BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan suatu alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan perusahaan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan, visi dan misi perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk dapat mewujudkan itu semua perlu dilakukan proses pengaturan semua unsur-unsur manajemen. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari Man, Money, Methods, Materials, Machine, dan Market disingkat 6 M. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan “alat” dan “wadah” (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya. Karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat. Definisi Manajemen menurut para ahli antara lain sebagai berikut: Handoko (2009:8) mendefinisikan manajemen sebagai berikut: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Hasibuan dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (2012:1), menyatakan bahwa: “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.” 11 12 Menurut Haiman yang dikutip oleh Manullang (2004:3) bahwa : “Manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama”. Sedangkan Stoner, Freeman, dan Gilbert (dalam Nilasari dan Wiludjeng, 2006:60) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Kemudian menurut Sikula yang dikutip oleh Hasibuan (2003:2) : “Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, cummunicating, and decesion making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources og the enterprise so as to bring an efficient of some product or service”. (Manajemen pada umumya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien). Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian melalui pemanfaatan sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen merupakan tindakan-tindakan atau aktivitas yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan dari perusahaan yang telah ditetapkan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Menurut Handoko (2009:23) fungsi manajemen terdiri dari planning, organizing, staffing, leading, dan controlling: 1. Planning 13 Rencana-rencana yang dibutuhkan untuk memberikan kepada organisasi, tujuan-tujuannya, dan menetapkan prosedur terbaik untuk pencapaian tujuantujuan itu. 2. Organizing Setelah para manajer menetapkan tujuan-tujuan dan menyusun rencanarencana atau program-program untuk mencapainya, maka mereka perlu merancang dan mengembangkan suatu organisasi yang akan dapat melaksanakan berbagai program tersebut secara sukses. 3. Staffing Staffing adalah penarikan (recruitment), pelatihan dan pengembangan serta penempatan dan pemberian orientasi para karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif. 4. Leading Sesudah rencana dibuat, organisasi dibentuk dan disusun personalianya, langkah berikutnya adalah menugaskan karyawan untuk bergerak menuju tujuan yang telah ditentukan. 5. Controlling Semua fungsi terdahulu tidak akan efektif tanpa fungsi pengawasan (controlling). Pengawasan (controlling) adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu cabang ilmu manajemen yang timbul setelah disadari bahwa manusia mempunyai kedudukan yang utama dalam organisasi, dimana bidang ini berusaha mengkoordinasikan para karyawannya dengan segala persoalannya agar dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik perusahaan. mungkin dan memberikan sumbangan yang optimal bagi 14 Manajemen sumber daya manusia adalah komponen dari perusahaan yang mempunyai arti sangat penting. Sumber daya manusia menjadi penentu dari pencapaian tujuan suatu perusahaan, karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dari pelaksana mesin tersebut yaitu manusia, tidak bisa membuat peranan yang diharapkan maka otomatis akan sia-sia. Beberapa ahli memberikan definisi mengenai sumber daya manusia dengan cara berbeda-beda, meskipun pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2012:10) menyatakan bahwa” “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”. Mangkunegara (2011:2) dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan menyatakan bahwa: “Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi”. Sedangkan menurut Handoko (2009:4) dalam bukunya Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, mengemukakan bahwa: “Manajemen sumber daya manusia adalah proses penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi”. Simamora (2004:4) mengatakan: “Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan”. Dari uraian-uraian mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan 15 suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dimana terhadap proses penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Dari beberapa pendapat para ahli diatas pada prinsipnya memiliki perumusan yang sama terhadap pengertian manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu penerapan fungsi-fungsi merencanakan, mengelola, mengarahkan, dan mengawasi sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. 2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Penyelenggaraan manajemen sumber daya manusia mengandung beberapa macam kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memperoleh gambaran kerja tentang pembagian kerja atau fungsi dan aktifitas manajemen sumber daya manusia. Hasibuan (2012:21) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan fungsi tersebut yaitu: 1. Fungsi Manajerial a. Planning (Perencanaan) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. pengarahan, Program kepegawaian pengendalian, pengadaan, pengintegrasian, pemeliharaan, meliputi pengorganisasian, pengembangan, kedisiplinan, dan kompensasi, pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. b. Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan wewenang, integrasi, pembagian dan kerja, koordinasi hubungan dalam kerja, bagan delegasi organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai 16 tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Directing (Pengarahan) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. d. Controlling (Pengendalian) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 2. Fungsi Operasional a. Procurement (Pengadaan) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b. Development (Pengembangan) Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. c. Compensation (Kompensasi) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan 17 dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. d. Integration (Pengintegrasian) Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. e. Maintenance (Pemeliharaan) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan. f. Kedisiplinan Merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial. g. Separation (Pemberhentian) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Berdasarkan fungsi-fungsi diatas, kita dapat melihat bahwa manajemen sumber daya manusia mengambil peranan yang cukup penting dalam suatu organisasi, menyangkut unsur manusia yang akan menentukan arah kemajuan bagi perusahaan, dalam hal ini perusahaan di masa yang akan datang. Ini berkaitan dengan fungsi operasional manajemen sumber daya manusia yang mencakup masa mulai dari tenaga kerja dengan masa pemisahan tenaga kerja. 18 2.2.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka usaha pencapaian tujuan perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2003:14), peranan manajemen sumber daya manusia adalah untuk mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalahmasalah sebagai berikut: 1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement, dan job evaluation. 2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the right man in the right place and the right man in the right job. 3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian. 4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. 5. Memperkirakan kesadaran perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. 6. Memonitor dengan cerdas dan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis atau perusahaan kita pada khususnya. 7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. 8. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penilaian prestasi kerja karyawan. 9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal. 10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya. 2.3 Budaya Organisasi Istilah budaya organisasi ternyata telah berumur dan masih berevolusi sampai kini. Pemakaian istilah ini mungkin dapat ditelusuri ke belakang dari karya E. Jaques di tahun 1951, The Changing Culture of a Factory. Ilmuwanilmuwan Amerika banyak yang masih bersilang pendapat mengenai kerangka dasarnya. 19 Namun dalam proses adaptasi konsep ini, kebanyakan mereka sependapat dengan asumsi bahwa inti budaya organisasi adalah sistem nilai yang dianut bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Konsep budaya organisasi banyak diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan di dunia mulai dari perusahaan manufaktur, dagang dan jasa seperti perbankan. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya terhadap perbankan menunjukkan bahwa budaya organisasi tidak hanya berpengaruh signifikan terhadap prestasi keuangan perusahaan tetapi juga terhadap kinerja karyawan. Ketika karyawan menginternalisasi perilaku yang dianggap tepat oleh budaya organisasi, maka akan mendorong karyawan untuk berkinerja tinggi. Instistusi perbankan juga telah melakukan perbaikan budaya organisasi melalui sistem-sistem manajemen yang diterapkan. Semua sistem itu diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan potensi budaya organisasi tetapi juga dalam rangka perbaikan kinerja karyawan. 2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai dalam organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekan oleh anggota organisasinya sehingga pola tersebut memberikan makna tersendiri bagi organisasi yang bersangkutan dan menjadi dasar aturan berperilaku (Sobirin, 2005). Hal ini berarti setiap organisasi mempunyai sistem makna yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan setiap organisasi mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda serta respon yang berbeda ketika menghadapi masalah yang sama. Disamping itu perbedaan sistem makna ini dapat menyebabkan perbedaan perilaku para anggota organisasi dan perilaku organisasi itu sendiri. Akar perbedaan ini bersumber pada asumsi-asumsi dasar yang meliputi keyakinan, nilai-nilai, filosofi atau ideologi organisasi yang digunakan dalam memecahkan persoalan organisasi. Budaya organisasi (Corporate Culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi yang berbeda dengan organisasi lain. 20 Berikut ini beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli antara lain: Menurut Kretiner et al. (2008:86) dalam buku Perilaku Organisasi bahwa: “Budaya organisasi merupakan satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima oleh kelompok anggota organisasi dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Menurut Mangkunegara (2011:13) mengemukakan bahwa: “Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilainilai, dan norma-norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal”. Menurut Chatab (2007:10) mengemukakan bahwa: “Budaya organisasi merupakan pengendalian sosial dan pengatur jalannya organisasi atas dasar nilai dan keyakinan kelompok yang dianut bersama, sehingga menjadi norma kerja kelompok dan secara operasional disebut budaya kerja merupakan pedoman arah perilaku karyawan”. Sedangkan menurut Schein (dalam Riani, 2011:6), budaya organisasi adalah: “Suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut”. Kemudian Robbins (2006:721) berpendapat: “Budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Wirawan mendefinisikan, budaya organisasi adalah: Sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam kurun waktu lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. 21 Selanjutnya Wirawan mengemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut pakar organisasi. Beberapa diantaranya, yaitu: a. Edgar H. Schein Menurut Schein, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problemproblem, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, dan berintegrasi dengan lingkungan internal. b. Schwartz dan Davis Menurut kedua pengarang ini, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi merupakan pola kepercayaan dan harapan yang dianut oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan harapan tersebut menghasilkan nilainilai yang dengan kuat membentuk perilaku para individu dan kelompokkelompok anggota organisasi. c. Tunstall Menurut peneliti ini, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi adalah suatu konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi. d. Robert G. Owen Menurut Owen, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Budaya organisasi adalah norma yang menginformasikan anggota organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang dapat ditolak, nilai-nilai dominan yang dihargai organisasi di atas yang lainnya, asumsi dasar dan kepercayaan yang dianut bersama organisasi, peraturan main yang harus dipelajari jika orang ingin dapat sejalan dan diterima sebagai anggota organisasi, dan filsafat yang mengarahkan organisasi dalam berhubungan dengan karyawan dan kliennya. 22 Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai yang dianut oleh keseluruhan anggota organisasi yang dapat dijadikan pedoman bagi para karyawan untuk berperilaku dalam organisasi dan mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal. Budaya organisasi merupakan perwujudan seharihari dari nilai-nilai dan tradisi yang mendasari organisasi. Hal ini terlihat pada bagaimana para karyawan berperilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan sebaliknya, serta apa yang dianggap wajar dalam hal bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya. 2.3.2 Elemen Dasar Budaya Menurut Schein, seperti yang dikutip oleh James A. F. Stooner, at all dalam bukunya Management 1 Budaya ada dalam tiga tingkat, yaitu: a. Artifact, adalah hal-hal yang “dilihat, didengar, diraba, dan dirasa kalau seseorang berhubungan dengan sekelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya”. Artifact termasuk produk, jasa, dan bahkan tingkah laku anggota kelompok. b. Espoused value (Nilai-nilai yang didukung), adalah alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu. c. Basic assumption (Asumsi dasar), adalah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Sedangkan menurut Jhon Kotter dan James Hesket dalam bukunya Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja, ada dua tingkat budaya dalam organisasi, yaitu: 1. Nilai-nilai yang dimiliki bersama, yaitu keyakinan dan tujuan penting yang dimiliki bersama oleh kebanyakan kelompok, yang cenderung membentuk perilaku kelompok, dan sering bertahan lama, bahkan walaupun sudah terjadi perubahan dalam anggota kelompok. Misalnya manajer peduli terhadap pelanggan, eksekutif menyenangi pinjaman jangka panjang. 2. Norma dan tingkah laku, yaitu cara bertindak yang sudah lazim atau sudah meresap yang sudah ditemukan dalam satu kelompok dan bertahan karena 23 anggota kelompok cenderung berperilaku dengan cara mengajarkan praktikpraktik ini (juga nilai-nilai yang mereka anut bersama) kepada anggota baru. Misalnya: para pegawai cepat merespon permintaan pelanggan dan para manajer sering mengikutsertakan para pegawai golongan rendah dalam pengambilan keputusan. Tidak seperti nilai-nilai yang dimiliki bersama, norma dan tingkah laku kelompok ini semakin mudah untuk diubah karena dapat dilihat. Akan tetapi kedua tingkat budaya ini harus diperbaiki. Karena baik tidaknya budaya organisasi juga harus didukung oleh perubahan tingkat budaya yang kedua. 