BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Penyelenggaraan Pemerintahan

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen kedua
tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang yang dibentuk khusus
untuk mengatur pemerintahan daerah. Otonomi daerah memberi keleluasaan kepada
daerah mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung
jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara khusus pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Undang-Undang ini diberikan
definisi mengenai pemerintahan daerah sebagai berikut. Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bagi negara Indonesia, terdapat beberapa alasan mengenai perlu atau
pentingnya pemerintahan daerah, yaitu alasan sejarah, alasan situasi dan kondisi
wilayah, alasan keterbatasan pemerintah, dan alasan politis dan psikologis: 45
1. Alasan sejarah
Secara historis, ekssistensi pemerintahan daerah telah dikenal sejak masa
pemerintahan kerajaan-kerajaan nenek moyang dahulu, sampai pada sistem
pemerintahan yang diberlakukan oleh pemerintah penjajah.
2. Alasan Situasi dan Kondisi Wilayah
Secara geografis, Indonesia merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau besar dan kecil, satu sama lain dihubungkan oleh sela dan laut, dan
dikelilingi oleh lautan yang luas. Kondisi wilayah yang demikian, mempunyai
konsekwensi logis terhadap lahirnya berbagai suku dengan adat istiadat,
kebiasaan, kebudayaan dan ragam bahasa daerahnya masing-masing. Demikian
pula keadaan dan kekayaan alam dan potensi permasalahan yang satu sama lain
memiliki kekhususan tersendiri. Oleh karena itu, dipandang akan lebih efisien
dan efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh
unit atau perangkat pemerintah yang berada di wilayah masing-masing.
3. Alasan Keterbatasan Pemerintah
Tidak semua urusan pemerintah dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah
pusat, karena keterbatasan kemampuan pemerintah, maka pendelegasian
kewenangan kepada unit pemerintahan di daerah-daerah suatu keniscayaan.
Tidak mungkin pemerintah dapat menangani semua urusan pemerintahan yang
menyangkur\t kepentingan masyarakat yang mendiami ribuan pulau yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke.
4. Alasan Politis dan Psikologis
Ketika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
masa penyusunan, terdapat pandangan yang menonjol pada saat itu adalah
wawasan integralistis, demokratis, dan semangat persatuan dan kesatuan
nasional. Sejarah membuktikan, bahwa sekian lamanya bangsa Indonesia hidup
di bawah pemerintah penjajah, disebabkan faktor utama, yaitu lemahnya
persatuan dan kesatuan bangsa pada waktu itu. Pembentukan dan pembinaan
pemerintahan daerah adalah sarana efektif yang memungkinkan semangat
persatuan dan kesatuan tetap terpelihara dalam ikatan negara kesatuan Republik
Indonesia.
45
Sarundajang, 2000. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
hal. 16.
Negara Republik Indonesia yang menganut paham negara kesatuan, memikul
beban yang berat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat, hal ini mengingat wilayah yang luas, bersifat nusantara, dan
heterogenitas sosial budaya penduduk, maka pilihan menggunakan asas desentralisasi
adalah keniscayaan. Dengan desentralisasi, pemerintah pusat dapat menyerahkan
sebagian urusan atau kekuasaannya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.
Berdasarkan asas desentralisasi yang dianut, dikenalnya adanya pemerintahan daerah
otonom yaitu daerah yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, dilaksanakan asas-asas sebagai
berikut.
1. Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu.
3. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Berdasarkan asas umum pemerintahan tersebut, yang menjadi urusan
pemerintahan daerah meliputi:
1. Bidang legislasi, yakni atas prakarsa sendiri membuat peraturan daerah
dan peraturan kepala daerah.
2. Masalah perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah
daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam
rangka
pendanaan
penyelenggaraan
dekonsentrasi
dan
tugas
pembantuan.
3. Perencanaan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan pusat. Berdasarkan
penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah urusan
yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan pemerintahan yang bersifat wajib
dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan.
Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang menjadi urusan wajib dari pemerintah daerah Provinsi,
yang meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i.
Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk
lintas kabupaten/kota;
j.
Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l.
Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan
oleh kabupaten/kota ; dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perUndangUndangan.
Sedangkan berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
yang menjadi urusan pemerintahan provinsi yang
bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Untuk urusan wajib pemerintah kabupaten/kota terdapat pada Pasal 14 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dimana
telah ditegaskan secara terperinci urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah kabupaten/kota yang meliputi 16 urusan wajib yaitu:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
e. Penanganan bidang kesehatan.
f. Penyelenggaraan pendidikan.
g. Penanggulangan masalah sosial.
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
i.
Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.
j.
