PAKET BALI WTO : PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN INDONESIA Shanti Darmastuti (Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UPN “Veteran” Jakarta) Abstract Agricultural sector has become one of the sectors facing difficultes to arrive at an agreement among members of WTO. Bali package is the result of the WTO Nineth Ministerial Conference in Bali, on December 3-6, 2013. This agreement is an effort to succeed the Doha Development Agenda. Bali Package also provides the flexibility for developing countries to regulate their food security policies. However, the agreed-results also pose a number of challenges for developing countries such as Indonesia in food security sector. Keywords: WTO, Bali Package, Agriculture mengajukan PENDAHULUAN Pembicaraan pertanian di bawah stockholding proposal mengenai skema publik. Sebuah makanan untuk proposal juga diajukan oleh negara-negara membangun komitmen pemerintah untuk Afrika Barat sehubungan dengan produk bergerak kapas. Putaran Doha dimaksudkan menuju sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Proposal-proposal tersebut di atas Kesepakatan seputar isu-isu perdagangan tidak terlepas dari topik mengenai fasilitasi pertanian yang selama ini menjadi hambatan perdagangan bagi ditambahkan di agenda Putaran Doha WTO negara berkembang dan maju resmi di WTO Ministerial Conference Kesembilan perdagangan secara resmi dimulai pada di tahun Indonesia pada tanggal 3-6 2000-an. secara diupayakan tercapai kesepakatan dalam Bali, awal yang 2004. Negosiasi Dalam diskusi mengenai Desember 2013. Dalam pertemuan di Bali, fasilitasi kelompok negara-negara berkembang G-20 membahas yang perdagangan dan kompetisi, perdagangan mendukung perdagangan reformasi pertanian kebijakan negara maju, mengajukan proposal mengenai subsidi ekspor dan serangkaian anggota WTO topik seperti dan investasi, serta transparansi dalam government procurement. untuk Topik-topik tersebut dikenal sebagai yang Isu Singapura, Pada bulan Juli 2004, mempengaruhi ekspor pertanian mereka. negosiasi fasilitasi perdagangan dimasukkan Pada saat yang sama, G-33 yang merupakan sebagai bagian dari "July Package". Dalam koalisi negara-negara berkembang juga tahun-tahun mengurangi langkah-langkah perdagangan, fasilitasi proses administrasi berikutnya anggota WTO 17 UPN "VETERAN" JAKARTA mengajukan serangkaian proposal tentang 15%) lebih dari 6 tahun dan untuk negara- berbagai topik untuk dinegosiasikan. negara berkembang, rata-rata 24% (minimal 10%) lebih dari 10 tahun. Dengan adanya aturan tersebut di SEKTOR PERTANIAN DALAM WTO DAN DAMPAK BAGI NEGARA atas, maka liberalisasi di bidang pertanian telah diberlakukan oleh WTO. Akibat dari BERKEMBANG Salah satu tujuan utama dari WTO liberalisasi di bidang pertanian tersebut adalah membangun sistem perdagangan adalah adanya pihak yang dirugikan yaitu pertanian yang adil dan berorientasi pasar. negara-negara berkembang yang tidak bisa Di samping itu, bersaing proses reformasi dan dengan negara-negara maju. negosiasi sector pertanian dalam WTO Sebagai contoh, kebijakan subsidi ekspor didukung dengan adanya peraturan GATT. masih menjadi masalah bagi sebagian besar Sebagai informasi, terdapat beberapa negara-negara berkembang karena sebagian komitmen dalam WTO yang meliputi: 1) besar investor asing menguasai lahan-lahan akses pasar (terkait dengan pembatasan pertanian mereka. Ini berarti bahwa di impor); 2) dukungan domestik (dukungan negara-negara berkembang di mana tidak pemerintah kepada produsen dalam negeri); ada satu pun industri lokal atau industri dan 3) subsidi ekspor (dukungan pemerintah lokal untuk ekspor). pengurangan subsidi ekspor maka akan masih sedikit, dengan adanya Peraturan WTO tentang