2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi Chatab (2007:17) berpendapat bahwa fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut: a. Identitas, yang merupakan ciri atau karakter organisasi. b. Social cohesion atau pengikat/pemersatu. c. Sumber penggerak dan pola perilaku. d. Mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Chatab, 2007:11) berpendapat bahwa fungsi budaya organisasi mencakup: Gambar 2.1 Fungsi Budaya Organisasi Sosial Identitas organisasi Alat yang memberi pengertian Budaya organisasi Stabilitas sistem sosial Komitmen kolektif 24 Sumber: Kreitner dan Kinicki (2003:86) 1. Identitas Organisasi Memberikan identitas organisasi kepada karyawan, sebagai perusahaan yang inovatif yang memburu pengembangan produk baru. 2. Komitmen Kolektif Memudahkan komitmen kolektif, sebuah perusahaan dimana karyawannya bangga menjadi bagian darinya atau cenderung tetap bekerja dalam waktu lama. 3. Stabilitas Sistem Sosial Mempromosikan sistem stabilitas sosial, mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, konflik dan perubahan diatur dengan efektif. 4. Alat yang memberi pengertian Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya, dimana membantu karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya. Sedangkan menurut Robbins (2003:283), fungsi budaya organisasi antara lain: 1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, yang berarti bahwa budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya. 2. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang. 3. Budaya membawa suatu rasa identitas ke para anggota organisasi. 4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan yang bersangkutan dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan apa yang harus dilakukan oleh para karyawan, dan 5. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. 25 2.3.4 Dimensi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2003:525) dimensi budaya organisasi sebagai berikut: 1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. tindakan pengambilan Selain resiko itu oleh bagaimana karyawan organisasi menghargai dan membangkitkan ide karyawan. 2. Perhatian terhadap detail (attention to detail) adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail pekerjaannya. 3. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation) adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi. Orientasi hasil juga dapat diartikan sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukan terhadap proses dan teknik yang digunakan untuk mencapai hasil itu. 4. Berorientasi kepada manusia (people orientation) adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi tersebut. 5. Berorientasi tim (team orientation) adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama. 6. Agresivitas (aggressiveness) adalah sejauh mana individu-individu yang ada dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya. 7. Stabilitas (stability) adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo atau keadaan yang sudah ada sebagai kontras dari pertumbuhan mempertahankan kinerja oleh penerapan karyawan manajemen dalam organisasi antara lain manajemen yang berpotensi, ditekankan evaluasi penghargaan dan kepada upaya-upaya individual, walaupun senioritas cenderung menjadi faktor utama dalam menentukan gaji dan promosi. 26 Stephen P. Robbins dalam bukunya Management I ada dua dimensi yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi, yaitu: 1. Sistem Imbalan Sistem imbalan ada dua macam, yaitu: a. Imbalan langsung, yaitu imbalan yang langsung dirasakan karyawan biasanya dalam bentuk tunai. Contohnya: gaji pokok, tunjangan hari raya keagamaan, bonus yang didasarkan atas tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. b. Imbalan tidak langsung, yaitu imbalan diluar gaji. Contohnya: gaji disaat cuti, bantuan kena musibah, iuran BPJS yang ditanggung perusahaan, premi asuransi yang ditanggung perusahaan dan fasilitas seperti transportasi dan kesehatan. 2. Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah bagian dari imbalan tidak langsung atau imbalan ekstrinsik (extrinsic rewards) yaitu rewards external to the job (imbalan diluar pekerjaan) yang diberikan perusahaan kepada karyawan seperti jaminan jamsostek, kematian, hari tua, uang pensiun, proses kemudahan pemberian pembiayaan, dll. Jaminan sosial meliputi salah satu faktor penentu pembentukan budaya organisasi. Sedangkan menurut Denison (2000) bahwa dalam budaya organisasi terdapat empat dimensi, yaitu: 1. Involment (Keterlibatan) Involment adalah pemberdayaan, orientasi tim, dan pengembangan kemampuan. Dimensi keterlibatan yang membuat nilai-nilai orientasi tim, meningkatkan pemberdayaan anggota dan pengembangan kemampuan. 2. Consistency (Konsistensi) Consistency adalah nilai-nilai inti, kesepakatan, koordinasi, dan integrasi. Efektivitas organisasi terjadi karena organisasi tersebut konsistensi dan terintegrasi secara baik. 3. Adaptability (Adaptabilitas) 27 Adaptability pelanggan, adalah kemampuan kemampuan menciptakan organisasi untuk perubahan, belajar. Budaya fokus pada yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan disosialisasikan dengan kinerja yang superior dalam periode waktu yang panjang. 4. Mission (Misi) Mission adalah sifat budaya yang paling penting bagi organisasi yang berhasil mempunyai arah dan tujuan yang jelas, didefinisikan dalam tujuan organisasi dan sasaran strategis dan tercermin dalam visi tentang akan bagaimana organisasi di masa depan. 2.3.5 Tipe Budaya Organisasi Menurut Kreitner et al. (2003:87) ada tiga tipe budaya organisasi yang diterapkan dalam organisasi, yaitu: 1. Budaya konstruktif, yaitu: budaya dimana para tenaga kerja di dorong untuk berinteraksi dan mengerjakan tugas bersama serta mendukung keyakinan normatif yang berhubungan dengan pencapaian tujuan organisasi, penghargaan dan persatuan. 2. Budaya pasif-defensif memungkinkan tenaga yang kerja bercirikan keyakinan normatif dan berinteraksi antara sesama tenaga kerja, mendorong keyakinan normatif dengan persetujuan. 3. Budaya agresif-defensif, mendorong tenaga kerja untuk mengerjakan tugasnya dengan cepat dan aman yang bercirikan keyakinan normatif, mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif. 2.3.6 Fase-Fase Perkembangan Budaya Organisasi a. Fase Kelahiran Dalam fase ini pendiri organisasi meletakkan fondasi budaya organisasi berupa tujuan, visi, misi, norma-norma, produk, nilai, bentuk organisasi, dan sebagainya. 28 b. Fase Pertumbuhan Pada fase meningkatnya pertumbuhan, aktivitas struktur organisasi. organisasi tumbuh sejajar dengan Organisasi merekrut lebih banyak profesional dan kepada mereka diberlakukan sosialisasi budaya organisasi. Peraturan, kebijakan, prosedur kerja, dan teknologi dikembangkan secara tertulis. c. Fase Dewasa Dalam fase ini organisasi sudah mapan dan mempunyai budaya organisasi yang stabil yang menjadi pedoman perilaku anggotanya dan aktivitas organisasi mencapai tujuannya. d. Fase Fluktuasi Pada fase ini terjadi gejolak dalam organisasi. Ada sejumlah faktor yang mungkin menyebabkan gejolak. 1) Pemimpin organisasi yang menjadi motor penggerak perkembangan organisasi tidak berfungsi karena sakit, atau meninggal. Terjadi pergantian kepemimpinan dalam organisasi. 2) Organisasi (Perusahaan) diakuisisi atau merger dengan organisasi lain. 3) Terjadi persaingan ketat terhadap produk organisasi dan organisasi ditinggalkan oleh sebagian pelanggannya. 4) Terjadi konflik dekstruktif di antara anggota organisasi sehingga kesehatan organisasi menurun. 5) Produk organisasi ketinggalan zaman karena adanya produk baru yang lebih baik atau muncul produk pengganti. e. Fase Kematian Pada fase ini, organisasi yang berbudaya lemah tidak mampu bertahan ketika mengalami fluktuasi karena persaingan, konflik, tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan eksternalnya sehingga sakit dan akhirnya mati (bangkrut). 