KAJIAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI BESAR DAN PERSEBARANNYA DI KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : WALUYO Nirm : 05.6.106.09010.50077 Kepada FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sektor industri pada umumnya pertumbuhannya jauh lebih pesat dari sektor pertanian. Oleh karena itu juga tidak mengherankan bahwa peranan sektor industri dalam perekonomian dalam suatu negara lambat laun menjadi semakin penting. Hal ini tercermin pada sumbangan sektor industri pada Produk Nasional Bruto yang semakin meningkat. Pembangunan dan pengembangan industri di Indonesia tidak hanya cukup menanamkan modal yang besar begitu saja. Hal ini disebabkan latar belakang budaya dan kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia yang masih tergantung pada sektor pertanian. Agar tidak terjadi masalah antara proses industrialisasi dan pembangunan pertanian, maka kedua sektor tersebut diusahakan agar tumbuh secara seimbang. Untuk pengembangan suatu kawasan industri diperlukan perencanaan yang tepat dan matang sebagai penentuan lokasi industri, dengan demikian untuk menentukan suatu lokasi yang cocok bagi kawasan industri, diperlukan identifikasi lokasi yang sesuai agar dapat dijadikan sebagai kawasan industri dengan memperhatikan variabel-variabel penentuan lokasi relatif industri. (dalam Tono Junaedi dan Harry Nugroho, 1996) Dalam pengembangan kawasan industri sebenarnya cukup banyak permasalahan yang ada, baik permasalahan yang bersifat strategik, manajerial dan teknikal. Misalnya yang bersifat strategik berkaitan dengan aspek-aspek untuk menjawab perlunya dibangunnya kawasan industri, peran maupun fungsinya yang diharapkan dari kawasan industri dimasa yang akan datang sekaligus dampak jangka panjang terhadap pengembangan kawasan industri. Permasalahan yang bersifat manajerial berkaitan dengan aspek penataan ruang dan pengarahan lokasi industri yang berkaitan dengan perencanaan wilayah suatu daerah dan penyediaan sarana internal (listrik, air, sarana telekomunikasi, jalan, saluran pembuangan) Sementara masalah-masalah yang bersifat teknikal seperti bagaimana tata letaknya, luas lahan yang disediakan untuk industri besar, sedang maupun industri kecil (Mardihartanto dalam Harry Nugroho, 1996) Adapun keberadaan kawasan industri di Kota Salatiga pada waktu itu bermula dari adanya beberapa industri yang ada di Kota Salatiga. Keberadaan industri pada waktu itu didasarkan atas posisi strategis Kota Salatiga yang sekaligus menempatkan Kota Salatiga menjadi salah satu pusat Sub Wilayah Pengembangan (SWP) I dan dalam perjalannya sektor industri di Kota Salatiga berkembang dengan baik. Melihat kenyataan ini, kebijakan pemerintah provinsi Jawa Tengah menjadikan Kota salatiga ditetapkan menjadi salah satu daerah kawasan industri. Berdasarkan perencanaan provinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTRK) Jawa Tengah, dijelaskan bahwa untuk mengatasi kesimpangsiuran penggunaan tata ruang kawasan industri, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan 8 (delapan) kawasan industri pada daerah-daerah kabupaten (SK Gubernur No. 530.05/48/09). Daerah Kota Salatiga merupakan salah satu dari delapan daerah yang termasuk dalam ketetapan tersebut. Sedang kawasan industri yang dimaksud disini sesuai dengan Keppres No. 59 tahun 1989 adalah tempat pemusatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Pembangunan kawasan industri dimaksudkan sebagai upaya pemerintah untuk menciptakan suatu iklim yang lebih baik melalui penyediaan lokasi industri yang didukung oleh fasilitas dan prasarana yang lengkap dan berorientasi pula kepada kemudahan untuk mengatasi masalah pengelolaan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah industri. (Diperindagkop Kota Salatiga, 2007) Sedangkan menurut Keppres No. 59 Tahun 1989 tentang penempatan lokasi kawasan industri pengolahan dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh kawasan industri. Kriteria untuk penggolongan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja (BPS, 1990) sebagai berikut : a. Industri Rumah Tangga : 1 – 4 orang b. Industri Kecil : 5 – 9 orang c. Industri Menengah : 10 – 99 orang d. Industri Besar : > 99 orang Penetapan Kota Salatiga sebagai salah satu dari delapan daerah yang termasuk dalam kawasan industri cukup beralasan karena, dalam merencanakan suatu kawasan industri suatu wilayah harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti upah tenaga kerja yang ada masih relatif murah, maupun faktor wilayah pada daerah (Diperindagkop, 2007). Selain itu faktor strategis lainnya seperti, berada pada posisi jalur jalan besar antara Solo – Boyolali – Salatiga – Semarang dan merupakan Sub Wilayah Pembangunan (SWP) I Jawa Tengah dengan pusatnya di Semarang yang secara strategis letaknya dekat dengan Kota Salatiga. Kota Salatiga dengan luas wilayah 5.678,11 Ha terbagi kedalam empat kecamatan yaitu Kecamatan Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam merencanakan suatu kawasan industri haruslah mempertimbangkan faktor-faktor sebagaimana tersebut diatas. Selain itu Kota Salatiga juga merupakan pusat kegiatan mulai dari industri, perdagangan maupun sektor jasa dan pemerintahan (Bappeda Kota Salatiga, 2007) Berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto, sektor yang memberikan sumbangan terbesar adalah sektor jasa dan sektor industri. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sumbangan PDRB masing-masing sektor. Sektor-sektor yang menempatkan sebagai sektor unggulan adalah sektor jasa, industri dan perdagangan. Hal ini dapat dilihat pada sumbangan PDRB sektor industri yang mengalami peningkatan tiap tahunnya, sebagaimana disajikan dalam tabel 1.1 di bawah ini : Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Di Kota Salatiga Tahun 2005 – 2007. 1 2 3 Pertanian Pertambangan dan Pengggalian Industri Pengolahan 2005 Nominal (juta rp) 62.547,34 712,06 216.927,88 4 5 6 Listrik, Gas dan air Minum Bangunan Perdagangan, Restoran & Hotel 68.653,68 57.604,25 193.552,56 7 Pengangkutan Dan Komunikasi 135.210,33 8 Bank dan Lembaga Keuangan 115.351,36 9 Jasa-Jasa 253.572,40 PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU 1.104.131,8 6 N o Sektor % 5,66 0,06 19,6 5 6,22 5,22 17,5 3 12,2 5 10,4 5 22,9 7 100, 0 Harga Berlaku 2006 Nominal (juta rp) % 65.380,02 5,28 806,35 0,07 229.572,93 18,5 5 78.008,68 6,30 66.557,10 5,38 216.153,56 17,4 6 146.925,75 11,8 7 123.711,78 9,99 310.789,06 1.237.905,23 25,1 1 100, 0 2007 Nominal (juta rp) 76.343,79 863,62 251.617,36 % 5,57 0,06 18,36 83.037,30 74.677,07 242.100,14 6,06 5,45 17,67 157.078,57 11,46 137.250,65 10,02 347.198,12 25,34 1.370.166,62 100,0 Sumber : PDRB Kota Salatiga tahun 2007 Tabel di atas dapat menginformasikan pada kita bahwa sumbangan sektor industri memberikan kontribusi terbesar nomer dua setelah sector jasa terhadap Pendapatan Domentik Regional Bruto di Kota Salatiga dibandingkan dengan sektor yang berpotensi lainnya seperti, sektor pertanian, pertambangan dan penggalian yang juga mengalami peningkatan selama tahun 2005 sampai tahun 2007. sedangkan secara absolut kenaikan angka nominal sektor industri menunjukan adanya peningkatan dari tahun ketahun, yaitu secara berturut-turut dari Rp 216.927,88 menjadi Rp 229.572,93 pada tahun 2006 dan meningkat menjadi Rp 251.617,36 pada tahun 2007. Kelompok industri yang ada di Kota Salatiga sangat bervariasi. Mulai dari industri logam mesin hingga industri aneka, baik berskala kecil hingga besar. Selain itu bila dilihat dari jumlahnya tiap tahun yang selalu mengalami peningkatan, baik itu industri kecil, menengah hingga industri besar. Kondisi ini ditambah lagi dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (DiperindagKop, 2007)) Kota Salatiga sendiri yang mendukung keberadaan dari sektor