BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian dikemukakan Fitriyadi (2002) dengan judul Pengaruh Kompetensi Skill, Knowledge, Ability dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Operator PD. Bangun Banua Propinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan Variabel Kompetensi Skill Teknis, kompetensi skill non teknis, knowledge dan ability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Secara parsial variabel yang paling besar memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah variabel kompetensi knowledge. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Daulay (2011) dengan judul Pengaruh Etos Kerja, Kepuasan Kerja dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Pegawai Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara . Hasil penelitian menggunakan regresi berganda, uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa etos kerja, kepuasan kerja dan motivasi berprestasi secara serempak berpengaruh sangat signifikan terhadap kinerja pegawai di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa insentif dan lingkungan kerja secara serempak berpengaruh sangat signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kompetensi Menurut Boulter et al. (dalam Rosidah, 2003:11), kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan pegawai mengeluarkan kinerja superior dalam pekerjaannya. Berdasarkan uraian di atas makna kompetensi mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan. Menurut Boulter et al. (dalam Rosidah, 2003:11) level kompetensi adalah sebagai berikut : Skill, Knowledge, Self-concept, Self Image, Trait dan Motive. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik misalnya seorang progamer computer. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang khusus (tertentu), misalnya bahasa komputer. Social role adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri), misalnya : pemimpin. Self image adalah pandangan orang terhadap diri sendiri, merekflesikan identitas, contoh : melihat diri sendiri sebagai seorang ahli. Trait adalah karakteristik abadi dari seorang karakteristik yang membuat orang untuk berperilaku, misalnya : percaya diri sendiri. Motive adalah sesuatu dorongan seseorang secara konsisten berperilaku, sebab Universitas Sumatera Utara perilaku seperti hal tersebut sebagai sumber kenyamanan, contoh : prestasi mengemudi. Kompetensi Skill dan Knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Social role dan self image cenderung sedikit visibel dan dapat dikontrol perilaku dari luar. Sedangkan trait dan motive letaknya lebih dalam pada titik sentral kepribadian. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yng paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan social role terletak diantara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit. Spencer dan Spencer (dalam Moeheriono, 2009:3) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu. Berdasarkan dari definisi ini, maka beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut: a. Karakteristik dasar (underlying characteristic), kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang mendalam dan melekat pada seseorang serta Universitas Sumatera Utara mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan. b. Hubungan kausal (causally related), berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebagai akibat). c. Kriteria (criterian referenced), yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar. Kompetensi berdasarkan penjelasan tersebut merupakan sebuah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu. Dari karakteristik dasar tesebut tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata. Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan, dan prilaku individu. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer. Pengetahuan karyawan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun bagi karyawan yang belum Universitas Sumatera Utara mempunyai pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan tenaga serta faktor produksi yang lain akan diperbuat oleh karyawan berpengetahuan kurang. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi. Atau dapat disimpulkan bahwa karyawan yang berpengetahuan kurang, akan mengurangi efisiensi. a. Aspek-aspek yang Terkandung pada Konsep Kompetensi Beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi adalah sebagai berikut (Gordon dalam Sutrisno, 2010: 204): 1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada di perusahaan. 2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya, seorang karyawan dalam melaksanakan pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi kerja secara efektif dan efisien. 3. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku para karyawan dalam melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain). 4. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan. Universitas Sumatera Utara Misalnya standar perilaku para karyawan dalam memilih metode kerja yang dianggap lebih efektif dan efisien. 5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji. 6. Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja. b. Tingkatan Kompetensi SDM Spencer dan Spencer (dalam Wibowo, 2007:96) mengelompokkan tiga tingkatan kompetensi yaitu: 1. Behavioral Tools a. Knowledge merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior dan junior. b. Skill merupakan kemampuanorang untuk melakukan sesuatudengan baik. Misalnya, mewawancara dengan efektif, dan menerima pelamar yang baik. 2. Image Attribute a. Social Role merupakan pola perilak orang yang diperkuat oleh kelompok social atau organisasi. Misalnya menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi agen perubahan atau menolak perubahan. b. Self Image merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya melihat dirinya sebagai pengembang atau manajer yang berada di atas. Universitas Sumatera Utara 3. Personal Charasteristic a. Traits merupakan aspek tipikal berprilaku Misalnya, menjadi pendengar yang baik. b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya, ingin mempengaruhi perilaku orang lain untuk kebaikan organisasi. c. Dimensi Kompetensi Individu Ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu (Moeheriono, 2009:15) yaitu sebagai berikut: 1. Keterampilan menjalankan tugas (Task-skills), yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai dengan standar di tempat kerja. 2. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills), yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian tugas yang berbeda yang muncul di dalam pekerjaan. 3. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills), yaitu keterampilan mengambil tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah di dalam pekerjaan. 4. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills), yaitu keterampilan untuk bekerja sama serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja. 5. Keterampilan beradaptasi (Transfer skill), yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru. Universitas Sumatera Utara d. Manfaat Penggunaan Kompetensi Konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, dan sistem remunerasi. Ruky (dalam Sutrisno, 2010:2008), mengemukakan konsep kompetensi menjadi semakin popular dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan berbagai alasan yaitu: 1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan kinerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang sumber daya manusia. 2. Alat seleksi karyawan Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada sasaran yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu. Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi pada perilaku yang dicari. Universitas Sumatera Utara 3. Memaksimalkan produktivitas Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi .ramping. mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal. 4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan seorang karyawan 5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah. 6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan. e. Peran Kompetensi pada Organisasi Konsep dasar kompetensi berawal dari konsep individu yang bertujuan untuk mengidentifikasi, memperoleh, dan mengembangkan kemampuan individu agar dapat Universitas Sumatera Utara bekerja dengan prestasi yang luar biasa. Individu merupakan komponen utama yang menjadi pelaku dalam organisasi. Oleh karena itu, kemampuan organisasi tergantung dari kemampuan individu-individu yang bekerja dalam organisasi. Perusahaan dapat berprestasi unggul apabila orang-orang yang bekerja dalam perusahaan dapat memberikan kontribusi maksimal kepada perusahaan sesuai dengan tugas dan kemampuannya. Atau dengan kata lain, orang-orang tersebut mampu bekerja dengan prestasi yang terbaik artinya mampu berprestasi pada saat ini dan pada masa yang akan datang, baik pada situasi yang stabil maupun pada situasi yang berubah-ubah, tanpa mengganggu pekerjaan orang lain. Dengan demikian, ukuran prestasi organisasi mencakup dimensi waktu, situasi, dan kontribusi serta dampaknya pada pekerjaan orang lain atau perusahaan. Kompetensi yang tepat merupakan faktor yang menentukan keunggulan prestasi dapat dimiliki oleh organisasi apabila organisasi tersebut memiliki fondasi yang kuat, yang tercermin pada seluruh proses yang terjadi dalam organisasi. Artinya, organisasi harus memiliki kompetensi inti (core competency) yang kuat dan sesuai dengan bisnis intinya (core business). Kompetensi inti adalah yang selayaknya dimiliki oleh semua anggota organisasi yang membuat anggota organisasi tersebut berbeda dari organisasi lainnya. Kompetensi inti biasanya merupakan komponen pembentuk misi dan budaya organisasi. Kompetensi inti harus diperkuat oleh kompetensi departemen atau bagian yang ada di organisasi. 2.2.2. Motivasi Kerja Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini Universitas Sumatera Utara berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk., 2003:41). a. Pengertian Motivasi Kerja Sperling (dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motif di definisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif. Stanton (dalam Mangkunegara, 2002:94) mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas. Motivasi didefinisikan oleh Stanford (dalam Mangkunegara, 2002:94) sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motif tersebut, motivasi dikatakan juga sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, McCormick (dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Universitas Sumatera Utara Drive Incentive GOAL Satisfied Need Unsatisfied Need *) Sumber : Mangkunegara (2002:94) Gambar 2.1 Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan b. Teori Motivasi Kerja b.1. Teori Kebutuhan (Maslow's Model) Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja., yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 : Sumber : Ishak & Hendri (2003:26) Gambar 2.2 Maslow's Need Hierarchy Universitas Sumatera Utara 1. Kebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman, istirahat atau tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang atau pun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini. 2. