universitas pembangunan nasional veteran jakarta

advertisement
PAKET BALI WTO : PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN
INDONESIA
Shanti Darmastuti
(Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UPN “Veteran” Jakarta)
Abstract
Agricultural sector has become one of the sectors facing difficultes to arrive at an agreement
among members of WTO. Bali package is the result of the WTO Nineth Ministerial
Conference in Bali, on December 3-6, 2013. This agreement is an effort to succeed the Doha
Development Agenda. Bali Package also provides the flexibility for developing countries to
regulate their food security policies. However, the agreed-results also pose a number of
challenges for developing countries such as Indonesia in food security sector.
Keywords: WTO, Bali Package, Agriculture
mengajukan
PENDAHULUAN
Pembicaraan pertanian di bawah
stockholding
proposal
mengenai
skema
publik.
Sebuah
makanan
untuk
proposal juga diajukan oleh negara-negara
membangun komitmen pemerintah untuk
Afrika Barat sehubungan dengan produk
bergerak
kapas.
Putaran
Doha
dimaksudkan
menuju
sistem
perdagangan
pertanian yang adil dan berorientasi pasar.
Proposal-proposal tersebut di atas
Kesepakatan seputar isu-isu perdagangan
tidak terlepas dari topik mengenai fasilitasi
pertanian yang selama ini menjadi hambatan
perdagangan
bagi
ditambahkan di agenda Putaran Doha WTO
negara
berkembang
dan
maju
resmi
di
WTO Ministerial Conference Kesembilan
perdagangan secara resmi dimulai pada
di
tahun
Indonesia
pada
tanggal
3-6
2000-an.
secara
diupayakan tercapai kesepakatan dalam
Bali,
awal
yang
2004.
Negosiasi
Dalam diskusi
mengenai
Desember 2013. Dalam pertemuan di Bali,
fasilitasi
kelompok negara-negara berkembang G-20
membahas
yang
perdagangan dan kompetisi, perdagangan
mendukung
perdagangan
reformasi
pertanian
kebijakan
negara
maju,
mengajukan proposal mengenai subsidi
ekspor
dan
serangkaian
anggota
WTO
topik
seperti
dan investasi, serta transparansi dalam
government procurement.
untuk
Topik-topik tersebut dikenal sebagai
yang
Isu Singapura, Pada bulan Juli 2004,
mempengaruhi ekspor pertanian mereka.
negosiasi fasilitasi perdagangan dimasukkan
Pada saat yang sama, G-33 yang merupakan
sebagai bagian dari "July Package". Dalam
koalisi negara-negara berkembang juga
tahun-tahun
mengurangi
langkah-langkah
perdagangan,
fasilitasi
proses
administrasi
berikutnya
anggota
WTO
17
UPN "VETERAN" JAKARTA
mengajukan serangkaian proposal tentang
15%) lebih dari 6 tahun dan untuk negara-
berbagai topik untuk dinegosiasikan.
negara berkembang, rata-rata 24% (minimal
10%) lebih dari 10 tahun.
Dengan adanya aturan tersebut di
SEKTOR PERTANIAN DALAM WTO
DAN
DAMPAK
BAGI
NEGARA
atas, maka liberalisasi di bidang pertanian
telah diberlakukan oleh WTO. Akibat dari
BERKEMBANG
Salah satu tujuan utama dari WTO
liberalisasi di bidang pertanian tersebut
adalah membangun sistem perdagangan
adalah adanya pihak yang dirugikan yaitu
pertanian yang adil dan berorientasi pasar.
negara-negara berkembang yang tidak bisa
Di samping itu,
bersaing
proses reformasi dan
dengan
negara-negara
maju.
negosiasi sector pertanian dalam WTO
Sebagai contoh, kebijakan subsidi ekspor
didukung dengan adanya peraturan GATT.
masih menjadi masalah bagi sebagian besar
Sebagai informasi,
terdapat beberapa
negara-negara berkembang karena sebagian
komitmen dalam WTO yang meliputi: 1)
besar investor asing menguasai lahan-lahan
akses pasar (terkait dengan pembatasan
pertanian mereka. Ini berarti bahwa di
impor); 2) dukungan domestik (dukungan
negara-negara berkembang di mana tidak
pemerintah kepada produsen dalam negeri);
ada satu pun industri lokal atau industri
dan 3) subsidi ekspor (dukungan pemerintah
lokal
untuk ekspor).
pengurangan subsidi ekspor maka akan
masih
sedikit,
dengan
adanya
Peraturan WTO tentang produk
merugikan negara berkembang yang akan
pertanian dinamakan dengan The Agreement
mengembangkan industri lokalnya (PCFS
on
Agriculture
(AoA).
