107 STANDAR KOMPETENSI PROFESIONAL GURU Oleh: Wahyudi (Ilmu Pendidikan, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Keberhasilan guru dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran tidak terlepas dari kompetensi yang dimilikinya. Betapapun tinggi semangat dan motivasi yang dipunyai oleh guru, maka kinerja guru tidak dapat maksimal jika tidak dimbangi dengan penguasaan kompetensi profesional yang dipersyaratkan. Kompetensi profesional mencakup sub kompetensi sebagai berikut: (1). menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi, menguasai konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, dan (2). menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Kata Kunci: Kompetensi Profesional, Substansi Keilmuan, Penelitian Praktis. Pendahuluan Kualitas pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor dominan antara lain; guru, kepemimpinan kepala sekolah, sarana dan prasarana sekolah termasuk kelengkapan buku, media/alat pembelajaran, perpustakaan sekolah, tanpa terkecuali kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan peserta didik. Dari sejumlah faktor dominan dimaksud, guru menempati posisi sentral karena bertanggung jawab langsung dalam proses pembelajaran di kelas dan sekaligus membimbing perkembangan anak didik dalam aspek kepribadian dan sosial. Karena itu agar proses pembelajaran dan bimbingan yang dilakukan guru dapat terarah dan mencapai tujuan yang ditetapkan maka guru harus menguasai kompetensi-kompetensi; pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial. Sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi; (1). kompetensi pedagogik, (2). kompetensi kepribadian, (3). kompetensi profesional, dan (4). kompetensi sosial. Keempat kompetensi dimaksud dibutuhkan dalam aktivitas pendidikan dan sebagai pedoman perilaku guru dalam melaksanakan tugas di sekolah maupun dalam hubungannya dengan stakeholder bidang pendidikan. Kompetensi profesional sebagai salah satu pilar pendukung peningkatan kualitas guru perlu dikembangkan sejalan dengan kebutuhan lingkungan. Sebagaimana dikemukakan oleh Raka Joni (1992:25) bahwa, kemampuan profesional guru diupayakan terusmenerus berkembang sesuai kebutuhan lingkungan dan pertumbuhan jabatan profesi. Sedangkan jabatan profesi mengharuskan anggotanya untuk mengembangkan bidang ilmu yang 108 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010 menjadi landasan dan pedoman kerja terutama dalam melayani masyarakat. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru (Depdiknas, 2006:5). Hal yang sama dikemukakan oleh Samana (1994:21) sebagai berikut: “Guru yang berkualifikasi profesional, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap cara mengajarkannya secara efektif dan efisien”. Kompetensi profesional dijelaskan dalam bahan sosialisasi sertifikasi guru mencakup sub kompetensi sebagai berikut: (1). menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yaitu; memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, dan (2). menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Untuk memahami lebih lanjut tentang kompetensi profesional guru, maka kajian lebih luas akan di jelaskan dalam beberapa sub pokok bahasan yang merupakan satu kesatuan dari kompetensi profesional guru. Sedangkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai melalui unit ini adalah agar peserta didik dapat: (1). menjelaskan definisi profesional, (2). mengklasifikasikan kompetensi profesional ke dalam indikatorindikator inti dari kompetensi profesional, (3). menguraikan arti dari setiap indikator-indikator inti kompetensi profesional, (4). menjelaskan pendekatan bahan pelajaran, (5). menjelaskan langkahlangkah penelitian praktis, (6). mampu menjelaskan landasan kurikulum. Menguasai Materi Bidang Studi dan Kurikulum Sekolah Menguasai Materi Bidang Studi Penguasaan materi bidang studi merupakan kompetensi pertama yang harus dimiliki guru sebagai dasar untuk melaksanakan program pembelajaran yang lebih bermakna. Bahan bidang studi terdiri atas pokokpokok bahasan atau materi-materi pelajaran yang disajikan setiap kali tatap muka di kelas. Dijelaskan oleh Jerrold E. Kemp (1994:83) bahwa