BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. Otonomi daerah memberi keleluasaan kepada daerah mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara khusus pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Undang-Undang ini diberikan definisi mengenai pemerintahan daerah sebagai berikut. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bagi negara Indonesia, terdapat beberapa alasan mengenai perlu atau pentingnya pemerintahan daerah, yaitu alasan sejarah, alasan situasi dan kondisi wilayah, alasan keterbatasan pemerintah, dan alasan politis dan psikologis: 45 1. Alasan sejarah Secara historis, ekssistensi pemerintahan daerah telah dikenal sejak masa pemerintahan kerajaan-kerajaan nenek moyang dahulu, sampai pada sistem pemerintahan yang diberlakukan oleh pemerintah penjajah. 2. Alasan Situasi dan Kondisi Wilayah Secara geografis, Indonesia merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, satu sama lain dihubungkan oleh sela dan laut, dan dikelilingi oleh lautan yang luas. Kondisi wilayah yang demikian, mempunyai konsekwensi logis terhadap lahirnya berbagai suku dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan dan ragam bahasa daerahnya masing-masing. Demikian pula keadaan dan kekayaan alam dan potensi permasalahan yang satu sama lain memiliki kekhususan tersendiri. Oleh karena itu, dipandang akan lebih efisien dan efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh unit atau perangkat pemerintah yang berada di wilayah masing-masing. 3. Alasan Keterbatasan Pemerintah Tidak semua urusan pemerintah dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat, karena keterbatasan kemampuan pemerintah, maka pendelegasian kewenangan kepada unit pemerintahan di daerah-daerah suatu keniscayaan. Tidak mungkin pemerintah dapat menangani semua urusan pemerintahan yang menyangkur\t kepentingan masyarakat yang mendiami ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. 4. Alasan Politis dan Psikologis Ketika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam masa penyusunan, terdapat pandangan yang menonjol pada saat itu adalah wawasan integralistis, demokratis, dan semangat persatuan dan kesatuan nasional. Sejarah membuktikan, bahwa sekian lamanya bangsa Indonesia hidup di bawah pemerintah penjajah, disebabkan faktor utama, yaitu lemahnya persatuan dan kesatuan bangsa pada waktu itu. Pembentukan dan pembinaan pemerintahan daerah adalah sarana efektif yang memungkinkan semangat persatuan dan kesatuan tetap terpelihara dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. 45 Sarundajang, 2000. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 16. Negara Republik Indonesia yang menganut paham negara kesatuan, memikul beban yang berat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, hal ini mengingat wilayah yang luas, bersifat nusantara, dan heterogenitas sosial budaya penduduk, maka pilihan menggunakan asas desentralisasi adalah keniscayaan. Dengan desentralisasi, pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusan atau kekuasaannya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Berdasarkan asas desentralisasi yang dianut, dikenalnya adanya pemerintahan daerah otonom yaitu daerah yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, dilaksanakan asas-asas sebagai berikut. 1. Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 3. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Berdasarkan asas umum pemerintahan tersebut, yang menjadi urusan pemerintahan daerah meliputi: 1. Bidang legislasi, yakni atas prakarsa sendiri membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. 2. Masalah perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 3. Perencanaan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan pusat. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi urusan wajib dari pemerintah daerah Provinsi, yang meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perUndangUndangan. Sedangkan berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Untuk urusan wajib pemerintah kabupaten/kota terdapat pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dimana telah ditegaskan secara terperinci urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yang meliputi 16 urusan wajib yaitu: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan. b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. d. Penyediaan sarana dan prasarana umum. e. Penanganan bidang kesehatan. f. Penyelenggaraan pendidikan. g. Penanggulangan masalah sosial. h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan. i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. j. Pengendalian lingkungan hidup. k. Pelayanan