Pengendalian lingkungan hidup.
k. Pelayanan pertanahan.
l.
Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
n. Pelayanan administrasi penanaman modal.
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perUndangUndangan.
Sedangkan menurut Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Hal tersebut diperkuat dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah No. 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan
pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar bagi
masyarakat seperti: pendidikan, penataan ruang, kependudukan, tenaga kerja,
administrasi umum, perangkat daerah, administrasi keuangan daerah, pemberdayaan
perempuan dan perlindungan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan desa,
lingkungan hidup, ketahanan pangan, serta pertanahan. Sedangkan urusan pemerintah
yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang dipriotitaskan oleh pemerintah
daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan pengembangan potensi unggulan
yang menjadi kekhasan daerah, seperti: kelautan dan perikanan, pertanian, industri,
kehutanan, sumber daya mineral serta pariwisata.
Kedudukan daerah provinsi maupun kabupaten/kota sebagai daerah otonom
sekaligus sebagai wilayah administrasi dibentuk dengan pertimbangan sebagai
berikut:46
1. Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas daerah
kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan otonomi daerah
yang belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota
3. Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan
dalam kerangka asas dekonsentrasi.
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,
46
kewenangan
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah
khususnya
Dharma Setiawan Salam, 2007, Manajemen Pemerintahan Daerah, Djambatan Edisi
Revisi, Jakarta, hal. 24
kabupaten/kota lebih mengarah pada dimensi regulasi, fasilitasi dan pelayanan publik.
Hal ini sesuai dengan jiwa konsep otonomi daerah itu sendiri yaitu demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah Daerah
yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi
daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan
lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah. Upayaupaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya daerah harus dilaksanakan
secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi sehingga otonomi yang diberikan kepada daerah akan mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
terdapat kembali asas umum penyelenggaraan negara yaitu: asas kepastian hukum,
asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas
efektivitas. Pencantuman kembali asas-asas umum penyelenggaraan negara di dalam
Undang-Undang ini tidak lain ingin mereduksi konsep good governance dalam
kebiajakan desentralisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah. 47
Dalam rangka penyelenggaran pemerintahan daerah sesuai amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah yang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
47
Dharma Setyawan Salam, 2004, Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan
Sumber Daya, Djambatan, Jakarta, hal. 107-110.
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, dan
meningkatkan daya saing daerah.
Secara umum prinsip dasar yang harus dipegang dalam mempersiapkan dan
melaksanakan otonomi daerah adalah: 48
1. Otonomi daerah harus dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan;
2. Pelaksanaan otonomi daerah harus menggunakan tata cara desentralistis,
dengan demikian peran daerah sangat menentukan;
3. Pelaksanaan otonomi daerah harus dimulai dari mendefinisikan
kewenangan, organisasi, personal, dan diikuti dengan keuangan;
4. Adanya perimbangan keuangan baik perimbangan horizontal/antar daerah
maupun perimbangan vertikal/antar pusat dan daerah;
5. Fungsi pemerintah pusat masih sangat vital, baik dalam kewenangan
strategis (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan
fiskal, dan agama) maupun untuk mengatasi ketimpangan antar daerah.
Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar
kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah
otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon
tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena
kewenangan membuat kebijakan sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom,
maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah sangat bergantung pada kemampuan keuangan daerah
untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom.
48
J. Kaloh, 2002, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 92
Negara kesatuan dapat dibedakan kedalam dua bentuk yaitu:
1. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi yaitu, segala sesuatu di dalam
negara itu langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerahdaerah tinggal melaksanakannya.
2. Negara kesatuan dengan sisntem desentralisasi yaitu kepada daerah diberikan
kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah otonom.49
Apabila dilihat didalam Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dengan jelas dapat dikatakan bahwa
Negara Republik Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan dengan
menggunakan asas desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 pelaksanaan desentralisasi antara lain dimaksud untuk mencapai efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pemerintah. Namun demikian maksud desentralisasi juga
merupakan sarana untuk mencapai penyelenggaraan kepentingan setempat dengan
cara tepat dan patut.50
Makna ikatan negara kesatuan maka pemerintahan daerah merupakan bagian
yang tidak dapat dilepaskan dari negara kesatuan baik dalam tindakan maupun
kebijaksanaan yang selalu harus sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh
pemerintahan pusat sebagai penanggung jawab penyelenggara pemerintahan.
Wilayah negara Indonesia yang sangat luas tidak memungkinkan semua
urusan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, maka perlu dibentuk suatu pemerintah
daerah yang menyelenggarakan pemerintah secara langsung berhubungan dengan
masyarakatnya. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah daerah terdapat 2 jenis
pemerintahan, yaitu:
49
Josef Riwu Kaho, 1980, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Rineka
Cipta, Jakarta, hal. 3.
