Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak

advertisement
Table of Contents
No.
Title
Page
1
Hubungan antara Self Efficacy dengan Kecemasan pada Remaja yang Putus
Sekolah
60 - 66
2
Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan
Hydrocephalus
67 - 71
3
Studi Perbandingan Kemampuan Working Memory pada Pecandu Ganja dan Non
Pecandu Ganja
72 - 78
4
Hubungan antara Persepsi Dukungan Sosial dengan Tingkat Kecemasan pada
Penderita Leukemia
79 - 84
5
Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung
Koroner
85 - 89
6
Hubungan antara Gaya Belajar dengan Metode Pengajaran Guru SMA di
Kawasan Surabaya
90 - 96
7
Hubungan Antara Faktor Kepribadian Big Five dengan Perilaku Prososial pada
Mahasiswa Keperawatan
97 - 104
8
Hubungan antara Disonansi Kognitif dengan Keterlibatan Siswa dalam Menempuh
Pendidikan Formal di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar
105 - 112
Vol. 3 - No. 2 / 2014-08
TOC : 2, and page : 67 - 71
Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus
Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus
Author :
Wa Ode Maharani | [email protected]
Fakultas Psikologi
Margaretha |
Fakultas Psikologi
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan coping yang digunakan oleh ibu dari anak yang memiliki kelainan
hydrocephalus dalam menghadapi kondisi anak. Coping dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan individu
dalam mengatasi stres akibat kondisi anak yang mengalami kelainan hydrocephalus agar dapat menciptakan kondisi
psikologis yang positif yang akan berpengaruh pada pengasuhan terhadap anak (Lazaruz & Folkman, 1988, dalam
Mitchell, 2004). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Fokus penelitian
ini meliputi stres dan coping yang digunakan oleh ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus. Penelitian ini
mengikutsertakan 4 subjek penelitian. Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis tematik
dengan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah dibuat verbatim dan catatan lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa stres yang dialami ibu dikarenakan kondisi fisik anak yang serta persepsi ibu bahwa lingkungan
memandang negatif mengenai kondisi anak. Coping yang digunakan ibu yang memiliki anak dengan kelainan
hydrocephalus termasuk dalam dua fungsi coping yaitu: 1) emotion focused coping, berupa menghibur diri sendiri,
menciptakan arti positif dari situasi, mendekatkan diri kepada Tuhan, berpikir realistis dan positif terhadap kondisi anak,
serta mencari dukungan emosional, dan 2) problem focused coping, berupa mencari informasi mengenai penanganan
medis serta pengetahuan mengenai penyakit, membuat keputusan untuk memberikan penanganan yang tepat meski
memiliki resiko yang cukup tinggi. Dukungan sosial memiliki peran penting dalam usaha ibu melakukan coping.
Keyword : Hydrocephalus, Ibu, Stres, Coping, ,
Daftar Pustaka :
1. Gupta, R. J., Kaur, H, (2010). Stress Among Parents of Children with Intellectual Disability. Vol. 21, No. 2 : Journal of
Asia Pacific Disability Rehabilitation
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan
Kelainan Hydrocephalus
Wa Ode Maharani
Margaretha
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract.