materi pelajaran memberikan inti informasi yang diperlukan dalam pokok bahasan, selanjutnya informasi menumbuhkan pengetahuan dan hasil akhirnya adalah pemikiran intelektual dan pemahaman. Sedangkan pokok bahasan adalah nama satuan atau komponen mata pelajaran yang membahas isi bidang pengetahuan yang akan dipelajari. Dalam perencanaan pembelajaran, pokok bahasan dirinci ke dalam bagianbagian yang lebih kecil menjadi sub pokok bahasan sebagai materi pelajaran. Pada kenyataannya, guru yang mengajar di sekolah tidak mengajarkan bidang studi, tetapi Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi) mengajarkan bahan bidang studi atau materi pelajaran. Johnson (Tanjung dan Suryadi, 1999:81) menjelaskan bahwa penguasaan materi terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang akan diajarkan. Selanjutnya materi dapat dikaji dari (1). sudut isi bahan, dan (2). pendekatan bahan pelajaran. Dikaji dari sudut materi, bahan pelajaran dapat digolongkan enam jenis yaitu; fakta, konsep, prinsip, keterampilan, pemecahan masalah, dan proses. Bahan pelajaran yang berisi fakta adalah bahan yang isinya terdiri dari sejumlah fakta atau informasi yang kebenarannya tidak diragukan lagi karena dapat secara mudah dipahami oleh yang berkepentingan. Jika fakta dimaksud dikemudian hari mulai dipertanyakan dan diperdebatkan kebenarannya, maka dilakukan pengkajian lebih lanjut melalui diskusi, seminar, penelusuran terhadap bukubuku yang menginformasikan fakta itu. Dilihat cara menguasai bahan pelajaran yang berisi fakta dengan cara membaca berulang kali kemudian menghafal. Fungsi daya ingatan sangat besar perannya karena bahan pelajaran yang bersifat fakta umumnya bersumber dari pengalaman. Bahan pelajaran yang berisi konsep adalah bahan yang isinya berupa gagasan, ide, pendapat, dalil atau teori. Konsep itu bersifat abstrak, namun akan menjadi nyata jika diwujudkan dalam bentuk benda atau perbuatan. Misalnya konsep tentang bilangan genap dan ganjil yang dilambangkan dalam angka 2, 6, 8 dan 3, 5, 9. Bahan bidang studi konsep bersumber dari rasio dan 109 pengalaman, contoh lainnya tentang pembaharuan pendidikan di indonesia melalu manajemen berbasis sekolah (MBS). Bahan pelajaran yang berisi prinsip, isinya berupa tuntunan praktis untuk pelaksanaan kegiatan tertentu. Bahan pelajaran yang bersifat prinsip merupakan bahan yang memberikan tuntunan bagi suatu perbuatan yang diharapkan sehingga setiap tindakan yang dilakukan dapat dikontrol dengan baik. Contoh dalam bidang pendidikan antara lain, prinsip-prinsip belajar dan mengajar. Bahan pelajaran yang berisi keterampilan, terdiri dari atas keterampilan-keterampilan tertentu yang harus dikuasai, terutama yang menyangkut keterampilan motorik, sebagai contoh; keterampilan mengemas barang, keterampilan menata ruangan. Bahan pelajaran yang bersifat keterapilan banyak terdapat dalam bidang studi kejuruan. Cara mempelajarinya dengan tugas dan latihan. Bahan pelajaran yang berisi pemecahan masalah adalah bahan yang isinya mengandung unsur pemecahan masalah. Dalam pokok bahasan atau materi pokok, siswa ditugasi untuk berfikir menghadapi persoalan, kemudian diakhiri dengan pengambilan kesimpulan. Pemecahan masalah merupakan suatu proses yang diawali dengan mengenali masalah dilanjutkan dengan klasifikasi masalah, kemudian pencarian alternatif pemecahan masalah yang terbaik diantara sederetan pilihan dan diakhiri dengan tindakan atau tindak lanjut dari alternatif yang ditetapkan dan bila perlu dilakukan evaluasi. Bahan pelajaran yang berisi proses adalah bahan yang melukiskan 110 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010 proses terjadinya sesuatu seperti proses terjadinya hujan, proses terjadinya buah tanaman, ataupun proses penguapan. Bahan pelajaran yang bersifat proses bersumber dari pengalaman. Cara mempelajarinya melalui praktikum di laboratorium atau studi lapangan. Dikaji dari sudut pendekatannya, bahan pelajaran dapat diklasifikasi ke dalam empat bagian yaitu; bahan pelajaran yang bersifat linier, kumulatif, praktikal, dan eksperimentasi. Bahan pelajaran yang bersifat linier yaitu bahan pelajaran yang disusun secara