50
Irawan Soejito, 1989, Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia Jilid I, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 75.
1. Pemerintah daerah adminstratif yaitu pemerintah daerah yang
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah pusat di daerah atas perintah
dan petunjuk dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah disini bertugas hanya
sebagai penyelenggara adminstrasi saja. Kepala pemerintahan berkedudukan
sebagai pegawai pemerintah pusat yang ditempatkan di daerah sistem
pemerintahan ini mempergunakan asas dekonsentrasi.
2. Pemerintah daerah otonom yaitu penyelenggaraan urusan rumah tangga
sendiri yang berarti masyarakat/daerah mempunyai wewenang untuk
menyelenggarakan kepentingannya menurut inisiatif dan kebijakan sendiri,
namun tidak menyimpang dari kepentingan pusat. 51
Sebagai indikator untuk mengukur derajat kemandirian daerah untuk dapat
melaksanakan otonomi daerah dapat diukur dari 4 ciri yaitu:
1. Mempunyai aparatur pemerintah sendiri.
2. Mempunyai urusan/wewenang tertentu.
3. Mempunyai wewenang mengelola sumber keuangan sendiri.
4. Mempunyai wewenang kebijaksanaan sendiri. 52
Kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada hakekatnya memberikan
kesempatan yang luas bagi daerah untuk membengun struktur pemerintahan yang
sesuai dengan kebutuhan daerah dan responsif terhadap kepentingan masyarakat luas,
membangun sistem manajemen pemerintahan yang efektif, meningkatkan efisiensi
51
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, CV. Sinar Bakti,
Jakarta, hal. 250.
52
Andi Mustari Pide, 1999, Otonomi daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Gaya
Media Pratama, Jakarta, hal. 123.
pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan transparansi pengambilan kebiajakan
dan akuntabilitas publik.
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya
kesejahteraan
masyarakat
melalui
peningkatan
pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas,
daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berkaitan dengan upaya pengelolaan pemerintahan yang lebih baik atau upaya
mewujudkan good governance, sebagai faktor dominan pendukung keberhasilan
otonomi daerah, minimal ada enam (6) elemen yang menunjukkan bahwa suatu
pemerintahan memenuhi kriteria good governance, yaitu:
1. Competence, artinya bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah harus
dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan kompetensi birokrasi.
Untuk itu, setiap pejabat yang dipilih dan ditunjuk untuk menduduki suatu
jabatan pemerintahan daerah harus benar-benar orang yang memiliki
kompetensi dilihat dari semua aspek penilaian, baik dari segi
pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek-aspek
lainnya.
2. Transparancy, artinya setiap proses pengambilan kebijakan publik dan
pelaksanaan seluruh fungsi pemerintahan harus diimplementasikan dengan
mengacu pada prinsip keterbukaan. Kemudahan akses terhadap informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan
pemerintahan oleh birokrasi daerah merupakan hak yang harus dijunjung
tinggi.
3. Accountability, artinya bahwa setiap tugas dan tanggung jawab pemerintahan
daerah harus diselenggarakan dengan cara yang terbaik dengan pemanfaatan
sumber daya yang efisien demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
di daerah, karena setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan ke hadapan publik maupun didepan hukum.
4. Participation, artinya dengan adanya otonomi daerah, maka magnitude dan
intensitas kegiatan pada masing-masing daerah menjadis edemikian besar.
Apabila hal tersebut dihadapkan pada kemampuan sumber daya masingmasing daerah, maka mau tidak mau harus ada perpaduan antara upaya
pemerintah daerah dengan masyarakat. Dengan demikian pemerintah daerah
harus mampu mendorong prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat
dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan keberhasilan pembangunan daerah.
5. Rule of Law,artinya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus
disandarkan pada hukum dan peraturan perundnag-undangan yang jelas.
Untuk itu perlu dijamin adanya kepastian dan penegakan hukum yang
merupakan prasyarat keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
6. Social Justice, artinya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
implementasinya harus menjamin penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan
bagi setiap anggota masyarakat. Tanpa adanya hal tersebut, masyarakat tidak
akan turut mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah. Penataan
organisasi perangkat daerah pemerintah daerah sebagai bagian dari upaya
reformasi birokrasi juga mengarah pada upaya mewujudkan pemerintahan
yang memenuhi kriteria good governance tersebut.53
Asas umum penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu pedoman
untuk
memaksimalkan
pelayanan
pemerintah
dalam
pelayanan
publik.
