g. Wegrzyn et al. (2010),
menyatakan bahwa luas area hydrotalcite dengan rasio mol Mg/Al (2,3) adalah
200 m2/g.
f. X-Ray Fluorescence (XRF)
Spektroskopi XRF adalah teknik analisis unsur yang membentuk suatu
material dengan dasar interaksi sinar-X dengan material analit. Teknik ini banyak
digunakan dalam analisis batuan karena membutuhkan jumlah sampel yang relatif
kecil (sekitar 1 gram). Teknik ini dapat digunakan untuk mengukur unsur-unsur
yang terutama banyak terdapat dalam batuan atau mineral. Sampel yang
digunakan biasanya berupa serbuk hasil penggilingan atau pengepressan menjadi
film.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Dasar analisis alat X-Ray Fluorescence ini adalah pencacahan sinar-X yang
dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisisan kembali kekosongan elektron pada
orbital yang lebih dekat dengan inti (karena terjadinya eksitasi elektro) oleh
elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Ketika sinar-X yang berasal
dari radioisotop sumber eksitasi menabrak elektro dan akan mengeluarkan
elektron kulit dalam, maka akan terjadi kekosongan pada kulit itu. Perbedaan
energi dari dua kulit itu akan tampil sebagai sinar-X yang dipancarkan oleh atom.
Spektrum sinar-X selama proses tersebut menunjukkan peak/puncak yang
karakteristik. Dimana setiap unsur akan menunjukkan peak yang karakteristik
yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur yang ada dalam
sampel.
Salah satu contoh hasil analisis XRF yang dilakukan oleh van der Laan
(2004) pada hydrotalcite komersial ditunjukkan pada Tabel 6:
Tabel 6. XRF pada sampel hydrotalcite (van der Laan, 2004)
Sample
No
Chamotte no
Alc 1
Alc 4
Sorb
Commercial HT
Commercial HT
Commercial HT
Method i
ppm ppm ppm %
%
Fe
Na
Ni
Mg
Al
210
74
79
20.3 12.0
210 3656 79
13.9 10.4
280
74
79
20.7 11.3
Method ii
Mg/Alratio
1.88
1.48
2.03
%
SiO2
0.21
0.21
0.34
ppm Ni
60
-
Dari hasil analisisnya, van der Laan menyebutkan bahwa pada sampel
hydrotalcite komersial memiliki kandungan Fe, Ni dan SiO2 yang lebih rendah
dibandingkan hydrotalcite sintesisnya (produk Chamotte Holding).
7. Antasida
Pada sekresi kuat getah lambung (supersekresi) dapat terjadi hiperasiditas
yang umumnya dimanifestasi sebagai kebakaran matrium dan radang selaput
mukosa lambung (gastritis). Bila sekaligus terlampau banyak pepsin dibentuk,
akibatnya dapat terjadi tukak peptik (ulkus). Titik tolak terapi terdiri terutama dari
pemberian:
Antihistaminika –H2 yang menghambat sekresi asam hidroklorida
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Antasida yang menetralisasi asam lambung yang terbentuk atau
mengikatnya melalui absorpsi.
Antasida harus mengembalikan derajat keasaman lambung pada daerah pH
terapeutik yang optimum, pH 3 - 5. Pada hiperasiditas, kerja antipeptik sesuatu
antasida mempunyai korelasi yang erat dengan kenaikan pH. Pada pH > 3,5,
semua aktivitas pepsin dihambat, pada pH 8 enzim terganggu secara tidak bolakbalik. Senyawa seperti umpamanya magnesium oksida dan natriumhidrogenkarbonat menaikkan pH terlampau tinggi, menyebabkan produksi reaktif asam
(acidrebound). Pada netralisasi dengan kalsium karbonat, kalsium klorida yang
terbentuk diabsorpsi sehingga terjadi sekresi asam yang bersifat reaktif dan tinggi.
Efek ini diterangkan melalui pembebasan gastrin yang diinduksi oleh kalsium di
satu pihak dan stimulasi sekresi asam oleh ion kalsium di pihak lain.
Untuk daya kerja antasida, kemampuan mengikat asam adalah penting.
Kemampuan mengikat asam dapat dikurangi oleh komponen cairan lambung
seperti pepsin, protein dan musin secara bertahap. Di samping kemampuan untuk
mengikat asam, pembentukan CO2 yang tidak dikehendaki dari antasida yang
mengandung karbonat, akan menyebabkan gesekan dan tumbukan dan dapat
menimbulkan
perforasi
tukak
lambung.
Bila
pada
netralisasi
dengan
natriumbikarbonat permol HCl akan membebaskan satu mol CO2, pembentukan
CO2 pada hydrotalcite dengan 1 mol CO2 per 18 mol HCl sangat jarang.
Mg6Al2(OH)16CO3.4H2O + 18 HCl → 6MgCl2 + 2AlCl3 + 21H2O + CO2
Untuk penentuan kemampuan mengikat asam magnesium trisilikat
menurut Ph. Eur., senyawa didiamkan dengan asam klorida (0,1 normal) selama 2
jam pada 37°C dan kemudian sejumlah tertentu larutan ini dititrasi dengan larutan
hidroksida terhadap birubromfenol. Kemampuan mengikat asam paling sedikit
haruslah 100 ml asam klorida (0,1 normal untuk 1 gram senyawa, dimana
kapasitas netralisasi paling sedikit sesuai dengan 10 mmol H+ (Schunack et al.,
1990).
B. Kerangka Pemikiran
Hydrotalcite merupakan lempung anionik dengan rumus umum adalalah
commit to user
[M2+1-xM3+x(OH)2]An-x/n.mH2O, dimana M2+ sebagai ion logam divalen dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
berupa Mg2+, Ca2+, Zn2+, Cu2+, Co2+, Ni2+ dan M3+ sebagai ion logam trivalen
dapat berupa Al3+, Ga3+, Cr3+, Fe3+ sedangkan An- sebagai anion interlayer dapat
berupa OH−, Cl−, NO3−, CO32−, SO42− dan x sebagai M2+/[M2+ + M3+] yaitu fraksi
mol M2+. Senyawa ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk mengatasi
saluran pencernaan.