This study aims to determine the stress and coping used by mothers of children with
hydrocephalus to face of the child’s condition. Coping in this study was defined as an individual’s
ability to overcome the stress of the condition of children with hydrocephalus disorders in order
to create a positive psychological conditions that will affect the care of children (Lazaruz &
Folkman, 1988, in Mitchell, 2004). This study used a qualitative approach with the intrinsic case
study method. The focuses of the study are stress and coping used by mothers of children with
hydrocephalus. This study engages four subjects. Data analysis techniques used in this study
is thematic analysis with coding of the transcripts of interviews that have been made verbatim
and field notes.. This study showed that maternal stress is resulted child’s physical condition
and mothers’ perception about others. Coping used by mothers of children with hydrocephalus
included in the two functions of coping: 1) emotion focused coping, in the form of entertaining
herself, create a positive sense of the situation, get closer to God, being realistic and positive
impact on the child’s condition, as well as finding emotional support, and 2) problem focused
coping, in the form of seeking information about medical treatment and knowledge about the
disease, made the decision to provide proper treatment despite having a fairly high risk. Social
support has an important role for mother to cope the situation
Keywords : Hydrocephalus; Mother; Stress; Coping
Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan coping yang digunakan oleh ibu dari
anak yang memiliki kelainan hydrocephalus dalam menghadapi kondisi anak. Coping dalam
penelitian ini diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengatasi stres akibat kondisi
anak yang mengalami kelainan hydrocephalus agar dapat menciptakan kondisi psikologis
yang positif yang akan berpengaruh pada pengasuhan terhadap anak (Lazaruz & Folkman,
1988, dalam Mitchell, 2004). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode studi kasus intrinsik. Fokus penelitian ini meliputi stres dan coping yang digunakan
oleh ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus. Penelitian ini mengikutsertakan
4 subjek penelitian. Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
tematik dengan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah dibuat verbatim dan
catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres yang dialami ibu dikarenakan
kondisi fisik anak yang serta persepsi ibu bahwa lingkungan memandang negatif mengenai
kondisi anak. Coping yang digunakan ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus
termasuk dalam dua fungsi coping yaitu: 1) emotion focused coping, berupa menghibur diri
sendiri, menciptakan arti positif dari situasi, mendekatkan diri kepada Tuhan, berpikir realistis
dan positif terhadap kondisi anak, serta mencari dukungan emosional, dan 2) problem focused
Korespondensi :
Wa Ode Maharani, email : [email protected]
Margaretha, email : [email protected]
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, Jl. Airlangga No. 4 - 6 Surabaya
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 03 No. 2, Agustus 2014
67
Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus
coping, berupa mencari informasi mengenai penanganan medis serta pengetahuan mengenai
penyakit, membuat keputusan untuk memberikan penanganan yang tepat meski memiliki
resiko yang cukup tinggi. Dukungan sosial memiliki peran penting dalam usaha ibu melakukan
coping.
Kata kunci : Hydrocephalus; Ibu; Stres; Coping
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, sebanyak 20 bayi
yang baru lahir menderita hydrocephalus dari
setiap 10.000 kelahiran di Indonesia (Anggita,
2012). Hydrocephalus adalah suatu keadaan
dimana terjadi penambahan volume dari cairan
serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel
dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan
oleh karena terdapat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorpsi dari cairan serebrospinalis
(Gilroy, 1979; Moffet, 1986; Papile, 1990; dalam
Sri dkk, 2006). Hydrocephalus secara umum
ditangani dengan prosedur pembedahan, dimana
sebuah tabung yang disebut shunt diletakkan
di dalam tubuh seorang anak (Hydrocephalus
Association, 2002).
Kelainan
hydrocephalus
merupakan
suatu kondisi dimana dapat mempengaruhi
banyak aspek kehidupan anak. Anak dengan
hydrocephalus menghadapi banyak tantangan
dan orang tua mereka memiliki peran dalam
membantu mereka menghadapi tantangan
tersebut (Kulkarni, 2007). Terdapat beberapa
kemungkinan komplikasi yang terjadi pada
anak yang mengalami hydrocephalus, antara lain
seperti kecacatan mental dan fisik serta adanya
dampak dari penggunaan shunt seperti infeksi
ataupun komplikasi serius lainnya.
