Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan
perusahaan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan, visi
dan misi perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to
manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan
diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Jadi manajemen itu merupakan
suatu
proses
untuk
mewujudkan
tujuan
yang
diinginkan.
Untuk
dapat
mewujudkan itu semua perlu dilakukan proses pengaturan semua unsur-unsur
manajemen. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari Man, Money,
Methods, Materials, Machine, dan Market disingkat 6 M.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan “alat” dan
“wadah” (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja,
tetapi harus diatur sebaik-baiknya. Karena jika manajemen ini tepat maka tujuan
optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang
dimiliki akan lebih bermanfaat.
Definisi Manajemen menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
Handoko (2009:8) mendefinisikan manajemen sebagai berikut:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan”.
Sedangkan menurut Hasibuan dalam buku Manajemen Sumber Daya
Manusia (2012:1), menyatakan bahwa:
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan tertentu.”
11
12
Menurut Haiman yang dikutip oleh Manullang (2004:3) bahwa :
“Manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang
lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama”.
Sedangkan Stoner, Freeman, dan Gilbert (dalam Nilasari dan
Wiludjeng, 2006:60) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan
anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Kemudian menurut Sikula
yang dikutip oleh Hasibuan (2003:2) :
“Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing,
leading, motivating, cummunicating, and decesion making activities performed by
any organization in order to coordinate the varied resources og the enterprise so
as to bring an efficient of some product or service”.
(Manajemen pada umumya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan,
pengorganisasian,
pengendalian,
penempatan,
pengarahan,
pemotivasian,
komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi
dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan sehingga dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian melalui pemanfaatan sumber daya-sumber daya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen merupakan
tindakan-tindakan atau aktivitas yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan,
dan
pengendalian
untuk
mencapai
tujuan
tertentu
dengan
menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan
efisien guna mencapai tujuan dari perusahaan yang telah ditetapkan.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Menurut Handoko (2009:23) fungsi manajemen terdiri dari planning,
organizing, staffing, leading, dan controlling:
1.
Planning
13
Rencana-rencana yang dibutuhkan untuk memberikan kepada organisasi,
tujuan-tujuannya, dan menetapkan prosedur terbaik untuk pencapaian tujuantujuan itu.
2.
Organizing
Setelah para manajer menetapkan tujuan-tujuan dan menyusun rencanarencana atau program-program untuk mencapainya, maka mereka perlu
merancang
dan
mengembangkan
suatu
organisasi
yang
akan
dapat
melaksanakan berbagai program tersebut secara sukses.
3.
Staffing
Staffing adalah penarikan (recruitment), pelatihan dan pengembangan serta
penempatan dan pemberian orientasi para karyawan dalam lingkungan kerja
yang menguntungkan dan produktif.
4.
Leading
Sesudah rencana dibuat, organisasi dibentuk dan disusun personalianya,
langkah berikutnya adalah menugaskan karyawan untuk bergerak menuju
tujuan yang telah ditentukan.
5.
Controlling
Semua
fungsi
terdahulu
tidak
akan
efektif tanpa
fungsi pengawasan
(controlling). Pengawasan (controlling) adalah penemuan dan penerapan cara
dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai
dengan yang telah ditetapkan.
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu cabang ilmu
manajemen yang timbul setelah disadari bahwa manusia mempunyai kedudukan
yang utama dalam organisasi, dimana bidang ini berusaha mengkoordinasikan
para karyawannya dengan segala persoalannya agar dapat menjalankan tugasnya
dengan
sebaik
perusahaan.
mungkin
dan
memberikan
sumbangan
yang
optimal bagi
14
Manajemen sumber daya manusia adalah komponen dari perusahaan yang
mempunyai arti sangat penting. Sumber daya manusia menjadi penentu dari
pencapaian tujuan suatu perusahaan, karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan
perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak
akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah
memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dari pelaksana mesin tersebut
yaitu manusia, tidak bisa membuat peranan yang diharapkan maka otomatis akan
sia-sia.
Beberapa ahli memberikan definisi mengenai sumber daya manusia dengan
cara berbeda-beda, meskipun pada dasarnya mempunyai maksud yang sama.
Dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2012:10)
menyatakan bahwa”
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu seni mengatur hubungan
dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”.
Mangkunegara (2011:2) dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan menyatakan bahwa:
“Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap
pengadaan pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan
organisasi”.
Sedangkan menurut Handoko (2009:4) dalam bukunya Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia, mengemukakan bahwa:
“Manajemen sumber daya manusia adalah proses penarikan, seleksi,
pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan individu maupun organisasi”.
Simamora (2004:4) mengatakan:
“Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan,
penilaian,
pemberian
balas
jasa,
dan
pengelolaan
individu
anggota
organisasi atau kelompok karyawan”.
Dari uraian-uraian mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia
tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
15
suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dimana terhadap proses
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya
manusia untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.
Dari beberapa
pendapat para ahli diatas pada prinsipnya memiliki
perumusan yang sama terhadap pengertian manajemen sumber daya manusia.
Manajemen
sumber
daya
manusia
adalah
suatu
penerapan
fungsi-fungsi
merencanakan, mengelola, mengarahkan, dan mengawasi sumber daya manusia
yang ada di dalam perusahaan dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi
perusahaan secara terpadu.
2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Penyelenggaraan manajemen sumber daya manusia mengandung beberapa
macam kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memperoleh gambaran kerja
tentang pembagian kerja atau fungsi dan aktifitas manajemen sumber daya
manusia. Hasibuan (2012:21) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
menjelaskan fungsi tersebut yaitu:
1.
Fungsi Manajerial
a.
Planning (Perencanaan)
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta
efisien agar sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dalam membantu
terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program
kepegawaian.
pengarahan,
Program
kepegawaian
pengendalian,
pengadaan,
pengintegrasian,
pemeliharaan,
meliputi
pengorganisasian,
pengembangan,
kedisiplinan,
dan
kompensasi,
pemberhentian
karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya
tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
b.
Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan
dengan
menetapkan
wewenang,
integrasi,
pembagian
dan
kerja,
koordinasi
hubungan
dalam
kerja,
bagan
delegasi
organisasi
(organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai
16
tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan
secara efektif.
c.
Directing (Pengarahan)
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau
bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu
tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan
dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan
semua tugasnya dengan baik.
d.
Controlling (Pengendalian)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar
menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana.
Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan
tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan
meliputi kehadiran,
kedisiplinan,
perilaku,
kerja sama,
pelaksanaan
pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
2.
Fungsi Operasional
a.
Procurement (Pengadaan)
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan
induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
b.
Development (Pengembangan)
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan masa kini maupun masa depan.
c.
Compensation (Kompensasi)
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak
langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan
jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil
dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan
17
dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah
minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
d.
Integration (Pengintegrasian)
Pengintegrasian
adalah
kegiatan
untuk
mempersatukan
kepentingan
perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi
dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan
dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian
merupakan
hal
yang
penting
dan
sulit
dalam
MSDM,
karena
mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
e.
Maintenance (Pemeliharaan)
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk
memelihara atau meningkatkan
kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau
bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan
program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar
karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan.
f.
Kedisiplinan
Merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan
karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal.
Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial.
g.
Separation (Pemberhentian)
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu
perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,
keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab
lainnya.
Berdasarkan fungsi-fungsi diatas, kita dapat melihat bahwa manajemen
sumber daya manusia mengambil peranan yang cukup penting dalam suatu
organisasi, menyangkut unsur manusia yang akan menentukan arah kemajuan
bagi perusahaan, dalam hal ini perusahaan di masa yang akan datang. Ini
berkaitan dengan fungsi operasional manajemen sumber daya manusia yang
mencakup masa mulai dari tenaga kerja dengan masa pemisahan tenaga kerja.
18
2.2.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting
dalam rangka usaha pencapaian tujuan perusahaan. Seperti yang dikemukakan
oleh Hasibuan (2003:14), peranan manajemen sumber daya manusia adalah
untuk mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalahmasalah sebagai berikut:
1.
Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif
sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job
specification, job requirement, dan job evaluation.
2.
Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas
the right man in the right place and the right man in the right job.
3.
Menetapkan
program
kesejahteraan,
pengembangan,
promosi,
dan
pemberhentian.
4.
Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
5.
Memperkirakan kesadaran perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6.
Memonitor dengan cerdas dan cermat undang-undang perburuhan dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis atau
perusahaan kita pada khususnya.
7.
Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8.
Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penilaian prestasi kerja karyawan.
9.
Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
2.3
Budaya Organisasi
Istilah budaya organisasi ternyata telah berumur dan masih berevolusi
sampai kini. Pemakaian istilah ini mungkin dapat ditelusuri ke belakang dari
karya E. Jaques di tahun 1951, The Changing Culture of a Factory. Ilmuwanilmuwan Amerika banyak yang masih bersilang pendapat mengenai kerangka
dasarnya.
19
Namun dalam proses adaptasi konsep ini, kebanyakan mereka sependapat
dengan asumsi bahwa inti budaya organisasi adalah sistem nilai yang dianut
bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Konsep budaya organisasi banyak diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan di
dunia mulai dari perusahaan manufaktur, dagang dan jasa seperti perbankan. Dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya terhadap perbankan menunjukkan bahwa
budaya organisasi tidak hanya berpengaruh signifikan terhadap prestasi keuangan
perusahaan
tetapi
juga
terhadap
kinerja
karyawan.
Ketika
karyawan
menginternalisasi perilaku yang dianggap tepat oleh budaya organisasi, maka
akan mendorong karyawan untuk berkinerja tinggi. Instistusi perbankan juga telah
melakukan perbaikan budaya organisasi melalui sistem-sistem manajemen yang
diterapkan. Semua sistem itu diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan potensi
budaya organisasi tetapi juga dalam rangka perbaikan kinerja karyawan.
2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya
organisasi
merupakan
pola
keyakinan
dan
nilai-nilai dalam
organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekan oleh anggota organisasinya
sehingga pola tersebut memberikan makna tersendiri bagi organisasi yang
bersangkutan dan menjadi dasar aturan berperilaku (Sobirin, 2005). Hal ini
berarti setiap organisasi mempunyai sistem makna yang berbeda. Perbedaan ini
menyebabkan setiap organisasi mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda
serta respon yang berbeda ketika menghadapi masalah yang sama. Disamping itu
perbedaan sistem makna ini dapat menyebabkan perbedaan perilaku para anggota
organisasi dan perilaku organisasi itu sendiri. Akar perbedaan ini bersumber pada
asumsi-asumsi dasar yang meliputi keyakinan, nilai-nilai, filosofi atau ideologi
organisasi yang digunakan dalam memecahkan persoalan organisasi.
Budaya organisasi (Corporate Culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai,
simbol-simbol yang
dimengerti dan dipatuhi bersama,
yang dimiliki suatu
organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan
suatu kondisi yang berbeda dengan organisasi lain.
20
Berikut ini beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli antara
lain:
Menurut Kretiner et al. (2008:86) dalam buku Perilaku Organisasi bahwa:
“Budaya organisasi merupakan satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima
oleh kelompok anggota organisasi dan menentukan bagaimana kelompok
tersebut rasakan, pikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang
beraneka ragam.
Menurut Mangkunegara (2011:13) mengemukakan bahwa:
“Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilainilai, dan norma-norma yang dikembangkan dalam organisasi yang
dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi
masalah adaptasi eksternal dan internal”.
Menurut Chatab (2007:10) mengemukakan bahwa:
“Budaya organisasi merupakan pengendalian sosial dan pengatur jalannya
organisasi atas dasar nilai dan keyakinan kelompok yang dianut bersama,
sehingga menjadi norma kerja kelompok dan secara operasional disebut
budaya kerja merupakan pedoman arah perilaku karyawan”.
Sedangkan menurut Schein (dalam Riani, 2011:6), budaya organisasi
adalah:
“Suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, atau
dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi
belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul
akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan
cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai
cara benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan
masalah-masalah tersebut”.
Kemudian Robbins (2006:721) berpendapat:
“Budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh
anggota-anggota
yang
membedakan
organisasi
tersebut
dengan
organisasi lain”.
Wirawan mendefinisikan, budaya organisasi adalah:
Sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan
dalam kurun waktu lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi
yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan
dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan
perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani
konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.
21
Selanjutnya
Wirawan
mengemukakan
beberapa
pengertian
budaya
organisasi menurut pakar organisasi. Beberapa diantaranya, yaitu:
a.
Edgar H. Schein
Menurut Schein, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi
adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu
kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problemproblem, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, dan berintegrasi
dengan lingkungan internal.
b.
Schwartz dan Davis
Menurut kedua pengarang ini, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya
organisasi merupakan pola kepercayaan dan harapan yang dianut oleh
anggota organisasi. Kepercayaan dan harapan tersebut menghasilkan nilainilai yang dengan kuat membentuk perilaku para individu dan kelompokkelompok anggota organisasi.
c.
Tunstall
Menurut peneliti ini, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi
adalah suatu konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai,
norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi
yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola
implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam
organisasi.
d.
Robert G. Owen
Menurut Owen, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi
adalah norma yang menginformasikan anggota organisasi mengenai apa
yang dapat diterima dan apa yang dapat ditolak, nilai-nilai dominan yang
dihargai organisasi di atas yang lainnya, asumsi dasar dan kepercayaan yang
dianut bersama organisasi, peraturan main yang harus dipelajari jika orang
ingin dapat sejalan dan diterima sebagai anggota organisasi, dan filsafat
yang mengarahkan organisasi dalam berhubungan dengan karyawan dan
kliennya.
22
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
budaya organisasi adalah sistem nilai yang dianut oleh keseluruhan anggota
organisasi yang dapat dijadikan pedoman bagi para karyawan untuk berperilaku
dalam organisasi dan mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi
eksternal dan integrasi internal. Budaya organisasi merupakan perwujudan seharihari dari nilai-nilai dan tradisi yang mendasari organisasi. Hal ini terlihat pada
bagaimana para karyawan berperilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan
sebaliknya, serta apa yang dianggap wajar dalam hal bagaimana karyawan
melaksanakan pekerjaannya.
2.3.2 Elemen Dasar Budaya
Menurut Schein, seperti yang dikutip oleh James A. F. Stooner, at all
dalam bukunya Management 1 Budaya ada dalam tiga tingkat, yaitu:
a.
Artifact, adalah hal-hal yang “dilihat, didengar, diraba, dan dirasa kalau
seseorang berhubungan dengan sekelompok baru dengan budaya yang tidak
dikenalnya”. Artifact termasuk produk, jasa, dan bahkan tingkah laku anggota
kelompok.
b.
Espoused value (Nilai-nilai yang didukung), adalah alasan yang diberikan
oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu.
c.
Basic assumption (Asumsi dasar), adalah keyakinan yang dianggap sudah
ada oleh anggota suatu organisasi.
Sedangkan menurut Jhon Kotter dan James Hesket dalam bukunya
Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja, ada dua tingkat budaya dalam
organisasi, yaitu:
1.
Nilai-nilai yang dimiliki bersama, yaitu keyakinan dan tujuan penting yang
dimiliki bersama oleh kebanyakan kelompok, yang cenderung membentuk
perilaku kelompok, dan sering bertahan lama, bahkan walaupun sudah terjadi
perubahan dalam anggota kelompok. Misalnya manajer peduli terhadap
pelanggan, eksekutif menyenangi pinjaman jangka panjang.
2.
Norma dan tingkah laku, yaitu cara bertindak yang sudah lazim atau sudah
meresap yang sudah ditemukan dalam satu kelompok dan bertahan karena
23
anggota kelompok cenderung berperilaku dengan cara mengajarkan praktikpraktik ini (juga nilai-nilai yang mereka anut bersama) kepada anggota baru.
Misalnya: para pegawai cepat merespon permintaan pelanggan dan para
manajer sering mengikutsertakan para pegawai golongan rendah dalam
pengambilan keputusan.
Tidak seperti nilai-nilai yang dimiliki bersama, norma dan tingkah laku
kelompok ini semakin mudah untuk diubah karena dapat dilihat. Akan tetapi
kedua tingkat budaya ini harus diperbaiki. Karena baik tidaknya budaya
organisasi juga harus didukung oleh perubahan tingkat budaya yang kedua.
2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi
Chatab (2007:17) berpendapat bahwa fungsi budaya organisasi adalah
sebagai berikut:
a.
Identitas, yang merupakan ciri atau karakter organisasi.
b.
Social cohesion atau pengikat/pemersatu.
c.
Sumber penggerak dan pola perilaku.
d.
Mekanisme adaptasi terhadap perubahan.
Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Chatab, 2007:11)
berpendapat bahwa fungsi budaya organisasi mencakup:
Gambar 2.1
Fungsi Budaya Organisasi Sosial
Identitas
organisasi
Alat yang
memberi
pengertian
Budaya
organisasi
Stabilitas
sistem sosial
Komitmen
kolektif
24
Sumber: Kreitner dan Kinicki (2003:86)
1.
Identitas Organisasi
Memberikan identitas organisasi kepada karyawan, sebagai perusahaan yang
inovatif yang memburu pengembangan produk baru.