Hydrotalcite disintesis berdasarkan ion logam divalen dan ion trivalen.
Magnesium sebagai ion logam divalen dapat bersumber dari air laut maupun brine
water. Brine water merupakan hasil samping proses desalinasi air laut yang
mengandung logam-logam alkali, salah satunya adalah magnesium dalam
konsentrasi tinggi. Maka, Mg/Al hydrotalcite sangat mungkin disintesis dari
bahan awal brine water, dengan magnesium sebagai ion divalen, aluminium
sebagai ion trivalen dan karbonat sebagai anion interlayer. Ion Ca2+ merupakan
salah satu logam alkali dalam brine water yang dapat menjadi pengotor pada
sintesis Mg/Al hydrotalcite, sehingga sebelum dilakukan sintesis, ion Ca2+ perlu
dihilangkan dengan cara pengendapan. Larutan buffer Na2CO3 dan NaHCO3
mampu mengendapakan 3 % Mg2+ dan 96 % Ca2+ pada air laut tiruan. Sehingga
diharapkan Ca2+ dalam brine water akan mampu terendapkan secara selektif
dengan menggunakan larutan buffer tersebut.
Terbentuknya senyawa hydrotalcite perlu dibuktikan dengan karakterisasi
secara kimia. Setiap kristal memiliki harga d yang khas sehingga jenis kristalnya
dapat diketahui dengan membandingkannya dengan referensi. Referensi data d
suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction
Standar (JCPDS). Daerah pengamatan bilangan gelombang spektra inframerah
dapat digunakan untuk mendeteksi gugus-gugus fungsi penyusun suatu molekul.
Spektra inframerah Mg/Al hydrotalcite memiliki memiliki puncak-puncak yang
khas. Perubahan termal yang terkait peristiwa kimia dan perubahan massa akibat
kenaikan suhu dari suatu senyawa dapat dideteksi menggunakan TG/DTA
sehingga dapat mengetahui pelepasan massa pada suhu tertentu dan gugus-gugus
yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat diketahui. Data permukaan berupa
luas muka, jari-jari pori dan volume pori total untuk Mg/Al hydrotalcite
to dan
usertelah banyak diteliti oleh peneliti
mempunyai ciri khas pada kisarancommit
tertentu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
sebelumnya, sehingga dapat dicocokkan data hasil sintesis dengan data penelitan
sebelumnya. Hasil identifikasi dengan XRD, FTIR, TG/DTA dan SAA dapat
digunakan untuk membuktikan bahwa senyawa yang disintesis merupakan Mg/Al
hydrotalcite. Data pendukung XRF menunjukkan persen kandungan oksida logam
dalam senyawa. Analisis ini menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis tidak
mengandung unsur-unsur logam berbahaya sehingga dapat dikomsumsi secara
aman bila digunakan sebagai sediaan antasida.
Antasida merupakan salah satu obat saluran pencernaan yang bekerja
dengan menetralkan asam di dalam lambung. Setiap sediaan antasida memiliki
kekuatan yang berbeda tergantung dari Kapasitas Penetralan Asam (KPA)
masing-masing. Nilai KPA suatu senyawa dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain ukuran partikel zat sehingga dilakukan modifikasi ukuran partikel
untuk meningkatkan harga KPA-nya. Diharapkan dengan semakin kecil ukuran
partikel zat, akan meningkatkan luas permukaan zat tersebut dan memberikan
nilai KPA yang lebih baik. Untuk mengetahui efektivitas hydrotalcite sebagai
antasida, maka diperlukan suatu pembanding yang telah terstandarisasi secara
farmasi. Pembanding yang digunakan merupakan antasida komersial yang
mengandung campuran magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida,
sedangkan Mg/Al hydrotalcite merupakan senyawa yang tersusun dari ion
magnesium dan aluminium, sehingga diharapkan Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis
memiliki kapasitas penetralan asam yang setara dengan antasida komersial yang
terstandarisasi secara farmasi.
C. Hipotesis
a. Senyawa hasil sintesis dari brine water merupakan Mg/Al hydrotalcite yang
mempunyai ciri adanya gugus -OH stretching dari lembaran-lembaran
hydrotalcite, adanya molekul air dan anion karbonat, serta logam oksida MgO. Kristal Mg/Al hydrotalcite memiliki ciri khusus pada d003, d006 dan d009.
Analisa dengan TG/DTA diharapkan mendeteksi puncak endotermis dimana
terjadi pelepasan gugus air dan karbonat. Luas permukaan Mg/Al hydrotalcite
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
adalah mesopori. Dan diharapkan tidak ada logam-logam berbahaya yang
terdapat di Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine water.
b. Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaannya semakin meningkat
sehingga kapasitas penetralan asamnya akan meningkat.
c. Mg/Al hydrotalcite merupakan senyawa yang tersusun dari ion magnesium
dan aluminium sedangkan antasida pembanding yang digunakan merupakan
campuran magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida sehingga
diharapkan nilai KPA dari Mg/Al hydrotalcite dari brine water setara dengan
nilai KPA dari antasida pembanding.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorium.
Diawali dengan mengendapkan ion kalsium dari brine water pada kondisi
optimumnya; sintesis Mg/Al hydrotalcite; karakterisasi senyawa hasil sintesis
pada d ciri khas hydrotalcite menggunakan XRD; gugus fungsi M-O, O-C-O,
karbonat, dan O-H menggunakan FTIR luas permukaan dan pori menggunakan
SAA; deteksi perubahan termal menggunakan TG/DTA dan persentase
kandungan oksida logam menggunakan XRF. Selanjutnya ditentukan nilai
Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hydrotalcite.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan September
2011 di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS dan Laboratorium Kimia
Analitik FMIPA UGM.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)(Shimadzu AA 630-12)
b. Neraca analitik
(AND GF-300)
c. Centrifuge
(Kokusan H-107)
d. Water pump
e. Seperangkat alat refluks
(pyrex)
f. Stirrer dan Hot plate
(Cole-Parmer model No. 4658)
g. Termometer Alkohol 100°C
h. pH meter digital
(Lutron pH-207)
i. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
(Shimadzu IRPrestige-21)
commit to user (Bruker D8 Advance)
j. X-Ray Diffractometer
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
k. X-Ray Fluorescence (XRF)
(Bruker S2 Ranger)
l. Thermogravimetric/Differential Thermal
(Linseis STA PT-1600)
Analysis (TG/DTA)
m. Surface Area Analyzer (SAA)
(Quantachrome Nova Win 1200)
n. Lumpang dan penggerus porselin
o. Ayakan (mesh)
p. Oven
q. Seperangkat alat titrasi basa
(pyrex)
2.
Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian:
a. Brine water
(PLTU Tanjung Jati B, Jepara)
b. Akuades
(Laboratorium Kimia Dasar MIPA UNS)
c. NaHCO3
(E. Merck)
d. Na2CO3
(E. Merck)
e. AlCl3.6H2O
(E. Merck)
f. AgNO3
(E. Merck)
g. NaOH
(E. Merck)
h. HCl (37%)
(E. Merck)
i. Kertas saring Wathman No. 42
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Larutan Awal
Kandungan Mg2+ dan Ca2+ dalam brine water dianalisis dengan Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS) sesuai dengan prosedur SNI. Hasil AAS
digunakan untuk membuat larutan. Brine water 1 L ditambahkan 428,67 mL
larutan buffer yang terdiri dari 1 L Na2CO3 0,02 M dan 1 L NaHCO3 0,04 M dan
direfluks dengan pengadukkan selama 1 jam dengan suhu 95°C kemudian
disaring. Filtrat yang diperoleh disebut larutan awal. Larutan awal dianalisis
dengan AAS sesuai dengan prosedur SNI untuk mengetahui kadar Mg2+ dan Ca2+.
Kadar Mg2+ digunakan sebagai dasar untuk sintesis hydrotalcite.
commit
to user
2. Sintesis
Mg/Al
hydrotalcite
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Larutan awal 1 L ditambah sejumlah AlCl3.6H2O dengan perbandingan
rasio Mg/Al 2 : 1 kemudian Na2CO3 0,1 M ditambahkan ke dalam larutan hingga
mencapai pH 10,0 - 10,5 dan diaduk selama 1 jam pada suhu 70 ºC. Padatan yang
diperoleh kemudian dicuci dengan akuades agar bebas dari Cl-. Pengujian dengan
AgNO3 untuk mendeteksi keberadaan Cl-. Fasa air dan padatan dipisahkan
menggunakan centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 6 jam. Padatan putih kering
yang diperoleh merupakan Mg/Al hydrotalcite dan digerus hingga halus.
3. Karakterisasi Mg/Al hydrotalcite
Hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infra Red
(Shimadzu IRPrestige-21) dan Thermogravimetric/Differential Thermal (Linseis
STA PT-1600), untuk mendapatkan bilangan gelombang dan perubahan berat
serta differential thermal yang menyatakan gugus fungsi spesifik Mg/Al
hydrotalcite dan X-Ray Diffractometer (Bruker D8 Advance) untuk mendapatkan
refleksi bidang spesifik. Untuk mengetahui kadar unsur logam dilakukan analisis
menggunakan X-Ray Fluorescence (Bruker S2 Ranger), sedangkan untuk
mengetahui luas muka dan jari-jari pori dilakukan analisa menggunakan Surface
Area Analyzer (Quantachrome Nova Win 1200).
4. Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hydrotalcite
a. Distribusi Ukuran Partikel
Serbuk Mg/Al hydrotalcite diayak menggunakan pengayak manual yang
terdiri dari 4 buah ayakan logam dengan ukuran 100, 180, 200 dan 250 mesh.
Ayakan disusun dari bawah dimulai dengan ukuran lubang terkecil dan seterusnya
hingga ukuran lubang terbesar. Pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan
distribusi ukuran partikel yang diinginkan; yaitu fraksi H1 (100 - 200 mesh), fraksi
H2 (200 - 250 mesh) dan fraksi H3 (< 250 mesh). Mg/Al hydrotalcite dari tiap
fraksi dikumpulkan.
b. Penentuan KPA dengan Titrasi Volumetri
Untuk menentukan nilai KPA digunakan sampel serbuk (H1, H2, H3).
Sampel sebanyak 0,2 gram ditambahkan air hingga genap 100 mL. Kemudian
commit to user
ditambahkan 100 mL HCl 0,1 M dan dipanaskan pada suhu 37 C sambil diaduk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
dengan menggunakan magnetic stirrer. Larutan tersebut dititrasi dengan NaOH
0,1 M hingga mencapai pH 3,5. Nilai KPA secara umum dinyatakan sebagai
jumlah milliequivalent asam hidroklorida. Tidak kurang dari 260 mL HCl 1,0 M
dibutuhkan untuk menetralkan 1 gram hydrotalcite (Anonim, 2009). Sebagai
kontrol positif, dilakukan penentuan KPA terhadap antasida yang ada dipasaran
(Antasida Doen).
E. Teknik Pengumpulan Data
Data kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari hasil eksperimen
dikarakterisasi menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), XRay Diffractometer (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), Surface Area
Analyzer (SAA), Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis (TG/DTA)
dan X-Ray Fluorescence (XRF).
Analisis AAS menunjukkan data kandungan logam dalam brine water.
Data analisis XRD diperoleh dengan membaca difraktogram yang berupa suatu
pola difraksi dengan puncak-puncak pada 2θ tertentu sehingga diperoleh jarak
antara kisi kristal (d) yang sesuai dengan hukum Bragg. Identifikasi gugus fungsi
menggunakan data FTIR. Analisis thermal menggunakan TG/DTA diperoleh
puncak endotermis/eksotermis dan penurunan massa yang menunjukkan
pelepasan gugus fungsi tertentu. Data surface area diperoleh dengan analisis
menggunakan SAA. Analisis menggunakan XRF menentukan kandungan logam
yang terdapat pada Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis. Penentuan KPA Mg/Al
hydrotalcite dan antasida dengan cara titrasi volumetri.
