NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM KARYA AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: NURTADHO NIM: 111 09 028 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA TAHUN 2016 i ii iii iv v MOTTO اْٛ ُٕ٠ِّ ك اَ ََل فَ َع َ ٍَإَ ّْ هللاَ ِا ْسز َْر ِ ٍُ ُحس َْٓ اٌ ُرَٚ ِٕ ُى ُْ ِا اَل اٌ اسرَب َء٠ْ َظْ ٍُ ُح ٌِ ِس٠ ََلَٚ ِٗ َْٓ ٌَِٕ ْف ِس٠ض َ٘ َصا اٌ ِّس ) ٕٝ َّب (ا ذطخٗ اٌسضلطِٙ َِٕ ُى ُْ ث٠ْ ِز “Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini karena dirinya Dan Allah tidak akan memberi kebaikan pada agama kalian kecuali dengan bersikap dermawan dan akhlak baik, maka perhiasilah agama kalian dengan keduanya.” (dikeluarkan oleh Daruquthni) vi PERSEMBAHAN Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada: Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Almukarrom romo K.H. Maslikhuddin Yazid, K.H. Muslimin al-’Asy’ary, K. Sa’dullah, serta guru-guru PP. Sunan Giri yang telah berjuang bersama dengan penuh keihlasan dalam pendidikan pesantren. vii KATA PENGANTAR ُ١ثسُ هللا اٌطحّٓ اٌطح ّ ثٚ ،ٓ١ ظ َط ثظبئ َط َ ِ َح اٌسّؼبز ِح ٌٍِّزمِٕٙ ًَ ّٙسٚ ،ٓ١ َ ك ٌٍطبٌ ِج َ ٠ػ َح اٌطبضٚ أٞاٌحّ ُس هللِ اٌّ ِص ْاإلحسب ا َضٛٔأٚ ّْب٠اإل ُ أسطا َضِٕٙ َحٚ ،ِٓ ٠ِّ اٌسٟاألحىبَ فٚ ُاٌحى ثسبئط ٓ١ َ ِاٌّظسل ِ ِ ِ ِ ِ ّ ّ ُسٙأشٚ ،ٓ١اٌّج ْ ُسٙأشٚ ،ٓ١م١ٌاٚ ُ ُّ ه اٌح ُ ٌٍّه ٌُٗ ا ّ َسٔب١أْ س ك َ ٠ح َسٖ َل شطٚ ُ إٌٗ إَل هللا٢ ْأ ِ ُ ُ ُ ٌٗ اٌظّبزٛضسٚ ِٖحّسًا ػج ُس ،ِٓ ٠ْ اٌ ِّسُِٟٗ فْٙ ُِّفَم٠ طًا١ْ ُِط ِز هللاُ ِث ِٗ َذ٠ ْٓ َِ ًُ اٌمبئ،ٓ١ِاَل ػ ُسٌٛق ا .ٓ٠ ٌُٙ ،ٓ١ َ اٌزّبث ِؼٚ ٗأطحب ِثٚ ٌِٗ آٍَٝػٚ ِٗ ١ٍ هللاُ ػٍّٝط ِ ٌَٝثئحسبْ إ ٍ ِ َ اٌ ّسٛ٠ Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah „Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW). Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. dekan FTIK IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. ketua jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga. 4. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN yang telah memberikan pelayanan kepada penulis. viii ix ABSTRAK Nurtadho. 2016. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim Karya al-Zarnuji. Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam.Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag. Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Karakter Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al- Muta‟alim? (2) Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim pada dunia pendidikan Islam? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim, sumber sekundernya diambil dari buku-buku lain, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deskriptif analitis dan content analysis. Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim masih relevan samapai saat ini di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya antara lain, nilai musyawarah, wara‟, tekun, cita-cita luhur, hormad dan hidmad, repek terhadap diri, usaha sekuat tenaga, dan sabar. Nilai-nilai pendidkan karakter tersebut akan sangat membantu di dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam. x DAFTAR ISI 1. JUDUL ...................................................................................................... i 2. LOGO IAIN .............................................................................................. ii 3. NOTA PEMBIMBING ............................................................................iii 4. PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................iv 5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................v 6. MOTTO.....................................................................................................vi 7. PERSEMBAHAN....................................................................................vii 8. KATA PENGANTAR......................................................................... viii 9. ABSTRAK ........................................................................................... x 10. DAFTAR ISI .............................................................................................xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................ 7 C. Tujuan Penelilitian ........................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian ........................................................ 7 E. Penegasan Istilah .............................................................. 8 F. Tinjauan Pustaka…...……………………..…………….. 10 G. Metode Penelitian ..............................................................15 H. Sistematika Penulisan ........................................................18 xi BAB II. KAJIAN TEORI A. Pengertiannilai…………………………….…………… 19 B. Pengertian Karakter …………………….…………....... 21 C. Pendidikan Karakter ……………………..……………. 26 D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter …………………........... 29 E. Prinsip Pendidikan Karakter………………....………..... 36 BAB III. BIOGRAFI AL-ZARNUJI A. Riwayat Hidup al-Zarnuji……………………………… 38 B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji ………………………... 41 C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji……...…….. 42 D. Gambaran Umum Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim……....… 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kitab Ta‟lim al Muta‟allim …...………………………... 56 B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim karya al-Zarnuji ……...…………………… 70 C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim bagi Dunia Pendidikan Islam ….... 80 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................... 83 B. Saran .............................................................................. 11. DAFTAR PUSTAKA 12. LAMPIRAN-LAMPIRAN xii 84 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan di Indonesia semakin kehilangan ruhnya. Hal ini dipengaruhi oleh efek negatif kemajuan teknologi dan informatika yang semakin mudah diakses, tanpa disertakan mental dan moral yang berkualitas. Akibatnya masyarakat bangsa Indonesia dengan mudah menghilangkan nilai-nilai tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian mantab dan mandiri serta rasatanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pendidikan adalah wadah untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Proses pengembangan kemampuan manusia dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik hendaknya berjalan dengan seimbang. Namun, pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata seimbang. Karena gaya pendidikan dan pembelajaran yang cenderung formalistik dan hanya mementingkan capaian akademik semata (Darmiyati zuchdi, dkk., 2013:2). Model pendidikan semacam di atas akan melahirkan para cendikiawan dan pemimpin yang cerdas dan terampil, namum tidak memiliki mental dan moral (karakter) yang berkualitas. Karakter (akhlaqul karimah) yang seharusnya menjadi “perhiasan” manusia dan menjadi pembeda antara manusia dengan hewan 1 malah kurang diperhatikan, bahkan telah dilupakan. Apabila pendidikan yang demikian itu dilestarikan dan dibudayakan, maka degradasi moral pun tidak akan terhindarkan. Degradasi moral tesebut dapat ditunjukan dengan rendahnya rasa hormat, santun, ramah, jiwa kebhinnekaan, kebersamaan, dan kegotong-royongan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, msyarakat Indonesia juga terjangkit “penyakit” anarkisme, narkoba, KKN, dan lain-lain. Perilaku-perilaku semacam itu menunjukan bahwah masyarakat Indonesia terlilit oleh problem moral, ahlak, atau karakter. Melihat fenomena demikian itu, melahirkan keprihatina bangsa Indonesia yang amat mendalam sehingga pada tahun 2010, saat peringatan hari Raya Nyepi di Bali Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan pesan pidato:”Pembangunan watak (character building) amat penting. Kita akan membangun manusia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berbudi perilaku baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demiakian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (goog society).” (Samani dan Hariyanto, 2013:6). Dengan demikian, pendidikan karakter amatlah penting untuk membangun suatu bangsa yang besar, beradab, dan berperadaban. Ir. Soekarno menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak 2 dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.” (Samani dan Hariyanto, 2013:1-2). Dalam agama Islam karakter (akhlakul karimah) adalah hal yang amat diutamakan. Nabi meneyempurnakan Muhammad akhlak diutus oleh karimah Allah (karakter). dengan misi Dalam untuk hadist (http:articles.islamweb.net) disebutkan: ُ َسٍا َُ ِأا َّب ثُ ِئ ْثَٚ ِٗ ١ْ ٍَ هللا َػٍّٝط َُ ِّّ َذ ِألُر َ هللا ِ ُيُْٛ هللاُ َػ ُْٕٗ لَب َي َضسٟ ِ َطحَ َض٠ْ ُ٘ َطَٝػ ْٓ أَ ِث َ ػ ) ػجبغٝاٖ أحّس ػٓ أثٚق (ض ِ َبض ََ األَ ْذل ِ َِ َى Dari Abu Hurairah, Rasulluallh berkata, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”(diriwayatkan oleh Ahmad dari Abaas). Dalam hadis lain yang diriwayatkan oeleh Daraquthni dan Tirmidzi yang penulis ambil dari kitab Ihya‟ Ulumuddin (al Ghozali, t.th:48-49) dikatakan: اْٛ ُِّٕ٠ك اَ ََل فَ َع َ ٍَإَ ّْ هللاَ اِ ْسزَ ْر ِ ٍُ ُح ْس َٓ اٌ ُرَٚ ِٕ ُى ُْ اِ اَل اٌ اس َرب َء٠ْ َظْ ٍُ ُح ٌِ ِس٠ ََلَٚ ِٗ َٓ ٌَِٕ ْف ِس٠ْ ض َ٘ َصا اٌ ِّس ) ٕٝ َّب (ا ذطخٗ اٌسضالطِٙ َِٕ ُى ُْ ث٠ْ ِز “Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini dan Allah tidak akan memberikan kebaikan pada agama kamu semua kecuali dengan bersikap dermawan dan akhlak baik. Oleh karena itu perhiasilah agama kamu semua dengan keduanya.” (dikeluarkan oleh Daruqudni) ثُ َّب١ْ ك هللاَ َح َ َ فَمِٕٝط ِ ْٚ َ ا:َُ َسٍاَٚ ِٗ ٌَِ اٍَٝ َػَٚ ِٗ ١ْ ٍَ هللاُ َػٝطٍا َ ِ ِي هللاْٛ لَب َي َض ُخً ٌِ َط ُسَٚ ِ اِرا:بي ُ ٍُبغ ِث ُر ٍٓ ك َح َس ِ ك إٌا ِ ٌِ َذب: لَب َيَِٝٔب لَب َي ِظ ْزِّٙ ِّْئَخَ اٌ َح َسَٕخَ رُح١ أَ ْر ِج ِغ اٌ ّس: لَب َيُِٝٔو ْٕذَ لَب َي ِظ ْز )ٜ(أذطخٗ رطِص 3 “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi (semoga rahmat dan salam tercurahkan kepada nabi dan keluarganya): “berikanlah wasiat kepadaku!” Maka Nabi bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah sebagaimana engkau menjadi (bertaqwa)!”Laki-laki itu berkata:”Tambahkanlah!”Nabi berkata: “Sertakanlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, Maka berbuatan baik akan melebur perbuatan buruk!” Laki-laki itu berkata lagi: “Tambahkanlah!” Nabi berkata: “Jadikanlah manusia berakhlak baik!” ( dikeluarkan oleh Tirmidzi) Pendidikan karakter dalam Islam berkiblat pada diri Nabi Muhammad saw. sebagai utusan dan nabi terahir. Nabi telah disetting oleh Allah sebagai hamba Allah yang paling sempurna. Nabi adalah suri tauladan (uswatun khasanah) yang sempurna. Dan dalam diri Nabi terdapat nilai-nilai karakter yang “agung”. Dalam Qur‟an surat Al- Qolam ayat 4 Allah berfirman: )4:ٍُُ (اٌم١ْ ُذٍُك َػ ِظٍَٝه ٌَ َؼ َ ِّٔاَٚ “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Aisah pun mengatakan: ْ ٌَ فَمَب,َُ ٍَ َسَٚ ط َلح ْ ٍَُِسئ ْب َ ذ َو َ ِٗ ١ْ ٍَ َػِٝك إٌّج ِ َْٓ َػبئِ َشخُ َض١ِِِٕ ذ أُ َُّ اٌ ُّ ْؤ َ ػ ِ ٍَُب َػ ْٓ ُذْٕٙ هللاُ َػٟ )ٍُاٖ اٌّسُٚذٍُمُُٗ اٌمُطْ أَ َْ (ض Ummul Mu‟minin („Aisah) ditanya tentang akhlak Nabi „alaihi sholatu wa salam, „Aisah menjawab, “Akhlaq rasul adalah qu‟an.”(H.R. Muslim) (http:almoslim.net/node/160472). Dengan demikian, pendidikan karakter dalam perspektif Islam adalah proses internalisasi nilai-nilai adab Nabi kedalam pribadi peserta didik. Nilai-nilai adab 4 (karakter) Nabi adalah hal yang paling diutamakan untuk dicapai dan dimiliki oleh peserta didik. Ibnu Jama‟ah mengatakan bahwa: ... hal paling penting yang harus segera dicapai dan dimiliki oleh seorang intelektual sejak usia muda ialah adab yang baik (Íusn al-adab). … orang yang paling berkewajiban dan paling utama menyandang sifat yang baik dan memangku kedudukan yang luhur adalah kaum intelektual (ahlal‟ilm). Mereka adalah orang-orang yang memperoleh puncak pujian dan terdepan dalam memperoleh julukan pewaris para nabi. Hal itu karena mereka telah mempelajari akhlak dan adab Nabi saw. serta sarah (rekam jejak) para imam dan ulama salaf (Hery Noer Aly, 2012:56). Proses internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan islam tidak lepas dari konsep teologi dan moralitas. Gagalnya pendidikan karakter selama ini, dapat disebabkan karena minus kosep teologi (keimanan) dan adab (moral). Melihat fungsi pendidikan Islam yang amat penting, sebagaimana, Abdurrahman an Nahlawi mengatakan bahwa fungsi pendidikan Islam sebagai pembebasan dan penyelamatan anak didik (Muhammad Arif, 2008:239). Oleh karena itu, untuk membebaskan dan menyelamatkan peserta didik dengan cara membentuk pribadi yang berkarakter dan beradab, maka pendidikan Isalm harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami kedudukanya di hadapan Tuhan, dirinya sendiri, dan masyarakat (lingkungan). Di dalam persidangan mengenai pendidikan Islam yang di adakan di Jeddah, Mekah al Mukarramah tahun 1977 melibatkan 320 tokoh ilmuwan Islam dari 33 buah negara telah menggariskan bahawa matlamat Pendidikan Islam adalah: “Pendidikan haruslah bermatlamatkan membentuk perkembangan individu yang seimbang melalui perkembangan rohani, intelek, emosi dan jasmani. Perkembangan ini membolehkan seseorang individu merasai keterikatan emosinya dengan Islam dan membolehkannya mentaati alQur‟an dan as-Sunnah dan dikawal oleh sistem akhlak Islam dengan rela 5 hati dan gembira yang memungkinkannya menjalankan amanahnya sebagai Khalifah Allah di muka bumi” (Fairus dan Satiman, 2014:50). Pendidikan Islam sangat menghendaki pembangunan individu secara integral. Pembangunan individu dalam aspek rohaniyah (soft skill) dan pembangunan dalam aspek jasmaniyah (hard skill). Sebagaimana, Fairus dan Satiman mengatakan bahwa, pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membentuk manusia seimbang dari segi rohani dan jasmani (Fairus dan Satiman, 2014:50). Berbicara tentang pendidikan Islam, tentu tidak akan terlepaskan dari tokohtokoh pendidikan Islam. Salah satu tokoh yang karyanya sangat terkenal dan monumental adalah al-Zarnuji. Karyanya yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang membahas tentang pendidikan Islam dan telah menjadi rujukan para pakar pendidikan baik di dunia Timur maupun Barat. Dalam kitabnya, al-Zarnuji menawarkan konsep pendidikan yang mengkonsentrasikan learning by doing yang mengacu pada oriented ethic (Hilyatus Saihat, 2008:6). Selain itu, kitab ini juga mengajarkan bahwa, pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan semata, namun yang terpenting adalah transfer nilai moral (Wahdati, 2014:5). Niliai-nilai moral yang diajarkan adalah nilai moral, baik yang bersifat batiniyah maupun lahiriyah. Namun, dalam kitab ini nilai-nilai moral lebih cenderung ditekankan pada aspek nilai moral-transendensi. Dari latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap al-Zarnujitentang nilai-nilai pendidikan karakter yang termuat dalam kitab Ta‟lim 6 al Muta‟alim. Dan penelitian ini, penulis sajikan dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnuji”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian yang akan diteliti pada: 1. Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al- Muta‟allim? 2. Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim pada dunia pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim alMuta‟allim karya al-Zarnuji. 2. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim pada dunia pendidikan Islam. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoretis a. Memberikan sumbangan teori keilmuan tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Islam. b. Dapat digunakan penelitian lebih lanjut secara filosofis dalam membahas nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih radikal, rasional, dan sistematis. 2. Kegunaan praktis 7 Dapat digunakan oleh praktisi pendidikan islam (dosen, guru, dan lain-lain) dalam masalah pendidikan karakter. E. Penegasan Istilah 1. Penegasan konseptual a. Nilai Dalam kamus pendidikan umum nilai dapat diartikan harga, kualitas, pada tingkatan atau dapat diartikan sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Dalam kamus pendidikan umum juga disebutkan nilai pembentuk, nilai praktis dan nilai religious. Nilai pembentuk ialah nilai usaha pendidikan yang dapat mempertinggi pengetahuan, kemampuan prestasi, dan pembentukan watak. Nilai praktis ialah nilai yang dianggap bermanfaat dan berguna bagi kehidupan seharihari. Sedangkan nilai religious ialah sesuatu yang dianggap bermanfaat ditinjau dari perspektif keagamaan (M. Sastrapradja,1978:339). Sedangkan Henry Hazlitt berpendapat bahwa, “Bagi manusia nilai bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai merupakan setandar baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua manusia berbuat. Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang tidak memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan (Henry Hazlitt, 2003:206)”. b. Pendidikan karakter 8 Imam Al Ghozali mengemukakan bahwa karakter ialah watak yang telah tertanam dalam hati yang mudah keluar dalam bentuk perbuatan tanpa melalui proses berfikir dan merenung. Apabila watak itu muncul dengan perbuatan yang baik secara akal dan syara‟ maka itu disebut karakter yang baik (khuluqon khasanan). Dan apabila watak itu mucul dengan perbuatan jelek („afalu qobikhah) maka disebut karakter yang jelek (khuluqon syyian) (Al Ghozali, t.th.:52). Pendidikan karakter didefinisikan oleh Winton ialah usaha sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai pada siswanya. Sedangkan Lickona mengartikan pendidikan karakter ialah usaha secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa (Samani dan Hariyanto, 2013:43-45). c. Ta‟lim al-Muta‟alim Merupakan kitab klasik dan monumental karya Imam Burhanuddin al-Zarnuji. Kitab ini menerangkan tentang etika (ahlak) peserta didik dalam menuntut ilmu agar mendapatkan manfaat ilmu yang dipelajarinya. Dalam kitab ini terdapat 13 bab (fasal). Al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara terus terang didasari oleh rasa keprihatinan terhadap peserta didik yang salah saat belajar (dalam pendidikan). Dalam muqodimah kitab ini, Al-Zarnuji mengungkapkan: “ketika saya memperhatikan siswa (thulabul ilmi) pada zamanku sebenarnya mereka telah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, akan tetapi mereka tidak dapat manfaat dan buah ilmunya. Yaitu dapat 9 mengamalkan ilmunya dan menyebarkanya. Hal ini terjadi karena cara mereka dalam menuntut ilmu salah dan meninggalkan syarat-syaratnya. Karena, barang siapa yang salah jalan, tentu ia akan tersesat dan tidak akan mendapatkan tujuannya baik sedikit maupun banyak”. 2. Penegasan oprasional Agar tidak terjadi kerancuan dan kesamaan dalam penelitiaan ini dengan penelitian yang lain, maka penulis memberikan penegasan bahwa penelitian yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnujiini adalah membahas tentang nilainilai pendidikan karakter yang tercantum dalam teks Kitab Ta‟lim alMuta‟allim karya al-Zarnuji baik secara implisit maupun ekplinsit. F. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran peneliti, peneliti menemukan ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji kitab Ta‟lim al Muta‟allim. Judul-judul penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Relevansi Sistem Pendidikan Tradisonal di Era Konteporer (Studi Kritis Kitab “Ta‟lim al Muta‟alim Tariq al Ta‟alum” Karya Syekh al-Zarnuji) Penelitian ini ditulis oleh Istambul Arifin pada tahun 2003. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang system belajar dan pengajaran yang ditawarkan oleh al-Zarnujidan relevansinya dengan system pendidikan pada masa kontemporer. 10 Penelitian ini dilakukan untuk menyikapi pengapilkasian konsep yang ditawarkan al-Zarnuji pada pendidikan masa kini dalam hubungan guru dan peserta didik yang dirasa tidak terlalu harmonis dalam pembelajaran, dikarenakan peserta didik harus pasif dalam pembelajaran. Hal ini akan menyebabkan ketidak berhasilan dalam pembelajaran, yaitu mencetak manusia yang memiliki kecerdasan secara utuh dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2. Konsep Pendidkan Islam dalam Perspektif Syeh al-Zarnuji(Studi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al Ta‟alum) Penelitian ini ditulis oleh Unun Zumairoh Asr Himsyah pada tahun 2006. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini dia mengungkapkan kosep pendidikan secara umum menurut al-Zarnuji. 3. Konsep Pembelajaran Menurut Imam al Ghozali dan al-Zarnuji(Sebuah Tela‟ah Komparatif) Penelitian ini ditulis oleh Wahyu Wicaksono IAIN Walisongo pada tahun 2012. Penelitian ini membahas persamaan pemikiran konsep pembelajaran Imam al Ghozali dan al-Zarnuji. Bawasanya konsep pembelajaran kedua imam tersebut ialah berlandaskan pada tauhid, moral dan akhlak yang mengacu pada al Qur‟an dan al Hadist. 4. Pendidikan Anak (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, al-Ghozali dan alZarnuji) Tesis Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2001, yang ditulis oleh Maemonah, yang mana dalam hubungannya dengan metode 11 reward and punishmemnt, dalam kitab Ta‟lim al-Muta'allim menurutnya dapat dilihat melalui hubungan guru dan murid. 5. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh Burhanuddin al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim Sekripsi yang ditulis oleh Erwin Laila Wahdati, IAIN Tulungagung tahun 2014. Dalam penelitian ini dia menemukan bahwa internalisasi pendidikan karakter lebih mengarah pada nilai-nilai spiritual yang seharusnya menjadi dasar penanaman karakter bagi peserta didik. Internalisasi karakter tersebut adalah mudzakarah, pemberian nasehat, danstrategi pembentukan mental jiwa secara religius, diantaranya dengan niat dan istifadah. 6. Studi Analisis Pemikiran imam al-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru Murid dalam Kitab Ta‟limul Muta‟allim Karya Sri Khomsatun Khoiriyah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. Yang mana dalam kajian ini peneliti meneliti secara khusus tentang pola hubungan guru-murid berdasarkan pemikiran imam al-zarnuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pemikiran imam al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim, yang memberi acuan terhadap pola hubungan guru dan murid, yaitu: (1) Murid tidak akan memperoleh ilmu yang manfa‟at tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya penghormatan murid terhadap guru. (2) Kontekstualisasi hubungan guru murid menurut imam al-Zarnujimenunjukkan,bahwa penempatan guru pada 12 posisi terhormat, sehingga pemikiran imam al-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya. 7. Konsep Belajar dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Penelitian Individu (Puslit IAIN Walisongo Semarang, 2000) yang ditulis oleh Drs. Nurul Huda M.Ag. Di dalamnya terdapat pembahasan tentang konsep belajar menurut al-Zarnuji dan ini lebih menawarkan konsep belajar dalam batas kewajaran yang kesemuanya dapat diterima oleh akal dan didasarkan dari hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawab.kan secara ilmiah. 8. Pemikiran Pendidikan Syeh al-Zarnuji(Studi Tentang Hubungan antara Guru dan Peserta Didik dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al Ta‟alum) Ditulis oleh Suprihatin pada 2004. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. dalam penelitan ini, dijelaskan tentang hubungan dan kedudukan antara guru dan murid dalam perspektif al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim alMuta‟allim Tariq al Ta‟alum. 9. Konsep Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-Zarnuji Sekripsi dengan judul ini ditulis oleh Eka Fitriyah Anggraini Fakultas Tarbiyah UIN Malang pada tahun 2009. Dia menjelaskan konsep etika yang harus dimiliki oleh peserta didik ketika menuntut ilmu serta relevansi konsep tersebut dalam konteks masa kini menurut al-Zarnuji. 13 10. Relevansi Konsep Pendidikan al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dalam Sistem Pendidikan Pesantren Penelitian yang ditulis oleh Supriyanto STAIN Tulungagung pada tahun 2011 memaparkan bahwa system pendidika pesantren sangat relevan dengan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Hal ini diungkapkan karena dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ilmu yang harus dipelajari terlebih dahulu ialah ilmu hal, sesuwai dengan system pendidikan pesantren yang sangat mengutamakan ilmu hal (akhlak/budi pekerti). 11. Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim Karangan Syikh Az Zarnuji) Penelitian itu ditulis oleh Anisa Nandiya pada tahun 2013 di STAIN Salatiga. Dalam penelitian ini dia menemukan ada dua etika yang harus dimiliki oleh murud yaitu etika murid terhadap ilmu dan etika murid terhadap guru. Etika murid terhadap ilmu yaitu membersihkan hati dari sifat buruk, mengisi jiwa dengan fadhilallah, tidak mengganti guru dan berpikir panjang jika ingin menggantinya, menghormati guru, tidak boleh membebani guru dengan banyak pertanyaan, bersungguh-sungguh dan tekun belajar, mengulang-ulang pelajaran, member salam kepada guru, mencintai dan jiwa persaudaraan dengan sesame murid. Sedangkan etika murid kepada guru yaitu tidak berjalan di depan guru, tidak duduk ditempat guru kecuali ada ijin guru, tidak memulai bicara kecuali ada ijin guru, tidak berbicara di depan guru, tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek, 14 harus menjaga waktu, tidak boleh mengetuk pintunya, dan menunggu sampai guru keluar. 12. Pengaruh Pengajaran Kitab Ta‟limul Muta‟alim Terhadap sikap Ta‟dzim Siswa Kelas XI MA Ma‟arif Ponggol Grabag Magelang Tahun Pengajaran 2014/2015 Sekripsi ini ditulis oleh Zuhanul Khasanah tahun 2015 di STAIN Salatiga. Dalam skripsi dia menemukan dan menyimpulkan bahwa pengajaran kitab Ta‟limul Ta‟alim terdapat pengaruh yang signifikan terhadap sikap ta‟dzim siswa kelas XI di Ma MA”RIF kelas Ponggol Grabag Magelang tahun pengajaran 2014/2015 dengan ketentuan: pengajaran Kitab Ta‟limul Ta‟alim dengan kategori sangat baik 36%, kategori baik 58%, dan ketegori cukup 6%. Sedangkan dalam pembentukan sikap ta‟dzim siswa dengan kategori sangat baik 78%, kategori baik 25%, dan kategori cukup 3%. Berdasarkan penelitian yang telah ada sebelumnya, belum ada yang meneliti tentang nilai-nilal pendidikan karakter dalam perspektif al-Zarnuji. Dengan demikian penulis bermaksud melakukan penelitian pendidikan karakter dalam perspektif al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim Karya Imam al-Zarnuji. G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian 15 Bentuk penelitian ini adalah bentuk penelitian kepustakaan (library research). Mestika (2008:3) mengartikan library research adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mengolah bahan penelitian. Sedangkan Sutrisno (1989:9) berpendapat, library research adalah penelitian dengan cara mengadakan studi secara teliti literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Metode di atas juga bisa disebut metodologi penelitian kualikatif. Metodologi penelitian kualaikatif biasanya memanfaatkan metode wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Lexy J.moleong, 2010:5). Metode penelitian kualikatif juga dapat disebut denga metode artistic, karena proses penelitian lebih bersifat seni (tidak terpola) (Sugiono: 2009:7). 2. Sumber data Dalam penelitian ini, sumber data diambil dari dua sumber yaitu dari sumber data primr dan sumber data sekunder. a. Sumber data primer Sumber data primer ialah sumber data yang diambil secara langung dari naskah asli karya al-Zarnuji. Dalam peneitian ini penulis menggambil data langsung dari naskah syarah (penjabaran) Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya Ibrahim bin Isma‟il. b. Sumber data sekunder Dalam sumber data sekunder penulis mengambil data dari dokumen-dokumen yang mendukung dalam penelitian ini tentang nilainilai pendidikan karakter pada kitab Ta‟im al Muta‟alim karya al-Zarnuji. 16 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumen yaitu pengambilan sumber data dari dokumen-dokumen, baik berbentuk buku, majalah, artikel, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya Al-Zarnuji. 4. Teknik analisa data a. Metode analisis deskriptif Metode analisis deskriptif adalah usaha mengumpulkan suatu data dan menyususun suatu data dari bentuk yang umum, kemudian dilakukan analisis terhadap data itu. Lexy J. Moleong menambahkan bahwa data yang dikumpukan berupa kata-kata dan gambar, bukan berupa angka-angka. Hal ini disebabkan karena paparan metode kualikatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti (Lexy J. Moleong, (2010:11). Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data dari dokumen untuk menggambarkan penyajian penelitiaan. b. Metode content analyses (kajian isi) Metode ini digunakan untuk mengetahui isi dan ma‟na dari berbagai data penelitian. Pendekatan dengan metode ini mengharuskan analisis yang obiektif, sitematis, dan general supaya dalam pembuatan dan penarikan kesimpulan memeroleh hasil yang shohih. Noeng Muhajir (1996:69) mengatakan “content analysis harus mengikuti hal-hal berikut: objektif, 17 sistematis, dan general”. Sedangkan Weber menambahkan, kajian isi merupakan metodologi penelitian yang dimanfaatkan seprangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang shohih dari sebuah buku atau dokumen (dalam Lexy J. moleong 2010:220). H. Sistematika Penulisan Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan membagi menjadi lima bab yang meliputi, BAB I Pendahuluan, BAB II Kajian Teori, BAB III Biografi alZarnuji, IV Hasil Penelitian, dan BAB V Penutup. 1. Bab I Pendahuluan: untuk mengantarkan penelitian secara metodologis yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan teori, teknik pengumpulan data, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab II Kajian Teori: dalam kajian teori ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian nilai, pengertian karakter, pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, dan prinsip pendidikan karakter. 3. Bab III Biografi al-Zarnuji: dalam bab ini penulis akan memaparkan riwayat hidup, riwayat pendidikan, situasi pendidikan pada masa al-Zarnujidan gambaran umum karya al-Zarnuji. 4. Bab IV Hasil Penelitian: dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang isi kitab Ta‟lim Muta‟alim terlebih dahulu, kemudian membahas tentang nilainilai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ta‟lim al Muta‟alim. 5. Bab V Penutup: berisi kesimpulan dan saran-saran. 18 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Nilai Masalah nilai memang sulit untuk dijelaskan dan digambarkan. Akan tetapi, nilai merupakan yang menarik, yang dicari, yang disukai, dan diinginkan, dengan kata lain “sesuatu yang baik”. Hans Jonas mengatakan nilai adalah sesuatu yang ditunjukan dengan kata “Iya” (Bertens, 1997:139). Sebagaimana, Henry Hazlitt (2003:206) mengatakan; “Bagi manusia nilai bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai merupakan setandar baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua manusia berbuat. Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang tidak memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (http://kbbi.web.id/nilai) nilai memiliki beberapa arti. Nilai adalah harga, harga uang angka kepandaian. Nilai juga diartikan banyak-sedikitnya isi, kadar, dan mutu. Selain itu nilai juga mempunyai arti sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Dan nilai berarti sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (diperbarui 23 Juni 2014, pukul 06:54) nilai adalah alat yang menunjukan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan ahir tertentu secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan ahir yang berlawanan”. Dalam Encyclopedia Britanica dalam (Sarjono, 2005:136) disebutkan nilai adalah sesuatu yang menentukan atau suatu kualitas obyek yang melibatkan suatu jenis atau apresiasi atau minat. 19 Berdasarkan analisis K. Bertens (1997:141) sekurang-kurangnya nilai mempunyai tiga ciri, yaitu: 1. Nilai berkaitan dengan subyek, 2. Nilai tampil dalam konteks praktis, dan 3. Nilai-nilai menyangkut sifat-siyat yang “ditambah” oleh supyek pada sifatsifat yang dimiliki oleh obyek. Dari analisis Bertens dapat dikatakan nilai adalah hal yang subyektif dalam memberikan apresiasi (penilaian) terhadap obyek. Sebuah obyek akan dianggap memiliki nilai tergantung pada subyek yang memandang. Misalnya, musik punk akan memiliki nilai keindah apabila didengarkan dan dinikmati oleh orang yang menyukai musik punk, sedangkan orang yang tidak menykai music punk akan menganggap music punk tidak memiliki nilai apa-apa (non-nilai). Sedangkan Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Nilai matrial Nilai matrial adalah nilai yang berguna bagi unsur jasmani manusia. Seperti contoh, makanan, pakaian, rumah, dll. 2. Nilai vital Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna untuk aktivitas manusia. Contohnya, bagi pelajar buku memiliki nilai vital, karena adalah benda yang penting bagi aktifitas dalam pembelajaran. 