39. Bab 30 Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama

advertisement
BAB 30
PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA
A. KONDISI UMUM
Kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat tampak berbeda-beda.
Di satu pihak, ada sekelompok masyarakat yang memiliki semangat kuat untuk
meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama. Namun di
pihak lain, kehidupan beragama pada sebagian masyarakat justru baru mencapai tataran
simbol-simbol keagamaan dan belum pada penghayatan dan pengamalan ajaran agama.
Indikasi yang menggambarkan fenomena ini antara lain: gejala negatif seperti perilaku
asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, perjudian dan
berbagai perilaku melanggar nilai-nilai agama. Keluarga sebagai basis pembinaan
masyarakat juga belum berperan secara optimal, karena lembaga ini belum kuat seperti
bisa diamati dalam kasus-kasus perceraian yang masih tinggi dan kehidupan keluarga
yang tidak harmonis. Kondisi demikian memperlihatkan ada kesenjangan antara ajaran
agama dengan pemahaman dan pengamalannya. Untuk itu, peran tempat-tempat
peribadatan dan kitab-kitab suci harus dimaksimalkan sebagai laboratorium bagi
pengembangan kegiatan-kegiatan keagamaan serta pendalaman dan pemahaman ajaran
agama.
Upaya peningkatan mutu pendidikan agama dan pendidikan keagamaan telah
dilakukan melalui penyediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta pelatihan
bagi pendidik bidang agama dan keagamaan dengan memberi tambahan muatan materi
wawasan multikulturalisme. Peningkatan mutu dimaksud juga dilakukan dengan
pemberian bantuan beasiswa bagi pendidik bidang agama yang mengikuti program
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan belum sepenuhnya berjalan efektif. Hal tersebut, antara lain disebabkan
oleh (i) kurikulum pendidikan agama lebih menekankan aspek kognitif dan kurang
memperhatikan aspek pengamalan ajaran agama dalam pembentukan akhlak dan
karakter; (ii) jumlah pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bermutu belum
mencukupi; (iii) sarana dan prasarana yang terbatas; dan (iv) fasilitas pendukung
lainnya yang tidak memadai. Pada sisi lain, arus globalisasi terutama melalui media
cetak dan elektronik sangat deras masuk ke dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi peserta didik dan prilaku sosial yang tidak
sejalan dengan ajaran-ajaran agama. Dalam hal ini, peran pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan menjadi sangat penting guna membentengi peserta didik dari
berbagai dampak negatif globalisasi.
Upaya meningkatkan mutu pelayanan kehidupan beragama telah dilakukan melalui
pembangunan sarana keagamaan berupa rumah ibadah terutama di daerah terkena
bencana, kantor KUA di daerah pemekaran, dan diberikan pula bantuan rehabilitasi bagi
sarana keagamaan yang mengalami rusak ringan. Mutu pelayanan manajemen ibadah
haji pun relatif membaik dengan menerapkan sistem daftar tunggu (waiting list) guna
menjamin kepastian keberangkatan jamaah calon haji. Perbaikan pelayanan yang lain
adalah penerbangan langsung Jakarta-Madinah (sebelumnya melalui Jeddah), sehingga
lebih efisien dan mengurangi beban fisik dan psikologis para jamaah haji. Selain itu,
mereka juga disediakan makan gratis selama sembilan hari ketika bermukim di
Madinah. Meskipun demikian, pelayanan kehidupan beragama tetap memerlukan
perbaikan dengan menekankan pada (i) penyediaan sarana dan prasarana ibadah, (ii)
peningkatan pemanfaatan tempat peribadatan, dan (iii) optimalisasi pengelolaan dana
sosial keagamaan. Manajemen pelayanan ibadah haji perlu terus ditingkatkan mulai dari
pendaftaran sampai pelaksanaan ibadah di Arab Saudi dengan menekankan pada (i)
kepastian berangkat bagi jamaah calon haji, (ii) perbaikan kondisi pemondokan, (iii)
penyediaan fasilitas pelayanan pendukung di Arab Saudi, (iv) peningkatan pemahaman
tentang pelaksanaan ibadah haji, dan (v) peningkatan kompetensi petugas haji dan
pemahaman dan penghayatan manasik haji yang lebih komprehensif.
Upaya pemberdayaan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan agama
dan keagamaan telah dilakukan antara lain melalui pelatihan manajemen pengelola
lembaga dan bantuan operasional untuk mendukung kegiatan lembaga. Peran sosialkemasyarakatan lembaga-lembaga tersebut cukup efektif, terutama dalam konteks
membangun relasi yang harmonis antarkelompok masyarakat. Namun, pada sebagian
kelompok masyarakat dijumpai pola kehidupan beragama yang eksklusif,
sehingga berpotensi mengganggu hubungan sosial baik intern umat beragama
maupun antarumat beragama. Untuk itu, lembaga sosial keagamaan dan lembaga
pendidikan agama dan keagamaan perlu memberi perhatian serius, dengan cara
melakukan mediasi agar interaksi sosial di kalangan kelompok masyarakat beragama
tetap terjaga dengan baik. Peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan
agama dan keagamaan sebagai agen perubahan sosial perlu makin ditingkatkan. Peran
tersebut terutama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberi
kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga masyarakat yang kurang mampu
terutama di daerah perdesaan.
