Table of Contents No. Title Page 1 Hubungan antara Self Efficacy dengan Kecemasan pada Remaja yang Putus Sekolah 60 - 66 2 Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus 67 - 71 3 Studi Perbandingan Kemampuan Working Memory pada Pecandu Ganja dan Non Pecandu Ganja 72 - 78 4 Hubungan antara Persepsi Dukungan Sosial dengan Tingkat Kecemasan pada Penderita Leukemia 79 - 84 5 Hubungan antara Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat pada Penderita Jantung Koroner 85 - 89 6 Hubungan antara Gaya Belajar dengan Metode Pengajaran Guru SMA di Kawasan Surabaya 90 - 96 7 Hubungan Antara Faktor Kepribadian Big Five dengan Perilaku Prososial pada Mahasiswa Keperawatan 97 - 104 8 Hubungan antara Disonansi Kognitif dengan Keterlibatan Siswa dalam Menempuh Pendidikan Formal di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 105 - 112 Vol. 3 - No. 2 / 2014-08 TOC : 2, and page : 67 - 71 Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus Author : Wa Ode Maharani | [email protected] Fakultas Psikologi Margaretha | Fakultas Psikologi Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan coping yang digunakan oleh ibu dari anak yang memiliki kelainan hydrocephalus dalam menghadapi kondisi anak. Coping dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengatasi stres akibat kondisi anak yang mengalami kelainan hydrocephalus agar dapat menciptakan kondisi psikologis yang positif yang akan berpengaruh pada pengasuhan terhadap anak (Lazaruz & Folkman, 1988, dalam Mitchell, 2004). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Fokus penelitian ini meliputi stres dan coping yang digunakan oleh ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus. Penelitian ini mengikutsertakan 4 subjek penelitian. Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis tematik dengan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah dibuat verbatim dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres yang dialami ibu dikarenakan kondisi fisik anak yang serta persepsi ibu bahwa lingkungan memandang negatif mengenai kondisi anak. Coping yang digunakan ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus termasuk dalam dua fungsi coping yaitu: 1) emotion focused coping, berupa menghibur diri sendiri, menciptakan arti positif dari situasi, mendekatkan diri kepada Tuhan, berpikir realistis dan positif terhadap kondisi anak, serta mencari dukungan emosional, dan 2) problem focused coping, berupa mencari informasi mengenai penanganan medis serta pengetahuan mengenai penyakit, membuat keputusan untuk memberikan penanganan yang tepat meski memiliki resiko yang cukup tinggi. Dukungan sosial memiliki peran penting dalam usaha ibu melakukan coping. Keyword : Hydrocephalus, Ibu, Stres, Coping, , Daftar Pustaka : 1. Gupta, R. J., Kaur, H, (2010). Stress Among Parents of Children with Intellectual Disability. Vol. 21, No. 2 : Journal of Asia Pacific Disability Rehabilitation Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus Wa Ode Maharani Margaretha Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This study aims to determine the stress and coping used by mothers of children with hydrocephalus to face of the child’s condition. Coping in this study was defined as an individual’s ability to overcome the stress of the condition of children with hydrocephalus disorders in order to create a positive psychological conditions that will affect the care of children (Lazaruz & Folkman, 1988, in Mitchell, 2004). This study used a qualitative approach with the intrinsic case study method. The focuses of the study are stress and coping used by mothers of children with hydrocephalus. This study engages four subjects. Data analysis techniques used in this study is thematic analysis with coding of the transcripts of interviews that have been made verbatim and field notes.. This study showed that maternal stress is resulted child’s physical condition and mothers’ perception about others. Coping used by mothers of children with hydrocephalus included in the two functions of coping: 1) emotion focused coping, in the form of entertaining herself, create a positive sense of the situation, get closer to God, being realistic and positive impact on the child’s condition, as well as finding emotional support, and 2) problem focused coping, in the form of seeking information about medical treatment and knowledge about the disease, made the decision to provide proper treatment despite having a fairly high risk. Social support has an important role for mother to cope the situation Keywords : Hydrocephalus; Mother; Stress; Coping Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan coping yang digunakan oleh ibu dari anak yang memiliki kelainan hydrocephalus dalam menghadapi kondisi anak. Coping dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengatasi stres akibat kondisi anak yang mengalami kelainan hydrocephalus agar dapat menciptakan kondisi psikologis yang positif yang akan berpengaruh pada pengasuhan terhadap anak (Lazaruz & Folkman, 1988, dalam Mitchell, 2004). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Fokus penelitian ini meliputi stres dan coping yang digunakan oleh ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus. Penelitian ini mengikutsertakan 4 subjek penelitian. Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis tematik dengan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah dibuat verbatim dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres yang dialami ibu dikarenakan kondisi fisik anak yang serta persepsi ibu bahwa lingkungan memandang negatif mengenai kondisi anak. Coping yang digunakan ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus termasuk dalam dua fungsi coping yaitu: 1) emotion focused coping, berupa menghibur diri sendiri, menciptakan arti positif dari situasi, mendekatkan diri kepada Tuhan, berpikir realistis dan positif terhadap kondisi anak, serta mencari dukungan emosional, dan 2) problem focused Korespondensi : Wa Ode Maharani, email : [email protected] Margaretha, email : [email protected] Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, Jl. Airlangga No. 4 - 6 Surabaya Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 2, Agustus 2014 67 Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus coping, berupa mencari informasi mengenai penanganan medis serta pengetahuan mengenai penyakit, membuat keputusan untuk memberikan penanganan yang tepat meski memiliki resiko yang cukup tinggi. Dukungan sosial memiliki peran penting dalam usaha ibu melakukan coping. Kata kunci : Hydrocephalus; Ibu; Stres; Coping PENDAHULUAN Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, sebanyak 20 bayi yang baru lahir menderita hydrocephalus dari setiap 10.000 kelahiran di Indonesia (Anggita, 2012). Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi penambahan volume dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari cairan serebrospinalis (Gilroy, 1979; Moffet, 1986; Papile, 1990; dalam Sri dkk, 2006). Hydrocephalus secara umum ditangani dengan prosedur pembedahan, dimana sebuah tabung yang disebut shunt diletakkan di dalam tubuh seorang anak (Hydrocephalus Association, 2002). Kelainan hydrocephalus merupakan suatu kondisi dimana dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan anak. Anak dengan hydrocephalus menghadapi banyak tantangan dan orang tua mereka memiliki peran dalam membantu mereka menghadapi tantangan tersebut (Kulkarni, 2007). Terdapat beberapa kemungkinan komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami hydrocephalus, antara lain seperti kecacatan mental dan fisik serta adanya dampak dari penggunaan shunt seperti infeksi ataupun komplikasi serius lainnya. Memiliki anak dengan penyakit serius, dapat menimbulkan efek psikologis yang mengganggu pada orang tua (Kent dkk, 2000; dalam Kulkarni, 2007). Perhatian terhadap kesehatan anak mereka dan masa depan anak dapat menimbulkan stres (Ohleyer dkk, 2007; dalam Kulkarni 2007) yang tidak hanya mempengaruhi kesehatan orang tua tetapi dapat berdampak pada anak. Beberapa penelitian yang mengulas kondisi psikologis orang tua yang memiliki anak dengan gangguan tertentu ataupun keterbatasan menjelaskan bahwa orang tua yang memiliki anak dengan keterbatasan menunjukkan perasaan bersalah 68 yang luar biasa kesedihan yang mendalam, tidak memiliki harapan yang kuat dalam masa depan, memiliki tujuan yang tidak realistis, bentuk reaksi ingin melarikan diri dan akhirnya berpaling untuk menerima anak (Gupta & Kaur, 2010). Stres yang dialami ibu lebih tinggi dibandingkan dengan stres ayah (Upadhyaya dan Havalappanavar, 2008) dan stres secara ekonomi dilipatgandakan dengan adanya biaya rumah sakit dan perawatan medis. Kehidupan sosial orangtua pun menjadi tidak baik. Hal tersebut mungkin dikarenakan mereka takut ditolak oleh