AoA
adalah
perjanjian internasional dalam WTO yang
Asia, 2013).
Di sisi lain, aturan tentang the
dinegosiasikan selama Putaran Uruguay
Agreement on Trade Related
GATT dan mulai berlaku dengan berdirinya
Intellectual Property Rights (TRIPS) telah
WTO pada tahun 1995. AoA pada dasarnya
membuat semua negara anggota wajib untuk
memiliki
(1)
memenuhi hak-hak kekayaan intelektual,
penghapusan hambatan tarif dan non-tarif,
terutama dalam hal penemuan bibit baru dan
(2) pengurangan subsidi domestik dan (3)
varietas
pengurangan subsidi ekspor. AoA juga
selama berabad-abad, para petani telah
mengatur tentang jumlah penurunan tarif
menggunakan dan menjual bibit pertanian
bagi negara-negara maju dan berkembang.
yang ada. Dengan adanya aturan tersebut,
Dalam hal ini untuk negara-negara maju,
maka perusahaan benih multinasional dapat
penurunan tarif rata-rata 36% (minimum
mengklaim hak paten atas benih yang
tiga
pilar
dasar,
yaitu:
tanaman.
Dalam
Aspects of
prakteknya,
18
UPN "VETERAN" JAKARTA
dihasilkan
melalui
penelitian
mereka
menggunakan special safeguard measure
dengan memperkenalkan urutan gen baru
untuk
(PCFS Asia, 2013). Tentu saja bagi negara-
Pengamanan khusus bagi sektor pertanian
negara berkembang aturan ini memberikan
dirancang untuk mengatasi gangguan di
kecenderungan
mengancam
pasar domestik yang timbul sebagai akibat
praktek-praktek pertanian lama yang telah
dari penghapusan hambatan-hambatan non-
berabad-abad mereka lakukan. Hadirnya
tarif, baik dalam hal lonjakan impor maupun
aturan tersebut akan membuat pertanian
penurunan
mereka
meskipun
yang
bergantung
akan
pada
perusahaan-
melindungi
harga
ada
petani
domestik.
pemotongan
mereka.
Ketiga,
minimum
dengan tingkat tarif yang harus dikurangi,
perusahaan multinasional.
sudah
dalam prakteknya negara maju menetapkan
ditetapkan dalam AoA pada prakteknya
aturan ini berbeda untuk setiap produk. Ini
membuat
kecewa.
berarti bahwa tarif pada beberapa produk
Seperti misalnya pada pilar mengenai akses
utama berkurang sangat sedikit. Selain itu,
pasar.
bantuan
Beberapa
pilar
negara
Harapan
yang
berkembang
utama
negara-negara
pangan
dibebaskan
dari
berkembang untuk Putaran Uruguay adalah
pengurangan subsidi ekspor. Ini berakibat
bahwa negara-negara maju bisa membuka
pada pemotongan tarif dari beberapa produk
pasar mereka,
pertanian, yang memiliki potensi manfaat
pertanian
setidaknya dalam bidang
yang sebelumnya merupakan
bagi
negara-negara maju berada pada
sektor yang sangan dilindungi. Namun,
tingkat yang sangat rendah. Keempat, tarif
harapan
yang sangat tinggi terjadi pada produk yang
ini
tidak
menjadi
kenyataan.
