BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang penting diberikan di tingkat sekolah dasar karena melalui pembelajaran IPA, siswa dapat mengenal kehidupan dan lingkungan sekitarnya yang didapat dari proses belajar mengajar.cakupan mata pelajaran IPA cukup luas, tidak hanya mengkaji fakta, konsep atau prinsip saja, tetapi di luar jangkauan itu IPA juga mempelajari proses kehidupan dan lingkungan sehari-hari yang didapat melalui penemuan. IPA sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari karena pada mata pelajaran IPA mengkaji pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Hal ini juga tidak terlepas dari peranan penting masyarakat serta ditambah dengan teknologi. Teknologi sangat erat hubungannya dengan IPA karena merupakan sebuah bagian yang selalu ada dalam penerapan pembelajaran IPA. Hal ini sejalan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar isi yang menyatakan bahwa “Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana”. Artinya, tidak hanya sains dan lingkungan yang utama dipelajari dalam mata pelajaran IPA, tetapi juga mencakup teknologi dan masyarakat yang merupakan unsur pendukung penting dalam keberhasilan pembelajaran IPA. Proses pembelajaran IPA lebih cenderung menekankan kepada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, sehingga siswa diberi kesempatan yang cukup luas untuk dapat menjelajahi dan memahami alam sekitarnya secara ilmiah. Dalam pembelajaran 1 IPA memang lebih diarahkan 2 untuk pembelajaran berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar, namun pembelajaran IPA tetap tidak meninggalkan penguasaan pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar di kelas mengingat luasnya cakupan yang ada dalam mata pelajaran IPA. Baik dalam kurikulum KTSP maupun kurikulum 2013, mata pelajaran IPA di Sekolah dasar sama-sama menekankan peranan penting IPA yang dipadukan dengan teknologi kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA dipandang mampu mengembangkan ketrampilan siswa dalam memahami lingkungan dan kaitannya dengan masyarakat dan teknologi. Hal ini sejalan dengan Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum yang salah satu karakteristiknya menyatakan bahwa “mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat”. Dalam pernyataan tersebut kurikulum 2013 ingin menekankan pencapaian belajar siswa kepada tiga aspek penting secara merata yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Dalam pembelajaran IPA yang utamanya adalah pembelajaran langsung dan berbuat, ketiga aspek ini akan lebih mudah untuk pencapaiannya karena siswa diarahkan untuk lebih mengenal apa yang menjadi inti dari pembelajaran IPA. Antara kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam mata pelajaran IPA. Menurut Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dalam kurikulum lama materi disajikan secara terpisah antara fisika, kimia dan biologi sementara dalam kurikulum 2013 materi disajikan secara terpadu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurikulum 2013 materi IPA lebih disajikan secara terpadu dengan menekankan kepada interaksi antara biologi, fisika dan kimia dan kombinasinya sehingga siswa akan lebih mudah membentuk pemahamannya. Apabila di dalam kurikulum 2006 materi yang disajikan masih banyak hafalan, tetapi di dalam kurikulum 2013 materi sudah diperkaya dengan kebutuhan siswa untuk berpikir kritis dan analitis. 3 Mata pelajaran IPA dipandang dari cakupannya yang sangat luas, maka untuk porsi alokasi waktu kurikulum 2013 mengatur alokasi waktu IPA cukup diberikan 3 jam pelajaran setiap minggunya di kelas. Hal ini kurang sejalan dengan kurikulum 2006 yang memberikan porsi alokasi waktu untuk mata pelajaran IPA sebanyak 4 jam pelajaran setiap minggu. Kurikulum 2013 memandang bahwa alokasi waktu IPA untuk usia sekolah dasar disamaratakan dengan alokasi untuk mata pelajaran IPS, sehingga pengatahuan yang didapat dari pendidikan alam dan pendidikan social siswa akan berimbang. Berdasarkan observasi pra-penelitian yang dilakukan pada tanggal 13 sampai 15 Januari 2014 di SDN Tegalrejo 05 Salatiga, proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas sudah cukup baik dilihat dari penyampaian materi yang dilakukan oleh guru kelas. Materi yang disampaikan oleh guru sudah cukup lengkap dengan komposisi yang pas. Tetapi aktivitas dan komunikasi yang terjadi