STIKES NGUDI WALUYO HUBUNGAN ANTARA MEDIA

advertisement
STIKES NGUDI WALUYO
HUBUNGAN ANTARA MEDIA INFORMASI DENGAN PERILAKU
SEKSUAL REMAJA KELAS X DAN KELAS XI di SMK KANISIUS UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG
JURNAL
SKRIPSI
OLEH :
JAZILAH
NIM : 030214a014
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
HUBUNGAN ANTARA MEDIA INFORMASI DENGAN PERILAKU
SEKSUAL REMAJA KELAS X DAN KELAS XI DI SMK KANISIUS UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG
Oleh :
JAZILAH
Program Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Abstrak
Perkembangan internet dan juga teknologi informasi lainnya yang sudah saling terintegrasi
ini membuat dunia berada sebagai information superhighway era. Media informasi remaja menjadi
landasan yang kuat dari perilaku remaja itu sendiri. Sedangkan sikap remaja terhadap perilaku seks
itu sendiri ditentukan oleh beberapa faktor yang menstimulasi remaja Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/ siswi
kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran kabupaten Semarang.
Metode penelitian ini menggunakan Deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah semua siswa/siswi di SMK Kanisius Ungaran sejumlah 63 siswa.
Sampel 54 menggunakan tehnik purposive sampling. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah
kuesioner dengan dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Kolmogorov
Smirnov.
Hasil penelitian didapatkan 3 responden (5,6%) menggunakan informasi melalui media
audio, 12 responden (22,2%) menggunakan informasi melalui media visual, dan 39 responden
(72,2%) menggunakan informasi melalui media audio-visual. terdapat 12 responden (22,2%)
berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan 42 responden (77,8%) berisiko berat
terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. responden yang berisiko ringan terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan media informasi jenis audio dan visual (53,3%)
daripada jenis media informasi audio-visual (17,9%). Responden yang berisiko berat terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan jenis media informasi audio-visual
(82,1%) dibandingkan media informasi jenis audio dan visual (46,7%) dengan p= 0,016 (p<0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara media informasi dengan
perilaku seksual remaja pada siswa/siswi kelas X dan kelas XI di SMK Kanisius Ungaran
kabupaten semarang. Sehingga diharapkan siswa/siswi lebih meningkatkan wawasan tentang
penggunaan media informasi, harus pandai mengambil sisi positif dari adanya perkembangan
teknologi informasi supaya tidak memberi dampak buruk untuk berperilaku seksual
Kata kunci
: Media Informasi, Perilaku Seksual, Remaja
PENDAHULUAN
Saat ini perkembangan internet mulai
merabah dan menempatkan posisi yang kuat
dideretan media massa yang lebih dulu ada.
Ketika internet mulai dikenal masyarakat
sekitar sepuluh tahun ini, sudah dapat
diramalkan, media ini akan menjadi sangat
populer dikemudian hari. Hal itu pun terlihat
ketika perangkat – perangkat komputer baik
hardware,
maupun
software
terus
berkembang, terus disempurnakan setiap
menit di pabrik – pabrik komputer, sejauh itu
pula sambutan masyarakat terhadap media ini
amat sangat antusius (Bungin, 2005).
Perkembangan internet dan juga
teknologi informasi lainnya yang sudah saling
terintegrasi ini membuat dunia berada dalam
apa yang disebut sebagai information
superhighway
era
ketika
teknologi
menghilangkan hambatan fisik dan tradisional
lalu lintas komunikasi dan penyebaran
informasi. Berdasarkan salah satu survey
yang pernah dilakukan di luar Indonesia,
dunia online telah melahirkan sebuah kultur
masyarakat baru bercirikan terbuka, optimis,
1
toleran, dan lebih bersikap radikal terhadap
perubahan (Muhtarom, 2005).
Remaja atau adolescence menurut
organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah
periode usia antara 10-19 tahun, sedangkan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut
kaum muda (youth) untuk usia antara 15
sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The
Health Resources and Service administrations
Guidelines Amerika Serikat, rentan usia
remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi tiga
tahap (Kusmiran, 2012).
Masa remaja terjadi perubahan organorgan fisik (organobiologik) secara cepat, dan
tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan
(mental emotion). Pada masa remaja
terjadinya kematangan seksual atau alat-alat
reproduksi yang berkaitan dengan sistem
reproduksi, merupakan bagian penting dalam
kehidupan remaja sehingga diperlukan bagian
khusus, karena bila timbul dorongandorongan seksual yang tidak sehat akan
menimbulkan perilaku seksual yang tidak
bertanggung jawab (Widyastuti, 2011).