Beberapa kekecewaan negara berkembang
juga terkena pembatasan kuota.
sehubungan dengan akses pasar ini adalah
Di samping itu, dalam hal subsidi
(Xiaozhen Li, 2008): Pertama, di bawah
domestik pada ketentuan AoA, negara-
komitmen dengan sistem tarif dari AoA,
negara maju harus mengurangi subsidi
anggota WTO harus mengkonversi sebagian
domestik pada bidang pertanian. Namun,
hambatan
impor
dalam prakteknya, jumlah subsidi tersebut
pertanian dan menentukan batas tarif. Pada
meningkat. Dalam aturannya, negara-negara
prakteknya, sebagian besar negara-negara
maju harus mengurangi subsidi domestik
maju mengambil keuntungan dari aturan itu.
sebesar 20% selama 1995-2000, tetapi hal
Dalam hal ini, aturan “mengkonversi”
ini tidak dapat terpenuhi. Meskipun negara-
digunakan untuk menetapkan tarif yang
negara maju belum memenuhi janji-janji
lebih tinggi bahkan terkadang lebih tinggi
mereka, mereka terus mendesak negara-
dari hambatan non-tarif. Kedua, mereka
negara berkembang untuk melaksanakan
non-tarif
untuk
tarif
19
UPN "VETERAN" JAKARTA
impor dan liberalisasi perdagangan. Dalam
pada tahun 2000 berdasar pada Pasal 20 the
proses pelaksanaan AoA, negara-negara
Uruguay Round Agreement on Agriculture
berkembang banyak dihadapkan dengan
(URAA), berjudul 'Continuation of the
berbagai permasalahan.
Masalah-masalah
reform process' yang pada intinya para
tersebut diantaranya seperti perlunya biaya
anggota sepakat bahwa kelanjutan proses
tinggi dan adanya kompleksitas dalam
negosiasi akan dimulai satu tahun sebelum
mengadaptasi
akhir periode pelaksanaan, dengan memper-
kebijakan
negeri
dengan
ketentuan dalam AoA. Ketentuan dalam
timbangkan (Alan Mattews, 2013):
AoA tidak memberikan fasilitas kepada
1.
pelaksanaan komitmen;
negara berkembang untuk dapat melindungi
2.
efek
dari
komitmen
terhadap
mereka dari efek-efek negatif liberalisasi
pengurangan perdagangan dunia di
pasar. Tidak seperti negara-negara maju,
sektor pertanian ;
negara berkembang juga tidak memiliki
3.
masalah
non-perdagangan,
negara-negara
perlakuan khusus dan berbeda untuk
maju. Dalam hal ini, seperti yang terdapat
anggota negara berkembang dan
dalam
membangun
subsidi ekspor sebanyak
ketentuan
AoA,
negara-negara
sistem
perdagangan
berkembang dilarang untuk menambah atau
pertanian yang adil dan berorientasi
meningkatkan subsidi ekspor (Xiaozhen Li,
pasar;
2008).
4.
Negosiasi
pada
liberalisasi
perdagangan pertanian lebih lanjut dimulai
komitmen lebih lanjut diperlukan
untuk
mencapai
tujuan
jangka
panjang yang disebutkan di atas.
20
UPN "VETERAN" JAKARTA
Tabel berikut menggambarkan rangkaian kegiatan perundingan Doha terkait dengan
pertanian:
Tabel I
Rangkaian Kegiatan Perundingan Doha di Sektor Pertanian
Tahun
1995
1999
Umum
Perjanjian WTO mulai berlaku
Pertemuan Para Menteri di Seattle
membicarakan implementasi dari
setiap isu yang ada di WTO
2000
Negosiasi pertanian diluncurkan sebagai
bagian dari 'built-in' agenda atas dasar
mandat dari Pasal 20
Peluncuran Doha Development Negosiasi pertanian dimasukkan dalam
Agenda yang akan dicapai melalui Negosiasi Putaran Doha
seputaran negosiasi sampai pada
tanggal 1 Januari 2005
September: Pertemuan para menteri Februari: Draft pertama Harbinson mulai
di Cancun mengalami deadlock
disirkulasikan
Agustus : Proposal bersama EU dan AS
tentang modalitas sektor pertanian
Kerangka
kesepakatan
untuk
membangun
modalitas di sektor pertanian diadopsi
oleh General Council
- Konferensi Tingkat Menteri di 2013 disepakati sebagai tahun untuk
Hongkong.
