BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu dan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan parameter yang baik dan
peka untuk menilai keberhasilan pelayanan kesehatan. Hal ini mengigat
kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada
keadaan serta kesempurnaan sistim dalam tubuh ibu (Prawirohardjo, 2009).
Kejadian bayi berat lahir rendah merupakan salah satu masalah yang
menjadi perhatian di beberapa wilayah termasuk Indonesia sebangai negara
berkembang. Berbagai pelayanan dan program telah dilakukan untuk
meningkatkan dan memperbaiki kondisi tersebut. Salah satu pelayanan yang
dapat meningkatkan kondisi kesehatan ibu dan bayi yaitu pemeriksaan
kehamilan yang harus diperoleh ibu selama kehamilan (Baety, 2011).
Pemeriksaan kehamilan mempunyai peranan penting dalam upaya
pencegahan dan mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi yang terjadi
pada ibu dan bayi, termasuk risiko bayi berat lahir rendah. Pelayanan
pemeriksaan
kehamilan
merupakan
program
kesehatan
masyarakat
khususnya program kesehatan ibu dan anak di berbagai negara (Villar et al.,
2001). Pemeriksaan kehamilan bermanfaat apabila diberikan pada ibu hamil
mulai
dari
konsepsi
sampai
sebelum
kelahiran untuk memantau
perkembangan kehamilan dan berorientasi pada promosi kesehatan.
1
Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah membantu ibu untuk melihat
kehamilan sebagai proses fisiologis dan psikologis yang normal serta
mendeteksi adanya kelainan dan komplikasi selama kehamilan. Selain itu
pemeriksaan kehamilan juga memberikan informasi yang dibutuhkan ibu
dan keluarga dengan harapan dapat meningkatkan peran serta keluarga
terutama dalam hal pengambilan keputusan melalui pendidikan kesehatan
(Yusni, 2009).
Kematian bayi di seluruh dunia diperkirakan 11 juta setiap tahun dan
sebesar 66% terjadi pada masa neonatal. Sekitar 2,9 juta terjadi pada usia
satu minggu pertama kehidupan (Lawn et al., 2001). Menurut (Depkes RI,
2007). Penyebab utama kematian neonatal adalah tetanus neonatorum,
penyakit infeksi, berat lahir rendah dan trauma lahir. Faktor penyebab
kematian neonatal diakibatkan infeksi 36%, prematuritas 28%, dan asfiksia
23% (Ariff, 2010).
Menurut World Health Organization (1992), kejadian BBLR di negaranegara yang sedang berkembang berkisar antara 11-32 persen, sedangkan di
negara-negara yang telah maju sebanyak 6-9 persen. Di Amerika Serikat
bayi dengan berat lahir < 2500 gram mempunyai risiko kematian 17 kali
lebih besar dari pada bayi lahir dengan berat normal. Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (Alexander et
al.,1995) masih diatas negara-negara seperti malaysia (10), Thailand (20),
Vietnam (18), Brunei (8) dan Singapura (3). Walaupun demikian AKB
2
tersebut sudah menurun sebesar 41% selama 15 tahun ini yaitu dari 59 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 1998-2002 (SDKI). Penyebab BBLR di
negara yang sedang berkembang adalah hambatan pertumbuhan janin dalam
rahim 82 persen dan prematur 17 persen, dibandingkan negara ASEAN
lainnya, Indonesia 2-5 kali lebih tinggi mengalami BBLR (Priyadi, 2008).
Bayi berat lahir rendah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
dibeberapa
negara,
khususnya
negara
berkembang.
Setiap
tahun
diperkirakan sebanyak 17 juta bayi di negara berkembang, lahir dengan
berat badan rendah, dan sebagian besar penyebabnya adalah intrauterine
growth retardation (IURG), yaitu janin tidak dapat tumbuh dengan optimal
sesuai dengan usia kehamilan, karena kurangnya masukan zat gizi dan
oksigen pada janin (Pojda et al., 2000).
Angka prevalensi BBLR yang diperkirakan data Nasional sebesar 15%
dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan sebesar 3,3%-38%, dan lebih
sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang atau sosio-ekonomi
rendah. BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat
badan lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan
kelangsungan hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya
lahir dengan berat badan 2500 gram atau lebih. BBLR merupakan salah satu
faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya
pada masa perinatal. Angka kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi
seperti asfiksia, infeksi, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi.
