1 PERBEDAAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PEDESAAN DAN

advertisement
PERBEDAAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PEDESAAN DAN
PERKOTAAN DI KECAMATAN UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
Winda Wahyuni Putri, Sri Wahyuni, Luvi Dian Afriyani*
E-mail : [email protected]
*Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual baik dengan lawan jenis. Remaja mempunyai resiko melakukan perilaku
seksual pranikah yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan dan
berdampak pada kasus infeksi penularan HIV/AIDS. Kondisi lingkungan menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku seksual remaja perkotaan dan
pedesaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh remaja SMA di
Kecamatan Ungaran Barat dan Kecamatan Ungaran Timur berjumlah 2016
remaja. Teknik pengambilan sampel dengan dengan two stage cluster sampling
dengan jumlah responden 95. Pengambilan data dengan kuesioner, analisa data
menggunakan Chi Square dengan tingkat kepercayaan (α = 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja perkotaan perilaku negatif
lebih besar yaitu sebanyak 75,0% (36 responden) dibandingkan dengan remaja
pedesaan 19,1% (9 responden) yang berperilaku negatif. Terdapat perbedaan
perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang dengan nilai p = 0,0001.
Sebaiknya remaja harus membentengi diri dengan memperdalam
pengetahuan agama, mengikuti kegiatan/organisasi yang bermanfaat, bergaul
dengan teman-teman yang baik. Dengan cara tersebut dapat terhindar dari
pengaruh buruk lingkungan yang akan menjerumuskan dalam perbuatan negatif,
yang merupakan pelanggaran terhadap agama maupun norma masyarakat.
Kata kunci
: Perilaku Seksual, Pedesaan dan Perkotaan,
1
THE DIFFERENCES OF ADOLESCENT SEXUAL BEHAVIOR IN
RURAL AND URBAN AREA AT UNGARAN SUB DISTRICT
SEMARANG REGENCY
Winda Wahyuni Putri, Sri Wahyuni, Luvi Dian Afriyani*
E-mail : [email protected]
* Diploma IV of Midwifery Study Program Ngudi Waluyo School of Health
ABSTRACT
Sexual behavior refers to all kinds of behavior provided by sexual desire to
another gender. Adolescent have some risk to do pre-marriage sexual behavior
which causes undesired pregnancy and it will cause the spreading of HIV/AIDS.
Environmental condition is one of factors which influence sexual behavior of
teenagers. This research is proposed to know the differences of adolescent sexual
behavior in rural and urban area at Ungaran Sub District Semarang Regency.
The method used was an analytical survey with cross-sectional approach.
The population on this research were all senior high school students at West
Ungaran and East Ungaran Sub District as many as 2016 adolescents. The
sampling technique used Two Stage Cluster Sampling with 95 respondents.
Collecting data technique used questionnaire, data were analyzed by using Chi
Square test with confidence level α = 0.05.
The result shows that urban adolescent have greater negative behavior,
which is 75.0 % (36 respondents), than rural adolescent which is 19.1% (9
respondents). The differences of adolescent sexual behavior in rural and urban
area at Ungaran Sub District Semarang Regency with p value = 0.0001.
Adolescent should fortify themselves by increasing their knowledge about
religion, joining some useful activities or organizations, and interacting with good
people. With the ways mentioned above, it might prevent them from a bad impact
of the environment, which can drive people to do negative things, which are
violations to the religion or social norm.
Keywords
: Sexual Behavior, Rural And Urban
PENDAHULUAN
Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, mulai dari tingkah laku
yang dilakukannya seperti sentuhan, berciuman (kissing) berciuman belum sampai
menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang payudara
atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking) dan
bercumbuan sampai menempelkan alat kelamin yaitu dengan saling menggesekgesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama (petting) dan
yang sudah bersenggama (intercourse), yang dilakukan di luar hubungan
pernikahan (Sarwono, 2013).
