BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Dengan menganut pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang terdiri dari komponen harapan hidup, pencapaian pendidikan, dan pendapatan perkapita, pembangunan sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi menjadi sangat penting sumbangsihnya dalam pembangunan nasional. Keberhasilan ketiga sektor ini akan menentukan tingkat keberhasilan pembangunan. Dari angka IPM yang dicapainya, suatu negara akan digolongkan termasuk negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang. Angka IPM Indonesia pun telah mengalami kenaikan sedikit demi sedikit dari tahun ke tahun, yang dapat dilihat selengkapnya pada tabel berikut : Tabel I.1. IPM Indonesia dan Komponennya 2009-2013 Komponen Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (ribu rupiah) IPM 2009 69,21 92,58 7,72 631,46 2010 69,43 92,91 7,92 633,64 Tahun 2011 69,65 92,99 7,94 638,05 71,76 72,27 72,77 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah) 2012 69,87 93,25 8,08 641,04 2013 70,07 94,14 8,14 643,36 73,29 73,81 Sektor kesehatan dan pendidikan menjadi bagian utama pembangunan sumber daya manusia yang menjadi modal dasar pembangunan nasiona. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Schultz (1961) dalam Syafii (2009), bahwa human capital investment dapat berupa pendidikan, kesehatan, maupun migrasi. Dalam era pemerintahan mana pun, terutama pasca-reformasi 1998, pendidikan dan kesehatan selalu menjadi prioritas pembangunan. Menurut Hamidi dan Lutfi (2010), di masa kampanye isu pendidikan yang murah, bahkan gratis menjadi komoditas politik yang laris. Seseorang tidak dapat berkarya secara optimal apabila sedang dalam keadaan tidak sehat. Ia tidak dapat bekerja. Ia tidak dapat bersekolah. Pemerintah menyadarinya benar. Hal ini terlihat dari meningkatnya anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun, yang dapat dilihat selengkapnya pada tabel berikut : Tabel I.2. Alokasi Anggaran Kementerian Kesehatan Dalam APBN 2006-2014 Tahun Jumlah Anggaran Persentase terhadap (Milyar Rupiah) APBN (%) 2006 12.260,6 1,8 2007 15.530,6 2,0 2008 15.871,9 1,6 2009 18.001,5 1,9 2010 22.428,3 2,2 2011 26.871,3 2,2 2012 30.575,6 2,1 2013* 36.592,2 2,1 2014** 44.859,0 2,4 Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 Keterangan : * APBN-P 2013 ** RAPBN 2014 Sektor pendidikan pun tak kalah pentingnya dari sektor kesehatan. Bahkan dalam UUD 1945 Pasal 31 disebutkan bahwa alokasi anggaran pendidikan harus mencapai minimal 20% dari APBN ataupun APBD. Kenyataannya, pembangunan kadang menjadi tidak adil bagi manusia itu sendiri. Beberapa hambatan muncul hingga menghalangi laki-laki dan atau perempuan untuk merasakan dampak positif pembangunan. Pada banyak contoh di berbagai belahan dunia, perempuan lah yang harus menerima ketidakadilan tersebut. Kebijakan-kebijakan pembangunan yang lebih banyak diwujudkan dalam bentuk pertumbuhan ekonomi dan fisik semakin menjerumuskan perempuan dalam jurang ketimpangan sebagai akibat dari pendekatan pembangunan yang melupakan aspek humanis, seperti economic growth development, trickle down effect, dan lain sebagainya1. Darwin (2005) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya ketimpangan dalam pembangunan antara laki-laki dan perempuan adalah munculnya berbagai kebijakan yang bias gender di berbagai bidang, yang berakibat salah satu pihak (laki-laki atau perempuan) menerima dampak negatif, yang biasanya adalah perempuan. Berbagai masalah timbul, diantaranya masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan/kebijakan, termasuk dalam parlemen, prevalensi perempuan yang tertular HIV dan AIDS semakin meningkat, masih cukup banyak kasus kematian ibu melahirkan, bahkan kasus yang dilaporkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, angka putus sekolah pada perempuan masih 1 Ambar Teguh Sulistiyani, “Gender Dalam Pembangunan”, Interaksi Volume II Nomor 1 (Maret 2007). tinggi, demikian pula dengan angka kekerasan terhadap perempuan, terutama dalam wujud Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang mengalami peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan setiap tahunnya. Perlu strategi khusus untuk segera menyelesaikan masalah-masalah terkait pemberdayaan perempuan seperti tersebut di atas. Strategi tersebut harus dapat mengejar ketertinggalan perempuan dari laki-laki di dalam pembangunan nasional. Seiring berorientasi dengan people pergeseran centered paradigma development, pembangunan perempuan menjadi sebagai aset pembangunan yang telah cukup lama terpinggirkan, mulai mendapatkan perhatian para pemangku kebijakan. Salah satunya dengan kemunculan konsep Pengarusutamaan Gender (PUG) pertama kali pada saat Konferensi PBB untuk Perempuan ke-IV, yang diadakan di Beijing tahun 1995. Pada saat itu, berbagai area kritis yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia untuk mewujudkan kesetaraan gender mulai dipetakan. Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) muncul dan ditawarkan untuk menjamin Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam pembangunan. PUG didesakkan sebagai strategi yang harus diadopsi oleh PBB, pemerintah, dan organisasi yang relevan untuk memastikan bahwa rencana aksi di berbagai area kritis dapat dilaksanakan dengan efektif. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) mendefinisikan PUG sebagai strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan, dan ketidakadilan tidak ada lagi2. Menurut Darwin (2005), sebelumnya Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan sebagai salah satu bentuk pengakuan kesetaraan kedudukan perempuan dengan laki-laki dalam pembangunan. Mengikuti perkembangan zaman, Indonesia secara resmi mengadopsi PUG menjadi strategi pembangunan bidang pemberdayaan perempuan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Sosial. Karena beberapa pihak menganggap penggunaan frasa “pembangunan sosial” berpotensi diterjemahkan secara sempit, terbit Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Dalam Inpres tersebut dinyatakan tujuan PUG adalah terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender. Strategi PUG ditempuh dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya, pada tingkatan yang lebih rendah dasar hukum pelaksanaan PUG juga diatur dalam Keputusan Menteri Dalam 2 Tumbu Saraswati, 13 November 2013, Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan. Diakses dari http://www.komnasperempuan.or.id/2013/11/pengarusutamaangender-dalam-kebijakan-pembangunan/, tanggal 28 Mei 2014. Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan di Daerah yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011. Stackhouse dan Paris (ed., 2000) menyebutkan pada tahun 1995, United Nations Development Program (UNDP) memperkenalkan dua indikator pembangunan gender yang dimaksudkan untuk menunjukkan disparitas dalam kemampuan-kemampuan dasar pada level dunia, yaitu Gender-related Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measures (GEM). Di Indonesia, GDI lebih dikenal sebagai Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan GEM lebih dikenal sebagai Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Perhitungan IPG sangat mirip dengan perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tetapi dengan menyertakan disparitas antara laki-laki dan perempuan, yang terdiri dari tiga komponen berikut : 1) Indeks harapan hidup; 2) Indeks pencapaian pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah); 3) Indeks pendapatan. Sementara itu, IDG adalah indikator yang menunjukkan pemberdayaan perempuan dalam bidang politik, pembuatan keputusan, dan aktivitas ekonomi, yang juga terdiri dari tiga komponen : 1) Perhitungan keterwakilan perempuan dan laki-laki di parlemen dan jabatan-jabatan administratif, managerial, profesional, dan teknis; 2) Perhitungan perkiraan pendapatan yang diperoleh perempuan dan laki-laki; 3) Nilai keberdayaan perempuan dan laki-laki di masing-masing bidang. Untuk IPG, Indonesia berada pada ranking 80 dari 144 negara di dunia dengan nilai 0,672. Sedangkan nilai IDG tidak jauh berbeda, yaitu 0,682. Data tersebut adalah data tahun 2010. Pencapaian tersebut sebenarnya juga bukan perkara yang mudah. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun LSM dan masyarakat. Berbagai kegiatan dengan embel-embel “kesetaraan gender” diadakan dengan dalih pemberdayaan perempuan. Namun apabila dilihat dari esensinya, kegiatan-kegiatan tersebut serupa atau bahkan sama dengan kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan bagi seluruh masyarakat secara umum, hanya ditambah dengan kata-kata “perempuan” atau “gender” untuk menunjukkan bahwa kegiatan tersebut adalah ditujukan untuk Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendefinisikan kesetaraan gender sebagai hasil dari ketiadaan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atas dasar kesempatan, alokasi sumber daya atau manfaat dan akses terhadap pelayanan. Sedangkan Pengarusutamaan Gender (PUG), menurut Nugroho (2008), adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantapan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. PUG menjadi salah satu dari tiga prinsip pengarusutamaan yang menjadi jiwa dan landasan operasional bagi keseluruhan pembangunan, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014. Perempuan, apabila dilihat dari jumlah populasinya yang hampir sama dengan jumlah laki-laki di Indonesia, dapat menjadi modal pembangunan yang kuat, sebagai human capital mengingat pembangunan saat ini telah berwajah semakin