Pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan baku

advertisement
IV.
A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU
Proses pembuatan kecap manis ampas tahu terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1). persiapan
ampas tahu, 2). pembuatan dan fermentasi koji, 3). pembuatan dan fermentasi moromi, dan 4).
pemasakan.
1.
Persiapan Ampas Tahu
Limbah padat tahu atau biasa dikenal dengan ampas tahu merupakan hasil samping
dari pabrik tahu. Ampas tahu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ampas tahu
segar yang mengandung kadar air yang tinggi yaitu sekitar 89,82% bb sehingga
diperlukan tahapan pengepressan untuk mengurangi kadar air ampas tahu tersebut agar
sesuai dengan kadar air untuk pembuatan koji yang berkisar antara 75-80% (Snyder
(1987). Pada kisaran kadar air tersebut kerja dari kapang akan optimum karena sesuai
dengan kondisi pertumbuhannya. Proses pengepressan dilakukan dengan cara tradisional
yaitu menggunakan kain saring. Ampas tahu ini memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi yaitu 2,12 % bb atau 20,82 % bk sehingga berpotensi sebagai bahan baku
pembuatan kecap. Hasil analisis proksimat ampas tahu segar dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu
Komposisi
Ampas Tahu Segar
Air (% bb)
89,82 ± 0,00
Protein (% bb)
2,12 ± 0,05
Lemak (%)
2,20 ± 0,06
Abu (% bb)
0,38 ± 0,01
Karbohidrat by difference (%)
5,48 ± 0,01
Setelah proses pengepressan, ampas tahu dikukus dengan dua perlakuan waktu
pengukusan yaitu 15 dan 30 menit. Proses pengukusan ampas tahu ini bertujuan untuk
mematikan mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi ampas tahu selama proses
pembuatan tahu, proses pengepressan dan lain-lain yang dapat menghambat proses
pertumbuhan kapang pada proses fermentasi koji. Waktu pengukusan selama 15 menit
merupakan waktu minimal yang cukup untuk mematikan mikroba yang tahan panas,
karena sebelumnya ampas tahu telah mengalami proses pengukusan dan penggilingan
dengan panas yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi yang dapat
menghambat penyerapan gizi yang terkandung dalam kedelai dan enzim lipoksigenase
yang dapat menyebabkan bau langu, sehingga proses pengukusan ampas tahu tidak
bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi maupun enzim lipoksigenase
melainkan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan
kapang.
2.
Pembuatan dan Fermentasi Koji
Ampas tahu yang telah mengalami proses pengukusan akan mengalami
peningkatan kadar air. Data kadar air ampas tahu yang telah mengalami pengepressan dan
pengukusan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan grafik, kadar air ampas tahu
19
setelah proses pengepressan mengalami penurunan dari 89,82% menjadi 75,22%, namun
kembali mengalami peningkatan kadar air setelah proses pengukusan baik selama 15
menit maupun 30 menit. Kadar air ampas tahu setelah dikukus selama 15 menit yaitu
81,44% lebih rendah dibandingkan dengan kadar air ampas tahu yang dikukus selama 30
menit yaitu 87,34%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengukusan maka semakin
banyak air/uap air yang terserap oleh ampas tahu.
89,82
Kadar air % bb
87,34
81,44
75,22
sebelum press setelah press setelah press setelah press
tanpa kukus
kukus 15
kukus 30
menit
menit
Gambar 2. Grafik Kadar Air Ampas Tahu pada Perlakuan Pengepressan dan Pengukusan.
Setelah dikukus, ampas tahu didinginkan hingga suam-suam kuku sebelum
dicampur dengan tepung tapioka. Tepung tapioka yang akan dicampur dengan ampas tahu
terlebih dahulu disangrai selama 10 menit hingga kuning kecoklatan. Pada proses
pembuatan kecap Jepang, penyangraian dilakukan terhadap tepung gandum yang
bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis
dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme
pengganggu (Huang dan Teng, 2004). Proses pencampuran ampas tahu dengan tepung
tapioka dilakukan dengan dua perlakuan untuk masing-masing perlakuan pengukusan
ampas tahu yaitu penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dan 10% dalam basis 1 kg
ampas tahu kukus. Pemilihan jumlah pencampuran tersebut diperkirakan mampu
menghasilkan tekstur koji yang padat dan mengurangi kadar air bahan baku sehingga
membantu proses pertumbuhan kapang. Menurut Sentot Prasasto (2008) jumlah tepung
yang ditambahkan dalam pembuatan koji kecap berkisar antara 0-10%. Tujuan
penambahan tepung pada pembuatan kecap ampas tahu ini adalah untuk memadatkan
massa ampas tahu sehingga lebih kokoh dan mudah ditumbuhi kapang serta
menambahkan suplai karbohidrat bagi pertumbuhan kapang. Penambahan tepung juga
berfungsi meningkatkan cita rasa dan aroma yang dihasilkan oleh terbentuknya asamasam organik dan alkohol dan senyawa penyusun flavor yang lain (Astawan, 2009).
Campuran ampas tahu kukus dan tapioka yang telah disangrai kemudian ditaburi
laru tempe sebanyak 5 gr untuk 1 kg campuran ampas dan tepung tapioka, lalu diadukaduk sampai rata. Setelah itu ampas yang telah ditaburi laru tempe diletakkan di atas
tampah setebal 2 cm yang telah dialasi daun pisang dan ditutup dengan daun pisang.
Tampah diletakkan di tempat yang terhindar dari serangga dan sinar matahari langsung
selama 3 hari pada suhu ruang sampai koji terbentuk. Koji yang telah jadi dapat dicirikan
dengan penampakan koji yang tertutup sempurna oleh miselium kapang yang kompak dan
tidak mudah hancur/kokoh serta mengeluarkan aroma khas tempe. Koji yang terbentuk
setelah 3 hari memiliki ciri-ciri miselia yang berwarna putih sehingga dapat diduga
20
kapang yang tumbuh pada koji merupakan kapang R.oryzae dan R.oligosporus. Hal ini
dikarenakan kapang R.oryzae memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih. Ketika
dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abu-abu
kecoklatan. Hifa kapang R. oryzae tidak bersepta dan tidak berwarna (jernih/hialin). Hifa
kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk, yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium.
Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ke bawah). Sprorangiofor
aadalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa
pembentuk spora dan berbentuk bulat, Suhu pertumbuhan maksimun adalah 33-36°C dan
suhu perturnbuhan optimum adalah + 30°C.
Kapang R.oligoporus juga memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih.
Ketika dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abuabu. Hifa kapang R. oligoporus tidak bersepta dan tidak berwarna (jemih/hialin). Hifa
kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium.
Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ko bawah). Sprorangiofor
adalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa
pembentuk spora dan berbentuk bulat. Suhu pertumbuhan maksimun adalah 36-40°C dan
suhu pertumbuhan optimum adalah ± 33°C. R.oligosporus mempunyai aktivitas protease
dan lipase yang kuat dan dikombinasikan dengan sedikit aktivitas amylase, sedangkan
R.oryzae mempunyai aktivitas amylase yang lebih kuat (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Menurut Fardiaz (1989), kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada
suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30
o
C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37 oC. Kapang dapat tumbuh pada kisaran
pH 3-9 dengan kelembaban 60-90%.
Fermentasi koji merupakan tahap awal fermentasi kecap sehingga proses ini
menentukan kualitas produk akhir kecap yang dihasilkan. Perubahan kimia besar yang
terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh
enzim pemecah yang dihasilkan koji. Menurut Flegel (1988), ada dua macam enzim yang
berperan dalam menghasilkan flavor kecap pada fermentasi koji yaitu kompleks enzim
protease yang memberikan meaty flavor (gurih) dan enzim karbohidrase seperti αamilase, amiloglukosidae dan maltase yang berperan pada rasa manis.
Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut
Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam
nitrogen dan total nitrogen terbesar. Asam nitrogen berperan penting sebagai komponen
pembentuk flavor khas kecap. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan
memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang
memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Menurut Wood (1982), inkubasi yang
terlalu cepat akan mengakibatkan kurang sempurnanya hidrolisa protein, sedangkan
menurut Steinkraus (1983), enzim yang dihasilkan oleh kapang akan sedikit dan tidak
akan menghasilkan komponen-komponen yang akan membentuk cita rasa khas kecap bila
waktu inkubasi terlalu cepat. Begitu pula bila waktu inkubasi yang terlalu lama akan
mengakibatkan produksi ammonia berlebihan sehingga terjadi pembentukan flavor yang
tidak dapat diterima (Wood, 1982).
21
Gambar 3. Penampakan koji setelah inkubasi 3 hari
Menurut Yokotsuka dan sasaki (1998), kontaminan yang dapat tumbuh pada
fermentasi koji adalah Bacillus subtilis dan Rhizopus nigrificans. Bacillus subtilis muncul
ketika suhu dan kelembaban udara yang terlalu tinggi pada koji, sedangkan Rhizopus
nigrificans muncul ketika suhu pada koji terlalu rendah. Kontaminasi oleh Bacillus
subtilis yang terlalu banyak akan mengakibatkan pertumbuhan kapang pada koji terhenti
dan menyebabkan kenaikan total protease dan aktivitas protease alkali, tetapi menurunkan
daya cerna protein sebanyak 2-3%. Setelah inkubasi selama 3 hari, koji yang telah jadi
lalu dipotong kecil-kecil yang bertujuan untuk memudahkan proses pengeringan. Proses
pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven selama 4 jam pada suhu sekitar 50 –
60 oC. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari koji yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi moromi sekaligus untuk
mempermudah proses ekstraksi, karena koji tidak mudah hancur dan larut dalam filtrat.
