BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI Memasuki milenium III pada abad 21 ini, kualitas guru sains/IPBA masih perlu ditingkatkan, karena kualitas guru mempengaruhi kualitas pendidikan sains. Dalam pembelajaran sains, kurangnya kemampuan guru-guru mengajarkan sains menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan sains (Depdiknas, 2002). Pada Standar Pendidikan Sains Nasional Amerika (NRC, 1996) disarankan agar dalam penyiapan guru sains, metode mengajar dalam perkuliahan lebih memperhatikan pada kemampuan pengambilan keputusan, teori dan penalaran. Di samping itu, dalam pengembangan profesional guru, harus memberikan praktikum, sehingga calon guru dapat membangun pengetahuan dan keterampilannya. Upaya ini penting untuk dilakukan karena praktikum atau kegiatan laboratorium merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar (Rustaman et al., 2005; Kertiasa, 2006; dan Liem, 2007). Praktikum merupakan kegiatan istimewa yang berfungsi untuk melatih dan memperoleh umpan balik serta meningkatkan motivasi belajar siswa (Utomo dan Ruijter, 1990; Liem, 2007). Pembelajaran melalui kegiatan praktikum tidak hanya meningkatkan ranah psikomotorik siswa, tetapi juga kognitif dan afektif. Seperti dinyatakan oleh Pabelon and Mendosa (2000), bahwa: “Kerja laboratorium berperan dalam mengembangkan kognitif, psikomotor, dan afektif”. Ranah kognitif antara lain keterampilan berpikir, ranah psikomotorik antara lain keterampilan melaksanakan kegiatan praktikum, dan ranah afektif antara lain belajar bekerja sama 1 dengan orang lain dan menghargai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, praktikum seyogianya memperhatikan aspek-aspek itu dan guru IPBA perlu diberikan pelatihan keterampilan praktikum khususnya dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan praktikum IPBA. Hasil penelitian Pujani dan Liliasari (2011) terhadap pembelajaran IPBA menemukan bahwa pembelajaran IPBA (Kebumian dan Astronomi) di sekolahsekolah dan di perguruan tinggi belum menyelenggarakan kegiatan laboratorium. Pembelajaran IPBA didominasi oleh ceramah, tanya jawab dan penugasan. Hal ini sejalan dengan temuan Depdiknas (2002), bahwa pembelajaran sains di sekolah umumnya bersifat teoritis, melalui ceramah, diskusi, dan penyelesaian soal, tanpa eksperimen ataupun demonstrasi. Terhadap hal ini banyak alasan umum yang dikemukakan, antara lain karena guru tidak pernah dilatih melaksanakan praktikum IPBA, tidak adanya ruang laboratorium, dan tidak ada alat-alat praktikum IPBA. Hasil penelitian Balitbang (Rustad et al., 2004) menunjukkan bahwa sekitar 51% guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolahnya, akibatnya tingkat pemanfaatan alat-alat itu dalam pembelajaran cenderung rendah. Timbul dugaan bahwa inti persoalan mengapa guru tidak melakukan pembelajaran dengan kegiatan praktikum terletak pada kurangnya kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan praktikum dan membuat alat-alat percobaan sederhana. Pelatihan keterampilan praktikum bagi guru sejalan dengan pergeseran paradigma dalam pembelajaran sains. Paradigma baru dalam belajar sains yaitu pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari sains melalui pengalaman langsung daripada hafalan, sehingga siswa dapat menggunakan 2 pengetahuan sainsnya tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Gallagher, 2007). Pendidikan sains dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman dan kebiasaan berpikir, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk menjamin kelangsungan hidupnya (Rutherford and Ahlgren, 1990). Melalui pembelajaran sains dengan kegiatan praktikum siswa akan memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep, kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan-keterampilan ilmiah, memahami bagaimana sains dan ilmuwan bekerja, menumbuhkan minat dan dan motivasi, serta melatih keterampilan berpikir (Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007). Di sisi lain materi Kebumian dan Astronomi merupakan mata pelajaran yang sering dikompetisikan melalui kegiatan Olimpiade, sehingga para guru IPBA dituntut untuk mampu membina para siswanya memberikan pembekalan bidang teori dan keterampilan praktikum. Mencermati hal di atas perlu kiranya dilakukan pembekalan berupa kegiatan pelatihan keterampilan laboratorium bagi guru-guru SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng, khususnya di kota Singaraja agar guru-guru memiliki keterampilan dalam mengelola kegiatan praktikum yang memadai. Lebih lanjut, dengan keterampilan yang dimiliki diharapkan para guru mampu membina siswanya dalam menghadapi olimpiade, seperti olimpiade Astronomi. Kabupaten Buleleng sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Bali, memiliki visi dan misi pembangunan yang berorientasi pada sektor pariwisata, pertanian, pendidikan, dan kesehatan. Pada sektor pendidikan, salah satu misi pembangunan Kabupaten Buleleng adalah menjadikan Buleleng sebagai kota pendidikan. Realisasi dari hal itu telah dituangkan dalam berbagai kebijakan daerah, 3 antara lain dengan memfasilitasi pembangunan lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). Berdasarkan hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para guru. Di sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada di Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi IPBA di SMP dan SMA banyak yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar IPBA. Pembelajaran IPBA sebagai bidang studi yang secara formal wajib dibelajarkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA saat ini dihadapkan pada tantangan untuk mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajarannya. Hal ini mengingat bahwa mulai tahun 2005 untuk Astronomi dilombakan dalam ajang bergengsi yaitu pada olimpiade tingkat nasional dan international. Khusus untuk Kabupaten Buleleng, partisipasi di bidang olimpiade Astronomi bagi siswa SMP dan SMA baru mulai tahun 2006, itu pun baru diwakili dari satu sekolah saja yaitu SMA Negeri 1 Singaraja. Dari wakil yang dikirimkan tersebut, belum ada yang bisa menembus hingga lulus di tingkat Propinsi, sebagaimana diinformasikan melalui internet, untuk bidang olimpiade Astronomi belum ada siswa SMP/SMA wakil dari Kabupaten Buleleng atau pun wakil Propinsi Bali yang berhasil meraih medali (www.olimpiade-sains.org). Rendahnya prestasi belajar Astronomi para siswa SMA di wilayah Kabupaten Buleleng tidak terlepas dari kurangnya pembinaan oleh guru (faktor 4 guru) dan karakteristik materi. Dengan berlakunya KTSP mulai tahun 2006, materi IPBA tidak lagi sepenuhnya menjadi suplemen mata pelajaran Fisika tetapi sebagian masuk ke mata pelajaran IPS untuk di SMP dan Geografi untuk di SMA. Sementara itu, untuk membina siswa yang akan