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
harus menjadi tolok ukur yang digunakan mengukur seberapa jauh aparat pemerintah
telah menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik sebagaimana menjadiharapan
seluruh bangsa. Khususnya sejauh mana penyelenggara pemerintahan telah
memproduksi barang atau jasa yang diproduksi untuk kepentingan masyarakat secara
efisien, efektif, berkualitas, dan cukup tersedia sehingga setiap orang dapat
53
Kedeputian Kajian Kinerja Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur LAN, hal. 9.
memperolehnya. Demikian pula pemerintah perlu menjamin agar setiap warga negara
dan penduduk memperoleh pelayanan yang diperlukanmya, sebagaimana diatur
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah di Indonesia
adalah dilaksanakannya desentralisasi yang sejalan dengan kedua prinsip lainnya
yaitu dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Desentralisasi memberikan peningkatan
dan kekuatan kemampuan pemerintah daerah di dalam pelaksanaan otonomi yang
bertanggung jawab.
Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 2001 telah membawa
implikasi terhadap kemampuan daerah untuk dapat membiayai daerahnya dalam
upaya memberikan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya
agar lebih baik dengan menggunakan sistem birokrasi pemerintahan yang
desentralisasi.
Sesuai dengan pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan
Daerah disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Kemampuan
daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat tergantung pada
kemampuan pendanaannya.
Menurut Josef Riwu Kaho ada beberapa kelebihan yang dapat diperoleh
dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah atas dasar desentralisasi, antara lain
adalah:
1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
2. Dalam mengahdapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan
tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari
pemerintah pusat.
3. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan
dapat segera dilaksanakan.
4. Dapat diadakan pembedaan (diferensiasi) dan pengkhususan (spesialisasi)
yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi territorial,
dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan atau keperluan dan
keadaan khusus daerah.
5. Dengan adanya desentralisasi territorial, daerah otonom dapat merupakan
semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi negara. Hal-hal yang ternyata baik
dapat diterapkan di seluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik,
dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dpat lebih
mudah untuk ditiadakan.
6. Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
7. Dari segi psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan kepuasan bagi
daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung.
Disamping keuntungan atau kelebihan tersebut, asas desentralisasi juga
mengandung beberapa kelemahan yaitu:
1. Karena besarnya organ-organ pemerintahan, maka struktur pemerintahan
bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi.
2. Keseimbangan dan keserasian antara pemerintahan dapat lebih terganggu.
3. Khususnya mengenai desentralisai territorial, dapat mendorong timbulnya apa
yang disebut daerahisme atau provinsialisme.
4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan
perundingan yang bertele-tele.
5. Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan baiaya yang lebih banyak
dan sulit untuk memeperoleh keseragaman dan kesederhanaan. 54
Menurut Dann Suganda, desentralisasi diperlukan:
1. Karena banyak urusan pemerintahan dilaksanakan oleh daerah-daerah, maka
penyelenggaraannya lebih efektif dan efisien.
2. Dalam rangka demokrasi, desentralisasi lebih mendidik masyarakat untuk ikut
serta dalam masalah-masalah politik pemerintahan.
3. Karena pemerintah daerah lebih berhubungan dengan masyarakat, maka
penyelenggaraan urusan akan dapat lebih disesuaikan dengan aspirasi
masyarakat.
4. Hubungan masyarakat dengan pemerintah akan lebih dekat.
5. Pembangunan di daerah akan lebih banyak mengikutsertakan masyarakat.
6. Tiap daerah akan berlomba membangun daerahnya sehingga pembangunan
nasional akan segera tercapai. 55
Prinsip otonomi daerah menggunakan otonomi seluas-luasnya dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan
diluar yang menjadi urusan pemeritah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sejalan dengan prinsip tersebut
dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip
otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada
dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak
selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benarbenar sejalan dengan tujuan dan maksud pemeberian otonomi, yang pada dasarnya
untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 56
54
Josef Riwu Kaho, 1997, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta, hal. 13-14.
55
Dann Suganda, 1981, Masalah Otonomi serta Hubungannya antara Pemerintah Pusat dan
Daerah di Indonesia, Sinar Baru, Bandung, hal. 3.
56
Nurlan Darise, 2009, Pengelolaan Keuangan Daerah, Indeks, Jakarta, hal.3.
2.2. Eksistensi Perusahaan Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
Pada Negara Indonesia dikenal tiga jenis lembaga bisnis, yaitu swasta, usaha
milik negara, dan koperasi. Pembedaan tersebut didasari atas perbedaan kepemilikan.
Jenis usaha yang biasanya atau kadang-kadang dikelola pemerintah daerah
sangat beraneka ragam. Keterlibatan pemerintah daerah biasanya melalui perusahaanperusahaan.
