ICHTIOLOGY (BIO327) Pengertian Ikhtiologi PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Ikhtiologi Ilmu mengenai perikanan di Indonesia relatif masih baru. Akhir-akhir ini ilmu tentang perikanan banyak dipelajari mengingat ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting. Sebelum kita membahas lebih lanjut pengertian ikhtiologi, sebaiknya perlu diketahui tentang “Apakah Ikan itu?“. Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan siripnya serta tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Dari keseluruhan vertebrata, sekitar 50,000 jenis hewan, ikan merupakan kelompok terbanyak di antara vertebrata lain memiliki jenis atau spesies yang terbesar sekitar 25,988 jenis yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini sebagian besar tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis ikan yang lebih besar di perairan laut, dapat dimengerti karena hampir 70% permukaan bumi ini terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1% merupakan perairan tawar. Setelah kita mendefinisikan pengertian tentang ikan, dapatlah dimengerti mengapa ilmu tentang perikanan perlu dipelajari. Selain ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting, nilai-nilai kepentingan yanglain dari ikan antara lain dapat memberikan manfaat untuk rekreasi, nilai ekonomi atau bernilai komersial, dan ilmu pengetahuan untuk masayarakat. Ikhtiologi atau “Ichthyology“ merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari ikan secara ilmiah dengan penekanan pada taksonomi dan aspek aspek lainnya. Kata ikhtiologi berasal dari pengertian ichtio = ikan dan logos = ilmu, jadi di dalam ikhtiologi ini dicakup beberapa aspek baik mengenai aspek biologi maupun ekologi ikan. Dalam mempelajari ihktiologi ini tidak terlepas dari ilmu-ilmu yang lain karena saling berkaitan. Beberapa cabang ilmu pengetahuan yang sangat terkait dengan ikhtiologi ini antara lain Taksonomi Vertebrata, Morfologi dan Anatomi Hewan, Fisiologi, Genetika, dan Evolusi. Sejarah Ikhtiologi Ikhtiologi pada awal diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Aristoteles melakukan observasi untuk membedakan dan membuat ciri-ciri ikan hingga diperoleh sekitar 115 jenis. Dalam penelitian tersebut, pertama kali dikemukakan tentang beberapa hal mengenai ikan misal kelamin ikan hiu dapat ditentukan dari struktur sirip perut. Setelah periode Aristoteles tidak banyak penelitian mengenai ikan, baru pada abad ke 16 muncul nama-nama beberapa peneliti antara lain Pierre Belon (1517-1564), H. Salviani (15141572) dan G. Rondelet (1507-1557). P. Belon telah mempublikasikan tentang ikan pada tahun 1551, dengan mengklasifikasikan 110 jenis berdasarkan ciriciri anatomi ikan. Pada tahun 1554 hingga 1557, Salviani berhasil mempublikasikan 92 spesies ikan. Pada tahun 1554 dan 1555 Rondelet pertama kali mempublikasikan hasil penelitiannya dalam sebuah buku Ikhtiologi. Selanjutnya pengetahuan tentang ikan berkembang cukup pesat, dengan diterbitkannya buku “Natural History of the Fishes of Brazil” pada tahun 1648. Peter Artedi (1705-1735) membuat suatu system klasifikasi ikan yang diberi judul Father of Ichthyology. Akhirnya Carolus Linnaeus berhasil membuat Systema Naturae dengan mengadopsi system klasifikasi Artedi dan menjadi dasar dari keseluruhan system klasifikasi ikan. Pada pertengahan abad ke 20 Iktiologi semakin berkembang dengan menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti Ekologi, Fisiologi dan Tingkah laku dalam perkembangan anatomi dan sistematika ikan. Akhirnya beberapa ahli ikhtiologi seperti C.T Regan, Leo S Berg (1876-1905) dan Carl L Hubbs (1894-1982) memberikan sumbangan yang besar dalam bidang sistematika ikan. Pada tahun 1940 Berg membuat klasifikasi ikan (Classification of Fish) yang menjadi standar dalam pengklasifikasian ikan hingga sekarang. Klasifikasi Ikan Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan evolusioner ikan berawal dari pengetahuan taksonomi terutama deskripsi ikan. Pengetahuan tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidang-bidang lain seperti ekologi, fisiologi. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi terbagi menjadi enam kategori yaitu 1) pengukuran morfometrik, 2) ciri meristik, 3) ciri-ciri anatomi, 4) pola warna, 5) kariotipe, dan 6) elektroforesis. Pengukuran morfometrik merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara lain panjang standar, panjang moncong atau bibir, panjang sirip punggung atau tinggi batang ekor. Keterangan mengenai pengukuran–pengukuran ini dibuat oleh Hubbs & Lagler (1964). Pada pengukuran ikan yang sedang mengalami pertumbuhan digunakan rasio dari panjang standar. Ikan yangdigunakan adalah ikan yang diperkirakan mempunyai ukuran dan kelamin yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan tidak selalu proporsional dan dimorfime seksual sering muncul pada ikan (tetapi seingkali tidak jelas). Pengukuran morfometrik merupakan pengukuran yang penting dalam mendekripsikan jenis ikan. Ciri meristik merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat mudah digunakan. Ciri meristik ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat dihitung antara lain jari-jari dan duri pada sirip,jumlah sisik, panjang linea literalis dan ciri ini menjandi tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi permasalahan adalah kesalahan penghitungan pada ikan kecil. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ciri meristik yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut, salinitas, atau ketersediaan sumber makanan yang mempengaruhi pertumbuhan larva ikan. Ciri-ciri anatomi sulit untuk dilakukan tetapi sangat penting dalam mendeskripsi ikan. Ciri-ciri tersebut meliputi bentuk, kesempurnaan dan letak linea lateralis, letak dan ukuran organ-organ internal, anatomi khusus seperti gelembung udara dan organ-organ elektrik. Pola pewarnaan merupakan ciri spesifik, sebab dapat berubah sesuai dengan umur, waktu, atau lingkungan dimana ikan tersebut didapatkan. Hal ini merupakan bagian penting dalam mendeskripsi setiap spesies, misal pola pewarnaan adalah ciri spesifik spesies, kondisi organ reproduksi, jenis kelamin. Masalah utama dalam pewarnaan bila digunakan sebagai alat taksonomi adalah subjektivitas yang tinggi dalam mendeskripsi ikan. Kariotipe merupakan deskripsi dari jumlah dan morfologi kromosom. Jumlah krosmosom tiap sel tampaknya menjadi ciri-ciri ikan secara konservatif dan dfigunakan sebagai indikator dalam famili. Jumlah lengan kromosom seringkali lebih jelas dari pada jumlah krosmosom. Teknik lain yang digunakan berkaitan juga dengan kariotiping, adalah penghitungan jumlah DNA tiap sel. Namun, jumlah DNA cenderung berkurang pada spesies terspesialisasi (Hidengarrner & Rosen,1972 dalam Moyle & Cech, 1988). Elektroforesis merupakan tehnik yang digunakan untuk mengevaluasi kesamaan protein. Contoh jaringan diperlakukan secara mekanis untuk mengacak struktur membran sel, agar melepaskan protein yang larut air. Selanjutnya, protein ini diletakkan dalam suatu gel, biasanya terbuat dari pati atau agar, yang selanjutnya diperlakukan dengan menggunakan arus litrik. Kecepatan pergerakan respon protein untuk berpindah atau bergerak tergantung pada ukuran molekulnya. Kesamaan genetik dari indiviual dan spesies dapat dibandingkan dengan ada atau tidak adanya protein yang dibedakan berdasarkan letak dalam gel. Elektroforesis dapat digunakan untuk menguji variasi genetik dalam populasi. Berikut ini klasifikasi ikan yang menunjukkan hubungan evolusioner dari kelompok besar ikan. Ikan (Pisces) terbagi kedalam tiga kelas, yaitu : 1.Kelas Cephalaspidomorphi / Agnatha (hagfish dan lamprey). 