2
Menurut SKRRI tahun 2007 hanya 19% remaja pria dan 24% remaja
wanita memulai berpacaran sebelum berumur 15 tahun. Perilaku pacaran remaja
sejumlah 30% remaja pria dan 6% remaja wanita melakukan aktivitas
meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif pada saat pacaran, sedangkan
menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRRI) 2012 menunjukkan 28%
remaja pria dan 27% remaja wanita menyatakan bahwa mereka memulai
berpacaran sebelum berumur 15 tahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012 dibandingkan dengan SDKI 2002 dan 2007, terjadi
peningkatan hubungan seks bebas pada remaja usia 15 – 24 tahun. Hubungan
seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20 – 24 tahun sebesar 9,9% dan
2,7% pada usia 15 – 19 tahun. Salah satu faktor penyebab hubungan seks adalah
perilaku pacaran remaja.
Data lain yang diperoleh dari PILAR PKBI Jawa Tengah, menyebutkan
bahwa pada tahun 2015, telah tercatat 123 orang berkonsultasi karena kasus
kehamilan tidak dinginkan (KTD). Dari jumlah tersebut, 78% di antaranya adalah
kasus tersebut dialami oleh remaja yang belum menikah. Dilihat dari
pendidikannya, kasus KTD tersebut 54,5% dialami oleh remaja SMA dan 11,4%
remaja dalam status sebagai mahasiswa (PKBI, 2010). Sedangkan pada tahun
2011 data PILAR PKBI menyebutkan telah terdapat 146 kasus KTD yang
berkonsultasi di PILAR PKBI, 73% dialami oleh remaja belum menikah. Jika
dilihat dari pendidikannya, 37% dari pasien KTD tersebut adalah mahasiswa. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus KTD yang dialami remaja dari tahun
ketahun mengalami peningkatan. Demikian juga proporsi kasus KTD yang
dialami oleh pelajar SMA juga mengalami peningkatan.
Penelitian oleh Sekarrini (2011) sebanyak 39,3% murid SMK Kesehatan
daerah Kabupaten Bogor Tahun 2011 berperilaku seksual dalam kategori ringan
seperti mengobrol, menonton film berdua, jalan berdua, berpegangan tangan dan
berpelukan. Sedangkan sebanyak 60,7% berperilaku seksial berisiko berat seperti
berciuman bibir, mencium leher, meraba daerah organ, bersentuhan alat kelamin
dan melakukan hubungan seks.
Banyak dampak perilaku seks bebas, hasil survey BKKBN tahun 2010
sekitar 51 % remaja di wilayah Jabodetabek sudah tidak perawan. Sebanyak 4%
responden yang mengaku melakukan hubungan seksual sejak usia 16-18 tahun,16
% melakukan pada usia 13-15 tahun, Seks pranikah di Surabaya mencapai 47%,
di Bandung dan Medan 52%. Perilaku seks bebas di kalangan remaja berdampak
pada kasus infeksi penularan HIV/AIDS yang cenderung berkembang di
Indonesia, 3 Indonesia, sedangkan tempat favorit untuk melakukan hubungan
seksual adalah di rumah sebanyak 40 %, di tempat kost 30 % dan di hotel 30%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku seksual remaja
perkotaan dan pedesaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang.
Dari hasil wawancara dengan perangkat desa dan tenaga kesehatan yang
ada di Desa Kalikayen. Pak P mengatakan bahwa tahun 2014 ada 3 remaja masih
duduk dibangku sekolah hamil diluar nikah. Untuk 2 tahun terakhir data usia
pernikahan dibawah umur sudah tidak ada karena sudah ada ketentuan bahwa usia
pernikahan pada wanita umur 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Bidan desa
3
mengatakan bahwa remaja di Desa Kalikayen sudah melakukan perilaku seksual
bebas pra nikah.