29 2.3.7 Jenis-Jenis Budaya Organisasi Deal dan Kennedy, seperti yang dikutip oleh Wirawan mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat dikelompokkan menjadi empat jenis budaya: Budaya keras atau Macho, budaya kerja atau bermain keras, budaya pertaruhkan perusahaan anda, dan budaya proses. Dalam bukunya Management Sixth Edition. Leslie W Roe dan Llyod L. Byars mengemukakan kembali keempat jenis budaya tersebut, yaitu: the though person, macho culture, work hard or play hard culture, bet your company culture and process culture. Adapun pengertian ke empat jenis budaya tersebut, yaitu: a. The though person, macho culture (Budaya keras atau budaya macho), Budaya organisasi ini ditandai oleh individu-individu yang terbiasa mengambil resiko tinggi dalam rangka mengharapkan keuntungan yang cepat tanpa memikirkan mereka salah atau benar. Dalam budaya organisasi tipe ini kerja tim tidaklah penting, artinya nilai kerjasama tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting dan tidak ada kesempatan untuk belajar dari kesalahan. Contoh dari perusahaan yang menggunakan budaya ini adalah industri hiburan. b. Work hard or play hard culture (Budaya kerja keras/ bermain keras), Budaya organisasi ini memotivasi karyawan untuk mengambil resiko rendah dan mengharapkan pengembalian yang cepat. Budaya organisasi ini menekankan diri pada bersenang-senang dan tindakan. Budaya organisasi ini lebih mengutamakan penjualan. Contoh perusahaan yang menggunakan budaya ini adalah real estate. c. Bet your company culture (Budaya pertaruhkan perusahaan anda). Budaya ini ada dilingkungan di mana resiko tinggi dan keputusan diambil sebelum hasil diketahui. Contoh perusahaan yang menerapkan budaya ini adalah pesawat terbang. d. Process culture (Budaya proses), adalah budaya resiko rendah dengan pengembalian rendah, karyawan hanya fokus kepada bagaimana sesuatu dilakukan daripada hasil. Contoh perusahaan dengan budaya ini adalah perusahaan perbankan. 30 2.3.8 Norma Dan Nilai Dalam Budaya Organisasi 1. Pengertian Norma dan Nilai Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola perilaku yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan tidak dalam merespon sesuatu. Norma dalam organisasi mengatur perilaku organisasi. Norma dalam organisasi tertuang dalam kode etik perusahaan. Kode etik (code of ethics) adalah pernyataan formal tertulis mengenai nilai-nilai, kepercayaan, filsafat organisasi, apa yang diharapkan dan apa yang dihindari, serta apa yang dilarang dilakukan oleh anggota organisasi. Sedangkan nilai adalah suatu kepercayaan permanen mengenai apa yang tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku seseorang. 2. Nilai-Nilai Dalam Organisasi a. Nilai Organisasi (Value of Organization) Nilai dalam organisasi menjadi pedoman perilaku anggota organisasi dalam mencapai suatu tujuan bersama. Nilai organisasi ini tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Visi adalah pernyataan mengenai organisasi akan menjadi apa atau suatu keyakinan akan suatu kondisi mendatang. Sedangkan misi adalah gambaran apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai visi. Jika proses implementasi visi dan misi terlaksana dengan baik maka organisasi akan sukses besar. b. Nilai Karyawan (Value Of Employee) Disamping nilai organisasi ada juga nilai karyawan. Nilai karyawan adalah suatu kepercayaan permanen mengenai apa yang tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku karyawan terhadap organisasi atau sesuatu yang dianggap penting oleh karyawan. Pada saat karyawan memasuki suatu organisasi, mereka datang dengan kepentingan khusus atau yang sering disebut dengan nilai-nilai pribadi. Karyawan menyumbangkan tenaga, keahlian, dengan mengharapkan suatu imbalan berupa materi atau kepuasan batin, yang kemudian menjadi suatu nilai bagi karyawan. 31 c. Nilai Religi (Value Of Religion) Dalam perbankan syariah ada nilai religi (Value Of Religion). Substansi dalam nilai religi adalah nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Eksistensi nilai-nilai religi ini sangat penting dalam Bank Syariah. Nilai religi inilah yang membedakan identitas Bank Syariah dengan Bank Konvensional. Ketika Bank Syariah dilandasi dengan nilai-nilai ketauhidan maka diharapkan Bank Syariah akan terhindar dari unsur-unsur gharar, maysir dan riba karena menyadari adanya pengawasan dari Allah SWT. 3. Proses Integrasi Nilai Ketika nilai organisasi, nilai-nilai karyawan dan nilai-nilai religi terintegrasi dengan baik maka akan tercipta nilai-nilai yang dianut bersama dan tercipta kesamaan tujuan dalam organisasi. Kemudian lahirlah budaya organisasi. 2.3.9 Peran Budaya Organisasi Budaya dalam organisasi setidaknya memainkan tiga peranan penting, yaitu memberikan identitas bagi anggotanya, meningkatkan komitmen terhadap visi dan misi organisasi serta memperkuat standar perilaku. Ketika budaya organisasi melekat kuat, maka masing-masing anggota akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari organisasi. Perasaan sebagai bagian dari organisasi akan memperkuat komitmennya terhadap visi dan misi organisasi. Budaya juga akan mengarahkan perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi memberikan banyak pengaruh kepada individu dan proses organisasi. Budaya memberikan tekanan pada individu untuk bertindak ke arah tertentu, berpikir serta bertindak dengan cara yang konsisten dengan budaya organisasinya. Tidak satu pun tipe budaya organisasi yang terbaik yang dapat berlaku universal. Yang terpenting adalah organisasi harus mengetahui potret budaya organisasi saat ini dan mengevaluasinya apakah budaya yang berlaku tersebut dapat mendukung program perubahan organisasi. Untuk membangun budaya organisasi yang dapat mendukung perubahan organisasi dibutuhkan alat. Alat utamanya adalah komunikasi yang efektif yaitu komunikasi yang sifatnya segala arah tidak hanya dari atas ke bawah saja, 32 sehingga akan memperlancar usaha pembangunan budaya organisasi yang baru. Dengan komunikasi yang efektif, organisasi dapat mengkomunikasikan pentingnya perubahan, menampung saran dan masukan dari anggota organisasi dan hubungan antar anggota organisasi serta meningkatkan keterlibatan anggota organisasi. Tingginya keterlibatan anggota organisasi akan menjamin suksesnya upaya membangun budaya organisasi yang baru sehingga dapat mendukung perubahan organisasi. 2.3.10 Perubahan Budaya Organisasi Perubahan selalu terjadi, disadari atau tidak. Begitu pula halnya dengan organisasi. Organisasi hanya dapat bertahan jika dapat melakukan perubahan. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi harus dicermati karena keefektifan suatu organisasi tergantung pada sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2003). Lebih lanjut Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik, dan sumber daya manusia. Sobirin (2005) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor ekstern seperti perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional serta faktor intern organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu: 1. Perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut dengan perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi, struktur organisasi dan sistem, 2. Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan kultural yang meliputi perubahan perilaku manusia kebijakan sumber daya manusia dan budaya organisasi. dalam organisasi, 33 Setiap perubahan tidak bisa hanya memilih salah satu aspek struktural atau kultural saja sebagai variabel yang harus diubah, tetapi kedua aspek tersebut harus dikelola secara bersama-sama agar hasilnya optimal. Namun demikian dalam praktek para pengambil keputusan cenderung hanya memperhatikan perubahan struktural karena hasil perubahannya dapat diketahui secara langsung, sementara perubahan kultural sering diabaikan karena hasil dari perubahan tersebut tidak begitu kelihatan. Untuk meraih keberhasilan dalam mengelola perubahan organisasi harus mengarah pada peningkatan kemampuan dalam menghadapi tantangan dan peluang yang timbul. Artinya perubahan organisasi harus diarahkan pada perubahan perilaku manusia dan proses organisasional, sehingga perubahan organisasi yang dilakukan dapat lebih efektif dalam upaya menciptakan organisasi yang lebih adaptif dan fleksibel. Sementara itu, karakteristik dari program perubahan atau rencana perubahan juga akan sangat menentukan keberhasilannya. Menurut Riani (2011:57), terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan karakteristik proses perubahan, yaitu: 1. Spesifikasi tujuan Menunjukkan sedetail apa tujuan perubahan telah didefinisikan, apakah sudah cukup detail atau masih terlalu luas. 2. Program Hal ini melibatkan tingkatan dimana perubahan dapat diprogram atau tingkatan dimana karakteristik perubahan yang berbeda dapat dipetakan dengan jelas guna memungkinkan adanya sosialisasi, komitmen, dan alokasi penghargaan. 