Perusahaan adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang
perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan) yang dilakukan secara terus
menerus atau teratur, terang-terangan, dan dengan tujuan memperoleh keuntungan
dan atau laba.57
Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh
pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola
perusahaan daerah ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
57
Abdul R. Saliman, dkk, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,
Kencana, Jakarta, hal. 84.
Kehadiran perusahaan daerah di Indonesia mempunyai latar belakang yang
sama dengan BUMN, yakni terkait dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik
Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1957 Presiden Soekarno mengumumkan penyatuan Irian Barat
dengan Indonesia, karena Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) gagal mengeluarkan
resolusi yang menghimbau agar Belanda mau berunding dengan Indonesia untuk
masalah Irian Barat. Penyatuan Irian Barat tersebut menjadi titik awal nasionalisasi
perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia.
Sejak itu, Pemerintah Pusat mendirikan berbagai perusahaan milik Negara
(BUMN). Pemerintah Pusat juga mendorong Pemerintah Swatantra Tk I dan Tk II
pada waktu itu (sekarang setingkat Provinsi dan Kabupaten) untuk mendirikan
perusahaan milik Daerah guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan jumlah produksi (berbagai barang dan jasa) yang waktu itu sangat
dibutuhkan masyarakat. Perkembangan di tingkat Pusat direspons dengan antusias
oleh Pemerintah Daerah Swatantra.
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa Daerah dapat memiliki badan usaha milik daerah sesuai
dengan peraturan perUndang-Undangan dan pembentukannya diatur dengan
Peraturan Daerah, namun ketentuan tersebut tidak memberikan definisi yang jelas
tentang perusahaan daerah, kemudian keberadaan perusahaan daerah ini juga masih
dipertegas dalam perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Pasal 177 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahaan
Daerah menyatakan bahwa :
“Pemerintah
daerah
dapat
memiliki
BUMD
yang
pembentukan,
penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan
Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan”
Dari uraian kedua Pasal tersebut dapat dilihat tidak ada menyatakan
perusahaan daerah, yang dinyatakan adalah istilah BUMD. Perusahaan daerah
merupakan bentuk hukum dari BUMD. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No
3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah pada Pasal 2
dinyatakan bahwa: “bentuk hukum Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa
Perusahaan daerah atau perseroan terbatas”. Badan Usaha Milik Daerah yang bentuk
hukumnya berupa perusahaan daerah, tunduk pada peraturan perUndang-Undangan
yang berlaku yang mengatur perusahaan daerah.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa perusahaan daerah
merupakan bentuk hukum BUMD sehingga pemerintah daerah dapat memiliki
perusahaan daerah yang berpedoman pada peraturan daerah.
Batas dan definisi perusahaan daerah dapat dilihat dalam Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahan Daerah. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5
tahun 1962 menyatakan bahwa:
”Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah
ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini yang
modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah
yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan UndangUndang.”
Ketentuan ini memberikan batasan tentang perusahaan daerah, dinyatakan
bahwa perusahaan daerah merupakan perusahan yang modalnya berasal dari
kekayaan pemerintah daerah yang dipisahkan.
Kemudian Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara menyatakan bahwa Perusahan Daerah adalah badan usaha yang
seluruhnya atau sebahagian modalnya dimiliki oleh Pemda.
Pada konsideran huruf “b” Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 153
Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah Yang Dipisahkan
menyatakan bahwa Perusahan Daerah merupakan badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya berasal dari kekayaan darah yang dipisahkan.
Setiap organisasi dibentuk dengan misi tertentu, atau dalam bahasa
operasionalnya harus mempunyai maksud dan tujuan. Demikian juga dengan
perusahaan daerah, perusahaan daerah dibentuk dengan maksud dan tujuan-tujuan
sebagai berikut:
1. Sebagai aparat perekonomian daerah dalam rangka mengisi otonomi
daerah secara nyata dan bertanggung jawab, perusahaan daerah harus
dapat membantu kelancaran perkembangan dan pembangunan daerah.
2. Sebagai unit perekonomian daerah harus mampu berfungsi sebagai aparat
pengembangan dan pembangunan ekonomi daerah yang secara aktif dan
langsung melakukan usaha-usaha di berbagai sector industry, jasa,
perdagangan, disamping menyelenggarakan usaha pelayanan bagi
masyarakat dan kemanfaatan umum, yang sekaligus sebagai penyedia
lapangan kerja.
3. Sebagai sumber keuangan daerah guna meningkatkan kemampuan dan
kekuatan daerah dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah
dan penyelenggaraan pelayanan umum.