Hasil wawancara dengan perangkat desa selaku ketua remaja di Kelurahan
Candirejo, bahwa pada tahun 2014 ada 7 remaja yang masih duduk dibangku
SMA hamil diluar nikah. Pada tahun 2015 ada 4 remaja yang masih duduk
dibangku SMA hamil diluar nikah. Tahun 2016 ada 4 remaja yang masih duduk
dibangku SMA hamil diluar nikah dan sudah nikahkan.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang “Perbedaan perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan
Ungaran Kabupaten Semarang”.
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui perbedaan perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di
Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang.
MANFAAT PENELITIAN
Bagi peneliti dapat digunakan sebagai masukan untuk terus memperluas
wawasan, pengalaman, keterampilan serta menambah ilmu pengetahuan mengenai
perbedaan perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan
kabupaten Semarang.
Bagi remaja dapat menjadi bahan informasi bagi para remaja supaya lebih
berhati-hati dalam menentukan perilaku. Agar remaja lebih produktif dalam hal
positif dan mengembangkan potensi diri dengan tidak melakukan perilaku seksual
pra nikah.
Bagi institusi dapat menambah bahan pustaka di Program Studi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo dan sebagai tolak ukur untuk menilai
kemampuan siswi dalam melakukan penelitian serta sebagai informasi sehingga
dapat dikembangkan pada penelitian-penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Desain dalam penelitian ini menggunakan survei analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh remaja SMA di
Kecamatan Ungaran Barat dan Kecamatan Ungaran Timur berjumlah 2016
remaja. Teknik pengambilan sampel dengan dengan two stage cluster sampling
dengan jumlah responden 95. Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu
Desa Kalikayen mewakili wilayah pedesaan dan Kelurahan Candirejo mewakili
wilayah perkotaan pada tanggal 1 – 6 Agustus 2016. Analisis bivariat bertujuan
untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara perilaku seksual
remaja di pedesaan dan perkotaan. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Chi
Square. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Setelah pengolahan data,
kemudian peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan statistik, data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase dengan menggunakan distribusi
frekuensi.
4
HASIL PENELITIAN
Umur Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada Remaja
Pedesaan dan Perkotaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016
Umur
(tahun)
15
16
17
18
Total
Perkotaan
f
18
18
17
5
48
%
37,5
37,5
14,6
10,4
100,0
f
Pedesaan
%
13
27,6
23
48,9
7
14,9
4
8,6
47
100,0
Total
f
%
31
41
14
9
95
32,6
43,2
14,7
9,5
100,0
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa remaja perkotaan tertinggi
berumur 15-16 tahun yaitu sebanyak 37,5% (18 responden) dan terendah berumur
18 tahun yaitu sebanyak 10,4% (5 responden).
Sedangkan umur remaja pedesaan tertinggi berumur 16 tahun yaitu
sebanyak 48,9% (23 responden) dan terendah berumur 18 tahun yaitu sebanyak
8,5% (4 responden).
Jenis Kelamin
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Remaja
Pedesaan dan Perkotaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Perkotaan
f
%
19
39,6
29
60,4
48
100,0
Pedesaan
f
17
30
47
Total
%
36,1
63,9
100,0
f
36
59
95
%
37,9
62,1
100,0
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa responden di perkotaan dan
pedesaan pada responden perempuan lebih tinggi 62,1% (59 responden) di
bandingkan dengan responden laki-laki 37,9% (36 responden).
