STIKES NGUDI WALUYO HUBUNGAN ANTARA MEDIA INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA KELAS X DAN KELAS XI di SMK KANISIUS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG JURNAL SKRIPSI OLEH : JAZILAH NIM : 030214a014 PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2015 HUBUNGAN ANTARA MEDIA INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA KELAS X DAN KELAS XI DI SMK KANISIUS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Oleh : JAZILAH Program Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Abstrak Perkembangan internet dan juga teknologi informasi lainnya yang sudah saling terintegrasi ini membuat dunia berada sebagai information superhighway era. Media informasi remaja menjadi landasan yang kuat dari perilaku remaja itu sendiri. Sedangkan sikap remaja terhadap perilaku seks itu sendiri ditentukan oleh beberapa faktor yang menstimulasi remaja Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/ siswi kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran kabupaten Semarang. Metode penelitian ini menggunakan Deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua siswa/siswi di SMK Kanisius Ungaran sejumlah 63 siswa. Sampel 54 menggunakan tehnik purposive sampling. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah kuesioner dengan dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Kolmogorov Smirnov. Hasil penelitian didapatkan 3 responden (5,6%) menggunakan informasi melalui media audio, 12 responden (22,2%) menggunakan informasi melalui media visual, dan 39 responden (72,2%) menggunakan informasi melalui media audio-visual. terdapat 12 responden (22,2%) berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan 42 responden (77,8%) berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. responden yang berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan media informasi jenis audio dan visual (53,3%) daripada jenis media informasi audio-visual (17,9%). Responden yang berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan jenis media informasi audio-visual (82,1%) dibandingkan media informasi jenis audio dan visual (46,7%) dengan p= 0,016 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/siswi kelas X dan kelas XI di SMK Kanisius Ungaran kabupaten semarang. Sehingga diharapkan siswa/siswi lebih meningkatkan wawasan tentang penggunaan media informasi, harus pandai mengambil sisi positif dari adanya perkembangan teknologi informasi supaya tidak memberi dampak buruk untuk berperilaku seksual Kata kunci : Media Informasi, Perilaku Seksual, Remaja PENDAHULUAN Saat ini perkembangan internet mulai merabah dan menempatkan posisi yang kuat dideretan media massa yang lebih dulu ada. Ketika internet mulai dikenal masyarakat sekitar sepuluh tahun ini, sudah dapat diramalkan, media ini akan menjadi sangat populer dikemudian hari. Hal itu pun terlihat ketika perangkat – perangkat komputer baik hardware, maupun software terus berkembang, terus disempurnakan setiap menit di pabrik – pabrik komputer, sejauh itu pula sambutan masyarakat terhadap media ini amat sangat antusius (Bungin, 2005). Perkembangan internet dan juga teknologi informasi lainnya yang sudah saling terintegrasi ini membuat dunia berada dalam apa yang disebut sebagai information superhighway era ketika teknologi menghilangkan hambatan fisik dan tradisional lalu lintas komunikasi dan penyebaran informasi. Berdasarkan salah satu survey yang pernah dilakukan di luar Indonesia, dunia online telah melahirkan sebuah kultur masyarakat baru bercirikan terbuka, optimis, 1 toleran, dan lebih bersikap radikal terhadap perubahan (Muhtarom, 2005). Remaja atau adolescence menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Service administrations Guidelines Amerika Serikat, rentan usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi tiga tahap (Kusmiran, 2012). Masa remaja terjadi perubahan organorgan fisik (organobiologik) secara cepat, dan tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emotion). Pada masa remaja terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan bagian khusus, karena bila timbul dorongandorongan seksual yang tidak sehat akan menimbulkan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab (Widyastuti, 2011). Media informasi remaja sebagaimana juga sikap lainnya, adalah menjadi landasan yang kuat dari perilaku remaja itu sendiri. Artinya bahwa perilaku seks dikalangan remaja perkotaan maupun pedesaan ditentukan oleh sikapnya terhadap seks. Sedangkan sikap remaja terhadap perilaku seks itu sendiri ditentukan oleh beberapa faktor yang menstimulasi remaja, yaitu faktor ekstern adalah media massa cetak dan media massa elektronik seperti koran majalah, televisi, sinema, video, internet, dan sebagainya. Lingkungan rumah dan lingkungan sosial remaja peer group (kelompok sebaya), perubahan