berurutan dari yang mudah kepada yang sukar, atau dari yang sederhana kepada yang kompleks dan diajarkan secara berangsur-angsur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Dapat pula dikatakan bahwa bahan pelajaran ini disusun dari keadaan yang konkrit melaju pada yang abstrak. Bahan yang konkrit mudah dimengerti oleh siswa, sebab bahan ini sangat berhubungan dengan pengalaman siswa. Bahan yang abstrak sulit dicerna siswa karena di luar pengalaman siswa. Oleh sebab itu bahan yang konkrit lebih dulu diberikan kepada siswa, kemudian secara berangsur-angsur dikenalkan bahan yang abstrak. Bahan pelajaran kumulatif disusun dalam serangkaian tingkatan yang berkesinambungan seperti bahan pelajaran yang bersifat linier. Siswa mempelajari dari ruang lingkupnya yang lebih luas dengan tidak mementingkan tingkatan-tingkatan tertentu. Pendekatan metodologinya adalah child centered, pengajaran seluruhnya berpusat pada kebutuhan, minat, dan perhatian siswa. Misalnya pelajaran komunikasi sosial pada bidang studi IPS, lebih dulu kita ajarkan komunikasi pada umumnya kemudian berangsur-angsur kita ajarkan kumunikasi antar individu, komunikasi antar golongan, komunikasi dua arah, komunikasi satu arah. Pelajaran IPS, PMP, atau Geografi lebih berhasil diberikan mulai dari keseluruhan menuju kepada bagian-bagian. Bahan pelajaran praktikal dilaksanakan melalui drill atau latihan, dapat pula dengan cara demontrasi ataupun tugas. Strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi sangat penting. Pelajaran olah raga, seni tari ataupun kejuruan banyak muatan bahan pelajaran praktik. Pelajaran olah raga, seni tari ataupun kejuruan, tujuannya tidak hanya mencakup keterampilan yang sederhana, tetapi lebih lanjut dikembangkan keterampilan yang kompleks yang menjurus kepada keterampilan profesional. Bahan pelajaran eksperiensial ini erat kaitannya dengan bahan pelajaran praktikal, hanya saja pada eksperiensial menekankan unsur kreativitas. Pendekatan bahan pelajaran ini diharapkan siswa diharapkan dapat mengembangkan kegiatannya dalam bentuk kreativitas, tidak terlalu terikat oleh kebiasaankebiasaan tertentu. Bahan pelajaran ini banyak memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menciptakan konsep atau gagasan baru sehingga pelajaran lebih berkembang ke arah yang lebih sempurna. Sebagai contoh, guru menanyakan manfaat serabut kelapa, maka akan banyak muncul pemikiran anak yang beraneka ragam, misal; dapat dibuat sapu, untuk isi kasur, Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi) untuk hiasan dinding dan sebagainya. Dengan demikian dapat menumbuhkan kreativitas anak. Dengan demikian, apabila guru dapat mengkaji bahan pelajaran dari sudut isi bahan dan pendekatannya dapat menjadi dasar dalam menguasai konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang akan diajarkan. Menguasai Kurikulum Sekolah Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain membenahi sistem pendidikan nasional, pengaturan jenjang dan satuan pendidikan, ataupun pemantapan kurikulum di sekolah. Dari beberapa pengertian tentang kurikulum, pada umumnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk memperlancar proses pembelajaran di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Namun demikian ada sejumlah ahli yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, termasuk kegiatan ekstra kurikuler. Sejalan dengan pengertian di atas, maka fungsi kurikulum bagi guru adalah sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Melalui kurikulum, guru dapat menyusun program pengajaran. Karena itu guru sebagai pendidik dan agen pembelajaran harus menguasai dan sekaligus mampu mengembangkan kurikulum agar sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kebutuhan peserta didik. Menguasai kurikulum bidang 111 studi berarti dapat merumuskan standar kompetensi bidang studi, dapat menentukan kompetensi dasar, memilih materi pokok, mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi yang tepat, dapat melakukan penilaian, sesuai alokasi waktu, mampu memanfaatkan sumber dan alat pembelajaran. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan suatu pembuatan kurikulum yang akan berjalan (Dimyati dan Mudjiono, 1999:264). Agar pengembangan kurikulum sesuai dengan tuntutan kebutuhan lingkungan, maka diperlukan landasan-landasan pengembangan. Landasan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dari Depdiknas (2004) sebagai determinan atau faktor penentu pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, landasan sosial budaya dan agama, landasan ilmu pengetahuan, dan landasan kebutuhan masyarakat. Landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakekat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, keindahan, dan hakekat pikiran yang ada dalam masyarakat. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Landasan sosial, budaya dan agama. Realitas sosial, budaya dan agama yang ada dalam kehidupan 112 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010 masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum. Nilainilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang dianut. Karena itu nilai keagamaan berhubungan dengan kepercayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepercayannnya. Sedangkan nilai sosial budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Landasan ilmu pengetahuan. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan. Sukmadinata (1988:82) mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung menjadi isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung, pendidikan dapat membekali masyarakat agar mampu memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Landasan kebutuhan masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat pada saat ini secara otomatis akan mempengaruhi kehidupan masyarakat pada umumnya. Kehidupan masyarakat mengalami perubahan, kebutuhan juga mengalami perubahan. Pendidikan harus mengantisipasi kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Karena itu pengembangan kurikulum diisi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sehingga pendidikan dapat membantu mengatasi masalah di masyarakat. Landasan perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat pada tiap komunitas berbeda, ada yang lambat dan ada yang sangat cepat. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, iptek, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat (Dimyati & Mudjiono, 1999:272). Lebih lanjut dikemukakannya, falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat, nilai-nilai sosial budaya akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka diperlukan kurikulum yang berdasarkan perkembangan masyarakat itu sendiri. Merujuk pada landasan-landasan pengembangan kurikulum sebagaimana di jelaskan di atas, selanjutnya memilih pendekatan kurikulum yang serasi untuk menentukan mata pelajaran/mata kuliah yang akan disajikan, termasuk ruang lingkup dan konsekuensinya yang dapat mencapai tujuan lembaga pendidikan. Pendekatan pengembangan kurikulum secara umum meliputi; (1). pendekatan bidang studi, (2). pendekatan interdisipliner, (3). pendekatan rekonstruksionisme, (4). pendekatan humanistik, (5). pendekatan (accountability), pertanggungjawaban (6). pendekatan pembangunan nasional. Pendekatan bidang studi menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum. Yang diutamakan oleh pendekatan bidang studi adalah penguasaan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Pendekatan ini lebih mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya karena disiplin ilmu telah jelas batasannya dan lebih Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi) mudah dipertanggungjawabkan apa yang diajarkan. Pendekatan interdisipliner, pendekatan interdisipliner berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak secara parsial tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan. Pendekatan interdisipliner bermanfaat bagi siswa agar memahami hubungan yang komplek antara kejadian-kejadian alam maupun sosial secara utuh dan komprehensif. Pendekatan rekonstruksionisme, pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi udara, rasialisme, urbanisasi, kemiskinan di kota, masalah ketidakadilan, hak asasi manusia. Terdapat dua aliran utama rekonstruksionisme yang berbeda pandangan terhadap kurikulum, yakni