File:20sut2a LEPASKAN KESENJANGAN RANGKUL MASYARAKAT Pertumbuhan areal permukiman untuk kalangan menengah ke atas yang menunjukkan kecenderungannya memasuki wilayah pinggiran perkotaan, terutama menempati tanah-tanah subur yangtereltak di pedesaan sriangkali mengesankan semakin tertekannya komunitas sosial masyarakat di pedesaan dari berbagai kegiatan kemasyarakatan dan hubungan hubungan penting lainnya. Tidak dapat ditampik, kedatangan para pendatang dari kalangan menengah ke atas tersebut seringkali membawa kebiasaan dan gaya hidup metropolitan dengan berbagai kebiasan buruknya, seperti kebiasaannya mengadakan pesta-pesta tertentu dengan menggelar acara-cara makan mewah, minumminuman kemasan yang mahal dan gaya-gaya pakaian yang mereka kenakan mengesankan tak mungkin lagi dapat berbaur dengan pola kehidupan pedesaan yang lebih mendahululan kesahajaan dan kesederhanaan. Kesan itu semakin menguat karena, pola permukimannya sendiri dirancang dengan berbagai bentuk arsitektur yang memungkinkan masyarakat umum tak dapat memasuki areal perkuminan elite tersebut. Berdirinya gapura dan enteng pembatas perkuminan, sudah menguatkan kesan bahwa areal tersebut tak diperuntukkan untuk kalangan lain. Kesan eklusif adalah kata yang palaing tepat untuk perkumiman elite yang ada di tengah-tengah pedesaan, karena perilaku sekuler mereka yang tak terbendung lagi dapat tersentuh atau berpadu dengan keadaan lingkungan seputarnya. Komplek permukiman elite yang berada di tengah-tengah kota, tampak juga tak dapat dikembangkan lagi karena tiadanya lahan yang cukup untuk mereka. Sedang masyarakat sekitarnya di perkotaan, seperti adat kebiasaan di kota-kota besar lainnya, merek tak peduli dengan keadaan dan lingkungan elite di kota. Jika itu menyangkut faktor-faktor lain, misalnya keberagaan para penghuni apakah juga menimbul masalah-masalah tertentu bagi terciptanya suasa agamis yang ideal? Bagaimana dengan keberadaan sarana beridabah yang dibangun di dalam komplek? Bagaimana masyarakat memanfaatkan dan berhubungan dengan mereka? Adalah kenyataan, jika masyarakat tertentu mengambil kesan seperti itu terhadap adanya perkuminan mewat di pedesaan, karena memang ada beberapa faktor yang mendukungnya. Adanya bangunan tembok dengan pintu gerbang besi dengan fasilitas pos penjagaan, sudah menjadi penghalang pertama masyarakat umum untuk memasuki areal permukuman elite. Perbedaan status sosial mereka yang berbeda sudah jelas, menjadi beban tersendiri atau penghalang untuk saling berdekatan dan berhubungan. Dan faktor lainnya? Secara fisik penghalang itu ada, tapi tak berarti masyarakat tidak dapat saling berhubungan untuk menjalankan kegiatan satu ini, kegiatan keberagaan adalah universal untuk dapat di manfaatkan oleh semua orang,. Keberadaan masjid yang ada d komplek perkumiman, dirancang oleh pembuatnya untuk memenuhi kepentingan-kepentingan itu, sama seperti keberadaan super market mini, areal bermain dan lainnya. Tetapi jika kesan itu tetap melekat dan sukar sekali dapat menciptakan suasana hubungan yang ideal dengan lingkungan masyarakat seputarnya, itu baru menjadi masalah. Sebuah komplek permukiman elite yang terletak di pinggir utara km 4 dari kota Yogyakarta, pernah dihidupkan suatu wadah komunitas keberagamaan yang dapat menyatukan kepentingan para penghuni komplek dengan lingkungan masyarakat seputarnya. Cara termudah yang dipakai sebagai sarana adalah membentuk suada wadah pengajian bersama, dengan pihak penghuni komplek yang memfasiltasi sarana dan prasana sedang pihak masyarakat seputarnya yang mengelola acaranya. Pola menajemen kegiatan keberagaaman terpadu seperti itu, mendatangkan teciptanya harmonisasi hubungan saling kasih , saling menolong, dan tindakan beramal