BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2. 1.1 Metode Eksperimen Metode adalah alat atau cara untuk mencapai tujuan. Semakin tepat metode yang digunakan, semakin efektif pula pencapaian tujuan. Metode dan tujuan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah metode dan tujuan pembelajaran. Agar pencapaian tujuan pembelajaran IPA di SD diperlukan kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan bahan ajar yang disajikan. Kegiatan pembelajaran lebih diarahkan pada “learning” (belajar) daripada “teaching” (mengajar). Dengan kegiatan pembelajaran yang demikian, guru di posisikan lebih banyak sebagai fasilitator. Agar posisi guru sebagai fasilitator dapat benar-benar berjalan sebagaimana mestinya, tampaknya metode eksperimen dapat menjadi salah satu pilihan dalam metode pembelajaran. Namun demikian, apakah metode eksperimen itu sendiri? Rusyan (1993: 96), mengatakan bahwa metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, melalui percobaan-percobaan untuk membuktikan sendiri sesuatu pernyatan atau hipotesis tertentu. Modjiono (1997: 77), mengatakan bahwa metode eksperimen adalah metode yang beriringan dengan logika induktif (penarikan kesimpulan 9 10 berdasarkan sejumlah bukti, fakta atau data), dari keadaan yang diamati melalui eksperimen. Atau kata lainnya adalah metode eksperimen merupakan kegiatan guru atau siswa untuk mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil percobaan itu. Sahroni (1986: 3), menyatakan bahwa metode eksperimen adalah suatu cara mengajar dimana siswa melibatkan diri di dalam proses untuk menemukan sendiri suatu fakta atau suatu bukti yang ingin diketahi. Di dalam metode eksperimen, siswa harus meneliti sendiri, mengamati, menganalisis, memahami prosedur kerja, dan menarik kesimpulan sendiri. Sependapat dengan Sahroni, Kartina (2011), mengemukakan bahwa metode eksperimen sesungguhnya adalah metode belajar agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Masih menurut Kartina, dengan menggunakan metode belajar eksperimen, siswa dapat terlatih dalam cara pikir ilmiah (scientific thinking). Dari pemaparan di atas, dengan demikian dapat diidentifikasi tentang metode eksperimen itu sendiri, yaitu: 1) Siswa dapat berkreasi sesuai dengan kreativitasnya, sekaligus dapat menarik kesimpulan sendiri dari hasil percobaannya. 2) Adanya kegiatan percobaan baik dengan bimbingan guru maupun tanpa bimbingan guru siswa dapat aktif melakukan percobaan, 11 selama ada petunjuk yang jelas tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan percobaan. 3) Guru dapat menilai kegiatan proses dan hasil dengan obyektif. Mengacu pada berbagai penjelasan di atas, ditarik simpulan bahwa metode eksperimen adalah metode belajar agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri melalui percobaan, atas persoalan-persoalan yang dihadapinya sendiri. 2.1.2 Langkah-langkah Metode Eksperimen Agar penggunaan metode ini dapat berjalan tepat, diperlukan untuk diketahui langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh dalam mengimplementasi metode eksperimen. Ramayulis (2005: 250) memaparkan apa saja yang perlu diketahui dalam melakukan metode eksperimen, berikut: a. Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus dilakukan dalam eksperimen. b. Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa dalam eksperimen. c. Sebelum eksperimen itu dilaksanakan, terlebih dahulu, guru harus menetapkan: 1) Alat-alat apa yang diperlukan 2) Langkah-langkah apa yang harus ditempuh 3) Hal-hal apa yang harus dicatat 12 4) Variabel-variabel mana yang harus dikontrol d. Setelah eksperimen guru harus menentukan apakah follow-up (tindak lanjut) eksperimen, contohnya: 1) Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut. 2) Mengadakan tanya jawab tentang proses. 3) Melaksanakan tes untuk menguji pengertian peserta didik. Mengacu pada penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah metode eksperimen yang ditempuh guru dalam pembelajaran di SD antara lain; a. Memberikan penjelasan b. Menentukan langkah-langkah pokok metode eksperimen c. Menyiapkan alat dan bahan d. Melaksanakan eksperimen e. Menyusun laporan f. Melakukan tanya jawab g. Evaluasi. 