ANALISIS METODE DIREKTIF BAGI KARYAWAN PT. ISI (INDOMUDA SATRIA INTERNUSA) UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Disusun Oleh: IsmailSiregar NIM: 1110052000022 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./ 2014 M. Ismail Siregar (1110052000022) Analisis Metode Direktif Bagi Karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) Untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual di Perusahaan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) Jl. Prapanca Raya Blok: P. I No. 116 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah merupakan salah satu perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrument, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) memiliki kurang lebih 150 karyawan dan mempunyai banyak proyek di Negara lain, seperti Malaysia, Jepang, Al-Jazair. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) merupakan salah satu perusahaan yang menanamkan nilai-nilai dakwah di dalamnya. Namun, nilai-nilai dakwah yang ditanamkan kepada karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah melalui bimbingan kecerdasan spiritual dengan menggunakan metode direktif. Metode direktif yang digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dilatarbelakangi dengan terbatasnya waktu mereka untuk mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual. Penelitian ini dilakukan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang terletak di Jl. Prapanca Raya, Blok: P. I No. 116 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) diterapkan, dan bagaimana respon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terhadap metode direktif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan triangulasi. Data yang diperoleh adalah hasil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi yang kemudian dikumpulkan dan dideskripsikan berdasarkan ungkapan, sudut pandang, dan cara berfikir penulis. Interviewee dalam penelitian ini terdiri dari 1 (satu) pembimbing dan 8 (delapan) karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang menjadi terbimbing dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode direktif yang pembimbing gunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, melalui pengetahuan agama seperti materi tentang ketauhidan melalui tahapan syariat, tarikat, hakikat dan diakhiri dengan makrifat hingga pada pengarahan kepada zikir. Metode direktif yang diterapkan disini memang bukan sepenuhnya menggunakan metode direktif adakalanya pembimbing juga menggunakan metode yang lain seperti bimbingan kelompok. Namun, dipenghujung kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual metode yang tidak pernah luput dari kegiatan ini adalah metode direktif. Metode direktif dilakukan pada saat zikir dan ruqyah. Dengan penggunaan metode direktif diatas, ternyata untuk meningkatkan kecerdasan spiritual karyawan melalui metode direktif dapat dikatakan berhasil. Dengan sebab karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual tersebut, maka kejujuran, produktivitas kerja hingga karir mereka pun meningkat. Hal ini berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dengan beberapa karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang selalu mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual. Pengaruh dan dampak positif telah mereka dapati, baik secara rohani maupun jasmani dengan sebab mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Kata Kunci: Meningkatkan Kecerdasan Spiritual, Bimbingan Kecerdasan Spiritual, dan Produktivitas Kerja LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 12 Mei 2014 Ismail Siregar NIM: 1110052000022 MOTTO DAN PERSEMBAHAN Hendak berkata : “Minta Fatwalah Kepada Qalbumu Walaupun Orang Banyak Berfatwa Kepadamu” Ketika engkau mau melangkah : “Ikutilah petunjuk (Allah), karena keselamatan beserta orang-orang yang mengikuti petunjuk, (Al-ayat)” Ingatlah! pada saat berkata maka berkatalah dengan : “Penuh kejujuran! Kejujuran adalah siasat yang paling bagus” Skripsi ini dipersembahkan untuk : 1. Ayah dan Ibu tercinta serta Abang dan Adik-adik tersayang. 2. Para guru dan dosen yang telah bersusah payah membimbing dan mengajari saya. 3. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 4. Para Mursyid yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan pengetahuan, pengamalan dan pengalaman. i DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I A. B. C. D. E. F. G. BAB II A. B. C. D. E. F. G. H. I. i ii iii iv v vi vii PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ............................................................... Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... Tinjauan Pustaka............................................................................ Metodologi Penelitian ................................................................... Rancangan Penelitian .................................................................... Sistematika Penulisan ................................................................... 1 9 10 11 13 12 23 LANDASAN TEORI Analisis ......................................................................................... Metode .......................................................................................... 1. Pengertian Metode ................................................................ . 2. Jenis-Jenis Metode dalam Bimbingan dan Penyuluhan ......... Metode Direktif dalam Bimbingan dan Penyuluhan ..................... Bimbingan ..................................................................................... Kecerdasan Spiritual ..................................................................... Unsur-Unsur Kecerdasan Spiritual ............................................... 1. Zero Mind Proccess ............................................................... 2. Membangun Mental ............................................................... 3. Ketangguhan Pribadi .............................................................. 4. Ketangguhan Sosial ............................................................... Tahapan Spiritual .......................................................................... Tahap Perkembangan Spiritual ..................................................... 1. Tahap Perkembangan Kepercayaan Fowler .......................... 2. Tahap Perjalanan Pertumbuhan Spiritual Peck ...................... 3. Tahap Transisi Spiritual Moody ............................................. 4. Tahap Perkembangan Spiritual Sufistik ................................ Spirtiual Sufistik ........................................................................... 1. Nafs Ammarah (The Commanding self) ................................ 2. Nafs Lawwamah (The Regretful Self) .................................... 3. Nafs Mulhimah (The Inspired Self) ....................................... 4. Nafs Muthma’innah (The Contented Self) ............................. 5. Nafs Radhiyah (The Pleased Self) ......................................... 6. Nafs Mardhiyah (The Self Pleasing to God) .......................... 7. Nafs Safiyah (The Pure Self) ................................................. 25 25 25 26 28 30 31 37 37 38 38 39 39 42 42 44 48 53 54 55 56 56 57 58 58 59 ii J. BAB III A. B. C. D. E. F. G. BAB IV A. B. BAB V A. B. Manfaat Spiritual dalam Kehidupan ............................................. 60 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Latar Belakang Berdirinya PT. ISI ............................................... 1. PT. ISI .................................................................................... 2. Bentuk Layanan Jasa PT. ISI ................................................. 3. Pekerjaan Pembangkit Tenaga Listrik dan Saluran Transmisi ............................................................................... 4. Jasa Pengadaan ...................................................................... 5. Kalibrasi, Uji Layak Operasi, dan Pemeliharaan ................... 6. Jasa Mekanik dan Pemasangan Pipa ..................................... Badan Hukum dan Susunan Kepengurusan PT. ISI ..................... Moto PT. ISI ................................................................................. Visi dan Misi PT. ISI .................................................................... Layanan Bimbingan Kecerdasan Spiritual PT. ISI ....................... Sarana dan Prasarana PT. ISI ........................................................ Kantor Perusahaan ..................................................................... ... 1. Kantor Pusat I ...................................................................... 2. Kantor II ............................................................................... 3. Workshop ............................................................................... 66 66 67 68 69 69 70 71 72 73 73 75 76 76 76 76 HASIL TEMUAN DAN ANALISA Temuan ......................................................................................... 1. Profil Subjek Penelitian ......................................................... 2. Pembimbing ........................................................................... 3. Terbimbing ............................................................................ Metode Direktif Untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Karyawan PT. ISI ......................................................................... 77 77 79 80 89 PENUTUP Kesimpulan ................................................................................... Saran ............................................................................................. 94 96 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 98 LAMPIRAN ................................................................................................ ... 101 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dari segi penciptaan dibanding makhluk yang lainnya. Manusia juga adalah makhluk Tuhan yang tidak pernah lepas dari masalah dalam kehidupannya. Manusia juga adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak pernah lepas dari berinteraksi, komunikasi, aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Dari sekian banyak dinamika yang terjadi dalam kehidupan manusia, baik dalam bentuk sosial dan agama semua itu sudah ketetapan dari Tuhan. Namun, tidak sedikit manusia yang sadar serta menyadari bahwa solusi dari semua dinamika tersebut juga tidak lepas dari ketetapan Tuhan. Seiring dengan berkembangnya zaman, seiring pula berkembangnya spiritual manusia. Berkembangnya alat teknologi membuktikan bahwa menurunnya tingkat spiritual manusia akhir zaman ini, sebab mereka lebih meyakini dan mendewakan buatan manusia dibanding ciptaan Tuhan. Kritik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi modern dari sudut pandang Islam ialah karena iptek modern tersebut hanya absahsecara metodologis, tetapi miskin dari segi moral dan etika. Pandangan masyarakat modern yang bertumpu pada prestasi iptek, telah meminggirkan dimensi transedental. Akibatnya, kehidupan masyarakat modern menjadi kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental yaitu aspek spiritual. Hal inilah yang menurut 2 DR. Nurcholish Madjid akan menjadi sumber ancaman lebih lanjut bagi umat manusia.1 Banyak contoh yang dapat disaksikan melalui layar kaca dan media, seperti masalah korupsi, pembunuhan, pemerkosaan/pencabulan dan perampokan semua itu adalah masalah besar yang tiada habis-habisnya di tanah air ini. Sekian banyak masalah yang muncul, bukan karena kurangnya alat teknologi, informasi dan bukan juga karena tidak memahami hukum agama ataupun UUD 1945 melainkan mereka jauh dari Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. Jika dilihat dari beberapa hasil penelitian, sebagaimana penelitian tentang yang dilakukan lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah beberapa tahun yang lalu,adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan pada kawasan industri (KI) dilihat dalam cakupan spasial (area/ kewilayahan) ternyata memiliki pola pembinaan agama dan moral yang cukup variatif. Yakni dapat ditilik dari aspek sarana dan prasarana yang dimiliki, aspek modal pengembangan pembinaan agama dan moral (bentuk-bentuk kegiatannya), aspek waktu pembinaan yang diluangkan, serta aspek metode atau cara pembinaan yang diterapkan. 2. Dalam praktiknya, pembinaan agama dan moral perusahaan di kawasan industri tidak memadai dan belum maksimal. Indeks kelayakan hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor kelayakan berada 1 DR. Nurcholish Madjid et. al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respondan Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani, (Jakarta : PT Mediacita 2005), h. 101. 3 pada rating kelayakan: kurang layak - cukup layak (dengan rentangan nilai skor: antara 2 sampai 6). Hal ini dikuatkan oleh data bahwa bentukbentuk kegiatan yang diselenggarakan tidak cukup merata disemua perusahaan yang ada dikawasan industri, terutama pada KBN Marunda dan kawasan KBN Tanjung Priok (kurang terpenuhi). Dimana rating skor tertinggi nilai kelayakan pembinaan agama dan moral diberikan kepada perusahaan di kawasan PT JIEP Pulo Gadung dan selanjutnya KBN Cakung. 3. Dimensi keberagamaan yang ditemukan pada karyawan dan pihak manajemen di perusahaan kawasan industri masih bernuansa ritual keagamaan dan belum menyentuh aspek-aspek aktivitas spiritual yang hakiki dan lebih luas. Dengan itu, aspek penguatan keyakinan, pengalaman keberagamaan dan praktik-praktik keberagamaan masih dalam taraf yang kurang tersentuh, terutama oleh pihak manajemen dan karyawan sendiri. Sentral keberagamaan masih terpusat pada keberadaan fasilitas masjid dan musala, dimana tingkat kelayakan keberadaannya juga masih relatif kurang mendukung bagi pengembangan pembinaan agama dan moral, seperti fasilitas keberadaan kitab suci (Al-Qur’an) dan kitab-kitab agama, perpustakaan, buletin dan majalah agama, termasuk penyediaan konsultasi agama, pembentukan kelompok-kelompok pengajian. 4. Perspektif pembinaan agama dan moral diperusahaan pada kawasan industri, dalam waktu lama masih kental pada praktik hubungan vertikal 4 ketimbang hubungan horisontal (sosial), sehingga implikasinya pada etos kerja kurang berarti.2 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa di beberapa kawasan industri di DKI Jakarta, kebijakan perusahaan umumnya kurang memperhatikan aspek pembinaan agama dan moral. Akibatnya penguatan basis agama di kawasan industri lama berkembang. Sebaliknya pada perusahaan yang telah menetapkan pembinaan agama dan moral pada perusahaannya, akan terus berkembang, bukan saja keakraban, emosi spiritual diantara manajemen dengan karyawan saja yang meningkat akan tetapi juga etos kerja dan kejujuran. Akibatnya omset dan provit perusahaan pun meningkat seiring dengan naiknya produktivitas karyawan.3 Mengingat, bahwa penyakit orang akhir zaman ini adalah jiwa (jati diri), pikiran dan akhlak serta mental yang kurang sehat. Menurut Hawari (2002:5), kesehatan mental manusia seutuhnya dalam perkembangan kepribadian seseorang mempunyai empat pilar; yaitu (a) sehat secara jasmani/fisik (biologis), (b) sehat secara kejiwaan (psikiatris/psikologis), (c) sehat secara sosial, (d) sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Manusia akan selalu diambang kehancuran tanpa pembekalan yang baik dari keempat unsur di atas. Unsur yang perlu perhatian tinggi adalah sehat secara spiritual/kerohanian. Rohani yang sehat dan dikembangkan dengan baik akan membentuk seseorang jauh lebih maju dan baik. 2 Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A., Agama di Kawasan Industri, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005), h. 129-130. 3 Ibid, h. 128. 5 Kesehatan spiritual akan terwujud dengan mengetahui segala kebutuhannya. Salah satu faktor keberhasilan sesuatu apa pun tetap tergantung dari pemenuhan kebutuhan pokoknya. Semakin terpenuhi kebutuhan, maka akan semakin mudah untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya.4 Oleh karena itu, sumbangan agama Islam yang terpenting dalam hal ini ialah sistem keimanan berdasarkan tauhid. Tauhid adalah ajaran yang menegaskan bahwa Tuhan adalah asal-usul dan tujuan hidup manusia, termasuk peradaban dan ilmu pengetahuannya.Dengan Tauhid kaum Muslim diharapkan mampu menawarkan penyelesaian atas masalah kehampaan spiritual dan krisis moral serta etika yang menimpa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan dan harus digunakan dalam semangat untuk mengabdi kepadaNya. Pada saat bersamaan, manusia harus didasarkan kembali akan fungsinya sebagai ciptaan Tuhan yang dipilih menjadi khalifah-Nya. Dengan demikian sangat dibutuhkan pembimbing agama yang handal dan profesional serta berwawasan luas tentang spiritual, karena dengan adanya bimbingan spiritual diharapkan menjadi solusi dalam menghadapi dinamika kehidupan setiap manusia serta menjadikannya sebagai penawar penyelesaian masalah yang ada. Disisi lain, inteligensi spiritual juga merupakan akses manusia untuk menggunakan makna, visi dan nilai-nilai dalam jalan yang kita pikirkan dan keputusan yang kita buat. Manusia menggunakan inteligensi spiritual untuk 4 Rafy Sapuri, M. Si., Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers 2009), h. 217-218. 