teamwork at its best

advertisement
NEWS
INDOHUN
The Eleventh Edition, November 2016
TEAMWORK
AT ITS
BEST
Rise of the
Threat of
Antibiotics
WHAT CAN WE DO
ABOUT IT?
STUDENTS HOLD
COMMUNITY
HEALTH PROJECT
MAHASISWA MENJALANKAN PROYEK
KESEHATAN MASYARAKAT
As the following up of Global Health True
Leaders (GHTL) Activity in year 1, INDOHUN
conducted a Seed Funding for all GHTL
participants. This program was designed
to facilitate students as future One Health
workforce to conduct a project that
engaging community in preventing zoonotic,
infectious diseases and One Health issues.
Seed Funding program was started from
April to October 2016. There were 5
proposals selected from many disciplines.
For the first project, Kemuning Health
Agent aimed to raise awareness of student
in a junior high school in Jakarta. Their
environment located beside market that
made them have a risk to be infected or to
get the disease. The project focused on the
health aspect of the market and equipped
them with appropriate ways to reduce the
risk of the being infected.
Other project, Solo Blue Earth Community
was a platform for the young generation in
Solo district to improve their knowledge on
how the environment can affect community
health. This project focused on the water
conservation for the rivers around the
Solo areas, observation of the zoonotic
disease, and a media to share ideas among
Sebagai kelanjutan kegiatan Global Health
True Leaders (GHTL) pada tahun 1, INDOHUN
membuat program Seed Funding untuk
seluruh peserta GHTL. Program ini dibuat
untuk memfasilitasi mahasiswa sebagai
calon tenaga kerja One Health agar dapat
menjalankan proyek pemberdayaan
masyarakat dalam hal pencegahan zoonosis
dan penyakit infeksi, serta masalah One
Health.
Program ini dimulai pada April hingga
Oktober 2015. Sebanyak 5 proposal dipilih.
Contohnya adalah Agen Kesehatan Kemuning
yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran siswa SMP di Jakarta. Sekolah yang
dipilih berada di samping pasar, sehingga
siswa di sana berisiko terkena penyakit.
Proyek ini fokus pada aspek kesehatan pasar
dan pelatihan tentang cara mengurangi risiko
terkena infeksi.
Proyek lain yang terpilih adalah Solo Blue
Earth Community yang menjadi wadah
anak muda di Solo untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
Proyek ini fokus dalam konservasi air di
sungai-sungai di Solo, pengamatan penyakit
zoonosis, dan menjadi wadah berbagi ide
bagi peserta dan warga Solo, khususnya yang
the participants and the society in Solo,
especially in the riverbank areas.
tinggal di tepi sungai.
The third project was Participatory
Epidemiology (PE) project which aimed to
share the knowledge of using PE method
to the health student. The veterinary
students from all over Indonesia gathered in
Airlangga University, Surabaya, to conduct
veterinary volunteering project and also
receive knowledge about PE method. As the
result, this project gave counsel related to
the problem that local community faced.
Proyek ketiga adalah Participatory
Epidemiology (PE) bagi mahasiswa
kesehatan, yang bertujuan untuk berbagi
ilmu menggunakan metode PE. Mahasiswa
kedokteran hewan dari seluruh Indonesia
berkumpul di Universitas Airlangga, Surabaya,
untuk melaksanakan proyek sukarela
sekaligus mendapatkan ilmu tentang metode
PE. Hasilnya, proyek ini dapat memberikan
saran yang bermanfaat untuk menyelesaikan
masalah di masyarakat lokal.
The next project was The Estimation of
Economic Burden of Canine Rabies in Bali.
This project aimed to calculate the economic
burden caused by rabies in Badung district
and also compare the expenditures of
indirect and direct cost due to rabies in
Badung.
Proyek selanjutnya adalah Estimasi Beban
Ekonomi Akibat Canine Rabies di Bali. Proyek
ini bertujuan untuk menghitung dampak
ekonomi yang diakibatkan oleh rabies di
wilayah Badung, sekaligus membandingkan
pengeluaran langsung dan tidak langsung
akibat rabies di Badung.
The last project was PROMOTE project
which aimed to conduct a pilot village
model of Desa Siaga Malaria in Kulon Progo,
Yogyakarta. The project organized a set
of capacity building and eventually led to
the conversation and discussion between
local government, health department, the
population and community to improve the
current situation.
Proyek terakhir adalah PROMOTE yang
dilaksanakan di Kulon Progo, Yogyakarta,
untuk menjalankan percobaan Desa Siaga
Malaria. Kegiatan ini penuh dengan rangkaian
peningkatan kapasitas dan berujung pada
diskusi antara pemerintah daerah, tenaga
kesehatan, dan warga untuk meningkatkan
kondisi saat ini.