mengikuti kegiatan olimpiade umumnya ditugaskan kepada guru Fisika. Di sini timbul kesenjangan di mana para guru yang tidak mengajar Astronomi ditugaskan membina siswa untuk mengikuti olimpiade Astronomi. Oleh karena itulah sangat diperlukan adanya pembinaan yang berkelanjutan kepada guru IPA di SMP dan guru Fisika di SMA agar mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk membina calon peserta olimpiade Astronomi. Dinas Pendidikan bersama-sama dengan seluruh SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng harus sesegera mungkin melakukan persiapan pembinaan bidang IPBA (Astronomi) yang terprogram dan kontinu untuk menghadapi pelaksanaan Olimpiade Astronomi Nasional/Internasional tahun 2012. Secara alamiah Astronomi memiliki konsep pemikiran dan pemahaman yang terintegrasi secara simultan baik dalam perkembangan ilmunya, teknologinya, terapan teknisnya, maupun pendidikannya. Dalam hal ini, Astronomi dan IPA/Fisika merupakan materi pelajaran di SMP/SMA yang terpadu secara integral, di mana konsep-konsep Astronomi melibatkan konsep-konsep Fisika. Konsekwensinya, keberhasilan siswa dalam pelajaran Astronomi dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menerapkan konsep-konsep Fisika yang relevan ke bidang studi IPBA. Hal ini pula yang dijadikan sebagai acuan, di mana dalam kurikulum, materi Astronomi seharusnya menjadi bagian dari mata pelajaran fisika, sehingga pengajar Astronomi di SMP/SMA umumnya adalah guru IPA/Fisika. 5 Namun demikian, walaupun ada jalinan yang terintegrasi antara Fisika dengan Astronomi, dampak dari hal ini adalah ada kecendrungan belum mapannya penguasaan materi Astronomi tersebut oleh guru Fisika karena Astronomi memerlukan pemahaman tersendiri dan cakupan materimya sangat luas. Di samping adanya pergeseran orientasi konten kurikulum dari Fisika ke IPS dan Geografi. Mengingat ketidak sesuaian kualifikasi guru Astronomi dengan bidang keahliannya itu, maka kualitas penguasaan guru dalam bidang Astronomi harus ditingkatkan, sehingga mereka menjadi tenaga guru yang terampil dalam mengelola pembelajaran. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melalui penyegaran akademis (refreshing program) yang inti kegiatannya meliputi pelatihan merancang dan melaksanakan praktikum IPBA bidang Astronomi. Melalui program ini, guru diharapkan memperoleh “sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan tugas dan profesinya yang nantinya secara langsung dapat meningkatkan produktivitas kerjanya seperti, mampu memberikan pembinaan di bidang IPBA bagi anak didiknya menuju olimpiade Astronomi. Bila kualitas pengetahuan guru meningkat akan berimplikasi pada kualitas pelaksanaan PBM, dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi bidang Astronomi. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Averch et.al,1984 dan Jamison,1974 (dalam Wirta, 1990) menemukan bahwa pengaruh variabel kualitas guru cukup efektif terhadap prestasi belajar yang dicapai siswanya. Dalam pembelajaran IPA di SD se Kabupaten Buleleng, hasil penelitian Wirta, dkk (1990) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara kualitas guru dengan prestasi belajar siswanya. Khusus dalam kegiatan praktikum IPBA, hasil penelitian Pujani (2010) menemukan bahwa pembekalan keterampilan 6 laboratorium IPBA (Kebumian) bagi calon guru fisika dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan praktikum IPBA. Untuk bidang Astronomi capaian keterampilan laboratorium yang dicapai calon guru cenderung lebih rendah dari capaian keterampilan laboratorium Kebumian (Pujani, 2011). Masalah-masalah di atas bukan saja dihadapi dan dialami oleh guru IPBA di Kabupaten Buleleng yang baru bertugas dengan masa kerja kurang dari 5 tahun, tetapi guru yang sudah berpengalaman mengajar lebih dari 10 tahun pun mengalami hal yang sama. Menyadari demikian urgennya persoalan tersebut, maka dalam rangka pengabdian masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, persoalan menyangkut peningkatan wawasan dan kemampuan guru dalam bidang praktikum IPBA (Astronomi), khususnya pada jenjang SMP/SMA sangat layak untuk dijadikan sebagai salah satu tema atau fokus kegiatan, bagi perbaikan kualitas proses dan produk pendidikan pada level SMP/SMA melalui refreshing program bagi guruguru IPA/Fisika pada SMP/SMA di Kota Singaraja. B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH Dari paparan di atas dapat diidentifikasi hal-hal berikut: (1) bahwa guru IPBA yang mengajar di SMP/SMA yang ada di wilayah Kota Singaraja masih banyak yang belum sesuai kualifikasinya dengan bidang tugasnya. Para guru yang mengajar IPBA (Astronomi) bulkanlah guru IPBA tetapi dari Fisika atau Geografi. Disamping itu, kemampuan penguasaan materi dan keterampilan profesional guru dalam mengajar IPBA di SMP/SMA masih kurang, terutama di bidang praktikum. Oleh karena itu perlu diadakan program 7 re-freshing bagi guru-guru dalam upaya peningkatan kualitas penguasaan bidang IPBA, khususnya di bidang praktikum Astronomi. (2) bahwa hasil belajar IPBA siswa bergantung pada kualitas PBM yang dilaksanakan guru. Mengingat Astronomi merupakan ilmu-ilmu dasar yang harus ditanamkan secara kuat sejak dini, maka diperlukan kualitas pelaksanaan PBM yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas pengetahuan guru IPBA tentang bidang studinya. Bila kualitas pengetahuan guru tentang IPBA meningkat akan berimplikasi pada peningkatan kualitas pelaksanaan PBM, dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar IPBA siswa, sehingga siswa memiliki peluang untuk tampil dalam event olimpiade Astronomi. Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan pokok yang hendak diurai melalui program ini adalah: “Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas keterampilan praktikum bidang IPBA (Astronomi) bagi guruguru SMP/SMA di Kota Singaraja dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPBA siswa serta sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi. C. TUJUAN KEGIATAN Berdasarkan analisis potensi dan rumusan masalah di atas, maka secara spesifik tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktikum bidang IPBA bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPBA siswa serta sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi. 8 D. MANFAAT KEGIATAN Kegiatan ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan di Buleleng, Provinsi Bali, khususnya pada jenjang SMP/SMA, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam melakukan kegiatan-kegiatan akademis untuk mendukung tugas-tugas profesionalnya, sehingga secara langsung berdampak bagi peningkatan produktivitas pendidikan di Kota Singaraja. 2. Guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja, program ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka dapat memiliki keterampilan melaksanakan praktikum Astronomi yang memadai megingat pengajar Astronomi umumnya adalah guru fisika, serta mampu membina siswa dalam persiapan menghadapi olimpiade Astronomi. 3. Universitas Pendidikan Ganesha, program ini sangat bermanfaat dalam menjalin kerjasama yang mutualis antara LPTK dengan kalangan masyarakat luas, sehingga tenaga dan berbagai potensi yang ada dapat disumbangkan kepada khalayak luas, khususnya yang berkenaan dengan sektor pendidikan. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peranan Praktikum dalam Pembelajaran Sains/IPBA Praktikum adalah suatu bentuk kerja praktek yang bertempat dalam lingkungan yang disesuaikan dengan tujuan agar siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang terencana dan berinteraksi dengan peralatan untuk mengobservasi serta memahami fenomena. Sejalan dengan itu, Hofstein and Mamlok-Naaman (2007), Rustaman et al., (2005) dan Margono (2000) menyatakan kegiatan laboratorium sebagai suatu kegiatan praktikum, baik yang dilakukan di laboratorium maupun di luar laboratorium seperti di kelas atau di alam terbuka, berkaitan dengan suatu bidang ilmu tertentu yang antara lain ditujukan untuk menunjang pembelajaran teori. Tujuan kegiatan praktikum adalah untuk mengembangkan keterampilanketerampilan ilmiah, pemahaman konsep, kemampuan kognitif, berpikir kreatif, dan sikap ilmiah (Gangoli and Gurumurthy, 1995). Sementara itu menurut Hodson (1996) tujuan kegiatan laboratorium dalam pembelajaran sains adalah untuk 1) memotivasi siswa dan merangsang minat serta bakatnya, 2) mengajarkan keterampilan-keterampilan yang harus dilakukan di laboratorium, 3) membantu perolehan dan pengembangan konsep, 4) mengembangkan pemahaman terhadap sains dan mengembangkan keterampilan dalam melaksanakan sains tersebut, dan 5) menanamkan sikap ilmiah. Bentuk kegiatan praktikum yang efektif dilakukan ada tiga yaitu, kegiatan praktikum yang bersifat latihan, memberi pengalaman, dan investigasi atau penyelidikan (Van den Berg and Giddings, 1992; Woolnough dalam Rustaman et 10 al., 2005; Margono, 2000). Uraian ketiga bentuk kegiatan laboratorium tersebut sebagai berikut. 1) Kegiatan Laboratorium Bentuk Latihan Kegiatan laboratorium berbentuk latihan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dasar dan teknik seperti menggunakan alat, mengukur dan mengamati (observasi). Contoh kegiatan laboratorium yang bersifat latihan adalah: menggunakan teleskop, berlatih menggunakan peta langit, berlatih menggunakan perangkat lunak “Stellarium”, dan berlatih merangkai alat dengan benar. 2) Kegiatan Laboratorium Bentuk Pengalaman Kegiatan laboratorium pengalaman bertujuan untuk meningkatkan pemahaman materi pelajaran dengan cara memberikan pengalaman nyata secara langsung kepada siswa terhadap fenomena alam. Contoh kegiatan laboratorium berbentuk pengalaman adalah mengidentifikasi sifat fisis batuan dengan meraba permukaan batuan dan mengamati warna mineral penyusun batuan, mempelajari dan memperhatikan gerakan bayangan matahari. Pelaksanaan kegiatan laboratorium dapat secara induksi atau verifikasi. 3) Kegiatan Laboratorium Bentuk Investigasi atau Penyelidikan. Kegiatan laboratorium bentuk investigasi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Pada kegiatan laboratorium ini siswa dituntut dapat bertindak sebagai seorang ilmuwan (Rustaman et al., 2005). Pelaksanaan kegiatan laboratorium ini dapat menggunakan model inkuiri atau discovery, sehingga diperlukan identifikasi masalah, perumusan masalah, hipotesis, perencanaan percobaan, pelaksanaan percobaan, evaluasi hasil percobaan, dan pelaporan hasil percobaan. Contoh materi untuk kegiatan laboratorium bentuk 11 investigasi adalah: penyelidikan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dan pelapukan, faktor-faktor yang mempengaruhi efek rumah kaca dan pemanasan global. Mencermati uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan praktikum dalam pembelajaran sains memiliki peranan yang penting. Menurut Woolnough and Allsop dalam Rustaman (2002); Hofstein and Mamlok-Naaman (2007), pentingnya kegiatan praktikum dalam sains adalah: (1) membangkitkan minat dan motivasi belajar sains, (2) mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melaksanakan eksperimen, (3) menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah, dan (4) menunjang pemahaman materi pelajaran. Sementara itu, menurut Millar (2004), peran kegiatan kegiatan praktikum, antara lain (1) mengajarkan pengetahuan ilmiah sebagai kemampuan berkomunikasi, (2) pengalaman dalam kegiatan kegiatan praktikum sangat penting untuk memahami dunia, (3) kegiatan kegiatan praktikum melibatkan kemampuan melakukan suatu tindakan dan merefleksinya, dan (4) mengkaitkan dua domain pengetahuan yaitu domain objek real dan sesuatu yang dapat diamati dengan domain ide-ide. Sejalan dengan itu, Wiyanto (2008) menyatakan peranan kegiatan kegiatan praktikum dalam sains diantaranya sebagai berikut. Pertama, sebagai wahana untuk mengembangkan keterampilan dasar mengamati atau mengukur (menggunakan alatalat yang sesuai) dan keterampilan-keterampilan proses lainnya, seperti mencatat data, membuat tabel, membuat grafik, menganalisis data, menarik kesimpulan, berkomunikasi, dan bekerjasama dalam tim. Kedua, laboratorium dapat dijadikan sebagai wahana memperjelas konsep yang telah dibahas sebelumnya. Ketiga, laboratorium dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan 12 berpikir melalui proses pemecahan masalah dalam rangka siswa menemukan konsep sendiri. Lebih lanjut Wiyanto (2008) menyatakan bahwa peran yang paling penting tingkatannya dibandingkan dengan peran-peran lainnya adalah peran ketiga, yaitu laboratorium untuk mengembangkan kemampuan berpikir, karena hal ini berarti laboratorium telah dijadikan sebagai wahana untuk learning how to learn. B. Hakekat IPA dan Implikasinya dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya mencakup dua dimensi yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dimensi Produk mengandung sekumpulan pengetahuan baik berupa konsep-konsep, prinsip-prinsip, maupun hukum-hukum sebagai hasil penelitian dan pikiran para ilmuwan (saintis). Sedangkan dimensi proses IPA berisi sekumpulan keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan suatu proses. /mengobservasi, Jadi keterampilan- mengklasifikasikan/ keterampilan kategorisasi, IPA meliputi: mengamati mengukur/ melakukan pengukuran, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan penyelidikan/ percobaan, menginterpretasikan /menafsirkan hasil pengamatan, dan berkomunikasi. Untuk dapat mengajarkan IPA dengan baik dan tepat maka seorang guru haruslah memahami tentang pengertian dan hakekat dari IPA. Mengajar sains merupakan upaya guru dalam membelajarkan