Efektivitas Penggunaan Metode Eksperimen dalam Meningkatkan

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2. 1.1 Metode Eksperimen
Metode adalah alat atau cara untuk mencapai tujuan. Semakin tepat
metode yang digunakan, semakin efektif pula pencapaian tujuan. Metode dan
tujuan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah metode dan tujuan
pembelajaran. Agar pencapaian tujuan pembelajaran IPA di SD diperlukan
kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran
yang sesuai dengan bahan ajar yang disajikan. Kegiatan pembelajaran lebih
diarahkan pada “learning” (belajar) daripada “teaching” (mengajar). Dengan
kegiatan pembelajaran yang demikian, guru di posisikan lebih banyak sebagai
fasilitator. Agar posisi guru sebagai fasilitator dapat benar-benar berjalan
sebagaimana mestinya, tampaknya metode eksperimen dapat menjadi salah
satu pilihan dalam metode pembelajaran. Namun demikian, apakah metode
eksperimen itu sendiri?
Rusyan (1993: 96), mengatakan bahwa metode eksperimen adalah cara
penyajian pelajaran, melalui percobaan-percobaan untuk membuktikan sendiri
sesuatu pernyatan atau hipotesis tertentu.
Modjiono (1997: 77), mengatakan bahwa metode eksperimen adalah
metode yang beriringan dengan logika induktif (penarikan kesimpulan
9 10 berdasarkan sejumlah bukti, fakta atau data), dari keadaan yang diamati
melalui eksperimen. Atau kata lainnya adalah metode eksperimen merupakan
kegiatan guru atau siswa untuk mencoba mengerjakan sesuatu serta
mengamati proses dan hasil percobaan itu.
Sahroni (1986: 3), menyatakan bahwa metode eksperimen adalah suatu
cara mengajar dimana siswa melibatkan diri di dalam proses untuk
menemukan sendiri suatu fakta atau suatu bukti yang ingin diketahi. Di dalam
metode eksperimen, siswa harus meneliti sendiri, mengamati, menganalisis,
memahami prosedur kerja, dan menarik kesimpulan sendiri.
Sependapat dengan Sahroni, Kartina (2011), mengemukakan bahwa
metode eksperimen sesungguhnya adalah metode belajar agar siswa mampu
mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan
yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Masih menurut
Kartina, dengan menggunakan metode belajar eksperimen, siswa dapat terlatih
dalam cara pikir ilmiah (scientific thinking).
Dari pemaparan di atas, dengan demikian dapat diidentifikasi tentang
metode eksperimen itu sendiri, yaitu:
1) Siswa dapat berkreasi sesuai dengan kreativitasnya, sekaligus dapat
menarik kesimpulan sendiri dari hasil percobaannya.
2) Adanya kegiatan percobaan baik dengan bimbingan guru maupun
tanpa bimbingan guru siswa dapat aktif melakukan percobaan,
11 selama ada petunjuk yang jelas tentang langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam melakukan percobaan.
3) Guru dapat menilai kegiatan proses dan hasil dengan obyektif.
Mengacu pada berbagai penjelasan di atas, ditarik simpulan bahwa
metode eksperimen adalah metode belajar agar siswa mampu mencari dan
menemukan sendiri melalui percobaan, atas persoalan-persoalan yang
dihadapinya sendiri.
2.1.2
Langkah-langkah Metode Eksperimen
Agar penggunaan metode ini dapat berjalan tepat, diperlukan untuk
diketahui langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh dalam
mengimplementasi metode eksperimen. Ramayulis (2005: 250) memaparkan
apa saja yang perlu diketahui dalam melakukan metode eksperimen, berikut:
a.
Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus
dilakukan dalam eksperimen.
b.
Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa dalam
eksperimen.
c.
Sebelum eksperimen itu dilaksanakan, terlebih dahulu, guru harus
menetapkan:
1)
Alat-alat apa yang diperlukan
2)
Langkah-langkah apa yang harus ditempuh
3)
Hal-hal apa yang harus dicatat
12 4)
Variabel-variabel mana yang harus dikontrol
d.