maupun kawasan industri yang sekaligus merupakan leading sector sumbangannya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Salatiga maupun sebagai pemicu bangkitnya sektor lain. Namun demikian, Keberadaan sektor industri tersebut salah satunya dalam penempatan lokasi industri pada suatu wilayah atau kawasan tertentu yang belum tentu sesuai dengan aturan atau kaidah yang telah ditetapkan, terutama untuk industri besar. Hal ini mengingat bahwa peletakan suatu lokasi industri yang tidak tepat akan menyebabkan banyak gangguan maupun tantangan yang akan dihadapi nantinya. Baik itu menyalahi aturan penataan tata ruang yang telah ditentukan, ketersedian listrik, air, sarana telekomunikasi, sarana dan prasarana serta daya dukung lingkungan. Hal ini mengingat pula bahwa secara umum wilayah Kota Salatiga berada pada daerah yang mempunyai topografi relatif bergelombang. Tentunya hal ini akan membawa konsekuensi terhadap letak dari suatu kawasan industri di Kota Salatiga. Oleh karena itu, kiranya diperlukan adanya suatu kajian ataupun penelitian untuk lokasi kawasan industri besar yang ada sekarang ini sudah sesuai dengan ketentuan atau aturan yang ada atau belum. Karena kalau dilihat di lapangan pada kawasan industri besar tersebut juga menunjukan adanya perkembangan fasilitas sosial ekonomi lainnya seperti pasar, toko-toko maupun swalayan maupun untuk daerah permukiman penduduk, sehingga apakah kawasan tersebut benar-benar merupakan kawasan industri besar atau hanya sebagai akibat dari perkembangan central bussiness distric. Selain itu, berada diwilayah atau lokasi mana saja industri besar tersebut dan berapa luas wilayahnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan bermaksud mengadakan penelitian mengenai : “Kajian Lokasi Kawasan Industri Besar dan Persebarannya di Kota Salatiga “. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan perencanaan dalam RUTRK Provinsi JawaTengah mengenai kawasan lokasi industri di Kota Salatiga maka, penelitian ini berusaha melakukan kajian lokasi terhadap kawasan industri besar serta persebarannya di Kota Salatiga. Sehingga dalam penelitian ini dapat dirumuskan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Berapa luas wilayah yang cocok untuk kawasan industri dan terletak dimana saja ? 2. Apakah bagian dari wilayah industri besar di Salatiga ada yang cocok untuk kawasan industri ? 3. Apakah distribusi industri besar yang sudah ada saat ini sudah sesuai dengan persyaratan lokasi industri ? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui luas dan persebaran kawasan industri besar di Kota Salatiga. 2. Mengetahui wilayah-wilayah di Kota Salatiga yang cocok sebagai kawasan industri besar. 3. Kajian terhadap lokasi kawasan industri besar di Kota Salatiga. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Menjadi masukan sekaligus pertimbangan-pertimbangan dalam mengkaji lokasi kawasan industri. 2. Untuk perkembangan ilmu geografi, khususnya kajian geografi untuk identifikasi kawasan lokasi potensi industri. 1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1. Telaah Pustaka Menurut Nursid (1981), bahwa industri sebagai suatu sistem yang merupakan perpaduan subsistem manusia dan subsistem fisis. Tersedianya lahan, bahan mentah atau bahan baku dan sumber daya energi sebagai subsistem fisis yang sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan suatu industri. Daldjoeni, (1992) dalam bukunya Geografi Baru : organisasi keruangan dan praktek memuat beberapa teori tentang lokasi industri yang dijadikan dasar bagi pengkajian untuk memilih lokasi potensial kawasan industri. Teori tersebut antara lain : Menurut teori Webber (least cost location), yaitu pemilihan lokasi lokasi industri berdasarkan tempat - tempat yang mempunyai biaya paling minimum dari bahan mentah yang dibutuhkan, tenaga kerja serta konsumen (pasar), yang semuanya ditimbang dengan biaya transportasi. Adapun tujuan teori ini adalah untuk menentukan lokasi optimalnya.