rekonstruksionisme konservatif dan rekonstruksionisme radikal. Aliran rekonstruksionisme konservatif menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalahmasalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat. Sedangkan aliran rekonstruksionisme radikal berpendapat bahwa pendidikan formal dan non formal di suatu negara mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial baru. Aliran ini mengembangkan sekolah 113 yang tidak humanis serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo. Pendekatan humanistik, pendekatan ini memusatkan kurikulum pada siswa “studentcentered”, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik berkeyakinan bahwa aspek mental dan emosional dipandang penting dalam kurikulum. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun sosial. Siswa pada kelas rendah diajarkan cara bergaul, saling tukar pengalaman, sopan santun dalam berperilaku, mengembangkan rasa percaya akan kemampuan diri. Pendekatan Pertanggungjawaban (accountability), yaitu pertanggungjawaban lembaga pendidikan dalam melaksanakan tugas kepada masyarakat. Walaupun pendekatan ini bukan sesuatu yang baru, namun mulai mendominasi kurikulum tahun 1990-an dan mengharuskan sistem pendidikan agar lebih memperhatikan pengukuran efektivitas berdasarkan standar akademis yang ditetapkan. Suatu sistem pendidikan yang akuntabel menentukan standar dan tujuan yang jelas serta mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu. Pendekatan pembangunan nasional berorientasi pada sistem politik negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap warga negara. Peranan pendidikan adalah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan 114 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010 kepada kesejahteraan umum sebagai warga negara aktif. Sistem pendidikan diatur hingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendesain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan ditempati. Suatu sistem rekruitment dan seleksi yang komprehensif harus disusun untuk menjaring orang yang mempunyai bakat sesuai dengan program tertentu. Landasan dan pendekatan pengembangan kurikulum sebagaimana dijelaskan di atas dapat menjadi pedoman dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. Mampu Menerapkan KonsepKonsep Keilmuan dalam Kehidupan Sehari-hari Ilmu pengetetahuan yang dipelajari siswa di sekolah paling tidak dapat membekali seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan wawasan untuk menjadi warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan mampu hidup secara mandiri. Sedangkan guru sebagai agen pembelajaran tidak hanya pandai mengajarkan konsep, struktur dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi pelajaran tetapi juga dapat menerapkan konsepkonsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan selanjutnya memberikan contoh kepada siswanya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi (Depdiknas, 2003) bahwa materi pelajaran yang dikembangkan harus ilmiah, berdasarkan kebutuhan siswa, sistematis dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Karena itu konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan kewenangan secara luas dan nyata kepada satuan pendidikan dalam mengembangkan sekolah agar lebih bermutu sangat relevan dengan harapan masyarakat. Supriadi (1998: 300) mengemukakan bahwa dimensi instrumental dari mutu pendidikan mempersyaratkan keluaran pendidikan haruslah relevan dengan tuntutan kerja dan perubahan sosial. Konsekuensinya dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar harus mengantisipasi perubahan sosial yang terjadi dan materi pelajaran di sekolah sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan memberikan bekal kehidupan bagi peserta didik. Ada kecenderungan kuat bahwa secara kualitatif, prestasi belajar siswa lebih diukur dari dimensi instrumentalnya daripada dimensi instrinsik yang menunjuk pada pada pengajaran sebagai wahana untuk mengembangkan manusia yang bermutu dari segi sikap, kepribadian, dan kemampuan intelektual sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional. Menguasai Langkah-Langkah Penelitian Guru dalam melaksanakan