Kadar air koji kering yang baik untuk dilanjutkan ke proses fermentasi moromi adalah
<12% bb (Tarwiyah, 2001). Koji yang telah dikeringkan dapat disebut sebagai koji
kering. Selama proses pengeringan terjadi penurunan kadar air koji secara drastis yaitu
menjadi 7,38% (Tabel 8) untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 5%
dan 7,19% untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 10%. Menurut
Junaedi (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji
adalah kadar air bahan baku, kelembaban ruang, suhu aerasi dan waktu fermentasi.
Tabel 8. Kadar air koji kering
Perlakuan Koji
Koji kering Penambahan 5% tapioka
Koji kering Penambahan 10% tapioka
3.
Kadar Air (%b/b)
7,38 ± 0,01
7,19 ± 0,01
Pembuatan dan Fermentasi Moromi
Tahapan selanjutnya adalah fermentasi moromi. Tahapan fermentasi ini disebut
juga dengan fermentasi garam. Menurut Fukushima (2003), larutan garam yang
digunakan berkisar 20-23%. Pada fermentasi ini, koji yang telah mengalami proses
pengeringan dicampur dengan larutan garam 23%. Larutan garam ini berfungsi sebagai
media fermentasi, selektor mikroorganisme yang diharapkan tumbuh yaitu BAL dan
khamir yang dianggap dapat menimbulkan flavor dan aroma khas kecap, menghentikan
pertumbuhan kapang lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan (perubahan warna) dan menghilangkan rasa pahit yang disebabkan adanya
pemecahan protein oleh enzim protease. Kadar garam yang terlalu tinggi menimbulkan
tekanan osmotik serta jumlah ion-ion garam yang tinggi pula. Kedua kondisi tersebut
dapat mengganggu pertumbuhan dan merusak sel-sel khamir. Tingkat kadar garam
22
berpengaruh secara signifikan terhadap populasi khamir selama tahap fermentasi garam.
Semakin tinggi kadar garam semakin drastis penurunan total khamir yang terjadi.
Koji yang telah kering direndam dalam larutan garam 23% dengan perbandingan
tiap 100 gram koji direndam dalam 1 liter larutan garam di wadah toples plastik hingga
terendan sempurna dan ditutup dengan kain saring untuk menciptakan suasana anaerob
fakultatif untuk lingkungan pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh.
Proses fermentasi ini berlangsung selama 1 dan 2 bulan. Menurut Suprapti (2005), lama
fermentasi moromi untuk pembuatan kecap ampas tahu dilakukan minimal 1-2 bulan
namun jangan lebih dari dua bulan. Perendaman dalam larutan garam selama 1 bulan
dipandang dari segi aktivitas proteolitiknya telah mencapai titik optimum dan
peningkatan jumlah total nitrogen cukup tinggi. Akan tetapi, semakin lama proses
perendaman maka semakin baik flavor yang dihasilkan karena makin terbentuk alkohol
dan senyawa-senyawa organik lainnya.
Fermentasi ini dilakukan dengan beberapa perlakuan selama proses fermentasi
berlangsung, diantaranya proses pengadukan, penjemuran di bawah sinar matahari dan
penambahan larutan garam pada waktu-waktu tertentu dengan konsentrasi yang lebih
rendah dibandingkan pada awal penambahan larutan garam untuk mencegah konsentrasi
garam yang terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan mikroorganisme halotoleran
inaktif. Proses pengadukan menurut Heseeltine dan Wang (1980) di dalam Steinkraus
(1983) bertujuan untuk memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir,
mengontrol keseragaman suhu, mencegah tumbuhnya mikroorganisme anaerobik yang
tidak diinginkan dan untuk mengeluarkan karbondioksida. Selain itu, proses pengadukan
juga berfungsi untuk menghomogenkan larutan garam karena garam cenderung kembali
membentuk kristal. Pengadukan dilakukan dua kali sehari baik sebelum dijemur dan
sesudah dijemur dengan menggunakan pengaduk kayu. Pengadukan yang berlebihan
dapat menyebabkan koji menjadi hancur sehingga warna filtrat yang dihasilkan menjadi
lebih pekat. Selain itu, pengadukan yang berlebihan menyebabkan aroma filtrat hilang
karena terlalu banyak kontak dengan udara. Hal ini disebabkan karena filtrat
mengandung senyawa volatil dimana salah satu tahapan fermentasi yang terjadi adalah
fermentasi alkohol yang dilakukan oleh khamir. Proses penjemuran di bawah sinar
matahari dilakukan dengan membuka tutup toples yaitu kain saring agar sinar matahari
dapat masuk seluruhnya ke dalam toples. Penjemuran ini bertujuan untuk memanfaatkan
sinar UV untuk membunuh mikroorganisme pembusuk yang mungkin tumbuh pada
moromi. Sinar ultraviolet menyebabkan bakteri yang berada di udara atau yang berada
dilapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar ultraviolet akan mati. Sinar
ultraviolet memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi sel makhluk hidup dengan
mengubah material inti sel atau DNA, sehingga makhluk tersebut mati (Purwakusuma,
2007).
Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan
penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp.
Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam
laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji
yang akan menurunkan pH larutan garam menjadi 4.8-5.0. Menurut Syaripuddin (1995),
terjadinya penurunan pH mencapai dibawah 5.5 memberikan isyarat yang tepat untuk
pengalihan fermentasi dari fermentasi asam laktat ke fermentasi alcohol oleh khamir.
Pada tahap ini enzim proteolitik dan glutaminase masih aktif. Setelah pH turun,
23
pertumbuhan Pediococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccaromyces rouxii,
yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Zygosaccaromyces
rouxii akan mengubah sisa gula sederhana menjadi etanol dan beberapa komponen flavor.
Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp.akan tumbuh dan
menghasilkan senyawa fenolik seperti 4-etil-guaiacol yang penting untuk pembentukan
aroma (Fukushima, 2003).
Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, fermentasi
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak
spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak
ditambahkan mikroba dalam bentuk starter tetapi mikroba yang berperan aktif dalam
proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang
dibuat sesuai dengan pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Fermentasi moromi dalam
pembuatan kecap ini merupakan fermentasi spontan dimana kedua jenis mikroorganisme
tersebut tumbuh secara spontan karena kondisi lingkungan yang mendukung dan selektif.
Moromi pada tahap awal tidak memiliki aroma kecap yang terlalu banyak akan
tetapi masih memberikan aroma seperti koji (Nunomura dan sasaki, 1992). Fermentasi
moromi merupakan tahapan yang paling berkontribusi dalam pembantukan flavor kecap.
Komponen-komponen flavor terutama dibentuk selama fermentasi khamir. Aroma yang
menyenangkan dan flavor dari produk akhir kecap sebagian besar terbentuk dari aktivitas
khamir. Proses fermentasi moromi berperan dalam pembentukan prekursor flavor kecap
manis dengan cara mendegradasi koji menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Enzim
yang dikeluarkan oleh kapang masih bekerja terus sedangkan kapangnya sendiri mati
dalam larutan garam (Yong dan Wood, 1997).
4.
Pemasakan
Moromi yang dihasilkan dari fermentasi garam selama 1 maupun 2 bulan
ditambahkan air dengan perbandingan 1,5 liter untuk setiap 1 liter moromi. Setelah itu
dilakukan pasteurisasi pada suhu sekitar 60-70 oC di atas kompor selama kurang lebih 1520 menit. Menurut Huang dan Teng (2004), proses pasteurisasi berguna untuk: 1).
mematangkan flavor kecap dengan menghilangkan flavor kecap yang tidak diinginkan
dan menginduksi flavor, misalnya aldehid dan asetal, 2). membunuh mikroorganisme
hidup dalam proses fermentasi untuk menjamin kualitas, 3). menginaktivasi seluruh
enzim yang terlarut dalam kecap, 4). meningkatkan intensitas warna dengan
meningkatkan melanin, dan 5). meningkatkan kecerahan dengan mengendapkan
koagulan. Setelah proses pasteurisasi selesai, cairan tersebut disaring dengan kain saring.
Cairan hasil penyaringan ini disebut dengan kecap mentah.
Cairan kecap mentah dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan
campuran gula merah yaitu gula kelapa dan gula aren dengan perbandingan 1:1 sebanyak
1,5 kg untuk setiap 1 L kecap mentah, lalu dimasak hingga mendidih selama sekitar 45
menit. Rasio pemilihan campuran gula kelapa dengan gula aren dengan perbandingan 1:1
dikarenakan terdapat kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing gula.
Gula aren memiliki warna yang lebih hitam dan sifat higroskopis yang rendah sehingga
tidak mudah menyerap air dan berubah menjadi cair, namun aroma dan rasa yang
dimilikinya sangat tajam dan kurang manis dibandingkan dengan gula kelapa. Sedangkan
gula kelapa memiliki cita rasa yang lebih baik dari gula aren, namun sifat higroskopisnya
lebih tinggi sehingga cepat mencair. Dengan pertimbangan tersebut maka diharapkan
24
dengan pencampuran kedua gula akan memberikan cita rasa yang enak dan warna kecap
yang lebih hitam. Selama proses pemasakan, ditambahkan bumbu yang telah disiapkan
dengan perbandingan bumbu dan kecap mentah sebesar 5 g campuran bumbu untuk setiap
1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan dengan mengaduk kecap mentah
tersebut hingga mendidih, setelah kecap mendidih ditambahkan pengental yaitu 6 sendok
teh larutan maizena (8 gram pati jagung atau maizena yang dilarutkan dalam 50 ml air
matang) untuk setiap 1 liter kecap mentah.