2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen Menurut Rusyan (1993: 96), metode eksperimen memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain, sebagai berikut: a. Melatih disiplin diri peserta didik melalui eksperimen yang dilakukannya terutama kaitannya dengan keterlibatan, ketelitian, ketekunan dalam melakukan eksperimen. 13 b. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta didik melalui eksperimen yang dilakukannya sendiri secara langsung. c. Peserta didik akan lebih memahami hakikat dari ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran secara langsung. d. Mengembangkan sikap terbuka bagi peserta didik. e. Metode ini melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara langsung dalam pengajaran, sehingga mereka terhindar dari verbalisme. Sedangkan kelemahan dari metode eksperimen antara lain: a. Metode ini memakan waktu yang banyak, jika diterapkan dalam rangka pelajaran di sekolah, ia dapat menyerap waktu pelajaran. b. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat jika diterapkan pada pelajaran lain terutama bidang ilmu pengetahuan sosial c. Pada hal-hal tertentu, seperti eksperimen bahan-bahan kimia, kemungkinan bahaya selalu ada. Dalam faktor hal ini faktor keselamatan kerja perlu diperhitungkan. d. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap, jika kurang salah satu padanya, eksperimen akan gagal. Untuk menekankan kegagalan, sebaiknya guru perlu menempuh beberapa tahapan: a. Tahap persiapan 14 Tahapa ini berupa penetapan tujuan yang sesuai, penyediaan fasilitas, uji eksperimen sendiri dan menyusun skenario pembelajaran serta perangkat pembelajaran yang menunjang. b. Tahap pelaksanaan Pada tahap ini, guru dan siswa mendiskusikan mengenai prosedur penelitian, alat dan bahan yang berbahaya, serta membimbing siswa selama siswa melakukan percobaan. Bimbingan tersebut dilaksanakan selama proses pembelajaran hingga siswa menarik kesimpulan. c. Tindak lanjut 2.2 Hasil Belajar 2.2.1 Belajar Menurut Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang. 15 Menurut Gagne (dalam Purwanto, 1993: 84), bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah. Morgan (dalam Purwanto, 1993: 84), menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Sementara itu Witherington (dalam Purwanto, 1993: 84), menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian. Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian yang disebabkan oleh situasi stimulus yang berupa latihan atau pengalaman yang berulang-ulang. 2.2.2 Pengertian Hasil Belajar Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. (Syah 1997:65). Hasil belajar merupakan tolok ukur yang untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Selain itu proses pembelajaran juga harus seimbang dengan 16 hasil belajar. Agar seseorang tak mengutamakan hasil belajar dan mengabaikan proses. Seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman,(3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi. Hasil belajar dalam bidang kognitif siswa bisa diukur dengan standar KKM sekolah. SD N Salatiga 09 sebagai subjek penelitian menerapkan KKM IPA adalah 7,00. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi/hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan dan hasil belajar kognitif siswa kelas V di SDN Salatiga 09. 17 2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi baik internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa, diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Surya (1987: 45), mendukung pernyataan ini dengan memaparkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut, yaitu: a. Faktor internal 1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh 2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas: a) Faktor-faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki b) Faktof non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian. 3) Faktor kematangan fisik maupun psikis Faktor-faktor psikologis dapat diuraikan sebagai berikut: 18 Pertama, kecerdasan intelegensi. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini salah satunya ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Syah (1999: 135), berpendapat bahwa intelegensi memberikan peluang bagi sukesnya seorang siswa dalam belajar. Semakin tinggi intelegensinya, semakin besar peluang sukses dalam belajar. Kedua, minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan secara terus menerus yang disertai rasa sayang. Winkel (1996: 24), menyatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Sejalan dengan Winkel, Slameto (1995: 57), menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, yang diminati seseorang, diperhatikan secara terus-menerus yang disertai rasa sayang. Ketiga, bakat. Bakat merupakan kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan bawaan. Purwanto (1986: 28) menjelaskan bahwa bakat lebih dekat dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan 19 tertentu. Lebih lanjut, Kartono (1995: 2), menyatakan bahwa bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata. Berbeda dengan Kartono, Muhibbin (1999: 136), mengatakan bahwa bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Keempat, motivasi. Motivasi belajar merupakan faktor pendorong penting, karena motivasi yang kuat dapat membantu mengkondisikan siswa untuk belajar dalam situasi apa saja. Nasution (1995: 73), menyatakan bahwa motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, Sardiman (1992: 77), mengatakan bahwa motivasilah yang menggerakan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. b. Faktor eksternal 1) Faktor sosial yang terdiri dari a) Lingkungan keluarga b) Lingkungan sekolah c) Lingkungan kelompok d) Lingkungan masyarakat luas 20 2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. 3) Faktor lingkungan fisik 4) Faktor lingkungan spiritual/keagamaan. Untuk faktor-faktor eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terkecil dimana seseorang dilahirkan dan dibesarkan serta dididik pertama kalinya. Hasbullah (1994: 46), mengatakan: “keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup”. Kedua, sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Karena itu, lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk dapat belajar lebih giat. Keadaa sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Ketiga, masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang turut menyumbang keberhasilan siswa dalam belajar. Karena lingkungan sekitar sangat besar 21 pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, karena dalam kesehariannya, anak akan banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu tinggal. Mengenai lingkungan masyarakat, Kartono (1995:5), berpendapat demikian: Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran maupun kemudahan belajar anak, terutama teman-teman sebayanya. Apabila anak-anak sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya, bila anak-anak sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan, anakpun akan dapat terpengaruh pula. 2.3. IPA 2.3.1 Hakikat IPA Istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diterjemahkan dari natural science yang merupakan bagian dari science. Kata natural mengandung pengertian alamiah atau berhubungan dengan alam, sedangkan kata science diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan. Jadi secara harfiah, natural science adalah ilmu pengetahuan tentang kejadian-kejadian alam atau fenomena-fenomena alam. Dalam perkembangannya, natural science sering disebut sebagai science yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai sains atau IPA. Bagi parah ahli, IPA seringkali dipandang sebagai produk. 22 Meskipun begitu, Brown (2002), menyatakan bahwa sains tidak hanya mencakup produk dan proses, namun di dalam sains terkandung pula nilai (value) atau sikap. Lebih rinci, Brown menyatakan bahwa sains mencakup hal-hal berikut: a. Science attitudes (sikap ilmiah), seperti: keyakinan, nilai-nilai, gagasan/pendapat, objektif, jujur, menghargai pendapat orang lain dan sebagainya. b. Scientific process or method (metode ilmiah), yaitu cara khusus dalam memecahkan masalah atau penyelidikan seperti: membuat hipotesis, merancang dan melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menyusun data, mengevaluasi data, menafsirkan dan menyimpulkan data, serta membuat teori dan mengkomunikasikannya. c. Scientific products (produk ilmiah), yaitu berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori tentang fenomena dan sebagainya. d. Science as a technology, yang diaplikasikan untuk menunjang kesejahteraan manusia. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa sains bukan sekedar kumpulan pengetahuan tentang fenomena alam, tetapi juga menyangkut metode ilmiah dan sikap ilmiah serta aplikasi teknologi sebagai hasil perkembangan sains. Phenix (2002), menyatakan bahwa sains merupakan suatu metode untuk dapat mengamati sesuatu atau dunia dan sebagai pola pikir. 23 Perntayaan ini merupakan penguatan terhadap pernyataan yang telah dikemukan oleh Einstein tentang sains (dalam Darmojo, 1985), menyatakan bahwa: “science is the attempt to make the caotic diversity of our sense experience correspond to a locigally uniform system of thought. In this system single experience must be correlated with the theoretic structure in such a way that resulting coordination is unique and convincing” Sains harus dipahami dari berbagai aspek. Brown (2002) mengemukakan ada lima aspek dalam memandang sains, yaitu: sains sebagai institusi atau kelembagaan, sains sebagai metode ilmiah, sains sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia terhadap alam semesta dan manusia serta sains sebagai kumpulan pengetahuan yang sistematis dan logis. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka hakekat sains dari waktu ke waktu mengalami perkembangan dan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pelaksanaan metode ilmiah yang bergantung kepada kemajuan teknologi. Hal ini dapat dipahami karena kegiatan observasi dan eksperimentasi banyak dipengaruhi oleh penggunaan instrument yang digunakan, karena banyak fenomena alam yang tidak dapat secara langsung dapat diamati oleh manusia dengan inderanya tanpa menggunakan bantuan teknologi. 24 2.3.2. Hakikat Pendidikan IPA di Sekolah Dasar a. Landasan Pengembangan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Secara formal, pendidikan dimulai dari sekolah dasar. Dengan demikian sekolah dasar memegang peranan penting dalam meletakan fondasi bagi terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Menurut Sukmadinata (2003), sekolah dasar sebagai satuan pendidikan memiliki fungsi menyiapkan lulusannya untuk mencapai tiga sasaran. Sasaran pertama adalah pengembangan kepribadian siswa. Sebagai lembaga pendidikan formal pertama, sekolah dasar berfungsi untuk memberikan dasar-dasar yang kuat dan kemampuan dasar bagi pemenuhan kebutuhan, keamanan dan kesejahteraan pribadinya. Sasaran kedua adalah pengembangan potensi dan kemampuan untuk menjalin hubungan dalam masyarakat. Siswa sekolah dasar merupakan calon warga masyarakat, namun sebenarnya sekarang mereka sudah menjadi warga masyarakat anak-anak. Sebagai anak-anak, siswa sekolah dasar harus dapat berinteraksi, menjalin hubungan dan kerjasama dengan sesamanya serta mampu mematuhi aturan dan nilainilai yang ada dilingkungannya. Sasaran ketiga adalah pengembangan potensi dan kemampuan untuk melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya. Dengan demikian, sekolah dasar harus memberikan dasardasar pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, motivasi bagi siswanya untuk melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya. Dengan ketiga sasaran 25 ini, maka sekolah dasar dituntut untk memberikan landasan yang kuat dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini diperlukan dalam memberikan landasan yang kuat untuk selanjutnya diperkaya dan diperluas pada tahap perkembangan berikutnya. Sasaran-sasaran pendidikan dasar di atas, dapat dicapai dengan baik, apabila kompetensi peserta didik dapat dimunculkan secara optimal melalui sistem pendidikan itu sendiri. Sukmadinata (2003) mengelompokkan lima macam kompetensi yang harus dimiliki manusia, yaitu: kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi akademis, kompetensi vokasional, dan kompetensi professional. Siswa dalam usia sekolah dasar setidaknya dapat memiliki tiga kompetensi dari lima kompetensi yang disebutkan di atas, yakni: kompetensi dasar, kompetensi umum dan kompetensi akademis. Kompetensi dasar merupakan kompetensi atau kecakapan awal yang perlu dikuasai anak untuk menguasai kompetensi-kompetensi yang lebih tinggi. Berbicara, menulis, membaca dan berhitung merupakan kompetensi dasar yang diajarkan sejak kelas satu sebagai bekal untuk penguasaan kompetensi yang lebih tinggi di kelas berikutnya, terutama dalam memahami dan menguasai bidang studi yang diajarkan. Termasuk ke dalam kompetensi dasar adalah kemampuan untk menjaga dan memelihara diri, berinteraksi dengan orang