pentahapan diakhirinya subsidi ekspor
- Kesepakatan untuk menawarkan secara paralel
akses DFQF terhadap 97 persen
ekspor dari LDC
- Kesepakatan
informal
untuk
menunda negosiasi sektor jasa
Juli: Lamy menunda putaran Juni: Ketua Sidang Khusus (SS) CoA
negosiasi dan hal ini terjadi karena mengedarkan draft pertama mengenai
adanya kesenjangan dalam negosiasi modalitas pada pertanian.
pertanian
- Dimulainya kembali perundingan
- Berakhirnya Otoritas Promosi
Perdagangan AS
Juli: Mini-Ministerial conference - Penawaran besar Uni Eropa dan AS.
tentang pertanian dan masalah - Permasalahan yang sulit diselesaikan
NAMA. Swiss formula diusulkan
termasuk produk-produk khusus dan
untuk tarif non-pertanian dengan
special safeguard mechanism.
koefisien yang berbeda untuk - Juli: Chair SS CoA mengedarkan
negara-negara
maju
dan
revisi ketiga rancangan modalitas.
berkembang
- Uni Eropa mencapai kesepakatan
impor pisangnya
dengan sebelas
negara Amerika Latin dan Amerika
Serikat
2001
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sektor Pertanian
21
UPN "VETERAN" JAKARTA
- Desember:
2009
- Pertemuan G-20 Pittsburgh
- Geneva Ministerial Conference
menyetujui inventarisasi di kuartal
pertama 2010
2010
- Pertemuan G-20 Seoul mendesak
penyelesaian Doha
- Lamy menetapkan batas waktu
Maret 2011 untuk teks modalitas
direvisi
2011
2012
2013
- April:
Lamy
melaporkan
kebuntuan pada Easter package.
- Mei: Usulan Lamy untuk tigatrack
pendekatan
8th
MC
disepakati oleh TNC.
- Juli: Menjatuhkan mini-package
LDC
- Dec: konferensi tingkat Menteri
ke-8 di Jenewa
Revisi Perjanjian plurilateral pada
Government Procurement
Persipan pertemuan di Bali
Chair
SS
CoA
mengedarkan
revisi
keempat
rancangan modalitas
Pekerjaan teknis dimulai pada data dan
template yang diperlukan untuk
menentukan komitmen didasarkan pada
modalitas ketika disetujui.
Chair SS CoA menguraikan rencana
untuk memproduksi versi modalitas
yang direvisi pada kuartal pertama
2011 dengan melihat menyelesaikan
negosiasi pada akhir 2011
Laporan TNC SS CoA menyoroti
kurangnya
kemajuan
dalam
perundingan terkait dengan modalitas
pada Desember 2008
Chair SS CoA mulai melakukan
perundingan
sehubungan dengan
‘early harvest’
Diskusi inisiatif G-20 dan G-33 tentang
elemen ‘early harvest’
Sumber: IIIS Discussion Paper, 2013
22
UPN "VETERAN" JAKARTA
PAKET BALI WTO DAN PRODUK
dengan
kurangnya
infrastruktur
dan
PERTANIAN
produksi yang tidak memadai oleh para
Paket Bali ini merupakan upaya
petani skala kecil yang miskin, sementara
untuk menyukseskan Agenda Pembangunan
tantangan eksternal sebagian besar berpusat
Doha yang telah dimulai pada 2001. Dari isi
pada kerentanan sumber daya petani miskin
Paket Bali yakni fasilitas perdagangan, paket
dan akuisisi bahan makanan dengan harga
pembangunan
kurang
yang diberikan untuk tujuan keamanan
berkembang dan pertanian, produk pertanian
pangan. Secara keseluruhan, perubahan yang
merupakan merupakan sektor yang paling
diusulkan
sulit
perdagangan
untuk
untuk
negara
mendapatkan
kesepakatan.
berhubungan
dengan
aturan
yang
akan
pertanian
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
memungkinkan negara-negara berkembang,
bahwa produk pertanian negara berkembang
termasuk
merupakan masalah yang sangat sulit untuk
menggunakan
diselesaikan. Pada pertemuan di Bali, G-20
kebijakan pembangunan dalam mencapai
mengajukan proposal tentang persaingan
tujuan
tentang tariff-rate
ekspor serta proposal
quota administration. Di samping itu, G-33
juga mengusulkan proposal yang bertujuan
negara-negara
Afrika
pertanian
keamanan
untuk
sebagai
pangan,
alat
pengentasan
kemiskinan dan ketersediaan lapangan kerja
di pedesaan (Yonov Frederick Agah, 2013).