2.
Komitmen Kolektif
Memudahkan komitmen kolektif, sebuah perusahaan dimana karyawannya
bangga menjadi bagian darinya atau cenderung tetap bekerja dalam waktu
lama.
3.
Stabilitas Sistem Sosial
Mempromosikan
sistem
stabilitas
sosial,
mencerminkan
taraf
dimana
lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, konflik dan perubahan
diatur dengan efektif.
4.
Alat yang memberi pengertian
Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya,
dimana membantu karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa
yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai
tujuan jangka panjangnya.
Sedangkan menurut Robbins (2003:283), fungsi budaya organisasi antara
lain:
1.
Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, yang berarti bahwa
budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan
organisasi yang lainnya.
2.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
dari pada kepentingan diri pribadi seseorang.
3.
Budaya membawa suatu rasa identitas ke para anggota organisasi.
4.
Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan yang
bersangkutan dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa
yang harus dikatakan dan apa yang harus dilakukan oleh para karyawan, dan
5.
Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial.
25
2.3.4 Dimensi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (2003:525) dimensi budaya organisasi sebagai berikut:
1.
Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking), adalah
sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan
berani mengambil resiko.
tindakan
pengambilan
Selain
resiko
itu
oleh
bagaimana
karyawan
organisasi menghargai
dan
membangkitkan
ide
karyawan.
2.
Perhatian terhadap detail (attention to detail) adalah sejauh mana organisasi
mengharapkan karyawan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan
perhatian terhadap detail pekerjaannya.
3.
Berorientasi kepada hasil (outcome orientation) adalah sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam
organisasi.
Orientasi
hasil
juga
dapat
diartikan
sejauh
mana
manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukan terhadap proses dan
teknik yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4.
Berorientasi kepada manusia (people orientation) adalah sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi tersebut.
5.
Berorientasi tim (team orientation) adalah sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan
sekitar
tim-tim
hanya
pada
individu-individu
untuk
mendukung kerjasama.
6.
Agresivitas (aggressiveness) adalah sejauh mana individu-individu yang ada
dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya
organisasi sebaik-baiknya.
7.
Stabilitas (stability) adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo atau keadaan yang sudah ada sebagai kontras
dari pertumbuhan
mempertahankan
kinerja
oleh
penerapan
karyawan
manajemen
dalam organisasi antara lain manajemen
yang
berpotensi,
ditekankan
evaluasi penghargaan dan
kepada
upaya-upaya
individual,
walaupun senioritas cenderung menjadi faktor utama dalam menentukan gaji
dan promosi.
26
Stephen P. Robbins dalam bukunya Management I ada dua dimensi yang
mempengaruhi pembentukan budaya organisasi, yaitu:
1.
Sistem Imbalan
Sistem imbalan ada dua macam, yaitu:
a.
Imbalan langsung, yaitu imbalan yang langsung dirasakan karyawan
biasanya dalam bentuk tunai. Contohnya: gaji pokok, tunjangan hari raya
keagamaan,
bonus yang didasarkan atas tingkat keuntungan yang
diperoleh perusahaan.
b.
Imbalan tidak langsung, yaitu imbalan diluar gaji. Contohnya: gaji disaat
cuti, bantuan kena musibah, iuran BPJS yang ditanggung perusahaan,
premi
asuransi
yang
ditanggung
perusahaan
dan
fasilitas
seperti
transportasi dan kesehatan.
2.
Jaminan Sosial
Jaminan sosial adalah bagian dari imbalan tidak langsung atau imbalan
ekstrinsik (extrinsic rewards) yaitu rewards external to the job (imbalan diluar
pekerjaan)
yang
diberikan
perusahaan
kepada
karyawan
seperti jaminan
jamsostek, kematian, hari tua, uang pensiun, proses kemudahan pemberian
pembiayaan, dll. Jaminan sosial meliputi salah satu faktor penentu pembentukan
budaya organisasi.
Sedangkan menurut Denison (2000) bahwa dalam budaya organisasi
terdapat empat dimensi, yaitu:
1.
Involment (Keterlibatan)
Involment
adalah
pemberdayaan,
orientasi
tim,
dan
pengembangan
kemampuan. Dimensi keterlibatan yang membuat nilai-nilai orientasi tim,
meningkatkan pemberdayaan anggota dan pengembangan kemampuan.
2.
Consistency (Konsistensi)
Consistency adalah nilai-nilai inti, kesepakatan, koordinasi, dan integrasi.
Efektivitas organisasi terjadi karena organisasi tersebut konsistensi dan
terintegrasi secara baik.
3.
Adaptability (Adaptabilitas)
27
Adaptability
pelanggan,
adalah
kemampuan
kemampuan
menciptakan
organisasi untuk
perubahan,
belajar.
Budaya
fokus
pada
yang
dapat
membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan, akan disosialisasikan dengan kinerja yang superior dalam periode
waktu yang panjang.
4.
Mission (Misi)
Mission adalah sifat budaya yang paling penting bagi organisasi yang berhasil
mempunyai arah dan tujuan yang jelas, didefinisikan dalam tujuan organisasi
dan sasaran strategis dan tercermin dalam visi tentang akan bagaimana
organisasi di masa depan.
2.3.5 Tipe Budaya Organisasi
Menurut Kreitner et al. (2003:87) ada tiga tipe budaya organisasi yang
diterapkan dalam organisasi, yaitu:
1.
Budaya konstruktif, yaitu: budaya dimana para tenaga kerja di dorong untuk
berinteraksi dan mengerjakan tugas bersama serta mendukung keyakinan
normatif
yang
berhubungan
dengan
pencapaian
tujuan
organisasi,
penghargaan dan persatuan.
2.
Budaya
pasif-defensif
memungkinkan
tenaga
yang
kerja
bercirikan
keyakinan
normatif
dan
berinteraksi antara sesama tenaga kerja,
mendorong keyakinan normatif dengan persetujuan.
3.
Budaya
agresif-defensif,
mendorong
tenaga
kerja
untuk
mengerjakan
tugasnya dengan cepat dan aman yang bercirikan keyakinan normatif,
mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif.
2.3.6 Fase-Fase Perkembangan Budaya Organisasi
a.
Fase Kelahiran
Dalam fase ini pendiri organisasi meletakkan fondasi budaya organisasi
berupa tujuan, visi, misi, norma-norma, produk, nilai, bentuk organisasi, dan
sebagainya.
28
b.
Fase Pertumbuhan
Pada
fase
meningkatnya
pertumbuhan,
aktivitas
struktur
organisasi.
organisasi
tumbuh
sejajar
dengan
Organisasi
merekrut
lebih
banyak
profesional dan kepada mereka diberlakukan sosialisasi budaya organisasi.
Peraturan, kebijakan, prosedur kerja, dan teknologi dikembangkan secara
tertulis.
c.
Fase Dewasa
Dalam fase ini organisasi sudah mapan dan mempunyai budaya organisasi
yang stabil yang menjadi pedoman perilaku anggotanya dan aktivitas
organisasi mencapai tujuannya.
d.
Fase Fluktuasi
Pada fase ini terjadi gejolak dalam organisasi. Ada sejumlah faktor yang
mungkin menyebabkan gejolak.
1) Pemimpin organisasi yang menjadi motor penggerak perkembangan
organisasi
tidak
berfungsi
karena
sakit,
atau
meninggal.
Terjadi
pergantian kepemimpinan dalam organisasi.
2) Organisasi (Perusahaan) diakuisisi atau merger dengan organisasi lain.
3) Terjadi persaingan ketat terhadap produk organisasi dan organisasi
ditinggalkan oleh sebagian pelanggannya.
4) Terjadi konflik
dekstruktif di antara
anggota
organisasi sehingga
kesehatan organisasi menurun.
5) Produk organisasi ketinggalan zaman karena adanya produk baru yang
lebih baik atau muncul produk pengganti.
e.
Fase Kematian
Pada fase ini, organisasi yang berbudaya lemah tidak mampu bertahan ketika
mengalami fluktuasi karena persaingan, konflik, tidak mampu menyesuaikan
diri dengan perkembangan lingkungan eksternalnya sehingga sakit dan
akhirnya mati (bangkrut).
29
2.3.7 Jenis-Jenis Budaya Organisasi
Deal dan Kennedy, seperti yang dikutip oleh Wirawan mengemukakan
bahwa budaya organisasi dapat dikelompokkan menjadi empat jenis budaya:
Budaya keras atau Macho, budaya kerja atau bermain keras, budaya pertaruhkan
perusahaan anda, dan budaya proses.
Dalam bukunya Management Sixth Edition. Leslie W Roe dan Llyod L.