6 mentransformasikan diri mereka dan orang lain, menyembuhkan luka dalam hubungan, bertahan dalam kedukaan, dan bergerak dari kebiasaan di masa lalu. Inteligensi spiritual merupakan pemikiran tentang diri seseorang dan ekspresi dari realitas yang lebih tinggi. Dengan inteligensi spiritual, manusia menyadari sumber daya yang tersedia bagi mereka. Manusia menyadari bahwa alam bukan merupakan sesuatu yang harus dieksploitasi. Manusia menemukan kebebasan dari keterbatasan sebagai manusia dan mencapai keilahian. Inteligensi spiritual membuat manusia dapat mencapai keutuhan dan memberi integritas kemanusiaan. Dengan inteligensi ini seseorang dapat menggali dirinya sendiri, mempertanyakan pertanyaan mendasar dan membentuk kerangka jawaban yang diperoleh. Semakin jauh mereka berjalan, semakin dalam tingkatan seseorang yang terbuka, yang membutuhkan penyempurnaan. Inteligensi spiritual memotivasi orang untuk memiliki keseimbangan bekerja. Inteligensi spiritual juga memberi kebutuhan manusia dalam konteks nilai kehidupan. Inteligensi spiritual membuat seseorang berkembang sebagai seorang manusia.5 Perusahaan dan kawasan industri di ibu kota selalu dipenuhi dengan pekerjaan. Sebagaimana dapat dilihat di televisi, koran dan media lainnya banyak karyawan di perusahaan diberlakukan seperti budak (hamba), disuruh bekerja tanpa mengenal waktu dan keluarga, dengan banyaknya pekerjaan yang diberikan kepada karyawan, maka tidak sedikit karyawan yang lupa terhadap kewajibannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, waktu yang digunakan dalam sehari-hari 5 Aliah B. Purwakania Hasan., Psikologi Perkembangan Islami Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2008), h. 312. 7 hanya untuk bekerja sehingga mereka lupa kewajiban terhadap perintah Allah yang telah dituliskan di dalam Al-Quran dan Al-Hadits. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah merupakan salah satu perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrument, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. Perusahaan ini terletak di Jl. Prapanca Raya, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. PT. ISI memiliki kurang lebih 150 karyawan dan mempunyai banyak proyek di negara lain, seperti Malaysia, Jepang, Al-jazair dan negara lainnya. Namun ada hal yang menarik di PT. ISI, yaitu bimbingan kecerdasan spiritual bagi para karyawannya. PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) merupakan salah satu perusahaan yang menanamkan nilai-nilai dakwah di dalamnya. Berdakwah kepada semua orang pada dasarnya adalah salah satu tugas manusia di muka bumi, namun yang membedakannya adalah cara berdakwah yang digunakan kepada mad’unya.Dakwah pada umumnya hanya dilakukan dengan bil-lisan dan adakalanya bil-qalam.Namun, nilai-nilai dakwahyang ditanamkan kepada karyawanPT. ISI adalah melalui bimbingan kecerdasan spiritual dengan menggunakan metode direktif. Metode direktif pada umumnya banyak digunakan para guru, ahli hukum, dokter dan pembimbing agama. Dalam rangkausaha mencari tahu tentang keadaan klien. Dengan mengetahui keadaan masing-masing klien tersebut, konselor dapat 8 memberikan bantuan pemecahan problem yang dihadapi.6Metode direktif yang digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dilatarbelakangi dengan terbatasnya waktu mereka untuk mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual. Metode direktif yang digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)lebih santai danlebih mudah, karena tidak terikat dengan tempat dan waktu, bisa dilakukan di kantor dan di luar kantor, seperti di rumah pembimbing ataupun terbimbing, dengan kata lainmetode direktif bisa dilakukan di kantor dan di tempat umum. Dengan alasan demikianlah bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) menggunakan metode direktif. Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) sudah dilakukan sejak dari 20 tahun yang lalu. Oleh karena itu, penulis merasa ini merupakan hal yang baru khsususnya bagi pembimbing agama, karena selama ini bimbingan lebih sering dilakukan di lembaga formal, ditambah lagi sangat sedikit terdapat bimbingan, khususnya dalam bentuk spiritual yang dilakukan di perusahaan ataupun kawasan industri. Berdasarkan uraian di atas, maka sangat perlu dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap kecerdasan spiritual dalam bentuk karya ilmiah atau skripsi dengan judul “ANALISIS METODE DIREKTIF BAGI KARYAWAN PT. ISI (INDOMUDA SATRIA INTERNUSA) UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL ”. B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 6 Drs. Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: PT. Perpustakaan Nasional, 2010), h. 73. 9 1. BatasanMasalah Banyak bentuk bimbingan Islam yang dapat diberikan kepada karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) mulai dari bimbingan Islam secara kelompok (pengajian) maupun individu (konseling). Namun penulis lebih tertarik terhadap bimbingan kecerdasan spiritual secara individu melalui kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual yang dilakukan bagi karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), karena penulis merasa bahwa kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) tersebut berisi bimbingan dan pesan-pesan spiritual serta nasehatnasehat dan pengarahan kepada ketauhidan dengan tahapan syariat, tarikat, hakikat dan makrifat melalui metode direktif. Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan tentang spiritual yang begitu luas, maka penelitian ini fokus dan penulis hanya membatasi pada analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, karena metode direktif ini efektif digunakan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dikarenakan waktu dan tempat mereka sangat terbatas untuk mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual disebabkan pekerjaan. Sementara itu, metode direktif merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena konselor dalam metode ini bisa secara langsung memberikan jawabanjawaban terhadap problem yang dihadapi oleh para karyawan, baik masalah pribadi, keluarga maupun pekerjaan. Tujuan penulis membatasi masalah pada analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) 10 untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, agar menghasilkan penelitian dan kajian yang komprehensif. 2. Rumusan Masalah Dari uraian pembatasan masalah di atas, maka penulis menyusun rumusan masalah menjadi dua rumusan, sebagai beikut: a. Bagaimana metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) diterapkan? b. Bagaimana respon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terhadap metode direktif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini antara lain : a. Untuk mengetahui bagaimana metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) diterapkan. b. Untuk mengetahui bagaimanarespon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terhadap metode direktif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual. 2. Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya adalah : a. Manfaat Akademik 11 1) Khususnya untuk memperluas dan pengetahuan bagi penulis, khususnya dibidang teori dan metode. 2) Untuk melatih penulis dalam mendiskripsikan masalah-masalah yang sedang terjadi, khususnya di Bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam. b. Manfaat Praktis 1) Dengan adanya penelitian ini penulis dapat berinterkasi, komunikasi dan bercampur dengan khalayak sasaran yang latar belakangnya berbeda. 2) Peneliti akan lebih mudah menyesuaikan metode, strategi atau pendekatan yang akan digunakan pada khalayak sasaran/klein. 3) Hasil penelitian ini juga menjadi syarat bagi penulis dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 4) Hasil penelitian ini juga merupakan suatu investasi akhirat bagi penulis dan semoga menjadi manfaat bagi penulis berikutnya yang menjadikan hasil penlitian ini sebagai rujukan. D. TINJAUN PUSTAKA Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis menelaah dan melakukan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih 12 luas dan mendalam.Penulis belum menemukan skripsi yang membahas secara mendalam tentang metode direktif khususnya dalam proses bimbingan kecerdasan spiritual.Penulis hanya menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang kecerdasan spiritual dengan menggunakan metode yang berbeda-beda, dengan kata lain tidak menetapkan metode yang digunakan secara luas dan mendalam pada kegiatan tersebut. Adapun skripsiyang penulis jadikan tinjauan pustaka antara lain adalah : 1. Ina Nurul Lestari (105052001747) dengan judul skripsi “Pelaksanaan Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Anak di Sekolah Alam Depok”. Penelitian ini menjelaskan proses pelaksanaan bimbingan agama yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kecerdasan spiritual anak di sekolah alam Depok. Tetapi, penelitian ini kurang menekankan pada metode yang digunakan pada saat proses kegiatan bimbingan spiritual, hanya fokus pada proses pelaksanaan bimbingan agama dalam meningkatkan keceredasan spiritual. 2. Mulia Rahmawati (105052001760) dengan judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Melalui Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintahan Daerah (PEMDA) Kabupaten Tangerang”. Skripsi ini menjelaskan tentang upaya peningkatan kinerja pegawai melalui pelaksanaan bina mental dan spiritual. Dengan kata lain, bina mental dan spiritual di sini hanya sebagai upaya peningkatan kinerja pegawai. Selain itu, skripsi ini juga membahas bagaimana pengaruh bina mental dan spiritual terhadap kinerja pegawai. Skripsi ini tidak 13 menjelaskan dengan jelas metode yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengamalan dari spiritual itu sendiri. 3. Tita Ernawati (10705200276) dengan judul skripsi “Efektivitas Penyuluhan Agama Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta”. Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana efektivitas penyuluhan agama dalam mengembangkan kecerdasan spiritual wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita. Jadi, skripsi ini tidak memaparkan metode dan teknik mengembangkan kecerdasan spiritual hanya membahas bagaimana efektivitas penyuluhan agama yang telah dilakukan. Dengan demikian, dapat kita lihat kekurangan dari skripsi ini. Adapun kekurangannya adalah skripsi ini tidak melihat metode apa yang digunakan pada kegiatan penyuluhan agama tersebut. E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Untuk mengetahui analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual,dalam penelitian ini penulis berusaha menguraikan atau menggambarkan metodeanalisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dalam mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan triangulasi. Metode triangulasi pada hakikatnya 14 merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat melakukan penelitian, mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.7 Metode penelitian dengan teknik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi. Yaitu, pertama, pada level pendekatan, teknik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekaligus yakni, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Hal ini didasarkan karena, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Asumsi kedua yang mendasari penggunaan teknik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisis data membutuhkan sebuah prosedur untuk menguji hasil analisis data. Dalam penelitian dengan mengunakan metode triangulasi, peneliti lebih menekankan pada metode kualitaitif, metode kuantitaif di sini digunakan sebagai fasilitator dalam membantu melancarkan kegiatan peneliatian.8 7 http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270-triangulasi-dalam-penelitiankualitatif.html.Dikutip pada hari Selasa, 21 Januari 2014, pukul: 20:29. 8 http://8tunas8.wordpress.com/2011/07/23/metode-penelitian-triangulasi/ Dikutip pada hari Selasa, 21 Januari 2014, pukul: 20:08 15 Dalam hal ini peneliti terlibat langsung dalam proses kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI lebih kurang sebanyak tiga puluh kali mengikuti, yang di mulai dari 12 Januari 2014 hingga 27 April 2014. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan Spiritual tersebut. Selanjutnya, untuk memperkuat dan mengecek validitas data hasil observasi atau wawancara tersebut maka dilengkapi dengan data hasil kuesioner. Data yang diperoleh dari metode triangulasi tersebut dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaanperbedaan,dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan, serta akan disajikan dalam berbagai sudut pandang yang utuh, yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian. 2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian Pada dasarnya banyak lokasi yang bisa dijadikan tempat penelitian. Namun, lokasi yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian adalah PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) Jl. Prapanca Raya Blok: P. I No. 116 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.Di mulai pada tanggal 12 Januari 2014 sampai 27 April 2014. Alasan peneliti mengambil penelitian PT. ISItersebut adalah pertama, belum ada yang meneliti tentang bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan khususnya di bidang perusahaan. Di lain sisi, 16 ditempat penelitian pun belum ada yang meneliti tentang metodedirektif dalam bimbingankecerdasan spiritual bagi karyawan. Kedua, pihak perusahaan bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian dan siap memberikan data dan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peneliti.Ketiga, PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah salah satu perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrument, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. Olehkarena itu,peneliti merasa tertarik karena sangat jarang perusahaanperusahaan di Indonesia yang melakukan bimbingan kecerdasan spiritual terhadap karyawannya, kalaupun ada hanya bersifat ritual dan pengajian saja. 3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah perusahaan, pemilik perusahaan, hingga karyawan perusahaan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). b. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan: a. Observasi 17 Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki. Observasi dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta tentang tingkah laku objek dalam melakukan segala aktifitas yang bisa menjadi sumber analisis permasalahan.9 Adadua model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan.Pertama, observasi secara langsung dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang dijadikan objek observasi, atau sering disebut dengan observasi partisipasi (participant observacy). Dalam hal ini pembimbing ikut berbaur dengan objek yang diidentifikasi, atau mungkin pula ikut serta bermain peranan seperti yang diperankan objeknya. Sehingga data yang diperoleh secara akurat dan objektif sebagaimana adanya.Kedua,observasi non partisipan, yakni pembimbing berada di luar objek atau peran yang sedang diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau jarak jauh. Artinya, pihak observer hanya mengamati dan mencatat fakta atau kejadian-kejadian yang tampak sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati sesuatu. Namun, pihak observer tetap mengikuti dan mencermati secara teliti atau seksama dari fakta-fakta yang sesungguhnya.10 Teknik observasi (Daymon dan Holloway, 2008: 321-322) tidak melakukan intervensi 9 dan dengan demikian tidak mengganggu Maman Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 208. 10 M. Lutfi. MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 124. 18 objektivitas penelitian. Lebih lanjut, observasi mensyaratkan pencatatan dan perekaman sistematis semua data. Observasi pada gilirannya menampilkan data dalam bentuk perilaku yang disadari tersebut.11 Dalam hal ini, peneliti mengikuti langsung proses kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Dalam observasipeneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan dan ditentukan. Karena tujuan dari observasi adalah semata-mata untuk memberikan gambaran tentang sesuatu.12 b. Wawancara Wawancara (Interview) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menggunakan komunikasi langsung. Dalam komunikasi tersebut pewawancara (interviewer) bertemu langsung dengan responden mengemukakan pertanyaan-pertanyaan secara lisan yang dijawab secara lisan pula.13 Di sisi lain, wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Fakta dan data itu dapat dijadikan bahan dan gambaran empiris dari kondisi 11 Nyoman Kutha Ratna,Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 217. 12 DR. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008), h. 53. 13 Prof. DR. Nana Syaodin Sukmadinata,Bimbingan & Konseling Praktek, (Bandung: Maestro, 2007), h. 231. 19 kejiwaan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan 1 (satu) Pembimbing dan 8 (Delapan) terbimbing. Sebab, secara umum wawancara lazimnya dilakukan dalam bentuk interpersonal (face to face) antara konselor dengan kliennya yang bertujuan untuk mengungkapkan sekitar hal-hal yang berkaitan dengan diri dan pribadi klien.14Wawancara dilakukan dengan bantuan alat komunikasi dan teknologi lainnya, seperti buku catatan, alat tulis, handphone, dan camera digital. Adanya alat bantu wawancara di atas, mengingat bahwa alat bantu tersebut dapat berfungsi sebagai berikut: 1) Alat kontrol materi, materi selalu dikembalikan pada permasalahan dalam bentuk pertanyaan. 2) Alat kontrol waktu, bagi interviewer dapat memperkirakan berapa waktu yang diperlukan untuk menghadapi satu responden guna menjawab setiappermasalahan secara tuntas. 3) Membantu untuk menghindari hasil wawancara yang mubazir (siasia) sehingga tidak dapat dipergunakan untuk menganalisa permasalahan.15 Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan klien, di antaranya: 14 M. Lutfi. MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 122, 123. 15 P. Joko Subagyo, S. H, Metode Penelitian : Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet, Ke-5, h. 41. 