Karen Armstrong, The Useful Idiot Islam KAMPANYE DISINFORMASI KAREN ARMSTRONG Author: Jacob Thomas, November 24, 2006 Di tahun 1992, HarperCollins menerbitkan buku Karen Armstrong “MUHAMMAD: Biografi sang Nabi.” Itu pertama kalinya saya mendengar mengenai penulis ini. Ketika saya mendapat kesempatan utk melihat bukunya, saya langsung melihat bahwa itu bukan hanya sekedar biografi baru ttg Nabi, namun sebuah usaha sengaja utk mengajak kita meminta maaf kepada Islam. Saya berharap Miss Armstrong dan bukunya tidak dianggap serius di Barat, tapi saya ternyata salah. Belakangan, dia menjadi sangat sibuk, memberi ceramah ttg Islam, dikedua sisi lautan atlantik. Kelihatannya beberapa orang Barat sangat terkesan olehnya, seperti ditunjukkan pada tgl 11 Nov 2006, di Wall Street Journal. Karen Elliot House, Bekas penerbit the Journal, menulis sebuah artikel berjudul “5 yg terbaik, Sense of Ummah: buku-buku ini penting untuk mengerti ttg Islam.” Dia mengurutkan demikian. 1. “Islam” oleh Vartan Gregorian (Brookings, 2003) 2. “Muhammad” oleh Karen Armstrong (HarperCollins, 1992) 3. “What Went Wrong?” oleh Bernard Lewis (Oxford, 2002) 4. “The Koran Interpreted” diterjemahkan oleh A.J. Arberry (Macmillan, 1955) 5. “Wahhabi Islam” oleh Natana J. Delong-Bas (Oxford, 2004) Saya sangat kecewa dengan buku Karen Armstrong, “Muhammad,” dan utk menjajarkannya dg buku Bernard Lewis dan AJ Arberry sungguh mengherankan, malah mengejutkan! Miss House bisa saja menunjuk buku klasik yg menuliskan kisah Muhammad yg dapat dipercaya seperti: “The Life of Muhammad,” oleh A. Guillaume, dan buku standar, Muhammad: Prophet and Statesman, oleh W. Montgomery Watt. Memang berlebihan utk mengharapkan Miss House merekomendasikan buku terakhir dari Robert Spencer ini. Begitu anda mulai membaca bukunya Karen Armstrong, kamu akan terpukul oleh manipulasi sengaja mengenai data sejarah Muhammad, contoh, dalam Pendahuluannya ia menulis: “Thn 1984, saya harus membuat program televisi mengenai Sufisme, ilmu kebatinan Islam, dan saya terutama sekali terkesan dg penghargaan Sufi bagi agama lain – sebuah kualitas yg tentu saja tidak saya temui dalam Kekristenan ! Ini berlawanan dgn semua anggapan saya mengenai Islam dan saya ingin tahu lebih jauh. . . Kita tahu lebih banyak ttg Muhammad daripada ttg para pendiri agama besar lainnya, maka sebuah studi tentang kehidupannya dapat memberi kita wawasan penting utk sifat-sifat dasar dari pengalaman religius.’ Hal 13, 14 Lebih lanjut, di bab 2, dia menulis: “Dalam Quran, oleh karena itu, kita memiliki komentar-komentar dari jamannya ttg karir Muhammad, hal yg unik dalam sejarah agama manapun: hal ini membuat kita bisa melihat kesulitan-kesulitan unik yg harus dia hadapi, dan bagaimana pandangannya berkembang, dalam jangkauan yg lebih universal. Sebaliknya, kita tahu sangat sedikit tentang Yesus.” Hal 51. Klaim Armstrong bahwa kita tahu lebih banyak tentang Muhammad daripada tentang Yesus Kristus adalah murni propaganda Islam. Quran memang menceritakan episode dalam kehidupan Muhammad; tapi bagaimana kami bisa mempercayainya kalau Muhammad sendiri yg menceritakan/menuliskannya, sambil