Dimotori India, kelompok G-33
untuk meningkatkan daftar kebijakan dan
(kelompok
negara-negara
layanan yang terkait dengan petani, program
mengajukan
proposal
land reform, pembangunan pedesaan dan
pertanian dari 10% menjadi 15% tanpa batas
rural livelihood security. Dilatarbelakangi
waktu, stockholding for food security untuk
oleh kenaikan yang signifikan harga pangan
ketahanan
serta
yang
ekspor pertanian dari subsidi ekspor, serta
membutuhkan dukungan di negara-negara
penerapan tariff rate quota. Namun, dalam
berkembang,
pertemuan WTO di Bali, proposal ini
jumlah
berusaha
petani
miskin
maka proposal G-33 ini
untuk
menghapus
pangan,
berkembang)
penaikan
pembebasan
subsidi
produk
batas
mendapat pertentangan dari negara-negara
stockholding publik dan bantuan pangan.
maju. Negara-negara maju yang dimotori
Proposal G-33 memiliki potensi untuk
oleh AS menilai bahwa proposal yang
menjawab beberapa tantangan internal dan
diajukan
eksternal. Tantangan internal berhubungan
mendistorsi
tersebut
berupaya
perdagangan.
untuk
Melalui
23
UPN "VETERAN" JAKARTA
perdebatan yang cukup
lama, akhirnya
proposal tersebut disetujui menjadi bagian
Domestic Support

Expansion of Green Box General
Paket Bali dengan interim empat tahun.
Services definition
Selama interim empat tahun itu negara
Dalam hal
berkembang
bantuan domestik diizinkan di bawah
diperbolehkan
menerapkan
subsidi 15% dari total produksi. Negara-
aturan
negara
domestik
anggota
WTO
diminta
tidak
ini, beberapa jenis
WTO,
asalkan
yang
bantuan
diberikan
tidak
mempermasalahkan ini ke panel WTO.
menyebabkan distorsi perdagangan.
Setelah empat tahun dijanjikan akan ada
Dukungan tersebut dapat mencakup
solusi permanen yang akan dirundingkan
program-program
dalam konferensi tingkat menteri berikutnya
pemerintah yang dikenal sebagai
(Khudori , 2013).
General Service. Di Bali,
Paket Bali yang disepakati mencakup
yang
dikelola
daftar
General Service diperluas mencakup
sepuluh poin pembahasan yang meliputi isu
program
fasilitasi
mengenai reformasi tanah dan rural
perdagangan, general
services
untuk pertanian, public stockholding untuk
ketahanan pangan, Tariff Rate Quota untuk
produk
pertanian,
persaingan
perlakuan khusus terhadap penyedia jasa
berkembang
livelihood security.

ekspor,
perdagangan kapas, ketentuan asal barang,
negara
Program stockholding publik untuk
tujuan ketahanan pangan.
Akses pasar

Tariff
Rate
Quota
(TRQ)
dari negara kurang berkembang, Duty-Free
administration
and Quota-Free (DFQF) untuk negara
Deklarasi yang dihasilkan di Bali
kurang
berkembang,
pengawasan
Treatment
Special
terhadap
dan
mekanisme
memberikan kesempatan bagi negara
and
Differential
berkembang
negara
kurang
untuk
dapat
mengambil keuntungan dari kuota
berkembang. Beberapa kesepakatan yang
tarif
dicapai dalam Paket Bali meliputi (Gro-
panjang,
Ventures, 2014):
meningkatkan
underfille.
langkah
perdagangan
Dalam
tersebut
jangka
dapat
liberalisasi
dengan
memberikan
aturan yang lebih transparan untuk
mengekspor.