Media informasi remaja sebagaimana
juga sikap lainnya, adalah menjadi landasan
yang kuat dari perilaku remaja itu sendiri.
Artinya bahwa perilaku seks dikalangan
remaja
perkotaan
maupun
pedesaan
ditentukan oleh sikapnya terhadap seks.
Sedangkan sikap remaja terhadap perilaku
seks itu sendiri ditentukan oleh beberapa
faktor yang menstimulasi remaja, yaitu faktor
ekstern adalah media massa cetak dan media
massa elektronik seperti koran majalah,
televisi, sinema, video, internet, dan
sebagainya.
Lingkungan
rumah
dan
lingkungan sosial remaja peer group
(kelompok sebaya), perubahan nilai seksual,
dan kurangnya pendidikan agama. Sedangkan
faktor intern adalah didominasi oleh faktor
hormonal (Bungin, 2005).
Remaja laki-laki maupun perempuan
kadang-kadang pada waktu bersamaan
mempunyai
keinginan
yang
berbeda
misalnya, disuatu saat mereka harus
mengalami suatu perasaan seksualnya,
bercinta tetapi pada saat bersamaan mereka
harus menjaga cegah jangan sampai
melakukan
hubungan
seksual.
Tetapi
kelompok remaja lainnya, mereka telah
mempunyai pematangan intelektual dan
emosionalnya yang bersamaan dengan
pematangan fisiknya sehingga mereka dapat
menciptakan
suatu
kebebasan
dan
rangsangan. Secara garis besar seksual remaja
merupakan suatu proses pematangan biologis
saat pubertas dan pematangan psikoseksual
(Soetjiningsih, 2010).
Pornografi telah menjadi hal yang
sangat umum di Indonesia karena sangat
mudah diakses oleh setiap kalangan usia.
Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia
(2006) menyatakan bahwa Indonesia selain
menjadi negara tanpa aturan yang jelas
tentang pornografi, juga mencatat rekor
sebagai negara kedua setelah Rusia yang
paling rentan penetrasi pornografi terhadap
anak-anak (BKKBN, 2006).
Perilaku seksual pada masa remaja
terjadi karena kurangnya pemahaman tentang
perilaku seksual itu sendiri sehingga sangat
merugikan bagi remaja sendiri termasuk
keluarganya, sebab pada masa ini remaja
mengalami perkembangan yang penting yaitu
kognitif, emosi, sosial dan seksual.
Perkembangan ini akan berlangsung mulai
sekitar 12 tahun sampai 20 tahun. Kurangnya
pemahaman ini disebabkan oleh beberapa
faktor lain misalnya, adat istiadat, budaya,
agama dan kurangnya informasi dari sumber
yang benar. Kurangnya pemahaman ini akan
mengakibatkan berbagai dampak yang justru
amat merugikan kelompok remaja dan
keluarga (Soetjiningsih, 2010).
Menurut Wallmyr dan Welin (2006),
remaja yang sering terpapar media porno
(lebih dari 1×/ bulan) memiliki pemikiran
berbeda tentang cara memperoleh informasi
seks dengan remaja yang tidak pernah
terpapar media pornografi dan remaja yang
jarang terpapar media pornografi (1×/
bulan). Remaja yang jarang dan tidak
pernah
terpapar media pornografi
menganggap informasi tentang seks tidak
harus didapatkan dari media pornografi
karena informasi tersebut dapat diperoleh
dengan bertanya pada teman, guru, maupun
orang tua.
Kelompok remaja adalah individu yang
berusia antara 11-12 sampai 20-21 tahun,
secara fisik ditandai oleh ciri perubahan pada
penampilan fisik dan fungsi fisiologis,
terutama yang berkaitan dengan kelenjar
2
seksual, secara psikologis remaja merupakan
masa individu mengalami perubahanperubahan dalam aspek kognitif, emosi,
sosial, diantara masa anak-anak menuju masa
dewasa (Kusmiran, 2012).
Remaja sebagai periode transisi antara
masa anak-anak ke masa dewasa, masa usia
belasan tahun, atau seseorang yang
menunjukkan tingkah laku tertentu seperti
susah diatur, mudah terangsang perasaannya,
dan sebagainya. Masalahnya sekarang bahwa
mendefinisikan remaja itu sulit. Masalahmasalah yang menyangkut kelompok remaja
semakin bertambah. Berbagai tulisan,
ceramah, maupun seminar yang mengupas
berbagai segi kehidupan remaja, termasuk
kenakalan remaja, perilaku kenakalan remaja,
perilaku seksual remaja, dan hubungan remaja
dengan orang tuanya, menunjukkan bahwa
masalah ini benar-benar serius dirasakan oleh
masyarakat (Sarwono, 2011).
Pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi masih sangat rendah. Hanya
17,1% wanita dan 10,4% laki – laki yang
mengetahui secara benar tentang masa subur
dan risiko kehamilan, remaja wanita dan laki
– laki usia 15 – 24 tahun yang mengetahui
kemungkinan hamil dengan hanya sekali
berhubungan seks masing – masing berjumlah
55,2% dan 52%. Akses pada informasi yang
benar tentang kesehatan reproduksi sangat
terbatas, baik dari orang tua, sekolah, maupun
media massa. Budaya “tabu” dalam
pembahasan seksualitas menjadi suatu
kendala kuat karena akses informasi yang
rendah. Informasi menyesatkan yang memicu
kehidupan seksualitas remaja semakin
meningkat dari berbagai media (Kumalasari
dan Andhyantoro, 2013).
Perkembangan
perilaku
seksual
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
perkembangan psikis, fisik, proses belajar,
dan sosiokultural. Berdasarkan faktor – faktor
tersebut maka aktifitas seksual remaja sangat
erat kaitannya dengan faktor – faktor tersebut.
Beberapa aktifitas seksual yang sering
dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual,
membangkitkan gairah seksual, seks oral,
seks anal, masturbasi dan hubungan
heteroseksual (Soetjiningsih, 2010).
Menurut WHO (1995), yang dikatakan
usia remaja adalah antara 10-19 tahun.
Sementara itu, masa remaja adalah fase
pertumbuhan dan perkembangan saat individu
mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang
waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang
cepat,
termasuk
pertumbuhan
serta
kematangan dari fungsi organ reproduksi.
Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja
juga mengalami perubahan kejiwaan. Remaja
menjadi individu yang sensitive, mudah
menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga
mudah tertawa. Perubahan emosi menjadikan
remaja sebagai individu yang agresif dan
mudah bereaksi terhadap rangsangan. Remaja
mulai mampu berfikir abstrak, senang
mengkritik, dan ingin mengetahui hal yang
baru (Sarwono 2011).
Faktor-faktor penyebab perilaku seksual
oleh remaja adalah kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi, faktor dalam
diri remaja yang kurang memahami
swadarmanya sebagai pelajar, faktor dari luar
seperti pergaulan bebas tanpa kendali orang
tua,
perkembangan
teknologi
media
komunikasi yang semakin canggih yang
memperbesar
kemungkinan
remaja
mengakses apa saja termasuk hal-hal yang
negatif (Kusmiran, 2012).
Sebuah survey yang dilakukan oleh
Youth Risk Behavior Survei (YRBS) secara
Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2006
mendapati bahwa 47,8% pelajar yang duduk
di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks,
35% pelajar SMA telah aktif secara seksual
(Soetjiningsih, 2010).
Jones (2009), mengatakan dalam 20
tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah
remaja putri yang berhubungan seks pranikah
seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada,
dan Australia. Sekitar 17% remaja putri
berhubungan seks sebelum usia 16 tahun dan
ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja
putri satu kali melakukan seks.
Berdasarkan laporan hasil studi yang
dilakukan oleh Pusat Informasi dan Layanan
Remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) Jawa tengah
pada Tahun 2010 penelitian tentang perilaku
seksual remaja dengan mengambil 99
responden, diketahui bahwa seluruhnya
melakukan berpacaran dengan mengobrol
(89,9%), berpegangan tangan (82,8%),
berpelukan (68,7%), mencium bibir (62,6%),
3
mencium pipi (64,6%), meraba badan/alat
kelamin (32,2%), petting (20,2%), seks anal
(5,1%), oral seks (8,1%) dan melakukan
hubungan seksual (14,1%) (PKBI, 2010).
Menurut Widjanarko (2007) tentang
perilaku berpacaran remaja di Kudus
diketahui bahwa aktivitas yang dilakukan
ketika pacaran sebanyak 33% pergi berduaan,
17% berpegangan tangan, 9% berpelukan, 9%
mencium, 6% makan berduaan dan ada 3%
yang melakukan hubungan suami istri.
