1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang sangat dekat
dengan manusia. Kurangnya perhatian masyarakat menyebabkan terjadinya
banyak permasalahan pada anjing. Salah satu penyakit yang kerap terjadi pada
anjing adalah penyakit kulit (dermatitis) (Wiryana dkk., 2014).
Penelitian yang dilakukan terhadap anjing jalanan di India ditemukan
bahwa hampir 70% dari 323 anjing jalanan mempunyai kondisi badan yang buruk
dan mengalami masalah kulit serta terinfeksi kutu (Totton dkk., 2010 dalam
Wiryana dkk., 2014). Data yang diperoleh dari Bali Animal Welfare Asscociation
(BAWA) selama tahun 2011 menunjukkan bahwa berdasarkan agen penyebabnya,
dermatitis pada anjing paling banyak disebabkan oleh bakteri (23,6%), diikuti
kutu dan caplak (16,5%), skabies (12,7%), Malassezia (8,2%), demodeks (8%),
dan ringworm (4,5%) (Wiryana dkk., 2014).
Antibiotik adalah obat yang dipakai untuk mengobati infeksi, terutama
yang disebabkan oleh bakteri. Obat-obatan ini penting untuk melindungi
kesehatan manusia dan hewan, demikian juga kesejahteraan hewan (OIE, 2016).
Pengobatan pioderma anjing dapat dilakukan dengan memberi terapi empirik
antibiotik seperti linkomisin, klindamisisn, eritromisin, trimethoprim-sulfa
(sulfametoksazol atau sulfadiazin), kloramfenikol, sepalosporin, amoksisilin
trihidrat-asam klavulanik, atau ormethoprim-sulfadimetoksin. Terapi furunkulosis
1
2
interdigitalis bisa dilakukan dengan pengobatan topikal dengan mencuci lesi
dengan antiseptik ditambah antibiotik (contohnya klorheksidin) dan pengobatan
sistemik dengan antibiotik (misalnya dengan sepaleksin) (Burhan, 2012).
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai atau berlebihan bisa berujung
pada munculnya bakteri resisten yang tidak merespon pengobatan antibiotik, yang
terlihat pada dekade ini. Fenomena ini disebut resistensi antibiotik yang menjadi
ancaman dalam pengendalian penyakit di seluruh dunia. Hal ini merupakan
kekhawatiran utama bagi kesehatan hewan dan manusia (OIE, 2016).
Antibiotik topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di
bidang kulit. Efek samping pemakaian antibiotik topikal diantaranya adalah
menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi, penetrasinya rendah pada
jaringan yang terinfeksi, lebih cepat terjadi resistensi mikroba, efek toksik
(absorbsi sistemik), dan mengganggu flora normal tubuh (Suhariyanto, 2011).
Dengan memastikan adanya pemakaian obat-obatan yang sesuai dan
tepat, bersama dengan standar OIE antar negara, maka efikasi dan keamanannya
bisa dijaga. Untuk dapat mewujudkannya, aksi yang berkesinambungan antara
kesehatan, hewan, manusia, dan sektor lingkungan sangat krusial. Dokter hewan
adalah bagian dari pemecahan solusi ini dan masing-masing memiliki peran untuk
melawan resistensi antibiotik dan dapat melindungi efikasi pengobatan vital ini
(OIE, 2016).
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
sensitivitas
Staphylococcus
aureus,
Staphylococcus
pseudintermedius, Bacillus cereus, Burkholderia mallei, Acinetobacter
3
calcoaceticus-baumanii kompleks, dan Neisseria sp. yang diisolasi dari
dermatitis anjing terhadap enrofloksasin, kloramfenikol, trimethoprim,
oksitetrasiklin, kanamisin, eritromisin, amikasin, dan ampisilin.
2. Mengetahui antibiotik yang paling sensitif terhadap bakteri yang diisolasi dari
anjing penderita dermatitis.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat lebih tepat dalam memilih
antibiotik untuk mengatasi kasus dermatitis anjing. Manfaat lainnya supaya dokter
hewan praktisi hewan kecil dapat meresepkan antibiotik secara tepat sehingga
dapat menyembuhkan pasien dengan optimal.
Download