nilai seksual, dan kurangnya pendidikan agama. Sedangkan faktor intern adalah didominasi oleh faktor hormonal (Bungin, 2005). Remaja laki-laki maupun perempuan kadang-kadang pada waktu bersamaan mempunyai keinginan yang berbeda misalnya, disuatu saat mereka harus mengalami suatu perasaan seksualnya, bercinta tetapi pada saat bersamaan mereka harus menjaga cegah jangan sampai melakukan hubungan seksual. Tetapi kelompok remaja lainnya, mereka telah mempunyai pematangan intelektual dan emosionalnya yang bersamaan dengan pematangan fisiknya sehingga mereka dapat menciptakan suatu kebebasan dan rangsangan. Secara garis besar seksual remaja merupakan suatu proses pematangan biologis saat pubertas dan pematangan psikoseksual (Soetjiningsih, 2010). Pornografi telah menjadi hal yang sangat umum di Indonesia karena sangat mudah diakses oleh setiap kalangan usia. Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia (2006) menyatakan bahwa Indonesia selain menjadi negara tanpa aturan yang jelas tentang pornografi, juga mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang paling rentan penetrasi pornografi terhadap anak-anak (BKKBN, 2006). Perilaku seksual pada masa remaja terjadi karena kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual itu sendiri sehingga sangat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 tahun sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh beberapa faktor lain misalnya, adat istiadat, budaya, agama dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan keluarga (Soetjiningsih, 2010). Menurut Wallmyr dan Welin (2006), remaja yang sering terpapar media porno (lebih dari 1×/ bulan) memiliki pemikiran berbeda tentang cara memperoleh informasi seks dengan remaja yang tidak pernah terpapar media pornografi dan remaja yang jarang terpapar media pornografi (1×/ bulan). Remaja yang jarang dan tidak pernah terpapar media pornografi menganggap informasi tentang seks tidak harus didapatkan dari media pornografi karena informasi tersebut dapat diperoleh dengan bertanya pada teman, guru, maupun orang tua. Kelompok remaja adalah individu yang berusia antara 11-12 sampai 20-21 tahun, secara fisik ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang berkaitan dengan kelenjar 2 seksual, secara psikologis remaja merupakan masa individu mengalami perubahanperubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, diantara masa anak-anak menuju masa dewasa (Kusmiran, 2012). Remaja sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya, dan sebagainya. Masalahnya sekarang bahwa mendefinisikan remaja itu sulit. Masalahmasalah yang menyangkut kelompok remaja semakin bertambah. Berbagai tulisan, ceramah, maupun seminar yang mengupas berbagai segi kehidupan remaja, termasuk kenakalan remaja, perilaku kenakalan remaja, perilaku seksual remaja, dan hubungan remaja dengan orang tuanya, menunjukkan bahwa masalah ini benar-benar serius dirasakan oleh masyarakat (Sarwono, 2011). Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah. Hanya 17,1% wanita dan 10,4% laki – laki yang mengetahui secara benar tentang masa subur dan risiko kehamilan, remaja wanita dan laki – laki usia 15 – 24 tahun yang mengetahui kemungkinan hamil dengan hanya sekali berhubungan seks masing – masing berjumlah 55,2% dan 52%. Akses pada informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi sangat terbatas, baik dari orang tua, sekolah, maupun media massa. Budaya “tabu” dalam pembahasan seksualitas menjadi suatu kendala kuat karena akses informasi yang rendah. Informasi menyesatkan yang memicu kehidupan seksualitas remaja semakin meningkat dari berbagai media (Kumalasari dan Andhyantoro, 2013). Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : perkembangan psikis, fisik, proses belajar, dan sosiokultural. Berdasarkan faktor – faktor tersebut maka aktifitas seksual remaja sangat erat kaitannya dengan faktor – faktor tersebut. Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual (Soetjiningsih, 2010). Menurut WHO (1995), yang dikatakan usia remaja adalah antara 10-19 tahun. Sementara itu, masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja juga mengalami perubahan kejiwaan. Remaja menjadi individu yang sensitive, mudah menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Perubahan emosi menjadikan remaja sebagai individu yang agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan. Remaja mulai mampu berfikir abstrak, senang mengkritik, dan ingin mengetahui hal yang baru (Sarwono 2011). Faktor-faktor penyebab perilaku seksual oleh remaja adalah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, faktor dalam diri remaja yang kurang memahami swadarmanya sebagai pelajar, faktor dari luar seperti pergaulan bebas tanpa kendali orang tua, perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin canggih yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses apa saja termasuk hal-hal yang negatif (Kusmiran, 2012). Sebuah survey yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survei (YRBS) secara Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2006 mendapati bahwa 47,8% pelajar yang duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks, 35% pelajar SMA telah aktif secara seksual (Soetjiningsih, 2010). Jones (2009), mengatakan dalam 20 tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah remaja putri yang berhubungan seks pranikah seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja putri berhubungan seks sebelum usia 16 tahun dan ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja putri satu kali melakukan seks. Berdasarkan laporan hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa tengah pada Tahun 2010 penelitian tentang perilaku seksual remaja dengan mengambil 99 responden, diketahui bahwa seluruhnya melakukan berpacaran dengan mengobrol (89,9%), berpegangan tangan (82,8%), berpelukan (68,7%), mencium bibir (62,6%), 3 mencium pipi (64,6%), meraba badan/alat kelamin (32,2%), petting (20,2%), seks anal (5,1%), oral seks (8,1%) dan melakukan hubungan seksual (14,1%) (PKBI, 2010). Menurut Widjanarko (2007) tentang perilaku berpacaran remaja di Kudus diketahui bahwa aktivitas yang dilakukan ketika pacaran sebanyak 33% pergi berduaan, 17% berpegangan tangan, 9% berpelukan, 9% mencium, 6% makan berduaan dan ada 3% yang melakukan hubungan suami istri. Menurut Widjanarko (2007) remaja yang tidak dapat menahan diri cenderung melanggar larangan hubungan seks pranikah. Kecenderungan ini akan semakin meningkat dengan mudahnya karena penyebaran informasi yang bersifat rangsangan seksual melalui kaset video, radio, televisi, dan internet. Berdasarkan studi pendahuluan yang diperoleh dari kepala sekolah SMK Kanisius Ungaran pada tanggal 26 Maret sampai 9 April 2015, banyaknya siswa di SMK Kanisius Ungaran adalah 63 siswa. Tidak ditemukan masalah yang bermakna pada siswa maupun siswinya. Kenakalan anak didiknya masih dalam batas kewajaran remaja yang hanya beraktivitas berpacaran tanpa terjadi kehamilan pra nikah. Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan pendekatan dan pertanyaan yang mendalam pada 8 siswa-siswi kelas X dan XI di SMK Kanisius Ungaran didapatkan hasil sebanyak 5 siswa suka mencari informasi melalui internet dengan membuka situs youtube, dan situs porno seks, 3 orang suka menggunakan handphone untuk media menyimpan video porno, gambar porno dan phone seks atau perilaku seksual dalam bentuk pesan singkat maupun suara. Dari 8 responden 3 diantaranya pernah melakukan perilaku seperti: berpelukan, ciuman basah, dan meraba bagian tubuh yang sensitif milik pasangannya. Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :“Hubungan Antara Media Informasi dengan Perilaku Seksual Remaja pada siswa/ siswi Kelas X dan Kelas XI di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/ siswi di SMK Kanisius Ungaran kabupaten Semarang METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Desain penelitian ini termasuk deskriptif korelasi yaitu penelitian atau penelaah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa/siswi di SMK Kanisius Ungaran sejumlah 63 siswa. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah 54 responden sesuai dengan kriteria inklusi. Dalam penelitian ini menggunakan tehnik sampling secara sampling purposive yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2010). C. Definisi Operasional Variabel Variabel independent Media Informasi Variabel Dependen Perilaku seksual Hasil Ukur Skala Dikategorikan menjadi Nominal 3 kategori : - Audio. - Visual. - Audio-visual. - Berisiko ringan jika Nominal menjawab pertanyaan pada kategori A saja. - Berisiko berat jika menjawab pertanyaan pada kategori A dan B, atau pada kategori B saja. D. Analisa Data 1. Analisis Univariat Analisa univariat penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi, sehingga tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti 2. Analisa Bivariat 4 Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolmogorov smirnov, yaitu untuk menguji hipotesis dengan data berbentuk kategorik dengan skala nominal maka menggunakan uji statistik nonparametrik. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Media Informasi Tabel 1 Distribusi Frekuensi Media Informasi Remaja Kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang Media Frekuensi Persentase Informasi (%) Audio 3 5,6 Visual 12 22,2 Audio39 2,2 visual Jumlah 54 100,0 Berdasarkan data tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 3 responden (5,6%) mendapat informasi melalui media audio, 12 responden (22,2%) mendapatkan informasi melalui media visual, dan 39 responden (72,2%) mendapatkan informasi melalui media audio-visual. 