8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Kajian Teori tentang Kontrol Diri
a. Konsep Kontrol Diri
Kontrol diri sangat diperlukan dalam kehidupan individu.
Dengan adanya kontrol diri individu mampu mengatur perilaku sesuai
dengan keadaan dan kemauan dirinya. Calhoun & Acocella (1990:
130) mendefinisikan “Kontrol diri sebagai pengaruh seseorang
terhadap pengaturan tentang fisiknya, perilaku, dan proses-proses
psikologisnya dengan kata lain sekelompok proses yang mengikat
dirinya”. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa kemampuan
individu dalam menyelaraskan kondisi fisik, perilaku, dan prosesproses psikologis individu dalam mengontrol aktivitas dirinya.
Goldfried & Merbaum (dalam Ghufron & Risnawita,
2012:22) mendefinisikan “Kontrol diri sebagai suatu kemampuan
untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk
perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif”.
Perilaku yang telah terarah dengan baik sesuai dengan keadaan
lingkungan akan memberikan dampak positif bagi individu. Kontrol
diri diperlukan guna membantu individu mengatasi keterbatasan
individu dalam mengatasi berbagai hal yang merugikan dalam
interaksinya dengan lingkungan. Individu dalam berperilaku dan
berinteraksi dengan orang lain akan menampilkan diri dengan
menunjukkan kelebihan yang dimiliki supaya orang lain dapat
menerima dan menghargai dirinya. Hal ini dapat berdampak positif
dengan adanya kemampuan kontrol diri dalam aktivitas yang
dilakukan.
Lazarus (dalam Thalib, 2013: 107) menjelaskan “Kontrol diri
menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif
8
9
untuk menyatukan perilaku yang telah disusun guna meningkatkan
hasil dan tujuan tertentu sebagaimana yang diinginkan”. Penjelasan
tersebut dapat dimaknai bahwa keputusan yang diambil telah
dipikirkan dengan matang sesuai dengan tujuan sehingga tidak sebatas
emosional semata.
Setiap individu memiliki kualitas kontrol diri yang berbeda
yang akan berkembang sesuai dengan bertambahnya usia, ada individu
yang memiliki kualitas kontrol diri yang rendah juga ada yang tinggi.
Individu dengan kontrol diri yang tinggi mengetahui cara yang tepat
dalam berperilaku dalam berbagai situasi dan kondisi yang ada dalam
kehidupanya sehari-hari.
Horney (dalam Olson & Hargenhahn,
2013:246) menjelaskan bahwa pribadi yang mengembangkan kontrol
yang ketat tidak akan membiarkan dirinya terbawa sedikitpun entah
oleh antusiasme, kesenangan seksual, menangisi diri atau kemarahan.
Individu kurang mengontrol diri, sebagian besar kehidupannya
dipengaruhi orang lain mudah terpengaruh dengan hal-hal yang
negatif.
Gottfredson & Hirschi (dalam Aroma & Suminar, 2012)
mengatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah
cenderung bertindak impulsif, lebih memilih tugas sederhana,
melibatkan kemampuan fisik, egois, senang mengambil resiko, dan
mudah kehilangan kendali emosi kerena mudah frustasi. Individu
dengan kontrol diri yang rendah tidak mampu berperilaku dengan baik
sehingga mudah terjerumus terhadap hal-hal yang negatif. Feist &
Gregory (2010: 186) mengatakan bahwa saat seseorang mengontrol
perilaku dirinya, mereka juga melakukannya dengan memanipulasi
variabel yang sama saat mengontrol perilaku orang lain. Individu yang
berusaha melakukan kontrol diri juga bisa menggunakan cara yang
sama saat individu melakukan kontrol terhadap perilaku orang lain
yang menyimpang. Individu dengan menggunakan kontrol diri akan
10
berada dalam suatu tingkatan penguasa bagi dirinya sendiri maupun
lingkungannya.
Berdasarkan
uraian
penjelasan
di
atas
maka
dapat
disimpulkan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk
mengatur perilaku melalui pertimbangan kognitif serta pengambilan
keputusan ke arah konsekuensi positif.
b. Pentingnya Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan kemampuan individu yang berguna
dalam berbagai aktifitas yang dilakukan sehari-hari. Individu yang
mengerti pentinnya kontrol diri akan berperilaku lebih selektif dan
lebih berhati-hati. Calhoun & Acocella (1990: 131) mengemukakan
alasan mengapa kontrol diri itu penting sebagai berikut:
Pertama, kita tidak dapat hidup sendiri, tetapi dalam
kelompok, di dalam masyarakat. Bagaimanapun juga seperti yang
ditunjukkan oleh Freud, manusia dimotivasi oleh dorongan seksual
yang kuat dan agresif. Individu memiliki kebutuhan untuk memuaskan
kebutuhan untuk makan, minum, kehangatan, dan sebagainya.
Kegiatan yang kita kerjakan harus dikontrol sehingga tidak
mengganggu tata tertib sosial atau melanggar kesenangan dan
keamanan yang lain.
Kedua, setiap manusia mendapatkan dari budayanya tujuantujuan tertentu mengingat kompetensi, kebaikan, dan keinginan lain.
Agar mencapai tujuan ini, kontrol diri dibutuhkan. Hal ini khususnya
kasus dalam masyarakat kita yang berorientasi pada prestasi.
Masyarakat mendorong kita terus-menerus untuk menetapkan standar
yang tinggi untuk diri sendiri. Untuk mengukur standar ini kita harus
belajar berulang-ulang untuk mengendalikan dorongan hati dan
memilih tujuan jangka panjang.
Kontrol diri sangat penting bagi kehidupan individu. Individu
yang mengetahui pentingnya kontrol diri akan lebih terarah dalam
11
berperilaku sehingga sesuai dengan aturan dan norma masyarakat.
Adapun pentingnya kontrol diri menurut Wibisono (2013) sebagai
berikut:
Pertama, kontrol diri berperan penting dalam hubungan
seseorang dengan orang lain (interaksi sosial). Hal ini dikarenakan kita
senantiasa hidup dalam kelompok atau masyarakat dan tidak bisa
hidup sendirian. Seluruh kebutuhan hidup kita (fisiologis) terpenuhi
dari bantuan orang lain, begitu pula kebutuhan psikologis dan sosial
kita. Oleh karena itu, agar kita dapat memenuhi seluruh kebutuhan
hidup ini dibutuhkan kerjasama dengan orang lain dan kerjasama dapat
berlangsung dengan baik jika kita mampu mengendalikan diri dari
perbuatan yang merugikan orang lain.
Kedua, Kontrol diri memiliki peran dalam menunjukkan
siapa diri kita (nilai diri). Seringkali seseorang memberikan penilaian
dari apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kontrol
diri merupakan salah satu aspek penting dalam mengelola dan
mengendalikan perilaku kita. Kontrol diri menjadi aspek yang penting
dalam aktualisasi pola pikir, rasa, dan perilaku kita dalam menghadapi
setiap situasi. Seseorang yang dapat mengendalikan diri dari hal-hal
yang negatif tentunya akan memperoleh penilaian yang positif dari
orang lain (lingkungan sosial), begitu pula sebaliknya.