20 3. Nilai kerohaniaan Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu: a. Nilai kebenaran, bersumber pada unsur rasio manusia, budi, dan cipta. b. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa atau intuisi. c. Nilai moral, bersumber pada kehendak manusia atau kemauan (karsa, etika). d. Nilai religi, bersumper pada nilai ketuhanan , merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber dari keimanan dan keyakinan kepada Tuhan. Nilai religi bersumber pada penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk memahami arti dan ma‟na kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi sebagi sumber moral yang dipercayai sebagi rahmat dan rida Tuhan (Syarbaini, 2011:34). Dengan demikian, dari apa yang telah dipaparkan, penulis mengambil kesimpulan bahwa nilai adalah harga dan guna dari kualitas obyek (benda) yang diberikan oleh subyek (penilai). Sebuah benda (obyek) akan bernilai jika memiliki kegunaan. Baik kegunaan yang bersifat jasmani maupun kegunaan yang bersifat rohani. B. Pengertian Karakter Karakter bila ditelusuri berasal dar bahasa Latin “Kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa inggris, “character”, dan dalam bahasa Indonesia, “karakter”, Yunani “character” dari kata “chrassein” yang berarti membuat 21 tajam, membuat (Abdul Majid, dkk., 2013:11). Karakter dalam Kamus Ilmiah Populer berarti tabiat, watak, pembawan, dan kebiasaan (Partanto dan Dahlan, 1994:306). Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan , ahlak atau budipekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawentahkan dalam perilaku. Menurut Syarbaini (2011:211) karakter adalah sistem daya juang (daya dorong, daya gerak, dan daya hidup) yang berisikan tata kebijakan akhlak dan moral yang terpatri dalam diri manusia. Jack Corly dan Thomas Phillip beranggapan bahwa karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah dalam tindakan moral (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Kant menambahkan, tindakan moral harus mampu memenuhi tujuanya yaitu mencapai kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi ialah keluhuran budi (virtue) (Palmquis, 2007:301). Oleh karena itu, kehidupan yang berbudi luhur harus dicari tanpa mempedulikan kebahagiaan pribadi. Ki Hajar Dewantara memberikan pemahaman definisi karakter dengan menyebutkan susila dan adab (Suyata, dkk., 2001:14). Kedua sikap itu diartikan dengan arti yang sama, tetapi keduanya dirangkai untuk menyempurnakan sifat manusia; hidup batin manusia yang luhur (adab) dan hidup lahirnya yang halus dan indah. Sehingga dimensi kemanusiaan dan ke-Tuhanan tercermin dalam pribadi manusia yang susila dan beradab. Menurut Lickona karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan 22 akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills) (Muhdar HM, 2013:110). Hal lain, karakter didefinisikan berbeda oleh Robert Marine karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun pribadi seseorang (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Doni Koesoema mendefinisikan kareakter adalah kepribadian yang merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (Marzuki, http:.//staff.uny.ac.id.). Di dalam kultur Jawa karakter di gambarkan dengan istilah “Kacang ora ninggal lanjaran.” dengan maksud bahwa karakter adalah sifat keturunan (heredidtas) yang terdapat dalam didri seseorang yang berasal dari kedua orang tuanya. Selanjutnya, untuk menghilangkan kebiasan istilah yang sering berlaku dalam pembahasan pendidikan karakter antara karakter, akhlak, etika, dan moral, maka penulis akan menguraikan persamaan dan perbedaan secara singkat istilahistilah tersebut. Akhlak secara bahasa bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (Djatnika, 1987:25). Dalam kepustakaan, akhlak diartikan sikap yang melahirkan perbuatan yang mungkin baik atau mungkin buruk (Daud Ali, 2008:346). Dengan demikian, akhlak dapat disebut sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia yang mungkin memiliki nilai baik atau buruk. Perbuatan bisa disebut sebagai pencerminan akhlak jika memenuhi 23 dua syarat yaitu, dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan sendirinya tanpa ada pemikiran atau pertimbangan (Daud, 2008:348). Istilah etika dan moral. Etika adalah ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia (Istighfarotur Rahmaniyah, 2010:57). Dalam perkembanganya etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas moralitas manusia. Pembahasanya meliputi kajian praksis dan reflektif filsafat atas moralitas secara normatif. Kajian praksis menyentuh moralitas sebagai perbuatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan susila atau asusila. Sementara, refleksi filsafat tentang ajaran moral filsafat adalah mengajarkan bagaimana moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggung jawab (Syahrial Syarbaini, 2011:11). Selanjutnya istilah “moral” biasa diartikan sebagai kesusilaan atau akhlak yang mengandung tata tertib batin yang menjadi pembibing tingkah laku batin dalam hidup (Masnur Muslich, 2011:20). Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin yaitu kata “mos” yang berarti, tata cara, adat istiadat atau kebiasaan. Moral memiliki arti yang sama dengan kata “etika” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “ethos”, dan dalam bahasa Arab memiliki arti yang sepadan dengan kata “akhlaq” (Bamabng Daroeso, 1986:20). Dengan demikian, dapat disimpulkan atara karakter, akhlak, etika dan moral memiliki pesamaan di dalam istilah. Sedangkan perbedaannya, Moral adalah pengetahuan individu tentang baik dan buruk. Karakter adalah watak yang timbul secara langsung dari otak. Etika adalah cabang ilmu filsafat tentang moral. Sedangkan akhlak adalah sifat manusia yang terdidik. 24 Di dalam penelitian Muhdar HM (2013:115-116) yang berjudul Pendidikan Karakter Menuju SDM Paripurna, Muhammad al-Abd memberikan gamabaran perbedaan antara moral, karakter, dan akhlak. sebagai berikut: Moral, karakter dan akhlak memiliki perbedaan. Moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal baik dan buruk yang ada dan melekat dalam diri seseorang. Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores dari suku kata mos, yang artinya adat istiadat, kelakuan tabiat, watak. Moral merupakan konsep yang berbeda. Moral adalah prinsip baik buruk sedangkan moralitas merupakan kualiras pertimbangan baik buruk. Pendidikan moral adalah moral pendidikan. Moral pendidikan adalah nilainilai yang terkandung secara built in dalam setiap bahan ajar atau ilmu pengetahuan. Akhlak (bahasa Arab), bentuk plural dari khuluq adalah sifat manusia yang terdidik. Karakter adalah tabiat seseorang yang lansung didrive oleh otak. Munculnya tawaran istilah pendidikan karakter (character education) merupa kankritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Sementara, Dharma Kesuma dkk. (2012:24) memposisikan istilah karakter pada posisi yang lebih luas daripada istilah-istilah yang lain. karakter sekurangkurangnya berada pada wilayah disiplin psikologi, etika, antropologi budaya dan pedagogik. Studi karakter dan pendidikan karakter sudah sangat maju. Studi psikologi ini bersifat empiris-analitis. Studi filsafat etika bukan tertuju pada karakter, tetapi pada isi karakter atau ajaran karakter/moral/akhlak/etika/susila. Studi filsafat etika bersifat rasional, radikal, kritis, sebagaimana halnya studi filsafat. Studi antropologi budaya tertuju pada isi karakter/moral/akhlak/etika/susila dalam bentuknya yang empiris yang dihidupi dalam kehidupan harian kelompok sosial. Setudi pedagogik melibatkan melibatkan semua studi tersebut dengan tujuan membantu individu atau kelompok agar mengalami perkembangan karakter moral/akhlak/etika/susila/watak/tabiat. 25 C. Pendidikan Karakter Pendidikan adalah menciptakan manusia yang lebih manusiawi. Andrias Harefa (2002:41) mengutarakan sudut pandangnya, bahwa pembelajaran (pendidikan) harus melahirkan manusia yang mampu memanusiakan dirinya, masyarakat lingkungan dan bangsa. Artinya pendidikan harus mampu membentuk dan mengembangkan potensi (fitroh) manusia yang sudah ada secara alamiah yaitu sifat aktif dan kreatif sebagai perwujudan diri. Manusia adalah pribadi yang hidup, yang dapat tumbuh dan berkembang dan maksud dari pendidikan sebagaimana Whitehead adalah untuk merangsang dan membibing perkembangan diri pribadi manusia (Soewandi, dkk. 2005:7). Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadiaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Kihajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup-tumbuhnya anak-anak, maksudnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka menjadi manusia dan menjadi anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (http://belajarpsikologi.com di akses tgl., 30 september 2015 jam 12:44). Dari uraian diatas, penulis mencoba mengambil kesimpulan dan menyusun kembali definisi pendidikan secara sederhana. Menurut hemat penulis, pendidikan 26 adalah peoses dan usaha sadar dalam merangsang, membimbing membentuk, dan mengembangkan potensi manusia (afektif, kognitif, dan psikomotorik) lahir dan batin agar menjadi manusia sempurna (insan kamil). Dari definisi-definisi pendidikan yang telah dipaparkan diatas, Nampak bahwa praktik pendidikan di Indonesia tidak berjalan sempurna, pendidikan yang dilembagakan dalam bentuk pendidikan formal atau pun nonformal tidak mencerminkan arti pendidikan yang sesungguhnya. Pratik pendidikan yang terjadi cenderung bersifat formalistik dan hanya sekedar transfer ilmu kepada peserta didik. Sehingga pendidikan mengalami reduksi ma‟na. Penulis mengutip peryataan Andrias (2002:194) dari bukunya yang berjudul Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup untuk menujukan bahwa lembaga pendidikan telah kehilangan fungsinya. Dia menyatakan bahwa: … lembaga persekolahan sebenarnya diberi misi terselubung, yaitu untuk melestarikan kekuasaan dan status quo. Terlepas dari pernyataan misi (mission statement) resmi yang tercantum dalam AD/ART lembagalembaga pengajaran tersebut, yang umumnya berisi kata-kata luhur dan mulia, misi lembaga pesekolahan yang sesungguhnya adalah yang terselubung itu … Disadari atau tidak, banyak pihak memandang lembaga pendidikan tak ubahnya sebagai sebuah pabrik. Peserta didik dipandang sebagai “bahan baku” yang siap dioleh mesin-mesin. (Djoko dan Gatut, 2012:48). Dalam hal ini, “bahan baku” adalah benda mati yang tidak memiliki hak untuk menentukan dirinya. Alangkah baiknya, lembaga pendidikan formal atau nonformal membersihkan image yang semacam di atas dan kembali kepada ma‟na pendidikan yang sebenarnya. Karena lembaga pendidikan formal ialah institusi pendidikan kedua setelah keluarga yang berperan besar dalam pembentukan dan 27 pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan kepribadian peserta didik. Sangatlah wajar dan logis, jika lembaga pendidikan diharapkan berperan besar dalam pendidikan karakter. David Brooks mengemukakan alasan bahwa, sekolah adalah tempat yang sangat setrategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah (Djoko dan Gatut, 2012:50). Pendidikan karakter di Indonesia merupakan ilmu dan hal yang masih baru. Meskipun, pendidikan karakter sesungguhnya telah dikenalkan sejak tahun 1900an oleh Thomas Lickon, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character:How Our School Can Teach Respect and Responsibility (http:.//staff.uny.ac.id./sites). Sehingga, pendidikan karakter di Indonesia belum bisa dipahami secara menyeluruh. Menurut Lickon pendidikan karakter ialah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti (Samani dan Hariyanto, 2013:44). Pendidikan karakter didefinisikan oleh Aunillah (2011:65) sebagai sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil. 28 Winton mendefinisikan pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya. Sedangkan, Burke memberikan pemahaman bahwa, pendidikan karakter adalah bagian dari pembelajaran yang baik, dan merupakan pendidikan fundamental dari pendidikan yang baik (Samani dan Hariyanto, 2013:43). Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya mengajarkann ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebaikan di dalam kepribadian seseorang. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan (Wanda Chrisyana, 2005:83). D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pendidikan karakter berkaitan dengan nilai-nilai, perilaku yang baik, dan sikap positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab (Zamroni, dkk., 2011:174). Pendidikan karakter barkaitan dengan pengembangan kemampuan individu, menentukan tujuan dalam hidup, dan mengambil sikap dalam bertindak. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dibiasakan dan dilaksanakan secara berkelanjutan agar tidak berhenti pada satu titik tertentu. Aristoteles mengatakan, pendidikan karakter itu erat kaitanya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan atau dipraktikan (Zuchdi, dkk. 2009:10). Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan terus menerus oleh individu akan memengaruhi individu dalam mengambil sikap dan tindakan. sikap dan 29 tindakan inilah yang akan memberikan kredit “berkarakter” atau tidak kepada individu. Pendidikan karakter memiliki fungsi yang amat penting. Dalam Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Hasana, 2013: 190) dinyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi: 1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, dan berperilaku baik. 2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur. 3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, tentu dalam pengambilan nilai-nilai pendidikan karakter tidak lepas dari idiologi pribadi bangsa Indonesia. Indonesia yang merupakan bangsa dan negara berke-Tuhanan, mengedepan tradisi, sosial, serta kebudayaan, lantas, buakan mustahil apabila dalam pengambilan nilai-nilai pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam hal-hal tersebut. Sebagaimana Hasana, menyebutkan, nilai-nilai pendidikan karakter yang berkembang di Indonesia bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia saat ini, yaitu: 1. Religius, merupakan suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada kebenaran, menghindari perilaku yang salah, serta menjadikan dirinya menjadi orang yang selalu dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 30 3. Toleransi, suatu tindakan dan sikap yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda pendapat, sikap, dan tindakan dengan dirinya. 4. Disiplin, suatu tindakan tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakannya. 5. Kerja keras, suatu upaya yang diperlihatkan untuk selalu menggunakan waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan selesai tepat waktu. 6. Kreatif, berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa yang telah dimilikinya. 7. Mandiri, kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya. 8. Demokratis, sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang sama. 9. Rasa ingin tahu, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas dalam berbagai aspek terkait. 10. Semangat kebangsaan, suatu cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta tanah air, suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsanya. 31 12. Menghargai prestasi, suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/komunikatif, suatu tindakan yang memperlihatkan rasa senang, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain. 14. Cinta damai, suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan bangsa. 15. Senang membaca, suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli sosial, suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi. 17. Peduli lingkungan, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 18. Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Penelitian Liliek Channa, Dosen FITK UIN Sunan Ampel yang berjudul Pendidikan Karakter dalam Perspektif Hadis Nabi SAW menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif Islam dibagi menjadi empat, yaitu: 32 1. Nilai perilaku terhadap Tuhan, meliputi, taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, dan tawakkal (berserah diri kepada Tuhan). 