3. Target perubahan Menunjukkan target perubahan, apakah merupakan organisasi secara total atau kelompok kerja yang kecil. 4. Dukungan internal Merujuk pada sejauh mana terdapat dukungan internal bagi proses perubahan. 34 5. Sponsor Merujuk pada keberadaan sponsor, apakah terdapat dukungan dari top management untuk memulai dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung proses perubahan. Mengubah budaya bukanlah pekerjaan yang gampang. Dari sudut waktu, perubahan ini dapat menghabiskan 5 sampai 10 tahun, itupun tingkat keberhasilannya masih dipertanyakan karena respon pegawai terhadap perubahan sangat bervariasi (Sobirin, 2005). Keberhasilan perubahan budaya salah satunya bergantung pada kuat atau tidaknya budaya yang sekarang ada. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan perubahan budaya adalah kemauan para anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam perubahan. Dari kedua faktor tersebut Harris dan Ogbonna (dalam Sobirin, 2005) mengidentifikasikan adanya sembilan kemungkinan reaksi pegawai terhadap perubahan budaya organisasi sebagaimana tampak pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Tanggapan Pegawai Terhadap Perubahan Budaya No. Bentuk Tanggapan Pegawai 1. Active Acceptance 2. Selective Reinvention 3. Reinvention 4. General Acceptance Aspek-aspek Perubahan Budaya Pegawai menerima perubahan budaya apa adanya. Secara selektif, pegawai mencoba mendaur ulang beberapa elemen budaya lama menjadi budaya baru meskipun esensinya tidak ada perubahan. Secara umum pegawai enggan melakukan perubahan. Budaya lama didaur ulang seolah-olah membentuk budaya baru. Secara umum pegawai mau menerima perubahan meski tidak sepenuhnya seperti pada Active Acceptance. Ada beberapa perubahan yang ditolak dengan asumsi budaya lama masih ada yang cocok. 35 5. 6. 7. 8. 9. Disonance Pegawai mengalami keraguan antara menerima atau menolak perubahan. Hal ini ditandai dengan perilaku pegawai yang tidak konsisten. General Rejection Secara umum pegawai menolak perubahan meskipun kemungkinan perubahan masih diterima dengan alasan budaya lama tidak lagi kondusif dengan lingkungan baru. Reinterpretation Secara umum pegawai mencoba menginterpretasikan perubahan dan menyesuaikan diri. Selective Reinterpretation Pegawai menginterpretasikan kembali beberapa komponen budaya dan menolak sebagian komponen yang lain. Active Rejection Pegawai serta merta menolak perubahan budaya. Menyadari bahwa tidak semua budaya cocok untuk semua lingkungan organisasi maka perubahan budaya harusnya merupakan hal yang biasa, namun melihat bervariasinya tanggapan pegawai terhadap perubahan budaya organisasi, para pimpinan yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap proses perubahan organisasi harus mengantisipasi kemungkinan adanya resistensi dari pegawai. Oleh karena itu harus diadakan sosialisasi untuk mengurangi gejolak yang tidak bisa dihindari. Upaya sosialisasi ini dapat dilakukan jauh sebelum keputusan perubahan dibuat. Kaitannya dengan sosialisasi di atas, langkah penting pertama yang harus dilakukan oleh para pimpinan adalah mengaudit budaya yang sekarang ada, dimulai dengan mengidentifikasi tantangan strategis yang akan dihadapi organisasi di masa datang setelah perubahan budaya terjadi. Identifikasi ini akan menjadi prasyarat bagi pembentukan sistem nilai dan norma perilaku. Setelah dilakukan audit budaya barulah ditetapkan budaya organisasi yang diharapkan akan cocok dengan lingkungan yang baru, dan diakhiri dengan sosialisasi budaya organisasi yang baru ke semua anggota organisasi. 36 2.4 Kinerja Karyawan 2.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan Budaya organisasi yang kuat termasuk suasana lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif. Budaya organisasi dapat membantu kinerja karyawan karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasinya. Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta. Istilah kinerja berasal dari job performance atau actual performance yang merupakan prestasi kerja atas prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Berikut ini merupakan pengertian kinerja menurut beberapa ahli: Menurut Rivai dan Basri dalam Riani (2011:97) mengemukakan bahwa: "Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama”. Menurut Mathis (2002:78) mengemukakan bahwa: “Kinerja karyawan adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan yang mempengaruhi seberapa besar banyaknya mereka memberi kontribusi kepada organisasi secara kualitas, output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif”. Sedangkan kinerja menurut Veithzal (2004:309) adalah sebagai berikut: “Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Dan menurut Mangkunegara (2007:67) pengertian kinerja adalah: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan Simanjuntak (2005:105) mengemukakan bahwa kinerja adalah: 37 “Tingkat ketercapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah segala sesuatu yang dilakukan karyawan yang memberikan kontribusi bagi organisasi baik positif atau negatif, baik hal-hal yang dilakukan ataupun tidak dilakukan, demi mencapai tujuan organisasi dan membuat pekerjaan seorang karyawan menjadi lebih baik. Kinerja karyawan juga dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seorang karyawan atas pekerjaannya selama jangka waktu tertentu. 2.4.2 Indikator Kinerja Berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh organisasi tersebut dipengaruhi oleh tingkat kinerja secara individual maupun secara kelompok. Dengan asumsi semakin baik kinerja karyawan maka mengharapkan kinerja organisasi akan semakin baik. Beberapa pendekatan untuk mengukur sejauh mana pegawai mencapai suatu kinerja secara individual menurut Bernadin (2003) adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Kerja Yaitu yang meliputi kesesuaian produksi kegiatan dengan acuan ketentuan yang berlaku sebagai standar proses pelaksanaan kegiatan maupun rencana organisasi. 2. Kuantitas Kerja Yaitu meliputi jumlah produksi kegiatan yang dihasilkan. 3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan Yaitu pemenuhan kesesuaian waktu yang dibutuhkan atau diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan. 4. Efektifitas Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 38 5. Kemandirian Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerja nya tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan. 2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Steers dalam Riani (2011:100), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1. Kemampuan, kepribadian, dan minat kerja. 2. Kejelasan dan penerimaan atau penjelasan peran seorang pekerja yang merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseorang atas tugas yang diberikan kepadanya. 3. Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energi yang mendorong, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Sedangkan menurut Mc Cormick dan Tiffin dalam Riani (2011:100) menjelaskan bahwa terdapat dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: a. Variabel Individu Variabel ini terdiri dari pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur, motivasi, keadaan fisik, kepribadian, dan sikap. b. Variabel Situasional Variabel situasional menyangkut dua faktor yaitu: 1. Faktor sosial dari organisasi, meliputi: kebijakan, jenis latihan dan pengalaman, sistem upah, serta lingkungan sosial. 2. Faktor fisik dan pekerjaan, meliputi: metode kerja, pengaturan dan kondisi, perlengkapan kerja, penyinaran, dan temperatur. pengaturan ruang kerja, kebisingan, 39 2.4.4 Metode Penilaian Kinerja Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya. Secara garis besar, menurut Martoyo (2000) penilaian kinerja dibagi pada penilaian yang berorientasi pada masa lalu dan masa depan. a. Berorientasi Masa Lalu Metode ini memperlakukan kinerja yang telah terjadi. Pada sampai tahap tertentu dapat diukur. Evaluasi kinerja masa lalu menjadi umpan balik bagi karyawan untuk perbaikan-perbaikan. Teknik penilaian kinerja yang berorientasi ke masa lalu meliputi: 1. Rating Scale Kinerja dinilai dengan skor yang didasarkan pada kriteria atau faktor yang dianggap penting. Nilai berkisar dalam skala tertentu (Rating Scale). Nilai rendah menunjukan terpenuhinya kriteria. 