Ketiga, kontrol diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi.
Kontrol diri dipercaya dapat membantu seseorang dalam mencapai
tujuan hidup seseorang. Hal ini dikarenakan bahwa seseorang yang
mampu menahan diri dari perbuatan yang dapat merugikan diri atau
orang lain akan lebih mudah fokus terhadap tujuan-tujuan yang ingin
dicapai,
mampu
memilih
tindakan
yang
memberi
manfaat,
menunjukkan kematangan emosi dan tidak mudah terpengaruh
terhadap kebutuhan atau perbuatan yang menimbulkan kesenangan
sesaat. Bila hal ini terjadi niscaya seseorang akan lebih mudah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
12
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pentingnya
kontrol diri, yaitu: (1) Kontrol diri berperan penting dalam hubungan
seseorang dengan orang lain (interaksi sosial) dalam kelompok, di
dalam masyarakat, (2) Setiap manusia mendapatkan dari budayanya
tujuan-tujuan tertentu mengingat kompetensi, kebaikan, dan kontrol
diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi, dan (3) Kontrol diri
memiliki peran dalam menunjukkan siapa diri kita (nilai diri).
c. Aspek-aspek Kontrol Diri
Averill (dalam Thalib, 2013: 110) membagi aspek kontrol diri
menjadi tiga kategori utama, yaitu: mengontrol perilaku, mengontrol
kognitif, dan mengontrol keputusan.
1) Mengontrol perilaku (behavior control)
Kontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi
suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol
perilaku ini dibedakan atas dua komponen, yaitu:
a) Kemampuan
mengatur
pelaksanaan
(regulated
administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan
situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau orang lain atau
sesuatu
diluar
dirinya.
Individu
dengan
kemampuan
mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku
dengan menggunakan kemampuan dirinya.
b) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability),
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan
kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki terjadi. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau
menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum waktunya
berakhir, dan membatasi intensitasnya.
2) Mengontrol kognitif (cognitive control)
Mengontrol
kognitif
merupakan
cara
seseorang
dalam
menafsirkan, menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam
13
suatu
kerangka
kognitif.
Mengontrol
kognisi
merupakan
kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
untuk mengurangi tekanan. Mengontrol kognitif dibedakan atas
dua komponen, yaitu:
a) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again).
Informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan akan
membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui
berbagai pertimbangan objektif.
b) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal). Penilaian yang
dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai dan
mentafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan segi-segi
positif secara subjektif.
3) Mengontrol keputusan (decesional control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk
memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan
untuk mengontrol keputusan akan berfungsi baik bilamana
individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai alternatif
dalam melakukan suatu tindakan.
Sedangkan Sarafino (1998: 110), menjelaskan ada beberapa
aspek kontrol diri, yaitu:
1) Pengendalian tempat (locus of control)
Orang yang percaya bahwa mereka mempunyai kontrol yang lebih
terhadap kesuksesan dan kegagalan, dideskripsikan sebagai locus
of control internal. Sedangkan orang yang percaya bahwa hidup
mereka dikontrol oleh kekuatan dari luar diri mereka sendiri,
seperti keberuntungan, berarti mereka mempunyai locus of control
eksternal.
2) Efikasi diri (self efficacy)
Keyakinan atau kepercayaan bahwa kita dapat sukses atas sesuatu
yang kita ingin lakukan.
14
Berdasarkan aspek-aspek kontrol diri di atas penulis mengacu
pada pendapat Averill (dalam Thalib, 2013: 110) secara umum kontrol
diri dibedakan atas tiga kategori utama, yaitu: mengontrol perilaku,
mengontrol kognitif, dan mengontrol keputusan yang dipandang sesuai
dengan pemahaman penulis.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Perkembangan kontrol diri sebagaimana potensi psikologis
lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Ghufron &
Risnawita (2012: 32) faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari diri individu yaitu usia.
Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan
mengontrol diri seseorang. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal
dari luar diri individu yaitu lingkungan keluarga. pola asuh keluarga
membentuk tingkat kontrol diri remaja. Situasi dan pola asuh keluarga
yang mengekang akan membuat remaja merasa tidak dihargai ataupun
merasa
dikucilkan
sehingga
membuat
anak
tidak
mampu
mengembangkan kontrol diri dengan baik. Persepsi remaja terhadap
penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung
diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya.
Wibisono
(2013)
menjelaskan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kontrol diri dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, kepribadian mempengaruhi kontrol diri dalam
konteks bagaimana seseorang dengan tipikal tertentu bereaksi dengan
tekanan yang dihadapinya dan berpengaruh pada hasil yang akan
diperolehnya. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda
(unik) dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi terhadap
situasi yang dihadapi. Ada seseorang yang cenderung reaktif terhadap
situasi yang dihadapi, khususnya yang menekan secara psikologis,
tetapi ada juga seseorang yang lamban memberikan reaksi.
15
Kedua, situasi merupakan faktor yang berperan penting dalam
proses kontrol diri. Setiap orang mempunyai strategi yang berbeda
pada situasi tertentu, di mana strategi tersebut memiliki karakteristik
yang unik. Situasi yang dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh setiap
orang, bahkan terkadang situasi yang sama dapat dipersepsi yang
berbeda pula sehingga akan mempengaruhi cara memberikan reaksi
terhadap situasi tersebut. Setiap situasi mempunyai karakteristik
tertentu yang dapat mempengaruhi pola reaksi yang akan dilakukan
oleh seseorang.
Ketiga, etnis atau budaya mempengaruhi kontrol diri dalam
bentuk keyakinan atau pemikiran, di mana setiap kebudayaan tertentu
memiliki keyakinan atau nilai yang membentuk cara seseorang
berhubungan atau bereaksi dengan lingkungan. Budaya telah
mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi salah satu penentu
terbentuknya perilaku seseorang, sehingga seseorang yang hidup
dalam budaya yang berbeda akan menampilkan reaksi yang berbeda
dalam menghadapi situasi yang menekan, begitu pula strategi yang
digunakan.
Keempat, pengalaman akan membentuk proses pembelajaran
pada diri seseorang.
Pengalaman yang diperoleh dari proses
pembelajaran lingkungan keluarga juga memegang peran penting
dalam kontrol diri seseorang, khususnya pada masa anak-anak. Pada
masa selanjutnya seseorang bereaksi dengan menggunakan pola fikir
yang lebih kompleks dan pengalaman terhadap situasi sebelumnya
untuk melakukan tindakan, sehingga pengalaman yang positif akan
mendorong seseorang untuk bertindak yang sama, sedangkan
pengalaman negatif akan dapat merubah pola reaksi terhadap situasi
tersebut.