Setelah eksperimen guru harus menentukan apakah follow-up
(tindak lanjut) eksperimen, contohnya:
1)
Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut.
2)
Mengadakan tanya jawab tentang proses.
3)
Melaksanakan tes untuk menguji pengertian peserta didik.
Mengacu pada penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
langkah-langkah metode eksperimen yang ditempuh guru dalam
pembelajaran di SD antara lain;
a. Memberikan penjelasan
b. Menentukan langkah-langkah pokok metode eksperimen
c. Menyiapkan alat dan bahan
d. Melaksanakan eksperimen
e. Menyusun laporan
f. Melakukan tanya jawab
g. Evaluasi.
2.1.3
Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen
Menurut Rusyan (1993: 96), metode eksperimen memiliki kelebihan
dan kekurangan antara lain, sebagai berikut:
a. Melatih disiplin diri peserta didik melalui eksperimen yang
dilakukannya terutama kaitannya dengan keterlibatan, ketelitian,
ketekunan dalam melakukan eksperimen.
13 b. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta
didik melalui eksperimen yang dilakukannya sendiri secara langsung.
c. Peserta didik akan lebih memahami hakikat dari ilmu pengetahuan dan
hakikat kebenaran secara langsung.
d. Mengembangkan sikap terbuka bagi peserta didik.
e. Metode ini melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara
langsung
dalam
pengajaran,
sehingga
mereka
terhindar
dari
verbalisme.
Sedangkan kelemahan dari metode eksperimen antara lain:
a. Metode ini memakan waktu yang banyak, jika diterapkan dalam
rangka pelajaran di sekolah, ia dapat menyerap waktu pelajaran.
b. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang
tepat jika diterapkan pada pelajaran lain terutama bidang ilmu
pengetahuan sosial
c. Pada hal-hal tertentu, seperti eksperimen bahan-bahan kimia,
kemungkinan bahaya selalu ada. Dalam faktor hal ini faktor
keselamatan kerja perlu diperhitungkan.
d. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap, jika
kurang salah satu padanya, eksperimen akan gagal.
Untuk menekankan kegagalan, sebaiknya guru perlu menempuh
beberapa tahapan:
a. Tahap persiapan
14 Tahapa ini berupa penetapan tujuan yang sesuai, penyediaan
fasilitas, uji eksperimen sendiri dan menyusun skenario
pembelajaran serta perangkat pembelajaran yang menunjang.
b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini, guru dan siswa mendiskusikan mengenai
prosedur penelitian, alat dan bahan yang berbahaya, serta
membimbing siswa selama siswa melakukan percobaan.
Bimbingan tersebut dilaksanakan selama proses pembelajaran
hingga siswa menarik kesimpulan.
c. Tindak lanjut
2.2 Hasil Belajar
2.2.1
Belajar
Menurut Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam
Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan
oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak
dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan,
kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Beberapa pendapat di atas tersebut
menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang.
15 Menurut Gagne (dalam Purwanto, 1993: 84), bahwa belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah. Morgan (dalam Purwanto,
1993: 84), menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman. Sementara itu Witherington (dalam Purwanto, 1993: 84),
menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai
suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian yang
disebabkan oleh situasi stimulus yang berupa latihan atau pengalaman yang
berulang-ulang.
2.2.2
Pengertian Hasil Belajar
Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam
mempelajari materi pelajaran atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
(Syah 1997:65).
Hasil belajar merupakan tolok ukur yang untuk mengetahui keberhasilan
belajar seseorang. Selain itu proses pembelajaran juga harus seimbang dengan
16 hasil belajar. Agar seseorang tak mengutamakan hasil belajar dan mengabaikan
proses. Seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal
maupun faktor eksternal.
Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa
jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan
hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah)
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000)
Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam
tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman,(3)
Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi.