mengaku bahwa sumbernya dari Allah ? Belum lagi biografi Muhammad ditulis lebih dari satu abad setelah kematiannya, dan didasarkan oleh berbagai laporan yg diambil dari Hadis. Fakta akan terdapatnya banyak Hadis palsu, membuat banyak Muslim menolak sejumlah besar Hadis, dan mengeluarkan versi mereka sendiri yg mereka anggap Sahih (Otentik). Sumber Hadis/Tradisi yg paling berwenang ttg Muhammad diambil dari Hadis Ibn Hisham, yg meninggal pertengahan abad 9, sekitar 200 tahun setelah kematian nabi ! Sebaliknya, Injil, ditulis hanya beberapa dekade setelah kematian dan kebangkitan Kristus, yg memberi kita kisah yg akurat dan dapat dipercaya ttg keajaiban-keajaiban dan ajaran-ajaran Yesus Kristus. Lebih jauh lagi, ilmu Kritik Tekstual yg ada dalam tradisi Kristen sudah dikenal luas ; yg mengumpulkan dan membandingkan manuscripts Yunani yg paling dini dari Perjanjian Baru, dgn maksud mendapatkan laporan-laporan yg paling dipercaya dari kehidupan Yesus Kristus. Tidak ada yang namanya Ilmu KritiK Tekstual dalam Komunitas Muslim utk Quran. Mereka menganggap kitab suci mereka sebagai Kalimat Allah. Dalam Islam, Qur’an itu adalah Qadim, artinya tidak dibuat. Buku Armstrong penuh dg disinformasi dan propaganda. Ia tidak letihletihnya menuding Barat karena 'salah mengerti' ttg Islam. Dalam bagian Penutupan “Masterpiece”nya ini, ia menulis: “Kita di Barat tidak pernah berhasil menghadapi Islam: pengertian kita ttg Islam adalah primitif dan tidak acuh dan kini kita kelihatannya melanggar janji kita sendiri utk bersikap toleran karena tidak suka dgn derita dan tekanan yg kita lihat dlm dunia Islam." Hal 265. “Kini sebagian Muslim mulai berbalik melawan budaya dari “Para ahlul Kitab”, yg telah mempermalukan dan memandang mereka dgn rendah. Mereka bahkan mulai mengislamisasi kebencian mereka. Tokoh tercinta mereka, nabi Muhammad, menjadi pusat dari salah satu bentrokan antara Islam dan Barat selama kasus Salman Rushdie. Jika Muslim perlu mengerti tradisi dan institusi Barat dgn lebih teliti, kita di Barat terlebih dahulu perlu membebaskan diri dari prasangka buruk kita. Mungkin satu tempat utk memulainya adalah melalui figur Muhammad: seorang yg kompleks dan penuh kasih yg kadang melakukan sesuatu yg sulit kita terima, tapi jenius dalam hal tata tertib dan mendirikan agama serta tradisi budaya yg tidak didasarkan pada pedang – seperti yg ada dlm mitos Barat – dan yg membuatkan nama 'Islam' identik dgn kedamaian dan rekonsiliasi.” Hal 266. Jadi, Miss Armstrong menguliahi kita mengenai perlunya “kita membebaskan diri dari prasangka-prasangka lama kita” dan memulainya “melalui figur Muhammad.” Apa ia mengharapkan agar kita menghapus semua yg kita pelajari ttg Muhamad, baik dari sumber Arab maupun sumber Barat, dan menerima biografi nabi yg telah dia saring!? Apa betul ia mengharapkan kita utk mempercayainya, bahwa Muhamad “mendirikan agama serta tradisi budaya yg tidak didasarkan pada pedang – seperti yg ada dlm mitos Barat – dan yg membuatkan nama 'Islam' identik dengan 'perdamaian' dan rekonsiliasi” ?!? Apa ia ... sedang bercanda?!? Darimana ia belajar bahasa Arab dan