Kelima, bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan
bertambahnya kematangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini
dikarenakan, pengalaman hidup yang telah dilalui lebih banyak dan
16
bervariasi, sehingga akan sangat membantu dalam memberikan reaksi
terhadap situasi yang dihadapi. Orang yang lebih tua cenderung
memiliki kontrol diri yang lebih baik dibanding orang yang lebih
muda.
Sedangkan Calhoun & Acocella (1990: 151) menjelaskan
bahwa proses belajar merupakan pusat bagi perkembangan kontrol diri.
melalui pengkondisian responden kita mempelajari asosiasi dengan
stimulus yang menyenangkan dan menyakitkan, jadi melatih diri
sendiri untuk menunda pemuasan. Dengan adanya pengkondisian
operan, kita dapat belajar mengontrol diri sendiri untuk mencapai
konsekuensi yang memuaskan. Perilaku kita mungkin diperkuat
dengan pengutan positif (stimulus menyenangkan) atau pengutan
negatif (pemusnahan stimulus yang tidak menyenangkan). Perilaku
dapat “diperlemah” melalui hukuman atau pemusnahan. Ketika sesuatu
yang dipelajari seseorang dalam satu situasi atau tentang respon
seseorang yang dipindahkan kesituasi atau respon lain, terjadilah
generalisasi. Apabila perbedaan dibuat antara situasi atau respon,
proses itu dinamakan diskriminasi.
Respon yang nampak dari individu dapat dipelajari melalui
pembentukan. Respon dapat dipelajari melalui proses penguatan dari
pendekatan yang berturut-turut mengenai respon itu atau melalui
peneladanan
dengan
belajar
mengamati
orang
lain.
Dalam
perkembangan kontrol diri yang terpenting adalah dua proses belajar
tambahan yaitu belajar menghindar dan penguatan intermiten. Belajar
menghindar seseorang belajar menghindar dari stimulus yang tidak
menyenangkan. Penguatan intermiten, penguatan perilaku pada jarak
waktu tertentu lebih baik daripada setiap respon mengakibatkan belajar
yang relatif tetap dan tahan terhadap pemusnahan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan terdapat
dua faktor utama yang mempengaruhi kontol diri. (1) Faktor internal
17
terdiri dari; usia, kepribadian, dan pengalaman. (2) Faktor eksternal
terdiri dari; lingkungan keluarga, situasi, etnis, dan proses belajar.
e. Fungsi Kontrol Diri
Mesina & Messina (dalam Melati, dkk., 2007) menjelaskan
fungsi kontrol diri sebagai berikut:
1) Membatasi perhatian individu kepada orang lain
Individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya,
tidak berfokus pada kebutuhan atau keinginan orang lain di
lingkungan.
2) Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di
lingkungannya
Individu akan membatasi dirinya untuk menahan dorongan atau
keinginan yang tidak sesuai dengan norma sosial.
3) Membatasi individu untuk menghindari perilaku negatif
Individu akan membatasi dirinya untuk menahan dorongan atau
keinginan yang tidak sesuai dengan norma sosial.
4) Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara
seimbang.
Individu akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai
dengan kebutuhan yang ingin dipenuhinya, sehingga individu
dapat menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi
kontrol diri adalah membatasi perhatian individu kepada orang lain,
membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di
lingkungannya, membatasi individu untuk menghindari perilaku
negatif, dan membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup
secara seimbang.
18
f. Cara Meningkatkan Kemampuan Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan suatu potensi yang akan berkembang
seiring dengan bertambahnya usia individu melalui serangkaian
pengalaman-pengalaman hidupnya. Kontrol diri yang merupakan
kemampuan individu untuk mengontrol lingkungan pribadi sebagai
usaha yang bersifat pencegahan (preventif) untuk mengurangi efek
psikologis negatif yang bersumber dari lingkungan. Secara umum,
strategi untuk meningkatkan kontrol diri dapat digolongkan menjadi
tiga kategori Wendersman, (Holahan & Wandersman 1987:245)
sebagai berikut:
Pertama, membuat atau memodifikasi lingkungan menjadi
responsif atau menunjang tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
individu. Pada prinsipnya, arah ini menempatkan objek (lingkungan)
sebagai sentral atau pusat pengembangan. Contohnya, mengubah tata
letak perabotan atau fungsi ruangan dalam mengurangi kebosanan di
dalam rumah atau tempat kerja
Kedua, memperbanyak informasi dan kemampuan untuk
menghadapi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Misalnya
melatih diri mengantisipasi hal-hal atau kondisi yang tidak
menyenangkan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang
Ketiga, menggunakan secara lebih efektif kebebasan memilih
dalam pengaturan lingkungan. Misalnya, menggunakan waktu dan
posisi individu dalam situasi atau lingkungan tertentu. Keluar dari
suatu keadaan atau lingkungan pada saat-saat tertentu juga dapat
digunakan sebagai alternatif bilamana hal tersebut dipandang lebih
baik.
Kontrol diri sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan masyarakat,
yang apabila seseorang tidak dapat mengontrol dirinya akan
berdampak negatif bagi dirinya dan pencapaian tujuan hidup. Sehingga
diperlukan teknik/cara untuk meningkatkan kontrol diri. Skinner dan
19
Vaughan (dalam Jess & Gregory, 2009: 186) mengatakan beberapa
teknik yang dapat digunakan oleh individu untuk meningkatkan
kontrol diri, yaitu:
Pertama, individu dapat menggunakan alat bantu seperti
perkakas, mesin, dan sumber finansial untuk mengubah lingkungan
mereka. Sebagai contoh, seseorang dapat mengambil uang lebih saat
pergi berbelanja untuk memberikan dirinya pilihan melakukan belanja
impulsif.
Kedua, individu dapat mengubah lingkungannya, sehingga
meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai contoh, seorang pelajar yang ingin berkonsentrasi pada
pelajaranya dapat mematikan perangkat televisi yang mengganggu.
Ketiga, individu dapat mengatur lingkunganya supaya dapat
menghindari stimulus yang tidak menyenangkan hanya dengan
menggunakan respon yang tepat. Sebagai contoh, seorang wanita dapat
mengatur suara
jam
wakernya
supaya
suaranya
yang tidak
menyenangkan hanya dapat dihentikan dengan turun dari tempat tidur
dan mematikanya.
Keempat, individu dapat menggunakan obat-obatan, sebagai
suatu cara melakukan kontrol diri. Sebagai contoh, seorang pria dapat
mengonsumsi obat penenang untuk membuat perilakunya lebih tenang.
Kelima, individu dapat melakukan suatu hal lain untuk
menghindari perilaku dengan cara yang tidak diinginkan. Sebagai
contoh, seorang wanita yang obsesif dapat menghitung pola yang
diulang dalam kertas dinding untuk menghindari berpikir mengenai
pengalaman masa lalu yang dapat menciptakan perasaan bersalah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kontrol diri dapat dikembangkan melalui memodifikasi/mengatur
lingkungan sehingga meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku
yang diinginkan, memperbanyak informasi dan kemampuan untuk
menghadapi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan, menggunakan
20
secara lebih efektif kebebasan memilih dalam pengaturan lingkungan,
menggunakan alat bantu, menggunakan obat-obatan, dan individu
dapat melakukan suatu hal lain untuk menghindari perilaku dengan
cara yang tidak diinginkan.