Sumber Informasi
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mendapatkan Sumber
Informasi pada Remaja Pedesaan dan Perkotaan di Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang Tahun 2016
Mendapatkan
Sumber
Informasi
Tidak Dapat
Dapat
Perkotaan
f
Pedesaan
%
2
46
4,2
95,8
f
Total
%
4
43
8,5
91,5
f
%
6
89
6,3
93,7
5
Total
48
100,0
47
100,0
95
100,0
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 48 responden remaja
perkotaan yang tidak mendapatkan sumber informasi tentang perilaku seksual
sebanyak 4,2% (2 responden). Sedangkan dari 47 responden remaja pedesaan
yang tidak mendapatkan sumber informasi tentang perilaku seksual sebanyak
8,5% (4 responden). Dapat dilihat pada tabel 4 distribusi responden berdasarkan
jenis sumber informasi.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden
pada Remaja Pedesaan dan Perkotaan
Semarang Tahun 2016
Perkotaan
Jenis Sumber
Informasi
f
%
Majalah
Ya
2
4,3
Tidak
44
95,6
Televisi
Ya
26
56,5
Tidak
20
43,4
Radio
Ya
0
0,0
Tidak
46
100
Petugas
Ya
9
19,5
kesehatan Tidak
37
80,4
Internet
Ya
43
93,4
Tidak
3
6,52
Poster
Ya
0
0,0
Tidak
46
100
Berdasarkan Jenis Sumber Informasi
di Kecamatan Ungaran Kabupaten
Pedesaan
f
%
9
20,9
34
79,1
22
51,1
13
30,2
1
2,32
42
97,6
6
13,95
37
86,1
40
93,1
3
6,9
2
4,6
41
95,3
Total
f
11
78
48
23
1
88
15
74
83
6
2
87
%
12,4
87,6
53,9
25,8
1,2
98,8
16,8
83,1
93,2
6,7
2,2
97,7
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa remaja perkotaan dan pedesaan
mendapatkan sumber informasi tentang perilaku seksual dari sumber informasi
internet yaitu sebanyak 93,2% (83 responden). Sumber informasi tentang perilaku
seksual dari remaja perkotaan yaitu sebanyak 93,4% (43 responden). Dan sumber
informasi tentang perilaku seksual pada remaja pedesaan dari sumber informasi
internet yaitu sebanyak 93,1% (40 responden).
Perilaku Seksual Remaja Perkotaan
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Seksual
Remaja Perkotaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016
Perilaku Seksual
Negatif
Positif
Total
frekuensi
36
12
48
Persentase (%)
75,0
25,0
100,0
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa remaja perkotaan yang
melakukan perilaku seksual negatif yaitu sebanyak 75,0% (36 responden) dan
6
perilaku seksual positif yaitu sebanyak 25,0% (12 responden). Dapat dilihat pada
tabel 6 distribusi responden berdasarkan jenis perilaku seksual.
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Perilaku Seksual pada
Remaja Perkotaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016
Jenis Perilaku Seksual
Berpelukan
Ya
Tidak
Cium pipi
Ya
Tidak
Cium bibir
Ya
Tidak
Petting
Ya
Tidak
Oral seks
Ya
Tidak
Intercouse
Ya
Tidak
frekuensi
36
12
35
13
27
21
9
39
2
46
0
48
Persentase (%)
75,0
25,0
72,9
27,1
56,2
43,8
18,8
81,2
4,2
95,8
0,0
100,0
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar perilaku seksual
remaja perkotaan adalah berpelukan yaitu sebanyak 36 (75,0%) dan perilaku
seksual intercouse tidak ada responden yang melakukan perilaku tersebut. Remaja
perkotaan sudah melakukan perilaku seksual pada oral seks.
Perilaku Seksual Remaja Pedesaan
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Seksual
pada Remaja Pedesaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016
Perilaku Seksual
Negatif
Positif
Total
Frekuensi
9
38
47
Persentase (%)
19,1
80,9
100,0
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa remaja pedesaan yang
melakukan perilaku seksual negatif yaitu 19,1% (9 responden) dan perilaku
seksual positif yaitu sebanyak 80,9% (38 responden). Dapat dilihat pada tabel 8
distribusi responden berdasarkan jenis perilaku seksual.
