BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan Telekomunikasi di Indonesia Jasa Telekomunikasi di Indonesia berawal dari pengoperasian layanan telegraf elektromagnetik yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor pada tanggal 23 Oktober 1856. Pada tahun 1882 didirikan badan usaha swasta penyedia jasa layanan pos dan telegraf, selanjutnya layanan komunikasi tersebut lalu dikonsolidasikan ke dalam jawatan Post Telegraf Teleefon. Teknologi telegraf selanjutnya berkembang menjadi layanan telepon tetap dan jawatan Post Telegraf Teleefon berubah menjadi PT Telkom pada tahun 1961. 2. Berdirinya PT Telkom sebagai penyedia jasa telepon tetap Pada tahun 1961 status jawatan Post Telegraf Teleefon diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel), kemudian pada tahun 1965, PN Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Pada tahun 1974, PN Telekomunikasi diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun internasional. Tahun 1980 seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat) diambil alih oleh pemerintah RI menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional, terpisah dari Perumtel. Pada tahun 1989, ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, yang juga mengatur peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Pada tahun 1991 Perumtel berubah bentuk menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991 dan pada tanggal 14 November 1995 dilakukan Penawaran Umum Perdana saham Telkom. Sejak itu saham Telkom tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES), Bursa Saham New York (NYSE) dan Bursa Saham London (LSE). Saham Telkom juga diperdagangkan tanpa pencatatan di Bursa Saham Tokyo. Tahun 1999 ditetapkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang penghapusan monopoli penyelenggaraan telekomunikasi. Pada awal thaun 2000 pemerintah Indonesia melakukan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas dengan demikian Telkom tidak lagi memonopoli telekomunikasi Indonesia. Tahun 2001 Telkom membeli 35% saham Telkomsel dari PT Indosat sebagai bagian dari implementasi restrukturisasi industri jasa telekomunikasi di Indonesia 2 yang ditandai dengan penghapusan kepemilikan bersama dan kepemilikan silang antara Telkom dan Indosat. Sejak bulan Agustus 2002 terjadi duopoli penyelenggaraan telekomunikasi lokal. 3. Perkembangan Telepon Seluler di Indonesia Pada awal perkembangan telepon seluler di Indonesia, teknologi yang digunakan adalah NMT (Nordic Mobile Telepon) dengan frekuensi 450MHz. NMT memiliki jangkauan yang cukup luas, sehingga bisa digunakan di daerah-daerah terpencil, tetapi ukuran telepon seluler NMT ini relatif besar sehingga tidak nyaman sebagai telepon bergerak (mobile). Kemudian muncul teknologi AMPS (Advance Mobile.Phone System), AMPS menggunakan frekuensi yang lebih tinggi yaitu 800MHz. Teknologi AMPS jangkuannya tidak seluas NMT, tetapi ukuran handsetnya lebih kecil, sehingga lebih populer sebagai telepon mobile. Setelah teknologi NMT dan AMPS, selanjutnya berkembang menjadi teknologi GSM (Global System for Mobile communication) yang menggunakan frekuensi 900Hz. Layanan jaringan GSM pertama diperkenalkan oleh Satelindo pada tahun 1994, disusul Excelcomindo dan Telkomsel pada tahun 1995. Setelah NMT, AMPS, dan GSM, para pengguna dan calon pengguna seluler berikutnya diperkenalkan dengan teknologi lainnya, yaitu CDMA (Code Division Multiple Access). CDMA yang menggunakan sistem pengkodean merupakan 3 teknologi digital seluler yang pada mulanya digunakan untuk sistem komunikasi militer di AS. Dengan ditetapkannya CDMA sebagai standar internasional oleh Asosiasi Industri Telepon Seluler (CTIA), CDMA mulai digunakan di beberapa negara, seperti Kanada, Cina, Hongkong, India, Jepang, dan Rusia. Saat itu operator CDMA yang beroperasi di Indonesia adalah PT Komselindo. Mobisel yang merupakan operator AMPS, juga bermigrasi ke teknologi CDMA. Teknologi CDMA berbeda dengan GSM, yang masih bermain di frekuensi sehingga bila mencapai kapasitas maksimal akan terjadi gagal panggilan (drop call). Teknologi GSM masih menerapkan konsep