manusiawi. Karenanya, ketika disadari telah terjadi kondisi ketimpangan dan bias gender di dalamnya, semangat gender coba dibawa ke dalam segala bidang dan sektor pembangunan. Selama ini perempuan mendapatkan tempat dan peluang yang sangat terbatas hampir pada seluruh bidang dan sektor pembangunan ini3. Sayangnya isu ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, yang diakomodasi pemerintah melalui urusan pemberdayaan perempuan (dan perlindungan anak), bukan lah suatu isu besar yang mencuri perhatian para pengambil kebijakan. Biasanya, baik legislatif maupun eksekutif lebih memprioritaskan fokus pembangunan pada masalah-masalah yang lebih bersifat urgent, seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun termasuk menjadi salah satu urusan wajib pemerintahan, pemberdayaan perempuan bukan lah isu yang “menjual”. Karenanya, anggaran publik untuk urusan pemberdayaan 3 Ibid. perempuan masih sangat minim. Para pengambil kebijakan menganggap tidak ada masalah dengan perempuan dan gender. Sejatinya, strategi PUG bukan lah tanggung jawab milik Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak semata. PUG adalah strategi lintas bidang dan lintas sektor, yang seharusnya menjadi landasan berpijak seluruh bidang dan sektor tersebut dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali pembangunan kualitas SDM. Upaya pemerintah, LSM, dan masyarakat dalam memaknai arah pembangunan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) juga mengalami keterbatasan, mengingat peraturan perundang-undangan yang secara langsung mengatur Pengarusutamaan Gender “baru” sebatas Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG Dalam Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah. Sedangkan peraturan perundangan lain yang tidak secara langsung mengatur tentang PUG tetapi memasukkan strategi PUG di dalamnya sebenarnya cukup banyak. Strategi PUG termuat antara lain di dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014, dan seterusnya. Sedangkan peraturan perundangan lain yang dianggap telah memuat tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender misalnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan lain sebagainya. Bahkan perlindungan perempuan pun dijamin dengan keluarnya UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dan seterusnya. Muncul pula peraturan perundangan yang mendukung peraturanperaturan tersebut di atas sebagai tindak lanjutnya. Upaya untuk membangun hukum yang responsif terhadap segala macam permasalahan bermasyarakat, yang berbangsa, terus dan silih bernegara, berganti yang dalam kehidupan bersamaan dengan perkembangan informasi dan teknologi yang pesat, telah ikut mempengaruhi tatanan kehidupan yang berdampak pada terjadinya perubahan secara progresif dalam kehidupan. Karenanya, diperlukan suatu tatanan kehidupan yang didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang sensitif sekaligus responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat, termasuk masalah ketidakadilan yang didasarkan atas perbedaan gender. Langkah praktis dan strategis diperlukan untuk menciptakan dan mewujudkan kebijakan yang mengandung materi yang bermuatan sensitif dan responsif gender agar segala persoalan serta aspirasi masyarakat dapat diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan yang juga responsif gender. Pengintegrasian perspektif gender ke dalam suatu kebijakan, terutama berupa Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman sebagaimana diidamkan oleh masyarakat luas. Penelitian ini melihat bagaimana strategi PUG terintegrasi dalam kebijakan pembangunan kualitas SDM di Indonesia, guna memastikan terjaminnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) di dalamnya, dengan melakukan analisis isi terhadap dua sampel UU terkait pembangunan kualitas SDM, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi PUG terintegrasi dalam pembangunan kualitas SDM di Indonesia, yang dilihat dari UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk menjawab permasalahan tersebut, pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengakomodasi isu-isu terkait gender? 2. Bagaimana UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjamin Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Melihat bagaimana strategi PUG terintegrasi dalam pembangunan kualitas SDM, khususnya dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Memahami keterjaminan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Akademis a. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi Publik, terutama berkaitan dengan kajian peraturan perundangan terkait Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). b. Memperkaya pengetahuan tentang konsep Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan kualitas SDM. 2. Manfaat Praktis Dengan memahami dan mengerti isi UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang terkait dengan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), peneliti dapat memberikan bahan perumusan kebijakan yang valid dan memberi masukan yang tepat bagi pembangunan daerah, khususnya pembangunan kualitas SDM dengan mengintegrasikan strategi PUG dalam pembangunan. E. KEASLIAN PENELITIAN Tema-tema perempuan dan kesetaraan gender selalu menarik untuk diangkat dalam research, terutama apabila data dan informasi yang ada menunjukkan bukti-bukti ketimpangan yang mencolok dalam pemberian akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat yang dapat diterima oleh laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Salah satu penelitian tentang tema ini diangkat oleh Nofi Sri Utami, Isrok, dan Moch Ali Syafaat dari Magister Ilmu Hukum Universitas Brawijaya. Dengan judul Women’s Law Politics Representativeness In Legislative Institutions Statutory Basis Of The Republic Of Indonesia Of 1945 Era Reforms, penelitian ini membahas tentang Undangundang partai politik yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan pada partai politik belum sepenuhnya memenuhi prinsip keadilan. Tidak ada sanksi bagi partai politik yang tidak memenuhi ketentuan seperti yang telah diatur dalam peraturan perundangannya, sehingga keterwakilan perempuan dalam partai politik belum merupakan kewajiban hukum. Penelitian tersebut menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu analisis filosofis, analisis historis, dan analisis materi peraturan perundangan terkait dengan melihat ketimpangan dalam hal partisipasi, akses, kontrol, dan manfaat. Penelitian lain yang relevan misalnya Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan : Studi Pada Perempuan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, karya Rahmi Fitrianti dan Habibullah dari Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI4. Penelitian tersebut menemukan bahwa ketidaksetaraan pada sektor pendidikan telah menjadi faktor utama yang paling berpengaruh terhadap ketidaksetaraan gender secara menyeluruh, di semua sektor termasuk lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat, sampai pada masalah menyuarakan pendapat. Sedangkan masalah gender dalam kesehatan coba dilihat oleh Eko Yulianto melalui penelitiannya Pemberdayaan Perempuan dan Kesehatan Reproduksi Dalam Media (Studi Analisis Wacana Pemberdayaan Perempuan dan Kesehatan Reproduksi Dalam Film “Perempuan Punya Cerita” Pada Sub Judul “Cerita Pulau” dan “Cerita Yogyakarta” Dari Karya Kolektif Nia Dinata, Upi Avianto, Lasja F. Susatyo, dan Fatimah T. Rony)5. Hasil penelitian ini mengungkap bahwa masalah kesehatan reproduksi, perdagangan manusia, serta HIV/AIDS adalah isu-isu yang terkait erat dengan perempuan. Bahwa akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bidang kesehatan yang belum setara menghasilkan kebutuhan untuk membangun kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan. 4 Dimuat dalam Sosiokonsepsia Volume 17 Nomor 01 Tahun 2012. Diunduh dari http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/bbd6c378095e1ce3e45398f3789b5bc6.pdf, tanggal 18 Desember 2014. 5 Diakses dari http://www.jurnalkommas.com/docs/Edy%20Yulianto,%20%282014%29%20Pemberdayaan%20P erempuan%20dan%20Kesehatan%20Reproduksi%20Dalam%20Media,%20Jurnal%20Komunikasi, %20UNS.docx, tanggal 18 Desember 2014. Adanya masalah-masalah yang terkait dengan belum terciptanya situasi dan kondisi Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam masyarakat, dalam hal ini khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan, membawa pengaruh dalam pembangunan kualitas SDM. Keaslian penelitian ini terletak pada sudut pandang PUG sebagai frame untuk melihat bagaimana kebijakan publik, khususnya dalam bentuk peraturan perundangan, mengakomodasi isu-isu gender di dalamnya serta menjamin adanya KKG. Apakah peraturan perundangan yang ada telah mengatur kesetaraan dan keadilan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat bagi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan SDM melalui kedua bidang tersebut. Atau justru ketiadaan unsur-unsur tersebut dalam peraturan perundangan yang “melegalkan” ketidaksetaraan yang masih ada dalam kehidupan masyarakat saat ini? Penelitian ini melihat bagaimana PUG menjadi strategi pembangunan yang dapat menjamin Kesetaraan dan Keadilan Gender di dalam pembangunan kualitas SDM, dengan mengambil objek UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Penelitian ini juga memperkaya variasi dalam justifikasi terhadap suatu kebijakan, dengan melihat UU Kesehatan dan UU Sisdiknas bukan dari perspektif perempuan saja, tetapi dari perspektif gender, yang menawarkan kesetaraan dan keadilan bagi laki-laki dan perempuan.