GRANT FOR THE
GREATER GOOD
HIBAH UNTUK DUNIA YANG LEBIH BAIK
INDOHUN opened Request for Proposal
Seed Grant Program: One Health Scientific
Initiative on November-December 2015.
The program opened for INDOHUN member
who face challenges in identifying sources
of seed funds for their innovative research
ideas. This program successfully funded
research and creative work on infectious
disease and emerging pandemics with One
Health approach relevant to Indonesia and
the Southeast Asia region.
INDOHUN membuka Request for Proposal
Seed Grant Program: One Health Scientific
Initiative pada November-Desember
2015. Program ini terbuka untuk anggota
INDOHUN yang kesulitan dalam identifikasi
sumber dana untuk riset inovatif. Kegiatan
ini berhasil mendanai penelitian dan karya
yang berhubungan dengan penyakit infeksi
dan pandemi, terutama karya ilmiah yang
menggunakan pendekatan One Health di
Indonesia dan wilayah Asia Tenggara.
INDOHUN supported the early phases of
idea generation, data collection, project
planning, and interdisciplinary engagement.
The program also asked the applicant
to collaborate with investigators across
the university, involve at least two postgraduate students in investigating team, and
identify potential future external funding as
a core selection criteria.
INDOHUN mendukung proses awal idea
generation, pengumpulan data, perencanaan
proyek, dan interdisciplinary engagement.
Program ini juga mewajibkan pendaftar
untuk bekerjasama dengan peneliti lintas
universitas, melibatkan setidaknya dua
mahasiswa pascasarjana sebagai tim peneliti
dan mengidentifikasi sumber dana yang
potensial di masa depan sebagai syarat utama
seleksi.
Then the proposal was reviewed by 4
experts: Prof. dr. Budi Utomo MPH., Ph.D.,
Prof. dr. Endang Laksminingsih, MPH., Dr.PH,
Prof. drh. Wiku Adisasmito, MSc. Ph.D., Prof.
Richard Speare, and Saul Tzipori, DVM, PhD,
DSc, FRCVS. After the selection process,
5 proposals were selected to be awarded
$10,000 for each proposal to implement
Proposal yang diterima kemudian ditinjau
oleh 4 ahli yaitu Prof. dr. Budi Utomo MPH.,
Ph.D., Prof. dr. Endang Laksminingsih, MPH.,
Dr.PH, Prof. drh. Wiku Adisasmito, MSc.
Ph.D., Prof. Richard Speare, dan Saul Tzipori,
DVM, PhD, DSc, FRCVS. Setelah proses
seleksi, akhirnya 5 proposal terpilih untuk
their research proposals.
The selected proposals were about the
effect of household and agricultural
pesticide exposure to Anopheles resistance,
prevalence of cysticercosis in pigs, mapping
of zoonotic diseases using One Health
approaches, youth-based rabies control
program, and urban children food safety.
They were required to get the ethical
clearance as well as the procedures before
getting the approval to implement the
research. Until this middle November,
there were 4 proposals that already got the
approval which is 3 of them has completed
their research.
All of the studies were done as preliminary
studies in which the result could be used
for a further step in controlling infectious
disease in their own province or area.
Through the research, the participant
detected and explored the main problem
of the infectious disease that spreads
in a specific area then developed the
controlling plan as a response to infectious
disease. Participants also noted some
recommendations to be done in the next
study to explore more about the disease in
order to help the government in improving
health status in their own area.
mendapatkan masing-masing US$10,000
yang dapat digunakan untuk menjalankan
penelitian.
Kelima proposal tersebut membahas tentang
dampak pajanan pestisida rumah tangga dan
pertanian terhadap resistensi Anopheles,
prevalensi cysticercosis pada babi, pemetaan
penyakit zoonosis menggunakan pendekatan
One Health, program pengontrolan
rabies menggunakan kader muda, dan
keamanan pangan anak-anak di perkotaan.
Para penerima hibah membutuhkan uji
etik sebelum mendapatkan izin untuk
pelaksanaan penelitian. Hingga pertengahan
November, terdapat 4 penelitian yang telah
mendapatkan izin, bahkan 3 di antaranya
menyelesaikan penelitian.
Seluruh penelitian tersebut dilaksanakan
sebagai studi awalan untuk mengambil
langkah lanjutan dalam pengontrolan
penyakit infeksi di wilayah mereka. Melalui
penelitian tersebut, para penerima hibah
menemukan dan meneliti penyebab utama
penyakit infeksi yang menyebar di wilayah
tertentu, kemudian mengembangkan
rencana pengendaliannya. Mereka juga
memberikan saran yang dapat membantu
studi selanjutnya dalam meneliti penyakit,
sehingga diharapkan dapat membantu
pemerintah untuk meningkatkan status
kesehatan di wilayahnya.