2. Nilai perilaku terhadap diri sendiri, meliputi, reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar,berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil,rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet atau gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai, dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib. 3. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia meliputi: taat peraturan, toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain, pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati dan konstruktif. 4. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan meliputi: peduli dan bertanggung jawab terhadap pelestarian,pemeliharaan dan pemanfaatan tumbuhan, binatang dan lingkungan alam sekitar. Sementara, Mochlas Samani dan Hariyanto (2011:70) mengutip Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan dalam Bahan Pendampingan Guru Sekolah Swasta Tradisional (Islam) telah menginventarisasi Domain Budi Pekerti Islami sebagai nilai-nilai karakter yang seharusnya dimiliki dan 33 ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam sebagaimana disampaikan sebagai berikut : 1. Nilai karakter terhadap tuhan: iman dan taqwa, tawakal, syukur, ihlas, sabar, mawas diri, disiplin, berfikir jauh kedepan, jujur, amanah, pengabdian, susila, dan beradap. 2. Nilai karakter terhadap diri sendiri: Adil, jujur, mawas diri, disiplin, kasih sayang, kerja keras, pengambil resiko, berinisiatif, kerja cerdas, kreatif, berpikir jauh ke depan, berpikir matang, bersahaja, bersemangat, berpikir konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, angguh, ulet, berkemauan keras, hemat, kukuh, lugas, mandiri, menghargai kesehatan, pengendalian diri, produkti, rajin, tekun, percaya diri, tertib, tegas, sabar, dan ceria atau periang. 3. Nilai karakter terhadap keluarga: adil, jujur,disiplin, kasih sayang, lembut hati, berpikir jauh ke depan, berpikir konstruktif, bertanggug jawab, bijaksan, hemat, menghargai kesehatan, pemaaf, rela berkorban, rendah hati, setia, tertib, kerja keras, kerja cerdas, amanah, sabar, teggang rasa, bela rasa / empati, pemura, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka. 4. Nilai karakter terhadap orang lain: Adil, jujur, disiplin, kasih sayang, lembut hati, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan, pemaaf, rela berkorban, rendah hati, tertib, amanah, sabar, tenggang rasa, bela rasa / empati, pemurah, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka. 5. Nilai karakter terhadap masyarakat dan bangsa: adil, jujur, disiplin, kasih sayang, lembut hati, berinisiati, erja keras, kerja cerdas, berpikir jauh ke 34 depan, bijaksana, berpikir konstrukti, bertanggung jawab, menghargai kesehatan, produktif, rela berkorban, setia, tertib, amanah, sabar, tenggang rasa, bela rasa / empati, penurah, dan ramah tamah. 6. Nilai karakter terhadap alam lingkungan: adil, amanah, disiplin, kasih sayang, kerja keras, kerja cerdas, berinisiatif, berpikir jauh ke depan, berpikir konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan dan kebersihan, dan rela berkorban. Sementara menurut CEO IDEAL (Zuchdi, 2009:44) terdapat tujuh nilai karakter yang dipilih dan dibudayakan. Dalam penelitianya, ternyata tujuh nilai karakter yang itu dipilih berbeda-beda. Dari keseluruhan karakter yang dipilih ialah sebagai berikut: 1. Honest (jujur) 2. Forward looking (berpandangan jauh) 3. Competent (kompeten) 4. Inspiring (bisa member inspirasi) 5. Intelligent (cerdas) 6. Fair minded (adil) 7. Broad minded (berpandangan luas) 8. Supportive (mendukung) 9. Straightforward (terus terang) 10. Dependable (bisa diandalkan) 11. Cooperative (kerjasama) 35 12. Determined (tegas) 13. Imaginative (berdaya imaginasi) 14. Ambitious (berambisi) 15. Courageous (berani) 16. Caring (perhatiaan) 17. Mature (matang) 18. Loyal (setia) 19. Self-controlled (penguasaan diri) 20. Independent (independen) Dari semua butir nilai-nilai pendidikan karakter yang telah disebutkan di atas, dapat diketahi bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh semua peserta didik meliputi nilai-nilai yang bersumber dari agama maupun nilainilai yang bersumber dari ajaran moral. E. Prinsip Pendidikan Karakter Untuk menju pendidikan karakter holistik dan agar sampai pada tujuan pendidikan karakter, maka tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip pendidikan karakter. Karena prinsip adalah hal yang paling fundamental dan utama, hal yant tidak boleh tak ada dalam bertindak. Prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi pengalaman dan pema‟naan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu. Ending Mulyatiningsih (http:.//staff.uny.ac.id.), dosen FT UNY dalam penelitianya yang berjudul Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa mengutip 11 prinsip pendidikan karakter 36 yang disusun oleh The Character Education Partnership, sebagai berikut; (1) mempromosikan nilai-nilai kode etik berdasarkan karakter positif; (2) mendefinisikan karakter secara komprehensip untuk berpikir, berperasaan dan berperilaku; (3) menggunakan pendekatan yang efektif, komprehensif, intensif dan proaktif; (4) menciptakan komunitas sekolah yang penuh kepedulian; (5) menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dan mengembangkan tindakan bermoral; (6) menyusun kurikulum yang menantang dan bermakna untuk membantu agar semua siswa dapat mencapai kesuksesan; (7) membangkitkan motivasi instrinsik siswa untuk belajar dan menjadi orang yang baik di lingkungannya; (8) menganjurkan semua guru sebagai komunitas yang profesional dan bermoral dalam proses pembelajaran; (9) merangsang tumbuhnya kepemimpinan yang transformasional untuk mengembangkan pendidikan karakter sepanjang hayat; (10) melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam pendidikan karakter; (11) mengevaluasi karakter warga sekolah untuk memperoleh informasi dan merangcang usaha usaha pendidikan karakter selanjutnya. Sedangkan Marzuki, dalam penelitaannya berjudul Prinsip Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam membandingkan prinsip pendidikan karakter dalam Islam melalui tokoh Islam Fahru Ad Den Ar Rozi dan Al Ghozali dengann tokoh sekuler Michele Borba dan Howard Kirschenbaum. Dr. Marzuki memberikan penjelasan bahwa prinsip pendidikan karakter akan lebih menuai hasilnya apabila kedua prinsip itu dipadukan (digabungkan) menjadi satu. Yaitu prinsip yang bersifat teologi dan prinsip moralitas. 37 Jepang dalam pendidikan karakter mengenalkan 7 Prinsip Bushido Jepang, yaitu: gi (integritas), yu (berani dan setiya), jin (murah hati dan mencintai sesame), re (santun), makoto (tulus dan ihlas), meiyo (kemulyaan dan kehormatan), dan chugo (loyal) (Zuchdi, 2009:47). 38 BAB III BIOGRAFI al-Zarnuji A. Riwayat Hidup al-Zarnuji Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah karya yang amat terkenal dan monumental di berbagai dunia akademik, baik di bangku perkuliahan, pendidikan persekolah, maupun di dalam dunia pesantren, baik salafi maupun modrn. Hal yang amat kontradiksi terjadi kepada pengarangnya yang biasa disebut al Zarnuj. Bukan tanpa sebab para pengkaji Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim tidak mengetahi riwayat penulis, memang literature yang menuliskan riwayatnya belum diketahui secara pasti. Nama asli al-Zarnuji belum diketahui kepastiannya, setidaknya terdapat tiga nama yang dikemukakan oleh Erwin Laila Wahdati dalam sekripsinya yang berjudul Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh Burhanuddin al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim. Ia mengutip dari penelitian-penelitian sebelumnya: Beberapa penelitian telah menyebutkan nama lengkap al-Zarnuji dengan nama yang berbeda-beda. Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sholeh dalam literature sekripsinya, khoiruddin al-Zarkeli menyebut nama alZarnujiadalah al Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin. Sebagimana dikutip oleh Muhammad Arifin, M. Ali Hasan Umar, dalam sampul buku al-Zarnuji, menyebutkan nama lengkap al-Zarnujiadalah Syaih al Nu‟man bin Ibrahim bin Isma‟il bin Kholil al-Zarnuji. Disisi lain ada juga menyebutkan nama lengkapnya adalah Syaikh Tajuddin Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji (Wahdati, 2014:39-40). Dari kutipan di atas, dapat diketahui ketiga nama itu adalah al Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin, al Nu‟man bin Ibrohim bin Isma‟il bin 39 Kholil al-Zarnuji, dan Tajuddin Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji. Sementara, nama yang disebutkan terahir hampir terdapat kemiripan dengan alZarnuji yang lain, nama lengkapnya adalah Tajudin Nu‟man bin Ibrohim alZarnuji, dia juga ulama besar dan pengarang yang wafat pada tahun 640 H/1242 M (Dicky Wirianto, 2013:175). Sebutan “al Zarnuji” adalah nama marga yang diambil dari sebuah tempat di mana dia berada yaitu kota Zarnuj. Selain dikenal denangan nama itu, ada yang menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama) sehingga menjadi Syaikh Burhanuddin al-Zarnuji. Ada juga yang menyebutnya dengan Burhan al Islam (bukti kebenaran Islam) (Anisa Nandiya, 2013:14). Sebagaimana peneliti-peneliti sebelumnya, mengenai tempat kelahiran alZarnuji penulis juga belum menemukan literature yang baru dan bisa menunjukan keterangan yang pasti dimana al-Zarnuji dilahirkan. Dan sesuai dengan keterang yang penulis dapatkan, al-Zarnujin dilahirkan di dairah Zarnuj diambil dari nama marganya yang tersemat di nama belakang. Sedangkan dairah Zarnuj itu sendiri terjadi tiga penafsiran yaitu Negara Afghanistan, Turki, dan Turkistan. Untuk menunjukan hal itu, penulis mengutip pernyataan Maryati dalam sekripsi yang berjudul “Konsep Pemikiran Buhannudin al-ZarnujiTentang Pendidikan Islam” yang dia kutip dari beberapa peneliti, sebagai berikut: Mengenai daerah tempat kelahiran juga tidak ada keterangan yang pasti. Tapi jika dilihat dari nasabnya, yaitu al-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari Zarandji, sebuah kota di Persia dan Sijistan sebuah kota selatan Heart (sekarang Afganistan). Mengenai hal ini Mochtar Affandi mengatakan “It is a city in Persia wich was formally a capital and city of Sajidjistan to the south of Heart (now Afghanistan)”. Pendapat senada dikemukakan oleh Abdul Qodir Ahmad bahwa al-Zarnujiberasal dari suatu dairah yang kini dikenal dengan nama 40 Afghanistan. Pada sisi lain, ada yang berbeda pendapat menurut al Quraisyi, Sebutan “Zarnuj”, yaitu sebuah perkampungan yang terletak di Turki. Sedangkan Yaqut al Humawi menisbatkan kata “Zarnuj” kepada perkampungan pekerja di Turkistan (Maryani, 2014:31). Diduga al-Zarnuji lahir pada tahun 570 H, informasi itu penulis temukan dalam skripsi Hilyatus Saihat yang berjudul Konsep Memulyakan Guru Menurut al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim yaitu: . “… Afandi Muchtar mendapat informasi lain tentang tentang alZarnuji berdasar dari Ibn Khalilkan , yaitu; Menurutnya imam al-Zarnuji adalah seorang guru Imam Rukn Zada Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada juga berguru pada Syekh Ridau al Din an Nishapuri (wafat 550 dan 600) dalam bidang mujahadah. Kepopuleran Imam Zada diakui karena prestasinya dalam usuluddin bersama kepopuleran ulama lain yang juga mendapat gelal Rukn (sendi). Mereka antara lain, Rukn ad Din al „Amidi (wafat 651) dan Rukn ad Din at Tawusi (wafat 600). Dari data ini, dapat dikatakan al-Zarnujihidup sezaman dengan Syaih Rida ad Din an Nisaphuri. Sehingga mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnujidapat diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H. …” (Hilyatus, 2008:28-29). Sedangkan wafat al-Zarnuji terdapat dua spekulasi pendapat terkemuka. Pendapat pertama, al-Zarnuji wafat pada 591 H./1195 M. Pendapat ke-dua, alZarnuji wafat pada tahun 840 H./1243 M (Abuddin Nata, 2001:104). Sementara, Prof.Moch Muizzuddin (2012:4) mengemukakan hal yang lain mengenai wafatnya yaitu pada tahun 630 H. Al-Zarnuji hidup pada dinasti Abbasiyah di Irak (750-1258 M.), pada periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mun‟tasim (1226-1242 M.). Sementara Maryati (2014:30) mengemukakan bahwa al-Zarnuji hidup di abad ke12 ( 591 H./1195 M.) menjelang ahir dan awal abad 13 (640 H./1243 M.). Hal ini, senada dengan Abdul Munif (2011:39) al Zarnji hidup pada seperempat ahir abad ke-6 H. sampai dua pertga dari abad 7 H. 41 B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji Mengenai riwayat pendidikan al-Zarnujidapat diketahui melalui para peneliti. Djudi mengatakan bahwa al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand (Syamsuddin, 2012:3). Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainya. Masjid-masjid di kedua kota itu dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang diasuh antara lain oleh, Burhanuddin al Marginani, Syamsuddin Abdl. Al Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd as Sattar al Amidi dan lain-lain. Dicky Wirianto (2013:176) menjelaskan al-Zarnuji belajar kepada ulamaulama besar, antara lain: 1. Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al Marghinani, ulama besar bermazhab Hanafi, sauatu kitab fiqih rujukan utama dalam mazhabnya. Beliau wafat pada 593 H./ 1177 M.). 2. Ruknul Muhammad bin Abu Bakar, populernya Khowahir Zadeh. Beliau ulama besar bermazhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair, pernah menjadi mufti di Bochara dan sangat masyhur fatwa-fatwanya. Wafat pada 573 H. 3. Muhammad bin Ibrahim, seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi, sastrawan dan ahli kalam. Wafat pada 573 H. 4. Fahruddin al Kayani, yaitu Abu Bakar bin Mas‟ud al Kayani. seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi. Wafat pada 587 H. 5. Fahruddin Qodhi Khan al Ouzjandi, dikenal sebagai ulama besar dan mujtahid dalam mazhab Hanafi. Wafat pada 592 H. 42 6. Ruknuddin al Farfhani, seorang ulama ahli fiqih bermazhab hanafi dan pujangga sekaligus penyair. Wafat pada 594 H. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji adalah seorang ulama fiqih pengikut Mazhab Hanafi. Hal ini dapat dilihat dari guru-guru yang mengajarnya kebanyakan ulama-ulama ahli fiqih mazhab Hanafi. Sehingga dimungkinkan beliau tergolong orang yang banyak menggunakan akal dalam berbahas, kerana diketahui salah satu ciri mazhab ini adalah lebih mengutamakan akal (rasional) dan analogi (secara qiyas) dalam berpikir (Dicky Wirianto, 2013:176). Bukti bahwa al-Zarnujipengikut mazhab Hanafi dapat dilihat dalam kitabnya, beliau banyak mengutip pendapat Abu Hanifah misalnya, “al fiqhu ma‟rifat al nafsi ma laha wa ma „alaiha. Ma al „ ilmu illa li al „amali bihi wa al „amalu bihi tarku al ajili lillajili”. Fiqih adalah pengetahuan tantang hal-hal yang berguna dan yang membahayakan bagi diri seseorang. Ilmu itu hanya diamalkannya, sedangkan mengamalkanya berarti meninggalkan orientasi dunia demi ahirat (Fairus dan Satiman, 2014:52). C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, siklus sejarah peradaban islam terbagi menjadi tiga periode yaitu: 1. Perode klasik (650-1250 M.) Pada periode klasik meliput masa Nabi Muhammd, Khulafa‟urrasidin, Bani Umayah, dan masa-masa permulaan dawlah Abbasiyah. 43 2. Periode pertengahan (1250-1800 M) Pada periode ini terjadi dua masa, yaitu masa kemunduran dawlah Abbasiyah dan tiga kerajaan besar, antara lain, Turki Usmani, Dawlah Shafawiyah, dan Kerajaan Mongol. Tiga kerajaan besar mengalami kemajuaan pada tahun 1500-1700 M. dan mengalami kemunduran pada tahun 1700-1800 M. 3. Periode modern (1800 M.-sekarang) Pada periode ini, banyak umat islam belajar dari dunia barat untuk mengembalikan balance of power. Dalam era ini dunia islam mulai bangkit kembali dengan melakukan pembaharuan (tajdid) (https://tatangjm.wordpress.com diakses 09 Oktober jam 23:40). Sedangkan, dalam sejarah pendidikan islam, sekurangnya tercatat lima periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam. Lima periode itu antara lain, masa Nabi Muhammad saw. (571-632 m.), masa Khulafa‟ur Rasidin (632-661 M.), masa Bani Umayah (661-750 M.), masa Bani Abbasiyah (750-1250 M.), dan masa jatuhnya Khalifah di Baghdad (1250-sekarang) (Syamsudin, 2012:4). Jika dilihat dari siklus periodesai islam, al-Zarnuji hidup pada masa periode klasik. Jika dilihat dari sejarah pendidikan Islam dalam perkembangan dan pertumbuhan islam, al-Zarnuji hidup pada periode keempat yaitu pada masa Bani Abbasiyah (750-1258 M.). 