(Optimum location) yaitu lokasi yang terbaik secara ekonomis. Menurut lokasi industri optimal Losch (Economic of location) yang berdasarkan demand (permintaan), sehingga disitu diasumsikan bahwa lokasi optimal dari suatu pabrik atau industri adalah dimana yang bersangkutan dapat menguasai wilayah pasaran yang terluas sehingga dapat menghasilkan paling banyak keuntungan. Menurut teori Robinson (economic geography) yaitu faktor lokasi yang dipakai dalam geograpi perindustrian berkaitan dengan gejala yanag berpengaruh atas penempatan pabrik. Faktor Faktor yang berpengaruh terhadap lokasi adalah wilayah sumber daya bahan mentah, pasaran, sumber suplai tenaga kerja, wilayah bahan bakar dan tenaga, jalur transportsi, medan wilayah, pajak, dan peraturan penjaluran kota. Kartono (1983) berpendapat bahwa faktor - faktor umum yang ditetapkan dalam penentuan/pemilihan lokasi industri adalah : 1. Faktor input, meliputi bahan baku, tenaga kerja, energi, air, iklim dan lahan. 2. Faktor output, mencakup pasar atau konsumen dan fasilitas pembuangan. 3. Faktor penunjang tidak langsung terdiri atas pengangkutan dan fasilitas komunikasi. 4. Faktor penunjang tidak langsung misalnya dorongan lokal. Menurut Glasson (1977) penentuan identifikasi lokasi potensi industri berdasarkan klasifikasi variabel lokasi relatif wilayah industri meliputi variabel lereng, ketinggian tempat, penggunaan lahan, bencana alam (erosi), ketersediaan air tanah, penduduk Angkatan kerja, prasarana jalan, fasilitas kesehatan telepon dan indeks komposit sedangkan faktor - faktor dalam penentuan lokasi industri adalah tenaga kerja, komunikasi, tempat dan kedudukan bangunan serta faktor lingkungan. Selain faktor - faktor tersebut metode pendekatan keuntungan terbesar selalu digunakan dalam menentukan lokasi industri. Metode pendekatan, keuntungan terbesar mencakup aspek-aspek pendekatan biaya terendah dan pendekatan daerah pemasaran dan harus selalu diselaraskan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan pendapatan dan lapangan kerja. Analisa faktorfaktor lokasi industri dalam teori dan praktek, menampilkan faktor-faktor tertentu yang sangat fundamental, unsur-unsur kunci dalam teori lokasi yaitu faktor-faktor pengangkut, tenaga kerja, aglomerasi dan pasar yang semua mempunyai peranan yang penting dalam praktek dan merupakan parameter-parameter dasar bagi setiap keputusan lokasi. Tetapi praktek menunjukkan adanya faktor-faktor tingkah laku dan institusional yang sukar dikwantitaskan dalam suatu model sederhana, yang juga dapat mempengaruhi keputusan-keputusan lokasi di dalam kerangka yang dibentuk oleh faktor-faktor lainnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, lokasi dari industri sudah pasti ditentukan sehubungan dengan sumber input dan pasar bagi output. Faktor-faktor produksi yang beraneka ragam, lahan, tenaga kerja, modal dan faktor pasar adalah penentu primer dari lokasi. Faklor-faktor ini dapat diperinci menjadi lebih spesifik seperti kwantitas dan kwalitas tenaga kerja. Lokasi geografik dari tempat dan ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan. Penentu lainnya seperti kebijaksanaan pemerintah dan faktor-faktor lingkungan. Suatu wilayah yang memiliki kondisi yang baik dan faktor-faktor tersebut, merupakan lokasi yang relatif lebih baik untuk mendukung timbulnya suatu lokasi wilayah industri. Menurut Dickinson dalam Glasson (1977) pentingnya pemetaan suatu data kaitannya dengan aspek keruangan dan penggunaannya secara praktis dengan alasan : 1. Untuk menimbulkan daya tarik yang lebih besar pada subyek yang ditampilkan, 2. Dapat memperjelas, menyederhanakan dan menerangkan sesuatu aspek yang lebih penting, 3. Untuk menonjolkan pokok bahasan atau tulisan, 4. Dapat bertindak sebagai sumber data statistik bagi pemakai lainnya. Bintarto dan Surastopo (1982) mengemukakan bahwa apabila seseorang akan menyajikan data yang menunjukan distribusi keruangan atau lokasi dan mengenai sifat-sifat penting, maka hendaknya informasi ini ditunjukan dalam bentuk peta, karena suatu peta dapat menggambarkan dan menyajikan aspek keruangan berupa lokasi persebaran dan perkembangan serta penyebaran macam dan nilai data secara tepat dan cepat, sehingga dengan begitu mudah dan cepat dalam memahami dan memperoleh gambaran secara jelas dari apa yang disajikan. 