2. Perilaku Seksual Remaja Tabel 2 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja Kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang Perilaku seksual Responden Berisiko Ringan Berisiko Berat Jumlah Frekuensi Persentase (%) 12 22,2 42 77,8 54 100,0 Berdasarkan data tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden (22,2%) berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan 42 responden (77,8%) berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. 3. Hubungan Media Informasi Dengan Perilaku Seksual Remaja .Tabel 3 Hubungan Media Informasi Dengan Perilaku Seksual Remaja Pada Siswa/Siswi Kelas XI Dan Kelas XII Di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang Media Informasi Audio visual Audiovisual Jumlah Perilaku Seksual Remaja Berisiko Berisiko ringan berat f % f % 3 100 0 0 7 58,3 5 41,7 2 5,1 37 94,9 12 22,2 42 Jumlah f 3 2 9 value % 100,0 0,0001 100,0 100,0 77,8 54 100,0 Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase responden yang berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan media informasi jenis audio (100%), visual (58,3%) daripada jenis media informasi audio-visual (5,1%). Persentase berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan jenis media informasi audio-visual (94,9%) dibandingkan media informasi jenis visual (41,7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,0001 (p < 0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/siswi kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang. B. Pembahasan 1. Gambaran Media Informasi Hasil penelitian media informasi yang digunakan siswa/siswi di SMK 5 Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa terdapat 3 responden (5,6%) mendapat informasi melalui media audio, 12 responden (22,2%) mendapatkan informasi melalui media visual, dan 39 responden (72,2%) mendapatkan informasi melalui media audio-visual. Menurut asumsi peneliti media mempunyai pengaruh besar bagi remaja untuk mendapatkan sebuah informasi. Media audio yang digunakan oleh 2 responden berupa radio dimana informasi yang disampaikan hanya sekilas dan tidak bisa diulang, jadi pendengar tidak bisa mengerti secara detail tentang berita yang disampaikan, karena bahasanya sederhana dan tidak didukung oleh visualisasi sehingga pendengar hanya bisa membayangkan saja. Kemudian 1 responden menggunakan tape recorder dimana responden mendapatkan informasi dari merekamnya melalui situs youtube. Dan media visual yang digunakan oleh responden berupa majalah, poster, dan buku. Dimana informasi didalamnya lebih jelas dan mampu menjelaskan hal – hal yang bersifat kompleks ataupun investigatif. Terkadang disertai gambar atau foto yang lebih memperjelas isi berita yang ditampilkan. Selain itu juga bisa dikumpulkan dan dibuat kliping terutama mengenai sebuah berita yang fenomena ataupun berita – berita yang dianggap menarik. Kemudian untuk media informasi jenis audio – visual yang digunakan oleh responden berupa televisi dan video. Dimana informasi yang didapatkan dari media jenis audio – visual ini lebih mudah diakses oleh pengguna informasi yang tidak hanya disajikan dalam bentuk suara, tetapi televisi yang didukung oleh video yang menarik perhatian penonton. Jadi penonton bisa lebih jelas karena didukung oleh video yang ditayangkan dan pengguna informasi jenis audio – visual ini bisa lebih memahami dan mengerti maksud dari berita yang ditampilkan. Hal diatas didukung oleh teori Kartono (2003). Tayangan media informasi yang menonjolkan aspek pornografi diyakini sangat erat hubungannya dengan meningkatnya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja. Rangsangan kuat dari luar seperti film-film seks (blue film), sinetron, buku-buku bacaan dan majalah-majalah bergambar seksi, godaan dan rangsangan dari kaum pria, serta pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual tidak hanya mengakibatkan memuncaknya atau semakin panasnya reaksi-reaksi seksual tetapi juga mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat pada diri remaja. Teori yang diungkapkan Santrock (2003), saat ini teknologi semakin maju, kemampuan teknologi media elektronik memungkinkan seseorang merancang realitas melalui simulasi yang menjebak manusia dalam suatu ruang antara kenyataan dan khayalan. Di beberapa media baik cetak maupun elektronik, masalah pelecehan seksual menjadi daya tarik. Hal ini terjadi karena adanya penilaian subyektif terhadap perilaku porno. Perilaku porno verbal lebih diterima di masyarakat daripada perilaku porno nonverbal atau visual. Dengan kata lain, masyarakat terbuka untuk berbicara tentang seks ataupun membicarakan kehidupan seksualnya namun jika ada adegan yang mengandung unsur pornografi masyarakat menganggap hal tersebut sebagai hal yang tidak wajar. Hal ini dapat diperkuat oleh teori yang dijelaskan Yusuf (2012), bahwa semakin banyak informasi yang benar maka persepsi siswa/siswi akan baik dan kearah yang positif, sedangkan semakin banyak informasi yang tidak 6 benar maka persepsi siswa/siswi akan tidak baik dan kearah yang negatif. 