pembelajaran seringkali dihadapkan pada masalah-masalah antara lain; siswa kurang termotivasi dalam belajar, siswa tidak disiplin dalam belajar dan tidak mentaati peraturan sekolah, siswa tidak mau bekerjasama dengan teman sekelas, siswa kurang Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi) perhatian pada guru, siswa kurang percaya diri sehingga tidak mau menjawab pertanyaan guru ataupun siswa tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Permasalahan-permasalahan tersebut apabila dibiarkan dapa berakibat pada menurunnya prestasi belajar siswa, karena itu harus dicarikan solusinya. Guru sering kali mencoba menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran terutama masalah yang berkaitan dengan siswa, namun tidak dilakukan secara sistematis sehingga tidak terdokumentasi dengan baik dan hasil yang dicapai tidak maksimal. Untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran, maka guru harus mengetahui dan menguasai langkahlangkah penelitian praktis. Terdapat beberapa jenis penelitian praktis yang dapat digunakan oleh guru antara lain penelitian eksperimen sederhana, penelitian tindakan kelas (Classroom action research), ataupun penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (Arry, D., Jacobs, L.C. dan Razavieh, A. 1982:415). Penelitian deskriptif diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penyelidikan itu dilakukan. Dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan sebagaimana dalam penelitian eksperimen. Tujuan penelitian deskriptif untuk melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi. Penelitian eksperimen sederhana, penelitian eksperimen adalah observasi di bawah kondisi buatan (artificial condition), dimana 115 kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh si peneliti. (Nasir, 1988:74). Dengan demikian, penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Untuk eksperimen sederhana paling tidak diperlukan dua kelompok subyek, yaitu kelompok eksperimen atau kelompok coba/perlakuan dan kelompok pengendali. Tiap kelompok tersebut dilakukan perlakuan yang berbeda. Kelompok yang diberi perlakuan baru atau perlakuan yang berbeda dari biasa disebut kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang satu menerima perlakuan yang biasa, kelompok yang tidak diberi perlakuan baru disebut kelompok pengendali. Selanjutnya dilakukan pengukuran atau penilaian apakah ada perbedaan perilaku atau prestasi belajar sebagai akibat perlakuan baru dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan baru tetapi menerima perlakuan yang lama tersebut. Jika ada perbedaan, apakah perbedaan itu berarti ? (signifikan). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. (Wardhani, Julaeha, dan Marsinah, 2004:7). Penelitian tindakan kelas (PTK) dimulai dengan adanya masalah yang dirasakan guru dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berupa persoalan yang berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan perilaku mengajar guru dan perilaku belajar siswa. 116 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010 Langkah menemukan masalah dilanjutkan dengan menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian merencanakan PTK dalam bentuk merencanakan perbaikan, melakukan tindakan, mengamati, dan melakukan refleksi. Keempat langkah utama PTK dimaksud, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan refleksi merupakan satu daur/rangkaian atau siklus yang selalu berulang. Setiap pendekatan penelitian mempunyai tahapan atau langkahlangkah dalam menjawab permasalahan penelitian. Secara umum langkah penelitian diawali dengan (1). memilih masalah, (2). merumuskan masalah, (3). merumuskan anggapan dasar, (4). memilih pendekatan, (5). menentukan sumber data dan mengumpulkan data, (6). analisis data, dan (7). menarik kesimpulan, (Arikunto, 1998; Nasution, 1996; Nasir, 1988). Memilih masalah penelitian merupakan langkah awal dari serangkaian kegiatan penelitian. Masalah adalah segala sesuatu yang mengandung ketidakpastian, keraguan dan kesulitan sehingga menuntut solusi atau jawaban. Masalah dapat diperoleh dari pengalaman dalam bidang yang ditekuni, studi literatur, diberitahu