Memiliki anak dengan penyakit serius, dapat
menimbulkan efek psikologis yang mengganggu
pada orang tua (Kent dkk, 2000; dalam Kulkarni,
2007). Perhatian terhadap kesehatan anak mereka
dan masa depan anak dapat menimbulkan stres
(Ohleyer dkk, 2007; dalam Kulkarni 2007) yang
tidak hanya mempengaruhi kesehatan orang tua
tetapi dapat berdampak pada anak. Beberapa
penelitian yang mengulas kondisi psikologis
orang tua yang memiliki anak dengan gangguan
tertentu ataupun keterbatasan menjelaskan
bahwa orang tua yang memiliki anak dengan
keterbatasan menunjukkan perasaan bersalah
68
yang luar biasa kesedihan yang mendalam, tidak
memiliki harapan yang kuat dalam masa depan,
memiliki tujuan yang tidak realistis, bentuk reaksi
ingin melarikan diri dan akhirnya berpaling untuk
menerima anak (Gupta & Kaur, 2010). Stres yang
dialami ibu lebih tinggi dibandingkan dengan
stres ayah (Upadhyaya dan Havalappanavar, 2008)
dan stres secara ekonomi dilipatgandakan dengan
adanya biaya rumah sakit dan perawatan medis.
Kehidupan sosial orangtua pun menjadi tidak
baik. Hal tersebut mungkin dikarenakan mereka
takut ditolak oleh teman atau kerabat (Vijesh &
Sukumaran, 2007).
Kelainan hydrocephalus adalah suatu
kondisi yang dapat mempengaruhi banyak aspek
pada kehidupan anak. Peran unit keluarga penting
bagi hampir semua anak-anak ini. Kulkarni
(2007) menemukan dalam penelitian sebelumnya
bahwa pengobatan medis anak hydrocephalus
yang intensif membutuhkan peran aktif dari
orang tua. Smith (2010) mereview beberapa
penelitian mengenai anak dengan kelainan
hydrocephalus dan menemukan bahwa orangtua
yang tinggal dengan anak dengan spina bifida
dan hydrocephalus mempengaruhi kualitas hidup
keluarga karena beban memenuhi kebutuhan
perawatan intensif secara terus-menerus untuk
anak dan hal tersebut menimbulkan tekanan
dalam hubungan keluarga (Smith, 2010).
Orangtua khususnya ibu yang memiliki
anak dengan kelainan hydrocephalus akan
mengalami stres yang cukup tinggi dikarenakan
hydrocephalus merupakan suatu kelainan yang
membutuhkan perawatan secara rutin dan cukup
sulit serta akan memakan biaya perawatan yang
cukup tinggi. Stres yang dialami orang tua dapat
menyebabkan masalah perkawinan. Terdapat
beberapa kasus di Indonesia dimana orangtua
bercerai lantaran stres menghadapi penyakit
yang diderita anaknya, yaitu hydrocephalus.
Hal tersebut disebabkan juga karena masalah
ekonomi yang menjadi alasan utama (Wajo, 2011).
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 03 No. 2, Agustus 2014
Wa Ode Maharani & Margaretha
Stress dan Coping Stress
Stres merupakan suatu keadaan yang
mengarahkan seseorang untuk memahami
perbedaan antara tuntutan fisik atau psikologis
dalam suatu situasi dengan sumber daya yang
dimiliki baik biologis, psikologis maupun sistem
sosial seseorang (Lazarus & Folkman, 1984b;
Lovallo, 2005; Trumbull & Appley, 1986; dalam
Sarafino, 2008). Stres muncul apabila seseorang
merasa sumber yang dimiliki tidak cukup untuk
menghadapi tuntutan yang dihadapi (Sarafino,
2008).
Bayi, anak-anak, orang dewasa semua
mengalami stres. Sumber stres mungkin berubah
seiring perkembangan seseorang, tetapi kondisi
stres dapat terjadi kapanpun selama masa hidup.
Ketika anak menderita penyakit kronis yang cukup
serius, keluarga harus beradaptasi dengan stres
jangka panjang (Johnson, 1985; Leventhal dkk,
1985; Quittner dkk, 1998; dalam Sarafino, 2008).
Keluarga menghadapi keputusan-keputusan sulit
dan harus mempelajari penyakit dan bagaimana
merawat anak. Kebutuhan medis anak mahal, dan
beban ini menambah stres keluarga.