Hasil belajar dalam bidang kognitif siswa bisa diukur dengan standar
KKM sekolah. SD N Salatiga 09 sebagai subjek penelitian menerapkan KKM
IPA adalah 7,00.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi/hasil
belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat
diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni penguasaan,
perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan
tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan dan hasil
belajar kognitif siswa kelas V di SDN Salatiga 09.
17 2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berinteraksi baik internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam
diri siswa, diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan
belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal
dari luar, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Surya (1987:
45), mendukung pernyataan ini dengan memaparkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Faktor internal
1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh
2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh yang terdiri atas:
a) Faktor-faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu
kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu
prestasi yang dimiliki
b) Faktof non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan
penyesuaian.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis
Faktor-faktor psikologis dapat diuraikan sebagai berikut:
18 Pertama,
kecerdasan
intelegensi.
Kecerdasan
adalah
kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini salah
satunya ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Syah
(1999: 135), berpendapat bahwa intelegensi memberikan peluang
bagi sukesnya seorang siswa dalam belajar. Semakin tinggi
intelegensinya, semakin besar peluang sukses dalam belajar.
Kedua, minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki
seseorang diperhatikan secara terus menerus yang disertai rasa
sayang. Winkel (1996: 24), menyatakan bahwa minat adalah
kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa
tertarik
pada
bidang/hal
tertentu
dan
merasa
senang
berkecimpung dalam bidang itu. Sejalan dengan Winkel,
Slameto
(1995:
57),
menjelaskan
bahwa
minat
adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan, yang diminati seseorang, diperhatikan secara
terus-menerus yang disertai rasa sayang.
Ketiga, bakat. Bakat merupakan kemampuan tertentu yang
telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan bawaan. Purwanto
(1986: 28) menjelaskan bahwa bakat lebih dekat dengan kata
aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan
19 tertentu. Lebih lanjut, Kartono (1995: 2), menyatakan bahwa
bakat
adalah
potensi
atau
kemampuan
kalau
diberikan
kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi
kecakapan yang nyata. Berbeda dengan Kartono, Muhibbin
(1999: 136), mengatakan bahwa bakat adalah kemampuan
individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada
upaya pendidikan dan latihan.
Keempat, motivasi. Motivasi belajar merupakan faktor
pendorong penting, karena motivasi yang kuat dapat membantu
mengkondisikan siswa untuk belajar dalam situasi apa saja.
Nasution (1995: 73), menyatakan bahwa motivasi adalah segala
daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dalam proses belajar, Sardiman (1992: 77), mengatakan bahwa
motivasilah yang menggerakan siswa untuk melakukan sesuatu
atau ingin melakukan sesuatu.
b. Faktor eksternal
1) Faktor sosial yang terdiri dari
a) Lingkungan keluarga
b) Lingkungan sekolah
c) Lingkungan kelompok
d) Lingkungan masyarakat luas
20 2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi
dan kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik
4) Faktor lingkungan spiritual/keagamaan.
Untuk faktor-faktor eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, keluarga. Keluarga merupakan lingkungan
terkecil dimana seseorang dilahirkan dan dibesarkan serta dididik
pertama kalinya. Hasbullah (1994: 46), mengatakan:
“keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama,
karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan
pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam
keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi
pendidikan akhlak dan pandangan hidup”.
Kedua, sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal pertama yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa. Karena itu, lingkungan sekolah yang
baik dapat mendorong siswa untuk dapat belajar lebih giat.
Keadaa sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan
guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.
Ketiga, masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan
salah satu faktor yang turut menyumbang keberhasilan siswa
dalam
belajar.
Karena
lingkungan
sekitar
sangat
besar
21 pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, karena dalam
kesehariannya, anak akan banyak bergaul dengan lingkungan
dimana anak itu tinggal. Mengenai lingkungan masyarakat,
Kartono (1995:5), berpendapat demikian:
Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran
maupun kemudahan belajar anak, terutama teman-teman
sebayanya. Apabila anak-anak sebaya merupakan anak-anak
yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti
jejak mereka. Sebaliknya, bila anak-anak sekitarnya merupakan
kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan,
anakpun akan dapat terpengaruh pula.