2.Kelas Chondreichthyes (chimaera, cucut, dan pari) 3. Kelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati) 1. Kelas Cephalaspidomorphi atau Agnatha Kelas ini memiliki ciri sebagai berikut : - Notochordata memanjang seperti rantaian manik - Tidak mempunyai rahang - Vertebrae terdiri dari tulang rawan - Dua “semicircular canal” pada telinga yang terletak di setiap sisi kepala pada lamprey, tetapi hanya satu pada hagfish - Tidak mempunyai lengkung insang sejati untuk menyokong dan melindungi insang, sebagai gantinya terdapat suatu “branchial basket” yang terletak diluar insang. Arteri insang dan saraf insang terdapat didalam “branchial basket” - Branchial basket bersatu dengan kotak otak (neurocranium) - Sirip berpasangan tidak ada - Mempunyai satu lubang hidung Ikan hagfish Ikan lamprey 2. Kelas Chondrichthyes Kelas ini memiliki ciri sebagai berikut : - Notochordata seperti rantaian manik - Mempunyai rahang - Vertebrae terdiri dari tulang rawan (dengan sedikit pengapuran tetapi tidak terjadi osifikasi) - Tiga “semicircular canal” ditelinga di setiap sisi kepala - Lengkung insang berupa tulang rawan, dan ditengah-tengahnya mengandung arteri dar saraf - Lengkung insang tidak bersatu dengan kotak otak, tetapi dihubungkan oleh jaringan pengikat - Sirip berpasangan ada - Mempunyai sepasang nostril Kelas Chondrichthyes terbagi atas dua subkelas yaitu : a. Subkelas Holochepali (Chimaera), yang memiliki ciri-ciri : - insang ada empat pasang, celah insang satu pasang - tidak mempunyai spiracle - tidak mempunyai sisik - tidak bercloaca - yang jantan memiliki “intromintent organ” (clasper) yang terletak didepan sirip perut dan pada beberapa ikan (genus Chimaera) mempunyai tenaculum (semacam clasper) dikepala bagian depan. Ikan Chimaera b. Subkelas Elasmobranchii (cucut dan pari), yang memiliki ciri : - jumlah insang dan celah insang berkisar antara 5 – 7 pasang - mempunyai spiracle - sisik bertipe placoid atau tidak ada - mempunyai cloaca - ikan jantan mempunyai pelvis intromitten organ (myxopterygia) Organ Copulasi 3. Kelas Osteichthyes Kelas ini memiliki ciri sebagai berikut : - Notochorda seperti rangkaian manik, atau seperti manik yang terpisah - Berahang - Rangka terdiri dari tulang sejati - Tiga “semicircular canal” pada telinga di setiap sisi kepala - Lengkung insang merupakan tulang sejati ditengah insang, terdapat arteri dan saraf - Lengkung insang tidak bersatu dengan kotak otak - Mempunyai sirip berpasangan - Mempunyai sepasang lubang hidung Kelas Osteichthyes terbagi menjadi tiga subkelas, yaitu : a. Subkelas Dipnoi (lungfish), yang memiliki ciri : - maxila dan premaxila tidak ada, mempunyai tiga pasang lapisan gigi - mempunyai internal nares - tidak ada kesamaan gerak antara bagian tengkorak depan dan belakang - palatoquadrate bersatu dengan cranium - perluasan radial dan otot kedalam dasar sirip - sirip punggung tunggal - mempunyai cloaca b. Subkelas Crossopterygii (lobefins), yang memiliki ciri : - maxila tidak ada (kecuali pada beberapa ikan fosil), ada premaxila, gigi normal - tidak ada internal nares - terdapat kesamaan gerak antara bagian tengkorak depan dan belakang platoquadrate tidak bersatu dengan cranium - perluasan radial dan otot kedalam sirip perut, dua sirip punggung terpisah - tidak ada cloaca c. Subkelas Actinopterygii (ikan bertulang sejati tingkat tinggi), yang berciri : - maxila dan premaxila ada - tidak ada internal nares - tidak ada kesamaan gerak antara bagian tengkorak depan dan belakang - platoquadrate tidak bersatu dengan cranium - tidak ada perluasan radial dan otot edalam dasar sirip, memiliki dua atau - satu sirip punggung - tidak ada cloaca IKAN DAN KEANEKARAGAMAN HABITATNYA Seperti telah kita ketahui bersama bahwa 70 persen dari permukaan bumi ini tertutupi oleh air, sehingga tidak mengherankan jika ditemukan berbagai jenis, morfologi, serta habitat pada ikan. Ikan-ikan ditemukan diberbagai tempat dan habitat yang berbeda. Mereka