Keadaan stres yang dialami oleh para ibu
dari anak-anak yang mengalami hydrocephalus
membuat mereka harus melakukan usaha dalam
menghadapi atau mengatasi stres atau yang bisa
disebut dengan coping. Lazarus dan Folkman
(1984, dalam Mitchell, 2004) mendefinisikan
coping sebagai usaha merubah pemikiran atau
tindakan untuk mengelola tuntutan internal dan
eksternal yang dinilai berat dan melebihi sumber
daya yang dimiliki individu. Menurut Richard
Lazarus dan kawan-kawan dalam Sarafino (2008),
coping memiliki dua fungsi utama. Fungsi tersebut
dapat mengubah masalah yang menyebabkan
stres atau dapat mengatur respon emosional
terhadap masalah tersebut. Fungsi coping yang
pertama adalah emotional-focused coping yang
bertujuan mengontrol respon emosional dalam
situasi yang menyebabkan stres. Seseorang dapat
mengatur respon emosional mereka melalui
pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif.
Seseorang cenderung menggunakan pendekatan
emotion-focused ketika mereka percaya mereka
dapat melakukan hal kecil untuk merubah kondisi
stres (Lazarus & Folkman, 1984; dalam Sarafino,
2008). Fungsi yang kedua adalah problem-focused
coping, merupakan pendekatan yang bertujuan
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 03 No. 2, Agustus 2014
untuk menurunkan tuntutan dari situasi stres atau
memperluas sumber daya untuk menghadapinya.
Seseorang cenderung menggunakan pendekatan
problem-focused ketika mereka percaya sumber
daya atau tuntutan mereka dalam suatu situasi
dapat berubah (Lazarus & Folkman, 1984; dalam
Sarafino, 2008).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat deskriptif untuk
menggambarkan bagaimana stres dan coping ibu
dalam menghadapi kondisi anak dengan kelainan
hydrocephalus. Penelitian ini menggunakan tipe
penelitian studi kasus. Jenis studi kasus yang
dipilih dalam penelitian ini adalah studi kasus
instrinsik dimana penelitian dilakukan karena
ketertarikan atau kepedulian kasus khusus.
Penelitian dilakukan untuk memahami secara
utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan
untuk menghasilkan konsep-konsep dan teori
ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi
(Poerwandari, 2011).
Subjek penelitian adalah ibu kandung dari
anak yang mengalami kelainan hydrocephalus,
tinggal bersama dengan anak serta merawat anak
dalam kehidupan sehari-hari. Teknik penggalian
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik wawancara. Jenis wawancara yang akan
dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
dengan pedoman umum. Tipe wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam atau depth interview.
HASIL DAN BAHASAN
Melahirkan anak secara normal dan melihat
kondisi anak dengan sempurna pasti menjadi
harapan semua wanita atau ibu di dunia. Namun
ketika anak mengalami kelainan yang tampak
pada kondisi fisiknya akan menimbulkan efek
psikologis yang akan mengganggu pada orang tua
(Kent, King, & Cochrane, 200; dalam Kulkarni,
2007). Memikirkan kondisi anak, perawatan
medis yang akan dijalani oleh anak, masa depan
anak, serta waktu yang harus diberikan untuk
mengasuh anak secara intensif akan menimbulkan
stres pada orang tua dan akan berpengaruh pada
hubungan keluarga dikarenakan hal tersebut
akan menjadi beban untuk keluarga (Kulkarni,
69
Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus
2007; Smith, 2010).
Pada penelitian ini ditemukan orang
tua khususnya ibu yang memiliki anak dengan
kelainan hydrocephalus mengalami stres dalam
menghadapi kondisi anak. Hal yang memicu
munculnya stres pada ibu antara lain adalah
kondisi fisik anak yang tampak berbeda dengan
anak normal pada umumnya, serta pandangan
orang lain terhadap kondisi anak. Keempat subjek
mengalami shock dan sedih serta bingung pada
saat pertama kali mengetahui kondisi anaknya
yang telah terdiagnosa hydrocephalus. Beberapa
subjek bingung bagaimana cara memberikan
penanganan yang tepat untuk anak. Pada awalnya,
keempat subjek sempat menghindari lingkungan
sekitar karena rasa malu atas kondisi fiisik
anak. Permasalahan keuangan juga terjadi pada
beberapa subjek dalam penelitian ini. Pengobatan
yang membutuhkan biaya yang besar membuat
subjek kesulitan untuk memberikan penanganan
medis sesegera mungkin untuk anak. Namun hal
tersebut tidak lagi menjadi beban ketika mereka
mendapatkan bantuan dana dari pihak-pihak
tertentu.