di kelas masih cenderung satu arah. Guru lebih banyak menerangkan pengetahuan secara monoton dengan ceramah, sementara siswa bosan dan tidak antusias menyimak proses pembelajaran. Dari 25 siswa yang ada di kelas 5, pada pembelajaran IPA ketika dilakukan pra-penelitian, hanya ada 3 siswa yang mengajukan pertanyaan seputar materi. Artinya hanya 12% siswa yang mampu aktif mengikuti jalannya materi yang disampaikan. Sementara itu sebagian lainnya hanya diam yang belum diketahui maksudnya entah sudah mengerti atau tidak dapat menangkap materi yang disajikan. Dengan proses pembelajaran yang cenderung masih konvensional tersebut, hasil belajar IPA siswa kelas 5 dapat digolongkan masih rendah. Hal ini didukung dengan fakta yang didapat dari data Tes Formatif yang telah dilakukan oleh Guru Kelas di dalam buku nilai guru kelas. Pada tes formatif mata pelajaran IPA semester 2, diperoleh data yang disajikan dalam tabel sebagai berikut. 4 Tabel 1 Hasil Belajar IPA Pra Siklus Pada Siswa Kelas 5 Semester II SDN Tegalrejo 05 No Ketuntasan Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Tuntas 6 24 2. Belum Tuntas 19 76 Total 25 100 Berdasarkan Tabel 1 dapat diperoleh data bahwa presentase ketuntasan siswa pada mata pelajaran IPS hanyalah sebesar 24 % atau hanya 6 siswa dari 25 siswa yang ada di kelas 5. Hal ini menunjukkan bahwa persentase ketuntasan siswa dalam kelas masih cukup rendah. Hanya seperempat siswa saja dari jumlah keseluruhan siswa di kelas yang mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah, sementara sebagian besar lainnya belum mampu mencapai KKM. Berdasarkan observasi yang dilakukan pra-penelitian, dalam proses pembelajaran IPA dapat terlihat pada 15 menit pertama proses pembelajaran, seluruh siswa mampu berkonsentrasi dan menyimak proses pembelajaran. Tetapi pada 15 menit berikutnya, sudah terlihat ada sembilan siswa yang mulai melakukan hal-hal lain seperti memainkan pulpen, menggambar yang tidak sesuai materi dan berbicara dengan teman lain. Pada 15 menit berikutnya sampai selesai pembelajaran, hanya terhitung sekitar delapan siswa yang mampu menyimak proses pembelajaran. Siswa tidak antusias dalam mengikuti jalannya proses pembelajaran karena pembelajaran hanya dilakukan secara konvensional. Tidak adanya antusiasme dari siswa selama proses pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa motivasi belajar IPA siswa kelas 5 masih rendah. Hal ini juga didukung dengan hasil angket yang telah diedarkan kepada siswa, yang datanya telah diolah dan diperoleh hasil yang disajikan dalam tabel berikut. 5 Tabel 2 Motivasi Belajar IPA Pra Siklus Pada Siswa Kelas 5 Semester II SDN Tegalrejo 05 No Motivasi Belajar Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Tinggi 4 16 2. Sedang 12 48 3. Rendah 9 36 25 100 Total Berdasarkan Tabel 2 dapat diperoleh data bahwa motivasi belajar IPA siswa kelas 5 cenderung berada pada tahap sedang dan rendah. Terbukti bahwa persentase siswa yang memiliki motivasi tinggi sangat rendah, hanya 16% saja. Dari 25 siswa yang ada di kelas, hanya 4 siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi. Sementara itu siswa yang memiliki motivasi belajar rendah juga cukup banyak yaitu 36% dan sisanya 48% hanya memiliki motivasi belajar yang sedang. Artinya untuk mencapai 50% siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, apabila menggunakan pembelajaran yang konvensional tentu sangat sulit. Hal ini menggambarkan bahwa capaian belajar IPA siswa kelas 5 masih berada pada taraf yang rendah dengan motivasi belajar rata-rata rendah sampai sedang. Dari observasi yang dilakukan selama beberapa hari dapat ditarik pendapat sementara bahwa pembelajaran IPA yang terjadi di kelas 5 masih konvensional meskipun cara penyampaiannya sudah cukup baik. Belum ada motivasi siswa untuk aktif bertanya dan melakukan sesuatu selama proses pembelajaran karena pembelajaran cukup monoton. Belum ada tindakan yang dapat dilakukan siswa secara langsung selama proses pembelajaran, sehingga siswa lebih banyak bosan dan tidak antusias dalam menyimak pembelajaran. 