ditemukan di danau tertinggi dunia dari permukaan laut yaitu danau Titicaca, Amerika Selatan (3812 meter), dan pada daerah kedalaman 7000 m di bawah permukaan laut. Beberapa jenis ditemukan pada air tawar dengan salinitas 0.01 ‰ (umumnya danau, 0.05 s/d 1‰) hingga pada salinitas yang sangat tinggi, 100‰ (umumnya 35‰ pada laut terbuka). Mereka juga dapat ditemui pada gua yang sangat gelap seperti ditemukan di Tibet, China, dan India hingga pada daerah yang berarus kuat. Di Afrika ditemukan jenis ikan Tilapia yang hidup di sungai dengan temperature 44°C, sedangkan di Antartika ditemukan hidup pada suhu –2°C. Banyak je nis yang ditemukan memiliki organ pernapasan udara tambahan dan hidup di rawa-rawa pada daerah tropic. Penyebaran secara vertical pun dapat melampaui kemampuan jenis vertebata lainnya (sekitar 5 km diatas permukaan laut sampai 11 km dibawahnya). Spesies yang memiliki toleransi yang luas terhadap suhu biasa disebut eurythermal sedangkan sebaliknya, yang memiliki teloransi yang sempit terhadap suhu disebut stenothermal. Istilah yang diberikan kepada spesies yang memiliki tingkat toleransi yang luas terhadapap salinitas yaitu euryhaline dan stenohaline terhadap spesies yang memiliki kisaran sempit terhadap salinitas. Ikan telah mampu bertahan seiring dengan perkembangan variasi dari tempat hidupnya. Mereka hidup di air tawar yang bersih sampai pada air yang bersalinitas lebih tinggi daripada air laut. Mereka ada dalam air gunung yang mengalir deras, di air dalam sunyi dan gelap yang tidak dihuni oleh vertebrata lainnya. Bagi ikan, Air adalah media komunikasi, tempat beranak, tempat tidur, tempat bermain, toilet sekaligus sebagai kuburan. Di dalam airlah ikan melakukan respon terhadap lingkungan, sehingga mereka dapat mempertahankan hidup dan berkembangbiak seperti, jumlah oksigen terlarut, penetrasi cahaya, suhu, zat beracun, konsentrasi organisme pembawa penyakit ikan dan, kesempatan untuk lepas dari musuh. Beberapa ikan mampu bernapas dengan menghirup oksigen secara langsung dari udara melalui paru-paru, walaupun kebanyakn ikan tetap bergantung pada insang yang berperan dalam mengekstark oksigen dari air. Ikan dapat bertahan lama pada habitat yang kurang oksigen atau yang tidak mencukupi. Rumput atau tumbuhan mikroskopik, diatom dan alga (phytoplankton) yang tumbuh di laut, danau dan aliran sungai memberikan suplai oksigen kepada ikan, dan ini bergantung dari penetrasi cahaya ke dalam air. Phytoplankton berperan penting dalam permulaan rantai makanan yang mendorong laju produksi ikan pada umumnya. Mereka menggunakan sinar matahari dalam mengubah CO2 menjadi bahan organik dan menjadi makanan bagi ikan. Selain dari itu, cahaya matahari juga berpengarug terhadap pola reproduksi, pertumbuhan dan perilaku, termasuk dalam kebiasaan makan. Material yang tidak dikehendaki yang bersifat racun diproduksi secara alami dan polusi dari aktifitas manusia manjadi ancaman besar dan serius bagi keberadaan ikan-ikan dan tentunya juga bagi manusia yang mengkonsumsinya. Walaupun ikan dapat mendeteksi zat-zat kimia berbahaya, tetapi kebanyakan dari mereka tidak dapat menghindar dari kontaminasi. Seperti yang terjadi pada semua hewan, ikan juga mempunyai sejumlah penyakit yang bisa menyerangnya, baik yang diakibatkan oleh faktor eksternal seperti, virus, jamur, parasit, protozoa, cacing dll, maupun akibat sebagian kecil yang bersifat internal. Mereka juga masih mendapat ancaman dari fluktuasi bahan kimia air laut dan jeratan alat tangkap nelayan. IKAN DAN PERKEMBANGAN STUDINYA Ilmu pengetahuan tentang ikan dimunculkan oleh rasa ingin tahu oleh manusia dan kebutuhan akan informasi untuk kepentingan perdagangan dan industri ataupun pariwisata. Sejak berabad-abad sebelum masehi bangsa China telah berusaha untuk mengetahui tentang ikan dan cukup sukses menyebarluaskannya, begitu juga dengan Mesir