20 1. Agus Sugiharto 2. Budi Sulistiono 3. M. Nelson Simanjuntak 4. Tofan Efendi 5. Feri Afriady 6. Supriyadi 7. Jubad 8. Prayitno c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.16 Dalam hal ini peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang ada di PT. ISI(Indomuda Satria Internusa) serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuai dengan masalah yang diteliti. 5. Sumber Data Adapun yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari penelitian yang dimaksud. Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh data-data kongkret dan 16 Husaini Husman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 73. 21 yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh yang diperlukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari narasumber dalam bentuk wawancara dengan 1 orang pembimbing dan 8 orang terbimbing dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Karyawan tetap perusahaan 2) Laki-laki 3) Beragama islam 4) Telah mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun b. Data skunder,yaitu data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam buku atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian. 6. Analisa Data Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan kedalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil berdasarkan yang ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.17 Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut: 17 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. Ke-9, h. 11. 22 a. Reduksi data yang merupakan bentuk analisis yang relevan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. b. Penyajian data, setelah data mengenai pelayanan dan bimbingan diperoleh, maka data tersebut disajikan dalam bentuk narasi, visual, gambar, matriks, bagan, tabel, dan lain sebagainya sehingga tujuan dari penelitian dapat terjawab. c. Penyimpulan, data yang tersaji pada analisa antar kasus khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian kualitatif diuraikan secara singkat, sehingga dapat pengambilan kesimpulan mengenai metode direktif dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual terhadap karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). 7. Teknik Penulisan Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Yang diterbitkan oleh CeQDA, April 2007, Cet. Ke-2. F. RANCANGAN PENELITIAN Mulai Membuat Latar Belakang dan Rumusan Masalah Membuat Kerangka Permasalahan Seputar Kecerdasan Spiritual Mengumpulkan data Terkait Perusahaan, Responden, Hasil Wawancara dan Observasi 23 Memetakan Wilayah Prapanca Sebagai Objek Penelitian, yakni PT. ISI Melakukan Observasi dan Wawancara Kepada Karyawan, PT. ISI. Menganalisa Data Membuat Kesimpulan dan Saran Menyusun Laporan Penelitian Selesai G. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan penulis, maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN. Mengemukakan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Rancangan Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini penulis membahas tentang Analisis, Metode, Metode Direktifdalam Bimbingan dan Penyuluhan, Bimbingan, Kecerdasan Spiritual, Unsur-Unsur Kecerdasan Spiritual, Tahapan Spiritual, Tahap Perkembangan Spiritual, Manfaat Spiritual dalam Kehidupan. BAB III PROFIL PT. ISI (Indomuda Satria Internusa).Pembahasan pada bab ini meliputi: Latar Belakang Berdirinya PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), Badan Hukum dan Susunan Kepengurusan PT ISI,Moto PT. ISI, Visi 24 dan Misi PT. ISI, Layanan Bimbingan Kecerdasan Spiritual PT. ISI, Sarana dan Prasarana PT. ISI, Kantor PT. ISI. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA.Menjelaskan tentang Temuan, (Profil Subjek Penelitian, Pembimbing, Terbimbing), Metode Direktif untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). BAB IV PENUTUP.Bab terakhir yang menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran diajukan kepada pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini. 25 BAB II LANDASAN TEORI A. ANALISIS Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab, musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).1 Analysis dalam kamus lengkap (Inggeris – Indonesia – 316 hal, Indonesia Inggeris 332 hal) diartikan dengan ‘uraian’2. Sedangkan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia analisis diartikan sebagai cara memeriksa suatu masalah untuk menemukan unsur dasar dan hubungan antara unsur-unsur yang berkaitan.3 Dapat disimpulkan bahwa analisis adalah penguraian suatu bagian (karangan, perbuatan, dan sebagainya) kemudian bagian itu di telaah serta di cari tahu hubungannya dengan bagian yang lain untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang utuh dan tepat dari bagian tersebut. B. METODE 1. Pengertian Metode Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yanag harus dilalui”. 1 Drs. Tri Rama K,. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung), h. 37. Prof. Drs. S. Wojowasito – W.J.S. Poerwadarminta., Kamus Lengkap InggerisIndonesia- 316 hal Indonesia- Inggeris – 332 hal, (Bandung: Penerbit Hasta, Cetakan Ke-16), h. 6. 3 Ensiklopedia Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Delta Pamungkas, Jilid 2, 2004), h. 19. 2 26 Dalam pengertian yang luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.4 Sedangkan dalam kamus ilmiah populer metode diartikan secara singkat sebagai cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu.5 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan sistematis dan teratur. Jenis-Jenis Metode Dalam Bimbingan 2. Jenis-jenis metode dalam bimbingan sangatlah banyak, namun ada beberapa metode yang populer dalam bimbingan, diantaranya adalah:6 a) Metode interview7 Interview (wawancara) merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta/data/informasi. Dengan tujuan untuk mendapatkan data yang diperlukan bimbingan. Sebagai salah satu cara untuk memperoleh data/fakta, metode wawancara masih tetap banyak dimanfaatkan karena interview bergantung pada tujuan fakta apa yang dikehendaki serta untuk siapa fakta tersebut digunakan. Fakta-fakta tersebut sangat diperlukan untuk pemberian-pemberian bimbingan. 4 Drs. M. Lutfi, MA,. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120. 5 Achmad Maulana, dkk,. Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2009), h. 306. 6 Drs. Samsul Munir Amin,. Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: PT. Perpustakaan Nasional, 2010), h. 69-73. 7 Drs. M. Lutfi, MA,. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 304. 27 b) Group guidance8 Dengan menggunakan kelompok, pembimbing dan konselor akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan anak bimbing dalam lingkungannya. Dalam metode kelompok diberikan group therapy (penyembuhan gangguan melalui terapi). Terapi tersebut dapat diwujudkan dengan penyesuaian situasi kebersamaan hak secara keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Tujuan utama dari bimbingan kelompok adalah penyebaran informasi mengenai penyesuaian diri dengan berbagai kehidupan klien. c) Client centered method (metode yang dipusatkan pada klien) Metode ini sering juga disebut nondirektif (tidak mengarahkan). Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klien sebagai makhluk yang memiliki kemampuan berkembang sendiri; dan sebagai pencarian kemantapan diri sendiri. Jika pembimbing mempergunakan metode ini, ia harus bersikap sabar mendengarkan dengan penuh perhatian segala ungkapan batin klien yang diutarakan kepadanya. Dengan demikian pembimbing seolah-olah pasif, tetapi sesungguhnya bersikap aktif menganalisa segala apa yang dirasakan oleh klien sebagai beban batinnya. 8 Drs. Samsul Munir Amin,. Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: PT. Perpustakaan Nasional, 2010), h. 125. 28 d) Educative method Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode clientcentered, hanya bedanya terletak pada usaha mengorek sumber perasaan yang menjadi beban tekanan batin klien serta mengaktifkan kekuatan/tenaga kejiwaan melalui pengertian realitas situasi yang dialami olehnya. Oleh karena itu, inti dari metode ini adalah pemberian pencerahan terhadap unsur-unsur kejiwaan yang menjadi konflik seseorang. Selain di atas masih banyak lagi metode yang sering digunakan pembimbing dalam mengatasi masalah kliennya, seperti metode direktif dan metode lainnya. C. METODE DIREKTIF DALAM BIMBINGAN DAN PENYULUHAN Konseling direktif adalah suatu teori konseling yang berasosiasi dengan E.G. Williamson, dimana konselor adalah aktif seperti penasehat dan guru dan menerapkan tes-tes dan melaksanakan diagnosis untuk memecahkan kerisauan pendidikan dan pekerjaan.9 Direktif, secara umum menunjuk pada sifat arahan atau mengarahkan suatu aktifitas terapi; suatu ancangan atau model yang banyak mengarahkan. Sejumlah ancangan bimbingan dan konseling, misalnya behavioral, sifat dan 9 Andi Mappiare A.T., Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h. 88-89. 29 faktor kognitif, pernah disebut bersifat direktif, sementara ancangan humanisme dan eksistensialisme pernah digolongkan sebagai bersifat nondirektif. Direktif adalah metode yang bersifat mengarahkan. Metode ini lebih bersifat mengarahkan klien untuk berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya. Pengarahan yang diberikan kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sumber kesulitan yang dihadapi klien. Direktif konseling sebenarnya merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena konselor dalam metode ini secara langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap problem yang oleh klien disadari menjadi sumber kecemasannya. Metode ini tidak hanya dipergunakan oleh konselor, melainkan juga dipergunakan oleh para guru, dokter, ahli hukum dan sebagainya. Dalam rangka usaha mencari tahu tentang keadaan klien. Dengan mengetahui keadaan masing-masing klien tersbut, konselor dapat memberikan bantuan pemecahan masalah.10 Secara ringkas konseling direktif adalah suatu metode dalam bimbingan yang bersifat mengarahkan klien untuk memecahkan masalah yang sedang dan atau akan dihadapi oleh klien. Oleh karena itu, seorang pembimbing harus memahami proses pelayanan metode direktif. Konselor yang berpegang pada pendekatan konseling direktif mengikuti rangkaian kerja yang agak mirip dengan pelaksanaan studi kasus dan 10 Drs. Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: PT. Perpustakaan Nasional, 2010), h. 69-73. 30 pelayanan dokter terhadap seorang pasien, yaitu: analisis atau pengumpulan data yang relevan; diagnosis atau kesimpulan tentang semua unsur pokok dalam masalah klien dan sebab musababnya; konseling atau wawancara perseorangan untuk memikirkan penyelesaian terhadap problem yang dihadapi; tindak lanjut (follow up) atau bantuan terhadap klien bila timbul masalah lagi dan evaluasi terhadap efektivitas bimbingan. D. BIMBINGAN Secara etimologi (bahasa), kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberikan jalan, menuntun, bimbingan bantuan, arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata dasar dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya “menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan mengemudikan”. Dari berbagai pengertian itu, maka yang paling umum digunakan adalah pengertian “memberikan bimbingan, dan arahan”.11 Kemudian pengertian utuhnya adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk 11 Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 5-6. 31 hidupnya, dan dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna, dan bermanfaat di masa kini dan masa yang akan datang.12 Secara sederhana bimbingan adalah proses membimbing atau memberikan arahan kepada klien untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah melalui proses pengungkapan atau pembangkitan potensi yang dimiliki klien. Dengan demikian klien mampu mengembangkan diri, potensi serta bisa memahami dirinya, dan lingkungan di sekitarnya, sehingga ia bisa mengambil keputusan yang baik untuk dirinya dan bisa bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. E. KECERDASAN SPIRITUAL Dalam Kamus Bahasa Indonesia kecerdasan berawal dari kata benda (nomina) “Cerdas” yang berawalan “Ke-, dan berakhiran -an” sehingga menjadi “kecerdasan” yang berarti “sempurna perkembangan akal budinya, tajam pikiran, pandai”.13 Selain itu, dalam Kamus Lengkap Inggeris- Indonesia, IndonesiaInggeris dijelaskan “educated, clever, inteligent”, yang berarti “cerdas”.14 Simpulnya, bahwa kecerdasan adalah seseorang yang mempunyai kepandaian atau berpendidikan. 12 Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6. 13 Drs. Tri Rama K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung), h. 112. 14 Prof. Drs. S. Wojowasito – W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap InggerisIndonesia- 316 hal Indonesia- Inggeris – 332 hal, (Bandung: Penerbit Hasta, Cetakan Ke-16), h. 65. 32 Secara (etimologi) bahasa “Spiritual/‘spiritual” - (‘Spiritjual), dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “rohani, intelektuil”.15 Spiritual menurut kamus Webster (1963) kata “spirit” berasal dari kata benda bahasa Latin “spiritus” yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk bernapas. Melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk bernapas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.16 Kemudian secara (terminologi) istilah pengertian spiritual banyak pendapat para tokoh di antaranya adalah:17 1. Schreurs mendefenisikan spiritualitas sebagai hubungan personal seseorang terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapannya kepada Yang Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. 2. Elkins menunjuk spiritualitas sebagai cara individu memahami keberadaan 15 maupun pengalaman dirinya. Bagaimana individu Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 207. 16 Ibid, h. 288. 17 Dr. Abdul Jalil, M. EI, Spiritual Enterpreneurship Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan, (Yogyakarta: LkiS Cemerlang, 2013), h. 23. 33 memahami kesadarannya keberadaan mengenai maupun adanya pengalamannya realitas dimulai transenden dari (berupa kepercayaan kepada Tuhan, ataupun yang dipersepsikan individu sebagai sosok transenden) dalam khidupan, dan dicirikan oleh nilainilai yang dipegangnya. 3. Maslow mendefenisikan spiritualitas sebagi sebuah tahapan aktualisasi diri, di mana seseorang berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih, kedamaian, toleransi, kerendahhatian, serta memiliki tujuan hidup yang jelas. Pengalaman spiritual adalah peak experience, plateau, dan farthest reaches of human nature.18 Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kepandaian seseorang berhubungan dengan Tuhan melalui rohaninya atau intelektuilnya, karena dalam spiritualitas itu sendiri mencakup perasaan, sikap, pemikiran, dan sebagainya, yang kemudian bisa diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk realisai kepada Tuhan. Spiritualitas juga adalah sebagai bentuk pengalaman batin seseorang yang meninggalkan kesan dan pesan yang mendalam. Spiritualitas merupakan bagian esensial dalam unsur kehidupan manusia, karena dengan spiritualitas menjadi penentu dalam perjalanan hidup manusia, baik secara vertikal maupun horizontal. Sebagai bukti bahwa kecerdasan spiritual merupkan hal yang amat penting dalam kehidupan, sebagaimana telah diketahui berdasarkan ilmu 18 Dr. Abdul Jalil, M. EI, Spiritual Enterpreneurship Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan, (Yogyakarta: LkiS Cemerlang, 2013), h. 24. 34 pengetahuan dalam Islam, begitu juga dalam ilmu pengetahuan Barat. Dalam ilmu pengetahuan Islam dan Barat selalu dijelaskan tentang metode yang bersifat ilmiah dan non ilmiah. Namun, spirtualitas merupakan wilayah yang hanya bisa dicapai dengan metode non ilmiah dan merupakan hal yang paling esensial dalam kehidupan. Menurut Nashori (2002: 84-107), ilmu pengetahuan dalam Islam bukan hanya bekerja pada wilayah yang teramati (observable area), tapi juga bekerja pada wilayah yang terpikirkan (conceivable area) dan wilayah yang tidak terpikirkan (unconceivable area). Hal ini memaksa dirinya untuk membuat secara garis besar metode-metode psikologi Islam sebagai berikut:19 a. Metode keyakinan Sumber yang sah dan harus diyakini adalah wahyu ilahi, yaitu Al-Qur’an al-karim dan Hadis. Dari dua pokok rujukan ini kemudian berupaya untuk menangkap pesan-pesan psikologis yang terkandung, baik dari segi kandungan materi (matan) atau dari segi sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul) dan sebab turunnya Hadis (asbab al-wurud). b. Metode rasionalisasi Manusia harus menggunakan rasio sambil menyadari keterbatasannya. Kerelatifan rasio harus dijadikan landasan bahwa rasio dapat menangkap hal-hal yang berbentuk (tipu muslihat), perencanaan atau 19 Rafy Safuri, M. Si, Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Mansuia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 39. 35 strategi, dan koreksi. Fritjof Schoun mengatakan bahwa rasionalisme itu keliru bukan karena ia berupaya untuk mengekspresikan realitas secara rasional, sejauh hal itu memungkinkan. Akan tetapi karena ia berupaya merangkul seluruh realitas ke dalam alam rasio, seakan-akan hal ini sesuai dengan prinsip segala sesuatu. c. Metode ilmiah Meneliti (observe) hal-hal yang dibatas oleh ruang lingkup benda-benda yang bersifat indrawi (observable fact). Menurut M. D. Dahlan, metode ilmiah terdiri atas metode deskriptif dan metode eksperimen. Termasuk metode deskriptif adalah observasi dan riset korelasional. Di bawah ini dipaparkan contoh metode ilmiah.20 (1) Metode observasi (2) Riset korelasional (3) Metode eksperimental (4) Metode fenomenologi d. Metode non ilmiah21 (1) Metode ototritas. Sumber otoritas yang dapat dijadikan rujukan adalah Nabi, Sahabat, Tabi’in, Tabi’uttabi’in, para wali dan alim ulama, juga orang-orang yang memilki ilmu pengetahuan dan mengalami suatu peristiwa penting dalam hidupnya dapat juga 20 Rafy Safuri, M. Si, Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Mansuia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 40. 