pendidikan karakter, sebuah wacana integrasi

advertisement
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
PENDIDIKAN KARAKTER, SEBUAH WACANA INTEGRASI PEMBELAJARAN
Titik Susiatik
FPIPS IKIP Veteran Semarang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pemberian materi pendidikan karakter bagi anak di sekolah dirasa penting karena di
dalamnya menanamkan dan membentuk sifat atau karakter yang diperoleh dari cobaan,
pengorbanan, pengalaman hidup, serta nilai yang ditanamkan sehingga dapat
membentuk nilai intrinsik yang akan menjadi sikap dan perilaku bagi anak. Nilai-nilai
yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku diberikan secara terus-menerus,
sehingga membentuk sebuah kebiasaan dan akhirnya dari kebiasaan itu akan menjadi
karakter khusus bagi anak baik secara individu maupun secara kelompok. Pendidikan
karakter bangsa dapat dipadukan dengan semua mata pelajaran. Konsekuensi dari
pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan
karakter masing-masing anak. Variasi belajar dapat berupa mem-baca bahan rujukan,
melakukan pengamatan, melakukan per-cobaan, mewawancarai nara sumber, dan
sebagainya dengan cara kelompok maupun individual. Terselenggaranya variasi modus
belajar siswa perlu ditunjang berbagai variasi modus penyampaian oleh guru. Kebiasaan
penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya
dikembangkan kepada pen-dekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan inkuiri.
Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para
siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus penyampaian yang
ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun
secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya
mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan demikian sangat beralasan jika karakter
bangsa dalam pembelajaran diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Alasan itu
karena meningkatkan akhlak luhur para siswa adalah tanggung jawab semua guru dan
semua guru harus menjadi teladan yang memiliki kewibawaan yang semu.
Kata Kunci : Pendidikan karakter, integrasi pembelajaran.
I. Pendahuluan
UU No: 20/2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Atas dasar pemikiran di atas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana dan
prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
22
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat.
Namun sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua
lapisan masyarakat, tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah
lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter
bangsa. Dalam pemberian pendidikan karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda
pendapat (Sulistyowati, 2012). Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang.
Pendapat pertama, pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu
mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara
terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang
relevan. Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata
pelajaran.
Terlepas dari pro dan kontra, penulis lebih suka melihat kondisi di lapangan sebagai
kondisi nyata. Banyak judul dan headline berita belakangan sering ditemui bertajuk
korupsi di mana-mana, kriminalitas merajalela, premanisme menjadi jalan keluar masalah,
bahkan guru yang notabene sebagai pelaku pendidik melakukan korupsi dana bantuan,
dan belakang terdengar adanya oknum guru yang melakukan peleceha seksual pada
anak didiknya. Betapa mengusik hati nurani untuk sekedar bertanya: “Apa yang
sebenarnya terjadi?”. Begitu carut-marutkah negeri ini? Kerusakan moral sudah begitu
mencemaskan, kerusakan moral bangsa sudah dalam tahap sangat kritis, karena terjadi
di hampir setiap lini, baik di birokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum, masyarakat,
bahkan mulai merambah ke dunia pendidikan. Jika kondisi demikian dibiarkan, negarabangsa bisa menuju ke arah kehancuran, bahkan di kalangan birokrasi pemerintahan,
hampir semua lembaga negara tidak bersih dari kasus korupsi (Mu’in, 2011). Salah satu
penyebab terjadinya kemunduran moral bangsa ini adalah lemahnya pendidikan karakter.
Bila dibaca tulisan dari banyak ahli menyatakan bahwa pendidikan karakter
sebenarnya dapat memperbaiki dan mencegah kondisi-kondisi seperti yang telah
disebutkan di atas. Oleh sebab itu lembaga pendidikan sebagai salah satu lembaga yang
memiliki tugas dan tanggung jawab serta kewenangan dalam mendidik anak bisa
mencegah secara dini melalui pendidikan kakarkter, baik itu berdiri sendiri dalam sebuah
mata pelajaran, maupun inklusif dalam materi mata pelajaran PKn dan mata pelajaran
pendidikan agama atau bahkan mata pelajaran lain yang relevan.
Menyikapi hal tersebut, penulis tidak akan memperdebatkan teknis peneran materi,
karena yang terpenting bukan itu. Apapun bentuknya dan “saluran” mana yang dipilih,
yang terpenting adalah bisa diberikan materi pendidikan karakter bagi anak, sehingga
secara perlahan tetapi pasti nilai-nilai pendidikan karakter akan segera bisa diserap oleh
anak. Penanaman tersebut dirasa penting karena dengan pendidikan karakter dapat
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
23
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
menanamkan dan membentuk sifat atau karakter yang diperoleh dari cobaan,
pengorbanan, pengalaman hidup, serta nilai yang ditanamkan sehingga dapat
membentuk nilai intrinsik yang akan menjadi sikap dan perilaku bagi peserta didik. Nilainilai yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku diberikan secara terus-menerus,
sehingga membentuk sebuah kebiasaan dan akhirnya dari kebiasaan tersebut akan
menjadi karakter khusus bagi anak baik secara individu maupun secara kelompok.
II. Pembahasan
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Secara sederhana pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha
yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui
pengertian yang tepat, salah satunya dapat dikemukakan dari pendapat Khan (2010)
yang menyatakan bahwa pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan
perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga,
masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang
dapat dipertanggungjawabankan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan
anak didik berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami. Pendapat lain,
pendidikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara (Amin, 2011).
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa pendidikan karakter
merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak sebagai ciri khas
dan mengakar
pada kepribadian benda atau individu serta merupakan “mesin” yang mendorong
seseorang untuk bertindak, bersikap, berucap, dan merespon terhadap sesuatu yang
terjadi. Karakter sendiri merupakan kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, seperti kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif
tetap.
B. Tujuan Pendidikan Karakter
Pasal
3
UU
Sisdiknas
menyebutkan;
“Pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peseta didik agar menjadi manusia yag beriman,dan bertakwa kepaa Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia,sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab”. Tujuan pendidikan nasional merupakan
rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
24
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Untuk mendapatkan
wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan
pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan untuk mempersiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai
warga negara. Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat
tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap
suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Posisi budaya yang
demikian penting dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa, apalagi bagi generasi
muda.
C. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Sulistyowati (2012) menyebutkan setidaknya ada 18 butir nilai-nilai pendidikan
karakter yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7)
mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah
air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar
membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka
mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu
warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan
karakter dapat diartikan sebagai: the deliberate us of all dimensions of school life to foster
optimal character development, yaitu usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi
kehidupan sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. Pendidikan
karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di
antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan,
metode
pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.
D. Jangkauan Keterpaduan Pendidikan Karakter
Pendidikan menuju ke arah terbentuknya karakter bangsa, mulai dari
siswa
merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya juga harus oleh
semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa
agar memiliki karakter bangsa hanya dilimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu (PKn
atau agama). Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
25
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter
bangsa. Tidak terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan
yang berwibawa bagi para siswanya, sebab tidak akan memiliki makna apapun bila
seorang guru PKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan
dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter.
Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh
pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas
dalam kompetensi dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan
behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus
dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak
semua kualitas manusia dapat dinyatakan dan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh
karena itu, pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi dasar tidak
dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata.
Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat
berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut Joni (1996); dampak langsung
pengajaran dinamakan dampak instruk-sional (instrucional effects), sedangkan dampak
tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas
yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects).
Berdasarkan pada pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut dapat dimengerti bahwa
pendidikan karakter
bangsa menghendaki keterpadu-an dalam pembelajaran dengan
semua mata pelajaran. Pendidikan karakter bangsa diintegrasikan ke dalam semua mata
pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya "mata pelajaran baru, alat
kepentingan politik, dan pelajaran hafalan yang membosankan."