F. Teknik Analisis Data
1. Kandungan Mg2+ dan Ca2+ dalam brine water dapat dianalisis dengan AAS
yang dapat dikonversi kedalam satuan mol logam.
2. Data difraktogram XRD Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis berupa 2 versus
intensitas. Dari 2 dapat diperoleh besarnya jarak antara kisi kristal (d) sesuai
dengan persamaan : n
= 2 d sin . Dari data d sampel dibandingkan dengan d
commit to user
Mg/Al hydrotalcite standar dari Joint Committee on Powder Diffraction
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Standards (JCPDS). Munculnya puncak-puncak dengan hkl dominan Mg/Al
hydrotalcite pada difraktogram sampel, yang sama denagn JCPDS menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis sama dengan senyawa pada standar JCPDS.
Tabel 7. Tabulasi data harga d tiga puncak tertinggi Mg/Al hydrotalcite
Refleksi bidang
d003
d006
d009
Mg/Al hydrotalcite (Å)
JCPDS1 (Å)
Dari data XRD dapat dicari kemurnian dari Mg/Al hydrotalcite dengan rumus:
% kandungan
I / I1
I / I1
s
100%
t
I / I1 s : jumlah intensitas relatif puncak senyawa dalam sampel
I / I1
t
: jumlah intensitas relatif total sampel
Tabel 8. Tabulasi data kemurnian Mg/Al hydrotalcite
Peak no.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Jumlah
2 (deg)
Intensity
d(Å)
I/I1
d standar
Δd
3. Gugus-gugus fungsi yang ada di dalam Mg/Al hydrotalcite diketahui dengan
membandingkan puncak-puncak spektra FTIR Mg/Al hydrotalcite dengan
referensi. Berdasarkan strukturnya, Mg/Al hydrotalcite memiliki gugus fungsi
M-O, O-C-O, karbonat, dan O-H.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Tabel 9. Tabulasi gugus fungsi Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis
Gugus fungsi
Uluran O-H
Tekukan O-H
Uluran simetris C-O
Uluran asimetris O=C
Tekukan O=C-O
Uluran Mg-O dan Al-O
Bilangan gelombang (cm-1)
Referensi
Mg/Al hydrotalcite
3400 - 3500
1650
1385
1500
650
400 - 600
4. Analisis termal digunakan TGA/DTA. DTA akan mendeteksi setiap perubahan
termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan
secara eksotermik maupun endotermik. Sementara itu, TGA mendeteksi setiap
perubahan massa yang terjadi pada cuplikan sebagai akibat dari kenaikan suhu,
baik yang diikuti oleh perubahan fasa kristal maupun tidak.
Tabel 10. Tabulasi hasil analisis DTA
TIME
TEMPERATURE
DTA SIGNAL
Tabel 11. Tabulasi hasil analisis TGA
TIME
TEMPERATURE
DELTA-M
5. Data dari SAA memberikan informasi mengenai surface area, average pore
radius dan total pore volume. Kemudian data tersebut dibandingkan dengan
referensi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
6. Pengukuran menggunakan XRF menghasilkan data berupa persentase
kandungan logam dalam bentuk oksidanya yang menunjukkan ada tidaknya
kandungan logam berbahaya.
7. Penentuan milliequivalent asam hidroklorida yang dibutuhkan untuk menitrasi
NaOH dalam
Mg/Al
hydrotalcite
dengan
variasi
distribusi
partikel
dibandingkan dengan milliequivalent asam klorida yang dibutuhkan untuk
menitrasi NaOH dalam antsida hingga mencapai pH 3,5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Mg/Al Hydrotalcite
Sintesis Mg/Al hydrotalcite dilakukan secara kopresipitasi dengan anion
antar lapis berupa CO32-. Metode kopresipitasi disebut juga metode pengendapan
yang dipilih dalam sintesis Mg/Al hydrotalcite selain karena mudah, juga pada
metode tersebut tidak ditemui adanya kesulitan dalam pencegahan kontaminasi
dari karbondioksida pada daerah interlayer. Sedang keberadaan CO32- dapat
mempercepat proses kristalisasi hydrotalcite (Kang et al., 2005) dan segera
bergabung terikat kuat pada interlayer (Newman and Jones, 1998). Pada metode
kopresipitasi, semua kation mengendap secara simultan dalam rasio mol sesuai
dengan rasio mol awalnya.
Mg/Al hydrotalcite disintesis dari brine water dengan perbandingan
Mg/Al adalah 2 : 1 dengan metode pengendapan. Kandungan Ca2+ dalam brine
water diharapkan seminimal mungkin karena menurut Alnavis (2010)
pengendapan Ca2+ sebagai CaCO3 perlu dilakukan sebelum sintesis sebab adanya
Ca2+ yang berlebihan akan membentuk senyawa pengotor pada sintesis
hydrotalcite. Penurunan kadar Ca2+ dengan cara menambahkan ion CO32- dari
larutan buffer campuran larutan Na2CO3 dan NaHCO3. Kandungan Mg2+ sebelum
dan sesudah pengendapan Ca2+ dianalisis menggunakan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) dan diperoleh penurunan kadar Ca2+ sebesar 55,77 %.
Filtrat yang sudah diturunkan kadar Ca2+-nya disebut sebagai larutan awal.
Proses selanjutnya adalah mereaksikan larutan awal dengan AlCl3.6H2O
dan larutan Na2CO3 dalam suasana basa. Selama proses sintesis, kondisi pH
larutan dijaga pada pH 10 - 10,5 untuk mendapatkan hydotalcite yang optimum.