2. Checklist Atau disebut metode peristiwa kritis adalah penilaian yang mendasarkan pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku yang sangat baik atau sangat buruk dalam kaitan dengan pelaksanaan kerja. Jadi, pencatatan hanya pada perilaku yang mencolok saja. 3. Metode Peninjauan Lapangan Inspeksi langsung ke lapangan untuk mencocokkan apakah kinerja karyawan di lapangan sesuai dengan yang dilaporkan atasannya. 4. Tes dan Observasi Kinerja Tes dengan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Dapat dilakukan dengan tertulis, lisan, peragaan atau kombinasi dari ketiganya. 5. Metode Evaluasi Kelompok a) Metode Ranking : membandingkan karyawan satu dengan karyawan lain, siapa yang lebih baik. Kemudian diurutkan dari yang terbaik sampai kepada yang terburuk. 40 b) Grading/Forced Distributions : memilah-milah karyawan dalam berbagai klasifikasi. Misalnya dibagi kedalam kelompok 10% terbaik, 20% kelas baik, 40% kelas rata-rata, 20% kelas kurang, dan 10% kelas terburuk. c) Point Allocations Methods : ditentukan nilai total yang akan didistribusikan kepada karyawan yang dinilai (dalam kelompok). b. Berorientasi Masa Depan 1) Penilaian Diri (Self Appraisal) : teknik ini berguna bila tujuannya adalah evaluasi untuk pengembangan diri. 2) Penilaian Psikologis (Psychological Appraisal) : dilakukan dengan wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung, dan review evaluasi lainnya. 3) Pendekatan Manajemen Tujuan (Management by Objectives/MBO) : setiap karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang. 4) Teknik Pusat Penelitian : bentuk penilaian karyawan yang distandarisasi yang bergantung pada tipe penilaian. Bisa meliputi wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi dan evaluasi potensi karyawan pada masa yang akan datang. Semua kegiatan penilaian kinerja baik yang berorientasi masa lalu maupun masa depan memakai pendekatan-pendekatan sebagai berikut : a. Tell and Self Approach Mereview kinerja karyawan dan mencoba meyakinkan karyawan untuk berprestasi lebih baik. b. Tell and Listen Approach Memungkinkan karyawan menjelaskan berbagai alasan latar belakang, dan perasaan defensive mengenai kinerja karyawan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi masing-masing karyawan dan mengatasi reaksi-reaksi yang tidak menguntungkan perusahaan dengan cara berkinerja lebih baik. c. Problem Solving Approach 41 Mengidentifikasi masalah-masalah yang melalui konseling, upaya-upaya latihan, dan mengganggu lain kinerja untuk karyawan menghindari penyimpangan. Ada beberapa metode dalam melakukan penelitian kinerja menurut Mathis (2002:82) yaitu: 1. Metode Penilaian Kategori Metode yang meminta manajer memberi nilai untuk tingkah laku kinerja karyawan pada formulir khusus di bagi dalam kategori-kategori kinerja. Secara umum ada dua metode penilaian kategori yaitu: a. Skala Penelitian Grafik Memungkinkan penilaian untuk memberikan nilai terhadap kinerja karyawan secara continue. b. Daftar Periksa Terdiri dari daftar kalimat atau kata-kata dimana penilaian memeriksa kalimat-kalimat yang paling mewakili karakter dan kinerja karyawan. 2. Metode Perbandingan Metode yang menurut para manajer untuk secara langsung membandingkan kinerja karyawan mereka satu sama lainnya, teknik ini mencakup: a. Pemberian peringkat terdiri dari daftar seluruh karyawan yang tertinggi sampai terendah dalam kinerjanya. b. Perbandingan berpasangan (distributor yang normal), teknik mendistribusikan penilaian yang dapat digeneralisasikan dengan metodemetode yang lainnya. 3. Metode Negatif Metode dimana manajer dan spesialisasi sumber daya manusia kadangkadang diminta untuk memberikan informasi penilaian tertulis dimana lebih mendeskripsikan tindakan-tindakan karyawan. 4. Metode Tujuan dan Perilaku Metode yang digunakan untuk mengukur perilaku karyawan dan bukan karakteristik lainnya. 5. Metode Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBO) 42 Meliputi ketetapan tujuan khusus yang dapat diukur bersama dengan masingmasing karyawan dan selanjutnya secara berkala meninjau kemampuan yang dicapai oleh individu dalam jangka waktu tertentu. 2.4.5 Aspek-Aspek Penilaian Kinerja Dari hasil studi Lazzer and Wikstrom (1977) terhadap penilaian dari 125 perusahaan yang ada di USA, yang dikutip oleh Rivai (2004:324), aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja adalah: 1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman serta pelatihan yang diperoleh. 2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing kedalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. 3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan atau rekan, melakukan negosiasi dan lain-lain. 2.4.6 Masalah-Masalah Dalam Penilaian Kinerja Dalam melakukan penilaian prestasi seseorang karyawan dapat terjadi kendala-kendala. Proses penilaian harus dilakukan secara obyektif. Berikut hal-hal yang dapat menjadi kendala dalam melakukan penilaian prestasi kerja menurut Hasibuan (2012:100) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia: 1. Hallo Effect Hallo Effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena umumnya penilai cenderung akan memberikan prestasi baik bagi orang yang dikenalnya dan demikian pula sebaliknya. Hallo Effect ini mengakibatkan indeks prestasi karyawan bersangkutan tidak memberikan gambaran nyata dari karyawan itu. 43 2. Leniency Kesalahan yang dilakukan penilai cenderung untuk memberikan nilai yang terlalu tinggi terhadap karyawan yang dinilainya itu. 3. Strictness Kesalahan penilai cenderung untuk memberikan nilai yang terlalu rendah terhadap karyawan yang dinilainya itu. 4. Central Tendency Penilai cenderung untuk memberikan rata-rata. 5. Personal Bias Penilaian terjadi akibat adanya prasangka-prasangka sebelumnya yang positif maupun negatif. 2.4.7 Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Rivai dan Basri (dalam Riani, 2011:105) mengemukakan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah : 1. Orang yang dinilai (karyawan). 2. Penilai (atasan, supervisor pimpinan, manajer, konsultan). 3. Perusahaan. Manfaat bagi karyawan yang dinilai: a. Meningkatkan motivasi. b. Meningkatkan kepuasan hidup. c. Adanya kejelasan standar hasil yang diterapkan mereka. d. Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif. e. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar. f. Pengembangan tentang pengetahuan dan kelemahan menjadi lebih besar, membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin. g. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas. h. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi. i. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana mengatasinya. 44 j. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut. k. Adanya padangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan. l. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan. m. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan. Manfaat bagi penilai (supervisor/manajer/penyelia) a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya. b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap. c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya. d. Identifikasi gagasan untuk penilaian tentang nilai pribadi. e. Peningkatan kepuasan kerja. f. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa grogi, harapan dan aspirasi mereka. g. Meningkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer maupun dari para karyawan. h. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan. i. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan dengan ide para manajer. j. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan. k. Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan apa yang sebenarnya diinginkan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya, dan berjaya sesuai dari harapan para manajer. 