7
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Perilaku Seksual pada
Remaja Pedesaan Di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2016
Jenis Perilaku Seksual
Berpelukan
Ya
Tidak
Cium pipi
Ya
Tidak
Cium bibir
Ya
Tidak
Petting
Ya
Tidak
Oral seks
Ya
Tidak
Intercouse
Ya
Tidak
frekuensi
9
38
9
38
8
39
2
45
0
47
0
47
Persentase (%)
19,1
80,9
19,1
80,9
17,0
83,0
4,3
95,7
0,0
100,0
0,0
100,0
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa dari perilaku seksual remaja
pedesaan adalah berpelukan dan cium pipi yaitu sebanyak 9 responden (19,1%),
perilaku seksual oral seks dan intercouse tidak ada responden yang melakukan
perilaku tersebut. Perilaku seksual remaja pedesaan sudah melakukan perilaku
seksual pada petting.
Perbedaan Perilaku Seksual di Pedesaan dan Perkotaan
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perbedaan Perilaku Seksual
pada Remaja Pedesaan dan Perkotaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang Tahun 2016
Perilaku Seksual
Geografi
Perkotaan
Pedesaan
Jumlah
Negatif
f
%
36 75,0
Total
Positif
f
%
12 25,0
f
%
45 100,0
9
19,1
38
80,9
50 100,0
45
47,4
50
52,6
95 100,0
P-value
0,000
CI 95%
OR
4.768 12.667
–
33.652
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa persentase perilaku seksual
negatif pada remaja perkotaan yaitu 75,0% (36 responden) lebih tinggi
dibandingkan dengan perilaku seksual pedesaan yaitu 19,1% (9 responden).
Hasil analisis uji Chi Square didapatkan nilai p sebesar 0,0001 < α (0,05)
dan nilai OR = 12.667. Nilai p (0,0001) < α (0,05) maka Ho ditolak artinya ada
perbedaan perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang.
8
Akses yang mudah untuk informasi seksual dengan nilai OR = 12.667
artinya bahwa remaja perkotaan 12 kali lebih besar mempunyai perilaku seksual
dengan kategori negatif dibandingkan dengan remaja pedesaan.
PEMBAHASAN
Perilaku Seksual Remaja Perkotaan Di Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang
Karakteristik responden remaja perkotaan meliputi umur, jenis kelamin,
sumber informasi dan perilaku seksual. Berdasarkan hasil tabel 4.5 dari 48 remaja
perkotaan perilaku seksual positif yaitu 25,0% (12 responden) dan perilaku
seksual negatif 75,0% (36 responden).
Berdasarkan tabel 4.6 lebih dari 50% responden melakukan berpelukan
75,0% (36 responden), cium pipi 72,9% (35 responden) dan cium bibir 56,2% (27
responden), petting 18,8% (9 responden), oral seks 4,2 % (2 responden) walaupun
tidak dilakukan intercouse.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa remaja perkotaan tertinggi
berumur 15-16 tahun yaitu sebanyak 37,5% (18 responden) dan terendah berumur
18 tahun yaitu sebanyak 10,4% (5 responden).
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden perempuan lebih
tinggi 60,4% (29 responden) di bandingkan dengan responden laki-laki 39,6% (19
responden). Terdapat pembedaan antara remaja pria dan remaja putri dalam
pengalaman seksual. Remaja putra selalu menunjukkan angka lebih tinggi
daripada remaja putri. Remaja pria lebih awal melakukan berbagai perilaku
seksual daripada remaja putri dan sikap pria lebih permissif dari pada wanita.
Remaja putra mempunyai dorongan seksual lebih kuat dan lebih aktif dalam
mencari obyek seksualnya, selain itu berkaitan dengan norma-norma yang lebih
longgar bagi kaum pria daripada kaum wanita di hampir seluruh dunia dan
sehubungan dengan itu lebih besar pula kemungkinannya bagi kaum pria
(termasuk remajanya) untuk melakukan berbagai hal daripada kaum wanita
(Sarwono, 2010).
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 48 responden remaja
perkotaan yang tidak mendapatkan sumber informasi tentang perilaku seksual
sebanyak 4,2% (2 responden). Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa remaja
perkotaan mendapatkan dari jenis sumber informasi tentang perilaku seksual
terbanyak dari sumber informasi internet yaitu sebanyak 93,4% (43 responden).
