Al - Fatani tak Dikontrak Tahun Depan

advertisement
Akar Fatimah
Al Gudaria
Akar atau Rumput Fatimah adalah jenis tumbuhan perdu kecil yang
tingginya tidak sampai sejengkal dengan cabang-cabang kaku berkayu.
Tumbuhnya di gurun-gurun pasir di wilayah Maroko sampai Iran. Bila dikeringkan, Akar Fatimah ini menjadi keras. Bila direndam air, akarnya bisa
mengembang. Air rendamannya biasanya diminum untuk memperlancar
persalinan. Akar Fatimah ini juga menjadi satu oleh-oleh jamaah haji. ■
Ini adalah nama jalan di Makkah, sekitar 50 meter dari Masjidil Haram.
Ruas jalannya sekitar 300 meter yang sering dipasangi atap seng untuk
meneduhkan para pedagang sebelum tahun 2008. Daerah ini dikenal dengan
Pasar Seng. Namun, daerah itu kini bebas dari para pedagang. ■
FLICKR
ZARQONI/ANTARA
jurnal
haji
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku
adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Dan, mereka telah memotong-motong urusan (agama)
mereka di antara mereka. Kepada Kamilah masing-masing golongan itu akan kembali.”
(QS Al Anbiyaa [21]: 92-93)
18
Sabtu, 4 Desember 2010
27 DZULHIJAH 1431 H
REPUBLIKA
1431 H
Pemulangan
dari Madinah,
Senin
Burhanuddin Bella dari Madinah
● Pengiriman Katering
KEMENAG
Al - Fatani tak Dikontrak
Tahun Depan
Annisa Mutia
Perusahaan katering
ini sudah dua kali
mengirimkan makanan
basi.
JEDDAH — Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPHI) mempertimbangkan untuk tidak memasukkan perusahaan katering AlFatani dalam kontrak tahun depan.
Perusahaan ini dinilai melakukan
kesalahan fatal sebanyak dua kali
dengan makanan basi.
“Kami pertimbangkan Katering
Fatani tidak akan mendapatkan
kontrak lagi tahun depan,” kata Ketua PPHI Syaerozi Dimyati di Kantor Teknis Urusan Haji (TUH), Jeddah, Kamis (2/12) sore, seperti yang
dilansir Media Center Haji (MCH).
Pertimbangan itu didasarkan pada kejadian makanan basi yang
mengakibatkan jamaah Indonesia
pada gelombang pertama mengalami diare. Penyebabnya adalah kerusakan alat pemanas (heater).
Peristiwa serupa terjadi lagi pada
jamaah Kloter 07 Banjarmasin (BTJ)
gelombang kedua di Madinah. Walaupun belum sempat dikonsumsi,
makanan itu didapatkan dalam
kondisi basi. Kesalahan kedua ini
juga menyangkut alat pemanas
makanan yang tidak berfungsi.
Berkali-kali teguran disampaikan
kepada Al-Fatani sehingga pertimbangan untuk menghentikan kontrak di tahun depan menjadi pilihan.
Kontrak di tahun ini tidak bisa
dihentikan karena pertimbangan pelayanan katering pada jamaah.
Bila menghentikan kontraknya
sekarang, PPHI harus mencari kembali perusahaan katering yang baru.
“Perusahaan itu belum tentu juga
lebih baik karena kami harus mempelajari dulu riwayat katering pengganti,” ujar Syaerozi.
PPHI menjatuhkan sanksi untuk
mengurangi kontrak jumlah porsi
makan jamaah haji di Madinah.
Katering Fatani melayani 30 ribu
kotak nasi lengkap. “Sudah kami
kurangi separuhnya saja,” katanya.
Katering ini telah 12 kali menyediakan konsumsi untuk kloter 7 BTJ.
Selama ini, tidak ada masalah dan
baru kali ini ada makanan basi. Soal
heater, yang mereka pakai adalah
yang baru. Fatani sanggup mengganti makanan basi tersebut, walau
butuh waktu pengiriman 1,5 hingga
2 jam. “Kami cek ulang 60 heater
semuanya,” kata Iman, penanggung
jawab operasional Fatani.