45 l. Sebagai media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau hubungan antara pribadi antara karyawan dan manajer. m. Dapat sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan dengan lebih memusatkan kepada mereka secara pribadi. n. Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas kembali. o. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas karyawan. Manfaat bagi perusahaan a. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena: 1) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan. 2) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas. 3) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan yang mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan. b. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing- masing karyawan. c. Meningkatkan kualitas komunikasi. d. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan. e. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan. f. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap karyawan. g. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan. h. Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan. i. Kemampuan menemukan dan mengenali setiap permasalahan. j. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh perusahaan. k. Budaya organisasi menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik 46 dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap karyawan akan mendukung pelaksanaan penilaian kinerja, maupun berpartisipasi secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi lebih baik. l. Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih lanjut, dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat. m. Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Manfaat penilaian kinerja bagi organisasi menurut Sulistiyanti dan Rosidah (2009:277) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut: 1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. 2. Perbaikan kinerja. 3. Kebutuhan latihan dan pengembangan. 4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan, promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5. Untuk kepentingan penelitian pegawai. 6. Membantu diagnosa terhadap kesalahan desain pegawai. 2.5 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pengaruh budaya perusahaan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan diungkapkan oleh Santono (dalam Riani, 2011:109), sebagai berikut: “Budaya perusahaan bukanlah sekedar peraturan tertulis, dasar operasional, atau sistematika kerja yang menjadi buku suci perusahaan. Lebih dari itu, budaya perusahaan adalah spirit d’corp-jiwa perusahaan, yang menjiwai keseharian dan segala aktivitas dalam perusahaan. Sangat ditekankan pentingnya budaya perusahaan yang menjadi dasar dari kinerja perusahaan agar mampu berkembang dan bersaing dalam jangka panjang”. Pengertian tersebut budaya perusahaan merupakan suatu ciri khas dari suatu perusahaan yang mencakup sekumpulan nilai-nilai kepercayaan yang membantu 47 karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan, yang berhubungan dengan struktur formal dan informal dalam lingkungan perusahaan. Selain itu, budaya perusahaan juga merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan tindakan manusia yang bekerja didalam perusahaan, yang menentukan dan mengharapkan bagaimana cara mereka bekerja sehari-hari dan membuat mereka lebih senang dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya budaya perusahaan akan memudahkan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan, dan membantu karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam perusahaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karyawan untuk berperilaku yang dapat dijalankan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Disampaikan pula oleh Kreitner dan Kinicki (2005:90) bahwa perusahaan yang memiliki budaya fleksibel dan adaftif akan memiliki kinerja lebih tinggi untuk karyawannya. Sedangkan Robbins (2003:726) menyebutkan bahwa seorang karyawan yang dinilai berprestasi tinggi sangatlah dipengaruhi oleh sikap dan perilaku karyawan sesuai dengan budaya organisasinya. Selain itu, tahun 1992 Kotter dan Heskett dalam bukunya Coorporate Culture dan Performance telah mengemukakan pengaruh budaya organisasi dengan kinerja pegawai. Mereka melakukan penelitian terhadap 207 perusahaan di dunia yang aktifitasnya berada di Amerika Serikat. Ada empat kesimpulan berdasarkan penelitian tersebut dalam Tika (2006:139) yaitu: 1. Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti dalam kinerja organisasi jangka panjang. 2. Budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam dasawarsa yang akan datang. Budaya menomor satukan kinerja mengakibatkan dampak kinerja negatif dengan berbagai alasan. Alasan utama adalah kecenderungan menghambat organisasi-organisasi taktik dan strategi yang dibutuhkan. dalam menerima perubahan-perubahan 48 3. Budaya organisasi yang menghambat peningkatan kinerja jangka panjang cukup banyak, budaya mudah berkembang bahkan dalam organisasi yang penuh dengan orang-orang pandai dan berakal sehat. Budaya yang mendorong perilaku yang tepat dan menghambat perubahan kearah strategi yang lebih tepat, cenderung muncul perlahan-lahan dan tanpa disadari dalam waktu bertahun-tahun, biasanya sewaktu organisasi berkinerja baik. 4. Walaupun sulit untuk di ubah, budaya organisasi dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja. Menurut Kotter dan Heskett (1997:18) menyatakan: “Budaya yang kuat sering dikatakan membantu kinerja karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri pegawai”. Kadang-kadang ditegaskan bahwa nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman bekerja dalam sebuah organisasi, rasa komitmen atau loyal selanjutnya dikatakan membuat orang berusaha lebih keras lagi. Budaya juga dikatakan membantu kinerja karena memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus berstandar pada birokrasi formal yang mencekik yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Selain penelitian dilakukan oleh Kotter dan Heskett terdapat beberapa artikel dan penelitian lainnya yang berkaitan dengan keterkaitan antara budaya organisasi menjadi pembicaraan banyak ahli organisasi, seorang konsultan pengembangan karir, Wallach (dalam Sobirin, 2007:289) mengemukakan pentingnya motivasi seseorang karyawan akan jauh lebih efektif jika terdapat kecocokan antara motivasi karyawan dan budaya organisasi berjalan. Demikian juga karyawan tersebut akan lebih diakui keberadaannya dan akan memperoleh kesempatan lebih baik untuk dipromosikan perusahaan. Menurut Lako (2004:28) hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja diyakini oleh para ilmuwan perilaku organisasi dan manajemen serta sejumlah peneliti akuntansi. Mereka menyatakan bahwa: “Budaya organisasi diyakini merupakan faktor penentu utama terhadap kesuksesan kinerja suatu organisasi”. 49 Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai budaya organisasinya dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Pengelolaan secara efektif terhadap budaya organisasi dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif. Beberapa pendapat dan hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan dalam suatu organisasi demi tercapainya tujuan organisasi. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan kumpulan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti penelitian yang akan dilakukan. terdahulu dan mempunyai kaitan dengan Penelitian ini mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Untuk pengembangan pengetahuan peneliti melakukan tinjauan terhadap peneliti terdahulu. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengetahui model dan teori yang peneliti terdahulu lakukan sehingga menjadi rujukan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Tjahjono dan Gunarsih (2008) melakukan penelitian pengaruh motivasi kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan di lingkungan dinas bina marga provinsi Jawa Tengah. Mereka berpendapat bahwa motivasi kerja, dan budaya organisasi secara bersamasama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Normansyah karakteristik (2010) melakukan penelitian tentang individu dan budaya organisasi terhadap analisis pengaruh kinerja pegawai di Universitas Asahan Kisaran. Dia menyimpulkan karakteristik individu dan budaya organisasi berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap kinerja karyawan. Berikut ini penulisan mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya: 50 Tabel. 2.2 Penelitian Terdahulu Jurnal Indonesia No Nama Peneliti Suliman (2002) Judul Penelitian “Is it Really a Mediating Construct?,” Journal of Management Developmen. 2. Darufitri Kartikandari (2002) Pengaruh Motivasi, Iklim Organisasi, EQ dan IQ Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Kasus DPU dan Setda Kabupaten Bantul. Dependen: Kinerja Karyawan Independen: Motivasi Karyawan Budaya Organisasi. 3. Ade Kurniawan (2009) Analisa Pengaruh Struktur Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dependen: Kinerja Karyawan Independen: Budaya Organisasi 1. Variabel Hasil Analisis Dependen: Kinerja Karyawan Independen: Komitmen Organisasi Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komitmen yang kuat baik melalui komitmen yang timbul secara langsung (affective commitment) maupun komitmen yang berkelanjutan (continuance commitment) memberikan kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan kinerja karyawan. Dengan komitmen yang kuat, karyawan akan termotivasi untuk bekerja keras untuk kemajuan organisasi. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keempat variabel independen (motivasi, budaya organisasi, EQ dan IQ) mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Tingkat EQ memiliki pengaruh yang paling rendah sedangkan tingkat IQ memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan namun tidak signifikan 51 Karyawan (Studi Pada Ramayana Departemen Store Cabang Bukit Tinggi). pengaruhnya. Selanjutnya untuk variabel budaya organisasi memberi pengaruh signifikan namun negatif pengaruhnya. Namun secara bersama-sama struktur dan budaya organisasi memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja karyawan. Tabel. 2.3 Penelitian Terdahulu Jurnal Internasional No 1. 2. 3. Nama Judul Peneliti Penelitian Di Tomasso “Producing (1992) Corporate Performance From Organizational Culture,” Journal of Management Studies. Nystrom “Organizational (1993) Cultures, Strategies, and Commitments in Health Care Organizations”. Variabel Dependen: Kinerja Karyawan Independen: Budaya Organisasi Dependen: Kinerja karyawan dan Komitmen Independen: Budaya Organsasi Hasil Penelitian Budaya organisasi yang berkembang baik dan teratur dalam perusahaan akan berpengaruh meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Moon M Jae “Organizational Dependen: Penelitian Moon M (2000) Commitment Komitmen Jae (2000) Revisited in Organisasi memberikan New Public Independen: kontribusi yang Management”. motivasi baik memperkuat pengaruh intrinsik budaya organisasi maupun komitmen ekstrinsik dan terhadap budaya organisasi dan 52 organisasi pengaruh motivasi karyawan terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang sudah dilakukan terkait budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Persamaan penelitian-penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada variabelvariabel yang digunakan, yakni menggunakan variabel budaya organisasi yang ada pada penelitian diatas sedangkan perbedaannya terletak pada metode analisis maupun hasil akhir penelitian. 2.7 Kerangka Pemikiran Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai peran penting dalam suatu organisasi, karena dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, faktor manusia memegang peranan yang paling dominan. Penelitian yang hendak menyelidiki dan mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Bank BJB Syariah Cabang Bandung ini, mempergunakan beberapa teori dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli yang dipergunakan sebagai pedoman penelitian, sehingga peneliti menjadi terarah dalam melakukan penelitian. Sebelum membahas secara keseluruhan mengenai pengaruh penerapan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Bank BJB Syariah Cabang Bandung, terlebih dahulu perlu mengetahui definisi serta hal-hal yang berkaitan dengan kedua variabel. Robbins (2007:62) budaya adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang luar. Susanto dalam Soedjono (2005:24) yang memberikan pengertian budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. 53 Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Pengertian kinerja menurut Tika (2012:121) mendenisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Mangkunegara (2011:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan mempraktikkan budaya organisasi. Beberapa prinsip budaya organisasi antara lain: orientasi pelanggan (fokus pada pelanggan), pengendalian mutu terpadu (perbaikan secara terus menerus), disiplin kerja, dan ketepatan waktu bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kinerja karyawan tersebut sehingga karyawan mampu menghasilkan kinerja yang sesuai dengan harapan perusahaan. Kerangka pemikiran teoritis menjadi gambaran sebuah penelitian yang ditunjukan oleh variabel-variabel yang saling berhubungan satu sama lain dan landasan sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk mengambarkan paradigma penelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian. Kerangka pemikiran disajikan dalam bentuk skema sederhana dimana indikator variabel independen, yaitu Budaya Organisasi (X) berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu Kinerja Karyawan (Y). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, penulis menggambarkan kerangka pemikiran seperti gambar dibawah ini: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Budaya Organisasi Kinerja Karyawan 54 Setelah mengetahui kerangka pemikiran berdasarkan fenomena yang terjadi maka penulis dapat menyusun paradigma penelitian sebagai berikut: Gambar 2.3 Paradigma Kerangka Pemikiran Budaya Organisasi Kinerja Karyawan (Variable X) (Variable Y) 1. Inovasi dan resiko 1. Kualitas kerja 2. Perhatian secara detail 2. Kuantitas kerja 3. Berorientasi kepada hasil 3. Ketepatan waktu 4. Berorientasi pada manusia 4. Efektivitas 5. Berorientasi kepada tim 5. Kemandirian 6. Agresif 7. Stabil Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbuktinya melalui data yang terkumpul. Sugiyono (2012:30) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara berdasarkan perumusan masalah yang kebenarannya akan diuji dalam pengujian hipotesis. Hipotesis dalam penelitian ini berkaitan dengan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen yaitu Budaya Organisasi (X) terhadap variabel dependen, yaitu Kinerja Karyawan (Y). Sesuai dengan teori yang telah diuraikan maka, anggapan sementara dari penelitian ini adalah penerapan budaya organisasi sangat berpengaruh kinerja karyawan dan dapat berakibat pada pencapaian tujuan perusahaan sehingga perusahaan mengalami peningkatan kualitas dan hasil sesuai dengan target dan tujuan perusahaan. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis nol (H0 ), yaitu hipotesis yang perumusannya mengandung pengertian sama atau umumnya ditolak, yaitu mengenai tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan dari variabel independen dengan variabel dependen. 55 Sedangkan hipotesis alternatif merupakan hipotesis kerja dari peneliti. Hipotesis, peneliti menyimpulkan sementara, bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya kerja organisasi terhadap kinerja karyawan. Secara statistik, hipotesis tersebut dirumuskan dengan simbol. Perumusan strategi tersebut, sebagai berikut: a. Ho = Budaya organisasi (X) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan (Y). b. Ha = Budaya organisasi (X) secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Y). Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Jika budaya organisasi diterapkan secara efektif, maka kinerja karyawan meningkat”.