BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu prioritas

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Dengan
menganut pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang terdiri dari
komponen harapan hidup, pencapaian pendidikan, dan pendapatan perkapita,
pembangunan sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi menjadi sangat
penting sumbangsihnya dalam pembangunan nasional. Keberhasilan ketiga
sektor ini akan menentukan tingkat keberhasilan pembangunan. Dari angka
IPM yang dicapainya, suatu negara akan digolongkan termasuk negara maju,
negara berkembang, atau negara terbelakang. Angka IPM Indonesia pun telah
mengalami kenaikan sedikit demi sedikit dari tahun ke tahun, yang dapat
dilihat selengkapnya pada tabel berikut :
Tabel I.1. IPM Indonesia dan Komponennya 2009-2013
Komponen
Angka Harapan Hidup (tahun)
Angka Melek Huruf (%)
Rata-rata Lama Sekolah (tahun)
Pengeluaran Perkapita Disesuaikan
(ribu rupiah)
IPM
2009
69,21
92,58
7,72
631,46
2010
69,43
92,91
7,92
633,64
Tahun
2011
69,65
92,99
7,94
638,05
71,76
72,27
72,77
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)
2012
69,87
93,25
8,08
641,04
2013
70,07
94,14
8,14
643,36
73,29
73,81
Sektor kesehatan dan pendidikan menjadi bagian utama pembangunan
sumber daya manusia yang menjadi modal dasar pembangunan nasiona. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Schultz (1961) dalam Syafii (2009), bahwa
human capital investment dapat berupa pendidikan, kesehatan, maupun
migrasi. Dalam era pemerintahan mana pun, terutama pasca-reformasi 1998,
pendidikan dan kesehatan selalu menjadi prioritas pembangunan. Menurut
Hamidi dan Lutfi (2010), di masa kampanye isu pendidikan yang murah,
bahkan gratis menjadi komoditas politik yang laris.
Seseorang tidak dapat berkarya secara optimal apabila sedang dalam
keadaan tidak sehat. Ia tidak dapat bekerja. Ia tidak dapat bersekolah.
Pemerintah menyadarinya benar. Hal ini terlihat dari meningkatnya anggaran
kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari
tahun ke tahun, yang dapat dilihat selengkapnya pada tabel berikut :
Tabel I.2. Alokasi Anggaran Kementerian Kesehatan
Dalam APBN 2006-2014
Tahun
Jumlah Anggaran
Persentase terhadap
(Milyar Rupiah)
APBN (%)
2006
12.260,6
1,8
2007
15.530,6
2,0
2008
15.871,9
1,6
2009
18.001,5
1,9
2010
22.428,3
2,2
2011
26.871,3
2,2
2012
30.575,6
2,1
2013*
36.592,2
2,1
2014**
44.859,0
2,4
Sumber : Kementerian Keuangan, 2013
Keterangan : * APBN-P 2013
** RAPBN 2014
Sektor pendidikan pun tak kalah pentingnya dari sektor kesehatan.
Bahkan dalam UUD 1945 Pasal 31 disebutkan bahwa alokasi anggaran
pendidikan harus mencapai minimal 20% dari APBN ataupun APBD.
Kenyataannya, pembangunan kadang menjadi tidak adil bagi manusia
itu sendiri. Beberapa hambatan muncul hingga menghalangi laki-laki dan atau
perempuan untuk merasakan dampak positif pembangunan. Pada banyak
contoh di berbagai belahan dunia, perempuan lah yang harus menerima
ketidakadilan tersebut. Kebijakan-kebijakan pembangunan yang lebih banyak
diwujudkan dalam bentuk pertumbuhan ekonomi dan fisik semakin
menjerumuskan perempuan dalam jurang ketimpangan sebagai akibat dari
pendekatan pembangunan yang melupakan aspek humanis, seperti economic
growth development, trickle down effect, dan lain sebagainya1.
