Draft 12 Desember 2004 BAB 29 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. PERMASALAHAN Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap perempuan. Permasalahan mendasar lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan. Masalah utama dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa, penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (11,56 persen berbanding 5,43 persen). Penduduk perempuan yang buta huruf sekitar 12,28 persen, sedangkan penduduk laki-laki yang buta huruf sekitar 5,84 persen. Pada tahun 2000, angka kematian ibu melahirkan masih tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil juga masih tinggi yaitu 45 persen pada tahun 2003. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih relatif rendah yaitu 45 persen, dibandingkan dengan laki-laki (sekitar 76 persen). Di bidang politik, meskipun Undangundang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu keterwakilan perempuan di DPR hanya 11 persen dan di DPD hanya 19,8 persen. Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari rendahnya persentase perempuan yang menjabat sebagai Eselon I dan II, yaitu hanya 13,3 persen. Tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah, seperti penyusunan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (RAN-PKTP), pembangunan pusat-pusat krisis terpadu di rumah sakit, pembangunan ruang pelayanan khusus (RPK) di Polda dan Polres, dan penyebaran informasi dan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun kesemua upaya tersebut belum cukup untuk menekan tingginya tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan. Data yang akurat belum tersedia, karena banyak kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak yang tidak dilaporkan, dengan anggapan bahwa masalah tersebut adalah masalah domestik keluarga yang tidak perlu diketahui orang lain. Data Pusat Krisis Bagian IV.29 – 1 Draft 12 Desember 2004 Terpadu (PKT) RS Cipto Mangunkusumo yang didirikan pada tahun 2000 menunjukkan, bahwa jumlah kasus kekerasan terus meningkat, yaitu dari hanya sekitar 226 kasus pada tahun 2000 menjadi 655 kasus pada tahun 2003. Dari jumlah kasus tersebut, hampir 50 persen adalah korban kekerasan seksual; sekitar 47 persen korbannya adalah anak-anak (di bawah usia 18 tahun); dan sekitar 74 persen korbannya adalah berpendidikan SD hingga SLTA. Rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak. Upaya pemerintah yang telah dilakukan selama ini belum sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Di bidang pendidikan (tahun 2003), angka partisipasi sekolah (APS) anak usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun masing-masing 99,29 persen, 80,43 persen, dan 50,65 persen. Pada tahun yang sama, anak usia 3-4 tahun dan 5-6 tahun yang mengikuti pendidikan prasekolah masing-masing hanya sekitar 12,78 persen dan 32,39 persen. Di bidang kesehatan, angka kematian bayi, angka kematian balita, prevalensi gizi kurang pada balita, dan prevalensi GAKY pada anak SD masih tinggi (lihat Bab 26 butir A 2). Sementara itu, masalah perlindungan anak antara lain dapat dilihat dari masih banyaknya pekerja anak. Pada tahun 2000, persentase anak yang bekerja sekitar 5,6 persen dari jumlah anak umur 10-14 tahun; dan sebagian terbesar dari mereka bekerja lebih dari 35 jam/minggu (73,1 persen) dan bekerja di sektor pertanian (72,0 persen). Masalah lainnya adalah banyaknya anak yang dilacurkan (sekitar 30 persen dari total prostitusi sekitar 40.000-70.000 pada tahun 1999), dan banyaknya anak yang tidak memiliki akte kelahiran (60 persen pada tahun 2001). Kebutuhan tumbuh-kembang anak juga belum sepenuhnya menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya partisipasi anak dalam proses pembangunan, dan banyaknya kegiatan pembangunan yang belum peduli anak. Rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development Index, GDI) dan angka Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement, GEM). Angka GDI mengukur pencapaian dari dimensi dan indikator yang sama dengan HDI (Human Development Index), namun dengan memperhitungkan kesenjangan pencapaian antara perempuan dan laki-laki. GDI adalah HDI yang disesuaikan oleh adanya kesenjangan gender, sehingga selisih yang semakin kecil antara GDI dan HDI menyatakan semakin rendahnya kesenjangan gender. Berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004, angka HDI 65,8 dan angka GDI 59,2. Tingginya angka HDI dibandingkan dengan angka GDI menunjukkan, bahwa keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti dengan keberhasilan pembangunan gender, atau masih terdapat kesenjangan gender. Ukuran lain dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah GEM, yang menitikberatkan pada partisipasi, dengan cara mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor non-pertanian), politik (perempuan di parlemen) dan pengambilan keputusan (perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer). Angka GEM Indonesia pada tahun 2002 adalah 54,6, yaitu ranking ke-33 dari 71 negara yang diukur. Posisi ini lebih baik dibandingkan dengan negara-negara Filipina, Malaysia, Jepang, dan Thailand. Banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan tidak peduli anak. Peraturan perundangundangan yang ada saat ini masih banyak yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan. Perangkat hukum pidana yang ada belum cukup lengkap dalam melindungi setiap individu, terutama dari tindak kekerasan dalam rumah tangga. Di samping itu, Bagian IV.29 – 2 Draft 12 Desember 2004 peraturan perundang-undangan yang ada juga belum dilaksanakan secara konsekuen untuk menjamin dan melindungi hak-hak perempuan dan anak, termasuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, seperti Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Sejalan dengan era desentralisasi, timbul masalah kelembagaan dan jaringan di daerah (propinsi dan kabupaten/kota), terutama yang menangani masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan anak. Karena program-program pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan program lintasbidang, maka diperlukan koordinasi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Masalah lainnya adalah belum tersedianya data-data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, sehingga sulit dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada. Partisipasi masyarakat juga masih rendah (data?) dalam mendukung upaya peningkatan kualitas hidup dan perempuan serta upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak. B. SASARAN Sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2004-2009 dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta perlindungan anak adalah: 1. Terjaminnya keadilan gender dalam berbagai produk perundangan, program pembangunan, dan kebijakan publik; 2. Membaiknya angka GDI (Gender-related Development Index) dan angka GEM (Gender Empowerment Measurement); 3. Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan; dan 4. Meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak. C. ARAH KEBIJAKAN Dengan adanya kondisi yang bersifat kultural (terkait dengan nilai-nilai budaya patriarkal) dan sekaligus bersifat struktural (dimapankan oleh tatanan sosial politik yang ada) tersebut, maka diperlukan tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan. Untuk itu, diperlukan political will yang kuat agar semua kebijakan dan program pembangunan memperhitungkan kesetaraan dan keadilan gender, serta peduli anak. Prioritas dan arah kebijakan pembangunan yang akan dilakukan adalah: 1. Memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik; 2. Meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta program-program lain, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumberdaya kaum perempuan; 3. Meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak; 4. Menyempurnakan perangkat hukum pidana yang lebih lengkap dalam melindungi setiap individu dari kekerasan dalam rumah tangga; 5. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak; dan 6. Memperkuat kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan data dan peningkatan partisipasi masyarakat. Bagian IV.29 – 3 Draft 12 Desember 2004 D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN 1. PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN Tujuan program ini untuk meningkatkan kualitas hidup, peran, dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan; dan meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain: 1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui aksi afirmasi, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, politik, dan ekonomi; 2. Meningkatkan upaya perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, termasuk upaya pencegahan dan penanggulangannya; 3. Mengembangkan dan menyempurnakan perangkat hukum dan kebijakan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan di berbagai bidang pembangunan di tingkat nasional dan daerah; 4. Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan di tingkat nasional dan daerah; 5. Menyusun sistem pencatatan dan pelaporan, dan sistem penanganan dan penyelesaian kasus tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap perempuan; 6. Membangun pusat pelayanan terpadu berbasis rumah sakit dan berbasis masyarakat di tingkat propinsi dan kabupaten/kota sebagai sarana perlindungan perempuan korban kekerasan, termasuk perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga; serta 7. Meningkatkan peran masyarakat dan media dalam penanggulangan pornografi dan pornoaksi. 2. PROGRAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Tujuan program ini untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan mewujudkan anak Indonesia yang sehat, cerdas, dan ceria; dan melindungi anak terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain: 1. Mengembangkan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam rangka pemenuhan hak-hak anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, hukum, dan ketenagakerjaan, di tingkat nasional dan daerah; 2. Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) penigkatan kesejahteraan dan perlindungan anak; 3. Melaksanakan kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak; 4. Meningkatkan upaya-upaya dalam rangka pemenuhan hak-hak anak, seperti penyediaan akte kelahiran dan penyediaan ruang bermain yang aman; 5. Mengembangkan mekanisme perlindungan bagi anak dalam kondisi khusus, seperti konflik bersenjata dan konflik sosial; Bagian IV.29 – 4 Draft 12 Desember 2004 6. Mengembangkan sistem prosedur penanganan hukum yang ramah anak, termasuk peningkatan upaya perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat, konflik dengan hukum, eksploitasi, trafiking, dan perlakuan salah lainnya; 7. Membentuk wadah-wadah guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan; serta 8. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional dan propinsi. 3. PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DAN ANAK Tujuan program ini untuk memperkuat kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA) di berbagai bidang pembangunan, di tingkat nasional dan daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain: 1. Mengembangkan materi dan melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang kesetaraan dan keadilan gender (KKG); 2. Meningkatkan kapasitas dan jaringan kelembagaan pemberdayaan perempuan dan anak di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, termasuk Pusat Studi Wanita/Gender; 3. Menyusun berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan PUG dan PUA, di tingkat nasional dan daerah; dan 4. Menyusun mekanisme perencanaan, pemantauan, dan evaluasi PUG dan PUA di tingkat nasional dan daerah. 4. PROGRAM KESERASIAN KEBIJAKAN PENINGKATAN KUALITAS ANAK DAN PEREMPUAN Tujuan program ini untuk mewujudkan keserasian kebijakan di berbagai bidang pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas anak dan perempuan, di tingkat nasional dan daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain: 1. Melakukan analisis dan revisi peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap perempuan dan belum peduli anak; 2. Menyusun kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan melindungi perempuan dan hak-hak anak; 3. Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perempuan dan anak; dan 4. Melakukan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan, peraturan perundangan, dan program pembangunan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan dan perlindungan anak, di tingkat nasional dan daerah. Bagian IV.29 – 5