Apabila pH jauh lebih besar dari pH optimum, ion Al3+ akan terlarut sehingga
tidak dapat membentuk endapan, sedangkan apabila pH kurang dari pH optimum
akan terjadi pengendapan senyawa-senyawa selain hydrotalcite sehingga produk
yang terbentuk tidak optimum. Endapan yang terbentuk dites dengan AgNO3
to userdalam larutan yang dites dengan
untuk mengetahui ada tidaknya commit
Cl-. Apabila
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
AgNO3 terbentuk endapan putih, maka larutan tersebut masih mengandung Clkarena menunjukkan terbentuknya AgCl. Endapan basah yang diperoleh dicentrifuge 4000 rpm selama 10 menit, kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 110 oC selama 6 jam. Padatan putih kering yang diperoleh merupakan Mg/Al
hydrotalcite, kemudian digerus hingga halus.
B. Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis
1. Analisis X-Ray Diffractometer (XRD)
Senyawa hasil sintesis dianalisa dengan X-Ray Diffractometer (XRD).
Difraktogram ditunjukkan pada Gambar 7. Analisis ini bertujuan untuk
mengidentifikasi bahwa senyawa utama hasil sintesis adalah Mg/Al hydrotalcite.
Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan harga d puncak-puncak
difraktogram senyawa hasil sintesis dengan data d-spacing Mg/Al hydotalcite
standar dari JCPDS (Joint Comittee on Powder Diffraction Standard) nomor 411428.
Gambar 7. Difraktogram XRD (a) Mg/Al hydotalcite standar (Sharma et al.,
2008); (b) Mg/Al hydotalcite hasil sintesis
Tiga puncak tertinggi sampel sebagai penciri senyawa mempunyai harga
d-spacing yang sesuai data Mg/Al hydotalcite standar yaitu pada harga d = 7,68;
3,79; dan 2,56 Å seperti tersebut pada Tabel 12. Hydotalcite alam yang diteliti
oleh Allmann et al. (1969) mempunyai harga d yaitu 7,69; 3,88; dan 2,58 Å,
commit to user
sedangakan data dari JCPDS yaitu 7,59; 3,79 dan 2,53. Adanya kesesuaian harga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
d tiga puncak senyawa hasil sintesis dengan standar mengindikasikan bahwa
Mg/Al hydrotalcite telah berhasil dibentuk.
Tabel 12. Nilai refleksi bidang Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis
Refleksi bidang
d003
d006
d009
Mg/Al hydrotalcite (Å)
7,68
3,79
2,56
JCPDS1 (Å)
7,59
3,79
2,53
Yang (2007) menyebutkan bahwa harga d 7,80 Å merupakan puncak
karakteristik hydrotalcite dengan anion antar lapis berupa CO32-, sedangkan d 9,03
Å merupakan anion antar lapis NO3-. Harga d hasil sintesis sebesar 7,68 Å
menunjukkan bahwa komponen anion antar lapis utama sebagai penyeimbang
Mg/Al hydrotalcite merupakan CO32-.
Pada difraktogram XRD Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis menunjukkan
timbulnya puncak baru yang bukan merupakan puncak-puncak khas dari kristalin
hydrotalcite. Hal ini dapat dimungkinkan telah terbentuk pula senyawa lain selain
hydrotalcite. Diperkirakan senyawa tersebut merupakan Mg(OH)2 atau Al(OH)3
yang secara berturut-turut memiliki puncak 2 sekitar 19 dan 18 - 21 . Sehingga
adanya 2 puncak yang muncul di daerah 2 sekitar 18 - 21 pada difraktogram
Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dapat dimungkinkan sebagai senyawa Mg(OH)2
dan atau Al(OH)3.
Munculnya puncak baru pada sampel Mg/Al hydrotalcite bisa dipengaruhi
oleh keberadaan larutan induk ketika dilakukan pemeraman (Heraldy et al., 2010).
Wright (2002) menyebutkan bahwa hydrotalcite yang dimeramkan lama dalam air
menghasilkan tingkat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan hydrotalcite
yang dimeramkan dalam larutan induk. Hickey et al. (2000) dan Kovanda et al.
(2005) menunjukkan bahwa pemeraman hydrotalcite dalam air menghasilkan
derajat kristalinitas yang lebih tinggi daripada dalam larutan induknya (mother
liquid). Kondisi ini dipengaruhi karena dalam larutan induk masih mengandung
campuran larutan yang mempunyai pH tinggi atau masih terdapat ion-ion yang
terlarut. Hal ini dapat memungkinkan berkembangnya partikel-partikel halus
commit to user
terhalangi oleh partikel-partikel yang lebih besar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Penentuan kandungan relatif Mg/Al hydrotalcite dilakukan dengan
membandingkan intensitas relatif (I/I1) puncak-puncak difraktogram Mg/Al
hydrotalcite dengan intensitas relatif seluruh puncak yang ada dalam sampel.
Hasil perhitungan persentase kandungan relatif atau kemurnian Mg/Al
hydrotalcite dalam sampel sebesar 63,079 %. Perhitungan disajikan pada
Lampiran 9.
2. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Analisis gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa Mg/Al hydrotalcite
menggunakan FTIR. Gugus fungsi yang akan terdeteksi antara lain gugus hidroksi
(OH-), karbonat (CO32-) dan oksida logam, akan menghasilkan puncak-puncak
khas untuk ikatan O-H, C-O, Mg-O atau Al-O. spectrum FTIR untuk Mg/Al
hydrotalcite hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 8 dan Tabel 13 berikut ini :
Gambar 8. Spektra inframerah (a) Mg/Al hydrotalcite standar (Sharma et al.,
2007) (b) Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Tabel 13. Tabulasi Gugus Fungsional Mg/Al hydrotalcite
Bilangan gelombang (cm-1)
Referensi
Mg/Al hydrotalcite
b
Uluran O-H dan M-O
3400 - 3500
3431
Tekukan O-H
1650d
1633
a,c
Uluran simetris C-O
1385
1384
Uluran asimetris O=C
1500,5c
1502
a
Tekukan O=C-O
650
615
400 - 600a
Uluran Mg-O dan Al-O
472 dan 418
(2 puncak)
Lainnya
1072
a
Sumber : Kannan (1995) dalam Johnson dan Glasser (2003),
b
Bhaumik et al. (2004), cDi Cosimo et al. (1998), dYang et al. (2007)
Gugus fungsi
Serapan kuat melebar pada bilangan gelombang 3431 cm-1 menunjukkan
vibrasi stretching gugus hidroksi pada lapisan Mg/Al hydrotalcite dan pada
bilangan gelombang 1633 cm-1 merupakan tekukan OH dari molekul air pada
daerah antar lapis yang terikat dengan anion interlayer.