Perusahaan-perusahaan Daerah yang didirikan oleh Daerah pada umumnya
merupakan perusahaan yang tidak mengutamakan mencari keuntungan semata,
melainkan ditujukan kepada terwujudnya fungsi sosial dari perusahaan itu terhadap
Daerah; misalnya dalam bentuk percepatan produksi dan penyaluran barang dan jasa
dan pembukaan lapangan kerja.
Ciri-Ciri perusahaan daerah adalah:
1. Didirikan berdasarkan peraturan daerah.
2. Dipimpin oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah
atas pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Masa jabatan direksi selama 4 tahun.
4. Bertujuan
memupuk
pendapatan
asli
daerah
untuk
membiayai
pembangunan daerah.
Memasuki tahun 1960-an, Pemerintah Pusat melihat indikasi bahwa kegiatan
ekonomi (bisnis) yang dilakukan di Daerah kurang tertata dan kurang jelas kaitan dan
kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Karena itu, dilakukan penataan
kembali, baik statusnya maupun organisasinya. Sejalan dengan itu, diterbitkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) No.I/MPRS/1960.
Dalam Ketetapan tersebut antara lain disebutkan bahwa dalam rangka pemberian
otonomi yang riil dan luas kepada Daerah-daerah dengan mengingat kemampuan
Daerah masing-masing, dipandang perlu untuk menetapkan dasar-dasar untuk
mendirikan Perusahaan Daerah.
Prinsip desentralisasi dalam pemerintahan sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar waktu itu, menghendaki agar Daerah Swatantra dapat
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Untuk
dapat melaksanakan maksud tersebut, maka diperlukan adanya sumber-sumber
keuangan yang memberikan cukup kemampuan dan kekuatan kepada Daerah
Swatantra. Hasil Perusahaan Daerah adalah salah satu pendapatan pokok di Daerah.
Berhubung dengan itu, maka selain perusahaan yang mengutamakan kemanfaatan
umum, dapat pula didirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah
penghasilan Daerah, sekaligus untuk mempertinggi produksi.
Keterlibatan pemerintah daerah dalam badan usaha komersil sering kali
dipandang sebagai sebuah nilai dan sumber pendapatan bagi daerah untuk
memperoleh laba yang besar, yang secara tidak langsung untuk mengurangi
ketergantungan mereka pada bantuan dari pemerintah pusat.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perusahaan-perusahaan daerah
haruslah dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Walaupun perusahaan daerah ditujukan untuk menambah pemasukan bagi daerah
atau sebagai salah satu sumber keuangan daerah, akan tetapi perusahaan daerah
haruslah juga mempunyai fungsi sosial, disamping mencari keuntungan.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah yang memberikan kesempatan
seluas luasnya kepada pemerintah daerah untuk mencari sumber-sumber penghasilan
bagi peningkatan pendapatan asli daerah sebagai salah satu modal pembangunan
daerahnya, dengan demikian daerah dipacu untuk melakukan pemanfaat sumber daya
yang dimiliki secara maksimal.
Pendirian perusahaan daerah oleh pemerintah daerah merupakan salah satu
cara untuk memenuhi pendapatan asli daerah, pendirian ini merupakan upaya
pemerintah daerah untuk menambah sumber pendapatan daerah dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, sebagai mana yang diatur didalam
Pasal 157 huruf “a” angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Pendirian perusahaan daerah tentunya tidak boleh mengganggu keseimbangan
keuangan daerah, misalnya sebagian atau seluruh keuangan daerah digunakan untuk
modal perusahaan tersebut, sehingga selama perusahaan tersebut belum memberikan
hasil, daerah tersebut akan mengalami kesukaran keuangan. Oleh karena itu, modal
pokok untuk mendirikan perusahaan daerah haruslah diperoleh dengan jalan
mengadakan pinjaman, yang akan dibayar kembali secara berangsur-angsur, sehingga
keseimbangan keuangan daerah tidak akan terganggu.58
Tujuan pendirian dari perusahaan daerah adalah sebagai barikut:
1. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas
negara.
2. Mengejar dan mencari keuntungan.
3. Pemenuhan hajat hidup orang banyak.
58
Josef Riwu Kaho, 1982, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Bina
Aksara, Jakarta, hal. 119.
4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha.
5. Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah.
Salah satu sumber penerimaan daerah yang amat potensial dan menjanjikan
bagi daerah dalam usaha meningkatkan sumber pendapatan asli daerahnya adalah
berasal dari sektor hasil perusahaan milik daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah
melalui perusahaan-perusahaan daerah miliknya dapat melakukan aktivitas usaha
mereka untuk mencari profit (laba) seperti layaknya perusahaan-perusahaan swasta
dalam berbagai bentuk badan hukum seperti Perseroan, Perseroan Terbatas, CV,
Koperasi, Yayasan, dan lain-lain.