produk merugikan negara berkembang yang akan pertanian dinamakan dengan The Agreement mengembangkan industri lokalnya (PCFS on Agriculture (AoA). AoA adalah perjanjian internasional dalam WTO yang Asia, 2013). Di sisi lain, aturan tentang the dinegosiasikan selama Putaran Uruguay Agreement on Trade Related GATT dan mulai berlaku dengan berdirinya Intellectual Property Rights (TRIPS) telah WTO pada tahun 1995. AoA pada dasarnya membuat semua negara anggota wajib untuk memiliki (1) memenuhi hak-hak kekayaan intelektual, penghapusan hambatan tarif dan non-tarif, terutama dalam hal penemuan bibit baru dan (2) pengurangan subsidi domestik dan (3) varietas pengurangan subsidi ekspor. AoA juga selama berabad-abad, para petani telah mengatur tentang jumlah penurunan tarif menggunakan dan menjual bibit pertanian bagi negara-negara maju dan berkembang. yang ada. Dengan adanya aturan tersebut, Dalam hal ini untuk negara-negara maju, maka perusahaan benih multinasional dapat penurunan tarif rata-rata 36% (minimum mengklaim hak paten atas benih yang tiga pilar dasar, yaitu: tanaman. Dalam Aspects of prakteknya, 18 UPN "VETERAN" JAKARTA dihasilkan melalui penelitian mereka menggunakan special safeguard measure dengan memperkenalkan urutan gen baru untuk (PCFS Asia, 2013). Tentu saja bagi negara- Pengamanan khusus bagi sektor pertanian negara berkembang aturan ini memberikan dirancang untuk mengatasi gangguan di kecenderungan mengancam pasar domestik yang timbul sebagai akibat praktek-praktek pertanian lama yang telah dari penghapusan hambatan-hambatan non- berabad-abad mereka lakukan. Hadirnya tarif, baik dalam hal lonjakan impor maupun aturan tersebut akan membuat pertanian penurunan mereka meskipun yang bergantung akan pada perusahaan- melindungi harga ada petani domestik. pemotongan mereka. Ketiga, minimum dengan tingkat tarif yang harus dikurangi, perusahaan multinasional. sudah dalam prakteknya negara maju menetapkan ditetapkan dalam AoA pada prakteknya aturan ini berbeda untuk setiap produk. Ini membuat kecewa. berarti bahwa tarif pada beberapa produk Seperti misalnya pada pilar mengenai akses utama berkurang sangat sedikit. Selain itu, pasar. bantuan Beberapa pilar negara Harapan yang berkembang utama negara-negara pangan dibebaskan dari berkembang untuk Putaran Uruguay adalah pengurangan subsidi ekspor. Ini berakibat bahwa negara-negara maju bisa membuka pada pemotongan tarif dari beberapa produk pasar mereka, pertanian, yang memiliki potensi manfaat pertanian setidaknya dalam bidang yang sebelumnya merupakan bagi negara-negara maju berada pada sektor yang sangan dilindungi. Namun, tingkat yang sangat rendah. Keempat, tarif harapan yang sangat tinggi terjadi pada produk yang ini tidak menjadi kenyataan. Beberapa kekecewaan negara berkembang juga terkena pembatasan kuota. sehubungan dengan akses pasar ini adalah Di samping itu, dalam hal subsidi (Xiaozhen Li, 2008): Pertama, di bawah domestik pada ketentuan AoA, negara- komitmen dengan sistem tarif dari AoA, negara maju harus mengurangi subsidi anggota WTO harus mengkonversi sebagian domestik pada bidang pertanian. Namun, hambatan impor dalam prakteknya, jumlah subsidi tersebut pertanian dan menentukan batas tarif. Pada meningkat. Dalam aturannya, negara-negara prakteknya, sebagian besar negara-negara maju harus mengurangi subsidi domestik maju mengambil keuntungan dari aturan itu. sebesar 20% selama 1995-2000, tetapi hal Dalam hal ini, aturan “mengkonversi” ini tidak dapat terpenuhi. Meskipun negara- digunakan untuk menetapkan tarif yang negara maju belum memenuhi janji-janji lebih tinggi bahkan terkadang lebih tinggi mereka, mereka terus mendesak negara- dari hambatan non-tarif. Kedua, mereka negara berkembang