Teologi Politik Islam TEOLOGI POLITIK ISLAM DR. Zainal Rahawarin, M.Si (Dosen pada Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon) ISLAM POLITICAL THEOLOGY Abstract Islam Political Theology in tis researche is the actual problem always discuss in Islam. Mission of Islam is primarly for Amar Ma’ruf Nahi Munkar upright and not primarly domain for social proselytizing institution. Amar Ma’ruf Nahi Munkar is requisite of sovereignty and law institution can do and execution from acts of the people. Social proselytizing institution has not the power to judge imprison or death verdict. On the basis of this, politic in Islam is soul. If separate between politic with Islam thus Islam is not to be perfect religion. For to be the perfect religion, Islam must lecture the political untill Din Ad-Daulah carracter. Key words : Islam Political Thelogy, Din Ad-Daulah & Amar Ma’ruf Nahi Munkar A. Pendahuluan sebuah konsep ikhtilaf, sebagaimana difahami Politik dalam Islam atau teologi politik Islam, sering dua kutub Adanya konsep ikhtilâf (perbedaan dan ekstrim. Kedua keragaman), terutama dalam kajian ideologi pandangan itu adalah, pertama; kelompok yang Islam, memberikan legitimasi kuat terhadap berpendirian bahwa politik merupakan bagian aksesibilitas untuk berbeda pendapat. Dalam integral dari ajaran Islam. Kedua; kelompok yang perspektif ini, perbedaan pandangan tergolong menolak politik bukan sebagai bagian dari ajaran cukup radikal yaitu antara penyatuan atau Islam. pertama, pemisahan agama dengan politik. Hal ini Ad-Daulah, disebabkan oleh pemikiran politik Islam yang sementara kelompok kedua melahirkan negara mengakar pada doktrin Qur’an dan Sunnah serta sekuler. Walau demikian, ada juga pandangan Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah, selalu lain kedua diasumsikan berbeda. Perbedaan ini, terletak pandangan tersebut. Terhadap dua pandangan pada pemahaman yang berbeda pula terhadap ini muncul pandangan yang moderat, yang teks ayat-ayat Qur’an dari aspek substansi mencari jalan tengah, yakni negara dapat saja materi dan terutama konstitusi.. pandangan yang memunculkan bahwa dalam Islam, "Ikhtilâfu ummatî rahmah". bersifat Pandangan melahirkan gagasan berusaha kelompok Islam Din mengkompromikan mengadopsi nilai-nilai ajaran agama (Islamic Berdasarkan pemikiran di atas, tulisan Society) dan tidak mesti mendirikan negara ini adalah kajian agama. Perdebatan ini boleh jadi merupakan merupakan permasalahan yang selalu aktual dan teologi politik Islam yang Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 1 Zainal Rahawarin terus diperdebatkan dikalangan dalam Islam. siyasah Permasalahan konsep teologi politik Islam dalam memimpin, memerintah, menyuruh, mengelola hal konsep bernegara atau Islamic State ataupun kepentingan Islamic Society yang berkembang di dunia Islam menegakkan syari’at.2 yang menjadi fokus tulisan ini dirumuskan dalam Islam umum, bermakna mengurus, al-hakimiyah, al-mulk, Politik, dalam terminologi latin (Yunani) sebagai berikut: "Apakah Islam memiliki dasar- disebut dasar politik yang menjadi bagian fundamental perkembangan ilmu politik, maknanya menjadi dalam ajaran Islam"? luas. Dalam Kamus Internasional, politik adalah pemerintah dalam perspektif makna politik Islam menggunakan dua pendekatan; yakni pendekatan terhadap sumber ajaran Islam (asas) dan perspektif sejarah peradaban Islam. Oleh karena Islam sebagai suatu ideologi sekaligus doktrin agama dalam konteks berbangsa dan menguasai kota.3 Dalam tujuan dari sistem politik dengan melakukan Pembahasan tetang politik, negara dan telah artinya proses menentukan dan melaksanakan tujuan- B. Makna Politik Islam bernegara, polis, dunia selama beberapa abad lamanya. Sebelum membahas lebih dalam kedua aspek di atas, akan diawali seleksi antara beberapa pilihan dari tujuan yang ditetapkan.4 Politik juga identik dengan kekuasaan (power), kewenangan (outority) dan kebijakan umum (public policy). Menurut Kartini Kartono, politik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang terkait dengan peraturan, undangundang, organisasi, hukum, taktik, kebijakan, strategi, kekuasaan, mengendalikan wilayah secara yuridis dan konstitusional.5 Dalam pengertian terminologi politik, dengan penjelasan singkat tetang akar dan padanan makna politik secara umum. sebagaimana telah disebutkan dapat dijumpai Politik, dalam terminologi Arab disebut "as-siyasah" masdar dari kata "sasa yususu". Pelakunya disebut "sa’is". Menurut makna politik secara spesifik, dalam Al-Qur’an dan Hadist berikut. Dalam AlQur’an6 dan Hadist7, makna politik yang sepadan Qardhawy1, dengan pemimpin, kepemimpinan atau power, kosa kata ini berasal dari bahasa Arab asli. outority adalah ulil amri, Khalifah, Al-hakimiyah, Seterusnya, Qardhawy menukil penggalan kata dari Lisanul Arab, karangan Ibnu Manzur, kosa kata "sawasa", -"as-sus", artinya kepemimpinan. Dengan demikian, jika dikatakan "sasuhum susan", mereka mengangkat seorang menjadi pemimpin, sehingga formulasi dari kata-kata berikut mengandung arti: seseorang mengatur urusan politik. Jadi, secara lengkap "as-siyasah" artinya kewajiban menangani sesuatu yang mendatangkan kemaslahatan. Politik atau 1Syaikh Abdul Malik Al-Jaziri, Haramkah Partai, Pemilu, Parlemen, Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, (Yogyakarta: Media Hidayat, 1419 H), h. 12-13. 2 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon 2Lihat Rifyal Ka’bah, M.A., Politik dan Hukum Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005), h. 8, 11. 3Sukarna, Sistem Politik, (Bandung : Alumni, 1981), h. 13. 4Didi Krisna, Kamus Politik Internasional, (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), h. 129. 5Kartini Kartono, Pendidikan Politik, (Bandung, Mandar Maju, 1996), h. 9. 6Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Karya Toha Putra, 1995), h. 79, 103, 128, 217, 597, 642, 702, 924. 7Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Bab Al-Jihad, Bab Al-Ju’mah Juz I, III, Cet. I, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1992), h.. 267-268, 328. Lihat juga Al-Imam Abi Al-Husain Muslim Bin Al-Hajjaj AlQusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab Al-Imarah, Bab Al-Jamia’ah, Juz III, Cet.I, (Bairut: Dar Al-Ihya Al-Turais AlArabii’, 1955), h. 1478. Teologi Politik Islam imam, al-mulk, ya’mur. Sedangkan public policy sama dapat menjalankan fungsi pengarahan atau urusan kemaslahatan publik sepadan (ishlah). Sebaliknya politik (politique) dalam arti dengan syaawirhum fil amr, al-amanah, al- yang hukumiyah). Kesemuanya terdapat pada Al- pelayanan, bukan pengarahan.9 Dalam arti kata, Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30. Al-Imran ayat cakupan politik Islam memiliki dimensi vertikal 26, 159. Al-Syura ayat 38, An-Nisa ayat 58 dan (ketuhanan) 59, Al-An’am ayat 165, Al-Mumtahanah ayat 8-9, (kemanusiaan), Faatir ayat 39, Ar-Rum ayat 9, Surat An-Namal legislasi ayat 23-24. Dalam kitab Hadits riwayat Bukhari Pertanggungjawaban-pun Bab Al-Jihad, Bab Al-Ju’mah Juz I dan III. Dalam ideologi politik profan. Cakupan politik Islam Riwayat Muslim Kitab Al-Imarah, Bab Al- memiliki dua sisi pertanggung jawaban, yakni Jamia’ah, Juz III. berdimensi hukum Tuhan dan kemasyarakatan. murni hanya menjalankan dan baik maupun dimensi dalam praksis fungsi horizontal aspek yuridis pemerintahan. berbeda dengan Beberapa pengertian politik Islam secara komprehensif dan dipandang memenuhi C. Asas Politik Islam dan Perspektif Sejarah persyaratan teks akademis politik secara umum seperti pendapat Ibnu Aqil, Ibn ‘Abid al-Din yang dikutip oleh Djazuli8, sebagai berikut: “Siyasah adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah SWT tidak menentukannya” “Siyasah adalah kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukkannya kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat. Siyasah berasal dari pada Nabi baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir maupun secara batin. Segi lahir siyasah berasal dari para pemegang kekuasaan (para sultan dan raja) bukan dari ulama; sedangkan secara batin siyasah berasal dari ulama pewaris Nabi bukan dari pemegang kekuasaan” Dari kedua pengertian di atas, menurut Ali Syariati, politik Islam selain menjalankan fungsi pelayanan (khidmah), juga dalam waktu yang 8A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h., 25-27. Mengkaji politik Islam, akan didasarkan pada dua aspek penting; yaitu asas dan sejarahnya. Pertanyaannya adalah apakah politik itu bagian dari ajaran Islam. Jika ditelusuri makna politik dalam term Qur’an maupun hadits, secara spesifik dapat dikatakan bahwa makna politik yang telah dijelaskan di atas bukan hanya memiliki padanan dalam Qur’an dan Hadits sebagai hubungan simbiosis, tetapi menjadi bagian dari misi kekhalifaan Nabi Muhammad SAW. Misi inilah yang telah dilaksanakan oleh Nabi pada paruh kedua periode kenabian di Madinah. Setelah periode Nabi SAW, ekspansi Islam tidak lagi terbatas secara geopolitik tetapi merekontruksi tatanan politik bangsa Arab dan dunia. Rekonstruksi ini meliputi aspek ideologi politik untuk membangun kekuasaan atau emperium Islam. Peristiwa Fathul Makkah, merupakan rekonstruki jazirah Arab oleh Nabi dalam suatu kesatuan kekuasaan. Untuk itu patut 9 Ibid., h., 28 Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 3 Zainal Rahawarin dikatakan bahwa Madinah merupakan Ibu Kota Negara Islam pertama.10 negara yang bersifat keagamaan dan politik sekaligus"13 Merujuk pada makna Qur’an dan Hadits di atas, dengan tegas dikatakan bahwa asas Pendapat di atas tentu saja merujuk pada politik Islam adalah Qur’an dan Hadits. Menurut misi dan ajaran yang disampaikan Nabi SAW. Maududi, kedaulatan hukum dan politik adalah Espesito dalam bukunya Islam Aktual, menulis hak Allah.11 Maududi merujuk pada Qur’an (4; bahwa bagi Islam, tak ada aspek kehidupan yang 105), akan berada di luar kenyataan agama. Apa yang diperkuat dengan beberapa pandangan sebagai dikatakan dan dilakukan Nabi, baik secara lisan (4:65).12 Kategori-kategori ini berikut. maupun tertulis melalui Menurut Prof. M. Yusuf Musa, embrio merupakan aplikasi negara Madinah telah terbentuk sejak di Nabi di membahas semua Makkah. Dengan kata lain misi Nabi yang bersifat rahmat bagi alam bukan saja mengemban tugas agama dalan arti ritual semata, sebagaimana persepsi Barat dan kaum sekuler. Selanjutnya Musa menyatakan: tradisi ajaran aspek (hadits), agama. kahidupan Hadits Nabi Muhammad, masyarakat secara individu dan publik, sosial dan politik.14 Dalam konsep Qur’an maupun Hadits, padanan-padanan bahkan esensi ajaran politik banyak sekali. Melalui Al-Qur’an, Allah "Dengan demikian, masalahnya sama mengenalkan keberadaan-Nya, sebagai Pencipta sekali tidak seperti yang dikatakan sebagian dan Pengatur. Suatu keniscayaan tanpa ada orang-orang yang ingkar bahwa Rasul SAW., hukum untuk mengatur setelah mencipta. semasa di Makkah hanyalah seorang da’i yang Niscaya mengutus para Nabi dan Rasul sebagai menyerukan risalah keagamaannya dan selama pemimpin, tanpa syari’at. Abdullah Wahab masa kehidupannya di Makkah tidak pernah Khallaf secara rinci bahkan mengklasifikasikan memikirkan untuk membentuk sebuah negara ayat-ayat Qur’an yang membahas fiqih siyasah, bagi kaum muslimin yang beliau akan menjadi meliputi: Hukum Tata Negara 25 ayat, Hukum pimpinannya, Pidana 30 ayat, Hukum Acara 13 ayat, Hukum tetapi yang ada adalah pemikirannya tentang kehidupan yang Islami, Perundang-undangan 10 ayat, Hukum Ekonomi namun mengapa sesudah hijrah terjadi suatu 10 ayat. 15 perubahan, lalu beliau berusaha untuk meraih kepemimpinan dan berjuang membentuk sebuah Muhammad Syahrur, Tirani Islam:Genealogi Masyarakat dan Negara, terj. Oleh Saifuddin Zuhri, (Yogyakrta: LkiS, 2003), h., 93. 11 Sali Azzam, Beberapa Pandangan tentang merintahan Islam, terj. oleh Malikul Awwal, (Bandung: Mizan, 1990), h., 91,93. Lihat juga, Abul A’La Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Konsep Pemerintahan Islam serta Studi Kritis terhadap Bani Umayyah dan Bani Abbas, terj. Oleh Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 2007), h.. 8084. 12 Departemen Agama RI, op. cit., h.. 88, 95. 10 4 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon Setelah membahas makna politik atau siyasah dengan pendekatan esensi ajaran Islam (Qur’an dan Hadits), berikut ini pembahasan difokuskan pada asas dan pendekatan perspektif 13 M. Yusuf Musa, Politik dan Negara Dalam Islam, terj. oleh M. Talib), (Surabaya: Al-Ikhlas, tt), h. 29. Lihat juga, Ahmad A. Sofyan dan M. Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur tentang Negara dan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2003), h. 23. 14John L. Esposito, Islam Aktual, terj. oleh Norma Arbi’a, (Jakarta, Inisiasi Press: 2002, h. 11. 15Abdullah Wahab Khallaf, Ilm al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Qalam, 1978), h., 32-33. Teologi Politik Islam sejarah. Dalam perspektif sejaran, kota Madinah umum. Piagam Madinah18 menjadi lembaran sebagai peradaban Islam pertama, dilihat dari negara dan dokumen sejarah di mana Nabi aspek Muhammad geopolitik pemerintahan Muhammad merupakan yang SAW, peradaban dibangun berasaskan oleh Nabi (bai’at) Qur’an dan beragam Sunnah itu sendiri. SAW. dengan mengadakan penduduk kabilah dan perjanjian Madinah agama yang (masyarakat pluralistik). Piagam Madinah sebagai sebuah Menurut Hamim Thohary, prinsip dasar konstitusi, merupakan manifesto politik pertama terbentuknya negara di Madinah, mempunyai dalam sejarah Islam.19 ciri dan watak tersendiri. Dia bukan negara kota Konsep konstitusi Madinah, yang (city state) seperti di Yunani dan Sparta di masa diyakini sebagai konstitusi pertama di dunia purba, karena bukan kedaulatan wilayah yang yang memuat dasar-dasar pemerintahan dalam menjadi tujuan gerakan Nabi, tetapi negara yang berbangsa dan bernegara yang dibuat oleh Nabi memberi ruang pada kedaulatan aqidah dan Muhammad. Piagam Madinah mencakup 47 fikrah (paradigma).16 Dengan begitu, maka pasal sebagai berikut.20 Madinah sebagai negara Islam pertama dari negara Islam berikutnya. (1). Ini Rais adalah naskah perjanjian dari Muhammad, Nabi mengemukakan bahwa sistem yang dibangun dan Rasulullah, mewakili pihak kaum muslimin oleh Nabi SAW. dan kaum Muslimin di Madinah, yang terdiri dari warga Quraiys dan warga jika ditinjau dari segi praktis dan diukur dengan Yathrib serta para pengikutnya yaitu mereka variabel politik di era modern, bahwa sistem itu yang beriman dan ikut serta berjuang bersama adalah sistem politik par Dhiauddin "Bismillahirrahmanirrahim" excellen.17 mereka. (2). Kaum muslimin adalah umat yang Kajian tentang politik Islam (pemikiran bersatu utuh, mereka hidup berdapmpingan politik Islam) dalam perspektif sejarah yang dengan kelompok-kelompok masyarakat yang dianggap cukup representatif ialah karya Antony lain. (3). Kelompok muhajirin yang berasal dari Black "The History of Islamic Political Thought: warga Quraiys, dengan tetap memegang teguh From the Prophet to the Present", diterjemahkan prinsip oleh Abdullah Ali dan Mariana Ariestiawati membayar denda yang perlu dibayarnya. Mereka dengan judul, "Pemikiran Politik Islam dari Masa membayar Nabi Hingga Kini". Dari perspektif sejarah, hijrah pembebasan anggota yang ditawan. (4). Bani Auf aqidah, dengan mereka baik bahu-mambahu tebusan bagi Nabi SAW. dari Makkah ke Madinah (dulunya bernama Yatsrib) merupakan tonggak diletakkanya dasar-dasar pemerintahan secara 16 Ahmad A. Sofyan dan Roychan Madjid, op cit, h. 19-20. 17 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. oleh Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 4. Lihat juga Ahmad A. Sofyan, op. cit. h. 22; Robert N. Bellah, Beyond Belief, (New York: Herper and Row, 1970), h. 150; Ernes Gelner, Muslim Society, (Cambridge: Cambridge Iniversity Prees, 1981), h. 7. Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Maknah, terj. oleh Wahib Wahab, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), h. 317-322. 19 W. Montgomeri Watt, Muhammad Prophet and Statesman, (London: Oxford University Press, 1961), h. 225. Lihat juga Abdul Karin Zaidan, Politik Islam, Konsepsi dan Dokumentasi, (Jakarta: Bina Ilmu), h. 71-75. 20 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2006), h.. 16. Lihat juga Rifyal Ka’bah, op. cit. h.. 3; Saripudin (ed), Syariat Islam Yes Syariat Islam No Dileme Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Paramadina, 2001), h.. 163. 18 Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 5 Zainal Rahawarin dengan tetap memegang teguh prinsip aqidah, mereka. Setiap kelompok membayar denda mereka dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan bahu-membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok dengan baik warganya dan adil membayar tebusan bagi pembebasan muslimin tidak membiarkan seorang muslim warganya yang ditawan. (5). Bani al-Harits (dari terbebani dengan utang atau beban keluarga. warga al-khazraj) dengan teguh memegang Mereka memberi bentuan dengan baik untuk prinsip keperluan membayar tebusan atau denda. b) aqidah, membayar mereka pertama (12). a) kaum seorang Muslim tidak akan bertindak tidak kelompok membeyar dengan baik dan adil senonoh terhadap sekutu (tuan atau hamba tebusan bagi sahaya) Muslim yang alin. (13). Kaum Muslimin ditawan. (6). Bani Sa’adah pembebasan prinsip aqidah, mereka. tertawan. Setiap memegang denda bahu-membahu yang warganya yang dengan teguh yang mereka sepenuhnya bahu- taat (bertakwa) memiliki wewenang untuk mengambil tindakan membahu membayar denda pertama mereka. terhadap seorang Muslim yang menyimpang dari Setiap kelompok membayar denda dengan baik kebenaran atau berusaha menyebarkan dosa, dan adil tebusan bagi pemebebasan warganya permusuhan dan kerusakan di kalangan kaum yang tertawan. (7). Bani Jusyam dengan teguh Muslimin. Kaum Muslimin berwenang untuk memegang bertindak prinsip aqidah, mereka bahu- terhadap yang bersangkutan membahu membayar denda pertama mereka. sungguhpun ia anak seorang muslim sendiri. Setiap kelompok membayar denda dengan baik (14). dan adil tebusan bagi pembebasan warganya diperbolehkanmembunuh orang Muslim lain yang tertawan. (8). Bani an-Najr Bani Jusyam demi dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka dibolehkan pula menolong orang kafir dengan bahu-membahu merugikan membayar denda pertama Seorang kepentingan orang Muslim orang Muslim. kafir tidak dan (15). tidak Jaminan mereka. Setiap kelompok membayar denda (perlindungan) Allah hanya satu. Allah berada dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan dipihak yang lemah dalam menghadapi yang warganya yang tertawan. (9). Bani Amr bin Auf kuat. Seorang Muslim, dalam pergaulannya dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka dengan pihak lain adalah pelindung