Menurut Widjanarko (2007) remaja
yang tidak dapat menahan diri cenderung
melanggar larangan hubungan seks pranikah.
Kecenderungan ini akan semakin meningkat
dengan mudahnya karena penyebaran
informasi yang bersifat rangsangan seksual
melalui kaset video, radio, televisi, dan
internet.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
diperoleh dari kepala sekolah SMK Kanisius
Ungaran pada tanggal 26 Maret sampai 9
April 2015,
banyaknya siswa di SMK
Kanisius Ungaran adalah 63 siswa. Tidak
ditemukan masalah yang bermakna pada
siswa maupun siswinya. Kenakalan anak
didiknya masih dalam batas kewajaran remaja
yang hanya beraktivitas berpacaran tanpa
terjadi kehamilan pra nikah. Kemudian
peneliti melakukan wawancara dengan
pendekatan dan pertanyaan yang mendalam
pada 8 siswa-siswi kelas X dan XI di SMK
Kanisius Ungaran didapatkan hasil sebanyak
5 siswa suka mencari informasi melalui
internet dengan membuka situs youtube, dan
situs porno seks, 3 orang suka menggunakan
handphone untuk media menyimpan video
porno, gambar porno dan phone seks atau
perilaku seksual dalam bentuk pesan singkat
maupun suara. Dari 8 responden 3
diantaranya pernah melakukan perilaku
seperti: berpelukan, ciuman basah, dan
meraba bagian tubuh yang sensitif milik
pasangannya.
Berdasarkan fenomena di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul :“Hubungan Antara Media
Informasi dengan Perilaku Seksual Remaja
pada siswa/ siswi Kelas X dan Kelas XI di
SMK
Kanisius
Ungaran
Kabupaten
Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara media informasi
dengan perilaku seksual remaja pada siswa/
siswi di SMK Kanisius Ungaran kabupaten
Semarang
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Desain penelitian ini termasuk
deskriptif korelasi yaitu penelitian atau
penelaah hubungan antara dua variabel
pada suatu situasi atau sekelompok
subyek. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan cross sectional.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua siswa/siswi di SMK Kanisius
Ungaran sejumlah 63 siswa.
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti (Arikunto, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah 54
responden sesuai dengan kriteria inklusi.
Dalam penelitian ini menggunakan
tehnik sampling secara sampling
purposive yaitu tehnik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu (Sugiono,
2010).
C. Definisi Operasional
Variabel
Variabel
independent
Media
Informasi
Variabel
Dependen
Perilaku
seksual
Hasil Ukur
Skala
Dikategorikan menjadi Nominal
3 kategori :
- Audio.
- Visual.
- Audio-visual.
- Berisiko ringan jika Nominal
menjawab
pertanyaan pada
kategori A saja.
- Berisiko berat jika
menjawab
pertanyaan pada
kategori A dan B,
atau pada kategori B
saja.
D. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat penelitian ini
menggunakan distribusi frekuensi dan
proporsi,
sehingga
tergambar
fenomena yang berhubungan dengan
variabel yang diteliti
2. Analisa Bivariat
4
Analisa bivariat yang digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
kolmogorov smirnov,
yaitu untuk
menguji hipotesis dengan data
berbentuk kategorik dengan skala
nominal maka menggunakan uji
statistik nonparametrik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Media Informasi
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Media Informasi
Remaja Kelas XI dan kelas XII di
SMK Kanisius Ungaran Kabupaten
Semarang
Media
Frekuensi Persentase
Informasi
(%)
Audio
3
5,6
Visual
12
22,2
Audio39
2,2
visual
Jumlah
54
100,0
Berdasarkan data tabel 1
menunjukkan bahwa terdapat 3
responden (5,6%) mendapat informasi
melalui media audio, 12 responden
(22,2%)
mendapatkan
informasi
melalui media visual, dan 39
responden (72,2%) mendapatkan
informasi melalui media audio-visual.
2. Perilaku Seksual Remaja
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual
Remaja Kelas XI dan kelas XII di
SMK Kanisius Ungaran Kabupaten
Semarang
Perilaku
seksual
Responden
Berisiko
Ringan
Berisiko
Berat
Jumlah
Frekuensi Persentase
(%)
12
22,2
42
77,8
54
100,0
Berdasarkan data tabel 2
menunjukkan bahwa terdapat 12
responden (22,2%) berisiko ringan
terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan dan 42 responden (77,8%)
berisiko berat terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan.