21 Ibid, h. 41. 36 dijadikan sumber pengetahuan untuk mengetahui realitas yang tidak tampak oleh mata. (2) Metode intuisi. Tiga alasan menggunakan metode ini. Yang pertama, banyak digunakan orang dan efektif bagi mereka yang bergelut di dunia spiritual. Yang kedua, dapat diuji kemampuannya dalam memahami realitas secara objektif. Yang ketiga, dapat dipelajari oleh siapa pun dengan usaha yang intens dan terbimbing. Puncak dari pendalaman metode ini adalah ketersingkapan (kasyaf) dan keterbukaan (futuh). Contoh teladan kenabian adalah Nabi Khidir (mampu melihat waktu yang akan datang) dan Nabi Yusuf (membuka rahasia mimpi) keduanya menggunakan mata batin. (3) Metode eksperimen spiritual. Metode ini mengedepankan rasa (dzauq) dan penghayatan (wijdan). Semakin tinggi tingkat sensivitas seseorang, maka ia akan semakin mudah merasakan getaran dan kondisi kejiwaan makhluk yang ada disekitarnya.22 Psikologi islami tidak diam pada sebatas pemahaman hakikat sesuatu, tapi lebih menekankan pada aktivitas merasakan dan mengalami. Kedua unsur inilah yang sebenarnya dicari dari pengkajian ilmu tentang jiwa. Metode eksperimen dalam metode non ilmiah di atas sebagai salah satu bukti bahwa spiritual itu merupakan hal non ilmiah, namun merupakan hal yang 22 Rafy Safuri, M. Si, Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Mansuia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 42. 37 mendasar dalam kehidupan manusia. Ilmu rasa dan penghayatan adalah suatu hal yang mudah dipahami dan dijelaskan tapi sulit untuk dapat dirasakan oleh setiap orang, karena rasa harus dicapai melalui kedekatan kepada sang pemberi rasa, yakni Allah SWT. Jika seseorang sudah memakan berbagai jenis makana tapi rasa kenyang belum ia dapatkan, maka ada faktor yang menyebabkannya tidak kenyang, yaitu ia belum diberi rasa oleh Allah, sehingga ia tidak merasakan bahwa makanan yang ia makan adalah nikmat dari Allah yang harus disyukuri dan dinikmati dengan sebaik mungkin. F. UNSUR-UNSUR KECERDASAN SPIRITUAL23 1. Zero mind proccess (Penjernihan emosi) Pada masa Rasulullah diceritakan, ada seseorang hamba sahaya bernama Bilal, yang dipaksa agar meninggalkan agamanya dan disiksa secara fisik oleh kaum Quraisy. Namun bilal tetap bertahan dan hanya berucap Ahad... Ahad... Ahad, meski bilal adalah budaknya yang tidak merdeka secara fisik tetapi Bilal tetap memegang teguh prinsip, mempertahankan keyakinan, apapun resiko yang akan dihadapinya, termasuk nyawa sekalipun. Bilal melalui kekuatan prinsipnya, mampu mengeluarkan dan memisahkan antara fisik yang terbatas dan terbelenggu, dengan hatinya yang bebas merdeka. Tetapi batu itu tidak mampu menekan jiwanya yang bebas. Bilal tidak pernah mengizinkan pikirannya sendiri untuk merasa tertekan. Bilal adalah raja atas pikiran, logika dan hatinya sendiri. 23 Skripsi Arie Mutya Wulan sari (0052019823), Pelaksanaan Bimbingan Islam dalam Mengembangkan kecerdasan Spiritual Kaum Dhuafa di Yayasan Irtiqo Kebajikan Ciputat Tangerang, 2008, h. 26. 38 Ia telah mengetahui bagaimana menguasai batinnya, ia mampu keluar dari dirinya sendiri melihat jasadnya yang dihimpit batu. Inilah makna “Ahad”, satu prinsip, tidak ada yang lain, bahkan tidak pula untuk jasadnya sendiri. 2. Membangun mental Dalam membangun mental dibutuhkan prinsip : a. Suara hati manusia itu pada dasarnya bersifat universal. b. Keteladanan malaikat. Keteladanan yang bisa diambil dari sifat malaikat secara umum adalah kepercayaan yang dimiliki, loyalitas dan integrasinya yang sangat mengagumkan. c. Kepemimpinan semua orang adalah pemimpin minimal terhadap dirinya sendiri. Diharapkan pemimpin dapat menjadi pemimpin yang dicintai, dipercaya, membimbing, mempunyai kepribadian baik dan pemimpin abadi yang dikenang sepanjang masa. d. Pembelajaran. Diharapkan untuk tidak berhenti belajar. e. Memiliki visi yang jelas. f. Mengerjakan segala sesuatu dengan manajemen yang baik dan benar.24 3. Ketangguhan pribadi Untuk mengikuti pribadi yang tangguh diperlukan prinsip-prinsip : 24 Skripsi Arie Mutya Wulan sari (0052019823), Pelaksanaan Bimbingan Islam dalam Mengembangkan kecerdasan Spiritual Kaum Dhuafa di Yayasan Irtiqo Kebajikan Ciputat Tangerang, 2008, h. 28. 39 a. Menetapkan misi secara benar b. Membangun karakter lewat shalat sebagai kekuatan afirmasi (untuk menyelaraskan nilai-nilai keimanan dengna realitas kehidupan) c. Melatih pengendalian diri dengan puasa 4. Ketangguhan sosial Ketangguhan sosial dapat dibangun dengan prinsip zakat. Prinsip zakat adalah “memberi” memberi kepada lingkungan sosial adalah salah satu modal awal untuk membentuk sinergi dalam rangka membangun “ketangguhan sosial” zakat adalah bentuk pelatihan dan aplikasi konkrit dari “prinsip dan keseimbangan bismillah”.25 G. TAHAPAN SPIRITUAL26 Tahapan-tahapan di dalam thariqah ada empat. Pertama, taubat dari kemaksiatan. Kedua, istiqomah di dalam ketaatan kepada Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah tanpa terkecuali. Sementara, untuk dua tahapan yang berikutnya; marilah kita simak maqalah Abuya Dimyathi selanjutnya : Tahapan ketiga yaitu membersihkan diri. Untuk itu, bagi seseorang santri penempuh jalan amat disyaratkan meninggalkan manusia, tidak bicara, tidak 25 Skripsi Arie Mutya Wulan sari (0052019823), Pelaksanaan Bimbingan Islam dalam Mengembangkan kecerdasan Spiritual Kaum Dhuafa di Yayasan Irtiqo Kebajikan Ciputat Tangerang, 2008, h. 28-29. 26 H. Murtadho Hadi, Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih Mranggen), (Yogyakarta PT. LkiS Printing cemerlang, cet-ke I, 2011), h. 85. 40 makan, dan tidak tidur. Tahapan keempat yaitu taqrib atau taqarrub dalam mendekatkan diri kepada Allah. Tahapan ketiga di atas maksudnya adalah bahwa para santri dianjurkan menyedikitkan bergaul dengan manusia, sedikit bicara, dan sedikit tidur. Sedangkan maksud Abuya Dimyathi dengan “Taqrib” pada tahap keempat yaitu melanggengkan zikir (dawam adz-dzikri) sehingga sampai-sampai zikir itu sudah menjadi tabiatnya, dan zikir itu tertanam jauh pada dasar hati. Menurut Abuya Dimyathi empat poin di atas merupakan tahapan-tahapan yang harus dilalui seseorang jika ingin mendalami spiritual. Jika telah mampu melaksanakan empat tahapan di atas maka seogyanya ia akan naik ke tahap perkembangan spiritual selanjutnya sesuai dengan izin pembimbingnya (Mursyid).27 Perlu diingat juga, siapa saja yang mendalami profesi spiritual ini maka tidak boleh tidak harus memiliki keimanan, kemakrifatan dan ketauhidan yang berkualitas. Karena bagaimana mungkin ia dapat menggunakan metode-metode yang sangat erat kaitannya dengan Allah SWT., seperti metode kenabian (mimpi, ilham dan kasysyaf); serta dengan para malaikat-Nya yang bertugas menyampaikan berita, peristiwa dan hal-hal yang bersifat rohaniyah, tersembunyi, 27 H. Murtadho Hadi, Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih Mranggen), (Yogyakarta PT. LkiS Printing cemerlang, cet-ke I, 2011), h. 85. 41 rahasia dan transendental. Maka syarat-syarat utama spiritual yang paling utama harus dimiliki adalah bermakrifat kepada Allah SWT.28 Dengan bermakrifat dan dekat dengan Allah SWT., maka semua tabir alam transendental khusus insan akan terbuka dan dibukakan oleh-Nya. Masalah ini merupakan kunci yang paling utama, karena apabila makrifat yang utama ini sukses, pasti akan membuka tabir-tabir selanjutnya. Seseorang yang telah dapat menemukan Tuhannya, ridha-Nya, cinta-Nya dan wajah-Nya, maka Dia bukakan segala rahasia perbuatan dan kebijaksanaan-Nya (af’al), rahasia nama-nama-Nya yang Maha Baik (al Asma’ al Husna) dan nama-nama-Nya yang agung (Ismul A’zham), rahasia sifat-sifat-Nya dan rahasia-rahasia Dzat-Nya. Melalui itulah akan tersibak rahasia seluruh makhluk dan alam.29 Suatu kewajiban bagi seseorang yag mendalami dunia spiritual harus memahami dan mampu mengamalkan ilmu tentang makrifat, karena seorang pembimbing sudah seharusnya mengajak kliennya ke jalan Allah, bukan hanya sekedar pemberian solusi terhadap masalah yang dihadapi akan tetapi memberikan suatu cara bagaimana cara menyelesaikan masalah diri sendiri dengan benar dan baik. Prinsip zikrullah harus ditanamkan dalam hati dan benak klien sebagai bentuk psikoterapis dalam kehidupannya sehari-hari. Prinsip psikoterapi islam hendaknya selalu membawa klien untuk ingat kepada Allah, dalam keadaan bagaimanapun ia selalu ingat kepada-Nya. Bila 28 M. Hamdani Bakrah Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam (Penerapan Metode Sufistik), (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, Cet ke-2, 2002), h. 300. 29 Ibid, h. 300. 42 klien mengalami dan menghadapi suatu kesusahan, sifat Allah yang teringat olehnya adalah Allah Maha Penolong, Maha Penyayang dan Maha Kuasa, hatinya harus bergetar ketika menyebut Asma’ Allah, lidahnya mengucapkan do’a. Bila klien sedang mendapat nikmat dan kesenangan, hatinya bersyukur kepada Allah dan lisannya mengucapkan hamdalah. Hati yang selalu ingat kepada Allah, akan mendatangkan kelegaan dan ketentraman di dalam hati serta memberikan manfaat terhadap jasmani.30 H. TAHAP PERKEMBANGAN SPIRITUAL Untuk mencapai suatu ketenangan dalam hidup Tuhan menganugerahi manusia dengan diciptakannya ruh dan Nur Muhammad di dalam dirinya. Kemudian Tuhan menciptakan qalbu sebagai sarana menuju ruh dan Nur Muhammad tersebut, karena melalui qalbu tersebut manusia bisa beraudiensi dan berkomunikasi dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang ingin memahami dasar kehidupan dan mencapai tujuan perjalanan kosmik, ia harus memahami spiritualitas secara keseluruhan, baik dari awal memulai spiritualitas hingga tahap perkembangan spiritual itu sendiri. Mengenai tahap perkembangan spiritual banyak para tokoh yang mengembangkan teori spiritual, di antaranya adalah: 1. Tahap perkembangan kepercayaan Fowler31 30 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islami, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 139. Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 297. 31 43 Menurut Fowler kepercayaan merupakan orientasi holistik yang menunjukkan hubungan antara individu dengan alam semesta. Teori perkembangan spiritual Fowler terbagi atas enam tahap, yang meliputi kepercayaan intuitif-proyektif (intuitive-projective), mythikal-literal (mythicalliteral), sintetik-konvensional (synthetic-conventional), individuatif-reflektif (individuative-reflective), konjungtif (conjungtive) dan universal (universalizing). Pada tahap pertama, kepercayaan intuitif proyektif (usia 3 – 7 tahun), masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi dari ketidaksadaran. Anak masih belajar untuk membedakan khayalannya dengan realitas yang sesungguhnya. Pada tahap kedua, kepercayaan mythikal-literal (usia sekolah), seseorang telah mulai mengembangkan keimanan yang kuat dalam kepercayaannya. Anak juga sudah mengalami prinsip saling ketergantungan dalam alam semesta, namun ia masih melihat kekuatan kosmik dalam bentuk seperti yang terdapat pada manusia. Pada tahap ketiga, kepercayaan sintetikkonvensional (usia remaja), seseorang mengembangkan karakter keimanan terhadap kepercayaan yang dimilikinya. Ia mempelajari sistem kepercayaan dari orang lain di sekitarnya, namun masih terbatas pada sistem kepercayaan yang sama.32 Tahap keempat, kepercayaan individuatif-reflektif (usia dua puluhan samapi awal empat puluhan), merupakan tahap percobaan dan pergolakan, di 32 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 297. 44 mana individu mulai mengembangkan tanggung jawab pribadi terhadap kepercayaan dan perasaannya. Individu memperluas pandangannya untuk mencapai jalan dalam kehidupannya. Pada tahap kelima kepercayaan konjungtif, seseorang mulai mengenali berbagai pertentangan yang terdapat dalam realitas kepercayaannya. Terjadi transedensi terhadap kenyataan dibalik simbol-simbol yang diwariskan oleh sistem. Pada tahap keenam, kepercayaan universal, terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami transedensi pada tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari pemahamannya terhadap lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksal. 2. Tahap perjalanan pertumbuhan spiritual Peck33 Menurut M. Scott Peck (1997), perkembangan spiritual bersifat sukarela. Seseorang akan mengalami perkembangan spiritual atau tidak adalah merupakan pilihan otonom. Peck banyak mendasari teorinya dalam buku Further Along The Road Less Traveled – The Unending Journey Toward Spiritual Growth berdasarkan pemikiran Karl Gustav Jung. Peck, dengan melakukan analisis hubungan yang terjadi pada spiritualitas seseorang, menyatakan bahwa perjalanan spiritual seseorang terdiri dari empat tahap perkembangan, yaitu: kekacauan/antisosial, formal/institusional, skeptik/individual, dan mistikal/komunal. a. Kekacauan/antisosial 33 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 299. 45 Orang yang berada pada tahap perkembangan ini memiliki karakter egosentrik, berfokus pada diri sendiri, dan hanya memerhatikan pemuasan diri. Hal ini tidak berarti bahwa mereka jahat, kejam atau memiliki penyakit jiwa. Mereka mungkin masih anak-anak atau orang dewasa yang secara emosional dan psikologis tidak matang, karena itu tidak dapat memerhatikan kepentingan terbaik, kecuali bagi diri mereka sendiri. Tahap ini juga termasuk orang-orang kriminal, mereka yang mengalami kecanduan obat, dan mereka yang selalu menyakiti orang lain; yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi. Kehidupan mereka membingungkan, penuh kekacauan, dan menyakitkan. Secara umum, individu ini tidak memiliki konsep pribadi terhadap Tuhan, dan walaupun mereka mengakui adanya Tuhan, mereka tidak dapat menghubungkannya dengan keberadaan diri mereka sendiri. b. Formal/institusional34 Membutuhkan jawaban yang jelas dan pasti terhadap masalah kehidupan, dan belum dapat hidup dalam dikotomi paradoks kehidupan. Banyak orang yang memilih organisasi dan memberikan kehidupan mereka pada kontrol institusi. Beberapa orang masuk militer atau masuk agama yang memberi mereka daftar prilaku yang benar dan salah secara rinci. Tahap perkembangan ini berfungsi bagi orang dewasa yang mengalami kebingungan dan tanggung jawab pengasuhan, pembayaran 34 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 300. 46 tagihan, dan persyaratan untuk memiliki pekerjaan tetap. Ketika bebas dari kontrol orang tua, mereka mencari figur orang tua dalam bentuk institusi yang dapat mengarahkan perilaku mereka dan memberikan mereka ganjaran pelanggaran disiplin. Bahaya yang terdapat pada tahap ini adalah menyerahkan kekuatan kehidupan pada orang lain yang tidak dapat memenuhi kepentingan jiwa yang terbaik. c. Skeptik/individual35 Orang dalam tahap perkembangan ini memercayai terdapat kekuatan tertinggi yang mengatur alam semesta, tetapi mereka lebih mengarah pada sumber tertinggi. Orang ini dapat mengatur diri sendiri dan tidak membutuhkan orang tua spiritual yang bersifat eksternal. Mereka umumnya memiliki tingkat pendidikan yang baik dan merupakan pemimpin di dalam komunitasnya, melayani dengan cara yang dapat mereka lakukan, memberi konstribusi sesuai waktu dan sumber daya. Sering kali, mereka jug seorang ilmuwan, profesional dalam pendidikan tinggi dan umumnya mereka pemikir ilmiah. Mereka adalah orang tua yang baik dan menjaga keluarga sebagai tanggung jawab tertinggi mereka. Mereka memiliki komitmen tinggi terhadap idealisme, dan menjadi contoh teladan bagi warga negara dan masyarakat. Mereka umumnya setuju bahwa agama sangat fungsional bagi banyak orang, namun mereka tidak harus menggunakannya. Individu ini memiliki 35 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 300. 47 ikatan terhadap tujuan dan bahkan takdir. Mereka sering kali menekankan pentingnya karakteristik cinta, kebaikan hati dan menghindarkan diri dari menyakiti orang lain. Mereka menunjukkan kehidupan spiritual, namun sering kali tidak melakukan praktik keberagamaan. d. Mistikal/Komunal36 Istilah komunal dipergunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berada pada tingkat perkembangan spiritual, karena bangunan komunitas merupakan prioritas: bekerja untuk kesatuan dan komunitas di tempat kerja, tetangga, rumah, sekolah, dan tempat ibadah. Orang-orang ini membuat kedamaian, mereka adalah orang dengan kebijaksanaan dan pengorbanan. Mereka berfungsi dengan visi yang lebih luas dari kebanyakan orang dan memahami sistem. Istilah mistikal dipergunakan untuk mendefenisikan perasaan kebahagiaan mutlak ketika menemukan misteri kehidupan. Mereka melihat bahwa kehidupan dari sudut humor, meskipun bagi kebanyakan orang situasi tersebut menimbulkan frustasi. Mereka memiliki pandangan global yang terdapat pada kejadian tunggal. Mereka memiliki visi jangka panjang dan pemahaman terhadap dinamika masing-masing peristiwa. Mereka menanam kebijaksanaan dan menganjurkan kesatuan sehingga memiliki kontribusi pada kesehatan sosial. Orang dalam tahap ini melihat asal mereka sebagai yang awal dan 36 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 301. 48 yang akhir, pada waktu yang sama, baik dengan mereka atau tanpa mereka. Mereka memiliki kebahagiaan dalam penyatuan dengan Tuhan. 