SISTEM KOMPLEMEN DAN RESPON INFLAMASI (RADANG) “Dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Immunologi Veteriner” Dibuat oleh Nama : Ikbal Maulana NIM : 1802101010107 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2020 0 DAFTAR ISI Daftar Isi ........................................................................................................................ i Daftar Gambar ............................................................................................................... ii I. Pendahuluan ................................................................................................................ 3 II. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................ 3 III. Pembahasan .............................................................................................................. 3 A. Sistem Komplemen ........................................................................................ 3 B. Inflamasi ......................................................................................................... 8 IV. Kesimpulan ............................................................................................................... 9 Daftar Pustaka ................................................................................................................ 10 i DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Patogenesis dan gejala suatu peradangan. ......................................................... 7 ii 1. PENDAHULUAN Komplemen merupakan salah satu molekul humoral dari imunitas Innate/nonspesifik, walaupun perannya juga terlibat di imunitas spesifik. Komplemen membentuksuatu sistem yang disebut sistem komplemen merupakan salah satu sistem enzim yangdiketahui terdapat lebih dari 30 molekul yang terlarut maupun yang terikat sel (Kindt etal., 2007). Inflamasi atau radang merupakan respon biologis dari reaksi kimia secara berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan perbaikan jaringan yang rusak akibat trauma. Tanda -tanda yang dimiliki pada umumnya yaitu bengkak, nyeri, kemerahan, panas dan hilangnya fungsi (fungsio laesa). II. TINJAUAN PUSTAKA Kindt, TJ., RA. Goldby, BA. Osbrne ang J. Kuby. 2007. Immunology. Winarsih, S. (2002). Pemberian Bawang Putih (Allium Sativum Linn.). Pengaruh Fraksi tidak Larut air terhadap pengaktifan sistem Komplemen Mencit. Jurnal Kedokteran Unibraw . 18(2) 83-88 III. PEMBAHASAN A. Sistem Komplemen a. Tinjauan umum Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem kekebalan humoral. Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi. darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. 3 Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigenantibodi pada jaringan berlangsung terusmenerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit b. Fungsi Komplemen 1. Mencerna sel, bakteri, dan virus 2. Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat 3. Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem kekebalan, memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, dan beberapa molekul imunoregulator 4.Pembersihan imun, yaitu memindahkan sisa-sisa bahan imunitas dari sistem kekebalan dan menimbunnya di limpa dan hati c. Efek patologis Efek Patologi Walaupun telah diregulasi dengan baik, sistem komplemen yang berfungsi normal juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Pada kenyataannya banyak keadaan patologis yang berkaitan dengan infeksi bakteri berkaitan dengan efek biologik dari aktivasi komplemen d. Penyebab Defisiensi Komplemen (Complement Deficiencies) a. Defisiensi kompelemen primer : sifat resesif autosomal turun temurun (kecuali defisiensi inhibitor esterase C1 yang disebabkan oleh sifat dominan autosomal) b. Defisiensi sekunder : reaksi imunologis penetapan komplemen (complement fixing) misalnya penyakit serum terpicu obat, glomerulonefritis streptokokal akut, dan lupus eritematosus sistemik aktif akut e. Tanda Dan Gejala a. Defisiensi C1 dan C3 dan disfungsi familial C5 : meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi bakteri (yang bisa melibatkan beberapa sistem tubuh secara 4 simultan) b. Defisiensi C2 dan C4 : penyakit vaskular kolagen, misalnya lupus eritematosus dan disertai gagal ginjal kronis c. Disfungsi C5 (kelainan familial pada bayi) : gagal tumbuh, diare, dan dermatitis seboroik d. Kelainan dalam komponen terakhir dari jenis komplemen (C5 sampai C9) : meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi neisseria. e. Defisiensi inhibitor esterase C1 (angioderma herediter) : pembengkakkan secara periodik di wajah, tangan, abdomen, atau tenggorokan, disertai edema laringeal yang bisa berakibat fatal f. Tindakan Penanganan Penanganan Tindakan Penanganan Penanganan dilakukan terutama untuk infeksi yang berkaitan, penyakit vaskular