Adanya gugus karbonat ditunjukkan dari vibrasi ulur simetris C-O pada
bilangan gelombang 1384 cm-1 dan vibrasi ulur asimetris O=C pada bilangan
gelombang 1502 cm-1 yang tidak nampak begitu jelas dalam spektra. Selain itu
vibrasi tekukan O=C-O karbonat ditunjukkan pada puncak dengan bilangan
gelombang 615 cm-1. Penelitian Davydov (1984) dan Shiddiq (2005) menyebutkan bahwa ikatan metal oksida logam berada pada sekitar bilangan gelombang
500 cm-1, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada bilangan gelombang 472 cm-1
sebagai vibrasi ulur Al-O dan pada daerah 418 cm-1 sebagai vibrasi ulur Mg-O.
Pita serapan pada bilangan gelombang 1072 cm-1 terkadang muncul sebagai
vibrasi ulur simetris yang overlapping dengan vibrasi translasi Al-OH. Pita
serapan tersebut dapat dimungkinkan sebagai pita serapan yang berasal dari
senyawa Al(OH)3.
Dari analisis spektra FTIR ini menunjukkan adanya ikatan Mg-O, Al-O,
gugus hidroksil dan karbonat, yang merupakan senyawa-senyawa penyusun dari
Mg/Al hydrotalcite dengan anion antar lapis CO32- dengan rumus umumnya
[Mg1-xAlx(OH)2]x+[CO3]x/n.mH2O (Heraldy et al., 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
3. Thermogravimetric/ Differential Thermal Analysis (TG/DTA)
Analisis DTA bertujuan untuk mendeteksi setiap perubahan termal yang
terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan secara eksotermik
maupun endotermik. Sementara itu, TGA bertujuan mendeteksi setiap perubahan
massa yang terjadi pada sampel sebagai akibat dari kenaikan suhu, baik yang
diikuti oleh perubahan fasa kristal maupun tidak. Analisa DTA/TGA pada
penelitian ini dilakukan dalam atmosfir udara dengan laju kenaikan suhu 20
°C/menit dan rentang suhu mulai dari 40 hingga 500 °C. Hasil analisis termal
ditunjukkan oleh Gambar 9.
Gambar 9. Analisis termal Mg/Al hydrotalcite DTA dan TGA
Frost et al. (2008) menyebutkan bahwa terdapat air pada lingkungan yang
berbeda dalam struktur hydrotalcite. Menurut Frost, terdapat : a) Ikatan bebas air,
jenis air ini hilang pada suhu rendah antara 29 – 77 C, b) Hidrogen air terikat
pada dirinya sendiri pada ruang interlayer, jenis air ini hilang pada suhu antara 77
dan 170 C, dan c) Hidrogen air terikat pada permukaan hidroksil hydrotalcite,
jenis air ini hilang pada suhu antara 170 dan 235 C. Suhu yang diperlukan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
mengahapus molekul air tipe b dan c menunjukkan seberapa kuat ikatan hidrogen
antara air pada permukaan hidroksil hydrotalcite.
Hibino et al., (1995) juga telah menyatakan terjadinya tiga penurunan
berat untuk hydrotalcite. Puncak endotermik pertama disebabkan karena dehidrasi
molekul air pada interlayer terjadi pada 210 C. Puncak kedua dikaitkan dengan
dehidroksilasi ikatan OH dengan Al muncul pada 320 C. Puncak ketiga muncul
pada 375 C dikaitkan sebagai dehidroksilasi ikatan OH dengan Mg.
Berdasarkan kurva TGA pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa terjadi
penurunan massa hydrotalcite pada suhu tertentu yang disertai dengan munculnya
puncak endotermik DTA. Penurunan berat Mg/Al hydrotalcite terjadi pada 42,32
C; 247,22 C dan 427,17 C yang disertai dengan munculnya puncak endotermik
DTA. Pada suhu 42,32 C terjadi penurunan massa sebesar 7,59 %, pada suhu
247,22 C terjadi penurunan massa 20,37 % dan pada 427,32 C terjadi penurunan
massa sebesar 18,81 %.
Penurunan massa pada suhu 42,32
C merupakan pelepasan ikatan
hidrogen air antar sesamanya pada ruang interlayer. Pada puncak kedua 247,22
C kehilangan berat karena dehidroksilasi (Al-OH-Mg) yang merupakan
pengawalan dari dekarbonasi. Sedangkan pada puncak 427,32 C menunjukkan
adanya dekarbonasi dari struktur Mg/Al hydrotalcite. Pada proses ini terjadi
penghapusan ion karbonat sebagai CO2 dan diikuti penurunan massa sebesar
18,81 %. Dari sini menunjukkan bahwa hydrotalcite hasil sintesis mengandung
gugus OH, H2O dan CO32- (Heraldy et al., 2006).
4. Surface Area Analyzer (SAA)
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam
karakterisasi material, khususnya berfungsi untuk menentukan luas permukaan
material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu
bahan. Adsorpsi desorpsi nitrogen digunakan untuk menentukan luas permukaan
suatu padatan, yaitu fisisorbsi suatu gas inert seperti nitrogen, kemudian
ditentukan berapa banyak molekul yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh
commit to user
permukaan membentuk lapisan tunggal. Luas suatu permukaan atau porositas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
dapat dicapai dengan mengetahui isoterm adsopsinya, ketika kuantitas dari
adsorbat (bahan yang diserap) pada permukaan material dapat diukur dalam
kisaran
tekanan
relatif
yang
lebar
pada
suhu
konstan
maka
akan
mengasilkan sebuah isotherm.