siswanya tentang sains. Mengajar dalam pengertian ini berarti memberi arah sekaligus mengembangkan pemerolehan konsep-konsep sains oleh siswa sendiri. Oleh sebab itu proses mengajar lebih didasari oleh kepentingan siswa dalam mendapatkan konsep-konsep, prinsip, keterampilan serta sikap yang dilandasi metode ilmiah. Trowbridge (dalam Suastra 13 dan Pujani, 1999) menjelaskan tentang mengajar yang berorientasi pada belajar penemuan (discovery), bahwa dengan upaya mengajar diharapkan terjadi personal meaning tentang sains pada diri siswa. Belajar sains atau mempelajari sains bagi pebelajar tidak lagi sebagai penerimaan informasi tentang sains akan tetapi merupakan suatu proses pengembangan keterampilan berpikir mengenai konsep sains. Dengan demikian strategi belajar yang digunakanpun harus dikondisikan pada kegiatan-kegiatan yang berdimensi fisik dan psikis kognitif. Piaget sebagaimana disitir oleh Labinowict, 1980 (dalam Suastra dan Pujani, 1999) menyatakan bahwa pengetahuan sains akan baik jika dipelajari dengan cara active construction. Ini berarti bahwa siswa diarahkan untuk membangun pengetahuannya secara aktif. Untuk itu strategi belajar hendaknya ditujukan kepada student centered, sehingga siswa sepenuhnya terlibat pada proses pembelajarannya. Kreativitas dalam sains juga terjadi bila siswa melakukan penemuan ilmiah untuk mereka sendiri walaupun informasi semacam itu telah diketahui orang lain (Adang, 1985 dalam Suastra dan Pujani, 1999). Prinsip-prinsip dasar itu pasti tercantum dalam buku teks, tetapi penerapan khusus atau inovasi-nya perlu ditentukan oleh siswa. Lebih lanjut Adang (1985), menyatakan bahwa untuk melatih berfikir kreatif siswa hendaknya diberi kesempatan: 1. Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama PBM berlangsung. 2. Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut. 3. Merasakan kemudahan dalam mengambil isu atau menyatakan ide atau proses. 4. Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari seseorang tanpa mencemoohnya. 14 5. Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai potensi kreatif. 6. Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif seperti juga untuk hasil belajar yang berupa mengingat. Dari uraian di atas maka pengajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kreativitas berpikirnya adalah pengajaran IPA dengan melibatkan keterampilan-keterampilan proses IPA. Hal ini akan dapat dilakukan melalui pengajaran IPA dengan pendekatan keterampilan proses IPA (Ratna Wilis Dahar 1989:13). C. Kualitas Guru Guru adalah merupakan sub sistem pengelola yang sangat menentukan keberhasilan suatu PBM. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengelola kelas dengan suatu metode serta pendekatan mengajar yang mesti diterapkannya. Namun, mengajar adalah serangkaian aktivitas yang sangat kompleks, oleh karenanya sangat sulit untuk menentukan guru yang bagaimana guru yang berkualitas. Ada kalanya guru berhasil dalam mengajar IPA di Sekolah Dasar, tetapi tidak berhasil jika dia ditugaskan mengajar IPA di SMP, atau sebaliknya. Demikian pula guru yang memiliki gelar sarjana, belum tentu akan menjamin keberhasilannya dalam mengelola PBM di kelas. Dan ada kalanya guru yang telah mengajar dalam waktu yang relatif lama merasa belum berhasil mengelola PBM, dan baru setelah mereka mendapat pelatihan atau mengikuti penataran menemukan suatu strategi mengajar, sehingga KBM menjadi lebih baik. Walaupun demikian, kualitas guru bidang studi IPA (astronomi) yang 15 mencerminkan kemampuan profesional (kualitas) guru sesungguhnya dapat diperoleh melalui beberapa cara diantaranya melalui pendidikan (kuliah) di suatu LPTK, melalui pengalaman mengajar, melalui penataran-penataran/pelatihan, dan melalui peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA (astronomi). Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat pendidikan terakhir, yang dapat dikategorikan sebagai berikut: SD, SLTP, SPG/KPG, SMA non keguruan, PGSLP, D1, D2, D3, Sarjana Muda, Sarjana, dan Pascasarjana. Kualitas tingkat pendidikan ditentukan berdasarkan lamanya pendidikan itu berlangsung yang dinyatakan dalam tahun. Pengalaman mengajar adalah lamanya guru bersangkutan melakukan pekerjaan mengajar dihitung dari tahun pengangkatan. Pengalaman mengajar dapat dinyatakan dalam interval: 0-4 tahun, 5-8 tahun, 9-12 tahun, 13-16 tahun dan 17-20 tahun atau lebih. Interval pengalaman mengajar selama 4 tahun ini ditetapkan berdasarkan konsep pemikiran kenaikan pangkat tetap bagi seorang guru berlangsung setiap empat tahun. Penataran yang dimaksud adalah penataran yang berkaitan dengan proses belajar mengajar IPA di SMP atau setidak-tidaknya penataran yang menunjang proses belajar mengajar secara umum. Kualitasnya ditentukan oleh lamanya penataran itu diikuti yang dinyatakan dalam hari. Di samping itu, kualitas guru IPA juga dapat dilihat dari kualitas penguasaannya terhadap bidang studi IPA tersebut. Hal ini dapat diketahui setelah guru menjawab seperangkat tes IPA yang tingkat kesukarannya setaraf guru. 16 D. Pengaruh Kualitas Guru terhadap Prestasi belajar Siswa Sesuai uraian di atas, indikator kualitas (kemampuan profesional) guru dapat dilihat melalui pendidikan, pengalaman mengajar, penataran, dan melalui pelatihan peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA. Baik secara terpisah maupun bersama-sama indikator kualitas guru ini akan terkait dengan prestasi yang dapat dicapai oleh siswa. Pendidikan Pendidikan terakhir seorang guru sangat menentukan kewenangannya dalam mengajar. Ijazah tertinggi seorang guru merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan kualitas suatu sekolah. Di mana kualitas sekolah tidak dapat terlepas dari predikat lulusan yang melibatkan prestasi belajar siswanya.. Sedangkan untuk menentukan kewenangannya, pendidikan terakhir seorang guru hanya berlaku pada tingkatan-tingkatan sekolah tertentu. Guru SD minimal tamatan SPG/KPG, guru SMP minimal tamatan PGSLP, dan guru SMU minimal lulusan sarjana muda keguruan (Parluhutan Tobing, 1983). Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan keguruan yang dimiliki guru dihitung dari persyaratan minimal, akan semakin siap mereka menjadi tenaga pendidik (guru). Pada gilirannya diharapkan mereka dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Pengalaman Mengajar Lamanya masa kerja seorang guru IPA di SMP akan menunjukkan kuantitas pengalaman yang mereka miliki selama bekerja di lapangan. Melalui pengalaman mengajar, guru-guru dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya, misalnya dari kesalahannya membimbing dalam membuat rumusan masalah, membuat kesimpulan dan lain sebagainya guru bersangkutan kemudian membenahinya. Guru 17 IPA yang baik adalah mereka yang mau mengevaluasi KBM yang pernah mereka lakukan, sehingga KBM berikutnya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang lebih berkualitas. Hal ini sesuai dengan pepatah ”pengalaman adalah guru yang terbaik”. Penataran Penataran guru-guru IPA yang dilaksanakan oleh pemerintah baik di tingkat regional maupun nasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Dalam penataarn ini guru dipersiapkan untuk menguasai materi pelajaran, metode mengajar dan cara-cara dalam mengelola PBM. Jika tujuan penataran ini telah tercapai dan dapat dilaksanakan oleh guru yang pernah mengikuti penataran maka guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mengajarnya. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih giat dan senang belajar dalam usaha untuk meningkatkan prestasi belajar. Tingkat Penguasaan Guru pada Bidang Studi IPA Kemampuan guru dalam mengajar IPA sebenarnya merupakan faktor yang paling sentral dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Prestasi siswa pada bidang studi IPA secara konsisten dipengaruhi oleh seberapa jauh siswa diekspose terhadap pelajaran IPA yang diajarkan oleh guru dengan menggunakan metode belajar mengajar yang menyenangkan melalui pemecahan masalah. Terdapat suatu kecendrungan bahwa kualitas proses belajar mengajar di kelas sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan metode belajar mengajar itu sendiri (Depdikbud, 1989). Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti bahwa semakin baik tingkat penguasaan guru terhadap materi bidang studi IPA yang diajarkan, maka 18 diharapkan dia dapat menunjukkan kemampuan mengajar yang lebih baik. Pada gilirannya guru IPA diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Dalam kaitan dengan kegiatan pengabdian masyarakat ini, maka peningkatan kualitas penguasaan bidang studi IPBA (Astronomi) bagi guru SMP dan SMA di Kota Singaraja diharapkan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar IPBA (Astronomi) siswa. 19 BAB III METODE PELAKSANAAN A. Kerangka Pemecahan Masalah Secara skematis kerangka pemecahan masalah yang dikembangkan disajikan pada gambar 1 berikut. Orientasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Literatur Ceramah dan Praktikum Penyegaran Materi Produk Menambah Wawasan Astronomi Mampu Membina /mempersiapkan Siswa untuk menghadapi olimpiade Astronomi Keterangan:__________ alur kegiatan, - - - - - - - - - alur pengkajian Gambar 1: Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah Berdasarkan skema di atas, kegiatan diawali dengan orientasi lapangan oleh tim pelaksana. Masalah yang ada di lapangan kemudian diidentifikasi sehingga ditemukan ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu ketidak sesuaian kualifikasi guru IPBA dengan materi yang diajar merupakan salah satu penyebab ketidak berhasilan pembinaan bidang Astronomi pada siswa SMP/SMA di Kota 20 Singaraja. Setelah itu dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang visibel untuk dilaksanakan yaitu melalui program refreshing berupa pemberian pelatihan bidang Astronomi untuk meningkatkan kualitas penguasaan guru. Penyegaran materi dilakukan dengan ceramah/presentasi dan praktikum/observasi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan/pemahaman guru tentang Astronomi. Materi yang dipraktikumkan disesuaikan dengan tuntutan olimpiade Astronomi bidang praktikum/observasi. B. Realisasi Pemecahan Masalah Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMP/SMA di Kota Singaraja, khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas penguasaan bidang IPBA bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) topik dasar materi yaitu, (1) Pembekalan tentang kompetensi yang diperlukan guru dalam praktikum IPBA (Astronomi) dan Cara Mengenali/Mengamati Objek Menarik Langit Malam, dan (2) Pelatihan praktikum IPBA secara hand on dan observasi lapangan. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 2 (dua) hari dengan melibatkan perwakilan guru SMP/SMA yang ada di Kota Singaraja. Setelah diberi pembekalan materi, setiap kelompok peserta dilatih melaksanakan praktikum dengan 21 menggunakan alat-alat praktikum sederhana dan melakukan pengenalan teleskop untuk mendukung pengamatan/observasi langit malam. Diakhir pelatihan, peserta diberi tes untuk mengetahui penguasaan materi dan keberhasilan program. Melalui sejumlah kegiatan tersebut, diharapkan para guru SMP/SMA memperoleh penyegaran wawasan dan peningkatan kualitas pengetahuan serta keterampilan melakukan praktikum bidang Astronomi untuk kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum. C. Khalayak Sasaran Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru SMP/SMA di Kota Singaraja. Di sisi lain, permasalahan mendasar dan aktual yang terjadi pada sektor pendidikan di Kabupaten Buleleng adalah rendahnya prestasi belajar IPBA siswa SMP/SMA serta sebagai persiapan pembinaan menuju olimpiade Astronomi. Permasalahan ini salah satunya disinyalir dapat diantisipasi dan dieliminir melalui peningkatan kualitas penguasaan bidang IPBA bagi guru SMP/SMA, sehingga sejak awal guru dapat mempersiapkan dan mengelola proses belajar mengajar dengan lebih baik. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang cukup visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini secara berkelanjutan dan terstruktur Jumlah guru yang akan dilibatkan adalah sebanyak 20 orang guru yang mengajar IPBA (guru IPA dan Fisika) berasal dari 10 sekolah SMP/SMA yang ada di Kota Singaraja. Penentuan subjek didasarkan pada proporsi jumlah guru per jenjang sekolah. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru SMP/SMA perwakilan yang ditunjuk akan diberikan pelatihan. Mereka yang 22 dijadikan kader dipersyaratkan agar mampu dan mau bekerja sama, serta dapat menyebarkan hasil kegiatan kepada guru lainnya D. Metoda Pelaksanaan Kegiatan Pola dan tahapan evaluasi akan disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan. Beberapa metode yang akan digunakan dalam kegiatan P2M ini adalah presentasi, diskusi dan observasi/pengamatan langit malam Astronomi sederhana. Setiap metode dipilih sesuai dengan relevansinya terhadap pencapaian tujuan. Adapun rincian metode yang digunakan adalah sebagai berikut. Tabel 1 Metode Pelaksanaan Metode Pelaksanaan Presentasi Tujuan yang ingin dicapai Untuk memberi pengertian tentang kompetensi yang diperlukan guru dalam praktikum IPBA (Astronomi) dan Cara Mengenali/Mengamati Objek Menarik Langit Malam. Diskusi Untuk memantapkan pemahaman peserta terhadap materi yang dibahas Praktikum/Observasi Untuk melatih keterampilan guru dalam melaksanakan praktikum Astronomi khususnya melakukan observasi terhadap objek langit malam, serta dapat melaksanakan praktikum Astronomi dengan alat-alat sederhana secara hand on dengan topik seperti: jam matahari, rotasi dan revolusi bumi, rotasi dan revolusi bulan, tata koordinat dan pengenalan rasi bintang. Tes Pre test dan post test diberikan untuk memberi wawasan tentang materi IPBA dan mengukur ketercapaian program. 