WHEN YOUNG PEOPLE GO THROUGH
THE REAL WORK
KETIKA ANAK MUDA MENCOBA UNTUK BEKERJA
Nowadays, young people are prioritizing
experiences over ownership of goods. They
believe attending live experiences helps
them connect better with their friends, their
community and people around the world.
That is one of the reason why INDOHUN
created a collaborative internship program
on One Health issues from October
to November 2016. The program gave
opportunity for 20 students and young
professionals to applied the theories they
got from lectures and experience the real
work.
The interns were splitted to work in
seven different institutions and assigned
on different topics. These institutions
are Ministry of Health, Ministry of
Agriculture, Coordinating Ministry of
Human Development and Culture, Health
Science Cluster University of Indonesia,
National Zoonotic Center Bogor Agricultural
University, Department of Pathology Faculty
of Veterinary Medicine Gadjah Mada
University, and Airlangga University.
Di zaman modern ini, anak muda lebih
mengutamakan pengalaman daripada
kepemilikan barang. Mereka yakin bahwa
merasakan atau mencoba secara langsung
dapat membantu mereka untuk berhubungan
dengan teman, komunitas, bahkan orang di
seluruh dunia.
Itulah salah satu alasan INDOHUN
mengadakan program magang kolaboratif
di bidang One Health selama OktoberNovember 2016. Program ini memberi
kesempatan bagi 20 pelajar dan profesional
muda untuk mempraktikkan ilmu yang telah
didapatkan dari perkuliahan, sekaligus untuk
merasakan bekerja secara nyata.
Para peserta magang dibagi untuk tujuh
institusi berbeda dan diberi tugas dengan
topik yang berbeda. Institusi tersebut adalah
Kementerian Kesehatan, Kementerian
Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas
Indonesia, Pusat Studi Zoonosis Institut
Pertanian Bogor, Departemen Patologi
They said that they experienced real
problems, learned professional work ethic,
and practiced how to adapt their selves
in new condition. From this program,
they realized One Health approach is
substantially needed in developing and
implementing emerging infectious diseases
and zoonosis prevention and control
program. They realized that coordination
and also collaboration work is a complex and
challenging process to undergo.
WORKING IN THE FIELD
It was the same insight as what 85 students
got during One Health CommunityEmpowerment from September to
November 2016. They implemented their
community-based project in selected village
of several provinces, such as East Java, Bali,
East Kalimantan and West Nusa Tenggara.
Because the projects were directly held in
the field, the students could get experience
on how to implement an effective program
based on their area’s local wisdom. For
instance, Bali is well-known as an island
of art, so the students decided to educate
about zoonotic diseases through art. They
used art performance to deliver message
and knowledge about Dengue hemorrhagic
fever, rabies and environmental health.
The activity was begun with vaccination for
Balinese dogs and race dogs, and also with
livestock supplementation.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga.
Para peserta mengaku bahwa akhirnya
mereka menemukan masalah di dunia nyata
dan belajar tentang etika kerja profesional,
juga bagaimana cara beradaptasi di
lingkungan baru. Dari program tersebut,
mereka menyadari bahwa One Health
sangat penting dalam mengembangkan dan
melaksanakan program pencegahan dan
pengendalian penyakit infeksi dan zoonosis.
Mereka pun sadar bahwa koordinasi dan
kolaborasi ternyata cukup sulit dan penuh
tantangan.
BEKERJA DI LAPANGAN
Hal tersebut juga dirasakan oleh 85
mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata
selama September-November 2016. Mereka
menjalankan proyeknya di desa terpilih di
Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, dan Nusa
Tenggara Barat.
Karena program ini dilaksanakan di lapangan,
para mahasiswa harus mencari cara agar
programnya efektif dan sesuai dengan
kearifan lokal. Sebagai contoh, Bali adalah
provinsi yang terkenal akan karya seninya,
sehingga para mahasiswa menggunakan
seni untuk menyampaikan pesan tentang
demam berdarah, rabies, dan kesehatan
lingkungan. Kegiatan tersebut dimulai dengan
pemberian vaksin bagi anjing Bali dan anjing
yang biasa digunakan dalam olahraga, serta
suplementasi ternak.