Byars mengemukakan kembali keempat jenis budaya tersebut, yaitu: the though
person, macho culture, work hard or play hard culture, bet your company culture
and process culture. Adapun pengertian ke empat jenis budaya tersebut, yaitu:
a.
The though person, macho culture (Budaya keras atau budaya macho),
Budaya
organisasi
ini
ditandai
oleh
individu-individu
yang
terbiasa
mengambil resiko tinggi dalam rangka mengharapkan keuntungan yang cepat
tanpa memikirkan mereka salah atau benar. Dalam budaya organisasi tipe ini
kerja tim tidaklah penting, artinya nilai kerjasama tidak menjadi sesuatu yang
dianggap penting dan tidak ada kesempatan untuk belajar dari kesalahan.
Contoh dari perusahaan yang menggunakan budaya ini adalah industri
hiburan.
b.
Work hard or play hard culture (Budaya kerja keras/ bermain keras), Budaya
organisasi ini memotivasi karyawan untuk mengambil resiko rendah dan
mengharapkan pengembalian yang cepat. Budaya organisasi ini menekankan
diri pada bersenang-senang dan tindakan. Budaya organisasi ini lebih
mengutamakan penjualan. Contoh perusahaan yang menggunakan budaya ini
adalah real estate.
c.
Bet your company culture (Budaya pertaruhkan perusahaan anda). Budaya ini
ada dilingkungan di mana resiko tinggi dan keputusan diambil sebelum hasil
diketahui. Contoh perusahaan yang menerapkan budaya ini adalah pesawat
terbang.
d.
Process culture (Budaya proses), adalah budaya resiko rendah dengan
pengembalian rendah, karyawan hanya fokus kepada bagaimana sesuatu
dilakukan daripada hasil. Contoh perusahaan dengan budaya ini adalah
perusahaan perbankan.
30
2.3.8 Norma Dan Nilai Dalam Budaya Organisasi
1.
Pengertian Norma dan Nilai
Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola perilaku
yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan tidak dalam merespon
sesuatu. Norma dalam organisasi mengatur perilaku organisasi. Norma dalam
organisasi tertuang dalam kode etik perusahaan. Kode etik (code of ethics) adalah
pernyataan formal tertulis mengenai nilai-nilai, kepercayaan, filsafat organisasi,
apa yang diharapkan dan apa yang dihindari, serta apa yang dilarang dilakukan
oleh anggota organisasi.
Sedangkan nilai adalah suatu kepercayaan permanen mengenai apa yang
tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku seseorang.
2.
Nilai-Nilai Dalam Organisasi
a.
Nilai Organisasi (Value of Organization)
Nilai dalam organisasi menjadi pedoman perilaku anggota organisasi dalam
mencapai suatu tujuan bersama. Nilai organisasi ini tertuang dalam visi dan misi
perusahaan. Visi adalah pernyataan mengenai organisasi akan menjadi apa atau
suatu keyakinan akan suatu kondisi mendatang. Sedangkan misi adalah gambaran
apa
yang
akan
dilakukan
organisasi untuk
mencapai visi.
Jika
proses
implementasi visi dan misi terlaksana dengan baik maka organisasi akan sukses
besar.
b.
Nilai Karyawan (Value Of Employee)
Disamping nilai organisasi ada juga nilai karyawan. Nilai karyawan adalah
suatu kepercayaan permanen mengenai apa yang tepat dan tidak tepat yang
mengarahkan tindakan dan perilaku karyawan terhadap organisasi atau sesuatu
yang dianggap penting oleh karyawan. Pada saat karyawan memasuki suatu
organisasi, mereka datang dengan kepentingan khusus atau yang sering disebut
dengan nilai-nilai pribadi. Karyawan menyumbangkan tenaga, keahlian, dengan
mengharapkan suatu imbalan berupa materi atau kepuasan batin, yang kemudian
menjadi suatu nilai bagi karyawan.
31
c.
Nilai Religi (Value Of Religion)
Dalam perbankan syariah ada nilai religi (Value Of Religion). Substansi
dalam nilai religi adalah nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Eksistensi nilai-nilai
religi ini sangat penting dalam Bank Syariah. Nilai religi inilah yang membedakan
identitas Bank Syariah dengan Bank Konvensional. Ketika Bank Syariah dilandasi
dengan nilai-nilai ketauhidan maka diharapkan Bank Syariah akan terhindar dari
unsur-unsur gharar, maysir dan riba karena menyadari adanya pengawasan dari
Allah SWT.
3.
Proses Integrasi Nilai
Ketika nilai organisasi, nilai-nilai karyawan dan nilai-nilai religi terintegrasi
dengan baik maka akan tercipta nilai-nilai yang dianut bersama dan tercipta
kesamaan tujuan dalam organisasi. Kemudian lahirlah budaya organisasi.
2.3.9 Peran Budaya Organisasi
Budaya dalam organisasi setidaknya memainkan tiga peranan penting, yaitu
memberikan identitas bagi anggotanya, meningkatkan komitmen terhadap visi dan
misi organisasi serta memperkuat standar perilaku. Ketika budaya organisasi
melekat kuat, maka masing-masing anggota akan merasa bahwa mereka adalah
bagian dari organisasi. Perasaan sebagai bagian dari organisasi akan memperkuat
komitmennya terhadap visi dan misi organisasi. Budaya juga akan mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi memberikan banyak pengaruh
kepada individu dan proses organisasi. Budaya memberikan tekanan pada
individu untuk bertindak ke arah tertentu, berpikir serta bertindak dengan cara
yang konsisten dengan budaya organisasinya. Tidak satu pun tipe budaya
organisasi yang terbaik yang dapat berlaku universal. Yang terpenting adalah
organisasi
harus
mengetahui
potret
budaya
organisasi
saat
ini
dan
mengevaluasinya apakah budaya yang berlaku tersebut dapat mendukung program
perubahan organisasi.
Untuk membangun budaya organisasi yang dapat mendukung perubahan
organisasi dibutuhkan alat. Alat utamanya adalah komunikasi yang efektif yaitu
komunikasi yang sifatnya segala arah tidak hanya dari atas ke bawah saja,
32
sehingga akan memperlancar usaha pembangunan budaya organisasi yang baru.
Dengan
komunikasi
yang
efektif,
organisasi
dapat
mengkomunikasikan
pentingnya perubahan, menampung saran dan masukan dari anggota organisasi
dan hubungan antar anggota organisasi serta meningkatkan keterlibatan anggota
organisasi. Tingginya keterlibatan anggota organisasi akan menjamin suksesnya
upaya membangun budaya organisasi yang baru sehingga dapat mendukung
perubahan organisasi.
2.3.10 Perubahan Budaya Organisasi
Perubahan selalu terjadi, disadari atau tidak. Begitu pula halnya dengan
organisasi. Organisasi hanya dapat bertahan jika dapat melakukan perubahan.
Setiap perubahan lingkungan yang terjadi harus dicermati karena keefektifan
suatu organisasi tergantung pada sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan tersebut. Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan
mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan
perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2003). Lebih
lanjut Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur
yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik, dan sumber daya
manusia. Sobirin (2005) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mendorong
terjadinya perubahan, yaitu faktor ekstern seperti perubahan teknologi dan
semakin terintegrasinya ekonomi internasional serta faktor intern organisasi yang
mencakup dua hal pokok yaitu:
1.
Perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa
disebut dengan perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi,
struktur organisasi dan sistem,
2.
Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan
kultural
yang
meliputi
perubahan
perilaku
manusia
kebijakan sumber daya manusia dan budaya organisasi.
dalam organisasi,
33
Setiap perubahan tidak bisa hanya memilih salah satu aspek struktural atau
kultural saja sebagai variabel yang harus diubah, tetapi kedua aspek tersebut harus
dikelola secara bersama-sama agar hasilnya optimal. Namun demikian dalam
praktek para pengambil keputusan cenderung hanya memperhatikan perubahan
struktural karena hasil perubahannya dapat diketahui secara langsung, sementara
perubahan kultural sering diabaikan karena hasil dari perubahan tersebut tidak
begitu
kelihatan.
Untuk
meraih
keberhasilan
dalam
mengelola
perubahan
organisasi harus mengarah pada peningkatan kemampuan dalam menghadapi
tantangan dan peluang yang timbul. Artinya perubahan organisasi harus diarahkan
pada perubahan perilaku manusia dan proses organisasional, sehingga perubahan
organisasi yang dilakukan dapat lebih efektif dalam upaya menciptakan organisasi
yang lebih adaptif dan fleksibel. Sementara itu, karakteristik dari program
perubahan atau rencana perubahan juga akan sangat menentukan keberhasilannya.
Menurut Riani (2011:57), terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan karakteristik proses perubahan, yaitu:
1.