3
Statistik menunjukkan bahwa 90% dari kejadian BBLR didapatkan di
negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding
bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Di Indonesia sendiri 29%
kematian bayi secara langsung dikarenakan BBLR (Aswita, 2010).
Dengan adanya kunjungan yang teratur dan pengawasan yang rutin dari
bidan atau dokter, maka selama masa kunjungan tersebut, diharapkan
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit
secara umum, kebidanan dan pembedahan dapat dikenali secara lebih dini
dan dapat ditangani dengan cepat dan tepat. Hal ini dapat mengurangi risiko
kesakitan dan kematian bagi ibu hamil.
Lebih dari 20 juta bayi berat lahir rendah setiap tahun diseluruh dunia.
Jumlah BBLR terbanyak dinegara berkembang yaitu Asia 72% dan Afrika
22%. Di India jumlah BBLR sebanyak 40%. Di Indonesia berdasarkan
laporan yang sama tahun 2002 jumlah BBLR sebanyak 9% dari seluruh
kelahiran. BBLR sangat erat hubungannya dengan morbiditas dan
mortalitas, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan kognetif serta
penyakit kronis selama kehidupan (UNICEF, 2004).
Menurut Cunningham et al. (2005) kunjungan antenatal untuk
pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat
kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : sampai dengan
kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan
kehamilan trimester kedua (14 - 28 minggu) satu kali kunjungan, dan
4
kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua
kali kunjungan.
Pemeriksaan kehamilan mempunyai peranan penting untuk mengatasi
masalah tingginya kejadian bayi berat lahir rendah. Pada masa kehamilan
diharapkan ibu melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan dengan
frekuensi pemeriksaan secara tepat dan teratur, sehingga dapat di deteksi
kelainan atau faktor risiko yang dapat membahayakan bagi ibu dan bayi.
Frekuensi pemeriksaan tidak hanya dilihat pada jumlah kunjungan, namun
perlu adanya keteraturan pemeriksaan pada tiap trimester kehamilan (Feri,
2009).
Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil
melakukan pemeriksaan selama kehamilan secara teratur dan sesuai dengan
ketentuan, sebelum masa konsepsi berakhir. Kunjungan pemeriksaan
kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan. K4 merupakan kontak ibu
hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat atau lebih dengan ketentuan
satu kali pada trimester pertama (pada usia kehamilan 0-16 minggu), satu
kali pada trimester kedua (pada usia kehamilan 20-28 minggu) dan dua kali
pada trimester ketiga pada usia kehamilan 32 minggu sampai menjelang
persalinan (Depkes RI, 2004). Menurut BPS (2003) 64% ibu hamil
memenuhi jadual tersebut, sedangkan target yang harus dicapai adalah 90%.
Ibu yang tinggal di daerah perkotaan lebih cenderung melakukan kunjungan
5
pemeriksaan kehamilan sesuai dengan yang dianjurkan dari pada ibu yang
tinggal di pedesaan (Yusni, 2009).
Menurut laporan Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012
menunjukan bahwa cakupan kunjungan ibu hamil K4 sebesar 87,37% yang
berarti belum mencapai target. Sedangkan Provinsi Maluku Utara termasuk
Propinsi yang belum mencapai target dengan cakupan kunjungan ibu hamil
K4 sebesar 80,24%.
Melihat data diatas dapat dilihat masih banyak ibu hamil yang belum
melakukan pemeriksaan kehamilannya sesuai dengan yang dianjurkan yaitu
minimal 4 (empat) kali selama kehamilan. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan rendahnya kunjungan ibu hamil ke pelayanan/tenaga
kesehatan antara lain karena kurangnya motivasi diri untuk memeriksakan
kehamilannya dalam upaya mencegah risiko/komplikasi selama kehamilan
dan persepsi ibu hamil yang menganggap bahwa pemeriksaan kehamilan
tidak perlu dilakukan, bila tidak ada keluhan karena kehamilan merupakan
kodratnya sebagai seorang wanita.