3. Hubungan Media Informasi Dengan
Perilaku Seksual Remaja
.Tabel 3
Hubungan Media Informasi Dengan
Perilaku Seksual Remaja Pada
Siswa/Siswi Kelas XI Dan Kelas XII
Di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten
Semarang
Media
Informasi
Audio
visual
Audiovisual
Jumlah
Perilaku Seksual
Remaja
Berisiko Berisiko
ringan
berat
f %
f
%
3 100 0
0
7 58,3 5
41,7
2 5,1
37 94,9
12 22,2
42
Jumlah
f
3
2
9
value
%
100,0 0,0001
100,0
100,0
77,8 54 100,0
Dari tabel 3 dapat diketahui
bahwa persentase responden yang
berisiko ringan terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan lebih banyak
menggunakan media informasi jenis
audio (100%), visual (58,3%) daripada
jenis media informasi audio-visual
(5,1%). Persentase berisiko berat
terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan lebih banyak menggunakan
jenis media informasi audio-visual
(94,9%)
dibandingkan
media
informasi jenis visual (41,7%).
Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,0001 (p < 0,05) maka Ho
ditolak, artinya ada hubungan yang
bermakna antara media informasi
dengan perilaku seksual remaja pada
siswa/siswi kelas XI dan kelas XII di
SMK Kanisius Ungaran Kabupaten
Semarang.
B. Pembahasan
1. Gambaran Media Informasi
Hasil penelitian media informasi
yang digunakan siswa/siswi di SMK
5
Kanisius
Ungaran
Kabupaten
Semarang
menunjukkan
bahwa
terdapat
3
responden
(5,6%)
mendapat informasi melalui media
audio,
12 responden (22,2%)
mendapatkan
informasi
melalui
media visual, dan 39 responden
(72,2%) mendapatkan informasi
melalui media audio-visual.
Menurut asumsi peneliti media
mempunyai pengaruh besar bagi
remaja untuk mendapatkan sebuah
informasi.
Media
audio
yang
digunakan oleh 2 responden berupa
radio
dimana
informasi
yang
disampaikan hanya sekilas dan tidak
bisa diulang, jadi pendengar tidak
bisa mengerti secara detail tentang
berita yang disampaikan, karena
bahasanya sederhana dan tidak
didukung oleh visualisasi sehingga
pendengar hanya bisa membayangkan
saja.
Kemudian
1
responden
menggunakan tape recorder dimana
responden mendapatkan informasi
dari merekamnya melalui situs
youtube. Dan media visual yang
digunakan oleh responden berupa
majalah, poster, dan buku. Dimana
informasi didalamnya lebih jelas dan
mampu menjelaskan hal – hal yang
bersifat
kompleks
ataupun
investigatif.
Terkadang
disertai
gambar atau foto yang lebih
memperjelas
isi
berita
yang
ditampilkan. Selain itu juga bisa
dikumpulkan dan dibuat kliping
terutama mengenai sebuah berita
yang fenomena ataupun berita –
berita yang dianggap menarik.
Kemudian untuk media informasi
jenis audio – visual yang digunakan
oleh responden berupa televisi dan
video. Dimana informasi yang
didapatkan dari media jenis audio –
visual ini lebih mudah diakses oleh
pengguna informasi yang tidak hanya
disajikan dalam bentuk suara, tetapi
televisi yang didukung oleh video
yang menarik perhatian penonton.
Jadi penonton bisa lebih jelas karena
didukung
oleh
video
yang
ditayangkan dan pengguna informasi
jenis audio – visual ini bisa lebih
memahami dan mengerti maksud dari
berita yang ditampilkan.
Hal diatas didukung oleh teori
Kartono (2003). Tayangan media
informasi yang menonjolkan aspek
pornografi diyakini sangat erat
hubungannya dengan meningkatnya
berbagai kasus kekerasan seksual
yang terjadi pada remaja. Rangsangan
kuat dari luar seperti film-film seks
(blue film), sinetron, buku-buku
bacaan
dan
majalah-majalah
bergambar seksi,
godaan dan
rangsangan dari kaum pria, serta
pengamatan secara langsung terhadap
perbuatan seksual tidak hanya
mengakibatkan memuncaknya atau
semakin
panasnya
reaksi-reaksi
seksual tetapi juga mengakibatkan
kematangan seksual yang lebih cepat
pada diri remaja.
Teori
yang
diungkapkan
Santrock (2003), saat ini teknologi
semakin maju, kemampuan teknologi
media elektronik
memungkinkan
seseorang
merancang
realitas
melalui simulasi yang menjebak
manusia dalam suatu ruang antara
kenyataan dan
khayalan.