Pati jagung atau yang lebih dikenal sebagai maizena adalah pati yang berasal dari
sari pati jagung dengan kandungan pati dan kandungan gluten yang tinggi (Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan RI, 1990). Pati jagung pada umumnya mengandung 74 –
76% amilopektin dan 24–26 % amilosa. Beberapa sifat pati jagung adalah tidak larut pada
air dingin tetapi larut dalam air panas, dapat membentuk gel yang bersifat kental sehingga
dapat mengatur tekstur dan sifat gelnya. Granula pati jagung dapat menyerap air dan
membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap
dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi
perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan
struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air,
sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah
gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air Oleh
karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Anonymous, 2004).
Diketahui kadar amilosa pada pati jagung sebesar 25-30% sedangkan amilopektin
50-75%. Selama proses pemasakan dilakukan proses pengadukan secara terus menerus
untuk menghindari terjadinya kerak dan over karamelisasi pada kecap yang berada di
dasar panci. Selain waktu pemasakan, indikator yang digunakan dalam penentuan kecap
tersebut telah masak adalah dengan melihat kekentalannya dengan cara mengambil satu
sendok kecap dan dimiringkan, apabila kecap jatuh secara lambat dan terus menerus maka
kecap telah masak dan proses pemasakan dihentikan. Proses pemasakan ini bertujuan
untuk mematikan mikroorganisme, menginaktivasi kerja enzim dan untuk meningkatkan
kualitas kecap terutama dari segi flavor dan warna kecap.
Proses pemasakan merupakan tahapan penting dalam menentukan warna dan
flavor kecap. Hal ini dikarenakan selama proses pemasakan terjadi dua reaksi penting
yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard. Kedua reaksi tersebut tidak hanya
menyebabkan peningkatan warna dari kecap tetapi juga meningkatkan flavor. Diketahu
bahwa total kandungan dari aldehid, diasetil, asetilpropionil, asetilbutiril dan komponen
bebas fenolik meningkat selama pemasakan. Pada proses pemasakan terjadi reaksi
karamelisasi yaitu saat pemasakan gula dan reaksi maillard antara gula dan kecap mentah.
Reaksi karamelisasi selain menentukan warna kecap yang dihasilkan juga mempengaruhi
rasa kecap. Hal ini dikarenakan selain menghasilkan pigmen karamel yang berwarna
coklat, reaksi karamelisasi juga berhubungan dengan pembentukan flavor. Senyawa 3deoksiosilosa yang merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan dari tahap dehidrasi
pada reaksi karamelisasi, tidak hanya menyebabkan pembentukan warna coklat tetapi
juga berperan dalam menghasilkan senyawa volatil yang berkaitan dengan flavor karamel
(Eskin et al., 1971).
Saat reaksi karamelisasi terjadi reaksi pemecahan komponen gula kompleks
menjadi senyawa gula sederhana, senyawa gula tersebut akan berinteraksi dengan asam
amino yang berasal dari cairan hasil penyaringan moromi, dimana reaksi ini disebut
25
dengan reaksi maillard. Reaksi maillard menghasilkan komponen volatil yang akan
menentukan flavor kecap. Hal ini ditunjukkan dengan jenis komponen volatil yang
terbentuk di dalam kecap sebagian besar merupakan hasil reaksi maillard seperti furan,
pirazin, sebagian aldehid dan keton, pirol, piran dan tiazol (Wiratma, 1994). Selain
menghasilkan komponen volatil, reaksi maillard juga menghasilkan pigmen melanoidin
yang berwarna coklat yang menyebabkan kecap mempunyai warna coklat kehitaman.
Setelah proses pemasakan selama sekitar 40 menit, dilakukan penyaringan
menggunakan kain saring dalam kondisi yang masih panas. Penyaringan ini berfungsi
untuk memisahkan kotoran fisik yang terbawa oleh bahan baku gula merah dan bumbu
yang tidak larut. Kecap yang telah disaring didinginkan di wadah selama beberapa jam
setelah itu siap dibotolkan dan dianalisis lebih lanjut.
B. Analisis Sifat Fisik Kecap Manis Ampas Tahu
Parameter yang cukup penting dalam penentuan kualitas kecap manis adalah sifat
fisik yang meliputi total padatan terlarut dan viskositas.
a.
Total Padatan Terlarut
Analisis total padatan terlarut dilakukan untuk mengamati padatan terlarut
yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses
fermentasi moromi akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang larut
dalam filtrat, sehingga analisis total padatan terlarut ini perlu dilakukan. Total
padatan terlarut erat hubungannya dengan kadar gula produk, karena TPT diukur
berdasarkan persentase gula produk. Analisis total padatan terlarut dilakukan pada
kedelapan sampel kecap manis ampas tahu dimana setiap perlakuan terdapat tiga
kali ulangan percobaan dengan masing-masing pengukuran dilakukan secara simplo.
Dari hasil uji TPT dengan refraktometer diperoleh nilai total padatan terlarut
dari kedelapan perlakuan berkisar antara 71.33–76 obrix. Nilai total padatan terlarut
tertinggi didapatkan pada sampel kecap manis ampas tahu pada perlakuan lama
pengukusan 15 menit, penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dengan lama
fermentasi selama 2 bulan sebesar 76.00 ± 0.71 obrix (Tabel 9). Hal-hal lain yang
dapat mempengaruhi total padatan terlarut pada kecap manis ampas tahu adalah
banyaknya gula yang digunakan, jenis gula, kadar garam, pengental, bumbu dan
lain-lain. Jenis gula yang digunakan pada pembuatan kecap manis ampas tahu
adalah gula kelapa dan gula aren yang berbeda karakteristiknya. Gula aren memiliki
kadar sukrosa paling tinggi yaitu 40,5% dibandingkan gula kelapa yaitu 38% namun
memiliki total gula yang lebih rendah yaitu 89,2% dibandingkan dengan gula kelapa
yang memiliki total gula sebesar 91,4% (Itoh et al., 1985).
Tabel 9. Total Padatan Terlarut (obrix) Kecap Manis Ampas Tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
Lama pengukusan
5%
10%
5%
15 menit
30 menit
72.20 ± 0.71
73.67 ± 0.58
71.33 ± 0.71
73.00 ± 0.71
2 bulan
76.00 ± 0.71
74.80 ± 0.81
10%
75.50 ± 0.76
73.73 ± 0.71
26
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya
fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut kecap,
sedangkan perlakuan antara waktu pengukusan dan penambahan tepung tapioka
tidak memberikan pengaruh yang nyata. Interaksi antara lamanya fermentasi dengan
waktu pengukusan memberikan pengaruh yang nyata sedangkan interaksi antara
lama fermentasi dengan penambahan tepung tapioka, waktu pengukusan dengan
penambahan tepung tapioka maupun interaksi antara ketiga perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas
tahu. Hasil analisis ANOVA total padatan terlarut dapat dilihat pada lampiran 3.b.
Bila dilihat dari lamanya fermentasi, maka semakin lama waktu fermentasi
maka semakin banyak padatan yang terlarut. Hal ini sesuai dengan hasil analisis
yang disajikan pada Tabel 9 yang menunjukkan kecap manis ampas tahu dengan
lama fermentasi 2 bulan menghasilkan nilai total padatan terlarut dengan kisaran 7376 obrix lebih tinggi dibandingkan dengan kecap manis ampas tahu dengan lama
fermentasi 1 bulan dengan kisaran 71-73 obrix. Hal ini mungkin disebabkan karena
kesempatan bekerja bagi bakteri asam laktat, khamir dan enzim-enzim yang
dihasilkan oleh kapang semakin lama dalam memecah substrat yang kompleks
menjadi komponen yang sederhana sehingga hasil pemecahan komponen-komponen
kompleks seperti protein dan karbohidrat menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana
dan mudah larut di dalam air semakin banyak.
b.
Viskositas
Kecap termasuk dalam produk pangan cair (fluid). Viskositas atau kekentalan
adalah suatu hambatan yang menahan aliran zat cair secara molekuler yang
disebabkan oleh gerakan acak dari molekul zat cair tersebut (Susanto dan Yuwono,
2001). Dalam istilah reologi dapat dikatakan bahwa produk pangan dinyatakan
kental jika nilai kekentalannya tinggi, sebaliknya dikatakan encer bila nilai
kekentalannya rendah (Kusnandar & Andarwulan, 2004). Berdasarkan sifat
kekentalan dan kemudahannya untuk mengalir, produk pangan cair dapat dibagi
menjadi kelompok cairan Newtonian dan Non-Newtonian. Cairan Newtonian adalah
cairan yang nilai kekentalannya tidak dipengaruhi oleh besarnya gaya yang
mengalirkannya atau menggerakkannya
Produk yang kental seperti saus, kecap, madu dan sebagainya termasuk ke
dalam produk pangan yang bersifat non-newtonian. Hal ini dikarenakan, nilai
kekentalan produk sangat dipengaruhi oleh gaya yang diberikan, dimana nilai
kekentalannya bisa meningkat atau menurun Berdasarkan pola perubahan
kekentalannya, produk pangan kental non-Newtonian dapat dikelompokkan menjadi
produk pseudoplastik atau shear thinning, produk pangan dilatan atau shear
thickening, dan produk plastis. Produk pangan seperti kecap tergolong ke dalam
produk pangan yang bersifat plastis. Dimana produk pangan plastis adalah produk
yang nilai kekentalannya dalam keadaan normal memang sudah tinggi dan jika
dikenai gaya pengaliran yang besar, kekentalannya tiba-tiba menurun tajam,
sehingga produk yang tadinya susah digerakkan atau dialirkan setelah diberikan
gaya secara tiba-tiba menjadi lebih mudah mengalir (Kusnandar & Andarwulan,
2004).