kuno, Yunani dan Romawi berhassil merekam variasi, kebiasaan, serta kualitas dari berbagai jenis ikan. Menurut Lagler et. al (1977), sejak abad 18 studi tentang ikan (Ichthyology) telah berkembang meliputi beberapa cabang utama, antara lain: Klasifikasi: Hal ini berlangsung lama dengan melanjutkan upaya mencatat semua jenis ikan yang masih ada dan sudah menjadi fosil, memasukkannya ke dalam taxa dan menentukan hubungan alami mereka. Anatomi: Mencari struktur ikan secara makroskopik dan mikroskopik, embriologik, perbandingan suatu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya termasuk fosil yang masih ada dan saling berhubungan. Evolusi dan Genetika: Membahas mengenai asal mula ikan, bagaimana perkembangan ikan modern dari ikan-ikan sebelumnya dan mekanisme perubahan ciri-ciri dan karakter. Natural history dan Ekologi: Mencakup mengenai cara hidup dan habitat serta intraksi ikan yang satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungannya. Fisiologi dan Biokimia: Mempelajari fungsi organ dan system, metabolisme dan integrasi system pada tingkat molekuler, dan toleransi spesies terhadapt perubahan lingkungan. Konservasi/Pelestarian: pemanfaatan yang bijaksana dan pengelolaan sumber ikan bagi kepentingan manusia dengan memanfaatkan statistika perikanan, teknologi perikanan dan pemasaran, hukum, manipulasi pipulasi, budidaya ikan dan stocking dan perbaikan lingkungan. Lingkup kerja di atas dilaksanakan oleh organisasi international, petugas pemerintah, museum, universitas, dan dunia Industri. Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai organisaasi bentukan PBB yang menangani persoalan makanan dan pertanian mempunyai divisi perikanan yang bergerak secara aktif. Banyak negara yang mempunyai Unit Perikanan yang dibentuk secara terpusat, yang juga berfungsi sebagai pelayanan perikanan dan binatang liar (Fish and Wildlife Service) dan Pusat Pelayanan Kelautan dan Perikanan (National Marine and Fisheries Service) di Amerika Serikat, (di Indonesia dikenal dengan badan pengelola taman nasional seperti BKSDA dan DKP). Museum dan perguruan tinggi dimana dikembangkan secara scientific biasanya mempunyai divisi perikanan seperti British Museum (Natural History), Museum National Amerika, dan Museum Zoology Universitas Michigan USA. PENTINGYA MEMPELAJARI IKHTIOLOGI Keuntungan mempelajari ikhtiologi hampir tak terbatas, orang-orang yang mempelajari ilmu ini adalah para ahli ikan profesional maupun yang bukan. Banyak kontribusi tentang ikan yang datang dari para ahli filsafat, pemuka agama, dokter, nelayan dan para penggemar hewan air. Keuntungan dalam penelitian juga tidak terhingga dimana aspek tentang ikan , lebih banyak yang belum diketahui dari pada yang sudah diketahui. Tidak banyak yang memilih profesi pengajar pada bidang ikhtiologi ini, mereka yang terjun di bidang ini adalah orang yang memiliki rasa tanggungjawab untuk belajar dan mengajar tentang ikan. Di bidang ilmu ini peluang untuk bekerja mengembangkan kepedulian terhadap ikan serta belajar dari koleksi museum-museum cukup besar. Tugas-tugas orang yang bekerja di museum meliputi, pengembangan ilmu pengetahuan, studi sejarah, pengadaan koleksi baru, pengawasan terhadap koleksi museum, penerbitan karya ilmiah dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan perikanan besar, manajemen perikanan profesional, pembudidayaan, penjualan ikan, permainan, ornamen, dan ikan umpan memberikan peluang usaha yang besar, baik yang didapati dari pelatihan maupun secara langsung dalam mempelajari ikhtiologi. Pekerjaan seperti ini paling tidak memerlukan kemampuan seperti megister atau sederajat. Untuk mengelola sumber daya perikanan laut maupun perairan dalam diperlukan pekerja-pekerja yang terlatih. Perkembangan bidang perikanan ini memberikan banyak peluang kerja dibandingkan sebelum bidang ini dieksploitasi lebih jauh.