44 Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah mencapai puncak popularitas pada masa Khalifah Harun ar Rosyid (786-809 M.) dan al Ma‟mun (813-833 M.). Pada kedua khalifah ini, kekayaan kerajaan banyak digunakan dibidang kemajuan sosial, pembangunan infra struktur, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan, filsafat, kebudayaan dan kesusastraan. Satu hal yang menjadi maha karya Khalifah al Ma‟mun ialah Baitul Hikmah, pusat penerjemahan dan berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan besar. Pada masa al Ma‟mun inilah Bagdad menjadi pusat peradaban dunia (Wikipedia, diperbarui pada 24 Mei 2015, jam 18:55). Namun, secara khusus, al-Zarnuji hidup pada periode kelima Bani Abbasiyah, pada zaman Khalifah al Mu‟tasim (1226-1242 M.), dimana pada masa ini Bani Abbasiyah mengalami kemunduran. Mereka hanya menguasai kota Bagdad saja. Hal ini, penulis mengutip penelitia Ilun Mualifah yang berjudul Integrasi Spirit Pendidikan Islam dan Barat yang dikutp dari beberapa peneliti, yaitu: “Zarnuji hidup di masa dinasti Abbasiyah di Iraq (750-1258 M.). Pada periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mu‟tasim (1226-1242 M.). Waktu itu wilayah kekuasaan dinasti Abbasiyah sudah menyempit. Banyak dairah memerdekakan diri dan melepaskan diri dari pusat.Mereka hanya menguasai Bagdad saja. Ketika berbagai propinsi memisahkan diri, gejolak politik dalam negri terjadi dan membuat perekonomian kian terpuruk …” Dengan demikian, jika al-Zarnuji disebut sebagai seorang ahli fiqih atau seorang filosof, tentu hal itu sangat dimungkinkan. Karena pada masa sebelumnya dinasti Abbasiyah pernah mengalami kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat di 45 era Harun ar Rosyid dan al Ma‟mun. Meskipun al-Zarnujihidup di masa yang mulai hancur, tentu masih ada warisan-warisan ilmu pengetahuan yang tersisa. D. Gambaran Umum Kitab Ta’lim al-Muta’alim Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang masih tersisa. Hal ini dijelaskan oleh Rahmat Darmawan dalam, (Wahdati, 2014:45) bahwa, diantara 150.000 judul literatur yang dimuat pada abad 17 itu terdapat penjelasan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya kitab yang ditulis oleh al-Zarnuji. Keistimewaan dari kitab Ta‟lim al-Muta'allim tersebut adalah terletak pada materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruhan didasarkan pada moral religius (Syamsuddin, 2012:6). Dalam penulisan kitab ini, al-Zarnujibanyak mengutip syair-syair dari para guru-gurunya dan ulama terdahulu untuk menuangkan ide-idenya dalam persoalan-persoalan yang ditulisnya. Namun, beliau tidak banyak mengutip dalildalil al Qur‟an dan Hadis untuk memperkuat apa yang ia bicarakan. Dikarenakan syair akan mudah diterima sebagai nasihat dan pembelajaran, semisal ia mengutip syair Imam Syafi‟i, ُ َْٛش َى ٝط ِ ن اٌ َّ َؼب ِ ْ رَطٌَِٝ اِٝٔ * فَأ َضْ َش َسٝ ِغ ُس َؤ اٌ ِح ْف ِظ١ْ ِوَٚ ٌَِٝد ا Aku (imam Syaf‟i) mengadu kepada Waki‟ atas lemahnya hafalanku, lalu beliau menyanyikan syair untukku, supaya meninggalkan ma‟siyat 46 ٝط ِ ٌِ ٍْ َّ َؼبُٝ ْؼ ِط٠فَؼْ ًُ هللِ ََلَٚ * ِٗ ٌِلَب ِ اْ اٌ ِح ْفعَ فَؼْ ً ِِ ْٓ ا Sesunggunya hafalan adalah keutamaan dari Allah, sedangkan keutamaan Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berma‟siyat Al-Zarnuji mengawali tulisanya dengan memuji Allah, mendo‟akan sholawat kepada Nabi Muhammad, pemimpin bangsa Arab dan Ajam (selain bangsa Arab), dan kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Dari hal itu, alZarnuji dapat dilihat bahwa ia adalah sosok yang religius. Sedangkan hal yang melatar belakangi al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim alMuta‟allim ialah berdasarkan fenonmena yang dilahat di masa itu. Dia melihat banyak pelajar yang sudah belajar sunguh-sungguh, tetapi tidak mendapatkan manfaat dan barakah ilmunya. Penyebabnya, menurut pandangan al-Zarnuji, mereka telah salah dalam menuntut ilmu. Hal itu, ia paparkan dalam muqodimah kitab ini. Pembicaraan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim terdiri dari 13 pokok permasalahan, yaitu: 1. Hakikat ilmu, Fiqih, dan keutamaanya Dalam pandangan al-Zarnuji, ilmu yang wajib dimiliki terbatas pada ilmu khal. Ilmu khal adalah ilmu yang diperlukan pada waktu melaksanakan suatu ibadah. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ٌَُٗ َمَ ُغ٠ اٌ ُّ ْس ٍُِ ؽٍََتُ ِػ ٍْ ُِ اٌ َحب ِي َِبٍَُٝفزَ َطعُ َػ٠ .ؼ ًُ اٌ َؼ َّ ًِ ِح ْفغُ اٌ َحب ِي َ أَ ْفَٚ .اٌؼ ٍْ ُِ ِػ ٍْ ُُ اٌ َحب ِي َ أَ ْف ِ ًُ ؼ ّ ٌ فَبُّٔٗ ََلثُ َس ٌَُٗ َِِٓ ا, َْ َحب ٍي َوبٞ ّ َ أِٝ َحب ٌِ ِٗ فِٝف طلرِ ِٗ ِث َم ْسضْ َِب َ َِٝمَ ُغ ٌَُٗ ف٠ ِٗ ِػ ٍْ ُُ َِب١ْ ٍََ ْفزَ ِطعُ َػ١َظل ِح ف ّ ٌطع ا ظل ِح َ َ ِث ِٗ فُٜ َؤ ِز٠ 47 Ilmu yang lebih utama adalah ilmu khal. Keutamaan amal adalah menjaga khal (tingkah laku). Difardhukan bagi seorang muslim mencari ilmu khal yang berhubungan denganya di dalam semua keadaan. Seorang muslim wajib melaksanakan shalat, maka wajib baginya mencari ilmu yang berhubungan dengan shalat dengan kadar dapat melaksanakan kefardhuan shalat. 2. Niat belajar Niat merupakan pokok dari segala amal. Dalam mencari ilmu bagi pelajar sebaiknya berniat mencari ridho Allah, kebahagiaan ahirat, menghilangkan kebodohan dirinya sendiri dan segenap orang bodoh, menghidupkan dan melanggengkan agama Islam. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ... ا ِيٛ ْ ِغ اَلَ ح١ْ ّ َخٝ اَلَطْ ًُ ِفَٟ ِ٘ ُخ١َ ٌِّٕاِ ِش ا ْٓ َػَٚ ِٗ ًِ َػ ْٓ َٔ ْف ِسْٙ اِ َظاٌَخَ اٌ َدٚ اٌ َسا َض األَ ِذ َط ِحٚ ٍٝهللا رَ َؼ َ ِٛ ْٕ َ٠ ْْ َ أَٝ ْٕجَ ِغ٠َٚ ِ ت اٌ ِؼ ٍْ ُِ ِضػب ِ ٍََ اٌ ُّز َؼٍِّ ُُ ِثطٞ َِ اِ ْثمَب َء ِاَل ْسلٚ ِٓ ٠َب َء اٌ ِس١ ْاِحَٚ ًِ ْٙ َسبئِ ِط اٌ َد Niat adalah pokok dari segalah keadaan (tingkah)… Sebaiknya, bagi muta‟alim (peserta didik) mencari ilmu dengan niat memeroleh ridho Allah Ta‟ala, akhirat, menghilangkan kebodohan dalam dirinya dan dari kebodohan yang lain, menjaga agama dan menjaga Islam. 3. Memilih ilmu, guru, teman dan menetapinya (tsabaat) Dalam memilih ilmu, al-Zarnujimengutamakan ilmu tauhid yang pertama dipelajari, kemudian baru mempelajari ilmu klasik.sedangkan guru yang dipilih adalah guru yang memiliki sifat waro‟ dan yang lebih tua. 48 Demikian pula, dalam memilih teman hendaknya yang memiliki sifat waro‟, memiliki watak yang baik, dapat memahami masalah, dan menjahui teman yang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka gaduh, dan suka memfitnah. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ِٗ ١ْ ٌََِحْ زب َج ا٠ ُّ ُ اٌ َحب ِي ثِِٕٝ ِٗ ف٠ اَ ِْ ِط ِزِٝ ِٗ ف١ْ ٌََِحْ زب َج ا٠ َِبٚ ََُٕٗ ْرزَب َض ِِٓ ُو ًِ ِػ ٍٍُ أَحْ َس٠ َْ ٌِطَبٌِت اٌ ِؼ ٍُِ أَٝ ْٕجَ ِغ٠ َُ ٍَ َ ْرزَب َض َاَل ْػ٠ َْ اَٝ ْٕجَ ِغ١ََب ًض ُاَل ْسزَب ِش ف١ِأَ ِّب اِذزَٚ ... ًِ ١ٌِ ِثبٌ ّسٌَٝ ْؼ ِطفَ هللاَ رَ َؼب٠ ِس١ْ ِحَُٛمَ ّس ََ ِػٍ َُ اٌز٠َٚ اٌ َّب ِيِٝف ُِ ١ْ ِت اٌطَ ْج ِغ اٌ ُّسزَم َ طب ِح َ َٚ َض َعٌٛاٚ ِ ٠َب ُض اٌ اش ِط١ِأَ ِّب اِذزَٚ ... َٓاألَ َسَٚ ْ َض َعَٚاٌلَٚ َ َ ْرزَب َض اٌ ُّ َد ِّس٠ ْْ َ أَٝ ْٕجَ ِغ١َه ف ِْ اٌفِزَبٚ اٌ ُّ ْف ِس ِسٚ بض ِ َاٌ ُّ ْىثٚ ًِ ِّاٌ ُّ َؼطٚ ِْ َفِ ُّط ِِ ْٓ اٌ َى ْس َل٠ٚ ُِ َّٙاٌ ُّزَف Bagi peserta didik, dalam memilih ilmu sebaiknya memilih ilmu yang dapat memberikan kebaikan bagi dirinya, bagi agama, dan bagi masa yang akan dating. Sebaiknya, ilmu yang didahulu dipelajari adalah imu tauhid dan ilmu untuk mengenali Allah dengan dalil… dalam memilih guru sebainya memilih guru yang alim, waro‟, dan lebih tua… sedangkan dalam memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, waro‟, dan yang memiliki watak yang baik dan memahami masalah, serta menjahui teman yang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka berbuat onar dan suka memfinah. 4. Memulyakan ilmu dan ahli ilmu Memulyakan ilmu sama halnya memulyakan guru. memulyakan guru salah satunya dengan tidak membuat marah guru. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ُُ ١ُ اٌ ِؼ ٍُِ رَ ْؼ ِظ١ِ ِِٓ رَ ْؼ ِظَٚ ...ِٗ ٍِ ْ٘ َ اَٚ ُِ ٍْ ْ ُِ اٌ ِؼ١ ْٕزَ ِف ُغ ثِ ِٗ اِ اَل ِثزَ ْؼ ِظ٠َ ََلَٚ َُ ٍْ ٕب ُي اٌ ِؼ٠َ ت اٌ ِؼ ٍُِ ََل َ ٌِ اِ ْػٍَُ ِثأ َ ّْ ؽَب ...ُِ ٍِّاٌ ُّ َؼ 49 Ketahuilah! Peserta didik tidak akan mendapatkan ilmu dan manfaatnya kecuali dengan memulyakan ilmu dan guru… sebagian dari memulyakan ilmu adalah memulyakan guru. 5. Tekun, berkelanjutan, dan cita-cita Bagi seorang pelajar hendaknya bersungguh-sunguh, istiqomah, dan berkelanjutan dalam mencari ilmu. Selain itu semua, hendaknya seorang pelajar memiliki cita-cita dalam belajar. karena pangkal kesuksesan adalah kesungguhan dan cita-cita yang tinggi. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; َٕب١ِا فَٚٓ َخبَ٘ َس٠اٌّ ِصَٚ " ٌٌِٝ ِٗ رَؼبَٛ لٝ اٌمُطأَ ِْ فِٝ ِٗ ا َِل َشب َضحُ ف١ْ ٌَِ اَٚ ٍُِ ت اٌ ِؼ ِ ٌِاظَجَ ِخ ٌِطبَٛ ُّ ٌاٚ ثُ اُ ََلثُ َس ِِٓ اٌ ِد ِّس ُ اّخِٙ ٌاٚ َب ِء اٌ ِد ُّس١ ًِ اَلَ ْش١ظ ِ ْاٌ اطأْغُ رَحٚ ..."ُُ ُسجٍََُٕبَٕٙا٠ ِسْٙ ٌََٕ Bagi peserta didik dalam menuntut ilmu hendaknya bersungguhsungguh dan berkelanjutan. Sebagaimana firman Allah Ta‟ala di dalam ql Qur‟an “Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Ku, niscaya Aku akan menunjukan kepada mereka jalan menuju-Ku”… Pokok kesuksesan adalah bersungguh-sungguh dan memiliki cita-cita yang tinggi. 6. Sistematika pembelajaran yang baik Dalam hal ini, sebaiknya seorang pelajar dalam belajar menentukan waktu belajar, kadar ilmu yang harus dipelajari, dan mengulang-ulang. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; َ ٝثٓ أَ ِث ِ د اٌمَب ِ ا َِلٝػ ِ ِبَ َػ ّْ ِط ِ أَ ِّب لَ ْس ُض اٌ َسَٚ ِ ١ْ َػٓ اٌ اشَٝ ْح ِى٠ ُفَخَ َض ِح َّٗ هللا١ٕ َحُٛ ا َِل ْثزِ َسا ِء فَ َىبَْ أثِٝجك ف ا لَ ْس َض َِب ِ ك ٌِ ٍْ ُّجزَ ِس ِ َْ لَ ْس ُض اٌ َس ْجٛ ُى٠َ ْْ َ اٝ ْٕ َج ِغ٠َ :ُُُ هللاَّٙ ُرَٕب ًض ِح٠ِ لَب َي َِ َشب: َض ِح َُّٗ هللاُ أُّٔٗ لَب َيَٝث ْى ِط اٌ َعضْ ُٔ ِد ُ اِ ْْ ؽَب َي اٌ َس ْجَٚ ُٗ أَ اَْٝ ًَ َو ٍِ َّخً َحزٛ٠َ ًَ ُس ُو٠ْ ِع٠َ ٚ ِٓ ١ْ َػ ْجطَُٗ ِثب َِل َػب َز ِح َِ ّطر َُٗػجْط َ ُُٓ ّْ ِى٠ َو ْث ُط َِبَٚ ك َ ُُٓ ّْ ِى٠ 50 ُ اَ ِّب اِشا ؽَب َي اٌ اس ْجٚ ح٠ اِ َػب َز ٍح َػ ْش َطٌَِٝاحْ زَب َج اَٚ ا َِل ْثزِ َسا ِءِٝك ف ِ بٌط ْف ِ ِ ُس ث٠ْ َع٠ َٚ ِٓ ْ١َثِب َِلػب َز ِح َِ اطر ِ اٌزّ ْس ِضَٚ ك ُ ْز ُط٠َ ََلَٚ ه ٍط١ْ ِه اٌ َؼب َزحَ اِ اَل ِث َدحْ ٍس َوث ً ٠ْ َب ِء اٙ ا َِل ْٔ ِزٝ ِفَٛ َُٙد ف َ ٍن ِر َ ٌِ ْؼزَب ُز َش٠َ َٗٔه َل َ ٌِ ُْ َو َصٛ ُى٠َ ؼب ٍ َِ َطا Ukuran seberapa banyak ilmu yang akan dipelajari, menutut Abu Hanifa ra. Dari qodli Umar bin Abi Bakar az Zarnuji berkata “bagi seorang pemula dalam belajar mengawali pelajaran yang dapat dipahami dan setelah mengulang dua kali, dan untuk setiap hari menambah sedikit demi sedikit sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang dipelajari masih bisa memahami dan menghafal setelah mengulang dua kali. Dalam menambah pelajaran hendaknya dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan sedikit demi sedikit. Apabila pelajaran itu telah lama dipelajari, dan memerlukan 10 kali pengulangan untuk dapat dipahami dan dihafalkan, maka untuk seterusnya dilakukan seperti itu. Hal itu, harus menjadi kebiasaan dan tidak meninggalkan kecuali dalam keadaan payah”. 7. Tawakal Dalam hal ini, al-Zarnuji menjelaskan nasiahat kepada pelajar supaya tidak gelisah dalam memikirkan dunia, karena gelisah tidak akan menghindarkan dari musibah dan tidak aka ada manfaatnya, bahkan akan membahyakan hati dan akal. Oleh karena itu, hendaknya bagi pelajar menyerahkan segala urusan dunia hanya kepada allah dan menjalankan peran sebagai pelajar dengan kesungguhan hati dan tekat yang kuat. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; 51 َب١ْٔزَ اُ اٌ َؼبلِ ًُ َِلَ ِْ ِط اٌ ُسَٙ٠ ََلَٚ اَ٘بَٛ َِٙ ََل رَ ْشز ِغ ًَ َٔ ْف َسُٗ ثَٝط َحز١ ِ َ ْش ُغ ًَ َٔ ْف َسُٗ ثِأ َ ْػّب ِي اٌ َر٠ ْْ َ ٌِ ُى ًّ أَ َح ٍس اَٝ ْٕجَ ِغ١َف َِ ُُّ َزْٙ ٠َ َٚ ِط١ْ َر ًُّ ِثب َ ْػ َّب ِي اٌ َر٠َ َٚ َْاٌ َج َسٚ ًَ اٌ َؼ ْمٚ ت ُ َ٠ ًَْ ْٕفَ ُغ َث٠ ََلَٚ ًَخ١ظ َ ٍْ َؼ ُّط اٌم ِ ِط ُز َِ ْؼ٠َ ََلَٚ َْاٌ َر َعٚ ُ اَٙ ٌَل اْ ا َِ ْٕ َف ُغ٠َ َُٗٔأل ِْ ِط األَ ِذ َط ِح أل Sebaiknya, bagi setiap orang menyibukan diri mengerjakan amalamal baik, sehihngga dirinya tidak sibuk dengan hawa nafsunya. Sebaiknya, orang yang berakal tidak memprihatinkan urusan dunia, karena gelisah, susah tidak akan menghindarkan dari ma‟siyat dan tidak bermanfaat, bahkan hal itu dapat merusak hati, akal, dan badan, serta dapat merusak amal ahirat. Orang yang berakal hendaknya bersedih dalam urusan ahirat, karena hal itu dapat memberikan manfaat. 8. Waktu belajar Dalam bab ini, al-Zarnuji menerangkan waktu-waktu yang baik untuk belajar. Menurut al-Zarnuji, waktu yang baik utuk belajar adalah semenjak masih muda. Selain itu, waktu yang baik untuk belajar adalah pada waktu sepertiga malam, waktu magrib, dan waktu „isya‟. Apabila merasa jenuh saat belajar sauatu ilmu, hendaknya berganti ilmu yang lain. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ُ ْلٚ ٚ ة ْ لَبرِ ِٗ فَب ِ َشاَٚ َغ أ١ِّ ق َخ َ غط َ أَفَٚ ِ د َشطْ ُخ اٌ َشجب ِ ْ لَبٚؼ ًُ األ ِ ََ ْسز٠ ْْ َ إَْٔٝجَ ِغ٠ ٚ ِٓ ْ١ََٓ اٌ ِؼشبئ١ْ َ ثٚ ذ اٌ َسحْ ِط َ ْشزَ ِغ ًُ ثِ ِؼ ٍٍُ أَ َذ َط٠ ٍُ ٍْ َِ اً َػ ْٓ ِػ Waktu yang baik untuk belajar adalah pada masa muda, waktu sahur,dan diantara waktu magrib dan „isa‟. Sebaiknya peserta didik menggunakan semua waktunya untuk belajar. Apabila merasa jenuh pada suatu ilmu, maka berganti pada ilmu yang lain. 52 9. Simpati dan nasihat Al-Zarnuji menjelaskan bagi seorang pelajar hendaknya salng mengasihi, saling memberi nasihat dan tidak saling hasaud, karena sifat hasud sangat membahayakan dan tidak ada manfaat. Dalam hal ini alZarnuji menjelaskan; “Sebaiknya, peserta didik saling mengasihi, memberikan nasihat, dan tidak saling hasad. Karena hasad sangat adalah hal yang berbahaya dan tidak bermanfaat”. 10. Mengambil manfaat Seorang pelajar hendaknya bisa mengambil manfaat apa yang dipelajari. Yaitu dengan cara menggunakan waktu dengan baik dan mengambil faidah ilmu dari guru. Karena tidak semua hal yang telah berlalu dapat kembali lagi. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; َٚ خ ِ اَٛ ٍْ اٌ َرَٚ ٌِٝ َب١ٌٍََ ْغزَ ِٕ َُ ا٠ َٚ د ِ اٌ اسب َػبَٚ د ِ ْ لَبَٚ َغ األ١ؼ ِ ُ٠ اَ ْْ ََلَٝ ْٕجَ ِغ١َف ِ ُْٛ١َ ْغزَ ِٕ َُ اٌ ُش٠ ْْ َ اَٝ ْٕجَ ِغ٠ َٚ ...د ُْ ُْٕٙ ِِ َس١ْ َِ ْسزَف٠ Sebaiknya, bagi peserta didik tidak menyia-nyiakan waktu dan sebainya mengambil kesempatan di waktu malam dan di waktu sendiri … sebainya, bagi peserta didik mampu mengambil kesempatan dan faidah dari guru. 11. Bersikap wara‟ Sikap wara‟ adalah sesuatu yang amat penting dimiliki oleh seorang pelajar. Dengan bersikap wara‟, maka ilmu yang didapatkan akan lebih bermanfaat, belajar lebih mudah, dan mendapatkan banyak manfaat. 53 Sebagian dari sikap wara‟ antara lain; menjaga diri tidak terlalu kenyang, tidak banyak tidur, dan tidak banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ً َ َ َ َزَ َح اط َظ٠ ْْ َع أ ِ َضَٛ ٌْ َِِٓ اَٚ ا ِئ ُسُٖ أ ْوثَ ُطَٛ َ فَٚ َس َط٠ْ اٌزا َؼٍُّ ُُ ٌٗ أٚ ْ َض َع َوبَْ ِػ ٍْ ُُّٗ أ ْٔفَ ًغٚ َّب َوبَْ ؽَب ٌِتُ اٌ ِؼ ٍْ ُِ أْٙ َّ َف َ ْٕ َف ُغ٠ َّب ََل١ْ ِ َو ْث َط ِح اٌْ َى َل َِ فَٚ َ ْٛ َو ْث َط ِح إٌاَٚ َػ ِٓ اٌ ِّشجَ ِغ Ketika peserta didik memiliki sifat waro‟ maka ilmunya akan lebih bermanfaat, belajarnya lebih mudah, dan manfaatnya lebih banyak. Diantara sifat waro‟ yaitu tidak terlalu kenyang, tidak banyak tidur, dan tidak banyak bicara yang tidak ada manfaat. 12. Hal-hal yang menguatkan hafalan dan lupa Dalam bab ini, al-Zarnujimenjelaskan hal- hal yang dapat menguatkan hafalan dan lupa. Sebagian hal yang dapat menguatkan hafalan antara lain; kesungguhan, istiqomah, mengurangi makan, dan shalat malam. Sedangkan, sebagian hal yang menyebabkan lupa antara lain; berbuat maksiat, berbuat dosa, dan sibuk dengan urusan dunia. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; ُ ْ ِضُٛ٠ أَ اِب َِبَٚ ...ًِ ١ْ ٌَط َلحُ ا ََْب١س إٌِّ ْس َ َٚ ًُ اٌ ِغ َصا ِء١ْ ٍِ رَ ْمَٚ ُاظَجَخَٛ ُّ ٌْاَٚ ة اٌْ ِح ْف ِع اٌ ِد ُّس ِ أَ ْسجَبَٜٛ أَ ْلَٚ ك ِ ُْٛٔ َو ْث َطحُ اٌ ُّصَٚ ٝط ِ فَب ٌْ َّ َؼب ِ ِا ٌْ َؼ َلئَٚ َو ْث َطحُ األَ ْش َغب ِيَٚ َب١ْٔ ْ ِض اٌ ُّسُِٛ ُ أِٝ ْاألَحْ َعا ِْ فَٚ َِ ُّْٛ ٌُْٙ اَٚ ة Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan adalah tekun, belajar secara berkesinambungan, mengurangi makan, dan shalat malam… sedangkan hal-hal yang dapat mewariskan lupa adalah berbuat maksiyat, berbuat dosa, gelisah dan bersedih memikirkan urusan dunia, karena hal itu akan menjadi penghalang. 