Darwin (2005) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
ketimpangan dalam pembangunan antara laki-laki dan perempuan adalah
munculnya berbagai kebijakan yang bias gender di berbagai bidang, yang
berakibat salah satu pihak (laki-laki atau perempuan) menerima dampak
negatif, yang biasanya adalah perempuan. Berbagai masalah timbul,
diantaranya masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembuatan
keputusan/kebijakan, termasuk dalam parlemen, prevalensi perempuan yang
tertular HIV dan AIDS semakin meningkat, masih cukup banyak kasus
kematian ibu melahirkan, bahkan kasus yang dilaporkan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, angka putus sekolah pada perempuan masih
1
Ambar Teguh Sulistiyani, “Gender Dalam Pembangunan”, Interaksi Volume II Nomor 1 (Maret
2007).
tinggi, demikian pula dengan angka kekerasan terhadap perempuan, terutama
dalam wujud Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang mengalami
peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan setiap tahunnya. Perlu strategi
khusus untuk segera menyelesaikan masalah-masalah terkait pemberdayaan
perempuan seperti tersebut di atas. Strategi tersebut harus dapat mengejar
ketertinggalan perempuan dari laki-laki di dalam pembangunan nasional.
Seiring
berorientasi
dengan
people
pergeseran
centered
paradigma
development,
pembangunan
perempuan
menjadi
sebagai
aset
pembangunan yang telah cukup lama terpinggirkan, mulai mendapatkan
perhatian para pemangku kebijakan. Salah satunya dengan kemunculan
konsep Pengarusutamaan Gender (PUG) pertama kali pada saat Konferensi
PBB untuk Perempuan ke-IV, yang diadakan di Beijing tahun 1995. Pada saat
itu, berbagai area kritis yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan
masyarakat di seluruh dunia untuk mewujudkan kesetaraan gender mulai
dipetakan. Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) muncul dan ditawarkan
untuk
menjamin
Kesetaraan
dan
Keadilan
Gender
(KKG)
dalam
pembangunan. PUG didesakkan sebagai strategi yang harus diadopsi oleh
PBB, pemerintah, dan organisasi yang relevan untuk memastikan bahwa
rencana aksi di berbagai area kritis dapat dilaksanakan dengan efektif. Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) mendefinisikan PUG sebagai strategi
agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak
terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan
dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial, sehingga
perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan,
dan
ketidakadilan tidak ada lagi2.
Menurut Darwin (2005), sebelumnya Indonesia telah meratifikasi
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women (CEDAW) melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan sebagai salah satu bentuk pengakuan kesetaraan kedudukan
perempuan dengan laki-laki dalam pembangunan. Mengikuti perkembangan
zaman, Indonesia secara resmi mengadopsi PUG menjadi strategi
pembangunan bidang pemberdayaan perempuan melalui Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Sosial. Karena beberapa pihak menganggap penggunaan frasa
“pembangunan sosial” berpotensi diterjemahkan secara sempit, terbit
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional. Dalam Inpres tersebut dinyatakan tujuan PUG
adalah terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender. Strategi PUG ditempuh dalam rangka mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya, pada tingkatan yang lebih rendah
dasar hukum pelaksanaan PUG juga diatur dalam Keputusan Menteri Dalam
2
Tumbu Saraswati, 13 November 2013, Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan
Pembangunan. Diakses dari http://www.komnasperempuan.or.id/2013/11/pengarusutamaangender-dalam-kebijakan-pembangunan/, tanggal 28 Mei 2014.
Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan di Daerah yang diperbaharui
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011.
Stackhouse dan Paris (ed., 2000) menyebutkan pada tahun 1995,
United Nations Development Program (UNDP) memperkenalkan dua
indikator pembangunan gender yang dimaksudkan untuk menunjukkan
disparitas dalam kemampuan-kemampuan dasar pada level dunia, yaitu
Gender-related Development Index (GDI) dan Gender Empowerment
Measures (GEM). Di Indonesia, GDI lebih dikenal sebagai Indeks
Pembangunan Gender (IPG) dan GEM lebih dikenal sebagai Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG). Perhitungan IPG sangat mirip dengan
perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tetapi dengan menyertakan
disparitas antara laki-laki dan perempuan, yang terdiri dari tiga komponen
berikut :
1) Indeks harapan hidup;
2) Indeks pencapaian pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah);
3) Indeks pendapatan.