24
UPN "VETERAN" JAKARTA
negara-negara berkembang untuk mengatur
Kompetisi Ekspor
kebijakan
ketahanan
pangannya.
Bagi
Dari tiga pilar pertanian, dalam Paket
Indonesia, Paket Bali tidak memberikan
Bali perihal persaingan ekspor tidak
hambatan
membuahkan kesepakatan yang lebih
ketahanan
maju.
pertanian yang selama ini telah dijalankan.
Kapas
terhadap
pangan
agenda-agenda
dan
pembangunan
Perbaikan prosedur kepabeanan yang ada
Kapas telah menjadi masalah sangat
dalam Paket Bali, selama ini telah menjadi
kontroversial di bawah perundingan
program pemerintah selama ini. Perbaikan
Doha. Sekelompok negara-negara
prosedur kepabeanan di Indonesia tidak
Afrika yang dikenal sebagai 'Cotton
hanya dimaksudkan agar barang lebih
4' yang terdiri dari Chad, Mali,
mudah mengalir keluar-masuk, tetapi juga
Benin
Faso-telah
agar korupsi dan pungutan liar dapat
berusaha sejak tahun 2005 untuk
dihilangkan dari kepabeanan. Perbaikan
menciptakan
prosedur
dan
Burkina
pasar
yang
lebih
kepabean
dinilai
mengingat
Bali,
WTO
sektor strategis dalam pembangunan. Di
berkomitmen untuk terus bekerja di
samping itu, sektor pertanian sampai saat
daerah
mengadakan
ini masih menjadi sumber mata pencaharian
diskusi tahunan dan sesi pemantauan
bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia.
untuk meninjau situasi di sektor ini.
Sementara, di sektor ini, Indonesia masih
Namun, kemajuan yang konkret
dihadapkan dengan beberapa permasalahan
untuk Cotton 4 di Bali masih kurang.
seperti taraf kehidupan para petani yang
ini
anggota
dengan
pertanian
penting
kompetitif untuk produk mereka. Di
para
sektor
ini
merupakan
masih rendah dan perlu untuk ditingkatkan
PELUANG
DAN
TANTANGAN
PRODUK PERTANIAN INDONESIA
Paket Bali yang terdiri dari 10
dokumen
yang
mencakup
serta
lonjakan
harga
pangan
yang
memberikan dampak bagi sector pertanian
Indonesia.
Harga
pangan
yang
naik
fasilitasi
berimbas pada menurunnya daya beli dan
perdagangan, pertanian, dan berbagai isu
naiknya inflansi. Iklim yang semakin tidak
pembangunan.
mudah
Paket
Bali
dinilai
memberikan ruang dan fleksibilitas bagi
produksi
diramalkan
dan
risiko
menjadikan
harga
risiko
meningkat,
25
UPN "VETERAN" JAKARTA
sehingga
ketahanan
menjadi
rentan
pangan
Indonesia
memiliki
hambatan
internal.
Hambatan
sepenuhnya
internal ini berhubungan dengan fasilitas
mengandalkan pada pasar internasional.
perdagangan, seperti misalnya Indonesia
Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan
membutuhkan dua pelabuhan internasional
sebagai salah satu faktor penunjang penting
yang besar. Selain pembatasan waktu empat
ketahanan pangan (Harianto, 2013).
tahun,
apabila
Paket Bali juga dinilai tidak
Seperti yang diungkapkan oleh Gita
memihak petani, dan justru mendorong
Wirjawan, Paket Bali memberikan peluang
setiap negara semakin membuka keran
bagi Indonesia untuk dapat melakukan
impor terhadap produk negara maju (Jurnas,
swasembada pangan serta juga bisa menjadi
2013).