pertanahan. l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil. m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. Pelayanan administrasi penanaman modal. o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya. p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perUndangUndangan. Sedangkan menurut Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Hal tersebut diperkuat dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar bagi masyarakat seperti: pendidikan, penataan ruang, kependudukan, tenaga kerja, administrasi umum, perangkat daerah, administrasi keuangan daerah, pemberdayaan perempuan dan perlindungan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan desa, lingkungan hidup, ketahanan pangan, serta pertanahan. Sedangkan urusan pemerintah yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang dipriotitaskan oleh pemerintah daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan pengembangan potensi unggulan yang menjadi kekhasan daerah, seperti: kelautan dan perikanan, pertanian, industri, kehutanan, sumber daya mineral serta pariwisata. Kedudukan daerah provinsi maupun kabupaten/kota sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah administrasi dibentuk dengan pertimbangan sebagai berikut:46 1. Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas daerah kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan otonomi daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota 3. Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam kerangka asas dekonsentrasi. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 46 kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya Dharma Setiawan Salam, 2007, Manajemen Pemerintahan Daerah, Djambatan Edisi Revisi, Jakarta, hal. 24 kabupaten/kota lebih mengarah pada dimensi regulasi, fasilitasi dan pelayanan publik. Hal ini sesuai dengan jiwa konsep otonomi daerah itu sendiri yaitu demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah Daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah. Upayaupaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya daerah harus dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga otonomi yang diberikan kepada daerah akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat kembali asas umum penyelenggaraan negara yaitu: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektivitas. Pencantuman kembali asas-asas umum penyelenggaraan negara di dalam Undang-Undang ini tidak lain ingin mereduksi konsep good governance dalam kebiajakan desentralisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah. 47 Dalam rangka penyelenggaran pemerintahan daerah sesuai amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat 47 Dharma Setyawan Salam, 2004, Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya, Djambatan, Jakarta, hal. 107-110. melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Secara umum prinsip dasar yang harus dipegang dalam mempersiapkan dan melaksanakan otonomi daerah adalah: 48 1. Otonomi daerah harus dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan; 2. Pelaksanaan otonomi daerah harus menggunakan tata cara desentralistis, dengan demikian peran daerah sangat menentukan; 3. Pelaksanaan otonomi daerah harus dimulai dari mendefinisikan kewenangan, organisasi, personal, dan diikuti dengan keuangan; 4. Adanya perimbangan keuangan baik perimbangan horizontal/antar daerah maupun perimbangan vertikal/antar pusat dan daerah; 5. Fungsi pemerintah pusat masih sangat vital, baik dalam kewenangan strategis (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama) maupun untuk mengatasi ketimpangan antar daerah. Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat bergantung pada kemampuan keuangan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. 48 J. Kaloh, 2002, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 92 Negara kesatuan dapat dibedakan kedalam dua bentuk yaitu: 1. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi yaitu, segala sesuatu di dalam negara itu langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerahdaerah tinggal melaksanakannya. 2. Negara kesatuan dengan sisntem desentralisasi yaitu kepada daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah otonom.49 Apabila dilihat didalam Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dengan jelas dapat dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan dengan menggunakan asas desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan desentralisasi antara lain dimaksud untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah. Namun demikian maksud desentralisasi juga merupakan sarana untuk mencapai penyelenggaraan kepentingan setempat dengan cara tepat dan patut.50 Makna ikatan negara kesatuan maka pemerintahan daerah merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari negara kesatuan baik dalam tindakan maupun kebijaksanaan yang selalu harus sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh pemerintahan pusat sebagai penanggung jawab penyelenggara pemerintahan. Wilayah negara Indonesia yang sangat luas tidak memungkinkan semua urusan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, maka perlu dibentuk suatu pemerintah daerah yang menyelenggarakan pemerintah secara langsung berhubungan dengan masyarakatnya. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah daerah terdapat 2 jenis pemerintahan, yaitu: 49 Josef Riwu Kaho, 1980, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 3. 50 Irawan Soejito, 1989, Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia Jilid I, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 75. 1. Pemerintah daerah adminstratif yaitu pemerintah daerah yang menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah pusat di daerah atas perintah dan petunjuk dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah disini bertugas hanya sebagai penyelenggara adminstrasi saja. Kepala pemerintahan berkedudukan sebagai pegawai pemerintah pusat yang ditempatkan di daerah sistem pemerintahan ini mempergunakan asas dekonsentrasi. 2. Pemerintah daerah otonom yaitu penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri yang berarti masyarakat/daerah mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan kepentingannya menurut inisiatif dan kebijakan sendiri, namun tidak menyimpang dari kepentingan pusat. 51 Sebagai indikator untuk mengukur derajat kemandirian daerah untuk dapat melaksanakan otonomi daerah dapat diukur dari 4 ciri yaitu: 1. Mempunyai aparatur pemerintah sendiri. 2. Mempunyai urusan/wewenang tertentu. 3. Mempunyai wewenang mengelola sumber keuangan sendiri. 4. Mempunyai wewenang kebijaksanaan sendiri. 52 Kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada hakekatnya memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk membengun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, membangun sistem manajemen pemerintahan yang efektif, meningkatkan efisiensi 51 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, CV. Sinar Bakti, Jakarta, hal. 250. 52 Andi Mustari Pide, 1999, Otonomi daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Gaya Media Pratama, Jakarta, hal. 123. pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan transparansi pengambilan kebiajakan dan akuntabilitas publik. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan upaya pengelolaan pemerintahan yang lebih baik atau upaya mewujudkan good governance, sebagai faktor dominan pendukung keberhasilan otonomi daerah, minimal ada enam (6) elemen yang menunjukkan bahwa suatu pemerintahan memenuhi kriteria good governance, yaitu: 1. Competence, artinya bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah harus dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan kompetensi birokrasi. Untuk itu, setiap pejabat yang dipilih dan ditunjuk untuk menduduki suatu jabatan pemerintahan daerah harus benar-benar orang yang memiliki kompetensi dilihat dari semua aspek penilaian, baik dari segi pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek-aspek lainnya. 2. Transparancy, artinya setiap proses pengambilan kebijakan publik dan pelaksanaan seluruh fungsi pemerintahan harus diimplementasikan dengan mengacu pada prinsip keterbukaan. Kemudahan akses terhadap informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan pemerintahan oleh birokrasi daerah merupakan hak yang harus dijunjung tinggi. 3. Accountability, artinya bahwa setiap tugas dan tanggung jawab pemerintahan daerah harus diselenggarakan dengan cara yang terbaik dengan pemanfaatan sumber daya yang efisien demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, karena setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan ke hadapan publik maupun didepan hukum. 4. Participation, artinya dengan adanya otonomi daerah, maka magnitude dan intensitas kegiatan pada masing-masing daerah menjadis edemikian besar. Apabila hal tersebut dihadapkan pada kemampuan sumber daya masingmasing daerah, maka mau tidak mau harus ada perpaduan antara upaya pemerintah daerah dengan masyarakat. Dengan demikian pemerintah daerah harus mampu mendorong prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan keberhasilan pembangunan daerah. 