BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berat badan pada saat lahir adalah indikator yang penting dan reliabel dalam menilai proses tumbuh kembang pasca kelahiran ditinjau dari segi pertumbuhan fisik dan perkembangan status mentalnya (Maemunah, 2004). Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat badan pada saat lahir. Berat badan lahir juga dapat digunakan sebagai indikator umum untuk mengetahui status kesehatan, gizi dan sosial ekonomi dari negara maju dan negara berkembang (Budiman, 2011). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (kurang dari 2500 gram) menyumbang 42,5% - 56% kematian perinatal. Risiko kematian BBLR adalah 5-9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal (Budiman, 2011). BBLR berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit metabolik ketika dewasa (Budiman, 2011). Ibu hamil yang melahirkan bayi dengan BBLR memiliki risiko terjangkit penyakit jantung karena mengalami peningkatan tekanan darah, glukosa, insulin, interleukin 6 (IL-6), dan konsentrasi CRP (C- reactive protein) (Budiman, 2011). Ketidaknormalan berat badan lahir seperti pada bayi dengan berat lahir berlebih (lebih dari 4000 gram), dapat berisiko pada bayi maupun ibu dari bayi tersebut. Risiko bayi dengan berat badan lahir lebih adalah distosia pada saat persalinan dan kematian perinatal. Sedangkan pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih antara lain: perdarahan, infeksi, dan pre-eklamsia (Budiman, 2011). Selain itu, bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram dapat meningkatkan risiko beberapa penyakit saat usia dewasa, misalnya kanker payudara pada wanita dan diabetes melitus tipe 2 (Budiman, 2011). Bayi lahir mati dan BBLR hingga saat ini masih merupakan masalah di seluruh dunia, karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir (Budiman, 2011). Angka BBLR di Indonesia meningkat dari 82,5% pada tahun 2010, menjadi 85% di tahun 2013 (RISKESDAS, 2013). Tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Jumlah tingkat kematian bayi di Indonesia 4,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi daripada Thailand. Angka kematian bayi di Indonesia adalah 34/1000 kelahiran hidup. Kelangsungan hidup bayi ditentukan oleh kondisi pertumbuhan janin di dalam rahim (Susanto, 2010). Sasaran pembangunan kesehatan Millenieum Development Goals adalah menurunkan 3/4 angka kematian Ibu dan menurunkan 2/3 angka kematian bayi. Sasaran pembangunan Milleneum Development Goals dapat dicapai dengan mengetahui penyebab kematian ibu di Indonesia (Wijaya, 2009). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat tertinggi ke tiga nasional dari proporsi anak dengan BBL <2500 gram dan panjang badan lahir <48 cm. Sedangkan jika diamati dari cakupan Ante-Natal Care (ANC), DIY menduduki peringkat ke dua setelah Bali dan memiliki kepatuhan konsumsi tablet zat besi (Ferum) tertinggi di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Ibu hamil dapat melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada dalam kondisi yang baik (Maemunah, 2004). Kecukupan gizi pada ibu hamil dapat terpenuhi dengan menjaga fisik dan pola hidup. Makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, menghindari konsumsi alkohol, dan tidak merokok, serta menjaga pola makan dengan baik merupakan cara untuk mempertahankan kondisi tubuh ibu hamil dan janin agar tetap sehat (Walker, 2012). Asupan nutrisi ibu hamil pada trimester I lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas asupan makanan (Arisman, 2009). Pada trimester pertama asupan nutrisi digunakan untuk pembentukan sistem saraf, jantung, dan organ reproduksi janin. Sedangkan pada trimester II dan trimester III pemenuhan kebutuhan nutrisi lebih mengutamakan kualitas dan kuantitas (Kasdu, 2004). Pada saat ibu hamil memasuki trimester III kecepatan pertumbuhan janin sangat cepat (Arisman, 2009). Pada trimester III bayi mengalami penambahan berat 200 gram/minggu (Blott, 2013) Terdapat hubungan antara jenis makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil dengan BBL (Widyaningtya, 2013). Ibu hamil yang mengonsumsi zat besi (Fe) dan seng (Zn) secara adekuat akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal (Mohammad, et al., 2011). Pola konsumsi tinggi nasi, ikan, dan sayur memiliki risiko rendah terhadap BBLR daripada ibu hamil yang memiliki pola konsumsi tinggi produk gandum, ikan dan telur (Hitomi, et al., 2012). Sedangkan kebiasaan konsumsi alkohol, kafein dan merokok dapat meningkatkan risiko BBLR (Yosihiro, et al., 2014). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi pada ibu hamil trimester III dengan BBL khususnya di DIY. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara pola konsumsi pada ibu hamil trimester III terhadap BBL? 2. Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jumlah energi pada ibu hamil trimester III terhadap BBL? 3. Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jumlah protein pada ibu hamil trimester III terhadap BBL? 4. Apakah ada hubungan antara jenis makanan yang dikonsumsi pada ibu hamil trimester III terhadap BBL? 5. Apakah terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi beras pada ibu hamil trimester III terhadap BBL? 6. Apakah ada hubungan antar frekuensi konsumsi protein hewani pada ibu hamil trimester III terhadap BBL? 7. Variabel mana yang paling berpengaruh terhadap BBL? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi pada ibu hamil trimester III dengan BBL. 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi energi pada ibu hamil trimester III dengan BBL b. Mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi protein pada ibu hamil trimester III dengan BBL c. Mengetahui hubungan antar jenis makanan yang dikonsumsi pada ibu hamil trimester III terhadap BBL d. Mengetahui hubungan antar frekuensi konsumsi beras pada ibu hamil trimester III terhadap BBL e. Mengetahui hubungan antar frekuensi konsumsi protein hewani pada ibu hamil trimester III terhadap BBL f. Melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap BBL D. Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian maka manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penulis Penelitian ini dapat memberikan pemahaman mengenai keterkaitan antara pola konsumsi selama kehamilan dengan BBL serta memberikan pembelajaran cara pengambilan data pola konsumsi. 2. Bagi akademisi Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pengembangan teori dan pengetahuan mengenai hubungan antara pola konsumsi terhadap BBL, sehingga membuka pemikiran ke depan untuk menemukan solusi agar kelahiran pada generasi mendatang semakin lebih baik. 3. Bagi pemerintah Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pemerintah tentang keterkaitan antara pola konsumsi dengan BBL serta pola konsumsi terhadap status gizi ibu hamil sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah. 4. Bagi penelitian mendatang Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian mendatang mengenai keterkaitan antara pola konsumsi terhadap status gizi ibu hamil dan BBL E. Keaslian Penelitian 1. Hitomi, et al., (2012) Melakukan penelitian yang berjudul Maternal dietary patterns in pregnancy and fetal growth in Japan: the Osaka Maternal and Child Health Study. Subjek dari penelitian ini adalah 803 wanita hamil di Jepang. Penelitian ini dilakukan dengan desain Cohort Prospective, Ibu hamil dikelompokkan menjadi tiga kelompok pola konsumsi, yaitu: ibu hamil dengan pola konsumsi tinggi daging dan telur; tinggi produk gandum; dan ibu hamil dengan pola konsumsi tinggi nasi, ikan, dan sayur. Keluaran dari penelitian tersebut adalah pengamatan terhadap pengukuran antropometri pada bayi. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan pola konsumsi tinggi produk gandum secara signifikan memiliki bayi dengan berat lahir rendah (p= 0,045) dan lingkar kepala lebih kecil (p= 0,036) dibandingkan dengan pola konsumsi pada kelompok tinggi daging dan telur dan pola konsumsi pada kelompok tinggi nasi, ikan dan sayur. Penelitian tersebut memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Kesamaan tersebut adalah pengamatan terhadap pengaruh pola konsumsi terhadap BBL. Sedangkan perbedaannya yaitu variabel yang diteliti, pada penelitian Hitomi, et al. (2012) variabel yang diteliti adalah keluaran kelahiran yang terdiri dari BBL, panjang badan, dan lingkar kepala pada bayi lahir. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan penulis dilakukan pengamatan terhadap BBL saja. Pada penelitian tersebut, subjek yang digunakan oleh penulis adalah ibu hamil pada trimester III. Penilaian terhadap pola konsumsi pada penelitan ini berdasarkan pada terpenuhinya jumlah, jenis, dan frekuensi asupan gizi yang dikonsumsi ibu selama trimester III. 2. Penelitian ini dilakukan oleh Loy, et al., (2011) yang berjudul Higher intake of fruits and vegetables in pregnancy is associated with birth size. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengamati hubungan antara konsumsi micronutrient, buah, dan sayur terhadap BBL dan panjang badan bayi. Subjek penelitian tersebut adalah 100 ibu hamil berusia 19-40 tahun dengan usia kehamilan 28-38 minggu. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara asupan micronutrient dengan birth size, namun hubungan antara konsumsi sayur dan buah bernilai signifikan terhadap birth size. Perbedaan penelitian Loy, et al. (2011) dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah desain penelitian yang digunakan. Desain yang digunakan oleh penulis adalah cohort prospective sedangkan desain yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Loy, et al. (2011) adalah cross sectional study. Perbedaan lain penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah determinan yang diamati. Pada penelitian tersebut variabel yang diamati adalah asupan sayur dan buah, sedangkan variabel yang diamati oleh penulis adalah pola konsumsi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa terdapat kaitan antara micronutrient dengan BBL, oleh karena itu konsumsi buah dan sayur dimasukkan sebagai salah satu variabel dalam definisi operasional oleh penulis. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Bimal, et al. (2012) dengan judul Maternal Fish Consumption and Prevention of Low Birth Weight in the Developing World diperoleh bahwa terdapat hubungan antara konsumsi ikan dengan BBL. Konsumsi tinggi ikan dapat menurunkan risiko BBLR, karena ikan merupakan sumber protein hewani dan micronutrient. Selain protein hewani dan micronutrient, minyak ikan juga mengandung PUFA dan DHA. Perbedaan dilakukan penelitian penulis Penelitian yang adalah tersebut desain dengan penelitian penelitian yang yang digunakan. dilakukan oleh penulis adalah cohort prospective. Sedangkan desain penelitian yang digunakan oleh Bimal, et al. (2012) adalah cross sectional. Perbedaan kedua terkait dengan determinan yang diamati. Pada penelitian yang dilakukan penulis, determinan yang digunakan adalah pola konsumsi. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Bimal, et al. (2012) adalah konsumsi ikan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmilawati (2012) yang berjudul: Hubungan Pola Makan Ibu Selama Hamil dengan Berat Badan Lahir dan Panjang Badan Lahir Bayi pada Golongan Keluarga Miskin di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2005, diperoleh hasil bahwa pola konsumsi berpengaruh terhadap BBL. Pola makan yang diteliti dalam penelitian tersebut adalah kebiasaan sarapan, kebiasaan makan manis, kelebihan konsumsi energi, dan kebiasaan makan-makanan olahan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pola konsumsi yang ditekankan pada jumlah, jenis, dan frekuensi asupan makanan. Pola konsumsi atau kebiasaan makan seseorang dapat berpengaruh terhadap BBL. 5. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi, Protein, dan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Usia Remaja Selama Trimester III dengan Berat Badan Lahir. Penelitian tersebut dilakukan oleh Marselina (2008). Desain yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah cohort study dengan uji chi-square. Hasil dari penelitian tersebut adalah: peningkatan asupan energi, protein, dan peningkatan BB berhubungan dengan kenaikan BBL. Konsumsi energi berkorelasi positif terhadap BBL dengan nilai r = 0,85. Sedangkan konsumsi protein berkorelasi positif terhadap BBL dengan r = 0,67. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak pada determinan yang diamati. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marselina (2008) variabel yang diamati adalah jumlah asupan. Sedangkan variabel yang diamati dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah jumlah, jenis, dan frekuensi asupan makanan.