2.3. IPA
2.3.1
Hakikat IPA
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diterjemahkan dari natural
science yang merupakan bagian dari science. Kata natural mengandung
pengertian alamiah atau berhubungan dengan alam, sedangkan kata science
diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan. Jadi secara harfiah, natural
science adalah ilmu pengetahuan tentang kejadian-kejadian alam atau
fenomena-fenomena alam. Dalam perkembangannya, natural science sering
disebut sebagai science yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
sains atau IPA. Bagi parah ahli, IPA seringkali dipandang sebagai produk.
22 Meskipun begitu, Brown (2002), menyatakan bahwa sains tidak hanya
mencakup produk dan proses, namun di dalam sains terkandung pula nilai
(value) atau sikap. Lebih rinci, Brown menyatakan bahwa sains mencakup
hal-hal berikut:
a. Science attitudes (sikap ilmiah), seperti: keyakinan, nilai-nilai,
gagasan/pendapat, objektif, jujur, menghargai pendapat orang lain dan
sebagainya.
b. Scientific process or method (metode ilmiah), yaitu cara khusus dalam
memecahkan masalah atau penyelidikan seperti: membuat hipotesis,
merancang dan melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan
menyusun data, mengevaluasi data, menafsirkan dan menyimpulkan
data, serta membuat teori dan mengkomunikasikannya.
c. Scientific products (produk ilmiah), yaitu berupa fakta, konsep,
prinsip, hukum, teori tentang fenomena dan sebagainya.
d. Science as a technology, yang diaplikasikan untuk menunjang
kesejahteraan manusia.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa sains bukan sekedar kumpulan
pengetahuan tentang fenomena alam, tetapi juga menyangkut metode ilmiah
dan sikap ilmiah serta aplikasi teknologi sebagai hasil perkembangan sains.
Phenix (2002), menyatakan bahwa sains merupakan suatu metode untuk
dapat mengamati sesuatu atau dunia dan sebagai pola pikir.
23 Perntayaan ini merupakan penguatan terhadap pernyataan yang telah
dikemukan oleh Einstein tentang sains (dalam Darmojo, 1985), menyatakan
bahwa:
“science is the attempt to make the caotic diversity of our sense
experience correspond to a locigally uniform system of thought. In this
system single experience must be correlated with the theoretic structure in
such a way that resulting coordination is unique and convincing”
Sains
harus
dipahami
dari
berbagai
aspek.
Brown
(2002)
mengemukakan ada lima aspek dalam memandang sains, yaitu: sains sebagai
institusi atau kelembagaan, sains sebagai metode ilmiah, sains sebagai salah
satu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia
terhadap alam semesta dan manusia serta sains sebagai kumpulan
pengetahuan yang sistematis dan logis.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka hakekat sains dari
waktu ke waktu mengalami perkembangan dan tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan pelaksanaan metode ilmiah yang bergantung kepada
kemajuan teknologi. Hal ini dapat dipahami karena kegiatan observasi dan
eksperimentasi banyak dipengaruhi oleh penggunaan instrument yang
digunakan, karena banyak fenomena alam yang tidak dapat secara langsung
dapat diamati oleh manusia dengan inderanya tanpa menggunakan bantuan
teknologi.
24 2.3.2. Hakikat Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
a. Landasan Pengembangan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Secara formal, pendidikan dimulai dari sekolah dasar. Dengan
demikian sekolah dasar memegang peranan penting dalam meletakan
fondasi bagi terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Menurut
Sukmadinata (2003), sekolah dasar sebagai satuan pendidikan
memiliki fungsi menyiapkan lulusannya untuk mencapai tiga sasaran.
Sasaran pertama adalah pengembangan kepribadian siswa. Sebagai
lembaga pendidikan formal pertama, sekolah dasar berfungsi untuk
memberikan dasar-dasar yang kuat dan kemampuan dasar bagi
pemenuhan kebutuhan, keamanan dan kesejahteraan pribadinya.