Pengembangan kontrol diri pada prakteknya dapat dilakukan
secara individual seperti penjelasan di atas maupun berkelompok
dengan bantuan orang lain yang lebih ahli. Bantuan orang lain yang
ahli dapat dilakukan melalui psikolog, psikiter maupun konselor.
Pengembangan kontrol diri peserta didik di lingkungan sekolah
dilakukan oleh konselor (guru bimbingan dan konseling). Guru
bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kontrol diri peserta
didik menggunakan berbagai layanan bimbingan dan konseling.
Layanan bimbingan dan konseling yang diprediksi cocok adalah
bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi. Bimbingan
kelompok dengan teknik permainan simulasi merupakan bimbingan
kelompok yang dilaksanakan dengan peniruan terhadap sesuatu
peristiwa/kejadian untuk merefleksikan situasi-situasi yang terjadi
dalam kehidupan sebenarnya. Sehingga peran peserta didik dalam
permainan ini sangat penting dalam membentuk dinamika kelompok,
belajar memecahkan masalah bersama, dan mencapai tujuan bersama.
2. Kajian
Teori
tentang
Bimbingan
Kelompok
dengan
Teknik
Permainan Simulasi
a. Konsep Bimbingan Kelompok
Pelaksanaan program bimbingan dan konseling dalam
prakteknya menggunakan layanan yang bersifat individual dan
kelompok. Salah satu layanan yang bersifat kelompok adalah layanan
bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok merupakan usaha
pemberian bantuan yang dilakukan oleh ahli (konselor) kepada peserta
didik untuk memahami diri dan lingkungan dalam suasana kelompok.
Prayitno & Amti (2008: 309) mengatakan “Bimbingan kelompok
21
adalah suatu layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana
kelompok”. Penjelasan tersebut bermakna bahwa bimbingan yang
diberikan kepada peserta didik mengutamakan suasana kelompok yang
aktif saling memberikan interaksi dan timbal balik dalam pelaksanaan
bimbingan. Tohirin (2009: 170) menyatakan “Bimbingan kelompok
merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada
individu (siswa) melalui kegiatan kelompok”. Pendapat tersebut
bermakna bahwa bantuan yang diberikan kepada peserta didik
dilakukan dengan kegiatan kelompok di mana setiap anggota
kelompok berkontribusi dalam keberhasilan kegiatan bimbingan
kelompok.
Hartinah (2009: 6) mengatakan “Bimbingan kelompok
merupakan kegiatan bimbingan yang diberikan kepada kelompok
individu yang mengalami masalah sama”. Penjelasan tersebut dapat
dimaknai bahwa dalam bimbingan kelompok masalah yang akan
diselesaikan sama atau relatif sama yang dihadapi peserta didik. Gazda
(dalam Prayitno & Amti, 2008: 309) menjelaskan “Bimbingan
kelompok
di
sekolah
merupakan
kegiatan
informasi
kepada
sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan
keputusan yang tepat”. Pendapat tersebut menegaskan bahwa
pelaksanaan bimbingan kelompok guru pembimbing sebagai fasilitator
memberi informasi dan memberikan pengarahan supaya peserta didik
mampu memahami dirinya dan masalah yang dihadapinya sehingga
diperoleh pemecahan masalah yang tepat sesuai keadaan peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bimbingan
kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada individu
yang memiliki masalah relatif sama melalui suasana dan kegiatan
kelompok untuk memperoleh keputusan pemecahan masalah yang
tepat.
Bimbingan kelompok dalam pelaksanaan di sekolah untuk
memperbaiki perilaku dan kebiasaan menyimpang yang dialami
22
peserta didik. Tohirin (2009: 172) mengatakan bahwa secara umum
layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan
bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi
pada peserta layanan. Secara lebih khusus, layanan bimbingan
kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan,
wawasan, dan sikap yang menunjang perwujudan perilaku yang lebih
efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal
maupun non verbal peserta didik.
Pelaksanaan bimbingan kelompok akan terjadi interaksi antar
anggota kelompok sehingga terbentuk dinamika kelompok. Dinamika
kelompok yang baik akan berdampak positif bagi kelancaran tujuan
layanan
bimbingan
kelompok.
Dalam
pelaksanaan
bimbingan
kelompok yang sudah berjalan dengan baik akan memiliki banyak
keuntungan yang didapat. Hartinah (2009: 9) menjelaskan beberapa
keuntungan yang diperoleh melalui bimbingan kelompok, yaitu:
1) Anak bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman-teman
kelompok. Anak dapat membandingkan potensi dirinya dengan
yang lain. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dan
sebaliknya, anak dapat membantu kawannya untuk menemukan
dirinya. Kecenderungan tersebut akan didorong dengan dasar
bahwa anak pada hakikatnya adalah makhluk individu dan sebagai
makhluk sosial;
2) Melalui kelompok, sikap-sikap positif anak dapat dikembangkan
seperti toleransi, saling menghargai, kerjasama, tanggung jawab,
disiplin, kreativitas, dan sikap-sikap kelompok lainnya;
3) Melalui kelompok dapat dihilangkan beban-beban moril seperti
malu, penakut, agresif, manja, dan sifat-sifat egoistis;
4) Melalui kelompok, dapat dihilangkan ketegangan-ketegangan
emosi, konflik-konflik, kekecewaan, curiga-mencurigai, dan iri
hati;
23
5) Melalui kelompok, dapat dikembangkan gairah hidup dalam
melakukan tugas, suka menolong, disiplin, dan sikap-sikap sosial
lainnya.
Tohirin (2009: 173) mengatakan bahwa topik-topik yang
dibahas dalam layanan bimbingan kelompok mencakup bidang-bidang
pengembangan kepribadian, hubungan sosial, pendidikan karakter,
kehidupan keluarga, kehidupan beragama, dan lain sebagainya. Topik
yang ada dalam layanan bimbingan kelompok tersebut dapat diperluas
sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan. Misalnya pengembangan
kepribadian dapat mencakup kepribadian yang optimis, toleransi, dan
kontrol diri yang baik. Bimbingan kelompok tidak berfokus pada satu
teknik saja dalam pelaksanaannya, namun memiliki berbagai teknik.