Sementara itu, IDG adalah indikator yang menunjukkan pemberdayaan
perempuan dalam bidang politik, pembuatan keputusan, dan aktivitas
ekonomi, yang juga terdiri dari tiga komponen :
1) Perhitungan keterwakilan perempuan dan laki-laki di parlemen dan
jabatan-jabatan administratif, managerial, profesional, dan teknis;
2) Perhitungan perkiraan pendapatan yang diperoleh perempuan dan
laki-laki;
3) Nilai keberdayaan perempuan dan laki-laki di masing-masing
bidang.
Untuk IPG, Indonesia berada pada ranking 80 dari 144 negara di dunia
dengan nilai 0,672. Sedangkan nilai IDG tidak jauh berbeda, yaitu 0,682.
Data tersebut adalah data tahun 2010.
Pencapaian tersebut sebenarnya juga bukan perkara yang mudah.
Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun LSM dan
masyarakat. Berbagai kegiatan dengan embel-embel “kesetaraan gender”
diadakan dengan dalih pemberdayaan perempuan. Namun apabila dilihat dari
esensinya, kegiatan-kegiatan tersebut serupa atau bahkan sama dengan
kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan bagi seluruh masyarakat secara umum,
hanya ditambah dengan kata-kata “perempuan” atau “gender” untuk
menunjukkan bahwa kegiatan tersebut adalah ditujukan untuk Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
mendefinisikan kesetaraan gender sebagai hasil dari ketiadaan diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin atas dasar kesempatan, alokasi sumber daya atau
manfaat dan akses terhadap pelayanan. Sedangkan Pengarusutamaan Gender
(PUG), menurut Nugroho (2008), adalah strategi yang dibangun untuk
mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantapan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional. PUG menjadi salah satu dari tiga prinsip
pengarusutamaan yang menjadi jiwa dan landasan operasional bagi
keseluruhan pembangunan, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor
5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010 – 2014.
Perempuan, apabila dilihat dari jumlah populasinya yang hampir sama
dengan jumlah laki-laki di Indonesia, dapat menjadi modal pembangunan
yang kuat, sebagai human capital mengingat pembangunan saat ini telah
berwajah semakin manusiawi. Karenanya, ketika disadari telah terjadi kondisi
ketimpangan dan bias gender di dalamnya, semangat gender coba dibawa ke
dalam segala bidang dan sektor pembangunan. Selama ini perempuan
mendapatkan tempat dan peluang yang sangat terbatas hampir pada seluruh
bidang dan sektor pembangunan ini3.
Sayangnya isu ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, yang
diakomodasi pemerintah melalui urusan pemberdayaan perempuan (dan
perlindungan anak), bukan lah suatu isu besar yang mencuri perhatian para
pengambil kebijakan. Biasanya, baik legislatif maupun eksekutif lebih
memprioritaskan fokus pembangunan pada masalah-masalah yang lebih
bersifat urgent, seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan, pembangunan
infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun termasuk menjadi salah
satu urusan wajib pemerintahan, pemberdayaan perempuan bukan lah isu
yang “menjual”. Karenanya, anggaran publik untuk urusan pemberdayaan
3
Ibid.
perempuan masih sangat minim. Para pengambil kebijakan menganggap tidak
ada masalah dengan perempuan dan gender. Sejatinya, strategi PUG bukan
lah
tanggung
jawab
milik
Urusan
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak semata. PUG adalah strategi lintas bidang dan lintas
sektor, yang seharusnya menjadi landasan berpijak seluruh bidang dan sektor
tersebut dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali pembangunan kualitas
SDM.
