Konferensi Tingkat Menteri G-33 Berakhir: Kesatuan dan Solidaritas untuk Pembangunan Jakarta, 21 Maret 2007 – Para Menteri dan pejabat tinggi dari Kelompok 33 (G-33) mengakhiri pertemuannya hari ini. Pertemuan yang dihadiri oleh 29 negara anggota melakukan kajian terhadap kemajuan perundingan Doha Development Agenda (DDA) WTO yang tercermin dalam langkah untuk mengedepankan pembahasan mengenai Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM). Direktur Jenderal WTO, Pascal Lamy, Menteri Luar Negeri Brazilia, Celso Amorim, selaku koordinator Kelompok 20 (G-20), Menteri Pertanian Jepang, Toshikatsu Matsuka, selaku wakil dari G-10, dan European Commissioner for Trade, Peter Mandelson, turut menghadiri pertemuan sebagai undangan khusus. Turut hadir dalam pertemuan, koordinator dari African Group, African Caribbean and the Pacific (ACP), dan Small and Vulnerable Economies (SVEs). Keseluruhannya mewakili lebih dari seratus anggota negara berkembang dari WTO. Pada konferensi pers hari ini, Ketua G-33, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Dr. Mari Pangestu, menggarisbawahi pentingnya kesatuan dan solidaritas dari negara-negara berkembang dalam proses negosiasi DDA dan realisasi dari tujuan-tujuannya. “Para menteri dan pejabat tinggi menyatakan tekad untuk mendukung sepenuhnya solidaritas dan kesatuan dalam memperjuangkan isu-isu mengenai ketahanan pangan, tingkat kehidupan yang layak, dan kebutuhan pembangunan di negara-negara berkembang. Hal-hal tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari dimensi pembangunan di Putaran Doha.” Dalam sambutan hari ini, Menteri Mari Pangestu mengatakan bahwa terbuka kesempatan bagi anggota WTO untuk mencapai kesimpulan yang diharapkan dari negosiasi DDA. “Saya sangat yakin bahwa semua anggota WTO akan memperoleh manfaat yang adil dan seimbang dari pertemuan DDA. Dalam konteks pertanian, menurut saya, titik temu yang wajar berasal dari upaya untuk menekan dukungan domestik dan tarif di negara-negara maju ke level yang dianggap sebagai ‘landing zone’ oleh negara-negara berkembang. Sebaliknya, kita sebagai anggota negara berkembang juga harus memberikan kontribusi berdasarkan prinsip proporsional. Keseimbangan tersebut akan dapat dirasakan negara-negara berkembang dari suatu prinsip yang efektif dan operasional terhadap penanganan hal khusus dan berbeda. Bagi G-33, hal ini adalah berupa SP dan SSM yang efektif dan operasional.” Para menteri G-33 menyepakati suatu Ministerial Communique, yang menegaskan pentingnya untuk segera menghapuskan distorsi perdagangan yang disebabkan oleh subsidi dan hambatan-hambatan pasar di negaranegara maju. Para menteri juga menggarisbawahi pentingnya hasil negosiasi yang mencerminkan usulan dari negara-negara berkembang. Para menteri menyerukan anggota negara-negara maju untuk menunjukkan kepemimpinannya dan menggerakan negosiasi multilateral dengan menyusun penawaran secara rinci dan spesifik. Selanjutnya, para menteri G33 menyatakan kesiapan mereka untuk menindaklanjuti langkah-langkah signifikan yang diambil anggota negara maju serta memberikan kontribusi bagi pencapaian kesuksesan Putaran Doha. Dalam proses negosiasi, para menteri menyadari bahwa kelompok-kelompok kecil, plurilateral, dan diskusi bilateral yang dilakukan para anggota dirasa bermanfaat untuk membantu proses multilateral. Namun, mereka menegaskan bahwa peluang yang terbatas ini, membutuhkan proses untuk beralih ke konteks multilateral. Karena itu, para menteri meminta seluruh kelompok dan anggota untuk beranjak ke proses multilateral guna memastikan transparansi dan keseimbangan dalam proses sebagai dasar legitimasi bagi hasil-hasil negosiasi. Selain dari Ministerial Communique, para menteri G-33 menelaah dan memperbarui daftar indikator dalam menyeleksi Special Products secara transparan. Indikator-indikator ini mencerminkan pendekatan yang paling sederhana dan rasional untuk menerapkan mandat terhadap penanganan secara khusus dan berbeda. Para menteri G-33 juga melakukan diskusi konstruktif dan bertukar pandangan dengan para undangan khusus yang hadir di pertemuan. Direktur Jenderal WTO dalam pernyataannya, meminta para anggota untuk mengoptimalkan upaya-upaya bagi kesepakatan Putaran Doha. Lamy menegaskan bahwa kelambatan negosiasi terkait dengan negara besar, negara-negara maju, yang belum menawarkan lebih, terutama dalam pengurangan subsidi. Meski demikian, semua anggota perlu mengintensifkan usaha-usaha mereka untuk memberikan kontribusi bagi proses negosiasi multilateral.