Bimbingan kelompok memiliki berbagai teknik yang dapat
dipakai sesuai dengan kebutuhan. Romlah (2006:87) menjelaskan
bahwa teknik yang biasa dipakai dalam pelaksanaan bimbingan
kelompok, yaitu: pemberian informasi atau ekspositori, diskusi
kelompok, pemecahan masalah (problem-solving), penciptaan suasana
kekeluargaan (homeroom), permainan peranan, karyawisata, dan
permainan simulasi. Penelitian ini menggunakan teknik permainan
simulasi karena teknik ini diprediksikan cocok sebagai pelatihan untuk
meningkatkan kontrol diri peserta didik karena topik bahasan dalam
permainan simulasi yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
peningkatan kontrol diri peserta didik.
b. Pengertian Bimbingan Kelompok Teknik Permainan Simulasi
Permainan simulasi merupakan salah satu teknik yang ada
dalam bimbingan kelompok. Permainan simulasi merupakan salah satu
teknik bimbingan kelompok yang pelaksanaannya menggunakan
permainan yang diaplikasikan dalam layanan bimbingan yang
dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling. Romlah (2006: 118)
mengatakan “Permainan simulasi dapat dikatakan gabungan antara
24
teknik bermain peran dengan teknik diskusi”. Penjelasan tersebut
menegaskan bahwa dalam permainan simulasi ini terjalin komunikasi
dan interaksi antar anggota kelompok dengan memerankan peran
yang telah ditentukan ditambah dengan adanya diskusi kelompok.
Menurut Samani & Hariyanto (2013: 157) mengatakan
“Permainan simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan
sesuatu yang terjadi sesungguhnya”. Penjelasan tersebut bermakna
bahwa peserta didik tidak berada dalam situasi sesungguhnya, tetapi
memerankan/menirukan tokoh seolah-olah mengalaminya sendiri.
Adams (dalam Romlah, 2006: 118) “Permainan simulasi adalah
permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang
terjadi dalam kehidupan sebenarnya”. Permainan simulasi ini dianggap
sebagai cara untuk merasakan ataupun mendapatkan pengalaman dari
situasi-situasi yang sebenarnya dengan pelaksanaan permainan
simulasi.
Topik-topik
permainan
simulasi
disesuaikan
dengan
kebutuhan dan perkembangan peserta didik dengan demikian sesuai
keadaan diri peserta didik. Permainan simulasi cocok dipakai untuk
memotivasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar,
terutama bila bahan pelajaran yang dipelajarinya kurang menarik.
Permainan simulasi selain berguna untuk memperkenalkan konsep dan
menanamkan pengertian
tentang sesuatu hal, juga mempunyai
kekuatan untuk membangkitkan minat dan perhatian peserta didik.
Penggunaan
teknik
permainan
simulasi
baik
untuk
kepentingan pengajaran maupun bimbingan didasarkan pada pikiran
bahwa belajar dapat terjadi apabila peserta didik menyatu dan akrab
dengan lingkungan belajarnya. Belajar dengan situasi demikian disebut
belajar aktif (Romlah, 2006: 119). Bimbingan melalui pemberian
pengalaman pada peserta didik dengan lingkungan belajarnya akan
memudahkan dalam memahami kebutuhan yang diperlukan peserta
didik di dalam lingkungan belajarnya. Layanan yang diberikan mudah
25
meresap, diterima, dan merasa puas karena berpartisipasi aktif dalam
kegiatan permainan. Permainan simulasi dapat merangsang berbagai
bentuk belajar, seperti belajar tentang kompetisi, kerjasama, empati,
sistem sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berfikir kritis,
pengambilan keputusan dan lain-lain (Uno, 2012:30).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bimbingan
kelompok dengan teknik permainan simulasi merupakan suatu usaha
pemberian layanan bimbingan kelompok yang dilaksanakan dengan
peniruan terhadap sesuatu melalui gabungan bermain peran dan diskusi
untuk merefleksikan situasi-situasi yang terjadi dalam kehidupan
sebenarnya.
c. Tujuan Bimbingan Kelompok Teknik Permainan Simulasi
Permainan simulasi dalam praktek layanan bimbingan
kelompok memiliki tujuan tertentu, yang membedakan dengan teknik
bimbingan kelompok yang lain. Samani & Hariyanto (2013: 157)
menyatakan bahwa Permainan simulasi dilakukan dengan tujuan agar
peserta didik memperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat
profesional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Dapat
pula simulasi ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu
konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah
yang relevan dengan pendidikan karakter. Dengan adanya kerjasama
dan saling bertukar pendapat dalam permainan dapat memunculkan
pengalaman-pengalaman baru yang mungkin belum pernah dialami
dirinya tetapi dialami anggota kelompok lain.
Majid (2013: 205) mengatakan bahwa metode simulasi
bertujuan untuk: (1) Melatih keterampilan tertentu baik bersifat
profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, (2) Memperoleh
pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,
(3) Melatih
memecahkan masalah, (4) Meningkatkan keaktifan belajar, (5)
Memberi motivasi belajar kepada siswa, (6) Melatih peserta didik
26
untuk
mengadakan
kerjasama
dalam
sistuasi
kelompok,
(7)
Menumbuhkan daya kreatif siswa, dan (8) Melatih peserta didik untuk
mengembangkan
sikap
toleransi.
Masing-masing
tujuan
yang
dikemukakan oleh Majid dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
Pertama,
profesional
melatih
maupun
bagi
keterampilan
tertentu
kehidupan
sehari-hari.
baik
bersifat
Pelaksanaan
permainan simulasi memerlukan keseriusan peserta didik. Saat peserta
didik melaksanakan permainan peserta didik diberikan kebebasan
mengeksplore potensi dirinya. Potensi tersebut antara lain kreativitas,
komunikasi antar anggota, kedisiplinan dan kepercayaan diri. Semua
itu akan terlatih dalam proses jalanya permainan.
Kedua, memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau
prinsip. Pelaksanaan permainan simulasi yang dilaksanankan dengan
benar akan memberikan kesan yang mendalam bagi peserta didik yang
terlibat, baik sebagai penonton maupun pemain. Secara sadar maupun
tidak peserta didik mendapatkan pemahaman suatu konsep atau prinsip
yang dibutuhkan di lingkungan sosial baik sekolah, tempat kerja
maupun masyarakat menjadi hasil akhir bimbingan.
Ketiga, melatih pemecahan masalah. Dalam rangkaian
pelaksanaan permainan simulasi merupakan bentuk pemeranan dalam
kondisi permasalahan yang ada dikehidupan masyarakat. Dengan
dihadapkan
dengan
masalah
tersebut
peserta
didik
belajar
memposisikan dirinya menjadi orang yang sedang menyelesaikan
masalah sesuai dengan kemampuan dan pemahaman peserta didik.
Sehingga akan terlatih menghadapi masalah yang sama dikemudian
hari.
Keempat, meningkatkan keaktifan. Pelaksanaan permainan
simulasi yang sudah disesuaikan dengan topik yang dibutuhkan peserta
didik. Sehingga pelaksanaannya akan lebih natural dan keaktifan
peserta didik dapat meningkat karena topik yang dimainkan peserta
didik ada dikehidupan sehari-hari mereka.