Sehubungan
eksportir produk pertanian. Hasil dari Paket
dengan
kesepakatan
negara-negara
subsidi pertanian, selama ini APBN hanya
berkembang melindungi para petaninya.
mengalokasikan subsidi pangan, pupuk, dan
Namun, peluang yang ada dalam Paket Bali
benih yang nilainya dalam lima tahun
ternyata
sejumlah
terakhir sekitar Rp 30 triliun setahun, jauh
tantangan bagi Indonesia. Dalam Paket Bali
lebih rendah ketimbang subsidi energi. Di
yang disepakati tersebut, subsidi pertanian di
samping itu, sehubungan dengan ketahanan
negara berkembang memang meningkat dari
pangan, dalam global food security index
sebelumnya maksimal 10 persen dari output
tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat
nasional, menjadi 15 persen. Namun hal itu
ke-64 dengan nilai 46,8 dari nilai tertinggi
dibatasi hanya sampai empat tahun. Hal ini
100. Sebagai perbandingan, Malaysia di
tentu bisa merugikan negara-negara agraris
urutan ke-33, China ke-38, Thailand ke-45,
seperti Indonesia. Pasalnya, jika subisidi
Vietnam
pertanian tidak ditingkatkan, maka banyak
Ketahanan pangan yang semakin berkurang
petani di Indonesia yang akan menjadi
juga dapat terlihat dari luas panen jagung
miskin. Hal ini disebabkan karena subsidi
dan kedelai cenderung menurun dari tahun
merupakan
ke tahun, sementara yield naik tetapi relatif
Bali
ini
memungkinkan
juga
nilai
memberikan
tambah
dari
sektor
ke-55,
Filipina
lambat.
petani. Di samping itu, terkait upaya untuk
berkembang dan produksi kedelai cenderung
memperluas pemasaran perdagangan ke
turun. Akibatnya, impor kedua komoditas
semua
pangan ini cenderung naik. Dalam tiga tahun
Indonesia
juga
masih
jagung
ke-63.
pertanian yang bisa dinikmati langsung oleh
negara,
Produksi
dan
relatif
tak
26
UPN "VETERAN" JAKARTA
terakhir, impor jagung sekitar 1,5 juta ton
bebas yang menguntungkan negara-negara
sampai 3,2 juta ton, dan impor kedelai
maju saja. Negosiasi fasilitas perdagangan
sekitar 1,7 juta ton sampai 2,1 juta ton.
berhasil mengikat secara hukum, serta
Dengan kondisi semacam ini tentu saja
memastikan kepentingan perusahaan besar.
dengan kesepakatan WTO di Bali, hal ini
Negosiasi ini memudahkan prosedur bea
menjadikan sebuah tantangan yang besar
cukai dan perbatasan dan hal ini tentu saja
untuk memanfaatkan peluang yang ada
hanya menguntungkan perusahaan ekspor-
(Faisal Basri, 2013).
impor besar saja.
Di sisi lain, perjanjian fasilitasi
perdagangan yang telah dicapai di Bali
PENUTUP
dinilai telah sejalan dengan kebijakan
Indonesia.
Beberapa
perdagangan
bentuk
telah
fasilitasi
dilakukan
oleh
Masuknya sektor pertanian dalam
disiplin WTO meberikan akibat pada sektor
pertanian
yang
pemerintah meliputi pemotongan biaya-
perkembangan
biaya
internasional.
di
pelabuhan,
penyederhanaan
terikat
pada
pertanian
di
dinamika
tingkat
Dalam hal ini,
sektor
prosedur dan perizinan, penerapan National
pertanian akan terikat dengan negosiasi
Single Window, peningkatan transparansi,
perdagangan
dan
pelabuhan
konteks WTO. Sebagai akibatnya, sektor
internasional. Oleh karena itu, perjanjian ini
pertanian dan perdagangan produk pertanian
dinilai
bagi
akan sangat dipengaruhi oleh tekanan-
Indonesia untuk menembus pasar ekspor
tekanan eksternal baik bersumber dari WTO
nontradisional
Amerika
dan negara maju, maupun sesama negara
Latin, Asia Tengah dan Barat yang sampai
berkembang itu sendiri. Pada petemuan di
saat ini masih diwarnai oleh biaya transaksi
Bali
yang relatif tinggi (Ditjenkpi, 2013). Namun
negosiasi antara negara maju dan negara
demikian,
berkembang
perbaikan
akan
fasilitas
memberi
seperti
peluang
Afrika,
kesepakatan
fasilitasi
perdagangan ini juga dinilai akan merugikan
Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh M
Riza
Damanik
fasilitasi
(Neraca,
perdagangan
3-6
produk
pertanian
Desember
dicoba
2013,
untuk
dalam
kebuntuan
diselesaikan
dengan dihasilkannya Paket Bali.
