BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Kepala Sekolah Mengelola Konflik 1. Pengertian Konflik Menurut bahasa, konflik dapat di artikan dengan perbedaan; pertentangan dan perselisihan. Konflik merupakan masalah yang serius dalam setiap organisasi, yang mengkin tidak menimbulkan kematian suatu firmaseperti yang terjadi pada Shea & Gould, tetapi pasti dapat merugikan kinerja suatu organisasi maupun mendorong kerugian bagi banyak karyawan yang baik. Selain itu, konflik dapat pula diartikan dengan perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Dalam istilah Al-Qur’an, konflik itu sinonim dengan kata “ikhtilaf”. Menurut Rivai (2012 : 274) Konflik dalam termologi Al-Qur’an sepadan kata “ ikhtilaf” yang berarti berselisih/berlainan ( to be at variance ); mencari sebab perselisihan ( to seek cause of dispute ), dan sebagainya. Konflik juga dapat dikatakan merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan karena pertentangan dua motif atau lebih, yang mendorong seseorang berbuat dua motif atau lebih kegiatan yang saling bertentangan pada waktu yang bersamaan. Konflik pada hakekatnya adalah suatu interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua pihak atau lebih. Konflik organisasi ( organizational conflict ) adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas 5 atau kegiatan-kegiatan kerja dan/atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,nilai atau persepsi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal atau interpersonal ) antar satu pihak dengan pihak yang lain dalam mencapai suatu tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/psikologi dan nilai. Selain itu, konflik menurut Deddy (2012:279) sebagai suatu proses yang bila suatu pihak merasakan bahwa pihak yang lain telah memengaruhi secara negatif, atau segera memengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikanpihak pertama. Pengertian ini mencakup rentang yang luas dari konflikyang dialami dalam organisasi, ketidak cocokan tujuan, perbedaan penafsiran kata,ketidak sepakatan yang didasarkan pada pengharapan perilaku, dan semacamnya. Konflik juga diasumsikan sebagai yang ditentukan, yang dapat timbul pada tingkat yang tersembunyi atau terbuka. Dengan demikian,konflik yang dapat didefenisikan sebagai suatu proses dimana A melakukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghilangkan usaha-usaha B dengan sebentuk usaha untuk menghalangi atau dalam meneruskan kepentingankepentingannya. Selanjutnya pengertian konflik menurut Rivai (2012:279) dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu: a. Pandangan tradisional/lama Menurut pandangan tradisional/lama, konflik itu pada dasarnya buruk/negatif dan tidak perlu terjadi, bahkan harus dihindari dan paling tidak perlu dibatasi. Menurut pandangan ini konflik terjadi akibat adanya ketidak lancarnya komunikasi dan tidak adanya kerpercayaan, serta ketidakterbukaan dari berbagai pihak yang saling berhubungan. Lingkungan mempunyai peranan yang sangat besar didalam membentuk perilaku. Oleh karena itu, apabila lingkungan tersebut menunjukan halhal yang tidak pada tempatnya,seperti: sifat-sifat menentang, sifat saling bersaing sangat berpengaruh besarterhadap pembentukan perilaku. b. Pandangan Hubungan Manusia Pandangan ini berkeyakinan bahwa konflik merupakan hasil wajar dan tidak terelakan dalam setiap kelompok. Disamping itu, pandangan ini mengatakan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki sifat-sifat yang baik, dapat dipercaya, dan dapat berkerja sama. Karena sikapnya yang manusiawi tersebut, maka pandangan lama tentang konflik juga dinamakan aliran hubungan manusiawi (Human Relation).secara singkat aliran tersebut ditandai dengan adanya beberapa gejala pemikiran: 1) Konflik pada dasarnya adalah tidak baik, tidak perlu terjadi dan harus dipecahkan, 2) Konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan, serta tidak adanya sifat terbuka dari pihak yang saling berhubungan, 3) Lingkungan mempunyi peranan yang sangat besar terhadap kemungkinan timbulnya konflik, 4) Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang memiliki sifat-sifat positif,bisa berkerja sama, dan dapat dipercaya c. Pandangan Interaksional Pandangan ini berkeyakinan bahwa konflik tidak hanya suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif. Dengan demikian, konflik pada hakekatnya mengandung arti segala macam bentuk hubungan manusia yang menandai sifat berlawanan. Dalam kehidupan organisasi yang didalamnya melibatkan interaksi antar berbagai manusia, baik secara indivudual maupun kelompok, masalah konflik merupakan fakta yang tidak bisa dihindarkan. Sebenarnya konflik itu sendiri pada hakikatnya merupakan proses dinamis yang dapat