Para remaja mendapatkan informasi jauh melebihi apa yang mereka
harapkan, karena ternyata media massa telah berkembang, tidak saja jumlahnya
tetapi juga berkembang ke arah cara penyampaian informasi yang sangat permissif.
Hampir tidak ada jenis informasi yang tidak bisa disampaikan, terutama oleh
media maya seperti website. Namun pada saat yang sama media massa ini juga
menyediakan jenis informasi dan gambar-gambar hidup yang hampir jika
melihatnya tidak dapat mempercayainya seperti manusia bersenggama. Jenis
pilihan dan alternatif informasi seperti inilah yang tersedia bagi remaja ketika
mereka mengakses media massa khususnya website. Orang lain tidak bisa
membatasi atau mengontrol para remaja untuk hanya melihat, membaca, dan
mengakses informasi yang baik-baik saja (BKKBN, 2010).
9
Menurut Azwar (2012) media informasi sebagai sarana komunikasi
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang,
adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya sikap hal tersebut.
Perilaku Seksual Remaja Pedesaan Di Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang
Karakteristik responden remaja pedesaan meliputi umur, jenis kelamin,
sumber informasi dan perilaku seksual. Berdasarkan hasil tabel 4.7 dari 47 remaja
pedesaan perilaku seksual positif yaitu 80,9% (38 responden) dan perilaku
seksual negatif 19,1% (9 responden).
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari perilaku seksual sudah
sampai petting belum sampai ke oral seks dan intercouse. Dan perilaku seksual
remaja pedesaan terbanyak adalah berpelukan dan cium pipi yaitu sebanyak 9
responden (19,1%), cium bibir 17,0% (8 responden), petting 4,3% (2 responden)
dan tidak ada responden yang melakukan oral seks dan intercouse.
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui sebagian besar responden remaja pedesaan
berumur 16 tahun yaitu sebanyak 48,9% (23 responden) dan berumur 18 tahun
yaitu sebanyak 8,5% (4 responden). Menurunnya usia kematangan seksual
sehubungan dengan membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak di satu pihak dan
meningkatnya informasi melalui media massa atau hubungan antar orang di pihak
lain. Gejala menurunnya usia menarche (haid yang pertama) disebabkan oleh
hubungan antar jenis yang serba boleh (permissif) sehingga mempercepat
pematangan tubuh. Menurunnya usia kematangan seksual ini akan diikuti oleh
meningkatnya aktivitas seksual pada usia-usia yang dini (Sarwono, 2010).
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa responden perempuan lebih tinggi
63,9% (30 responden) di bandingkan dengan responden laki-laki 36,1% (17
responden). Menurut Pangkahila dalam Soetjiningsih (2004), fungsi seksual
remaja perempuan lebih cepat matang, tetapi pada perkembangannya remaja lakilaki lebih aktif secara seksual daripada perempuan. Laki-laki mengikuti aturan
pacaran yang proaktif, sementara perempuan bersifat reaktif. Laki-laki memulai
kencan (meminta dan merencanakannya), mengendalikan domain publik dan
memulai interaksi sosial (melakukan kontak fisik, bermesraan dan berciuman)
sedangkan perempuan berespon terhadap gerak-gerak seksual. Perbedaan gender
ini memberikan kekuasaan yang lebih besar pada laki-laki dalam sebuah relasi
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan tabel 4.3 mendapatkan sumber informasi diketahui dari 47
responden remaja yang tidak mendapatkan sumber informasi tentang perilaku
seksual sebanyak 8,5% (4 responden). Berdasarkan tabel 4.4 jenis sumber
informasi tentang perilaku seksual pada remaja terbanyak dari sumber informasi
internet yaitu sebanyak 93,1% (40 responden).
Karena media massa merupakan informasi seksual yang lebih penting
dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan
gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media
massa baik cetak maupun elektronik yang menampilkan tulisan atau gambar dapat
10
menimbulkan iamjinasi dan merangsang seseorang untuk mencoba meniru
adegannya (Wibowo, 2004).