siapa yg menyuruhnya mengatakan bahwa ‘Islam’ identik dgn perdamaian dan rekonsiliasi? Bertahun-tahun saya menghabiskan waktu utk belajar tata-bahasa dan sintaksis Arab. Miss Armstrong, ketahuilah bahwa “Islam” artinya “Menyerah, takluk.” Penyerahan total kepada Allah, seperti yg tertera dalam Quran. (Dan bukan 'perdamaian'!) Artikel Wall Street Journal muncul pada Hari Veteran 2006. Lima hari kemudian, Yayasan Mosaic menampilkan dalam buletinnya: Karen Armstrong, kuliah ttg Islam: Agama yg disalah pahami. Yayasan tsb mengenalkan event yg terjadi pada hari Senin 20 November 2006 dg kata2 sbb: “Karen Armstrong, penulis, pembicara, guru dan komentator media ttg urusan agama di AS dan Inggris, akan melakukan serangkaian ceramah utk Yayasan Mosaic “Re-Discovering the Arab World – Penemuan kembali dunia Arab.” Ceramahnya akan berjudul “Islam: Agama yg disalah pahami.” Ceramah akan dilaksanakan di National Press Club, 529 14th St NW, Lantai 13 (Ballroom), Washington DC. Ceramah ini disponsori oleh sebuah organisasi yg mengaku “didirikan sejak 1998,” sebagai “Yayasan pendidikan AS, organisasi nonprofit yg didirikan dan dijalankan istri-istri (dharma-wanita) para duta besar Arab di AS. Melalui proyek ini, Mosaik mencoba utk memperbaiki nasib wanita dan anak-anak secara global dan menambah pengertian dan apresiasi terhdp budaya Arab di Amerika.” Jadi, istri-istri para dutabesar Arab meminta bantuan Miss Armstrong utk mencerahkan pengetahuan rakyat AS mengenai sifat dasar Islam, dan perlunya kita menemukan kembali dunia Arab. Saya tidak tahu apa yg dicuapkan pembicara termashur tsb dlm ceramah tgl 20 Nov tsb, tapi saya dapat memberitahu pembaca FFI ttg komentar-komentar yg ia buat pd 18 September, ttg kata-kata Paus Benedict soal Islam. Yang diterbitkan dlm the Guardian; saya yakin mereka menyediakan kita laporan up to date ttg Kampanye Disinformasi a la Karen Armstrong. Wawancaranya dimulai dg pernyataanya: “Ucapan Paus sangat berbahaya, dan akan meyakinkan banyak Muslim bahwa Barat bersifat Islamophobic (takut akan islam) yg tak tersembuhkan.” Selanjutnya, “Minggu lalu, paus Benedict XVI mengutip, tanpa kualifikasi dan tanpa persetujuan yg jelas, kalimat dari Kaisar Abad 14 Byzantine, Manuel II: “Tunjukkan pada saya apa yang baru yg dibawa Muhammad, dan kamu akan menemukan hal-hal yg biadab dan tidak manusiawi, seperti juga perintah-perintahnya yg disebarkan dg pedang.” ‘Vatikan kelihatannya kaget dg luapan kemarahan umat muslim akibat kata-kata paus ini, dan mengklaim bahwa Bapak Suci hanya bermaksud ‘mempererat sikap hormat dan dialog diantara agama dan budaya, dan jelas menuju pada Islam.’ “Tapi maksud baik Paus tidak nampak. Kebencian terhdp Islam begitu menyebar dan berakar dlm kebudayaan Barat sehingga menyatukan orang-orang yg tadinya saling bermusuhan. Baik para kartunis Denmark maupun kaum fundamentalis Kristen yg menyebut Muhammad sbg pedofil dan teroris, tidak pernah setuju dgn Paus; namun ttg topik yg satu ini mereka semuanya setuju. ‘Paus Benedict mengantarkan pidato kontroversialnya di Jerman sehari setelah ulangtahun ke-lima 9/11. Sangat sulit dipercaya