dilihat, diuraikan, dan dianalisis. Konflik bisa mempunyai konotasi positif maupun negatif, memandang pada cara memilah hakikat konflik dan pengaruhnya terhadap efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Akibat kedua cara pandangan yang saling berbeda tersebut, lahirlah pandangan tentang konflik,yaitu pendapat yang berhaluan tradisional atau lama, dan pendapat berhaluan modern atau baru yaitu Menurut Rivai (2012: 281) pandangan baru bahwa konflik itu baik, karena dalam kehidupan organisasi konflik itu dianggap perlu, walawpun memerlukan pengaturan-pengaturan tertentu. Bahkan konflik itu sendiri merupakan kenyataan yang bisa dihindari. Menurut pandangan baru ini, usaha untuk mengurangi atau meniadakan konflik merupakan tindakan yang tidak realistis dan tidak perlu. Oleh karena itu, menurut pandangan baru tersebut bahwa konflik pada hakikatnya dipengaruhi oleh latar belakang pemikiran sebagai berikut:1) Konflik itu baik dan diperlukan sehingga konflik merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dihindarkan. 2) Konflik itu timbul akibat adanya berbagai aktivitas seperti usaha untuk memperoleh penghargaan, pemenuhan berbagai kebutuhan, status, tanggung jawab, bahkan juga memperoleh kekuasaan. 3) Apabila pandangan lama, menganggap lingkungan mempunyai peranan yang penting justru aliran baru berpendapat lain. Ada beberapa faktor penentu yang berpengaruh, seperti faktor keturunan dan aspek-aspek psikologi lainnya. 4) Mengakui bahwa manusia pada dasarnya adalah tidak buruk. Tetapi manusia itu sendiri akan akan sangat didorong oleh berbagai gejala, agresivitas, self seeking, dan naluri berkompetisi. Sehubungan dengan adanya dua pandangan yang saling bertentangan terhadap konflik tersebut, maka bila tidak ada konflik mungkin akan menunjukan otokrasi, kesatuan stagnasi dan kesulitan mental, sedangakan bila terjadi konflik mungkin akan menunjukan demokrasi, perbedaan, pertumbuhan,dan aktualisasi diri. Jika konflik dikelolah secara cepat, konflik tersebut bisa saja distimulasikan maupun dipecahkan atau diatasi. Bertolak dari pandangan tersebut, apabila terjadi suatu konflik, akan memberikan tanda-tanda tertentuterhadap suatu kenyataan. Biasanya ada empat hal yang sering dipermasalahkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, yaitu, (a) Fakta, situasi atau masalah yang ada pada saat itu, (b) Metode, cara terbaik untuk mencapai tujuan, (c) Tujuan, apa yang seharusnya ingin dicapai, dan, (d) Nilai, dukungan baik kualitas maupun tujuan jangka panjang. Dengan demikian, suatu konflik terjadi, apabila dalam kenyaataan menunjukkan timbulnya berbagai gejala sebagai berikut: (a) Ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok terlibat dalam suatu interaksi yang berlawanan, (b) Adanya saling pertentangan dalam mencapai tujuan dan/ atau adanya suatu norma atau nilai-nilai yang saling berlawanan, (c) Adanya interaksi yang ditandai dengan perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihaklain untuk memperoleh kemenangan seperti: status, tanggu jawab, pemenuhan kebutuhan,dan sebagainya, (d) Adanya tindakan yang saling berhadap-hadapan akibat pertentangan, (e) Adanya ketidakseimbangan akibat usaha masing-masing pihak yang berkaitan dengan kedudukan atau kewibawaan, harga diri, prestise,dan sebagainya. Disamping hal-hal tersebut, konflik dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai segala macam bentuk hubungan antarmanusia yang bersifat berlawanan (antagonistik). Dengan kata lain, konflik adalah segala macam bentuk pertikaian yang terjadi dalam organisasi, baik antara seseorang dengan seseorang, antara seseorang dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian, konflik pada hakikatnya dapat di definisikan sebagai segala macam interaksi prtentangan atau antagonistik antra dua pihak atau lebih. Konflik bukan merupakan tanda kelemahan organisasi atau bukti kegagalan pimpinannya, kaerna konflik merupakan tanda bahwa suatu organisasi sedang berada dalam atau sedang berdiri di ambang kesulitan seperti halnya rasa sakit. Suatu organisasi atau sistem sosial yang berusaha menekan adanya konflik, melarang pengungkapan perbedaan pendapat, kehilangan umpan balik untuk memperbaiki diri dan menciptaka stabilitas. Kendatipun demikian, para pemimpin memehami beberapa hal yang dapat menimbulkan konflik, terutama mendapatkanmanfaan dalam menanganinya dan untuk menarik keuntungan dalam menciptakan perilaku orgaanisasi yang berguna bagi peningkatan efektivitas organisasi. Boulding dalam ( Rivai 2012; 282) mengemukakan ada empat unsur dalam konflik, yaitu (1) the parties; (2) the field of conflict; (3) the dynamics of the situation;and (4) the management, control, or resolution of conflict.” Unsur pertama: “ the perties” yang berada dalam konflik pada umumnya tidak ada dua, misalnya seorang lawan seorang, perorangan lawan kelompok, perorangan lawan organisasi, perorangan lawan kelompok, kelompok lawan organisasi, atau organisasi lawan organisasi lain. Unsur kedua adalah “ the field of conflict atau bidang konflik.” Dalam rumusan Boulding dikatakan sebagai berikut: “ the whole set of relevant possible statesof social system. ( Any state of the social system which either of the parties to a conflict consider relevant state).” Dengan demikian dalam unsur ini boulding memasukkan semua kemungkinan arah perkembangan konflik seperti konflik tertutup, konflik terbuka atau konflik konfrontasi. Unsur ketiga adalah “ the dynamics of situaton” yaitu suatu situasi di mana masing-masing kelompok berusaha mendekati pihak ketiga yang dianggap mempunyai kedudukan setingkat atau lebih tinggi dari pihak yang yang menjadi lawannya. Unsur keempat: “ menagement, control, or resolution of conflict.” Dalam unsur ini terkandung pengrtian bahwa konflik bukanlah sesuatu yang dapat berdiri dan tidak dapat secara jelas dibedakankapan mulainya dan kapan pula terakhir. Menurut Luthans dalam Akdon (2011;17) konflik merupakan ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota organisasi, sebagaimana dikemukakan berikut, “ Conflict has been defined as the condition of objective incompatibility between values or goal, as the behavior of deliberately interfering with another’s goal achievement, and emotionally in term of hostility”. Lebih lanjut luthans mengemukakan perilaku konflik dimaksud adalah perbedaan kepentingan, perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan perbedaan tanggungjawab dalam aktivitas organisasi. Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Walton (1987;2) dalam Wahyudi (2011: 37) yang mengatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan idea tau inisisatif antara bawahan dengan bawahan, manajer dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Perbedaan inisiatif dan pemikiran sebagai upaya identifikasi masalah-masalah yang menghambat pencapaian tujuan organisasi. 2. Komponen Konflik Menurut Rivai (2012 : 283) Secara umum konflik itu terdiri atas tiga konponen, yaitu: a. Interest (kepentingan), yakni sesuatu yang memotivasi orang yang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya. b. Emotion (emosi), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, penolakan. c. Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dirasakan secara nyata. Nilai berada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia. 3. Proses Pengendalian Konflik Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa konflik merupakan pertantangan hubungan kemanusiaan, baik secara intrapersonal ataupun interpersonal yang dapat diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar kemana-mana dan memusnahkan jika tidak ditangani dengan baik. 4. Ciri-ciri Konflik Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah : 1) Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan. 2) Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan. 3) Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosiopsikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri. 4) Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut. 6. Jenis-jenis Konflik Dalam aktivitas organisasi, dijumpai bermacam-macam konflik yang melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Beberapa kejadian konflik telah diidentifikasi menurut jenis dan macamnya oleh sebagian penulis buku manajemen perilaku organisasi, psikologi maupun sosiologi. Polak (dalam Wahyudi 2011;30) membedakan konflik menjadi empat jenis yaitu : 1) konflik antar kelompok, 2) konflik intern dalam kelompok, 3) konflik antar individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan, dan 4) konflik intern antar individu untuk mencapai cita-cita. Konflik yang terjadi pada lingkungan masyarakat lebih bervariasi, tidak hannya melibatkan kepentingan individu dan kelompok. Dikemukakan oleh Soekamto, S (1981;76), jenis-jenis konflik meliputi : 1) konflik pribadi, 2) konflik rasial, 3) konflik antar kelas-kelas sosial, 4) konflik politik antar golongan-golongan dalam masyarakat, 5) konflik berskala internasional antar Negara. Menurut Wahyudi konflik antar pribadi, disadari bahwa setiap individu mempunyai perbedaan dan keunikan, yang berarti tidak ada individu yang sama persis di dalam aspek-aspek jasmani maupun rohaninya. Timbulnya perbedaan individu dikarenakan berbagai faktor antara lain : faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama bagi terbentuknya kepribadian. Perbedaan individu dapat dijadikan kekuatan bagi organisasi karena keahlian dan keterampilan yang dimiliki