1.5.2. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.2. berikut ini : Tabel 1.2. Hasil Penelitian Kawasan Industri Peneliti Tujuan Herry Nugroho (1996) 1. Mencari lokasi potensial untuk kawasan industri di Kabupaten Kendal, 2. Mengetahui jenis industri yang cocok pada lokasi terpilih Tono Junaedi (1997) Mengetahui wilayah kecamatan yang cocok untuk kawasan industri di Kabupaten Kulon Progo dengan melihat / mengevaluasi kebijaksanaan kebijaksanaan pemerintah dalam menentukan kawasan industri. Rudi Dwi Identifikasi lokasi Metode Hasil Metode Penelitian Lokasi kawasan industri di Kabupayang digunakan ten Kendal meliputi keadaan fisik, survei, dengan lingkungan binaan, Aksessibilitas, menggunakan dua kemudahan memperoleh sarana, dan jenis data yaitu aspek sumber daya manusia. data primer dan Sedangkan identifikasi jenis industri data sekunder. memakai kriteria jenis industri. Setelah diklasifikasi dan diskoring dari semua variabel yang mempunyai nilai tertinggi cocok untuk kawasan industri, sedang untuk jenis industri dicocokkan dengan sumber daya alam yang ada pada kecamatan terpilih. Metode Penelitian Dalam penelitian ini faktor penentu yang digunakan lokasi industri dijabarkan menjadi 9 survei, dengan variabel yaitu kelerengan, ketinggian menggunakan dua tempat, ketersediaan lahan kering, jenis data yaitu bencana alam yang tejadi, ketersediaan data primer dan air, penduduk usia kerja, prasarana data sekunder jalan, fasilitas kesehatan, telepon dan aksesibilitas. Keunggulan dari teori Glasson ini adalah faktor -faktor penentu lokasi industri lebih lengkap dibanding teori lain. Kelemahannya adalah belum adanya faktor-faktor menurut Renner (1957) yaitu modal, bahan mentah, harga lahan, perundangundangan, iklim, perpajakan dan sisa hasil produksi serta faktor kondisi ekonomi setempat. Hal ini mengingat, kelemahan variabel tersebut merupakan variabel yang menentukan dalam pengembangan suatu industri, sedangkan 9 variabel diatas adalah variabel untuk menentukan kawasan potensi industri. Metode Penelitian Berdasarkan Teori Glsson tersebut, Setyawan (1998) potensi industri di Kabupaten Sukoharjo dengan menggunakan 9 variabel menurut Glasson yang digunakan survei, dengan menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder maka faktor yang berpengaruh terhadap lokasi industri di Kabupaten Sukoharjo adalah kelerengan, ketinggian tempat, ketersediaan lahan kering, bencana alam yang tejadi, ketersediaan air, penduduk usia kerja, prasarana jalan, fasilitas kesehatan, telepon dan aksesibilitas yang menunjukan adanya variasi wilayah lokasi industri. Berdasarkan uji variabel tersebut, wilayah yang merupakan kawasan potensi industri adalah Kecamaatan Nguter, Kartasura dan Grogol. Beberapa hasil penelitian di atas dijadikan acuan dan rujukan untuk melakukan penelitian di Kota Salatiga guna mendapatkan lokasi strategis kawasan industri besar dan persebarannya. Sedangkan perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terlatak pada hasil yaitu lokasi persebaran industri di Kota Salatiga dan menitik beratkan pada hasil persebaran lokasi kawasan industri besar, sedangkan penelitian sebelumnya hanya menghasilkan bahan rujukan untuk industri pada lokasi penelitian masing-masing. 