Sasaran kedua adalah pengembangan potensi dan kemampuan untuk
menjalin hubungan dalam masyarakat. Siswa sekolah dasar merupakan
calon warga masyarakat, namun sebenarnya sekarang mereka sudah
menjadi warga masyarakat anak-anak. Sebagai anak-anak, siswa
sekolah dasar harus dapat berinteraksi, menjalin hubungan dan
kerjasama dengan sesamanya serta mampu mematuhi aturan dan nilainilai yang ada dilingkungannya. Sasaran ketiga adalah pengembangan
potensi dan kemampuan untuk melanjutkan studi ke jenjang
selanjutnya. Dengan demikian, sekolah dasar harus memberikan dasardasar pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, motivasi bagi siswanya
untuk melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya. Dengan ketiga sasaran
25 ini, maka sekolah dasar dituntut untk memberikan landasan yang kuat
dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini diperlukan dalam
memberikan landasan yang kuat untuk selanjutnya diperkaya dan
diperluas pada tahap perkembangan berikutnya.
Sasaran-sasaran pendidikan dasar di atas, dapat dicapai dengan
baik, apabila kompetensi peserta didik dapat dimunculkan secara
optimal melalui sistem pendidikan itu sendiri. Sukmadinata (2003)
mengelompokkan lima macam kompetensi yang harus dimiliki
manusia, yaitu: kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi
akademis, kompetensi vokasional, dan kompetensi professional. Siswa
dalam usia sekolah dasar setidaknya dapat memiliki tiga kompetensi
dari lima kompetensi yang disebutkan di atas, yakni: kompetensi
dasar, kompetensi umum dan kompetensi akademis. Kompetensi dasar
merupakan kompetensi atau kecakapan awal yang perlu dikuasai anak
untuk menguasai kompetensi-kompetensi yang lebih tinggi. Berbicara,
menulis, membaca dan berhitung merupakan kompetensi dasar yang
diajarkan sejak kelas satu sebagai bekal untuk penguasaan kompetensi
yang lebih tinggi di kelas berikutnya, terutama dalam memahami dan
menguasai bidang studi yang diajarkan. Termasuk ke dalam
kompetensi dasar adalah kemampuan untk menjaga dan memelihara
diri, berinteraksi dengan orang lain dan mengenali lingkungan.
Kompetensi umum merupakan penguasaan kecakapan, kemampuan
26 yang diperlukan dalam kehidupan di keluarga dan masyarakat sekitar.
Contoh tindakan yang termasuk ke dalam kecakapan umum untuk
siswa
sekolah
dasar
misalnya:
menyebrang
zebra
cross;
menghidupkan dan mematikan barang-barang elektronik seperti
misalnya televisi, radio, komputer, dll; naik dan turun dari kendaraan
umum, merawat benda-benda miliknya sendiri; mengendarai sepeda;
menggunakan
alat-alat
telekomunikasi
seperti
telepon
rumah,
handphone dan telepon umum. Kompetensi akademis merupakan
kecakapan dan kemampuan berkenaan dengan aplikasi konsep,
prinsip, dan pengetahuan dalam kehidupan peserta didik. Dengan
memiliki kecakapan akademis atau disebut pula kemampuan
operasional peserta didik tidak hanya tahu dan mengerti pengetahuan
yang terdiri dari konsep, prinsip dan hukum dalam berbagai bidang
studi yang mereka pelajari (seperti misalnya: IPA, IPS, Matematika,
Bahasa Indonesia, dsb), tetapi lebih jauh dari itu, mereka dapat
menerapkan atau menggunakannya dalam kehidupan keseharian
mereka. Peserta didik yang memiliki kompetensi akademik misalnya
dalam bidang IPA yang berkaitan dengan tekanan air dapat
menerapkan pengetahuannya untuk memindahkan benda-benda berat
di darat dan di air. Siswa yang memiliki kompetensi akademik dalam
bidang bahasa Indonesia yang berkaitan dengan penyusunan kalimat,
27 dapat berbicara dengan struktur yang baik dan benar dan membuat
karangan.