Keberadaan perusahaan daerah pada dasarnya merupakan kegiatan atau usaha
daerah untuk meningkatkan sumber pendapatannya, disamping dari hasil pajak dan
retribusi daerah yang dinilai kurang memadai member pemasukan yang maksimal
kepada kas daerah. Dikatakan demikian mengingat kedudukan pajak dan retribusi
daerah yang bersifat khas lebih banyak dikuasai pemerintah pusat.
Menurut Greytak ada tiga kiat dalam memilih bidang usaha yang dapat
membantu mengembangkan perusahaan daerah, yaitu pertama tenaga pelaksana dan
pembukuan harus dipisahkan agar layanan dapat diberikan lebih efisien, harus ada
pemisahan antara pembuat kebijaksanaan (eksekutif) dengan bagian keuanganagar
menghasilkan pelayanan yang efisien. Eksekutif diberikan keleluasaan membuat
kebijakan penentuan harga, produksi dan pegawai dan sebagainya sehingga mereka
memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Kedua, produk yang dihasilkan harus laku
dijual, berkualitas baik dan bermanfaat sebagai private good. Ketiga, harus ada
kemungkinan untuk menebus seluruh biaya yang telah dikeluarkan dengan cara
menetapkan harga barang yang bersangkutan dalam kaitan dengan biaya, cara
menetapkan harga harus didasarkan pada hubungan antara biaya produk dengan harga
jual kepada konsumen perorangan. Dengan demikian perusahaan daerah minimal
memiliki kondisi break even dan selanjutnya memperoleh keuntungan.59
Banyak contoh perusahaan daerah yang berhasil, tetapi pada umumnya
perusahaan daerah bukan menjadi sumber utama penerimaan daerah. Ada berbagai
kemungkinan perusahaan daerah tidak berhasil, yaitu jenis layanan dari perusahaan
daerah mungkin tidak cocok untuk dikelola sebagai perusahaan; kegiatan itu sendiri
memang sifatnya tidak dapat dikelola sebagai usaha niaga atau pasar setempat terlalu
kecil yang membuat pihak swasta tidak terjun menyediakan jasa layanan yang
bersangkutan, susunan perusahaan daerah itu mungkin mengakibatkan satuan-satuan
biaya makin tinggi, dibandingkan dengan biaya menyediakan layanan itu dari dalam
bagian tubuh pemerintah daerah, akibat harus ada organisasi terpisah dengan
pengurus yang dibayar tinggi; tenaga pelaksananya yang kurang cakap, mungkin
karena tidak atau kurang berpengalaman dalam bidang pelayanan dan mereka
mengetahui bahwa pemerintah akan menutupi kerugian-kerugian yang diderita
perusahaan bersangkutan; kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai
perusahaan; dan ada campur tangan politik dalam kegiatan sehari-hari perusahaan
daerah, termasuk seringnya terjadi perubahan-perubahan pada tujuan yang hendak
dicapai.
Bachrul Elmi menyampaikan beberapa hal yang menjadi penyebab kurang
berhasilnya perusahaan daerah memberi kontribusi terhadap pendapatan asli daerah: 60
59
Nick Devas, 1989, Sumber Penerimaan Daerah: Retribusi dan Laba Badan Usaha Milik
Daerah dalam Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, UIPress, Jakarta, hal. 111-112.
60
Bachrul Elmi, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, UIPress, Jakarta, hal.
52.
a. Kurang tegasnya dalam menetapkan visi, misi dan objektif perusahaan,
sehingga secara tepat sasaran dapat dipilih jenis usaha yang
mengunungkan pada skala usaha yang sesuai (economics scale).
b. Kualitas sumber daya manusia yang rendah, rekrutment dan penempatan
pegawai yang tidak benar, ada campur tangan birokrat daerah dengan
urusan bisnis perusahaan daerah telah menyebabkan biaya tinggi atau
efisiensi, sehingga perusahaan lebih sering merugi.
Selaku pemeran roda perekonomian, perusahaan daerah juga dihadapkan pada
masalah dan tantangan yang sama dengan para pelaku perekonomian lainnya, yaitu
intervensi dan keterlibatan langsung dari pemerintah dari pemerintah daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat daerah serta keterbatasan gerak direksi dalam
pengambilan keputusan, misalnya dalam masalah tarif pada pelayanan air bersih oleh
Perusahaan Daerah Air Minum.
Untuk berbagai jenis perusahaan daerah beberapa masalah yang kerap
dihadapi antara lain: (1) permodalan, (2) tarif, (3) peralatan, dan (4) sumber daya
manusia. Masalah-masalah ini dijumpai secara bersama-sama dalam satu perusahaan
daerah atau hanya salah satu darinya.