54 13. Hal-hal yang dapat mendatangkan rejeki, mencegah rejeki, menambah dan mengurangi umur Pelajar perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rejeki, umur dan lebih sehat, sehingga dapat mencurahakan segala kemampuannya untuk mencapai yang dicita-citakan. Sebagian hal yang dapat menarik rejeki antara lain; bangun pagi, shalat dengan ta‟dhim, khusyu‟, sempurna rukun, wajib, sunnah dan adatnya. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan; َ ْ َٜٛ أَ ْلَٚ ق اِلَب َِخ اٌ ا َسب ِئ ِطَٚ ِْ ًِ األَضْ َوب٠ْ رَ ْؼ ِسَٚ ع ُ ْة اٌ َدبٌِجَ ِخ اٌ َّح ِ اَل ْسجَب ِ ظٍَ ِخ ٌِ ٍْ ِط ْظ ِ ْٛاٌ ُر ُشَٚ ُِ ١ْ ظ َل ِح ثِبٌزا ْؼ ِظ ُّ ٌط َل ِح ا ...ْ َضحُٛٙه ُِ ًؼ اطفَخ َِ ْش َ ٌِ َشِٝ فٝؼ َح َ َٚ َبِٙأ َزاثَٚ َبَِٕٕٙ ُسَٚ ا ِخجَ ِخَٛ ٌا Sebab-sebab yang dapat menarik rejeki antara lain shalat dengan penuh ta‟dzim, khusu‟,dengan menyempurnakan semua rukun, sunah-sunah, dan adabnya, melaksanakan shalat dhuha 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan memaparkan nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya Imam al-Zarnuji. Sebelum membahas nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya imam alZarnuji, penulis akan memaparkan isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara lebih detail. A. Kitab Ta‟lim al Muta‟alim Dalam sub bab ini, penulis akan memaparkan isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dengan menggunakan sarah kitab tersebut yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim Thoriq at Ta‟alum yang ditulis oleh Ibrahim Bin Isma‟il dan kitab aslinya yang diterbitkan oleh penerbit Dar al Kutub tahun 2007. Kitab ini berisi moqoddimah dan 13 pasal yang masing-masing akan diuraikan secara terperinci. Dalam 13 pasal tersebut Al-Zarnuji menjelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh para penuntut ilmu, mulai dari ilmu yang harus dipelajari terlebih dahulu, cara memilih guru, cara memilih teman, metode belajar, waktu dan tempat yang tepat untuk belajar sampai hal-hal yang dapat merusak keberhasilan belajar bagi para penuntut ilmu. Diantara ke 13 pasal tersebut akan dipaparkan secara terperinci sebagai berikut : Sebelum menjelaskan pasal-pasalnya, Kitab ta‟lim al muta‟allim ini mempunyai muqoddimah yang berisi tentang ucapan syukur kepada Sang Pencipta serta lantunan sholawat kepada Baginda Rosulullah saw dan para 56 sahabat dan keluarga. Setelah itu Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji memaparkan tentang latar belakang penulisan kitab ini. Beliau terharu melihat kondisi para santri yang telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, namun mereka tidak mendapat manfaat dari ilmu yang telah diperolehnya. Hal ini terjadi karena cara yang mereka gunakan ketika mencari ilmu adalah cara yang salah, Mereka juga meninggalkan syaratsyarat yang harus dipenuhi santri ketika menuntut ilmu. Beliau berkata (2007:9): ُ ٠ْ َفٍََ اّب َضأ َٟ ِ٘ َٚ ِٗ ِثَ ّْ َطارَٚ ِٗ ْ ِِ ْٓ ََِٕبفِ ِؼَٚ أ, َْ ٍُْٛظ ُ َْح٠ َ َلٚ ٍُِ اٌ ِؼٌَِْٝ َْ إَٚ ِد ُس٠ َظ َِبَِٕٔبِٝة اٌ ِؼ ٍُِ ف ِ ًطا ِِٓ ؽُ َل١ْ ِذ َوث َُٗا َش َطائِطٛرَ َط ُوَٚ َُٗا ؽَ َطائِمُُٛ ُْ أَ ْذطَئَّْٙٔ َْ ٌِ َّب أُِٛ َحْ ِط٠ إٌا ْش ُطَٚ ٗاٌ َؼ َّ ًُ ث Ketika aku melihat, banyak pelajar yang bersungguh-sungguh pada ilmu, namun tidak mendapatkan manfaat dan buah ilmunya yaitu mengamalkan dan mengajarkan. Hal ini, disebabkan karena mereka salah dan meninggalkan syarat-syaratnya. Oleh karena itu, Beliau menulis kitab ta‟lim al muta‟allim ini yang berisi tentang cara mencari ilmu menurut kitab-kitab yang pernah Beliau baca dan menurut nasihat-nasihat yang pernah Beliau terima dari guruguru Beliau. 1. Bab I Ilmu, Fiqih, dan Keutamaannya Dalam bab ini dijelaskan kuwajiban menuntut ilmu bagi setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Pembebanan hukum wajib untuk menuntut ilmu hanya terkusus pada orang dewasa (mukalaf) (Ibrahim Bin Isma‟il, 57 2007:2). Al-Zarnuji mewajibkan menuntut ilmu hanya terbatas pada ilmu hal saja, tidak untuk semua disiplin ilmu.Beliau berkata (2007:2) ِٗ ؽٍََتُ ِػ ٍْ ُِ اٌ َحب ِي١ْ ٍَُ ْفزَ َطعُ َػ٠ ًْ َث,ٍُ ٍْ ُِ ْس ٍِ َّ ٍخ ؽٍََتُ ُو ًِّ ِػَٚ ٍُ ٍِ ُو ًِّ ُِ ْسٍَُٝ ْفزَطعُ َػ٠ ََل Tidak diwajibkan bagi setiap orang laki-laki dan perempuan menuntut semua disiplin ilmu, akan tetapi hanya diwajibkan menuntut ilmu hal Ilmu hal adalah ilmu yang diperlukan dalam ibadah seperti Ilmu Usulu Din dan Ilmu Fiqih. Yang dimaksud hal (keadaan) dalam hal ini adalah sesuatu yang baru bagi manusia seperti kafir, iman, sholat, zakat, puasa, dan lain-lain, bukan keadaan masadepan. Sehingga dikatakan (Al Zarnuji, 2007:2); بي َ أَ ْفِٚ ,اٌؼ ٍُِ ِػ ٍْ ُُ اٌ َحب ِي َ أَ ْف ِ ًُ ؼ ِ ؼ ًُ اٌ َؼ َّ ًِ ِح ْفعُ اٌ َح Ilmu yang lebih utama adalah ilmu hal, dan amal yang lebih utama adalah mejaga hal Disamping mewajibkan ilmu hal, Beliau juga mewajibkan untuk menuntut ilmu yang berhubungan dengan segala keadaan. Seperti contoh dalam ibadah sholat, maka harus mengetahui rukun dan syarat sholat. Ilmu ini, didapatkan sekira dapat menggugurkan kewajiban. Sebagaimana dalam kaidah usul fiqih; ا ِختَٚ َٛ َُٙا ِختُ إِ اَل ثِ ِٗ فَٛ ٌَزِ ُُّ ا٠ َِب ََل Sesuatu hal, jika suatu kuwajiaban tidak akan terlaksana kecuali dengan hal tersebut, maka hal tersebut wajib adanya. Selain itu, dalam pasal satu dijelaskan bahwa ilmu adalah hal yang paling mulia dan hanya kusus dimiliki manusia. Ilmu adalah perhiasan, 58 kemuliyaan, dan tanda pada perkara yang dipuji bagi yang memilikinya. Sebagaimana dalam sya‟ir Muhammad bin Hasan bin Abdullah (dalam alZarnuji, 2007:15) َ ِ ٓ٠ْ رَ َؼٍا ُْ فَئ ِ اْ اٌ ِؼٍ ُّ َظ اْ ٌِ ُى ًِّ اٌ َّ َحب ِِ ِسَٛ ْٕ ِػَٚ ً ْفَؼَٚ ♯ ِٗ ٍِ ْ٘ أل Belajarlah! Ilmu adalah perhiyasan, keutamaan, dan tanda pujian bagi orang yang memilikinya Ilmu menjadi mulia karena menjadi wasilah (perantara) taqwa kepada Allah. Dengan taqwa, manusia mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Begitu pula dengan ilmu-ilmu yang telah disebutkan di atas, Beliau juga mewajibkan kepada pelajar untuk mempelajari ilmu akhlak. Baik akhlak yang wajib dimiliki seperti, dermawan, pemberani, rendah hati, „ifah, maupun yang wajib dihindari seperti, pelit, penakut, sombong, sifat berlebihan, penghitung dalam nafkah, dan lain sebagainya (al Zarnuji, 2007:17). Selain itu hendaknya mereka juga mempelajari tentang ilmu yang dibutuhkan pada saat-saat tertentu (ilmu yang hukumnya fardhu kifayah), yaitu seperti ilmu obat yang hanya diperlukan saat-saat tertentu. Adapun mempelajari ilmu nujum hukumnya adalah haram. Karena sangat berbahaya dan tidak ada manfaatnya, lagi pula tidak mungkin seseorang dapat menghindar dari takdir Allah SWT. Setelah itu dipaparkan juga definisi ilmu, yaitu kondisi sedemikian rupa yang jika dimiliki seseorang maka menjadi jelas apa yang diketahuinya. Disamping itu dikemukakan juga definisi fiqih, yaitu pengetahuan tentang 59 detil-detil ilmu. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa fiqih adalah pengetahuan tentang hal yang berguna dan yang berbahaya bagi diri seseorang. 2. Bab II Niat belajar Niat merupakan hal yang kusus (pokok) dalam mencapai tujuan. Dalam pandangan kalangan madzhab Syafi‟iyah mengenai niat adalah suatau amal akan sah jika disertai niat, sedangkan menurut kalangan madzhab Hanafiyah adalah suatu perbuatan akan diberi pahala dan balasan jika disertai niat (Ibrahim bin Isma‟il, 2007:21). Dalam pasal ini Beliau menjelaskan bahwa niat belajar hendaknya untuk mencari ridho Allah, mencari ahirat, menghilangkan kebodohan, dan menjaga agama. Selain itu juga berniat mensukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Seyogyanya, seorang pelajar dalam belajar tidak berniat untuk dihormati, mendapatkan hadiah, mendapatkan kemulyaan di sisi penguasa dan lain-lain (al Zarnuji, 2007:22-23) 3. Bab III Memilih Ilmu, Guru, Teman, dan Menetapinya Ilmu yang dipilih sebaiknya ilmu yang dapat memberikan manfaat dan kebaikan. Yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh agama dan ilmu yang dibutuhkan untuk masa depan. Beliau (2007:27) menjelaskan; ِِٕٝ ِٗ ف٠ْ أَ ِْ ِط ِزِٝ ِٗ ف١ْ ٌََِ ْحزَب ُج ا٠ َِبَٚ ,ََُٕٗ ْرزَب َض ِِٓ ُو ًِّ ِػ ٍْ ٍُ أَحْ َس٠ ْْ َت اٌ ِؼ ٍْ ُِ أ ِ ٌِ ٌِطَبَٝ ْٕجَ ِغ٠ اٌ َّأ َ ِيِٝ ِٗ ف١ْ ٌََِحْ زَب ُج ا٠ ثُ ُّ َِب,اٌ َحب ِي 60 Seyogyanya bagi pelajar memilih limu yang dapat memberikan kebaikan baginya, ilmu yang dibutuhkan oleh agama dalam segala keadaan, dan ilmu yang dibutuhkan untuk masa depan. Lalu beliau menjelaskan ilmu yang hendak didahulukan adalah ilmu tauhid. Ilmu tauhid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui Allah dengan dalil. Iman dengan cara taqlid, menurut Beliau itu sah, akan tetapi tetap berdosa karena meninggalkan dalil. Lain halnya denagan kaum mu‟tazilah, iman dengan cara taqlid dalam pandangan mereka tidak sah (Ibrahim bin Isma‟il, 2007:27). Kemudian memilih ilmu yang kuno. Para ulama berkata (dalam AlZarnuji 2007:27) ; د ِ اٌ ُّ َح ِّسثَبَٚ ُّب ُو٠ِْ إٚ ك ِ ١ْ ِ ُىُ ِثبٌ َؼز١ْ ٍََػ Tekunilah ilmu kuno (qodim), dan jauhilah ilmu baru. Ilmu kuno(al „atiq) adalah ilmu yang datang dari Nabi Muhammad, shohabat, tabi‟in, dan tabi‟tabi‟in. Sedangkan ilmu muhadist adalah ilmu yang tidak ditemukan di zaman Nabi Muhammad, shohabat, tabi‟in, dan tabi‟tabi‟in (Ibrahim bin Isma‟il, 2007:27). Dalam hal memilih guru, sebaiknya memilih guru yang „alim, waro‟ dan lebih tua (al Zarnuji, 2007:28). Demikian pula Mengenai memilih teman, hendaknya memilih orang yang tekun, wira‟i, berwatak jujur dan mudah memahami masalah. Janganlah memilih teman yang pemalas, pengangguran, suka cerewet, suka mengacau dan gemar memfitnah (al Zarnuji,2007:32). 61 Dianjurkan juga bagi santri untuk selalu sabar dan tabah dalam menuntut ilmu, karena sabar dan tabah adalah pangkal yang besar dalam setiap urusan. Kemudian dianjurkan untuk selalu bermusyawarah dalam setiap urusan untuk mengambil suatu keputusan, karena Allah pun memerintahkan kepada Rasul-Nya agar bermusyawarah dalam setiap urusan. Firman Allah QS.Ali Imran:159 األَ ِْ ِطِٝض ُ٘ ُْ فٚب ِ َشَٚ ٌَُُٙ ا ْسزَ ْغفِطَٚ ُْ ُْٕٙ فَب ْػفُ َػ Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu 4. Bab IV Memulyakan Ilmu dan Ahlinya Dalam pasal ini, Beliau menjelaskan bahwa seorang pelajar tidak akan mendapat ilmu dan juga tidak dapat memetik manfaat ilmu selain dengan menghargai ilmu dan menghormati ahli ilmu (guru). Di antara cara menghormati guru adalah dengan tidak melintas di hadapannya, tidak memduduki tempat duduknya, tidak memulai bicara kecuali atas izinnya, tidak banyak bicara di sebelahnya, dan tidak menanyakan sesuatu yang membosankannya (al Zarnuji, 2007:34-36). Selain itu untuk mendapatkan manfaat ilmu, hendaknya seorang pelajar harus memuliakan kitab. Di antaranya dengan tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci, tidak menjulurkan kaki ke arah kitab, hendaklah meletakkan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan, tidak meletakkan barang apapun di atas kitab, tidak mencorat-coret serta tidak membuat catatan-catatan yang mengaburkan tulisan kitab, kecuali keadaan 62 terpaksa, dan hendaklah tidak ada warna merah dalam kitab (al Zarnuji, 2007:28-29). 5. Bab V Tekun, Kontinuitas, dan Cita-cita Seorang pelajar harus tekun dan bersikap istiqomah dalam belajar agar mendapatkan apa yang menjadi tujuanya. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al Ankabut, 69:29; ُُ ُسجٍََُٕبَٕٙا٠ ِسْٙ ٌََٕ َٕب١ِا فَٚٓ َخبَ٘ َس٠اٌّ ِصَٚ Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhoan-Ku, niscaya Aku akan tunjukan kepada mereka jalan menuju-Ku. Selain tekun dan kontinuitas, seorang pelajar hendaknya memiliki citacita yang tinggi. Dengan cita-cita yang tinggi, seorang pelajar mudah dalam mencapai kesuksesan. Sebagaimana Beliau mengatakan (2007:48); ُ اّخِٙ ٌاٚ ب ِء اٌ ِد ُّس١َ ًِ األَ ْش١ْ ظ ِ ْ رَحٝاٌَطأْغُ ِفَٚ Hal yang pokok dalam mendapatkan sesuatu adalah tekun dan tekun. Lalu beliau melanjutkan penjelasannya; ْ َٔفَأ َ اِب اِ َشا َوب ََل,َخ١ٌَِ ُى ْٓ ٌَُٗ ِ٘ اّخ َػب٠ ُْ ٌََٚ ْ َوبَْ ٌَُٗ ِخسَٚ ا,َ ُىٓ ٌَُٗ ِخس٠ ُْ ٌَ َٚ َخ١ٌِذ ٌَُٗ ِ٘ َّخ َػب ً١ٍَِظ ًُ ٌَُٗ إِ اَل ِػٍُ ل ُ َْح٠ Apabila seorang pelajar memiliki cita-cita, tetapi tidak tekun, atau tekun, namun tidak memiliki cita-cita, maka baginya tidak akan mendapatkan ilmu kecuali hanya sedikit. 6. Bab VI Permulaan Belajar, Kapasitas, dan Tata Tertib Belajar Permulaan belajar yang baik adalah diawali pada hari rabu. Karena pada hari itulah Allah menciptakan nur (cahaya) dan pada hari itulah hari sial 63 bagi orang kafir, maka berarti hari rabu adalah hari berkah bagi orang mukmin. Untuk kapasitas belajar bagi pemula, hendaknya dimulai dengan pelajaran yang mudah dipahami dan menghafal pelajaran sepanjang kemampuan yang mereka miliki dan kemudian ditambah sedikit demi sedikit. Dengan demikian pelajaran mereka akan bertambah setapak demi setapak. Dalam hal ini, Beliau menceritakan cerita Abu Hanifah yang mendapatkan cerita dari gurunya (2007:58); َ ٝ ِاَل َِ ِبَ ػّط ثٓ أثٝػ ِ د اٌمَب١ ِ أَ ِّب لَ ْس ُض اٌ َس ْجَٚ ِ َػ ْٓ اٌ َشَٝحْ ِى٠ ُفَخَ َض ِح َّٗ هللا١ِٕ حُٛ ا َِل ْثزِ َساء فَ َىبْ أثِٝك ف ا لَ ْس َض َِب ِ ك ٌِ ٍْ ُّجزَ ِس ِ َْ لَ ْس ُض اٌ َس ْجَٛ ُى٠ ْْ َ اَٝ ْٕجَ ِغ٠ :ُُُ هللاَّٙ ِ ُرَٕب ًض ِح٠ لَب َي َِ َشب: ضحّٗ هللا أًَّٔٗ لَب َيٝثىط اٌعضٔد ُ اِ ْْ ؽَب َي اٌ َس ْجَٚ ُٗ أَ اَْٝ ًَ َوٍِ َّخً َحزَٛ٠ ًَ ُس ُو٠ْ َ ِع٠ٚ ِٓ ١ْ َػ ْجطَُٗ ثِب َِل َػب َز ِح َِ ّطر َُٗػجْط َ ُُِٓ ّْى٠ َو ْث ُط َِبَٚ ك َ ُُِٓ ّْى٠ ُ اَ ِّب اِشا ؽَب َي اٌ اس ْجٚ ح٠ اِ َػب َز ٍح َػ ْش َطٌَِٝاحْ زَب َج اَٚ ا َِل ْث ِز َسا ِءٝك ِف ِ بٌط ْف ِ ُس ِث٠ْ ع٠َ َٚ ِٓ ْ١َِثب َِلػب َز ِح َِ اطر ِ اٌزّ ْس ِضَٚ ك ُ ْز ُط٠َ ََلَٚ ه ٍط١ْ ِه اٌ َؼب َزحَ اِ اَل ِث َدحْ ٍس َوث ً ٠ْ َب ِء اٙ ا َِل ْٔ ِزٝ ِفَٛ َُٙد ف َ ٍن ِر َ ٌِ ْؼزَب ُز َش٠َ َٗٔه َل َ ٌِ ُْ َو َصٛ ُى٠َ ؼب ٍ َِ َطا Ukuran seberapa banyak ilmu yang akan dipelajari, menutut Abu Hanifa ra. Dari qodli Umar bin Abi Bakar az Zarnuji berkata “bagi seorang pemula dalam belajar mengawali pelajaran yang dapat dipahami dan setelah mengulang dua kali, dan untuk setiap hari menambah sedikit demi sedikit sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang dipelajari masih bisa memahami dan menghafal setelah mengulang dua kali. Dalam menambah pelajaran hendaknya dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan sedikit demi sedikit. Apabila pelajaran itu telah lama dipelajari, dan memerlukan 10 kali pengulangan untuk dapat dipahami dan dihafalkan, maka untuk seterusnya 64 dilakukan seperti itu. Hal itu, harus menjadi kebiasaan dan tidak meninggalkan kecuali dalam keadaan payah. 7. Bab VII Tawakkal Pelajar harus bersikap tawakkal dalam menuntut ilmu, jangan menghiraukan pengaruh rejeki dan jangan mengotori hati dengan hal tersebut. Karena orang yang hatinya telah terpengaruh oleh urusan rejeki maka jarang sekali yang dapat memusatkan perhatiannya untuk mencapai akhlak karimah dan obsesi mulia. Oleh karenanya sangat dianjurkan kepada setiap orang agar mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan banyak beramal sholih, sehingga tidak ada lagi peluang untuk menuruti hawa nafsu (al-Zarnuji, 2007:70). Tidak sepatutnya bagi orang yang berakal digelisahkan oleh urusan duniawi, karenan gelisah disini tidak akan dapat menolak musibah, tidak bermanfaat bahkan dapat membahayakan hati, akal, dan badan. Maka hendaklah memusatkan perhatian pada urusan akhirat, karena hal inilah yang akan bermanfaat ( al-Zarnuji, 2007:71). Pelajar harus mampu hidup secara prihatin dan sanggup menderita selama belajar. Karena harus dimaklumi bahwa perjalanan belajar tidak akan pernah terlepas dari kesulitan, belajar itu pekerjaan yang agung, pahalanya sesuai dengan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi ( al-Zarnuji, 2007:71). 