Di
beberapa media baik cetak maupun
elektronik, masalah pelecehan seksual
menjadi daya tarik. Hal ini terjadi
karena adanya penilaian subyektif
terhadap perilaku porno. Perilaku
porno verbal lebih diterima di
masyarakat daripada perilaku porno
nonverbal atau visual. Dengan kata
lain, masyarakat terbuka untuk
berbicara tentang seks ataupun
membicarakan kehidupan seksualnya
namun jika ada adegan yang
mengandung
unsur
pornografi
masyarakat menganggap hal tersebut
sebagai hal yang tidak wajar.
Hal ini dapat diperkuat oleh teori
yang dijelaskan Yusuf (2012), bahwa
semakin banyak informasi yang benar
maka persepsi siswa/siswi akan baik
dan kearah yang positif, sedangkan
semakin banyak informasi yang tidak
6
benar maka persepsi siswa/siswi akan
tidak baik dan kearah yang negatif.
2. Gambaran
Perilaku
Seksual
Remaja
Hasil
penelitian
tentang
perilaku seksual remaja pada
Siswa/Siswi kelas XI dan kelas XI di
SMK Kanisius Ungaran Kabupaten
Semarang terdapat 12 responden
(22,2%) berisiko ringan terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan dan
42 responden (77,8%) berisiko berat
terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan.
Menurut
asumsi
peneliti
perilaku seksual berisiko ringan
terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan oleh responden setelah
mengisi kuesioner berupa berfantasi,
berpegangan tangan, ciuman kering
dan berpelukan. Dimana perilaku
berisiko ringan itu terjadi karena
perilaku
membayangkan
dan
mengimajinasi aktivitas seksual yang
dapat berlanjut pada aktivitas yang
menimbulkan rangsangan seks yang
kuat, namun biasanya muncul
keinginan untuk mencoba aktivitas
seksual lainnya berupa sentuhan pipi
dengan
bibir
yang
dapat
menimbulkan imajinasi atau fantasi
yang disertai dengan meningkatnya
keinginan untuk melakukan aktivitas
seksual lainnya. Dan perilaku seksual
berisiko berat terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan oleh responden
berupa ciuman basah, meraba,
masturbasi, oral seks, petting dan
intercouse. Dimana perilaku berisiko
berat terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan terjadi karena aktivitas
seksual yang berupa sentuhan bibir
dengan
bibir
yang
dapat
menimbulkan sensasi seksual yang
kuat dan mengakibatkan dorongan
seksual hingga tak terkendali.
Aktivitas ini dapat melemahkan
kontrol diri sehingga dapat berlanjut
ke aktivitas seksual lainnya.
Hal ini sesuai konsep yang
telah ada bahwa sikap dan perilaku
seseorang
dalam
memberikan
tanggapan dan respon terhadap
stimulasi tertentu dapat dipengaruhi
oleh pengetahuan seseorang yang
didapat berdasarkan dari proses
belajar ataupun pengaruh dari
lingkungan.
Sikap
merupakan
pernyataan evaluatif terhadap obyek,
orang atau peristiwa sehingga hal ini
mencerminkan perasaan seseorang
terhadap sesuatu (Budiman dan
Riyanto, 2015).
Terbentuknya suatu perilaku
baru dimulai pada domain kognitif,
dalam arti subyek tahu terlebih
dahulu terhadap stimulus yang berupa
materi
atau
obyek
diluarnya.
Sehingga menimbulkan pengetahuan
baru pada subyek tersebut, dan
selanjutnya menimbulkan respon
batin dalam bentuk sikap si subyek
terhadap obyek yang telah diketahui
dan disadari sepenuhnya tersebut
akan menimbulkan respon lebih jauh
lagi, yaitu berupa tindakan atau action
dengan stimulus atau obyek tadi
(Notoatmodjo, 2007).
Pada masa remaja rasa ingin
tahu terhadap masalah seksual sangat
penting
dalam
pembentukan
hubungan baru yang lebih matang
dengan
lawan
jenis,
seperti
berpacaran. Padahal pada masa
remaja informasi tentang masalah
seksual sudah seharusnya mulai
diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari
sumber-sumber yang tidak jelas atau
bahkan keliru sama sekali. Pemberian
informasi masalah seksual menjadi
penting, mengingat remaja berada
dalam potensi seksual yang aktif
karena berkaitan dengan dorongan
seksual yang dipengaruhi hormon dan
sering tidak memiliki informasi yang
cukup mengenai aktivitas seksual
mereka sendiri. Tentu saja hal
tersebut akan sangat berbahaya bagi
perkembangan jiwa remaja bila tidak
memiliki pengetahuan dan informasi
yang tepat (Widjanarko, dkk 2007).
