LATAR BELAKANG Dunia pendidikan menjadi faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan karena bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia dibentuk melalui pendidikan yang berkualitas. Generasi muda adalah sumber daya manusia yang sangat diharapkan oleh setiap bangsa terutama bangsa Indonesia. Berbagai upaya sedang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. Tercapai tidaknya tujuan pengajaran salah satunya adalah terlihat dari motivasi belajar yang dimiliki siswa. Dengan motivasi belajar yang tinggi, para siswa mempunyai prestasi belajar yang baik (Sadirman, 2004). Berdasarkan wawancara dengan guru Bimbingan Konseling SMPN 7 Salatiga pada tanggal 8 Januari 2014, banyak siswa-siswi dari SMPN tersebut memiliki hasil belajar yang kurang memuaskan. Guru Bimbingan Konseling menyatakan bahwa banyak dari siswa-siswinya tersebut memiliki sifat malas untuk belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Ketika berada di luar sekolah siswa-siswi ini banyak yang tidak belajar kembali di rumah, orangtua merekapun terkesan kurang memperdulikan apabila ditanya 85 karena mereka cenderung lebih banyak bekerja di luar rumah dimana mayoritas pekerjaan dari orangtua siswa-siswi tersebut adalah buruh. Guru bahasa Indonesia juga menyatakan bahwa ketika menjelaskan suatu pelajaran di kelas, hanya sedikit siswa yang memperhatikan sehingga proses pembelajaran di kelas menjadi kurang efektif. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran siswa adalah motivasi belajar. Dengan adanya motivasi, siswa akan belajar lebih keras, ulet, tekun dan memiliki konsentrasi penuh dalam proses belajar. Dorongan motivasi dalam belajar merupakan salah satu hal yang perlu dibangkitkan dalam upaya pembelajaran di sekolah (Sadirman, 2004). Motivasi belajar (learning motivation) yaitu dorongan seseorang untuk belajar sesuatu guna mencapai cita-cita (Djamarah, 2002). Seseorang akan memiliki motivasi belajar yang tinggi bila ia menyadari dan memahami tujuan yang akan dicapainya dikemudian hari. Menurut Slameto (2010) faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Untuk faktor intern salah satunya yaitu adanya motif yang kuat pada diri individu dan juga pengaruh lingkungan yang kuat. Sedangkan untuk faktor ekstern yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga bisa dilihat dari cara orang tua yang memperhatikan pendidikan anaknya dengan adanya bimbingan dan penyuluhan yang akan menimbulkan motivasi pada anak. Faktor sekolah mencakup metode pembelajaran, kurikulum, 86 relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran dan waktu sekolah, keadaan gedung merupakan salah satu yang mempengaruhi motivasi siswa. Sedangkan faktor masyarakat dilihat dari media massa yang memberikan beritaberita terkini. Menurut Schiefelbaum dan Simmons (2002) faktor keluarga sangat penting dalam menentukan keinginan yang dicapai oleh siswa. Castejon dan Perez (1998), mengemukakan bahwa persepsi anak tentang dukungan keluarga secara langsung mempengaruhi kinerja si anak. Kompenen keluarga merupakan komponen yang paling mempengaruhi psikologis anak. Dukungan keluarga terutama orang tua sangat diperlukan dalam motivasi belajar, mengingat bahwa dukungan keluarga sangat mempengaruhi psikologis anak. Dukungan sosial orangtua pada siswa-siswi dapat memberikan kesempatan untuk mengungkapkan keinginan siswa-siswi dalam menentukan pilihan, memberikan perasaan nyaman dan tenang pada diri siswa-siswi, membantu siswasiswi dalam memperoleh dukungan sosial, menciptakan peran sebuah keluarga sebagai motivator dan fasilitator bagi siswasiswi dan bukan sebagai tekanan pada keinginan siswa-siswi (Al-Mighwar, 2006). Dalam penelitian skripsi oleh Dian Setyorini (2012) mengenai hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar siswa SD Sidorejo Lor 1 Salatiga didapatkan hasil penelitian menunjukan ada hubungan positif signifikan antara dukungan sosial orangtua 87 dengan motivasi belajar siswa SD Sidorejo Lor 1 dengan r =0,637 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Selain peran keluarga yang penting dalam memotivasi siswa-siswi, peran sekolah juga sangat dominan dalam mempengaruhi motivasi belajar siswa karena sekolah merupakan tempat dimana siswa melaksanakan proses pembelajaran secara formal. Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa untuk belajar di sekolah adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Mengenai materi pelajaran sering dikeluhkan oleh para siswa sebagai sesuatu yang membosankan, terlalu sulit, tidak ada manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari, terlalu banyak bahannya untuk waktu yang terbatas, dan sebagainya. Akan tetapi, hal yang lebih utama dari faktor materi pelajaran sebenarnya adalah faktor guru. Keadaan guru sebagai salah satu faktor di dalam lingkungan sekolah yang turut mempengaruhi minat belajar menjadi sangat penting tatkala motivasi siswa dapat muncul atas dasar ketertarikan. Kemampuan guru dalam meningkatkan ketertarikan siswa sangat penting dan besar pengaruhnya (Sarwono, 1989). Penelitian Annisa dan Filia (2005) menunjukkan adanya hubungan positif antara persepsi tentang kompetensi professional guru matematika dengan motivasi belajar matematika pada siswa kelas 1 SMA Negeri 1 Medan dengan r=0,244 dan p=0,004 (p<0,05). Guru merupakan salah satu unsur yang menentukan dalam keberhasilan suatu pembelajaran, maka untuk dapat 88 mengajar dan menjalankan fungsinya dengan baik guru harus memiliki kompetensi yang tinggi. Komponen kompetensi guru meliputi empat hal seperti yang dikemukakan Saragih (2008) yaitu kompetensi guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Penguasaan kompetensi yang tinggi tersebut dapat membantu guru agar lebih profesional dalam melakukan pekerjaannya. McCombs (dalam Santrock, 2004) menemukan bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak didukung dan diperhatikan gurunya. Hal ini terkait dengan persepsi siswa terhadap kompetensi profesional gurunya. Persepsi menurut Irwanto, Elia, Hadisoepandma, Priyani, Wisimanto & Fernandas (1996) adalah proses diterimanya rangsang (obyek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Proses penerimaaan rangsang ini disebut penginderaan (sensation). Tetapi pengertian kita akan lingkungan atau dunia sekitar kita bukan sekedar hasil penginderaan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsangrangsang yang diterima, yang kemudian menjadikan kita subyek dari pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima inilah yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Apa yang dilihat dan dialami oleh pancaindra seseorang akan berpengamh kepada 89 persepsinya tentang sesuatu dan juga akan mempengaruhi tindakannya. Siswa menerima rangsang-rangsang atau stimulusstimulus berupa dilakukannya, guru yang dan proses selanjutnya pengajaran diinterpretasikan yang dan dipahami siswa sebagai suatu pengalaman belajar yang memberikan efek positif maupun negative bagi dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Winkel (1996), bahwa setiap siswa yang memandang belajar di sekolah pada umumnya, atau pada bidang studi tertentu, sebagai sesuatu yang bermanfaat baginya, akan memberikan penilaian yang positif terhadap semua aspek yang berkaitan dengan hal tersebut. Berdasarkan permasalahan di atas peneliti ingin meneliti apakah persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan sosial orangtua mempengaruhi motivasi belajar siswa SMPN 7 Salatiga. MANFAAT PENELITIAN Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmiah pada pengembangan psikologi pendidikan khususnya tentang masalah persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan sosial orangtua sebagai prediktor motivasi belajar siswa. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : Bagi subjek, hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang keterkaitan antara persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar. Bagi orangtua, secara tidak 90 langsung dapat dimanfaatkan sebagai panduan dalam memacu motivasi belajar anak dengan memberikan dukungan sosial sehingga anak dapat berprestasi secara optimal. Bagi pihak sekolah diharapkan dapat memberikan informasi kepada siswa dan orangtuanya serta memberikan penyuluhan mengenai pentingnya motivasi belajar melalui dukungan sosial orangtua dan juga melalui guru-guru yang ada di sekolah. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Motivasi Belajar Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia tersebut. Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat. Motif sebagai pendorong sangat terikat dengan faktor - faktor lain, yang disebut dengan motivasi (Walgito, 2010). Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Donald, 1950). Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan/tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan/keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan (Usman, 2000). 91 Aspek-aspek motivasi belajar Aspek-aspek motivasi belajar untuk siswa SMP menurut Pintrich & Groot (1990) (dalam Wang, 2012) adalah : a. Learning strategies yaitu strategi belajar yang dimiliki individu. a. Self Efficacy yaitu ada tidaknya harga diri untuk belajar dan bekerja. b. Intrinsic Value yaitu ada tidaknya orientasi tujuan dari dalam diri individu. c. Test Anxiety yaitu ada tidaknya kecemasan saat mengikuti tes. d. Lack of Learning Self Regulation yaitu cara mengatur diri dalam belajar. Pengertian Dukungan Sosial Orangtua Dukungan sosial sebagai konsep yang menunjuk pada hubungan interpersonal yang melindungi orang-orang terhadap konsekuensi negatif dari stress dan dianggap sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial (Rook, 1994). Dukungan sosial yang terdiri dari informasi atau nasehat verbal atau non verbal yang berupa bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial didapat dari kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosioanal atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb, 1994). Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino 92 menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan social adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. Orangtua kandung adalah orangtua biologis dari seorang anak, baik pria atau wanita, dan tanpa mempedulikan apakah orang tua anak telah menikah satu sama lain, atau sebagaimana ditunjukkan sebagai orangtua anak dalam akte kelahirannya (Aji,2009). Berdasarkan uraian di atas, dukungan sosial orangtua yaitu suatu kesenangan, perhatian, penghargaan atau pertolongan yang terdiri dari informasi atau nasehat berbentuk verbal atau non-verbal, baik secara emosional, penghargaan, dan materi dari orangtua yang diterima oleh anaknya. 2.Aspek-aspek Dukungan Sosial Orangtua Weiss (dalam Cutrona, 1986) mengembangkan Social Provisions Scale untuk mengukur ketersediaan dukungan sosial 93 yang diperoleh dari hubungan individu dengan orang lain. Terdapat enam aspek di dalamnya, yaitu : a. Attachment (kasih sayang/kelekatan) merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman, meliputi merasakan kedekatan emosional dengan orangtua, merasakan perasaan aman dan terlindung. b. Social integration (integrasi sosial) merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat orangtua berada dan tempat saling berbagi minat dan aktivitas, meliputi mempunyai kesempatan untuk berbagi minat dan kesenangan dengan orangtua dan mempunyai kesempatan untuk melakukan aktivitas bersama orangtua. c. Reasurance of worth (penghargaan/pengakuan) merupakan pengakuan akan kompetensi dan kemampuan anak, meliputi penghargaan yang dirasakan dari orangtua, mendapatkan persetujuan terhadap ide dan pendapat, mendapatkan dorongan semangat dari orangtua, dan mendapatkan perbandingan positif dari pihak lain. d. Reliable alliance (ikatan/hubungan yang dapat diandalkan) merupakan kepastian atau jaminan bahwa anak dapat mengharapkan orangtua untuk membantu dalam semua keadaan, meliputi mendapatkan kesempatan untuk berbagi cerita suka dan duka dengan orangtua dan mendapatkan bantuan dalam bentuk apapun dari orangtua tanpa meminta. e. Guidance (bimbingan) merupakan nasehat dan pemberian informasi oleh orangtua kepada anak, meliputi mendapatkan nasehat/saran dari orangtua, 94 mendapatkan penjelasan/informasi dari orangtua, dan mendapatkan umpan balik dari orangtua atas perilaku atau pendapat yang disampaikan. f. Opportunity for nurturance (kemungkinan dibantu) merupakan perasaan anak akan tanggungjawab orangtua terhadap kesejahteraan anak, meliputi pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan untuk kegiatan belajar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan aspek-aspek dukungan social yang disebutkan oleh Weiss (dalam Cutrona, 1986) yaitu Attachment, Social Integration, Reassurance of Worth, Reliable Alliance, Guidance, dan Opportunity for Nurturance. Alasan peneliti menggunakan teori Weiss (dalam Cutrona, 1986) karena aspek-aspek tersebut lebih lengkap jika dibandingkan dengan teori yang lain dan telah dikelompokkan ke dalam beberapa bagian sehingga tidak menimbulkan kerancuan. 3. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial Menurut House (dalam Weiten, 1992), bentuk-bentuk dukungan sosial adalah : a. Emotional Support Individu membutuhkan simpati, cinta, kepercayaan serta kebutuhan didengarkan. Individu dapat merasakan bahwa orang di sekitarnya memberikan perhatian pada dirinya, mendengarkan, simpati terhadap masalah pribadi maupun pekerjaan. 95 b. Appraisal Support Penilaian terhadap individu dengan cara memberi penghargaan atau memberi penilaian yang mendukung pekerjaan, prestasi, dan perilaku seseorang dalam peranan sosial dan memberikan feedback yang saling tergantung. c. Informational Support Menyediakan informasi yang berguna bagi seseorang untuk mengatasi persoalan pribadi maupun pekerjaan. Informasi ini dapat berupa nasehat, pengarahan, dan informasi lain yang sesuai dengan kebutuhan. d. Instrumental Support Dukungan instrument juga disebut dukungan nyata atau dukungan secara materi, seperti bantuan pinjaman uang, transportasi, membantu pekerjaan tugas, meluangkan waktu dan lain-lain. 4.Dampak dari Dukungan Sosial a. Dampak Positif Dampak positif dari dukungan sosial oleh House (dalam Smet, 1994) dibagi menjadi 3 kategori : 1) Tangiable assistance adalah pemberian dukungan material, dimana anak mendapatkan dukungan dalam bentuk material secara nyata dari orangtua. 2) Information adalah pemberian informasi yang berguna bagi dirinya dari orangtua. 