5. Rule of Law,artinya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus disandarkan pada hukum dan peraturan perundnag-undangan yang jelas. Untuk itu perlu dijamin adanya kepastian dan penegakan hukum yang merupakan prasyarat keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 6. Social Justice, artinya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam implementasinya harus menjamin penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi setiap anggota masyarakat. Tanpa adanya hal tersebut, masyarakat tidak akan turut mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah. Penataan organisasi perangkat daerah pemerintah daerah sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi juga mengarah pada upaya mewujudkan pemerintahan yang memenuhi kriteria good governance tersebut.53 Asas umum penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu pedoman untuk memaksimalkan pelayanan pemerintah dalam pelayanan publik. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme harus menjadi tolok ukur yang digunakan mengukur seberapa jauh aparat pemerintah telah menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik sebagaimana menjadiharapan seluruh bangsa. Khususnya sejauh mana penyelenggara pemerintahan telah memproduksi barang atau jasa yang diproduksi untuk kepentingan masyarakat secara efisien, efektif, berkualitas, dan cukup tersedia sehingga setiap orang dapat 53 Kedeputian Kajian Kinerja Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur LAN, hal. 9. memperolehnya. Demikian pula pemerintah perlu menjamin agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh pelayanan yang diperlukanmya, sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah di Indonesia adalah dilaksanakannya desentralisasi yang sejalan dengan kedua prinsip lainnya yaitu dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Desentralisasi memberikan peningkatan dan kekuatan kemampuan pemerintah daerah di dalam pelaksanaan otonomi yang bertanggung jawab. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 2001 telah membawa implikasi terhadap kemampuan daerah untuk dapat membiayai daerahnya dalam upaya memberikan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya agar lebih baik dengan menggunakan sistem birokrasi pemerintahan yang desentralisasi. Sesuai dengan pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat tergantung pada kemampuan pendanaannya. Menurut Josef Riwu Kaho ada beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah atas dasar desentralisasi, antara lain adalah: 1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan. 2. Dalam mengahdapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat. 3. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan. 4. Dapat diadakan pembedaan (diferensiasi) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi territorial, dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan atau keperluan dan keadaan khusus daerah. 5. Dengan adanya desentralisasi territorial, daerah otonom dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi negara. Hal-hal yang ternyata baik dapat diterapkan di seluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik, dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dpat lebih mudah untuk ditiadakan. 6. Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat. 7. Dari segi psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan kepuasan bagi daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung. Disamping keuntungan atau kelebihan tersebut, asas desentralisasi juga mengandung beberapa kelemahan yaitu: 1. Karena besarnya organ-organ pemerintahan, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi. 2. Keseimbangan dan keserasian antara pemerintahan dapat lebih terganggu. 3. Khususnya mengenai desentralisai territorial, dapat mendorong timbulnya apa yang disebut daerahisme atau provinsialisme. 4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan perundingan yang bertele-tele. 5. Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan baiaya yang lebih banyak dan sulit untuk memeperoleh keseragaman dan kesederhanaan. 54 Menurut Dann Suganda, desentralisasi diperlukan: 1. Karena banyak urusan pemerintahan dilaksanakan oleh daerah-daerah, maka penyelenggaraannya lebih efektif dan efisien. 2. Dalam rangka demokrasi, desentralisasi lebih mendidik masyarakat untuk ikut serta dalam masalah-masalah politik pemerintahan. 3. Karena pemerintah daerah lebih berhubungan dengan masyarakat, maka penyelenggaraan urusan akan dapat lebih disesuaikan dengan aspirasi masyarakat. 4. Hubungan masyarakat dengan pemerintah akan lebih dekat. 5. Pembangunan di daerah akan lebih banyak mengikutsertakan masyarakat. 6. Tiap daerah akan berlomba membangun daerahnya sehingga pembangunan nasional akan segera tercapai. 55 Prinsip otonomi daerah menggunakan otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemeritah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benarbenar sejalan dengan tujuan dan maksud pemeberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 56 54 Josef Riwu Kaho, 1997, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 13-14. 