65 8. Bab VII Waktu keberhasilan Masa belajar adalah semenjak ayunan/buaian sampai masuk liang lahad. Sedang waktu yang paling cemerlang untuk belajar adalah permulaan masa remaja, waktu sahur dan waktu di antara maghrib dan isya‟. Apabila telah jenuh dengan satu bidang ilmu maka beralihlah ke suatu bidang ilmu yang lain. Sebagaimana Beliau (2007:73) menjelaskan; ُ ْلٚ ٚ ة ْ لَبرِ ِٗ فَب ِ َشاَٚ َغ أ١ِّ ق َخ َ غط َ أَفَٚ ِ د َشطْ ُخ اٌ َشجب ِ ْ لَبٚؼ ًُ األ ِ ََ ْسز٠ ْْ َ إَْٔٝجَ ِغ٠ ٚ ِٓ ْ١ََٓ اٌ ِؼشبئ١ْ َ ثٚ ذ اٌ َسحْ ِط َ ْشزَ ِغ ًُ ثِ ِؼ ٍٍُ أَ َذ َط٠ ٍُ ٍْ َِ اً َػ ْٓ ِػ Waktu yang baik untuk belajar adalah pada masa muda, waktu sahur,dan diantara waktu magrib dan „isa‟. Sebaiknya peserta didik menggunakan semua waktunya untuk belajar. Apabila merasa jenuh pada suatu ilmu, maka berganti pada ilmu yang lain 9. Bab IX Kasih Sayang dan Nasehat Orang alim hendaklah memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat dan jangan berbuat dengki. Beliau (2007:73-74) memaparkan; ُ ْلٚ ٚ ة ْ لَبرِ ِٗ فَب ِ َشاَٚ َغ أ١ِّ ق َخ َ غط َ أَفَٚ ِ د َشطْ ُخ اٌ َشجب ِ ْ لَبٚؼ ًُ األ ِ ََ ْسز٠ ْْ َ إَْٔٝجَ ِغ٠ ٚ ِٓ ْ١ََٓ اٌ ِؼشبئ١ْ َ ثٚ ذ اٌ َسحْ ِط َ ْشزَ ِغ ًُ ِث ِؼ ٍٍُ أَ َذ َط٠ ٍُ ٍْ َِ اً َػ ْٓ ِػ Sebaiknya, peserta didik saling mengasihi, memberikan nasihat, dan tidak saling hasad. Karena hasad sangat adalah hal yang berbahaya dan tidak bermanfaat. Pelajar hendaknya selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Dengan demikian orang yang benci akan luluh sendiri. Jangan 66 berburuk sangka dan melibatkan diri dalam permusuhan, sebab hal itu hanya menghabiskan waktu serta membuka aib sendiri (al Zarnuji, 2007:74). 10. Bab X Mengambil Manfaat Seorang pelajar hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap saat untuk mencata hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Al-Zarnuji mengingatkan bahwa umur itu pendek, sedangkan ilmu itu banyak. Oleh karena itu, seorang pelajar dapat mempergunakan waktunya sebaik mungkin untuk belajar dan tidak menyia-nyiakan. Sebagaimana perkataan al-Zarnuji (2007:78); ٍَِٝ١ٌٍََ ْغزَِٕ َُ ا٠ٚ د َ ُ٠ أَ ْْ ََلَٝ ْٕجَ ِغ١َ ف.ط١ِاٌ ِؼٍ ُُ َوثَٚ ط١ظ ِ اٌ َس َؼبٚ د ِ ْ لَبَِّٚ َغ األ١ؼ ِ َفَبٌ ُؼ ّْ ُط ل د ِ اَٛ ٍْ اٌ ُرٚ Umur itu pendek, sedangkan ilmu itu banyak. Hendaknya, bagi seorang pelajar tidak menyia-nyiakan waktu, dan menyelami malam. 11. Bab XI Bersikap Wara‟ Di waktu belajar hendaknya santri berlaku wara‟, sebab dengan begitu ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih besar faidahnya dan belajarpun menjadi lebih mudah. Sebagaimana Beliau (2007:80) memaparkan; َس َط٠ْ َاٌزَ َؼٍُّ ُُ ٌَُٗ أٚ ْ َض َع َوبَْ ِػ ٍْ ُُّٗ أَ ْٔفَ َغًٚ َّب َوبَْ ؽَبٌِتُ اٌ ِؼ ٍْ ُِ أْٙ َّ َف Jika seorang pelajar bersikap Waro‟, maka ilmunya akan bermanfaat dan belajarnya menjadi lebih mudah. 67 Sedangkan yang termasuk perbuata wara’ antara lain menjaga diri dari terlalu kenyang, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak membicarakan halhal yang tidak bermanfaat dan lain-lain. Di samping itu jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan perbuatan-perbuatan sunnah. Hendaknya memperbanyak shalat dan melaksanakannya secara khusyu‟, sebab hal itu akan membantunya dalam mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini Al-Zarnuji juga mengingatkan kembali agar santri selalu membawa buku untuk dipelajari dan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang didapatkannya. Ada ungkapan bahwa barang siapa tidak ada buku di sakunya maka tidak ada hikmah dalam hatinya (al Zarnuji, 2007:82). 12. Bab XII Hal-hal Yang menguatkan Hafalan dan Lupa Yang paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan, kontinu, mengurangi makan, melaksanakan shalat malam, membaca AlQur‟an, banyak membaca shalawat Nabi dan berdoa sewaktu mengambil buku serta seusai menulis (al Zarnuji, 2007:83). Adapun penyebab mudah lupa antara lain perbuatan maksiat, banyak dosa, gelisah karena urusan-urusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusanurusan duniawi (al Zarnuji, 2007:86). 13. Bab XII Hal-hal yang Dapat Mendatangkan Rejeki, Mencegah Rejeki, Menambah dan Mengurangi Umur Pelajar perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rejeki, umur dan lebih sehat, sehingga dapat mencurahakan segala kemampuannya untuk 68 mencapai yang dicita-citakan. Bangun pagi-pagi itu diberkahi dan membawa berbagai macam kenikmatan, khususnya rejeki. Banyak bersedekah juga bisa menambah rejeki. Adapun penyebab yang paling kuat untuk memperoleh rejeki adalah shalat dengan ta‟dhim, khusyu’, sempurna rukun, wajib, sunnah dan adatnya. Di antara faktor penyebab tambah umur adalah bebrbuat kebajikan, tidak menyakiti orang lain, bersilaturrahim dan lain sebagainya. Sedangkan terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-malasan, menundanunda dan mudah menyepelekan suatu perkara, semua itu bisa mendatangkan kefakiran seseorang Setelah membahas isi kitab Ta‟lim al Muta‟allim yang terdapat tiga belas poin pembahasan di atas, selanjutnya penulis akan menyajikan indikator teori pendidikan karakter dan kitab Ta‟lim al Muta‟allim dalam bentuk tabel sebagai berikut: 1. Indikator pendidikan karakter Religius 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kejururan Kecerdasan Ketangguhan Demokratis Kepedulian Kemandirian Berpikir Keberanian Berorientasi Kerja keras 12. 13. Tanggung jawab Gaya hidup sehat No. Kitab Ta‟lim al Muta‟allim Hakiakat dan keutamaan ilmu Niat belajar Ilmu,guru, teman Cita-cita luhur Tentang ilmu Tawakal Waktu belajar Saling mengasihi Muasyawarah Waro‟ Hal yang dapat menambah hafalan Menarik rejeki Sabar dan tabah 69 Metode Sistem among Inspiratif Keteladanan Intelektualistik Aktualistik Eksemplar 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Kedisiplianan Percayadiri Keingintahuaan Cinta ilmu Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain Kepatuhan Kesantunan Respek terhadap diri Usaha sekuat tenaga Tekun Hormad dan hidmad B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta’lim al-Muta’allim Karya alZarnuji Dalam kitab ini, al-Zarnuji menekankan pada aspek nilai adab, baik yang bersifat batiniah atau yang bersifat lahiriyah. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan, bahkan yang terpenting adalah pembentukan karakter pada peserta didik. Untuk membentuk peserta didik yang berkarakter dan bermartabat, maka pendidikan islam harus mengarahkan peserta didik pada nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimilikinya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimiliki peserta didik menurut al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai berikut: 1. Musyawarah Musyawarah adalah suatu sikap mau berdiskusi kepada orang lain untuk mengambil suatu keputusan. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan dengan memandang hak dan kewajiban antara diri pribadi dan orang lain sama (deni Damayanti, 2014:43). Nilai pendidikan karakter ini 70 perlu kiranya dimiliki oleh seorang pelajar. Sebab, dengan bermusyawarah seorang pelajar akan mendapatkan keputusan terbaik dan tidak ada penyesalan dengan keputusan yang diambilnya. Sebagaiman ungkapan alZarnuji(2007:61) “ Musyawarah, adanaya untuk mencari kebenaran”. Dalam hal ini, ulama mengatakan, “Ada tiga golongan orang yang berkaitan dengan musyawarah. Pertama, orang yang sempurna yaitu orang yang memiliki pendapat benar dan mau bermusyawarah. Kedua, orang yang setengah sempurna yaitu orang yang memiliki pendapat benar tetapi tidak mau bermusyawarah. Ketiga, orang yang tidak sempurna yaitu orang yang tidak mempunyai pendapat tetapi juga tidak mau bermusyawarah”. Dari pendapat di atas menunjukan bahwa musyawarah adalah hal yang penting sebelum bertindak dan bersikap. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk sesalau bermusyawarah dalam segala hal. Dalam Surat Ali Imron ayat 159, Allah berfirman: "... األَ ِْ ِطِٝضْ ُ٘ ُْ فٚب ِ َشَٚ ..." Bermusyawarahlah bersama mereka didalam perkara. Adapun faidah bermusyawarah di jelaskan Ar-Rozi dalam kitab Mafatih al Ghaib (http://muslim.or.id) secara ringkas sebagai berikut: a. Menunjukan ketinggian derajat seseorang. b. Mencari keputusan yang terbaik untuk kemaslahatan. c. Sebagai teladan. d. Mencerminkan sikap cinta dan ihlas terhadap sesuatu yang utama. 2. Sabar dan Tabah dalam Belajar 71 Sabar adalah suatu sikap yang senatiasa betah untuk menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Namun, bukan berarti menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi. Oleh karena itu, sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali oleh ihtiyar dan ihlas dengan segala cobaan yang ditimpakan kepadanya. Sabar merupakan ketangguhan dalam bersikap dan berperilaku pantang menyerah atau tidak mudah putus asa ketika menghadapi kesulitan dalam melaksanakan aktifitas, sehingga dapat mengatasi kesulitan itu dan mencapai tujuan (Deni Damayanti (2014:43) Bagi seorang pelajar wajib kiranya mempunyai karakter sabar. Karena kesabaran merupakan kunci mencapai kesuksesan. Sebagaimana alZarnuji(2007:30) menyebutkan dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai berikut; ُ َ َ اٌثَجٚ ظ ْج َط ع٠ٌَ ِىٕاُٗ َػ ِعَٚ ضٛ َ ٌا ْػٍَ ُْ ِثأ َ اْ اَٚ ِ ُِ ِغ األ١ْ ِّ َخٝط ِف١بد أَطْ ً َو ِج Ketahuilah! Sabar dan bertahan adalah pokok dari segala hal, namun jarang sekali orang yang bisa melakukannya. Dalam hadist juga disebutkan bahwa sabar adalah sebagian dari iman. Hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim ini penulis kutip dari artikel Zulkifli yang berjudul “Sabar Bukan Berarti Sikap Orang Yang Lemah” (http://lingkedin.com) berbunyi sebagai berikut; )س١ سؼٝربْ ػٓ أث١ٖ اٌشٚأغ ِِٓ اٌ َد َس ِس (ض َ ٌا ِ َّ ٠ْ اإل ِ ِِٓ ظ ْج ُط ِ بْ ثِ َّ ْٕ ِعٌَ ِخ اٌ َط 72 Sikap sabar merupakan sebagian dari iman, yang kedudukanya sebagaimana kepala dari sebagian jasad. (H.R. Bukhori dan Muslim dari Abi Sa‟id). Tidak mudah untuk menjaga diri untuk tetap bersabar. Bagi seorang pelajar hendaknya dalam belajar memulai dari hal yang mudah dan mudah dipahami, serta menambah pelajaran sedikit demi sedikit. Sebagaimana alZarnuji(2007:58) mengutip imam Abu Hanifah dari cerita „Amr bin Abu Bakar al-Zarnuji, Sebaiknya bagi seorang pemula belajar sebanyak pelajaran yang dapat dipahami dan dihafalnya serta menambah sedikit demi sedikit, sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang telah dipelajari masih dapat menghafal dan paham. Sikap untuk tetap bersabar juga ditunjukan dalam al Qur‟an, salah satunya dalam surat al Baqoroh:45; ّ ٌاٚ جط ا ِثبٌ إُٛ١ْ ا ْسزَ ِؼَٚ )44:َٓ ( اٌجمطح١ اٌ َر ِش ِؼٍَٝ َطح إِ اَل َػ١ْ َِب ٌَ َىجٙظ َلح فَئ ِٔا ِ ظ Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat bagi orang-orang yang khusuk (al Baqoroh:45) 3. Waro‟ Waro‟ secara sederhana dapat didefinisikan meninggalkan perkara haram dan subhat. Menurut Ibrahim bin „Adhama waro‟ adalah meninggalkan perkara subhat dan berlebihan (Abi Qosim Abdil Karim bin Hawazin al Qusyairiyah, tth:110). Sifat Waro‟ dalam nilai pendidikan karakter adalah hal 73 yang sama dengan nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia yaitu nilai religius. Nilai religius adalah sikap dan perilaku yang taat dan patuh kepada agama yang dianut. Dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim al-Zarnuji (2007:80-81) menyebutkan: Sebagian dari sifat waro‟ diantaranya tidak banyak makan, tidur, banyak bicara yang tidak ada manfaat, tidak makan makanan pasar jika mampu ... Diwasiatkan dari seorang ahli fiqih: wajib bagi seorang pelajar menjaga diri dari ghibah dan perkumpulan yang tidak ada manfaatnya. Dari hal di atas, al-Zarnuji menjelaskan bahwa waro‟ berarti menjaga diri dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu mubah, makruh, maupun haram. Oleh karena itu, hendaknya seorang pelajar selalu memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan belajarnya mengenai hukum halal dan haramnya. Dengan demikian sesuai dengan sikap religiusnya yang selalu patuh terhadap ajaran agamanya yang berkaitan tentang larangan terhadap hal-hal yang dilarang agama. Al-Zarnuji (2007:80) juga menjelaskan bahwa pelajar yang memiliki sifat waro‟ ilmunya akan bermanfaat, belajar lebih mudah, dan memiliki faidah yang banyak. Dengan ilmu yang bermanfaat seorang pelajar akan mendapatkan kedudukan dan derajat yang tinggi. Selain itu, sifat waro‟ juga akan mendekatkan diri kepada Allah dengan banyak beribadah. Dalam hadist (dalam, al Qusyairiyah, tth:100) disebutkan; بغ أحطخٗ إثٓ ِبخخ ِ ٌّٕ ِض ًػب رَ ُىٓ أَ ْػجُ ُس اَٚ ٓ ُو:طح٠ ٘طٝ ِألَ ِث.لَب َي ِح ّّس ص 74 Nabi Muhammad saw. berkata kepada Abi Hurairah:Berwira‟ilah! Maka kamu akan menjadi manusia yang lebih dalam beribadah. Dikeluarkan oleh Ibn Majah. 4. Hormat dan Hidmad Hormad dan hidmad merupakan nilai pendidikan karakter yang perlu dikembangka di dunia pendidikan. Sikap menghargai, menyayangi, seta persahabatan akan ditunjukkan oleh seorang pelajar, bila mereka memiliki sifat hormat dan hidmad. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain adalah sikap tahu dan mengerti akan hak dan kewajiban diri dan orang lain (Deni Damayanti 2014:45). Sehingga, dengan hormat dan hidmad seorang pelajar akan lebih mudah dalam belajar karena tercipta lingkungan yang nyaman, aman dan damai. Sebagaimana al-Zarnuji(2007:34), karakter hormat dan hidmad perlu dimiliki oleh seorang pelajar. Dalam kitab Ta‟lim al Muta‟alim, Beliau menyebutkan; Seorang pelajar tidak akan mendapatkan ilmu dan manfaatnya kecuali dengan memulyakan ilmu, ahlinya, serta menghormati guru. Dikatakan dalam sebuah ungkapan, “tidaklah akan sampai seseorang pada sesuatu yang dituju kecuali dengan memulyakan …” Ma‟na menghormati guru menurut al-Zarnujiadalah mencari ridho guru, menghidari murkanya, dan melaksanakan perintahnya yang tidak mengandung maksiyat. Sedangkan ma‟na menghormati ilmu adalah selalu bersikap rasa ingin tahu pada ilmu dan hikmah. 5. Tekun Tekun merupakan kesungguhan hati untuk tetap bekerja keras dalam memeroleh sesuatu, meskipun mengalami hambatan, kesulitan, dan 75 rintangan. Tekun merupakan nilai berorientasi pada tindakan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata (Deni armayanti, 2014:44). Sebagai seorang pelajar, sifat tekun dapat diwujudkan dengan semangat belajar yang berkesinambungan dan tidak kendur dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dalam belajar semisal, tetap belajar meskipun tidak akan menghadapi ujian. Sifat tekun dalam al Qur‟an disebutkan dalam surat al Ankabut:69 yang berbunyi; )96:دُٛ سجٍٕب (اٌؼٕىجٕٙ٠سٌٕٙ ٕب١ا فٚٓ خب٘س٠اٌصٚ Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhoaan-Ku, niscaya Aku akan menunjukan jalan menuju-Ku (al Ankabut:69) Dalam surat al Isro‟:84 juga disebutkan; )44:ْ ًل (اإلسطاع١ َس ِجٜ أَ ْ٘ َسَٛ ُ٘ َّٓ َشب ِوٍَ ِز ِٗ فَ َطثُّ ُىُ أَ ْػٍَ ُُ ِثٍَٝ ْؼ َّ ًُ َػ٠َ ًُّ لًُْ ُو Katakanlah! Setiap orang berbuat menurut keadaannya masingmasing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanya (al Isro‟:84) Sementara dalam hal ini, al-Zarnuji(2007:42) mengutip sebuah ungkapan tentang tekun sebagai berikut; ٌَ َحَٚ ٌَ احَٚ بة َ َ َِٓ لَ َط َع اٌجَٚ , َخ َسَٚ َخ اسَٚ ً أ١ْ ت َش َ ٍََ ًَ َِٓ ؽ١ْ ِل Barang siapa mencari sesuatu dengan bersungguh-sunggu, maka ia akan mendapatkanya, barang siapa mengetuk pintu berusaha untuk memasuki, maka ia akan memasukinya. 76 Dengan demikian, sikap tekun adalah salah satu modal dalam mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang sebagaimana yang telah diimpikan. Denagn sikap tekun sesuatu yang mungkin sulit untuk diperoleh akan menjadi lebih mudah. Dalam sya‟ir disebutkan (al Zarnuji, 2007:43); ك ٍ َ ْفزَ ُح ُو اً ثَب٠ اٌ ِد ُّسَٚ # ُو اً أَ ِْ ًط َشب ِس ًغُِٝٔ ْس٠ اٌ ِد ُّس ٍ ٍُة َِ ْغ Kesungguhan itu akan mendekatkan hal yang jauh, dan membuka segala pintu yang tertutup. 6. Cita-cita Luhur Cita-cita atau impian hendaknya dimiliki oleh seorang pelajar. Citacita adalah nilai berpikir, berpikir dan melakukan cara sesuatau untuk menghasilkan cara atau hasil yang baru nyata (Deni darmayanti, 2014:44). Cita-cita merupakan suntikan motivasi agar selalu bersemangat dan bekerja keras dalam memeroleh apa yang dimaksud. Cita-cita luhur merupakan pokok dari segala sesuatu. Sebagaimana al-Zarnuji(2007:84) menyebutkan dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai berikut; ُ اّخِٙ ٌاٚ َب ِء اٌ ِد ُّس١ ًِ األَ ْش١ْ ظ ِ ْ رَحِٝاٌَطأْغُ فَٚ Hal pokok dalam memeroleh segala sesuatu adalah bersungguhsungguh dan cita-cita luhur. Dengan cita-cita luhur yang telah tertanam dalam hati, seorang pelajar akan fokus dan bersemangat dalam mewujudkan cita-citanya. Meski sering kali, cita-cita luhur adalah sesuatu yang tinggi dan sulit untuk diraih. Dengan demikian, seorang pelajar akan mantab dan teguh pendirian untuk meraih kesuksesan. 