INDOHUN GOES TO
MULAWARMAN
UNIVERSITY
INDOHUN KUNJUNGI UNIVERSITAS
MULAWARMAN
Since located in 16 different provinces,
20 universities member of INDOHUN had
their own situation and problem. INDOHUN
had to identify and capture the needs of
the targeted university to strengthen the
network. This second networking activity of
the year was held in East Kalimantan from
October 23 to 27, 2016.
Karena berada di 16 provinsi yang berbeda,
20 universitas yang menjadi anggota
INDOHUN pasti memiliki masalah masingmasing. Oleh karena itu, INDOHUN perlu
mengidentifikasi kebutuhan universitas dalam
rangka memperkuat jejaring. Penguatan
jejaring kedua tahun ini dilaksanakan di
Kalimantan Timur pada 23-27 Oktober 2016.
INDOHUN representative from Udayana
University, Dr. Sri Budayanti delivered
a public lecture on collaboration in One
Health approach. She visited Mulawarman
University with two staffs from INDOHUN
NCO. There were 131 students from Faculty
of Public Health and Faculty of Medicine
attended the public lecture. Students were
very enthusiast to learn and asked some
questions about One Health.
Perwakilan INDOHUN dari Universitas
Udayana, Dr. Sri Budayanti menyampaikan
kuliah umum tentang kolaborasi dalam
pendekatan One Health. Ia mengunjungi
Universitas Mulawarman bersama dua
pegawai INDOHUN NCO. Sebanyak 131
mahasiswa dari Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) dan Fakultas Kedokteran
(FK) hadir dalam kuliah umum ini. Mahasiswa
tampak antusias mendengarkan dan bertanya
tentang One Health.
Then, INDOHUN and 25 representatives
from Faculty of Public Health, Faculty of
Medicine and Faculty of Husbandry have
a deep discussion on the real situation,
problem, strength, weakness and needs
in Mulawarman University. Faculties and
students in East Kalimantan are actively
involved in prevention, detection and
response activities towards infectious
disease threats. But for the further
collaboration, it is important to do an
evaluation and monitoring of One Health
curriculum program in each university
members.
Kemudian, INDOHUN dan 25 orang
perwakilan dari FKM, FK, dan Fakultas
Peternakan mendiskusikan kondisi, masalah,
kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan
Universitas Mulawarman. Pihak fakultas dan
mahasiswa di Kalimantan Timur terlibat aktif
dalam pencegahan, pendeteksian, dan respon
terhadap ancaman penyakit infeksi. Namun
untuk kerjasama lebih lanjut, monitoring
dan evaluasi kurikulum One Health sangat
dibutuhkan di masing-masing universitas.
ONE HEALTH PHOTO AND SELFIE
CONTESTS HAVE SOME WINNERS
PEMENANG LOMBA FOTO DAN SELFIE ONE HEALTH
Celebrating One Health Day on November
3 this year, 27 Instagram users shared their
photo with animals in Selfie Contest “Fun
Interaction with Animal” held by INDOHUN.
This contest aimed to increase youth
awareness on One Health approach using
Instagram and used #BEPAWSITIVE hashtag
to attract more people to participate.
INDOHUN chose 3 best photos with caption
conveying educative advices which highlight
the importance of animal health to support
human health.
Dalam rangka Hari One Health pada 3
November 2016, 27 pengguna Instagram
memajang foto bersama hewan untuk
mengikuti Lomba Swafoto “Fun Interaction
with Animal” yang diselenggarakan
INDOHUN. Untuk meningkatkan kesadaran
kaum muda terhadap pendekatan One
Health, peserta wajib menggunakan tagar
#BEPAWSITIVE. INDOHUN memilih 3 foto
terbaik dengan judul yang menunjukkan
betapa pentingnya kesehatan hewan
terhadap kesehatan manusia.
We used voting system which required as
many as likes to choose the winner. The first
winner was Fifit Natalia, then followed by
Virgi Alcita as the first runner-up and Lidya
Alfiyanti as the second runner-up.
Pemenang dipilih berdasarkan jumlah
pengguna yang menyukai foto. Pemenang
pertama adalah Fifit Natalia, diikuti Virgi
Alcita sebagai pemenang kedua dan Lidya
Alfiyanti sebagai pemenang ketiga.
Before this selfie contest, INDOHUN has
launched the One Health Photo Contest in
September 2016. The submission has been
closed by the end of October 2016 and
now the four best photos are published in
INDOHUN website.
Sebelum lomba ini, INDOHUN juga
melaksanakan Lomba Foto One Health
sejak September 2016. Lomba tersebut
telah selesai pada akhir Oktober 2016 dan
empat foto terbaiknya dapat dilihat di situs
INDOHUN.