Spesifikasi tujuan
Menunjukkan sedetail apa tujuan perubahan telah didefinisikan, apakah sudah
cukup detail atau masih terlalu luas.
2.
Program
Hal ini melibatkan tingkatan dimana perubahan dapat diprogram atau
tingkatan dimana karakteristik perubahan yang berbeda dapat dipetakan
dengan jelas guna memungkinkan adanya sosialisasi, komitmen, dan alokasi
penghargaan.
3.
Target perubahan
Menunjukkan target perubahan, apakah merupakan organisasi secara total
atau kelompok kerja yang kecil.
4.
Dukungan internal
Merujuk pada sejauh mana terdapat dukungan internal bagi proses perubahan.
34
5.
Sponsor
Merujuk pada keberadaan sponsor, apakah terdapat dukungan dari top
management
untuk
memulai dan
mengalokasikan
sumber daya yang
diperlukan untuk mendukung proses perubahan.
Mengubah budaya bukanlah pekerjaan yang gampang. Dari sudut waktu,
perubahan
ini
dapat
menghabiskan
5
sampai 10
tahun,
itupun
tingkat
keberhasilannya masih dipertanyakan karena respon pegawai terhadap perubahan
sangat bervariasi (Sobirin, 2005). Keberhasilan perubahan budaya salah satunya
bergantung pada kuat atau tidaknya budaya yang sekarang ada. Faktor lain yang
mempengaruhi keberhasilan perubahan budaya adalah kemauan para anggota
organisasi untuk berpartisipasi dalam perubahan. Dari kedua faktor tersebut Harris
dan Ogbonna (dalam Sobirin,
2005) mengidentifikasikan adanya sembilan
kemungkinan reaksi pegawai terhadap perubahan budaya organisasi sebagaimana
tampak pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Bentuk-Bentuk Tanggapan Pegawai Terhadap Perubahan Budaya
No.
Bentuk Tanggapan Pegawai
1.
Active Acceptance
2.
Selective Reinvention
3.
Reinvention
4.
General Acceptance
Aspek-aspek Perubahan Budaya
Pegawai
menerima
perubahan
budaya apa adanya.
Secara selektif, pegawai mencoba
mendaur ulang beberapa elemen
budaya lama menjadi budaya baru
meskipun esensinya tidak
ada
perubahan.
Secara umum pegawai enggan
melakukan perubahan. Budaya lama
didaur ulang seolah-olah membentuk
budaya baru.
Secara
umum
pegawai
mau
menerima perubahan meski tidak
sepenuhnya seperti pada Active
Acceptance.
Ada
beberapa
perubahan yang ditolak dengan
asumsi budaya lama masih ada yang
cocok.
35
5.
6.
7.
8.
9.
Disonance
Pegawai mengalami keraguan antara
menerima atau menolak perubahan.
Hal ini ditandai dengan perilaku
pegawai yang tidak konsisten.
General Rejection
Secara umum pegawai menolak
perubahan meskipun kemungkinan
perubahan masih diterima dengan
alasan budaya lama tidak lagi
kondusif dengan lingkungan baru.
Reinterpretation
Secara umum pegawai mencoba
menginterpretasikan perubahan dan
menyesuaikan diri.
Selective Reinterpretation
Pegawai
menginterpretasikan
kembali beberapa komponen budaya
dan menolak sebagian komponen
yang lain.
Active Rejection
Pegawai serta merta menolak
perubahan budaya.
Menyadari bahwa tidak semua budaya cocok untuk semua lingkungan
organisasi maka perubahan budaya harusnya merupakan hal yang biasa, namun
melihat bervariasinya tanggapan pegawai terhadap perubahan budaya organisasi,
para pimpinan yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap proses perubahan
organisasi harus mengantisipasi kemungkinan adanya resistensi dari pegawai.
Oleh karena itu harus diadakan sosialisasi untuk mengurangi gejolak yang tidak
bisa dihindari. Upaya sosialisasi ini dapat dilakukan jauh sebelum keputusan
perubahan dibuat. Kaitannya dengan sosialisasi di atas, langkah penting pertama
yang harus dilakukan oleh para pimpinan adalah mengaudit budaya yang sekarang
ada, dimulai dengan mengidentifikasi tantangan strategis yang akan dihadapi
organisasi di masa datang setelah perubahan budaya terjadi. Identifikasi ini akan
menjadi prasyarat bagi pembentukan sistem nilai dan norma perilaku. Setelah
dilakukan audit budaya barulah ditetapkan budaya organisasi yang diharapkan
akan cocok dengan lingkungan yang baru, dan diakhiri dengan sosialisasi budaya
organisasi yang baru ke semua anggota organisasi.
36
2.4
Kinerja Karyawan
2.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Budaya organisasi yang kuat termasuk suasana lingkungan kerja yang
nyaman dan menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja
karyawan yang paling produktif. Budaya organisasi dapat membantu kinerja
karyawan karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi
karyawan
untuk
memberikan
kemampuan
terbaiknya
dalam memanfaatkan
kesempatan yang diberikan oleh organisasinya.
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak
dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan
maupun lembaga swasta. Istilah kinerja berasal dari job performance atau actual
performance yang merupakan prestasi kerja atas prestasi sesungguhnya yang
dicapai seseorang.
Berikut ini merupakan pengertian kinerja menurut beberapa ahli:
Menurut Rivai dan Basri dalam Riani (2011:97) mengemukakan bahwa:
"Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu
di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama”.
Menurut Mathis (2002:78) mengemukakan bahwa:
“Kinerja karyawan adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan yang mempengaruhi seberapa besar banyaknya mereka memberi
kontribusi kepada organisasi secara kualitas, output, kualitas output, jangka
waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif”.
Sedangkan kinerja menurut Veithzal (2004:309) adalah sebagai berikut:
“Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan”.
Dan menurut Mangkunegara (2007:67) pengertian kinerja adalah:
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”.
Sedangkan Simanjuntak (2005:105) mengemukakan bahwa kinerja adalah:
37
“Tingkat ketercapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus
dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
adalah segala sesuatu yang dilakukan karyawan yang memberikan kontribusi bagi
organisasi baik positif atau negatif, baik hal-hal yang dilakukan ataupun tidak
dilakukan, demi mencapai tujuan organisasi dan membuat pekerjaan seorang
karyawan menjadi lebih baik. Kinerja karyawan juga dapat diartikan sebagai hasil
yang dicapai oleh seorang karyawan atas pekerjaannya selama jangka waktu
tertentu.
2.4.2 Indikator Kinerja
Berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh organisasi tersebut
dipengaruhi oleh tingkat kinerja secara individual maupun secara kelompok.
Dengan asumsi semakin baik kinerja karyawan maka mengharapkan kinerja
organisasi akan semakin baik. Beberapa pendekatan untuk mengukur sejauh mana
pegawai mencapai suatu kinerja secara individual menurut Bernadin (2003)
adalah sebagai berikut:
1.
Kualitas Kerja
Yaitu yang meliputi kesesuaian produksi kegiatan dengan acuan ketentuan
yang berlaku sebagai standar proses pelaksanaan kegiatan maupun rencana
organisasi.
2.
Kuantitas Kerja
Yaitu meliputi jumlah produksi kegiatan yang dihasilkan.
3.
Ketepatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan
Yaitu pemenuhan kesesuaian waktu yang dibutuhkan atau diharapkan dalam
pelaksanaan kegiatan.
4.
Efektifitas
Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan
maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
38
5.
Kemandirian
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerja nya tanpa
minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya
pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.
2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Steers dalam Riani (2011:100), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah:
1.
Kemampuan, kepribadian, dan minat kerja.
2.
Kejelasan dan penerimaan atau penjelasan peran seorang pekerja yang
merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseorang atas tugas yang
diberikan kepadanya.
3.
Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energi yang mendorong, mengarahkan,
dan mempertahankan perilaku.
Sedangkan menurut Mc Cormick dan Tiffin dalam Riani (2011:100)
menjelaskan bahwa terdapat dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja,
yaitu:
a.
Variabel Individu
Variabel ini terdiri dari pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur,
motivasi, keadaan fisik, kepribadian, dan sikap.
b.
Variabel Situasional
Variabel situasional menyangkut dua faktor yaitu:
1.
Faktor sosial dari organisasi, meliputi: kebijakan, jenis latihan dan
pengalaman, sistem upah, serta lingkungan sosial.
2.
Faktor fisik dan pekerjaan, meliputi: metode kerja, pengaturan dan
kondisi,
perlengkapan
kerja,
penyinaran, dan temperatur.
pengaturan
ruang
kerja,
kebisingan,
39
2.4.4 Metode Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau di
masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya. Secara garis besar, menurut
Martoyo (2000) penilaian kinerja dibagi pada penilaian yang berorientasi pada
masa lalu dan masa depan.
a.