Sependapat dengan Sukmadinata, Parkay (2006), menyatakan
bahwa pendidikan di sekolah dasar dikembangkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang dirinci menjadi duabelas tujuan, yaitu: (1)
membantu peserta didik mengembangkan rasa percaya diri dan
percaya terhadap orang lain serta meningkatkan keinginan untuk
berinisiatif;
(2)
mengenalkan
organisasi
dan
struktur
tanpa
menghalangi kreativitas dan ekspresi diri; (3) mengembangkan
kecakapan sosial melalui belajar kelompok besar maupun kecil dan
aktivitas individu; (4) membangun fisik peserta didik yang sehat; (5)
dalam pendidikan dasar diajarkan hal-hal yang fundamental dalam
aspek komunikasi dan menghitung; (6) membangun keinginan untuk
belajar berbagai bidang pelajaran dengan mengenalkan mereka
terhadap beragam bidang pengetahuan; (7) mengembangkan rasa
percaya diri dan memperoleh rasa aman dengan menyediakan
kesempatan pada setiap anak untuk mencapai kesuksesan; (8)
menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk mengalami
bagaimana mencapai kepuasan; (9) mengembangkan apresiasi
terhadap hal-hal yang berharga dan apresiasi terhadap perbedaan yang
dimiliki setiap orang; (10) mengembangkan proses konseptualisasi,
pemecahan masalah, pengarahan diri dan berkreasi; (11) membangun
28 rasa peduli peserta didik terhadap lingkungan, masyarakat lokal
maupun global, masa depan dan kesejahteraan orang lain; dan (12)
membantu peserta didik untuk memiliki dan mengembangkan nilainilai moral.
Menurut England Parliament Office of Science and Technology
(2003), secara umum, sasaran pendidikan IPA di sekolah dasar
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: (1) untuk menstimulasi rasa
ingin tahu siswa dengan dunia di sekitar mereka dan mendorong cara
berpikir kritis serta berpikir kreatif; (2) menciptakan landasan bagi
pembelajaran IPA di sekolah menengah. Untuk memenuhi tujuan ini,
maka peserta didik selain perlu pengetahuan IPA, juga memiliki
kemampuan
menggunakan
mengindetifikasi
pernyataan
metode
ilmiah
yang
diajukan
yang
secara
meliputi:
ilmiah,
merencanakan dan melakukan penelitian, mengevaluasi data dan
mengenali keterbatasan dari pekerjaan yang mereka lakukan dan yang
dilakukan orang lain. Dengan demikian, maka pendidikan IPA yang
dilangsungkan di sekolah dasar, memiliki target tidak hanya
menekankan pada penguasaan konsep-konsep IPA, tetapi juga
mengembangkan metode ilmiah dan sikap-sikap ilmiah dalam
memahami fenomena alam sesuai hakekat IPA. Dengan karakteristik
tersebut, maka landasan pengembangan pembelajaran IPA tidak dapat
dipisahkan dari hakikat IPA, yaitu: proses, produk, dan nilai.
29 National Science Education Standar (NSES, 1996), menyatakan
bahwa dalam belajar IPA, siswa diajak untuk mendeskripsikan objek,
kejadian,
mengajukan
pertanyaan,
memperoleh
pengetahuan,
mengkonstruksikan penjelasan tentang fenomena alam. Penjelasanpenjelasan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yang
kemudian dikomunikasikan pada orang lain.
Pembelajaran IPA merupakan “proses aktif” yang tidak hanya
melibatkan aktivitas mental (minds-on), tetapi juga melibatkan
aktivitas fisik (hands-on). Pembelajaran IPA harus melibatkan siswa
dalam berinvestigasi melalui kegiatan inkuiri, dimana siswa
berinteraksi satu sama lainnya dan dengan guru.
b. Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar
Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan
kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Sandall dan Barbara
(2003), tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun
rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya dan
menyediakan kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta
mengkomunikasikannya. Tujuan pendidikan IPA di Indonesia
dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar
yang
dinyatakan
dalam
Peraturan
Menteri
Pendidikan
(PERMENDIKNAS) No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai
cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
30 “kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SD/MI/SDLB
dimaksudkan
untuk
mengenal,
menyikapi
dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan
mandiri”
Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran
standar isi Permendiknas No 22 Tahun 2006. Berdasarkan
Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat
d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusanl;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam mememilhara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam;
31 f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan
yang memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Dapat
melakukan
pengamatan
terhadap
gejala
alam
dan
menceritakan hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis;
b. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat
hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan
interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya;
c. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan
tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup;
d. Memahami
beragam
sifat
benda
hubungannya
dengan
penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya;
e. Memahami
berbagai
bentuk
energi,
perubahan
dan
kemanfaatannya;
f. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan
perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan
kegiatan manusia.
32 2.4. Hasil Penelitian yang Relevan
Suatu penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian lain
yang digunakan sebagai bahan kajian yang relavan. Adapun penelitian-penelitian
yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul
penelitian: Studi Komparatif Penggunaan Metode Simulasi dengan
Metode Eksperimen terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SDN
Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen Tahun Ajaran 2010/2011. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antara metode
simulasi dan metode eksperimen terhadap prestasi belajar IPA kelas V SD
Wonorejo 2. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode tes, dan dokumentasi. Berdasarkan analisis data
diperoleh rhitung sebesar 74, 58 sedangkan dalam tabel signifikansi 5%
diperoleh hasil 66,09 dan untuk 1% diperoleh hasil 0,46. Karena thitung >
ttabel atau 3,248 > 2,069 sehingga Prestasi Belajar IPA siswa yang dikenai
metode eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan
metode
simulasi.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
tersebut
maka
pembuktian hipotesisnya berbunyi: berarti ada perbedaan pada tingkat
kesalahan 5% ada perbedaan prestasi belajar IPA, berdasarkan nilai ratarata Prestasi belajar IPA kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok
33 simulasi, yaitu 74, 58 > 66,09, berarti prestasi belajar IPA siswa yang
dikenai metode eksperimen lebih baik dibandingkan dengan metode
simulasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Noor Jannah (2011) dengan judul
penelitian: “Pengaruh Penarapan Metode Eksperimen Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas III Materi Bumi dan Alam Semesta SDN
Penanggunan Malang. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan
masalah: Apakah ada pengaruh penerapan metode eksperimen terhadap
hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Penanggunan Malang? Rancangan
penelitian ini adalah true experimental atau biasa disebut eksperimen yang
sebenarnya. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Pre-test dan Post-test Group. Instumen yang digunakan adalah tes
hasil belajar siswa. Guru memberikan pre test untuk mengetahui
kemampuan awal dan post test untuk mengetahui kemampuan akhir siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Perbedaan ini bukan semata-mata hasil perlakuan, sebab banyak variabel
yang dikontrol, sehingga penelitian ini dinamakan true eksperimen design.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada
kelompok eksperimen 79,10 lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar
kelompok kontrol sebesar 72,76. Sesuai tabel uji-t, hasil belajar diperoleh
nilai p adalah 0,002.
34 3. Abdul Mutholib (2009) dengan skripsinya yang berjudul ” Penggunaan
Metode Eksperimen pada Mata Pelajaran IPA untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas IV SD Sidorejo Lor 05 Salatiga Semester I Tahun
2009/2010” yang menyimpulkan sebagai berikut:
a. Metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan benda dan perubahannya hal ini dapat dilihat dari hasil
belajar siswa pada pembelajaran siklus I dan siklus II sebagai berikut:
Terjadi peningkatan prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus I
dari rata-rata ulangan harian 54,9 menjadi 64,4 pada postes atau
meningkat sebesar 17,3%. Terjadinya peningkatan prestasi belajar
siswa pada pembelajaran siklus II dari rata-rata nilai 64,4 meningkat
menjadi 77,4 pada postes atau meningkat sebesar 20,2%.