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif. b.2. Teori Penguatan (Reinforcement Theory) Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment yang akan dialaminya nanti (Ishak & Hendri, 2003:35-37). Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya yang sekarang. Jenis reinforcement ada empat, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif. 2. negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan karena mengurangi atau mcnghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus. 3. extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan. 4. punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku tertentu. b.3. Teori Harapan (Expectacy Theory) Teori ekspetansi menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya kinerja, dan di dambakannya berbagai macam hasil kerja yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori tersebut berlandaskan logika: "Pegawai akan melakukan apa yang dapat pegawai lakukan, apabila pegawai berkeinginan untuk melakukannya". Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari ekspektansi kali instrumentalitas, kali valensi. Hubungan antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya baik.. Universitas Sumatera Utara Orang-orang melaksanakan upaya kerja guna mencapai dan mencapai Kinerja Tugas Ekspektansi Instrumentalitas Hasil-hasil yang berhubungan dengankerja Valensi *) Sumber : Schermerhon et al. (dalam Winardi, 2002:110) Gambar 2.3 Istilah-istilah Ekspektansi dipandang dari Sudut Perspektif Manajerial Motivasi merupakan interaksi antara harapan setelah dikurangi prestasi, dengan kontribusi penilaian yang dikaitkan dengan prestasi dikurangi hasil. Karena kebutuhan di atas merupakan generalisasi karena kenyataannya kebutuhan orang tidak sama, maka dikenai The Expectacy Model yang menyatakan, "Motivasi adalah fungsi dari berapa banyak yang diinginkan dan berapa besar kemungkinan pencapaiannya" (lihat Gambar 2.4). Berdasarkan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan motivasi, maka seorang seorang manajer harus : 1. Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda dan preferensi yang berbeda pula. Tidak ada dua orang yang benar-benar memiliki kebutuhan yang sama. 2. Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan. Memahami apa yang dibutuhkan apalagi kebutuhan utama karyawan, merupakan perilaku atasan yang dicintai bawahan. Universitas Sumatera Utara 3. Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya melalui prestasi. Hal ini tidak sulit jika dilakukan dengan ketulusan, bukan pamrih. b.4. Teori Penetapan Tujuan Locke Suprihanto dkk. (2003:52-53) menyatakan bahwa teori penetapan tujuan (goal-setting theory) ini merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa tujuan-tujuan yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha partisipasi. Meskipun dcmikian pencapaian tujuan belum tentu dilakukan oleh banyak orang. Dalam pencapaian lujuan yang partisipatif mempunyai dampak positif bcrupa timbulnya penerimaan (acceptance), artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dijalankan dengan baik. Sementara itu dalam pencapaian tujuan yang partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbulnya superioritas pada orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Teori Penetapan Tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan maksud individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku orang akan terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai tingkat prcstasi yang lebih tinggi. Menurut teori ini, prestasi akan tergantung pada tingkat kesukaran tujuan, kerincian tujuan, dan komitmen seseorang terhadap tujuan. Tujuan yang lebih sukar akan membuat orang frustrasi sehingga prestasinya juga rendah. Perincian tujuan akan mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap tujuan di mana seseorang lebih menyadari dan mcmahami tujuannya akan berprestasi lebih baik. Sedangkan variabel komitmen terhadap tujuan menyangkut keterlibatan seseorang terhadap tujuan. Universitas Sumatera Utara Seseorang yang memiliki komitmen tinggi bisa diharapkan akan berprestasi lebih baik. Kemampuan Hasil 1 Hasil 2 Motivasi Usaha Prestasi Hasil 3 Hasil 4 Hasil 5 Lingkungan *) Sumber: Ishak & Hendri (2003:33) Gambar 2.4 Model Ekspektansi c. Manfaat Motivasi Kerja Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, schingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang pegawai tetapkan. Kinerjanya akan dipantau Oleh Universitas Sumatera Utara individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Ishak & Hendri, 2003:16-17). Bekerja sesuai standar Senang bekerja Orang yang termotivasi Merasa berharga Bekerja keras Sedikit pengawasan Semangat juang tinggi *) Sumber : Ishak & Hendri (2003:17) Gambar 2.5 Ciri-Ciri Orang yang Termotivasi d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Menurut Herzberg (dalam Novitasari, 2003:35) mengembangkan teori hierarki kcbutuhan Maslow menjadi teori dua factor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain: 1. Prestasi yang diraih (achievement) 2. Pengakuan orang lain (recognition) 3. Tanggungjawab (responsibility) 4. Peluang untuk maju (advancement) 5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self) Universitas Sumatera Utara 6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth) Faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi : kompensasi, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan dan mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan. 2.2.3. Kinerja Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau dimensi. Kriteria pekerjan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Dalam artian, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini penting, kinerja individual dalam pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada, dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap karyawan. Universitas Sumatera Utara a. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi untuk menilai kinerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik kepada karyawan dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan. Saat sekarang ini dengan lingkungan bisnis yang bersifat dinamis penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat berarti bagi organisasi. Organisasi haruslah memilih kriteria secara subyektif maupun obyektif. Kriteria kinerja secara obyektif adalah evaluasi kinerja terhadap standar-standar spesifik, sedangkan ukuran secara subyektif adalah seberapa baik seorang karyawan bekerja keseluruhan. Penilaian kinerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Penilaian kinerja merupakan landasan penilaian kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan, penggajian, dan pengembangan karir. Kegiatan penilaian kinerja sangat erat kaitannya dengan kelangsungan organisasi. Data atau informasi tentang kinerja karyawan terdiri dari tiga kategori (Mathis dan Jackson, 2002 ), yaitu : 1. Informasi berdasarkan ciri-ciri seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif atau kreatifitas dan mungkin sedikit pengaruhnya pada pekerjaan tertentu. Universitas Sumatera Utara 2. Informasi berdasarkan tingkah laku memfokuskan pada perilaku yang spesifik yang mengarah pada keberhasilan pekerjaan. Informan perilaku lebih sulit diidentifikasikan dan mempunyai keuntungan yang secara jelas memberikan gambaran akan perilaku apa yang ingin dilihat oleh pihak manajemen. 3. Informasi berdasarkan hasil mempertimbangkan apa yang telah dilakukan karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan. Untuk pekerjaanpekerjaan dimana pengukuran itu mudah dan tepat, pendekatan hasil ini adalah cara yang terbaik. Akan tetapi, apa-apa yang akan diukur cenderung ditekankan, dan apa yang sama-sama pentingnya dan tidak merupakan bagian yang diukur mungkin akan diabaikan karyawan. Sebagi contoh, seorang tenaga penjualan mobil yang hanya dibayar berdasarkan penjualan mungkin tidak berkeinginan untuk mengerjakan tugas-tugas administrasi atau pekerjaan lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan penjualan mobil. Lebih jauh lagi, masalah etis atau legal bisa jadi timbul ketika hasilnya saja yang ditekankan dan bukannya bagaimana hasil itu diperoleh. Rahmanto (2002) mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja mempunyai dua elemen pokok, yakni : 1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan dan criteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target produksi tertentu dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan dibandingkan dengan kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan bulanan manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja (budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau meteran suatu mesin. Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal,dan sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi : penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan. Menurut Handoko (2000) ada enam metode penilaian kinerja karyawan : Universitas Sumatera Utara 1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja. 2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimal atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai. 3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir. 4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian karyawan. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan. Universitas Sumatera Utara 5. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian irestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrarnpilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation method. 6. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai dibenkan sejumlah nifai total dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari rnetode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan rclatif di antara para karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir masih ada. Universitas Sumatera Utara Manfaat penilaian kinerja yaitu : 1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan karyawan, manajer dan departemen personalia untuk meningkatkan prestasi. 2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi keja membantu para pengambil keputusan dalam mcnentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. 3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya. 4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti. 6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk adaiah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7. Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain Universitas Sumatera Utara sistem informasi manajemcn personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidakakurat dapat rnenyebabkan keputusan-kcpulusan personalia tidak tepat. 8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 9. Menjamin kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 10. Melihat tanlangan-tantangan ekternal. Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbcdaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan, lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas karyawan tidaklah sama. Menurut Gibson, et al. (dalam Novitasari, 2003:39-40), ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1. Variabel individual, terdiri dari: a. Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian c. demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin. Universitas Sumatera Utara 2. Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. 3. Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Menurut Tiffin dan Me. Cormick (dalam Novitasari, 2003:36-37) ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: 1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual lainnya. 2. Variabel situasional: a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari ; metode kcrja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi) b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial. 2.2.4. Hubungan Kompetensi, Motivasi dan Kinerja Pola hubungan yang menghasilkan perilaku yang kompeten secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu pola yang melibatkan hasrat atau keinginan yang memberikan inspirasi dalam bertindak untuk menghasilkan perilaku yang kompeten. Karyawan dalam suatu lingkungan perusahaan adalah sebagai mahluk sosial yang unik, semenjak pertumbuhannya mengalami banyak pembelajaran dengan caracaranya masing-masing. Karyawan belajar dari tindakannya. Saat mengalami Universitas Sumatera Utara kegagalan dia akan bangkit untuk meraih kemenangan dari kegagalan itu, dan hampir semua hasrat dan keinginannya dipenuhi dengan tindakan demi tindakan. Dengan pengalamannya itu, dia akan mengulanginya dengan perbuatannya yang sama. Karyawan dalam memenuhi keinginannya melakukan dengan cara yang lebih variatif seiring dengan pertumbuhan fisik maupun mentalnya, sesuai pengetahuan dan keterampilan baru yang mulai dia pelajari dan kuasai. Keterampilan dasar, seperti membaca, menulis, dan berhitung menambah wawasan pengetahuan dan keterampilannya, sehingga menimbulkan hasrat dan keinginan yang jauh lebih besar lagi. Keinginan tersebut kemudian diolah atas dasar keseimbangan pikiran rasional dan pikiran emosional yang menghasilkan tindakan tertentu untuk mendapatkan hasil tertentu. Sehingga gabungan dari ketiga unsur tersebut merupakan dasar bagi perilaku yang kompeten dan dengan adanyanya motivasi maka kinerja karyawan akan terpengaruhi. Jika salah satu unsur tersebut hilang, manusia tidak dapat menghasilkan apa-apa. Pola hubungan dalam kompetensi terhadap kinerja karyawan tersebut, ada beberapa unsur yang saling berhubungan membentuk ketiga unsur diatas (input, action, output), seperti yang tergambar pada gambar berikut : Universitas Sumatera Utara Input Output Action Ciri dan karakter pribadi Tindakan terampil Unjuk kerja dan hasil akhir Knowledge Skill Attitude *) Sumber : Rimsky (2008:49) Gambar 2.6 Karakteristik Dasar Kompetensi Pada Gambar 2.6 tersebut terlihat adanya hubungan kompetensi karyawan dalam menghasilkan karyawan secara produktif yang dimulai dari adanyan input sampai dengan menghasilkan output. Jika salah satu unsur tersebut hilang, maka perusahaan tidak mampu menghasilkan kompetensi kerja karyawan secara produktif. Keseluruhan aspek yang mempengaruhi kompetensi diatas, knowledge, skill dan attitude adalah kecakapan yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung (visible). Dalam perilaku sehari-hari kita dapat dengan mudah mengetahui keterampilan dan pengetahuan seseorang. Maka melalui suatu kompetensi tertentu karyawan akan dapat bekerja secara baik dan berkualitas dalam bidangnya. 2.3. Kerangka Konseptual Menurut Spenser & Spenser dalam Hutapea dan Thoha (2008:5) kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang terdiri dari knowledge, skill dan attitude Universitas Sumatera Utara yang ada hubungan sebab-akibatnya dengan prestasi kerja yang luar biasa atau dengan efektifitas kerja. Knowledge (pengetahuan) merupakan kemampuan yang dimiliki pegawai yang berorientasi pada cara pengoperasian mesin, pemahaman semua aturan dan teori yang berkaitan dengan pekerjaan, pelayanan yang baik serta berfikir kreatif dan memberikan ide-ide dalam pekerjaan, skill (keterampilan) merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja sama, memecahkan masalah dan berkomunikasi serta bertanggung jawab dalam pekerjaan sedangkan attitude (sikap), yaitu perasaan senang-tidak senang, suka-tidak suka atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Motivasi didefinisikan oleh Stanford (dalam Mangkunegara, 2002:93) bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, motivasi kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapatlah dibuat secara skematis kerangka koseptual dalam penelitian yang dapat ditunjukkan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara KOMPETENSI (X) : • • • Pengetahuan (X1) Keterampilan (X2) Sikap (X3) KINERJA PEGAWAI (Y) MOTIVASI (X4) Gambar 2.7 Kerangka Konseptual Berdasarkan Gambar 2.7 kerangka konseptual, dapat dijelaskan bahwa kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi mempengaruhi kinerja pegawai. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian yang dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah, ”Kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap serta motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai di PDAM Tirtanadi Cabang Padang Bulan”. Universitas Sumatera Utara