bahwa acuannya kpd sebuah aliran kekerasan dlm Islam merupakan suatu kebetulan belaka. Paus malah menjauhkan diri dari inisiatif-antaragama yg dibangun pendahulunya, John Paul II, pada saat mereka sangat dibutuhkan. Karena terjadi tidak lama sesudah krisis kartun Denmark, ucapannya ini sangat berbahaya. Ini hanya semakin meyakinkan Muslim bahwa Barat tidak bisa disembuhkan dari Islamophobia dan siap-siap utk mengadakan perang Salib baru. “Kita tidak boleh menyandang kefanatikan seperti ini. Masalahnya adalah terlalu banyak orang di Barat secara tidak sadar berprasangka buruk, yakin bahwa Islam dan Quran adalah candu kekerasan. Teroris 9/11, yg secara nyata melanggar prinsip-prinsip Islam, telah menegaskan persepsi Barat yg telah mengakar dalam yg menganggap bahwa semua Muslim biadab spt itu. Sikap kuno dari abad pertengahan terus muncul ke permukaan setiap kali ada masalah di Timur Tengah. Padahal sampai abad 20, Islam jauh lebih toleran dan lebih damai dibanding dgn Kristen. Quran dg keras melarang penggunaan kekerasan dalam agama dan menghormati semua agama sebagai datang dari Tuhan; dan walau Barat tidak pernah setuju, Muslim tidak pernah memaksakan agamanya dg pedang.” “Penaklukan awal di Persia dan Byzantium sesudah kematian nabi diilhami oleh politik agama. Hingga pertengahan abad 8, Yahudi dan Kristen dalam kerajaan Muslim secara aktif dibujuk utk tidak masuk Islam, karena sesuai dgn ajaran Quran, mereka sudah memiliki wahyu asli milik mereka sendiri. *) Ekstrimisme dan intoleransi yg muncul didunia Muslim di jaman kita ini memerlukan jawaban politik – minyak, Palestina, pendudukan tanah muslim, rejim di Timur Tengah dan standar ganda Barat – bukan berupa bentuk perintah yg sudah mendarah daging. “Tapi mitos lama ttg Islam sebagai kepercayaan yg berakar pada kekerasan tetap bertahan dan muncul pada saat-saat yg tidak tepat dan kelihatannya sulit utk dibasmi. Bahkan kita telah memperkuatnya dg semakin mundur kebelakang, kearah kebiasaan lama. Seperti kita lihat, kita lebih suka menuding sebab musabab kekerasan di Irak, Palestina, Lebanon yg sebagian adalah tanggung jawab Barat, sbg kesalahan Islam sepenuhnya. Tapi jika kita terus membiarkan prasangka kita dg cara ini, kita juga berada dalam bahaya." Saya serahkan kutipan diatas kpd para pembaca, dan khususnya kpd mereka yg memiliki karakter berani utk menampik bualan Karen Armstrong yg “ahli” Islam itu. Ia mahir menganggap Barat sbg sebab musabab semua penyakit yg ada dlm dunia Muslim, baik yg di zaman dulu maupun yg sekarang. Saya kira, jika ia diwawancarai hari ini, 22 Nov 2006, ia juga akan menambahkan bahwa Barat-lah yg sebenarnya bertanggung jawab atas pembunuhan brutal Pierre Gemayel, seorang menteri Lebanon. Memang Kampanye Disinformasi ala Karen Armstrong ini tidak memiliki batas! *) Motif sebenarnya utk tidak memaksa Yahudi dan Kristen masuk Islam adalah agar mereka tetap menjadi Dhimmi, yaitu sumber utama penghasilan negara. Mereka harus membayar pajak Jizyah (pajak per kepala yg sangat tinggi), dlm keadaan hina, sbg tanda mengakui superioritas Islam. Sumber, follow this link. (pod-rock: Translator)