Banyak teori dan model perhitungan yang dikembangkan untuk mengubah
data yang dihasilkan berupa jumlah gas yang diserap pada berbagai tekanan dan
suhu tertentu (isotherm) menjadi data surface area, pore radius, pore volume dan
lain sebagainya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Brunauer,
Ermett dan Teller (BET). Dari hasil analisa menggunakan adsorbsi gas nitrogen
pada suhu 77,3 K dengan menggunakan instrumen Quantachrome Corporation
Nova Win 1200 diperoleh hasil berikut:
Tabel 14. Data analisis permukaan Mg/Al hydrotalcite
Parameter
Surface area
Pore volume
Pore radius
Average pore radius
Total pore volume
Metode BET
202.984 m2/g
-
Metode BJH
211.459 m2/g
0.256 cc/g
28.308 Å
2.65293+1 Å
2.693-1 cc/g
Dari analisis dengan SAA diketahui bahwa specific surface area Mg/Al
hydrotalcite sebesar 202,984 m2/g dan pore radius sebesar 28,308 Å. Orthman et
al. (2003) menyebutkan Mg/Al hydrotalcite dengan rasio molar Mg/Al : 2,36 dan
menggunakan metode BET memiliki specific surface area sebesar 186,8 m2/g.
Kang et al. (2005) menyebutkan specific surface area Layered Double Hydroxide
(LDH) sebesar 146,4 m2/g. Data specific surface area Mg/Al hydrotalcite dari
brine water menunjukkan nilai yang dekat dengan hasil penelitian sebelumnya.
Mg/Al hydrotalcite dari brine water dapat dikelompokkan sebagai mesopori karena memiliki pore radius antara 10 - 100 Å. Dan memiliki surface area
tinggi karena berada pada range 200 - 500 m2/g. Fetter et al. (2001) menyebutkan
bahwa hydrotalcite memiliki surface area sebesar 40 - 240 m2/g, dimana di
daerah tersebut juga merupakan daerah mikrokristalin lainnya, seperti Al(OH)3
dan Mg(OH)2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
5. X-Ray Fluorescence (XRF)
Analisis fluoresensi sinar-X bertujuan untuk mengetahui dan mengukur
kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu senyawa atau mineral. Analisis
ini didasarkan pada pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat
pengisian kembali kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti
(karena terjadinya eksitasi elektron) oleh elektron yang terletak pada orbital yang
lebih luar. Setiap unsur akan menunjukkan peak yang karakteristik yang
merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur yang ada sampel
(Sumantry, 2010).
Dalam penelitian ini tujuan analisis menggunakan XRF dikhususkan untuk
mengetahui bahwa didalam senyawa Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis dari brine
water tidak mengandung unsur-unsur logam berbahaya, sehingga senyawa hasil
sintesis ini dikatakan aman sebagai sediaan antasida.
Analisis kandungan logam dalam Mg/Al hydrotalcite dilakukan dengan
menggunakan X-Ray Fluorescence (Bruker S2 Ranger) dengan metode langsung
atau tanpa preparasi awal sampel. Data yang terbaca merupakan oksida-oksida
logam seperti ditunjukkan dalam Tabel 15.
Tabel 15. Hasil analisis XRF Mg/Al hydrotalcite
Formula
Al2O3
MgO
SO3
P2O5
SiO2
Cl
CaO
K2O
Fe2O3
ZnO
TiO2
CuO
SrO
SnO2
Konsentrasi
64,26 %
30,57 %
2,29 %
0,80 %
0,77 %
0,53 %
0,36 %
0,11 %
0.06 %
0,05 %
0,05 %
0,03 %
0,02 %
0,02 %
Dari data XRF di atas, menunjukkan bahwa komposisi utama dari Mg/Al
commit to user
hydrotalcite berupa Al2O3 dan MgO yang merupakan senyawa utama dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
sintesis Mg/Al hydrotalcite. Dari data tersebut, tidak terlihat adanya komponen
logam berbahaya.
Keberadaan komponen utama berupa oksida logam Al2O3 sebesar 64,26 %
merupakan indikasi terbentuknya senyawa Al(OH)3 yang terdapat bersama
dengan kristal Mg/Al hydrotalcite. Data ini didukung oleh data XRD yang
menunjukkan adanya 2 puncak yaitu pada daerah sekitar 17 - 21 yang bukan
merupakan puncak karakteristik dari Mg/Al hydrotalcite, melainkan puncak dari
senyawa Al(OH)3. Terdapatnya komponen CaO sebesar 0,36 % menunjukkan
bahwa dalam proses pembuatan larutan awal atau pengendapan ion Ca2+ belum
maksimal, sehingga masih terdapat sisa ion Ca2+ yang belum terendapkan. Ca2+
yang tersisa diperkirakan membentuk kalsium klorida (CaCl2) dengan ion Cl-,
karena terlihat dari analisis yang menunjukkan masih terdapatnya komponen Cl
sebesar 0,53 %. Hal ini sesuai dengan data AAS yang menunjukkan adanya
konsentrasi ion Ca2+ dalam filtrat brine water sebesar 191,323 ppm.
C. Penentuan KPA Mg/Al Hydrotalcite
Untuk penentuaan nilai KPA digunakan sampel serbuk. Seluruh sampel
digerus hingga halus kemudian pada tahap awal dilakukan pengayakan untuk
menentukan distribusi ukuran partikel. Pengayakan menghasilkan 3 fraksi utama
yaitu H1, H2 dan H3 dengan masing-masing ukurannya secara berturut-turut 100 200 mesh, 200 - 250 mesh dan <250 mesh.
Kapasitas penetralan asam didefinisikan sebagai jumlah miliequivalent
HCl untuk mempertahankan 1 ml suspensi antasida pada pH 3 dalam waktu dua
jam secara invitro (Troy et al., 2005). Penetapan KPA dari sampel Mg/Al
hydrotalcite dilakukan pada semua ukuran distribusi sesuai dengan monografi
hydrotalcite.