lain dan mengenali lingkungan. Kompetensi umum merupakan penguasaan kecakapan, kemampuan 26 yang diperlukan dalam kehidupan di keluarga dan masyarakat sekitar. Contoh tindakan yang termasuk ke dalam kecakapan umum untuk siswa sekolah dasar misalnya: menyebrang zebra cross; menghidupkan dan mematikan barang-barang elektronik seperti misalnya televisi, radio, komputer, dll; naik dan turun dari kendaraan umum, merawat benda-benda miliknya sendiri; mengendarai sepeda; menggunakan alat-alat telekomunikasi seperti telepon rumah, handphone dan telepon umum. Kompetensi akademis merupakan kecakapan dan kemampuan berkenaan dengan aplikasi konsep, prinsip, dan pengetahuan dalam kehidupan peserta didik. Dengan memiliki kecakapan akademis atau disebut pula kemampuan operasional peserta didik tidak hanya tahu dan mengerti pengetahuan yang terdiri dari konsep, prinsip dan hukum dalam berbagai bidang studi yang mereka pelajari (seperti misalnya: IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dsb), tetapi lebih jauh dari itu, mereka dapat menerapkan atau menggunakannya dalam kehidupan keseharian mereka. Peserta didik yang memiliki kompetensi akademik misalnya dalam bidang IPA yang berkaitan dengan tekanan air dapat menerapkan pengetahuannya untuk memindahkan benda-benda berat di darat dan di air. Siswa yang memiliki kompetensi akademik dalam bidang bahasa Indonesia yang berkaitan dengan penyusunan kalimat, 27 dapat berbicara dengan struktur yang baik dan benar dan membuat karangan. Sependapat dengan Sukmadinata, Parkay (2006), menyatakan bahwa pendidikan di sekolah dasar dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang dirinci menjadi duabelas tujuan, yaitu: (1) membantu peserta didik mengembangkan rasa percaya diri dan percaya terhadap orang lain serta meningkatkan keinginan untuk berinisiatif; (2) mengenalkan organisasi dan struktur tanpa menghalangi kreativitas dan ekspresi diri; (3) mengembangkan kecakapan sosial melalui belajar kelompok besar maupun kecil dan aktivitas individu; (4) membangun fisik peserta didik yang sehat; (5) dalam pendidikan dasar diajarkan hal-hal yang fundamental dalam aspek komunikasi dan menghitung; (6) membangun keinginan untuk belajar berbagai bidang pelajaran dengan mengenalkan mereka terhadap beragam bidang pengetahuan; (7) mengembangkan rasa percaya diri dan memperoleh rasa aman dengan menyediakan kesempatan pada setiap anak untuk mencapai kesuksesan; (8) menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk mengalami bagaimana mencapai kepuasan; (9) mengembangkan apresiasi terhadap hal-hal yang berharga dan apresiasi terhadap perbedaan yang dimiliki setiap orang; (10) mengembangkan proses konseptualisasi, pemecahan masalah, pengarahan diri dan berkreasi; (11) membangun 28 rasa peduli peserta didik terhadap lingkungan, masyarakat lokal maupun global, masa depan dan kesejahteraan orang lain; dan (12) membantu peserta didik untuk memiliki dan mengembangkan nilainilai moral. Menurut England Parliament Office of Science and Technology (2003), secara umum, sasaran pendidikan IPA di sekolah dasar dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: (1) untuk menstimulasi rasa ingin tahu siswa dengan dunia di sekitar mereka dan mendorong cara berpikir kritis serta berpikir kreatif; (2) menciptakan landasan bagi pembelajaran IPA di sekolah menengah. Untuk memenuhi tujuan ini, maka peserta didik selain perlu pengetahuan IPA, juga memiliki kemampuan menggunakan mengindetifikasi pernyataan metode ilmiah yang diajukan yang secara meliputi: ilmiah, merencanakan dan melakukan penelitian, mengevaluasi data dan mengenali keterbatasan dari pekerjaan yang mereka lakukan dan yang dilakukan orang lain. Dengan demikian, maka pendidikan IPA yang dilangsungkan di sekolah dasar, memiliki target tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep IPA, tetapi juga mengembangkan metode ilmiah dan sikap-sikap ilmiah dalam memahami fenomena alam sesuai hakekat IPA. Dengan karakteristik tersebut, maka landasan pengembangan pembelajaran IPA tidak dapat dipisahkan dari hakikat IPA, yaitu: proses, produk, dan nilai. 