bagi orang bahu-membahu pertama Muslim yang lain. (16). Kaum Yahudi yang mereka. Setiap kelompok membayar denda mengikuti kami akan memperoleh pertolongan dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan dan hak persamaan serta akan terhindar dari warganya yang tertawan. (10). Bani an-Nabit perbuatan aniaya dan perbuatan makar yang dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka merugikan. bahu-membahu pertama Muslimin adalah satu. Seorang Muslim tidak mereka. Setiap kelompok membayar denda akan mengadakan perdamaian dengan pihak dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan luar Muslim dalam perjuangannya menegakkan warganya yang tertawan. (11). Bani al-'Aus agama Allah kecuali atas dasar persamaan dan dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka keadilan. (18). Keikutsertaan wanita dalam bahu-membahu berperang bersama kami dilakukan secara membayar membayar membayar denda denda denda pertama 6 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon (17). Perdamaian bagi kaum Teologi Politik Islam bergiliran. (19). Seorang Muslim, dalam rangka olah diri dan warganya sendiri. (26). Bagi kaum menegakkan agama Allah menjadi pelindung Yahudi bagi Muslim yang lain disaat menghadapi hal-hal sebagaimana yang berlaku bagi akum Yahudi yang mengancam keselamatan jiwanya. (20). a) Bani Auf. (27). Bagi kaum Yahudi Bani al-Harits Kaum Muslimin yang taat berda dalam petunjuk berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku yang paling baik dan benar. b) seorang Musrik bagi akum Yahudi Bani Auf. (28). Bagi kaum tidak diperbolehkan melindungai harta dan jiwa Yahudi orang diperbolehkan sebagaimana yang berlaku bagi akum Yahudi mencegahnya untuk berbuat sesuatu yang Bani Auf. (29). Bagi kaum Yahudi Bani Jusyam merugikan seorang Seorang berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku berdasarkan bukti-bukti yang jelas ternyata bagi kaum Yahudi Bani Auf. (30). Bagi kaum membunuh seorang Muslim, wajib diqishas Yahudi (dibunuh), kecuali wali terbunuh memaafkannya sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi dan, semua kaum Muslimin mengindahkan Bani Auf. (31). Bagi kaum Yahudi Bani Tsa' labah pendapat tidak berlaku ketentuan sebgaimana yang berlaku bagi diperkenankan mengambil keputusan kecuali kaum Yahudi Bani Auf. Barang siapa yang dengan mengindahkan pendapatnya. (22). Setiap mekukan aniaya atau dosa dalam hubungan ini Muslim yang maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan tercantum dalam naskah perjanjian ini dan ia warganya sendiri. (32). Bagi warga Jafnah, beriman kepada Allah dan Hari Akhir, tidak sebagai anggota warga Bani Tsa'labah berlaku diperkenankan membela atau melindungi pelaku ketentuan sebagaimana yang berlaku gabi Bani kejahatan (kriminal), dan barang siapa yang Tsa'labah. membela atau melindungi orang tersebut, maka Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana yang ia akan mendapat laknak dan murka Allah di berlaku bagi kaum Yahudi Bani Auf. Dan bahwa akhirat. Mereka tidak adakan mendapatkan kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa. pertolongan, dan tebusannya tidak dianggap sah. (34). Sekutu (hamba sahaya) Bani Tsa'labah (23). Bila kami sekalian berbeda pendapat dalam tidak berbeda dengan Bani Tsa'labah itu sendiri. sesuatu hal, hendaklah perkaranya diserahkan (35). Kelompok-kelompok keturunan Yahudi kepada (ketentuan) Allah dan Muhammad. (24). tidak berbeda dengan Yahudi itu sendiri. (36). Kedua pihak, kaum Muslimin dan Kaum Yahudi, Tidak dibenarkan seorang menyatakan keluar bekerja sama dalam menanggung pembiayaan dari kelompoknya kecuali mendapat izin dari disaat melakukan perang bersama. (25). Sebgai Muhammad. satu hidup (membalas) orang lain yang melebihi kadar berdampingan dengan kaum Muslimin. Kedua perbuatan jahat yang diperbuatnya. Barang siapa pihak memiliki agama masing-masing serta yang membunuh orang lain sama dengan sekutunya sendiri-sendiri. Bila di antara mereka membunuh diri dan keluaganya sendiri, kecuali ada yang melakukan aniaya dan dosa dalam bila orang itu melakukan aniaya. Sesungguhnya hubungan ini, maka akibatnya akan ditanggung Allah memperhatikan ketentuan yang paling Qurays dan wali yang kelompok, tidak Muslim. terbunuh. mengakuai Yahudi (21). Mereka perjanjian Bani Auf Bani an-Najr Bani Sa'idah Bani al-'Aus (33). Bagi Tidak berlaku berlaku berlaku kaum ketentuan ketentuan ketentuan Yahudi diperbolehkan Bani melukai Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 7 Zainal Rahawarin baik dalam hal ini. (37). Kaum Yahudi dan kaum dilakukan tidak menyangkut masalah agama. b) Muslimin membiayai pihaknya masing-masing. setiap orang wajib melaksanakan (jewajiban) Kedua belah pihak akan membela satu sama lain mesing-masing dalam menghadapi pihak yang memerangi tugasnya. (46). Kaum Yahudi Bani Aus, sekutu kelompok-kelompok yang (hamba sahaya) dan dirinya masing-masing menyetujui piagam perjanjian ini. Keua belah memiliki hak sebagaimana kelompok-kelompok pihak juga saling memberikan saran dan nasihat lainnya yang menyetujui perjanjian ini, dengan dalam kebaikan, tidak dalam perbuatan dosa. perlakuan yang baik dan sesuai dengan apa yang (38). Seseorang tidaka dipandang dosa karena semestinya dari kelompok-kelompok tersebut. dosa sekutunya dan, orang yang teraniaya akan Sesungguhnya kebajikan itu berbeda dengan mendapat Derah-daerah perbuatan dosa. Setiap orang harus bertanggung Yatsrib yang terlarang, perlu dilindugi dari jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Dan, setiap kepentingan Allah menperhatikan isi perjanjian yang paling penduduknya. (40). Tetangga itu sepertihalnya murni dan paling baik. (47). Surat perjanjian ini diri sendiri selama tidak merugikan dan tidak tidak membela orang yang berbuat aniaya dan berbuat dosa. (41). Suatu kehormatan tidak dosa. Setiap orang dijamin keamanannya, baik dilindungi kecuali atas izin yang berhak atas sedang berada di Madinah maupun sedangan kehormatan itu. (42). Suatu peristiwa atau berada di luar Mabinah, kecuali orang yang perselisihan yang tejadi antara pihak-pihak yang berbuat dosa. Allah melindungi orang yang menyetujui piagam ini dan dikhawatirkan akan berbuat kebajikan dan menghindari keburukan. membehayakan "Muhammad Rasulullah