MEKANISME INFEKSI DAN RADANG MATA KULIAH PATOFISIOLOGI Dosen Pengampu: Ainun Sajidah,S.Kep.,Ns.,M.Biomed. Oleh: Amellia Zahratunisa P07120119007 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN JURUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN TINGKAT 1B TAHUN AJARAN 2019 Infeksi A. Pengertian Infeksi Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejalagejala penyakit. Invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen-antibodi. B. Pembagian Infeksi - PRIMER : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan mikroorganisme sendiri - SEKUNDER : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan, luka dan sebagainya C. Macam-macam Infeksi Lainnya 1. REINFEKSI :Penyakit yang mula-mula sudah sembuh tapi kemudian muncul lagi. Disebut juga “Residif”. 2. SUPER INFEKSI : Proses penyakit belum sembuh akan tetapi sudah disusul oleh infeksi yang lain. Disebut juga “infeksi Ganda”. 3. INFEKSIOUS : Penyakit infeksi yang mudah menular dari seorang kepada orang lain. Disebut juga “Infeksiosa”. 4. EPIDEMI : Penyakit infeksi yang bersifat menular, kadang – kadang dapat menyerang orang bayak dalam waktu singkat 5. PANDEMI : Merupakan Epidemi yang menyebar ke Negara lain 6. ENDEMI : Suatu penyakit yang terus – menerus secara menetap terdapat dalam daerah tertentu D. Stadium – stadium Infeksi: - Tahap Rentan Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu. - Tahap Inkubasi Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh: 1. Jenis mikroorganisme 2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme 3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari 4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme) 5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah) - Tahap Sakit / klinis Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif. Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara: a. Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu b. Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun - Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif: 1. Sembuh sempurna Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sediakala. 2. Sembuh dengan cacat Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial. 3. Pembawa (carier) Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan. a) Carier / karier : orang yang mengeluarkan mikroorganisme sesudah sembuh b) Karier konvalen : mengeluarkan mikroorganisme hanya pada masa penyembuhan c) Karier temporer: mengeluarkan mikroorganisme tidak lebih dari satu tahun d) Karier kronik: mengeluarkan mikroorganisme lebih dari satu tahun (terjadi pada demam tifoid) e) Ekskretor asimptomatik (karier kontak), adalah orang-orang yang mendapat infeksi dengan mikroorganisme tanpa menampakkan perkembangan penyakit. Terjadi pada poliomielitis, infeksi staphylococcus aureus, sakit tenggorokan karena infeksi streptokokus, difteri, disentro, meningitis yang disebabkan meningokokus 4. Kronis Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah. 5. Meninggal dunia Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi ogan. E. Faktor Hospes Pada Infeksi Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat, Menduduki atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu. Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk manusia sudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang berhubungan dengan lingkungan : 1. Kulit dan mukosa orofaring Batas utama antara lingkungan dan tubuh manusia adalah kulit. Kulit yang utuh memiliki lapisan keratin atau lapisan tanduk pada permukaan luar dan epitel berlapis gepeng sebagai barier meanis yang baik sekali terhadap infeksi. Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri. Pada dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan bahwa mereka tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit mengelupas. 2. Saluran pencernaan Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik. Sering terjadi defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti pada proses infkesi sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak mikroorganisme. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi, disamping lambung cenderung memindahkan isinya ke usus halus dengan proses yang relatif cepat. Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah dapat ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus berlangsung cepat sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit. 3. Saluran pernapasan Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan bronkus, terdiri dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi sebagian besar diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka. Tonjolan-tonjolan kecil ini bergetar seperti cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar tubuh. Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa agen menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru, maka disana selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain. F. Sawar Pertahanan Lain 1. Radang Jika agen menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan memasuki jaringan, maka barisan pertahanan berikutnya adalah reaksi peradangan akut yaitu aspek humoral (antibodi) dan aspek seluler pertahanan tubuh bersatu. 2. Pembuluh Limfe Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan cepat sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadangkadang menyebabkan limfangitis, tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar limfe, dimana mereka dengan cepat difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen tersebut. 3. Pertahanan terakhir (vena primer) Jika penyebaran agen menular tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika agen tersebut langsung memasuki vena ditempat primernya, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah. Septikemia atau keracunan darah terjadi jika kondisi bakteremia berlanjut yang mengakibatkan organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan cukup resisten sehingga sistem makrofag ditaklukkan. Organisme yang menetap ini menimulkan gejala malaise, kelemahan, demam, dll. Respon Inflamasi/ Radang 1. Pengertian Inflamasi: respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel & jar nekrotik yang disebabkan oleh kerusakan asal. Radang adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi yang merupakan salah satu respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi: Mengencerkan, menghancurkan/ menetralkan agen berbahaya lalu menggerakkan kejadian kemudian menyembuhkan dan menyusun kembali ke tempat terjadinya jejas. 2. Respon radang bertujuan : - Menghancurkan agen penyebab - Melokalisir proses - Penyembuhan 3. Komponen yang berperan pada respon radang - Sel dinding Pembuluh darah - Sel-sel dan protein plasma dalam sirkulasi - Jaringan ikat di sekitar pembuluh darah Komponen respon radang akut dan kronik; sel dan protein dalam sirkulasi, sel dinding pembuluh darah dan sel serta elemen matriks ekstraseluler. 4. Respon Inflamasi Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimiawi dari plasma atau sel jaringan ikat lalu bekerja sama atau secara berurutan memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahan dengan mengatur respon vaskuler dan selular berikutnya kemudian stimulus menghilang dan mediator radang hilang dikatabolisme atau diinhibisi. 5. Pola dasar inflamasi 1. Akut Singkat, eksudat, netrofil, respon segera dan dini, leukosit membersihkan mikroba dan memulai proses jaringan nekrotik. Reaksi initial jaringan thd berbagai agen yg menyebabkan jejas dari beberapa jam – beberapa hari, Respon inflamasi akut sama, apapun agen penyebabnya. Penyebab inflamasi akut: - Infeksi (bakteri, virus, parasit) dan toksin mikroba - Trauma - Agen fisik dan kimia - Nekrosis jaringan - Benda asing - Reaksi imun (reaksi hipersensitivitas) a. Gambaran maksroskopik inflamasi akut: (celcius+Virchow) - RUBOR atau kemerahan ok dilatasi pembuluh darah kecil pada area yang rusak - KALOR atau panas ok peningkatan aliran darah ke daerah yang terlibat kemudian dilatasi vaskular dan membawa darah yang hangat ke daerah yang sakit - TUMOR/bengkak ok udema, akumulasi cairan di ruang ekstravaskuler sebagai bagian dr eksudasi cairan - DOLOR/nyeri ok regangan & distorsi jar karena udem inflamasi - FUNCTIO LAESA atau perubahan fungsi ok nyeri dan bengkak Gambaran Makros Khusus pada Inflamasi Akut b. Inflamasi serosa: terdapat banyak cairan eksudat yang kaya protein namun rendah kandungan selular. Contoh: inflamasi pada ruang serosa (peritonitis, synositis) - Inflamasi catarrhal: hipersekresi mukus pada inflamasi akut membran mukosa. Contoh: common cold - Inflamasi