kolagen, atau penyakit ginjal. Penanganan ini meliputi: 1. Transfusi plasma beku dan segar digunakan untuk menggantikan komponen komplemen untuk sementara waktu 2. Transplantasi sumsum tulang bisa membantu tetapi bisa menyebabkan reaksi graf versus penerima (graft-versus-bost-GVH) yang berpotensi fatal 3. Steroid anabolik, misalnya danazol, dan agens antifibrinolitik bisa digunakan untuk meredakan pembengkakkan akut pada pasien yang mengalami angiedema herediter. B. Inflamasi 1. Tinjauan umum Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemen- elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Inflamasi berasal dari kata inflamare yang berarti membakar, merupakan reaksi lokal terhadap udem yang dinyatakan dengan dilatasi mikrosirkulasi dan cairan yang dikandungnya seperti leukosit dan cairan, mikrosirkulasi termasuk arteriola, venula, kapiler dan pembentukan da rah. 5 Dua tahap inflamasi adalah tahap vaskuler yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cidera dan tahap lambat. Tahap vaskuler berkaitan dengan vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju ke tempat cidera. Tahap lambat terjadi ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi. Faktor-faktor yang berinteraksi satu dengan yang lain dan berperan pada inflamasi, yaitu: 1) Faktor plasma : immunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak koagulasi fibrinolitik. 2) Sel-sel inflamasi : neutrofil, mastosit, eusinofil, monos it, fagosit. 3) Sel endotel dan adhesi 4) Trombosit 5) Limfosit 6) Sitokin 2. Mekanisme inflamasi Gambaran makroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tanda -tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, tanda pokok yang kelima ditambah pada abad terakhir yaitu perubahan fungsi atau functio laesa (Abrams, 1994). Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai suatu yang tidak diinginkan, tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dari pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan (Abrams, 1994). Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Walaupun ada banyak sekali penyebab peradangan dan ada berbagai keadaan dimana dapat timbul peradangan. Kejadiannya secara garis besar sama, hanya saja pada berbagai jenis peradangan itu reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum dan memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder (Abrams, 1994). Gejala-gejala inflamasi (radang) antara lain : 6 1). Kemerahan (rubor), 2). Panas (kolor), 3). Nyeri (dolor), 4). Pembengkakan (odema), 5). Hilangnya fungsi (functio laesa), 3. Macam-macam inflamasi 1).Inflamasi kronik Pada dasarnya radang ialah suatu pertahanan oleh tuan rumah. Karena kedua komponen utama pertahanan tubuh yaitu antibodi dan leukosit terdapat di aliran darah. Radang memiliki tiga komponen penting : a). Perubahan penampakan pembuluh darah dengan akibat meningkatkan aliran darah b). Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah c). Agregasi leukosit di lokasi jejas Gambar 1. Patogenesis dan gejala suatu peradangan 2) Inflamasi akut 7 Inflamasi akut merupakan respon langsung dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Mutschler, 1991). Reaksi-reaksi akut tampak bila rangsang yang menyebabkan radang hanya sebentar, seperti trauma fisik, luka bakar, dan infeksi mikrobiologi yang secara cepat dapat dimusnahkan oleh pertahanan tubuh. Respon akut biasanya ditandai perubahanperubahan vaskuler dan eksudasi. Sel darah putih yang ikut berperan pada reaksi akut t erdiri dari neutrofil dan makrofag. Secara garis besar mediator yang menyebabkan inflamasi adalah a) Prostaglandin. Adalah sekelompok turunan siklopentana yang dibentuk oleh hampir semua jaringan mamalia dan asam-asam lemak tak jenuh, senyawa ini mempunyai berbagai aktifitas fisiologis. Prostaglandin disebut hormon lokal karena mempengaruhi proses hayati dekat tempat pelepasannya dan mempunyai mekanisme peninaktifan atom dekat lokasi pelepasan b) Leukotrien merupakan senyawa sulfidopeptida yang dibentuk sebagai hasil metabolisme asam arakhidonat dan merupakan mediator radang dan nyeri. Melalui rute lipooksigenase terbentuklah LTA4 yang tidak stabil, oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau LTC4 yang terakhir bisa diubah lagi menjadi LTD4 dan LTE4 (Tjay dan Rahardja, 2002). 8 IV. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemen- elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. 4.2 Saran Semoga paper ini bisa menjadi rujukan referensi di perkuliahan Immunologi Veteriner dan membantu proses belajar. 1 DAFTAR PUSTAKA Kindt, TJ., RA. Goldby, BA. Osbrne ang J. Kuby. 2007. Immunology. Winarsih, S. (2002). Pemberian Bawang Putih (Allium Sativum Linn.). Pengaruh Fraksi tidak Larut air terhadap pengaktifan sistem Komplemen Mencit. Jurnal Kedokteran Unibraw . 18(2) 83-88 2