55 Dann Suganda, 1981, Masalah Otonomi serta Hubungannya antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Sinar Baru, Bandung, hal. 3. 56 Nurlan Darise, 2009, Pengelolaan Keuangan Daerah, Indeks, Jakarta, hal.3. 2.2. Eksistensi Perusahaan Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pada Negara Indonesia dikenal tiga jenis lembaga bisnis, yaitu swasta, usaha milik negara, dan koperasi. Pembedaan tersebut didasari atas perbedaan kepemilikan. Jenis usaha yang biasanya atau kadang-kadang dikelola pemerintah daerah sangat beraneka ragam. Keterlibatan pemerintah daerah biasanya melalui perusahaanperusahaan. Perusahaan adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan) yang dilakukan secara terus menerus atau teratur, terang-terangan, dan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.57 Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola perusahaan daerah ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. 57 Abdul R. Saliman, dkk, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, Kencana, Jakarta, hal. 84. Kehadiran perusahaan daerah di Indonesia mempunyai latar belakang yang sama dengan BUMN, yakni terkait dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia. Pada tahun 1957 Presiden Soekarno mengumumkan penyatuan Irian Barat dengan Indonesia, karena Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) gagal mengeluarkan resolusi yang menghimbau agar Belanda mau berunding dengan Indonesia untuk masalah Irian Barat. Penyatuan Irian Barat tersebut menjadi titik awal nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia. Sejak itu, Pemerintah Pusat mendirikan berbagai perusahaan milik Negara (BUMN). Pemerintah Pusat juga mendorong Pemerintah Swatantra Tk I dan Tk II pada waktu itu (sekarang setingkat Provinsi dan Kabupaten) untuk mendirikan perusahaan milik Daerah guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah produksi (berbagai barang dan jasa) yang waktu itu sangat dibutuhkan masyarakat. Perkembangan di tingkat Pusat direspons dengan antusias oleh Pemerintah Daerah Swatantra. Pasal 84 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Daerah dapat memiliki badan usaha milik daerah sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah, namun ketentuan tersebut tidak memberikan definisi yang jelas tentang perusahaan daerah, kemudian keberadaan perusahaan daerah ini juga masih dipertegas dalam perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 177 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahaan Daerah menyatakan bahwa : “Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan” Dari uraian kedua Pasal tersebut dapat dilihat tidak ada menyatakan perusahaan daerah, yang dinyatakan adalah istilah BUMD. Perusahaan daerah merupakan bentuk hukum dari BUMD. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah pada Pasal 2 dinyatakan bahwa: “bentuk hukum Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa Perusahaan daerah atau perseroan terbatas”. Badan Usaha Milik Daerah yang bentuk hukumnya berupa perusahaan daerah, tunduk pada peraturan perUndang-Undangan yang berlaku yang mengatur perusahaan daerah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa perusahaan daerah merupakan bentuk hukum BUMD sehingga pemerintah daerah dapat memiliki perusahaan daerah yang berpedoman pada peraturan daerah. Batas dan definisi perusahaan daerah dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahan Daerah. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 menyatakan bahwa: ”Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan UndangUndang.” Ketentuan ini memberikan batasan tentang perusahaan daerah, dinyatakan bahwa perusahaan daerah merupakan perusahan yang modalnya berasal dari kekayaan pemerintah daerah yang dipisahkan. Kemudian Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Perusahan Daerah adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebahagian modalnya dimiliki oleh Pemda. Pada konsideran huruf “b” Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah Yang Dipisahkan menyatakan bahwa Perusahan Daerah merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari kekayaan darah yang dipisahkan. Setiap organisasi dibentuk dengan misi tertentu, atau dalam bahasa operasionalnya harus mempunyai maksud dan tujuan. Demikian juga dengan perusahaan daerah, perusahaan daerah dibentuk dengan maksud dan tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Sebagai aparat perekonomian daerah dalam rangka mengisi otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab, perusahaan daerah harus dapat membantu kelancaran perkembangan dan pembangunan daerah. 