SAW." masyarakat pembelaan. ancaman (39). untuk kehidupan bersama, harus diselesaikan berdasarkan ajaran Allah dan Jelas sesuai bahwa dengan Piagam fungsi Madinah dan atau Muhammad sebagai utusannya. Utusan-Nya. Konsitusi Madinah, mengandung kontrak politik Allah akan memperhatikan isi perjanjian yang yang mengikat seluruh penduduk Madinah paling dapat memberikan perindungan dan dengan latar belakang agama dan kabilah- kebajikan. (43). Dalam hubungan ini warga kabilah yang pluralistik. Kontrak politik tersebut berasal dari Qurays dan warga lain yang menempatkan mendukungnya mendapat pemimpin seluruh penduduk Madinah yang pembelaan. (44). Semua warga akan bahu- berlatar belakang multikulturalisme itu. Dengan membahu dalam menghadapi pihak lain yang demikian, esensi Piagam Madinah merupakan melancarkan serangan terhadap Yatsrib. (45). a) misi bila mereka (penyerang) diajak berdamai dan bermasyarakat yang berdabad dan atau dengan memnuhi kata lain sistem berbangsa dan bernegara. tidak ajakan itu akan serta melaksanakan perdamaian tersebut, maka perdamaian ini kerasulan Nabi dalam Muhammad sebagai membangun sistem Dari kedua pendekatan di atas, ada dua dianggap sah. Bila mereka diajak berdamai otoritas seperti wajib Muhammad SAW. Pertama, sebagai utusan Allah melaksanakan (Nabi dan Rasul) untuk menyampaikan risalah perdamaian tersebut selama serangan yang (syari’at). Kedua, sebagai pemegang otoritas itu, memenuhi maka ajakan kaum serta Muslimin 8 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon yang dimiliki oleh sosok Nabi Teologi Politik Islam kekuasaan dalam pemerintahan. Dengan kedua D. Doktrin Ideologi Politik Islam fungsi ini, menunjukkan identitas Syari’at Islam Wilayah politik berbasis agama, di manapun tidak lepas dari otoritas ideologi dan atau sistem nilai dari ajaran agama itu sendiri.23 Dibalik itu, secara sosiologis, otoritas ideologi berwawasan agama terkadang mengalami tekanan politik dan sosio-ekonomi, yang cenderung bersifat pragmatis pada tiap kurun waktu tertentu. Dewasa ini, politik pragmatis seakan merupakan bagian dari hegemoni demokrasi modern. Secara teoritis, istilah ideologi yang telah diadopsi dalam term politik atau kekuasaan politik, khususnya politik Islam dimulai sejak terbitnya Piagam Madinah. Ian Adams, menyatakan bahwa Islam sejak awal sejarahnya telah menjadi agama dunia yang paling politis, karena Nabi Muhammad adalah pendiri negara Islam pertama. Nabi Muhammad adalah pemimpin agama, panglima militer, dan sekaligus menjadi pemimpin politik.24 Berdasarkan argumen di atas maka sebagai sebuah misi keilahian untuk diberlakukan pada manusia. Setelah Nabi Saw wafat, peran kepala negara digantikan secara berkala oleh empat sahabat Nabi. Di masa pemerintahan Umar-lah, terjadi penaklukan secara luas hingga mencapai Timur Tengah dan semenanjung Afrika. Ira M. Lapidus mencatat bahwa gelombang pertama penaklukkan dilanjutkan beberapa dekade berikutnya melalui gerakan baru dalam skala dunia. Wilayah Barat, Afrika Utara ditaklukkan antara 634-711, Spanyol ditaklukkan antara 711-759. 21 Dengan demikian, umat Islam telah menegakkan kedaulatan wilayah secara geografis untuk penyebaran sebuah kultur bersama dan sebuah identitas sosial politik atas nama Islam. Dari Madinah, berdirilah daulahdaulah Islamiyah seperti Khilafah Bani Umayyah di Damaskus pada tahun 41 H atau 661 M, yang melegalkan kekuasaannya sampai dengan tahun 127 H atau 745 Mi. Khilafah Abbasiyah di Bagdad pada tahun 132 H atau 750 M, yang berkuasa sampai dengan tahun 640 H atau 1242 M. Khilafah Bani Umayyah di Kordova (Spanyol) pada tahun 138 H atau 756 M, yang berkuasa sampai dengan tahun 418 H atau 1027 Mi. Khilafah Fatimiyah di Mesir pada tahun 296 H, atau 908 M, sampai dengan tahun 555 H atau 1160 M. Khilafah Utsmaniyyah di Istambul pada tahun 1290 sampai 1922 M.22 21Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Bagian kesatu dan Dua, terj. oleh Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), h. 61. 22Endang Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h.. 345. banyak kalangan Islamis yang mengusung konsep Islam Din wa ad-Daulah dan juga kalangan non Islam menyatakan bahwa Islam itu adalah Din ad Daulah sebagai sebuah sistem hidup yang komprehensif dan holistik (Kaffah), termasuk urusan politik dan kenegaraan.25 23Politik berbasis keagamaan selalu terkait dengan sistem nilai dan ideologi. Di sinilah banyak timbul konflik ketika wilayah politik dalam arti kekuasaan, mengadopsi sistem nilai dan ideologi tertentu ke dalam negara yang berkarakter nation state pluralis seperti Indonesia. Ideologi sebagai sebuah sistem kepercayaan, adalah orientasi tindakan yang berisi kepercayaan yang diorganisir dalam suatu sistem yang koheren. Lihat Muhammad Alfan Alfian Mahyuddin, Menjadi Pemimpin Politik: Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.. 245. 24Ian Adams, Idologi Politik Mutakhir Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depanya (Yogyakarta: Qalam, 2004), h.. 426-227. 25Abdul Rashid Moten, Political Science: An Islamic Perspective, (London: Macmillan, Publishing, 1996), h. 31. Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 9 Zainal Rahawarin Menurut Peter L. Berger,26 konflik ideologi besar bagi kekuasaan Islam, yang diteruskan oleh yang menjadi bagian dari perang dingin hanya Abubakar, Umar, Utsman, dan Ali. 27 berhenti sementara waktu, dan tidak dapat dijamin berhenti selamanya (The end of Idelogy). Sementara itu, muncul suatu format politik baru di akhir abad 20, dimana struktur negara bangsa (nation-state) telah ditempatkan pada proses pembahasan konstitusi secara formal antara ideologi nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler, menjadi dua mazhab pandangan dunia (world view) yang terus bersaing. Montgomery Watt, dalam bukunya Politik Islam dalam Lintas Sejarah, mengatakan: “Selama periode awal Nabi melaksanakan misi kenabiannya di Makkah, sudah ada potensi politik namun belum terlaksana. Hal ini Harry J. Benda dalam bukunya The Crescen and the rising sun, menyatakan sebagai berikut: "The separation of religion and politics in Islam, at the very least can be described as unrealistic". He continued to say: "the separation of religion and politics, in other words, simply represents