3. Tahap transisi spiritual Moody37 Harry C. Moody dn David Carrol (1997) juga melakukan penelitian tentang perkembangan spiritual, yang disebut tahap transisi spiritual (the stages of spiritual transition). Tahap transisi spiritual ini terdiri dari lima tahap, yang meliputi sebagaimana berikut: a. Tahap panggilan Tahap panggilan merupakan tahap tumbuhnya kesadaran terhadap kekosongan diri dan ketidakmampuan untuk memenuhi tujuan kehidupan. Dalam menghadapi kepahitan hidup reaksi setiap orang berbeda. Orangorang tertentu merasakan kekosongan hidup meskipun kehidupan terlihat berjalan baik. Ada sesuatu yang hilang dan membingungkan dalam kehidupan. Ketika panggilan untuk menjawab masalah ini datang, seseorang memiliki dua pilihan: memilih komitmen diri untuk menjawab panggilan dengan jawaban pribadi atau menutup segala perasaan dan bertindak seperti biasanya sehingga ia tidak merasa tertekan. Jika individu mulai mempertanyakan penyebab kekosongan pada diri mereka dengan menjawab berbagai pertanyaan pribadi, mereka mulai proses perkembangan spiritual selanjutnya yang disebut tahap pencarian untuk mencari kebenaran diri. 37 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 302. 49 Usia pertengahan merupakan titik di mana orang mulai mengalami kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan spiritual mereka. Manusia merasakan pentingnya makna hidup, krisis yang tidak terpecahkan membutuhkan penjelasan. Panggilan terjadi pada semua orang setiap waktu, namun pada usia pertengahan individu menjadi lebih sadar bahwa kebutuhan untuk menjawab hal itu tidak dapat dihindari. Ia telah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup tentang dinamika kehidupan, dan melihat berbagai pikiran yang kaku dapat mengacaukannya. b. Tahap pencarian38 Tahap pencarian adalah titik di mana individu mulai mencari jalan spiritual dengan melihat ke dalam dan mempertanyakan diri mereka sebagai pertanyaan serius tentang prinsip integritas dan menguji kepercayaan inti mereka. Mereka mulai menguji berbagai agama dan kepercayaan spiritual yang berbeda untuk menemukan jawaban pertanyaan yang tidak dapat dituliskan dengan kata-kata. Seseorang mungkin mendapatkan kedamaian dengan menjadi lebih dekat dengan alam, mempelajari mitos atau kembali ke tempat ibadah. Jika mereka kehilangan kepercayaan awal mereka, mereka mungkin akan mencari kembali tempat ibadah mereka pada waktu kecil atau mencari filsafah religius agama yang berbeda-beda. Jika mereka tidak religius, mereka 38 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 303. 50 mungkin mencari sistem kepercayaan lain yang bersifat tradisional atau modern. Selama pencarian, orang terus mencari jawaban, makna dan tujuan hidup, serta tempat yang mereka miliki. Orang dalam tahap ini menghubungkan diri mereka lebih pribadi dengan kepercayaan, komunitas atau pemimpin spiritual yang dapat memberi nasihat dalam perjalanan mereka dan membantu mereka mencapai jalannya. Prinsip spiritualitas dari integritas, kejujuran, ketenangan, dan kesabaran menjadi lebih penting dan mengganti fokus utama pada tujuan material dan karir di masa lampau. Orang ini mulai memiliki misi dan pencarian menjadi alasan untuk hidup. Ketika mereka lebih menjalankan sistem kepercayaan mereka lebih dalam, mereka menemukan informasi baru seperti kelaparan di tengah pesta makanan. Orang yang berada dalam tahap pencarian mulai memiliki konsep pribadi yang baru dari kekuatan yang lebih tinggi. Mereka membicarakan perasaan mereka secara pribadi, dan menemukan kegairahan di dalamnya. c. Tahap pergolakan39 Begitu seseorang menemukan proses spiritual diri dalam memahami makna hidup, masing-masing orang mulai menyesuaikan diri terhadap pikiran dan perilaku yang membawa mereka keluar dari konflik. Mulai dengan kegembiraan dan kegairahan seperti jika terlibat kisah asmara baru, mereka mulai mengikat diri mereka pada gaya hidup baru. 39 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 303-304. 51 Hidup dengan menemukan hubungan baru dengan kehiudpan menjadi tantangan yang berada di dalam ataupun di luar realitas. Melakukan rekonsiliasi terhadap kebenaran spiritual dalam kehidupan dunia yang kadang sangat tidak spiritual merupakan hal ang sulit. Kadang-kadang seseorang harus mengganti karir, merasa tersakiti, mengalami gangguan hubungan interpersonal, dan mengalami kekecewaan ketika berpindah dari masa lalu menuju ke depan. Pergolakan dapat menjadi sesuatu proses yang tidak menyenangkan atau menyakitkan, seperti rasa sakit pada proses kelahiran. Kebutuhan perkembangan psikologis penting dalam tahap ini. psikoterapi, praktik agama yang teratur, doa dan meditasi, latihan spiritual seperti yoga, taichi atau proses pemulihan 12 langkah, dapat memberi jalan dalam tahap ini dengan mengimplementasikan diri sejati (true self) dalam situasi kehidupan sehari-hari. d. Tahap terobosan40 Tahap terobosan merupakan resolusi yang sangat besar dan kejernihan mental yang baru. Hal ini dapat digambarkan sebagai “kebangkitan” dari tugas spiritual, karena orang pada tahap ini bangun dari keadaan mimpinya. Perubahan yang terjadi, menurut orang yang pernah mengalaminya, adalah tercapainya ketenangan dari kebahagiaan dan kedamaian. Pada tahap ini orang menemukan “pemahaman” bahwa segalanya mengikuti keteraturan, dan segalanya seperti seharusnya terjadi. 40 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 304. 52 Perubahan terdapat di dalam dan orang-orang menggambarkannya sebagai perubahan paradigma dalam jiwa mereka. Namun, setelah tahap ini segalanya memiliki makna, memberikan pengajaran spiritual, dan memberikan pemahaman ke dalam diri. Dengan alasan ini, individu bergerak dari pekerjaan yang sulit menuju tahap selanjutnya. Segalanya dapat dipahami, segalanya sempurna. Orang terlihat indah, unik dan berharga. Segala kehidupan berharga. Kemakmuran, kesehatan dan kegembiraan mengalir dalam diri orang-orang ini. Perjuangan untuk bertahan telah berakhir. Orang menjadi lebih mudah memahami timbulnya mitos dan tulisan spiritual. e. Tahap kembali41 Tahap yang merupakan tahap pertanggung jawaban pribadi ini melengkapi kebaikan dan makna yang diberikan dunia kepada semua orang. Pada tahap ini orang menumbuhkan kesatuan dan melakukan pertobatan. Pengalaman dalam tahap ini adalah kedamaian sejati. Orang melaporkan keinginan yang dalam untuk kembali kepada akarnya. Mereka melanjutkan usaha untuk menyelesaikan tugas yang belum terselesaikan dan memenuhi tujuan yang mereka susun untuk diri mereka sendiri, terutama berkaitan dengan hubungannya dengan orang lain. Mereka banyak membicarakan pengalaman mereka yang semakin kaya dengan orang yang mereka kasihi, dengan diri mereka sendiri, dan dengan 41 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 305. 53 kekuatan tertinggi. Pada tahap ini, orang kembali pada kehidupan yang telah mereka jalani. Mereka memberikan kontribusi yang lebih lengkap kepada kehidupan dunia dan kepada semua orang. Kontribusi ini biasanya tidak dipublikasikan, karena orang pada tahap kembali tidak melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan penghargaan. Memberi adalah untuk memberi. Orang pada tahap ini hidup tenang, menyentuh kehidupan dan membawa kebaikan, kedamaian dan jalan keluar bagi semuanya. f. Tahap perkembangan spiritual Sufistik42 Menurut Islam, manusia yang lahir dengan jiwa yang suci (nafsi zakiya). Namun, manusia juga lahir di dunia dengan memiliki eksistensi fisik yang terdiri dari daging dan tulang. Keberadaan fisik manusia menimbulkan keterikatan dengan dunia tempat mereka tinggal, dan dapat memberikan kegelapan serta menutupi keindahan dan kebijaksanaan yang tersimpan di dalam diri mereka. Pada asalanya, manusia dapat menjadi lupa dan terusmenerus hidup dalam kesombongan. Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan wahyu kepada manusia melalui kitab-kitab suci-Nya, dan mengirimkan Nabi-Nabinya untuk memimpin dan memberikan contoh bagi manusia untuk kembali menuju cahaya kebenaran dari kegelapan yang menutupi diri manusia. Tujuan dari sufisme adalah untuk membersihkan hati, mendidik dan mentransformasikan jiwa untuk menemukan Tuhan. Tingkat terendah 42 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 305. 54 dari jiwa manusia didominasi oleh dorongan-dorongan yang untuk memuaskan diri yang bersifat egois dan tamak yang menjauhkan seseorang untuk mendapatkan kebenaran. I. SPIRITUAL SUFISTIK43 Untuk dapat bersatu dengan Tuhan, haruslah diadakan latihan melakukan renungan tasawuf tanpa henti-hentinya, harus membuang pengetahuan indera dan pekerjaan akal, serta pergi dengan kekuatan yang melebihi alam menuju Wujud yang berada dibelakang esensi dan pikiran. Keadaan tersebut tidak dapat difahami oleh orang-orang yang mengira bahwa dengan kekuatan akalnya, ia dapat mencapai wujud yang menjadikan kegelepan sebagai tempat-Nya. Apabila jiwa telah dapat terhindar dari alam indera dan alam fikiran bersama-sama, maka ia masuk dalam gelapnya kebodohan yang suci dan meninggalkan semua pengetahuan dari proses pemikiran, serta melebur dalam wujud yang tidak terlihat dan tidak diketahui, kemudian bersatu dengan-Nya, seimbang dengan pembuangannya terhadap alasan-alasan pikiran. Dengan demikian, dari kebodohan mutlak tersebut jiwa mengambil suatu pengetahuan yang tidak bisa dicapai oleh akal. Ia berani meniadakan segala sesuatu dari Zat Tuhan, agar kita memasuki kebodohan yang tinggi itu. Oleh karena itu, untuk memasuki kebodohan yang terhindar dari alam indera dan pikiran bersama-sama, dengan kata lain masuk dalam kebodohan yang suci. Oleh karena itu, banyak guru sufistik yang membuat tingkatan spiritual 43 135-136. A. Hanafi, M.A, Filsafat Skolastik, (Jakarta: Pustaka Alhusna, Cet Ke-11, 1983), h. 55 manusia, tergantung aliran sufistik yang diikuitnya. Tujuan dibuatnya tingkatan tersebut agar para pengikutnya dapat memahami dan mengajarkannya secara bertahap. Secara umum menurut guru sufistik Jalaludin Rumi, terdapat tujuh tingkat spiritual manusia, dari yang bersifat egoistik sampai yang suci secara spiritual, yang dinilai bukan oleh manusia, namun langsung Allah. Mereka yang mencari jalannya, harus menyadari karakter dan prilaku dirinya secara jujur, sebelum naik pada tingkat perjalanan yang lebih tinggi. Tingkatan ini terdiri dari: 1. Nafs Ammarah (The Commanding self)44 Orang yang berada pada tahap ini adalah orang yang nafsunya didominasi godaan yang mengajaknya ke arah kejahatan. Pada tahap ini, seseorang tidak dapat mengontrol kepentingan dirinya dan tidak memiliki moralitas atau perasaan kasih. Dendam, kemarahan, ketamakan, gairah seksual, dan iri hati merupakan contoh sifat-sifat yang muncul pada tahap ini. Pada tahap ini, manusia seperti pecandu yang menyangkal dirinya sendiri kehidupan mereka dikontrol oleh kecanduan mereka kearah sifat dan perilaku negatif, namun mereka menolak bahwa mereka memiliki masalah. Pada tahap ini kesadaran dan akal manusia dikalahkan oleh keinginan dan nafsu hewani. Manusia tidak menghargai batasan moral untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Manusia mementingkan diri sendiri, sombong, ambisius, cemburu, sinis, pemalas dan bodoh. 44 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 306. 56 2. Nafs Lawwamah (The Regretful Self)45 Pada tahap ini manusia mulai memiliki kesadaran terhadap perilakunya, ia dapat membedakan yang baik dan yang benar, dan menyesali kesalahan-kesalahannya. Namun, ia belum memiliki kemampuan untuk mengubah gaya hidupnya dengan cara yang signifikan. Pada tahap ini, orang seperti pecandu yang mulai memahami rasa sakit yang mereka sebabkan bagi diri mereka dan orang lain, namun kecanduan terlalu kuat untuk membuat mereka dapat berubah. Mereka yang berada pada tingkat ini tidak bebas dari godaan. Kekecewaan terhadap penghargaan orang lain atas perubahan perilakunya dapat membuatnya kembali pada tahap sebelumnya. Ia merasa mengambil jalan yang salah, karena merasa kurang dihargai. Ia kemudian terpengaruh oleh nafsu hewani yang dimilikinya. Jika ia cukup cerdas dalam menghadapi kekecewaannya, ia dapat mengatasi kemunafikan, kesombongan dan kemarahan yang dialaminya, dan akan melewati tahap ini dengan cepat. Semakin lama orang berada pada tahap ini, semakin banyak godaan yang ia terima. 3. Nafs Mulhimah (The Inspired Self)46 Pada tahap ini orang mulai merasakan ketulusan dari ibadahnya. Ia benar-benar termotivasi pada cinta kasih, pengabdian dan nilai-nilai moral. Tahap ini merupakan awal dari praktik sufisme yang sesungguhnya. Pada saat 45 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 307. 46 Ibid, h. 307. 57 ini, manusia mulai mendapatkan pesan dari nuraninya sendiri: semacam bisikan tanpa kata-kata yang memberinya inspirasi tentang arah tujuan, mendorongnya dan memperkuat usahanya. Namun, terkadang kejahatan menyamar dalam bisikan tersebut dengan mendorong sesuatu yang tampaknya baik padahal tidak. Untuk belajar membedakannya, orang ini harus belajar dengan bantuan orang yang lebih berpengalaman, yaitu orang yang mampu membedakan ilham yang sesungguhnya dengan imajinasi palsu yang jahat. 4. Nafs Muthma’innah (The Contented Self)47 Pada tahap ini orang merasakan kedamaian. Pergolakan pada tahap awal telah lewat. Kebutuhan dan ikatan-ikatan lama tidak lagi penting. Kepentingan diri mulai lenyap, membuat seseorang lebih dekat Tuhannya. Tingkat ini membuat seseorang menjadi berpikiran terbuka, bersyukur, dapat dipercaya, dan penuh kasih sayang. Jika seseorang menerima segala kesulitan dengan kesabaran dan ketakwaan, tidak berbeda ketika ia memperoleh kenikmatan, dapat dikatakan bahwa seseorang telah mencapai tingkat jiwa yang tenang. Dari segi perkembangan, tahap ini menandai periode transisi. Seseorang mulai dapat melepaskan semua belenggu diri sebelumnya dan mulai melakukan integrasi kembali semua aspek universal kehidupan dalam dirinya. 47 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 308-309. 58 5. Nafs Radhiyah (The Pleased Self)48 Pada tahap ini seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya, namun juga tetap bahagia dalam keadaan sulit, musibah atau cobaan dalam kehidupannya. Ia menyadari bahwa segala kesulitan datang dari Allah untuk memperkuat imannya. Keadaan bahagia tidak bersifat hedonistik atau materialistik, dan sangat berbeda dengan hal yang biasa dialami orang-orang yang berorientasi pada hal yang bersifat duniawi, prinsip memenuhi kesenangan dan menghindari rasa sakit. Jika seseorang telah sampai pada tingkat mencintai dan bersyukur pada Allah, ia telah mencapai tahap perkembangan spiritual ini. 6. Nafs Mardhiyah (The Self Pleasing to God)49 Tahap ini termanifestasi melalui ikatan antara Sang Pencipta dengan yang diciptakan-Nya, melalui perasaan cinta yang mendasarinya. Sang Pencipta menemukan manusia yang sempurna dalam kualitas yang dianugerahi-Nya ketika Ia menciptakannya. Nama atau sifat Allah termanifestasi dalam diri manusia pada tingkat ini. Manusia yang sempurna ini telah kehilangan semua karakteristik fisik hewan yang membuatnya menjadi tidak sempurna di bawah perintah nafsu. Sifat keilahian melekat dalam dirinya, dan ia telah melihat realitas sejati, yaitu kebenaran, karena ia telah dianugerahi Ayn al-Yaqin, keyakinan. 48 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 309. 49 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 310. 59 7. Nafs Safiyah (The Pure Self)50 Mereka yang telah mencapai tahap akhir telah mengalami transedensi diri yang seutuhnya. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya penyatuan dengan Allah. Pada tahap ini, seseorang telah menyadari kebenaran sejati, “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Ia sekarang menyadari bahwa tidak ada apa-apa lagi kecuali Allah, dan hanya keilahian yang ada, dan setiap indra manusia atau keterpisahan adalah sebuah ilusi. Titik ini tanpa panjang dan lebar, tidak menutupi daerah atau ruang tertentu. Inilah kesucian. Tidak ada keinginan atau keluhan. Inilah yang awal dan yang akhir. Pada setiap titik, segala pengetahuan meliputinya. Jika mereka yang memiliki jiwa yang murni bergerak, gerakannya merupakan kekuatan yang penyayang; jika ia berbicara kata-katanya adalah kebijaksanaan dan musik yang indah didengar telinga. Jika ia muncul, terlihat indah dan menggembirakan yang melihatnya. Secara keseluruhan keberadaannya adalah ibadah, setiap sel dari tubuhnya tidak henti-hentinya memuji Allah. Dia sederhana, meskipun ia tidak berdosa, ia selalu mengeluarkan air mata pertaubatan. Kebahagiaannya adalah melihat manusia dapat mencapai Tuhannya. Rasa sakitnya adalah jika melihat manusia menjauhi-Nya. Ia mencintai orang yang mengabdi pada Allah lebih dari segalanya. Ia marah jika melihat orang durhaka. Ia seorang yanga adil, dan lebih daripada adil. Ia adalah orang yang berusaha untuk menyadarkan orang yang berdosa. 50 Ibid, h. 311. 60 Dengan adanya tingkatan spiritual diatas menunjukkan bahwa untuk mendalami spiritual harus melalui beberapa tingkatan terlebih dahulu. Apabila proses tingkatan tersebut telah dilalui sampai pada tingkatakan yang tertinggi maka pada setiap titik pengetahuan meliputinya. Dalam setiap detik dan gerak ia tidak pernah luput dari mengingat Allah, prilaku yang berakhlak, akidah yang bertauhid serta syariat yang kokoh itulah yang tergambar dari orang telah sampai pada tingkatan yang paling tinggi, yaitu nafs safiyah. J. MANFAAT SPIRITUAL DALAM KEHIDUPAN Mengingat bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui buktibukti historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mmepercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya. Mereka misalnya, mempertuhan pada benda-benda alam yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan. Pohon kayu yang usianya ratusan tahun tidak tumbang dianggap memiliki kekuatan misterius yang selanjutnya mereka pertuhankan.51 Proses perjalanan hidup manusia tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan dan spiritual. Dalam ilmu psikologi ada yang disebut dengan mekanisme coping. Mekanisme coping disini sering digunakan untuk tujuan mengurangi, menghilangkan serta menghidari dampak negatif dari suatu hubungan sosial. 