Di Madinah, MCH melaporkan
bahwa perusahaan katering diwajibkan mengirimkan sampel makanan ke Balai Pengobatan Haji
Indonesia (BPHI). Disinyalir sebanyak 40 persen perusahaan katering
tidak mengirimkan sampelnya.
Di tahun ini, PPHI mengontrak
10 perusahaan katering untuk penyediaan makanan bagi jamaah
Indonesia. Perusahaan tersebut adalah Al Fatani, Haedari, Golden Fork,
Munif, Makram, Salale, Hanan Sanai, Muhsin, Al Mazroi, dan Andalus.
Kepala Sanitasi dan Surveilans
(Sansur), Zainal Ilyas, menyatakan
sesuai Keputusan Menteri Kesehat-
an (Kepmenkes) Nomor 715 Tahun
2003 tentang Higienitas Jasaboga
(katering), perusahaan katering diwajibkan mengirim dan menyimpan
sampel makanan yang diproduksinya. Itu dilakukan untuk keamanan makanan.
“Jadi, kalau terjadi sesuatu, ada
sampel yang bisa diteliti dan menjadi
pembelaan bagi perusahaan katering,” kata Zainal, Jumat (3/12) siang.
Al Fatani merupakan salah satu perusahaan yang dinilai ‘malas’ mengirimkan contoh makanan. Data
sansur mencatat, ada sekitar 100
kotak makanan basi karena pemanas
(heater) tidak berfungsi sempurna.
“Fatani selama gelombang II ini
baru satu kali mengirim sampel.
Perusahaan Golden Fork tidak
pernah,” katanya.
Kemalasan perusahaan katering
tersebut sudah dilaporkan ke
Daerah Kerja (Daker) Madinah.
Kepala Dakernya, Subakin Abdul
Muthalib, menyatakan sudah memberikan teguran. Akan tetapi, pihak
katering tetap membandel. “Saya
sudah memberi teguran,” kata
Subakin. ■ dewi mardian
MADINAH – Pemulangan jamaah haji Indonesia melalui
Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA), Madinah,
menggunakan Garuda Indonesia dimulai Senin (6/12)
hingga 19 Desember 2010. Di bandara ini akan dipulangkan 37 kelompok terbang (kloter) dari Embarkasi Surabaya
dan Jakarta, masing-masing sembilan dan 28 kloter.
Duty Manager Garuda Indonesia di Madinah, Bambang
SA, mengatakan pemulangan dari 6 – 10 Desember 2010
menggunakan tiga pesawat dalam tiga penerbangan, setiap harinya. Pada 10 - 19 Desember 2010, penerbangan
ditambah menjadi empat pesawat.
Menurut Bambang, pemulangan jamaah haji melalui
Madinah kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Tahun lalu jamaah Embarkasi Medan juga melalui bandara ini, tapi sekarang dialihkan ke Jeddah (Bandara King
Abdul Aziz-KAA),” tuturnya di Madinah, Kamis (2/12).
Pengalihan jamaah Embarkasi Medan, kata dia, karena
saat ini dilakukan pembenahan di Bandara Madinah. Kalau sebelumnya ada lima gerbang (gate) yang terpakai, sekarang hanya tiga gerbang. Dua gerbang lainnya sedang
direnovasi. Jumlah kloter pun berkurang. “Tahun lalu ada
41 kloter jamaah haji Indonesia yang dipulangkan melalui
Madinah,” katanya.
Bambang menuturkan, tiga gate yang ada saat ini digunakan oleh beberapa maskapai penerbangan dari negara
yang berbeda. Selain Saudi Airlines, maskapai penerbangan lainnya yang memulangkan jamaah melalui bandara ini
adalah Iran, Turki, dan India.
Kondisi ini, menurut dia, bisa menjadi salah satu kendala dalam kelancaran pemulangan jamaah. Itu karena tiga gerbang yang ada digunakan oleh sejumlah penerbangan. “Jadi, rebutan,” ujar Bambang.