Dalam
menghadapi
situasi
yang
menimbulkan stres, keempat subjek melakukan
usaha untuk mengatasi stres tersebut atau dapat
disebut dengan coping stress. Coping memiliki
dua fungsi yaitu emotion focused coping dan
problem focused coping. Pada penelitian ini,
coping yang digunakan ibu yang memiliki anak
dengan kelainan hydrocephalus adalah emotion
focused coping dan problem focused coping.
Keempat subjek dalam penelitian ini cenderung
menggunakan kedua jenis coping tersebut dalam
menghadapi kondisi anak dengan kelainan
hydrocephalus. Secara emosional (emotionfocused coping), ibu yang memiliki anak dengan
kelainan hydrocephalus lebih banyak melakukan
usaha dalam menghadapi kondisi anak dengan
banyak berdoa, mendekatkan diri dengan Tuhan,
mengambil hikmah positif dari kondisi anak, dan
melihat anak-anak lain yang memiliki kondisi
sama atau bahkan lebih parah dibandingkan
dengan anaknya. Hal tersebut sesuai dengan salah
satu bentuk coping yang dikemukakan Lazarus
dan Folkman (1984, dalam Sarafino, 2008) yaitu
bentuk positive reappraisal dimana individu
menciptakan arti positif dalam situasi dan
terkadang melibatkan aspek religius. Sedangkan
bentuk coping berupa tindakan (problem70
focused coping) ditunjukkan dengan berusaha
mencari referensi serta pengetahuan lebih banyak
mengenai kelainan yang dialami oleh anak. Selain
itu mencari penanganan yang terbaik untuk anak
dilakukan untuk kesembuhan anak. Beberapa
dari mereka juga memutuskan untuk berhenti
dari aktivitas apapun di luar rumah demi merawat
anak. Meski menyadari bahwa perkembangan
anak nantinya akan terhambat karena kondisi
fisiknya, mereka tetap optimis untuk terus
mengembangkan anak mereka selayaknya anakanak normal lainnya.
Dukungan sosial merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
melakukan coping. Penelitian dari Jones dan
Passey (2004) menjelaskan bahwa orang tua yang
mendapatkan dukungan sosial mengalami tingkat
stres yang rendah terkait dengan keuangan,
penanganan medis serta dukungan keluarga.
Dalam penelitian tersebut juga menyebutkan
beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa
dukungan sosial memiliki pengaruh penting
untuk menurunkan tingkat stres pada orang tua
yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus.
Menurut Judge (1998, dalam Pritzlaff, 2001)
mencari dukungan sosial merupakan hal positif
terkait dengan kepercayaan diri keluarga yang
memiliki anak dengan keterbatasan. Hal tersebut
terbukti pada penelitian ini dimana subjek dapat
menumbuhkan rasa percaya diri kembali dan
dapat menerima kondisi anaknya karena adanya
dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan
sekitar. Dukungan tersebut baik bersifat bantuan
maupun dukungan emosi mampu membuat
subjek semakin termotivasi dalam mengasuh
serta penanganan medis anak. Dukungan
sosial tersebut berpengaruh dalam usaha ibu
menghadapi kondisi anak, misalnya dengan
adanya dukungan emosional yang diberikan, ibu
dengan anak hydrocephalus lebih memandang
positif terhadap situasi yang dihadapi. Dukungan
emosi tersebut membuat subjek lebih percaya
diri dan optimis terhadap perkembangan kondisi
anak dengan kelainan hydrocephalus.