29 National Science Education Standar (NSES, 1996), menyatakan bahwa dalam belajar IPA, siswa diajak untuk mendeskripsikan objek, kejadian, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, mengkonstruksikan penjelasan tentang fenomena alam. Penjelasanpenjelasan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yang kemudian dikomunikasikan pada orang lain. Pembelajaran IPA merupakan “proses aktif” yang tidak hanya melibatkan aktivitas mental (minds-on), tetapi juga melibatkan aktivitas fisik (hands-on). Pembelajaran IPA harus melibatkan siswa dalam berinvestigasi melalui kegiatan inkuiri, dimana siswa berinteraksi satu sama lainnya dan dengan guru. b. Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Sandall dan Barbara (2003), tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta mengkomunikasikannya. Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan (PERMENDIKNAS) No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi 30 “kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri” Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran standar isi Permendiknas No 22 Tahun 2006. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusanl; e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam mememilhara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; 31 f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Tujuan yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis; b. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya; c. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup; d. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya; e. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya; f. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia. 32 2.4. Hasil Penelitian yang Relevan Suatu penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian lain yang digunakan sebagai bahan kajian yang relavan. Adapun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul penelitian: Studi Komparatif Penggunaan Metode Simulasi dengan Metode Eksperimen terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen Tahun Ajaran 2010/2011. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antara metode simulasi dan metode eksperimen terhadap prestasi belajar IPA kelas V SD Wonorejo 2. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes, dan dokumentasi. Berdasarkan analisis data diperoleh rhitung sebesar 74, 58 sedangkan dalam tabel signifikansi 5% diperoleh hasil 66,09 dan untuk 1% diperoleh hasil 0,46. Karena thitung > ttabel atau 3,248 > 2,069 sehingga Prestasi Belajar IPA siswa yang dikenai metode eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan metode simulasi. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka pembuktian hipotesisnya berbunyi: berarti ada perbedaan pada tingkat kesalahan 5% ada perbedaan prestasi belajar IPA, berdasarkan nilai ratarata Prestasi belajar IPA kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok 33 simulasi, yaitu 74, 58 > 66,09, berarti prestasi belajar IPA siswa yang dikenai metode eksperimen lebih baik dibandingkan dengan metode simulasi. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Noor Jannah (2011) dengan judul penelitian: “Pengaruh Penarapan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III Materi Bumi dan Alam Semesta SDN Penanggunan Malang. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah: Apakah ada pengaruh penerapan metode eksperimen terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Penanggunan Malang? Rancangan penelitian ini adalah true experimental atau biasa disebut eksperimen yang sebenarnya. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-test dan Post-test Group. Instumen yang digunakan adalah tes hasil belajar siswa. Guru memberikan pre test untuk mengetahui kemampuan awal dan post test untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perbedaan ini bukan semata-mata hasil perlakuan, sebab banyak variabel yang dikontrol, sehingga penelitian ini dinamakan true eksperimen design. Dari hasil analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen 79,10 lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol sebesar 72,76. Sesuai tabel uji-t, hasil belajar diperoleh nilai p adalah 0,002. 