Jumlah bayi di Kota Ternate pada tahun 2011 sebanyak 2.542 jiwa,
sedangkan jumlah kelahiran hidup di Ternate adalah sebanyak 3.839 jiwa.
Selisih dari jumlah bayi yang sebanyak 1.297 jiwa merupakan under
reporting data, kondisi ini disebabkan mobilitas penduduk di kota Ternate
sangat tinggi. Banyak ibu yang berasal dari pulau-pulau di Halmahera
melahirkan di Kota Ternate untuk mencari fasilitas bersalin yang lengkap.
6
Sesudah bersalin para ibu biasanya membawa bayi mereka kembali
kedaerah asal. Pada tahun 2010 jumlah BBLR sebanyak 52 (0,52%). Pada
tahun 2011 jumlah Bayi Berat Lahir Rendah di Kota Ternate sebanyak 40
(0,4%). Dan tahun 2012 jumlah BBLR sebanyak 36 (0.36%). Pada tahun
2013 bulan Januari sampai Juni sebanyak 24 (0,24%). Sedangkan bayi yang
lahir hidup sebanyak 4081, dari jumlah tersebut semuanya ditangani oleh
tenaga kesehatan. Penanganan BBLR ini sangat penting untuk mencegah
terjadinya gizi buruk yang akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun kecerdasan anak.
Pada tahun 2011 di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Kota Ternate
persentase balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) tertinggi terdapat di
Puskesmas Kalumpang (15%) dan terendah di Puskesmas Kota (2%).
Untuk melihat kemajuan maupun permasalahan kesehatan pada ibu
hamil digunakan 2 indikator yang mudah dipahami yaitu pelayanan
antenatal (cakupan K1) yang menggambarkan pemerataan pelayanan
kesehatan ibu dan anak, dan cakupan ibu hamil (cakupan K4) yang
menggambarkan efektifitas pelayanan KIA. Persentase hasil cakupan
kunjungan ibu hamil (cakupan K4) di Kota Ternate pada tahun 2011,
diketahui bahwa untuk pelayanan cakupan kunjungan ibu hamil (cakupan
K4) nampak bahwa Puskesmas Kota, Puskesmas Siko dan Puskesmas
Kalumpang mempunyai prosentasi tertinggi (97%) serta Puskesmas mayau
memiliki presentase terendah yaitu 60 %.
7
Berdasarkan permasalahan diatas, bahwa terdapat fenomena
tingginya angka kematian bayi (AKB) dan bayi berat lahir rendah. Dengan
demikian timbul pertanyaan penelitian apakah kedua masalah tersebut
saling berhubungan. Dan diharapkan dapat memberikan informasi dan
ditentukannya intervensi dan kebijakan, khususnya untuk program
kesehatan ibu dan bayi di Kota Ternate. Hubungan kunjungan pemeriksaan
kehamilan K4 dengan kejadian bayi berat lahir rendah sudah banyak yang
dilakukan karna adanya fonomena cakupan K4 masih rendah di wilayah
Kota Ternate. Sehingga dari judul tersebut peneliti tertarik untuk menelusuri
dengan pemeriksaan kehamilan ibu yang masih kurang kunjungan K4.
Sejauh penelitian ini diharapkan dapat diketahui prevalensi bayi berat lahir
rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
morbiditas maupun mortalitas dibandingkan dengan neonatus yang lahir
dengan berat badan lahir normal serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya.
B. Rumusan Masalah
Kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Pemeriksaan kehamilan
minimal dilakukan empat kali, yaitu satu kali pada trimester pertama (usia
kehamilan 0-16 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 2028 minggu) dan dua kali pada trimester ketiga pada usia kehamilan 32
minggu sampai menjelang persalinan (Depkes RI, 2004).
8
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dirumuskan
suatu
pertanyaan penelitian sebagai
berikut :‘’Apakah kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 berpengaruh
terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kota Ternate?’’.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengkaji hubungan kunjungan pemeriksaan K4 dengan kejadian
bayi berat lahir rendah.
2.
Tujuan Khusus
a.
Diketahuinya cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K4.
b.
Mengkaji ada hubungan kunjungan K4 dengan BBLR.
c.