untuk melaksanakan non-tarif untuk tarif 19 UPN "VETERAN" JAKARTA impor dan liberalisasi perdagangan. Dalam pada tahun 2000 berdasar pada Pasal 20 the proses pelaksanaan AoA, negara-negara Uruguay Round Agreement on Agriculture berkembang banyak dihadapkan dengan (URAA), berjudul 'Continuation of the berbagai permasalahan. Masalah-masalah reform process' yang pada intinya para tersebut diantaranya seperti perlunya biaya anggota sepakat bahwa kelanjutan proses tinggi dan adanya kompleksitas dalam negosiasi akan dimulai satu tahun sebelum mengadaptasi akhir periode pelaksanaan, dengan memper- kebijakan negeri dengan ketentuan dalam AoA. Ketentuan dalam timbangkan (Alan Mattews, 2013): AoA tidak memberikan fasilitas kepada 1. pelaksanaan komitmen; negara berkembang untuk dapat melindungi 2. efek dari komitmen terhadap mereka dari efek-efek negatif liberalisasi pengurangan perdagangan dunia di pasar. Tidak seperti negara-negara maju, sektor pertanian ; negara berkembang juga tidak memiliki 3. masalah non-perdagangan, negara-negara perlakuan khusus dan berbeda untuk maju. Dalam hal ini, seperti yang terdapat anggota negara berkembang dan dalam membangun subsidi ekspor sebanyak ketentuan AoA, negara-negara sistem perdagangan berkembang dilarang untuk menambah atau pertanian yang adil dan berorientasi meningkatkan subsidi ekspor (Xiaozhen Li, pasar; 2008). 4. Negosiasi pada liberalisasi perdagangan pertanian lebih lanjut dimulai komitmen lebih lanjut diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang yang disebutkan di atas. 20 UPN "VETERAN" JAKARTA Tabel berikut menggambarkan rangkaian kegiatan perundingan Doha terkait dengan pertanian: Tabel I Rangkaian Kegiatan Perundingan Doha di Sektor Pertanian Tahun 1995 1999 Umum Perjanjian WTO mulai berlaku Pertemuan Para Menteri di Seattle membicarakan implementasi dari setiap isu yang ada di WTO 2000 Negosiasi pertanian diluncurkan sebagai bagian dari 'built-in' agenda atas dasar mandat dari Pasal 20 Peluncuran Doha Development Negosiasi pertanian dimasukkan dalam Agenda yang akan dicapai melalui Negosiasi Putaran Doha seputaran negosiasi sampai pada tanggal 1 Januari 2005 September: Pertemuan para menteri Februari: Draft pertama Harbinson mulai di Cancun mengalami deadlock disirkulasikan Agustus : Proposal bersama EU dan AS tentang modalitas sektor pertanian Kerangka kesepakatan untuk membangun modalitas di sektor pertanian diadopsi oleh General Council - Konferensi Tingkat Menteri di 2013 disepakati sebagai tahun untuk Hongkong. pentahapan diakhirinya subsidi ekspor - Kesepakatan untuk menawarkan secara paralel akses DFQF terhadap 97 persen ekspor dari LDC - Kesepakatan informal untuk menunda negosiasi sektor jasa Juli: Lamy menunda putaran Juni: Ketua Sidang Khusus (SS) CoA negosiasi dan hal ini terjadi karena mengedarkan draft pertama mengenai adanya kesenjangan dalam negosiasi modalitas pada pertanian. pertanian - Dimulainya kembali perundingan - Berakhirnya Otoritas Promosi Perdagangan AS Juli: Mini-Ministerial conference - Penawaran besar Uni Eropa dan AS. tentang pertanian dan masalah - Permasalahan yang sulit diselesaikan NAMA. Swiss formula diusulkan termasuk produk-produk khusus dan untuk tarif non-pertanian dengan special safeguard mechanism. koefisien yang berbeda untuk - Juli: Chair SS CoA mengedarkan negara-negara maju dan revisi ketiga rancangan modalitas. berkembang - Uni Eropa mencapai kesepakatan impor pisangnya dengan sebelas negara Amerika Latin dan Amerika Serikat 2001 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sektor Pertanian 21 UPN "VETERAN" JAKARTA - Desember: 2009 - Pertemuan G-20 Pittsburgh - Geneva Ministerial Conference menyetujui inventarisasi di kuartal pertama 2010 2010 - Pertemuan G-20 Seoul mendesak penyelesaian Doha - Lamy menetapkan batas waktu Maret 2011 untuk teks modalitas direvisi 2011 2012 2013 - April: Lamy melaporkan kebuntuan pada Easter package. - Mei: Usulan Lamy untuk tigatrack pendekatan 8th MC disepakati oleh TNC. - Juli: Menjatuhkan mini-package LDC - Dec: konferensi tingkat Menteri ke-8 di Jenewa Revisi Perjanjian plurilateral pada Government Procurement Persipan pertemuan di Bali Chair SS CoA mengedarkan revisi keempat rancangan modalitas Pekerjaan teknis dimulai pada data dan template yang diperlukan untuk menentukan komitmen didasarkan pada modalitas ketika disetujui. Chair SS CoA menguraikan rencana untuk memproduksi versi modalitas yang direvisi pada kuartal pertama 2011 dengan melihat menyelesaikan negosiasi pada akhir 2011 Laporan TNC SS CoA menyoroti kurangnya kemajuan dalam perundingan terkait dengan modalitas pada Desember 2008 Chair SS CoA mulai melakukan perundingan sehubungan dengan ‘early harvest’ Diskusi inisiatif G-20 dan G-33 tentang elemen ‘early harvest’ Sumber: IIIS Discussion Paper, 2013 22 UPN "VETERAN" JAKARTA PAKET BALI WTO DAN PRODUK dengan kurangnya infrastruktur dan PERTANIAN produksi yang tidak memadai oleh para Paket Bali ini merupakan upaya petani skala kecil yang miskin, sementara untuk menyukseskan Agenda Pembangunan tantangan eksternal sebagian besar berpusat Doha yang telah dimulai pada 2001. Dari isi pada kerentanan sumber daya petani miskin Paket Bali yakni fasilitas perdagangan, paket dan akuisisi bahan makanan dengan harga pembangunan kurang yang diberikan untuk tujuan keamanan berkembang dan pertanian, produk pertanian pangan. Secara keseluruhan, perubahan yang merupakan merupakan sektor yang paling diusulkan sulit perdagangan untuk untuk negara mendapatkan kesepakatan. berhubungan dengan aturan yang akan pertanian Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, memungkinkan negara-negara berkembang, bahwa produk pertanian negara berkembang termasuk merupakan masalah yang sangat sulit untuk menggunakan diselesaikan. Pada pertemuan di Bali, G-20 kebijakan pembangunan dalam mencapai mengajukan proposal tentang persaingan tujuan tentang tariff-rate ekspor serta proposal quota administration. Di samping itu, G-33 juga mengusulkan proposal yang bertujuan negara-negara Afrika pertanian keamanan untuk sebagai pangan, alat pengentasan kemiskinan dan ketersediaan lapangan kerja di pedesaan (Yonov Frederick Agah, 2013). Dimotori India, kelompok G-33 untuk meningkatkan daftar kebijakan dan (kelompok negara-negara layanan yang terkait dengan petani, program mengajukan proposal land reform, pembangunan pedesaan dan pertanian dari 10% menjadi 15% tanpa batas rural livelihood security. Dilatarbelakangi waktu, stockholding for food security untuk oleh kenaikan yang signifikan harga pangan ketahanan serta yang ekspor pertanian dari subsidi ekspor, serta membutuhkan dukungan di negara-negara penerapan tariff rate quota. Namun, dalam berkembang, pertemuan WTO di Bali, proposal ini jumlah berusaha petani miskin maka proposal G-33 ini untuk menghapus pangan, berkembang) penaikan pembebasan subsidi produk batas mendapat pertentangan dari negara-negara stockholding publik dan bantuan pangan. maju. Negara-negara maju yang dimotori Proposal G-33 memiliki potensi untuk oleh AS menilai bahwa proposal yang menjawab beberapa tantangan internal dan diajukan eksternal. Tantangan internal berhubungan mendistorsi tersebut berupaya perdagangan. untuk Melalui 23 UPN "VETERAN" JAKARTA perdebatan yang cukup lama, akhirnya proposal tersebut disetujui menjadi bagian Domestic Support Expansion of Green Box General Paket Bali dengan interim empat tahun. Services definition Selama interim empat tahun