27
Kelima, memberi motivasi belajar pada peserta didik. Dengan
adanya
evaluasi
dalam
permainan
simulasi
ini
diharapkan
menumbuhkan motivasi pemain supaya permainannya baik dan
penonton termotivasi untuk mengamati permainan simulasi temannya
sehingga bisa memberi masukan demi kebaikan bersama.
Keenam, melatih peserta didik untuk mengadakan kerjasama
dalam situasi kelompok. Pelaksanaan permainan simulasi tidak lepas
dari interaksi antar-anggota kelompok. Melalui kerjasama yang baik
antar-pemain maksud dan tujuan dari permainan simulasi yang
ditampilkan akan sampai kepada penonton.
Ketujuh, menumbuhkan daya kreatif peserta didik. Peran yang
disimulasikan dalam permainan sesuai dengan kreativitas pemain
sesuai kondisi yang sedang dimainkan seperti kejadian yang
sebenarnya. Sehingga dengan kreativitas dan pemahaman yang baik
dengan perannya, penonton akan tertarik dan mudah memahami
maksud pemain.
Kedelapan, melatih peserta didik mengembangkan toleransi.
Dalam hubungan dengan orang lain toleransi sangat dibutuhkan supaya
tidak terjadi perbedaan pendapat terutama dalam permainan simulasi
ini saat bermain dituntut untuk kompak dan bisa mengontrol dirinya
agar tidak menganggu hak orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan tujuan
permainan simulasi adalah peserta didik memperoleh keterampilan
baik yang bersifat profesional maupun yang berguna bagi kehidupan
sehari-hari, memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau
prinsip, melatih memecahkan masalah, meningkatkan keaktifan
belajar, memberi motivasi belajar kepada peserta didik, melatih peserta
didik untuk mengadakan kerjasama dalam sistuasi kelompok,
menumbuhkan daya kreatif peserta didik, dan melatih peserta didik
untuk mengembangkan sikap toleransi.
28
d. Kelebihan
dan Kekurangan Bimbingan Kelompok Teknik
Permainan Simulasi
Setiap teknik yang ada dalam bimbingan kelompok pastilah
memiliki karakteristik yang membedakan dengan teknik yang lain.
Tidak ada satu teknik yang cocok digunakan untuk semua
permasalahan, maka dari itu teknik permainan simulasi juga memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Majid (2013: 207)
menyebutkan bahwa permainan simulasi memiliki kelebihan berikut:
1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi peserta didik dalam
menghadapi situasi yang sebenarnya kelak;
2) Simulasi dapat mengembangkan kreativitas peserta didik karena
diberikan kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan
topik atau masalah yang ada;
3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri peserta
didik;
4) Memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan
dalam menghadapi situasi sosial;
5) Simulasi dapat meningkatkan gairah peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat di atas Uno (2012: 29) mengatakan
beberapa kelebihan simulasi antara lain:
1) Peserta didik dapat mempelajari sesuatu yang dalam situasi nyata
tidak dapat dilakukan karena kerumitanya atau karena faktor lain
seperti resiko kecelakaan, bahaya, dan lain-lain;
2) Memungkinkan peserta didik belajar dari umpan balik yang datang
dari dirinya sendiri.
Majid (2013:207) Permainan simulasi juga memiliki beberapa
kekurangan dalam pelaksanaannya, yaitu:
1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan
sesuai di lapangan;
29
2) Pengelolaan yang kurang baik sering menjadikan simulasi sebagai
alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan;
3) Faktor psikologis seperti malu dan takut sering mempengaruhi
peserta didik dalam melakukan simulasi.
e. Langkah Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Teknik Permainan
Simulasi
Pelaksanaan permainan simulasi harus dipersiapkan dengan
matang supaya hasil yang dicapai dapat maksimal. Sebelum
melaksanakan
permainan
simulasi,
guru
pembimbing
perlu
menyiapkan segala keperluan untuk permainan. Romlah (2006: 121)
menjelaskan cara untuk membuat permainan simulasi adalah sebagai
berikut:
1) Meneliti masalah yang banyak dimiliki anak;
2) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai;
3) Membuat daftar sumber-sumber yang ingin dipakai;
4) Memilih situasi dalam kehidupan sebenarnya yang ada kaitanya
dengan kehidupan peserta didik;
5) Membuat model atau skenario dari situasi yang telah dipilih;
6) Identifikasi peserta didik yang akan terlibat dalam permainan
tersebut;
7) Membuat alat-alat permainan.
Pelaksanaan permainan simulasi selain memperhatikan cara
pembuatan permainan juga harus memperhatikan pihak yang terlibat
dalam permainan dan aktif dalam pelaksanaan permainan. Pihak yang
harus ada dalam permainan simulasi menurut Romlah (2006:121)
sebagai berikut:
1) Fasilitator, yaitu individu yang bertugas memimpin permainan
simulasi. Tugas fasilitator adalah menjelaskan tujuan permainan,
mendorong pemain dan penonton untuk aktif ikut berdiskusi,
membantu memecahkan masalah yang timbul selama permainan,
30
menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh peserta lain,
mengarahkan diskusi dan melaporkan hasilnya.
2) Penulis, bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama
permainan berlangsung.
3) Pemain, yaitu individu-individu yang memegang tanda bermain
dan menjawab dan mendiskusikan pesan-pesan permainan
simulasi.
4) Pemegang peran, yaitu individu-individu yang berperan sebagai
orang-orang atau tokoh yang ada dalam skenario permainan,
misalnya guru, kepala sekolah, peserta didik, orang tua, tokoh
masyarakat dan sebagainya. Tugas pemegang peran adalah
memberikan pendapat pada masalah yang menyangkut bidangnya
untuk memperjelas informasi.
5) Penonton, yaitu mereka yang ikut menyaksikan permainan simulasi
dan berhak mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan dan
berdiskusi.
Persiapan permainan yang sudah selesai, maka berlanjut pada
langkah/prosedur pelaksanaan permainan. Persiapan yang baik harus
diikuti dengan prosedur yang baik pula, maka hasilnya akan
memuaskan. Permainan simulasi dilaksanakan sesuai dengan aturan
atau prosedur tertentu yang telah dipahami oleh peserta didik. Majid
(2013: 207) menyebutkan langkah-langkah permainan simulasi adalah
sebagai berikut:
1) Persiapan simulasi
a) Menetapkan topik atau masalah dan tujuan yang ingin dicapai;
b) Guru pembimbing memberikan gambaran masalah dalam
situasi yang akan disimulasikan;
c) Guru pembimbing menetapkan pemain yang akan terlibat
dalam simulasi;
d) Guru pembimbing memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk bertanya pada pemain.
31
2) Pelaksanaan simulasi
a) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran;
b) Peserta didik lainnya mengikuti dengan penuh perhatian;
c) Guru pembimbing hendaknaya memberi bantuan kepada
pemeran yang mendapat kesulitan;
d) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak untuk
mendorong peserta didik berpikir dalam menyelesaikan
masalah yang sedang disimulasikan.