Upaya pemerintah, LSM, dan masyarakat dalam memaknai arah
pembangunan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) juga mengalami
keterbatasan, mengingat peraturan perundang-undangan yang secara langsung
mengatur Pengarusutamaan Gender “baru” sebatas Instruksi Presiden Nomor
9 Tahun 2000 tentang PUG Dalam Pembangunan Nasional dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan PUG di Daerah. Sedangkan peraturan perundangan lain yang
tidak secara langsung mengatur tentang PUG tetapi memasukkan strategi
PUG di dalamnya sebenarnya cukup banyak. Strategi PUG termuat antara
lain di dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program
Pembangunan Yang Berkeadilan, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2010 – 2014, dan seterusnya. Sedangkan peraturan perundangan lain yang
dianggap telah memuat tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender misalnya
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 2
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan lain sebagainya.
Bahkan perlindungan perempuan pun dijamin dengan keluarnya UU Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT), UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dan
seterusnya. Muncul pula peraturan perundangan yang mendukung peraturanperaturan tersebut di atas sebagai tindak lanjutnya.
Upaya untuk membangun hukum yang responsif terhadap segala
macam
permasalahan
bermasyarakat,
yang
berbangsa,
terus
dan
silih
bernegara,
berganti
yang
dalam
kehidupan
bersamaan
dengan
perkembangan informasi dan teknologi yang pesat, telah ikut mempengaruhi
tatanan kehidupan yang berdampak pada terjadinya perubahan secara
progresif dalam kehidupan. Karenanya, diperlukan suatu tatanan kehidupan
yang didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang sensitif
sekaligus responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam
masyarakat, termasuk masalah ketidakadilan yang didasarkan atas perbedaan
gender. Langkah praktis dan strategis diperlukan untuk menciptakan dan
mewujudkan kebijakan yang mengandung materi yang bermuatan sensitif dan
responsif gender agar segala persoalan serta aspirasi masyarakat dapat
diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan yang juga responsif gender.
Pengintegrasian perspektif gender ke dalam suatu kebijakan, terutama berupa
Peraturan
Perundang-undangan
dimaksudkan
untuk
mewujudkan
kesejahteraan dan ketenteraman sebagaimana diidamkan oleh masyarakat
luas.
Penelitian ini melihat bagaimana strategi PUG terintegrasi dalam
kebijakan pembangunan kualitas SDM di Indonesia, guna memastikan
terjaminnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) di dalamnya, dengan
melakukan analisis isi terhadap dua sampel UU terkait pembangunan kualitas
SDM, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi
PUG terintegrasi dalam pembangunan kualitas SDM di Indonesia, yang
dilihat dari UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengakomodasi isu-isu terkait gender?
2. Bagaimana UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjamin
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Melihat bagaimana strategi PUG terintegrasi dalam pembangunan
kualitas SDM, khususnya dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
2. Memahami keterjaminan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
dalam pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Akademis
a. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi
Publik, terutama berkaitan dengan kajian peraturan perundangan
terkait
Kesetaraan
dan
Keadilan
Gender
(KKG)
dalam
pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
b. Memperkaya pengetahuan tentang konsep Pengarusutamaan
Gender (PUG) dalam pembangunan kualitas SDM.
2. Manfaat Praktis
Dengan memahami dan mengerti isi UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang terkait dengan strategi Pengarusutamaan
Gender (PUG), peneliti dapat memberikan bahan perumusan kebijakan
yang valid dan memberi masukan yang tepat bagi pembangunan
daerah,
khususnya
pembangunan
kualitas
SDM
dengan
mengintegrasikan strategi PUG dalam pembangunan.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Tema-tema perempuan dan kesetaraan gender selalu menarik untuk
diangkat dalam research, terutama apabila data dan informasi yang ada
menunjukkan bukti-bukti ketimpangan yang mencolok dalam pemberian
akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat yang dapat diterima oleh laki-laki
dan perempuan dalam pembangunan. Salah satu penelitian tentang tema ini
diangkat oleh Nofi Sri Utami, Isrok, dan Moch Ali Syafaat dari Magister Ilmu
Hukum Universitas Brawijaya. Dengan judul Women’s Law Politics
Representativeness In Legislative Institutions Statutory Basis Of The Republic
Of Indonesia Of 1945 Era Reforms, penelitian ini membahas tentang Undangundang partai politik yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan pada
partai politik belum sepenuhnya memenuhi prinsip keadilan. Tidak ada sanksi
bagi partai politik yang tidak memenuhi ketentuan seperti yang telah diatur
dalam peraturan perundangannya, sehingga keterwakilan perempuan dalam
partai politik belum merupakan kewajiban hukum. Penelitian tersebut
menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu analisis filosofis, analisis
historis, dan analisis materi peraturan perundangan terkait dengan melihat
ketimpangan dalam hal partisipasi, akses, kontrol, dan manfaat.