Sampel sebanyak 0,2 gram ditambahkan dengan air hingga genap 100
ml. Kemudian ditambahkan 100 ml HCl 0,1 N dan dipanaskan pada suhu 37 C
sambil diaduk selama 1 jam dengan menggunakan magnetic stirer. Pemanasan
pada suhu tersebut bertujuan sebagai pengondisian sampel agar menyerupai
commit to user
kondisi suhu tubuh manusia, sedangkan tujuan pemberian asam merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
simulasi dari asam lambung manusia yang berlebih. Larutan tersebut dititrasi
menggunakan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH 3,5. Pada pH tersebut merupakan
simulasi kondisi normal asam lambung manusia.
Nilai KPA diperoleh dengan mengurangkan mol asam klorida berlebih
yang ditambahkan kedalam Mg/Al hydrotalcite dengan mol NaOH yang
dibutuhkan untuk titrasi. Sehingga dapat diperoleh sisa kelebihan asam, yang
merupakan kapasitas penetralan Mg/Al hydrotalcite. Perhitungan nilai KPA dapat
dilihat dalam Lampiran. Metode serupa juga diperlakukan terhadap salah satu
antasida komersial yang terstandarisasi secara farmasi sebagai pembanding. Nilai
KPA yang diperoleh seperti pada Gambar 10 dan Tabel 16 sebagai berikut :
7,92
H1
H2
6,00 6,07 6,07
5,05 4,99 5,23
Mg/Al hydrotalcite
Antasida
H3
HT komersial (Gunawan, 2008)
Gambar 10. Diagram perbandingan nilai KPA Mg/Al hydrotalcite, antasida dan
hydrotalcite komersial
Keterangan : H1 : Mg/Al hydrotalcite (100 - 200 mesh)
H2 : Mg/Al hydrotalcite (200 - 250 mesh)
H3 : Mg/Al hydrotalcite (< 250 mesh)
X1 : Hydrotalcite komersial (100 - 140 mesh)
X2 : Hydrotalcite komersial (140 - 270 mesh)
X3 : Hydrotalcite komersial (< 270 mesh)
Tabel 16. Nilai KPA Mg/Al hydrotalcite dan antasida komersial
Mg/Al hydrotalcite
H1 (100 - 200 mesh)
H2 (200 - 250 mesh)
H3 (< 250 mesh)
Antasida komersial
KPA (meq)
Hydrotalcite komersial
(Gunawan, 2008)
X1 (100 - 140 mesh)
X2 (140 - 270 mesh)
X3 (< 270 mesh)
6,00
6,07
6,07
7,92
commit to user
KPA (meq)
5,05
4,99
5,23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Setiap sampel menunjukkan nilai KPA yang tidak menunjukkan
perbedaan yang berarti terhadap distribusi ukuran partikel. Pada rentang distribusi
yang tidak jauh berbeda, nilai KPA Mg/Al hydrotalcite memiliki harga yang lebih
tinggi dari pada hydrotalcite komersial, dan sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan nilai KPA dari salah satu antasida komersial yang tidak mengandung
hydroralcite.
Menurut Gunawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi KPA suatu
zat antara lain zat aktif, struktur kristal, suspending agent dan bentuk sediaan.
Tiap tablet kunyah atau tiap 5 mL suspensi Antasida (Doen) mengandung gel
aluminium hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan aluminium hidroksida 200
mg) dan magnesium hidroksida 200 mg. Kombinasi aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida merupakan antasida yang bekerja menetralkan asam
lambung dengan menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi
oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu efek laksatif dari
magnesium hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari aluminium
hiroksida. Kerja antasida berbasis netralisasi. Dapat digambarkan sebagai asam
bereaksi dengan ion hidroksida, garam dan air terbentuk melalui persamaan
berikut :
HCl (aq) + NaOH (aq)
NaCl (aq) + H2O
Sedangkan pada hydrotalcite :
Mg6Al2(OH)16CO3.4H2O + 18 HCl → 6MgCl2 + 2AlCl3 + 21H2O + CO2
Mg/Al hydrotalcite memiliki daya netralisasi yang pesat namun nilai
KPA-nya lebih rendah dari antasida. Hal ini karena meskipun pesat, tapi daya
netralisasinya agak lemah yaitu bahwa aktivitas kerjanya tidak meningkat di atas
pH 5 (Schunack et al., 1990).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Senyawa hasil sintesis dari larutan brine water merupakan material
padatan dengan d003 7,68 Å dan ditegaskan dengan adanya gugus hidroksi
pada daerah bilangan gelombang sekitar 3431 cm-1 serta gugus karbonat
pada 1384 cm-1. Analisis termal menunjukkan terjadi pelepasan ikatan
hidrogen air antar sesamanya pada suhu 42,32
dehidroksilasi (Al-OH-Mg) pada 247,22
dekarbonasi pada 427,32
C sebesar 7,59 %;
C sebesar 20,37 % dan
C sebesar 18,81 %. Analisis permukaan
menunjukkan bahwa senyawa dikelompokkan ke dalam mesopori dan
memiliki surface area tinggi. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa
senyawa hasil sintesis merupakan Mg/Al hydrotalcite yang dapat
dimanfaatkan sebagai sediaan antasida karena tidak terdapat logam-logam
berbahaya dalam jumlah yang banyak.
2. Ukuran distribusi partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai KPA Mg/Al hydrotalcite.
3. Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis memiliki kemampuan penetralan asam
yang lebih lemah dibandingkan dengan antasida yang terstandarisasi
secara farmasi.
B. Saran
1. Untuk mendapatkan kemurnian Mg/Al hydrotalcite yang lebih tinggi,
perlu diperhatikan betul dalam proses pengendapan ion Ca2+ agar ion Ca2+
banyak yang terendapkan tanpa ikut mengendapkan ion Mg2+ dalam
jumlah yang banyak.
2. Perlu dilakukan kalsinasi pada senyawa hasil sintesis untuk memberikan
nilai KPA yang lebih tinggi, karena dengan dilakukannya kalsinasi,
struktur Mg/Al hydrotalcite menjadi lebih stabil.
commit to user
47
Download