saleh Momen-momen hari besar islam, bulan suci ramadhan, idul kurban adalah media kerjasama yang dapat menyatukan kegiatan keberagaan mereka. Pihak penghuni komplek tidak lagi merasa memiliki halangan untuk berbubungan, sedang masyarakat setempat tidak lagi membawa beban spikhologis. Tetapi jika kegiatan hal itu menyangkut latar belakang bidang keahlian tertentu, ada kalanya masyarakat seputarnya tidak memiliki peran terlibat di sana. Kegiatan semacam ini, pernah semarak berlangsung secara bergiliran dengan cara berpindah-pindah tempat antar komplek permukiman elite. Yaitu semacam satu wadah komunitas para ahli di berbagai latar belakang bidang keahlian ilmu, suatu ketika komunitas ini menggelar kegiatan kajian tentang masalah penyakit sosial narkoba. Beberapa dokter tampil membawakan tema lewat aspek pandang medis, sedang penghuni komplek yang berlatar belakang keahlian bidang ilmu agama berbicara lewat kajian sudut agama. Forum semacam itu, sempat memaberi warna ideal bagi contoh dipermukiman alit lainnya. Selain menarik, seringkali forum itu juga mengundang jamaah dari masyarakat sekelilingnya. Sehingga memberikan dampak positif bagi pengamalan manfaat yang diperoleh dari kegiatan kajian semacam itu. Tetapi telah lama kegiatan itu tidak terdengar lagi diadakan di permukiman elite yang terletak di Jalan Kaliurang utara ring road kota Yogyakarta. Karena ternyata, dai beberapa aspek kajian berganti-ganti tema sebulan sekali itu, hasilnya dapat dirasakan oleh komunitas pengajian yang ada di seputarnya. “Jadi tidak benar, jika di komplek permukiman mewah tidak ada kepedulian terhadap kegiatan keberagamaan yang mengacu kepada kepentingan umat,” kata sumber itu. Bahkan amalan-amalan yang dilakukan oleh para penghuninya dirasakan terus meningkat dengan semakin gencarnya mengadakan pengajian, kajian ilmiah populer, dan asilautrahmi dalam kepanitiaan bersama hari-hari besar islam dan hari suci lainnya. Dari beberapa komplek perumahan Pondok Indah, BSD, Perumahan Indah Kapuk, Bintor, Menteng dll. Kita sempat mendengar acara pengajian yang dilakukan secara rutin yang dihadiri terdiri para artis ibukota dan komunitasnya. Para pengisi pengajian yang juga terdiri dari para mubaligh kondang, bahkan sempat didapuk untuk bertindak sebagai penuntun pengucapan dua kalimat syahadat terhadap pengislaman artis yang menyatakan masuk islam. Juga aktifnya artis Inneka Kusherawati yang mengadakan Majlis Taklim menggalang kegiatan pengajian ibu-ibu dan para remaja putri di komplek perumahan. Peranannya cukup besar menjadikan ajang pengajian semakin menarik dihadiri para jamaah dan masyarakat lainnya. Masyarakat penghuni komplek mewah, juga sama sama seperti masyarakat lainnya. Mereka sangat tmembutuhkan siraman rohani, dan kegiatan –kegiatan keberagamaan untuk membentengi diri dari keterjerumusan lebih dalam di kancah kawah kedurjanaan. Beberapa majlis taklim yang dibentuk di beberapa perumah elite di Jakarta, memiliki andil cukup besar dalam ikut mempedalam keberagamaan di kalangan para elite dan para artis. Beberapa di antaranya memghimpun diri dan saling memberi informasi tentang berbagai ibadah, terutama rukun Islam terakhir yaitu, melaksankan ibadah haji di tanah suci. Karena kemampuan ekonomi mereka yang berlebih, para jamaah majlis taklim yang ada di perumah elite di Jakarta tersebut juga melaksanakan ibadah umrah berkali-kali. “Sesungguhnya, semangat mereka cukup tinggi untuk memperdalam agama itu saja sudah cukup baik,” kata Yanto, sopir taksi. Bahkan salah seorang putri pemusik Rinto Harahap yang belum lama masuk Islam mengaku tahu sedikit banyak tentang Islam juga dari para teman sesama artis yang berkumpul dalam satu jamaah pengajian. Kelatahan mendalami agama