23 Sesuai dengan metode kegiatan di atas, maka evaluasi akan dilaksanakan pada awal, akhir dan selama pelaksanaan kegiatan (directed evaluation/ proccess evaluation). Indikator yang digunakan sebagai parameter keberhasilan program ini adalah, “terjadinya peningkatan penguasaan materi dan meningkatnya kemampuan guru dalam melaksanakan praktikum astronomi dengan alat-alat sederhana secara hand on dan dalam mengobservasi objek langit malam dengan menggunakan teleskop.” Untuk itu, di awal dan di akhir kegiatan akan diberikan tes materi IPBA (Astronomi) dan tim tutor akan mendampingi guru-guru saat pelatihan praktikum dengan alat-alat sederhana maupun dengan menggunakan teleskop untuk mengobservasi objek menarik di langit malam. 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini dipaparkan tentang hasil atas perlakuan yang diberikan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pembahasannya. A. Hasil Kegiatan Pelatihan praktikum Astronomi bagi guru SMP/SMA di Kota Singaraja ini, dilaksanakan tanggal 6-7 Oktober 2012, bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha. Panitia mengundang 20 orang guru-guru SMP/SMA dari 10 sekolah di Kota Singaraja melalui kepala sekolah masing-masing. Penunjukan peserta diserahkan kepada kepala sekolah, disarankan agar guru yang ditunjuk adalah yang membina siswa dalam olimpiade Astronomi masing-masing sebanyak 2 orang. Dari 20 orang guru yang diundang, ternyata jumlah guru yang hadir hanya 8 orang, tetapi dilihat dari jumlah sekolahnya, dari 10 sekolah yang diundang ada sekitar 80% sekolah yang mengirim wakilnya. Ketidak hadiran sebagian guru-guru disebabkan Kepala Sekolah hanya menugaskan 1 orang guru saja, karena ada beberapa kegiatan kompetisi yang waktunya bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa respon sekolah terhadap pelatihan yang dilaksanakan adalah positif. Pengetahuan awal peserta pelatihan tentang praktikum IPBA terkait dengan praktikum/observasi langit malam (sesuai soal olimpiade) sangat beragam, ada yang sudah punya cukup pengalaman, beberapa sudah pernah mencoba-coba, tetapi kebanyakan guru SMP/SMA belum memahami penggunaan teleskop dan belum 25 mengenali objek ynag akan diamati dalam observasi/praktikum Astronomi. Melihat kondisi ini, pelatihan diawali dengan mengenalkan beberapa kompetensi praktikum yang perlu dimiliki guru dan pengenalan objek menarik langit malam, agar nantinya guru dapat malakukan praktikum/observasi secara benar. Setelah cukup barulah kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan praktikum/observasi. Dengan pola seperti ini, pemahaman guru terhadap teknik mengobservasi objek langit mengalami peningkatan, di mana guru dapat mengenali berbagai objek langit malam seperti bintang paling terang, mengenal berbagai rasi, planet, mengenal bintang penanda arah (salib selatan dan ursa mayor) serta rasi penanda musim (scorpio dan orion). Terhadap praktikum secara hand on dengan alat-alat sederhana, kegiatan praktikum belum dapat dilakukan dengan baik karena kekurangan waktu. Kegiatan ini akhirnya dilakukan dengan mendiskusikan petunjuk praktikum yang sudah disiapkan, dan mempraktekkan cara pengamatan fasa bulan saja. Sementara itu, penguasaan terhadap materi IPBA digali melalui pre test dan post test yang diberikan di awal dan di akhir pelatihan. Skor yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 2 berikut. 26 Tabel 2 Capaian skor pretes dan postes tentang penguasaan materi IPBA Kode Guru Asal Sekolah Pretes Postes Gain Keterangan A SMP N 2 Singaraja 40 65 25 Meningkat B sda 45 68 23 Meningkat C SMPN 4 Singaraja 40 68 28 Meningkat D SMP Lab Undiksha 45 68 23 Meningkat E SMAN 1 Singaraja 60 75 15 Meningkat F SMAN 2 Singaraja 50 70 20 Meningkat G SMAN 4 Singaraja 45 75 30 Meningkat H SMA Lab Undiksha 55 75 20 Meningkat Rata-rata 47,5 70,5 Kategori Kurang Baik Berdasarkan Tabel 2, tingkat kemampuan guru dalam astronomi tergolong masih kurang (47,5). Setelah pelatihan capaiannya mengalami peningkatan dengan ratarata sebesar 70,5 dengan kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan materi Astronomi guru-guru mengalami peningkatan. Berdasarkan capaian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pelatihan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang besar bagi para guru SMP/SMA, serta tepat sasaran. Hal ini terlihat dari respon peserta yang begitu antusias mengikuti pelatihan. Pada hari I, guru dengan penuh perhatian mengikuti presentasi tentang Kompetensi yang diperlukan guru dalam praktikum dilanjutkan dengan pengenalan objek menarik di langit malam. Diskusi berkembang hingga para 27 guru merasa cukup memiliki pemahaman tentang praktikum yang dilatihkan. Guru sangat antusias mendengarkan paparan dari pemakalah, Dr. Ni Made Pujani, M.Si dan Nyoman Suwitra, M.S dari Jurusan Pendidikan Fisika Undiksha. Pada hari II, guru dengan penuh semangat ingin berlatih melakukan praktikum hand on yang telah disiapkan, mencoba mengoperasikan teleskop dan melakukan pengamatan langit malam. Pada siang hari kegiatan pengamatan langit malam dilakukan dengan software “Stelarium”. Sementara itu pelatihan praktikum secara hand on hanya disample untuk topik tertentu saja, karena kendala waktu. B. Pembahasan Respon yang positif dari para guru untuk mengikuti pelatihan praktikum IPBA menuju olimpiade Astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja menunjukkan bahwa kemampuan dan keterampilan guru dalam melakukan praktikum IPBA memang sudah merupakan kebutuhan mendesak. Diadakannya olimpiade Astronomi setiap tahun sekali menyebabkan para guru harus mampu mengikuti perkembangan keilmuan itu sendiri agar mampu memberikan yang terbaik bagi sekolah dan siswanya. Fasilitas laboratorium yang tersedia di sekolah-sekolah akan dapat dimanfaatkan secara lebih optimal bila didukung oleh kemampuan SDMnya. Dengan kemampuan melakukan praktikum, menggunakan teleskop, dengan penguasaan materi dan pengetahuan mengenai langit malam, serta dengan pemahaman mengenai teleskop dan kompetensi praktikum, para guru akan dimudahkan dalam menyiapkan siswanya menghadapi olimpiade astronomi. Demikianpun, sekolah akan dapat keuntungan karena memiliki guru yang terlatih. 28 Berdasarkan kondisi itu dapat dikatakan bahwa pelatihan ini dapat menambah wawasan dan keterampilan para guru dalam memanfaatkan alat-alat sederhana untuk melakukan praktikum astronomi maupun untuk mengobservasi objek langit malam. Hal ini didukung pula dari hasil pemantauan tim tutor yang mendampingi peserta selama pelatihan, dan respon positif yang diberikan oleh peserta melalui angket sederhana yang disebarkan tim pelaksana. 