Perbedaan Perilaku Seksual Remaja Pedesaan dan Perkotaan di Kecamatan
Ungaran Kabupaten Semarang
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 dari 95 responden yang terdiri
dari 47 remaja pedesaan dan 48 remaja perkotaan yang dilakukan penelitian
menggunakan kuesioner tentang perilaku seksual, menunjukkan bahwa remaja
perkotaan tertinggi yang melakukan perilaku seksual dari remaja yang pedesaan.
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa persentase perilaku seksual
negatif pada remaja perkotaan yaitu 75,0% (36 responden) lebih tinggi
dibandingkan dengan perilaku seksual pedesaan yaitu 19,1% (9 responden).
Hasil analisis uji Chi Square didapatkan nilai p sebesar 0,0001 < α (0,05)
dan nilai OR = 12.667. Nilai p (0,0001) < α (0,05) maka Ho ditolak artinya ada
perbedaan perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang.
Akses yang mudah untuk informasi seksual dengan nilai OR = 12.667
artinya bahwa remaja perkotaan 12 kali lebih besar mempunyai perilaku seksual
dengan kategori negatif dibandingkan dengan remaja pedesaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku
seksual pada remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang karena dipengaruhi oleh faktor yang mendasar seperti usia, jenis
kelamin dan sumber informasi.
Berdasarkan hasil tabel 4.5 dari 48 remaja perkotaan perilaku seksual
positif yaitu 25,0% (12 responden) sedangkan remaja di pedesaan berdasarkan
hasil tabel 4.7 dari 47 remaja pedesaan perilaku seksual positif yaitu 80,9% (38
responden). Remaja perkotaan perilaku seksual negatif lebih tinggi 75,0% (36
responden) dibandingkan dengan remaja pedesaan perilaku seksual negatif 19,1%
(9 responden).
Berdasarkan tabel 4.6 dan tabel 4.8 sebagian besar remaja perkotaan yang
berpacaran berpelukan lebih tinggi 75,0% (36 responden) dibandingkan dengan
remaja pedesaan berpelukan 19,1% (9 responden). Remaja perkotaan cium pipi
72,9% (35 responden) sedangkan remaja pedesaan cium pipi 19,1% (9 responden),
remaja perkotaan cium bibir lebih tinggi 56,2% (27 responden) dibandingkan
dengan remaja pedesaan cium bibir sebanyak 17,0% (8 responden), remaja
perkotaan petting sebanyak 18,8% (9 responden) sedangkan remaja pedesaan
melakukan petting sebanyak 4,3% (2 responden), remaja perkotaan melakukan
oral seks sebanyak 4,2 % (2 responden) sedangkan remaja pedesaan tidak
melakukan oral seks, Remaja perkotaan dan remaja pedesaan tidak melakukan
intercouse.
Salah satu ciri masyarakat pedesaan ialah masih menjunjung tinggi adat
ketimuran (Asy’ari, 1993), sehingga sebagian besar masyarakat desa masih
menganggap perilaku seksual merupakan hal tabu. Masyarakat desa masih
menganggap pembicaraan mengenai seks merupakan hal yang tabu, sehingga para
remaja membicarakan seks masih terbatas bisik-bisik antara teman, membaca
buku, maupun menonton flim.
11
Berbeda dengan remaja perkotaan, mereka tetap saja seperti remaja
kebanyakan yang selalu ingin tahu dan ingin diakui esksistensinya dilingkungan
pergaulan mereka. Hasil penelitian Dwi (2014) menunjukkan bahwa
kemungkinan remaja dengan ibu yang menerapkan pola asuh otoriter dan permisif
melakukan perilaku seksual sebesar 99,98%. Pada remaja kota, hal tersebut juga
didukung dengan tingkat pendidikan yang telah mereka jalani.