Kinley Choden
Yoga Dwi Oktavianda
NEW WAVE OF REGIONAL EID
RESEARCH PARTNERSHIP
GELOMBANG BARU KERJASAMA PENELITIAN EID REGIONAL
BY/OLEH: FAIRUZIANA
Asia Partnership on Emerging Infectious
Diseases Research (APEIR) as INDOHUN
affiliate had moved their secretariat office
moved from Thailand to Indonesia in 2015.
This year, the network members reunited
in Bali to present their work, discuss future
plans, and vision APEIR’s sustainability at
the 10th Regional Meeting in on October
13-14, 2016. This meeting theme carried the
spirit to rejuvenate the network’s impact at
its first decade.
Prof. Wiku Adisasmito as the APEIR
Secretariat Coordinator delivered the
welcome speech expressing a positive
Kerjasama Asia dalam Riset Penyakit Infeksi
(APEIR) sebagai afiliasi INDOHUN telah
memindahkan kantor sekretariatnya dari
Thailand ke Indonesia pada tahun 2015.
Tahun ini, anggota jejaring ini dipertemukan
kembali di Bali untuk mempresentasikan
penelitian, mendiskusikan rencana ke depan
serta visi keberlanjutan APEIR melalui
Pertemuan Regional APEIR ke-10 yang
diadakan pada 13-14 Oktober 2016 lalu.
Pertemuan ini membawa semangat untuk
memperbarui dampak jejaring ini pada usia
satu dekadenya.
Prof. Wiku Adisasmito selaku Koordinator
determination to continue the network’s
research activities. Then, Arlyne Beeche
who represented IDRC (International
Development for Research Center) Asia
Regional Office came up next to greet
the participants with insightful supports.
This meeting was a critical time for APEIR
because the research support from IDRC will
end by early 2017 and strategic steps need
to be decided.
The meeting included several activities
to pursue the meeting aim, such as
the second set research presentations
from Wild Life Trade and Antimicrobial
Resistance research teams, breakout
sessions to develop APEIR new research
proposals, and steering committee meeting.
The meeting concluded some following
actions such as research dissemination,
journal article publication, strengthening
network, sustaining collaborative research
atmosphere, generating other funding
resources and expanding APEIR’s network
and collaboration in the Asia region.
APEIR menyampaikan kata pembukaan
dengan tekad yang positif untuk melanjutkan
aktivitas penelitian antara jejaring ini.
Selanjutnya, Arlyne Beeche yang hadir untuk
mewakili IDRC (International Development
for Research Center) regional Asia memberi
kata sambutan dengan pesan dukungan
yang mencerahkan. Pertemuan ini menjadi
momen penting bagi APEIR karena dukungan
penelitian dari IDRC akan berakhir pada awal
2017, sehingga langkah strategis selanjutnya
perlu segera diputuskan.
Pertemuan ini mengakomodasi beberapa
kegiatan untuk mencapai tujuan rapat,
di antaranya presentasi dari kelompok
penelitian Wild Life Trade dan Antimicrobial
Resistance, sesi breakout kelompok untuk
mendiskusikan proposal penelitian baru
untuk kelanjutan APEIR, dan rapat di
antara steering committee. Pertemuan
ini menyimpulkan beberapa langkah aksi
lanjutan di antaranya diseminasi penelitian,
publikasi penelitian di jurnal ilmiah,
penguatan jejaring, melanjutkan iklim
penelitian kolaboratif, pengadaan sumber
dana lainnya untuk APEIR serta memperluas
jejaring dan kolaborasi APEIR di regional Asia.
WORLDWIDE ZIKA EXPERTS GATHER
IN BALI
PERTEMUAN DUNIA AHLI VIRUS ZIKA DI BALI
BY/OLEH: FAIRUZIANA
Top Zika experts met in Bali, Indonesia on
November 17-18, 2016. The meeting was
sponsored by the Rockefeller Foundation
and organized by APEIR and the Mekong
Basin Disease Surveillance Consortium
(MBDS). In the meeting, the experts
discussed how to improve Zika detection
and response.
APEIR and MBDS are part of the Connecting
Organizations for Regional Disease
Surveillance (CORDS) charity which works to
reduce and prevent the spread of infectious
diseases by exchanging information
between surveillance systems globally.
Its networks cover South East Europe, the
Middle East, Asia, including the Mekong
Basin, East Africa and South Africa.
Participants from 17 countries have agreed
Pada 17-18 November 2016, para ahli virus
zika terkemuka dunia bertemu di Bali,
Indonesia yang terselenggara atas dukungan
Rockefeller Foundation dengan kerjasama
antara APEIR dan Mekong Basin Disease
Surveillance (MBDS). Pada pertemuan
tersebut, para ahli berdiskusi tentang cara
meningkatkan respon terhadap penanganan
dan deteksi virus zika.