di kalangan para elite yang sempat mendapat ‘ejekan’ tudingan hanya sekedar sebagai ‘gagah-gagahan’ tidak seluuruhnya benar, pendalaman para jamaah di kalangan elite juga khusuk seperti jamaah muslim lainnya. “justru kita-kita ini merasa senang dengan langkah mereka untuk mau mengetahui tentang ajaran agama Islam. Itu berarti di hati mereka masih ada titik-titik niat untuk memperbaiki kehidupannya di akhir kehidupannya kelak,” kata Muhtarom penjual rokok yang sehariharinya mondar-mandir diperempatan jalan kota Metropolitan. Semarak Beberpa perumahan elite lain di kota-kota besar lainnya, menunjukan perkembangan fenomena yang mengarah kepada kepedulian komunitasnya untuk respek terhadap pendalaman keberagamaan. Dra. Yayah Khisbiyah, MA salah seorang pendidik yang tinggal di Perumahan Pondok Baru Asri I/A-15 Surakarta, mengaku tinggal sejak 1998 sudah bersentuhan dengan denyut nafas keberagamaan yang cukup baik. Diperumahan itu selain sudah ada masjid yang menjadi fasilitas sarana ibadah penghuninya, pada hari-hari besar tertentu dipakai untuk keperluan hajat kegiatan sosial dan agama. Selain menjadi pusat kegiatan agama, dilengkapi dengan taman pendidikan Al Quran juga menjadi ajang laithan beladiri anak-anak pelajar. “Layaknya, masjid seperti lainnya, dalam lima waktu shalat para jamaah mengisi masjid. Hari-hari yang menyenangkan, saat jamaah berkumpul di masjid untuk memperingati hari besar Mauld Nabi, Isro’ Mi’roj, Nuzulul Quran,” katanya. Selain itu, kepedulian warganya untuk turut serta memberikan ‘jatah’ takjilan bagi buka bersama di masjid cukup tinggi. Para jamaah juga memadati masjid untuk melakukan shalat tarawih, tadarus Al Quran dan kajian-kajian Islam. Dra Yayah Khisbiyah yang asal Cirebon Jawa Barat, mengaku menyenangi suasana itu, “suasananya seperti di kampung halaman. Tidak jauh berbeda,” katanya. Tetapi karena tinggal perumahan sepertinya merupakan kumpulan dari orang-orang yang punya kemampuan ekonomi lebih, kepedulian mereka terhadap masyarakat lingkungan juga terjadi. Aksi sosial, santunan, dan pembagian zakat mereka lakukan untuk para dhuafa si sekelilingnya. “Hubungan saya dengan majlis taklim, takmir, dan ormas islam cukup tinggi. Bahkan saya sering ikut memberikan pemikiran kemajuan dan mengupayakan mencari dana untuk kegiatan lingkungan perumahan Pondok Baru Asri,” akunya. Stuasi tidak jauh berbeda terjadi di Perumahan Solo Baru Blok G. III Sukoharjo, seperti dikatakan Arief A. Hakim, pada saat tertentu kepanitiaan penyelenggaraan hari-hari besar Islam dibentuk berdasarkan keterpaduan lingkunan perumahan dengan pedesaan setempat. “Tidak ada masalah, dan tidak ada kesenjangan. Kami bersatu untuk satu kegiatan bersama keagamaan.,” kata Arief. M. Pranadi mengungkapkan, penghimpunan dan zakat profesi tetap dilakukannya sebesar 5-10 persen dihimpun untuk keperluan fakir miskin di luar lingkungan perumahan. Peran penghuni perumahan juga tidak sedikit yang membantu pengembangan dan pembangunan lingkungan pendalaman agama di pedesaan setempat. Penghuni perumahan, terutama di kalangan elite jangan melulu dicap sebagai kumpulan orangorang yang egois dan tidak mau tahu dengan keadaan di luar lingkungannya. Agama, seperti kata Pranadi, tidak sekedar urusan pribadi dan ibadah khusus kepada Allah melainkan juga dapat dipahami artinya lebih dalam lagi. Yaitu dapat juga dipahami sebagai masalah sosial dengan bersilaturahmi menjalin persaudaraan dengan umat lain, membantu dan menyantuni lingkungan tidak mampu. “Komunita muslim yang kuat, tentuakan empu menciptakan lingkungan masyarakat heterogen di lingkungannya. Karena Islam cinta kedamaian dan persaudaraan,” kata Pranadi. Bahan: ton dan am. Penulis: ru Sumber: Suara Muhammadiyah Edisi 20-02