1.6. Kerangka Pemikiran Dalam rangka meningkatkan pembangunan perekonomian di suatu daerah maka salah satu usaha yang sangat berperan adalah menciptakan suatu kawasan industri yang memadai. Kawasan industri ini dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten dengan lokasi basis ditetapkan ditingkat kecamatan. Penentuan kawasan industri ditunjang oleh kebijaksanaan–kebijaksanaan pemerintah yaitu dengan memperhitungkan Rencana Umum Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah maupun Rencana Umum Tata Ruang Kota Salatiga, sehingga akan terbentuk suatu kawasan industri yang terencana dan koordinatif. Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Salatiga, terdapat kawasan industri dan kawasan non industri. Secara umum, keberadaan industri besar di Kota Salatiga dipengaruhi oleh faktor geografis yang meliputi faktor fisik (topografi, penggunaan lahan, ketersediaan air dan sarana prasarana dasar lainnya) dan faktor non fisik (jumlah penduduk, fasilitas sosial ekonomi) selain itu juga dipengaruhi oleh posisi relatif dari Kota Salatiga yang berada pada jalur jalan utama yang strategis yang menghubungkan kota Surakarat–Boyolali–Semaranag. Namun demikian, dalam penentuan maupun distribusi kawasan industri besar di Kota Salatiga tersebut perlu memperhatikan faktor–faktor seperti kelerengan, ketinggian, penggunaan lahan, ketersediaan air, daerah rawan erosi, penduduk Angkatan kerja, prasarana jalan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas telepon. Sehingga hal ini perlu diadakan kajian apakah variabel-variabel tersebut sudah sesuai atau belum dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk peta kesesuaian kawasan industri yang meliputi peta kawasan industri besar di Kota Salatiga. Tata Ruang Wilayah Kawasan Industri Industri Besar Faktor geografis setempat : fisik non fisik Kebijakan Pemerintah Variabel yang dievaluasi Kelerengan Ketinggian Penggunaan lahan Ketersediaan air Daerah rawan erosi Penduduk angkatan kerja Prasarana Jalan Fasilitas kesehatan Fasilitas telpon Distribusi industri yang telah ada Sesuai dan tidak sesuai Luas, persebaran kawasan industri besar dan lokasi kawasan industri besar di kota Salatiga Gambar 1.1. Diagram Alir Pemikiran Sumber : penulis, tahun 2007 1.7. MetodePenelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa data sekunder dan observasi lapangan yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1.7.1. Daerah Penelitian Lokasi pemilihan daerah penelitian meliputi seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kota Salatiga, yang dipilih secara purposive sampling (Bintarto, 1982) yaitu penentuan pemilihan daerah penelitian berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut adalah : Kota Salatiga merupakan salah satu dari 8 kawasan industri di Provinsi Jawa Tengah, adanya peningkatan kontribusi sektor industri terhadap PDRB di Kota Salatiga serta temuan dilapangan menunjukan adanya konsentrasi kegiatan industri terdapat pada kawasan atau wilayah tertentu yang belum tentu cocok. 1.7.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi-inslansi terkait seperti: 1. Data mengenai jumlah dan jenis industri (Kanwil Perindustrian dan Kandep Perindustrian), 3. Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Peta (BAPPEDA, DPU), 4. Data Kota Salatiga Dalam Angka (Biro Pusat Statistik), 5. Monografi Kecamatan (Kantor Kecamatan), dan 6. Data dari instansi lain yang terkait dengan penelitian. 1.7.3.Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakaan dalam penentuan lokasi industri meliputi: 1. Kelerengan Lereng Kelerengan berpengaruh penting terhadap kelancaran proses kegiatan industri, dan beberapa peta lokasi wilayah industri menunjukkan wilayah industri biasanya berasosiasi dengan wilayah yang bertopografi datar. Tingkat kelerengan menggunakan kriteria yaitu wilayah yang digunakan untuk kawasan industri mempunyai kemiringan lereng kurang dari 8 %. (sumber: Van Zuidam 1979) 2. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat juga berpengaruh penting terhadap kelancaran proses kegiatan industri. Semakin tinggi lokasi yang akan digunakan semakin menghambat aktivitas industri. Ketinggian tempat menggunakan kriteria yaitu wilayah tersebut mempunyai ketinggian di bawah 100 meter.(sumber Van Zuidam 1979) 3. Penggunaan Lahan (Lahan Kering Tegalan) Penggunaan lahan digunakan untuk melihat daya dukung lahan yaitu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sumber daya lahan untuk suatu penggunaan tertentu, seperti lokasi industri. Penggunaan tanah yang cocok untuk kawasan industri adalah lahan kering, yaitu lahan yang bukan untuk pertanian dan permukiman. Lahan yang dimaksud adalah lahan kering tegalan. (sumber Van Zuidam 1979) 4. Kctcrsediaan Air Wilayah yang mempunyai ketersediaan air tinggi memberikan kemudahan dalam penyediaan air untuk industri, karena air sangat diperlukan untuk proses rangkaian kegiatan industri. Ketersediaan air ini dapat berupa air tanah, air sungai, atau air PAM. Kriteria yang digunakan adalah ketersediaan air dari besarnya debit air tanah pada tiap wilayah kecamatan (debit air tanah didapatkan pada data sekunder). 5. Daerah Rawan Erosi Daerah yang mempunyai kecenderungan terkena bencana alam kurang menguntungkan untuk dijadikan tempat industri. Kriteria daerah rawan erosi ini berupa lokasi kawasan rawan erosi yang ada di Kota Salatiga. 6. Penduduk Angkatan Kerja Semakin banyak penduduk angkatan kerja maka semakin potensial wilayah tersebut untuk kawasan industri. Kriteria untuk penduduk angkatan kerja dihitung dari penduduk yang belum bekerja dan yang sudah bekerja. (usia diambil dari 14 tahun–59 tahun) (sumber : Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, tahun 2000) 7. Prasarana Jalan Semakin baik kondisi jalan maka semakin tinggi mobilitas. Perhitungan untuk prasarana jalan dilihat dari kepadatan jalan yaitu hasil dari panjang jalan (keseluruhan panjang jalan dibagi luas wilayah dari masing-masing kecamatan). Jalan dalam penelitian ini dibedakan menurut status, yaitu jalan negara, jalan provinsi, jalan kabupaten yang diaspal dan jalan kabupaten yang diperkeras. 8. Fasilitas Kesehatan Dengan adanya sarana dan prasarana kesehatan sangat menunjang kegiatan industri. Prasarana dan sarana kesehatan berupa rumah sakit, Puskesmas pembantu, dokter, dan paramedis. Masing-masing dari sub variabel ini diklasifikasikan.(jumlah fasilitas kesehatan yang ada) 9. Prasarana Telepon Fasilitas telepon mendukung dalam kecepatan arus komunikasi. Kriteria dari prasarana telepon ini dilihat dari keberadaan masing-masing kecamatan. (ada atau belum untuk jangkauan telepon). 1.7.4.TeknikAnalisa Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisa deskriptif yaitu menguraikan dan menjelaskan kondisi daerah penelitian baik potensi maupun permasalahannya. Klasifikasi adalah tahap menjelaskan setiap variabel yang dipilih dengan klasifikasi tinggi, sedang dan rendah. Penggelompokan data dari setiap variabel dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan jenis dan bentuk data. Metode klasitikasi adalah cara teratur (kelas interval dengan rumus sturgess), cara hitungan (kelas interval dengan sistem aritmatik, geometrik, kuartil, standar deviasi), cara tidak teratur (ditentukan berdasarkan grafik persebarannya). Pada penelitian ini menggunakan klasifikasi dengan cara tidak teratur, yaitu kelas interval ditentukan berdasarkan kelas interval yang dilakukan dengan ploting sesuai data yang ada. Skoring adalah tahap lanjutan setelah diperoleh klasifikasi variabel. Tahapan ini pada dasarnya memberi nilai pada atribut suatu variabel di suatu daerah atau unit analisa, berdasarkan posisi relatifnya dalam hubungannya dengan nilai variabel yang sama di daerah lain. Besar kecil skor ditentukan oleh nilai potensi yang tercermin dari variabel-variabel terpilih serta asumsi yang digunakan. Skor akhir yang diperoleh dapat menggambarkan potensi suatu daerah dan memberi kejelasan asumsi yang dipakai