Masalahnya, sambungnya, kalau biasanya diberikan
waktu sekitar empat jam untuk proses bagi semua
jamaah di bandara, sekarang hanya diberi waktu dua jam.
“Yang memberatkan proses sensor Sinar X.”
Dikatakannya, masalah keterlambatan pemulangan
bisa diperkecil jika semua jamaah memenuhi ketentuan
penerbangan yang sudah ditetapkan. Karena itu, sejak
jauh hari, semua proses yang akan dilalui di bandara
sudah disosialisasikan kepada semua jamaah haji.
Sosialisasi dilakukan bekerja sama dengan Daerah
Kerja (Daker) jamaah haji Indonesia yang ada di Madinah.
Ini untuk memberikan pengertian kepada jamaah sehingga proses di bandara bisa lebih cepat.
Sayangnya, kata dia, sekitar 80 persen jamaah haji itu
baru pertama kali sebagai penumpang pesawat. Karena
itu, dia meminta agar sosialisasi penerbangan harus terus
diintensifkan kepada jamaah. ■ dewi mardiani
KABAR DARI TANAH SUCI
Yang Lucu yang Mengobati
elepas wukuf, kejenuhan kerja kian
terasa. Kejadian-kejadian lucu
membuat kejenuhan itu terobati.
Ali Saifudin, ketua Sektor XII,
mengaku terhibur dengan hal-hal lucu yang
ia temukan di lapangan. Para petugas di
Sektor XII, sektor yang menangani jamaah
tercecer dari rombongan, harus siap siaga di
sekitar Masjidil Haram selama 24 jam.
Ada seorang jamaah yang sering tak bisa
menemukan jalan pulang setelah keluar dari
Masjidil Haram. Dia telah lima kali bertemu
dengan Ali. “Sebenarnya saya malu, tapi
mau bagaimana lagi,” ujar Muchtar, jamaah
yang tak tahu jalan pulang itu kepada Ali.
Jamaah embarkasi Surabaya itu mengaku telah berupaya mencari jalan pulang,
tapi tak hafal. Dia akhirnya memilih kembali
ke Masjidil Haram, mencari petugas Sektor
XII, yang berjaga di sekitar tempat itu.
Ndelalah (ngandel kersaning Allah,
mengikuti kehendak Allah), kok ya selalu
bertemu dengan Ali. Ali pun lima kali
mengantar Muchtar ke pondokannya yang
tak jauh dari Masjidil Haram.
Suster Estri Ambarsari juga mengaku
merasa lelah bertugas menjaga jamaah
sakit di Balai Pengobatan Haji Indonesia
(BPHI) Makkah. Ada satu jamaah yang
mudah lupa dan selalu ‘menyibukkan’ kerja
S
tim medis. Banyak jamah yang gelisah karenanya sehingga selama di BPHI, pasien itu
harus diikat di dipan. “Setiap malam pasien
itu keliling, melepas selang makanan atau
tali yang mengikat pasien lain. Katanya, dia
melakukan itu karena merasa kasihan pada
mereka,” tutur Estri, Kamis (2/12) sore.
Estri pun malam-malam harus
memasang kembali selang makanan dan tali
ikatan ke pasien satu per satu. Kalau cuma
sekali sih tak masalah, tapi ini dilakukan
berkali-kali, selama jamaah tersebut
dirawat di BPHI. Saat piket, hanya ada
empat suster yang menjaga pasien dalam
satu lantai di BPHI. Hingga 2 Desember,
masih ada 59 jamaah masih dirawat di
BPHI Makkah, dan hanya 10 pasien yang
usianya di bawah 60 tahun.
Usai wukuf, enam hari kami berada di
Madinah lewat perjalanan tengah malam.
Tak ada kasus istimewa selepas wukuf di
Makkah membuat kami merasa cepat jenuh.
Tapi, kami juga cukup terhibur dengan
peristiwa-peristiwa lucu.