34 3. Abdul Mutholib (2009) dengan skripsinya yang berjudul ” Penggunaan Metode Eksperimen pada Mata Pelajaran IPA untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD Sidorejo Lor 05 Salatiga Semester I Tahun 2009/2010” yang menyimpulkan sebagai berikut: a. Metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan benda dan perubahannya hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada pembelajaran siklus I dan siklus II sebagai berikut: Terjadi peningkatan prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus I dari rata-rata ulangan harian 54,9 menjadi 64,4 pada postes atau meningkat sebesar 17,3%. Terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus II dari rata-rata nilai 64,4 meningkat menjadi 77,4 pada postes atau meningkat sebesar 20,2%. b. Metode eksperimen yang diterapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan pencapaian kompetensi belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Adapun tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran siklus I dengan rata-rat 64,5 serta meningkat menjadi 72,1 pada siklus II atau meningkat sebesar 11,8%. c. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara keaktifan dengan prestasi belajar siswa didapatkan koefisien korelasi (r) antara keaktifan dengan prestasi belajar sebesar 0,340 dengan signifikan 0,026, dan pada siklus II koefisien korelasi (r) antara keaktifan dengan prestasi belajar sebesar 35 0,349 dengan signifikan 0,022. Hal ini menunjukkan bahwa kategori korelasi yang diperoleh memiliki tingkat hubungan yang rendah dan hubungan tersebut adalah hubungan yang signifikan, karena p = 0,026 dan 0,022 < 0,05. Hal ini mengandung makna bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan metode eksperimen membangkitkan keaktifan siswa dan terbukti secara signifikan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul Penelitian Efektivitas Penggunaan Metode Eksperimen terhadap Prestasi Belajar IPA SDN Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode eksperimen dalam pembelajaran IPA kelas V SDN Wonorejo 2. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh t hitung 74.58 sedangkan dalam tabel signifikansi 0.05 diperoleh hasil 66.09 dan untuk signifikansi 0.01 diperoleh 0.46. karena t hitung lebih besar dari t tabel atau 3.248 > 2.06 berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka pembuktian hipotesis yang berbunyi metode eksperimen efektif dalam meningkatkan prestasi belajar IPA diterima. 2.5. Kerangka Berpikir Metode eksperimen adalah jembatan untuk melatih siswa agar berkreasi sesuai dengan kreativitasnya, sekaligus dapat menarik kesimpulan sendiri dari 36 hasil percobaannya secara langsung, siswa juga dapat aktif melakukan percobaan, dan guru juga dapat menilai kegiatan proses dan hasil dengan obyektif. Prestasi/hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan dan hasil belajar kognitif siswa kelas V di SDN Salatiga 09. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi baik internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa, diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Tujuan dari pembelajaran IPA, hal yang ditekankan bahwa mata pelajaran IPA membutuhkan interaksi atau pengalaman langsung siswa sebagai peserta belajar dengan subyek yang hendak dipelajarinya. Hal ini disebabkan karena mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran yang membutuhkan eksplorasi dari siswa agar terjadi sintesis antara teori (konsep) yang didapatkan dan kenyataan yang dialami secara langsung. Karena penekanan dalam mata pelajaran IPA adalah konsep atau teori diperlakukan bukan sebagai kebenaran akhir, tetapi diperlakukan sebagai kebenaran sementara (hipotesis), yang perlu dibuktikan (verifikasi) secara langsung melalui interaksinya dengan subyek yang dikonsepkan itu. Dalam konteks dengan hasil belajar, hal ini dimaksudkan agar 37 siswa memiliki perubahan pada aspek-aspek belajar khususnya dalam aspek kognitif. Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut (lihat bagan): Pengamatan Menggolongkan Metode Eksperimen Kognitif Siswa membuat hipotesis, menemukan sendiri, dan membuat kesimpulan Membuat dugaan Menjelaskan Menarik kesimpulan Gambar 2.1 skema kerangka berfikir 2.5. Hipotesis Dari berbagai pemaparan di atas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah: 1. H0 = penggunaan metode eksperimen tidak efektif dalam meningkatkan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas V Sekolah Dasar. 2. H1 = penggunan metode eksperimen efektif dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar.