Senin, 28 Mei 2012

advertisement
Introduce the meaning of important Physical Education to development afective,cognitive,
and psychomotors.
Senin, 28 Mei 2012
Mekanisme Fisiologi Inflamasi
Inflamasi adalah respon kompleks dari tubuh terhadap suatu yang tidak mengenakkan.
Inflamasi juga dapat didefinisikan sebagai respon protektif terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, t e r m a l , zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik (penyebab infeksi). Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2
fase yaitu:
1. Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang
mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan
aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah
karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan
aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah.
Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih
akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara
menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga
memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel
darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi
serangan
benda-benda
asing.
2.
Pembentukan
cairan
inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel
darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi.
Cairan inilah
yang menjadi
dasar terjadinya pembengkakan.
Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel
syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).
Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi
(histamin menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan
iritasi), Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi Penyakit.
Tanda-tanda inflamasi (peradangan) adalah
1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam
mikrosomal
lokal
pada
tempat
peradangan.
2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan
pada tempat peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.
3. Dolor (Nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin
dan
zat
kimia
bioaktif
lainnya.
4.
Tumor (pembengkakan) pengeluaran ciran-cairan ke jaringan
interstisial.
5. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ
tubuh
Obat anti inflamasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama,
yaitu:
a. Glukokortikoid (Golongan Steroidal) yaitu anti inflamasi steroid. Anti
Inflamsi steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi
leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase. contohnya
gologan Prednisolon
b. NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) juga dikenal dengan
AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) NSAIDs bekerja dengan menghambat
enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Contoh Obat
AntiInflasmasi golongan NSAIDs adalah Turunan Asam Propionat
(Ibuprofen, Naproxen), Turunan Asam Asetat (Indomethacin), Turunan
Asam Enolat (Piroxicam).
Obat AntiInflamasi pada
umumnya bekerja pada Enzim yang membantu terjadinya inflamasi,
Namun Pada umumnya Obat AntiInflamasi bekerja pada Enzim
Siklooksigenase (COX) baik COX1 maupun COX2, Seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.
Diposkan oleh Akhmad Snh di 19.45
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
2 komentar:
1.
Edi Muslim30 Oktober 2012 08.32
Assalamu 'alaikum
Copy
Balas
2.
Syamsul Alam26 November 2012 11.48
pustakanya mana?
Balas
Muat yang lain...
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Mengenai
Saya
Arsip Blog

▼ 2012 (31)
o ► Desember (11)
o
▼ Mei (3)

Akhmad Snh
Mekanisme Fisiologi Inflamasi
Lihat profil
lengkapku
o

film Teknologi Pembelajaran Akhmad PJKR F
09.wmv

Video Pembelajaran Penjas
► Februari (17)
Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.
Tanda-Tanda Radang
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda
radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi,
sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini (Tabel 1) masih
digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada
abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973;
Mitchell & Cotran, 2003).
Tabel 1. Tanda-tanda kardinal inflamasi
Sumber: Gurenlian, 2006
Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah
ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi
lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara
neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya
terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 °C yaitu
suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada
yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah
yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai
suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono,
1973).
Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa
sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang
meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal
yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran
dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada
keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada
lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio
laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara
mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
Download