itu negara Dalam hal berkembang bantuan domestik diizinkan di bawah diperbolehkan menerapkan subsidi 15% dari total produksi. Negara- aturan negara domestik anggota WTO diminta tidak ini, beberapa jenis WTO, asalkan yang bantuan diberikan tidak mempermasalahkan ini ke panel WTO. menyebabkan distorsi perdagangan. Setelah empat tahun dijanjikan akan ada Dukungan tersebut dapat mencakup solusi permanen yang akan dirundingkan program-program dalam konferensi tingkat menteri berikutnya pemerintah yang dikenal sebagai (Khudori , 2013). General Service. Di Bali, Paket Bali yang disepakati mencakup yang dikelola daftar General Service diperluas mencakup sepuluh poin pembahasan yang meliputi isu program fasilitasi mengenai reformasi tanah dan rural perdagangan, general services untuk pertanian, public stockholding untuk ketahanan pangan, Tariff Rate Quota untuk produk pertanian, persaingan perlakuan khusus terhadap penyedia jasa berkembang livelihood security. ekspor, perdagangan kapas, ketentuan asal barang, negara Program stockholding publik untuk tujuan ketahanan pangan. Akses pasar Tariff Rate Quota (TRQ) dari negara kurang berkembang, Duty-Free administration and Quota-Free (DFQF) untuk negara Deklarasi yang dihasilkan di Bali kurang berkembang, pengawasan Treatment Special terhadap dan mekanisme memberikan kesempatan bagi negara and Differential berkembang negara kurang untuk dapat mengambil keuntungan dari kuota berkembang. Beberapa kesepakatan yang tarif dicapai dalam Paket Bali meliputi (Gro- panjang, Ventures, 2014): meningkatkan underfille. langkah perdagangan Dalam tersebut jangka dapat liberalisasi dengan memberikan aturan yang lebih transparan untuk mengekspor. 24 UPN "VETERAN" JAKARTA negara-negara berkembang untuk mengatur Kompetisi Ekspor kebijakan ketahanan pangannya. Bagi Dari tiga pilar pertanian, dalam Paket Indonesia, Paket Bali tidak memberikan Bali perihal persaingan ekspor tidak hambatan membuahkan kesepakatan yang lebih ketahanan maju. pertanian yang selama ini telah dijalankan. Kapas terhadap pangan agenda-agenda dan pembangunan Perbaikan prosedur kepabeanan yang ada Kapas telah menjadi masalah sangat dalam Paket Bali, selama ini telah menjadi kontroversial di bawah perundingan program pemerintah selama ini. Perbaikan Doha. Sekelompok negara-negara prosedur kepabeanan di Indonesia tidak Afrika yang dikenal sebagai 'Cotton hanya dimaksudkan agar barang lebih 4' yang terdiri dari Chad, Mali, mudah mengalir keluar-masuk, tetapi juga Benin Faso-telah agar korupsi dan pungutan liar dapat berusaha sejak tahun 2005 untuk dihilangkan dari kepabeanan. Perbaikan menciptakan prosedur dan Burkina pasar yang lebih kepabean dinilai mengingat Bali, WTO sektor strategis dalam pembangunan. Di berkomitmen untuk terus bekerja di samping itu, sektor pertanian sampai saat daerah mengadakan ini masih menjadi sumber mata pencaharian diskusi tahunan dan sesi pemantauan bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia. untuk meninjau situasi di sektor ini. Sementara, di sektor ini, Indonesia masih Namun, kemajuan yang konkret dihadapkan dengan beberapa permasalahan untuk Cotton 4 di Bali masih kurang. seperti taraf kehidupan para petani yang ini anggota dengan pertanian penting kompetitif untuk produk mereka. Di para sektor ini merupakan masih rendah dan perlu untuk ditingkatkan PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN INDONESIA Paket Bali yang terdiri dari 10 dokumen yang mencakup serta lonjakan harga pangan yang memberikan dampak bagi sector pertanian Indonesia. Harga pangan yang naik fasilitasi berimbas pada menurunnya daya beli dan perdagangan, pertanian, dan berbagai isu naiknya inflansi. Iklim yang semakin tidak pembangunan. mudah Paket