Lebih jauh Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkin-an variasi
pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam
suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu
(integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu
adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema
lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna, sehingga batas antara
berbagai bidang studi tidak ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa
perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau
mengerja-kan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu,
pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang ter-organisasikan secara
lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai
titik pusatnya (center core/center of interst).
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
26
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
Pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata
pelajaran sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta
pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu,
maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing
siswa. Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melaku-kan
pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya
dengan cara kelompok maupun individual. Ter-selenggaranya variasi modus belajar para
siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru.
Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik
hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan
inkuiri.
Kegiatan
penyampaian
informasi,
pemantapan
konsep,
pengungkapan
pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus
penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual
(bermakna) maupun secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih
responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan bekal varisai
modus pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait
pendidikan karakter bangsa seperti contoh berikut dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan pendidikan karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata
pelajaran tidak berarti tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen
untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen
tersebut antara lain, karakter bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan
dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya harus mencakupi tiga
dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai
proses (Hasan, 2000) terhadap semua mata pelajaran yang dimuati karakter bangsa
bangsa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pengembangan ide berkenaan dengan folosofi
kurikulum, model kurikukulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model
evaluasi. Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan
jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format silabus dan komponen kurikulum
yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan
pengembangan pada tataran empirik seperti: RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi
yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan
ide dan dokumen harus didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang
terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum
sebagai dokumen.
Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan efisien ada persyaratan
yang harus dimiliki yaitu: (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
27
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa
untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang studi,
dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni,
1996). Berkaitan dengan karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan
semua mata pelajaran arahan pengkait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang
harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah
kepada perkembangan karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.
E. Membangun Karakter dan Kepribadian Bangsa
Membangun karakter bangsa adalah membangun pandangan hidup, tujuan hidup,
falsafah hidup, rahasia hidup serta pegangan hidup suatu bangsa. Sebagai suatu bangsa,
bangsa
Indonesia
telah
memiliki
pegangan
hidup
yang
jelas.
Dimulai
sejak
dikumandangkannya Proclamation of Independence Indonesia dan dicetuskannya
declaration of Independence sebagai cetusan kemerdekaan dan dasar kemerdekaan,
sekaligus menghidupkan kepribadian bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluasluasnya meliputi kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian
kebudayaan dan kepribadian nasional (Hidayatullah, 2010). Membangun karakter sangat
diperlukan dalam memaknai kehidupan merdeka yang telah dicapai oleh bangsa kita atas
karunia Tuhan. Pembentukan karakter adalah proses membangun dari bahan mentah
menjadi cetakan yang sesuai dengan bakat masing-masing. Pendidikan adalah proses
pembangunan karakter. Pembangunan karakter merupakan proses membentuk karakter,
dari yang kurang baik menjadi lebih baik, tergantung pada bekal masing-masing. Mau
dibawa kemana karakter tersebut dan mau dibentuk seperti apa nantinya, tergantung
pada potensi dan juga tergantung pada peluangnya.
Pembangunan dan pendidikan karakter sebenarnya telah dibatasi (kontradiktif)
dengan pendidikan mahal dan komersil atau kapitalisme pendidikan. Bangsa adalah
kumpulan manusia individual, karakter bangsa dicerminkan oleh karakter manusiamanusia yang ada di dalam bangsa tersebut. Sebuah bangsa lahir mirip dengan seorang
manusia lahir. Seorang bayi lahir dari perjuangan keras seorang ibu. Pembangunan
karakter bangsa juga demikian, yaitu pembangunan karakter bangsa berkaitan dengan
sejarah di masa lalu yang memberikan syarat-syarat material yang memunculkan
persepsi masyarakat terhadap kondisinya tersebut, dipengaruhi oleh kejadian konkret di
masa kini. Pembangunan karakter diperlukan untuk menumbuhkan watak bangsa yang
bisa dikenali secara jelas, yang membedakan diri dengan bangsa lain, dan ini diperlukan
untuk menghadapi situasi jaman yang terus berkembang (Zuriah, 2008).
