I R PR D EN SE TJ Analisis BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE LA KS AN AA N BN AP Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 – Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun anggaran satu tahun ke depan selambat-Iambatnya PR R I pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Dalam kaitan ini, pada tanggal 22 Mei D 2007, Menteri Keuangan mewakili Pemerintah Pusat telah menyampaikan EN kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2008 kepada SE TJ DPR. Bahan-bahan tersebut akan didiskusikan oleh Pemerintah Pusat dan DPR – dalam rangka pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk BN dijadikan acuan bagi masing-masing kementerian dan lembaga negara dalam KS AN AA N AP penyusunan usulan anggaran. Pemerintah menyampaikan bahwa sesuai perkembangan indikator-indikator yang ada, perekonomian Indonesia menunjukan perkembangan yang semakin pertumbuhan dan aktivitas ekonomi yang meningkat, serta LA mantap, PE fundamental dan stabilitas yang semakin kuat dan terjaga. Perkembangan AN tersebut antara lain ditunjukkan oleh tren pertumbuhan ekonomi yang terus D meningkat, inflasi yang terjaga, nilai tukar yang stabil, cadangan devisa yang AR penyusunan G rangka RAPBN 2008 dan dengan memperhatikan G Dalam AN terus meningkat. AN perkembangan kondisi ekonomi yang ada, pemerintah menetapkan asumsi- IS A asumsi dasar penyusunan RAPBN sebagai berikut: AN AL 1. Pertumbuhan PDB mencapai 6,6% -7,0% O 2. Laju Inflasi (y-oy) mencapai 6,0%-6,5% BI R 3. Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ berkisar antara 9.100 - 9.400 4. Tingkat SBI 3 bulan berkisar antara 7,5% - 8,0% 5. Harga minyak internasional mencapai US$57 -US$60 per barrel 6. Lifting minyak Indonesia (MBCD) berkisar antara 1,034 - 1, 040 juta barrel per hari. Proyeksi Perekonomian 2007 dan Sasaran Pembangunan 2008 Penyampaian Pemerintah tersebut dilandaskan pada keyakinan bahwa kondisi makro ekonomi selama kwartal I 2007 sangat kondusif, sehingga berbagai indikator yang telah ditetapkan untuk kwartal I 2007 akan tercapai. R PR adanya perbaikan dari komposisi agregat, D Secara umum hal ini didasarkan I Pertumbuhan diyakini mencapai 6 persen dan inflasi tetap terkendali. TJ EN seperti konsumsi masyarakat yang meningkat (3,6 - 4,1 persen), konsumsi SE pemerintah (4,5 - 5,0 persen), investasi (6,0 - 6,5 persen), ekspor (14,0 -15 – persen), dan impor (11,0 - 12,0 persen. ( Laju pertumbuhan tersebut lebih AP BN tinggi dari laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kuartal yang KS AN AA N sama 2006 yang hanya mencapai 4,98 persen ) - Antara 26/5/200. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja investasi, ekspor barang dan jasa, serta konsumsi masyarakat. Di sisi LA sektor industri, laju pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan PE pertumbuhan sektor jasa, terutama sektor transportasi dan komunikasi, dan D AN diikuti oleh sektor perdangangan, hotel, dan restoran, serta konstruksi. AN Kinerja investasi menunjukan tren yang semakin membaik sebagaimana AR tercermin dalam berbagai indikator investasi, antara lain: realisasi penanaman G G modal dalam negeri dan asing (PMDN dan PMA) serta laju pertumbuhan impor AN barang modal semakin meningkat, peningkatan laba BUMN dan swasta yang AL IS A akan mendorong peningkatan laba di tahan untuk diinvestasikan kembali. AN Dalam perdagangan internasional, perbaikan kinerja ekspor tercermin dalam O peningkatan pertumbuhan ekspor, khususnya di sektor ekspor non migas. BI R Perbaikan kinerja ekspor tersebut akan berlanjut seiring dengan perbaikan investasi, peningkatan harga komoditi (khususnya komoditi primer) di pasar global, dan peningkatan trade volume dengan mitra dagang Indonesia. Di sisi lain, impor juga mengalami peningkatan sejalan dengan membaiknya daya beli masyarakat. Perkembangan ekspor dan impor tersebut akan memberikan kontribusi positf terhadap neraca perdagangan Indonesia. Membaiknya kondisi perekonomian dan meningkatnya kepercayaan pasar terhadap perkembangan ekonomi domestik tercermin pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ yang terus meningkat. Sejak April 2004, IHSG telah mencapai nilai di atas 2000 dengan kapitalisasi saham hingga April 2007 telah mencapai Rp.1394.7 triliun atau meningkat sebesar 11,7% PR R I dibandingkan akhir tahun 2006. Net buying oleh pihak asing di bulan April 2007 D mencapai Rp.5,6 triliun lebih tinggi dibandingkan bulan Maret 2007 sebesar EN Rp.2,3 triliun. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan positif SE TJ tersebut antara lain adalah sentimen positif pelaku pasar terhadap kondisi – perekonomian domestik, laporan keuangan dunia usaha di kuartal yang cukup terhadap perkembangan AP kepercayaan perekonomian domesitk, KS AN AA N Selain BN baik, rendahnya inflasi. kepercayaan pasar terhadap berbagai kebijakan pemerintah juga terlihat. Hal tersebut tercermin dalam penurunan yield curve mengindikasikan membaiknya LA kinerja dan meningkatnya peminat obligasi negara. Net buying oleh pihak asing PE bulan April 2007 meningkat menjadi Rp.7,7 triliun dibanding dengan bulan AN Maret 2007 sebesar Rp.4,5 triliun. AN D Sasaran pembangunan ekonomi nasional tahun 2008 diupayakan melalui AR pencapaian sasaran ekonomi makro dan sektoral. Pencapaian laju pertumbuhan G G ekonomi tahun 2008 sebesar 6,6% -7,0% akan diupayakan melalui pencapaian AN sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu laju pertumbuhan konsumsi IS A rumah tangga 5,7% -6,2%, konsumsi pemerintah 6,0%-6,5%, investasi sebesar AL 14,5% - 18,2%, dan ekspor dan impor masing-masing sebesar 12,0%-13,6% dan AN 17,3%- 19,1 %. Sementara sasaran pertumbuhan sektor industri antara lain BI R O ditunjang oleh pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,5%-3,7%, industri pengolahan 7,7%-8,1 %, konstruksi 10,0%-10,5%, dan industri tranportasi dan komunikasi sebesar 13,6% - 14,4%. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan konsumsi diupayakan melalui langkahIangkah untuk menjamin peningkatan pendapatan riil dan daya beli masyarakat. Sementara pencapaian sasaran laju pertumbuhan investasi diupayakan melalui peningkatan kinerja sumber-sumber investasi antara lain penurunan suku bunga dan perbaikan fungsi intermediasi perbankan, kebijakan yang mendorong peningkatan persetujuan dan realisasi PMDN dan PMA, peningkatan realisasi belanja modal APBN, persetujuan dan monitoring belanja modal APBD, dukungan pemerintah terhadap pelakasanaan proyek kemitraan PR R I pemerintah dan swasta (PPP), pengawasan terhadap belanja modal BUMN, dan TJ EN D peningkatan IPO dan investasi di Pasar Modal. BN – SE Analisa Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 AP Dari penyampaian Pemerintah tentang indikator-indikator yang melandasi KS AN AA N asumsi dasar dan kebijakan fiskal dalam RAPBN 2008, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan pencermatan dan perhatian agar penyusunan RAPBN D AN Optimisme Stabilitas Finansial PE LA 2008 dapat lebih mencapai sasaran : AN Penyampaian asumsi dasar dan kebijakan fiskal 2008, didasarkan pada AR optimisme pemerintah terhadap pencapaian stabilitas finansial di tahun 2007. G G Dimulai Januari 2007 telah terjadi stabilitas finansial yang cukup mengagumkan AN seperti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang telah mencapai di atas 2000. IS A Juga inflasi bulanan yang dapat ditekan menjadi di bawah 1,5 persen atau nilai AN AL tukar rupiah yang beberapa kali mengalami penguatan tajam hingga di O mencapai bawah Rp 9000 per dolar AS. Kinerja sektor finansial tersebut dicapai BI R karena kebijakan ekonomi masih tetap cenderung monetaris dan terfokus pada pencapaian stabilitas finansial. Namun, tidak seperti kinerja di sektor keuangan yang tergambar menuju perbaikan. Bersamaan dengan keadaan tersebut, muncul kesenjangan yang makin lebar antara sektor finansial dan sektor riil. Hal ini disebabkan kebijakan ekonomi yang hingga saat ini masih terfokus pada sektor finansial . Inilah yang akan menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas pada tahun 2008. Lemahnya struktur dan iklim ekonomi mengakibatkan ekses likuiditas di pasar keuangan akhirnya tidak PR R I mampu mendorong minat pengusaha untuk berinvestasi di sektor