Bali dinilai memberikan ruang dan fleksibilitas bagi produksi diramalkan dan risiko menjadikan harga risiko meningkat, 25 UPN "VETERAN" JAKARTA sehingga ketahanan menjadi rentan pangan Indonesia memiliki hambatan internal. Hambatan sepenuhnya internal ini berhubungan dengan fasilitas mengandalkan pada pasar internasional. perdagangan, seperti misalnya Indonesia Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan membutuhkan dua pelabuhan internasional sebagai salah satu faktor penunjang penting yang besar. Selain pembatasan waktu empat ketahanan pangan (Harianto, 2013). tahun, apabila Paket Bali juga dinilai tidak Seperti yang diungkapkan oleh Gita memihak petani, dan justru mendorong Wirjawan, Paket Bali memberikan peluang setiap negara semakin membuka keran bagi Indonesia untuk dapat melakukan impor terhadap produk negara maju (Jurnas, swasembada pangan serta juga bisa menjadi 2013). Sehubungan eksportir produk pertanian. Hasil dari Paket dengan kesepakatan negara-negara subsidi pertanian, selama ini APBN hanya berkembang melindungi para petaninya. mengalokasikan subsidi pangan, pupuk, dan Namun, peluang yang ada dalam Paket Bali benih yang nilainya dalam lima tahun ternyata sejumlah terakhir sekitar Rp 30 triliun setahun, jauh tantangan bagi Indonesia. Dalam Paket Bali lebih rendah ketimbang subsidi energi. Di yang disepakati tersebut, subsidi pertanian di samping itu, sehubungan dengan ketahanan negara berkembang memang meningkat dari pangan, dalam global food security index sebelumnya maksimal 10 persen dari output tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat nasional, menjadi 15 persen. Namun hal itu ke-64 dengan nilai 46,8 dari nilai tertinggi dibatasi hanya sampai empat tahun. Hal ini 100. Sebagai perbandingan, Malaysia di tentu bisa merugikan negara-negara agraris urutan ke-33, China ke-38, Thailand ke-45, seperti Indonesia. Pasalnya, jika subisidi Vietnam pertanian tidak ditingkatkan, maka banyak Ketahanan pangan yang semakin berkurang petani di Indonesia yang akan menjadi juga dapat terlihat dari luas panen jagung miskin. Hal ini disebabkan karena subsidi dan kedelai cenderung menurun dari tahun merupakan ke tahun, sementara yield naik tetapi relatif Bali ini memungkinkan juga nilai memberikan tambah dari sektor ke-55, Filipina lambat. petani. Di samping itu, terkait upaya untuk berkembang dan produksi kedelai cenderung memperluas pemasaran perdagangan ke turun. Akibatnya, impor kedua komoditas semua pangan ini cenderung naik. Dalam tiga tahun Indonesia juga masih jagung ke-63. pertanian yang bisa dinikmati langsung oleh negara, Produksi dan relatif tak 26 UPN "VETERAN" JAKARTA terakhir, impor jagung sekitar 1,5 juta ton bebas yang menguntungkan negara-negara sampai 3,2 juta ton, dan impor kedelai maju saja. Negosiasi fasilitas perdagangan sekitar 1,7 juta ton sampai 2,1 juta ton. berhasil mengikat secara hukum, serta Dengan kondisi semacam ini tentu saja memastikan kepentingan perusahaan besar. dengan kesepakatan WTO di Bali, hal ini Negosiasi ini memudahkan prosedur bea menjadikan sebuah tantangan yang besar cukai dan perbatasan dan hal ini tentu saja untuk memanfaatkan peluang yang ada hanya menguntungkan perusahaan ekspor- (Faisal Basri, 2013). impor besar saja. Di sisi lain, perjanjian fasilitasi perdagangan yang telah dicapai di Bali PENUTUP dinilai telah sejalan dengan kebijakan Indonesia. Beberapa perdagangan bentuk telah fasilitasi dilakukan oleh Masuknya sektor pertanian dalam disiplin WTO meberikan akibat pada sektor pertanian yang pemerintah meliputi pemotongan biaya- perkembangan biaya internasional. di pelabuhan, penyederhanaan terikat pada pertanian di dinamika tingkat Dalam hal ini, sektor prosedur dan perizinan, penerapan