APEIR dan MBDS adalah bagian dari
Connecting Organizations for Regional
Disease Surveillance (CORDS), lembaga
yang mengurangi dan mencegah dampak
penyebaran penyakit menular melalui
pertukaran informasi antar-sistem surveilans
global. Jejaring lembaga ini mencakup Eropa
Tenggara, Timur Tengah, Asia termasuk
Mekong Basin, Afrika Timur, dan Afrika
Selatan.
some action plans across institution
and countries to manage the risk of Zika
transportation across borders and mitigate
against a larger global outbreak through
collaborative research, surveillance and
capacity building.
Peserta dari 17 negara ini menghasilkan
beberapa kesepakatan rencana kerjasama
antar-institusi dan negara untuk menghadapi
risiko persebaran virus zika lintas batas,
serta mengurangi dampak wabah global
melalui penelitian kolaboratif, surveilans, dan
peningkatan kapasitas.
The event was opened by drg. Naalih Kelsum
from the Ministry of Human Development
Sustainability in Indonesia and included the
views of experts from Brazil and Singapore,
countries who have experienced recent
outbreaks.
Acara ini dibuka oleh drg. Naalih Kelsum dari
Kementerian Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.
Pembicara dari Brazil dan Singapura juga ikut
memberikan pandangan mereka berdasarkan
pengalaman negaranya yang baru-baru ini
mengalami wabah virus zika.
This year World Antibiotic Awareness Week
was held from 14-20 November 2016. The
campaign aimed to increase awareness
of global antibiotic resistance and to
encourage best practices among the general
public, health workers, policy makers
and the agriculture sector to avoid the
further emergence and spread of antibiotic
resistance. But what are antibiotics and how
does antibiotic resistance happen?
Tahun ini, minggu kesadaran dunia terhadap
antibiotik berlangsung pada 14-20 November
2016. Kampanye ini bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran terhadap resistensi
antibiotik di dunia dan mengajak masyarakat,
tenaga kesehatan, pembuat kebijakan,
dan sektor pertanian untuk menghindari
munculnya resistensi antibiotik yang lebih
parah lagi. Namun apa itu antibiotik dan
bagaimana bisa terjadi resistensi antibiotik?
RISE OF THE THREAT OF ANTIBIOTICS
MUNCULNYA ANCAMAN ANTIBIOTIK
Antibiotics are medicines used to prevent
and treat bacterial infections. When used
properly, antibiotics can save lives.
However, people often forget that
antibiotics only work for bacterial infections.
Taking antibiotics for curing sore throat, that
is caused by a virus, will not do any good.
Now the misuse of antibiotics is one of the
greatest threats to healthcare worldwide, as
it is leading to the emergence of antibiotic
resistance.
Antibiotic resistance occurs when bacteria
change in response to the use of antibiotics
used to treat bacterial infections (such
as urinary tract infections, pneumonia,
bloodstream infections) making them
ineffective. Whereas antimicrobial
resistance is a broader term, encompassing
resistance to drugs that treat infections
caused by other microbes as well, such as
parasites (e.g., malaria), viruses (e.g., HIV)
and fungi (e.g., Candida).
Drug-resistant infections are already on
the rise with numbers suggesting that up
to 50,000 lives are lost each year due to
antibiotic-resistant infections in Europe
and the US alone. Globally, at least 700,000
people die each year of drug resistance due
to illnesses such as bacterial infections,
malaria, HIV/AIDS or tuberculosis.
And things are looking to get worse. A
study commissioned by the UK government
suggests that resistance to antibiotics could
lead to 10 million deaths per year by 2050
Antibiotik adalah obat untuk mencegah dan
mengobati infeksi akibat bakteri. Ketika
digunakan secara tepat, antibiotik bisa
menyelamatkan kehidupan.
Namun banyak orang lupa bahwa antibiotik
hanya berguna pada infeksi bakteri. Tentu
tidak akan sembuh jika kita mengonsumsi
antibiotik untuk mengobati radang
tenggorokan yang disebabkan virus. Kini
penyalahgunaan antibiotik adalah salah satu
ancaman untuk dunia kesehatan, dan hal ini
berujung pada resistensi antibiotik.
Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri
berubah saat terkena antibiotik pada infeksi
bakteri (seperti infeksi saluran kemih,
pneumonia, infeksi pembuluh darah) yang
mengakibatkan antibiotik menjadi tidak
efektif. Sedangkan resistensi antimikroba
adalah istilah yang lebih luas, ketika resisten
terhadap obat yang mengobati infeksi akibat
mikroba lain, seperti parasit (malaria), virus
(HIV), dan jamur (Candida).