Berorientasi Masa Lalu
Metode ini memperlakukan kinerja yang telah terjadi. Pada sampai tahap
tertentu dapat diukur. Evaluasi kinerja masa lalu menjadi umpan balik bagi
karyawan untuk perbaikan-perbaikan.
Teknik penilaian kinerja yang berorientasi ke masa lalu meliputi:
1.
Rating Scale
Kinerja dinilai dengan skor yang didasarkan pada kriteria atau faktor
yang dianggap penting. Nilai berkisar dalam skala tertentu (Rating
Scale). Nilai rendah menunjukan terpenuhinya kriteria.
2.
Checklist
Atau disebut metode peristiwa kritis adalah penilaian yang mendasarkan
pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku yang sangat
baik atau sangat buruk dalam kaitan dengan pelaksanaan kerja. Jadi,
pencatatan hanya pada perilaku yang mencolok saja.
3.
Metode Peninjauan Lapangan
Inspeksi langsung ke lapangan untuk mencocokkan apakah kinerja
karyawan di lapangan sesuai dengan yang dilaporkan atasannya.
4.
Tes dan Observasi Kinerja
Tes dengan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Dapat dilakukan
dengan tertulis, lisan, peragaan atau kombinasi dari ketiganya.
5.
Metode Evaluasi Kelompok
a) Metode Ranking : membandingkan karyawan satu dengan karyawan
lain, siapa yang lebih baik. Kemudian diurutkan dari yang terbaik
sampai kepada yang terburuk.
40
b) Grading/Forced Distributions : memilah-milah karyawan dalam
berbagai klasifikasi.
Misalnya
dibagi kedalam kelompok
10%
terbaik, 20% kelas baik, 40% kelas rata-rata, 20% kelas kurang, dan
10% kelas terburuk.
c) Point Allocations Methods : ditentukan nilai total yang akan
didistribusikan kepada karyawan yang dinilai (dalam kelompok).
b.
Berorientasi Masa Depan
1) Penilaian Diri (Self Appraisal) : teknik ini berguna bila tujuannya adalah
evaluasi untuk pengembangan diri.
2) Penilaian Psikologis (Psychological Appraisal) : dilakukan dengan
wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung,
dan review evaluasi lainnya.
3) Pendekatan Manajemen Tujuan (Management by Objectives/MBO) :
setiap karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan
atau sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang.
4) Teknik Pusat Penelitian : bentuk penilaian karyawan yang distandarisasi
yang
bergantung
pada
tipe
penilaian.
Bisa
meliputi
wawancara
mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi dan evaluasi
potensi karyawan pada masa yang akan datang.
Semua kegiatan penilaian kinerja baik yang berorientasi masa lalu maupun
masa depan memakai pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
a.
Tell and Self Approach
Mereview kinerja karyawan dan mencoba meyakinkan karyawan untuk
berprestasi lebih baik.
b.
Tell and Listen Approach
Memungkinkan karyawan menjelaskan berbagai alasan latar belakang, dan
perasaan
defensive
mengenai
kinerja
karyawan
dimaksudkan
untuk
mengetahui kondisi masing-masing karyawan dan mengatasi reaksi-reaksi
yang tidak menguntungkan perusahaan dengan cara berkinerja lebih baik.
c.
Problem Solving Approach
41
Mengidentifikasi
masalah-masalah
yang
melalui
konseling,
upaya-upaya
latihan,
dan
mengganggu
lain
kinerja
untuk
karyawan
menghindari
penyimpangan.
Ada beberapa metode dalam melakukan penelitian kinerja menurut Mathis
(2002:82) yaitu:
1.
Metode Penilaian Kategori
Metode yang meminta manajer memberi nilai untuk tingkah laku kinerja
karyawan pada formulir khusus di bagi dalam kategori-kategori kinerja.
Secara umum ada dua metode penilaian kategori yaitu:
a.
Skala Penelitian Grafik
Memungkinkan
penilaian
untuk
memberikan
nilai terhadap
kinerja
karyawan secara continue.
b.
Daftar Periksa
Terdiri dari daftar kalimat atau kata-kata dimana penilaian memeriksa
kalimat-kalimat yang paling mewakili karakter dan kinerja karyawan.
2.
Metode Perbandingan
Metode yang menurut para manajer untuk secara langsung membandingkan
kinerja karyawan mereka satu sama lainnya, teknik ini mencakup:
a.
Pemberian peringkat terdiri dari daftar seluruh karyawan yang tertinggi
sampai terendah dalam kinerjanya.
b.
Perbandingan
berpasangan
(distributor
yang
normal),
teknik
mendistribusikan penilaian yang dapat digeneralisasikan dengan metodemetode yang lainnya.
3.
Metode Negatif
Metode dimana manajer dan spesialisasi sumber daya manusia kadangkadang diminta untuk memberikan informasi penilaian tertulis dimana lebih
mendeskripsikan tindakan-tindakan karyawan.
4.
Metode Tujuan dan Perilaku
Metode yang digunakan untuk mengukur perilaku karyawan dan bukan
karakteristik lainnya.
5.
Metode Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBO)
42
Meliputi ketetapan tujuan khusus yang dapat diukur bersama dengan masingmasing karyawan dan selanjutnya secara berkala meninjau kemampuan yang
dicapai oleh individu dalam jangka waktu tertentu.
2.4.5 Aspek-Aspek Penilaian Kinerja
Dari hasil studi Lazzer and Wikstrom (1977) terhadap penilaian dari 125
perusahaan yang ada di USA, yang dikutip oleh Rivai (2004:324), aspek-aspek
yang dinilai dalam penilaian kinerja adalah:
1.
Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman serta pelatihan yang diperoleh.
2.
Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing kedalam
bidang
operasional perusahaan
secara
menyeluruh,
yang pada intinya
individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai
seorang karyawan.
3.
Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja sama
dengan orang lain, memotivasi karyawan atau rekan, melakukan negosiasi
dan lain-lain.
2.4.6 Masalah-Masalah Dalam Penilaian Kinerja
Dalam melakukan penilaian prestasi seseorang karyawan dapat terjadi
kendala-kendala. Proses penilaian harus dilakukan secara obyektif. Berikut hal-hal
yang dapat menjadi kendala dalam melakukan penilaian prestasi kerja menurut
Hasibuan (2012:100) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia:
1.
Hallo Effect
Hallo Effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena
umumnya penilai cenderung akan memberikan prestasi baik bagi orang yang
dikenalnya dan demikian pula sebaliknya. Hallo Effect ini mengakibatkan
indeks prestasi karyawan bersangkutan tidak memberikan gambaran nyata
dari karyawan itu.
43
2.
Leniency
Kesalahan yang dilakukan penilai cenderung untuk memberikan nilai yang
terlalu tinggi terhadap karyawan yang dinilainya itu.
3.
Strictness
Kesalahan penilai cenderung untuk memberikan nilai yang terlalu rendah
terhadap karyawan yang dinilainya itu.
4.
Central Tendency
Penilai cenderung untuk memberikan rata-rata.
5.
Personal Bias
Penilaian terjadi akibat adanya prasangka-prasangka sebelumnya yang positif
maupun negatif.
2.4.7 Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka mengetahui
manfaat yang dapat mereka harapkan. Rivai dan Basri (dalam Riani, 2011:105)
mengemukakan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah :
1.
Orang yang dinilai (karyawan).
2.
Penilai (atasan, supervisor pimpinan, manajer, konsultan).
3.
Perusahaan.
Manfaat bagi karyawan yang dinilai:
a.
Meningkatkan motivasi.
b.
Meningkatkan kepuasan hidup.
c.
Adanya kejelasan standar hasil yang diterapkan mereka.
d.
Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif.
e.
Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar.
f.
Pengembangan tentang pengetahuan dan kelemahan menjadi lebih besar,
membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin.
g.
Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas.
h.
Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi.
i.
Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana
mengatasinya.
44
j.
Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk
dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut.
k.
Adanya padangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan.
l.
Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun dorongan
atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan.
m. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan.
Manfaat bagi penilai (supervisor/manajer/penyelia)
a.
Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja
karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya.
b.
Kesempatan
untuk
mengembangkan
suatu
pandangan
umum
tentang
pekerjaan individu dan departemen yang lengkap.
c.
Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk
pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya.
d.
Identifikasi gagasan untuk penilaian tentang nilai pribadi.
e.
Peningkatan kepuasan kerja.
f.
Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa
grogi, harapan dan aspirasi mereka.
g.
Meningkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer
maupun dari para karyawan.
h.
Kesempatan
untuk
menjelaskan
tujuan
dan
prioritas
penilai
dengan
memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat
memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan.
i.
Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para
karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan dengan ide
para manajer.
j.
Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan
sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan.
k.
Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan apa yang
sebenarnya diinginkan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para
karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya, dan berjaya sesuai
dari harapan para manajer.
45
l.
Sebagai media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau hubungan
antara pribadi antara karyawan dan manajer.
m. Dapat
sebagai sarana
meningkatkan
motivasi karyawan
dengan lebih
memusatkan kepada mereka secara pribadi.
n.
Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali
apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau
menyusun prioritas kembali.
o.
Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas
karyawan.
Manfaat bagi perusahaan
a.
Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena:
1) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai
budaya perusahaan.
2) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas.
3) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan
keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan
yang mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan.
b.
Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh
masing- masing karyawan.
c.
Meningkatkan kualitas komunikasi.
d.
Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan.
e.
Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan.
f.
Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan
oleh setiap karyawan.
g.
Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan.
h.
Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.
i.
Kemampuan menemukan dan mengenali setiap permasalahan.
j.
Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh
perusahaan.
k.
Budaya organisasi menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam
membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik
46
dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap
karyawan
akan
mendukung
pelaksanaan
penilaian
kinerja,
maupun
berpartisipasi secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja
akan menjadi lebih baik.
l.
Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan atau
sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah terlihat, mudah
diidentifikasikan,
mudah dikembangkan lebih lanjut,
dan memungkinkan
peningkatan tanggung jawab secara kuat.
m. Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh
perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu
sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Manfaat
penilaian
kinerja
bagi organisasi menurut
Sulistiyanti dan
Rosidah (2009:277) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah sebagai berikut:
1.
Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
2.
Perbaikan kinerja.
3.
Kebutuhan latihan dan pengembangan.
4.
Pengambilan keputusan dalam hal penempatan, promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.
5.
Untuk kepentingan penelitian pegawai.
6.
Membantu diagnosa terhadap kesalahan desain pegawai.
2.5
Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Pengaruh
budaya
perusahaan
dan lingkungan kerja terhadap
kinerja
karyawan diungkapkan oleh Santono (dalam Riani, 2011:109), sebagai berikut:
“Budaya perusahaan bukanlah sekedar peraturan tertulis, dasar operasional, atau
sistematika kerja yang menjadi buku suci perusahaan. Lebih dari itu, budaya
perusahaan adalah spirit d’corp-jiwa perusahaan, yang menjiwai keseharian dan
segala aktivitas dalam perusahaan. Sangat ditekankan pentingnya budaya
perusahaan yang menjadi dasar dari kinerja perusahaan agar mampu berkembang
dan bersaing dalam jangka panjang”.
Pengertian tersebut budaya perusahaan merupakan suatu ciri khas dari suatu
perusahaan yang mencakup sekumpulan nilai-nilai kepercayaan yang membantu
47
karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan,
yang berhubungan dengan struktur formal dan informal dalam
lingkungan perusahaan. Selain itu, budaya perusahaan juga merupakan suatu
kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan tindakan
manusia yang bekerja didalam perusahaan, yang menentukan dan mengharapkan
bagaimana cara mereka bekerja sehari-hari dan membuat mereka lebih senang
dalam
menjalankan
tugasnya.
Dengan
adanya
budaya
perusahaan
akan
memudahkan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan,
dan membantu karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam perusahaan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karyawan untuk berperilaku yang
dapat dijalankan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Disampaikan pula oleh Kreitner dan Kinicki (2005:90) bahwa perusahaan
yang memiliki budaya fleksibel dan adaftif akan memiliki kinerja lebih tinggi
untuk
karyawannya.
Sedangkan
Robbins
(2003:726) menyebutkan bahwa
seorang karyawan yang dinilai berprestasi tinggi sangatlah dipengaruhi oleh sikap
dan perilaku karyawan sesuai dengan budaya organisasinya.
Selain itu, tahun 1992 Kotter dan Heskett dalam bukunya Coorporate
Culture dan Performance telah mengemukakan pengaruh budaya organisasi
dengan kinerja pegawai. Mereka melakukan penelitian terhadap 207 perusahaan
di dunia yang aktifitasnya berada di Amerika Serikat. Ada empat kesimpulan
berdasarkan penelitian tersebut dalam Tika (2006:139) yaitu:
1.
Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti dalam kinerja
organisasi jangka panjang.
2.
Budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih
penting lagi dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam dasawarsa
yang akan datang. Budaya menomor satukan kinerja mengakibatkan dampak
kinerja negatif dengan berbagai alasan. Alasan utama adalah kecenderungan
menghambat
organisasi-organisasi
taktik dan strategi yang dibutuhkan.
dalam
menerima
perubahan-perubahan
48
3.
Budaya organisasi yang menghambat peningkatan kinerja jangka panjang
cukup banyak, budaya mudah berkembang bahkan dalam organisasi yang
penuh
dengan
orang-orang
pandai dan berakal sehat.
Budaya yang
mendorong perilaku yang tepat dan menghambat perubahan kearah strategi
yang lebih tepat, cenderung muncul perlahan-lahan dan tanpa disadari dalam
waktu bertahun-tahun, biasanya sewaktu organisasi berkinerja baik.
4.
Walaupun sulit untuk di ubah, budaya organisasi dapat dibuat agar bersifat
lebih meningkatkan kinerja.
Menurut Kotter dan Heskett (1997:18) menyatakan:
“Budaya yang kuat sering dikatakan membantu kinerja karena menciptakan
suatu tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri pegawai”.
Kadang-kadang ditegaskan bahwa nilai-nilai dan perilaku yang dianut
bersama membuat orang merasa nyaman bekerja dalam sebuah organisasi, rasa
komitmen atau loyal selanjutnya dikatakan membuat orang berusaha lebih keras
lagi. Budaya juga dikatakan membantu kinerja karena memberikan struktur dan
kontrol yang dibutuhkan tanpa harus berstandar pada birokrasi formal yang
mencekik yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.
Selain penelitian dilakukan oleh Kotter dan Heskett terdapat beberapa artikel
dan penelitian lainnya yang berkaitan dengan keterkaitan antara budaya organisasi
menjadi pembicaraan banyak ahli organisasi, seorang konsultan pengembangan
karir, Wallach (dalam Sobirin, 2007:289) mengemukakan pentingnya motivasi
seseorang karyawan akan jauh lebih efektif jika terdapat kecocokan antara
motivasi karyawan dan budaya organisasi berjalan. Demikian juga karyawan
tersebut akan lebih diakui keberadaannya dan akan memperoleh kesempatan lebih
baik untuk dipromosikan perusahaan.
Menurut Lako (2004:28) hubungan antara budaya organisasi terhadap
kinerja diyakini oleh para ilmuwan perilaku organisasi dan manajemen serta
sejumlah peneliti akuntansi. Mereka menyatakan bahwa:
“Budaya organisasi diyakini merupakan faktor penentu utama terhadap
kesuksesan kinerja suatu organisasi”.
49
Keberhasilan
suatu
organisasi untuk
mengimplementasikan aspek-aspek
atau nilai-nilai budaya organisasinya dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh
dan berkembang secara berkelanjutan. Pengelolaan secara efektif terhadap budaya
organisasi dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif.
Beberapa pendapat dan hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
kinerja karyawan dalam suatu organisasi demi tercapainya tujuan organisasi.
2.6
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan hasil-hasil penelitian yang telah
dilakukan
oleh
peneliti-peneliti
penelitian
yang akan dilakukan.
terdahulu
dan
mempunyai
kaitan
dengan
Penelitian ini mengenai pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan. Untuk pengembangan pengetahuan peneliti
melakukan tinjauan terhadap peneliti terdahulu. Hal tersebut penting dilakukan
untuk mengetahui model dan teori yang peneliti terdahulu lakukan sehingga
menjadi rujukan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Tjahjono dan Gunarsih
(2008) melakukan penelitian pengaruh motivasi kerja dan budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan di lingkungan dinas bina marga provinsi Jawa Tengah.
Mereka berpendapat bahwa motivasi kerja, dan budaya organisasi secara bersamasama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.
Normansyah
karakteristik
(2010)
melakukan
penelitian
tentang
individu dan budaya organisasi terhadap
analisis
pengaruh
kinerja pegawai di
Universitas Asahan Kisaran. Dia menyimpulkan karakteristik individu dan budaya
organisasi berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap kinerja
karyawan.
Berikut ini penulisan mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya:
50
Tabel. 2.2
Penelitian Terdahulu Jurnal Indonesia
No
Nama
Peneliti
Suliman
(2002)
Judul
Penelitian
“Is it Really a
Mediating
Construct?,”
Journal
of
Management
Developmen.
2.
Darufitri
Kartikandari
(2002)
Pengaruh
Motivasi,
Iklim
Organisasi,
EQ dan IQ
Terhadap
Kinerja
Karyawan:
Studi Kasus
DPU
dan
Setda
Kabupaten
Bantul.
Dependen:
Kinerja
Karyawan
Independen:
Motivasi
Karyawan
Budaya
Organisasi.
3.
Ade
Kurniawan
(2009)
Analisa
Pengaruh
Struktur Dan
Budaya
Organisasi
Terhadap
Kinerja
Dependen:
Kinerja
Karyawan
Independen:
Budaya
Organisasi
1.
Variabel
Hasil Analisis
Dependen:
Kinerja
Karyawan
Independen:
Komitmen
Organisasi
Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
komitmen yang kuat baik
melalui komitmen yang
timbul secara langsung
(affective
commitment)
maupun komitmen yang
berkelanjutan (continuance
commitment) memberikan
kontribusi
yang
tinggi
dalam
meningkatkan
kinerja karyawan. Dengan
komitmen
yang
kuat,
karyawan akan termotivasi
untuk bekerja keras untuk
kemajuan organisasi.
Dimana
hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
keempat
variabel
independen
(motivasi,
budaya organisasi, EQ dan
IQ) mempunyai pengaruh
yang
positif
terhadap
kinerja
karyawan baik
secara
parsial maupun
simultan.
Tingkat
EQ
memiliki pengaruh yang
paling rendah sedangkan
tingkat
IQ
memiliki
pengaruh
paling
besar
terhadap kinerja karyawan.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
struktur
organisasi
berpengaruh
positif
terhadap kinerja karyawan
namun
tidak
signifikan
51
Karyawan
(Studi Pada
Ramayana
Departemen
Store Cabang
Bukit
Tinggi).
pengaruhnya.
Selanjutnya
untuk
variabel budaya
organisasi
memberi
pengaruh
signifikan
namun
negatif
pengaruhnya.
Namun
secara
bersama-sama
struktur
dan
budaya
organisasi
memberi
pengaruh
yang
cukup
besar terhadap
kinerja
karyawan.
Tabel. 2.3
Penelitian Terdahulu Jurnal Internasional
No
1.
2.
3.
Nama
Judul
Peneliti
Penelitian
Di Tomasso “Producing
(1992)
Corporate
Performance
From
Organizational
Culture,”
Journal
of
Management
Studies.
Nystrom
“Organizational
(1993)
Cultures,
Strategies, and
Commitments in
Health
Care
Organizations”.
Variabel
Dependen:
Kinerja
Karyawan
Independen:
Budaya
Organisasi
Dependen:
Kinerja
karyawan dan
Komitmen
Independen:
Budaya
Organsasi
Hasil Penelitian
Budaya
organisasi
yang berkembang baik
dan
teratur dalam
perusahaan
akan
berpengaruh
meningkatkan kinerja
karyawan.
Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
budaya
organisasi
mempunyai pengaruh
positif
terhadap
komitmen
organisasi
dan kinerja karyawan.
Moon M Jae “Organizational
Dependen:
Penelitian Moon M
(2000)
Commitment
Komitmen
Jae
(2000)
Revisited
in Organisasi
memberikan
New
Public Independen:
kontribusi
yang
Management”.
motivasi baik
memperkuat pengaruh
intrinsik
budaya
organisasi
maupun
komitmen
ekstrinsik dan terhadap
budaya
organisasi
dan
52
organisasi
pengaruh
motivasi
karyawan
terhadap
komitmen organisasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang sudah
dilakukan terkait budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Persamaan
penelitian-penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada variabelvariabel yang digunakan, yakni menggunakan variabel budaya organisasi yang
ada pada penelitian diatas sedangkan perbedaannya terletak pada metode analisis
maupun hasil akhir penelitian.
2.7
Kerangka Pemikiran
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai
peran penting dalam suatu organisasi, karena dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi, faktor manusia memegang peranan yang paling dominan. Penelitian
yang hendak menyelidiki dan mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan
budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Bank BJB Syariah Cabang
Bandung ini, mempergunakan beberapa teori dan pendapat yang dikemukakan
oleh para ahli yang dipergunakan sebagai pedoman penelitian, sehingga peneliti
menjadi
terarah
dalam
melakukan
penelitian.
Sebelum membahas
secara
keseluruhan mengenai pengaruh penerapan budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan Bank BJB Syariah Cabang Bandung, terlebih dahulu perlu mengetahui
definisi serta hal-hal yang berkaitan dengan kedua variabel.
Robbins (2007:62) budaya adalah sistem makna dan keyakinan bersama
yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara
mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang luar. Susanto dalam
Soedjono (2005:24) yang memberikan pengertian budaya organisasi sebagai
nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan
sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada
dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
53
Kinerja
merupakan
hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Pengertian kinerja
menurut
Tika
(2012:121)
mendenisikan
kinerja
sebagai hasil-hasil fungsi
pekerjaan seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Mangkunegara
(2011:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan
karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu
kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan
yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Kinerja karyawan
dapat ditingkatkan dengan mempraktikkan budaya organisasi. Beberapa prinsip
budaya organisasi antara lain: orientasi pelanggan (fokus pada pelanggan),
pengendalian mutu terpadu (perbaikan secara terus menerus), disiplin kerja, dan
ketepatan waktu bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kinerja
karyawan tersebut sehingga karyawan mampu menghasilkan kinerja yang sesuai
dengan harapan perusahaan.
Kerangka pemikiran teoritis menjadi gambaran sebuah penelitian yang
ditunjukan oleh variabel-variabel yang saling berhubungan satu sama lain dan
landasan
sebuah
penelitian.
Kerangka
pemikiran
dimaksudkan
untuk
mengambarkan paradigma penelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian.
Kerangka pemikiran disajikan dalam bentuk skema sederhana dimana indikator
variabel independen, yaitu Budaya Organisasi (X) berpengaruh terhadap variabel
dependen, yaitu Kinerja Karyawan (Y). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas,
penulis menggambarkan kerangka pemikiran seperti gambar dibawah ini:
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Budaya Organisasi
Kinerja Karyawan
54
Setelah mengetahui kerangka pemikiran berdasarkan fenomena yang terjadi maka
penulis dapat menyusun paradigma penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.3
Paradigma Kerangka Pemikiran
Budaya Organisasi
Kinerja Karyawan
(Variable X)
(Variable Y)
1. Inovasi dan resiko
1. Kualitas kerja
2. Perhatian secara detail
2. Kuantitas kerja
3. Berorientasi kepada hasil
3. Ketepatan waktu
4. Berorientasi pada manusia
4. Efektivitas
5. Berorientasi kepada tim
5. Kemandirian
6. Agresif
7. Stabil
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap
permasalahan
penelitian
sampai
terbuktinya
melalui
data
yang
terkumpul. Sugiyono (2012:30) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban
yang sifatnya sementara berdasarkan perumusan masalah yang kebenarannya akan
diuji dalam pengujian hipotesis. Hipotesis dalam penelitian ini berkaitan dengan
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen yaitu Budaya
Organisasi (X) terhadap variabel dependen, yaitu Kinerja Karyawan (Y). Sesuai
dengan teori yang telah diuraikan maka, anggapan sementara dari penelitian ini
adalah penerapan budaya organisasi sangat berpengaruh kinerja karyawan dan
dapat
berakibat
pada
pencapaian
tujuan
perusahaan sehingga perusahaan
mengalami peningkatan kualitas dan hasil sesuai dengan target dan tujuan
perusahaan. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah berkaitan
dengan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Hipotesis
nol (H0 ),
yaitu
hipotesis
yang perumusannya mengandung
pengertian sama atau umumnya ditolak, yaitu mengenai tidak terdapatnya
pengaruh yang signifikan dari variabel independen dengan variabel dependen.
55
Sedangkan hipotesis alternatif merupakan hipotesis kerja dari peneliti. Hipotesis,
peneliti menyimpulkan sementara, bahwa ada hubungan yang signifikan antara
budaya kerja organisasi terhadap kinerja karyawan. Secara statistik, hipotesis
tersebut dirumuskan dengan simbol. Perumusan strategi tersebut, sebagai berikut:
a.
Ho = Budaya organisasi (X) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja karyawan (Y).
b.
Ha = Budaya organisasi (X) secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan (Y).
Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah “Jika budaya organisasi diterapkan secara efektif, maka kinerja karyawan
meningkat”.
Download