TDMA (Time Division Multiple Access) sedangkan teknologi CDMA menggunakan teknik spreading code yang menyebar di frekuensi yang sama. Percakapan pada teknologi GSM dibagi berdasarkan time slot atau pembagian waktu sedangkan teknologi CDMA sudah menerapkan kode (Code Division Multiple Access). Penerapan konsep kode ini memiliki beberapa keuntungan bagi operator, kanal frekuensi yang disediakan dapat digunakan secara bersamaan, karena masing-masing percakapan dibedakan dengan kode. Teknologi CDMA lebih ditujukan ke arah layanan multimedia yang membutuhkan bandwidth besar pada awalnya kecepatan data CDMA adalah 14,4Kbps, sedangkan GSM 9,6Kbps. Pada teknologi GSM perkembangan teknologi paket data berkembang menjadi GPRS dan dilanjutkan dengan EDGE (Enhance Data Rate for Global Evolution) sedangkan pada CDMA 4 berkembang menjadi EVDO. Teknologi CDMA juga memiliki keunggulan lain diantaranya penggunaan konsumsi daya yang sangat kecil, 200 miliwatt (0,20 watt), sehingga akan berpengaruh terhadap efisiensi pemakaian baterai. Pada beberapa tahun terakhir ini jumlah pelanggan CDMA berkurang dikarenakan operator seluler GSM juga menawarkan tarif yang kompetitif, yang sebelumnya merupakan keunggulan dari layanan CDMA. 4. PT Satelindo sebagai operator GSM pertama di Indonesia PT Indosat didirikan pada tahun 1967 menjadi penyelenggara telekomunikasi internasional pertama di Indonesia dan memulai operasinya pada tahun 1969. Pada tahun 1980 Indosat menjadi Badan Usaha Milik Negara yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. PT Indosat saat ini menyediakan beberapa layanan seperti telepon seluler, sambungan internasional dan layanan satelit bagi penyelenggara layanan broadcasting. PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) didirikan pada tahun 1993 di bawah pengawasan PT Indosat. Satelindo beroperasi pada tahun 1994 sebagai operator GSM. Pendirian Satelindo sebagai anak perusahaan Indosat menjadikannya sebagai operator GSM pertama di Indonesia yang mengeluarkan kartu prabayar Mentari dan pascabayar Matrix. 5 Pada tahun 2001 Indosat mendirikan PT Indosat Multi Media Mobile (IM3) dan menjadi pelopor GPRS dan multimedia di Indonesia, dan pada tahun yang sama akibat deregulasi sektor telekomunikasi PT Indosat dapat memegang kendali penuh PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). PT Indosat adalah sebuah perusahaan penyedia layanan telekomunikasi yang terbesar kedua di Indonesia untuk jasa seluler (Matrix, Mentari dan IM3), pada tanggal 19 Oktober 1994 Indosat mulai memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek di Indonesia, dan Amerika Serikat New York Stock Exchange. Pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2002 menjual 41,94% saham Indosat ke Singtel dengan demikian Indosat kembali menjadi PMA. Pada bulan November 2003 Indosat melakukan penggabungan usaha tiga anak perusahaannya (akuisisi) yakni PT Satelindo, PT IM3, dan Bimagraha, sehingga Indosat menjadi operator selular dengan jumlah pelanggan kedua terbesar setelah PT Telkomsel. Pada tanggal 1 Maret 2007 Singtel menjual kepemilikan saham Indosat sebesar 25% di Asia Holdings Pte. Ltd. ke Qatar Telecom dan di tahun 2009 Qtel memiliki 65% saham Indosat melalui tender offer (memiliki tambahan 24,19% saham seri B dari publik), sehingga komposisi kepemilikan saham Indosat saat ini adalah QTEL Asia (65%), Pemerintah Republik Indonesia (14,29%), Skagen AS (5,57%), dan publik (15,14%). Indosat juga mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham New York. 6 5. PT Telkomsel sebagai operator seluler terbesar di Indonesia Diawali dengan keputusan Menristek tanggal 14 Juli 1993 ditetapkanlah GSM sebagai standar sistem komunikasi telepon bergerak dengan batam-bintan sebagai pilot project. Pada 1 Januari 1994 layanan komunikasi telepon bergerak mulai melayani uji coba untuk melayani komunikasi suara dan satu tahun kemudian setelah uji coba , pada tanggal 26 mei 1995 berdirilah PT. Telkomsel. PT Telkomsel yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Telkom pada awalnya mengembangkan jaringan GSM di daerah rural atau diluar perkotaan, setelah sukses di daerah rural dilanjutkan dengan mengembangkan jaringan didaerah urban atau perkotaan. Saat ini Telkomsel memiliki jaringan terluas di Indonesia dengan jumlah BTS mencapai 32.000 yang mencakup seluruh provinsi. Dengan jaringan terluas dapat dikatakan PT. Telkomsel menjadi salah satu perusahaan yang berfungsi startegis untuk menghubungkan komunikasi di 33 provinsi di Indonesia. 