riil. EN D Kinerja Pemerintah dalam Mengelola dan Memanfaatkan APBN sebagai SE TJ Stimulus Ekonomi. BN – Selama dua tahun terakhir target pertumbuhan ekonomi tidak dapat tercapai. AP Tahun 2005 target pertubuhan yang 6,1 persen hanya terealisasi 5,5 persen. KS AN AA N Sedangkan tahun 2006, realisasi hanya sebesar 5,6 persen jauh dari target yang sebesar 6,2 persen. LA Salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi adalah realisasi APBN PE yang rendah. Sebagaimana diketahui pada saat sumber-sumber pertumbuhan AN lain seperti invesatasi dan ekspor mengalami perlambatan maka peran AN D pengeluaran pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi AR amat vital. Pos pengeluaran pemerintah yang akan menciptakan multiplier G G effect besar terhadap ekonomi domestik adalah belanja modal dan barang. AN Akan tetapi ternyata realisasi anggaran tersebut selama dua tahun terakhir IS A tidak terserap secara efektif. AN AL Pada tahun 2005 sekitar 21,87 % persen dari belanja barang dan 32,68 % dari O belanja modal tidak terealisasi. Sedangkan pada tahun 2006 sekitar 16,25 % BI R dari belanja barang dan 14,61 % dari belanja modal juga tidak dapat direalisasikan. Inilah yang akhirnya menjadi salah satu penyebab terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun tersebut. Dengan kecenderungan ini dikawatirkan untuk tahun anggaran tahun ini pemerintah kembali tidak mampu merealisasikan anggaran pada awal-awal tahun anggaran sebagaimana dua tahun sebelumnya. Bila kinerja pengelolaan anggaran ini berlanjut maka target pertumbuhan ekonomi 2008 sebesar 6,8 persen menjadi terlalu optimistis karena pada tahun depan diperkirakan peran APBN masih akan sangat besar sebagai stimulus R I ekonomi. D PR Realitas Besaran Makro Ekonomi. EN Optimisme Pemerintah ditunjukan juga dalam prediksi besaran-besaran makro, TJ terutama pertumbuhan dan kebutuhan investasi. Namun, perlu dilihat sejauh SE mana optimisme tersebut didukung oleh realitas keadaan makro ekonomi. BN – Realisasi pertumbuhan investasi swasta tahun 2006 misalnya hanya sebesar 2,9 AP persen dengan investasi bisnis bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Angka KS AN AA N ini jelas jauh lebih rendah dibanding target pertumbuhannya yang sebesar 11,1 persen. Tahun 2007, target optimistis pertumbuhan investasi sebesar 12,3 persen pun terancam untuk tidak tercapai. Seperti diketahui BPS melaporkan PE LA pertumbuhan investasi kuartal I 2007 sebesar –2,5%. AN Padahal target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen tahun 2008 hanya D akan tercapai bila investasi tumbuh 14,5-18,2 persen. Bila mengikuti tren AN pertumbuhan investasi sejak 2006 hingga 2007, tahun ini dimungkinkan masih G AR mengalami perlambatan, maka harapan pertumbuhan investasi yang tinggi AN G sebagai stimulus pertumbuhan bisa dianggap terlalu optimistis. IS A Pemikiran kemungkinan terlalu tingginya harapan Pemerintah terhadap AL pertumbuhan investasi adalah dari realisasi dari penyediaan dana investasi. AN Sebagai contoh, untuk mendukung target pertumbuhan sekitar 6 persen pada 2007, dibutuhkan investasi sekitar Rp 940 triliun. Ditargetkan BI R O tahun pembiayaan investasi itu berasal dari belanja modal pemerintah sebesar Rp 185 triliun, kredit perbankan non konsumsi Rp 106 triliun, investasi langsung asing Rp 325 triliun, serta pasar modal, asuransi, dana sendiri Rp 251 triliun. Namun menurut Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, dengan perkembangan yang terjadi hingga saat ini tidak akan mudah bagi pemerintah untuk merealisasikan target tersebut. Realisasi anggaran yang rendah akan bagaimanapun berpengaruh terhadap tidak tercapainya kebutuhan invesatsi dari belanja modal pemerintah. Belum fungsi intermediasai perbankan kemungkinan besar akan I pulihnya PR R mengakibatkan target Rp 106 triliun dari dana perbankan tidak akan tercapai. D Demikian juga iklim invesatasi, daya saing produk manufaktur di pasar TJ EN internasional serta rendahnya daya beli masyarakat akan mempengaruhi SE pencapaian investasi dari swasta yang ditargetkan sangat besar tersebut. BN – Menurut Gubernur BI dan Kadin, sejumlah