Hingga 50,000 nyawa melayang tiap tahun
karena infeksi akibat resistensi antibiotik di
Eropa dan Amerika Serikat. Secara global,
setidaknya 700,000 orang meninggal setiap
tahun akibat resistensi obat yang biasanya
terjadi karena infeksi bakteri, malaria, HIV/
AIDS, atau tuberculosis.
Lebih parah lagi, studi yang dilaksanakan
oleh pemerintah UK menyebutkan bahwa
resistensi antibiotik dapat mengakibatkan
10 juta kematian per tahun pada 2050 dan
menghabiskan US$100 triliun per tahun untuk
and cost US$100 trillion a year to combat.
mencegah dan mengobatinya.
Where antibiotics can be bought for human
or animal use without a prescription, the
emergence and spread of resistance is
made worse. Similarly, in countries without
standard treatment guidelines, antibiotics
are often over-prescribed by health workers
and veterinarians and over-used by the
Selama antibiotik masih bisa dibeli tanpa
resep dokter, kemunculan dan penyebaran
resistensi ini akan semakin parah. Di negara
yang tidak memiliki peraturan tentang
standar pengobatan, para tenaga kesehatan
dan dokter hewan sering memberikan resep
antibiotik yang berlebih dan masyarakat pun
public.
sering menggunakannya secara berlebihan.
Antimicrobial resistance has become a
threat that has gone beyond geographical
limits, bringing impacts to human and
animal health and also agriculture. Without
urgent action, we are heading for a postantibiotic era, in which common infections
and minor injuries can once again kill.
Resistensi antimikroba telah menjadi
ancaman lintas geografis yang akhirnya
berdampak pada kesehatan manusia dan
hewan serta pertanian. Tanpa aksi cepat,
kita akan memasuki masa pasca-antibiotik
di mana infeksi biasa dan luka kecil bisa
mematikan.
Animal Health and Husbandry DirectorGeneral for the Indonesia’s Ministry of
Agriculture, I Ketut Diarmita, said that
Indonesia is one of the countries considered
to have high awareness about antimicrobial
resistance. Therefore, the government of
Indonesia has been working to tackle the
issue. Ministry of Health has published
Decree of the Ministry of Health No. 8,
Year 2015 on the Antimicrobial Resistance
Prevention Program in Hospital, including
the guidelines.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, I Ketut Diarmita, mengatakan
bahwa Indonesia adalah salah satu negara
yang sadar akan resistensi antimikroba.
Maka dari itu, pemerintah Indonesia terus
menyelesaikan masalah ini. Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan
Permenkes No. 8 Tahun 2015 tentang
Program Pencegahan Resistensi Antimikroba
di Rumah Sakit, termasuk tatacaranya.
Furthermore, it has set up the Antimicrobial
Resistance Control Committee (KPRA) to
draft a national action plan. The plan will
identify how the Asian nation can reduce the
overuse of antibiotics in humans, animals
and plants.
FAO Emergency Centre for Transboundary
Animal Diseases (ECTAD) Indonesia
Head, James McGrane, said antimicrobial
resistance was a problem that did not
stand alone. That was why One Health, an
approach that integrates human health,
animal health and environmental health was
needed in tackling antimicrobial resistance,
a quite complicated problem, he added.
Source: Indonesia’s Ministry of Health, The
Jakarta Post, WHO
Kemenkes juga telah membentuk Komisi
Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA)
untuk menyusun rencana aksi nasional.
Rencana tersebut akan menentukan
bagaimana negara di Asia bisa mengurangi
penggunaan antibiotik pada manusia, hewan,
dan tumbuhan.
Kepala FAO Emergency Centre for
Transboundary Animal Diseases (ECTAD) di
Indonesia, James McGrane, menyebutkan
bahwa resistensi antimikroba bukan masalah
yang bisa diselesaikan sendiri. Oleh karena
itu, pendekatan One Health dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah ini. Masalah yang
cukup rumit, tambahnya.
Sumber: Kemenkes Indonesia, The Jakarta
Post, WHO
THINGS WE CAN DO TO PREVENT
ANTIBIOTIC RESISTANCE
APA YANG BISA KITA LAKUKAN UNTUK MENCEGAH RESISTENSI ANTIBIOTIK?
Antibiotic resistance is accelerated by the
misuse and overuse of antibiotics, as well
as poor infection prevention and control.
Steps can be taken at all levels of society to
reduce the impact and limit the spread of
resistance.
Resistensi antibiotik terus meningkat akibat
penyalahgunaan dan pemakaian antibiotik
yang berlebihan, serta pencegahan dan
pengendalian infeksi yang buruk. Seluruh
lapisan masyarakat bisa ikut mengurangi
dampak dan penyebaran resistensi.