6 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang dapat diidentifikasikan terkait dengan pembelajaran pada mata pelajaran IPA di SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga diantaranya adalah pertama proses pembelajaran IPA kurang variatif, guru tidak melakukan inovasi pembelajaran melalui berbuat atau melakukan suatu tindakan sehingga proses pembelajaran hanya monoton di kelas saja. Kedua, siswa tidak bisa menjadi aktif karena kurang tertarik pada proses pembelajaran yang berlangsung. Dari 70 menit pembelajaran IPA yang berlangsung, siswa hanya mampu berkonsentrasi pada 15 menit awal pembelajaran. Ketiga, hasil belajar IPA siswa kelas 5 masih rendah, terbukti data tes formatif yang telah dilakukan guru, sebanyak 76% siswa kelas 5 belum dapat mencapai KKM yang ditentukan oleh sekolah yaitu 68. Hanya ada 6 siswa yang nilainya sama dengan atau lebih dari KKM (persentase ketuntasan hanya sebesar 24%). Keempat, motivasi belajar siswa kelas 5 pada mata pelajaran IPA masih kurang, terbukti dari hasil observasi awal dalam pembagian angket motivasi belajar pra-penelitian, diperoleh data bahwa hanya 16% siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, 48% siswa memiliki motivasi belajar sedang dan 36% siswa memiliki motivasi belajar yang rendah. 1.3 Pemecahan Masalah Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran yang konvensional dapat dikurangi apabila para guru mampu menciptakan sebuah suasana dan kondisi pembelajaran yang menarik, menantang dan menyenangkan. Siswa tidak harus mendengarkan ceramah yang monoton, tetapi siswa dituntut aktif, ikut serta melalui tindakan dalam proses pembelajaran yang berlangsung sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran dapat dilakukan dengan action lerning sehingga pembelajaran yang berlangsung tidak akan monoton lagi tetapi akan menjadi lebih menarik, menantang, interaktif dan memotivasi siswa untuk menggali pengetahuan lebih dalam. Pembelajaran tidak hanya terfokus pada hasil belajar saja tetapi juga dilihat pada prosesnya. Pembelajaran action learning pada 7 dasarnya menekankan kepada pembelajaran melalui berbuat atau melakukan suatu tidakan, dengan adanya suatu pembelajaran yang siswanya diarahkan untuk aktif berbuat (bertindak) maka suasana di dalam kelas tidak lagi membosankan tetapi menjadi lebih menarik dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi di dalam proses pembelajaran. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah yang ada dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah penggunaan Action Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas 5 SDN Tegalrejo 05 Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/ 2014? b. Bagaimana penggunaan Action Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas 5 SDN Tegalrejo 05 Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/ 2014? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk meningkatan hasil belajar dan motivasi belajar IPA dengan menggunakan Action Learning pada siswa kelas 5 SDN Tegalrejo 05 Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/ 2014, serta untuk menjelaskan bagaimana penggunaan Action Learning dalam meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas 5 SDN Tegalrejo 05 Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/ 2014. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diperoleh adalah manfaat secara teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat teoritis dalam penelitian adalah dalam rangka mengembangkan pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam untuk penelitian-penelitian yang akan datang, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan inovasi tentang penggunaan pembelajaran action learning dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA pada siswa sekolah dasar. 8 Manfaat praktis yang didapat dalam penelitian bagi SDN Tegalrejo 05 Salatiga adalah dengan mengetahui peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar menggunakan action learning, diharapkan dapat memberikan pertimbangan untuk pengembangan model atau metode pembelajaran yang ada di sekolah. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA menggunakan action learning. Bagi peserta didik dengan mengetahui hasil belajar peserta didik masingmasing diharapkan dapat memotivasi peserta didik supaya lebih berkonsentrasi dan gemar untuk belajar dengan model pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Bagi penulis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, dengan terjun langsung ke lapangan penulis dapat menumbuhkan ketrampilan dan kemampuannya dalam hal penelitian serta mendalami apa yang diteliti.