6. PT XL Axiata PT XL Axiata Tbk. (XL) didirikan pada tanggal 8 Oktober 1989 dengan nama PT Grahametropolitan Lestari, bergerak di bidang perdagangan dan jasa umum. Pada tahun 1995 XL mengambil suatu langkah penting seiring dengan kerja sama antara Rajawali Group, pemegang saham PT Grahametropolitan Lestari dan tiga investor 7 asing (NYNEX, AIF, dan Mitsui). Nama XL kemudian berubah menjadi PT Excelcomindo Pratama dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan telepon seluler. Pada tanggal 6 Oktober 1996, XL mulai beroperasi secara komersial dengan fokus cakupan area di Jakarta, Bandung dan Surabaya. XL saat ini adalah penyedia layanan seluler dengan jumlah pelanggan terbesar ketiga setelah Telkomsel dan Indosat, dengan jaringan yang luas meliputi seluruh Indonesia . XL membagi 2 layanan pada unit usahanya yaitu pelanggan ritel (Consumer Solutions) dan solusi bagi pelanggan korporat (Business Solutions). Layanan XL mencakup antara lain layanan suara, data dan layanan VAS (value added services). XL beroperasi dengan teknologi GSM 900/DCS 1800 serta teknologi jaringan bergerak seluler sistem IMT-2000/3G selain itu XL juga memiliki ijin penyelenggaraan jaringan tetap tertutup, ijin penyelenggaraan jasa akses internet (Internet Services Provider), ijin penyelenggaraan jasa internet teleponi untuk keperluan publik (Voice over Internet Protocol), dan ijin penyelenggaraan jasa interkoneksi internet (Network Access Provider). XL merupakan operator seluler yang memiliki jaringan serat optik terluas dan telah meluncurkan layanan 3G pada 21 September 2006. Pada September 2005 XL menjadi perusahaan publik dan tercatat di Bursa Efek Jakarta. Saham XL saat ini mayoritas dipegang oleh Axiata Group Berhad (Axiata) melalui Axiata Investments (Indonesia) Sdn Bhd (66,6%) dan Emirates 8 Telecommunications Corporation (Etisalat) melalui Etisalat International Indonesia Ltd. (13,3%). 7. PT Bakrie Telecom PT Bakrie Telecom Tbk adalah perusahaan operator telekomunikasi berbasis CDMA di Indonesia. Bakrie Telecom memiliki produk layanan dengan nama produk Esia, Wifone, Wimode, dan BConnect. Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Radio Telepon Indonesia (Ratelindo), yang didirikan pada bulan Agustus 1993, sebagai anak perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk yang bergerak dalam bidang telekomunikasi di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat berbasis Extended Time Division Multiple Access (ETDMA). Pada bulan September 2003, PT Ratelindo berubah nama menjadi PT Bakrie Telecom, yang kemudian bermigrasi ke CDMA 1x, dan memulai meluncurkan produk Esia. Pada awalnya jaringan Esia hanya meliputi Jakarta, Banten dan Jawa Barat, pada akhir 2007 pengembangan jaringan Bakrie Telecom telah menjangkau 26 kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2006, Bakrie Telecom telah go-public dengan mendaftarkan sahamnya dalam Bursa Efek Jakarta dan pada 17 September 2007, pemerintah Indonesia memberikan lisensi atas jaringan tetap sambungan langsung internasional Indonesia kepada Bakrie Telecom, dengan lisensi ini Bakrie Telecom membangun jaringan tetap untuk sambungan langsung internasional. Pada 5 tahun pertama, Bakrie Telecom membangun jaringan yang menghubungkan Batam, 9 Singapura, dan Amerika Serikat. PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia mengumumkan penandatanganan penjualan bersyarat atas perjanjian jual beli yang telah berlangsung Selasa 13 Maret 2012. Perjanjian tersebut melibatkan Bakrie Telecom serta Sampoerna Strategic dan Polaris, yang bertindak sebagai pemegang saham Sampoerna Telekomunikasi Indonesia dari perjanjian tersebut Bakrie Telecom memperoleh 35 persen saham Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, dan dalam tiga tahun ke depan akan menjadi pemegang saham mayoritas. Sampoerna Strategic mendapat imbalan dari perjanjian tersebut berupa saham di Bakrie Telecom. 