3. Hubungan Media Informasi Dengan
Perilaku Seksual Remaja
7
Hasil penelitian didapatkan
bahwa persentase responden yang
berisiko ringan terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan lebih banyak
menggunakan media informasi jenis
visual (58,3%) daripada jenis media
informasi
audio-visual
(5,1%).
Persentase berisiko berat terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan lebih
banyak menggunakan jenis media
informasi
audio-visual
(94,9%)
dibandingkan media informasi jenis
visual (41,7%).
Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,0001 (p < 0,05) maka Ho
ditolak, artinya ada hubungan yang
bermakna antara media informasi
dengan perilaku seksual remaja pada
siswa/siswi kelas XI dan kelas XII di
SMK Kanisius Ungaran Kabupaten
Semarang.
Menurut asumsi peneliti, remaja
lebih tertarik dengan adanya media
yang tidak hanya disajikan dalam
bentuk suara atau gambar saja, akan
tetapi media dalam bentuk televisi dan
video lebih cenderung menarik
perhatian karena sebuah berita yang
disajikan dalam bentuk video maupun
televisi lebih jelas dan mudah
dimengerti oleh para pengguna media
tersebut.
Diperkuat dengan teori Tanjung
(2003). Pengaruh media informasi
jenis Audio – visual yang semakin
mudah diakses oleh pengguna
informasi justru lebih memancing
remaja untuk beradaptasi pada
kebiasaan – kebiasaan tidak baik dan
akan mempercepat usia awal seksual
aktif serta mengantarakan mereka
pada kebiasaan berperilaku seksual
yang
berisiko
tinggi
karena
kebanyakan remaja tidak mengetahui
pengetahuan yang akurat mengenai
kesehatan reproduksi.
Menurut Toffler (1987) dalam
Bungin, (2005) bahwa pada saat ini
peran media massa sebagai media
informasi
dalam
menyampaikan
pesan-pesan perubahan masyarakat
begitu sangat penting. Persoalannya
bahwa yang dibawa oleh media massa,
baik elektronik dan cetak, tidak saja
bersifat positif, namun juga bersifat
negatif. Bahkan justru pesan – pesan
positif kadang kala dimodifikasi
menjadi negatif.
Media elektronik visual maupun
audio visual juga tidak kalah sedikit
peranannya dalam masalah ini.
Dengan teknologi satelit, dimana
masyarakat dapat menggunakannya
untuk menerima berbagai siaran TV,
internet dari berbagai stasiun di dunia,
maka kemungkinan peran media
elektronik ini sangat besar sekali
dalam menyampaikan pesan-pesan
perubahan
dalam
masyarakat,
termasuk
di
dalamnya
adalah
mengubah konsep seks normatif dan
mendorong adanya pelecehan seks
(Burhan, 2005).
Perilaku seks sebagai semua
jenis aktifitas fisik yang menggunakan
tubuh
untuk
mengekspresikan
perasaan erotis atau perasaan afeksi.
Sedangkan perilaku seks pra nikah
sendiri adalah aktifitas seksual dengan
pasangan sebelum menikah pada usia
remaja (Cavendish, 2009).
Lawrence Green (1990) dalam
Notoatmodjo (2010) menyebutkan
bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat
tentang
kesehatan
ditentukan oleh (faktor predisposisi)
yaitu pendidikan, sikap, kepercayaan,
tradisi, dan sebagainya. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas dan perilaku para
petugas
kesehatan
juga
akan
mendukung
dan
memperkuat
terbentuknya perilaku.
Penelitian ini menyatakan hasil
yang sama dengan penelitian yang
dilakukan Oktarina (2009), orang yang
memiliki sumber informasi yang lebih
banyak akan memiliki pengetahuan
yang lebih luas pula. Salah satu
sumber informasi yang berperan
penting bagi pengetahuan adalah
media massa. Pengetahuan masyarakat
khususnya tentang kesehatan bisa
didapat dari beberapa sumber antara
lain media cetak, tulis, elektronik,
8
pendidikan sekolah dan penyuluhan.