Landasan bagi pendirian perusahaan daerah sampai saat ini masih bertumpu
pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962. Sekalipun Undang-Undang ini telah
dinyatakan tidak berlaku melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, tetapi
menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 dinyatakan tidak berlaku
setelah Undang-Undang penggantinya dikeluarkan, dan hingga saat ini Undang-
Undang yang dimaksud belum juga ada. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1962 masih tetap berlaku.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah,
menegaskan sifat perusahaan daerah sebagai berikut:
1. Perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat:
a. Memberi jasa;
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum;
c. Memupuk pendapatan;
2. Tujuan perusahaan daerah adalah turut serta melaksanakan pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya untuk
memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan
ketentraman serta ketenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat
adil dan makmur.
Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa pendirian perusahaan daerah oleh
pemerintah daerah mempunyai fungsi dan peranan ganda, yaitu melaksanakan fungsi
perekonomian pada umumnya tanpa meninggalkan fungsi sosialnya. Hal ini pula
yang membedakannya dengan kehadiran perusahaan-perusahaan swasta yang hanya
mementingkan fungsi perekonomian dengan mengutamakan pencarian keuntungan
yang setinggi-tingginya.
Pada Pasal 173 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dinyatakan bahwa pemerintah daerah dapat menanamkan modalnya pada
badan usaha milik daerah. Secara detail dinyatakan bahwa:
1. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan
Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.
2. Penyertaan modal sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) dapat ditambah,
dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan
usaha milik daerah.
3. Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perUndang-Undangan.
Pada Pasal 177 disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat memiliki badan
usaha milik daerah yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan,
dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada
peraturan perUndang-Undangan.
Perusahaan daerah dalam menjalankan tugasnya dipimpin oleh suatu direksi
yang jumlah anggota dan susunannya ditetapkan dalam peraturan pendiriannya.
Anggota direksi pada perusahaan daerah adalah warga Negara Indonesia yang
diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah setelah mendengar pertimbangan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari daerah yang mendirikan perusahaan daerah.
Anggota direksi berhenti karena meninggal dunia, atau dapat diberhentikan
oleh kepala daerah yang mengangkatnya, hal ini disebabkan karena:
1. Permintaan sendiri dari anggota direksi
2. Berakhirnya masa jabatannya sebagai anggota direksi.
3. Melakukan tindakan yang merugikan perusahaan daerah.
4. Melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan daerah
maupun kepentingan Negara.
Para anggota direksi pada perusahaan daerah tidak diperbolehkan ada
hubungan saudara sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis
kesamping termasuk menantu dan ipar, kecuali jika untuk kepentingan perusahaan
diizinkan oleh kepala daerah atau pemegang saham atau saham prioritet.
Semua pegawai perusahaan daerah termasuk anggota direksi dalam
menjalankan tugasnya berada dibawah pengawasan kepala daerah atau pemegang
saham atau saham prioritet atau badan yang ditunjuknya. Apabila semua pegawai
termasuk anggota direksi melakukan suatu kesalahan atau kerugian maka wajib untuk
melaksanakan tanggung jawabakibat dari kerugian yang ditimbulkan terhadap
perusahaan daerah.
Modal dalam pendirian perusahaan daerah terdiri dari untuk seluruhnya atau
sebagian dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Modal perusahaan daerah yang
untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan satu daerah yang dipisahkan tidak terdiri atas
saham-saham, sedangkan modal perusahaan daerah yang terdiri dari kekayaan
beberapa daerah yang dipisahkan maka modal perusahaan terdiri atas saham-saham.
Saham-saham perusahaan daerah terdiri atas saham-saham prioritet dan
saham-saham biasa. Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki oleh daerah
sedangkan saham-saham biasa dapat dimiliki oleh daerah, warga Negara Indonesia,
dan/atau badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan
yang pesertanya terdiri dari warga Negara Indonesia.
Pembubaran perusahaan daerah dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan
dengan Peraturan Daerah dari daerah yang mendirikan perusahaan daerah dan yang
berlaku setelah mendapatkan pengesahan instansi atasan. Semua kekayaan
perusahaan daerah setelah diadakan likuidasi dibagi menurut perimbangan nilai
nominal saham-saham. Pertanggungjawaban likuidasi dilakukan oleh kepala daerah
yang mendirikan perusahaan daerah. Dalam hal likuidasi, daerah bertanggung jawab
atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga apabila kerugian itu disebabkan oleh
karena neraca dan perhitungan laba-rugi yang telah disahkan tidak menggambarkan
keadaan perusahaan yang sebenarnya.
Download