oleh orang lain, ataupun dari observasi di lapangan menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam praktek pendidikan dan pengajaran. Yang penting dalam memilih masalah peneliti menghayati masalah secara baik, menarik untuk diteliti, tidak bertentangan dengan moral, dan dapat diteliti sesuai waktu yang ditetapkan. Dan sebaiknya masalah yang diangkat dalam penelitian merupakan masalah yang pemecahannya akan memberikan sumbangan kepada bidang pendidikan. Merumuskan masalah penelitian, masalah penelitian harus dirumuskan dengan jelas, tidak terlalu luas, maka yang disebutkan hanya ciri yang ditonjolkan oleh peneliti saja. Rumusan masalah tidak mengandung emosi, prasangka, atau unsur-unsur yang tidak ilmiah. Kriteria lainnya, rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesa, dan rumusan masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian. Selanjutnya dalam menulis judul harus jelas dan spesifik. Konsep-konsep utama dimasukkan dan variabel-variabel yang akan diselidiki perlu ditulis dalam judul. Merumuskan anggapan dasar, setelah merumuskan masalah penelitian, peneliti dapat memperkirakan (prediction) hasil yang akan dicapai dari suatu penelitian. Peneliti memberikan sejumlah asumsi dasar atau anggapan dasar sebagai jawaban sementara yang akan diuji dalam penelitian. Perkiraan temuan tersebut berdasarkan pengamatan atau anggapan peneliti tentang judul penelitian, namun belum ditetapkan. Dugaan sementara (hipotesis) ditetapkan setelah melakukan kajian pustaka. Memilih pendekatan, pendekatan penelitian ditentukan setelah peneliti menentukan dengan tegas variabel penelitian. Pemilihan pendekatan penelitian berimplikasi pada penentuan populasi sasaran, metode sampling yang dipilih, besar sampling, prosedur pengumpulan Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi) data, teknik analisis data, membuat kesimpulan, ataupun rekomendasi. Menentukan sumber data, sumber data dalam penelitian adalah subyek yang memberikan keterangan atau informasi untuk keperluan penelitian. Apabila peneliti menggunakan kuisioner atau wawancara dalam pengumpulan data, maka sumber data disebut responden. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatan yang menjadi sumber data, sedangkan isi catatan adalah subyek penelitian. Sumber data dapat juga dari orang/person apabila ingin mengetahui pendapat, pandangan terhadap sesuatu keadaan atau kejadian, tekniknya dengan wawancara mendalam. Analisis data, setelah data terkumpul, sebaiknya segera di analisis agar aktual sehingga mempermudah untuk di interpretasikan. Secara garis besar, analisis data meliputi (1). persiapan, (2). tabulasi, dan (3). penerapan data/mengolah data sesuai dengan teknik analisis yang di pilih. Menarik kesimpulan, kesimpulan penelitian harus berdasarkan data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan atas data, bukan atas angan-angan atau keinginan peneliti apalagi hanya menyenangkan pihak pemesan dengan cara memanipulasi data. Langkah-langkah penelitian berbeda pada setiap pendekatan penelitian, namun secara umum penjelasan di atas dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti pemula khususnya guru yang akan melakukan penelitian praktis. secara sederhana 117 dan Melakukan Kajian Kritis untuk Pengembangan Materi Bidang Studi Materi bahan pelajaran/bidang studi harus selalu diperbaharui sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan. Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Pannen, P dan Purwanto, 2001:6). Pengembangan bahan pelajaran merupakan karakteristik sistem instruksional di manapun berlangsung, baik dalam sistem belajar jarak jauh maupun dalam sistem pengajaran tatap muka. Bahan pelajaran disusun berdasarkan Garis-garis Besar Pengajaran, tujuan instruksional/standar kompetensi yang akan dicapai, dan kebutuhan siswa. Maka, langkah-langkah pengembangan bahan pelajaran meliputi; (1). analisis, (2). perancangan, (3). pengembangan, (4). evaluasi, (5). revisi. Tahap analisis merupakan langkah awal untuk mengenali siswa dari segi kemampuan awal siswa, mengetahui kemampuan bidang ilmu atau mata pelajaran yang sudah dikuasi. Informasi lainnya