Dari karakteristik sumber informasi perilaku seksual tertinggi yang didapat
dari remaja pedesaan dan perkotaan adalah sumber informasi dari internet.
Remaja perkotaan mendapat sumber informasi perilaku seksual dari sumber
internet sebanyak 89,6% (43 responden) sedangkan remaja pedesaan mendapat
sumber informasi perilaku seksual dari sumber internet sebanyak 85,2% (40
responden). Sumber informasi perilaku seksual yang didapat remaja perkotaan
dari internet lebih mudah didapat. Karena akses untuk ke warung internet lebih
dekat dan fasilitas yang ada di perkotaan lebih banyak. Sedangkan sumber
informasi perilaku seksual yang didapatkan remaja pedesaan didapatkan saat
mereka berada di sekolah. Karena signal di pedesaan masih kurang baik
jaringannya untuk hp android atau hp yang bisa digunakan untuk internet, di
pedesaan tidak ada warung internet dan fasilitas masih kurang.
Perkotaan adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Ciri-ciri fisik
perkotaan antara lain, tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan,
tersedianya tempat-tempat untuk parkir, terdapatnya sarana rekreasi dan sarana
olahraga, bangunan padat, penduduk padat.
Ciri-ciri masyarakat perkotaan antara lain; dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa bergantung dengan orang lain, pembagian kerja yang lebih tegas dan
memiliki batas yang nyata, kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan lebih
banyak, perubahan tampak lebih nyata karena kota biasanya lebih terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar.
Masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal jauh dengan pusat
pemerintahan. Masyarakat desa memiliki ciri-ciri; lebih cenderung tolong
menolong, memiliki pekerjaan sebagai petani, fasilitas masih sulit ditemukan,
warganya masih sulit untuk menerima hal baru atau mereka tertutup dengan halhal yang baru.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang perbedaan
perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang dengan sampel remaja di pedesaan (Desa Kalikayen)
sebanyak 47 remaja dan 48 remaja di perkotaan (Kelurahan Candirejo), maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perilaku seksual remaja perkotaan dengan kategori positif yaitu 25,0% (12
responden) dan perilaku seksual negatif 75,0% (36 responden).
2. Perilaku seksual remaja pedesaan dengan kategori positif yaitu 80,9% (38
respsonden) dan perilaku seksual negatif 19,1% (9 responden).
3. Ada perbedaan perilaku seksual remaja pedesaan dan perkotaan di Kecamatan
Ungaran Kabupaten Semarang ( p < 0,0001 ).
12
SARAN
Sebagai harapan masa depan bangsa, seharusnya remaja mengetahui benar
tanggung jawab dan kewajiban besar. Oleh karena itu, agar tidak terjerumus ke
hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri maupun pihak lain, maka remaja harus
membentengi diri dengan memperdalam pengetahuan agama, mengikuti
kegiatan/organisasi yang bermanfaat, bergaul dengan teman-teman yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asy’ari, S. I. 1993. Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya : Usaha Nasional
Azwar, S. (2012). Sikap Manusia: teori dan pengukurannya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2002-2003. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia.
(SDKI). 2007. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia.
(SDKI). 2012. Jakarta : Badan Pusat Statistik
BKKBN, 2010. Evaluasi Pembangunan Kependudukan dan KB BKKBN Provinsi
Jawa Tengah : BKKBN Provinsi
Sarwono, Sarlito W. 2010. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Sarwono, Sarlito W. 2013. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Sekarrini, Loveria. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Seksual Remaja Di Kabupaten Bogor. Skripsi Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI). 2007. Kesehatan
Remaja di Indonesia. http://www.idai.or.id
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI), 2012. Pendewasaan
Usia Perkawinan dan Hak-hak Reproduksi Bagi Remaja Indonesia. Jakarta :
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Direktorat Remaja dan
Perlindungan Hak-hak Reproduksi
Pilar PKBI. 2015. Data Perilaku Seksual Remaja. Jawa Tengah
13
Download
Study collections