96 3) Emotional support adalah pemberian dukungan emosi. Anak mendapatkan dukungan emosional dari orangtua, misalnya dalam bentuk kepedulian yang dapat diberikan dengan perhatian dan memberikan semangat. b. Dampak negatif Dampak negatif dari dukungan sosial oleh Sarafino (dalam Maulia, 2006) adalah : 1) Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan. 2) Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu. 3) Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu, seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat. 4) Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Pengertian Persepsi Terhadap Kompetensi Mengajar Guru Gibson Manajemen (1989) Perilaku, dalam buku Struktur; Organisasi memberikan Dan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan 97 dan memahami dunia sekitarnya terhadap obyek. Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang dibutuhkan secara dikotomis tentang pendidikan.. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan merupakan kecakapan untuk menyelesaikan tugas, sedangkan mengajar adalah melatih. DeQueliy dan Gazali (dalam Slameto, 2010) mendefinisikan mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan kompetensi mengajar guru adalah seperangkat kemampuan/kecakapan guru dalam melatih/membimbing aktivitas dan pengalaman seseorang serta membantunya berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Jadi, persepsi siswa tentang kompetensi mengajar guru adalah penilaian berupa tanggapan/pendapat siswa terhadap 98 kemampuan/kecakapan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Mengajar Guru Faktor-faktor kompetensi mengajar guru menurut Irawan (2011) : a. Profesional Pada aspek ini, guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran sesuai yang dikehendaki dan diamanatkan oleh kurikulum, berkaitan dengan bidang yang digelutinya dan sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. b. Sosial Sering dan tidaknya guru diberi tugas di sekolah yang tercermin pada banyak dan tidaknya SK penugasan kepala sekolah pada guru tersebut, bagaimana peran guru di lingkungan tempat tinggalnya. c. Kepribadian Seorang guru tidak lepas dari kepemilikan kemantapan dan kematangan kepribadian. d. Karya Ilmiah Karya Ilmiah adalah faktor penting yang harus ada dalam seleksi guru berprestasi. Karya ilmiah ini dapat berupa laporan penelitian, makalah seminar atau simposium , dan artikel jurnal. 99 Aspek-aspek Kompetensi Mengajar Guru Aspek kompetensi mengajar guru menurut Suharsaputra (2013) terdiri dari : a. Kemampuan menyusun rencana, guru mampu untuk merencanakan suatu program yaitu : 1) Mampu mendeskripsikan tujuan pembelajaran, guru mampu menjelaskan hasil akhir dari proses pembelajaran. 2) Mampu memilih/menentukan materi, guru mampu menentukan materi yang tepat untuk pembelajaran. 3) Mampu mengorganisir materi, guru mampu menyusun materi dengan baik. 4) Mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, guru mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dan efisien. 5) Mampu menentukan media/alat pembelajaran, guru mampu memilih sarana dan prasarana pembelajaran yang tepat dan menarik. b. Kemampuan pelaksanaan pembelajaran, guru mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik yaitu : 1) Mampu membuka pelajaran, guru mampu membuka pelajaran dengan baik. 2) Mampu menyajikan materi, guru mampu menjelaskan materi dengan tepat. 3) Mampu menggunakan metode/strategi, guru mampu menerapkan metode pembelajaran secara tepat. 100 4) Mampu menggunakan alat peraga, guru mampu menggunakan alat bantu untuk menjelaskan materi. 5) Mampu menggunakan bahasa yang komunikatif, guru mampu memakai bahasa yang dapat mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran. 6) Mampu memotivasi siswa, guru mampu memotivasi siswa 7) Mampu berinteraksi denga siswa secara komunikatif, guru mampu menjalin hubungan baik dengan siswa. 8) Mampu mengalokasikan waktu secara tepat, Guru mampu memanfaatkan waktu dengan baik. c. Kemampuan mengadakan evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut,guru mampu menilai hasil dari proses belajar mengajar dan menentukan langkah yang tepat untuk meningkatkan proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik yaitu : 1) Mampu mengadakan diskusi dengan siswa, guru mampu berdiskusi dengan siswa. 2) Mampu menyimpulkan pembelajaran, guru mampu menyimpulkan materi pembelajaran. 3) Memberikan memberikan soal/permasalahan, soal yang guru mampu sesuai dengan tujuan penilaian, guru mampu pembelajaran 4) Mampu melaksanakan melaksanakan penilaian 101 5) Mampu memberikan umpan balik, guru mampu memberikan umpan balik dari pembelajaran yang telah dilakukan. Persepsi Terhadap Kompetensi Mengajar Guru dan Dukungan Sosial Orangtua sebagai Prediktor Motivasi Belajar Menurut Joni (dalam Alfiyah, 1998) guru sesuai dengan tugasnya adalah sebagai fasilitator dan motivator serta sekaligus inspirator dalam kelas. Hal ini menunjukkan pentingnya peranan guru dalam menumbuhkan motivasi dalam belajar siswa. Guru sebagai fasilitator, ia harus dapat memberikan berbagai kemudahan petunjuk, bantuan, dorongan kepada siswa, dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Memberikan petunjuk belajar