2. Sebagai unit perekonomian daerah harus mampu berfungsi sebagai aparat pengembangan dan pembangunan ekonomi daerah yang secara aktif dan langsung melakukan usaha-usaha di berbagai sector industry, jasa, perdagangan, disamping menyelenggarakan usaha pelayanan bagi masyarakat dan kemanfaatan umum, yang sekaligus sebagai penyedia lapangan kerja. 3. Sebagai sumber keuangan daerah guna meningkatkan kemampuan dan kekuatan daerah dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah dan penyelenggaraan pelayanan umum. Perusahaan-perusahaan Daerah yang didirikan oleh Daerah pada umumnya merupakan perusahaan yang tidak mengutamakan mencari keuntungan semata, melainkan ditujukan kepada terwujudnya fungsi sosial dari perusahaan itu terhadap Daerah; misalnya dalam bentuk percepatan produksi dan penyaluran barang dan jasa dan pembukaan lapangan kerja. Ciri-Ciri perusahaan daerah adalah: 1. Didirikan berdasarkan peraturan daerah. 2. Dipimpin oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah atas pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Masa jabatan direksi selama 4 tahun. 4. Bertujuan memupuk pendapatan asli daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Memasuki tahun 1960-an, Pemerintah Pusat melihat indikasi bahwa kegiatan ekonomi (bisnis) yang dilakukan di Daerah kurang tertata dan kurang jelas kaitan dan kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Karena itu, dilakukan penataan kembali, baik statusnya maupun organisasinya. Sejalan dengan itu, diterbitkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) No.I/MPRS/1960. Dalam Ketetapan tersebut antara lain disebutkan bahwa dalam rangka pemberian otonomi yang riil dan luas kepada Daerah-daerah dengan mengingat kemampuan Daerah masing-masing, dipandang perlu untuk menetapkan dasar-dasar untuk mendirikan Perusahaan Daerah. Prinsip desentralisasi dalam pemerintahan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar waktu itu, menghendaki agar Daerah Swatantra dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Untuk dapat melaksanakan maksud tersebut, maka diperlukan adanya sumber-sumber keuangan yang memberikan cukup kemampuan dan kekuatan kepada Daerah Swatantra. Hasil Perusahaan Daerah adalah salah satu pendapatan pokok di Daerah. Berhubung dengan itu, maka selain perusahaan yang mengutamakan kemanfaatan umum, dapat pula didirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan Daerah, sekaligus untuk mempertinggi produksi. Keterlibatan pemerintah daerah dalam badan usaha komersil sering kali dipandang sebagai sebuah nilai dan sumber pendapatan bagi daerah untuk memperoleh laba yang besar, yang secara tidak langsung untuk mengurangi ketergantungan mereka pada bantuan dari pemerintah pusat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perusahaan-perusahaan daerah haruslah dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Walaupun perusahaan daerah ditujukan untuk menambah pemasukan bagi daerah atau sebagai salah satu sumber keuangan daerah, akan tetapi perusahaan daerah haruslah juga mempunyai fungsi sosial, disamping mencari keuntungan. Sejalan dengan semangat otonomi daerah yang memberikan kesempatan seluas luasnya kepada pemerintah daerah untuk mencari sumber-sumber penghasilan bagi peningkatan pendapatan asli daerah sebagai salah satu modal pembangunan daerahnya, dengan demikian daerah dipacu untuk melakukan pemanfaat sumber daya yang dimiliki secara maksimal. Pendirian perusahaan daerah oleh pemerintah daerah merupakan salah satu cara untuk memenuhi pendapatan asli daerah, pendirian ini merupakan upaya pemerintah daerah untuk menambah sumber pendapatan daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, sebagai mana yang diatur didalam Pasal 157 huruf “a” angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pendirian perusahaan daerah tentunya tidak boleh mengganggu keseimbangan keuangan daerah, misalnya sebagian atau seluruh keuangan daerah digunakan untuk modal perusahaan tersebut, sehingga selama perusahaan tersebut belum memberikan hasil, daerah tersebut akan mengalami kesukaran keuangan. Oleh karena itu, modal pokok untuk mendirikan perusahaan daerah haruslah diperoleh dengan jalan mengadakan pinjaman, yang akan dibayar kembali secara berangsur-angsur, sehingga keseimbangan keuangan daerah tidak akan terganggu.58 Tujuan pendirian dari perusahaan daerah adalah sebagai barikut: 1. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara. 2. Mengejar dan mencari keuntungan. 3. Pemenuhan hajat hidup orang banyak. 58 Josef Riwu Kaho, 1982, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hal. 119. 4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha. 5. Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah. Salah satu sumber penerimaan daerah yang amat potensial dan menjanjikan bagi daerah dalam usaha meningkatkan sumber pendapatan asli daerahnya adalah berasal dari sektor hasil perusahaan milik daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah melalui perusahaan-perusahaan daerah miliknya dapat melakukan aktivitas usaha mereka untuk mencari profit (laba) seperti layaknya perusahaan-perusahaan swasta dalam berbagai bentuk badan hukum seperti Perseroan, Perseroan Terbatas, CV, Koperasi, Yayasan, dan lain-lain. Keberadaan perusahaan daerah pada dasarnya merupakan kegiatan atau usaha daerah untuk meningkatkan sumber pendapatannya, disamping dari hasil pajak dan retribusi daerah yang dinilai kurang memadai member pemasukan yang maksimal kepada kas daerah. Dikatakan demikian mengingat kedudukan pajak dan retribusi daerah yang bersifat khas lebih banyak dikuasai pemerintah pusat. Menurut Greytak ada tiga kiat dalam memilih bidang usaha yang dapat membantu mengembangkan perusahaan daerah, yaitu pertama tenaga pelaksana dan pembukuan harus dipisahkan agar layanan dapat diberikan lebih efisien, harus ada pemisahan antara pembuat kebijaksanaan (eksekutif) dengan bagian keuanganagar menghasilkan pelayanan yang efisien. Eksekutif diberikan keleluasaan membuat kebijakan penentuan harga, produksi dan pegawai dan sebagainya sehingga mereka memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Kedua, produk yang dihasilkan harus laku dijual, berkualitas baik dan bermanfaat sebagai private good. Ketiga, harus ada kemungkinan untuk menebus seluruh biaya yang telah dikeluarkan dengan cara menetapkan harga barang yang bersangkutan dalam kaitan dengan biaya, cara menetapkan harga harus didasarkan pada hubungan antara biaya produk dengan harga jual kepada konsumen perorangan. Dengan demikian perusahaan daerah minimal memiliki kondisi break even dan selanjutnya memperoleh keuntungan.59 Banyak contoh perusahaan daerah yang berhasil, tetapi pada umumnya perusahaan daerah bukan menjadi sumber utama penerimaan daerah. Ada berbagai kemungkinan perusahaan daerah tidak berhasil, yaitu jenis layanan dari perusahaan daerah mungkin tidak cocok untuk dikelola sebagai perusahaan; kegiatan itu sendiri memang sifatnya tidak dapat dikelola sebagai usaha niaga atau pasar setempat terlalu kecil yang membuat pihak swasta tidak terjun menyediakan jasa layanan yang bersangkutan, susunan perusahaan daerah itu mungkin mengakibatkan satuan-satuan biaya makin tinggi, dibandingkan dengan biaya menyediakan layanan itu dari dalam bagian tubuh pemerintah daerah, akibat harus ada organisasi terpisah dengan pengurus yang dibayar tinggi; tenaga pelaksananya yang kurang cakap, mungkin karena tidak atau kurang berpengalaman dalam bidang pelayanan dan mereka mengetahui bahwa pemerintah akan menutupi kerugian-kerugian yang diderita perusahaan bersangkutan; kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan; dan ada campur tangan politik dalam kegiatan sehari-hari perusahaan daerah, termasuk seringnya terjadi perubahan-perubahan pada tujuan yang hendak dicapai. Bachrul Elmi menyampaikan beberapa hal yang menjadi penyebab kurang berhasilnya perusahaan daerah memberi kontribusi terhadap pendapatan asli daerah: 60 59 Nick Devas, 1989, Sumber Penerimaan Daerah: Retribusi dan Laba Badan Usaha Milik Daerah dalam Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, UIPress, Jakarta, hal. 111-112. 60 Bachrul Elmi, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, UIPress, Jakarta, hal. 52. a. Kurang tegasnya dalam menetapkan visi, misi dan objektif perusahaan, sehingga secara tepat sasaran dapat dipilih jenis usaha yang mengunungkan pada skala usaha yang sesuai (economics scale). b. Kualitas sumber daya manusia yang rendah, rekrutment dan penempatan pegawai yang tidak benar, ada campur tangan birokrat daerah dengan urusan bisnis perusahaan daerah telah menyebabkan biaya tinggi atau efisiensi, sehingga perusahaan lebih sering merugi. Selaku pemeran roda perekonomian, perusahaan daerah juga dihadapkan pada masalah dan tantangan yang sama dengan para pelaku perekonomian lainnya, yaitu intervensi dan keterlibatan langsung dari pemerintah dari pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah serta keterbatasan gerak direksi dalam pengambilan keputusan, misalnya dalam masalah tarif pada pelayanan air bersih oleh Perusahaan Daerah Air Minum. Untuk berbagai jenis perusahaan daerah beberapa masalah yang kerap dihadapi antara lain: (1) permodalan, (2) tarif, (3) peralatan, dan (4) sumber daya manusia. Masalah-masalah ini dijumpai secara bersama-sama dalam satu perusahaan daerah atau hanya salah satu darinya. Landasan bagi pendirian perusahaan daerah sampai saat ini masih bertumpu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962. Sekalipun Undang-Undang ini telah dinyatakan tidak berlaku melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, tetapi menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 dinyatakan tidak berlaku setelah Undang-Undang penggantinya dikeluarkan, dan hingga saat ini Undang- Undang yang dimaksud belum juga ada. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 masih tetap berlaku. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, menegaskan sifat perusahaan daerah sebagai berikut: 1. Perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat: a. Memberi jasa; b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum; c. Memupuk pendapatan; 2. Tujuan perusahaan daerah adalah turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa pendirian perusahaan daerah oleh pemerintah daerah mempunyai fungsi dan peranan ganda, yaitu melaksanakan fungsi perekonomian pada umumnya tanpa meninggalkan fungsi sosialnya. Hal ini pula yang membedakannya dengan kehadiran perusahaan-perusahaan swasta yang hanya mementingkan fungsi perekonomian dengan mengutamakan pencarian keuntungan yang setinggi-tingginya. Pada Pasal 173 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa pemerintah daerah dapat menanamkan modalnya pada badan usaha milik daerah. Secara detail dinyatakan bahwa: 1. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. 2. Penyertaan modal sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. 3. Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan. Pada Pasal 177 disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat memiliki badan usaha milik daerah yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan perUndang-Undangan. Perusahaan daerah dalam menjalankan tugasnya dipimpin oleh suatu direksi yang jumlah anggota dan susunannya ditetapkan dalam peraturan pendiriannya. Anggota direksi pada perusahaan daerah adalah warga Negara Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah setelah mendengar pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari daerah yang mendirikan perusahaan daerah. Anggota direksi berhenti karena meninggal dunia, atau dapat diberhentikan oleh kepala daerah yang mengangkatnya, hal ini disebabkan karena: 1. Permintaan sendiri dari anggota direksi 2. Berakhirnya masa jabatannya sebagai anggota direksi. 3. Melakukan tindakan yang merugikan perusahaan daerah. 4. Melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan daerah maupun kepentingan Negara. Para anggota direksi pada perusahaan daerah tidak diperbolehkan ada hubungan saudara sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis kesamping termasuk menantu dan ipar, kecuali jika untuk kepentingan perusahaan diizinkan oleh kepala daerah atau pemegang saham atau saham prioritet. Semua pegawai perusahaan daerah termasuk anggota direksi dalam menjalankan tugasnya berada dibawah pengawasan kepala daerah atau pemegang saham atau saham prioritet atau badan yang ditunjuknya. Apabila semua pegawai termasuk anggota direksi melakukan suatu kesalahan atau kerugian maka wajib untuk melaksanakan tanggung jawabakibat dari kerugian yang ditimbulkan terhadap perusahaan daerah. Modal dalam pendirian perusahaan daerah terdiri dari untuk seluruhnya atau sebagian dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Modal perusahaan daerah yang untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan satu daerah yang dipisahkan tidak terdiri atas saham-saham, sedangkan modal perusahaan daerah yang terdiri dari kekayaan beberapa daerah yang dipisahkan maka modal perusahaan terdiri atas saham-saham. Saham-saham perusahaan daerah terdiri atas saham-saham prioritet dan saham-saham biasa. Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki oleh daerah sedangkan saham-saham biasa dapat dimiliki oleh daerah, warga Negara Indonesia, dan/atau badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan yang pesertanya terdiri dari warga Negara Indonesia. Pembubaran perusahaan daerah dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah dari daerah yang mendirikan perusahaan daerah dan yang berlaku setelah mendapatkan pengesahan instansi atasan. Semua kekayaan perusahaan daerah setelah diadakan likuidasi dibagi menurut perimbangan nilai nominal saham-saham. Pertanggungjawaban likuidasi dilakukan oleh kepala daerah yang mendirikan perusahaan daerah. Dalam hal likuidasi, daerah bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga apabila kerugian itu disebabkan oleh karena neraca dan perhitungan laba-rugi yang telah disahkan tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.