51 Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet ke-9, 2004, h. 19. 61 Dalton (2001) mengemukakan tiga sumber kekuatan dari coping, yaitu: 1. Dukungan sosial (social support)52 Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hidup sendiri, bersama yang lain mereka membentuk komunitas. Di dalam komunitas inilah manusia mendapatkan dukungan sosial. Komunitas merupakan salah satu sumber daya sosial untuk mengatasi masalah. Dukungan sosial merupakan konsep penting di dalam Psikologi komunitas karena sangat berpengaruh untuk membantu kita dalam memahami hubungan antara individu dengan komunitas. Dukungan sosial sangat diperlukan ketika seseorang menghadapi masalah. Ada tiga bentuk dukungan sosial yang mengarah pada problem focused coping, (a) berupa dorongan atau pemberian semangat, (b) pemberian informasi, petunjuk, atau pengetahuan, dan (c) berupa dukungan nyata. Dukungan atau dorongan dapat diperoleh dari keluarga atau teman dekat. Informasi merupakan dukungan yang diberikan lewat nasehat atau bimbingan menekankan aspek kognitif daripada aspek emosional. Dukungan nyata merupakan dukungan sosial yang diberikan langsung dan dapat digunakan secara nyata, seperti uang atau barang yang dibutuhkan. 2. Kompetensi psikososial53 52 Dr. Istiqomah Wibowo, Dipl, Soc. Plan dkk, Psikologi Komunitas , (UI Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3), Cetakan Pertama, 2011), h. 34-35. 53 Ibid, h. 35. 62 Kompetensi sosial terdiri dari dua bagian, yaitu kemampuan personal dan kemampuan sosial. Kemampuan personal misalnya mengatur emosi, motivasi, kognisi, dan hal lain yang berhubungan dengan mekanisme coping, dalam membina dan mempertahankan hubungan interpersonal. Kemampuan personal ini terdiri dari (a) self and emotional regulation, (b) self and emotional awareness, dan (c) problem solving. Self and emotional regulation merupakan pengetahuan emosi atau perasaan yang ada dalam diri individu melalui cara yang mudah diterima. Self and emotional awareness lebih menekankan pada kepekaan diri terhadap emosi dan intuisi yang dimiliki seseorang. Kedua bentuk kemampuan personal ini diperlukan untuk proses adaptasi. Dalam mengatasi masalah, seseorang mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, membentuk tujuan, membuat strategi alternatif, mempertimbangkan konsekuensi, dan kemudian membuat keputusan. 3. Agama dan Spiritualitas.54 Agama dan spiritualitas memberikan ketrampilan personal dan sosial bagi individu. Keduanya merupkan hal penting dalam mengatasi stress berat dan situasi yang tidak dapat dikontrol. Religi dan spiritual merupakan metode yang dapat dijadikan prediktor yang signifikan dari keberhasilan coping. Tiga dampak positif yang diketahui yaitu: (1) subyek mencintai Tuhan, (2) menjadikan orang 54 Dr. Istiqomah Wibowo, Dipl, Soc. Plan dkk, Psikologi Komunitas , (UI Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3), Cetakan Pertama, 2011), h. 34. 63 rajin berdoa dan beribadah, (3) menigkatkan kesadaran yang tumbuh baik pengalaman stress, maupun dari dukungan teman-teman anggota kelompok religius tersebut. Salah satu bukti bahwa spiritual ini memberikan manfaat, yaitu sebgaiamana Gus Badawi, putra K.H. Ahmad Basyir, seorang ulama ahli spiritual, menyatakan bahwa banyak pengusaha di Kudus yang sukses dan besar karena sebelumnya melakukan wirid, puasa dan, dalail al-Khayrat. Kebiasaan melakukan puasa tersebut sebagian telah mereka jalani sewaktu masih muda hingga saat ini. Mereka mengaku bahwa hikmah yang terkandung dalam puasa sangat besar manfaatnya, yang salah satunya adalah kesuksesan yang mereka raih saat ini.55 Dengan mengucapkan zikir tertentu, dan disertai dengan kesadaran transedensi (hudhur al-Qalb), maka makna yang terkandung di dalamnya akan masuk dalam arus kesadaran para pengusaha. Pengulangan zikir dan puasa adalah upaya untuk menumbuhkan komitmen, kesadaran dan konsentrasi, yakni upaya memusatkan dinamika arus kesadaran pada suatu titik yang dikehendaki, sebagaimana teknik meditasi sebagai salah satu cara untuk memperoleh pengalaman konsentrasi dengan mengulang-mengulang sesuatu atau kalimat.56 Selain penjelasan di atas masih banyak lagi manfaat yang ditemukan dari spiritual, seperti menjadikan manusia menikmati ketenangan, kebahagiaan, 55 Dr. Abdul Jalil, M. EI, Spiritual Enterpreneurship Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan, (Yogyakarta: LkiS Cemerlang, 2013), h. 182. 56 Ibid, h. 182-183. 64 keselamatan, kemuliaan, kesuksesan, dan kejayaan dalam perjalanan kehidupannya di bumi ini.57 Manfaat dari sisi lain juga dijelaskan bahwa kecerdasan spiritual dianggap sebagai kecerdasan tertinggi dari kecerdasan-kecerdasan lain dalam multiple intelligence seperti kecerdasan fisik (PQ), kecerdasan intelektual (IQ) maupun kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan batin dari pikiran dan jiwa untuk membangun diri menjadi manusia dengan seutuhnya dengan selalu berfikir positif dalam menyikapi setiap kejadian yang dialaminya. Manfaat kecerdasan spiritual (SQ) : a. Membantu seseorang melihat hal-hal dari sudut pandang yang lebih luas dan kompleks b. Membantu berfikir lebih jernih c. Membuat pikiran lebih tenang d. Membuka wawasan dan motivasi seseorang tentang bagaimana cara memaknai hidup e. Menurunkan sifat egoisme dalam diri seseorang f. Memunculkan sikap menghargai orang lain dengan menempatkan orang lain di posisi yang lebih tinggi daripada diri sendiri g. Menyadari pentingnya nilai-nilai kehidupan seperti keadilan, kejujuran, kebenaran dan kehormatan h. Memunculkan sikap belas kasih terhadap orang lain 57 http://www.spiritual-astrology-reading.com. Selasa, 26 Maret 2014, Pukul : 00:29 65 i. Memunculkan rasa kasih terhadap diri sendiri, orang lain maupun pada alam semesta.58 Penjelasan di atas membuktikan bahwa manfaat kecerdasan spiritual sangatlah luas dan merupakan hala yang amat penting dalam setiap kehidupan manusia. Jika dalam kehidupan seseorang banyak hal yang dilakukannya melanggar hukum ataupun ketentuan Allah salah satu faktornya adalah seseorang tersebut belum sampai pada puncak spiritual yang sesungguhnya. Oleh karena itu, kecerdasan spiritual sangatlah berarti dalam kehidupan. 58 http://www.gelombangotak.com/manfaat- kecerdasan- spiritual (SQ).htm. Selasa, 26 Maret 2014, Pukul : 00:44. 66 BAB III PROFIL PERUSAHAAN A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA PT. ISI PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah perusahaan yang bekerja sekaligus mengelola jasa teknik, pengadaan dan konstruksi untuk pekerjaan listrik dan instrumen, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, pekerjaan pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi. 1. PT. ISI PT. ISI berdiri pada 9 Maret 1992. PT. ISI dapat memenuhi segala jenis pekerjaan yang berkaitan dengan listrik dan instrumen, pekerjaan mekanis dan pemasangan pipa, serta pekerjaan pembangkit tenaga listrik dan saluran transmisi yang dibutuhkan dalam setiap jenis proyek pembangunan pabrik perindustrian dengan kemampuan terpadu kami untuk ;1 “Rancangan rinci kegiatan, pengadaan, konstruksi, uji layak operasi (commissioning), bantuan, pemeliharaan konsultasi dan pengelolaan proyek. PT. ISI memiliki banyak pekerja untuk pekerjaan kelistrikan, mekanis, pemasangan pipa, sipil, dan instrumentasi yang ; 1 http://www.indomuda.co.id/. Dikutip pada 12 Februari 2014. 67 “Memberikan kontribusi pada penghargaan pelanggan kami yang diberikan pada perusahaan ini.2 2. Bentuk Layanan Jasa PT. ISI3 a. Kehandalan dan Keamanan 1) Jasa teknik Jasa teknis terpadu mencakup perancangan kelistrikan dan instrumentasi dengan penggunaan sistem komputer yang aktif. a) Pengembangan, perancangan dan pembuatan peralatan b) Pemilihan peralatan dan bahan c) Evaluasi teknis d) Pembuatan rancangan rinci e) Persiapan dan peninjauan spesifikasi dan gambar f) Pembuatan gambar konstruksi dan dokumen pendukung g) Material take off h) Peninjauan gambar-gambar vendor 2) Pekerjaan pembangunan kelistrikan dan instrumentasi PT. Indomuda Satria Internusa telah bekerja di berbagai lokasi pembangkit listrik besar berperingkat pertama di Indonesia dalam nilai kontrak dan perputaran. Kami telah melaksanakan berbagai pekerjaan kelistrikan dan instrumentasi untuk beragam kategori pabrik termasuk pabrik-pabrik 2 3 PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). 68 petrokimia, pengolahan gas, kimia, bahan kimia, pemurnian, pupuk dan pembangkit listrik. Dalam pekerjaan konstruksi : a) Kami mempertimbangkan terlebih dahulu “kehandalan dan keselamatan” sistem pengendalian dan menunjuk staf yang memiliki keterampilan terbaik dan berpengalaman untuk pengalaman tersebut. b) Kami bertanggung jawab penuh untuk pekerjaan pembangunan dengan mempertimbangkan baik kelancaran operasional maupun pemeliharaan setelah penyelesaian. c) Kami memperpendek periode pembangunan bila mungkin dilakukan dengan menggunakan metode prefabrikasi awal. Dengan cara ini, kami memiliki reputasi yang terdepan dan unggul dalam penyelesaian pekerjaan dengan tepat waktu. 3. Pekerjaan Pembangkit Tenaga Listrik dan Saluran Transmisi4 a. Pembangkit Listrik PT. Indomuda Satria Internusa telah berpengalaman untuk membangun pelataran langsir 150 kV & 500 kV dan beragam pembangkit listrik (Pembangkit Tenaga Listrik Batubara dan Pembangkit Listrik GTG/STG). b. Saluran Transmisi 4 PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). 69 PT. Indomuda Satria Internusa memiliki berbagai sumber daya untuk merancang, membuat, dan memasang sistem saluran transmisi di atas. Kami telah memasang sistem transmisi dari 11 kV hingga 272 kV di seluruh kepulauan Indonesia. 4. Jasa Pengadaan5 PT. Indomuda Satria Internusa menyediakan dan mengirimkan ke lokasi yang telah ditentukan bahan-bahan yang diperlukan sesuai dengan spesifikasi pelanggan dan dengan tepat waktu sesuai dengan jadwal. Pengadaan ini dilakukan baik dari vendor Indonesian maupun luar negeri dan vendor-vendor di lokasi agar proyek dapat dilaksanakan dengan lancar dari sudut pandang kualitas, biaya dan jadwal. PT. Indomuda Satria Internusa selalu memastikan jaminan mutu dengan mengawasi semua tahap pengadaan termasuk pengemasan, pemuatan dan transportasi. 5. Kalibrasi, Uji Layak Operasi, dan Pemeliharaan6 Sebagai mitra dan dalam menyediakan pengoperasian pabrik yang aman, handal dan hemat biaya, kami menawarkan : a. Program kalibrasi, uji layak operasi, dan pemeliharaan yang terpadu dan pasti untuk semua jenis instrumentasi dalam industri minyak, gas, kimia dan lainnya. 5 6 PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). 70 b. On-site service yang lengkap dilaksanakan oleh tim insinyur dan teknisi berpengalaman yang bekerja dalam ruang kerja yang dilengkapi dengan berbagai peralatan digital dan pengujian terkini dan paling maju. c. Layanan pengiriman staf berkualitas dan bersertifikat untuk melaksanakan kalibrasi, uji layak operasi, dan pemeliharaan setiap jenis instrumentasi dan peralatan listrik. 6. Jasa Mekanik dan Pemasangan Pipa7 PT. Indomuda Satria Internusa juga telah berpengalaman selama bertahun-tahun dalam penyediaan penanganan bahan-bahan serbuk dan curah dengan sistem pengiriman ke industri-industri kimia, petrokimia, makanan, plastik rekayasa, dan mineral. Jasa-jasa kami dalam kontrak EPC termasuk, tapi tidak terbatas pada : a. Instalasi Pipa Carbon steel, Stainless steel, dan Alumunium Steel. b. Instalasi Peralatan Pellet Screener, Blower, Cooler, In Line Filter, Elutriator, Was Air Fan, Cyclone, Air Compressor, dan Air Fin Fan, dsb. c. Instalasi Katup Kontrol Rotary Feeder, Diverter Valve, Slide Gate, Butterfly Valve, dsb. 7 PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). 71 B. BADAN HUKUM DAN SUSUNAN KEPENGURUSAN PT. ISI (INDOMUDA SATRIA INTERNUSA) Badan hukum dan susunan kepengurusan yang terdapat di PT. ISI berawal dari Akta Pendirian No. 27 Tgl. 9 Maret 1992 Notaris Ny. Yetty Taher, S.H. Pengesahan Badan Hukum – Kehakiman No. C2-3359. HT.01.01. Th 93 Tgl. 18 Mei 1993. Pada Tahun ini susunan kepengurusan di PT. ISI adalah sebagai berikut :8 Direktur Utama = Ir. Hariyanto Direktur = Ir. Yahya Setiabudi Hadinata Komisaris Utama = Ir. Agus Subekti Kemudian terjadi beberapa kali perubahan akta, atau pada setiap tahun terjadi perubahan akta. Akta Perubahan I No. 43 Tgl. 18 Juni 1996 Notaris Sri Nanning, S.H. Kemudian Akta Perubahan II No. 1 Tgl. 13 Maret 1998 Notaris Sri Nanning, S.H. Pengesahan Kehakiman No. : C2-15.011 HT.01.04 Th 1998 Tgl. 24 Sep 1998. Akta Perubahan III No. 6 Tgl. 18 Februari 2004 Notaris Leo Hutabarat, S.H. Pengesahan Kehakiman No. : C-UM.02.01.2423 Tgl. 3 Maret 2004. Akta Perubahan IV No. 02 Tgl. 7 Desember 2005 Notaris Leo Hutabarat, S.H. Pengesahan Kehakiman No. C-UM.02.01.18458 Tgl. 19 Desember 2005. Akta Perubahan V No.12 Tgl. 11 Desember 2007 Notaris Eva Syahrial Litoto, S.H. Pengesahan Kehakiman No. : AHU-06494.AH.01.02 TH 2008 Tgl. 11 Februari 2008. Akta Perubahan VI No. 06 Tgl. 06 Oktober 2010 Notaris Eva 8 PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). 72 Syahrial Litoto, S.H. Pengesahan Kehakiman No. AHU-AH.01.10-26280 Tgl. 18 Oktober 2010. Akta Perubahan VII No. 18 Tgl. 22 Februari 2013 Notaris Eva Syahrial Litoto, S.H. Pengesahan Kehakiman No. AHU-18420.AH.01.02.Tahun 2013 Tgl. 9 April 2013.9 Kemudian perubahan Akta yang terakhir kalinya adalah Akta Perubahan VIII No. 07 Tgl. 16 Oktober 2013 Notaris Eva Syahrial Litoto, S.H. Pengesahan Kehakiman No. AHU-64829.AH.01.02.Tahun 2013 tanggal 11 Desember 2013. Adapun pengurus PT. ISI pada tahun yang tercantum di akta tersebut adalah sebagai berikut : Direktur Utama = Ir. Hariyanto Direktur = Ir. Handri Triatmoko Direktur = Ir. Purnama Direktur = Budi Nurcahyo Trianto, S.T. Komisaris Utama = Andhy Rahardjo Komisaris = Iwan Ridwan Sutija Adnan C. MOTO PT. ISI10 “ Mengambil Tanggung Jawab Penuh Untuk Kualitas” 9 PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). http://www.indomuda.co.id/. Dikutip pada 12 Februari 2014. 10 73 D. VISI DAN MISI PT. ISI11 VISI : “Untuk menjadi perusahaan besar dan kompetitif melalui bisnis yang handal”. MISI : 1. Memiliki kemampuan yang tinggi dan kualitas sumber daya manusia. 2. Melayani dengan baik kepuasaan pelanggan dengan respon cepat, tepat dan kualitas yang baik. 3. Untuk menjalankan program kesehatan, keselamatan, dan lingkungan, sesuai dengan peraturan internasional. 4. Untuk memberikan kesejahteraan yang tinggi bagi karyawan yang berdedikasi. E. LAYANAN BIMBINGAN KECERDASAN SPIRITUAL PT. ISI Bimbingan kecerdasan spiritual merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan, jika seseorang sudah taat kepada Allah melalui bimbingan kecerdasan spiritual tersebut maka kejujuran, akhlak yang mulia pun akan muncul dari dalam dirinya. Demikian juga kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual yang dilakukan terhadap karyawan di PT. ISI. Kegiatan keagamaan ini dilakukan secara terus menerus dengan tujuan agar karyawan merasa tenang dalam menjalankan tugasnya, dan merasa bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga, perusahaan 11 http://www.indomuda.co.id/. Dikutip pada 12 Februari 2014. 74 dan kepada Allah SWT. Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI tidak seperti kegiatan keagamaan di perusahaan lain sebagaimana umumnya. Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI dilakukan 1 (satu) kali dalam seminggu.12 Sebagaimana Mas Topan juga mengungkapan tentang kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI ini ; “Setiap malam Jumat dan kegiatan tersebut biasanya dilakukan di rumah Pimpinan Perusahaan PT. ISI (Bapak Ir. Hariyanto dan Bapak Purnama Jarkomi), dan kalau pimpinan pergi ke luar negeri atau lagi ada halangan maka kegiatan di lakukan di kantor yang di Prapanca”.13 Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI dilakukan setiap malam jumat, yang diadakan di rumah Pimpinan perusahaan, di rumah direktur utama dan di rumah direktur perusahaan dan di kantor perusahaan. Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI tidak seperti kegiatan bimbingan spiritual yang dilakukan di perusahaan lain, dengan kata lain penuh dengan ketentuan, kegiatan ini hanya bersifat internal oleh perusahaan PT. ISI dan ketentuan yang dibuat pun hanya melibatkan pimpinan perushaan dan karyawan serta yang sudah diundang. Adapun seksi bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI ditugaskan sebagaimana berikut : 1. Menyusun bahan/ materi bimbingan kecerdasan spiritual serta anggaran sesuai dengan lingkup kegiatan. 12 Wawancara Pribadi dengan Bapak Purnama, Prapanca, 12 Februari 2014. Lokasi: di Ruang Meeting SBU I PT. ISI 13 Wawancara Pribadi dengan Topan, Prapanca, 5 April 2014. Pukul 07:00-08:10. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. 75 2. Menyusun standar prosedur bimbingan kecerdasan spiritual secara individu, kelompok dan massa. 3. Mengembangkan kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual oleh pembimbing, karyawan dilingkungan sekitar perusahaan dengan perantara surat undangan. 4. Melaksanakan bimbingan kecerdasan spiritual individu, kelompok dan massa. 5. Melaksanakan bimbingan kecerdasan spiritual lanjut baik secara controling, konsultasi dan pemantapan. 6. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan bimbingan kecerdasan spiritual kepada pihak manajemen perusahaan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa).14 F. SARANA DAN PRASARANA PT. ISI (INDOMUDA SATRIA INTERNUSA) PT. ISI memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut: 1. Kantor (ruang kerja) 2. Parkiran (Mobil dan motor) 3. Ruang bimbingan spiritual 4. Musholla 5. Toilet (Kamar mandi) 6. Tempat Wudu 14 Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono (selaku koordinator kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual PT. ISI), Prapanca, 5 Mei 2014. Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 76 7. Ruang Meeting (SBU I, SBU III) 8. Ruang pertemuan15 G. KANTOR PT. ISI (INDOMUDA SATRIA ITERNUSA)16 1. Kantor Pusat I Jl. K. H. Mansyur No. 98 Jakarta 10230 Indonesia Phone. [+6221] 3915512-15 Fax. [+6221] 31922043 Email. [email protected] [email protected] 2. Kantor II Jl. Anggrek Cendrawasih XI No. 18 Kemanggisan Jakarta 11480 Indonesia Phone. [+6221] 5328407, 5328335 Fax. [+6221] 5495207 3. Workshop Kawasan Pergudangan Taman Tekno Bumi Serpong Damai Blok L-2 No. 46 Tangerang 15322 Indonesia. 15 16 Hasil observasi Penulis (Prapanca: 2014) PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). 77 BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. TEMUAN 1. Profil Subjek Penelitian Berdasarkan dari jumlah data yang telah ditetapkan, ini penting untuk diteliti, dikarenakan sebagai titik awal gambaran kondisi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Dengan demikian, pola dan bentuk bimbingan kecerdasan spiritual pun dapat diselaraskan dan dibedakan antara kondisi yang satu dengan lainnya. a. Data berdasarkan karyawan tetap dan tidak tetap1 Tabel. 1 No Karyawan Jumlah 1 Tetap (T:I) 56 Orang 2 Tidak tetap (T:2) 68 Orang Sumber : Data Karyawan PT. Indomuda Satria Internusa Februari 2014 Dari data di atas, diketahui bahwa jumlah karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) pada tahun 2014 sejumlah 124 orang. 56 orang sebagai karyawan tetap atau permanen, dan 68 sebagai karyawan yang tidak tetap. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa lebih banyak karyawan tidak tetap dibanding karyawan yang tetap. 1 Wawancara Pribadi dengan Bapak Setia Budi (Sekretaris PT. ISI), Prapanca, 12 Februari 2014. Lokasi: Ruang Meeting SBU 1 PT. ISI. 78 Dalam proses bimbingan kecerdasan spiritual yang sangat dianjurkan untuk mengikutinya adalah karyawan yang tetap, tapi tidak mengapa jika karyawan tidak tetap juga ingin mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut. Hal ini dilakukan, karena karyawan yang tidak tetap lebih sering berada di luar kota atau di mana proyek tersebut sedang berlangsung, sehingga sangat tidak memungkinkan bagi karyawan yang tidak tetap untuk bisa mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut. b. Karyawan berdasarkan agama2 Tabel. 2 No Agama Jumlah 1 Islam 119 Orang 2 Kristen 5 Orang Sumber : Data Karyawan PT. Indomuda Satria Internusa Februari 2014 Sejumlah data karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) terdapat 5 orang yang beragama Kristen. Hal ini dipisahkan karena ketetapan yang mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual adalah yang beragama Islam, sedangkan yang beragam Kristen tidak. Hasil wawancara dan obsrvasi penulis juga membuktikan bahwa yang selalu mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah yang beragama Islam. 2 Wawancara Pribadi dengan Bapak Setia Budi (Sekretaris PT. ISI), Prapanca, 12 Februari 2014. Lokasi: Ruang Meeting SBU 1 PT. ISI. 79 c. Data berdasarkan karyawan tetap dan sudah lama bekerja3 Tabel. 3 No Karyawan tetap Jumlah Karyawan tetap yang sudah lama bekerja 1 24 Orang mulai dari tahun 2000 Sumber : Data Karyawan PT. Indomuda Satria Internusa Februari 2014 Dari data di atas dapat diketahui bahwa karyawan tetaplah yang bisa secara rutin mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual, dan mereka telah mulai bekerja di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dari tahun 2000. Hal ini dilakukan adalah untuk tujuan menentukan responden pada saat wawancara akan dilakukan. 2. Pembimbing Pembimbing adalah seorang yang bertugas memberikan arahan dan masukan kepada para kliennya agar masalah yang dihadapi atau yang ada pada klien tersebut dapat terselesaikan, dan berupaya agar klien dengan arahan pembimbing dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Secara umum, pembimbing harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, namun tidak lepas juga pengamalan dari ilmu yang telah ia miliki. Banyak ilmu dan banyak amal begitulah semestinya yang terlihat dari seorang pembimbing, apalagi pembimbing agama dan spiritual. 3 Wawancara Pribadi dengan Bapak Setia Budi (Sekretaris PT. ISI), Prapanca, 12 Februari 2014. Lokasi: Ruang Meeting SBU 1 PT. ISI. 80 Selayaknya pembimbing juga harus bisa menjawab atau menyelesaikan dari berbagai macam bentuk masalah yang dihadapi oleh kliennya, bukan hanya yang berkaitan dengan psikologis atau kejiwaan saja, tetapi yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya, dengan tujuan agar pembimbing tersebut bisa menjadi panutan dan pembimbing bagi kliennya dan orang lain pada umumnya, karena akhir zaman ini permasalahan yang muncul semakin kompleks. Dalam hal ini, pembimbing di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah Bapak Wiwan R Setiawan, kelahiran Subang, 12 Maret 1969. Beliau adalah pembimbing spiritual sekaligus Advisor di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Beliau sebagai pembimbing di perusahaan ini sering dipanggil dengan sebutan Pak Ustadz, atau Pak Hamim. Beliau ditugaskan sebagai pembimbing spiritual terhadap karyawan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual mereka, agar meningkatnya produktifitas kerja mereka, semangat, kejujuran dan ketenangan dalam menghadapi masalah, sehingga kualitas perusahaan pun terjaga dan otomatis profit pun akan meningkat.4 3. Terbimbing (peserta) Terbimbing adalah seseorang yang mendapat bimbingan, arahan, pembinaan dari pembimbingnya. Terbimbing yang dimaksud di sini adalah para karyawan hingga pimpinan perusahaan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Secara khusus peserta kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di 4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Hamim (Pembimbing Kecerdasan Spiritual di PT. ISI), Prapanca, 16 Maret. Lokasi: Ruang Bimbingan Kecerdasan Spiritual PT. ISI. 81 PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah para karyawan. Selain itu, ada juga karyawan perusahaan lain yang mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Pada umumnya, masyarakat sekitar ada juga yang ingin mengikuti kegiatan ini diperbolehkan tanpa dipungut biaya apapun. Adapun karyawan yang mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual yang penulis jadikan responden diantaranya adalah :5 Tabel. 4 Nama No Karyawan Asal/ Lama Suku Mengikuti Madura 8 (Madura) Tahun Staff Jawa Timur 7 Procurement (Jawa) Tahun Usia Jabatan 33 Thn Project Manager Agus Lk 1 Sugiharto Budi Lk 2 43 Thn Sulistiono 7 M. Nelson Sumut Lk 3 51 Thn HRD Manager Simanjuntak Tofan Efendi 4 Feri Afriady 5 Tahun (Batak) Lk Lk 25 Thn 43 Thn Sumsel 3.5 Melayu Tahun Jawa Barat 8 (Sunda) Tahun HRD Staff Finance staff Jawa Timur Supriyadi 6 Lk 48 Thn Site manager 8 Tahun (Jawa) 5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Setia Budi (Sekretaris PT. ISI), Prapanca, 12 Februari 2014. Lokasi: Ruang Meeting SBU 1 PT. ISI. 82 Jawa Timur 7 Jubad Lk 42 Thn HRD Contractor 8 Tahun (Jawa) Jawa Timur 8 Prayitno Lk 52 Thn Konstruksi 8 Tahun (Jawa) Sumber : Data Karyawan PT. Indomuda Satria Internusa Februari 2014 Dari beberapa karyawan di atas penulis mengajak mereka untuk menceritakan masalah yang pernah mereka konsultasikan kepada pembimbing spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Adapun dari mereka yang pernah konsultasi tentang masalah yang mereka hadapi kepada pembimbing adalah : yang pertama, Agus Sugiharto (Ugik), dan yang kedua, yaitu Budi Sulistiono. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Agus Sugiharto yang telah mengkonsultasikan seputar masalah yang sedang ia hadapi kepada pembimbing. “Kejadian ini baru beberapa minggu yang lalu. Hari Jum’at, 5 April 2014. Waktu itu saya konsultasi ke Pak Hamim tentang orang tua saya yang sedang lagi sakit. Agus : Pak, Ayah saya lagi sakit sekarang di Madura. Pembimbing : Sakit apa Pak? Agus : Kata ibu saya sakit gulanya kambuh. Waktu itu Pak Hamim juga ngasih tau obatnya, tapi saya lupa. Saya juga minta saran ke Pak Hamim sebaiknya saya pulang gak Pak, saya bilang gitu? Pembimbing : Gak usah Pak. Kemudian sorenya ibu saya ngabari lagi, kalau Ayah sudah masuk rumah sakit. Agus : Saya belilah tiket Pesawat, dan saya kasih tahulah ke Pak Hamim hari sabtu saya pulang ke Madura. Mau melihat Ayah saya. 83 Pembimbing : Iya Pak Ugik, Semoga Bapak cepat sembuh dan saya berdoa’ kepada Allah. Semoga selamat diperjalanan. Malamnya ibu saya ngasih tau saya lagi, kalau Bapak dah meninggal. Agus : Malam itu juga saya beli tiket pesawat ke Surabaya, biarlah tiket yang pertama itu hangus. Saya beli tiket lagi untuk saya dan istri saya. Saya teleponlah Pak Hamim meminta agar di bacakan Fatihah kepada orang tua saya. Pembimbing : Iya Pak, Insya Allah nanti saya bacakan bersama 6 kawan-kawan. Selain Agus Sugiharto, Budi Sulistiono juga misalnya, dia juga sering meminta pendapat sekaligus bimbingan dari pembimbing spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Budi Sulistiono menceritakan dan meminta bimbingan dari pembimbing tentang peningkatan spiritual yang dialaminya, karena semakin lama ia mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), ia menemukan hal-hal positif baru yang belum pernah ia alami sebelumnya. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Budi Sulistiono di bawah ini : “Kalau saya sering konsultasi ke Pak Hamim paling tentang Tauhid ataupun Makrifat. Saya menanyakan kepada beliau. Bagaimana saya bisa menemukan jati diri yang sebenarnya. Pak Hamim jawab, perbanyakalah berzikir dan tafakur. Saya bilang, hanya itu Pak. Pak Hamim bilang, ia Pak, semoga dengan pengalaman itu Bapak lebih meyakini tentang keesaan Allah, karena ketika orang sudah mau mengenal jati dirinya, insya Allah dia gak lama lagi akan merasakan dan menikmati keberadaan Allah dalam dirinya, sekian banyak orang yang mengikuti kegiatan bimbingan spiritual, mungkin hanya sedikit yang dipilih dan terpilih, Alhamdulillah Bapak Masuk di dalamnya. Kalau masalah pekerjaan saya tidak terlalu memikirkan, cukup dijalani aja dengan ikhlas dan jujur, kalau masalah istri dan anak serahkan kepada Allah saja. Mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan Mas Ismail”.7 6 Sugiharto. Wawancara Pribadi dengan Sugiharto, Prapanca, 5 Mei 2014. Lokasi: di Ruang Kerja 84 Hasil wawancara di atas sebagai bukti bahwa karyawan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) selain mereka mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual, mereka juga sering konsultasi seputar masalah yang sedang dan akan mereka hadapi, baik masalah pribadi, keluarga dan pekerjaan. Dengan keberadaan pembimbing spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) serta metode direktif yang digunakan sebagai penunjang berjalannya kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). Tempat adalah merupakan suatu penentu untuk berjalannya kegiatan bimbingan. Tempat yang sering digunakan untuk melakukan kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), yaitu di kantor PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), Jl. Prapanca Raya Blok: P. I No. 116 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kemudian di rumah Direktur Utama, yaitu berlokasi di Jl. Intan Ujung No. 7 B, Cilandak, Jakarta Selatan dan di rumah Direktur Perusahaan, yaitu berlokasi di Komplek Puspita Loka Blok: L/1 No 17, BSD, Tangerang. Sebagaimana hasil wawancara penulis : “Awal memang kita lakuin di kantor. Setelah melihat perkembangan pengikut juga semakin banyak, berganti ke tempat pimpinan kita yaitu Pak Haji Purnama. Di samping ada juga permintaan Pak Hariyanto selaku Direktur Utama dari PT. Indomuda sendiri untuk dilakukan dirumahnya”.8 7 Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono, Prapanca, 5 Mei 2014. Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 8 Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono, Prapanca, 14 Maret 2014. Pukul 18:5819:20. Lokasi: Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 85 Kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) dilaksanakan pada malam jum’at. Malam jum’at pertama dilaksanakan di rumah Direktur PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), Ir. H. Purnama Jarkomi yang berlokasi di BSD, malam Jum’at berikutnya dilaksanakan di rumah Direktur Utama PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), Ir. H. Haryanto yang berlokasi di Cilandak, kemudian pada malam jum’at selanjutnya dilaksanakan di kantor PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang berlokasi di Prapanca. Mengenai waktu yang dilakukan selama bimbingan, sekitar 2 (dua) jam. Hal ini berdasarkan dari hasil wawancara penulis dengan responden. “Biasanya kegiatan bimbingan spiritual itu pada malam Jumat dimulai pukul 22:00 s/d 00:00. Bisa juga lebih, tapi jarang sekali”.9 Adapun waktu atau durasi yang digunakan pada saat pelaksanaan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), lebih kurang 2 sampai 3 jam. Sedangkan pada saat sefty tok dilakukan hanya 5 atau sampai 7 menit. Sedangkan untuk bimbingan kecerdasan spiritual untuk person (pribadi) tidak dijadwalkan, hanya sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh pembimbing dan yang terbimbing. Media ataupun alat bantu yang digunakan dalam proses bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) adalah ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. Selain itu, alat bantu pendukung lain 9 Wawancara Pribadi dengan Topan Efendi, Prapanca, 5 April 2014. Pukul 07:00-08:10. Lokasi: Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 86 yang sering digunakan adalah pengeras suara, laptop, proyektor, sound system dan alat bantu lainnya. Faktor pendukung dan penghambat dalam suatu kegiatan bimbingan adalah suatu hal yang tidak bisa dinafikan, namun kesuksesan akan tercapai apabila hambatan tersebut bisa diselesaikan dengan sebaik mungkin. Demikian juga dengan kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual yang dilakukan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), tidak lepas dari faktor pendukung dan penghambat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan para karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) yang mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dan penghambat di dalam kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa). a. Faktor pendukung 1) Sarana dan prasarana Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis diketahui terdapat sarana dan prasarana yang memadai juga merupakan suatu lingkungan yang bersih dan rapi pada saat kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual dilaksanakan. Sarana dan prasarana tersebut antara lain tersedianya ruang indoor yang dapat menampung semua peserta terbimbing serta tersedianya konsumsi setelah peserta selesai mengikuti 87 kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut. Sebagaimana pengakuan karyawan di bawah ini : Faktor penunjangnya adalah karyawan/ jamaah diberikan fasilitas seperti rumah untuk berzikir & karyawan/ jamaah disediakan transportasi seperti mobil, motor & disediakan konsumsi bagi para jamaah yang hadir.10 2) Team work Tim kerja di sini adalah koordinator kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual dan Direktur. Koordinator di sini ditugaskan oleh direktur Utama dan Direktur PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk menginformasikan kepada peserta terbimbing tentang tempat dan waktu akan dilaksanakannya kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual. Kerjasama yang baik di antara para karyawan dalam mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual terjalin dengan baik. Mereka menjaga solidaritas, kedisiplinan serta saling membantu dalam membagikan konsumsi kepada peserta terbimbing yang hadir. Mereka mempunyai semangat dan kemauan yang tinggi. Dari hasil observasi penulis, penulis melihat kemauan dan semangat yang tinggi dari para karyawan pada saat mengikuti bimbingan kecerdasan spiritual sangat antusias. b. Faktor penghambat 1) Terbenturnya waktu bimbingan dengan jam kerja karyawan 10 Wawancara Pribadi dengan Mas Topan, Prapanca, 5 April 2014. Lokasi: Ruang Meeting SBU 1 PT. ISI. 88 Pada saat-saat tertentu adakalanya sebagian karyawan yang bertugas ke luar kota, sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut. 2) Kondisi fisik Faktor kondisi fisik di sini hanya bersifat individu, hasil wawancara yang penulis dapatkan, hanya beberapa responden yang menganggap kondisi fisik yang lelah, ngantuk sebagai faktor penghambat dalam mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut. Namun kebanyakan dari responden mengatakan bahwa faktor penghambat dalam mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut tidak ada apabila ada kemauan dan semangat yang tinggi. Hal di atas berdasarkan jawaban dari responden pada saat melakukan wawancara, sebagaimana di bawah ini : “Kalau faktor-faktor yang menghambat itu sebenarnya secara pribadi itu, secara personal ya. Dalam artian kalau kita membicarakan secara pribadi menghambat mungkin karena kemauan pribadi masing-masing ada yang memang tertarik untuk mau mengikuti ada yang memang ogah-ogahan atau cuman sekedar enggaan atau sungkan karena yang lain ikut dia tidak ikut, jadi ikut-ikutan aja. Terus, kalau faktor lain karena mungkin kita sebagai karyawan ini kan memang sudah memaksimalkan aktivitas kerja. Ya kurang lebih delapan jam kerja kita sudah beraktivitas otomatis kan sedikit banyak merasa capek, ngantuk itu pasti ada. Sementara kita melakukan zikir itu harus menunggu lama lagi jam 22.00 itu nahan kantuk akhirnya kebanyakan itu tadi, malas jadi ngantuk. Disamping juga mungkin kalau yang tidak pas kondisi di kantor faktor jarak. Kebanyakan kita kan sebagai karyawan banyak 89 rumahnya yang tidak satu daerah maksudnya tidak satu area tetap pisah-pisah”.11 B. METODE DIREKTIF UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL KARYAWAN PT. ISI Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, metode bimbingan kecerdasan spiritual yang pembimbing lakukan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) menggunakan metode direktif yang dilakukan untuk perorangan (individu) dan bimbingan kelompok pada saat-saat tertentu. Sebagaimana hasil wawancara penulis : “Sebetulnya (pengarahan, bimbingan) ini, apa yang kamu sampaikan itu sudah kita lakukan, maupun bentuk perorangan ya, kelompok maupun secara perusahaan. Tapi ini lebih kita titik beratkan kepada pembinaan itu. Pembinaan dan hubungannya nanti bisa kepada sumber daya manusia, bagaimana membuat orang atau manajemen, namun orang-orang di sekitar kita itu memahami tentang nilai-nilai ketuhanan dan dia bisa diimplementasikan pada saat bekerja”.12 Dari hasil wawancara di atas penulis menemukan jawaban bahwa metode yang dilakukan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) bukan hanya metode direktif saja tetapi meliputi metode bimbingan kelompok yang dilakukan pada saat-saat tertentu. Hasil dari responden lain juga mengatakan : “Dari sisi jiwa, dari sisi rohani itu dengan berzikir. Dengan metode pengarahan atau mengarahkan mereka untuk berzikir. Bagaimana caranya dengan zikir kan jiwa kita akan tenang otomatis dengan jiwa kita tenang itu bekerja kita akan lebih nikmat, dalam bekerja kita akan lebih gampang menyelesaikan masalah dan masalah itu 11 Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono, Prapanca, 14 Maret 2014. Pukul 18:5819:20. Lokasi: Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 12 Wawancara Pribadi dengan Nelson, Prapanca, 19 Maret 2014. Pukul 10:12-11:22. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. 90 akan selesai dengan sendirinya sebelum kita menyelesaikan masalah itu”.13 Jawaban dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa bimbingan kecerdasan spiritual yang dilakukan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) meliputi pengetahuan agama hingga pada pengarahan kepada zikir (makrifat). Secara umum, metode direktif adalah salah satu metode yang digunakan bagi karyawan yang mengalami kesulitan dalam memahami dan memecahkan masalahnya. Pengarahan yang diberikan pembimbing ialah memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap faktor-faktor yang dianggap menjadi timbulnya masalah pada karyawan tersebut. Kemudian pembimbing membantu mengarahkan karyawan kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bersifat bermanfaat sesuai dengan kemampuan terbimbingnya. Untuk mengetahui kenapa metode pengarahan zikir yang dilakukan pembimbing di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), dapat dipahami dari hasil wawancara penulis dengan responden. “Dengan zikir kita merasa dekat dengan sang pencipta dan selalu dalam lindungan serta pengawasan-Nya, serta rukiyah dapat menetralisir penyakit-penyakit hati”.14 Selain di atas, ada juga yang mengatakan : “Sejauh ini metode zikir itu kita ambil atau lakukan karena memang lebih efektif menenangkan jiwa, mencerdaskan otak juga. Disamping itu juga mencerdaskan religi kita, mengasah untuk lebih cerdas”.15 13 Wawancara Pribadi dengan Sugiharto, Cinangka, Sawangan, 16 Maret 2014. Pukul 19:20-20:16. Lokasi: di Rumah Kediaman Bapak Sugiharto (Wismamas Blok E- 1 No.18). 14 Wawancara Pribadi dengan Jubad, Prapanca, 19 April 2014. Pukul 12:28-13:25. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. 91 Dengan kata lain dapat dipahami bahwa metode pengarahan zikir ini sudah efektif diterapkan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), karena di sini mereka bisa mengungkapkan semua keluhan atau masalah yang dihadapi serta mendapatkan solusi yang bersifat spiritual. Dalam menyampaikan materi di berbagai kegiatan keagamaan atau aktivitas agama banyak metode yang digunakan oleh para da’i dan pembimbing. Namun, adakalanya metode tersebut sesuai dan tidak sesuai, selain itu ada juga metode yang bersifat umum untuk seluruh sasaran dan ada juga yang bersifat khusus untuk individu atau kelompok. Metode yang dipilih untuk menyampaikan pesan seputar kecerdasan spiritual sangat berdampak apabila metode yang digunakan sesuai dengan harapan atau keinginan khalayak sasaran. Metode direktif yang diterapkan disini memang bukan sepenuhnya menggunakan metode direktif adakalanya pembimbing juga menggunakan metode yang lain seperti bimbingan kelompok. Namun, dipenghujung kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual metode yang tidak pernah luput dari kegiatan ini adalah metode direktif. Metode direktif dilakukan pada saat zikir dan ruqyah16 akan dilaksanakan. Pada saat kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut berlangsung, seorang pembimbing mengarahkan kliennya untuk bisa beraudiensi dengan Allah melalui zikir. Di sini, seorang pembimbing hanya mengarahkan tidak memaksa agar kliennya bisa beraudiensi dengan Allah, karena tugas 15 Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono, Prapanca, 14 Maret 2014. Pukul 18:5819:20. Lokasi: Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 16 Ruqyah: azimat, tangkal, penangkal dari gangguan Jin. 92 pembimbing hanya sampai di situ. Tetapi bagi klien yang belum bisa beruadiensi dengan Allah melalui zikir, maka pembimbingpun akan memberi arahan kepada klien, terkait tips atau cara apa yang harus dilakukan, sehingga klien tersebut tetap mau, mampu berusaha agar bisa beraudiensi dengan Allah hingga pada akhirnya dia tahu siapa dirinya dan Tuhannya, sebagaiaman yang sering dijelaskan Ustadz : “Siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya”. Dengan efektifnya kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, maka memberikan beberapa hasil dan manfaat. Secara umum dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan. “Ya manfaatnya sangat banyak ya. Terutama kita kan mengalami perubahan hidup atau perilaku dan kita sudah merasa dekat dengan Tuhan gitu. Jadi setiap aktivitas kita itu tidak ada yang mengendalikan kita kecuali yang punya hidup. Jadi kita merasa nyaman dan merasa enak, tidak merasa mengeluh lagi, atau merasa susah lagi. Kita sudah mensyukuri hidup ini sekalipun gaji kita kecil sudah kita syukuri, karena ini rizki yang diberikan sama Allah. Jadi merasa nyaman tentunya”.17 Hal lain diungkapkan oleh Sugiharto : “Sangat banyak. Yang pertama dari sisi pengetahuan syariat. Ilmuilmu syariat itu kan sangat luas, sangat luas. Sedangkan pengetahuan kita pribadi kan sangat sedikit. Itu yang pertama dari sisi syariat kita sangat banyak mendapat tambahan ilmu. Kemudian dari sisi spiritual, kejiwaan, ruhani itu jadi kita lebih tenang. Kita lebih jadi nyaman dalam bekerja. Secara fisik otomatis dengan jiwa kita itu tenang otomatis fisik kita juga akan lebih sehat”.18 17 Wawancara Pribadi dengan Nelson, Prapanca, 19 Maret 2014. Pukul 10:12-11:22. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. 18 Wawancara Pribadi dengan Sugiharto, Cinangka, Sawangan, 16 Maret 2014. Pukul 19:20-20:16. Lokasi: di Rumah Kediaman Bapak Sugiharto (Wismamas Blok E- 1 No.18). 93 Para karyawan merasakan banyak manfaat yang mereka dapatkan setelah mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual tersebut, sebagaimana dari hasil wawancara penulis di atas dapat disimpulkan diantaranya : 1. Kesehatan secara fisik 2. Merasa tenang dan nyaman secara rohani 3. Perubahan perilaku menjadi lebih baik19 4. Menambah ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum20 5. Menambah produktivitas kerja 6. Menambah etos kerja 7. Menambah peningkatan dalam hal ibadah kepada Allah 8. Merasa selalu diawasi Allah, dan merasa dekat dengan Allah 19 Wawancara Pribadi dengan Nelson, Prapanca, 19 Maret 2014. Pukul 10:12-11:22. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. 20 Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono, Prapanca, 14 Maret 2014. Pukul 18:5819:20. Lokasi: Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. 94 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan mengenai analisis metode direktif bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)untuk meningkatkan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), Jl. Prapanca Raya Blok: P. I No. 116 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, diperoleh fakta mengenai metode direktif yang diterapkan bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa): 1. Munculnya metode direktif yang diterapkan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) karena tidak terbatasnya waktu dan tempat bagi karyawan PT. ISI (Indomuda Satri Internusa) pada saat bimbingan kecerdasan spiritual. 2. Karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)merasa terbukadalam menyampaikan masalah dan keluhan yang mereka hadapi, baik masalah pekerjaan maupun masalah yang lain, karena para karyawan dihadapkan langsung (face to face) dengan pembimbing spiritual yang ditugaskan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), yang menggunakan metode direktif sebagai metode utamanya. 3. Metodedirektif dapat menanggulangi permasalahan perbedaan latar belakang karyawan yang cukup variatif. Hal ini disebabkan oleh peluang yang diberikan pada metode direktif ini untuk menyampaikan 95 pertanyaan sesuai dengan kebutuhan karyawan itu sendiri. yang diterapkan di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) para karyawan merasa tidak jenuh (membosankan) pada saat bimbingan dilakukan, karena metode ini diterapkan dengan santai tapi masuk akal. Dengan adanya metode ini merekamerasa lebih enjoy dalam menerima ilmu pengetahuan agama yang disampaikan. 4. Metode direktif yang digunakan pembimbing bisa digunakan sebagai salah satu upaya untuk selalu mengingatkan para karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)tentang bagaimana bekerja itu sematamata bukan hanya mencari nafkah, tetapi merupakan pengabdian kepada nusa, bangsa dan terutama kepada Tuhan yang Maha Esa. Berdasarkan hal itu mereka bekerja secara baik, loyal, bukan hanya loyal kepada perusahaan, tapi loyal juga kepada diri mereka sendiri dan terutama kepada Tuhan. Selanjutnya, bagaimana respon karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)terhadap metode direktif yang diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Mayoritas karyawan PT. ISI(Indomuda Satria Internusa)menjawab “sangat bagus, sangat baik”. Artinya, respon karyawan PT. ISI(Indomuda Satria Internusa)terhadap metode direktif yang diterapkan sangatlah postif. Namun, sebagian lain memberikan respon yang baik, karena mereka merasa metode ini efektif dalam menyampaikan bimbingan kecerdasan spiritual. Merekajuga 96 menganggap metode ini merupakan hal yang baru mereka temui di beberapa perusahaan yang mereka pernah bekerja di dalamnya. 2. Pengaruh yang dirasakan oleh karyawan saat mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual melalui metode direktif,di antaranya adalah hati yang tenang, perubahan perilaku, jasmani yang sehat dan merasa nyaman dalam bekerja. B. SARAN Dari hasil penelitian yang berjudul “Analisis Metode Direktif Bagi Karyawan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa) Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual”, maka saran-saran pun ingin penulis sampaikan kepadasegenap pengurus perusahaan PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)agar kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual ini tetap harus ditekankan bagi para karyawan, agar kinerja dan produktivitas kerja mereka semakin bertambah dan lebih bagus, sehingga dengan berlanjutnya kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa)dapat memberikan banyak manfaat dan hasil positif, baik kepada perusahaan, begitu juga kepada para karyawan. Selanjutnya, untuk pembimbing agar lebih meningkatkan serta mengingatkan para karyawan agar selalu mengikuti kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual di PT. ISI (Indomuda Satria Internusa), karena kegiatan bimbingan spiritual ini bukan seperti kegiatan bimbingan lain pada umumnya. Kegiatanbimbingan kecerdasan spiritual ini bertujuan untuk mengingatkan para karyawan untuk jujur dalam bekerja, semangat, rajin dan ikhlas. Selain itu, kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual ini memperkenalkan dan mengajak para 97 karyawan untuk mengenal Allah melalui tahapan syariat, tarikat, hakikat, makrifat hingga pada puncaknya, yaitu bertauhid atau mentauhidkan Allah Swt, baik dalam bekerja maupun aktivitas lainnya. 98 DAFTAR PUSTAKA BUKU, SKRIPSI : Abudin, H. Nata. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet ke-9. Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bulan Bintang. B., Purwakania Hasan, Aliah. 2008. Psikologi Perkembangan Islami Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Daradjat, Zakiah. 2002. Psikoterapi Islami. Jakarta: Bulan Bintang. Hamdani, Bakrah M. Adz-Dzaky. 2002. Konseling dan Psikoterapi Islam (Penerapan Metode Sufistik). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Hanafi, A. 1983. Filsafat Skolastik. Jakarta: Pustaka Alhusna. Husman, Husaini. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Jalil, Abdul, M. EI,. Spiritual Enterpreneurship Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan. Yogyakarta: LkiS Cemerlang. Joko, P. Subagyo. 2006. Metode Penelitian : Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Kutha, Nyoman, Ratna. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lutfi, M,. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Maulana, Achmad dkk,. 2009. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Absolut. Mappiare, Andi A.T,. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Madjid, Nurcholish et. al,. 2005. Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respon dan Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani. Jakarta : PT Mediacita. Munir, Samsul, Amin. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: PT. Perpustakaan Nasional. 99 Murtadho, H. Hadi,. 2011. Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih Mranggen). Yogyakarta PT. LkiS Printing cemerlang, cet-ke I. Rama, Tri K,. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung. Safuri, Rafy. 2009. Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern. Jakarta: Rajawali Pers. Supriatna, Maman. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor, Jakarta: Rajawali Press. Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syaodin, Nana, Sukmadinata. 2007. Bimbingan & Konseling Praktek. Bandung: Maestro, 2007. Skripsi Arie Mutya Wulan sari (0052019823). 2008. Pelaksanaan Bimbingan Islam dalam Mengembangkan kecerdasan Spiritual Kaum Dhuafa di Yayasan Irtiqo Kebajikan Ciputat Tangerang. Wibowo, Istiqomah, Dipl, Soc. Plan dkk,. 2011. Psikologi Komunitas. UI Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3), Cet ke-1. Wojowasito, S – Poerwadarminta, W.J.S,. Kamus Lengkap Inggeris- Indonesia316 hal Indonesia- Inggeris – 332 hal. Bandung: Penerbit Hasta. Tumanggor, Rusmin. 2005. Agama di Kawasan Industri. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. MEDIA MASSA (INTERNET) : http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270-triangulasi-dalampenelitian-kualitatif.html. Dikutip pada hari Selasa, 21 Januari 2014, pukul: 20:29. http://8tunas8.wordpress.com/2011/07/23/metode-penelitian-triangulasi/ pada hari Selasa, 21 Januari 2014, pukul: 20:08 Dikutip http://www.spiritual-astrology-reading.com. Dikutip pada hari Selasa, 26 Maret 2014, Pukul : 00:29 100 http://www.gelombangotak.com/manfaat- kecerdasan- spiritual (SQ).htm. Dikutip pada hari Selasa, 26 Maret 2014, Pukul : 00:44. http://www.indomuda.co.id/. Dikutip pada 12 Februari 2014. PT. Indomuda Satria Internusa, Profil PT. ISI, (Jakarta Selatan: 2014). WAWANCARA : Hasil observasi Penulis (Prapanca: 2014). Wawancara Pribadi dengan Bapak Purnama, Prapanca, 12 Februari 2014. Lokasi: di Ruang Meeting SBU I PT. ISI. Wawancara Pribadi dengan Topan, Prapanca, 5 April 2014. Pukul 07:00-08:10. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. Wawancara Pribadi dengan Budi Sulistiono (selaku koordinator kegiatan bimbingan kecerdasan spiritual PT. ISI), Prapanca, 5 Mei 2014. Ruang Kerja Budi Sulistiono, SBU I PT. ISI. Wawancara pribadi dengan Pak Setia Budi (Sekretaris PT. ISI), Jakarta, 12 Februari 2014. Wawancara pribadi dengan Pak Ustadz Hamim (Pembimbing Kecerdasan Spiritual di PT. ISI), Jakarta, 16 Maret 2014. Wawancara Pribadi dengan Sugiharto, Prapanca, 5 Mei 2014. Lokasi: di Ruang Kerja Sugiharto. Wawancara Pribadi dengan Nelson, Prapanca, 19 Maret 2014. Pukul 10:12-11:22. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. Wawancara Pribadi dengan Jubad, Prapanca, 19 April 2014. Pukul 12:28-13:25. Lokasi: Ruang Meeting, SBU III PT. ISI. 101 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Publikasi PT. ISI melalui media online. a. Web - http://www.indomuda.co.id/ https://foursquare.com/v/pt-indomuda-satriainternusa/4d8960b999c2a1cdd6c27ad7 b. Facebook - https://www.facebook.com/pages/PT-INDOMUDA-SATRIAINTERNUSA/117240784973262 PT. INDOMUDA SATRIA INTERNUSA Perusahaan Facebook © 2014 · Bahasa Indonesia 102 c. Twitter - https://twitter.com/indomp Indo Muda Project @indomp bogor·indomp.com Tweets Following Followers 1 159 12 Tweets Indo Muda Project‫@‬indomp13 Apr 2010 103 2. Dokumentasi ruangan bimbingan kecerdasan spiritual bagi karyawan PT. I. 104 105 3. Dokumentasi konsultasi salah satu karyawan PT. ISI dengan pembimbing spiritual di PT. ISI. 106 4. Dokumentasi kegiatan bimbingan kecerdasan spirtual bagi karyawan PT. ISI.