3) Penutup
a) Melakukan diskusi baik tentang jalanya simulasi maupun
materi cerita yang disimulasikan;
b) Merumuskan kesimpulan.
f. Keefektifan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Permainan
Simulasi untuk Meningkatkan Kontrol Diri
Kontrol
diri
merupakan
potensi
penting
yang
harus
dikembangkan untuk membentuk kepribadian. Dengan kontrol diri yang
baik individu dapat mengantisipasi dampak-dampak negatif yang ada di
lingkungan. Kontrol diri membantu individu untuk bersikap dengan benar
dan efektif sesuai keadaan yang dibutuhkan dalam masyarakat. Sehingga
perilaku yang dimunculkan merupakan perilaku yang akan memberi
manfaat dan dampak positif bagi dirinya.
Perkembangan zaman yang semakin berkembang dan modern.
Kontrol diri semakin diperlukan sebagai perisai diri yang membentengi
dari arus modernisasi yang begitu pesat terutama untuk peserta didik.
Perlu diketahui tidak semua peserta didik memiliki kemampuan kontrol
diri yang baik. Peserta didik yang memiliki kontrol diri rendah cenderung
akan terjerumus dalam hal-hal menyimpang dari aturan sosial
dan
memicu konflik apabila berinteraksi dengan orang lain.
Upaya untuk meningkatkan kontrol diri diperlukan layanan yang
tepat dan efektif. Bimbingan kelompok merupakan suatu upaya untuk
32
membantu peserta didik dalam pemahaman diri, pemecahan masalah,
pengembangan potensi. Hasan, dkk (2011: 214) mengatakan bahwa
bimbingan kelompok akan berjalan efektif apabila didalamnya terdapat
permainan. Hal ini dikarenakan siswa lebih aktif dan termotivasi dengan
permainan, permainan tidak hanya disukai oleh anak-anak saja namun
disukai oleh semua usia. Zulkifli (2012: 40) menjelaskan “Permainan
merupakan latihan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan
kehidupan, juga dapat dianggap sebagai latihan jiwa dan raga untuk
kehidupan dimasa yang akan datang”. Pendapat tersebut dapat dimaknai
bahwa melalaui permainan peserta didik dapat dilatih berbagai
keterampilan yang berguna dimasa depan. Sejalan dengan pendapat
tersebut digunakan lah permainan simulasi untuk meningkatkan kontrol
diri.
Surjadi (1989: 129) mengatakan “Tujuan permainan simulasi
yaitu untuk memperoleh informasi baru dan kesadaran akan masalah yang
dihadapi bersama serta keinginan untuk memecahkannya”. Sejalan dengan
pendapat di atas permainan simulasi dapat memberikan informasi dan
membantu peserta didik menyadari permasalahan kontrol diri yang rendah
serta membantu
peserta didik memecahkan masalah tersebut dengan
keputusan yang tepat. Sehingga peserta didik mampu meningkatkan
kemampuan kontrol dirinya dalam berperilaku dan mengambil keputusan
dikehidupan sehari-hari. Pelaksanaan permainan simulasi peserta didik
dengan memainkan peran yang menjadi tanggung jawab mereka sesuai
dengan pemahaman dan pengalaman masing-masing peserta didik. Peserta
didik tidak harus pernah mengalami kejadian ataupun peristiwa yang akan
disimulasikan. Proses belajar dari peserta didik yang lain membuat
pelaksanaan permainan simulasi penuh dengan pertukaran informasi dan
pengalaman hidup peserta didik.
33
3. Tinjauan Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama
Remaja merupakan masa menuju kedewasaan. Santrock
(2003:
26)
“Remaja
(adolescence)
diartikan
sebagai
masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional’’.
Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa masa remaja memiliki tahap
perkembangan yang harus dilalui untuk menjadi dewasa. Sejalan
dengan pendapat Desmita (2009: 189) menjelaskan bahwa remaja
berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi
dewasa. Pada masa perekembangan ini remaja belajar menjadi dewasa
sebagai peserta didik. Chasiyah, dkk (2009: 15) mengatakan “Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri
dengan mengikuti pendidikan pada jalur sekolah”. Penjelasan tersebut
dapat dimaknai dalam pengembangan diri peserta didik memiliki
tempat khusus untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didik
hingga mencapai kedewasaan melalui sekolah. Sekolah memiliki
tingkatan di dalamnya dari usia balita hingga remaja.
Masa remaja Monk, Knoers, & Haditomo (dalam Desmita,
2012) membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu: (1)
masa pra-remaja atau pra-pubertas (10-12 tahun), (2) masa remaja
awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) masa remaja pertengahan (15-18
tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga akhir
inilah yang disebut masa adolosen. Dari pernyataan tersebut dapat
diketahui peserta didik sekolah menengah pertama berada pada masa
remaja awal (12-15 tahun).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa peserta didik sekolah menengah atas merupakan
peserta didik usia remaja awal (12-15 tahun) yang mengembangkan
diri melalui pendidikan jalur sekolah.
Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki
ciri-ciri tertentu yang membedakanya dengan periode sebelum dan
34
sesudahnya. Peserta didik SMP yang tergolong remaja awal memiliki
karakteristik tertentu dalam berbagai aspek kehidupannya. Yusuf
(2011: 193) menjelaskan karakteristik perkembangan remaja, yaitu:
1) Perkembangan fisik
Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentang
kehidupan individu di mana terjadi perubahan fisik yang pesat.
Pertumbuhan yang cepat pada remaja secara proposional menjadi
besar
dibanding
fase
sebelumnya.
Dalam
perkembangan
seksualitas ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer
seperti mengalami mimpi basah dan menstruasi sedangkan pada
ciri-ciri seks sekunder tumbuh kumis atau bertambah besar buah
dada.
2) Perkembangan kognitif
Kognitif merupakan proses berfikir abstrak dengan baik serta
berfikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan
diri terhadap situasi yang baru. Remaja secara mental telah dapat
berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak, sehingga
remaja berada pada tahap operasional formal dan sudah mampu
berfikir abstrak, logis, rasional, serta mampu memecahkan
persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis.
3) Perkembangan emosi
Masa
remaja
perkembangan
merupakan
emosional
puncak
yang
emosionalitas,
tinggi.
Pada
usia
yaitu
remaja
perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitive dan
reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi
sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental. Bagi remaja
tugas perkembangan yang palin gsulit yaitu, mencapai kematangan
emosional, karena
pencapaiannya
sangat
dipengaruhi
oleh
pertumbuhan fisik dan kondisi sosioemosional lingkungannya,
terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
35
4) Perkembangan Sosial
Kehidupan sosial remaja sedang mengalami proses peralihan dari
fase sebelumnya sehingga memerlukan banyak penyesuaian
terhadap kebutuhan dan tugas perkembangan yang baru. Pada masa
remaja berkembang “sosial cognition” yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai
individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai
maupun persaannya sehingga mendorong remaja untuk menjalin
hubungan sosial yang lebih akrab dengan teman sebayanya.