INDIVIDUALS
• Only use antibiotics when prescribed by a
certified health professional.
• Never demand antibiotics if your health
worker says you don’t need them.
• Always follow your health worker’s advice
when using antibiotics.
• Never share or use leftover antibiotics.
• Prevent infections by regularly by washing
hands, preparing food hygienically,
avoiding close contact with sick people,
practising safer sex, and keeping
vaccinations up to date.
INDIVIDU
• Hanya gunakan antibiotik dengan resep
dari tenaga kesehatan bersertifikat.
• Jangan meminta antibiotik jika tidak
disarankan oleh tenaga kesehatan.
• Selalu ikuti saran dari tenaga kesehatan.
• Jangan berbagi atau menggunakan
antibiotik sisa.
• Cegah infeksi dengan rutin mencuci tangan,
menyiapkan makanan secara higienis,
menghindari kontak dengan orang sakit,
melakukan perilaku seks aman, dan
mendapatkan vaksinasi.
POLICY MAKERS
• Ensure a robust national action plan to
tackle antibiotic resistance is in place.
• Improve surveillance of antibioticresistant infections.
• Strengthen policies, programmes, and
implementation of infection prevention
and control measures.
• Regulate and promote the appropriate
use and disposal of quality medicines.
• Make information available on the impact
of antibiotic resistance.
PEMBUAT KEBIJAKAN
• Pastikan rencana aksi nasional telah siap
untuk menyelesaikan masalah ini.
• Perbaiki surveilans infeksi resistensi
antibiotik.
• Perkuat kebijakan, program, dan
implementasi untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi.
• Atur dan dukung cara memakai dan
membuang obat yang tepat.
• Sebarkan informasi tentang dampak
resistensi antibiotik.
HEALTH PROFESSIONALS
• Prevent infections by ensuring your hands,
TENAGA KESEHATAN
• Cegah infeksi dengan memastikan
WHO Thailand/Chadin Tephaval
instruments, and environment are clean.
• Only prescribe and dispense antibiotics
when they are needed, according to
current guidelines.
• Report antibiotic-resistant infections to
surveillance teams.
• Talk to your patients about how to take
antibiotics correctly, antibiotic resistance
and the dangers of misuse.
• Talk to your patients about preventing
infections (for example, vaccination, hand
washing, safer sex, and covering nose and
mouth when sneezing).
kebersihan tangan, alat, dan lingkungan.
• Hanya berikan resep obat dan antibiotik
jika dibutuhkan, berdasarkan pedoman
terkini.
• Laporkan infeksi resistensi antibiotik
kepada tim surveilans.
• Jelaskan pada pasien tentang cara
menggunakan antibiotik, resistensi
antibiotik, dan bahaya penyalahgunaannya.
• Jelaskan juga tentang cara pencegahan
infeksi (misalnya, vaksinasi, cuci tangan,
perilaku seks aman, dan menutup hidung
dan mulut ketika bersin).
HEALTHCARE INDUSTRY
• Invest in research and development of
new antibiotics, vaccines, diagnostics and
other tools.
INDUSTRI KESEHATAN
• Berinvestasi dalam penelitian dan
pengembangan antibiotik baru, vaksin,
diagnosis, dan alat pendukung lainnya.
AGRICULTURE SECTOR
• Only give antibiotics to animals under
veterinary supervision.
• Not use antibiotics for growth promotion
or to prevent diseases.
• Vaccinate animals to reduce the need
for antibiotics and use alternatives to
antibiotics when available.
• Promote and apply good practices at all
steps of production and processing of
foods from animal and plant sources.
• Improve biosecurity on farms and prevent
infections through improved hygiene and
animal welfare.
SEKTOR PERTANIAN
• Hanya berikan antibiotik pada hewan di
bawah pengawasan dokter hewan.
• Jangan gunakan antibiotik untuk melajukan
pertumbuhan maupun mencegah penyakit.
• Berikan vaksin pada hewan untuk
mengurangi kebutuhan antibiotik dan
gunakan alternatif antibiotik jika tersedia.
• Jalankan praktik yang baik pada seluruh
langkah produksi dan pemrosesan
makanan dari hewan dan tanaman.
• Benahi biosecurity di peternakan dan cegah
infeksi dengan kebersihan dan kesejahteran
hewan yang baik.
Source: WHO
Sumber: WHO
INDOHUN National Coordinating Office
Kampus Baru Universitas Indonesia
Faculty of Public Health, G Building 3rd Floor, Room 316
Depok, West Java, Indonesia 16424
Download