fibrinosa: eksudat inflamasi mengandung banyak berpolimerisasi menjadi lapisan fibrin tebal. Contoh: perikarditis akut fibrinogen yang - Inflamasi hemorragik: menunjukkan jejas vaskular yang berat / deplesi fc koagulasi. Contoh: pancreatitis akut ok kerusakan proteolitik dr dinding vask & meningitis septikemia ok DIC - Inflamasi suppurativa (purulenta): inflamasi yg meghasilkan pus. - Inflamasi membranosa: pada inflamasi membranosa akut maka epitel dilapisi oleh fibrin, sel epitel yg deskuamasi & sel-sel inflamasi. Contoh: membran abu-abu pada faringitis / laringitis ok C. diphtheriae - Inflamasi pseudomembranosa: ulserasi superfisial mukosa yg dilapisi oleh mukosa yg rusak, fibrin, mukus & sel-sel radang. Contoh: kolitis pseudomembranosa ok C. difficile - Inflamasi nekrotisasi (gangrenosa): tekanan yang tinggi terhadap jaringan ok udema menuju oklusi vaskuler & trombosis ke nekrosis septik dari organ. Kombinasi dari nekrosis & bakteri menghasilkan gangren. Contoh: appendisitis gangrenosa. c. Efek inflamasi 1) Menguntungkan - Dilusi toksin dibawa ke sistem limfatik - ok meningkat ke permeabilitas kapiler - Transpor obat-obatan seperti AB ke tempat bakteri yang sedang bermultiplikasi - Pembentukan fibrin dari fibrinogen menghalangi gerakan MO lalu terperangkap dan memudahkan fagositosis. - Membawa nutrien & O2 yang penting bagi sel seperti netrofil yang memiliki aktivitas metabolik yang tinggi - Rangsangan respon imun ok drainase eksudat cair ke dalam limfatik 2) Merugikan - Digesti jar N: enzim-enzim seperti kolagenase & protease dapat mencerna jaringan N menyebabkan kerusakan - Pembengkakan : epiglotitis akut pada anak menyebabkan obstruksi jalan nafas - Respon inflamasi yang tidak sesuai. Contoh pada respon inflamasi alergi dapat mengancam nyawa seperti asma ekstrinsik 2. Inflamasi Kronik Dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang (minggu – bulan – tahunan). Terjadi inflamasi aktif, jejas jar & penyembuhan secara serentak. a. Penyebab infeksi kronik - Infeksi yg persisten oleh MO tertentu (mikobakterium, T pallidum, serta virus, jamur & parasit tertentu). Respon inflamasi kadang m’bentuk suatu pola spesifik: reaksi granulomatosa. - Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik (eksogen: mis silika → silikosis, endogen: mis komponen lipid → aterosklerosis). - Penyakit autoimun b. Gambaran Morfologik Inflamasi Kronik - Infiltrasi sel MN ( makrofag, limfosit, sel plasma) - Destruksi jar, sebagian besar diatur oleh sel radang - Repair, melibatkan angiogenesis dan fibrosis c. Sel-sel yang Berperan pada Radang Kronik 1. Makrofag - Sel yg dominan berasal dari monosit yang beremigrasi pada tahap awal terjadinya radang akut, & telah mendominasi daerah radang dalam waktu 48 jam. - Ketika monosit keluar & mencapai jaringan ekstravaskular, monosit menjadi makrofag. - Diaktivasi oleh berbagai stimulus seperti sitokin, toksin, bakteri & mediator kimiawi lainnya. 2. Limfosit T & B - Dimobilisasi oleh adanya rangsang imun spesifik (infeksi) & pada inflamasi yg diperantarai nonimun (infark / trauma jaringan) - Limfosit T mempunyai hub timbal balik dengan makrofag pada inflamasi kronik - Limfosit menjadi sel plasma menjadi Ab untuk melawan Ag 3. Eosinofil Lebih banyak pada rx imunitas yg diperantarai IgE & pada infeksi parasit 4. Sel Mast - Terdistribusi pada jaringan penyambung, dapat berperan pada radang akut maupun kronik - Menghasilkan sitokin yang berperan dalam fibrosis Radang akut & kronik dapat saling berubah - Radang akut menjadi kronis & radang kronik menjadi akut - Radang kronis tidak selalu merupakan kelanjutan dari radang akut yang gagal mengatasi penyebab radang. Namun pada radang granulomatosa, sejak awal terjadi memang akan berlangsung lama & membentuk ciri-ciri radang khronik, seperti yang terjadi pada infeksi tuberkulosa, siphilis, lepra & lainnya. 5. Efek Sistemik Inflamasi - Demam: netrofil & makrofag menghasilkan pirogen endogen yang bekerja pada hipotalamus mengatur mekanisme termoregulator pada temperatur yang lebih tinggi. - Gejala konstitusional: malaise, anoreksia, nausea - Menurunkan BB - Perubahan hematologi - Meningkatkan LED ok perubahan protein plasma - Leukositosis, limfositosis pada infeksi kronik, infeksi virus - Anemia : ok hilangnya darah dalam eksudat inflamasi, hemolisis dll