Penelitian lain yang relevan misalnya Ketidaksetaraan Gender Dalam
Pendidikan : Studi Pada Perempuan di Kecamatan Majalaya Kabupaten
Karawang, karya Rahmi Fitrianti dan Habibullah dari Magister Ilmu
Kesejahteraan Sosial FISIP UI4. Penelitian tersebut menemukan bahwa
ketidaksetaraan pada sektor pendidikan telah menjadi faktor utama yang
paling berpengaruh terhadap ketidaksetaraan gender secara menyeluruh, di
semua sektor termasuk lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat,
sampai pada masalah menyuarakan pendapat.
Sedangkan masalah gender dalam kesehatan coba dilihat oleh Eko
Yulianto melalui penelitiannya Pemberdayaan Perempuan dan Kesehatan
Reproduksi Dalam Media (Studi Analisis Wacana Pemberdayaan Perempuan
dan Kesehatan Reproduksi Dalam Film “Perempuan Punya Cerita” Pada
Sub Judul “Cerita Pulau” dan “Cerita Yogyakarta” Dari Karya Kolektif Nia
Dinata, Upi Avianto, Lasja F. Susatyo, dan Fatimah T. Rony)5. Hasil
penelitian
ini
mengungkap
bahwa
masalah
kesehatan
reproduksi,
perdagangan manusia, serta HIV/AIDS adalah isu-isu yang terkait erat
dengan perempuan. Bahwa akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
pembangunan bidang kesehatan yang belum setara menghasilkan kebutuhan
untuk membangun kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan.
4
Dimuat dalam Sosiokonsepsia Volume 17 Nomor 01 Tahun 2012. Diunduh dari
http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/bbd6c378095e1ce3e45398f3789b5bc6.pdf, tanggal
18 Desember 2014.
5
Diakses dari
http://www.jurnalkommas.com/docs/Edy%20Yulianto,%20%282014%29%20Pemberdayaan%20P
erempuan%20dan%20Kesehatan%20Reproduksi%20Dalam%20Media,%20Jurnal%20Komunikasi,
%20UNS.docx, tanggal 18 Desember 2014.
Adanya masalah-masalah yang terkait dengan belum terciptanya
situasi dan kondisi Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam
masyarakat, dalam hal ini khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan,
membawa pengaruh dalam pembangunan kualitas SDM. Keaslian penelitian
ini terletak pada sudut pandang PUG sebagai frame untuk melihat bagaimana
kebijakan publik, khususnya
dalam bentuk
peraturan perundangan,
mengakomodasi isu-isu gender di dalamnya serta menjamin adanya KKG.
Apakah peraturan perundangan yang ada telah mengatur kesetaraan dan
keadilan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat bagi laki-laki dan perempuan
dalam pembangunan SDM melalui kedua bidang tersebut. Atau justru
ketiadaan
unsur-unsur
tersebut
dalam
peraturan
perundangan
yang
“melegalkan” ketidaksetaraan yang masih ada dalam kehidupan masyarakat
saat ini?
Penelitian ini melihat bagaimana PUG menjadi strategi pembangunan
yang dapat menjamin Kesetaraan dan Keadilan Gender di dalam
pembangunan kualitas SDM, dengan mengambil objek UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Penelitian ini juga memperkaya variasi dalam justifikasi terhadap suatu
kebijakan, dengan melihat UU Kesehatan dan UU Sisdiknas bukan dari
perspektif perempuan saja, tetapi dari perspektif gender, yang menawarkan
kesetaraan dan keadilan bagi laki-laki dan perempuan.
Download