Upaya memantapkan kerukunan umat beragama telah dilakukan berbagai
pertemuan, dialog, dan kerjasama antarpemuka agama sebagai langkah antisipasi dini
dan upaya pencegahan munculnya potensi konflik. Selain itu, telah pula dikembangkan
pendidikan multikultural guna memberi wawasan pluralisme sosial dan penghargaan
pada keberagaman. Namun demikian, seringkali muncul ketegangan sosial yang
melahirkan konflik intern dan antarumat beragama telah menjadi kendala
mewujudkan kehidupan yang harmonis di dalam masyarakat. Kesenjangan sosial
dan ketidakadilan ekonomi merupakan pemicu utama konflik dan menjadi semakin
parah ketika pihak-pihak yang bertikai memanfaatkan sentimen agama. Tingkat
pendidikan masyarakat yang masih rendah dan penegakan hukum yang lemah memberi
kontribusi terhadap intensitas konflik. Konflik sosial tidak pernah mencuat menjadi
kasus besar dan dalam skala luas seperti sekarang ini. Sebab, dalam tatanan kehidupan
masyarakat terdapat berbagai kearifan lokal dan adat-istiadat, yang berfungsi sebagai
wadah komunikasi dan konsultasi dan mekanisme penyelesaian konflik. Wadah tersebut
bersifat lintas wilayah, agama, dan suku bangsa.
II.30 – 2
B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006
Berdasarkan berbagai tantangan dan permasalahan di atas, sasaran peningkatan
kualitas kehidupan beragama pada tahun 2006 adalah:
1. Meningkatnya Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama serta Kehidupan
Beragama
a. Meningkatnya kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kualitas
keberagamaan masyarakat dari sisi rohani semakin baik. Upaya ini juga
ditujukan pada peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan,
sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak dini
pada anak-anak;
b. Meningkatnya kualitas dan peranan tempat-tempat peribadatan dan kitab-kitab
suci sebagai labolatorium bagi upaya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai
agama;
c. Meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi
kewajiban membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, kolekte, dana punia, dan
dana paramita dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat;
d. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan
masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat sesuai agama dan kepercayaan masingmasing;
e. Meningkatnya kualitas manajemen ibadah haji dengan sasaran penghematan,
pencegahan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap jemaah haji;
serta
f. Meningkatnya peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan agama
dan keagamaan sebagai agen pembangunan dalam rangka meningkatkan daya
tahan masyarakat dalam menghadapi berbagai krisis.
2. Meningkatnya Kerukunan Intern dan Antarumat Beragama
Meningkatnya dan terpeliharanya harmoni sosial dalam kehidupan intern dan
antarumat beragama yang toleran dan saling menghormati dalam rangka penciptaan
suasana yang aman dan damai, sehingga konflik yang terjadi di beberapa daerah dapat
diselesaikan dan tidak muncul di daerah lain.
C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006
Sesuai dengan agenda pembangunan nasional, arah kebijakan peningkatan kualitas
kehidupan beragama yaitu:
1. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama serta Kehidupan
Beragama
a. Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama;
b. Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
II.30 – 3
c. Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan bidang agama dan
keagamaan;
d. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak,
shodaqoh, kolekte, dana punia, dan dana paramita; dan peningkatan
profesionalisme tenaga pengelola;
e. Peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya,
terutama yang bertugas di daerah rawan konflik dan daerah terpencil dan daerah
terkena musibah.
f. Peningkatan kualitas penataan dan pengelolaan serta pengembangan fasilitas
pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan
umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;
g. Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya) untuk
menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembinaan moral dan etika
masyarakat;
h. Peningkatan penghematan biaya ongkos naik haji, pencegahan korupsi, dan
peningkatan kualitas pelayanan terhadap jamaah haji;
i. Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga
pendidikan keagamaan; serta
j. Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung
perumusan kebijakan pembangunan bidang agama.
2. Peningkatan Kerukunan Intern dan Antarumat Beragama
a. Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial di dalam kelompok-kelompok
keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka memperkuat
integritas sosial masyarakat;
b. Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam masyarakat
yang mengandung sentimen keagamaan dengan mencermati secara responsif dan
mengantisipasi terjadinya konflik secara dini;
c. Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui mekanisme
resolusi konflik, dengan mengutamakan keadilan dan persamaan hak untuk
mendapatkan perdamaian hakiki;
d. Pemulihan kondisi sosial dan psikologis masyarakat pascakonflik melalui
penyuluhan dan bimbingan keagamaan; serta
e. Peningkatan kerjasama intern dan antarumat beragama di bidang sosial ekonomi,
dan budaya.
II.30 – 4
Download