27
Hasil uji viskositas yang dilakukan pada kedelapan perlakuan memiliki nilai
viskositas berkisar antara 1716.67-1933.33 cp (Tabel 9). Hasil ini menunjukkan
kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan memiliki kekentalan yang cukup
kental namun tetap mudah mengalir. Nilai viskositas tertinggi ditunjukan pada
kecap manis ampas tahu pada perlakuan lamanya pengukusan selama 15 menit, rasio
tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi selama 2 bulan yaitu sebesar 1933.33 ±
115.47 cp. Nilai viskositas dapat dipengaruhi oleh jumlah gula yang digunakan,
pengental, lamanya pemasakan, pengadukan dan suhu yang digunakan. Semakin
banyak gula yang digunakan maka semakin kental kecap yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan gula merah akan mengalami pelelehan dan membentuk kristal baru
pada proses gelatinisasi dengan adanya komponen lain seperti pati dan protein
sehingga penambahan gula merah akan berpengaruh pada viskositas (Kisman,
2000). Begitu pula dengan ditambahkannya pengental yaitu pati maizena. Pati dalam
air jika dipanaskan maka akan terjadi peningkatan viskositas. Peningkatan viskositas
tidak hanya disebabkan oleh pembengkakan granula tetapi juga karena adanya
partikel-partikel terlarut di dalam pati dan interaksi antar granula yang membengkak.
Lamanya proses pemasakan juga mempengaruhi nilai kekentalan produk kecap.
Semakin lama proses pemasakan maka semakin banyak kesempatan gula dan
pengental dalam mengikat air. Selain itu semakin lama proses pemasakan maka
semakin banyak air yang menguap yang menyebabkan kadar air kecap semakin
rendah. Nilai viskositas erat kaitannya dengan total padatan terlarut yang
dikandungnya. Semakin tinggi total padatan terlarutnya maka semakin tinggi nilai
viskositasnya.
Tabel 10. Viskositas (cp) Kecap Manis Ampas Tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
2 bulan
Lama Pengukusan
5%
10%
5%
10%
15 menit
1723.33 ±
1716.67 ±
1920.00 ±
1933.33 ±
25.17
28.87
50.33
115.47
30 menit
1791.11 ±
1780.00 ±
1860.00 ±
1840.00 ±
10.18
20.00
121.65
34.64
Bila dilihat dari lamanya waktu fermentasi garam, maka semakin lama waktu
fermentasi garam maka semakin banyak kandungan padatan terlarutnya sehingga
nilai kekentalan dari suatu produk yang mengandung banyak padatan terlarutnya
semakin besar. Hal ini didukung oleh pernyataan Prasetyawati (2006), dimana
viskositas suatu cairan berhubungan langsung dengan konsentrasi padatan terlarut.
Selain itu, Kartika et al (1992), menyatakan bahwa kekentalan suatu larutan akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, konsentrasi larutan, berat molekul
(BM) dan zat terlarut. Proses penambahan gula dan pengental juga mempengaruhi
nilai kekentalan akhir kecap manis ampas tahu. Penambahan gula akan
menyebabkan terikatnya air ke dalam bahan pangan, semakin meningkat konsentrasi
padatan terlarut di dalam larutan maka Aw semakin rendah (Buckle et al., 1987)
sedangkan keberadaan pati sebagai bahan pengental juga berperan dalam
peningkatan nilai viskositas suatu produk. Pati akan mengalami pemanasan selama
28
proses pembuatan kecap. Akibat paparan panas, pati yang ditambahkan akan
membengkak dan menyerap air (pati tergelatinisasi) sehingga menyebabkan kadar
air produk menurun (Winarno, 1991).
C. Analisis Sifat Kimia Kecap Manis Ampas Tahu
Penentuan tingkat kualitas kecap manis selain dilihat dari sifat fisik, sifat kimia
juga merupakan parameter yang digunakan dalam menentukan kualitas kecap. Sifat kimia
tersebut antara lain adalah kandungan total nitrogen, kandungan alkohol, kandungan
sodium klorida, dan total gula (Fukushima, 2003). Dalam penelitian ini, dilakukan
analisis sifat kimia yang meliputi kadar protein, total gula, kadar NaCl dan kadar air.
a.
Kadar Protein
Menurut judoamidjojo et al (1989), pada umumnya, kualitas produk sejenis
kecap dinilai dari kadar protein yang dikandungnya (total nitrogen). Total nitrogen
merupakan jumlah senyawa bernitrogen yang terdapat dalam suatu bahan. Berawal
dari fermentasi koji, protein dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti
asam amino dan peptida kemudian pada fermentasi moromi enzim-enzim yang
dihasilkan oleh kapang terus bekerja dalam mendegradasi protein maupun peptida
menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino.
Protein awal yang dikandung pada ampas tahu segar hanya sebesar 2,12% bb
atau 20.82 % bk, sehingga protein kecap manis ampas tahu yang dihasilkan tidak
sebesar protein kecap manis berbahan dasar kacang kedelai yang memiliki kadar
protein mencapai 35%. Dari hasil uji kadar protein dari kedelapan perlakuan
didapatkan kisaran nilai kadar protein yaitu 1.16 – 1.99 g/100g bk yang disajikan
dalam Tabel 11. Kadar protein tertinggi didapatkan pada kecap manis ampas tahu
pada perlakuan lama pengukusan 15 menit, juumlah penambahan tepung tapioka
10% dengan lama fermentasi 1 bulan yaitu sebesar 1.99 ± 0.16 g/100g bk,
sedangkan kadar protein terendah didapatkan pada kecap manis perlakuan lama
pengukusan 30 menit, rasio tepung tapioka 5% dengan lama fermentasi 2 bulan
sebesar 1.16 ± 0.06 g/100g bk.
Tabel 11. Kadar Protein Kasar (%bk) Kecap Manis Ampas Tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
2 bulan
Lama Pengukusan
5%
10%
5%
10%
15 menit
1.94 ± 0.06
1.99 ± 0.16 1.22 ± 0.04 1.24 ± 0.08
30 menit
1.48 ± 0.12
1.57 ± 0.16 1.16 ± 0.06 1.17 ± 0.03
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya
fermentasi dan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
kadar protein, sedangkan perlakuan penambahan tepung tapioka tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Interaksi
antara lamanya fermentasi dengan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang
nyata, sedangkan interaksi antara lamanya fermentasi dengan penambahan tepung
tapioka maupun interaksi antara waktu pengukusan dengan penambahan tepung
tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Begitu pula dengan interaksi dari
29
kesemua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein
kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA kadar protein dapat dilihat pada
lampiran 5.b.
Bila dilihat dari segi lamanya waktu fermentasi, maka semakin lama
fermentasi maka semakin rendah protein yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan
karena menurut Hashiba (1976) nilai formol nitrogen filtrat moromi mencapai
maksimum pada lama fermentasi garam 1 bulan seiring dengan tercapainya jumlah
maksimum asam amino bebas dan jumlah asam glutamat. Formol nitrogen
merupakan ukuran jumlah protein yang dapat dipecah oleh enzim protease menjadi
asam amino maupun peptida. Hal ini didukung oleh pernyataan Kirimura et al
(1996) yang menyatakan total asam amino bebas dan nitrogen tertinggi didapatkan
pada lama fermentasi garam 1 bulan. Asam amino bebas pada sari moromi berumur
satu bulan mengandung asam glutamat dan asam aspartat yang paling tinggi
dibanding moromi berumur dua bulan (Husain, 1996). Diketahui bahwa senyawa
asam glutamat berperan penting dalam pembentukan flavor yaitu rasa umami atau
gurih. Pada lama fermentasi garam 2 bulan kesempatan untuk terjadinya proses
maillard yang melibatkan gula pereduksi dan asam amino lebih lama sehingga
terjadi penurunan jumlah asam amino pada lama fermentasi garam 2 bulan. Mikroba
yang terdapat pada moromi seperti bakteri asam laktat dan khamir osmofilik
maupun halofilik menggunakan nitrogen yang terdapat pada asam amino untuk
pertumbuhannya sehingga pada lama fermentasi garam 2 bulan total nitrogen yang
terkandung dalam moromi mengalami penurunan. Selain itu, komponen volatil yang
mengandung senyawa nitrogen seperti gas amoniak (NH3) sebagai hasil dari
metabolisme bakteri asam laktat dan khamir akan menguap pada proses pengadukan
maupun penjemuran sehingga ikut mengakibatkan penurunan total nitrogen pada
lama fermentasi garam 2 bulan.
Sedangkan bila dilihat dari segi lamanya waktu pengukusan maka semakin
lama waktu pengukusan maka semakin rendah kadar protein yang dihasilkan. Hal ini
diduga karena semakin lama waktu pengukusan maka kadar air ampas tahu yang
dihasilkan lebih tinggi yang menandakan ampas tahu kukus tersebut semakin basah
dan mengurangi kinerja tepung yang berfungsi untuk menurunkan kadar air ampas
tahu kukus. Selain itu, air yang berlebihan menghambat difusi oksigen ke dalam
butiran ampas tahu dan mengakibatkan pertumbuhan kapang terhambat sehingga
kapang tidak bekerja optimum dalam menghasilkan enzim protease karena kondisi
lingkungannya yang kurang optimum. Selain itu, semakin lama waktu pengukusan
maka semakin banyak protein yang terdenaturasi sehingga terjadi modifikasi pada
struktur sekunder, tersier dan kuartenener dari suatu protein yang mengakibatkan
terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik dan terbukanya
lipatan molekul protein (Winarno, 1992). Denaturasi mengakibatkan sifat protein
sukar larut dalam air. Hal ini dikarenakan lapisan molekul bagian dalam yang
bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam.