teman atau kerabat (Vijesh & Sukumaran, 2007). Kelainan hydrocephalus adalah suatu kondisi yang dapat mempengaruhi banyak aspek pada kehidupan anak. Peran unit keluarga penting bagi hampir semua anak-anak ini. Kulkarni (2007) menemukan dalam penelitian sebelumnya bahwa pengobatan medis anak hydrocephalus yang intensif membutuhkan peran aktif dari orang tua. Smith (2010) mereview beberapa penelitian mengenai anak dengan kelainan hydrocephalus dan menemukan bahwa orangtua yang tinggal dengan anak dengan spina bifida dan hydrocephalus mempengaruhi kualitas hidup keluarga karena beban memenuhi kebutuhan perawatan intensif secara terus-menerus untuk anak dan hal tersebut menimbulkan tekanan dalam hubungan keluarga (Smith, 2010). Orangtua khususnya ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus akan mengalami stres yang cukup tinggi dikarenakan hydrocephalus merupakan suatu kelainan yang membutuhkan perawatan secara rutin dan cukup sulit serta akan memakan biaya perawatan yang cukup tinggi. Stres yang dialami orang tua dapat menyebabkan masalah perkawinan. Terdapat beberapa kasus di Indonesia dimana orangtua bercerai lantaran stres menghadapi penyakit yang diderita anaknya, yaitu hydrocephalus. Hal tersebut disebabkan juga karena masalah ekonomi yang menjadi alasan utama (Wajo, 2011). Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 2, Agustus 2014 Wa Ode Maharani & Margaretha Stress dan Coping Stress Stres merupakan suatu keadaan yang mengarahkan seseorang untuk memahami perbedaan antara tuntutan fisik atau psikologis dalam suatu situasi dengan sumber daya yang dimiliki baik biologis, psikologis maupun sistem sosial seseorang (Lazarus & Folkman, 1984b; Lovallo, 2005; Trumbull & Appley, 1986; dalam Sarafino, 2008). Stres muncul apabila seseorang merasa sumber yang dimiliki tidak cukup untuk menghadapi tuntutan yang dihadapi (Sarafino, 2008). Bayi, anak-anak, orang dewasa semua mengalami stres. Sumber stres mungkin berubah seiring perkembangan seseorang, tetapi kondisi stres dapat terjadi kapanpun selama masa hidup. Ketika anak menderita penyakit kronis yang cukup serius, keluarga harus beradaptasi dengan stres jangka panjang (Johnson, 1985; Leventhal dkk, 1985; Quittner dkk, 1998; dalam Sarafino, 2008). Keluarga menghadapi keputusan-keputusan sulit dan harus mempelajari penyakit dan bagaimana merawat anak. Kebutuhan medis anak mahal, dan beban ini menambah stres keluarga. Keadaan stres yang dialami oleh para ibu dari anak-anak yang mengalami hydrocephalus membuat mereka harus melakukan usaha dalam menghadapi atau mengatasi stres atau yang bisa disebut dengan coping. Lazarus dan Folkman (1984, dalam Mitchell, 2004) mendefinisikan coping sebagai usaha merubah pemikiran atau tindakan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang dinilai berat dan melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Menurut Richard Lazarus dan kawan-kawan dalam Sarafino (2008), coping memiliki dua fungsi utama. Fungsi tersebut dapat mengubah masalah yang menyebabkan stres atau dapat mengatur respon emosional terhadap masalah tersebut. Fungsi coping yang pertama adalah emotional-focused coping yang bertujuan mengontrol respon emosional dalam situasi yang menyebabkan stres. Seseorang dapat mengatur respon emosional mereka melalui pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif. Seseorang cenderung menggunakan pendekatan emotion-focused ketika mereka percaya mereka dapat melakukan hal kecil untuk merubah kondisi stres (Lazarus & Folkman, 1984; dalam Sarafino, 2008). Fungsi yang kedua adalah problem-focused coping, merupakan pendekatan yang bertujuan Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 2, Agustus 2014 untuk menurunkan tuntutan dari situasi stres atau memperluas sumber daya untuk menghadapinya. Seseorang cenderung menggunakan pendekatan problem-focused ketika mereka percaya sumber daya atau tuntutan mereka dalam suatu situasi dapat berubah (Lazarus & Folkman, 1984; dalam Sarafino, 2008). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan bagaimana stres dan coping ibu dalam menghadapi kondisi anak dengan kelainan hydrocephalus. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian studi kasus. Jenis studi kasus yang dipilih dalam penelitian ini adalah studi kasus instrinsik dimana penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep dan teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2011). Subjek penelitian adalah ibu kandung dari anak yang mengalami kelainan hydrocephalus, tinggal bersama dengan anak serta merawat anak dalam kehidupan sehari-hari. Teknik penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara. Jenis wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Tipe wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam atau depth interview. HASIL DAN BAHASAN Melahirkan anak secara normal dan melihat kondisi anak dengan sempurna pasti menjadi harapan semua wanita atau ibu di dunia. Namun ketika anak mengalami kelainan yang tampak pada kondisi fisiknya akan menimbulkan efek psikologis yang akan mengganggu pada orang tua (Kent, King, & Cochrane, 200; dalam Kulkarni, 2007). Memikirkan kondisi anak, perawatan medis yang akan dijalani oleh anak, masa depan anak, serta waktu yang harus diberikan untuk mengasuh anak secara intensif akan menimbulkan stres pada orang tua dan akan berpengaruh pada hubungan keluarga dikarenakan hal tersebut akan menjadi beban untuk keluarga (Kulkarni, 69 Stress dan Coping Stress Ibu yang Memiliki Anak dengan Kelainan Hydrocephalus 2007; Smith, 2010). Pada penelitian ini ditemukan orang tua khususnya ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus mengalami stres dalam menghadapi kondisi anak. Hal yang memicu munculnya stres pada ibu antara lain adalah kondisi fisik anak yang tampak berbeda dengan anak normal pada umumnya, serta pandangan orang lain terhadap kondisi anak. Keempat subjek mengalami shock dan sedih serta bingung pada saat pertama kali mengetahui kondisi anaknya yang telah terdiagnosa hydrocephalus. Beberapa subjek bingung bagaimana cara memberikan penanganan yang tepat untuk anak. Pada awalnya, keempat subjek sempat menghindari lingkungan sekitar karena rasa malu atas kondisi fiisik anak. Permasalahan keuangan juga terjadi pada beberapa subjek dalam penelitian ini. Pengobatan yang membutuhkan biaya yang besar membuat subjek kesulitan untuk memberikan penanganan medis sesegera mungkin untuk anak. Namun hal tersebut tidak lagi menjadi beban ketika mereka mendapatkan bantuan dana dari pihak-pihak tertentu. Dalam menghadapi situasi yang menimbulkan stres, keempat subjek melakukan usaha untuk mengatasi stres tersebut atau dapat disebut dengan coping stress. Coping memiliki dua fungsi yaitu emotion focused coping dan problem focused coping. Pada penelitian ini, coping yang digunakan ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus adalah emotion focused coping dan problem focused coping. Keempat subjek dalam penelitian ini cenderung menggunakan kedua jenis coping tersebut dalam menghadapi kondisi anak dengan kelainan hydrocephalus. Secara emosional (emotionfocused coping), ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus lebih banyak melakukan usaha dalam menghadapi kondisi anak dengan banyak berdoa, mendekatkan diri dengan Tuhan, mengambil hikmah positif dari kondisi anak, dan melihat anak-anak lain yang memiliki kondisi sama atau bahkan lebih parah dibandingkan dengan anaknya. Hal tersebut sesuai dengan salah satu bentuk coping yang dikemukakan Lazarus dan Folkman (1984, dalam Sarafino, 2008) yaitu bentuk positive reappraisal dimana individu menciptakan arti positif dalam situasi dan terkadang melibatkan aspek religius. Sedangkan bentuk coping berupa tindakan (problem70 focused coping) ditunjukkan dengan berusaha mencari referensi serta pengetahuan lebih banyak mengenai kelainan yang dialami oleh anak. Selain itu mencari penanganan yang terbaik untuk anak dilakukan untuk kesembuhan anak. Beberapa dari mereka juga memutuskan untuk berhenti dari aktivitas apapun di luar rumah demi merawat anak. Meski menyadari bahwa perkembangan anak nantinya akan terhambat karena kondisi fisiknya, mereka tetap optimis untuk terus mengembangkan anak mereka selayaknya anakanak normal lainnya. Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan coping. Penelitian dari Jones dan Passey (2004) menjelaskan bahwa orang tua yang mendapatkan dukungan sosial mengalami tingkat stres yang rendah terkait dengan keuangan, penanganan medis serta dukungan keluarga. Dalam penelitian tersebut juga menyebutkan beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh penting untuk menurunkan tingkat stres pada orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus. Menurut Judge (1998, dalam Pritzlaff, 2001) mencari dukungan sosial merupakan hal positif terkait dengan kepercayaan diri keluarga yang memiliki anak dengan keterbatasan. Hal tersebut terbukti pada penelitian ini dimana subjek dapat menumbuhkan rasa percaya diri kembali dan dapat menerima kondisi anaknya karena adanya dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar. Dukungan tersebut baik bersifat bantuan maupun dukungan emosi mampu membuat subjek semakin termotivasi dalam mengasuh serta penanganan medis anak. Dukungan sosial tersebut berpengaruh dalam usaha ibu menghadapi kondisi anak, misalnya dengan adanya dukungan emosional yang diberikan, ibu dengan anak hydrocephalus lebih memandang positif terhadap situasi yang dihadapi. Dukungan emosi tersebut membuat subjek lebih percaya diri dan optimis terhadap perkembangan kondisi anak dengan kelainan hydrocephalus. SIMPULAN DAN SARAN Ibu yang memiliki anak dengan kelainan hydrocephalus mengalami stres yang ditunjukkan dengan perasaan shock, sedih, kecewa, dan malu saat pertama kali mengetahui kondisi anaknya. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 2, Agustus 2014 Wa Ode Maharani & Margaretha Hal yang memicu munculnya stres pada ibu adalah kondisi fisik anak, persepsi mereka terhadap pandangan orang lain mengenai anak, serta permasalahan finansial untuk beberapa subjek. Keempat subjek mencoba melakukan usaha dalam menghadapi situasi stres tersebut (coping). Usaha-usaha yang dilakukan keempat subjek antara lain mencari informasi sebanyak mungkin mengenai kelainan hydrocephalus dan penanganan yang harus dilakukan, memberikan penanganan terbaik untuk anak, dan beberapa subjek memilih untuk berhenti dari kegiatan di luar rumah demi mengasuh anaknya. Selain melakukan tindakan sebagai usaha menghadapi kondisi anak, keempat subjek juga berusaha untuk memodulasi perasaan agar lebih tenang dan kuat dalam menerima kondisi anak, berpikir positif terhadap situasi yang dihadapi, lebih banyak mendekatkan diri kepada Tuhan, serta mencari dukungan secara emosi dengan melakukan sharing dengan keluarga ataupun teman. Dukungan sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam usaha subjek menghadapi kondisi anak dengan kelainan hydrocephalus. Dukungan secara emosi yang diberikan keluarga dan lingkungan membuat subjek lebih percaya diri dan optimis terhadap perkembangan kondisi anak dengan kelainan hydrocephalus. PUSTAKA ACUAN Anggita. (2012). Mengenal Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 27 April 2012 dari http://www. motherandbaby.co.id/artikel/baca/2012/1129/Mengenal-Hydrocephalus.html Gupta, R. J., Kaur, H. (2010). Stress Among Parents of Children with Intellectual Disability. Journal of Asia Pacific Disability Rehabilitation Vol. 21, No. 2. Hydrocephalus Association. (2002). About Hydrocephalus-A Book for Parents. San Fransisco: University of California. Jones, J., Passey, J. (2004). Family Adaptation, Coping and Resources: Parents of Children with Developmental Disabilities and Behavior Problems. Journal of Developmental Disabilities Vol. 11, No. 1. Kulkarni, A. V. (2007). Assessment of Mother and Father Concern in Childhood Hydrocephalus. Journal of Qual Life Res Vol 16, 1501-1509. Mitchell, D. (2004). Stress, Coping, and Appraisal in an HIV-Seropositive Rural Sample: A Test of The Goodness-of-fit Hypothesis. Thesis. Poerwandari, E. K. (2011). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI. Pritzlaff, A. (2001). Examing The Coping Strategies of Parents who Have Children with Disabilities. Thesis. Stout: University of Wisconsin. Sarafino, E. P. (2008). Health Psychology: Sixth Edition. New York: John Willey & Sons. Smith, J. (2010). Parents’ management of their child’s hydrocephalus and shunt. School of Healthcare: The University of Leeds. Sri, S., & Nari. (2006). Hidrosefalus. Dexa Media No. 1, Vol. 19. Upadhyaya, G. R., & Havalappanavar, N. B. (2008). Stress in Parents of the Mentally Challenged. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology Vol. 34, 53-59. Vijesh, P. V., Sukumaran, P. S. (2007). Stress Among Mothers of Children With Cerebral Palsy Attending Special Schools. Asia Pacific Disability Rehabilitation Journal Vol. 18 No. 1. Wajo. (2011). Tak Tahan Punya Bayi Hydrocephalus, Orangtua Cerai. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2011 dari http://news.okezone.com/read/2011/10/20/340/518034/tak-tahan-punya-bayihydrocephalus-orangtua-cerai Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 2, Agustus 2014 71