National pertanian akan terikat dengan negosiasi Single Window, peningkatan transparansi, perdagangan dan pelabuhan konteks WTO. Sebagai akibatnya, sektor internasional. Oleh karena itu, perjanjian ini pertanian dan perdagangan produk pertanian dinilai bagi akan sangat dipengaruhi oleh tekanan- Indonesia untuk menembus pasar ekspor tekanan eksternal baik bersumber dari WTO nontradisional Amerika dan negara maju, maupun sesama negara Latin, Asia Tengah dan Barat yang sampai berkembang itu sendiri. Pada petemuan di saat ini masih diwarnai oleh biaya transaksi Bali yang relatif tinggi (Ditjenkpi, 2013). Namun negosiasi antara negara maju dan negara demikian, berkembang perbaikan akan fasilitas memberi seperti peluang Afrika, kesepakatan fasilitasi perdagangan ini juga dinilai akan merugikan Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh M Riza Damanik fasilitasi (Neraca, perdagangan 3-6 produk pertanian Desember dicoba 2013, untuk dalam kebuntuan diselesaikan dengan dihasilkannya Paket Bali. Dengan keluarnya Paket Bali dinilai 2013) bahwa akan memberikan peluang bagi negara tersebut hanya berkembang membuka ekspansi fasilitas perdagangan untuk lebih meningkatkan sektor pertaniannnya. Di samping itu, hasil 27 UPN "VETERAN" JAKARTA kesepakatan di Bali diharapkan akan Faisal Basri, “WTO dan Pertanian Kita”, memberikan ruang yang lebih luas kepada diakses negara berkembang untuk meningkatkan http://bisniskeuangan.kompas.com/re ketahan ad/2013/12/09/0903213/WTO.dan.P pangan. Namun, harapan ini dari dibarengi dengan sejumlah permasalahan ertanian.Kita yang masih dihadapi sektor pertanian di Januari 2014 pkl.14.00 negara berkembang seperti Indonesia, yaitu Harianto, “Paket pada tanggal Bali 25 WTO dan masalah subsidi pertanian dan masalah Relevansinya Bagi Pertanian ketahanan pangan. Permasalahan ini tentu Indonesia”, diakses saja akan berimbas pada hasil kesepakatan http://setkab.go.id/artikel-11423- yang lebih memberi manfaat pada negara paket-bali-wto-dan-relevansinya- maju. bagi-pertanian-indonesia.html pada dari tanggal 12 Januari 2014 Khudori,” Paket Bali dan Sektor Pertanian”, REFERENSI Alan Mattews, “Doha Negotiations on diakses dari http://www.koran- Agriculture and Future of The WTO sindo.com/node/356189 pada tanggl Multilateral Trade System”, IIIS 9 Februari 2014 pkl. 14.00 Discussion Paper No.436 October 2013 Xiaozhen The People’s Coalition Sovereignty’s, Li, “WTO Agreement on on Food “WTO on Agriculture: Over a decade of false Agriculture: A Developing Country hopes”, Perspective”, of http://www.esaff.org/images/pcfs_cri Politics and Law Vol.1 no.2 June tique_of_the_wto_aoa_and_bali_pac 2008 kage_final.pdf dalam Journal Yonov Frederick Agah, “Agricultural trade issues at the conference in challenges for WTO Bali: ministerial Stakes and African countries”, diakses pada dari tanggal 10 Januari 2013 pkl.14.00 “Agriculture in the WTO’s Bali Package: Implications for Africa”, diakses dari http://www.gro-ventures.com/wp- Bridges Africa Review Volume 2 content/uploads/2014/01/Agriculture Number 8, November 2013 -in-the-WTOs-Bali-PackageImplications-for-Africa.pdf 28 UPN "VETERAN" JAKARTA “KTM WTO ke-9: Selesaikan Terobosan DDA”, diakses untuk dari http://ditjenkpi.kemendag.go.id/webs ite_kpi/index.php?module=news_det ail&news_content_id=1386&detail= true pada tanggal 15 Februari 2014 pkl. 13.50. "Paket Bali" Untungkan Negara Kapitalis” diakses dari http://www.neraca.co.id/article/3591 5/Paket-Bali-Untungkan-NegaraKapitalis/3 pada tanggal 12 Februari 2014 “Paket Bali Dorong Swasembada dan Ekspor Pertanian”, diakses dari http://www.jurnas.com/news/116965/Paket_ Bali_Dorong_Swasembada_dan_Ekspor_Pe rtanian/1/Ekonomi/Ekonomi 29 UPN "VETERAN" JAKARTA