Protein yang telah terdenaturasi dapat mengurangi derajat hidrolisis enzim protease
yang dikeluarkan kapang sehingga total asam amino maupun peptida yang
dihasilkan pada ampas tahu dengan lama pengukusan 30 menit lebih sedikit
dibandingkan pada ampas tahu dengan lama pengukusan 15 menit sehingga saat koji
direndam dalam larutan garam, jumlah peptida maupun asam amino yang larut
30
dalam sari moromi lebih banyak didapatkan pada perlakuan lama pengukusan 15
menit. Hal inilah yang menyebabkan semakin lama dikukus dan semakin lama
waktu fermentasi akan mengakibatkan total nitrogen yang paling sedikit.
Penambahan tepung tapioka sebanyak 5% maupun 10% tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap. Hal ini diduga karena tepung
tapioka hanya mengandung kadar protein yang kecil yaitu sekitar 0.86 % per 100 g
(Pangestuti, 2010). Hal ini menunjukan bahwa penambahan tepung tapioka hingga
10% pada pembuatan koji tidak memberikan pengaruh pada kadar protein akhir
kecap manis ampas tahu. Proses pemasakan juga mempengaruhi kadar protein akhir
yang dikandung kecap. Semakin lama waktu pemasakan maka kandungan
proteinnya semakin rendah, hal ini dapat disebabkan terjadinya reaksi maillard
antara gula pereduksi yang terdapat pada gula aren maupun gula kelapa yaitu
fruktosa dan glukosa dengan asam amino seperti lisin, triptofan, asam glutamate,
dan glisin yang terdapat pada cairan kecap mentah yang membentuk suatu polimer
yang berwarna coklat yang disebut dengan melanoidin sehingga kadar protein pada
kecap lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein saat fermentasi moromi.
Kriteria kualitas kecap kedelai berdasarkan kandungan protein menurut
Kuswanto dan Sardjono (1988) dibagi menjadi tiga kelas. Kecap manis berkualitas
baik (I) memiliki kandungan protein minimal 6%, sedangkan kecap manis
berkuallitas menengah (II) memiliki kandungan protein minimal 4-6% dan kecap
manis berkualitas rendah (III) memiliki kandungan protein minimal 2-4%. Oleh
karena itu bila dilihat dari kadar protein yang dikandung kecap manis ampas tahu
dengan kisaran 1.16-1.99 g/100g bk maka kecap manis ampas tahu tidak masuk ke
dalam kecap kedelai kualitas III.
b.
Total Gula
Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa,
glukosa dan fruktosa. Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan adanya
penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di Indonesia
menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam
amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi (Judoadmijojo, 1987).
Sukrosa pada kecap manis merupakan kandungan gula yang dominan, sehingga
sebagian besar sukrosa pada kecap manis diduga berasal dari sukrosa gula merah,
dimana diketahui gula aren memiliki kadar sukrosa paling tinggi dibandingkan
dengan gula lainnya (Itoh et al., 1985). Hasil analisis total gula dari kedelapan
perlakuan menghasilkan nilai total gula yang berkisar antara 60.31 - 75.65 %. Kadar
total gula tertinggi diperoleh pada kecap manis ampas tahu pada perlakuan lama
pengukusan 15 menit, rasio tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi selama 2
bulan yaitu sebesar 75.65 ± 3.32 % (Tabel 12).
Tabel 12. Kadar Total Gula (%) Kecap Manis Ampas Tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
2 bulan
Lama Pengukusan
5%
10%
5%
10%
15 menit
60.87 ± 1.17 60.95 ± 1.98 74.09 ± 2.04 75.65 ± 3.32
30 menit
60.82 ± 0.38 60.31 ± 0.96 66.33 ± 2.38 67.37 ± 3.14
31
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya
fermentasi dan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
total gula, sedangkan perlakuan penambahan tepung tapioka tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Interaksi antara lamanya fermentasi dengan waktu pengukusan
memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan interaksi antara lamanya fermentasi
dengan penambahan tepung tapioka maupun interaksi antara waktu pengukusan
dengan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Begitu
pula dengan interaksi dari kesemua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA total
gula dapat dilihat pada lampiran 6.b.
Dari segi lamanya fermentasi, kecap manis ampas tahu dengan kadar total
gula tertinggi didapatkan pada kecap manis yang difermentasi selama 2 bulan. Hal
ini dapat disebabkan semakin lama fermentasi, bakteri asam laktat, khamir dan kerja
enzim dari kapang khususnya enzim amilolitik lebih lama dalam memecah substrat
karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Adanya ion Cl- dari hasil pemecahan
senyawa NaCl menjadi ion Na+ dan Cl- dapat meningkatkan aktivitas kerja dan
kestabilan enzim alfa-amilase yang masih aktif pada fermentasi garam. Perlakuan
pengukusan berkorelasi dengan kadar air koji yang mempengaruhi kondisi
lingkungan bagi pertumbuhan kapang. Kadar air koji yang terlalu tinggi
mengakibatkan kapang tidak tumbuuh dengan optimum sehingga enzim-enzim yang
dihasilkan tidak banyak, terutama enzim amilolitik. Hal ini menyebabkan total gula
pada kecap manis ampas tahu dengan lama waktu pengukusan 30 menit lebih rendah
dibanding total gula kecap manis ampas tahu dengan lama waktu pengukusan 15
menit. Selain itu, total gula produk sejenis kecap juga dipengaruhi oleh penambahan
gula pada proses pembuatannya yaitu gula kelapa dan gula aren. Dimana kandungan
total gula dari gula kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan total gula dari gula aren
(Itoh et al., 1985). Selain itu, komposisi gula terutama gula pereduksi memegang
peranan penting dalam pembentukan komponen volatil kecap manis. Komponen
volatil tersebut terutama adalah senyawa hasil reaksi Maillard, seperti keton, furan
dan pirazin.
c.
Kadar NaCl
Salah satu parameter yang penting dalam penerimaan kecap adalah kadar
NaCl yang dikandung dalam kecap. Kecap dibagi menjai dua macam yaitu kecap
manis dan kecap asin, dimana yang menjadi salah satu unsur pembedanya adalah
kadar NaCl. Kecap asin memiliki kadar garam yang sangat tinggi yaitu 18,34%
sedangkan untuk kecap manis memiliki kadar garam 3-6% (Judoamidjojo et al.,
1989). Hasil analisis kadar NaCl dari kedelapan perlakuan menghasilkan kisaran
kadar NaCl antara 6.72-7.09 %. Data kadar NaCl pada kedelapan perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 13.
32
Tabel 13. Kadar NaCl (%) Kecap Manis Ampas Tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
2 bulan
Lama Pengukusan
5%
10%
5%
10%
15 menit
7.09 ± 0.20 6.84 ± 0.54 6.98 ± 0.44 6.96 ± 0.14
30 menit
6.96 ± 0.26 7.05 ± 0.10 6.72 ± 0.44 6.79 ± 0.04
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya
fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar NaCl kecap, sedangkan
perlakuan waktu pengukusan dan penambahan tepung tapioka tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Hal ini dapat disebabkan karena semakin lama fermentasi,
kadar garam pada moromi semakin menurun karena adanya proses penambahan
larutan garam berkonsentrasi rendah. Hasil interaksi antara ketiga perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar NaCl kecap manis ampas tahu.
Hasil analisis ANOVA total gula dapat dilihat pada lampiran 7.b.
Pada proses fermentasi moromi dilakukan proses penjemuran yang dilakukan
di bawah sinar matahari yang dapat menyebabkan air dalam larutan garam akan
menguap seiring dengan lama fermentasi sehingga kadar garam cenderung
meningkat dari waktu ke waktu karena garam tidak mengalami penguapan. Untuk
menghindari konsentrasi garam yang terlalu tinggi, maka dilakukan penambahan
larutan garam dengan konsentrasi yang rendah yaitu 10%. Penambahan larutan
garam dengan konsentrasi yang lebih rendah akan mengakibatkan kadar NaCl
menurun dan akan meningkat kembali pada saat air pada moromi mengalami
penuyusutan. Penurunan kadar NaCl selama fermentasi disebabkan oleh pecahnya
senyawa kompleks NaCl menjadi ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ dibutuhkan oleh BAL
sebagai substitusi ion K+ ketika terjadi difusi sedangkan ion Cl- berikatan dengan air
bebas pada bahan yang menyebabkan ketersediaan air dalam bahan berkurang dan
menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam karena terbentuk HCl sehingga
kadar garam menurun sedangkan populasi BAL meningkat (Desniar dan Timoryana,
2007). Kadar NaCl akhir kecap sebagian besar dipengaruhi oleh kadar garam yang
digunakan saat fermentasi moromi. Selain itu, kadar NaCl yang berbeda-beda dapat
disebabkan karena tidak dilakukannya pengontrolan kadar NaCl pada fermentasi
garam.
d.
Kadar air
Kadar air pada kecap sangat menentukan umur lama penyimpanan dan
ketahanan produk terhadap pertumbuhan mikroba pembusuk. Kadar air yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan kecap mudah rusak dan mempunyai umur simpan yang
pendek. Menurut Judoadmijojo (1987), kadar air pada kecap manis berkisar antara
20 – 29,61% bb. Hasil analisis kadar air dari kedelapan perlakuan menunjukan
kisaran kadar air yang dimiliki kecap manis ampas tahu berkisar antara 17,36 –
22,43 % bb (Tabel 14). Data kadar air yang diperoleh digunakan dalam perhitungan
kadar protein kasar basis kering. Hasil uji kadar air dapat dilihat pada Tabel 14.