dalam pemberian skor. Sebelum melakukan skoring terhadap masing-masing variabel tersebut perlu melihat hubungan antara keduanya sesuai dengan tujuan. Hubungan yang mencerminkan nilai positif mempunyai nilai tinggi. Klasifikasi akhir adalah akhir dari klasifikasi dan skoring. Klasifikasi akhir dimaksudkan untuk mengetahui kecamatan yang termasuk dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Untuk variabel dalam pembobotan dengan bobot sama. alasannya bila tidak ada satu sangat berpengaruh terhadap lainnya. Jadi kesembilan variabel mempunyai penilaian dan bobot yang sama. Tabel 1.3. Klasifikasi Variabel Lokasi Relatif Wilayah Industri No. 1. Variabel Kelerengan 0 – 8% 2. Ketinggian 0 – 100 m 3. Penggunaan Lahan (lahan kering) 4. Daearh Rawan Erosi 5. Ketersediaan Air (air tanah) Asumsi Lereng < 8% mendukung (luas lereng < 8% dibagi luas wilayah per kecamatan) Tinggi < 100m mendukung (luas wilayah < 100m dibagi luas wilayah per kecamatan) Dibutuhkan lahan kering tegalan untuk mendukung lokasi (dibagi luas wilayah) Besarnya kawasan atau daerah rawan erosi yang ada di tiap kecamatan Perlunya ketersediaan air (besarnya debit air tanah tiap kecamatan) Kriteria < 30% 30 – 60% > 60% Klasifikasi Rendah Sedang Tinggi Skor 1 2 3 < 30% 30 – 60% > 60% Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 < 25% 25 – 35% > 35% Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 Erosi berat Erosi ringan Tidak ada erosi < 15 lt/dt 15 – 19lt/dt > 20 lt/dt Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 1 2 3 6. Penduduk angkatan 7. Kerja 14 – 59 tahun (usia kerja/usia produktif) Prasarana Jalan 8. Fasilitas Kesehatan 9. Telepon (ketersediaan) 10. Indeks Komposit Makin banyak ketersediaan tenaga kerja maka makin mendukung < 17.000 jiwa 17000 – 20000 jiwa >20.000 jiwa Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 Panjang jalan dibagi luas wilayah < 100 km/ha 100– 200 km/ha > 200 km/ha Jumlah fasilitas kesehatan yang ada pada wilayah tersebut Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 1 2 3 Tidak ada Ada Rendah Tinggi 1 3 9 – 15 15 – 21 21 – 27 Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 Prasarana dan sarana kesehatan berupa rumah sakit, Puskesmas pembantu, dokter, dan paramedis. Masing masing dari sub variabel ini dijumlahkan pada` tiap kawasan lokasi industri Makin tersedia makin mendukung lokasi industri Penjumlahan skor dari 9 variabel di atas Sumber : dalam Tono Junaedi 1997 1.8. Batasan Operasional Kajian adalah identifikasi terhadap suatu objek dengan sifat-sifat khusus yang ada pada lokasi tersebut (dalam Tono Junaedi, 1997). Wilayah adalah daerah dengan batasan administratif dan digunakan sebagai satuan untuk perencanaan seperti provinsi, kabupaten, kecamatan atau desa (dalam Tono Junaedi, 1997). Klasifikasi Penggolongan atau pembagian kelas-kelas kedalam kelompok yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan ( dalam Herry Nugroho, 1996). Lokasi potensi adalah suatu lokasi atau tempat yang mempunyai kondisi lebih baik bagi suatu peruntukan dibandingkan dengan lokasi atau tempat tinggal lainnya (dalam Herry Nugroho, 1996). Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai akses dalam mencapai suatu maksud dan tujuan (dalam Tono Junaedi, 1997). Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (dalam Tono Junaedi, 1997). Kawasan industri adalah tempat pemusatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan (dalam Tono Junaedi, 1997). Zona industri adalah satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri yang direncanakan dijadikan dan dikelola sendiri tanpa adanay ikatan dalam suatu menejemen (dalam Tono Junaedi, 1997). Aksessibilitas adalah kemampuan bergerak dari suatu tempat ketempat yang lain (dalam Tono Junaedi, 1997). Analisis indikasi adalah analisis untuk memperoleh suatu gambaran indikasi mengenai kemugkinan suatu pengembangan (dalam Tono Junaedi, 1997).