a temporary phenomenon sen when islam axperiencing a period politics can no longer be maitained, wether in independent Islamic nations or in Islamic regions that are governed by non Muslims".28 Bila mengadopsi pandangan Benda di atas, menjadi bagian dari ajaran yang merupakan adanya pemisahan agama dan politik dalam gagasan-gasan Qur’an. Nanti implementasinya Islam pada saat Nabi hijrah ke Madinah pada tahun fenomena 622, dinyatakan sebagai awal dari kegiatan mengalami politiknya. Dikatakan bahwa di Madinah, Nabi tersebut telah mewujudkan potensi politik tersebut menafikkan politik atau politik bukan bagian menjadi suatu badan politik yang baru yang dari Islam. Pada saatnya, Islam akan kembali termuat dalam sebuah dokumen penting yakni bangkit dan eksis menjadi ideologi politik, konstitusi Madinah atau Piagam Madinah. kenegaraan Hingga Nabi Wafat pada bulan Juni 632, walau dipertegas masih dalam tahap penegakkan konsolidasi “Muhammad not only found a new religion but negara, namun Nabi telah mengauasai seluruh established a new polity”.29 hanyalah sekedar sementara Islam kemunduran. bukan di dan oleh penampakkan yang Jadi dasarkan pemisahan pada pemerintahan. S. Khuda sedang Bakhsh Islam Bahkan bahwa Jazirah Arab. Dalam telaah historis, negara Bahkan, dalam konsep Islam, mendirikan yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad negara adalah sesuatu yang wajib.30 Yusuf SAW, meskipun belum memiliki batas-batas geografi tertentu, tetapi secara geopolis telah diakui keberadaannya. Kepemimpinan Nabi dalam bidang politik inilah menjadi landasan 26 Peter L. Berger, Kebangkitan Agama Menentang Politik Dunia, terj. oleh Hasibul Khoir, (Yogyakarta: Arruzz, 2003), h. 30. 10 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon Qardhawi mengkategorikan masalah kepemimpinan atau hukum syar’i, yang menjadi 27 W. Montgomery Watt, Politik Islam Dalam Lintas Sejarah, terj. oleh Helmy Ali, (Jakarta: P3M, 1988), h., 3-5. 28Harry J. Benda, The Crescen and the Rising Sun: Indonesian Islam Under the Japanese Occuption, 9142-1945, (The Hague) 1958, h. 180. 29 S. Khuda Bakhsh, Politik In Islam, (India: Idarah-I Adibiyat-I Delli, 1920), h., 1. 30 M. Yusuf Musa, op. cit., h.. 23-33. Teologi Politik Islam bagian dari pendirian negara, dinyatakan sebagai kolonialisme Barat pada abad 18-20, dengan bagian dari hal yang bersifat furu’, akan tetapi birokrasi kolonialnya. Akan tetapi dibalik itu, harus diyakini statusnya sebagai sesuatu yang terdapat hal positif bagi kaum Muslimin untuk wajib dan mutlak. Kedudukannya bila dibanding mengaktualisasikan dirinya dan mereformasi dengan shalat dan zakat adalah sama. Meskipun kembali pemikiran politik Islam. shalat dan zakat merupakan sesuatu yang Berdasarkan pandangan di atas, maka dasarnya wajib, tetapi menjadi bagian dari furu’, ideologi dalam term politik, khsusnya politik bukan ushul, karena kefarduannya adalah amal Islam menjadi bagian dari Islam itu sendiri. perbuatan, bukan Dengan pandangan yang Yusuf dirumuskan sebagai berikut. Menurut Anshari, Qardhawy,32 membenarkan pendapat di atas. ideologi Islam adalah ideologi yang Islam- Argumen tentang Islam adalah suatu hal dan oriented, ideologi yang berorientasi pada al- politik adalah hal lain, menurut Qardhawy bukan Qur’an dan Sunnah.34 Menurut Haedar Nasir, bersumber dari ajaran Islam, melainkan akibat ideologi Islam adalah ideologi yang bersumber pengaruh politik penjajah. Pendapat yang sama pada paham hidup yang berasaskan Islam. Suatu dikemukakan oleh keyakinan.31 dikutip Badri oleh Beberapa Dr. Yatim33, demikian Ideologi Islam dapat bahwa ideologi yang sempurna adalah yang mempunyai mundurnya politik Islam yang ditandai dengan asas sebagai dasar keyakinan, menjadi titik tolak runtuhnya kehalifahan Utsmany, karena faktor dari setiap kegiatan dan memiliki ultimate goal yang jelas.35 Menurut Mukhotim El Moekry, 31Yusuf Qardhawi, Legalitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syariah, Terj. oleh Amirullah Kandu, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.. 30-31. 32 Yusuf Qardhawy, Fiqih Negara, terj. oleh Syafril Halim, (Jakarta: Rabbani Press, 1997), h. 24. Lihat juga M. Dhiauddin Rais, op. cit. h., 5-6. (Diantara pendapat yang dikutip oleh Qardhawy dan Rais adalah pendapat Dr. F. Fitzgerald bahwa Islam bukanlah semata agama (a religion), namun juga merupakan sebuah sistem politik; pendapat Prof. C.A. Nallino bahwa Nabi Muhammad telah membangun dalam waktu bersamaan agama (a religion) dan negara (a state). Pendapat Dr. Scacht bahwa Islam lebih dari sekedar agama, ia juga mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik, merupakan sisitem peradaban yang lengkap dan integral. Penapat Prof. Strothman: Islam adalah suatu fenomena agama dan politik, karena Nabi juga politikus yang bijaksana, atau negarawan. Pendapat Prof. D.B. Macdonald: di sini (di Madinah) dibangun negara Islam yang pertama dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Pendapat Sir T. Arnold: Nabi pada waktu yang sama, seorang kepala agama dan kepada negara. Pendapat Prof. Gibb: Islam bukanlah sekedar kepercayaan agama individu, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangunan masyarakat yang independen. Ia mempunyai metode tersendiri dalam sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi). 33Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Rajawali Press, 1997), h. 176-183. Lihat juga Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 142. suatu ideologi, baik atau tidak, harus mampu menjawab tiga kriteria. Pertama, harus memuaskan akal pikiran manusia. Kedua, harus menentramkan hati. Ketiga, harus sesuai dengan fitrah. Alam manusia dan ekosistem kehidupan adalah ciptaan Allah. Layakkah jika manusia mengatur ketiganya dengan aturan buatan sendiri, sementara ada penciptanya? Jawabanya tidak layak, maka jika diatur dengan akal pikiranya, tidak dengan aturan penciptanya, pasti rusak dan hancur. Adakah kitab selain AlQur’an memuat hukum yang mengatur masalah sosial, ekonomi, termasuk politik dan pemerintahan mengatur 34Endang pasal peradilan? Jika Saifuddin Anshari, Wawasan Islam…., h.. 171. 35Haedar Nashir, Gerakan Islam Syariah Reproduksi Salafiah Ideologi di Indonesia (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007), h.. 149. Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 11 Zainal Rahawarin buktikan dan bandingkan dengan Al-Qur’an, mana yang paling Dari konprehenshif.36 pengertian akhir perang dingin lama telah mengantarkan dunia pada sebuah konsensus ideologi global, Islam yang menjadi tatanan berbangsa dan bernegara sebagaimana dipaparkan di atas, sangat tidak yakni demokrasi liberal. Asumsi Fukuyama lebih realisitik jika partai Islam yang secara resmi bersifat interpretasi pragmatis atas melemahnya menggunakan masih ideologi sosialis setelah blok pertahanan Pakta lain dalam Warsawa yang dipimpin Soviet runtuh. Sebab politik sebagai Islam di mana dan kapanpun akan tetap bangkit Islam menggunakan ideologi sebagai ideologi mengaktualisasikan ideologi asas bagian atau atas nama ideologi Islam. Hal ini dengan ideologi Islamnya. agar dapat membedakan partai Islam dengan Tesis Juergensmeyer di atas merupakan partai lain yang menggunakan asas dan ideologi lompatan pemikiran teori politik mutakhir selain Islam, atau menurut Natsir, ideologi la tentang relasi agama dan negara pada abad diniyah. modern, dapat bergerak ke arah paham teori Kebangkitan berbagai gerakan di dunia politik Islam sebagai Din ad-Daulad dan menjadi termasuk awal simbol identitas suatu bangsa (nation identity). kemerdekaan, tidak lepas dari aspek ideologi. Bahwa agama yang selalu diperdebatkan sebagai Fenomena kebangkitan yang terjadi di berbagai ritualisme an sich (sistem peribadatan murni) negara jauh Islam pasca di Indonesia perang dingin pada lama, telah dari urusan negara, politik dan menggunakan pendekatan agama sebagai corak pemerintahan makin terkoreksi secara ilmiah. kebangsaan (nationhood). Mark Juergensmeyer37 Refleksi dalam kajiannnya menyebut bahwa kebangkitan dikarenakan kegagalan ideologi sekuler merajut agama dalam bidang politik, dengan bahasa tatanan dunia yang adil. Sebagai contoh Republik "nasionalisme religius atau nasionalisme baru".38 Islam Iran, lahir dari kalangan ulama (Mullah). Pendapat ini sekaligus mengoreksi pandangan Khomeini, sang arsitek Republik Islam Iran Francis Fukuyama yang menyatakan bahwa mengatakan Amrika hich galati nami tuni agama menentang politik dunia, bekunad (Amerika tak bisa berbuat apa apa).39 Mukhotim El Moekry, Pemikiran Ideologi Islam Kumpulan Rujukan Jurnal Islam (Jakarta: Wahyu Press, 2002), h.. 30. 37 Mark Juergensmeyer, Religious Nationalism Contfronts the Secular State, (California University of California Pres, 1993), h.. 14. Lihat juga Peter L. Berger, op. cit., h. 25. 38Nasionalisme religius atau nasionalisme baru, adalah sebuah ideologi politik yang mengartikulasikan dirinya pada nilai-nilai moral dan spiritual, serta nilai-nilai sosial (kolektifitas). Studi yang dilakukan oleh Mark Juergensmeyer di berbagai negara terutama Asia, Afrika, Timur Tengah dan pecahan Uni Sovyet ini, bersifat linier. Berawal dari sebuah gerakan keagamaan menuju pada pembentukan negara. Namun demikian, paham ini tidak mendudukkan negara pada paham teokrasi. Bahkan seperti terungkap dari hasil wawancaranya dengan Syaikh Yassin, "menerima ide umum demokrasi". Gerakan ini terdapat pada hampir semua paham agama. 36 12 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon Kesimpulan dari uraian di atas, adalah bahwa politik yang dibangun pada masa awal Islam adalah politik Islam ideologis. Tidak ada pemisahan antara Islam dan politik. Politik Islam yang sesungguhnya adalah "Islam din adDaulah". Seperti dinyatakan oleh Abdul Rashid Moten, "Islam Din ad-Daulah", sejak awal diyakini kaum Muslim sebagai sistem hidup yang komprehensif dan Islam adalah way of life. Untuk 39 Musa Khazim dan Alfian Hamzah, Perang Dunia III di Pelupuk Mata, Iran Skenario Penghabisan (Jakarta: Ufuk Prees, 2007), h.. 55. Teologi Politik Islam itu, Islam dalam term politik adalah sebuah agama Islam, apabila didalamnya termasuk ideologi politik yang memiliki suatu pandangan politik. Jadi Islam adalah ajaran yang bersifat dan hidup, berwatak Din Ad-Daulah (Agama dan Negara). memiliki dasar-dasar parenial, metodologi, aturan dan tujuan hidup.40 Jika Islam dalam konteks politik dipahami sebagai sebuah ideologi politik, maka partai Islam adalah partai yang menjadikan DAFTAR PUSTAKA Abdillah Masykuri, Demokrasi di Persimpangan Islam sebagai pandangan hidup, sehingga dapat Maknah, mengaplikasikan Wahab),Yogyakarta, Tiara Wacana, 1999. hukum-hukum yang telah diatur dalam Islam dapat dilaksanakan dengan menggunakan negara sebagai alat. (penerjemah, Wahib Abdullah Wahab Khallaf, Ilm al-Fiqh, Kairo, Dar al-Qalam, 1978 Adams Ian, Ideologi Politik Mutakhir Konsep, E. Penutup Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bahwa misi utama dari ajaran Islam Ragam, Kritik dan Masa Depanya, tejh. Ali Noerzaman (Yogyakarta: CV. Qalam, 2004). adalah untuk menegakkan amar makruf dan nahi Ahmad A. Sofyan dan M. Roychan Madjid, munkar. Penegakkan amar makruf dan nahi Gagasan Cak Nur tentang Negara dan munkar, bukan domain utama lembaga sosial Islam, Ttitian ilahi Press, Yogyakarta, dakwah. 2003, Karena makruf dan wajibnya untuk nahi menegakkan munkar, mensyaratkan Shahih Al-Bukhari, Bab Al-Jihad, Bab Al- institusi hukum yang dapat melaksanakan dan Ju’mah Juz I, III, Cet. I, Bairut, Dar Al- mengeksekusi Kutub Al-Ilmiyah, 1992. ekses sosial kedaulatan Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Al-Bukhari, dan Lembaga kehadiran suatu amar perbuatan dakwah tidak manusia. berwenang menghukum seseorang atas suatu perbuatan, separti menfonis penjara, atau hukum mati dan atau sejenis. Atas dasar itulah, sangat tidak berdasar jika ada pendapat yang menyatakan bahwa Islam tidak mengurusi politik. Justru politik Al-Imam Abi Al-Husain Muslim Bin Al-Hajjaj AlQusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab Al-Imarah, Bab Al-Jamia’ah, Juz III, Cet.I, Bairut, Dar Al-Ihya Al-Turais AlArabii’, 1955, hlm 1478. Al-Jaziri Syaikh Abdul Malik, Haramkah Partai, merupakan jiwa dan ruh dari ajaran Islam. Pemilu, Apabila politik dipisahkan dari ajaran Islam, Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayat, maka Yogyakarta, 1419 Islam menjadi agama yang tidak sempurna. Dengan demikian kesempurnaan Parlemen, Fatwa Syaikh Al-Chaidar, Pemikiran Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo (Jakarta: 40 Fajlurrahman Jurdi, Aib Politik Islam: Perselingkuhan Binal Partai-partai Islam Memenuhi Hasrat Kekuasaan (Yogyakarta: AntonyLib-Indonesia, 2009), h.. 5. Darul Falah, 1420 H Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 13 Zainal Rahawarin Anshari, M.A Endang Syaifuddin., Wawasan Islam, Jakarta, Gema Insani2004 Grasindo, Jakarta, 1993 ----------, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalis Islami dan Nasionalis "Sekuler" tentang Indonesia 1945-1959 DasarRepublik (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), Asshiddiqie Jimly, Konstitusi Konstitusionalisme Indonesia, & Jakarta Mahkamah Konstitusi, 2006. Azzam Sali, Beberapa Didi Krisna, Kamus Politik Internasional, PT. Pandangan Tentang merintahan Islam, (penerjemah) Malikul Awwal, Bandung, Mizan, 1990, hlm, 91,93. Bellah Robert N., Beyond Belief, New York, Herper and Row, 1970, Budiarjo Mirriam, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Donws Anthony, An Economic Theory of Democracy (New York: Harper, 1957) Departemen Agama Adibiyat-I Delli, India, 1920 Al Qur’an dan Terjemahnnya, Semarang, Karya Toha Putra, 1995, hlm. 88, 95. Espesito John L., Langkah Barat Menghadang Islam, prjmh. Dina Maediya, (Yogyakarta: Jendela, 2004 Fatwa A.M, Satu Islam Multi Partai, Membangun Integritas di Tengah Pluralitas (Bandunbg: Mizan, 2002). Firdaus Syam, Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra di Pentas Politik Indonesia Modern (Jakarta: Khairul Bayan, 2003) Firmanzah, Mengelola Partai Politik Komunikasi Dan Positioning Ideologi Politik Di Era Demokrasi Bakhsh S. Khuda, Politik In Islam, Idarah-I RI, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008) Gelner Ernes, Muslim Society, Cambridge, Musa M. Yusuf, Politik dan Negara dalam Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1963) Cambridge Iniversity Prees, 1981 Hantington Samual P., Benturan Antara Benda Harry J., The Crescen and the Rising Sun: Perbedaan dan Masa Depan Politik Dunia, Indonesian Islam Under the Japanese (Penerjemah: M. Sadat Ismail), Qalam, Occuption, 9142-1945, (The Hague) 1958, Yogyakarta, hlm Hidajat Imam, Teori-Teori Politik (Malang Christenson Reo M., Ideologies and Modern Politics (New York: Dodd, Mead & Company, Inc, 1971) Djazuli H.A., Fiqh Siyasah: Setara Press, 2009), John L. Esposito, Islam Aktual, (penerjemah, Norma Arbi’a), Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah, Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm, 25-27. 14 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon Jakarta, Inisiasi Press, 2002, hlm 11. Juergensmeyer Mark, Religious Nationalism Contfronts the Secular State, University of Teologi Politik Islam California Pres, Berkeley, California 1993, Jurdi Konsep Pemerintahan Islam Serta Studi Fajlurrahman, Aib Politik Islam: Perselingkuhan Binal Partai-partai Islam Memenuhi Hasrat Kekuasaan (Yogyakarta: AntonyLib-Indonesia dan Pukap-Indonesia, 2009), Indonesia, Jakarta, Khairul Bayan, 2004. ----------, Ka’bah Rifyal,Politik dan Hukum Dalam Al-Qur’an, Khairul Bayan, Jakarta, 2005, hlm 8, 11. Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Bandung, Mandar Maju, 1996 Lapidus,Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam, Bagian kesatu dan Dua (penerjemah, Ghufron A. Mas’adi), Jakarta, Grafindo Muhammad al Baqir, Bandung, Mizan, 2007, hlm. 80-84. Maruto MD & Anwari WMK (ed), Reformasi Moten Abdul Rashid, Political Science: An Islamic Perspective Modernisme dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam Partai Masyumi (London: Macmillan Publishing, 1996). Musa M. Yusuf, Politik dan Negara Dalam Islam, (penerjemah, M. Talib), Al-Ikhlas, Surabaya, tt, hlm 29. Musa Khazim dan Alfian Hamzah, Perang Dunia III di Pelupuk Mata, Iran Skenario Penghabisan (Jakarta: Ufuk Prees, 2007). Natsir, Mohammad, Islam Sebagai Dasar Negara Pidato Persada, 2000 Izha, (pen), LP3ES, 2002) Ka’bah Rifyal, Penegarakan Syariat Islam di Perbandingan Abbas, dan Peluang Menuju Demokrasi (Jakarta: Jakarta, Amzah , 2005 Yusril Kritis Terhadap Bani Umayyah dan Bani Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala Khaliq Farid Abdul, Fiqih Politik Islam, Mahendra Maududi Abul A’La. Khilafah dan Kerajaan, di Depan Sidang Majelis Konstituante Untuk Menentukan Dasar Negara RI (1957-1959), Kholid O. Santosa (ed.) (Bandung: Sega Arsi, 2004) (Indonesia) dan Partai Jama’at-i-Islami Nashir Haedar, Gerakan Islam Syariat Reproduksi (Pakistan), Cet.I, Jakarta Paramadina, Salfiah Ideologi di Indonesia (Jakarta: 1999 PSAP Muhammadiyah, 2007), hlm. 148. Mahyuddin Muhammad Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009). Mahfud MD Moh., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Kenegaraan, cet. ke-2 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003). Nasution Harun, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975 Noer Deliar, Ideologi Politik dan Pembangunan (Jakarta: LPPM Tan Malaka, 2007 Qardhawi Yusuf, Karakteristik Islam; Kajian Analitik (Penerj Rofi’ Munawwar dan Tajudin), Surabaya, Risalah Gusti, 1996 Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 15 Zainal Rahawarin Qardhawi Yusuf, Legalitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syariah, (terj).. Amirullah Kandu (Bandung: Pustaka Setia, 2008) Syaikh Abdul Malik Al-Jaziri, Haramkah Partai, ……….Yusuf, Fiqih Negara, (penerjemah, Syafril Halim), Rabbani Press, Jakarta, 1997 Sukarna, Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981 Rais Dhiauddin M., Teori Politik Islam, (penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani at all), Gema Insani Press, Jakarta, 2001 Ritzer George, Sociological Theory (New York: McGraw-Hill Inc., 1992 Saripudin H.A., (ed), Syariat Islam Yes Syariat Islam No Dileme Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945, Jakatra, Paramadina, 2001. 16 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon Pemilu, Parlemen, Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayat, Yogyakarta, 1419 Thompson John B., Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia (Yogyakarta: IRCisCO, 2003). Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali Prees, 1997. W. Montgomeri Watt, Muhammad Prophet nad Statesman, London Oxford University Press, 1961.