2. Gambaran Perilaku Seksual Remaja Hasil penelitian tentang perilaku seksual remaja pada Siswa/Siswi kelas XI dan kelas XI di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang terdapat 12 responden (22,2%) berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan 42 responden (77,8%) berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut asumsi peneliti perilaku seksual berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan oleh responden setelah mengisi kuesioner berupa berfantasi, berpegangan tangan, ciuman kering dan berpelukan. Dimana perilaku berisiko ringan itu terjadi karena perilaku membayangkan dan mengimajinasi aktivitas seksual yang dapat berlanjut pada aktivitas yang menimbulkan rangsangan seks yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya berupa sentuhan pipi dengan bibir yang dapat menimbulkan imajinasi atau fantasi yang disertai dengan meningkatnya keinginan untuk melakukan aktivitas seksual lainnya. Dan perilaku seksual berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan oleh responden berupa ciuman basah, meraba, masturbasi, oral seks, petting dan intercouse. Dimana perilaku berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan terjadi karena aktivitas seksual yang berupa sentuhan bibir dengan bibir yang dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan mengakibatkan dorongan seksual hingga tak terkendali. Aktivitas ini dapat melemahkan kontrol diri sehingga dapat berlanjut ke aktivitas seksual lainnya. Hal ini sesuai konsep yang telah ada bahwa sikap dan perilaku seseorang dalam memberikan tanggapan dan respon terhadap stimulasi tertentu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang yang didapat berdasarkan dari proses belajar ataupun pengaruh dari lingkungan. Sikap merupakan pernyataan evaluatif terhadap obyek, orang atau peristiwa sehingga hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu (Budiman dan Riyanto, 2015). Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan atau action dengan stimulus atau obyek tadi (Notoatmodjo, 2007). Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, seperti berpacaran. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting, mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat (Widjanarko, dkk 2007). 3. Hubungan Media Informasi Dengan Perilaku Seksual Remaja 7 Hasil penelitian didapatkan bahwa persentase responden yang berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan media informasi jenis visual (58,3%) daripada jenis media informasi audio-visual (5,1%). Persentase berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak menggunakan jenis media informasi audio-visual (94,9%) dibandingkan media informasi jenis visual (41,7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,0001 (p < 0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/siswi kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang. Menurut asumsi peneliti, remaja lebih tertarik dengan adanya media yang tidak hanya disajikan dalam bentuk suara atau gambar saja, akan tetapi media dalam bentuk televisi dan video lebih cenderung menarik perhatian karena sebuah berita yang disajikan dalam bentuk video maupun televisi lebih jelas dan mudah dimengerti oleh para pengguna media tersebut. Diperkuat dengan teori Tanjung (2003). Pengaruh media informasi jenis Audio – visual yang semakin mudah diakses oleh pengguna informasi justru lebih memancing remaja untuk beradaptasi pada kebiasaan – kebiasaan tidak baik dan akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarakan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi karena kebanyakan remaja tidak mengetahui pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi. Menurut Toffler (1987) dalam Bungin, (2005) bahwa pada saat ini peran media massa sebagai media informasi dalam menyampaikan pesan-pesan perubahan masyarakat begitu sangat penting. Persoalannya bahwa yang dibawa oleh media massa, baik elektronik dan cetak, tidak saja bersifat positif, namun juga bersifat negatif. Bahkan justru pesan – pesan positif kadang kala dimodifikasi menjadi negatif. Media elektronik visual maupun audio visual juga tidak kalah sedikit peranannya dalam masalah ini. Dengan teknologi satelit, dimana masyarakat dapat menggunakannya untuk menerima berbagai siaran TV, internet dari berbagai stasiun di dunia, maka kemungkinan peran media elektronik ini sangat besar sekali dalam menyampaikan pesan-pesan perubahan dalam masyarakat, termasuk di dalamnya adalah mengubah konsep seks normatif dan mendorong adanya pelecehan seks (Burhan, 2005). Perilaku seks sebagai semua jenis aktifitas fisik yang menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi. Sedangkan perilaku seks pra nikah sendiri adalah aktifitas seksual dengan pasangan sebelum menikah pada usia remaja (Cavendish, 2009). Lawrence Green (1990) dalam Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh (faktor predisposisi) yaitu pendidikan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Penelitian ini menyatakan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Oktarina (2009), orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media massa. Pengetahuan masyarakat khususnya tentang kesehatan bisa didapat dari beberapa sumber antara lain media cetak, tulis, elektronik, 8 pendidikan sekolah dan penyuluhan. Tingkat pengetahuan remaja tentang media informasi terhadap perilaku seksual pranikah remaja SMAN 3 Surakarta menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang media informasi dengan perilaku seksual pranikah dari hasil uji Chi Square diperoleh ρ value 0,0001 < nilai alpha 0,05 SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Gambaran media informasi yang digunakan oleh siswa/siswi di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang terdapat 3 responden (5,6%) mendapat informasi melalui media audio, 12 responden (22,2%) mendapatkan informasi melalui media visual, dan 39 responden (72,2%) mendapatkan informasi melalui media audio-visual. 2. Gambaran perilaku seksual siswa/siswi di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang terdapat 12 responden (22,2%) berisiko ringan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan 42 responden (77,8%) berisiko berat terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. 3. Ada hubungan yang bermakna antara media informasi dengan perilaku seksual remaja pada siswa/siswi kelas XI dan kelas XII di SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang dengan nilai ρ value = 0,0001 (<α=0,05) B. Saran 1. Bagi SMK Kanisius Ungaran Kabupaten Semarang Dalam hal ini pihak sekolah harus mengontrol kegiatan yang berhubungan dengan strategi untuk menggunakan media informasi secara positif. Supaya siswa tidak terbawa arus perkembangan teknologi informasi yang berdampak pada perilaku seksual yang menyimpang dan tetap menjaga organ serta fungsi seksual sesuai dengan masa perkembangannya. 2. Bagi Remaja Diharapkan remaja lebih selektif dalam meningkatkan wawasan tentang penggunaan media informasi, harus pandai mengambil sisi positif dari adanya perkembangan teknologi informasi supaya tidak memberi dampak buruk untuk berperilaku seksual yang lebih baik dan bertanggungjawab. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Agar melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan sampel dan faktor-faktor yang lebih banyak agar didapatkan hasil penelitian yang baru lagi DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. BKKBN.(2006). Anak Indonesia Rentan Pornografi. http://hqweb01.bkkbn.go.id/ article_detail.pihp?aid=531. Budiman dan Riyanto. (2015). Pengetahuan dan Sikap dalam penelitian Kesehatan. Jakarta : salemba Medika. Bungin, MB. (2005). Pornomedia : Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika & Perayaan Seks di Media Massa. Jakarta : Kencana. Jones, D.L. (2009). Setiap Wanita : panduan lengkap tentang kesehatan, kebidanan dan kandungan. Jakarta : Delapratasa Publishing. Kartini, Kartono. (2006). Psikologi abnormal dan abnormalitas seksual. Bandung : CV Mandar Maji. Kumalasari, I dan Andhyantoro, I. (2013). Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Salemba Medika. Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika. Muhtarom, M.I. (2005). Masyarakat Terbuka dalam Jurnal Balairung UGM, Yogyakarta. 9 Notoatmodjo. S. (2003a). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Rineka Cipta. -----------------------.(2007b). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. -----------------------.(2012c). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta. -----------------------.(2012d). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. PKBI Pilar. (2010). Studi Kasus Pengetahuan Sikap dan Perilaku Siswa SMA Terhadap Kesehatan Reproduksi. Semarang : Data Pribadi Santrock, John W. (2003). Adolescence. Perkembangan remaja. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta; Raja Grafindo Persada. Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto. Yusuf, Syamsu. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Wallmyr, G., & Welin, C. (2006). Young people, Pornography, and Sexuality. Sources and attitude. Journal of school Nursing, 22 (5), 262-263. Widyastuti, Y, dkk. (2011). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya. Widjanarko, M.dkk. (2007). Remaja dan Kesehatan Reproduksi di Kota eks Karesidenan Pati, Kudus, Jepara, Pati & Rembang (Laporan Penelitian tidak diterbitkan). Kudus: Puslitbang Universitas Muria Kudus 10