atau mengarahkan bagaimana agar siswa dapat belajar dengan mudah, dan sekaligus memberikan dorongan yang dibutuhkan siswa. Setiap siswa harus dapat dibuat senang, baik dalam mengikuti pelajaran maupun bergaul. Guru sebagai pengajar juga perlu memilki kompetensi dalam melaksanakan tugas- tugas kependidikannya. Guru yang berkompeten akan mentransfer pengetahuan dan mendidik serta membimbing siswa dalam proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan untuk membangkitkan semangat siswa untuk lebih berprestasi dalam belajar. Untuk itu diperlukan guru yang berkompeten yang bisa menguasai kelas dan siswanya. Timbulnya motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh adanya 102 persepsi siswa terhadap kompetensi guru. Kompetensi guru bisa dijadikan sebagai stimulus yang menghendaki adanya respons pada diri siswa apakah siswa tersebut akan menyikapi sebagai hal yang positif atau menyikapi sebagai hal yang negatif. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara konseptual adanya hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi guru terhadap motivasi belajar siswa (Suharsaputra, 2010). Berdasarkan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan menunjukkan bahwa dilihat dari aspek keterampilan guru mengajar, motivasi belajar siswa rendah pada mata pelajaran sosiologi walaupun kriteria kemampuan guru mengajar sama (Damanik, 2010). Jika diasumsikan kemampuan guru mengajar sudah relatif baik, maka hal yang mungkin berkaitan dengan motivasi belajar siswa adalah persepsi siswa tentang kemampuan guru mengajar yang tampak pada keterampilan guru mengajar. Motivasi belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar untuk mendapatkan imbalan dan menghindari hukuman (ekstrinsik), serta karena keinginan dan tanggung jawab personal, dan untuk menghadapi tantangan (intrinsik). Persepsi tentang keterampilan guru mengajar yaitu adanya proses kognisi, afeksi, interpretasi, dan evaluasi siswa mengenai keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang 103 meliputi mengulas pembelajaran sebelumnya, memberikan materi baru, memberikan latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback), memberikan latihan mandiri, dan mengulas kembali materi yang telah diajarkan secara berkala. Penelitian ini melibatkan seluruh siswa kelas akselerasi SMA Swasta Al-Azhar Medan tahun ajaran 2009/2010, yaitu sebanyak 34 siswa. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar, baik ekstrinsik mauipun intrinsik. Pembuatan alat ukur dan analisa data pada variabel motivasi belajar dilakukan secara terpisah antara motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik karena berdasarkan teori Santrock (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar pada siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi di SMA Swasta Al-Azhar Medan dengan r=0,42 dan signifikansi=0,01 (p<0,05) (Damanik, 2010). Dukungan diperlukan dalam keluarga terutama motivasi belajar, orang tua sangat mengingat bahwa dukungan keluarga sangat mempengaruhi psikologis anak. Dalam hal ini komunikasi sangat diperlukan oleh anak dan keluarga dalam menumbuhkan motivasi anak untuk mencapai tujuan atau sesuatu yang diinginkannya termasuk anak ingin melanjutkan ke sekolah menengah kejuruan sesuai dengan cita-citanya (Sukmadinata, 2011). Siswa dengan dukungan 104 social yang tinggi akan mempunyai pikiran yang lebih positif terhadap situasi yang sulit. Menurut Santrock (2003), keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang paling besar di dalam lingkungan rumah adalah bersumber dari orang tua. Orangtua diharapkan dapat memberikan kesempatan mengembangkan pada kemampuan anak yang agar dapat dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Hal ini dapat membentuk anak mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Swan & Shea, 2005; Garton, Haythornthwaite, & Wellman, 1997; Haythornthwaite, 1996; Haythornthwaite, 1998 (dalam Corey, 2007) bahwa salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar adalah perkembangan komunitas tempat siswa belajar dan berkembang. Selain itu menurut Bandura (1997), selain faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kemandirian dalam belajar, ada lagi faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor kepribadian siswa, atribut personal (seperti pengetahuan, kesiapan, nilai, locus of control) dan atribut perilaku seperti ketrampilan serta motivasi pada diri siswa. Dalam mengembangkan motivasi pada diri siswa, peran orangtua merupakan hal yang penting. Persepsi anak 105 terhadap dukungan orangtua dan harapan anak terhadap orangtua dapat berfungsi sebagai motivator positif bagi pelajar (Ethington, 1991). Rasa percaya orangtua terhadap kemampuan akademis anak, mengarahkan anak agar mandiri, memberikan penguat bagi perilaku berprestasi, serta keterlibatan di dalam pembelajaran anak dapat memunculkan persepsi diri positif dan motivasi akademis (Eccles, Wigfiled &, 1998 ; Gonzalez-DeHass, Wiwms, & Holbein, 2005). Selain itu menurut Lamborn dan Steinberg (1993) dukungan yang suportif dari orangtua dapat dihubungkan dengan motivasi anak dalam proses pembelajarannya. Berdasarkan penelitian Dian (2012) mengenai hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar siswa SD Sidorejo Lor 1 Salatiga menunjukan ada hubungan positif signifikan antara dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar siswa SD Sidorejo Lor 1 Salatiga. Dalam penelitian ini menggunakan teknik saturation sampling dengan subjek penelitian 120 siswa-siswi SD Sidorejo Lor 1 Salatiga. Variabel dukungan sosial diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial orangtua yang berjumlah 30 item dan variabel motivasi belajar diukur dengan menggunakan skala motivasi belajar yang terdiri dari 28 item. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis korelasi Pearson Product Moment dan diperoleh r =0,637 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). 106 Hipotesis 1. Ada korelasi positif signifikan antara kompetensi mengajar guru terhadap motivasi belajar. 2. Ada korelasi positif signifikan antara dukungan sosial terhadap motivasi belajar. 3. Persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan sosial orangtua sebagai prediktor yang signifikan terhadap motivasi belajar. METODOLOGI PENELITIAN Variabel Penelitian Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini yaitu Variabel bebas (Persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan Dukungan sosial orangtua) serta Variabel terikat (Motivasi belajar siswa). Kompetensi mengajar guru diukur dengan menggunakan skala Kompetensi Guru dalam Proses Belajar. Dukungan sosial orangtua diukur dengan menggunakan Social Provisions Scale yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh Weiss (dalam Russell & Cutrona, 1984). Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) for Junior High School yang disusun berdasarkan aspek-aspek motivasi belajar yang dikemukakan oleh Pintrich & Groot (dalam Wang, 2012). 107 Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan sakala pengukuran psikologi, yang terdiri dari 3 skala. Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek. Hasil Seleksi Item dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Persepsi Kompetensi Guru Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala pada pengujian ketiga (lampiran C) didapatkan koefisien reliabilitas yaitu sebesar 0,805 dengan minimal indeks daya diskriminan item sebesar 0, 25. 2. Dukungan Sosial Orangtua Sedangkan pada pengujian ketiga (lampiran C) didapatkan koefisien reliabilitas yaitu sebesar 0,820 dengan minimal indeks daya diskriminan item sebesar 0, 25. 3. Motivasi Belajar Pada putaran kedua, hasil pengujian reliabilitas skala mengalami perubahan menjadi 0,810 dengan minimal indeks daya diskriminan item sebesar 0, 25 108 Analisis Data Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara ketiga variabel penelitian adalah regresi berganda. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows. HASIL PENELITIAN Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F b ANOVA ANOVAb Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 513.009 2 256.504 Residual 1966.434 67 29.350 Total 2479.443 69 a. Predictors: (Constant), PERSEPSI, DUKUNGAN b. Dependent Variable: MOTIVASI 109 F 8.740 Sig. .000 a Berdasarkan tabel anova, diperoleh nilai Fhitung sebesar 8.740 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05) yang berarti ada pengaruh yang signifikan persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan social orangtua terhadap motivasi belajar. Hasil Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t Variabel Independent Terhadap Variabel Dependent Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Coefficients Std. Error (Constant) 21.143 9.301 DUKUNGAN .117 .125 PERSEPSI 1.036 .259 Beta T Sig. 2.273 .026 .102 .937 .035 .437 4.007 .000 a. Dependent Variable: MOTIV Dari tabel di atas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y+ 0.437 X1 = 0.102 X2 Keterangan: 1. Konstanta sebesar 21.143 mengandung arti bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka nilai motivasi belajar sebesar 21.143. 110 2. Koefisien regresi persepsi kompetensi mengajar guru sebesar 0.437 memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan persepsi kompetensi mengajar guru akan berdampak pada meningkatnya motivasi belajar belajar sebesar 0.437 satuan. 