77 Bagi seorang pelajar hendaknya jangan berpatah arang utuk bercitacita setinggi mungkin. Asalkan mau untuk berusaha untuk mewujudkannya, niscaya apa yang diimpikan akan diraih. Sebagaimana dalam al Qur‟an dsebutkan; ُ ٝا ِثُِِٕٛ ُؤ١ٌْ َٚ ٌِٝ اُٛج١ْ َ ْسزَ ِد١ٍْ َاع إِ َشا َز َػب ِْ ف َ ٌََ اِ َشا َسأَٚ ِ حَ اٌ اسَٛ تُ َز ْػ١ْ ت أ ِخ٠ لَ ِطِّٝٔ فَئّٕٝ ػٜه ِػجَب ِز )649:ْ َْ (اٌجمطحَٚطْ ُش ُس٠ ُْ ٌَُٙ ِؼٍا Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan orang yang berdo‟a apabila ia berdo‟a kepda-Ku, maka hendaklah mereka itu beriman kepada-Kuagar mereka selalu berada dalam kebenaran. 7. Menghargai (Respek) Diri Sendiri Salah satu karakter yang harus dimiliki pelajar tehadap diri sendiri adalah respek terhadap diri sendiri. Sebagai pelajar yang hari harinya disibukkan dengan belajar, sudah barang tentu mengalami kepayahan dan kebosanan. Maka disaat mereka sedang merasa payah, mereka harus menghibur diri dengan cara yang positif. Dalam kitabnya, al-Zarnuji(2007:69) seorang pelajar tidak diperkenankan untuk memaksa diri dalam belajar ketika sudah kepayahan, karena hal itu akan menyebabkan berhentinya belajar. ُط١ْ اض فَ َر ِ َ ْٕمَ ِط ُغ َػٓ اٌزِ ْى َط٠ ًل١ْ ُ ْط َٔ ْف َسُٗ َوٙ َْد٠ ََلَٚ ًطاْٙ ُطْ َخٙ َْد٠ ََلَٚ ِٔ َشب ٍؽَٚ ٍحْٛ َْ ثِمُ اَٛ ُى٠ ْْ َ أَٝ ْٕجَ ِغ٠ ُ َبُْٙ َسطَٚض أٛ ِ ُِ األ 78 Hendaknya seorang pelajar giat dan bersemangat dalm belajar. Jangan memaksa diri yang dapat menyebabkan berhenti beljar. Sebaikbaiknya suatu perkara adalah tengah-tengahnya. 8. Usaha Sekuat Tenaga Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu sampai terasa letih guna mencapai kesuksesan dan tak kenal berhenti, dan dengan cara menghayati keutamaan ilmu. Mereka hendaknya berusaha sema ksimal mungkin, namun jangan sampai memforsir diri jika sudah merasa letih. Usaha yang maksimal merupakan karakter yang harus dimiliki oleh seorang yang menuntut ilmu. Karena hal itu termasuk sifat yang pantang menyerah terhadap sesuatu. Menuntut ilmu itu adalah hal yang sulit dan sangat melelahkan. Maka dari itu, hendaknya dihadapi dengan penuh kesabaran dan kesungguhan agar kita dapat mencapai hasil yang maksimal. Dalam belajar, seorang pelajar dituntut berperan aktif dalam pembelajaran, dituntut untuk berpikir kritis dan mengulang-ulang pelajaran. sebagaiman al-Zarnuji(2007:59) menjelaskan; ُ اض ِ َو ْث َط ِح اٌزِّ ْى َطَٚ اٌزافَ ُّى ِطٚ ًِ ُِّ َ ِثبٌزّأَٚ ُِ ِِٓ األ ْسزَب ِش أْٙ َ اٌفِٝ َس فِٙ ََدْ ز٠ ْْ َ أَٝ ْٕجَ ِغ٠ َٚ Hendaknya seorang pelajar mencurahkan kemampuanya untuk memahami pelajaran dari guru atau denagn memahami sendiri, mengkaji dan mengulang berulangkali. Nilai-nilai pendidikan karakter di atas dapat dirumuskan dalam tabel sebagai berikut: 79 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nilai karakter Keterangan Sikap senantiasa utuk bermusywarah dalam mengambil suatatu keputusan terbaik agar tidak ada penyesalan. Sikap selalu sabar dan tabah dalam Sabar dan tabah menuntut ilmu, menghadapi cobaan dan melawan hawa nafsu. Sikap selalu menjaga diri dari segala Waro‟ sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu mubah, makruh maupun haram. Hormat dan khidmad Perilaku untuk selalu menghormati guru, teman, serta ilmu itu sendir. Tekun Sikap untuk selalu memilki semangat dan ketekunan dalam menuntut ilmu. Sikap bagi santri untuk memiliki cita-cita Cita-cita luhur luhur dalam menuntut ilmu dan berfikir jauh ke depan. Perilaku untuk tidak selalu memforsir diri Menghargai (respek) dalam menuntut ilmu sehingga ia tidakan terlalu merasa payah dan bosan. Jadi ia diri sendiri perlu menghibur diri dengan cara yang positi. Sikap untuk selalu berusaha semaksimal Usaha sekuat tenaga mungkin dalam menuntut ilmu dengan cara menghayati keutamaan ilmu. Musyawarah C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta’lim al-Muta’allim bagi Dunia Pendidikan Islam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ialah karya yang paling monumental dan merupakan satu-satunya karya populer al-Zarnuji yang dapat diketahui dan masih ada sampai sekarang. Ta'lim al-Muta'llim merupakan salah satu dari beberapa kitab kuning yang banyak dipelajari dan menjadi pedoman pelajar (santri) di pesantren. Di pesantren-pesantren Jawa, kitab-kitab klasik keagamaan karya ulama-ulama terdahulu (sebut kitab kuning) telah lama menjadi literatur pokok 80 dalam pembelajaran agama. Kajian kitab kuning telah menjadi tradisi pesantren selama berabad-abad (Muslim Abdul Rohman, 1997:53). Wajar bila kitab ini sangat popular di kalangan pesantren, kususnya pesantren-pesantren tradisional yang lebih menitik-beratkan pada pendidikan akhlak. Karena, kitab ini mejelaskan berbagai macam akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pelajar agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah. Al-Zarnuji menjelaskan bahwa seorang pelajar harus memiliki sepirit dalam mencari ilmu, karena ilmu merupakan perhiasan bagi orang yang memilikinya. Namun, dalam hal ini, sepirit untuk mencari ilmu al-Zarnuji hanya mengkususkan pada ilmu-ilmu agama, dimana ilmu itu akan bermanfaat bagi kehidupan keagamaan dalam setiap keadaan. Ilmu-ilmu yang dimaksud adalah ilmu-ilmu yang bisa menyelamatkan manusia dari kekufuran, antara lain: ilmu keimanann, shalat, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Selain itu, ilmu yang berguna dalam suatu keadaan tertentu dan ilmu yang berguna dalam bermu‟amalah (mencari nafkah). Untuk masalah nilai sepirit mencari ilmu al-Zarnuji hanya bersikap setengah-setengah, karena al-Zarnuji tidak memperbolehkan mempelajari ilmu yang baru, seperti ilmu filsafat, astronomi dan ilmu-ilmu yang berbau baru (ilmu yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya). Selain menjelaskan tentang sepirit tentang mencari ilmu, al-Zarnuji juga menjelaskan nilai-nilai akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pelajar, milsalnya, menghormati guru, tekun dalam belajar, usaha sekuat tenaga, bercita-cita tinggi, bersikap waro‟, dan lain sebagainya. Dengan sikap yang demikian itu, besar kemungkinan seorang pelajar dapat mencapai kesuksesan dalam belajar. 81 Meliahat kondisi saat ini, dimana kemajuan dan perkembangan tekhnologi dan informatika yang semakin menjamur, bila tidak disikapi dengan baik akan mengakibatkan dampak nigatif yang lebih besar daripada dampak positifnya. Banyak sekali modus kejahatan dan kriminal, seperti penipuan, pencurian, dan lain sebagainya dilakukan melalu kemajuan tekhnologi. Selain, masalah-masalah kriminal juga mengakibatkan problem digradasi etika dan moral. Misalnya, terjadi KKN yang merajalela, seorang pelajar tidak menghormati guru dan orang tua, berpakaian tidak sewajarnya, lebih suka bermain game daripada belajar dan lain sebagainya. Masalah-masalah yang terjadi saat ini adalah masalah-masalah yang paling mendasar, yaitu masalah karakter. Karakter merupakan hal yang paling pokok. Sebagaimana Albert Einstein (Intan Rizky Mutiaz, 2014:2) mengatakan sesuatu yang dapat membuat ilmuwan menjadi hebat bukanlah apa, melainkan karakter. Dengan demikian, melihat kondisi di atas sangat relevan apabila nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dijadikan acuan di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter seperti, musyawarah, waro‟, cita-cita luhur, usaha sekuat tenaga dan lain sebagainya, apabila telah tertanamkan kepada peserta didik, maka keberhasilan dalam dunia pendidikan Islam akan tercapai. 82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dari analisa sekripsi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim terdapat delapan butir nilai pendidikan karakter yang akan penulis sajikan dalam tabel sebagai berikut: No. Materi karakter 1. Musyawarah 2. Sabar dan tabah 3. Waro‟ Hormat Keterangan Sikap senantiasa utuk bermusywarah dalam mengambil suatatu keputusan terbaik agar tidak ada penyesalan. Sikap selalu sabar dan tabah dalam menuntut ilmu, menghadapi cobaan dan melawan hawa nafsu. Sikap selalu menjaga diri dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu mubah, makruh maupun haram. dan 4. Perilaku untuk selalu menghormati teman, serta ilmu itu sendir. khidmad 5. Tekun 6. Cita-cita luhur guru, Sikap untuk selalu memilki semangat dan ketekunan dalam menuntut ilmu. Sikap bagi santri untuk memiliki cita-cita luhur dalam menuntut ilmu dan berfikir jauh ke depan. Menghargai 7. (respek) sendiri Usaha 8. tenaga Perilaku untuk tidak selalu memforsir diri diri dalam menuntut ilmu sehingga ia tidakan terlalu merasa payah dan bosan. Jadi ia perlu menghibur diri dengan cara yang positi. sekuat Sikap untuk selalu berusaha semaksimal mungkin dalam menuntut ilmu dengan cara menghayati keutamaan ilmu. 83 2. Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim masih relevan sampai saat ini di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung didalamnya, seperti, musyawarah, waro‟, cita-cita luhur, usaha sekuat tenaga dan lain sebagainya, akan sangat membantu di dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. B. Saran-saran 1. Pelaksana Pendidikan Bagi pelaksana pendidikan (guru, dosen, dll.) sekiranya harus mampu memahami dan memerhatikan keadaan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Terkadang guru, dosen dll. lupa, bahkan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi pada siswanya. Hal yang demikian ini, akan menghambat proses belajar mengajar, karena dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya kegiatan transfer ilmu pengetahuan saja, bahkan ranah yang terpenting ialah transfer nilai (karakter). Perlu kiranya dalam dunia pendidikan, terlebih dalam pendidikan islam, pelaksana pendidikan (guru, dosen, dll.) memahami dalam pembelajaran jangan hanya nguri-uri aspek kognitif semata, akan tetapi hal terpenting adalah menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik. 2. Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai fasilitas pendidikan diharapkan mampu memenuhi apa yang dibutuhkan oleh pelaku pendidikan, agar proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancer. Selain itu, lembaga pendidikan harus mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang 84 kondusif, dalam arti lingkungan yang mendukung untuk menciptakan manusia yang berkualitas, baik dalam kognitifnya, maupun dalam kepribadiaanya, sehingga peserta didik setelah menjalankan pendidikanya dapat diterima dan berkontribusi dalam masyarakat. 3. Masyarakat Masyarakat supaya dapat berfungsi sebagai patner atau mitra yang sama-sama peduli terhadap keberlangsungan pendidikan. Pada hakikatnya antara masyarakat dan lembaga sekolah memiliki andil dalam tumbuh dan berkembangnya peserta didik. 4. Peneliti Pelanjutnya Bahwa hasil dari analisis tentang kajian nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnujiyang peneliti ini, belum sepenuhnya bisa dikatakan final dan sempurna, sebab tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan di dalamnya sebagai akibat dari keterbatasan waktu, sumber rujukan, metode serta pengetahuan dan ketajaman analisis yang dimiliki, oleh karena itu terhadap peneliti selanjutnya supaya dapat mengkaji ulang dari hasil penelitian ini secara lebih komprehensif dan kritis. 85 DAFTAR PUSTAKA Aunillah, Nurla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bin Isma‟il, Ibrahim. 2007. Ta‟lim al-Muta‟alim Thoriq at-Tallum. Bairut: At-Dar al-Kutub al-Islamiyah. Chrisiana, Wanda. 2005. Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Mahasiswa. : Jurnal Tehnik Industri: Vol. 7. No. 1 Daud, Ali Muhammad. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press. Departemen Agama RI. 1992. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Pelita Empat. Kesuma, Dharma, dkk..2012.Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.). Bandung: Remaja Rosdakarya. Djatnika, Rahmat.1987. Sistem Etika Islam. Surabaya: Pustaka Islam. Dwiyanto, Djoko dan Ing. Gatut Saksono. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila. Yogyakarta: Ampera Utama. Fairuz, A. Adi Muhammad dan Amzan Satiman. 2014. Sifat Waro‟ dalam Pendidikan Menurut Imam al-Zarnuji. Insan: Vol. 4. No. 2 AL-Ghozali. T.Th. Ihya‟ Ulumuddin 1. Singapura: Kharomain. Harefa, Andreas. 2002. Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup. Jakarta: Gramedia. Hasana. 2013. Implementasi Nilai-nilai Karakter Di Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan Karakter: Vol. III. No. 2 Hazlitt, Henry. 2003. Moralitas, terj. Cuk Ananta Wijaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. i J. Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualikatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Lailia Wahdatin, Erwin.2014. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Sentry Menurut Syeh Burhanuddin al-Zarnuji Dalam Kitab Ta‟lima alMuta‟allim. Skripsi pada FTIK PAI IAIN Tulungagung. Marzuki. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Diambil dari, http:.//staff.uny.ac.id./sites/defaut/pengabdian/dr-marzuki-mag Muhaji, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualikatif. Yogyakarta: Rake Sursin. Mulyatiningsih, Endang. Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa. Diambil dari, http:.//staff.uny.ac.id./ Munif, Abdul. 2011. Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut al-Zarnuji. Skripsi FTIK IAIN Walisongo Semarang. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Mulidimesional. Jakarta: Bumi Aksara. Mu‟izzudin, Moch. 2012. Etika Belajar dalam Kitab Ta‟lim Muta‟alim. : alIttijah: Vol. 1. No. 2. Majid, Abdul, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandug: Remaja Rosda Karya. Muhdar HM. 2013. Pendidikan Karakter Menuju SDM Paripurna. Jurnal AlUlum: 13. No. 1. Mu‟alifah, Illun. Integritas Pendidikan Islam dan Barat (Studi Atas Pemikiran ii Zarnuji dan John Dewey). Diambil dari, http://Staff.uinsby.ac.id/ Nata, Abuddin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam (Kapita Selekta Pendidikan Islam). Jakarta: Raja Grafindo. Nandia, Anisa. 2013. Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim Karangan Syikh Az Zarnuji). Skeipsi Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Noer, Hery Aly. 2012. Penciptaan Lingkungan Edukatif dalam Pembentukan Karakter (Studi Terhadap Pemikiran Ibnu Jam‟ah. Jurnal Tsaqofah: Vol. 8. No. 1. Qosim, Abi Abdul Karim. T.Th. Risalatul Qusyairiyah. Singapura-Jedah: Kharomain. Saihat, Hilyatus. 2008. Konsep Memulyakan Guru Menurut al-Zarnuji dalam itab Ta‟lim al-Muta‟allim. Sekripsi Falkultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Sarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-nilai Karakter Bangsa) Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Samani, muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karaktert. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sastrapadja, M. 1978. Kamus Istilah Pendidikan dan Umum. Surabaya: Usaha Nasional. Sarjono. 2005. Nilai-nilai Dasar Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam: Vol. II. No.2 Soewandi, Slamet, dkk. 2005. Pelangi Pendidikan. Yogyakarta: Universitas iii Sanata Dharma. Sugiono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualikatif. dan R&D. Bandung: Alfabeta. Palmquis, Stepen. 2000. Pohon Filsafat, terj. Muhammad Shodiq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Partanto, A. dan M. Dahlan Al-Bary. 1994. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Arkola. Syamsudin. 2012. Konsep Pendidikan al-Zarnuji dan Ibnu Tamimiyah. Vol. I. no.1, Diambil Dari, http://uin-alauddin.ac.id/ UU No. 20 Tahun 2003. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. Wiriyanto, Dicky. 2013. Konsep Pedogogig al-Zarnuji. Islamic Studies Journal: Vol. I.no. 2 Zamroni, dkk. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press. Al-Zarnuji. 2007. Ta‟lim al-Muta‟alillim. Bairut: At-Dar al-Kutub al-Islamiyah. Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2009. Pendidikan Karakter. UNY Press. Zuchdi, Darmiyati. 2013. Pendidikan Karakter ( Konsep Dasar dan Implementasi Di Perguruan Tinggi. Yogyakarta. UNY Press. Nur, Muhammad Ihwan Muslim. Syuro dalam Pandangan Islam dan Demokrasi, diakses dari http://muslim.or.com ) http:articles.islamweb.net Http://kkbi.web.id.com iv http:almoslim.net/node/160472 http://belajarpsikologi.com http://tatangjm.wordpress.com http://lingkedin.com v vi vii