Tingkat pengetahuan remaja tentang
media informasi terhadap perilaku
seksual pranikah remaja SMAN 3
Surakarta menunjukkan ada hubungan
antara tingkat pengetahuan remaja
tentang media informasi dengan
perilaku seksual pranikah dari hasil uji
Chi Square diperoleh ρ value 0,0001 <
nilai alpha 0,05
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Gambaran media informasi yang
digunakan oleh siswa/siswi di SMK
Kanisius
Ungaran
Kabupaten
Semarang terdapat 3 responden (5,6%)
mendapat informasi melalui media
audio,
12
responden
(22,2%)
mendapatkan informasi melalui media
visual, dan 39 responden (72,2%)
mendapatkan informasi melalui media
audio-visual.
2. Gambaran
perilaku
seksual
siswa/siswi di SMK Kanisius Ungaran
Kabupaten Semarang terdapat 12
responden (22,2%) berisiko ringan
terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan dan 42 responden (77,8%)
berisiko berat terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan.
3. Ada hubungan yang bermakna antara
media informasi dengan perilaku
seksual remaja pada siswa/siswi kelas
XI dan kelas XII di SMK Kanisius
Ungaran Kabupaten Semarang dengan
nilai ρ value = 0,0001 (<α=0,05)
B. Saran
1. Bagi
SMK
Kanisius
Ungaran
Kabupaten Semarang
Dalam hal ini pihak sekolah harus
mengontrol
kegiatan
yang
berhubungan dengan strategi untuk
menggunakan media informasi secara
positif. Supaya siswa tidak terbawa
arus
perkembangan
teknologi
informasi yang berdampak pada
perilaku seksual yang menyimpang
dan tetap menjaga organ serta fungsi
seksual
sesuai
dengan
masa
perkembangannya.
2. Bagi Remaja
Diharapkan remaja lebih selektif
dalam meningkatkan wawasan tentang
penggunaan media informasi, harus
pandai mengambil sisi positif dari
adanya
perkembangan
teknologi
informasi supaya tidak memberi
dampak buruk untuk
berperilaku
seksual yang lebih baik dan
bertanggungjawab.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar melakukan penelitian lebih
lanjut dengan cakupan sampel dan
faktor-faktor yang lebih banyak
agar didapatkan hasil penelitian yang
baru lagi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
BKKBN.(2006). Anak Indonesia Rentan
Pornografi.
http://hqweb01.bkkbn.go.id/
article_detail.pihp?aid=531.
Budiman dan Riyanto. (2015). Pengetahuan
dan Sikap dalam penelitian Kesehatan.
Jakarta : salemba Medika.
Bungin, MB. (2005). Pornomedia : Sosiologi
Media, Konstruksi Sosial Teknologi
Telematika & Perayaan Seks di Media
Massa. Jakarta : Kencana.
Jones, D.L. (2009). Setiap Wanita : panduan
lengkap tentang kesehatan, kebidanan
dan kandungan. Jakarta : Delapratasa
Publishing.
Kartini, Kartono. (2006). Psikologi abnormal
dan abnormalitas seksual. Bandung :
CV Mandar Maji.
Kumalasari, I dan Andhyantoro, I. (2013).
Kesehatan Reproduksi. Jakarta :
Salemba Medika.
Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi
Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba
Medika.
Muhtarom, M.I. (2005). Masyarakat Terbuka
dalam
Jurnal
Balairung
UGM,
Yogyakarta.
9
Notoatmodjo. S. (2003a). Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta; Rineka Cipta.
-----------------------.(2007b).
Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta.
-----------------------.(2012c). Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta.
-----------------------.(2012d).
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
PKBI Pilar. (2010). Studi Kasus Pengetahuan
Sikap dan Perilaku Siswa SMA
Terhadap
Kesehatan
Reproduksi.
Semarang : Data Pribadi
Santrock, John W. (2003). Adolescence.
Perkembangan remaja. Edisi keenam.
Jakarta : Erlangga
Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja.
Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang
Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :
Sagung Seto.
Yusuf,
Syamsu.
(2012).
Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Wallmyr, G., & Welin, C. (2006). Young
people, Pornography, and Sexuality.
Sources and attitude. Journal of school
Nursing, 22 (5), 262-263.
Widyastuti, Y, dkk. (2011). Kesehatan
Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.
Widjanarko, M.dkk. (2007). Remaja dan
Kesehatan Reproduksi di Kota eks
Karesidenan Pati, Kudus, Jepara, Pati
& Rembang (Laporan Penelitian tidak
diterbitkan).
Kudus:
Puslitbang
Universitas Muria Kudus
10
Download