b. Metode eksperimen yang diterapkan dapat meningkatkan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan pencapaian
kompetensi belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Adapun tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran siklus I
dengan rata-rat 64,5 serta meningkat menjadi 72,1 pada siklus II atau
meningkat sebesar 11,8%.
c. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara keaktifan dengan prestasi
belajar siswa didapatkan koefisien korelasi (r) antara keaktifan dengan
prestasi belajar sebesar 0,340 dengan signifikan 0,026, dan pada siklus
II koefisien korelasi (r) antara keaktifan dengan prestasi belajar sebesar
35 0,349 dengan signifikan 0,022. Hal ini menunjukkan bahwa kategori
korelasi yang diperoleh memiliki tingkat hubungan yang rendah dan
hubungan tersebut adalah hubungan yang signifikan, karena p = 0,026
dan 0,022 < 0,05. Hal ini mengandung makna bahwa pembelajaran
yang
dilakukan
dengan
menerapkan
metode
eksperimen
membangkitkan keaktifan siswa dan terbukti secara signifikan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul
Penelitian Efektivitas Penggunaan Metode Eksperimen terhadap
Prestasi Belajar IPA SDN Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode
eksperimen dalam pembelajaran IPA kelas V SDN Wonorejo 2.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Berdasarkan hasil analisis
data diperoleh t hitung 74.58 sedangkan dalam tabel signifikansi 0.05
diperoleh hasil 66.09 dan untuk signifikansi 0.01 diperoleh 0.46.
karena t hitung lebih besar dari t tabel atau 3.248 > 2.06 berdasarkan
hasil perhitungan tersebut, maka pembuktian hipotesis yang berbunyi
metode eksperimen efektif dalam meningkatkan prestasi belajar IPA
diterima.
2.5. Kerangka Berpikir
Metode eksperimen adalah jembatan untuk melatih siswa agar berkreasi
sesuai dengan kreativitasnya, sekaligus dapat menarik kesimpulan sendiri dari
36 hasil percobaannya secara langsung, siswa juga dapat aktif melakukan percobaan,
dan guru juga dapat menilai kegiatan proses dan hasil dengan obyektif.
Prestasi/hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau
usaha yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni
penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat
diukur dengan tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan
dan hasil belajar kognitif siswa kelas V di SDN Salatiga 09. Keberhasilan
belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi baik
internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa,
diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan belajar, dan
lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar,
seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Tujuan dari pembelajaran IPA, hal yang ditekankan bahwa mata pelajaran
IPA membutuhkan interaksi atau pengalaman langsung siswa sebagai peserta
belajar dengan subyek yang hendak dipelajarinya. Hal ini disebabkan karena
mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran yang membutuhkan eksplorasi dari
siswa agar terjadi sintesis antara teori (konsep) yang didapatkan dan kenyataan
yang dialami secara langsung. Karena penekanan dalam mata pelajaran IPA
adalah konsep atau teori diperlakukan bukan sebagai kebenaran akhir, tetapi
diperlakukan sebagai kebenaran sementara (hipotesis), yang perlu dibuktikan
(verifikasi) secara langsung melalui interaksinya dengan subyek yang
dikonsepkan itu. Dalam konteks dengan hasil belajar, hal ini dimaksudkan agar
37 siswa memiliki perubahan pada aspek-aspek belajar khususnya dalam aspek
kognitif.
Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka pikir penelitian ini adalah
sebagai berikut (lihat bagan):
Pengamatan
Menggolongkan
Metode
Eksperimen
Kognitif
Siswa membuat hipotesis,
menemukan
sendiri,
dan
membuat kesimpulan
Membuat dugaan
Menjelaskan
Menarik kesimpulan
Gambar 2.1 skema kerangka berfikir
2.5. Hipotesis
Dari berbagai pemaparan di atas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini
adalah:
1.
H0 = penggunaan metode eksperimen tidak efektif dalam meningkatkan
hasil belajar kognitif IPA siswa kelas V Sekolah Dasar.
2.
H1 = penggunan metode eksperimen efektif dalam meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar.
Download