masing-masing individu dapat saling menunjang dalam pencapaian tujuan organisasi. Akan tetapi sebaliknya, perbedaan yang ada dapat menghambat kinerja organisasi apabila setiap anggota terfokus pada kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan yang lebih besar yaitu tujuan organisasi. Wahyudi (2011;31) menambahkan konflik antar kelompok, selama pertentangan dilakukan secara jujur, maka solidaritas kelompok tidak akan goyah. Persaiangan yang jujur akan menyebabkan individu-individu semakin padu dalam mempertahankan prestasi kelompok. Konflik dapat mendorong kelompok bekerja lebih giat, masing-masing anggota termotivasi untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi kemajuan kelompok. Konflik rasial, sumber konflik bukan hannya perbedaan kepentingan, tujuan maupun kegagalan dalam komunikasi akan tetapi perbedaan kebudayaan dan cirri-ciri badaniah dapat menajdi latar belakang timbulnya konflik. Konflik rasial merupakan salah satu jenis konflik yang lebih luas dibandingkan dengan konfli kelompok. Ras yang berjumlah mayoritas di suatu masyarakat cenderung ingin menguasai dan merasa mempunyai hak yang lebih luas. Sedangkan ras minoritas berusaha menuntut persamaan hak dan ingin diperlakukan adil. Konflik antar Kelas-kelas Sosial menurut Wahyudi (2011:31), masyarakat terdiri dari beberapa lapisan sosial yang hidup saling membutuhkan. ajenjang pendidikan dan tingkat kekayaan anggota masyarakat sangat bervariasi. Kelompok orang-orang kaya membantu kelompok miskin dalam bentuk santunan maupun memberikan kesempatan/peluang pekerjaan. Demikian halnya kelompok masyarakat yang berpendidikan menjalankan tugas sebagai pendidik masyarakat melalui lembaga yang bersifat formal (khusus, perkumpulan/pengajian). Konflik terjadi manakala subsub sistem di masyarakat tidak menjalankan fungsi secara adil dan proporsional sehingga kelompok masyarakat tertentu merasa terabaikan. Handoko, (1992;43) membedakan Konflik menjadi 5 jenis yaitu : 1) konflik dalam diri individu, 2) konflik antar individu dalam organisasi, 3) konflik antar individu dengan kelompok, 4) konflik antar kelompok, dan 5) konflik antar organisasi. Konflik antar guru dengan siswa berkenaan dengan penegakan disiplin oleh guru, proses belajar yang kurang memuaskan siswa, atau guru kurang perhatian terhadap murid. Konflik antar guru dengan kepala sekolah manyangkut masalah pembagian tugas yang tidak merata, sistem ganjaran yang tidak berdasarkan prestasi kerja. Perbedaan pendapat antara orang tua dan guru karena orang tua terlalu banyak mencampuri kurikulum sekolah, orang tua memandang guru tidak mampu meningkatkan prestasi belajar anak. Berbagai jenis konflik di atas merupakan gambaran umum kejadian konflik yang muncul pada setiap organisasi. Sedangkan intensitas konflik pada masing-masing berbedda bergantung pada bagaimana individu atau kelompok menanggapi, menafsirkan kejadian konflik. Sedangkan gaya manajemen konflik yang dilakukan oleh pimpinan dapat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan Organisasi. 7. Penyebab Konflik Setiap manusia memppunyai perbedaan dalam hal kecerdasan, kemampuan, sikap, bakat, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, minat maupun kebutuhan. Perbedaan-perbedaaan yang melekat pada diri individu dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, akan tetapi perbedaan dapat menimbulkan pertentangan di antara individu. Perbedaan individu harus diarahkan dan dikelola secara baik agar dapat mendorong perkembangan individu maupun kelompok. Menurut Wahyudi (2011;34) Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik dalam mencapai tujuan. Karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktor-faktor penyebabnya. Konflik sering muncuk karena kesalahan dalam mengkomunikasiakan keinginan dan adanya kebuthan dan nilai-nilai kepada orang lain. Stoner (dalam Wahyudi 2011;35) kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami oleh karyawan karena perbedaan pengatahuan, kebutuhan, dan nilai-nilai yang diyakini pimpinan. Suatu sistem nilai merupakan pandangan hidup bagi manusia yang menganutnya. Menurut Winardi (1990:221) nilai-nilai yang dianut oleh seorang pimpinan akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang dijalankannya. Gaya kepemimpinan kontingensi berguna untuk memecahkan maslahmaslah manajemen. Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Hersey (dalam Wahyudi 2011;35) bahwa gaya kepemimpinan kontingensi dapat berjalan secara efektif dalam menyelesaikan kinflik dalam organisasi bergantung pada situasi yang diciptakannya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam organisasi sering menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat, keyakinan dan ide-ide. Menurut Terry (dalam Wahyudi 2011:35) perubahan dan perkembangan dalam upaya menyesuaikan diri berusaha mengubah lingkungan sesuai dengan tujuan yang diciptakan. perubahan dan perkembangan organisasi berkenaan dengan perkembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya non manusia, perluasan struktur organisasi, meningkatnya beban tugas padda setiap unit, dan semakin meningkatnya permintaan dalam hal produksi maupun jasa. konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa, para anggota bersaing untuk mendapatkan sumberdaya organisasi yang terbatas, bertambhanya beban kerja, aliran tugas yang kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi, dan adanya perbedaan status, tujuan atau persepsi. Penyebab konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mepersepsi, dan memberikan tanggapan pada lingkungan kerjanya. Wahyudi (2011;36) mengidentifikasi sumber-sumber terjadinya konflik dikarenakan adanya pengawasan yang terlalu ketat terhadap karyawan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber organisasi yang terbatas, perbedaan nilai, perbedaan keyakinan, dan persaingan antar kelompok. Konflik terjadi dikarenakan ada kondisi yang mendahului, dan kondisi itu merupakan sumber munculnya konflik. Hardjana, A. M, 1994; 78). Munculnya berbagai konflik merupakan dinamika dan perkembangan organisasi, karena itu pimpinan perlu memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik, dan mencermati konflik sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipisahkan dari persoalan organisasi. Tugas pimpinan adalah mengelola konflik agar dapat fungsional guna dimanfaatkan untuk meningkatkan performansi kerja, Aspek fungsional dari konflik dapat terjalinnya kerjasama para anggota organisasi, pimpinan menemukan cara memperbaiki prestasi organisasi, terciptanya suasana kondusif dalam organisasi, kinerja organisasi semakin meningkat. Konflik fungsional berdampak pada peningkatan kerja individu dan pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas organisasi. Konflik terjadi dikarenakan berbagai sebab dan alasan, Aldag (dalam Wahyudi 20011;36) mengidentifikasi sumber-sumber konflik meliputi “task inderdependenc, goal incompatibility, differentiation of rules and point of view, uncertainly (the sgifing of the task scope). And reward system”. Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Robins (dalam Wahyudi 2011;37) bahwa konflik organisasi disebabkan oleh adanya saling ketergantungan pekerjaan, ketergantungan pekerjaan satu arah, diferensiasi horizontal yang tinggi, formalisasi yang rendah, perbedaan kriteria evaluasi dan sistem imbalan, keanekaragaman anggota, perbedaan status dan peran seta distorsi komunikasi. Demikian pula Arnold (dalam wahyudi 2011;37) menyetakan bahwa, konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem control organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik, terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan. Menurut Rivai (2009;283) Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu: a. Biososial: Para pakar menajemen menetapkan frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya. b. Kepribadian dan interaksi: termasuk didalamnya kepribadian yang (suka menghasut), ganguan psikologi, kemiskinan, abrsif keterampilan interpersonal, kejengkelan, persaingan (rivalitas, perbedaan interaksi, ketidaksederajatan hubungan. c. Struktural: banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi menjdai konflik, seperti tentang hak asasi manusia, gender, dan sebagainya. d. Budaya dan ideologi: intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaan politik, sosial, agama dan budaya. e. Konvergensi (gabungan): Dalam situasi tertentu sumber-sumber konflik itu menjdi satu. Menurut Hardjana dalam Akdon (2011;19) lingkaran konflik terdiri dari halhal sebagai berikut : (1) kondisi yang mendahului, (2) kemungkinan konflik yang dilihat, (3) konflik yang dirasa, (4) perilaku yang nampak, (5) konflik ditekan atau dikelola, (6) dampak konflik. Sedangkan Terry menjelaskan bahwa konflik pada umumnya mengikuti pola yang teratur yang ditandai timbulnya suatu krisis, selanjutnya terjadi kesalahpahaman antar individu maupun kelompok, dan konfrontasi menjadi pusat perhatian, pada tahap berikutnya krisis dialihkan untuk diarahkan dan dikelola. Sumber-sumber konflik menurut Feldman dalam Akdon (2011:37) dapat dilihat pada gambar dibawah ini The Sources of Conflict 1. Condition Of Work -Task Independence -Task ambiguity Difference in work orientation -Interpesonal conflict -Intergroup conflict 2. Organitation control system -Resource interdependence -Competitive reward System -Dysfunctional of control system -Using competition as a motivational strategy