33
Tabel 14. Kadar Air (%) Kecap Manis Ampas Tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
2 bulan
Lama Pengukusan
5%
10%
5%
10%
15 menit
17.36 ± 0.77 18.22 ± 1.85 18.82 ± 0.71 19.55 ± 0.45
30 menit
22.01 ± 1.07 22.43 ± 3.11 18.78 ± 1.25 21.65 ± 1.58
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan waktu
pengukusan ampas tahu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air kecap
manis ampas tahu sedangkan perlakuan lama fermentasi dan penambahan tepung
tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil interaksi antara perlakuan
lamanya waktu kukus dengan lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kadar air akhir kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA kadar air
dapat dilihat pada lampiran 8.b.
Perlakuan lamanya waktu pengukusan ampas tahu mempengaruhi kadar air
koji saat proses pembentukan koji. Ampas tahu dengan lama waktu pengukusan
selama 30 menit mengandung kadar air yang lebih tinggi yaitu 87.34%
dibandingkan dengan kadar air ampas tahu dengan lama waktu pengukusan selama
15 menit yaitu 81.44%. Kadar air ampas tahu yang tinggi akan mengurangi fungsi
dari penambahan tepung yang berfungsi untuk mengurangi kadar air bahan baku
sehingga koji kering yang ditambahkan tepung tapioka sebanyak 10% mengandung
kadar air yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar air koji kering yang
ditambahkan tepung tapioka sebanyak 5%. Kadar air koji kering akan
mempengaruhi kadar air saat fermentasi moromi. Kadar air moromi akan
mempengaruhi kadar air akhir kecap manis ampas tahu saat diproses menjadi kecap.
Kadar air kecap manis ampas tahu dengan waktu pengukusan ampas tahu selama 30
menit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air kecap manis ampas tahu dengan
waktu pengukusan ampas tahu selama 15 menit.
Kadar air suatu produk sejenis kecap pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah
penambahan air saat proses pencampuran sari moromi dengan air, banyaknya gula
yang digunakan, jenis gula yang digunakan, lamanya waktu pemasakan dan adanya
penambahan pengental seperti tepung tapioka maupun tepung maizena. Semakin
banyak jumlah gula yang digunakan maka semakin rendah kadar air yang dikandung
suatu kecap. Hal ini dikarenakan gula akan mengikat air yang menyebabkan
menurunnya kadar air. Jenis gula seperti gula kelapa lebih bersifat higroskopis yang
artinya mudah menyerap dan melepaskan air sehingga penambahan gula kelapa pada
proses pembuatan kecap dapat lebih meningkatkan kekentalan atau mengurangi
kadar air dibandingkan dengan gula aren. Begitu pula dengan ditambahkannya
pengental yaitu pati jagung atau maizena yang dapat mengikat air selama proses
pemasakan kecap.
D. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen pada
kecap manis ampas tahu. Penilaian organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode
scoring yang mempresentasikan penilaian atribut secara keseluruhan/overall dengan
kisaran nilai yang diberikan adalah 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=netral, 4=suka,
34
5=sangat suka. Semakin besar skor yang diberikan maka kecap semakin disukai oleh
konsumen. Hasil penilaian yang diperoleh dari 70 konsumen lalu diolah dengan
menggunakan Univariate Analysis of Variance yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil
rata-rata skor kesukaan konsumen menunjukan sampel dengan nilai terendah yaitu 3.2
diperoleh pada sampel dengan perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung
tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan dan sampel dengan perlakuan sedangkan
sampel dengan skor tertinggi yaitu 3.7 didapatkan pada sampel dengan perlakuan waktu
kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan. Tabel
hasil rata-rata skor kesukaan konsumen dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil rata-rata skor kesukaan konsumen kecap manis ampas tahu
Penambahan Tapioka
Lama Fermentasi
1 bulan
2 bulan
Lama Pengukusan
5%
10%
5%
10%
a
b
a
15 menit
3.3
3.7
3.3
3.5a
a
a
a
30 menit
3.4
3.2
3.4
3.5a
Keterangan : huruf a dan b menunjukkan sampel yang berada pada subset yang sama
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, sampel berepengaruh nyata
pada skor kesukaan konsumen pada taraf 5%. Sedangkan dari hasil uji lanjut Duncan
(Lampiran 9.b) pada kolom pertama yaitu kolom sampel, sampel-sampel diurutkan
berdasarkan nilai rata-rata skor kesukaan dari yang terendah hingga yang tertinggi. Pada
kolom subset pertama, skor dari kedelapan sampel dibandingkan antara satu dengan yang
lainnya sedangkan pada kolom subset kedua, sampel yang dibandingkan merupakan tujuh
sampel dengan nilai tertinggi. Dari kolom subset pertama, sampel dengan perlakuan lama
fermentasi 1 bulan, waktu kukus 15 menit dengan penambahan tepung tapioka sebanyak
10% dengan skor rata-rata 3.7 berbeda nyata dengan ketujuh sampel lainnya. Hal ini
menunjukkan konsumen paling menyukai sampel kecap manis ampas tahu dengan
perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama
fermentasi 1 bulan dibandingkan kecap manis ampas tahu perlakuan lainnya.
Penentuan tingkat kualitas suatu produk sejenis kecap didasarkan pada evaluasi
organoleptik, kandungan total nitrogen, kandungan senyawa alkohol, kandungan sodium
klorida dan warna (Fukushima, 2003). Hasil evaluasi organoleptik menunjukkan
konsumen lebih menyukai kecap manis ampas tahu dengan lama fermentasi garam selama
1 bulan dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi selama dua bulan. Hal ini dapat
disebabkan karena komponen pembentuk flavor telah terbentuk secara sempurna selama 1
bulan. Pada makanan tradisional seperti kecap, proses fermentasi sengaja dilakukan untuk
mendegradasi komponen gizi bahan baku yang digunakan agar memberikan flavor yang
diharapkan.
Menurut (Kikimura et al., 1969), asam amino bebas dan beberapa peptida sangat
berpengaruh pada flavor bahan pangan yang memberikan rasa pada makanan. Asam amino
memiliki rasa manis, pahit, garam dan umami pada bahan pangan. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan telah membuktikan bahwa hampir semua asam amino bebas
termasuk monosodium glutamat dan beberapa peptida memberikan rasa manis, pahit, asam
dan gurih sehingga berkontribusi terhadap pembentukan rasa makanan. Secara umum,
asam amino bebas pada sari moromi mengalami peningkatan dari awal fermentasi sampai
35
1 bulan fermentasi. Asam amino bebas pada sari moromi berumur satu bulan mengandung
asam glutamat dan asam aspartat yang paling tinggi dibanding moromi berumur dua bulan
(Husain, 1996). Asam amino glutamat dan aspartat diduga berkontribusi terhadap rasa
gurih kecap manis yang diduga sebagian berinteraksi dengan NaCl moromi membentuk
garam glutamat dan garam aspartat. Dijelaskan lebih lanjut oleh Kikimura et al. (1969)
asam amino glutamat dan aspartat dalam bentuk bebaspun menimbulkan rasa asam dan
umami dan dalam bentuk Na-glutamat dan Na-aspartat rasa gurih asam kedua ini
meningkat. Diketahui juga bahwa asam glutamat menimbulkan rasa gurih yang lebih
tinggi dibanding dengan asam aspartat.
Selain itu, komponen volatil kecap manis sebagian terbentuk pada proses moromi
melalui reaksi Maillard (Apriyantono et al., 1996) disamping berasal dari gula kelapa.
Salah satunya adalah senyawa furan yaitu senyawa 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon
(furaneol). Furaneol merupakan salah satu senyawa penting yang berperan pada flavor
bahan pangan dengan memberikan aroma karamel, buah, hangus (burnt sugar) dan manis
(Scarpellino dan Soukup, 1993). Senyawa furaneol mengalami peningkatan pada kecap
manis tanpa fermentasi garam sampai kecap manis 1 bulan fermentasi. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Husain (1996) didapatkan bahwa kandungan gula pereduksi dan asam
amino bebas sari moromi meningkat dari awal fermentasi sampai 1 bulan fermentasi,
dimana asam amino glutamat mempunyai proporsi yang paling tinggi. Selain itu senyawa
pirol yaitu senyawa 1(1H pirol)etanon merupakan senyawa dominan yang terdapat pada
kecap manis. Pirol memberikan aroma asap dan aroma hangus. Komponen pirol tertinggi
terdapat pada kecap manis 1 bulan fermentasi.
Hasil uji statistik terhadap nilai kesukaan panelis pada rasa kecap manis yang
dibuat dari sari moromi 0-4 bulan fermentasi yang dilakukan oleh Husain (1996)
menunjukkan kecap manis 0 dan 1 bulan fermentasi menghasilkan flavor yang lebih
disukai dibanding dengan flavor kecap manis dari sari moromi 1.5, 2, 3 dan 4 bulan
fermentasi. Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian organoleptik yang dilakukan dalam
penelitian ini, dimana panelis lebih menyukai kecap manis ampas tahu dengan lama
fermentasi 1 bulan.
E. Penentuan Formula Terpilih
Penentuan formula terpilih antara lama fermentasi, waktu kukus dan penambahan
tepung tapioka dari kedelapan perlakuan didasarkan pada kadar protein dan skor kesukaan
panelis tertinggi. Penentuan kecap formula terpilih berdasarkan kadar protein tertinggi
dikarenakan mutu kecap digolongkan berdasarkan kandungan proteinnya. Semakin tinggi
kadar protein yang dikandung suatu kecap maka semakin tinggi mutu/kualitas kecapnya.