5) Perkembangan moral
Remaja muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikologisnya, karena dengan
adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang
perbuatannya remaja akan merasa puas.
6) Perkembangan kepribadian
Fase
remaja
merupakan
saat
yang
paling
penting
bagi
perkembangan dan integrasi kepribadian, karena masa remaja
merupakan saat berkembangnya jati diri yang akan membentuk
kepribadian pada masa dewasa.
7) Perkembangan kesadaran beragama
Kemampuan berpikir abstrak remaja memungkinkan untuk dapat
mentransformasikan
kesadaran
atau
keyakinan
keyakinan
beragama.
beragama,
Berkembangnya
remaja
sering
mempermasalahkan sumber-sumber otoritas dalam kehidupan.
Perkembangan masa remaja sejalan dengan perkembangan
kontrol diri remaja. Kontrol diri berkaitan erat dengan keterampilan
emosional. Bahkan kontrol diri merupakan salah satu komponen
keterampilan emosional. Sebagaimana yang dikatakan oleh Goleman
(dalam Thalib, 2013: 107) bahwa keterampilan emosional mencakup
kontrol diri, semangat, ketekunan, kemampuan untuk memotivasi diri
36
sendiri, tidak melebih-lebihkan kesenangan, empati, dan mengatur
suasana hati. Keterampilan ini dapat diajarkan kepada remaja. Remaja
dikatakan telah mencapai kematangan emosi apabila pada masa akhir
remajanya tidak meledak-ledak emosinya dihadapan orang lain
(Ghufron & Risnawita, 2012: 28).
Ghufron & Risnawita (2012: 24) mengatakan bahwa ada dua
kriteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat diterima secara
sosial atau tidak. Kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat
terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun, reaksi positif saja
tidaklah cukup karenanya diperlukan kriteria lain. Hurlock (dalam
Ghufron & Risnawita, 2012: 24) menyebutkan tiga kriteria emosi,
yaitu:
1) Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial;
2) Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk
memuaskan kebutuhanya dan sesuai dengan harapan masyarakat;
3) Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponya dan
memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.
Efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap kondisi
fisik dan psikis seharusnya tidak membahayakan fisik dan psikis
individu. Artinya dengan mengontrol emosi kondisi fisik dan psikis
individu terlepas dari tekanan yang berasal dari emosi yang berlebihan,
sehingga keaadaan fisik dan psikis akan lebih baik .
4. Hasil Penelitian yang Relevan
Rahmatuz Zaqiyah (2014) telah melakukan penelitian yang
berjudul “Bimbingan Kelompok dengan Teknik Permainan Simulasi
untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Peserta Didik Kelas VII
SMP Negeri 1 Matesih Tahun Ajaran 2014/2015”. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui dan menguji keefektifan layanan bimbingan
kelompok dengan teknik permainan simulasi dalam meningkatkan
keterampilan sosial peserta didik SMPN 1 Matesih Tahun Ajaran
37
2014/2015. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil uji t-test dengan
nilai ๐‘กโ„Ž๐‘–๐‘ก๐‘ข๐‘›๐‘” sebesar 3,286 dengan signifikansi 0,002. Adapun nilai
signifikansi 0,002<0,05 maka ๐ป๐‘‚ ditolak dan ๐ป๐‘Ž diterima, dengan
demikian dinyatakan bahwa ada perbedaan antara kelompok
eksperiman yang telah diberi dengan kelompok kontrol yang tidak
diberikan
treatment.
kelompok
dengan
Sehingga
teknik
disimpulkan
permainan
bahwa
simulasi
bimbingan
efektif
untuk
meningkatkan keterampilan sosial pada peserta didik kelas VII SMPN
1 Matesih tahun ajaran 2013/2014.
Haning Nikitasari (2014) melakukan penelitian yang berjudul
“Permainan
Simulasi
untuk
Meningkatkan
Kerjasama
dalam
Menyelesaikan Tugas Akademik pada Peserta Didik Kelas VIII SMP
Negeri 1 Weru Sukoharjo Tahun Ajaran 2014/2015”. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian eksperimen menggunakan analisis data
uji t dengan bantuan SPSS 18. Hasil hipotesis data posttest antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai
๐‘กโ„Ž๐‘–๐‘ก๐‘ข๐‘›๐‘” sebesar 2.479 dan nilai ๐‘ก๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ 1.67 dengan nilai signifikansi
0.016, artinya ada perbedaan yang signifikan hasil posttest antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Simpulan yang dapat
diambil dari hasil analisis yaitu permainan simulasi efektif untuk
meningkatkan kerjasama dalam menyelesaikan tugas akademik pada
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo.
B. Kerangka Berfikir
Kontrol diri peserta didik berbeda antara satu dengan yang lainnnya.
Ada peserta didik yang memiliki kontrol diri tinggi dan kontrol diri rendah.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kontrol diri rendah yaitu
menerapkan bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi. Peserta
didik diberikan treatment bimbingan kelompok dengan teknik permainan
simulasi untuk meningkatkan kontrol diri peserta didik. Berdasarkan
penjelasan di atas dibuat skema kerangka berfikir sebagai berikut:
38
Kontrol
diri
merupakan
kemampuan individu untuk
mengatur
perilaku
melalui
pertimbangan kognitif
serta
pengambilan keputusan ke arah
konsekuensi positif.
Peserta didik SMP
kemampuan kontrol
berbeda. Ada yang
kontrol diri tinggi
kontrol diri rendah.
memiliki
diri yang
memiliki
dan juga
Kontrol diri berkembang
melalui
proses
belajar.
Proses
belajar
akan
menambah pengalaman dan
wawasan tentang pentingnya
kontrol diri dan
cara
mengembangkan kontrol diri.
Bimbingan
kelompok dengan
teknik
permainan
simulasi kontrol diri
untuk meningkatkan
kemampuan kontrol
diri peserta didik.
Gambar 2.1. Skema Kerangka Berfikir
Bimbingan kelompok dengan teknik
permainan simulasi merupakan suatu
usaha pemberian layanan bimbingan
kelompok yang dilaksanakan dengan
peniruan terhadap sesuatu melalui
gabungan bermain peran dan diskusi
untuk merefleksikan situasi-situasi
yang terjadi dalam kehidupan
sebenarnya.
Topik-topik permainan simulasi
disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan peserta didik di
lapangan dengan demikian sesuai
keadaan diri peserta didik.
Permainan simulasi dapat
memberikan pemahaman dan
informasi tentang konsep,
prinsip serta keterampilan yang
membantu
peserta
didik
menyadari dan memecahkan
permasalahan yang sedang
dihadapi.
Kemampuan kontrol
diri peserta didik
dapat meningkat.
39
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat hipotesis sebagai berikut:
“Bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi efektif
untuk meningkatkan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1
Kartasura Tahun Ajaran 2015/2016’’.
Download