hambatan masalah struktural yang AP ada saat ini belum terselesaikan. Masalah tersebut antara lain lemahnya KS AN AA N dukungan iklim investasi dan struktur pasar, belum memadainya ketersediaan infrastruktur, permasalahan birokrasi, rendahnya produktivitas, dan inefisiensi faktor produksi juga kesimpangsiuran dan inkonsistensi regulasi, lemahnya LA kepastian hukum, dan rendahnya kemampuan untuk mempercepat belanja AN PE pembangunan di daerah. D Sebagaimana diketahui kebutuhan investasi 2008 sebesar Rp 173,6 triliun dari AN belanja modal APBN dan 30 persen belanja modal APBD. Investasi swasta baik AR yang berasal dari penanaman modal baru maupun pengembangan usaha sebesar G G Rp 460 triliun. Sementara pinjaman dari public private partnership (PPP) untuk AN proyek-proyek infrastruktur diharapkan mencapai Rp90 triliun dan dana dari IS A perbankan melalui penyaluran kredit investasi dan kredit modal kerja mencapai AN AL Rp210 triliun. Sumber-sumber lain, seperti penerbitan saham perdana (IPO) dan O penerbitan obligasi oleh korporasi sebesar Rp 210,3 triliun. BI R Di sisi moneter pertumbuhan kredit perbankan tahun 2006 masih tergolong rendah. Meskipun pada kuartal I 2007 telah mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 14%, akan tetapi masih lebih rendah dari target awal yang sebesar 23 persen.Demikian juga kondisi iklim investasi yang masih belum menarik akibat berbagai masalah struktural yang belum dapat diselesaikan hingga bulan Mei 2007, akan sulit untuk mencapai realisasi pertumbuhan kredit perbankan lebih dari 30 persen pada tahun depan. Bahkan Gubernur Bank Indonesia sendiri pesimistis dengan memprediksi bahwa target investasi dari sumber perbankan sebesar Rp 210 triliun sangat sulit tercapai. R I Tantangan Kondisi Perekonomian 2008 D PR Pemerintah menyadari adanya beberapa tantangan yang berpengaruh dalam EN perkembangan perekonomian global dan regional pada Tahun 2008. Masalah- TJ masalah lama seperti ketidakpastian harga minyak, komoditas primer, SE ketidakseimbangan global dan volatilitas pasar keuangan tetap menjadi AP pemulihan iklim investasi dalam negeri. BN – masalah yang harus dihadapi. Begitu pula dengan masalah lambatnya KS AN AA N Namun disamping hal-hal tersebut terdapat berbagai pemikiran munculnya masalah-masalah lain seperti : LA Terciptanya bubble economy yang disebabkan membanjirnya dana jangka AN PE pendek dari kelebihan likuiditas di pasar global serta kebijakan-kebijakan yang D lebih favorable kepada sektor keuangan. AN Seperti diketahui bahaya bubble economy telah diingatkan oleh ADB kepada G AR negara-negara Asia akibat masuknya hot money yang berlebihan ke negara- AN G negara Asia. Selain Pakistan, India dan Pakistan, negara-negara Asia yang IS A pernah terkena krisis tahun 1997 seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia AL masih rentan terhadap ancaman krisis. AN Hal ini diikuti oleh kinerja sektor finansial dan pasar uang sangat luar biasa, BI R O padahal kenaikan indikator fundamental tidak mendukung. (Hendri Saparini, Kompas 2/6/2007) Apabila indikasi ini terjadi, maka cepat atau lambat kan terjadi koreksi, disaat lain kondisi struktur ekonomi masih diperdebatkan ketangguhannya. Pemerintah dan dan BI telah menyatakan bahwa kondisi struktur perekonomian Indonesia telah berbeda menjadi lebih tangguh. Setidaknya perbaikan kemampuan Indonesia terukur dari membaiknya struktur permodalan bisnis, pengawasan pasar modal dan kemampuan pasar untuk D PR R I berdisiplin. (Anggito Abimanyu, Kompas 2/6/2007) EN Masalah lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah pemikiran bahwa SE TJ stabilitas dan pertumbuhan yang ditunjukan oleh indikator-indikator ekonomi BN – tidak sinkron dengan banyaknya rakyat miskin dan pengangguran. AP Pertumbuhan PDB, nilai tukar yang stabil atau bahkan cenderung menguat, indikator ekonomi makro yang KS AN AA N peningkatan indeks harga saham gabungan, inflasi yang rendah dan berbagai bagus berjalan bersama-sama dengan kemiskinan dan pengangguran yang luar biasa. ( Kwik Kian Gie , Kompas BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE LA 2/6/2007)