8. Posisi Pasar Telekomunikasi di Indonesia Jumlah pengguna telepon seluler di Indonesia saat ini sekitar 240 juta berdasasrkan data dari UBS Asia Mobile database. Telkomsel memimpin dalam market share telekomunikasi seluler di Indonesia dengan jumlah pelanggan mencapi 100 juta. Indosat menyusul pada tempat kedua dengan jumlah layanan sebesar 44 juta pelanggan. XL menempati posisi ketiga dengan jumlah pelanggan sebesar 40 juta pelanggan 10 Gambar 1.1 Market share pelanggan telekomunikasi di Indonesia Jumlah pelanggan operator seluler (juta) Telkom Flexi, others, 3.5, 1% 15.1, 6% Telkom PSTN, Bakrie, 12.5, 8.4, 3% 5% HCPT, 8.5, 4% Axis, 9, 4% Telkom PSTN Telkomsel Indosat Telkomsel , 100, 42% XL Axis HCPT XL, 40, 17% Indosat , 44, 18% Telkom Flexi Bakrie others 9. Performance perusahaan Telekomunikasi di Indonesia Operator seluler di Indonesia saat ini berjumlah 9, dengan EBITDA diatas 5 triliun rupiah hanya 3 operator terbesar saja, hal ini akan mengundang terjadinya merger jika operator lainnya tidak dapat memperoleh keuntungan dalam beberapa tahun kedepan. Saat ini Telkom Flexi sedang berusaha merger dengan Indosat atau Bakrie. Persaingan di operator seluler saat ini sangat ketat untuk memperluas coverage dan menjaga kualitas sinyal layanan membutuhkan modal yang besar. Jika membandingkan dengan negara lain seperti Singapura dan Thailand dengan jumlah operator yang lebih sedikit maka kualitas layanan akan lebih baik. Operator di negara Singapura dan Thailand tidak perlu melakukan perang harga dimana sering sekali perang harga akan menurunkan kualitas layanan sinyal karena jaringan menjadi overload ataupun congestion. 11 Tabel 1.1 EBITDA operator seluler Pengaturan jumlah operator ataupun pengaturan area operasi operator baru akan lebih menguntungkan dari sisi operator maupun pelanggan. Operator baru dapat mengembangkan jaringan diluar daerah yang sudah diisi oleh 3 operator terbesar seperti daerah kalimantan, maluku, sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua dimana persaingan lebih rendah. Pelanggan mendapatkan keuntungan dengan adanya beberapa alternatif penyedia operator. B. Rumusan Masalah Operator Seluler saat ini menghadapi situasi dimana ARPU pada setiap tahun menurun, walaupun pertumbuhan pelanggan dan EBITDA setiap tahunnya meningkat. Kondisi ini perlu diteliti untuk mendapatkan solusinya, terutama ketika persaingan antar operator semakin ketat dan terjadi perang tarif yang dapat merusak industri operator seluler di Indonesia. 12 C. Tujuan penelitian Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ARPU dan EBITDA yang merupakan key metric untuk melakukan pengukuran performance di Industri Telekomunikasi. (Mckinsley, 2010) menyebutkan beberapa key industri metrics atau indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran industri telekomunikasi diantaranya adalah : 1. ARPU 2. EBITDA 3. Subscriber growth 4. Churn rate 5. Debt/Equity 6. Cash Flow D. Manfaat Penelitian Penelitian ini berguna bagi berbagai pihak sebagai berikut 1. Melakukan formulasi faktor-faktor yang mempengaruhi EBITDA dan ARPU sehingga dapat meningkatkan EBITDA dan mempertahankan nilai ARPU operator seluler. 2. Sebagai materi pembanding bagi penelitian yang menggunakan metode lainnya dalam menganalisa performa operator telekomunikasi. 13 E. Metode Penelitian Metode pemelitian menggunakan metode analisa kuantitatif berdasarkan data sekunder yaitu laporan keuangan dari 4 operator seluler terbesar. Metode pengujian menggunakan metode regresi untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi ARPU dan EBITDA. F. Metode Analisis Metode analisis pada penelitian ini dengan melakukan pengujian regresi ganda pada faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh pada ARPU dan EBITDA, selain itu untuk menentukan strategi yang dapat ditempuh untuk mempertahankan nilai ARPU dan meningkatkan nilai EBITDA. 14