Sampel dengan formulasi terpilih akan dianalisis lebih lanjut yaitu uji mikrobiologi untuk
mengetahui kelayakan mutunya serta pemenuhan standar keamanan menurut SNI 013543-1999. Hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptok kecap manis ampas tahu
dari kedelapan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16.
Dari hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu
dari kedelapan perlakuan, didapatkan formulasi yang menghasilkan kadar protein dan
tingkat kesukaan konsumen tertinggi ialah kecap manis ampas tahu dengan perlakuan
pengukusan ampas tahu selama 15 menit; penambahan tapioka 10% dengan lama
fermentasi 1 bulan. Kecap manis ampas tahu dengan perlakuan ini selanjutnya diuji lanjut
dengan uji mikrobiologi.
36
Tabel 16. Hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu
Parameter Mutu
Sampel
Kadar Protein (%)
Skor Organoleptik
1
1.93
3.3
2
1.99
3.7
3
1.48
3.4
4
1.57
3.2
5
1.22
3.3
6
1.24
3.5
7
1.16
3.4
8
1.17
3.5
Keterangan sampel :
1 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 1 bulan
2 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 1 bulan
3 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 1 bulan
4 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 1 bulan
5 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 2 bulan
6 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 2 bulan
7 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 2 bulan
8 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 2 bulan
F. Uji Mikrobiologi pada Kecap Formula Terpilih
Uji mikrobiologi yang dilakukan pada kecap formula terpilih mengacu pada uji
mikrobiologi yang terdapat pada SNI 01-3543-1999 yang meliputi uji TPC, uji MPN
koliform, uji MPN Eschericia coli dan uji kapang/khamir. Uji mikrobiologi ini dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian persyaratan mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula
terpilih dengan persyaratan mutu kecap menurut SNI. Hasil dari keseluruhan uji
mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Pengujian Mikrobiologi Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih
Kecap Manis
Standar Kecap Manis
Parameter Mutu
Ampas Tahu
SNI 01-3543-1999
Formula Terpilih
Angka Lempeng Total (koloni/g)
1.8 x 104
Maks. 105
MPN Koliform (APM/g)
<3
Maks. 102
MPN E.coli (APM/g)
<3
<3
2
Kapang/Khamir (Koloni/g)
2.5 x 10
Maks. 50
a.
Uji Angka Lempeng Total (Total Plate Count)
Metode ini digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil yaitu
mikroba yang melakukan metabolisme dengan bantuan oksigen dan bakteri yang
hidup di daerah suhu antara 15°-55°C, dengan suhu optimum 25-40°C dalam
makanan dan minuman. Pada pengujian ini akan diketahui seberapa besar cemaran
bakteri pada sampel kecap. Metode yang digunakan adalah metode uji angka
37
lempeng total, dengan menghitung koloni bakteri pada serial pengenceran sampel
kecap.
Hasil pengujian Angka Lempeng Total pada kecap manis ampas tahu
formula terpilih diperoleh total koloni sebanyak 1.8 x 104 (Tabel 17). Hal ini berarti
total cemaran bakteri dalam kecap manis ampas tahu formula terpilih adalah 18000
koloni dalam setiap gramnya. Bila dibandingkan dengan SNI 01-3543-1999 yang
mensyaratkan angka lempeng total pada kecap maksimal 10 5 kol/gram, maka kecap
manis ampas tahu formula terpilih masih memenuhi syarat SNI yang artinya sanitasi
saat proses pembuatan kecap cukup higienis sehingga memenuhi standar mutu
keamanan pangan. Total bakteri yang masih memenuhi persyaratan SNI ini dapat
disebabkan karena kadar air yang dikandung dalam kecap tidak dapat digunakan
secara bebas oleh sel mikroba. Gula selain dapat memberikan rasa, juga dapat
berperan sebagai pengawet (Winarno, 1980). Apabila gula ditambahkan dalam
kecap pada kadar yang tinggi (sukrosa 85%, kira-kira aw = 0.80), sebagian air yang
ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (a w)
dari produk kecap menjadi berkurang.
Air berperan dalam proses metabolisme sel mikroba, apabila air tesebut
mengalami kristalisasi atau terikat dalam larutan gula atau garam maka mikroba
tidak dapat menggunakan air tersebut secara bebas. Larutan gula atau garam yang
pekat dapat mengakibatkan tekanan osmotik pada sel mikroba meningkat, air plasma
sel terserap oleh larutan di luar sel sehingga dapat menyebabkan sel kekurangan air
dan akhirnya mati akibat lisis/pecah. Akan tetapi, produk dengan kadar gula tinggi
cenderung dirusak oleh kapang. Hasil metabolisme kapang umumnya diikuti dengan
pelepasan air yang dapat mengakibatkan naiknya nilai aw. Jumlah air dalam bahan
pangan disebut dengan aktivitas air (aw). Jenis mikroba yang berbeda membutuhkan
air yang berbeda pula. Bakteri membutuhkan aw = 0.87-0.91, kapang membutuhkan
aw = 0.8-0.87, bakteri halofilik membutuhkan aw = 0.75 dan bakteri xerofilik
membutuhkan aw = 0.65 (Mosse, 1975). Kadar aw yang dikandung pada kecap skala
rumah tangga dengan umur simpan sehari memiliki nilai a w sebesar 0.90 sedangkan
pada kecap dengan umur simpan 3 bulan, nilai aw mengalami kenaikan menjadi 0.92
(Hendritomo, 2003). Naiknya nilai aw ini dapat memicu pertumbuhan khamir dan
bakteri yang dapat merusak dan memperpendek umur simpan kecap. Beberapa
bakteri seperti Clostridium, bakteri asam laktat dan bakteri pembentuk spora yang
bersifat aerob seperti Bacillus subtilis dapat memfermentasikan karbohidrat. Bakteri
tersebut dapat mengubah gula menjadi asam laktat, asam asetat, propionat dan
butirat serta perubahan cita rasa dan tekstur.
b.
Uji MPN Koliform
Koliform adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang yang
pada umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa. Bakteri
koliform digunakan sebagai salah satu bakteri indikator sanitasi. Kelompok bakteri
coliform ini terdiri atas Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Citrobacter
fruendil, dan bakteri lainnya. E.coli biasanya ditemukan pada kotoran manusia
sehingga mikroba yang paling umum digunakan sebagai petunjuk adanya polusi
adalah E.coli dan kelompok koliform secara keseluruhan. Ciri-ciri utamanya yaitu
bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi
38
laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37º
C. Kecap yang terkontaminasi oleh bakteri koliform diduga menggunakan bahan
baku seperti air yang tidak bersih dan kontaminan yang dibawa oleh pekerja. Namun
pada umumya, kemungkinan tumbuhnya bakteri koliform pada produk kecap sangat
kecil, hal ini dikarenakan bakteri koliform tidak dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi lingkungan yang mengandung kadar gula yang tinggi.
Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri
khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan.
MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Tabung yang positif
ditandai dengan adanya gelembung gas pada tabung durham. Hasil pengujian MPN
koliform pada kecap manis ampas tahu formula terpilih menunjukkan pada
pengenceran pertama hingga pengenceran keempat, tidak adanya tabung yang
terdapat gas didalamnya. Hal ini menunjukkan pada keseluruhan tabung tidak ada
aktivitas dari koliform yang menghasilkan gas pada tabung durham, sehingga
didapatkan kombinasi hasil tabung positif pada pengujian Angka Paling Mungkin
(MPN) koliform kecap yaitu 0 0 0. Hasil dari pengujian ini lalu dirujuk ke tabel
MPN seri 3 tabung, dan diperoleh total MPN koliform yang terdapat pada kecap
manis ampas tahu formula terpilih menunjukkan angka <3 APM/gram (Tabel 17).
Angka yang diperoleh pada tabel MPN ini menyatakan jumlah bakteri
koliform dalam tiap gram terdapat <3 APM bakteri. Bila dibandingkan dengan
syarat SNI 01-3543-1999 yang mensyaratkan jumlah maksimal bakteri koliform
pada kecap sebanyak 100 APM/gram, maka kecap manis ampas tahu formula
terpilih telah memenuhi syarat SNI. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses
produksi kecap mulai dari persiapan bahan baku seperti air hingga pembotolan tidak
tercemar oleh kotoran manusia.
c.
Uji MPN E.coli
E. coli adalah bakteri gram-negatif, anaerobik fakultatif dan non spora. Selsel E.coli biasanya berbentuk batang yang panjangnya sekitar 2 mikrometer (μm)
dan diameternya 0,5 μm r, dengan volume sel 0,6-0,7 μm3. E. coli dapat hidup di
berbagai substrat. E. coli menggunakan fermentasi asam campuran dalam kondisi
anaerobik, menghasilkan laktat, suksinat, etanol, asetat dan karbondioksida. Bakteri
koliform merupakan salah satu bakteri indikator sanitasi, selain kelompok
Streptococcus (Enterococcus) fekal dan Clostridium perfringens. Bakteri indikator
sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air
atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia.
Pada dasarnya prinsip pengujian MPN E.coli hampir sama dengan
pengujian MPN koliform, namun yang membedakan terletak pada uji lanjut yang
dilakukan pada tabung yang positif terdapat gas. Uji lanjut yang digunakan adalah
uji IMVIC yang merupakan singkatan dari uji Indol, Methyl Red, Voges-Proskauer
dan Citrate. Uji ini digunakan untuk mengetahui jenis koliform yang terdapat
didalam contoh.