Dengan keluarnya Paket Bali dinilai
2013)
bahwa
akan memberikan peluang bagi negara
tersebut
hanya
berkembang
membuka ekspansi fasilitas perdagangan
untuk
lebih
meningkatkan
sektor pertaniannnya. Di samping itu, hasil
27
UPN "VETERAN" JAKARTA
kesepakatan
di
Bali
diharapkan
akan
Faisal Basri, “WTO dan Pertanian Kita”,
memberikan ruang yang lebih luas kepada
diakses
negara berkembang untuk meningkatkan
http://bisniskeuangan.kompas.com/re
ketahan
ad/2013/12/09/0903213/WTO.dan.P
pangan.
Namun,
harapan
ini
dari
dibarengi dengan sejumlah permasalahan
ertanian.Kita
yang masih dihadapi sektor pertanian di
Januari 2014 pkl.14.00
negara berkembang seperti Indonesia, yaitu
Harianto,
“Paket
pada
tanggal
Bali
25
WTO
dan
masalah subsidi pertanian dan masalah
Relevansinya
Bagi
Pertanian
ketahanan pangan. Permasalahan ini tentu
Indonesia”,
diakses
saja akan berimbas pada hasil kesepakatan
http://setkab.go.id/artikel-11423-
yang lebih memberi manfaat pada negara
paket-bali-wto-dan-relevansinya-
maju.
bagi-pertanian-indonesia.html pada
dari
tanggal 12 Januari 2014
Khudori,” Paket Bali dan Sektor Pertanian”,
REFERENSI
Alan Mattews, “Doha Negotiations on
diakses
dari
http://www.koran-
Agriculture and Future of The WTO
sindo.com/node/356189 pada tanggl
Multilateral Trade System”, IIIS
9 Februari 2014 pkl. 14.00
Discussion Paper No.436 October
2013
Xiaozhen
The
People’s
Coalition
Sovereignty’s,
Li,
“WTO
Agreement
on
on
Food
“WTO
on
Agriculture: Over a decade of false
Agriculture: A Developing Country
hopes”,
Perspective”,
of
http://www.esaff.org/images/pcfs_cri
Politics and Law Vol.1 no.2 June
tique_of_the_wto_aoa_and_bali_pac
2008
kage_final.pdf
dalam
Journal
Yonov Frederick Agah, “Agricultural trade
issues
at
the
conference
in
challenges
for
WTO
Bali:
ministerial
Stakes
and
African countries”,
diakses
pada
dari
tanggal
10
Januari 2013 pkl.14.00
“Agriculture in the WTO’s Bali Package:
Implications for Africa”, diakses dari
http://www.gro-ventures.com/wp-
Bridges Africa Review Volume 2
content/uploads/2014/01/Agriculture
Number 8, November 2013
-in-the-WTOs-Bali-PackageImplications-for-Africa.pdf
28
UPN "VETERAN" JAKARTA
“KTM
WTO
ke-9:
Selesaikan
Terobosan
DDA”,
diakses
untuk
dari
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/webs
ite_kpi/index.php?module=news_det
ail&news_content_id=1386&detail=
true pada tanggal 15 Februari 2014
pkl. 13.50.
"Paket Bali" Untungkan Negara Kapitalis”
diakses
dari
http://www.neraca.co.id/article/3591
5/Paket-Bali-Untungkan-NegaraKapitalis/3 pada tanggal 12 Februari
2014
“Paket Bali Dorong Swasembada dan
Ekspor
Pertanian”,
diakses
dari
http://www.jurnas.com/news/116965/Paket_
Bali_Dorong_Swasembada_dan_Ekspor_Pe
rtanian/1/Ekonomi/Ekonomi
29
UPN "VETERAN" JAKARTA
Download