3. Koefisien regresi dukungan social orangtua 0.102 memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau tingkat dukungan social orangtua akan berdampak pada meningkatnya motivasi belajar sebesar 0.102 satuan. Pembahasan Berdasarkan penelitian mengenai persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukung social orangtua sebagai predictor motivasi belajar siswa SMP Negeri 7 Salatiga, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan social orangtua dengan motivasi belajar. Hasil pengukuran diatas membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukung social orangtua sebagai predictor motivasi belajar siswa SMP Negeri 7 diterima. Hal ini terlihat dari Nilai nilai F sebesar 8,740 pada taraf signifikansi 0.000 (p<0.05). kedua variabel memberikan sumbangan efektif sebesar 20.7% yang berarti 20.7% dari variasi yang terjadi 111 pada variabel motivasi belajar dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan variabel dukungan social orangtua. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran siswa adalah motivasi belajar. Dengan adanya motivasi, siswa akan belajar lebih keras, ulet, tekun dan memiliki konsentrasi penuh dalam proses belajar. Dorongan motivasi dalam belajar merupakan salah satu hal yang perlu dibangkitkan dalam upaya pembelajaran di sekolah (Sadirman, 2004). Motivasi belajar (learning motivation) yaitu dorongan seseorang untuk belajar sesuatu guna mencapai cita-cita (Djamarah, 2002). Seseorang akan memiliki motivasi belajar yang tinggi bila ia menyadari dan memahami tujuan yang akan dicapainya dikemudian hari. Bila seseorang memahami cita-citanya secara baik, maka ia akan terdorong untuk semakin giat dalam belajar. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melaksanakan aktivitas belajar. Motivasi diperlukan dalam menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Menurut Djamarah (2002) ada tiga fungsi motivasi yaitu motivasi sebagai pendorong perbuatan yang berfungsi sebagai pendorong untuk mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar, motivasi juga sebagai penggerak perbuatan dimana dorongan psikologis melahirkan sikap terhadap anak didik yang merupakan suatu kekuatan yang tak 112 terbendung yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik serta motivasi sebagai pengarah perbuatan dimana anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Menurut Slameto (2010) faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Untuk faktor intern salah satunya yaitu adanya motif yang kuat pada diri individu dan juga pengaruh lingkungan yang kuat. Sedangkan untuk faktor ekstern yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga bisa dilihat dari cara orang tua yang memperhatikan pendidikan anaknya dengan adanya bimbingan dan penyuluhan yang akan menimbulkan motivasi pada anak. Faktor sekolah mencakup metode pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran dan waktu sekolah, keadaan gedung merupakan salah satu yang mempengaruhi motivasi siswa. Sedangkan faktor masyarakat dilihat dari media massa yang memberikan berita-berita terkini.. Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi dukungan social orangtua yang ada pada diri siswa, maka tinggi pula mtivasi belajarnya, sehingga hasil belajar yang mereka peroleh juga akan maksimal. Hal tersebut dikarenakan para siswa-siswi SMP Negeri 7 Salatiga mampu memotivasi diri mereka untuk belajar apabila didukung oleh orangtua. Selain itu, persepsi siswa terhadap 113 kompetensi mengajar guru mempengaruhi motivasi belajarnya. Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, motivasi belajar merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Faktor lain di luar dukungan social orangtua yang dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar, seperti faktor dari lingkungan misalnya pendampingan dari pihak Guru kepada siswa dan pengaruh dari siswa yang lain (Winkel, 2009). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan social orangtua memberikan kontribusi terhadap motivasi belajar, sehingga nampak jelas bahwa persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan social orangtua mempunyai hubungan positif dengan motivasi belajar. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan sosial orangtua sebagai prediktor motivasi belajar pada siswa SMP Negeri 7 Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan uraian dan hasil analisis statistik dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan dukungan social orangtua dapat dijadikan sebagai prediktor terhadap motivasi belajar siswa SMPN 7 Salatiga. Sebagian besar 114 subjek (50%) memiliki tingkat persepsi terhadap kompetensi mengajar guru berada pada kategori tinggi, sebagian besar subjek (58,57%) memiliki tingkat dukungan social orangtua berada pada kategori tinggi dan sebagian besar subjek (60%) memiliki tingkat motivasi belajar berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut: Bagi siswa siswi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi belajar berada pada kategori tinggi. Para siswa disarankan dapat mempertahankan bahkan bisa mengembangkan lagi motivasi belajarnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, yaitu dengan terus mengembangkan kemampuan yang ada pada diri siswa. Bagi sekolah dan guru. Di sekolah, guru yang memegang peranan penting dalam mendidik para siswa. Maka kepada pihak sekolah khususnya guru sebagai seorang fasilitator di sekolah, disarankan lebih meningkatkan kualitas mendidik dan mengajar siswa, sehingga siswa mampu meningkatkan motivasi belajarnya agar lebih maksimal dalam proses pembelajaran Bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain di luar persepsi kompetensi mengajar guru dan dukungan sosial orangtua yang memengaruhi motivasi belajar. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap faktor-faktor yang memengaruhi motivasi belajar siswa seperti pendampingan dari 115 pihak guru kepada siswa, relasi siswa dengan siswa, inteligensi, bakat, kematangan, latar belakang kebudayaan, kurikulum, keadaan sekolah, dan teman bergaul. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti penentuan sampel yang tidak maksimal karena dalam wawancara awal yang dilakukan oleh penulis dengan pihak sekolah, yang dimana didapati bahwa motivasi belajar itu kurang secara keseluruhan dari kelas VII sampai dengan kelas IX, sehingga penentuan sampelnya diwakilkan hanya kelas VIII dan kelas IX, sehingga nampak motivasi belajar kelas VII dalam penelitian ini tidak ada. DAFTAR PUSTAKA Abrror, A.R. (1998). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana Anni. (2006). Psikologi Belajar. Semarang: UNNES Press Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 116 Cozby, P. C. (2009). Methods in behavioral research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Cutrona & Russell. (1987). The Provisions of Social Relationships and Adaptation to Stress. Washington, DC: JAI Press Inc. Danin, S. (2011). Perkembangan peserta didik. Edisi Kedua. Jakarta: Alfabeta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2003). Undangundang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2013 dari www.Inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf Djali, H. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Djamarah. (2002). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta Esti, S. (1989) .Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Efendi, R., & Suliasih. (2008). PKn 1. Jakarta : Erlangga. Elliot. (2011). Motivasi Belajar dan Faktor-faktornya. Jakarta: Grafindo Feist & Feist. (2010). Teori kepribadian. Edisi ketujuh. Jakarta: Salemba Humanika. Gie, T. (2002). Cara belajar yang efektif. Yogyakarta: Liberty Ginting, C. (2003). Kiat belajar di perguruan tinggi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Gunarsa, S. D. (2000). Psikologi praktis: anak, remaja, dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset. 117 Hamalik, O. (2001). Proses belajar mengajar. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Hurlock, E. (2002). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E. (2004). Perkembangan Anak (terjemahan).Jakarta: Erlangga Irawan. (2011). Kompetensi Mengajar Guru. Bandung : Refika Aditama Janda, L. H. (1998). Psychological testing: theory and applications. Icludes Sonware. Massachusetts: A Viacom Company Masrizal. (2004). Teori-teori Persepsi. Bandung: PT Remaja Rasdakarya Monks F. J., Knoers A. M. P., & Haditono S. R. (2002). Psikologi perkembangan: pengantar berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nasution. (1982). Teknologi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik terapan: untuk penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development 9th edition. New York: McGraw Hill Inc. Parsono. (2009). Erlangga Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Priyitno, E. (1989). Motivasi Dalam Belajar. Jakarta: P2LPTK Purwanto. (2008). Motivasi Siswa. Jakarta: Erlangga 118 Safrudin. (2011). Analisis Hubungan Supervisi Kepala Sekolah dan Kualifikasi Akademik Guru Terhadap Kompetensi Guru Dalam Proses Belajar Mengajar di SMP Satu Atap SeKabupaten Indramayu. Diunduh dari http://www.thesisui.edu/etd/ Sadirman, A. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Santrock, J. (2004). “Lifespan development”. McGraw-Hill. Boston, ____________, “Educational Psychology”,McGraw-Hill, Boston, 2001. Setyorini, D. (2012). Hubungan Antara Dukungan Sosial Orangtua Dengan Motivasi Belajar Siswa SD Sidorejo Lor 1 Salatiga. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Shia, R. (2001). Academic Intrinsic And Extrinsic Motivation And Metacognition. Wheeling Jesuit University Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta yang Sukmadinata, N. S. (2011). Landasan psikologi pendidikan. Bandung: PT Remaja Rasdakarya. proses Suharsaputra. (2013). Administrasi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama Suparlan. (2006). Kompetensi Mengajar Guru. Jakarta: Erlangga Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Syah. (2001). Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Jakarta: Gunung Mulia Walgito. (2010). Motivasi Belajar Ssiswa. Jakarta: Erlangga 119 Wang. (2012). Revised Motivated Strategies for Learning Questionnaire for Secondary School Students. The International Journal of Research and Review 120 1