SIMPULAN DAN SARAN
Ibu yang memiliki anak dengan kelainan
hydrocephalus mengalami stres yang ditunjukkan
dengan perasaan shock, sedih, kecewa, dan malu
saat pertama kali mengetahui kondisi anaknya.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 03 No. 2, Agustus 2014
Wa Ode Maharani & Margaretha
Hal yang memicu munculnya stres pada ibu
adalah kondisi fisik anak, persepsi mereka
terhadap pandangan orang lain mengenai anak,
serta permasalahan finansial untuk beberapa
subjek. Keempat subjek mencoba melakukan
usaha dalam menghadapi situasi stres tersebut
(coping). Usaha-usaha yang dilakukan keempat
subjek antara lain mencari informasi sebanyak
mungkin mengenai kelainan hydrocephalus dan
penanganan yang harus dilakukan, memberikan
penanganan terbaik untuk anak, dan beberapa
subjek memilih untuk berhenti dari kegiatan
di luar rumah demi mengasuh anaknya. Selain
melakukan tindakan sebagai usaha menghadapi
kondisi anak, keempat subjek juga berusaha untuk
memodulasi perasaan agar lebih tenang dan kuat
dalam menerima kondisi anak, berpikir positif
terhadap situasi yang dihadapi, lebih banyak
mendekatkan diri kepada Tuhan, serta mencari
dukungan secara emosi dengan melakukan
sharing dengan keluarga ataupun teman.
Dukungan sosial merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam usaha subjek menghadapi
kondisi anak dengan kelainan hydrocephalus.
Dukungan secara emosi yang diberikan keluarga
dan lingkungan membuat subjek lebih percaya
diri dan optimis terhadap perkembangan kondisi
anak dengan kelainan hydrocephalus.
PUSTAKA ACUAN
Anggita. (2012). Mengenal Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 27 April 2012 dari http://www.
motherandbaby.co.id/artikel/baca/2012/1129/Mengenal-Hydrocephalus.html
Gupta, R. J., Kaur, H. (2010). Stress Among Parents of Children with Intellectual Disability. Journal of Asia
Pacific Disability Rehabilitation Vol. 21, No. 2.
Hydrocephalus Association. (2002). About Hydrocephalus-A Book for Parents. San Fransisco: University
of California.
Jones, J., Passey, J. (2004). Family Adaptation, Coping and Resources: Parents of Children with
Developmental Disabilities and Behavior Problems. Journal of Developmental Disabilities Vol. 11,
No. 1.
Kulkarni, A. V. (2007). Assessment of Mother and Father Concern in Childhood Hydrocephalus. Journal
of Qual Life Res Vol 16, 1501-1509.
Mitchell, D. (2004). Stress, Coping, and Appraisal in an HIV-Seropositive Rural Sample: A Test of The
Goodness-of-fit Hypothesis. Thesis.
Poerwandari, E. K. (2011). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.
Pritzlaff, A. (2001). Examing The Coping Strategies of Parents who Have Children with Disabilities. Thesis.
Stout: University of Wisconsin.
Sarafino, E. P. (2008). Health Psychology: Sixth Edition. New York: John Willey & Sons.
Smith, J. (2010). Parents’ management of their child’s hydrocephalus and shunt. School of Healthcare:
The University of Leeds.
Sri, S., & Nari. (2006). Hidrosefalus. Dexa Media No. 1, Vol. 19.
Upadhyaya, G. R., & Havalappanavar, N. B. (2008). Stress in Parents of the Mentally Challenged. Journal
of the Indian Academy of Applied Psychology Vol. 34, 53-59.
Vijesh, P. V., Sukumaran, P. S. (2007). Stress Among Mothers of Children With Cerebral Palsy Attending
Special Schools. Asia Pacific Disability Rehabilitation Journal Vol. 18 No. 1.
Wajo. (2011). Tak Tahan Punya Bayi Hydrocephalus, Orangtua Cerai. Diakses pada tanggal 31 Oktober
2011
dari
http://news.okezone.com/read/2011/10/20/340/518034/tak-tahan-punya-bayihydrocephalus-orangtua-cerai
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 03 No. 2, Agustus 2014
71
Download