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
28
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
Pembangunan karakter menjadi penting karena situasi kehidupan tertentu dan
konteks keadaan tertentu membutuhkan karakter yang sesuai untuk menjawab keadaan
yang ada tersebut. Semisal, bangsa yang masih rendah teknologinya memerlukan
karakter yang produktif dan kreatif dari generasi bangsanya, tempat berpikir ilmiah
menjadi titik tekan karena hal itu yang sangat dibutuhkan untuk menjawab tuntutan.
Pembangunan karakter yang keras harus dilakukan untuk menjawab kebutuhankebutuhan masyarakat. Jangan sampai titik tekan pembangunan karakter tersebut justru
menjadi tidak cocok dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah yang ada.
Pembangunan karakter itulah yang kemudian dapat dilakukan oleh pendidikan karena
didalamnya proses sosial mengarahkan generasi untuk menuju ke arah masa depan.
Mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila
pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah suatu
usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Pendidikan adalah suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi
muda bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa
depan. Keberlangsungan tersebut dapat ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter
yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan merupakan
proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses
pengembangan budaya karakter bangsa untuk meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan
karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan
proses interalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian dalam bergaul di
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta
mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat (Maksudin, 2013).
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah
dikemukakan di atas, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri
peserta didik sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter diri, yang menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga
negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Atas dasar pemikiran itu,
pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan
dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Perkembangan itu harus dilakukan melalui
perencanaan yang baik, pendekatan sesuai metode belajar serta pembelajaran yang
efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah
usaha bersama sekolah oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
29
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari budaya sekolah.
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah perkembangan potensi
peserta didik agar bisa berperilaku baik, dan bagi peseta didik yang telah memiliki sikap
dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa, agar memperkuat
pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam perkembangan potensi peserta didik
yang bermartabat dan juga untuk menyaring budaya bangsa sendiri dengan bangsa lain
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sepeti Indonesia tercinta
ini.
III. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
(1) Sangat beralasan jika karakter bangsa dalam pembelajaran diintegrasikan ke
dalam semua mata pelajaran. Alasan itu karena meningkatkan akhlak luhur para
siswa adalah tanggung jawab semua guru, semua guru harus menjadi teladan
yang berwibawa. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk sosok
siswa secara utuh, pencapaian pendidikan harus mencakup dampak instruksional
dan dampak pengiring.
(2) Proses pengembangan pendidikan karakter bangsa sebagai pembelajaran
terpadu harus diproses seperti kuriklum lain, yaitu sebagai ide, dokumen, dan
proses. Kejelian profesional dan penguasaan materi, dukungan pendidikan luar
sekolah, arahan spontan dan penguatan segera, penilaian beragam, difusi,
inovasi, dan sosialisasi adalah komitmen yang harus diterima dan disikapi dalam
pencanangan pembelajaran terpadu dari pendidikan karakter bangsa.
.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. Maswardi, (2011), Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta: Baduose
Media.
Degeng, S. Nyoman,(1989),Taksonomi Variabel, Jakarta: Depdikbud.
Hasan,
S. Hamid, (2000), Pendekatan
Multikultural
untuk
Penyem-purnaan
Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
30
VOL : XX, NO : 1, MARET 2013
Hidayatullah, Furqon, (2010), Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa,
Surakarta: Yuma Pustaka.
Joni, T. Raka, (1996), Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek
PPGSD.
Khan, Yahya, (2010), Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak
Kualitas Pendidikan, Yogyakarta: Pelangi Publishing.
Maksudin, 2013, Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mu’in, Fatchul, (2011), Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sulistyowati,
Endah,
(2012),
Implementasi
Kurikulum
Pendidikan
Karakter,
Yogyakarta: Citra Aji Parama.
Undang-Undang No. 20. 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Alfabeta.
Waridjan, (1991), Tes Hasil Belajar Gaya Objektif, Semarang: IKIP Semarang (Unnes)
Press.
Zuriah, Nurul, 2008, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti: dalam Persepektif
Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
31
Download