yang perlu diketahui adalah motivasi dalam belajar, cara belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap proses belajarnya. Tahap perancangan, berdasarkan data yang diperoleh pada tahap analisis, dapat diperoleh peta kompetensi siswa. Selanjutnya dapat dimulai perancangan bahan ajar. Dalam tahap perancangan ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu: (1). perumusan 118 Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010 tujuan pembelajaran atau standar kompetensi, (2). pemilihan topik mata pelajaran, (3). pemilihan media dan sumber pembelajaran, (4). pemilihan strategi pembelajaran, (5). merancang penilaian. Tahap pengembangan, yaitu kegiatan menulis bahan ajar dengan cara memulai memilih salah satu sub pokok bahasan yang anda anggap paling mudah, tidak harus berurutan. Kemudian melengkapi dengan media dan strateginya. Menulis dan mengembangkan bahan ajar hanya untuk tujuan pembelajaran tersebut dalam bentuk teks atau narasi. Tahap evaluasi dan revisi, evaluasi merupakan proses untuk memperoleh beragam reaksi dari berbagai pihak terhadap bahan ajar yang anda kembangkan. Reaksi ini hendaknya dipandang sebagai masukan untuk memperbaiki bahan ajar, dan menjadikan bahan ajar lebih berkualitas. Evaluasi sangat diperlukan untuk melihat efektivitas bahan ajar yang anda kembangkan. Apakah bahan ajar yang dikembangkan memang dapat digunakan untuk belajar, dapat dimengerti oleh siswa, dapat dibaca dengan baik, dan dapat membelajarkan siswa ?. . Tahapan pengembangan bahan ajar dapat dijadikan sebagai rambu-rambu untuk menulis bahan ajar sesuai dengan kebutuhan siswa. Sedangkan untuk memperbaharui isi maupun materi bahan pelajaran, dapat dilakukan penelusuran sumber dan mengkaji dari bahan-bahan sebagai berikut; buku teks, buku kurikulum, jurnal, hasil penelitian, penerbitan berkala (majalah, tabloid, koran, dll), dokumen, internet, talk show, bahan seminar, makalah, wawancara dengan ahli, maupun dari lingkungan sekitar. Penutup Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam prakteknya tidak hanya kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah, akan tetapi mencakup penguasaan langkah-langkah penelitian praktis serta melakukan kajian kritis dan melakukan kajian ilmiah lainnya. Kompetensi profesional guru mencakup sub kompetensi sebagai berikut: (1). menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yaitu; memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, dan (2). menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi) Daftar Pustaka Ary, D., Jacobs, L.C. dan Razavieh, A.(1982). Introduction to Research in Education. New York: Holt Reinhart & Winston. Depdiknas. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Sosialisasi KSPBK Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Kemp, J.E. 1994. The Instructional Design Pricess. New York: Harper & Row, Publishers, Inc. Mc. Neil. 1990. Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif. Alih Bahasa Oleh: Dra Subandijah. Jakarta: Wira Sari. McAshan. 1991. Competency Based Education and Behavioral Objectives. New Jersey: Educational Technology Publication, Inc. Englewood Cliffs. Muslich, M. 1994. Kurikulum 1994 Penuntun Bagi Guru, Kepala Sekolah, Administratur Pendidikan, dan Mahasiswa Keguruan. Malang: Penerbit YA 3 Malang. Nasir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Pannen, P. & Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. 119 Jakarta: Depdiknas. Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Raka Joni. 1992. Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Jakarta: Dekdikbud Konsorsium Ilmu Pendidikan. Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Stinnet, T.M. 1988. Professional Problems of Teachers. Third Edition. New York: The Macmillan Company. Supriyadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Tanjung, A. dan Suryadi. 1999. Profesi Keguruan: Hakekat dan Kompetensi Guru. Bandung: Lembaga Pengembangan Manajemen Pendidikan (LPMP) Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Bandung. Wardani, I.G.A.K., Julaeha, S., & Marsinah, Ng. 2004. Pemantapan Kemampuan Profesional (Panduan). Jakarta: Universitas Terbuka.