Mengkaji faktor lain yang berhubungan terhadap kejadian
bayi berat lahir rendah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan acuan peneliti lain yang
berkaitan dengan kejadian BBLR.
2. Secara praktis hasil penelitian yang diharapkan dapat sebagai
masukan bagi pelaksana sebagai bahan informasi dalam menentukan
kebijakan sebagai upaya meningkatkan
kehamilan yang harus dilakukan.
9
pemeriksaan selama
3. Hasil
penelitian
informasi/masukan
ini
diharapkan
dalam
dapat
penyusun
digunakan
perencanaan
sebagai
pelayanan
kesehatan ibu dan bayi (KIB) pada pemeriksaan selama kehamilan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang relevan dengan penelitian hubungan kunjungan
pemeriksaan kehamilan K4 dengan kejadian bayi berat lahir rendah sudah
banyak yang dilakukan.Beberapa penelitian tersebut bertujuan untuk
memperbaiki pelayanan kesehatan neonatal. Sejauh penulusuran yang
dilakukan peneliti, penelitian tentang hubungan kunjungan pemeriksaan
kehamilan K4 dengan kejadian BBLRyang sudah dilakukan antaranya
adalah :
10
NO
PENELITI
JUDUL
DESAIN
HASIL
1
Goldani et al. (2004)
Trends in prenatal care
use and low birth weight in
Southeast Brazil.
Cohort
2
Brown et al. (2007)
Case Control
3
Heaman et al. (2007)
4
Negi et al. (2006)
Antenatal
care
and
perinatal outcomes in
Kwale district di Kenya.
Inadequate prenatal care
and its association with
adverse
pregnancy
outcomes.
Epidemiological factors
affecting low birth. weight.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pemeriksaan kehamilan
yang tidak adekuat berisiko terhadap kejadian bayi berat
lahir rendah dibandingkan dengan pemeriksaan kehamilan yang
direkomendasikan (RR; 1,43).
Bahwa ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan yang
teratur melahirkan bayi dengan berat normal (OR 4,39).
5
Feri Yusni (2009)
Frekuensi Pemeriksaan
selama kehamilan dan bayi
berat lahir rendah (BBLR).
Kohor
Retrospektif
Cohort
Cohort.
11
Hasil studi ini dijelaskan peran pemeriksaan kehamilan terhadap
risiko kejadian bayi berat lahir rendah meningkat sebesar 40%
(OR 1,40) diantara wanita dengan pemeriksaan kehamilan yang
tidak memadai atau tanpa pemeriksaan selama kehamilan.
Hasil penelitian menunjukan ibu yang melakukan inisiasi
pemeriksaan kehamilan pada trimester pertama mempunyai
risiko lebih rendah (RR= 1,2) dibandingkan jika inisiasi
pemeriksaan kehamilan dilakukan pada trimester kedua (RR=
1,5) dan trimester ketiga (RR= 1,8) untuk melahirkan bayi berat
lahir rendah.
Hasil penelitian ini menggunakan data dari BPS (SDKI 20022003). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia 15-49
tahun, pernah kawin, memeriksakan kehamilan dan mempunyai
anak lahir hidup dengan jumlah sampel adalah 8.712 responden
yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis uji Chi-Square,
regresi binomial pada tingkat kemaknaan 0,05 dan interval
kepercayaan 95%. Hasil penelitian bahwa kejadian bayi berat
lahir rendah lebih besar 1,59 kali pada ibu dengan pemeriksaan
kehamilan tidak K4 dibandingkan pada ibu dengan pemeriksaan
K4. Dengan menyertakan pendidikan RR; 1,43 (95% CI; 1,041,95), dan kemampuan frekuensi pemeriksaan kehamilan
dengan menyertakan pendidikan dapat memprediksi kejadian
bayi berat lahir rendah sebesar 7,2%.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada judul, tujuan , variabel bebas dan disain penelitian, data primer, tempat dan
waktu penelitian persamaan penelitian adalah terletak pada variabel terikat, teknik pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner dengan Kunjungan K4 pertama kurang dari 12 minggu dan lebih dari 12 minggu sampai dengan
menjelang persalinan.
12
Download