29 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA merupakan kebutuhan yang mendesak bagi sekolah, terlebih dengan adanya olimpiade Astronomi. Untuk mengantisipasi kebutuhan ini pelatihan praktikum untuk mengobservasi langit malam merupakan alternatif yang tepat agar para guru dapat menyiapkan siswanya lebih dini dalam menghadapi olimpiade. Secara lebih rinci dapat dsimpulkan bahwa: 1. Pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA meningkatkan keterampilan guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja dalam melakukan praktikum astronomi dan mengobservasi langit malam. 2. Pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA meningkatkan penguasaan materi IPBA (pre test = 47,5, post test = 70,5) sehingga memudahkan guru dalam membina siswa peserta olimpiade astronomi. 3. Respon guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja terhadap pelaksanaan pelatihan praktikum IPBA bagi guru SMP/SMA adalah positif. B. Saran Berdasarkan pembahasan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelatihan ini, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kepada tim pelaksana, agar melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah sehingga pelaksanaan kegiatan pelatihannya tidak berbenturan dengan 30 kegiatan lainnya, sehingga makin banyak guru-guru yang dapat berpartisipasi. 2. Kepada pihak terkait, seperti LPM Undiksha, Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, dan sekolah (SMP/SMA) disarankan agar menyelenggarakan pelatihan lanjutan agar keterampilan yang sudah dimiliki para guru dapat dikembangkan. Pelatihan yang sejenis agar diselenggarakan untuk para guru lainnya dan perlu dibuatkan suatu wadah dimana para guru dapat sharing pengetahuan tentang pengamatan objek langit malam, misalnya membentuk suatu club Astronomi. 31 DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1989. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen P dan K. 1984. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku IA. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas Terbuka. ---------. 1987. Studi Mutu Pendidikan Dasar. Dasar-dasar Konsepsi Studi Mutu Pendidikan Dasar. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan ---------. 1989. Studi Mutu Pendidikan Dasar, Status, Variansi dan Determinasi Prestasi Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Depdiknas. 2002. Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21 (SPTK-21). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Gallagher, J.J. 2007. Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for School Teachers. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall. Gangoli, S.G. and Gurumurthy, C. (1995). “A Study of Effectiveness of a Guided Open-ended Approach to Physics Experimenst”. International Journal of Science Education. 17, (2), 233-241. Hodson, D. (1996). “Practical Work in School Science: Exploring Some Direction for Change”. International Journal of Science Education. 18, (7), 755-760. Hofstein, A. and Mamlok-Naaman, R. 2007. “The Laboratory in Science Education: The State of The Art”. Chemistry Education Reserach and Practice. 8, (2), 105-107. Iskandar, Srini M. dan Eddy M. Hidayat. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Dirjen Pendidikan Tinggi: Proyek Penegmbangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jiyono. 1987. Studi Kemampuan Guru IPA Sekolah Dasar. Jakarta. Puslit Balitbang, Depdikbud. Kertiasa, N. 2006. Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya. Bandung: Pudak Scientific. Liem, T.L. 2007. Invitations to Science Inquiry (Asyiknya Meneliti Sains) (Jilid 1,2,3). Bandung: Pudak Scientific. 32 Margono, H. (2000). Metode Laboratorium. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Memes, Wayan, Ketut Tika dan Ni Made Pujani. 2001. Pengembangan Model Pembelajaran IPA (Fisika) dengan Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Siswa SLTP Negeri di Singaraja Tahiun Ajaran 2001/2002. Laporan Penelitian Research Grant. Proyek DUE-like IKIP Negeri Singaraja. Millar, R. (2004). The Role of Practical Work in The Teaching and Learning of Science. Paper prepared for the Meeting: High School Science Laboratories: Role and Vision. National Academy of Sciences, Washington DC. June 3-4 2004. NRC. 1996. National Science Education Standars. Washington D.C: National Academy Press. Pabellon J.L. and Mendoza, A.B. 2000. Sourcebook on Practical Work for Teacher Trainers: High School Physics Volume 1. Quezon City: Science and Math Education Manpower Development Project (SMEMDP) University of The Phillipine. Parluhutan Tobing. 1983. Pengembangan Profil Guru-guru SMP dan SMA 1981/1982. Analisis Pendidikan, Tahun III No.3. Jakarta: Departemen P dan K. Pujani. N.M. 2010. Pembekalan Keterampilan Laboratorium Kebumian Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru Fisika. Laporan Hasil Penelitian, Hibah Disertasi Doktor, Tidak dipublikasi. LPPM UPI, Bandung. Pujani, N.M. 2011. Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor. Tidak dipublikasi. UPI, Bandung. Pujani, N.M., dan Liliasari. (2011). Deskripsi Hasil Analisis Pembelajaran IPBA sebagai Dasar Pengembangan Kegiatan Laboratorium Bagi Calon Guru. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila, Bandar Lampung. 29-30 Januari 2011. Rustad, S., Munandar, A. dan Dwiyanto. 2004. Analisis Prasarana dan Sarana Pendidikan SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA. Jakarta: Balitbangnas, Departemen Pendidikan Nasional. Rustaman, N.Y. (2002). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Makalah pada Program Applied Approach Bagi Dosen UPI tahun 2002, Bandung. 33 Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D. dan Nurjhani K., M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press). Rutherford, F.J. and Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans. New York: Oxford University Press. Suastra dan Made Pujani. 1999. Pengembangan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas I SLTP N 6 Singaraja. Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas, DIKS STKIP Singaraja. The Liang Gie. 1980. Filsafat Matematika. Yogyakarta: Super. Utomo, T. dan Ruijter, K. 1990. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: Gramedia. Van den Berg, E. and Giddings, G.J. (1992). Laboratory Practical Work: An Alternative View of Laboratory Teaching. Monograph. Curtin University of Technology, Western Australia, Science and Mathematics Education Centre. Wirta, Made, Ketut Suma, Wayan Santyasa, Made Pujani, Ketut Rapi. 1990. Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VI SD Negeri se Kabupaten Buleleng tahun Ajaran 1990/1991 Sebagai Fungsi Kualitas Reinforcement dan Kualitas Guru. Laporan Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana. Wiyanto. (2008). Menyiapkan Guru Sains Laboratorium. Semarang: UNNES Press. Mengembangkan Kompetensi 34 LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN PRAKTIKUM IPBA BAGI GURU SMP/SMA DI KOTA SINGARAJA MENUJU OLIMPIADE ASTRONOMI Tim Pelaksana: Dr. Ni Made Pujani, M.Si. (Ketua) Dra. Ni Ketut Rapi, M.Pd. (Anggota) Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor:0795/023-04.2.01/20/2012 revisi I, tanggal: 27 Februari 2012 JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2012 35 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT a. Judul Program : Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja Menuju Olimpiade Astronomi : Pelatihan : Kependidikan b. Jenis Program c. Bidang Kegiatan d. Identitas Pelaksana: 1. Ketua: a) Nama : Dr. Ni Made Pujani, M.Si b) NIP : 196311041988032001 c) Pangkat/Gol. : Pembina Tk. I/ IVb d) Alamat Kantor : Kampus Tengah Undiksha, Jln. Udayana Singaraja e) Alamat Rumah : Jln. Parikesit II/ 3 Singaraja 2. Anggota 1: a) Nama : Dra. Ni Ketut Rapi, M,Pd. b) NIP : 131785675 c) Pangkat/Gol. : Pembina Tk. I/ IVb d) Alamat Kantor : Kampus Tengah Undiksha, Jln. Udayana Singaraja e) Alamat Rumah : Jln. Sri Rama 20 Singaraja e. Jumlah Biaya yang diperlukan: Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) f. Lama Kegiatan : 6 bulan (Juni – November 2012) ____________________________________________________________________ Mengetahui: Dekan Fakultas MIPA Undiksha, Singaraja, 31 Oktober 2012 Ketua Pelaksana, Prof. Dr. Ida Bagus Putu Arnyana, M.Si NIP195812311986011005 Dr. Ni Made Pujani, M.Si. NIP. 196311041988032001 Mengetahui: Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Undiksha, Prof. Dr. I Ketut Suma, M.Si NIP. 195901011984031003 ii 36 TIM PELAKSANA 1. Ketua Pelaksana a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Golongan f. Jabatan Fungsional/ Struktural g. Fakultas/Jurusan h. Waktu untuk Kegiatan ini : Dr. Ni Made Pujani, M. Si. : Perempuan : 196311041988032001 : Fisika : Pembina Tk. I/IV b : Lektor Kepala : FMIPA/Pendidikan Fisika : 12 jam/minggu 2. Anggota Pelaksana 1 a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. Disiplin Ilmu d. Pangkat/Golongan/NIP e. Jabatan Fungsional/ Struktural f. Fakultas/Jurusan g. Waktu untuk Kegiatan ini : Dra. Ni Ketut Rapi, M.Pd. : Perempuan : Fisika : Pembina Tk. I/IV b : Lektor Kepala, : FMIPA/Pendidikan Fisika : 8 jam/minggu iii 37 PELATIHAN PRAKTIKUM IPBA BAGI GURU SMP/SMA DI KOTA SINGARAJA MENUJU OLIMPIADE ASTRONOMI Oleh Ni Made Pujani dan Ni Ketut Rapi ABSTRAK Tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktikum bidang IPBA (Astronomi) bagi guru-guru SMP/SMA di Kota Singaraja dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPBA siswa serta sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi. Sasaran kegiatan adalah guru-guru SMP/SMA yang ada di Kota Singaraja. Realisasi kegiatan dilakukan dengan memberikan ceramah dan pelatihan bertempat di Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha. Hasil pelatihan menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan pelatihan berjalan baik. Kegiatan pelatihan dapat meningkatkan keterampilan guru dalam melaksanakan praktikum dan mengobservasi objek langit malam; dapat meningkatkan penguasaan materi IPBA dari kategori kurang (rata-rata pre test 47,5) menjadi baik (rata-rata post test 70,5). Demikian pula, respon peserta adalah positif dan guru-guru sangat antusias mengikuti pelatihan. Namun, dalam pelaksanaan praktikum hand on dibutuhkan waktu lebih banyak, sehingga topik pelatihan praktikum perlu dibatasi. Kepada pihak terkait disarankan agar dibentuk suatu wadah dimana para guru dapat sharing pengetahuan tentang pengamatan langit malam dan pembahasan soal-soal terkait dengan olimpiade astronomi. Kata Kunci: pelatihan, praktikum, IPBA, Olimpiade Astronomi iv 38 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat rakhmatNya-lah maka penulis dapat menyelesaikan laporan Pengabdian Kepada Masyarakat, dengan judul: “Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja Menuju Olimpiade Astronomi”. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai dengan penulisan laporan ini, diantaranya kepada yth: 1. Ketua LPM Undiksha, atas bantuan dana yang diberikan. 2. Dekan FMIPA Undiksha, yang telah mengijinkan kami untuk memanfaatkan fasilitas ruang laboratorium fisika dasar yang ada di Jurusan Pendidikan Fisika. 3. Semau pihak yang telah membantu menyukseskan kegiatan P2M ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan bagi para guru. Masukan dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Singaraja, 31 Oktober 2012 Tim Pelaksana, v 39 DAFTAR ISI JUDUL ……………………………………………………... HALAMAN PENGESAHAN…………………………………….. TIM PELAKSANA……………………………………………….. ABSTRAK….....………………………………………………….. KATA PENGANTAR…….....………………………………….… DAFTAR ISI ……………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN……...….……………………………….… Halaman i ii iii iv v vi vii I PENDAHULUAN .……………..………………………………. A. Analisis Situasi………..……………………………………. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah…...………………..…. C. Tujuan Kegiatan……... ……………………………………. D. Manfaat Kegiatan………….. ……………………………… 1 1 7 8 9 II TINJAUAN PUSTAKA..………………..……… ……………… A. Peranan Praktikum dalam Pembelajaran Sains/IPBA…….… B. Hakekat IPA dan Implikasinya dalam Pembelajaran……….. C. Kualitas Guru ………………………………………………. D. Pengaruh Kualitas Guru terhadap Prestasi belajar Siswa ….. 10 10 13 15 17 III METODE PELAKSANAAN………………….……………….. A. Kerangka Pemecahan Masalah……….…………………….. B. Realisasi Pemecahan Masalah………..…………………….. C. Khalayak Sasaran ……………………..……..…………….. . D. Metode Pelaksanaan Kegiatan……..……………………….. 20 20 21 22 23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN…..…………………………….. A. Hasil Kegiatan ………..……………………………………. . B. Pembahasan………….……………………………………… 25 25 28 V SIMPULAN DAN SARAN………………………...………….. A. Simpulan………………………………………………...….. B. Saran………………………………………………………… 30 30 30 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..….. . 32 LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………… 35 vi 40 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran: 01 Daftar Hadir Peserta Pelatihan P2M …………….………….. 35 02 Materi Pelatihan……….. .…………………………………… 36 03 Foto Kegiatan ……………………………………………….. 76 04 Kontrak P2M vii 41 LAMPIRAN: FOTO-FOTO KEGIATAN PELATIHAN PRAKTIKUM ASTRONOMI Pembukaan Pelatihan. Kegiatan Pelatihan dibuka secara resmi oleh Ketua LPM Undiksha Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. Pelaksanaan Kegiatan. Peserta mengikuti Pembekalan Materi dengan tekun 42 Peserta sedang berlatih mengamati objek langit malam dengan menggunakan software “Stellarium” Peserta sedang berlatih mengoperasikan teleskop 43