Gemas melihat askar yang suka menghalangi jamaah ke suatu tempat, seorang
rekan menggoda seorang askar dengan
‘mengajak’ main Galasin. Saat pulang dari
melontar jumrah ia mencoba berjalan lebih
cepat dari kami. Setelah jauh, dia memba-
Priyantono Oemar
Wartawan Republika
likkan badan menuju arah kami, yaitu ke
arah Jamarat. Tentu saja dia dihalangi oleh
askar.
Dia pun bergerak ke kiri. Saat askar
bergeser untuk menghalanginya, dia
menggeser badannya ke kanan. Askar kembali menghalanginya. Beberapa kali dia
menggerakkan badan ke kiri dan ke kanan,
persis seperti main Galasin dengan askar
yang mencoba menghalanginya. Sambil
senyum-senyum, rekan ini segera membalikkan badan ketika kami sudah mendekati
posisinya. Dia bergabung dengan kami,
meneruskan perjalanan pulang. Askar lain
yang menyaksikan adegan itu cuma mengucap istighfar, dan kami tentu tersenyum-
senyum geli.
Saya sendiri menahan geli ketika ada
orang Arab yang meragukan kami. Saat
melihat-lihat di toko emas, dua rekan kami
yang tinggi besar tidak dipercaya ketika
mengaku dari Indonesia. “Kalian bukan dari
Indonesia. Orang Indonesia kecil-kecil,” kata
penjual emas itu. “Nah ini orang Indonesia,
kecil,” katanya ketika melihat saya.
Saya balik meledek dia, tak percaya
kalau dia orang Arab. “Yaman adalah Arab,”
katanya. Tetapi, saya ngotot. “Bukan! Orang
Arab tinggi besar, kamu pendek. Kamu
bukan Arab,” kata saya sembari tertawa.
“Saya Arab, tak masalah pendek, tapi gede.
Kamu kecil, kamu orang Indonesia,”
katanya menunjukkan badannya yang
besar, sambil tertawa-tawa. “Kalau kalian,
bukan orang Indonesia,” sambung dia
menunjuk dua teman kami tadi.
Pedagang berkebangsaan Afghanistan
yang bertemu kami pada Rabu (1/12) malam
juga mengaku tak percaya kami dari
Indonesia. Dia menunjuk saya berasal dari
Bangladesh. Teman yang lain ditunjuk
berasal dari Eropa, aneh saja. Teman yang
satu kulitnya jelas sawo matang. Yang
lainnya disebut negro karena badan besar
dan kulitnya gelap. Ada yang disebut dari
India, karena badannya yang kecil dengan
kulit gelap. Satu teman yang kulitnya putih,
tinggi, dan matanya sipit, dia sebut berasal
dari Afghanistan juga.
Seorang rekan, saat umrah mencoba
memimpin membaca talbiyah, menggantikan rekan lain. “Labaik allahuma Labbaik.
Labbaika lasyarikalabbaik…” Lama dia diam,
tak melanjutkan talbiyah. Ketika ada yang
mengingatkan agar dia melanjutkan bacaannya, dengan enteng dia menjawab,
“Sebentar, buka buku dulu. Sorry, lupa lanjutannya.”
Saat thawaf, ia pun sering mengganggu
kekhusyukan kami. Teman yang paling
depan memimpin membacakan doa thawaf.
Tapi, dia yang berada di tengah menepuknepuk punggung teman di depannya, sambil
teriak, “Teruskan bro, yakin saja bro. Jangan
ragu bro. Jangan terpaku pada teks doa,”
ujarnya cukup kencang sehingga membuat
jamaah di sampingnya menoleh kepadanya.
Kami juga tak bisa khusyuk thawaf akibat ulahnya di setiap putaran. Di thawaf
sunah lain, saat kami berthawaf tujuh
putaran, dia hanya tiga putaran. Alasannya,
karena takut terpisah dari rombongan.
“Kalau diteruskan, takutnya semakin lama
semakin jauh, ya sudah saya sudahi saja,”
katanya. Dia baru tahu belakangan kalau
thawaf sunah, sekali putaran saja cukup. ■
Download