Pengujian Angka Paling Mungkin (MPN) E.coli pada uji praduga
menunjukkan tidak ada tabung positif yang menunjukkan perubahan warna dari
ungu menjadi kekuning-kuningan dan terbentuk gas dalam tabung durham, sehingga
tidak diperlukan uji lanjut menggunakan IMVIC. Pada uji praduga didapatkan
39
kombinasi hasil tabung yang positf yaitu 0 0 0. Kombinasi ini kemudian dirujuk
pada tabel MPN seri 3 tabung yang menunjukkan hasil <3 APM/gram (Tabel 17).
Hasil ini telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-3543-1999 yang
mensyaratkan jumlah maksimal bakteri E.coli pada kecap adalah <3 APM/gram.
d.
Uji Kapang/khamir
Uji angka kapang/khamir digunakan untuk menetapkan angka
kapang/khamir dalam makanan. Kapang merupakan mikroorganisme multiseluler
(bersel banyak) yang memiliki ukuran mikroskopis sampai makroskopis dan tumbuh
pada bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar. Kapang berbentuk benangbenang dan memiliki struktur eukariotik, memiliki dinding sel yang kaku dan terdiri
dari hifa (kumpulan benang-benang). Satu hifa dapat menghasilkan beribu-ribu spora
aseksual yang tahan terhadap perubahan lingkungan, seperti spora Aspergillus oryzae
tetapi tidak setahan endospora bakteri. Ukuran spora kapang antara 2-10 mikron, bisa
lolos pada proses penyaringan dengan ukuran penyaring 100 mesh. Bahan pangan
yang tercemar oleh kapang menjadi lengket, berbulu sebagai hasil produksi miselium
dari spora kapang dan berwarna (Hendritomo, 2003). Kamir adalah mikroba bersel
tunggal dengan ukuran antara 5-25 mikron atau 10 kali lebih besar bakteri (0,5-2,5
mikron), sel kamir sering dijumpai secara tunggal, tetapi ada juga dalam bentuk
pseudomiselium. Beberapa kamir membentuk kapsul yang terdiri dari polisakarida
kompleks. Kamir dapat tumbuh pada media cair maupun padat, lingkungan bergula
dengan pH rendah seperti kecap.
Pada pengujian ini akan diketahui seberapa besar cemaran kapang/khamir
pada sampel kecap manis ampas tahu formula terbaik. Metode yang digunakan adalah
metode uji angka kapang/kamir total, dengan menghitung koloni kapang dan kamir
pada serial pengenceran sampel kecap. Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan
standar standar uji cemaran mikroba SNI 01-3543-1999 yaitu angka kapang maksimal
pada kecap adalah 50 koloni /gram. Dari hasil perhitungan jumlah kontaminasi
kapang/kamir melalui uji angka kapang/kamir dari sampel kecap diperoleh hasil
perhitungan angka kapang/kamir sebanyak 2.5 x 102 koloni/gram (Tabel 17) yang
artinya terdapat 250 koloni kapang/kamir pada setiap gram kecap. Hal ini
menunjukkan total kapang/kamir pada kecap manis ampas tahu formula terpilih tidak
memenuhi syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-3543-1999 yaitu maksimal 50
koloni/gram.
Hasil pemeriksaan terhadap kecap manis skala rumah tangga yaitu kecap
Cap Korma menunjukkan bahwa di dalam produk kecap yang baru jadi atau produk
kecap yang baru saja masuk ke dalam botol, jumlah kapang yang terkandung di
dalamnya sudah mencapai 400 koloni/ml kecap. Selama tiga bulan penyimpanan,
jumlah tersebut terus meningkat dari 400 koloni/ml menjadi 4800 koloni/ml atau
meningkat 1100 % (Hendritomo, 2003). Angka tersebut ternyata jauh lebih besar dari
angka SNI yang memaksimumkan total kapang/kamir sebanyak 50 koloni/ml yang
diperkenankan pada produk kecap. Peningkatan kapang yang cukup besar ini
menunjukkan bahwa kapang mempunyai kemampuan hidup pada konsentrasi gula
tinggi. Konsentrasi gula yang tinggi berangsur sedikit demi sedikit dihidrolisis oleh
kapang untuk pertumbuhannya. Total gula pada kecap menjadi berkurang sementara
total kapang terus meningkat. Peningkatan jumlah kapang secara visual dapat terlihat
40
dengan jelas yaitu terjadinya perubahan fisik dari kecap. Kecap menjadi keruh bahkan
terjadi penggumpalan (Hendritomo, 2003).
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh
Hendritomo, maka total kapang yang dikandung dalam kecap manis ampas tahu
formula terpilih lebih sedikit. Hal ini berarti sanitasi pada proses pembuatan kecap
manis ampas tahu dari persiapan bahan baku sampai pembotolan cukup baik. Menurut
Winarno et al., (1980), untuk mencegah pertumbuhan kamir dan kapang pada produk
kecap perlu ditambahkan bahan pengawet.
G. Pembandingan Mutu Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Kecap Manis Ampas
Tahu Formula Terpilih dengan Kecap Manis Komersial dan SNI 01-35431999
Kecap manis komersial yang telah beredar di masyarakat secara luas masingmasing memiliki karakteristik mutu yang berbeda-beda, namun memiliki penerimaan
tersendiri bagi konsumen yang memilihnya. Oleh sebab itu, diperlukan juga
pembandingan karakteristik baik secara sifat fisik maupun sifat kimia kecap manis ampas
tahu formula terpilih dengan beberapa kecap manis komersial untuk mengetahui apakah
karakteristik mutu yang dimiliki kecap manis ampas tahu formula terbaik menyerupai
kecap manis komersial sehingga memudahkan penerimaan konsumen nantinya.
Pembandingan juga dilakukan terhadap syarat SNI yang meliputi sifat fisik maupun
kimia. Hasil pembandingan karakteristik sifat fisik maupun kimia antara ketiganya dapat
dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pembandingan Mutu Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih dengan
Kecap Manis Komersial dan SNI 01-3543-1999
Kecap Manis
3 Jenis Kecap
Standar Kecap
Parameter Mutu
Ampas Tahu
Manis
Manis SNI 01Formula Terpilih
Komersial
3543-1999
Kadar NaCl (%)
6.84
4.14-4.64
Min. 3%
Kadar Protein (%)
1.99
1.59-2.43
Min. 2.5%
Total Gula (%)
60.31
59.81-62.02
Min. 40%
Total Padatan Terlarut
71.33
75.2-76.2
Min. 10%
(ºBrix)
Viskositas (cP)
1716.67
1080-2240
Kadar Air (%)
22.43
13.64 – 16.67
Angka Lempeng Total
1.8 x 104
Maks. 105
(koloni/g)
MPN Koliform (APM/g)
<3
Maks. 102
MPN E.coli (APM/g)
<3
<3
Kapang/Khamir (Koloni/g)
2.5 X 102
Maks. 50
Dari tabel dapat dilihat bahwa kecap manis ampas tahu formula terpilih dari segi
sifat fisik memiliki nilai viskositas yang masuk dalam kisaran viskositas dari tiga jenis
merk kecap manis komersial yang ada di pasaran. Begitu pula dengan sifat fisik lainnya
yaitu total padatan terlarut yang masuk dalam kisaran total padatan terlarut pada tiga jenis
merk kecap manis komersial. Hal ini menunjukan kecap manis ampas tahu formula
41
terpilih memiliki karakteristik sifat fisik (viskositas dan total padatan terlarut) yang
hampir sama dengan beberapa kecap manis komersial.
Bila dibandingkan dari segi sifat kimia yaitu kadar NaCl, kecap manis ampas tahu
telah memenuhi syarat SNI 01-3543-1999 namun tidak masuk dalam kisaran kadar NaCl
kecap komersial yang hanya berkisar 4%. Namun menurut Judoamidjojo (1987), kecap
manis umumnya memiliki kadar NaCl yang berkisar antara 3-6%. Kadar protein kecap
manis ampas tahu formula terbaik masuk dalam kisaran kadar protein kecap manis
komersial namun tidak mencapai syarat yang ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999 yang
mensyaratkan kadar protein kecap minimal 2,5%. Total gula yang dikandung kecap manis
ampas tahu formula terpilih masuk dalam kisaran total gula kecap manis komersial dan
juga telah memenuhi syarat SNI 01-3543-1999. Kadar air kecap manis ampas tahu
formula terpilih lebih tinggi dari kisaran kadar air tiga jenis kecap manis komersial.
Namun pada SNI 01-3543-1999, tidak terdapat syarat minimum ataupun maksimum
kadar air yang ditetapkan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kecap manis ampas tahu formula
terpilih telah memenuhi syarat SNI 01-3543-1999 kecuali kadar protein dan total kapang.
Hal ini dikarenakan syarat minimal kadar protein yang ditetapkan oleh SNI merupakan
syarat yang ditujukan untuk kecap manis berbahan dasar kedelai yang memiliki kadar
protein awal yang tinggi yaitu 35-40% sehingga untuk kecap manis berbahan dasar
dengan kadar protein yang lebih rendah dari kedelai seperti ampas tahu maka sangat
wajar bila tidak memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-3543-1999. Dari hasil
pembandingan secara keseluruhan, kecap manis ampas tahu formula terpilih memiliki
karakteristik sifat fisik dan kimia yang hampir mirip dengan karakteristik sifat fisik
maupun kimia beberapa kecap manis komersial. Hal ini dapat menjadi peluang bagi kecap
manis ampas tahu untuk diterima dan disukai oleh konsumen.
42
Download